28
MENGENAL DAN MENGELOLA ASET DESA Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan Seri Buku Saku UUDesa MENGENAL DAN MENGELOLA ASET DESA Borni Kurniawan & Tim Infest

Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

MENGENAL DAN MENGELOLA

ASET DESA

Maju Perempuan Indonesiauntuk Penanggulangan Kemiskinan

Seri Buku Saku UUDesa

MENGENAL DAN MENGELOLA

ASET DESABorni Kurniawan & Tim Infest

Page 2: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)
Page 3: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Maju Perempuan Indonesiauntuk Penanggulangan Kemiskinan

Seri Buku Saku UUDesa

MENGENAL DAN MENGELOLA

ASET DESAMENGENAL DAN MENGELOLA

ASET DESA

Page 4: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Didukung oleh:

Maju Perempuan Indonesiauntuk Penanggulangan Kemiskinan

Siapapun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.

Buku ini dikembangkan dan diterbitkan oleh INFEST dengan dukungan dari Program Maju Perempuan Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU). Program Mampu merupakan inisiatif bersama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan perempuan. Informasi yang disampaikan dalam buku ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab tim penyusun dan tidak serta merta mewakili pandangan Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Australia.

ISBN: 978-602-14743-6-5

Page 5: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

i

SEKAPUR SIRIH

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 6: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

ii

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 7: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

i

1

4

7

8

11

Sekapur Sirih

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

iii

Tentang Penulis 16

Dari Deficit Based menjadi Apreciative Based

Makna di balik Nama Desa

Page 8: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 9: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Dari Deficit Based menjadi Appreciative Based

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

1

BAB 1

Page 10: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Pendekatan Masalah

(Problem/Deficit Based Approach)

Pendekatan Aset dan Potensi

(Appreciative Based Approach)

RPJMDesa dan RKPDDesa

Berbasis Potensi dan Aset Desa

2

Kita lebih sering melihat sisi kelemahan tapi lupa bahwa di sisi yang lain kita memiliki kekuatan, mempunyai aset berharga yang apabila dioptimalkan maka aset tersebut akan berubah jadi energi perubahan. Di sinilah arti penting mengimbangi analisis masalah dalam perencanaan pembangunan desa dengan pendekatan aset. Dengan pendekatan aset kita dilatih untuk lebih menghargai kondisi dan prestasi desa secara positif. Di sela-sela masalah sejatinya masih ada aset baik dalam bentuk fisik maupun non fisik yang perlu diapresiasi, hingga baik untuk dijadikan motivasi untuk mendorong perubahan desa menjadi lebih baik.

Page 11: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

3

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Ada baiknya model perencanaan pembangunan desa tidak hanya mengumpulkan masalah tapi juga menghimpun aset dan potensi yang desa miliki. Dengan kata lain pendekatan pesimistis harus diimbangi dengan pendekatan optimistik. Jadi, prioritas program pembangunan desa yang direncanakan dalam RPJMDesa dan RKP Desa tidak hanya mencerminkan permasalahan desa semata, tapi proyeksi rencana pembangunan yang didasarkan pada perhitungan dan analisis kekuatan yang ada di desa (strength based approach). Kekuatan-kekuatan tersebut bisa berasal dari aset tangible seperti sumber daya alam dan sumber daya fisik dan berasal dari aset intangible seperti aset sosial, budaya, dan ekonomi desa.

Page 12: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

alah satu aset berharga namun tidak bisa dilihat secara kasat mata Sataupun diraba dengan indra peraba kita adalah sejarah desa. Siapa bilang sejarah di balik nama desa yang kita tempati hanya sekadar

legenda atau mitos yang sama sekali tidak bermanfaat. Mari kita telusuri sejenak sejarah beberapa desa berikut ini.

4

Makna di Balik Nama Desa

BAB 2

Buah Maja dan Cikal Bakal MajapahitCerita sejarah yang melingkupi nama besar sebuah desa pada hakikatnya menyiratkan kekayaan kandungan potensi dan aset desa. Nama besar Majapahit tidak lepas dari potensi hutannya yang kaya dengan pohon maja. Menurut ceritanya, sebelum akhirnya menjadi kerajaan besar, Majapahit

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 13: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

dulunya adalah sebuah perkampungan yang bermula dari inisiatif Sangrama Wijaya membabat alas Tarik. Para pekerja atau tepatnya para relawan yang sebagian besar berasal dari Madura sangat giat dalam membuka lahan. Pohon-pohon besar ditumbangkan, dibelah dan dibuat menjadi material bangunan hingga perahu. Tanah-tanah yang menggumuk dan legok diratakan menjadi area permukiman dan persawahan.

