75
MENGEMBANGKAN KEPEMIMPINAN PERSEKUTUAN DOA PAROKIAL Disusun oleh: Ron Ryan S.C.R.C. Pastoral Administrator Alih Bahasa: Roy Setjadi

MENGEMBANGKAN KEPEMIMPINAN PERSEKUTUAN DOA … KEPEMIMP... · rekaman-rekaman yang ada tentang karunia-karunia, berpuasa dan berdoa untuk suatu ... Melalui dialog dengan berbagai

  • Upload
    hadat

  • View
    250

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

MENGEMBANGKAN KEPEMIMPINAN

PERSEKUTUAN DOA PAROKIAL

Disusun oleh:

Ron Ryan

S.C.R.C. Pastoral Administrator

Alih Bahasa:

Roy Setjadi

MENGEMBANGKAN KEPEMIMPINAN

PERSEKUTUAN DOA PAROKIAL

Pengarang: Ron Ryan

S.C.R.C. Pastoral Administrator

Judul Asli : Prayer Group Leadership Development Program

Alih Bahasa: Roy Setjadi

Nihil Obstat:

B.S. Mardiatmadja, SJ Jakarta, 11 Juni 2003

Imprimatur:

Yohanes Subagyo, Pr Vikaris Jendral KAJ Jakarta, 12 Juni 2003

Cetakan Kedua 2003

Penerbit: Badan Pelayanan Nasional Pembaharuan Karismatik Katolik

Indonesia

DAFTAR ISI

PENGANTAR ………………………………………………………………………… SESSION I : DASAR TEOLOGIS DARI PEMBAHARUAN KARISMATIK ……..…

I. MEMPERLUAS VISI/CITA-CITA KITA BAGI PERSEKUTUAN DOA….…. II. KONSILI VATIKAN II DAN PERUTUSAN GEREJA …………………….…. III. PERAAN ORANG AWAM………………………………………………..……. IV. PERANAN PEMBAHARUAN KARISMATIK DI DALAM GEREJA…….…..

SESSION II: SUATU TEOLOGI BARU PENCERAHAN ROH BAPTISAN ROH KUDUS ……….…………………………………………………………………………

I. PERANAN INTI DARI BAPTISAN ROH…………………………………... II. DASAR KITAB SUI DARI BAPTISAN ROH (PENCURAHAN ROH)….… III. MEMAHAMI BAPTISAN ROH (PENCURAHAN ROH)…………….…….. IV. KEPRIHATINAN PASTORAL………………………………………..………

SESSION III. PERANAN KELOMPOK PERSEKUTUAN DOA DI DALAM PAROKI

I. MENGEMBANGKAN SUATU VISI BAGI PERSEKUTUAN DOA…..…… II. MEMAHAMI PAROKI…………………………………………………..…… III. PERANAN KELOMPOK PERSEKUTUAN DOA………………………..….

SESSION IV. PUJIAN DAN PENYEMBAHAN……………………………….………..

I. PENTINGNYA PUJIAN DAN PENYEMBAHAN…………………..…..…… II. MEMAHAMI PUJIAN DAN PENYEMBAHAN DI DALAM PD …….……. III. MEMIMPIN PUJIAN DAN PENYEMBAHAN ……………………..……….

SESSION V. MEMIMPIN PERSEKUTUAN DOA……………………………..………

I. PERSEKUTUAN DOA SEBAGAI SUATU SARANA DOA…….…………. II. MEMIMPIN PERSEKUTUAN DOA………………………………..………..

SESSION VI: PERANAN DAN PELAYANAN MUSIK……………………………….

I. HUBUNGAN ANTARA MUSIK DAN PUJIAN……………..……………… II. FUNGSI DARI PELAYANAN MUSIK………………………………………. III. HAL-HAL PENTING UNTUK PELAYANAN MUSIK………………………

SESSION VII: SUATU TEOLOGI DARI KARUNIA-KARUNIA KARISMATIK.…..

I. PENTINGNYA KARISMA-KARISMA ………………………….…….……. II. DASAR KITAB SUCI DARI KARISMA-KARISMA…………………….…. III. PENERAPAN PASTORAL……………………………………………….…..

SESSION VIII: MEMUPUK PERTUMBUHAN KARUNIA-KARUNIA KARISMATIK I. KASIH DAN KARUNIA-KARUNIA………………………..…………………….. II. SARAN-SARAN PRAKTIS UNTUK MEMUPUK PERTUMBUHAN KARUNIA-

KARUNIA……………………………………………………………………………

SESSION IX : MEMUPUK DAN MENGEMBANGKAN KELOMPOK-KELOMPOK INTI I. KONSEP TEAM KEPEMIMPINAN ……………………………………………….. II. MENGKOORDINIR KELOMPOK PERSEKUTUAN DOA ………………………. III. MENGEMBANGKAN KELOMPOK INTI …………………………………………

SESSION X : MENANGANI PERMASALAHAN YANG TIMBUL…………………………

I. SIKAP PASTORAL TERHADAP PERMASALAHAN……………………………. II. MENANGANI PROBLEMA-PROBLEMA………………………………………… III. BEBERAPA SITUASI PERMASALAHAN YANG UMUM ………………………

PENGANTAR Program ini disusun untuk menawarkan suatu metode praktis pengembangan kepemimpinan bagi kelompok Persekutuan Doa Karismatik Parokiat. Ada 3 (tiga) sasaran pokok program ini:

1. Pembentukan kepemimpinan team yang berbobot. 2. Penjelasan atas tujuan kelompok PD Parokiat 3. Penetapan dari suatu metode evaluasi dari perencanaan untuk meningkatkan

efektivitas kelompok. Buku pedoman ini dapat dipergunakan oleh kelompok-kelompok PD untuk menyelenggarakan pelatihan bagi mereka sendiri, atau juga dipergunakan oleh kelompok regional atau diocesan untuk mendidik team inti di wawasan itu. Setiap session membutuhkan 90 (Sembilan puluh) menit, 45 (empat puluh lima) menit pengajaran, disusul oleh istirahat dan kemudian 30 (tiga puluh) menit untuk diskusi kelompok inti. Program ini dapat diselenggarakan di dalam berbagai format:

10 minggu berturut-turut. 5 minggu berturut-turut dengan 2 session tiap kali. 2 session tiap bulan selama 5 bulan. Sebagai suatu seminar akhir minggu.

Format 5 bulan memberikan waktu di antara setiap session bagi para peserta untuk mengendapkan isi pengajaran dan untuk mencoba melaksanakan konsep-konsep yang diterima sebelum beralih kepada team berikutnya. Para pemimpin perlu menganjurkan untuk mengusahakan agar segenap anggota kelompok inti mereka ikut berpartisipasi di dalam program ini. Hasil-hasil yang besar akan dialami bilamana para anggota kelompok inti bahu membahu melakukan evaluasi yang obyektif, sharing secara terbuka dan bebas mengusulkan gagasan mereka. Program ini seyogyanya terbuka bagi pemimpin-pemimpin pastoral yang baru, anggota-anggota inti dan anggota-anggota inti yang potensial. Skema-skema pengajaran diberikan di dalam bentuk yang diperluas untuk memberikan lebih banyak hal-hal terperinci dalam penyajiannya. Bahan-bahan dasar yang telah diberikan perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan pengalaman si pengajar sendiri.

DISKUSI KELOMPOK INTI Session-session diskusi kelompok inti merupakan unsur yang penting di dalam usaha mengintegrasikan bahan-bahan pengajaran ke dalam kelompok Persekutuan Doa. Waktu berdiskusi adalah untuk evaluasi kelompok, dengan bekal presentasi pengajaran, untuk mengusulkan peningkatan yang mungkin perlu dan menetapkan langkah-langkah pelaksanaan. Setiap kelompok inti harus berkumpul sendiri-sendiri di dalam kelompoknya masing-masing agar memungkinkan mereka memusatkan perhatian atas kebutuhan-kebutuhan kelompoknya. Para peserta harus dianjurkan untuk terbuka dan obyektif di dalam sharing mereka, berbicara secaa benar di dalam kasih. Harus ditandaskan bahwa pendapat setiap orang sah dan perlu didengarkan. Seorang pemandu dapat dipilih untuk menolong agar diskusi berlangsung lancar dan untuk mengusahakan agar diskusi hanya oleh beberapa orang saja. Pertanyaan diskusi diberikan pada akhir setiap session. Pertanyaan-pertanyaan itu dimaksudkan untuk membantu agar diskusi berpusat pada unsur-unsur pokok dari pengajaran yang telah diberikan. Pertanyaan terakhir di dalam setiap session mengarahkan kelompok untuk menetapkan langkah-langkah pelaksanaan dari gagasan-gagasan yang disimpulkan mereka sendiri. MENETAPKAN LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN Penetapan sasaran-sasaran pelaksanaan memungkinkan kelompok inti mengambil langkah-langkah tertentu menuju peningkatan suatu aspek tertentu dari kelompok PD mereka. Tanpa langkah ini, maka program ini hanya akan menjadi suatu latihan sharing saja. Sasaran-sasaran itu memberikan kepada kelompok suatu rencana pelaksanaan dari suatu sarana untuk menilai kemajuan yang dicapai. Pada awal diskusi pertama, kelompok akan perlu diarahkan bagaimana cara menentukan sasaran-sasaran, dan perbedaan antara suatu tujuan dan suatu sasaran. Suatu tujuan adalah titik akhir yang ingin dicapai, sasaran-sasaran adalah langkah-langkah tertentu yang harus diambil dengan harapan akan mencapai tujuan yang dicita-citakan. Misalnya tujuan yang ingin dicapai mungkin peningkatan aktivitas karunia-karunia karismatik di dalam PD. Sasarannya dapat meliputi: pemberian pengajaran-pengajaran tentang masing-masing karunia, menyediakan buku-buku dan rekaman-rekaman yang ada tentang karunia-karunia, berpuasa dan berdoa untuk suatu peluncuran buku dari karisma-karisma pada awal setiap PD. Para anggota kelompok inti perlu sampai pada kesepatakan tentang setiap sasaran. Setiap anggota harus menulis setiap sasaran, mengakui bahwa mereka sepakat untuk

bekerja melaksanakannya. Suatu jangka waku harus ditentukan sebagai target tercapainya setiap sasaran. Bilamana ada tenggang waktu satu bulan di antara tiap session, maka kelompok dapat mulai setiap waktu berdiskusi degan evaluasi singkat mengenai kemajuan tiap sasaran dari session sebelumnya.

SESSION I DASAR TEOLOGIS DARI PEMBAHARUAN KARISMATIK

I. MEMPERLUAS VISI / CITA-CITA KITA BAGI PERSEKUTUAN DOA, A. Keberhasilan suatu PD Paroki tergantung kepada pemahaman para pemimpin

akan pengertian yang jelas dari tujuan mereka sebagai suatu kelompok (visi/cita-cita mereka tentang apa yang Allah ingin laksanakan bagi mereka). 1. Ada pemimpin yang tidak memiliki konsep dari maksud dan tujuan

kelompoknya sehingga membuat kelompoknya berjalan tanpa arah yang jelas.

2. Banyak pemimpin yang memiliki pengertian terbatas mengenai tujuan kelompok PD mereka dan memandang PD-nya sebagai suatu kelompok pertemuan doa mingguan atau sebagai suatu kelompok unit karismatik yang terasing.

B. Untuk dapat memahami dengan baik tujuan suatu kelompok doa Parokial, maka pemimpin perlu mengerti hubungan antara kelompok paroki, pembaharuan karismatik dan arah gereja sebagai suatu keseluruhan. 1. Persekutuan Doa tidak dapat melihat dirinya sebagai suatu karya Roh yang

berdiri sendiri. a. Allah bukan sedang mengerjakan suatu hal di dalam satu PD dan hal

lainnya di dalam PD lain. b. Meskipun Allah mungkin bekerja di dalam berbagai cara namun melalui

semua itu ia ingin membawa kepada suatu tujuan yang sama. 2. Persekutuan Doa merupakan bagian dari Pembaharuan Karismatik yang lebih jelas.

a. Allah mempunyai suatu maksud bagi pembaharuan sebagai suatu keseluruhan. Dia telah membangkitkan Pembaharuan Karismatik untuk suatu tujuan.

b. Dengan memahami tujuan keseluruhan dari Pembaharuan, maka setiap pemimpin dan kelompok akan lebih jelas dapat melihat bagaimana menyesuaikan peranan PD mereka ke dalam tujuan keseluruhan itu.

3. Tetapi sebagaimana PD adalah bagian dari Pembaharuan Karismatik yang lebih luas, maka demikian juga Pembaharuan ini merupakan bagian dari Gereja yang lebih besar. a. Roh Kudus telah membangkitkan gerakan-gerakan dari kelompok-kelompok

Pembaharuan yang tak terhitung di dalam Gereja. Pembaharuan Karismatik hanyalah salah satu cara di mana Roh menyatakan hidupNya di dalam GerejaNya.

b. Meskipun berkarya dengan pelbagai cara di dalam Gereja, aneka gerakan ini dipakai Allah untuk menghasilkan visi/cita-citanya bagi Tubuh Kristus.

c. Jadi untuk dapat sepenuhnya memahami tujuan kelompoknya, maka para pemimpin perlu terlebih dahulu memahami tujuan Allah bagi Gereja, kedua, bagaimana kedudukan Pembaharuan Karismatik di dalam tujuan itu dan ketiga, peranan apa yang dapat dipenuhi oleh PD Parokinya.

MISI GEREJA ----- PERANAN PKK ----- PERANAN PD

II. KONSILI VATIKAN II DAN PERUTUSAN GEREJA A. Konsili Vatikan II diadakan untuk memungkinkan Gereja memahami lebih baik

peranannya sebagai Tubuh Kristus di dalam dunia modern. 1. Melalui dialog dengan berbagai unsur-unsur dan ungkapan-ungkapan dari

Gereja para Bapa Konsili menguraikan apa yang telah mereka tegaskan sebagai yang dikatakan Roh kepada Gereja pada masa kini.

2. Bertugas pembaharuan dan perubahan yang emngalir dari Vatikan II merupakan usaha-usaha Gereja untuk membuat dirinya efektif di dalam melaksanakan misinya dan mencapai tujuan-tujuannya.

B. Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II melukiskan perutusan (misi) Gereja sebagai berikut:

Gereja dilahirkan untuk menyebarkan Kerajaan Kristus di seluruh dunia, demi kemuliaan Allah Bapa. Dengan demikian semua manusia mengambil bagian dalam penebusan yang menyelematkan dan lewat mereka seluruh dunia benar-benar diserahkan kepada Kristus” (Dekrit Kerawam No. 2 dan juga No.6)

Perutusan atau tujuan rangkap tiga ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. PENGINJILAN

Mempermaklumkan Kabar Gembira bahwa melalui cinta Allah Bapa, maka hidup, wafat dan kebangkitan Kristus memungkinkan semua orang diperdamaikan kepada Bapa dan menerima kepenuhan dan keselamatan.

b. PENGUDUSAN Menjalani kehidupan yang memberikan kesaksian akan keutusan dan kekudusan yang datang melalui Kuasa Roh kepada anak-anak Allah.

c. PEMBAHARUAN TATA DUNIAWI Bekerja sama dengan karya Roh Kudus yang membaharui seluruh muka bumi, memulihkan segala sesuatu – bidang sosial, moral, ekonomi, dsb – kepada penataan yang benar dan hubungan yang pantas sebagaimana diciptakan oleh Allah.

C. Konsili memanggil Gereja untuk melaksanakan perutusan ini dengan suatu pengertian yang lebih jelas akan peranan Tubuh Kristus. 1. Sebagaimana perutusan Gereja sama halnya seperti Gereja sendiri, namun perlu

dinyatakan dan didefinisikan secara jelas sesuai keadaan masa kini, maka demikian juga model Gereja yang ditawarkan Konsili Vatikan II berputar kembali ke masa para Rasul dahulu.

2. Sebelum Vatikan II, umat Katolik pada umumnya memandang Gereja sebagai suatu wadah yang hanya berpegang kepada struktur Hierarki. Perutusan Gereja merupakan tanggung jawab para imam dari kaum religious, sedang kaum awam memainkan peranan yang pasif.

3. Vatikan II memulihkan kembali suatu pemahaman yang lebih alkitabiah tentang Gereja, di mana setiap anggota ikut bertanggung jawab di dalam perutusan dari Tubuh Kristus (1Kor 12 : Ef 6) dan di mana Hierarki dari Gereja, para imam dan Awam berperan serta setaraf di dalam hidup dan karya Gereja.

Para Kaum Para Uskup Uskup Religius Para Iman Kaum Religius Kaum Para Kaum Awam Awam Imam Model Gereja sebelum Konsili Model Gereja menurut Konsili Vatikan II Vatikan II

III. PERANAN ORANG AWAM A. Dekrit Kerasulan Awam memberikan suatu pemahaman tentang bagaimana kaum

Awam mempunyai peran serta di dalam karya memenuhi tugas perutusan Gereja. 1. Dokumen ini tidak menawarkan suatu studi yang melelahkan mengenai peranan

kaum Awam, namun telah memberikan pedoman-pedoman yang jelas. 2. Pengertian Dogmatik tentang Gereja, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di

dalam Dunia Dewasa ini. Dekrit tentang pelayanan dan kehidupan para imam dan Linesmenta. Panggilan dan perutusan kaum awam ini di dalam dunia 20 tahun sesudah Konsili Vatikan II.

B. Dekrit tentang Ke3rasuan Awam menyatakan bahwa panggilan Permandian

memanggil tiap orang ke dalam kepenuhan hidup Gereja (No. 2) 1. Pemandian adalah suatu panggilan ke dalam relasi dengan Allah sebagai

anakNya (1Yoh.3 : 1-2).

2. Pemandian adalah suatu panggilan ke dalam suatu relasi dengan Tubuh Kristus. Gereja sebagai saudara dari saudari (1Kor.12:13).

3. Pemandian adalah suatu panggilan untuk mengambil bagian di dalam tanggung jawab Pengutusan Gereja. Panggilan Kristen dari kodratnya adalah juga panggilan untuk kerasulan. Seperti dalam kesatuan badan yang hidup, tidak satu anggotapun besikap selalu pasip, tetapi serentak mengambil bagian dalam kehidupan tubuh dan berperan serta dalam kegiatannya. Demikian pula Tubuh Kristus yaitu Gereja (No. 2). a. Dengan menerima panggilan Permandian, dengan berada dalam relasi

dengan Allah dan Tubuh Kristus, maka orang Kristen mengambil bagian, dalam tanggung jawab penginjllan, pengudusan dan pembaharuan tata duniawi.

b. Kaum awam dan para Imam mengambil bagian di dalam perutusan yang sama di dalam Gereja tetapi memenuhinya dengan cara-cara yang berbeda. i. Para Imam melayani Gereja dengan memerintah, mengajar, dan

pelayanan sakramen-sakremen. ii. Kaum awam melayani Gereja dan dunia dengan membawa nilai-nilai dan

anugerah-anugerah Kristiani ke dalam keluarga-keluarga mereka, paroki-paroki, komunitas, tempat bekerja dan masyarakat (No. 22 dan No. 6).

4. Permandian bukan saja memanggil individu, untuk ikut ambil bagian dalam tanggung jawab. Perutusan Gereja, tetapi serentak juga memperlengkapi setiap orang dengan karisma-karisma yang dibutuhkan untuk mengemban tanggung jawab tersebut. a. Untuk menjalankan kerasulan ini, Roh Kudus menganugerahkan kepada

orang-orang beriman karuia-karunia khusus. demi pembangunan seluruh Tubuh dalam cinta kasih. Dengan menerima karisma-karisma ini, juga yang sederhana, muncullah hak dan kewajiban setiap orang beriman untuk memanfaatkannya dalam dunia, dalam kemerdekaan Roh Kudus, yang “bertiup ke mana Ia Mau”, dan serentak dalam persekutuan dengan saudara-saudari di dalam Kristus, terutama dengan para gembala mereka” (No. 3)

b. Konstitusi Dogmatik tentang Gereja menawarkan suatu gambaran dari apa yang dimaksudkan dengan istilah “Karisma”. “Roh Kudus juga memberikan karunia-karunia khusus di antara umat dari berbagai lapisan. Karunia-karunia ini menjadikan mereka trampil dan siaga untuk menerima karya dan tugas, yang berguna bagi pembaharuan dan pembangunan lanjut Gereja….. Karisma-karisma ini, baik yang tersebar secara menyolok maupun yang terpencar secara sederhana maupun meluas harus diterima dengan syukur dan perasaan terhibur, karena sangat sesuai dan berguna bagi kebutuhan Gereja” (No. 12). i. Karisma adalah “karunia-karunia khusus”, gerakan Roh yang tidak

terbalas pada “sakramen-sakramen dan pelayanan-pelayanan dari

Gereja”, tetapi terlebih karisma-karisma ini adalah cara-cara istimewa dalam mana Allah bekerja melalui individu.

ii. Karisma-karisma “dibagikan” di antara kaum beriman dari segala lapisan tidak dibatasi oleh kedudukan, jabatan maupun tingkat kesucian, tetapi diberikan kepada “segenap anggota dari tubuh” (1Kor 12:7).

iii.Karisma-karisma menjadikan orang “trampil” dan “siaga” untuk pelayanan, memungkinkan mereka berpartisipasi efektip dalam tugas perutusan gereja.

iv.Karisma-karisma ini diberikan dalam “pembaharuan dan pembangunan lanjut dari gereja”, menjadikan Gereja sendiri mampu untuk melaksanakan tujuan Tuhan.

v. Karisma-karisma dapat berupa karunia-karunia karismatik “yang menyolok” dari 1Kor 12:8-10 dan yang biasa dari Efesus 4:11 dan Roma 12:7-8.

c. Dalam mewartakan bahwa setiap orang dianugerahi Allah dengan karisma-karisma untuk dipergunakan demi meneruskan tugas Perutusan Gereja, maka Dekrit Kerasulan Awam menekankan pentingnya karisma-karisma ini untuk dipergunakan.

