54
MEMAHAMI KERJASAMA MEMAHAMI KERJASAMA MEMAHAMI KERJASAMA MEMAHAMI KERJASAMA EKONOMI PERDAGANGAN EKONOMI PERDAGANGAN EKONOMI PERDAGANGAN EKONOMI PERDAGANGAN ASEAN ASEAN ASEAN ASEAN - AFTA AFTA AFTA AFTA DENGAN ENGAN ENGAN ENGAN MITRA DAGANG MITRA DAGANG MITRA DAGANG MITRA DAGANG LAIN LAIN LAIN LAINNYA NYA NYA NYA Oleh : Bermand Hutagalung Lembaga Studi Fenomena Globalisasi

Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

MEMAHAMI KERJASAMA MEMAHAMI KERJASAMA MEMAHAMI KERJASAMA MEMAHAMI KERJASAMA

EKONOMI PERDAGANGAN EKONOMI PERDAGANGAN EKONOMI PERDAGANGAN EKONOMI PERDAGANGAN

ASEAN ASEAN ASEAN ASEAN ---- AFTAAFTAAFTAAFTA

DDDDENGAN ENGAN ENGAN ENGAN MITRA DAGANG MITRA DAGANG MITRA DAGANG MITRA DAGANG

LAINLAINLAINLAINNYANYANYANYA

Oleh : Bermand Hutagalung

Lembaga Studi Fenomena Globalisasi

Page 2: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

2

Bab . 1 Pendahuluan

Pada 8 Agustus 1967, para pemimpin lima negara di kawasan Asia Tenggara, yakni Malaysia, Filipina, Indonesia, Singapura dan Thailand berkumpul di Bangkok dan sepakat meluncurkan Deklarasi ASEAN guna membentuk Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Association of South East Asian Nations/ASEAN). Deklarasi Bangkok ini memuat kesepakatan dan tekad bersama negara anggota ASEAN untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara menjadi kawasan terpadu. Untuk itu negara anggota ASEAN sepakat untuk menjalin hubungan persahabatan, dan kerjasama melalui usaha dan perjuangan bersama, serta dengan penuh hikmat bertekad mengantarkan seluruh bangsa Asia Tenggara menuju kedamaian, kebebasan dan kemakmuran bersama. Dalam deklarasi ini juga ditegaskan ASEAN terbuka bagi negara-negara Asia Tenggara lainnya, yang ingin turut bergabung menggalang kerjasama, sesuai dengan maksud dan tujuan pembentukan ASEAN.

Kemudian menyusul ikut bergabung beberapa negara di kawasan Asia Tenggara lainnya, yakni Brunei Darussalam pada 8 Januari 1984, Vietnam (28 Juli 1995), Laos dan Myanmar (23 Juli 1997), dan belakangan Kamboja (30 April 1999). Dengan Dengan bergabungnya negara-negara CLMV (Kambodya, Laos, Myanmar, dan Vietnam), sudah ada 10 negara Asia Tenggara yang bernaung dibawah panji ASEAN, dengan jumlah penduduk 550 juta jiwa, atau 8.5% dari total penduduk dunia.

Karakteristik, perekonomian negara-negara anggota ASEAN sangat

beragam, jika dilihat dari jumlah penduduk, tingkat pendapatan, dan struktur ekonominya. Dilihat dari jumlah penduduk, Indonesia dengan penduduk 215 juta adalah yang terbesar dan Brunei dengan penduduk 365 ribu jiwa merupakan yang terkecil. Dalam hal tingkat pendapatan, Singapura dengan tingkat pendapatan tertinggi (US$. 20,515 perkapita) dan struktur perekonomian yang didominasi sektor jasa, berada diujung depan dan tiga negara Myanmar (US$ 140 perkapita), Kambodya (US$ 300 perkapita) dan Laos (U5$ 330 perkapita) dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor pertanian berada diujung lainnya.

Page 3: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

3

Adapun maksud dan tujuan pembentukan ASEAN antara lain adalah :

1) Mempercepat pertumbuhan ekonomi, perkembangan sosial dan pembangunan budaya di kawasan Asia Tengara, melalui kerjasama di berbagai bidang dalam semangat kebersamaan dan kemitraan demi mewujudkan masyarakat Asia Tenggara yang dama dan sejahtera,

2) Memelihara perdamaian dan stabilitas kawasan melalui pengembangan sikap saling menghormati sistem peradilan dan peraturan perundangan yang berlaku di setiap negara anggota sesuai dengan asas-asas Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Dalam menjalin hubungan persahabatan dan kerjasama, negara anggota

ASEAN sepakat untuk mematuhi prinsip-prinsip dasar ASEAN yang telah dimatangkan dan diikrarkan pada Pertemuan ASEAN I tanggal 24 Februari 1976, sebagai berikut :

1) Negara anggota harus saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas teritorial dan integritas bangsa masing-masing,

2) Negara anggota berhak penuh untuk mempertahankan eksistensi negara masing-masing dari intervensi, subversi, atau paksaan dari pihak manapun,

3) Negara anggota tidak mencampuri urusan dalam negeri negara anggota lainnya,

4) Perbedaan pendapat atau perselisihan diantara negara anggota diselesaikan dengan cara-cara damai,

5) Negara anggota menghindarkan ancaman atau penggunaan kekuatan, 6) Kerjasama antar negara dilaksanakan secara efektif.

Setelah terbentuknya ASEAN, tiga dasawarsa kemudian, pada 15

Desember 1997 bertempat di Kuala Lumpur para petinggi negara anggota ASEAN berkumpul dan sepakat untuk menegaskan ulang maksud dan tujuan ASEAN, khususnya yang terkait dengan upaya mewujudkan kawasan Asia Tenggara yang damai dan sejahtera. Dalam talian ini disepakati bahwa, peningkatan kerjasama regional dalam semangat kesetaraan dan kemitraan, perlu semakin digalakkan. Kerjasama regional ASEAN pun diperluas, tidak hanya melibatkan negara Anggota ASEAN, melainkan dengan negara sahabat lainnya melalui pengembangan hubungan dialogis dalam rangka membahas kerjasama ekonomi yang lebih mendalam. Mitra dialog ASEAN terus bertambah sehingga antara lain meliputi China, Jepang Korsel, India, Uni Eropa, Amerika Serikat (AS), Kanada, Rusia, Australia dan Selandia Baru.

Selain itu ditetapkan visi masa depan ASEAN 2020 yang intinya

menyatakan: negara anggota akan selalu bersikap terbuka, hidup berdampingan

Page 4: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

4

satu sama lain dalam kedamaian, keutuhan dan kesejahteraan, serta menjalin ikatan kemitraaan demi mewujudkan sebuah Komunitas Asia Tenggara yang saling menghargai dan penuh saling pengertian. Asia Tenggara di masa depan merupakan kawasan terpadu, wadah bagi bagi kepentingan setiap negara anggota, zona damai dan berdaulat yang netral. Pada 2020, Asia Tenggara harus sudah menjadi sebuah kawasan damai, aman dan utuh, serta terbebas dari konflik kepentingan antar negara, dan terbebas dari berbagai bentuk kemungkinan kekuatan senjata.

Secara organisatoris kegiatan administratif ASEAN diselenggarakan oleh

sebuah sekretariat bersama yang dikenal sebagai Sekretariat ASEAN dan berkantor di Jakarta. Sekretariat ASEAN juga menyediakan data statistik (ASEAN Statistical Yearbook) dan informasi lainnya menyangkut ASEAN, yang disajikan dalam bentuk publikasi tercetak maupun dalam bentuk multimedia CD Rom interaktif, yang semuanya dapat diperoleh di Sekretariat ASEAN yang beralamat di Jl Sisingamangaraja No. 70A Jakarta, 12110, telepon (6221) 7262991/7243372, fax (6221) 7398234/7243504, emai : [email protected]. Untuk mempercepat proses integrasi ASEAN di masa depan peran Sekretariat ASEAN tentunya perlu lebih diberdayakan dengan memberikan cakupan tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang lebih luas, tidak sekedar melaksanakan kegiatan administrasi. Pembentukan AFTA Kerjasama regional dalam bidang ekonomi dikalangan negara-negara anggota ASEAN kemudian lebih dikongkritkan dalam wujud pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA). Embrio pembentukan AFTA ini sebenarnya sudah muncul sejak lama, yakni sejak Oktober 1991, pada Pertemuan Pejabat Ekonomi Senior (SEOM) ASEAN di Kuala Lumpur, dimana para menteri ekonomi ASEAN sepakat mengamandemen usulan Thailand untuk membentuk AFTA dan selanjut pada pertemuan AEM ke 23 di Kula Lumpur, disepakati pembentukan sebuah kawasan perdagangan bebas regional ASEAN dalam kurun waktu 15 tahun.

Embrio pembentukan AFTA ini kemudian dicetuskan kembali pada konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN IV di bulan Januari 1992, yang diselenggarakan di Singapura. Setahun kemudian, pada Januari 1993 AFTA mulai diluncurkan. Para pemimpin ASEAN sepakat menandatangani deklarasi pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) dan mensyahkan perjanjian dalam Kerangka Meningkatkan Kerjasama Ekonomi ASEAN (Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation). Dalam hubungan ini, semua negara ASEAN sepakat untuk mengemban pelaksanaan AFTA yang pembentukannya berlangsung selama 15 tahun. Selama kurun

Page 5: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

5

waktu tersebut, negara anggota ASEAN harus mengikuti program penurunan tarif bea masuk semua jenis barang (dengan beberapa perkecualian), hingga mencapai 0 – 5 % pada 1 Januari 2008.

Dalam rangka mewujudkan pembentukan zona perdagangan bebas ini, negara ASEAN sepakat menghapus hambatan-hambatan perdagangan secara bertahap, guna membentuk pasar yang lebih bebas diantara sesama negara anggota. Termasuk di dalamnya penurunan tariff bea masuk atas barang-barang yang diperdagangkan oleh anggota ASEAN, dan penghapusan kuota dan hambatan non tariff lainnya yang dapat membatasi arus barang impor dari sesama negara anggota ASEAN. Namun negara anggota ASEAN masih diperkenankan untuk mengatur sendiri tariff bea masuk barang impor dari negara-negara non ASEAN.

Secara ringkas pembentukan AFTA dapat digambarkan sebagai berikut.

Pada bulan Desember 1992, para kepala pemerintahan dari enam negara di Asia Tenggara menandatangani ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang bertujuan untuk menjadikan wilayah Asia Tenggara sebagai Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Area). Kesepakatan ini diwujudkan dalam implementasi skema CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1994. Melalui skema CEPT ini, tarif bea masuk, untuk sebagian besar produk diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 0 - 5% pada awal Januari tahun 2008. Sesuai dengan perkembangan trend globalisasi dunia, target waktu penurunan tariff dipercepat menjadi awal Januari 2003 sesuai dengan kesepakatan para kepala pemerintahan ASEAN pada 1996. Sedangkan untuk negara-negara Indochina diberikan waktu yang lebih lama, yaitu tahun 2004 untuk Vietnam, 2006 untuk Laos dan Myanmar serta 2008 untuk Kamboja, mengingat mereka masuk menjadi anggota ASEAN belakangan. Tahap selanjutnya, untuk menciptakan perdagangan bebas tersebut, disepakati untuk menghapuskan seluruh tarif bea masuk pada tahun 2010 (untuk 6 anggota senior ASEAN), 2012 untuk Vietnam, 2014 untuk Myanmar dan Laos, serta 2016 untuk Kamboja. Dalam pelaksanaannya, ASEAN sudah menghapus tarif bea masuk lebih dari setengah pos tarif yang berlaku pada akhir 2002.

Dari paparan diatas jelas bahwa Kawasan Perdagangan Bebas SEAN

(ASEAN Free Trade Area/AFTA) sebenarnya sudah terbentuk dan diberlakukan sejak 2002. Namun berbagai kekhawatiran masih saja muncul kepermukaan, sehubungan dengan implementasi AFTA ini. Eksistensi AFTA dinilai sebagai ancaman yang bisa mendesak posisi usaha perdagangan dan industri domestik. Implementasi AFTA berarti membuka kran impor sebesar-besarnya dan hanya akan membuat barang impor membanjiri pasar dalam negeri. Membuka pintu

Page 6: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

6

pasar domestik menjadi pasar bebas yang ini hanya akan menguntungkan para pelaku bisnis Singapura, Thailand dan Malaysia.

Semua ini sebenarnya terjadi hanya karena kekurang pahaman atau

kesalahan penafsiran dari pengertian, maksud, tujuan dan target dari AFTA. Kata “bebas” dalam frasa “pasar bebas” diartikan sebagai segalanya (barang, jasa, modal, tenaga ahli asing, dlsb), dibiarkan serba bebas menyerbu pasar domestik. Padahal, singkatnya, AFTA hanya membuat arus perdagangan barang di kawasan ASEAN menjadi semakin bebas dan lancar melalui pelaksanaan program eliminasi tariff dan habatan non tariff, agar arus barang diantara negara anggota ASEAN semakin lancar dan volumenya meningkat. Implementasi penurunan tariff pun diberlakukan secara bertahap. Tidak drastis.

AFTA berlaku menyeluruh di semuah wilayah 10 negara anggota

ASEAN. Luas kawasan pasar bebas ini mencapai 4.495.493 kilo meter. Ini merupakan suatu pasar kawasan yang sangat potensial, karena secara keseluruhan memiliki populasi penduduk sekitar 500 juta jiwa dengan Produk Domestik Bruto (PDB) lebih dari 735 miliar dolar AS dan nilai perdagangan lebih dari 720 miliar dolar AS pertahun. Di kawasan pasar bebas Asia Tengara ini arus barang sesama negara anggota ASEAN diupayakan bebas keluar masuk dengan hambatan tariff maksimal hanya sekitar 5 %. Selain itu terbebas pula dari hambatan non tariff jika barang yang diperdagangkan memenuhi syarat kandungan ASEAN (ASEAN content) termasuk kandungan lokal (local content) minimal 40 %, atau kandungan impor (import content) non-ASEAN tidak melebih 60 %. Penurunan tariff ini akan terus berlangsung secara bertahap hingga tahun 2010, dimana tarif produk impor dari negara anggota ASEAN akan turun menjadi 0 %. Pada awalnya implementasi AFTA direncanakan akan di mulai pada 2008. Namun pada sekitar 1994, para menteri ekonomi ASEAN bertemu di Chiang Mai, Thailand. Kala itu negara-negara ASEAN memang tengah menikmati laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Bahkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa melebih 7 % pertahun. Kondisi ekonomi yang baik ini membuat petinggi ekonomi ASEAN kala itu berpikir sangat optimis tentang masa depan ASEAN, dan sepakat untuk mepercepat implementasi AFTA menjadi 2003 dan belakangan pada pertemuan ASEAN 14 September 2001 di Hanoi para pemimpin ASEAN memajukan lagi pelaksanaan AFTA menjadi 1 Januari 2002. Maka, mulai awal tahun 2002 itu diberlakukan secara efektif tariff pada kisaran 0 – 5 %. Penurunan tariff berlangsung secara bertahap. Pada 1993, misalnya, tariff rata-rata ASEAN tercatat sekitar 12,76 %. Pada 1999 tarif rata-rata ini telah diturunkan menjadi sekitar 4,77 %, pada 2000 turun menjadi 3,87 dan pada 2003 terus menurun menjadi 2,68 %.

Page 7: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

7

Dari tabel diatas, tampak bahwa negara di kawasan Asia Tenggara yang paling liberal dalam perdagangan internasionalnya adalah Singapura dengan rata-rata tariff selama periode pengamatan diatas, hanya 0,00 %. Jadi tidaklah aneh jika negara ini dikenal sebagai negara dagang (trading nation) yang pertumbuhan ekonominya banyak bergantung pada sektor perdagangan internasionalnya. Singapura telah berkembang menjadi pusat perdagangan internasional dan pusat distribusi barang di kawasan Asia Tenggara menuju pasar global. Yang kedua adalah Brunei dengan tariff rata-rata menurun dari 1,35 % pada 1998, menjadi 0,87 % pada 2003. Sementara Malaysia berada pada posisi ketiga dengan tariff rata-rata menurun dari 3,58 % pada 1998 menjadi 2,06 % pada 2003.

Liberalisasi perdagangan tidak dapat dipungkiri, memiliki dampak positif

pada pertumbuhan volume perdagangan dan ekonomi pada umumnya. Tak heran jika negara-negara yang cenderung ke arah liberal dalam perdagangannya seperti Singapura dan Malaysia menjadi negara yang paling maju perdagangan dan perekonomiannya di kawasan Asia Tenggara. Yang menarik, negara anggota yunior ASEAN, seperti Vietnam juga memiliki pergeseran paradigma kearah “outward looking”. Sebagai negara berkembang yang belakangan merdeka, Vietnam ternyata tidak berorientasi pada “inwardlooking” yang berpotensi mendorong timbulnya proteksi industri dalam negeri yang bisa menyebabkan industri domestik menjadi manja dan kehilangan daya saing, serta membebani konsumen produk industri tersebut dengan harga tinggi akibat “downstream effect” dari tingkat proteksi yang berlebihan.

