Upload
vudien
View
243
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
Mencintai dengan Sempurna...
Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai, Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, Itulah kesempatan. Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, Itu bukan pilihan, itu kesempatan. Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan, Itupun adaah kesempatan. Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, Bahkan dengan segala kekurangannya, Itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan. Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi, Itu adalah pilihan. Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain Yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu Dan tetap memilih untuk mencintainya, Itulah pilihan. Perasaan cinta, simpatik, tertarik, Datang bagai kesempatan pada kita. Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan. Pilihan yang kita lakukan. Berbicara tentang pasangan jiwa, Ada suatu kutipan dari film yang Mungkin sangat tepat : "Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil" Pasangan jiwa bisa benar-benar ada. Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang Yang diciptakan hanya untukmu. Tetapi tetap berpulang padamu Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin Melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak... Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita, Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita, Adalah pilihan yang harus kita lakukan. Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai TETAPI untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna saat aku melihatmu..aku takut tuk mengenalmu . 'saat aku menyukaimu .' aku takut tak dapat memilikimu . "saat aku memilikimu ... aku takut kalau harus kehilangan dirimu sayang.....
Aku Diam Bukannya tak Cinta
Alai ilir, 2006
Lewat pandangan mata ada yang ingin kungkapkan padamu
Namun entahlah, begitu sulit tertutur
Padahal kuingin kau tahu bahwa sekeping hati menantimu...
Jika memang cinta itu dad
Mengapa keberanian itu tak terwujud
Aku diam bukannya tak mau
Aku diam bukannya tak cinta
Yang sesungguhnya hati ini kecewa melihat sikapmu...
Tabu bagi seorang aku
Untuk memulainya terlebih dahulu
Aku hanya bisa menunggu, kalau tak ingin dikatakan murah olehmu
Kapankah kau mengerti akan diriku?
Tuhan jika dia bukan milikku
Jauhkanlah rasa dambaku atas kehadiran dirinya
Karena aku tak mau hidup dalam bayang mimpi semu...
Mengapa Dikau Pergi?
Alai Ilir, 2006
Lewat lembaran ini izinkanlah aku untuk mencoba
Merangkai kata, merajut rasa agar tercipta rasa berjuta makna
Yang pernah berbagi rasa denganku
Dari pelataran hampa ini kuuntai senyum
Walau kutahu senyum itu jauh darimu
Mestinya bulan ini saat-saat terindah yang seharusnya kita lalui bersama
Saat-saat kebahagiaan menyelimuti hatimu, kasih...
Saat-saat ceria menghiasi senyum manismu, kebanggaan atas ketulusanmu
Tapi mengapa hal buruk itu harus kita lalui?
Mungkin ini salahku
aku terlalu egois,
aku terlalu...ah entah apalagi yang mesti aku lakukan
aku bingung, bimbang apa yang harus aku perbuat
aku tidak ingin harus ada yang tersakiti diantara kita
dan egoisku tak ingin semua berlalu begitu saja
mungkinkah kita akan bersama kembali? Setelah Sepuluh Purnama kita jauh
berpisah?
Dari lubuk hatiku yang paling dalam aku menyayangimu
Hanya kau yang terindah yang pernah aku miliki
Biar kupeluk erat bayangmu meski dalam mimpi
Walau sadar ku hanya anak manusia yang tak mampu hadirkan kebahagiaan
Dihatimu
Mungkin hanya rasa sakit hatimu saja yang mungkin takkan terobati...
Bukanlah Purnama
Alai Ilir, Agustus 2006
Ternyata dirimu bukanlah purnama
Hanya rembulan yang terkadang hadir
Dan kadang hilang tertelan gelapnya malam
Disaat memberi terang, sesaat kemudian engkau biarkan aku meraba
Dalam kelam dan gelapnya malam...
Tak sedikitpun kau peduli
Anginpun enggan menyibak awan
Hingga akupun seakin tak mengerti
Karena dirimu telah bertekad menyimpan rasa hati sampai mati...
Kemanakah aku harus mencari
Arti akan teka-teki hatimu?
Dikala itu ka tawarkanku
Kau sodorkanku
Kau berikan ketenangan dan kedamaian
Namun sesaat kemudian kau bentangkan jalan penuh duri
Yang teramat sulit aku lewati...
Bila semua sebabku khilafku, ajarilah aku merengguk segala kelegaan suci
Ulurkan tanganmu tuk selalu membimbingku setiap waktu...
Asaku sungguh begitu besar untuk hadirkan disetiap sudut relung hatimu
Suatu ketenangan dan kedamaian sejati
Tapi, suatu saat nanti...
Kata itu..
Alai Ilir, 6 November 2006
Ketika aku menatap mata kedepan
Aku melihat harapan terhampar disana
Seolah kemilaunya cahaya surya
Melabrak rubuhku untuk segera menghampirinya
Lalu menyapa, tolong dengar kata-kataku ini” Maafkan Aku..”
Entah apa lagi yang akan ku ucap
Seakan lidah ini kaku
Mulut terasa kelu
Dijahit, dtusuk, dirajang
sakit...jangan sungguhn sakit
sesaat lalu secercah sinar mentari tiba diufuk barat
hembusan angin senjanya itu tlah menuntun
mendorong serta menghipnotis ego yang melukai pikiranku
lukanya begitu besar hingga melebar, gatal, sakit, dan busuk
mulai berangsur pulih
harapan yang aku lihat kini
terselimuti awan hitam disekelilingnya
jiwaku mulai bimbangn
keraguan terus mengiringi setiap jejak langkahku
namun namun cahaya rembulan yang kadang hadir
terkadang hilang ditelan gelapnya malam
telah berganti menjadi purnama sejati memberi terang tanpa pamrih
memberi segala yang dia punyai
memberi ketenangan yang mesti diresapi
tanpa pengecut iapun berkata”Maafkanlah arjun..!layaknya cahayaku yang menerangi
isi bmi tanpa perbedaan”
ku kulum senyum dalam hati
ternyata purnamapun mengerti
harapan itu semakin jelas semakin dekat semakin terlihat
oleh cahaya purnama malam ini
namun hingga mentari terjaga harapan untuk mendengar kata itu lepas dari bibirmu
“Arjun engkau telah aku maafkan,
Kini engkau perbaiki,
Cobalah engkau resapi,
Juga pikirkan lagi, sebelum kau bernyali
Dan jangan kau ulangi lagi..!”