“Anggota yang tidak berusaha untuk mengembangkan tubuh menurut takarannya, tidak dapat dikatakan berguna, baik bagi Gereja maupun bagi dirinya sendiri” (No. 2).

5. Hanya kalau setiap anggota memanfaatkan karisma-karismanya dengan segenap kemampuannya, maka barulah Gereja dapat mencapai kepenuhan diriNya sebagai Tubuh Kristus.

6. Hanya kalau Gereja berjalan dengan segenap kemampuannya, barulah cita-cita Gereja di dalam Penginjilan, Pengudusan dan Pembaharuan tata duniawi menjadi suatu kemungkinan. a. Tujuan itu tidak dapat dicapai dengan upaya manusiawi, namun dibutuhkan

karya Roh Kudus melalui karisma-karisma. b. Karena itu, kesadaran kaum awam akan peranan dan potensinya sangatlah

vital bagi Perutusan Gereja.

IV. PERANAN PEMBAHARUAN KARISMATIK DI DALAM GEREJA. A. Visi Konsili Vatikan II tentang Perutusan Gereja dan model untuk melaksanakannya

telah menemukan perwujudan yang unik di dalam Pembaharuan Karismatik Katolik. 1. Pembaharuan Karismatik hanyalah salah satu dari sekian banyak cara yang

dikerjakan Roh Kudus untuk memenuhi visi itu. Ada banyak perwujudan-perwujudannya yang lain di seluruh Gereja.

2. Keotentikan Pembaharuan ini sebagai suatu perwujudan dari Vatikan II telah diakui sepanjang sejarahnya oleh Hierarki Gereja (*1984 Pastoral Statement on the Catholic Charismatic Renewal, sec 2 and 38-39) (*Indonesia: Pedoman Pastoral Para Uskup Indonesia mengenai Pembaharuan Karismatik 1982; Pembaharuan Hidup Kristiani Sebagai Karisma Roh 1995

B. Pembaharuan Karismatik menawarkan kepada orang, kesempatan untuk suatu

penghayatan akan pengertian dari panggilan permandian. 1. Pencurahan Roh Kudus (Baptisan Roh Kudus) sering dihayati sebagai suatu

pelaksanaan Permandian Sakramental, menjadikan Sakramen Inisiasi ini efektif ini di dalam hidup orang. a. Hal ini menyangkut suatu peningkatan di dalam relasi pribadi dengan Allah,

memandang hidup sebagai orang Kristen itu sebagai suatu relasi dan bukan hanya sekedar kepercayaan.

b. Dengan menghayati relasi mereka dengan Allah, maka kehidupan mereka di dalam Gereja juga dihayati sebagai suatu relasi dinamis dengan saudara/saudari di dalam Kristus.

c. Melalui Pencurahan Roh, kekristenan diubah dari suatu perangkat kepercayaan-kepercayaan dari praktek-praktek menjadi suatu relasi cinta dengan Allah Tritunggal dan sesama anggota Tubuh Kristus (1984 Pastoral Statement on the CCR, sec 4-5).

2. Partisipasi dalam Pembaharuan Karismatik juga menawarkan pentingnya setiap anggota mengambil bagian di dalam tanggung jawab tugas Perutusan Gereja untuk menginjil, menguduskan dan membaharui tata duniawi. Di dalam suatu cara yang belum pernah terjadi dalam sejarah dewasa ini, kaum awam, pria dan wanita melibatkan diri di dalam penginjilan dan pemakluman akan Ketuhanan dari Yesus di dalam program-program pembinaan dan pengarahan rohani. Jelas bahwa Pembaharuan karismatik bertujuan mengubah segenap anggota umat Allah. (1984 Pastoral Statement on the CCR, sec 8).

3. Pencurahan Roh membuka hati orang untuk memanfaatkan karisma-karisma demi pembangunan lanjut dari pembaharuan dari Gereja. a. Mengalami karunia-karunia Karismatik dengan cara otentik dan dewasa

memungkinkan orang belajar menanggapi karya Roh di dalam cara-cara yang lain dari semakin mengandalkan kekuatanNya.

b. Penganugerahan Kuasa Roh ini melalui Karisma-karisma memulihkan kembali kuasa adikodrati para anggota Tubuh Kristus, menjadikan Gereja lebih efektif untuk melaksanakan tugas perutusannya di dalam dunia.

c. Fungsi yang unik dari Pembaharuan Karismatik adalah kodrat penghayatannya (experiential nature) dan jamahannya atas orang-orang Kristen dengan cara yang dalam dan efektif. Aspek ini akan dibahas lebih lanjut di dalam session selanjutnya tentang Baptisan Roh.

DISKUSI KELOMPOK INTI 1. Di dalam pengalaman kita, apakah PD kita telah ebrhasil menolong para peserta

memahami peranan mereka di dalam tugas perutusan Gereja akan penginjilan, pengudusan dan pembaharuan tata duniawi.

2. Sebagaai kelompok inti, bahas dan sepakati bersama suatu langkah yang akan anda ambil dan laksanakan menjelang bukan yang akan dating untuk menjadikan PD

akan lebih efektip dalam mengungkapkan pembaharuan untuk melasanakan tugas perutusan gereja.

BAHAN BACAAN: - Tonggak Sejarah Pedoman Arah - Dekrit Kerasulan Awam

SESSION II SUATU TEOLOGI DARI

PENCURAHAN ROH – BAPTISAN ROH KUDUS

I. PERANAN INTI DARI BAPTISAN ROH A. Inti dari Pembaharuan Karismatik adalah pengalaman doa yang umumnya

disebut sebagai Baptisan Roh. 1. Baptisan Roh disebutkan dalam Kitab Suci dan sepanjang sejarah Gereja.

Perwujudannya di dalam pembaharuan Karismatik memberi kepada Pembaharuan ikatan sejaran dan rohani kepada karya Roh di dalam Gereja.

2. Pengalaman masa kini dari Pencurahan Roh seyogyanya dilihat dalam te perwujudan-perwujudan sebelumnya untuk memberikan suatu pemahaman obyektip mengenai maksud tujuannya di dalam Misi Gereja.

3. Serentak dengan itu perwujudan modern ini harus dinilai menurut pemikiran-pemikiran teologis yang mutakhir dan pengalaman masa kini.

B. Para Pemimpin pastoral perlu mempunyai suatu pemahaman yang berbobot mengenai Baptisan Roh 1. Sebagai penghayatan pokoknya, Pencurahan Roh merupakan saran utama

untuk melaksanakan cita-cita Pembaharuan. Tanpa perwujudannya yang otentik Pembaharuan tetap tidak efektip.

2. Dengan demikian supaya secara otentik Karismatik, maka Baptisan Roh seharusnya memegang suatu peranan kunci di dalam doa-doa, pengajaran-pengajaran dan spiritualitas persekutuan doa.

3. Supaya hal ini berhasil, maka para pemimpin perlu memahami Baptisan Roh dengan cukup baik untuk dapat menyampaikannya secara tepat kepada orang-orang lain.

II. DASAR KITAB SUCI DARI BAPTISAN ROH (PENCURAHAN ROH). A. Istilah dibaptis dengan Roh Kudus digunakan beberapa kali di dalam

Perjanjian Baru. 1. Dalam Matius 3:11, Lukas 3:16, Yohanes 1:33 dan Markus 1:8, istilah

itu dipakai untuk membedakan dampak Baptisan Yohanes dan Baptisan Yesus. a. Baptisan Yohanes merupakan suatu ungkapan lahiriah dan niat

seseorang untuk menempuh suatu kehidupan Ilahi. Di dalamnya dan daripadanya tidak ada kekuatan untuk mengubah orangnya (Mat. 3:7-9; Kls 19:2-4).

b. Baptisan Yesus – Baptisan dalam Roh – sangat berbeda dengan Baptisan Yohanes karena hal itu bukan sekedar tanda lahiriah dan pertobatan, tetapi suatu Baptisan dengan kuasa. i. Ada ciri “api” yang melambangkan kuasa dan dampak

daripadanya. ii. Ini sesungguhnya merupakan penggenapan Baptisan Yohanes

yang memungkinkan orang mengalami perubahan hasil pertobatan yang dilambangkan air.

2. Di dalam Kls 1:4 – 8 Yesus menunjuk kepada Baptisan Yohanes tetapi memerintahkan para murid menantikan “Janji Bapa” yaitu Baptisan dengan Roh Kudus yang memberikan mereka kuasa. a. Janji Yesus dan kuasa yang menyertaiNya akan menjadi apa yang

memungkinkan para murid melaksanakan tugas mereka untuk bersaksi “sampai ke ujung bumi”.

b. Gereja Apostolik memandang janji Yesus sebagai penggenapan karyaNya, sarana untuk melanjutkan karyaNya kepada TubuhNya, Gereja.

3. Ada ayat-ayat Kitab Suci lainnya yang memberikan gambaran peristiwa-peristiwa tentang pengalaman Baptisan Roh meskipun tidak dengan nyata menggunakan istilah itu. a. Di dalam Kisah 2:1-4 peristiwa Pentakosta mengisahkan bagaimana

para rasul dan murid pertama kali mengalami api dan kuasa dan Roh.

b. Kisah 10: 44-48 mengisahkan peristiwa kunjungan Petrus ke rumah Kornelius di mana orang-orang kafir pertama kali menerima Pencurahan Roh dan kemudian dibaptis.

c. Dalam Kisah 19:1-7 Paulus menjumpai orang-orang yang percaya di Efesus yang telah mengalami Baptisan Yohanes tapi belum pernah mendengar tentang Roh Kudus. Atas petunjuk Paulus, maka orang-orang itu dibaptis dari menerima pencurahan Roh Kudus.

B. Dengan mempelajari ayat-ayat itu dapat kita simpulkan fakta-fakta penting tertentu tentang pengalaman Gereja Perdana mengenai Baptisan Roh Kudus (Bdk. Charism and Charismatic Renewal oleh Francis A. Sullivan, S.J. hal 64-70). 1. Baptisan Roh dipahami Gereja Perdana sebagai tidak tergantung

meskipun berkaitan, kepada Baptisan Sakramental: a. Ia dialami sewaktu-waktu sebelum Baptisan Sakramental (seperti

Peristiwa Kornelius), kadang-kadang dalam kaitan dengan Sakramen

itu. (seperti di Efesus) dan dalam beberapa peristiwa sesudah Sakramen itu diterima (seperti pada diri para rasul waktu Pentakosta). (Lih. Kls 8:14-16).

b. Pengalaman Baptisan Roh menggantikan ataupun melebihi Sakramen Baptis. Sakramen itu dipandang sebagai tak terpisahkan dari kehidupan Kristen yang normal. (Sebagaimana dinyatakan oleh kata-kata Petrus di rumah Kornelius dan kegigihan Paulus di Efesus).

2. Baptisan Roh dipandang sebagai penggenapan yang normal dan “Janji Bapa” (Kisah 1:4). a. Baptisan Sakramental dalam mana Roh diberikan, tidak dipandang

sebagai penggenapan yang penuh. b. Janji Roh termasuk suatu penerimaan akan kuasa (Kis 1:8) yang oleh

Gereja Purba dikenal sebagai pengalaman-pengalaman Baptisan Roh. 3. Baptisan Roh kodratnya experiential (dialami). a. Penerimaan kuasa roh disertai perwujudan-perwujudan dari kuasa itu,

orang-orang mengalami kuasa Roh dan menyadari kuasa Roh yang bekerja itu.

b. Perwujudan-perwujudan ini tampak bukan hanya oleh mereka yang di baptis roh, tetapi juga oleh orang-orang lain (orang-orang Yerusalem pada peristiwa Pentakosta, Petrus dan kawan-kawannya di rumah Korneliu, Paulus dkk di Efesus).

Bagi Paulus kodrat experiential dari Baptisan Roh merupakan suatu unsure penting yang memberikan suatu batu ujian yang perlu untuk iman orangnya (Gal 3:2-5).

III. PEMAHAMAN BAPTISAN ROH (PENCURAHAN ROH) A. Kesimpulan-kesimpulan dari Kitab Suci tadi, dapat menolong menjelaskan

pemahaman kita mengenai Baptisan Roh di dalam teologi Katolik. 1. Meskipun Kitab Suci dan pengalaman Gereja Perdana penting, namun kita harus

melihat kelanjutan pemikiran-pemikiran dari teologi dari Gereja. 2. Pengalaman kita yang sekarang akan Baptisan Roh dimulai dalam terang sejarah

dari teologia yang lamapu namun tidak dibatasi oleh hal-hal itu. B. Baptisan Roh dihubungkan dengan Sakramen Inisiasi (Permandian, Penguatan,

Ekaristi). 1. Sakramen-sakremen inisiasi (permulaan) memberikan kehidupan Allah dalam

diri kita, membawa kita ke dalam suatu relasi dengan Allah sebagai anak-anakNya dan ke dalam relasi dengan Gereja.

2. Meskipun Baptisan Roh dapat dialami dalam kaitan dengan sakramen-sakramen inisiasi, namun ia juga dapat dialami sendiri.

a. Baptisan Roh tidak menggantikan Baptisan Sakramental. Sakramen-sakramen tetap merupakan bagian tak terpisahkan dari kepenuhan

hidup kita sebagai anggota tubuh Kristus. b. Bagi banyak orang Baptisan Roh merupakan suatu peneguhan di pihak

orangnya terhadap sakramen inisiasi, meliputi suatu ketaatan iman orang dewasa “bebas menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah” (Konstitusi Dogmatik tentang Wahyu Ilahi, No. 5)

3. Secara teologis Baptisan Roh daapt ditentukan sebagai suatu pencurahan Baru Roh Kudus di dalam diri individu, menggerakkan orangnya menuju suatu pembaharuan hidup mereka dan pelayanan bagi Gereja. a. Roh Kudus bekerja bukan saja melalui Sakramen-Sakramen atau pelayanan

resmi, tetapi juga melalui sarana-sarana yang lebih spontan “Karismatis” (bdk Konstitusi Dogmatik tentang Gereja No. 12 dan Dekrit Kerasulan No. 3)

b. “Pencurahan Baru” ini dapat paling baik dipahami sebagai suatu peningkatan pengalaman relasi antara seorang individu dan Allah.

4 Baptisan Roh Kudus experiential kodratnya. a. Orangnya dapat mengenali pencurahan baru dari Roh. Ia menyadari

tindakan baru, dari Roh Kudus di dalam hidupnya. b. Kesadaran ini mungkin langsung dialami (seperti melalui perwujudan

karunia karismatik) atau secara bertahap (seperti dalam suatu kerinduan baru akan Sakramen-Sakramen dan Kitab Suci). Pengalaman-pengalamannya akan bervariasi dengan setiap orang. Kita tidak dapat membatasi Allah.

c. Yang paling sering, Baptisan Roh dialami dalam perwujudan (manifestasi) karunia-karunia karismatik. i. Dalam kitab suci dan dalam pengalaman modern, berdoa dalam Roh

paling sering menyertai Baptisan Roh. ii. Meskipun merupakan pengalaman paling umum, namun berdoa dalam

roh bukanlah bukti satu-satunya atau mutlak perlu bagi Baptisan Roh. iii. Aspek-aspek karunia karismatik dan peranannya akan dibicarakan lebih

lanjut dalam session VII. d. Unsur experiential (mengalami) dari Baptisan Roh sangatlah penting bagi

peranannya di dalam tujuan dan Pembaharuan. i. Meskipun iman kita tidak melulu bersandar kepada perasaan-perasaan

atau pengalaman-pengalaman, namun pengalaman-pengalaman pertama akan realitas Roh memberikan suatu peneguhan mendasar kepada iman kita (bdk. Gal 3: 2-5).

ii. Unsur experiential (mengalami) ini memungkinkan orang mengubah imannya dari “pengetahuan otak” menuju “pengetahuan hati”, yaitu dari pengetahuan intelektual kepada pengetahuan experiential.

iii. Tanpa unsur experiential, iman dapat tetap menjadi suatu latihan “otak” (intelektual), sedangkan dengan “mengalami”, iman dapat menjadi suatu relasi, mengenal dengan seluruh diri kita.

5. Bagaimana Roh menuntun kepada pembaharuan pribadi: pertumbuhan dalam kekudusan dan kedewasaan. a. Manifestasi dari karunia-karunia karismatik bukanlah merupakan bukti dari

keotentikan pengalamannya (Mat 7:21-23). b. Pencurahan Baru dan Roh ungkapan otentik bila menghasilkan buah Roh di

dalam hidup orangnya. Pertobatan dan pertumbuhan sejati tak dapat dipalsukan. Hal itu hanya mungkin melalui pekerjaan Roh Kudus.

6. Baptisan Roh menuntun kepada pengembangan dan penggunaan karisma-karisma demi pembangunan gereja. a. Meskipun Baptisan Roh menjadi otentik (dibuktikan) oleh pertumbuhan

orangnya dalam buah-buah rohani, namun itu tidak sekedar untuk kesucian pribadi saja.

b. Suatu pengalaman yang otentik akan mendorong orang-orang untuk menemukan, mengembangkan dan memanfaatkan karisma-karisma mereka bagi penginjilan, pengudusan dan pembaharuan tata duniawi.

IV. KEPRIHATINAN PASTORAL.

A. Baptisan Roh amat penting untuk keberhasilan Pembaharuan Karismatik di dalam Gereja. 1. Di dalam visi Pembaharuan untuk membuat umat mampu memenuhi

panggilan mereka sebagai anggota Tubuh berperan serta dalam Misi Gereja, maka Baptisan Rohlah yang memberi kekuatan kepada mereka untuk melaksanakannya.

2. Baptisan Roh memberikan pengalaman akan kuasa Allah yang bekerja di dalam

3. Pengalaman permulaan ini menjadi modal untuk belajar bagaimana memperkenankan kuasa ini tumbuh sembakin besar di segala bidang. a. Bukan lagi si individu yang berjuang untuk kesucian pribadi atau untuk

melayani, tetapi terlebih menanggapi kuasa Roh di dalam dirinya untuk melaksanakan.

b. Dengan demikian si individu dan Gereja menjadi lebih berhasil di dalam peranan mereka.

B. Menyadari pentingnya Baptisan Roh, maka para pemimpin pastoral harus

memusatkan diri dalam upaya mengusahakan perwujudan yang otentik di dalam kelompok mereka. 1. Para pemimpin perlu mengevaluasi pengalaman Baptisan Roh di dalam

kelompoknya. Aapakah para anggota mengalaminya? Apakah pengalaman mereka otentik? Apakah buah rohani dihasilkan?

2. Perlu diberikan pengajaran tentang Baptisan Roh, maksud dan tujuannya, unsur-unsurnya dan kaitannya dengan Sakramen-sakramen.

3. Berikan kesempatan-kesempatan untuk para peserta PD berdoa untuk Baptisan Roh,

4. Tindak lanjut harus diberikan untuk membantu orang tumbuh di dalam pengalaman itu dan perwujudannya.

C. Kalau prioritas dan usaha yang tepat diberikan untuk menyuburkan Baptisan Roh, maka PD akan berkembang dalam keberhasilan dan kekuatannya.

