21
MENGUPAS MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM SIMBOLISME NASI TUMPENG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN HERMENEUTIK Tugas Akhir Mata Kuliah Filsafat Ilmu Program Studi Magister Pendidikan Universitas Pelita Harapan 1

Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

MENGUPAS MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM SIMBOLISME NASI

TUMPENG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN HERMENEUTIK

Tugas Akhir Mata Kuliah

Filsafat Ilmu

Program Studi Magister Pendidikan

Universitas Pelita Harapan

Oleh :

Marcia Tadjuddin

6920090047

1

Page 2: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

Daftar Isi

Judul Halaman

A. Abstrak 1

B. Pendahuluan 1

C. Ulasan

1. Tiga komponen dalam pendekatan hermeneutik: teks, penulis 2

dan penafsir.

2. Lingkaran hermeneutik 1: menginterpretasi makna berdasarkan 3

agama dan ketuhanan.

3. Lingkaran hermeneutik 2: menginterpretasi makna berdasarkan 6

hubungan dengan alam.

4. Lingkaran hermeneutik 3: menginterpretasi makna berdasarkan 10

hubungan sosial kemasyarakatan.

D. Komentar Penulis 12

E. Daftar Referensi 13

2

Page 3: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

MENGUPAS MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM SIMBOLISME NASI

TUMPENG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN HERMENEUTIK

A. Abstrak

Nasi tumpeng, atau banyak dikenal luas dengan “tumpeng” saja adalah

sajian khas yang banyak dijumpai dalam berbagai acara perayaan atau

“selamatan” baik di desa-desa maupun di kota-kota besar di pulau Jawa sampai

sekarang. Seperti halnya acara syukuran dan selamatan dalam kebudayaan

Jawa yang sarat akan makna, begitupun dengan tumpeng yang biasanya

menjadi ikon penting dalam acara-acara tersebut.

Walaupun banyak diakui sebagai simbol penting dalam sebuah acara

syukuran atau selamatan, namun sebenarnya tidak banyak orang yang benar-

benar mengerti makna dibalik simbol itu; bahwa tumpeng mengandung makna-

makna mendalam yang mengangkat hubungan antara manusia dengan Tuhan,

dengan alam dan dengan sesama manusia.

B. Pendahuluan

Bentuknya yang khas dan penampilannya yang cantik dan menarik

memang sangat pantas untuk disajikan di kesempatan-kesempatan istimewa

dan menjadikan tumpeng salah satu benda wajib yang harus hadir dalam acara

syukuran atau selamatan. Selain itu variasi lauk pauk dan rasanya yang gurih

dan nikmat sudah lama menjadi santapan favorit dan terkenal sampai ke negara-

negara tetangga.

Dengan reputasi seperti itu, tak heran bila keberadaan dan popularitas

tumpeng masih bertahan di tengah-tengah masyarakat modern sekarang ini.

Masih banyak lembaga-lembaga pendidikan kuliner yang menawarkan kursus

memasak dan menghias tumpeng. Buku-buku masakan tentang cara memasak

nasi tumpeng dan lauk-pauknya serta membuat hiasan pelengkapnya juga

banyak diterbitkan dan dijual di toko-toko buku. Namun lembaga pendidikan

kuliner dan buku-buku masak kebanyakan mengajarkan tentang tumpeng

3

Page 4: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

dengan menitik beratkan pada “form” atau bentuknya saja. Bahan-bahannya

adalah berkut ini, demikianlah cara memasaknya, harus dibentuk seperti ini, dst.

Tentu saja dengan begitu “form” atau bentuk tumpeng akan terjaga

kelangsungannya dari generasi ke generasi.

Tetapi bagaimana dengan “meaning” atau makna? Ketika acara syukuran

atau selamatan dihadiri tamu dari negeri lain, tuan rumah dengan bangga akan

menyuguhkan nasi tumpeng kepada mereka sambil memberikan informasi

bahwa ini adalah makanan tradisional yang hanya disuguhkan pada acara

tertentu dan dengan fasih menyebutkan satu persatu jenis lauk pauk, terbuat dari

bahan apa dan bagaimana cara memasaknya. Namun ketika tamu dari negeri

lain ini menanyakan apa arti tumpeng, mengapa dibentuk seperti itu, mengapa

disertai lauk-pauk sedemikian, mengapa hanya disuguhkan pada acara-acara

syukuran dan selamatan, tidak sedikit tuan rumah (dan masyarakat kebanyakan)

yang kemudian terpaku sambil menjawab, “Wah, kalau itu saya tidak tahu.”

