149
Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis

Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen KrisisMenara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI

Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110

Page 2: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

Pengarah : Nelson Tampubolon (KEPP)

Mulya E. Siregar (DKPP I)

Boedi Armanto (DKPP II)

Irwan Lubis (DKPP III)

Heru Kristiyana (DKPP IV)

Agus E. Siregar (Deputi Komisioner Pengawasan Terintegrasi)

Penanggung jawab : Dhani Gunawan Idat, Kepala DPMK

Bambang Mukti Riyadi, Direktur API dan PMK

Koordinator : Evi Alkaviati

Kontributor : DPMK Sutarti A. Yusuf KR 2 Dwinta Utari Sendy Renaldo Prima Ayu Yeriesca DPB 1 Yustianus Dapot T KR 3 Vincentia Grannita Ria Swandito

Bayu Ariawan

DPB 2 Muhammad Aminsyah Rahajeng A. Manggiasih Chrisanti Ayu Putri

KR 4 Heri Sunarto Rahmani Dwiastuti

DPB 3 Mulyadi KR 5 Masrayhani Hermansyah Arfi Fajar Ariawan

DPbS M. Munawar Dewanto Yuyu Rahyuati Taufik Miradz Tanya

KR 6 Ardyansah Andi Baiz Ikram

DPNP Onny Alpha S. KR 7 Dahnial Apriyadi Rafidha

Andrias Masil

DPIP Sitti Fajria Novari Puja Kristian Adiatma

KR 8 Henny Nofianti Kadek Suarjana

DPKP Akmal KR 9 Andika Prassetia Putri Anggraini

DKIP M.S. Artiningsih DPTI Avinda Ika Nadya Sari

Aleida Janita Wijayanti Chandra Shadiq Faritzi

GPUT Dewi Fadjarsarie H.Hira LarayaMarshella Eka Ramdhania

Nurita Adam NovriansyahKarina Githa Wardhani

KR 1

EPK

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 3: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

Pengarah : Nelson Tampubolon (KEPP)

Mulya E. Siregar (DKPP I)

Boedi Armanto (DKPP II)

Irwan Lubis (DKPP III)

Heru Kristiyana (DKPP IV)

Agus E. Siregar (Deputi Komisioner Pengawasan Terintegrasi)

Penanggung jawab : Dhani Gunawan Idat, Kepala DPMK

Bambang Mukti Riyadi, Direktur API dan PMK

Koordinator : Evi Alkaviati

Kontributor : DPMK Sutarti A. Yusuf KR 2 Dwinta Utari Sendy Renaldo Prima Ayu Yeriesca DPB 1 Yustianus Dapot T KR 3 Vincentia Grannita Ria Swandito

Bayu Ariawan

DPB 2 Muhammad Aminsyah Rahajeng A. Manggiasih Chrisanti Ayu Putri

KR 4 Heri Sunarto Rahmani Dwiastuti

DPB 3 Mulyadi KR 5 Masrayhani Hermansyah Arfi Fajar Ariawan

DPbS M. Munawar Dewanto Yuyu Rahyuati Taufik Miradz Tanya

KR 6 Ardyansah Andi Baiz Ikram

DPNP Onny Alpha S. KR 7 Dahnial Apriyadi Rafidha

Andrias Masil

DPIP Sitti Fajria Novari Puja Kristian Adiatma

KR 8 Henny Nofianti Kadek Suarjana

DPKP Akmal KR 9 Andika Prassetia Putri Anggraini

DKIP M.S. Artiningsih DPTI Avinda Ika Nadya Sari

Aleida Janita Wijayanti Chandra Shadiq Faritzi

GPUT Dewi Fadjarsarie H.Hira LarayaMarshella Eka Ramdhania

Nurita Adam NovriansyahKarina Githa Wardhani

KR 1

EPK

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

1

Page 4: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

2 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Kata Pengantar

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat

Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

limpahan rahmat dan karunia-Nya laporan

triwulanan pelaksanaan tugas Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) ini dapat diselesaikan

dengan baik.

Secara umum laporan ini memuat berbagai

informasi tentang kinerja perbankan, profil

risiko perbankan, kebijakan dan pengaturan,

pengembangan pengawasan, serta

pengawasan terintegrasi perbankan selama

triwulan II-2016. Selain itu, laporan ini juga

memuat informasi mengenai kelembagaan

perbankan, penegakan hukum sektor

perbankan, kerjasama domestik dan

internasional yang telah dilakukan oleh OJK

pada sektor perbankan selama triwulan II-

2016. Dalam laporan ini juga ditampilkan

isu-isu internasional terkait dengan

operasional perbankan, seperti review atau

monitoring sistem keuangan Indonesia oleh

lembaga internasional, Foreign Account Tax

Compliant Act (FATCA), dan isu terkait Anti

Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme

(Anti Money Laundering and Countering

Financing Terrorism). Selanjutnya, disajikan

pula pelaksanaan kebijakan perlindungan

konsumen selama triwulan II- 2016.

Pada triwulan II-2016, seiring dengan

peningkatan pertumbuhan ekonomi, industri

perbankan nasional menunjukkan trend

pertumbuhan dan ketahanan perbankan

yang relatif kuat dengan risiko kredit,

likuiditas dan pasar yang cukup terjaga. Hal

ini tercermin dari rasio kecukupan modal

(CAR) Bank Umum (konvensional dan

syariah) yang masih jauh di atas threshold

8%, yaitu sebesar 22,29%, Non Performing

Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih

dibawah threshold 5%), Return On Asset

(ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban

Operasional terhadap Pendapatan

Operasional (BOPO) sebesar 82,80%. Baik

Bank Umum Konvensional (BUK) maupun

Bank Umum Syariah (BUS), berhasil

meningkatkan peran intermediasinya

dengan baik tercermin dari meningkatnya

pertumbuhan aset, kredit, dan DPK bank

umum masing-masing sebesar 3,16% (qtq),

4,20% (qtq), dan 2,37% (qtq).

Kinerja keuangan industri BPR secara

nasional selama triwulan II-2016,

menunjukkan kinerja yang cukup baik. Hal

ini tercermin dari peningkatan total aset,

DPK, dan kredit pada BPR masing-masing

sebesar 2,21% (qtq), 1,28% (qtq), dan

4,66% (qtq). Permodalan BPR juga masih

memadai dengan CAR sebesar 22,15%

serta ROA sebesar 2,62%, meskipun

mengalami penurunan.

Dengan pertumbuhan dan kinerja sektor

perbankan yang cukup baik pada triwulan II-

2016 tersebut, diharapkan sektor perbankan

dapat lebih meningkatkan ketahanan dan

stabilitas bagi terciptanya sistem keuangan

yang lebih sehat, kokoh, dan efisien,

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 5: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

2 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Kata Pengantar

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat

Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

limpahan rahmat dan karunia-Nya laporan

triwulanan pelaksanaan tugas Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) ini dapat diselesaikan

dengan baik.

Secara umum laporan ini memuat berbagai

informasi tentang kinerja perbankan, profil

risiko perbankan, kebijakan dan pengaturan,

pengembangan pengawasan, serta

pengawasan terintegrasi perbankan selama

triwulan II-2016. Selain itu, laporan ini juga

memuat informasi mengenai kelembagaan

perbankan, penegakan hukum sektor

perbankan, kerjasama domestik dan

internasional yang telah dilakukan oleh OJK

pada sektor perbankan selama triwulan II-

2016. Dalam laporan ini juga ditampilkan

isu-isu internasional terkait dengan

operasional perbankan, seperti review atau

monitoring sistem keuangan Indonesia oleh

lembaga internasional, Foreign Account Tax

Compliant Act (FATCA), dan isu terkait Anti

Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme

(Anti Money Laundering and Countering

Financing Terrorism). Selanjutnya, disajikan

pula pelaksanaan kebijakan perlindungan

konsumen selama triwulan II- 2016.

Pada triwulan II-2016, seiring dengan

peningkatan pertumbuhan ekonomi, industri

perbankan nasional menunjukkan trend

pertumbuhan dan ketahanan perbankan

yang relatif kuat dengan risiko kredit,

likuiditas dan pasar yang cukup terjaga. Hal

ini tercermin dari rasio kecukupan modal

(CAR) Bank Umum (konvensional dan

syariah) yang masih jauh di atas threshold

8%, yaitu sebesar 22,29%, Non Performing

Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih

dibawah threshold 5%), Return On Asset

(ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban

Operasional terhadap Pendapatan

Operasional (BOPO) sebesar 82,80%. Baik

Bank Umum Konvensional (BUK) maupun

Bank Umum Syariah (BUS), berhasil

meningkatkan peran intermediasinya

dengan baik tercermin dari meningkatnya

pertumbuhan aset, kredit, dan DPK bank

umum masing-masing sebesar 3,16% (qtq),

4,20% (qtq), dan 2,37% (qtq).

Kinerja keuangan industri BPR secara

nasional selama triwulan II-2016,

menunjukkan kinerja yang cukup baik. Hal

ini tercermin dari peningkatan total aset,

DPK, dan kredit pada BPR masing-masing

sebesar 2,21% (qtq), 1,28% (qtq), dan

4,66% (qtq). Permodalan BPR juga masih

memadai dengan CAR sebesar 22,15%

serta ROA sebesar 2,62%, meskipun

mengalami penurunan.

Dengan pertumbuhan dan kinerja sektor

perbankan yang cukup baik pada triwulan II-

2016 tersebut, diharapkan sektor perbankan

dapat lebih meningkatkan ketahanan dan

stabilitas bagi terciptanya sistem keuangan

yang lebih sehat, kokoh, dan efisien,

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

3

Page 6: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

3 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

mempercepat fungsi intermediasi dalam

mendukung pembangunan, serta

meningkatkan akses masyarakat dalam

rangka peningkatan sektor keuangan yang

inklusif.

Sebagai penutup, kami berharap laporan ini

dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak.

Jakarta, September 2016

Nelson Tampubolon Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

4 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Daftar Isi

Kata Pengantar .............................................................................................................................. v Daftar Isi ....................................................................................................................................... viiDaftar Tabel .................................................................................................................................. ix Daftar Grafik .................................................................................................................................. xivA. Overview Profil Industri Perbankan Nasional ........................................................................... 17

1. Kinerja Bank Umum Konvensional ............................................................................ 191.1 Permodalan .................................................................................................. 201.2 Dana Pihak Ketiga (DPK).............................................................................. 221.3 Likuiditas ...................................................................................................... 231.4 Kredit ............................................................................................................ 231.5 Rentabilitas ................................................................................................... 24

1.5.1 Pendapatan Operasional..................................................................... 271.5.2 Beban Operasional.............................................................................. 29

2. Kinerja Bank Syariah ................................................................................................ 342.1 Permodalan .................................................................................................. 342.2 Dana Pihak Ketiga ....................................................................................... 342.3 Likuiditas ...................................................................................................... 352.4 Pembiayaan ................................................................................................. 352.5 Rentabilitas ................................................................................................... 38

3. Kinerja BPR .............................................................................................................. 393.1 Permodalan .................................................................................................. 393.2 Dana Pihak Ketiga ....................................................................................... 403.3 Kredit ............................................................................................................ 413.4 Likuiditas ...................................................................................................... 433.5 Rentabilitas .................................................................................................... 44

4. Kinerja BPRS ............................................................................................................ 444.1 Permodalan .................................................................................................. 444.2 Dana Pihak Ketiga ....................................................................................... 444.3 Pembiayaan ................................................................................................. 444.4 Rentabilitas .................................................................................................... 45

5. Corporate Governance .............................................................................................. 465.1 Bank Umum................................................................................................... 465.2 BPR ............................................................................................................... 47

6. Jaringan Kantor dan Kegiatan Perizinan Kelembagaan Perbankan......................... 496.1 Bank Umum Konvensional ........................................................................... 49

6.1.1 Perizinan ........................................................................................ 496.1.2 Jaringan Kantor .............................................................................. 506.1.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry).................................. 52

6.2 Bank Syariah ................................................................................................. 536.2.1 Perizinan ......................................................................................... 536.2.2 Jaringan Kantor............................................................................... 536.2.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry).................................. 54

6.3 BPR .............................................................................................................. 556.3.1 Perizinan ......................................................................................... 556.3.2 Jaringan Kantor............................................................................... 55

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

4

Page 7: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

3 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

mempercepat fungsi intermediasi dalam

mendukung pembangunan, serta

meningkatkan akses masyarakat dalam

rangka peningkatan sektor keuangan yang

inklusif.

Sebagai penutup, kami berharap laporan ini

dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak.

Jakarta, September 2016

Nelson Tampubolon Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

4 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Daftar Isi

Kata Pengantar .............................................................................................................................. v Daftar Isi ....................................................................................................................................... viiDaftar Tabel .................................................................................................................................. ix Daftar Grafik .................................................................................................................................. xivA. Overview Profil Industri Perbankan Nasional ........................................................................... 17

1. Kinerja Bank Umum Konvensional ............................................................................ 191.1 Permodalan .................................................................................................. 201.2 Dana Pihak Ketiga (DPK).............................................................................. 221.3 Likuiditas ...................................................................................................... 231.4 Kredit ............................................................................................................ 231.5 Rentabilitas ................................................................................................... 24

1.5.1 Pendapatan Operasional..................................................................... 271.5.2 Beban Operasional.............................................................................. 29

2. Kinerja Bank Syariah ................................................................................................ 342.1 Permodalan .................................................................................................. 342.2 Dana Pihak Ketiga ....................................................................................... 342.3 Likuiditas ...................................................................................................... 352.4 Pembiayaan ................................................................................................. 352.5 Rentabilitas ................................................................................................... 38

3. Kinerja BPR .............................................................................................................. 393.1 Permodalan .................................................................................................. 393.2 Dana Pihak Ketiga ....................................................................................... 403.3 Kredit ............................................................................................................ 413.4 Likuiditas ...................................................................................................... 433.5 Rentabilitas .................................................................................................... 44

4. Kinerja BPRS ............................................................................................................ 444.1 Permodalan .................................................................................................. 444.2 Dana Pihak Ketiga ....................................................................................... 444.3 Pembiayaan ................................................................................................. 444.4 Rentabilitas .................................................................................................... 45

5. Corporate Governance .............................................................................................. 465.1 Bank Umum................................................................................................... 465.2 BPR ............................................................................................................... 47

6. Jaringan Kantor dan Kegiatan Perizinan Kelembagaan Perbankan......................... 496.1 Bank Umum Konvensional ........................................................................... 49

6.1.1 Perizinan ........................................................................................ 496.1.2 Jaringan Kantor .............................................................................. 506.1.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry).................................. 52

6.2 Bank Syariah ................................................................................................. 536.2.1 Perizinan ......................................................................................... 536.2.2 Jaringan Kantor............................................................................... 536.2.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry).................................. 54

6.3 BPR .............................................................................................................. 556.3.1 Perizinan ......................................................................................... 556.3.2 Jaringan Kantor............................................................................... 55

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

5

35912

Page 8: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

6.3.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry).................................. 55Resume Kinerja Perbankan ............................................................................................. 56

B. Profil Risiko Perbankan Nasional .............................................................................................. 591. Risiko Kredit ............................................................................................................... 59

1.1. Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi ................................................. 591.2. Penyaluran Kredit UMKM.............................................................................. 621.3. Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti ......................................................... 671.4. Sumber Dana Pemberian Kredit ................................................................... 671.5. Kualitas Kredit ............................................................................................... 681.6. Kecukupan Pencadangan............................................................................. 71

2. Risiko Pasar ............................................................................................................... 722.1. Risiko Harga.................................................................................................. 742.2. Risiko Nilai Tukar .......................................................................................... 752.3. Risiko Suku Bunga........................................................................................ 762.4. Komposisi Derivatif ....................................................................................... 78

3. Risiko Likuiditas ......................................................................................................... 793.1. Likuiditas Di Sisi Aset.................................................................................... 793.2. Likuiditas Di Sisi Kewajiban .......................................................................... 823.3. Kemampuan Penghimpunan Dana Perbankan ............................................ 83

4. Risiko Operasional ..................................................................................................... 85C. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional ............................. 91

1. Bank Umum Konvensional ....................................................................................... 911.1 Kebijakan dan Pengaturan ........................................................................... 911.2 Pengembangan Pengawasan Bank Umum Konvensional .......................... 94

2. Bank Syariah.............................................................................................................. 962.1 Kebijakan dan Pengaturan............................................................................ 962.2 Kajian ............................................................................................................ 982.3 Pengembangan Pengawasan Perbankan Syariah ...................................... 1002.4 Kampanye Produk dan Edukasi Perbankan Syariah (iB Campaign) .......... 100

3. BPR ............................................................................................................................ 1013.1 Kebijakan dan Pengaturan ........................................................................... 1013.2 Pengembangan Pengawasan BPR ............................................................. 109

D. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Konglomerasi Keuangan...................... 1031. Pengembangan Pengawasan Bank Terintegrasi ....................................................... 1032. Implementasi Pengawasan Terintegrasi................................................................... 106

E. Pengawasan Bank Umum...................................................................................................... 1111. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Khusus...................................................... 1112. Supervisory College................................................................................................. 1133. Perizinan Produk dan Aktivitas Bank ...................................................................... 1144. Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)

................................................................................................................................. 1155. Penegakan Kepatuhan Bank................................................................................... 117

5.1 Uji Kemampuan dan Kepatutan (Existing).................................................. 1175.2 Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan ....................................... 1175.3 Pemberian Keterangan Ahli atau Saksi…………………............................. 1195.4 Sosialisasi .................................................................................................. 120

F. Kerjasama Domestik dan Kerjasama Internasional ............................................................... 1231. Kerjasama Domestik ................................................................................................ 123

1.1 Kerjasama OJK dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ..................................................................................................................... 123

1.2 Kerjasama OJK dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) .................1231.3 Kerjasama OJK dengan Bank Indonesia (BI) ............................................1241.4 Kerjasama OJK dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) .....1251.5 Kerjasama OJK dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

(PPATK) .....................................................................................................1272. Kerjasama Internasional...........................................................................................129

G. Isu Internasional.....................................................................................................................1301. Review/Monitoring Sistem Keuangan Indonesia Oleh Lembaga Internasional .....130

1.1 Financial Sector Assessment Program (FSAP)...........................................1301.2 Regulatory Consistency Assessment Program (RCAP) ..............................1311.3 Mutual Evaluation.........................................................................................132

2. FATCA (Foreign Account Tax Compliant Act) ........................................................1343. Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Anti Money Laundering and

Countering Financing Terrorism/AML/CFT) ............................................................135H. Sistem Perizinan dan Registrasi (e-Licensing) Terintegrasi ...................................................137I. Perlindungan Konsumen..........................................................................................................141

1. Pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Konsumen ..................................................1411.1. Layanan Konsumen OJK............................................................................1411.2. Layanan Informasi.......................................................................................1431.3. Layanan Pertanyaan...................................................................................1431.4. Layanan Pengaduan...................................................................................144

2. Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB) .....................................................................1453. Standar Internal Dispute Resolution (IDR)...............................................................145

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

6

Page 9: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

6.3.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry).................................. 55Resume Kinerja Perbankan ............................................................................................. 56

B. Profil Risiko Perbankan Nasional .............................................................................................. 591. Risiko Kredit ............................................................................................................... 59

1.1. Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi ................................................. 591.2. Penyaluran Kredit UMKM.............................................................................. 621.3. Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti ......................................................... 671.4. Sumber Dana Pemberian Kredit ................................................................... 671.5. Kualitas Kredit ............................................................................................... 681.6. Kecukupan Pencadangan............................................................................. 71

2. Risiko Pasar ............................................................................................................... 722.1. Risiko Harga.................................................................................................. 742.2. Risiko Nilai Tukar .......................................................................................... 752.3. Risiko Suku Bunga........................................................................................ 762.4. Komposisi Derivatif ....................................................................................... 78

3. Risiko Likuiditas ......................................................................................................... 793.1. Likuiditas Di Sisi Aset.................................................................................... 793.2. Likuiditas Di Sisi Kewajiban .......................................................................... 823.3. Kemampuan Penghimpunan Dana Perbankan ............................................ 83

4. Risiko Operasional ..................................................................................................... 85C. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional ............................. 91

1. Bank Umum Konvensional ....................................................................................... 911.1 Kebijakan dan Pengaturan ........................................................................... 911.2 Pengembangan Pengawasan Bank Umum Konvensional .......................... 94

2. Bank Syariah.............................................................................................................. 962.1 Kebijakan dan Pengaturan............................................................................ 962.2 Kajian ............................................................................................................ 982.3 Pengembangan Pengawasan Perbankan Syariah ...................................... 1002.4 Kampanye Produk dan Edukasi Perbankan Syariah (iB Campaign) .......... 100

3. BPR ............................................................................................................................ 1013.1 Kebijakan dan Pengaturan ........................................................................... 1013.2 Pengembangan Pengawasan BPR ............................................................. 109

D. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Konglomerasi Keuangan...................... 1031. Pengembangan Pengawasan Bank Terintegrasi ....................................................... 1032. Implementasi Pengawasan Terintegrasi................................................................... 106

E. Pengawasan Bank Umum...................................................................................................... 1111. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Khusus...................................................... 1112. Supervisory College................................................................................................. 1133. Perizinan Produk dan Aktivitas Bank ...................................................................... 1144. Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)

................................................................................................................................. 1155. Penegakan Kepatuhan Bank................................................................................... 117

5.1 Uji Kemampuan dan Kepatutan (Existing).................................................. 1175.2 Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan ....................................... 1175.3 Pemberian Keterangan Ahli atau Saksi…………………............................. 1195.4 Sosialisasi .................................................................................................. 120

F. Kerjasama Domestik dan Kerjasama Internasional ............................................................... 1231. Kerjasama Domestik ................................................................................................ 123

1.1 Kerjasama OJK dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ..................................................................................................................... 123

1.2 Kerjasama OJK dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) .................1231.3 Kerjasama OJK dengan Bank Indonesia (BI) ............................................1241.4 Kerjasama OJK dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) .....1251.5 Kerjasama OJK dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

(PPATK) .....................................................................................................1272. Kerjasama Internasional...........................................................................................129

G. Isu Internasional.....................................................................................................................1301. Review/Monitoring Sistem Keuangan Indonesia Oleh Lembaga Internasional .....130

1.1 Financial Sector Assessment Program (FSAP)...........................................1301.2 Regulatory Consistency Assessment Program (RCAP) ..............................1311.3 Mutual Evaluation.........................................................................................132

2. FATCA (Foreign Account Tax Compliant Act) ........................................................1343. Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Anti Money Laundering and

Countering Financing Terrorism/AML/CFT) ............................................................135H. Sistem Perizinan dan Registrasi (e-Licensing) Terintegrasi ...................................................137I. Perlindungan Konsumen..........................................................................................................141

1. Pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Konsumen ..................................................1411.1. Layanan Konsumen OJK............................................................................1411.2. Layanan Informasi.......................................................................................1431.3. Layanan Pertanyaan...................................................................................1431.4. Layanan Pengaduan...................................................................................144

2. Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB) .....................................................................1453. Standar Internal Dispute Resolution (IDR)...............................................................145

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

7

Page 10: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

Halaman ini sengaja dikosongkan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

8

Halaman ini sengaja dikosongkan

Daftar Tabel

Tabel A.1 Kinerja Bank Umum............................................................................................ 14

Tabel A.2 Suku Bunga Deposito Rupiah ............................................................................ 15

Tabel A.1.1 Kondisi Umum Perbankan Konvensional .......................................................... 16

Tabel A.1.1.1 Rasio Permodalan Perbankan ........................................................................... 17

Tabel A.1.1.2 Rasio Permodalan Perbankan Berdasarkan Kepemilikan ................................. 18

Tabel A.1.5.1 Suku Bunga Dasar Kredit Berdasarkan Jenis Kredit ........................................ 21

Tabel A.1.5.2 Rentabilitas Perbankan (%) .............................................................................. 21

Tabel A.1.5.3 Rasio Rentabilitas Berdasarkan Kelompok Bank (%)..................................... .. 22

Tabel A.1.5.1.1 Proporsi Sumber Pendapatan Bunga Perbankan ............................................ 24

Tabel A.1.5.1.2 Komponen Pendapatan Bunga Lainnya (dalam Rp miliar) .............................. 24

Tabel A.1.5.1.3 Proporsi Sumber Pendapatan Operasional Perbankan .................................... 25

Tabel A.1.5.2.1 Komponen Beban Operasional Industri Perbankan (%) ................................... 27

Tabel A.1.5.2.2 Proporsi Komponen Beban Bunga Per Kepemilikan Bank................................ 28

Tabel A.1.5.2.3 Proporsi Beban Bunga DPK Terhadap Beban Bunga DPK Industri (%)*) ........ 29

Tabel A.1.5.2.4 Komponen Beban Bunga Kepemilikan Bank Terhadap Beban Bunga Industri 29

Tabel A.2.4.1 Pembiayaan Perbankan Syariah (BUS dan UUS) Berdasarkan Sektor Ekonomi

(dalam Rp miliar) ................................................................................................ 32

Tabel A.2.4.2 Pembiayaan BUS dan UUS Berdasarkan Penggunaan ..................................... 33

Tabel A.2.5.1 Indikator Umum Perbankan Syariah ................................................................... 34

Tabel A.3.1 Indikator Umum BPR .......................................................................................... 35

Tabel A.3.1.1 BPR dengan CAR Dibawah Threshold ............................................................... 35

Tabel A.3.2.1 Penyebaran DPK ................................................................................................. 36

Tabel A.3.3.1 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi .......................................................... 38

Tabel A.3.3.2 Kredit BPR Berdasarkan Lokasi Penyaluran ...................................................... 38

Tabel A.3.5.1 BPR dengan ROA Negatif .................................................................................. 40

Tabel A.4.4.1 Indikator Umum BPRS ....................................................................................... 41

Tabel A.5.1.1 Hasil Penilaian Corporate Governance Perbankan Juni 2016 .......................... .43

Tabel A.5.2.1 Ketentuan Corporate Governance Berdasarkan Modal Inti .............................. .43

Tabel A.6.1.1.1 Perizinan Perubahan Jaringan Kantor ................................................................ 46

Tabel A.6.1.2.1 Jaringan Kantor Bank Umum Konvensional ....................................................... 47

Tabel A.6.1.3.1 FPT Calon Pengurus dan Pemegang Saham Bank Umum .............................. 48

Tabel A.6.2.1.1 Perizinan Bank Umum Syariah .......................................................................... 49

Tabel A.6.2.2.1 Jaringan Kantor Bank Umum Syariah ................................................................ 50

Tabel A.6.3.1.1 Perizinan BPR .....................................................................................................51

Tabel A.6.3.3.1 Daftar Hasil Fit and Proper Test New Entry BPR ............................................... 51

Page 11: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

9

Daftar Tabel

Tabel A.1 Kinerja Bank Umum............................................................................................ 14

Tabel A.2 Suku Bunga Deposito Rupiah ............................................................................ 15

Tabel A.1.1 Kondisi Umum Perbankan Konvensional .......................................................... 16

Tabel A.1.1.1 Rasio Permodalan Perbankan ........................................................................... 17

Tabel A.1.1.2 Rasio Permodalan Perbankan Berdasarkan Kepemilikan ................................. 18

Tabel A.1.5.1 Suku Bunga Dasar Kredit Berdasarkan Jenis Kredit ........................................ 21

Tabel A.1.5.2 Rentabilitas Perbankan (%) .............................................................................. 21

Tabel A.1.5.3 Rasio Rentabilitas Berdasarkan Kelompok Bank (%)..................................... .. 22

Tabel A.1.5.1.1 Proporsi Sumber Pendapatan Bunga Perbankan ............................................ 24

Tabel A.1.5.1.2 Komponen Pendapatan Bunga Lainnya (dalam Rp miliar) .............................. 24

Tabel A.1.5.1.3 Proporsi Sumber Pendapatan Operasional Perbankan .................................... 25

Tabel A.1.5.2.1 Komponen Beban Operasional Industri Perbankan (%) ................................... 27

Tabel A.1.5.2.2 Proporsi Komponen Beban Bunga Per Kepemilikan Bank................................ 28

Tabel A.1.5.2.3 Proporsi Beban Bunga DPK Terhadap Beban Bunga DPK Industri (%)*) ........ 29

Tabel A.1.5.2.4 Komponen Beban Bunga Kepemilikan Bank Terhadap Beban Bunga Industri 29

Tabel A.2.4.1 Pembiayaan Perbankan Syariah (BUS dan UUS) Berdasarkan Sektor Ekonomi

(dalam Rp miliar) ................................................................................................ 32

Tabel A.2.4.2 Pembiayaan BUS dan UUS Berdasarkan Penggunaan ..................................... 33

Tabel A.2.5.1 Indikator Umum Perbankan Syariah ................................................................... 34

Tabel A.3.1 Indikator Umum BPR .......................................................................................... 35

Tabel A.3.1.1 BPR dengan CAR Dibawah Threshold ............................................................... 35

Tabel A.3.2.1 Penyebaran DPK ................................................................................................. 36

Tabel A.3.3.1 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi .......................................................... 38

Tabel A.3.3.2 Kredit BPR Berdasarkan Lokasi Penyaluran ...................................................... 38

Tabel A.3.5.1 BPR dengan ROA Negatif .................................................................................. 40

Tabel A.4.4.1 Indikator Umum BPRS ....................................................................................... 41

Tabel A.5.1.1 Hasil Penilaian Corporate Governance Perbankan Juni 2016 .......................... .43

Tabel A.5.2.1 Ketentuan Corporate Governance Berdasarkan Modal Inti .............................. .43

Tabel A.6.1.1.1 Perizinan Perubahan Jaringan Kantor ................................................................ 46

Tabel A.6.1.2.1 Jaringan Kantor Bank Umum Konvensional ....................................................... 47

Tabel A.6.1.3.1 FPT Calon Pengurus dan Pemegang Saham Bank Umum .............................. 48

Tabel A.6.2.1.1 Perizinan Bank Umum Syariah .......................................................................... 49

Tabel A.6.2.2.1 Jaringan Kantor Bank Umum Syariah ................................................................ 50

Tabel A.6.3.1.1 Perizinan BPR .....................................................................................................51

Tabel A.6.3.3.1 Daftar Hasil Fit and Proper Test New Entry BPR ............................................... 51

181920212225252628282931323333

36373839404142424445474850515253545555

Page 12: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

10

Tabel B.1.1.1 Konsentrasi dan Pertumbuhan Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi ..... 55

Tabel B.1.1.2 Konsentrasi Kredit Sektor Ekonomi Berdasarkan Kepemilikan Bank ................ 56

Tabel B.1.2.1 Konsentrasi Penyaluran UMKM .......................................................................... 57

Tabel B.1.2.2 Porsi UMKM berdasarkan Kelompok Bank (Rp Miliar) ...................................... 59

Tabel B.1.2.3 Skema KUR Tahun 2016 .................................................................................... 60

Tabel B.1.2.4 Bank Penyalur KUR 2016 ................................................................................... 61

Tabel B.1.2.5 Realisasi KUR Juni 2016 ................................................................................... 61

Tabel B.1.3.1 Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti ............................................................... 62

Tabel B.1.5.1 Rasio NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi ........................................................... 64

Tabel B.1.5.2 Jumlah NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi ........................................................ 65

Tabel B.1.6.1 Kecukupan Pencadangan ................................................................................... 67

Tabel B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR ................................................................. 67

Tabel B.2.1.1 Komponen Asset Trading Triwulan II-2016 ........................................................ 70

Tabel B.2.2.1 Perkembangan Rasio PDN ................................................................................. 71

Tabel B.2.3.1 Komponen Suku Bunga Berdasarkan Industri dan Kelompok Bank .................. 72

Tabel B.2.3.2 Maturity Profile (Rp dan Valas) ........................................................................... 73

Tabel B.2.4.1 Komponen Risiko Pasar – Komposisi Derivatif Per Kelompok Bank ................. 74

Tabel B.3.1.1 Rasio Likuiditas Perbankan ................................................................................ 75

Tabel B.3.1.2 Pertumbuhan Kredit dan Undisbursed Loan ...................................................... 76

Tabel B.3.1.3 Rasio LDR Bank Berdasarkan Kepemilikan ....................................................... 76

Tabel B.3.2.1 Rasio Likuiditas Perbankan Berdasarkan Kepemilikan ...................................... 78

Tabel B.3.3.1 Proporsi DPK Berdasarkan Kepemilikan ............................................................ 79

Tabel B.3.3.2 Penyebaran DPK berdasarkan Pangsa Wilayah Terbesar ................................ 79

Tabel B.4.1 Risiko Operasional Bank Umum Posisi Juni 2016 ............................................. 81

Tabel B.4.2 Jenis dan Kerugian Akibat Fraud........................................................................ 81

Tabel B.4.3 Kriteria Sistem Elektronik yang dapat ditempatkan pada Data Center dan

Disaster Recovery Center di Luar Indonesia ...................................................... 83

Tabel D.1.1 Tugas Pokok Satuan Kerja Departemen Pengawasan Terintegrasi .................. 99

Tabel E.1.1 Pemeriksaan Bank Umum ................................................................................. 104

Tabel E.1.2 Pemeriksaan Khusus Bank ................................................................................ 105

Tabel E.3.1 Produk dan Aktivitas Baru Perbankan Triwulan II-2016 .................................... 107

Tabel E.4.1 Realisasi Laku Pandai Triwulan II-2016 ............................................................. 108

Tabel E.5.1.1 Jumlah Track Record ......................................................................................... 109

Tabel E.5.2.1 Statistik Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan ................................. 110

Tabel E.5.3.1 Pemberian Keterangan Ahli/Saksi ..................................................................... 112

Tabel F.1.4.1 Realisasi & NPL Pembiayaan Program Jaring .................................................. 118

Tabel F.1.4.2 NPL Kegiatan Usaha Kredit Maritim (%) ............................................................ 118

Tabel G.1.1.1 Penilaian Stabilitas dan Pengembangan Sistem Keuangan Dalam FSAP ....... 121

60616264656666676972737375767778798081818384848687

88105112113115116117118120127127130

Tabel G.1.3.1 Technical Compliance Rating ............................................................................ 123

Tabel G.1.3.2 Effectiveness Rating (ER) ................................................................................. 123

Tabel G.3.2.1 Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris s.d Triwulan I-2016 ................. 127

Tabel H.1 Tujuan E-Licensing ........................................................................................... 128

Tabel I.1.1 Total Layanan Per Sektor ................................................................................. 132

Tabel I.1.2 Layanan Konsumen OJK Untuk Sektor Perbankan ......................................... 133

Page 13: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

11

Tabel B.1.1.1 Konsentrasi dan Pertumbuhan Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi ..... 55

Tabel B.1.1.2 Konsentrasi Kredit Sektor Ekonomi Berdasarkan Kepemilikan Bank ................ 56

Tabel B.1.2.1 Konsentrasi Penyaluran UMKM .......................................................................... 57

Tabel B.1.2.2 Porsi UMKM berdasarkan Kelompok Bank (Rp Miliar) ...................................... 59

Tabel B.1.2.3 Skema KUR Tahun 2016 .................................................................................... 60

Tabel B.1.2.4 Bank Penyalur KUR 2016 ................................................................................... 61

Tabel B.1.2.5 Realisasi KUR Juni 2016 ................................................................................... 61

Tabel B.1.3.1 Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti ............................................................... 62

Tabel B.1.5.1 Rasio NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi ........................................................... 64

Tabel B.1.5.2 Jumlah NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi ........................................................ 65

Tabel B.1.6.1 Kecukupan Pencadangan ................................................................................... 67

Tabel B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR ................................................................. 67

Tabel B.2.1.1 Komponen Asset Trading Triwulan II-2016 ........................................................ 70

Tabel B.2.2.1 Perkembangan Rasio PDN ................................................................................. 71

Tabel B.2.3.1 Komponen Suku Bunga Berdasarkan Industri dan Kelompok Bank .................. 72

Tabel B.2.3.2 Maturity Profile (Rp dan Valas) ........................................................................... 73

Tabel B.2.4.1 Komponen Risiko Pasar – Komposisi Derivatif Per Kelompok Bank ................. 74

Tabel B.3.1.1 Rasio Likuiditas Perbankan ................................................................................ 75

Tabel B.3.1.2 Pertumbuhan Kredit dan Undisbursed Loan ...................................................... 76

Tabel B.3.1.3 Rasio LDR Bank Berdasarkan Kepemilikan ....................................................... 76

Tabel B.3.2.1 Rasio Likuiditas Perbankan Berdasarkan Kepemilikan ...................................... 78

Tabel B.3.3.1 Proporsi DPK Berdasarkan Kepemilikan ............................................................ 79

Tabel B.3.3.2 Penyebaran DPK berdasarkan Pangsa Wilayah Terbesar ................................ 79

Tabel B.4.1 Risiko Operasional Bank Umum Posisi Juni 2016 ............................................. 81

Tabel B.4.2 Jenis dan Kerugian Akibat Fraud........................................................................ 81

Tabel B.4.3 Kriteria Sistem Elektronik yang dapat ditempatkan pada Data Center dan

Disaster Recovery Center di Luar Indonesia ...................................................... 83

Tabel D.1.1 Tugas Pokok Satuan Kerja Departemen Pengawasan Terintegrasi .................. 99

Tabel E.1.1 Pemeriksaan Bank Umum ................................................................................. 104

Tabel E.1.2 Pemeriksaan Khusus Bank ................................................................................ 105

Tabel E.3.1 Produk dan Aktivitas Baru Perbankan Triwulan II-2016 .................................... 107

Tabel E.4.1 Realisasi Laku Pandai Triwulan II-2016 ............................................................. 108

Tabel E.5.1.1 Jumlah Track Record ......................................................................................... 109

Tabel E.5.2.1 Statistik Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan ................................. 110

Tabel E.5.3.1 Pemberian Keterangan Ahli/Saksi ..................................................................... 112

Tabel F.1.4.1 Realisasi & NPL Pembiayaan Program Jaring .................................................. 118

Tabel F.1.4.2 NPL Kegiatan Usaha Kredit Maritim (%) ............................................................ 118

Tabel G.1.1.1 Penilaian Stabilitas dan Pengembangan Sistem Keuangan Dalam FSAP ....... 121

Tabel G.1.3.1 Technical Compliance Rating ............................................................................ 123

Tabel G.1.3.2 Effectiveness Rating (ER) ................................................................................. 123

Tabel G.3.2.1 Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris s.d Triwulan I-2016 ................. 127

Tabel H.1 Tujuan E-Licensing ........................................................................................... 128

Tabel I.1.1 Total Layanan Per Sektor ................................................................................. 132

Tabel I.1.2 Layanan Konsumen OJK Untuk Sektor Perbankan ......................................... 133

132132136137142143

Page 14: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

Grafik I.1.3.1 Pertanyaan Sektor Perbankan berdasarkan Jenis Produk .............................. 134

Grafik I.1.4.1 Layanan Pengaduan Triwulan II-2016 .............................................................. 135

Daftar Grafik

Grafik A.1.2.1 Proporsi DPK dalam Sumber Dana Perbankan (%) ........................................ 18

Grafik A.1.2.2 Perbandingan Suku Bunga DPK Industri (%) .................................................. 19

Grafik A.1.2.3 Struktur Pendanaan DPK Perbankan (%) ........................................................ 19

Grafik A.1.3.1 Perkembangan Likuiditas Perbankan............................................................... 19

Grafik A.1.4.1 Pertumbuhan Kredit (qtq) ................................................................................. 19

Grafik A.1.4.2 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan (qtq, %) ....................... 20

Grafik A.1.4.3 Pertumbuhan Kredit Tiga Sektor Ekonomi Terbesar ........................................ 20

Grafik A.1.5.1 Trend ROA dan NIM Perbankan ...................................................................... 21

Grafik A.1.5.2.1 Struktur BOPO Berdasarkan Kepemilikan Bank (%) ....................................... 26

Grafik A.1.5.2.2 Beban Bunga Berdasarkan Kepemilikan Bank ................................................ 27

Grafik A.2.3.1 Perkembangan Likuiditas Perbankan Syariah ................................................. 31

Grafik A.2.4.1 Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Lokasi Bank Penyalur ............ 33

Grafik A.3.3.1 Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan(dalam Rp. Miliar) .................................. 37

Grafik A.5.2.1 Jumlah BPR Berdasarkan Pemenuhan Komposisi Jumlah Anggota Direksi dan

Dewan Komisaris ................................................................................................ 45

Grafik A.6.1.2.1 Penyebaran Jaringan Kantor BUK di Lima Wilayah di Indonesia .................... 47

Grafik A.6.2.2.1 Penyebaran Jaringan Kantor BUS di Lima Wilayah di Indonesia .................... 50

Grafik A.6.3.2.1 Jaringan Kantor BPR ........................................................................................ 51

Grafik B.1.1.1 Konsentrasi Pemberian Kredit terhadap Tiga Sektor Terbesar ....................... 54

Grafik B.1.2.1 Penyebaran UMKM berdasarkan Wilayah ....................................................... 58

Grafik B.1.4.1 Sumber Dana Pemberian Kredit ...................................................................... 62

Grafik B.1.5.1 Trend NPL......................................................................................................... 63

Grafik B.1.5.2 Tiga Sektor Penyumbang NPL ......................................................................... 63

Grafik B.1.5.3 Perbandingan NPL Industri .............................................................................. 65

Grafik B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR Selama Triwulan II-2016 ...................... 67

Grafik B.3.1.1 Perkembangan Kredit BUSND ........................................................................ 77

Grafik B.3.3.1 Komponen Dana Pihak Ketiga (DPK) .............................................................. 79

Grafik D.1.1 Jenis Konglomerasi dan Total Aset 98 Grup Konglomerasi ............................. 98

Grafik D.1.2 Tren Total Aset dan Perbandingan Konglomerasi Keuangan .......................... 98

Grafik E.4.1 Wilayah Penyebaran Agen Laku Pandai Triwulan II-2016............................. 108

Grafik E.5.2.1 Sebaran Jenis Dugaan Tipibank...................................................................... 110

Grafik E.5.2.2 Pelaku Fraud yang diduga Tipibank ................................................................ 111

Grafik F.1.4.1 Pembiayaan Program JARING ......................................................................... 117

Grafik I.1.1 Layanan Per Sektor .......................................................................................... 132

Grafik I.1.2.1 Layanan Informasi Sektor Perbankan berdasarkan Jenis Permasalahan ....... 133

22232323232424253031353841

49515455596367686870728284104104116118119126142143

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

12

Page 15: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

Grafik I.1.3.1 Pertanyaan Sektor Perbankan berdasarkan Jenis Produk .............................. 134

Grafik I.1.4.1 Layanan Pengaduan Triwulan II-2016 .............................................................. 135

Daftar Grafik

Grafik A.1.2.1 Proporsi DPK dalam Sumber Dana Perbankan (%) ........................................ 18

Grafik A.1.2.2 Perbandingan Suku Bunga DPK Industri (%) .................................................. 19

Grafik A.1.2.3 Struktur Pendanaan DPK Perbankan (%) ........................................................ 19

Grafik A.1.3.1 Perkembangan Likuiditas Perbankan............................................................... 19

Grafik A.1.4.1 Pertumbuhan Kredit (qtq) ................................................................................. 19

Grafik A.1.4.2 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan (qtq, %) ....................... 20

Grafik A.1.4.3 Pertumbuhan Kredit Tiga Sektor Ekonomi Terbesar ........................................ 20

Grafik A.1.5.1 Trend ROA dan NIM Perbankan ...................................................................... 21

Grafik A.1.5.2.1 Struktur BOPO Berdasarkan Kepemilikan Bank (%) ....................................... 26

Grafik A.1.5.2.2 Beban Bunga Berdasarkan Kepemilikan Bank ................................................ 27

Grafik A.2.3.1 Perkembangan Likuiditas Perbankan Syariah ................................................. 31

Grafik A.2.4.1 Pembiayaan Perbankan Syariah Berdasarkan Lokasi Bank Penyalur ............ 33

Grafik A.3.3.1 Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan(dalam Rp. Miliar) .................................. 37

Grafik A.5.2.1 Jumlah BPR Berdasarkan Pemenuhan Komposisi Jumlah Anggota Direksi dan

Dewan Komisaris ................................................................................................ 45

Grafik A.6.1.2.1 Penyebaran Jaringan Kantor BUK di Lima Wilayah di Indonesia .................... 47

Grafik A.6.2.2.1 Penyebaran Jaringan Kantor BUS di Lima Wilayah di Indonesia .................... 50

Grafik A.6.3.2.1 Jaringan Kantor BPR ........................................................................................ 51

Grafik B.1.1.1 Konsentrasi Pemberian Kredit terhadap Tiga Sektor Terbesar ....................... 54

Grafik B.1.2.1 Penyebaran UMKM berdasarkan Wilayah ....................................................... 58

Grafik B.1.4.1 Sumber Dana Pemberian Kredit ...................................................................... 62

Grafik B.1.5.1 Trend NPL......................................................................................................... 63

Grafik B.1.5.2 Tiga Sektor Penyumbang NPL ......................................................................... 63

Grafik B.1.5.3 Perbandingan NPL Industri .............................................................................. 65

Grafik B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR Selama Triwulan II-2016 ...................... 67

Grafik B.3.1.1 Perkembangan Kredit BUSND ........................................................................ 77

Grafik B.3.3.1 Komponen Dana Pihak Ketiga (DPK) .............................................................. 79

Grafik D.1.1 Jenis Konglomerasi dan Total Aset 98 Grup Konglomerasi ............................. 98

Grafik D.1.2 Tren Total Aset dan Perbandingan Konglomerasi Keuangan .......................... 98

Grafik E.4.1 Wilayah Penyebaran Agen Laku Pandai Triwulan II-2016............................. 108

Grafik E.5.2.1 Sebaran Jenis Dugaan Tipibank...................................................................... 110

Grafik E.5.2.2 Pelaku Fraud yang diduga Tipibank ................................................................ 111

Grafik F.1.4.1 Pembiayaan Program JARING ......................................................................... 117

Grafik I.1.1 Layanan Per Sektor .......................................................................................... 132

Grafik I.1.2.1 Layanan Informasi Sektor Perbankan berdasarkan Jenis Permasalahan ....... 133

144145

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

13

Page 16: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

12 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

[Pembatas]

A. Overview Profil Industri Perbankan1. Kinerja Bank Umum Konvensional

2. Kinerja Bank Syariah

3. Kinerja BPR

4. Kinerja BPRS

5. Corporate Governance

6. Jaringan Kantor dan Kegiatan Perizinan Kelembagaan Perbankan

Halaman ini sengaja dikosongkan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

14

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 17: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

12 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

[Pembatas]

A. Overview Profil Industri Perbankan1. Kinerja Bank Umum Konvensional

2. Kinerja Bank Syariah

3. Kinerja BPR

4. Kinerja BPRS

5. Corporate Governance

6. Jaringan Kantor dan Kegiatan Perizinan Kelembagaan Perbankan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

15

Page 18: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

13 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

A. Overview Profil Industri Perbankan Nasional

Pada triwulan II-2016, pemulihan

ekonomi global masih berlanjut meski

dengan laju yang relatif lambat dan tidak

merata. Dari sisi domestik, perekonomian

Indonesia pada triwulan II-2016 tumbuh

sebesar 5,18% (yoy)1, meningkat

dibandingkan pertumbuhan triwulan

sebelumnya sebesar 4,91% (yoy).

Peningkatan tersebut terutama didorong

oleh meningkatnya pertumbuhan

konsumsi rumah tangga dan konsumsi

pemerintah. Meningkatnya konsumsi

rumah tangga didorong oleh

membaiknya daya beli masyarakat,

seiring dengan terkendalinya inflasi, serta

meningkatnya konsumsi menjelang Hari

Raya Idul Fitri. Sementara itu,

meningkatnya konsumsi pemerintah

sejalan dengan akselerasi belanja yang

terus berlanjut hingga triwulan II-20162.

Sejalan dengan itu, perbankan nasional3

pada triwulan II-2016 mengalami

perbaikan dibandingkan triwulan

sebelumnya dengan aset, kredit, dan

DPK perbankan meningkat masing-

masing sebesar 3,16% (qtq), 4,20% (qtq)

dan 2,37% (qtq) (Tabel A.1).

Kondisi ketahanan Bank Umum masih

tetap solid, tercermin dari rasio

kecukupan modal atau Capital Adequacy 1 Berita Resmi Statistik, Biro Pusat Statistik (BPS)

2 Siaran Pers Bank Indonesia No. 18/63/Dkom, 5 Agustus 2016

3 Perbankan nasional yang dimaksudkan di sini meliputi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS), tidak termasuk BPR/BPRS.

Ratio (CAR) sebesar 22,29% meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar 21,76%. Non Performing Loan

(NPL) gross dan NPL net juga masih

terjaga masing-masing sebesar 3,05%

dan 1,48% masih jauh di bawah

threshold 5%, Return On Asset (ROA)

sebesar 2,26% dan Net Interest Margin

(NIM)4 sebesar 5,44%.

Kondisi likuiditas perbankan secara

umum masih terjaga dengan baik

meskipun menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya, tercermin dari rasio

AL/NCD5 maupun rasio AL/DPK6

perbankan pada posisi 29 Juni 2016

yang berada di atas threshold, masing-

masing sebesar 76,43% dan 15,97%.

Kinerja Bank Umum Konvensional (BUK)

pada triwulan II-2016 juga masih

financially sound, tercermin dari CAR

yang relatif tinggi sebesar 22,56%,

meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 22%. Rasio tersebut

masih jauh di atas persyaratan Kewajiban 4 NIM (Net Interest Margin) merupakan indikator

rentabilitas bank yang didapat dari rasio Pendapatan Bunga Bersih terhadap rata-rata Total Aset Produktif (SE BI No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011).

5 AL/NCD merupakan indikator likuiditas yang membandingkan antara Alat Likuid terhadap Non Core Deposit. Likuiditas yang baik jika berada diatas threshold AL/NCD>50%. AL = Final Excess Reserve + Kas + Penempatan pada BI lainnya + Reserve Repo, sementara NCD = 30% Tabungan + 30% Giro + 10% Deposito.

6 AL/DPK merupakan indikator likuiditas yang membandingkan antara Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga. Likuiditas yang baik jika berada diatas threshold AL/DPK>10%. DPK = Tabungan + Giro + Deposito.

Halaman ini sengaja dikosongkan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

16

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 19: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

13 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

A. Overview Profil Industri Perbankan Nasional

Pada triwulan II-2016, pemulihan

ekonomi global masih berlanjut meski

dengan laju yang relatif lambat dan tidak

merata. Dari sisi domestik, perekonomian

Indonesia pada triwulan II-2016 tumbuh

sebesar 5,18% (yoy)1, meningkat

dibandingkan pertumbuhan triwulan

sebelumnya sebesar 4,91% (yoy).

Peningkatan tersebut terutama didorong

oleh meningkatnya pertumbuhan

konsumsi rumah tangga dan konsumsi

pemerintah. Meningkatnya konsumsi

rumah tangga didorong oleh

membaiknya daya beli masyarakat,

seiring dengan terkendalinya inflasi, serta

meningkatnya konsumsi menjelang Hari

Raya Idul Fitri. Sementara itu,

meningkatnya konsumsi pemerintah

sejalan dengan akselerasi belanja yang

terus berlanjut hingga triwulan II-20162.

Sejalan dengan itu, perbankan nasional3

pada triwulan II-2016 mengalami

perbaikan dibandingkan triwulan

sebelumnya dengan aset, kredit, dan

DPK perbankan meningkat masing-

masing sebesar 3,16% (qtq), 4,20% (qtq)

dan 2,37% (qtq) (Tabel A.1).

Kondisi ketahanan Bank Umum masih

tetap solid, tercermin dari rasio

kecukupan modal atau Capital Adequacy 1 Berita Resmi Statistik, Biro Pusat Statistik (BPS)

2 Siaran Pers Bank Indonesia No. 18/63/Dkom, 5 Agustus 2016

3 Perbankan nasional yang dimaksudkan di sini meliputi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS), tidak termasuk BPR/BPRS.

Ratio (CAR) sebesar 22,29% meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar 21,76%. Non Performing Loan

(NPL) gross dan NPL net juga masih

terjaga masing-masing sebesar 3,05%

dan 1,48% masih jauh di bawah

threshold 5%, Return On Asset (ROA)

sebesar 2,26% dan Net Interest Margin

(NIM)4 sebesar 5,44%.

Kondisi likuiditas perbankan secara

umum masih terjaga dengan baik

meskipun menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya, tercermin dari rasio

AL/NCD5 maupun rasio AL/DPK6

perbankan pada posisi 29 Juni 2016

yang berada di atas threshold, masing-

masing sebesar 76,43% dan 15,97%.

Kinerja Bank Umum Konvensional (BUK)

pada triwulan II-2016 juga masih

financially sound, tercermin dari CAR

yang relatif tinggi sebesar 22,56%,

meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 22%. Rasio tersebut

masih jauh di atas persyaratan Kewajiban 4 NIM (Net Interest Margin) merupakan indikator

rentabilitas bank yang didapat dari rasio Pendapatan Bunga Bersih terhadap rata-rata Total Aset Produktif (SE BI No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011).

5 AL/NCD merupakan indikator likuiditas yang membandingkan antara Alat Likuid terhadap Non Core Deposit. Likuiditas yang baik jika berada diatas threshold AL/NCD>50%. AL = Final Excess Reserve + Kas + Penempatan pada BI lainnya + Reserve Repo, sementara NCD = 30% Tabungan + 30% Giro + 10% Deposito.

6 AL/DPK merupakan indikator likuiditas yang membandingkan antara Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga. Likuiditas yang baik jika berada diatas threshold AL/DPK>10%. DPK = Tabungan + Giro + Deposito.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

17

Page 20: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

14 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Pemenuhan Modal Minimum (KPMM)

sebesar 8%. Selain itu, kinerja

rentabilitas juga masih memadai dengan

ROA dan NIM masing-masing sebesar

2,31% dan 5,59%.

Pertumbuhan kinerja BUK sejalan

dengan pertumbuhan bank umum

mengingat 96,60% aset perbankan

nasional didominasi oleh aset BUK.

Tabel A.1 Kinerja Bank Umum

TW I TW IIBank UmumTotal Aset (Rp milyar) 6.167.747 6.362.713 3,16%Kredit (Rp milyar) 4.000.448 4.168.308 4,20%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 4.468.955 4.574.671 2,37%- Giro (Rp milyar) 1.041.838 1.072.274 2,92%- Tabungan (Rp milyar) 1.326.177 1.418.961 7,00%- Deposito (Rp milyar) 2.100.939 2.083.436 -0,83%

qtqRasio 2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Pertumbuhan aset, DPK, dan

pembiayaan perbankan syariah (BUS

dan UUS) pada triwulan II-2016

mengalami peningkatan dari triwulan

sebelumnya yaitu masing-masing

sebesar 2,84% (qtq), 3,73% (qtq), dan

4,07% (qtq). CAR BUS masih memadai

meskipun sedikit turun 18 bps menjadi

14,72%. Sementara itu, NPF gross Bank

Umum Syariah (BUS) naik 34 bps

menjadi 5,68%.

Pertumbuhan aset, DPK, dan kredit Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) pada triwulan

II-2016 meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yaitu masing-masing

sebesar 2,21%, 1,28%, dan 4,66%.

Demikian juga halnya dengan

permodalan BPR yang masih memadai,

tercermin dari rasio CAR yang mencapai

22,15%.

Peningkatan kredit BPR tidak diikuti

dengan peningkatan kualitas kredit,

tercermin dari meningkatnya NPL gross

dan NPL net BPR sebesar masing-

masing 3 bps dan 12 bps dari triwulan

sebelumnya yaitu menjadi 6,19% dan

4,51%.

Selain itu, Bank Perkreditan Rakyat

Syariah (BPRS) juga menunjukkan

pertumbuhan yang cukup baik pada

triwulan II-2016, terlihat dari peningkatan

pada aset, DPK, dan pembiayaan BPRS

masing-masing sebesar 2,13% (qtq),

0,64% (qtq), dan 8,25% (qtq). Meskipun

mengalami penurunan, CAR dan ROA

BPRS juga masih terjaga masing-masing

sebesar 20,22% dan 2,18%.

Suku bunga deposito BUK secara umum

mengalami penurunan dibandingkan

triwulan II–2016. Hal ini sejalan dengan

menurunnya BI Rate sebesar 25 bps

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

15 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

menjadi 6,5% pada bulan Juni 2016 serta

dalam rangka penerapan kebijakan

single digit interest rate pada akhir tahun

2016.

Suku bunga deposito tenor 1, 3, 6, dan

lebih dari 12 bulan pada triwulan II-2016

masing-masing sebesar 6,75%; 7,20%;

7,82; dan 8,04%, menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya masing-masing

sebesar 7,10%; 7,83%; 8,37%; dan

8,32%.

Berdasarkan kelompok kepemilikan

bank, kelompok BUSND menawarkan

suku bunga deposito tertinggi untuk

semua tenor yaitu tenor 1, 3, 6, dan lebih

dari 12 bulan (Tabel A.2).

Tabel A.2 Suku Bunga Deposito Rupiah

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16

Industri 7,10 6,75 7,83 7,20 8,37 7,82 8,32 8,04

BUMN 6,80 6,48 7,12 6,75 7,76 7,39 8,40 8,22

BUSD 7,17 6,80 8,21 7,44 8,58 7,93 8,08 7,62

BUSND 8,07 7,93 8,70 8,40 9,08 8,86 7,72 8,65

BPD 7,60 7,24 8,00 7,46 8,11 7,91 8,72 8,36

Campuran 7,23 6,76 8,27 7,42 8,84 8,12 8,59 8,18

KCBA 5,81 5,70 7,86 7,09 8,04 7,59 8,58 8,08

Suku Bunga Deposito Rupiah (%)

1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan ≥12 Bulan

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

1. Kinerja Bank Umum Konvensional

Secara umum kondisi BUK pada triwulan

II-2016 masih terjaga baik, sebagaimana

ditunjukkan oleh CAR yang relatif tinggi

sebesar 22,56%, serta aset, DPK, dan

kredit yang mengalami peningkatan

pertumbuhan masing-masing sebesar

3,22% (qtq), 4,23% (qtq), dan 2,41%

(qtq) (Tabel A.1.1).

Pencadangan yang dilakukan oleh

perbankan cukup memadai untuk

memitigasi peningkatan NPL yang terjadi

pada triwulan II-2016 dan masih dibawah

threshold. Peningkatan NPL gross dan

NPL net pada triwulan II-2016, masing-

masing meningkat sebesar 22 bps (dari

2,73% menjadi 2,95%) dan 11 bps (dari

1,28% menjadi 1,39%).

Dilihat dari sisi likuiditas, LDR BUK naik

159 bps (qtq) dari 89,60% menjadi

91,19%. Sementara dari sisi rentabilitas,

NIM meningkat 4 bps (qtq) menjadi

5,59% dan ROA menurun 13 bps (qtq)

menjadi 2,31%.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

18

Page 21: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

14 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Pemenuhan Modal Minimum (KPMM)

sebesar 8%. Selain itu, kinerja

rentabilitas juga masih memadai dengan

ROA dan NIM masing-masing sebesar

2,31% dan 5,59%.

Pertumbuhan kinerja BUK sejalan

dengan pertumbuhan bank umum

mengingat 96,60% aset perbankan

nasional didominasi oleh aset BUK.

Tabel A.1 Kinerja Bank Umum

TW I TW IIBank UmumTotal Aset (Rp milyar) 6.167.747 6.362.713 3,16%Kredit (Rp milyar) 4.000.448 4.168.308 4,20%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 4.468.955 4.574.671 2,37%- Giro (Rp milyar) 1.041.838 1.072.274 2,92%- Tabungan (Rp milyar) 1.326.177 1.418.961 7,00%- Deposito (Rp milyar) 2.100.939 2.083.436 -0,83%

qtqRasio 2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Pertumbuhan aset, DPK, dan

pembiayaan perbankan syariah (BUS

dan UUS) pada triwulan II-2016

mengalami peningkatan dari triwulan

sebelumnya yaitu masing-masing

sebesar 2,84% (qtq), 3,73% (qtq), dan

4,07% (qtq). CAR BUS masih memadai

meskipun sedikit turun 18 bps menjadi

14,72%. Sementara itu, NPF gross Bank

Umum Syariah (BUS) naik 34 bps

menjadi 5,68%.

Pertumbuhan aset, DPK, dan kredit Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) pada triwulan

II-2016 meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya yaitu masing-masing

sebesar 2,21%, 1,28%, dan 4,66%.

Demikian juga halnya dengan

permodalan BPR yang masih memadai,

tercermin dari rasio CAR yang mencapai

22,15%.

Peningkatan kredit BPR tidak diikuti

dengan peningkatan kualitas kredit,

tercermin dari meningkatnya NPL gross

dan NPL net BPR sebesar masing-

masing 3 bps dan 12 bps dari triwulan

sebelumnya yaitu menjadi 6,19% dan

4,51%.

Selain itu, Bank Perkreditan Rakyat

Syariah (BPRS) juga menunjukkan

pertumbuhan yang cukup baik pada

triwulan II-2016, terlihat dari peningkatan

pada aset, DPK, dan pembiayaan BPRS

masing-masing sebesar 2,13% (qtq),

0,64% (qtq), dan 8,25% (qtq). Meskipun

mengalami penurunan, CAR dan ROA

BPRS juga masih terjaga masing-masing

sebesar 20,22% dan 2,18%.

Suku bunga deposito BUK secara umum

mengalami penurunan dibandingkan

triwulan II–2016. Hal ini sejalan dengan

menurunnya BI Rate sebesar 25 bps

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

15 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

menjadi 6,5% pada bulan Juni 2016 serta

dalam rangka penerapan kebijakan

single digit interest rate pada akhir tahun

2016.

Suku bunga deposito tenor 1, 3, 6, dan

lebih dari 12 bulan pada triwulan II-2016

masing-masing sebesar 6,75%; 7,20%;

7,82; dan 8,04%, menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya masing-masing

sebesar 7,10%; 7,83%; 8,37%; dan

8,32%.

Berdasarkan kelompok kepemilikan

bank, kelompok BUSND menawarkan

suku bunga deposito tertinggi untuk

semua tenor yaitu tenor 1, 3, 6, dan lebih

dari 12 bulan (Tabel A.2).

Tabel A.2 Suku Bunga Deposito Rupiah

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16

Industri 7,10 6,75 7,83 7,20 8,37 7,82 8,32 8,04

BUMN 6,80 6,48 7,12 6,75 7,76 7,39 8,40 8,22

BUSD 7,17 6,80 8,21 7,44 8,58 7,93 8,08 7,62

BUSND 8,07 7,93 8,70 8,40 9,08 8,86 7,72 8,65

BPD 7,60 7,24 8,00 7,46 8,11 7,91 8,72 8,36

Campuran 7,23 6,76 8,27 7,42 8,84 8,12 8,59 8,18

KCBA 5,81 5,70 7,86 7,09 8,04 7,59 8,58 8,08

Suku Bunga Deposito Rupiah (%)

1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan ≥12 Bulan

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

1. Kinerja Bank Umum Konvensional

Secara umum kondisi BUK pada triwulan

II-2016 masih terjaga baik, sebagaimana

ditunjukkan oleh CAR yang relatif tinggi

sebesar 22,56%, serta aset, DPK, dan

kredit yang mengalami peningkatan

pertumbuhan masing-masing sebesar

3,22% (qtq), 4,23% (qtq), dan 2,41%

(qtq) (Tabel A.1.1).

Pencadangan yang dilakukan oleh

perbankan cukup memadai untuk

memitigasi peningkatan NPL yang terjadi

pada triwulan II-2016 dan masih dibawah

threshold. Peningkatan NPL gross dan

NPL net pada triwulan II-2016, masing-

masing meningkat sebesar 22 bps (dari

2,73% menjadi 2,95%) dan 11 bps (dari

1,28% menjadi 1,39%).

Dilihat dari sisi likuiditas, LDR BUK naik

159 bps (qtq) dari 89,60% menjadi

91,19%. Sementara dari sisi rentabilitas,

NIM meningkat 4 bps (qtq) menjadi

5,59% dan ROA menurun 13 bps (qtq)

menjadi 2,31%.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

19

Page 22: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

16 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.1.1Kondisi Umum Perbankan Konvensional

TW I TW IITotal Aset (Rp milyar) 5.954.688 6.146.676 3,22%Kredit (Rp milyar) 3.847.481 4.010.165 4,23%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 4.294.176 4.397.620 2,41%- Giro (Rp milyar) 1.028.170 1.055.331 2,64%- Tabungan (Rp milyar) 1.274.070 1.366.924 7,29%- Deposito (Rp milyar) 1.991.936 1.975.364 -0,83%CAR (%) 22,00 22,56 0,56 ROA (%) 2,44 2,31 (0,13) NIM (%) 5,55 5,59 0,04 BOPO (%) 82,96 82,23 (0,73) NPL Gross (%) 2,73 2,95 0,22 NPL Net (%) 1,28 1,39 0,11 LDR (%) 89,60 91,19 1,59

qtqRasio

Ket: menunjukkan peningkatan

menunjukkan penurunan

2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan LHBU, Juni 2016

1.1 Permodalan

Kondisi permodalan BUK pada triwulan

II-2016 menunjukkan peningkatan,

tercermin dari kenaikan CAR sebesar 56

bps dibandingkan triwulan sebelumnya

yaitu dari 22% menjadi 22,56%.

Peningkatan CAR disebabkan adanya

peningkatan setoran modal dari

pemegang saham sehingga membuat

pertumbuhan modal yang lebih besar

dibandingkan pertumbuhan Aset

Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

Komposisi modal secara umum masih

didominasi oleh modal inti7 yaitu 88,84%,

7 Komponen yang termasuk ke dalam modal inti

diantaranya modal inti utama (Common Equity Tier 1) dan modal inti tambahan (Additional Tier 1). Modal inti utama termasuk didalamnya modal disetor, cadangan tambahan modal, minority interest hasil konsolidasi, faktor pengurang CET 1, kekurangan modal, serta eksposur sekuritisasi. Sementara modal inti tambahan diantaranya saham preferen, surat berharga dan pinjaman subordinasi, dan

meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 88,26%.

Sementara itu, komposisi modal

pelengkap8 mengalami penurunan dari

triwulan sebelumnya sebesar 11,74%

menjadi 11,17% (Tabel A.1.1.1).

Rasio aktiva produktif bermasalah

terhadap modal sebesar 6,08%,

sehingga apabila dilakukan write-off

terhadap seluruh aktiva produktif

bermasalah, CAR masih memadai.

Kondisi tersebut mencerminkan bahwa

kualitas permodalan bank masih dapat

menyerap risiko-risiko potensial bank,

komponen lainnya (sesuai ketentuan BASEL III) (PBI No. 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum).

8 Komponen modal pelengkap hanya dapat diperhitungkan maksimal 100% dari modal inti, meliputi: saham preferen; surat berharga sobordiansi; mandatory convertible bond; dan komponen modal pelengkap lainnya (PBI No. 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

17 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

terutama risiko yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss).

Tabel A.1.1.1 Rasio Permodalan Perbankan

TW I TW II

I . Kecukupan Permodalan

1. Ras io KPMM (CAR) (%) 22,01 22,56

2. Ras io Modal Inti (Tier 1 Capita l Ratio) (%) 19,42 20,04

3. Ras io Leverage Modal Inti (Tier 1 Leverage Ratio) (%) 14,05 14,59

4. Ras io Kompos is i Modal Inti (%) 88,26 88,84

5. Ras io Kompos is i Modal Pelengkap (%) 11,74 11,17

6. Ras io AP Bermasalah terhadap Modal (%) 5,79 6,08

7. Aset KR - CKPN KR thdp Modal Inti + PPAP Umum (%) 27,30 25,96

8. Cri tized Assets terhadap Modal (%) 30,50 28,66

I I . Akses Permodalan

1. Ras io sa ldo laba terhadap modal/ROE (%) 50,58 45,91

2. Retention Rate (%) 43,66 40,14

Indikator2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI) dan Sistem Informasi Perbankan OJK, tanggal 1 Agustus 2016

Untuk kondisi permodalan berdasarkan

kelompok kepemilikan bank, CAR pada

kelompok KCBA mencapai 46,97%, jauh

di atas CAR Industri sebesar 22,56%

(Tabel A.1.1.2). Tingginya CAR pada

kelompok KCBA diikuti dengan tingginya

rasio modal inti dan rasio leverage

modal inti9 yaitu masing-masing sebesar

41,27% dan 18,29%. Kondisi dimaksud

sebagai dampak adanya kewajiban

pembentukan Capital Equivalency

Maintained Assets (CEMA)10 pada

9 Rasio Leverage Modal Inti diukur dengan

indikator rasio modal inti terhadap total aset, yaitu apabila total aset melebihi modal inti bank maka terjadi leverage atas modal inti bank. Peningkatan pada rasio leverage perlu dicermati karena terkait dengan profil risiko dan kualitas aset bank yang berimplikasi pada modal.

10 Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) adalah alokasi dana usaha kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang wajib ditempatkan pada aset keuangan dalam jumlah dan persyaratan tertentu, PBI No. 15/12/PBI/13 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

kelompok KCBA, yang umumnya

ditanamkan pada SUN dengan bobot

risiko 0% pada ATMR-nya. Kondisi ini

sesuai dengan karakteristik KCBA yang

mendapat dukungan pendanaan dari

head office untuk memperkuat

operasional KCBA.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

20

Page 23: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

16 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.1.1Kondisi Umum Perbankan Konvensional

TW I TW IITotal Aset (Rp milyar) 5.954.688 6.146.676 3,22%Kredit (Rp milyar) 3.847.481 4.010.165 4,23%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 4.294.176 4.397.620 2,41%- Giro (Rp milyar) 1.028.170 1.055.331 2,64%- Tabungan (Rp milyar) 1.274.070 1.366.924 7,29%- Deposito (Rp milyar) 1.991.936 1.975.364 -0,83%CAR (%) 22,00 22,56 0,56 ROA (%) 2,44 2,31 (0,13) NIM (%) 5,55 5,59 0,04 BOPO (%) 82,96 82,23 (0,73) NPL Gross (%) 2,73 2,95 0,22 NPL Net (%) 1,28 1,39 0,11 LDR (%) 89,60 91,19 1,59

qtqRasio

Ket: menunjukkan peningkatan

menunjukkan penurunan

2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan LHBU, Juni 2016

1.1 Permodalan

Kondisi permodalan BUK pada triwulan

II-2016 menunjukkan peningkatan,

tercermin dari kenaikan CAR sebesar 56

bps dibandingkan triwulan sebelumnya

yaitu dari 22% menjadi 22,56%.

Peningkatan CAR disebabkan adanya

peningkatan setoran modal dari

pemegang saham sehingga membuat

pertumbuhan modal yang lebih besar

dibandingkan pertumbuhan Aset

Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

Komposisi modal secara umum masih

didominasi oleh modal inti7 yaitu 88,84%,

7 Komponen yang termasuk ke dalam modal inti

diantaranya modal inti utama (Common Equity Tier 1) dan modal inti tambahan (Additional Tier 1). Modal inti utama termasuk didalamnya modal disetor, cadangan tambahan modal, minority interest hasil konsolidasi, faktor pengurang CET 1, kekurangan modal, serta eksposur sekuritisasi. Sementara modal inti tambahan diantaranya saham preferen, surat berharga dan pinjaman subordinasi, dan

meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 88,26%.

Sementara itu, komposisi modal

pelengkap8 mengalami penurunan dari

triwulan sebelumnya sebesar 11,74%

menjadi 11,17% (Tabel A.1.1.1).

Rasio aktiva produktif bermasalah

terhadap modal sebesar 6,08%,

sehingga apabila dilakukan write-off

terhadap seluruh aktiva produktif

bermasalah, CAR masih memadai.

Kondisi tersebut mencerminkan bahwa

kualitas permodalan bank masih dapat

menyerap risiko-risiko potensial bank,

komponen lainnya (sesuai ketentuan BASEL III) (PBI No. 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum).

8 Komponen modal pelengkap hanya dapat diperhitungkan maksimal 100% dari modal inti, meliputi: saham preferen; surat berharga sobordiansi; mandatory convertible bond; dan komponen modal pelengkap lainnya (PBI No. 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

17 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

terutama risiko yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss).

Tabel A.1.1.1 Rasio Permodalan Perbankan

TW I TW II

I . Kecukupan Permodalan

1. Ras io KPMM (CAR) (%) 22,01 22,56

2. Ras io Modal Inti (Tier 1 Capita l Ratio) (%) 19,42 20,04

3. Ras io Leverage Modal Inti (Tier 1 Leverage Ratio) (%) 14,05 14,59

4. Ras io Kompos is i Modal Inti (%) 88,26 88,84

5. Ras io Kompos is i Modal Pelengkap (%) 11,74 11,17

6. Ras io AP Bermasalah terhadap Modal (%) 5,79 6,08

7. Aset KR - CKPN KR thdp Modal Inti + PPAP Umum (%) 27,30 25,96

8. Cri tized Assets terhadap Modal (%) 30,50 28,66

I I . Akses Permodalan

1. Ras io sa ldo laba terhadap modal/ROE (%) 50,58 45,91

2. Retention Rate (%) 43,66 40,14

Indikator2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI) dan Sistem Informasi Perbankan OJK, tanggal 1 Agustus 2016

Untuk kondisi permodalan berdasarkan

kelompok kepemilikan bank, CAR pada

kelompok KCBA mencapai 46,97%, jauh

di atas CAR Industri sebesar 22,56%

(Tabel A.1.1.2). Tingginya CAR pada

kelompok KCBA diikuti dengan tingginya

rasio modal inti dan rasio leverage

modal inti9 yaitu masing-masing sebesar

41,27% dan 18,29%. Kondisi dimaksud

sebagai dampak adanya kewajiban

pembentukan Capital Equivalency

Maintained Assets (CEMA)10 pada

9 Rasio Leverage Modal Inti diukur dengan

indikator rasio modal inti terhadap total aset, yaitu apabila total aset melebihi modal inti bank maka terjadi leverage atas modal inti bank. Peningkatan pada rasio leverage perlu dicermati karena terkait dengan profil risiko dan kualitas aset bank yang berimplikasi pada modal.

10 Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) adalah alokasi dana usaha kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang wajib ditempatkan pada aset keuangan dalam jumlah dan persyaratan tertentu, PBI No. 15/12/PBI/13 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

kelompok KCBA, yang umumnya

ditanamkan pada SUN dengan bobot

risiko 0% pada ATMR-nya. Kondisi ini

sesuai dengan karakteristik KCBA yang

mendapat dukungan pendanaan dari

head office untuk memperkuat

operasional KCBA.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

21

Page 24: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

18 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.1.1.2 Rasio Permodalan Perbankan Berdasarkan Kepemilikan

I. Kecukupan Permodalan (%)

1. Rasio KPMM (CAR) (%) 21,20 19,73 22,64 19,67 21,27 46,97

2. Rasio Modal Inti (Tier 1 Capital Ratio) (%) 17,38 18,75 23,22 17,79 18,55 41,27

3. Rasio Leverage Modal Inti (Tier 1 Leverage Ratio) (%) 13,28 13,16 15,52 10,02 14,78 18,29

4. Rasio Komposisi Modal Inti (%) 86,38 94,32 97,13 90,27 89,37 98,02

5. Rasio Komposisi Modal Pelengkap (%) 13,62 5,68 2,88 9,73 10,63 1,98

6. Rasio AP Bermasalah terhadap Modal (%) 5,64 8,30 8,80 6,04 5,97 0,84

7. Aset KR - CKPN KR thdp Modal Inti + PPAP Umum 24,67 27,38 37,04 15,53 24,57 6,84

8. Critized Assets terhadap Modal 26,63 28,17 37,33 16,27 30,39 10,33

II. Akses Permodalan (%)

1. Rasio saldo laba terhadap modal/ROE 52,57 28,93 10,62 7,38 48,71 7,25

2. Retention Rate 46,29 26,12 9,98 1,19 33,20 5,41

Campuran KCBAIndikator BUMN BUSD BUSND BPD

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan Sistem Informasi Perbankan OJK, penarikan data pada 1 Agustus 2016

1.2 Dana Pihak Ketiga (DPK)

Jumlah DPK BUK pada triwulan II-2016

meningkat sebesar 2,41% dari triwulan

sebelumnya sebesar Rp4.294,2 triliun

menjadi sebesar Rp4.397,6 triliun.

Peningkatan pertumbuhan DPK tersebut

dipengaruhi oleh pertumbuhan giro dan

tabungan masing-masing sebesar

2,64% (qtq) dan 7,29% (qtq). Sementara

deposito mengalami penurunan sebesar

0,83% (qtq).

Dilihat dari sisi kewajiban bank pada

triwulan II-2016, DPK masih

mendominasi sumber dana perbankan

yaitu sebesar 89,66%, sedikit menurun

dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya sebesar 90,10%.