DISKUSI KELOMPOK INTI 1. Bagaimana evaluasi kita akan pengalaman-pengalaman Baptisan Roh dalam

kelompok kita bulan-bulan terakhir ini? 2. Apa yang akan menjadi cara terbaik untuk memungkinkan umat paroki kita

mengalami Baptisan Roh Kudus? 3. Tentukan 3 (tiga) sasaran yang dapat dilaksanakan kelompok inti dalam waktu

dekat untuk menolong kelompok anda menjadi lebih efektif untuk memungkinkan orang-orang lain mengalami Baptisan Roh!

BAHAN BACAAN. Charism and Charismatic Renewal – Francis A. Sullivan, SJ, Servant Publication,

Ann Arbor, MI 1982. Baptized in the Spirit and Spiritual Gifts – Stephen Clark, Servant Books, Ann

Arbor, MI 1970.

SESSION III PERANAN KELOMPOK PERSEKUTUAN DOA

DI DALAM PAROKI

I. MENGEMBANGKAN SUATU VISI BAGI PERSEKUTUAN DOA. A. Dengan suatu pemahaman dari Misi Gereja dan bagaimana Pembaharuan

Karismatik mengambil peran di dalam misi itu, para pemimpin dapat mulai merumuskan suatu visi dari tujuan Persekutuan Doa Paroki mereka. 1. Para pemimpin perlu pengertian yang jelas tentang tujuan mereka di dalam

paroki sasaran khusus dari kelompok PD mereka. 2. Tanpa suatu tujuan khusus, para pemimpin tidak dapat menilai kemajuan

mereka atas kelompok PD tetap tidak efektif.

B. Untuk merumuskan suatu visi bagi kelompok PD berarti harus melihat di mana kedudukan kelompok PD di dalam kehidupan paroki. 1. Sebagaimana perlu untuk mengerti bagaimana Pembaharuan Karismatik

“masuk” di dalam tujuan Gereja, demikian juga kita perlu memahami di mana kelompok PD kita “masuk” ke dalam paroki dan tujuannya.

2. Sebagai bagian dari paroki, maka kelompok PD harus memahami fungsi yang diperankannya untuk membantu tubuh “yang rapih tersusun dari Diklat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih” (Ef 4:16).

3. Jadi untuk memahami fungsi kelompok PD maka perlu terlebih dahulu menetapkan tujuan dan fungsi kehidupan guru.

II. MEMAHAMI PAROKI.

A. Paroki merupakan perwujudan setempat dari Gereja Universal. 1. Mewujudkan kehadiran dan kuasa Tubuh Kristus bagi umat setempat. 2. Mengusahakan pelaksanaan Misi Gereja dalam penginjilan, pengudusan dan

pembharuan tata duniawi di lingkungannya. 3. Serentak dengan itu, paroki setempat menguatkan Gereja Universal melalui

apa yang dihasilkannya. “karena paroki mempersatukan semua perbedaan manusia yang terdapat di

dalamnya, dan memasukkan ke dalam universalitas Gereja” (Dekrit Kerasulan Awam No. 10).

B. Di dalam usaha menjadikannya sebagai suatu perwujudan yang efektip dari

Gereja, maka Paroki berusaha menawarkan kehidupan yang penuh dari Tubuh Kristus kepada umat setempat. Kehidupan ini dihayati serentak pada tingkat perorangan maupun kelompok dan dapat dilukiskan di dalam 7 (tujuh) unsur:

1. RELASI PRIBADI DENGAN KRISTUS (IMAN) a. Kehidupan Kristen, perorangan maupun parochial berawal dengan

penghayatan iman di dalam relasi pribadi dengan Kristus, iman dapat datang sebagai suatu pengalaman mendadak dari realitas kehadiran Allah yang maha Pengasih atau hal itu dapat tumbuh berangsur-angsur semakin dalam. Sebagai relasi, maka iman adalah suatu proses, suatu penghayatan yang semakin dalam akan pengenalan kepada Allah, diri sendiri, dan makna dari kehidupan.

b. Kalau masuk ke dalam suatu relasi dengan Kristus adalah perkara antara Tuhan dengan orang itu, maka paroki dapat menyediakan kesempatan-kesempatan di mana relasi dapat dihayati dan ditumbuhkan. Kelompok-kelompok yang saling membagikan pengalaman iman menawarkan kesempatan bagi para pesertanya untuk meresapkan pengajaran dan mengungkapkan dengan kata-kata penghayatan mereka sendiri. Proses RCIA (Pelajaran agama untuk orang dewasa) memberikan suatu setting yang ideal untuk menumbuhkan iman para katekumen dan wali baptisnya. Mungkin juga ada pernyataan iman secara yang digabungkan ke dalam aktivitas paroki. Ini dapat bersifat liturgis (pembaharuan janji baptis, kredo), paraliturgis (suatu kebaktian penutupan suatu seminar) atau informasi (counseling).

2. DOA a. Agar suatu relasi berkembang maka dibutuhkan komunikasi. Doa adalah

komunikasi kita dengan Allah. Hal itu bukan sekedar “bicara dan mendengarkan” tetapi kesadaran akan kehadiran Allah yang akrab. Bertumbuh di dalam kesadaran ini menuntut disiplin di dalam mengheningkan diri dan memusatkan perhatiannya kita. Semakin kita dewasa dalam praktek penyadaran akan Allah, kita akan semakin merasakan kasih Bapa bagi anak-anakNya meliputi diri kita. Relasi cinta dengan Dia bertumbuh dan cinta itu menjadi sumber kekuatan bagi kehidupan kita.

b. Doa bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, karena kebudayaan kita telah membentuk kita untuk bersibuk kita dengan dunia kebendaan. Sehubungan dengan itu doa juga tidak dapat diajarkan karena sesungguhnya hal itu adalah suatu komunikasi pribadi yang intensif antara Tuhan dengan kekasihNya. Namun paroki dapat mengusahakan kesempatan orang-orang untuk mengalami doa sebagai suatu sarana cinta yang kuat. Mereka mungkin perlu mengajar bagaimana beralih dari doa-doa formil menuju doa bercakap-cakap yang pribadi. Mereka perlu melihat contoh doa ini, mengalaminya bersama orang-orang lain, dan sharing dengan orang-orang yang kehidupannya telah diubah melalui doa.

Bilamana doa-doa pribadi dan aktif, maka doa bersama dan Sakramen-sakramen, liturgy dan paraliturgi menjadi lebih bermakna dan efektif.

3. PERTUMBUHAN DI DALAM KEKUDUSAN – PERTOBATAN

a. Kalau relasi dengan Tuhan bertambah dalam melalui doa, maka kita bertumbuh ke arah suatu penyadaran bahwa relasi ini menyangkut perubahan dari pihak kita. Dengan mendekatkan diri kepada Allah, kita mulai mengakui perbedaan-perbedaan nyata antara kodratnya dan kodrat kita. Kedosaan pribadi kita menjadi nyata, seperti juga kekudusan Allah. Namun, bila kesadaran ini merupakan buah dari suatu relasi iman yang otentik, maka hal itu tidak dialami sebagai suatu penghukuman, tetapi lebih sebagai suatu panggilan kasih menuju keutuhan, undangan sang Bapa kepada anakNya untuk ikut mengambil bagian di dalam kekudusannya (2kor. 5:21).

b. Banyak orang yang tidak pernah merangkul panggilan untuk bertumbuh di dalam kekudusan ini. Relasi mereka dengan Tuhan tetap statis. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidak-dewasaan di dalam doa, tak ada pengenalan akan Kitab Suci, tiadanya ketakutan atau, tiadanya bimbingan kalau butuh pertolongan. Paroki dapat membantu orang-orang di dalam pertumbuhan mereka dengan memberi sumber-sumber/bacaan-bacaan yang meningkatkan kesadaran mereka akan kebutuhan untuk bertobat dan membimbing mereka kepada sumber kekuatan yang menghasilkan pertobatan itu.

Khotbah hari Minggu dapat menjadi sangat efektif seperti juga Pendalaman Kitab Suci, program-program pendidikan rohani orang dewasa, rekoleksi dan retret-retret. Bimbingan pribadi juga sangat berharga bagi yang serius mengenai perkembangan rohaninya.

4. KOMUN ITAS

a. Kalau orang bertumbuh di dalam relasi pribadi dengan Tuhan, maka akan tumbuh suatu kebutuhan untuk menjangkau anggota-anggota lain dari Tubuh kristus di dalam komunitas. Orang itu perlu membagikan hidupnya dengan orang-orang lain, yang juga telah emngalami Yesus Kristus dan hidup dalam relasi dengan Dia dan yang berusaha tumbuh di dalam kekudusan. Komunitas sejati memberikan suatu suasana di mana menghayati kekristenan itu sesuatu yang mungkin dan contoh-contoh masa kini tampak dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pengalaman-pengalaman hebat dari komunitas sangat jarang di dalam paroki-paroki kota besar di luar kelompok sharing iman yang kecil. Bagi mereka yang sungguh menemukan komunitas di dalam kelompok-kelompok kecil ini, maka pengalaman mereka dari paroki yang lebih besar diubah dan Misa hari Minggu menjadi perayaan dari

komunitas yang lebih besar itu. Paroki dapat memberikan kesempatan-kesempatan untuk pengalaman komunitas dalam berbagai cara: Pelajaran agama untuk orang dewasa, kelompok-kelompok doa, pendalaman Kitab Suci, Kelompok Mudika, janda-janda dll.

5. PELAYANAN DI DALAM KOMUNITAS – KOMITMEN.

a. Kalau orang mengalami dirinya sebagai bagian dari Tubuh Kristus, panggilan Kristus menjadi semakin jelas: “Supaya kamu juga berbuat semua seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh: 13-15). Menjadi bagian dari suatu komunitas melibatkan pelayanan kepada orang lain, memberikan nyawa kita dalam kasih. Pelayanan kasih ini mengikat bersama komunitas dan menjadikannya otentik secara Kristen. Kerelaan melayani melibatkan komitmen. Orang itu tidak hanya merasa sebagai bagian dari kelompok, tatapi mereka juga telah memutuskan untuk bagian yang aktif. Dalam pengertian praktis, mereka mewujudkan komitmen mereka melalui pelayanan/kerasulan, mewujudkan komunitas kuat lewat sumbangan mereka.

b. Di dalam setiap kelompok kecil ada lusinan kesempatan untuk pelayanan jabatan-jabatan kepemimpinan, administrasi, koordinasi, penyambutan tamu, pelayan-pelayan untuk mengatur ruang pertemuan dan memeprsiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan di dalams etiap kelompok. Semakin besar paroki, semakin banyak cara melayani bagi umat paroki, katekis lector, putra altar, penyambut tamu, pelayanan music, perencanaan liturgy, kunjungan rumah dan mereka yang sakit hanyalah beberapa contoh. Kepemimpinan Pastoral di dalam paroki harus selalu siap mencari cara-cara baru, di mana kaum awam dapat mengungkapkan komitmen kasih mereka melalui pelayanan dan perlu menasehati dan menyemangati mereka untuk melakukannya.

6. PELAYANAN KEPADA KOMUNITAS YANG LEBIH BESAR – PRA EVANGELISASI. a. Analogi, ketika Sungai Yordan mengalir melalui Danau Galilea, ia

membawa air segar dan menyediakan jalan keluar, memberikan danau itu suatu kehidupan melimpah. Namun sungai Yordan hanya mengalir sampai Laut Mati. Tak ada terusan untuk keluar jadi tak ada kehidupan. Demikian juga dengan komunitas kita. Sementara kita perlu commited satu kepada yang lain di dalam pelayanan, pelayanan kita juga harus menjangkau komunitas yang lebih luas – daerah lingkungan, kota masyarakat secara keseluruhan, atau tidak akan ada kehidupan. Komunitas yang

menutup dirinya akan mandeg dan mati layu. Pelayanan kepada komunitas yang lebih luas termasuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dunia di lingkungan paroki. Hal ini menuntut kita memandang paroki sebagai bagian dari lingkungan sekitarnya, bukan terpisah darinya. Merasa satu dengan lingkungan sekitarnya membuat umat paroki peka akan kebutuhan-kebutuhan dan luka-luka dari tetangga-tetangga mereka. Dan sesungguhnya inilah pra-evangelisasi, memungkinkan orang mengalami Kabar Gembira keselamatan di dalam kerasulan Tubuh Kristus. Pengurbanan nyata dari umat Kristen yang menyerahkan nyawa mereka di dalam pelayanan membuat Indil dapat diperayai.

b. Kalau paroki memandang dirinya menyatu dengan lingkungan di sekitarnya maka kesempatan-kesempatan untuk melayani berlimpah. Kebutuhan-kebutuhan kita adalah juga kebutuhan dari paroki kebutuhan dunia juga merupakan keprihatinan kita yang nyata. Proyek-proyek seperti bank-bank makanan, bantuan keuangan maupun lowongan pekerjaan bagi yang berkekurangan dan yang menganggur dapat diusahakan bersama-sama dengan Gereja-gereja local atau badan-badan sosial lainnya. Kolekte-kolekte untuk organisasi-organisasi yang melayani di salam skala besar memberi kemungkinan umat paroki menggabungkan diri untuk melayani kaum miskin di seluruh dunia. Kerasulan-kerasulan local lainnya bias termasuk pusat-pusat rehabilitasi pecandu obat dan alcohol, pelayanan korban kejahatan wanita dan anak-anak, konseling ibu-ibu hamil, pelayanan kaum werda usia dan orang cacat dan program-program mengatasi kejahatan gang-gang muda. Harus diperhatikan bahwa paroki-paroki tidak perlu menjiplak apa yang sudah ada. Kalau sudah ada badanbadan duniawi/secular yang memberikan pelayanan, maka umat paroki perlu bekerja di dalam dan melalui badan-badan ini, emmbawa karisma-karisma mereka untuk meningkatkan apa yang sudah dilaksanakan.

7. PERMAKLUMAN INJIL – EVANGELISASI. a. Meski menghayati suatu kehidupan yang memberi kesaksian dan

pelayanan kepada sesama itu perlu tetapi itu belumlah cukup. Amanat INJIL harus diberitahukan dengan terus terang. Sebagaimana telah ditekankan Paus Paulus VI.

RELASI PRIBADI DENGAN KRISTUS

PEWARTAAN KABAR DOA GEMBIRA PELAYANAN KEPADA TUMBUH DALAM KOMUNITAS YANG KEKUDUSAN LEBIH BESAR

PELAYANAN DI KOMUNITAS DALAM KOMUNITAS

“Biar kesaksian yang paling baguspun ternyata tidak berdaya guna dalam jangka pangjang, jika hal itu tidak dijelaskan, dibuktikan … dan mempertegasnya dengan pemakluman tentang Tuhan Yesus secara jelas dan terus terang …. Tidak ada evangelisasi sejati jika nama, ajaran-ajaran kehidupan, janji-janji, kerajaan dan misteri Yesus dari Nazareth, Putra Allah tidak dipermaklumkan (EN.n.22). Pewartaan amanat pokok Injil ini memberikan kesempatan bagi iman (Rom 10:17), membawa orang-orang ke dalam pribadi dengan Kristus.

b. Perjanjian dapat formil maupun informal.

Ada paroki-paroki yang menyelenggarakan pelayanan dari rumah ke rumah, penginjilan di pinggir jalan, konser-konser pemuda dan kebangunan rohani. Banyak yang merasa terpanggil untuk jenis pelayanan ini dan paroki perlu mendukung dan mengatur program-program seperti itu. Juga harus ada penekanan dan tanggung jawab dari setiap orang Kristen untuk membagikan iman mereka dalam cara-cara yang lebih pribadi dan informal (1Ptr. 3:15-16).

Paroki-paroki dapat menyediakan latihan dalam metode-metode penginjilan pribadi, mengajarkan orang-orang bagaimana membagikan iman mereka kepada orang-orang lain. Paroki juga perlu menginjili yang sudah disakramenkan (EN.n. 15 & 47). Khotbah hari Minggu merupakan kesempatan yang paling baik untuk mendorong umat paroki dalam relasi mereka dengan Tuhan. Tugas-tugas paroki, kunjungan rumah, kursus perkawinan dan pelajaran agama untuk orang tua memberikan kesempatan untuk menuntut orang ke dalam suatu pengalaman yang lebih dalam tentang Tuhan dalam kehidupan mereka.

c. Unsur-unsur ini memberikan suatu pengertian tentang bagaimana paroki bekerja untuk memenuhi tugas perutusannya dalam penginjilan, pengudusan dan pembaharuan tata duniawi. 1. Unsur-unsur ini saling berkaitan, tidak terpisah satu dari yng lain. 2. Setiap unsur dan kehidupan paroki sama pentingnya, sebagaimana

unsur-unsur itu saling mempengaruhi. 3. Bila setiap unsur dijalankan dengan baik, maka seluruh paroki

menjadi menjadi lebih efektif dalam tugas perutusannya.

III. PERANAN KELOMPOK PERSEKUTUAN DOA. A. Penting bagi kelompok PD untuk melihat di mana kedudukannya

masuk ke dalam kehidupan dan tugas perutusan paroki, agar dapat menjalankan peranannya dan dengan demikian membangun Tubuh Kristus. 1. Beberapa pemimpin secara keliru melihat tujuan kelompok adalah

untuk mengusahakan segala kebutuhan dan anggota-anggotanya. a. Kalau ada yang berhasil menciptakan suatu kelompok PD

bersemangat yang memberikan doa, pertobatan, persekutuan, pelayanan dan penginjilan, maka mereka biasanya dibangun di seputar seorang pemimpin yang berpengaruh.

b. Kelompok-kelompok seperti ini sering gagal dalam tujua sesungguhnya, menjadi suatu “paroki di dalam paroki”. Mereka dilihat yang lain sebagai kelompok untuk dirinya sendiri dan bukan bagian yang terlebur ke dalam paroki.

2. Bilamana para pemimpin memandang peranan yang harus diambil

sesuai panggilannya, dan mengakui hubungannya dengan unsure-unsur lain dari paroki, maka PD itu akan menjadi lebih efektif.

a. Mereka dapat membaktikan seluruh waktu dan tenaganya untuk prioritasnya yang utama daripada mencoba untuk menjadi “segalanya bagi semua orang”.

b. Pusat perhatian mereka akan lebih terarah kepada membangun lebih lanjut Gereja dalam Paroki daripada hanya membangun PD.

B. Peranan utama kelompok PD adalah melayani paroki melalui doa.

1. Mengusahakan suatu suasana di mana umat Paroki dapat bertumbuh dalam kehidupan doa probadi-pribadi mereka, dikelelingi oleh teman-teman yang percaya akan kuasa doa.

2. Memungkinkan mereka mengalami Pencurahan Roh (Baptisan Roh).

3. Menolng mereka mengenal dan menumbuhkan karisma-karisma mereka.

4. Menolong mereka memanfaatkan karisma-karisma mereka untuk pembangunan lanjut gereja.

5. Berdoa bagi paroki sebagai suatu keseluruhan bagi kerasulan-kerasulan dan kebutuhan-kebutuhan tertentu, dari paroki dan agi anggota paroki secara perorangan.

C. Visi ini menjadikan gereja sebagai titik pusatnya dan bukan kelompok

PD. Tujuannya adalah pembaharuan paroki, bukannya kelompok-kelompok PD yang lebih besar. 1. Orang-orang mungkin menghadiri PD untuk sementara,

mengalami Pencurahan Roh, menumbuhkan karisma-karisma mereka dan mulai mempergunakan karunia-karunia mereka di luar kelompok PD dan kemudian tidak terlibat lagi di dalam PD.

2. Hal ini dapat merupakan suatu tanda baik dari keberhasilan Pembaharuan jikalau umat Paroki telah memperoleh suatu pengalaman otentik dari Pencurahan Roh.

3. Hanya segelintir orang yang mungkin terpanggil menjadi peserta setia pada PD. Para pemimpin pastoral dari anggota-anggota inti mengusahakan kedewasaan dan solidaritas bagi PD di dalam mana pendatang-endatang baru dapat bertumbuh dalam kehidupan doa mereka.

D. Penting bagi para pemimpin pastoral untuk memandang doa sebagai

prioritas utama PD. 1. Meskipun unsur-unsur lain seperti pertobatan, komunitas,

pelayanan dan penginjilan masuk ke dalam pengalaman kelompok PD, namun hal-hal itu janganlah dipandang sebagai prioritas yang lebih tinggi daripada doa.