MUSNAH begitu saja
Sedetik lagi kucoba untuk balik kanan dan meninggalkan harapan itu
Namun kau terlebih dahulu telah
Bentangkan jalan penuh duri goreskan luka penuh arti
Sekali lagi Harapan untuk dimaafkan
Kata itu “MAAFKAN AKU KASIH...”
Genderang Perang
Alai Ilir, 8 November 2006
Tolong jangan bunuh aku!
Tapi, braaaak, ceeess...
Putus
Tidak, sekali lagi tidak
Kejam, engkau begitu kejam!
Nasi tlah menjadi bubur
Dengan kelancaanganmu
Beringas
Tlah mengguncang
Mendobrak paksa pintu nuraniku yang terkunci rapat
Hingga perlahan bocor dan tak tertahan lagi
Byuur krasak krasak bug..
Coba bendungnya dengan kesabaran,
Ketabahan,
Keikhlasan serta do’a bermunajat kepada sang esa
Namun, genderang perangbegitu terngiang semakin jelas
Nyata didepan mata
Terbelalak, terkejut juga kaget
Begitu teganya
Engkau paksa aku untuk berperang,
Engkau tarik lenganku dengan beringas,
Engkau pancing lalan pikiranku hingga gejolak emosiku memuncak,
Tidak, terpaksa aku berkata tidak “aku mengalah saja..”
Jika harus berperang denganmu;
Jika harus melepuhkan tubuhmu;
Jika harus melumpuhkan tanganmu
Jika harus bergulat, merampas senjatamu;
Jika harus, entah apalagi...
Namun kau tetap tidak setuju, beringas!
Kau kesurupan setan mana?
Tidak kah kau pikirkan akibatnya?
Kelak juga kau masuk neraka!
Sadarlah
Cobalah engkau lebih bersikap hati-hati
Sekali lagi
Jangan ajak aku untuk berperang
Tahan pena hitam senjatamu!
Simpan kertas putih sebagai perisaimu!
Aku tak mau semua ini terjadi
Kawan...aku tahu jalan pikiranmu
Gejolak jiwamu
Kata hati nuranimu
Serta tangisan batin yang terus mengalir
Lalu adakah secercah harapan untuk ku?
Mendekte, dan menjelaskan semua yang telah menggores sisi ruang hatimu.
HARUSKAH AKU MENGALAH
Alai Ilir, November 2006
Permohonan mengiringi penyesalan
Tak terasa detik-detik mulai bernyanyi
Lantunan gitar cukup mengobati
Hanya mengingat syair-syair dariku
Disaat dunia mulai terbalik
Sebab akulah yang dahului
Mengawali...membohongi…mendustai
Hingga akulah yang dahului
Mengawali … membohongi … mendustai
Hingga akulah juga yang menodai
Lembaran putih yang baru tertulis
Persyaratan…
Awal saling mengerti…
Awal pendewasaan…
Awal pegamalan…
Awal pengenalan karakter…
Namun engkau begitu kejam
Aku cuma menyesal dengan semua itu
Luncurkan seutas kata maaf dariku
Aku sadarkan di hadapmu
Lewat puisi...Lewat isyarat
Entah lewat apalagi
Namun tuluskah hatimu…?
Bolehkah aku mengalah denganmu…?
Tapi luka itu sungguh sakit
Jika engkau coba ingatnya
Mungkin obat itu tiada aku dapati
Hingga engkau terbujur lemah
Tak berdaya… menangis… menyesal !!!
Terlintas hasrat cari model
Sembari engkau berondongkan
Timah panas sejurus tepat di dadaku
Lewat olahan kata manismu
“ Mengapa kamu lakukan itu semua?
apa tujuannya? “
tidakkah engkau pikir akibatnya?
Arjun jawablah ?”
namun haruskah aku mengalah?
terdorong sudah aku ke jurang
salam terakhir coba aku “ ngiangkan “
“ Kawan jika engkau mau dengar kata penjelasku kau akan temukan
arti yang sebenarnya, dengar salam terakhirku…”
Namun haruskah aku mengalah ?
Apa Maksudnya..?
Alai Ilir, November 2006
Mimpi mulai merayap hingga
Pagi –pagi di awal subuh
Dingin
Aku menggigil
Gemertak gigi ini terasa
Mengawali hari –hari yang penuh dosa
Kesalahan berbagai kesalahan lagi
Dan,
Apa maksudnya?
Coba dirikan salat bermunajat
Njaluk ketenangan hati
ketentraman jiwa
Kemudahan dalam sesuatunya
Namun,
Apa maksudnya?
Jiwa pecundangku mulai menjulang
Melibas… menghantam… menyerang
Dengan sebilah puisi pada siang itu
Tapi,
Apa maksudnya?
Lalu merayu… memohon… meminta
Hingga aku bersujud… berlutut
Di hadapanmu
Tetesan air mata ini ikut mengiringinya
Mengalir perlahan basahi relung pipi ini
Tapi tak kau hiraukan itu
Rasa penyesalan semakin mendalam
Sampai saat ini, esok, lusa
Namun tidak jugakah engkau mengerti?
Sadar dan ingatlah kenangan –kenangan indah itu …
Apa maksudnya..?
Kau lakukan itu kepadaku
Asa Yang Tersisa
Alai Ilir, 19 Desember 2006
Begitu tangan ini akan menggapaimu
Untuk ku rengkuh dalam pelukan
Betapa besar keinginanku untuk melihat kelebat
Wajahmu yang telah lama kunantikan
Betapa kelu lidahku memendam untaian kata yang tak sempat terlontarkan
Tapi kau seperti terbenam di dasar bumi paling dalam
Yang tak mampu keangkat
Seperti burung camar yang terbang tinggi melintasi samudra
Seperti terpaan angin yang tak bisa di bendung
Tapi masih ada setitik harapan yang tak pernah pudar
Sebait syair kerinduan yang tak pernah terlupakan
Segores Tanya yang tak pernah terjawab
Adakah kau tahu ada sepotong hati yang
Terluka menantikanmu … ?
