Memahami Arti Pentingnya Uud

  • Upload
    ryfyip

  • View
    2.172

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanng Pembukaan UUD 1945 terdiri atas 4 (empat) alinea yang masingmasing memilki spesifikasi tersendiri bila ditinjau dari segi nilainya. Alinea pertama, kedua, dan ketiga memuat pernyataan yang tidak memilki hubungan kausal organis dengan pasal-pasal di dalam UUD 1945. Bagian-bagian tersebut memuat serangkaian pernyataan yang

menjelaskan peristiwa yang mendahului terbentuknya negara Indonesia. Sementara itu, alinea keempat memuat pernyataan mengenai keadaan setelah negara Indonesia terbentuk dan alinea ini memiliki hubungan yang bersifat kausal organis dengan pasal-pasal UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 berisi hal-hal yang bersifat fundamental dan asasi bagi bangsa Indonesia. Pada hakikatnya, kedudukanya tetap dan tidak dapat diubah seperti telah ditetapkan oleh MPR/MPRS yang antara lain mengeluarkan Ketetapan MPR No. 20/MPR/1966, No. 9/MPR/1978 serta No. III/MPR/1983. Hasil sidang tahunan MPR tahun 2002, yaitu Pasal II Aturan Tambahan menegaskan bahwa UUD 1945 terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal. Maka jelaslah Pembukaan UUD 1945 baik secara formal maupun material tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebab secara material memuat Pancasila sebagai dasar dilsafat negara Indonesia.

1. Hakikat Pembukaan UUD 1945 a. Pembukaan UUD 1945 Sebagai1

Tertib

Hukum

Tertinggi

Kedudukan UUD 1945, dalam kaitannya dengan tertib hukum Indonesia, memiliki dua aspek yang sangat fundamental, yaitu

memberikan faktor-faktor mutlak bagi terwujudnya tertib hukum Indonesia dan termasuk dalam tertib hukum Indonesia sebagai tertib hukum tertinggi. Sementara kedudukan Pancasila, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia. Berdasarkan penjelasan tentang isinya Pembukaan UUD 1945 yang termuat dalam Berita RI tahun II No. 7, Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan Negara Indonesia serta yang mewujudkan suatu cita-cita hukum dengan menguasai dasar tertulis (UUD) maupun tidak tertulis. Adapun pokokpokok pikiran tersebut diwujudkan dalam pasal-pasal UUD 1945 sebagai sumber hukum positif Indonesia. Sebagaiman isi yang terkandung dalam penjelasan resmi

pembukaan UUD 1945, nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 selanjutnya diwujudkan ke dalam pasal-pasal UUD 1945 dan kemudian dijabarkan dalam peraturan-peraturan hukum positif

dibawahnya seperti Ketetapan MPR, UU, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,PP dan peraturan-peraturan lainnya. Maka seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang mengandung asas kerohanian negara atau dasar filsafat negara RI. b. Pembukaan UUD 1945

2

Pada Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 memuat unsur-unsur yang memuat ilmu hukum disyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia (rechts orde), atau legal order, yaitu suatu keseluruhan peraturan-peraturan hukum.

B. Batasan Masalah Sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 belum dapat dilaksanakan. Pada tahun ini di bentuklah DPA sementara, sedangkan DPR dan MPR belum dapat dibentuk karena harus melalui pemilu. Waktu itu masih di berlakukan pasal aturan peralihan pasal IV yang menyatakan Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar, segala kekuasaannya dijalankan oleh presiden dengan bantuan sebuah komite nasional. Pada saat itu terjadilah suatu perkembangan ketatanegaraan Indonesia yaitu (1) berubahnya fungsi komite nasional indonesia pusat daripembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar haluan negara. Hal ini berdasarkan maklumat wakil presiden No. X (iks) tanggal 16 oktober 1945. Selain itu dikeluarkan juga maklumat pemerintah tanggal 14 nopember 1945. Yang isinya perubahan sistem pemerintahan negara dari sistem kabinet presidensial menjadi sistem kabinet parlementer, berdasarkan usul badaan pekerja komite nasional Indonesia pusat (BP-KNIP). Akibat

3

perubahan tersebut pemerintah menjadi tidak stabil, perdana menteri hanya bertahan beberapa bulan serta berulang kali terjadi pergantian.