Suatu ketika, jatah pangan untuk para relawan tidak mencukupi sehingga sebagian dari mereka kelaparan. Akhirnya, pilihan mereka jatuh pada pohon maja yang banyak tumbuh di hutan Tarik tersebut. Buahnya yang bulat agak lonjong mencuri perhatian para relawan untuk memetik dan mencicipinya demi mengganjal perut yang lapar. Setelah beberapa orang mencobanya, ternyata hanya rasa pahit yang ada. Bahkan beberapa dari mereka ada yang tumbang dan mabuk karenanya. Prahara tersebut kemudian menyeruak hingga diketahui banyak masyarakat. Lalu perkampungan hasil babat alas Sangrama Wijaya itu terkenal dengan sebutan Majapahit.

5

Pohon Maja (Aegle Marmelos) merupakan sejenis pohon yang biasanya ditanam untuk menandai perbatasan antarsuatu daerah. Pohon tersebut kebanyak tumbuh di daerah dengan ketinggian 1.000 mdpl. Tingginya bisa mencapai 15 meter, berdaun majemuk tiga serangkai. Kulit batangnya jika diiris akan mengeluarkan getah berwarna putih dan akan berubah menjadi kuning bening jika dibiarkan terkena udara terbuka. Getahnya bisa digunakan untuk menyamak kulit. Kulit akarnya dapat digunakan sebagai obat. Bijinya menghasilkan sejenis perekat. Rasa pahit dari daging buahnya dapat berfungsi sebagai obat penawar desentri, diare dan kolera. (Gamal Komandoko. 2009. “The True History of Majapahit”. Yogyakarta. Diva Press)

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Keterangan:

Page 14: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Peradaban Hindu di Balik Candi Wulan dan Candi Mulyo

Selain menyiratkan kandungan kekayaan aset dan potensi alam, nama desa biasanya juga menyampaikan pesan adanya kekayaan peradaban masa lalu baik di bidang sosial keagamaan, politik maupun ekonomi. Sebagai contoh ada dua desa yang saling bersebelahan di Kecamatan Kebumen Jawa Tengah yaitu Desa Candi Mulyo dan Desa Candi Wulan. Menurut cerita tutur yang berkembang di tengah masyarakat, ketika peradaban Islam belum masuk, di kedua desa tersebut sudah ada peradaban masyarakat yang beragama Hindu.

Menurut cerita masyarakat, di kedua desa tersebut dulu ada candi sebagai tempat peribadatan yang bernama candi Wulan dan candi Mulyo. Meski data-data sejarah tulis tentang kedua desa tersebut masih minim, tapi alat bukti peradaban di kedua desa tersebut masih dapat ditelusuri. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan masih adanya sebuah sisa-sisa bangunan candi yang berupa lingga.

Artefak-artefak tersebut kiranya menjelaskan bahwa desa sejak dahulu memiliki kemandirian dan segudang kekayaan yang luar biasa. Keberlimpahan kekayaan tidak hanya berupa kekayaan alam, tapi aset-aset fisik yang memancarkan tingginya peradaban akal budi masyarakat desa. Karenanya, baik pada saat Indonesia masih berbentuk kerajaan maupun setelah menjadi negara bangsa, desa sudah menjadi simbol kemajuan peradaban dari masa ke masa.

6

Lingga di Desa Candi Mulyo

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 15: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

enurut asal-usulnya, proses terbentuknya sebuah desa bermula Mdari sekelompok orang yang bersepakat menduduki suatu area dengan batasan tertentu. Kelompok masyarakat tersebut

biasanya ada yang berasal dari satu garis keturunan, kemudian beranak-pinak, hingga membentuk suatu klan yang semakin besar jumlahnya. Di Sumatera disebut marga. Di Jawa di sebut “Desa,” di Papua disebut “Kampung,” di Aceh disebut “Gampong.” Secara geografis mereka mendiami suatu wilayah dengan berbagai kekayaan alam di dalamnya.

