10
Metabolisme Besi Empat tipe sel yang menentukan jumlah besi dalam tubuh dan distribusinya yaitu enterosit di duodenum (mempengaruhi absorpsi besi dari diet), precursor eritroid (mempengaruhi pemanfaatan besi), makrofag retikuloendotelial (mempengaruhi penyimpanan zat besi dan penggunaannya kembali), serta hepatosit (mempengaruhi simpanan besi dan regulasi endokrin). Enterosit Untuk mempertahankan homeosatis besi, diperlukan absorpsi 1- 3 mg besi setiap harinya. Enterosit duodenum berperan dalam absorpsi besi. Jika kadar besi menurun pada bagian apeks sel, besi akan diserap kedalam sel melalui divalent metal transporter 1 (DMT1). Tekanan oksigen enterosit mengatur absorpsi besi melalui efeknya pada faktor transkripsi hypoxia-inducible factor 2α (HIF-2α) dan dan kemudian mempengaruhi transkripsi DMT1 dan feroportin. Kadar besi dalam enterosit mengatur absorpsi besi melalui efeknya pada protein regulator besi/iron regulatory protein (IRP) tipe 1 dan tipe 2 dan selanjutnya mempengaruhi mRNA yang mengkode DMT1, feroportin, ferritin, dan HIF-2α. IRP selanjutnya berikatan dengan iron- responsive elements (IRE) dan selanjutnya mempengaruhi translasi mRNA (dengan berpengaruh terhadap ferroportin, ferritin, dan HIF-2α) atau stabilitas (dengan berpengaruh terhadap DMT1). Enterosit juga mengekspresikan mRNA alternatif untuk DMT1 dan feroportin. Regulasi sistemik absorpsi besi diatur oleh hormone hepsidin. Hepsidin mengikat eskporter ferroportin dan memicu degadrasi

Metabolisme Besi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jjj

Citation preview

Page 1: Metabolisme Besi

Metabolisme Besi

Empat tipe sel yang menentukan jumlah besi dalam tubuh dan distribusinya yaitu

enterosit di duodenum (mempengaruhi absorpsi besi dari diet), precursor eritroid (mempengaruhi

pemanfaatan besi), makrofag retikuloendotelial (mempengaruhi penyimpanan zat besi dan

penggunaannya kembali), serta hepatosit (mempengaruhi simpanan besi dan regulasi endokrin).

Enterosit

Untuk mempertahankan homeosatis besi, diperlukan absorpsi 1-3 mg besi setiap harinya.

Enterosit duodenum berperan dalam absorpsi besi. Jika kadar besi menurun pada bagian apeks

sel, besi akan diserap kedalam sel melalui divalent metal transporter 1 (DMT1). Tekanan

oksigen enterosit mengatur absorpsi besi melalui efeknya pada faktor transkripsi hypoxia-

inducible factor 2α (HIF-2α) dan dan kemudian mempengaruhi transkripsi DMT1 dan feroportin.

Kadar besi dalam enterosit mengatur absorpsi besi melalui efeknya pada protein regulator

besi/iron regulatory protein (IRP) tipe 1 dan tipe 2 dan selanjutnya mempengaruhi mRNA yang

mengkode DMT1, feroportin, ferritin, dan HIF-2α. IRP selanjutnya berikatan dengan iron-

responsive elements (IRE) dan selanjutnya mempengaruhi translasi mRNA (dengan berpengaruh

terhadap ferroportin, ferritin, dan HIF-2α) atau stabilitas (dengan berpengaruh terhadap DMT1).

Enterosit juga mengekspresikan mRNA alternatif untuk DMT1 dan feroportin. Regulasi sistemik

absorpsi besi diatur oleh hormone hepsidin. Hepsidin mengikat eskporter ferroportin dan memicu

degadrasi ferroportin, yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan transfer besi dari

enterosit ke sirkulasi.