Kelompok-kelompok PD yang gagal akan menemukan bahwa pada mulanya kehidupan doa mereka mengendur dan kemudian beralih perhatiannya dari memuji Allah. Sekali hal ini menjadi keadaan

yang menetap dari suatu kelompok PD, maka maknanya hilang dan akhirnya PD bukan hanya akan, tapi

2. Bilamana kelompok bersungguh-sungguh dalam kepercayaan akan kuasa doa dan membuat usaha-usaha melayani Paroki melalui Pencurahan Roh, maka unsur-unsur lain dari kehidupan Paroki akan diberikan. a. Kalau orang-orang yang dikuatkan melalui Pencurahan Roh

melangkah maju memanfaatkan karisma-karisma mereka, maka akan ada pertumbuhan di dalam persekutuan, pelayanan, penginjilan, dst.

b. Paroki akan lebih berhasil misinya, diperlengkapi di dalam segala usahanya oleh karya Roh Kudus.

3. Doa sebagai titik pusat perlu ditampakkan di dalam Persekutuan Doa. Hal ini akan dibahas di dalam session IV dan session V.

DISKUSI KELOMPOK INTI 1. Apakah kelompok Persekutuan Doa kita bersatu dengan tujuan

dan misi dari Paroki kita ataukah kita sepertinya terpisah? 2. Apakah tujuan atau prioritas utama kelompok PD kita? Apakah

hal itu tercermin di dalam persekutuan kita? 3. Sebagai suatu kelompok inti, carilah kesepakatan atas 3 (tiga)

sasaran yang dapat anda capai di bulan yang akan dating untuk menjadikan kelompok PD anda lebih efektif dalam peranannya melayani Paroki melalui Doa.

SESSION IV PUJIAN DAN PENYEMBAHAN

I. PENTINGNYA PUJIAN DAN PENYEMBAHAN

A. Doa adalah tujuan pokok PD Paroki (lih. Session III Peranan kelompok PD Paroki). Doa ini diungkapkan dalam suatu cara istimewa melalui Baptisan Roh. 1. Baptisan Roh serentak merupakan buah dari suatu sarana meningkatkan doa. 2. Karena kodrat experiential dari Baptisan Roh, maka doa itu sendiri diberi

kekuatan sebagai suatu sarana pokok untuk meningkatkan relasi kita dengan Allah.

B. Doa dapat dikatakan sebagai praktek penyadaran akan kehadiran Allah.

1. Meskipun benar Allah selalu hadir, namun benar pula kalau kita tidak selalu sadar akan kehadiratNya itu.

2. Dalam doa kita dengan sadar merenungkan kehadirat Allah, berkomunikasi dengan Dia dan membuka diri bagi Dia untuk berkomunikasi dengan kita.

3. Dengan menyadari kehadirat Allah, maka kita dapat mengalami KasihNya, pengampunanNya, keadilanNya, kuasaNya, keindahanNya, yang tak terbatas. Berada di dalam kehadiranya memberi dampak perubahan atas diri kita.

4. Kalau kita mempraktekkan penyadaran ini melalui doa, maka kita mulai tumbuh dalam kesadaran kita bahwa kehadirat Allah selalu menyertai kita dan kita menjadi lebih menyadari kekuatan yang mengubah itu di saat lain-lain dalam hidup kita. Jadinya kita mulai untuk “terus menerus berdoa” (1Tes 5:17).

5. Hidup doa yang bertumbuh ini menjadi sumber kekuatan bagi orang Kristen, secara tetap menimbanya dari kuasa kasih Allah yang selalu hadir.

C. Pujian dan penyambahan berada di jantung hidup doa ini.

1. Di dalam pujianlah kita melihat kehadiran Allah dan maju melampaui keterbatasan-keterbatasan manusiawi kita dan masuk ke dalam alam rohani.

2. Dalam penyembahan kita masuk ke dalam suatu persatuan istimewa dengan kehadirat Allah, yaitu bahwa kita menjadi sadar akan persatuan rohani yang kita miliki dengan Dia sebagai anak-anakNya.

3. Baik di dalam doa pribadi maupun doa bersama, pujian dan penyembahan adalah tujuan doa.

4. Karena itu pujian dan penyembahan adalah tujuan dari PD berusaha membawa orang dan segenap umat ke dalam penyadaran akan persatuan

mereka dengan Allah dan untuk menyembahNya dalam persatuan itu beralih dari berpusat pada diri menuju berpusat pada Allah.

D. Para pemimpin PD perlu memahami pentingnya pujian dan penyembahan

sebagai prioritas dari PD. 1. Bilamana tiada lain hal terjadi, namun kelompok doa masuk ke dalam

penyembuhan, maka persekutuan itu telah melaksanakan tujuannya. 2. Namun sekali persekutuan itu telah masuk ke dalam penyembahan, maka

persekutuan itu sendiri diubah oleh kesadaran akan kehadirat Allah: pengajaran, sharing, doa syafaat dll semua itu menerima ucapan yang lebih dalam dari kuasaNya.

3. Pemimpin PD perlu memahami pujian dan penyembahan, mempraktekkannya dalam hidup mereka dan tahu bagaimana membimbing orang-orang lain ke dalam pujian dan penyembahan.

II. MEMAHAMI PUJIAN DAN PENYEMBAHAN DI DALAM PD. A. Mazmur 100 memberikan kepada kita suatu analogi dan dan proses pujian dan

penyembahan di dalam PD. 1. Mazmur 100 adalah salah satu dari “Nyanyian-nyanyian mendaki”, suatu

kumpulan mazmur yang digunakan para peziarah ketika melakukan perjalanan mendaki Bukit Zion menuju Bait Allah.

2. Para peziarah menggunakan Nyanyian-nyanyian ini untuk mempersatukan mereka dalam perjalananNya, mempersiapkan diri memasuki kawasan Bait Allah dan selanjutnya ke dalam hadirat Allah di dalam tempat kudusNya.

B. Dalam PD, kita mengambil bagian di dalam suatu ziarah yang serupa.

1. Umat dari berbagai latar belakang dan perjalanan bergabung bersama dan berusaha mempersatukan diri ke dalam satu Tubuh. Maksud mereka adalah untuk mendaki Gunung KudusNya Allah dan bersama-sama masuk ke dalam hadiratNya.

2. Inilah tantangan Pemimpin Doa: Membawa umat dari beban-beban, kelelahan dan kesibukan hari itu untuk berpusat kepada kehadirat Tuhan dan menyembahNya.

C. Mazmur 100 memberikan suatu pemahaman akan unsur-unsur atau langkah-

langkah yang membawa kita dari “berpusat diri” kepada “berpusat kepada hadirat Allah” dalam penyembahan.

1. “Bersorak-soraklah bagi Tuhan … datanglah kehadapanNya dengan sorak-sorai” ayat 1-2. a. Kegembiraan menempatkan kita di arah yang benar dalam ziarah kita

menuju Tuhan. Namun bukan emosi kegembiraan, tetapi lebih mengutamakan kegembiraan rohani, karunia suka cita yang mengarahkan kita menuju Tuhan.

b. Nehemiah 3:11 mengatakan: suka cita karena Tuhan itulah perlindunganKu. Suka cita ini menjadi kekuatan yang melindungi dalam ziarah kita.

c. Lagu-lagu memainkan suatu peranan penting dalam menumbuhkan suatu sukaria (spirit) di dalam Persekutuan (bdk session VI – Peranan Pelayanan Musik).

2. “Masuklah lewat pintu GerbangNya dengan nyanyian sukur” ayat 3. a. Sykur meningkatkan penyadaran kita akan kehadirat Allah dalam

hidup kita. i. Syukur berpusat pada atribut positif dan rahmat di dalam hidup

kita sehari-hari. Kita berusaha memandang segala peristiwa lebih melalui kacamata Allah daripada kacamata kita sendiri dan bersyukur kepadaNya karena menjadikan segala sesuatu menjadi lebih baik.

ii. Sikap bersyukur mengubah lingkungan kita menjadi Bukit Kudus Allah kalau kita mulai menyadari betapa ia tinggal di dalam hidup kita.

b. Selama tahap ini dalam persekutuan, pemimpin pujian mendorong para anggota untuk mengenang/mengingat-ngingat rahmat Allah yang tak terbatas yang layak dan sepantanya kita syukuri dan menghimbau mereka untuk mengungkapkan syukur mereka itu kepada Allah. i. Atas berkat-berkatNya selama minggu yang telah lewat. ii. Atas anaugerah-anugerah keselamatan, kerahiman dan

pengampunan. iii. Atas hidup, wafat dan kebangkitan Yesus. iv. Atas anugerah Roh Kudus. v. Atas anugerah keluarga, teman-teman, umat, kesehatan, alam,

dsb, 3. Masuk ke dalam pelataranNya dengan puji-pujian (ayat 4)

a. Setelah dibawa kepada suatu penyadaran akan hadirat Allah melalui syukunr, kita masuk dalam hadirat itu dengan puji-pujian.

i. Puji-pujian adalah pernyataan akan kebaikan dan kebesaran Allah. Hal ini merupakan pengucapan dari atribut-atributnya untu menyerukan kemuliaanNya (aklmasi)

ii. Pernyataan pujian ini bukan sekedar demi Allah saja. Dengan melakukannya kita meningkatkan kesadaran kita akan sifat-sifat dan kemuliaanNya. Kita dibawa ke dalam hubungan yang lebih akrab/intim dengan Dia.

b. Dengan membawa kita ke dalam hubungan yang lebih akrab dengan Allah, maka pujian membawa dampak memuji lain, yaitu membawa kita melampaui keterbatasan manusiawi yang melepaskan kita ke dalam dimensi adikodrati. Dengan menyentuh kemuliaan Allah, roh kita dihidupkan dan memungkinkan kita untuk memuji Dia dalam suatu dimensi rohani yang lebih dalam. i. Bila kelompok memasuki pujian yang otentik, maka karunia-

karunia Roh diaktifkan. ii. Doa dalam bahasa Roh, doa yang diurapi, kata-kata nubuat dan

pujian yang diurapi mengalir dan memperdalam doa dari Tubuh. 4. “Pujilah NamaNya sebab Ia baik, kasih setiaNya untuk selama-lamanya”

(ayat 4-5). a. Pujian yang diurapi memungkinkan kelompok masuk ke dalam tempat Maha

Kudus (kemah suci), ke dalam hadirat Allah. i. Penyembahan adalah adorasi kepada Allah di kala Dia menyatakan

kehadiratNya kepada UmatNya. ii. Di dalam adorasi itu kita mengalami persatuan intim roh kita dengan Dia.

Inilah tujuan hidup kita dan PD kita. b. Penyembahan sering diungkapkan di dalam renungan diam dan juga hening.

Penyembahan yang benar, biarpun sangat pribadi dan intim, tidak memisahkan orang-orang, tetapi mempersatukan mereka makin kuat melalui pengalaman yang sama akan kasih Tuhan.

III. MEMIMPIN PUJIAN DAN PENYEMBAHAN. A. Peranan istimewa dari pemimpin pujian adalah embawa suatu kelompok orang

bersatu dan membimbing mereka ke dalam penyembahan. 1. Kemampuan memimpin pujian dan penyembahan adalah suatu karisma.

Pemimpin PD mungkin tidak memiliki karisma ini dan ia juga tidak perlu harus menjadi pemimpin pujian.

2. Untuk pemimpin pujian dan penyembahan dalam PD dibutuhkan: a. Kepekaan terhadap Roh Kudus.

Mampu “merasakan” apa yang dilakukan Roh dengan kelompok dan ke arah mana ia menuntun.

b. Kepekaan terhadap roh/suasana kelompok. “Merasakan: di mana kelompok berada dalam menanggapi Roh, hambatan-hambatan apa yang mungkin menghalangi tanggapan itu dan bilamana saat yang cocok untuk masuk lebih lanjut dalam penyembahan.

c. Pembedaan Roh?Penegasan Roh. Kemampuan membedakan sumber karunia-karunia, doa-doa atau manifestasi-manifestasi, untuk mengetahui apakah sesuatu itu sesungguhnya diurapi Roh atau dorongan manusia atau berasal dari setan.

d. Persatuan dengan pimpinan Pastoral. Berada dalam satu roh dengan mereka yang bertanggung jawab menegaskan arah keseluruhan dari kelompok. Hal ini membantu menjamin kesatuan seluruh kelompok.

e. Kehidupan doa pribadi dalam pujian dan penyembah. Secara teratur masuk ke dalam penyadaran akan hadirat Allah ini membuahkan suatu pengenalan yang akrab dengan proses pujian.

B. Memimpin pujian dan penyembahan adalah suatu proses untuk membuat umat mampu menanggapi Roh Kudus yang meningkatkan kesadaran kita akan kehadirat Allah. Pemimpin pujian menolong mereka melakukannya dengan mengatasi hambatan-hambatan dan dengan memungkinkan aliran pujian. 1. Pemimpin pujian menolong para anggota menghilangkan kecemasan dan

kekuatiran. a. Kekuatiran adalah suatu hambatan yang memusatkan perhatian lebih

kepada problem-problem daripada sumber pemecahan problem-problem tersebut.

b. Pemimpin-pemimpin perlu dengan lembut menarik perhatian umat kepada Tuhan.

c. Lagu-lagu gembira menolong menaikkans emangat umat dan membuat mereka kembali terarah kepada Tuhan.

d. Pemimpin dapat menyelingi dengan doa dan ayat-ayat Kitab Suci untuk membantu memusatkan hati dan pikirannya.

2. Hambatan lain yang perlu dihadapi pemimpin adalah sikap tidak mengampuni.

a. Seperti ibadat Sabda yang mulai dengan doa tobat (rekonsilitasi) untuk mempersiapkan umat berperan serta penuh di dalam Ekaristi, maka demikian juga suatu PD dapat memasukkan suatu saat untuk rekonsiliasi.

b. Yesus menekankan pentingnya mengampuni sesame sebelum kita mempersembahkan kurban pujian kepada Allah (Mat 5:24).

c. Pemimpin pujian perlu mendorong kelompok untuk mengampuni mereka yang telah menyakitkan hati dan memutuskan untuk mencari pengampunan dari mereka yang telah mereka sakiti.

i. Orang-orang yang harus sadar akan peristiwa khusus. ii. Mereka perlu mengambil tindakan-tindakan khusus untuk berdamai,

bukan sekedar melakukannya secara umum. 3. Pemimpin pujian bertanggungjawab untuk bekerja bersama pelayanan

musik untuk tetap mempertahankan aliran yang tetap di dalam lagu-lagu. a. Musik berperan sebagai suatu bantuan untuk memuji, suatu sarana

untuk membawa kelompok berjalan bersama-sama dalam ziarah penyembahan (bdk, session VI – Peranan Pelayanan Musik).

b. Pemimpin pujian perlu berkomunikasi baik dengan pelayanan music untuk membedakan (memilih) jenis lagu yang cocok dengan tahap pujian yang dialami PD. Lagu-lagu yang tidak cocok dapat dengan cepat merusak suasana (umpama menyanyikan suatu lagu yang bersemangat ketika kelompok sudah siap untuk menyembah).

4. Pemimpin pujian menolong umat masuk pujian. a. Pujian harus mengalir dengan mulus dan wajar. b. Pemimpin sebaiknya tidak mendominir (menguasai) pujian, atau

mengatasi kelompok dengan suaranya, tetapi dengan lembut membimbing mereka ke dalamnya.

c. Kepekaan pemimpin terhadap Roh Kudus dan :roh: kelompok memungkinkan ia untuk mengetahui kapan kelompok sudah siap beranjak dari tahap sukacita ke tahap syukur, pujian dan penyembahan.

d. Pujian perlu diberikan untuk berakhir secara wajar. i. Tidak perlu hal ini dilakukan dengan berdoa dalam roh secara

artificial (dibuat-buat). ii. Tidak perlu dipersingkat dengan suatu lagu atau doa.

iii. Pemimpin dan umat tidak perlu merasa resah (“tidak enak”) dengan saat-saat hening yang diurapi dengan doa-doa atau seruan-seruan.

C. Penyembahan bukan hanya membawa orang ke dalam Hadirat Allah, tetapi juga

selurub persekutuan ke dalam hadiratNya. 1. Menanggapi hadirat Allah membuat umat terbuka dalam memanfaatkan

karunia-karunia mereka dan karunia-karunia itu menjadi bekerja lebih penuh, Persekutuan-persekutuannya menjadi “diperlengkapi” dengan karunia-karunia adikodrati.

2. Hadirat Allah meresap ke dalam music, pengajaran, kesaksian, syafaat dari pelayanan doa.

Melanjutkan terus aspek persekutuan ini akan mengecewakan, kecuali kelompok telah masuk sepenuhnya ke dalam hadirat Allah dalam penyembahan.

3. Kalau kuasa Allah meresap ke dalam PD, maka umat akan terdorong dating ke PD karena alas an yang tepat, yaitu agar Tuhan disembah dan dimuliakan.

DISKUSI KELOMPOK INTI. 1. Bagaimana anda menilai pengalaman pujian dan penyembahan dalam PD anda?

Apakah anda secara teratur masuk ke dalam pujian? Penyembahan? Apakah anda mengalaminya sebagai satu kelompok atau hanya sebagai individu-individu yang terpencar?

2. Siapa dalam kelompok anda memiliki karisma memimpin pujian? 3. Sebagai suatu kelompok, sepakati bersama , 3 (tiga) sasaran tindakan yang dapat

anda garap bulan depan untuk meningkatkan mutu pujian dan penyembahan di dalam PD anda!

SESSION V MEMIMPIN PERSEKUTUAN DOA

I. PERSEKUTUAN DOA SEBAGAI SUATU SARANA DOA.

A. Tujuan kelompok PD Paroki adalah doa yang memungkinkan orang-orang mengalami Baptisan Roh (lih session III – Peranan PD Paroki). 1. PD mingguan adalah sarana pokok untuk melakukan tujuan ini.

a. Di dalam persekutuan doalah Baptian Roh diajarkan, didoakan dan dialami.

b. Juga di dalam persekutuan doalah karunia-karunia kharismatik diajarkan, ditampilkan dan ditegaskan/dibedakan.

c. Juga di dalam persekutuan doa umat belajar tentang akrunia-karunia mereka ditolong untuk emngenalinya dan didukung untuk menggunakannya demi membangun paroki.

2. Pujian dan penyembahan yang dialami di dalam persekutuan merupakan sumber dari pemberian kuasa rohani yang memegang peranan untuk mencapai tujuan ini. a. Tanpa pujian dan penyembahan yang otentik sebagai

intipersekutuan doa, maka pertumbuhannya bersandar sepenuhnya hanya kepada usaha-usaha manusia.

b. Pujian dan penyembahan menyalurkan kuasa rohani yang meresapi dan mengubah unsure-unsur dari persekutuan doa (Lih. Session IV – Pujian dan Penyembahan).

B. Pemimpin persekutuan doa bertanggung jawab menuntun

persekutuan doa menuju tujuannya untuk memuji dan menyembah. 1. Seperti disebutkan dalam session IV, pemimpin persekutuan doa

(“pemimpin pujian”) tidak perlu seorang pemimpin kelompok persekutuan doa ataupun anggota dari kepemimpinan pastoral. a. Kedua itu, menyangkut fungsi-fungsi yang berbeda dan

membutuhkan karunia dan kemampuan yang berlainan. i. Pemimpin kelompok persekutuan doa adalah suatu fungsi

pastoral untuk mengkoordinir dan mengarahkan kelompok (ini akan dibahas lebih lanjut dalam session X).

ii. Pemimpin persekutuan doa berperan menuntun dan mengarahkan persekutuan doanya.

b. Kalau pemimpin kelompok persekutuan doa tidak dikarunia memimpin pujian dan penyembahan, maka persekutuan doanya akan rugi/menderita. Ia perlu menemukan/meminta anggota kelompok yang diberi karunia untuk itu.

2. Kebanyakan kelompok persekutuan doa menggilir pemimpin persekutuan doa bertugas memimpin. a. Ini memberikan variasi karena tiap-tiap orang mempunyai

gaya masing-masing melalui mana Allah bekerja. b. Hal itu juga mencegah persekutuan doa menjadi berpusat

hanya pada satu orang.