Tulisan ini ingin mengupas makna-makna yang terkandung dalam

simbolisme tumpeng dengan menggunakan pedekatan hermeneutik. Interpretasi

dan penjelasan makna-makna akan diulas dalam lapisan-lapisan lingkaran

hermeneutik.

C. Ulasan

1. Tiga komponen dalam pendekatan hermeneutik: teks, penulis dan penafsir.

a. Teks

Yang dirujuk sebagai teks disini adalah objek penginterpretasian makna

tersebut, yaitu nasi tumpeng. Tumpeng, dengan penyusun utama nasi

yang dibentuk kerucut, merupakan makanan komponen pengiring tradisi.

Sebenarnya banyak jenis nasi tumpeng yang disajikan sesuai dengan

acaranya, antara lain: Tumpeng Robyong (untuk upacara siraman atau

perkawinan adat Jawa), Tumpeng Nujuh Bulan (untuk upacara syukuran

kehamilan yang mencapai usia tujuh bulan, Tumpeng Tasyakuran,

Tumpeng Selamatan atau kematian, Tumpeng Medekingan (untuk

upacara kelahiran anak ganjil) dan Tumpeng Pungkur (untuk upacara

4

Page 5: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

kematian wanita/pria lajang yang belum menikah). Perbedaannya terletak

pada variasi lauk pauk dan warna nasi. Untuk menghindari ulasan yang

terlalu kompleks, tulisan ini akan mengambil komponen-komponen yang

umum dari berbagai jenis tumpeng di atas sebagai teks.

b. Penulis

Penulis disini adalah yang empunya nasi tumpeng, atau masyarakat dan

kebudayaan dimana nasi tumpeng berasal, yaitu kebudayaan dan

masyarakat Jawa. Dalam masyarakat Jawa, tumpeng harus ada dalam

banyak tradisi mulai dari sejak dalam kandungan, kelahiran, hajatan,

hingga kematian. Masyarakat di Pulau Jawa memandang tumpeng

sebagai simbolisasi yang bersifat sakral. Tulisan ini akan banyak merujuk

pada kebudayaan Jawa sebagai dasar penafsiran makna dari simbolisasi

nasi tumpeng.

c. Penafsir

Posisi penafsir dalam tulisan ini diberikan kepada penulis yang menulis

makalah ini beserta penafsir-penafsir lain yang menjadi sumber referensi.

Ide-ide dari penafsir lain ini akan menjadi bahan penghubung dan

pembentuk penafsiran makna atas simbol-simbol yang terdapat dalam

nasi tumpeng.

2. Lingkaran hermeneutik 1: menginterpretasi makna berdasarkan agama dan

ketuhanan.

Melihat bentuk khas nasi tumpeng yang kerucut meruncing ke atas,

yang akan terlintas di pikiran orang adalah kemiripan bentuknya dengan

gunung. Hal ini tidak sama sekali melenceng. Kata tumpeng memang berasal

dari Bahasa Jawa yang padanan katanya sama dengan gunung. Asal muasal

bentuk tumpeng ini ada dalam mitologi Hindu, di epos Mahabarata. Perlu

diingat bahwa walaupun mayoritas masyarakat Jawa sekarang beragama

5

Page 6: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

Islam, masih banyak tradisi masyarakat yang berpijak dari akar-akar agama

Hindu.

Gunung, dalam kepercayaan Hindu adalah awal kehidupan, karenanya

amat dihormati. Dalam Mahabarata dikisahkan tentang Gunung Mandara,

yang dibawahnya mengalir amerta atau air kehidupan. Yang meminum air itu

akan mendapat mendapat keselamatan. Inilah yang menjadi dasar

penggunaan tumpeng dalam acara-acara selamatan.

