Upload
afifah-d-wulan-pratiwi
View
289
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
filsafat
Citation preview
ETIKA DAN FILSAFAT ILMU
“Metode – Metode Filsafat”
Di Susun Oleh :
Nama : Afifah Dyah Wulan Pratiwi
NIM : (010215A003)
Program Studi : PSIK Transfer
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam pendidikan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah saya masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Ungaran, 4 Oktober 2015
Penyusun
METODE METODE FILSAFAT
1. Metode Zeno : Reductio ad Absurdum
a. Tokoh : Zeno
b. Metode : Reductio ad Absurdum
c. Pendapat :
Zeno adalah seorang murid perminides yang termasyhur, yang terkenal
sebagi filusuf metafisika barat yang pertama. Zeno lahir di Elea pada tahun 490
SM. Ia sangat cerdas, dan kecerdasannya begitu mengagumkan banyak orang,
termasuk para penguasa, sehingga sama seperti gurunya ia memiliki pengaruh
besar dalam kehidupan politik kota Elea. Sejak usia muda, ia telah menulis
buku-buku yang terkenal, tetapi sayang semuanya hilang. Kemasyurannya bukan
hanya diakui oleh Plato, melainkan juga oleh aristoteles, murid plato yang hidup
seratus tahun sesudah zeno. Aristoteles mengatakan bahwa dialektika, selaku
cabang logika yang mempersoalkan argumentasi berdasarkan hipotesis yang
dikemukakan oleh lawan bicara, sesungguh nya ditemukan oleh zeno. Memang,
zeno dikenal sebagai seorang pemikir jenius yang berhasil mengembangkan
metode untuk menemukan kebenaran, dengan membuktikan kesalahan-
kesalahan premis lawan, yang caranya ialah mereduksikannya menjadi suatu
kontradiksi sehingga konklusinya pun menjadi mustahil (reductio ad absurdum).
Zeno sependapat dengan permenides yang mengatakan bahwa realitas
yang sesungguhnya didalam semesta ini hanya satu. Untuk mempertahankan
monisme dari serangan pluralisme, dengan metode reduktio ad absurdum Zeno
mengatakan bahwa seandainya ada banyak titik yang terdapat diantara titik A
dan B, berarti kita juga harus mengakui adanya suatu jumlah tak terbatas karena
akan senantiasa terdaat titik diantara titik-titik itu, dan demikian seterusnya. Jika
banyaknya titik itu tak terbatas, jarak yang tak terbatas antara A dan B tidak
mungkin dapat terlintasi. Akan tetapi, ternyata orang dapat berjalan dari A ke B,
dan itu berarti bahwa jarak A ke B dapat dilintasi. Jika jarak A ke B dapat
dilintasi, pastilalah jarak A ke B itu tidak terbatas. Oleh kerena itu, hipotesis
semula, yang menyatakan bahwa ada banyak titik yang terdapat diantara titik A
dan B adalah tidak benar. Jadi, jelas bahwa pluralitas itu absurd, tidak masuk
akal dan mustahil.
Parmenides juga pernah mengatakan bahwa tidak ada ruang kosong,
yang berarti bahwa yang ada tidak berada dalam ada yang lain karena yang ada
senantiasa mengisi seluruh tempat. Untuk membuktikan kata-kata gurunya itu,
Zeno mengatakan bahwa seandainya ada ruang kosong, ruang kosong itu berada
dalam ruang kosong yang lain dan ruang yang kosong itu berada dalam ruang
yang kosong pula dan dimikian seterusnya tidak terbatas. Itu berarti senantiasa
ada ruang didalam ruang. Oleh karena itu, jika dikatakan yang ada berada dalam
ada yang lain, jelaslah bahwa pernyataan itu tidak benar. Yang benar adalah
yang ada tidak berada dalam ada yang lain. Tegasnya, ruang kosong itu tidak
mungkin berada dalam ruang kosong yang lain karena yang ada itu senantiasa
mengisi seluruh tempat sehingga hipotesis yang mengatakan bahwa ruang
kosong itu ada merupakan sesuatu yang absurd.
Permanides pun pernah mengatakan bhawa jika ruang kosong itu tidak
ada, berarti bahwa gerak pun tidak ada. Ini karena jika dikatakan bahwa gerak
itu ada, berarti ruang kosong pun harus ada karena gerak hanya mungkin terjadi
apabila ada ruang kosong. Untuk membuktikan kebenaran ajaran gurunya itu,
Zeno mengemukakan empat contoh sebagai berikut:
1) Dikotomi paradoks. Zeno mengatakan bahwa apabila ada ruang kosong
yang membuat suatu jarak tertentu, sesungguhnya jarak itu tidak
terbatas. Jarak itu tak terbatas karena dapat dibagi lagi kedalam jarak-
jarak tertentu yang juga tak terbatas jumlahnya karena jarak-jarak
tertentu itu pun masih dapat dibagi lagi ke dalam titik yang tidak ada
habis-habisnya. Jika memang ada gerak, pelaku gerak yang hendak
menempuh suatu jarak terlebih dahulu harus menempuh setengah jarak
dari jarak itu sehingga ketitik-titik yang tak terbatas, sehingga tentu saja
si pelaku gerak itu tidakkan pernah sampai di garis akhir dari jarak
yanng hendak ditempuhnya. Jika demikian, sesungguhnya gerak itu
merupakan suatu yang absurd.
2) Akhilles, si juara lari. Apabila Akhilles, sijuara lari dalam mitologi
yunani, hendak bertanding lari dengan seekor kura-kura yang
ditempatkan dalam jarak tertentu di depan akhilles, kendati akhilles
dapat gerlari bagaikan kilat, ia rtidak pernah dapat menyusul, apalagi
melewati kura-kura itu. Kura-kura itu senantiasa berada didepan
Akhilles. Karena seandainya akhilles dapat mengayunkan dua puluh
langkah ketika kura-kura mengayunkan satu langkah, maka sesudah
Akhilles mengayungkan dua puluh langka, si kura-kura telah berada satu
langkah didepan Akhilles. Jikalau Akhilles terus maju dua puluh langkah
lagi, si kura-kura telah berada seperdua puluh langkah di depan Akhilles
dan demikian seterusnya sampai tak terhingga. Jadi Akhilles tidak akan
pernah dapat mengejar kura-kura itu. Dengan demikian, gerak itu
merupakan suatu yang absurd.
3) Anak panah. Apabila sebuah anak panah dilemparkan dari busurnya,
apakah anak panah itu benar bergerak? Yang terjadi ialah bahwa pada
setiap anak panah itu berada ditempat anak panah itu sedang berada. Di
setiap tempat anak panah itu berada, sesungguhnya anak panah itu
sedang berhenti dan diam di situ. Jadi, jelas bahwa setiap saat anak
panah itu berada di tempat tertentu dalam keadaan diam. Apakah
berdiamnya anak panah de setiap tempat tertentu merupakan suatu
gerak? Jika benar demikian, apa yang disebut gerak itu tidak lain
daripada rangkaian diam di tempat. Lalu, benarkah yang diam itu
bergerak? Oleh karena itu, sesungguhnya gerak merupakan sesuatu yang
absurd.