II. MEMIMPIN PERSEKUTUAN DOA A. Kepemimpinan PD yang efektif mulai sebelum PD.

1. Kepemimpinan pastoral harus mene apa yang Roh ingin lakukan dengan persekutuan doa – arah atau tema dari persekutuan. Hal ini dapat ditegaskan atas dasar: Sebagai suatu tanggapan atas kebutuhan kelompok. Suatu nubuat. Mengikuti suatu rencana pastoral jangka panjang. a. Kepemimpinan pastoral kemudian menyampaikan penegasan

ini kepada pemimpin persekutuan doa dan pelayanan music untuk memunginkan mereka mempersiapkan diri bagi persekutuan doa.

b. Para pemimpin pastoral perlu menegaskan apakah suatu pengajaran perlu diberikan dalam persekutuan. i. Kalau suatu pengajaran akan diberikan, maka isinya

harus sejalan dengan lama persekutuan. ii. Para pemimpin kemudian menegaskan siapa yang

diminta untuk memeprsiapkan dan menyampaikan pengajaran itu.

c. Para pemimpin pastoral juga menegaskan apakah ada hal-hal lain yang perlu diadakan dalam persekutuan (berdoa dalam kelompok, pelayanan kesembuhan, misa, suatu kesaksian dll).

d. Kalau pada suatu waktu para pemimpin menegaskan bahwa Roh Kudus bekerja di dalam cara yang lain, maka mereka harus bersedia untuk merubah rencana mereka dari bergerak mengikuti arah yang baru ini.

2. Pengaturan fisik untuk persekutuan doa harus diselesaikan dengan baik jauh sebelum saatnya persekutuan doa mulai: a. Ruangan dibuka, kursi-kursi diatur, sound system siap bekerja

baik, peralatan music sudah beres dan siap, buku-buku nyanyian /proyektor sudah siap dsb.

b. Untuk kebanyakan kelompok, tanggung jawab hal-hal tersebut dipegang oleh suatu panitia yang melakukan hal-hal itu sebagai pelayanannya bagi kelompok.

3. Semua yang terlibat pelayanan pada PD harus berkumpul untuk suatu waktu doa bersama selama kira-kira 20 menit sebelum PD mulai. a. Ini termasuk para pemimpin pastoral, kelompok inti, pelayan

music, pemimpin persekutuan doa, pengajar dan pelayanan doa.

b. Dalam doa bersama mereka perlu berdoa untuk kesatuan, mohon ucapan Tuhan dan mencari arah bagi persekutuan doa.

4. Setelah doa bersama ini, maka semua membuang waktu sejenak menyalami dan omong-omong dengan umat sebelum persekutuan doa mulai. Hal ini menolong para pelayan menjadi lebih bersatu darn peka dengan anggota-anggota persekutuan.

B. Sebelum persekutuan, pemimpin bekerja untuk menolong kelompok

tetap bersatu dalam pujian, penyembuhan dan pelayanannya 1. Di saat persekutuan doa mulai, pemimpin menyambut (welcome)

seluruh umat. a. Umat baru boleh diperkenalkan, namun ini harus dilakukan

sedemikian rupa yang membuat mereka merasa disambut dan bukan jadi tidak enak (kikuk)

b. Bila diperlukan, suatu penjelasan singkat mengenai persekutuan doa, pujian dan karunia-karunia karismatik dapat diberikan.

i. Umat yang baru dapat diberi suatu pamphlet yang memuat

suatu pengantar mengenai pembaharuan. ii. Beberapa kelompok PD menawarkan suatu “session

penjelasan” setelah PD selesai, kalau ada umat baru, ingin bertanya tentang apa yang mereka telah saksikan.

2. Persekutuan perlu berlanjut dengan beberapa lagu-lagu yang bersemangat untuk menolong menumbuhkan suatu suasana suka cita. a. Bagain awal persekutuan ini bertujuan untuk menghilangkan

kecemasan, berpusat kepada Tuhan dan mempersatukan umat. b. Pemimpin menegaskan apa yang diperlukan umat untuk masuk

suasana sukacita dan dapat menyelingi dengan nsihat pendek, ayat-ayat Kitab Suci atau doa-doa pengampunan di antara nyanyaian-nyanyian itu.

3. Sementara para pemimpin menegaskan, persekutuan perlu beranjak ke dalam saat bersyukur. a. Bagian ini dari persekutuan menolong umat mengakui

kehadirat Tuhan dalam hidup mereka dan mengungkapkan terima kasihnya.

b. Pemimpin mendorong umat agar mengungkapkan syukur mereka kepada Allah dan mencari cara-cara untuk membantu mengingatkan mereka akan tanda-tanda kehadirat Tuhan dalam hidup mereka.

4. Sementara persekutuan terus berjalan, pemimpin doa dalam kerjasama erat dengan pimpinan pastoral dan pelayanan musik, menggerakkan umat ke dalam pujian dan penyembahan. a. Kepekaan terhadap Roh mutlak perlu untuk membimbing ke

dalam ujian dan penyembahan i. Ini tidak dapat direncanakan seperti “lima lagu pujian, tiga

menit doa bahasa roh< dan lagu penyembahan”. ii. Sebaiknya jangan menjadi suatu pola atau format yang rutin,

menggunakan kata-kata yang sama tiap minggu. iii.Pujian dan penyembahan sebaiknya jangan diburu-buru supaya mencapai saat pengajaran atau pelayanan.

b. Pemimpin perlu “merasakan” apakah umat telah siap untuk masuk ke dalam pujian. i. Kalau belum, ia harus menegaskan hambatan-hambatannya

(tak adanya kesatuan dan pengampunan adanya kecemasan, kekuatiran dll) dan melayani untuk menanggulanginya.

ii. Bila sudah, maka algu-lagu pujian yang sesuai harus dinyanyikan, puji-pujian yang diserukan dan/atau berdoa dalam roh.

c. Sementara pemimpin doa menegaskan, ia perlu memungkinkan umat masuk ke dalam penyembahan. i. Lagu-lagu penyembahan, saat-saat hening, berdoa dalam

roh atau menyanyi dalam roh dapat menjadi ungkapan penyembahan.

ii. Para pemimpin perlu mengusahakan agar umat masuk penyembahan bersama-sama dan tidak membiarkan beberapa orang terburu-buru memasukinya meski umat lainnya belum siap secara penuh.

5. Pada saat-saat yang cocok selama persekutuan, pemimpin doa menolong umat menempatkan karunia-karunia sabda dan penambpilan-penampilan lain dari Roh (bdk, session VIII – Memupuk perkembangan karunia-karunia karismatik) a. Sewaktu-waktu, umat mungkin perlu dengan lembut didorong

agar terbuka untuk dipakai Roh bagi nubuat, bahasa roh atau penafsiran.

b.Sewaktu-waktu, pemimpin doa mungkin perlu secara diam-diam mendorong orang-orang tertentu untuk melangkah mempergunakan karunia-karunia mereka.

c. Pada kasus-kasus tertentu mungkin perlu bagi pemimpin doa dan pemimpin lainnya untuk menahan diri menggunakan karunia-karunia mereka dengan maksud mendorong umat lainnya menggunakan karunia-karunianya.

d. Bilamana perlu, pemimpin doa harus mengoreksi penyalahgunaan dari karunia-karunia (bdk session IX dan X0. i. Suatu penyalahgunaan yang serius dari karunia-karunia akan

merusak pujian dan penyembahan serta dapat mengakibatkan kebingungan lebih lanjut menyangkut karunia-karunia yang otentik.

ii. Tergantung dengan penyalahgunaannya, maka koreksi dapat terbentuk : Pendekatan pribadi setelah PD selesai. Suatu pengajaran singkat dalam persekutuan. Suatu ayat/kutipan Kitab Suci yang mengimbangi

situasi. Suatu dosa.

iii. Apapun situasinya, koreksi selalu membutuhkan penegasan (discernment), kelembutan dan kasih.

6. Pemimpin doa perlu membimbing umat dalam menanggapi karunia-karunia sabda dan manifestasi lainnya. a. Umat perlu menegaskan (discernment) setiap nubuat yang

disampaikan. b. Setelah saat bernubuat, pemimpin doa perlu memberi sedikit

waktu untuk refleksi, memberi kesempatan umat untuk meresapi pesan-esan yang didengar dan menerapkannya dalam hidup mereka.

c. Selanjutnya pemimpin doa mengajak umat secara bersama-sama menanggapi karunia-karunia sabda tadi.

Bentuknya mungkin suatu doa singkat, suatu lagu, atau tindakan yang simbolis.

7. Bila waktu mengijinkan dan Roh menggerakkan, maka persekutuan doa berlanjut dalam cara yang sesuai dengan apa yang telah ditegaskan/dibedakan oleh kepemimpinan. a. Sharing Kitab Suci.

i. Ini dapat dilakukan oleh seluruh umat bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil.

ii. Sharing sebaiknya singkat dan bukan pengajaran atau penafsiran, tetapi menceritakan bagaimana kutipan Kitab Suci menyentuh dan menolong dirinya.

b. Kesaksian-kesaksian: i. Input sebaiknya ringkas. Suatu kesaksian panjang perlu

dipersiapkan sebelumnya dan diatur bersama kepemimpinan pastoral.

ii. Umat perlu diajar bagaimana caranya menyampaikan kesaksiannya dengan baik. Sebaiknya tidak emngandung hal-hal jorok atau kotor. Sebaiknya berpusat pada Yesus dan bukan pada

problem. iii. Suatu nasehat singkat untuk mengingatkan umat akan

pedoman membagikan kesaksian: A – Anointed (yakin bahwa itu diurapi) RAP B – Brief (singkat, to the point, tak bertele-tele) KAT C – Christ – centerd (berpusat pada Kristus) TUS ABC = RAPKATUS

c. Pengajaran: i. Kalau suatu pengajaran telah disiapkan, makas ebaiknya

diberikans etelah saat penyembahan. ii. Tidak perlu harus ada suatu pengajaran setiap minggu. Pusat perhatian persekutuannya adalah pujiannya, bukan

pengajarannya. iii. Pengajarannya sebaiknya singkat, dipersiapkan dengan

baik dan disampaikannya dengan baik pula. iv. Bila pembicara tamu yang memberikan pengajaran, maka

sebaiknya mengenal topic yang telah ditegaskan dalam Roh oleh pimpinan Pastoral. Pembicara perlu diberitahu sebelumnya mengenai topic/lamanya, lama waktu yang diberikan dari detil-detil lainnya.

d. Doa Syafaat. i. Ini dapat dilakukan sebagai satu kelompok besar atau

kelompok-kelompok kecil. Kelompok kecil memungkinkan waktu lebih banyak, keterlibatan individu dan persyaratan pribadi.

ii. Ada berbagai format/bentuk untuk doa syafaat: Kelompok perlu mencoba:

Doa umat liturgis dengan jawabannya. Doa spontan dari kelompok. Keranjang doa dengan doa-doa yang ditulis. Doa-doa yang diajukan oleh umat paroki, pastor dan organisasi dalam paroki.

8. Dalam penutup, pemimpin perlu meringkas pesan yang disampiakan Roh Kudus sepanjang doa.

a. Biasanya ada suatu tema umum yang tampak dari nubuat-nubuat, ayat-ayat Kitab Suci, sharing-sharing dan doa-doa.

b. Pemimpin perlu secara singkat meringkaskan ini, mendorong umat untuk menaruh pesan itu di hati dan menanggapinya dengan cara masing-masing sepanjang minggu.

c. Kemudian persekutuan dapat ditutup dengan suatu doa pendek dan suatu lagu.

C. Beberapa hal praktis tentang memimpin suatu Persekutuan Doa.

1. Mulailah tepat pada waktunya meskipun yang sudah hadir baru

sedikit. Bilamana anda secara teratur mulai tepat pada waktunya, maka orang akan dating pada waktunya,

2. Akhirnya PD pada waktunya. Suatu PD tidak perlu melebihi 2 (dua) jam, kalau sampai larut aka nada umat yang tidak dating lagi karena faktor pribadi atau keluarga.

3. Pengaturan fisik dan tempat PD dapat menambah atau mengurangi suasana persekutuan: a. Biasanya kursi-kursi yang disusun seperti suatu lingkaran atau

lingkaran berlapis menciptakan suatu suasana yang paling baik bagi doa dan karunia-karunia.

b. Pemimpin doa tidak perlu berdiri di hadapan kelompok, tetapi dapat secara diam-diam mengarahkan persekutuan dari tempatnya dalam lingkaran.

c. Pengaturan ini menitikberatkan kesatuan di dalam persekutuan. 4. Bilamana ada pelayanan dukungan doa setelah persekutuan, maka

jangan pelayanan dijadikan waktu konseling. Doanya sebaiknya singkat. Bila dibutuhkan pelayanan lebih lanjut, maka dapat dilakukan pada saat yang terpisah.

5. Anggota kelompok inti dan pimpinan pastoral seyogyanya berpuasa dan berdoa untuk persekutuan yang akan dating, berdoa bagi pengurapan dan pengarahan Tuhan.

6. Para pemimpin doa perlu berusaha untuk membina mereka yang juga dapat memimpin doa.

DISKUSI KELOMPOK INTI. 1. Di dalam evaluasi anda, apakah persekutuan doa anda setiap minggunya sudah:

a. Dipersiapkan dan ditegaskan/dibedakan dalam suasana doa? b. Mengalir baik dalam pujian, penyembahan dan karunia-karunia? c. Mengungkapkan suatu pesan yang jelas melalui karunia-karunia, ayat-ayat

Kitab Suci, sharing-sharing dan doa-doa?

2. Sebagai satu kelompok sepakati 3 (tiga) sasaran yang akan digarap bulan yang akan dating untuk meningkatkan mutu dalam memimpin persekutuan doa?

SESSION VI PERANAN DARI PELAYANAN MUSIK

Catatan : Dianjurkan untuk mengundang Pelayanan Musik Persekutuan Doa

berpartisipasi dalam session ini.

I. HUBUNGAN ANTARA MUSIK DAN PUJIAN A. Sepanjang sejarah dan pengalaman modern kita, musik telah memainkan suatu

peranan penting dalam mengungkapkan pujian dan penyembahan kepada Allah. 1. Kitab Suci sering menyebutkan musik sebagai suatu sarana memuji Allah.

Mazm 28:7 ; Mazm 33:3 ; Mazm 149:1 ; Ef r:19 dan Kol 3:16 hanyalah beberapa contohmya.

2. St.Thomas Aquinas mengungkapkan konsep ini dengan berita “Ia hanya menyanyi dengan baik = berdoa dua kali”

B. Musik mempunyai kemampuan khusus untuk dipakai Allah menyentuh dan menggerakkan roh kita. 1. Musik dapat menyentuh roh, melampaui pikiran dan emosi, untuk melayani

orang di dalam suatu cara yang penuh kuasa. Dalam 1 Samuel 16:16 kita baca bagaimana musiknya Daus melayani Saul yang sakit rohani.

2. Musik yang diurapi dapat menjadi suatu sarana kuasa untuk penyembuhan, rekonsiliasi (penyembuhan), membangun dan menganggapi Roh.

C. Sebagai suatu sarana pelayanan dan pengungkapan pujian, maka musik

mempunyai peranan yang vital di dalam persekutuan doa. 1. Agar berhasil dalam persekutuan, maka musik haruslah diurapi. Maksudnya

“senada” dengan pengarahan Roh. Musik yang tidak diurapi tidak akan meningkatkan penyembahan dan malahan akan menurunkan suasana.

2. Musik juga harus berada dalam kesatuan dengan aspek-aspek lain dari persekutuan untuk menghasilkan kesatuan dimana Roh dapat menampakkan diriNya.

3. Bilamana kesatuan ini ada, maka pujian akan ditingkatkan dan kemuliaan Allah menjadi lebih nyata 2 Tawarikh 5:13-14.

II. FUNGSI DARI PELAYANAN MUSIK A. Pelayanan musik kelompok PD perlu dipersiapkan secara rohani untuk

persekutuan. 1. Para anggota team pelayanan musik sudah mengalami Baptisan Roh.

a. Mereka harus mengakui karunia kemampuan musik mereka sebagai suatu karisma yang digunakan demi membangun Gereja.

b. Mereka harus tahu bagaimana menanggapi karisma itu bagi Tuhan, memberi kesempatan Roh memanfaatkannya secara bebas dan dengan kuasa.

2. Mereka perlu memandang peranan mereka memimpin musik sebagai suatu pelayanan rohani, dan bukan hanya sebagai tugas belaka.

3. Masing-masing anggota harus berusaha tumbuh dalam hidup rohani mereka melalui doa.

4. Perlu ada kesatuan di antara para anggota team pelayanan musik. a. Mereka bersatu dalam pengertian akan peranan mereka.

b. Ada kesatuan dalam relasi mereka, rekonsiliasi harus diusahakan untuk setiap luka atau ketidak-sepakatan sebelum mereka melayani.

B. Pelayanan musik perlu dipersiapkan secara musik untuk persekutuan. 1. Mereka perlu tahu dari Pemimpin Pastoral mengenai arah atau tema

persekutuan doa dan memilih lagu-lagunya sesuai dengan itu. 2. Mereka perlu mempersiapkan suatu kumpulan lagu-lagu yang dari antaranya

dapat dipilih. a. Mereka perlu memilih sejumlah lagu yang cocok untuk setiap tahap dari

persekutuan (sukacita, syukur, penyembahan, pelayanan, penutup). b. Tidak semua lagu-lagu pilihan ini dipakai, tetapi hal itu perlu

dipersiapkan untuk dipakai diantaranya 3. Team perlu mempraktekkannya dan mengenal kumpulan lagu-lagu pujian

tersebut dengan baik. Here I am, Lord, Kaulah Tuhanku, Kasih Allah melingkupi saya tsb.

C. Pemimpin team pelayanan musik harus erat bekerjasama dengan pemimpin doa

untuk mengkoordinir musik dengan “aliran” persekutuan. 1. Vital untuk diingat bahwa pemimpin doalah yang memimpin persekutuan

bukan pelayanan musik. 2. Meskipun pilihan lagu dipercayakan kepada pemimpin musik, namun

pemimpin doalah yang menegaskan/membedakan saat-saat persekutuan beranjak dari satu tahap pujian ke tahap berikutnya.

3. Pemimpin doa dan pelayanan musik perlu mengembangkan cara-cara berkomunikasi satu dengan yang lain sehingga memungkinkan persekutuan mengalir dengan lancar (dengan anggukan kepala, berbisik, menunjuk kepada daftar lagu dsb).

D. Selama persekutuan, musik harus mengalir bersama dengan pujian dan

penyembahan. 1. Begitu persekutuan dimulai dan pemimpin doa memberi selamat datang,

maka suatu lagu pembukaan yang bersemangat perlu dinyanyikan, misal : “Mari kita bersukaria”, Dengar Dia panggil nama saya, Mazmur 133.

2. Selama tahap sukacita lagu-lagu bersemangat ikut mengangkat hati dan menghapus kekuatiran. Contoh beberapa lagu sukacita : “Hari ini harinya Tuhan”, “KasihNya seperti sungai”, “The joy of the Lord”, “Aku memuliakan Tuhan”, “Kumasuki GerbangNya,” dst.

3. Sementara saat bersyukur biasanya diungkapkan dalam doa, beberapa lagu juga cocok untuk membantu umat mengungkapkan syukurnya kepada Allah. Misalnya : “Kami naikkan syukur”, “Terima kasih oh Tuhanku” dsb.

4. Kalau umat masuk ke dalam saat pujian, maka lagu-lagunya se-baiknya yang melukiskan Tuhan dan kebaikanNya. Beberapa contoh lagunya : “Puji nama Yesus”, “Dialah segala-nya”, “Yesus disanjung”, “Kami berkumpul memuji menyembahMu”.

5. Di saat penyembahan, lagu yang dialamatkan kepada Tuhan menolong umat mengungkapkan penyembahan mereka kepadaNya. Misal : “Bapa terima sembahku”, “Tuhan kurindu”, “Pujilah, hai jiwaku”, “Alleluia 12x”, dsb.

6. Banyak lagu yang terutama sesuai untuk saat-saat pelayanan. Lagu-lagu itu sering diurapi Roh dan dipakai untuk menyentuh hati dan membimbing orang-orang kepada penyerahan yang lebih dalam kepada Yesus. Beberapa diantaranya adalah : “Amazing Grace”, “Here I am, Lord”, “Kaulah Tuhanku”, “Kasih Allah melingkupi saya”, dsb.

7. Lagu penutup biasanya bersemangat, seperti misalnya : Our God reigns, Kumendaki ke Bukit Sion, Puji Syukur bagiMu, Alabare.

III. HAL-HAL PENTING UNTUK PELAYANAN MUSIK A. Musik harus mengalir dari satu lagu kepada lagu lainnya untuk memelihara

suasana pujian. 1. Berhenti untuk mengumumkan judul lagu atau halaman buku lagu yang akan

memecah perhatian dan suasana pujian dengan tidak perlu.

2. Pelayanan musik harus mengalir ke dalam suatu lagu. Kebanyakan umat mungkin sudah tahu lagunya dan tidak perlu tahu namanya. Kalau harus menyebut nomor lagu, hal itu dapat disebutkan dengan tenang ketika musik mulai.