Vietnam malah cenderung mengarah ke liberalisasi perdagangan dengan

tariff rata-rata terus menurun dari 6,06 % pada 1998 menjadi 2,02 % pada 2003. Tak heran jika diantara 4 negara anggota yunior ASEAN, bahkan di kalangan negara ASEAN lainnya Vietnam dikenal sebagai pendatang baru yang paling maju pertumbuhan perdagangan dan ekonominya. Vietnam juga menjadi lokasi investasi yang lebih aktraktif dimata investor asing ketimbang empat negara Yunior ASEAN lainnya. Vietnam bahkan kini dipertimbangkan sebagai pesaing Indonesia dalam menarik investasi asing dan sebagai tempat basis produksi perusahaan manufaktur asing. Pada tahap permulaan, AFTA baru diberlakukan pada enam anggota senior ASEAN (ASEAN-6) yakni Malaysia, Indonesia, Singapura, Thailand Brunei Darussalam. Empat anggota junior lainnya (ASEAN-4) menyusul kemudian, dengan urutan sebagai berikut: Vietnam pada 2006, Laos dan Myanmar pada 2008, serta Kamboja pada 2010. Adapun tujuan dari AFTA adalah meningkatkan daya saing ASEAN dalam memasuki pasar bebas dunia, dimana Asia Tenggara harus menadi sentra

Page 8: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

8

produksi berbasis teknologi. Untuk itu, negara anggota harus melakukan liberalisasi perdagangan melalui penghapusan tariff bea masuk dan berbagai hambatan non tariff atas barang-barang yang diperdagangkan di kawasan ASEAN. Liberalisasi ini tidak mencakup perdagangan jasa. Terbatas hanya pada perdagangan barang. Pembentukan kawasan perdagangan bebas ini memungkin pergerakan barang di diantara sesama negara anggota ASEAN menjadi semakin bebas dan lancar dan pada tingkat harga yang lebih ekonomis (karena dampak penurunan bea masuk) sehingga menguntungkan konsumen di kawasan ini yang pada gilirannya diharapkan akan lebih banyak membeli barang hasil produksi ASEAN. Dengan demikian, diharapkan nilai dan volume perdagangan intra ASEAN bisa semakin meningkatkan. Liberalisasi ini juga diharapkan mendorong terwujudnya kerjasama dan pada gilirannya integrasi industri di kawasan ASEAN yang mendorong timbulnya efesiensi dan daya saing yang tinggi. Dengan semakin meningkatnya perdagangan intra ASEAN, meningkatnya efesiensi dan daya saing, yang menjadi pemicu pertumbuhan industri regional, para pemodal di kawasan ASEAN akan melihat kawasan ini menjadi semakin atraktif dan merasa lebih diuntungkan dan pada gilirannya akan mendorong investor lama menambah modalnya dan bahkan menarik investor baru dari manca negara untuk masuk menanamkan modalnya ke dalam kawasan ASEAN. Semua ini pada gilirannya diharapkan akan dapat mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota ASEAN. Target atau sasaran dari AFTA adalah menurunkan tarif bea masuk barang impor dari sesama negara anggota ASEAN sampai 0 % dan berlaku untuk semua jenis barang. Target ini sudah harus tercapai pada tahun 2010 di kalangan 6 anggota senior ASEAN dan pada 1015 khusus bagi 4 anggota junior ASEAN. Implementasi AFTA diatur melalui mekanisme khusus yang bisa diterima oleh semua negara anggota. Mekanisme ini tercakup dalam Skema Tariff Preferensi Yang Efektif dan Berlaku Umum/Sama diantara negara anggota ASEAN (Common Effective Prerefential Tariff/CEPT). Pemberlakuan CEPT bersifat wajib, bukan sukarela (voluntary). Begitu suatu produk yang sudah dipilih berdasarkan sektornya (produk manufaktur, barang modal dan produk pertanian) dimasukkan kedalam Skema CEPT, semua negara peserta harus mematuhinya.

Seluruh negara anggota ASEAN, sesuai perjanjian CEPT, diwajibkan untuk menurunkan tariff bea masuk aneka barang yang diimpor dari negara anggota, menjadi 0 – 5 % pada 2003 untuk negara anggota senior dan 2010 untuk anggota junior. Sebelum mencapai batas waktu tersebut, masing-masing anggota

Page 9: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

9

boleh memberlakukan program penurunan tariff sesuai kondisi masing-masing negara, sedang pemberlakuan tariff kepada negara non anggota ASEAN tetap dipertahankan sesuai keperluan masing-masing anggota ASEAN. Disamping itu, semua anggota juga juga harus mematuhi ketentuan program penghapusan non tariff atas semua jenis barang yang diperdagangkan diantara sesama negara anggota ASEAN. Produk dalam skema CEPT dimuat didalam suatu daftar produk yang diajukan oleh negara anggota untuk dimasukkan ke dalam skema tersebut. Daftar ini meliputi cakupan produk yang terdiri dari 98 bab, uraian barang berikut Kode HS (Harmonized System), yang didalamnya terdapat Daftar Inklusif (Inclussion List/IL), Daftar Ekslusif Sementara (Temporary Exclusion List/TEL), Daftar Sensitif (Sensitive List/SL) dan Daftar Pengecualian Umum (General Exception/GE). Selain itu, juga dilengkapi dengan jadwal Program Pengurangan Tariff Jalur Normal dan Jalur Cepat hingga tahun 2010. Daftar diluar daftar Inklusif, berisi produk-produk yang tidak atau belum disertakan dalam program penurunan tariff. Daftar Inklusif memuat daftar produk yang sudah mengalami liberalisasi melalui penurunan atau pembebasan tariff dan eliminasi hambatan non tariff. Tarif barang dalam daftar ini sudah harus diturunkan maksimal 20 % pada 1998, seterusnya menjadi 0 – 5 % pada 2003 (berlaku pada anggota senior ASEAN) . Sedang untuk empat anggota yunior berlaku belakangan. Vietnam pada 2006, Laos dan Myanmar pada 2008 serta Kamboja pada 2010. Penurunan tariff ini akan terus berlangsung hingga menjadi 0 % pada tahun 2010 bagi anggota senior ASEAN dan pada tahun 2015 bagi keempat anggota yunior ASEAN.

Produk yang masuk dalam Daftar Ekslusif Sementara (produk plastik, kendaraan dan produk kimia), khususnya untuk negara anggota yang belum siap menjalankan program penurunan tariff, masih terbebas dari liberalisasi perdagangan. Indonesia, misalnya, pernah mengusulkan untuk menunda penurunan tariff 66 produk kimia dan plastik hingga tahun 2003, sedang Malaysia untuk kendaraan bermotor sampai 2005. Namun pada saatnya, produk tersebut harus dimasukkan dalam program penurunan tariff menjadi 0 – 5 %. Sejak 1996, setiap tahun masing-masing negara anggota ASEAN memasukkan 20 % dari item produk ekspor ke dalam Daftar Inklusif, baik melalui Program Jalur Normal maupun Jalur Cepat. Dalam skema CEPT, diakui juga jenis produk yang tergolong sensitif (meliputi produk pertanian: beras, gula, gandum, bawang putih dan cengkeh). Produk ini dimasukkan kedalam Daftar Produk Sensitive (Sensitive List). Untuk produk semacam ini diberi kesempatan lebih lama sebelum dimasukkan dalam daftar Inklusif. Penurunan tariff 0 – 5 %, penghapusan hambatan non tariff baru

Page 10: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

10

diberlakukan pada 2010 khusus untuk 6 anggota senior ASEAN dan 2018 untuk 4 anggota yunior ASEAN. Ada produk yang secara permanen dibebaskan dari kewajiban mengikuti program penurunan tariff. Ini meliputi produk yang dikategorikan sebagai produk untuk melindungi keamanan nasional, moral masyarakat umum, kehidupan dan kesehatan manusia, hewan dan tanaman, barang seni, serta benda bersejarah dan bernilai arkeologis. Misalnya, senjata, amunisi, obat terlarang dan benda purbakala/bersejarah. Produk-produk semacam ini dimasukkan ke dalam Daftar Pengecualian Umum. Sebagaimana telah diulas dimuka, target AFTA adalah penurunan tariff secara bertahap hingga menjadi 0 % pada tahun 2010 bagi anggota senior ASEAN dan pada tahun 2015 bagi keempat anggota yunior ASEAN. Program penurunan tariff ini dilakukan melalui dua jalur, yakni Jalur Normal (Normal Track) dan Jalur Cepat (Past track). Program penurunan tariff dalam dua jalur ini dikemas dalam satu paket dengan Daftar Produk CEPT. Berikut gambaran ringkas program pada kedua jalur tersebut :

1) Program Jalur Normal.

Produk yang dimasukkan ke dalam Program Jalur Normal mendapat perlakuan sebagai berikut :

• Produk dengan tarif diatas 20 % tarifnya diturunkan dalam dua tahapan. Pertama diturunkan menjadi 20 % dalam kurun waktu 5 tahun terhitung sejak bulan Januari 1993, dan selanjutnya diturunkan menjadi 0 – 5 % dalam kurun waktu selama 5 tahun berikutnya, sesuai dengan jadwal yang disepakati.

• Produk dengan tarif sebesar 20 % dan kurang dari 20 % diturunkan menjadi menjadi 0 – 5 % selama kurun waktu 10 tahun (hingga 1 Januari 2003).

2) Jalur Cepat.

Produk yang dimasukkan kedalam Program Jalur Cepat tarifnya harus diturunkan tarifnya menjadi 0 – 5 % dalam kurun waktu 10 tahun , dengan jadwal sebagai berikut :

• Produk yang memiliki tariff diatas 20 % diturunkan menjadi 0 – 5 %

terhitung mulai sejak tahun 1993, dalam kurun waktu 10 tahun, atau hingga 1 Januari 2003.

Page 11: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

11

• Produk dengan tariff sebesar 20 % atau kurang dari 20 % diturunkan menjadi 0 – 5 % dalam kurun waktu 7 tahun atau hingga 1 Januari 2000.

Produk-produk yang dimasukkan ke dalam Jalur cepat meliputi minyak nabati, bahan kimia, pupuk, barang dari karet, kertas, perabot dari rotan dan kayu, elektronik, batu permata dan barang perhiasan, semen, obat-obatan, plastik, barang dari kulit, tekstil, serta barang dari keramik dan kaca.

Perdagangan Intra ASEAN/AFTA

ASEAN sudah cukup lama terbentuk, demikian pula Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) juga sudah diimplementasikan. Namun sayangnya pencapaian realisasi perdagangan diantara negara-negara anggota ASEAN (perdagangan intra ASEAN) ternyata masih belum menunjukkan prestasi yang cukup membanggakan, terutama jika dibandingkan dengan capaian perdagangan intra kawasan perdagangan bebas yang ada di belahan lain bumi lainnya, seperti Uni Eropa dan Kawasan Perdagangan Bebas Amerika Utara (North America Free Trade Area/NAFTA). Rendahnya capaian ini menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan serius oleh pihak-pihak terkait agar perdagangan intra ASEAN dapat terus meningkat.

Total perdagangan ASEAN mencapai US $ 706.7 milyar tahun 2002 atau 5.7%

dari total perdagangan dunia. Walaupun demikian, dari data Sekretariat ASEAN terlihat bahwa pangsa total perdagangan ASEAN dalam perdagangan global sedikit menurun dari 5.7% pada 1993 menjadi 5.5% tahun 2002. Menurunnya pangsa ASEAN pada tahun 2002, dapat dipahami, mengingat krisis ekonomi Asia yang terjadi pada 1997 telah membawa dampak negatif pada kinerja perdagangan internasional negara-negara ASEAN.

Selama periode tahun 1993-2002, perdagangan intra ASEAN meningkat rata-rata 7.3% pertahun, yaitu dari US$. 84.2 milyar tahun 1993 menjadi US$. 159.4 milyar pada tahun 2002. Laju perkembangan perdagangan intra ASEAN lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan perdagangan global ASEAN yang selama periode yang sama hanya mencapai pertumbuhan 5.6% pertahun. Produk utama yang diperdagangkan sesama negara ASEAN adalah produk elektronik, minyak mentah dan bahan bakar, gas alam, tembakau dan rokok, karet alam, tembaga, dan kertas. Eksportir utama dalam perdagangan intra ASEAN adalah Singapura (38.8%), Malaysia (24.9%) dan Thailand (16.9%). Sedangkan importir utamanya adalah adalah Singapura (42.7%), Malaysia (22.5%), dan Thailand (14.8%).

Page 12: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

12

Walaupun skema penurunan tarif dalam rangka AFTA sudah mulai berlaku sejak tahun 1994, tetapi pangsa perdagangan intra ASEAN di dalam total perdagangan ASEAN dengan dunia, tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Pada tahun 2002, pangsa perdagangan intra ASEAN hanya mengalami peningkatan menjadi 22.6% dari 19.3% tahun 1993. Bila dibandingkan dengan perkembangan perdagangan intra Kawasan Perdagangan Bebas di belahan bumi lainnya, seperti Uni Eropa dan NAFTA, perkembangan perdagangan intra ASEAN terasa sangat lambat. Sebagai perbandingan, pada tahun 2000, perdagangan intra Uni Eropa sudah mencapai 80% dari total perdagangan internasionalnya, perdagangan intra Kawasan Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) sudah mencapai 55%, dan perdagangan intra Kawasan Amerika Selatan (MERCOSUR) telah mencapai 30% dari total perdagangan global wilayah tersebut.

Walaupun demikian, intra trade di ASEAN masih lebih besar dibandingkan

dengan perdagangan intra regional di berbagai Kawasan Perdagangan Bebas yang dibentuk oleh negara-negara berkembang lainnya seperti Andean Pact (Amerika Tengah); CARICOM (Caribian Community and Common Market); UDEAC (Union douaniere et Economique de I_frique Centrale); GCC (Gulf Cooperation ; dan sebagainya (Schiff and Winters, 2003).

Menurut Schiff dan Winters (2003), rendahnya perkembangan perdagangan

intra kawasan dalam proses integrasi ekonomi regional yang dilakukan oleh sesama negara berkembang, disebabkan oleh pasarnya yang kecil dan terpecah-pecah, infrastruktur yang masih minim, kerangka hukum yang sangat miskin, stabilitas ekonomi dan politik yang tidak stabil, dan besarnya intervensi pemerintah di bidang ekonomi, sehingga integrasi industri secara regional gagal dicapai. Banyak yang mempertanyakan, mengapa perdagangan intra ASEAN tidak

mengalami peningkatan yang signifikan, walaupun skema CEPT sudah berjalan selama 10 tahun. Diperkirakan setidaknya terdapat empat alasan yaitu :

• Semua negara negara ASEAN memiliki sumber daya alam yang relatif seragam sehingga intra trade tidak meningkat secara signifikan. Sebagai contoh, tiga negara ASEAN, Indonesia, Malaysia, dan Thailand, adalah penghasil dan eksportir utama karet alam dunia. Demikian juga Malaysia dan Indonesia adalah produsen dan eksportir utama minyak kelapa sawit. Pada saat ini, Malaysia, Singapura dan Filipina adalah produsen dan eksportir produk-produk elektronik terkemuka didunia.

• Walaupun tarif bea masuk sebagian besar produk telah diturunkan, tetapi

masih banyak hambatan non-tarif yang diterapkan oleh negara-negara

Page 13: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

13

ASEAN. Berbagai perbedaan standar dan prosedur kepabeanan masih eksis dan menjadi penghambat kelancaran perdagangan intra ASEAN.

• Sarana Transportasi intra ASEAN belum memadai. Pada saat ini, armada

transportasi sebagian besar masih melalui Singapura sehingga arus perdagangan langsung antar sesama negara di ASEAN masih sedikit. Akan tetapi dominasi Singapura sebagai pelabuhan penghubung tampaknya mulai berkurang dengan dibukanya Pelabuhan Tanjung Pelepas di Malaysia dan Laem Chabang di Thailand sejak awal 2001. Pemanfaatan kedua pelabuhan baru ini akan semakin meningkat apabila rencana menghubungkan rel kereta api dari Saigon (Vietnam) ke Pnom Penh (Kambodya) sudah direalisir. Segmen Saigon-Pnom Penh merupakan jalur yang masih terputus untuk menghubungkan Trans Kereta Api Asia-China dari Singapura sampai ke Beijing.

• Kurangnya investasi intra ASEAN. Investasi intra ASEAN masih sangat

rendah mengjngat tingkat pendapatan dan tabungan masyarakat ASEAN yang juga masih relatif rendah. Data yang dikumpulkan Sekretariat ASEAN mencatat bahwa investasi intra ASEAN selarna periode 1995-2001 hanya berjumlah US$. 15.2 milyar atau kurang dari sepersepuluh total investasi asing di ASEAN yang mencapai US$. 142.3 milyar dalam periode yang sama. Sumber utama investasi intra ASEAN adalah Singapura (44.7%) disusul Malaysia (13,8%) dan Thailand (9.2%). Sedangkan negara ASEAN penerima investasi intra ASEAN adalah Thailand (25.6%), Singapura (18.5%) dan Malaysia (15.9%).

Disamping itu, sejak krisis moneter yang terjadi di Asia (1997-1998), investasi

asing yang masuk ke ASEAN mengalami kemunduran. Banyak PMA yang hengkang dari ASEAN dan diperkirakan pindah menuju China. Data dari UNCTAD menunjukkan investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) khusus untuk sektor elektronik selama periode 1998-2001, ke ASEAN hanya bertambah US$. 19.8 milyar atau kurang dari U5$. 5 milyar pertahun. Sedangkan dalam periode yang sama, investasi ke China rneningkat sebesar US $ 33.5 milyar atau rata-rata US$. 8.7 milyar pertahun.

Sesuai dengan studi yang dilakukan oleh McKenzey (2003), ternyata daya

saing ASEAN, baik dalam menarik investasi maupun dalam peningkatan ekspor, mengalami kemunduran dibandingkan dengan China. Sebagai contoh, ekspor produk elektronik ASEAN meningkat rata-rata 3% pertahun selama periode tahun 1996-2001, sedangkan ekspor elektronik China meningkat rata-rata 30% per tahun selama periode yang sama. Dalam rangka meningkatkan integrasi ASEAN untuk meningkatkan perdagangan intra ASEAN dan untuk meningkatkan daya saing ASEAN dalam menarik investasi asing, McKenzey

Page 14: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

14

(2003) menyarankan dua hal : 1) ASEAN perlu memprioritaskan liberalisasi dan integrasi dua sektor

utama yaitu electronic dan consumer goods. ASEAN memiliki potensi yang besar untuk menarik investasi global dan investasi intra ASEAN yang dapat menjadikan ASEAN sebagai production base untuk kedua sektor tersebut. Disamping itu, konsumsi domestik ASEAN sangat besar untuk kedua sektor diatas sehingga skala ekonominya dapat dengan mudah terlampaui.

2) ASEAN perlu memperkuat lembaga penyelesaian sengketa

dagang/ekonomi yang terjadi diantara negara anggota ASEAN. Pada saat ini, sengketa dagang yang terjadi dibawakan dalam Sidang Menteri-menteri Ekonomi (AEM), dan sering diselesaikan dengan cara kekeluargaan tanpa kepastian hukum yang tetap.

Berbagai informasi, penilaian para pakar maupun petinggi ASEAN sendiri,

serta tajuk rencana/editorial yang dimuat di berbagai media massa mengindikasikan, implementasi kerjasama ASEAN memang masih jauh dari efektif. Mantan PM Singapura Goh Chok Tong, misalnya, menilai, berdasarkan masukan dari kalangan bisnis, arus perdagangan antar negara ASEAN dalam rangka AFTA masih tetap rendah karena masih banyak masalah hambatan perdagangan yang bersifat non tariff. Menurut Goh, sementara kita telah melakukan kemajuan dalam penurunan tariff, ternyata kita masih jauh untuk layak disebut sebagai pasar terintegrasi (Kompas 7-10-2003).

Ralf Emmers pengamat ASEAN dari Institute Defense and Strategic Studies

yang berkantor Singapura menyatakan, ASEAN bagus dalam retorika, namun lemah dalam implementasi (Kompas 5-10-2003). Tajuk rencana Kompas menyatakan “Salah satu kritik yang mencuat sekarang adalah kesungguhan para pemimpin ASEAN untuk menjadikan kawasan ini sebagai kawasan bisnis. Sayangnya, bukan hanya greget pelaksanaannya yang tak tampak, bahkan keberpihakannya pun tak tampak Pemerintah negara ASEAN dikritik tidak memiliki visi bisnis dan oleh karenanya dituntut untuk memiliki visi bisnis. (Kompas 7-8-2003).

