168
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran bahasa daerah Bali yang dilaksanakan di sekolah HighScope merupakan salah satu wujud pembelajaran bahasa kedua dari siswa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai B1 sebanyak 69%, menggunakan bahasa Inggris sebagai B1 sebanyak 7,7%, bahasa Jawa sebagai B1 sebanyak 7,7%, dan bahasa Jepang sebagai B1 sebanyak 7,7%. Siswa SLTP HighScope yang majemuk dan multilingual menjadikan pembelajaran BDB sebagai pembelajaran bahasa kedua di sekolah. Dalam dunia pendidikan BDB merupakan pelajaran muatan lokal yang wajib diberikan di sekolah-sekolah SD--SMA yang ada di Bali. Pembelajaran BDB memegang peranan penting dalam membangun serta memajukan bahasa dan kebudayaan Bali. Dalam perkembangannya, pembelajaran BDB semakin redup sejalan dengan semakin menurunnya minat generasi muda untuk belajar BDB. Hal ini menandakan bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam pembelajaran BDB di tengah kehidupan masyarakat yang multilingual sehingga siswa tertarik untuk belajar BDB. Anonby (1999: 125) mengatakan pada kehidupan masyarakat jika ada dua bahasa yang bersanding atau berdampingan dalam penggunaannya, maka kedua bahasa tersebut dapat hidup berdampingan secara berkeseimbangan dan memiliki kesetaraan. Kedua, salah satu bahasa menjadi lebih dominan digunakan siswa untuk

metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembelajaran bahasa daerah Bali yang dilaksanakan di sekolah HighScope

merupakan salah satu wujud pembelajaran bahasa kedua dari siswa yang

menggunakan bahasa Indonesia sebagai B1 sebanyak 69%, menggunakan bahasa

Inggris sebagai B1 sebanyak 7,7%, bahasa Jawa sebagai B1 sebanyak 7,7%, dan

bahasa Jepang sebagai B1 sebanyak 7,7%. Siswa SLTP HighScope yang majemuk

dan multilingual menjadikan pembelajaran BDB sebagai pembelajaran bahasa kedua

di sekolah. Dalam dunia pendidikan BDB merupakan pelajaran muatan lokal yang

wajib diberikan di sekolah-sekolah SD--SMA yang ada di Bali. Pembelajaran BDB

memegang peranan penting dalam membangun serta memajukan bahasa dan

kebudayaan Bali. Dalam perkembangannya, pembelajaran BDB semakin redup

sejalan dengan semakin menurunnya minat generasi muda untuk belajar BDB. Hal ini

menandakan bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam pembelajaran BDB di

tengah kehidupan masyarakat yang multilingual sehingga siswa tertarik untuk belajar

BDB.

Anonby (1999: 125) mengatakan pada kehidupan masyarakat jika ada dua

bahasa yang bersanding atau berdampingan dalam penggunaannya, maka kedua

bahasa tersebut dapat hidup berdampingan secara berkeseimbangan dan memiliki

kesetaraan. Kedua, salah satu bahasa menjadi lebih dominan digunakan siswa untuk

Page 2: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

2

berkomunikasi. Sementara bahasa yang lain dikondisikan serba sebaliknya, bahkan

terancam menuju kepunahannya,“rapid change often occurs when there is extensive

bilingualism, which can lead to one language being lost altogether”. Kondisi ini

dapat terjadi jika minat generasi muda menurun untuk mempelajari BDB sehingga

diperlukan metode pembelajaran komunikatif dan kreatif.

Sekolah HighScope merupakan sekolah yang memiliki kemajemukan yang

tinggi di tengah-tengah kehidupan masyarakat multilingual. Siswa kelas VII berasal

daerah yang berbeda yaitu 42,3 % berasal dari Bali, 26,9% berasal dari Jakarta,

3,83% berasal dari Bandung, 3,83% berasal dari Surabaya, 3,83% berasal dari

Jember, 3,83% berasal dari Rote, 3,83% berasal dari Belgia, 3,83% berasal dari

Perancis, dan 7,7% berasal dari Jepang.

Sekolah HighScope menerapkan pembelajaran dwibahasa concurrent, yaitu

penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris secara bergantian dalam

pembelajaran. Kemampuan siswa berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia sangat

berpengaruh terhadap pembelajaran BDB di sekolah. Siswa mengalami kesulitan

dalam pembelajaran BDB karena merupakan pembelajaran B2 dari siswa yang

menggunakan bahasa Indonesia, Inggris, Jawa dan Jepang sebagai B1. Sehingga

muncul kendala–kendala berbahasa yang memengaruhi pembelajaran BDB.

Peran guru dalam proses pembelajaran tidak mendominasi, tetapi

membimbing dan mengarahkan siswa untuk aktif memperoleh pemahaman dari

segala sesuatu yang ditemukan di lingkungan pembelajaran. Sebab pengetahuan yang

Page 3: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

3

diperoleh merupakan konstruksi dari seseorang yang mengetahui, akibatnya

pengetahuan itu tidak dapat diberikan kepada penerima yang pasif. Penggunaan

metode pembelajaran HighScope (plan, do, review) dalam pembelajaran BDB

digunakan untuk mengarahkan siswa aktif pada setiap aktifitas pembelajaran.

Pengalaman ini dapat diperoleh jika siswa aktif berinteraksi dengan lingkungan.

Pembelajaran BDB dengan menggunakan metode HigScope, mengharuskan guru

untuk menyajikan dan menyediakan materi pelajaran, tetapi siswa yang harus

mengolah dan mencerna sesuai kemampuan, minat serta bakat yang dimiliki.

Di sekolah dwibahasa yang muridnya aktif menggunakan bahasa Indonesia

dan Inggris dalam pembelajaran seperti SLUB Saraswati diketahui pembelajaran

BDB pada siswa kelas VII menggunakan metode ceramah ditandai dengan guru lebih

banyak mendominasi kegiatan pembelajaran, sehingga siswa sangat pasif hanya

mendengarkan dan mencatat. Pembelajaran BDB dengan sistem konvensional

pembelajaran BDB masih terfokus pada guru sedangkan siswa belum terlibat aktif

dalam pembelajaran, seharusnya untuk mempelajari ilmu bahasa siswa harus aktif

dalam pembelajaran terutama dalam berkomunikasi sehingga dapat mengembangkan

kemampuannya berbahasa.

Untuk menyelesaikan permasalahan mengenai pembelajaran BDB di atas,

dapat dipilih alternatif model pembelajaran BDB yang efektif. Salah satu model

pembelajaran kooperatif dan komunikatif adalah metode pembelajaran HighScope

(plan,do, review). HighScope (2013) mengatakan bahwa proses plan, do, review

Page 4: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

4

adalah bagian unik dari kurikulum Highscope yang dapat membangun minat dan

motivasi intrinsik siswa dalam pembelajaran (HighScope, 1: 2013).

Pendekatan pembelajaran HighScope merupakan serangkaian siklus

pembelajaran dengan tahapan merencanakan, melakukan, dan mengulang atau

mengkaji kembali proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa sehingga dalam

pembelajaran BDB siswa aktif dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai

fasilitator yang memberikan penilaian kepada siswa melalui tahapan plan, do dan

review pada proses pembelajaran BDB.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk memberikan

kontribusi dalam penerapan teori linguistik terapan (sosiolinguistik). Terutama dalam

pembelajaran bahasa yang menawarkan sebuah metode pembelajaran BDB yang

nantinya dapat diterapkan dalam proses pembelajaran pada tingkat SLTP.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan

dalam pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini.

1) Faktor-faktor apa yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa

dwibahasa kelas VII di sekolah HighScope Indonesia –Bali?

2) Kendala apa yang dihadapi siswa dwibahasa kelas VII dalam pembelajaran

BDB di sekolah HighScope Indonesia-Bali ?

Page 5: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

5

3) Bagaimana metode pembelajaran BDB yang diterapkan pada siswa

dwibahasa kelas VII di sekolah HighScope Indonesia -Bali?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini meliputi tujuan umum dan

tujuan khusus. Kedua tujuan tersebut diuraikan sebagai berikut.

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan

pembelajaran BDB pada siswa SLTP. Lebih jauh penelitian mengenai pembelajaran

bahasa daerah pada siswa dwibahasa cukup berguna dalam pembelajaran BDB untuk

sekolah lanjutan tingkat pertama di daerah perkotaan pada umumnya yang

menggunakan bahasa daerah Bali sebagai B2.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu pertama untuk

mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa

dwibahasa kelas VII di Sekolah HighScope Indonesia–Bali. Kedua, menganalisis

kendala yang dihadapi siswa dwibahasa kelas VII dalam pembelajaran BDB. Ketiga,

menganalisis metode pembelajaran BDB yang diterapkan pada siswa dwibahasa kelas

VII di sekolah HighScope Indonesia–Bali.

Page 6: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

6

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan

kepraktisan dalam pembelajaran BDB di sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP).

1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis berkaitan dengan teori pembelajaran bahasa secara umum

dan menggunakan pendekatan pembelajaran bahasa pada siswa bilingual atau

dwibahasa. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

terhadap pengembangan teori pembelajaran BDB sehingga dapat disarankan teori

yang dapat digunakan dalam pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa. Tujuannya

agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam proses belajar mengajar.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh guru BDB

untuk meningkatkan kreativitas dalam pengajaran bahasa. Data hasil penelitian ini

dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran BDB pada sekolah

lanjutan tingkat pertama (SLTP).

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan

minat dalam pembelajaran BDB. Di samping itu, untuk dapat membantu terjadinya

interaksi antar siswa dengan siswa dan siswa dengan guru dalam proses pembelajaran

Page 7: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

7

BDB. Hal lainnya adalah memberikan masukan mengenai metode pembelajaran BDB

yang bisa diterapkan untuk mengajar siswa dwibahasa

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam suatu penelitian ruang lingkup penelitian berfungsi untuk memberikan

batasan dalam suatu analisis agar masalah yang dibahas tidak terlalu meluas dan tidak

terlalu sempit. Penelitian ini merupakan penelitian linguistik terapan dari pendekatan

sosiolinguistik. Dilihat dari keadaan siswa yang multilingual, di SLTP HighScope

siswa hanya menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk berkomunikasi

di lingkungan sekolah sedangkan BDB memiliki kedudukan sebagai bahasa kedua di

tengah siswa yang multilingual.

Pembahasan berfokus pada faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran

BDB pada siswa dwibahasa teori Asrori (2007: 125), kendala yang dihadapi dalam

pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa menggunakan teori Ovanda dan Callier

(1985) dalam Sudiarta (2005: 27), dan metode pembelajaran bahasa BDB yang

diterapkan dalam pembelajaran pada siswa dwibahasa menggunakan teori

pembelajaran HighScope (plan, do, review) oleh Morrison ( 2008: 156).

Page 8: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Pada kajian pustaka penelitian ini dijabarkan beberapa penelitian terdahulu

yang berhubungan dengan pembelajaran BDB di SLTP (sekolah lanjutan tingkat

pertama) dengan beragam isu yang terjadi. Ada beberapa studi yang digunakan

sebagai kajian pustaka dalam penelitian ini. Berikut diuraikan beberapa referensi

yang berkaitan dengan penelitian ini.

Penelitian yang berhubungan dengan pembelajaran BDB, diantaranya

dilakukan oleh Sutama (2001). Sutama membahas loyalitas-bahasa penutur bahasa

daerah terhadap bahasanya yang mengalami penurunan, terutama pada ranah

keluarga. Keluarga merupakan tempat anak memperoleh bahasa, kondisi seperti ini

sangat memprihatinkan. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan upaya melalui

pembelajaran. Alternatif pertama, dari TK sampai dengan kelas III SD, bahasa daerah

perlu dijadikan bahasa pengantar pembelajaran. Alternatif kedua, di dalam pengajaran

bahasa daerah perlu diterapkan pendekatan komunikatif dengan demikian akan

tercipta lingkungan baru penggunaan bahasa daerah sebagai pelengkap atau pengganti

lingkungan penggunaan bahasa daerah pada ranah keluarga. Lingkungan baru inilah

yang akan menciptakan input bagi siswa dan mendorong terciptanya output dari

Page 9: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

9

siswa yang keduanya diperlukan dalam pembelajaran bahasa daerah. Untuk

melaksanakan upaya pertama, bahasa daerah perlu dikembangkan lebih lanjut. Untuk

melakukan upaya kedua, pembelajaran bahasa daerah perlu dibatasi. Di samping itu,

juga diperlukan peningkatan mutu guru bahasa daerah yang telah ada dan pengadaan

guru bahasa daerah yang baru melalui pendidikan formal.

Menurut Sutama (2001), pengembangan pembelajaran bahasa daerah sangat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran

BDB melalui pendidikan formal untuk menyelamatkan bahasa daerah melalui

pembelajaran BDB. Secara umum penelitian yang dilakukan oleh Sutama

memaparkan upaya-upaya penyelamatan bahasa daerah melalui pembelajaran dilihat

dari lingkungan bahasa, pengaruh penggunaan bahasa, kondisi pemakaian BDB saat

ini, dan pilihan dalam mengajarkan BDB. Penelitian yang dilakukan Sutama memiliki

kesamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu melihat faktor–faktor yang

memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa. Akan tetapi Sutama lebih

banyak memaparkan mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan

BDB secara umum kepada generasi muda. Di pihak lain, Sutama belum mampu

memaparkan secara jelas proses dalam penyelamatan BDB secara nyata dan

bagaimana teknik pembelajaran BDB yang tepat dalam meningkatkan keterampilan

siswa.

Page 10: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

10

Menurut Dhanawaty (2006) dalam penelitiannya membahas pentingnya

motivasi dan upaya untuk meningkatkan kesuksesan dalam pembelajaran BDB.

Setiap siswa memiliki motivasi yang berbeda dalam belajar bahasa, sehingga seorang

guru harus memperoleh pengetahuan mengenai motivasi para pembelajar bahasa.

Berdasarkan pengetahuan tersebut maka guru dapat mengambil langkah-langkah

untuk meningkatkan motivasi sejak awal pembelajaran. Beberapa upaya dapat

dilakukan untuk menciptakan suasana kelas yang rekreatif dalam pembelajaran BDB

di sekolah dasar, baik melalui cerita, musik, dan lagu, maupun aktivitas kelompok

dalam permainan. Melalui aktivitas itu, maka dapat tercipta proses pembelajaran

rekreatif yang dapat menumbuhkan minat siswa dalam pembelajaran bahasa. Siswa

membutuhkan perubahan aktivitas dan merupakan tantangan bagi guru untuk

berkreasi menggali dan mengupayakan cerita yang menarik. Di samping itu, mencari

lagu yang sesuai dengan usia siswa dan permainan tradisional dari berbagai negara

yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran BDB. Guru dituntut untuk dapat

menciptakan suasana kelas yang santai dan menyenangkan bagi siswa tanpa

mengabaikan materi ajar yang harus disampaikan. Penelitian di atas hanya membahas

beberapa cara yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa

dalam pembelajaran BDB. Penelitian ini lebih berfokus pada pembelajaran BDB pada

siswa sekolah dasar yang multilingual. Dalam penelitian selanjutnya dijelaskan secara

spesifik mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB, kendala yang

dihadapi dalam pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa, dan metode pembelajaran

Page 11: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

11

yang diterapkan pada siswa dwibahasa. Dengan demikian, pembelajaran BDB di

tingkat SLTP menjadi lebih menyenangkan tanpa mengabaikan materi ajar yang

harus disampaikan kepada siswa.

Nurjaya (2005) membahas sikap dan motivasi dalam pembelajaran BDB

dalam studi kasus pada siswa kelas VI di tiga sekolah dasar di Singaraja. Dalam

penelitian ini, Nurjaya membahas sikap dan motivasi siswa kelas VI SD dalam

pembelajaran BDB. Pembahasan ini penting karena adanya pernyataan bahwa sikap

dan motivasi akan memengaruhi proses pembelajaran. Pembahasan pada penelitian

Nurjana memfokuskan pada sikap siswa dalam pembelajaran BDB. Nurjana

melakukan penelitian terhadap tiga SD yang ada di kota Singaraja. Penelitian ini

ditujukan untuk mengungkapkan kebenaran asumi yang menyebutkan bahwa BDB

merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit. Dalam penelitian selanjutnya

dianalisis kendala-kendala berbahasa yang dihadapi siswa dalam pembelajaran BDB.

Tantra (2006: 4) membahas pengembangan bahasa, aksara, dan sastra Bali

dalam bidang pendidikan yang seharusnya dikembangkan sebagaimana layaknya

suatu bahasa aktif. Peletakan bahasa Indonesia dan bahasa asing hendaknya tidak

menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan bahasa, aksara, dan sastra Bali.

Bahkan seharusnya dapat dikembangkan sebagai kompetensi linguistik nasional dan

internasional. BDB tidak hanya dijadikan materi pelajaran muatan lokal, tetapi juga

harus dikembangkan sebagai mata pelajaran wajib di semua satuan dan jenjang

pendidikan sehingga pencapaian standar kompetensi dan kemampuan dasar berbahasa

Page 12: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

12

daerah dapat dioptimalkan. Tantra membahas model pembelajaran BDB yang

berorientasi konseptual dan pembelajaran aktif-kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Maryadi (2013) membahas mengenai penerapan model pembelajaran

HighScope untuk meningkatkan motivasi belajar siswa TK Rembulan di kota

Bandung. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai penerapan model

pembelajaran HighScope yang digunakan terhadap anak TK untuk meningkatkan

motivasi anak dalam belajar. Sumbangan penelitian ini adalah untuk memberikan

gambaran terhadap metode pembelajaran HighScope yang diterapkan dalam

pembelajaran BDB.

Tulisan di atas, terpilih sebagai kajian pustaka dalam penelitian ini.

berdasarkan alasan masih adanya kedekatan (relevan) antara objek tulisan dan objek

penelitian ini. Hubungan antara keenam penelitian tersebut dapat menunjang dan

mengarahkan analisis penelitian selanjutnya. Kontribusi penelitian sebelumnya

diharapkan dapat memberikan gambaran dan pengetahuan mengetahui faktor yang

memengaruhi siswa dalam belajar BDB, kendala-kendala dalam pembelajaran BDB,

dan metode pembelajaran yang diterapkan pada siswa dwibahasa yang sangat

menunjang penelitian selanjutnya. Peneliti berharap agar uraian materi dalam kajian

pustaka di atas dapat memberikan kontribusi sebagai rujukan, dukungan penguat

pendapat, dan pengayaan terhadap penelitian yang dilaksanakan dalam pembelajaran

BDB pada siswa dwibahasa kelas VII di sekolah HighScope Indonesia- Bali.

Page 13: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

13

2.2 Konsep dan Landasan Teori

Dalam penelitian ini dijelaskan beberapa konsep penelitian. Di samping itu

juga diuraikan landasan teori yang berkaitan dengan objek penelitian.

2.2.1 Konsep

Secara umum konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena, yang

digunakan untuk menggambarkan fenomena dan ciri khas yang sama. Dalam

penelitian ini terdapat beberapa konsep penting yang dijadikan sebagai acuan .

Ada beberapa konsep dasar yang digunakan dan perlu dijelaskan untuk

menyamakan persepsi terhadap istilah dalam penelitian ini.

(1) Pembelajaran

Pembelajaran bahasa merupakan salah satu cabang linguistik terapan (applied

linguistics) karena pengajaran bahasa merupakan aktivitas yang berfokus pada

aplikasi ilmu bahasa. Linguistik terapan berusaha menerapkan hasil penelitian

linguistik untuk keperluaan praktis atau dalam memecahkan persoalan praktis yang

berhubungan dengan bahasa yang dijadikan sebagai alat penelitian. Linguistik

membekali guru dengan kemampuan untuk menganalisis aspek-aspek bahasa yang

dapat digunakan untuk mengantisipasi segala hambatan yang dihadapi dalam proses

pembelajaran bahasa.

(2) Bahasa

Menurut Chaer (2010:13), bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk

menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa adalah

Page 14: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

14

alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk

menyampaikan pikiran, gagasan, dan konsep atau perasaan.

Wibowo (2001:3) menyatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol bunyi yang

bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan

konvensional. Bahasa dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia

untuk melahirkan perasaan dan pikiran.