Grafik A.1.2.1 Proporsi DPK dalam Sumber Dana

Perbankan (%)

Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016

Komposisi DPK terbesar berada pada

deposito (44,92%), diikuti oleh tabungan

dan giro masing-masing sebesar

31,08% dan 24%. Porsi deposito yang

cukup tinggi merupakan akibat dari

tingginya suku bunga deposito apabila

dibandingkan dengan suku bunga

tabungan dan giro (Grafik A.1.2.2).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

19 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik A.1.2.2 Perbandingan Suku Bunga DPK Industri (%)

Sumber: SPI, Juni 2016

Grafik A.1.2.3 Struktur Pendanaan DPK Perbankan (%)

Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016

1.3 Likuiditas

Likuiditas perbankan yang dilihat dari

rasio AL/NCD dan AL/DPK pada posisi

29 Juni 2016 masing-masing sebesar

76,43% dan 15,97%, menurun

dibandingkan posisi 30 Maret 2016 yaitu

sebesar 94,37% dan 19,38%.

Grafik A.1.3.1

Sumber: OJK

1.4 Kredit

Seiring dengan membaiknya

perekonomian domestik pada triwulan II-

2016, pertumbuhan kredit juga

mengalami peningkatan. Pada triwulan

II-2016 kredit BUK naik 4,23% (qtq)

menjadi Rp4.010,2 triliun dari

sebelumnya Rp3.847,5 triliun.

Grafik A.1.4.1Pertumbuhan Kredit (qtq)

Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016

Berdasarkan jenis penggunaan, tujuan

penggunaan kredit masih didominasi

oleh Kredit Modal Kerja (KMK) dengan

porsi 47,29%, diikuti dengan Kredit

Konsumsi (KK) dan Kredit Investasi (KI)

dengan porsi masing-masing sebesar

27,40% dan 25,31%. Pertumbuhan

penggunaan kredit pada triwulan II-2016

juga menunjukkan peningkatan, dengan

pertumbuhan tertinggi pada KMK

sebesar 6,18% (qtq), diikuti

pertumbuhan pada KK dan KI masing-

masing sebesar 2,76% (qtq) dan 2,40%

(qtq) (Grafik A.1.4.2).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

22

Page 25: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

18 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.1.1.2 Rasio Permodalan Perbankan Berdasarkan Kepemilikan

I. Kecukupan Permodalan (%)

1. Rasio KPMM (CAR) (%) 21,20 19,73 22,64 19,67 21,27 46,97

2. Rasio Modal Inti (Tier 1 Capital Ratio) (%) 17,38 18,75 23,22 17,79 18,55 41,27

3. Rasio Leverage Modal Inti (Tier 1 Leverage Ratio) (%) 13,28 13,16 15,52 10,02 14,78 18,29

4. Rasio Komposisi Modal Inti (%) 86,38 94,32 97,13 90,27 89,37 98,02

5. Rasio Komposisi Modal Pelengkap (%) 13,62 5,68 2,88 9,73 10,63 1,98

6. Rasio AP Bermasalah terhadap Modal (%) 5,64 8,30 8,80 6,04 5,97 0,84

7. Aset KR - CKPN KR thdp Modal Inti + PPAP Umum 24,67 27,38 37,04 15,53 24,57 6,84

8. Critized Assets terhadap Modal 26,63 28,17 37,33 16,27 30,39 10,33

II. Akses Permodalan (%)

1. Rasio saldo laba terhadap modal/ROE 52,57 28,93 10,62 7,38 48,71 7,25

2. Retention Rate 46,29 26,12 9,98 1,19 33,20 5,41

Campuran KCBAIndikator BUMN BUSD BUSND BPD

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan Sistem Informasi Perbankan OJK, penarikan data pada 1 Agustus 2016

1.2 Dana Pihak Ketiga (DPK)

Jumlah DPK BUK pada triwulan II-2016

meningkat sebesar 2,41% dari triwulan

sebelumnya sebesar Rp4.294,2 triliun

menjadi sebesar Rp4.397,6 triliun.

Peningkatan pertumbuhan DPK tersebut

dipengaruhi oleh pertumbuhan giro dan

tabungan masing-masing sebesar

2,64% (qtq) dan 7,29% (qtq). Sementara

deposito mengalami penurunan sebesar

0,83% (qtq).

Dilihat dari sisi kewajiban bank pada

triwulan II-2016, DPK masih

mendominasi sumber dana perbankan

yaitu sebesar 89,66%, sedikit menurun

dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya sebesar 90,10%.

Grafik A.1.2.1 Proporsi DPK dalam Sumber Dana

Perbankan (%)

Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016

Komposisi DPK terbesar berada pada

deposito (44,92%), diikuti oleh tabungan

dan giro masing-masing sebesar

31,08% dan 24%. Porsi deposito yang

cukup tinggi merupakan akibat dari

tingginya suku bunga deposito apabila

dibandingkan dengan suku bunga

tabungan dan giro (Grafik A.1.2.2).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

19 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik A.1.2.2 Perbandingan Suku Bunga DPK Industri (%)

Sumber: SPI, Juni 2016

Grafik A.1.2.3 Struktur Pendanaan DPK Perbankan (%)

Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016

1.3 Likuiditas

Likuiditas perbankan yang dilihat dari

rasio AL/NCD dan AL/DPK pada posisi

29 Juni 2016 masing-masing sebesar

76,43% dan 15,97%, menurun

dibandingkan posisi 30 Maret 2016 yaitu

sebesar 94,37% dan 19,38%.

Grafik A.1.3.1

Sumber: OJK

1.4 Kredit

Seiring dengan membaiknya

perekonomian domestik pada triwulan II-

2016, pertumbuhan kredit juga

mengalami peningkatan. Pada triwulan

II-2016 kredit BUK naik 4,23% (qtq)

menjadi Rp4.010,2 triliun dari

sebelumnya Rp3.847,5 triliun.

Grafik A.1.4.1Pertumbuhan Kredit (qtq)

Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016

Berdasarkan jenis penggunaan, tujuan

penggunaan kredit masih didominasi

oleh Kredit Modal Kerja (KMK) dengan

porsi 47,29%, diikuti dengan Kredit

Konsumsi (KK) dan Kredit Investasi (KI)

dengan porsi masing-masing sebesar

27,40% dan 25,31%. Pertumbuhan

penggunaan kredit pada triwulan II-2016

juga menunjukkan peningkatan, dengan

pertumbuhan tertinggi pada KMK

sebesar 6,18% (qtq), diikuti

pertumbuhan pada KK dan KI masing-

masing sebesar 2,76% (qtq) dan 2,40%

(qtq) (Grafik A.1.4.2).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

23

Page 26: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

20 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik A.1.4.2Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis

Penggunaan (qtq, %)

Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016

Dilihat dari sektor ekonomi berdasarkan

lapangan usaha, sektor perdagangan

besar dan eceran serta sektor industri

pengolahan merupakan sektor dengan

porsi pemberian kredit terbesar masing-

masing 19,84% dan 18,23%.

Pertumbuhan kredit kedua sektor

tersebut pada triwulan II-2016

meningkat masing-masing 5,09% (qtq)

dan 2,23% (qtq).

Pemberian kredit terbesar untuk sektor

ekonomi bukan lapangan usaha adalah

sektor rumah tangga, yaitu 22,35% dari

total kredit kepada pihak ketiga. Adapun

pertumbuhan kredit sektor tersebut

sebesar 2,51% (qtq).

Grafik A.1.4.3Pertumbuhan Kredit Tiga Sektor Ekonomi

Terbesar (qtq, %)

Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016

1.5 Rentabilitas

Pada triwulan II-2016, kinerja rentabilitas

BUK masih tergolong baik, terlihat dari

NIM yang relatif stabil meskipun ROA

mengalami sedikit penurunan. ROA

turun 13 bps menjadi 2,31%, sementara

NIM sedikit meningkat 4 bps menjadi

5,59%.

Kecenderungan penurunan ROA

dipengaruhi oleh peningkatan NPL sejak

awal tahun 2015, yang mengharuskan

bank menaikkan biaya Cadangan

Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) serta

lambatnya pertumbuhan kredit baru.

Sementara peningkatan NIM terjadi

seiring dengan relatif meningkatnya

margin dalam komponen Suku Bunga

Dasar Kredit (SBDK)11 serta gap antara

suku bunga kredit dan suku bunga

deposito (Tabel A.1.5.1).

11 SBDK merupakan suku bunga terendah yang

mencerminkan kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh Bank termasuk ekspektasi keuntungan yang akan diperoleh. Selanjutnya SBDK digunakan sebagai dasar bagi Bank dalam menetapkan suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah. SBDK terdiri dari HPDK, biaya overhead (OHC), dan profit margin (SEBI No.15/1/DPNP).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

21 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik A.1.5.1 Trend ROA dan NIM Perbankan

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI)

Tabel A.1.5.1 Suku Bunga Dasar Kredit Berdasarkan Jenis Kredit

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16HPDK 6,75 6,35 6,94 6,51 6,94 6,61 6,88 6,49 6,96 6,55 OHC 2,58 2,76 3,10 3,26 4,13 4,17 2,76 2,94 3,38 3,59

Margin 2,00 2,03 2,17 2,18 3,57 3,54 2,11 2,11 2,49 2,50 SBDK 11,33 11,14 12,21 11,95 14,64 14,32 11,75 11,53 12,84 12,65

Non KPRKorporasi Ritel Mikro KPR

Sumber: OJK

Tabel A.1.5.2 Rentabilitas Perbankan (%)

TW I TW III. Kinerja Bank dalam menghasilkan Laba (Rentabilitas)

1. ROA (%) 2,44 2,31

2. NIM (%) 5,55 5,59

II. Sumber-sumber yang mendukung Rentabilitas

1.1 Pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata total aset (%) 5,34 5,37

1.2. Pendapatan bunga terhadap rata-rata total aset (%) 8,83 8,69

1.3. Beban bunga terhadap rata-rata total aset (%) 3,49 3,32

1.4. Pendapatan operasional terhadap rata-rata total aset (%) 5,28 4,10

1.5. Beban overhead terhadap rata-rata total aset (%) 3,21 3,28

1.6. Beban pencadangan terhadap rata-rata total aset (%) 1,24 1,33

2. BOPO (%) 82,96 82,23

3. Beban overhead terhadap pendapatan operasional (%) 22,75 25,68

4.1 Pendapatan bunga terhadap Rata-

Rata Total Earning Assets (%)

9,18 9,06

4.2 Beban bunga terhadap Rata-Rata Total Earning Assets (%) 3,63 3,47

5. Non core earnings bersih terhadap rata-rata total aset (%) 0,01 0,02

III. Komponen yang mendukung Rentabilitas

1. Core ROA (%) 1,74 1,65

2. Beban Overhead terhadap Primary Core Income (%) 51,81 52,42

2016INDIKATOR

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK. Data penarikan pada 1 Agustus 2016.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

24

Page 27: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

20 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik A.1.4.2Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis

Penggunaan (qtq, %)

Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016

Dilihat dari sektor ekonomi berdasarkan

lapangan usaha, sektor perdagangan

besar dan eceran serta sektor industri

pengolahan merupakan sektor dengan

porsi pemberian kredit terbesar masing-

masing 19,84% dan 18,23%.

Pertumbuhan kredit kedua sektor

tersebut pada triwulan II-2016

meningkat masing-masing 5,09% (qtq)

dan 2,23% (qtq).

Pemberian kredit terbesar untuk sektor

ekonomi bukan lapangan usaha adalah

sektor rumah tangga, yaitu 22,35% dari

total kredit kepada pihak ketiga. Adapun

pertumbuhan kredit sektor tersebut

sebesar 2,51% (qtq).

Grafik A.1.4.3Pertumbuhan Kredit Tiga Sektor Ekonomi

Terbesar (qtq, %)

Sumber: Diolah dari LHBU, Juni 2016

1.5 Rentabilitas

Pada triwulan II-2016, kinerja rentabilitas

BUK masih tergolong baik, terlihat dari

NIM yang relatif stabil meskipun ROA

mengalami sedikit penurunan. ROA

turun 13 bps menjadi 2,31%, sementara

NIM sedikit meningkat 4 bps menjadi

5,59%.

Kecenderungan penurunan ROA

dipengaruhi oleh peningkatan NPL sejak

awal tahun 2015, yang mengharuskan

bank menaikkan biaya Cadangan

Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) serta

lambatnya pertumbuhan kredit baru.

Sementara peningkatan NIM terjadi

seiring dengan relatif meningkatnya

margin dalam komponen Suku Bunga

Dasar Kredit (SBDK)11 serta gap antara

suku bunga kredit dan suku bunga

deposito (Tabel A.1.5.1).

11 SBDK merupakan suku bunga terendah yang

mencerminkan kewajaran biaya yang dikeluarkan oleh Bank termasuk ekspektasi keuntungan yang akan diperoleh. Selanjutnya SBDK digunakan sebagai dasar bagi Bank dalam menetapkan suku bunga kredit yang akan dikenakan kepada nasabah. SBDK terdiri dari HPDK, biaya overhead (OHC), dan profit margin (SEBI No.15/1/DPNP).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

21 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik A.1.5.1 Trend ROA dan NIM Perbankan

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI)

Tabel A.1.5.1 Suku Bunga Dasar Kredit Berdasarkan Jenis Kredit

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16HPDK 6,75 6,35 6,94 6,51 6,94 6,61 6,88 6,49 6,96 6,55 OHC 2,58 2,76 3,10 3,26 4,13 4,17 2,76 2,94 3,38 3,59

Margin 2,00 2,03 2,17 2,18 3,57 3,54 2,11 2,11 2,49 2,50 SBDK 11,33 11,14 12,21 11,95 14,64 14,32 11,75 11,53 12,84 12,65

Non KPRKorporasi Ritel Mikro KPR

Sumber: OJK

Tabel A.1.5.2 Rentabilitas Perbankan (%)

TW I TW III. Kinerja Bank dalam menghasilkan Laba (Rentabilitas)

1. ROA (%) 2,44 2,31

2. NIM (%) 5,55 5,59

II. Sumber-sumber yang mendukung Rentabilitas

1.1 Pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata total aset (%) 5,34 5,37

1.2. Pendapatan bunga terhadap rata-rata total aset (%) 8,83 8,69

1.3. Beban bunga terhadap rata-rata total aset (%) 3,49 3,32

1.4. Pendapatan operasional terhadap rata-rata total aset (%) 5,28 4,10

1.5. Beban overhead terhadap rata-rata total aset (%) 3,21 3,28

1.6. Beban pencadangan terhadap rata-rata total aset (%) 1,24 1,33

2. BOPO (%) 82,96 82,23

3. Beban overhead terhadap pendapatan operasional (%) 22,75 25,68

4.1 Pendapatan bunga terhadap Rata-

Rata Total Earning Assets (%)

9,18 9,06

4.2 Beban bunga terhadap Rata-Rata Total Earning Assets (%) 3,63 3,47

5. Non core earnings bersih terhadap rata-rata total aset (%) 0,01 0,02

III. Komponen yang mendukung Rentabilitas

1. Core ROA (%) 1,74 1,65

2. Beban Overhead terhadap Primary Core Income (%) 51,81 52,42

2016INDIKATOR

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK. Data penarikan pada 1 Agustus 2016.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

25

Page 28: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

22 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Dilihat dari kelompok bank, ROA tertinggi

berada pada kelompok KCBA sebesar

2,92%, sementara NIM tertinggi terdapat

pada kelompok BPD sebesar 7,04%.

Tingginya ROA pada kelompok KCBA

seiring dengan dominasi pendapatan

yang berasal dari keuntungan valas

(transaksi spot dan derivatif) serta

besarnya fee based income sehingga

mempengaruhi ROA meskipun NIM

tergolong rendah. Sementara, tingginya

NIM pada kelompok BPD sejalan dengan

masih mendominasinya kredit konsumsi

(70,95%) dibandingkan jenis kredit

lainnya (KMK dan KI masing-masing

sebesar 19,12% dan 9,93%), serta suku

bunga kredit konsumsi yang lebih tinggi

dibandingkan suku bunga jenis kredit

lainnya.

Selain itu, kelompok KCBA memiliki

pendapatan bunga terendah apabila

dibandingkan dengan kelompok bank

lainnya. Hal tersebut tercermin dari NIM

dan rasio pendapatan bunga bersih

terhadap total aset KCBA (masing-

masing sebesar 3,90% dan 3,55%) yang

juga relatif paling rendah dibandingkan

dengan kelompok bank lainnya (Tabel

A.1.5.3). Kondisi tersebut terjadi karena

komposisi nasabah kelompok KCBA

masih didominasi oleh nasabah

korporasi. Dengan demikian rata-rata

suku bunga yang diberikan kepada

nasabah KCBA cenderung lebih rendah

dibandingkan kelompok bank lainnya.

Tabel A.1.5.3Rasio Rentabilitas Berdasarkan Kelompok Bank (%)INDIKATOR BUMN BPD BUSND BUSD KCBA Campuran

I. Kinerja Bank dalam menghasilkan Laba (Rentabilitas)

1. ROA (%) 2,68 2,86 0,15 1,92 2,92 1,17

2. NIM (%) 6,28 7,04 3,58 5,30 3,90 3,59

II. Sumber-sumber yang mendukung Rentabilitas

1.1 Pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata total aset (%) 4,88 6,78 4,82 4,28 3,55 3,65

1.2. Pendapatan bunga terhadap rata-rata total aset (%) 8,54 10,44 10,82 9,06 4,57 7,66

1.3. Beban bunga terhadap rata-rata total aset (%) 2,95 3,67 6,24 4,83 1,16 2,98

1.4. Pendapatan operasional terhadap rata-rata total aset (%) 3,46 0,90 0,64 1,34 11,15 3,04

1.5. Beban overhead terhadap rata-rata total aset (%) 2,98 4,04 3,78 3,16 2,02 2,42

1.6. Beban pencadangan terhadap rata-rata total aset (%) 1,90 0,25 0,61 0,83 0,27 0,28

2. BOPO (%) 83,28 72,79 89,61 87,60 82,02 87,30

3. Beban overhead terhadap pendapatan operasional (%) 26,89 33,21 31,84 30,78 11,62 23,45

4.1 Pendapatan bunga terhadap Rata-

Rata Total Earning Assets (%)

8,90 10,84 11,76 9,46 4,65 7,91

4.2 Beban bunga terhadap Rata-Rata Total Earning Assets (%) 3,09 3,85 6,77 5,09 1,19 3,27

5. Non core earnings bersih terhadap rata-rata total aset (%) -0,01 0,00 -0,00 0,00 0,04 0,01

III. Komponen yang mendukung Rentabilitas

1. Core ROA (%) 1,41 2,63 0,63 0,83 1,25 1,07

2. Beban Overhead terhadap Primary Core Income (%) 46,27 55,68 77,22 64,72 53,43 48,57 Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK. Data penarikan pada 1 Agustus 2016.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

23 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

1.5.1 Pendapatan Operasional

Sumber utama pendapatan operasional

bank adalah pendapatan bunga yang

berasal dari penempatan di Bank

Indonesia, penempatan di bank lain,

surat berharga, kredit, dan lainnya12.

Pendapatan bunga masih merupakan

pendapatan operasional bank tertinggi

dibandingkan pendapatan lainnya, yaitu

sebesar 72,42%.

Proporsi pendapatan bunga terbesar

pada triwulan II-2016 berasal dari kredit

yang mencapai 69,57%, diikuti oleh

komponen lainnya (20,95%), surat

berharga (7,54%), penempatan di bank

lain (1,06%), dan penempatan di BI

(0,87%) (Tabel A.1.5.1.1).

12 Komponen pendapatan bunga Lainnya adalah

seluruh pendapatan bunga yang diterima dalam rupiah dan valuta asing atas penanaman dana, termasuk di dalamnya pendapatan bunga/diskonto yang diterima bank pelapor yang timbul dari pembelian surat berharga dengan janji dijual kembali (reverse repo).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

26

Page 29: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

22 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Dilihat dari kelompok bank, ROA tertinggi

berada pada kelompok KCBA sebesar

2,92%, sementara NIM tertinggi terdapat

pada kelompok BPD sebesar 7,04%.

Tingginya ROA pada kelompok KCBA

seiring dengan dominasi pendapatan

yang berasal dari keuntungan valas

(transaksi spot dan derivatif) serta

besarnya fee based income sehingga

mempengaruhi ROA meskipun NIM

tergolong rendah. Sementara, tingginya

NIM pada kelompok BPD sejalan dengan

masih mendominasinya kredit konsumsi

(70,95%) dibandingkan jenis kredit

lainnya (KMK dan KI masing-masing

sebesar 19,12% dan 9,93%), serta suku

bunga kredit konsumsi yang lebih tinggi

dibandingkan suku bunga jenis kredit

lainnya.

Selain itu, kelompok KCBA memiliki

pendapatan bunga terendah apabila

dibandingkan dengan kelompok bank

lainnya. Hal tersebut tercermin dari NIM

dan rasio pendapatan bunga bersih

terhadap total aset KCBA (masing-

masing sebesar 3,90% dan 3,55%) yang

juga relatif paling rendah dibandingkan

dengan kelompok bank lainnya (Tabel

A.1.5.3). Kondisi tersebut terjadi karena

komposisi nasabah kelompok KCBA

masih didominasi oleh nasabah

korporasi. Dengan demikian rata-rata

suku bunga yang diberikan kepada

nasabah KCBA cenderung lebih rendah

dibandingkan kelompok bank lainnya.

Tabel A.1.5.3Rasio Rentabilitas Berdasarkan Kelompok Bank (%)INDIKATOR BUMN BPD BUSND BUSD KCBA Campuran

I. Kinerja Bank dalam menghasilkan Laba (Rentabilitas)

1. ROA (%) 2,68 2,86 0,15 1,92 2,92 1,17

2. NIM (%) 6,28 7,04 3,58 5,30 3,90 3,59

II. Sumber-sumber yang mendukung Rentabilitas

1.1 Pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata total aset (%) 4,88 6,78 4,82 4,28 3,55 3,65

1.2. Pendapatan bunga terhadap rata-rata total aset (%) 8,54 10,44 10,82 9,06 4,57 7,66

1.3. Beban bunga terhadap rata-rata total aset (%) 2,95 3,67 6,24 4,83 1,16 2,98

1.4. Pendapatan operasional terhadap rata-rata total aset (%) 3,46 0,90 0,64 1,34 11,15 3,04

1.5. Beban overhead terhadap rata-rata total aset (%) 2,98 4,04 3,78 3,16 2,02 2,42

1.6. Beban pencadangan terhadap rata-rata total aset (%) 1,90 0,25 0,61 0,83 0,27 0,28

2. BOPO (%) 83,28 72,79 89,61 87,60 82,02 87,30

3. Beban overhead terhadap pendapatan operasional (%) 26,89 33,21 31,84 30,78 11,62 23,45

4.1 Pendapatan bunga terhadap Rata-

Rata Total Earning Assets (%)

8,90 10,84 11,76 9,46 4,65 7,91

4.2 Beban bunga terhadap Rata-Rata Total Earning Assets (%) 3,09 3,85 6,77 5,09 1,19 3,27

5. Non core earnings bersih terhadap rata-rata total aset (%) -0,01 0,00 -0,00 0,00 0,04 0,01

III. Komponen yang mendukung Rentabilitas

1. Core ROA (%) 1,41 2,63 0,63 0,83 1,25 1,07

2. Beban Overhead terhadap Primary Core Income (%) 46,27 55,68 77,22 64,72 53,43 48,57 Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK. Data penarikan pada 1 Agustus 2016.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

23 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

1.5.1 Pendapatan Operasional

Sumber utama pendapatan operasional

bank adalah pendapatan bunga yang

berasal dari penempatan di Bank

Indonesia, penempatan di bank lain,

surat berharga, kredit, dan lainnya12.

Pendapatan bunga masih merupakan

pendapatan operasional bank tertinggi

dibandingkan pendapatan lainnya, yaitu

sebesar 72,42%.

Proporsi pendapatan bunga terbesar

pada triwulan II-2016 berasal dari kredit

yang mencapai 69,57%, diikuti oleh

komponen lainnya (20,95%), surat

berharga (7,54%), penempatan di bank

lain (1,06%), dan penempatan di BI

(0,87%) (Tabel A.1.5.1.1).

12 Komponen pendapatan bunga Lainnya adalah

seluruh pendapatan bunga yang diterima dalam rupiah dan valuta asing atas penanaman dana, termasuk di dalamnya pendapatan bunga/diskonto yang diterima bank pelapor yang timbul dari pembelian surat berharga dengan janji dijual kembali (reverse repo).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

27

Page 30: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

24 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.1.5.1.1 Proporsi Sumber Pendapatan Bunga Perbankan

PENDAPATAN BUNGA BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA IndustriPenempatan di BI 0,47% 0,91% 1,79% 0,88% 1,45% 2,87% 0,87%Penempatan di bank lain 0,81% 0,46% 1,69% 3,54% 1,24% 2,62% 1,06%Surat berharga 8,69% 6,48% 4,66% 5,07% 6,80% 20,71% 7,54%Kredit 83,77% 61,55% 64,21% 61,54% 67,16% 71,48% 69,57%Lainnya 6,27% 30,60% 27,64% 28,97% 23,35% 2,32% 20,95%

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Besarnya komponen pendapatan bunga

“Lainnya” didominasi oleh reverse repo

dari kantor pusat/cabang di dalam negeri

yaitu 95,76% dari total pendapatan

bunga lainnya (Tabel A.1.5.1.2).

Tabel A.1.5.1.2 Komponen Pendapatan Bunga Lainnya

Nominal (Rp miliar)

Porsi (%)

- Dari Bank Indonesia 3.018 1,75

- Dari Bank Lain 497 0,29

- Dari pihak ketiga bukan bank 3.253 1,89

- Kantor Pusat/cabang sendiri di luar Indonesia 539 0,31

- Kantor Pusat/cabang sendiri di Indonesia 165.129 95,76

Komponen Pendapatan Bunga LainnyaTW II 2016

Sumber: OJK, Juni 2016

Dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, porsi pendapatan bunga

meningkat dari 67,48% menjadi 72,42%

seiring dengan meningkatnya

pertumbuhan kredit pada triwulan II-

2016. Dilihat dari proporsi komponen

pendapatan bunga, pendapatan bunga

dari kredit (69,57%) masih mendominasi

yang mencerminkan bahwa bank masih

konsisten dalam pengelolaan kredit dan

portofolio untuk optimalisasi keuntungan

bank, baik melalui pasar uang, surat

berharga, maupun melalui penempatan

di Bank Indonesia.

Berdasarkan kelompok kepemilikan

bank, proporsi pendapatan bunga

tertinggi terdapat pada kelompok BPD

yaitu sebesar 91,90%, sedangkan

pendapatan bunga terendah berada

pada kelompok KCBA sebesar 22,27%.

Proporsi pendapatan bunga yang berasal

dari kredit tertinggi terdapat pada

kelompok BUMN (83,77%) dan terendah

pada kelompok BPD (61,54%) dan

BUSD (61,55%). Tingginya pendapatan

bunga yang berasal dari kredit pada

kelompok BUMN seiring dengan

tingginya porsi kredit dalam aktiva

produktif.

Sementara itu, untuk pendapatan bunga

yang berasal dari surat berharga,

tertinggi terdapat pada kelompok KCBA

(20,71%) dan terendah pada kelompok

BUSND (4,66%). Tingginya pendapatan

bunga yang berasal dari surat berharga

pada kelompok KCBA sejalan dengan

peran KCBA sebagai primary dealer dan

untuk memenuhi ketentuan CEMA (Tabel

A.1.5.1.1).

Di sisi lain, komponen pendapatan non

bunga terdiri dari kenaikan nilai surat

berharga, kenaikan penjualan kredit yang

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

25 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

diberikan, kenaikan nilai aset keuangan

lainnya, keuntungan transaksi valas,

dividen/komisi/provisi/fee, dan lainnya.

Pendapatan non bunga tertinggi yang

berasal dari valas terdapat pada

kelompok KCBA (68,74%) dan terendah

pada kelompok BUSND (0,01%) (Tabel

A.1.5.1.3).

Tingginya pendapatan non bunga yang

berasal dari valas pada kelompok KCBA

sejalan dengan karakteristik KCBA yang

lebih aktif dalam perdagangan di pasar

valuta asing dibandingkan kelompok

bank lainnya. Sementara rendahnya

pendapatan non bunga-valas pada

kelompok BUSND sejalan dengan izin

usaha kelompok bank tersebut sebagai

bank non devisa.

Tabel A.1.5.1.3Proporsi Sumber Pendapatan Operasional Perbankan

Kenaikan Nilai Surat Berharga

Kenaikan Nilai Aset Keuangan

Lainnya

Keuntungan Transaksi

Valas

Deviden/ Komisi/

Provisi/Fee

Lainnya

BUMN 75,62% 0,63% 0,00% 4,30% 9,46% 9,99%BUSD 81,14% 0,84% 0,00% 5,97% 6,02% 6,03%

BUSND 87,04% 1,27% 0,00% 0,01% 2,31% 9,38%BPD 91,90% 0,90% 0,00% 0,35% 1,79% 5,05%

Campuran 58,71% 1,74% 0,03% 32,03% 5,78% 1,71%KCBA 22,27% 2,39% 0,16% 68,74% 5,13% 1,32%

Industri 72,42% 1,01% 0,02% 13,49% 6,55% 6,51%

Jenis BankPendapatan

Bunga

Pendapatan Non Bunga

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

1.5.2 Beban Operasional

Secara industri, Beban Operasional

terhadap Pendapatan Operasional

(BOPO) pada triwulan II-2016 menurun

dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu

dari 82,96% menjadi sebesar 82,23%

(Grafik A.1.5.2.1). BOPO tertinggi

terdapat pada kelompok BUSND

(98,47%) diikuti oleh kelompok Bank

Campuran (91,96%). Sedangkan BOPO

terendah terdapat pada kelompok BPD

(75,61%) dan BUMN (78,86%).

Rendahnya BOPO pada kelompok

BUMN dan BPD dikarenakan nature

kedua kelompok bank tersebut yang

memiliki pangsa pasar yang besar selain

juga karena didukung oleh pendanaan

program pemerintah yang umumnya

ditempatkan di BUMN dan BPD.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

28

Page 31: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

24 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.1.5.1.1 Proporsi Sumber Pendapatan Bunga Perbankan

PENDAPATAN BUNGA BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA IndustriPenempatan di BI 0,47% 0,91% 1,79% 0,88% 1,45% 2,87% 0,87%Penempatan di bank lain 0,81% 0,46% 1,69% 3,54% 1,24% 2,62% 1,06%Surat berharga 8,69% 6,48% 4,66% 5,07% 6,80% 20,71% 7,54%Kredit 83,77% 61,55% 64,21% 61,54% 67,16% 71,48% 69,57%Lainnya 6,27% 30,60% 27,64% 28,97% 23,35% 2,32% 20,95%

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Besarnya komponen pendapatan bunga

“Lainnya” didominasi oleh reverse repo

dari kantor pusat/cabang di dalam negeri

yaitu 95,76% dari total pendapatan

bunga lainnya (Tabel A.1.5.1.2).

Tabel A.1.5.1.2 Komponen Pendapatan Bunga Lainnya

Nominal (Rp miliar)

Porsi (%)

- Dari Bank Indonesia 3.018 1,75

- Dari Bank Lain 497 0,29

- Dari pihak ketiga bukan bank 3.253 1,89

- Kantor Pusat/cabang sendiri di luar Indonesia 539 0,31

- Kantor Pusat/cabang sendiri di Indonesia 165.129 95,76

Komponen Pendapatan Bunga LainnyaTW II 2016

Sumber: OJK, Juni 2016

Dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, porsi pendapatan bunga

meningkat dari 67,48% menjadi 72,42%

seiring dengan meningkatnya

pertumbuhan kredit pada triwulan II-

2016. Dilihat dari proporsi komponen

pendapatan bunga, pendapatan bunga

dari kredit (69,57%) masih mendominasi

yang mencerminkan bahwa bank masih

konsisten dalam pengelolaan kredit dan

portofolio untuk optimalisasi keuntungan

bank, baik melalui pasar uang, surat

berharga, maupun melalui penempatan

di Bank Indonesia.

Berdasarkan kelompok kepemilikan

bank, proporsi pendapatan bunga

tertinggi terdapat pada kelompok BPD

yaitu sebesar 91,90%, sedangkan

pendapatan bunga terendah berada

pada kelompok KCBA sebesar 22,27%.

Proporsi pendapatan bunga yang berasal

dari kredit tertinggi terdapat pada

kelompok BUMN (83,77%) dan terendah

pada kelompok BPD (61,54%) dan

BUSD (61,55%). Tingginya pendapatan

bunga yang berasal dari kredit pada

kelompok BUMN seiring dengan

tingginya porsi kredit dalam aktiva

produktif.

Sementara itu, untuk pendapatan bunga

yang berasal dari surat berharga,

tertinggi terdapat pada kelompok KCBA

(20,71%) dan terendah pada kelompok

BUSND (4,66%). Tingginya pendapatan

bunga yang berasal dari surat berharga

pada kelompok KCBA sejalan dengan

peran KCBA sebagai primary dealer dan

untuk memenuhi ketentuan CEMA (Tabel

A.1.5.1.1).

Di sisi lain, komponen pendapatan non

bunga terdiri dari kenaikan nilai surat

berharga, kenaikan penjualan kredit yang

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

25 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

diberikan, kenaikan nilai aset keuangan

lainnya, keuntungan transaksi valas,

dividen/komisi/provisi/fee, dan lainnya.

Pendapatan non bunga tertinggi yang

berasal dari valas terdapat pada

kelompok KCBA (68,74%) dan terendah

pada kelompok BUSND (0,01%) (Tabel

A.1.5.1.3).

Tingginya pendapatan non bunga yang

berasal dari valas pada kelompok KCBA

sejalan dengan karakteristik KCBA yang

lebih aktif dalam perdagangan di pasar

valuta asing dibandingkan kelompok

bank lainnya. Sementara rendahnya

pendapatan non bunga-valas pada

kelompok BUSND sejalan dengan izin

usaha kelompok bank tersebut sebagai

bank non devisa.

Tabel A.1.5.1.3Proporsi Sumber Pendapatan Operasional Perbankan

Kenaikan Nilai Surat Berharga

Kenaikan Nilai Aset Keuangan

Lainnya

Keuntungan Transaksi

Valas

Deviden/ Komisi/

Provisi/Fee

Lainnya

BUMN 75,62% 0,63% 0,00% 4,30% 9,46% 9,99%BUSD 81,14% 0,84% 0,00% 5,97% 6,02% 6,03%

BUSND 87,04% 1,27% 0,00% 0,01% 2,31% 9,38%BPD 91,90% 0,90% 0,00% 0,35% 1,79% 5,05%

Campuran 58,71% 1,74% 0,03% 32,03% 5,78% 1,71%KCBA 22,27% 2,39% 0,16% 68,74% 5,13% 1,32%

Industri 72,42% 1,01% 0,02% 13,49% 6,55% 6,51%

Jenis BankPendapatan

Bunga

Pendapatan Non Bunga

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

1.5.2 Beban Operasional

Secara industri, Beban Operasional

terhadap Pendapatan Operasional

(BOPO) pada triwulan II-2016 menurun

dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu

dari 82,96% menjadi sebesar 82,23%

(Grafik A.1.5.2.1). BOPO tertinggi

terdapat pada kelompok BUSND

(98,47%) diikuti oleh kelompok Bank

Campuran (91,96%). Sedangkan BOPO

terendah terdapat pada kelompok BPD

(75,61%) dan BUMN (78,86%).

Rendahnya BOPO pada kelompok

BUMN dan BPD dikarenakan nature

kedua kelompok bank tersebut yang

memiliki pangsa pasar yang besar selain

juga karena didukung oleh pendanaan

program pemerintah yang umumnya

ditempatkan di BUMN dan BPD.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

29

Page 32: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

26 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik A.1.5.2.1Struktur BOPO Berdasarkan Kepemilikan Bank (%)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Beban operasional bank berupa beban

bunga yang pangsanya cukup signifikan

diberikan kepada Bank Indonesia, bank

lain, pihak ketiga bukan bank (nasabah

penyimpan), dan beban bunga yang

terkait dengan surat berharga, pinjaman

yang diterima, koreksi atas pendapatan

bunga, dan lainnya. Beban bunga yang

diberikan kepada pihak ketiga bukan

bank mendominasi komposisi beban

bunga industri yaitu sebesar 51,79%.

Secara industri porsi beban bunga

terhadap beban operasional pada

triwulan II-2016 meningkat dari 40,46%

menjadi 43,18%. Peningkatan beban

bunga terutama disebabkan oleh

peningkatan beban bunga lainnya

sebesar 219 bps, yaitu dari 38,30%

menjadi 40,50%.

Sementara porsi beban non bunga

menurun menjadi 56,82% dari

sebelumnya 59,54%. Penurunan beban

non bunga dikarenakan adanya

penurunan kerugian transaksi spot dan

derivatif sebesar 481 bps dan penurunan

penyusutan/amortisasi sebesar 106 bps

(Tabel A.1.5.2.1).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

27 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.1.5.2.1Porsi Komponen Beban Operasional Industri Perbankan (%)

TW I TW IIBeban Bunga 40,46 43,18- Kepada Bank Indonesia 0,13 0,13- Kewajiban pada Bank Lain 2,08 2,07- Kepada Pihak Ketiga bukan Bank 52,46 51,79- Surat Berharga 2,22 2,22- Pinjaman yang diterima 1,75 1,99- Lainnya 38,30 40,50- Koreksi atas pendapatan bunga 3,06 1,30Beban Non Bunga 59,54 56,82- Penurunan Nilai/Kerugian Penjualan Surat Berharga 0,40 0,33- Penurunan Nilai/Kerugian Penjualan Kredit 0,02 0,03- Penurunan Nilai/Kerugian Penjualan Aset 0,01 0,01- Kerugian Transaksi Spot dan Derivatif 30,12 25,31- Penyusutan/Amortisasi 31,25 30,20- Kerugian Penyertaan Equity 0,68 0,70- Lainnya 37,52 43,43

TOTAL 100 100

Komponen Beban Operasional 2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Dilihat dari beban bunga berdasarkan

kelompok bank, beban bunga tertinggi

terdapat pada kelompok BUSD (53,74%),

sedangkan terendah pada kelompok

KCBA (1,90%) (Grafik A.1.5.2.2).

Tingginya beban bunga pada kelompok

BUSD sebagian besar disumbang oleh

beban bunga kepada pihak ketiga bukan

bank dan beban bunga lainnya yaitu

masing-masing sebesar 45,81% dan

50% (Tabel A.1.5.2.2). Hal tersebut

sejalan dengan proporsi beban bunga

DPK BUSD terhadap beban bunga DPK

industri sebesar 47,54% yang juga

tertinggi di antara kelompok bank

lainnya.

Grafik A.1.5.2.2Porsi Beban Bunga Berdasarkan Kepemilikan Bank

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

30

Page 33: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

26 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik A.1.5.2.1Struktur BOPO Berdasarkan Kepemilikan Bank (%)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Beban operasional bank berupa beban

bunga yang pangsanya cukup signifikan

diberikan kepada Bank Indonesia, bank

lain, pihak ketiga bukan bank (nasabah

penyimpan), dan beban bunga yang

terkait dengan surat berharga, pinjaman

yang diterima, koreksi atas pendapatan

bunga, dan lainnya. Beban bunga yang

diberikan kepada pihak ketiga bukan

bank mendominasi komposisi beban

bunga industri yaitu sebesar 51,79%.

Secara industri porsi beban bunga

terhadap beban operasional pada

triwulan II-2016 meningkat dari 40,46%

menjadi 43,18%. Peningkatan beban

bunga terutama disebabkan oleh

peningkatan beban bunga lainnya

sebesar 219 bps, yaitu dari 38,30%

menjadi 40,50%.

Sementara porsi beban non bunga

menurun menjadi 56,82% dari

sebelumnya 59,54%. Penurunan beban

non bunga dikarenakan adanya

penurunan kerugian transaksi spot dan

derivatif sebesar 481 bps dan penurunan

penyusutan/amortisasi sebesar 106 bps

(Tabel A.1.5.2.1).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

27 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.1.5.2.1Porsi Komponen Beban Operasional Industri Perbankan (%)

TW I TW IIBeban Bunga 40,46 43,18- Kepada Bank Indonesia 0,13 0,13- Kewajiban pada Bank Lain 2,08 2,07- Kepada Pihak Ketiga bukan Bank 52,46 51,79- Surat Berharga 2,22 2,22- Pinjaman yang diterima 1,75 1,99- Lainnya 38,30 40,50- Koreksi atas pendapatan bunga 3,06 1,30Beban Non Bunga 59,54 56,82- Penurunan Nilai/Kerugian Penjualan Surat Berharga 0,40 0,33- Penurunan Nilai/Kerugian Penjualan Kredit 0,02 0,03- Penurunan Nilai/Kerugian Penjualan Aset 0,01 0,01- Kerugian Transaksi Spot dan Derivatif 30,12 25,31- Penyusutan/Amortisasi 31,25 30,20- Kerugian Penyertaan Equity 0,68 0,70- Lainnya 37,52 43,43

TOTAL 100 100

Komponen Beban Operasional 2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Dilihat dari beban bunga berdasarkan

kelompok bank, beban bunga tertinggi

terdapat pada kelompok BUSD (53,74%),

sedangkan terendah pada kelompok

KCBA (1,90%) (Grafik A.1.5.2.2).

Tingginya beban bunga pada kelompok

BUSD sebagian besar disumbang oleh

beban bunga kepada pihak ketiga bukan

bank dan beban bunga lainnya yaitu

masing-masing sebesar 45,81% dan

50% (Tabel A.1.5.2.2). Hal tersebut

sejalan dengan proporsi beban bunga

DPK BUSD terhadap beban bunga DPK

industri sebesar 47,54% yang juga

tertinggi di antara kelompok bank

lainnya.

Grafik A.1.5.2.2Porsi Beban Bunga Berdasarkan Kepemilikan Bank

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

31

Page 34: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

28 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.1.5.2.2Proporsi Komponen Beban Bunga Per Kepemilikan Bank

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16Kepada Bank Indonesia 0,5% 0,5% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,1% 0,1%Kewajiban pada Bank Lain 2,3% 2,7% 1,3% 1,2% 0,8% 1,9% 2,4% 2,1%Kepada Pihak Ketiga bukan Bank 64,5% 68,1% 50,4% 45,8% 41,3% 56,6% 42,1% 42,8%Surat Berharga 2,1% 2,3% 2,5% 2,3% 1,2% 1,0% 1,8% 1,8%

Pinjaman yang diterima 3,8% 5,1% 0,5% 0,6% 1,3% 0,1% 0,7% 0,6%

Lainnya 15,4% 16,3% 45,2% 50,0% 55,4% 40,3% 53,0% 52,7%Koreksi atas pendapatan bunga 11,5% 5,0% 0,0% 0,1% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%

TOTAL 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16

Kepada Bank Indonesia 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,1% 0,1%

Kewajiban pada Bank Lain 3,9% 4,1% 15,3% 14,2% 2,1% 2,1%

Kepada Pihak Ketiga bukan Bank 44,5% 46,4% 66,7% 66,5% 52,5% 51,8%Surat Berharga 1,6% 1,7% 5,5% 6,2% 2,2% 2,2%Pinjaman yang diterima 6,9% 7,2% 0,3% 0,6% 1,7% 2,0%Lainnya 43,1% 40,6% 12,2% 12,6% 38,3% 40,5%Koreksi atas pendapatan bunga 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 3,1% 1,3%

TOTAL 100% 100% 100% 100% 100% 100%

BPD

Campuran KCBA IndustriKomponen Beban Bunga

BUSD BUSNDKomponen Beban Bunga

BUMN

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Dari 51,79% beban bunga kepada pihak

ketiga non bank, beban bunga tertinggi

disumbang oleh deposito. Berdasarkan

kelompok bank, beban bunga deposito

tertinggi terdapat pada kelompok BUSD

dan BUMN masing-masing sebesar

48,31% dan 32,17%. Kondisi ini

didukung dengan tingginya jumlah

nasabah dan luasnya jaringan kantor

pada kedua kelompok bank tersebut

dibandingkan kelompok bank lainnya.

Sementara, beban bunga deposito

terendah terdapat pada kelompok KCBA

sebesar 2,47% (Tabel A.1.5.2.3). Hal ini

dikarenakan rendahnya penempatan

dana nasabah KCBA dalam bentuk

deposito.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

29 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.1.5.2.3Proporsi Beban Bunga DPK terhadap Beban Bunga DPK Industri (%)*)

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16DPK 32,57 32,99 45,25 47,54 6,38 3,35

- Giro 34,54 33,15 35,44 35,25 1,10 0,77

- Tabungan 39,77 37,93 48,65 51,10 1,93 1,10

- Deposito 31,18 32,17 45,70 48,31 7,66 4,00

Beban Bunga thd Industri 26,49 25,07 47,14 53,74 8,10 3,07

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16DPK 9,41 9,96 3,85 3,72 2,54 2,44

- Giro 20,92 23,10 2,81 2,74 5,20 4,99

- Tabungan 8,24 8,37 0,97 0,98 0,45 0,52

- Deposito 8,42 8,78 4,43 4,27 2,61 2,47

Beban Bunga thd Industri 11,74 12,06 4,53 4,15 2,00 1,90

Komponen BPD Campuran KCBA

Komponen BUMN BUSD BUSND

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016 *)perhitungan data didapat dengan membandingkan jumlah komponen DPK masing-masing kelompok bank terhadap komponen DPK industri perbankan.

Komponen beban bunga berupa

kewajiban kepada Bank Indonesia,

kewajiban kepada bank lain, pinjaman

yang diterima, dan koreksi pendapatan

bunga, masih didominasi oleh kelompok

BUMN dengan porsi masing-masing

sebesar 91,59%, 32,95%, 64,21%, dan

96,19%. Sementara, untuk komponen

beban bunga kepada pihak ketiga bukan

bank, surat berharga, dan lainnya

terbesar disumbang oleh kelompok

BUSD dengan porsi masing-masing

sebesar 47,54%, 54,83%, dan 66,39%

(Tabel A.1.5.2.4).

Tabel A.1.5.2.4Komponen Beban Bunga Kepemilikan Bank Terhadap Beban Bunga Industri

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16Jumlah dlm Rp miliar 115 229 1.800 3.567 45.352 89.311 1.915 3.834 1.509 3.440 33.112 69.839 2.647 2.237 Porsi Bank Berdasarkan Kepemilikan- BUMN 91,4% 91,6% 29,5% 33,0% 32,6% 33,0% 25,1% 25,7% 57,0% 64,2% 10,6% 10,1% 99,5% 96,2%- BUSD 2,9% 3,1% 30,5% 31,0% 45,3% 47,5% 52,9% 54,8% 14,1% 16,3% 55,7% 66,4% 0,5% 3,8%- BUSND 0,0% 0,0% 3,2% 2,8% 6,4% 3,4% 4,3% 1,4% 6,0% 0,2% 11,7% 3,1% 0,0% 0,0%- BPD 5,5% 5,2% 13,5% 12,0% 9,4% 10,0% 9,5% 9,7% 4,6% 3,8% 16,2% 15,7% 0,0% 0,0%- Campuran 0,0% 0,1% 8,6% 8,2% 3,8% 3,7% 3,2% 3,1% 18,0% 14,9% 5,1% 4,2% 0,0% 0,0%- KCBA 0,1% 0,1% 14,7% 13,1% 2,5% 2,4% 4,9% 5,3% 0,4% 0,5% 0,6% 0,6% 0,0% 0,0%

100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

Komponen Beban Bunga

Kepada BIKewajiban pd Bank

LainKepada Pihak

Ketiga Bukan BankSurat Berharga

Pinjaman yg diterima

LainnyaKoreksi atas

Pendapatan Bunga

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

32

Page 35: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

28 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.1.5.2.2Proporsi Komponen Beban Bunga Per Kepemilikan Bank

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16Kepada Bank Indonesia 0,5% 0,5% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,1% 0,1%Kewajiban pada Bank Lain 2,3% 2,7% 1,3% 1,2% 0,8% 1,9% 2,4% 2,1%Kepada Pihak Ketiga bukan Bank 64,5% 68,1% 50,4% 45,8% 41,3% 56,6% 42,1% 42,8%Surat Berharga 2,1% 2,3% 2,5% 2,3% 1,2% 1,0% 1,8% 1,8%

Pinjaman yang diterima 3,8% 5,1% 0,5% 0,6% 1,3% 0,1% 0,7% 0,6%

Lainnya 15,4% 16,3% 45,2% 50,0% 55,4% 40,3% 53,0% 52,7%Koreksi atas pendapatan bunga 11,5% 5,0% 0,0% 0,1% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0%

TOTAL 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16

Kepada Bank Indonesia 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,1% 0,1%

Kewajiban pada Bank Lain 3,9% 4,1% 15,3% 14,2% 2,1% 2,1%

Kepada Pihak Ketiga bukan Bank 44,5% 46,4% 66,7% 66,5% 52,5% 51,8%Surat Berharga 1,6% 1,7% 5,5% 6,2% 2,2% 2,2%Pinjaman yang diterima 6,9% 7,2% 0,3% 0,6% 1,7% 2,0%Lainnya 43,1% 40,6% 12,2% 12,6% 38,3% 40,5%Koreksi atas pendapatan bunga 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 3,1% 1,3%

TOTAL 100% 100% 100% 100% 100% 100%

BPD

Campuran KCBA IndustriKomponen Beban Bunga

BUSD BUSNDKomponen Beban Bunga

BUMN

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Dari 51,79% beban bunga kepada pihak

ketiga non bank, beban bunga tertinggi

disumbang oleh deposito. Berdasarkan

kelompok bank, beban bunga deposito

tertinggi terdapat pada kelompok BUSD

dan BUMN masing-masing sebesar

48,31% dan 32,17%. Kondisi ini

didukung dengan tingginya jumlah

nasabah dan luasnya jaringan kantor

pada kedua kelompok bank tersebut

dibandingkan kelompok bank lainnya.

Sementara, beban bunga deposito

terendah terdapat pada kelompok KCBA

sebesar 2,47% (Tabel A.1.5.2.3). Hal ini

dikarenakan rendahnya penempatan

dana nasabah KCBA dalam bentuk

deposito.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

29 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.1.5.2.3Proporsi Beban Bunga DPK terhadap Beban Bunga DPK Industri (%)*)

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16DPK 32,57 32,99 45,25 47,54 6,38 3,35

- Giro 34,54 33,15 35,44 35,25 1,10 0,77

- Tabungan 39,77 37,93 48,65 51,10 1,93 1,10

- Deposito 31,18 32,17 45,70 48,31 7,66 4,00

Beban Bunga thd Industri 26,49 25,07 47,14 53,74 8,10 3,07

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16DPK 9,41 9,96 3,85 3,72 2,54 2,44

- Giro 20,92 23,10 2,81 2,74 5,20 4,99

- Tabungan 8,24 8,37 0,97 0,98 0,45 0,52

- Deposito 8,42 8,78 4,43 4,27 2,61 2,47

Beban Bunga thd Industri 11,74 12,06 4,53 4,15 2,00 1,90

Komponen BPD Campuran KCBA

Komponen BUMN BUSD BUSND

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016 *)perhitungan data didapat dengan membandingkan jumlah komponen DPK masing-masing kelompok bank terhadap komponen DPK industri perbankan.

Komponen beban bunga berupa

kewajiban kepada Bank Indonesia,

kewajiban kepada bank lain, pinjaman

yang diterima, dan koreksi pendapatan

bunga, masih didominasi oleh kelompok

BUMN dengan porsi masing-masing

sebesar 91,59%, 32,95%, 64,21%, dan

96,19%. Sementara, untuk komponen

beban bunga kepada pihak ketiga bukan

bank, surat berharga, dan lainnya

terbesar disumbang oleh kelompok

BUSD dengan porsi masing-masing

sebesar 47,54%, 54,83%, dan 66,39%

(Tabel A.1.5.2.4).

Tabel A.1.5.2.4Komponen Beban Bunga Kepemilikan Bank Terhadap Beban Bunga Industri

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16Jumlah dlm Rp miliar 115 229 1.800 3.567 45.352 89.311 1.915 3.834 1.509 3.440 33.112 69.839 2.647 2.237 Porsi Bank Berdasarkan Kepemilikan- BUMN 91,4% 91,6% 29,5% 33,0% 32,6% 33,0% 25,1% 25,7% 57,0% 64,2% 10,6% 10,1% 99,5% 96,2%- BUSD 2,9% 3,1% 30,5% 31,0% 45,3% 47,5% 52,9% 54,8% 14,1% 16,3% 55,7% 66,4% 0,5% 3,8%- BUSND 0,0% 0,0% 3,2% 2,8% 6,4% 3,4% 4,3% 1,4% 6,0% 0,2% 11,7% 3,1% 0,0% 0,0%- BPD 5,5% 5,2% 13,5% 12,0% 9,4% 10,0% 9,5% 9,7% 4,6% 3,8% 16,2% 15,7% 0,0% 0,0%- Campuran 0,0% 0,1% 8,6% 8,2% 3,8% 3,7% 3,2% 3,1% 18,0% 14,9% 5,1% 4,2% 0,0% 0,0%- KCBA 0,1% 0,1% 14,7% 13,1% 2,5% 2,4% 4,9% 5,3% 0,4% 0,5% 0,6% 0,6% 0,0% 0,0%

100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

Komponen Beban Bunga

Kepada BIKewajiban pd Bank

LainKepada Pihak

Ketiga Bukan BankSurat Berharga

Pinjaman yg diterima

LainnyaKoreksi atas

Pendapatan Bunga

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

33

Page 36: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

30 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

2. Kinerja Bank Syariah13

Kinerja perbankan syariah pada triwulan

II-2016 mengalami penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya,

sebagai dampak dari belum pulihnya

kondisi perekonomian nasional serta

adanya tantangan perbaikan internal

yang masih dilakukan. Hal tersebut

tercermin dari meningkatnya NPF gross

dan BOPO, serta menurunnya CAR dan

ROA dibandingkan triwulan sebelumnya.

Namun demikian, secara umum jumlah

aset, pembiayaan, dan DPK perbankan

syariah (BUS dan UUS) pada triwulan II-

2016 tetap mengalami peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset

perbankan syariah meningkat 2,84%

(dari Rp297,77 triliun menjadi Rp306,22

triliun). Sementara itu, pembiayaan dan

DPK meningkat masing-masing 4,07%

(dari Rp213,48 triliun menjadi Rp222,17

triliun) dan 3,73% (dari Rp232,66 triliun

menjadi Rp241,34 triliun).

Peningkatan NPF gross terutama

dipengaruhi oleh (i) masih cukup

tingginya outstanding pembiayaan

kepada nasabah di sektor-sektor yang

mengalami penurunan (a.l.

pertambangan, energi, transportasi,

perumahan, perdagangan) disamping

pertumbuhan pembiayaan baru

(pipeline) yang belum signifikan, serta (ii)

run-off pembiayaan yang cukup besar

karena sebagian besar pembiayaan

bersifat installment.

13 Hanya mencakup BUS dan UUS.

Adanya peningkatan NPF tersebut

mengakibatkan beban perbankan

syariah untuk membentuk Cadangan

Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)

menjadi bertambah sehingga

menyebabkan terjadinya penurunan

pada permodalan, rentabilitas, dan

efisiensi perbankan syariah.

Sampai dengan triwulan II-2016, share

aset perbankan syariah (BUS, UUS, dan

BPRS) terhadap aset perbankan

nasional sebesar 4,85%, yang

didominasi oleh aset BUS dan UUS

(97,42%).

2.1 Permodalan

Upaya perbaikan juga terus dilakukan

oleh perbankan syariah untuk dapat

mencapai tingkat pertumbuhan yang

tinggi seperti pada tahun sebelumnya di

tengah perbaikan ekonomi pada tahun

2016. Meski demikian, terjadi penurunan

pada CAR BUS dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya, yaitu dari 14,90%

menjadi 14,72%.

Penurunan CAR pada BUS disebabkan

oleh peningkatan pembentukan CKPN

yang relatif signifikan akibat penurunan

performa debitur (terutama korporasi).

2.2 Dana Pihak Ketiga

Pada triwulan II-2016, pertumbuhan DPK

BUS dan UUS meningkat sebesar 3,73%

(qtq). Peningkatan tersebut dipengaruhi

oleh pertumbuhan pada semua komponen

DPK, diantaranya pertumbuhan giro

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

31 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

wadiah14 sebesar 20,94% (qtq), tabungan

mudharabah15 sebesar 3,20% (qtq), serta

deposito mudharabah sebesar 1,64%

(qtq).

Komposisi DPK BUS dan UUS pada

triwulan II-2016 masih didominasi oleh

deposito mudharabah dengan porsi

sebesar 61,02%, diikuti oleh tabungan

mudharabah dan giro wadiah masing-

masing sebesar 29,11% dan 9,88%.

2.3 Likuiditas

Likuiditas BUS pada triwulan II-2016 (29

Juni 2016) mengalami peningkatan

dibandingkan dengan triwulan I-2016 (30

Maret 2016). Hal tersebut terlihat dari

rasio AL/NCD BUS dan rasio AL/DPK

BUS masing-masing meningkat dari

99,24% menjadi 99,71% dan dari

17,41% menjadi 18,39%.

14 Wadiah adalah perjanjian penitipan dana antara

pemilik dana dengan pihak yang dipercaya untuk menjaga dana titipan tersebut (PBI No. 5/9/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah).

15 Mudharabah adalah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya (PBI No. 5/9/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah).

Grafik A.2.3.1

Sumber: OJK

2.4 Pembiayaan

Penyaluran pembiayaan BUS dan UUS

pada triwulan II-2016 meningkat

sebesar Rp8,7 triliun (4,07%, qtq) yaitu

dari Rp213,5 triliun menjadi Rp222,2

triliun.

Berdasarkan sektor ekonomi non

lapangan usaha, penyaluran

pembiayaan terbesar (36,76%)

disalurkan kepada sektor rumah tangga.

Sedangkan untuk sektor ekonomi

lapangan usaha, pembiayaan terbesar

disalurkan kepada sektor perdagangan

besar dan eceran (12,81%), diikuti

perantara keuangan (8,82%) dan industri

pengolahan (8,24%).

Pertumbuhan pembiayaan tertinggi

berada pada sektor akomodasi dan

penyediaan makanan dan minuman

(14,90%, qtq), jasa perorangan yang

melayani rumah tangga (12,90%, qtq),

dan real estate, usaha persewaan, dan

jasa perusahaan (11,09%, qtq).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

34

Page 37: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

30 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

2. Kinerja Bank Syariah13

Kinerja perbankan syariah pada triwulan

II-2016 mengalami penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya,

sebagai dampak dari belum pulihnya

kondisi perekonomian nasional serta

adanya tantangan perbaikan internal

yang masih dilakukan. Hal tersebut

tercermin dari meningkatnya NPF gross

dan BOPO, serta menurunnya CAR dan

ROA dibandingkan triwulan sebelumnya.

Namun demikian, secara umum jumlah

aset, pembiayaan, dan DPK perbankan

syariah (BUS dan UUS) pada triwulan II-

2016 tetap mengalami peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset

perbankan syariah meningkat 2,84%

(dari Rp297,77 triliun menjadi Rp306,22

triliun). Sementara itu, pembiayaan dan

DPK meningkat masing-masing 4,07%

(dari Rp213,48 triliun menjadi Rp222,17

triliun) dan 3,73% (dari Rp232,66 triliun

menjadi Rp241,34 triliun).

Peningkatan NPF gross terutama

dipengaruhi oleh (i) masih cukup

tingginya outstanding pembiayaan

kepada nasabah di sektor-sektor yang

mengalami penurunan (a.l.

pertambangan, energi, transportasi,

perumahan, perdagangan) disamping

pertumbuhan pembiayaan baru

(pipeline) yang belum signifikan, serta (ii)

run-off pembiayaan yang cukup besar

karena sebagian besar pembiayaan

bersifat installment.

13 Hanya mencakup BUS dan UUS.

Adanya peningkatan NPF tersebut

mengakibatkan beban perbankan

syariah untuk membentuk Cadangan

Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)

menjadi bertambah sehingga

menyebabkan terjadinya penurunan

pada permodalan, rentabilitas, dan

efisiensi perbankan syariah.

Sampai dengan triwulan II-2016, share

aset perbankan syariah (BUS, UUS, dan

BPRS) terhadap aset perbankan

nasional sebesar 4,85%, yang

didominasi oleh aset BUS dan UUS

(97,42%).

2.1 Permodalan

Upaya perbaikan juga terus dilakukan

oleh perbankan syariah untuk dapat

mencapai tingkat pertumbuhan yang

tinggi seperti pada tahun sebelumnya di

tengah perbaikan ekonomi pada tahun

2016. Meski demikian, terjadi penurunan

pada CAR BUS dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya, yaitu dari 14,90%

menjadi 14,72%.

Penurunan CAR pada BUS disebabkan

oleh peningkatan pembentukan CKPN

yang relatif signifikan akibat penurunan

performa debitur (terutama korporasi).

2.2 Dana Pihak Ketiga

Pada triwulan II-2016, pertumbuhan DPK

BUS dan UUS meningkat sebesar 3,73%

(qtq). Peningkatan tersebut dipengaruhi

oleh pertumbuhan pada semua komponen

DPK, diantaranya pertumbuhan giro

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

31 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

wadiah14 sebesar 20,94% (qtq), tabungan

mudharabah15 sebesar 3,20% (qtq), serta

deposito mudharabah sebesar 1,64%

(qtq).

Komposisi DPK BUS dan UUS pada

triwulan II-2016 masih didominasi oleh

deposito mudharabah dengan porsi

sebesar 61,02%, diikuti oleh tabungan

mudharabah dan giro wadiah masing-

masing sebesar 29,11% dan 9,88%.

2.3 Likuiditas

Likuiditas BUS pada triwulan II-2016 (29

Juni 2016) mengalami peningkatan

dibandingkan dengan triwulan I-2016 (30

Maret 2016). Hal tersebut terlihat dari

rasio AL/NCD BUS dan rasio AL/DPK

BUS masing-masing meningkat dari

99,24% menjadi 99,71% dan dari

17,41% menjadi 18,39%.

14 Wadiah adalah perjanjian penitipan dana antara

pemilik dana dengan pihak yang dipercaya untuk menjaga dana titipan tersebut (PBI No. 5/9/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah).

15 Mudharabah adalah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya (PBI No. 5/9/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah).

Grafik A.2.3.1

Sumber: OJK

2.4 Pembiayaan

Penyaluran pembiayaan BUS dan UUS

pada triwulan II-2016 meningkat

sebesar Rp8,7 triliun (4,07%, qtq) yaitu

dari Rp213,5 triliun menjadi Rp222,2

triliun.

Berdasarkan sektor ekonomi non

lapangan usaha, penyaluran

pembiayaan terbesar (36,76%)

disalurkan kepada sektor rumah tangga.

Sedangkan untuk sektor ekonomi

lapangan usaha, pembiayaan terbesar

disalurkan kepada sektor perdagangan

besar dan eceran (12,81%), diikuti

perantara keuangan (8,82%) dan industri

pengolahan (8,24%).

Pertumbuhan pembiayaan tertinggi

berada pada sektor akomodasi dan

penyediaan makanan dan minuman

(14,90%, qtq), jasa perorangan yang

melayani rumah tangga (12,90%, qtq),

dan real estate, usaha persewaan, dan

jasa perusahaan (11,09%, qtq).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

35

Page 38: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

32 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.2.4.1Pembiayaan Perbankan Syariah (BUS dan UUS)Berdasarkan Sektor Ekonomi (dalam Rp miliar)

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16Pertanian, Perburuan, Kehutanan 7.803 7.830 3,66 3,52 0,35Perikanan 1.313 1.379 0,62 0,62 5,03Pertambangan dan Penggalian 6.195 6.301 2,90 2,84 1,72Industri Pengolahan 17.937 18.300 8,40 8,24 2,02Listrik, Gas dan Air 6.896 7.204 3,23 3,24 4,47Konstruksi 11.083 10.826 5,19 4,87 -2,33Perdagangan Besar dan Eceran 26.495 28.457 12,41 12,81 7,40Akomodasi dan PMM 2.409 2.768 1,13 1,25 14,90Transportasi, Pergudangan & Komunikasi 10.775 11.293 5,05 5,08 4,81Perantara Keuangan 18.407 19.596 8,62 8,82 6,46Real Estate, Usaha Persewaan, & Jasa Perusahaan 9.269 10.297 4,34 4,63 11,09Adm. Pmrnthn,Perthn&Jamsos 263 263 0,12 0,12 0,21Jasa Pendidikan 3.279 3.436 1,54 1,55 4,80Jasa Kesehatan & Kesos 2.554 2.723 1,20 1,23 6,62Kemasyarakatan, Sosbud & lainnya 4.178 4.613 1,96 2,08 10,41Jasa Perorangan yang melayani RT 300 338 0,14 0,15 12,90Badan Internasional & lainnya 1 1 0,00 0,00 -11,37Kegiatan yang belum jelas 1.710 1.537 0,80 0,69 -10,11Rumah Tangga 79.182 81.681 37,09 36,76 3,16Bukan lapangan usaha lainnya 3.433 3.330 1,61 1,50 -3,00

TOTAL 213.482 222.175 100 100 4,07

Sektor Ekonomi qtq (%)Porsi (%)Pembiayaan (Rp M)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Porsi pembiayaan berdasarkan

penggunaan masih didominasi oleh

pembiayaan konsumsi sebesar 38,26%,

diikuti oleh pembiayaan modal kerja dan

investasi masing-masing sebesar

36,67% dan 25,07% (Tabel A.2.4.2).

Dari ketiga pembiayaan tersebut,

pembiayaan investasi mengalami

pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar

7,72% (qtq), diikuti oleh pertumbuhan

pembiayaan modal kerja dan konsumsi

masing-masing sebesar 2,91% (qtq) dan

2,90% (qtq).

Kondisi tersebut mencerminkan

terjadinya perbaikan pada penyaluran

pembiayaan perbankan syariah melalui

peningkatan penyaluran pembiayaan

investasi dan modal kerja.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

33 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.2.4.2Pembiayaan BUS dan UUS Berdasarkan Penggunaan

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 Modal Kerja 79.160 81.467 37,08 36,67 2,91 Investasi 51.707 55.697 24,22 25,07 7,72 Konsumsi 82.615 85.011 38,70 38,26 2,90

Total 213.482 222.175 100 100 4,07

JENIS PENGGUNAAN qtq (%)Porsi (%)Nilai (Rp. Miliar)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

NPF gross BUS pada triwulan II-2016

sebesar 5,68%, meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya (5,35%).

Peningkatan NPF BUS tersebut sebagai

dampak dari pertumbuhan pembiayaan

yang tinggi selama periode 2010 – 2014,

dimana sebagian besar BUS turut

menyalurkan pembiayaan ke sektor

usaha yang berisiko tinggi, namun tidak

diikuti dengan penerapan manajemen

risiko yang lebih ketat (antara lain

kualitas dan kecukupan jaminan serta

kesiapan infrastruktur pembiayaan).

Tingginya run-off pembiayaan

menyebabkan pertumbuhan pembiayaan

relatif rendah mengingat sebagian besar

risiko pembiayaan berasal dari

pembiayaan yang existing. Kondisi

tersebut antara lain disebabkan oleh

masih terbatasnya pangsa pasar

nasabah, nasabah BUS pada umumnya

bukan tergolong prime customer, serta

masih terkonsentrasinya produk

pembiayaan pada akad murabahah

/installment loan.

Upaya yang dilakukan oleh BUS untuk

mengantisipasi hal tersebut, yaitu melalui

penyempurnaan kerangka manajemen

risiko secara bertahap dan penyesuaian

risk appetite khususnya yang terkait

dengan segmentasi nasabah (antara lain

optimalisasi segmen retail, joint financing

dan SME).

Penyebaran pembiayaan BUS dan UUS

masih sama dengan triwulan sebelumnya

yaitu terkonsentrasi di wilayah Jawa

(70,40%) dan Sumatera Utara (3,91%),

atau mencapai 74,31% dari total

penyaluran pembiayaan di wilayah

Indonesia (Grafik A.2.4.1).

Penyebaran di wilayah Jawa terutama

didominasi oleh DKI Jakarta dengan

porsi sebesar 41,92%, diikuti oleh Jawa

Barat (12,73%), Jawa Timur (9,35%), dan

Jawa Tengah (6,40%). Terpusatnya

penyaluran pembiayaan di pulau Jawa

dipengaruhi oleh infrastruktur serta akses

keuangan yang masih belum merata di

wilayah lainnya terutama di wilayah

Indonesia bagian timur.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

36

Page 39: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

32 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.2.4.1Pembiayaan Perbankan Syariah (BUS dan UUS)Berdasarkan Sektor Ekonomi (dalam Rp miliar)

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16Pertanian, Perburuan, Kehutanan 7.803 7.830 3,66 3,52 0,35Perikanan 1.313 1.379 0,62 0,62 5,03Pertambangan dan Penggalian 6.195 6.301 2,90 2,84 1,72Industri Pengolahan 17.937 18.300 8,40 8,24 2,02Listrik, Gas dan Air 6.896 7.204 3,23 3,24 4,47Konstruksi 11.083 10.826 5,19 4,87 -2,33Perdagangan Besar dan Eceran 26.495 28.457 12,41 12,81 7,40Akomodasi dan PMM 2.409 2.768 1,13 1,25 14,90Transportasi, Pergudangan & Komunikasi 10.775 11.293 5,05 5,08 4,81Perantara Keuangan 18.407 19.596 8,62 8,82 6,46Real Estate, Usaha Persewaan, & Jasa Perusahaan 9.269 10.297 4,34 4,63 11,09Adm. Pmrnthn,Perthn&Jamsos 263 263 0,12 0,12 0,21Jasa Pendidikan 3.279 3.436 1,54 1,55 4,80Jasa Kesehatan & Kesos 2.554 2.723 1,20 1,23 6,62Kemasyarakatan, Sosbud & lainnya 4.178 4.613 1,96 2,08 10,41Jasa Perorangan yang melayani RT 300 338 0,14 0,15 12,90Badan Internasional & lainnya 1 1 0,00 0,00 -11,37Kegiatan yang belum jelas 1.710 1.537 0,80 0,69 -10,11Rumah Tangga 79.182 81.681 37,09 36,76 3,16Bukan lapangan usaha lainnya 3.433 3.330 1,61 1,50 -3,00

TOTAL 213.482 222.175 100 100 4,07

Sektor Ekonomi qtq (%)Porsi (%)Pembiayaan (Rp M)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Porsi pembiayaan berdasarkan

penggunaan masih didominasi oleh

pembiayaan konsumsi sebesar 38,26%,

diikuti oleh pembiayaan modal kerja dan

investasi masing-masing sebesar

36,67% dan 25,07% (Tabel A.2.4.2).

Dari ketiga pembiayaan tersebut,

pembiayaan investasi mengalami

pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar

7,72% (qtq), diikuti oleh pertumbuhan

pembiayaan modal kerja dan konsumsi

masing-masing sebesar 2,91% (qtq) dan

2,90% (qtq).

Kondisi tersebut mencerminkan

terjadinya perbaikan pada penyaluran

pembiayaan perbankan syariah melalui

peningkatan penyaluran pembiayaan

investasi dan modal kerja.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

33 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.2.4.2Pembiayaan BUS dan UUS Berdasarkan Penggunaan

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 Modal Kerja 79.160 81.467 37,08 36,67 2,91 Investasi 51.707 55.697 24,22 25,07 7,72 Konsumsi 82.615 85.011 38,70 38,26 2,90

Total 213.482 222.175 100 100 4,07

JENIS PENGGUNAAN qtq (%)Porsi (%)Nilai (Rp. Miliar)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

NPF gross BUS pada triwulan II-2016

sebesar 5,68%, meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya (5,35%).

Peningkatan NPF BUS tersebut sebagai

dampak dari pertumbuhan pembiayaan

yang tinggi selama periode 2010 – 2014,

dimana sebagian besar BUS turut

menyalurkan pembiayaan ke sektor

usaha yang berisiko tinggi, namun tidak

diikuti dengan penerapan manajemen

risiko yang lebih ketat (antara lain

kualitas dan kecukupan jaminan serta

kesiapan infrastruktur pembiayaan).

Tingginya run-off pembiayaan

menyebabkan pertumbuhan pembiayaan

relatif rendah mengingat sebagian besar

risiko pembiayaan berasal dari

pembiayaan yang existing. Kondisi

tersebut antara lain disebabkan oleh

masih terbatasnya pangsa pasar

nasabah, nasabah BUS pada umumnya

bukan tergolong prime customer, serta

masih terkonsentrasinya produk

pembiayaan pada akad murabahah

/installment loan.

Upaya yang dilakukan oleh BUS untuk

mengantisipasi hal tersebut, yaitu melalui

penyempurnaan kerangka manajemen

risiko secara bertahap dan penyesuaian

risk appetite khususnya yang terkait

dengan segmentasi nasabah (antara lain

optimalisasi segmen retail, joint financing

dan SME).

Penyebaran pembiayaan BUS dan UUS

masih sama dengan triwulan sebelumnya

yaitu terkonsentrasi di wilayah Jawa

(70,40%) dan Sumatera Utara (3,91%),

atau mencapai 74,31% dari total

penyaluran pembiayaan di wilayah

Indonesia (Grafik A.2.4.1).

Penyebaran di wilayah Jawa terutama

didominasi oleh DKI Jakarta dengan

porsi sebesar 41,92%, diikuti oleh Jawa

Barat (12,73%), Jawa Timur (9,35%), dan

Jawa Tengah (6,40%). Terpusatnya

penyaluran pembiayaan di pulau Jawa

dipengaruhi oleh infrastruktur serta akses

keuangan yang masih belum merata di

wilayah lainnya terutama di wilayah

Indonesia bagian timur.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

37

Page 40: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

34 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik A.2.4.1Pembiayaan Perbankan Syariah

Berdasarkan Lokasi Bank Penyalur

Sumber: SPI, Juni 2016

2.5 Rentabilitas

Kinerja rentabilitas BUS pada triwulan II-

2016 menurun dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Hal tersebut

tercermin dari ROA dan NOM pada

triwulan II-2016 yang menurun masing-

masing sebesar 15 bps (dari 0,88%

menjadi 0,73%) dan 21 bps (dari 1%

menjadi 0,78%).

Penurunan rentabilitas BUS juga diiringi

dengan peningkatan BOPO sebesar

±122 bps dari triwulan sebelumnya (dari

94,40% menjadi 95,61%).

Tingkat efisiensi BUS masih belum

optimal antara lain karena masih

didominasinya struktur dana dengan

dana (deposito) mahal, rendahnya fee

based income akibat masih terbatasnya

produk, dan belum optimalnya jangkauan

jaringan kantor bank.

Berkaitan dengan kondisi diatas, dalam

rangka penyesuaian target komposisi

segmen nasabah, beberapa BUS mulai

membenahi layanan dan produk

perbankannya untuk mengoptimalkan fee

based income. Di samping itu, untuk

memperbaiki efisiensi yang berdampak

pada rentabilitas BUS, dilakukan

penutupan kantor secara bertahap

(network reprofiling) dan pengembangan

layanan tanpa kantor.

Tabel A.2.5.1Indikator Umum Perbankan Syariah

TW I TW IIBUS dan UUSTotal Aset (Rp milyar) 297.772 306.225 2,84%Pembiayaan (Rp milyar) 213.482 222.175 4,07%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 232.657 241.336 3,73%- Giro Wadiah (Rp milyar) 19.711 23.839 20,94%- Tabungan Mudharabah (Rp milyar) 68.066 70.243 3,20%- Deposito Mudharabah (Rp milyar) 144.880 147.254 1,64%BUS CAR (%) 14,90 14,72 (0,18)ROA (%) 0,88 0,73 (0,15)NOM (%) 1,00 0,78 (0,21)BOPO (%) 94,40 95,61 1,22NPF (%) 5,35 5,68 0,34FDR (%) 87,52 89,32 1,80

Rasio

Ket: menunjukkan peningkatan

menunjukkan penurunan

qtq2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

35 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

3. Kinerja BPR

Perkembangan industri BPR secara

nasional pada triwulan II-2016

menunjukkan kinerja yang tergolong

masih cukup baik, terlihat dari

peningkatan total aset, DPK, dan kredit

BPR. Total aset BPR meningkat sebesar

2,21% (qtq) yaitu dari Rp103,6 triliun

menjadi Rp105,9 triliun. Sedangkan

untuk DPK dan kredit masing-masing

meningkat sebesar 1,28% (dari Rp69,35

triliun menjadi Rp70,24 triliun) dan

4,66% (dari Rp76,22 triliun menjadi

Rp79,76 triliun).

Meskipun demikian, dibandingkan

dengan kinerja triwulan sebelumnya

terdapat penurunan beberapa indikator.

Indikator permodalan (CAR) menurun

sebesar 149 bps (dari 23,64% menjadi

22,15%), indikator kualitas kredit (NPL)

menurun dengan meningkatnya NPL net

sebesar 12 bps (dari 4,39% menjadi

4,51%), namun masih dibawah threshold

5%. Selain itu, indikator rentabilitas

(ROA) juga menurun sebesar 25 bps

(dari 2,87% menjadi 2,62%), namun

masih diatas threshold 1,2%.