4) Benda yang bergerak bertentangan. Kondisi ini terjadi apabila dua
benda padat yang sangat kecil memiliki ukuran sama dan bergerak dalam
kecepatan sama dengan dengan arah yang saling bertentangan; di
samping itu, ada lagi benda yang sama berada dalam keadaan diam.
Kedua benda yang bergerak itu akan melewati benda yang tidak
bergerak dalam suatu unit waktu yang minimum. Kedua benda yang
bergerak itu akan saling berpapasan dalam waktu yang lebih singkat
daripada unik waktu yang minimum tersebut. Akan tetapi, kedua-duanya
merupakan unit waktu yang minimum sehingga dapat disimpulkan
bahwa yang setengah sama dengan yang satu. Oleh sebab itu gerak
adalah sesuatu yang absurd.
d. Komentar :
Metode yang dikembangkan oleh Zeno sangat berguna dalam suatu
perdebatan karena dengan metode itu ia telah memberi dasar yang kokoh bagi
argumentasi-argumentasi yang rasional dan logis. Selain itu juga metode-metode
yang di temukan oleh Zeno merupakan penemuan baru yang bisa diterapkan di
kehidupan sehari-hari.
2. Metode Sokrates : Maieutik Dialektis Kritis Induktif
a. Tokoh : Sokrates
b. Metode : Maieutik Dialektis Kritis Induktif
c. Pendapat :
Sokrates (470-399 SM) dianggap sebagai salah seorang filusuf besar
sepanjang zaman, pada kenyataannya ia tidak pernah menulis sesuatu apapun
juga sehingga tidak seorangpun dapat memaparkan pemikiran-pemikiran
Sokrates berdasarkan hasil karya tulisannya sendiri Sokrates hanya dikenal lewat
berbagai karya tulis murid-muridnya, yakni Aristophanes, Xenophon, Plato dan
karya tulis murid Plato, Aristoteles. Ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan
Sokrates yang ditampilkan oleh keempat orang itupun tak begitu jelas dan begitu
lengkap.
Ada beberapa ahli yang menekankan bahwa tulisan-tulisan Xenophon
tentang sokrates dapat dijadikan sumber informasi utama, namun ada juga yang
mengatakan bahwa tulisan-tulisan plato dan Aristoteles adalah sumber utama
yang paling dapat diandalkan untuk mengenal sokrates. Saat ini, pada umumnya
para ahli menggunakan keempat sumber yang tersedia itu, namun ada
kesepakatan bersama yang menunjukan bahwa pemikaran-pemikiran Sokrates
hampir lengkap ditemukan lewat berbagai karya tulis plato, teristimewa dalam
dialog-dialog yang pertama, yang disebut sebagai dialog-dialog sokratik. Dari
dialog-dialog tersebut memang harus diakui bahwa betapa sulitnya membedakan
mana yang merupakan gagasan pemikiran sokrates yang murni dan mana yang
merupakan gagasan dan pemikiran Plato. Yang jelas adalah plato, yang begitu
mengaguimi sokrates, hendak mengabadikan gurunya itu lewat dialog-
dialognya, sehingga lewat dialog-dialognya ynag pertama Plato berupaya
menampilkan Sokrates. Baru kemudian dalam dialog-dialog yang ditulisnya usia
lebih lanjut, Plato mulai mengembangkan pemikiran dan gagasannya sendiri.
Lewat berbagai karya tulis Plato, yang terlihat jelas ialah bahwa
pemikiran-pemikiran Sokrates terpusat pada manusia. Dengan kata lain, manusia
menjadi titik perhatian paling utama dalam filsafat sokrates. Sambil
menempatkan manusia di pusat perhatian filsafatnya, Sokratres berangkat dari
kehidupan sehari-hari yang konkrit. Sokrates menolak subjektivisme dan
relativisme dari kaum sofis yang menyebabkan timbulnya skeptisisme. Bagi
Sokrates, kebenaran objektif yang hendaknya dicapai bukanlah semata-mata
untuk membangun suatu ilmu pengetahuan terotis yang abstrak, tetapi justru
untuk meraih kebijakan karena, menurut sokrates, filsafat adalah upaya untuk
mencapai kebijakan. Kebijakan itu harus tampak lewat perilaku manusia yang
pantas, yang baik dan terpuji. Kebijakan mengantar manusia ke gerbang
kebahagian sejati. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa siapa mengetahui dan
oleh sebab itu memiliki kebenaran objektif dan bertingkah laku sesuai dengan
kebenaran objektif itu, merekalah yang dapat mencapai kebenaran
sesungguhnya.
Untuk mencapai kebenaran objektif itu, sokrates menggunakan suatu
metode yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang amat erat digenggamnya.
Sokrates begitu yakin bahwa pengetahuan akan kebenaran objektif itu tersimpan
dalam jiwa setiap orang sejak masa praeksistensinya. Karena itu, Sokrates tidak
pernah mengajar tentang kebenaran itu, melainkan berupaya menolong untuk
mengungkapkan apa yang memang ada dan tersimpam di dalam jiwa seseorang.
Sokrates mengatakan bahwa seperti apa yang dilakukan oleh ibunya,yang sering
menolong orang melahirkan ( ibunya seorang bidang ), demikianlah pula yang
dilakukannya. Ia menolong orang untuk “melahirkan” pengetahuan kebenaran
yang dikandung oleh jiwanya. Sokrates merasa terpanggil untuk melakukan
tugas yang mirip dengan tugas ibunya itu, maka cara yang digunakannya pun
disebutnya maieutika tekhne (teknik kebidanan).
Sokrates memperaktekan teknik kebidanan itu lewat percakapan.
Sokrates senantiasa menggunakan setiap kesempatan untuk berdialog dengan
siapa saja yang berjumpa dengan dia. Lewat percakapan demikian itulah ia
melihat dengan jelas adanya kebenaran-kebenaran individual yang ternyata
bersipat universal. Dengan demikian, ia telah memperkokoh dasar berfikir
induktif yang kemudian akan kembangkan oleh para pemikir lainnya.
Dalam dialog-dialog yang dilakukannya, Sokrates melibatkan diri secara
aktif dengan menggunakan argumentasi rasional yang didukung oleh analisis
yang cermat tentang apa saja, dalam menunjukian perbedaan, pertentangan,
penolakan, menyaring, membersihkan, serta menjelaskan keyakinan dan
pendapat demi lahirnya kebenaran objektif. Lewat dialog-dialog kritis serupa
itulah, Sokrates berupaya mengiring orang untuk menemukan kebenaran yang
sesungguhnya.