Selain itu gunung bagi penganut Hindu diberi istilah méru, representasi

dari sistem kosmos (alam raya). Jika dikaitkan dengan bagian puncak

tumpeng, maka ini melambangkan Tuhan sebagai penguasa kosmos. Ini

menjelaskan bahwa acara-acara selamatan dimana tumpeng digunakan

selalu dikaitkan dengan wujud syukur, persembahan, penyembahan dan doa

kepada Tuhan.

Selain pengaruh dari agama Hindu, bentuk tumpeng ini juga

dipengaruhi oleh agama atau kepercayaan masyakarat Jawa yang dikenal

dengan nama kejawen. Masyarakat Jawa sendiri sebenarnya lebih

menganggap kejawen sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang

dibarengi dengan sejumlah laku (perilaku). Ajaran kejawen biasanya tidak

terpaku pada aturan yang ketat seperti aturan-aturan agama pada umumnya,

tetapi menekankan pada konsep "keseimbangan". Praktek ajaran ini

biasanya melibatkan benda-benda tertentu yang memiliki arti simbolik.

Gunung berarti tempat yang sangat sakral oleh masyarakat Jawa,

karena memiliki kaitan yang erat dengan langit dan surga. Bentuk tumpeng

bermakna menempatkan Tuhan pada posisi puncak yang menguasai alam.

Bentuk kerucut gunungan (méru) ini juga melambangkan sifat awal dan akhir,

simbolisasi dari sifat alam dan manusia yang berawal dari Tuhan dan akan

kembali lagi (berakhir) pada Tuhan.

6

Page 7: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

Sebagian besar upacara yang diselenggarakan dalam kebudayaan

Jawa adalah bagian dari ritual kejawen sehingga tentu saja pengadaan

tumpeng dan posisinya yang penting dalam sebuah upacara sangat berkaitan

erat dengan makna simbolis yang terkandung dalam tumpeng itu.

Selain dari bentuk, kita juga bisa menginterpretasikan makna dibalik

warna nasi tumpeng. Ada dua warna dominan nasi tumpeng yaitu putih dan

kuning. Bila kita kembali pada pengaruh ajaran Hindu yang masih sangat

kental di Jawa, warna putih diasosiasikan dengan Indra, Dewa Matahari.

Matahari adalah sumber kehidupan yang cahayanya berwarna putih. Selain

itu warna putih di banyak agama melambangkan kesucian. Warna kuning

melambangkan rezeki, kelimpahan, kemakmuran.

Melihat hubungan antara makna dibalik bentuk tumpeng dan warna

nasi tumpeng, keseluruhan makna dari tumpeng ini adalah pengakuan akan

adanya kuasa yang lebih besar dari manusia (Tuhan), yang menguasai alam

dan aspek kehidupan manusia, yang menentukan awal dan akhir, Wujud

nyata dari pengakuan ini adalah sikap penyembahan terhadap Sang Kuasa

dimana rasa syukur, pengharapan dan doa dilayangkan kepadaNya supaya

hidup semakin baik, menanjak naik dan tinggi seperti halnya bentuk

kemuncak tumpeng itu sendiri.. Jadi tumpeng mengandung makna religius

yang dalam sehingga kehadirannya menjadi sakral dalam upacara-upacara

syukuran atau selamatan.

Berikut ini adalah contoh-contoh jenis-jenis tumpeng yang membawa

pengharapan atau doa tertentu kepada Sang Kuasa:

1. Tumpeng Dlupak yang puncak tumpengnya dibuat cekung (seperti

posisi tangan ketika berdoa) bermakna agar keinginan dan harapan si

empunya hajat dikabulkan. Tumpeng Punar digunakan agar kehidupan

keluarga cerah, seperti menyambut kehadiran anak.

7

Page 8: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

2. Tumpeng Kendhit dipakai saat pemilik hajat memohon jalan keluar dari

gangguan, kesulitan hidup, dan keselamatan dari ancaman roh jahat.

