76
MENILAI EFEK PREMEDIKASI KLONIDIN 1,5 mcg/kgBB INTRAVENA DIBANDINGKAN DENGAN PREMEDIKASI FENTANIL 2 mcg/kgBB INTRAVENA TERHADAP RESPON HEMODINAMIK AKIBAT TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEAL Karya Tulis Ilmiah Akhir PPDS 1 Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Oleh : AGUS SUSANTO DAUD LINDU BAGIAN ILMU ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 1

MENILAI EFEK PREMEDIKASI KLONIDIN 1,5 mcg/kgBB ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...MENILAI EFEK PREMEDIKASI KLONIDIN 1,5 mcg/kgBB INTRAVENA DIBANDINGKAN DENGAN

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • MENILAI EFEK PREMEDIKASI KLONIDIN 1,5 mcg/kgBBINTRAVENA DIBANDINGKAN DENGAN PREMEDIKASI

    FENTANIL 2 mcg/kgBB INTRAVENA TERHADAP RESPONHEMODINAMIK AKIBAT TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN

    INTUBASI ENDOTRAKEAL

    Karya Tulis Ilmiah Akhir PPDS 1 Bagian AnestesiologiFakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

    Oleh :

    AGUS SUSANTO DAUD LINDU

    BAGIAN ILMU ANESTESI, PERAWATAN INTENSIFDAN MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

    2013

    1

  • MENILAI EFEK PREMEDIKASI KLONIDIN 1,5 mcg/kgBBINTRAVENA DIBANDINGKAN DENGAN PREMEDIKASI

    FENTANIL 2 mcg/kgBB INTRAVENA TERHADAP RESPONHEMODINAMIK AKIBAT TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN

    INTUBASI ENDOTRAKEAL

    Karya Tulis Ilmiah Akhir PPDS 1 Bagian AnestesiologiFakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

    Oleh :

    AGUS SUSANTO DAUD LINDU

    C113207217

    kepada

    BAGIAN ILMU ANESTESI, PERAWATAN INTENSIFDAN MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

    2013

    2

  • 3

  • 4

  • 5

  • PERNYATAAN KARYA TULIS

    Yang bertanda tangan dibawah ini :

    Nama : dr. AGUS SUSANTO DAUD LINDU

    No.Stambuk : C113207217

    Program Studi : Anestesiologi Fakultas Kedokteran

    Universitas Hasanuddin

    Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-

    benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

    pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari

    terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini

    hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

    tersebut.

    Makassar, 16 Juni 2013

    Yang menyatakan,

    dr. AGUS SUSANTO DAUD LINDU

    KATA PENGANTAR

    6

  • Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang

    Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya

    sehingga penulis dapat menyelesaikan karya akhir ini.

    Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan dan merupakan

    karya akhir dalam menyelesaikan pendidikan spesialis pada Program

    Pendidikan Spesialis I (PPDS I) dibagian Anestesiologi, Unit Perawatan

    Instensif dan Manajemen Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

    Makassar.

    Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa karya akhir ini tidak akan

    terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya pada

    kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih pada

    Bapak Prof. dr. A. Husni Tanra, Ph.D, Sp.An-KIC-KMN, dan Bapak DR. dr.

    Burhanuddin Bahar, MS pembimbing karya akhir yang telah banyak

    membimbing dengan penuh perhatian dan kesabaran, senantiasa

    memberikan dorongan kepada penulis sejak awal penyusunan hingga

    penelitian ini rampung.

    Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

    1. Rektor Universitas Hasanuddin, Direktur Pasca Sarjana dan Dekan

    Fakultas Kedokteran yang telah member kesempatan pada saya

    7

  • untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Ilmu An

    estesi,Perawatan intensif dan Manajemen Nyeri2. Ketua Bagian, Ketua Program Studi, dan seluruh staff pengajar di

    Bagian Anestesiologi, Unit Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri

    FK UNHAS. Rasa hormat dan penghargaan setinggi-tingginya

    penulis haturkan atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan

    selama ini, kiranya dapat menjadi bekal hidup dalam mengabdikan

    ilmu saya di kemudian hari.3. Direktur dan staf RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar atas

    segala bantuan fasilitas dan kerjasama yang diberikan selama

    penulis mengikuti pendidikan.4. Semua Teman sejawat PPDS-1 Anestesiologi, Unit Perawatan

    Intensif dan Manajemen Nyeri FK UNHAS atas bantuan dan kerja

    samanya selama ini.5. Para penata anestesi dan perawat ICU serta semua paramedis di

    Bagian Anestesiologi, Unit Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri

    atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis mengikuti

    pendidikan.6. Kedua orang tua saya La Ngkaimi dan Wa Lubi yang telah

    membesarkan dan mendidik serta dukungan dan dorongan tak

    terhingga.7. Kepada Istri tercinta dr. Wd Imelda Effendy,M.Kes,Sp.Rad yang

    memberikan dorongan, kesabaran, dan pengertian yang sangat

    besar kepada penulis dan juga kepada ananda Syaikah Raihana

    8

  • Zahra dan Abyan Fauzan Lakilaponto yang memberikan semangat

    sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas pendidikan.8. Kepada Kakak saya Ir. Benhur Ngkaimi,SE,MM. Ipda Pol. Muh

    Jafar. Arifin Jamal,SSTP,MM serta adik saya Sry Neni, SE. Nurlian

    Ngkaimi,SKM. AKP Pol .Abd Rahman,SH,Sik. Abd.Rahmin,ST yang

    telah banyak memberikan dukungan baik moril maupun materi. Akhirnya penulis berharap semoga karya akhir ini dapat berguna bagi

    perkembangan Ilmu anestesi dimasa yang akan datang. Tidak lupa penulis

    juga mohon maaf bilamana ada hal-hal yang kurang berkenan dalam

    penulisan tesis ini, karena penulis menyadari sepenuhnya tesis ini masih jauh

    dari kesempurnaan.Makassar, 16 Juni 2013

    dr. Agus Susanto Daud Lindu

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN

    KATA PENGANTAR

    DAFTAR ISI

    DAFTAR TABEL

    9

  • DAFTAR GAMBAR

    DAFTAR LAMPIRAN

    x

    ABSTRAK

    ABSTRACT

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    B. Rumusan Masalah

    C. Tujuan Penelitian

    D. Hipotesis

    E. Manfaat Penelitian

    II. Tinjauan Pustaka 8

    A. Laringoskopi dan Intubasi Endotrakeal B. Klonidin C. Fentanill D. Kerangka Teori

    III. Kerangka Konsep

    IV. Metodei Penelitian

    A. Desain Penelitian

    B. Tempat dan Waktu Penelitian

    C. Populasi dan Sampel Penelitian

    D. Perkiraan Besar Sampel

    E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

    F. Izin Penelitian dan Kelaikan Etik (Ethical Clearance)

    G. Cara Kerja

    10

  • 1. Alokasi Subyek

    2. Cara Penelitian

    H. Alur Penelitian

    I. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel

    1. Identifikasi Variabel

    2. Klasifikasi Variabel

    J. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

    1. Defenisi Operasional

    2. Kriteria Obyektif

    K. Pengolahan dan Analisa Data

    V. Hasil Penelitian

    32

    A.Karakteristik Sampel Penelitian

    32

    B.Respon hemodinamik tekanan darah sistolik

    34

    C.Respon Hemodinamim tekanan darah diastolic

    D.Respon hemodinamik tekanan arteri rerata E. Respon Hemodinamik laju jantung

    VI. Pembahasan

    VII. Kesimpulan dan Saran

    52

    Daftar Pustaka

    11

  • DAFTAR TABEL

    nomor Halaman

    1. Karakteristik sampel penelitian

    2. Hemodinamik basal kedua kelompok

    12

  • 3. Respon hemodinamik tekanan darah sistolik pada kedua kelompok

    4. Respon perubahan hemodinamik tekanan darah sistolik pada

    masing-masing kelompok

    5. Respon hemodinamik tekanan darah diastolik pada kedua kelompok

    6. Respon perubahan hemodinamik tekanan darah diastolik pada

    masing-masing kelompok

    7. Respon hemodinamik tekanan arteri rerata pada kedua kelompok

    8. Respon perubahan hemodinamik tekanan arteri rerata pada

    masing-masing kelompok

    9. Respon hemodinamik laju jantung pada kedua kelompok

    10. Respon perubahan hemodinamik laju jantung pada

    masing-masing kelompok

    13

  • DAFTAR GAMBAR

    nomo Halaman

    1. Respon hemodinamik tekanan darah sistolik pada kedua kelompok

    2. Respon hemodinamik tekanan darah diastolik pada kedua kelompok

    3. Respon hemodinamik tekanan arteri rerata pada kedua kelompok

    4. Respon hemodinamik laju jantung pada kedua kelompok

    14

  • DAFTAR LAMPIRAN

    nomor Halaman

    1. Persetujuan setelah penjelasan2. Lembar pengamatan3. Advers event form

    15

  • Abstrak

    Laringoskopi dan intubasi endotrakhea suatu tindakan yang sering dilakukanpada anestesi umum maupun dalam manajemen jalan napas. Penelitian inibertujuan menilai efek premedikasi klonidin 1,5 mcg/kgBB intravenadibandingkan dengan premedikasi fentanil 2 mcg/kgBB intravena terhadaprespon hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakeal.Penelitian ini dilakukan pada 40 pasien dibagi dalam 2 kelompok dengan ujiklinik tersamar ganda. Yang mendapat klonidin 1,5 mcg/kgBB (kelompok K,n=20) dan yang mendapat fenatnil 2 mcg/kgBB (kelompok F,n=20), keduanyadiinduksi dengan propofol 2 mg/kgBB dan atracurium 0.5 mg/kgBB. Lajujantung (LJ), tekanan darah sistolik (TDS), tekanan darah diastolik (TDD) dantekanan arteri rerata (TAR) diukur saat basal, setelah pemberian klonidin ataufentanil, setelah induksi anestesi, saat intubasi endotrakeal, dan menit1,2,3,4,5 setelah intubasi endotrakeal. Meskipun terjadi peningkatan LJ,TDS,TDD dan TAR saat intubasi namun didapatkan penurunan lebih rendahpada kelompok K. Pada kelompok K terjadi penurunan TDS pada menit ke-1(p0.013), menit ke-2(p=0.037) ,TDD menit ke-1(p=0.048),TAR menit ke-1(p=0.012) yang bermkana setelah intubasi endotrakeal. Klonidin 1,5mcg/kgBB dan fentanil 2 mcg.kgbb intravena sama-sama dapat menekanrespon hemodinamik saat laringoskopi dan intubasi endotrakeal namun padapenelitian ini lebih bermkna pada klonidin.