B. Persekutuan sebaiknya menggunakan lagu-lagu yang sudah dikenal umat. 1. Lagu-lagu baru akan mengalihkan perhatian umat dari memuji dan memaksa

umat konsentrasi kepada kata-kata dan melodi lagu. 2. Kalau mau pakai suatu lagu baru, maka sebaiknya diajarkan pada permulaan

sebelum persekutuan doa mulai. 3. Pakailah hanya satu lagu baru tiap minggu. C. Umat didorong untuk sedapat mungkin menyanyi tanpa buku nyanyian. 1. Kebanyakan umat mungkin sudah mengenal sebagian besar lagu-lagu yang

ada. Buku nyanyian menjadi pemecah perhatian 2. Memakai overhead proyektor tidak begitu memecah perhatian seperti buku. D. Memakai suatu estafet (medley) lagu dapat menolong mempertahankan suatu

aliran dalam musik dan dalam beralih ke lagu lainnya. E. Saat hening, berdoa dalam roh, pujian dan penampilan karunia-karunia perlu

disediakan di antara lagu-lagu pada saat-saat yang cocok selama persekutuan. 1. Pelayanan musik harus mengikuti pengarahan pemimpin doa sebelum

memulai suatu lagu. 2. Setelah suatu saat hening atau penyembahan, team musik sebaiknya

menunggu tanda dari pemimpin doa sebelum memulai dengan Tuhan. F. Pelayanan musik harus bekerja untuk mengembangkan kemampuan dan

ketrampilannya. 1. Meskipun pelayanan musik tidak usah menjadi “profesional” dalam

pendekatannya terhadap pelayanannya, namun, meningkatan kemampuannya dapat menjadi suatu cara untuk mematangkan karunia dan karismanya.

2. Pelajaran-pelajaran seni suara, belajar menambah kemampuan memainkan alat musik dan menambah alat musik baru dalam pelayanannya dapat menolong team menjadi lebih efektif sebagai saluran karunia-karunia Allah.

G. Team perlu mengembangkan suatu perpustakaan atau catalog dari lagu-lagu

yang daripadanya team dapat menyusun daftar lagu-lagu mereka untuk dipakai dalam persekutuan.

1. Ada suatu kekayaan sumber musik yang bagus untuk kelompok-kelompok karismatik yang tersedia dalam buku-buku nyanyian, album-album lagu dari kaset-kaset. Team pelayanan musik perlu mengusahakan untuk mengenalnya.

2. Keanekaragaman lagu memberikan hidup dan semangat baru kepada umat dan persekutuan doa.

H. Beberapa petunjuk yang dapat membantu. 1. Lagu-lagu sebaiknya dinyanyikan dalam tangga nada yang enak untuk

mayoritas umat. 2. Pelayanan musik sebaiknya menghindarkan permintaan-permintaan lagu-

lagu. Biasanya ini mengganggu pujian dan membuat persekutuan lebih seperti festival lagu.

Hal ini merupakan tanda bahwa umat persekutuan tidak siap. 3. Kalau suatu lagu mulainya jelek, maka sebaiknya dihentikan dan dimulai

kembali. 4. Team musik sebaiknya menerima kekeliruan, senar putus dll dengan tenang

dan tidak menjadikan hal itu gangguan dalam pelayanan mereka. 5. Untuk kelompok-kelompok guitar dapat melengkapi. Bila tak ada orang yang

dapat memainkan alat musik, maka satu orang dapat melayani memimpin persekutuan dalam bernyanyi. Bagaimanapun petunjuk-petunjuk dan saran-saran di atas tadi tetap dapat berlaku.

DISKUSI KELOMPOK INTI 1. Apakah menurut anda musik dalam persekutuan anda berperan

meningkatkan pujian dan penyembahan ? 2. Hal-hal apa yang menjadi kekuatan pelayanan musik kelompok PD anda ?

Aspek-aspek mana yang masih perlu diperkuat. 3. Sebagai suatu kelompok, bersepakatlah atas 3 (tiga) sasaran yang dapat anda

garap bulan depan untuk meningkatkan mutu pujian anda melalui pelayanan musik !.

SESSION VII SUATU TEOLOGI DARI KARUNIA-KARUNIA

KARISMATIK

I. PENTINGNYA KARISMA-KARISMA. A. Seperti dibicarakan dalam Session I, karisma-karisma mempunyai peranan

integral (tak terpisahkan) dalam misi gereja untuk menginjilan, pengudusan dan pembaharuan tata duniawi.

1. “Karunia-karunia ini menjadikan mereka trampil dan siap untuk menerima berbagai karya atau tugas yang berguna bagi pembaharuan dan pembangunan lanjut Gereja….. karisma-karisma ini, baik yang tersebar secara menyolok maupun yang terpencar secara sederhana dan meluas, harus diterima dengan perasaan syukur dan perasaan terhibur, karena sangat sesuai dan berguna bagi kebutuhan Gereja.” (Konstitusi Dogmatik tentang Gereja no.12)

a. Dengan Roh Kudus berkarya melalui karisma-karisma, maka gereja diperlengkapi dengan kemampuan adikodrati untuk memenuhi tugas perutusanNya.

b. Gereja mengakui karunia-karunia yang biasa dan luar biasa itu berguna bagi karya Gereja.

2. Dengan menerima karisma-karisma ini, juga yang sederhana “muncullah hak dan kewajiban tiap orang beriman untuk

memanfaatkannya demi kepentingan manusia dan pengembangan Gereja di dalam Gereja dan di dalam dunia, dalam kemerdekaan Roh Kudus ….. dan serentak dalam persekutuan dengan saudara-saudari di dalam Kristus, terutama dengan para Gembala mereka” (Dekrit Kerasulan Awam, no.3)

a. Setiap orang awam mempunyai kewajiban memanfaatkan karismanya. b. Karisma-karisma itu dipergunakan dalam persekutuan dengan satu sama

lainnya dan di bawah wewenang sah dari para gembala untuk menjamin keontentikannya dan effektivitasnya.

B. Penting untuk memahami fungsi dari karisma-karisma di dalam Gereja-

tujuannya dalam membaharui dan membangun Tubuh Kristus. 1. Karisma-karisma menumbuhkan kesatuan dalam Gereja.

a. Ke-empat tulisan pokok tentang karisma-karisma dalam Perjanjian Baru, masing-masing menekankan peranan yang diambil karunia-karunia dalam mempersatukan Gereja.

i. Kisah Pentakosta dalam Kis.2 dalam beberapa hal merupakan kebalikan dari menara Babel. Bila dalam Kejadian 11, Allah mengacaukan bahasa manusia dan mencerai-beraikan mereka, maka pada Pentakosta para rasul dimengerti oleh orang-orang dari segala bangsa, mempersatukan mereka menjadi Satu Tubuh.

ii. Dalam Rom, 12:4-8, 1Kor.12:12-30 ; Ef.4:1-6 Paulus memakai analogi (kias-an) fungsi dari berbagai anggota tubuh manusia untuk menekankan bagaimana karisma-karisma berperan untuk menyatukan Gereja.

b. Melalui keaneka-ragaman dari karunia-karunia, Gereja disatukan. i. Tak seorangpun dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri.

Kebutuhan-kebutuhan seseorang dipenuhi oleh karunianya orang lain. ii. Kodrat dan penggunaan dari karunia melayani dan menyatukan

Tubuh. 2. Karisma-karisma memperlengkapi Gereja, menjadikannya mampu bersaksi

akan kenyataan adikodrati, kehadiran Kristus yang bangkit dalam Gereja a. Karisma-karisma merupakan pernyataan Roh “membuat tampak”

kehadiran dan kuasa Allah. i. Dalam 1Kor.14:23-25 Paulus berkata bahwa dampak dari karunia-

karunia terhadap orang yang tak beriman haruslah menyebabkan mereka berucap: “Allah sungguh-sungguh ada ditengah-tengah kamu!”.

ii. Penggunaan yang otentik dari karisma-karisma menjadikan nyata suatu kuasa (kekuatan) yang melampaui kemampuan manusia.

b. Kuasa dan karisma-karisma melaksanakan apa yang tidak dapat dilakukan dengan usaha-usaha kita sendiri, mengubah Gereja dari sekedar suatu organisasi manusia menjadi Tubuh Kristus yang mampu melakukan segala sesuatu yang Ia telah lakukan.

II. DASAR KITAB SUCI DARI KARISMA-KARISMA A. Seperti Dokumen-dokumen Vatikan II menyatakan bahwa serentak ada

karunia-karunia “yang sangat menyolok dan yang lebih sederhana”, demikian juga Paulus mengajarkan bahwa “ada berbagai karunia.” (1Kor.12:4).

1. Paulus menyebut daftar berbagai karunia dalam beberapa kutipan.

a. Dalam Rom.12:4-8 ia memasukkan : bernubuat, melayani, mengajar, menasihati, membagi-bagikan derma, memberi pimpinan dan menunjukkan kemurahan.

b. Dalam 1Kor.12:8-10 ia menyebut daftar : berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan, iman, menyembuhkan, bernubuat, membedakan bermacam-macam roh, berkata-kata dengan bahasa roh & menafsirkan bahasa roh.

c. Dalam Efesus 4:11 ia menggambarkan kedudukan rasul, nabi, pemberita Injil, gembala dan pengajar sebagai karunia-karunia Roh.

2. Itu semua tidak diartikan telah meliputi seluruh daftar karunia-karunia. Paulus tidak bermaksud menyatakan bahwa hal-hal itu merupakan satu-satunya cara dimana Roh bekerja. Daftar itu dimaksudkan untuk memperhatikan berbagai cara di mana Roh bergerak dalam Gereja.

a. Paulus menasehati para pembacanya untuk berusaha memperoleh karunia-karunia (1Kor.14:1) dan jangan menolak dan melarangnya (1Kor.14:39).

b. Pengajaran Paulus yang panjang lebar mengenai penggunaan karunia-karunia dalam 1Kor.12:13,14 memperlihatkan betapa ia menganggapnya penting.

B. Pengajaran Paulus kepada umat Korintus dapat membantu kita lebih

membantu kita lebih memahami pentingnya karunia-karunia karismatik, peranan dan penggunaannya.

1. Perlu dimengerti bahwa pengajaran itu ditujukan kepada suatu gereja lokal yang sudah mengenal dan sudah berfungsi dalam karunia-karunia ini.

a. Itu bukan dimaksudkan sebagai pelajaran pendahuluan, tetapi ditulis untuk mengoreksi kekeliruan-kekeliruan tertentu (Bdk.1Kor.12:1).

b. Kita tak dapat memandang kutipan itu sebagai suatu pengajaran pendahuluan, tetapi kita perlu menafsirkan sesuai dengan tujuan si penulis (Bdk.Doktrin tentang Wahyu Ilahi No.12).

2. Paulus menggunakan empat kata Yunani yang berbeda dalam membicarakan karisma-karisma. (Lih.1Kor.12).

a. Dalam ayat 1, ia memakai istilah pneumatik, yang biasanya disebut “karunia-karunia Roh”, dan dipakai dalam arti umum.

b. Dalam ayat 4, ia memakai charismata, diterjemahkan sebagai “karunia rahmat” yang ia hubungkan dengan Roh.

c. Dalam ayat 5, ia memakai diakonia, diterjemahkan sebagai “karunia pelayanan” yang ia hubungkan dengan Tuhan.

d. Dalam ayat 6, ia memakai energemata, diterjemahkan “karunia perbuatan ajaib” yang ia hubungkan dengan Allah Bapa.

3. Berbagai istilah ini dimaksudkan untuk memperlihatkan keaneka-ragaman karunia-karunia dan kesatuan dari tujuannya.

a. Kalau orang-orang Korintus berlebihan menekankan pentingnya suatu karunia-karunia roh – sedang karunia lain kurang dipedulikan, maka Paulus menegaskan bahwa karunia-karunia itu, meskipun berbeda namun vital ( amat penting ).

b. Karunia-karunia itu berbeda tujuannya. i. Karunia-karunia rahmat melayani kodrat rohaniah. ii. Karunia-karunia pelayanan melayani akal budi. iii. Karunia-karunia perbuatan ajab menampakkan kuasa Allah dalam

alam badaniah. c. Meskipun tujuan berbeda namun karunia-karunia itu bersatu sama seperti

Allah Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudus bersatu dalam Tritunggal. 4. Dalam membuat daftar Sembilan karunia karismatik, Paulus memberikan 3

(tiga) contoh karunia untuk setiap istilah. Meskipun bukan dimaksudkan untuk menjadi “kategori” namun mereka membantu kita untuk lebih memahami karunia-karunia.

a. Karunia-karunia rahmat – kadang-kadang disebut karunia Sabda melalui mereka Roh menyampaikan pesan Allah kepada Gereja.

i. Nubuat – Allah berbicara melalui seseorang, suatu pesan dalam bahasa sehari-hari kepada seseorang atau jemaat.

ii. Bahasa Roh – suatu pesan dari Allah yang diucapkan seseorang dalam bahasa Roh yang harus ditafsirkan (1Kor.14:27-28).

iii. Penafsiran – kemampuan untuk menafsirkan ke dalam bahasa sehari-hari suatu pesan yang diberikan dalam bahasa roh.

b. Karunia pelayanan – juga diistilahkan dengan karunia akal budi : karunia-karunia ini memberikan kepada Gereja kemampuan untuk mengungkapkan dan memahami berbagai aspek dari kodrat Allah dan/atau merencanakan dalam suatu cara yang membawa hasil-hasil efektip.

i. Hikmat (kebijaksanaan) – biasanya digambarkan sebagai kemampuan untuk memberikan pengajaran efektip yang membuka hati para pendengarnya terhadap hikmat Allah.

ii. Pengetahuan – biasanya digambarkan sebagai kemampuan untuk mengetahui bagaimana Allah sedang bekerja di dalam diri seseorang atau jemaat pada suatu waktu tertentu dan dipakai untuk membuka diri mereka agar bekerjasama dengan Roh.

iii. Pembedaan-kemampuan untuk mengetahui apakah suatu karisma atau ilham bersumberkan Roh Kudus, roh manusia atau setan.

c. Karunia-karunia perbuatan ajaib – juga disebut sebagai karunia-karunia tanda : karunia-karunia ini memungkinkan Gereja melayani sebagai alat Allah dalam perwujudan-perwujudan dari kuasaNya.

i. Iman – kemampuan mengetahui dengan pasti kehendak Allah bagi suatu situasi tertentu.

ii. Mujizat – suatu perwujudan nyata di mana Allah turut camput tangan dalam rangkaian peristiwa-peristiwa dan/atau hukum alam untuk memperlihatkan kekuasaanNya.

iii. Penyembuhan – kemampuan menyalurkan kuasa kesembuhan dari kasih Allah.

C. Dalam pengarajanNya Paulus menegaskan pentingnya penyebaran

karunia-karunia. 1. Dalam ayat 7 ia menyatakan bahwa setiap anggota Tubuh diberikan suatu

penyataan Roh untuk kepentingan bersama a. Paulus mengulangi hal ini dalam Efesus 4:17 b. Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II menekankan penyebaran universal

karunia-karunia dalam Konstitusi dogmatic tentang gereja no.12 dan Dokumen Kerasulan Awam no.2

2. Paulus menekankan saling ketergantungan karunia-karunia ini. a. Dalam ayat 21 ia berkata : mata tak dapat berkata kepada tangan : “aku

tidak membutuhkan engkau”. b. Dalam Efesus 4 : 12 ia berkata : Orang-orang kudus bersama-sama

diikat menjadi satu dalam pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan Tubuh Kristus.

3. Paulus mengajarkan bahwa tak seorang anggotapun bisa melengkapi dirinya sendiri. Tak seorangpun yang menerima semua karunia.

a. Adakah semua rasul, atau nabi, atau pengajar ? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, atau untuk menyembuhkan atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh ? ( ayat 29-30).

b. Juga tak ada satu karuniapun yang umum untuk semua anggota Tubuh. III. PENERAPAN PASTORAL. A. Dari pengajaran Paulus dan dari pemahaman Gereja, maka jelaslah bahwa

karisma-karisma tidak terbatas pada Sembilan karunia karismatik. Namun karunia-karunia karismatik ini penting bagi Gereja masa kini.

1. Perlu diakui bahwa realitas-realitas rohani ini sungguh-sungguh terjadi dalam Pembaharuan Karismatik Katolik.

Akan menjadi sulit untuk menghambat karya Roh yang menampakkan diriNya begitu berlimpah dalam Gereja Perdana. Kita selayaknya bersyukur kepada Allah karena mencurahkan di zaman kita ini karunia-karunia dan rahmat-rahmatNya dengan mana Ia telah memberkati GerejaNya pada permulaan sekali. (Pernyataan pastoral tentang P.K.K 1989. Konperensi Nasional para Uskup Amerika Serikat no.7).

2. Karunia-karunia ini bekerja dalam Gereja masa kini sama seperti di masa para Rasul untuk membawa kepada kesatuan. Untuk memperlengkapi Gereja dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

3. Pimpinan Pastoral seyogianya mengakui pentingnya karunia-karunia karismatik dan mau percaya akan peranannya yang otentik dalam Gereja masa kini.

B. Meskipun karunia-karunia ditampakkan melalui individu-individu, namun

mereka diberikan bagi Gereja. 1. Menjelang dewasa, Gerakan ini memandang karisma-karisma bukan sebagai

karunia-karunia terpisah yang diberikan kepada individu-individu tertentu, tetapi lebih sebagai karunia yang diberikan kepada jemaat (Pernyataan Pastoral tentang PKK 1984 – Konperensi Nasional para Uskup Amerika Serikat no.9).

2. Pimpinan Pastoral seyogianya mendidik kelompok-kelompok mereka akan pengertian bahwa karunia-karunia itu milik Gereja dan bukan individu.

a. Pemanfaatan yang benar menuntut penggunaan karunia-karunia itu dibawah bimbingan otoritas yang tepat (Bdk.Konstitusi Dogmatik tentang Gereja no.12)

b. Penggunaan karisma-karisma dalam pelayanan-pelayanan terpisah sebaiknya hanya dilakukan oleh penegasan kelompok dan dibawah petunjuk otoritas, pastoral yang benar.

C. Anggota-anggota kelompok perlu memahami perbedaan antara pernyataan

( manifestasi) dan pelayanan. 1. Karena karunia-karunia diberikan lebih kepada Tubuh daripada kepada

perorangan, maka setiap orang perlu terbuka untuk menampakkan setiap dari karunia itu setiap waktu.

2. Orang-orang tertentu menampakkan karunia-karunia tertentu lebih teratur dan dapat dipakai untuk pelayanan dari karunia tersebut.

a. Paulus menunjuk aspek ini dalam Roma 12:6-8

b. Meskipun anggota-anggota tertentu mungkin memiliki suatu pelayanan bernubuat atau mengajar, namun hal itu jangan sampai menghalangi anggota lain untuk menampakkan karunia tersebut.

D. Pimpinan Pastoral perlu menumbuhkan saling ketergantungan di antara

karunia-karunia di dalam kelompoknya. 1. Ajarkan dan perlihatkan bagaimana karunia-karunia saling ketergantung

untuk menjadi paling efektif dalam membangun Tubuh. a. Karunia bahasa roh perlu penafsiran; Nubuat perlu penegasan roh,

penyembuhan perlu pengetahuan dan iman; mengajar perlu hikmat, dsb. b. Pimpinan perlu mengkoordinir dan membimbing penggunaan karunia-

karunia agar saling melengkapi. 2. Tidak perlu adanya baik penekanan atas sesuatu karunia maupun pengecilan

arti dari karunia-karunia lain. Semua dibutuhkan dan berguna. E. Pimpinan perlu menolong umat belajar menyerahkan segi-segi lainnya dari

kehidupan mereka kepada Roh dengan bertumbuh dalam penggunaan mereka atas karunia-karunia karismatik.

1. Karunia karismatik merupakan pengalaman-pengalaman yang dalam dari “mengijinkan kuasa Allah mengalir melalui orangnya”.

2. Hal ini dapat “melatih” orang itu menjadi lebih terbuka akan Gerakan Roh dalam cara-cara yang lebih halus dan dalam berbagai segi.

DISKUSI KELOMPOK INTI 1. Karunia-karunia karismatik manakah yang paling kuat di dalam kelompok

kita ? Manakah yang paling kurang tampak ? 2. Seberapa “karismatik” persekutuan doa kita ? Apakah dimensi karismatik

otentik dan matang ? 3. Sebagai suatu kelompok inti, sepakati 3 (tiga) tindakan yang anda ingin

laksanakan untuk meningkatkan penggunaan yang otentik dan karunia-karunia dalam kelompok doa ?