Ada sejumlah masalah yang diperkirakan membuat dunia usaha Indonesia

enggan berpartisipasi memanfaatkan peluang bisnis dalam kerjasama ASEAN, misalnya masih terdapatnya banyak hambatan di dalam negeri yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang pada gilirannya menghambat kelancaran bisnis dan perdagangan di kawasan ASEAN dan menurunkan gairah memanfaatkan peluang AFTA. Selain itu, tingkat kesadaran (awareness) dan kepedulian dunia usaha dan masyarakat akan eksistensi kerjasama ASEAN juga

Page 15: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

15

diperkirakan masih rendah, kendati di tingkat elit politik dirasakan sudah gegap gempita. Mereka umumnya kurang tertarik dan bahkan belum siap menerima kenyataan diberlakukannya kerjasama ASEAN dengan segala konsekuensinya.

Ada juga penilaian dan persepsi pesimis yang berkembang di tengah

masyarakat, bahwa pada akhirnya kerjasama ASEAN hanya akan lebih menguntungkan Singapura dan Malaysia. Indonesia hanya akan terus menjadi negara pelengkap penderita (supporting country). Pasar dan sumber daya alamnya akan terus tereksploitasi untuk kemajuan negara tetangga yang sejak dulu cenderung menganggap Indonesia sebagai hinterland tersebut.

Penyebab lainnya, akses dan keterlibatan langsung dunia usaha dalam

pembuatan kerjasama ASEAN, sejak masa pemerintahan Orde baru, sangat terbatas. Bahkan mereka nyaris tidak dilibatkan secara formal dan langsung dalam formulasi kerangka kerjasama bisnis ASEAN. Mereka hanya menerima dan harus melaksanakan perjanjian kerjasama ASEAN. Padahal, sebagai pelaksana lapangan, merekalah yang paling memahami, terlibat langsung dan menjadi target dari kebijakan kerjasama ASEAN. Merekalah yang akan menerima konsekuensi dari dibuatnya perjanjian kerjasama bisnis, perdagangan dan investasi ASEAN. Dalam era reformasi dimana demokrasi ekonomi harus semakin ditegakkan, pola pendekatan dari atas ke bawah (up to bottom), tidak lagi dapat dipertahankan. Di di beberapa negara anggota Uni Eropa, penentuan penggunaan mata uang Euro sebagai mata uang domestik, sekaligus mata uang regional, misalnya, memerlukan referendum, setidaknya jajak pendapat. Ini merupakan salah satu contoh dari demokrasi ekonomi.

Pemerintah dan dunia usaha harus saling mendengar dan saling bahu

membahu. Keterlibatan dan eksistensi formal pebisnis secara langsung dan aktif, mulai tampak dengan dibentuknya ASEAN Business Advisorry Council (ASEAN BAC) yang telah menyelenggarakan ASEAN Business and Investment Summit (ASEAN BIS) pada bulan Oktober 2003 di Bali dan dihadiri oleh para petinggi Negara ASEAN. Menurut kalangan ASEAN BAC, selama ini belum ada akses resmi dan formal dari para pebisnis untuk dapat secara langsung mengutarakan dan menyampaikan masukan kepada para pemimpin pemerintahan ASEAN. Dengan dibentuknya forum ini, diharapkan peluang terjalinnya kerjasama yang lebih substansial, mengena sasaran dan kongkrit, diantara sesama pengusaha maupun pemerintahan ASEAN, akan semakin terbuka luas dan transparan. Dengan demikian akan membuat implementasi kerjasama ASEAN semakin efektif.

Page 16: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

16

Bab 2.

Mencermati Proses Integrasi ASEAN - AFTA

Pada kepala pemerintahan ASEAN menyadari lambatnya pertumbuhan intra trade di ASEAN. Pada bulan Oktober 2003 di Bali, Kepala-kepala pemerintahan ASEAN sepakat untuk menjadikan ASEAN sebagai kesatuan ekonomi selambat-Iambatnya tahun 2020 sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Bali II. Pokok-pokok kesepakatan tersebut adalah sebagai berikut :

• Menetapkan mekanisme baru untuk memperkuat pelaksanaan

kesepakatan yang sudah ditandatangani seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) dan ASEAN Investment Area (AIA).

• Mempercepat integrasi ekonomi melalui pemilihan sektor prioritas

• Memfasilitasi pergerakan pebisnis, tenaga kerja terlatih dan terampil.

• Memperkuat kelembagaan ASEAN termasuk memperbaiki mekanisme

penyelesaian sengketa di ASEAN dalam rangka adanya kepastian hukum bagi semua penyelesaian sengketa bidang ekonomi yang terjadi.

Tahap pertama, Menteri-menteri Ekonomi ASEAN memutuskan 11 sektor

produksi untuk diprioritaskan proses pengintegrasiannya sebagai langkah strategis yang perlu dilakukan guna mempercepat integrasi ekonomi ASEAN. Disepakati juga agar sejumlah negara ASEAN aktif menjadi kordinator pengintegrasian 11 sektor produksi tersebut yaitu : sektor Kayu atau Wood-based Products dan Otomotif (dengan Indonesia sebagai koordinator); Karet atau Rubber-Based Products serta Tekstil dan produk Tekstil (Malaysia); Agro-Based Products dan Perikanan (Myanmar); Elektonik (Philipina); e-ASEAN dan Produk Kesehatan (Singapura); Penerbangan dan Pariwisata (Thailand).

Tahap kedua membentuk badan konsultasi atau Solvit di masing-masing

negara anggota ASEAN untuk memberikan informasi kepada dunia usaha menyangkut masalah-masalah apa saja yang layak dibawa ke mekanisme penyelesaian sengketa di ASEAN atau masalah-masalah yang cukup di selesaikan secara internal.

Kebijakan yang disepakati untuk mempercepat integrasi tersebut dilakukan

dengan pendekatan yang telah direkomendasikan dalam integrasi produk

Page 17: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

17

prioritas dimaksud yaitu : 1) Menyatukan seluruh kekuatan ekonomi ASEAN demi capaian manfaat

secara regional; 2) Mempermudah dan mempromosikan investasi intra ASEAN; 3) Memberikan insentif untuk kegiatan manufaktur di kawasan ASEAN 4) Mengutamakan investasi bahan baku intra ASEAN

5) Mengembangkan dan mempromosikan produk dan jasa “Made in

ASEAN".

Sedangkan langkah-Iangkah yang dilakukan antara lain: 1) Penurunan tarif sampai nol persen di dalam ASEAN sebeJum tahun 2010; 2) Menghilangkan segera hambatan perdagangan;

3) Mempercepat pengeluaran barang dan menyederhanakan prosedur

kepabeanan

4) Harmonisasi MRA dan standard produk.

Satu hal yang menyulitkan pemerintah negara ASEAN dalam mempercepat proses integrasi adalah kenyataan bahwa peranan pemerintah dalam ekonomi bisnis semakin menyusut. Sebaliknya, peranan dunia usaha semakin membesar. Dewasa ini, sebagian besar perusahaan merupakan milik swasta domestik maupun asing. Pemerintah secara sepihak, tidak dapat memaksakan rencana integrasi ASEAN ini, dijalankan sepenuhnya oleh dunia usaha. Para pengusaha adalah pemodal yang selalu berpikir dan bertindak dalam kerangka bisnis, dimana kelayakan usaha, manfaat ekonomis, untung, rugi dan risiko menjadi pertimbangan utama dalam dunia bisnis. Apalagi dalam era globalisasi ini, modal tanpa dapat dicegah, dapat bergerak bebas tanpa mengenal batas-batas negara. Pemodal akan menginvestasikan modalnya di lokasi yang paling menguntungkan, biaya rendah dan resiko rendah. Oleh karena itu, perlu ada kerjasama yang erat antara pemerintah dan dunia Usaha ASEAN. Kedua belah pihak harus saling mendengar dan saling mengisi dalam memperlancar proses integrasi ekonomi ASEAN. Sejumlah pengusaha mempertanyakan, apakah kalangan pengusaha swasta nasional sudah dilibatkan pemerintah dalam menentukan sektor produksi yang akan dimasukkan dalam integrasi ASEAN dan apakah permasalahan yang dihadapi pengusaha sudah

Page 18: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

18

diperhitungkan. Sebagai contoh, apakah industri kayu nasional mampu terus bersaing dalam kondisi dimana penyelundupan bahan baku kayu terus berlangsung secara besar-besaran. Kendala lain sangat boleh jadi bisa datang dari perusahaan-perusahaan multinasional. Di dunia ini pada dasarnya terdapat empat kekuatan yang mempengaruhi roda perekonomian dunia, yakni negara-negara, organisasi kerjasama ekonomi regional dan multilateral (WTO, Uni Eropa, NAFTA, ASEAN, dsb), lembaga-lembaga keuangan dunia (IMF, Bank Dunia) dan perusahaan multinasional. Yang disebut terakhir ini merupakan perusahaan transnasional raksasa yang beroperasi, memiliki basis produksi dan jaringan bisnis yang luas di manca negara, serta dan mempunyai loby yang kuat di kalangan legislatif dan pemerintahan banyak negara, terlebih di negara asal mereka.

Kita bisa lihat dari besarnya peranan perusahaan AS yang memiliki loby

yang kuat dan mampu mempengaruhi parlemen dan pemerintahan AS. Konflik dagang AS dan China hampir meledak pada 2003, karena pemerintah AS atas dorongan para pengusahanya, mendesak China untuk membuka pintu pasarnya lebih luas lagi bagi masuknya produk AS serta mendesak China untuk mengambangkan mata uang yuannya. Daya saing China disinyalir oleh para pengusaha AS merupakan daya saing semu yang diperoleh berkat pematokan mata uangnya terhadap dolar AS. Kita juga bisa lihat dari besarnya peranan perusahaan multinasional Jepang pada parlemen dan pemerintahan Jepang. Hampir semua pemberian bantuan luar negeri Jepang dikaitkan dengan besarnya akses masuk dan dukungan pemerintah negara penerima bantuan terhadap masuknya investasi serta kelancaran produksi dan pemasaran perusahaan Jepang di negara tersebut. Bahkan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang didanai bantuan Jepang selalu melibatkan partisipasi perusahaan-perusahaan Jepang.

Kehadiran perusahaan multinasional mereka di manca negara sangatlah diharapkan, karena merekalah investor dan industrialis terbesar di dunia internasional. Keberadaan mereka bukan hanya diharapkan mendatangkan modal, membangun industri, menghasilkan devisa dan menciptakan lapangan kerja, melainkan juga transfer teknologi dan pengetahuan, karena merekalah (bukan pemerintah) pemilik teknologi canggih yang mereka bisniskan, yang mereka peroleh lewat pelaksanaan aktivitas penelitian dan pengembangan dengan pengorbanan biaya tinggi. Perusahaan multinasional yang sudah bertransformasi menjadi perusahaan global dan memiliki jargon : think globally, act locally itu, menguasai ekonomi bisnis di banyak negara yang ditandai dengan penguasaan

Page 19: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

19

pangsa pasar yang signifikan di pasar manca negara. Sebagai contoh sederhana : Unilever, perusahaan transnasional dari Belanda, di Indonesia menguasai pangsa pasar yang signifikan dalam produk-produk kebutuhan rumah tangga (consumers product). Mulai dari sabun, shampo, detergen, pembersih lantai, pengharum ruangan, pasta gigi, sampai es krim. Jika Unilever Indonesia tidak beroperasi, diperkirakan sepertiga rak pasarswalayan Indonesia akan kosong dan akibatnya bisa diduga: harga kelompok produk sejenis di pasar Indonesia akan melambung tinggi. Di Indonesia, Unilever bersama perusahaan nasional Indofood (yang memproduksi lebih dari 500 item product) merupakan raksasa yang menguasai sebagian besar pasar produk kebutuhan rumah tangga. Tidak ada satupun pemilik toko, pasarswalayan, bahkan hypermarket di Indonesia yang berani berseberangan dengan kebijakan kedua perusahaan besar ini. Bayangkan saja, produk keduanya menguasai separuh dari rak pasarswalayan Indonesia. Peritel Indonesia bisa terpaksa menghentikan usahanya jika tidak mendapatkan pasokan barang dagangan dari kedua produsen gajah ini. Sayangnya kinerja Indofood yang merajai pasar produk makanan olahan di Indonesia itu, masih belum mengglobal. Perusahaan transnasional umumnya memiliki strategi dan kebijakan global di bidang produksi dan pemasaran. Dalam kerangka strategi global itu mereka menentukan negara-negara tertentu sebagai basis produksinya dan membuat kebijakan pemasaran yang membatasi cakupan pemasaran (market coverage) dari unit-unit produksi tersebut. Setiap basis produksi memiliki spesialisasi tertentu. Strategy dan global company policy dari Toyota, misalnya, untuk daerah operasi kawasan ASEAN sudah menggariskan Indonesia sebagai basis produksi kendaraan niaga seperti Toyota Kijang, termasuk juga kendaraan yang masuk kategori kendaraan muti guna ukuran kecil (small multipurpose vehicle/MPV) merek Avanza dengan market coverage meliputi pasar otomotif kawasan Asia Tenggara. Sementara Thailand ditetapkan sebagai basis produksi kendaraan sedan dan truck bak terbuka.

Tetsuo Kitagawa, juru bicara Toyota Jepang dalam suatu acara jumpa pers menyatakan, kedua negara anggota ASEAN ini memiliki peran kunci dalam strategi global Toyota untuk pasar otomotif di kawasan Asia Tengara. Kedua negara itu dipilih untuk menjadi basis produksi dengan klasifikasi diatas karena unit pabrikasi dan mitra lokal Toyota di kedua negara tersebut dinilai memiliki kemampuan dan pengalaman untuk memproduksi produk otomotif dengan spesifikasi seperti itu. Kedua negara itu dinilai memiliki keunggulan komparatif dalam produksi kendaraan bermotor jenis tersebut.

Avanza produksi Toyota di Indonesia (bekerjasama dengan Daihatsu

yang sahamnya sudah dikuasai Toyota Jepang) di ekspor ke Thailand. Sebaliknya, sedan Toyota hasil produksi Toyota Thailand, diekspor ke Indonesia.

Page 20: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

20

Toyota ASTRA di Indonesia tidak diperkenankan membuat sedan sendiri diluar kebijakan global Toyota Jepang. Selain itu, unit-unit produksi Toyota yang bertebaran di manca negara itu, tidak bisa menggenjot ekspor dan melakukan penetrasi pasar luar negeri dengan sebebas-bebasnya, karena kuota ekspor dan market coveragenya sudah diatur oleh Toyota Jepang yang merupakan principal companynya. Ekspor bebas hanya akan menggangu pemasaran unit produksi Toyota di negara lain. Sulit bagi negara manapun di dunia ini untuk merubah strategi dan kebijakan global perusahan-perusahan multinasional, walaupun dengan tujuan mewujudkan integrasi ekonomi di kawasan tertentu. Semua perusahaan multinasional produsen otomotif Jepang, Korea AS, Eropa dan negara maju lainnya, memiliki kebijakan global yang kurang lebih sama.

Perusahaan global memiliki tolok ukur ekonomis tersendiri untuk

menentukan basis produksi dan market coveragenya. Untuk menentukan lokasi investasi basis produksinya, maka rendahnya komponen biaya lokal, rendahnya risiko, ketersediaan infrastruktur yang memadai serta dukungan fasilitas, insentif atau kemudahan dari pemerintah seperti insentif perpajakan, misalnya, bisa merupakan ukuran utama. Kita bisa belajar dari kasus hengkangnya Sony dari Indonesia. Hengkangnya Sony menarik perhatian dunia karena Sony merupakan ikon industri elektronika dunia. Induk Sony di Jepang berdasarkan strategi dan kebijakan globalnya, memutuskan menutup pabrik Sony di Indonesia dan merelokasinya ke Serawak, Malaysia. Mengapa Sony memindahkan pabriknya di Indonesia, padahal lini produksi Sony di Indonesia tergolong lengkap, sanggup memproduksi beragam produk, dari audio video, sampai pesawat televisi ukuran besar. Ini karena produksi Sony di Indonesia dirasakan sudah tidak efesien lagi sehingga daya saingnya lemah. Ekonomi biaya tinggi di Indonesia, minimnya insentif perpajakan, dan kenaikan upah buruh (yang sering dibarengi dengan demonstrasi buruh) membuat produksi Sony menjadi tidak efesien dan daya saing produksi Sony Indonesia menjadi lemah. Produk Sony Indonesia sulit bersaing dengan produk elektronik murah dari China dan serbuan barang selundupan yang dijual dengan harga dibanting. Sialnya lagi, barang selundupan itu ternyata merupakan produk Sony dari negara ASEAN lainnya, terutama dari Malaysia.

Pemerintah Indonesia mencoba mendekati pimpinan Sony agar tidak hengkang dari negeri ini. Namun Sony tetap melaksanakan niatnya. Tidak ada yang bisa menghalangi impelementasi strategi dan kebijakan global perusahaan multinasional ini. Pabrik Sony tetap dipindahkan ke Malaysia yang dinilai memiliki keunggulan komparatif yang tinggi dalam produksi barang elektronika karena pemerintahnya amat mendukung pengembangan industri elektronik, memangkas ekses birokrasi yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi, infrastruktur memadai dan memberikan insentif perpajakan yang menggairahkan investasi industri elektronika. Di negeri jiran ini, Sony selain

Page 21: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

21

menikmati berbagai kemudahan, juga terhindar dari ekonomi biaya tinggi, bebas pusing dari persoalan serbuan barang selundupan, sementara kebutuhan akan buruhnya dipenuhi dengan memanfaatkan buruh migran asal Indonesia yang tingkat upahnya relatif rendah dan bebas dari demo dan tekanan kalangan perburuhan. Sementara Indonesia sendiri tetap dijadikan pasar bagi produk Sony Malaysia dengan dukungan layanan purna jual yang tidak berkurang dibanding saat pabrik Sony masih beroperasi di Indonesia. Menggarap pasar Indonesia merupakan persoalan mudah. Dengan memanfaatkan peluang AFTA, pasar Indonesia menjadi sangat terbuka bagi Sony Malaysia. Integrasi Alamiah

Proses integrasi industri atau bisnis di kalangan dunia bisnis ASEAN, dalam kasus-kasus tertentu, sebenarnya sudah berjalan secara alamiah, tanpa dorongan atau campur tangan kebijakan pemerintah, baik secara bilateral maupun regional. Proses integrasi, misalnya, dapat berjalan lewat pengambilalihan (akusisi) saham perusahaan di negara ASEAN oleh perusahaan dari negara ASEAN lainnya, atau lewat pertukaran saham (share swap) antara saham suatu perusahaan di negara ASEAN tertentu dengan saham perusahaan dari negara ASEAN lainnya.

Di Indonesia, dalam kenyataannya, proses integrasi di sektor tertentu, seperti perbankan dan telekomunikasi, sebenarnya sudah berjalan dan ini terjadi lewat pembelian atau pengambilalihan (akuisisi) saham milik perusahaan Indonesia oleh perusahaan dari negara ASEAN lainnya. Meningkatnya keterbukaan pasar modal Indonesia terhadap masuknya arus investasi asing, berlangsungnya penjualan kepemilikan saham pemerintah lewat program privatisasi BUMN, atau perusahaan yang dibawah penguasaan BPPN, telah membuka peluang besar terjadinya proses integrasi lewat akuisisi saham ini. Beberapa bank di Indonesia, misalnya, sebagian sahamnya sudah diambilalih oleh investor dari Singapura dan Malaysia.

