7
MENGAJARI ANAK BERBOHONG Avi (bukan nama sebenarnya), ibu muda yang sudah berputra dua ini jengkel bukan kepalang. Akhir-akhir ini Faris anak sulungnya yang baru berusia lima tahun seringkali berbohong. Kemarin ia menumpahkan air minum di ruang tamu, namun ia tidak mau mengakuinya. Begitu pula tadi pagi, waktu adiknya Sofi menangis karena mainan hilang. Faris pun mengelak bahwa dia telah mengambilnya, namun ketika dicari ibu ternyata mainan itu ada di dalam tas sekolah Faris. Sebagai ibu tentu saja Avi cemas, ia khawatir kebiasaan berbohong ini akan berlanjut hingga si anak dewasa. Tak tanggung-tanggung, ia pun memarahi Faris habis-habisan, “kecil-kecil sudah pintar bohong, mau jadi apa kamu kelak? Avi pun menakut-nakuti Faris dengan ancaman dosa dan neraka, dua hal abstrak yang sama sekali belum dimengerti di benak Faris. Sang anak pun hanya terdiam sambil menangis, takut. Bukan takut pada dosa dan neraka, tapi pada kemarahan sang bunda. Berbohong pasti pernah dilakukan oleh semua anak manapun. Memang wajar bahwa sekali waktu anak berbohong kepada orangtua. Bahkan Menurut Dr. Supra Wimbarti, MSc., seorang pakar perkembangan psikologi dari UGM, pada perkembangan anak terdapat fase dimana anak mulai berbohong. Fase ini

MENGAJARI ANAK BERBOHONG

Embed Size (px)

DESCRIPTION

parenting

Citation preview

Page 1: MENGAJARI ANAK BERBOHONG

MENGAJARI ANAK BERBOHONG

Avi (bukan nama sebenarnya), ibu muda yang sudah berputra dua ini jengkel bukan

kepalang. Akhir-akhir ini Faris anak sulungnya yang baru berusia lima tahun seringkali

berbohong. Kemarin ia menumpahkan air minum di ruang tamu, namun ia tidak mau

mengakuinya. Begitu pula tadi pagi, waktu adiknya Sofi menangis karena mainan

hilang. Faris pun mengelak bahwa dia telah mengambilnya, namun ketika dicari ibu

ternyata mainan itu ada di dalam tas sekolah Faris. Sebagai ibu tentu saja Avi cemas, ia

khawatir kebiasaan berbohong ini akan berlanjut hingga si anak dewasa.

Tak tanggung-tanggung, ia pun memarahi Faris habis-habisan, “kecil-kecil sudah pintar

bohong, mau jadi apa kamu kelak? Avi pun menakut-nakuti Faris dengan ancaman

dosa dan neraka, dua hal abstrak yang sama sekali belum dimengerti di benak Faris.

Sang anak pun hanya terdiam sambil menangis, takut. Bukan takut pada dosa dan

neraka, tapi pada kemarahan sang bunda.

Berbohong pasti pernah dilakukan oleh semua anak manapun. Memang wajar bahwa

sekali waktu anak berbohong kepada orangtua. Bahkan Menurut Dr. Supra Wimbarti,

MSc., seorang pakar perkembangan psikologi dari UGM, pada perkembangan anak

terdapat fase dimana anak mulai berbohong. Fase ini muncul mulai usia 4 tahun. Hal ini

terjadi akibat dari perkembangan kemampuan kognisi. Jadi sikap berbohong pada fase

ini bukanlah 'penyakit', melainkan hal yang wajar-wajar saja.

Akan tetapi, bila berbohong menjadi kebiasaan anak, tentu orang tua merasa jengkel dan

khawatir akan masa depan anak. Akibatnya mereka akan berusaha menghentikan

kebohongan anaknya dengan menggunakan kata-kata ancaman bahkan kekerasan, atau

juga kata-kata 'dosa' dan 'neraka'. Hal yang sepenuhnya belum dipahami oleh si anak.

Tapi, bagaimanapun juga anak harus diperkenalkan dengan konsep perbuatan baik dan

buruk sedini mungkin. Walaupun pada fase tertentu anak berbohong adalah wajar,

namun jika tidak diantisipasi, sikap tersebut akan berlanjut menjadi kebiasaan.

Page 2: MENGAJARI ANAK BERBOHONG

Namun sebenarnya lebih penting bagi kita untuk mengetahui apa sebenarnya penyebab

anak berbohong. Karena dengan begitu kita akan lebih mudah mencegahnya sebelum

perbuatan itu terjadi.

Ada beberapa hal yang menyebabkan anak berbohong antara lain: (1) Anak suka

berbohong untuk melindungi dirinya. Misalnya dari hukuman orang tua. (2) Anak

membutuhkan perhatian dari orang tuanya dan lingkungannya. (3) Anak belum dapat

membedakan antara kenyataan dan fantasi, biasanya muncul pada anak kecil. (4)

Mencontoh orang tua dan perilaku orang di sekitarnya.