BAHAN BACAAN : “Charism and Charismatic Renewal” Francis Sullivan SJ Servant Book, Ann

Arbor.M.I.1984. “Word Gifts” Fred Lily, Servant Books, Ann Arbor, M.I. 1984. Discerment”, Morton Kelsay, paulist Press, New York, N.Y.1978.

SESSION VIII MEMUPUK PERTUMBUHAN KARUNIA-KARUNIA

KARISMATIK

I. KASIH DAN KARUNIA-KARUNIA A. Ajaran Paulus tentang karunia-karunia Karismatik dalam 1Kor,12-14 di sela

oleh tulisanya tentang kasih. Ini tampaknya seperti suatu ajaran sisipan mengenai apa yang menjadi kebajikan yang terbesar. Namun bila diambil dalam konteksnya, maka hal itu menjadi suatu butir penting mengenai hal memupuk pertumbuhan karunia-karunia dalam persekutuan-persekutuan kita.

1. Kasih adalah serentak benih dan buah dari karisma. a. Kasih sejati memungkinkan karunia-karunia mengalir dalam suatu

persekutuan untuk menjamin pemanfaatannya yang tepat. b. Kasih mengalir dari penggunaan secara dewasa karunia-karunia,

meningkatkan kemampuan persekutuan untuk saling melayani. 2. Oleh sebab itu dalam 1Kor.13 Paulus sama sekali bukan mengecilkan arti

pentingnya karunia-karunia, namun ia menggambarkan suatu suasana di mana karunia-karunia itu dapat tumbuh dan menjadi matang.

B. Doa persekutuan seyogianya menjadi seperti “suatu tanah kebun yang

memberikan suatu suasana dan tempat pembiakan yang ideal,” di mana karunia-karunia itu dapat muncul dan bertumbuh. Paulus menerangkan seperti apa suasana itu :

1. “Kasih itu sabar”. a. Suatu persekutuan yang sungguh-sungguh mengasihi itu sabar, memberi

kesempatan kepada Roh untuk bekerja dalam diri orang-orang menurut waktunya.

b. Pemimpin perlu bersabar dalam kerjasama dengan umat, tidak menuntut tetapi memberi kesempatan untuk menanggapi dengan bebas dorongan-dorongan Roh.

2. “Kasih itu murah hati”. a. Kemurahan hati dalam suatu Persekutuan Doa memungkinkan seseorang

mengalami balas kasih yang membuatnya terbuka akan Gerakan Roh. b. Pemimpin perlu serentak memperhatikan dan mendorong kemurahan hati

dalam tindakan, sikap dan tutur kata mereka.

3. “Kasih itu tidak cemburu”. a. Kecemburuan menghambat kasih yang dapat mengalirkan karunia-

karunia. Karunia-karunia itu bukan diberikan kepada perorangan tetapi kepada kelompok.

b. Kasih sejati bersukacita akan kemampuan orang lain menampakkan Roh dan ingin memuliakan Allah melalui karunia-karunia dirinya sendiri.

4. “Kasih itu tidak memegahkan diri ( sombong )”. a. Kesombongan memisahkan umat satu dari yang lain dan orang-orang

mencoba menampilkan diri sebagai sesuatu yang bukan diri mereka sesungguhnya. Hal itu mengakibatkan orang menyembunyikan kebutuhan-kebutuhan mereka dan berlaku seolah-olah kuat, padahal mungkin tidaklah demikian.

b. Suatu persekutuan yang mempunyai kasih membuat orang mampu menjadi dirinya sendiri, memperlihatkan kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatannya sambil belajar menerima orang-orang lain dengan ketidak-sempurnaan mereka.

5. “Kasih itu tidak mencari keuntungan diri sendiri”. a. Egoisme berlawanan dengan tujuan kasih, karena lebih membangun diri

sendiri daripada membangun Tubuh Kristus. Egoisme menarik perhatian kepada diri sendiri, menuntut waktu, tenaga dan emosi dari orang-orang lain.

b. Kasih memanggil kita untuk mencari kepentingan orang lain dahulu, memberikan kita kekuatan untuk menyerahkan hidup dan karisma-karisma kita demi kepentingan orang lain.

6. “Kasih itu tidak pemarah”. a. Kemarahan yang menghancurkan lebih menuntut kesempurnaan daripada

menerima kekurangan dan keunggulan orang-orang lain. b. Suatu persekutuan yang ada kasih memungkinkan kemarahan untuk

mendorong umat menanggapi secara tepat dan dengan kasih dalam menghadapi situasi-situasi yang sulit.

7. “Kasih tidak menyimpan kesalahan orang lain” a. Ibrani 12:15 memberi petunjuk kepada kita agar jangan membiarkan

tumbuh suatu “akar yang pahit yang mencemarkan banyak orang”. Tidak mau mengampuni akan segera mencemari seluruh persekutuan, menyebarkan kemarahan dan perpecahan.

b. Pengampunan adalah kunci kerendahan hati sejati dan membuat kita berada dalam relasi yang benar dengan satu sama lain dan dengan Allah (Mat.5:24).

8. “Kasih bersukacita akan kebenaran” a. Yesus mewartakan bahwa “Kebenaran akan memerdekakan kamu”

(Yoh.8:32). Kebenaran membawa kemerdekaan, memungkinkan kasih dan karunia-karunia mengalir.

b. Suatu persekutuan yang ada kasih bersukacita dalam kebenaran dan umatnya yang berupaya untuk menjadi dirinya, terbuka satu terhadap yang lain. Dalam kebenaran ini, kuasa Roh tidak terhambat untuk menampakkan kasih dan kuasaNya.

II. SARAN-SARAN PRAKTIS UNTUK MEMUPUK PERTUMBUHAN

KARUNIA-KARUNIA. A. Persekutuan Doa sebaiknya secara obyektif menilai dirinya berpatokan

gambaran kasih dari Paulus, dan kemudian menentukan bagaimana mereka menjadi persekutuan yang lebih mengasihi di mana karunia-karunia dapat bertumbuh subur.

B. Pimpinan Pastoral perlu memberikan pengajaran tentang karunia-karunia

karismatik. 1. Pimpinan sebaiknya jangan menganggap bahwa umat sudah tahu tentang

karunia-karunia, atau bahwa mereka mempelajarinya di lain tempat. Kelompok-kelompok Persekutuan Doa Karismatik merupakan segelintir sumber dari pengajaran tentang perkara ini.

2. Umat perlu diajar tentang peranan dan tujuan karunia –karunia karismatik dan ditolong untuk memahami pentingnya karunia-karunia itu dalam Gereja masa kini. ( Lihat Session VII Memahami karunia-karunia karismatik ).

Kalau tujuan dan pentingnya karunia-karunia telah dipahami, maka umat akan lebih siap untuk berusaha memperoleh karunia-karunia dan memanfaatkannya.

3. Persekutuan Doa perlu menawarkan pengajaran yang berbobot dan ringkas mengenai setiap karunia secara teratur.

4. Sumber-sumber tentang karunia-karunia perlu disediakan untuk umat – buku-buku, kaset, pamflet, informasi tentang lokakarya, dsb.

C. Harapkan karunia-karunia ditampakkan dalam Pesekutuan Doa. 1. Paulus menghimbau kita untuk berusaha memperoleh karunia-karunia

(1Kor.12:31-14:1,39) dan hal ini berarti mengharapkan Allah untuk menampakkannya. Allah memberikan karunia-karunia agar dapat dimanfaatkan, sehingga Ia pasti ingin menampakkannya.

2. Umat perlu dihimbau untuk berharap akan dipakai Allah, menyerahkan diri mereka bagi karunia manapun. Himbauan ini sebaiknya diberikan dengan lemah lembut dan penuh kasih, jangan dengan paksa.

3. Pemimpin doa perlu yakin bahwa tersedia waktu untuk memungkinkan karunia-karunia ditampakkan. Mereka perlu peka akan aliran PD, memberi kesempatan saat-saat hening bagi umat untuk memusatkan diri kepada bimbingan Roh. Kelompok perlu menghargai karunia-karunia kalau ditampakkan.

a. Kalau kelompok tidak menghargai apa yang diberikan, maka jangan diharapkan bahwa lebih banyak karunia akan ditampakkan.

b. Tidak menanggapi maupun menghargai karunia, mengandung sikap bahwa karunia-karunia tidaklah penting.

c. Pemimpin perlu mendorong umat untuk : i. mendengarkan setiap nubuat, menegaskannya dan menanggapi sesuai

dengannya. ii. memberi kesaksian atas penyembuhan yang dialami iii. mempersembahkan pujian untuk jawaban atas doa. iv. membagikan (sharing) bagaimana pengajaran yang diilhami telah

mempengaruhi hidup mereka. D. Pimpinan perlu memberi kebebasan kepada umat untuk membuat kekeliruan

dalam menggunakan karunia-karunia. 1. Pimpinan jangan mengharapkan kesempurnaan, karena karunia-karunia kita

tidaklah sempurna (1Kor.13:7). 2. Kalau umat merasa bahwa kesempurnaan yang diharapkan, maka mereka

akan ragu-ragu untuk mempergunakan karunia. Mereka perlu memahami bahwa orang-orang menjadi dewasa dalam

menggunakan karunia-karunia melalui pengalaman dan bimbingan. 3. Umat perlu mengalami kasih dan penerimaan sementara mereka berusaha

untuk bertumbuh dalam penggunaan karunia-karunia mereka. E. Bila karunia-karunia disalah-gunakan, maka diperlukan koreksi dalam kasih. 1. Pimpinan Pastoral mempunyai tanggung jawab untuk mengoreksi penyalah-

gunaan karunia-karunia. 2. Kelalaian mengoreksi penyalah-gunaan dan kekeliruan penggunaan karunia-

karunia dapat mengakibatkan : a. Menurunkan nilai pentingnya karunia-karunia. b. Membingungkan umat mengenai mana yang otentik dan mana yang

bukan

c. Menghilangkan kesempatan individu untuk melajar dan bertumbuh dalam penggunaan karunia-karunia.

3. Koreksi sebaiknya selalu didasari kasih dan dilakukan dengan lemah lembut. a. Hal itu sebaiknya dilakukan secara pribadi. Hanya dalam keadaan-

keadaan ekstrim (terpaksa) di mana tindakan harus diambil segera, maka hal itu dilakukan di depan orang-orang lain. Misalnya : Seseorang yang telah menyampaikan suatu non-prophecy (nubuat yang bukan diurapi, tetapi dari diri sendiri, meski isinya tidak menyimpang) dapat dihubungi secara biasa melalui telepon setelah persekutuan.

b. Koreksi perlu disertai dengan dorongan untuk menggunakan karunia-karunia.

Misalnya : kami sungguh percaya bahwa Roh sedang memakai anda untuk bernubuat, namun kami ingin menolong anda untuk menegaskan karunia itu.

4. Koreksi perlu disertai bekal untuk pertumbuhan. a. Orang-orang perlu dibekali dengan sarana untuk belajar tentang karunia

mereka yang khas dan bagaimana menggunakannya. b. Para anggota kelompok inti dapat menolong dengan membantu mereka

melalui sharing dan doa. F. Pimpinan perlu mengusahakan memupuk karunia-karunia melalui pelayanan

pribadi. 1. Pimpinan Pastoral harus berusaha membimbing orang-orang baru dalam

pengunaan karunia-karunia mereka. a. Akui dan teguhkan tanda-tanda awal dari karunia-karunia. b. Jawab dan jelaskan setiap pertanyaan atau ketakutan yang mungkin

mereka rasakan mengenai menampakkan karunia-karunia. 2. Pasangkan orang-orang baru dengan umat yang sudah lebih berpengalaman

dalam karunia tertentu yang mereka miliki. a. Dorong mereka untuk bertemu, bersharing dan berdoa secara teratur. b. Bila tak ada orang dalam kelompok yang sudah dewasa dalam karunia

tersebut, maka hubungi kelompok PD yang lain untuk membantu c. Tugaskan anggota-anggota tertentu untuk belajar lebih banyak mengenai

karunia-karunia mereka dengan mengutusnya ke Seminar-seminar, Lokakarya dan Konvensi dengan bantuan biaya bila diperlukan.

d. Berdoa secara teratur bagi orang untuk pelepasan dan pertumbuhan karunia-karunia.

G. Kelompok Inti perlu berdoa dan berpuasa bagi pencurahan karunia-karunia dan penggunaannya secara dewasa dalam kelompok PD mereka.

1. Sebagai suatu kelompok, cobalah menilai suasana kelompok PD anda berpedomankan gambaran St.Paulus mengenai kasih dalam 1Kor.13.

2. Sebagai suatu Kelompok Inti sepakati 3 (tiga) sasaran yang dapat anda laksanakan bulan depan untuk memupuk karunia-karunia karismatik dalam Persekutuan Doa anda.

SESSION IX MEMUPUK DAN MENGEMBANGKAN

KELOMPOK-KELOMPOK INTI

I. KONSEP TEAM KEPEMIMPINAN A. Kepemimpinan yang efektif menyangkut suatu pemahaman yang tepat tentang

konsep mengenai Kepemimpinan Pastoral. 1. Kepemimpinan itu bukan suatu kedudukan bagi seseorang yang diangkat

atau dipilih. Hal itu juga bukan suatu kekuasaan atau wewenang yang dapat dimanfaatkan seseorang atas orang-orang lain.

2. Kepemimipinan yang benar dicontohkan oleh Yesus dalam membasuh kaki para rasul (Yoh.13:1-17) dengan perintah untuk mengikuti teladanNya.

B. Kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai pelayanan yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan suatu kelompok di dalam situasi yang ada

1. Kepemimpinan yang otentik bertujuan melayani. a. Tujuannya melayani bukan untuk dilayani (Mrk.10:42-44) b. Hal itu menyangkut semangat seorang hamba yang bermaksud melayani

dalam kerendahan hati yang sejati (Luk.17:7-10). 2. Kepemimpinan bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kelompok. a. Sifatnya “terarah kepada orang-orang lain”, berpusat kepada kelompok. b. Karena itu para pemimpin harus bersatu dan dalam keakraban dengan

mereka yang dilayani. 3. Kepemimpinan yang efetif itu mengikuti situasi.. a. Kebutuhan suatu kelompok selalu berubah-ubah b. Kepemimpinan berusaha melayani kebutuhan-kebutuhan saat ini dan

harus terus berkembang menurut kebutuhan-kebutuhan kelompok.

C. Dengan konsep kepemimpinan sebagai pelayanan, maka jelas bahwa kepemimpinan itu harus dinamis, bila ingin memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari suatu kelompok yang terus berubah-ubah.

1. Tak seorang pemimpinpun yang memiliki atau menampakkan semua karunia-karunia yang dibutuhkan oleh sekelompok orang. Sebaiknya pun janganlah ia berusaha melakukannya. Meskipun satu orang dapat berada dalam kedudukan “pemimpin”, namun fungsi kepemimpinan melibatkan suatu team orang-orang.

a. Kalau satu orang yang dipandang sebagai pemimpin, maka pusat perhatian kelompok akan berada pada orang itu.

b. Bila kepemimpinan dipandang sebagai suatu team pelayanan, maka pusat perhatian akan terarah kepada seluruh kelompok di mana setiap orang menyumbangkan karunianya kepada Tubuh Kristus.

2. Dalam kepemimpinan team, peranan pemimpin perorangan adalah mengkoordinir karunia-karunia orang lain.

a. Si pemimpin menyadari kebutuhan-kebutuhan kelompok b. Ia menyadari karunia-karunia dari tiap anggota kelompok c. Ia berusaha “memancing” karunia-karunia umat dan memungkinkan

karunia-karunia itu agar dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kelompok.

3. Sementara kebutuhan-kebutuhan kelompok berubah, berbagai karunia akan menjadi lebih penting.

a. Kalau kelompok berusaha mencapai tujuannya mengusahakan kesempatan untuk Baptisan Roh, maka karunia-karunia merencanakan, mengajar dan menilai akan dibutuhkan.

b. Kalau kesulitan-kesulitan timbul, maka karunia-karunia pendamaian, penegasan penyembuhan batin dan syafaat akan menjadi penting.

c. Para pemimpin akan perlu membangkitkan berbagai karunia yang berlainan pada saat-saat yang berbeda, memperkenankan kepada yang lain kebebasan untuk memanfaatkan karisma-karisma mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan kelompok.

d. Peranan si pemimpin bukan berusaha sendiri memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, tetapi mengkoordinir karunia-karunia dan Tubuh untuk memenuhinya.

II. MENGKOORDINIR KELOMPOK PERSEKUTUAN DOA A. Meskipun karunia-karunia kelompok PD perlu mengalir dengan bebas, namun

perlu ada suatu tingkatan organisasi untuk menjamin efektivitas dan ketertiban. 1. Membuat struktur demi struktur dapat menjadi suatu hambatan bagi

kebebasan dan kehangatan dalam persekutuan. Tetapi tanpa adanya organiasai dapat juga menjadi suatu hambatan untuk dapat berfungsi dengan sehat.

a. Suatu persekutuan perlu mengorganisir strukturnya sesuai dengan kebutuhannya.

b. Karena setiap kelompok PD berbeda, maka organisasinya akan lain daripada kelompok-kelompok lain.

2. Gambaran organisasi kelompok PD berikut ini ditawarkan sebagai usulan. Setiap kelompok harus menjelaskan kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri dan menyesuaikannya dengan usulan yang paling cocok bagi mereka.

B. Persekutuan Doa terdiri dari 4 (empat) kelompok orang : 1. Anggota-anggota kelompok PD adalah mereka semua yang menghadiri PD

secara teratur. Beberapa diantaranya terlibat secara aktif, sedang lainnya hanya menghadiri PD saja.

2. Kelompok Pelayan terdiri dari anggota-anggota yang terlibat aktif dalam suatu bentuk pelayanan apapun di dalam kelompok PD, seperti pelayanan dukungan doa, musik, penyambut tamu, inti, pengatur tempat, konsumsi, kepemimpinan, penjualan buku, dsb.

a. Anggota-anggota ini telah membuat suatu komitmen (janji) kepada kelompok untuk menggunakan waktu dan karunia-karunia mereka untuk membangun persekutuan.

b. Beberapa kelompok PD mengadakan pertemuan (bulanan atau triwulanan) secara berkala dari Team Pelayanan untuk persaudaraan, doa dan pelayanan bagi mereka yang melayani sesama umat PD mingguan.

3. Kepemimpinan Pastoral adalah suatu team orang-orang yang melayani administrasi dari kelompok PD.

a. Team Pastoral menegaskan bagaimana kelompok dapat mencapai tujuannya dalam Paroki.

i. Team menegaskan kebutuhan-kebutuhan kelompok dan bagaimana memenuhinya.

ii. Mereka merencanakan kalender acara dan jadwal untuk pengajaran-pengajaran, seminar-seminar, pertemuan-pertemuan khusus dsb.

iii. Mereka mengkoordinir pelayanan-pelayanan dari kelompok, menjamin pengadaan training yang diperlukan serta agar pelayanan-pelayanan itu berjalan dengan efektip.

iv. Mereka menghadapi setiap situasi yang menjadi problem. v. Mereka berkomunikasi dengan Pastor dan/atau pembimbing rohani.

b. Pemimpin Pastoral perlu sering bertemu sesuai dengan kebutuhan untuk memenuhi peranannya. Ini dapat seminggu sekali kalau banyak kegiatan atau hanya sekali sebulan.

4. Kelompok Inti terdiri dari anggota-anggota yang telah dipilih kelompok doa untuk melayani kelompok dengan setia (dommitted) melalui doa-doa dan karunia-karunia mereka.

a. Kalau Team Pelayan dapat disebut sebagai “Tangan-tangan” yang bekerja dari kelompok doa, Team Pastoral sebagai “Kepala” yang administratif, maka kelompok inti menjadi “jantung” dari persekutuan.

i. Sebagaimana jantung merupakan organ vital yang memompa kehidupan keseluruh organ-organ lain dari tubuh, maka demikian juga Kelompok Inti bertugas memompa kehidupan dan kekuatan ke seluruh doa.

ii. Kalau suatu Kelompok Inti lemah, maka kelompok doanya akan lemah juga, bila terpecah, maka akan ada perpecahan. Bila mengasihi dan kuat, maka Kelompok Inti akan memompa kasih dan kekuatan ke dalam seluruh kelompok.

b. Anggota Kelompok Inti mendukung kehidupan kelompok doa terutama melalui :

i. Mengupayakan kesatuan dalam kelompok doa. * dengan bersatu memperjuangkan tujuan yang sama. * dengan usaha mengatasi perpecahan melalui rekonsiliasi. * dengan mempertahankan suatu suasana kasih. ii. Mendoakan Kelompok PD.