Tabel A.3.1 Indikator Umum BPR

TW I TW IITotal Aset (Rp milyar) 103.583 105.867 2,21%Kredit (Rp milyar) 76.216 79.764 4,66%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 69.354 70.238 1,28%- Tabungan (Rp milyar) 20.910 20.723 -0,90%- Deposito (Rp milyar) 48.444 49.516 2,21%NPL Gross (%) 6,16 6,19 0,03 NPL Net (%) 4,39 4,51 0,12 ROA (%) 2,87 2,62 (0,25) LDR (%) 77,22 79,80 2,58 CR (%) 16,57 14,76 (1,81) KAP (%) 4,05 4,19 0,14 ROE (%) 25,93 23,29 (2,64) BOPO (%) 81,18 82,25 1,07 CAR (%) 23,64 22,15 (1,49) Ket: menunjukkan peningkatan

menunjukkan penurunan

qtqRasio 2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

3.1 Permodalan

Kondisi permodalan BPR masih terjaga

baik meskipun mengalami penurunan

dari triwulan sebelumnya, tercermin dari

menurunnya CAR sebesar 149 bps

menjadi sebesar 22,15%.

Penurunan CAR tersebut dikarenakan

peningkatan penyaluran kredit yang tidak

dibarengi dengan peningkatan modal.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

38

Page 41: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

34 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik A.2.4.1Pembiayaan Perbankan Syariah

Berdasarkan Lokasi Bank Penyalur

Sumber: SPI, Juni 2016

2.5 Rentabilitas

Kinerja rentabilitas BUS pada triwulan II-

2016 menurun dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Hal tersebut

tercermin dari ROA dan NOM pada

triwulan II-2016 yang menurun masing-

masing sebesar 15 bps (dari 0,88%

menjadi 0,73%) dan 21 bps (dari 1%

menjadi 0,78%).

Penurunan rentabilitas BUS juga diiringi

dengan peningkatan BOPO sebesar

±122 bps dari triwulan sebelumnya (dari

94,40% menjadi 95,61%).

Tingkat efisiensi BUS masih belum

optimal antara lain karena masih

didominasinya struktur dana dengan

dana (deposito) mahal, rendahnya fee

based income akibat masih terbatasnya

produk, dan belum optimalnya jangkauan

jaringan kantor bank.

Berkaitan dengan kondisi diatas, dalam

rangka penyesuaian target komposisi

segmen nasabah, beberapa BUS mulai

membenahi layanan dan produk

perbankannya untuk mengoptimalkan fee

based income. Di samping itu, untuk

memperbaiki efisiensi yang berdampak

pada rentabilitas BUS, dilakukan

penutupan kantor secara bertahap

(network reprofiling) dan pengembangan

layanan tanpa kantor.

Tabel A.2.5.1Indikator Umum Perbankan Syariah

TW I TW IIBUS dan UUSTotal Aset (Rp milyar) 297.772 306.225 2,84%Pembiayaan (Rp milyar) 213.482 222.175 4,07%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 232.657 241.336 3,73%- Giro Wadiah (Rp milyar) 19.711 23.839 20,94%- Tabungan Mudharabah (Rp milyar) 68.066 70.243 3,20%- Deposito Mudharabah (Rp milyar) 144.880 147.254 1,64%BUS CAR (%) 14,90 14,72 (0,18)ROA (%) 0,88 0,73 (0,15)NOM (%) 1,00 0,78 (0,21)BOPO (%) 94,40 95,61 1,22NPF (%) 5,35 5,68 0,34FDR (%) 87,52 89,32 1,80

Rasio

Ket: menunjukkan peningkatan

menunjukkan penurunan

qtq2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

35 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

3. Kinerja BPR

Perkembangan industri BPR secara

nasional pada triwulan II-2016

menunjukkan kinerja yang tergolong

masih cukup baik, terlihat dari

peningkatan total aset, DPK, dan kredit

BPR. Total aset BPR meningkat sebesar

2,21% (qtq) yaitu dari Rp103,6 triliun

menjadi Rp105,9 triliun. Sedangkan

untuk DPK dan kredit masing-masing

meningkat sebesar 1,28% (dari Rp69,35

triliun menjadi Rp70,24 triliun) dan

4,66% (dari Rp76,22 triliun menjadi

Rp79,76 triliun).

Meskipun demikian, dibandingkan

dengan kinerja triwulan sebelumnya

terdapat penurunan beberapa indikator.

Indikator permodalan (CAR) menurun

sebesar 149 bps (dari 23,64% menjadi

22,15%), indikator kualitas kredit (NPL)

menurun dengan meningkatnya NPL net

sebesar 12 bps (dari 4,39% menjadi

4,51%), namun masih dibawah threshold

5%. Selain itu, indikator rentabilitas

(ROA) juga menurun sebesar 25 bps

(dari 2,87% menjadi 2,62%), namun

masih diatas threshold 1,2%.

Tabel A.3.1 Indikator Umum BPR

TW I TW IITotal Aset (Rp milyar) 103.583 105.867 2,21%Kredit (Rp milyar) 76.216 79.764 4,66%Dana Pihak Ketiga (Rp milyar) 69.354 70.238 1,28%- Tabungan (Rp milyar) 20.910 20.723 -0,90%- Deposito (Rp milyar) 48.444 49.516 2,21%NPL Gross (%) 6,16 6,19 0,03 NPL Net (%) 4,39 4,51 0,12 ROA (%) 2,87 2,62 (0,25) LDR (%) 77,22 79,80 2,58 CR (%) 16,57 14,76 (1,81) KAP (%) 4,05 4,19 0,14 ROE (%) 25,93 23,29 (2,64) BOPO (%) 81,18 82,25 1,07 CAR (%) 23,64 22,15 (1,49) Ket: menunjukkan peningkatan

menunjukkan penurunan

qtqRasio 2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

3.1 Permodalan

Kondisi permodalan BPR masih terjaga

baik meskipun mengalami penurunan

dari triwulan sebelumnya, tercermin dari

menurunnya CAR sebesar 149 bps

menjadi sebesar 22,15%.

Penurunan CAR tersebut dikarenakan

peningkatan penyaluran kredit yang tidak

dibarengi dengan peningkatan modal.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

39

Page 42: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

36 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Sementara itu, jumlah BPR yang memiliki

CAR di bawah persyaratan minimum 8%

(CAR negatif) menurun, yaitu dari 14

BPR menjadi 12 BPR (Tabel A.3.1.1).

Penurunan tersebut antara lain karena

adanya peningkatan modal atau sebagai

akibat dilakukannya pencabutan izin

usaha terhadap BPR yang sebelumnya

memiliki CAR negatif.

Terjadinya CAR negatif pada BPR antara

lain dipicu oleh masih lemahnya

pengelolaan BPR terutama dari sisi tata

kelola (GCG).

Tabel A.3.1.1 BPR dengan CAR Dibawah Threshold

Jumlah Bank

CAR *) Jumlah Bank

CAR *) Jumlah CAR

14 -59,24 12 -107,38 -2 -48,14

qtqTW I TW II'16 - TW I'16TW II

2016

Sumber: SIMWAS BPR

3.2 Dana Pihak Ketiga

Pertumbuhan DPK yang merupakan

sumber dana utama BPR, pada triwulan

II-2016 secara umum mengalami

peningkatan sebesar 1,28% (qtq), yaitu

dari Rp69,3 triliun menjadi Rp70,2 triliun,

yang bersumber dari peningkatan

deposito sebesar 2,21% (qtq).

Sementara tabungan mengalami

penurunan sebesar 0,9% (qtq).

Komposisi sumber dana BPR didominasi

oleh DPK (80,55%), diikuti dengan

pinjaman yang diterima (15,31%) dan

antar bank passiva (4,15%). Dari total

DPK tersebut, sebesar 70,50% berasal

dari deposito dan 29,50% berasal dari

tabungan.

Penyebaran DPK masih terkonsentrasi di

pulau Jawa (60,13%), diikuti oleh pulau

Sumatera (19,20%), Bali-Nusa Tenggara

(12,49%), Sulawesi-Maluku-Papua

/Sulampua (5,74%), dan pulau

Kalimantan (2,44%). Di lihat dari

pertumbuhannya, secara umum DPK

meningkat di semua wilayah di Indonesia

dengan pertumbuhan DPK tertinggi

berada di Sulampua sebesar 5,34% (qtq)

(Tabel A.3.2.1).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

37 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.3.2.1 Penyebaran DPK

Total DPK Porsi (%) Total DPK Porsi (%) Nominal %Pulau Sumatera 13,243 19.09 13,485 19.20 242 1.83%Pulau Jawa 42,131 60.75 42,233 60.13 102 0.24%Pulau Kalimantan 1,653 2.38 1,712 2.44 59 3.59%Bali dan Nusa Tenggara 8,499 12.25 8,775 12.49 276 3.25%Sulawesi, Maluku dan Papua 3,828 5.52 4,032 5.74 204 5.34%

Jumlah 69,354 100.00 70,238 100.00 884 100.00*) Total DPK dalam juta rupiah

Triwulan I-2016 Triwulan II-2016 PerkembanganWilayah

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

3.3 Kredit

Fungsi intermediasi BPR selama triwulan

II-2016 berjalan cukup baik. Hal ini

tercermin dari kredit BPR yang

pertumbuhannya meningkat

dibandingkan pertumbuhan pada triwulan

sebelumnya yaitu dari 1,88% menjadi

4,66% (qtq). Porsi kredit terbesar

terdapat pada sektor perdagangan besar

dan eceran (26,07%) dan sektor bukan

lapangan usaha-lainnya (44,36%).

Tingginya porsi pada sektor bukan

lapangan usaha-lainnya disebabkan

karena kurang memadainya pengetahuan

dan kemampuan Sumber Daya Manusia

BPR untuk memastikan penggunaan

kredit pada saat melakukan analisis.

Berdasarkan jenis penggunaan kredit,

48,66% disalurkan pada KK, 44,71%

pada KMK, dan 6,63% pada KI.

Pertumbuhan jenis penggunaan kredit

tertinggi berada pada KMK sebesar

5,64% (dari Rp33,7 miliar menjadi

Rp35,6 miliar), diikuti oleh KI sebesar

4,30% (dari Rp5,0 miliar menjadi Rp5,2

miliar), dan KK sebesar 3,81% (dari

Rp37,3 miliar menjadi Rp38,8 miliar)

(Grafik A.3.3.1).

Grafik A.3.3.1Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan (dalam Rp. Miliar)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

40

Page 43: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

36 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Sementara itu, jumlah BPR yang memiliki

CAR di bawah persyaratan minimum 8%

(CAR negatif) menurun, yaitu dari 14

BPR menjadi 12 BPR (Tabel A.3.1.1).

Penurunan tersebut antara lain karena

adanya peningkatan modal atau sebagai

akibat dilakukannya pencabutan izin

usaha terhadap BPR yang sebelumnya

memiliki CAR negatif.

Terjadinya CAR negatif pada BPR antara

lain dipicu oleh masih lemahnya

pengelolaan BPR terutama dari sisi tata

kelola (GCG).

Tabel A.3.1.1 BPR dengan CAR Dibawah Threshold

Jumlah Bank

CAR *) Jumlah Bank

CAR *) Jumlah CAR

14 -59,24 12 -107,38 -2 -48,14

qtqTW I TW II'16 - TW I'16TW II

2016

Sumber: SIMWAS BPR

3.2 Dana Pihak Ketiga

Pertumbuhan DPK yang merupakan

sumber dana utama BPR, pada triwulan

II-2016 secara umum mengalami

peningkatan sebesar 1,28% (qtq), yaitu

dari Rp69,3 triliun menjadi Rp70,2 triliun,

yang bersumber dari peningkatan

deposito sebesar 2,21% (qtq).

Sementara tabungan mengalami

penurunan sebesar 0,9% (qtq).

Komposisi sumber dana BPR didominasi

oleh DPK (80,55%), diikuti dengan

pinjaman yang diterima (15,31%) dan

antar bank passiva (4,15%). Dari total

DPK tersebut, sebesar 70,50% berasal

dari deposito dan 29,50% berasal dari

tabungan.

Penyebaran DPK masih terkonsentrasi di

pulau Jawa (60,13%), diikuti oleh pulau

Sumatera (19,20%), Bali-Nusa Tenggara

(12,49%), Sulawesi-Maluku-Papua

/Sulampua (5,74%), dan pulau

Kalimantan (2,44%). Di lihat dari

pertumbuhannya, secara umum DPK

meningkat di semua wilayah di Indonesia

dengan pertumbuhan DPK tertinggi

berada di Sulampua sebesar 5,34% (qtq)

(Tabel A.3.2.1).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

37 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.3.2.1 Penyebaran DPK

Total DPK Porsi (%) Total DPK Porsi (%) Nominal %Pulau Sumatera 13,243 19.09 13,485 19.20 242 1.83%Pulau Jawa 42,131 60.75 42,233 60.13 102 0.24%Pulau Kalimantan 1,653 2.38 1,712 2.44 59 3.59%Bali dan Nusa Tenggara 8,499 12.25 8,775 12.49 276 3.25%Sulawesi, Maluku dan Papua 3,828 5.52 4,032 5.74 204 5.34%

Jumlah 69,354 100.00 70,238 100.00 884 100.00*) Total DPK dalam juta rupiah

Triwulan I-2016 Triwulan II-2016 PerkembanganWilayah

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

3.3 Kredit

Fungsi intermediasi BPR selama triwulan

II-2016 berjalan cukup baik. Hal ini

tercermin dari kredit BPR yang

pertumbuhannya meningkat

dibandingkan pertumbuhan pada triwulan

sebelumnya yaitu dari 1,88% menjadi

4,66% (qtq). Porsi kredit terbesar

terdapat pada sektor perdagangan besar

dan eceran (26,07%) dan sektor bukan

lapangan usaha-lainnya (44,36%).

Tingginya porsi pada sektor bukan

lapangan usaha-lainnya disebabkan

karena kurang memadainya pengetahuan

dan kemampuan Sumber Daya Manusia

BPR untuk memastikan penggunaan

kredit pada saat melakukan analisis.

Berdasarkan jenis penggunaan kredit,

48,66% disalurkan pada KK, 44,71%

pada KMK, dan 6,63% pada KI.

Pertumbuhan jenis penggunaan kredit

tertinggi berada pada KMK sebesar

5,64% (dari Rp33,7 miliar menjadi

Rp35,6 miliar), diikuti oleh KI sebesar

4,30% (dari Rp5,0 miliar menjadi Rp5,2

miliar), dan KK sebesar 3,81% (dari

Rp37,3 miliar menjadi Rp38,8 miliar)

(Grafik A.3.3.1).

Grafik A.3.3.1Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan (dalam Rp. Miliar)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

41

Page 44: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

38 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.3.3.1Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi

TW I'16 TW II'16 TW IV'15 TW II'16Pertanian, Perburuhan, dan Kehutanan

4.731 5.020 6,21% 6,29% 6,11%

Perikanan 244 269 0,32% 0,34% 10,61%

Pertambangan dan Penggal ian 124 132 0,16% 0,17% 6,19%

Industri Pengolahan 942 1.012 1,24% 1,27% 7,49%

Listrik, Gas dan Ai r 62 73 0,08% 0,09% 17,45%

Konstruks i 1.803 1.990 2,37% 2,50% 10,38%

Perdagangan Besar dan Eceran 19.365 20.798 25,41% 26,07% 7,40%

Penyediaan Akomodas i dan Penyedian Makan Minum

612 651 0,80% 0,82% 6,25%

Transportas i , Pergudangan dan Komunikas i

1.489 1.560 1,95% 1,96% 4,72%

Perantara Keuangan 167 178 0,22% 0,22% 7,14%

Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan

1.867 1.884 2,45% 2,36% 0,92%

Adminis tras i Pemerintahan, Pertanahan Dan Jaminan Sos ia l Wajib

108 108 0,14% 0,14% -0,56%

Jasa Pendidikan 208 222 0,27% 0,28% 6,86%

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sos ia l 186 187 0,24% 0,23% 0,70%

Jasa Kemasyarakatan, Sos ia l Budaya, Hiburan dan Perorangan La innya

2.517 2.120 3,30% 2,66% -15,77%

Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga

944 977 1,24% 1,22% 3,49%

Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya

3.460 3.770 4,54% 4,73% 8,98%

Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga

3.261 3.426 4,28% 4,30% 5,07%

Bukan Lapangan Usaha - La innya 34.126 35.386 44,78% 44,36% 3,69%

TOTAL 76.216 79.764 100% 100% 4,66%

Sektor EkonomiPorsiNilai

qtq

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Kredit BPR sebagian besar tersebar di

wilayah Jawa sebesar 56,94% dan

wilayah Sumatera sebesar 20,37%.

Dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, penyebaran kredit di

seluruh wilayah mengalami peningkatan.

Pertumbuhan kredit tertinggi terdapat di

Sulampua, yaitu sebesar 6,18% atau dari

Rp6,3 triliun menjadi Rp6,7 triliun (Tabel

A.3.3.2).

Tabel A.3.3.2Kredit BPR Berdasarkan Lokasi Penyaluran

Total Kredit Porsi (%) Total Kredit Porsi (%) Nominal %Pulau Sumatera 15.624 20,50 16.247 20,37 623 3,99%Pulau Jawa 43.157 56,63 45.417 56,94 2.260 5,24%Pulau Kalimantan 1.405 1,84 1.439 1,80 34 2,41%Bali dan Nusa Tenggara 9.673 12,69 9.913 12,43 240 2,48%Sulawesi, Maluku dan Papua 6.356 8,34 6.749 8,46 393 6,18%

Jumlah 76.215 100,00 79.764 100,00 3.549 4,66%*) Total Kredit dalam juta rupiah

Triwulan I-2016 Triwulan II-2016Wilayah Perkembangan

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

39 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Secara umum, kredit BPR pada triwulan

II-2016 meningkat, tercermin dari

peningkatan kredit yang diberikan

sebesar 4,66% (qtq). Namun,

peningkatan kredit tersebut tidak

diimbangi dengan peningkatan kualitas

kredit, tercermin dari sedikit

meningkatnya rasio NPL gross dari

triwulan sebelumnya (dari 6,16% menjadi

6,19%). Beberapa kondisi yang

menyebabkan masih relatif tingginya NPL

pada BPR, yaitu:

i. Karakteristik debitur BPR tergolong

unbankable sehingga aspek legal

dari pengikatan jaminan cenderung

lemah yang pada akhirnya

mendorong peningkatan kredit

macet.

ii. Usaha debitur yang dibiayai

merupakan usaha kecil dan

individual sehingga apabila terjadi

permasalahan individual pada

debitur tersebut akan mempengaruhi

kualitas kredit debitur yang

bersangkutan.

iii. Dari sisi internal bank, antara lain (a)

belum terpenuhinya komposisi

Direksi sesuai ketentuan mengenai

GCG sebagaimana diatur dalam

POJK No.4/POJK.03/2015 tentang

Penerapan Tata Kelola Bagi BPR

yang mulai berlaku sejak 31 Maret

2015 dengan masa peralihan

selama 2 tahun, (b) sistem

pengawasan debitur belum berjalan

dengan baik sebagai dampak dari

masih sederhananya teknologi IT

BPR yang mempengaruhi

keakuratan data monitoring, dan (c)

kompetensi SDM yang belum

memadai sehingga mempengaruhi

kedalaman hasil analisis kredit.

3.4 Likuiditas

Likuiditas BPR pada triwulan II-2016

menunjukkan kondisi yang cukup baik

tercermin dari Cash Ratio (CR)16 yang

masih jauh diatas threshold 4,05%. CR

dimaksud menurun sebesar 181 bps

apabila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya (dari 16,57% menjadi

14,76%.). Penurunan tersebut

disebabkan oleh peningkatan

penghimpunan dana pihak ketiga yang

langsung disalurkan dalam bentuk kredit

yang diberikan.

LDR17 meningkat sebesar 258 bps dari

triwulan sebelumnya, yaitu dari 77,22%

menjadi 79,80%. Peningkatan tersebut

didukung dengan pertumbuhan kredit

yang lebih besar dibandingkan

pertumbuhan DPK.

16 Cash Ratio adalah perbandingan antara alat

likuid terhadap hutang lancar sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Tatacara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dan perubahannya (PBI No.3/5/PBI/2001 tentang Penetapan Status BPR dalam Pengawasan Khusus dan Pembekuan Kegiatan Usaha).

17 Kriteria score LDR sebagaimana diatur dalam ketentuan tentang Tingkat Kesehatan BPR adalah: Sehat <=94,75%; Cukup Sehat >94,75% - 98,50%; Kurang Sehat >98,50% - 102,25%; Tidak Sehat >102,25%.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

42

Page 45: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

38 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.3.3.1Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi

TW I'16 TW II'16 TW IV'15 TW II'16Pertanian, Perburuhan, dan Kehutanan

4.731 5.020 6,21% 6,29% 6,11%

Perikanan 244 269 0,32% 0,34% 10,61%

Pertambangan dan Penggal ian 124 132 0,16% 0,17% 6,19%

Industri Pengolahan 942 1.012 1,24% 1,27% 7,49%

Listrik, Gas dan Ai r 62 73 0,08% 0,09% 17,45%

Konstruks i 1.803 1.990 2,37% 2,50% 10,38%

Perdagangan Besar dan Eceran 19.365 20.798 25,41% 26,07% 7,40%

Penyediaan Akomodas i dan Penyedian Makan Minum

612 651 0,80% 0,82% 6,25%

Transportas i , Pergudangan dan Komunikas i

1.489 1.560 1,95% 1,96% 4,72%

Perantara Keuangan 167 178 0,22% 0,22% 7,14%

Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan

1.867 1.884 2,45% 2,36% 0,92%

Adminis tras i Pemerintahan, Pertanahan Dan Jaminan Sos ia l Wajib

108 108 0,14% 0,14% -0,56%

Jasa Pendidikan 208 222 0,27% 0,28% 6,86%

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sos ia l 186 187 0,24% 0,23% 0,70%

Jasa Kemasyarakatan, Sos ia l Budaya, Hiburan dan Perorangan La innya

2.517 2.120 3,30% 2,66% -15,77%

Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga

944 977 1,24% 1,22% 3,49%

Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya

3.460 3.770 4,54% 4,73% 8,98%

Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga

3.261 3.426 4,28% 4,30% 5,07%

Bukan Lapangan Usaha - La innya 34.126 35.386 44,78% 44,36% 3,69%

TOTAL 76.216 79.764 100% 100% 4,66%

Sektor EkonomiPorsiNilai

qtq

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Kredit BPR sebagian besar tersebar di

wilayah Jawa sebesar 56,94% dan

wilayah Sumatera sebesar 20,37%.

Dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, penyebaran kredit di

seluruh wilayah mengalami peningkatan.

Pertumbuhan kredit tertinggi terdapat di

Sulampua, yaitu sebesar 6,18% atau dari

Rp6,3 triliun menjadi Rp6,7 triliun (Tabel

A.3.3.2).

Tabel A.3.3.2Kredit BPR Berdasarkan Lokasi Penyaluran

Total Kredit Porsi (%) Total Kredit Porsi (%) Nominal %Pulau Sumatera 15.624 20,50 16.247 20,37 623 3,99%Pulau Jawa 43.157 56,63 45.417 56,94 2.260 5,24%Pulau Kalimantan 1.405 1,84 1.439 1,80 34 2,41%Bali dan Nusa Tenggara 9.673 12,69 9.913 12,43 240 2,48%Sulawesi, Maluku dan Papua 6.356 8,34 6.749 8,46 393 6,18%

Jumlah 76.215 100,00 79.764 100,00 3.549 4,66%*) Total Kredit dalam juta rupiah

Triwulan I-2016 Triwulan II-2016Wilayah Perkembangan

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

39 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Secara umum, kredit BPR pada triwulan

II-2016 meningkat, tercermin dari

peningkatan kredit yang diberikan

sebesar 4,66% (qtq). Namun,

peningkatan kredit tersebut tidak

diimbangi dengan peningkatan kualitas

kredit, tercermin dari sedikit

meningkatnya rasio NPL gross dari

triwulan sebelumnya (dari 6,16% menjadi

6,19%). Beberapa kondisi yang

menyebabkan masih relatif tingginya NPL

pada BPR, yaitu:

i. Karakteristik debitur BPR tergolong

unbankable sehingga aspek legal

dari pengikatan jaminan cenderung

lemah yang pada akhirnya

mendorong peningkatan kredit

macet.

ii. Usaha debitur yang dibiayai

merupakan usaha kecil dan

individual sehingga apabila terjadi

permasalahan individual pada

debitur tersebut akan mempengaruhi

kualitas kredit debitur yang

bersangkutan.

iii. Dari sisi internal bank, antara lain (a)

belum terpenuhinya komposisi

Direksi sesuai ketentuan mengenai

GCG sebagaimana diatur dalam

POJK No.4/POJK.03/2015 tentang

Penerapan Tata Kelola Bagi BPR

yang mulai berlaku sejak 31 Maret

2015 dengan masa peralihan

selama 2 tahun, (b) sistem

pengawasan debitur belum berjalan

dengan baik sebagai dampak dari

masih sederhananya teknologi IT

BPR yang mempengaruhi

keakuratan data monitoring, dan (c)

kompetensi SDM yang belum

memadai sehingga mempengaruhi

kedalaman hasil analisis kredit.

3.4 Likuiditas

Likuiditas BPR pada triwulan II-2016

menunjukkan kondisi yang cukup baik

tercermin dari Cash Ratio (CR)16 yang

masih jauh diatas threshold 4,05%. CR

dimaksud menurun sebesar 181 bps

apabila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya (dari 16,57% menjadi

14,76%.). Penurunan tersebut

disebabkan oleh peningkatan

penghimpunan dana pihak ketiga yang

langsung disalurkan dalam bentuk kredit

yang diberikan.

LDR17 meningkat sebesar 258 bps dari

triwulan sebelumnya, yaitu dari 77,22%

menjadi 79,80%. Peningkatan tersebut

didukung dengan pertumbuhan kredit

yang lebih besar dibandingkan

pertumbuhan DPK.

16 Cash Ratio adalah perbandingan antara alat

likuid terhadap hutang lancar sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Tatacara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dan perubahannya (PBI No.3/5/PBI/2001 tentang Penetapan Status BPR dalam Pengawasan Khusus dan Pembekuan Kegiatan Usaha).

17 Kriteria score LDR sebagaimana diatur dalam ketentuan tentang Tingkat Kesehatan BPR adalah: Sehat <=94,75%; Cukup Sehat >94,75% - 98,50%; Kurang Sehat >98,50% - 102,25%; Tidak Sehat >102,25%.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

43

Page 46: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

40 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

3.5 Rentabilitas

ROA BPR selama triwulan II–2016

mengalami penurunan sebesar 25 bps,

yaitu dari 2,87% menjadi 2,62%.

Penurunan ini terjadi karena menurunnya

laba tahun berjalan per bulan, yang

dipengaruhi meningkatnya beban tenaga

kerja.

Pada triwulan II-2016 terdapat

penurunan jumlah BPR yang memiliki

ROA negatif, yaitu dari 295 BPR menjadi

270 BPR atau 16,5% dari 1.636 BPR

(Tabel A.3.5.1). Menurunnya jumlah BPR

dengan ROA negatif dipengaruhi oleh

adanya cabut izin usaha beberapa BPR,

serta perbaikan kinerja laba di BPR yang

awalnya mengalami kerugian.

Tabel A.3.5.1BPR dengan ROA Negatif

Jumlah Bank

ROA **) Jumlah Bank

ROA **) Jumlah ROA

295 -8,39 270 -8,77 -25 -0,38

TW II'16 - TW I'16TW I

qtq2016TW II

Sumber: OJK

4. Kinerja BPRS

Kinerja BPRS pada triwulan II-2016

masih cukup baik, terlihat dari

pertumbuhan aset, DPK, dan

pembiayaan meningkat masing-masing

sebesar 2,13% (dari Rp7,95 triliun

menjadi Rp8,12 triliun), 0,64% (dari

Rp4,97 triliun menjadi Rp5 triliun), dan

8,25% (dari Rp5,97 triliun menjadi

Rp6,46 triliun).

Selain itu, NPF gross dan BOPO BPRS

menurun masing-masing 26 bps (dari

9,44% menjadi 9,18%), dan 126 bps (dari

89,20% menjadi 87,94%).

4.1 Permodalan

CAR BPRS mengalami penurunan

sebesar 193 bps, yaitu dari 22,15%

menjadi 20,22%.

4.2 Dana Pihak Ketiga

DPK BPRS mengalami peningkatan

sebesar 0,64% (qtq), yang dipengaruhi

oleh peningkatan pada deposito iB sebesar

4,36% (qtq). Sementara tabungan iB

menurun 5,78% (qtq). DPK BPRS juga

didominasi oleh deposito iB dengan porsi

sebesar 65,62%.

4.3 Pembiayaan

Pembiayaan BPRS pada triwulan II-2016

tumbuh 8,25% (qtq). Mayoritas

pembiayaan BPRS disalurkan pada

sektor Perdagangan, Restoran dan Hotel

sebesar 27,44%, diikuti penyaluran ke

sektor Jasa Dunia Usaha sebesar

10,40%. Pertumbuhan pembiayaan

terbesar juga berada pada sektor Jasa

Dunia Usaha yaitu 15,36% (qtq).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

41 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan jenis penggunaannya,

pembiayaan BPRS mayoritas disalurkan

untuk pembiayaan konsumsi (42,59%),

diikuti pembiayaan untuk investasi

(37,94%) dan modal kerja (19,46%).

Sementara pertumbuhan tertinggi berada

pada pembiayaan investasi sebesar

9,67% (qtq), diikuti pembiayaan modal

kerja (8,60%, qtq) dan pembiayaan

konsumsi (6,87%, qtq).

Dilihat dari penyebarannya, mayoritas

pembiayaan BPRS disalurkan di Pulau

Jawa, dengan provinsi terbesar yaitu

Jawa Barat (31,93%), Jawa Timur

(16,89%), dan Jawa Tengah (10,32%).

4.4 Rentabilitas

Rentabilitas BPRS mengalami

penurunan sebesar 34 bps, tercermin

dari ROA BPRS yang menurun dari

2,52% menjadi 2,18%.

Tabel A.4.4.1Indikator Umum BPRS

TW I TW IITotal Aset (Rp Juta) 7.954.880 8.124.005 2,13%Pembiayaan (Rp Juta) 5.970.944 6.463.834 8,25%Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) 4.965.547 4.997.238 0,64%- Tabungan iB (Rp Juta) 1.823.472 1.718.094 -5,78%- Deposito iB (Rp Juta) 3.142.076 3.279.145 4,36%NPL Gross (%) 9,44 9,18 9,18 CAR (%) 22,15 20,22 (1,93) ROA (%) 2,52 2,18 (0,34) ROE (%) 17,21 14,19 (3,02) NPF (%) 9,44 9,18 (0,26) FDR (%) 120,25 129,35 9,10 BOPO (%) 89,20 87,94 (1,26)

2016 qtqRasio

Ket: menunjukkan peningkatan

menunjukkan penurunan

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Tantangan BPRS

Faktor-faktor yang menjadi tantangan

pada BPRS antara lain (i) terbatasnya

permodalan yang berdampak pada

pengembangan usaha BPRS, (ii) relatif

rendahnya monitoring paska pembiayaan

yang berdampak pada rendahnya

kualitas pembiayaan, (iii) kurangnya

inovasi dan ragam produk BPRS, (iv)

masih terbatasnya SDM dan Teknologi

Informasi, (v) belum optimalnya tata

kelola/corporate governance dan

manajemen risiko, serta (vi) tingginya

biaya operasional BPRS yang belum

efisien.

Dalam menghadapi tantangan BPRS,

PSP dan/atau pengurus BPRS dihimbau

untuk meningkatkan permodalan,

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

44

Page 47: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

40 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

3.5 Rentabilitas

ROA BPR selama triwulan II–2016

mengalami penurunan sebesar 25 bps,

yaitu dari 2,87% menjadi 2,62%.

Penurunan ini terjadi karena menurunnya

laba tahun berjalan per bulan, yang

dipengaruhi meningkatnya beban tenaga

kerja.

Pada triwulan II-2016 terdapat

penurunan jumlah BPR yang memiliki

ROA negatif, yaitu dari 295 BPR menjadi

270 BPR atau 16,5% dari 1.636 BPR

(Tabel A.3.5.1). Menurunnya jumlah BPR

dengan ROA negatif dipengaruhi oleh

adanya cabut izin usaha beberapa BPR,

serta perbaikan kinerja laba di BPR yang

awalnya mengalami kerugian.

Tabel A.3.5.1BPR dengan ROA Negatif

Jumlah Bank

ROA **) Jumlah Bank

ROA **) Jumlah ROA

295 -8,39 270 -8,77 -25 -0,38

TW II'16 - TW I'16TW I

qtq2016TW II

Sumber: OJK

4. Kinerja BPRS

Kinerja BPRS pada triwulan II-2016

masih cukup baik, terlihat dari

pertumbuhan aset, DPK, dan

pembiayaan meningkat masing-masing

sebesar 2,13% (dari Rp7,95 triliun

menjadi Rp8,12 triliun), 0,64% (dari

Rp4,97 triliun menjadi Rp5 triliun), dan

8,25% (dari Rp5,97 triliun menjadi

Rp6,46 triliun).

Selain itu, NPF gross dan BOPO BPRS

menurun masing-masing 26 bps (dari

9,44% menjadi 9,18%), dan 126 bps (dari

89,20% menjadi 87,94%).

4.1 Permodalan

CAR BPRS mengalami penurunan

sebesar 193 bps, yaitu dari 22,15%

menjadi 20,22%.

4.2 Dana Pihak Ketiga

DPK BPRS mengalami peningkatan

sebesar 0,64% (qtq), yang dipengaruhi

oleh peningkatan pada deposito iB sebesar

4,36% (qtq). Sementara tabungan iB

menurun 5,78% (qtq). DPK BPRS juga

didominasi oleh deposito iB dengan porsi

sebesar 65,62%.

4.3 Pembiayaan

Pembiayaan BPRS pada triwulan II-2016

tumbuh 8,25% (qtq). Mayoritas

pembiayaan BPRS disalurkan pada

sektor Perdagangan, Restoran dan Hotel

sebesar 27,44%, diikuti penyaluran ke

sektor Jasa Dunia Usaha sebesar

10,40%. Pertumbuhan pembiayaan

terbesar juga berada pada sektor Jasa

Dunia Usaha yaitu 15,36% (qtq).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

41 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan jenis penggunaannya,

pembiayaan BPRS mayoritas disalurkan

untuk pembiayaan konsumsi (42,59%),

diikuti pembiayaan untuk investasi

(37,94%) dan modal kerja (19,46%).

Sementara pertumbuhan tertinggi berada

pada pembiayaan investasi sebesar

9,67% (qtq), diikuti pembiayaan modal

kerja (8,60%, qtq) dan pembiayaan

konsumsi (6,87%, qtq).

Dilihat dari penyebarannya, mayoritas

pembiayaan BPRS disalurkan di Pulau

Jawa, dengan provinsi terbesar yaitu

Jawa Barat (31,93%), Jawa Timur

(16,89%), dan Jawa Tengah (10,32%).

4.4 Rentabilitas

Rentabilitas BPRS mengalami

penurunan sebesar 34 bps, tercermin

dari ROA BPRS yang menurun dari

2,52% menjadi 2,18%.

Tabel A.4.4.1Indikator Umum BPRS

TW I TW IITotal Aset (Rp Juta) 7.954.880 8.124.005 2,13%Pembiayaan (Rp Juta) 5.970.944 6.463.834 8,25%Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) 4.965.547 4.997.238 0,64%- Tabungan iB (Rp Juta) 1.823.472 1.718.094 -5,78%- Deposito iB (Rp Juta) 3.142.076 3.279.145 4,36%NPL Gross (%) 9,44 9,18 9,18 CAR (%) 22,15 20,22 (1,93) ROA (%) 2,52 2,18 (0,34) ROE (%) 17,21 14,19 (3,02) NPF (%) 9,44 9,18 (0,26) FDR (%) 120,25 129,35 9,10 BOPO (%) 89,20 87,94 (1,26)

2016 qtqRasio

Ket: menunjukkan peningkatan

menunjukkan penurunan

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Tantangan BPRS

Faktor-faktor yang menjadi tantangan

pada BPRS antara lain (i) terbatasnya

permodalan yang berdampak pada

pengembangan usaha BPRS, (ii) relatif

rendahnya monitoring paska pembiayaan

yang berdampak pada rendahnya

kualitas pembiayaan, (iii) kurangnya

inovasi dan ragam produk BPRS, (iv)

masih terbatasnya SDM dan Teknologi

Informasi, (v) belum optimalnya tata

kelola/corporate governance dan

manajemen risiko, serta (vi) tingginya

biaya operasional BPRS yang belum

efisien.

Dalam menghadapi tantangan BPRS,

PSP dan/atau pengurus BPRS dihimbau

untuk meningkatkan permodalan,

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

45

Page 48: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

42 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

menjaga pertumbuhan bisnis secara

proporsional terhadap kapasitas

permodalan yang ada, menyelesaikan

NPF dengan penagihan dan hapus buku,

dan secara bertahap meningkatkan

kualitas penerapan manajemen risiko,

terutama pada risiko kredit dan risiko

operasional.

5. Corporate Governance

Penerapan Good Corporate Governance

(GCG) bertujuan untuk meningkatkan

kinerja bank, melindungi kepentingan

stakeholders, dan meningkatkan

kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan yang berlaku serta

nilai-nilai etika yang berlaku umum pada

industri perbankan. Pelaksanaan GCG

pada perbankan harus senantiasa

berlandaskan pada 5 (lima) prinsip dasar

yaitu transparansi (transparency),

akuntabilitas (accountability),

pertanggungjawaban (responsibility),

independensi (independency) dan

kewajaran (fairness).

Penilaian terhadap pelaksanaan GCG

yang berlandaskan pada 5 (lima) prinsip

dasar tersebut dikelompokkan dalam

suatu governance system yang terdiri

dari 3 (tiga) aspek governance, yaitu

governance structure, governance

process, dan governance outcome.

5.1 Bank Umum

Penilaian terhadap manajemen bank

atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG

dilakukan secara berkala setiap semester

dan mencakup: (i) pelaksanaan tugas

dan tanggung jawab Dewan Komisaris

dan Direksi; (ii) kelengkapan dan

pelaksanaan tugas komite-komite dan

satuan kerja yang menjalankan fungsi

pengendalian intern bank; (iii) penerapan

fungsi kepatuhan, auditor internal dan

auditor eksternal; (iv) penerapan

manajemen risiko, termasuk

pengendalian intern; (v) penyediaan

dana kepada pihak terkait dan

penyediaan dana besar; (vi) rencana

strategis bank; serta (vii) transparansi

kondisi keuangan dan non-keuangan

bank.

Pada semester I-2016 hasil penilaian

atas pelaksanaan GCG pada industri

perbankan dilakukan berdasarkan posisi

Juni 2016. Hal ini mengingat penilaian

pelaksanaan GCG sesuai ketentuan

yang berlaku dilakukan setiap semester.

Pada triwulan II-2016, hasil penilaian

atas pelaksanaan GCG pada industri

perbankan, sebanyak 68 bank dinilai

Baik, kemudian 23 bank dinilai Cukup

Baik, satu bank dinilai Sangat baik, dan

satu bank dinilai kurang baik (Tabel

A.5.1.1).

Penerapan corporate governance

tersebut apabila dibandingkan dengan

semester sebelumnya, relatif masih sama

tercermin dari prosentase jumlah bank

yang memperoleh nilai baik sebesar

73,1% sementara semester sebelumnya

sebesar 64,7%.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

43 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.5.1.1Hasil Penilaian Corporate Governance Perbankan Juni 2016

Tidak Baik

Persero - 6 0 - - 6BPD - 4 9 1 - 14Campuran - 6 1 - - 7BUSD 1 23 4 - - 28BUSND - 12 5 - - 17KCBA - 10 0 - - 10BUS - 7 4 0 - 11Total 1 68 23 1 - 93

Jenis BankHasil Penilaian

Jumlah Bank*)Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik

*)Belum mencakup jumlah bank secara keseluruhan karena masih terdapat beberapa bank yang masih dalam proses penilaian Sumber: Sistem Informasi Perbankan

5.2 BPR

Berdasarkan POJK No 4/POJK.03/2015

yang mulai berlaku sejak 31 Maret 2015,

BPR wajib melaksanakan prinsip-prinsip

tata kelola (GCG) dalam setiap kegiatan

usahanya pada seluruh tingkatan atau

jenjang organisasi. Penerapan prinsip-

prinsip GCG diwujudkan dalam:

a. pelaksanaan tugas dan tanggung

jawab Dewan Komisaris;

b. kelengkapan dan pelaksanaan

fungsi komite;

c. pelaksanaan tugas dan tanggung

jawab Direksi;

d. penanganan benturan kepentingan;

e. penerapan fungsi kepatuhan, audit

intern dan audit ekstern;

f. penerapan manajemen risiko,

termasuk sistem pengendalian

intern;

g. batas maksimum pemberian kredit;

h. rencana strategis BPR; dan

i. transparansi kondisi keuangan dan

non keuangan.

Penerapan GCG diperlukan mengingat

tata kelola yang lemah merupakan

penyebab utama BPR masuk dalam

status pengawasan khusus atau dicabut

izin usaha sehingga mempengaruhi

reputasi dan kepercayaan masyarakat

terhadap BPR. Penerapan tata kelola

yang baik dalam pengelolaan BPR

diharapkan dapat menjamin

kesinambungan operasional BPR dalam

jangka panjang yang tentunya menjamin

ketersediaan pelayanan jasa keuangan

kepada UMKM dan masyarakat di

pelosok daerah.

Mengingat kondisi BPR yang beragam,

maka terdapat penetapan threshold

strata BPR dalam rangka penerapan

corporate governance pada BPR. Hal ini

dengan mempertimbangkan bahwa

semakin meningkat modal inti dan total

aset, meningkat pula risiko BPR karena

bertambahnya dana pihak ketiga,

kemampuan pemberian kredit, jangkauan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

46

Page 49: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

42 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

menjaga pertumbuhan bisnis secara

proporsional terhadap kapasitas

permodalan yang ada, menyelesaikan

NPF dengan penagihan dan hapus buku,

dan secara bertahap meningkatkan

kualitas penerapan manajemen risiko,

terutama pada risiko kredit dan risiko

operasional.

5. Corporate Governance

Penerapan Good Corporate Governance

(GCG) bertujuan untuk meningkatkan

kinerja bank, melindungi kepentingan

stakeholders, dan meningkatkan

kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan yang berlaku serta

nilai-nilai etika yang berlaku umum pada

industri perbankan. Pelaksanaan GCG

pada perbankan harus senantiasa

berlandaskan pada 5 (lima) prinsip dasar

yaitu transparansi (transparency),

akuntabilitas (accountability),

pertanggungjawaban (responsibility),

independensi (independency) dan

kewajaran (fairness).

Penilaian terhadap pelaksanaan GCG

yang berlandaskan pada 5 (lima) prinsip

dasar tersebut dikelompokkan dalam

suatu governance system yang terdiri

dari 3 (tiga) aspek governance, yaitu

governance structure, governance

process, dan governance outcome.

5.1 Bank Umum

Penilaian terhadap manajemen bank

atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG

dilakukan secara berkala setiap semester

dan mencakup: (i) pelaksanaan tugas

dan tanggung jawab Dewan Komisaris

dan Direksi; (ii) kelengkapan dan

pelaksanaan tugas komite-komite dan

satuan kerja yang menjalankan fungsi

pengendalian intern bank; (iii) penerapan

fungsi kepatuhan, auditor internal dan

auditor eksternal; (iv) penerapan

manajemen risiko, termasuk

pengendalian intern; (v) penyediaan

dana kepada pihak terkait dan

penyediaan dana besar; (vi) rencana

strategis bank; serta (vii) transparansi

kondisi keuangan dan non-keuangan

bank.

Pada semester I-2016 hasil penilaian

atas pelaksanaan GCG pada industri

perbankan dilakukan berdasarkan posisi

Juni 2016. Hal ini mengingat penilaian

pelaksanaan GCG sesuai ketentuan

yang berlaku dilakukan setiap semester.

Pada triwulan II-2016, hasil penilaian

atas pelaksanaan GCG pada industri

perbankan, sebanyak 68 bank dinilai

Baik, kemudian 23 bank dinilai Cukup

Baik, satu bank dinilai Sangat baik, dan

satu bank dinilai kurang baik (Tabel

A.5.1.1).

Penerapan corporate governance

tersebut apabila dibandingkan dengan

semester sebelumnya, relatif masih sama

tercermin dari prosentase jumlah bank

yang memperoleh nilai baik sebesar

73,1% sementara semester sebelumnya

sebesar 64,7%.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

43 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.5.1.1Hasil Penilaian Corporate Governance Perbankan Juni 2016

Tidak Baik

Persero - 6 0 - - 6BPD - 4 9 1 - 14Campuran - 6 1 - - 7BUSD 1 23 4 - - 28BUSND - 12 5 - - 17KCBA - 10 0 - - 10BUS - 7 4 0 - 11Total 1 68 23 1 - 93

Jenis BankHasil Penilaian

Jumlah Bank*)Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik

*)Belum mencakup jumlah bank secara keseluruhan karena masih terdapat beberapa bank yang masih dalam proses penilaian Sumber: Sistem Informasi Perbankan

5.2 BPR

Berdasarkan POJK No 4/POJK.03/2015

yang mulai berlaku sejak 31 Maret 2015,

BPR wajib melaksanakan prinsip-prinsip

tata kelola (GCG) dalam setiap kegiatan

usahanya pada seluruh tingkatan atau

jenjang organisasi. Penerapan prinsip-

prinsip GCG diwujudkan dalam:

a. pelaksanaan tugas dan tanggung

jawab Dewan Komisaris;

b. kelengkapan dan pelaksanaan

fungsi komite;

c. pelaksanaan tugas dan tanggung

jawab Direksi;

d. penanganan benturan kepentingan;

e. penerapan fungsi kepatuhan, audit

intern dan audit ekstern;

f. penerapan manajemen risiko,

termasuk sistem pengendalian

intern;

g. batas maksimum pemberian kredit;

h. rencana strategis BPR; dan

i. transparansi kondisi keuangan dan

non keuangan.

Penerapan GCG diperlukan mengingat

tata kelola yang lemah merupakan

penyebab utama BPR masuk dalam

status pengawasan khusus atau dicabut

izin usaha sehingga mempengaruhi

reputasi dan kepercayaan masyarakat

terhadap BPR. Penerapan tata kelola

yang baik dalam pengelolaan BPR

diharapkan dapat menjamin

kesinambungan operasional BPR dalam

jangka panjang yang tentunya menjamin

ketersediaan pelayanan jasa keuangan

kepada UMKM dan masyarakat di

pelosok daerah.

Mengingat kondisi BPR yang beragam,

maka terdapat penetapan threshold

strata BPR dalam rangka penerapan

corporate governance pada BPR. Hal ini

dengan mempertimbangkan bahwa

semakin meningkat modal inti dan total

aset, meningkat pula risiko BPR karena

bertambahnya dana pihak ketiga,

kemampuan pemberian kredit, jangkauan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

47

Page 50: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

44 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

operasional, rentang kendali, dan jumlah

nasabah. Hal tersebut berdampak

semakin dibutuhkannya pelaksanaan tata

kelola yang baik (good corporate

governance) dalam operasional BPR

untuk meminimalkan potensi terjadinya

risiko.

BPR dengan skala besar dan menengah

memiliki potensi risiko yang relatif tinggi

dan akan berpengaruh sangat signifikan

terhadap reputasi industri BPR apabila

terjadi permasalahan pada salah satu

BPR dimaksud. Oleh karena itu, perlu

diterapkan metode pengawasan yang

lebih ketat, termasuk terhadap tata kelola

pada BPR-BPR tersebut. Dengan

threshold strata BPR diharapkan akan

mendukung proses pengawasan BPR

yang saat ini tidak dibedakan

berdasarkan skala usaha BPR.

Adapun ketentuan corporate governance

yang mendasarkan pada jumlah modal

inti adalah:

Tabel A.5.2.1Ketentuan Corporate Governance Berdasarkan Modal Inti

Jumlah Modal Inti

Jumlah anggota DK

Komisaris Independen

Komite Audit dan Komite Pemantau

Risiko

Direksi Pengendalian Internal dan

Manajemen Risiko

Kurang dari Rp50 miliar

2 orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi

Salah satu anggota Komisaris dapat merupakan Komisaris Independen

- 2 orang dan 1 diantaranya ditunjuk untuk menjalankan fungsi kepatuhan.

Menunjuk pejabat yang akan melaksanakan fungsi Audit Intern, fungsi Manajemen Risiko; dan fungsi Kepatuhan

Lebih dari atau sama dengan Rp50 miliar

3 orang atau paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi

- - 3 orang dan 1 direktur kepatuhan

Membentuk: SKAI Satker Manajemen

Risiko dan Komite Manajemen Risiko

Satker Kepatuhan

Lebih dari atau sama dengan Rp50 miliar dan kurang dari Rp80 miliar

- Paling kurang satu anggota dewan Komisaris adalah Komisaris Independen

- - -

Lebih dari atau sama dengan Rp80 miliar

- Paling kurang 50% dari jumlah anggota dewan Komisaris

Paling kurang membenrtuk Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko

- -

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

45 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan ketentuan diatas, sampai

dengan triwulan II-2016 terdapat 55%

BPR yang sudah memenuhi ketentuan

jumlah keanggotaan Direksi dan Dewan

Komisaris. Sedangkan 45% BPR belum

memenuhi jumlah keanggotaan Direksi

dan/atau Dewan Komisaris secara

lengkap (Grafik A.5.2.1). Masa peralihan

bagi BPR untuk memenuhi struktur

Dewan Komisaris dan kelengkapan

komite ditetapkan selama jangka waktu

dua tahun sejak berlakunya POJK

No.4/POJK.03/2005.

Kendala BPR dalam pemenuhan

ketentuan GCG antara lain karena

keterbatasan BPR untuk mendapatkan

atau membayar SDM yang berkualitas,

dan adanya kewajiban untuk memliki

sertifikasi bagi Komisaris.

Grafik A.5.2.1Jumlah BPR Berdasarkan Pemenuhan

Komposisi Jumlah Anggota Direksi dan Dewan Komisaris

Sumber: OJK

6. Jaringan Kantor dan Kegiatan Perizinan Kelembagaan Perbankan

6.1 Bank Umum Konvensional

6.1.1 Perizinan

Pada triwulan II-2016 telah diselesaikan

115 perizinan perubahan jaringan kantor

bank umum yang terdiri dari pembukaan,

penutupan, pemindahan alamat,

perubahan status, dan perubahan izin

bank devisa.

Perubahan izin menjadi bank devisa

terjadi pada PT Bank Multiarta Sentosa

sesuai dengan KEP No.KEP-

21/D.03/2016 tanggal 10 Juni 2016.

Sedangkan perubahan perizinan lainnya,

63,48% didominasi oleh pemindahan

alamat Kantor Cabang Pembantu/KCP

(24 perizinan), penutupan KCP (20

perizinan), peningkatan status KK

menjadi KCP (17 perizinan), dan

peningkatan status KCP menjadi KC (12

perizinan) (Tabel A.6.1.1.1).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

48

Page 51: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

44 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

operasional, rentang kendali, dan jumlah

nasabah. Hal tersebut berdampak

semakin dibutuhkannya pelaksanaan tata

kelola yang baik (good corporate

governance) dalam operasional BPR

untuk meminimalkan potensi terjadinya

risiko.

BPR dengan skala besar dan menengah

memiliki potensi risiko yang relatif tinggi

dan akan berpengaruh sangat signifikan

terhadap reputasi industri BPR apabila

terjadi permasalahan pada salah satu

BPR dimaksud. Oleh karena itu, perlu

diterapkan metode pengawasan yang

lebih ketat, termasuk terhadap tata kelola

pada BPR-BPR tersebut. Dengan

threshold strata BPR diharapkan akan

mendukung proses pengawasan BPR

yang saat ini tidak dibedakan

berdasarkan skala usaha BPR.

Adapun ketentuan corporate governance

yang mendasarkan pada jumlah modal

inti adalah:

Tabel A.5.2.1Ketentuan Corporate Governance Berdasarkan Modal Inti

Jumlah Modal Inti

Jumlah anggota DK

Komisaris Independen

Komite Audit dan Komite Pemantau

Risiko

Direksi Pengendalian Internal dan

Manajemen Risiko

Kurang dari Rp50 miliar

2 orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi

Salah satu anggota Komisaris dapat merupakan Komisaris Independen

- 2 orang dan 1 diantaranya ditunjuk untuk menjalankan fungsi kepatuhan.

Menunjuk pejabat yang akan melaksanakan fungsi Audit Intern, fungsi Manajemen Risiko; dan fungsi Kepatuhan

Lebih dari atau sama dengan Rp50 miliar

3 orang atau paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi

- - 3 orang dan 1 direktur kepatuhan

Membentuk: SKAI Satker Manajemen

Risiko dan Komite Manajemen Risiko

Satker Kepatuhan

Lebih dari atau sama dengan Rp50 miliar dan kurang dari Rp80 miliar

- Paling kurang satu anggota dewan Komisaris adalah Komisaris Independen

- - -

Lebih dari atau sama dengan Rp80 miliar

- Paling kurang 50% dari jumlah anggota dewan Komisaris

Paling kurang membenrtuk Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko

- -

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

45 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan ketentuan diatas, sampai

dengan triwulan II-2016 terdapat 55%

BPR yang sudah memenuhi ketentuan

jumlah keanggotaan Direksi dan Dewan

Komisaris. Sedangkan 45% BPR belum

memenuhi jumlah keanggotaan Direksi

dan/atau Dewan Komisaris secara

lengkap (Grafik A.5.2.1). Masa peralihan

bagi BPR untuk memenuhi struktur

Dewan Komisaris dan kelengkapan

komite ditetapkan selama jangka waktu

dua tahun sejak berlakunya POJK

No.4/POJK.03/2005.

Kendala BPR dalam pemenuhan

ketentuan GCG antara lain karena

keterbatasan BPR untuk mendapatkan

atau membayar SDM yang berkualitas,

dan adanya kewajiban untuk memliki

sertifikasi bagi Komisaris.

Grafik A.5.2.1Jumlah BPR Berdasarkan Pemenuhan

Komposisi Jumlah Anggota Direksi dan Dewan Komisaris

Sumber: OJK

6. Jaringan Kantor dan Kegiatan Perizinan Kelembagaan Perbankan

6.1 Bank Umum Konvensional

6.1.1 Perizinan

Pada triwulan II-2016 telah diselesaikan

115 perizinan perubahan jaringan kantor

bank umum yang terdiri dari pembukaan,

penutupan, pemindahan alamat,

perubahan status, dan perubahan izin

bank devisa.

Perubahan izin menjadi bank devisa

terjadi pada PT Bank Multiarta Sentosa

sesuai dengan KEP No.KEP-

21/D.03/2016 tanggal 10 Juni 2016.

Sedangkan perubahan perizinan lainnya,

63,48% didominasi oleh pemindahan

alamat Kantor Cabang Pembantu/KCP

(24 perizinan), penutupan KCP (20

perizinan), peningkatan status KK

menjadi KCP (17 perizinan), dan

peningkatan status KCP menjadi KC (12

perizinan) (Tabel A.6.1.1.1).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

49

Page 52: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

46 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.6.1.1.1Perizinan Perubahan Jaringan Kantor*)

NO. TW I - 2016 TW II - 2016

1 Pembukaan Bank Umuma. Kantor Wilayah (Kanwil) 2 1 b. Kantor Cabang (KC) 5 6 c. Kantor Cabang Pembantu (KCP) 5 7 d. Kantor Fungsional (KF) - 3 e. Kantor Perwakilan Bank Umum Di Luar Negeri 1 -

2 Penutupan Bank Umuma. Izin Usaha - - b. Kantor Perwakilan - - c. Kantor Cabang (KC) 2 1 d. Kantor Cabang Pembantu (KCP) 38 20 e. Kantor Fungsional (KF) 11 6

3 Pemindahan Alamat Bank Umuma. Kantor Pusat (KP) 5 3 b. Kantor Wilayah (Kanwil) 1 1 c. Kantor Cabang (KC) 8 6 d. Kantor Cabang Pembantu (KCP) 21 24 e. Kantor Fungsional (KF) 1 3 f. Kantor Perwakilan Bank - -

4 Perubahan Status Bank Umuma. Peningkatan Status

- KCP menjadi KC 2 12 - KK menjadi KCP 7 17 - KF menjadi KCP - - - KK menjadi KC - -

b. Penurunan Status Bank Umum- KP menjadi KC - - - KC menjadi KCP 2 4 - KCP ke KF/KK - -

5 Perubahan Penggunaan izin usaha (Perubahan Nama) 1 - 6 Perubahan Badan Hukum - - 7 Merger bank Umum8 Izin Bank Devisa - 1 9 Pembukaan Kantor Perwakilan Bank Luar Negeri di Indonesia - -

Jumlah 112 115

JENIS KEGIATAN

Sumber: LKPBU, Juni 2016 *) Ket: Hanya mencakup perubahan perizinan jaringan kantor di wilayah Jabodetabek

6.1.2 Jaringan Kantor

Perkembangan jaringan kantor BUK pada

triwulan II-2016 dibandingkan triwulan

sebelumnya mengalami peningkatan

sebanyak 170 jaringan kantor yaitu dari

132.016 jaringan kantor menjadi 132.186

jaringan kantor.

Peningkatan terbesar terjadi pada

ATM/ADM sebanyak 271, yang diikuti

dengan peningkatan pada Kantor

Cabang Dalam Negeri (29), Kantor Kas

(15), Kas Keliling (14), Payment Point

(13), dan Kantor Wilayah Bank Umum

Konvensional dan Syariah (1).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

47 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Sedangkan untuk KCP dalam negeri

berkurang sebanyak 107 kantor, Kantor

Fungsional (konvensional dan syariah)

berkurang 65 kantor, dan Kantor Pusat

Operasional berkurang satu kantor (Tabel

A.6.1.2.1).

Tabel A.6.1.2.1Jaringan Kantor Bank Umum Konvensional

Perubahan∆

Kantor Pusat Operasional 54 53 (1)

Kantor Pusat Non Operasional 56 56 -

Kantor Cabang Bank Asing 10 10 -

Kantor Wilayah Bank Umum (konven+syariah) 156 157 1

Kantor Cabang (Dalam Negeri) 2.834 2.863 29

Kantor Cabang (Luar Negeri) - - -

Kantor Cabang Pembantu Bank Asing 32 32 -

Kantor Cabang Pembantu (Dalam Negeri) 17.148 17.041 (107)

Kantor Cabang Pembantu (Luar Negeri) - - -

Kantor Kas 10.637 10.652 15

Kantor Fungsional (konven+syariah) 1.764 1.699 (65)

Payment Point 1.652 1.665 13

Kas keliling/kas mobil/kas terapung 1.442 1.456 14

Kantor dibawah KCP KCBA yg tidak termasuk 11,12,13,14 *) 24 24 -

Kantor Perwakilan Bank Umum di Luar negeri 2 2 -

ATM/ADM 96.205 96.476 271

TOTAL 132.016 132.186 170

TW II 2016STATUS KANTOR TW I 2016

Sumber: LKPBU, Juni 2016

Berdasarkan pembagian wilayah,

sebaran jaringan kantor BUK sebagian

besar berada di pulau Jawa dengan

jumlah sebanyak 84.376 jaringan kantor

(63,83%), diikuti pulau Sumatera 22.060

(16,69%), Sulampua 10.656 (8,06%),

Kalimantan 8.343 (6,31%), dan Bali-NTB-

NTT 6.751 (5,11%).

Peningkatan jumlah jaringan kantor

terbesar pada triwulan II-2016

dibandingkan triwulan sebelumnya

berada di pulau Sumatera yaitu

bertambah 228 jaringan kantor, diikuti

pulau Jawa bertambah 37 jaringan

kantor. Sementara jaringan kantor di

Bali-NTB-NTT berkurang sebanyak 41

jaringan kantor, diikuti pulau Kalimantan

berkurang 28 jaringan kantor, dan

Sulampua berkurang 26 jaringan kantor.

Grafik A.6.1.2.1

Penyebaran Jaringan Kantor BUK di Lima Wilayah di Indonesia

Sumber: LKPBU, Juni 2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

50

Page 53: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

46 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.6.1.1.1Perizinan Perubahan Jaringan Kantor*)

NO. TW I - 2016 TW II - 2016

1 Pembukaan Bank Umuma. Kantor Wilayah (Kanwil) 2 1 b. Kantor Cabang (KC) 5 6 c. Kantor Cabang Pembantu (KCP) 5 7 d. Kantor Fungsional (KF) - 3 e. Kantor Perwakilan Bank Umum Di Luar Negeri 1 -

2 Penutupan Bank Umuma. Izin Usaha - - b. Kantor Perwakilan - - c. Kantor Cabang (KC) 2 1 d. Kantor Cabang Pembantu (KCP) 38 20 e. Kantor Fungsional (KF) 11 6

3 Pemindahan Alamat Bank Umuma. Kantor Pusat (KP) 5 3 b. Kantor Wilayah (Kanwil) 1 1 c. Kantor Cabang (KC) 8 6 d. Kantor Cabang Pembantu (KCP) 21 24 e. Kantor Fungsional (KF) 1 3 f. Kantor Perwakilan Bank - -

4 Perubahan Status Bank Umuma. Peningkatan Status

- KCP menjadi KC 2 12 - KK menjadi KCP 7 17 - KF menjadi KCP - - - KK menjadi KC - -

b. Penurunan Status Bank Umum- KP menjadi KC - - - KC menjadi KCP 2 4 - KCP ke KF/KK - -

5 Perubahan Penggunaan izin usaha (Perubahan Nama) 1 - 6 Perubahan Badan Hukum - - 7 Merger bank Umum8 Izin Bank Devisa - 1 9 Pembukaan Kantor Perwakilan Bank Luar Negeri di Indonesia - -

Jumlah 112 115

JENIS KEGIATAN

Sumber: LKPBU, Juni 2016 *) Ket: Hanya mencakup perubahan perizinan jaringan kantor di wilayah Jabodetabek

6.1.2 Jaringan Kantor

Perkembangan jaringan kantor BUK pada

triwulan II-2016 dibandingkan triwulan

sebelumnya mengalami peningkatan

sebanyak 170 jaringan kantor yaitu dari

132.016 jaringan kantor menjadi 132.186

jaringan kantor.

Peningkatan terbesar terjadi pada

ATM/ADM sebanyak 271, yang diikuti

dengan peningkatan pada Kantor

Cabang Dalam Negeri (29), Kantor Kas

(15), Kas Keliling (14), Payment Point

(13), dan Kantor Wilayah Bank Umum

Konvensional dan Syariah (1).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

47 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Sedangkan untuk KCP dalam negeri

berkurang sebanyak 107 kantor, Kantor

Fungsional (konvensional dan syariah)

berkurang 65 kantor, dan Kantor Pusat

Operasional berkurang satu kantor (Tabel

A.6.1.2.1).

Tabel A.6.1.2.1Jaringan Kantor Bank Umum Konvensional

Perubahan∆

Kantor Pusat Operasional 54 53 (1)

Kantor Pusat Non Operasional 56 56 -

Kantor Cabang Bank Asing 10 10 -

Kantor Wilayah Bank Umum (konven+syariah) 156 157 1

Kantor Cabang (Dalam Negeri) 2.834 2.863 29

Kantor Cabang (Luar Negeri) - - -

Kantor Cabang Pembantu Bank Asing 32 32 -

Kantor Cabang Pembantu (Dalam Negeri) 17.148 17.041 (107)

Kantor Cabang Pembantu (Luar Negeri) - - -

Kantor Kas 10.637 10.652 15

Kantor Fungsional (konven+syariah) 1.764 1.699 (65)

Payment Point 1.652 1.665 13

Kas keliling/kas mobil/kas terapung 1.442 1.456 14

Kantor dibawah KCP KCBA yg tidak termasuk 11,12,13,14 *) 24 24 -

Kantor Perwakilan Bank Umum di Luar negeri 2 2 -

ATM/ADM 96.205 96.476 271

TOTAL 132.016 132.186 170

TW II 2016STATUS KANTOR TW I 2016

Sumber: LKPBU, Juni 2016

Berdasarkan pembagian wilayah,

sebaran jaringan kantor BUK sebagian

besar berada di pulau Jawa dengan

jumlah sebanyak 84.376 jaringan kantor

(63,83%), diikuti pulau Sumatera 22.060

(16,69%), Sulampua 10.656 (8,06%),

Kalimantan 8.343 (6,31%), dan Bali-NTB-

NTT 6.751 (5,11%).

Peningkatan jumlah jaringan kantor

terbesar pada triwulan II-2016

dibandingkan triwulan sebelumnya

berada di pulau Sumatera yaitu

bertambah 228 jaringan kantor, diikuti

pulau Jawa bertambah 37 jaringan

kantor. Sementara jaringan kantor di

Bali-NTB-NTT berkurang sebanyak 41

jaringan kantor, diikuti pulau Kalimantan

berkurang 28 jaringan kantor, dan

Sulampua berkurang 26 jaringan kantor.

Grafik A.6.1.2.1

Penyebaran Jaringan Kantor BUK di Lima Wilayah di Indonesia

Sumber: LKPBU, Juni 2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

51

Page 54: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

48 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

6.1.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)

Dalam rangka menciptakan sistem

perbankan yang sehat, selain ditempuh

dengan cara perbaikan kondisi keuangan

perbankan, juga ditempuh dengan cara

pemantapan sistem perbankan yang

mengarahkan perbankan kepada

praktek-praktek good corporate

governance serta pemenuhan prinsip

kehati-hatian.

Bank sebagai lembaga intermediasi

setiap saat harus mempertahankan dan

menjaga kepercayaan. Oleh karena itu,

lembaga perbankan perlu dimiliki dan

dikelola oleh pihak-pihak yang memenuhi

persyaratan kemampuan dan kepatutan,

yang selain memiliki integritas juga

memiliki komitmen dan kemampuan yang

tinggi dalam mendukung pengembangan

operasional bank yang sehat.

Selain itu, dalam pengelolaan bank

diperlukan sumber daya manusia yang

memiliki integritas yang tinggi, berkualitas

dan memiliki reputasi keuangan yang

baik. Sehubungan dengan hal tersebut

diperlukan proses uji kemampuan dan

kepatutan terhadap calon pemilik dan

calon pengelola bank melalui penelitian

administratif yang lebih efektif dan proses

wawancara yang lebih efisien, dengan

tetap memperhatikan pemenuhan

persyaratan yang ditetapkan (fit and

proper test-new entry).

Pada triwulan II-2016, terdapat 43

pemohon FPT New Entry yang lulus

mengikuti proses wawancara, terdiri dari

empat PSP/Pemegang Saham

Pengendali Terakhir (PSPT), 16 anggota

Dewan Komisaris dan 23 anggota

Direksi. Dari 43 yang lulus proses

wawancara tersebut, 44 peserta

mendapatkan Surat Keputusan Lulus

termasuk carry over dari triwulan

sebelumnya (Tabel A.6.1.3.1).

Tabel A.6.1.3.1 FPT Calon Pengurus dan Pemegang Saham Bank Umum

Lulus Tidak Lulus Lulus Tidak LulusPSP/PSPT 4 0 6 0 0 10

Dewan Komisaris 16 4 17 2 3 42Direksi 23 5 21 5 11 65Total 43 9 44 7 14 117

New EntryWawancara Surat Keputusan (SK)

FPTJumlah Tidak

ditindaklanjutiTW II - 2016

Sumber: OJK

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

49 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

6.2 Bank Syariah

6.2.1 Perizinan

Pada triwulan II-2016 terdapat 98

permohonan perizinan yang sebagian

besar terkait dengan pengembangan

jaringan kantor (77,6% atau 76

permohonan), terutama permohonan

penutupan kantor. Dari total 98

permohonan perizinan, sampai dengan

triwulan II-2016, terdapat 36 permohonan

yang masih dalam proses (Tabel

A.6.2.1.1).

Tabel A.6.2.1.1Perizinan Bank Umum Syariah

Sumber: OJK, Juni 2016

6.2.2 Jaringan Kantor

Perkembangan jaringan kantor BUS

pada triwulan II-2016 dibandingkan

triwulan sebelumnya mengalami

peningkatan sebanyak 449 jaringan

kantor, yaitu dari 9.474 jaringan kantor

menjadi 9.923 jaringan kantor.

Peningkatan terbesar terjadi pada

layanan syariah/office channeling

sebanyak 320 unit dan payment point

sebanyak 208 unit. Sedangkan untuk

KCP dalam negeri berkurang 100 kantor

dan KK syariah berkurang 16 kantor

(Tabel A.6.2.2.1).

Permohonan Perizinan Disetujui DitolakDihentikan/Tidak Memenuhi Syarat

Dalam ProsesTotal

Permohonan

Perizinan Produk Baru 1 - 1 1 3 Pengembangan Jaringan Kantor :1. Pembukaan Kantor Baru 10 3 1 2 16 2. Penutupan Kantor 25 - 3 6 34 3. Pemindahan Alamat Kantor 13 - 2 11 26 Perizinan Lainnya :1. Izin Prinsip - - - 2 2 2. Izin Usaha - - - 2 2 3. Izin Prinsip Disetujui namun belum mengajukan Izin Usaha - - - 1 1 4. Konversi - - 2 4 6 5. Pemisahan Spin off - - - - - 6. Kantor Bank Asing - - - - - 7. Merger & Akuisisi - - - 5 5 8. Konsolidasi - - - - - 9. Perubahan Nama - - - 2 2 10. Penutupan/Pencabutan Izin Usaha bank 1 - - - 1 11. Kegiatan usaha dalam valas - - - - - TOTAL 50 3 9 36 98

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

52

Page 55: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

48 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

6.1.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)

Dalam rangka menciptakan sistem

perbankan yang sehat, selain ditempuh

dengan cara perbaikan kondisi keuangan

perbankan, juga ditempuh dengan cara

pemantapan sistem perbankan yang

mengarahkan perbankan kepada

praktek-praktek good corporate

governance serta pemenuhan prinsip

kehati-hatian.

Bank sebagai lembaga intermediasi

setiap saat harus mempertahankan dan

menjaga kepercayaan. Oleh karena itu,

lembaga perbankan perlu dimiliki dan

dikelola oleh pihak-pihak yang memenuhi

persyaratan kemampuan dan kepatutan,

yang selain memiliki integritas juga

memiliki komitmen dan kemampuan yang

tinggi dalam mendukung pengembangan

operasional bank yang sehat.

Selain itu, dalam pengelolaan bank

diperlukan sumber daya manusia yang

memiliki integritas yang tinggi, berkualitas

dan memiliki reputasi keuangan yang

baik. Sehubungan dengan hal tersebut

diperlukan proses uji kemampuan dan

kepatutan terhadap calon pemilik dan

calon pengelola bank melalui penelitian

administratif yang lebih efektif dan proses

wawancara yang lebih efisien, dengan

tetap memperhatikan pemenuhan

persyaratan yang ditetapkan (fit and

proper test-new entry).

Pada triwulan II-2016, terdapat 43

pemohon FPT New Entry yang lulus

mengikuti proses wawancara, terdiri dari

empat PSP/Pemegang Saham

Pengendali Terakhir (PSPT), 16 anggota

Dewan Komisaris dan 23 anggota

Direksi. Dari 43 yang lulus proses

wawancara tersebut, 44 peserta

mendapatkan Surat Keputusan Lulus

termasuk carry over dari triwulan

sebelumnya (Tabel A.6.1.3.1).

Tabel A.6.1.3.1 FPT Calon Pengurus dan Pemegang Saham Bank Umum

Lulus Tidak Lulus Lulus Tidak LulusPSP/PSPT 4 0 6 0 0 10

Dewan Komisaris 16 4 17 2 3 42Direksi 23 5 21 5 11 65Total 43 9 44 7 14 117

New EntryWawancara Surat Keputusan (SK)

FPTJumlah Tidak

ditindaklanjutiTW II - 2016

Sumber: OJK

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

49 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

6.2 Bank Syariah

6.2.1 Perizinan

Pada triwulan II-2016 terdapat 98

permohonan perizinan yang sebagian

besar terkait dengan pengembangan

jaringan kantor (77,6% atau 76

permohonan), terutama permohonan

penutupan kantor. Dari total 98

permohonan perizinan, sampai dengan

triwulan II-2016, terdapat 36 permohonan

yang masih dalam proses (Tabel

A.6.2.1.1).

Tabel A.6.2.1.1Perizinan Bank Umum Syariah

Sumber: OJK, Juni 2016

6.2.2 Jaringan Kantor

Perkembangan jaringan kantor BUS

pada triwulan II-2016 dibandingkan

triwulan sebelumnya mengalami

peningkatan sebanyak 449 jaringan

kantor, yaitu dari 9.474 jaringan kantor

menjadi 9.923 jaringan kantor.

Peningkatan terbesar terjadi pada

layanan syariah/office channeling

sebanyak 320 unit dan payment point

sebanyak 208 unit. Sedangkan untuk

KCP dalam negeri berkurang 100 kantor

dan KK syariah berkurang 16 kantor

(Tabel A.6.2.2.1).

Permohonan Perizinan Disetujui DitolakDihentikan/Tidak Memenuhi Syarat

Dalam ProsesTotal

Permohonan

Perizinan Produk Baru 1 - 1 1 3 Pengembangan Jaringan Kantor :1. Pembukaan Kantor Baru 10 3 1 2 16 2. Penutupan Kantor 25 - 3 6 34 3. Pemindahan Alamat Kantor 13 - 2 11 26 Perizinan Lainnya :1. Izin Prinsip - - - 2 2 2. Izin Usaha - - - 2 2 3. Izin Prinsip Disetujui namun belum mengajukan Izin Usaha - - - 1 1 4. Konversi - - 2 4 6 5. Pemisahan Spin off - - - - - 6. Kantor Bank Asing - - - - - 7. Merger & Akuisisi - - - 5 5 8. Konsolidasi - - - - - 9. Perubahan Nama - - - 2 2 10. Penutupan/Pencabutan Izin Usaha bank 1 - - - 1 11. Kegiatan usaha dalam valas - - - - - TOTAL 50 3 9 36 98

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

53

Page 56: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

50 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.6.2.2.1Jaringan Kantor Bank Umum Syariah

Kantor Pusat Bank Umum Syariah 12 12

Kantor Cabang (Dalam Negeri) Syariah 574 581

Kantor Cabang (Luar Negeri) - -

Kantor Cabang Pembantu (Dalam Negeri) Syariah 1407 1307

Kantor Cabang Pembantu (Luar Negeri) Syariah - -

Kantor Kas Syariah 244 228

Unit Usaha Syariah 22 22

Payment Point 1268 1476

Kas keliling/kas mobil/kas terapung Syariah 81 90

ATM/ADM Syariah 3712 3733

Layanan Syariah/Office Channeling (di KC/KCP Konvensional) 2154 2474

TOTAL 9.474 9.923

Sumber: Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU)

STATUS KANTOR TW II - 2016TW I - 2016

Penyebaran jaringan kantor BUS, 59%

berada di Jawa (5.856 jaringan kantor),

diikuti Sumatera (22%, 2.192 jaringan

kantor), Kalimantan (8%, 829 jaringan

kantor), Sulampua (8%, 783 jaringan

kantor), dan Bali-NTB-NTT (3%, 263

jaringan kantor).

Peningkatan jumlah jaringan kantor yang

terbesar berlokasi di pulau Jawa (349

jaringan kantor), diikuti Sumatera (46

jaringan kantor), Sulampua (28 jaringan

kantor), Kalimantan (24 jaringan kantor),

dan Bali-NTB-NTT (2 jaringan kantor)

(Tabel A.5.2.2.1 dan Grafik A.6.2.2.1).

Grafik A.6.2.2.1Penyebaran Jaringan Kantor BUS di Lima

Wilayah di Indonesia

Sumber: LKPBU, Juni 2016

6.2.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)

Selama Triwulan II-2016, telah

dilaksanakan fit and proper test terhadap

47 calon Pengurus Bank Syariah, lima

calon Dewan Pengawas Syariah (DPS),

dan dua calon PSP. Dari 54 calon yang

mengikuti FPT, 33 calon masih dalam

proses. Selanjutnya dari 21 calon yang

telah mengikuti proses FPT, hanya 12

calon pengurus bank syariah dinyatakan

memenuhi syarat (Lulus). Sedangkan

sembilan calon lainnya belum memenuhi

persyaratan/ketentuan yang berlaku.

Tabel A.6.3.1.1 Perizinan BPR

Sumber: OJK, Juni 2016

No FPT New Entry Disetujui

Ditolak/Belum

memenuhi syarat

Dalam Proses

Total Permohonan

1Pemegang Saham Pengendali (PSP)

- - 2 2

2Pengurus Bank Syariah (Komisaris dan Direksi)

12 7 28 47

3 Dewan Pengawas Syariah - 2 3 5Total Permohonan Proses FPT 12 9 33 54

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

51 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

6.3 BPR 6.3.1 Perizinan Pada triwulan II-2016 terdapat 31

permohonan yang telah diproses, terdiri

dari enam proses pendirian, dua proses

merger BPR, 20 proses BPR dalam

pengawasan khusus, dan tiga proses

pencabutan izin usaha (Tabel A.6.3.1.1).

