14

Metode AHP (Analitycal Hierarchy Process) UNTUK …portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/1500/1/Kholil, Sem Nas...Gunungkidul masih mencapai 25.96 % (173.500), meskipun jumlahnya

Embed Size (px)

Citation preview

Metode AHP (Analitycal Hierarchy Process)

UNTUK MENETAPKAN STRATEGI PENGENDALIAN

EXPLOITASI GALIAN NON LOGAM DI GUNUNG KIDUL

Oleh :

Kholil

Fakultas Teknik Universitas Sahid

Email : [email protected]

Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten terluas di Propinsi Jogyakarta,

yang sebagian besar wilayahnya (hampir 90%) merupakan lahan kering yang tandus, berbentuk

perbukitan batu yang sulit untuk lahan pertanian. Menyadari bahwa batu merupakan satu-

satunya SDA yang paling potensial, pemerintah daerah telah membuka peluang usaha industry

berbasis sumber daya alam ini berupa industry kerajinan .berbasis batu. Ternyata dampaknya

sangat bagu. Industry kerajinan berkembang sangat pesat, sehingga terjadilah eksploitasi besar-

besaran yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Untuk menjamin keberlanjutan usaha

perlu dilakukan pengendalian dan pengaturan, agar pemanfaatan batu sebagai bahan galian non

logam ini memiliki dampak sekecil mungkin terhadap lingkungan sekitarnya.

Metode AHP merupakan salah satu pendekatan berbasis pakar yang dapat digunakan untuk

memilih satu alternative pilihan terbaik berdasarkan kriteria majemuk, melalui strukturisasi

masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana dan pembandingan secara berpasangan. Untuk

memilih strategi pengendalian dan penataan eksplorasi galian non logam yang tepat yang dapat

menjamin kebrkanjutan manfaat ekonomi, social dan lingkungan, maka pada kajian ini dipilih

metode AHP

Kata Kunci : Multi kriteria, Strukturisasi, Pembandingan berpasangan, Hirarki, Indeks

Konsistensi,

AHP METHOD FOR CHOOSING THE BEST STRATEGY

OF EXPLOITATION NON MINERAL CONTROLLING IN GUNUNGKIDUL

By:

Kholil

Faculty of Engineering, University of Sahid Jakarta

Email: [email protected]

Gunungkidul is one of the largest districts in the province of Yogyakarta, which most of its

territory (nearly 90%) is dry land barren, rock-shaped hills that are difficult to farm.

Recognizing that the stone is the only Natural resources with the most potential, the local

government has opened up business opportunities craft industry based on this natural resource.

It turned out very good impact and craft industry is growing rapidly, so that there was a large-

scale exploitation that influence to environmental degredations. . To ensure business continuity

in the economic and ecological, is necessary to control and regulation, the use of stone as a non-

metallic minerals have a minimum impact on the surrounding environment.

AHP is one of the expert-based approach that can be used to select the best alternative

choice based on multiple criteria, through the structuring of complex problems into simpler and

pairswise comparation of the cretiria and alternatives. To select the best strategy for controlling

and structuring non-metallic mineral exploration and to ensuring sustainability of economic,

social and environmental benefit, AHP method was used for this research.

Keywords: Multi-Criteria, Structuring, pairswise comparation, Hierarchy, Consistency Index.

a. Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul yang memiliki luas wilayah 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan kabupaten terluas di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hampir 90 % kondisi wilayah Gunungkidul adalah tanah kering berbentuk batu-batuan yang kurang subur untuk pertanian. Hanya sekitar 10 % saja menjadi lahan pertanian yang subur. Jumlah penduduk mencapai 675.382 jiwa atau 19,53 persen dari jumlah penduduk Provinsi DIY sejumlah 3.457.491 jiwa (BPS Gunungkidul, 2012), tersebar di 18 kecamatan dan 144 desa. Rata-rata kepadatan penduduk 454 jiwa/km2, dengan laju pertumbuhan penduduk kurun waktu tahun 2000 – 2010 sebesar 0,06% pertahun. Sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya di sektor pertanian

terutama tanaman hotikultura, seperti cabe, tomat,sayur-sayuran dan singkong.