Di sektor telekomunikasi Indonesia, peranan Singapura sangat menonjol.

Pada 2001, Singapore Telecomunication Ltd (Singtel) mengambil 22,30 % saham perusahaan operator telepon seluler, Telkomsel, seharga 602 juta dolar AS dari tangan pemilik lamanya, KPN, sebuah perusahaan telekomunikasi dari Belanda. Langkah Singtel tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan terus berlanjut dengan mengambilalih 13 % saham (senilai 429 juta dolar AS) dari tangan PT Telkom. Tingginya nilai pengambilaihan ini karena prosesnya disertai dengan penggabungan Telkommobile (milik Telkom) kedalam Telkomsel. Dengan demikian, komposisi kepemilikan saham Telkomsel menjadi 65 % dikuasai PT Telkom dan sisanya (35 %) dikuasai oleh Singtel.

Page 22: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

22

Kepanjangan tangan Singapura dalam industri telekomunikasi Indonesia terus berlanjut dengan pengambilalihan saham Indosat. Sebagaimana diketahui, pemerintah Indonesia mendivestasi 41 % saham PT Indosat yang merupakan induk Satelindo (perusahaan operator telepon seluler). Singapore Technology Telemedia (STT) kemudian berhasil keluar sebagai pemenang tender divestasi saham Indosat senilai Rp 5,62 triliun itu. Penjualan saham Indosat ketangan Singapura, sempat mengundang kontroversi yang hangat. Pasalnya, lewat proses akuisisi ini, perusahaan milik negara (BUMN) Singapura, Temasek Holding, yang merupakan induk dari Singtel dan STT, dengan berhasil menguasai 35 % saham Telkomsel (operator telepon seluler) dan 41 % saham Indosat (induk perusahaan operator telepon seluler Satelindo) berpotensi besar untuk mendominasi usaha operasi telekomunikasi seluler Indonesia. Namun kontroversi ini akhirnya sirna juga, berlalu bersama dengan waktu.

Alternatif lain dari proses integrasi adalah membuka perusahaan induk di

suatu negara ASEAN. Modus ini sebenarnya sudah berjalan sejak satu dasawarsa terakhir ini. Perusahaan-perusahaan besar Indonesia, guna meluaskan sayap bisnisnya ke manca negara, telah memindahkan perusahaan induknya ke negara lain, atau membentuk perusahaan baru di negara lain yang berperan sebagai perusahaan induknya. Selanjutnya semua perusahaannya yang sudah lama eksis di Indonesia dijadikan anak perusahaan induk yang bermarkas di luar negeri itu (offshore).

Perusahaan induk atau kantor pusat itu tidak selalu harus merupakan

sebuah kantor yang besar dengan jumlah pegawai yang banyak. Banyak juga dalam bentuk kantor kecil (small office) yang sebenarnya lebih pantas berfungsi sebagai kantor perwakilan atau kantor pemasaran di luar negeri. Cara lain yang juga lazim ditempuh adalah membeli perusahaan tertentu di luar negeri (utamanya yang sudah masuk bursa) dan kemudian menjadikan perusahaan tersebut sebagai perusahaan induk. Kelompok usaha milik konglomerat Eka Tjipta, misalnya, telah memindahkan induk perusahaannya ke Singapura yang dikenal dengan nama Asia Pulp and Paper (APP). Semua perusahaan industri kertas dan pulp milik Taipan Eka yang ada di Indonesia dijadikan anak perusahaan APP yang bermarkas di Singapura.

Negara yang menjadi basis perusahaan induk di luar negeri umumnya

adalah Singapura, Hongkong dan Malaysia. Namun yang terbanyak digunakan pengusaha Indonesia adalah Singapura. Singapura dipilih karena pajaknya rendah, proses perizinannya sangat mudah, fasilitas dan infrastruktur penunjang bisnis lengkap, Singapura juga merupakan pusat keuangan sehingga memudahkan perolehan pinjaman luar negeri atau penjualan saham dan penerbitan obligasi internasional. Selain itu, Singapura sudah sejak lama menjadi pusat perniagaan internasional di kawasan Asia Tenggara sehingga pembukaan

Page 23: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

23

kantor pusat di Singapura akan memudahkan ekspor perusahaan Indonesia ke manca negara. Faktor lain yang membuat Singapura menjadi aktraktif adalah ketiadaan perjanjian ekstradisi antara pemerintah Singapura dan Indonesia sehingga negeri jiran ini menjadi surga bagi para konglomerat hitam dan pelaku kejahatan ekonomi lainnya. Selain itu, pemerintah Singapura juga tidak pernah berupaya mengusut asal usul modal dan pemiliknya, yang masuk ke negeri kota dagang ini.

Dengan membuka kantor pusat di Singapura, perusahaan dapat lebih

mudah mendapatkan pinjaman luar negeri yang suku bunganya jauh lebih rendah ketimbang suku bunga perbankan domestik. Perusahaan juga dapat memperoleh tambahan modal dengan meluncurkan sahamnya di pasar modal Singapura dan menerbitkan saham tambahan (right issue). Semua anak perusahaan di Indonesia (bagi perusahaan induk yang sudah go public) tidak begitu saja dicatatkan sebagai anak perusahaan. Caranya, induk perusahaan yang berbasis di Singapura itu membeli/mengakuisisi saham anak perusahaannya di Indonesia dengan menerbitkan saham tambahan (right issue) di Bursa Singapura. Dengan demikian, pengusaha Indonesia itu juga memperoleh dana segar, hasil right issue, untuk mengembangkan usahanya lebih lanjut.

Namun dengan membuka perusahaan induk di Singapura,

konsekuensinya sebagai sebuah entitas bisnis yang legal, perusahaan induk yang tercatat di Singapura tersebut (kendati nota bene milik pengusaha Indonesia) secara yuridis formal menjadi perusahaan Singapura, dan sebagian sahamnya dimiliki publik Singapura. Demikian pula anak-anak perusahaannya di Indonesia merupakan milik perusahaan Singapura tersebut. Dengan pola alamiah ini, tanpa regulasi atau rekayasa pihak ketiga, sebenarnya telah terjadi proses integrasi ekonomi bisnis di kawasan ASEAN.

Modus operandi pembukaan kantor pusat di Singapura memiliki alasan lain yang kurang menggembirakan dari segi penerimaan pajak pemerintah Indonesia. Salah satu alasan “tersembunyi” dari pengusaha Indonesia yang membuka kantor pusat di Singapura adalah penciptaan efesiensi pajak. Menurut mereka, kiat ini bukan merupakan penghindaran pajak, melainkan upaya menciptakan efesiensi dalam pembayaran pajak. Adanya perjanjian pajak (tax treaty) antar pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara sahabat yang tidak membenarkan adanya penarikan pajak ganda, merupakan salah satu factor pendorong pengusaha Indonesia tertentu untuk membuka kantor pusatnya di Singapura. Ini karena pajak pendapatan badan atau perorangan di negeri jiran ini lebih rendah dari pajak perseroan di Indonesia. Pajak pendapatan badan di Indonesia masih 30 %, sedang Singapura dibawah itu dan akan terus diturunkan menjadi 20 % pada 2006. Dengan membuka kantor pusat di Singapura,

Page 24: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

24

perusahaan mereka menjadi perusahaan Singapura dan mereka membayar pajak perseroan di Singapura dengan rate yang jauh lebih rendah. Mereka tidak perlu lagi membayar pajak perseroan di Indonesia, karena adanya perjanjian anti pajak ganda tersebut. Kedua, pembukaan kantor pusat di Singapura membuka peluang dilakukannya modus operandi transfer pricing atau transfer cost untuk mengurangi pembayaran pajak, dengan cara menciptakan beban biaya tertentu di kantor pusat Singapura, yang dibebankan/ditransfer ke dalam pembukuan anak-anak perusahaannya di Indonesia. Dengan adanya tambahan beban terselubung dari kantor pusat ini, maka bagian yang kena pajak di Indonesia menjadi menyusut. Dengan demikian pembayaran pajak menjadi “efesien” Salah satu beban biaya yang paling besar dan banyak digunakan adalah R & D cost (biaya penelitian dan pengembangan). Biaya ini sulit diukur dan diteliti kebenarannya oleh petugas pajak, karena di perusahaan-perusahaan luar negeri, komponen biaya ini memang diakui sebagai komponen biaya yang lazim diberikan dalam porsi yang besar.

Ketiga, modus ini membuka peluang bagi perusahaan melakukan praktek underinvoicing dalam impor bahan baku, dimana harga bahan baku (yang diimpor oleh anak perusahaannya di Indonesia) dalam dokumen impornya sengaja dibuat serendah mungkin, agar pembayaran bea masuk di Indonesia menjadi rendah. Praktek semacam sudah berlangsung lama. Tak heran jika data perdagangan luar negeri Indonesia-Singapura sulit untuk bisa menjadi akurat. Di satu sisi, impor dari Singapura dicatat petugas pabean Indonesia lebih rendah, sementara di sisi lain, ekspor dari Indonesia ke Singapura dicatat juga lebih rendah oleh petugas Singapura. Ini karena petugas Singapura mengetahui bahwa barang dari Indonesia itu hanya menjalankan proses transshipment di Singapura, mengingat perusahaan induknya hanya menjadikan Singapura sebagai pelabuhan transito, dimana selanjutnya barang hasil produksi anak perusahannya di Indonesia itu diekspor ke manca negara. Kendala Integrasi Alamiah Namun ada beberapa kendala yang menyebabkan proses integrasi industri dan bisnis di lingkup dunia usaha ASEAN tidak berjalan dengan cepat. Pertama; ketiadaan “musuh” bersama. Latar belakang pembentukan integrasi ASEAN menuju terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN, berbeda dengan pembentukan Pasar Tunggal Eropa yang berkembang menjadi Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dan belakangan berhasil berintegrasi menjadi Uni Eropa (UE). Pembentukan Uni Eropa ini dilatar belakangi adanya kesadaran di kalangan pebisnis dan pemerintah Eropa bahwa mereka memiliki “musuh” bersama. Pada kenyataan di lapangan, di manca negara produk-produk Eropa

Page 25: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

25

memang harus bersaing ketat dengan produk buatan Amerika Serikat, Jepang dan Korea. Apalagi setelah produk Jepang dan Korea semakin agresif menembus pasar Eropa.

Pembentukan Uni Eropa sebenarnya membuka peluang terbentuknya front “pertempuran” dagang antar benua, yakni antar benua Eropa dengan benua Asia Timur (Jepang dan Korea Selatan) dan kawasan Pasifik (Amerika Serikat dan sekutunya dikawasan tersebut). Jika penggalangan kerjasama kawasan Asia pasifik (APEC) jadi terbentuk menjadi satu kawasan perdagangan bebas yang terintegrasi, dikotomi kedua front ini akan semakin jelas menjadi kenyataan. Namun menyadari adanya lawan bersama ini membuahkan hikmah tersendiri bagi Eropa. Para pebisnis Eropa menyatukan langkah untuk menghadapi pesaing tangguh mereka dari Asia-Pasifik. Langkah pertama yang menjadi prioritas adalah mengamankan potensi pasar Eropa dari gerogotan produk pesaing dari Asia-Pasifik tersebut. Langkah ini membuat kerjasama dikalangan pebisnis dan industri Eropa, baik dalam bidang litbang, produksi, dan distribusi, menjadi semakin kuat. Tak heran jika capaian perdagangan intra Eropa menjadi relatif tinggi.

Sebaliknya, kalangan pebisnis ASEAN tidak memiliki “lawan” bersama. Semua negara, baik negara-negara barat maupun timur, Eropa, Asia atau Amerika, dianggap sebagai mitra dagang yang harus terus menerus diupayakan penjalinan hubungan baiknya. Ketiadaan “lawan” bersama ini menyebabkan para pebisnis ASEAN kurang memiliki semangat menggalang persatuan dunia bisnis ASEAN, sehingga kurang terdorong untuk berintegrasi. Selain itu, para pebisnis ASEAN pada kenyataannya memang merupakan pesaing, karena memiliki latar belakang sesama negara berkembang yang mengandalkan potensi sumber daya alam. Persoalan lain yang menjadi kendala persatuan adalah latar belakang sumber permodalan dan teknologi. Para pebisnis ASEAN tidak memiliki penguasaan teknologi dan permodalan yang kuat, sehingga mereka harus menggalang kerjasama dengan perusahaan negara maju. Mereka sangat terafiliasi dengan para investor asing dan pengusaha industri dari Asia, Eropa dan Amerika. Banyak diantara mereka tidak dapat berkiprah dengan bebas, melainkan harus mengikuti kebijakan mitra asing atau perusahaan prinsipalnya di luar negeri. Di sisi lain, berbeda dengan konsumen Eropa yang memiliki kebanggaan bahkan fanatisme terhadap produk dan merek Eropa, konsumen ASEAN cenderung lebih menghargai produk dan merek asing ketimbang buatan ASEAN sendiri. Mereka lebih menghargai produk dan merek negara maju, dari Amerika, Eropa, Jepang atau Korea yang dianggap lebih berkualitas, dan bergengsi ketimbang buatan Indonesia, Malaysia atau Thailand. Apalagi buatan Vietnam atau Kamboja yang tidak dikenal. Konsumen ASEAN sudah terlampau lama

Page 26: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

26

dipengaruhi oleh budaya konsumsi negara-negara maju tersebut yang ditransfer lewat penyampaian informasi, hiburan dan promosi di media massa yang berlatar belakang gaya hidup negara-negara maju tersebut.

Untuk mengatasi kendala ini perlu ada terobosan budaya (cultural breakthrough) dengan menggiatkan promosi produk buatan ASEAN, mengalakkan kebanggan menggunakan buatan ASEAN, dan mengembangkan merek buatan ASEAN sendiri. Masyarakat konsumen Eropa bangga dengan label made in Uni Eropa. Begitu juga masyarakat ASEAN harus didorong untuk bangga menggunakan barang made in ASEAN. Dengan kiat ini, negara-negara ASEAN yang citra produknya belum dikenal masyarakat ASEAN, menjadi bisa terangkat citranya dan memudahkan pemasaran internasionalnya, setidaknya di pasar ASEAN. Namun untuk mengembangkan label merek/buatan ASEAN perlu dibuat keseragaman standar mutu, ukuran dan labelisasi produk-produk ASEAN. Selain itu, juga perlu dibentuk kerjasama antar lembaga pengujian mutu ASEAN yang selain memiliki akreditasi ASEAN, juga diakui dunia internasional. Komunitas Ekonomi ASEAN Sejak krisis moneter melanda kawasan Asia Tenggara, pergerakan kerjasama ekonomi diantara negara-negara anggota ASEAN seolah mengalami lesuh darah. Kegairahan untuk melanjutkan kerjasama regional yang sudah dibentuk sejak tahun 1967 itu mengalami penurunan yang cukup memperihatinkan. Negara angggota ASEAN disibukkan dengan kegiatan internal mereka untuk dapat keluar dari dampak krisis moneter secepat mungkin, sehingga perhatian mereka untuk mengembangkan kerjasama ASEAN lebih lanjut, otomatis berkurang. Bahkan pada saat itu kelangsungan kerjasama ASEAN sempat dipertanyakan banyak pihak. Mereka mempertanyakan, apakah kerjasama ASEAN itu masih mau dilanjutkan dengan penuh semangat, apakah masih relevan untuk diimplementasikan dalam perkembangan situasi pasar global yang penuh ketidakpastian ? Namun kejutan terjadi. Implementasi kerjasama ASEAN kembali bergairah setelah muncul gebrakan Bali Concord II yang memutuskan dibentuknya Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC). Setelah cukup lama terbenam dalam kelesuhan, pada 2 September 2003, para menteri perekonomian negara anggota ASEAN bertemu di ibu kota Kamboja, Phnom Penh. Pertemuan tersebut menelorkan rekomendasi untuk ditindaklanjutkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke 9 di Nusa Dua, Bali, pada 7-8 ktober 2003, guna membahas pembentukan Komunitas Perekonomian ASEAN. Konferensi petinggi ASEAN di Nusa Dua Bali itu akhirnya diselenggarakan dan melahirkan Deklarasi ASEAN Bali Concord II

Page 27: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

27

(Declaration of ASEAN Concord II) pada 7 Oktober 2003. Dalam konferensi ini oleh para petinggi negara ASEAN telah disepakati dan dideklarasikan dimulainya pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA). Komunitas Ekonomi yang menjanjikan masa depan yang lebih baik bagi perekonomian ASEAN ini sepenuhnya baru akan terbentuk pada tahun 2020. Selain itu juga disepakati pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC) dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-cultural Community/ASCC).

Ketiga komunitas ini bila terwujud nantinya akan membentuk Komunitas ASEAN (ASEAN Community) dengan tiga pilar kerjasama, yakni kerjasama ekonomi yang saling menunguntungkan, kerjasama politik dan kemanan serta kerjasama sosial budaya. Ketiga pilar kerjasama ini harus berkaitan dan saling menunjang dalam mencapai stabilitas, perdamaian dan kemakmuran di kawasan Asia Tenggara. Gagasan pembentukan kerjasama di bidang keamanan, dan sosial budaya dimaksudkan untuk lebih menyemarakkan dan menyeimbangkan kerjasama diantara negara anggota ASEAN.

Sebagaimana diketahui, salah satu penyebab menyurutnya kerjasama

ASEAN adalah karena selama ini kerjasama ASEAN lebih difokuskan pada impelementasi kerjasama di bidang perekonomian, sehingga tatkala perekonomian negara-negara ASEAN mengalami kemandegan akibat diterpa badai krismon, kerjasama ASEAN tampak mengalami kelesuhan. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan kerjasama di bidang-bidang lain, khususnya di bidang politik dan keamanan serta sosial dan budaya. Kerjasama di bidang keamanan amatlah penting dan harus ditingkatkan untuk menghadapi ancaman terorisme global. Stabilitas perekonomian membutuhkan stabilitas keamanan. Begitu pula upaya menarik investasi asing memerlukan kondisi keamanan yang kondusif. Pencapaian Deklarasi Bali Concord II sebenarnya telah melalui suatu perjalanan yang panjang, mengingat embrionya sudah ada sejak dikeluarkannya Bali Concord I yang dihasilkan pada KTT ASEAN di Bali pada tahun 1976. Namun gagasan pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN baru muncul secara jelas sosoknya pada KTT ASEAN tahun 2003 yang membuahkan Bali Concord II yang monumental. Gagasan pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN ini muncul dari Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra dan Perdana Meneri Singapura kala itu, Goh Chok Tong. Para petinggi dari dua negara anggota senior ASEAN ini menyadari bahwa belakangan ini ASEAN semakin jauh tertinggal dalam kompetisi menarik dana investasi dunia. ASEAN kalah jauh dibandingkan dengan China yang ternyata paling berhasil merebut investasi asing di kawasan Asia. Untuk meningkatkan aliran investasi asing ke ASEAN, maka kawasan ini harus dibuat lebih aktraktif disbanding dengan kawasan dunia lainnya.

