20
METODOLOGI IJTIHAD DALAM PERSPEKTIF MADZHAB Amin Muchtar Pengertian Ijtihad  اهتجل رفتس إسو ن حك ر  !" ر #$ % ا &' تسل ( كتا )' *  + ,    - Ijtihad ialah mencurahkan segala kemampuan dalam mencapai hukum syara’ dengan cara istinbath (menyelidiki dan mengambil kesimpulan hukum yang terkandung) pada Alquran dan sunah. Orang-orang yang mampu berijtihad disebut mujtahid. Agar ijtihadnya dapat dipertanggungjawabkan, seorang mujtahid harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain; (a) bersiat adil dan takwa, (b) menguasai bahasa Arab dan cabang-cabangnya, ilmu tasir, ushul i!ih, dan "ulumul hadits. #lmu-ilmu tersebut diperlukan untuk meneliti dan memahami makna-makna laal dan maksud-maksud ungkapan dalam Al!uran dan sunah. Ruang Lingku ijtihad $ermasalahan yang dapat diijtihadi ialah a) masalah-masalah yang ditunjuk oleh nash yang zhanniyatul wurud  (kemunculannya perlu penelitian lebih lanjut) dan zhanniyatud dilalah (makna dan ketetapan hukumnya tidak jelas dan tegas). b) masalah-masalah yang tidak ada nashnya sama sekali. %edangkan bagi masalah yang telah ditetapkan oleh dalil sharih (jelas dan tegas) yang qat’iyyatud wurud (kemunculannya tidak perlu penelitian lebih lanjut) dan qath’iyyatud dilalah (makna dan ketetapan hukumnya sudah jelas dan tegas), maka tidak ada jalan untuk diijtihadi. &ita berkewajiban melaksanakan petunjuk nash tersebut. Misalnya jumlah hukum cambuk seratus kali dalam irman Allah ) ن  . * ن  . *  -  -/0 جا * 1 / ح  -  2  ه '3 )4 ا 3 5/0  ج$erempuan dan laki-laki yang ber'ina cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali. .s. An-ur*+ Met!de"#et!de Ijtihad dan Perangkatn $a alam mengistinbath hukum, seorang mujtahid harus dilandasi dengan pengetahuan tentang qawaid lughawiyyah (kaidah-kaidah bahasa), maqashidu tasyri’iyyah (tujuan umum perundang-undangan), serta cara-cara menuntaskan ta’arudul adillah (dalil-dalil yang nampak bertentangan). %a&aid a'"'ugha&i$$ah a'"u(hu'i$$ah (kaidah-kaidah ushul ikih yang dipetik dari bahasa). ash-nash Al!uran dan %unah adalah berbahasa Arab. ntuk memahami hukum-hukum dari kedua nash tersebut secara sempurna lagi benar, haruslah memperhatikan uslub-uslub (gaya bahasa) bahasa Arab dan kaiiyat dilalah (cara penunjukkan) laal nash itu kepada artinya. &arena itu, para ahli ushul ikih mengarahkan penelitian mereka terhadap uslub-uslub dan ibarah-ibarah bahasa Arab yang la'im dipergunakan oleh sastrawan-sastrawan Arab dalam menggubah syair dan prosa . ari penelitian ini mereka menyusun kai dah-kaidah yang dapat dipergunakan untuk memahami nash-nash Al!uran dan %unah secara benar sesuai dengan

metode-ijtihad

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bahan kuliah

Citation preview

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    1/19

    METODOLOGI IJTIHAD DALAM PERSPEKTIF MADZHAB

    Amin Muchtar

    Pengertian Ijtihad!"#$-)'*+,)'&%

    Ijtihad ialah mencurahkan segala kemampuan dalam mencapai hukum syara dengan caraistinbath (menyelidiki dan mengambil kesimpulan hukum yang terkandung) pada Alquran dansunah.

    Orang-orang yang mampu berijtihad disebut mujtahid. Agar ijtihadnya dapat

    dipertanggungjawabkan, seorang mujtahid harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain;

    (a) bersiat adil dan takwa, (b) menguasai bahasa Arab dan cabang-cabangnya, ilmu tasir,

    ushul i!ih, dan "ulumul hadits. #lmu-ilmu tersebut diperlukan untuk meneliti dan memahami

    makna-makna laal dan maksud-maksud ungkapan dalam Al!uran dan sunah.

    Ruang Lingku ijtihad

    $ermasalahan yang dapat diijtihadi ialah

    a) masalah-masalah yang ditunjuk oleh nash yangzhanniyatul wurud(kemunculannya perlu

    penelitian lebih lanjut) danzhanniyatud dilalah(makna dan ketetapan hukumnya tidak jelas

    dan tegas).

    b) masalah-masalah yang tidak ada nashnya sama sekali.

    %edangkan bagi masalah yang telah ditetapkan oleh dalil sharih(jelas dan tegas) yang

    qatiyyatud wurud (kemunculannya tidak perlu penelitian lebih lanjut) dan qathiyyatud dilalah

    (makna dan ketetapan hukumnya sudah jelas dan tegas), maka tidak ada jalan untuk diijtihadi.

    &ita berkewajiban melaksanakan petunjuk nash tersebut. Misalnya jumlah hukum cambuk

    seratus kali dalam irman Allah

    ).*.*--/0*1/-2'3)435/0$erempuan dan laki-laki yang ber'ina cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali.

    .s. An-ur*+

    Met!de"#et!de Ijtihad dan Perangkatn$a

    alam mengistinbath hukum, seorang mujtahid harus dilandasi dengan pengetahuan

    tentang qawaid lughawiyyah(kaidah-kaidah bahasa), maqashidu tasyriiyyah(tujuan umum

    perundang-undangan), serta cara-cara menuntaskan taarudul adillah(dalil-dalil yang nampak

    bertentangan).

    %a&aid a'"'ugha&i$$ah a'"u(hu'i$$ah(kaidah-kaidah ushul ikih yang dipetik dari bahasa).

    ash-nash Al!uran dan %unah adalah berbahasa Arab. ntuk memahami hukum-hukumdari kedua nash tersebut secara sempurna lagi benar, haruslah memperhatikan uslub-uslub

    (gaya bahasa) bahasa Arab dan kaiiyat dilalah (cara penunjukkan) laal nash itu kepada artinya.