Nada Sambung Itu
Alai Ilir, Desember 2006
Kereta api itu dari arah Timur kota ini
Sungguh begitu cepatnya, bak kilat di musim penghujan
Lia putri cantik sosok masinis yang kejam
Kereta api itu telah tabrak raga dan jiwaku
Sungguh kejamnya engkau
Namun kini tak akan pernah terjadi
Karena rel kereta api di kotaku telah tiada
Sungguh aneh, memory yang tersisa hanyalah
Kenangan manis yang tak akan pernah aku lupakan
Aku juga teringat suara aneh
Yang aku dengar dari Hp mu tut … tut … tut …. !
Aku coba untuk tekan nomor sahabatku
0813 6691 1236
Di seberang sana aku dengar nada sambungnya
Sheila On seven , berhenti berharap … !!
Ah tidak nsp ini tidak cocok dengan suasana hatiku
Lalu aku” pencet “ lagi nomor pemberian darimu
085266xxx
terdengan dari sana
“Jika Memang Diriku Bukanlah Menjadi Pilihan Hatimu
mungkin sudah takdir nya kau dan aku tak kan mesti bersatu “
Ah nsp ini tidaklah mampu tuk obati
Luka yang telah engkau torehkan
Usai sudah kini asaku mulai pudar
Lewat nada sambung yang ingin aku buat
Namun kekuatan itu muncul kembali
Mendorong, menuntun menarik jalan pikiranku
Akhirnya aku niatkan tekad
Tuk melalang buana, mencari, mencium, meraba
Serta mencontek nada sambung itu
111070 itulah kodenya
”Apa kita mau menerima yang kita punya
apa adanya
sanggupkah kita saling memendam
ataukah hanya saling memaafkan
ataukah hanya saling menjadikan
akhirnya kita temukan pahitnya persimpangan
kan harus kita tetapkan arah tujuan”
mungkin sebait lagu inilah yang mampu mengobati
memberi keterangan hati ini …
Gadis Manis
Alai Ilir, 21 January 2007
Ketika ku mantap bulan malam ini
Sedang bintang-bintang menghiasi di sekelilingnya
Hamparan langit yang maha sempurna
Ikut memancarkan sinar-sinar yang mempesona
Menerangi alam semesta ini
Serta sejukkan kehidupan di hati
Ketika itu pula gadis manis pujaanku
Hadir di sana terbang melayang melintasinya
Mengulurkan jari-jemarinya hingga
Ia pun menarik lenganku
Mengajak
membela
serta mencoba
Mencium dinginnya angina malam ini
gadis manis itu telah bawa aku
kealam keindahan yang ia miliki
alam yang amat terindah untukku
melebihi alam mimpiku
“Gadis Manis“ ucapku perlahan
kau begitu baik, kau begitu cantik kau begitu
santun, indah, entah apalagi
sanjungan yang pantas aku persembahkan untuk mu
hingga mampukah aku untuk
hadirkan keindahan yang telah engkau berikan untukmu
dan yang aku takutkan adalah
kau teramat kecewa jika
aku mengambil sepotong hati yang
aku titipkan di relung hatimu
Kata Berbatas Kata
Alai Ilir, 21 Januari 2007
Terhempas kehidupan begitu larut,
Mencoba meniti tirai hidupmu
Mematikan kesunyian di saat ku sendiri
Menggapai keindahan kiranya kau cipta
Meraih kedamaian mestinya kau beri
Terhempas kehidupan begitu larut,
Masuki hidup dan kehidupanmu
Mencari naungan serta sandaran
Mengikuti langkah hati dan asa ini
Memberikan untaian kata kasih
Untukmu dan untukku…
Terhempas kehidupan begitu larut,
Rasa sayang terangnya bintang
Rasa benci pucatnya suratan
Rasa cinta berbatas sakit
Rasa rindu berbatas temu
Kata hanyalah kata
Rasa untuk mencintai juga sama
Keindahan serta kedamaian akan tercipta
Kiranya tak abaikan hakikat
Cinta dan kasih sayang
Itulah awal dan akhir dari sebuah rasa
Penghianatan Cinta
Alai Ilir, 24 Januari 2007
Ketika mata memandang jauh
Rona wajahmu terukir di sana
Tersenyum bahagia, tertawa,
Ah..hanya bisa ku untai senyum
Walau ku tahu senyum itu jauh darimu
Hanya bisa ulur tangan
Walau aku tahu tak mungkin kau sambut
Engkau masih tetap berpaling
Dariku, untukku, dan bersamaku
Maaf, mungkin hanya ini yang bisa aku kata
Engkau penghianat, aku juga penghianat
Engkau pendusta, aku juga pendusta
Engkau ingkar, aku juga ingkar
Engkau terluka, aku juga terluka
Aku bangga atas ketulusanmu
Engkau bahagia dengan terciptanya keindahan serta kedamaian di hatimu
Aku salut atas rasa kasihmu
Engkau sakit atas kata dustaku
Ah … Penghianat
Hanya bisa berikan luka
Hanya mampu untuk nodai hati
Hanya bisa berkhianat…
Penghianat..!
Engkau takkan luluh dengan kataku
Engkau takkan bisa pahami hatiku
Engkau tlah nodai persahabatan ini
Dengan cintamu dengan kasih sayangmu
Dengan keanggunanmu dengan
Ah..Aku juga takkan luluh dengan katamu
Aku takkan mengerti dengan kata hatimu
Aku tlah ternodai olehmu
Dengan seyumanmu dengan matamu
Dengan perasaanmu dengan
Ah..Penghianat cinta..!