Tarigan (1989: 4) memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah

suatu sistem yang sistematis dan generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat

lambang manasuka atau simbol-simbol arbitrer.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa

adalah seperangkat lambang manasuka atau simbol-simbol arbitrer yang digunakan

untuk berkomunikasi. Dalam penelitian ini BDB menjadi bahasa yang diteliti karena

mengalami pergeseran dari bahasa pertama menjadi bahasa kedua dalam

pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa di daerah perkotaan yang multilingual.

(3) Dwibahasa

Secara harfiah, kata bilingual berarti dwibahasa atau dua bahasa. Sejalan

dengan perkembangan peradaban dan kebudayaaan manusia, bahasa berkembang

pesat dan memunculkan kebutuhan untuk menguasai bahasa lain di luar bahasa ibu.

Berdasarkan hal tersebut, lahirlah konsep dwibahasa seiring dengan perkembangan

teknologi transportasi, teknologi informasi, dan komunikasi information and

communication technology (ICT) yang mengakibatkan perpindahan manusia lintas

Page 15: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

15

negara, transfer pengetahuan, komunikasi antarmanusia di dunia hingga munculnya

persaingan antarbangsa. Oleh karena itu, penguasaan bahasa selain bahasa ibu, yaitu

bahasa internasional seperti bahasa Inggris, menjadi tuntutan yang mendesak untuk

dipelajari Sudiarta (2005).

(4) Metode

Metode pembelajaran merupakan prosedur atau cara yang digunakan oleh guru

untuk mengimplementasikan rencana-rencana praktis guna mencapai tujuan

pembelajaran.

2.2.2 Landasan Teori

Landasan teori dalam suatu penelitian diperoleh dari simpulan atau pendapat

para ahli, kemudian dirumuskan dengan pendapat baru. Agar penelitian ini terarah

sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai sebagai syarat dalam

menganalisis data, maka digunakan suatu landasan teori yang sesuai dengan masalah

yang diteliti. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

2.2.2.1 Teori Pembelajaran Bahasa

Pengajaran bahasa merupakan cabang linguistik terapan (applied linguistics)

yang merupakan suatu aktivitas belajar bahasa yang berfokus pada aplikasi dari ilmu

bahasa. Pengajaran bahasa berupaya menerapkan hasil penelitian linguistik untuk

Page 16: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

16

keperluan praktis dalam memecahkan persoalan yang berhubungan dengan bahasa

dan menjadikan bahasa sebagai alat.

Pengajaran psikolinguistik dan sosiolinguistik membekali guru-guru tentang

teori hakikat bahasa, proses berbahasa, pemerolehan bahasa, dan penggunaan bahasa.

Hal inilah yang dijadikan panduan atau asumsi dasar dalam menentukan metode dan

teknik pembelajaran yang termasuk dalam pengorganisasian materi. Seorang tenaga

pengajar dengan kemampuannya menganalisis aspek-aspek bahasa akan menemukan

berbagai macam hambatan dalam pembelajaran bahasa. Dengan demikian,

pembelajaran bahasa bersifat komunikatif dan hanya menitikberatkan pada apa yang

dipelajari siswa pada saat belajar dan yang dilakukan siswa untuk dipelajari, bukan

apa yang harus dilakukan guru untuk mengajarkan materi pelajaran.

Acuan konkret dalam proses pembelajaran memegang peranan penting karena

bahan pembelajaran merupakan hal atau peristiwa yang benar-benar dapat dilihat,

didengar, atau dirasakan secara langsung dalam suatu pembicaraan atau komunikasi

dalam proses belajar mengajar. Adapun acuan konkret yaitu, (1) struktur dan kosakata

yang dipakai dalam berkomunikasi hendaknya telah dikuasai siswa (2) berorientasi

pada bahan yang bersifat “Here and now”, (3) struktur interaksi dalam berkomunikasi

harus dimodifikasi sedemikian rupa (Ellis, 1986: 157--158) dalam Chear ( 2010: 15).

Dalam pengembangan teori belajar, hasil yang diamati adalah hasil

pembelajaran nyata (actual outcomes) dalam pengertian probabilistik, yaitu hasil

pembelajaran yang bisa terjadi dan kemungkinan bukan merupakan hasil

Page 17: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

17

pembelajaran yang dinginkan. Oleh karena itu, teori belajar adalah deskriptif, yaitu

menggunakan struktur logis “Jika, maka, yang” sering dilakukan oleh guru dalam

proses belajar mengajar, (Landa dalam Budiningsih, 2005: 13).

De Porter, B. (2002: 3) mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran sejauh

mana seorang guru mampu mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan

pengajarannya, maka sejauh itu pula proses belajar mengajar berlangsung. Dalam

pembelajaran diharapkan perhatian pembelajar dapat diarahkan dalam proses belajar

seumur hidup dan tak terlupakan. Hal ini sesuai dengan empat pilar pendidikan

seumur hidup, seperti yang ditetapkan UNESCO, yaitu (1) to learn to know (belajar

untuk berpengetahuan), (2) to learn to do (belajar untuk berbuat), (3) to learn to live

together (belajar untuk dapat hidup bersama), dan (4) to learn to be (belajar untuk

jati diri).

Untuk membangun ikatan emosianal dengan siswa, guru dapat

menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan

ancaman. Hal ini merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan

proses pembelajaran yang baik karena proses pembelajaran menjadi bermakna di

samping itu, juga dapat menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika

pelajarannya memuaskan, menantang, dan ramah.

Seifert dalam buku Krasen dan Terrel (1986) berpendapat bahwa teori

pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu behaviourist

theories dan cognitive theories. Behaviourist theories adalah teori yang terkait dengan

Page 18: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

18

rangsangan pembelajaran terdahulu yang dipengaruhi oleh lingkungan yang dikenal

dengan penguatan. Di pihak lain, cognitive theories adalah yang berhubungan

langsung melalui proses pembelajaran, yaitu memory, attention, insight, organzation

of ideas, dan information processing. Behaviourist berfokus pada hubungan langsung

antara pendidik dan siswa, yaitu bagaimana mereka merespon pada saat

pembelajaran. Guru diharapkan bisa mengatasi dengan bersikap subjektif bila siswa

mengalami kegagalan dalam pembelajaran. Sebagai contoh, teguran guru yang

kurang hati-hati menyebabkan siswa berbicara tanpa batas atau tidak sopan.

Sebaliknya, siswa dapat lebih giat belajar jika guru memberikan senyuman. Cognitive

berfokus pada pendidik, yaitu memberikan wawasan pada siswa untuk memahami

pembelajaran dan bisa belajar dari kesalahan terdahulu. Pemberian wawasan akan

membuat siswa berproses dalam berpikir dengan lebih terstruktur. Inti pembelajaran

kognitif adalah bentuk pemikiran secara alami dan berstruktur.

Teori penelitian ini juga didukung oleh Krashen dan Terrel tentang

pembelajaran bahasa melalui pendekatan natural yang merupakan dasar dari

pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua. Prosedur dalam pendekatan natural

adalah (1) aquisition/ learning hypothesis , merupakan dua cara yang berbeda dalam

kompetensi B2. (2) aquisition adalah pemerolehan dengan cara alami, proses

pembelajaran dipengaruhi oleh B1 melalui komunikasi. Learning adalah belajar

kaidah-kaidah bahasa dan kemampuan verbal bahasa, yang sering ditemukan

kesalahan dalam proses pembelajaran.

Page 19: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

19

1.) Monitor hypotesis, pemerolehan ilmu bahasa dengan cara tuturan.

2) Natural order hypothesis, proses pemerolehan tata bahasa.

3) Input hypothesis, menjelaskan hubungan antara pemerolehan dan

pembelajaran

4) Affetive filter hypothesis, pengembangan pemerolehan B2 sesuai dengan

sifat-sifat.

Guru harus memahami pendekatan-pendekatan dan harus menentukan cara

yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran memerlukan rencana

dalam menyajikan materi pembelajaran berdasarkan pendekatan tertentu. Adapun

teori pembelajaran bahasa meliputi teori pembelajaran bahasa secara menyeluruh.

Konsep pembelajaran bahasa menyeluruh, diperkenalkan oleh Jerome Harrte dan

Carolyn Burke pada tahun 1977. Pada tahun 1978 Ken Goodman memperkenalkan

kaidah ini dengan nama ‘Whoel Language Comperhenssion Centered Reading

Program”. Pendekatan bahasa menyeluruh terkenal dalam pembelajaran bahasa. Hal

ini terjadi karena kaidah bahasa menyeluruh memiliki kelebihan, antara lain (1)

melibatkan lingkungan dan pengalaman nyata yang dialami anak, (2) penyampaian

secara menyeluruh dan melibatkan berbagai disiplin ilmu, (3)menggunakan

pendekatan tematik, programnya disusun berdasarkan pendekatan fungsional dan

memperhatikan perkembangan anak, baik perkembangan fisik, sosial emosi, maupun

mental intelektual. Materi pembelajaran yang diberikan harus memperhatikan

pembelajaran bahasa yang menyeluruh. Oleh karena itu, dalam merancang proses

pembelajaran guru sebaiknya memahami dan menganalisis terlebih dahulu materi

Page 20: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

20

pokok yang akan diajarkan. Di samping itu, rencana dalam pembelajaran juga

memegang peranan sangat penting, yaitu harus mengintegrasikan seluruh

keterampilan berbahasa, baik membaca, menulis, menyimak, maupun berbicara

(Hermawan, 2005: 52).

Elis (Chaer, 2003: 242) menyebutkan dua tipe pembelajaran bahasa, yaitu tipe

naturalistik dan tipe formal dalam kelas. Pertama, tipe naturalistik bersifat alamiah,

tanpa guru, dan tanpa kesengajaan pembelajaran berlangsung dalam lingkungan

kehidupan bermasyarakat. Dalam masyarakat billingual dan multilingual tipe

naturalistik banyak dijumpai. Belajar bahasa menurut tipe naturalistik ini sama

prosesnya dengan pemerolehan bahasa pertama yang berlangsungnya secara alamiah,

sehingga pemerolehan bahasa yang dihasilkan antara anak-anak dan dewasa berbeda.

Kedua, yang bersifat formal berlangsung di dalam kelas dengan guru, materi dan alat-

alat yang sudah dipersiapkan. Pembelajaan bahasa dalam tipe ini dilakukan dengan

sengaja atau sadar. Pembelajaran bahasa bersifat formal seharusnya lebih baik dari

pada pembelajaran yang dilakukan secara naturalistik, akan tetapi kenyataanya tidak

karena terdapat penyebab atau faktor yang mempengaruhinya dalam proses

pembelajaran bahasa.

Guru bahasa harus memiliki kriteria yang wajib dipenuhi. Adapun kriteria

guru bahasa yaitu sebagai berikut.

a) menguasai lebih dari satu metode pembelajaram bahasa dan dapat

menerapkan metode itu dalam proses belajar mengajar.

b) menguasai materi yang diajarkan.

Page 21: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

21

c) menguasai semua jenis dan prosedur penilaian.

d) menguasai semua tipe latihan ketrampilan berbahasa.

e) menguasai pengelolaan kelas

f) menguasai teknik pengajaran individual dan kelompok

g) dapat menentukan dan menguasai silabus pembelajaran

h) dapat memanfaatkan dan menggunakan media pengajaran

i) menguasai tujuan pengajaran bahasa dan aktivitas untuk mencapai tujuan.

Guru bahasa adalah seorang ahli bahasa, peneliti bahasa, dan penulis materi

pelajaran kebahasaan. Guru bahasa harus mendalami dan mengikuti perkembangan

ilmu yang diajarkannya sehingga dapat mengajarkan aspek bahasa kepada siswa

dengan mudah dan dapat menguasai materi yang diajarkan. Guru bahasa harus

menguasai fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan ilmu-ilmu sekerabat dengan

linguistik, misalnya sosiolinguistik dan psikolinguistik. Pengetahuan linguistik

seorang guru bahasa lebih bersifat praktis dalam arti membentengi dirinya agar dapat

menjelaskan gejala bahasa yang diajarkannya. Guru bahasa harus memahami

bagaimana kaidah bahasa yang dianalisis berdasarkan konsep linguistik sehingga

dapat menampakkan diri dalam pemakaian bahasa siswa. Hal itu penting karena guru

bahasa tidak mengajarkan siswa menjadi ahli bahasa, tetapi berusaha agar siswa

mahir berbahasa.

Basiran via (Janawati, 2013:5) tujuan pembelajaran bahasa adalah

keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks berkomunikasi. Kemampuan yang

Page 22: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

22

dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan

mengekspresikan diri dengan berbahasa. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah

belajar komunikasi. Belajar bahasa erat kaitannya dengan belajar pendekatan dan

linguistik terapan. Pendekatan bahasa diterapkan dalam pengajaran bahasa dengan

tujuan siswa tuntas belajar berbahasa. Pembelajaran bahasa diarahkan untuk

meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Hal

ini relevan karena kompetensi pembelajaran bahasa diarahkan dalam empat aspek,

yaitu membaca (reading), berbicara (speaking), menulis (writing), dan mendengarkan

(listening).

Bahasa pertama dan bahasa kedua sama-sama memiliki kepentingan dalam

berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Penggunaan istilah bahasa pertama

dan bahasa kedua perlu dibedakan dengan penggunaan bahasa ibu. Pembahasan

mengenai bahasa kedua tidak dapat lepas dari bahasa pertama. B2 diperoleh setelah

siswa menguasai B1. Penguasaan B1 melalui proses pemerolehan, sedangkan B2

melalui proses pembelajaran. Pembelajaran B2 dapat diperoleh melalui pendidikan

formal dan informal, dengan cara sengaja atau sadar (Chaer, 2003: 243).

Ellis (via Chaer, 2003: 243) menyebutkan ada dua tipe pembelajaran bahasa

yaitu tipe naturalistik yang bersifat alamiah dan tipe formal yang bersifat nonalamiah.

Tipe naturalistik adalah pembelajaran bahasa tanpa guru dan tanpa kesengajaan. Tipe

ini ditemukan pada lingkungan multilingual. contoh siswa dari Jakarta bersekolah di

Bali, yaitu teman sekolah dan pedagang di sekitar, semuanya berbahasa daerah Bali.

Page 23: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

23

Pada awalnya siswa kesulitan dalam mempelajari BDB, tetapi setelah sekian tahun

tinggal di Bali akhirnya bisa berbahasa Bali dengan aksen Bali. Hal ini jauh berbeda

dengan tipe formal dalam kelas yang sifatnya nonalamiah dengan guru, materi, dan

perangkat bantu lainnya, yang sengaja disiapkan sebagai pendukung dalam

pembelajaran.

Pembelajaran bahasa kedua sulit dilakukan jika siswa tidak memiliki faktor

pendukung dalam pembelajaran. Chaer (2003: 45) menyebutkan bahwa dalam

pembelajaran bahasa kedua terdapat lima faktor penentu yaitu (a) faktor motivasi, (b)

faktor usia, (c) faktor penyajian formal, (d) faktor bahasa pertama dan (e) faktor

lingkungan.

Dalam pembelajaran bahasa harus diketahui prinsip-prinsip belajar bahasa dan

pendekatan-pendekatan yang diwujudkan dalam kegiatan pembelajaran, di samping

itu, juga menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan

pembelajaran.

a. Pendekatan Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa

Seifert (1983) menyatakan bahwa tujuan pengajaran bahasa adalah berupaya

mengembangkan komunikasi siswa, sehingga perhatian guru lebih dipusatkan kepada

penggunaan bahasa. Siswa dibimbing untuk menggunakan bahasa, tidak sekadar

mengetahui tentang bahasa. Pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif

diarahkan untuk membentuk kompetensi komunikatif.

Page 24: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

24

b. Pendekatan Behavioristik

Kaum behavioris menyatakan bahwa belajar bahasa pada hakikatnya adalah

masalah pembiasaan dan pembentukan kebiasaan. Dalam proses pembelajaran yang

penting adalah stimulus dan respons serta adanya penguatan. Pembelajaran bahasa

melahirkan pendekatan audiolingual yang banyak memberikan pengulangan. Artinya

jika belajar bahasa itu dilakukan dengan pengulangan, maka kompetensi berbahasa

dapat diperoleh.

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan

Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini

kemudian berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap

arah pengembangan teori dan praktik pendidikan. Pembelajaran yang dikenal sebagai

aliran behavioristik dengan model hubungan stimulus-respon, mendudukkan siswa

yang belajar sebagai individu yang pasif.

Pateda, (1991: 98) mengatakan bahwa hal yang penting dalam teori belajar

behavioristik adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons.

Stimulus berupa apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respons

berupa reaksi atau tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru.

Teori ini mengutamakan pengukuran sebab pengukuran merupakan suatu hal penting

untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku. Pendekatan ini

berpangkal dari pandangan penganut aliran struktural. Penganut pandangan ini

mengatakan bahwa ada hubungan antara rangsangan (stimulus) dan jawaban

Page 25: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

25

(responce). Reaksi menjadi rangsangan pada pihak pendengar yang kemudian

menimbulkan reaksi pada pembicara.

Penganut pandangan ini berpendapat bahwa anak yang lahir belum memiliki

potensi bahasa. Bahasa dikuasai anak karena proses belajar. Anak menguasai bahasa

karena lingkungan yang memungkinkan proses pemerolehan bahasa. Anak-anak

belajar bahasa melalui peniruan. Artinya anak-anak meniru penggunaan bahasa yang

dilakukan oleh orang-orang yang berada di sekitarnya. Peniruan ini biasaanya diikuti

oleh penguatan atau persetujuan dari orang yang ada di sekitarnya. Proses peniruan

yang diperkuat dengan pengukuhan oleh dunia sekitar anak itu kemudian menjadi

kebiasaan. Dalam penerapan pendekatan ini, tugas guru bahasa, yakni seperti di

bawah ini.

(1) memberikan kemungkinan kepada siswa untuk mengembangkan pengalamannya

guna meningkatkan keterampilan berbahasa.

(2) guru bahasa harus memberikan stimulus sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk

memeroleh pengalaman berbahasa yang pada gilirannya berakibat pada

perubahan tingkah laku berbahasa siswa.

(3) guru bahasa merencanakan pengajaran bahasa sedemikian rupa agar siswa

memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan pengalamannya.

Stimulus yang tampak dalam pengajaran harus terstruktur dan diprogramkan agar

perubahan perilaku terjadi sesuai dengan tujuan pengajaran khusus yang ingin

dicapai.

Page 26: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

26

(4) guru bahasa harus mempertimbangkan starategi, metode, dan teknik yang tepat

serta memungkinkan siswa menambah pengalamannya.

(5) guru bahasa harus memikirkan sumber dan alat bantu mengajar yang cocok agar

kegiatan menambah pengalaman berbahasa berjalan sesuai dengan tujuan yang

telah dirumuskan.

(6) guru bahasa harus menata lingkungan belajar sedemikian rupa agar siswa

berkeinginan menambah pengalaman sesuai dengn keinginannya dan tidak

bertentangan dengan tujuan khusus pengajaran yang hendak dicapai

c. Pendekatan Mentalistik

Teori belajar mentalistik dikatakan memiliki hubungan yang sangat erat dan

berasal dari teori psikologi. Aspek kognitifnya mempersoalkan masalah bagaimana

orang memeroleh bahasa. Menurut penganut pendekatan kognitif/ mentalistik, setiap

orang yang belajar bahasa tidak dikondisikan oleh proses yang sama, tetapi telah

memiliki potensi yang dibawanya sejak lahir. Penganut paham ini, berpendapat

bahwa bahasa sangat rumit. Aktivitas bahasa pada dasarnya adalah aktivitas mental.

Kaum mentalis berpendapat bahwa proses belajar manusia tidak boleh disamakan

dengan proses belajar yang terjadi pada binatang. Binatang dapat diberikan stimulus

tertentu untuk suatu reaksi yang diharapkan. Jadi bahasa sebagai fenomena sosial dan

keberadaan manusia tidak boleh dianggap sebagai aktivitas fisik, apalagi disamakan

dengan aktivitas binatang.

Page 27: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

27

Tujuan teori belajar kognitif adalah untuk membentuk hubungan yang teruji,

dari tingkah laku orang-orang pada ruang kehidupan mereka secara spesifik sesuai

dengan situasi psikologisnya. Teori kognitif menjelaskan bagaimana seseorang

mencapai pemahaman atas diri dan merupakan faktor-faktor yang saling tergantung

satu dan lainnya. Dalam penerapannya, pendekatan ini menitikberatkan pada hal-hal

berikut.