C. Maksud Dan Tujuan Dengan ditulisnya makalah ini penulis berharap dapat sedikit membantu memberikan gambaran bahwa tujuan mempelajari Dinamika Pancasila adalah untuk mempelajari pancasila yang benar dan

mengamalkan pancasila. Mempelajari pancasila yang benar, yakni yang dapat di

pertanggung jawabkan baik secara yuridis, konstitusional, maupun secara objektif ilmiah. Secara yuridis konstitusional artinya kerana pancasila adalah dasar negara yang di pergunakan sebagai dasar mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan negara. Oleh karena itu setiap orang boleh memberikan pengertian atau tapsiran menurut pendapat sendiri. Secara objektif ilmiah artinya karena pancasila adalah suatu paham filsafat, suatu philoshofical way of thingkin atau philoshophical sistem sehingga uraian harus logis dan diterima oleh akal sehat.

4

BAB II SEJARAH PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK A. Etika Politik Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam lingkungan filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada bebagai bidang etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika profesi, dan etika

pendidikan.dalam hal ini termasuk setika politik yang berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia. Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betulsalahnya tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya. Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif. Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan5

sosial). Jadi etika politik membahas hokum dan kekuasaan. Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu Negara adalah adanya cita-cita The Rule Of Law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan sturktur kebudayaan masyarakat masing-masing dan keadaan sosial.

B. Legitimasi Kekuasaan Pokok permasalahan etika politik adalah legitimasi etis kekuasaan. Sehingga penguasa memiliki kekuasaan dan masyarakat berhak untuk menuntut pertanggung jawaban. Kewibawaan penguasa yang paling meyakinkan adalah keselarasan social, yakni tidak terjadi keresahan dalam masyarakat. Segala bentuk kritik, ketidakpuasan, tantangan, perlawanan, dan kekacauan menandakan bahwa masyarakat resah. Sebaliknya, keselarasan akan tampak apabila masyarakat merasa tenang, tentram dan sejahtera. Jadi secara etika politik seorang penguasa yang sesungguhnya adalah keluhuran budinya.

C. Legitimasi Moral dalam Kekuasaan Legitimasi etis mempersoalkan keabsahan kekuasaan politik dari segi norma-norma moral. Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan Negara baik legislatif maupun eksekutif dapat

6

dipertanyakan dari segi norma-norma moral. Tujuannya adalah agar kekuasaan itu mengarahkan kekuasaan kepamakaian kebijakan dan caracara yang semakin sesuai dengan tuntutan-tuntutan kemanusiaan yang adil dan beradab. Moralitas kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh nilainilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat. Apabila masyarakatnya adalah masyarakat yang religius, maka ukuran apakah penguasa itu memiliki etika politik atau tidak tidak lepas dari moral agama yang dianut oleh masyarakatnya. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental Bagi Bangsa dan Negara RI

7

BAB III DASAR PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK A. Makna Nilai-Nilai Pancasila Dalam Etika Berpolitik Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satu kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silasilanya. Karena jika dilihat satu persatu dari masingmasing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masingmasing sila sebagai satu kesatuan yang tak bias ditukarbalikan letak dan susunannya. Untuk memahami dan mendalami nilai-nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima sila Pancasila. 1. Ketuhanan Yang Maha Esa Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Atas keyakinan demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya untuk beribadat dan beragama. Bagi semua warga tanpa kecuali tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2.

8

2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dan memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab kata pokoknya adalah adab, sinonim dengan sopan, berbudi luhur dan susila. Beradab artinya berbudi luhur, berkesopanan, dan bersusila. Hakikatnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan . Selanjutnya dijabarkan dalam batang tubuh UUD 1945. 3. Persatuan Indonesia Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang berabeka ragam menjadi satu kebulatan. Sila Persatuan Indonesia ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, social budaya, dan hankam. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi, Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia . Selanjutnya lihat batang tubuh UUD 1945.

9

4. Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyarawatan/Perwakilan Kata rakyat yang menjadi dasar Kerakyatan, yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah tertentu. Sila ini bermaksud bahwa Indonesia menganut system demokrasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam

melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputusankeputusan. Sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan

Indonesia, yang berkedaulatan rakyat . Selanjutnya lihat dalam pokok pasal-pasal UUD 1945. 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat berarti semua warga Negara Indonesia baik yang tinggal didalam negeri maupun yang di luar negeri. Hakikat keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945, yaitu Dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945. Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan

10

sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas. Yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia tampa pandang bulu. Nilai-nilai Pancasila tersebut mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai

perselingkuhan dikalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.

