Menentukan Klasifikasi Daerah Tak Bergigi

Embed Size (px)

Citation preview

MENENTUKAN KLASIFIKASI DAERAH TIDAK BERGIGI

Daerah tak bergigi pada suatu lengkungan gigi dapat bervariasi, dalam hal panjang, macam, jumlah, dan letaknya. Semua ini mempengaruhi rencana pembuatan desain geligi tiruan, baik dalam bentuk sadel, konektor, maupun dukungannya (Gunadi et al., 1995). Klasifikasi menurut Osborne J & Lammie GA berupa klasifikasi geligi tiruan berdasarkan distribusi beban, sebagai berikut. Geligi tiruan tooth borne, semua pendukung untuk geligi tiruan berasal dari gigi geligi. Geligi tiruan mucosa borne, geligi tiruan ini seluruhnya didukung oleh mukosa dan lingir alveolar dibawahnya. Geligi tiruan tooth and mucosa borne, beberapa bagian geligi tiruan didukung oleh gigi sebagian yang lainnya didukung oleh mukosa (Watt & McGregor, 1992). Rincian Klasifikasi Kennedy adalah sebagai berikut. Kelas I : daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi yang masih ada dan berada pada ke dua sisi rahang (bilateral). Kelas II : daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi yang masih ada, tetapi berada hanya pada salah satu sisi rahang saja (unilateral). Kelas III : daerah tak bergigi terletak di antara gigi-gigi yang masih ada di bagian posterior maupun anteriornya dan unilateral. Kelas IV : daerah tak bergigi terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang masih ada dan melewati garis tengah rahang. Menurut Applegate, daerah tak bergigi dibagi atas enam kelas, yang kemudian dikenal sebagai Klasifikasi Applegate-Kennedy dengan rincian sebagai berikut (Suryatenggara et al., 1991). Kelas I : daerah tak bergigi berupa sadel berujung bebas (free end) pada kedua sisi (Kelas I Kennedy). Keadaan ini sering dijumpai pada rahang bawah dan biasanya telah beberapa tahun kehilangan gigi.

1

Secara klinis, dijumpai keadaan sebagai berikut:

1. derajat resorpsi residual ridge bervariasi 2. tengang waktu pasien tak bergigi akan mempengaruhi stabilitas geligi tiruan yang akan dipasang 3. jarak antar lengkung rahang bagian posterior sudah biasanya sudah mengecil 4. gigi asli yang masih tinggal sudah migrasi ke dalam berbagai posisi. 5. gigi antagonis sudah ekstrusi dalam berbagai derajat. 6. jumlah gigi yang masih tertinggal bagian anterior umumnya sekitar 6 10 gigi 7. ada kemungkinan dijumpai kelainan sendi temporomandibula. Indikasi protesa : protesa lepasan, dua sisi dan dengan perluasan basis ke distal. Kelas II: Daerah tak bergigi sama seperti Kelas II Kennedy. Kelas ini sering tidak diperhatikan pasien.

Secara klinis dijumpai keadaan : 1. Resorbsi tulang alveolar terlibat lebih banyak. 2. Gigi antagonis relatif lebih ekstrusi dan tidak teratur. 3. Ekstrusi menyebabkan rumitnya pembuatan restorasi pada gigi antagonis. 4. Pada kasus ekstrim karena tertundanya pembuatan gigi tiruan untuk jangka waktu tertntu karena perlu pencabutan satu atau lebih gigi antagonis. 5. Karena pengunyahan satu sisi, sering dijumpai kelainan sendi temporomandibula. Indikasi protesa: protesa dengan desain bilateral dan perluasan basis distal. Kelas III: keadaan tak bergigi paradental dengan dua gigi tetangganya tidak lagi mamapu memberikan dukungan pada protesa secara keseluruhan.

2

Secara klinis, dijumpai keadaan: 1. Daerah tidak bergigi sudah panjang. 2. Bentuk dan panjang akar gigi kurang memadai. 3. Tulang pendukung mengalami resorbsi servikal dan atau disertai goyangnya gigi secara berlebihan. 4. Beban oklusal berlebihan. Indikasi protesa: protesa sebagian lepasan dukungan gigi dengan desain bilateral. Kelas IV: daerah tak bergigi sama dengan Kelas IV Kennedy.