(1) Tugas guru bahasa, yakni melacak potensi yang ada, membimbing dan

mengembangkan potensi atau kapasitas yang dibawa sejak lahir itu agar

berkembang semaksimal mungkin.

(2) Tiap orang yang belajar bahasa tidak karena tersedianya kondisi dari luar,

tetapi karena pemerolehan bahasa yang telah dibawa sejak lahir.

d. Pendekatan Physical Response

Total physical response merupakan metode pendekatan pengajaran bahasa

yang diperkenalkan oleh James Asher Metode total physical response biasa juga

disebut dengan “the comprehension approach” karena dalam pendekatan ini banyak

diimplementasikan listening comprehension atau kemampuann mendengarkan. Ide

pendekatan ini muncul dari pengamatan tentang bagaimana seorang bayi dapat

menguasai bahasa ibu. Seorang bayi berbulan-bulan mendengarkan suara orang-orang

yang ada di sekitarnya sebelum dapat mengucapkan sebuah kata. Tidak ada yang

memerintahkan seorang anak untuk berbicara tetapi dia akan berbicara ketika sudah

siap.

Page 28: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

28

Pada total physical response siswa mendengarkan dan merespon instruksi

lisan guru. Tujuan penggunaan metode pengajaran ini adalah untuk membuat para

siswa menikmati pengalaman berkomunikasi menggunakan bahasa asing.

Kenyataannya pendekatan ini dikembangkan untuk mengurangi perasaan stres ketika

mempelajari bahasa asing. Dalam metode ini ditekankan struktur tata bahasa dan

kosakata dibandingkan dengan aspek bahasa lainnya. Guru dapat mengukur tingkat

pemahaman seorang siswa dengan melihat aksi yang dilakukan oleh para siswa

dengan instruksi yang diberikan ketika belajar bahasa asing. Dalam metode ini

diharapkan agar siswa yang melakukan beberapa kesalahan ketika pertama kali

memulai untuk berbicara, guru yang menemukan kesalahan harus toleran dan hanya

mengoreksi kesalahan yang besar.

f. Pendekatan Natural

Pengajaran bahasa dikatakan sebagai sebuah proses yang diperoleh karena

mempunyai ciri bahwa bahasa aktif dalam otak bawah sadar (subconcious) dan

intuitif. Hal ini dapat diamati pada anak kecil yang dapat memahami dan mengetahui

bahasa ibu yang menjadi bahasa asing bagi kita. Hal tersebut dapat mereka alami

tanpa proses belajar secara sengaja, tetapi dari proses mengamati interaksi orang-

orang yang ada di sekitarnya dan hal tersebut dapat diketahui tanpa pengetahuan.

Kedua adalah hipotesis yang mengatakan bahwa bahasa merupakan sebuah proses

pembelajaran yang mustahil dikuasai tanpa mempelajari dan mengetahui aturan-

Page 29: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

29

aturan dalam tata bahasa, dalam hal ini bahasa sebagai skill yang harus dipelajari

dalam otak sadar.

Nunan (1989; Budiningsih, 2005: 54) mengungkapkan bahwa peranan guru

dalam pendekatan ini adalah sebagai sumber utama yang memberikan masukan dan

menciptakan suasana kelas yang tidak gugup atau kaku. Oleh karena itu seorang guru

yang kreatif harus memilih dan menyusun aktivitas kelas yang membuat nyaman para

siswa untuk berinteraksi, sebagaimana ia berinteraksi secara alami dalam lingkungan

pergaulannya sehari-hari. Sebagai contoh aktivitas pendekatan natural approach

dalam pengajaran. Brown (1999) menyatakan bahwa metode pendekatan natural

approach meliputi hal-hal berikut.

1. Memperkenalkan diri dan orang lain.

2. Menukar informasi pribadi

3. Mengajarkan mengeja nama orang lain.

4. Memberikan perintah

5. Meminta maaf dan berterima kasih

6. Mengenali dan menggambarkan orang

7. Menanyakan sebuah informasi.

Hal unik yang dapat ditemukan dalam pembelajaran ini adalah berlatih

dengan teman sekelas, kelompok kerja interaktif, bermain peran, melatih tata bahasa

dan pronounciation. Di samping itu juga teknik gap-information, aktivitas internet,

dan latihan interaktif ekstra dalam kelas.

Page 30: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

30

g. Pendekatan Pembelajaran HighScope

Pendekatan HighScope merupakan pendekatan yang berorientasi atau berpusat

pada siswa (student centered approach). Pendekatan HighScope pertama

dikembangkan oleh David Weikart. HighScope mulai digunakan tahun 1962. Studi

ini menyebutkan bahwa siswa memiliki hubungan sosial dan emosional yang baik.

Siswa sebagai pembelajar aktif yang diberikan kesempatan untuk memilih sendiri

aktivitas belajar. Pendekatan HighScope pada umumnya merupakan pendekatan yang

digunakan pada pembelajaran PAUD karena awal berdirinya HighScope dari PAUD

kemudian terus berkembang hingga tingkat SMU. Pendekatan pembelajaaran

HighScope digunakan pada pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa kelas VII

SLTP. Pendekatan pembelajaran HigScope merupakan pendekatan yang bertujuan

mengasah kreativitas siswa.

Morrison (2008:156) mengungkapkan bahwa program HighScope berdasarkan

teori Piaget, kontruktivisme, Dewey dan Vgotsky menyatakan bahwa pendekatan

HighScope merupakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan

memprioritaskan siswa untuk terlibat secara aktif, baik dalam perencanaan maupun

dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dirancang sesuai dengan minat

siswa sehingga penentuan kegiatan pembelajaran oleh guru dan siswa dilakukan

dengan cara yang seimbang.

Plan, do, review merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Dalam metode ini siswa diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan

Page 31: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

31

pembelajaran sesuai dengan minat dan keinginannya. Siswa belajar mulai dari

membuat perencanaan plan. Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada

siswa untuk melaksanakan kegiatan. Pada tahap do siswa melaksanakan atau

mengerjakan sesuatu sesuai dengan rencana secara berkelompok. Tahap terakhir

adalah review. Pada tahap ini siswa melaporkan kembali/mengkaji apa yang telah

dikerjakan dalam proses pembelajaran.

Pendekatan HighScope memiliki empat komponen penting dalam

pelaksanaannya sebagai berikut.

1. Siswa sebagai pembelajar aktif yang menggunakan sebagian besar waktunya

dalam pusat pembelajaran (learning center) yang beragam.

2. Merencanakan- melakukan-mengulang (plan-do-review)

3. Pengalaman kunci (key experience) merupakan pengalaman-pengalaman penting

siswa digunakan dalam pembelajaran.

4. Penggunaan catatan atau anekdot untuk mencatat kemajuan yang diperoleh siswa.

Pendekatan HighScope memiliki lima unsur yang mendukung pembelajaran

aktif siswa. Kelima unsur tersebut yaitu benda-benda yang dapat dieksplor siswa pada

saat belajar kosakata berbahasa Bali, manipulasi benda-benda oleh siswa. Siswa dapat

memilih apa yang harus dilakukan dalam pembelajaran, bahasa siswa, dan dukungan

dari orang dewasa (guru).

Dalam penelitian ini teori pembelajaran bahasa yang digunakan berpedoman

pada pendapat Morrison (2008: 159). Menurut Morrison pendekatan pembelajaran

HighScope, merupakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada anak dan

memprioritaskan siswa untuk terlibat secara aktif dan menggunakan metode plan,do,

Page 32: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

32

review baik dalam perencanaan maupun proses pembelajaran. Kegiatan ini dirancang

sesuai dengan minat siswa sehingga penentuan kegiatan pembelajaran oleh guru dan

siswa dilakukan dengan cara yang seimbang. Landasan teori ini dipakai untuk

meneliti metode pembelajaran BDB yang diterapkan pada siswa dwibahasa kelas VII

di Sekolah HighScope Indonesia-Bali.

Dalam pembelajaran bahasa sering dijumpai faktor-faktor yang dapat

menghambat pembelajaran bahasa. Asrori (2007: 125--127) berkembangnya ilmu

pengetahuan mengenai perilaku manusia, banyak membahas hasil belajar yang

efektif. Para pakar di bidang pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan

faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran bahasa. Dengan diketahuinya faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar, guru atau siswa dapat memberikan

intervensi positif untuk meningkatkan hasil belajar yang diperoleh. Ada dua faktor

yang memengaruhi hasil belajar siswa, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Faktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan

fungsi-fungsi fisiologis.

a) Faktor fisiologis sangat menunjang aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang

sehat dan kurang sehat akan berpengaruh pada aktivitas belajar. Jika siswa

kekurangan kadar makanan, keadaan jasmani akan lemah yang mengakibatkan

lekas mengantuk dan lelah.

Page 33: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

33

b) Faktor psikologis, yaitu yang mendorong atau memotivasi belajar. Faktor-

faktor tersebut di antaranya adalah seperti berikut.

· Adanya keinginan untuk tahu

· Agar mendapatkan simpati dari orang lain.

· Untuk memperbaiki kegagalan

Selain beberapa faktor internal di atas, faktor yang memengaruhi hasil belajar

dapat disebutkan sebagai berikut.

1. Minat

Seseorang yang tidak berminat mempelajari sesuatu tidak akan berhasil

dengan baik. Kalau seseorang memiliki minat terhadap objek, maka mendapat

hasil yang baik. Guru harus selektif dalam menentukan atau memilih materi

pelajaran yang menarik siswa. Selain itu, harus dapat mengemas materi yang

dipilih dengan metode yang menarik. Guru juga perlu mengenali karakteristik

siswa, misalnya latar belakang sosial ekonomi, keyakinan, kemampuan, dan

lain-lain.

2. Kecerdasan

Kecerdasan memegang peranan penting dalam menentukan

keberhasilan siswa. Orang cerdas lebih mampu belajar daripada orang yang

kurang cerdas. Berbagai penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara

tingkat kecerdasan dan hasil belajar di sekolah.

Page 34: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

34

3. Bakat

Bakat merupakan kemampuan bawaan sebagai potensi yang perlu

dilatih dan dikembangkan agar dapat terwujud. Bakat memerlukan latihan dan

pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan pada masa yang akan datang.

Selain kecerdasan, bakat merupakan faktor yang menentukan berhasil

tidaknya seseorang dalam belajar. Belajar pada bidang yang sesuai dengan

bakatnya akan memperbesar kemungkinan seseorang untuk berhasil.

4. Motivasi

Istilah motivasi berasal dari kata motif dalam bahasa Inggris motive

berasal dari kata motian yang diartikan gerakan atau sesuatu yang bergerak.

Istilah motivasi sangat erat kaitannya dengan gerak, yaitu gerak yang

dilakukan manusia yang lebih dikenal dengan istilah tingkah laku atau

perbuatan. Dalam ilmu psikologi istilah motivasi dikenal dengan istilah

rangsangan atau dorongan.

Motivasi yang dimiliki individu akan menentukan, baik kualitas perilaku yang

ditampilkannya, maupun dalam konteks belajar. Dalam dunia pendidikan motivasi

dikaitkan terutama dengan kepentingan upaya pencapaian prestasi seseorang.

Menurut Uno (2007:3), motivasi adalah kekuatan pergerakan yang

membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup yang menimbulkan sesuatu dan

mengarahkan pada tujuan tertentu. Teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli

yaitu sebagai berikut.

Page 35: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

35

A. Teori Motivasi Abraham Maslow (1943--1970)

Abraham Maslow (1943--1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua

manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkan dalam lima tingkatan yang

berbentuk piramid, yaitu orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima

tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan herarki kebutuhan Maslow, dimulai

dari kebutuhan biologis dasar sampai dengan motif psikologis yang lebih kompleks;

yang penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi.

B. Teori Motivasi Herzberg (1966)

Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang

untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua

faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor

intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan,

termasuk hubungan antarmanusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya

(faktor ekstrinsik). Di pihak lain, faktor motivator (instrinsik) memotivasi seseorang

untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement,

pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dan sebagainya.

C. Teori Motivasi Vroom (1964)

Teori Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan

mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang diyakini dan tidak dapat

melakukannya sekalipun hasil pekerjaan itu sangat diinginkan. Menurut Vroom,

Page 36: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

36

tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu

(1) ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas, (2) instrumentalis, yaitu

penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas

(keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu). (3) valensi, yaitu respons

terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif. Motivasi tinggi jika

usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan dan motivasi rendah jika

usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan.

D. Teori Achievement Mc Clelland (1961)

Teori ini dikemukakan oleh Mc Clelland (1961). Ia menyatakan bahwa ada

tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu, seperti berikut.

• Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)

• Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan

soscialneed Maslow)

• Need for Power (dorongan untuk mengatur).

Dr. Ngalim Purwanto berpendapat bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang

mendorong manusia untuk bergerak melakukan sesuatu. Ada beberapa macam jenis

motivasi yaitu sebagai berikut.

1. Motivasi berdasarkan terbentuknya motivasi itu sendiri. Berdasarkan hal

ini motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi bawaan

dan motivasi yang dipelajari. Motivasi bawaan adalah motivasi yang

dibawa sejak lahir dan tidak perlu dipelajari. Contoh makan, minum,

dorongan untuk bergerak, dan beristirahat. Sebaliknya motivasi yang

Page 37: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

37

dipelajari adalah motivasi yang timbul karena dipelajari, misalnya

dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan atau dorongan

untuk mengejar suatu kedudukan dalam masyarakat.

2. Motivasi berdasarkan jalarannya. Dalam hal ini motivasi dibedakan

menjadi dua, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi

instrinsik timbul tidak memerlukan rangsangan dari luar karena sudah ada

dalam diri individu sendiri, sedangkan motivasi ekstrinsik berasal dari luar

individu. Misalkan dalam bidang pendidikan terdapat minat yang positif

yang timbul karena ada manfaatnya.

Motivasi instrinsik harus lebih kuat daripada motivasi ekstrinsik. Seorang guru

harus dapat menimbulkan motivasi instrinsik untuk menumbuhkembangkan minat

belajar siswa terhadap mata pelajaran. Motivasi merupakan penggerak atau

penggugah seseorang untuk melakukan sesuatu agar dapat tercapai suatu keinginan.

Motivasi dapat berupa motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang bersifat

instrinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang

termotivasi. Orang mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut, bukan

karena rangsangan lain, seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan

seseorang melakukan hobinya. Sebaliknya motivasi ekstrinsik adalah manakala

elemen-elemen di luar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor

utama yang membuat seseorang termotivasi, seperti status ataupun kompensasi.

Page 38: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

38

Motivasi sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan seseorang untuk

melakukan sesuatu termasuk dalam proses pembelajaran bahasa. Gardner dan

Lambert (1972) dalam Harmer (1983) dan Brown (2000) membedakan motivasi

menjadi dua, yaitu motivasi instrumental dan motivasi integratif. Motivasi

instrumental mengacu pada pemerolehan bahasa sebagai alat untuk mencapai tujuan,

seperti karier dan tujuan yang bersifat akademik. Di pihak lain motivasi integrative,

yaitu motivasi yang terjadi akibat adanya dorongan atau keinginan untuk

mengintegrasikan diri dalam budaya kelompok penutur bahasa yang dipelajari dan

terlibat dalam budaya kelompok bersangkutan.

Brown (2000:165) berpendapat bahwa motivasi secara tipikal dapat dibedakan

atas motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Aktivitas-aktvitas yang termotivasi

secara intrinsik adalah aktivitas yang tidak ada imbalannya, kecuali aktivitas itu

sendiri atau adanya rasa puas dan prestasi dalam melakukannya. Sebaliknya, perilaku

yang termotivasi secara ekstrinsik dipakai untuk kepentingan atau imbalan dari luar

diri, seperti untuk mendapatkan uang, hadiah, pangkat, bahkan umpan balik tertentu

atau karena adanya tekanan dari pihak luar. seperti atasan dan lingkungan. Rangkaian

kedua motivasi ini dapat dipakai oleh semua kelas bahasa di seluruh dunia karena

saling melengkapi.

Dalam pembelajaran bahasa tidak semua siswa memiliki motivasi yang sama

dalam belajar bahasa. Sebelum proses belajar berlangsung, guru perlu memperoleh

pengetahuan tentang motivasi para pembelajar bahasa selain kemampuan dasar yang

Page 39: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

39

telah dimiliki. Setelah itu guru dapat mengambil langkah-langkah untuk

meningkatkan motivasi sejak permulaan proses pembelajaran demi keberhasilan

proses pembelajaran (Harmer, 1983: 7--8; Budiarsa, 2006:3).

Motivasi dan sikap siswa penting dalam menentukan kesuksesan dan

kegagalan proses pembelajran. Wandia (1990: 105--106; Budiarsa, 2006: 5).

mengemukakan bahwa guru harus mengantisipasi dan mengakomodasikannya dengan

mengembangkan strategi pembelajar yang lebih aktif di dalam kelas, untuk mencapai

tujuan tersebut, ada beberapa hal yang harus dilakukan guru. Pertama

mengembangkan kepiawaian dan pengetahuannya yang memungkinkan menjadi guru

yang baik. Kedua bertanggung jawab dan siap melakukan tugas sebagai fasilitator

dan mediator yang baik. Ketiga dapat memilih dan memakai materi ajar yang

komunikatif yang memungkinkan siswa aktif dalam kelas. Keempat menerapkan

langkah dan teknik pembelajaran yang bervariasi sehingga pembelajar tertarik untuk

mengikuti pelajaran. Kelima dapat mengembangkan kepercayaan diri pembelajar

dalam pengertian bahwa mereka hanya memerlukan sedikit bantuan dari luar dalam

hal ini guru. Jika siswa telah memiliki keinginan dan dorongan yang kuat untuk

belajar, maka akan tercipta suasana pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan.

Motivasi merupakan dorongan yang ada pada diri siswa untuk melakukan

suatu tindakan. Motivasi banyak dipengaruhi oleh kebutuhan individu yang ingin

dipenuhi (Suharsimi, 1993: 88; Budiarsa, 2006:10).

Page 40: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

40

b. Faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri siswa yang ikut memengaruhi

belajar siswa. Faktor eksternal lainnya, misalnya berasal dari orang tua, sekolah, dan

masyarakat.

1) Faktor yang berasal dari orang tua

Faktor yang berasal dari orang tua terutama adalah sebagai cara mendidik

orang tua terhadap anaknya. Ada beberapa tanggapan mengenai faktor yang

memengaruhi belajar yang berasal dari orang tua. Tipe seperti ini mendidik

sesuai dengan kepemimpinan.

2) Faktor yang berasal dari sekolah

Faktor yang berasal dari sekolah dapat berasal dari guru, mata pelajaran

yang ditempuh, dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi

penyebab kegagalan belajar siswa yang menyangkut kepribadian guru dan

kemampuan mengajarnya. Di samping itu, minat terhadap mata pelajaran,

karena kebanyakan siswa memusatkan perhatian kepada pelajaran yang

diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai

dengan yang diharapkan. Keterampilan, kemampuan, dan kemauan belajar

siswa tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh

karena itu, menjadi tugas guru untuk membimbing siswa dalam belajar.

Page 41: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

41

3) Faktor yang berasal dari masyarakat

Siswa tidak lepas dari kehidupan masyarakat, bahkan faktor masyarakat

sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh masyarakat sulit

dikendalikan, baik mendukung maupun tidak mendukung perkembangan siswa,

masyarakat memiliki pengaruh terhadap pendidikan.

Selain faktor eksternal di atas, ada faktor eksternal yang dapat

memengaruhi pembelajaran bahasa yaitu.

a) Faktor Luar

Faktor luar yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat

memengaruhi hasil belajar siswa. Beberapa faktor luar antara lain seperti di

bawah ini.

o Faktor Lingkungan, meliputi hal-hal berikut.

o Lingkungan alam, yaitu kondisi alam yang dapat berpengaruh terhadap

proses dan hasil belajar.

o Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia maupun yang lain, yang

langung dapat memengaruhi proses dan hasil belajar.

b) Faktor Instrumen

Faktor instrumen adalah faktor-faktor yang dalam penggunaannya dirancang

sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini meliputi hal-hal

berikut.

Kurikulum yang belum mantap dan sering mengalami perubahan dapat

mengganggu proses belajar.