11

BAB IV KEBERADAAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM POLITIK A. Pengertian etika sebagai salah satu cabang filsafat praktis. Filsafat praktis. Cabang ini mencakup: " ilmu etika. yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorang " ilmu ekonomi, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran di dalam negara. Etika merupakan kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada ) dan dibagi mejadi kelompok. Etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaranajaran dan pandangan-pandangan moral. Eika juga ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita harus belajar tentang etika dan mengikuti ajaran moral. Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua kemanusian yang adil dan beadab tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar, Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan. Maka bisa dikatakan bahwa fungsi pancasila sebagai etika itu sangatlah penting agar masyarakat harus bisa memilih dan menentukan calon yang akan menjabat dan menjadi pimpinan mayarakat dalam demokrasi liberal memberikan hak kepada rakyat untuk secara langsung12

memilih pejabat dan pemimpin tinggi (nasional, provinsi, kabupaten/kota) untuk mewujudkan harapan rakyat ! dengan biaya tinggi serta adanya konflik horizontal. Sesungguhnya, dalam era reformasi yang memuja kebebasan atas nama demokrasi dan HAM, ternyata ekonomi rakyat makin terancam oleh kekuasaan neoimperialisme melalui ekonomi liberal. Analisis ini dapat dihayati melalui bagaimana politik pendidikan nasional (konsep : RUU BHP sebagai kelanjutan PP No. 61 / 1999) yang membuat rakyat miskin makin tidak mampu menjangkau.Bidang sosial ekonomi, silahkan dicermati dan dihayati Perpres No. 76 dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang tertutup dan terbuka, yang mengancam hak-hak sosial ekonomi bangsa !

B. Pemahaman konsep dan teori etika. Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendirisendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Secara etimologi, politik adalah strategi. Ia dapat dimaknai sebagai sebuah penggalian kemampuan manusia untuk menggunakan

kemampuan daya pikirnya dalam upaya proses perubahan. Secara terminologi, politik berarti memerdekakan manusia dari segala bentuk ketidakadilan, penindasan, kemiskinan, dan kebodohan. Maka, pada

13

tataran substansi, politik tentu tidak kejam, ia juga tidak berisi permusuhan, apalagi penghancuran manusia. Politik mengenal etika, justru peduli terhadap kaum minoritas, kaum tertindas, dan berbicara atas kepentingan kolektif (masyarakat) secara jujur dan sungguh-sungguh. Politik tak beretika, salah satunya adalah karena makna politik tidak lagi dipahami sebagai sebuah distribusi kekuasaan yang salah satu agendanya adalah kesejahteraan rakyat. Berbicara politik lebih

berorientasi untuk mengejar materi yang jembatannya adalah kekuasaan itu sendiri. Politik pun akhirnya bicara soal mata pencaharian yang instant. Kekuasaan politik dikejar tak lebih untuk memperoleh pekerjaan dan jabatan. Budaya politik yang cendrung antagonis itu, pada akhirnya sering membenarkan kekerasan sebagai panglima digjaya. Ketamakan dan kehausannya berwujud dalam sikap korupsi, pengabaian kemiskinan, kesenjangan sosial, keberagaman, impunity dan feodalisme kekuasaan yang mengangkangi hukum, dan pengabaian pada sejarah kekerasan di masa lalu dengan mengubur ingatan sosial. Mengingat tantangan etika politik ke depan adalah, soal

kemiskinan, ketidakpedulian, korupsi, kekerasan sosial, terutama terhadap perempuan, maka banyak strategi yang harus dilakukan. Pertama, meretas etika politik itu sedini mungkin melalui lingkungan keluarga: membiasakan pola relasi yang seimbang antara dua jenis manusia,

14

menghargai keberagaman, dan perbedaan pendapat, terutama sejak anak-anak masih kecil. Kedua, memperkuat lembaga-lembaga strategis seperti

pemerintahan daerah hingga gampong, lembaga adat dan lembaga agama dengan mengintegrasikan etika politik di dalamnya, juga terhadap peraturan-peraturan internal partai baik AD/ART, program dan peraturanperaturan partai lainnya. Ketiga, memperkuat komunitas di tingkat akar rumput, terutama perempuan agar melek politik, serta adanya peraturan yang tegas dan dijamin dalam hukum (berupa sangsi) yang ketat terhadap proses-proses pengambilan kebijakan yang tidak menyertakan

perempuan di setiap institusi. Keempat, perlu memotivasi perempuan untuk bersedia mengambil peran dalam kancah politik melalui sosialisasi, advokasi dan fasilitasi bagi kader politik perempuan, pematangan konsensus bersama untuk

mewujudkan keadilan bersama, perempuan dan laki-laki. Kelima, yang lebih signifikan adalah, membangun proses penyadaran akan pentingnya etika politik dalam setiap lapisan masyarakat.