Karena sokrates selalu mengajak orang untuk bercakap-cakap. Metode
yang digunaknnya itu disebut metode dialektik. Istilah dialektika berasal dari
kata kerja yunani dialegesthai, yang berarti bercakap-cakap. Kata dialektik
sdalam ungkapan metode dialektik Sokrates memiliki arti yang sangat dekat
dengan arti harfiah kata yunani tersebut. Ada pula yang menyebut metode
dialektik sebagai metode intorogasi (interrogation method). Kendati metode
dialektik bukanlah ciptaan sokrates, dapat dikatakan Sokrates yang
memperaktekan dan mengembangkan metode tersebut dengan baik.
d. Komentar :
Saya setuju cara dia berfilsafat dengan mengejar satu definisi absolut atas
satu permasalahan melalui satu dialektika. Pengejaran pengetahuan hakiki
melalui penalaran dialektis menjadi pembuka jalan bagi para filsuf selanjutnya.
Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia juga dikatakan
sebagai jasa dari Sokrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah
sebelumnya dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran
tentang manusia ini menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan
epistemologis di kemudian hari.
3. Metode Plato : Deduktif Spekulatif Transendental
a. Tokoh : Palto
b. Metode : deduktif spekulatif transcendental
c. Pendapat :
Sebenarnya dapat dikatakan bahwa metode Soktares adalah juga metode
Plato. Akan tetapi, cukup banyak ahli yang menganggap bahwa Plato jauh
melampaui Sokrates dalam filsafat. Memang, Plato ingin mengabdikan gagasan
dan pemikiran gurunya yang amat dikasihinya, tetapi tidak berarti bahwa Plato
tidak memiliki gagasan dan pemikiran yang orosinil. Bahkan, ada yang
menganggap bahwa Plato meminjam nama Soktares untuk mengabadikan
gagasan dan pemikiranya sendiri. Yang pasti, Sokrates adalah Sokrates dan Plato
adalah Plato.
Jika Soktates memusatkan perhatiannya pada persoalan manusia,
Khususnya masalah-masalah etis, Plato memusatkan perhatiannya pada bidang
yang amat luas, yaitu mencakup seluruh ilmu pengetahuan. Dari berbagai ilmu
pengetahuan yang diminatinya itu, eksaktalah yang memeperoleh tempat yang
istinewa. Kaena itu tidak heranlah apabila Plato ikut serta dalam menetapkan
dasar bagi penalaran deduktif yang terlihat jelas lewat argumentasi-argumentasi
deduktif yang amat cermat dan sistematis.
Pada umumya para ahli membagi dialog-dialog Plato kedalam tiga
periode:
1) Priode dialog-dialog awal, disebut juga sebagi peride
penyelidikan (inquiri);
2) Priode dialog-dialog pertengahan, disebut juga sebagai prode
spekulasi/pemikiran(speculation)
3) priode dialog-dialog akhir, disebut juga sebagai prode kritisisme,
penilaian, dan aplikasi (critisem, apparasial, and application).
Dalam dialog-dialog awal, khususnya Hippias, Gorgias, Protagoras,
Euthydemus, Meno, minor dan Cleitophon, Plato menyanggah para sofis yang
menolak spekulasi, sains, teori etika dan tradisi.
Dalam dialog-dialog pertengahan terlihat berkembang suatu filsafat
sistematis. Hasil-hasil pemikiran yang begitu abstrak melahirkan teori-teori
yangdituangkan kedalam enam tema pokok, yaitu:
1) Teori tentang bentuk-bentuk ( the theory of forms ), yang dikenal juga
sebagai teori tentang ide-ide;
2) Sifat cinta ( The nature of Love )
3) Metode Dialektika ( The methode of Dialectic );
4) Bentuk atau ide tentang Kebaikan ( The form of Good )
5) Sifat jiwa ( The Nature of saul );
6) Masyarakat Ideal ( The Ideal society ).
Memperhatikan keenam teori tersebut diatas, tepatlah apabila dikatakan
bahwa periode dialog-dialog pertengahan disebut sebagai periode spekulasi.
Adapun dialog dialog pada periode akhir merupakan suatu upaya untuk
mengaplikasikan secara rinci sistem spekulatif yang agung itu (detailed
aplication of the great speculative system).
Inti dan dasar seluruh filsafat Plato ialah ajaran tentang ide-ide. Plato
percaya bahwa ide yang terungkap oleh pikiran lebih nyata daripada objek-objek
material yang terlihat oleh mata. Keberadaan bunga, pohon, burung, manusia,
dan sebagainya bisa berubah-ubah dan akan berakhir. Adapun ide tentang bunga,
pohon, burung dan manusia tidak akan berubah dan kekal adanya. Karena itu,
hanya ide yang merupakan realitas yang sesungguhnya dan abadi. Dunia indrawi
adalah suatu realitas yang tidak tetap dan berubah-ubah, dan ituylah yang
dihadapi manusia. Adapun dunia ide suatu realitas yang tidak bisa dilihat, dirasa,
dan didengar, dunia yang benar-benar objektif dan diluar pengalaman manusia.
Apa yang disebut pengetahuan sebenarnya hanya merupakan ingatan terhadap
apa yang telah diketahuinya di dunia ide konon sebelum berada di dunia
indrawi, manusia pernah berdiam di dunia ide. Jelas bahwa dunia ide itu berada
diluar pengalaman manusia di dunia, mengatasi realitas yang tampak, dan
keberadaannya terlepas dari dunia indrawi. Karena itu, sistem permikiran Plato
bersifat transendental. Karena itu pula, secara menyeluruh dapat dikatakan
metode filsafat Plato adalah metode deduktif spekulatif transendental.
d. Komentar :
Dengan pandangan plato tersebut menjadi acuan dan referensi
perkembangan tentang filsafat ilmu hingga kini. Dengan teori dan pandangannya
maka kita bisa mempelajari dan mengembangkan agar bermanfaat bagi
kehidupan yang akan dating.
4. Metode Aristoteles : Silogistis Deduktif
a. Tokoh : Aristoteles
b. Metode : Silogistis Deduktif
c. Pendapat :
Aristoteles (384-322 SM) mengatakan bahwa ada dua metode yang dapat
digunakan untuk menarik kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan
kebenaran baru. Kedua metode ini disebut metode induktif dan deduktif. Induksi
(epagogi) ialah cara menarik konklusi yang bersifat umum dari hal-hal yang
khusus. Adapun deduksi (apodiktik) ialah cara menarik konklusi berdasarkan
dua kebenaran yang pasti dan tidak diragukan, yang bertolak dari sifat umum ke
khusus. Indsuksi berangkat dari pengamatan dan pengetahuan indrawi yang
berdasarkan pengalaman, sedangkan deduksi sebaliknya terlepas dari
pengamatan dan pengetahuan indrawi yang berdasarkanpengalaman itu.