3. Tumpeng Robyong dibuat agar si pemohon selalu diobyong-obyong

atau dikelilingi sanak saudara tercinta.

4. Tumpeng Among-among bermakna untuk minta perlindungan pada

Tuhan untuk keselamatan anak cucu.

3. Lingkaran hermeneutik 2: menginterpretasi makna berdasarkan hubungan

dengan alam.

Kehidupan orang Jawa sangat lekat dengan alam. Mereka sadar

bahwa hidup mereka bergantung dari alam. Banyak pelajaran yang menjadi

pedoman hidup sehari-hari yang mereka ambil dari alam. (Ch dan

Sudarsono, 2008) Penempatan dan pemilihan lauk pauk dalam tumpeng juga

didasari akan pengetahuan dan hubungan mereka dengan alam.

Nasi tumpeng yang berbentuk kerucut ditempatkan di tengah-tengah

dan bermacam-macam lauk pauk disusun di sekeliling kerucut tersebut.

Penempatan nasi dan lauk pauk seperti ini disimbolkan sebagai gunung dan

tanah yang subur di sekelilingnya. Tanah di sekeliling gunung dipenuhi

dengan berbagai macam lauk pauk yang menandakan lauk pauk itu

semuanya berasal dari alam, hasil tanah. Tanah menjadi simbol

kesejahteraan yang hakiki.

Kebanyakan penghasilan orang Jawa diperoleh dengan bercocok

tanam. Dengan banyaknya gunung yang terdapat di pulau Jawa dan jenis

tanah vulkanik yang subur dan ideal untuk bercocok tanam, banyak orang

Jawa yang tinggal disekitar daerah gunung dimana mereka menanam padi,

sayur-sayuran, buah-buahan dan memelihara ternak seperti ayam, bebek,

kambing, domba, sapi atau kerbau. Jadi hampir seluruh kebutuhan hidup

mereka didapatkan dari tanah di sekitar gunung. Oleh karena itulah lauk-pauk

8

Page 9: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

ditempatkan di sekeliling nasi karena memang dari sanalah mereka berasal.

(tanah di sekitar gunung).

Selain penempatannya, pemilihan lauk juga didasari oleh

kebijaksanaan yang didapat dari belajar dari alam. Tumpeng merupakan

simbol ekosistem kehidupan. Kerucut nasi yang menjulang tinggi

melambangkan keagungan Tuhan Yang Maha Pencipta alam beserta isinya,

sedangkan aneka lauk pauk dan sayuran merupakan simbol dari isi alam ini.

Oleh karena itu pemilihan lauk pauk di dalam tumpeng biasanya mewakili

semua yang ada di alam ini (Shahab, 2006). Bila kita kembali sejenak pada

pembahasan tentang agama dan kepercayaan, dalam kepercayaan Hindu-

Jawa alam terdiri dari alam tumbuh-tumbuhan, alam binatang, dan alam

manusia. Di sini, alam tumbuh-tumbuhan diwujudkan melalui bahan-bahan,

misalnya kacang panjang dan sayur kangkung. Alam fauna dapat berasal dari

dua unsur: darat dan air, dan diwujudkan melalui daging hewan seperti ayam,

kambing, sapi dan jenis jenis ikan. Adapun alam manusia diwujudkan dalam

bentuk keseluruhan nasi tumpeng itu sendiri, yaitu makhluk yang bergantung

pada tuhan dan alam.

Urap sayuran merupakan jenis menu yang umum dipilih yang dapat

mewakili tumbuhan darat. Jenis sayurnya tidak dipilih begitu saja karena tiap

sayur juga mengandung perlambang tertentu. Sayuran yang harus ada

adalah:

Kangkung

Sayur ini bisa tumbuh di air dan di darat, begitu juga yang diharapkan pada

manusia yang harus sanggup hidup di mana saja dan dalam kondisi apa pun.

Bayam

Bayam mempunyai warna hijau muda yang menyejukkan dan bentuk

daunnya sederhana tidak banyak lekukan. Sayur ini melambangkan

kehidupan yang ayem tenterem (aman dan damai), tidak banyak konflik

9

Page 10: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

seperti sederhananya bentuk daun dan sejuknya warna hijau pada sayur

bayam.