Page 42: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

42

Program yang jelas tujuan, sasaran, waktu dan mudah dilaksanakan akan

dapat membantu proses belajar.

Sarana dan Fasilitas, keadaan gedung dan tempat belajar, penerangan, ventilasi,

tempat duduk dapat memengaruhi keberhasilan belajar. Sarana

yang memadai akan membuat situasi yang kondusif untuk belajar.

Guru dan tenaga pengajar, kelengkapan jumlah guru, cara mengajar,

kemampuan, kedisiplinan yang dimiliki guru dapat memengaruhi proses dan

hasil belajar siswa. Guru yang profesional mengembangkan kemampuannya

melalui pendekatan. Pendekatan mampu menciptakan suasana aktif sehingga

tujuan yang direncanakan dalam pembelajaran dapat dicapai.

Dengan kemampuan pada suatu mata pelajaran, baik pengetahuan, keterampilan

maupun sikap yang mampu dikembangkan, siswa diharapkan dapat mengalihgunakan

kemampuan-kemampuan tersebut untuk mengahadapi masalah-masalah dalam

berbagai bidang pelajaran. Kemampuan bernalar, kemampuan memilih strategi yang

cocok dengan permasalahan, kemampuan menerima dan mengemukakan suatu

informasi secara tepat, dan cermat merupakan kemampuan umum yang dapat

digunakan dalam berbagai bidang.

Page 43: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

43

2.2.2.2 Kedwibahasaan

Tantangan yang dihadapi bahasa daerah Bali adalah gencarnya pemakaian

bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya, sehingga masyarakat Bali sudah menjadi

dwibahasawan dan masyarakat multibahasa. Hal ini berdampak secara nyata pada

penutur dwibahasa, maka penutur akan mulai bergeser dalam menggunakan

bahasanya karena memiliki pilihan pemakaian bahasa lebih dari satu (Boloomfield,

1933: Chaer, 1995).

Ada beberapa tahapan usia dalam pemerolehan bahasa kedua yang

dikemukakan oleh Ovando dan Callier (1985: 65) dalam Tarigan (1988). Adapun

tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a. Kedwibahasaan Masa Kecil (Infant Bilingualism)

Pemerolehan bahasa pada masa kecil dimulai sejak bayi yaitu saat bayi

belum dapat mengucapkan suatu kata apa pun, pada saat itu bayi sudah mulai

belajar bahasa. Bayi yang secara langsung bergerak atau beranjak dari “tidak

berbicara sama sekali” menuju ke “berbicara dua bahasa”. Kasus-kasus

kedwibahasaan masa kecil memang perlu melibatkan atau mengikutsertakan

pemerolehan serentak (simultaneous acquesition) dari dua bahasa tersebut.

b. Kedwibahasaan Masa Kanak-Kanak (Child Bilingualism)

Kedwibahasaan masa anak-anak secara definisi mencakup

pemerolehan suksesif dua bahasa. Penyebab umum memperoleh suksesif ini

Page 44: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

44

adalah perpindahan keluarga ke daerah atau negara lain. Hal ini mempunyai

hubungan erat dengan masa sulit adaptasi atau penyesuaian kehidupan anak

dan mencakup dalam belajar bahasa. Berdasarkan pengalaman telah diketahui

berulang-ulang bahwa siswa dalam situasi ini akan mempelajari bahasa kedua

dengan kecepatan yang mengagumkan. Bantuan yang diperoleh anak dari

guru dan teman-teman sekelas merupakan hal yang sangat penting.

c. Kedwibahasaan Masa Remaja (Adolescent Bilingualism)

Masa remaja dikatakan sebagai masa seorang anak mengalami

perubahan, baik dilihat dari segi fisik, psikis, suara, maupun bahasa.

Kedwibahasaan pada masa remaja atau adolescent bilingualism adalah suatu

istilah yang mengacu kepada orang-orang yang menjadi dwibahasawan

setelah masa pubertas. Dalam masa ini ada beberapa perbedaan dengan

pemerolehan bahasa kedua pada masa anak-anak. Hal ini terjadi sebab yang

diperoleh pada masa anak-anak dapat dihubungkan dengan ucapan pribumi

atau mirip pribumi (native accent).

d. Kedwibahasaan Orang Dewasa (Adult Bilinguyalism)

Remaja dan orang dewasa yang mempelajari bahasa kedua akan

mengalami hal yang sama. Orang dewasa biasanya telah menguasai bahasa

pertama dengan maksimal. Pada waktu belajar dan berusaha untuk

memperoleh bahasa kedua akan mengalami kesulitan. Kesulitan ini akan

terasa bagi orang dewasa yang belum terbiasa sama sekali atau belum familiar

Page 45: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

45

dengan bahasa yang sedang dipelajari, sehingga akan muncul lafal dengan

aksen yang sangat kuat dipengaruhi oleh bahasa pertamanya. Oleh karena itu,

terlihat perbedaan yang cukup signifikan dengan belajar B2 pada masa anak-

anak. Apabila dihubungkan atau dikaitkan dengan aksennya, tampak dengan

aksen bukan pribumi (nonnative accent).

Teori kedwibahasaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

Ovando dan Callier (1985: 65) dalam Tarigan (1988). Teori itu yang digunakan untuk

meneliti kendala-kendala kebahasaan yang terjadi pada siswa kelas VII dalam

pembelajaran BDB.

Page 46: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

46

2.3 Model Penelitian

Secara garis besar model penelitian dapat dilihat pada bagan 2.3 berikut:

Bagan 2.3 Model Penelitian

3

Pembelajaran Bahasa

Bahasa Inggris

1.Faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB?

2.Kendala apa yang dihadapi dalam pembelajaran BDB?

3.Metode pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa?

Hasil Penelitian

Bahasa Indonesia Bahasa Daerah

Bali

Permasalahan

Metode dan teknik

pengumpulan data

Metode kualitatif dan kuantitatif, teknik

observasi, wawancara, dan kuisioner

Teori pembelajaran Bahasa

HighScope ( plan, do, review)

Morrison (2008 : 156)

Kendala berbahasa menggunakan teori

dwibahasa (Ovando dan

Callier (1985) dalam

Sudiarta (2005:27)

Teori Linguistik Terapan

Page 47: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

47

Model penelitian merupakan alur penelitian yang dipakai oleh seorang peneliti

dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini. Objek penelitian yang dipakai

adalah siswa kelas VII sekolah HighScope Indonesia-Bali. Siswa kelas VII dipilih

sebagai objek penelitian karena merupakan siswa dwibahasa yang hidup dalam

masyarakat multilingual.

Dalam penelitian ini proses pembelajaran BDB diperoleh melalui observasi

terhadap siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan satu kali seminggu. Setiap

kali pertemuan memiliki waktu enam puluh menit. Dalam proses pembelajaran

dilakukan beberapa pendekatan, metode, dan penerapan teknik dalam pembelajaran

BDB.

Penelitian ini merupakan kajian linguistik terapan, yaitu sosiolinguistik yang

menganalisis pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa. Bahasa yang diteliti adalah

bahasa daerah Bali. Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif dengan teknik observasi,

wawancara, rekaman, dan kuesioner. Dalam penelitian ini, data berupa hasil

observasi situasi kelas, hasil wawancara mengenai faktor–faktor yang memengaruhi

pembelajaran BDB, kendala yang dihadapi dalam pembelajaran BDB, dan metode

yang digunakan pada pembelajaran BDB.

Data dianalisis dengan metode kualitatif dan kuantitatif berdasarkan teori

yang relevan dengan pembahasan yaitu teori linguistik terapan. Adapun teori yang

dimaksud adalah sebagai berikut yaitu, pertama metode pembelajaran HighScope

Page 48: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

48

oleh Morrison (2008: 156). Kedua teori dwibahasa (Ovando dan Callier, 1985) dalam

Sudiarta (2005:27) dan Asrori (2007: 125) sebagai acuan dalam menganalisis faktor-

faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB dan kendala berbahasa yang timbul

dalam pembelajaran BDB. Hasil penelitian disajikan secara formal, artinya hasil

analisis disajikan dengan table dan lambang-lambang. Di samping itu, hasil penelitian

juga disajikan secara informal, artinya bahwa hasil analisis data disajikan dengan

kata-kata atau kalimat secara deskriptif.

Page 49: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

49

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara yang ditempuh dalam penelitian. Arikunto

(2006: 22) menyatakan bahwa metode penelitian merupakan sesuatu yang penting

karena berhasil tidaknya dan tinggi rendahnya kualitas penelitian sangat ditentukan

oleh ketepatan dalam memilih metode penelitian. Metode penelitian meliputi (1)

rancangan penelitian, (2) subjek penelitian dan objek penelitian, (3) prosedur

penelitian, (4) metode pengumpulan data dan instrumen penelitian, dan (5) analisis

data. Berikut diuraikan metode penelitian tersebut.

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menerapkan metode deskriptif kualitatif.

Teknik analisis deskriptif kuantitatif merupakan teknik analisis data yang dilakukan

dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah diperoleh untuk

selanjutnya dihitung berdasarkan statistik (angka) sesuai dengan indikator awal yang

telah ditetapkan. Deskriptif kualitatif merupakan teknik analisis data yang dilakukan

dengan cara menggambarkan data atau fenomena secara umum untuk disimpulkan.

Langkah-langkah penelitian ini meliputi penyusunan, rancangan penelitian,

penentuan lokasi penelitian, penentuan jenis dan sumber data, dan penyusunan

instrumen penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik

analisis data, dan metode dan teknik penyajian hasil analisis.

Page 50: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

50

3.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VII Sekolah HighScope Indonesia-Bali.

Dalam penelitian ini jumlah siswa kelas VII A sebanyak dua belas orang dan siswa

kelas VII B sebanyak empat belas orang siswa.

Tabel 3.1 Data Siswa Dwibahasa Kelas VII A

No Nama siswa Jenis kelamin Agama Asal

1 Putu Adistya Priyanka Surya Perempuan Hindu Bali

2 Putu Erin Indira Kayana Perempuan Hindu Bali

3 Keefe Jo Basyara Laki-laki Muslim Jakarta

4 Ben Dafyan Marthein Warouw Laki-laki Christian Jakarta

5 Jamie William Diyono Laki-laki Christian Jakarta

6 Haico Desitha Van Der Veken Perempuan Catolik Belgia

7 I Ketut Putra Purnawibawa Laki-laki Hindu Bali

8 Amelie Christabella Perempuan Cristian Jakarta

9 A.A. Ngurah Bagus Krishna Laki-laki Hindu Bali

10 Putu Budi Sukarya Putra P.O. Laki-laki Hindu Bali

11 Naufal Alif Imani Laki-laki Muslim Jember

12 Ester Caroline Yusuf Perempuan Christian Jakarta

Berdasarkan tabel di atas, data siswa dwibahasa kelas VIIA sebanyak dua

belas siswa. Lima siswa berjenis kelamin perempuan dan tujuh siswa laki-laki.

Berdasarkan agama ada lima siswa beragama Hindu, empat siswa beragama

Christian, satu siswa Katolik, dan dua siswa beragama Muslim yang dijadikan

sebagai subjek penelitian.

Page 51: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

51

Tabel 3.2 Data Siswa Dwibahasa Kelas VII B

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat data siswa dwibahasa kelas VIIB

berdasarkan agama ada enam siswa beragama Hindu, lima siswa beragama Christian,

tiga siswa beragama Muslim yang dijadikan sebagai subjek penelitian.

Tabel 3.3 Persentase Daerah Asal Siswa

No Asal Jumlah Siswa Persentase

1 Bali 11 42,3%

2 Jakarta 7 26,9%

3 Bandung 1 3,85%

4 Surabaya 1 3,85%

5 Jember 1 3,85%

6 Rote 1 3,85%

7 Belgia 1 3,85%

8 Perancis 1 3,85%

9 Jepang 2 7,7%

No Nama siswa Jenis kelamin Agama Asal

1 Rin Hasegawa Laki-laki Christian Jepang

2 Putu Keysa Kerta Mahesa Laki-laki Hindu Bali

3 Marlon Sathya Verchere Laki-laki Muslim Perancis

4 Amelie Christasya Perempuan Christian Jakarta

5 IGA. Istri Raniastu Ista Sidanta Perempuan Hindu Bali

6 Hayato Hachiseko Laki-laki Christian Jepang

7 Putu Devika Putri Asha Sana Perempuan Hindu Jakarta

8 Luh Gede Diva Lilyasih A.M. Perempuan Himdu Bali

9 Yohan Candra Laki-laki Christian Bali

10 IB. Ram Kalpika Putra Mayun Laki-laki Hindu Bali

11 M. Naufal Raihansyah Z. Laki-laki Muslim Bandung

12 Auriga Namira Firmansyah Perempuan Muslim Surabaya

13 Gracela Michele John Mesach Perempuan Christian Rote

14 Ariantika Parawangsa P.P.G Laki-laki Hindu Bali

Page 52: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

52

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa jumlah siswa kelas VIIA dan VIIB

sebanyak 26 orang, 42,3% berasal dari Bali, 26,9% siswa berasal dari Jakarta, 3,85%

siswa berasal dari Bandung, 3,85% siswa berasal dari Surabaya, 3,85% siswa berasal

dari Jember, 3,85% siswa berasal dari Rote, 3,85% siswa berasal dari Perancis, dan

7,7% siswa berasal dari Jepang. Hal ini menunjukkan kemajemukan siswa kelas VIIA

dan VIIB merupakan siswa yang hidup dalam lingkungan multilingual sehingga BDB

merupakan pembelajaran bahasa kedua bagi siswa yang menggunakan bahasa Jepang,

bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai bahasa pertama.

42.30%

26.90%

3.85% 3.85% 3.85% 3.85% 3.85%7.70%

3.85%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Bali

Jakarta

Bandung

Surabaya

Jember

Rote

Belgia

Perancis

Jepang

Daerah Asal Siswa kelas VIIA dan VIIB

Grafik 3.1 Daerah Asal Siswa Kelas VIIA dan VIIB

Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa daerah asal siswa kelas VIIA dan

VIIB yang berjumlah 26 orang berasal dari enam daerah yang berbeda di Indonesia

dan tiga negara yang berbeda. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa

Page 53: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

53

kelas VIIA dan VIIB merupakan siswa yang berasal dari negara dan daerah yang

majemuk sehingga siswa kelas VIIA dan VIIB menguasai lebih dari satu bahasa

untuk berkomunikasi.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SLTP HighScope Indonesia Bali yang berlokasi di

Jalan Muding X No 9, Kerobokan Kaja, Kuta Utara. Lokasi sekolah berada pada

daerah perbatasan wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.

3.4 Jenis dan Sumber Data

3.4.1 Jenis Data

Data dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data ini

diperoleh dari siswa dwibahasa kelas VII SLTP HighScope Indonesia-Bali. Siswa

kelas VII A sebanyak dua belas orang dan siswa kelas VII B sebanyak empat belas

orang siswa. Selain itu, data diperoleh dari guru BDB yang mengajar di kelas VII.

3.4.1.1 Data Kualitatif

Data kualitatif merupakan data yang berbentuk kalimat verbal. Fungsi data

kualitatif adalah memberikan informasi mengenai suatu keadaan melalui pernyataan

atau kata-kata, tidak berbentuk nominal. Penelitian dengan menggunakan data

kualitatif merupakan penelitian yang tidak dapat memperoleh data secara langsung.

Data ini diperoleh melalui proses penelitian dan disajikan dalam bentuk kata-kata.

Page 54: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

54

Data diperoleh melalui proses pengamatan, proses tanya jawab, dan penyebaran

angket.

Data kualitatif dalam penelitian ini berupa hasil dari catatan hasil observasi

interaksi guru dengan siswa yang terjadi di kelas, hasil wawancara, gambar hasil

pemotretan.

3.4.1.2 Data Kuantitatif

Data kuantitatif merupakan jenis data yang berupa angka dan dapat dihitung

atau diolah dengan menggunakan perhitungan matematika atau statistik untuk

menarik suatu simpulan. Fungsi data kuantitatif adalah untuk menggambarkan suatu

informasi atau keadaan dalam wujud angka-angka. Penelitian yang menggunakan

data kuantitatif dapat langsung memperoleh data yang dibutuhkan. Proses

pengumpulan data kuantitatif sangat mudah dan tidak membutuhkan banyak waktu.

Data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan rumus sederhana.

Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa hasil tes kemampuan berbahasa

Bali, jumlah siswa laki-laki dan perempuan, dan jumlah penggunaan BDB. Penyajian

hasil penelitian ini dipaparkan dalam bentuk nilai atau persentase dan grafik.

3.4.2 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder.

Kedua jenis data tersebut diuraikan sebagai berikut.

Page 55: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

55

3.4.2.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau objek

penelitian. Data primer berupa hasil kuesioner yang berisi unsur-unsur efektivitas

pembelajaran yang terjadi dalam proses pembelajaran, hasil wawancara, berupa hasil

observasi dalam pembelajaran BDB pada siswa kelas VII, dan tes yang diberikan

kepada siswa untuk mengetahui kemampuan BDB siswa.

3.4.2.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui data yang telah diteliti

yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yang diperoleh melalui studi pustaka.

Data sekunder berupa arsip-arsip, jurnal, artikel, dan hasil penelitian yang berkaitan

dengan pembelajaran BDB.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh data

yang diperlukan. Dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa observasi di kelas

yang dilakukan oleh guru pengajar BDB. Penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif sehingga peneliti menjadi instrumen penelitian utama yang langsung

mengambil data dari pembelajaran BDB. Alat yang dipakai dalam penelitian ini

adalah pedoman wawancara (interview guide) yang dilengkapi dengan alat perekam.

Selain itu, digunakan alat pencatat lainnya yang diperlukan selama wawancara dan

observasi berlangsung. Ada beberapa instrumen yang dipakai dalam penelitian ini.

Page 56: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

56

3.5.1 Pedoman Wawancara

Selain melakukan observasi, data primer juga diperoleh melalui hasil

wawancara dengan para informan, yaitu dengan pihak sekolah (baik guru maupun

siswa). Dalam kegiatan observasi dan wawancara, data yang digunakan terkait

dengan faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB, kendala-kendala dalam

pembelajaran BDB, metode pembelajaran BDB di sekolah HighScope Indonesia-

Bali, serta sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pembelajaran BDB di

lingkungan sekolah.

3.5.2 Perekaman dan Dokumentasi

Alat perekam digunakan untuk mengumpulkan data melalui rekaman selama

proses pembelajaran berlangsung untuk mengetahui tindakan guru dan kreativitas

siswa dalam proses pembelajaran BDB. Dalam pengumpulan data, peneliti

menggunakan dokumentasi terhadap data yang berkaitan dengan kebijakan

penyelenggaraan pembelajaran BDB pada kelas VII, seperti arsip kegiatan

pembelajaran di kelas yang meliputi kurikulum pendidikan, silabus, rencana

pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan kalender pendidikan.

Selanjutnya data kepustakaan lainnya berasal dari literatur yang berhubungan dengan

penyelenggaraan pembelajaran BDB pada siswa SLTP. Hasil penelitian tentang

pembelajaran BDB yang memiliki relevansi dengan penyelenggaraan pembelajaran

BDB di SLTP dan jurnal ilmiah yang terkait dengan penelitian pembelajaran dan

pengajaran bahasa.

Page 57: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

57

3.5.3 Catatan Harian

Catatan harian digunakan untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses

pembelajaran BDB berupa hasil dari proses pembelajaran ataupun pencatatan data

yang dilakukan oleh peneliti berupa tuturan atau ujaran siswa. Hal ini bertujuan

untuk mengetahui kesalahan berbahasa dalam pembelajaran BDB.

3.5.4 Kalender Pembelajaran (Silabus)

Penggunaan silabus sangat diperlukan untuk mengetahui rencana pembelajaran

guru yang dilaksanakan selama tiga bulan. Instrumen tersebut merupakan pedoman

mengajar bagi guru dalam menyampaikan materi. Silabus digunakan untuk mengukur

materi yang diberikan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

3.5.5 Rencana Proses Pembelajaran (RPP)

RPP digunakan untuk menunjang kelancaran dan keberhasilan selama proses

pembelajaran berlangsung. Instrumen ini merupakan pegangan pengajaran bagi guru

yang dapat digunakan untuk pengaturan kelas.