    Kata kunci : Klonidin, fentanil, respon hemodinamik, laringoskopi, intubasiendotrakeal.

    16

  • Abstract:

    Laryngoscopy and intubation endotrakhea an action that is often performed ingeneral anesthesia and in airway management. This study aims to assessthe effect of premedication klpnidin 1.5 mcg / kgBW intravenouspremedication compared with fentanyl 2 mcg / kgBW intravenously on thehemodynamic response aftero laryngoscopy and endotracheal intubation.This study was conducted in 40 patients divided into 2 groups with double-blind clinical trials. Who received clonidine 1.5 mcg / kgBW (group C, n = 20)and that got fenatnyl 2 mcg / kg (group F, n = 20), both induced with propofol2 mg / kgBW, and atracurium 0.5 mg / kgBW. Heart rate (HR), systolic bloodpressure (SBP), diastolic blood pressure (DBP) and mean arterial pressure(MAP) were measured at basal, after administration of clonidine or fentanyl,after induction of anesthesia, endotracheal intubation time, and 1.2 minutes,3,4,5 after endotracheal intubation. Despite an increase HR, SBP, DBP andMAP when intubation but obtained a lower decline in group K. In group Cthere is a decrease in minute TDS-1 (p=0.013), 2 minute (p = 0.037), TDD 1minute (p = 0.048), TAR-1 minute (p = 0.012) were bermkana afterendotracheal intubation. Clonidine 1.5 mcg / kgBW and intravenous fentanyl2 mcg/kgBW alike can suppress the hemodynamic response at laryngoscopyand endotracheal intubation, but in this study is more significan on clonidine.

    Keywords: Clonidine, fentanyl, hemodynamic response, laryngoscopy,endotracheal intubation.

    17

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Laringoskopi dan intubasi endotrakhea suatu tindakan yang sering

    dilakukan pada anestesi umum maupun dalam manajemen jalan napas.

    Kedua tindakan ini sering menimbulkan refleks simpatis dan simpatoadrenal

    yang berlebihan serta mengakibatkan perubahan kardiovaskular, seperti

    takikardi, hipertensi, dan aritmia. Walaupun hal ini bersifat sementara dan

    mungkin tidak berbahaya pada orang sehat, tetapi sangat berbahaya pada

    pasien yang mempunyai faktor resiko coronary artery disease,

    cerebrovascular disease, hipertensi, aneurisma dan peningkatan intrakranial.1Obat preanestesi merupakan bagian integral dari manajemen

    anestesi. Obat premedikasi yang ideal harus efektif, memiliki efek analgetik

    dan anti muntah, tidak mengganggu stabilitas kardiovaskuler, tidak menekan

    respirasi, memiliki efek antisialog dan efektif mengurangi kecemasan

    penderita.1,2α2 adrenoreseptor agonis telah digunakan sebagai obat premedikasi

    karena memiliki sifat menguntungkan dalam anestesi. Salah satu obat

    golongan agonis α2 adrenergik yang tersedia adalah klonidin, yang terutama

    digunakan sebagai obat antihipertensi, namun banyak memiliki sifat sebagai

    obat premedikasi yang ideal dan juga memiliki efek menguntungkan pada

    18

  • saat kondisi stress hemodinamik seperti pada saat laringoskopi dan intubasi

    endotrakeal.2,3Klonidin yang secara sentral bertindak sebagai α2-agonis, memiliki

    efek menguntungkan pada respon hiperdinamik saat intubasi endotrakeal.

    Selain itu, melemahkan respon stres simpatoadrenal yang membangkitkan

    stimulus nyeri, meningkatkan stabilitas hemodinamik intraoperatif,

    mengurangi insidens episode iskemik miokard perioperatif pada pasien

    dengan riwayat atau suspek penyakit arteri koroner, dan mengurangi

    kebutuhan anestetik selama operasi. Oleh karena itu, klonidin dapat

    digunakan juga sebagai premedikasi untuk memfasilitasi tindakan

    laringoskopi atau intubasi endotrakeal.2-6Klonidin dan α2-adrenoreseptor agonis lainnya banyak diteliti sebagai

    zat tambahan untuk anestesi.1 Obat ini mengurangi kebutuhan anestesi,

    menurunkan respon stress adrenergik, hormonal, dan hemodinamik untuk

    operasi, mengurangi kecemasan, dan dapat menimbulkan sedasi. Beberapa

    penelitian mengkonfirmasi bahwa pengurangan respon stress pada pasien

    yang menjalani operasi jantung meningkatkan morbiditas pasca bedah.2,5

    Namun, sedikit informasi yang tersedia tentang penggunaan klonidin

    terutama untuk pemberian intravena yang lebih mudah dikontrol efek

    farmakodinamik obatnya. Data mengenai dosis klonidin untuk anestesi

    bervariasi antara 0,625 mcg/kgBB sampai 600 mcg.5,8 Belum ada studi

    tentang respon dosis klonidin 1,5 mcg/kgBB yang diberikan intravena untuk

    memfasilitasi tindakan laringoskopik atau intubasi endotrakeal.

    19

  • Meskipun prosedur laringoskopik dan bronkoskopik sering dilakukan

    pada pasien dengan cadangan paru terbatas, dan dengan komorbiditas

    seperti penyakit arteri koroner, morbiditas dan mortalitasnya terkesan rendah.

    namun, telah dilaporkan adanya aritmia jantung, serta episode iskemik,

    selama prosedur.7,8,9 Manipulasi saluran pernapasan atas dan bawah

    umumnya terkait dengan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.

    Selain itu, hipoksemia dapat terjadi bersamaan dalam periode

    periprosedural.7 Meskipun perubahan ini konsekuensinya kecil pada pasien

    dengan fungsi jantung yang normal, tetapi penting secara klinis pada pasien

    dengan gangguan kardiovaskular atau pada pasien usia lanjut dengan

    disertai penyakit paru-paru. Peningkatan tekanan darah dan denyut jantung

    serta penurunan saturasi oksigen dapat menyebabkan ketidakseimbangan

    antara suplai dan kebutuhan oksigen pada miokard, yang dapat

    menyebabkan aritmia, iskemia miokard, dan pada akhirnya infark miokard.7,10Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui efek fentanil dan

    klonidin terhadap respon kardiovaskuler pada tindakan laringoskopi intubasi.

    Carabine dkk pada tahun 1991 menyatakan klonidin 0.625 mcg/kgBB dan

    1,25 mcg/kgBB yang diberikan 15 menit sebelum laringoskopi dan intubasi

    cukup efektif mengurangi respon kardiovaskuler5. Wright dkk 1991

    mengatakan dosis klonidin dibawah 1,25 mcg/kgBB ternyata tidak efektif

    untuk mengurangi efek hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi12.

    kulka dkk tahun 1995 membandingkan klonidin dosis 2,4,6 mcg/kgBB pada

    20

  • pasien yang menjalani coronary artery bypass graft mendapatkan hasil 4

    mcg/kgBB merupakan dosis optimal.13 Sameenakousar dkk tahun 2012

    klonidin 2 mcg/kgBB menurunkan respon sympatis pada tindakan

    laringoskopi dan intubasi14. Triptahi DC dkk tahun 2011 membandingkan efek

    klonidin 1 mcg/kgBB dan klonidin 2 mcg/kgBB intravena pada laparaskopi

    hasilnya klonidin 1 mcg/kgBB hemodinamik stabil pada pneumoperitonum

    sedangkan dosisi 2 mcg/kgBB efektif untuk menjaga respon hemodinamik

    pada saat pnemoperitenium dan intubasi.15 Oleh karena itu akan dilakukan

    penelitian perbedaan respon hemodinamik antara pemberian fentanil dan

    klonidin pada tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakeal dengan dosis

    yang berbeda.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efek dari

    klonidin, sebagai obat untuk melemahkan respon hemodinamik saat

    dilakukan laringoskopi dan intubasi endotrakeal pada pasien-pasien yang

    menjalani operasi elektif dengan anestesi umum, dibandingkan dengan

    fentanil, yang sudah umum digunakan.

    B. Rumusan Masalah

    21

  • Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat

    dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah premedikasi dengan

    klonidin intravena dosis 1,5 mcg/kgBB dapat memiliki efek yang sama dalam

    hal menekan respon hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi

    endotrakeal dibandingkan dengan premedikasi fentanil 2 mcg /kgBB?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan umum :

    Menilai efek premedikasi klonidin 1,5 mcg/kgBB intravena

    dibandingkan dengan premedikasi fentanil 2 mcg/kgBB intravena terhadap

    respon hemodinamik akibat tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakeal.

    2. Tujuan khusus :

    a. Mengukur dan membandingkan tekanan darah, tekanan arteri rerata

    dan denyut jantung sebelum pemberian premedikasi klonidin 1,5

    mcg/kgBB intravena pada kelompok perlakuan dan fentanil 2

    mcg/kgBB intravena pada kelompok kontrol b. Mengukur dan membandingkan tekanan darah, tekanan arteri rerata

    dan denyut jantung setelah pemberian premedikasi klonidin 1,5

    mcg/kgBB intravena pada kelompok perlakuan dan fentanil 2

    mcg/kgBB intravena pada kelompok kontrol

    22

  • c. Mengukur dan membandingkan tekanan darah, denyut jantung dan

    tekanan arteri rerata saat dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi

    endotrakeal antara kedua kelompok d. Mengukur dan membandingkan tekanan darah, denyut jantung dan

    tekanan arteri rerata setelah dilakukan tindakan laringoskopi dan

    intubasi endotrakeal antara kedua kelompok e. Mengukur banyaknya kebutuhan fentanil intravena sampai menit ke-5

    setelah dilakukan laringoskopi dan intubasi endotrakeal pada

    kelompok perlakuanf. Mencatat efek lain yang menyedrtai pemberian premedikasi klonidin

    1,5 mcg/kgBB intravena pada tindakan laringoskopi dan intubasi

    endotrakeal pada kelompok perlakuang. Mengetahui efek lain yang menyertai pemberian premedikasi klonidin

    1,5 mcg/kgBB pada tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakeal

    D. Hipotesis Penelitian

    Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

    23

  • Klonidin 1,5 mcg/kgBB intravena dapat menekan respon hemodinamik pada

    saat laringoskopi dan intubasi endotrakeal lebih baik daripada fentanil 2

    mcg/kgBB intravena

    E. Manfaat Penelitian

    Dari hasil penelitian ini diharapkan :