Pada umumnya untuk kelas ini dibuat geligi tiruan sebagian lepasan, jika: 1. Tulang alveolar sudah banyak hilang, seperti pada kasus akibat trauma. 2. Gigi harus disusun dengan overjet besar, sehingga dibutuhkan banyak gigi pendukung. 3. Dibutuhkan distribusi merata melalui lebih banyak gigi penahan, pada pasien dengan daya kunyah besar. 4. Diperlukan dukungan danretensi tambahan dari gigi penahan. 5. Mulut pasien depresif, sehingga perlu penebalan sayap untuk memenuhi faktor estetik Indikasi protesa: (a) Geligi tiruan cekat, bila gigi gigi tetangga masih kuat. (b) Geligi tiruan sebagian lepasan dengan desain bilateral dan dukungan gigi atau jaringan atau kombinasi. (c) Pada kasus meragukan sebaiknya dibuat protesa sebagian lepasan. Kelas V: daerah dengan sadel tertutup dan gigi tetangga bagian depan tidak kuat menerima dukungan. Indikasi protesanya berupa protesa lepasan dua sisi.

3

Kelas VI: daerah dengan sadel tertutup dan kedua gigi tetangganya kuat. Indikasi protesanya berupa protesa cekat atau lepasan, satu sisi dan dukungan dari gigi.

CARA PEMBUATAN KLAMER GTSL

1. Cengkram kawat dibentuk dengan menggunakan tang 2. Kontak cengkram dan permukaan gigi penyangga dibuat kontinu 3. Lengan cengkram dibuat tidak boleh melewati garis survei 1-2mm diatas tepi gingival 4. Sandaran yang dibuat tidak boleh menganggu oklusi maupun artikulasi 5. Ujung lengan dibulatkan dan tidak boleh menyentuh gigi tetangga Pada permukaan cengkram tidak boleh ada bekas tang.

CARA PEMBUATAN MALAM

4

ALAT DAN BAHAN Alat : Lampu spiritus Pisau malam Pisau gips Pisau model Chip blower Pensil tinta

Bahan : Baseplate /malam merah Model rahang bawah tidak bergigi

CARA KERJA 1. Setelah menerima semua bahan yang diperlukan, rapikan basis model dengan pisau gips, beri identitas pada basis model dengan pensil tinta. 2. Gambarkan outline pada model, perhatikan daerah frenulum, bebaskan daerah tersebut, jika masih belum terampil menggambar outline dengan pensil biasa terlebih dahulu, jika sudah disetujui oleh instruktur tebalkan outline dengan menggunakan pensil tinta. 3. Bagi dua sama besar baseplate yang ada. Untuk RA dapat langsung dimanipulasi, tetapi untuk yang RB sebelum dimanipulasi potong bagian tengah baseplate berbentuk segitiga 4. Siapkan lampu spirtus dengan api yang sedang, kemudian malam dimulai dengan cara, panaskan di atas lampu spirtus secara merata, setelah malam mencapai suhu transisi padat-padat letakkan lempeng malam di atas model kemudian tekan-tekan dengan menggunakan ibu jari, perhatikan jangan sampai merobek lembaran malam menjadi keras panaskan kembali di atas lampu spirtus. 5. Setelah permukaan malam menempel pada model potong malam sesuai dengan garis outline dengan menggunakan pisau model dan pisau malam sesuai dengan kebutuhan. 6. Rapikan seluruh tepi malam. 7. Hasil maksimal adalah seluruh malam dapat diaplikasikan pada model dengan ketebalan yang sama dan tepi yang rapi sesuai garis outline, halus dan permukaannya rata.

5

MERAPIKAN Kelebihan dari malam yang tidak dibutuhkan dibuang dengan memotong menggunakan pisau model dan pisau malam. Dalam merapikan malam dengan pisau model diperluakan kehati-hatian dan kecermatan sehingga kesalahan yang terjadi yaitu didapatinya bekas goresan pisau malam pada hasil manipulasi dapat dihindari. Tahap proses merapikan selanjutnya yaitu dengan menggunakan chip blower juga harus dikerjakan dengan hati hati. Harus dihindari api yang dihembuskan terlalu besar atau terlalu kecil. Apabila api yang dihembuskan terlalu besar maka akan terbentuk tegangan dalam yang terakumulasi pada daerah yang terkena panas tadi, sedangkan jika hembusan panas terlalu kecil tidak akan ada pengaruhnya terhadap malam

6

DAFTAR PUSTAKAGunadi, Haryanto A., Anton Margo, Lusiana K. Burhan, Freddy Suryatenggara, dan Indra Setiabudi. 1995. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan Jilid I. Jakarta : Hipokrates. Annusavice, Kenneth J. 2003. Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC.

7