3.5.6 Skala Likert

Suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan

merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Dalam

penelitian ini skala likert digunakan untuk mengukur pendapat siswa mengenai

motivasi dalam pembelajaran BDB. Dalam skala likert ini, ada lima pernyataan yang

Page 58: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

58

berupa quesioner yang harus diisi oleh siswa mengenai motivasi yang mendorong

dalam pembelajaran BDB.

3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, kuisioner dan

identifikasi data. Peneliti berperan sebagai observer yang melakukan observasi

mengenai interaksi proses belajar mengajar di kelas yang dilakukan oleh guru dan

siswa. Peneliti mengamati pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa kelas VII.

Peneliti wawancarai siswa kelas VIIA dan VIIB untuk mengetahui faktor –faktor

yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa, kendala-kendala yang

dihadapi dalam pembelajaran bahasa, dan metode pembelajaran BDB pada siswa

dwibahasa kelas VII.

Wawancara juga dilakukan dengan guru BDB mengenai proses pembelajaran,

dan metode yang digunakan dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Di

samping itu, diadakan wawancara dengan kepala sekolah berkaitan dengan kurikulum

dan informasi mengenai akademik yang digunakan dalam pembelajaran BDB di

sekolah. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut.

3.6.1 Kuesioner

Arikunto (2006:28) menyatakan bahwa kuesioner adalah sebuah daftar

pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur/responden. Kuesioner

adalah metode pengumpulan data melalui formulir-formulir yang berisi pertanyaan-

Page 59: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

59

pertanyaan atau pernyataan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau

sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang

diperlukan oleh peneliti. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data pendapat

siswa mengenai faktor –faktor yang memengaruhi siswa dalam pembelajaran BDB

dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran BDB.

Tabel 3.4 Format Kuesioner Motivasi Siswa

No Pernyataan

Pendapat

SS

S

KS

TS

STS

1 Saya lebih bersemangat mengikuti

pelajaran bahasa Bali karena

termotivasi untuk dapat

berkomunikasi.

2 Guru selalu memberikan motivasi

dalam mempelajari bahasa Bali.

3 Saya termotivasi mengikuti pelajaran

bahasa Bali karena tuntutan nilai.

4 Saya termotivasi mengikuti pelajaran

bahasa Bali karena merupakan

pelajaran wajib.

5 Saya termotivasi mengikuti pelajaran

bahasa Bali untuk melestarikan

budaya daerah.

Data respons motivasi siswa dalam pembelajaran BDB menggunakan

kuesioner yang terdiri atas lima item. Tiap item mempunyai skor maksimal lima dan

skor minimal satu, dengan perincian:

Sangat setuju (SS) skor 5

Setuju (S) skor 4

Page 60: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

60

Kurang setuju (KS) skor 3

Tidak setuju (TS) skor 2

Sangat tidak setuju (STS) skor 1

Total respons siswa di kelas

X100 %

Total respons tertinggi (jumlah siswa x 5)

Keterangan:

5= Nilai respons tertinggi

Explanation: Score Interpretation Criteria

0% -- 20% = sangat kurang positif

21% -- 40% = kurang positif

41% -- 60% = positif

61% -- 80% = cukup positif

81% -- 100% = sangat positif

Penelitian dianggap berhasil apabila jumlah siswa yang memberikan respons

positif lebih banyak daripada jumlah siswa yang memberikan respons negatif.

Dengan kata lain, penelitian dianggap berhasil apabila 50% ke atas dari jumlah siswa

memberikan respons positif.

3.6.2 Observasi

Secara harfiah observasi memiliki arti pengamatan. Dalam pengertian yang

lebih luas observasi merupakan suatu kegiatan pengumpulan data melalui mengamati

secara mendalam serta mencatat secara teliti dan sistematis segala hal yang dijadikan

objek atau sasaran pengamatan.

Page 61: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

61

Observasi sebagai alat pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data

dalam proses belajar mengajar di sekolah. Observasi memegang peranan yang sangat

penting dalam rangka membuat prediksi sementara dan mengevaluasi kemajuan dan

perubahan-perubahan tingkah laku juga hasil belajar para siswa, yang mungkin tidak

dapat dijangkau oleh instrumen tes hasil belajar. Observasi yang dilakukan dalam

penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui dan mendeteksi perkembangan

aspek-aspek fisik, intelektual, bahasa, emosi, moral, dan sosial seorang siswa.

Observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang

jelas tentang penyelenggaraan pembelajaran BDB di SLTP HighScope. Metode

observasi yang digunakan adalah observasi nonpartisipan. Observasi nonpartisipan

adalah observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan mengamati perilaku tanpa ada

interaksi dengan subjek yang sedang diteliti. Format observasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah format observasi guru dan siswa.

Tabel 3.5 Format Observasi Kegiatan Guru

No Aspek yang Dinilai

Respons

Guru Ket

Ada Tidak

Ada

1. Guru menyampaikan salam kepada siswa dengan

menggunakan bahasa Bali

2. Guru memeriksa kesiapan siswa.

3. Guru menyampaikan SK, KD, indikator, dan tujuan

pembelajaran.

4. Guru mengecek pengetahuan siswa tentang materi yang

akan dijelaskan.

Page 62: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

62

5. Guru menjelaskan materi dengan menggunakan bahasa

Bali.

6.

Jika ada siswa menyampaikan pemahamannya ke dalam

bahasa lain selain bahasa Bali guru akan mendorong anak

untuk mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Bali.

7.

Guru memberikan materi bahasa Bali yang integrasi

dengan pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa inggris

yang sudah dipelajari di kelas.

8

Guru menggunakan banyak waktu di dalam kelas untuk

memacu siswa dapat berkomunikasi menggunakan

bahasa Bali.

9 Guru meminta siswa untuk menulis puisi Bali modern

10. Guru mencoba menerjemahkan bahasa Bali untuk siswa

yang kurang mengerti.

11. Meminta beberapa siswa untuk menyampaikan hasil

tulisannya di depan kelas.

12. Guru melakukan revisi terhadap hasil tulisan siswa.

13. Guru memberikan umpan balik, kepada siswa tentang

materi puisi Bali modern.

14.

Guru bersama-sama siswa menyimpulkan dan merefleksi

hasil tulisan yang sudah disampaikan oleh beberapa

siswa.

15. Memberikan kesempatan siswa untuk menanyakan hal-

hal yang belum dipahami.

Tabel 3.6 Format Observasi Kegiatan Siswa

No. Aspek yang dinilai

Respons

Siswa Ket

Ada Tidak

Ada

1. Siswa menyimak apersepsi yang disampaikan oleh guru.

2. Siswa antusias mengikuti pelajaran bahasa Bali.

3. Siswa menyimak SK, KD, indicator, dan tujuan

pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

4. Siswa mendengarkan pokok-pokok kegiatan

pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

5. Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru.

Page 63: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

63

6. Siswa aktif mengikuti pelajaran di kelas.

7. Siswa menulis puisi melalui tahapan menulis.

8. Siswa menggunakan bahasa tulis dalam pembelajaran

menulis puisi Bali modern berbahasa Bali.

9.

Siswa aktif dalam pembelajaran (mendengarkan

penjelasan guru) dan mengerjakan tugas guru sesuai

dengan petunjuk.

10. Ikut serta dalam merefleksi kegiatan pembelajaran.

11. Menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

12. Siswa aktif berkomunikasi menggunakan bahasa Bali

13. Siswa berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia

dan bahasa Inggris

3.6.3 Metode Wawancara

Metode wawancara adalah suatu cara memperoleh informasi atau keterangan-

keterangan terhadap suatu hal dari seseorang atau sekelompok orang dengan

memberikan pertanyaan lisan secara langsung. Wawancara sebagai alat penilai

digunakan untuk mengetahui pendapat, aspirasi, harapan, prestasi, keinginan,

keyakinan, dan lain-lain. Cara yang dilakukan adalah dengan mengajukan pertanyaan

kepada siswa dengan beberapa cara. Dalam penelitian ini metode wawancara ini

digunakan untuk melengkapi data mengenai kendala eksternal dan internal yang

dihadapi siswa dalam belajar bahasa Bali. Wawancara dilakukan untuk mendukung

respons siswa yang telah dikumpulkan melalui angket/kuesioner. Pedoman

wawancara yang digunakan adalah pedoman wawancara terstruktur, yakni pedoman

wawancara yang telah disusun secara sistematis.

Menurut Aryana (dalam Suandi, 2008: 35), teknik ini digunakan jika di dalam

populasi terdapat kelompok-kelompok subjek dan antara satu kelompok dan

Page 64: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

64

kelompok yang lain tampak adanya strata atau tingkatan. Pengambilan sampel dengan

teknik ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Melakukan stratifikasi, yaitu membagi subjek dalam populasi penelitian menjadi

beberapa subpopulasi.

b. Membuat daftar seluruh subjek yang menjadi anggota subpopulasi yang

bersangkutan.

c. Memilih sampel dari tiap-tiap subpopulasi dengan teknik random sederhana.

Penelitian ini mengambil sembilan orang siswa yang dijadikan subjek

wawancara. Tiga siswa berasal dari Bali, tiga siswa berasal dari luar Bali dan tiga

siswa berasal dari negara lain. Wawancara ini dilaksanakan pada jam istirahat.

Adapun instrumen wawancara yang digunakan adalah sebagai berikut.

PEDOMAN WAWANCARA

NAMA :

KELAS :

PERTANYAAN

1. Dari keempat keterampilan berbahasa Bali, keterampilan mana yang mudah

dipelajari, sebutkan alasannya?

2. Bahasa apa yang kalian gunakan untuk berkomunikasi di lingkungan

keluarga?

3. Bahasa apa yang kalian gunakan untuk berkomunikasi di lingkungan sekolah?

4. Di mana biasanya kalian berkomunikasi menggunakan bahasa Bali?

5. Seberapa sering kalian berkomunikasi menggunakan bahasa Bali?

Page 65: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

65

6. Apa sajakah pengaruh positif yang ditimbulkan dalam pembelajaran bahasa

Bali yang menggunakan sistem dwibahasa?

7. Pengaruh negatif apa yang ditimbulkan dari penggunaan dwibahasa sebagai

bahasa pengantar dalam pembelajaran bahasa Bali?

8. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam belajar bahasa Bali?

9. Apakah suasana dan fasilitas di dalam kelas sudah mendukung keberhasilan

proses belajarmengajar bahasa Bali?

10. Langkah-langkah apa sajakah yang dilakukan oleh siswa untuk

meminimalkan kendala-kendala yang dihadapi dalam belajar bahasa Bali?

11. Bagaimanakah penguasaan materi, metode, dan teknik yang dilakukan oleh

guru ketika proses belajar mengajar pada mata pelajaran bahasa Bali

12. Apakah siswa di kelas VII merasa senang dengan penerapan metode

pengajaran bahasa Bali yang sekarang?

13. Motivasi apa yang mendorong kalian dalam belajar bahasa Bali?

3.6.4 Metode Tes

Metode tes berupa pertanyaan atau latihan dari alat lain yang digunakan untuk

mengukur keterampilan (Arikunto, 2006:150). Metode tes dalam penelitian ini

digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kemampuan berbahasa Bali siswa

dwibahasa, khususnya membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Data

keterampilan berbahasa Bali siswa dikumpulkan melalui tes penilaian instrument. Tes

yang digunakan adalah tes tulis, (Nurgiyantor, 2001:307).

Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat

produktif. Keterampilan ini mengubah wujud pikiran atau perasaan menjadi wujud

bunyi bahasa yang bermakna (Shihabudin, 2009: 195).

Page 66: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

66

Suhendar (dalam Cahyani dan Hodijah, 2007: 64) mengemukakan bahwa

dalam menilai kemampuan berbicara seseorang sekurang-kurangnya perlu dipahami

aspek yaitu lafal, struktur bahasa, kosakata , isi pembicaraan, dan pemahaman.

Berikut pedoman yang digunakan untuk mengukur dan menilai keterampilan

berbahasa Bali yang meliputi keterampilan membaca, menulis, menyimak, dan

berbicara.

Tabel 3.7 Rubrik atau Pedoman Penilaian Bahasa daerah Bali kelas VII

Aspek yang

Dinilai

Skor

Tingkat

Pedoman Penilaian

MENULIS

Kualitas isi

18--20

14--17

10--13

7--9

Sangat baik

Baik

Sedang

Kurang

Sesuai dengan isi, tema, dan lengkap,

amat terjabar, serta amat sesuai dengan

judul

Sesuai dengan isi, luas dan lengkap,

terjabar serta sesuai dengan judul

meskipun kurang terperinci

Sesuai dengan isi tapi belum lengkap

secara terbatas, kurang lengkap, kurang

terjabar, dan kurang terperinci

Tidak sesuai dengan isi, tidak mengenai,

dan tidak cukup untuk dinilai

Organisasi

dan penyajian

isi

27--30

22--26

17--21

Sangat baik

Baik

Sedang

Sangat teratur dan rapi, amat jelas, amat

kaya gagasan, urutan amat logis, dan

kohesi amat tinggi

Teratur dan rapi, jelas, banyak gagasan,

urutan logis, kohesi tinggi

Kurang teratur dan rapi, kurang jelas,

Page 67: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

67

13--16

Kurang

kurang gagasan, urutan kurang logis dan

kohesi kurang tinggi.

Tidak teratur dan rapi, tidak jelas, kurang

gagasan, urutan kurang logis, tidak ada

kohesi, tidak cukup untuk dinilai

Bahasa 22--25

18--21

11--17

5--10

Sangat baik

Baik

Sedang

Kurang

Sangat menguasai bahasa, amat sedikit

kesalahan penggunaan dan penyusunan

kalimat dan kata-kata.

Penggunaan dan penyusunan kalimat

yang sederhana, sedikit kesalahan tata

bahasa yang mengaburkan makna

Kesulitan dalam penggunaan dan

penyusunan kalimat sederhana,

kesalahan yang mengaburkan makna.

Tidak menguasai penggunaan dan

penyusunan kalimat, tidak komunikatif,

tidak cukup untuk dinilai.

Kosakata 18--20

14--17

10--13

7--9

Sangat baik

Baik

Sedang

Kurang

Penggunaan kosakata bahasa Bali yang

sangat luas, penggunaan amat efektif,

pemilihan kata amat tepat.

Menggunakan kosakata bahasa Bali

sangat luas, penggunaan efektif,

pemilihan kata tepat.

Penggunaan kosakata terbatas kurang

efektif, pemilihan kata kurang tepat.

Penggunaan kosakata seperti terjemahan,

kurang tepat untuk dinilai

Page 68: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

68

MEMBACA

Intonasi

18--20

14--17

10--13

7--9

Sangat baik

Baik

Sedang

Kurang

Mampu dan menguasai kaidah membaca

sesuai dengan intonasi dan pengucapan

dalam bahasa Bali

Menguasai kaidah dalam membaca kata,

ejaan, dan tanda baca dalam bahasa Bali

Kurang menguasai kaidah membaca

kata, ejaan, dan tanda baca dengan

banyak kesalahan.

Tidak menguasai kaidah membaca kata,

ejaan, tanda baca, sulit untuk dibaca, dan

tidak cukup untuk dinilai

Pilihan Kata 18--20

14-17

10--13

7--9

Sangat baik

Baik

Sedang

Kurang

Mampu menguasai dan memahami

pilihan kata dalam membaca sesuai

dengan intonasi dan pengucapan dalam

bahasa Bali

Menguasai kaidah dalam membaca kata,

ejaan, dan tanda baca dalam bahasa Bali

Kurang menguasai kaidah membaca

kata, ejaan dan tanda baca dengan

banyak kesalahan.

Tidak menguasai kaidah membaca kata,

ejaan, tanda baca, sulit untuk dibaca dan

tidak cukup untuk dinilai.

Struktur

bahasa

18--20

14--17

10--13

7--9

Sangat baik

Baik

Sedang

Kurang

Sangat menguasai struktur bahasa, amat

sedikit kesalahan penggunaan dan

penyusunan kalimat dan kata-kata dalam

kegiatan membaca.

Penggunaan dan penyusunan kalimat

yang sederhana, sedikit kesalahan tata

bahasa yang mengaburkan makna.

Kesulitan dalam penggunaan dan

penyusunan kalimat sederhana,

kesalahan yang mengaburkan makna.

Tidak menguasai penggunaan dan

penyusunan kalimat, tidak komunikatif,

tidak cukup untuk dinilai.

Page 69: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

69

MENYIMAK

18--20

14--17

10--13

7--9

Sangat baik

Baik

Sedang

Kurang

Mampu menguasai dan memahami

setiap informasi dalam bahasa Bali

dengan baik.

Memahami setiap informasi yang

disampaikan dalam bahasa Bali sesuai

dengan makna yang disampaikan

pembicara.

Kurang menguasai dan memahami

informasi yang disampaikan dalam

bahasa Bali sehingga banyak kesalahan

yang timbul dalam setiap kegiatan

menyimak.

Tidak menguasai dan memahami

informasi yang disampaikan dalam

bahasa Bali.

BERBICARA

Bahasa

18--20

14--17

10—13

7--9

Sangat baik

Baik

Sedang

Kurang

Dapat berkomunikasi menggunakan

bahasa Bali sesuai dengan anggah-

ungguhin bahasa Bali.

Siswa mampu berkomunikasi dalam

setiap dialog dan interaksi sosial

menggunakan bahasa Bali.

Siswa mampu berkomunikasi dengan

bahasa Bali dalam bentuk kalimat

sederhana.

Masih belajar untuk berkomunikasi

menggunakan bahasa Bali, siswa lebih

banyak berbicara menggunakan bahasa

lain.

Struktur

bahasa

18--20

14--17

10--13

Sangat baik

Baik

Sedang

Sangat menguasai struktur bahasa, amat

sedikit kesalahan penggunaan dan

penyusunan kalimat dan kata-kata dalam

kegiatan berbicara.

Penggunaan dan penyusunan kalimat

yang sederhana, sedikit kesalahan tata

bahasa yang mengaburkan makna.

Kesulitan dalam penggunaan dan

penyusunan kalimat sederhana dalam

berbicara serta banyak kesalahan yang

mengaburkan makna.

Page 70: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

70

Tabel 09. Rubrik atau Pedoman Penilaian Bahasa Daerah Bali kelas VII

Berdasarkan pedoman rubrik penilaian di atas, dapat dinyatakan bahwa skor

maksimal yang dapat diperoleh siswa dalam keterampilan BDB adalah 100 dan

7--9 Kurang Tidak menguasai penggunaan dan

penyusunan kalimat dalam berbicara

tidak komunikatif, tidak cukup untuk

dinilai.

Kosakata 18-20

14--17

10--13

7--9

Sangat baik

Baik

Sedang

Kurang

Sangat menguasai bahasa, amat sedikit

kesalahan penggunaan dan penyusunan

kalimat dan kata-kata dalam

berkomunikasi menggunakan bahasa

Bali.

Penggunaan dan penyusunan kalimat

yang sederhana, sedikit kesalahan tata

bahasa yang mengaburkan makna

Kesulitan dalam penggunaan dan

penyusunan kalimat sederhana,

kesalahan yang mengaburkan makna.

Tidak menguasai penggunaan dan

penyusunan kalimat, tidak komunikatif,

tidak cukup untuk dinilai.

Lafal 18--20

14--17

10--13

7--9

Sangat baik

Baik

Sedang

Kurang

Sangat menguasai pelafalan dalam

bahasa Bali, tekanan suara standar, tidak

tampak adanya pengaruh bahasa asing

dan terdengar seperti tuturan bahasa

lisan.

Menguasai pelafalan dalam bahasa Bali,

tidak tampak adanya pengaruh bahasa

asing.

Kesulitan dalam menguasai pelafalan

dalam bahasa Bali sehingga terdengar

seperti tuturan bahasa asing.

Tidak menguasai peklafalan dalam

bahasa bali, tidak komunikatif, tidak

cukup untuk dinilai.

Page 71: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

71

standar minimalnya adalah 40. Secara individual, skor yang diperoleh siswa dapat

diperoleh melalui rumus berikut.

Ketuntasan Individu = 100maksimalskor

siswadiperolehyangskor

Untuk menghitung rata-rata (mean) hasil belajar digunakan rumus sebagai

berikut.

X = N

fX

Keterangan :

X = Nilai rata-rata (mean)

fX = Jumlah nilai seluruh siswa

N = Banyaknya siswa (Sudjana, 2004: 111)

Nilai yang diperoleh siswa dikonversikan ke dalam pedoman konversi skor

berikut (Nurkancana dan Sunartana, 1992: 95).