Sebenarnya Aristoteles menerima baik induksi maupun deduksi, akan
tetapi dikenal sebagi filusuf barat pertama yang secara rinci dan sistematis
mneyusun ketentuan-ketentuan dalam penalaran deduktif. Ia senantiasa
dihubungkan dengan pengalaman deduktif.
Baik induksi maupun deduksi di paparkan oleh aristoteles di dalam
logika. Tidak dapat disangkal bahwa logika adalah salah satu karya filsafati
besar yang dihasilkan oleh Aristoteles, yang menyebabkan ia sering disebut
sebagai pelopor, penemu, atau bapak logika kendati itu tidak berarti sebelum
Aristoteles belum ada logika.
Sebenarnya istilah logika tidak pernah digunakan oleh Aristoteles. Untuk
meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi-proposisi yang
benar, dipakainya istilah analitika. Asapun untuk untuk meneliuti berbagai
argumentasi-argumenatsi yang bertolak dari dari proposisi-proposisi yang
diragukan kebenarannya, dipakainya istilah dialektika. Logika sebagaimana
dalam arti yang kita kenal sekarang mulai digunakan oleh Alexander
Aphodisisas pada awal abad ke-3 SM.
Inti logika adalah siligisme, dan silogisme sebagai suatu alat dan
mekanisme penalaran untuk menarik konklusi yang benar berdasarkan premis-
premis yang benar adalah suatu bentuk formal dan penalaran deduktif. Bagi
Aristoteles, deduksi merupakan metode terbaik untuk memperoleh konklusi
demi meraih pengetahuan dan kebenaran baru. Itulah sebabnya mengapa metode
Aristoteles disebut metode silogistis deduktif.
Silogisme adalah penemuan Aristoteles yang murni dan terbesarb dalam
logika. Aristoteles tidak menggunakan silogisme semata-mata untuk menyusun
argumentasi-argumentasi bagi suatu perdebatan, namun terutama sebagai
metode dasar bagi pengembangan suatu bidang ilmu pengetahuan. Karena itu,
Aristoteles tidak memasukkan logika keda;lam salah satu kelomok dari ketiga
kelompokmenurut pembagian ilmu pengetahuan yang disusunnya.
Silogisme sebagai suatu bentuk formal dari deduksi, terdiri atas tiga
proposisi. Proposisi pertama dan proposisi kedua disebut sebagai premis,
sedangkan proposisi ketiga disebut sebagai konklusi yang ditarik dari proposisi
pertama dengan bantuan proposisi kedua. Jadi setiap silogisme terdiri atas dua
premis dan satu konklusi. Tiap-tiap proposisi itu harus memiliki dua term. Jadi
setiap silogisme harus memiliki enam term. Akan tetapi, dalam setiap terma
dalam suatu silogisme senantiasa disebut dua kali, sebenarnya dalam setiap
silogisme hanya terdap tiga term. Apabila proposisi yang ketiga, yaitu proposisi
yang disebut konklusi, diperhatikan dengan seksama, pada proposisi ketiga itu
terdapat dua term dari ketiga term yang disebut tadi. Yang menjadi subjek
konklusi disebut term minor, dan yang menjadi predikat konklusi disebut term
mayor. Term yang terdapat pad kedua proposisi disebut terma tengah (terminus
medius).
Berikut ini contoh silogisme:
1) Semua anjing adalah hewan berkaki empat.
2) Si hitam adalah seekor anjing.
3) Si hitam adalah hewan berkaki empat.
Pola kerja yang ditempuh dalam penalaran silogistis-deduktif adalah
sebagi berikut. Pertama-tama, ditetapkan suatu kebenaran universal dan
kemudian menjabarkannya pada hal-hal yang khusus. Dengan kata lain,
sesudahsuatu ketentuan umum yang ditetapkan, barulah kemudian berdasarkan
ketentuan umum itu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus atas kasus tertentu.
Immanuel kant mengatakan bahwa logika yang diciptakan oleh
Aristoteles sejak semula sudah begitu sempurna sehiongga tidak mungkin
bertambah sedikit pun. Kendati demikian, perlu juga diperhatikan kecaman
betrand Russell yang mengatakan:
“Aristoteles bersikeras mengatakan bahwa wanita mempunyai gigi yang
lerbih sedikit daripada pria, padahal kendati dia pernah dua kali kawin, tidak
pernah terlintas dibenaknya untuk menguji pendapatnya dengan meneliti mulut-
mulut istrinya itu.”
Tentu saja itu tidak berarti mengecilkan jasa Aristoteles yang harus
diakui memang luar biasa bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
d. Komentar :
Menurut pendapat saya, apa yang dijelaskan oleh Aristoteles lebih
realistis karena ia menekankan pada bukti fakta, hal yang konkret atau nyata.
Selain itu ide lahir dari pengamatan yang dilakukan oleh manusia sendiri. Ide
tentang bentuk kursi muncul ketika manusia melakukan pengamatan dan
menyimpulkan seperti apa bentuk kursi itu. Realita menurut Aristoteles adalah
apa yang tertangkap oleh indra dan inilah yang mewakili bentuk sebenarnya.
Akal tidak mengandung ide bawaan, tetapi akal lah yang mengabstrasikan ide
dalam benda yang ditangkap oleh panca indra. Cara berpikir ilmiah itu selaras
dengan metode logia, sebab logika tidak lain dari berpikir secara teratur menurut
urutan yang tepat atau berdasarkan hubungan sebab akibat.
5. Metode Plotinos : Kontemplatif Mistis
a. Tokoh : Plotinos
b. Metode : Kontemplatif mistis
c. Pendapat :
Platinos (205-270) yang berumur 65 tahun adalah seorang filsuf
Neoplatonis. Bahkan, sesungguhnya Plotinoslah yang mendirikan neoplatonisme
dan sekaligus merupakan tokoh pemikir neoplatonisme yang terbesar. Plotinos
lahir di Mesir sejak tahun 231 sampai 242 belajar filsafat pada Ammonius
Sakkas. Kemudian pada tahun 245 Plotinus mulai mengajar filsafat di Roma
sampai pada tahun 268. Karya-karyanya ditulis sejak tahun 253 sampai 270,
yang meliputi semua cabang filsafat kecuali politik. Karya-karya tulisnya itu
kemudian diterbitkan oleh muridnya, Porphyrios, yang menyusunnya menjadi
enam buah buku, dan setiap buku terdiri dari sembilan bab. Oleh sebab itu
bentuk yang digunakan Porphyrios untuk menerbitkan karya tulis
gurunya disebut Enneades (enna = 9).