    1. Dapat menjadikan klonidin dengan dosis 1,5 mcg/kgBB sebagai obat

    premedikasi alternatif selain opioid untuk memfasilitasi tindakan

    laringoskopi dan intubasi endotrakeal2. Memberikan informasi ilmiah tentang efek pemberian premedikasi

    klonidin 1,5 mcg/kgBB untuk tindakan laringoskopi dan intubasi

    endotrakeal3. Menambah pemahaman tentang farmakologi obat klonidin sebagai

    salah satu obat premedikasi anestesi4. Dapat dijadikan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Laringoskopi dan Intubasi Endotrakeal

    24

  • Mempertahankan pertukaran udara yang cukup pada pasien adalah

    merupakan tanggung jawab utama seorang ahli anestesi. Untuk itu jalan

    napas harus selalu dipertahankan paten. Manajemen jalan napas

    merupakan dasar terapi yang aman bukan hanya dalam anestesi, tapi juga di

    perawatan intensif dan manajemen terapi darurat. Manajemen jalan napas

    adalah ‘A’ dari rantai ABC dalam algoritma resusitasi trauma. Hipoksia,

    konsekuensi akhir dari kegagalan dalam manajemen jalan napas, yang dapat

    menyebabkan kerusakan otak ireversibel dalam waktu 5 menit.15Laringoskopi adalah tindakan menvisualisasi laring dengan

    menggunakan laringoskop. Intubasi endotrakeal adalah suatu tindakan

    memasukkan pipa khusus ke dalam trakea sehingga jalan napas bebas

    hambatan dan mudah dikontrol. Indikasi intubasi endotrakeal dalam kamar

    operasi dan unit perawatan intensif antara lain untuk memproteksi jalan

    napas, menjaga patensi jalan napas, membersihkan paru, memfasilitasi

    ventilasi tekanan positif dan menjaga oksigenasi yang adekuat.15Rowbotham dan Magill pada tahun 1921 memperkenalkan intubasi

    endotrakeal untuk pertama kali. King dkk pada tahun 1951 mencatat adanya

    hipertensi akibat laringoskopi dan intubasi endotrakeal. Manipulasi jalan

    napas akan menimbulkan respon kardiovaskular yang berupa peningkatan

    tekanan darah, denyut jantung dan aritmia.16,17 Peningkatan tekanan darah

    terjadi mulai pada detik ke-15 setelah laringoskopi, dan mencapai puncaknya

    pada detik ke-30 sampai 45. Terjadi respon yang minimal bila laringoskopi

    kurang dari 15 detik.18 Perubahan tekanan darah yang timbul saat

    25

  • laringoskopi berhubungan dengan konsentrasi katekolamin plasma.19 Russel

    dkk mengatakan bahwa peningkatan arteri rerata berhubungan dengan

    konsentrasi katekolamin plasma terutama kadar noradrenalin di arteri.

    Dengan demikian disimpulkan bahwa intubasi berhubungan dengan

    peningkatan aktivitas simpatis.20Terdapat empat jenis reseptor sensorik pada saluran napas, yaitu :21

    1. Reseptor regang yang terdapat pada dinding jalan napas, lambat

    beradaptasi, memiliki saraf berdiameter besar dan bermielin2. Ujung saraf yang terdapat pada dan di bawah epithelium yang

    merupakan kemoreseptor dan mekanoreseptor, cepat beradaptasi dan

    memiliki saraf dengan diameter kecil dan bermielin3. Reseptor dengan saraf tanpa myelin, polimodal, distimulasi oleh

    kerusakan jaringan dan edema, berfungsi sebagai nosiseptor4. Reseptor yang khusus untuk rasa dan menelan, terletak di sekitar

    persendian dan otot rangka

    Suatu rangsang mekanik akan menstimulasi kemoreseptor dan

    mekanoreseptor yang didominasi vagal dan sebagian aferen simpatis.22 Staribman dkk mendapatkan respon simpatoadrenal diakibatkan oleh

    penekanan laringoskop pada daerah supraglotis, sedangkan intubasi dan

    insuflasi balon pipa endotrakeal yang merangsang daerah infraglotis kurang

    berpengaruh terhadap perubahan hemodinamik. Tetapi bila keduanya

    dilakukan secara simultan akan dapat meningkatkan respon hemodinamik

    secara bermakna.1 Sampai saat ini berbagai penelitian telah dilakukan untuk

    26

  • menemukan cara yang paling efektif untuk menekan respon hemodinamik

    tersebut.

    B. Klonidin

    Reseptor adrenergik dibagi dalam 2 kelompok, yaitu reseptor α dan

    reseptor β, suatu bentuk yang menghubungkan antara sistim katekolamin

    endogen dan target sel yang memediasi efek biologis dari sistim saraf

    simpatis dalam tubuh manusia. Obat α2-adrenoreseptor agonis telah banyak

    digunakan dalam anestesi, antara lain untuk menekan respon hemodinamik

    yang timbul saat laringoskopi dan intubasi endotrakeal.23

    Obat α2-adrenoreseptor bekerja melalui aktivasi guanine-nukleotide

    regulatory binding protein (protein G). Protein G yang teraktivasi memodulasi

    aktivitas seluler dengan sinyal second messenger atau memodulasi aktivitas

    kanal ion. Sistem second messenger mengakibatkan inhibisi adenylate

    cyclase, yang menurunkan pembentukan 3,5 adenosine monophosphate

    (cAMP). Modulasi kanal ion oleh protein G melibatkan ion kalium yang

    mengalami efflux dengan hasil akhir hiperpolarisasi membran sel. Di

    samping itu, ion kalsium dihambat masuk ke dalam sel yang berperan dalam

    inhibisi sekresi neurotransmitter.24,25

    27

  • Reseptor α2-adrenoreseptor yang terdapat di susunan saraf pusat bila

    teraktivasi akan memberikan efek inhibisi transmisi neuronal, sehingga terjadi

    hipotensi, bradikardi, sedasi dan analgesia. α2 adrenoreseptor presinaptik

    menghambat pelepasan norepinefrin yang menekan sinyal nyeri. Aktivasi α2-

    adrenoreseptor postsinaps menginhibisi aktivitas simpatis dengan hasil akhir

    penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Locus Coeruleus, dengan

    densitas reseptor α2 terpadat, merupakan modulator kesadaran dan

    neurotransmitter nyeri.25,26Adrenoreseptor α2 agonis merupakan simpatolitik dengan memblok

    jalur simpatis pada sistim saraf otonom melalui adrenoreseptor α2-a, dimana

    hanya dapat menurunkan nilai tekanan darah yang tergantung pada tonus

    28

    GAMBAR 1. MEKANISME ANALGESIK KLONIDIN SEBAGAIAGONIS Α214 ADRENOCEPTOR

  • simpatis sehingga hanya memberikan sedikit efek pada individu yang

    normotensi.26 Pada saat diberikan intravena α2-adrenoreseptor agonis akan

    menimbulkan respon hemodinamik bifasik. Pada fase awal akan terjadi

    peningkatan tekanan darah dan resistensi vaskuler sistemik sebagai akibat

    aktivasi adrenoreseptor α2-b pada otot polos vaskuler, dan penurunan denyut

    nadi sekunder terhadap penurunan curah jantung yang kemudian diikuti

    dengan penurunan tekanan darah setelah 5 sampai 10 menit kemudian.

    Penurunan denyut jantung terjadi melalui mekanisme inhibisi tonus simpatis

    akibat menurunnya pelepasan noradrenalin dan efek langsung vagomimetik.

    Untuk menghindari efek bifasik ini obat tersebut diberikan secara bolus

    perlahan.24,25,27Klonidin merupakan salah satu obat golongan α2-agonis yang banyak

    digunakan secara klinis sebagai antihipertensi. Klonidin larut dalam lemak,

    bila diberikan secara intravena maka mula kerjanya mencapai 10 menit.

    Farmakokinetik klonidin terbagi atas fase distribusi cepat dan fase eliminasi

    lambat. Waktu paruh distribusi kira-kira 10 menit dan waktu paruh eliminasi

    sekitar 8 – 13 jam. Volume distribusi 3,05 – 4,85 mL/kg/menit. Klonidin

    berikatan dengan protein sebesar 20-40%. Separuh dari dosis yang

    diberikan dimetabolisme dengan metabolit utama phydroxyclonidine yang

    secara farmakologi tidak aktif. Eliminasi klonidin terutama melalui ginjal dan

    40-50% dosis yang diberikan dieliminasi tanpa mengalami metabolisme.24Beberapa penelitian sudah dilakukan sebelumnya mengenai

    pemakaian klonidin untuk menekan respon hemodinamik terhadap tindakan

    29

  • laringoskopi dan intubasi endotrakeal baik yang diberikan melalui oral

    maupun intravena dengan dosis yang bervariasi.5,12,17

    C. Fentanil

    Fentanil adalah derivat phenylpiperidine sintetik opioid yang secara

    struktur hampir sama dengan meperidine. Sebagai analgesik, fentanil lebih

    kuat 75 – 125 kali dibanding dibanding morfin. Fentanil dengan dosis 2 – 20

    mcg/kgBB intravena dapat diberikan sebagai tambahan anestesi inhalasi

    untuk menumpulkan respon sirkulasi terhadap (a) laringoskopik langsung

    untuk intubasi endotrakeal, atau (b) perubahan stimulasi bedah yang tiba-

    tiba. Fentanil dosis tinggi, 50 – 150 mcg/kgBB intravena dapat digunakan

    sendiri untuk anestesi pembedahan. Keuntungan fentanil antara lain : (a)

    tidak memiliki efek depresi kardiovaskuler, (b) tidak menyebabkan pelepasan

    histamin dan (c) menekan respon stress terhadap pembedahan.

    Kekurangannya antara lain : (a) tidak dapat mencegah respon sistem saraf

    simpatis terhadap nyeri akibat nyeri pembedahan pada berbagai dosis, (b)

    memungkinkan pasien terbangun, dan (c) depresi ventilasi pasca

    operasi.28,29,30Fentanil dapat diberikan secara intravena, epidural, intratekal, dan

    transdermal. Bila diberikan intravena puncak analgesia dapat dicapai dalam

    waktu 5 menit. Gambaran farmakokinetik fentanil antara lain adalah

    30

  • meningkatnya konsentrasi plasma arterial hingga puncaknya setelah injeksi

    intravena, setelah itu mengalami fase redistribusi cepat dan diikuti fase

    eliminasi lambat. Metabolisme fentanil difasilitasi oleh N-demethylation yang

    secara primer dimetabolisme di hati dan kemudian menghasilkan norfentanyl

    yang diekskresikan melalui ginjal. Waktu paruh distribusi sekitar 5 menit dan

    waktu paruh eliminasi sekitar 3 – 4 jam.30,31Fentanil dengan dosis 1,5 – 3 mcg/kgBB intravena 5 menit sebelum

    induksi anestesi akan menurunkan dosis tambahan isofluran atau desfluran

    dengan nitrous oksida 60% yang diperlukan untuk blokade respon simpatis

    terhadap respon bedah.28,29Pemakaian fentanil untuk menekan respon hemodinamik akibat

    laringoskopik langsung dan intubasi endotrakeal telah banyak diteliti.

