1
9 N N USANTARA USANTARA KAMIS, 26 MEI 2011 TOSIANI K ARENA kapok me- rugi akibat cuaca ekstrem, Mudiyono, 48, mulai menanam tembakau di rumah. Sebanyak 5.000 tanaman tem- bakau milik petani asal Dusun Maliyan, Sidorejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, itu tumbuh dalam polybag (kantong plastik). Mudiyono menjejerkan kantong itu da- lam kotak kayu di pelataran rumah, supaya daun tembakau terpapar matahari yang cukup. Kalau hujan, kotak-kotak ter- sebut dipindahkan sehingga tembakau tidak busuk. Pagi itu, Mudiyono dibantu istri dan anaknya menyirami tembakau-tembakau berumur lima hari yang tampak sehat sambil asyik bergurau. Yakin hujan tak akan turun, Mudi- yono dan istrinya bergegas menuju ladang kol yang ha- nya berjarak 1 kilometer dari rumah. Anak mereka, Huda, 15, yang tengah libur seusai ikut ujian nasional tingkat SMP, bertugas menunggui tanaman tembakau di rumah. Ia dimin- ta siaga untuk memindahkan kotak-kotak kayu ke dalam rumah jika sewaktu-waktu hujan turun. “Biasa kalau anak saya se- dang sekolah, ya saya dan suami yang lari pulang untuk memindahkan tembakau jika langit mendung. Tapi, kadang ada juga tetangga yang berbaik hati mengangkatkan dulu un- tuk diletakkan di teras,” tutur istri Mudiyono, Sri Widati. Menanam tembakau di ru- mah merupakan ide Mudiyono. Ia pun sudah melakoninya se- lama dua musim tanam, yakni 2010 dan tahun ini. Sebabnya, beberapa kali tembakaunya busuk akibat hujan yang selalu datang tiba-tiba. Ia berkali-kali mengganti ta- naman tembakau muda dengan yang baru sehingga modal tanam pun membengkak. Tembakau dewasa yang terus diguyur hujan juga menyisa- kan masalah. Kadar mingsri atau nikotin dalam tanaman berkurang banyak sehingga mengurangi bobot tanaman tembakau. Imbasnya, peng- hasilan Mudiyono susut saat ia menjual rajangan daun temba- kau dengan kadar mingsri yang kurang itu ke pabrikan. “Kerugiannya bisa sampai Rp8 juta untuk satu musim. Ini besar sekali. Bahkan di ta- hun 2009, selain rugi Rp8 juta, kami juga kehilangan sepeda motor saat menjual tembakau,” kata dia. Hemat Semula Mudiyono memi- liki lahan tembakau seluas tiga kesok, setara 3.000 meter persegi. Untuk menanam di lahan tersebut, ia butuh modal Rp2,5 juta. Namun, karena hujan meng- guyur tanaman tembakaunya, ia terpaksa mengganti tanam- an dengan yang baru dan mengeluarkan modal Rp2,5 juta lagi. Pada satu musim tanam, Mudiyono bahkan harus meng- ganti tanaman tembakau se- banyak 5-7 kali karena hujan tak henti-henti mengguyur lahannya. Situasinya berbeda jauh dengan saat ini. Mudiyono mengeluarkan modal untuk 5.000 bibit tem- bakau dari pegunungan Dieng yang ia beli seharga Rp40 per batang. Lalu ia membeli me- dia tanam, pupuk organik, dan polybag ukuran setengah ons. Total, modal menanam di rumah hanya Rp500 ribu. Jauh lebih hemat. Mudiyono selanjutnya mele- takkan bibit ke dalam 14 kotak kayu berukuran panjang 1 me- ter, lebar 0,5 meter, dan tinggi 3 sentimeter. Perlakuan semacam itu hanya sampai tanaman berusia dua pekan. Tujuannya agar akar dan tubuh tanaman lebih padat dan kencang. Setelah kondisi tanaman bagus dan memungkinkan untuk bertahan dengan cuaca ekstrem, di usia dua minggu sudah bisa dipindahkan ke ladang agar tumbuh normal sebagaimana mestinya. “Memang bisa saja kalau ditanam di polybag yang besar. Namun, akar dan tanaman tembakau kurang leluasa. Jadi bertepatan dengan panen kol, tembakau ini akan dipindah ke ladang,” imbuh Sri Widati. Risiko pemindahan yaitu ta- naman rusak saat curah hujan di ladang mendadak tinggi. Namun risiko itu, kata Sri, su- dah ditekan karena saat masih dalam polybag, tembakau sudah diberi pupuk organik, disirami, dan dijauhkan dari guyuran hujan. Ini mengubah badan tanaman dan akarnya menjadi lebih kencang. “Buktinya di musim temba- kau 2010, saat semua petani merugi karena cuaca ekstrem kami masih tetap bisa menda- patkan hasil sebesar Rp3 juta, dari perolehan untung semes- tinya yaitu Rp5 juta. Ini sudah lumayan sekali,” ujarnya. Karena merasa idenya mena- nam di rumah cukup jempolan, Mudiyono pun berniat menu- larkan ide ini ke petani temba- kau yang lain di Temanggung. Saat ini, imbuhnya, sudah ada rekannya sesama petani di daerah Danurejo, Kecamatan Bulu, Temanggung, yang me- niru caranya menanam dalam polybag. Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Te- manggung, Rumantyo, menga- takan bahwa cuaca ekstrem te- ngah menjadi kendala terberat dalam budi daya tembakau. Namun, kata dia, karena masyarakat terbiasa mena- nam tembakau dan begitu mencintai pertaniannya, sulit sekali melarang petani untuk tidak menanam tembakau pada musim ini. Mereka ber- sikeras menanam tembakau meski berulang kali rugi. “Kami mengimbau agar petani lebih berhati-hati da- lam merawat tanaman, soalnya cuaca tidak jelas dan tidak se- suai perkiraan. Melalui internet kami sudah memberi tahu bah- wa kemarau baru dimulai Juni. Tapi ini pun tidak pasti, bisa berubah, jadi petani siap-siap saja,” kata Rumantyo. (N-3) [email protected] Menanam Tembakau di Dalam Rumah Mudiyono tak ingin modal tanamnya mubazir akibat cuaca ekstrem. Dua tahun terakhir ia pun memutuskan untuk merawat tanaman tembakau di dalam rumah, bukan di ladang. JEMUR TEMBAKAU BUSUK: Petani menjemur rajangan tembakau di halaman rumahnya, di Temanggung, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Cuaca ekstrem belakangan ini membuat daun tembakau busuk sehingga panen gagal. Saat semua petani merugi karena cuaca ekstrem, kami masih tetap bisa mendapatkan hasil sebesar Rp3 juta, dari perolehan semestinya yaitu Rp5 juta.” GUNAKAN POLYBAG: Mudiyono, 48, menanam tembakau di dalam rumah dengan menggunakan polybag di Jalan Hayam Wuruk, RT 01 RW 01 No 51, Dusun Maliyan, Kelurahan Sidorejo, Temanggung, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. FOTO-FOTO: MI/TOSIANI Mudiyono tak ingin modal tanamnya mubazir akibat cuaca ekstrem. Dua tahun terakhir ia memutuskan untuk tidak merawat tanaman tembakau di ladang. Mudiyono Petani tembakau