Taoge.

Taoge muncul keluar dari biji kacang hijau. Di dalam sayur kecil ini

terkandung makna kreativitas tinggi. Seseorang yang selalu memunculkan

ide-ide baru adalah seseorang yang kreativitasnya tinggi dan bisa berhasil

dalam hidupnya. Taoge juga jenis sayuran yang sangat mudah dihasilkan. Ini

mengandung pengharapan bahwa manusia dapat terus berkembang,

mempunyai anak cucu.

Kacang Panjang

Kacang panjang harus hadir utuh, tanpa dipotong. Maksudnya agar manusia

hendaknya selalu berpikir panjang sebelum bertindak. Selain itu kacang

panjang juga melambangkan umur panjang. Kacang panjang utuh umumnya

tidak dibuat hidangan, tetapi hadir sebagai hiasan yang mengelilingi tumpeng

atau ditempelkan pada badan kerucut.

Dari lauk pauk wakil dari alam fauna, sepertinya lauk yang mewakili

unsur air yang banyak mengandung makna yang bisa diterapkan dalam

kehidupan. Ikan sudah bisa dipastikan mewakili hewan air. Ada tiga jenis ikan

yang bisa dipakai untuk melengkapi jenis lauk-pauk yang terdapat di dalam

tumpeng:

Ikan lele.

Hewan ini melambangkan kerendahan hati sesuai dengan kebiasaan hidup

ikan lele yang selalu berenang di dasar sungai. Kebiasaan hidup lele juga

diharapkan akan diterapkan dalam kehidupan karier manusia, yakni agar

tidak sungkan meniti karier dari bawah.

Ikan bandeng.

10

Page 11: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

Ikan bandeng terkenal dengan duri-duri halusnya yang jumlahnya seperti

tidak terbatas. Hampir setiap gigitan, hampir bisa dipastikan ada duri di

dalamnya. Melalui hidangan ini orang berharap setiap saat bisa mendapat

rezeki dan jumlahnya selalu banyak atau bertambah seperti duri ikan

bandeng.

Ikan teri.

Ikan teri ukurannya sangat kecil dan mudah menjadi santapan ikan yang leih

besar apabila ia berenang sendirian. Oleh karena itu ikan teri hidupnya selalu

bergerombol. Ini mengingatkan manusia bahwa mereka tidak bisa hidup

sendiri. Mereka adalah makhluk yang lemah dan membutuhkan bantuan

orang lain untuk hidup. Dengan demikian, ikan teri melambangkan kerukunan

dan kerjasama yang harus dibina sesama manusia.

Satu lagi jenis lauk pauk yang biasanya hadir melengkapi tumpeng

adalah telur. Telur biasanya didadar atau dipindang. Sebetulnya telur dalam

tumpeng harus hadir utuh bersama kulitnya karena kulit telur, putih telur, dan

kuning telur melambangkan tindakan yang manusia harus lakukan dalam

kehidupan yakni menyusun rencana dengan baik, bekerja sesuai rencana,

dan mengevaluasi hasilnya demi kesempurnaan.

Dari berbagai penjelasan di atas, terlihat jelas bahwa pemilihan bentuk

dan lauk pauk pelengkap tumpeng bukan sekedar kebetulan atau tanpa

alasan. Dasar dasar pemilihannya sangat erat kaitannya dengan hubungan

dan pengertian manusia akan alam. Bahkan dari observasi sederhana yang

jauh dari penjelasan ilmiah, manusia bisa belajar banyak hal dari alam. Hal ini

dinyatakan jelas oleh tumpeng. Setiap kali tumpeng hadir dalam sebuah

acara, kita diingatkan kembali akan hubungan kita dengan alam dan

pelajaran hidup yang kita peroleh dari alam.

11

Page 12: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

4. Lingkaran hermeneutik 3: menginterpretasi makna berdasarkan hubungan

sosial kemasyarakatan.

Penjelasan pada bagian ini sudah keluar dari makna simbolis dari

bentuk tumpeng itu sendiri. Bagian ini lebih menyorot makna yang tersirat

dari pelaksanaan tradisi tumpeng itu.