Tabel A.6.3.1.1 Perizinan BPR

Sumber: SIMWAS BPR, Juni 2016

6.3.2 Jaringan Kantor

Pada triwulan II-2016, jumlah BPR

bertambah satu dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yaitu menjadi 1.636

BPR. Sedangkan untuk jaringan kantor

bertambah 27 kantor dari triwulan

sebelumnya menjadi 6.051 kantor.

Penyebaran jaringan kantor pada lima

wilayah di Indonesia masih belum

merata, yaitu masih terpusat di pulau

Jawa (74,75% atau 4.523 kantor), diikuti

pulau Sumatera-Kepri-Babel (11,82%

atau 715 kantor), pulau Bali-NTB-NTT

(7,52% atau 455 kantor), pulau

Sulampua (3,88% atau 235 kantor), dan

pulau Kalimantan (2,03% atau 123

kantor).

Grafik A.6.3.2.1Jaringan Kantor BPR

Sumber: Laporan Kantor Pusat Bank Umum

(LKPBU), Juni 2016

6.3.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)

Pada triwulan II-2016, telah dilakukan Fit

and Proper Test New Entry kepada 325

calon pengurus dan PSP BPR dengan

hasil terdapat 243 calon Pengurus/PSP

BPR yang mendapatkan persetujuan

untuk menjadi Direksi, Komisaris dan

PSP (Tabel A.6.3.3.1). Jumlah calon

pengurus dan PSP BPR yang mengikuti

FPT meningkat relatif signifikan bila

dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang hanya berjumlah 98

calon pengurus dan PSP BPR.

Tabel A.6.3.3.1

Daftar Hasil Fit and Proper Test New Entry BPR

Lulus Tidak Lulus TotalDireksi 107 47 154Komisaris 117 35 152PSP 19 0 19

Jumlah 243 82 325

New Entry2016TW II

Sumber: SIMWAS BPR

TW I TW IIPendirian BPR 3 6Merger BPR 3 2Konsolidasi BPR 0 0BPR dalam Pengawasan Khusus 17 20Pencabutan Izin Usaha 2 3

Total 25 31

Perijinan BPR 2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

54

Page 57: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

50 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel A.6.2.2.1Jaringan Kantor Bank Umum Syariah

Kantor Pusat Bank Umum Syariah 12 12

Kantor Cabang (Dalam Negeri) Syariah 574 581

Kantor Cabang (Luar Negeri) - -

Kantor Cabang Pembantu (Dalam Negeri) Syariah 1407 1307

Kantor Cabang Pembantu (Luar Negeri) Syariah - -

Kantor Kas Syariah 244 228

Unit Usaha Syariah 22 22

Payment Point 1268 1476

Kas keliling/kas mobil/kas terapung Syariah 81 90

ATM/ADM Syariah 3712 3733

Layanan Syariah/Office Channeling (di KC/KCP Konvensional) 2154 2474

TOTAL 9.474 9.923

Sumber: Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU)

STATUS KANTOR TW II - 2016TW I - 2016

Penyebaran jaringan kantor BUS, 59%

berada di Jawa (5.856 jaringan kantor),

diikuti Sumatera (22%, 2.192 jaringan

kantor), Kalimantan (8%, 829 jaringan

kantor), Sulampua (8%, 783 jaringan

kantor), dan Bali-NTB-NTT (3%, 263

jaringan kantor).

Peningkatan jumlah jaringan kantor yang

terbesar berlokasi di pulau Jawa (349

jaringan kantor), diikuti Sumatera (46

jaringan kantor), Sulampua (28 jaringan

kantor), Kalimantan (24 jaringan kantor),

dan Bali-NTB-NTT (2 jaringan kantor)

(Tabel A.5.2.2.1 dan Grafik A.6.2.2.1).

Grafik A.6.2.2.1Penyebaran Jaringan Kantor BUS di Lima

Wilayah di Indonesia

Sumber: LKPBU, Juni 2016

6.2.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)

Selama Triwulan II-2016, telah

dilaksanakan fit and proper test terhadap

47 calon Pengurus Bank Syariah, lima

calon Dewan Pengawas Syariah (DPS),

dan dua calon PSP. Dari 54 calon yang

mengikuti FPT, 33 calon masih dalam

proses. Selanjutnya dari 21 calon yang

telah mengikuti proses FPT, hanya 12

calon pengurus bank syariah dinyatakan

memenuhi syarat (Lulus). Sedangkan

sembilan calon lainnya belum memenuhi

persyaratan/ketentuan yang berlaku.

Tabel A.6.3.1.1 Perizinan BPR

Sumber: OJK, Juni 2016

No FPT New Entry Disetujui

Ditolak/Belum

memenuhi syarat

Dalam Proses

Total Permohonan

1Pemegang Saham Pengendali (PSP)

- - 2 2

2Pengurus Bank Syariah (Komisaris dan Direksi)

12 7 28 47

3 Dewan Pengawas Syariah - 2 3 5Total Permohonan Proses FPT 12 9 33 54

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

51 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

6.3 BPR 6.3.1 Perizinan Pada triwulan II-2016 terdapat 31

permohonan yang telah diproses, terdiri

dari enam proses pendirian, dua proses

merger BPR, 20 proses BPR dalam

pengawasan khusus, dan tiga proses

pencabutan izin usaha (Tabel A.6.3.1.1).

Tabel A.6.3.1.1 Perizinan BPR

Sumber: SIMWAS BPR, Juni 2016

6.3.2 Jaringan Kantor

Pada triwulan II-2016, jumlah BPR

bertambah satu dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yaitu menjadi 1.636

BPR. Sedangkan untuk jaringan kantor

bertambah 27 kantor dari triwulan

sebelumnya menjadi 6.051 kantor.

Penyebaran jaringan kantor pada lima

wilayah di Indonesia masih belum

merata, yaitu masih terpusat di pulau

Jawa (74,75% atau 4.523 kantor), diikuti

pulau Sumatera-Kepri-Babel (11,82%

atau 715 kantor), pulau Bali-NTB-NTT

(7,52% atau 455 kantor), pulau

Sulampua (3,88% atau 235 kantor), dan

pulau Kalimantan (2,03% atau 123

kantor).

Grafik A.6.3.2.1Jaringan Kantor BPR

Sumber: Laporan Kantor Pusat Bank Umum

(LKPBU), Juni 2016

6.3.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)

Pada triwulan II-2016, telah dilakukan Fit

and Proper Test New Entry kepada 325

calon pengurus dan PSP BPR dengan

hasil terdapat 243 calon Pengurus/PSP

BPR yang mendapatkan persetujuan

untuk menjadi Direksi, Komisaris dan

PSP (Tabel A.6.3.3.1). Jumlah calon

pengurus dan PSP BPR yang mengikuti

FPT meningkat relatif signifikan bila

dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang hanya berjumlah 98

calon pengurus dan PSP BPR.

Tabel A.6.3.3.1

Daftar Hasil Fit and Proper Test New Entry BPR

Lulus Tidak Lulus TotalDireksi 107 47 154Komisaris 117 35 152PSP 19 0 19

Jumlah 243 82 325

New Entry2016TW II

Sumber: SIMWAS BPR

TW I TW IIPendirian BPR 3 6Merger BPR 3 2Konsolidasi BPR 0 0BPR dalam Pengawasan Khusus 17 20Pencabutan Izin Usaha 2 3

Total 25 31

Perijinan BPR 2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

55

Page 58: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

52 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Resume Kinerja Perbankan

Perbandingan Kinerja Perbankan Triwulan II-2016

BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA

Aset (Rp T) 2.428 2.257 163 540 280 479 216 Kredit/Pembiayaan (Rp T) 1.621 1.495 108 345 192 249 158 DPK (Rp T) 1.786 1.710 125 429 147 200 177 CAR (%) 21,20 19,73 22,64 19,67 21,27 46,97 14,72ROA (%) 2,68 1,92 0,15 2,86 1,17 2,92 0,73NIM/NOM (%) 6,28 5,30 3,58 7,04 3,59 3,90 0,78LDR/LFR (%) 90,77 87,07 79,77 80,37 125,64 124,46 89,32NPL/NPF gross (%) 2,97 3,05 4,10 3,84 2,76 2,40 5,68NPL/NPF net (%) 1,30 1,60 1,25 1,53 1,34 0,61 3,73BOPO (%) 78,86 82,93 98,47 75,61 91,96 88,07 95,61

BUKBUSIndikator

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

53 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

[Pembatas]

B. Profil Risiko Perbankan Nasional 1. Risiko Kredit

2. Risiko Pasar

3. Risiko Likuiditas

4. Risiko Operasional

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

56

Page 59: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

52 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Resume Kinerja Perbankan

Perbandingan Kinerja Perbankan Triwulan II-2016

BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA

Aset (Rp T) 2.428 2.257 163 540 280 479 216 Kredit/Pembiayaan (Rp T) 1.621 1.495 108 345 192 249 158 DPK (Rp T) 1.786 1.710 125 429 147 200 177 CAR (%) 21,20 19,73 22,64 19,67 21,27 46,97 14,72ROA (%) 2,68 1,92 0,15 2,86 1,17 2,92 0,73NIM/NOM (%) 6,28 5,30 3,58 7,04 3,59 3,90 0,78LDR/LFR (%) 90,77 87,07 79,77 80,37 125,64 124,46 89,32NPL/NPF gross (%) 2,97 3,05 4,10 3,84 2,76 2,40 5,68NPL/NPF net (%) 1,30 1,60 1,25 1,53 1,34 0,61 3,73BOPO (%) 78,86 82,93 98,47 75,61 91,96 88,07 95,61

BUKBUSIndikator

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

53 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

[Pembatas]

B. Profil Risiko Perbankan Nasional 1. Risiko Kredit

2. Risiko Pasar

3. Risiko Likuiditas

4. Risiko Operasional

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

57

Page 60: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

54 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

B. Profil Risiko Bank Umum

1. Risiko Kredit

1.1 Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi

Pada triwulan II-2016, kredit perbankan

masih didominasi oleh dua sektor

ekonomi lapangan usaha (sektor

perdagangan besar dan eceran serta

sektor industri pengolahan), dan satu

sektor ekonomi bukan lapangan usaha

(sektor rumah tangga), yaitu masing-

masing sebesar 37,56% dan 22,65%.

Apabila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, porsi kredit pada sektor

rumah tangga mengalami penurunan

sebesar 41 bps dari 23,06% menjadi

22,65%. Porsi kredit industri pengolahan

juga mengalami penurunan sebesar 34

bps (dari 18,23% menjadi 17,89%).

Sementara sektor perdagangan besar

dan eceran mengalami peningkatan porsi

kredit sebesar 18 bps (Grafik B.1.1.1).

Grafik B.1.1.1Konsentrasi Pemberian Kredit terhadap 3 Sektor

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Meskipun terdapat penurunan porsi

kredit pada sektor rumah tangga dan

sektor industri pengolahan, pertumbuhan

kredit pada kedua sektor tersebut tetap

meningkat dan masih mendominasi

penyaluran kredit perbankan. Adapun

jumlah kredit sektor rumah tangga dan

sektor industri pengolahan masing-

masing sebesar Rp944 triliun dan Rp745

triliun (Tabel B.1.1.1).

Pertumbuhan kredit terjadi hampir pada

seluruh sektor ekonomi. Hal ini sejalan

dengan total penyaluran kredit

perbankan yang mengalami peningkatan

sebesar Rp167,9 triliun. Peningkatan

terbesar terjadi pada sektor perdagangan

besar dan eceran, serta sektor

konstruksi, masing-masing sebesar

Rp40,3 triliun dan Rp22,4 triliun (qtq).

Halaman ini sengaja dikosongkan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

58

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 61: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

54 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

B. Profil Risiko Bank Umum

1. Risiko Kredit

1.1 Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi

Pada triwulan II-2016, kredit perbankan

masih didominasi oleh dua sektor

ekonomi lapangan usaha (sektor

perdagangan besar dan eceran serta

sektor industri pengolahan), dan satu

sektor ekonomi bukan lapangan usaha

(sektor rumah tangga), yaitu masing-

masing sebesar 37,56% dan 22,65%.

Apabila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, porsi kredit pada sektor

rumah tangga mengalami penurunan

sebesar 41 bps dari 23,06% menjadi

22,65%. Porsi kredit industri pengolahan

juga mengalami penurunan sebesar 34

bps (dari 18,23% menjadi 17,89%).

Sementara sektor perdagangan besar

dan eceran mengalami peningkatan porsi

kredit sebesar 18 bps (Grafik B.1.1.1).

Grafik B.1.1.1Konsentrasi Pemberian Kredit terhadap 3 Sektor

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Meskipun terdapat penurunan porsi

kredit pada sektor rumah tangga dan

sektor industri pengolahan, pertumbuhan

kredit pada kedua sektor tersebut tetap

meningkat dan masih mendominasi

penyaluran kredit perbankan. Adapun

jumlah kredit sektor rumah tangga dan

sektor industri pengolahan masing-

masing sebesar Rp944 triliun dan Rp745

triliun (Tabel B.1.1.1).

Pertumbuhan kredit terjadi hampir pada

seluruh sektor ekonomi. Hal ini sejalan

dengan total penyaluran kredit

perbankan yang mengalami peningkatan

sebesar Rp167,9 triliun. Peningkatan

terbesar terjadi pada sektor perdagangan

besar dan eceran, serta sektor

konstruksi, masing-masing sebesar

Rp40,3 triliun dan Rp22,4 triliun (qtq).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

59

Page 62: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

55 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.1.1Konsentrasi dan Pertumbuhan Kredit Perbankan menurut Sektor Ekonomi

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Pertumbuhan kredit pada sektor

perdagangan besar dan eceran

dipengaruhi oleh meningkatnya

perdagangan eceran (kecuali mobil dan

sepeda motor) seperti komoditi makanan,

minuman, dan tembakau terutama

menjelang Hari Raya Idul Fitri pada Juli

2016. Sementara peningkatan kredit

pada sektor konstruksi dipengaruhi oleh

besarnya penyaluran kredit pada

konstruksi gedung dan perumahan dan

pada konstruksi bangunan sipil seperti

jalan tol, jalan raya, dan bangunan sipil

lainnya di triwulan II-201618.

Meskipun peningkatan kredit terjadi pada

hampir seluruh sektor ekonomi, namun

18 Berdasarkan data kredit subsektor Laporan

Bank Umum (LBU)

untuk sektor pertambangan dan

penggalian mengalami penurunan

secara quarter-to-quarter sebesar 0,67%

(dari Rp120,8 triliun menjadi Rp120

triliun) pada triwulan II-2016. Penurunan

kredit pada sektor dimaksud telah terjadi

sejak tahun 2015, sebagai dampak

belum membaiknya prospek usaha,

memburuknya kondisi ekspor

pertambangan, serta terjadinya kontraksi

ekspor bijih tembaga dan batubara19.

Berdasarkan kelompok kepemilikan

bank, penyaluran kredit pada kelompok

BUSD sebagian besar ditujukan untuk

sektor perdagangan besar dan eceran

(21,97%). Hal ini mengingat kelompok

19 Bank Indonesia - Tinjauan Kebijakan Moneter

Juli 2016

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '161 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 252.958 266.091 6,32 6,38 5,192 Perikanan 9.134 9.256 0,23 0,22 1,333 Pertambangan dan Penggalian 120.769 119.955 3,02 2,88 -0,674 Industri Pengolahan 729.416 745.523 18,23 17,89 2,215 Listrik, gas dan air 98.629 111.134 2,47 2,67 12,686 Konstruksi 170.304 192.656 4,26 4,62 13,127 Perdagangan Besar dan Eceran 779.600 819.926 19,49 19,67 5,178 Penyediaan akomodasi dan PMM 88.075 90.763 2,20 2,18 3,059 Transportasi, pergudangan, dan komunikasi 175.910 177.595 4,40 4,26 0,96

10 Perantara Keuangan 167.326 179.546 4,18 4,31 7,3011 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 184.036 198.244 4,60 4,76 7,7212 Adm. Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 13.524 13.694 0,34 0,33 1,2513 Jasa Pendidikan 8.104 8.432 0,20 0,20 4,0514 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 15.063 16.245 0,38 0,39 7,8415 Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan dan Perorangan lainnya 53.742 56.271 1,34 1,35 4,7016 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 2.611 2.655 0,07 0,06 1,7117 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 85 189 0,00 0,00 122,8818 Kegiatan yang belum jelas batasannya 11.223 12.043 0,28 0,29 7,3119 Rumah Tangga 922.394 944.045 23,06 22,65 2,3520 Bukan Lapangan Usaha Lainnya 197.546 204.044 4,94 4,90 3,29

Total Kredit 4.000.448 4.168.307

∆ qtq (%)

No Sektor EkonomiKredit Porsi

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

56 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

BUSD masih menjadi pilihan bagi debitur

yang bergerak disektor perdagangan

besar dan eceran seperti penjualan

mobil, sepeda motor dan penjualan

eceran bahan bakar kendaraan.

Sementara itu, penyaluran kredit pada

kelompok bank Campuran dan KCBA

sebagian besar ditujukan untuk sektor

industri pengolahan masing-masing

sebesar 39,83% dan 38,26%. Hal ini

sesuai dengan nature kelompok bank

Campuran dan KCBA yang fokus

membiayai korporasi besar terutama

penanaman modal asing yang umumnya

bergerak pada sektor industri

pengolahan.

Adapun penyaluran kredit untuk

kelompok BUMN, BPD, dan BUSD

sebagian besar ditujukan untuk sektor

rumah tangga, masing-masing sebesar

25,55%, 38,73%, dan 21,91%. Hal ini

sejalan dengan masih mendominasinya

kredit konsumsi dibandingkan dengan

jenis penggunaan kredit lainnya pada

ketiga kelompok bank tersebut, yang

antara lain digunakan untuk kredit

kendaraan bermotor, pemilikan rumah,

dan peralatan rumah tangga.

Tabel B.1.1.2

Konsentrasi Kredit Sektor Ekonomi Berdasarkan Kepemilikan Bank

Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Dengan masih didominasinya kredit pada

sektor rumah tangga, perdagangan besar

dan eceran, dan industri pengolahan,

maka permasalahan yang terjadi pada

sektor-sektor tersebut dapat

mempengaruhi NPL perbankan secara

signifikan.

BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA1 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 9.90 4.46 2.58 2.79 6.30 2.492 Perikanan 0.25 0.23 0.29 0.15 0.27 0.053 Pertambangan dan Penggalian 3.03 2.27 0.82 0.27 6.40 7.164 Industri Pengolahan 14.98 18.49 9.02 2.31 39.83 38.265 Listrik, gas dan air 3.97 1.81 0.34 1.17 1.43 3.686 Konstruksi 4.89 4.76 5.07 5.55 1.54 3.147 Perdagangan Besar dan Eceran 21.97 21.20 27.40 8.39 15.77 11.208 Penyediaan akomodasi dan PMM 1.45 3.40 4.72 1.47 0.20 0.629 Transportasi, pergudangan �dan komunikasi 3.83 4.85 4.45 0.79 4.96 7.30

10 Perantara Keuangan 1.84 4.89 12.98 2.01 8.66 13.7311 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 3.30 7.16 9.54 2.01 2.92 2.1112 Adm. Pemerintahan, Pertahanan �dan Jaminan Sosial Wajib 0.73 0.02 0.00 0.25 0.07 0.1813 Jasa Pendidikan 0.08 0.31 1.36 0.25 0.03 0.0214 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.31 0.52 1.13 0.49 0.07 0.0015 Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan dan Perorangan lainnya 1.36 1.62 2.43 1.10 0.37 0.3616 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 0.12 0.02 0.30 0.04 0.00 0.0017 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 0.00 0.01 0.00 0.00 0.01 0.0018 Kegiatan yang belum jelas �batasannya 0.52 0.11 0.03 0.02 0.07 0.5819 Rumah Tangga 25.55 21.91 16.23 38.73 5.92 2.1820 Bukan Lapangan Usaha Lainnya 1.91 1.96 1.32 32.22 5.19 6.95

No Sektor EkonomiTriwulan II-2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

60

Page 63: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

55 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.1.1Konsentrasi dan Pertumbuhan Kredit Perbankan menurut Sektor Ekonomi

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Pertumbuhan kredit pada sektor

perdagangan besar dan eceran

dipengaruhi oleh meningkatnya

perdagangan eceran (kecuali mobil dan

sepeda motor) seperti komoditi makanan,

minuman, dan tembakau terutama

menjelang Hari Raya Idul Fitri pada Juli

2016. Sementara peningkatan kredit

pada sektor konstruksi dipengaruhi oleh

besarnya penyaluran kredit pada

konstruksi gedung dan perumahan dan

pada konstruksi bangunan sipil seperti

jalan tol, jalan raya, dan bangunan sipil

lainnya di triwulan II-201618.

Meskipun peningkatan kredit terjadi pada

hampir seluruh sektor ekonomi, namun

18 Berdasarkan data kredit subsektor Laporan

Bank Umum (LBU)

untuk sektor pertambangan dan

penggalian mengalami penurunan

secara quarter-to-quarter sebesar 0,67%

(dari Rp120,8 triliun menjadi Rp120

triliun) pada triwulan II-2016. Penurunan

kredit pada sektor dimaksud telah terjadi

sejak tahun 2015, sebagai dampak

belum membaiknya prospek usaha,

memburuknya kondisi ekspor

pertambangan, serta terjadinya kontraksi

ekspor bijih tembaga dan batubara19.

Berdasarkan kelompok kepemilikan

bank, penyaluran kredit pada kelompok

BUSD sebagian besar ditujukan untuk

sektor perdagangan besar dan eceran

(21,97%). Hal ini mengingat kelompok

19 Bank Indonesia - Tinjauan Kebijakan Moneter

Juli 2016

TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '161 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 252.958 266.091 6,32 6,38 5,192 Perikanan 9.134 9.256 0,23 0,22 1,333 Pertambangan dan Penggalian 120.769 119.955 3,02 2,88 -0,674 Industri Pengolahan 729.416 745.523 18,23 17,89 2,215 Listrik, gas dan air 98.629 111.134 2,47 2,67 12,686 Konstruksi 170.304 192.656 4,26 4,62 13,127 Perdagangan Besar dan Eceran 779.600 819.926 19,49 19,67 5,178 Penyediaan akomodasi dan PMM 88.075 90.763 2,20 2,18 3,059 Transportasi, pergudangan, dan komunikasi 175.910 177.595 4,40 4,26 0,96

10 Perantara Keuangan 167.326 179.546 4,18 4,31 7,3011 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 184.036 198.244 4,60 4,76 7,7212 Adm. Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 13.524 13.694 0,34 0,33 1,2513 Jasa Pendidikan 8.104 8.432 0,20 0,20 4,0514 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 15.063 16.245 0,38 0,39 7,8415 Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan dan Perorangan lainnya 53.742 56.271 1,34 1,35 4,7016 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 2.611 2.655 0,07 0,06 1,7117 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 85 189 0,00 0,00 122,8818 Kegiatan yang belum jelas batasannya 11.223 12.043 0,28 0,29 7,3119 Rumah Tangga 922.394 944.045 23,06 22,65 2,3520 Bukan Lapangan Usaha Lainnya 197.546 204.044 4,94 4,90 3,29

Total Kredit 4.000.448 4.168.307

∆ qtq (%)

No Sektor EkonomiKredit Porsi

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

56 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

BUSD masih menjadi pilihan bagi debitur

yang bergerak disektor perdagangan

besar dan eceran seperti penjualan

mobil, sepeda motor dan penjualan

eceran bahan bakar kendaraan.

Sementara itu, penyaluran kredit pada

kelompok bank Campuran dan KCBA

sebagian besar ditujukan untuk sektor

industri pengolahan masing-masing

sebesar 39,83% dan 38,26%. Hal ini

sesuai dengan nature kelompok bank

Campuran dan KCBA yang fokus

membiayai korporasi besar terutama

penanaman modal asing yang umumnya

bergerak pada sektor industri

pengolahan.

Adapun penyaluran kredit untuk

kelompok BUMN, BPD, dan BUSD

sebagian besar ditujukan untuk sektor

rumah tangga, masing-masing sebesar

25,55%, 38,73%, dan 21,91%. Hal ini

sejalan dengan masih mendominasinya

kredit konsumsi dibandingkan dengan

jenis penggunaan kredit lainnya pada

ketiga kelompok bank tersebut, yang

antara lain digunakan untuk kredit

kendaraan bermotor, pemilikan rumah,

dan peralatan rumah tangga.

Tabel B.1.1.2

Konsentrasi Kredit Sektor Ekonomi Berdasarkan Kepemilikan Bank

Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Dengan masih didominasinya kredit pada

sektor rumah tangga, perdagangan besar

dan eceran, dan industri pengolahan,

maka permasalahan yang terjadi pada

sektor-sektor tersebut dapat

mempengaruhi NPL perbankan secara

signifikan.

BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA1 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 9.90 4.46 2.58 2.79 6.30 2.492 Perikanan 0.25 0.23 0.29 0.15 0.27 0.053 Pertambangan dan Penggalian 3.03 2.27 0.82 0.27 6.40 7.164 Industri Pengolahan 14.98 18.49 9.02 2.31 39.83 38.265 Listrik, gas dan air 3.97 1.81 0.34 1.17 1.43 3.686 Konstruksi 4.89 4.76 5.07 5.55 1.54 3.147 Perdagangan Besar dan Eceran 21.97 21.20 27.40 8.39 15.77 11.208 Penyediaan akomodasi dan PMM 1.45 3.40 4.72 1.47 0.20 0.629 Transportasi, pergudangan �dan komunikasi 3.83 4.85 4.45 0.79 4.96 7.30

10 Perantara Keuangan 1.84 4.89 12.98 2.01 8.66 13.7311 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 3.30 7.16 9.54 2.01 2.92 2.1112 Adm. Pemerintahan, Pertahanan �dan Jaminan Sosial Wajib 0.73 0.02 0.00 0.25 0.07 0.1813 Jasa Pendidikan 0.08 0.31 1.36 0.25 0.03 0.0214 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.31 0.52 1.13 0.49 0.07 0.0015 Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan dan Perorangan lainnya 1.36 1.62 2.43 1.10 0.37 0.3616 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 0.12 0.02 0.30 0.04 0.00 0.0017 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 0.00 0.01 0.00 0.00 0.01 0.0018 Kegiatan yang belum jelas �batasannya 0.52 0.11 0.03 0.02 0.07 0.5819 Rumah Tangga 25.55 21.91 16.23 38.73 5.92 2.1820 Bukan Lapangan Usaha Lainnya 1.91 1.96 1.32 32.22 5.19 6.95

No Sektor EkonomiTriwulan II-2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

61

Page 64: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

57 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

1.2 Penyaluran Kredit UMKM

Berdasarkan alokasi kredit kepada

Korporasi dan Usaha Mikro Kecil dan

Menengah (UMKM), porsi kredit UMKM

pada triwulan II-2016 masih dibawah

threshold yang telah ditetapkan dalam

PBI No.14/22/PBI/2012 tentang

“Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh

Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam

Rangka Pengembangan Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah” yang mewajibkan

bank mengucurkan kredit UMKM minimal

20% dari total kredit, yaitu sebesar

18,58%, menurun dibandingkan triwulan

I-2016 sebesar 18,45%.

Porsi penyaluran UMKM terpusat pada

sektor perdagangan besar dan eceran

sebesar 54,27%, diikuti oleh industri

pengolahan sebesar 10,18%, dan

pertanian, perburuan dan kehutanan

sebesar 8,28%.

Dilihat dari NPL UMKM, secara nominal

NPL UMKM tertinggi juga berada pada

sektor perdagangan besar dan eceran

yaitu sebesar Rp18 triliun (52,11%),

meningkat dari triwulan sebelumnya

sebesar Rp17 triliun. Penyebab tingginya

NPL tersebut antara lain kurang

didukung dengan analisa yang memadai,

lemahnya aspek legalitas, dan

rendahnya kompetensi SDM yang

menangani UMKM.

Tabel B.1.2.1Konsentrasi Penyaluran UMKM

TW I '16 Share TW II '16 SharePertanian, Perburuan dan Kehutanan Baki Debet 61,959 8.40% 62,620 8.28%NPL 2,730 8.33% 2,970 8.47%Industri pengolahanBaki Debet 76,232 10.33% 76,981 10.18%NPL 2,968 9.06% 3,318 9.47%Perdagangan besar dan eceranBaki Debet 399,019 54.07% 410,484 54.27%NPL 17,073 52.11% 18,260 52.11%Tot. Baki Debet 738,000 756,332Tot. NPL 32,765 35,044

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Mei 2016

Penyebaran penyaluran UMKM, 58,08%

terpusat di pulau Jawa (DKI Jakarta,

Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa

Tengah) dan Sumatera (Sumatera

Utara), meningkat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya (57,87%). Adapun

porsi dari masing-masing lima provinsi

tersebut adalah DKI Jakarta (15,18%),

Jawa Timur (13,36%), Jawa Barat

(12,47%), Jawa Tengah (10,94%), dan

Sumatera Utara (6,13%).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

58 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Penyebaran UMKM di Indonesia bagian

timur dan tengah (Kalimantan, Sulawesi,

Nusa Tenggara, Bali, Maluku, dan

Papua) hanya sebesar 22,46%, berbeda

cukup signifikan apabila dibandingkan

dengan penyebaran UMKM di Indonesia

bagian barat. Rendahnya penyaluran

kredit UMKM di wilayah Indonesia bagian

timur dan tengah antara lain disebabkan

kurang memadainya infrastruktur yang

tersedia di wilayah tersebut.

Grafik B.1.2.1Penyebaran UMKM berdasarkan Wilayah

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan

Indonesia (SPI), Mei 2016

Dilihat berdasarkan kelompok

kepemilikan bank, 54,10% disalurkan

oleh kelompok BUMN, diikuti oleh

kelompok BUSN (37,15%), kelompok

BPD (6,68%) serta kelompok KCBA dan

bank Campuran sebesar 2,08%21.

Dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, baki debet penyaluran

kredit UMKM pada kelompok BUMN dan

BPD mengalami peningkatan masing-

masing sebesar 46 bps dan 7 bps.

21 Penyaluran kredit UMKM pada kelompok KCBA

dan bank campuran umumnya disalurkan kepada kredit ekspor non migas (SE BI No.17/19/DPUM).

Sementara itu baki debet penyaluran

UMKM pada kelompok Bank Asing dan

BUSN mengalami penurunan masing-

masing sebesar 7 bps dan 45 bps (Tabel

B.1.2.2).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

62

Page 65: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

57 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

1.2 Penyaluran Kredit UMKM

Berdasarkan alokasi kredit kepada

Korporasi dan Usaha Mikro Kecil dan

Menengah (UMKM), porsi kredit UMKM

pada triwulan II-2016 masih dibawah

threshold yang telah ditetapkan dalam

PBI No.14/22/PBI/2012 tentang

“Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh

Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam

Rangka Pengembangan Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah” yang mewajibkan

bank mengucurkan kredit UMKM minimal

20% dari total kredit, yaitu sebesar

18,58%, menurun dibandingkan triwulan

I-2016 sebesar 18,45%.

Porsi penyaluran UMKM terpusat pada

sektor perdagangan besar dan eceran

sebesar 54,27%, diikuti oleh industri

pengolahan sebesar 10,18%, dan

pertanian, perburuan dan kehutanan

sebesar 8,28%.

Dilihat dari NPL UMKM, secara nominal

NPL UMKM tertinggi juga berada pada

sektor perdagangan besar dan eceran

yaitu sebesar Rp18 triliun (52,11%),

meningkat dari triwulan sebelumnya

sebesar Rp17 triliun. Penyebab tingginya

NPL tersebut antara lain kurang

didukung dengan analisa yang memadai,

lemahnya aspek legalitas, dan

rendahnya kompetensi SDM yang

menangani UMKM.

Tabel B.1.2.1Konsentrasi Penyaluran UMKM

TW I '16 Share TW II '16 SharePertanian, Perburuan dan Kehutanan Baki Debet 61,959 8.40% 62,620 8.28%NPL 2,730 8.33% 2,970 8.47%Industri pengolahanBaki Debet 76,232 10.33% 76,981 10.18%NPL 2,968 9.06% 3,318 9.47%Perdagangan besar dan eceranBaki Debet 399,019 54.07% 410,484 54.27%NPL 17,073 52.11% 18,260 52.11%Tot. Baki Debet 738,000 756,332Tot. NPL 32,765 35,044

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Mei 2016

Penyebaran penyaluran UMKM, 58,08%

terpusat di pulau Jawa (DKI Jakarta,

Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa

Tengah) dan Sumatera (Sumatera

Utara), meningkat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya (57,87%). Adapun

porsi dari masing-masing lima provinsi

tersebut adalah DKI Jakarta (15,18%),

Jawa Timur (13,36%), Jawa Barat

(12,47%), Jawa Tengah (10,94%), dan

Sumatera Utara (6,13%).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

58 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Penyebaran UMKM di Indonesia bagian

timur dan tengah (Kalimantan, Sulawesi,

Nusa Tenggara, Bali, Maluku, dan

Papua) hanya sebesar 22,46%, berbeda

cukup signifikan apabila dibandingkan

dengan penyebaran UMKM di Indonesia

bagian barat. Rendahnya penyaluran

kredit UMKM di wilayah Indonesia bagian

timur dan tengah antara lain disebabkan

kurang memadainya infrastruktur yang

tersedia di wilayah tersebut.

Grafik B.1.2.1Penyebaran UMKM berdasarkan Wilayah

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan

Indonesia (SPI), Mei 2016

Dilihat berdasarkan kelompok

kepemilikan bank, 54,10% disalurkan

oleh kelompok BUMN, diikuti oleh

kelompok BUSN (37,15%), kelompok

BPD (6,68%) serta kelompok KCBA dan

bank Campuran sebesar 2,08%21.

Dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, baki debet penyaluran

kredit UMKM pada kelompok BUMN dan

BPD mengalami peningkatan masing-

masing sebesar 46 bps dan 7 bps.

21 Penyaluran kredit UMKM pada kelompok KCBA

dan bank campuran umumnya disalurkan kepada kredit ekspor non migas (SE BI No.17/19/DPUM).

Sementara itu baki debet penyaluran

UMKM pada kelompok Bank Asing dan

BUSN mengalami penurunan masing-

masing sebesar 7 bps dan 45 bps (Tabel

B.1.2.2).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

63

Page 66: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

59 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.2.2 Porsi UMKM berdasarkan Kelompok Bank (Rp Miliar)

Kel. Bank Mar '16 TW I '16 Mei '16 TW II '16BUMN 395,863 53.64% 409,149 54.10%BPD 48,811 6.61% 50,532 6.68%BUSN 277,460 37.60% 280,944 37.15%KCBA dan Campuran 15,867 2.15% 15,708 2.08%Total UMKM 738,000 100% 756,332 100%

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Mei 2016

Dalam rangka pemberdayaan Usaha

Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi

(UMKMK), penciptaan lapangan kerja,

dan penanggulangan kemiskinan,

Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan

yang bertujuan meningkatkan Sektor Riil

dan memberdayakan UKMK. Kebijakan

pengembangan dan pemberdayaan

UMKMK mencakup:

a. Peningkatan akses pada sumber

pembiayaan;

b. Pengembangan kewirausahaan,

c. Peningkatan pasar produk UMKMK;

dan

d. Reformasi regulasi UMKMK.

Upaya peningkatan akses pada sumber

pembiayaan antara lain dilakukan

dengan memberikan penjaminan kredit

bagi UMKMK melalui Kredit Usaha

Rakyat (KUR)22. Pada tanggal 5

22 KUR adalah kredit/pembiayaan yang diberikan

oleh perbankan kepada UMKMK yang feasible tapi belum bankable atau usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan. UMKM dan Koperasi yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan simpan pinjam. Penyaluran KUR dapat dilakukan langsung, maksudnya UMKM dan Koperasi dapat langsung mengakses KUR di Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu Bank Pelaksana. Untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada usaha mikro,

November 2007, Presiden meluncurkan

Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan

fasilitas penjaminan kredit dari

Pemerintah melalui PT Askrindo dan

Perum Jamkrindo. Adapun Bank

Pelaksana yang menyalurkan KUR ini

adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank

BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri,

dan Bank Bukopin.

Skema KUR untuk tahun 2016, masih

mengacu pada skema KUR tahun 2015

yang merupakan skema kredit

berpenjaminan dengan subsidi bunga,

termasuk didalamnya imbal jasa

penjaminan (Tabel B.1.2.3).

maka penyaluran KUR dapat juga dilakukan secara tidak langsung, maksudnya usaha mikro dapat mengakses KUR melalui Lembaga Keuangan Mikro dan KSP/USP Koperasi, atau melalui kegiatan linkage program lainnya yang bekerjasama dengan Bank Pelaksana.

60 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.2.3

Skema KUR Tahun 2016 Jenis KUR Suku Bunga

(%)Target Penerima

Mikro 12 UMKM di sek

Ritel 12

TKI 12

TKI P urna, keluarga pekerja (termasuk

terkena PHK

Untuk tahun 2016, OJK menetapkan 36

Lembaga Jasa Keuangan (LJK) penyalur

KUR. Dari 36 LJK tersebut, 31 LJK

berupa bank yang 4 diantaranya telah

ditetapkan tahun 2015, 18 bank

ditetapkan OJK pada tahun 2016, dan

sembilan bank yang merupakan eks-

penyalur Kredit Ketahanan Pangan dan

Energi (KKPE) berdasarkan usulan

pemerintah. Dengan demikian, untuk

tahun 2016 terdapat 31 bank umum

yang menjadi penyalur KUR tahun 2016.

Target penyaluran KUR dari 31 bank

tersebut sampai dengan akhir 2016

sebesar Rp107,41 triliun. Porsi target

penyaluran KUR didominasi oleh tiga

bank BUMN (89,45%) yaitu masing-

masing oleh BRI (66,64%), Bank Mandiri

(12,10%), dan BNI (10,71%).

Dari sisi alokasi, target KUR terbesar

terdapat pada jenis KUR Mikro yang

mencapai Rp68,12 triliun diikuti KUR

Ritel dan KUR TKI masing-masing Rp36

triliun dan Rp3 triliun.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

64

Page 67: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

59 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.2.2 Porsi UMKM berdasarkan Kelompok Bank (Rp Miliar)

Kel. Bank Mar '16 TW I '16 Mei '16 TW II '16BUMN 395,863 53.64% 409,149 54.10%BPD 48,811 6.61% 50,532 6.68%BUSN 277,460 37.60% 280,944 37.15%KCBA dan Campuran 15,867 2.15% 15,708 2.08%Total UMKM 738,000 100% 756,332 100%

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Mei 2016

Dalam rangka pemberdayaan Usaha

Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi

(UMKMK), penciptaan lapangan kerja,

dan penanggulangan kemiskinan,

Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan

yang bertujuan meningkatkan Sektor Riil

dan memberdayakan UKMK. Kebijakan

pengembangan dan pemberdayaan

UMKMK mencakup:

a. Peningkatan akses pada sumber

pembiayaan;

b. Pengembangan kewirausahaan,

c. Peningkatan pasar produk UMKMK;

dan

d. Reformasi regulasi UMKMK.

Upaya peningkatan akses pada sumber

pembiayaan antara lain dilakukan

dengan memberikan penjaminan kredit

bagi UMKMK melalui Kredit Usaha

Rakyat (KUR)22. Pada tanggal 5

22 KUR adalah kredit/pembiayaan yang diberikan

oleh perbankan kepada UMKMK yang feasible tapi belum bankable atau usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan. UMKM dan Koperasi yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan simpan pinjam. Penyaluran KUR dapat dilakukan langsung, maksudnya UMKM dan Koperasi dapat langsung mengakses KUR di Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu Bank Pelaksana. Untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada usaha mikro,

November 2007, Presiden meluncurkan

Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan

fasilitas penjaminan kredit dari

Pemerintah melalui PT Askrindo dan

Perum Jamkrindo. Adapun Bank

Pelaksana yang menyalurkan KUR ini

adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank

BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri,

dan Bank Bukopin.

Skema KUR untuk tahun 2016, masih

mengacu pada skema KUR tahun 2015

yang merupakan skema kredit

berpenjaminan dengan subsidi bunga,

termasuk didalamnya imbal jasa

penjaminan (Tabel B.1.2.3).

maka penyaluran KUR dapat juga dilakukan secara tidak langsung, maksudnya usaha mikro dapat mengakses KUR melalui Lembaga Keuangan Mikro dan KSP/USP Koperasi, atau melalui kegiatan linkage program lainnya yang bekerjasama dengan Bank Pelaksana.

60 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.2.3

Skema KUR Tahun 2016 Jenis KUR Suku Bunga

(%)Target Penerima

Mikro 12 UMKM di sek

Ritel 12

TKI 12

TKI P urna, keluarga pekerja (termasuk

terkena PHK

Untuk tahun 2016, OJK menetapkan 36

Lembaga Jasa Keuangan (LJK) penyalur

KUR. Dari 36 LJK tersebut, 31 LJK

berupa bank yang 4 diantaranya telah

ditetapkan tahun 2015, 18 bank

ditetapkan OJK pada tahun 2016, dan

sembilan bank yang merupakan eks-

penyalur Kredit Ketahanan Pangan dan

Energi (KKPE) berdasarkan usulan

pemerintah. Dengan demikian, untuk

tahun 2016 terdapat 31 bank umum

yang menjadi penyalur KUR tahun 2016.

Target penyaluran KUR dari 31 bank

tersebut sampai dengan akhir 2016

sebesar Rp107,41 triliun. Porsi target

penyaluran KUR didominasi oleh tiga

bank BUMN (89,45%) yaitu masing-

masing oleh BRI (66,64%), Bank Mandiri

(12,10%), dan BNI (10,71%).

Dari sisi alokasi, target KUR terbesar

terdapat pada jenis KUR Mikro yang

mencapai Rp68,12 triliun diikuti KUR

Ritel dan KUR TKI masing-masing Rp36

triliun dan Rp3 triliun.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

65

Page 68: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

61 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.2.4 Bank Penyalur KUR 2016

Sumber:OJK

Hingga triwulan II-2016, realisasi

penyaluran KUR mencapai Rp55,18

triliun (50,53% dari target KUR 2016).

Realisasi penyaluran KUR terbesar dari

31 penyalur KUR, 73,95% dilakukan oleh

BRI (Rp40,81 triliun dengan jumlah

debitur 2.253.648), diikuti oleh Bank

Mandiri yang mencapai 12,89% (Rp7,1

triliun), dan BNI mencapai 12,16%

(Rp6,7 triliun) (Tabel B.1.2.5).

Menurut jenisnya, realisasi penyaluran

KUR terbesar berada pada KUR Mikro

(52,61% atau Rp36,8 triliun, disalurkan

kepada 2.344.137 debitur), diikuti KUR

Retail (50,86% atau Rp18,3 triliun,

disalurkan kepada 130.418 debitur), dan

KUR TKI (1,53% atau Rp0,5 triliun,

disalurkan kepada 3.281 debitur).

Tabel B.1.2.5 Realisasi KUR Juni 2016

Sumber: OJK, diolah

1 BRI 12,000 59,080 500 71,580 20 BPD Sumatera Barat 75 25 - 100

2 Bank Mandiri 6,500 6,000 500 13,000 21BPD Sumatera Selatan dan Bangka Belitung

15 5 - 20

3 BNI 10,000 500 1,000 11,500 22 BPD Jawa Barat 700 300 - 10004 Bank Sinarmas 1,500 100 1,000 2,600 23 BPD Kalimantan Selatan 35 15 - 50 5 BPD Kalimantan Barat 75 75 - 150 24 BPD Riau Kepri 200 50 - 2506 BPD NTB 50 72 - 122 25 BPD NTB 32 8 - 40 7 Maybank Indonesia 240 20 40 300 26 BPD Jambi 12 8 - 208 BPD DIY 30 50 - 80 27 BPD Lampung - 5 - 5 9 BCA 1,500 500 - 2,000 28 BPD Papua 35 15 - 50

10 OCBC-NISP 1,000 - - 1,000 29 BPD Bengkulu 25 - - 25 11 BPD Sumatera Utara 200 - - 200 30 BPD Sulawesi Tenggara - 25 - 2512 Bank Permata 375 - 125 500 31 BRI Syariah - 500 - 500 13 Bank Artha Graha 200 250 50 500 TOTAL Bank 36,074 68,124 3,215 107,413 14 BPD Jawa tengah 350 150 - 500 15 BTPN 200 200 - 400 16 BPD Bali 295 10 - 305 17 Bank Bukopin 300 - - 300

18BPD Sulawesi Selatan dan Barat

30 70 - 100

19 BRI Agroniaga 100 91 - 191

Target Penyaluran (Rp M)Total

Target Penyaluran

(Rp M)Ritel Mikro TKI Ritel Mikro TKINo NAMA LJK

Target Penyaluran(Rp M)

Total Target

Penyaluran (Rp M)

No NAMA LJK

1 BRI 12.000 59.080 500 71.580 47.171 6.618,69 55,16% 0,54% 2.205.104 34.172,62 57,84% 0,02% 1.373 18,58 3,72% 0,11% 2.253.648 40.809,88 57,01% 0,10%2 Bank Mandiri 6.500 6.000 500 13.000 58.154 5.019,18 77,22% 0,00% 108.129 2.090,83 34,85% 0,00% 144 2,23 0,45% 0,00% 166.427 7.112,24 54,71% 0,00%3 BNI 10.000 500 1.000 11.500 24.817 6.678,07 66,78% 0,01% 1.120 22,10 4,42% 0,00% 660 10,86 1,09% 0,20% 26.597 6.711,04 58,36% 0,01%4 Bank Sinarmas 1.500 100 1.000 2.600 - - 0,00% 0,00% 29.190 493,09 493,09% 0,03% 1.104 17,47 1,75% 0,61% 30.294 510,57 19,64% 0,04%5 BPD* 125 147 - 272 276 31,35 25,08% 0,00% 594 9,42 6,41% 0,00% - - 0,00% 0,00% 870 40,77 14,99% 0,00%6 30 LJK Lainnya 5.949 4.097 215 10.261 - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00%

36.074 69.924 3.215 109.213 130.418 18.347,29 50,86% 0,20% 2.344.137 36.788,06 52,61% 0,02% 3.281,00 49,14 1,53% 0,29% 2.477.836 55.184,49 50,53% 0,08%*) BPD NTT dan BPD Kalbar

Total

Ritel Mikro TKIJml

Debitur

No Nama BankRitel

Realisasi NPL Realisasi (Rp M)

Target Penyaluran (Rp M) Total Target Penyaluran

(Rp M)

Total

NPLRealisasi (Rp M)

NPL

Mikro TKI

NPLRealisasi (Rp M)

Jml Debitur

Jml Debitur

Realisasi (Rp M)

Realisasi RealisasiRealisasiJml

Debitur

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

62 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Untuk KMK BPR terdapat dukungan

pendanaan dari Bank Umum melalui

linkage program23. Adapun jumlah BPR

yang terkait dengan linkage program,

sampai dengan triwulan II-2016,

berjumlah 334 BPR dengan total kredit

yang disalurkan sebesar Rp6.831 juta.

Linkage program juga disalurkan kepada

BPRS namun dengan menggunakan pola

executing24, sehingga dana tersebut

dapat disalurkan baik kepada UMKM

maupun non-UMKM.

1.3 Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti

Peranan debitur inti25 secara umum

cukup dominan dalam perbankan

Indonesia. Pada triwulan II-2016 terjadi

23 Linkage program adalah program yang

meneruspinjamkan KUR dari penyalur KUR kepada penerima KUR berdasarkan perjanjian kerjasama lembaga linkage yang meliputi koperasi sekunder, koperasi primer, BPR/BPRS, perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, lembaga keuangan bukan bank lainnya, dan kelompok usaha.

24 Executing adalah pinjaman yang diberikan dari BUK/S kepada BPR/S dalam rangka pembiayaan (untuk diteruspinjamkan) kepada nasabah mikro dan kecil. Pencatatan di bank umum sebagai pinjaman/pembiayaan ke BPR/S dan pencatatan di BPR/S sebagai pinjaman/pembiayaan ke UMK (Generic Model Linkage Program).

25 Debitur inti berdasarkan Lampiran SE No.8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 tentang PedomanLaporan Berkala Bank Umum adalah 10, 15, atau 25 debitur/grup (one obligor concept) diluar pihak terkait sesuai total aset bank yaitu sebagai berikut:

a. Bank dengan total aset sampai dengan 1 triliun, debitur inti = 10 debitur/grup

b. Bank dengan total aset antara 1 triliun s.d 10 triliun, debitur inti = 15 debitur/grup

c. Bank dengan total aset lebih besar dari 10 triliun, debitur inti = 25 debitur/grup

peningkatan pada rasio kredit debitur inti,

baik terhadap total kredit maupun

terhadap total modal, yaitu masing-

masing dari 24,02% menjadi 24,59% dan

dari 97,47% menjadi 97,71% (Tabel

B.1.3.1). Penurunan tersebut

menunjukkan hal yang positif mengingat

permasalahan yang terjadi pada kredit

debitur inti dapat mempengaruhi tingkat

kesehatan dan permodalan bank secara

signifikan.

Tabel B.1.3.1 Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

1.4 Sumber Dana Pemberian Kredit

Pada triwulan II-2016, 89,66% dari

sumber dana pemberian kredit masih

didominasi oleh DPK dengan jumlah

mencapai Rp4.574 triliun (Grafik B.1.4.1).

Kondisi tersebut sejalan dengan fungsi

perbankan sebagai lembaga

intermediasi.

Grafik B.1.4.1 Sumber Dana Pemberian Kredit

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Terhadap Total Kredit 24.02 24.59

Terhadap Total Modal 97.47 97.71

% Kredit Kepada Debitur Inti

TW I '16 TW II '16

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

66

Page 69: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

61 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.2.4 Bank Penyalur KUR 2016

Sumber:OJK

Hingga triwulan II-2016, realisasi

penyaluran KUR mencapai Rp55,18

triliun (50,53% dari target KUR 2016).

Realisasi penyaluran KUR terbesar dari

31 penyalur KUR, 73,95% dilakukan oleh

BRI (Rp40,81 triliun dengan jumlah

debitur 2.253.648), diikuti oleh Bank

Mandiri yang mencapai 12,89% (Rp7,1

triliun), dan BNI mencapai 12,16%

(Rp6,7 triliun) (Tabel B.1.2.5).

Menurut jenisnya, realisasi penyaluran

KUR terbesar berada pada KUR Mikro

(52,61% atau Rp36,8 triliun, disalurkan

kepada 2.344.137 debitur), diikuti KUR

Retail (50,86% atau Rp18,3 triliun,

disalurkan kepada 130.418 debitur), dan

KUR TKI (1,53% atau Rp0,5 triliun,

disalurkan kepada 3.281 debitur).

Tabel B.1.2.5 Realisasi KUR Juni 2016

Sumber: OJK, diolah

1 BRI 12,000 59,080 500 71,580 20 BPD Sumatera Barat 75 25 - 100

2 Bank Mandiri 6,500 6,000 500 13,000 21BPD Sumatera Selatan dan Bangka Belitung

15 5 - 20

3 BNI 10,000 500 1,000 11,500 22 BPD Jawa Barat 700 300 - 10004 Bank Sinarmas 1,500 100 1,000 2,600 23 BPD Kalimantan Selatan 35 15 - 50 5 BPD Kalimantan Barat 75 75 - 150 24 BPD Riau Kepri 200 50 - 2506 BPD NTB 50 72 - 122 25 BPD NTB 32 8 - 40 7 Maybank Indonesia 240 20 40 300 26 BPD Jambi 12 8 - 208 BPD DIY 30 50 - 80 27 BPD Lampung - 5 - 5 9 BCA 1,500 500 - 2,000 28 BPD Papua 35 15 - 50

10 OCBC-NISP 1,000 - - 1,000 29 BPD Bengkulu 25 - - 25 11 BPD Sumatera Utara 200 - - 200 30 BPD Sulawesi Tenggara - 25 - 2512 Bank Permata 375 - 125 500 31 BRI Syariah - 500 - 500 13 Bank Artha Graha 200 250 50 500 TOTAL Bank 36,074 68,124 3,215 107,413 14 BPD Jawa tengah 350 150 - 500 15 BTPN 200 200 - 400 16 BPD Bali 295 10 - 305 17 Bank Bukopin 300 - - 300

18BPD Sulawesi Selatan dan Barat

30 70 - 100

19 BRI Agroniaga 100 91 - 191

Target Penyaluran (Rp M)Total

Target Penyaluran

(Rp M)Ritel Mikro TKI Ritel Mikro TKINo NAMA LJK

Target Penyaluran(Rp M)

Total Target

Penyaluran (Rp M)

No NAMA LJK

1 BRI 12.000 59.080 500 71.580 47.171 6.618,69 55,16% 0,54% 2.205.104 34.172,62 57,84% 0,02% 1.373 18,58 3,72% 0,11% 2.253.648 40.809,88 57,01% 0,10%2 Bank Mandiri 6.500 6.000 500 13.000 58.154 5.019,18 77,22% 0,00% 108.129 2.090,83 34,85% 0,00% 144 2,23 0,45% 0,00% 166.427 7.112,24 54,71% 0,00%3 BNI 10.000 500 1.000 11.500 24.817 6.678,07 66,78% 0,01% 1.120 22,10 4,42% 0,00% 660 10,86 1,09% 0,20% 26.597 6.711,04 58,36% 0,01%4 Bank Sinarmas 1.500 100 1.000 2.600 - - 0,00% 0,00% 29.190 493,09 493,09% 0,03% 1.104 17,47 1,75% 0,61% 30.294 510,57 19,64% 0,04%5 BPD* 125 147 - 272 276 31,35 25,08% 0,00% 594 9,42 6,41% 0,00% - - 0,00% 0,00% 870 40,77 14,99% 0,00%6 30 LJK Lainnya 5.949 4.097 215 10.261 - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00% - - 0,00% 0,00%

36.074 69.924 3.215 109.213 130.418 18.347,29 50,86% 0,20% 2.344.137 36.788,06 52,61% 0,02% 3.281,00 49,14 1,53% 0,29% 2.477.836 55.184,49 50,53% 0,08%*) BPD NTT dan BPD Kalbar

Total

Ritel Mikro TKIJml

Debitur

No Nama BankRitel

Realisasi NPL Realisasi (Rp M)

Target Penyaluran (Rp M) Total Target Penyaluran

(Rp M)

Total

NPLRealisasi (Rp M)

NPL

Mikro TKI

NPLRealisasi (Rp M)

Jml Debitur

Jml Debitur

Realisasi (Rp M)

Realisasi RealisasiRealisasiJml

Debitur

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

62 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Untuk KMK BPR terdapat dukungan

pendanaan dari Bank Umum melalui

linkage program23. Adapun jumlah BPR

yang terkait dengan linkage program,

sampai dengan triwulan II-2016,

berjumlah 334 BPR dengan total kredit

yang disalurkan sebesar Rp6.831 juta.

Linkage program juga disalurkan kepada

BPRS namun dengan menggunakan pola

executing24, sehingga dana tersebut

dapat disalurkan baik kepada UMKM

maupun non-UMKM.

1.3 Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti

Peranan debitur inti25 secara umum

cukup dominan dalam perbankan

Indonesia. Pada triwulan II-2016 terjadi

23 Linkage program adalah program yang

meneruspinjamkan KUR dari penyalur KUR kepada penerima KUR berdasarkan perjanjian kerjasama lembaga linkage yang meliputi koperasi sekunder, koperasi primer, BPR/BPRS, perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, lembaga keuangan bukan bank lainnya, dan kelompok usaha.

24 Executing adalah pinjaman yang diberikan dari BUK/S kepada BPR/S dalam rangka pembiayaan (untuk diteruspinjamkan) kepada nasabah mikro dan kecil. Pencatatan di bank umum sebagai pinjaman/pembiayaan ke BPR/S dan pencatatan di BPR/S sebagai pinjaman/pembiayaan ke UMK (Generic Model Linkage Program).

25 Debitur inti berdasarkan Lampiran SE No.8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 tentang PedomanLaporan Berkala Bank Umum adalah 10, 15, atau 25 debitur/grup (one obligor concept) diluar pihak terkait sesuai total aset bank yaitu sebagai berikut:

a. Bank dengan total aset sampai dengan 1 triliun, debitur inti = 10 debitur/grup

b. Bank dengan total aset antara 1 triliun s.d 10 triliun, debitur inti = 15 debitur/grup

c. Bank dengan total aset lebih besar dari 10 triliun, debitur inti = 25 debitur/grup

peningkatan pada rasio kredit debitur inti,

baik terhadap total kredit maupun

terhadap total modal, yaitu masing-

masing dari 24,02% menjadi 24,59% dan

dari 97,47% menjadi 97,71% (Tabel

B.1.3.1). Penurunan tersebut

menunjukkan hal yang positif mengingat

permasalahan yang terjadi pada kredit

debitur inti dapat mempengaruhi tingkat

kesehatan dan permodalan bank secara

signifikan.

Tabel B.1.3.1 Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

1.4 Sumber Dana Pemberian Kredit

Pada triwulan II-2016, 89,66% dari

sumber dana pemberian kredit masih

didominasi oleh DPK dengan jumlah

mencapai Rp4.574 triliun (Grafik B.1.4.1).

Kondisi tersebut sejalan dengan fungsi

perbankan sebagai lembaga

intermediasi.

Grafik B.1.4.1 Sumber Dana Pemberian Kredit

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Terhadap Total Kredit 24.02 24.59

Terhadap Total Modal 97.47 97.71

% Kredit Kepada Debitur Inti

TW I '16 TW II '16

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

67

Page 70: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

63 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

1.5 Kualitas Kredit

Kredit bermasalah (NPL gross) pada

triwulan II-2016 belum menunjukkan

adanya perbaikan. Hal tersebut terlihat

dari meningkatnya NPL gross

dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu

dari 2,83% menjadi 3,05%. Kondisi NPL

tersebut merupakan kondisi yang

terburuk selama satu tahun terakhir

sebagai imbas dari belum adanya

peningkatan yang signifikan pada kondisi

ekonomi dunia usaha (Grafik B.1.5.1).

Grafik B.1.5.1Trend NPL

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Berdasarkan sektor ekonomi, sektor

perdagangan besar dan eceran

merupakan penyumbang NPL terbesar

(26,10%), diikuti oleh sektor industri

pengolahan, dan rumah tangga masing-

masing sebesar 22,55% dan 12,96%

(Tabel B.1.5.1 dan Grafik B.1.5.2).

Grafik B.1.5.2Tiga Sektor Penyumbang NPL

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan

Indonesia, Juni 2016

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

64 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.5.1 Rasio NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, terdapat penurunan rasio

NPL gross terutama pada sektor

perdagangan besar dan eceran, jasa

pendidikan, dan badan internasional,

meskipun masih terdapat beberapa

sektor yang mengalami pemburukan rasio

NPL, terutama pada sektor

pertambangan dan penggalian, serta

transportasi (Tabel B.1.5.1).

Apabila dilihat berdasarkan nominal kredit

bermasalah, hampir semua sektor

ekonomi mengalami peningkatan kredit

bermasalah (Tabel B.1.5.2).

2015Jun Mar Jun qtq yoy

1 Pertanian-Perburuan-hutan 2.07 1.98 1.94 (4) (13)2 Perikanan 3.63 3.26 3.21 (5) (43)3 Pertambangan dan Penggalian 3.38 4.23 6.28 205 2904 Industri Pengolahan 2.26 2.98 3.85 86 1595 Kredit Listrik, Gas dan Air 1.59 1.78 1.66 (12) 66 Kredit Konstruksi 5.43 4.61 4.55 (6) (88)7 Perdagangan besar dan eceran 3.72 4.24 4.05 (19) 338 Akomodasi dan PMM 2.09 2.83 3.03 20 939 Transportasi, Pergudangan & Komunikasi 3.46 4.39 5.45 107 199

10 Perantara Keuangan 0.68 0.72 0.86 14 1811 Real Estate, usaha persewaan, & Jasa Perusahaan 2.63 2.88 2.74 (14) 1112 Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jamsos 0.12 0.05 0.04 (2) (8)13 Jasa Pendidikan 1.32 1.99 1.79 (21) 4614 Jasa Kesehatan & Kesos 1.79 1.21 1.26 5 (53)15 Kemasyarakatan, Sosbud & lainnya 3.78 4.13 4.24 11 4616 Jasa Perorangan yang melayani RT 2.46 2.85 2.68 (17) 2117 Badan Internasional & lainnya 2.95 2.07 0.49 (158) (245)18 Kegiatan yang belum jelas 2.39 2.07 2.06 (1) (33)19 Rumah Tangga 1.75 1.72 1.75 2 (0)20 Bkn lapangan usaha lainnnya 1.36 1.38 1.34 (4) (2)

∆bpsNo Sektor Ekonomi

2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

68

Page 71: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

63 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

1.5 Kualitas Kredit

Kredit bermasalah (NPL gross) pada

triwulan II-2016 belum menunjukkan

adanya perbaikan. Hal tersebut terlihat

dari meningkatnya NPL gross

dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu

dari 2,83% menjadi 3,05%. Kondisi NPL

tersebut merupakan kondisi yang

terburuk selama satu tahun terakhir

sebagai imbas dari belum adanya

peningkatan yang signifikan pada kondisi

ekonomi dunia usaha (Grafik B.1.5.1).

Grafik B.1.5.1Trend NPL

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Berdasarkan sektor ekonomi, sektor

perdagangan besar dan eceran

merupakan penyumbang NPL terbesar

(26,10%), diikuti oleh sektor industri

pengolahan, dan rumah tangga masing-

masing sebesar 22,55% dan 12,96%

(Tabel B.1.5.1 dan Grafik B.1.5.2).

Grafik B.1.5.2Tiga Sektor Penyumbang NPL

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan

Indonesia, Juni 2016

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

64 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.5.1 Rasio NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, terdapat penurunan rasio

NPL gross terutama pada sektor

perdagangan besar dan eceran, jasa

pendidikan, dan badan internasional,

meskipun masih terdapat beberapa

sektor yang mengalami pemburukan rasio

NPL, terutama pada sektor

pertambangan dan penggalian, serta

transportasi (Tabel B.1.5.1).

Apabila dilihat berdasarkan nominal kredit

bermasalah, hampir semua sektor

ekonomi mengalami peningkatan kredit

bermasalah (Tabel B.1.5.2).

2015Jun Mar Jun qtq yoy

1 Pertanian-Perburuan-hutan 2.07 1.98 1.94 (4) (13)2 Perikanan 3.63 3.26 3.21 (5) (43)3 Pertambangan dan Penggalian 3.38 4.23 6.28 205 2904 Industri Pengolahan 2.26 2.98 3.85 86 1595 Kredit Listrik, Gas dan Air 1.59 1.78 1.66 (12) 66 Kredit Konstruksi 5.43 4.61 4.55 (6) (88)7 Perdagangan besar dan eceran 3.72 4.24 4.05 (19) 338 Akomodasi dan PMM 2.09 2.83 3.03 20 939 Transportasi, Pergudangan & Komunikasi 3.46 4.39 5.45 107 199

10 Perantara Keuangan 0.68 0.72 0.86 14 1811 Real Estate, usaha persewaan, & Jasa Perusahaan 2.63 2.88 2.74 (14) 1112 Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jamsos 0.12 0.05 0.04 (2) (8)13 Jasa Pendidikan 1.32 1.99 1.79 (21) 4614 Jasa Kesehatan & Kesos 1.79 1.21 1.26 5 (53)15 Kemasyarakatan, Sosbud & lainnya 3.78 4.13 4.24 11 4616 Jasa Perorangan yang melayani RT 2.46 2.85 2.68 (17) 2117 Badan Internasional & lainnya 2.95 2.07 0.49 (158) (245)18 Kegiatan yang belum jelas 2.39 2.07 2.06 (1) (33)19 Rumah Tangga 1.75 1.72 1.75 2 (0)20 Bkn lapangan usaha lainnnya 1.36 1.38 1.34 (4) (2)

∆bpsNo Sektor Ekonomi

2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

69

Page 72: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

65 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.5.2 Jumlah NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: OJK

Peningkatan jumlah NPL terbesar

terdapat pada sektor industri pengolahan

dengan peningkatan nominal kredit

bermasalah mencapai Rp6,9 triliun yang

diikuti oleh sektor pertambangan dan

penggalian dengan peningkatan nominal

kredit bermasalah mencapai Rp2,4 triliun.

Sesuai dengan program Nawacita yang

ditetapkan oleh Pemerintah, terdapat lima

sektor kredit yang menjadi prioritas

Pemerintah, yaitu sektor pertanian,

perburuan, dan kehutanan; sektor industri

pengolahan; sektor perikanan; sektor

pertambangan dan penggalian; dan

sektor konstruksi.

Dari kelima sektor prioritas tersebut,

kredit sektor pertambangan dan

penggalian, dan sektor konstruksi

memiliki rasio NPL yang tertinggi masing-

masing sebesar 6,20% dan 4,55%.

Sedangkan, rasio NPL gross sektor

pertanian, perburuan, dan kehutanan

(1,94%) berada dibawah NPL gross

industri yaitu sebesar 3,05% (Grafik

B.1.5.3).

Grafik B.1.5.3 Perbandingan NPL Sektor Prioritas

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan

Indonesia, Juni 2016

NPL gross sektor pertambangan pada

triwulan II-2016 relatif cukup tinggi, yang

∆TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 qtq (%)

1 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 5.009 5.153 4,43 4,05 2,892 Perikanan 298 297 0,26 0,23 -0,323 Pertambangan dan Penggalian 5.104 7.534 4,51 5,93 47,624 Industri Pengolahan 21.756 28.679 19,24 22,55 31,825 Listrik, gas dan air 1.753 1.842 1,55 1,45 5,116 Konstruksi 7.851 8.765 6,94 6,89 11,657 Perdagangan Besar dan Eceran 33.075 33.192 29,25 26,10 0,358 Penyediaan akomodasi dan PMM 2.492 2.749 2,20 2,16 10,319 Transportasi, pergudangan, dan komunikasi 7.715 9.682 6,82 7,61 25,49

10 Perantara Keuangan 1.198 1.540 1,06 1,21 28,6011 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 5.309 5.437 4,70 4,28 2,4012 Adm. Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 7 5 0,01 0,00 -31,9313 Jasa Pendidikan 161 151 0,14 0,12 -6,7414 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 183 205 0,16 0,16 12,2515 Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan dan Perorangan 2.219 2.387 1,96 1,88 7,5716 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 74 71 0,07 0,06 -4,3417 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 2 1 0,00 0,00 -46,8918 Kegiatan yang belum jelas batasannya 232 248 0,21 0,19 6,6319 Rumah Tangga 15.907 16.482 14,07 12,96 3,6220 Bukan Lapangan Usaha Lainnya 2.732 2.736 2,42 2,15 0,15

Total Kredit Bermasalah 113.077 127.156 12,45

PorsiNo Sektor Ekonomi

Nominal NPL

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

66 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

bersumber dari peningkatan jumlah NPL

pada subsektor pertambangan dan jasa

pertambangan minyak dan gas bumi

sebesar Rp1 triliun. Kondisi tersebut

dipengaruhi oleh harga minyak yang

masih berada pada level yang relatif

rendah seiring permintaan yang masih

lemah26.

Rendahnya kualitas kredit pada sektor

prioritas perlu menjadi perhatian khusus,

mengingat perbaikan kualitas kredit akan

mempengaruhi kelancaran pencapaian

tujuan program pemerintah.

1.6 Kecukupan Pencadangan

Sebagai upaya antisipasi terhadap

kerugian yang disebabkan karena tidak

tertagihnya aset berkualitas rendah,

perbankan membentuk Cadangan

Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan

Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA).

Rasio CKPN terhadap total

kredit bermasalah pada triwulan II-2016

sebesar 52,94%, relatif stabil

dibandingkan triwulan sebelumnya (53%)

(Tabel B.1.6.1).

26 Bank Indonesia. Tinjauan Kebijakan Moneter

Juli 2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

70

Page 73: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

65 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.5.2 Jumlah NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: OJK

Peningkatan jumlah NPL terbesar

terdapat pada sektor industri pengolahan

dengan peningkatan nominal kredit

bermasalah mencapai Rp6,9 triliun yang

diikuti oleh sektor pertambangan dan

penggalian dengan peningkatan nominal

kredit bermasalah mencapai Rp2,4 triliun.

Sesuai dengan program Nawacita yang

ditetapkan oleh Pemerintah, terdapat lima

sektor kredit yang menjadi prioritas

Pemerintah, yaitu sektor pertanian,

perburuan, dan kehutanan; sektor industri

pengolahan; sektor perikanan; sektor

pertambangan dan penggalian; dan

sektor konstruksi.

Dari kelima sektor prioritas tersebut,

kredit sektor pertambangan dan

penggalian, dan sektor konstruksi

memiliki rasio NPL yang tertinggi masing-

masing sebesar 6,20% dan 4,55%.

Sedangkan, rasio NPL gross sektor

pertanian, perburuan, dan kehutanan

(1,94%) berada dibawah NPL gross

industri yaitu sebesar 3,05% (Grafik

B.1.5.3).

Grafik B.1.5.3 Perbandingan NPL Sektor Prioritas

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan

Indonesia, Juni 2016

NPL gross sektor pertambangan pada

triwulan II-2016 relatif cukup tinggi, yang

∆TW I '16 TW II '16 TW I '16 TW II '16 qtq (%)

1 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 5.009 5.153 4,43 4,05 2,892 Perikanan 298 297 0,26 0,23 -0,323 Pertambangan dan Penggalian 5.104 7.534 4,51 5,93 47,624 Industri Pengolahan 21.756 28.679 19,24 22,55 31,825 Listrik, gas dan air 1.753 1.842 1,55 1,45 5,116 Konstruksi 7.851 8.765 6,94 6,89 11,657 Perdagangan Besar dan Eceran 33.075 33.192 29,25 26,10 0,358 Penyediaan akomodasi dan PMM 2.492 2.749 2,20 2,16 10,319 Transportasi, pergudangan, dan komunikasi 7.715 9.682 6,82 7,61 25,49

10 Perantara Keuangan 1.198 1.540 1,06 1,21 28,6011 Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 5.309 5.437 4,70 4,28 2,4012 Adm. Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 7 5 0,01 0,00 -31,9313 Jasa Pendidikan 161 151 0,14 0,12 -6,7414 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 183 205 0,16 0,16 12,2515 Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan dan Perorangan 2.219 2.387 1,96 1,88 7,5716 Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 74 71 0,07 0,06 -4,3417 Badan Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya 2 1 0,00 0,00 -46,8918 Kegiatan yang belum jelas batasannya 232 248 0,21 0,19 6,6319 Rumah Tangga 15.907 16.482 14,07 12,96 3,6220 Bukan Lapangan Usaha Lainnya 2.732 2.736 2,42 2,15 0,15

Total Kredit Bermasalah 113.077 127.156 12,45

PorsiNo Sektor Ekonomi

Nominal NPL

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

66 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

bersumber dari peningkatan jumlah NPL

pada subsektor pertambangan dan jasa

pertambangan minyak dan gas bumi

sebesar Rp1 triliun. Kondisi tersebut

dipengaruhi oleh harga minyak yang

masih berada pada level yang relatif

rendah seiring permintaan yang masih

lemah26.

Rendahnya kualitas kredit pada sektor

prioritas perlu menjadi perhatian khusus,

mengingat perbaikan kualitas kredit akan

mempengaruhi kelancaran pencapaian

tujuan program pemerintah.

1.6 Kecukupan Pencadangan

Sebagai upaya antisipasi terhadap

kerugian yang disebabkan karena tidak

tertagihnya aset berkualitas rendah,

perbankan membentuk Cadangan

Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan

Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA).

Rasio CKPN terhadap total

kredit bermasalah pada triwulan II-2016

sebesar 52,94%, relatif stabil

dibandingkan triwulan sebelumnya (53%)

(Tabel B.1.6.1).

26 Bank Indonesia. Tinjauan Kebijakan Moneter

Juli 2016

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

71

Page 74: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

67 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.6.1 Kecukupan Pencadangan

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

2. Risiko Pasar27

Kondisi risiko pasar pada BUK di triwulan

II-2016 tidak menunjukkan perubahan

signifikan dari triwulan sebelumnya. Hal

tersebut tercermin dari pergerakan nilai

tukar rupiah pada akhir triwulan II-2016

relatif sama dengan kondisi pada awal

triwulan II-2016, meskipun pada

pertengahan triwulan II sempat

mengalami fluktuasi (Grafik B.2.1).

27 Komponen risiko pasar dibedakan menjadi 3,

yakni: risiko harga, risiko nilai tukar, dan risiko suku bunga. Risiko harga terkait dengan potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai dampak dari penurunan harga asset sementara risiko nilai tukar terkait dengan potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai dampak dari perubahan nilai tukar terhadap posisi portofolio valas yang dimiliki. Selanjutnya, risiko suku bunga adalah potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai dampak perubahan suku bunga.

Grafik B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR Selama

Triwulan II-2016

Sumber: Reuters

Nilai tukar rupiah sempat mengalami

depresiasi pada Mei 2016 yang mencapai

titik tertinggi sebesar Rp13.690/USD.

Kondisi tersebut disebabkan oleh

meningkatnya risiko pasar keuangan

global terkait rencana penyesuaian Fed

Fund Rate (FFR).

Pada awal Juni 2016, rupiah kembali

menguat dengan posisi rupiah pada akhir

Juni 2016 berada pada posisi

Rp13.213/USD. Dari sisi domestik,

penguatan rupiah didukung oleh persepsi

positif investor terhadap prospek

perekonomian domestik sejalan dengan

terjaganya stabilitas makroekonomi di

1Seluruh CKPN dan PPA yang telah dibentuk terhadap aset

dan TRA dengan kualitas rendah (%)27.90 28.75

2Seluruh CKPN Ddan PPA yang telah dibentuk terhadap AP

Neraca, AP TRA dan ANP dengan kualitas rendah (%)34.02 35.79

3CKPN dan PPA yang telah dibentuk untuk aset dan TRA

bermasalah terhadap aset dan TRA non performing (%)52.10 51.95

4CKPN atas kredit bermasalah terhadap kredit

bermasalah (%)53.00 52.94

Kecukupan Pencadangan TW I '16 TW II '16

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

68 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

samping implementasi UU Pengampunan

Pajak. Dari sisi eskternal, penguatan

rupiah didorong oleh meredanya risiko di

pasar keuangan global terkait dengan

terbatasnya dampak Brexit dan perkiraan

penundaan kenaikan FFR oleh The Fed.

Membaiknya kondisi domestik dan

eksternal tersebut turut mendorong

berlanjutnya aliran dana masuk (inflow)

ke pasar keuangan domestik, yang

selanjutnya mendorong penguatan

rupiah28.

Tabel B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR

qtq yoyUSD/IDR 13,333 13,260 13,213 -0.35% -0.90%

∆TW II-2015 TW I-2016 TW II-2016

Sumber: Reuters

Untuk memitigasi eksposur risiko pasar

yang dihadapi bank akibat pelemahan

rupiah, bank menjaga rasio Posisi Devisa

Netto (PDN)29 tetap rendah sebesar

1,09% atau jauh dibawah threshold 20%.

28 Bank Indonesia, Laporan Kebijakan Moneter

Triwulan II 2016.

29 PDN dapat dibedakan menjadi 2, Long dan Short. Posisi long terjadi apabila nilai aktiva valas lebih besar dari passiva valas sementara Posisi short berarti aktiva valas lebih kecil dari passiva valas. Posisi long akan diuntungkan saat nilai tukar rupiah melemah (terdepresiasi) sementara posisi short akan diuntungkan saat nilai tukar rupiah menguat (apresiasi).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

72

Page 75: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

67 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.1.6.1 Kecukupan Pencadangan

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

2. Risiko Pasar27

Kondisi risiko pasar pada BUK di triwulan

II-2016 tidak menunjukkan perubahan

signifikan dari triwulan sebelumnya. Hal

tersebut tercermin dari pergerakan nilai

tukar rupiah pada akhir triwulan II-2016

relatif sama dengan kondisi pada awal

triwulan II-2016, meskipun pada

pertengahan triwulan II sempat

mengalami fluktuasi (Grafik B.2.1).

27 Komponen risiko pasar dibedakan menjadi 3,

yakni: risiko harga, risiko nilai tukar, dan risiko suku bunga. Risiko harga terkait dengan potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai dampak dari penurunan harga asset sementara risiko nilai tukar terkait dengan potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai dampak dari perubahan nilai tukar terhadap posisi portofolio valas yang dimiliki. Selanjutnya, risiko suku bunga adalah potensi kerugian yang mungkin terjadi sebagai dampak perubahan suku bunga.

Grafik B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR Selama

Triwulan II-2016

Sumber: Reuters

Nilai tukar rupiah sempat mengalami

depresiasi pada Mei 2016 yang mencapai

titik tertinggi sebesar Rp13.690/USD.

Kondisi tersebut disebabkan oleh

meningkatnya risiko pasar keuangan

global terkait rencana penyesuaian Fed

Fund Rate (FFR).