    Fentanil dengan dosis tinggi mencegah peningkatan tekanan darah dan

    denyut jantung tapi juga memberikan efek samping hipotensi, baradikardi,

    depresi napas, rigiditas otot rangka, dan waktu pulih dari anestesi yang lebih

    lama. Fentanil dengan dosis rendah 2 mcg/kgBB bila diberikan 5 menit

    sebelum laringoskopi dan intubasi endotrakeal dapat mengurangi respon

    hemodinamik.30,31

    31

  • D. Kerangka Teori

    32

    LARINGOSKOPI DAN INTUBASI

    ANESTETIK LOKAL

    (LIDOKAIN)NOXIUS

    RESPON

    OPIOID(FENATNIL

    )

    PELEPASANNE

    DISUPRASPIALPHA2

    AGONISTADRENORESE

    PTOR

    AKTIVASISYSTEMSARAF

    PENINGKATAN RESPON

  • BAB III

    KERANGKA KONSEP

    = VARIABEL BEBAS =VARIBEL TERGANTUNG

    = VARIABEL ANTARA = VARIABEL KONTROL

    33

    PREMEDIKASISEDASIRELAKSASIUMURBMI

    PS ASA

    KLONIDIN LARINGOSKOPI

    DAN INTUBASI

    ENDOTRAKEALFENTANIL

    DENYUTJANTUN

    G

    TEKANANARTERI RERATA

    TEKANANDARAH

    SISTOLIK

    TEKANANDARAH

    DIASTOLIK

  • BAB IV

    METODE PENELITIAN

    A. Desain Penelitian

    Penelitian ini merupakan suatu penelitian dengan uji klinis acak

    tersamar ganda (random double blind control).

    B. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini akan dilakukan di kamar bedah sentral RSUP Dr Wahidin

    Sudirohusodo Makassar dan rumah sakit jejaringnya mulai februari 2013

    sampai jumlah sampel terpenuhi.

    C. Populasi dan Sampel Penelitian

    1. Populasi

    Populasi penelitian adalah pasien usia 18 sampai 45 tahun yang akan

    menjalani operasi bedah elektif dengan prosedur anestesi umum di RSUP Dr

    Wahidin Sudirohusodo / RS jejaring di Makassar selama masa penelitian.

    2. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

    34

  • Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian,

    yang diambil dengan metode consecutive sampling.

    D. Perkiraan Besar Sampel

    Perkiraan besar sampel ditentukan berdasarkan table Isaac & Michael

    dengan N = 40 besar sampel ditentukan n = 38 pasien dengan taraf

    kesalahan 5% (α=0,05)

    E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

    1. Kriteria Inklusi

    a. Setuju ikut serta dalam penelitian dan menandatangani surat

    persetujuan penelitianb. Usia 18 – 60 tahunc. Indeks Massa Tubuh normal(BMI) (18 – 25 kg/m2)d. PS ASA 1 dan 2e. Akan menjalani pembedahan elektif f. Setuju dilakukan teknik anestesi umum dengan intubasi endotrakeal g. Ada persetujuan dari dokter primer yang merawat

    2. Kriteria Eksklusi

    a. Penderita tidak kooperatifb. Penderita hamilc. Penderita dengan penyakit jantung dan kardiovaskuler

    35

  • d. Pasien memakai obat anti hipertensi, antiaritmia, penghamabt beta

    adrenoresptor dan stimulasi jantunge. Penderita dengan prediksi kesulitan intubasi f. Penderita dengan riwayat penyakit serebrovaskularg. Penderita dengan riwayat penyakit hipertiroid atau hipotiroidh. Penderita dengan riwayat hipersensitif terhadap klonidin, fentanil,

    propofol dan atracurium

    3. Kriteria Drop Out

    a. Tindakan intubasi dilakukan lebih dari 1 kalib. Waktu yang diperlukan untuk laringoskopi dan intubasi endotrakeal

    lebih dari 30 detikc. Pada saat laringoskopi, pasien masih nafas spontan atau masih

    menunjukan adanya gerakan-gerakan.

    F. Izin Penelitian dan Etical Clearance Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti meminta keterangan

    kelayakan etik (ethical clearance) dari komisi Etik Penelitian Biomedis pada

    manusia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Semua penderita

    yang memenuhi kriteria inklusi diberi penjelasan secara lisan dan

    menandatangani lembar persetujuan untuk ikut dalam penelitian secara

    sukarela. Karena suatu alasan tertentu, penderita berhak mengundurkan diri

    dari penelitian ini.Penelitian ini telah mendapatkan rekomendasi persetujuan etik sesuai

    dengan nomor register UH13020073

    G. Cara Kerja

    36

  • 1. Alokasi Subyek

    Subyek dalam penelitian ini terdiri dari :

    a. Kelompok K, yaitu kelompok perlakuan yang mendapat premedikasi

    dengan klonidin 1,5 mcg/kgBB intravenab. Kelompok F, yaitu kelompok kontrol yang mendapat premedikasi

    dengan fentanil 2 mcg/kgBB intravena

    2. Cara Penelitian

    a. Penderita yang memenuhi kriteria penelitian menjalani prosedur

    persiapan operasi elektif . Penderita tidak mendapat premedikasi di

    ruanganb. Setelah tiba di kamar operasi, dilakukan pemasangan monitor EKG,

    tekanan darah non invasif dan pulse oksimetri. Dilakukan pengukuran

    hemodinamik (T0) c. Pasien diberikan ringer laktat melalui kateter intravena 18G dan

    tranfusi set untuk mengganti ½ cairan puasa selama 1 jam pertama,

    kemudian diberiakan ranitidin 50 mg dan ondansetron 4 mg intravena.d. Secara acak sederhana, pasien dibagi dalam 2 kelompok yaitu

    kelompok K yang menerima klonidin dosis 1,5 mcg/kgBB dalam spuit

    10 ml (spuit 1) dan kelompok F yang menerima NaCl 0,9% dalam spuit

    10 ml (spuit 2).

    37

  • e. Setelah 10 menit, kelompok F menerima fentanil 2 mcg/kgBB dalam

    spuit 10 ml (spuit 3) dan kelompok K mendapat NaCl 0,9% dalam spuit

    10 ml (spuit 4). Dilakukan pengukuran hemodinamik (T1)f. Setelah 2 menit, induksi dengan propofol 2 mg/kgBB, diberikan

    pelumpuh otot atracurium 0.5 mg/kgBB dilakukan pengukuran

    hemodinamik (T2). Selama penderita tidak bernapas diberikan

    oksigen 100% melalui ventilasi tekanan positif dan dipertahankan

    dalam kondisi normoventilasi.g. Setelah 3 menit, dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi

    endotrakeal dalam waktu tidak lebih dari 30 detik dan hanya dengan

    sekali kesempatan. Sesaat setelah intubasi endotrakeal, dilakukan

    pengukuran hemodinamik (T3). Pemeliharaan anestesi dengan

    inhalasi isofluran 1 vol% dan oksigen.h. Selanjutnya dilakukan pengukuran hemodinamik setiap 1 menit

    sampai pada menit ke-5 setelah dilakukan intubasi

    endotrakeal(T4a,T4b,T4c,T4d,T4e). Selama pencatatan tidak

    dilakukan manipulasi pembedahani. Intervensi penanganan atau pengobatan dapat dilakukan bila terjadi

    peningkatan atau penurunan tekanan darah dan denyut jantung lebih

    dari 20% dari nilai dasarnya (T0) selama 5 menit. Intervensi

    penanganan atau pengobatan dapat berupa penambahan atau

    pengurangan konsentrasi gas inhalasi, penambahan analgetik (fentanil

    38

  • 1 mcg/kgbb), pemberian cairan kristaloid, pemberian efedrin dan atau

    sulfas atropin.j. Bila terjadi hipoksia (SpO2 < 90%) saat sebelum induksi diberikan

    suplemen oksigen dengan menggunakan sungkup muka

    H. Alur Penelitian

    T0

    39

    SUBYEK YANG MEMENUHI KRITERIA, DILAKUKAN RANDOMISASI

    PREMEDIKASI

    GANTI CAIRANPUASA RL 500

    ML

  • Kelompok K Kelompok F

    10 menit 10 menit

    T1 2 menit

    T2

    3 menit

    T3

    T4a,T4b,T4c,T4d,T4e

    Keterangan :

    T0 : waktu pasien tiba di kamar operasi, tidur telentang di atas meja operasi, telah terpasang alat-alat untuk monitoring hemodinamik, belum diberikan obat-obatan

    T1 : waktu setelah pemberian klonidin dan fentanil sebelum

    dilakukan induksi anestesiT2 : waktu setelah dilakukann induksi anestesiT3 :waktu sesaat setelah dilkaukan laringoskopi dan intubasi

    endotrakeal

    40

    KLONIDIN 1,5 MCG/KGBB

    NACL

    NACL 0,9%

    FENTANIL 2 MCG/KGBB

    Propofol 2 mg/kgBBAtracurium 0,5 mg/kgBB

    LARINGOSKOPI DAN

    INTUBASIENDOTRAKEAL

    PENCATATANHEMODINAMIK

    SETELAH INTUBASI

    PENGUMPULAN DAN

    ANALISA DATA

  • T4a : waktu 1 menit setelah tindakan laringoskopi dan intubasiT4b : waktu 2 menit setelah tindakan laringoskopi dan intubasiT4c : waktu 3 menit setelah tindakan laringoskopi dan intubasiT4d : waktu 4 menit setelah tindakan laringoskopi dan intubasiT4e : waktu 5 menit setelah tindakan laringoskopi dan intubasi

    I. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel

    1. Identifikasi Variabel

    a. Laringoskopi dan intubasi endotrakealb. Klonidin, fentanilc. Tekanan darah sistolikd. Tekanan darah distolike. Denyut jantungf. Tekanan arteri reratag. Obat induksih. Obat relaksasii. Umurj. Indeks massa tubuhk. PS ASA