Aku salah atas dirimu
Engkau salah atas diriku
Aku ucap maaf untukmu
Engkau beri maaf untukku
Aku menyesal dengan salahku
Engkau tertawa dengan senyumanmu
Aku mati dengan cintamu
Engkau hidup dengan cintaNya
Aku akan bunuh diri
Dan mengapa engkau juga ikut bunuh diri?
Kado Ulang Tahun
Alai Ilir, 5 Februari 2007
Kau bagaikan mentari
Yang dulu tertutup mendung
Tapi kini bersinar lagi dan menerangi hidupku
Hidupku yang dulu sempat beku dan hampa
kini mulai terisi dengan kehadiranmu di sisiku
kau kini membuat hidupku tulus tak bersyarat
suci tak terbagi
Dan satu selalu dalam hatiku
Yang tak akan pernah tergantikan
Oleh siapapun dan kapanpun
Aku mencintaimu dalam hidup dan matiku
secercah sinar mentari
Sesejuk embun pagi
Begitulah dirimu dalam hari-hariku
Seakan hidupku tak berarti
Tanpa dirimu di sini
Kuingin kau ulurkan tanganmu
Tuk selalu membimbingku
Setiap waktu
Tuntunlah aku ke istana cintamu
Dan biarkan aku mencintaimu
Sampai batas waktuku
Yamato
Alai Ilir, 5 Februari 2007
Kita semua telah menatap,
merasakan
Telah kenang riwayat hidup
pahit
Juga kenang sejarah lalu
menyedihkan
Kisah setengah abad telah lewat
Antara penindasan dan kebebasan
Oleh karenanya
Mari kita ucap “Selamat Tinggal Hijau...“
Tamatlah riwayatmu,
hidupmu
Lambaian tangan –tangan manismu
Di bumi pertiwi ini
Di bumi kedamaian
Di bumi perjuangan
Oleh lumuran darah pejuang kami
Oleh semangat juang para proletar
Oleh sobekan tentara para komando
Kini engkau
Wahai Yamato
Tertuntut sebagai saksi bisu
Tentang merdekanya negri ini
Tentang hilanganya MERAH, PUTIH, HIJAU
Lambang bangsa terkutuk
Lambang bangsa penjajah
Di atas tubuhmu wahai Yamato
Hari yang terikat bukan milik Kolonial
Tetapi milikku …
Milik bersama para pejuang, rakyat jelata
Abang-abang kuli , mas-mas tukang bangunan
Semarang lihatlah di atas sana
Telah tergantikan oleh benderaku
Bendera merah putih
Lambang kebanggaan negeriku
INDONESIAKU
Itulah seruan para pejuang kita
Merah Putih
Alai Ilir, 5 Februari 2007
Kami ingin terbang bawa bendera
Merah putihku
Menyiarkan cinta kasih
Melambangkan kedamaian
Kami hendak hidup damai di bumi ini
Dengan segala manusia di atas dunia
Jangan sangka kami perusuh
Jangan kira kami musuh
Biarkan kami terbunuh dengan senjatamu
Dengan mesiumu
Namun jangan kau ambil cinta kasihku
Pada benderaku “ Merah Putih “
Yamatoku Yamatomu Beda
Alai Ilir, 7 Februari 2007
Terdamparku dipembaringan malam
Terawang mata ini tembus langit-langit
Sungguh apa yang terpikirkan olehku?
Sungguh apa yang terucap olehku?
Itu yang aku kalutkan perempuan!
Terputas sendok digelas susu
Disana masih teringat ocehanmu
Tertidur sampai terbawa mimpi juga masih terngiang
Kata pasanmu
”Mas, Yamatomu palsu...! Mas, Nyontek ya...?”
Sungguh kau tak tahu nikmat yang Tuhan curahkan
Untuk semesta alam tanpa kurang, tanpa perbedan
Sekarang coba jawab
Siapa itu Yamato..?
Apa itu Yamato..?
Dimana dia berada..?
Apa yang kita ingat tentang dia..?
Perempuanku,,
Itu Yamatoku, bukan aku tipu juga bukan dari buku!
Bukan tulis palsu, juga bukan dustaku!
Itu ide indah dari bapakku yang aku torehkan di Malam minggu
Inikah Rasa Hidup
Alai Ilir, Februari 2007
Kebingungan terus ada dalam hati
Rasa kesal terus saja terjadi
Hingga hari terus berganti
Siang, malam, pagi, sore …
Rasa itu terasa pahit sekali
Tak berbeda walau ku tlah mencobanya
Ketika ku ingin makan
Kepahitan ini selalu iringi setiap langkah
Mengapa harus aku yang masak?
Mengapa harus aku yang bersih piring?
Mengapa harus aku yang lakukan itu?
Sementara perutku terus berteriak
Lapar, lapar dan lapar
Sungguh inikah rasa hidup?
Pulang sekolah harus masak dulu
Jika tidak , akan makan apa aku ?
Hingga siang terlewat untuk sekedar cicipi makan
Begitu juga pagi
Sesuap nasi atau sepotong rotipun tidak
Hanya secangkir air putih, cukup…
Dan,
Bagaimana ketika ingin mandi?
Mengapa harus bersih pakaian dulu?
harus isi bak dulu?
Terus,
Mengapa harus tidur dengan keadaan seperti ini?
Hanya alas tanah lembaran tikar?
Mengapa ini semua harus terjadi pada ku?
Mengapa aku harus mengalaminya?
Sungguh inikah rasa hidup
Yang selama ini aku rasakan
Begitu pahit, gemir dan entahlah
Ya allah …
Tolong aku dengan kekuatanmu
Tegarkan aku untuk jalani hidup ini
Yang penuh dengan kepahitan
Dan kekejaman zaman
Kini Cintaku
Alai Ilir, 17 Februari 2007
Kini cintaku telah musan
Hilang bersama rasa kasih serta sayang yang ku ucap
Demi cintaku dua hati tlah tersakiti
Karena cinta ini hanya untukmu juga untukku
Namun sayang tlah salah ku mencinta
Aku telah salah pilih
Aku tlah salah jalan
Tuhan tolonglah aku
Ternayata rasa sayangku kali ini
Hanya berbatas persahabatan
Rasa cintaku saat ini
Hanya terhenti karena ikatan sahabat
Engkau telah pilih persahabatan dari pada cinta
Karena engkau telah milik sahabatku
Dan aku tak ingin hancurkan rasa di hatiku
Juga aku tak ingin hancurkan persahabatanku
Kau memulai dua cinta yang kau jalani
Hingga aku harus memilih
Dan memang harus kupilih siapa belahan jiwaku
Siapa sahabat baikku
Aku mengalah
Aku mundur
Biarlah aku menjadi embun pagi di hatimu
Namun ku takkan bisa posisikan hati ini untuk dirimu
Ku padamkan cinta di hati ini!
