11
Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi Pada Pemerintahan Daerah. Banyak pendapat melontarkan berbagai penyebab orang melakukan korupsi di Indonesia, diantaranya : 1. Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin hari makin meningkat; 2. Ada pula penulis yang menunjuk latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi; 3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien; 4. Penyebab korupsi adalah modernisasi; Huntington memberikan jawaban : a. modernisasi membawa perubahan-perubahan pada nilai dasar atas masyarakat; b. modernisasi juga ikut mengembangkan korupsi karena modernisasi membuka sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan baru. Hubungan sumber-sumber ini dengan kehidupan politik tidak diatur oleh norma-norma tradisional yang terpenting dalam masyarakat, sedangkan norma-norma baru dalam hal ini belum dapat diterima oleh golongan berpengaruh dalam masyarakat; c. modernisasi merangsang korupsi karena perubahan-perubahan yang diakibatkannya dalam bidang kegiatan sistem politik. Modernisasi terutama di Negara-negara yang memulai modernisasi lebih kemudian, memperbesar kekuasaan pemerintah

Mengatasi Masalah Korupsi Di Daerah

  • Upload
    apri

  • View
    8

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Mengatasi Masalah Korupsi Di Daerah

Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi Pada Pemerintahan Daerah.

Banyak pendapat melontarkan berbagai penyebab orang melakukan korupsi di Indonesia,

diantaranya :

1.  Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin

hari makin meningkat;

2.  Ada pula penulis yang menunjuk latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang

merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi;

3.  Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien;

4.   Penyebab korupsi adalah modernisasi; Huntington memberikan jawaban :

a.  modernisasi membawa perubahan-perubahan pada nilai dasar atas masyarakat;

b. modernisasi juga ikut mengembangkan korupsi karena modernisasi membuka sumber-

sumber kekayaan dan kekuasaan baru. Hubungan sumber-sumber ini dengan kehidupan

politik tidak diatur oleh norma-norma tradisional yang terpenting dalam masyarakat,

sedangkan norma-norma baru dalam hal ini belum dapat diterima oleh golongan

berpengaruh dalam masyarakat;

c.  modernisasi merangsang korupsi karena perubahan-perubahan yang diakibatkannya dalam

bidang kegiatan sistem politik. Modernisasi terutama di Negara-negara yang memulai

modernisasi lebih kemudian, memperbesar kekuasaan pemerintah dan melipatgandakan

kegiatan-kegiatan yang diatur pemerintah oleh peraturan-peraturan pemerintah.

Sedangkan pada lingkungan pemerintahan daerah faktor penyebab korupsi yang paling

signifikan adalah :

1.  Faktor politik dan kekuasaan; korupsi di daerah paling banyak dilakukan oleh para pemegang

kekuasaan eksekutif maupun legislatif yang menyalahgunakan  kekuasaan dan kewenangan yang

dimilikinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun untuk kepentingan kelompok atau

golongannya. Data dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada, apabila dibandingkan

pada tahun 2009 ketika mereja yang terjerat kasus korupsi didominasi oleh anggota DPRD, pada

tahun 2010 dan sesudahnya kepala daerah dan mantan kepala daerah ditempatkan pada posisi

teratas sebagai pelaku korupsi. modus yang dilakukan pun sangat beragam, mulai dari perjalan

Page 2: Mengatasi Masalah Korupsi Di Daerah

dinas fiktif, penggelembungan dana APBD maupun cara-cara lainnya yang bertujuan

menguntungkan diri sendiri maupun golongan;

2.  Faktor ekonomi ; faktor ini dinilai tidak terlalu signifikan juka dibandingkan dengan faktor politik

dan kekuasan karena cenderung masih konvensional yaitu tidak seimbangnya penghasilan

dengan kebutuhan hidup sehari-hari yang harus dipenuhi;

3.  Nepotisme; nepotisme yang cenderung masih kental terasa baik di sektor public maupun swasta.

Di lingkungan daerah dalam penempatan posisi yang strategis tidak jarang menimbulkan

penyalahgunaan kewenangan;

4.  Faktor pengawasan; lemahnya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga seperti

BPKP maupun Bawasda terhadap penggunaan keuang negara oleh pejabat-pejabat publik

merupakan faktor yang penting yang menumbuhsuburkan budaya korupsi di daerah-daerah.

Ketidak efektifan pengawasan itu sendiri sering diakibatkan sering terjadinya penyimpangan dan

penyalahgunaan keuangan negara.

Pelaku korupsi

Ada beberapa faktor yang menyebabkan para pejabat di daerah masih terus melakukan

korupsi. 