Filsafat Plotinos didasarkan pada ajaran Plato, khususnya mengenai
ide kebaikan selaku ide yang tertinggi dalam dunia ide Plato, yang juga menjadi
sumber dan dasar segala ide yang lain. Karena Plotinos menggunakan istilah-
istilah dan mengembangkan dasar-dasar pemikiran Plato, filsafat Plotinos
disebut neoplatonisme. Akan tetapi, tidak berarti Platinos hanya mengenal
filsafat Plato. Platinos telah mempelajari seluruh filsafat yang sudah ada dan
yang sedang berkembang pada masa itu, dan bahkan sesungguhnya filsafat
Platinos merupakan sintesis dari semua filsafat yang mendahuluinya kendati
memang terlihat dengan jelas bahwa pengaruh Platonisme sangat dominan.
Ide kebaikan atau yang sangat baik, selaku ide tertinggi bagi Plato, oleh
Platinos disebut to hen (yang esa/the one). Yang esa itu adalah yang
awal atau yang pertama, yang palingbaik, yang paling tinggi, dan yang kekal.
Yang esa itu tidak dapat dikenal oleh manusia karena ia tidak dapat
dibandingkan atau disamakan dengan apapun juga. Yang esa itu adalah pusat
daya dan pusat kekuatan. Seluruh realitas berasal dari pusat itu lewat suatu
proses mengalir keluar atau pencaran. Proses mengalir keluar atau pancaran itu
disebut emanasi. To hen itu bagaikan matahari yang memancarkan sinarnya,
dan pemancaran sinar itulah yang serupa dengan proses emanasi. Kendati telah
terjadi proses emanasi, yang esa itu tidak pernah berkurang atau berubah. Yang
esa itu tidak pernah terpengaruh oleh proses emanasi.
Menurut Platinos, dalam proses emanasi, yang pertama mengalir keluar
dari yang esa itu ialah –nous. Nous sangat sulit diterjemahkan. Ada yang
menerjemahkannya dengan budi, ada pula yang menyebutnya dengan akal, dan
ada pula yang menyebutnya roh. Nous itu berada paling dekat dengan to hen.
Nous merupakan gambaran atau bayang-bayang dari to hen.
Kemudian dari nous mengalir keluar sesuatu yang oleh Platinos
disebut psykhe atau jiwa. Psykhe merupakan sesuatu yang memiliki tingkatan
lebih rendah dari nous. Psykhe berada di perbatasan antaranous dan materi.
Oleh sebab itu dapat juga dikatakan bahwa psykhe merupakan
penghubung antara nous yang terang dengan materi yang gelap, atau
penghubung roh dan materi sehingga dapat dikatakan pula
bahwa psykhe adalah penghubung dan penggabung antara yang
rohani dengan yang jasmani.
Psykhe kemudian disusul oleh me on (materi/zat) sebagai pengaliran
lingkaran ketiga. Akan tetapi, menurut Platinos, me on itu hanya merupakan
suatu potensi atau suatu kemungkinan bagi perwujudan suatu keberadaan dalam
suatu bentuk. Kemudian psykhe manusia bertemu dengan materi,lalu melahirkan
suatu tubuh, yang pada hakikatnya berlawanan dengan nous dan dengan to hen.
Tentu saja hal itu merupakan penyimpangan dari yang semestinya.
Penyimpangan dari yang semestinya itu berarti penyimpangan dari kebenaran.
Untuk mencapai kebenaran, manusia harus kembali kepada to hen dan menyatu
dengannya. Itulah yang harus menjadi tujuan hidup manusia. Jika oleh proses
emanasi, manusia meninggalkan terang yang mutlak dan masuk ke
dalam kegelapan yang mutlak, maka untuk mencapai kebenaran manusia harus
menempuh jalan sebaliknya. Yaitu meninggalkan kegelapan yang mutlak, lalu
berjalan menuju terang yang mutlak.
Bagi Plotinos, kesatuan mistis dengan to hen merupakan kebenaran
sejati. Agar kesatuan mistis itu dapat terwujud, manusia harus berani berfikir
tanpa berorientasi pada hal-hal indrawi yang merupakan penghambat dalam
upaya pembebasan dari ketertarikan dengan materi yang gelap. Lewat
kontemplasi, tercapainya kesatuan mistis dengan to hen.
Filsafat Plotinos merupakan suatu sistem yang hendak menjelaskan asal
mula dan tujuan seluruh realitas, termasuk manusia. Oleh sebab itu, filsafatnya
bukan hanya merupakan suatu doktrin, melainkan juga merupakan suatu way of
life. Filsafat Plotinos merupakan jalan pembebasan dari keterikatan dengan
materi yang merupakan penyimpangan dari kebenaran, menuju kesatuan mistis
dengan to hen yang adalah kebaikan dan kebenaran mutlak, lewat kontemplasi.
Karena itu, metode Plotinos disebut metode kontemplatif mistis.
d. Komentar :
Menurut saya pendapat Plotinus benar karena manusia harusnya
mencapai kebenaran dengan meninggalkan kegelapan yang mutlak, lalu berjalan
menuju terang yang mutlak.
6. Metode Descartes : Skeptis
a. Tokoh : Descartes
b. Metode : skeptic
c. Pendapat :
Satu hal yang membuat Descartes sangat terkenal adalah bagaimana dia
menciptakan satu metode yang betulbetul baru didalam berfilsafat yang
kemudian dia beri nama metode keraguan atau kalau dalam bahasa aslinya
dikatakan sebagai Le Doubte Methodique. Berdasarkan metode ini, berfilsafat
menurut Descartes adalah membuat pertanyaan metafisis untuk kemudian
menemukan jawabannya dengan sebuah fundamen yang pasti, sebagaimana
pastinya jawaban didalam matematika.
Keraguan sendiri adalah keadaan seimbang antara penegasan (affirmasi)
dan pengingkaran (negasi). Dalam kehidupan seharihari, keraguan lebih sering
ditemui saat kita akan mengambil sebuah keputusan. Walaupun praktik yang
dilakukan filsuf dengan kita berbeda namun pengambilan keputusan itu pada
dasarnya berada pada level yang sama sebagai suatu jalan dalam menemukan
kebenarankebenaran sebuah putusan.
Meragukan sesuatu adalah berpikir tentang sesuatu, dengan demikian
bisa dikatakan bahwa kepastian akan eksistensi kita bisa dicapai dengan
berpikir. Descartes kemudian mengatakan cogito ergo sum atau kalau dalam
bahasa aslinya dikatakan Je pense donc je suis yang artinya adalah aku berpikir
maka aku ada.
Dengan metode keraguan ini, Descartes ingin mengokohkan kepastian
akan kebenaran, yaitu “cogito” atau kesadaran diri. Cogito adalah sebuah
kebenaran dan kepastian yang sudah tidak tergoyahkan lagi karena dipahami
sebagai hal yang sudah jelas dan terpilahpilah ( claire et distincte).