Risau Hatiku
Alai Ilir, 17 Februari 2007
Sayatan luka semakin terasa sakit, perih
Rasa bersalah semakin menyiksa dia
Rasa berdosa begitu jelas bersarang dalam hati
Apa yang harus aku lakukan?
Apa yang harus perbuat kasih
Dulu ada keraguan di jiwaku
Saat kau katakan engkaulah satunya untukku
Namun itu hanya sesaat
Aku telah campakkan cinta suci itu
Hingga engkau menangis karena terluka
Aku juga menangis karena bersalah
Atas dirimu karena dirinya
Keresahan terus melanda jiwa dan hati ini
Serta pikiranku …
Mengapa hal ini harus terjadi
Satu hati telah ku sakiti
Satu cinta telah ku nodai
Satu raga telah ku selami
Telah berkali aku rasakan
Ada dua hati yang telah tumbuh di dalam hatiku
Selain kau yang telah terluka
Teman dari dia, temanmu itu
Juga dari teman baikku
Karena semua ini aku rasakan
Ada terbesit kebimbangan siapa cintaku
Memang aku harus memilih
Satu di antara dua
Walau akhirnya satu hati tergores lagi
Satu cinta telah ternodai
Satu jiwa telah tercampakkan
Dan kini dua hati tlah ku sakiti
Dua cinta tlah ku nodai
Demi berharap untaian kata cinta darimu
Kasih,
kau di hatiku selalu kupuji
Engkau yang terindah yang aku rasakan
Rasa sayang di jiwaku ada
Janjiku kan selalu ada buat kamu
Kasih,
jangan kau ragukan aku rasakan
Rasa sayang di jiwaku ada
Janjiku kan selalu ada buat kamu
Kasih,
jangan kau ragukan cintaku kali ini
Namun untaian kata indah serta
Alunan nada-nada darimu
Hanya sebuah nostalgia saja
Dua cinta telah sirna demi engkau kasih
Tapi sayang engkau telah memulai
Dua cinta yang kau jalani
Dan aku tak akan bisa berharap cinta darimu
Tak akan bisa ku raih cinta kasihmu
Tak akan bisa ku gapai kesempurnaan cinta seperti dulu kala
Keberadaan Cinta
Alai Ilir, 20 Februari 2010
Cinta sejati telah dimilikinya
Cinta yang tulus telah dilaluinya
Cinta yang pahit telah dirasakannya
Begitu juga akibat dari cinta telah di arunginya
Keberadaan cinta sungguh merata
Menyeluruh di segala penjuru ruang hidup ini
Dalam ruang rindu
ruang benci
ruang sayang
Juga ada di ruang di mana aku hidup
Ruang di mana aku berada
Ruang di mana aku lalui kerikil-kerikil rintangan
Jika keberadaan cinta dalam ruang rindu
Cinta telah bersemayam dalam hati
Orang yang mengagungkan cinta
Jika keberadaan cinta dalam ruang benci
Cinta telah nodai satu hati
Orang yang kehilangan cinta
Dan jika keberadaan cinta dalam ruang sayang
Cinta telah selimuti satu hati, satu jiwa
Satu insan yang di lindungi cinta juga keberadaan cinta
Sepi
Alai Ilir, 20 Februari 2007
Aku diam bukan berarti aku bisu
Tapi … ! aku berdendang dengan bayang kelabu
Merenungi apa yang harus ku jalani
Sepi … !
Di tengah keramaian aku merasa sepi
Karena aku tidak bisa merasakan
Dinginnya hembusan sayang
Hangatnya bila bersamamu
Jauh terlihat jauh
Di balik awan hitam kita bertatapan
Patah
Alai Ilir, 20 Februari 2007
Ranting kering
Terdiam kaku
Berjamur seribu
Sepi
Ketika semut itu
Kehilangan panorama embun pagi hari
Patah ranting patah asa
Semakin jauh ia kehilangan
Lalu ia menjerit keras sekali
Karena angin pun enggan berkisar lagi
Dewi
Alai Ilir, 02 Maret 2007
Kau jiwa yang sedang hidup di hati
Karena kau yang terindah di antara bunga-bunga
Kau telah sejukkan kehidupan di hati
Karena kaulah panorama embun di pagi hari
Kau telah hembuskan hawa suci di hari ini
Karena kau bagai angin di waktu senja
Kau begitu indah tercipta di dunia ini
Karena kau hadir hanya untukmu
Kau bagai lentera di sisiku
Karena tanpa sinarmu aku akan meraba
mencari cintamu
Kau sebagai mentari yang hidup
Kini kau tlah bersahabat dengan alam
Angin tlah melengkapkan catatan
Hujan tlah belah dadaku
Sunyinya malam tlah potong pikiranku
Aku tetap akan selalu melindungimu
Kau sebagai mentariku
Di saat kesunyian tempati keindahan khayal ini
Terasa terbawa terbang oleh suasana
Membuat ku terjaga
Sesaat ku tersentuh awan
Renungkanlah aku
Dari rasa yang aku miliki
Sayang dan atau cinta yang sebenarnya
Ada Satu Rasa
Alai Ilir, 6 Maret 2007
Ada satu rasa hidup dalam tubuh ini
Ada satu rasa yang sedang bersemayam
Juga ada satu rasa yang telah hinggap
Melebihi rasa yang telah aku rasai
Melebihi rasa senang sang kupu-kupu
Dengan madu bunga yang telah ia rasai
Rasa ini kering kerontang
begitu sejuk
begitu menyakitkan
Juga begitu menyenangkan
Lengkaplah semua
Aku juga bimbang dengan rasa ini
Akan ku kemanakan satu rasa ini … ?