C. Penerapan Nilai, Norma, dan Moral dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembentukan sistem etika dikenal namanya nilai, norma dan moral. Penulis akan coba membahas pengertian tiap-tiapnya, dan hubungan antaranya.

15

Nilai, norma dan moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang cukup erat, karena masing-masing akan menentukan etika bangsa iniPada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka penggolongan tersebut. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga maacam, yaitu: 1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia. 2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. 3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohanimanusia nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu : a) Nilai kebenaran b) Nilai keindahan c) Nilai kebaikan d) Nilai religious

16

BAB V PENUTUP

Lebih parahnya lagi Pancasila sebagai pedoman politik belum bisa merubah keadaan. Bahkan skandal ini dimanfaatkan sebagian elite politik bangsa ini untuk mencapai tujuannya. Lemahnya pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila menjadi penyebab banyak munculnya pelanggaran hukum. Tidak terkecuali kasus Bank Century yang telah memunculkan problem pelik bagaimana melakukan penilaian etika politik terhadap sesuatu kasus kebijakan yang salah dan memintai pertanggungjawaban aktor dan agensi yang terlibat dalam pengambilan kebijakan. Konflik dalam penentuan kebijakan, pemegang otoritas secara dominatif tak jarang melakukan berbagai manipulasi politik sehingga bawahan atau rakyat menjadi korban dan memikul beban impitan dominasi pemegang otoritas. Sistem demokrasi menyadari konflik politik permanen ini dengan segala impitan dominasi yang ditimbulkan. Karena itu, dalam sistem demokrasi, penentuan kebijakan selalu harus dimintai pertanggungjawaban. Ini dilakukan bukan hanya pada aktor atau agensi penentu kebijakan, tetapi juga akuntabilitas substansial dan proses penentuan kebijakan. Pancasila yang berfungsi sebagai etika politik bangsa Indonesia harus menjadi penyaring dalam proses pengambilan keputusan agar tidak terjadi kesalahan pengambilan kebijakan yang bisa menggoncangkan jiwa dan raga

17

bangsa Indonesia dan berindikasi pada krisis kepercayaan terhadap penguasa. Padahal sudah sangat jelas dicantumkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, bahwa pengambilan keputusan kebijakan apapun urgensinya haruslah dengan musyawarah mufakat, sebagaimana

tercantum dalam Pancasila sila ke-4. Kita bertekad menegakkan kehidupan politik demokratis. Dalam kasus Century tak terkecuali, harus ada pertanggungjawaban secara demokratis dan terbuka. Bukan hanya aktor penentu kebijakan, tetapi juga pertanggungjawaban substansi materi kebijakan dan proses penentuan kebijakan.

B. Saran Melihat peristiwa yang menggoyahkan keyakinan masyarakat ini penulis merasa terenyuh dalam suasana kesedihan rakyat yang menjadi minoritas dalam proses penentuan kebijakan. Kasus Bank Century yang merugikan uang rakyat Rp. 6,7 trilyun ini harus menjadi pembelanjaran bagi semua lapisan masyarakat. Problem perbankan yang dijiwai dengan kepentingan politik sudah mencoreng nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar etika perpolitikan bangsa Indonesia. Maka dari itu penulis merekomendasikan pada semua lapisan masyarakat terutama Pemerintah dan wakil rakyat yang menjadi aktor utama dalam penentuan kebijakan. Agar lebih memahami nilai-nilai dan norma-norma Pancasila yang menjadi falsafah kehidupan bangsa dan membawa Negara Indonesia merdeka hingga sekarang. Sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945

18

yang menyatakan bahwa Pancasila berfungsi sebagai pokok-pokok kaidah Negara yang fundamental, karena didalamnya terkandung konsepkonsep sebagai; Pertama, dasar-dasar pembentukan Negara, yaitu tujuan Negara, asas politik Negara dan asas

19