32
sehimpun cerita anggota RED ANT

Mengukur Lembata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Mengukur Lembata (NTT), oleh-oleh perjalanan Wendy Aditiyas. Contoh tulisan sebagai pembuka ajakan bagi anggota lainnya untuk turut menuliskan pengalamannya. Perlu bagi anggota yang bisa dan mau membaca. Penting bagi mereka yang mau dan mampu menulis dan berbagi dengan anggota lain atau kawan-kawan lainnya.

Citation preview

Page 1: Mengukur Lembata

sehimpun cerita anggota

REDANT

Page 2: Mengukur Lembata
Page 3: Mengukur Lembata

Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah Swt. yang atas kehendaknyalah segala sesuatu dapat terjadi. Syukur alhamdulillah. Salawat serta salam bagi penghulu para nabi, Muhammad saw. yang telah membawa manusia dari kegelapan menuju alam terang. Tulisan dan bacaan merupakan salah satu tanda atas peradaban, sarana kemajuan.

Buku yang sedang anda baca ini berisi cerita-cerita perjalanan ke alam dalam berbagai tujuannya. Meski berbeda-beda maksud dan tujuan dalam melakukan perjalanan namun di dalamnya kita dapat mencium aroma petualangan meskipun tidak jarang begitu lembut sekaligus samar.

Page 4: Mengukur Lembata

Semua ditulis olah anggota Red Ant, baik yang masih berstatus anggota aktif maupun yang alumni.

Penyusunan buku ini dimaksudkan sebagai media pembelajaran untuk anggota Red Ant khususnya, atau sekadar bacaan pelepas kepenatan dari rutinitas harian. Meski semula ditujukan untuk pembaca internal namun belakangan tulisan yang terhimpun dalam buku ini kami rasa cukup relevan dibaca oleh kalangan yang lebih luas. Semoga ada manfaat yang dapat diserap oleh pembaca-pembacanya kelak, termasuk Anda.

Akhirnya terimakasih redaksi sampaikan untuk para penulis, pembaca, dan seluruh pihak yang membuat penerbitan buku ini menjadi mungkin untuk dikerjakan. Salam rimba!!!

Page 5: Mengukur Lembata

Daftar Isi

Mengukur Lembata ~ 7Puncak Para Dewa ~ 31Menyapu Gunung Gede ~ 48Perjalanan Sumbing ~ 78Pegunungan Sanggabuana ~ 95Gua Di Cieteurep ~120

Page 6: Mengukur Lembata
Page 7: Mengukur Lembata

MENGUKUR LEMBATAwendy aditiyas

Page 8: Mengukur Lembata

8 Red Ant Tambun

Page 9: Mengukur Lembata

9Sehimpun Cerita Anggota

Sore itu, 15.30. Hapeku berbunyi, tanda sebuat pesan singkat masuk. Rupanya berita tawaran pekerjaan sebagai surveyor di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Seorang kawan yang tahun sebelumnya pernah melakukan pekerjaan survei di wilayah NTT yang mengirim. Ada kesempatan yang datang, segera kueksekusi.

Tanpa pikir panjang aku merespons tawaran tersebut. Bagiku itu lumayan menarik. Proses berjalan lancar. Akhirnya tidak lama tiket keberangkatan menuju Kupang segera dapat kugenggam di tangan. Jumat, 20 April 2012 nanti aku akan berangkat.

12 April 2012Malang,

Page 10: Mengukur Lembata

10 Red Ant Tambun

20 April 2012

Sejak pagi-pagi sekali kami sudah harus bangun dan bersegera mempersiapkan ini itu. Keberangkatan ke Kupang sudah di ambang. Pukul 08.00 waktu Indonesia bagian Malang, kami ke kampus Universitas Brawijaya untuk mengambil peralatan survei yang kami perlukan. Kegiatan lapangan kali ini setidaknya memerlukan satu set Electronic Total Station TOPCON GTS 235 N, 2 unit Garmin GPS map 60csx, dan beberapa peralatan pendukung lainnya.