Metode Keraguan (Skeptisisme) berawal dari pemikiran bahwa untuk
menemukan basis yang kuat bagi filsafat, ia meragukan (skeptis) terlebih dulu
terhadap segala seuatu yang dapat diragukan. Mulamula ia meragukan semua
yang dapat diindera, obyek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Inilah
langkah pertama metode skeptis terebut. Dia meragukan adanya badannya
sendiri, keraguan itu menjadi mungkin karena pada pengalaman mimpi,
halusinasi, ilusi, dan juga pada pengalaman dengan roh halus ada yang
sebenarnya tidak jelas. Di dalam mimpi seolaholah seseorang mengalami
sesuatu yang sungguhsungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi. Jika orang
ragu terhadap segala sesuatu, maka dalam keraguraguan itu jelas ia ada sedang
berfikir. Sebab yang sedang berfkir itu tentu ada dan jelas terang benderang
“Corgito Ergo Sum” (saya berfikir, maka jelaslah saya ada).
Metode keraguan Descartes bukanlah tujuannya. Tujuan metode ini
bukanlah untuk mempertahankan keraguan, sebaliknya metode ini bergerak dari
keraguan menuju kepastian. Keraguan Descartes hanya digunakan untuk
menjelaskan perbedaan sesuatu yang dapat diragukan dari sesuatu yang tidak
dapat diragukan.
Lebih lanjut descartes mengatakan bahwa sumber kebenaran ialah rasio.
Hanya rasio sajalah yang dapat membawa seseorang kepada kebenaran, yang
benar hanyalah tindakan akal yang terang benderang yang disebutnya Ideas,
Claires at Distinctes (pemikiran yang terang benderang dan terpilahpilah). Idea
terang benderang ini pemberian Tuhan sebelum dlahirkan Idea innatal = ide
bawaan).
Descartes mengembangkan metode filsafat keraguan ini dengan tahap-
tahap rinci yang bisa kita lewati. Oleh karena itu, metode yang dikembangkan
oleh Descartes ini biasa disebut juga sebagai skeptikmetodik, artinya keraguan
yang didasarkan atas suatu metode sistematis untuk sampai pada kebenaran.
Metode itu dimulai melalui beberapa tahapan, diantaranya: 1. mulai meragukan
segala sesuatu yang selama ini diterima sebagai suatu kebenaran; 2.
mengklasifikasikan persoalan dari hal yang sederhana hingga hal yang rumit; 3.
melakukan pemecahan masalah dari hal yang rumit hingga hal yang paling
rumit; dan 4. memeriksa kembali secara menyeluruh barangkali masih ada hal-
hal yang masih tersisa atau terabaikan.
d. Komentar :
Berdasarkan metode yang dikemukakan oleh Descartes member kita
sebuah pelajaran bahwa metode ini bergerak dari keraguan menuju kepastian.
Keraguan hanya digunakan untuk menjelaskan perbedaan sesuatu yang dapat
diragukan dari sesuatu yang tidak dapat diragukan.
7. Metode Bacon : Induktif
a. Tokoh : Bacon
b. Metode : induktif
c. Pendapat :
Secara umum induksi dijelaskan sebagai proses berpikir di mana orang
berjalan dari yang kurang universal menuju yang lebih universal, atau secara
lebih ketat lagi dari yang individual/ partikular menuju ke yang umum/
universal. Induksi bisa mengantarkan manusia pada tingkatan inderawi dan
individual menuju ke tingkatan intelektual dan universal.
Dalam segala bentuknya yang lebih khusus induksi merupakan persoalan
generalisasi empiris, yakni kita berargumen bahwa karena sesuatu telah terbukti
benar dalam sejumlah kasus yang diamati, besar kemungkinan yang diperoleh
tidak bersifat pasti (kecuali dalam kasus-kasus khusus), tapi bisa menjadi sangat
besar kemungkinannya dan seluruh prediksi rasional kita mengenai masa depan
tergantung pada referensi ini. Pengambilan kesimpulan dengan induksi sudah
pasti tidak sekedar masalah empiris karena kita menggunakannya untuk
menyimpulkan apa yang belum kita amati.
Merujuk pada pernyataan David Hume bahwa argumentasi yang bersifat
induktif bersandar pada suatu keaneka ragaman, kebiasaan dan pengalaman, hal
ini sesuai dengan apa yang menjadi stressing point Francis Bacon dengan
menekankan aspek eksperimen sebagai hal penting untuk menaklukan alam
dengan rahasianya (to torture nature for her secrets). Dalam hal ini Bacon
menyebutnya sebagai komposisi sejarah alamiah dan eksperimental (the
composition of a natural anda experimental history). Menurutnya, eksperimen
sangat penting karena jika kita dengan sederhana mengamati tentang apa-apa
yang terjadi di sekitar kita, maka kita dibatasi dalam data- data yang kita
kumpulkan; ketika kita menampilkan sebuah percobaan kita mengendalikan
keadaan pengamatan sejauh mungkin dan memanipulasi keadaan dari percobaan
untuk melihat apa yang terjadi dalam lingkungan-lingkungan di mana hal
sebaliknya tidak pernah terjadi. Eksperimen memungkinkan kita untuk
menanyakan “apa yang terjadi jika …?”. Bacon menyatakan bahwa dengan
mengadakan percobaan-percobaan kita mampu menaklukan alam dan
rahasianya. Satu hal yang terpenting adalah bahwa ‘banyak hal-hal’ yang
terpelihara/ terjaga. Jadi, apa yang orang-orang perlu pelajari dari alam ini ialah
bagaimana menggunakannya secara penuh untuk mendominasi dengan
keseluruhan alam tersebut dan juga atas orang lain.
Berdasarkan pemikirannya tersebut, Bacon merumuskan dasar-dasar
berpikir induktif modern. Menurutnya, metode induksi yang tepat adalah induksi
yang bertitik pangkal pada pemeriksaan yang diteliti dan telaten mengenai
data-data partikular, yang pada tahap selanjutnya rasio dapat bergerak maju
menuju penafsiran terhadap alam (interpretatio natura). Untuk mencari dan
menemukan kebenaran dengan metode induksi, Bacon mengemukakan ada dua
cara yang harus dilakukan, yaitu:
1) Rasio yang digunakan harus mengacu pada pengamatan inderawi yang
partikular, kemudian mengungkapnya secara umum.
2) Rasio yang berpangkal pada pengamatan inderawi yang partikular digunakan
untuk merumuskan ungkapan umum yang terdekat dan masih dalam
jangkauan pengamatan itu sendiri, kemudian secara bertahap mengungkap
yang lebih umum di luar pengamatan.
Dalam filsafat Whitehead induksi bukanlah proses menarik
hukum-hukum dari observasi yang diulang-ulang tetapi dengan cara membuat
dugaan tentang ayat-ayat masa depan yang didasarkan pada sifat-sifat masa
lampau dari benda-benda yang diobservasi. Maka hal ini melibatkan imajinasi
dan akal. Menurutnya, generalisasi ide harus sampai pada suatu sistem ide yang
koheren, logis dan niscaya. Untuk menghindari penggunaan metode induksi
yang keliru, Bacon menyarankan agar menghindari empat macam idola atau
rintangan dalam berpikir, yaitu:
1) Idola tribus (bangsa) yaitu prasangka yang dihasilkan oleh pesona atas
keajekan tatanan alamiah sehingga seringkali orang tidak mampu
memandang alam secara obyektif. Idola ini menawan pikiran orang banyak,
sehingga menjadi prasangka yang kolektif.