Untuk membangun harmoni sosial, penduduk desa membuat kelembagaan lokal yang lazim disebut lembaga adat berikut aturannya yang akrab dikenal hukum adat. Kelembagaan tersebut di Jawa disebut “Desa,” di Aceh disebut “Gampong,” di Ambon dan sekitarnyat disebut “Negeri,” di Sumatera Barat dikenal “Nagari”, di Papua di sebut “Kampung,” dan masih banyak lagi ragam sebutannya. Lembaga adat ini menjadi semacam pemerintahan lokal yang bertugas menjaga ketertiban sosial termasuk mengatur pembagian sumber daya desa untuk membangun kesejahteraan bersama.

Di dalam hukum adat, masyarakat Indonesia secara umum belum mengenal kepemilikan pribadi. Saat itu yang berlaku adalah kepemilikan kolektif. Salah satu aturan komunalistik yang diatur adalah tanah. Harsono (1999) menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia mengenal hukum pertanahan jauh sebelum lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria. Masyarakat desa menyebutnya hak ulayat. Hak ulayat mengandung hubungan lahir dan batin secara kolektif antara manusia dengan tanah. Karena dalam pandangan masyarakat desa, tanah tersebut merupakan warisan dari nenek moyang yang dianugerahkan kepada anak keturunannya. Jadi, sekalipun secara perorangan warga desa dapat mengusahakan tanah untuk kepentingan perorangan dan keluarganya, hak kepemilikan tanahnya tetap bersifat komunal.

Perkembangan Hak Kepemilikan

7

BAB 3

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 16: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Hak ulayat berlaku ke dalam dan ke luar. Ke dalam artinya membatasi kebebasan usaha seseorang untuk memonopoli dan mengusai sumber daya yang ada, kecuali untuk kepentingan bersama. Berlaku ke dalam mengandung arti bahwa hanya anggota persekutuan adat bersangkutan yang memiliki hak untuk memanfaatkan tanah dan aset lainnya sehingga dari pemanfaatan aset tersebut yang bersangkutan dapat memetik hasilnya. Berlaku keluar artinya, tidak boleh ada orang di luar anggota persekutuan yang dapat mengusahakan apalagi memiliki sumber daya desa kecuali seizin seluruh anggota persekutuan adat (Muhamad, 2002).

Tanah bengkok adalah salah satu contoh pelembagaan aset kolektif desa. Ia digunakan sebagai pengganti gaji atau kompensasi kepala desa dan para perangkatnya karena jasanya menjalankan roda pemerintahan desa. Sebagai bagian dari struktur hukum adat Jawa, tanah bengkok adalah lahan garapan milik desa yang tidak boleh diperjualbelikan tapi boleh disewakan kecuali di bawah persetujuan seluruh warga desa.

Seiring perubahan zaman, hak ulayat berangsur-angsur mengalami perubahan. Masyarakat hukum adat mulai mengenal hak kepemilikan pribadi. Masyarakat hukum adat berlahan mulai memberikan izin kepada anggota persekutuannya untuk mengusahakan secara individual atas tanah dan sumber daya desa, sepanjang tidak menabrak pakem yang sudah disetujui secara bersama-sama. Pengusahaan secara individual tersebut pada akhirnya berlangsung secara turun temurun dan terus menerus dari satu keturunan ke keturunan lainnya. Perkembangan ekonomi yang kian modern pada akhirnya kepemilikan berkembang hingga kelompok korporasi pun turut mengusai aset-aset terutama tanah. Desa-desa di pedalaman Sumatera dan Kalimantan banyak kehilangan kepemilikan asetnya karena dikuasai para pengusaha tambang dan perkebunan.

8

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Peta Perkembangan Kepemilikan Tanah

Tanah Pribadi

Tanah Ulayat

Tanah Komunal

Page 17: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

natural physical Human financial social

Intangble AssetTangible Asset

Asset

Untuk mengoptimalkan nilai manfaat sumber daya alam atau aset fisik lainnya, tetap membutuhkan sumber daya lainnya, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya sosial. Peran sumber daya manusia tidak hanya diketahui dari aspek ekonomi, tapi juga selain aspek ekonomi. Jika melihat manusia dari sudut pandang ekonomi yang sempit, manusia hanya akan ditafsirkan sebagai bagian dari faktor produksi semata. Dengan demikian manusia hanya akan menjadi obyek pembangunan. Padahal manusia adalah subyek pembangunan.