    &arena itu, para ahli ushul ikih mengarahkan penelitian mereka terhadap uslub-uslub dan

    ibarah-ibarah bahasa Arab yang la'im dipergunakan oleh sastrawan-sastrawan Arab dalam

    menggubah syair dan prosa. ari penelitian ini mereka menyusun kaidah-kaidah yang dapat

    dipergunakan untuk memahami nash-nash Al!uran dan %unah secara benar sesuai dengan

    1

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    2/19

    pemahaman orang Arab sendiri. &aidah-kaidah tersebut kemudian dikenal dengan istilah

    qawaid al-lughawiyyah al-ushuliyyah(kaidah-kaidah ushul ikih yang dipetik dari bahasa).

    $ada umumnya ulama ushul ikih memulai pembahasan tentang maudhu(topik) ini

    dengan membicarakan makna-makna dari suatu laal yang diciptakan untuk menyatakan

    makna-makna tertentu.

    lama ushul ikih menetapkan bahwa perhubungan laal dengan makna memiliki

    berbagai aspek yang harus dibahas. Mereka membagi laal dalam hubungannya dengan makna

    kepada beberapa bagian sebagai berikut*

    Pertama, ditinjau dari segi makna yang diciptakan untuk laal, laal itu dibagi menjadi /

    bagian, yakni

    )*+ a'"Kha(h, yaitu laal yang diciptakan untuk memberi pengertian satuan-satuan tertentu.

    &hash mencakup laal

    (a) mutla! (yang tidak diterangkan pembatasnya), seperti laal dam (darah) dalam Al!uran, surat

    al-Maidah*0.

    (b) mu!ayyad (yang diterangkan pembatasnya), seperti laal dam masuhan (darah yang

    mengalir) dalam Al!uran, surat al-Anam*1/2.

    (c) amr (laal yang menunjukkan makna perintah), seperti laal a!imu (dirikanlah) dalam Al!uran,

    surat al-3a!arah*/0

    (d) nahyu (laal yang menunjukkan makna larangan), seperti laal la ta!rabu (jangan mendekati)

    dalam Al!uran, surat an-isa*/0.

    ),+ a'"A##, yaitu suatu laal yang sengaja diciptakan oleh bahasa untuk menunjukkan satu

    makna yang dapat mencakup seluruh satuan tanpa dibatasi jumlah tertentu, seperti laal

    jamian (seluruh) pada Al!uran, surat al-3a!arah*+4.

    )-+ a'"#u($tarak, yaitu laal yang memiliki makna lebih dari satu yang berbeda-beda, seperti

    kata quru dalam Al!uran surat al-3a!arah*++5, mempunyai arti suci dan haid.

    ).+ a'"#ua&&a', yaitu 6..

    Kedua, ditinjau dari segi makna yang dipergunakan untuk laal, maka laal itu dibagi

    menjadi / bagian, yakni

    )*+ a'"ha/i/ah0 yaitu laal yang digunakan untuk arti hakiki atau sebenarnya. 7ika pemakaian arti

    itu sesuai dengan istilah bahasa dinamai ha!i!ah lughawiyyah, seperti laal insan yang arti

    haikinya secara bahasa adalah hayawanun nati!un (binatang yang berakal). 7ika

    pemakiannya itu sesuai dengan istilah syara dinamai ha!i!ah syariiyyah, seperti laal

    shalat yang arti hakikinya menurut syara adalah ucapan-ucapan dan perbuatan yang

    diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. 7ika pemakainnya itu sesuai dengan

    istilah adat atau kebiasaan umum disebut ha!i!ah "uriyyah "ammah, seperti laal dabbah

    yang dipakai untuk semua binatang yang berkaki empat.

    ),+ a'"#aja10 yaitu laal yang digunakan untuk arti kiasan (pinjaman, bukan sebenarnya).

    %ebagaimana halnya laal ha!i!i, laal maja'i terbagi pula kepada (a) maja' lughawi, seperti

    laal asad (singa) yang arti maja'inya adalah seorang pemberani, (b) maja' syari, seperti

    laal la mastum dalam surat al-Maidah*8 yang arti maja'inya adalah bersetubuh, dan (c)

    maja' "uri, seperti laal dabbah yang arti maja'inya adalah setiap binatang yang melata di

    atas permukaan bumi.

    2

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    3/19

    )-+ (harih0 yaitu laal yang jelas maksudnya karena sudah termasyhur dalam penggunaannya,

    baik secara ha!i!i maupun maja'i. %eperti laal isytara (membeli) dan baa (menjual) adalah

    laal sharih, karena jelas sekali maksudnya.

    ).+ a'"kina$ah0 yaitu laal yang tersembunyi maksudnya karena tidak termasyhur dalam

    penggunaannya, baik secara ha!i!i maupun maja'i. an untuk memahaminya diperlukan

    !arinah (keterangan pendukung)

    Ketiga0ditinjau dari segi kaiiyat atau cara-cara penunjukkan laal kepada makna

    menurut kehendak pembicara, maka laal itu dibagi menjadi / bagian, yakni

    )*+ di'a'ah i2arah, yaitu petunjuk yang diperoleh dari apa yang tersurat dalam nash. isebut

    pula ibaratun nash.

    ),+ di'a'ah i($arah, yaitu petunjuk yang diperoleh dari apa yang tersirat dalam nash.

    )-+ di'a'ah ad"di'a'ah, yaitu penunjukkan suatu laal bahwa hukum yang diambil dari nash yang

    disebutkan berlaku pula bagi perbuatan yang tidak disebutkan dalam nash, karena adanya

    persamaan illat antara kedua macam perbuatan tersebut. ilalah ad-dilalah disebut pula

    dilalatun nash, ahwal khitab atau lahnal khitab. %edangkan ulama syaiiyyah menamainya

    mahum muwaa!ah, karena adanya persamaan hukum antara yang tidak disebutkan

    dengan yang disebutkan dalam nash. Misalnya kata u dalam irman Allah

    67829:9Maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan u...s. Al-

    #sra*+0

    :ukum yang dipahamkan dari ayat ini menurut dilalatun nash ialah larangan menyebut u

    (ah) kepada kedua orang tua. %etiap ahli bahasa mengetahui bahwa "illat larangan tersebut

    ialah karena perkataan 9ah itu menyakitkan hati kedua orang tua. &arena itu pemikiran

    manusia berkembang kepada setiap perbuatan atau perkataan yang menyakiti hati orang

    tua, karena illatnya adalah sama.

    ).+ di'a'ah i/tidha0yaitu penunjukkan laal kepada sesuatu yang tidak disebut oleh nash.

    amun pengertian nash itu baru dapat dibenarkan jika yang tidak disebut itu dinyatakan

    dalam perkiraan yang tepat. Misalnya irman Allah

    .+9an tanyalah negeri yang kami tadi berada di situ.. .s.