Kondisi alam yang gersang ini menyebabkan sebagian besar dari penduduknya masih

tergolong belum sejahtera. Data tahun 2008 persentase penduduk miskin di Kabupaten

Gunungkidul masih mencapai 25.96 % (173.500), meskipun jumlahnya terus menurun

namun jumlahnya tetap masih cukup besar, tahun 2010 diperkirakan masih 74,700

orang (Bapeda,2010). Kondisi alam yang kurang subur untuk pertanian, karena

sebagian besar wilayahnya berbentuk batuan/tanah kering, ternyata justru bebatuan

itulah menjadi sumberdaya alam galian non logam yang potensial untuk menjadi

bahan baku industri kerajinan dan industri bahan bangunan . Potensi galian non logam

ini memiliki deposit jutaan meter kubik, antara lain Batu Gamping Keras (1.594.909.786

m3), Breksi Andesit (831.320.175 m3), Kalkarenit (260.449.090 m3), dan Andesit

(131.541.166 m 3). Bahan galian non logam tersebut sebagian besar berada di

Gunungkidul bagian utara.

Dalam upaya meningkatkanbahan kesejahteraan masyarakat, maka strategi pembangunan ekonomi Kab Gunungkidul antara lain diarahkan pada (a) pemanfaatan potensi sumberdaya alam lokal, (b) Pembangunan usaha kecil dan menengah, dan (c) pengurangan dampak negative dari kegiatan ekonomi terhadap lingkungan. (Bappeda Gunungkidul, 2010). Sesuai dengan rencana strategi tersebut, maka pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah membuka peluang masuknya investor untuk mengembangkan industry berbasis galian non logam (batu-batuan) sejak tahun 2004. Dampaknya sangat nyata, jumlahindustry penambang batu /galian non logam di Wilayah Gunungkidul terus meningkat. Peningkatan jumlah industry ini berkorelasi positif dengan peningkatan penerimaan pajak dari industry penambangan galian non logam dan penyerapan tenaga kerja (Bapeda Gunungkidul , 2008). Pertumbuhan industry penambangan galian non logam telah terjadi hampir di semua wilayah yang memiliki potensi galian non logam, khususnya di Gunungkidul bagian Utara seperti wilayah Kecamatan

Ponjong, Semin, Wonosari dan Patuk. Di 4 wilayah kecamatan tersebut telah menjadi pusat penambangan batu, baik yang dilakukan secara modern dengan alat berat, maupun dengan cara tradisional, seperti pada gambar berikut .

Gambar 1. Penanbangan gaian non logam di Gunungkidul

Dengan semakin meningkatnya penambangan galian non logam (batu) yang cenderung tidak terkontrol, maka akan memberikan dampak negative yang serius terhadap kerusakan lingkungan, seperti munculnya lubang-lubang raksasa paska penambangan, pencemaran udara karena debu maupun ancaman terjadinya longsor pada musim penghujan, disamping itu juga terjadi kerusakan jalan akibat beban muatan kendaraan yang melebihi batas kemampuan jalan. Dalam jangka panjang dampak kerusakan lingkungan ini akan berdampak pada mafaat ekonomi dan social. Oleh karena itu perlu dilakukan strategi penataan dan pengendalian yang tepat sesuai dengan kondisi obyektif wilayah dan masyarakat setempat. Metode AHP yang dikembangkan Saaty (1982), merupakan pendekatan yang dapat digunakan secera tepat untuk memilih strategi penataan dan pengendalian yang tepat, guna menjamin keberlanjutan manfaat ekonomi dan social tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius.

3. Tujuan Tujuan dari kajian ini adalah untuk memilih satu komoditas unggulan yang mendapatkan dukungan penuh dari seluruh stake holder daerah, yang dapat dijadikan sebagai basis pengembangan Usaha Kecil dan Menengah di Kabupaten Gunungkidul

b. Telaah Pustaka Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) termasuk Soft System Methodology (SSM) , yaitu suatu metode analisis kualitatif berbasis pakar, artinya metode AHP ini didasarkan pada pendapat para pakar dibidangnya. Persoalan yang sering muncul berkaitan dengan metode ini adalah sulitnya menentukan pakar itu sendiri yang tidak mudah. Mc Leod (1989) menyatakan bahwa kriteria pakar yang utama adalah knowledge, bukan skill, dan pakar itu terbentuk melalui proses waktu yang panjang. Pakar juga bukan dilihat dari latar belakang pendidikan misalnya S2 atau S3, tetapi orang yang benar-benar mengetahui permasalahannya (Eriyatno,2004). Prinsip Metode AHP adalah memecahkan persoalan yang kompleks kedalam bagian-bagiannya secara terstruktur menjadi (a) tujuananya apa, (b) kriterianya

bagaimana dan (c) alternatifnya siapa saja/apa saja yang memenuhi kriteria tersebut. Hal yang paling penting dalam melakukan analisis AHP menurut (Saaty,1993) adalah menata bagian atau variabel kedalam suatu susunan hirarki, member nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas paling tinggi. Ada 4 tahapan yang harus dilakukan bahwa dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu prinsip menyusun hirarki (Decomposition), prinsip menentukan prioritas (Comparative Judgement), Synthesis of Priority dan Logical Consistensy.