Menanam Tembakau di Dalam Rumah · nya berjarak 1 kilometer dari rumah. Anak mereka, Huda, 15, yang tengah libur seusai ikut ujian nasional tingkat SMP, bertugas menunggui tanaman

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

9NNUSANTARAUSANTARAKAMIS, 26 MEI 2011

TOSIANI

KARENA kapok me-rugi akibat cuaca ekstrem, Mudiyono, 48, mulai menanam

tembakau di rumah.Sebanyak 5.000 tanaman tem-

bakau milik petani asal Dusun Maliyan, Sidorejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, itu tumbuh dalam polybag (kantong plastik). Mudiyono menjejerkan kantong itu da-

lam kotak kayu di pelataran rumah, supaya daun tembakau terpapar matahari yang cukup. Kalau hujan, kotak-kotak ter-sebut dipindahkan sehingga tembakau tidak busuk.

Pagi itu, Mudiyono dibantu istri dan anaknya menyirami tembakau-tembakau berumur lima hari yang tampak sehat sambil asyik bergurau. Yakin hujan tak akan turun, Mudi-yono dan istrinya bergegas menuju ladang kol yang ha-

nya berjarak 1 kilometer dari rumah.

Anak mereka, Huda, 15, yang tengah libur seusai ikut ujian nasional tingkat SMP, bertugas menunggui tanaman tembakau di rumah. Ia dimin-ta siaga untuk memindahkan kotak-kotak kayu ke dalam rumah jika sewaktu-waktu hujan turun.

“Biasa kalau anak saya se-dang sekolah, ya saya dan suami yang lari pulang untuk

memindahkan tembakau jika langit mendung. Tapi, kadang ada juga tetangga yang berbaik hati mengangkatkan dulu un-tuk diletakkan di teras,” tutur istri Mudiyono, Sri Widati.

Menanam tembakau di ru-mah merupakan ide Mudiyono. Ia pun sudah melakoninya se-lama dua musim tanam, yakni 2010 dan tahun ini. Sebabnya, beberapa kali tembakaunya busuk akibat hujan yang selalu datang tiba-tiba.

Ia berkali-kali mengganti ta-naman tembakau muda dengan yang baru sehingga modal tanam pun membengkak.

Tembakau dewasa yang terus diguyur hujan juga menyisa-kan masalah. Kadar mingsri atau nikotin dalam tanaman berkurang banyak sehingga mengurangi bobot tanaman tembakau. Imbasnya, peng-hasilan Mudiyono susut saat ia menjual rajangan daun temba-kau dengan kadar mingsri yang kurang itu ke pabrikan.