Page 28: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

28

Selama ini dimata investor global pasar ASEAN, sekalipun memiliki populasi penduduk sekitar 530 juta jiwa dan sudah membentuk kawasan perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade AREA/AFTA), namun pasarnya masih dinilai kurang aktraktif, karena masih belum terintegrasi. Pasar ASEAN masih terfragmentasi dalam bentuk pasar dari 10 negara yang terkotak-kotak, dimana aliran barang, jasa dan modal belum dapat bergerak secara bebas. China di sisi lain, jelas-jelas merupakan satu kesatuan pasar yang besar dengan populasi penduduknya lebih dari dua kali lipat ASEAN atau sekitar 1,3 miliar jiwa dan ekonominya pun terus bertumbuh secara dinamis. Sementara sebagian negara anggota ASEAN masih belum pulih sepenuhnya dari dampak krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia pada 1997.

Maka, untuk membuat ASEAN lebih aktratif sehingga modal asing kembali mengalir dengan deras ke kawasan ASEAN, pasar ASEAN harus diintegrasikan dalam bentuk satu pasar tunggal (single market) yang sekaligus berperan sebagai basis dan jaringan produksi terpadu (integrated production network), dimana aliran barang, jasa, modal dan tenaga kerja mengalir dengan bebas dan lancar, tanpa mengenal batas-batas negara anggotanya. Pasar terintegrasi ini layaknya dikembangkan dalam suatu wujud Komunitas Ekonomi ASEAN yang kompak dan terpadu.

Sejak menjabat sebagai pemimpin Thailand, Thaksin sudah menyadari betul potensi besar ASEAN yang layak dikembangkan menjadi suatu komunitas perekonomian regional yang berkembang secara dinamis. Thaksin yang juga seorang pebisnis sehingga memiliki naluri bisnis, menyimpulkan, ASEAN tidak hanya berpotensi menjadi suatu kawasan pasar bebas (free trade area/FTA), melainkan juga kawasan komunitas ekonomi yang terintegrasi seperti Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) yang belakangan berkembang menjadi Uni Eropa. Dalam konteks Komunitas ASEAN, kawasan ini akan dikembangkan menjadi pasar terintegrasi, sekaligus basis dan jaringan produksi, ditandai dengan adanya pergerakan barang dan jasa termasuk tenaga kerja dan modal investasi yang lebih bebas pada tahun 2020.

Visi Komunitas Ekonomi ASEAN bukan hanya terbatas mewujudkan

suatu pasar tunggal yang terintegrasi melainkan juga mewujudkan peningkatan daya saing ASEAN di pasar dunia. Thaksin memaparkan, pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN bukan berarti hanya meliberalisasi perdagangan barang, jasa dan investasi, melainkan juga harus mampu meningkatkan daya saing ASEAN. Daya saing ini akan muncul dengan semakin terpadu atau terintegrasinya industri di kawasan ASEAN, sehingga terwujud sinerji dalam industri (sektor-sektor dalam perekonomian ASEAN) yang merupakan kunci peningkatan efesiensi dan daya saing. Agar implementasi perwujudan Komunitas Ekonomi ASEAN ini berjalan dengan lancar, perlu disusun suatu

Page 29: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

29

sistem untuk memonitor implementasi perjanjian-perjanjian atau kesepakatan kerjasama ekonomi ASEAN yang sudah dibuat dan disepakati untuk dijalankan oleh negara anggota ASEAN

Komunitas Ekonomi ASEAN pada dasarnya, jauh lebih berarti ketimbang

kawasan perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA) yang hanya membebaskan perdagangan barang, namun tidak mencakup pembebasan aliran jasa, modal, dan tenaga kerja. Marilah kita simak perbandingan dibawah ini : Fokus dari Komunitas Ekonomi ASEAN mencakup :

a) Penurunan hambatan tariff dan non tariff b) Penciptaan proses dan iklim bisnis yang kondusif dan bersahabat di

kawasan Asia Tenggara c) Liberalisasi perdagangan barang dan sektor jasa

Sementara fokus dari AFTA terbatas pada :

a) Penurunan tariff b) Masih memberi peluang bagi anggota untuk mundur dari penurunan tarif c) Liberalisasi perdagangan barang dan belum mencakup sektor jasa, lalu

lintas modal, dan tenaga kerja. Maksud dari pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN adalah :

1) Menciptakan kawasan ekonomi Asia Tenggara yang stabil, makmur dan berdaya saing kuat

2) Memperlancar aliran barang dan jasa serta modal dan tenaga kerja agar dapat bergerak lebih bebas

3) Pengembangan kondisi ekonomi yang lebih berimbang di kawasan Asia Tenggara

4) Pengurangan kemiskinan dan perbedaan status sosial ekonomi di ASEAN 5) Memperdalam integrasi ekonomi di kawasan ASEAN 6) Meningkatkan iklim investasi sehingga menjadi kondusif 7) Memperkuat perekonomian ASEAN yang dengan demikian akan

membuat ASEAN lebih dipertimbangkan dalam forum internasional dan menjadi kawasan yang disegani di dunia

Sedang tujuan ekonomi dari pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN adalah :

1) Menjadikan ASEAN sebagai pasar yang terintegrasi 2) Menjadikan ASEAN sebagai basis dan jaringan produksi yang terintegrasi

Page 30: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

30

3) Upaya mewujudkan kedua bentuk integrasi ini dimaksudkan untuk mendorong peningkatan investasi sekaligus juga peningkatan perdagangan di kawasan ASEAN

4) Memungkinkan perusahaan di ASEAN mencapai skala usaha yang ekonomis dan efesien dengan melayani pasar yang besar berpopulasi penduduk setengah miliar jiwa.

5) Memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen ASEAN dengan menyediakan berbagai jenis barang dengan harga yang lebih bersaing.

Adapun cara atau proses yang akan ditempuh dalam mewujudkan Komunitas Ekonomi ASEAN adalah :

1) Menggunakan lebih intensif berbagai skema kerjasama di bidang ekonomi yang sudah tersedia seperti kerjasama mewujudkan kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA), ASEAN Investment Area (AIA), ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS)

2) Melanjutkan pendalaman mekanisme yang akan memperkuat integrasi ekonomi ASEAN

3) Memperkuat kelembagaan dengan membentuk kelembagaan non politik, seperti pembentukan mekanisme penyelesaian pertikaian bisnis, untuk mengatasi terjadinya pertikaian diantara sesama pebisnis ASEAN

Untuk mempercepat proses integrasi ASEAN, para petinggi ASEAN

sepakat untuk mempercepat integrasi 11 sektor dalam perekonomian ASEAN, yang akan berlangsung sampai tahun 2010, yang mencakup industri perkayuan, otomotif, karet, tekstil dan produk tekstil (TPT), agro, perikanan, elektronik, produk kesehatan, teknologi informasi (e-commerce), pariwisata dan penerbangan. Pengintegrasian ke 11 sektor prioritas ini merupakan proyek percontohan (pilot project) untuk mencapai terwujudnya Komunitas Ekonomi ASEAN secara penuh pada 2020. Dengan demikian, sepanjang perjalanan mencapai tahun 2010 dapat diketahui berbagai hambatan yang ada. Dengan demikian, setelah periode itu dalam menuju tahun 2020, segala hambatan dapat dieleminasi sehingga proses integrasi bisa berjalan lebih baik, lebih cepat dan lebih lancar. Dalam rangka integrasi 11 sektor ini, negara-negara ASEAN akan mengurangi berbagai bentuk hambatan tariff dan non tariff yang mengena pada 11 jenis industri ini. ASEAN BAC Konferensi Nusa Dua Bali juga menyepakati keberadaan suatu lembaga yang bertugas memberi masukan-masukan di bidang ekonomi bisnis kepada pemerintah negara ASEAN, serta cara-cara untuk meningkatkan pengintegrasian perekonomian ASEAN. Lembaga ini dikenal sebagai

Page 31: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

31

ASEAN Business Advisory Council (ABC). Setiap negara anggota ASEAN yang berjumlah 10 negara itu, menempatkan tiga wakilnya dalam lembaga ini, sehingga jumlah seluruh anggota mencapai 30 orang. Mereka mewakili perusahaan swasta, BUMN dan usaha kecil dan menengah (UKM) dari negara masing-masing. Selain berperan sebagai lembaga pemberi masukan, BAC juga akan menjadi ajang kumpul dan diskusi para pengusaha ASEAN dalam menghimpun masukan yang akan disampaikan kepada para petinggi negara ASEAN. BAC sendiri sebenarnya sudah dibentuk pada KTT ASEAN ke 7 di Brunei Darussalam. Thaksin, Perdana Menteri Thailand yang juga berlatar belakang dari kalangan pebisnis itu, berperan besar dalam mendukung pembentukan lembaga ini. Demikian pula petinggi pemerintah Singapura. Pemunculan BAC merupakan gagasan yang baik. Sebagaimana diketahui, sejak berdiri pada 1967, pihak pengusaha swasta ASEAN memang tidak memiliki wadah dan akses langsung ke dalam organisasi kerjasama regional negara-negara di Asia Tenggara ini. Pemerintah negara ASEAN seolah berjalan sendiri dan dunia usaha dianggap bisa dan siap menerima dan menjalankan, apa yang telah disepakati pemerintahnya dalam forum kerjasama ASEAN. Tetapi apa yang disepakati petinggi pemerintahan itu belum tentu sepenuhnya cocok untuk diimplementasikan oleh dunia usaha, sehingga mempengaruhi kecepatan dan kelancaran implementasi hasil-hasil kesepakatan ASEAN. Oleh karena itu, diperlukan wadah formal yang menjembatani hubungan organisasi pemerintah ASEAN dengan dunia usaha ASEAN. Sebelum konferensi Nua Dua, ASEAN BAC sudah mengadakan pertemuan sebanyak empat kali di kota satelit Putrajaya, Malaysia pada akhir september 2003. Pada rangkaian pertemuan itu, para pebisnis ASEAN membahas rekomendasi yang akan disampaikan pada para pemimpin negara ASEAN pada KTT 9 di Nusa Dua, Bali, untuk mempercepat integrasi ASEAN. Mereka tempaknya bekerja relatif cepat sehingga berhasil menelorkan masukan-masukan yang disampaikan dalam KTT Nusa Dua.

Page 32: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

32

Bab. 3. Kerjasama Dengan Mitra Dagang Asia Lainnya

(ASEAN Plus Three)

Bab ini akan membahas kerjasama ASEAN dengan mitra dagang utama dari

kawasan Asia seperti China ,dan Jepang, yang bisa berperan sebagai lokomotif

pertumbuhan negara-negara anggota ASEAN.

Kerjasama ASEAN-China

Disamping berupaya meningkatkan perdagangan intra ASEAN, negara-negara ASEAN juga merintis upaya memperluas kerjasama kawasan perdagangan bebasnya (AFTA) dengan negara-negara tetangga yang menjadi mitra dagang utamanya seperti China, India dan Jepang. Studi yang dilakukan Scollay dan Gilbert (2002) menunjukkan bahwa GDP ASEAN akan meningkat 0.9% pertahun apabila mengadakan perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Arrangement/FTA) dengan China. Sedangkan pemberlakukan FTA ASEAN dengan Jepang akan meningkatkan GDP ASEAN 1.1% pertahun. Dalam studi yang sama dinyatakan, GDP ASEAN diperkirakan dapat meningkat 1.5% pertahun apabila FTA ASEAN diperluas cakupannya menjadi ASEAN Plus Three (China, Jepang dan Korea).

Potensi peningkatan GDP yang positif bagi ASEAN, apabila melakukan FTA dengan negara-negara di Asia Timur, dapat dipahami mengingat peningkatan volume perdagangan yang mungkin tercipta melalui upaya perluasan kerjasama kawasan pasar bebas ASEAN dengan mitra dagang utamanya di Asia. Pasar China yang berpenduduk 1.2 milyar dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa berhenti selama 10 tahun terakhir ini akan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi di Asia Timur. Demikian juga Jepang dengan penduduk sekitar 120 juta jiwa dan tingkat pendapatan yang sangat tinggi, menjadi tempat yang potensial bagi pemasaran produk-produk ekspor ASEAN.

Negara-negara ASEAN dan China sudah menjalin hubungan perdagangan

yang erat sejak berabad-abad yang silam. Tiga negara di Asean yaitu Myanmar, Laos dan Vietnam berbatasan secara langsung dengan China. Pada awalnya, negara-negara ASEAN mengekspor produk-produk rempah-rempah ke Cina dan mengimpor sutera dan bahan pakaian dari China. Saat ini, pola perdagangan mengalami perubahan, dimana ASEAN mengekspor produk-produk elektronik, minyak mentah, minyak dan lemak nabati, karet alam, dan sebagainya serta mengimpor produk-produk elektronik, produk kimia, textil,

Page 33: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

33

seng, dlsb, dari China.

Perdagangan ASEAN-China mengalami puncak pada tahun 2000 dengan total US$. 61.5 milyar dan kemudian menurun menjadi US$. 42.7 milyar tahun 2002. Singapura adalah negara ASEAN yang memiliki perdagangan terbesar dengan China diikuti dengan Malaysia dan Thailand.

Kesepakatan ASEAN-China FTA ditandatangani tahun 2002 di Kambodya dimana disepakati untuk mewujudkan ASEAN-China FTA pada tahun 2010 untuk ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand) dan 2015 untuk ASEAN-4 (Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam). Dalam rangka memperlancar kerjasama ASEAN-China ini, disepakati juga implementasi Early Harvest Program (EHP) yaitu melakukan liberalisasi dini untuk produk pertanian selambat-Iambatnya 2007 dan dimulai awal 2004.

Dalam talian ini, terdapat 478 produk dalam HS 8 digit yang masuk dalam

skema EHP dan berlaku untuk semua ASEAN-China. Akan tetapi, dilakukan juga kesepakatan bilateral masing-masing untuk menentukan beberapa produk sensitif yanq penurunan tarifnva hanva berlaku secara unilateral antara China dan masing-masing negara. Khusus dengan lndonesia disepakati sebanyak 49 produk yang masuk dalam skema EHP.

ASEAN-Jepang

Secara geographis, ASEAN dan Jepang tidak memiliki perbatasan darat karena kedua wilayah dipisahkan oleh Laut China Selatan. Perdagangan ASEAN dan Jepang merupakan terbesar dari seluruh mitra dagang ASEAN yang sudah menyepakati perwujudan integrasi ekonomi regional dengan ASEAN. Hal ini disebabkan pasar Jepang sangat besar, dengan jumlah penduduk yang mencapai sekitar 120 juta jiwa dan memiliki pendapatan per kapita yang tinggi. Disamping itu, Jepang merupakan negara terbesar kedua yang melakukan investasi di kawasan ASEAN setelah Amerika Serikat.

Perdagangan ASEAN - Jepang mengalami puncak pada tahun 2002,

mencapai sebesar US$. 120,3 milyar dan mengalami penurunan menjadi US$. 97.6 tahun 2002. Produk utama ekspor ASEAN ke Jepang adalah gas alam, produk elektronik, petroleum, produk hasil laut, plywood, furniture, dan tembaga. Sedangkan produk impor utama ASEAN dari Jepang adalah Produk elektronik, mesin-mesin, otomotif, aluminium dan bahan bangunan. Sampai tahun 2001, Singapura merupakan mitra dagang utama Jepang di ASEAN. Akan tetapi pada tahun 2002, Thailand tampil menjadi negara mitra dagang utama

Page 34: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

34

Jepang di ASEAN, disusul Singapura dan Malaysia. Rencana liberalisasi perdagangan antara ASEAN dengan Jepang juga telah

disepakati pada tahun 2003 di Bali dengan istilah ASEAN-Jepang Comprehensive Economic Partnership (CEP). economic partnership ini mencakup liberalisasi di -bidang barang dan jasa, invetasi dan tenaga kerja terampil, dan kerjasama di bidang ekonomi. Target waktu pencapaian ASEAN-Jepang CEP belum ditetapkan, tetapi disepakati untuk segera melakukan negosiasi pada awal tahun 2004 dan selesai selambat-Iambatnya akhir tahun 2005. '

Sedikit berbeda dengan pola ASEAN-China FTA dan ASEAN-India FTA, ASEAN-Jepang CEP akan dilaksanakan secara bilateral. Hal ini disebabkan pihak Jepang melihat tingkat kesiapan masing-masing negara anggota ASEAN dalam melaksanakan CEP berbeda-beda. Singapura dan Jepang sudah menandatangani bilateral FTA pada tahun 2001, atau dua tahun sebelum disepakatinya ASEAN- Jepang CEP.

Prosedur penyelesaian bilateral FTA ini adalah melalui tahapan diskusi

intensif, studi bersama, dan negosiasi. Pada saat ini Jepang sedang melakukan negosiasi secara bilateral dengan Thailand, Malaysia dan Philipina dalam mencapai bilateral FTA. Sedangkan antara Jepang dengan Indonesia, status pada saat ini belum pada tahap negosiasi masih dalam tahap diskusi intensif menuju negosiasi pembentukan FTA.

ASEAN-India

Walaupun secara geografis, India berbatasan langsung dengan ASEAN hanya dengan satu negara anggota ASEAN, yakni Myanmar, tetapi perdagangan langsung antara India dengan negara anggota ASEAN lainnya sudah berlangsung sejak berabad-abad. Sejarah dunia mencatat bahwa perdagangan Asia dengan India dimulai dengan perdagangan rempah-rempah dan sutra yang ditandai dengan banyaknya pedagang India yang membuka hubungan perdagangan dan bahkan kemudian menetap dan membuka usaha dagang diberbagai negara di kawasan Asia Tenggara.

Perdagangan ASEAN dengan India terus meningkat dari tahun ke tahun dan mencapai puncaknya pada tahun 2002. Malaysia merupakan negara mitra dagang utama India di ASEAN, diikuti Singapura dan Indonesia. Produk ekspor utama ASEAN ke India adalah minyak nabati, petroleum, produk elektronik, benang, tekstil dan tembaga. Sedangkan produk impor utama ASEAN dari India adalah produk elektronik, makanan ternak, batu-batuan, permata dan gandum.