Pada awal Juni 2016, rupiah kembali

menguat dengan posisi rupiah pada akhir

Juni 2016 berada pada posisi

Rp13.213/USD. Dari sisi domestik,

penguatan rupiah didukung oleh persepsi

positif investor terhadap prospek

perekonomian domestik sejalan dengan

terjaganya stabilitas makroekonomi di

1Seluruh CKPN dan PPA yang telah dibentuk terhadap aset

dan TRA dengan kualitas rendah (%)27.90 28.75

2Seluruh CKPN Ddan PPA yang telah dibentuk terhadap AP

Neraca, AP TRA dan ANP dengan kualitas rendah (%)34.02 35.79

3CKPN dan PPA yang telah dibentuk untuk aset dan TRA

bermasalah terhadap aset dan TRA non performing (%)52.10 51.95

4CKPN atas kredit bermasalah terhadap kredit

bermasalah (%)53.00 52.94

Kecukupan Pencadangan TW I '16 TW II '16

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

68 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

samping implementasi UU Pengampunan

Pajak. Dari sisi eskternal, penguatan

rupiah didorong oleh meredanya risiko di

pasar keuangan global terkait dengan

terbatasnya dampak Brexit dan perkiraan

penundaan kenaikan FFR oleh The Fed.

Membaiknya kondisi domestik dan

eksternal tersebut turut mendorong

berlanjutnya aliran dana masuk (inflow)

ke pasar keuangan domestik, yang

selanjutnya mendorong penguatan

rupiah28.

Tabel B.2.1 Perkembangan Nilai Tukar USD/IDR

qtq yoyUSD/IDR 13,333 13,260 13,213 -0.35% -0.90%

∆TW II-2015 TW I-2016 TW II-2016

Sumber: Reuters

Untuk memitigasi eksposur risiko pasar

yang dihadapi bank akibat pelemahan

rupiah, bank menjaga rasio Posisi Devisa

Netto (PDN)29 tetap rendah sebesar

1,09% atau jauh dibawah threshold 20%.

28 Bank Indonesia, Laporan Kebijakan Moneter

Triwulan II 2016.

29 PDN dapat dibedakan menjadi 2, Long dan Short. Posisi long terjadi apabila nilai aktiva valas lebih besar dari passiva valas sementara Posisi short berarti aktiva valas lebih kecil dari passiva valas. Posisi long akan diuntungkan saat nilai tukar rupiah melemah (terdepresiasi) sementara posisi short akan diuntungkan saat nilai tukar rupiah menguat (apresiasi).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

73

Page 76: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

69 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

2.1 Risiko Harga

Rata-rata pangsa rasio Signifikansi Asset

Trading, Derivative, dan Fair Value Option

(FVO)30 pada triwulan II-2016 adalah

sebesar 1,71% dari total aset atau

menurun 12 bps dibandingkan rata-rata

pangsa pada triwulan sebelumnya

sebesar 1,83%. Hal tersebut disebabkan

menurunnya Signifikansi Asset Trading

pada triwulan II-2016 menjadi 1,09% dari

triwulan sebelumnya sebesar 1,19%.

Penurunan tersebut terutama bersumber

dari kelompok bank Campuran yang

menurun 82 bps (dari 2,27% menjadi

1,45%).

Sementara itu, rasio Signifikansi

Kewajiban Trading, Derivative dan FVO

mengalami sedikit peningkatan pada

triwulan II-2016, yaitu dari 2,84% menjadi

2,87%. Peningkatan tersebut terutama

bersumber dari kenaikan rasio

Signifikansi Kewajiban Trading dari 0,21%

menjadi 0,28% pada triwulan II-2016.

Masih tergolong rendahnya rasio

Signifikansi Aset Trading, Derivative dan

FVO dan rasio Signifikansi Kewajiban

Trading, Derivative dan FVO 30 Fair Value Option (FVO) merupakan instrumen

keuangan yang ditetapkan untuk diukur pada nilai wajar. Sesuai standar akuntansi yang berlaku, kategori FVO digunakan untuk menampung posisi instrumen keuangan yang pada saat pengakuan awal telah ditetapkan oleh bank untuk diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi. Bank dapat mengkategorikan instrumen keuangan sebagai FVO hanya apabila instrumen keuangan memiliki satu atau lebih derivatif melekat (embedded derivative) atau ketika melakukannya akan menghasilkan informasi yang lebih relevan (Handbook Penilaian Risiko Pasar, dalam lampiran SE BI No.13/36/INTERN/2011).

menyebabkan risiko harga pada

perbankan menjadi tidak terlalu signifikan

(Tabel B.2.1.1).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

70 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.2.1.1

Komponen Asset Trading Triwulan II-2016

TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16

Volume Risiko Harga

1. Signifikansi Aset Trading, Derivatif, Fair Value Option (FVO) (%) 0.43 0.50 0.52 0.70 0.51 0.65 0.21 0.17

2. Signifikansi Aset Trading (%) 0.25 0.30 0.42 0.49 0.44 0.48 0.17 0.14

3. Signifikansi Tagihan Spot dan Derivatif (%) 0.00 0.00 0.01 0.01 0.02 0.02 0.00 0.00

4. Signifikansi Aset FVO (%) 0.06 0.03 0.00 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01

5. Signifikansi Kewajiban Trading, Derivatif, FVO (%) 1.07 0.80 0.31 0.53 0.14 0.17 1.45 1.55

6. Signifikansi Kewajiban Trading (%) 0.00 0.02 0.36 0.06 0.01 0.05 0.04 0.00

7. Signifikansi Kewajiban Derivatif (%) 0.00 0.00 0.01 0.00 0.01 0.01 0.00 0.00

8. Signifikansi Kewajiban FVO (%) 1.05 0.70 0.00 0.11 0.04 0.09 1.25 1.14

BUSNDNama Komponen

BPD BUMN BUSD

TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16

Volume Risiko Harga

1. Signifikansi Aset Trading, Derivatif, Fair Value Option (FVO) (%) 2.27 1.45 6.07 6.82 1.83 1.71

2. Signifikansi Aset Trading (%) 1.53 0.95 1.83 2.89 1.19 1.09

3. Signifikansi Tagihan Spot dan Derivatif (%) 0.27 0.24 1.23 1.07 0.37 0.34

4. Signifikansi Aset FVO (%) 0.00 0.00 0.75 0.72 0.27 0.28

5. Signifikansi Kewajiban Trading, Derivatif, FVO (%) 0.68 0.96 1.32 1.22 2.84 2.87

6. Signifikansi Kewajiban Trading (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.21 0.28

7. Signifikansi Kewajiban Derivatif (%) 0.60 0.54 1.32 1.22 0.38 0.33

8. Signifikansi Kewajiban FVO (%) 1.31 1.32 0.00 0.00 2.25 2.27

Nama KomponenCampuran KCBA Industri

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

2.2 Risiko Nilai Tukar

Risiko nilai tukar berasal dari pergerakan

nilai tukar aset dan kewajiban perbankan

dalam bentuk valuta asing. Risiko nilai

tukar pada triwulan II-2016 mengalami

penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya, tercermin dari menurunnya

rasio PDN yaitu dari 1,42% menjadi

1,09% (Tabel B.2.2.1).

Penurunan juga terjadi pada rasio PDN

valuta utama (USD), yaitu dari 0,82%

menjadi 0,50%. Rasio PDN tersebut

tergolong rendah karena jauh dibawah

threshold 20% dan mengindikasikan

bahwa pelaku pasar cenderung

mempertahankan posisinya ke arah

square31 dalam rangka memitigasi risiko

nilai tukar.

31 Kondisi square pada PDN merupakan kondisi

dimana valas yang berada di aktiva sama dengan valas yang berada di pasiva pada neraca, atau dengan kata lain valas yang berada pada tagihan dan kewajiban sama dengan valas yang berada pada rekening administratif.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

74

Page 77: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

69 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

2.1 Risiko Harga

Rata-rata pangsa rasio Signifikansi Asset

Trading, Derivative, dan Fair Value Option

(FVO)30 pada triwulan II-2016 adalah

sebesar 1,71% dari total aset atau

menurun 12 bps dibandingkan rata-rata

pangsa pada triwulan sebelumnya

sebesar 1,83%. Hal tersebut disebabkan

menurunnya Signifikansi Asset Trading

pada triwulan II-2016 menjadi 1,09% dari

triwulan sebelumnya sebesar 1,19%.

Penurunan tersebut terutama bersumber

dari kelompok bank Campuran yang

menurun 82 bps (dari 2,27% menjadi

1,45%).

Sementara itu, rasio Signifikansi

Kewajiban Trading, Derivative dan FVO

mengalami sedikit peningkatan pada

triwulan II-2016, yaitu dari 2,84% menjadi

2,87%. Peningkatan tersebut terutama

bersumber dari kenaikan rasio

Signifikansi Kewajiban Trading dari 0,21%

menjadi 0,28% pada triwulan II-2016.

Masih tergolong rendahnya rasio

Signifikansi Aset Trading, Derivative dan

FVO dan rasio Signifikansi Kewajiban

Trading, Derivative dan FVO 30 Fair Value Option (FVO) merupakan instrumen

keuangan yang ditetapkan untuk diukur pada nilai wajar. Sesuai standar akuntansi yang berlaku, kategori FVO digunakan untuk menampung posisi instrumen keuangan yang pada saat pengakuan awal telah ditetapkan oleh bank untuk diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi. Bank dapat mengkategorikan instrumen keuangan sebagai FVO hanya apabila instrumen keuangan memiliki satu atau lebih derivatif melekat (embedded derivative) atau ketika melakukannya akan menghasilkan informasi yang lebih relevan (Handbook Penilaian Risiko Pasar, dalam lampiran SE BI No.13/36/INTERN/2011).

menyebabkan risiko harga pada

perbankan menjadi tidak terlalu signifikan

(Tabel B.2.1.1).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

70 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.2.1.1

Komponen Asset Trading Triwulan II-2016

TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16

Volume Risiko Harga

1. Signifikansi Aset Trading, Derivatif, Fair Value Option (FVO) (%) 0.43 0.50 0.52 0.70 0.51 0.65 0.21 0.17

2. Signifikansi Aset Trading (%) 0.25 0.30 0.42 0.49 0.44 0.48 0.17 0.14

3. Signifikansi Tagihan Spot dan Derivatif (%) 0.00 0.00 0.01 0.01 0.02 0.02 0.00 0.00

4. Signifikansi Aset FVO (%) 0.06 0.03 0.00 0.00 0.01 0.01 0.02 0.01

5. Signifikansi Kewajiban Trading, Derivatif, FVO (%) 1.07 0.80 0.31 0.53 0.14 0.17 1.45 1.55

6. Signifikansi Kewajiban Trading (%) 0.00 0.02 0.36 0.06 0.01 0.05 0.04 0.00

7. Signifikansi Kewajiban Derivatif (%) 0.00 0.00 0.01 0.00 0.01 0.01 0.00 0.00

8. Signifikansi Kewajiban FVO (%) 1.05 0.70 0.00 0.11 0.04 0.09 1.25 1.14

BUSNDNama Komponen

BPD BUMN BUSD

TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16 TW-I '16 TW-II '16

Volume Risiko Harga

1. Signifikansi Aset Trading, Derivatif, Fair Value Option (FVO) (%) 2.27 1.45 6.07 6.82 1.83 1.71

2. Signifikansi Aset Trading (%) 1.53 0.95 1.83 2.89 1.19 1.09

3. Signifikansi Tagihan Spot dan Derivatif (%) 0.27 0.24 1.23 1.07 0.37 0.34

4. Signifikansi Aset FVO (%) 0.00 0.00 0.75 0.72 0.27 0.28

5. Signifikansi Kewajiban Trading, Derivatif, FVO (%) 0.68 0.96 1.32 1.22 2.84 2.87

6. Signifikansi Kewajiban Trading (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.21 0.28

7. Signifikansi Kewajiban Derivatif (%) 0.60 0.54 1.32 1.22 0.38 0.33

8. Signifikansi Kewajiban FVO (%) 1.31 1.32 0.00 0.00 2.25 2.27

Nama KomponenCampuran KCBA Industri

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

2.2 Risiko Nilai Tukar

Risiko nilai tukar berasal dari pergerakan

nilai tukar aset dan kewajiban perbankan

dalam bentuk valuta asing. Risiko nilai

tukar pada triwulan II-2016 mengalami

penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya, tercermin dari menurunnya

rasio PDN yaitu dari 1,42% menjadi

1,09% (Tabel B.2.2.1).

Penurunan juga terjadi pada rasio PDN

valuta utama (USD), yaitu dari 0,82%

menjadi 0,50%. Rasio PDN tersebut

tergolong rendah karena jauh dibawah

threshold 20% dan mengindikasikan

bahwa pelaku pasar cenderung

mempertahankan posisinya ke arah

square31 dalam rangka memitigasi risiko

nilai tukar.

31 Kondisi square pada PDN merupakan kondisi

dimana valas yang berada di aktiva sama dengan valas yang berada di pasiva pada neraca, atau dengan kata lain valas yang berada pada tagihan dan kewajiban sama dengan valas yang berada pada rekening administratif.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

75

Page 78: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

71 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.2.2.1 Perkembangan Rasio PDN

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

1. Rasio PDN (%) 0.17 0.13 1.76 1.66 0.43 0.35 0.00 0.00

2. Rasio PDN Valuta Utama (USD) (%) 0.17 0.09 0.77 0.21 0.33 0.26 0.00 0.00

BUSNDNama Komponen

BPD BUMN BUSD

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

1. Rasio PDN (%) 0.56 1.36 1.39 1.05 1.42 1.09

2. Rasio PDN Valuta Utama (USD) (%) 0.28 1.10 1.21 0.54 0.82 0.50

Nama KomponenCampuran KCBA Industri

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

Berdasarkan kelompok kepemilikan bank,

penurunan rasio PDN terbesar berasal

dari kelompok bank KCBA (34 bps) yaitu

dari 1,39% menjadi 1,05% pada triwulan

II-2016. Sedangkan untuk penurunan

rasio PDN valuta utama (USD) terbesar

terjadi pada kelompok bank KCBA (67

bps) yaitu dari 1,21% menjadi 0,54%.

Penurunan tersebut terjadi karena

penyaluran dan sumber dana pada

kelompok KCBA masih didominasi dalam

bentuk valas, sejalan dengan

membaiknya nilai tukar rupiah pada akhir

triwulan II-2016.

2.3 Risiko Suku Bunga

Risiko suku bunga adalah risiko kerugian

pada posisi keuangan (neraca dan

rekening administratif) sebagai akibat dari

perubahan suku bunga. Risiko suku

bunga dapat dinilai berdasarkan banking

book dan maturity profile.

Risiko suku bunga pada banking book

bersifat jangka pendek melalui dampak

pada rentabilitas, maupun jangka panjang

melalui dampak pada nilai ekonomis dari

ekuitas bank.

Pada triwulan II-2016, rasio Signifikansi

Aset Suku Bunga Tetap (fixed interest

rate) mengalami peningkatan dari triwulan

sebelumnya (dari 15,95% menjadi

16,12%). Peningkatan terbesar terdapat

pada kelompok BUSD, yaitu dari 8,82%

menjadi 12,20%. Selain itu, rasio

Komposisi Aset Dengan Nature Interest

Risk Rate (IRR)32 Yang Tinggi, secara

industri juga meningkat dari 7,02%

menjadi 7,11% (Tabel B.2.3.1).

Peningkatan kedua komponen tersebut,

terjadi seiring dengan relatif banyaknya

penempatan dana pada aset bank yang

memiliki suku bunga tetap, serta untuk

menjaga likuiditas bank dalam jangka

panjang.

Di sisi pasiva, Signifikansi Kewajiban

Suku Bunga Tetap juga meningkat

32 IRR adalah Interest Risk Rate on banking book

atau risiko suku bunga pada aset di banking book. Parameter ini menilai perbandingan antara aset keuangan pada banking book yang memiliki eksposur suku bunga yang tinggi.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

72 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

dibandingkan triwulan sebelumnya (dari

1,60% menjadi 1,76%).

Hal tersebut menunjukkan terdapat

mismatch antara pendanaan dan

penyaluran dana ber-suku bunga tetap,

yang tercermin dari lebih tingginya rasio

Signifikansi Aset Suku Bunga Tetap

industri (16,12%) dibandingkan dengan

rasio Signifikansi Kewajiban Suku Bunga

Tetap (1,76%). Gap terbesar terutama

terjadi pada kelompok bank BPD,

mengingat dominasi jenis penggunaan

kredit konsumsi pada kelompok BPD.

Pada triwulan II-2016, rasio Natural

Hedging Terhadap Perubahan Suku

Bunga berada di atas 100%. Kondisi

tersebut menunjukan bank telah

melakukan antara lain pengelolaan risiko

suku bunga atas aset dan kewajiban

secara optimal.

Tabel B.2.3.1 Komponen Suku Bunga Berdasarkan Industri dan Kelompok Bank

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

Risiko Suku Bunga pada Banking Book

1. Signifikansi aset suku bunga tetap (%) 46.32 46.26 8.29 10.08 8.82 12.20 7.57 8.85

2. Natural hedging terhadap perubahan suku bunga (%) 218.32 193.52 266.80 221.18 332.44 212.18 133.33 68.42

3. Signifikansi kewajiban dengan suku bunga tetap (%) 0.31 0.21 4.98 4.26 0.06 0.03 0.00 0.00

4. Komposisi Aset dengan Nature IRR yang tinggi (%) 30.80 30.18 5.11 5.76 3.23 3.41 3.59 3.22

Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

Risiko Suku Bunga pada Banking Book

1. Signifikansi aset suku bunga tetap (%) 3.09 5.00 2.45 2.37 15.95 16.12

2. Natural hedging terhadap perubahan suku bunga (%) 287.98 226.02 339.13 423.91 122.84 124.28

3. Signifikansi kewajiban dengan suku bunga tetap (%) 0.79 0.78 0.00 0.00 1.60 1.76

4. Komposisi Aset dengan Nature IRR yang tinggi (%) 0.83 0.42 0.41 0.23 7.02 7.11

Nama KomponenCampuran KCBA Industri

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

Risiko suku bunga juga dapat timbul dari

perubahan suku bunga di pasar yang

selanjutnya mempengaruhi jumlah aset

dan kewajiban33. Aset dan kewajiban

bank tersebut terbagi dalam waktu

tertentu (maturity bucket). Setiap

perbedaan maturity bucket pada aset dan

33 Pada umumnya jumlah aset dan kewajiban

neraca bank selalu berlawanan (mismatch).

kewajiban mengakibatkan terjadinya

mismatch yang dibagi menjadi dua posisi

yaitu short dan long34.

34 Posisi short terjadi apabila jumlah kewajiban

lebih besar daripada aset yang dimiliki bank. Sementara posisi long terjadi apabila jumlah aset lebih besar daripada kewajiban yang dimiliki bank.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

76

Page 79: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

71 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.2.2.1 Perkembangan Rasio PDN

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

1. Rasio PDN (%) 0.17 0.13 1.76 1.66 0.43 0.35 0.00 0.00

2. Rasio PDN Valuta Utama (USD) (%) 0.17 0.09 0.77 0.21 0.33 0.26 0.00 0.00

BUSNDNama Komponen

BPD BUMN BUSD

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

1. Rasio PDN (%) 0.56 1.36 1.39 1.05 1.42 1.09

2. Rasio PDN Valuta Utama (USD) (%) 0.28 1.10 1.21 0.54 0.82 0.50

Nama KomponenCampuran KCBA Industri

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

Berdasarkan kelompok kepemilikan bank,

penurunan rasio PDN terbesar berasal

dari kelompok bank KCBA (34 bps) yaitu

dari 1,39% menjadi 1,05% pada triwulan

II-2016. Sedangkan untuk penurunan

rasio PDN valuta utama (USD) terbesar

terjadi pada kelompok bank KCBA (67

bps) yaitu dari 1,21% menjadi 0,54%.

Penurunan tersebut terjadi karena

penyaluran dan sumber dana pada

kelompok KCBA masih didominasi dalam

bentuk valas, sejalan dengan

membaiknya nilai tukar rupiah pada akhir

triwulan II-2016.

2.3 Risiko Suku Bunga

Risiko suku bunga adalah risiko kerugian

pada posisi keuangan (neraca dan

rekening administratif) sebagai akibat dari

perubahan suku bunga. Risiko suku

bunga dapat dinilai berdasarkan banking

book dan maturity profile.

Risiko suku bunga pada banking book

bersifat jangka pendek melalui dampak

pada rentabilitas, maupun jangka panjang

melalui dampak pada nilai ekonomis dari

ekuitas bank.

Pada triwulan II-2016, rasio Signifikansi

Aset Suku Bunga Tetap (fixed interest

rate) mengalami peningkatan dari triwulan

sebelumnya (dari 15,95% menjadi

16,12%). Peningkatan terbesar terdapat

pada kelompok BUSD, yaitu dari 8,82%

menjadi 12,20%. Selain itu, rasio

Komposisi Aset Dengan Nature Interest

Risk Rate (IRR)32 Yang Tinggi, secara

industri juga meningkat dari 7,02%

menjadi 7,11% (Tabel B.2.3.1).

Peningkatan kedua komponen tersebut,

terjadi seiring dengan relatif banyaknya

penempatan dana pada aset bank yang

memiliki suku bunga tetap, serta untuk

menjaga likuiditas bank dalam jangka

panjang.

Di sisi pasiva, Signifikansi Kewajiban

Suku Bunga Tetap juga meningkat

32 IRR adalah Interest Risk Rate on banking book

atau risiko suku bunga pada aset di banking book. Parameter ini menilai perbandingan antara aset keuangan pada banking book yang memiliki eksposur suku bunga yang tinggi.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

72 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

dibandingkan triwulan sebelumnya (dari

1,60% menjadi 1,76%).

Hal tersebut menunjukkan terdapat

mismatch antara pendanaan dan

penyaluran dana ber-suku bunga tetap,

yang tercermin dari lebih tingginya rasio

Signifikansi Aset Suku Bunga Tetap

industri (16,12%) dibandingkan dengan

rasio Signifikansi Kewajiban Suku Bunga

Tetap (1,76%). Gap terbesar terutama

terjadi pada kelompok bank BPD,

mengingat dominasi jenis penggunaan

kredit konsumsi pada kelompok BPD.

Pada triwulan II-2016, rasio Natural

Hedging Terhadap Perubahan Suku

Bunga berada di atas 100%. Kondisi

tersebut menunjukan bank telah

melakukan antara lain pengelolaan risiko

suku bunga atas aset dan kewajiban

secara optimal.

Tabel B.2.3.1 Komponen Suku Bunga Berdasarkan Industri dan Kelompok Bank

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

Risiko Suku Bunga pada Banking Book

1. Signifikansi aset suku bunga tetap (%) 46.32 46.26 8.29 10.08 8.82 12.20 7.57 8.85

2. Natural hedging terhadap perubahan suku bunga (%) 218.32 193.52 266.80 221.18 332.44 212.18 133.33 68.42

3. Signifikansi kewajiban dengan suku bunga tetap (%) 0.31 0.21 4.98 4.26 0.06 0.03 0.00 0.00

4. Komposisi Aset dengan Nature IRR yang tinggi (%) 30.80 30.18 5.11 5.76 3.23 3.41 3.59 3.22

Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

Risiko Suku Bunga pada Banking Book

1. Signifikansi aset suku bunga tetap (%) 3.09 5.00 2.45 2.37 15.95 16.12

2. Natural hedging terhadap perubahan suku bunga (%) 287.98 226.02 339.13 423.91 122.84 124.28

3. Signifikansi kewajiban dengan suku bunga tetap (%) 0.79 0.78 0.00 0.00 1.60 1.76

4. Komposisi Aset dengan Nature IRR yang tinggi (%) 0.83 0.42 0.41 0.23 7.02 7.11

Nama KomponenCampuran KCBA Industri

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

Risiko suku bunga juga dapat timbul dari

perubahan suku bunga di pasar yang

selanjutnya mempengaruhi jumlah aset

dan kewajiban33. Aset dan kewajiban

bank tersebut terbagi dalam waktu

tertentu (maturity bucket). Setiap

perbedaan maturity bucket pada aset dan

33 Pada umumnya jumlah aset dan kewajiban

neraca bank selalu berlawanan (mismatch).

kewajiban mengakibatkan terjadinya

mismatch yang dibagi menjadi dua posisi

yaitu short dan long34.

34 Posisi short terjadi apabila jumlah kewajiban

lebih besar daripada aset yang dimiliki bank. Sementara posisi long terjadi apabila jumlah aset lebih besar daripada kewajiban yang dimiliki bank.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

77

Page 80: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

73 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.2.3.2

Maturity Profile (Rp dan Valas)

Sumber: diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016 Ket: angka merah menunjukkan posisi short dan angka hitam menunjukkan posisi long

Pada triwulan II-2016, maturity profile

dalam rupiah secara industri berada pada

posisi short yaitu sebesar Rp707 triliun.

Sedangkan maturity profile dalam valas

berada pada posisi long, yaitu sebesar

Rp9 triliun (Tabel B.2.3.2).

Sementara itu, untuk maturity profile

dalam rupiah berdasarkan kepemilikan

bank, kelompok KCBA dan Campuran

berada pada posisi long. Sedangkan

untuk maturity profile dalam valas,

kelompok BUMN, Campuran, dan

BUSND berada pada posisi short.

Posisi short pada mata uang rupiah

terjadi apabila sebagian besar kewajiban

DPK jatuh tempo dalam waktu jangka

pendek (kurang dari 3 bulan).

Sedangkan, posisi long pada mata uang

rupiah terjadi apabila sebagian besar aset

dalam bentuk kredit jatuh tempo dalam

waktu jangka panjang (di atas 3 bulan).

2.4 Komposisi Derivatif

Transaksi derivatif yang dilakukan

perbankan pada umumnya didominasi

oleh transaksi forward dan transaksi

swap35. Transaksi swap dilakukan

terutama untuk kebutuhan hedging. Bila

dibandingkan dengan triwulan I-2016,

komposisi transaksi valas di perbankan

Indonesia pada triwulan II-2016 relatif

sama kecuali pada komposisi transaksi

spot dan swap.

Transaksi spot dan swap, menurun dari

triwulan sebelumnya yaitu masing-masing

dari 7,76% menjadi 5,74% dan dari

86,33% menjadi 85,16%. Penurunan

transaksi spot dan swap tersebut

disebabkan pengalihan ke transaksi

forward dan future, tercermin dari

peningkatan masing-masing transaksi

tersebut yaitu dari 13,10% menjadi

13,99% dan dari 0,34% menjadi 0,72%

(Tabel B.2.4.1).

35 Transaksi forward adalah transaksi jual/beli

antara valuta asing terhadap rupiah dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. Transaksi swap adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap rupiah melalui pembelian/penjualan tunai (spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan, dengan counterpart yang sama dan pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan (PBI No. 14/ 5 /PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia).

<1 Bulan 1-3 Bulan 3-6 Bulan 6-12 Bulan TotalIndustri (1,102.27) (186.89) 162.20 419.00 (707.96)BUMN (661.86) (105.23) 59.44 190.43 (517.22)BUSD (279.91) (40.83) 97.94 202.74 (20.06)BUSND (48.19) (24.18) (0.71) 11.56 (61.51)BPD (94.09) (15.12) (8.59) (12.00) (129.80)KCBA (24.84) 4.30 10.52 17.67 7.64Campuran 6.62 (5.82) 3.59 8.60 12.99

Rupiah<1 Bulan 1-3 Bulan 3-6 Bulan 6-12 Bulan Total

Industri 3.70 2.10 0.95 2.61 9.36BUMN (4.63) (0.34) (1.03) 0.65 (5.35)BUSD (0.45) (0.60) 1.52 1.38 1.85BUSND 0.03 (0.10) (0.00) 0.00 (0.07)BPD 8.02 2.925 0.01 (0.00974) 10.94KCBA 0.87 0.22 0.53 0.89 2.51Campuran (0.13) (0.00) (0.09) (0.30) (0.52)

Valas

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

74 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.2.4.1 Komponen Risiko Pasar – Komposisi Derivatif Per Kelompok Bank

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

4. Komposisi derivatif

4.1 Forward Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 7.68 8.19 6.44 4.40 0.00 0.00

4.2 Future Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.02 0.00 0.00

4.3 Swap Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 92.32 89.29 6.18 11.92 0.00 0.00

4.4 Option Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00

4.5 Spot Terhadap Total Derivatif (%) 0.13 0.01 5.36 10.06 16.54 8.37 0.00 0.00

Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

4. Komposisi derivatif

4.1 Forward Terhadap Total derivatif (%) 7.03 9.32 6.49 8.67 13.10 13.99

4.2 Future Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.34 0.72

4.3 Swap Terhadap Total derivatif (%) 91.06 88.22 84.71 82.90 86.33 85.16

4.4 Option Terhadap Total derivatif (%) 0.01 0.01 0.00 0.00 0.24 0.12

4.5 Spot Terhadap Total Derivatif (%) 16.01 14.97 9.18 6.95 7.76 5.74

Nama KomponenCampuran KCBA Industri

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

Dari kondisi diatas dapat disimpulkan

bahwa risiko nilai tukar bagi perbankan

pada triwulan II-2016 relatif rendah yang

tercermin dari (i) nilai transaksi derivatif

yang relatif kecil, (ii) PDN yang relatif

rendah dan ditempatkan pada mata uang

utama (USD), dan (iii) transaksi derivatif

yang sebagian besar dalam bentuk swap.

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa

transaksi perbankan lebih didominasi oleh

adanya permintaan nasabah daripada

untuk keperluan spekulatif. Hal tersebut

dilakukan dengan tujuan antara lain untuk

hedging atas permintaan nasabah,

pembayaran utang luar negeri,

pembayaran barang atas aktivitas

ekspor/impor dari nasabah, dan repatriasi

hasil penjualan SUN dan saham oleh

investor asing.

3 Risiko Likuiditas

3.1 Likuiditas Di Sisi Aset

Pada triwulan II-2016 rasio Aset Likuid36

terhadap Total Aset dan rasio Aset Likuid

terhadap Pendanaan Jangka Pendek

sedikit menurun dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yaitu masing-masing

dari 17,97% menjadi 17,72% dan dari

24,54% menjadi 24,39%.

36 Setiap bank harus memelihara sejumlah aset

likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo. Aset likuid antara lain meliputi kas, penempatan pada BI, penempatan antar bank, tagihan reverse repo, surat berharga dll sementara pendanaan jangka pendek antara lain meliputi giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, kewajiban jangka pendek lainnya.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

78

Page 81: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

73 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.2.3.2

Maturity Profile (Rp dan Valas)

Sumber: diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016 Ket: angka merah menunjukkan posisi short dan angka hitam menunjukkan posisi long

Pada triwulan II-2016, maturity profile

dalam rupiah secara industri berada pada

posisi short yaitu sebesar Rp707 triliun.

Sedangkan maturity profile dalam valas

berada pada posisi long, yaitu sebesar

Rp9 triliun (Tabel B.2.3.2).

Sementara itu, untuk maturity profile

dalam rupiah berdasarkan kepemilikan

bank, kelompok KCBA dan Campuran

berada pada posisi long. Sedangkan

untuk maturity profile dalam valas,

kelompok BUMN, Campuran, dan

BUSND berada pada posisi short.

Posisi short pada mata uang rupiah

terjadi apabila sebagian besar kewajiban

DPK jatuh tempo dalam waktu jangka

pendek (kurang dari 3 bulan).

Sedangkan, posisi long pada mata uang

rupiah terjadi apabila sebagian besar aset

dalam bentuk kredit jatuh tempo dalam

waktu jangka panjang (di atas 3 bulan).

2.4 Komposisi Derivatif

Transaksi derivatif yang dilakukan

perbankan pada umumnya didominasi

oleh transaksi forward dan transaksi

swap35. Transaksi swap dilakukan

terutama untuk kebutuhan hedging. Bila

dibandingkan dengan triwulan I-2016,

komposisi transaksi valas di perbankan

Indonesia pada triwulan II-2016 relatif

sama kecuali pada komposisi transaksi

spot dan swap.

Transaksi spot dan swap, menurun dari

triwulan sebelumnya yaitu masing-masing

dari 7,76% menjadi 5,74% dan dari

86,33% menjadi 85,16%. Penurunan

transaksi spot dan swap tersebut

disebabkan pengalihan ke transaksi

forward dan future, tercermin dari

peningkatan masing-masing transaksi

tersebut yaitu dari 13,10% menjadi

13,99% dan dari 0,34% menjadi 0,72%

(Tabel B.2.4.1).

35 Transaksi forward adalah transaksi jual/beli

antara valuta asing terhadap rupiah dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. Transaksi swap adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap rupiah melalui pembelian/penjualan tunai (spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan, dengan counterpart yang sama dan pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan (PBI No. 14/ 5 /PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia).

<1 Bulan 1-3 Bulan 3-6 Bulan 6-12 Bulan TotalIndustri (1,102.27) (186.89) 162.20 419.00 (707.96)BUMN (661.86) (105.23) 59.44 190.43 (517.22)BUSD (279.91) (40.83) 97.94 202.74 (20.06)BUSND (48.19) (24.18) (0.71) 11.56 (61.51)BPD (94.09) (15.12) (8.59) (12.00) (129.80)KCBA (24.84) 4.30 10.52 17.67 7.64Campuran 6.62 (5.82) 3.59 8.60 12.99

Rupiah<1 Bulan 1-3 Bulan 3-6 Bulan 6-12 Bulan Total

Industri 3.70 2.10 0.95 2.61 9.36BUMN (4.63) (0.34) (1.03) 0.65 (5.35)BUSD (0.45) (0.60) 1.52 1.38 1.85BUSND 0.03 (0.10) (0.00) 0.00 (0.07)BPD 8.02 2.925 0.01 (0.00974) 10.94KCBA 0.87 0.22 0.53 0.89 2.51Campuran (0.13) (0.00) (0.09) (0.30) (0.52)

Valas

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

74 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.2.4.1 Komponen Risiko Pasar – Komposisi Derivatif Per Kelompok Bank

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

4. Komposisi derivatif

4.1 Forward Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 7.68 8.19 6.44 4.40 0.00 0.00

4.2 Future Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.02 0.00 0.00

4.3 Swap Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 92.32 89.29 6.18 11.92 0.00 0.00

4.4 Option Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00

4.5 Spot Terhadap Total Derivatif (%) 0.13 0.01 5.36 10.06 16.54 8.37 0.00 0.00

Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

4. Komposisi derivatif

4.1 Forward Terhadap Total derivatif (%) 7.03 9.32 6.49 8.67 13.10 13.99

4.2 Future Terhadap Total derivatif (%) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.34 0.72

4.3 Swap Terhadap Total derivatif (%) 91.06 88.22 84.71 82.90 86.33 85.16

4.4 Option Terhadap Total derivatif (%) 0.01 0.01 0.00 0.00 0.24 0.12

4.5 Spot Terhadap Total Derivatif (%) 16.01 14.97 9.18 6.95 7.76 5.74

Nama KomponenCampuran KCBA Industri

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

Dari kondisi diatas dapat disimpulkan

bahwa risiko nilai tukar bagi perbankan

pada triwulan II-2016 relatif rendah yang

tercermin dari (i) nilai transaksi derivatif

yang relatif kecil, (ii) PDN yang relatif

rendah dan ditempatkan pada mata uang

utama (USD), dan (iii) transaksi derivatif

yang sebagian besar dalam bentuk swap.

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa

transaksi perbankan lebih didominasi oleh

adanya permintaan nasabah daripada

untuk keperluan spekulatif. Hal tersebut

dilakukan dengan tujuan antara lain untuk

hedging atas permintaan nasabah,

pembayaran utang luar negeri,

pembayaran barang atas aktivitas

ekspor/impor dari nasabah, dan repatriasi

hasil penjualan SUN dan saham oleh

investor asing.

3 Risiko Likuiditas

3.1 Likuiditas Di Sisi Aset

Pada triwulan II-2016 rasio Aset Likuid36

terhadap Total Aset dan rasio Aset Likuid

terhadap Pendanaan Jangka Pendek

sedikit menurun dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yaitu masing-masing

dari 17,97% menjadi 17,72% dan dari

24,54% menjadi 24,39%.

36 Setiap bank harus memelihara sejumlah aset

likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo. Aset likuid antara lain meliputi kas, penempatan pada BI, penempatan antar bank, tagihan reverse repo, surat berharga dll sementara pendanaan jangka pendek antara lain meliputi giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, kewajiban jangka pendek lainnya.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

79

Page 82: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

75 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.3.1.1 Rasio Likuiditas Perbankan

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

I. Likuiditas Aset

1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 27.71 25.04 17.20 15.25 17.41 17.40 19.60 16.52

2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.96 30.63 22.99 20.41 22.05 23.34 22.25 21.24

3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 40.45 40.67 22.43 17.56 31.28 32.59 40.63 36.96

4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 39.33 38.96 17.15 13.39 26.31 28.12 38.28 34.37

5. Rasio LDR (%) 73.93 75.95 87.53 89.34 85.96 87.77 88.76 91.97

6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 379.25 393.23 730.54 757.02 267.99 274.81 196.80 212.29

II. Likuiditas Kewajiban

1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 81.21 81.12 88.54 88.79 65.79 67.98 59.29 57.77

2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 58.13 54.69 70.29 70.44 45.76 45.56 35.89 35.73

3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 56.56 53.76 63.34 64.13 44.13 44.26 35.74 35.41

III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas

7. Rasio Deposan Inti (%) 56.11 55.20 22.96 21.93 30.14 28.88 38.97 39.30

Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

I. Likuiditas Aset

1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 22.03 15.92 31.68 31.44 17.97 17.72

2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.69 25.25 85.54 85.12 24.54 24.39

3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 33.90 25.81 76.84 74.29 30.17 29.92

4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 27.83 20.60 51.57 48.20 23.35 23.13

5. Rasio LDR (%) 102.39 107.58 87.53 86.49 89.60 91.19

6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 1368.18 1796.09 1609.89 2124.53 322.91 323.42

II. Likuiditas Kewajiban

1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 83.81 83.16 95.49 91.39 74.85 74.60

2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 53.76 54.73 11.57 14.65 50.70 50.45

3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 49.89 51.81 8.81 12.22 38.65 38.70

III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas

7. Rasio Deposan Inti (%) 46.78 47.49 77.02 68.83 27.45 26.29

Nama KomponenCampuran KCBA Industri

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

Pada periode yang sama, tercatat

peningkatan LDR dari 89,60% menjadi

91,19%. Peningkatan LDR tersebut

dipicu oleh meningkatnya penyaluran

kredit (termasuk undisbursed loan37)

37 Undisbursed loan merupakan fasilitas kredit

yang masih disediakan oleh bank pelapor bagi nasabah dan belum ditarik. Undisbursed loan terbagi dua, (1) committed yaitu kelonggaran tarik yang tidak dapat dibatalkan oleh bank karena bank memiliki komitmen untuk mencairkan fasilitas dimaksud kepada nasabah, dan (2) uncommitted yaitu pinjaman yang dapat dibatalkan sewaktu-waktu tanpa syarat oleh bank.

sebesar 4,20% di triwulan II-2016 (Tabel

B.3.1.2).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

76 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.3.1.2 Pertumbuhan Kredit dan Undisbursed Loan

Kredit

Kredit +

Undisb.

Loan

DPK

TW I '15 295,478 3,679,871 3,975,349 4,198,577

TW II '15 303,291 3,828,045 4,131,336 4,319,749 4.03% 3.92% 2.89%

TW III '15 296,483 3,956,483 4,252,965 4,464,083 3.36% 2.94% 3.34%

TW IV '15 275,413 4,057,904 4,333,317 4,413,056 2.56% 1.89% -1.14%

TW I '16 292,911 4,000,448 4,293,359 4,468,955 -1.42% -0.92% 1.27%

TW II '16 283,527 4,168,308 4,451,835 4,574,671 4.20% 3.69% 2.37%

qtq

Undisbursed

Loan (commited)Kredit

Total Kredit +

Undisbursed

Loan (comm.)

Total DPK

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Tabel B.3.1.3 Rasio LDR Bank Berdasarkan Kepemilikan

TW II TW III TW IV TW I TW II qtq yoy

BUMN 87.39 86.57 88.58 89.26 90.77 150 338

BUSD 84.90 86.11 87.55 86.15 87.07 92 218

BUSND 91.33 90.51 81.12 80.37 79.77 -60 -1156

BPD 68.33 68.67 92.19 75.89 80.37 448 1204

Campuran 132.89 129.56 132.77 122.74 125.64 291 -724

KCBA 133.60 131.35 131.49 122.12 124.46 234 -914

∆bps2015 2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Berdasarkan kepemilikan, rasio LDR

pada triwulan II-2016 untuk kelompok

KCBA dan kelompok Bank Campuran

berada di atas ketentuan GWM-LDR

(78%-92%) yaitu masing-masing sebesar

124,46% dan 125,64% (Tabel B.3.1.3).

Tingginya LDR tersebut disebabkan

antara lain karena besarnya pendanaan

dari parent, pinjaman luar negeri, dan

pinjaman subordinasi serta modal yang

tidak diperhitungkan sebagai komponen

DPK.

Dengan semakin tingginya persaingan

pasar bagi kelompok KCBA dan

kelompok bank Campuran dalam

mendapatkan DPK, maka semakin tinggi

pula pendanaan yang diberikan oleh head

office. Sebaliknya, apabila KCBA mampu

bersaing dengan kelompok bank lainnya

dalam mendapatkan DPK, maka

pendanaan dari parent/PSP juga akan

semakin kecil. Karakteristik tersebut

mengakibatkan kelompok KCBA dan

kelompok bank Campuran memiliki LDR

tertinggi dibandingkan kelompok bank

lainnya. Selain itu, risiko likuiditas kedua

kelompok bank tersebut juga relatif kecil

karena adanya dukungan dari parent/PSP

baik dalam bentuk pinjaman ataupun

modal.

Sementara, LDR kelompok BUSND

paling rendah dibanding kelompok bank

lainnya (79,77%), atau menurun 60 bps

dibandingkan dengan triwulan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

80

Page 83: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

75 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.3.1.1 Rasio Likuiditas Perbankan

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

I. Likuiditas Aset

1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 27.71 25.04 17.20 15.25 17.41 17.40 19.60 16.52

2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.96 30.63 22.99 20.41 22.05 23.34 22.25 21.24

3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 40.45 40.67 22.43 17.56 31.28 32.59 40.63 36.96

4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 39.33 38.96 17.15 13.39 26.31 28.12 38.28 34.37

5. Rasio LDR (%) 73.93 75.95 87.53 89.34 85.96 87.77 88.76 91.97

6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 379.25 393.23 730.54 757.02 267.99 274.81 196.80 212.29

II. Likuiditas Kewajiban

1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 81.21 81.12 88.54 88.79 65.79 67.98 59.29 57.77

2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 58.13 54.69 70.29 70.44 45.76 45.56 35.89 35.73

3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 56.56 53.76 63.34 64.13 44.13 44.26 35.74 35.41

III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas

7. Rasio Deposan Inti (%) 56.11 55.20 22.96 21.93 30.14 28.88 38.97 39.30

Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

I. Likuiditas Aset

1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 22.03 15.92 31.68 31.44 17.97 17.72

2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.69 25.25 85.54 85.12 24.54 24.39

3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 33.90 25.81 76.84 74.29 30.17 29.92

4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 27.83 20.60 51.57 48.20 23.35 23.13

5. Rasio LDR (%) 102.39 107.58 87.53 86.49 89.60 91.19

6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 1368.18 1796.09 1609.89 2124.53 322.91 323.42

II. Likuiditas Kewajiban

1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 83.81 83.16 95.49 91.39 74.85 74.60

2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 53.76 54.73 11.57 14.65 50.70 50.45

3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 49.89 51.81 8.81 12.22 38.65 38.70

III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas

7. Rasio Deposan Inti (%) 46.78 47.49 77.02 68.83 27.45 26.29

Nama KomponenCampuran KCBA Industri

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

Pada periode yang sama, tercatat

peningkatan LDR dari 89,60% menjadi

91,19%. Peningkatan LDR tersebut

dipicu oleh meningkatnya penyaluran

kredit (termasuk undisbursed loan37)

37 Undisbursed loan merupakan fasilitas kredit

yang masih disediakan oleh bank pelapor bagi nasabah dan belum ditarik. Undisbursed loan terbagi dua, (1) committed yaitu kelonggaran tarik yang tidak dapat dibatalkan oleh bank karena bank memiliki komitmen untuk mencairkan fasilitas dimaksud kepada nasabah, dan (2) uncommitted yaitu pinjaman yang dapat dibatalkan sewaktu-waktu tanpa syarat oleh bank.

sebesar 4,20% di triwulan II-2016 (Tabel

B.3.1.2).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

76 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.3.1.2 Pertumbuhan Kredit dan Undisbursed Loan

Kredit

Kredit +

Undisb.

Loan

DPK

TW I '15 295,478 3,679,871 3,975,349 4,198,577

TW II '15 303,291 3,828,045 4,131,336 4,319,749 4.03% 3.92% 2.89%

TW III '15 296,483 3,956,483 4,252,965 4,464,083 3.36% 2.94% 3.34%

TW IV '15 275,413 4,057,904 4,333,317 4,413,056 2.56% 1.89% -1.14%

TW I '16 292,911 4,000,448 4,293,359 4,468,955 -1.42% -0.92% 1.27%

TW II '16 283,527 4,168,308 4,451,835 4,574,671 4.20% 3.69% 2.37%

qtq

Undisbursed

Loan (commited)Kredit

Total Kredit +

Undisbursed

Loan (comm.)

Total DPK

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Tabel B.3.1.3 Rasio LDR Bank Berdasarkan Kepemilikan

TW II TW III TW IV TW I TW II qtq yoy

BUMN 87.39 86.57 88.58 89.26 90.77 150 338

BUSD 84.90 86.11 87.55 86.15 87.07 92 218

BUSND 91.33 90.51 81.12 80.37 79.77 -60 -1156

BPD 68.33 68.67 92.19 75.89 80.37 448 1204

Campuran 132.89 129.56 132.77 122.74 125.64 291 -724

KCBA 133.60 131.35 131.49 122.12 124.46 234 -914

∆bps2015 2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

Berdasarkan kepemilikan, rasio LDR

pada triwulan II-2016 untuk kelompok

KCBA dan kelompok Bank Campuran

berada di atas ketentuan GWM-LDR

(78%-92%) yaitu masing-masing sebesar

124,46% dan 125,64% (Tabel B.3.1.3).

Tingginya LDR tersebut disebabkan

antara lain karena besarnya pendanaan

dari parent, pinjaman luar negeri, dan

pinjaman subordinasi serta modal yang

tidak diperhitungkan sebagai komponen

DPK.

Dengan semakin tingginya persaingan

pasar bagi kelompok KCBA dan

kelompok bank Campuran dalam

mendapatkan DPK, maka semakin tinggi

pula pendanaan yang diberikan oleh head

office. Sebaliknya, apabila KCBA mampu

bersaing dengan kelompok bank lainnya

dalam mendapatkan DPK, maka

pendanaan dari parent/PSP juga akan

semakin kecil. Karakteristik tersebut

mengakibatkan kelompok KCBA dan

kelompok bank Campuran memiliki LDR

tertinggi dibandingkan kelompok bank

lainnya. Selain itu, risiko likuiditas kedua

kelompok bank tersebut juga relatif kecil

karena adanya dukungan dari parent/PSP

baik dalam bentuk pinjaman ataupun

modal.

Sementara, LDR kelompok BUSND

paling rendah dibanding kelompok bank

lainnya (79,77%), atau menurun 60 bps

dibandingkan dengan triwulan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

81

Page 84: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

sebelumnya sebesar 80,37%. Penurunan

tersebut sebagai pengaruh dari

menurunnya penyaluran kredit pada

BUSND dibandingkan triwulan

sebelumnya, yaitu dari Rp130 triliun

menjadi Rp65 triliun (Grafik B.3.1.1).

Grafik B.3.1.1 Perkembangan Kredit BUSND

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

3.2 Likuiditas Di Sisi Kewajiban

Rasio Signifikansi Pendanaan Non Inti38

pada triwulan II-2016 sedikit menurun

yaitu dari 74,85% menjadi sebesar

74,60% (Tabel B.3.1.1).

Rasio Signifikansi Pendanaan Non Inti

tertinggi berada pada kelompok KCBA

sebesar 91,39% (Tabel B.3.2.1).

Tingginya pendanaan non inti pada

kelompok KCBA didukung dengan

38 Pendanaan non inti adalah sumber pendanaan

bank yang dianggap tidak stabil (volatile) dan pada situasi kritis diasumsikan akan lebih dahulu ditarik dari bank, seperti deposito dalam jumlah yang tidak dijamin oleh LPS, deposito dalam jumlah dijamin oleh LPS tetapi memberikan suku bunga diatas suku bunga penjaminan, seluruh transaksi antar bank dan transaksi pasar uang, serta seluruh pinjaman tetapi tidak termasuk pinjaman/obligasi subordinasi yang merupakan komponen modal (SE BI No. 13/36/INTERN tanggal 25 Oktober 2011).

kebijakan KCBA yang lebih selektif

dalam penghimpunan dana serta strategi

bisnis yang lebih fokus pada nasabah

korporasi.

Disisi lain, rasio Ketergantungan Pada

Pendanaan Non Inti menurun dari

50,70% menjadi 50,45% sementara rasio

Ketergantungan Pada Pendanaan Non

Inti Jangka Pendek sedikit meningkat dari

38,65% menjadi 38,70% (Tabel B.3.1.1).

Berdasarkan kepemilikan bank, kelompok

BUMN memiliki rasio Ketergantungan

Pada Pendanaan Non Inti dan rasio

Ketergantungan Pada Pendanaan Non

Inti Jangka Pendek tertinggi. Kondisi

tersebut dipengaruhi antara lain oleh

status bank BUMN sebagai bank

persepsi39, sehingga jumlah dana yang

dimiliki umumnya berada diatas threshold

yang dijamin oleh LPS (diatas Rp2 miliar).

Sementara itu, rasio Deposan Inti pada

triwulan II-2016 mengalami penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu

dari 27,45% menjadi 26,29%. Penurunan

tertinggi sebesar 819 bps terjadi pada

kelompok KCBA, yaitu dari 77,02%

menjadi 68,83%. Meski demikian,

kelompok KCBA tetap memiliki rasio

Deposan Inti tertinggi dibandingkan

dengan kelompok bank lainnya. Hal ini

karena kelompok KCBA mengalami

kesulitan dalam mendapatkan nasabah

baru sehingga tingkat ketergantungan

39 Bank Persepsi adalah bank yang ditunjuk oleh

Pemerintah untuk membantu pencapaian program Pemerintah.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

78 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

terhadap nasabah yang ada sangat

tinggi.

Tabel B.3.2.1 Rasio Likuiditas Perbankan Berdasarkan Kepemilikan

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

I. Likuiditas Aset

1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 27.71 25.04 17.20 15.25 17.41 17.40 19.60 16.52

2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.96 30.63 22.99 20.41 22.05 23.34 22.25 21.24

3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 40.45 40.67 22.43 17.56 31.28 32.59 40.63 36.96

4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 39.33 38.96 17.15 13.39 26.31 28.12 38.28 34.37

5. Rasio LDR (%) 73.93 75.95 87.53 89.34 85.96 87.77 88.76 91.97

6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 379.25 393.23 730.54 757.02 267.99 274.81 196.80 212.29

II. Likuiditas Kewajiban

1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 81.21 81.12 88.54 88.79 65.79 67.98 59.29 57.77

2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 58.13 54.69 70.29 70.44 45.76 45.56 35.89 35.73

3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 56.56 53.76 63.34 64.13 44.13 44.26 35.74 35.41

III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas

7. Rasio Deposan Inti (%) 56.11 55.20 22.96 21.93 30.14 28.88 38.97 39.30

Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

I. Likuiditas Aset

1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 22.03 15.92 31.68 31.44 17.97 17.72

2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.69 25.25 85.54 85.12 24.54 24.39

3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 33.90 25.81 76.84 74.29 30.17 29.92

4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 27.83 20.60 51.57 48.20 23.35 23.13

5. Rasio LDR (%) 102.39 107.58 87.53 86.49 89.60 91.19

6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 1368.18 1796.09 1609.89 2124.53 322.91 323.42

II. Likuiditas Kewajiban

1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 83.81 83.16 95.49 91.39 74.85 74.60

2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 53.76 54.73 11.57 14.65 50.70 50.45

3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 49.89 51.81 8.81 12.22 38.65 38.70

III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas

7. Rasio Deposan Inti (%) 46.78 47.49 77.02 68.83 27.45 26.29

Nama KomponenCampuran KCBA Industri

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

3.3 Kemampuan Penghimpunan Dana Perbankan

Struktur pendanaan (DPK) perbankan

masih tetap dikuasai oleh kelompok

BUSD (41 bank) yaitu sebesar 42,92%,

diikuti oleh kelompok BUMN (39,03%).

Namun secara individual bank, kelompok

BUMN masih mendominasi DPK

perbankan mengingat jumlah kelompok

bank BUMN hanya empat bank tetapi

menguasai 39,03% struktur pendanaan

perbankan.

Sementara itu, proporsi kelompok

BUSND dalam penghimpunan dana

hanya sebesar 1,76%.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

78 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

terhadap nasabah yang ada sangat

tinggi.

Tabel B.3.2.1 Rasio Likuiditas Perbankan Berdasarkan Kepemilikan

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

I. Likuiditas Aset

1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 27.71 25.04 17.20 15.25 17.41 17.40 19.60 16.52

2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.96 30.63 22.99 20.41 22.05 23.34 22.25 21.24

3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 40.45 40.67 22.43 17.56 31.28 32.59 40.63 36.96

4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 39.33 38.96 17.15 13.39 26.31 28.12 38.28 34.37

5. Rasio LDR (%) 73.93 75.95 87.53 89.34 85.96 87.77 88.76 91.97

6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 379.25 393.23 730.54 757.02 267.99 274.81 196.80 212.29

II. Likuiditas Kewajiban

1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 81.21 81.12 88.54 88.79 65.79 67.98 59.29 57.77

2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 58.13 54.69 70.29 70.44 45.76 45.56 35.89 35.73

3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 56.56 53.76 63.34 64.13 44.13 44.26 35.74 35.41

III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas

7. Rasio Deposan Inti (%) 56.11 55.20 22.96 21.93 30.14 28.88 38.97 39.30

Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

I. Likuiditas Aset

1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 22.03 15.92 31.68 31.44 17.97 17.72

2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.69 25.25 85.54 85.12 24.54 24.39

3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 33.90 25.81 76.84 74.29 30.17 29.92

4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 27.83 20.60 51.57 48.20 23.35 23.13

5. Rasio LDR (%) 102.39 107.58 87.53 86.49 89.60 91.19

6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 1368.18 1796.09 1609.89 2124.53 322.91 323.42

II. Likuiditas Kewajiban

1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 83.81 83.16 95.49 91.39 74.85 74.60

2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 53.76 54.73 11.57 14.65 50.70 50.45

3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 49.89 51.81 8.81 12.22 38.65 38.70

III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas

7. Rasio Deposan Inti (%) 46.78 47.49 77.02 68.83 27.45 26.29

Nama KomponenCampuran KCBA Industri

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

3.3 Kemampuan Penghimpunan Dana Perbankan

Struktur pendanaan (DPK) perbankan

masih tetap dikuasai oleh kelompok

BUSD (41 bank) yaitu sebesar 42,92%,

diikuti oleh kelompok BUMN (39,03%).

Namun secara individual bank, kelompok

BUMN masih mendominasi DPK

perbankan mengingat jumlah kelompok

bank BUMN hanya empat bank tetapi

menguasai 39,03% struktur pendanaan

perbankan.

Sementara itu, proporsi kelompok

BUSND dalam penghimpunan dana

hanya sebesar 1,76%.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

82

Page 85: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

sebelumnya sebesar 80,37%. Penurunan

tersebut sebagai pengaruh dari

menurunnya penyaluran kredit pada

BUSND dibandingkan triwulan

sebelumnya, yaitu dari Rp130 triliun

menjadi Rp65 triliun (Grafik B.3.1.1).

Grafik B.3.1.1 Perkembangan Kredit BUSND

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Juni 2016

3.2 Likuiditas Di Sisi Kewajiban

Rasio Signifikansi Pendanaan Non Inti38

pada triwulan II-2016 sedikit menurun

yaitu dari 74,85% menjadi sebesar

74,60% (Tabel B.3.1.1).

Rasio Signifikansi Pendanaan Non Inti

tertinggi berada pada kelompok KCBA

sebesar 91,39% (Tabel B.3.2.1).

Tingginya pendanaan non inti pada

kelompok KCBA didukung dengan

38 Pendanaan non inti adalah sumber pendanaan

bank yang dianggap tidak stabil (volatile) dan pada situasi kritis diasumsikan akan lebih dahulu ditarik dari bank, seperti deposito dalam jumlah yang tidak dijamin oleh LPS, deposito dalam jumlah dijamin oleh LPS tetapi memberikan suku bunga diatas suku bunga penjaminan, seluruh transaksi antar bank dan transaksi pasar uang, serta seluruh pinjaman tetapi tidak termasuk pinjaman/obligasi subordinasi yang merupakan komponen modal (SE BI No. 13/36/INTERN tanggal 25 Oktober 2011).

kebijakan KCBA yang lebih selektif

dalam penghimpunan dana serta strategi

bisnis yang lebih fokus pada nasabah

korporasi.

Disisi lain, rasio Ketergantungan Pada

Pendanaan Non Inti menurun dari

50,70% menjadi 50,45% sementara rasio

Ketergantungan Pada Pendanaan Non

Inti Jangka Pendek sedikit meningkat dari

38,65% menjadi 38,70% (Tabel B.3.1.1).

Berdasarkan kepemilikan bank, kelompok

BUMN memiliki rasio Ketergantungan

Pada Pendanaan Non Inti dan rasio

Ketergantungan Pada Pendanaan Non

Inti Jangka Pendek tertinggi. Kondisi

tersebut dipengaruhi antara lain oleh

status bank BUMN sebagai bank

persepsi39, sehingga jumlah dana yang

dimiliki umumnya berada diatas threshold

yang dijamin oleh LPS (diatas Rp2 miliar).

Sementara itu, rasio Deposan Inti pada

triwulan II-2016 mengalami penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu

dari 27,45% menjadi 26,29%. Penurunan

tertinggi sebesar 819 bps terjadi pada

kelompok KCBA, yaitu dari 77,02%

menjadi 68,83%. Meski demikian,

kelompok KCBA tetap memiliki rasio

Deposan Inti tertinggi dibandingkan

dengan kelompok bank lainnya. Hal ini

karena kelompok KCBA mengalami

kesulitan dalam mendapatkan nasabah

baru sehingga tingkat ketergantungan

39 Bank Persepsi adalah bank yang ditunjuk oleh

Pemerintah untuk membantu pencapaian program Pemerintah.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

78 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

terhadap nasabah yang ada sangat

tinggi.

Tabel B.3.2.1 Rasio Likuiditas Perbankan Berdasarkan Kepemilikan

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

I. Likuiditas Aset

1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 27.71 25.04 17.20 15.25 17.41 17.40 19.60 16.52

2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.96 30.63 22.99 20.41 22.05 23.34 22.25 21.24

3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 40.45 40.67 22.43 17.56 31.28 32.59 40.63 36.96

4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 39.33 38.96 17.15 13.39 26.31 28.12 38.28 34.37

5. Rasio LDR (%) 73.93 75.95 87.53 89.34 85.96 87.77 88.76 91.97

6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 379.25 393.23 730.54 757.02 267.99 274.81 196.80 212.29

II. Likuiditas Kewajiban

1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 81.21 81.12 88.54 88.79 65.79 67.98 59.29 57.77

2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 58.13 54.69 70.29 70.44 45.76 45.56 35.89 35.73

3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 56.56 53.76 63.34 64.13 44.13 44.26 35.74 35.41

III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas

7. Rasio Deposan Inti (%) 56.11 55.20 22.96 21.93 30.14 28.88 38.97 39.30

Nama KomponenBPD BUMN BUSD BUSND

TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16 TW-I'16 TW-II'16

I. Likuiditas Aset

1. Rasio Aset Likuid thd Total aset (%) 22.03 15.92 31.68 31.44 17.97 17.72

2. Rasio Aset Likuid thd Pendanaan Jangka Pendek (%) 32.69 25.25 85.54 85.12 24.54 24.39

3. Rasio Aset Likuid thd Non Core Funding (%) 33.90 25.81 76.84 74.29 30.17 29.92

4. Rasio Aset Likuid Primer thd Pendanaan Jangka Pendek Non Core (%) 27.83 20.60 51.57 48.20 23.35 23.13

5. Rasio LDR (%) 102.39 107.58 87.53 86.49 89.60 91.19

6. Rasio Kredit thd Core Funding (%) 1368.18 1796.09 1609.89 2124.53 322.91 323.42

II. Likuiditas Kewajiban

1. Signifikansi Pendanaan Non Inti (%) 83.81 83.16 95.49 91.39 74.85 74.60

2. Ketergantungan pada pendanaan non inti (%) 53.76 54.73 11.57 14.65 50.70 50.45

3. Ketergantungan pada pendanaan non inti Jangka Pendek (%) 49.89 51.81 8.81 12.22 38.65 38.70

III. Trend & Pertumbuhan Likuiditas

7. Rasio Deposan Inti (%) 46.78 47.49 77.02 68.83 27.45 26.29

Nama KomponenCampuran KCBA Industri

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Juni 2016

3.3 Kemampuan Penghimpunan Dana Perbankan

Struktur pendanaan (DPK) perbankan

masih tetap dikuasai oleh kelompok

BUSD (41 bank) yaitu sebesar 42,92%,

diikuti oleh kelompok BUMN (39,03%).

Namun secara individual bank, kelompok

BUMN masih mendominasi DPK

perbankan mengingat jumlah kelompok

bank BUMN hanya empat bank tetapi

menguasai 39,03% struktur pendanaan

perbankan.

Sementara itu, proporsi kelompok

BUSND dalam penghimpunan dana

hanya sebesar 1,76%.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

83

Page 86: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

79 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Dari penguasaan struktur pendanaan,

terlihat adanya kesenjangan kemampuan

penghimpunan dana antara BUMN,

BUSD dan BUSND (Tabel B.3.3.1), yang

terjadi karena produk dan aktivitas BUMN

dan BUSD lebih kompetitif dibandingkan

pada BUSND.

Tabel B.3.3.1 Proporsi DPK Berdasarkan Kepemilikan

TW I Porsi (%) TW II Porsi (%)BUMN 1,704,548 38.14 1,785,720 39.03Swasta Devisa 1,818,740 41.21 1,918,266 42.92Swasta Non Devisa 151,030 3.42 78,840 1.76BPD 432,437 9.80 429,136 9.60Campuran 163,019 3.69 162,646 3.64KCBA 199,181 4.51 200,063 4.48

TOTAL 4,468,955 100.00 4,574,671 100.00

Kelompok Bank2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Komposisi komponen DPK masih

didominasi oleh deposito (45,54%),

diikuti oleh tabungan (31,02%), dan giro

(23,44%). Namun untuk porsi tabungan,

terjadi perbedaan signifikan

dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, dimana peningkatan porsi

tabungan mencapai 134 bps, sementara

porsi deposito menurun sebesar 147 bps.

Grafik B.3.3.1 Komponen Dana Pihak Ketiga (DPK)

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Pada triwulan II-2016, tingkat

penyebaran DPK di seluruh wilayah

Indonesia masih belum merata, tercermin

dari 78,78% penghimpunan dana

terpusat di lima propinsi (DKI Jakarta,

Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah

dan Sumatera Utara). Porsi tertinggi

berada di propinsi DKI Jakarta (51,06%)

yang menunjukkan masih terpusatnya

sirkulasi uang di DKI Jakarta sebagai

pusat pemerintahan dan kegiatan usaha.

Tabel B.3.3.2 Penyebaran DPK berdasarkan Pangsa Wilayah Terbesar

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Mei 2016

TW I '16 TW II '16

DKI Jakarta 2,257,794 2,281,885 51.06%

Jawa Timur 423,757 433,109 9.69%

Jawa Barat 372,845 385,656 8.63%

Jawa Tengah 217,923 225,024 5.04%

Sumatera Utara 186,270 194,915 4.36%

Total DPK 5 Kota 3,458,590 3,520,589 78.78%

Total DPK 4,468,955 4,468,955

Wilayah% Pangsa

terhadap total

DPK

DPK

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

80 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Upaya untuk mendorong pemerataan

penyebaran DPK di seluruh wilayah

Indonesia perlu dilakukan untuk

mendorong pemerataan penyaluran

kredit. Beberapa strategi yang dapat

dilakukan antara lain dengan

memberikan insentif agar terjadi relokasi

industri padat karya ke wilayah Indonesia

Timur, peningkatan infrastruktur dan

kemudahan akses keuangan di luar

pulau Jawa melalui program Laku

Pandai40.

4 Risiko Operasional

Penilaian risiko operasional bank

mencakup penilaian atas risiko inheren

dan kualitas penerapan manajemen risiko

operasional. Hasil penilaian risiko

operasional digunakan antara lain

sebagai dasar untuk menetapkan strategi

dan tindakan pengawasan terhadap risiko

operasional bank. Risiko inheren

operasional pada perbankan dievaluasi

atas dasar karakteristik dan kompleksitas

bisnis, sumber daya manusia, teknologi

informasi dan infrastruktur pendukung,

fraud, serta kejadian eksternal.

Pada triwulan II-2016, hasil penilaian atas

pelaksanaan risiko operasional pada

industri perbankan, hampir sebagian

besar bank umum (65,6%) tergolong

moderate (61 bank) dengan

40 Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor)

adalah kegiatan menyediakan layanan perbankan dan/atau layanan keuangan lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui kerjasama dengan pihak lain dan perlu didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi (Surat Edaran OJK No. 6/SEOJK.03/2015).

pertimbangan antara lain kompleksitas

bisnis yang dimiliki bank (variasi produk

kredit dan simpanan, jaringan kantor dan

jumlah SDM) serta kemungkinan kerugian

yang dihadapi bank dari risiko

operasional tergolong cukup tinggi di

masa mendatang; masih terdapat

ketidaksesuaian pelaksanaan dengan

ketentuan internal; terjadinya fraud pada

beberapa kantor cabang bank yang

disebabkan kelemahan dual control;

belum sepenuhnya mitigasi risiko

operasional dilakukan dengan baik;

pemenuhan kebutuhan SDM masih

dalam proses sehingga terdapat

perangkapan jabatan pada beberapa KC;

serta masih adanya permasalahan

teknologi dan informasi yang mendapat

perhatian khusus (Tabel B.4.1).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

84

Page 87: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

79 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Dari penguasaan struktur pendanaan,

terlihat adanya kesenjangan kemampuan

penghimpunan dana antara BUMN,

BUSD dan BUSND (Tabel B.3.3.1), yang

terjadi karena produk dan aktivitas BUMN

dan BUSD lebih kompetitif dibandingkan

pada BUSND.

Tabel B.3.3.1 Proporsi DPK Berdasarkan Kepemilikan

TW I Porsi (%) TW II Porsi (%)BUMN 1,704,548 38.14 1,785,720 39.03Swasta Devisa 1,818,740 41.21 1,918,266 42.92Swasta Non Devisa 151,030 3.42 78,840 1.76BPD 432,437 9.80 429,136 9.60Campuran 163,019 3.69 162,646 3.64KCBA 199,181 4.51 200,063 4.48

TOTAL 4,468,955 100.00 4,574,671 100.00

Kelompok Bank2016

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Komposisi komponen DPK masih

didominasi oleh deposito (45,54%),

diikuti oleh tabungan (31,02%), dan giro

(23,44%). Namun untuk porsi tabungan,

terjadi perbedaan signifikan

dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, dimana peningkatan porsi

tabungan mencapai 134 bps, sementara

porsi deposito menurun sebesar 147 bps.

Grafik B.3.3.1 Komponen Dana Pihak Ketiga (DPK)

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Juni 2016

Pada triwulan II-2016, tingkat

penyebaran DPK di seluruh wilayah

Indonesia masih belum merata, tercermin

dari 78,78% penghimpunan dana

terpusat di lima propinsi (DKI Jakarta,

Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah

dan Sumatera Utara). Porsi tertinggi

berada di propinsi DKI Jakarta (51,06%)

yang menunjukkan masih terpusatnya

sirkulasi uang di DKI Jakarta sebagai

pusat pemerintahan dan kegiatan usaha.

Tabel B.3.3.2 Penyebaran DPK berdasarkan Pangsa Wilayah Terbesar

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Mei 2016

TW I '16 TW II '16

DKI Jakarta 2,257,794 2,281,885 51.06%

Jawa Timur 423,757 433,109 9.69%

Jawa Barat 372,845 385,656 8.63%

Jawa Tengah 217,923 225,024 5.04%

Sumatera Utara 186,270 194,915 4.36%

Total DPK 5 Kota 3,458,590 3,520,589 78.78%

Total DPK 4,468,955 4,468,955

Wilayah% Pangsa

terhadap total

DPK

DPK

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

80 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Upaya untuk mendorong pemerataan

penyebaran DPK di seluruh wilayah

Indonesia perlu dilakukan untuk

mendorong pemerataan penyaluran

kredit. Beberapa strategi yang dapat

dilakukan antara lain dengan

memberikan insentif agar terjadi relokasi

industri padat karya ke wilayah Indonesia

Timur, peningkatan infrastruktur dan

kemudahan akses keuangan di luar

pulau Jawa melalui program Laku

Pandai40.

4 Risiko Operasional

Penilaian risiko operasional bank

mencakup penilaian atas risiko inheren

dan kualitas penerapan manajemen risiko

operasional. Hasil penilaian risiko

operasional digunakan antara lain

sebagai dasar untuk menetapkan strategi

dan tindakan pengawasan terhadap risiko

operasional bank. Risiko inheren

operasional pada perbankan dievaluasi

atas dasar karakteristik dan kompleksitas

bisnis, sumber daya manusia, teknologi

informasi dan infrastruktur pendukung,

fraud, serta kejadian eksternal.

Pada triwulan II-2016, hasil penilaian atas

pelaksanaan risiko operasional pada

industri perbankan, hampir sebagian

besar bank umum (65,6%) tergolong

moderate (61 bank) dengan

40 Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor)

adalah kegiatan menyediakan layanan perbankan dan/atau layanan keuangan lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui kerjasama dengan pihak lain dan perlu didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi (Surat Edaran OJK No. 6/SEOJK.03/2015).

pertimbangan antara lain kompleksitas

bisnis yang dimiliki bank (variasi produk

kredit dan simpanan, jaringan kantor dan

jumlah SDM) serta kemungkinan kerugian

yang dihadapi bank dari risiko

operasional tergolong cukup tinggi di

masa mendatang; masih terdapat

ketidaksesuaian pelaksanaan dengan

ketentuan internal; terjadinya fraud pada

beberapa kantor cabang bank yang

disebabkan kelemahan dual control;

belum sepenuhnya mitigasi risiko

operasional dilakukan dengan baik;

pemenuhan kebutuhan SDM masih

dalam proses sehingga terdapat

perangkapan jabatan pada beberapa KC;

serta masih adanya permasalahan

teknologi dan informasi yang mendapat

perhatian khusus (Tabel B.4.1).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

85

Page 88: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

81 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.4.1Risiko Operasional Bank Umum Posisi Juni 2016

LowLow to

ModerateModerate

Moderate to High

High

Persero - 1 5 - - 6BPD - - 13 1 - 14Campuran - 4 3 - - 7BUSD - 9 19 - - 28BUSND - 7 10 - - 17KCBA - 6 4 - - 10BUS - 3 7 1 - 11Total - 30 61 2 - 93

Jenis Bank

Hasil PenilaianJumlah Bank*)

*)Belum mencakup jumlah bank secara keseluruhan karena masih terdapat beberapa bank yang masih dalam proses penilaian Sumber: Sistem Informasi Perbankan (SIP)

Dalam rangka menguatkan sistem

pengendalian internal, bank wajib

memiliki strategi anti fraud yang efektif

dan disampaikan kepada OJK setiap

semester41. Adapun berdasarkan laporan

strategi anti fraud yang disampaikan bank

terakhir pada semester I-2016, diketahui

bahwa terdapat perbuatan fraud baik

yang dilakukan oleh internal bank (antara

lain teller, Pejabat Eksekutif, pegawai

yang menangani kredit) maupun yang

dilakukan secara bersama-sama antara

internal dan eksternal (antara lain

petugas apraisal) dengan kerugian

mencapai Rp1.674,9 miliar. Jumlah kasus

yang hanya melibatkan pihak internal dan

eksternal bank masing-masing sebanyak

182 kasus dan 428 kasus. Sedangkan

yang melibatkan keduanya, baik pihak

internal maupun eksternal, sebanyak 90

kasus.

41 Kewajiban penyampaian laporan Strategi Anti

Fraud sebagaimana ditetapkan dalam SE BI No. 13/28/DPNP tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Bank Umum.

Berdasarkan kelompok bank, sebagian

besar fraud terjadi di kelompok bank

BUSD yaitu sebanyak 28 bank, diikuti

dengan kelompok BUSND dan BPD

masing-masing sebanyak 25 bank,

kelompok KCBA sebanyak empat bank,

kelompok Campuran sebanyak tiga bank,

dan kelompok BUMN sebanyak satu bank

(Tabel B.4.2). Untuk meminimalisasi

terjadinya fraud, maka upaya yang

dilakukan bank hendaknya tidak hanya

ditujukan kepada upaya pencegahan

namun juga untuk mendeteksi,

melakukan investigasi serta memperbaiki

sistem sebagai bagian dari strategi yang

bersifat integral dalam mengendalikan

fraud.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

82 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.4.2Jenis dan Kerugian Akibat Fraud

Kecurangan 44.058.178.620 Manipulasi 5.783.186.883 Pemberian Bunga Deposito 158.148.444 BI Checking - Pelanggaran Terkait Kredit 111.764.517.045 Pemalsuan 1.438.250.801.225 Penyalaggunaan Kartu Kredit 2.315.376.324 Pemotongan atau Permintaan Uang Insentif Milik Staf Lain - Penarikan Tunai Melalui ATM Pada Jaringan MEPS - Master Card 510.000.000 Pencurian Informasi Melalui Hacking 2.145.543.238 Penyalahgunaan Dana Nasabah 30.499.727.925 Penyalahgunaan Kewenangan 8.873.059.483 Penggelapan 26.770.892.747 Penyalahgunaan ATM dan PIN 3.324.647.267 Tindak Pidana Perbankan 361.492.870 Kesalahan Input Transaksi 139.108.620 TOTAL KERUGIAN 1.674.954.680.691Rp

Jenis Fraud Jumlah Kerugian

Sumber: OJK, diolah

Perbuatan fraud yang dilakukan

didominasi terkait pemalsuan (86%).

Perbuatan fraud lainnya antara lain

seperti pelanggaran terkait kredit,

kecurangan, penyalahgunaan dana

nasabah, dan lainnya.

Berkaitan dengan penerapan PP Nomor

82 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi

Elektronik (PP PSTE), telah diterbitkan

Surat Pemberitahuan Penerapan

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun

2012 tentang Penyelenggaraan Sistem

dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).

Latar belakang dari penerbitan surat

tersebut adalah:

a. Kewajiban bank untuk

menyesuaikan penempatan sistem

elektronik paling lambat tanggal 15

Oktober 2017 sebagaimana diatur

dalam Pasal 87 PP PSTE,

b. Sampai dengan triwulan II-2016,

masih terdapat sistem elektronik

untuk pelayanan publik yang

ditempatkan beberapa bank pada

DC dan DRC yang berada di luar

wilayah Indonesia.

Sehubungan dengan kondisi diatas, pada

triwulan II-2016 sedang disusun RPOJK

tentang Penerapan Manajemen Risiko

dalam Penggunaan Teknologi Informasi

oleh Bank Umum, yang didalamnya

terdapat ketentuan bahwa bank hanya

dapat menempatkan Sistem Elektronik

pada DC dan/atau DRC di luar negeri

sepanjang tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan,

mendapat persetujuan OJK, memenuhi

persyaratan sebagaimana tercantum

pada Pasal 20 ayat (2) sampai (4)

RPOJK dimaksud, serta memenuhi

persyaratan tertentu mengenai kriteria

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

86

Page 89: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

81 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.4.1Risiko Operasional Bank Umum Posisi Juni 2016

LowLow to

ModerateModerate

Moderate to High

High

Persero - 1 5 - - 6BPD - - 13 1 - 14Campuran - 4 3 - - 7BUSD - 9 19 - - 28BUSND - 7 10 - - 17KCBA - 6 4 - - 10BUS - 3 7 1 - 11Total - 30 61 2 - 93

Jenis Bank

Hasil PenilaianJumlah Bank*)

*)Belum mencakup jumlah bank secara keseluruhan karena masih terdapat beberapa bank yang masih dalam proses penilaian Sumber: Sistem Informasi Perbankan (SIP)

Dalam rangka menguatkan sistem

pengendalian internal, bank wajib

memiliki strategi anti fraud yang efektif

dan disampaikan kepada OJK setiap

semester41. Adapun berdasarkan laporan

strategi anti fraud yang disampaikan bank

terakhir pada semester I-2016, diketahui

bahwa terdapat perbuatan fraud baik

yang dilakukan oleh internal bank (antara

lain teller, Pejabat Eksekutif, pegawai

yang menangani kredit) maupun yang

dilakukan secara bersama-sama antara

internal dan eksternal (antara lain

petugas apraisal) dengan kerugian

mencapai Rp1.674,9 miliar. Jumlah kasus

yang hanya melibatkan pihak internal dan

eksternal bank masing-masing sebanyak

182 kasus dan 428 kasus. Sedangkan

yang melibatkan keduanya, baik pihak

internal maupun eksternal, sebanyak 90

kasus.