Page 2: Metabolisme Besi

Gambar. Enterosit duodenum menyerap kira-kira 1-2 mg besi setiap harinya. Zat besi yang

bersirkulasi berikatan dengan transferrin dan digunakan oleh precursor eritroid untuk sintesis

heme. Makrofag retikuloendotelial membersihkan eritrosit yang mati dan melepas heme ke

sirkulasi atau disimpan pada ferritin. Hepatosit adalah tempat lain untuk penyimpanan besi dan

tempat produksi hormone hepsidin. Hepsidin memblok pelepasan besi dari enterosit dan

makrofag retikuloendotelial dengan mendegradasi ferroportin.

Zat Besi di Sirkulasi

Besi yang dilepas dari enterosit dan makrofag berikatan dengan transferrin. Hanya besi

yang terikat transferrin yang secara fisiologis dapat digunakan oleh sel. Sel mengatur pemasukan

besi yang terikat transferrin dengan mempengaruhi ekspresi reseptor transferrin permukaan 1

(TfR1). Pada keadaan dimana angka saturasi transferrin tinggi, besi tambahan yang dikeluarkan

ke sirkulasi berikatan dengan komponen molekul berat rendah (contohnya, sitrat). Besi yang

tidak terikat transferrin ini (NTBI) siap untuk diserap oleh berbagai tie sel termasuk sel hati dan

sel jantung. Peningkatan NTBI berkontribusi terhadap cedera sel yang dimediasi oksidan. Fraksi

NTBI yang bersirkulasi bersifat redoksiaktif dan dikenal sebagai besi plasma yang labil.

Meskipun terdapat cara untuk mengukur NTBI serum dan besi plasma yang labil, standarisasi

Page 3: Metabolisme Besi

yang kurang dan korelasi yang terbatas menyebabkan pengukuran ini tidak digunakan secara

rutin.

Prekursor Eritroid

Prekursor eritroid adalah lokasi utama pemanfaatan zat besi. Sel-sel ini mengekspresikan

banyak TfR1, yang memediasi pemasukan transferrin ke dalam endosom sel. Dalam pengasaman

endosom, besi terlepas dan selanjutnya di diekspor oleh DMT1. Sistem IRE-IRPmemiliki peran

yang penting di sel prekursor eritroid dengan meregulasi stabilitas mRNA untuk TfR1 dan

translasi mRNA erythroid-specific 5-aminolevulinate synthase, enzim pertama untuk sintesis

heme. Regulasi tersebut pada akhirnya menentukan kadar protoforfirin IX (toksik) yang sejajar

dengan availabilitas besi sel. Produksi heme memerlukan besi transferrin. NTBI tidak dapat

digunakan. Eritropoiesis adalah regulasi yang penting dalam ekspresi hepsidin.

Makrofag Retikuloendotelial

Sel retikuloendotelial (RE) merupakan regulator hepsidin yang utama. Untuk menjamin

keseimbangan besi, sel RE melepas sekitar 25 mg besi setiap harinya. Sel RE mendapatkan zat

besi melalui fagositosis dari eritrosit. Setelah terlepas dari heme, besi disimpan di ferritin dan

diekspor ke sirkulasi. Ferritin sebagai tempat penyimpanan besi terbentuk dari 24 monomer yang

memiliki dua tipe: rantai “berat” dan “ringan”. Proporsi rantai ferritin ini berbeda-beda pada tiap

jaringan. Rantai berat memiliki aktivitas ferroksidase, yang dibutuhkan untuk oksidasi ferro,

sedangkan rantai ringan berperan dalam nukleasi dan mineralisasi.

Sistem IRE-IRP meningkatkan translasi mRNA ferritin sebagai respon dari kadar besi

sel. Pengukuran kadar ferritin digunakan sebagai alat diagnostik, karena serum menunjukkan

kadar produksi ferritin dan juga simpanan besi. Seperti pada duodenum, ekspor besi di sel RE

dimediasi oleh ferroportin dan diregulasi oleh hepsidin. Karena kecepatan pergantian besi oleh

sel RE sedikit tinggi, perubahan ekspor besi yang dimediasi hepsidin dapat menghasilkan

perubahan yang cepat pada konsentrasi besi serum.