Pertama, korupsi dilakukan karena pejabat politik harus membiayai keikutsertaan

mereka dalam Pemilukada  atau Pemilu Legislatif. Sebagaimana diketahui bahwa biaya untuk

mengikuti pemilukada dan pemilu legislatif sangatlah mahal. Namun, ini tidak mengurangi

keinginan banyak orang untuk ikut mencalonkan diri karena posisi kepala daerah dan anggota

DPRD tidak hanya menjanjikan kedudukan sosial yang lebih tinggi, namun juga kekuasaan

untuk mengatur penggunaan dana publik. Dengan kekuasaan yang ada, kepala daerah maupun

anggota DPRD dapat menentukan kemana saja APBD dialokasikan dan  kelompok mana saja

yang memperoleh manfaat dari dana tersebut.

Untuk mendapatkan jabatan tersebut, mereka perlu pendukung, yaitu masyarakat yang

mempunyai hak pilih. Untuk mendapatkan dukungan maka dilakukan transaksi antara calon dan

berbagai organisasi masyarakat serta para tokoh masyarakat yang banyak pengikutnya. Biasanya

Page 3: Mengatasi Masalah Korupsi Di Daerah

calon menawarkan batuan bagi kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi ataupun tokoh

tersebut. Bantuan dapat diberikan dalam bentuk uang ataupun barang. Tentunya ini memerlukan

biaya yang besar.

Dana tersebut biasanya tidak sepenuhnya berasal dari kantong pribadi para calon,

namun dapat pula berasal dari para sponsor, yang nantinya dikembalikan dalam bentuk uang,

proyek, jabatan ataupun licence menjadi importir gula, miras, dll. Oleh sebab itu, ketika sudah

terpilih para kepala daerah dan para waki2 rakyat bukannya sibuk memikirkan nasib rakyat,

namun bagaimana agar hutang-hutang dapat segera dilunasi. Setelah hutang lunas, mereka akan

terus berupaya mengumpulkan dana untuk membiayai pemilu/pilkada periode berikutnya.

Kedua, korupsi dilakukan oleh PNS demi mendapatkan dan mempertahankan jabatan.

Adalah wajar jika para PNS ingin kariernya maju dan duduk di jabatan struktural tertinggi yang

ada di Pemerintah Daerah. Namun, keinginan tersebut tidak selalu dapat diwujudkna hanya

dnegan mengdalkan kerja keras dan bersikap profesional. Sudah menjadi rahasia umum bahwa

setiap jabatan struktural di Pemerintah Daerah ada harganya.

Seringkali sebelum pemilukada dilakukan, para PNS sudah diiming-iming dengan

jabatan tertentu oleh calon kepala daerah dengan syarat harus mendukung dana kampanye.

Besarnya dana yang diminta juga beragam, tergantung jabatan yang dijanjikan.Untuk jabatan

Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Pendapatan, Kepala Dinas PU, dan Biro Keuangan, biasanya

agak tinggi harganya dibandingkan dengan untuk jabatan lainnya.

Jika kemudian calon yang didukung menang, mereka akan mendapat jabatan yang

dijanjikan. Kualifikasi tidak  cocok tidak menjadi masalah karena yang penting pangkatnya

memenuhi persyaratan. Apabila pangkatnya masih kurang maka mereka terlebih dahulu diangkat

menjadi pelaksana tugas sampai pangkat mereka memenuhi persyaratan.

Jika calon yang didukung kalah, tidak berarti peluang tertutup untuk menduduki

jabatan yang diinginkan. Pimpinan parpol, ormas atau tokoh-tokoh yang disegani Kepala daerah

dapat diminta tolong untuk menjadi penghubung ke Kepala daerah yang terpilih. Oleh sebab itu,

pejabat di Pemerintah daerah selalu harus menjaga hubungan baik dengan Parpol, Ormas dan

para tokoh masyarakat. Tentunya membina hubungan baik disini juga memerlukan dana.

Page 4: Mengatasi Masalah Korupsi Di Daerah

Khusus jika incumbent yang ikut pemilukada maka dukungan dapat pula diberikan

dalam bentuk proyek yang sifatnya populis, yang dapat mendongkrat dukungan bagi incumbent,

seperti bantuan modal/peralatan kepada petani, nelayan, beasiswa untuk mahasiswa dan pelajar,

bantuan seragam untuk ibu-ibu pengajian, sembako serta rehabilitasi rumah untuk keluarga

miskin, serta dukungan dana untuk program-program yang dilakukan oleh ormas dan LSM.

Jangan heran apabila dua tahun menjelang Pemilukada sebagian besar anggaran dalam APBD

hanya untuk belanja yang sifatnya bantuan.