Apakah di sebuah catatan kecil? tidak
Apakah di sebuah tempat sampah? tidak perlu
Apakah di sebuah hati kecil ini? itu tidak boleh
Apakah di sebuah sisi lidah? bukan itu jalannya
Lalu dimanakah seharusnya rasa itu bertempat?
Dan apa sebenarnya rasa yang telah terjadi itu …?
Rasa mencintai… !
Begitu kering jika, ah…
Begitu sejuk jika, ah…
Begitu menyakitkan jika tak terbalaskan
Begitu senang jika saling mencinta
Begitu indah jika kau pahami aku …
Rasa mencintai sebenarnya
Tidak bertempat pada khayalan tulis
Tidak berbaur dengan sampah
Juga tidak bertempat pada hati
Serta tidak terwujud hanya dengan lidah
Rasa mencintai sebenarnya
Akan hadir jika kita pernah bersalah
Akan muncul jika kita merasakan pahitnya hidup
Akan tetap bersemayam pada insan yang kejam
Karena aplikasi cinta melebihi teroris
Tidak juga untuk di ucapkan
Satu rasa inilah yang tidak terucap
Karena cinta telah mengajarkan kepadaku
Bahwa tidak ada yang abadi
Dan sekali lagi tidak ada yang abadi kecuali tuhan
Kebimbangan Sang Dewa
Alai Ilir, 11 Maret 2007
Wahai dewa mentari,
Mengapa engkau begitu enggan untuk terjaga
Enggan untuk tebarkan sinarmu hari ini
Enggan untuk terangi seisi kehidupan hati
Hingga engkau biarkan dewa petir berteriak
Engkau biarkan rintikan air terjatuh di atas atap
Tapi kenapa engkau biarkan kegersangan terjadi
Kegersangan? bukankah kau telah biarkan hujan turun?
Bukankah engkau tlah sirami kehidupan di bumi
Dewa pagi,
Sudahkah kau memohon izin pada dewa dewi
Bahwa hari ini adalah hari terindahku
Hari kemenanganku yang telah hancurkan musuhmu
Andai kau telah memohon
Hingga tak ada tetesan air yang jatuh
Aku akan hidup dengan nafas sejuk
Dengan ketentraman hati yang kurasakan
Namun sejuknya panorama embun pagi tercemar
Oleh mush-musuh yang tersibak
Wahai dewa dewi,
Mengapa engkau bimbang dengan kehadiranku?
Dewa malam, Dewa pagi, dewa sejagat!
Mengapa engkau terdiam dikala aku diam?
Dewi pagi, Dewi malam, Dewi senja, Dewi embun
Mengapa engkau tak menghiraukanku?
Ketika ku berucap?
Padalah engkau adalah embun di pagi hari sejukkan hati
Engkau adalah purnama di malam hari terangi jiwa
Engkau adalah dinginnya angin saat senja tiba
Engkau adalah air mata yang selalu ku bawa
Ketika ku membayang kisah kita berdua
Wahai demi yang telah hidup
Engkau adalah alasan mengapa duniaku ada
Engkau adalah penopang kehidupanku
Engkau adalah cintaku
Seperti bintang yang mencintai malam
Sungguh aku menginginkanmu
Ku kan beri seluruh jiwaku hanya untukmu
Kan berterima kasih kepadamu yang telah beri ketenangan
Wahai dewi terjagalah engkau
Bahwa aku sangat mengharapkan kasih sayangmu
Janganlah kau terdiam di saat ku tlah terjaga untukmu
Wahai Dewi mengertilah
Bahasa isyarat yang ku tunjukkan untukmu
Cinta
Alai Ilir, 24 Maret 2007
Butuh waktu untuk menghimpun cinta
Yang pernah hilang
Butuh waktu untuk mengumpulkan keping-keping cinta
Yang pernah ku rasakan
Berilah waktu untuk mengumpulkan benih-benih cinta yang pernah tercecer
Karena aku adalah manusia lemah dan jika
Semuanya tak terpenuhi
Maka tidaklah engkau menangis demi rasa ini
Saat kau terjaga sampai kau terlelap
Karena aku akan pergi !
Karena kau tlah termiliki !
Karena kau bukan untukku !
Cinta …
Jangan kau tangisi kepergianku
Selamat tinggal cinta
Lukisan Ini
Alai Ilir, Maret 2007
Wahai dewa taukah engkau
Kau ku sapa dewa ?
Karena aku adalah dewimu
Wahai dewa taukah engkau
Cahaya apa di atas mu ?
Itulah tanda kehidupan mu sesungguhnya
Wahai dewa taukah engkau
Apa yang telah terjadi ?
itulah rasa tumbuh dalam hattiku
Wahai dewa taukah engkau
Dimanakah letak bintang ?
Itulah cita-cita yang kan kau raih
Wahai dewa taukah enggkau
Tulisan ini terlukis?