41 Kewajiban penyampaian laporan Strategi Anti

Fraud sebagaimana ditetapkan dalam SE BI No. 13/28/DPNP tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Bank Umum.

Berdasarkan kelompok bank, sebagian

besar fraud terjadi di kelompok bank

BUSD yaitu sebanyak 28 bank, diikuti

dengan kelompok BUSND dan BPD

masing-masing sebanyak 25 bank,

kelompok KCBA sebanyak empat bank,

kelompok Campuran sebanyak tiga bank,

dan kelompok BUMN sebanyak satu bank

(Tabel B.4.2). Untuk meminimalisasi

terjadinya fraud, maka upaya yang

dilakukan bank hendaknya tidak hanya

ditujukan kepada upaya pencegahan

namun juga untuk mendeteksi,

melakukan investigasi serta memperbaiki

sistem sebagai bagian dari strategi yang

bersifat integral dalam mengendalikan

fraud.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

82 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel B.4.2Jenis dan Kerugian Akibat Fraud

Kecurangan 44.058.178.620 Manipulasi 5.783.186.883 Pemberian Bunga Deposito 158.148.444 BI Checking - Pelanggaran Terkait Kredit 111.764.517.045 Pemalsuan 1.438.250.801.225 Penyalaggunaan Kartu Kredit 2.315.376.324 Pemotongan atau Permintaan Uang Insentif Milik Staf Lain - Penarikan Tunai Melalui ATM Pada Jaringan MEPS - Master Card 510.000.000 Pencurian Informasi Melalui Hacking 2.145.543.238 Penyalahgunaan Dana Nasabah 30.499.727.925 Penyalahgunaan Kewenangan 8.873.059.483 Penggelapan 26.770.892.747 Penyalahgunaan ATM dan PIN 3.324.647.267 Tindak Pidana Perbankan 361.492.870 Kesalahan Input Transaksi 139.108.620 TOTAL KERUGIAN 1.674.954.680.691Rp

Jenis Fraud Jumlah Kerugian

Sumber: OJK, diolah

Perbuatan fraud yang dilakukan

didominasi terkait pemalsuan (86%).

Perbuatan fraud lainnya antara lain

seperti pelanggaran terkait kredit,

kecurangan, penyalahgunaan dana

nasabah, dan lainnya.

Berkaitan dengan penerapan PP Nomor

82 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi

Elektronik (PP PSTE), telah diterbitkan

Surat Pemberitahuan Penerapan

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun

2012 tentang Penyelenggaraan Sistem

dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).

Latar belakang dari penerbitan surat

tersebut adalah:

a. Kewajiban bank untuk

menyesuaikan penempatan sistem

elektronik paling lambat tanggal 15

Oktober 2017 sebagaimana diatur

dalam Pasal 87 PP PSTE,

b. Sampai dengan triwulan II-2016,

masih terdapat sistem elektronik

untuk pelayanan publik yang

ditempatkan beberapa bank pada

DC dan DRC yang berada di luar

wilayah Indonesia.

Sehubungan dengan kondisi diatas, pada

triwulan II-2016 sedang disusun RPOJK

tentang Penerapan Manajemen Risiko

dalam Penggunaan Teknologi Informasi

oleh Bank Umum, yang didalamnya

terdapat ketentuan bahwa bank hanya

dapat menempatkan Sistem Elektronik

pada DC dan/atau DRC di luar negeri

sepanjang tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan,

mendapat persetujuan OJK, memenuhi

persyaratan sebagaimana tercantum

pada Pasal 20 ayat (2) sampai (4)

RPOJK dimaksud, serta memenuhi

persyaratan tertentu mengenai kriteria

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

87

Page 90: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

83 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

sistem elektronik yang dapat ditempatkan

di luar Indonesia (Tabel B.4.3).

Dalam implementasi on-shoring, bank

harus tetap menjaga agar sistem

elektronik yang dapat ditempatkan pada

DC dan DRC di luar negeri tidak

menyimpang dari tujuan PP PSTE yaitu

memenuhi kepentingan penegakan

hukum, perlindungan, dan penegakan

kedaulatan Negara terhadap data warga

negaranya.

Bank yang telah menggunakan pihak

penyedia jasa Teknologi Informasi di luar

negeri sebelum berlakunya RPOJK

dimaksud, wajib memindahkan DC

dan/atau DRC ke Indonesia paling lambat

tanggal 12 Oktober 2017.

Dalam rangka pemindahan lokasi DC

dan/atau DRC dari luar negeri ke

Indonesia maka Bank wajib

menyampaikan laporan rencana tindak

lanjut (action plan) kepada OJK paling

lambat tanggal 30 Desember 2016.

Tabel B.4.3Kriteria Sistem Elektronik yang dapat ditempatkan pada Data Center dan Disaster Recovery Center di

luar Indonesia

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

84 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

[Pembatas]

C. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional1. Bank Umum Konvensional

2. Bank Syariah

3. BPR

D. Kebijakan, Kajian, dan Pengembangan Pengawasan Konglomerasi Keuangan 1. Pengembangan Pengawasan Bank Terintegrasi

2. Implementasi Pengawasan Terintegrasi

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

88

Page 91: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

83 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

sistem elektronik yang dapat ditempatkan

di luar Indonesia (Tabel B.4.3).

Dalam implementasi on-shoring, bank

harus tetap menjaga agar sistem

elektronik yang dapat ditempatkan pada

DC dan DRC di luar negeri tidak

menyimpang dari tujuan PP PSTE yaitu

memenuhi kepentingan penegakan

hukum, perlindungan, dan penegakan

kedaulatan Negara terhadap data warga

negaranya.

Bank yang telah menggunakan pihak

penyedia jasa Teknologi Informasi di luar

negeri sebelum berlakunya RPOJK

dimaksud, wajib memindahkan DC

dan/atau DRC ke Indonesia paling lambat

tanggal 12 Oktober 2017.

Dalam rangka pemindahan lokasi DC

dan/atau DRC dari luar negeri ke

Indonesia maka Bank wajib

menyampaikan laporan rencana tindak

lanjut (action plan) kepada OJK paling

lambat tanggal 30 Desember 2016.

Tabel B.4.3Kriteria Sistem Elektronik yang dapat ditempatkan pada Data Center dan Disaster Recovery Center di

luar Indonesia

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

84 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

[Pembatas]

C. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional1. Bank Umum Konvensional

2. Bank Syariah

3. BPR

D. Kebijakan, Kajian, dan Pengembangan Pengawasan Konglomerasi Keuangan 1. Pengembangan Pengawasan Bank Terintegrasi

2. Implementasi Pengawasan Terintegrasi

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

89

Page 92: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

85 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

C. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional Penelitian dan pengaturan perbankan

pada tahun 2016 dilakukan untuk

mendukung terwujudnya industri

perbankan yang tangguh, kontributif,

dan inklusif dalam rangka menjaga

sistem keuangan yang stabil dan

berkelanjutan serta melindungi

kepentingan konsumen dan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan dimaksud,

program kerja strategis penyusunan

penelitian dan pengaturan pada sektor

perbankan untuk tahun 2016 difokuskan

untuk mencapai sasaran strategis

berupa: i) peningkatan pengaturan Bank

Umum dan BPR yang selaras dan

terintegrasi; serta ii) pengembangan

Bank Umum dan BPR yang stabil dan

berdaya saing global.

1. Bank Umum Konvensional

1.1 Kebijakan dan Pengaturan

Pada triwulan II-2016 telah dikeluarkan

satu SEOJK yaitu SEOJK Nomor

20/SEOJK.03/2016 tanggal 21 Juni 2016

tentang Fitur Konversi menjadi Saham

Biasa atau Write Down terhadap

Instrumen Modal Inti Tambahan dan

Modal Pelengkap.

Latar belakangSEOJK ini merupakan peraturan

pelaksanaan dari POJK Nomor

11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum Bank Umum

dan POJK Nomor 21/POJK.03/2014

tentang Kewajiban Penyediaan Modal

Minimum Bank Umum Syariah.

Dalam kedua POJK dimaksud diatur

bahwa salah satu persyaratan yang

harus dipenuhi oleh suatu instrumen agar

dapat diperhitungkan sebagai modal inti

tambahan (additional tier 1) atau modal

pelengkap (tier 2) antara lain wajib

memiliki fitur untuk dikonversi menjadi

saham biasa atau dilakukan write down

dalam hal Bank berpotensi terganggu

kelangsungan usahanya (point of non

viability).

Pokok-pokok pengaturan Dalam SEOJK ini diatur ketentuan yang

mencakup:

a) Kondisi yang menyebabkan (trigger

event) instrumen modal inti

tambahan (additional tier 1) dan/atau

modal pelengkap (tier 2) harus

dikonversi menjadi saham biasa atau

dilakukan write down,

b) Kondisi yang menyebabkan (trigger

event) instrumen modal inti

tambahan (additional tier 1) dan/atau

modal pelengkap (tier 2) harus

dikonversi menjadi saham biasa atau

dilakukan write down bagi

perusahaan anak yang merupakan

bagian dari suatu grup bank, dan

c) Mekanisme konversi menjadi saham

biasa atau write down.

Sementara itu, terdapat dua RPOJK dan

sepuluh RSEOJK yang masih dalam

Halaman ini sengaja dikosongkan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

90

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 93: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

85 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

C. Kebijakan, Kajian dan Pengembangan Pengawasan Perbankan Nasional Penelitian dan pengaturan perbankan

pada tahun 2016 dilakukan untuk

mendukung terwujudnya industri

perbankan yang tangguh, kontributif,

dan inklusif dalam rangka menjaga

sistem keuangan yang stabil dan

berkelanjutan serta melindungi

kepentingan konsumen dan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan dimaksud,

program kerja strategis penyusunan

penelitian dan pengaturan pada sektor

perbankan untuk tahun 2016 difokuskan

untuk mencapai sasaran strategis

berupa: i) peningkatan pengaturan Bank

Umum dan BPR yang selaras dan

terintegrasi; serta ii) pengembangan

Bank Umum dan BPR yang stabil dan

berdaya saing global.

1. Bank Umum Konvensional

1.1 Kebijakan dan Pengaturan

Pada triwulan II-2016 telah dikeluarkan

satu SEOJK yaitu SEOJK Nomor

20/SEOJK.03/2016 tanggal 21 Juni 2016

tentang Fitur Konversi menjadi Saham

Biasa atau Write Down terhadap

Instrumen Modal Inti Tambahan dan

Modal Pelengkap.

Latar belakangSEOJK ini merupakan peraturan

pelaksanaan dari POJK Nomor

11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum Bank Umum

dan POJK Nomor 21/POJK.03/2014

tentang Kewajiban Penyediaan Modal

Minimum Bank Umum Syariah.

Dalam kedua POJK dimaksud diatur

bahwa salah satu persyaratan yang

harus dipenuhi oleh suatu instrumen agar

dapat diperhitungkan sebagai modal inti

tambahan (additional tier 1) atau modal

pelengkap (tier 2) antara lain wajib

memiliki fitur untuk dikonversi menjadi

saham biasa atau dilakukan write down

dalam hal Bank berpotensi terganggu

kelangsungan usahanya (point of non

viability).

Pokok-pokok pengaturan Dalam SEOJK ini diatur ketentuan yang

mencakup:

a) Kondisi yang menyebabkan (trigger

event) instrumen modal inti

tambahan (additional tier 1) dan/atau

modal pelengkap (tier 2) harus

dikonversi menjadi saham biasa atau

dilakukan write down,

b) Kondisi yang menyebabkan (trigger

event) instrumen modal inti

tambahan (additional tier 1) dan/atau

modal pelengkap (tier 2) harus

dikonversi menjadi saham biasa atau

dilakukan write down bagi

perusahaan anak yang merupakan

bagian dari suatu grup bank, dan

c) Mekanisme konversi menjadi saham

biasa atau write down.

Sementara itu, terdapat dua RPOJK dan

sepuluh RSEOJK yang masih dalam

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

91

Page 94: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

86 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

proses penyusunan pada triwulan II-

2016, diantaranya:

a. Dalam rangka konversi

1) SEBI Nomor 5/21/DPNP perihal

Penerapan Manajemen Risiko

Bagi Bank Umum.

2) SEBI Nomor 13/23/DPNP

perihal Perubahan Atas Surat

Edaran Nomor 5/21/DPNP

Perihal Penerapan Manajemen

Risiko Bagi Bank Umum.

3) SEBI Nomor 13/31/DPNP

perihal Lembaga Pemeringkat

dan Peringkat yang Diakui Bank

Indonesia.

4) SEBI Nomor 9/33/DPNP perihal

Pedoman Penggunaan Metode

Standar Dalam Perhitungan

Kewajiban Penyediaan Modal

Minimum Bank Umum Dengan

Memperhitungkan Risiko Pasar.

5) SEBI Nomor 14/21/DPNP

perihal Perubahan Atas Surat

Edaran Bank Indonesia Nomor

9/33/DPNP tanggal 18

Desember 2007 Perihal

Pedoman Penggunaan Metode

Standar Dalam Perhitungan

Kewajiban Penyediaan Modal

Minimum Bank Umum Dengan

Memperhitungkan Risiko Pasar.

6) SEBI Nomor 11/3/DPNP perihal

Perhitungan Aset Tertimbang

Menurut Risiko (ATMR) untuk

Risiko Operasional dengan

Menggunakan Pendekatan

Indikator Dasar (PID).

7) SEBI Nomor 14/37/DPNP

perihal Kewajiban Penyediaan

Modal Minimum sesuai Profil

Risiko dan Pemenuhan Capital

Equivalency Maintained Assets

(CEMA).

8) SEBI Nomor 15/6/DPNP perihal

Kegiatan Usaha Bank Umum

Berdasarkan Modal Inti.

9) SEBI Nomor 12/27/DPNP

perihal Rencana Bisnis Bank.

b. RPOJK tentang Penilaian

Kemampuan dan Kepatutan bagi

Pihak Utama Lembaga Jasa

Keuangan dan RSEOJK tentang

Penilaian Kemampuan dan Kepatutan

Bagi Calon Pemegang Saham

Pengendali, Calon Anggota Direksi,

dan Calon Anggota Dewan Komisaris

Bank Umum dan BPR.

Latar belakang dari ketentuan ini

adalah:

1) Harmonisasi terhadap ketentuan

dan Standard Operational

Procedure (SOP) Fit and Proper

Test (FPT) di sektor jasa

keuangan.

2) Penyederhanaan prosedur FPT

dengan memperhatikan

harmonisasi pada masing-masing

sektor jasa keuangan dalam

rangka perizinan prima.

Pokok-pokok pengaturan yang

diusulkan dalam peraturan ini antara

lain:

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

87 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

1) Pihak Utama pada LJK wajib

memperoleh persetujuan dari OJK

sebelum menjalankan tindakan,

tugas dan fungsinya.

2) Penilaian kemampuan dan

kepatutan dilakukan untuk

menilai: (i) persyaratan integritas

dan kelayakan keuangan dari calon

PSP; (ii) persyaratan integritas dan

reputasi keuangan dari calon

Pengendali Perusahaan Asuransi

yang bukan Pemegang Saham;

dan (iii) persyaratan integritas,

reputasi keuangan dan kompetensi

dari selain calon PSP atau calon

Pengendali Perusahaan Asuransi.

3) Permohonan untuk memperoleh

persetujuan calon Pihak Utama

dilengkapi dengan dokumen

persyaratan administratif. Untuk

LJK yang telah memperoleh izin

usaha, permohonan diajukan oleh

anggota Direksi LJK. Sedangkan

untuk izin pendirian LJK

permohonan diajukan oleh calon

pemilik, pendiri atau anggota

Direksi LJK.

4) OJK berwenang untuk

menghentikan penilaian

kemampuan dan kepatutan calon

Pihak Utama LJK apabila calon

tersebut menjalani proses hukum,

menjalani proses penilaian

kemampuan dan kepatutan,

dan/atau menjalani proses

penilaian kembali karena terdapat

indikasi permasalahan integritas,

kelayakan/reputasi keuangan

dan/atau kompetensi pada suatu

LJK. Penghentian tersebut

diberitahukan secara tertulis

kepada LJK.

5) OJK menetapkan hasil penilaian

kemampuan dan kepatutan

menjadi

c. RPOJK tentang Perubahan atas

POJK Nomor 6/POJK.03/2015

tentang Transparansi dan Publikasi

Laporan Bank.

Latar belakang dari ketentuan ini

adalah adanya gap antara ketentuan

existing dengan standar pengaturan

Basel khususnya Pillar 3 Basel II dan

Basel III dalam rangka pemenuhan

Regulatory Consistency Assessment

Program (RCAP), sehingga perlu

dilakukan penyempurnaan ketentuan,

termasuk ketentuan transparansi dan

publikasi laporan Bank.

Perubahan yang diatur dalam RPOJK

tersebut antara lain mengenai:

1) Informasi kuantitatif eksposur risiko

yang dihadapi Bank yang semula

hanya diumumkan pada Laporan

Publikasi Tahunan (LT) menjadi

diumumkan pula pada Laporan

Publikasi Triwulanan (LPT) posisi

Juni;

2) Penambahan pengungkapan

Liquidity Coverage Ratio (LCR)

pada LPT;

3) Penambahan pengungkapan

informasi dan/atau fakta material;

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

92

Page 95: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

86 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

proses penyusunan pada triwulan II-

2016, diantaranya:

a. Dalam rangka konversi

1) SEBI Nomor 5/21/DPNP perihal

Penerapan Manajemen Risiko

Bagi Bank Umum.

2) SEBI Nomor 13/23/DPNP

perihal Perubahan Atas Surat

Edaran Nomor 5/21/DPNP

Perihal Penerapan Manajemen

Risiko Bagi Bank Umum.

3) SEBI Nomor 13/31/DPNP

perihal Lembaga Pemeringkat

dan Peringkat yang Diakui Bank

Indonesia.

4) SEBI Nomor 9/33/DPNP perihal

Pedoman Penggunaan Metode

Standar Dalam Perhitungan

Kewajiban Penyediaan Modal

Minimum Bank Umum Dengan

Memperhitungkan Risiko Pasar.

5) SEBI Nomor 14/21/DPNP

perihal Perubahan Atas Surat

Edaran Bank Indonesia Nomor

9/33/DPNP tanggal 18

Desember 2007 Perihal

Pedoman Penggunaan Metode

Standar Dalam Perhitungan

Kewajiban Penyediaan Modal

Minimum Bank Umum Dengan

Memperhitungkan Risiko Pasar.

6) SEBI Nomor 11/3/DPNP perihal

Perhitungan Aset Tertimbang

Menurut Risiko (ATMR) untuk

Risiko Operasional dengan

Menggunakan Pendekatan

Indikator Dasar (PID).

7) SEBI Nomor 14/37/DPNP

perihal Kewajiban Penyediaan

Modal Minimum sesuai Profil

Risiko dan Pemenuhan Capital

Equivalency Maintained Assets

(CEMA).

8) SEBI Nomor 15/6/DPNP perihal

Kegiatan Usaha Bank Umum

Berdasarkan Modal Inti.

9) SEBI Nomor 12/27/DPNP

perihal Rencana Bisnis Bank.

b. RPOJK tentang Penilaian

Kemampuan dan Kepatutan bagi

Pihak Utama Lembaga Jasa

Keuangan dan RSEOJK tentang

Penilaian Kemampuan dan Kepatutan

Bagi Calon Pemegang Saham

Pengendali, Calon Anggota Direksi,

dan Calon Anggota Dewan Komisaris

Bank Umum dan BPR.

Latar belakang dari ketentuan ini

adalah:

1) Harmonisasi terhadap ketentuan

dan Standard Operational

Procedure (SOP) Fit and Proper

Test (FPT) di sektor jasa

keuangan.

2) Penyederhanaan prosedur FPT

dengan memperhatikan

harmonisasi pada masing-masing

sektor jasa keuangan dalam

rangka perizinan prima.

Pokok-pokok pengaturan yang

diusulkan dalam peraturan ini antara

lain:

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

87 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

1) Pihak Utama pada LJK wajib

memperoleh persetujuan dari OJK

sebelum menjalankan tindakan,

tugas dan fungsinya.

2) Penilaian kemampuan dan

kepatutan dilakukan untuk

menilai: (i) persyaratan integritas

dan kelayakan keuangan dari calon

PSP; (ii) persyaratan integritas dan

reputasi keuangan dari calon

Pengendali Perusahaan Asuransi

yang bukan Pemegang Saham;

dan (iii) persyaratan integritas,

reputasi keuangan dan kompetensi

dari selain calon PSP atau calon

Pengendali Perusahaan Asuransi.

3) Permohonan untuk memperoleh

persetujuan calon Pihak Utama

dilengkapi dengan dokumen

persyaratan administratif. Untuk

LJK yang telah memperoleh izin

usaha, permohonan diajukan oleh

anggota Direksi LJK. Sedangkan

untuk izin pendirian LJK

permohonan diajukan oleh calon

pemilik, pendiri atau anggota

Direksi LJK.

4) OJK berwenang untuk

menghentikan penilaian

kemampuan dan kepatutan calon

Pihak Utama LJK apabila calon

tersebut menjalani proses hukum,

menjalani proses penilaian

kemampuan dan kepatutan,

dan/atau menjalani proses

penilaian kembali karena terdapat

indikasi permasalahan integritas,

kelayakan/reputasi keuangan

dan/atau kompetensi pada suatu

LJK. Penghentian tersebut

diberitahukan secara tertulis

kepada LJK.

5) OJK menetapkan hasil penilaian

kemampuan dan kepatutan

menjadi

c. RPOJK tentang Perubahan atas

POJK Nomor 6/POJK.03/2015

tentang Transparansi dan Publikasi

Laporan Bank.

Latar belakang dari ketentuan ini

adalah adanya gap antara ketentuan

existing dengan standar pengaturan

Basel khususnya Pillar 3 Basel II dan

Basel III dalam rangka pemenuhan

Regulatory Consistency Assessment

Program (RCAP), sehingga perlu

dilakukan penyempurnaan ketentuan,

termasuk ketentuan transparansi dan

publikasi laporan Bank.

Perubahan yang diatur dalam RPOJK

tersebut antara lain mengenai:

1) Informasi kuantitatif eksposur risiko

yang dihadapi Bank yang semula

hanya diumumkan pada Laporan

Publikasi Tahunan (LT) menjadi

diumumkan pula pada Laporan

Publikasi Triwulanan (LPT) posisi

Juni;

2) Penambahan pengungkapan

Liquidity Coverage Ratio (LCR)

pada LPT;

3) Penambahan pengungkapan

informasi dan/atau fakta material;

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

93

Page 96: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

88 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

4) Pengungkapan mengenai

larangan/batasan dan/atau

hambatan signifikan lainnya untuk

melakukan transfer dana atau

dalam rangka pemenuhan modal

yang dipersyaratkan oleh Otoritas

(regulatory capital) antara Bank

dengan entitas lain dalam satu

kelompok usaha;

5) Pengungkapan eksposur risiko dan

hal-hal terkait lainnya secara

triwulanan dalam hal terdapat

perubahan informasi yang

cenderung bersifat cepat atau

mendadak (prone to rapid change).

d. RSEOJK tentang Transparansi dan

Publikasi Laporan Bank

RSEOJK ini akan mencabut SEOJK

No.11/SEOJK.03/2015 agar

memudahkan pembaca dalam

mengacu pedoman pengisian Laporan

Publikasi.

Penyesuaian yang dilakukan dalam

RSEOJK tersebut antara lain

mengenai:

1) Format laporan perhitungan

KPMM;

2) Penambahan format

pengungkapan LCR;

3) Penambahan pengungkapan

kualitatif Risiko Kredit pihak lawan

(Counterparty Credit Risk/CCR)

pada risiko kredit;

4) Penambahan Pengungkapan

Interest Rate Risk in Banking Book

(IRRBB) pada risiko pasar;

5) Penambahan pengungkapan daftar

nama perusahaan anak pada

pengungkapan permodalan sesuai

kerangka Basel III;

6) Penghapusan pengaturan

pengungkapan perhitungan Risiko

Pasar dengan menggunakan

model internal.

1.2 Pengembangan Pengawasan Bank Umum Konvensional

Pada triwulan II-2016, terdapat lima

pedoman pengawasan yang masih

dalam proses penyusunan yaitu:

a. RSE DK tentang Pedoman

Pemeriksaan Berdasarkan Risiko

Untuk Pemeriksaan Rentabilitas.

Penyusunan pedoman ini berkaitan

dengan Pemeriksaan Berdasarkan

Risiko (Risk Based Examination) dan

diperlukan untuk membantu tugas

pengawasan untuk mendeteksi risiko

rentabilitas yang signifikan secara

dini, sehingga Pengawas dapat

mengambil tindakan pengawasan

yang sesuai dan tepat waktu;

b. RSE DK tentang Pedoman

Pemeriksaan Berdasarkan Risiko

Untuk Pemeriksaan Permodalan.

Penyusunan pedoman ini berkaitan

dengan Pemeriksaan Berdasarkan

Risiko (Risk Based Examination) dan

diperlukan untuk membantu tugas

pengawasan untuk mendeteksi risiko

permodalan yang signifikan secara

dini, sehingga Pengawas dapat

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

89 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

mengambil tindakan pengawasan

yang sesuai dan tepat waktu;

c. RSE DK tentang Pedoman

Pemeriksaan Berdasarkan Risiko

Untuk Pemeriksaan Good Corporate

Governance (GCG). Penyusunan

pedoman ini berkaitan dengan

Pemeriksaan Berdasarkan Risiko

(Risk Based Examination) dan

diperlukan untuk membantu tugas

pengawasan untuk mendeteksi hal-hal

yang mengganggu efektifitas

pelaksanaan GCG secara dini,

sehingga Pengawas dapat mengambil

tindakan pengawasan yang sesuai

dan tepat waktu;

d. RSE DK tentang Pedoman

Pemeriksaan Berdasarkan Risiko

Untuk Pemeriksaan Anti Pencucian

Uang dan Pencegahan Pendanaan

Terorisme (APU dan PPT).

Penyusunan pedoman ini berkaitan

dengan Pemeriksaan Berdasarkan

Risiko (Risk Based Examination) dan

diperlukan untuk membantu tugas

pengawasan untuk mendeteksi risiko

APU PPT secara dini, sehingga

Pengawas dapat mengambil tindakan

pengawasan yang sesuai dan tepat

waktu; dan

e. Pedoman Perhitungan Pemenuhan

Liquidity Coverage Ratio (LCR).

Penyusunan pedoman ini berkaitan

dengan rasio LCR yang diberlakukan

sejak akhir tahun 2015 dan diperlukan

untuk membantu tugas pengawasan

dalam mengidentifikasi komponen-

komponen alat likuiditas yang

diperhitungkan dalam rasio LCR.

Selanjutnya, sejalan dengan pengalihan

fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan

dan pengawasan kegiatan jasa

keuangan di sektor perbankan dari Bank

Indonesia ke OJK sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 55 ayat (2) UU OJK,

maka dipandang perlu untuk melakukan

konversi pedoman internal yang saat ini

masih berbentuk Peraturan Dewan

Gubernur (PDG) dan Surat Edaran Intern

Bank Indonesia menjadi Peraturan

Dewan Komisioner (PDK) dan Surat

Edaran Dewan Komisioner (SE DK) OJK.

Dengan dilakukannya konversi, dasar

hukum internal bagi pelaksanaan

kegiatan pengawasan perbankan di OJK

menjadi lebih memadai.

Pokok-pokok perubahan umum yang

akan dilakukan dalam konversi pedoman

internal, antara lain sebagai berikut:

a. Perubahan aturan acuan Surat

Edaran;

b. Perubahan frasa “Bank Indonesia”

menjadi “Otoritas Jasa Keuangan”,

dengan tetap memperhatikan

konteks substansi yang diatur;

c. Penyesuaian dan/atau penambahan

atas suatu definisi/istilah/aturan

dalam rangka harmonisasi dengan

ketentuan terkini atau standar

akuntansi keuangan (apabila

diperlukan); dan

d. Penyesuaian dan/atau penambahan

klausula pada bagian penutup untuk

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

94

Page 97: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

88 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

4) Pengungkapan mengenai

larangan/batasan dan/atau

hambatan signifikan lainnya untuk

melakukan transfer dana atau

dalam rangka pemenuhan modal

yang dipersyaratkan oleh Otoritas

(regulatory capital) antara Bank

dengan entitas lain dalam satu

kelompok usaha;

5) Pengungkapan eksposur risiko dan

hal-hal terkait lainnya secara

triwulanan dalam hal terdapat

perubahan informasi yang

cenderung bersifat cepat atau

mendadak (prone to rapid change).

d. RSEOJK tentang Transparansi dan

Publikasi Laporan Bank

RSEOJK ini akan mencabut SEOJK

No.11/SEOJK.03/2015 agar

memudahkan pembaca dalam

mengacu pedoman pengisian Laporan

Publikasi.

Penyesuaian yang dilakukan dalam

RSEOJK tersebut antara lain

mengenai:

1) Format laporan perhitungan

KPMM;

2) Penambahan format

pengungkapan LCR;

3) Penambahan pengungkapan

kualitatif Risiko Kredit pihak lawan

(Counterparty Credit Risk/CCR)

pada risiko kredit;

4) Penambahan Pengungkapan

Interest Rate Risk in Banking Book

(IRRBB) pada risiko pasar;

5) Penambahan pengungkapan daftar

nama perusahaan anak pada

pengungkapan permodalan sesuai

kerangka Basel III;

6) Penghapusan pengaturan

pengungkapan perhitungan Risiko

Pasar dengan menggunakan

model internal.

1.2 Pengembangan Pengawasan Bank Umum Konvensional

Pada triwulan II-2016, terdapat lima

pedoman pengawasan yang masih

dalam proses penyusunan yaitu:

a. RSE DK tentang Pedoman

Pemeriksaan Berdasarkan Risiko

Untuk Pemeriksaan Rentabilitas.

Penyusunan pedoman ini berkaitan

dengan Pemeriksaan Berdasarkan

Risiko (Risk Based Examination) dan

diperlukan untuk membantu tugas

pengawasan untuk mendeteksi risiko

rentabilitas yang signifikan secara

dini, sehingga Pengawas dapat

mengambil tindakan pengawasan

yang sesuai dan tepat waktu;

b. RSE DK tentang Pedoman

Pemeriksaan Berdasarkan Risiko

Untuk Pemeriksaan Permodalan.

Penyusunan pedoman ini berkaitan

dengan Pemeriksaan Berdasarkan

Risiko (Risk Based Examination) dan

diperlukan untuk membantu tugas

pengawasan untuk mendeteksi risiko

permodalan yang signifikan secara

dini, sehingga Pengawas dapat

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

89 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

mengambil tindakan pengawasan

yang sesuai dan tepat waktu;

c. RSE DK tentang Pedoman

Pemeriksaan Berdasarkan Risiko

Untuk Pemeriksaan Good Corporate

Governance (GCG). Penyusunan

pedoman ini berkaitan dengan

Pemeriksaan Berdasarkan Risiko

(Risk Based Examination) dan

diperlukan untuk membantu tugas

pengawasan untuk mendeteksi hal-hal

yang mengganggu efektifitas

pelaksanaan GCG secara dini,

sehingga Pengawas dapat mengambil

tindakan pengawasan yang sesuai

dan tepat waktu;

d. RSE DK tentang Pedoman

Pemeriksaan Berdasarkan Risiko

Untuk Pemeriksaan Anti Pencucian

Uang dan Pencegahan Pendanaan

Terorisme (APU dan PPT).

Penyusunan pedoman ini berkaitan

dengan Pemeriksaan Berdasarkan

Risiko (Risk Based Examination) dan

diperlukan untuk membantu tugas

pengawasan untuk mendeteksi risiko

APU PPT secara dini, sehingga

Pengawas dapat mengambil tindakan

pengawasan yang sesuai dan tepat

waktu; dan

e. Pedoman Perhitungan Pemenuhan

Liquidity Coverage Ratio (LCR).

Penyusunan pedoman ini berkaitan

dengan rasio LCR yang diberlakukan

sejak akhir tahun 2015 dan diperlukan

untuk membantu tugas pengawasan

dalam mengidentifikasi komponen-

komponen alat likuiditas yang

diperhitungkan dalam rasio LCR.

Selanjutnya, sejalan dengan pengalihan

fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan

dan pengawasan kegiatan jasa

keuangan di sektor perbankan dari Bank

Indonesia ke OJK sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 55 ayat (2) UU OJK,

maka dipandang perlu untuk melakukan

konversi pedoman internal yang saat ini

masih berbentuk Peraturan Dewan

Gubernur (PDG) dan Surat Edaran Intern

Bank Indonesia menjadi Peraturan

Dewan Komisioner (PDK) dan Surat

Edaran Dewan Komisioner (SE DK) OJK.

Dengan dilakukannya konversi, dasar

hukum internal bagi pelaksanaan

kegiatan pengawasan perbankan di OJK

menjadi lebih memadai.

Pokok-pokok perubahan umum yang

akan dilakukan dalam konversi pedoman

internal, antara lain sebagai berikut:

a. Perubahan aturan acuan Surat

Edaran;

b. Perubahan frasa “Bank Indonesia”

menjadi “Otoritas Jasa Keuangan”,

dengan tetap memperhatikan

konteks substansi yang diatur;

c. Penyesuaian dan/atau penambahan

atas suatu definisi/istilah/aturan

dalam rangka harmonisasi dengan

ketentuan terkini atau standar

akuntansi keuangan (apabila

diperlukan); dan

d. Penyesuaian dan/atau penambahan

klausula pada bagian penutup untuk

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

95

Page 98: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

90 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

mencabut PDG dan SE BI Internal

yang dikonversi.

Pelaksanaan konversi ketentuan internal

BI menjadi ketentuan internal OJK akan

dilakukan secara bertahap. Untuk tahun

2016, konversi akan diprioritaskan

terhadap PDG terkait Pengawasan Bank

Berdasarkan Risiko dan beberapa

pedoman internal mengenai penyusunan

Audit Working Plan (AWP), Laporan Hasil

Pemeriksaan (LHP), Know Your Bank,

dan Supervisory Plan.

Dalam rangka memperkaya dan

menyempurnakan substansi pengaturan

yang akan disusun, maka pada setiap

penyusunan POJK dan SEOJK baik yang

telah diterbitkan maupun sedang dalam

proses penyusunan dilakukan rapat

dengar pendapat dengan industri dan

asosiasi perbankan untuk mendapatkan

masukan dan tanggapan yang

memperkuat substansi pengaturan.

Mengingat proses penyusunan ketentuan

yang akan diterbitkan pada tahun 2016

masih dalam proses awal, sehingga pada

triwulan II-2016 tidak terdapat rapat

dengar pendapat.

Terkait dengan pengembangan capacity

building Pengawas, pada triwulan II-2016

telah dilakukan tiga kali sosialisasi

kepada pengawas mengenai lima

pedoman pemeriksaan berdasarkan

risiko (pedoman pemeriksaan risiko

pasar, pedoman pemeriksaan risiko

stratejik, pedoman pemeriksaan risiko

kepatuhan, pedoman pemeriksaan risiko

reputasi dan pedoman pemeriksaan

risiko hukum).

2. Bank Syariah2.1 Kebijakan dan Pengaturan

Pada triwulan II-2016, terdapat satu

RPOJK dan dua RSEOJK yang sedang

dalam proses penyusunan, yaitu:

a. Dalam rangka konversi terhadap:

1) PBI Nomor 13/23/PBI/2011 tentang

Penerapan Manajemen Risiko bagi

Bank Umum Syariah dan Unit

Usaha Syariah (MR Syariah)

2) PBI Nomor 11/15/PBI/2009 tentang

Perubahan Kegiatan Usaha Bank

Konvensional Menjadi Bank

Syariah

3) SEBI Nomor 11/24/DPbS perihal

Perubahan Kegiatan Usaha Bank

Umum Konvensional Menjadi Bank

Umum Syariah

4) SEBI Nomor 11/25/DPbS perihal

Perubahan Kegiatan Usaha Bank

Perkreditan Rakyat Menjadi Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah

b. RPOJK tentang Rencana Bisnis Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (RBB BPRS)

Latar belakang Untuk mengarahkan kegiatan

operasional BPRS agar sesuai dengan

visi misi BPRS melalui penetapan

sasaran strategis dan nilai-nilai yang

dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana

Bisnis. Penyusunan ketentuan ini

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

91 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

merupakan penyempurnaan dari SKDIR

Nomor 31/60/KEPDIR tanggal 9 Juli

1998 tentang Rencana Kerja dan

Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja

Bank Perkreditan Rakyat. Dengan

diterbitkannya ketentuan ini diharapkan

BPRS dapat memiliki perencanaan

kegiatan usaha yang lebih matang,

realistis, dan komprehensif. Selain itu

juga sebagai salah satu langkah dalam

menerapkan prinsip tata kelola yang baik

dan pada akhirnya dapat memberikan

layanan yang lebih baik kepada

masyarakat.

Pokok-pokok Pengaturan a) BPR dan BPRS wajib menyusun

Rencana Bisnis secara realistis setiap

tahun yang disusun oleh Direksi dan

disetujui oleh Dewan Komisaris.

Rencana Bisnis tersebut mencakup

rencana dalam jangka pendek,

jangka menengah, dan/atau rencana

strategis pengembangan jangka

panjang.

b) Rencana Bisnis paling sedikit

meliputi: ringkasan eksekutif; strategi

bisnis dan kebijakan; proyeksi laporan

keuangan; target rasio-rasio dan pos-

pos tertentu lainnya; rencana

penghimpunan dana; rencana

penyaluran dana; rencana

permodalan; rencana

pengembangan organisasi, teknologi

informasi dan sumber daya manusia

(SDM); rencana pelaksanaan kegiatan

usaha baru atau rencana penerbitan

produk dan pelaksanaan aktivitas

baru; rencana pengembangan

dan/atau perubahan jaringan kantor;

dan informasi lainnya.

c) BPR dan BPRS wajib menyampaikan

Rencana Bisnis paling lambat pada

akhir bulan November sebelum tahun

Rencana Bisnis dimulai.

c. RSEOJK tentang Rencana Bisnis Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (RBB BPRS)

Latar belakang RSEOJK ini merupakan peraturan

pelaksanaan dari RPOJK tentang

Rencana Bisnis Bank Pembiayaan

Rakyat Syariah (RBB BPRS).

Pokok-pokok pengaturan Dalam RSEOJK ini cakupan ketentuan

yang diusulkan:

a) Rencana Bisnis BPRS

b) Laporan Realisasi Rencana Bisnis

c) Laporan Pengawasan Rencana Bisnis

d) Bentuk dan susunan Rencana Bisnis,

Laporan Realisasi Rencana Bisnis,

dan Laporan Pengawasan Rencana

Bisnis

e) Tata cara penyampaian Rencana

Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis,

dan/atau Laporan Realisasi Rencana

Bisnis

f) Perhitungan jangka waktu

penyampaian laporan dan sanksi

kewajiban membayar

d. RSEOJK tentang Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Berdasarkan Modal Inti

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

96

Page 99: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

90 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

mencabut PDG dan SE BI Internal

yang dikonversi.

Pelaksanaan konversi ketentuan internal

BI menjadi ketentuan internal OJK akan

dilakukan secara bertahap. Untuk tahun

2016, konversi akan diprioritaskan

terhadap PDG terkait Pengawasan Bank

Berdasarkan Risiko dan beberapa

pedoman internal mengenai penyusunan

Audit Working Plan (AWP), Laporan Hasil

Pemeriksaan (LHP), Know Your Bank,

dan Supervisory Plan.

Dalam rangka memperkaya dan

menyempurnakan substansi pengaturan

yang akan disusun, maka pada setiap

penyusunan POJK dan SEOJK baik yang

telah diterbitkan maupun sedang dalam

proses penyusunan dilakukan rapat

dengar pendapat dengan industri dan

asosiasi perbankan untuk mendapatkan

masukan dan tanggapan yang

memperkuat substansi pengaturan.

Mengingat proses penyusunan ketentuan

yang akan diterbitkan pada tahun 2016

masih dalam proses awal, sehingga pada

triwulan II-2016 tidak terdapat rapat

dengar pendapat.

Terkait dengan pengembangan capacity

building Pengawas, pada triwulan II-2016

telah dilakukan tiga kali sosialisasi

kepada pengawas mengenai lima

pedoman pemeriksaan berdasarkan

risiko (pedoman pemeriksaan risiko

pasar, pedoman pemeriksaan risiko

stratejik, pedoman pemeriksaan risiko

kepatuhan, pedoman pemeriksaan risiko

reputasi dan pedoman pemeriksaan

risiko hukum).

2. Bank Syariah2.1 Kebijakan dan Pengaturan

Pada triwulan II-2016, terdapat satu

RPOJK dan dua RSEOJK yang sedang

dalam proses penyusunan, yaitu:

a. Dalam rangka konversi terhadap:

1) PBI Nomor 13/23/PBI/2011 tentang

Penerapan Manajemen Risiko bagi

Bank Umum Syariah dan Unit

Usaha Syariah (MR Syariah)

2) PBI Nomor 11/15/PBI/2009 tentang

Perubahan Kegiatan Usaha Bank

Konvensional Menjadi Bank

Syariah

3) SEBI Nomor 11/24/DPbS perihal

Perubahan Kegiatan Usaha Bank

Umum Konvensional Menjadi Bank

Umum Syariah

4) SEBI Nomor 11/25/DPbS perihal

Perubahan Kegiatan Usaha Bank

Perkreditan Rakyat Menjadi Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah

b. RPOJK tentang Rencana Bisnis Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (RBB BPRS)

Latar belakang Untuk mengarahkan kegiatan

operasional BPRS agar sesuai dengan

visi misi BPRS melalui penetapan

sasaran strategis dan nilai-nilai yang

dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana

Bisnis. Penyusunan ketentuan ini

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

91 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

merupakan penyempurnaan dari SKDIR

Nomor 31/60/KEPDIR tanggal 9 Juli

1998 tentang Rencana Kerja dan

Laporan Pelaksanaan Rencana Kerja

Bank Perkreditan Rakyat. Dengan

diterbitkannya ketentuan ini diharapkan

BPRS dapat memiliki perencanaan

kegiatan usaha yang lebih matang,

realistis, dan komprehensif. Selain itu

juga sebagai salah satu langkah dalam

menerapkan prinsip tata kelola yang baik

dan pada akhirnya dapat memberikan

layanan yang lebih baik kepada

masyarakat.

Pokok-pokok Pengaturan a) BPR dan BPRS wajib menyusun

Rencana Bisnis secara realistis setiap

tahun yang disusun oleh Direksi dan

disetujui oleh Dewan Komisaris.

Rencana Bisnis tersebut mencakup

rencana dalam jangka pendek,

jangka menengah, dan/atau rencana

strategis pengembangan jangka

panjang.

b) Rencana Bisnis paling sedikit

meliputi: ringkasan eksekutif; strategi

bisnis dan kebijakan; proyeksi laporan

keuangan; target rasio-rasio dan pos-

pos tertentu lainnya; rencana

penghimpunan dana; rencana

penyaluran dana; rencana

permodalan; rencana

pengembangan organisasi, teknologi

informasi dan sumber daya manusia

(SDM); rencana pelaksanaan kegiatan

usaha baru atau rencana penerbitan

produk dan pelaksanaan aktivitas

baru; rencana pengembangan

dan/atau perubahan jaringan kantor;

dan informasi lainnya.

c) BPR dan BPRS wajib menyampaikan

Rencana Bisnis paling lambat pada

akhir bulan November sebelum tahun

Rencana Bisnis dimulai.

c. RSEOJK tentang Rencana Bisnis Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (RBB BPRS)

Latar belakang RSEOJK ini merupakan peraturan

pelaksanaan dari RPOJK tentang

Rencana Bisnis Bank Pembiayaan

Rakyat Syariah (RBB BPRS).

Pokok-pokok pengaturan Dalam RSEOJK ini cakupan ketentuan

yang diusulkan:

a) Rencana Bisnis BPRS

b) Laporan Realisasi Rencana Bisnis

c) Laporan Pengawasan Rencana Bisnis

d) Bentuk dan susunan Rencana Bisnis,

Laporan Realisasi Rencana Bisnis,

dan Laporan Pengawasan Rencana

Bisnis

e) Tata cara penyampaian Rencana

Bisnis, penyesuaian Rencana Bisnis,

dan/atau Laporan Realisasi Rencana

Bisnis

f) Perhitungan jangka waktu

penyampaian laporan dan sanksi

kewajiban membayar

d. RSEOJK tentang Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Berdasarkan Modal Inti

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

97

Page 100: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

92 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Latar Belakang Penyusunan ketentuan ini dilakukan

dalam rangka penyempurnaan dari SEBI

Nomor 15/8/DPbS tanggal 27 Maret 2013

perihal Pembukaan Jaringan Kantor

Bank Umum Syariah dan Unit Usaha

Syariah Berdasarkan Modal Inti.

Diharapkan dengan dilakukan

penyempurnaan, bank dimudahkan

dalam pembukaan jaringan kantor.

Dengan demikian efisiensi dalam

pengelolaan bank, serta penyaluran

pembiayaan UMKM dapat ditingkatkan.

Pokok-pokok pengaturan

Adapun pokok-pokok pengaturan yang

diusulkan dalam ketentuan ini adalah:

a) Penetuan zona dan koeifisien

masing-masing zona;

b) Penetapan biaya investasi

pembukaan jaringan kantor bank;

c) Pertimbangan pencapaian tingkat

efisiensi dalam pembukaan

jaringan kantor;

d) Perhitungan alokasi modal inti

bank;

e) Perhitungan ketersediaan alokasi

modal inti bank;

f) Penetapan jumlah pembukaan

jaringan kantor bank; dan

g) Perimbangan penyebaran jaringan

kantor bank pada zona tertentu.

Dalam rangka memperkaya dan

menyempurnakan substansi pengaturan

yang akan disusun, maka pada setiap

penyusunan POJK dan SEOJK baik yang

telah diterbitkan maupun sedang dalam

proses penyusunan dilakukan dengar

pendapat dengan industri dan asosiasi

perbankan untuk mendapatkan masukan

dan tanggapan yang memperkuat

substansi pengaturan. Pada triwulan II-

2016, telah dilakukan dua kali rapat

dengar pendapat untuk kedua

penyusunan RPOJK dan RSEOJK

tersebut, masing-masing pada tanggal 27

April 2016 dan 19 Mei 2016.

2.2 Kajian Dalam rangka mendukung perumusan

kebijakan pengembangan perbankan

syariah (research-based policy making),

pada triwulan II-2016 terdapat dua

penelitian yang telah selesai dilakukan.

2.2.1 Kajian mengenai “Pola Pembiayaan Perbankan Syariah pada Sektor Pertanian Organik”

Dalam rangka meningkatkan

pembiayaan perbankan syariah di sektor

strategis terutama sektor pertanian

organik, serta melaksanakan Roadmap

Sustainable Finance 2015-2019 yang

antara lain memuat inisiatif untuk

mendorong keterlibatan sektor jasa

keuangan dalam mendukung sektor-

sektor usaha yang peduli lingkungan

hidup (eco-friendly).

Tujuan dari penyusunan kajian ini adalah

untuk mengidentifikasi faktor-faktor

viability dan feasibility perbankan syariah

yang tergolong dalam pembiayaan sektor

pertanian organik, serta membentuk

model pembiayaan perbankan syariah

terhadap sektor pertanian organik

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

93 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

subsektor tanaman pangan khususnya

padi.

Dalam rangka penyusunan kajian

tersebut, pada triwulan II-2016 telah

dilakukan:

a. Pertemuan dengan Badan Zakat

Nasional (BAZNAS) pada tanggal 5

April 2016. Informasi yang

didapatkan dari pertemuan tersebut

antara lain, BAZNAS, bekerja sama

dengan FATETA UGM, telah

memiliki beberapa desa binaan

untuk pertanian organik di

Yogyakarta. Selain itu, BAZNAS

menawarkan bantuan untuk

menyalurkan pembiayaan kepada

petani yang melakukan konversi dari

metode pertanian konvensional ke

pertanian organik.

b. Pertemuan tanggal 7 April 2016

untuk membentuk kelompok kerja,

menentukan konsep dan langkah-

langkah selanjutnya, serta hasil yang

diharapkan. Pertemuan selanjutnya

direncanakan untuk membahas

sumber dana pembiayaan, tim

peneliti untuk kajian penelitian, dan

finalisasi anggota kelompok kerja

beserta hak dan kewajiban.

c. Rapat koordinasi dengan Bank

Indonesia pada tanggal 15 April

2016, dalam rangka pertukaran

informasi dan sharing mengenai

program yang berkaitan dengan

pembiayaan pertanian organik.

d. Penyelenggaraan Kickoff Meeting

Kelompok Kerja (Pokja)

“Pemberdayaan Perbankan Syariah

dalam Pengembangan Pertanian

Organik di Indonesia” tanggal 2 Mei

2016, untuk membahas outline buku

panduan beserta penentuan PIC,

timetable Pokja dan tindak lanjut

berikutnya. Selanjutnya

direncanakan untuk mengunjungi

Imogiri, Yogyakarta.

e. Pertemuan dan On The Spot I

Kelompok Kerja “Pemberdayaan

Perbankan Syariah dalam

Pengembangan Pertanian Organik

di Indonesia” yang dilakukan di

Semarang (tanggal 30 Mei 2016)

dan Cikajang (tanggal 31 Mei 2016).

Kegiatan tersebut menghasilkan

tambahan data dan informasi untuk

penyusunan handbook dari pelaku

pertanian organik.

2.2.2 Kajian PenyempurnaanKewajiban Penyediaan ModalMinimum (KPMM) BPRS

Kajian terkait dengan ekspansi

perekonomian secara optimal dan

berkesinambungan, khususnya di

segmen UMKM, dengan tujuan untuk:

a. Memperkirakan jumlah modal inti

minimum yang diperlukan BPRS

existing untuk dapat bersaing dan

tumbuh berkelanjutan.

b. Mengevaluasi standar (komponen

dan parameter) KPMM yang

relevan bagi penguatan ketahanan

permodalan BPRS dalam

menyerap risiko aktivitas

operasionalnya.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

98

Page 101: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

92 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Latar Belakang Penyusunan ketentuan ini dilakukan

dalam rangka penyempurnaan dari SEBI

Nomor 15/8/DPbS tanggal 27 Maret 2013

perihal Pembukaan Jaringan Kantor

Bank Umum Syariah dan Unit Usaha

Syariah Berdasarkan Modal Inti.

Diharapkan dengan dilakukan

penyempurnaan, bank dimudahkan

dalam pembukaan jaringan kantor.

Dengan demikian efisiensi dalam

pengelolaan bank, serta penyaluran

pembiayaan UMKM dapat ditingkatkan.

Pokok-pokok pengaturan

Adapun pokok-pokok pengaturan yang

diusulkan dalam ketentuan ini adalah:

a) Penetuan zona dan koeifisien

masing-masing zona;

b) Penetapan biaya investasi

pembukaan jaringan kantor bank;

c) Pertimbangan pencapaian tingkat

efisiensi dalam pembukaan

jaringan kantor;

d) Perhitungan alokasi modal inti

bank;

e) Perhitungan ketersediaan alokasi

modal inti bank;

f) Penetapan jumlah pembukaan

jaringan kantor bank; dan

g) Perimbangan penyebaran jaringan

kantor bank pada zona tertentu.

Dalam rangka memperkaya dan

menyempurnakan substansi pengaturan

yang akan disusun, maka pada setiap

penyusunan POJK dan SEOJK baik yang

telah diterbitkan maupun sedang dalam

proses penyusunan dilakukan dengar

pendapat dengan industri dan asosiasi

perbankan untuk mendapatkan masukan

dan tanggapan yang memperkuat

substansi pengaturan. Pada triwulan II-

2016, telah dilakukan dua kali rapat

dengar pendapat untuk kedua

penyusunan RPOJK dan RSEOJK

tersebut, masing-masing pada tanggal 27

April 2016 dan 19 Mei 2016.

2.2 Kajian Dalam rangka mendukung perumusan

kebijakan pengembangan perbankan

syariah (research-based policy making),

pada triwulan II-2016 terdapat dua

penelitian yang telah selesai dilakukan.

2.2.1 Kajian mengenai “Pola Pembiayaan Perbankan Syariah pada Sektor Pertanian Organik”

Dalam rangka meningkatkan

pembiayaan perbankan syariah di sektor

strategis terutama sektor pertanian

organik, serta melaksanakan Roadmap

Sustainable Finance 2015-2019 yang

antara lain memuat inisiatif untuk

mendorong keterlibatan sektor jasa

keuangan dalam mendukung sektor-

sektor usaha yang peduli lingkungan

hidup (eco-friendly).

Tujuan dari penyusunan kajian ini adalah

untuk mengidentifikasi faktor-faktor

viability dan feasibility perbankan syariah

yang tergolong dalam pembiayaan sektor

pertanian organik, serta membentuk

model pembiayaan perbankan syariah

terhadap sektor pertanian organik

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

93 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

subsektor tanaman pangan khususnya

padi.

Dalam rangka penyusunan kajian

tersebut, pada triwulan II-2016 telah

dilakukan:

a. Pertemuan dengan Badan Zakat

Nasional (BAZNAS) pada tanggal 5

April 2016. Informasi yang

didapatkan dari pertemuan tersebut

antara lain, BAZNAS, bekerja sama

dengan FATETA UGM, telah

memiliki beberapa desa binaan

untuk pertanian organik di

Yogyakarta. Selain itu, BAZNAS

menawarkan bantuan untuk

menyalurkan pembiayaan kepada

petani yang melakukan konversi dari

metode pertanian konvensional ke

pertanian organik.

b. Pertemuan tanggal 7 April 2016

untuk membentuk kelompok kerja,

menentukan konsep dan langkah-

langkah selanjutnya, serta hasil yang

diharapkan. Pertemuan selanjutnya

direncanakan untuk membahas

sumber dana pembiayaan, tim

peneliti untuk kajian penelitian, dan

finalisasi anggota kelompok kerja

beserta hak dan kewajiban.

c. Rapat koordinasi dengan Bank

Indonesia pada tanggal 15 April

2016, dalam rangka pertukaran

informasi dan sharing mengenai

program yang berkaitan dengan

pembiayaan pertanian organik.

d. Penyelenggaraan Kickoff Meeting

Kelompok Kerja (Pokja)

“Pemberdayaan Perbankan Syariah

dalam Pengembangan Pertanian

Organik di Indonesia” tanggal 2 Mei

2016, untuk membahas outline buku

panduan beserta penentuan PIC,

timetable Pokja dan tindak lanjut

berikutnya. Selanjutnya

direncanakan untuk mengunjungi

Imogiri, Yogyakarta.

e. Pertemuan dan On The Spot I

Kelompok Kerja “Pemberdayaan

Perbankan Syariah dalam

Pengembangan Pertanian Organik

di Indonesia” yang dilakukan di

Semarang (tanggal 30 Mei 2016)

dan Cikajang (tanggal 31 Mei 2016).

Kegiatan tersebut menghasilkan

tambahan data dan informasi untuk

penyusunan handbook dari pelaku

pertanian organik.

2.2.2 Kajian PenyempurnaanKewajiban Penyediaan ModalMinimum (KPMM) BPRS

Kajian terkait dengan ekspansi

perekonomian secara optimal dan

berkesinambungan, khususnya di

segmen UMKM, dengan tujuan untuk:

a. Memperkirakan jumlah modal inti

minimum yang diperlukan BPRS

existing untuk dapat bersaing dan

tumbuh berkelanjutan.

b. Mengevaluasi standar (komponen

dan parameter) KPMM yang

relevan bagi penguatan ketahanan

permodalan BPRS dalam

menyerap risiko aktivitas

operasionalnya.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

99

Page 102: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

94 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Adapun ruang lingkup penelitian

difokuskan pada BPRS yang telah

beroperasi minimal dalam tiga tahun

terakhir, dengan pertimbangan

ketersediaan dan relevansi data dengan

kondisi terkini industri. Dalam konteks

KPMM, evaluasi difokuskan pada

kecukupan komponen permodalan dan

tidak menyentuh kelayakan parameter

atau bobot risiko dari aset BPRS.

Pendekatan atau tools analisis yang

digunakan adalah cluster analysis, yang

dilaksanakan melalui kolaborasi dengan

konsultan peneliti eksternal yang telah

ditunjuk.

2.3 Pengembangan Pengawasan Perbankan Syariah

Pada triwulan II-2016 telah dilakukan:

a. Pelatihan Pengawas BPRS Tingkat

Intermediate di Makassar pada

tanggal 12 - 22 April 2016.

b. Evaluasi LSMK data pelaporan

bulan Februari 2016 bersamaan

dengan Pemeriksaan Umum UUS

BPD Kalbar pada tanggal 25 - 29

April 2016.

c. Sosialisasi Teknik Pemeriksaan

menggunakan LSMK pada tanggal

13 Mei 2016.

d. Coaching Clinic kepada BPD Aceh

dalam rangka konversi menjadi

Bank Syariah pada tanggal 30 Mei

- 2 Juni 2016 di Aceh.

e. Focus Group Discussion (FGD)

terkait dengan ketentuan Tindak

Lanjut Penanganan Terhadap

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

(BPRS) Dalam Status Pengawasan

Khusus (Exit Policy BPRS).

2.4 Kampanye Produk dan Edukasi Perbankan Syariah (iB Campaign)

Dalam rangka meningkatkan awareness

dan pemahaman masyarakat terhadap

perbankan/keuangan syariah, selama

triwulan II-2016 telah dilakukan:

a. Kampanye Aku Cinta Keuangan

Syariah melalui:

i. “Keuangan Syariah Fair

(KSF)” Surabaya, tanggal 12

s.d. 15 Mei 2016 yang

diselenggarakan secara

terintegrasi bekerjasama

dengan industri keuangan

syariah (16 BUS/UUS/BPRS,

11 industri non-bank syariah

dan 11 industri pasar modal

syariah). Kegiatan dimaksud

antara lain bertujuan untuk

meningkatkan outreach

nasabah baru Sektor Jasa

Keuangan (SJK) Syariah.

ii. Expo iB Vaganza bekerjasama

dengan Working Group

Markom Perbankan di dua

kota, yaitu: (1) Bekasi tanggal

28 April–1 Mei 2016, diikuti

oleh 15 BUS/UUS dan 1

BPRS. Dari penyelenggaraan

ini diperoleh 19.041 rekening

DPK dengan nominal sebesar

Rp3 milyar dan realisasi

pembiayaan sebesar Rp10

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

95 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

milyar; (2) Padang tanggal 19-

22 Mei 2016, diikuti oleh 7

BUS/UUS, 1 IKNB Syariah

dan 1 Pasar Modal Syariah.

Dari penyelenggaan ini,

diperoleh 6.963 rekening DPK

dengan nominal sebesar Rp19

milyar dan realisasi

pembiayaan sebesar Rp25

milyar.

b. Pelaksanaan Sosialisasi dan

Edukasi Perbankan Syariah

kepada Komunitas Sosial Media

bekerjasama dengan Kompasiana,

melalui kegiatan Workshop iB

Blogger bersama “Kompasiana

Nangkring” di Padang yang diikuti

38 peserta (tanggal 21 Mei 2016)

dan Surabaya yang diikuti 56

peserta (tanggal 14 Mei 2016).

c. Olimpiade Perbankan Syariah level

SMA/sederajat tanggal 10-14 Mei

2016 di Surabaya dengan total

peserta 28 tim.

d. Kegiatan Training of Trainers

(TOT) keuangan syariah

terintegrasi dengan Universitas

Airlangga Surabaya tanggal 11-13

Mei 2016. Tujuan kegiatan untuk

memberikan pemahaman dan

pengetahuan kepada peserta,

sehingga dapat meningkatkan

kompetensi SDM pengajar/

akademisi di bidang ekonomi dan

perbankan syariah.

e. Penyusunan Standar Produk

berbasis Ijarah Muntahiya Bit

Tamlik dan Ijarah Multijasa terkait

pengembangan produk perbankan

syariah.

3. BPR

3.1 Kebijakan dan Pengaturan

Pada triwulan II-2016 telah diterbitkan

satu SEOJK yaitu SEOJK Nomor

19/SEOJK.03/2016 tanggal 10 Juni 2016

tentang Pemenuhan Ketentuan BPR dan

Transformasi BKD yang Diberikan Status

Sebagai BPR.

Latar Belakang SEOJK ini merupakan ketentuan

pelaksanaan dari POJK Nomor

10/POJK.03/2016 tentang Pemenuhan

Ketentuan BPR dan Transformasi BKD

yang Diberikan Status Sebagai BPR.

Tahapan dan proses Penyatuan BKD

ataupun Pengalihan BKD ini dilakukan

dalam rangka memenuhi ketentuan BPR

ataupun penggabungan BKD jika ingin

bertransformasi menjadi LKM.

Pokok-pokok Pengaturan Dalam SEOJK ini diatur ketentuan yang

mencakup rincian dari ketentuan BPR

yang wajib dipenuhi oleh BKD, antara

lain:

1) Pemenuhan Ketentuan BPR terkait

dengan kelembagaan, prinsip kehati-

hatian, pelaporan dan transparansi

keuangan, serta penerapan standar

akuntansi bagi BPR

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

100

Page 103: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

94 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Adapun ruang lingkup penelitian

difokuskan pada BPRS yang telah

beroperasi minimal dalam tiga tahun

terakhir, dengan pertimbangan

ketersediaan dan relevansi data dengan

kondisi terkini industri. Dalam konteks

KPMM, evaluasi difokuskan pada

kecukupan komponen permodalan dan

tidak menyentuh kelayakan parameter

atau bobot risiko dari aset BPRS.

Pendekatan atau tools analisis yang

digunakan adalah cluster analysis, yang

dilaksanakan melalui kolaborasi dengan

konsultan peneliti eksternal yang telah

ditunjuk.

2.3 Pengembangan Pengawasan Perbankan Syariah

Pada triwulan II-2016 telah dilakukan:

a. Pelatihan Pengawas BPRS Tingkat

Intermediate di Makassar pada

tanggal 12 - 22 April 2016.

b. Evaluasi LSMK data pelaporan

bulan Februari 2016 bersamaan

dengan Pemeriksaan Umum UUS

BPD Kalbar pada tanggal 25 - 29

April 2016.

c. Sosialisasi Teknik Pemeriksaan

menggunakan LSMK pada tanggal

13 Mei 2016.

d. Coaching Clinic kepada BPD Aceh

dalam rangka konversi menjadi

Bank Syariah pada tanggal 30 Mei

- 2 Juni 2016 di Aceh.

e. Focus Group Discussion (FGD)

terkait dengan ketentuan Tindak

Lanjut Penanganan Terhadap

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

(BPRS) Dalam Status Pengawasan

Khusus (Exit Policy BPRS).

2.4 Kampanye Produk dan Edukasi Perbankan Syariah (iB Campaign)

Dalam rangka meningkatkan awareness

dan pemahaman masyarakat terhadap

perbankan/keuangan syariah, selama

triwulan II-2016 telah dilakukan:

a. Kampanye Aku Cinta Keuangan

Syariah melalui:

i. “Keuangan Syariah Fair

(KSF)” Surabaya, tanggal 12

s.d. 15 Mei 2016 yang

diselenggarakan secara

terintegrasi bekerjasama

dengan industri keuangan

syariah (16 BUS/UUS/BPRS,

11 industri non-bank syariah

dan 11 industri pasar modal

syariah). Kegiatan dimaksud

antara lain bertujuan untuk

meningkatkan outreach

nasabah baru Sektor Jasa

Keuangan (SJK) Syariah.

ii. Expo iB Vaganza bekerjasama

dengan Working Group

Markom Perbankan di dua

kota, yaitu: (1) Bekasi tanggal

28 April–1 Mei 2016, diikuti

oleh 15 BUS/UUS dan 1

BPRS. Dari penyelenggaraan

ini diperoleh 19.041 rekening

DPK dengan nominal sebesar

Rp3 milyar dan realisasi

pembiayaan sebesar Rp10

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

95 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

milyar; (2) Padang tanggal 19-

22 Mei 2016, diikuti oleh 7

BUS/UUS, 1 IKNB Syariah

dan 1 Pasar Modal Syariah.

Dari penyelenggaan ini,

diperoleh 6.963 rekening DPK

dengan nominal sebesar Rp19

milyar dan realisasi

pembiayaan sebesar Rp25

milyar.

b. Pelaksanaan Sosialisasi dan

Edukasi Perbankan Syariah

kepada Komunitas Sosial Media

bekerjasama dengan Kompasiana,

melalui kegiatan Workshop iB

Blogger bersama “Kompasiana

Nangkring” di Padang yang diikuti

38 peserta (tanggal 21 Mei 2016)

dan Surabaya yang diikuti 56

peserta (tanggal 14 Mei 2016).

c. Olimpiade Perbankan Syariah level

SMA/sederajat tanggal 10-14 Mei

2016 di Surabaya dengan total

peserta 28 tim.

d. Kegiatan Training of Trainers

(TOT) keuangan syariah

terintegrasi dengan Universitas

Airlangga Surabaya tanggal 11-13

Mei 2016. Tujuan kegiatan untuk

memberikan pemahaman dan

pengetahuan kepada peserta,

sehingga dapat meningkatkan

kompetensi SDM pengajar/

akademisi di bidang ekonomi dan

perbankan syariah.

e. Penyusunan Standar Produk

berbasis Ijarah Muntahiya Bit

Tamlik dan Ijarah Multijasa terkait

pengembangan produk perbankan

syariah.

3. BPR

3.1 Kebijakan dan Pengaturan

Pada triwulan II-2016 telah diterbitkan

satu SEOJK yaitu SEOJK Nomor

19/SEOJK.03/2016 tanggal 10 Juni 2016

tentang Pemenuhan Ketentuan BPR dan

Transformasi BKD yang Diberikan Status

Sebagai BPR.

Latar Belakang SEOJK ini merupakan ketentuan

pelaksanaan dari POJK Nomor

10/POJK.03/2016 tentang Pemenuhan

Ketentuan BPR dan Transformasi BKD

yang Diberikan Status Sebagai BPR.

Tahapan dan proses Penyatuan BKD

ataupun Pengalihan BKD ini dilakukan

dalam rangka memenuhi ketentuan BPR

ataupun penggabungan BKD jika ingin

bertransformasi menjadi LKM.

Pokok-pokok Pengaturan Dalam SEOJK ini diatur ketentuan yang

mencakup rincian dari ketentuan BPR

yang wajib dipenuhi oleh BKD, antara

lain:

1) Pemenuhan Ketentuan BPR terkait

dengan kelembagaan, prinsip kehati-

hatian, pelaporan dan transparansi

keuangan, serta penerapan standar

akuntansi bagi BPR

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

101

Page 104: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

96 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

2) Penyatuan BKD dan pengalihan

BKD

3) Transformasi BKD

4) Pengaturan BKD dalam masa

transisi

5) Pencabutan izin usaha BKD sebagai

BPR

6) Pemberesan BKD yang dicabut izin

usahanya sebagai BPR

7) Pengawasan BKD.

3.2 Pengembangan Pengawasan BPR

Pada triwulan II-2016 sedang diproses

penyusunan satu RPDK dan dua

RSEDK, yaitu:

a. RPDK Pengawasan Bank Perkreditan

Rakyat Berdasarkan Risiko (Risk

Based Supervision-RBS)

RPDK ini merupakan pedoman bagi

Pengawas BPR dalam melaksanakan

fungsi pengawasannya.

b. RSE DK tentang Pemahaman

Terhadap BPR (Know Your

BPR/KYBPR)

RSEDK ini merupakan turunan dari

PDK Pengawasan BPR Berdasarkan

Risiko yang merupakan acuan

pengawas BPR dalam pelaksanaan

tugasnya. Dalam Pengawasan BPR

Berdasarkan Risiko terdapat siklus

pengawasan berdasarkan risiko yang

terdiri dari enam tahap. Tahap

pertama yaitu pemahaman terhadap

BPR (Know Your BPR/KYBPR),

dimana Pengawas BPR memahami

BPR yang diawasi secara mendalam

dari berbagai aspek seperti legalitas

badan usaha, kepemilikan, kondisi

keuangan, kegiatan usaha termasuk

kondisi keuangan BPR, rencana kerja,

dan lainnya.

c. RSE DK tentang Pedoman

Pengawasan Badan Kredit Desa

(BKD)

BKD adalah Bank Desa, Lumbung

Desa, atau Badan Kredit Desa yang

telah mendapat izin usaha dari

Menteri Keuangan dan telah diberikan

status sebagai BPR oleh Undang-

Undang No. 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan sebagaimana diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10

tahun 1998. Sesuai dengan Undang-

Undang tersebut dan Undang-Undang

No. 21 Tahun 2011 tentang OJK,

maka semua jenis Lembaga Jasa

Keuangan (LJK) diawasi oleh OJK

sebagai satu-satunya institusi yang

melakukan fungsi pengaturan dan

pengawasan terhadap LJK termasuk

BKD sebagai bagian dari LJK.

Dalam rangka melaksanakan

pengawasan BKD dimaksud serta

sejalan dengan terbitnya POJK

No.10/POJK.03/2016 tanggal 27

Januari 2016 tentang Pemenuhan

Ketentuan Bank Perkreditan Rakyat

dan Transformasi Badan Kredit Desa

Yang Diberikan Status Sebagai Bank

Perkreditan Rakyat, disusun Pedoman

Pengawasan BKD sebagai acuan

pelaksanaan pengawasan pada masa

transisi sampai dengan akhir tahun

2019.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

97 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

D. Kebijakan, Kajian, dan Pengembangan Pengawasan Konglomerasi Keuangan

1. Pengembangan Pengawasan Bank Terintegrasi

Pada triwulan II–2016, terdapat dua

SEDK yang telah diterbitkan yaitu:

a. SEDK Nomor 4/SEDK.03/2016

tanggal 27 Juni 2016 mengenai

Permodalan Terintegrasi. SEDK ini

merupakan petunjuk teknis dari

ketentuan POJK Nomor

26/POJK.03/2015 tanggal 4

Desember 2015 tentang Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum

Terintegrasi Bagi Konglomerasi

Keuangan. Petunjuk teknis ini

merupakan acuan bagi Pengawas

terintegrasi dalam melakukan

penilaian dan/atau analisis

terhadap pemenuhan kewajiban

penyediaan modal minimum

terintegrasi bagi Konglomerasi

Keuangan. Pengawas dapat

menambahkan informasi lain yang

terkait dengan permodalan sebagai

bahan pertimbangan dalam menilai

pemenuhan kewajiban penyediaan

modal minimum terintegrasi bagi

Konglomerasi Keuangan sesuai

dengan karakteristik dan

kompleksitas Konglomerasi

Keuangan yang diawasi.

b. SEDK Nomor 4/SEDK.03/2016

tanggal 27 Juni 2016 mengenai

Sistem Informasi Pengawasan

Terintegrasi (SIPT). SIPT

merupakan piranti yang dapat

mengintegrasikan seluruh data dan

informasi pengawasan yang ada

pada masing-masing sektor jasa

keuangan (Perbankan, Pasar

Modal, dan IKNB). Pedoman SIPT

disusun sebagai panduan

pengambilan keputusan dalam

pelaksanaan tugas-tugas

pengawasan, penelitian,

pengaturan serta pengembangan

pengawasan terintegrasi terhadap

Konglomerasi Keuangan bagi

pengawas terintegrasi dan/atau

pihak-pihak pemangku

kepentingan.

Sampai dengan semester II-2015, total

grup konglomerasi keuangan adalah

sebanyak 98 grup. Dari 98 grup

Konglomerasi Keuangan tersebut

terdapat 36 grup yang memiliki jenis

Konglomerasi Keuangan vertikal, 48 grup

yang memiliki jenis Konglomerasi

Keuangan horizontal dan 14 grup yang

memiliki struktur campuran (mixed group)

(Grafik D.2.1).

Total aset dari 98 Grup Konglomerasi

Keuangan berdasarkan posisi Desember

2015 adalah sebesar Rp5.916 triliun.

Sedangkan total aset industri perbankan

dan industri jasa keuangan Indonesia

masing-masing adalah sebesar Rp6.234

triliun dan Rp 7.948 triliun. Dengan

demikian, total aset 98 grup

Konglomerasi Keuangan tersebut apabila

dibandingkan baik dengan total aset

industri perbankan maupun dengan total

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

102

Page 105: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

96 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

2) Penyatuan BKD dan pengalihan

BKD

3) Transformasi BKD

4) Pengaturan BKD dalam masa

transisi

5) Pencabutan izin usaha BKD sebagai

BPR

6) Pemberesan BKD yang dicabut izin

usahanya sebagai BPR

7) Pengawasan BKD.

3.2 Pengembangan Pengawasan BPR

Pada triwulan II-2016 sedang diproses

penyusunan satu RPDK dan dua

RSEDK, yaitu:

a. RPDK Pengawasan Bank Perkreditan

Rakyat Berdasarkan Risiko (Risk

Based Supervision-RBS)

RPDK ini merupakan pedoman bagi

Pengawas BPR dalam melaksanakan

fungsi pengawasannya.

b. RSE DK tentang Pemahaman

Terhadap BPR (Know Your

BPR/KYBPR)

RSEDK ini merupakan turunan dari

PDK Pengawasan BPR Berdasarkan

Risiko yang merupakan acuan

pengawas BPR dalam pelaksanaan

tugasnya. Dalam Pengawasan BPR

Berdasarkan Risiko terdapat siklus

pengawasan berdasarkan risiko yang

terdiri dari enam tahap. Tahap

pertama yaitu pemahaman terhadap

BPR (Know Your BPR/KYBPR),

dimana Pengawas BPR memahami

BPR yang diawasi secara mendalam

dari berbagai aspek seperti legalitas

badan usaha, kepemilikan, kondisi

keuangan, kegiatan usaha termasuk

kondisi keuangan BPR, rencana kerja,

dan lainnya.

c. RSE DK tentang Pedoman

Pengawasan Badan Kredit Desa

(BKD)

BKD adalah Bank Desa, Lumbung

Desa, atau Badan Kredit Desa yang

telah mendapat izin usaha dari

Menteri Keuangan dan telah diberikan

status sebagai BPR oleh Undang-

Undang No. 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan sebagaimana diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10

tahun 1998. Sesuai dengan Undang-

Undang tersebut dan Undang-Undang

No. 21 Tahun 2011 tentang OJK,

maka semua jenis Lembaga Jasa

Keuangan (LJK) diawasi oleh OJK

sebagai satu-satunya institusi yang

melakukan fungsi pengaturan dan

pengawasan terhadap LJK termasuk

BKD sebagai bagian dari LJK.

Dalam rangka melaksanakan

pengawasan BKD dimaksud serta

sejalan dengan terbitnya POJK

No.10/POJK.03/2016 tanggal 27

Januari 2016 tentang Pemenuhan

Ketentuan Bank Perkreditan Rakyat

dan Transformasi Badan Kredit Desa

Yang Diberikan Status Sebagai Bank

Perkreditan Rakyat, disusun Pedoman

Pengawasan BKD sebagai acuan

pelaksanaan pengawasan pada masa

transisi sampai dengan akhir tahun

2019.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

97 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

D. Kebijakan, Kajian, dan Pengembangan Pengawasan Konglomerasi Keuangan

1. Pengembangan Pengawasan Bank Terintegrasi

Pada triwulan II–2016, terdapat dua

SEDK yang telah diterbitkan yaitu:

a. SEDK Nomor 4/SEDK.03/2016

tanggal 27 Juni 2016 mengenai

Permodalan Terintegrasi. SEDK ini

merupakan petunjuk teknis dari

ketentuan POJK Nomor

26/POJK.03/2015 tanggal 4

Desember 2015 tentang Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum

Terintegrasi Bagi Konglomerasi

Keuangan. Petunjuk teknis ini

merupakan acuan bagi Pengawas

terintegrasi dalam melakukan

penilaian dan/atau analisis

terhadap pemenuhan kewajiban

penyediaan modal minimum

terintegrasi bagi Konglomerasi

Keuangan. Pengawas dapat

menambahkan informasi lain yang

terkait dengan permodalan sebagai

bahan pertimbangan dalam menilai

pemenuhan kewajiban penyediaan

modal minimum terintegrasi bagi

Konglomerasi Keuangan sesuai

dengan karakteristik dan

kompleksitas Konglomerasi

Keuangan yang diawasi.

b. SEDK Nomor 4/SEDK.03/2016

tanggal 27 Juni 2016 mengenai

Sistem Informasi Pengawasan

Terintegrasi (SIPT). SIPT

merupakan piranti yang dapat

mengintegrasikan seluruh data dan

informasi pengawasan yang ada

pada masing-masing sektor jasa

keuangan (Perbankan, Pasar

Modal, dan IKNB). Pedoman SIPT

disusun sebagai panduan

pengambilan keputusan dalam

pelaksanaan tugas-tugas

pengawasan, penelitian,

pengaturan serta pengembangan

pengawasan terintegrasi terhadap

Konglomerasi Keuangan bagi

pengawas terintegrasi dan/atau

pihak-pihak pemangku

kepentingan.