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    4/19

    Menurut para ulama ushul i!h, iyas ialah menetapkan hukum suatu kejadian atau

    peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu

    kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada

    persamaan =illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu. Misalnya hukum minum bir (disebut

    arun) sama dengan hukum minum khamar (disebut aslun), yaitu haram (disebut hukum asal),

    karena keduanya sama-sama memabukan (disebut ilat hukum). Masalah-masalah yang boleh

    dilakukan dengan cara ini adalah masalah-masalah atau kejadian-kejadian yang tidak ada

    ketentuan hukumnya di dalam Al!uran dan sunah.

    ntuk menetapkan hukum dengan metode !iyas harus memenuhi rukun dan syaratnya,

    yaitu

    A. >ukun-rukun !iyas.

    1. Asal (yang hendak dijadikan tempat !iyas)

    +. arun (yang hendak di!iyaskan)

    0. :ukum asal (ketetapan yang ada pada asal).

    /. #llat ( yaitu sebab atau siat yang sama antara asal dan arun).

    3. %yarat-syarat !iyas

    1. Asal dan hukum asal harus ditetapkan berdasarkan Al!uran dan %unnah.

    +. Asal merupakan perkara keduniaan atau dapat dipikirkan sebab-sebabnya. an tidak ada

    !iyas dalam urusan ibadah.

    0. #llat itu ma qulul mana(dapat diketahui sebab-sebabnya).

    /. #llat ditetapkan berdasarkan syariat.

    >ukun dan syarat tersebut menunjukkan bahwa !iyas bukan sumber hukum yang mandiri.

    Da(ar Huku# %i$a(

    %ebagian besar para ulama i!h dan para pengikut mad'hab yang empat sependapat

    bahwa !iyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam

    ajaran #slam. :anya mereka berbeda pendapat tentang kadar penggunaan !iyas atau macam-

    macam !iyas yang boleh digunakan dalam mengistinbathkan hukum. Ada yang membatasinya

    dan ada pula yang tidak membatasinya, namun mereka semua akan mempergunakan !iyas

    apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan

    dasar.

    Meskipun demikian ada sebagian kecil para ulama yang tidak membolehkan pemakaian

    !iyas sebagai dasar hujjah, diantaranya salah satu aliran dari Mad'hab ?hahiri dan Mad'hab

    %yi=ah.

    B3 I(tih(an

    #stihsan menurut bahasa berarti menganggap baik atau mencari yang baik. Menurut

    ulama ushul i!h, ialah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau

    kejadian yang ditetapkan berdasar dalil syara=, menuju (menetapkan) hukum lain dari peristiwa

    atau kejadian itu juga, karena ada suatu dalil syara= yang mengharuskan untuk

    meninggalkannya. alil yang terakhir disebut sandaran istihsan. Mujtahid yang dikenal banyak

    memakai ishtihsandalam meng-istinbath-kan hukum adalah #mam Abu :aniah (#mam :anai).

    #stihsan berbeda dengan !iyas. $ada !iyas ada dua peristiwa atau kejadian. $eristiwa

    atau kejadian pertama belum ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan

    dasarnya. ntuk menetapkan hukumnya dicari peristiwa atau kejadian yang lain yang telah

    4

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    5/19

    ditetapkan hukumnya berdasarkan nash dan mempunyai persamaan =illat dengan peristiwa

    pertama. 3erdasarkan persamaan =illat itu ditetapkanlah hukum peristiwa pertama sama dengan

    hukum peristiwa kedua. %edang pada istihsan hanya ada satu peristiwa atau kejadian. Mula-

    mula peristiwa atau kejadian itu telah ditetapkan hukumnya berdasar nash. &emudian

    ditemukan nash yang lain yang mengharuskan untuk meninggalkan hukum dari peristiwa atau

    kejadian yang telah ditetapkan itu, pindah kepada hukum lain, sekalipun dalil pertama dianggap

    kuat, tetapi kepentingan menghendaki perpindahan hukum itu. engan perkataan lain bahwa

    pada !iyas yang dicari seorang mujtahid ialah persamaan =illat dari dua peristiwa atau kejadian,

    sedang pada istihsan yang dicari ialah dalil mana yang paling tepat digunakan untuk

    menetapkan hukum dari satu peristiwa.

    Da(ar Huku# I(tih(an

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    6/19

    DaE Menurut Mad'hab :anai* bila seorang mewa!akan sebidang tanah pertanian, maka

    termasuk yang diwa!akannya itu hak pengairan, hak membuat saluran air di atas

    tanah itu dan sebagainya. :al ini ditetapkan berdasar istihsan. Menurut !iyas jali hak-

    hak tersebut tidak mungkin diperoleh, karena meng!iyaskan wa!a itu dengan jual beli.

    $ada jual beli yang penting ialah pemindahan hak milik dari penjual kepada pembeli.

    3ila wa!a di!iyaskan kepada jual beli, berarti yang penting ialah hak milik itu. %edang

    menurut istihsan hak tersebut diperoleh dengan meng!iyaskan wa!a itu kepada sewa-

    menyewa. $ada sewa-menyewa yang penting ialah pemindahan hak memperoleh

    manaat dari pemilik barang kepada penyewa barang. emikian pula halnya dengan

    wa!a.

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    7/19

    kulli dengan menggunakan hukum ju'-i, karena keadaan memerlukan dan telah

    merupakan adat kebiasaan dalam masyarakat.

    DbE Menurut hukum kulli, seorang pemboros yang memiliki harta berada di bawah

    perwalian seseorang, karena itu ia tidak dapat melakukan transaksi hartanya tanpa

    i'in walinya. alam hal ini dikecualian transaksi yang berupa wa!a. Orang pemboros

    itu dapat melakukan atas namanya sendiri, karena dengan wa!a itu hartanya

    terpelihara dari kehancuran dan sesuai dengan tujuan diadakannya perwalian, yaitu

    untuk memelihara hartanya (hukum ju'-i).

    ari contoh di atas nampak jelas bahwa karena adanya suatu kepentingan atau keadaan

    maka dilaksanakanlah hukum ju'-i dan meninggalkan hukum kulli. itinjau dari segi

    sandarannya, maka istihsan terbagi kepada*

    i. #stihsan dengan sandaran !iyas khai;

    ii. #stihsan dengan sandaran nash;

    iii. #stihsan dengan sandaran =ur; dan

    iF. #stihsan dengan sandaran keadaan darurat.