Page 35: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

35

Kesepakatan kerjasama ekonomi ASEAN-India ditandatangani oleh

kepala pemerintahan negara-negara ASEAN dan PM India di Bali tahun 2003, dengan target mencapai terbentuknya perdagangan bebas pada tahun 2011 untuk ASEAN-5 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand), tahun 2016 untuk Philipina dan tahun 2017 untuk ASEAN-4 (Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam). ASEAN-India sepakat untuk membentuk ASEAN-India Trade and Investment AREA (RTIA). Tujuan RTIA ASEAN-India adalah :

• Memperkuat dan meningkatkan kerjasama investasi, perdagangan

dan ekonomi diantara para anggotanya, • Liberalisasi dan promosi perdagangan barang, jasa dan investasi

untuk menciptakan transparansi, liberalisasi dan fasilitasi,

• Memperluas bidang-bidang baru yang mengembangkan kebijakan

yang tepat untuk implementasi kerjasama ekonomi diantara anggotanya,

• Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif untuk negara

anggota ASEAN baru (Myanmar, Kamboja, Laos dan Vietnam),

• Menjambatani kesenjangan pembangunan dan ekonomi diantara para

anggotanya. Adapun tujuan jangka panjang RTIA ASEAN-India adalah mewujudkan kawasan perdagangan bebas (Free Trade AREA/FTA) atau ASEAN-India FTA, yang akan diperluas mencakup bidang perdagangan barang, jasa dan investasi serta meningkatkan kerjasama ekonomi ASEAN-India secara berkesinambungan.

Sebagaimana halnya dengan ASEAN-China FTA, dalam ASEAN-India FTA (dalam konteks kerjasama dengan ASEAN-India) juga disepakati penerapan Early Harvest Program (EHP) yang mencakup produk-produk yang didahulukan penurunan tarifnya. Produk yang masuk EHP disusun dalam suatu Common List yang terdiri dalam dua daftar produk, yakni Daftar A dan Daftar B. Dalam daftar A terdapat 105 produk dalam HS 6 digit, yang berlaku untuk India dan ASEAN-6. Sedangkan dalam daftar B terdapat 111 produk HS 6 digit yang hanya berlaku untuk India dan negara-negara CLMV (Cambodya, Laos, Myanmar dan Vietnam).

Page 36: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

36

Rentang waktu pelaksanaan EHP telah disepakati, yakni mulai 1

November 2004 hingga 31 Oktober 2007. Sedang rentang waktu untuk penurunan tarif pada produk-produk yang masuk ke dalam Normal Track (jalur normal) disetujui mulai 1 Januari 2006 sampai dengan 2011 bagi ASEAN 5, sedang untuk Filipina berlaku sampai 20016. Khusus untuk negara ASEAN yunior seperti Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam, disetujui rentang waktu pelaksanaan EHP dari 1 Januari 2006 – 2016, namun dengan awal tingkat tariff yang lebih tinggi.

Didalam konsep ASEAN-India FTA juga dikenakan Ketentuan Asal

Barang (Rules of Origin/ROO). Barang-barang ASEAN-India yang dapat memanfaatkan fasilitas FTA ini adalah barang buatan ASEAN-India dengan ketentuan (menurut versi ASEAN) memiliki kandungan local ASEAN setidaknya 40 %. Sedang India menghendaki lebih besar dari 40 %. Perbedaan ini menyebabkan implementasi kesepakatan ASEAN-India FTA masih menungguh tercapainya kesepakatan khusus mengenai besaran ROO ini, yang harus disetujui kedua belah pihak. ASEAN sendiri, dalam konteks AFTA mensyaratkan adanya kandungan ASEAN setidaknya harus 40 %, barulah produk negara anggota ASEAN tersebut dapat memanfaatkan fasilitas penurunan tarif dalam rangka AFTA. Oleh karena itu, ASEAN juga berkeinginan menggunakan besaran ROO yang sama dalam konteks ASEAN-India FTA. Selain membentuk FTA, ASEAN-India juga berencana untuk mengembangkan kerjasama ekonomi dengan cakupan luas meliputi bidang-bidang berikut :

1. Kejasama dalam rangka fasilitasi perdagangan antara lain meliputi penuntasan prosedur akreditasi dan pengaturan teknik standar, penyesuaian kebijakan non tariff, kerjasama kepabeanan, serta fasilitas travel dan visa bisnis.

2. Kerjasama sektoral antara lain meliputi kerjasama di bidang pertanian,

perikanan dan kehutanan; jasa media dan hiburan; kesehatan, perbankan, pariwisata, konstruksi, pertambangan dan enerji, penyedian tenaga pembangkit, ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi dan komunikasi, e-commerce, bioteknologi, lingkungan dan transportasi.

3. Kerjasama bidang industri antara lain mencakup; industri otomotif,

farmasi, tekstil dan pakaian jadi, pengolahan makanan, barang dari kulit, elektornika, perhiasan dan permata. Bidang sumberdaya manusia

Page 37: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

37

meliputi; pelatihan untuk para pebisnis, pengembangan usaha kecil dan menengah serta program alih tenologi.

4. Kerjasama promosi dan investasi mencakup pelaksanaan kegiatan

pameran, pembuatan situs internet AEAN-India, dan pengembangan dialog antar pebisnis ASEAN-India.

Page 38: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

38

Bab. 4.

Dilema Hubungan dengan Australia dan Myanmar Kerjasama pembentukan FTA ASEAN dengan negara Asia Timur (China, Jepang dan Korsel) telah mengalami kemajuan pesat. Hanya yang patut disayangkan, mengapa pengembangan kerjasama FTA dengan Australia belum sepesat kerjasama ASEAN dengan ketiga lokomotif Asia itu, padahal Australai merupakan tetangga terdekat. Keinginan untuk memperluas zona perdagangan bebas dengan Australia sebenarnya ada dan kembali ditegaskan pada pertemuan para menteri ekonomi ASEAN dengan Australia dan Selandia Baru pada bulan Oktober 2004. Kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan pembahasan teknis pelaksanaan zona perdagangan bebas ASEAN dengan Australia dan Selandia Baru di KTT ASEAN ke 10. Diharapkan kesepakatan zona perdagangan bebas dengan Australia ini akan tercapai pada 2007, khususnya dengan enam anggota senior ASEAN (Singapura, Malaysia, Thailand, Brune, Indonesia dan Filipina). Sedang untuk empat anggota ASEAN lainnya (Vietnam, Laos, Kamboja, Myanmar) akan dimulai tahun 2012. Jadwal palaksanaan yang berbeda ini karena kesiapan dua kelompok anggota ASEAN ini relatif berbeda, dimana anggota senior ASEAN itu lebih maju tingkat perekonomiannya dibanding dengan anggota yunior ASEAN tersebut, sehingga siap lebih dahulu mengimplementasikan zona perdagangan bebas dengan Australia dan Selandia Baru.

Namun banyak kalangan masih sangat meragukan itikad dan kesungguhan Australia dalam menjalin kerjasama ekonomi dengan ASEAN. Apalagi membentuk sebuah zona perdagangan bebas. Australia sendiri tampaknya masih tetap bersemangat untuk mengembangkan kerjasama dengan ASEAN. Dalam sambutannya dalam peringatan 30 tahun hubungan ASEAN-Australia di Parliament Houses, Canberra, 15 April 2004, Menlu Australia, Alexander Downer menyatakan, sebagai negara mitra ASEAN yang pertama, pada 1974, Australia telah memberikan banyak dan masih siap berbuat banyak bagi ASEAN. ASEAN yang padat penduduk dan Australia yang padat modal bisa saling melengkapi. Dalam pada itu, sumber di Kementerian Luar Negeri Australia menyatakan, Australia berharap sebaiknya kerjasama ASEAN Plus Tiga (Plus China, Jepang dan Korsel) dikembangkan menjadi ASEAN Plus Lima (ditambah Australia dan Selandia Baru). Australia siap bergabung, menunggu ajakan ASEAN dan semua ini bergantung pada ASEAN. Persoalannya, mengapa ASEAN cenderung mengembangkan kerjasama ASEAN Plus Tiga ketimbang Plus Lima ?

Page 39: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

39

Mari kita simak apa yang terjadi di dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) 10 ASEAN yang diselenggarakan pararel dengan KTT ASEAN Plus Tiga (China, Jepang dan Korsel), di Vientiane, Laos pada bulan November 2004. KTT ini telah menghasilkan kesepakatan yang cukup mengejutkan. Pertama disepakati percepatan pembentukan zona perdagangan bebas ASEAN-China menjadi tahun 2010. Kesepakatan ini menyebabkan Jepang dan Korsel juga terdorong untuk mempercepat pembentukan zona perdagangan bebas dengan ASEAN. Dengan Korsel disepakati pembentukan FTA pada tahun 2009. sedang dengan Jepang dipastikan akan dibentuk sepenuhnya pada 2012. Bila negara Asia Timur menunjukkan reaksi yang cepat dengan semangat dan antuasias yang besar untuk mewujudkan zona perdagangan bebas dengan ASEAN, dalam KTT itu sikap Australia malah terkesan masih lamban, tidak sesigap pesaingnya dari Asia Timur.

Selain itu, dalam KTT ASEAN di Laos juga disepakati penyelenggaraan

KTT Asia Timur (East Asian Summit/EAS) yang pertama pada tahun 2005 bertempat di Kuala Lumpur, Malaysia. Yang paling bersemangat untuk mewujudkan Komunitas Ekonomi Asia Timur tampaknya Malaysia dan Singapura. Selepas KTT Laos, di Kuala Lumpur pada bulan Desember 2004 diselenggarakan pertemuan para tokoh Asia dalam rangka membahas lebih lanjut rencana pelaksanaan KTT Asia Timur 2005 di Kuala Lumpur. Hadir dalam pertemuan itu antara lain PM Malaysia, Badawi, mantan petinggi Malaysia Mahathir Mohamad dan mantan Presiden Korsel, Kim Dae Jung. Pada kesempatan itu, Mahathir menyatakan KTT Asia Timur harus segera berjalan yang melibatkan pihak China, Korsel dan Jepang. Namun Australia dan Selandia Baru tidak perlu diikutkan, karena menurut Mahathir, kedua negara itu secara etnis bukan Asia, melainkan keturunan Eropa, dan tidak mau melepaskan sikap hostile pada Asia. Kendati sudah lengser dari jabatan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir masih memiliki pengaruh politik yang kuat di pemerintahan Malaysia, sehingga dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri negara jiran ini dan melalui poros ini mempengaruhi institusi ASEAN. Selama ini Mahathir memang terkesan mengambil posisi berseberangan dengan Australia dan AS. Apalagi Mahathir memiliki obsesi merangkul Timur (Asia) ketimbang Barat.

Sejarah terbentuknya Australia sebagai suatu negara berdaulat diawali oleh pendaratan Armada Pertama Inggris yang terdiri dari 11 kapal dan 1.500 pasukan, dibawah pimpinan Kapten Arthur Phillips, Botani Bay (kini bernama Sydney Harbor) pada 26 Januari 1778. Tanggal pendaratan Kapten Phillips ini kemudian dijadikan Hari Nasional Australia. Pada masa itu benua Australia dihuni sekitar 300.000 orang Aborigin, suku asli Australia dan orang-orang dari pulau-pulau di sekitar Selat Torres. Perang kemerdekaan Amerika Serikat pada 1775 membuat Inggris, atas saran Sir Joseph Banks dan Kapten James Cook yang

Page 40: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

40

pernah berlayar ke Australia, menjadikan benua temuan baru itu sebagai tempat penampungan orang hukuman. Setelah itu, selama kurun waktu 80 tahun tercatat sekitar 160.000 orang hukuman dibuang ke Australia. Bersamaan dengan itu terjadi migrasi dari bangsa Inggris (termasuk Irlandia) ke Australia sekitar 50.000 orang pertahun, yang tertarik dengan demam usaha tambang emas, sehingga pada 1940an jumlah pendatang dari Barat itu mencapai sekitar 7 juta orang. Ekspansi bangsa Barat ini telah mendesak esksitensi penduduk asli Aborigin dan bahkan mengambilalih milik mereka. Usai PD II sekitar 6 juta imigran dari berbagai negara masuk dan bermukim di Australia. Berdasarkan sensus 2001, penduduk Australia berjumlah 18.769.791 jiwa. Komposisinya terdiri dari penduduk asal Inggris sebanyak 1. 036.437 jiwa (5,5 %), menyusul Selandia baru sebanyak 355.684 jiwa ( 1,9 %), Italia 218.754 jiwa (1,2 %), Vietnam 154.831 jiwa (0,8 %), China 142.717 jiwa (0,8 %), Yunani 116.531 jiwa (0,6 %), Jerman 108.238 jiwa (0,6 %), Filipina 103.989 jiwa (0,6 %), India 95.456 jiwa (0,5 %), dan Belanda 83.249 (0,4 %). Sisanya terdiri dari berbagai bangsa pendatang lainnya. Dari segi kedekatan jarak geografisnya, Australia memang tetangga terdekat ASEAN. Bahkan dengan Indonesia merupakan tetangga langsung. Namun sering terjadi kesalahpahaman dalam hubungan bilateral Australia dengan Indonesia dan negara ASEAN lainnya. Negara tetangga yang mayoritas penduduknya berkulit putih ini sering dilihat sebagai bagian dari negara barat, ketimbang bagian dari kawasan Asia. Tradisi Australia yang sangat ke-Inggris-an, termasuk sistem politiknya, kebebasan demokrasi dan pers ala Barat, memang membuat Australia tampak sangat ke-Barat-baratan bagi negara tetangganya di Asia Tenggara. Selain itu, Australia sering dianggap Barat karena negara itu secara simbolis masih berada dibawah kekuasaan Inggris. Australia masih menganggap Ratu Elizabeth II sebagai kepala negara yang keberadaannya di kawasan Timur jauh ini diwakili oleh seorang Gubernur Jenderal yang berkedudukan di negeri Kanguru ini. Sedang Perdana Menteri Australia hanya berperan sebagai kepala pemerintahan saja. Wacana untuk membentuk Republik Australia sebenarnya pernah muncul pada dekade 1960an dan gagasan ini kemudian diperjuangkan dalam kanca politik oleh mantan PM Australia Paul Keating pada 1993, namun ternyata gagal. Kendati demikian, gagasan untuk membentuk Republik Australia belum hilang sepenuhnya dari atmosfir kehidupan bernegara di Australia.

Sikap politik Australia dinilai terlampau memihak ke Barat ketimbang ke Timur (Asia). Australia bersama Selandia Baru memang memiliki kelengketan dengan Amerika Serikat karena terikat pada pakta pertahanan bersama yang dikenal dengan nama Pakta ANZUS yang ditandatangani pada 1951 dan diperbaharui dalam deklarasi Sydney pada 1996. Pasukan Australia terlibat bersama AS di Perang Korea, Vietnam, Perang Teluk dan Somalia. Tak heran

Page 41: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

41

jika, Australia dinilai bangsa Asia lebih mendekat ke Barat ketimbang dengan bangsa Asia tetangga terdekatnya. Terlebih lagi sebagian warga Australia (keturunan Barat) masih ada yang bersikap rasialis dan diskriminatif terhadap suku bangsa asli Australia (Aborigin) dan bangsa pendatang dari wilayah Asia di negerinya. Sementara pemerintah Australia juga dinilai kurang bersungguh-sungguh dalam menjalin hubungan dengan Asia. Tak heran jika pemimpin ASEAN sekelas Mahathir bersikap sinis dan pesimis terhadap kesungguhan Australia dalam menjalin kerjasama ekonomi dengan ASEAN.

Orientasi Keamanan Tampaknya Australia lebih tertarik untuk lebih cepat mewujudkan kerjasama keamanan, ketimbang kerjasama ekonomi dengan ASEAN, khususnya dengan Indonesia. Pihak Australia kembali membuat pernyataan provokatif menyangkut gagasan pengembangan kerjasama keamanan, sehari setelah kemenangan Partai Liberal dibawah John Howard pada Pemilu 2004. Menlu Australia Alexander Downer melontarkan gagasan mengejutkan untuk membentuk kerjasama keamanan baru dengan Indonesia. Ini merupakan pakta militer yang lebih luas dari sekedar kerjasama kontra terorisme yang telah dilakukan sejak 2002, yang meliputi kombinasi kerjasama pertahanan dan operasi kepolisian yang memungkinkan Australia mengirim pasukan atau polisi anti terornya ke wilayah Indonesia, dan melakukan tindakan pre-emtif atau aksi pembebasan korban yang disandera teroris di wilayah teritorial Indonesia. Menanggapi pernyataan Australia itu Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, Indonesia tidak akan mengizinkan Australia menempatkan pasukan keamanannya di Indonesia, apalagi melakukan serangan pre-emptif terhadap ekstrimis di Indonesia, sebagaimana yang diharapkan Australia. Kehadiran aparat keamanan Australia di Indonesia yang berlebihan bisa dipandang sebagai suatu bentuk intervensi asing terhadap Indonesia. Gagasan Australia ini sempat membuat munculnya reaksi keras dari berbagai kalangan. Apalagi sebelum itu, Indonesia sempat dibuat terkejut oleh penyingkapan rencana Australia memperkuat sistem pertahanan udaranya dengan membeli peluru kendali yang mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Tak pelak lagi, Indonesia merasa terusik ketenangannya karena berada dalam jangkauan tembakan rudal Australia yang akan dipasang pada tahun 2007. Gagasan Australia untuk membuat pakta pertahanan perlu dikaji mendalam. Terlebih lagi, gagasan Australia ini ditentang oleh negara-negara ASEAN lainnya karena tidak sejalan dengan konsep kedaulatan negara, dimana pihak asing tidak diperkenankan memasuki wilayah suatu negara berdaulat, tanpa izin dari pemerintah yang bersangkutan. Apalagi menjalankan operasi

Page 42: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

42

militer di wilayah negara itu. Jika yang diinginkan Australia benar adalah membentuk semacam pakta pertahanan, jelas hal itu sulit diwujukan karena diluar kebiasaan dan tidak dimungkinkan oleh kebijakan politik luar negeri RI yang bebas aktif. Yang sudah berlangsung selama ini adalah kerjasama militer dan kontra terorisme RI dan Australia yang antara lain meliputi kegiatan pertukaran informasi intelijen, pengiriman tenaga ahli forensik dalam penyidikan kasus bom dan tindak terorisme di Indonesia.