Sampai dengan semester II-2015, total

grup konglomerasi keuangan adalah

sebanyak 98 grup. Dari 98 grup

Konglomerasi Keuangan tersebut

terdapat 36 grup yang memiliki jenis

Konglomerasi Keuangan vertikal, 48 grup

yang memiliki jenis Konglomerasi

Keuangan horizontal dan 14 grup yang

memiliki struktur campuran (mixed group)

(Grafik D.2.1).

Total aset dari 98 Grup Konglomerasi

Keuangan berdasarkan posisi Desember

2015 adalah sebesar Rp5.916 triliun.

Sedangkan total aset industri perbankan

dan industri jasa keuangan Indonesia

masing-masing adalah sebesar Rp6.234

triliun dan Rp 7.948 triliun. Dengan

demikian, total aset 98 grup

Konglomerasi Keuangan tersebut apabila

dibandingkan baik dengan total aset

industri perbankan maupun dengan total

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

103

Page 106: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

98 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

aset industri jasa keuangan, cukup

signifikan yaitu masing-masing sebesar

94,89% dan 74,43% (Grafik D.2.2).

Grafik D.1.1Jenis Konglomerasi dan Total Aset 98 Grup Konglomerasi

Grafik D.1.2Tren Total Aset dan Perbandingan Konglomerasi Keuangan

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

99 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Selanjutnya, untuk mendukung

pelaksanaan Pengawasan Terintegrasi

Berdasarkan Risiko Terhadap

Konglomerasi Keuangan, maka dibentuk

fungsi, tugas, kewenangan, dan

perangkat organisasi yang salah satunya

adalah Unit Kerja Pengawasan

Terintegrasi (UKPT).

Pada triwulan II-2016, telah dibentuk

satuan kerja baru yang membidangi

pengawasan terintegrasi (Departemen

Pengawasan Terintegrasi), dan berlaku

efektif sejak tanggal 1 Mei 2016.

Tugas pokok dari satuan kerja

Departemen Pengawasan Terintegrasi

tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel D.1.1

Tugas Pokok Satuan Kerja Departemen Pengawasan Terintegrasi

DEPARTEMEN PENGAWASAN TERINTEGRASI

Tugas Pokok Produk Pokok

1. Melaksanakan pengawasan terintegrasi terhadap konglomerasi keuangan dengan pendekatan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision), antara lain mencakup: a. Melaksanakan mekanisme koordinasi dan

komunikasi dengan Pengawas masing-masing LJK anggota Konglomerasi Keuangan dalam rangka pengawasan terintegrasi;

b. Mengumpulkan informasi dan melakukan analisis pemahaman terhadap konglomerasi keuangan;

c. Melakukan penilaian profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan;

d. Menyusun rencana pengawasan terintegrasi berdasarkan hasil penilaian profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan;

e. Melakukan koordinasi dalam rangka pemeriksaan dengan Pengawas masing-masing LJK anggota Konglomerasi Keuangan terhadap Konglomerasi Keuangan

f. Melakukan pengkinian pemahaman terhadap konglomerasi keuangan; profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan; rencana pengawasan terintegrasi; termasuk melaksanakan koordinasi dan komunikasi dalam rangka pengawasan terintegrasi.

g. Melakukan monitoring tindak lanjut pengawasan terintegrasi.

1. Hasil pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision), antara lain:

a. Risalah rapat hasil mekanisme koordinasi dan komunikasi pengawasan terintegrasi

b. Dokumen Know Your Financial Conglomerates (KYFC).

c. Hasil penilaian profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan (Integrated Risk Rating/IRR).

d. Perencanaan Pengawasan Terintegrasi (Integrated Supervisory Plan/SP).

e. Hasil koordinasi pemeriksaan f. Hasil pengkinian KYFC, IRR, dan SP g. Hasil monitoring tindak lanjut pengawasan

terintegrasi, antara lain tindak lanjut rekomendasi Forum Panel Terintegrasi dan arahan Komite Pengawasan Terintegrasi

h. Perkembangan pengawasan konglomerasi dan identifikasi risiko interkoneksitas (dilaporkan pada Market Update bulanan).

2. Melakukan analisis/review dan menindaklanjuti laporan berkala dan insidentil yang disampaikan Entitas Utama/LJK dalam Konglomerasi Keuangan secara on-line maupun off-line, antara lain: a. Laporan Berkala:

1) Laporan Profil Risiko Terintegrasi. 2) Laporan Tata Kelola Terintegrasi.

b. Laporan Insidentil: 1) Laporan Konglomerasi baru disertai

penunjukan Entitas Utama. 2) Laporan Perubahan Entitas Utama. 3) Laporan Perubahan anggota Konglomerasi

Keuangan.

2. Hasil analisis/review dan tindak lanjut: a. Laporan Berkala; dan b. Laporan Insidentil.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

104

Page 107: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

98 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

aset industri jasa keuangan, cukup

signifikan yaitu masing-masing sebesar

94,89% dan 74,43% (Grafik D.2.2).

Grafik D.1.1Jenis Konglomerasi dan Total Aset 98 Grup Konglomerasi

Grafik D.1.2Tren Total Aset dan Perbandingan Konglomerasi Keuangan

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

99 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Selanjutnya, untuk mendukung

pelaksanaan Pengawasan Terintegrasi

Berdasarkan Risiko Terhadap

Konglomerasi Keuangan, maka dibentuk

fungsi, tugas, kewenangan, dan

perangkat organisasi yang salah satunya

adalah Unit Kerja Pengawasan

Terintegrasi (UKPT).

Pada triwulan II-2016, telah dibentuk

satuan kerja baru yang membidangi

pengawasan terintegrasi (Departemen

Pengawasan Terintegrasi), dan berlaku

efektif sejak tanggal 1 Mei 2016.

Tugas pokok dari satuan kerja

Departemen Pengawasan Terintegrasi

tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel D.1.1

Tugas Pokok Satuan Kerja Departemen Pengawasan Terintegrasi

DEPARTEMEN PENGAWASAN TERINTEGRASI

Tugas Pokok Produk Pokok

1. Melaksanakan pengawasan terintegrasi terhadap konglomerasi keuangan dengan pendekatan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision), antara lain mencakup: a. Melaksanakan mekanisme koordinasi dan

komunikasi dengan Pengawas masing-masing LJK anggota Konglomerasi Keuangan dalam rangka pengawasan terintegrasi;

b. Mengumpulkan informasi dan melakukan analisis pemahaman terhadap konglomerasi keuangan;

c. Melakukan penilaian profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan;

d. Menyusun rencana pengawasan terintegrasi berdasarkan hasil penilaian profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan;

e. Melakukan koordinasi dalam rangka pemeriksaan dengan Pengawas masing-masing LJK anggota Konglomerasi Keuangan terhadap Konglomerasi Keuangan

f. Melakukan pengkinian pemahaman terhadap konglomerasi keuangan; profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan; rencana pengawasan terintegrasi; termasuk melaksanakan koordinasi dan komunikasi dalam rangka pengawasan terintegrasi.

g. Melakukan monitoring tindak lanjut pengawasan terintegrasi.

1. Hasil pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision), antara lain:

a. Risalah rapat hasil mekanisme koordinasi dan komunikasi pengawasan terintegrasi

b. Dokumen Know Your Financial Conglomerates (KYFC).

c. Hasil penilaian profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan (Integrated Risk Rating/IRR).

d. Perencanaan Pengawasan Terintegrasi (Integrated Supervisory Plan/SP).

e. Hasil koordinasi pemeriksaan f. Hasil pengkinian KYFC, IRR, dan SP g. Hasil monitoring tindak lanjut pengawasan

terintegrasi, antara lain tindak lanjut rekomendasi Forum Panel Terintegrasi dan arahan Komite Pengawasan Terintegrasi

h. Perkembangan pengawasan konglomerasi dan identifikasi risiko interkoneksitas (dilaporkan pada Market Update bulanan).

2. Melakukan analisis/review dan menindaklanjuti laporan berkala dan insidentil yang disampaikan Entitas Utama/LJK dalam Konglomerasi Keuangan secara on-line maupun off-line, antara lain: a. Laporan Berkala:

1) Laporan Profil Risiko Terintegrasi. 2) Laporan Tata Kelola Terintegrasi.

b. Laporan Insidentil: 1) Laporan Konglomerasi baru disertai

penunjukan Entitas Utama. 2) Laporan Perubahan Entitas Utama. 3) Laporan Perubahan anggota Konglomerasi

Keuangan.

2. Hasil analisis/review dan tindak lanjut: a. Laporan Berkala; dan b. Laporan Insidentil.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

105

Page 108: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

100 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

DEPARTEMEN PENGAWASAN TERINTEGRASI

Tugas Pokok Produk Pokok

4) Laporan Pembubaran Konglomerasi Keuangan

5) Laporan lainnya. 3. Memberikan rekomendasi /pendapat/ masukan sesuai

dengan bidang keahliannya dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas-tugas pengawasan terintegrasi.

3. Rekomendasi/pendapat/masukan sesuai dengan bidang keahliannya antara lain transaksi intragrup, tata kelola, dan enterprise risk management.

4. Melakukan pengelolaan, penyediaan dan diseminasi publikasi data dan informasi Konglomerasi Keuangan bagi stakeholders termasuk untuk keperluan internal.

4. Data publikasi dan informasi keuangan dan non keuangan Konglomerasi Keuangan baik cetak maupun elektronik, bagi stakeholders termasuk untuk keperluan internal.

5. Mengelola administrasi, anggaran, pengadaan, event management, logistik, SDM dan kesekretariatan satuan kerja.

5. Terselenggaranya fungsi administrasi, anggaran, pengadaan, event management, logistik, SDM dan kesekretariatan secara akuntabel dan transparan.

2. Implementasi Pengawasan

Terintegrasi

a. Pengkinian Know Your Financial

Conglomerate (KYFC) hingga

triwulan II-2016 adalah sebanyak

11 Grup Konglomerasi Keuangan

(Grup Bukopin, Grup Mega, Grup

Astra Financial Services, Grup

Danamon, Grup CIMB Niaga, Grup

BNP Paribas, Grup Sinarmas,

Grup MNC, Grup HSBC, Grup

Panin, dan Grup Recapital).

b. Persetujuan Rapat Komite

Pengawasan Terintegrasi terhadap

Integrated Risk Rating (IRR) dan

Perencanaan Pengawasan

Terintegrasi (Integrated

Supervisory Plan) untuk empat

Grup Konglomerasi Keuangan

dengan Entitas Utama Bank BUKU

4 (Grup Mandiri, Grup BRI, Grup

BNI, Grup BCA).

c. Diskusi dengan Grup Citibank,

Grup Victoria, Grup Equity, Grup

Danareksa, Grup Mandiri, dan

Grup Bahana mengenai penetapan

cakupan struktur Konglomerasi

Keuangan, penerapan manajemen

risiko terintegrasi dan tata kelola

terintegrasi serta pelaksanaan

koordinasi pemeriksaan

terintegrasi.

d. Terkait dengan pembangunan

aplikasi SIPT tahap II

(enhancement), pada triwulan II-

2016 telah mulai dilakukan proses

penyempurnaan fitur-fitur Aplikasi

SIPT yang telah dibangun pada

tahun 2015 yang meliputi:

i. fitur Manajemen Konten

(Taksonomi Dokumen);

ii. penyempurnaan pada modul

data grup;

iii. penambahan modul asisten

pribadi untuk para

Pengawas; dan

iv. penyediaan akses Single

Sign On (SSO) antara

aplikasi SIPT dengan

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

101 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

aplikasi Pengawasan

Sektoral (SIP, SIRIBAS, dan

SIPM).

Proses pembangunan aplikasi

SIPT tahap II (enhancement)

tersebut diharapkan selesai pada

triwulan IV–2016.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

106

Page 109: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

100 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

DEPARTEMEN PENGAWASAN TERINTEGRASI

Tugas Pokok Produk Pokok

4) Laporan Pembubaran Konglomerasi Keuangan

5) Laporan lainnya. 3. Memberikan rekomendasi /pendapat/ masukan sesuai

dengan bidang keahliannya dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas-tugas pengawasan terintegrasi.

3. Rekomendasi/pendapat/masukan sesuai dengan bidang keahliannya antara lain transaksi intragrup, tata kelola, dan enterprise risk management.

4. Melakukan pengelolaan, penyediaan dan diseminasi publikasi data dan informasi Konglomerasi Keuangan bagi stakeholders termasuk untuk keperluan internal.

4. Data publikasi dan informasi keuangan dan non keuangan Konglomerasi Keuangan baik cetak maupun elektronik, bagi stakeholders termasuk untuk keperluan internal.

5. Mengelola administrasi, anggaran, pengadaan, event management, logistik, SDM dan kesekretariatan satuan kerja.

5. Terselenggaranya fungsi administrasi, anggaran, pengadaan, event management, logistik, SDM dan kesekretariatan secara akuntabel dan transparan.

2. Implementasi Pengawasan

Terintegrasi

a. Pengkinian Know Your Financial

Conglomerate (KYFC) hingga

triwulan II-2016 adalah sebanyak

11 Grup Konglomerasi Keuangan

(Grup Bukopin, Grup Mega, Grup

Astra Financial Services, Grup

Danamon, Grup CIMB Niaga, Grup

BNP Paribas, Grup Sinarmas,

Grup MNC, Grup HSBC, Grup

Panin, dan Grup Recapital).

b. Persetujuan Rapat Komite

Pengawasan Terintegrasi terhadap

Integrated Risk Rating (IRR) dan

Perencanaan Pengawasan

Terintegrasi (Integrated

Supervisory Plan) untuk empat

Grup Konglomerasi Keuangan

dengan Entitas Utama Bank BUKU

4 (Grup Mandiri, Grup BRI, Grup

BNI, Grup BCA).

c. Diskusi dengan Grup Citibank,

Grup Victoria, Grup Equity, Grup

Danareksa, Grup Mandiri, dan

Grup Bahana mengenai penetapan

cakupan struktur Konglomerasi

Keuangan, penerapan manajemen

risiko terintegrasi dan tata kelola

terintegrasi serta pelaksanaan

koordinasi pemeriksaan

terintegrasi.

d. Terkait dengan pembangunan

aplikasi SIPT tahap II

(enhancement), pada triwulan II-

2016 telah mulai dilakukan proses

penyempurnaan fitur-fitur Aplikasi

SIPT yang telah dibangun pada

tahun 2015 yang meliputi:

i. fitur Manajemen Konten

(Taksonomi Dokumen);

ii. penyempurnaan pada modul

data grup;

iii. penambahan modul asisten

pribadi untuk para

Pengawas; dan

iv. penyediaan akses Single

Sign On (SSO) antara

aplikasi SIPT dengan

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

101 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

aplikasi Pengawasan

Sektoral (SIP, SIRIBAS, dan

SIPM).

Proses pembangunan aplikasi

SIPT tahap II (enhancement)

tersebut diharapkan selesai pada

triwulan IV–2016.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

107

Page 110: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

102 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

[Pembatas]

E. Pengawasan Bank Umum1. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Khusus

2. Supervisory College

3. Perizinan Produk dan Aktivitas Bank

4. Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)

5. Penegakan Kepatuhan Bank

Halaman ini sengaja dikosongkan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

108

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 111: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

102 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

[Pembatas]

E. Pengawasan Bank Umum1. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Khusus

2. Supervisory College

3. Perizinan Produk dan Aktivitas Bank

4. Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)

5. Penegakan Kepatuhan Bank

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

109

Page 112: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

103 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

E. Pengawasan Bank Umum

Proses pengawasan yang dilakukan oleh

OJK terdiri dari pengawasan tidak langsung

(off-site supervision) dan pengawasan

langsung (on-site supervision). Pengawasan

tidak langsung yaitu pengawasan melalui

alat pemantauan seperti laporan berkala

yang disampaikan bank, laporan hasil

pemeriksaan dan informasi lainnya.

Sementara pengawasan langsung terdiri

dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan

khusus dengan tujuan untuk mendapatkan

gambaran keadaan keuangan bank dan

untuk memantau tingkat kepatuhan bank

terhadap peraturan yang berlaku serta untuk

mengetahui apakah terdapat praktik-praktik

tidak sehat yang membahayakan

kelangsungan usaha bank.

1. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan umum adalah pemeriksaan

yang dilakukan secara berkala pada

individu bank minimum setahun sekali

sesuai dengan perundang-undangan

yang berlaku. Namun demikian, tidak

tertutup kemungkinan dilakukan

pemeriksaan umum setiap waktu apabila

diperlukan. Dalam melakukan

pemeriksaan umum maka terdapat dua

pendekatan yaitu:

a. Pemeriksaan secara menyeluruh

(full scope examination)

Pemeriksaan yang dilakukan

secara menyeluruh dalam rangka

menilai semua aspek kegiatan dan

kondisi usaha bank yang meliputi

keadaan keuangan bank secara

menyeluruh, pengelolaan kegiatan

usaha bank oleh manajemen,

kepatuhan bank terhadap

ketentuan yang berlaku, kebenaran

dan kewajaran laporan-laporan

yang telah disampaikan kepada

Otoritas Jasa Keuangan, dan risiko

yang dihadapi oleh bank. Dalam

hal ini faktor yang diperhatikan

meliputi namun tidak terbatas pada

profil risiko, penerapan GCG,

rentabilitas, dan permodalan bank.

Pemeriksaan ini ditujukan agar

mendapatkan gambaran secara

keseluruhan terhadap bank.

b. Pemeriksaan pada area tertentu

(multiple targeted examination)

Pemeriksaan yang difokuskan

pada risiko tertentu (risk focus

examination) atau area-area

tertentu dengan memperhatikan

dampak dari permasalahan yang

ada terhadap kondisi usaha bank

atau pada area yang menjadi fokus

Pengawasan, termasuk

pemeriksaan terhadap perusahaan

anak yang dikonsolidasikan

dan/atau bank yang merupakan

bagian dari suatu grup usaha.

Pemeriksaan ini ditujukan agar

dapat lebih terfokus pada

permasalahan yang dihadapi bank

sehingga pelaksanaan

pemeriksaan dapat berjalan secara

efektif dan efisien.

Halaman ini sengaja dikosongkan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

110

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 113: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

103 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

E. Pengawasan Bank Umum

Proses pengawasan yang dilakukan oleh

OJK terdiri dari pengawasan tidak langsung

(off-site supervision) dan pengawasan

langsung (on-site supervision). Pengawasan

tidak langsung yaitu pengawasan melalui

alat pemantauan seperti laporan berkala

yang disampaikan bank, laporan hasil

pemeriksaan dan informasi lainnya.

Sementara pengawasan langsung terdiri

dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan

khusus dengan tujuan untuk mendapatkan

gambaran keadaan keuangan bank dan

untuk memantau tingkat kepatuhan bank

terhadap peraturan yang berlaku serta untuk

mengetahui apakah terdapat praktik-praktik

tidak sehat yang membahayakan

kelangsungan usaha bank.

1. Pemeriksaan Umum dan Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan umum adalah pemeriksaan

yang dilakukan secara berkala pada

individu bank minimum setahun sekali

sesuai dengan perundang-undangan

yang berlaku. Namun demikian, tidak

tertutup kemungkinan dilakukan

pemeriksaan umum setiap waktu apabila

diperlukan. Dalam melakukan

pemeriksaan umum maka terdapat dua

pendekatan yaitu:

a. Pemeriksaan secara menyeluruh

(full scope examination)

Pemeriksaan yang dilakukan

secara menyeluruh dalam rangka

menilai semua aspek kegiatan dan

kondisi usaha bank yang meliputi

keadaan keuangan bank secara

menyeluruh, pengelolaan kegiatan

usaha bank oleh manajemen,

kepatuhan bank terhadap

ketentuan yang berlaku, kebenaran

dan kewajaran laporan-laporan

yang telah disampaikan kepada

Otoritas Jasa Keuangan, dan risiko

yang dihadapi oleh bank. Dalam

hal ini faktor yang diperhatikan

meliputi namun tidak terbatas pada

profil risiko, penerapan GCG,

rentabilitas, dan permodalan bank.

Pemeriksaan ini ditujukan agar

mendapatkan gambaran secara

keseluruhan terhadap bank.

b. Pemeriksaan pada area tertentu

(multiple targeted examination)

Pemeriksaan yang difokuskan

pada risiko tertentu (risk focus

examination) atau area-area

tertentu dengan memperhatikan

dampak dari permasalahan yang

ada terhadap kondisi usaha bank

atau pada area yang menjadi fokus

Pengawasan, termasuk

pemeriksaan terhadap perusahaan

anak yang dikonsolidasikan

dan/atau bank yang merupakan

bagian dari suatu grup usaha.

Pemeriksaan ini ditujukan agar

dapat lebih terfokus pada

permasalahan yang dihadapi bank

sehingga pelaksanaan

pemeriksaan dapat berjalan secara

efektif dan efisien.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

111

Page 114: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

104 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Selama triwulan II-2016, telah

dilaksanakan pemeriksaan terhadap 548

bank yang mencakup 535 Kantor Pusat

(KP) dan 221 Kantor Cabang (KC). Dari

756 kantor bank tersebut, 532

diantaranya adalah kantor BPR dan

BPRS, sedangkan selebihnya 224

merupakan kantor bank umum. Realisasi

pemeriksaan pada triwulan II-2016

mencapai 83,35% dari target yang telah

direncanakan yaitu 907 kantor bank

(terdiri dari 627 KP dan 280 KC).

Untuk bank umum syariah, rencana

pengawasan untuk tahun 2016 tetap

fokus pada risiko utama bank yaitu risiko

pembiayaan, operasional dan stratejik

serta penerapan tata kelola yang baik

(GCG).

Sementara itu, untuk pengawasan off-

site dilakukan antara lain melalui

pemantauan perkembangan kualitas

pembiayaan dan langkah-langkah

perbaikan oleh bank melalui pelaksanaan

action plan yang memuat upaya

perbaikan atas peningkatan pembiayaan

bermasalah yang akan dilakukan antara

lain melalui penambahan modal disetor,

pemantauan progres realisasi tambahan

setoran modal pada beberapa BUS, dan

pemantauan pencapaian realisasi RBB

dengan memperhatikan business model

bank, sustainability dan prinsip kehati-

hatian.

Tabel E.1.1 Pemeriksaan Umum

KP KCJml.

Entitas KP KCJml.

EntitasBUK 57 201 60 46 160 54 BUS 5 9 5 4 9 4 UUS 2 4 2 1 4 2 BPR 503 54 508 436 43 439 BPRS 60 12 60 48 5 49 Total 627 280 635 535 221 548

Jenis BankTW II-2016Rencana Realisasi

TW II-2016

Sumber: OJK

Pengawas selain melakukan

pemeriksaan umum juga melaksanakan

pemeriksaan khusus. Pemeriksaan

khusus merupakan pemeriksaan yang

dilakukan secara insidentil dan berkaitan

dengan aspek tertentu dari bank seperti

produk bank, aktivitas atau kegiatan

usaha tertentu, indikasi penyimpangan

yang dilakukan oleh bank, ataupun hal-

hal lainnya yang dirasakan diperlukan

untuk didalami dan diperiksa lebih jauh.

Pelaksanaan pemeriksaan khusus ini

dapat berdiri sendiri/tersendiri ataupun

merupakan lanjutan dari pemeriksaan

umum yang dilakukan secara bersamaan

antara lain pemeriksaan khusus modal

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

105 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

disetor, fit and proper, pemeriksaan

dugaan tindak pidana, Anti Pencucian

Uang dan Pencegahan Pendanaan

Terorisme (APU PPT), suku bunga,

setoran modal, aktivitas operasional, IT

dan treasuri.

Pada triwulan II-2016 juga telah

dilakukan pemeriksaan khusus, yang

mencakup pemeriksaan setoran modal,

aktivitas operasional, aktivitas treasuri,

GCG, APU PPT, teknologi dan informasi,

fraud, penetapan pencabutan, dan

lainnya (Tabel E.1.2). Area pemeriksaan

khusus sebagian besar dilakukan untuk

APU dan PPT (542 pada BUK dan BPR,

serta 4 pada BUS dan UUS) karena

pelaksanaannya dilakukan bersamaan

dengan pemeriksaan umum.

Tabel E.1.2 Pemeriksaan Khusus Bank

BUK+BPR BUS+UUSAPU PPT 542 4 Suku Bunga - - Setoran Modal 57 1Aktivitas Operasional 37 - Teknologi & Informasi 7 1Aktivitas Treasuri 1 - Joint Audit - - GCG 2 - Fraud 3 - Penetapan Pencabutan 2 - Pemeriksaan Kesiapan Rencana Bank Devisa

- -

Lainnya 16 1Total 667 7

TW II-2016Subjek Pemeriksaan

Sumber: OJK

2. Supervisory CollegeSupervisory Colleges adalah kelompok

kerja Pengawas Bank dari berbagai

negara yang bertujuan untuk

meningkatkan efektifitas pengawasan

konsolidasi atas bank-bank yang

tergabung dalam kelompok Bank

Internasional. Supervisory Colleges

didorong oleh negara-negara yang

tergabung dalam G-20 setelah terjadinya

krisis keuangan.

Pada bulan Oktober 2010, Basel

Committee on Banking Supervision

(BCBS) mengeluarkan Consultative

Paper (CP) atau panduan dengan judul

“Good Practice Principle on Supervisory

Colleges” dan telah diperbaharui pada

bulan Juni 2014 dengan mengeluarkan

kembali CP dengan judul “Principle For

Effective Supervisory Colleges”.

Supervisory Colleges dimaksudkan untuk

meningkatkan pengawasan terhadap

Bank-Bank yang tergolong Global

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

112

Page 115: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

104 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Selama triwulan II-2016, telah

dilaksanakan pemeriksaan terhadap 548

bank yang mencakup 535 Kantor Pusat

(KP) dan 221 Kantor Cabang (KC). Dari

756 kantor bank tersebut, 532

diantaranya adalah kantor BPR dan

BPRS, sedangkan selebihnya 224

merupakan kantor bank umum. Realisasi

pemeriksaan pada triwulan II-2016

mencapai 83,35% dari target yang telah

direncanakan yaitu 907 kantor bank

(terdiri dari 627 KP dan 280 KC).

Untuk bank umum syariah, rencana

pengawasan untuk tahun 2016 tetap

fokus pada risiko utama bank yaitu risiko

pembiayaan, operasional dan stratejik

serta penerapan tata kelola yang baik

(GCG).

Sementara itu, untuk pengawasan off-

site dilakukan antara lain melalui

pemantauan perkembangan kualitas

pembiayaan dan langkah-langkah

perbaikan oleh bank melalui pelaksanaan

action plan yang memuat upaya

perbaikan atas peningkatan pembiayaan

bermasalah yang akan dilakukan antara

lain melalui penambahan modal disetor,

pemantauan progres realisasi tambahan

setoran modal pada beberapa BUS, dan

pemantauan pencapaian realisasi RBB

dengan memperhatikan business model

bank, sustainability dan prinsip kehati-

hatian.

Tabel E.1.1 Pemeriksaan Umum

KP KCJml.

Entitas KP KCJml.

EntitasBUK 57 201 60 46 160 54 BUS 5 9 5 4 9 4 UUS 2 4 2 1 4 2 BPR 503 54 508 436 43 439 BPRS 60 12 60 48 5 49 Total 627 280 635 535 221 548

Jenis BankTW II-2016Rencana Realisasi

TW II-2016

Sumber: OJK

Pengawas selain melakukan

pemeriksaan umum juga melaksanakan

pemeriksaan khusus. Pemeriksaan

khusus merupakan pemeriksaan yang

dilakukan secara insidentil dan berkaitan

dengan aspek tertentu dari bank seperti

produk bank, aktivitas atau kegiatan

usaha tertentu, indikasi penyimpangan

yang dilakukan oleh bank, ataupun hal-

hal lainnya yang dirasakan diperlukan

untuk didalami dan diperiksa lebih jauh.

Pelaksanaan pemeriksaan khusus ini

dapat berdiri sendiri/tersendiri ataupun

merupakan lanjutan dari pemeriksaan

umum yang dilakukan secara bersamaan

antara lain pemeriksaan khusus modal

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

105 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

disetor, fit and proper, pemeriksaan

dugaan tindak pidana, Anti Pencucian

Uang dan Pencegahan Pendanaan

Terorisme (APU PPT), suku bunga,

setoran modal, aktivitas operasional, IT

dan treasuri.

Pada triwulan II-2016 juga telah

dilakukan pemeriksaan khusus, yang

mencakup pemeriksaan setoran modal,

aktivitas operasional, aktivitas treasuri,

GCG, APU PPT, teknologi dan informasi,

fraud, penetapan pencabutan, dan

lainnya (Tabel E.1.2). Area pemeriksaan

khusus sebagian besar dilakukan untuk

APU dan PPT (542 pada BUK dan BPR,

serta 4 pada BUS dan UUS) karena

pelaksanaannya dilakukan bersamaan

dengan pemeriksaan umum.

Tabel E.1.2 Pemeriksaan Khusus Bank

BUK+BPR BUS+UUSAPU PPT 542 4 Suku Bunga - - Setoran Modal 57 1Aktivitas Operasional 37 - Teknologi & Informasi 7 1Aktivitas Treasuri 1 - Joint Audit - - GCG 2 - Fraud 3 - Penetapan Pencabutan 2 - Pemeriksaan Kesiapan Rencana Bank Devisa

- -

Lainnya 16 1Total 667 7

TW II-2016Subjek Pemeriksaan

Sumber: OJK

2. Supervisory CollegeSupervisory Colleges adalah kelompok

kerja Pengawas Bank dari berbagai

negara yang bertujuan untuk

meningkatkan efektifitas pengawasan

konsolidasi atas bank-bank yang

tergabung dalam kelompok Bank

Internasional. Supervisory Colleges

didorong oleh negara-negara yang

tergabung dalam G-20 setelah terjadinya

krisis keuangan.

Pada bulan Oktober 2010, Basel

Committee on Banking Supervision

(BCBS) mengeluarkan Consultative

Paper (CP) atau panduan dengan judul

“Good Practice Principle on Supervisory

Colleges” dan telah diperbaharui pada

bulan Juni 2014 dengan mengeluarkan

kembali CP dengan judul “Principle For

Effective Supervisory Colleges”.

Supervisory Colleges dimaksudkan untuk

meningkatkan pengawasan terhadap

Bank-Bank yang tergolong Global

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

113

Page 116: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

106 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Systemically Important Bank (G-SIBs).

Pengawas Bank dalam Supervisory

Colleges dapat meningkatkan pertukaran

informasi di antara pengawas bank di

seluruh dunia, meningkatkan

pengetahuan mengenai risiko secara

kelompok bisnis keuangan, serta

menyediakan sarana untuk

mengkomunikasikan terhadap isu-isu

pengawasan yang penting di antara

anggota Supervisory Colleges.

Pada triwulan II-2016 dilakukan

supervisory colleges dengan College of

Supervisors of Bangkok Bank Thailand

dan Kasikorn Bank dan College of

Supervisors of HSBC Hongkong.

Pertemuan tersebut antara lain

membahas profil risiko, isu pengawasan,

pertukaran informasi dan koordinasi

pengawasan terhadap bank umum

tergabung dalam kelompok bisnis

keuangan Internasional.

3. Perizinan Produk dan Aktivitas Bank Dalam rangka penerbitan produk42 dan

aktivitas baru43, perbankan wajib

42 Berdasarkan SE No.11/35/DPNP tentang

Pelaporan Produk dan Aktivitas Baru, produk bank adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Bank. Produk Bank dimaksud adalah produk yang diciptakan, diterbitkan, dan/atau dikembangkan oleh Bank dalam rangka penghimpunan dan penyaluran dana, antara lain meliputi giro, tabungan, deposito, obligasi, kredit, medium term notes, produk derivatif, dan principally protected structured product.

43 Berdasarkan SE No.11/35/DPNP tentang Pelaporan Produk dan Aktivitas Baru, Aktivitas Bank adalah jasa yang disediakan oleh Bank kepada nasabah, antara lain adalah jasa keagenan dan/atau kustodian.

mematuhi ketentuan yang berlaku. Hal ini

mengingat produk dan aktivitas yang

ditawarkan perbankan khususnya terkait

dengan produk dan aktivitas baru,

berkembang menjadi semakin kompleks

dan bervariasi, sehingga eksposur risiko

yang ditanggung Bank dari penerbitan

produk dan pelaksanaan aktivitas

tersebut menjadi semakin tinggi.

Sehubungan dengan hal tersebut, bank

wajib menyampaikan laporan untuk

setiap penerbitan produk atau

pelaksanaan aktivitas baru apabila

memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Tidak pernah diterbitkan atau

dilakukan sebelumnya oleh Bank;

atau

b. Telah diterbitkan atau dilaksanakan

sebelumnya oleh Bank namun

dilakukan pengembangan yang

mengubah atau meningkatkan

eksposur Risiko tertentu pada Bank.

Pengembangan yang mengubah atau

meningkatkan eksposur Risiko

tertentu pada produk atau aktivitas

Bank, antara lain meliputi:

i. Pengembangan produk Bank yang

telah diterbitkan sebelumnya oleh

Bank, misalnya:

1) Penerbitan obligasi dengan

tingkat kupon dan/atau jangka

waktu yang berbeda dari

obligasi yang sudah diterbitkan

sebelumnya.

2) Penerbitan principally protected

structured product yang

berubah jangka waktunya

dan/atau underlying-nya dari

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

107 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

yang pernah diterbitkan

sebelumnya.

ii. Pengembangan aktivitas Bank

yang merupakan aktivitas

kerjasama dengan pihak lain, yang

dalam pengembangannya

memerlukan persetujuan dari atau

pelaporan kepada otoritas

pengawas yang berwenang,

misalnya penambahan atau

perubahan partner dalam

melakukan aktivitas pemindahan

dana (transfer).

Pada triwulan II-2016, variasi produk dan

aktivitas baru yang diterbitkan oleh bank

dan telah disetujui OJK cukup beragam.

Produk dan aktivitas baru yang telah

diterbitkan mencapai 101 produk yang

49,5% diantaranya terkait dengan

bancassurance (50 produk), diikuti

dengan reksadana sebanyak 17 produk.

Untuk produk dan aktivitas syariah (BUS

dan UUS), pada triwulan II-2016 telah

diterbitkan 7 pelaporan produk baru

yang sebagian besar terkait dengan

pembiayaan (4 produk) (Tabel E.3.1).

Tabel E.3.1Produk dan Aktivitas Baru Perbankan Triwulan II-2016

BUK+BPR BUS+UUSReksadana 17 1 Bancassurance 50 - E-Banking 7 - Perkreditan/Pembiayaan 4 4 Surat Berharga (Obligasi/MTN/Sukuk)

4 -

Pendanaan 6 - APMK 2 - Structured Product 2 - Bank Devisa 1 - Cash Management 1 1 Transaksi Futures 1 - Laku Pandai 1 - Negotiable Certificate Deposit Scriptless

1 -

Lainnya 4 1 Total 101 7

Produk/Aktivitas Baru TW II-2016

Sumber: OJK

4. Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)Sesuai dengan Pasal 20 POJK No.

19/POJK.03/2014 calon Bank

penyelenggara Laku Pandai harus

mencantumkan rencana

penyelenggaraan Laku Pandai dalam

RBB tahun yang bersangkutan.

Sehubungan dengan hal tersebut,

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

114

Page 117: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

106 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Systemically Important Bank (G-SIBs).

Pengawas Bank dalam Supervisory

Colleges dapat meningkatkan pertukaran

informasi di antara pengawas bank di

seluruh dunia, meningkatkan

pengetahuan mengenai risiko secara

kelompok bisnis keuangan, serta

menyediakan sarana untuk

mengkomunikasikan terhadap isu-isu

pengawasan yang penting di antara

anggota Supervisory Colleges.

Pada triwulan II-2016 dilakukan

supervisory colleges dengan College of

Supervisors of Bangkok Bank Thailand

dan Kasikorn Bank dan College of

Supervisors of HSBC Hongkong.

Pertemuan tersebut antara lain

membahas profil risiko, isu pengawasan,

pertukaran informasi dan koordinasi

pengawasan terhadap bank umum

tergabung dalam kelompok bisnis

keuangan Internasional.

3. Perizinan Produk dan Aktivitas Bank Dalam rangka penerbitan produk42 dan

aktivitas baru43, perbankan wajib

42 Berdasarkan SE No.11/35/DPNP tentang

Pelaporan Produk dan Aktivitas Baru, produk bank adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Bank. Produk Bank dimaksud adalah produk yang diciptakan, diterbitkan, dan/atau dikembangkan oleh Bank dalam rangka penghimpunan dan penyaluran dana, antara lain meliputi giro, tabungan, deposito, obligasi, kredit, medium term notes, produk derivatif, dan principally protected structured product.

43 Berdasarkan SE No.11/35/DPNP tentang Pelaporan Produk dan Aktivitas Baru, Aktivitas Bank adalah jasa yang disediakan oleh Bank kepada nasabah, antara lain adalah jasa keagenan dan/atau kustodian.

mematuhi ketentuan yang berlaku. Hal ini

mengingat produk dan aktivitas yang

ditawarkan perbankan khususnya terkait

dengan produk dan aktivitas baru,

berkembang menjadi semakin kompleks

dan bervariasi, sehingga eksposur risiko

yang ditanggung Bank dari penerbitan

produk dan pelaksanaan aktivitas

tersebut menjadi semakin tinggi.

Sehubungan dengan hal tersebut, bank

wajib menyampaikan laporan untuk

setiap penerbitan produk atau

pelaksanaan aktivitas baru apabila

memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Tidak pernah diterbitkan atau

dilakukan sebelumnya oleh Bank;

atau

b. Telah diterbitkan atau dilaksanakan

sebelumnya oleh Bank namun

dilakukan pengembangan yang

mengubah atau meningkatkan

eksposur Risiko tertentu pada Bank.

Pengembangan yang mengubah atau

meningkatkan eksposur Risiko

tertentu pada produk atau aktivitas

Bank, antara lain meliputi:

i. Pengembangan produk Bank yang

telah diterbitkan sebelumnya oleh

Bank, misalnya:

1) Penerbitan obligasi dengan

tingkat kupon dan/atau jangka

waktu yang berbeda dari

obligasi yang sudah diterbitkan

sebelumnya.

2) Penerbitan principally protected

structured product yang

berubah jangka waktunya

dan/atau underlying-nya dari

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

107 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

yang pernah diterbitkan

sebelumnya.

ii. Pengembangan aktivitas Bank

yang merupakan aktivitas

kerjasama dengan pihak lain, yang

dalam pengembangannya

memerlukan persetujuan dari atau

pelaporan kepada otoritas

pengawas yang berwenang,

misalnya penambahan atau

perubahan partner dalam

melakukan aktivitas pemindahan

dana (transfer).

Pada triwulan II-2016, variasi produk dan

aktivitas baru yang diterbitkan oleh bank

dan telah disetujui OJK cukup beragam.

Produk dan aktivitas baru yang telah

diterbitkan mencapai 101 produk yang

49,5% diantaranya terkait dengan

bancassurance (50 produk), diikuti

dengan reksadana sebanyak 17 produk.

Untuk produk dan aktivitas syariah (BUS

dan UUS), pada triwulan II-2016 telah

diterbitkan 7 pelaporan produk baru

yang sebagian besar terkait dengan

pembiayaan (4 produk) (Tabel E.3.1).

Tabel E.3.1Produk dan Aktivitas Baru Perbankan Triwulan II-2016

BUK+BPR BUS+UUSReksadana 17 1 Bancassurance 50 - E-Banking 7 - Perkreditan/Pembiayaan 4 4 Surat Berharga (Obligasi/MTN/Sukuk)

4 -

Pendanaan 6 - APMK 2 - Structured Product 2 - Bank Devisa 1 - Cash Management 1 1 Transaksi Futures 1 - Laku Pandai 1 - Negotiable Certificate Deposit Scriptless

1 -

Lainnya 4 1 Total 101 7

Produk/Aktivitas Baru TW II-2016

Sumber: OJK

4. Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)Sesuai dengan Pasal 20 POJK No.

19/POJK.03/2014 calon Bank

penyelenggara Laku Pandai harus

mencantumkan rencana

penyelenggaraan Laku Pandai dalam

RBB tahun yang bersangkutan.

Sehubungan dengan hal tersebut,

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

115

Page 118: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

108 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

berdasarkan RBB tahun 2016 yang

disampaikan bank kepada OJK, diketahui

terdapat 28 BUK dan tiga BUS yang

merencanakan untuk menjadi

penyelenggara Laku Pandai di tahun

2016.

Jumlah agen Laku Pandai pada triwulan

II-2016 mencapai 104.705 agen (104.023

agen perorangan dan 682 outlet badan

hukum). Sementara itu, jumlah dana dan

nasabah yang berhasil dihimpun masing-

masing sebesar Rp63,72 miliar dan

1.618.758 nasabah. Dari 104.705 agen

Laku Pandai tersebut, sebesar 65.19%

tersebar di wilayah pulau Jawa, 17,87%

di pulau Sumatera, 6,41% di pulau

Sulawesi, 4,59% di pulau Kalimantan,

2,52% di pulau Maluku dan Papua, dan

sisanya 3,42% berada di pulau NTB-NTT-

Bali (Tabel E.4.1 dan Grafik E.4.1).

Tabel E.4.1Realisasi Laku Pandai Triwulan II-2016

Grafik E.4.1Wilayah Penyebaran Agen Laku Pandai

Triwulan II-2016 Agen Laku Pandai

Perorangan Badan Hukum 104.023 682

Nasabah Laku Pandai

Jumlah Rekening

Outstanding Tabungan BSA

1.618.758 Rp63,72 milyar Sumber: OJK

Cakupan layanan Agen terhadap

nasabah dan/atau calon nasabah sesuai

dengan yang tercantum dalam perjanjian

kerjasama dengan bank. Untuk tabungan

dengan karakteristik BSA, cakupan

layanan meliputi pembukaan rekening,

penyetoran dan penarikan tunai,

pemindahbukuan, pembayaran tagihan,

transfer dana, pengecekan saldo,

dan/atau penutupan rekening.

Untuk Agen dengan klasifikasi tertentu,

juga dapat melayani transaksi lain

seperti: pembelian (a.l. pulsa) dan

pembayaran tagihan.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

109 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

5. Penegakan Kepatuhan Bank 5.1 Uji Kemampuan dan Kepatutan

(Existing) Dalam rangka melindungi industri bank

dari pihak-pihak yang diindikasikan tidak

memenuhi persyaratan kemampuan dan

kepatutan, secara berkesinambungan

terhadap pihak–pihak yang telah

mendapat persetujuan untuk menjadi

Direksi, Komisaris, Pemegang Saham

Pengendali (PSP), dan Pejabat Eksekutif

dilakukan penilaian kembali atas

kemampuan dan kepatutannya sebagai

pemilik dan pengelola Bank (Fit and

Proper Existing). Penilaian kembali

dilakukan dalam hal terdapat indikasi

permasalahan integritas, reputasi

keuangan dan/atau kompetensi.

Pada triwulan II-2016, tidak terdapat

adanya tambahan pengurus/pengelola

dan pegawai bank yang telah menjalani

proses fit and proper existing. Sementara

itu, untuk database track record (TR),

sampai dengan triwulan II-2016 terdapat

penambahan 20 pelaku yang dilakukan

oleh Direksi, Komisaris, Pejabat

Eksekutif, dan pegawai Bank. Adapun

modus yang dilakukan sebagian besar

terkait dengan pelanggaran prinsip

kehati-hatian dan asas pemberian kredit

yang sehat, pelanggaran SOP, dan

penyalahgunaan wewenang (Tabel

E.5.1.1).

Tabel E.5.1.1Jumlah Track Record

Objek Track Record Jumlah Input TR Dewan Komisaris 1 Direksi 11

Pejabat Eksekutif 3

Non Pejabat Eksekutif 5

TOTAL 20 Sumber: OJK

5.2 Penanganan Dugaan Tindak Pidana

Perbankan Dalam triwulan II-2016, telah

ditindaklanjuti 28 Penyimpangan

Ketentuan Perbankan (PKP) yang

diduga fraud pada 12 kantor bank,

termasuk carry over triwulan

sebelumnya. Hasil tindak lanjut dari

28 PKP tersebut, telah dilakukan

investigasi pada tujuh PKP yang

terjadi di dua kantor BPR. Sementara

untuk 21 PKP yang terjadi di sepuluh

kantor BPR telah dikembalikan

kepada satuan kerja pengawasan

bank karena tidak ditemukan dugaan

tindak pidana perbankan, atau dapat

dilakukan tindak lanjut pengawasan

(supervisory action) (Tabel E.5.2.1).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

116

Page 119: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

108 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

berdasarkan RBB tahun 2016 yang

disampaikan bank kepada OJK, diketahui

terdapat 28 BUK dan tiga BUS yang

merencanakan untuk menjadi

penyelenggara Laku Pandai di tahun

2016.

Jumlah agen Laku Pandai pada triwulan

II-2016 mencapai 104.705 agen (104.023

agen perorangan dan 682 outlet badan

hukum). Sementara itu, jumlah dana dan

nasabah yang berhasil dihimpun masing-

masing sebesar Rp63,72 miliar dan

1.618.758 nasabah. Dari 104.705 agen

Laku Pandai tersebut, sebesar 65.19%

tersebar di wilayah pulau Jawa, 17,87%

di pulau Sumatera, 6,41% di pulau

Sulawesi, 4,59% di pulau Kalimantan,

2,52% di pulau Maluku dan Papua, dan

sisanya 3,42% berada di pulau NTB-NTT-

Bali (Tabel E.4.1 dan Grafik E.4.1).

Tabel E.4.1Realisasi Laku Pandai Triwulan II-2016

Grafik E.4.1Wilayah Penyebaran Agen Laku Pandai

Triwulan II-2016 Agen Laku Pandai

Perorangan Badan Hukum 104.023 682

Nasabah Laku Pandai

Jumlah Rekening

Outstanding Tabungan BSA

1.618.758 Rp63,72 milyar Sumber: OJK

Cakupan layanan Agen terhadap

nasabah dan/atau calon nasabah sesuai

dengan yang tercantum dalam perjanjian

kerjasama dengan bank. Untuk tabungan

dengan karakteristik BSA, cakupan

layanan meliputi pembukaan rekening,

penyetoran dan penarikan tunai,

pemindahbukuan, pembayaran tagihan,

transfer dana, pengecekan saldo,

dan/atau penutupan rekening.

Untuk Agen dengan klasifikasi tertentu,

juga dapat melayani transaksi lain

seperti: pembelian (a.l. pulsa) dan

pembayaran tagihan.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

109 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

5. Penegakan Kepatuhan Bank 5.1 Uji Kemampuan dan Kepatutan

(Existing) Dalam rangka melindungi industri bank

dari pihak-pihak yang diindikasikan tidak

memenuhi persyaratan kemampuan dan

kepatutan, secara berkesinambungan

terhadap pihak–pihak yang telah

mendapat persetujuan untuk menjadi

Direksi, Komisaris, Pemegang Saham

Pengendali (PSP), dan Pejabat Eksekutif

dilakukan penilaian kembali atas

kemampuan dan kepatutannya sebagai

pemilik dan pengelola Bank (Fit and

Proper Existing). Penilaian kembali

dilakukan dalam hal terdapat indikasi

permasalahan integritas, reputasi

keuangan dan/atau kompetensi.

Pada triwulan II-2016, tidak terdapat

adanya tambahan pengurus/pengelola

dan pegawai bank yang telah menjalani

proses fit and proper existing. Sementara

itu, untuk database track record (TR),

sampai dengan triwulan II-2016 terdapat

penambahan 20 pelaku yang dilakukan

oleh Direksi, Komisaris, Pejabat

Eksekutif, dan pegawai Bank. Adapun

modus yang dilakukan sebagian besar

terkait dengan pelanggaran prinsip

kehati-hatian dan asas pemberian kredit

yang sehat, pelanggaran SOP, dan

penyalahgunaan wewenang (Tabel

E.5.1.1).

Tabel E.5.1.1Jumlah Track Record

Objek Track Record Jumlah Input TR Dewan Komisaris 1 Direksi 11

Pejabat Eksekutif 3

Non Pejabat Eksekutif 5

TOTAL 20 Sumber: OJK

5.2 Penanganan Dugaan Tindak Pidana

Perbankan Dalam triwulan II-2016, telah

ditindaklanjuti 28 Penyimpangan

Ketentuan Perbankan (PKP) yang

diduga fraud pada 12 kantor bank,

termasuk carry over triwulan

sebelumnya. Hasil tindak lanjut dari

28 PKP tersebut, telah dilakukan

investigasi pada tujuh PKP yang

terjadi di dua kantor BPR. Sementara

untuk 21 PKP yang terjadi di sepuluh

kantor BPR telah dikembalikan

kepada satuan kerja pengawasan

bank karena tidak ditemukan dugaan

tindak pidana perbankan, atau dapat

dilakukan tindak lanjut pengawasan

(supervisory action) (Tabel E.5.2.1).

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

117

Page 120: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

110 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel E.5.2.1Statistik Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan

Keterangan

Triwulan II*(Apr – Jun)

Kumulatif(Jan – Jun)

BU BPR Total BU BPR TotalKTR

BANKPKP

(Kasus)KTR

BANKPKP

(Kasus)KTR

BANKPKP

(Kasus)KTR

BANKPKP

(Kasus)KTR

BANKPKP

(Kasus)KTR

BANKPKP

(Kasus)

A. PKP Yang Diterima dari Hasil Pengawasan

2 2 10 20 12 22 4 7 20 44 24 51

1. Dalam Periode Berjalan 2 2 10 20 12 22 4 7 20 44 24 51

B. Tindak Lanjut 0 0 12 28 12 28 2 5 19 46 21 51

1. Telah dilakukan Investigasi

0 0 2 7 2 7 2 5 7 17 9 22

2. Dikembalikan Kepada Pengawasan

0 0 10 21 10 21 0 0 12 29 12 29

C. Dilimpahkan Kepada Penyidikan OJK

2 5 3 10 5 15 6 10 7 15 13 25

Sumber: OJK

*) Ket: data termasuk carry over dari triwulan sebelumnya

Dalam tahapan pra-investigasi dilakukan

pengumpulan informasi dan dokumen

serta analisis guna memperoleh

gambaran PKP yang diduga fraud.

Selanjutnya dilakukan pembahasan

dalam Forum Quality Assurance (QA)

yang bertujuan antara lain untuk menguji

hasil analisis, dan merekomendasikan

langkah-langkah yang perlu dilakukan

untuk penanganan lebih lanjut terhadap

PKP yang diduga fraud.

Pada triwulan II-2016, 53% area

penanganan dugaan tindak pidana

perbankan adalah terkait dengan

perkreditan, diikuti 40% terkait

penyalahgunaan dana, dan 7% terkait

window dressing (Grafik E.5.2.1). Adapun

jumlah pelaku yang diduga melakukan

Tipibank diantaranya dua Komisaris, lima

Direksi, dua Pejabat Eksekutif dan dua

karyawan (Grafik E.5.2.2).

Grafik E.5.2.1Sebaran Jenis Dugaan Tipibank Triwulan II-2016

Sumber: OJK

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

111 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik E.5.2.2Pelaku Fraud yang diduga Tipibank Triwulan II-2016

Sumber: OJK

Dalam tahap pasca investigasi akan

dilaksanakan Forum Quality Assurance

(QA) serta pembahasan dengan satuan

kerja bidang hukum dan satuan kerja

penyidikan untuk mengevaluasi langkah-

langkah investigasi yang telah dilakukan

dan merekomendasikan tindak lanjut

dugaan tindak pidana perbankan.

Selanjutnya dalam rangka mendukung

penegakan hukum di bidang perbankan,

pada triwulan II-2016 telah dilimpahkan

15 PKP yang terjadi di lima kantor bank

kepada satuan kerja penyidikan.

Mengingat penyebab terjadinya PKP

yang diduga fraud adalah karena

kelemahan pengawasan internal,

kurangnya integritas pegawai, dan

kelemahan sistem di bank, maka untuk

meminimalkan terjadinya penyimpangan

ketentuan perbankan, bank perlu

meningkatkan pengawasan manajemen

melalui pelaksanaan independent review

oleh SKAI, kajian ulang kebijakan

internal, serta pengamanan teknologi

informasi dan infrastruktur pendukung.

5.3 Pemberian Keterangan Ahli atau Saksi

Dalam rangka memenuhi permintaan

aparat penegak hukum, sampai dengan

triwulan II-2016 terdapat 138 permintaan

pemberian keterangan ahli dan/atau

saksi kepada Kepolisian atau Kejaksaan

yang sedang menangani proses

penyelidikan, penyidikan, atau

penuntutan suatu perkara yang berkaitan

dengan tindak pidana perbankan. Dari

138 permintaan tersebut, telah dilakukan

116 pemberian keterangan kepada

kepolisian yang terdiri dari 8 keterangan

sebagai saksi dan 108 keterangan

sebagai ahli. Sementara 22 lainnya

masih dalam koordinasi dengan penyidik

atau satuan kerja terkait (Tabel E.5.3.1).

Pemberian keterangan ahli/saksi

dilakukan di Sulawesi Utara, Semarang,

Sumatera Barat, NTT, Sumatera Selatan,

Lampung, Maluku, Papua dan Papua

Barat, Muara Bulian, DI Yogyakarta,

Jombang, Jawa Timur, Riau, DKI Jakarta

dan Sumatera.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

118

Page 121: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

110 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel E.5.2.1Statistik Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan

Keterangan

Triwulan II*(Apr – Jun)

Kumulatif(Jan – Jun)

BU BPR Total BU BPR TotalKTR

BANKPKP

(Kasus)KTR

BANKPKP

(Kasus)KTR

BANKPKP

(Kasus)KTR

BANKPKP

(Kasus)KTR

BANKPKP

(Kasus)KTR

BANKPKP

(Kasus)

A. PKP Yang Diterima dari Hasil Pengawasan

2 2 10 20 12 22 4 7 20 44 24 51

1. Dalam Periode Berjalan 2 2 10 20 12 22 4 7 20 44 24 51

B. Tindak Lanjut 0 0 12 28 12 28 2 5 19 46 21 51

1. Telah dilakukan Investigasi

0 0 2 7 2 7 2 5 7 17 9 22

2. Dikembalikan Kepada Pengawasan

0 0 10 21 10 21 0 0 12 29 12 29

C. Dilimpahkan Kepada Penyidikan OJK

2 5 3 10 5 15 6 10 7 15 13 25

Sumber: OJK

*) Ket: data termasuk carry over dari triwulan sebelumnya

Dalam tahapan pra-investigasi dilakukan

pengumpulan informasi dan dokumen

serta analisis guna memperoleh

gambaran PKP yang diduga fraud.

Selanjutnya dilakukan pembahasan

dalam Forum Quality Assurance (QA)

yang bertujuan antara lain untuk menguji

hasil analisis, dan merekomendasikan

langkah-langkah yang perlu dilakukan

untuk penanganan lebih lanjut terhadap

PKP yang diduga fraud.

Pada triwulan II-2016, 53% area

penanganan dugaan tindak pidana

perbankan adalah terkait dengan

perkreditan, diikuti 40% terkait

penyalahgunaan dana, dan 7% terkait

window dressing (Grafik E.5.2.1). Adapun

jumlah pelaku yang diduga melakukan

Tipibank diantaranya dua Komisaris, lima

Direksi, dua Pejabat Eksekutif dan dua

karyawan (Grafik E.5.2.2).

Grafik E.5.2.1Sebaran Jenis Dugaan Tipibank Triwulan II-2016

Sumber: OJK

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

111 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik E.5.2.2Pelaku Fraud yang diduga Tipibank Triwulan II-2016

Sumber: OJK

Dalam tahap pasca investigasi akan

dilaksanakan Forum Quality Assurance

(QA) serta pembahasan dengan satuan

kerja bidang hukum dan satuan kerja

penyidikan untuk mengevaluasi langkah-

langkah investigasi yang telah dilakukan

dan merekomendasikan tindak lanjut

dugaan tindak pidana perbankan.

Selanjutnya dalam rangka mendukung

penegakan hukum di bidang perbankan,

pada triwulan II-2016 telah dilimpahkan

15 PKP yang terjadi di lima kantor bank

kepada satuan kerja penyidikan.

Mengingat penyebab terjadinya PKP

yang diduga fraud adalah karena

kelemahan pengawasan internal,

kurangnya integritas pegawai, dan

kelemahan sistem di bank, maka untuk

meminimalkan terjadinya penyimpangan

ketentuan perbankan, bank perlu

meningkatkan pengawasan manajemen

melalui pelaksanaan independent review

oleh SKAI, kajian ulang kebijakan

internal, serta pengamanan teknologi

informasi dan infrastruktur pendukung.

5.3 Pemberian Keterangan Ahli atau Saksi

Dalam rangka memenuhi permintaan

aparat penegak hukum, sampai dengan

triwulan II-2016 terdapat 138 permintaan

pemberian keterangan ahli dan/atau

saksi kepada Kepolisian atau Kejaksaan

yang sedang menangani proses

penyelidikan, penyidikan, atau

penuntutan suatu perkara yang berkaitan

dengan tindak pidana perbankan. Dari

138 permintaan tersebut, telah dilakukan

116 pemberian keterangan kepada

kepolisian yang terdiri dari 8 keterangan

sebagai saksi dan 108 keterangan

sebagai ahli. Sementara 22 lainnya

masih dalam koordinasi dengan penyidik

atau satuan kerja terkait (Tabel E.5.3.1).

Pemberian keterangan ahli/saksi

dilakukan di Sulawesi Utara, Semarang,

Sumatera Barat, NTT, Sumatera Selatan,

Lampung, Maluku, Papua dan Papua

Barat, Muara Bulian, DI Yogyakarta,

Jombang, Jawa Timur, Riau, DKI Jakarta

dan Sumatera.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

119

Page 122: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

112 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel E.5.3.1Pemberian Keterangan Ahli/Saksi

No. Klasifikasi Permintaan

Total Saksi Ahli 1. Kepolisian 116 8 108

2. Kejaksaan 22 3 19

TOTAL 138 11 127

138 Sumber: OJK

Keterangan ahli yang diberikan baik

terhadap kasus-kasus yang pernah

ditangani OJK maupun terhadap kasus-

kasus yang dilaporkan oleh pihak bank

atau pihak lainnya kepada Kepolisian

atau Kejaksaan. Pemberian keterangan

ahli yang diberikan sesuai dengan

kompetensi dan pengalaman pegawai

dalam menangani kasus-kasus dugaan

tindak pidana perbankan, sehingga

penunjukan pegawai yang memberikan

keterangan ahli didasarkan pada

profesionalisme pegawai, dengan

pendampingan dari satuan kerja yang

menangani bidang hukum.

5.4 SosialisasiDalam rangka peningkatan pemahaman

terhadap penanganan Tipibank, telah

dilakukan sosialisasi kepada para

penegak hukum dan industri perbankan.

Sosialisasi dilaksanakan sebanyak tiga

kali di tiga kota, yaitu Padang, Ambon

dan Jambi. Selain itu, sehubungan

dengan adanya permintaan dari PUSDIK

POLRI kepada OJK terkait wisata karya,

telah disampaikan paparan kepada

peserta Dikbangpres Polri Bintara Idik TP

Perbankan tentang peran lembaga OJK

dalam pengawasan di bidang sektor

perbankan dengan materi “Implementasi

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan Terkait

Kedudukan Pengawasan Bank”.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

113 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

[Pembatas]

F. Kerjasama Domestik dan Kerjasama Internasional 1. Kerjasama Domestik

2. Kerjasama Internasional

G. Isu Internasional 1. Review/Monitoring Sistem Keuangan Indonesia oleh Lembaga Internasional

1.1 Financial Sector Assessment Program (FSAP)

1.2 Regulatory Consistency Assessment Program (RCAP)

1.3 Mutual Evaluation

2. FATCA (Foreign Account Tax Compliant Act)

3. Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Anti Money Laundering and

Countering Financing Terrorism/AML/CFT)

H. E-Licensing

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

120

Page 123: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

112 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel E.5.3.1Pemberian Keterangan Ahli/Saksi

No. Klasifikasi Permintaan

Total Saksi Ahli 1. Kepolisian 116 8 108

2. Kejaksaan 22 3 19

TOTAL 138 11 127

138 Sumber: OJK

Keterangan ahli yang diberikan baik

terhadap kasus-kasus yang pernah

ditangani OJK maupun terhadap kasus-

kasus yang dilaporkan oleh pihak bank

atau pihak lainnya kepada Kepolisian

atau Kejaksaan. Pemberian keterangan

ahli yang diberikan sesuai dengan

kompetensi dan pengalaman pegawai

dalam menangani kasus-kasus dugaan

tindak pidana perbankan, sehingga

penunjukan pegawai yang memberikan

keterangan ahli didasarkan pada

profesionalisme pegawai, dengan

pendampingan dari satuan kerja yang

menangani bidang hukum.

5.4 SosialisasiDalam rangka peningkatan pemahaman

terhadap penanganan Tipibank, telah

dilakukan sosialisasi kepada para

penegak hukum dan industri perbankan.

Sosialisasi dilaksanakan sebanyak tiga

kali di tiga kota, yaitu Padang, Ambon

dan Jambi. Selain itu, sehubungan

dengan adanya permintaan dari PUSDIK

POLRI kepada OJK terkait wisata karya,

telah disampaikan paparan kepada

peserta Dikbangpres Polri Bintara Idik TP

Perbankan tentang peran lembaga OJK

dalam pengawasan di bidang sektor

perbankan dengan materi “Implementasi

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan Terkait

Kedudukan Pengawasan Bank”.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

113 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

[Pembatas]

F. Kerjasama Domestik dan Kerjasama Internasional 1. Kerjasama Domestik

2. Kerjasama Internasional

G. Isu Internasional 1. Review/Monitoring Sistem Keuangan Indonesia oleh Lembaga Internasional

1.1 Financial Sector Assessment Program (FSAP)

1.2 Regulatory Consistency Assessment Program (RCAP)

1.3 Mutual Evaluation

2. FATCA (Foreign Account Tax Compliant Act)

3. Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Anti Money Laundering and

Countering Financing Terrorism/AML/CFT)

H. E-Licensing

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

121

Sistem Perizinan dan Registrasi (e-Licensing) Terintegarasi

Page 124: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

114 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

F. Kerjasama Domestik dan Kerjasama Internasional

1. Kerjasama Domestik1.1 Kerjasama OJK dengan

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Pada 5 Desember 2014, OJK telah

mengeluarkan Roadmap Keuangan

Berkelanjutan periode 2015-2019.

Sebagai salah satu upaya mendorong

Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk

mendukung implementasi roadmap

tersebut, OJK menyelenggarakan

capacity building bagi pelaku jasa

keuangan serta pengawas LJK.

Adapun tujuan dari capacity building

ini adalah untuk meningkatkan

kompetensi SDM LJK dan pengawas

terkait keuangan berkelanjutan.

Dalam pelaksanaan capacity building

OJK bekerja sama dengan beberapa

pihak salah satunya adalah

Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mineral (ESDM) Direktorat Jendral

Energi Baru Terbarukan dan

Konservasi Energi (EBTKE) dengan

tema Pembiayaan Investasi Efisiensi

Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan

(empat batch), dan Training of Trainer

untuk Pembiayaan investasi Efisiensi

Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan

(satu batch).

Selain itu OJK juga bekerjasama

dengan Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan, Kementerian

ESDM dan lembaga internasional

terkait untuk menyelenggarakan

capacity building tingkat dasar dengan

tema: (i) Penerapan Prinsip Dasar

Tata Kelola ASRI pada LJK (dua batch

untuk pembangkit listrik tenaga

minihydro, dua batch untuk

pembangkit listrik tenaga surya).

Untuk tahun 2016, capacity building

juga akan dilaksanakan untuk tingkat

intermediate.

Sampai dengan akhir triwulan II-2016

telah diselenggarakan lima batch

training tingkat dasar yaitu: (i) satu

batch pada Februari 2016 di Padang;

(ii) tiga batch pada April 2016 di

Semarang, Lampung dan Kupang;

dan (iii) satu batch pada Mei 2016 di

Medan serta dilaksanakan TOT pada

Maret 2016 di Bandung. Peserta yang

berpartisipasi dalam training meliputi

perwakilan industri perbankan dan

OJK.

1.2 Kerjasama OJK dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Kerjasama antara OJK dengan LPS

tertuang dalam Nota Kesepahaman

antara OJK dan LPS No: PRJ-30/

D.01/2014 jo. MoU-1/DK/VII/2014

tanggal 18 Juli 2014 tentang

Koordinasi dan Kerjasama Dalam

Rangka Keterkaitan Pelaksanaan

Fungsi dan Tugas OJK dengan LPS.

Halaman ini sengaja dikosongkan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

122

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 125: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

114 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

F. Kerjasama Domestik dan Kerjasama Internasional

1. Kerjasama Domestik1.1 Kerjasama OJK dengan

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Pada 5 Desember 2014, OJK telah

mengeluarkan Roadmap Keuangan

Berkelanjutan periode 2015-2019.

Sebagai salah satu upaya mendorong

Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk

mendukung implementasi roadmap

tersebut, OJK menyelenggarakan

capacity building bagi pelaku jasa

keuangan serta pengawas LJK.

Adapun tujuan dari capacity building

ini adalah untuk meningkatkan

kompetensi SDM LJK dan pengawas

terkait keuangan berkelanjutan.

Dalam pelaksanaan capacity building

OJK bekerja sama dengan beberapa

pihak salah satunya adalah

Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mineral (ESDM) Direktorat Jendral

Energi Baru Terbarukan dan

Konservasi Energi (EBTKE) dengan

tema Pembiayaan Investasi Efisiensi

Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan

(empat batch), dan Training of Trainer

untuk Pembiayaan investasi Efisiensi

Energi bagi Lembaga Jasa Keuangan

(satu batch).

Selain itu OJK juga bekerjasama

dengan Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan, Kementerian

ESDM dan lembaga internasional

terkait untuk menyelenggarakan

capacity building tingkat dasar dengan

tema: (i) Penerapan Prinsip Dasar

Tata Kelola ASRI pada LJK (dua batch

untuk pembangkit listrik tenaga

minihydro, dua batch untuk

pembangkit listrik tenaga surya).

Untuk tahun 2016, capacity building

juga akan dilaksanakan untuk tingkat

intermediate.

Sampai dengan akhir triwulan II-2016

telah diselenggarakan lima batch

training tingkat dasar yaitu: (i) satu

batch pada Februari 2016 di Padang;

(ii) tiga batch pada April 2016 di

Semarang, Lampung dan Kupang;

dan (iii) satu batch pada Mei 2016 di

Medan serta dilaksanakan TOT pada

Maret 2016 di Bandung. Peserta yang

berpartisipasi dalam training meliputi

perwakilan industri perbankan dan

OJK.

1.2 Kerjasama OJK dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Kerjasama antara OJK dengan LPS

tertuang dalam Nota Kesepahaman

antara OJK dan LPS No: PRJ-30/

D.01/2014 jo. MoU-1/DK/VII/2014

tanggal 18 Juli 2014 tentang

Koordinasi dan Kerjasama Dalam

Rangka Keterkaitan Pelaksanaan

Fungsi dan Tugas OJK dengan LPS.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

123

Page 126: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

115 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

1.3 Kerjasama OJK dengan Bank Indonesia (BI)

Dalam rangka pelaksanaan Surat

Keputusan Bersama (SKB) antara BI

dan OJK, pada triwulan II-2016 telah

dilakukan pembahasan kebijakan/

peraturan makroprudensial dan

mikroprudensial, yang terkait dengan:

a. Pengaturan PBI tentang

Pemrosesan Transaksi

Pembayaran;

b. Amandemen Peraturan BI

No.9/14/PBI/2007 tentang

Sistem Informasi Debitur (PBI

SID);

c. Penyempurnaan Buku

Pedoman LBU; dan

d. Evaluasi atas SKB terkait

Sistem Informasi Debitur.

Selain itu, pada triwulan II-2016 juga

telah dilakukan koordinasi terkait

dengan:

a. Penetapan SIB

b. Rencana pelaksanaan Granular

Stress Test oleh Bank Indonesia

c. Migrasi Jaringan Komunikasi

Data (JKD) Ekstranet VPN Dial

menjadi Wireless VPN BPR/S,

dan

d. Pertukaran BI-OJK melalui

SAPIT IEA (Sarana Pertukaran

Informasi Terintegrasi

Information Exchange

Application).

Dalam upaya harmonisasi ketentuan

perlindungan konsumen, juga telah

dilakukan beberapa kali pembahasan

bersama, mengingat Bank Indonesia

juga mengatur perlindungan

konsumen yang terkait dengan sistem

pembayaran, Kegiatan Usaha

Pengiriman Uang, dan Pedagang

Valuta Asing.

Selanjutnya, sehubungan dengan

telah berpindahnya pengelolaan

Laporan Bulanan Perusahaan

Pembiayaan (LBPP) kepada OJK

menjadi Sistem Informasi Perusahaan

Pembiayaan (SIPP), dibutuhkan

mekanisme perolehan data

Perusahaan Pembiayaan (PP) yang

dibutuhkan oleh BI. Berkaitan dengan

hal tersebut, BI akan membuat tools

yang dapat membantu untuk

mengolah data PP yang didapat dari

OJK melalui SAPIT atau akses

langsung.

Dalam rangka koordinasi terkait

pembuatan tools dimaksud antara lain

mengenai supporting data atau

dokumen SIPP yang berupa

taksonomi SIPP, template data SIPP,

spesifikasi konversi baik teknis

maupun bisnis serta struktur data

SIPP, pada triwulan II-2016 telah

dilakukan beberapa kali pembahasan.

Terkait dengan pengalihan

kredit/pembiayaan dan eksekusi

agunan kepada pihak lain, telah

dilakukan pembahasan bersama pada

triwulan II-2016.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

116 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

1.4 Kerjasama OJK dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

Pada 11 Mei 2015, OJK bekerjasama

dengan Kementerian Kelautan dan

Perikanan (KKP) untuk meluncurkan

program Jangkau, Sinergi, dan

Guideline (JARING). Program

tersebut bertujuan menjawab

kebutuhan stakeholders terhadap

informasi tentang database Kelautan

dan Perikanan, skim pembiayaan,

pemetaan risiko bisnis dan dukungan

regulasi dari otoritas terkait.

Ruang lingkup MoU antara OJK dan

Kementrian Kelautan dan Perikanan

meliputi koordinasi kebijakan dalam

rangka pengembangan usaha sektor

kelautan dan perikanan, penyediaan

layanan data dan/atau informasi,

penelitian dan pengembangan,

sosialisasi dan edukasi, serta

peningkatan kapasitas dan

kompetensi SDM.

Sasaran utama program JARING

adalah peningkatan pertumbuhan

pembiayaan di sektor Kelautan dan

Perikanan (KP) dengan target

pertumbuhan pembiayaan lebih tinggi

dibanding tahun sebelumnya. Target

pertumbuhan kredit ditetapkan

minimal 50% dari tahun sebelumnya.

Selain itu, diharapkan program

JARING dapat meningkatkan akses

masyarakat terhadap jasa keuangan

yang lebih luas, meningkatkan

pemahaman Sektor Jasa Keuangan

(SJK) terhadap bisnis sektor KP lebih

baik, memperbaiki tingkat

kesejahteraan nelayan dan pelaku

usaha mikro dan kecil (peningkatan

pendapatan per kapita), menambah

jumlah lapangan kerja serta

meningkatkan pertumbuhan ekonomi

nasional.

Dalam mewujudkan sasaran JARING,

pada tahap awal terdapat delapan

bank pelopor pembiayaan pada sektor

KP yang merupakan Bank Partner

Program JARING dan Industri

Keuangan Non Bank (IKNB) melalui

Konsorsium Perusahaan Pembiayaan,

Asuransi Jiwa, Asuransi Umum dan

Penjaminan.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

124

Page 127: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

115 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

1.3 Kerjasama OJK dengan Bank Indonesia (BI)

Dalam rangka pelaksanaan Surat

Keputusan Bersama (SKB) antara BI

dan OJK, pada triwulan II-2016 telah

dilakukan pembahasan kebijakan/

peraturan makroprudensial dan

mikroprudensial, yang terkait dengan:

a. Pengaturan PBI tentang

Pemrosesan Transaksi

Pembayaran;

b. Amandemen Peraturan BI

No.9/14/PBI/2007 tentang

Sistem Informasi Debitur (PBI

SID);

c. Penyempurnaan Buku

Pedoman LBU; dan

d. Evaluasi atas SKB terkait

Sistem Informasi Debitur.

Selain itu, pada triwulan II-2016 juga

telah dilakukan koordinasi terkait

dengan:

a. Penetapan SIB

b. Rencana pelaksanaan Granular

Stress Test oleh Bank Indonesia

c. Migrasi Jaringan Komunikasi

Data (JKD) Ekstranet VPN Dial

menjadi Wireless VPN BPR/S,

dan

d. Pertukaran BI-OJK melalui

SAPIT IEA (Sarana Pertukaran

Informasi Terintegrasi

Information Exchange

Application).

Dalam upaya harmonisasi ketentuan

perlindungan konsumen, juga telah

dilakukan beberapa kali pembahasan

bersama, mengingat Bank Indonesia

juga mengatur perlindungan

konsumen yang terkait dengan sistem

pembayaran, Kegiatan Usaha

Pengiriman Uang, dan Pedagang

Valuta Asing.

Selanjutnya, sehubungan dengan

telah berpindahnya pengelolaan

Laporan Bulanan Perusahaan

Pembiayaan (LBPP) kepada OJK

menjadi Sistem Informasi Perusahaan

Pembiayaan (SIPP), dibutuhkan

mekanisme perolehan data

Perusahaan Pembiayaan (PP) yang

dibutuhkan oleh BI. Berkaitan dengan

hal tersebut, BI akan membuat tools

yang dapat membantu untuk

mengolah data PP yang didapat dari

OJK melalui SAPIT atau akses

langsung.

Dalam rangka koordinasi terkait

pembuatan tools dimaksud antara lain

mengenai supporting data atau

dokumen SIPP yang berupa

taksonomi SIPP, template data SIPP,

spesifikasi konversi baik teknis

maupun bisnis serta struktur data

SIPP, pada triwulan II-2016 telah

dilakukan beberapa kali pembahasan.

Terkait dengan pengalihan

kredit/pembiayaan dan eksekusi

agunan kepada pihak lain, telah

dilakukan pembahasan bersama pada

triwulan II-2016.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

116 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

1.4 Kerjasama OJK dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

Pada 11 Mei 2015, OJK bekerjasama

dengan Kementerian Kelautan dan

Perikanan (KKP) untuk meluncurkan

program Jangkau, Sinergi, dan

Guideline (JARING). Program

tersebut bertujuan menjawab

kebutuhan stakeholders terhadap

informasi tentang database Kelautan

dan Perikanan, skim pembiayaan,

pemetaan risiko bisnis dan dukungan

regulasi dari otoritas terkait.

Ruang lingkup MoU antara OJK dan

Kementrian Kelautan dan Perikanan

meliputi koordinasi kebijakan dalam

rangka pengembangan usaha sektor

kelautan dan perikanan, penyediaan

layanan data dan/atau informasi,

penelitian dan pengembangan,

sosialisasi dan edukasi, serta

peningkatan kapasitas dan

kompetensi SDM.

Sasaran utama program JARING

adalah peningkatan pertumbuhan

pembiayaan di sektor Kelautan dan

Perikanan (KP) dengan target

pertumbuhan pembiayaan lebih tinggi

dibanding tahun sebelumnya. Target

pertumbuhan kredit ditetapkan

minimal 50% dari tahun sebelumnya.

Selain itu, diharapkan program

JARING dapat meningkatkan akses

masyarakat terhadap jasa keuangan

yang lebih luas, meningkatkan

pemahaman Sektor Jasa Keuangan

(SJK) terhadap bisnis sektor KP lebih

baik, memperbaiki tingkat

kesejahteraan nelayan dan pelaku

usaha mikro dan kecil (peningkatan

pendapatan per kapita), menambah

jumlah lapangan kerja serta

meningkatkan pertumbuhan ekonomi

nasional.

Dalam mewujudkan sasaran JARING,

pada tahap awal terdapat delapan

bank pelopor pembiayaan pada sektor

KP yang merupakan Bank Partner

Program JARING dan Industri

Keuangan Non Bank (IKNB) melalui

Konsorsium Perusahaan Pembiayaan,

Asuransi Jiwa, Asuransi Umum dan

Penjaminan.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

125

Page 128: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

117 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik F.1.4.1 Pembiayaan Program JARING

Sumber: Siaran Press OJK, 4 November 2015

Kualitas dari kredit yang disalurkan

untuk program JARING menurun dari

triwulan sebelumnya, terlihat dari NPL

kredit maritim yang meningkat yaitu

dari 6,47% menjadi 7,07% (Tabel

F.1.4.1). Penurunan kualitas kredit

tersebut sebagian besar disumbang

oleh besarnya NPL pada usaha

budidaya, jasa sarana produksi, dan

jasa pendukung lainnya, selain juga

karena terdapat penurunan kualitas

kredit pada industri pengolahan dan

pengawetan ikan dan biota perairan

lainnya. Sementara untuk kredit

kepada penangkapan, perdagangan,

dan budidaya mengalami peningkatan

kualitas kredit terutama pada

budidaya biota laut (Tabel F.1.4.2).