Ketiga, banyak pejabat yang melakukan korupsi karena ingin mendapat kekayaan dan

hidup nyaman. Walaupun gaji PNS rendah, namun kehidupan para pejabat di daerah cukup

mewah. Mereka berbelanja barang-barang dari merk terkenal, bermain golf dan berlibur di hotel

mewah dengan keluarganya. Anak-anak mereka juga mendapat pendidikan di sekolah/perguruan

tinggi yang terbaik di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Jogyakarta dan bahkan di luar

negeri. Kondisi seperti ini dianggap biasa oleh masyarakat di sekitarnya. Jika ada pejabat yang

berpenampilan sederhana dengan rumah yang kecil, mereka ini dipandang aneh oleh masyarakat,

atau bahkan dianggap  “bodoh” atau ‘kurang gaul’ karena tidak mampu memanfaatkan

kewenangannya.

Kehidupan pejabat pemerintah yang glamor merupakan salah satu pendorong mengapa

semua orangtua bercita-cita anaknya menjadi PNS, walaupun untuk itu mereka harus menyogok

Panitia Seleksi ataupun mengemis-ngemis minta tolong ke kepala daerah ataupun pejabat yang

berwenang menetapkan kelulusan.

Untuk mendapatkan uang yang banyak PNS harus menduduki jabatan yang strategis.

Untuk itu, mereka mau berkorban apa saja untuk mendapat dan mempertahankan jabatan

tersebut. Mereka akan berupaya menyenangkan atasannya. Semua kebutuhan atasan dan

keluarganya diupayakan untuk dipenuhi, walaupun untuk itu mereka harus melakukan “mark up”

atau meminta “kick back” dari rekanan.

Apabila perlu, mereka juga harus menggalang dukungan dari tokoh-tokoh yang

disegani, pimpinan partai politik, anggota DPD/DPR/DPRD dan organisasi sosial yang dekat

dengan kepala daerah. Tokoh-tokoh tersebut diharapkan akan mengusung nama mereka ke

Page 5: Mengatasi Masalah Korupsi Di Daerah

kepala daerah untuk segera dipromosikan ke jabatan-jabatan tertentu. Ini tentunya perlu dana,

yang tentunya diambil dari uang yang dikelola kantornya.

Keempat, korupsi banyak dilakukan karena ingin disenangi keluarga, teman dan

tetangga. Di masyarakat di Asia dan Afrika, korupsi marak antara lain disebabkan adanya

obligasi sosial bagi para pejabat untuk menolong keluarga, teman dan tetangganya. Apabila yang

bersangkutan tidak melaksanakan kewajiban sosial tersebut maka ada perasaan khawatir akan

dikucil. Sebagai ilustrasi, seorang pejabat pernah memaksa BKD untuk meluluskan anak

temannya dalam test CPNS karena khawatir nanti ketika beliau pensiun teman-temannya tidak

mau mengajaknya minum di kedai kopi. Pejabat lainnya, memaksa Tim Pengadaan Barang/Jasa

untuk memenangkan perusahaan besannya hanya karena karena ingin menjaga hubungan baik

dengan menantunya.

Di daerah, pengertian korupsi lebih terbatas pada praktek-praktek yang terkait dengan

uang, seperti mark-up, pertanggung jawaban fiktif, dan lain-lain. Penyalahgunaan wewenang

yang tidak secara langsung mendatangkan uang, seperti menolong saudara untuk menjadi CPNS,

mendapatkan jabatan struktural, atau menang lelang, dianggap bukan korupsi, hanya praktek

tolong menolong saja. Untuk pembenaran, kadang-kadang para pejabat tidak segan

menjustifikasi perbuatannye dengan menyitir Hadist Nabi yang isinya menganjurkan kita untuk

menolong keluarga dan orang dekat kita sebelum menolong orang lain.

Kelima, korupsi dilakukan guna merintis karier setelah pensiun nanti. Pensiun yang

kecil membuat banyak pejabat pemerintah yang takut menghadapi masa pensiun. Oleh sebab itu

mereka harus memikirkan sejak dini apa yang akan mereka lakukan agar kesejahteraan mereka

tetap terjaga.

Bagi pejabat yang berniat nanti pensiunnya menjadi kepala daerah atau masuk ke

politik, maka upaya untuk menanam budi sudah harus dilakukan sejak awal. Mereka harus

berupaya menjadi ketua ataupun penasehat dari berbagai organisasi masyarakat, organisasi

profesi dan  bidang olahraga. Mereka juga menjadi pengurus organisasi kedaerahan. Kadang-

kadang ada yang menjadi pengurus  di dua atau tiga organisasi kedaerah yang berbeda, dengan

alasan ayahnya dari Aceh, Ibunya dari Sumatra Barat, istrinya dari Jawa Timur, dan seterusnya.