    53 a'"Ma('ahatu' Mur(a'ah

    Al-mashlahatul mursalahadalah suatu kemaslahatan yang tidak disinggung oleh syara=

    dan tidak pula terdapat dalil-dalil yang menyuruh untuk mengerjakan atau meninggalkannya,

    sedang jika dikerjakan akan mendatangkan kebaikan yang besar atau kemaslahatan. Mashlahat

    mursalah disebut juga mashlahat yang mutlak karena tidak ada dalil yang mengakui kesahan

    atau kebatalannya. 7adi pembentuk hukum dengan cara mashlahat mursalah semata-mata

    untuk mewujudkan kemaslahatan manusia dengan arti untuk mendatangkan manaat dan

    menolak kemudharatan dan kerusakan bagi manusia. Mujtahid yang dikenal banyak

    menggunakan metode al-maslahah al-mursalah adalah #mam :anbali dan #mam Malik.

    $ara ulama ikih yang mendukung konsep ini membagi jenis mashlahah kepada dua macam,

    yaitu*

    A. ilihat dari segi tingkat kebutuhan manusia, mashlahah yang diakui syari=ah terdiri dari

    tiga, macam yaitu*

    (1) haruriyyah (bersiat mutlak), yaitu kemaslahatan yang menyangkut komponen

    kehidupannya sendiri sebagai manusia, yakni hal-hal yang menyangkut terpelihara

    DaE agama, DbE diri (jiwa, raga dan kehormatannya), DcE akal pikiran, DdE harta benda,

    dan DdE nasab keturunan. &elima komponen tersebut biasanya disebut al-kulliyyat

    al-khams atau al-dharuriyyat al-khams, yang menjadi dasar mashlahah

    (kepentingan dan kebutuhan manusia).

    (+) haajiyyah (kebutuhan pokok), yaitu kemaslahatan yang berhubungan dengan hal-hal

    yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk menghilangkan kesulitan-kesulitan dan

    menolak halangan-halangan. an apabila hal-hal tersebut tidak terwujud, maka tidak

    sampai menjadikan aturan hidup manusia berantakan atau kacau, melainkan hanya

    membawa kesulitan-kesulitan saja.

    (0) Bahsiniyyah (kebutuhan pelengkap) dalam rangka memelihara sopan santun dan

    tata krama dalam kehidupan.

    $enempatan masalah ini sebagai suatu sumber hukum sekunder, menjadikan hukum

    #slam itu luwes dan dapat diterapkan pada setiap kurun waktu di segala lingkungan sosial.

    7

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    8/19

    amun perlu dicatat ruang lingkup penerapan hukum mashlahah ini adalah bidang

    mu=amalat, dan tidak menjangkau bidang ibadat, karena ibadat itu adalah hak prerogati Allah

    sendiri. %edangkan objek kajiannya adalah kejadian atau peristiwa yang perlu ditetapkan

    hukumnya, tetapi tidak ada satupun nash (Al!uran dan :adis) yang dapat dijadikan dasarnya.

    $rinsip ini disepakati oleh kebanyakan pengikut mad'hab ikih, demikian pernyataan #mam al-

    arai ath-Bhui dalam kitabnya !ashalihul !ursalahyang menerangkan bahwa mashlahat

    mursalah itu sebagai dasar untuk menetapkan hukum dalam bidang mu=amalah dan

    semacamnya. %edang dalam soal-soal ibadah adalah Allah untuk menetapkan hukumnya,

    karena manusia tidak sanggup mengetahui dengan lengkap hikmah ibadat itu. Oleh sebab itu

    hendaklah kaum muslimin beribadat sesuai dengan ketentuan-ya yang terdapat dalam Al!uran

    dan :adis.

    Menurut #mam al-:aramain* Menurut pendapat #mam asy-%yai=i dan sebagian besar pengikut

    Mad'hab :anai, menetapkan hukum dengan mashlahat mursalah harus dengan syarat, harus

    ada persesuaian dengan mashlahat yang diyakini, diakui dan disetujui oleh para ulama.

    $ara ulama ikih yang mendukung konsep ini mencatat tiga persyaratan dalam

    penerapan hukum mashlahah ini, yaitu,

    1. Mashlahah itu harus bersiat pasti, bukan sekadar anggapan atau rekaan, bahwa ia

    memang mewujudkan suatu manaat atau mencegah terjadinya madharrah (bahaya

    atau kemelaratan).

    +. Mashlahah itu tidak merupakan kepentingan pribadi atau segolongan kecil masyarakat,

    tapi harus bersiat umum dan menjadi kebutuhan umum.

    0. :asil penalaran mashlahah itu tidak berujung pada terabaikannya sesuatu prinsip yang

    ditetapkan oleh nash syari=ah atau ketetapan yang dipersamakan (ijma=).

    3. ilihat dari segi wilayah kebutuhan, maslahah yang diakui syari=ah terdiri atas dua macam,

    yaitu

    D1E mashlahah =ainiyah (kepentingan perorangan) dari setiap manusia, yang siatnya umum

    yakni yang merupakan kepentingan setiap manusia dalam hidupnya, seperti yang

    digambarkan dalam uraian terdahulu tentang al-kulliyyat al-khams. :al-hal ini

    terkait dengan takli yang berbentuk ardhu =ain. %eperti misalnya yang menyangkut

    mashlahah harta bendaGkepentingan seorang manusia memiliki harta benda (untuk

    makan, pakaian dan tempat tinggalnya) hal ini bersangkutan dengan ardhu =ain yang

    dijelaskan dalam tuntunan >asulullah saw. (thalab-u =l-halal aridhatun =ala kulli

    muslim) yaitu kewajiban bekerja mencari ri'ki memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-

    hari. %eterusnya yang menyangkut mashlahah akal pikiran, bersangkutan dengan

    ardhu =ain yang dijelaskan dalam hadits lain yang berbunyi (thalb-u =l-=ilmi aridhatun

    =ala kulli muslim). 3egitu seterusnya menyangkut tiap mashlahah yang siatnya

    dharuriyyah, jelas memperlihatkan keterkaitannya dengan kewajiban perorangan

    sebagai imbalan adanya pengakuan atas mashlahah dharuriyyah yang

    menimbulkan hak-hak mutlak perorangan bagi setiap manusia.

    D+E mashlahah =ammah yang menjadi kepentingan bersama masyarakat atau

    kepentingan umum. #ni menyangkut hak publik dan berkaitan dengan ardhu kiayah.