1. Decomposition yaitu pemecahan suatu permasalah yang utuh menjadi unsur-unsurnya, Decomposition juga dapat diartikan sebagai penjabaran tujuan menjadi hirarki yang lebih rendah untuk mendapatkan kriteria yang dapat diukur.

2. Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relative dua elemen dalam tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat (level) diatasnya (yang lebih tinggi). Penilaian berpasangan harus dalam bentuk penilaian kuantitaif dalam bentuk angka seperti pada tabel 1. Bila ada C1,C2,C3,............, Cn adalah kumpulan dari n kegiatan, maka dapat dibentuk n x n matrik penilaian berpasangan :

A = (aij), (i,j = 1,2,3,............n), matrik ini adalah matrik reciprocal yang berdiagonal 1

dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jika aij = α , maka aji = 1/ α , untuk α ≠ 0

b. Untuk aij dimana i = j , maka aij = 1 , dengan demikian A (aij) menjadi :

1 a 12 .... a1n

1/a12 1 .... a2n

A = . . .... a3n

. . .... . . . .... .

1/a1n 1/a2n ..... 1

Dalam melakukan penialaian terhadap elemen-elemen yang diperbandingkan terdapat tahapan-tahapan, yakni: a. Elemen mana yang lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya) b. Berapa kali sering (penting/disukai/berpengaruh/lainnya) Penilaian menggunakan skala 1,3,5,7, dan 9 sebagai berikut (Saaty, 1993) : Tabel 1. Skala penilaian kepentingan relatif

Skala Nilai Penjelasan

1 Jika elemen yang satu sama pentingnya dengan elemen lainnya

3 Jika elemen yang satu sedikit lebih penting dengan elemen lainnya

5 Jika elemen yang satu sangat penting dibanding dengan elemen lainnya

7 Jika elemen yang satu jelas lebih penting dibanding dengan elemen lainnya

9 Jika elemen yang satu mutlak lebih penting dibanding dengan elemen lainnya

2,4,6 Diantara dua pertimbangan yang berdekatan

3. Synthesis of Priority adalah pemilihan prioritas berdasarkan pembandingan

berpasangan. Pilihan prioritas didasarkan pada nilai prioritas terbesar.

Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari nilai eigen vectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada setiaptingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis antara local priority. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.

4. Logical consistency, adalah menguji konsistensi dari setiap matrik bobot berpasangan. Konsistensi penilaian berpasangan dapat di lihat dari dua aspek :

a. dengan melihat preferensi multiplikatif; misalnya bila A duakali lebih berat dari B dan B dua kali lebih berat dari C, maka seharusnya A 4 kali lebih berat dari C.

b. Dengan melihat preferensi transitif, misal jika A lebih kecil dari B dan B lebih kecil dari C maka A harus lebih kecil dari C.

Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi dan kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

Potensi Galian Non Logam

Potensi Galian non logam di Kabupaten Gunungkidul sangat besar, hamper semua wilayah Kabupaten Gunungkidul memiliki galian non logam ini. Secara keseluruhan potensinya seperti pada table berikut : Tabel 1. Potensi Galian Non Logam di Kabupaten Gunungkidul

No Jenis Bahan Galian Potensi (m3) Ditambang (m3)

Potensi Cadangan (m3)

1 Lempung Residual dari batugamping keras

12.788.364.100 310.000 12.788.054.100

2 Batugamping keras (bedhes) 1.597.234.786 2.235.000 1.594.909.786

3 Breksi Andesit 831.700.175 380.000 831.320.175

4 Kalkarenit 261.287.090 838.000 260.449.090

5 Batupasir Urug 244.062.500 150.000 243.912.500

6 Batupasir tufaan 208.938.830 630.000 208.308.830

7 Breksi Pumice 133.398.214 550.000 132.848.214

8 Andesit 132.072.166 531.000 131.541.166

9 Zeolit 60.104.372 150.000 59.954.372

10 Batugamping Lunak (Keprus) 34.116.629 323.000 33.793.629

11 Lempung Residual dari Kalkarenit 20.367.960 6.000 20.361.960

12 Kalsilutit 11.101.020 155.000 10.946.020

13 Tras 5.368.230 200.000 5.168.230

14 Kaolin 5.183.800 1.510.000 3.673.800

15 Pasir dan Batu 2.040.550 12.600 2.027.950

16 Lempung Residual dari Tras 411.250 1.000 410.250

17 Kalsit 221.238 25.000 196.238

18 Kalsedon (Batu Rijang) 38.000 3.500 34.500

19 Batupasir Silika 24.000 3.500 20.500

20 Fosfat 66 30 36

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Gunungkidul (2008) Sebaran potensi galian non logam di Kabupaten Gunungkidul berdasarkan peta geologi sebagai berikut :