Setelah salat Jumat, aku dan tim berangkat ke Bandara Juanda, Surabaya. Kami menggunakan mobil travel. Perjalanan Malang - Surabaya tertempuh dalam 2 jam perjalanan.

Page 11: Mengukur Lembata

11Sehimpun Cerita Anggota

Kami check-in sekitar pukul 15.00. Jadwal pesawat pukul 16.20. Dan setelah mengurus boarding pass, Rp. 40000 per orang serta bagasi --yang kalau lebih dari 20 kg per orangnya diperlukan biaya tambahan-- kami pun masuk ke ruang tunggu No.6. Bandara Juanda terlihat sangat sibuk. Takdisangka, pesawat delay sampai sekitar satu jam, kami pun baru bisa naik ke atas pesawat pukul 17.20.

Beruntung, penerbangan aman dan nyaman. Rupanya cuaca cukup bersahabat. Penerbangan menempuh waktu sekitar 1 jam 55 menit, kami tiba di Bandara El Tari, Kupang,

Page 12: Mengukur Lembata

12 Red Ant Tambun

pada pukul 20.15 WITA (penerbangan 1 jam 55 menit plus selisih waktu 1 jam).

Sesampai kami di Bandara El Tari, sebuah taksi yang memang sudah di pesankan sebelumnya sudah menunggu. Perlu diketahui bahwa taksi di Kupang tidak menggunakan argo jarak melainkan tarif flat sebesar Rp50.000 untuk jarak dekat dalam kota dan Rp100.000 untuk jarak yang agak jauh. Sesampainya di tempat kami menginap kami pun tidak bisa langsung beristirahat meluruskan otot dan persendian yang dibuat kaku dan tegang sepanjang perjalanan melainkan harus briefing dahulu dengan team leader yang akan memimpin proses survey kami. Sampai sekitar pukul 2.00 WITA kami pun baru bisa beristirahat.

Page 13: Mengukur Lembata

13Sehimpun Cerita Anggota

21 April 2012

Kami bangun agak kesiangan hari itu. Pukul 09.30 WITA matahari sudah tinggi. Setelah mandi dan sarapan kami pun bergegas menuju kota untuk berbelanja logistik yang kami perlukan. Penginapan kami di daerah Nasipanaf, Baumata Barat. Lumayan jauh jarak tempuh ke kota. Sekitar 30 menit perjalanan dengan sepeda motor, atau sekitar 15 kilometer. Setelah berbelanja kami pun mulai packing ulang apa saja yang kami perlukan untuk pekerjaan yang kami lakukan.

Pekerjaan kami kali ini bertempat di Kabupaten Lembata, di sebuah Pulau bernama Lomblen. Kami kali ini akan

Kupang,

Page 14: Mengukur Lembata

14 Red Ant Tambun

melakukan pengukuran jalur instalasi pipa air baku serta melakukan inventarisasi pipa lama yang telah ada. Kami berangkat ke Pulau Lomblen dengan menggunakan kapal Feri KMP Ile Boleng. Kapal berangkat dari pelabuhan Feri Bolok Kupang sekitar pukul 15.00 WITA. Perjalanan dengan menggunakan kapal Feri menempuh jarak sekitar 200 km dengan waktu tempuh sekitar 14 jam perjalanan.

Page 15: Mengukur Lembata

15Sehimpun Cerita Anggota

Pelabuhan Feru Bolok, Kupang, Nusa TenggaraTimur

Page 16: Mengukur Lembata

16 Red Ant Tambun

Lembata, 22 April 2012

05.00 WITA kapal bersandar di pelabuhan Lewoleba Kabupaten Lembata. Hawa sejuk pantai pun menyambut kami pagi itu. Di sebelah barat terlihat Pulau Adonara dengan Gunung Ile Boleng sebagai penandanya. Ile dalam bahasa masyarakat Flores dan sekitarnya berarti Gunung. Wujud gagahnya menyambut kami. Di sebelah timur, Gunung Ile Lewotolok terlihat takkalah berwibawa. Warga tempatan juga biasa menyebutnya dengan nama lain, Ile Ape. Asap putih mengepul seolah ingin menunjukkan keaktifannya.