Page 6: Mengatasi Masalah Korupsi Di Daerah

Tentunya tujuannya agar dikenal dan pada saatnya nanti  didukung oleh para anggota organisasi

tersebut. Untuk itu mereka harus mengeluarkan biaya besar, yang tentunya diperoleh dari hasil

korupsi.

Ada juga pejabat yang sejak awal sudah merencanakan nantinya setelah pensiun akan

menjadi pengusaha. Untuk itu, maka jauh-jauh hari mereka sudah harus membangun bisnis

dengan memanfaatkan kewenangan yang ada padanya. Misalnya, seorang kepala dinas

perhubungan memulai bisnis feri antar pulau atau taksi ketika masih aktif dijabatan, namun yang

mengoperasikannya adalah keluarga dekatnya. Ada pejabat yang merintis usaha jasa konsultan

dengan memaksakan bawahannya menggunakan jasa perusahaan tersebut ketika yang

bersangkutan masih aktif dengan harapan ketika dia pensiun maka perusahaan sudah cukup besar

dan mampu bersaing.

Mengatasi Terjadinya Korupsi Pada Pemerintahan Daerah.

Terkait berbagai problematika otonomi daerah tersebut, menjadi sangat urgen bagi

pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas dan strategis. Beberapa upaya yang dapat

dilakukan adalah,

Pertama, segera merevisi UU 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terutama

masalah pembagian wewenang pemerintah pusat dan daerah dan terkait pasal 126 yang memuat

status kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Selama ini, dasar hukum tersebut memberi

ketentuan bahwa sejauh belum menjadi terdakwa dan tuntutannya kurang dari lima tahun

penjara, mereka bisa bebas dan tetap menempati jabatannya.

Status sebagai pejabat negara juga kerap menyulitkan aparat penegak hukum ketika akan

menahan dan memeriksa mereka. Undang-undang mengharuskan pemeriksaan terhadap kepala

daerah atas izin presiden. Sedangkan izin tersebut juga harus melalui birokrasi yang panjang dan

rumit. Dengan merevisi undang-undang tersebut, diharapkan gubernur, bupati/walikota yang

tersangkut kasus korupsi akan dinon-aktifkan begitu menjadi tersangka. Jabatan dan hak mereka

akan diberikan kembali jika penyidikan kasusnya dihentikan.

Page 7: Mengatasi Masalah Korupsi Di Daerah

Kedua, pemerintah juga dapat mengefektifkan peran Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) dalam upaya memerangi korupsi di daerah yang semakin menggurita. Argumentasi ini

didasarkan pada kapasitas legal yang dimiliki KPK untuk untuk masuk ke semua lembaga negara

dan melakukan evaluasi untuk pencegahan korupsi. Sebelum itu ditempuh, tentu langkah yang

harus diambil adalah penguatan posisi KPK di daerah, yakni dengan pembentukan KPK di

daerah.

Ketiga, penting untuk menerapkan asas pembuktian terbalik. Asas pembuktian terbalik

merupakan aturan hukum yang mengharuskan seseorang untuk membuktikan kekayaan yang

dimilikinya, sebelum menjabat dibandingkan setelah menjabat. Serta darimana sumber kekayaan

itu berasal. Jika kekayaan melonjak drastis dan bersumber dari kas Negara atau sumber lain yang

ilegal, tentu merupakan tindak pidana korupsi.

Korupsi memang merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), maka harus

ditangani secara luar biasa pula dan tentu dengan melibatkan semua pihak. Karena, langkah-

langkah strategis tersebut tidak akan berarti tanpa kerja sama dari semua pihak, terutama aparat

penegak hukum untuk menjunjung hukum seadil-adilnya. Ini diperlukan agar otonomi daerah

benar-benar bernilai serta menjadi berkah bagi rakyat di daerah.

Daftar pustaka

http://id.wikipedia.orghttp://www.investor.co.idwww.google.comhttp://inspire-web.or.id/blog/home/detail/18

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi;Melalui Hukum Pidana Nasional Dan Internasional, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2005 Hal 21

 http://makalahpaimin.blogspot.com diakses pada tanggal 10 April 2012 pukul 20.35 wib  http://www.suaramerdeka.com diakses pada tanggal 10 April 2012 pukul 20.30 wib

Page 8: Mengatasi Masalah Korupsi Di Daerah