Ona Pertam

Gambar 1. Peta Zona penambangan galian non logam di Kab. Gunungkidul Potensi galian non logaGambar potensi galian non logam di Kabupaten Gunung kidul sebagai berikut :

Gambar 2. Potensi galian non logam batu Andesit dan Kalkarenit di Gunungkidul

Metodologi Metode kajian yang dilakukan meliputi 3 tahapan, yakni penetapan tujuan, penetapan kriteria dan pemilihan alternative, kesemuanya berdasarkan diskusi pakar, sebagai gambar berikut :

Zonasi Tidak Layak Tambang

Zonasi Layak Tambang B ersyarat

Zonasi Layak Tambang

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

Marul

BendeCandi

Ngelo

Jurug

Sumber

Geneng

Ngloro

Blembem

Ngentak

Pangkah

Klumpit

Ngrejing

Pulerejo

Bendungan

Lemahbang

G. Jombong

Kedungprau

Karanganyar

PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Wonogiri

Kabupaten Klaten

32

38

33

28

34

36

2

58

35

37

22

4

5359

9

49

7

45

3

62

8

14

16

57

51

13

26

1

21

5

18

56

55

2547

23

50

54

6

52

17

42

48

20

46

30

10

2415

39

41

43

12

44

61

1940

27

60

11

31

N

471000

471000

472000

472000

473000

473000

474000

474000

475000

475000

476000

476000

913

3000

9133000

913

4000

9134000

913

5000

9135000

913

6000

9136000

Jalan

Kontur

Sungai

M8004000400

PEM ERIN TAH KABUPATEN GUN UN GKIDU L

KAN TOR PERT AM BANGAN DAN ENERGI

Jl. Brigjen Katam so No.1 Kompiek

Pem da Lantai II I W onosari, Gunungk idul,

Telpon / Fax(0274)394302

PETA ZONASI PERTAMBANGAN

DESA CANDIREJO,KECAMATAN SEMIN,

KABUPATEN GUNUNGKIDUL,

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KETERANGAN:

Su mber:

- Peta G eologi Lembar Surak ar ta - G irintoro, 1 992

- Peta Ru pa Bu mi Indon es ia

- Peng amatan Lapangan 200 8

LAMPIRAN 1 L.4

STRATEGI PENGELOLAAN TAMBANG

GALIAN NON LOGAM

FOKUS

KRITERIA

ALTERNATIF AA

.

Keterangan Kriteria:

A. Keberlanjutan Usaha B. Penyerapan Tenaga Kerja C. Akses Pasar D. Konntribusi Terhadap PAD E. Kelestarian Lingkungan F. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat G. Pengembangan UKM

Alternatif Strategi :

A = Pengetatan sistem perizinan B = Pembatasan Penggalian C = Penentuan zonasi penggalian D = Pengaturan Sistem retribusi E = Pengaturan sistem transportasi Analisis AHP menggunakan software toll CD (Creterion Decesion Plus) V3.04.

Hasil Penelitian

Dari 7 kriteria yang dijadikan landasan untuk pemanfaatan galian non logam (bebatuan) di kab. Gunungkidul hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi menempati urutan pertama dengan nilai 0.255 disusul keberlanjutan usaha (0.245), sebagaiman hasil analisis AHP gambar 3. Ini memberikan arti bahwa upaya pemanfaatan kekayaan alam harus memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan memiliki keberlanjutan usahanya, dan baru disusul penyerapan tenaga kerja (0.139).