Puncak sebuah upacara dimana terdapat tumpeng didalamnya

ditandai dengan pemotongan bagian teratas atau terlancip kerucut nasi

tumpeng tersebut. Pemotongan ini biasanya dilakukan oleh orang yang paling

dituakan atau dihormati di komunitas dimana upacara itu dilaksanakan. Ini

menyiratkan bahwa masyarakat Jawa adalah masyarakat yang masih

memegang teguh nilai nilai kekeluargaan dan memandang orang tua sebagai

figur yang sangat dihormati.

Hal ini tercermin dalam ungkapan Jawa mikul dhuwur mendhem jero

yang mengandung nasihat kepada anak untuk memperlakukan orang tuanya

secara baik. Anak di sini bisa diartikan sebagai anak keturunan, generasi

muda atau bawahan, sedangkan orang tua bisa diartikan orang tua dalam

hubungan darah, orang yang usianya lebih tua, para pendahulu yang pernah

berjasa, para pemimpin atau atasan. Mikul dhuwur (memikul tinggi) memiliki

arti menghormati setinggi-tingginya dan mendhem jero (menanam dalam-

dalam) artinya menghargai sebaik-baiknya atau penghargaan yang

mendalam terhadap seseorang (Suratno dan Astiyanto, 2009).

Hal ini terwujud ketika orang yang dituakan memotong ujung kerucut

tumpeng dan semua yang hadir memperhatikan dan mengikuti dengan

seksama. Ujung kerucut nasi tumpeng adalah bagian yang paling penting dari

tumpeng dan diperuntukkan khusus untuk orang yang dituakan sebagai tanda

hormat dan bakti. Setelah bagian itu dipotong, barulah yang lain menikmati

bagian tang tersisa dari nasi tumpeng tersebut (bagian bawah kerucut).

12

Page 13: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

Dalam tradisi awalnya, upacara dalam adat Jawa merupakan upacara

yang melibatkan seluruh desa atau kampung. Begitu mengetahui

tetangganya mengadakan upacara syukuran atau selamatan, sanak saudara,

kenalan dan orang yang tinggal sekitar tempat acara syukuran diadakan akan

datang menawarkan bantuan tanpa diminta. Mereka terlibat langsung mulai

dari persiapan sampai dengan berakhirnya acara tersebut. Dengan demikian,

seluruh komponen upacara tersebut adalah atas hasil usaha bersama.

Hal ini merupakan hal yang lazim terjadi dalam hubungan

kemasyarakatan orang Jawa yang menjunjung tinggi asas gotong royong.

Ada ungkapan Jawa yang berbunyi urip tulung tinulung (Suratno dan

Astiyanto, 2009) yang berarti bahwa dalam hidup, orang harus saling tolong

menolong. Ajaran ini berangkat dari pandangan bahwa seseorang tidak

mungkin hidup seorang diri. Sudah merupakan kodrat seorang manusia yang

membutuhkan orang lain. Oleh karena itu kita harus hidup saling tolong

menolong.

Hal ini berhubungan dengan ungkapan lain, yaitu nandur kebecikan,

males budi (menanam kebaikan membalas budi). Konsep nandur kebecikan

merupakan peringatan agar seseorang tidak bersikap individualis atau

sombong. Pengertian ungkapan ini juga mengandung ajaran filosofis bahwa

orang yang menanam pasti akan memetik hasilnya. Bila menanam kebaikan,

pasti akan memetik kebaikan pula (baik di dunia ataupun di akhirat).

Keyakinan ini membuahkan sikap murah hati untuk berbuat baik terhadap

orang lain. Bila kita menerima kebaikan dari orang lain, hendaknyalah kita

males budi atau membalas budi sehingga jangan sampai kita hidup dengan

berhutang jasa atau kebaikan terhadap orang lain. Nilai nandur kebecikan,

males budi yang tertanam dalam masyarakat akan menciptakan hubungan

social kemasyaratkan yang sangat harmonis yang salah satunya diwujudkan

dalam sikap gotong royong dalam mempersiapkan dan menjalankan sebuah

upacara syukuran atau selamatan.