Kami bergegas menuruni kapal. Kami disambut oleh banyak pemuda yang berjajar menawarkan jasa angkut dan

Page 17: Mengukur Lembata

17Sehimpun Cerita Anggota

kendaraan. Kami pun menaiki salah satu angkutan yang ditawarkan oleh salah seorang di antara mereka. Sebuah mobil pick up. Dari pelabuhan ke penginapan kami menempuh jarak sekitar 20 kilometer melewati jalan aspal yang bisa dibilang tidak begitu bagus, banyak lobang dan cerukan di tengah jalan yang membuat perjalanan kami malah bertambah asik.

Mobil bergoyang ke kiri dan kanan mengikuti irama lobang di jalan. Perjalanan terasa semakin menyenangkan dengan senyum ramah masyarakat Pulau Lomblen yang kami temui sepanjang jalan. Lagi-lagi, kami merasa disambut dengan begitu meriah. Setiap kali berpapasan dengan kendaraan lain baik mobil atau pun sepeda motor kami selalu disapa dengan sapaan hangat dan senyum manis yang begitu tulus, suatu hal yang sudah jarang sekali kita temui di kota besar.

Page 18: Mengukur Lembata

18 Red Ant Tambun

Page 19: Mengukur Lembata

19Sehimpun Cerita Anggota

Di sebelah timur, Gunung Ile Lewotolok terlihat takkalah berwibawa.

Page 20: Mengukur Lembata

20 Red Ant Tambun

Perjalanan dari pelabuhan ke penginapan memakan waktu sekitar 45 menit. Kami menginap di sebuah penginapan mungil dan bersih di sekitar kantor Bupati Lembata.

Sesampainya di penginapan sudah pukul 06.00 WITA, kami pun langsung sejenak melepas lelah. Tak terasa kami ketiduran sampai pukul 10.00 WITA. Mungkin kami akan lebih lama lagi tertidur jika tidak dibangunkan oleh ketua tim.

Setelah menyiapkan berbagai hal dan barang yang diperlukan, kami bersama-sama dengan ketua tim, direksi SDA Nusa Tenggara II, serta pihak PU Kabupaten Lembata, mulai bergerak menyurvei, survey awal, dengan berkendara menaiki mobil melihat spot-spot penting yang harus kami kaji.

Spot pertama yang harus kami datangi yaitu reservoar 'penampung

Page 21: Mengukur Lembata

21Sehimpun Cerita Anggota

pertama' yang berada di daerah Waimuda. Kata 'wai' dalam bahasa Lembata berarti air. Lokasinya berada sejarak 20 kilometer dari penginapan. Jalan menuju reservoar pertama sungguh di luar dugaan.

Jalan sejauh 20 kilometer ternyata berupa jalan tanah dan berbatu dengan kontur naik turun. Perjalan ke sana cukup banyak menyita waktu. Sekitar satu setengah jam kami baru tiba di reservoar pertama yang memiliki elevasi sekitar 250 mdpl.

Tidak mau berlama-lama, kami pun bersegera melakukan inventarisasi dan pendokumentasian. Seluruh tim bekerja sigap dan cekatan. Setelah dinilai cukup data yang kami kumpul-dapatkan segera kami beranjak menuju reservoar kedua yang berada di daerah bernama Ilimenge. Jarak dari reservoar pertama ke reservoar kedua lumayan jauh.

Page 22: Mengukur Lembata

22 Red Ant Tambun

Sekitar 9 kilometer jarak yang harus kami tempuh.

Reservoar Ilimenge berada di elevasi sekitar 80 mdpl. dan berada di atas sebuah bukit yang cukup terjal.