* untuk kebutuhan-kebutuhan dan kekuatan-kekuatan kelompok. * untuk kebutuhan-kebutuhan dan kekuatan-kekuatan Paroki * untuk anggota perseorangan kelompok doa. * untuk penegasan roh dari pimpinan pastoral.

iii. Memupuk karunia-karunia dari anggota lain. * dengan mengenal pribadi para anggota * dengan menolong mereka menegaskan karunia-karunia mereka. * dengan menolong mereka menjadi dewasa dalam karunia mereka.

iv. Mendukung Pimpinan Pastoral * dengan penegasan, saran-saran dan input-input mereka.

* dengan karunia-karunia dan usaha-usaha mereka sesuai yang diminta.

v. Mendukung anggota-anggota inti dalam upaya mereka untuk hidup menurut INJIL.

III. MENGEMBANGKAN KELOMPOK INTI. A. Karena pentingnya Kelompok Inti, maka kelompok-kelompok doa harus berhati-

hati mengenai siapa yang diminta untuk melayani dalam inti. Persyaratan di bawah ini dapat membantu menegaskan orang-orang yang mungkin dicalonkan.

1. Para calon untuk Kelompok Inti harus merupakan anggota-anggota yang setia (committed) dari kelompok PD sedikitnya 6 (enam) bulan.

a. Mereka menghadiri PD secara teratur. b. Juga mereka yang mungkin telah ikut inti pada kelompok lain sebelum

pindah ke kelompok ini, harus sudah ikut di sini sedikitnya 6 (enam) bulan. Hal ini diperlukan supaya mengenal kelompok sehingga dapat menjadi efektif kalau menjadi anggota inti.

2. Mereka harus bisa dan bersedia membuat janji setia (commitment) kepada Inti.

a. mereka harus bisa setia (committed) terhadap tanggung jawab dari kelompok inti.

b. mereka harus mau setia menghadiri pertemuan-pertemuan inti disamping persekutuan doa mingguan.

c. mereka harus setia kepada anggota inti lainnya. 3. Anggota Inti harus mengalami Baptisan Roh dalam hidup mereka dan

mempergunakan karunia-karunia mereka untuk membangun lanjut Gereja. 4. Mereka harus sudah mantap dalam pemahaman tentang dasar-dasar ajaran

Katolik. a. Dokumen Kerasulan Awam no.29 menekankan pentingnya rasul Awam

memiliki pengetahuan yang berbobot dalam ajaran. b. Pemahaman akan ajaran Gereja ini menjamin rangka kerja yang tepat

untuk penegasan.

5. Mereka perlu berada dalam kedudukan yang baik di dalam paroki dan dihormati, oleh para Imam dan Awam.

a. Dengan tujuan kelompok PD melayani untuk membaharui Paroki, maka perlu sekali bahwa pimpinannya berada dalam kedudukan yang baik di dalam paroki.

b. Dalam 1Tim.3:17 Paulus mengajarkan bahwa pemimpin haruslah mempunyai nama baik di luar Gereja. Anggota Inti tidak akan dapat efektif menolong orang lain kalau tidak dihormati.

6. Anggota Inti harus tunduk kepada wewenang Pastor. a. Sebagai bagian dari Paroki, maka kelompok doa berada dibawah

wewenang dan pengarahan rohani dari Pastor. b. Seorang anggota yang tidak menghormati Pastor dan tunduk kepada

wewenang yang semestinya tidak akan menjadi efektif dalam pelayanan inti.

7. Mereka harus mengusahakan , tata tertib dalam kehidupan pribadi dan relasi-relasi mereka.

a. Meskipun tak ada kehidupan orang yang tertib sempurna, anggota inti perlu mengusahakan ketertiban dalam kehidupan keluarga, persahabatan, nilai-nilai pribadi, moral-moral mereka, dsb.

b. Para anggota sebaiknya juga yakin bahwa mereka memelihara prioritas-prioritas yang tepat dalam keluarga, pekerjaan dan kelompok doa. Jangan sampai mereka membuat komitmen (janji-janji) kepada kelompok doa dengan mengorbankan hal lain yang prioritasnya tinggi.

8. Para anggota inti perlu perkembangan rohani yang lebih dalam, jangan menganggap bahwa mereka tidak perlu lagi pengajaran, pengarahan atau bimbingan lebih lanjut.

9. Mereka perlu memperlihatkan semangat seorang pelayan (hamba) a. Dalam Lukas 17:7-10 Yesus menggambarkan seorang hamba, yang

setelah melakukan tugasnya, berkata : “Saya hanya melakukan apa yang saya harus lakukan!”.

b. Anggota-anggota Inti janganlah mengejar kehormatan, gengsi atau suatu kedudukan, namun seyogianya mencari jalan bagaimana dapat lebih baik melayani Tuhan dan sesama.

B. Kelompok Inti dipilih oleh kelompok doa. Ini bukanlah seperti Pemilihan Umum, tetapi suatu proses pemilihan (seleksi) dalam doa. SARAN-SARAN berikut ini dapat dipakai untuk menjamin agar proses itu dibimbing dalam penegasan roh.

1. Suatu Panitia Seleksi diangkat. Dianjurkan agar dalam kepanitiaan ini diikutsertakan:

a. Wakil-wakil mantan Pimpinan Pastoral (mewakili kelompok doa). b. Pembimbing rohani kelompok doa ( mewakili Pastor dan Paroki) c. Wakil dari Team Pastoral Pusat atau Pimpinan kelompok doa paroki

tetangga (mewakili Pembaharuan di luar Paroki). 2. Kelompok Doa dipersiapkan untuk pemilihan itu. a. 2(dua) minggu sebelum pemilihan kepada umat diberikan pengajaran

tentang peranan dari kelompok inti dan pimpinan pastoral mengenai kwalitas anggota kelompok inti.

b. Kepada umat diajarkan tentang komitmen (janji setia) yang diharapkan dari anggota inti. (lihat di bawah)

c. Kepada umat diajarkan tentang proses pemilihan yang akan dilakukan. d. Kepada umat diajarkan bagaimana berdoa untuk penegasan dari para

calon e. Tanggal mulainya proses diumumkan. 3. Malam hari pada tanggal tersebut pemilihan dimulai. a. waktunya dipergunakan berdoa untuk penegasan. Doanya bukan untuk

siapa yang mereka lihat sebagai pimpinan, tetapi siapa yang Allah lihat dan kehendaki.

b. Setiap orang menulis nama orang-orang yang mereka tegaskan sebagai dipanggil Allah untuk melayani di dalam kelompok inti.

c. Untuk setiap nama mereka harus menuliskan di bawahnya alasan-alasannya mereka percaya bahwa orang tersebut dipanggil untuk melayani. Nama-nama tanpa disertai alasan tidak akan diperhitungkan.

d. Setiap kertas yang telah diisi harus ditandatangani untuk membantu panitia dalam penegasan mereka. Kertas-kertas tanpa tanda tangan tidak akan diperhitungkan.

e. Alasan-alasan dan tanda tangan penting, karena hal-hal itu memungkinkan panitia menegaskan pencalonan.

4. Panitia Pemilihan mengadakan pertemuan untuk menegaskan pencalonan. a. Panitia dalam suasana doa menegaskan nama-nama yang dicalonkan,

mempertimbangkan alasan-alasan yang diberikan dan orang-orang yang mengajukan si calon.

b. Panitia lalu memilih jumlah pelayan yang sesuai untuk pelayanan inti.

c. Kalau calon-calon terpilih jumlahnya kurang, maka proses penegasan dan proses pemilihan diulangi.

d. Nama-nama yang terpilih diserahkan kepada Pastor untuk disetujui. 5. Orang-orang yang terpilih diminta untuk komitmen kelompok inti. a. Komitmen satu kepada yang lain dalam kelompok inti. * Untuk saling menerima dengan segala perbedaan masing-masing. * Untuk saling kerjasama biarpun kalau tidak sepakat. * Untuk saling mendukung biarpun kalau sakit. b. Anggota baru membuat komitmen untuk melayani sebagai inti untuk satu

tahun. Sesudah masa itu berakhir, mereka boleh dipilih kembali. c. Anggota yang terpilih kembali untuk melayani setahun lagi membuat

komitmen untuk melayani sebagai inti sampai kelompok inti sepakat bahwa Tuhan memang menyerahkan orang itu untuk mengundurkan diri. Orang itu harus setia tidak akan pergi tanpa ijin kelompok inti.

` 6. Pimpinan Pastoral dipilih dari antara anggota inti oleh anggota inti. a. Setelah kelompok dipilih dan telah meluangkan waktu untuk bekerjasama,

maka kelompok inti melewati suatu proses yang serupa untuk menegaskan dan memilih pimpinan pastoral.

b. Mereka harus mencari anggota inti yang memiliki karunia-karunia yang diperlukan dalam kepemimpinan Pastoral seperti : penegasan, kemampuan administratip, visi dll.

c. Mereka yang terpilih untuk kepemimpinan Pastoral harus disetujui Pastor. d. Team pastoral melayani untuk satu tahun. Anggota-anggota dipilih

kembali. Disarankan agar keanggotaan dalam kepemimpinan Pastoral diatur bergiliran, mengganti anggota-anggota bergiliran daripada semua sekaligus.

DISKUSI KELOMPOK INTI. 1. Seberapa baik fungsi “team kepemimpinan” di dalam kelompok PD kita ? 2. Seberapa baik kelompok PD kita terorganisir ? 3. Sebagai satu kelompok, sepakati 3 (tiga) tindakan untuk memperkuat

kelompok inti dan/atau Pimpinan Pastoral anda!.

SESSION X MENANGANI PERMASALAHAN YANG TIMBUL

I. SIKAP PASTORAL TERHADAP PERMASALAHAN. A. Permasalahan adalah suatu bagian yang biasa dari setiap situasi manusia karena

itu pimpinan sebaiknya jangan kaget menemui permasalahan (Sirakh 2:1). 1. Problem-problem bukanlah suatu gejala kepemimpinan yang buruk akan

kurangnya iman. a. Problem-problem tidak terselesaikan dengan diabaikan, kemarahan atau

cuci tangan daripadanya dengan doa. b. Problem-problem harus diberi tanggapan yang sesuai dari pimpinan. 2. Dalam Yohanes 21, kata-kata Yesus kepada Petrus dapat memberi

pandangan tentang tanggapan seorang pemimpin terhadap situasi-situasi yang sulit.

a. Setelah menugaskan Petrus untuk “Gembalakanlah dombaKu” Yesus berkata kepadanya : “Ketika engkau masih muda, engkau berjalan ke mana saja kau kehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat dan membawa ke tempat yang tidak kaukehendaki.” Lebih lanjut Injil mengatakan bahwa ini merupakan nubuat bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah.

b. Seperti dengan Petrus, demikian juga dengan setiap orang pemimpin. Pada masa-masa permulaan dipanggil untuk mengurusi kawanan domba Tuhan, memang ada sukacita besar. Tetapi kalau kita “menjadi tua” dan dewasa, Tuhan sendiri yang mengikat kita dan membawa kita ke tempat yang tidak kita kehendaki.

i. Tuhan memanggil kita untuk menghadapi orang-orang yang sulit, pertentangan, sakit hati dan emosi-emosi.

ii. Hal ini menyangkut penyangkalan diri, karena kebanyakan kita lebih suka menghindari situasi-situasi yang menyakitkan ini.

iii. Namun dalam penyangkalan diri inilah kita memuliakan Allah, dengan mau masuk ke dalam situasi-situasi yang menyakitkan itu, sehingga menghasilkan pertumbuhan bagi Tubuh Kristus dan diri kita sendiri.

B. Kerelaan menghadapi situasi-situasi/problem-problem menuntut kepercayaan

bahwa Allah bekerja melalui percobaan-percobaan untuk memberi pertumbuhan. 1. Meskipun kita sering mengutip ayat-ayat Kitab Suci mengenai kemampuan

Allah untuk memakai segala sesuatu untuk kebaikan dalam situasi-situasi pribadi (Roma 8:28, Kej.50:20),namun kita kadang-kadang gagal untuk percaya bahwa Allah bisa dan memang memakai pertentangan (konflik) di dalam Gereja demi kebaikan.

2. Allah bukan saja bisa memakai kesulitan-kesulitan untuk kebaikan, tetapi kesulitan-kesulitan merupakan sarana umum untuk membuahkan kematangan dan kebajikan (Yak,1:2-4).

a. kelompok doa sering menjadi puas dengan keadaan dirinya menjadi tenang-tenang saja.

b. Seringkali hanya dengan mengalami pencobaan-pencobaan, kelompok digoncangkan untuk melangkah maju ke tahap pertumbuhan lebih lanjut.

C. Dengan percaya bahwa Allah sungguh bekerja melalui kesulitan-kesulitan, maka

pimpinan mampu menghadapi segala permasalahan dengan sikap yang positif. II. MENANGANI PROBLEMA-PROBLEMA. A. Mengambil suatu pendekatan pastoral yang positif mengharuskan pimpinan

melihat permasalahan menembus segala-galanya ke dalam isu-isu dan kebutuhan-kebutuhan di bawahnya.

1. Seperti sebuah gunung es, masalah yang tampak itu hanyalah pucuk dari suatu situasi yang lebih luas. Hanya secara sederhana menghilangkan apa yang tampak akan menyebabkan masalah-masalah yang lebih besar akan timbul di kemudian hari.

2. Di bawah setiap masalah ada isu-isu dan kebutuhan-kebutuhan dasariah. a. Untuk dapat mengatasi problem secara efektif pimpinan harus terlebih

dahulu menginjak kepada pokok-pokok persoalan yang menyebabkan problemnya.

b. Dengan mengarah kepada kebutuhan-kebutuhan pokok-pokok persoalan, maka bukan saja pimpinan menangani masalah-masalah yang tampak, tetapi juga melayani kelompok dalam suatu skala yang lebih besar.

B. CONTOH BERIKUT INI DAPAT MELUKISKAN PROSES TERSEBUT. 1. Pimpinan Pastoral menyadari bahwa beberapa anggota kelompok doa

meninggalkan Gereja. 2. Pimpinan membicarakan kemungkinan pokok-pokok persoalan yang menjadi

penyebab mengapa anggota meninggalkan Gereja dan menyimpulkan beberapa kemungkinan tersebut.

Pokok-pokok persoalan : * Salah pengertian akan ajaran-ajaran tertentu. * Kurangnya pengajaran yang dinamis. * Permasalahan dengan otoritas. * Luka-luka hati di masa lampau. * Kurangnya persaudaraan (fellowship). 2. Pimpinan membicarakan kemungkinan pokok-pokok persoalan yang menjadi

penyebab mengapa anggota meninggalkan Gereja dan menyimpulkan beberapa kemungkinan tersebut.

Pokok-pokok persoalan : * Salah pengertian akan ajaran-ajaran tertentu. * Kurangnya pengajaran yang dinamis. * Permasalahan dengan otoritas. * Luka-luka hati di masa lampau. * Kurangnya persaudaraan (fellowship). 3. Pimpinan kemudian menegaskan kebutuhan pada akar dari setiap pokok-

pokok persoalan. Kebutuhan-kebutuhan : * Pengajaran berbobot mengenai ajaran Katolik * Pengajaran dan khotbah yang dinamis. * Pemahaman yang tepat mengenai otoritas. * Penyembuhan batin. * Kesempatan-kesempatan untuk persaudaraan (fellowship).

4. Team Pastoral selanjutnya menentukan kebutuhan mana yang paling mendesak dan melihat apakah kebutuhan ini ada dalam wawasan kepemimpinan mereka. Bilamana memang demikian, maka team dapat merencanakan bagaimana sebaiknya melayani kebutuhan itu.

C. Melalui proses ini, kebutuhan itu yang menjadi pusat perhatian dan bukan

masalahnya. Hal ini memungkinkan suatu pendekatan yang lebih positif dengan hasil-hasil yang lebih efektip.

III. BEBERAPA SITUASI PERMASALAHAN YANG UMUM. Sangat dianjurkan agar sisa dari session ini dipergunakan untuk membicarakan

masalah aktual yang dihadapi para peserta. Peserta secara perorangan boleh mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau situasi-situasi dari mimbar. Seringkali pertanyaan tertulis lebih efektif.

Hal ini dapat dilakukan pada session sebelum ini, sehingga memungkinkan pembicara ada persiapan waktu menjawabnya. Kemungkinan lain adalah mengadakan suatu panel untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan.

Waktu seperti itu dapat dipakai secara efektif untuk melukiskan bagaimana menegaskan pokok-pokok persoalan dan kebutuhan yang membawahi masalah-masalah dan selanjutnya mengajukan saran-saran mengenai cara-cara melayani kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Di bawah ini tercatat beberapa masalah-masalah umum yang dihadapi kelompok-kelompok doa dengan daftar isu-isu dan kebutuhan-kebutuhan.

(Lihat halaman 58). DISKUSI KELOMPOK INTI. 1. Apa saja problem-problem dalam kelompok kita yang harus kita atasi di

masa lalu ? Bagimana Allah memberi perubahan dan pertumbuhan melalui peristiwa-

peristiwa itu ? 2. Manakah masalah-masalah terbesar yang kita hadapi dalam kelompok kita

saat ini ? 3. Sebagai satu kelompok, sepakati 3 (tiga) masalah yang paling mendesak saat

ini dan yang anda akan tangani di dalam bulan yang akan datang ini.

DAFTAR INI DAPAT DIPAKAI UNTUK MEMULAI SAAT BERSHARING A. “Kelompok PD kita tidak pernah mengalami pujian dan penyembuhan yang kuat Kemungkinan pokok persoalannya Kebutuhan-kebutuhan 1. Umat mungkin tidak berdoa sepanjang minggu. 2. PD mungkin tidak menghasilkan pujian dan penyembahan. 3. Umat mungkin tidak memahami akan pentingnya pujian, mungkin memandang pengajaran dan sharing lebih penting.

1. Umat perlu memperkuat hidup doa pribadinya. 2. Pemimpin pujian dan atau pelayanan Music yang baik. 3. Pengajaran/pengarahan mengenai pujian dan penyembahan.

B. “Iman-Imam kita tidak mendukung kelompok PD kita” Kemungkinan pokok persoalannya. 1. Kelompok mungkin terlalu banyak berharap dari para imam. 2. Para imam mungkin punya pengalaman negatif dengan orang-orang karismatik.

Kebutuhan-kebutuhan 1. Pengertian akan iman-iman secara perorangan. 2. Para imam perlu melihat orang-orang karismatik secara perseorangan.

C. “Apa yang harus kita lakukan mengenai seorang anggota yang cenderung mau menguasai kelompok doa ?” Kemungkinan pokok persoalannya 1. Orang itu mungkin punya masalah-masalah emosi. 2. Orang itu perlu perhatian

Kebutuhan-kebutuhan 1. Konseling secara professional 2. Kelompok perlu memberi cinta dan perhatian secara yang sesuai / wajar. 3. Pimpinan doa perlu diarahkan dan / atau dikoreksi.

D. “Kelompok PD kita tidak menampakkan karunia-karunia karismatik” Kemungkinan pokok persoalannya 1. Tiada pengertian akan karunia – karunia 2. Umat mungkin tidak mengalami baptisan Roh yang otentik. 3. Kelompok mungkin mempunyai beberapa orang kuat yang menampakkan karunia-karunia kuat, sedang orang orang lain tidak menampakkannya.

Kebutuhan-kebutuhan 1. Pengajaran mengenai karunia-karunia dan maksudnya. 2. Kelompok harus diberi pengajaran tentang Baptisan Roh dan kesempatan untuk didoakan. 3. Pimpinan perlu mengajarkan tentang pengertian team dan semua anggota.

E. “Kita tidak dapat mengajak umat kita untuk membantu apapun, sehingga para pemimpin akhirnya harus mengejakan semuanya”. Kemungkinan pokok persoalannya 1. Umat mungkin memandang pimpinan sebagai kelompok yang golongan atas dan serba bisa 2. Mungkin ada perpecahan dalam kelompok, sehingga menyebabkan umat menahan komitmennya. 3. Umat mungkin tidak percaya bahwa mereka sungguh dibutuhkan.

Kebutuhan-kebutuhan 1. Dibutuhkan untuk memandang pimpinan sebagai koordinator. 2. Penyembuhan batin dan rekonsiliasi (pendamaian). 3. Umat perlu melihat bagaimana mereka Dibutuhkan – untuk mengalami “kekosongan” dari pelayanan mereka.