Tabel 3.8 Kategori Nilai Ketrampilan Bahasa Bali

No Rentangan Skor Kategori

1. 85--100 Baik sekali

2. 75--84 Baik

3. 65--74 Cukup

4. 55--64 Sedang

5. 45--54 Hampir sedang

6. 35--44 Kurang

7. 25--34 Kurang sekali

8. 15--24 Buruk

9. 0--14 Buruk sekali

Page 72: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

72

Berdasarkan pedoman penilaian di atas, secara individual siswa dikatakan

tuntas apabila memperoleh nilai minimal 65. Secara klasikal, dikatakan tuntas apabila

75% dari jumlah siswa yang ada di kelas itu memperoleh nilai 65 ke atas. Apabila ini

dicapai, penelitian dapat dikatakan tuntas. Adapun rumus yang digunakan untuk

menghitung ketuntasan belajar sebagai berikut.

KB = %100xN

S

Keterangan:

KB = Ketuntasan belajar

S = Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan

N = Jumlah siswa

Dari rumus tersebut, dapat diuraikan bahwa persentase siswa yang sudah

mencapai ketuntasan belajar dalam membaca, menulis, menyimak, dan berbicara

BDB dapat diketahui dengan cara membagi jumlah siswa yang memperoleh nilai 65

ke atas dengan jumlah seluruh siswa kemudian dikalikan 100%. Dengan demikian,

persentase siswa yang sudah tuntas dapat diketahui. Apabila 75% dari jumlah siswa

memperoleh nilai 65 ke atas, penelitian sudah dapat dikatakan tuntas.

Page 73: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

73

3.6.5 Identifikasi Data

Setelah data diperoleh maka dilanjutkan dengan mengidentifikasi data yaitu data

yang diambil kemudian dilanjutkan dengan klarifikasi data artinya data-data yang

telah teridentifikasi kemudian dikelompokkan berdasarkan teori yang relevan dan

berkaitan dalam penelitian ini.

3.7 Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam

penelitian ini. Dalam kaitan ini analisis data dilakukan secara deskriptif-kualitatif.

Pada tahapan ini semua data dikelompokkan dan dianalisis hingga menghasilkan hasil

penelitian yang sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data adalah sebagai berikut.

1. Deskripsi data, yakni memaparkan data asli yang diperoleh melalui kegiatan

observasi dan wawancara pada siswa kelas VII SLTP yang menjadi tempat

penelitian ini.

2. Reduksi data, yakni kegiatan penelitian yang bersifat menggambarkan data yang

sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tentang implementasi

pembelajaran bahasa daerah Bali di kelas dwibahasa SLTP HighScope.

3. Interpretasi data, yaitu pengolahan data dilakukan dalam bentuk analisis

kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan diolah berdasarkan prosedur yang

ada.

Page 74: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

74

3.8 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis

Hasil analisis data penelitian ini disajikan secara informal, yaitu dengan deskripsi

naratif dalam bentuk kata, kalimat, paragraf, dan teks deskriptif yang dibantu dengan

cara formal, seperti penggunaan tabel, bagan, atau grafik. Paduan kedua cara ini

dianggap sangat dibutuhkan untuk mengungkapkan kebutuhan penyajian hasil

penelitian yang kompleks dan multidisipliner serta berciri deskriptif-kualitatif seperti

dalam penelitian ini.

Page 75: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

75

BAB IV

METODE PEMBELAJARAN BAHASA DAERAH BALI

PADA SISWA DWIBAHASA KELAS VII SLTP DI SEKOLAH HIGHSCOPE

INDONESIA-BALI

Dalam bab ini diuraikan dan dibahas hasil penelitian sehubungan dengan

metode pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa di sekolah HighScope yang

diperoleh dari hasil wawancara, angket, observasi, dan hasil pembelajaran siswa yang

berkaitan dengan topik yang sedang dibahas. Selanjutnya dilaksanakan analisis guna

kepentingan dalam pembahasan. Pada bab ini dibahas (1) situasi pembelajaran BDB, 2)

faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa, 3)

kendala dalam pembelajaran BDB, 4) metode pembelajaran BDB pada siswa

dwibahasa.

4.1 Situasi Pembelajaran BDB

Kelas dwibahasa di sekolah HighScope memiliki lingkungan sekolah yang

nyaman. Fasilitas yang ada meliputi ruangan pegawai, ruangan kepala sekolah,

ruangan BK, UKS, perpustakaan, Lab bahasa, Lab IPA, Lab komputer, multimedia,

IT, OSIS, Aula (ruang serba guna), ruang makan guru dan siswa, ruang seni lukis,

seni tari, ruang agama Hindu, Muslim, Kristen, Katolik, Budha, Gudang, tempat

ibadah, kantin, pos jaga, bangsal kendaraan, kantin, lapangan basket, tempat bermain

siswa, lapangan upacara, lapangan sepak bola, kolam renang, dan ruang kelas. Ruang

Page 76: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

76

kelas merupakan lingkungan belajar yang nyaman, tiap kelas berisi dua unit

computer, AC, LCD, dan projektor di tiap-tiap ruangan. Kelas diawasi oleh tiga orang

guru dalam pembelajaran. Pada dinding kelas terdapat poster hasil belajar siswa,

rubrik penilaian, peraturan kelas yang dibuat oleh siswa dan guru.

Situasi pembelajaran BDB di dukung oleh lingkungan kelas yang nyaman

lengkap dengan fasilitas yang ditawarkan yang dapat membantu dalam proses

pembelajaran. Sarana dan prasarana merupakan komponen pokok yang harus

dipersiapkan dalam kelas dwibahasa. Pembelajaran yang berpusat pada siswa harus

direncanakan dan diupayakan dengan baik sehingga muncul kelas yang nyaman dan

membuat siswa senang belajar di kelas. Guru harus merencanakan dan menyediakan

bahan dan peralatan yang dapat mendukung perkembangan siswa. Adapun pusat–

pusat yang disediakan sebagai dekorasi kelas dwibahasa HighScope adalah sebagai

berikut.

a. Pusat Pertemuan

Pusat pertemuan merupakan tempat pertemuan siswa dan guru yang

digunakan sebagai tempat diskusi, mendengarkan pelajaran, dan

menyampaikan informasi yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Lihat

gambar 01.

b. Pojok Literatur

Pojok literatur merupakan bagian kelas yang berisi segala kebutuhan

dalam pembelajaran bahasa. Pojok Literatur memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mempersiapkan diri dalam proses membaca dan menulis, bahan-

Page 77: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

77

bahan yang ada pada pojok ini meliputi buku-buku cerita fiksi dan nonfiksi

berbahasa Indonesia, Inggris, dan Bali. Selain itu berisi buku karya ilmiah

popular, majalah, buku cerita, kelengkapan alat menulis, kertas dan alat tulis

lainnya yang memungkinkan siswa untuk memilih sendiri kegiatannya. Lihat

gambar 02.

c. Sudut Teknologi

Sudut teknologi dapat digunakan untuk mencari keperluan dalam

pembelajaran bahasa. Siswa dapat menggunakan sudut teknologi untuk

mencari informasi yang berkaitan dengan pembelajaran. Sudut ini berisi dua

komputer lengkap dengan internet dan printer untuk membantu siswa dan

guru dalam proses pembelajaran. Lihat gambar 03.

Pusat pertemuan, pojok literatur, dan sudut teknologi merupakan bagian kelas

bahasa yang digunakan untuk menaruh barang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam

pembelajaran bahasa. Situasi pembelajaran BDB yang dilengkapi dengan sarana dan

prasarana yang menunjang pembelajaran BDB meningkatkan keinginan siswa untuk

belajar BDB.

4.2 Faktor–Faktor yang Memengaruhi Pembelajaran Bahasa Daerah Bali

Pembelajaran merupakan suatu proses yang menimbulkan suatu perubahan

dalam individu siswa. Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi proses hasil

belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan eksternal. Kedua faktor

ini saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil

Page 78: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

78

belajar. Guru memiliki tugas untuk membelajarkan siswa sehingga siswa diharapkan

mampu belajar. Guru telah mengajar dengan baik. Ada siswa yang belajar dengan

giat, ada siswa yang belajar setengah hati, ada siswa berpura-pura belajar, bahkan ada

pula siswa yang tidak mau belajar. Ada siswa yang suka memusatkan perhatian

ketika belajar, bahkan ada siswa yang menganggap remeh suatu pelajaran tertentu.

Faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa penting

diketahui oleh guru untuk mencari metode yang tepat digunakan dalam pembelajaran.

Berikut hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB

pada siswa dwibahasa kelas VII.

4.2.1 Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu yang

dapat memengaruhi hasil belajar siswa. Adapun faktor internal yang memengaruhi

pembelajaran BDB adalah sebagai berikut.

4.2.1.1 Motivasi

Motivasi memegang peranan penting dalam pembelajaran bahasa. Dalam

penelitian ini pendapat siswa diukur menggunakan skala likert. Ada lima pernyataan

yang berupa kuesioner yang harus diisi oleh siswa mengenai motivasi dalam

pembelajaran BDB.

Page 79: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

79

Dalam penelitian ini siswa kelas VIIA dan VIIB yang berjumlah 26 orang

mengisi kuesioner mengenai motivasi dalam pembelajaran BDB. Adapun hasil

penelitian dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 4.1 Motivasi Siswa Kelas VIIA

No Pernyataan

Pendapat

SS

(5)

S

(4)

KS

(3)

TS

(2)

STS

(1)

1 Saya lebih bersemangat mengikuti

pelajaran bahasa Bali karena

termotivasi untuk dapat berkomunikasi

16,66%

66.67%

16,66%

0% 0%

2 Guru selalu memberikan motivasi

dalam mempelajari bahasa Bali.

58,33%

25%

8,33%

0% 0%

3 Saya termotivasi mengikuti pelajaran

bahasa Bali karena tuntutan nilai.

50%

33.33% 25% 0% 0%

4 Saya termotivasi mengikuti pelajaran

bahasa Bali karena merupakan

pelajaran wajib.

16.6%

66,6%

16.6%

0% 0%

5 Saya termotivasi mengikuti pelajaran

bahasa Bali untuk melestarikan budaya

daerah.

41,66%

41,66%

16.6%

0% 0%

Tabel 4.2 Motivasi Siswa Kelas VII B

No Pernyataan

Pendapat

SS

(5)

S

(4)

KS

(3)

TS

(2)

ST

S

(1)

1 Saya lebih bersemangat mengikuti

pelajaran bahasa Bali karena

termotivasi untuk dapat

berkomunikasi.

64,28%

14,28%

7,14 %

14,28%

0%

2 Guru selalu memberikan motivasi

dalam mempelajari bahasa Bali.

57,14%

28,57%

14,28%

0% 0%

3 Saya termotivasi mengikuti

pelajaran bahasa Bali karena

tuntutan nilai

64,28%

14,2%

21,42%

0% 0%

Page 80: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

80

4 Saya termotivasi mengikuti

pelajaran bahasa Bali karena

merupakan pelajaran wajib.

21,42%

57,14%

14,28%

7,14 %

0%

5 Saya termotivasi mengikuti

pelajaran bahasa Bali untuk

melestarikan budaya daerah.

28,57%

57,14%

14,28%

0% 0%

Total respons siswa di kelas

X100 %

Total respons tertinggi (Jumlah siswa x 5)

Keterangan:

5= Nilai respons tertinggi

Explanation: Score Interpretation Criteria

0% -- 20% = sangat kurang positif

21% -- 40% = kurang positif

41% --60% = positif

61% -- 80% = cukup positif

81% -- 100% = sangat positif

Tabel di atas menggambarkan hasil persentase pendapat siswa mengenai

motivasi siswa kelas VIIA dan VIIB dalam pembelajaran BDB. Adapun persentase

siswa tersebut dibagi menjadi beberapa respons siswa, yaitu sangat setuju, setuju,

kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Di bawah ini, dipaparkan hasil

analisis data dan grafik persentasenya.

a. Pernyataan 1, “Saya lebih bersemangat mengikuti pelajaran bahasa Bali

karena termotivasi untuk dapat berkomunikasi”.

Berdasarkan hasil kuesioner di atas, terlihat bahwa total persentase dari

pendapat siswa kelas VIIA 83,33% dan VIIB 78,56%, yaitu respons siswa cukup

positif. Jadi, dapat disimpulkan bahwa siswa memberikan respons cukup positif

Page 81: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

81

karena siswa ingin dapat berkomunikasi menggunakan BDB dalam pembelajaran

BDB. Adapun grafiknya adalah sebagai berikut.

83.33%78.56%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Kelas VIIA kelas VIIB

Kelas VIIA kelas VIIB

Grafik 4.1 Respons Siswa pada Pernyataan 1

b. Pernyataan II, “Guru selalu memberikan motivasi dalam mempelajari bahasa

Bali”.

Berdasarkan hasil kuesioner di atas, terlihat bahwa total persentase pendapat

siswa kelas VIIA 83,33%, dan VIIB 85,71%. Dari data tersebut dapat disimpukan

bahwa siswa memberikan respons sangat positif mengenai motivasi yang diberikan

oleh guru dalam pembelajaran BDB. Adapun grafiknya adalah sebagai berikut.

Page 82: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

82

83.33% 85.71%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Kelas VII A Kelas VII B

Kelas VII A

Kelas VII B

Grafik 4.2 Respons Siswa pada Pernyataan 2

c. Pernyataan III, “Saya termotivasi mengikuti pelajaran bahasa Bali karena

tuntutan nilai”.

Berdasarkan hasil kuesioner di atas, terlihat bahwa total persentase pendapat

siswa kelas VIIA 83,33% dan VIIB 78,40 %. Jadi, dapat disimpulkan siswa memiliki

respons cukup positif. Siswa termotivasi mengikuti pelajaran BDB karena adanya

tuntutan nilai yang harus dipenuhi dalam pembelajaran. Artinya secara tidak langsung

siswa harus belajar bahasa daerah Bali agar mendapatkan nilai yang baik. Adapun

grafiknya adalah sebagai berikut.

Page 83: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

83

83.33%78.40%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Kelas VIIA Kelas VIIB

Kelas VIIA

Kelas VIIB

Grafik 4.3 Respons Siswa pada Pernyataan 3

d. Pernyataan IV, “Saya termotivasi mengikuti pelajaran bahasa Bali karena

merupakan pelajaran wajib”

Berdasarkan hasil kuesioner di atas, terlihat bahwa total persentase pendapat

siswa kelas VIIA 83,2% memberikan respons yang sangat positif dan kelas VIIB

78,56%, memberikan respons yang cukup positif. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

sebagian besar siswa memberikan respons positif mengenai motivasi yang

mendorong siswa belajar BDB karena pelajaran BDB merupakan pelajaran yang

wajib. Adapun grafiknya adalah sebagai berikut.

Page 84: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

84

83.20% 78.56%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Kelas VIIA Kelas VIIB

Kelas VIIA

Kelas VIIB

Grafik 4.4 Respons Siswa pada Pernyataan 4

e. Pernyataan V, “Saya termotivasi mengikuti pelajaran bahasa Bali untuk

melestarikan budaya daerah”

Berdasarkan hasil kuesioner di atas, terlihat bahwa total persentase pendapat

siswa kelas VIIA 83,2% dan kelas VIIB 85,71%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

siswa kelas VIIA dan kelas VIIB memberikan respons yang sangat positif dalam

pembelajaran BDB. Siswa termotivasi untuk melestarikan kebudayaan Bali melalui

keinginan yang kuat untuk belajar BDB. Adapun grafiknya adalah sebagai berikut.

83.20% 85.71%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

kelas VII A Kelas VII B

kelas VII A

Kelas VII B

Grafik 4.5 Respons Siswa pada Pernyataan 5

Page 85: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

85

Data di atas didukung oleh data hasil wawancara terhadap empat siswa kelas

VIIA. Dari wawancara diperoleh hasil sebagai berikut. Abel berpendapat “motivasi

yang mendorong saya untuk belajar bahasa daerah Bali karena pelajaran ini

merupakan pelajaran wajib. Jadi harus diikuti untuk mendapatkan nilai yang baik”.

Adis berpendapat bahwa hal yang memotivasinya untuk belajar BDB “Karena saya

orang Bali sudah sepatutnya menguasai bahasa Bali, sangat memalukan jika orang

Bali, tetapi tidak bisa berbahasa Bali”. Dudik berpendapat bahwa hal yang

memotivasinya belajar BDB adalah ”Agar saya bisa berkomunikasi dengan teman di

kampong menggunakan bahasa Bali”. Ester berpendapat bahwa ”Saya belajar

bahasa Bali biar tahu banyak bahasa”.

Hasil wawancara terhadap siswa kelas VIIB, Yohan mengatakan yang

memotivasi dia untuk belajar BDB “Karena ingin mendapat nilai yang baik”. Naufal

berpendapat bahwa hal yang memotivasi dia untuk belajar bahasa Bali “Agar mampu

berkomunikasi dengan orang Bali. Grace berpendapat “Karena dia tinggal di Bali

jadi dia harus mengerti bahasa Bali”. Rin berpendapat “Belajar bahasa Bali biar

dapat nilai bagus”.

Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil wawancara siswa di atas, dapat

disimpulkan bahwa siswa termotivasi belajar karena BDB merupakan pelajaran wajib

yang harus dipelajari untuk mendapatkan nilai yang baik dalam pembelajaran. Di

samping itu, untuk dapat melestarikan bahasa dan kebudayaan Bali melalui

pembelajaran BDB. Guru dapat meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran

BDB dengan cara memotivasi siswa agar memiliki teman sebaya yang berasal dari

Page 86: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

86

Bali dan aktif berkomunikasi menggunakan BDB. Tujuannya supaya siswa lebih

mudah belajar BDB menggunakan metode langsung. Guru harus memperkenalkan

ragam BDB setelah ragam bahasa formal. Hal ini bertujuan untuk memotivasi siswa

agar merasakan langsung bahwa BDB yang dipelajari di kelas sangat bermanfaat bila

digunakan untuk berinteraksi di luar kelas dengan penutur asli atau masyarakat. Guru

selalu memberikan catatan budaya pada setiap tema. Hal ini dimaksudkan untuk

membantu siswa menemukan budaya yang dimaksud di dalam kehidupan nyata

dalam masyarakat yang lebih bersifat nyata.

4.2.1.2 Minat

Minat merupakan kecenderungan yang tinggi atau keinginan yang besar

terhadap sesuatu. Minat memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas belajar.

Minat siswa dalam pembelajaran BDB sangat memengaruhi keberhasilan suatu

proses pembelajaran. Minat belajar tinggi untuk mempelajari sesuatu maka akan

memperoleh hasil yang baik. Sebaliknya, jika tidak berminat maka proses

pembelajaran akan kurang menarik dan tidak membangkitkan minat siswa untuk

tertarik terhadap materi pembelajaran BDB.

Dalam proses pembelajaran BDB, sikap siswa dapat memengaruhi

keberhasilan proses belajarnya. Sikap merupakan gejala internal yang berupa

kecenderungan untuk merespons peristiwa secara positif dan negatif. Sikap juga

merupakan kemampuan memberikan penilaian, adanya penilaian terhadap sesuatu

menimbulkan terjadinya penerimaan dan penolakan atau mengabaikan pelajaran

Page 87: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

87

BDB. Sikap siswa dalam belajar bahasa dapat dipengaruhi oleh perasaan senang pada

pelajaran, senang pada guru, atau adanya pengaruh dari lingkungan sekitar untuk

mengantisipasi sikap negatif dalam pembelajaran BDB. Guru BDB harus berusaha

menjadi guru profesional dan bertanggung jawab. Seorang guru harus berusaha

memberikan yang terbaik bagi siswanya. Selain itu, berusaha mengembangkan

kepribadian sebagai seorang guru yang empati, sabar, dan tulus kepada siswanya.

Berikut tabel minat siswa dalam pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa di kelas

VIIA dan VIIB.