Memang, pernah ada kerjasama keamanan RI-Australia di masa pemerintahan Orde Baru yang dibuat pada 1995, tetapi kemudian dianulir pemerintah RI pada 1999 menyusul perkembangan yang terjadi di Timor Timur (Timtim) pasca Jajak Pendapat (Referendum) Timtim. Pada waktu itu Australia bersama Portugal menjadi lawan Indonesia, berada di posisi terdepan mendukung kemerdekaan Timor Timur dari NKRI. Apalagi sebelum itu hubungan Australia dengan Indonesia sempat kurang baik, karena pemerintah Australia memberikan suaka kepada pelarian asal Timtim. Setelah Referendum berhasil, Australia kelihatannya berupaya memperkuat pijakannya di Timor Timur. Bahkan Australia menjadi pemimpin Pasukan Penjaga Perdamaian PBB tanpa mempertimbangkan sensitifitas perasaan bangsa Indonesia kala itu. Namun setelah pemerintahan Timor Leste terbentuk, bantuan ekonomi yang dijanjikan Australia dan Portugal bagi Timor Timur jauh dari kenyataan. Perhatian Australia pada Timor Timur pun memudar. Bagi masyarakat Australia, terutama sejak terjadinya peristiwa serangan teroris pada Menara Kembar World Trade Center (WTC) di AS pada 11 September 2001 dan serangan teroris dengan peledakan bom Bali pada tahun 2002 yang merengut 202 nyawa manusia, termasuk 88 orang warga Australia, Indonesia (yang ditengarai sebagai gudang teroris) masih dianggap ancaman bagi masyarakat Australia. Dalam sebuah jajak pendapat yang dilakukan ASPI (Australian Strategic Policy Institute) pada 25 Agustus 2004, di mata publik Australia, Indonesia ternyata masih dianggap sebagai ancaman utama. Dari pooling yang dilaksanakan oleh satu tim dibawah koordinasi Ian McAllister dari Australian National University ini, kita mengetahui bahwa public distrust ternyata masih saja membayangi-bayangi di tengah hubungan persahabatan Indonesia-Australia yang sempat mengalami pasang surut itu. Kalau kita menengok sejarah di masa lampau, pembentukan pakta pertahanan di kawasan Asia Tenggara sebenarnya pernah terjadi. Untuk membendung penyebaran paham komunisme di Asia Tenggara (setelah mundurnya Perancis dari Vietnam pada 1954), dibentuklah SEATO (Southeast Asia Treaty Organization) yang anggotanya terdiri dari Filipina, Thailand, Pakistan, Australia, Selandia Baru, Inggris, Perancis dan AS). Tahun 1973 pasca mundurnya AS dari perang Vietnam, nasib SEATO memudar dan akhirnya

Page 43: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

43

resmi dibubarkan pada 1977. Kebutuhan akan pakta pertahanan semacam SEATO ini semakin dirasakan kurang diperlukan, sejak perang dingin berakhir, setelah Glasnot dan Perestroika yang melanda Uni Soviet membuat raksasa komunis itu terpecah menjadi negara-negara kecil dan menyisahkan Rusia yang tidak lagi tertarik menyebarkan hegemoni komunismenya ke manca negara. Belakangan kebutuhan akan keamanan dikaitkan dengan merebaknya ancaman terorisme transnasional yang beroperasi tidak mengenal batas-batas negara. Namun kalangan pengamat menyatakan, yang amat relevan dewasa ini sebenarnya bukan membentuk pakta pertahanan yang melibatkan Australia dengan Indonesia atau ASEAN secara keseluruhan, melainkan penandatanganan Treaty of Amity and Cooperation (TAC) in Southeast Asia oleh pihak Australia, sebagai bentuk sumbangsih negara tetangga ASEAN ini bagi pembinaan keamanan di kawasan Asia Tenggara dan Australia. TAC yang sudah berkembang sejak ditetapkan di Bali pada 24 Februari 1976 hingga protocol amandemen ke dua di Manila 28 Juli 1998 merupakan akses atau pntu masuk penting dan code of conduct bagi Australia untuk masuk dan mengembangkan kerjasama yang lebih luas dan mendalam dengan Indonesia dan ASEAN, tidak hanya di bidang keamanan, namun juga dalam bidang ekonomi. TAC adalah kuncinya. Sayangnya, hal ini masih diabaikan oleh Australia. Padahal, negara-negara lain seperti Jepang, China, bahkan Rusia telah mengajukan dan menandatangani TAC bersama ASEAN. Bagaimana mungkin Australia membentuk FTA dengan ASEAN, sementara menanda tangani TAC saja Australia belum bersedia. Tak heran jika itikad baik Australia untuk menjalin hubungan kerjasama dengan sungguh-sungguh bersama Indonesia dan ASEAN, banyak dipertanyakan, atau diragukan oleh kalangan pemerhati ASEAN. Bahkan ada yang menduga Australia memiliki agenda tersendiri yang membebaninya sebagai deputy sheriff AS di Asia, dalam membina kerjasama pertahanan dan keamanan dengan anggota ASEAN.

Pola hubungan lama bentukan “the strange neighborhood” tampaknya

perlu segera ditinggalkan oleh Australia dan digantikan dengan pola kerjasama yang lebih memahami Asia, khususnya ASEAN dan tetangga terdekatnya, Indonesia. Australia perlu segera menandatangani TAC dengan ASEAN sebagai suatu bentuk kongkrit keseriusan Australia untuk mengikat komitmen menjalin kerjasama ekonomi yang serius dengan ASEAN. Keraguan Australia untuk menandatangani TAC dengan ASEAN hanya akan menjadi boomerang yang kontraproduktif bagi Australia. Persepsi yang keliru, rasa curiga, ketidak percayaan politik di kalangan pemerintah bahkan masyarakat Australia akan terus membayang-bayangi hubungan Australia dengan Perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara ini.

Page 44: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

44

Australia ternyata masih sangat berafiliasi dan terlampau mengandalkan kekuatan ekonomi AS dan Uni Eropa. Padahal dari segi geografis Australia bertetangga paling dekat dengan ASEAN ketimbang Uni Eropa di belahan bumi bagian barat dan AS di Pasifik. Australia tidak bisa mengabaikan kedekatan eksistensi ASEAN. Jika Australia masih bersikap ekslusif, dalam jangka panjang Australia akan tertinggal oleh gerbong pertumbuhan kawasan Asia yang dimotori oleh penggalangan kerjasama ekonomi dan pembentukan zona perdagangan bebas ASEAN dengan China, Jepang, Korsel dan India. Australia akan berhadapan bukan hanya dengan kekuatan ekonomi ASEAN melainkan seanteroa kekuatan ekonomi Asia (ASEAN Plus Asia Timur dan India) yang merupakan kawasan dunia yang berkembang paling dinamis di millennium baru ini. Persoalan Myanmar

Myanmar yang luas wilayahnya mencapai 678.500 km2 dengan jumlah penduduk pada 2003 sebanyak 42.510.0537 jiwa menjadi anggota ASEAN pada tahun 1997 bersamaan dengan masuknya Laos. Namun eksistensi Myanmar dalam tubuh ASEAN membawa permasalahan tersendiri bagi ASEAN. Myanmar ibarat duri dalam daging. Pasalnya, rezim yang berkuasa di negeri yang ibu kotanya bernama Yanggon ini, mengabaikan penegakan demokrasi dan hak azazi manusia (HAM) yang sangat dituntut oleh negara-negara mitra ASEAN dan dunia internasional. Rezim militer yang berkuasa di Myamar sejak 1962 sangat menentang perjuangan tokoh gerakan prodemokrasi, Aung San Suu Kyi yang dinilai mengancam kelangsungan hegemoni militer di tubuh pemerintahan Myanmar. Suu Kyi dituduh Junta Militer sebagai boneka Barat, AS, Inggris dan kekuatan asing lainnya yang hanya ingin mengeruk kekayaan alam yang tersimpan dalam perut bumi negeri yang merdeka dari penjajahan Inggris pada 4 Januari 1948. Gerakan prodemokrasi yang dipimpin Suu Kyi kemudian ditumpas oleh Junta Militer pada 1988. Namun Suu Ki terus berjuang menegakkan demokrasi di Myanmar dan kemelut penegakan demokrasi di Myanmar terus berlangsung.

Kendati Partai Liga Nasional Demokrasi (LND) yang dipimpin Suu Kyi mendapatkan dukungan simpati dari dunia internasional dan berhasil keluar sebagai pemenang mutlak dalam pemilihan umum 1990, namun Junta Militer tetap menghambat Suu Kyi memimpin negara yang tergolong masih terbelakang ini. Bahkan Suu Kyi akhirnya sudah tiga kali dikenakan tahanan rumah yang keseluruhannya telah berlangsung selama tujuh tahun di Yangoon. Suu Kyi pun menjadi tahanan politik yang paling kesohor di dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan prihatin atas kondisi demokrasi di Myanmar dan penahanan para aktivis prodemokrasinya. Sekjen PBB, Kofi Annan mengimbau rezim militer Myanmar agar Suu Kyi dibebaskan dan mengirim utusan

Page 45: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

45

khususnya untuk melunakkan sikap Junta Militer, namun upaya ini juga belum menghasilkan perubahan.

Penahanan Suu Kyi dan pemberangusan gerakan prodemokrasi di

Myanmar, membuat ASEAN (di semua forum yang terkait ASEAN) berada di posisi yang serba sulit, antara membela sesama anggota ASEAN, dengan memenuhi tuntutan mitra ASEAN. Myanmar pun terus mendapatkan tekanan dari dunia internasional dan ASEAN kecipratan eksesnya. Apalagi Myanmar pada 2006 mendapat giliran menjadi Ketua panitia Tetap ASEAN dan sekaligus menjadi tuan rumah dari perhelatan penting seperti Pertemuan Tahunan ke 39 Menteri Luar Negeri ASEAN dan Negara Mitra Dialog, serta pelaksanaan ASEAN Regional Forum (ARF) ke 13. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi dalam pertemuan-pertemuan itu jika Myanmar tetap pada sikapnya yang serba kaku.

Ketegangan hubungan ASEAN dengan Mitra Dialognya, khususnya Uni

Eropa dan AS, yang dipicu oleh persoalan Myanmar, sebenarnya sudah terjadi sejak sebelum Myanmar menjadi negara angota ASEAN. Negara-negara mitra dialog cenderung tidak menghendaki ASEAN menerima Myanmar sebagai anggota. Namun para petinggi negara ASEAN kala itu sangat terobsesi dengan cita-cita membentuk ASEAN 10, yakni ASEAN yang lengkap terdiri dari 10 negara di kawasan Asia Tenggara (dimana Myanmar termasuk didalamnya), sesuai dengan Deklarasi ASEAN yang dikeluarkan pada KTT ASEAN di Bangkok tahun 1967. Pertentangan terbuka ASEAN dengan Mitra Dialognya (yang terdiri dari Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Korsel, Australia, Selandia Baru dan Kanada) semakin mencuat ke permukaan pada Pertemuan Menlu ASEAN dan Mitra Dialog yang diselenggarakan pada 1993. Sikap Junta Militer Myanmar yang terang-terangan menolak memberikan kesempatan bagi Suu Kyi untuk memerintah setelah kemenangan mutlak LND pada Pemilu Myanmar, membuat duinia internasional semakin gusar terhadap Myanmar. Apalagi kemudian penguasa militer menahan Suu Kyi dan beberapa tokoh prodemokrasi dan sekitar 4000 tahanan politik lainnya yang djebloskan ke berbagai penjara di seantero negeri itu. Mulai saat itu, negara-negara Mitra dialog ASEAN mengenakan sangsi ekonomi kepada Myanmar, sampai negara itu bersedia menegakkan demokrasi dan HAM.

ASEAN memang mengambil risiko berhadapan dengan negara Mitranya

dengan mengundang Myanmar sebagai tamu ke Pertemuan Menlu ASEAN ke 37 di Bangkok Thailand dan belakangan dengan menerima Myanmar sebagai anggota pada 1997. Banyak pengamat internasional memperkirakan, keluwesan gerak ASEAN dalam negosiasi internasional akan terhambat oleh masuknya Myanmar yang anti demokrasi dan HAM itu, ASEAN akan menjadi asaran tembak negara-negara prodemokrasi dan Ham, ASEAN ibarat memegang bola

Page 46: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

46

panas sehingga harus saling lempar bola panas tersebut diantara negara anggota, bahkan ada yang menilai kehadiran Myanmar dalam ASEAN sudah ibarat duri dalam daging (yang bila tetap keras pala alias tidak mau berubah dan tidak dicabut keluar) akan terus mendatangkan masalah bagi ASEAN secara keseluruhan. Ramalan para pengamat internasional itu ternyata menjadi kenyataan, Myanmar tetap jalan ditempat dalam proses penegakan demokrasi dan ASEAN mau tidak mau terkena getahnya.

Masalah Myanmar juga sempat menjadi permasalahan yang hangat

dalam Konferensi Asia-Eropa (ASEM) 8-9 Oktober 2004. Konferensi ini hampir menemui jalan buntu karena Uni Eropa menolak kehadiran Myanmar yang tidak juga mau melepaskan Suu kyi dan masih melakukan penindasan terhadap gerakan demokrasi dan HAM. Namun berkat lobi yang intensif dari PM Myanmar, Khin Nyut, terhadap negara-negara ASEAN, khususnya kepada sesama anggota yunior ASEAN (Vietnam, Laos dan Kamboja), konferensi ASEM itu akhirnya bisa juga berjalan dengan kehadiran Myanmar. ASEAN sendiri menginginkan Myanmar diikutsertakan dalam Konferensi tersebut agar pihak Myanmar bisa memberikan penjelasan langsung mengenai situasi internal negerinya, terkait dengan penegakan demokrasi dan HAM, kepada Uni Eropa dan negara Asia lainnya. Bahkan untuk mendesak Uni Eropa, ASEAN menyatakan tidak akan menerima masuknya 10 negara anggota baru Uni Eropa ke dalam ASEM, jika seluruh negara anggota baru ASEAN (Myanmar, Laos, Kamboja dan Vietnam) tidak dikutsertakan sebagai anggota ASEM.

Konferensi ASEM akhirnya menelorkan sangsi yang lebih berat dari Uni

Eropa kepada Myanmar. Sangsi itu meliputi perluasan larangan pemberian visa kunjungan ke 25 negara anggota Uni Eropa bagi petinggi pemerintahan militer Myanmar, larangan bagi perusahaan Eropa untuk berinvestasi di Myanmar dan penyiapan langkah koordinasi untuk mendorong lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF untuk tidak memberikan bantuan ekonomi kepada Myanmar. Dari 25 negara anggota Uni Eropa, hanya Perancis yang meminta pengecualian penerapan sangsi itu, khususnya sangsi pelarangan investasi, mengingat sejumlah investor Perancis sudah terlanjur menanamkan modalnya dalam bisnis perminyakan di Myanmar. Amerika Serikat dikabarkan menyambut gembira pengenaan sangsi yang lebih berat oleh Uni Eropa kepada Myanmar dan meminta Uni Eropa untuk segera mengesahkan dan menerapkan sangsi itu.

ASEAN lama-lama menjadi rikuh juga membela Myanmar dan mendapat

tembakan dari negara-negara mitra dialog sehingga mulai mengambil sikap tegas pada Myanmar. Pada pertemuan Menlu ASEAN ke 36 di Phnom Penh, Kamboja pada tahun 2003, ASEAN secara terbuka mengeluarkan Komunike Bersama yang intinya mendesak Myanmar agar membebaskan Suu Kyi dan

Page 47: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

47

memulihkan proses demokrasi di negara tertinggal itu. Komunike ini dipertegas kembali dalam Pernyataan Pers Ketua Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke 9 di Bali. Sementara itu, Mantan PM Malaysia, Mahathir Mohamad yang memegang peran kunci bagi masuknya Myanmar sebagai anggota ASEAN pada 1997 menyatakan, kekecewaannya atas sikap Myanmar yang terus jalan di tempat. Oleh karenanya, Mahathir menyatakan, jika terus menantang dunia internasional, Myanmar harus dikeluarkan dari ASEAN.

Namun sikap ASEAN masih dinilai lembek oleh negara Mitra Dialog dan

bahkan dinilai cenderung membela Myanmar yang anti demokrasi dan HAM. ASEAN di sisi lain memang bersikap tidak dapat menerima penerapan sangsi ekonomi pada Myanmar yang dinilai merupakan wujud intervensi pihak luar terhadap persoalan internal suatu negara berdaulat. ASEAN cenderung mengambil sikap persuasif kepada Myanmar, dan cenderung menerapkan langkah konstruktif terhadap Myanmar dengan memberikan kesempatan bagi penguasa Myanmar untuk menegakkan proses demokrasi dengan caranya sendiri, yakni menyelenggarakan Konvensi Nasional guna menghasilkan konstitusi baru Myanmar, menjalan Peta Jalan Damai yang digagas PM Myanmar Khin Nyunt, serta melaksanakan Pemilu segera setelah konstitusi baru itu terbentuk.

Tuntutan ASEAN, Negara Mitra Dialog ASEAN, dan Negara anggota

ASEAN Regional Forum terhadap Myanmar sebenarnya sudah jelas (hanya caranya yang berbeda dimana ASEAN melakukannya tanpa tekanan), yakni mengikutsertakan semua lapisan masyarakat, termasuk gerakan prodemokrasi dalam Konvensi Nasional, yang digagas petinggi Myanmar, Khin Nyunt guna menghasilkan konstitusi baru Myanmar dan segera setelah itu melaksanakan Pemilu yang jujur dan adil. Tuntutan ini juga mencakup pembebasan Suu Kyi dan tiga pentolan LND lainnya dari tahanan. Tuntutan pembebasan ini sangat penting, karena kendati pemerintahan militer Myanmar menyatakan akan menyelenggarakan Konvensi Nasional dan mengundang LND untuk ikut hadir, namun ternyata pihak LND menyatakan tidak akan hadir, jika Suu Kyi dan ketiga tokoh LND yang ditahan itu tidak juga dibebaskan. Dengan demikian, pembebasan Suu Kyi dan rekannya menjadi prasyarat mutlak bagi terlaksananya Konvensi Nasional tersebut. Harapan Yang Pupus ASEAN berharap Myanmar dapat memperbaiki kondisi demokrasi negeri itu dengan telah dicanangkannya Peta Jalan Damai Menuju Demokratisasi Myanmar (road map to Democracy) oleh pemerintah Myanmar. Namun harapan ini menjadi pupus, jauh dari kenyataan, karena Jenderal Khin Nyunt sang penggagas, Peta Jalan Damai, dicopot dari jabatannya sebagai Perdana Menteri

Page 48: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

48

Myanmar dan ditangkap oleh Junta Militer, pada 18 Oktober 2004 atas tuduhan melakukan korupsi dan dinilai tidak layak untuk memimpin Myanmar. Khin yang selama ini dikenal sebagai pemimpin Dinas Intelijen Myanmar, dan anggota Junta Militer yang paling moderat, belakangan dikenal sebagai reformis yang berupaya mendorong terwujudnya pembaruan dan demokrasi di Myanmar.