Page 4: Metabolisme Besi

Hepatosit

Seperti sel RE, hepatosit adalah lokasi yang penting dalam penyimpanan besi dalam

bentuk ferritin. NTBI berkontribusi dalam peningkatan besi dalam hepatosit yang berhubungan

dengan peningkatan saturasi transferrin. Hepatosit memiliki fungsi penting dalam produksi

hepsidin. Jika terjadi retensi besi pada enterosit duodenum, penyerapan besi akan menurun;

retensi besi pada makrofag RE akan menurunkan pergantian besi. Produksi hepsidin

hepatoseluler diregulasi berdasarkan sinyal yang berasal dari inflamasi, status besi, aktivitas

eritropoiesis, dan tekanan oksigen.

Inflamasi

Hepsidin adalah protein tipe akut fase II yang menyebabkan hipoferremia karena adanya infeksi

dan inflamasi. Protein ini diidenifikasi sebagai peptide antimikrobial. Hipoferremia oleh karena

hepsidin bisa dikarenakan oleh adaptasi terhadap mikroorganisme, karena hepsidin menurunkan

availabilitas besi yangbersirkulasi untuk menginvasi mikroba. Sinyal inflamasi yang dapat

menyebabkan produksi hepsidin adalah interleukin-6.

Status besi

Status besi meregulasi hepsidin dengan dua mekanisme, yaitu simpanan besi di hati dan kadar

besi di sirkulasi. Besi di hati mempengaruhi ekspresi hepar terhadap molekul ekstraseluler bone

morphogenetic protein (BMP) 6 (BMP-6). Interaksi BMP-6 dengan reseptornya di hepatosit

menginisiasi transduksi sinyal intrasel melalui protein SMAD, meningkatkan transkripsi

hepsidin.

Aktivitas eritropoietik

Hepsidin menurun pada keadaan eritropoiesis yang meningkat, seperti pada flebotomi,

hemolysis, dan administrasi eritropoietin. Sinyal dilepaskan oleh prekursor eritroid. Dalam hal

eritropoiesis termasuk growth differentiation factor 15 dan twisted gastrulation protein homolog

1. Eritropoesis memiliki pengaruh yang besar terhadap hepsidin daripada status besi tubuh.

Page 5: Metabolisme Besi

Empat fungsi yang menentukan jalur regulator hepsidin yaitu eritropoiesis, status besi, tekanan oksigen, dan inflamasi. Peningkatan eritropoiesis berhubungan dengan penurunan hepsidin. Molekul sinyal yang berperan adalah growth differentiation factor 15 (GDF-15) dan twisted gastrulation protein homolog 1 (TWSG1). Peningkatan status besi tubuh meningkatkan ekspresi hepsidin melalui dua mekanisme: sinyal dari besi yang bersirkulasi yang dimediasi ferri-ransferrin dan sebuah sinyal yang berasal dari simpanan besi sel yang disediakan oleh bone morphogenetic protein 6 (BMP-6). Sinyal dari ferri-transferrin beraksi melalui reseptor transferrin 1 dan 2 dan dimodulasi oleh protein hemokromatosis HFE. Sinyal BMP-6 beraksi melalui reseptornya dan dimdulasi oleh ko-reseptor BMP hemojuvelin dan oleh neogenin. Penurunan tekanan oksigen memicu penurunan hepsidin dengan meningkatkan transkripsi 2 gen, yaitu matriptase-2 dan furin, yang berespon terhadap HIF. Matriptase-2 memecah hemojuvelin dari permukaan sel, mencegah fungsinya sebagai ko-reseptor. Furin memecah hemojuvelin selama proses untuk memproduksi bentuk yang dapat larut yang tersaji sebagai BMP-6. Infeksi dan inflamasi meningkatkan hepsidin melalui IL-6.