Tabel 4.3 Persentase Minat Siswa Kelas VIIA dan VIIB

No Interval Kelas VIIA Kelas VIIB

R % R %

1 Senang 8 66,6% 7 50%

2 Biasa 2 16,6% 4 28,71%

3 Tidak senang 2 16,6% 3 21.42%

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa 66,6% siswa kelas VIIA

senang mengikuti pelajaran BDB, 16,6% biasa, dan 16,6% tidak senang. Siswa kelas

VIIB 50% senang, 28,71% biasa, dan 21,42% tidak senang. Jadi, berdasarkan data di

atas dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIIA dan VIIB memiliki minat yang

sangat positif terhadap pembelajaran BDB yang dilaksanakan di sekolah. Hal ini

terjadi karena dalam proses pembelajaran guru berusaha untuk menarik minat siswa

dalam belajar. Minat siswa dapat digambarkan dalam grafik di bawah ini.

Page 88: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

88

66.60%

16.60% 16.60%

50%

28.71%21.42%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

senang biasa tidak senang

Kelas VIIA

kelas VIIB

Minat Siswa Belajar Bahasa Bali

Grafik 4.6 Minat Siswa Belajar Bahasa Bali

Data di atas didukung juga dengan hasil wawancara untuk mengetahui minat

siswa kelas VIIA dan VIIB di sekolah HighScope dalam pembelajaran BDB. Berikut

hasil wawancara siswa dwibahasa kelas VIIA dan VIIB. Hasil wawancara siswa kelas

VIIA, yaitu Ester mengatakan yang menarik minatnya untuk belajar BDB adalah

“Karena belajarnya bisa milih mau mengerjakan soal yang mana”. Tugus

menyatakan bahwa yang menarik minatnya untuk belajar BDB adalah “Ms kalau

ngajar banyak bawa benda-benda jadi kita bisa praktek langsung belajarnya”. Rin

kurang menyenangi pelajaran BDB karena kendala bahasa. Rin berpendapat, “Aku

gak ngerti bahasanya, tapi aksara Balinya suka”.

Hasil wawancara siswa kelas VIIB, yaitu Tasya berpendapat yang menarik

minatnya belajar BDB, ”Karena ingin belajar aksara Bali”. Jamie berpendapat “

Saya tidak suka belajar bahasa Bali karena bukan bahasa saya, jadi sulit mengerti

pelajarannya”. Erin berpendapat, ”Saya tidak berminat belajar bahasa Bali karena

Page 89: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

89

tidak mengetahui bahasa Bali dan tidak pernah berkomunikasi menggunakan bahasa

Bali”.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap siswa kelas VIIA dan

VIIB dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIIA lebih berminat belajar BDB

dibandingkan dengan siswa kelas VIIB. Minat siswa dalam belajar cukup besar

karena siswa merasa tertantang dalam belajar. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata

kemampuan berbahasa daerah Bali siswa kelas VIIA yaitu 73,91 % lebih besar jika

dibandingkan dengan siswa kelas VIIB, yaitu 69,5 %. Data tersebut membuktikan

bahwa siswa yang memiliki minat untuk belajar BDB akan berpengaruh terhadap

kemampuannya dalam pembelajaran BDB.

4.2.1.3 Kemampuan Berbahasa Bali

Chomsky (1965) menyatakan bahwa kemampuan adalah pengetahuan tentang

penguasaan yang umumnya disebut dengan istilah linguistic competence, yaitu

kemampuan dalam menggunakan bahasa secara memadai apabila dilihat dari sistem

bahasa. Dalam pembahasan ini kemampuan berbahasa adalah kemampuan untuk

menggunakan bahasa dengan tujuan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan.

Ada empat jenis kemampuan BDB yang diukur dalam penelitian ini, yaitu,

kemampuan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara.

Page 90: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

90

Tabel 4.4 Skor Kemampuan Menulis Siswa kelas VIIA

Nama Siswa Aspek yang Dinilai

Nilai Kategori 1 2 3 4 5

Putu Adistya Priyanka

Surya 18 25 20 18 3 84 baik

Putu Erin Indira Kayana 15 18 15 15 3 66 cukup

Keefe Jo Basyara 18 20 16 15 4 73 cukup

Ben Dafyan Marthein

Warouw 10 15 10 10 1 46

hampir

sedang

Jamie William Diyono 15 15 10 15 2 57 sedang

Haico Desitha Van Der

Veken 15 16 20 20 4 75 baik

I Ketut Putra Purnawibawa 15 18 15 16 3 67 cukup

Amelie Christabella 20 25 20 20 4 89 baik

sekali

Anak Agung Ngurah Bagus

Krishna 15 25 20 18 4 82 baik

Putu Budi Sukarya Putra

Purnawan Oka 18 25 25 18 4 90

baik

sekali

Naufal Alif Imani 18 25 20 18 4 85 baik

sekali

Ester Caroline Yusuf 15 18 20 16 4 73 cukup

Total Nilai 192 245 211 199 40 887

Rata-rata 16,00 20,41 17,58 16,58 3,4 73,91 baik

Keterangan :

I = Kualitas isi karangan (0--20)

2 = Organisasi karangan (0--30)

3 = Bahasa (0--25)

4 = Kosakata (0--20)

5 = Penulisan (0--5)

Nilai seluruh siswa = 887

Rata-rata kelas

%91,7312

887

Page 91: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

91

1) Persentase kualitas isi karangan :

%80%10020

16X

2) Organisasi karangan :

%03,68%10030

41,20X

3) Bahasa :

%32,70%10025

58,17X

4) Kosakata :

%9,82%10020

58,16X

5) Penulisan :

%68%1005

4,3X

Tabel 4.5 Skor Kemampuan Menulis Siswa Kelas VIIB

Nama Siswa Aspek yang Dinilai

Nilai Kategori 1 2 3 4 5

Rin Hasegawa 10 15 10 10 2 47 hampir

sedang

Putu Keysa Kerta

Mahesa 15 18 15 15 3 66 cukup

Marlon Sathya

Verchere 10 15 10 10 2 47

hampir

sedang

Amelie Christasya 20 25 15 20 4 84 baik

I Gusti Agung Istri

Raniastu Ista

Sidanta

15 15 10 15 4 59 sedang

Hayato Hachiseko 10 10 10 10 2 42 kurang

Putu Devika Putri

Asha Sana 15 18 15 16 3 67 cukup

Luh Gede Diva 20 25 20 20 4 89 baik sekali

Page 92: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

92

Lilyasih Ananda

Muntra

Yohan Candra 15 25 20 18 4 82 baik

IB. Ram Kalpika 20 25 25 18 4 92 baik sekali

M. Naufal

Raihansyah

Zulkarnain

15 20 15 18 3 71 baik

Auriga Namira

Firmansyah 15 18 15 16 3 67 cukup

Gracela Michele

John Mesach 15 15 15 15 3 63 sedang

Ariantika

Parawangsa

Permana P. G.

20 28 24 20 5 97 baik sekali

Total Nilai 215 272 219 221 46 973

Rata-rata 15,35 19,42 15, 64 15,78 3,28 69,5 cukup

Keterangan :

1 = Kualitas isi karangan (0--20)

2 = Organisasi karangan (0--30)

3 = Bahasa (0--25)

4 = Kosakata (0--20)

5 = Penulisan (0--5)

Nilai seluruh siswa = 973

Rata-rata kelas

%5,6914

973

1) Persentase kualitas isi karangan :

%75,76%10020

35,15X

2) Organisasi karangan :

%73,64%10030

42,19X

Page 93: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

93

3) Bahasa :

%13,52%10025

64,15X

4) Kosakata :

%9,78%10020

78,15X

5) Penulisan :

%6,65%1005

28,3X

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui kemampuan menulis siswa kelas

VIIA dan VIIB sebagai berikut. Kualitas isi karangan kelas VIIA 80%, organisasi

karangan 68,03%, bahasa 70,32%, kosakata 82,9% dan penulisan 68% dengan nilai

rata-rata kelas dari dua belas siswa 73,91%. Nilai persentase kualitas karangan kelas

VIIB 76,75%, organisasi karangan 64,73%, bahasa 52,13%, kosakata 78,9%, dan

penulisan 65,6% dengan nilai rata-tata kelas dari empat belas siswa adalah 69,5%.

Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswa kelas VIIA dan VIIB baik

dan cukup dalam kemampuan menulis BDB terlihat dari kemampuan siswa dalam

proses menulis cerita berbahasa Bali memiliki nilai rata-rata 69,5%.

Tabel 4.6 Skor Kemampuan Membaca Siswa Kelas VIIA

Nama Siswa Aspek yang Dinilai

Nilai Kategori 1 2 3

Putu Adistya Priyanka

Surya 20 30 30 80 baik

Putu Erin Indira Kayana 15 25 15 55 sedang

Keefe Jo Basyara 10 30 20 60 sedang

Ben Dafyan Marthein

Warouw 5 15 10 30

kurang

sekali

Page 94: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

94

Jamie William Diyono 15 25 15 55 sedang

Haico Desitha Van Der V. 15 25 25 65 cukup

I Ketut Putra Purnawibawa 15 15 15 45 hampir

sedang

Amelie Christabella 20 20 25 65 cukup

Anak Agung Ngurah Bagus

Krishna 20 25 30 75 baik

Putu Budi Sukarya Putra

Purnawan Oka 25 25 25 75 baik

Naufal Alif Imani 20 20 25 60 sedang

Ester Caroline Yusuf 15 30 10 55 sedang

Total Nilai 195 285 245 725

Rata-rata 16,25 23,75 20,41 60,41 sedang

Keterangan :

1.Intonasi (0--20)

2. Pilihan Kata ( 0--30)

3. Struktur bahasa (0--30)

Nilai seluruh siswa = 725

Rata-rata kelas

%41,6012

725

1. Intonasi :

%25,81%10020

25,16X

2. Pilihan kata :

%16,79%10030

75,23X

3. Struktur bahasa :

%03,68%10030

41,20X

Page 95: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

95

Tabel 4.7 Skor Kemampuan Membaca Siswa Kelas VIIB

Nama Siswa Aspek yang Dinilai

Nilai Kategori 1 2 3

Rin Hasegawa 15 15 10 40 Kurang

Putu Keysa Kerta Mahesa 15 25 15 55 Sedang

Marlon Sathya Verchere 5 15 10 30 Kurang

sekali

Amelie Christasya 20 30 20 80 Baik

I Gusti Agung Istri

Raniastu Ista Sidanta 20 30 20 70 Cukup

Hayato Hachiseko 5 10 10 25 Buruk

Putu Devika Putri Asha

Sana 15 30 20 65 Cukup

Luh Gede Diva Lilyasih

Ananda Muntra 20 30 30 80 Baik

Yohan Candra 20 30 20 70 Cukup

Ida Bagus Ram Kalpika

Putra Mayun 20 25 25 70 Cukup

Mochamad Naufal

Raihansyah Zulkarnain 20 30 20 70 Cukup

Auriga Namira Firmansyah 15 25 20 60 Sedang

Gracela Michele John

Mesach 15 20 20 55 Sedang

Ariantika Parawangsa

Permana P. G. 20 30 30 80 Baik

Total Nilai 225 345 270 840

Rata-rata 16,07 26,64 19,28 60 Sedang

Nilai seluruh siswa = 840

Rata-rata kelas

%6014

840

1. Intonasi :

%35,80%10020

07,16X

Page 96: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

96

2. Pilihan kata :

%8,88%10030

64,26X

3. Struktur bahasa :

%26,64%10030

28,19X

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui kemampuan membaca siswa kelas

VIIA dan VIIB sebagai berikut. Kelas VIIA intonasi 81,25%, pilihan kata 79,16 %,

struktur bahasa 68,03%, dengan nilai rata-tata kelas dari dua belas siswa 60,41%.

Kelas VIIB intonasi 80,35%, pilihan kata 88,8 %, struktur bahasa 64,26% dengan

nilai rata-tata kelas dari empat belas siswa 60%. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan membaca siswa kelas VIIA dan VIIB dikategorikan sedang karena

memiliki nilai kemampuan membaca sebesar 60%.

Tabel 4.8 Skor Kemampuan Menyimak Siswa Kelas VIIA

Nama Siswa Aspek yang Dinilai

Nilai Kategori 1

Putu Adistya Priyanka

Surya 80 80 Baik

Putu Erin Indira Kayana 50 50 Hampir sedang

Keefe Jo Basyara 50 50 Hampir sedang

Ben Dafyan Marthein

Warouw 35 35 Kurang

Jamie William Diyono 45 45 Hampir sedang

Haico Desitha Van Der

Veken 45 45 Hampir sedang

I Ketut Putra Purnawibawa 50 50 Hampir sedang

Amelie Christabella 60 60 Sedang

A.A Ngurah Bagus Krishna 70 70 Cukup

Page 97: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

97

Putu Budi Sukarya Putra

Purnawan Oka 70 70 Cukup

Naufal Alif Imani 50 50 Hampir sedang

Ester Caroline Yusuf 45 45 Hampir sedang

Total Nilai 650 650

Rata-rata 54,16 54,16 Hampir sedang

Keterangan :

1. Kemampuan menyimak ( 0--100)

Nilai seluruh siswa = 650

Rata-rata kelas

%16,5412

650

1. Kemampuan menyimak

%16,54%100100

16,54X

\

Tabel 4.9 Skor Kemampuan Menyimak Siswa Kelas VIIB

Nama Siswa

Aspek yang

Dinilai Nilai Kategori

1

Rin Hasegawa 50 50 Hampir sedang

Putu Keysa Kerta Mahesa 70 70 Cukup

Marlon Sathya Verchere 45 45 Hampir sedang

Amelie Christasya 80 80 Baik

I Gusti Agung Istri Raniastu Ista S. 80 80 Baik

Hayato Hachiseko 35 35 Kurang

Putu Devika Putri Asha Sana 60 60 Sedang

Luh Gede Diva Lilyasih Ananda M. 80 80 Baik

Yohan Candra 70 70 Cukup

IB. Ram Kalpika Putra Mayun 85 85 Baik sekali

Mochamad Naufal Raihansyah Z. 80 80 Baik

Auriga Namira Firmansyah 70 70 Cukup

Page 98: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

98

Gracela Michele John Mesach 70 70 Cukup

Ariantika Parawangsa Permana P. G. 90 90 Baik sekali

Total Nilai 965 965

Rata-rata 68,92 68,92 Cukup

Keterangan :

1. Kemampuan menyimak ( 0--100)

Nilai seluruh siswa = 965

Rata-rata kelas

%92,6814

965

1. Kemampuan menyimak

%92,68%100100

92,68X

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui kemampuan menyimak siswa kelas

VIIA dan VIIB sebagai berikut yaitu kelas VIIA kemampuan menyimak 54,16% dan

rata-rata kelas dari dua belas siswa sebesar 54,16%. Kelas VIIB kemampuan

menyimak 68, 92% dan rata- rata kelas dari empat belas siswa sebesar 68,92%. Hal

ini menunjukkan bahwa kemampuan menyimak siswa kelas VIIA dan VIIB

dikategorikan hampir sedang dan cukup dalam menyimak.

Tabel 4.10 Skor Kemampuan Berbicara Siswa Kelas VIIA

Nama Siswa Aspek yang Dinilai Nilai Kategori

1 2 3 4

Putu Adistya Priyanka Surya 25 20 20 10 75 Baik

Putu Erin Indira Kayana 20 15 20 7 62 Sedang

Keefe Jo Basyara 20 15 15 7 57 Sedang

Ben Dafyan Marthein Warouw 10 10 10 7 37 Kurang

Jamie William Diyono 15 10 10 10 45 Hampir

Page 99: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

99

sedang

Haico Desitha Van Der Veken 20 20 20 12 72 Cukup

I Ketut Putra Purnawibawa 15 15 15 10 55 Sedang

Amelie Christabella 15 20 20 12 67 Cukup

Anak Agung Ngurah Bagus Krishna 30 20 20 15 85 Baik

sekali

Putu Budi Sukarya Putra P.O. 30 20 20 15 85 Baik

sekali

Naufal Alif Imani 25 20 20 10 75 Baik

Ester Caroline Yusuf 15 15 12 10 52 Hampir

sedang

Total Nilai 240 200 202 125 767

Rata-rata 20 16,6 16,3 10,41 63,91 Sedang

Keterangan :

1. Bahasa : (0--30)

2. Struktur bahasa : (0--30)

3. Kosakata ( 0--25)

4. Lafal ( 0--15)

Nilai seluruh siswa = 767

Rata-rata kelas

%91,6312

767

1. Bahasa

%6,66%10030

20X

2. Struktur bahasa

%33,55%10030

6,16X

3. Kosakata

%2,65%10025

3,16X

4. Lafal

%4,69%10015

41,10X

Page 100: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

100

Tabel 4.11 Skor Kemampuan Berbicara Siswa Kelas VIIB

Nama Siswa Aspek yang Dinilai

Nilai Kategori 1 2 3 4

Rin Hasegawa 15 10 5 5 35 Kurang

Putu Keysa Kerta Mahesa 20 15 7 7 49 Hampir

sedang

Marlon Sathya Verchere 15 10 5 5 35 Kurang

Amelie Christasya 20 25 20 10 75 Baik

I Gusti Agung Istri Raniastu

Ista Sidanta 20 20 18 12 70 Cukup

Hayato Hachiseko 10 10 7 5 32 Kurang

sekali

Putu Devika Putri Asha Sana 20 15 18 10 63 Sedang

Luh Gede Diva Lilyasih A.M. 25 25 20 14 84 Baik

Yohan Candra 20 20 20 10 70 Cukup

IB. Ram Kalpika Putra M. 25 25 25 14 89 Baik

sekali

Mochamad Naufal

Raihansyah Zulkarnain 25 18 18 10 71 Cukup

Auriga Namira Firmansyah 20 14 10 7 51 Hampir

sedang

Gracela Michele John Mesach 20 15 12 8 55 Sedang

Ariantika Parawangsa

Permana P. G. 28 30 25 15 98

Baik

sekali

Total Nilai 283 252 210 132 877

Rata-rata 20,21 18 15 9,42 62,64 Sedang

Keterangan :

1. Bahasa : (0--30)

2. Struktur Bahasa : (0--30)

3. Kosakata ( 0--25)

4. lafal ( 0--15)

Nilai seluruh siswa = 877

Page 101: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

101

Rata-rata kelas

%64,6214

877

1. Bahasa

%36,67%10030

21,20X

2. Struktur bahasa

%60%10030

18X

3. Kosakata

%60%10025

15X

4. Lafal

%8,62%10015

42,9X

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui kemampuan berbicara siswa kelas

VIIA dan VIIB sebagai berikut. Kelas VIIA kemampuan berbicara dari segi bahasa

sebesar 66,6%, struktur bahasa 55,33%, kosakata 65,2%, lafal 69,4% dan nilai rata-

rata kelas dari dua belas siswa sebesar 63,91%. Kelas VIIB kemampuan berbicara

dari segi bahasa sebesar 67,36%, struktur bahasa 60%, kosakata 60%, lafal 62,8%

dan nilai rata-rata kelas dari empat belas siswa sebesar 62,64%. Hal ini menunjukkan

bahwa kemampuan berbicara siswa kelas VIIA dan VIIB dikategorikan sedang

dalam kemampuan berbicara BDB.

Page 102: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

102

Tabel 4.12 Kemampuan Bahasa Bali Siswa Kelas VIIA dan VIIB

No Kemampuan Kelas Persentase Kategori

1 Menulis VIIA 73,91% Baik

VIIB 69,5% Cukup

2 Membaca VIIA 60,41% Sedang

VIIB 60% Sedang

3 Menyimak VIIA 54,16% Hampir sedang

VIIB 68,92% Cukup

4 Berbicara VIIA 63,91% Sedang

VIIB 62,64% Sedang

Berdasarkan tabel di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan

kemampuan BDB siswa kelas VIIA dan VIIB terlihat bahwa kemampuan menulis

siswa VIIA sebesar 73,91% dikategorikan baik, kemampuan membaca 60,41%

dikategorikan cukup, kemampuan menyimak 54,16% dikategorikan hampir sedang,

dan kemampuan berbicara 63,91% dikategorikan sedang. Di pihak lain kelas VIIB

kemampuan menulis 69,5% dikategorikan cukup, kemampuan membaca 60%

dikategorikan sedang, kemampuan menyimak 68,92% dikategorikan sedang, dan

kemampuan berbicara 62,64% dikategorikan sedang. Adapun grafik kemampuan

berbahasa daerah Bali siswa kelas VIIA dan VIIB ditampilkan sebagai berikut.