Karena ini adalah kekuatanmu
Wahai dewa lihatlah aku
Karena itu bangkitlah engkau
Adalah aku menunggumu
Wahai dewa ucapkanlah cintamu
Sebab ada rasa itu di hatiku
Dewaku …
Akulah dewimu yang terus menunggu
Senyum Cinta
Alai Ilir, 25 April 2007
Engkau bahagia
Adalah harapanku
Membuatmu tersenyum
Itu adalah khayalanku
Aku tak tahu apakah aku pantas untuk mencitai
Cinta…
aku menunggu senyummu
Aku mencintaimu
Karena aku menginginkanmu bahagia denganku
Aku ingin engkau tersenyum
Memberikan
Senyuman cinta untukku
Kasih Di sana
Alai Ilir, 23 Mei 2007
Kasih,
Di saat malam mulai beranjak
Jantungku mulai berdebar
Mengundang kegelisahan di hati mengusik keterangan di jiwa
Kasih,
Masih adakah perasaanmu
Perasaan yang sama dengan diriku
Yang selalu merindukanmu. Yang selalu menunggu kedatanganmu
Kasih,
Masih adakah seberkas cahaya
Cahaya cinta dari lubuk hatimu untuk menerangi hidupku
Yang bisa menuntunku dari kegelapan hati dan jiwaku
Kasih,
Akankah dirimu kembali
Kembali kepangkuanku kembali kepelukanku
Agar bisa ku rasakan indahnya cinta dan kasih sayang
Juga bisa terasakan ada kedamaian di jiwa . semoga
Kasih Disana 2
Alai Ilir, 24 Mei 2007
Terkadang cinta bisa membuat kita tertawa
Terkadang bisa senang, sedih dan bahkan terluka
Dalam gelisah kurangkai rindu
Dalam setiap kata aku rangkai do’a
Kasih,
Seandainya kau mengerti perasaanku
Aku menangis karenamu
Kapan kau dan aku bisa bersatu
Kasih,
seandainya airmataku bisa kurangkai
maka, akan kujadikan kalung berlian untukmu
Kasih,
Rindu dan sayangku teramat sangat
Seandainya setiap kata kerinduanku bisa tercipta
Maka, akan kujadikan puisi yang indah
Kasih,
Tahukan engkau malam ini bulan bersinar begitu indah
Seandainya saja kau ada disampingku
Ku ingin kau berjanji akan selalu menemaniku
Tiap malam purnama tiba
Sembari menatap bintang-bintang nan indah diangkasa
Namun sayang, semua impian itu begitu jauh
Jauh sekali
Dan aku, aku akan selalu menantimu.
Mundur
Alai Ilir, 25 Mei 2007
Malam ini
Masih saja seperti 356 hari yang lalu
Aku masih saja di sekap oleh semua hal tentang mu
Sebenarnya aku memakluminya
Karena ini adalah konsekuensi dari semua belas kasih
Mundur
Agar kau menyadari aku tulus menyayangimu
Menyakitkan sekali terlalu sakit bahkan
Seharusnya kau mesti melihat bagaimana
Ini adalah tulus dalam hidupku
Dan kini ku coba
Mebiasakan diri dengan tanpamu di sisiku
Mebiasakan diri untuk tak lagi mengenangmu
Membiasakan bibirku untuk tak lagimenyebut namamu
Membiasakan ragaku untuk tak lagi memeluk
Di saat perih menyiksaku
Kau tau
Ini adalah sebuah siksaan untuk sesuatu
Yang bernama cinta atau kasih sayang
Sebagai pembuktian bahwa aku memiliki rasa yang terdalam untukmu
Perasaan yang terlalu indah untuk dijelaskan dengan kata-kata
Terlalu sakit untuk diungkapkan dengan kalimat makian
Terlalu pedih untuk dirasakan dengan kemunafikan
Belahan jiwaku tempo hari ketika bulan sabit hadir dipekatnya malam
Aku membiakkan namamu (D-e-w-i)
Mengeja kata-kata yang tak terucap
Kepada bunga-bunga malang yang tertiup angin malam
Kepada bintang-bintang yang selama ini kujadikan penenang
Kepada sang bulan walau tak menerangi malam
Semua itu sebagai ramuan
Untuk buang rasa ini terhadapmu
Belahan jiwaku
Kau tak pernah hilang dari hidupku
Wahai Dewiku,
Engkau adalah air mata yang selalu kubawa
Ketika aku membayang kisah kita berdua
Engkau adalah alasan mengapa duniaku ada
Engkau adalah penopang kehidupanku
Engkau adalah cintaku
Seperti bintang yang mencintai malam
Sungguh aku menginginkanmu
Ku kan berterima kasih kepadamu yang
Telah beri ketenangan di hati
Wahai Dewiku,
Aku mohon kepadamu agar
Engkau pahami dirimu dan rebungkanlah
Jangan kau tangisi kepergianku kali ini
Izinkanlah aku mencari jalan hidupku yang baru
Izinkanlah aku agar ku hidup tenang di sana wahai dewiku
Selamat jalan
Aufklarung
Padang, 3 Juli 2007
Lima jam tercurahkan untuk mengejar keindahan
Melirik eloknya kampung-kampung nan asrinya
Rasa sejuk hembusan anggin senja,
Teriakan burung-burung,
Tarian rerumputan,
Itu semua membuat hati dan jiwa tentram
Layaknya luka yang terobati
Dan lihatlah kearah timur sana
Mentari begitu semangat menyinari penduduk bumi
Menyibakkan kabut pekat
Memaksa embun pagi turun di dedaunan
Bersemayam tenang
Panorama alam di sana masih terlukis dibola mata
Pepohonan, rerumputan, bebatuan, bukit-bukit
Tanam-tanaman bercorak
Barisan rumpun padi, jagung, kacang tanah,
pohon nyiur tertata rapi
Gemericik air mata menjelma menjadi gemuruh senyum
yang mengembang
Pasang surut gelombang tak lagi berpengaruh pada pondasi
Untuk hengkang terkagumi kuasa penata alam
Ketika senja tiba,
Awal mulai berhenti berkejaran
Pepohonan mulai enggan melambaikan tangan
Semua terdiam bisu
Menghormati indahnya panorama malam bersama bintang
Inilah auflarung
Auflarung untukku.