9

Ragam Jenis AsetAset tentu bukan hanya tanah. Dalam teori aset, dikenal ada dua jenis aset, yaitu aset yang berwujud dan dan aset yang tidak berwujud. Aset berwujud yang dapat dipersepsi dengan indra peraba disebut intangible asset. Sementara untuk aset yang berwujud karenanya dapat dipersepsi dengan indra disebut tangible asset.

Secara fisik jenis tangible asset adalah jenis aset yang memiliki nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) dan nilai tukar (exchange value). Lalu bagaimana dengan intangible asset? Aset jenis ini memang tidak berwujud dan tidak memiliki ukuran secara fisik. Tapi sesungguhnya memiliki energi potensial yang apabila teraktualisasikan akan terlihat nilainya.

Pada dasarnya kedua jenis aset tersebut sama-sama memiliki posisi penting dalam pembangunan desa. Keduanya adalah modal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa. Sebagai contoh adalah sumber daya alam. Kehidupan masyarakat sejak masih mengenal tradisi meramu dan berladang berpindah-pindah hingga zaman teknologi informasi saat ini, untuk memenuhi kebutuhannya adalah dengan memanfaatkan sumber daya alam.

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 18: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Human Capital(Sumber Daya Manusia)

Social Capital(Modal Sosial)

Natural Capital(Sumber Daya Alam)

Financial Capital(Modal Keuangan)

Physical Capital(Sumber Daya Fisik)

LivehoodAsset

10

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

k

Page 19: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

11

Manajemen Aset Desa

BAB 4

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 20: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

12

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

desa.

Page 21: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

13

a. Kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;b. Kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis;c. Kekayaan Desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/ kontrak dan lain-lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;d. Hasil kerja sama Desa; dane. Kekayaan Desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 22: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

inventarisasi sistem

informasi aset desa

penilaian aset

legal auditoptimalisasi

Menurut pendapat Doli D. Siregar, paling tidak ada lima tahapan kerja manajemen aset yang saling berhubungan dan berintegrasi yaitu:

1. Inventarisasi aset. Yaitu melakukan serangkaian kegiatan pendataan, kodifikasi

(mendaftar lalu memberikan kode-kode khusus terhadap aset yang terdata) dan mengelompokkan ke dalam sistem pembukuan desa;

2. Legal audit. Yang termasuk dalam kegiatan ini yaitu: i) inventarisasi status

penguasaan aset, ii) identifikasi masalah dan alternatif solusi atas permasalahan legalitas aset desa, misalnya terkait dengan status penguasaan dan pengalihan aset desa;

3. Penilaian Aset. Kegiatan ini adalah kegiatan penilaian atas aset yang dikuasai desa

sehingga dari kegiatan ini diketahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan harga bagi aset yang akan dijual.

4. Optimalisasi aset. Kegiatan ini adalah serangkaian upaya untuk mengoptimalkan

(potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi) yang terkandung dalam suatu aset, sehingga kemanfaatannya dapat dirasakan baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang;

5. Pengembangan sistem informasi aset desa. Yaitu suatu upaya untuk melakukan pemantauan dan pengawasan

pengelolaan aset agar terjaga akuntabilitas publiknya dengan cara mengintegrasikan ke dalam sistem informasi. Jika desa belum mempunyai sistem informasi desa, apalagi yang terdigitalisasikan, maka pengawasan dan pemantauan pengelolaan aset bisa dengan cara melibatkan masyarakat.

14

Tahapan kerja manajemen aset

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 23: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Daftar Bacaan

Harsono Boedi. 1999. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan

Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan.

15

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 24: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Kharis Fadlan Borni Kurniawan

Saat ini, Borni dipercaya sebagai Tenaga Ahli Utama Perencanaan Pembangunan Desa, Ditjen PPMD Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Borni juga aktif melakukan kajian tentang good governance dan isu desa. Ia juga aktif sebagai fasilitator serta pendampingan desa. Pria asli Kebumen ini juga aktif menulis buku, jurnal, dan surat kabar. Beberapa buku yang pernah ditulis oleh Borni antara lain: Memanusiakan Perempuan (2005: Indipt Press), Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita (2012: INFID), Desa Mandiri Desa Membangun (2015: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi).

Tentang Penulis

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

16

Page 25: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

CATATAN

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 26: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

CATATAN

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 27: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

CATATAN

“Mengenal dan Mengelola Aset Desa”

Page 28: Mengenal dan Mengelola Aset Desa (Seri Buku Saku UU Desa)