    2. Klasifikasi Variabel

    a. Berdasarkan Jenis Data :1) Variabel Katerogikal :

    - Laringoskopi dan intubasi endotrakeal- Physical Status ASA

    2) Variabel Numerikal :a) Variabel Rasio :

    - Dosis klonidin - Dosis fentanil- Tekanan darah sistolik- Tekanan darah diastolik- Denyut jantung

    41

  • - Tekanan arteri rerata- Indeks Massa Tubuh- Umur- Dosis obat induksi- Dosis obat relaksasi

    b. Berdasarkan peran :1) Variabel bebas : Klonidin 1,5 mcg/kgBB, fentanil 2

    mcg/kgBB2) Variabel tergantung : Tekanan darah sistolik, tekanan darah

    diastolik, denyut jantung, tekanan arteri

    rerata3) Variabel antara : Laringoskopi dan intubasi endotrakeal4) Variabel kontrol : Premedikasi, sedasi, relaksasi, umur, BMI,

    PS ASA

    J. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

    1. Definisi Operasional

    a. Laringoskopi adalah melihat daerah laring dengan laringoskopb. Intubasi endotrakeal adalah memasukkan pipa khusus ke dalam

    trakea melalui mulutc. Variabel hemodinamik adalah tekanan darah sistolik, tekanan darah

    diastolik, tekanan arteri rata-rata, dan denyut jantungd. Perubahan hemodinamik adalah peningkatan atau penurunan tekanan

    darah (sistolik/diastolik), tekanan arteri rata-rata, dan atau denyut

    jantung. Perubahan dinilai pada waktu pencatatan hemodinamik yang

    dibandingkan dengan nilai dasar (T0). Dikatakan dalam batas normal,

    42

  • bila tidak terjadi perubahan hemodinamik atau terjadi perubahan <

    30% dari nilai dasar penderita. Dikatakan terjadi gangguan

    hemodinamik, bila terjadi perubahan > 30% dari nilai dasar penderita. e. Penanganan atau intervensi diberikan jika terjadi gangguan

    hemodinamik selama 5 menitf. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau

    tekanan darah diastolik > 90 mmHgg. Hipotensi adalah tekanan darah sistolik < 90 mmHg dan tekanan

    darah diastolik < 60 mmHgh. Takikardi adalah denyut jantung > 100 x/meniti. Bradikardi adalah denyut jantung < 60 x/menitj. Hipoksia adalah penurunan tekanan oksigen jaringan yang

    diasumsikan dengan saturasi oksigen < 90% yang diukur secara

    noninvasif melalui denyut nadi jarik. Relaksasi dengan pemberian injeksi pelumpuh otot

    2. Kriteria Obyektif

    a. Tekanan darah sistolik1) Respon normal = perubahan < 20%2) Meningkat bermakna = peningkatan > 20%3) Menurun bermakna = penurunan > 20%

    b. Tekanan diastolik1) Respon normal = perubahan < 20%2) Meningkat bermakna = peningkatan > 20%3) Menurun bermakna = penurunan > 20%

    c. Tekanan arteri rerata1) Respon normal = perubahan < 20%2) Meningkat bermakna = peningkatan > 20%3) Menurun bermakna = penurunan > 20%

    d. Denyut jantung1) Respon normal = perubahan < 20%

    43

  • 2) Meningkat bermakna = peningkatan > 20%3) Menurun bermakna = penurunan > 20%

    e. Umur, dinyatakan dalam satuan tahunf. Indeks Massa Tubuh, dinyatakan dalam satuan kg/m2g. Induksi dinyatakan dengan hilangnya refleks bulu matah. Relaksasi dinyatakan dengan hilangnya napas spontan dan tidak

    adanya pergerakan dinding dadai. Physical Status ASA

    1) PS ASA 1 = sehat, tidak ditemukan masalah medis2) PS ASA 2 = menderita penyakit sistemik ringan3) PS ASA 3 = menderita penyakit sistemik berat, namun tidak

    mengakibatkan berkurangnya kapasitas hidup4) PS ASA 4 = menderita penyakit sistemik berat dan mengacam

    jiwa5) PS ASA 5 = morbid, tidak ada harapan hidup dalam 24 jam6) PS ASA 6 = cangkok organ

    j. Klasifikasi Mallampati, merupakan salah satu cara untuk menilai

    adanya kesulitan intubasi dengan membuka mulut selebar mungkin

    dan menjulurkan lidah secara maksimal. Interpretasinya yaitu :1) Klas I : terlihat jelas pilar, palatum durum, palatum molle

    dan uvula2) Klas II : terlihat palatum durum, palatum molle dan sebagian uvula3) Klas III : terlihat palatum durum dan palatum molle4) Klas IV : hanya palatum durum yang terlihat

    K. Pengolahan dan Analisis Data

    Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS 17

    for windows. Untuk menguji perbedaan dua variabel numerik dalam satu

    kelompok dan perbedaan rata-rata dua kelompok digunakan t-test. Data yang

    44

  • berulang (tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri

    rerata dan denyut jantung), perbedaan antar kelompok dianalisa

    menggunakan uji t, perubahan hemodinamik dari waktu ke waktu

    menggumakan uji wilcoxon

    Hasil pengolahan data ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik dan

    narasi. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 5% artinya bila p

  • kemudian dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok yang mendapatkan

    premedikasi klonidin 1,5 mg/kgBB intravena (disebut kelompok K) dan

    kelompok yang mendapatkan premedikasi Fentanil 2 mcg/kgBB intravena

    (disebut kelompok F). Setiap kelompok terdiri dari 20 sampel penelitian.

    A. Karakteristik Sampel Penelitian

    Karakteristik sampel penelitian kedua kelompok meliputi umur, BMI, jenis

    kelamin klasifikasi status fisik berdasarkan penggolongan dari American

    Society of Anesthesiologist (ASA PS) dapat dilihat pada tabel 1 dan nilai

    hemodinamik basal kedua kelompok subyek penelitian dapat dilihat pada

    tabel 2.

    Tidak didapatkan perbedaan bermakna dari data demografi dan nilai

    hemodinamik basal pada kedua kelompok subyek penelitian dinyatakan

    homogeny seacara statistik. Frekuensi status ASA PS dan JK dianalisa

    menggunakan uji Chi-Square, sesdangkan data BMI, umur hemodinamik

    basal dianalisa dengan menggunakan uji t

    Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian

    VariabelKelompok K(mean±SD)

    Kelompok F(mean±SD)

    P

    46

  • Umur

    BMI

    JK (L/P)

    ASA PS (I/II)

    31.90 ± 10.90

    21.65± 1.78

    12/8

    4/16

    35.40 ± 10.49

    21.21 ± 1.94

    10/10

    6/14

    0.310*

    0.430*

    0.821**

    0.920***: Uji t. p

  • sistolik pada awal masuk kamar operasi (nilai basal), tekanan darah

    sistolik setelah premedikasi klonidin dan fentanil, tekanan darah sistolik

    setelah induksi, tekanan darah sistolik sesaat setelah intubasi, dan

    tekanan darah sistolik menit ke-1,2,3,4,5 setelah intubasi endotrakeal.

    Nilai mean tekanan sistolik terendah pada kelompok K terjadi setelah

    induksi (105.1 ± 10.6) dan nilai mean paling rendah pada kelompok F

    terjadi setelah induksi (107.2 ±9.0). Respon Hemodinamik tekanan darah

    sistolik yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok terjadi

    pada menit ke-1(p=0.013) dan menit ke-2 (p=0.037) setelah intubasi

    endotrakeal (Tabel 3, gambar 1)

    Tabel 3. Respon hemodinamik tekanan darah sistolik pada kedua kelompok

    Waktu pengamatanKelompok K(mean±SD)

    Kelompok F(mean±SD)

    P

    Basal 122.20 ±10.82 119.95 ± 10.25 0.555**

    Setelah pemberian K/F 113.75 ± 9.94 113.30 ± 9.37 0.884*

    Setelah induksi 105.10 ± 10.67 107.20 ±9.09 0.507**

    Saat intubasi 129.15 ± 10.46 126.15 ± 11.93 0.422**

    48

  • Menit ke-1 setelah intubasi 112.15 ± 10.83 121.90 ± 12.83 0.013*

    Menit ke-2 setelah intubasi 111.70 ± 10.92 119.70 ± 12.49 0.037*

    Menit ke-3 setelah intubasi 111.10 ± 11.94 116.65 ± 12.00 0.151*

    Menit ke-4 setelah intubasi 115.95 ± 11.22 116.30 ± 10.75 0.920*

    Menit ke-5setelah intubasi 118.85 ± 10.49 116.50 ± 9.96 0.472*

    * Uji t ; p< 0,05 dinyatakan bermakna** Mann whitney

    Tabel 4. Respon perubahan hemodinamik tekanan darah sistolik pada masing-masing kelompok

    Perubahan HemodinamikKelompok K

    p* %**

    Kelompok Fp*

    %**

    Setelah pemberian K/F vs Basal 0.000 -7 0.000 -6

    Setelah induksi vs Basal 0.000 -14 0.000 -10Saat intubasi vs Basal 0.002 6 0.032 5

    Menit ke-1 setelah intubasi vs Basal 0.000 -8 0.178 2Menit ke-2 setelah intubasi vs Basal 0.000 -9 0.794 -1Menit ke-3 setelah intubasi vs Basal 0.000 -9 0.019 -3Menit ke-4 setelah intubasi vs Basal 0.001 -5 0.013 -3

    49

  • Menit ke-5 setelah intubasi vs Basal 0.004 -3 0.027 -3:* : uji Wilcoxon p20% Nilai awal

    Pada penelitian ini persentase perubahan hemodinamik tekanan darah

    sistolik dibandingkan dengan nilai awal pada setiap waktu tidak bermkna

    pada masing-masing kelompok. Perubahan tekanan darah sistolik pada

    kelompok K bermakna secara statistik pada setiap waktu dibandingkan nilai

    basal (p=0.000). Pada kelompok F terjadi perubahan bermakna secara

    statistik setelah pemberian fentanil setelah induksi (p=0.000), saat intubasi

    (p=0.032), menit ke-3, (0.019)menit ke-4, (p= 0.013), menit ke-5 (p=0.027)

    setelah intubasi edotrakeal dibandingkan dengan nilai basal (Tabel 4)

    C.Respon Hemodinamik Tekanan darah Diastolik.