Maaf
Alai Ilir, 5 Agustus 2007
Maafkan kasih
Kini ku tak bisa bersamamu lagi
Walau dulu aku pernah ikrarkan cinta
Tapi kini ku sadari
Ini salah, ini jalan sesat
Ini perbuatan maksiat
Ku belum mengerti makna cinta
Ku belum paham apa itu kasih sayang
Karena memang itu belum pantas untuk ku jalin
Selama ini aku buta
Selama ini aku hidup dalam kegelapan
Kini ku temui jalan itu
Cahaya yang membuatku tegar dan dapat berfikir
Perbuatan itu tlah sirna
Kegelapan tlah terang
Tapi yakinlah cinta takkan hilang
Suatu saat cinta akan datang
Membuat hati puas dan senang
Tapi itu butuh waktu
Memang cinta seindah langit biru
Tapi harus melewati jalan buntu
Mencintai dan dicintai membuatku malu-malu karena cinta
Yang belum pantas tak kuburu
Kutahu mencintai dan di cintai wajar tak terjadi
Tapi itu ada saatnya nanti
Di saat ku mengerti arti hidup ini
Maafkan aku kasih karena tak bisa menerima jalan yang kau beri
ku memilih jalanku sendiri
Yang membuat mandiri dan berbudi
Ketika Satu Hati Pergi
Alai Ilir, 25 Desember 2007
Betapa aku sadari bahwa aku
Bukanlah seorang malaikat yang mampu memberi
Kedamaian di hatimu
Mungkin inilah yang dapat aku berikan untukmu
Untaian kata kasih
Cinta putihku
Lontaran kata sayangku untukmu
Hingga kini aku harus pergi jalani
Hari-hariku dengan tanpamu disisi
Aku merasa menang karena aku mampu
Bubuhkan nestapa di hatimu bahkan di kehisupanmu
Bening matamu tak seperti dulu lagi
Mulai berair, menetes di pipimu
Sesali hari-hari yang lalu
Menangis, menjerit sembari kau ucapkan
Kasih jangan kau tinggalkan aku
Kuatkan hatimu wahai perempuanku!
Aku hanya bisa menatap dan tebarkan senyum untukmu
Namun tak mungkin aku menghampirimu lagi
Merajut cinta dan kasih sayang seperti dulu
Sementara aku benar-benar harus melangkah pergi
Jauh tinggalkan dirimu sendiri
Aku sadari ini sungguh menyakitkan
Untuk sebuah kata cinta
Untuk sebuah untaian kasih sayang
Dan tak terbayangkan berapa banyak canda tawa yang terlupakan
Berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk tetap bertahan
Namun inilah adanya
20 November
Alai Ilir, 19 November 2007
Paparan waktu yang telah tersaji dalam selimut hari
Tetesan embun pagi menyatu dalam cermin cahaya
Hamparan langit bercorak biru
Sang mentari memancarkan sinarnya
menghangatkan wajah bumi
Guratan merah saat hari mulai senja
Terlihat senyum cinta sang rembulan
Riuh tawa bintang-bintang yang membahana
Ketika malampun tiba
Namun kini? tidak
Bunga-bunga yang menghijau indah
Gemuruh senyum yang mengembang
Embun pagi, langit biru, bintang-bintang,
sang rembulan
turut menghiasi indahnya jagat raya
Menjelma menjadi gemercik air mata
Merobek pusaran hati genangan perasaan
Kicau burung,
Hembusan angin sepoi-sepoi
Yang mempolesi dinding hati dunia
Kini, di lumurinya dengan genangan air mata
Memporak-porandakan pilar-pilar hari tersusun rapi
Dan inilah realita
Terkadang bertabur senyuman cinta
Di sisi lain harus meresapi, menjejali getirnya hidup
Hitungan musim bergulir silih berganti
Semoga kuncup hari esok lebih hijau
Dari hari ini dan hari kemarin
Sahabat
Alai Ilir, 14 Desember 2007
Ibarat bintang,
Yang selalu terangi gelapnya malam
Tak setiap saat bisa di lihat
Tapi mereka selalu ada
Ibarat cinta,
Yang datang secara tak terduga
Dan menghilang tanpa bayang
Tapi, akan selalu lekang dikenang
Ibarat kelebihan dan kekurangan,
Saling mengisi dan menutupi
Tanpa peduli caci maki
Sahabat sejati selalu berbagi tangis dan tawa
Akan selalu ada dihati ini
Hingga ajal menanti
Kenanglah dia
Sahabat sejati
Yang tak pernah ingkari janji
Inginku Punya Pacar
Alai Ilir, 5 Juli 2008
Gelisah, cemas dan ah…
Acap kali menghampiri malam-malamku
Ketika termenung sejenak
Mulai terlintas dibenak ini
Siapa labuhan perasaan cintaku?
Dimana kan ku sandarkan hati ini?
Kapan ku punya pacar?
Ku hanya pasrah terdiam membisu
Menerawang ke atas jauh diangkasa
Adakah jawaban itu?
Mungkinkah ini terus terjadi padaku?
Ah, bodoh..!
Ku terlalu bodoh untuk hidup
Apa tak berperasaan, apa tak ramah
Apa ego besar, apa kecil nyali
Menelangsa dan ternganga
Kemana ku harus mencari penjelasan
Tentang arti semua ini
Kapan ku punya pacar lagi
Agar dapat hidup kembali rasa
Yang terkubur mati
Mungkin inilah asaku
Yang telah terputus dan tak ada harapan
Tuk bangkit dan dapatkan cinta sejati itu walau sebenarnya inginku punya pacar
Apalah Arti Cinta
Alai Ilir, 27 Juli 2008
Apalah sesungguhnya arti cinta
Jika ku harus menderita
Ketika ku tlah melihat ada bias cinta di wajahmu
Di saat itu pula kau mencoba tuk bunuh
Mencabik-cabik dan tergoreslah hati ini
Cinta yang berusaha tuk hidup dihatimu
Cinta yang berlari tuk dapat menggapai tanganmu
Cinta yang berkorban tuk bisa singgah di sisi ruang hahtimu
Cinta yang terus berharap agar kau bisa beri kesempatan ini untukku
Namun inilah adanya
Kau berpaling dariku tanpa sebab yang pasti
Meski ku tahu ini semua bukan maumu
Tapi, kita harus merelakannya
Demi cinta kita bersama
Kasih,
Dapatkah engkau dengar rintihan hatiku
Mampukah engkau rasakan getaran cintaku
Kuharap kau mau jalani hari-harimu bersamaku
Kasih,
Sekali lagi kumohon engkau mengerti
Akan kegelisahan di hatti ini
Tanamkanlah benih-benih cintamu di hatiku
Dan biarkan kusirami ketika kerinduan melanda