A

B C D E F

STRATEGI

A

STRATEGI

B

STRATEGI

C

STRATEGI

D

G

STRATEGI

E

Gambar 3. Prioritas kriteria pemanfaatan galian non logam

Berdasarkan kriteria prioritas tersebut hasil analisis terhadap penilaian pakar pada level alternative, menunjukkan bahwa dengan mengacu pada kriteria peningkatan kesejahteraan masyarakat, strategi yang menjadi prioritas utama adalah pengaturan system transportasi (0.260) dan pengaturan system restribusi (0.207). Ini memberikan makna bahwa jika indicator kesejahteraan masyarakat yang menjadi satu-satunya tujuan pemanfaatan galian non logam yang ada di kabupaten Gunungkidul, maka strateginya adalah penataan transportasi yang memungkinkan distribusi bahan baku dan produk hasil kerajian dapat tersalurkan secara baik, disamping itu pengaturan retribusi yang tidak membebani para pengrajin. Sementara strategi pembatasan galian, penerapan system zonasi dan pengetatan perijinan justru bisa berakibat aktivitas UKM kerajinan berbasis batu menjadi tidak bisa berkembang. Seperti pada hasil analisis AHP gambar berikut :

Gambar 4. Prioritas Strategi berdasarkan kriteria Peningkatan Kesejahteraan masyarakat.

Sementara berdasarkan kriteria keberlanjutan usaha, hasil analisis AHP menujukkan strategi prioritas yang harus diambil adalah pembatasan penggalian (0.230). Ini agak bertolak belakang dengan kriteria peningkatan kesejahteraan masyarakat yang lebih melihat dari perspektif ekonomi, sedang kriteria keberlanjutan lebih menekankan pada aspek ekologi/lingkungan. Dengan membatasi penggalian maka kerusakan lingkungan akan bisa ditekan, dan keberlanjutannya lebih dapat terjamin, seperti hasil AHP berikut :

Gambar 4. Prioritas strategi berdasarkan kretiria keberlanjutan usaha Hasil analisis terhadap 7 kriteria secara bersamaan, menunjukkan bahwa pembuatan system zonasi (0.239) wilayah galian merupakan strategi yang paling tepat, yang dapat menjamin keberlanjutan usaha secara ekonomi, social dan lingkungan, dan disusul pembatasan penggalian (0.238), gambar 5.. Ini memberikan makna bahwa pemerintah harus menetap zonasi penggalian batu-batuan yang menjadi bahan baku utama kerajian berbasis batu sekaligus mata pencaharian uatama bagi sebagian besar masyarakat Gunungkidul. Penetapan zonasi harus didasarkan pada ketiga aspek utama yaitu ekonomi, social dan lingkungan. Berdasarkan kondisi obyektif yang ada, penetapan system zonasi dapat dilakukan pada wilayah Gunungkidul bagian utara seperti kecamatan Semin, Ponjong,Nglipar dan Semanu.

Gambar 5. Prioritas strategi berdasarkan 7 kriteria Grafik prioritas strategi berdasarkan 7 kriteria seperti pada gambar berikut :

Gambar 6. Grafik priorotas strategi berdasarkan 7 kriteria Berdasarkan grafik prioritas di atas, dapat diketahui peran atau kontribusi masing-masing kriteria pada setiap strategi seperti berikut :

Gambar 7. Kontribusi masing-masing kriteria terhadap strategi pilihan Pada gambar di atas terlihat bahwa kelestarian Lingkungan, menjadi pertimbangan utama pada strategi prioritas pembuatan system zonasi dan pembatasan penggalian akan berdampak pada keberlanjutan usaha, sementara pada strategi pengetatan perijinan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kesimpulan dan Saran Penataan transportasi dan retribusi merupakan strategi yang paling tepat jika hanya berdasarkan pada kriteria peningkatan kesejahteraan masyarakat . Tetapi untuk menjadim keberlanjutan usaha secara ekonomi, social dan lingkungan, maka strategi yang paling tepat adalah penetapan system zonasi dan pembatasan penggalian.

Untuk menjamin efektifitas penerapan strategi pembuatan system zonasi, maka penetapan zonasi perlu dibuat dalam bentuk perda agar memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat dan lebih permanen. Daftar Pustaka

Bappeda. 2011. Gunungkidul Dalam Angka 2010. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Eriyatno. 2007. Riset Kebijakan : Metode Penelitian Untuk Pascasarjana. IPB Press. Bogor. Eriyatno. 2012. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Gunawidya,

Surabaya. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo.

Jakarta. Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. IPB Press,

Bogor. Saaty.T.L. 1990. The Analytic Hierarchy Process.RWS Publication, Pitsburg. Sato.R and Y. Fukunaga. 2008. Managing Innovation for Service Through System Concepts.

Journal System Research and Behavioral science (25) 627 :637. Sarma,V.V.S. 1994. Decesion Making in Complex System. Systems Practice, Vol 7, (4),399

:407.