13

Page 14: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

D. Komentar Penulis

Tumpeng sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan

masyarakat Indonesia, khususnya ketika memperingati momen dan peristiwa

penting. Dimulai dari masyarakat di pulau Jawa, Madura dan Bali, kini

penggunaan tumpeng sudah menyebar ke bagian pelosok nusantara lainnya

bahkan ke mancanegara seperti Malaysia, Singapura bahkan Belanda. (dikenal

dengan nama rijstafel).

Sayangnya penyebaran tumpeng yang begitu pesat dan meluas tidak

dibarengi dengan makna filosofis yang terkandung didalamnya. Bagaikan kotak

hadiah yang tampak cantik dari luar namun orang lupa menaruh hadiah di

dalamnya, maka berapapun cantik kotak hadiah tersebut, tidak akan punya arti

apa-apa. Analogi inilah yang kira-kira terjadi pada tumpeng. Banyak orang yang

tahu apa itu tumpeng tetapi tidak tahu artinya.

Padahal melihat penjelasan dalam tulisan ini, begitu saratnya makna yang

dikandung tumpeng sehingga bila makna ini dipahami dan diresapi maka setiap

kali tumpeng hadir dalam setiap upacara, manusia diingatkan lagi akan

kekuasaan Sang Pencipta Alam, pentingnya menjaga keharmonisan dengan

alam dan mempelajari nilai nilai hidup darinya serta mempertahankan asas

gotong royong, urip tulung tinulung dan nandur kebecikan, males budi yang

menjadi dasar kerukunan dan keharmonisan hidup bermasnyarakat.

Jika dilihat secara keseluruhan, makna-makna inilah yang menjadi

identitas budaya dan masyarakat Jawa (dan Indonesia pada umumnya)

sehingga hadirnya tumpeng juga mengingatkan kita tentang siapa kita dan apa

yang membuat bangsa kita berbeda dari bangsa lain. Dengan begitu, tumpeng

juga merupakan salah satu perangkat identitas nasional yang harus dijaga dan

dilestarikan, bukan dalam hal bentuk tumpengnya saja melainkan juga makna-

makna atau nilai nilai yang terkandung di dalamnya.

14

Page 15: Mengulik Makna Filosofis Yang Terkandung Dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

Daftar Referensi

Ch, HM. Nasruddin Anshoriy dan Sudarsono, SH. Kearifan Lingkungan dalam Perspektif Budaya Jawa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.

Kejawen. http://id.wikipedia.org/wiki/Kejawen , diakses tanggal 15 November 2009.

Lekat Dengan Tradisi, Namun Masih Menyimpan Misteri. http://www.cyberdharma.net/v2/index.php/component/content/article/2-share-t-world/402-lekat-dengan-tradisi-namun-masih-menyimpan-misteri.html , diakses tanggal 14 November 2009.

Makna Dibalik Tumpeng. http://blogs.unpad.ac.id/fadly27/?p=10 , diakses tanggal 14 November 2009.

Makna yang Tersirat dalam Nasi Tumpeng. http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?idwil=0&nNewsId=35459 , diakses tanggal 14 November 2009.

Nasi Kuning. http://id.wikipedia.org/wiki/Nasi_kuning , diakses tanggal 14 November 2009.

Nasi Kuning. http://en.wikipedia.org/wiki/Nasi_kuning , diakses tanggal 14 November 2009.

Shahab, Nadrah. Kerucut yang Penuh Arti. http://ncc.blogsome.com/2006/06/14/228/ , diakses tanggal 14 November 2009.

Sawungpraja, Enest N. Sumarna. Tradisi Nasi tumpeng Kurang Tersentuh. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=12&dn=20061218095701 , diakses tanggal 14 November 2009.

Suratno, Pardi dan Heniy Astiyanto. Gusti Ora Sare. 90 Mutiara Nilai Kearifan Budaya Jawa. Yogyakarta: Adiwacana, 2009.

Tumpeng. http://id.wikipedia.org/wiki/Tumpeng , diakses tanggal 14 November 2009.

15