    Penurunan tekanan darah sistolik yang bermkna secara statistik

    antara kedua kelompok terjadi pada menit ke-1 (p=0.048) setelah intubasi

    endotrakeal (Tabel 5, gambar 2). Tidak terjadi perubahan yang bermakna

    secara statistik antara kedua kelompok pada saat intubasi (p=0.864). Nilai

    mean tekanan darah diastolic terendah pada kelompok K terjadi saat menit

    50

  • ke-2 setelah intubasi endotrakeal (68.9± 6.1). Pada kelompok F nilai mean

    tekanan diastolik terendah terjadi setelah induksi (69.2 ±4.8). Respon

    hemodinamik tekanan diastolik pada kedua kelompok ini dilihat pada tabel 5

    dan 6.

    Tabel 5. Respon hemodinamik tekanan darah diastolik pada kedua kelompok

    Hemodinamik Kelompok K(mean±SD)

    Kelompok F(mean±SD)

    P

    Basal 72.70 ±8.43 69.80 ± 14.32 0.849**Setelah pemberian K/F 70.00 ±7.13 69.70 ± 6.49 0.737**

    Setelah induksi 68.85 ± 7.66 69.20 ±4.80 0.864*Saat intubasi 75.70 ± 8.59 74.35 ± 5.88 0.566*Menit ke-1 setelah intubasi 68.90± 6.13 73.15 ± 6.99 0.048*Menit ke-2setelah intubasi 68.85 ± 5.58 71.30 ± 7.42 0.246*Menit ke-3 setelah intubasi 69.40 ± 5.49 71.55 ± 5.34 0.217*Menit ke-4 setelah intubasi 70.60 ± 5.38 71.35 ± 6.26 0.687*Menit ke-5setelah intubasi 72.00 ± 6.24 70.20 ± 6.18 0.365*

    *uji t ; p

  • Tabel 6. Respon perubahan hemodinamik tekanan darah diastolik pada masing-masing kelompok

    Perubahan Hemodinamik KelompokKp*

    %**

    Kelompok Fp* %**

    Setelah pemberian K/F 0.017 -4 0.097 -1Setelah induksi 0.012 -5 0.033 -1Saat intubasi 0.054 4 0.092 6Menit ke-1 setelah intubasi 0.058 -5 0.409 5Menit ke-2setelah intubasi 0.005 -5 0.160 2Menit ke-3 setelah intubasi 0.047 -5 0.284 3Menit ke-4 setelah intubasi 0.126 -3 0.276 2Menit ke-5setelah intubasi 0.754 -1 0.133 1

    :* : uji Wilcoxon p20% Nilai awal

    C. Respon Hemodinamik Tekanan Arteri Rerata (TAR)

    Respon hemodinamik TAR pada penelitian ini dilihat pada tabel 7 dan

    8. Nilai mean TAR paling rendah pada kelompok K terjadi setelah induksi

    (80.3 ± 7.9) dan kelompok F nilai mean TAR terendah terjadi setelah induksi

    (81.7 ±4.6). Terjadi respon hemodinamik TAR yang bermakna secara statistik

    antara kedua kelompok pada menit ke-1 (0.012) setelah intubasi

    endotrakeal . Tidak terjadi respon TAR yang bermakna pada saat intubasi

    antara kedua kelompok (p=0.350). (Tabel 7,gambar 3 ).

    52

  • \Tabel 7. Respon hemodinamik arteri rerata pada kedua kelompok

    Waktu pengamatan Kelompok K(mean±SD)

    Kelompok F(mean±SD)

    P

    Basal 88.60 ±8.00 88.30 ± 5.69 0.892**Setelah pemberian K/F 84.35 ± 6.76 84.00 ± 5.92 0.863*Setelah induksi 80.35 ± 7.92 81.70 ±4.61 0.514*Saat intubasi 93.25 ± 8.68 90.8 ± 7.64 0.350*Menit ke-1 setelah intubasi 82.90 ± 6.78 89.15 ± 8.12 0.012*Menit ke-2setelah intubasi 82.6 ± 6.17 86.8 ± 8.71 0.087*Menit ke-3 setelah intubasi 82.9 ± 6.43 86.4 ± 6.21 0.084**Menit ke-4 setelah intubasi 84.75 ± 6.73 85.90 ± 7.31 0.608*Menit ke-5setelah intubasi 87.20 ± 6.79 85.10 ± 6.40 0.321*

    *: Uji t p

  • Perubahan Hemodinamik Kelompok Kp* %**

    Kelompok Fp* %**

    Setelah pemberian K/F 0.001 -5 0.001 -5Setelah induksi 0.000 -9 0.000 -7Saat intubasi 0.014 5 0.136 3Menit ke-1 setelah intubasi 0.002 -6 0.433 1Menit ke-2setelah intubasi 0.000 -7 0.097 -2Menit ke-3 setelah intubasi 0.000 -6 0.033 -2Menit ke-4 setelah intubasi 0.011 -4 0.022 -3Menit ke-5setelah intubasi 0.062 -2 0.099 -4

    * : uji Wilcoxon p20% Nilai awal

    D. Respon Hemodinamik Laju Jantung (LJ)

    Hasil pengamatan terhadap respon hemodinamik LJ pada kedua

    kelompok dapat dilihat pada tabel 9 dan 10. LJ dinilai mulai saat basal,

    setelah pemberian klonidin atau fentanil, setelah induksi, saat laringoskopi

    dan intubasi endotrakeal, menit ke-1,2,3,4,5 setelah intubasi endotrakeal

    Nilai mean paling rendah pada kelompok K terjadi pada menit ke-3 (71.3 ±

    8.7) setelah intubasi endotrakeal dan pada kelompok F terjadi menit ke-5

    (71.4 ± 8.1) setelah intubasi endotrakeal.LJ saat intubasi dan menit ke-

    1,2,3,4,5 setelah intubasi endotrakeal pada kedua kelompok tidak bermakna

    secara statistik.(Tabel 9, gambar 4).

    54

  • Tabel 9. Respon hemodinamik laju jantung pada kedua kelompok

    Waktu pengamatan Kelompok K(mean±SD)

    Kelompok F(mean±SD)

    p

    Basal 76 .25±6.37 73.60 ± 6.43 0.156**Setelah pemberian K/F 74.00 ± 5.43 71.45 ± 6.68 0.194*Setelah induksi 72.25 ± 6.43 71.40 ±5.27 0.651*Saat intubasi 78.55 ± 7.83 78.40 ± 7.11 0.950*Menit ke-1 setelah intubasi 74.45± 6.54 75.15 ± 7.71 0.825**Menit ke-2setelah intubasi 73.05 ± 7.56 73.35 ± 8.11 0.734**Menit ke-3 setelah intubasi 71.30 ± 8.72 71.75 ± 7.96 0.817**Menit ke-4 setelah intubasi 72.60 ± 7.90 72.80 ± 7.40 0.438**Menit ke-5setelah intubasi 72.35 ± 8.02 71.45 ± 8.15 0.967**

    *Uji t * : p

  • persentase perubahan dan selanjutnya perbedaanya diuji dengan uji

    Wilcoxon. Perubahan LJ pada kelompok K dan kelompok F bila dibandingkan

    dengan nilai basalnya secara persentase tidak bermakna. Pada Kelompok K

    terjadi perubahan LJ dari waktu ke waktu dibandingkan dengan basalnya

    bermakna secara statistik (p=0.000).

    Tabel 10. Respon perubahan hemodinamik laju jantung pada masing-masingkelompok

    Perubahan hemodinamik Kelompok Kp* %**

    Kelompok Fp* %**

    Setelah pemberian K/F 0.005 -3 0.009 -3Setelah induksi 0.008 -5 0.010 -3Saat intubasi 0.156 3 0.006 6Menit ke-1 setelah intubasi 0.005 -2 0.500 2Menit ke-2setelah intubasi 0.005 -4 0.685 -1Menit ke-3 setelah intubasi 0.002 -6 0.039 -3Menit ke-4 setelah intubasi 0.008 -5 0.380 -1Menit ke-5setelah intubasi 0.006 -5 0.045 -3

    :* : uji Wilcoxon p20% Nilai awal

    BAB VI

    PEMBAHASAN

    56

  • Telah dilakukan penelitian terhadap 40 pasien yang menjalani operasi

    elektif dengan anestesi umum dan intubasi endotrakeal di Instalasi Bedah

    Pusat RSUP dr Wahidin sudirohusosdo. Tujuan penelitian ini menilai efek

    premdikasi klonidin 1,5 mcg/kgBB dibandingkan dengan premedikasi fentanil

    2 mcg/kgBB intravena terhadap respon hemodinamik akibat tindakan

    laringoskopi dan intubasi endotrakeal.

    Pada penelitian ini respon hemodinamik secara keseluruhan dinilai

    mulai saat basal (sebelum perlakuan), setelah pemberian klonidin atau

    fentanil, setelah induksi, saat laringoskopi dan intubasi endotrakeal, dan

    menit ke-1,2,3,4,5 setelah intubasi endotrakeal.

    Laringoskopi dan intubasi endotrakheal tindakan ini sering

    menimbulkan refleks simpatis dan simpatoadrenal yang berlebihan serta

    mengakibatkan perubahan kardiovaskular, seperti takikardi, hipertensi, dan

    aritmia. Walaupun hal ini bersifat sementara dan mungkin tidak berbahaya

    pada orang sehat, tetapi sangat berbahaya pada pasien yang mempunyai

    faktor resiko coronary artery disease, cerebrovascular disease, hipertensi,

    aneurisma dan peningkatan intrakranial.1Klonidin yang secara sentral bertindak sebagai α2-agonis, memiliki

    efek menguntungkan pada respon hiperdinamik saat intubasi endotrakeal.

    Selain itu, melemahkan respon stres simpatoadrenal yang membangkitkan

    stimulus nyeri, meningkatkan stabilitas hemodinamik intraoperatif,

    mengurangi insidens episode iskemik miokard perioperatif pada pasien

    57

  • dengan riwayat atau suspek penyakit arteri koroner, dan mengurangi

    kebutuhan anestetik selama operasi. Oleh karena itu, klonidin dapat

    digunakan juga sebagai premedikasi untuk memfasilitasi tindakan

    laringoskopi atau intubasi endotrakeal.2,6

    Berdasarkan gambaran karakteristik pasien yang meliputi status fisik,

    jenis kelamin, umur, dan Body Mass Index (BMI) tidak ditemukan perbedaan

    yang bermakna, sehingga layak dibandingkan. Dalam hal jenis kelamin, dari

    sisi farmakologi diketahui bahwa klonidin secara farmakodinamik dan

    farmakokinetik mempunyai efek yang sama pada laki-laki dan perempuan.