“Kerugiannya bisa sampai Rp8 juta untuk satu musim. Ini besar sekali. Bahkan di ta-hun 2009, selain rugi Rp8 juta, kami juga kehilangan sepeda motor saat menjual tembakau,” kata dia.

HematSemula Mudiyono memi-

liki lahan tembakau seluas tiga kesok, setara 3.000 meter persegi. Untuk menanam di lahan tersebut, ia butuh modal Rp2,5 juta.

Namun, karena hujan meng-guyur tanaman tembakaunya, ia terpaksa mengganti tanam-an dengan yang baru dan mengeluarkan modal Rp2,5 juta lagi.

Pada satu musim tanam, Mudiyono bahkan harus meng-ganti tanaman tembakau se-banyak 5-7 kali karena hujan tak henti-henti mengguyur

lahannya. Situasinya berbeda jauh dengan saat ini.

Mudiyono mengeluarkan modal untuk 5.000 bibit tem-bakau dari pegunungan Dieng yang ia beli seharga Rp40 per batang. Lalu ia membeli me-dia tanam, pupuk organik, dan polybag ukuran setengah ons. Total, modal menanam di rumah hanya Rp500 ribu. Jauh lebih hemat.

Mudiyono selanjutnya mele-takkan bibit ke dalam 14 kotak kayu berukuran panjang 1 me-ter, lebar 0,5 meter, dan tinggi 3 sentimeter. Perlakuan semacam itu hanya sampai tanaman berusia dua pekan. Tujuannya agar akar dan tubuh tanaman lebih padat dan kencang.

Setelah kondisi tanaman bagus dan memungkinkan untuk bertahan dengan cuaca ekstrem, di usia dua minggu sudah bisa dipindahkan ke ladang agar tumbuh normal sebagaimana mestinya.

“Memang bisa saja kalau ditanam di polybag yang besar. Namun, akar dan tanaman tembakau kurang leluasa. Jadi bertepatan dengan panen kol, tembakau ini akan dipindah ke ladang,” imbuh Sri Widati.

Risiko pemindahan yaitu ta-naman rusak saat curah hujan di ladang mendadak tinggi.

Namun risiko itu, kata Sri, su-dah ditekan karena saat masih dalam polybag, tembakau sudah diberi pupuk organik, disirami, dan dijauhkan dari guyuran hujan. Ini mengubah badan tanaman dan akarnya menjadi lebih kencang.

“Buktinya di musim temba-kau 2010, saat semua petani merugi karena cuaca ekstrem kami masih tetap bisa menda-patkan hasil sebesar Rp3 juta, dari perolehan untung semes-tinya yaitu Rp5 juta. Ini sudah lumayan sekali,” ujarnya.

Karena merasa idenya mena-nam di rumah cukup jempolan, Mudiyono pun berniat menu-larkan ide ini ke petani temba-kau yang lain di Temanggung. Saat ini, imbuhnya, sudah ada rekannya sesama petani di daerah Danurejo, Kecamatan Bulu, Temanggung, yang me-niru caranya menanam dalam polybag.

Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Te-manggung, Rumantyo, menga-takan bahwa cuaca ekstrem te-ngah menjadi kendala terberat dalam budi daya tembakau.

Namun, kata dia, karena masyarakat terbiasa mena-nam tembakau dan begitu mencintai pertaniannya, sulit sekali melarang petani untuk tidak menanam tembakau pada musim ini. Mereka ber-sikeras menanam tembakau meski berulang kali rugi.

“Kami mengimbau agar petani lebih berhati-hati da-lam merawat tanaman, soalnya cuaca tidak jelas dan tidak se-suai perkiraan. Melalui internet kami sudah memberi tahu bah-wa kemarau baru dimulai Juni. Tapi ini pun tidak pasti, bisa berubah, jadi petani siap-siap saja,” kata Rumantyo. (N-3)

[email protected]

Menanam Tembakau di Dalam Rumah

Mudiyono tak ingin modal tanamnya mubazir akibat cuaca ekstrem. Dua tahun terakhir ia pun memutuskan untuk merawat tanaman tembakau di dalam rumah, bukan di ladang.

JEMUR TEMBAKAU BUSUK: Petani menjemur rajangan tembakau di halaman rumahnya, di Temanggung, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Cuaca ekstrem belakangan ini membuat daun tembakau busuk sehingga panen gagal.

Saat semua petani merugi

karena cuaca ekstrem, kami masih tetap bisa mendapatkan hasil sebesar Rp3 juta, dari perolehan semestinya yaitu Rp5 juta.”

GUNAKAN POLYBAG: Mudiyono, 48, menanam tembakau di dalam rumah dengan menggunakan polybag

di Jalan Hayam Wuruk, RT 01 RW 01 No 51, Dusun Maliyan, Kelurahan Sidorejo, Temanggung, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

FOTO-FOTO: MI/TOSIANI

Mudiyono tak ingin modal tanamnya mubazir akibat cuaca ekstrem. Dua tahun terakhir ia memutuskan untuk tidak merawat tanaman tembakau di ladang.

MudiyonoPetani tembakau