2) Idola cave (cave/specus = gua), maksudnya pengalaman dan minat pribadi
kita sendiri mengarahkan cara kita melihat dunia, sehingga dunia obyektif
dikaburkan.
3) Idola fora (forum = pasar) adalah yang paling berbahaya. Acuannya adalah
pendapat orang yang diterimanya begitu saja sehingga mengarahkan
keyakinan dan penilaiannya yang tidak teruji.
4) Idola theatra (theatra = panggung). Dengan konsep ini, sistem filsafat
tradisional adalah kenyataan subyektif dari para filosofnya. Sistem ini
dipentaskan, lalu tamat seperti sebuah teater.
d. Komentar :
Dengan memahami metode pendekatan Induktif Bacon, kita bisa belajar
untuk memulai dengan bagian-bagian yang bisa diamati dan kemudian berpikir
ke dalam pernyataan-pernyataan umum ataupun hukum-hukum, karena induksi
tersebut menuntut verifikasi bagian-bagian spesifik sebelum sebuah keputusan
dibuat.
8. Metode Eksistensialisme : Eksistensial
a. Tokoh : Soran Kierkegaar
b. Metode : eksistensial
c. Pendapat :
Kierkegaar dilahirkan pada tanggal 5 mei 1813 dan wafat pada tanggal
18 november 1855. Ia memperkenalkan istilah “Kristensi” dalam suatu arti yang
mempunyai peranbesar pada abad ke 20. Hanya manusia yang mampu
bereksistensi. menurut Kierkegaar filsafat harus mengutamakan manusia
individual.
Kehidupan secara konkret berarti kehidupanku. Kebenaran yang konkret
berarti kebenaran bagi saya. Pengaruh kierkegaar belum tampak ketika Ia masih
hidup, bahkan bertahun tahun namanya tidak dikenal orang di luar negerinya.
Karena sebagian karyanya ditulis dalam bahasa Denmark. Barulah pada akhir
abad ke19 karya-karya kierkegaar diterjemahkan kedalam bahasa Jerman.
Karyanya menjadi sumber yang sangat penting sekali untuk filsafat abad ke20,
yang di sebut eksistensialisme. Karenanya sering disebut bahwa Kierkegaar
adalah bapak filsafat eksistensialisme. Tetapi anehnya eksistensialiseme abad
ke20 tidak jarang beraliran ateis padahal kiergar seorang penganut Kristen.
Sebagai bapak Eksistensialisme pandangan filsof kierkegaar tentunya
banyak membahas manusia, khususnya eksistensinya. Beberapa poin penting
dalam filsafatnya:
1) Individu tidak di tetapkan pada ketiadaan, melainkan di hadapan Tuhan
2) Dia menganggap Hegelianisme sebagai ancaman besar untuk individu, untik
manusia selaku persona
3) Yang harus di persoalkan terutama subjektifitas dari kebenaran, yaitu
bagaimana kebenaran dapat menjelma dalam kehidupan individu. Kebenaran
objektif termasuk agama, harus mendarah daging dalam individu.
4) Yang terpenting ialah bahwa aku mwmahami diriku sendiri bahwa ku lihat
dengan jelas apa yang Tuhan kehendaki sungguhsungguh agar aku perbuat.
5) Dia membedakan manusia dalam stadium estetis, etis, dan religius.
6) Kebosanan, kekurangsensngan kecemasan dapat memimpin seseorang
kearah stadium etis
7) Manusia bisa merasa dirinya kecil dan tidak berdaya sambil mendambakan
tapangan serta bantuan Tuhan.
Hal yang paling menonjol dari kierkegaar adalah bahwa dia
membedakan batasbatas antara fikiran dan ratio. Bapak eksistensialisme ini
secara langsung mempertimbangkan Catigo cartesian tersebut. Jika ‘Aku’ dalam
kaidah itu, menunjikkan pada manusia dalam kaidah maujud personal, ini tidak
membuktikan suate apa pun, ”jika ‘Aku berfikir adakah geranganaku ini
sungguh Aku.
d. Komentar :
Saya setuju dengan pendapat Soran Kierkegaar karena manusia
merupakan individu yang hidup sendiri dan merupakan satu kesatuan dengan
lingkungan dan habitatnya secara keseluruhan. Manusia (individu) tidak
mempunyai eksistensi yang dipisahkan dari dunianya dan dunia tidak mungkin
ada tanpa ada individu yang memaknakannya.
9. Metode Fenomenologi : Fenomenologis
a. Tokoh : Edmund Husserl
b. Metode : Fenomenologi
c. Pendapat :
Edmund Husserl (1859-1938) mengembangkan metode fenomenologis
dalam filsafat. Menurut Husserl dalam usaha kita mencapai hakekat –pengertian
dalam aslinya- harus melalui proses reduksi. Reduksi adalah proses pembersihan
atau penyaringan dimana objek harus disaring dari beberapa hal tambahannya.
Obyek penyelidikan adalah fenomena. Dan yang kita cari adalah kekhasan
hakekat yang berlaku bagi masing-masing fenomena.
Fenomena adalah yang menampak. Yaitu data sejauh disadari dan sejauh
masuk dalam pemahaman. Obyek justru dalam relasi dengan kesadaran. Jadi
fenomena adalah yang menampakkan diri menurut adanya didalam diri manusia.
Fenomenologis mengadakan refleksi mengenai pengalaman langsung.
Melakukan penerobosan untuk mencari pengertian sebenarnya atau yang hakiki.
Kita harus menerobs gejala-gejalanya yang menampakkan diri sampai pada
hakekat obyek. Jalan yang ditempuh adalah reduksi yang menurut Husserl ada
tiga macam :
1) Reduksi fenomenologis, kita berupaya untuk mendapatkan fenomen dalam
bentuk semurni-murninya. Cara yang ditempuh adalah dengan jalan
menyaring pengalaman-pengalaman kita. Obyek kita selidiki sejauh kita
sadari. Kita pandang obyek menurut hubungannya dengan kesadaran.
Mengenai fakta-fakta kita tidak melakukan refleksi. Dalam proses ini ada
segi-sehi yang sementara kita singkirkan. Ditempatkan diantara tanda
kurung. Atau menurut istilah yang menurut Husserl –Einklamerung-. Segi-
segi yang sementara disingkirkan ini adalah: pandangan adat, agama,
pandangan umum dan ilmu pengetahuan. Kalau langkah-langkah tersebut
berhasil kita akan bisa mengenal gejala dalam dirinya sendiri atau yang
disebut fenomen.