Iron Overload pada Pasien Thalasemia

Pada thalasemia, absorpsi besi yang tinggi ditambah dengan transfusi berulang

menyebabkan kelebihan besi di tubuh. Pada thalasemia intermedia, eritropoietik yang tinggi

menyebabkan defisiensi hepsidin. Kekurangan hepsidin menghasilkan hiperabsopsi besi di

saluran cerna. Sebaliknya, pada thalasemia mayor, transfusi menurunkan eritropoiesis dan

meningkatkan jumlah besi, yang menghasilkan kadar hepsidin yang relative tinggi. Jika kadar

Page 6: Metabolisme Besi

hepsidin tinggi, absorpsi diperlambat dan makrofag menahan besi, tetapi simpanan besi tubuh

meningkat karena ketidakmampuan mengekskresi besi dari transfusi.

Bagian dari NTBI yaitu besi plasma yang labil (LPI) tidak ditemukan pada individu yang

sehat. LPI adalah komponen yang berbahaya karena memiliki kemampuan reduksi-oksidasi yang

tinggi yang menghasilkan radikal seperi anion superoksida di sel yang dapat mrusak DNA,

protein, dan membrane lipid sel. Organ utama yang bisa terkena oleh karena peningkatan besi

yaitu jantung, paru, hati, dan kelenjar endokrin.

Setiap unit kantong darah dikemas mengandung sekitar 200 mg besi, jadi pasien yang

menerima 25 unit per tahun akan terakumulasi 5 gram zat besi dalam tubuhnya jika tidak

mendapatkan kelasi besi. Ditambah lagi adanya penyerapan besi yang meningkat di saluran

cerna pada pasien thalasemi. Pada awal dekade ketiga, pasien thalasemia mayor akan

mengumpulkan 70 gram besi di tubuhnya.

Keterlibatan jantung adalah determinan utama yang menentukan prognosis penimbunan

besi. Dapat terjadi hipertrofi dan dilatasi jantung. Waktu yang dibutuhkan pasien yang ditransfusi

tanpa mendapat terapi pengikat besi untuk berkembang menjadi gagal jantung adalah sekitra 10

tahun. Pada jantung dapat juga terjadi aritmia, miokarditis, pericarditis, dan infark miokard yang

menjadi penyebab kematian utama pada pasien thalasemia mayor (71%). Hipertensi pulmoner

muncul lebih jarang pada pasien thalasemia yang menjalani transfusi. Komplikasi hati sering

terjadi pada pasien yang menjalani transfusi yang lama. Fibrosis hati bergantung dengan usia,

jumlah unit transfuse, dan konsentrasi besi. Sirosis hati awalnya dapat dideteksi pada pasien

yang berumur 7 tahun dengan thalasemia. NTBI dapatdikultur dari hepatosit. Jika sirosis

berkembang, resiko terjadinya karsinoma hepatoselular akan meningkat. Disfungsi endokrin

melibatkan semua kelenjar. Keterlibatan hipofisis akan menyebabkan pubertas yang tertunda

pada lebih dari 55% pasien yang lebih tua dari 15 tahun. 14% pasien akan berkembang menjadi

diabetes mellitus bergantung insulin. Onset munculnya gejala diabetes mellitus biasanya pada

dekade kedua umur pasien. Tiroid, paratiroid, dan kelenjar eksokrin pancreas juga terlibat.

Neutrofil dari pasien dengan iron overload. Yersinia enterocolitica nampaknya memiliki afinitas

dengan zat besi, yang menyebabkan infeksi abdominal dan abses hepatok. Deferoksamin

tampaknya memperparah infeksi dan harus dihentikan jika muncul gejala abdominal.

Page 7: Metabolisme Besi

Pengukuran Iron Overload