    8

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    9/19

    #mam >ai=i menjelaskan, ardhu kiayah itu adalah urusan umum yang menyangkut

    kepentingan-kepentingan (mashalih) tegaknya urusan agama dan dunia dalam

    kehidupan kita, di antaranya adalah

    DaE mencegah madarat kekacauan, seperti persengketaan dan peperangan, kekacauan dan

    pertumpahan darah, serta kondisi anarkis, sehingga al-hajah ad-dharuriyyah kehidupan

    menjadi terancam, bahkan hancur.

    DbE merealisasikan kewajiban agama, baik untuk indiFidu maupun kelompok sosial.

    DcE mewujudkan keadilan yang sempurna

    iantara contoh mashlahat mursalah ialah usaha &haliah Abu 3akar mengumpulkan

    Al!uran yang terkenal dengan jam=ul Al!uran. $engumpulan Al!uran ini tidak disinggung

    sedikitpun oleh syara=, tidak ada nash yang memerintahkan dan tidak ada nash yang

    melarangnya. %etelah terjadi peperangan

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    10/19

    i. %egala hukum yang telah ditetapkan pada masa lalu, dinyatakan tetap berlaku pada masa

    sekarang, kecuali kalau ada yang mengubahnya. 3erdasarkan pengertian ini, istishhab

    merupakan salah satu produk hukum.

    ii. Menetapkan segala hukum yang ada pada masa sekarang, berdasarkan ketetapan hukum

    pada masa yang lalu. 3erdasarkan pengertian ini, istishhab merupakan proses penetapan

    hukum.

    Contoh istishhab

    1. Belah terjadi perkawinan antara laki-laki A dengan perempuan 3, kemudian mereka berpisah

    dan berada di tempat yang berjauhan selama 12 tahun. &arena telah lama berpisah itu

    maka 3 ingin kawin dengan laki-laki C. alam hal ini 3 belum dapat kawin dengan C karena

    ia telah terikat tali perkawinan dengan A dan belum ada perubahan hukum perkawinan

    mereka walaupun mereka telah lama berpisah. 3erpegang dengan hukum yang telah

    ditetapkan, yaitu tetap sahnya perkawinan antara A dan 3, adalah hukum yang ditetapkan

    dengan istishhab.

    +. Menurut irman Allah %B* 3@ABCD?=>*!0 2...$%ia (Allah)lah yang menjadikan semua yang ada

    di bumi untukmu (manusia).$(al-3a!arah* +4)

    ihalalkan bagi manusia memakan apa saja yang ada di muka bumi untuk kemanaatan

    dirinya, kecuali kalau ada yang mengubah atau mengecualikan hukum itu. &arena itu

    ditetapkanlah kehalalan memakan sayur-sayuran dan binatang-binatang selama tidak ada yang

    mengubah atau mengecualikannya.

    Da(ar huku# i(ti(hha2

    ari keterangan dan contoh-contoh di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya

    istishhab itu bukanlah suatu cara menetapkan hukum (thuru!ul isthinbath), tetapi ia pada

    hakikatnya adalah menguatkan atau menyatakan tetap berlaku suatu hukum yang pernah

    ditetapkan karena tidak ada yang mengubah atau yang mengecualikannya. $ernyataan ini

    sangat diperlukan, untuk menjaga jangan sampai terjadi penetapan hukum yang berlawanan

    antara yang satu dengan yang lain, seperti dipahami dari contoh-contoh di atas. %eandainya si

    3 boleh kawin dengan si C, tentulah akan terjadi perselisihan antara A dan C atau akan terjadi

    suatu keadaan pengaburan batas antara yang sah dengan yang tidak sah (batal) dan antara

    yang halal dengan yang haram.

    &arena itulah ulama :anaiyah menyatakan bahwa sebenarnya istishhab itu tidak lain

    hanyalah untuk mempertahankan hukum yang telah ada, bukan untuk menetapkan hukum yang

    baru. #stishhab bukanlah merupakan dasar atau dalil untuk menetapkan hukum yang belum

    tetap, tetapi ia hanyalah menyatakan bahwa telah pernah ditetapkan suatu hukum dan belum

    ada yang mengubahnya. 7ika demikian halnya istishhab dapat dijadikan dasar hujjah.

    %ebagian besar pengikut Mad'hab :anai, Mad'hab Maliki, Mad'hab %yai=i, Mad'hab

    :anbali dan Mad'hab 'ahiri berhujjah dengan istishhab, hanya terdapat perbedaan pendapat

    dalam pelaksanaannya, seperti pernyataan Abu ?aid, salah seorang ulama Mad'hab :anai

    istishhab itu hanya dapat dijadikan dasar hujjah untuk menolak ketetapan yang mengubah

    ketetapan yang telah ada, bukan untuk menetapkan hukum baru.

    10

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    11/19

    7ika diperhatikan proses terjadi atau perubahan undang-undang dalam suatu negara

    atau keputusan pemerintah, maka istishhab ini adalah kaidah yang selalu diperhatikan oleh

    setiap pembuat undang-undang atau peraturan.

    ari istishhab itu dibuat kaidah-kaidah i!hiyah yang dapat dijadikan dasar untuk

    mengisthimbathkan hukum antara lain EBFB)$$!enurut hukum asal segala sesuatu itu mubah (b&leh dikerjakan).$ EB5F$)3*>G $!enurut hukum asal bebas dari tanggungan'

    H7I;."JGK*$$(ukum yang ditetapkan dengan) yakin itu tidak akan hilang (hapus) &leh (hukum yang

    ditetapkan dengan) ragu-ragu.$

    EBF7$L13M0L13$!enurut hukum asal keadaan semula berlaku atas keadaan yang sekarang'#alah menjadikan hukum suatu peristiwa yang telah ada sejak semula tetap berlaku hingga

    peristiwa berikutnya, kecuali ada dalil yang mengubah ketentuan hukum itu.

    engan demikian dapat disimpulkan bahwa istishhab itu bukan untuk menetapkan suatu

    hukum yang baru, tetapi melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan bukan untuk

    menetapkan yang belum ada.

    E3 67r8

    =r ialah sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan di

    kalangan mereka baik berupa perkataan maupun perbuatan. Oleh sebagian ulama ushul i!h,

    =ur disebut adat (adat kebiasaan). %ekalipun dalam pengertian istilah hampir tidak ada

    perbedaan pengertian antara =ur dengan adat, namun dalam pemahaman biasa diartikan

    bahwa pengertian =ur lebih umum dibanding dengan pengertian adat, karena adat disamping

    telah dikenal oleh masyarakat, juga telah biasa dikerjakan di kalangan mereka, seakan-akan

    telah merupakan hukum tertulis, sehingga ada sanksi-sanksi terhadap orang yang

    melanggarnya.