Nah...poin ke empat ini yang akan coba kita sorot. Seringkali, orang tua merasa bahwa

sikap jujur hanyalah kewajiban anak. Sedangkan mereka yang sudah dewasa boleh-

boleh saja berbohong meski kecil. Ketika si anak menumpahkan susu coklat di karpet

misalnya, karena takutnya, ia mungkin akan berkata, “Bukan saya, Mama!” Lalu,

orangtua akan marah dan membentaknya, “Jangan bohong!” Tapi, tanpa sadar, orangtua

pun sering membohongi anak. Bila kita merasa lelah lalu si anak mengajak bermain ke

taman, orangtua dengan enteng, “Besok, ya sayang!” Tapi, esok hari, apa yang terjadi?

Seringkali orangtua melupakan janji itu begitu saja. Begitu juga ketika ada telepon

berbunyi, sedangkan orang tua sedang malas mengangkat telepon, ia meminta kepada si

anak untuk mengatakan bahwa mereka sedang pergi atau tidur.

Hal-hal seperti inilah yang akan menanamkan kebiasaan berbohong anak. Jika para

orang tua sering berbohong ringan atau diistilahkan “bohong kecil”, maka dampaknya

ternyata besar. Anak tidak percaya lagi dengan kita sebagai orang tua. Anak tidak dapat

membedakan pernyataan kita yang bisa dipercaya atau tidak. akibat lebih lanjut, anak

menganggap semua yang diucapkan oleh orang tuanya itu selalu bohong, anak mulai

tidak menuruti segala perkataan kita. Gawat kan???

Page 3: MENGAJARI ANAK BERBOHONG

Syaikh Abdul Hamid Jasim Al-Bilali dalam bukunya “Seni Mendidik Anak”

menyebutkan, “Penyebab kenakalan anak (termasuk di antaranya berbohong) adalah

karena contoh yang buruk. Menurut Al-Bilali, “Seorang anak tentu tidak mudah

menerima anjuran kebaikan dari orangtuanya jika ternyata perbuatan orang tua mereka

sendiri bertolak belakang dari apa yang diperintahkan. Anak disuruh berkata jujur,

tetapi mereka sendiri sering berdusta dan jika berjanji tidak ditepati.”

Lebih tegasnya Allah berfirman dalam surat Ash-Shaf, “Sungguh besar dosanya di sisi

Allah bahwa kalian berbicara apa yang tidak kalian lakukan.”(QS Ash Shaff: 3)

Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan?

1. Lebih banyak menunjukkan penerimaan terhadap anak

Ketika anak merasa dicintai seutuhnya dan diterima apa adanya dengan segala

kelemahannya, anak merasa tidak perlu berbohong. Saat anak melakukan kesalahan,

orangtua bisa menegurnya tanpa menyudutkan atau mengolok-olok anak. Hukuman atas

kesalahan anak sebaiknya juga tidak terlalu berat, supaya anak tidak merasa terlalu takut

menghadapi kesalahannya.

2. Memberikan hukuman atas kebohongan anak dan memberikan penghargaan atas

kejujurannya

Berikan sanksi jika memang perlu. Sebaiknya sanksi lebih bersifat sosial dan mendidik.

Contoh: jika si kakak mengambil roti bagian adik namun pura-pura tidak tahu ketika

ditanya, maka sanksinya adalah besok kakak tidak akan mendapat jatah roti. Namun

sebaliknya, apabila anak jujur mengakui kesalahannya, orangtua hendaknya

memberikan penghargaan terhadap kejujurannya itu dengan memperingan hukuman

yang semestinya diterima anak akibat telah melakukan perbuatan yang salah. Katakan

kepada anak, bahwa jika ia mau jujur, Anda akan sedapat mungkin berusaha mengatasi

masalah yang timbul akibat kesalahannya.

Page 4: MENGAJARI ANAK BERBOHONG

3.Berusaha mencari fakta secara lengkap

Apabila orangtua mulai curiga bahwa anak menyembunyikan masalah, orangtua bisa

berusaha mengumpulkan bukti-bukti dari sumber lain selain anak. Kemudian, sesudah

orangtua yakin mengetahui faktanya, orangtua langsung membicarakan masalah

tersebut dengan anak. Pembicaraan ini hendaknya difokuskan untuk mencari jalan

pemecahan masalah, bukannya untuk menyalah-nyalahkan anak.

4. Menyajikan model/contoh kejujuran

Orangtua bisa memberikan teladan kejujuran dengan cara menepati janji yang dibuat

dengan anak, mau mengakui kesalahan, dan tidak berkata bohong kepada anak maupun

orang lain. Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan penuh kasih dan

pengertian: Misalnya : “Sayang, Papa/Mama mau pergi ke kantor untuk bekerja. Kamu

tidak bisa ikut. Tapi kalo Papa/Mama berlibur ke rumah nenek, kamu tentu bisa ikut.”

Kita tak perlu merasa khawatir dan merasa bersalah dengan keadaan ini. Tentu

membutuhkan waktu lebih untuk memahamkan anak karena biasanya mereka menangis.

Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu

pergi di pagi hari. Kita harus bersabar dan lakukan pengertian kepada mereka secara

terus menerus. Perlahan anak akan memahami keadaan mengapa orang tuanya selalu

pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut. Sebaliknya bila pergi ke

tempat selain kantor, anak pasti diajak orang tuanya. Pastikan kita selalu jujur dalam

mengatakan sesuatu. Lambat laun InsyaAllah Anak akan mampu memahami yang kita

katakan dan menuruti yang kita katakan.