    Karakteristik Body Mass Index (BMI) berhubbungan dengan semakin tinggi

    BMI kemungkinan kesulitan intubasi semakin besar. Kesulitan intubasi

    menyebabkan tindakan laringoskopi dan intubasi semakin lama sehingga

    memberikan respon kardiovaskuler yang lebih besar.

    Nilai tekanan darah sistolik pada kelompok K turun bermakna pada

    pada menit ke-1(p=0.013) dan menit ke-2(p=0.037) setelah intubasi

    endotrakeal dibandingkan dengan kelompok F. Terjadi peningkatan tekanan

    sistolik saat menit ke-1 setelah intubasi dibandingkan nilai basalnya pada

    kelompok F namun peningkatan ini tidak bermakna baik secara persentase

    maupun secara statistik. Penurunan tekanan darah sistolik pada hampir

    setiap waktu dibandingkan nilai basalnya bermakna secara statistik. namun

    tidak secara persentase, sedangkan kelompok F peningkatan tekanan darah

    58

  • sistolik dibandingkan basalnya pada saat intubasi dan menit ke-1 secara

    statistik dan persentase tidak bermakna.

    Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

    Lemes dkk (2008), Strebel dkk (2004), Sung dkk (2000), dan Wallenborn

    dkk (2008) yang menyatakan bahwa pemberian klonidin preoperatif

    mengurangi stress respon simpatoadrenal sebagai respon terhadap

    rangsangan nyeri dan memperbaiki stabilitas hemodinamik

    intraoperatif.38,39,40,42

    Terjadi penurunan respon hemodinamik tekanan darah diastolik yang

    bermakna secara statistik antara kedua kelompok terjadi pada saat menit ke-

    1 (0.048) setelah intubasi endotrakeal pada kelompok K dibandingkan

    kelompok F. Pada kelompok F terjadi peningkatan tekanan darah distolik saat

    intubasi dan menit ke-1,2,3,4,5 setelah intubasi endotrakeal sedangkan

    kelompok K peningkatan tekanan darah distolik terjadi hanya pada saat

    intubasi endotrakeal.

    TAR pada menit ke-1 (p=0.012) lebih rendah secara bermakna pada

    kelompok K dibandingkan dengan kelompok F. Terjadi peningkatan TAR saat

    intubasi endotrakeal pada kelompok K dan peningkatan TAR saat intubasi

    endotrakeal sampai menit ke-1 setelah intubasi endotrakeal pada kelompok

    F. Tidak terjadi perubahan yang bermakna secara persentase maupun secara

    59

  • statistik dari setiap waktu dibandingkan nilai awal pada masing-masing

    kelompok.

    Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Deepsikha

    (2011) bahwa klonidin 1μg/kgBB dan 2 μg/kg BB intravena menyebabkan

    stabilitas hemodinamik intraoperatif pada laparoskopi kolesistektomi

    Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah setelah suatu stimulus

    noxious seperti laringoskopi dan intubasi endotrakeal dihubungkan dengan

    aktivasi simpatoadrenal.(Raval dan Mehta, 2002). Klonidin mencegah

    peningkatan laju jantung dan tekanan darah sebagai respon terhadap

    laringoskopi dan intubasi melalui mekamisme yang kompleks dimana klonidin

    berinteraksi dengan system saraf katekolaminergik yang memodulasi kontrol

    tonus dan refleks tekanan darah. Ada dua jalur berbeda yang bertanggung

    jawab terhadap hal ini. Pada jalur pusat, aktivasi sentral α2- adrenoceptor

    menyebabkan penurunan tonus simpatis perifer dan meningkatkan tonus

    vagal yang menimbulkan refleks bradikardi, yang pada akhirnya

    mengakibatkan penurunan laju jantung. Pada jalur perifer, stimulasi α2-

    adrenoceptor presinaps mengurangi pelepasan norepinephrin dari ujung

    saraf ke pembuluh darah dan mengurangi tonus simpatis perifer ke jantung 41

    Penurunan tekanan arteri rerata yang lebih besar setelah induksi

    pada kedua kelompok disebabkan oleh interaksi antara klonidin dan obat –

    60

  • obat induksi. Pada saat induksi, propofol menyebabkan penurunan tekanan

    arteri rerata melalui penurunan resistensi vaskuler perifer dan curah jantung.,

    tanpa menimbulkan perubahan denyut jantung41,42.

    Respon hemodinamik laju jantung saat intubasi (p=0.950) terjadi

    peningkatan pada kelompok K dan kelompok F dibandingkan nilai basalnya

    namun secara statistik dan persentase tidak bermkna. LJ pada menit ke-1,

    menit ke-2, menit ke-3, menit ke-4, menit ke-5 setelah intubasi pada

    kelompok K mengalami penurunan dibandingkan dengan basalnya namun

    secara statistik dan persentase tidak bermkna. LJ pada kelompok F terjadi

    peningkatan saat intubasi dan menit ke-1 setelah intubasi endotrakeal

    dibandingkan nilai basalnya namun secara statistik dan persentase tidak

    bermakna kembali turun pada menit ke-2 sampai menit ke-5 setelah intubasi

    dibandingakn nilai basalnya namun secara statistik dan persentase tidak

    bermakna.

    Hal ini menunjukkan bahwa dosis klonidin 1,5 µg/kgBB lebih efektif

    menekan respon hemodinamik akibat tindakan laringoskopi,intubasi

    endotrakeal dan stress pembedahan. Klonidin menyebabkan penurunan

    tonus simpatis perifer dan meningkatkan tonus vagal yang menimbulkan

    refleks bradikardi41

    61

  • Penelitian Derbhyshire mengenai tanggapan simpatoadrenal terhadap

    intubasi mengatakan bahwa kenaikan tekanan arteri rerata berhubungan

    dengan peningkatan noradrenalin. 21 Klonidin sebagai α2 agonis menempati

    α2 adrenoreseptor presinaps yang terdapat diujung saraf simpatis dan

    neuron noradrenergik pada sistim saraf pusat dan bersifat mengihibisi

    pelepasan noradrenalin.28 Mekanisme inilah yang mengakibatkan pada

    kelompok klonidin tanggapan kardiovaskuler terhadap laringoskopi dan

    intubasi dapat ditekan.

    Efek samping pada pemberian obat premedikasi selalu dijadikan

    perhatian, dalam hal ini kaitanya dengan klonidin carabine dkk mengatakan

    bahwa pemberian premedikasi klonidin dapat memberikan efek hipotensi dan

    bradikardi. Selama pengamatan tidak didapatkan hipotensi karena pasien

    diberikan cairan sebelum premedikasi sampai status normovolemia

    62

  • BAB VII

    SIMPULAN DAN SARAN

    A. Simpulan1. Pada penelitian ini, pemberian premedikasi klonidin dan fetanil sama

    dalam hal menekan respon hemodinamik tindakan laringoskopi dan

    intubasi enedotarkeal namun secara statistik klonidin lebih bermakna

    menekan respon hemodinamik pada menit ke-1 dan menit ke-2 setelah

    intubasi endotrakeal.2. Pemberain klonidin membutuhkan waktu 15 menit untuk menekan respon

    hemodinamik sebelum tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakeal3. Tidak ditemukan efek samping pemberian klonidin pada penelitian ini.

    B. Saran

    Perlu penelitian lebih lanjut untuk menggunakan dosis klonidin yg

    lebih baik dan dengan observasi yang lebih akurat terutama untuk tingkat

    sedasi dan relaksasi saat laringoskopi dan intubasi endotrakeal.

    Dapat dipertimbangkan untuk membuat desain penelitian dengan

    parameter yang lebih obyektif dan akurat seperti pengukuran respon

    hemodinamik melalui jalur intraarteri dan pengukuran kadar katekolamin

    63

  • plasma untuk menilai respon stress yang terjadi saat dilakukan laringoskopi

    dan intubasi endotrakeal dengan premedikasi klonidin

    64

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Shribmann AJ.SG., Achola KJ. Cardiovascular and cathecolamine

    responses to laryngoscopy with and without tracheal intubation. Br J

    Anaesth. 1987;59:295-92. Ghignone M., Quintin L., Duke P.C., Kehle C.H. and Callvillo O. Effects

    of clonidine on narcotic requirements and haemodynamic response

    during induction of fentanyl anaesthesia and endotracheal intubation

    Anaesthesiology 1986;64; 36-42.3. Nishikawa T., Taugchi M, Kimura T., Taguchi N, Sato Y. and Dai M.

    Effects of oral clonidine premedication upon haemodynamic changes

    associated with laryngoscopy and tracheal intubation Masui 1991; July

    40(7) 1083-8.4. Hayashi Y, Maze M. Alpha, adrenoceptor agonists and anaesthesia.Br

    J Anaesth 1993;71:108-18.5. Carabine UA, Wright PM, Howe JP, Moore J. Cardiovascular effects of

    intravenous clonidine. Partial attenuation of the pressor response to

    intubation by clonidine. Anaesthesia 1991;46:634 -7.6. Zalunardo MP, Zollinger A, Spahn DR, et al. Effect of intravenous and

    oral clonidine on hemodynamic and plasmacatecholamine response

    due to endotracheal intubation. J Clin Anesth 1997;9:143–7.7. Richards MJ, Skues MA, Jarvis AI’, Prys-Roberts C. Total

    i.v.anaesthesia with propofol and alfentanil: dose requirements for

    propofol and the effect of premedication with clonidine. Br J Anaesth

    1990;65:157-63.

    65

  • 8. Helbo-Hansen S, Fletcher R, Lundberg D, et al. Clonidine and the

    sympathoadrenal response to coronary artery bypass surgery. Acta

    Anaesthesiol Scand 1986;30:235-42.9. Hill AJ, Feneck RO, Underwood SM, et al. The haemodynamic effects

    of bronchoscopy: comparison of propofol and thiopentone with and

    without alfentanil pretreatment. Anaesthesia 1991;46:266 –70.10. Wark KJ, Lyons J, Feneck RO. The haemodynamic effects of

    bronchoscopy: effect of pretreatment with fentanyl and alfentanil.

    Anaesthesia 1986;41:162–7.11. Strong MS, Vaughn CW, Mahler DL, et al. Cardiac complications of

    microsurgery of the larynx: etiology, incidence and prevention.