2) Reduksi eidetis atau penilaian. Dalam proses ini kita akan melihat hakekat
sesuatu atau pengertian sejatinya. Semua gejala kita tinjau lagi untuk
membedakan mana yang intisari dan mana yang tidak. Yang kitacari adalah
hakekat fenomenologis yang bersifat luas bukan arti umum, bukan arti yang
tersembunyi. Bukan hakekat yang spesifik, tetapi struktur dasariah yang
meliputi isi fundamental, sifat hakiki, relasi hakiki dengan kesadaran.
Prosesnya mulai dengan titik tolak intuisi praprediktif. Digambarkan, diteliti,
dan dianalisa dengan berdasarkan pengalaman pertama dan tekhniknya
adalah :
a) Kelengkapan, analisa harus melihat segala suatu yang ada dalam data
secara eksplisit dan sadar. Dalam analisa harus kita temukan kembali
unsur maupun segi dalam fenomena.
b) Diskripsi, segala yang terlihat harus bisa diuraikan dalam analisa. Kita
gambarkan satu-persatu semua unsur daro objek dan dibentangkan.
Hubungan satu sama lain harus tergambar dan diketahui perbedaan-
perbedaan pentingnya dalam penjelasan yang tuntas sehingga jelas
aspek-aspeknya.
c) Variasi Imajinasi, apakah sifat-sifat tertentu memang hakiki bisa
ditentukan dengan mengubah contoh-contoh, menggambarkan contoh
tertentu yang representatif. Misalnya manusia dengan panca inderanya.
Sitambah dan dikurangi salah sau sifat. Hanya dengan tiga indera
misalnya, apakah dia masih person. Apakah diskripsi itu masih mengenai
macam objek yang sama seperti yang pertama.
d) Kriterium Koherensi, kita dapat mengukur tepatnya analisa
fenomenologis dengan kriterium koherensi; Pertama, harus ada
kesesuaian antara subjek, objek intensional dan sifat-sifat. Observasi
yang beturut-turut harus dapat disatukan dalam satu horizon yang
konsisten. Kedua, harus ada koherensi dalam deretan kegiatan. Setiap
observasi memberi harapan akan tindakan-tindakan yang sesuai dengan
yang pertama atau yang melangsungkan. Harus ada kontinuitas diantara
tindakan yang dapat dilakukan subjek. Fenomenologis harus melakukan
analisa internasional yaitu menjelaskan dan merumuskan horizon-
horizon bagi tindakan-tindakan intensional tertentu. Hasil proses reduksi
eidetis kita akan mencapai intuisi hakekat. Ketiga, Reduksi
Transendental. Reduksi Transendental ini adalah pengarahan ke subjek.
Jadi fenomenologi itu diterapkan kepada subjeknya sendiri dan kepada
perbuatannya. Kepastian akan kebenaran pengertian kita bisa peroleh
dari pengalaman yang sadar yang disebut erlebnisse. Didalamnya kita
bisa mengalami diri kita sendiri. Aku-kita selalu berhubungan dengan
dunia benda diluar kita dalam situasi jasmaniah tertentu.
d. Komentar :
Dari Husserl kita belajar bahwa dunia kehidupan bisa dipahami kurang
lebih dunia sebagaimana manusia menghayati dalam spontanitasnya, sebagai
basis tindakan komunikasi antar subjek. Dunia kehidupan ini adalah unsur-unsur
sehari-hari yang membentuk kenyataan seseorang, yakni unsur dunia sehari-hari
yang ia alami dan jalani, sebelum ia menteorikannya atau merefleksikannya
secara filosofis.
10. Metode Analitik : Verifikasi Dari Klarifikasi
a. Tokoh : Ludwig Von Wittgenstein
b. Metode : analitik
c. Pendapat :
Menurut Ludwig Von Wittgenstein (1889-1951) filsafat adalah hanya
merupakan metode Critique of Language. Analisa bahasa adalah metode netral.
Tidak mengandaikan epistemology, metafisika, atau filsafat. Metode
Wittgenstein mempunyai maksud positif dan negatif. Positif maksudnya bahasa
sendirilah yang dijelaskan. Apakah memang dapat dikatakan dan bagaimanakah
dapat dikatakan.
Segi positif diarahkan pada segi negatif dengan jalan poositif mempunyai
efektherapeutis (penyembuhan) terhadap kekeliuran dan kekacauan. Dengan
ditampakkan jalan bahasa dan diperlihatkan sumber-sumber salah paham, orang
akan terbuka untuk melihat hal-hal menurut adanya.bukan dengan mengajukan
teori-teori, tidak dengan menetapkan peraturan bahasa dan juga bukan dengan
membuktikan kesalahan ucapan-ucapan yang dipersoalkan.
Untuk menganalisa makna bahasa, Wittgenstein mempergunakan teknik-
teknik khusus. Wittgenstein membedakan bahasa dalam unit-unit paling dasariah
: sesuatu tata bahasa dan susunan logis.
Dalam bahasa struktur logis dan struktur tata bahasa sering menimbulkan
kesulitan. Dua ucapan yang mempunyai struktur tata bahasa sama, bisa berbeda
menurut struktur logisnya. Wittgenstein mencontohkan kata ‘is’ dalam bahasa
inggris bisa berarti sama dengan, bisa berarti ada.
Konsep nyata dan konsep formal berbeda. Orang sering terdorong untuk
memakai konsep formal. Seakan-akan itu konsep nyata. Hal ini mengacaukan.
Konsep formal hanya merupakan suatu nama, harus diisi dengan konsep nyata.
Teknik kedua adalah usaha menentukan bahasa ideal. Bahasa itu bersifat
tepat dan logis. Titik tolaknya atom-atom logis yang paling sederhana. Bahasa
mempunyai unit-unit dasariah yang bisa dijelaskan menurut struktur yang tepat.
Wittgenstein tidak memisahkan bahasa natural dan bahasa ideal secara
tegas. Dan ia memakai beberapa teknik logis yang khas untuk menentukan
hubungan intern antara ucapan-ucapan. Ia menyusun suatu jenjang kemungkinan
benar salah.
Menurut Wittgenstein batas bahasa juga merupakan batas dunia. Kita
hanya bisa bicara mengenai hal-hal didalam dunia dan didalam pikiran. Tidak
dapat keluar dari bahasa dan dunia. Hal-hal yang dapat dibicarakan dalam
bahasa adalah apa yang nyata didalam dunia. Tidak mungkin bicara hal-hal
metafisis, logika psikologi, metafisika dianggap tidak punya makna. Benar dan
salah tidak bisa dipertimbangkan.
d. Komentar :
Berdasarkan metode yang dikemukakan oleh witgenstein bahwa hal yang
penting bukanlah mengatur bagaimana suatu ungkapan bahasa itu harus
berarti/bermakna, tetapi kita harus mendengar apa arti yang terkandung
dalam suatu ungkapan bahasa itu.