Sikap moderatnya langsung terlihat setelah Khin diangkat Junta Militer menjadi Perdana Menteri pada bulan Agustus 2003, setelah Myanmar dikutuk oleh masyarakat internasional karena penahanan Suu Kyi menyusul terjadinya bentrokan antara masa pendukung Suu Kyi dengan masa pro Junta Militer. Sebagai pemimpin baru Myanmar, Khin mengintroduksikan Peta Jalan Damai yang diperlukan untuk mewujudkan perdamaian dan demokrasi di negeri itu. Sejalan dengan itu, Khin menyerukan agar Konvensi Nasional (National Convention) segera digelar kembali untuk menyusun rancangan konstitusi baru. Konvensi nasional itu sebenarnya pernah di mulai pada 1993 namun ditangguhkan pada 1996. Sepak terjang Khin yang dua puluh tahun memimpin Intelijen Militer Myanmar, namun mulai “menyebrang” ke jalan demokrasi, ini dinilai berbahaya oleh Junta Militer yang ingin terus melanggengkan kekuasaan pemerintahan otoriternya. Apalagi Khin dilaporkan sempat melakukan dua kali perundingan dengan Suu Kyi, pimpinan pembangkang politik yang juga peraih hadiah Nobel Perdamaian itu. Ini merupakan suatu langkah kompromi yang amat diharamkan oleh kelompok militer garis keras. Apalagi dalam perundingan itu Khin menunjukkan sikap simpatinya pada Suu Kyi yang dianggap sebagai adik perempuannya. Khin sebenarnya sudah cukup berjasa bagi kelangsungan cengkeraman militer Myanmar. Dengan alasan mempertahankan stabilitas politik dan keamanan, Pasukan Intelijen Khin terkenal tak sungkan-sungkan melakukan tindakan yang kejam dalam menangkap para pembangkang politik. Selain itu, Khin juga berhasil membujuk dan menaklukkan 20 kelompok etnis bersenjata. Persoalan besar yang dihadapi militer Myanmar ternyata bukan hanya gerakan prodemokrasi, melainkan juga gangguan keamanan yang ditimbulkan oleh aksi kelompok etnis bersenjata. Di Myanmar terdapat 100 suku minoritas bersenjata yang juga menentang kekuasaan militer Myanmar. Kelompok etnis bersenjata, terutama yang bermukim di wilayah perbatasan acap kali melakukan aksi pemberontakan lokal. Khin secara bertahap berhasil menaklukkan dan membujuk mereka untuk membuat perjanjian gencatan senjata. Dari kelompok etnis bersenjata yang menonjol di Myanmar, hanya pasukan suku Karen yang belum berhasil ditaklukkan Khin.

Kendati jasanya di bidang politik dan keamanan cukup banyak, namun kelompok garis keras militer menilai Khin lebih layak untuk disingkirkan.

Page 49: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

49

Tampaknya Junta Militer Myanmar yang menyebut dirinya sebagai Dewan Perdamaian dan Pembangunan Negara, ingin mengkonsolidasikan diri, memperkuat posisinya yang dirasakan tersudutkan oleh ulah Khin, dengan meminggirkan Khin dan elemen-elemennya yang dianggap melunak terhadap opsisi. Padahal, sekalipun sikapnya terkesan melunak, dunia internasional masih tidak percaya pada dengan kesungguhan itikad Khin dalam merintis perwujudan Peta Jalan Demokrasi, karena tidak juga melepaskan Suu Kyi dari status tahanannya.

Akhirnya, Markas Dinas Intelijen pun diserbu militer garis keras yang

dikoordinir Panglima Angkatan Darat/Wakil Jenderal Senior, Maung Aye, dan Khin pun ditangkap dengan tuduhan melakukan korupsi. Penangkapan Khin dilatar belakangi oleh peristiwa yang terjadi sebulan sebelum penangkapannya. Pada waktu itu sepasukan tentara garis keras dikabarkan menyerang sebuah pos pemeriksaan di daerah Muse 500 kilo meter sebelah utara Yangoon. Pos ini khusus dijaga oleh aparat intelijen militer yang merupakan anak buah Khin. Dari hasil penyerangan ini pasukan militer itu menyatakan telah menemukan emas batangan, batu giok dan uang tunai dalam jumlah besar.

Peristiwa penyerangan ini sebenarnya mengindikasikan adanya persaingan bisnis kotor antar faksi-faksi dalam tubuh militer Myanmar yang terlibat dalam bisnis pasar gelap (black market) dan perdagangan obat bius. Sebagaimana diketahui, Myanmar merupakan penghasil opium nomor dua terbesar di dunia. Namun peristiwa penyerangan disertai penemuan emas dan berharga itu kemudian dibelokkan dan dijadikan alasan pencopotan Khin. Sebenarnya sudah lama Pasukan Intelijen Militer Myanmar yang dipimpin Khin bersaing dengan faksi militer lainnya, khususnya militer garis keras pimpinan Than Swee dalam memperebutkan lahan bisnis haram itu. Pasukan elit yang yang bertugas memata-matai lawan politik penguasa Myamar itu dinilai paling banyak menggaruk keuntungan dari bisnis kotor ini dan dituding pihak militer pesaingnya sebagai pembentuk jaringan mafia korup yang mengumpulkan kekayaan untuk memperkaya dan memproteksi kelompok mereka. Indikasi adanya persaingan bisnis kotor antar faksi militer Myanmar juga semakin terlihat kepermukaan pasca penangkapan Khin. Berbagai unit bisnis milik Khin dan kroninya, mulai dari bisnis hiburan malam, bar, karaoke, biro perjalanan sampai surat kabar, ditutup oleh penguasa Myanmar atas perintah orang paling kuat di negeri itu, Jenderal Senior Than Swee.

ASEAN berharap Konvensi Nasional Myanmar segera dilaksanakan dan meminta Mitra Dialognya yang selama ini menekan Mynmar untuk bersabar menunggu pelaksanaan Sidang yang diharapkan akan membawa angin pembaruan demokrasi di Myamar. Namun penyingkiran Khin membuat harapan ini menjadi pudar. Penyingkiran Khin justru memperkuat posisi

Page 50: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

50

kelompok garis keras dalam Junta Militer Mynmar yang dipimpin Jenderal Senior Tan Shwe. Junta Militer telah menujuk Soe Win, tokoh militer garis keras, loyalis Tan Shwe untuk mengantikan kedudukan Khin sebagai Perdana Menteri Myamar. Soe Win memang dikenal sebagai orang kepercayaan Tan Shwe. Tokoh beraliran konservatif ini secara terbuka sudah menyatakan menentang gagasan untuk berunding dengan Suu Kyi dan Partainya. Soe Win bahkan dikenal sebagai dalang dibalik bentrokan antar masa pendukung Suu Kyi dan masa pro Junta Militer yang berbuntut pada penahanan Suu Kyi dan beberapa tokoh prodemokrasi sejak Mei 2003. Dengan didepaknya sosok moderat Khin dari tampuk pemerintahan Myamar, kalangan pengamat ASEAN mengkhawatirkan Junta Militer semakin tertutup dan tidak menggubris seruan dunia internasional untuk membebaskan Suu Kyi dan membangun kehidupan demokratis di Myanmar. Pemerintah Myanmar semakin tidak peduli pada seruan ASEAN dan Mitranya. Apalagi rezim militer Myanmar sudah terbiasa hidup terisolasi selama bertahun-tahun. Sikap mengisolasi diri ini akan membuat rakyat Myanmar semakin menderita dalam keterbelakangan negaranya. Namun tampaknya Junta Militer memilih tetap bertahan pada sikap kerasnya yang anti penegakan demokrasi dan HAM, walaupun Uni Eropa dan AS sudah menetapkan sangsi pada Myamar. Ini diperjelas dengan menjungkal dan menahan mantan PM Myanmar, Khin Nyunth yang prodemokrasi sehingga kian menyuramkan proses demokrasi di negara itu.

Fenomena ini akan membuat posisi negara-negara ASEAN ke depan akan menjadi semakin serba sulit, dan serba kikuk. Di satu sisi ASEAN merasa memiliki tanggung jawab moral untuk membela anggotanya. Di sisi lain, ASEAN terpaksa harus menghadapi tekanan dari negara-negara mitra dialognya, terutama Uni Eropa dan AS yang selalu mendesak ditegakkannya demokrasi dan Ham di Myanmar, bahkan ASEAN akan ikut kecipratan citra buruk dicap sebagai pelindung negara penindas demokrasi dan HAM. Kendati ASEAN menganut sikap anti intervensi pihak luar terhadap permasalahan internal suatu negara (apalagi negara tersebut merupakan anggota ASEAN), namun tampaknya ASEAN tidak dapat membiarkan persoalan ini berlarut-larut dan harus mengambil sikap yang lebih tegas dan berani terhadap Myanmar.

Page 51: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

51

Bab. 5. Penutup

Kerjasama regional ASEAN harus terus dilanjutkan dan didukung oleh semua pihak karena menghasilkan manfaat positif bagi Indonesia. Upaya ini harus diwujudkan dengan meningkatkan lebih lanjut implementasi AFTA. Jika AFTA tidak berhasil, sulit dibayangkan terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kesepakatan perjanjian AFTA sudah sejak lama dibuat oleh negara-negara anggota ASEAN. Pembentukan AFTA harus diterima sebagai suatu realita yang harus disikapi secara positif. Kita hendaknya melihat implementasi AFTA bukan sebagai ancaman bagi kelangsungan industri dan perdagangan dalam negeri, melainkan melihatnya secara positif lebih sebagai suatu tantangan untuk meningkatkan daya saing dan peluang untuk meningkatkan perolehan pangsa pasar yang lebih besar di pasar bebas kawasan Asia Tenggara. Semakin bebasnya aliran bahan baku dan barang jadi dengan adanya AFTA, serta kerjasama yang lebih erat dari pemerintah dan dunia usaha di kawasan ASEAN, akan menjadikan ASEAN sebagai suatu kawasan yang efesien dalam alokasi sumber daya produksi, serta efesien dalam pembentukan biaya produksi sehingga harga jual akan menjadi lebih menguntungkan konsumen dan pada gilirannya mereka menjadi lebih tertarik membeli produk ASEAN (tercipta trade diverting effect). Kondisi efesien ini akan meningkatkan perkembangan dunia usaha ASEAN dan menjadikan ASEAN sebagai lokasi investasi, produksi dan bahkan pusat distribusi yang aktraktif bagi para pelaku bisnis dan investor global, sehingga pada gilirannya aktivitas dan volume perdagangan dan industri di kawasan ASEAN meningkat (tercipta trade creation effect).

Dunia usaha harus bersikap proaktif dan agresif dengan terus menerus berupaya meningkatkan efesiensi, produktivitas dan pada akhirnya daya saing keseluruhan dari bisnisnya. Peningkatan daya saing merupakan kata kunci sukses (key success factor), dalam era globalisasi yang cenderung mendorong terwujudnya liberalisasi perdagangan, atau perdagangan yang lebih bebas, baik dalam konteks regional (kawasan) maupun pasar global. Tidak ada satupun kekuatan di dunia ini yang bisa menghentikan trend globalisasi. Dengan demikian, peluang pasar ASEAN akan bisa digarap bersama dengan pengusaha ASEAN lainnya. Bukan hanya digarap oleh pengusaha yang lebih proaktif dan agresif dari Singapura, Thailand atau Malaysia.

ASEAN sudah cukup lama terbentuk, demikian pula Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) juga sudah diimplementasikan. Namun realisasi perdagangan diantara negara-negara anggota ASEAN (perdagangan intra ASEAN) ternyata masih belum menunjukkan perestasi yang cukup

Page 52: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

52

membanggakan. Menyadari hal itu para petinggi ASEAN berupaya melakukan langkah strategis dengan mempercapat proses integrasi ekonomi ASEAN, khususnya integrasi pada 11 sektor produktif yang akan menjadi pilot project bagi integrasi sektor-sektor produktif lainnya, sebagaimana yang sudah dipaparkan diatas. Selain itu perlu diupayakan penyeragaman aneka standar yang masih berlaku di ASEAN. Demikian pula penyeragaman prosedur kepabeanan negara-negara anggota ASEAN. Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan intra ASEAN trade akan meningkat menjadi 25% pada tahun 2005 dan menjadi 40% pada tahun 2010. Pembentukan Komunitas ekonomi ASEAN didasarkan pada prinsip menyamakan persepsi dan menyatukan perbedaan kepentingan antar negara anggota ASEAN guna mencapai proses integrasi ekonomi penuh pada tahun 2020. Dengan menyatukan kepentingan, sikap dan pandangan diharapkan satu kesatuan kawasan ekonomi yang benar-benar terintegrasi bisa terwujud di masa depan. Prospek menuju terwujudnya Komunitas ASEAN cukup cerah, mengingat ASEAN sendiri sudah memiliki cara untuk mengatasi perbedaan dan konflik yang dikenal sebagai the ASEAN way, yakni selalu berusaha mencapai kesepakatan secara musyawarah dan mufakat melalui pelaksanaan rangkaian pembahasan dan diskusi yang bersahabat. Selain itu, para petinggi ASEAN juga sudah sepakat menyusun mekanisme penyelesaian perbedaan secara damai. Dengan adanya kesamaan ini, Komunitas Ekonomi ASEAN diharapakan dapat terbentuk dan pada akhirnya akan terwujud suatu pasar bersama atau pasar tunggal (single market) Asia Tenggara, yang sekaligus berperan sebagai basis dan jaringan produksi terpadu, dimana aliran barang, jasa, modal dan tenaga kerja bisa bergerak lebih bebas sehingga arus investasi global mengalir deras ke kawasan ini. Prospek terbentuknya integrasi ASEAN tampaknya bakal cerah, terbukti dengan semakin banyaknya negara-negara di dunia seperti Korea, China, Jepang, India, Amerika Serikat, yang ingin menggandeng ASEAN sebagai mitra kerjasama ekonominya. Kesediaan mitra internasional untuk menjalin kerjasama dengan ASEAN mengindikaskan bahwa mereka juga yakin Komunitas Ekonomi ASEAN akan terwujud di masa depan. Melalui kerjasama kemitraan internasional ini, kawasan perdagangan bebas ASEAN dapat diperluas menjadi kawasan perdagangan bebas ASEAN-China (ASEAN-China Free Trade Area/FTA), ASEAN-Jepang FTA, ASEAN Korea FTA, ASEAN-India FTA. Ternyata yang paling berminat dan menujukkan itikad kuat untuk bergabung dengan AFTA atau membentuk perdagangan bebas dengan ASEAN adalah sesama negara tetangga di kawasan Asia yakni China, Jepang, India dan Korea Selatan. Keempat negara sahabat ini merupakan negara mitra dagang utama di kawasan Asia yang telah menyepakati pembentukan perjanjian kerjasama perdagangan bebas (Free Trade Arrangement/FTA) dengan ASEAN.

Page 53: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

53

Belakangan akan menyusul pembukaan kerjasama perdagangan bebas dengan Australia. Semua ini mengindikasikan, prospek masa depan implementasi kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA) pada dasarnya relatif cerah yang ditandai dengan diperluasnya AFTA menjadi ASEAN-India FTA, ASEAN-China FTA, ASEAN-Jepang CEP.

Indonesia bersama sejumlah Negara di kawasan Asia Tenggara telah membentuk wadah kerjasama ekonomi regional ASEAN. Di tingkat elit politik, para pemimpin pemerintahan ASEAN telah berhasil membuat sejumlah kesepakatan kerjasama yang mengikat dan menentukan masa depan bangsa dan negaranya. Mulai dari pembentukan organisasi dan Sekretariat ASEAN, pemberlakuan AFTA sampai ke kesepakatan pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN. Namun di tingkat pelaksanaan di lapangan, tampaknya keberhasilannya masih dan sangat perlu dipertanyakan mengingat masih rendahnya realisasi perdagangan diantara negara-negara anggota ASEAN atau perdagangan intra ASEAN. Guna meningkatkan perdagangan intra ASEAN dan mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN para petinggi ASEAN sepakat untuk mempercepat proses integrasi Perhimpunan negeri Asia Tenggara ini.

Proses percepatan integrasi ASEAN perlu melibatkan peran aktif dunia usaha, karena merekalah yang terlibat langsung dalam realitasnya di lapangan. Selain itu, peranan perusahaan transnasional tidak dapat diabaikan. Selama ini negara berkembang masih melihat perusahaan atau investor asing sebagai pihak yang lebih berkepentingan dan amat membutuhkan pasar dan sumber daya yang tersedias di negeri itu, sehingga bersedia melakukan segala hal agar dapat memperoleh izin beroperasi di negeri tersebut. Karena posisi yang seperti itu, perusahaan asing harus tunduk kepada regulasi negara tersebut. Dalam era globalisasi ini, paradigma seperti itu tidak lagi dapat dipertahankan. Investasi yang bergerak tanpa mengenal batas negara kini diperebutkan oleh banyak negara. Pemerintah membutuhkan kehadiran investasi asing dan kiprah dari perusahaan multinasional. Oleh karena itu eksistensi mereka tidak dapat diabaikan, kepentingan mereka harus diperhatikan, suara mereka harus dipertimbangkan, mereka bisa saja angkat kaki dari negeri ini bila dinilai kegiatan bisnis di negeri ini sudah tidak lagi efesien dan tidak menghasilkan daya saing. Kedepan, bukan tidak mungkin perusahaan transnasional diikutsertakan dalam pembahasan integrasi industri di kawasan ASEAN.

Proses integrasi dalam lingkup bisnis sebenarnya sudah terjadi secara alamiah, yang dilakukan oleh kalangan bisnis ASEAN, sehingga perlu didorong lebih lanjut. Hanya saja beberapa beberapa kemungkinan timbulnya aspek negatif seperti yang menyangkut masalah penghindaran pajak oleh para pengusaha Indonesia yang membuka kantor pusat di negara ASEAN lainnya, perlu diantisipasi lebih dini, agar tidak merugikan penerimaan pajak

Page 54: Memahamikerjasamaasean Afta 120229023945 Phpapp02

54

pemerintah. Selain itu perlu didorong terjadinya kepemilikan saham silang pada perusahaan-perusahaan ASEAN, baik melalui pertukaran saham (share swap, maupun penjualan sebagian saham perusahaan ASEAN tertentu oleh mitra dari negara ASEAN lainnya yang disertai pembelian saham perusahaan pembeli tersebut oleh perusahaan yang sahamnya dibeli. Dengan demikian tidak ada kekhawatiran timbulnya proses asingisasi pada perusahaan-perusahaan nasional. Sebagai pilot project, langkah ke arah ini bisa dilakukan oleh sesama BUMN dari negara-negara ASEAN. Daftar Kepustakaan : - Akira Kojima, Pembangunan Gaya Asia, Model Perdamaian, Kompas, 2 Juni

2004 - Arif Satria, Kerjasama ASEAN dan Pencurian Ikan, Suara pembaruan, 2 Juli

2004 - Diah Marsidi, Myanmar Beringsut Membuka Diri, Kompas, 23 Desember

2003 - James Luhulima, ASEAN-Myanmar, Bagai Memagang Bola Panas, Kompas, 4

Juli 2004 - Kishore Mahbubani, Bisakah Asia Berperan Dalam kepemimpinan Global ?

Kompas, 1 Juni 2004 - N. Hasan Wirajuda, Jadikan ASEAN Lebih relevan dan Efektif, Kompas, 7

Agustus 2004 - Makmur Keliat, Pembangunan Komunitas ASEAN, Kompas, November 2004 - PLE Priatna, ASEAN dan Komunitas yang kapitalis, Kompas, Oktober 2003 - PLE Priatna, Melihat ASEAN ke Masa Depan, Kompas, 25 Juni 2004 - PLE Priatna, Australia, Indonesia dan ASEAN, Kompas, 19 November 2004 - Poedjo Purnomo, Selat Malaka di Mata Pelaut, Kompas, 11 Agustus 2004