    %eperti dalam salam (jual beli dengan pesanan) yang tidak memenuhi syarat jual beli.

    Menurut syarat jual beli ialah pada saat jual beli dilangsungkan pihak pembeli telah menerima

    barang yang dibeli dan pihak penjual telah menerima uang penjualan barangnya. %edang pada

    salam barang yang akan dibeli itu belum ada wujudnya pada saat akad jual beli dilakukan, baru

    ada dalam bentuk gambaran saja. Betapi karena telah menjadi adat kebiasaan dalam

    masyarakat, bahkan dapat memperlancar arus jual beli, maka salam itu dibolehkan. ilihat

    sepintas lalu, seakan-akan ada persamaan antara ijma= dengan =ur, karena keduanya sama-

    sama ditetapkan secara kesepakatan dan tidak ada yang menyalahinya. $erbedaannya ialah

    pada ijma= ada suatu peristiwa atau kejadian yang perlu ditetapkan hukumnya. &arena itu para

    mujtahid membahas dan menyatakan kepadanya, kemudian ternyata pendapatnya sama.

    %edang pada =ur bahwa telah terjadi suatu peristiwa atau kejadian, kemudian seseorang atau

    beberapa anggota masyarakat sependapat dan melaksanakannya. :al ini dipandang baik pula

    oleh anggota masyarakat yang lain, lalu mereka mengerjakan pula. Kama-kelamaan mereka

    terbiasa mengerjakannya sehingga merupakan hukum tidak tertulis yang telah berlaku diantara

    mereka. $ada ijma= masyarakat melaksanakan suatu pendapat karena para mujtahid telah

    11

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    12/19

    menyepakatinya, sedang pada =ur, masyarakat mengerjakannya karena mereka telah biasa

    mengerjakannya dan memandangnya baik.

    Da(ar huku# 9ur8

    $ara ulama sepakat bahwa =ur shahih (tidak bertentangan dengan syara=) dapat

    dijadikan dasar hujjah. lama Malikiyah terkenal dengan pernyataan mereka bahwa amal ulama

    Madinah dapat dijadikan hujjah, demikian pula ulama :anaiyah menyatakan bahwa pendapat

    ulama &uah dapat dijadikan dasar hujjah. #mam %yai=i terkenal dengan !aul !adim dan !aul

    jadidnya. Ada suatu kejadian tetapi beliau menetapkan hukum yang berbeda pada waktu beliau

    masih berada di Mekkah (!aul !adim) dengan setelah beliau berada di Mesir (!aul jadid). :al ini

    menunjukkan bahwa ketiga mad'hab itu berhujjah dengan =ur. Bentu saja =ur asid (tidak

    bertentangan dengan syara=) tidak mereka jadikan sebagai dasar hujjah.

    ari "ur itu dibuat kaidah-kaidah i!hiyah yang dapat dijadikan dasar untuk

    mengisthimbathkan hukum antara lain*

    *O3C)N25$Adat kebiasaan itu dapat ditetapkan sebagai hukum.$ $)'3RBB,P,P8Q$ perubahan hukum (berhuhungan) dengan perubahan masa.$

    F3 S$ar:un Man %a2'ana

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    13/19

    a. %yari=at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita; tetapi a#-ur=an dan :adis

    tidak menyinggungnya, baik membatalkannya atau menyatakan berlaku pula bagi umat

    abi Muhammad saw.

    b. %yari=at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita, kemudian dinyatakan tidak

    berlaku bagi umat abi Muhammad saw.

    c. %yari=at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita, kemudian Al!uran dan :adis

    menerangkannya kepada kita.

    Mengenai bentuk ketiga, yaitu syari=at yang diperuntukkan bagi umat-umat yang sebelum

    kita, kemudian diterangkan kepada kita Al!uran dan :adis, para ulama berbeda pendapat.

    %ebagian ulama :anaiyah, sebagian ulama Malikiyah, sebagian ulama %yai=iyah dan sebagian

    ulama :anabilah berpendapat bahwa syari=at itu berlaku pula bagi umat abi Muhammad saw.

    3erdasarkan inilah golongan aiiyah berpendapat bahwa membunuh orang d'immi sama

    hukumnya dengan membunuh orang #slam. Mereka menetapkan hukum itu berdasar ayat /2

    %urat a#-Midah. Mengenai pendapat golongan lain ialah menurut mereka dengan adanya

    syari=at abi Muhammad %A, maka syari=at yang sebelumnya dinyatakan mansukhGtidak

    berlaku lagi hukumnya.

    Mengenai bentuk kedua, para ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hujjah, sedang

    bentuk pertama ada ulama yang menjadikannya sebagai dasar hujjah, selama tidak

    bertentangan dengan syari=at abi Muhammad saw.

    G3 Saddud1 D1ari:ah

    %ecara bahasa %addud' d'arN=ah tersusun dari dua kata, yaitu saddu dan d'arN=ah.

    %addu berarti penghalang, hambatan atau sumbatan, sedang d'arN=ah berarti jalan. %edangkan

    secara istilah berarti

    menghambat atau menghalangi atau menyumbat semua jalan yang menuju kepada kerusakan

    atau maksiat.

    Bujuan penetapan hukum secara saddud' d'arN=ah ini ialah untuk memudahkan

    tercapainya kemaslahatan atau jauhnya kemungkinan terjadinya kerusakan, atau terhindarnya

    diri dari kemungkinan perbuatan maksiat. :al ini sesuai dengan tujuan ditetapkan hukum atas

    mukalla, yaitu untuk mencapai kemaslahatan dan menjauhkan diri dari kerusakan. ntuk

    mencapai tujuan ini syari=at menetapkan perintah-perintah dan larangan-larangan. alam

    memenuhi perintah dan menghentikan larangan itu, ada yang dapat dikerjakan secara langsung

    dan ada pula yang tidak dapat dilaksanakan secara langsung, perlu ada hal yang harus

    dikerjakan sebelumnya. #nilah yang dimaksud dengan kaidah* ,3I -VN$T*I"Vetiap sesuatu yang dapat menyempurnakan terlaksananya kewajiban, maka sesuatu itu

    hukumnya wajib pula.$

    %ebagai contoh ialah kewajiban mengerjakan shalat yang lima waktu. %eseorang baru

    dapat mengerjakan shalat itu bila telah belajar shalat terlebih dahulu, tanpa belajar ia tidak akan

    dapat mengerjakannya. alam hal ini tampak bahwa belajar shalat itu tidak wajib. Betapi karena

    ia menentukan apakah kewajiban itu dapat dikerjakan atau tidak, sangat tergantung kepadanya.