Page 23: Mengukur Lembata

23Sehimpun Cerita Anggota

25 April 2012

Setelah survei di hari Minggu, 22 April kami membentuk tim lalu melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait mengenai strategi pengukuran dan jalur yang harus kami survey. Tim terdiri dari 8 orang. Aku beserta Pupun, kawan dari Malang, seorang juru ukur dan inventarisasi; Pak Fransiskus Rea, Pak Yoseph, dan Pak Laurent --ketiganya dari Dinas PU Kabupaten Lembata; Victor, Lorent, dan Raimundus, tenaga lokal yang membantuperintisan dan membuka jalan.

Hari ini kami berdelapan melakukan pengecekan awal terhadap jalur yang akan kami ukur esok hari. Maklum jalur pipa yang akan kami ukur tidak main-

Page 24: Mengukur Lembata

24 Red Ant Tambun

main. Kami akan melakukan pengukuran dan inventarisasi jalur eksisting sepanjang 72 kilometer.

Jalur yang akan kami lewati sangat bervariasi. Kami akan melintasi pinggiran jalan, melewati pemukiman penduduk, serta banyak sabana yang panasnya luar biasa. Selain itu rencananya kami juga harus keluar masuk hutan.

Di sepanjang perjalanan kami banyak menemui banyak pemandangan alam nan eksotis, namun tidak jarang kami pun melihat pemandangan yang membuat hati miris. Di kecamatan Ile Ape ke arah desa Beutaran kami melihat banyak nona-nona kecil harus menempuh jalan berkilo-kilo meter untuk memenuhi kebutuhan ia dan keluarganya akan air.

Fakta yang kami peroleh dari BMKG menyebutkan bahwa rata-rata di

Page 25: Mengukur Lembata

25Sehimpun Cerita Anggota

Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur hanya mendapat hujan selama 18 hari saja dalam setahun.

Kami pun meneruskan perjalanan kami ke ke arah kantor Desa Beutaran. Di sana kami akan menemui kepala desa untuk mencari informasi tentang kondisi

Page 26: Mengukur Lembata

26 Red Ant Tambun

pipa eksisting serta keadaan masyarakat di desa tersebut. Maklum pekerjaan yang kami lakukan meliputi survei aspek sosial ekonomi juga, jadi kami juga harus mengetahui keadaan masyarakat, jumlah penduduk, dan pertumbuhan penduduk untuk kepentingan perhitungan alokasi air untuk 30 tahun ke depan.

Pak Fransiskus Rea (Kiri) sedang menjelaskan maksud kedatangan kami kepada Kepala Desa Beutaran

Page 27: Mengukur Lembata

27Sehimpun Cerita Anggota

Merasa cukup mengambil data, kami pun meneruskan perjalanan kami menuju Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape timur.

Jalan yang kami lalui tidaklah mulus. Banyak bagian-bagian jalan yang rusak karena dimakan usia. Jalan yang berliku-liku menambah keindahan suasana perjalanan. Saat merasa lelah,

kami pun mengambil waktu istirahat sejenak di antara rerimbunan pohon-pohon lontar tidak jauh dari pantai.

Page 28: Mengukur Lembata

28 Red Ant Tambun

Om Pupun sedang cari sinyal GPS. Gunung Ile Ape menjadi latarnya.

Page 29: Mengukur Lembata

29Sehimpun Cerita Anggota

Tak lama kemudian sampailah kami di kantor kecamatan Ile Ape Timur, sebuah kecamatan Baru hasil pemekaran wilayah dari Kecamatan Ile Ape. Dari kantor Kecamatan lalu kami terus menyusuri pinggir pantai melewati jalan yang berbatu, lalu sampailah kami di sebuah rumah di tepi pantai yang ternyata adalah rumah anak dari Pak Fransiskus Rea. Disana kami pun disuguhi kelapa muda dan makan siang. (Bersambung)

Page 30: Mengukur Lembata

30 Red Ant Tambun

Makan kelapa muda di pinggir pantai yang indah di Ile Ape Timur

Menikmati es kelapa muda di pantai indah, Ille Ape Timur.

Page 31: Mengukur Lembata

31Sehimpun Cerita Anggota

Page 32: Mengukur Lembata

diterbitkan oleh