    Laryngoscope 1974;84:908 –13.12. Wright PMC, Moore JA. Preanaesthetic medication with clonidine: a

    dose-response study. Br J Anaesth 1991;67:79–83.13. Kulka PJ, Tryba M, Zens M. Dose-response effects of intravenous

    clonidine on stress response during induction of anesthesia in

    coronary artery bypass graft patients. Anesth Analg 1995;80:263– 8.14. Sameenakousar, Mahesh, K.V. Srinivasan. Comparison of fentanyl

    and clonidine for Attenuation of the Haemodinamic Response to

    laryngoscopy and endotrakel intubation in joun. Clin.and

    Diag.Resec.oct.28.2012. (cited 20-6-13).available from.www.jcdr.net

    2012.15. Triptahi,DC,Hah KS, Dubey RS, Doshi SM, Raval PV. Hemodynamic

    stress response during laparascopic cholecystectomy : Effect of two

    66

  • different doses of intravenaous clonidine premedication. J Anaesth Clin

    Pharmacol 2011;27;475-80. 16. Gal T. Airway management in Miller’s Anaesthesia, R Miller, Editor

    2005; Elsevier. Philadelphia:1628-917. Widdicombe J. Pulmonary and respiratory tract receptors. J Exp Biol

    1982;100:41-5718. Hamaya Y, DS. Differences in cardiovascular response to airway

    stimulation at different sites and blockade of the respone by lidocaine.

    Anesthesiology 2000;93(1)19. Kaplan J, Schuster DP. Physiologic consequences of tracheal

    intubation. Clin Chest Med 1991;12(3):425-3220. Zalunardo MP, ZA, Spahn DR, Seifert B, Radjaipour M, Gautschi K,

    Pasch T. Effects of intravenous and oral clonidine on hemodynamic

    and plasma-cathecolamine reponse due to endotracheal intubation. J

    Clin Anesth 1997;9(2):143-721. Derbyshire D, Chmielewski A, Fell D, Vater M, Achola K, Smith G.

    Plasma cathecolamine responses to tracheal intubation. Br J Anaesth

    1983;55:725-3922. Russel WJ, MR, Frewin DB. Changes in plasma cathecolamine

    concentration during endotracheal intubation. Br J Anaesth

    1981;53:837-923. Stoelting R. Circulatory changes during direct laryngoscopy and

    tracheal intubation. Influence of duration of laryngoscopy with and

    without prior lidocaine. Anesth Analg 1977;56:618-2124. Aantaa R, Scheinin M. Alpha-2 adrenergic agents in anaesthesia. Acta

    Anaesthesiol Scand 1993;37:433– 48.

    67

  • 25. Bergendahl H. Clonidine in paediatric anaesthesia: Pharmacokinetic

    and pharmacodynamic aspects in Department of Surgical Sciences

    2002, Karolinska Institute: Stockholm.26. Maze M, T.W. Alpha-2 adrenoreceptor agonists: Defining the role in

    clinical anesthesia. Anesthesiology 1991;74:581-60527. Maze M, S.I., Bloor BC. Clonidine and other alpha-2 adrenergic

    agonists: Strategies for the rational use of these novel anesthetic

    agents. J Clin Anesth 1998;1:146-15728. Khan Z, Ferguson CN, Jones RM. Alpha-2 and imidazoline receptor

    agonists. Anaesthesia 1999;54:146-16529. Carlsson C, Smith DS, Keykak M, Englebach I, Harp JR. The effects of

    high dose fentanyl on cerebral circulation and metabolism in rats.

    Anesthesiology 1982;57:375-8030. Tagaito Y. Upper airway reflexes during a combination of propofol and

    fentanyl anesthesia. Copyright 2008 INIST-CNRS31. Fukuda K. Intravenous opioid anesthetics in Miller’s Anesthesia, RD

    Miller, Editor 2005. Elsevier, Pennsylvania:379-42432. Way WL, FH, Schumacher MA. Opioid analgesics & antagonists in

    Basic & clinical pharmacology K BG. Editor. 2001;McGraw-Hill New

    York:512-3133. Zalunardo MP, ZA, Szelloe P, Spahn DR ; Cardiovaskuler stress

    protection following anaesthesia induction. Comparison of clonidine

    and esmolol. Anaesthesia 2001 Jan ;50(1) : 21-5. 34. Astawa I, Tanggapan kardiovaskuler akibat laringoskopi dan intubasi

    orotrakea : Perbandingan premedikasi kloniidin intravena dengan

    68

  • morfin intavean , In bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. 2001,

    FKUI; Jakarta35. Chrisma A, Perbandingan efek klonidin intravena dan fentanyl

    intravena sebagai salah satu komponen premedikasi terhadap

    tanggapan kardiovaskuler akibat laringoskopi dan intubasi orotrakea,

    In bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. 2006, FKUI; Jakarta36. Herawaty B, Efektifitas premedikasi klonidin 1 mcg/kgBB dan klonidin

    1,5 mcg/kgBB intravena sebagai adjuvant untuk teknik hipotensi

    kendali pada bedah sinus endoskopik fungsional, In Bagian Anestesi,

    Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri. 2012, FKUH; Makassar.37. Jabalameli,M.et al.Oral Clonidine Premedication Decrease

    Intraoperative Bleeding in Patients Undergoing Endoscopic Sinus

    Surgery. J of research in med science.2005; 1: 25-30. 38. Lemes, E.T. et al. Preoperative Intravenous Clonidine in The Surgical

    Treatment of Cataract : Evaluation of The Clinical Benefits. Rev Bras

    Anestesiol. 2005;58 : 342 – 353.39. Strebel, S.J.A. et al. Small-Dose Intrathecal Clonidine and Isobaric

    Bupivacaine for Orthopedic Surgery : A Dose-Response Study. Anesth

    Analg.2004; 99 : 1231-1238.40. Sung CS, Lin SH, Chan KH, Chang WK, Chow LH, Lee TY. Effect of

    Oral Clonidine Premedication on Perioperative hemodynamic

    Response and Postoperative Analgesic Requirement for Patients

    Undergoing Laparoscopic Cholecystectomy. Acta Anaesthesiol

    Sin.2000; 38 : 23 – 29

    69

  • 41. Talebi,H, Nourozi A, Fateh S, Mohamadzadeh A, Jabbari S,

    Kalantarian M. Effects of Oral Clonidine Premedication on

    Hemodynamic Response to Laryngoscopy and Tracheal Intubation : A

    Clinical Trial. J Biol Sci. 2010;13(23):1146-50. 42. Wallenborn, J. et al. Effects of Clonidine and Superficial Cervical

    Plexus Block on Hemodynamic Stability After Carotid Endarterectomy.

    J Cardiothorac Vasc Anesth.2008; 22 : 84 – 89.

    70

  • LAMPIRAN 1

    PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

    MENILAI EFEK PREMEDIKASI KLONIDIN 1,5 mcg/kgBB INTRAVENA DIBANDINGKANDENGAN PREMEDIKASI FENTANIL 2 mcg/kgBB INTRAVENA TERHADAP RESPON

    HEMODINAMIK AKIBAT TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEAL

    Yang bertandatangan dibawah ini :Nama/Umur :A l a m a t : No. Rekam Medis :

    Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya telah mendapatkan penjelasan dan kesempatanbertanya hal-hal yang belum saya mengerti tentang penelitian ini. Penjelasan tersebut meliputi manfaatdan keuntungan serta efek samping dari pemberian klonidin 1,5 mcg/kgbb intravena sebagai kelompokperlakuan selama prosedur anestesi umum dengan pemasangan pipa khusus ke saluran pernapasanyang akan saya dapatkan selama penelitian ini sedangkan pemberian fentanil 2 mcg,kgBB intravenasebagai kelompok control dan merupakan obat standar yang digunakan pada tindakan laringoskopi danintubasi endotrakeal

    Efek samping yang mungkin ditimbulkan dari obat ini adalah penurunan tekanan darah danlaju jantung selama periode pemasangan selang nafas dan selama prosedur anestesi umumberlangsung. Bila terjadi demikian peneliti akan melakukan tindakan terhadap efek samping tersebutdan memberikan obat-obatan sebagai penanganannya.

    Setelah mendapat penjelasan tersebut, dengan ini saya menyatakan secara sukarela ikut sertadalam penelitian ini dan saya berhak mengundurkan diri bila ada alasan sehubungan dengan kesehatansaya. Demikian pula jika terjadi perselisihan saya akan melakukan musyawarah dengan peneliti untukmencari jalan keluar yang terbaik tentang perselisihan tersebut.Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

    Makassar, 2013 Saksi, Tanda Tangan Yang Menyatakan,

    1. ………………………..... ………………..

    2. …………………………. ……………….. (……………………….)

    Penanggung Jawab Medik, Penanggung Jawab Penelitian,Prof.dr. A. Husni Tanra,Ph.D, SpAn dr. Agus Susanto Daud LinduTlp. 0816251597 Tlp. 085395116999Jl. Hertasning Blok E7/15 Graha kampus blok A No 3Makassar Makassar

    71

  • Lampiran 2

    LEMBAR PENGAMATAN

    Data Pribadi Pasien

    I. Identitas PasienNama : Umur : thn

    Pendidikan : BB : kg

    Alamat : TB : cm

    Pekerjaan : BMI : kg/m2

    II. Data Klinis

    1. Diagnosis prabedah :

    2. ASA PS :

    3. Tanda Vital : TD = mmHg N = x/mnt

    P = x/mnt S = ºC

    VAS =

    4. Mulai anestesi :

    5. Mulai induksi :

    6. Laringoskopi/Intubasi endotrakeal :

    7. Mulai operasi :

    8. Selesai operasi :

    9. Efek Samping : Peningkatan/penurunan >25%

    a. Tekanan darah

    72

    TANGGAL : RM :

    NO. URUT :

  • b. Laju jantung

    LEMBAR PENGAMATAN

    Pengamatan

    Waktu T0 T1 T2 T3

    TDS

    TDD

    TAR

    LJ

    SETELAH INTUBASI SETIAP 1 MENIT

    Pengamatan

    Waktu T4a T4b T4c T4d T4e

    TDS

    TDD

    73

  • TAR

    LJ

    PENGAMATAN KEBUTUHAN OBAT ANESTESI SAATLARINGOSKOPI DAN INTUBASI

    Menit Jumlah

    Fentanil

    Isofluran

    EFEK SAMPING

    Menit

    Hipotensi

    Hipertensi

    Bradikardi

    74

  • Takikardi

    RESCUE

    Menit

    Efedrin

    Sulfas Atropin

    75

  • LAMPIRAN 3

    ADVERSE EVENT FORM

    Identitas

    Nama (Inisial) / Umur :

    No. MR :

    Diagnosis :

    EFEK SAMPINGMENIT

    Hipotensi

    Bradikardi

    RESCUE MENIT

    Efedrin

    Sulfat atropin

    Peneliti,

    `dr. Agus Susanto Daud Lindu

    76

    I. Identitas Pasien