    3erdasarkan hal ini ditetapkanlah hukum wajib belajar shalat, sebagaimana halnya hukum

    shalat itu sendiri.

    13

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    14/19

    emikian pula halnya dengan larangan. Ada perbuatan itu yang dilarang secara

    langsung dan ada yang dilarang secara tidak langsung.

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    15/19

    i. $erbuatan itu pasti menyebabkan dikerjakannya perbuatan terlarang.

    ii. $erbuatan itu besar kemungkinan menyebabkan dikerjakannya perbuatan terlarang.

    3entuk pertama tidak ada persoalan dan perbuatan ini jelas dilarang mengerjakannya

    sebagaimana perbuatan itu sendiri dilarang. 3entuk kedua inilah yang merupakan obyek

    saddud' d'arN=ah, karena perbuatan tersebut sering mengarah kepada perbuatan dosa. alam

    hal ini para ulama harus meneliti seberapa jauh perbuatan itu mendorong orang yang

    melakukannya untuk rnengerjakan perbuatan dosa.

    alam hal ini ada tiga kemungkinan, yaitu*

    1. &emungkinan besar perbuatan itu menyebabkan dikerjakannya perbuatan terlarang.

    +. &emungkinan kecil perbuatan itu menyebabkan dikerjakannya perbuatan terlarang.

    0. %ama kemungkinan dikerjakannya atau tidak dikerjakannya perbuatan terlarang.

    asulul#ah saw. masih hidup semua masalah yang muncul atau timbul dalam

    masyarakat langsung ditanyakan para sahabat kepada >asulul#ah saw., dan >asulul#ah saw.

    memberikan jawaban dan penyelesaiannya. %etelah >asulul#ah saw. meninggal dunia, maka

    kelompok sahabat yang tergolong ahli dalam mengistinbathkan hukum telah berusaha sungguh-

    sungguh memecahkan persoalan tersebut, sehingga kaum muslimin dapat beramal sesuai

    dengan atwa-atwa sahabat itu. &emudian atwa-atwa sahabat ini diriwayatkan oleh tabi=in,

    tabi=ut tabi=in dan orang-orang yang sesudahnya, seperti meriwayatkan hadis. &arena itu timbul

    persoalan, apakah pendapat sahabat itu dapat dijadikan hujjah atau tidakP

    %ebagian ulama menyatakan bahwa ada dua macam pendapat sahabat yang dapat

    dijadikan hujjah, yaitu*

    a. $endapat para sahabat yang diduga keras bahwa pendapat tersebut sebenarnya berasal dari

    >asulullah saw., karena pikiran tidak atau belum dapat menjangkaunya, seperti ucapan

    Aisyiah ra

    I]2"2OMH#$T3G :Z1:H3H'A/U3;*O",^;.C2-_-A'#UA/-

    $*andungan itu tidak akan lebih dari dua tahun dalam perut ibunya, (yaitu tidak akan) lebih

    dari sepanjang bayang-bayang benda yang ditancapkannya.$:.r. Ad-ara!uthni

    b. $endapat sahabat yang tidak bertentangan dengan sahabat lainnya, seperti pendapat

    tentang bahwa nenek mendapat seperenam (1G8) bagian waris, yang dikemukakan oleh

    Abu 3akar, dan tidak ada sahabat yang tidak sependapat dengannya.

    %edang pendapat sahabat yang tidak disetujui oleh sahabat yang lain tidak dapat dijadikan

    hujjah. $endapat ini dianut oleh golongan :anaiyah, Malikiyah dan hanabilah, dan sebagian

    %yai=iyah, namun didahulukan dari !iyas. 3ahkan Ahmad bin :anbal mendahulukannya dari

    hadis mursal dan hadis dha=i. As-%yaukani menganggap pendapat sahabat itu seperti pendapat

    para mujtahid yang lain, tidak ada kemestian untuk diikuti.

    Ta:arudhu' Adi''ah

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    16/19

    $ara ulama sepakat bahwa dalil-dalil yang tampak bertentangan itu harus 9diselesaikan,

    sehingga hilanglah kontradisksi itu, tetapi mereka berbeda pendapat dalam melakukan

    penyelesaian itu. #bnu :a'm secara tegas menyatakan bahwa matan-matan hadis yang

    bertentangan, masing-masing hadis harus diamalkan. ntuk itu, ia menekankan perlunya

    penggunaan metode istitsna (pengecualian atau eQception) dalam penyelesaian itu (Kihat, al-

    Ihkam i 0shulil Ahkam Ibnu azm, ju' ##, h. 121-182) %yihabud in al-arai (w. 85/ :)

    menempuh cara at-tarjih (penelitian untuk mencari yang memiliki argumen yang terkuat).

    engan cara al-tarjih itu, mungkin penyelesaian yang dihasilkan berupa penerapan al-nasikh wa

    al-mansukh (yakni hadis yang satu menghapuskan petunjuk hadis yang lainnya) ataupun al-

    1amu (yakni mengkompromikan hadis-hadis yang tampak bertentangan itu sehingga sama-

    sama diamalkan dengan melihat aspek atau segi masing-masing). (Kihat, yarh 2anqih al-

    3ushul, hal. /+J-/+2) 3erbeda dengan kedua ulama di atas, as-%yaii memberi gambaran

    bahwa mungkin saja matan-matan hadis yang tampak bertentangan itu mengandung petunjuk

    bahwa matan yang satu bersiat global (mujmal) dan yang satunya bersiat rinci (muassar);

    mungkin yang satu bersiat 4amm (umum) dan yang lainnya bersiat khass (khusus); mungkin

    yang satu sebagai pengahapus (an-nasikh) dan yang lainnya sebagai yang dihapus (al-

    mansukh); atau mungkin kedua-duanya menunjukkan kebolehan untuk diamalkan (Kihat, *itab

    Ikhtila al-adits, h. 245-244) alam menyelesaikan matan-matan hadis seperti ini #mam al-

    %yaii menempuh cara al-jamu, lalu al-nasikh wa al-mansukh, kemudian al-tarjih(Kihat, awaid

    i lm al-:adits, h. +55 dan seterusnya) %halahud in Ahmad al-Adhabi menempuh cara al-

    jamu, kemudian al-tarjih(Kihat, !anhajun aqdil !atni, h. +I0 ) #bnu al-%halah (w. 8/0:), al-