Pembiayaan Program JARING

Bank Partner

Bank Pelopor

BNI, BRI, Bank Mandiri, BTPN, Bank Danamon, Bank Permata, Bank Bukopin, BPD

Sulselbar

Bank Tambahan

BCA, Bank Maybank Indonesia, Bank CIMB

Niaga, Bank Sinarmas, BPD Jawa Timur, PT BPD Riau Kepri, PT BPD Suslawesi

Utara, PT BPD Jawa Tengah

IKNB

Konsorsium Perusahaan Pembiayaan, Asuransi Jiwa,

Asuransi Umum dan Penjaminan

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

118 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel F.1.4.1Realisasi & NPL Pembiayaan Program JARING

TW I TW IITot. Kredit Maritim (dlm Rp Miliar)

94.842 96.408

Tot. NPL (dlm Rp Miliar) 6.135 6.817 Rasio NPL (%) 6,47 7,07

2016JARING

Tabel F.1.4.2NPL Kegiatan Usaha Kredit Maritim (%)

Kegiatan Usaha TW I-2016 TW II-2016Penangkapan 2,76 2,55Budidaya 3,40 3,37Jasa sarana produksi 5,82 6,76Industri Pengolahan 0,34 1,59Perdagangan 2,07 2,03Pendukung 7,77 8,52

1.5 Kerjasama OJK dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

Mengingat upaya pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana

pencucian uang dan pendanaan

terorisme memerlukan kerjasama

yang efektif antara OJK dan PPATK

sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan

masing-masing, pada tanggal 18 Juni

2013 telah dilakukan penandatangan

Nota Kesepahaman No. PRJ-03/D-

01/2013 tentang Kerjasama dalam

Rangka Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang dan Pendanaan

Terorisme. Kerjasama tersebut antara

lain dalam bentuk pertukaran

informasi, penyusunan ketentuan,

koordinasi pemeriksaan, dan

pendidikan dan pelatihan.

Untuk mendukung penguatan

pencegahan tindak pidana APU dan

PPT di sektor jasa Keuangan

(perbankan, pasar modal, dan IKNB),

pada bulan Juni 2016 telah

diselenggarakan Kick-off Meeting

Forum Koordinasi dan Kerjasama

Sektor Jasa Keuangan Pencegahan

TPPU-TPPT. Koordinasi dan

kerjasama yang akan dilakukan dapat

berbentuk pertukaran informasi,

penyusunan ketentuan hukum

dan/atau pedoman, edukasi dan/atau

sosialisasi, dan penelitian atau riset.

Selanjutnya, untuk pelaksanaan

kerjasama pendidikan dan pelatihan,

antara lain OJK telah melibatkan

PPATK sebagai narasumber dalam

kegiatan Training Capacity Building

Penguatan Pengawasan Program

APU PPT bagi Pengawas Sektor Jasa

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

126

Page 129: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

117 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik F.1.4.1 Pembiayaan Program JARING

Sumber: Siaran Press OJK, 4 November 2015

Kualitas dari kredit yang disalurkan

untuk program JARING menurun dari

triwulan sebelumnya, terlihat dari NPL

kredit maritim yang meningkat yaitu

dari 6,47% menjadi 7,07% (Tabel

F.1.4.1). Penurunan kualitas kredit

tersebut sebagian besar disumbang

oleh besarnya NPL pada usaha

budidaya, jasa sarana produksi, dan

jasa pendukung lainnya, selain juga

karena terdapat penurunan kualitas

kredit pada industri pengolahan dan

pengawetan ikan dan biota perairan

lainnya. Sementara untuk kredit

kepada penangkapan, perdagangan,

dan budidaya mengalami peningkatan

kualitas kredit terutama pada

budidaya biota laut (Tabel F.1.4.2).

Pembiayaan Program JARING

Bank Partner

Bank Pelopor

BNI, BRI, Bank Mandiri, BTPN, Bank Danamon, Bank Permata, Bank Bukopin, BPD

Sulselbar

Bank Tambahan

BCA, Bank Maybank Indonesia, Bank CIMB

Niaga, Bank Sinarmas, BPD Jawa Timur, PT BPD Riau Kepri, PT BPD Suslawesi

Utara, PT BPD Jawa Tengah

IKNB

Konsorsium Perusahaan Pembiayaan, Asuransi Jiwa,

Asuransi Umum dan Penjaminan

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

118 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel F.1.4.1Realisasi & NPL Pembiayaan Program JARING

TW I TW IITot. Kredit Maritim (dlm Rp Miliar)

94.842 96.408

Tot. NPL (dlm Rp Miliar) 6.135 6.817 Rasio NPL (%) 6,47 7,07

2016JARING

Tabel F.1.4.2NPL Kegiatan Usaha Kredit Maritim (%)

Kegiatan Usaha TW I-2016 TW II-2016Penangkapan 2,76 2,55Budidaya 3,40 3,37Jasa sarana produksi 5,82 6,76Industri Pengolahan 0,34 1,59Perdagangan 2,07 2,03Pendukung 7,77 8,52

1.5 Kerjasama OJK dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

Mengingat upaya pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana

pencucian uang dan pendanaan

terorisme memerlukan kerjasama

yang efektif antara OJK dan PPATK

sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan

masing-masing, pada tanggal 18 Juni

2013 telah dilakukan penandatangan

Nota Kesepahaman No. PRJ-03/D-

01/2013 tentang Kerjasama dalam

Rangka Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang dan Pendanaan

Terorisme. Kerjasama tersebut antara

lain dalam bentuk pertukaran

informasi, penyusunan ketentuan,

koordinasi pemeriksaan, dan

pendidikan dan pelatihan.

Untuk mendukung penguatan

pencegahan tindak pidana APU dan

PPT di sektor jasa Keuangan

(perbankan, pasar modal, dan IKNB),

pada bulan Juni 2016 telah

diselenggarakan Kick-off Meeting

Forum Koordinasi dan Kerjasama

Sektor Jasa Keuangan Pencegahan

TPPU-TPPT. Koordinasi dan

kerjasama yang akan dilakukan dapat

berbentuk pertukaran informasi,

penyusunan ketentuan hukum

dan/atau pedoman, edukasi dan/atau

sosialisasi, dan penelitian atau riset.

Selanjutnya, untuk pelaksanaan

kerjasama pendidikan dan pelatihan,

antara lain OJK telah melibatkan

PPATK sebagai narasumber dalam

kegiatan Training Capacity Building

Penguatan Pengawasan Program

APU PPT bagi Pengawas Sektor Jasa

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

127

Page 130: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

119 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Keuangan OJK yang diselenggarakan

OJK.

OJK juga terlibat sebagai narasumber

dalam kegiatan FGD yang

diselenggarakan PPATK, terkait

penerapan rekomendasi FATF

mengenai risk based approach, yaitu

National Risk Assessment

Enhancement dalam rangka

persiapan Indonesia Mutual

Evaluation 2017, finalisasi narasi

kuesioner survey indeks persepsi

publik terhadap TPPU dan TPPT,

Regional Risk and Threats

Assessment on Terrorism Financing

(TF RRA), dan hasil pilot dan uji

validitas – reliabilitas instrument

survey persepsi terhadap TPPU dan

TPPT tahun 2016.

Sementara itu, untuk pelaksanaan

kerjasama penyusunan ketentuan

baik ketentuan yang dikeluarkan oleh

OJK maupun yang akan dikeluarkan

oleh PPATK, OJK terlibat dalam

penyusunan peraturan bersama

tentang pencantuman identitas orang

atau korporasi dalam daftar

pendanaan proliferasi secara serta

merta atas dana milik orang atau

korporasi yang tercantum dalam

daftar pendanaan proliferasi senjata

pemusnah massal. Sedangkan terkait

dengan penyusunan Laporan Hasil

Pengawasan Program APU PPT yang

akan menjadi acuan bagi pengawas

OJK, PPATK juga turut memberikan

masukan.

Dalam upaya untuk mendorong

pelaksanaan Enhanced Due

Dilligence (EDD) yang lebih baik

terhadap calon nasabah atau nasabah

yang tergolong PEP dalam rangka

penerapan program APU dan PPT,

diperlukan adanya database PEP

yang dapat diakses oleh otoritas dan

industri keuangan. Berkaitan dengan

keperluan tersebut, pada awal

triwulan II-2016 telah diselenggarakan

pembahasan kebutuhan database

PEP dengan PPATK dan KPK.

Penyediaan Database PEP berskala

nasional dipandang perlu untuk

meningkatkan efektifitas pencegahan

dan pemberantasan tindak pidana

pencucian uang yang harta

kekayaannya berasal dari tindak

pidana korupsi. Mengingat cakupan

PEP cukup luas, sebagai database

awal dapat digunakan data LHKPN

yang dimiliki KPK untuk

mengidentifikasikan calon

nasabah/nasabah sebagai PEP.

Berkaitan dengan persiapan mutual

evaluation 2017, maka untuk

memperkuat peran Lembaga

Pengawas dan Pengatur (LPP), telah

diselenggarakan FGD terkait

preventive measure and supervision.

Dalam FGD tersebut, PPATK juga

terlibat sebagai narasumber

mengingat peran PPATK sebagai

focal point dalam penerapan regim

APU dan PPT serta sebagai

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

120 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

koordinator bagi Indonesia dalam

pelaksanaan mutual evaluation 2017.

2. Kerjasama Internasional

Kerjasama Internasional yang dilakukan

pada triwulan II-2016 berkaitan dengan

pengembangan perbankan syariah.

Kerjasama tersebut dilakukan OJK dalam

kapasitasnya sebagai wakil dari

Indonesia bersama dengan BI dalam

Islamic Financial Service Board (IFSB)44.

Salah satu kegiatan task force IFSB

adalah penyusunan Prudential and

Structural Indicators for Islamic Financial

Instutions (PSIFIs)45.

Setelah beralihnya fungsi pengaturan

dan pengawasan perbankan dari Bank

Indonesia (BI) ke OJK, keanggotaan

Indonesia di IFSB masih diwakili oleh BI.

Namun, OJK tetap berperan dalam

penyusunan PSIFIs yang telah

dilaksanakan sejak tahun 2006.

Dalam rangka menindaklanjuti hasil

pertemuan IFSB kelima di Manama, 44 IFSB merupakan organisasi internasional yang

menyusun standar bagi lembaga yang mengatur dan mengawasi sektor perbankan, pasar modal dan asuransi syariah dalam rangka meningkatkan stabilitas dan ketahanan industri jasa keuangan syariah. IFSB berkantor pusat di Kuala Lumpur, Malaysia.

45 PSIFIs adalah serangkaian indikator yang menggambarkan kondisi dan ketahanan sistem perbankan syariah di suatu negara yang dapat diperbandingkan dengan negara lainnya, antara lain ukuran, pertumbuhan dan struktur sistem perbankan syariah dan kondisi makroprudensial sistem perbankan syariah berdasarkan faktor permodalan, laba/earnings, likuiditas, dan eksposur risiko.

Januari 2016, pada triwulan II-2016 telah

disampaikan data perbankan syariah

melalui Bank Indonesia.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

128

Page 131: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

119 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Keuangan OJK yang diselenggarakan

OJK.

OJK juga terlibat sebagai narasumber

dalam kegiatan FGD yang

diselenggarakan PPATK, terkait

penerapan rekomendasi FATF

mengenai risk based approach, yaitu

National Risk Assessment

Enhancement dalam rangka

persiapan Indonesia Mutual

Evaluation 2017, finalisasi narasi

kuesioner survey indeks persepsi

publik terhadap TPPU dan TPPT,

Regional Risk and Threats

Assessment on Terrorism Financing

(TF RRA), dan hasil pilot dan uji

validitas – reliabilitas instrument

survey persepsi terhadap TPPU dan

TPPT tahun 2016.

Sementara itu, untuk pelaksanaan

kerjasama penyusunan ketentuan

baik ketentuan yang dikeluarkan oleh

OJK maupun yang akan dikeluarkan

oleh PPATK, OJK terlibat dalam

penyusunan peraturan bersama

tentang pencantuman identitas orang

atau korporasi dalam daftar

pendanaan proliferasi secara serta

merta atas dana milik orang atau

korporasi yang tercantum dalam

daftar pendanaan proliferasi senjata

pemusnah massal. Sedangkan terkait

dengan penyusunan Laporan Hasil

Pengawasan Program APU PPT yang

akan menjadi acuan bagi pengawas

OJK, PPATK juga turut memberikan

masukan.

Dalam upaya untuk mendorong

pelaksanaan Enhanced Due

Dilligence (EDD) yang lebih baik

terhadap calon nasabah atau nasabah

yang tergolong PEP dalam rangka

penerapan program APU dan PPT,

diperlukan adanya database PEP

yang dapat diakses oleh otoritas dan

industri keuangan. Berkaitan dengan

keperluan tersebut, pada awal

triwulan II-2016 telah diselenggarakan

pembahasan kebutuhan database

PEP dengan PPATK dan KPK.

Penyediaan Database PEP berskala

nasional dipandang perlu untuk

meningkatkan efektifitas pencegahan

dan pemberantasan tindak pidana

pencucian uang yang harta

kekayaannya berasal dari tindak

pidana korupsi. Mengingat cakupan

PEP cukup luas, sebagai database

awal dapat digunakan data LHKPN

yang dimiliki KPK untuk

mengidentifikasikan calon

nasabah/nasabah sebagai PEP.

Berkaitan dengan persiapan mutual

evaluation 2017, maka untuk

memperkuat peran Lembaga

Pengawas dan Pengatur (LPP), telah

diselenggarakan FGD terkait

preventive measure and supervision.

Dalam FGD tersebut, PPATK juga

terlibat sebagai narasumber

mengingat peran PPATK sebagai

focal point dalam penerapan regim

APU dan PPT serta sebagai

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

120 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

koordinator bagi Indonesia dalam

pelaksanaan mutual evaluation 2017.

2. Kerjasama Internasional

Kerjasama Internasional yang dilakukan

pada triwulan II-2016 berkaitan dengan

pengembangan perbankan syariah.

Kerjasama tersebut dilakukan OJK dalam

kapasitasnya sebagai wakil dari

Indonesia bersama dengan BI dalam

Islamic Financial Service Board (IFSB)44.

Salah satu kegiatan task force IFSB

adalah penyusunan Prudential and

Structural Indicators for Islamic Financial

Instutions (PSIFIs)45.

Setelah beralihnya fungsi pengaturan

dan pengawasan perbankan dari Bank

Indonesia (BI) ke OJK, keanggotaan

Indonesia di IFSB masih diwakili oleh BI.

Namun, OJK tetap berperan dalam

penyusunan PSIFIs yang telah

dilaksanakan sejak tahun 2006.

Dalam rangka menindaklanjuti hasil

pertemuan IFSB kelima di Manama, 44 IFSB merupakan organisasi internasional yang

menyusun standar bagi lembaga yang mengatur dan mengawasi sektor perbankan, pasar modal dan asuransi syariah dalam rangka meningkatkan stabilitas dan ketahanan industri jasa keuangan syariah. IFSB berkantor pusat di Kuala Lumpur, Malaysia.

45 PSIFIs adalah serangkaian indikator yang menggambarkan kondisi dan ketahanan sistem perbankan syariah di suatu negara yang dapat diperbandingkan dengan negara lainnya, antara lain ukuran, pertumbuhan dan struktur sistem perbankan syariah dan kondisi makroprudensial sistem perbankan syariah berdasarkan faktor permodalan, laba/earnings, likuiditas, dan eksposur risiko.

Januari 2016, pada triwulan II-2016 telah

disampaikan data perbankan syariah

melalui Bank Indonesia.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

129

Page 132: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

121 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

G. Isu Internasional1. Review/Monitoring Sistem Keuangan

Indonesia Oleh Lembaga Internasional Sebagai konsekuensi dari keanggotaan

Indonesia di beberapa fora internasional

(a.l. G-20, Financial Stability Board

(FSB), dan Basel Committee on Banking

Supervision (BCBS)), Indonesia terikat

komitmen untuk mengadopsi berbagai

rekomendasi reformasi sektor keuangan

global. Atas komitmen-komitmen

tersebut, FSB dan BCBS akan

melakukan review/monitoring secara

regular kepada seluruh negara anggota.

Hasil dari proses review/monitoring

tersebut adalah grading tingkat

kepatuhan kerangka pengaturan atas

rekomendasi reformasi sektor keuangan

global.

Beberapa proses review/monitoring yang

akan dihadapi oleh Indonesia dalam

waktu dekat adalah (i) Financial Sector

Assessment Program (FSAP), (ii)

Regulatory Consistency Assessment

Program (RCAP), dan (iii) Mutual

Evaluation.

1.1 Financial Sector Assessment Program (FSAP)

Financial Sector Assessment Program

(FSAP) merupakan joint program yang

dikembangkan oleh IMF dan World Bank

pada tahun 1990 sebagai suatu

mekanisme untuk menilai stabilitas dan

pengembangan sistem keuangan suatu

negara secara komprehensif dengan

fokus pada kepatuhan kerangka

peraturan di suatu negara terhadap

berbagai prinsip internasional, seperti

Basel Core Principles (BCP), IOSCO

Principles dan Insurance Core Principles

(ICPs). Berdasarkan hasil FSAP tersebut,

IMF-World Bank akan mengeluarkan

penilaian sebagai berikut:

Tabel G.1.1.1Penilaian Stabilitas dan Pengembangan Sistem Keuangan dalam FSAP

Sumber: OJK

FSAP pertama di Indonesia telah

dilakukan pada tahun 2009-2010.

Pelaksanaan FSAP dilakukan secara

periodik setiap lima tahun (FSAP

updates). FSAP updates Indonesia

berikutnya akan dilakukan pada tahun

2016.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

122 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Dalam rangka persiapan dan

pelaksanaan FSAP baik internal OJK

maupun nasional, telah dibentuk Task

Force (TF) Financial Sector Assessment

Program (FSAP) OJK maupun TF FSAP

nasional46. Task force FSAP OJK terdiri

dari Tim Pelaksana yang beranggotakan

Satuan Kerja terkait dari masing-masing

bidang Pengawasan Perbankan, Pasar

Modal, dan IKNB.

Selain itu, telah pula dilakukan sosialisasi

persiapan FSAP kepada seluruh industri

di sektor perbankan, pasar modal dan

IKNB. Tujuannya adalah untuk

meningkatkan awareness industri atas

proses FSAP yang akan dihadapi di

semester II-2016 serta untuk

memperoleh dukungan dari industri

sehingga pelaksanaan FSAP dapat

berjalan dengan baik. Sosialisasi

ataupun diskusi dengan industri tersebut

akan terus dilakukan dengan

pembahasan yang lebih detail.

Timeline dan program kerja tim FSAP

khususnya yang terkait dengan

assessment Basel Core Principles (BCP)

Perbankan telah dimulai bertahap sejak

Maret 2015. Sampai dengan triwulan II-

2016, anggota task force BCP terus

menyempurnakan argumentasi self-

assessment untuk setiap Essential

Criteria (EC) dan Additional Criteria (AC)

dari seluruh Core Principle (CP),

46 TF FSAP nasional terdiri dari otoritas terkait

seperti OJK, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan lain-lain.

termasuk menambahkan beberapa

informasi terkait implementasi baik dari

sisi pengawas maupun dari sisi

perbankan. Hasil self-assessment

tersebut akan disampaikan kepada

assessor FSAP yang selanjutnya akan

digunakan sebagai salah satu bahan

assessor dalam melakukan penilaian

atas pelaksanaan prinsip-prinsip

pengawasan bank di Indonesia sesuai

dengan Basel Core Principles.

Sebagai bagian dari program FSAP,

pada tanggal 30 Mei s.d. 3 Juni 2016

telah dilakukan scoping mission FSAP.

Tujuan pelaksanaan scoping mission

adalah untuk membahas cakupan,

timeline (jadwal), cara dan metodologi,

logistik serta hal-hal detil lain yang terkait

dengan pelaksanaan FSAP.

1.2 Regulatory Consistency

Assessment Program (RCAP)

RCAP merupakan proses penilaian yang

dilakukan oleh BCBS dengan tujuan

untuk melihat konsistensi dari regulasi

yang dikeluarkan oleh Indonesia

terhadap kerangka Basel baik Basel II,

Basel 2.5 maupun Basel III, yang

dilakukan paragraf per paragraf. Seluruh

negara yang menjadi anggota BCBS

wajib menjalani RCAP.

Berdasarkan hasil RCAP tersebut, BCBS

akan mengeluarkan penilaian yang terdiri

atas compliant, largely compliant,

materially non-compliant dan non-

compliant.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

130

Page 133: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

121 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

G. Isu Internasional1. Review/Monitoring Sistem Keuangan

Indonesia Oleh Lembaga Internasional Sebagai konsekuensi dari keanggotaan

Indonesia di beberapa fora internasional

(a.l. G-20, Financial Stability Board

(FSB), dan Basel Committee on Banking

Supervision (BCBS)), Indonesia terikat

komitmen untuk mengadopsi berbagai

rekomendasi reformasi sektor keuangan

global. Atas komitmen-komitmen

tersebut, FSB dan BCBS akan

melakukan review/monitoring secara

regular kepada seluruh negara anggota.

Hasil dari proses review/monitoring

tersebut adalah grading tingkat

kepatuhan kerangka pengaturan atas

rekomendasi reformasi sektor keuangan

global.

Beberapa proses review/monitoring yang

akan dihadapi oleh Indonesia dalam

waktu dekat adalah (i) Financial Sector

Assessment Program (FSAP), (ii)

Regulatory Consistency Assessment

Program (RCAP), dan (iii) Mutual

Evaluation.

1.1 Financial Sector Assessment Program (FSAP)

Financial Sector Assessment Program

(FSAP) merupakan joint program yang

dikembangkan oleh IMF dan World Bank

pada tahun 1990 sebagai suatu

mekanisme untuk menilai stabilitas dan

pengembangan sistem keuangan suatu

negara secara komprehensif dengan

fokus pada kepatuhan kerangka

peraturan di suatu negara terhadap

berbagai prinsip internasional, seperti

Basel Core Principles (BCP), IOSCO

Principles dan Insurance Core Principles

(ICPs). Berdasarkan hasil FSAP tersebut,

IMF-World Bank akan mengeluarkan

penilaian sebagai berikut:

Tabel G.1.1.1Penilaian Stabilitas dan Pengembangan Sistem Keuangan dalam FSAP

Sumber: OJK

FSAP pertama di Indonesia telah

dilakukan pada tahun 2009-2010.

Pelaksanaan FSAP dilakukan secara

periodik setiap lima tahun (FSAP

updates). FSAP updates Indonesia

berikutnya akan dilakukan pada tahun

2016.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

122 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Dalam rangka persiapan dan

pelaksanaan FSAP baik internal OJK

maupun nasional, telah dibentuk Task

Force (TF) Financial Sector Assessment

Program (FSAP) OJK maupun TF FSAP

nasional46. Task force FSAP OJK terdiri

dari Tim Pelaksana yang beranggotakan

Satuan Kerja terkait dari masing-masing

bidang Pengawasan Perbankan, Pasar

Modal, dan IKNB.

Selain itu, telah pula dilakukan sosialisasi

persiapan FSAP kepada seluruh industri

di sektor perbankan, pasar modal dan

IKNB. Tujuannya adalah untuk

meningkatkan awareness industri atas

proses FSAP yang akan dihadapi di

semester II-2016 serta untuk

memperoleh dukungan dari industri

sehingga pelaksanaan FSAP dapat

berjalan dengan baik. Sosialisasi

ataupun diskusi dengan industri tersebut

akan terus dilakukan dengan

pembahasan yang lebih detail.

Timeline dan program kerja tim FSAP

khususnya yang terkait dengan

assessment Basel Core Principles (BCP)

Perbankan telah dimulai bertahap sejak

Maret 2015. Sampai dengan triwulan II-

2016, anggota task force BCP terus

menyempurnakan argumentasi self-

assessment untuk setiap Essential

Criteria (EC) dan Additional Criteria (AC)

dari seluruh Core Principle (CP),

46 TF FSAP nasional terdiri dari otoritas terkait

seperti OJK, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan lain-lain.

termasuk menambahkan beberapa

informasi terkait implementasi baik dari

sisi pengawas maupun dari sisi

perbankan. Hasil self-assessment

tersebut akan disampaikan kepada

assessor FSAP yang selanjutnya akan

digunakan sebagai salah satu bahan

assessor dalam melakukan penilaian

atas pelaksanaan prinsip-prinsip

pengawasan bank di Indonesia sesuai

dengan Basel Core Principles.

Sebagai bagian dari program FSAP,

pada tanggal 30 Mei s.d. 3 Juni 2016

telah dilakukan scoping mission FSAP.

Tujuan pelaksanaan scoping mission

adalah untuk membahas cakupan,

timeline (jadwal), cara dan metodologi,

logistik serta hal-hal detil lain yang terkait

dengan pelaksanaan FSAP.

1.2 Regulatory Consistency

Assessment Program (RCAP)

RCAP merupakan proses penilaian yang

dilakukan oleh BCBS dengan tujuan

untuk melihat konsistensi dari regulasi

yang dikeluarkan oleh Indonesia

terhadap kerangka Basel baik Basel II,

Basel 2.5 maupun Basel III, yang

dilakukan paragraf per paragraf. Seluruh

negara yang menjadi anggota BCBS

wajib menjalani RCAP.

Berdasarkan hasil RCAP tersebut, BCBS

akan mengeluarkan penilaian yang terdiri

atas compliant, largely compliant,

materially non-compliant dan non-

compliant.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

131

Page 134: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

123 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Secara garis besar terdapat 2 kategori

RCAP yang dilakukan Indonesia yaitu

terkait dengan kerangka Permodalan dan

kerangka Likuiditas. Pelaksanaan RCAP

untuk Indonesia telah dimulai dengan

penyampaian hasil self-assessment

kepada BCBS yang telah dilakukan pada

Desember 2015.

Berdasarkan hasil self-assessment

tersebut, assessor akan melakukan

penilaian sejauh mana konsistensi

pengaturan perbankan di Indonesia

dibandingkan dengan kerangka Basel.

Selama proses assessment berlangsung,

telah dilakukan diskusi antara tim

assessor dan perwakilan OJK dan BI

maupun juga dengan perwakilan

beberapa bank maupun consulting firm.

Atas beberapa ketentuan yang dinilai

belum konsisten dengan kerangka Basel

akan ditindaklanjuti dengan

penyesuaian/revisi ketentuan. BCBS

akan mengumumkan hasil assessment

RCAP Indonesia pada sekitar bulan

November/Desember 2016.

1.3 Mutual Evaluation

Untuk mengetahui kepatuhan suatu

negara terhadap penerapan 40

rekomendasi FATF yang dikeluarkan oleh

FATF pada bulan Februari 2012, FATF

melakukan Mutual Evaluation (ME) pada

setiap negara anggota. Proses penilaian

ME saat ini menggunakan metodologi

yang dikeluarkan FATF pada bulan

Februari 2013, dimana penilaian

mencakup selain technical compliance

seperti halnya penilaian ME sebelumnya

juga mencakup penilaian efectiveness.

Untuk technical compliance rating,

penilaian sebagai berikut:

Tabel G.1.3.1 Technical Compliance Rating

Technical Compliance Rating / TCR*)

Compliant C Tidak terdapat kelemahan

Largely Compliant

LC Hanya terdapat kelemahan yang sangat kecil

Partially Compliant

PC Terdapat kelemahan yang bersifat moderat

Non Compliant

NC Terdapat kelemahan yang bersifat major

Not Aplicable

NA Persyaratan tidak berlaku karena pertimbangan struktural, hukum, dan keberadaan lembaga suatu negara.

*)TCR mencerminkan telah dipatuhinya ketentuan yang berlaku dan pemahaman terhadap suatu kewajiban.

Sedangkan untuk penilaian efectiveness,

penilaian adalah sebagai berikut:

Tabel G.1.3.2 Effectiveness Rating (ER)

Effectiveness Rating (ER)

Level of Efectiveness

Meaning

High The immediate outcome is achieved to a very large extent. Dibutuhkan perbaikan yang bersifat minor

Substantial The immediate outcome is achieved to a large extent. Dibutuhkan perbaikan yang bersifat minor

Moderate The immediate outcome is achieved to some extent.

Effectiveness Rating (ER)

Level of Efectiveness

Meaning

Dibutuhkan perbaikan yang bersifat major

Low The immediate outcome is not achieved or achieved to a negligible extent. Dibutuhkan perbaikan yang mendasar.

ER lebih mengutamakan pelaksanaan

daripada ketentuan. Dengan demikian

apabila suatu negara belum mengatur

suatu kewajiban dalam ketentuannya,

namun dalam pelaksanaan telah

dilakukan secara konsisten, maka negara

tersebut tetap dianggap efektif.

Selanjutnya, untuk membantu kelancaran

pelaksanaan penerapan Mutual

Evaluation tahun 2017, PPATK telah

membentuk SatGas Mutual Evaluation

dengan anggota SatGas dari seluruh

instansi terkait di Indonesia termasuk

OJK. Terdapat sembilan pegawai OJK

yang tercatat sebagai anggota SatGas

tersebut. Timeline dan program kerja

self-assessment FSAP untuk Perbankan

dimulai bertahap sejak Maret 2015

sampai dengan Februari 2016.

Persiapan OJK dalam menghadapi

Mutual Evaluation pada triwulan II-2016

antara lain dengan menyusun

argumentasi self-assesment dengan

berpedoman pada “Methodology for

Assesing Technical Compliance with the

FATF Recommendations and The

Effectiveness of AML/CFT Systems” dan

hasil identifikasi potensial gap yang telah

dilakukan ditriwulan sebelumnya.

Penyusunan argumen dilakukan tidak

hanya untuk pengawasan sektor

perbankan tetapi juga untuk seluruh

sektor Keuangan lainnya (OJK wide).

Selanjutnya, sejalan dengan fungsi,

tugas, dan wewenang OJK dan

komitmen dalam mendukung rezim

pencegahan dan pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan

Tindak Pidana Pendanaan Terorisme

(TPPT), menjaga integritas sistem

keuangan dan meningkatkan sinergi

seluruh stakeholder terhadap upaya

pencegahan dan pemberantasan TPPU

dan TPPT di Indonesia, maka dibentuk

Forum Koordinasi dan Kerjasama Sektor

Jasa Keuangan (FKKSJK).

Forum ini merupakan wadah koordinasi

dan kerjasama yang beranggotakan

perwakilan asosiasi sektor jasa

keuangan meliputi Forum Koordinasi

Direktur Kepatuhan Perbankan (FKDKP),

Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat

Indonesia (PERBARINDO), Asosiasi

Perusahaan Efek Indonesia (APEI),

Asosiasi Pengelola Reksadana Indonesia

(APRDI), Asosiasi Wali Amanat

Indonesia (AWAI), Asosiasi Asuransi

Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi

Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dan

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan

Indonesia (APPI).

Program koordinasi dan kerjasama

FKKSJK meliputi perrtukaran informasi,

penyusunan ketentuan hukum dan/atau

pedoman, edukasi dan/atau sosialisasi

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

132

Page 135: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

123 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Secara garis besar terdapat 2 kategori

RCAP yang dilakukan Indonesia yaitu

terkait dengan kerangka Permodalan dan

kerangka Likuiditas. Pelaksanaan RCAP

untuk Indonesia telah dimulai dengan

penyampaian hasil self-assessment

kepada BCBS yang telah dilakukan pada

Desember 2015.

Berdasarkan hasil self-assessment

tersebut, assessor akan melakukan

penilaian sejauh mana konsistensi

pengaturan perbankan di Indonesia

dibandingkan dengan kerangka Basel.

Selama proses assessment berlangsung,

telah dilakukan diskusi antara tim

assessor dan perwakilan OJK dan BI

maupun juga dengan perwakilan

beberapa bank maupun consulting firm.

Atas beberapa ketentuan yang dinilai

belum konsisten dengan kerangka Basel

akan ditindaklanjuti dengan

penyesuaian/revisi ketentuan. BCBS

akan mengumumkan hasil assessment

RCAP Indonesia pada sekitar bulan

November/Desember 2016.

1.3 Mutual Evaluation

Untuk mengetahui kepatuhan suatu

negara terhadap penerapan 40

rekomendasi FATF yang dikeluarkan oleh

FATF pada bulan Februari 2012, FATF

melakukan Mutual Evaluation (ME) pada

setiap negara anggota. Proses penilaian

ME saat ini menggunakan metodologi

yang dikeluarkan FATF pada bulan

Februari 2013, dimana penilaian

mencakup selain technical compliance

seperti halnya penilaian ME sebelumnya

juga mencakup penilaian efectiveness.

Untuk technical compliance rating,

penilaian sebagai berikut:

Tabel G.1.3.1 Technical Compliance Rating

Technical Compliance Rating / TCR*)

Compliant C Tidak terdapat kelemahan

Largely Compliant

LC Hanya terdapat kelemahan yang sangat kecil

Partially Compliant

PC Terdapat kelemahan yang bersifat moderat

Non Compliant

NC Terdapat kelemahan yang bersifat major

Not Aplicable

NA Persyaratan tidak berlaku karena pertimbangan struktural, hukum, dan keberadaan lembaga suatu negara.

*)TCR mencerminkan telah dipatuhinya ketentuan yang berlaku dan pemahaman terhadap suatu kewajiban.

Sedangkan untuk penilaian efectiveness,

penilaian adalah sebagai berikut:

Tabel G.1.3.2 Effectiveness Rating (ER)

Effectiveness Rating (ER)

Level of Efectiveness

Meaning

High The immediate outcome is achieved to a very large extent. Dibutuhkan perbaikan yang bersifat minor

Substantial The immediate outcome is achieved to a large extent. Dibutuhkan perbaikan yang bersifat minor

Moderate The immediate outcome is achieved to some extent.

Effectiveness Rating (ER)

Level of Efectiveness

Meaning

Dibutuhkan perbaikan yang bersifat major

Low The immediate outcome is not achieved or achieved to a negligible extent. Dibutuhkan perbaikan yang mendasar.

ER lebih mengutamakan pelaksanaan

daripada ketentuan. Dengan demikian

apabila suatu negara belum mengatur

suatu kewajiban dalam ketentuannya,

namun dalam pelaksanaan telah

dilakukan secara konsisten, maka negara

tersebut tetap dianggap efektif.

Selanjutnya, untuk membantu kelancaran

pelaksanaan penerapan Mutual

Evaluation tahun 2017, PPATK telah

membentuk SatGas Mutual Evaluation

dengan anggota SatGas dari seluruh

instansi terkait di Indonesia termasuk

OJK. Terdapat sembilan pegawai OJK

yang tercatat sebagai anggota SatGas

tersebut. Timeline dan program kerja

self-assessment FSAP untuk Perbankan

dimulai bertahap sejak Maret 2015

sampai dengan Februari 2016.

Persiapan OJK dalam menghadapi

Mutual Evaluation pada triwulan II-2016

antara lain dengan menyusun

argumentasi self-assesment dengan

berpedoman pada “Methodology for

Assesing Technical Compliance with the

FATF Recommendations and The

Effectiveness of AML/CFT Systems” dan

hasil identifikasi potensial gap yang telah

dilakukan ditriwulan sebelumnya.

Penyusunan argumen dilakukan tidak

hanya untuk pengawasan sektor

perbankan tetapi juga untuk seluruh

sektor Keuangan lainnya (OJK wide).

Selanjutnya, sejalan dengan fungsi,

tugas, dan wewenang OJK dan

komitmen dalam mendukung rezim

pencegahan dan pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan

Tindak Pidana Pendanaan Terorisme

(TPPT), menjaga integritas sistem

keuangan dan meningkatkan sinergi

seluruh stakeholder terhadap upaya

pencegahan dan pemberantasan TPPU

dan TPPT di Indonesia, maka dibentuk

Forum Koordinasi dan Kerjasama Sektor

Jasa Keuangan (FKKSJK).

Forum ini merupakan wadah koordinasi

dan kerjasama yang beranggotakan

perwakilan asosiasi sektor jasa

keuangan meliputi Forum Koordinasi

Direktur Kepatuhan Perbankan (FKDKP),

Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat

Indonesia (PERBARINDO), Asosiasi

Perusahaan Efek Indonesia (APEI),

Asosiasi Pengelola Reksadana Indonesia

(APRDI), Asosiasi Wali Amanat

Indonesia (AWAI), Asosiasi Asuransi

Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi

Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dan

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan

Indonesia (APPI).

Program koordinasi dan kerjasama

FKKSJK meliputi perrtukaran informasi,

penyusunan ketentuan hukum dan/atau

pedoman, edukasi dan/atau sosialisasi

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

133

Page 136: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

125 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

serta penelitian dan/atau riset. Adapun

tujuan jangka pendek dari forum ini

adalah mendukung kesiapan Indonesia,

melalui sektor jasa keuangan,

menghadapi penilaian Mutual Evaluation

Review Indonesia (MER) pada tahun

2017 terkait dengan penerapan 40

Rekomendasi FATF.

2. FATCA (Foreign Account Tax

Compliant Act)

Salah satu upaya Pemerintah Amerika

Serikat (AS) untuk meningkatkan

pendapatan negara melalui penerimaan

pajak adalah dengan menerbitkan FATCA

pada tanggal 18 Maret 2010 yang lalu.

Ketentuan ini dibuat oleh pemerintah AS

dengan tujuan untuk menanggulangi

penghindaran pajak (tax avoidance) oleh

warga negara AS yang melakukan direct

investment melalui lembaga keuangan di

luar negeri ataupun indirect investment

melalui kepemilikkan perusahaan di luar

negeri. Menurut US Internal Revenue

Service (IRS), saat ini hanya sekitar 7%

dari tujuh juta warga AS yang tinggal atau

bekerja di luar AS yang melakukan

pembayaran pajak kepada pemerintah

AS.

Melalui FATCA, Pemerintah AS

mengharuskan lembaga keuangan

non-AS (Foreign Financial Institution/FFI)

untuk mengidentifikasi rekening milik

wajib pajak AS (perorangan atau

perusahaan) termasuk rekening

perusahaan non-AS yang dimiliki oleh

warga negara AS (kepemilikan lebih dari

10%). Selanjutnya FFI harus melaporkan

informasi terkait perpajakan atas rekening

tersebut kepada otoritas pajak Amerika

Serikat (Internal Revenue Service/IRS).

Apabila FFI tidak berpartisipasi dalam

FATCA, IRS akan mengenakan 30%

withholding tax kepada FFI atas

penerimaan yang mereka peroleh dari

investasi di AS.

Dalam rangka memenuhi ketentuan

FATCA ini, pemerintah Indonesia

berencana untuk menempuh model

pelaporan dengan dasar perjanjian yang

ditandatangani antara pemerintah

Indonesia dengan pemerintah Amerika

Serikat (inter-governmental agreement/

IGA) berupa IGA 1B. Dalam perjanjian

tersebut Pemerintah Indonesia telah

berkomitmen kepada Pemerintah

Amerika Serikat untuk memberikan

informasi terkait perpajakan wajib pajak

AS. Dengan adanya perjanjian tersebut,

Lembaga Jasa Keuangan (LJK) di

Indonesia berkewajiban untuk

mengidentifikasi rekening milik wajib

pajak AS, melaporkan informasi terkait

perpajakan atas rekening milik wajib

pajak AS (perorangan atau perusahaan)

termasuk rekening perusahaan non-AS

yang dimiliki oleh warga negara AS

(kepemilikan lebih dari 10%) kepada IRS

melalui otoritas pajak Indonesia, yaitu

Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dalam rangka mendukung program

pencegahan penghindaran pajak yang

pada akhirnya dapat mewujudkan sistem

keuangan yang tumbuh secara

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

126 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

berkelanjutan dan stabil serta mampu

melindungi kepentingan konsumen dan

masyarakat, pada akhir 2015 telah

diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 125/PMK.010/2015 tanggal 7 Juli

2015 dan POJK No.25/POJK.03/2015

tentang Penyampaian Informasi Nasabah

Asing Terkait Perpajakan Kepada Negara

Mitra atau Yurisdiksi Mitra (POJK Pajak).

Ketentuan ini menjadi landasan hukum

bagi LJK dalam rangka pelaporan

informasi terkait perpajakan

nasabahnya kepada otoritas pajak

negara mitra atau yurisdiksi mitra.

Selanjutnya, dalam proses pelaporan

FATCA, OJK telah menyatakan komitmen

kepada Pemerintah Indonesia (Badan

Koordinasi Fiskal/BKF) pada April 2014

untuk menyediakan sistem pelaporan

penyampaian informasi terkait

perpajakan nasabah asing dari LJK

kepada OJK dan kemudian meneruskan

laporan tersebut kepada DJP sebagai

otoritas yang berwenang di Indonesia.

Selanjutnya data tersebut akan

disampaikan oleh DJP kepada IRS

sebagai otoritas pajak Amerika Serikat.

Dalam rangka persiapan sistem

pelaporan FATCA yaitu Sistem

Penyampaian Informasi Nasabah Asing

(SiPINA), pada Triwulan II-2016 telah

dilakukan tahapan User Acceptance Test

(UAT) di internal OJK, kemudian diikuti

oleh tahapan Industrial Test yang

dilakukan oleh LJK pada Triwulan

III-2016.

3. Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Anti MoneyLaundering and Countering Financing Terrorism/AML/CFT)

Untuk meningkatkan kerjasama financial

intelligence dengan otoritas di wilayah

Meksiko, Korea Selatan, Turki, dan

Australia, pada triwulan II-2016 OJK

menghadiri pertemuan MIKTA (Mexico,

Indonesia, Korea Selatan, Turkey, and

Australia) Experts on Anti Money

Laundering and Counter Terrorism

Financing pada tanggal 28 – 29 April

2016 di Melbourne, Australia. Pertemuan

tersebut membahas mekanisme tukar

menukar informasi, pandangan dan

keahlian antar negara anggota MIKTA

terkait penanggulangan pencucian uang

dan pendanaan terorisme. Pertemuan

tersebut selain dihadiri oleh perwakilan

Financial Intelligence Unit dari kelima

Negara anggota, juga dihadiri oleh

praktisi dan sektor Keuangan.

Selanjutnya, terkait dengan penerapan

Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013

tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana

Pendanaan Teroris, sampai dengan

triwulan II-2016, telah dikeluarkan 13

Daftar Terduga Teroris dan Organisasi

Teroris (DTTOT) dengan rincian sebagai

berikut:

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

134

Page 137: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

125 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

serta penelitian dan/atau riset. Adapun

tujuan jangka pendek dari forum ini

adalah mendukung kesiapan Indonesia,

melalui sektor jasa keuangan,

menghadapi penilaian Mutual Evaluation

Review Indonesia (MER) pada tahun

2017 terkait dengan penerapan 40

Rekomendasi FATF.

2. FATCA (Foreign Account Tax

Compliant Act)

Salah satu upaya Pemerintah Amerika

Serikat (AS) untuk meningkatkan

pendapatan negara melalui penerimaan

pajak adalah dengan menerbitkan FATCA

pada tanggal 18 Maret 2010 yang lalu.

Ketentuan ini dibuat oleh pemerintah AS

dengan tujuan untuk menanggulangi

penghindaran pajak (tax avoidance) oleh

warga negara AS yang melakukan direct

investment melalui lembaga keuangan di

luar negeri ataupun indirect investment

melalui kepemilikkan perusahaan di luar

negeri. Menurut US Internal Revenue

Service (IRS), saat ini hanya sekitar 7%

dari tujuh juta warga AS yang tinggal atau

bekerja di luar AS yang melakukan

pembayaran pajak kepada pemerintah

AS.

Melalui FATCA, Pemerintah AS

mengharuskan lembaga keuangan

non-AS (Foreign Financial Institution/FFI)

untuk mengidentifikasi rekening milik

wajib pajak AS (perorangan atau

perusahaan) termasuk rekening

perusahaan non-AS yang dimiliki oleh

warga negara AS (kepemilikan lebih dari

10%). Selanjutnya FFI harus melaporkan

informasi terkait perpajakan atas rekening

tersebut kepada otoritas pajak Amerika

Serikat (Internal Revenue Service/IRS).

Apabila FFI tidak berpartisipasi dalam

FATCA, IRS akan mengenakan 30%

withholding tax kepada FFI atas

penerimaan yang mereka peroleh dari

investasi di AS.

Dalam rangka memenuhi ketentuan

FATCA ini, pemerintah Indonesia

berencana untuk menempuh model

pelaporan dengan dasar perjanjian yang

ditandatangani antara pemerintah

Indonesia dengan pemerintah Amerika

Serikat (inter-governmental agreement/

IGA) berupa IGA 1B. Dalam perjanjian

tersebut Pemerintah Indonesia telah

berkomitmen kepada Pemerintah

Amerika Serikat untuk memberikan

informasi terkait perpajakan wajib pajak

AS. Dengan adanya perjanjian tersebut,

Lembaga Jasa Keuangan (LJK) di

Indonesia berkewajiban untuk

mengidentifikasi rekening milik wajib

pajak AS, melaporkan informasi terkait

perpajakan atas rekening milik wajib

pajak AS (perorangan atau perusahaan)

termasuk rekening perusahaan non-AS

yang dimiliki oleh warga negara AS

(kepemilikan lebih dari 10%) kepada IRS

melalui otoritas pajak Indonesia, yaitu

Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dalam rangka mendukung program

pencegahan penghindaran pajak yang

pada akhirnya dapat mewujudkan sistem

keuangan yang tumbuh secara

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

126 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

berkelanjutan dan stabil serta mampu

melindungi kepentingan konsumen dan

masyarakat, pada akhir 2015 telah

diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 125/PMK.010/2015 tanggal 7 Juli

2015 dan POJK No.25/POJK.03/2015

tentang Penyampaian Informasi Nasabah

Asing Terkait Perpajakan Kepada Negara

Mitra atau Yurisdiksi Mitra (POJK Pajak).

Ketentuan ini menjadi landasan hukum

bagi LJK dalam rangka pelaporan

informasi terkait perpajakan

nasabahnya kepada otoritas pajak

negara mitra atau yurisdiksi mitra.

Selanjutnya, dalam proses pelaporan

FATCA, OJK telah menyatakan komitmen

kepada Pemerintah Indonesia (Badan

Koordinasi Fiskal/BKF) pada April 2014

untuk menyediakan sistem pelaporan

penyampaian informasi terkait

perpajakan nasabah asing dari LJK

kepada OJK dan kemudian meneruskan

laporan tersebut kepada DJP sebagai

otoritas yang berwenang di Indonesia.

Selanjutnya data tersebut akan

disampaikan oleh DJP kepada IRS

sebagai otoritas pajak Amerika Serikat.

Dalam rangka persiapan sistem

pelaporan FATCA yaitu Sistem

Penyampaian Informasi Nasabah Asing

(SiPINA), pada Triwulan II-2016 telah

dilakukan tahapan User Acceptance Test

(UAT) di internal OJK, kemudian diikuti

oleh tahapan Industrial Test yang

dilakukan oleh LJK pada Triwulan

III-2016.

3. Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Anti MoneyLaundering and Countering Financing Terrorism/AML/CFT)

Untuk meningkatkan kerjasama financial

intelligence dengan otoritas di wilayah

Meksiko, Korea Selatan, Turki, dan

Australia, pada triwulan II-2016 OJK

menghadiri pertemuan MIKTA (Mexico,

Indonesia, Korea Selatan, Turkey, and

Australia) Experts on Anti Money

Laundering and Counter Terrorism

Financing pada tanggal 28 – 29 April

2016 di Melbourne, Australia. Pertemuan

tersebut membahas mekanisme tukar

menukar informasi, pandangan dan

keahlian antar negara anggota MIKTA

terkait penanggulangan pencucian uang

dan pendanaan terorisme. Pertemuan

tersebut selain dihadiri oleh perwakilan

Financial Intelligence Unit dari kelima

Negara anggota, juga dihadiri oleh

praktisi dan sektor Keuangan.

Selanjutnya, terkait dengan penerapan

Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013

tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana

Pendanaan Teroris, sampai dengan

triwulan II-2016, telah dikeluarkan 13

Daftar Terduga Teroris dan Organisasi

Teroris (DTTOT) dengan rincian sebagai

berikut:

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

135

Page 138: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

127 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel G.3.2.1 Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris s.d Triwulan II-2016

WNI WNA

(Individual + Entitas) (Individual + Entitas)

1 20-Nov-14 R/2723 0+1 201+0

2 24 Des 2014 R/2882 11+2 -

3 23-Feb-14 R/279 3 + 1 -

4 30 Maret 2015 R/638 3 + 1 -

5 15-Apr-15 R/748 - 1

6 13 Mei 2015 R/880 - 3 + 0

7 29 Mei 2015 R/984 1 + 0 -

8 25 Agt 2015 R/1322 21+4 344+70

9 30-Nov-15 R/2040 21 + 5 343 + 72

10 22 Des 2015 R/2170 0 + 1 22 + 1

11 22 Des 2015 R/2171 21 + 5 378 + 56

12 30 Maret 2016 R/356 21*) + 5 362 + 72

13 31 Mei 2016 R/3816 21*) + 5 359 + 72

*)1 diantaranya bersumber dari Pemerintah Indonesia

No. Tanggal Surat Kapolri

Nomor DTTOT

DTTOT

H. Sistem Perizinan dan Registrasi (e-Licensing) Terintegrasi

Dalam rangka peningkatan pelayanan

OJK kepada stakeholders, khususnya

terkait dengan proses perizinan, OJK

telah membangun aplikasi perizinan

online yang adaptif dengan fitur yang

komprehensif (end-to-end solution) dan

diproses melalui satu solusi teknologi

untuk seluruh sektor jasa keuangan

(single window). Aplikasi ini disebut

dengan Sistem Informasi Perizinan dan

Registrasi Terintegrasi (SPRINT).

Dengan aplikasi tersebut, diharapkan

proses perizinan menjadi lebih cepat,

transparan, teratur, adil, dan akuntabel

dibandingkan sebelumnya (Tabel H.1).

Tabel H.1Tujuan e-Licensing

Pembangunan aplikasi SPRINT dimulai

sejak bulan Desember 2015 dengan

cakupan masih terbatas pada perizinan

pasar modal. Pengembangan aplikasi

SPRINT masih terus dilakukan secara

bertahap, menyesuaikan dengan prioritas

dan kebutuhan pengguna. Implementasi

SPRINT direncanakan pada bulan

Desember 2016 dengan mencakup

seluruh perizinan di OJK, termasuk

perizinan terintegrasi seperti perizinan

bancasurance (terkait sektor perbankan

dan Industri Keuangan Non-Bank/IKNB).

Pada triwulan II-2016, tahapan

pengembangan aplikasi SPRINT 2016

dilanjutkan dengan tahapan desain dan

pembangunan aplikasi. Cakupan perizinan

online perbankan yang akan menjadi ruang

lingkup pengembangan aplikasi SPRINT

2016 adalah perizinan solo (perizinan

kelembagaan), dan uji kemampuan dan

kepatutan (Fit and Proper Test/FPT) untuk

Bank Umum Konvensional. Cakupan dalam

aplikasi SPRINT 2016 akan diperluas

menjadi termasuk perizinan pendaftaran

Akuntan Publik/ Kantor Akuntan Publik

(AP/KAP) Terintegrasi untuk seluruh

kompartemen di OJK. Untuk perizinan yang

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

136

Page 139: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

127 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel G.3.2.1 Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris s.d Triwulan II-2016

WNI WNA

(Individual + Entitas) (Individual + Entitas)

1 20-Nov-14 R/2723 0+1 201+0

2 24 Des 2014 R/2882 11+2 -

3 23-Feb-14 R/279 3 + 1 -

4 30 Maret 2015 R/638 3 + 1 -

5 15-Apr-15 R/748 - 1

6 13 Mei 2015 R/880 - 3 + 0

7 29 Mei 2015 R/984 1 + 0 -

8 25 Agt 2015 R/1322 21+4 344+70

9 30-Nov-15 R/2040 21 + 5 343 + 72

10 22 Des 2015 R/2170 0 + 1 22 + 1

11 22 Des 2015 R/2171 21 + 5 378 + 56

12 30 Maret 2016 R/356 21*) + 5 362 + 72

13 31 Mei 2016 R/3816 21*) + 5 359 + 72

*)1 diantaranya bersumber dari Pemerintah Indonesia

No. Tanggal Surat Kapolri

Nomor DTTOT

DTTOT

H. Sistem Perizinan dan Registrasi (e-Licensing) Terintegrasi

Dalam rangka peningkatan pelayanan

OJK kepada stakeholders, khususnya

terkait dengan proses perizinan, OJK

telah membangun aplikasi perizinan

online yang adaptif dengan fitur yang

komprehensif (end-to-end solution) dan

diproses melalui satu solusi teknologi

untuk seluruh sektor jasa keuangan

(single window). Aplikasi ini disebut

dengan Sistem Informasi Perizinan dan

Registrasi Terintegrasi (SPRINT).

Dengan aplikasi tersebut, diharapkan

proses perizinan menjadi lebih cepat,

transparan, teratur, adil, dan akuntabel

dibandingkan sebelumnya (Tabel H.1).

Tabel H.1Tujuan e-Licensing

Pembangunan aplikasi SPRINT dimulai

sejak bulan Desember 2015 dengan

cakupan masih terbatas pada perizinan

pasar modal. Pengembangan aplikasi

SPRINT masih terus dilakukan secara

bertahap, menyesuaikan dengan prioritas

dan kebutuhan pengguna. Implementasi

SPRINT direncanakan pada bulan

Desember 2016 dengan mencakup

seluruh perizinan di OJK, termasuk

perizinan terintegrasi seperti perizinan

bancasurance (terkait sektor perbankan

dan Industri Keuangan Non-Bank/IKNB).

Pada triwulan II-2016, tahapan

pengembangan aplikasi SPRINT 2016

dilanjutkan dengan tahapan desain dan

pembangunan aplikasi. Cakupan perizinan

online perbankan yang akan menjadi ruang

lingkup pengembangan aplikasi SPRINT

2016 adalah perizinan solo (perizinan

kelembagaan), dan uji kemampuan dan

kepatutan (Fit and Proper Test/FPT) untuk

Bank Umum Konvensional. Cakupan dalam

aplikasi SPRINT 2016 akan diperluas

menjadi termasuk perizinan pendaftaran

Akuntan Publik/ Kantor Akuntan Publik

(AP/KAP) Terintegrasi untuk seluruh

kompartemen di OJK. Untuk perizinan yang

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

137

Page 140: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

129 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

terdapat pada Perbankan Syariah dan

BPR/S akan dikembangkan pada tahun

berikutnya. Implementasi aplikasi SPRINT

untuk sektor perbankan direncanakan akan

dilakukan pada bulan Desember 2016.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

130 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

[Pembatas]

I. Perlindungan Konsumen1. Pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Konsumen

2. Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB)

3. Standar Internal Dispute Resolution (IDR)

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

138

Page 141: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

129 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

terdapat pada Perbankan Syariah dan

BPR/S akan dikembangkan pada tahun

berikutnya. Implementasi aplikasi SPRINT

untuk sektor perbankan direncanakan akan

dilakukan pada bulan Desember 2016.

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

130 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

[Pembatas]

I. Perlindungan Konsumen1. Pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Konsumen

2. Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB)

3. Standar Internal Dispute Resolution (IDR)

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

139

Page 142: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

131 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

I. Perlindungan Konsumen

Sebagaimana diamanahkan dalam Pasal

4 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Jasa Keuangan (UU OJK), salah satu

tujuan dibentuknya OJK adalah agar

keseluruhan kegiatan di dalam sektor

jasa keuangan mampu melindungi

kepentingan konsumen dan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, melalui

Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal

31 UU OJK, OJK diberikan kewenangan

memberikan perlindungan bagi

konsumen.

Kewenangan OJK dalam melakukan

tindakan pencegahan kerugian

konsumen diantaranya adalah

melakukan edukasi dan informasi kepada

masyarakat dan meminta LJK untuk

menghentikan kegiatannya apabila

kegiatan tersebut berpotensi merugikan.

Pelayanan pengaduan Konsumen

diantaranya menyiapkan fasilitas

pelayanan pengaduan Konsumen yang

meliputi perangkat yang memadai untuk

pengaduan konsumen dan mekanisme

pengaduan konsumen ke OJK. Selain

melayani pengaduan konsumen, OJK

juga berwenang untuk melakukan

pembelaan hukum dalam rangka

penyelesaian sengketa antara konsumen

dengan LJK.

Agar terdapat standarisasi perlindungan

konsumen di seluruh sektor jasa

keuangan, menghindari arbritrase yang

merugikan konsumen, dan antisipasi

inovasi produk dan layanan di sektor jasa

keuangan, maka diperlukan adanya

POJK tentang Perlindungan Konsumen.

1. Pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Konsumen

Berdasarkan amanah UU OJK dalam

Pasal 55 ayat (2), tugas dan wewenang

pengaturan dan pengawasan kegiatan

jasa keuangan di sektor perbankan

beralih dari Bank Indonesia kepada OJK

sejak tanggal 31 Desember 2013.

Demikian pula fungsi pelayanan

pengaduan konsumen yang

sebelumnnya ditangani oleh Bank

Indonesia turut beralih penanganannya

kepada OJK. Dalam menjalankan fungsi

tersebut, OJK memiliki Layanan

Konsumen OJK yang menyediakan 3

layanan utama yaitu Layanan Informasi

(laporan), Layanan Pertanyaan

(pertanyaan), dan Layanan Pengaduan.

1.1 Layanan Konsumen OJK

Pada triwulan II-2016, Layanan

Konsumen OJK menerima 4.657 layanan

yang terdiri dari 3.330 informasi, 1.293

pertanyaan dan 34 pengaduan. Jumlah

ini mengalami penurunan sebesar 11%

(577 layanan) dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Halaman ini sengaja dikosongkan

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

140

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 143: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

131 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

I. Perlindungan Konsumen

Sebagaimana diamanahkan dalam Pasal

4 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Jasa Keuangan (UU OJK), salah satu

tujuan dibentuknya OJK adalah agar

keseluruhan kegiatan di dalam sektor

jasa keuangan mampu melindungi

kepentingan konsumen dan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, melalui

Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal

31 UU OJK, OJK diberikan kewenangan

memberikan perlindungan bagi

konsumen.

Kewenangan OJK dalam melakukan

tindakan pencegahan kerugian

konsumen diantaranya adalah

melakukan edukasi dan informasi kepada

masyarakat dan meminta LJK untuk

menghentikan kegiatannya apabila

kegiatan tersebut berpotensi merugikan.

Pelayanan pengaduan Konsumen

diantaranya menyiapkan fasilitas

pelayanan pengaduan Konsumen yang

meliputi perangkat yang memadai untuk

pengaduan konsumen dan mekanisme

pengaduan konsumen ke OJK. Selain

melayani pengaduan konsumen, OJK

juga berwenang untuk melakukan

pembelaan hukum dalam rangka

penyelesaian sengketa antara konsumen

dengan LJK.

Agar terdapat standarisasi perlindungan

konsumen di seluruh sektor jasa

keuangan, menghindari arbritrase yang

merugikan konsumen, dan antisipasi

inovasi produk dan layanan di sektor jasa

keuangan, maka diperlukan adanya

POJK tentang Perlindungan Konsumen.

1. Pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Konsumen

Berdasarkan amanah UU OJK dalam

Pasal 55 ayat (2), tugas dan wewenang

pengaturan dan pengawasan kegiatan

jasa keuangan di sektor perbankan

beralih dari Bank Indonesia kepada OJK

sejak tanggal 31 Desember 2013.

Demikian pula fungsi pelayanan

pengaduan konsumen yang

sebelumnnya ditangani oleh Bank

Indonesia turut beralih penanganannya

kepada OJK. Dalam menjalankan fungsi

tersebut, OJK memiliki Layanan

Konsumen OJK yang menyediakan 3

layanan utama yaitu Layanan Informasi

(laporan), Layanan Pertanyaan

(pertanyaan), dan Layanan Pengaduan.

1.1 Layanan Konsumen OJK

Pada triwulan II-2016, Layanan

Konsumen OJK menerima 4.657 layanan

yang terdiri dari 3.330 informasi, 1.293

pertanyaan dan 34 pengaduan. Jumlah

ini mengalami penurunan sebesar 11%

(577 layanan) dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

141

Page 144: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

132 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik I.1.1 Layanan Per Sektor

Sumber: Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi-OJK, Posisi 30 Juni 2016

Dari total 4.657 layanan, sebesar 42%

(1.972 layanan) terkait dengan sektor

Perbankan. Dari 1.972 layanan tersebut,

72,46% (1.429 layanan) merupakan

informasi, 27,03% (533 layanan)

merupakan pertanyaan, dan 0,51% (10

layanan) merupakan pengaduan. Pada

triwulan II-2016, penerimaan seluruh

layanan pada sektor perbankan

menunjukkan peningkatan dari triwulan

sebelumnya dengan rata-rata

peningkatan sebesar 11% (198 layanan)

yaitu dari 1.774 layanan menjadi 1.972

layanan.

Tabel I.1.1Total Layanan Per Sektor

Sektor TW1 (2016) TW2 (2016) Peningkatan / Penurunan

%Peningkatan / Penurunan

IKNB - Asuransi 633 686 53 8% IKNB - Dana Pensiun 24 17 -7 -29% IKNB - Lainnya 57 21 -36 -63% IKNB - Lembaga Pembiayaan 383 425 42 11% N/A (Lain-lain) 2.116 1.237 -879 -42% Pasar Modal 247 299 52 21% Perbankan 1.774 1.972 198 11% Total 5.234 4.657 -577 -11%

Sumber : Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi Posisi 30 Juni 2016

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

133 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel I.1.2 Layanan Konsumen OJK Untuk Sektor Perbankan

Layanan Perbankan TW1 (2016) TW2 (2016) Peningkatan / Penurunan

%Peningkatan / Penurunan

Pertanyaan 441 533 92 21% Informasi 1.319 1.429 110 8% Pengaduan 14 10 -4 -29% Total 1.774 1.972 198 11% Sumber : Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi Posisi 30 Juni 2016

1.2 Layanan Informasi

Secara total, layanan informasi64 terkait

perbankan yang diterima oleh Layanan

OJK adalah sebesar 43% (1.429

layanan). Secara substansi, Layanan

Informasi yang paling banyak diterima

pada triwulan II-2016 adalah jenis

permasalahan terkait Restrukturisasi

Kredit/Pembiayaan 13% (184 Layanan)

dan terkait Peraturan Perbankan 9%

(126 Layanan) (Grafik I.1.2.1).

Pada triwulan II-2016 Layanan Informasi

pada jenis permasalahan Restrukturisasi

Kredit/Pembiayaan substansi terbanyak

adalah terkait permohonan restrukturisasi

Kredit/Pembiayaan dikarenakan

konsumen sudah tidak memiliki

kemampuan untuk membayar.

Sedangkan pada jenis permasalahan

Peraturan Perbankan, substansi

terbanyak adalah terkait konsultasi

terhadap peraturan-peraturan perbankan

64 Informasi adalah salah satu layanan yang

disediakan oleh OJK untuk menerima laporan dari Konsumen dan/atau masyarakat terkait karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya atau informasi lainnya (PDK No. 1/PDK.07/2015 tentang Sistem Layanan Konsumen Terintegarsi di Sektor Jasa Keuangan).

antara lain tentang perizinan pembukaan

bank, cara pembukaan rekening bagi

nasabah asing, batas kepemilikan

nasabah asing di bank umum, prosedur

take over kredit, dan bancassurance.

Grafik I.1.2.1Layanan Informasi Sektor Perbankan

berdasarkan Jenis Permasalahan

Sumber: Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi, Posisi 30 Juni 2016

1.3 Layanan Pertanyaan

Pada triwulan II-2016, Layanan

Konsumen OJK menerima sebanyak 533

pertanyaan terkait sektor perbankan atau

sebesar 41% dari 1.293 total pertanyaan

yang diterima. Angka tersebut

mengalami peningkatan sebesar 21%

(92 layanan) dibandingkan penerimaan

pertanyaan pada triwulan I-2016.

Layanan Pertanyaan yang paling banyak

diterima pada triwulan II-2016 adalah

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

142

Page 145: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

132 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik I.1.1 Layanan Per Sektor

Sumber: Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi-OJK, Posisi 30 Juni 2016

Dari total 4.657 layanan, sebesar 42%

(1.972 layanan) terkait dengan sektor

Perbankan. Dari 1.972 layanan tersebut,

72,46% (1.429 layanan) merupakan

informasi, 27,03% (533 layanan)

merupakan pertanyaan, dan 0,51% (10

layanan) merupakan pengaduan. Pada

triwulan II-2016, penerimaan seluruh

layanan pada sektor perbankan

menunjukkan peningkatan dari triwulan

sebelumnya dengan rata-rata

peningkatan sebesar 11% (198 layanan)

yaitu dari 1.774 layanan menjadi 1.972

layanan.

Tabel I.1.1Total Layanan Per Sektor

Sektor TW1 (2016) TW2 (2016) Peningkatan / Penurunan

%Peningkatan / Penurunan

IKNB - Asuransi 633 686 53 8% IKNB - Dana Pensiun 24 17 -7 -29% IKNB - Lainnya 57 21 -36 -63% IKNB - Lembaga Pembiayaan 383 425 42 11% N/A (Lain-lain) 2.116 1.237 -879 -42% Pasar Modal 247 299 52 21% Perbankan 1.774 1.972 198 11% Total 5.234 4.657 -577 -11%

Sumber : Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi Posisi 30 Juni 2016

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

133 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Tabel I.1.2 Layanan Konsumen OJK Untuk Sektor Perbankan

Layanan Perbankan TW1 (2016) TW2 (2016) Peningkatan / Penurunan

%Peningkatan / Penurunan

Pertanyaan 441 533 92 21% Informasi 1.319 1.429 110 8% Pengaduan 14 10 -4 -29% Total 1.774 1.972 198 11% Sumber : Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi Posisi 30 Juni 2016

1.2 Layanan Informasi

Secara total, layanan informasi64 terkait

perbankan yang diterima oleh Layanan

OJK adalah sebesar 43% (1.429

layanan). Secara substansi, Layanan

Informasi yang paling banyak diterima

pada triwulan II-2016 adalah jenis

permasalahan terkait Restrukturisasi

Kredit/Pembiayaan 13% (184 Layanan)

dan terkait Peraturan Perbankan 9%

(126 Layanan) (Grafik I.1.2.1).

Pada triwulan II-2016 Layanan Informasi

pada jenis permasalahan Restrukturisasi

Kredit/Pembiayaan substansi terbanyak

adalah terkait permohonan restrukturisasi

Kredit/Pembiayaan dikarenakan

konsumen sudah tidak memiliki

kemampuan untuk membayar.

Sedangkan pada jenis permasalahan

Peraturan Perbankan, substansi

terbanyak adalah terkait konsultasi

terhadap peraturan-peraturan perbankan

64 Informasi adalah salah satu layanan yang

disediakan oleh OJK untuk menerima laporan dari Konsumen dan/atau masyarakat terkait karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya atau informasi lainnya (PDK No. 1/PDK.07/2015 tentang Sistem Layanan Konsumen Terintegarsi di Sektor Jasa Keuangan).

antara lain tentang perizinan pembukaan

bank, cara pembukaan rekening bagi

nasabah asing, batas kepemilikan

nasabah asing di bank umum, prosedur

take over kredit, dan bancassurance.

Grafik I.1.2.1Layanan Informasi Sektor Perbankan

berdasarkan Jenis Permasalahan

Sumber: Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi, Posisi 30 Juni 2016

1.3 Layanan Pertanyaan

Pada triwulan II-2016, Layanan

Konsumen OJK menerima sebanyak 533

pertanyaan terkait sektor perbankan atau

sebesar 41% dari 1.293 total pertanyaan

yang diterima. Angka tersebut

mengalami peningkatan sebesar 21%

(92 layanan) dibandingkan penerimaan

pertanyaan pada triwulan I-2016.

Layanan Pertanyaan yang paling banyak

diterima pada triwulan II-2016 adalah

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

143

Page 146: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

134 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

terkait dengan penerapan peraturan

perbankan 30% (162 layanan) dan terkait

Permintaan Data Perbankan 13% (69

layanan). Untuk layanan pertanyaan

yang terkait dengan penerapan peraturan

perbankan terutama peraturan mengenai

perizinan pembukaan bank, cara

pembukaan rekening bagi nasabah dan

perusahaan asing, bank garansi, dan

bancassurance. Sedangkan layanan

pertanyaan yang terkait dengan

permintaan data perbankan, sebagian

besar data yang diminta adalah daftar

Bank Umum, BPR/S, statistik perbankan,

suku bunga kredit, dan direktori

perbankan Indonesia.

Grafik I.1.3.1 Layanan Pertanyaan Sektor Perbankan berdasarkan Jenis Permasalahan

Sumber: Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi, Posisi 30 Juni 2016

1.4 Layanan Pengaduan

Sampai dengan triwulan II-2016, terdapat

2.041 pengaduan yang terkait sektor

perbankan (10 diantaranya diterima pada

triwulan II-2016). Dari total pengaduan

yang diterima tersebut, 92% (1.878

pengaduan) telah diselesaikan.

Sementara itu, pada triwulan II-2016 29%

dari seluruh pengaduan yang diterima

oleh Layanan Konsumen OJK terkait

dengan perbankan (10 pengaduan).

Penerimaan pengaduan sektor

perbankan pada periode ini mengalami

penurunan dibandingkan periode

sebelumnya, yaitu turun sebesar 29% (4

layanan). Penerimaaan pengaduan

tertinggi terkait dengan sektor lembaga

pembiayaan (47% dari total seluruh

pengaduan yang diterima OJK).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

135 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik I.1.4.1Layanan Pengaduan Triwulan II-2016

Sumber: Sistem Layanan Konsumen

Terintegrasi, Posisi 30 Juni 2016

2. Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB)

SimPel/SimPel iB adalah tabungan untuk

siswa yang diterbitkan secara nasional

oleh bank-bank di Indonesia dengan

persyaratan mudah dan sederhana serta

fitur yang menarik, dalam rangka edukasi

dan inklusi keuangan untuk mendorong

budaya menabung sejak dini.

SimPel/SimPel iB merupakan salah satu

bentuk implementasi program inisiatif

dari Strategi Nasional Lembaga

Keuangan Inklusif (SNLKI) yang

diluncurkan secara resmi oleh Presiden

Republik Indonesia pada 14 Juni 2015

dan dilanjutkan dengan aktivasi

SimPel/SimPel iB yang diinisiasi oleh

OJK bersama dengan industri perbankan

pada tanggal 8 September 2015.

Sejak dilakukannya aktivasi program

tabungan SimPel/SimPel iB tersebut,

terdapat 146 bank yang sudah menjadi

peserta, terdiri dari 45 BUK/BUS

(diantaranya 21 BPD, 4 BUMN, 14 BUSD

dan 6 BUSND), dan 79 BPR/S, serta dua UUS.

Jumlah rekening SimPel/SimPel iB

mencapai 1.606.355 rekening dengan

volume transaksi sebesar Rp692,09

miliar. Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang

sudah terjalin antara bank dan sekolah

sebanyak 9.847 perjanjian.

3. Standar Internal Dispute Resolution(IDR)

Untuk efektifitas pelaksanaan standar

IDR65 yang menjadi pedoman bagi PUJK

dalam penanganan pengaduan, telah

dilakukan penyempurnaan standar IDR

melalui penggabungan atas draft standar

IDR sebelumnya yang disusun oleh

working group (WG) IDR66.

Pada pertengahan triwulan II-2016, telah

diselenggarakan sosialisasi serta

permintaan komitmen penerapan standar

IDR yang dihadiri oleh PUJK dan

anggota WG IDR. Pada pertemuan

tersebut, seluruh PUJK dan anggota WG

IDR telah memberikan komitmen

terhadap penerapan standar IDR.

Dalam rangka sosialisasi penerapan

standar IDR, pada tanggal 28 Juni 2016

telah diselenggarakan FGD dengan

anggota WG IDR dan asosiasi dari

masing-masing sektor industri keuangan.

65 Internal Dispute Resolution (IDR) adalah

mekanisme penyelesaian Pengaduan yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan.

66 Working Group IDR terdiri dari tiga sektor, yaitu perbankan, perasuransian, lembaga pembiayaan, dan asosiasi di masing-masing sektor.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

144

Page 147: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

134 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

terkait dengan penerapan peraturan

perbankan 30% (162 layanan) dan terkait

Permintaan Data Perbankan 13% (69

layanan). Untuk layanan pertanyaan

yang terkait dengan penerapan peraturan

perbankan terutama peraturan mengenai

perizinan pembukaan bank, cara

pembukaan rekening bagi nasabah dan

perusahaan asing, bank garansi, dan

bancassurance. Sedangkan layanan

pertanyaan yang terkait dengan

permintaan data perbankan, sebagian

besar data yang diminta adalah daftar

Bank Umum, BPR/S, statistik perbankan,

suku bunga kredit, dan direktori

perbankan Indonesia.

Grafik I.1.3.1 Layanan Pertanyaan Sektor Perbankan berdasarkan Jenis Permasalahan

Sumber: Sistem Layanan Konsumen Terintegrasi, Posisi 30 Juni 2016

1.4 Layanan Pengaduan

Sampai dengan triwulan II-2016, terdapat

2.041 pengaduan yang terkait sektor

perbankan (10 diantaranya diterima pada

triwulan II-2016). Dari total pengaduan

yang diterima tersebut, 92% (1.878

pengaduan) telah diselesaikan.

Sementara itu, pada triwulan II-2016 29%

dari seluruh pengaduan yang diterima

oleh Layanan Konsumen OJK terkait

dengan perbankan (10 pengaduan).

Penerimaan pengaduan sektor

perbankan pada periode ini mengalami

penurunan dibandingkan periode

sebelumnya, yaitu turun sebesar 29% (4

layanan). Penerimaaan pengaduan

tertinggi terkait dengan sektor lembaga

pembiayaan (47% dari total seluruh

pengaduan yang diterima OJK).

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN II

135 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Grafik I.1.4.1Layanan Pengaduan Triwulan II-2016

Sumber: Sistem Layanan Konsumen

Terintegrasi, Posisi 30 Juni 2016

2. Simpanan Pelajar (SimPel/SimPel iB)

SimPel/SimPel iB adalah tabungan untuk

siswa yang diterbitkan secara nasional

oleh bank-bank di Indonesia dengan

persyaratan mudah dan sederhana serta

fitur yang menarik, dalam rangka edukasi

dan inklusi keuangan untuk mendorong

budaya menabung sejak dini.

SimPel/SimPel iB merupakan salah satu

bentuk implementasi program inisiatif

dari Strategi Nasional Lembaga

Keuangan Inklusif (SNLKI) yang

diluncurkan secara resmi oleh Presiden

Republik Indonesia pada 14 Juni 2015

dan dilanjutkan dengan aktivasi

SimPel/SimPel iB yang diinisiasi oleh

OJK bersama dengan industri perbankan

pada tanggal 8 September 2015.

Sejak dilakukannya aktivasi program

tabungan SimPel/SimPel iB tersebut,

terdapat 146 bank yang sudah menjadi

peserta, terdiri dari 45 BUK/BUS

(diantaranya 21 BPD, 4 BUMN, 14 BUSD

dan 6 BUSND), dan 79 BPR/S, serta dua UUS.

Jumlah rekening SimPel/SimPel iB

mencapai 1.606.355 rekening dengan

volume transaksi sebesar Rp692,09

miliar. Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang

sudah terjalin antara bank dan sekolah

sebanyak 9.847 perjanjian.

3. Standar Internal Dispute Resolution(IDR)

Untuk efektifitas pelaksanaan standar

IDR65 yang menjadi pedoman bagi PUJK

dalam penanganan pengaduan, telah

dilakukan penyempurnaan standar IDR

melalui penggabungan atas draft standar

IDR sebelumnya yang disusun oleh

working group (WG) IDR66.

Pada pertengahan triwulan II-2016, telah

diselenggarakan sosialisasi serta

permintaan komitmen penerapan standar

IDR yang dihadiri oleh PUJK dan

anggota WG IDR. Pada pertemuan

tersebut, seluruh PUJK dan anggota WG

IDR telah memberikan komitmen

terhadap penerapan standar IDR.

Dalam rangka sosialisasi penerapan

standar IDR, pada tanggal 28 Juni 2016

telah diselenggarakan FGD dengan

anggota WG IDR dan asosiasi dari

masing-masing sektor industri keuangan.

65 Internal Dispute Resolution (IDR) adalah

mekanisme penyelesaian Pengaduan yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan.

66 Working Group IDR terdiri dari tiga sektor, yaitu perbankan, perasuransian, lembaga pembiayaan, dan asosiasi di masing-masing sektor.

Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016 Laporan Pro�l Industri Perbankan - Triwulan II - 2016

145

Page 148: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji
Page 149: Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BI … · Loan (NPL) gross sebesar 3,05% (masih dibawah threshold 5%), Return On Asset (ROA) sebesar 2,26% dan rasio Beban ... 6.2.3 Uji

Menara Radius Prawiro, Komplek Perkantoran BIJl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110