    :arawi (w. 50I :), dan lain-lain menempuh cara (1) al-jamu; (+) al-nasikh wa al-mansukh; dan

    (0) al-tarjih(Kihat, !uqaddimah Ibnis halah, h. +2I-+25 dan1awahir al-0shul, h. /J)

    Muhammad Adib %halih menempuh cara (1) al-jamu; (+) al-tarjih kemudian (0) al-nasikh wa al-

    mansukh(Kihat, Kamahat i shulil :adits, h. 5J-51) #bnu :ajar dan lain-lain menempuh empat

    tahap, yakni, (1) al-jamu; (+) al-nasikh wa al-mansukh; (0) al-tarjih; dan (/) al-tawaqqu

    (menunggu sampai ada petunjuk atau dalil lain yang dapat menyelesaikannya atau

    menjernihkannya) (Kihat, uzhatun azahr, h. +/-+2).

    tampaknya tahap-tahap penyelesaian yang dikemukakan #bnu :ajar lebih akomodati.

    inyatakan demikian karena dalam praktik penelitian matan, keempat tahap atau cara itu

    memang lebih dapat memberikan alternati yang lebih hati-hati dan releFan. Adapun penjelasan

    berikut contoh penggunaan istilah-istilah di atas adalah sebagai berikut*

    A. al-1amu adalah metode penelitian untuk mengkompromikan atau menghimpun hadis-hadis

    yang tampak bertentangan sehingga semuanya dapat dipergunakan karena sebenarnya tidak

    bertentangan setelah didudukkan sesuai dengan maksud masing-masing. Contoh, di dalam

    riwayat al-3ukhari diterangkan

    6

    *U;-*AT0*M0*ET0*T00;UT12;` CD$A:6

    6&emudian ia (rwah) bertanya kepadanya (#bnu mar), 93erapa kali abi umrahP #a

    menjawab, 9Rmpat kali6

    %edangkan dalam riwayat Ahmad, Abdullah bin Amr menerangkan

    L*:*&'*M0*ET0*T00*-2a6`29%esungguhnya abi

    saw. umrah tiga kali.

    16

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    17/19

    &eterangan #bnu mar dan Abdullah bin Amr tampaknya seperti bertentangan, namun setelah

    dikaji secara cermat ternyata keterangan keduanya tidak bertentangan, karena empat kali

    umrah yang dimaksud oleh #bnu mar adalah tiga kali di bulan 'ul!adah, dan satu kali di

    bulan 'ulhijjah pada waji wadha (haji !iran). %edangkan tiga kali umrah yang dimaksud oleh

    Abdullah bin Amr hanya pada bulan 'ul!adah

    3. an-asakh adalah penelitian untuk mengetahui tarikh wurudil hadits(waktu datangnya

    hadis-hadis yang tampak bertentangan itu). Apabila diketahui, maka yang dipergunakan adalah

    hadis yang terakhir datangnya, dan hadis ini disebut sebagai nasikh (yang menghapus).

    %edangkan hadis yang terlebih dahulu datangnya tidak dipergunakan, dan hadis ini disebut

    mansukh (yang dihapus).Contoh, dalam riwayat at-Birmid'i, Abu aud, dan #bnu Majah, >ai

    bin &hadij menerangkan bahwa abi bersabda* -bO2OQ:#9ai disabdakan pada tahun 5

    :. sedangkan amaliah abi pada hadis #bnu Abbas dilakukan pada tahun 1J :.

    C. at-tarjih adalah penelitian untuk mencari mana yang memiliki argumen terkuat di antara

    hadis-hadis yang tampak bertentangan itu dilihat dari berbagai aspek, antara lain jumlah

    orang yang menyampaikan hadis itu lebih banyak. Contoh, hadis tentang doa setelah ad'an

    dalam riwayat al-3ukhari dan lainnya tanpa kalimat innaka la tukhliul miad. %edangkan

    dalam riwayat al-3aiha!i diterangkan adanya kalimat itu. ilihat dari jumlah rawi yang

    menyampaikannya maka yang dipergunakan adalah riwayat al-3ukhari tanpa kalimat innaka

    la tukhliul miad.

    Apabila ketiga cara di atas tidak dapat dilakukan, maka diambil cara terakhir, yaitu at-

    tawaqqu. Artinya hadis-hadis yang bertentangan itu didiamkan sementara waktu hingga

    ditemukan maksud yang lebih tepat dari hadis-hadis itu. amun sampai hari ini belum

    ditemukan contoh hadis-hadis yang ditawa!!ukan.

    3erbagai metode yang dipergunakan oleh ulama di atas pada dasarnya guna

    mengantisipasi kesalahan dalam pengamatan dan pemahaman terhadap dalil-dalil yang tampak

    kontradikti itu, karena tidak mungkin hadis abi bertentangan dengan hadis abi ataupun dalil-

    dalil Al!uran, sebab apa yang dikemukakan oleh abi, baik berupa hadis maupun ayat Al!uran

    sama-sama berasal dari Allah (lihat, misalnya .s. al-ajmG20*0-/).

    17

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    18/19

    MA>A7# (>RR>R%#)

    &:R. Abdurrahman. !enempatkan ukum %alam Agama. 3andung, %inar 3aru. 144J.

    SSSSSSSSS erbandingan !adzhab. 3andung, %inar 3aru. 144J

    Abu ?ahrah, Muhammad. 0shul 3iqh. 3eirut, ar Rl-ikr. t.t.

    SSSSSSSSSS, 2arikh al-!adzahib al-Islamiyyah. 3eirut, ar Rl-ikr. t.t.

    Al-Amidi, Ali bin Muhamad.Al-Ihkam i 0shul al-Ahkam. 3eirut, ar al-&utub al-Arabi, 1/J/ :.

    Al-Andalusi, Ali bin Ahmad bin :a'm.Al-Ihkam i 0shul al-Ahkam. &airo, ar al-:adits, 1/J/ :

    Al-aththan, Mana khalil. !abahits i 40lumil 5uran. Mansyurat Al-Ashr Al-Arabi. 14I0

    A. adir :asan, shul i!ih. 3angil,

  • 5/24/2018 metode-ijtihad

    19/19

    3&-3& K #3AA &R TO>OBAKO

    1. >isalah %halat ewan :isbah

    +. >isalah %haum ewan :isbah

    0. >isalah :aji ewan :isbah

    19