Page 103: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

103

Grafik 4.7 Kemampuan Berbahasa Daerah Bali Siswa Kelas VIIA dan VIIB

4.1.2 Faktor Eksternal

Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar siswa yang ikut

memengaruhi pembelajaran BDB. Faktor eksternal dapat berasal dari lingkungan

keluarga, sekolah, dan masyarakat. Menurut Syah (2003), faktor eksternal yang

memengaruhi pembelajaran bahasa dapat digolongkan menjadi dua, yaitu lingkungan

sosial dan lingkungan nonsosial.

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara siswa kelas VIIA dan VIIB

diperoleh beberapa faktor eksternal yang memengaruhi pembelajaran BDB. Adapun

faktor eksternal tersebut dipaparkan sebagai berikut.

Page 104: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

104

4.1.2.1 Lingkungan Sosial

Ada beberapa faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB pada siswa

dwibahasa di kelas VIIA dan VIIB. Adapun faktor-faktor yang dimaksud adalah

sebagai berikut.

a. Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga memiliki peran sangat penting yang dapat

memengaruhi pembelajaran BDB. Faktor lingkungan keluarga meliputi

bagaimana cara orang tua mendidik dan bahasa apa yang digunakan dalam

berkomunikasi di lingkungan keluarga. Siswa kelas VII memiliki kehidupan

keluarga yang majemuk siswa merupakan anak yang memiliki keluarga

campuran yaitu campuran Bali dengan Belgia, Bali dengan Jepang, Perancis

dengan Indonesia, dan beberapa anak yang berasal dari luar Bali. Berikut tabel

bahasa siswa pada lingkungan keluarga.

Tabel 4.13 Bahasa Siswa Kelas VIIA di Lingkungan Keluarga

No Nama siswa Asal Bahasa Pertama Bahasa yang

digunakan

berkomunikasi

1 Putu Adistya Priyanka

Surya

Bali bahasa Indonesia Indonesia

2 Putu Erin Indira Kayana Bali bahasa Indonesia Indonesia

3 Keefe Jo Basyara Jakarta bahasa Indonesia Indonesia

4 Ben Dafyan Marthein

Warouw

Jakarta bahasa Indonesia Indonesia

5 Jamie William Diyono Jakarta bahasa Indonesia Indonesia

6 Haico Desitha Van Der

Veken

Belgia Bahasa Inggris Inggris

Page 105: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

105

Tabel 4.14 Bahasa Siswa Kelas VIIB di Lingkungan Keluarga

7 I Ketut Putra

Purnawibawa

Bali bahasa Indonesia Indonesia

8 Amelie Christabella Jakarta bahasa Indonesia Indonesia

9 Anak Agung Ngurah

Bagus Krishna

Bali bahasa Bali Indonesia dan Bali

10 Putu Budi Sukarya Putra

Purnawan Oka

Bali bahasa Indonesia Indonesia

11 Naufal Alif Imani Jember bahasa Jawa Indonesia dan Jawa

12 Ester Caroline Yusuf Jakarta bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

No Nama siswa Asal Bahasa

Pertama

Bahasa yang

digunakan

berkomunikasi

1 Rin Hasegawa

Jepang bahasa

Jepang

Jepang, Indonesia

2 Putu Keysa Kerta Mahesa

Bali bahasa Bali Indonesia

3 Marlon Sathya Verchere

Perancis bahasa

Inggris

Inggris

4 Amelie Christasya

Jakarta bahasa

Indonesia

Indonesia

5 I Gusti Agung Istri Raniastu

Ista Sidanta

Bali bahasa

Indonesia

Indonesia

6 Hayato Hachiseko

Jepang bahasa

Jepang

Jepang, Indonesia

7 Putu Devika Putri Asha Sana

Jakarta bahasa

Indonesia

Indonesia

8 Luh Gede Diva Lilyasih A.M.

Bali bahasa

Indonesia

Indonesia

9 Yohan Candra

Bali bahasa

Indonesia

Indonesia

10 Ida Bagus Ram Kalpika Putra

Mayun

Bali bahasa

Indonesia

Indonesia

11 Mochamad Naufal Raihansyah

Zulkarnain

Bandung bahasa

Indonesia

Indonesia

Page 106: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

106

Tabel 4.15 Bahasa Siswa Kelas VIIA dan VIIB di Lingkungan Keluarga

No Bahasa Kelas VIIA dan VII B

Jumlah siswa %

1 Indonesia 18 69,23%

2 Inggris 2 7,7%

3 Indonesia dan Inggris 1 3,8%

4 Indonesia dan Bali 2 7,7%

5 Indonesia dan jepang 2 7,7%

6 Indonesia dan Jawa 1 3,8%

Jumlah 26 100%

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa siswa kelas VIIA dan VIIB

berjumlah 26 siswa. Penggunaan bahasa pertama di lingkungan keluarga

memengaruhi secara signifikan kemampuan siswa dalam pembelajaran BDB. Data

siswa yang berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia 69,23%, bahasa Inggris

7,7% bahasa Indonesia dan Inggris 3,8%, bahasa Indonesia dan Bali 7,7%, Indonesia

dan Jepang 7,7%, serta bahasa Indonesia dan Jawa 3,8 %. Jadi, dapat disimpulkan

bahwa secara keseluruhan bahasa yang digunakan siswa kelas VIIA dan VIIB pada

lingkungan keluarga adalah bahasa Indonesia karena sebanyak 69,23% siswa

berkomunikasi di lingkungan keluarga menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini

berarti bahwa siswa lebih sering berkomunikasi dalam lingkungan keluarga

menggunakan bahasa Indonesia. Siswa yang cenderung menggunakan bahasa

12 Auriga Namira Firmansyah

Surabaya bahasa

Indonesia

Indonesia

13 Gracela Michele John Mesach

Rote bahasa

Indonesia

Indonesia

14 Ariantika Parawangsa Permana

P. G.

Bali bahasa Bali Bali dan Indonesia

Page 107: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

107

Indonesia sebagai bahasa pertama di lingkungan keluarga memiliki kemampuan

berbahasa Bali yang cukup dalam pembelajaran BDB. Sedangkan siswa yang

menggunakan BDB sebagai bahasa pertama memiliki kemampuan BDB yang lebih

baik. Adapun grafik bahasa yang digunakan siswa kelas VIIA dan VIIB untuk

berkomunikasi di lingkungan keluarga dapat ditampilkan sebagai berikut.

69.23%

7.70% 3.80% 7.70% 7.70% 3.80% 00%

10%

20%

30%

40%50%

60%

70%

80%

90%

100%

Bahasa di Lingkungan Keluarga

Indonesia

Inggris

Indonesia dan Inggris

Indonesia dan Bali

Indonesia dan Jepang

Indonesia dan Jawa

Grafik 4.8 Penggunaan Bahasa di Lingkungan Keluarga

Data di atas didukung dengan hasil wawancara. Adapun hasil wawancara

diuraikan sebagai berikut. Pendapat siswa kelas VIIA, yaitu Abel berkomentar,“Abel

berkomunikasi dengan keluarga menggunakan bahasa Indonesia’. Naufal

berkomentar “Karena saya berasal dari Jawa, di lingkungan keluarga berkomunikasi

menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia sehingga bahasa Bali sama sekali tidak

pernah digunakan dalam lingkungan keluarga”. Keefe berkomentar ”Dalam

Page 108: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

108

berkomunikasi di lingkungan keluarga saya berkomunikasi menggunakan bahasa

Indonesia, kadang pernah dicoba menggunakan bahasa Bali yang dipelajari di

sekolah untuk berkomunikasi di lingkungan keluarga tetapi tidak ada yang mengerti

dengan apa yang dibicarakan”.

Siswa kelas VIIB Gus Ram berkomentar “Dalam lingkungan keluarga saya

berkomunikasi menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Bali

jadi bahasa Bali biasa digunakan untuk berkomunikasi pada lingkungan keluarga”.

Ari berkomentar “Saya berkomunikasi di dalam keluarga menggunakan bahasa

Indonesia dan bahasa Bali”, sedangkan Rania berkomentar ”Saya menggunakan

bahasa Indonesia, tetapi saya mengerti jika mendengarkan orang berkomunikasi

menggunakan bahasa Bali”. Siswa yang berasal dari Surabaya, yaitu Nara

berkomentar “Dalam lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya saya

jarang menemukan orang yang berkomunikasi menggunakan bahasa Bali jadi

bahasa Bali merupakan bahasa asing, tetapi menarik untuk dipelajari karena saya

tinggal di Bali”. Yohan dari Jakarta berpendapat.”Di lingkungan keluarga saya

memang tidak pernah berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Bali tetapi saya

ingin belajar agar bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Bali”.

Berdasarkan pendapat hasil wawancara terhadap siswa kelas VIIA dan VIIB

dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VII dalam berkomunikasi di lingkungan

keluarga menggunakan bahasa Indonesia siswa cenderung memiliki kemampuan

berbahasa Bali yang cukup. Di pihak lain siswa yang menggunakan BDB sebagai

bahasa pertama memiliki kemampuan berbahasa Bali yang baik sekali.

Page 109: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

109

b) Lingkungan Sekolah

Dalam pembelajaran BDB siswa berkomunikasi menggunakan bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris. Siswa di lingkungan sekolah memiliki hari berbahasa

yaitu, hari Senin, Rabu dan Jumat berbahasa Inggris sedangkan hari Selasa dan

Kamis berbahasa Indonesia. Pelajaran di kelas, pelajaran ilmu sosial, matematika,

pelajaran seni musik, seni rupa, dan olahraga menggunakan bahasa Inggris sebagai

bahasa pengantar. Pada kelas ilmu alam, bahasa Indonesia dan agama menggunakan

bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Pada pelajaran BDB digunakan bahasa

Bali sebagai bahasa pengantar. Berikut data penggunaan bahasa untuk berkomunikasi

siswa kelas VIIA dan VIIB di lingkungan sekolah.

Tabel 4.16 Bahasa Siswa Kelas VIIA di Lingkungan Sekolah

No Nama siswa Asal Bahasa

Pertama

Bahasa yang

digunakan

berkomunikasi

1 Putu Adistya Priyanka Surya Bali bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

2 Putu Erin Indira Kayana Bali bahasa Indonesia Indonesia

3 Keefe Jo Basyara Jakarta bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

4 Ben Dafyan Marthein W. Jakarta bahasa Indonesia Inggris

5 Jamie William Diyono Jakarta bahasa Indonesia Inggris

6 Haico Desitha Van Der V. Belgia bahasa Inggris Inggris

7 I Ketut Putra Purnawibawa Bali bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

8 Amelie Christabella Jakarta bahasa Indonesia Indonesia

9 A.A Ngurah Bagus Krishna Bali bahasa Bali Indonesia dan Inggris

10 Putu Budi Sukarya Putra P.O. Bali bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

11 Naufal Alif Imani Jember bahasa Jawa Indonesia

12 Ester Caroline Yusuf Jakarta bahasa Indonesia Inggris

Page 110: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

110

Tabel 4.17 Bahasa Siswa Kelas VIIB di Lingkungan Sekolah

Tabel 4.18 Data Persentase Penggunaan Bahasa di Sekolah

No Bahasa Kelas VIIA dan VII B

Jumlah siswa %

1 Indonesia 5 19,23%

2 Inggris 5 19,23%

3 Indonesia dan Inggris 16 61,53%

Jumlah 26 100%

No Nama siswa Asal Bahasa Pertama Bahasa yang

digunakan

berkomunikasi

1 Rin Hasegawa Jepang bahasa Jepang Indonesia dan Inggris

2 Putu Keysa Kerta Mahesa Bali bahasa Bali Indonesia

3 Marlon Sathya Verchere Perancis bahasa Inggris Inggris

4 Amelie Christasya Jakarta bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

5 I G.A Istri Raniastu Ista S. Bali bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

6 Hayato Hachiseko Jepang bahasa Jepang Indonesia

7 Putu Devika Putri Asha Sana Jakarta bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

8 Luh Gede Diva Lilyasih A.M Bali bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

9 Yohan Candra Bali bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

10 IB. Ram Kalpika Putra M. Bali bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

11 Mochamad Naufal

Raihansyah Zulkarnain

Bandung bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

12 Auriga Namira Firmansyah Surabaya bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

13 Gracela Michele John Mesach Rote bahasa Indonesia Indonesia dan Inggris

14 Ariantika Parawangsa

Permana P. G.

Bali bahasa Bali Indonesia dan Inggris

Page 111: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

111

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahasa yang digunakan siswa kelas

VIIA dan VIIB untuk berkomunikasi di lingkungan sekolah, yaitu 19,23%,

menggunakan bahasa Indonesia, 19,23% menggunakan bahasa Inggris, dan 61,53%.

menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagian

besar siswa kelas VIIA dan VIIB menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris untuk

berkomunikasi di lingkungan sekolah. Hal ini mengakibatkan cukup besar pengaruh

bahasa Indonesia dan Inggris terhadap pembelajaran BDB sehingga mengakibatkan

munculnya pengucapan yang salah dalam pembelajaran BDB. Adapun grafik bahasa

yang digunakan siswa kelas VIIA dan VIIB untuk berkomunikasi di lingkungan

sekolah dapat ditampilkan sebagai berikut.

19.23% 19.23%

61.53%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Indonesia Inggris Indonesia dan Inggris

Bahasa di Lingkungan Sekolah

Indonesia

Inggris

Indonesia dan Inggris

Grafik 4.9 Bahasa Siswa kelas VIIA dan VIIB di Lingkungan Sekolah

Grafik di atas menampilkan bahasa yang mendominasi komunikasi di

lingkungan sekolah adalah bahasa Indonesia dan Inggris. Hal ini menunjukkan

Page 112: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

112

bahwa siswa dwibahasa kelas VIIA dan VIIB pada lingkungan sekolah

menggunakan dua bahasa untuk berkomunikasi, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris yang bersifat aktif dalam penggunaannya. Di pihak lain, BDB sebagai bahasa

kedua digunakan hanya pada saat pelajaran BDB. Hal ini dapat dilihat dari

kemampuan siswa kelas VIIA dan VIIB dalam keterampilan berbicara BDB. Siswa

memperoleh penilaian kemampuan berbicara kelas VIIA 63,91% dan VIIB 62,64%

yang dikategorikan sedang dalam ketrampilan berbicara.

Data di atas ditunjang dengan hasil wawancara terhadap siswa kelas VIIA

dan VIIB yang berasal dari daerah yang berbeda. Pendapat siswa yang berasal dari

Bali, yaitu Gus Ram dan Ari mengatakan bahwa dalam berkomunikasi di sekolah

mereka menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di pihak lain siswa

menggunakan BDB pada saat berkomunikasi dengan guru saat pelajaran. Jika

dengan teman, tidak ada yang mengerti. Erin juga memiliki pendapat yang sama

dalam berkomunikasi di lingkungan sekolah. Artinya, Erin tidak pernah

berkomunikasi menggunakan BDB, karena kosakata BDB yang dikuasainya sangat

sedikit sehingga sangat menyulitkan jika digunakan untuk berkomunikasi.

Siswa yang berasal dari Jakarta, yaitu Keefe, Abel, dan Sasha mengatakan

bahwa mereka lebih suka berkomunikasi dengan bahasa Inggris dan Indonesia karena

lebih mudah dimengerti. Sebaliknya BDB baru mengetahui sedikit kosakata sehingga

susah digunakan untuk berkomunikasi.

Siswa yang berasal dari luar Bali, yaitu Hayato dan Rin yang berasal dari

Jepang, mengatakan bahwa dalam berkomunikasi di sekolah mereka terbiasa

Page 113: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

113

menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Pada saat pelajaran mereka

terkadang merasa asing dengan kosakata BDB yang didengarkan dari guru. Mereka

sering meminta guru untuk mengalihbahasakan BDB yang didengar ke dalam bahasa

Inggris. Di pihak lain, Haico siswa yang berasal dari Begia dalam berkomunikasi

lebih nyaman menggunakan bahasa Inggris saat pelajaran BDB, tetapi pada saat

pelajaran BDB mencoba menggunakan kosakata BDB yang telah dipahami untuk

berkomunikasi

Berdasarkan hasil tabel 4.18 dan hasil wawancara siswa kelas VIIA dan VIIB.

Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIIA dan VIIB dalam berkomunikasi di

lingkungan sekolah menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Bahasa

pertama siswa memberikan pengaruh yang berbeda pada kemampuan berbahasa Bali.

Siswa yang bahasa pertamanya bahasa Indonesia dan Inggris cenderung memiliki

nilai membaca dan menulis yang cukup baik. Namun, secara keseluruhan siswa

dengan bahasa pertama BDB memiliki kemampuan berbahasa Bali yang baik sekali.

Pada grafik di atas tampak bahwa siswa yang berkomunikasi menggunakan bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris cenderung memengaruhi kemampuan dalam

keterampilan berbahasa Bali.

c) Lingkungan Tetangga

Masyarakat merupakan makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan satu

individu dengan individu lainnya. Lingkungan tetangga merupakan lingkungan

terdekat siswa untuk berkomunikasi dengan teman sebaya atau tetangga di

lingkungan tempat tinggal mereka. Lingkungan tetangga sangat berpengaruh terhadap

Page 114: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

114

pembelajaran BDB. Dalam pembelajaran BDB harus diciptakan suasana lingkungan

tetangga yang positif. Berikut data tabel bahasa yang digunakan siswa untuk

berkomunikasi di lingkungan tetangga.

Tabel 4.19 Bahasa Siswa Kelas VIIA di Lingkungan Tetangga

No Nama Siswa Asal Bahasa

Pertama

Bahasa yang

Digunakan

Berkomunikasi

1 Putu Adistya Priyanka

Surya

Bali bahasa Indonesia Indonesia

2 Putu Erin Indira Kayana Bali bahasa Indonesia Indonesia

3 Keefe Jo Basyara Jakarta bahasa Indonesia Indonesia

4 Ben Dafyan Marthein

Warouw

Jakarta bahasa Indonesia Indonesia

5 Jamie William Diyono Jakarta bahasa Indonesia Indonesia

6 Haico Desitha Van Der

Veken

Belgia bahasa Inggris Inggris

7 I Ketut Putra Purnawibawa

Bali bahasa Indonesia Indonesia dan Bali

8 Amelie Christabella Jakarta bahasa Indonesia Indonesia

9 Anak Agung Ngurah

Bagus Krishna

Bali bahasa Bali Indonesia dan Bali

10 Putu Budi Sukarya Putra

Purnawan Oka

Bali bahasa Indonesia Indonesia

11 Naufal Alif Imani Jember bahasa Indonesia Indonesia

12 Ester Caroline Yusuf Jakarta bahasa Indonesia Indonesia

Page 115: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

115

Tabel 4.20 Bahasa Siswa Kelas VIIB di Lingkungan Tetangga

Tabel 4.21 Data Penggunaan Bahasa di Lingkungan Tetangga

No Bahasa Kelas VIIA dan VII B

Jumlah siswa %

1 Indonesia 20 76,9 %

2 Inggris 2 7,69 %

3 Indonesia Bali 3 11,53 %

4 Indonesia Jepang 1 3,8%

Jumlah 26 100%

No Nama Siswa Asal Bahasa Pertama Bahasa yang

Digunakan

Berkomunikasi

1 Rin Hasegawa

Jepang bahasa Jepang Indonesia dan

Jepang

2 Putu Keysa Kerta Mahesa Bali bahasa Bali Indonesia

3 Marlon Sathya Verchere Perancis bahasa Inggris Inggris

4 Amelie Christasya Jakarta bahasa Indonesia Indonesia

5 I G.A Istri Raniastu Ista S. Bali bahasa Indonesia Indonesia

6 Hayato Hachiseko Jepang bahasa Jepang Indonesia

7 Putu Devika Putri Asha S. Jakarta bahasa Indonesia Indonesia

8 Luh Gede Diva Lilyasih A.M. Bali bahasa Indonesia Indonesia

9 Yohan Candra Bali bahasa Indonesia Indonesia

10 IB. Ram Kalpika Putra M. Bali bahasa Indonesia Indonesia

11 Mochamad Naufal

Raihansyah Zulkarnain

Bandung bahasa Indonesia Indonesia

12 Auriga Namira Firmansyah Surabaya bahasa Indonesia Indonesia

13 Gracela Michele John Mesach Rote bahasa Indonesia Indonesia

14 Ariantika Parawangsa Permana

P. G.

Bali bahasa Bali Indonesia dan Bali

Page 116: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

116

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa bahasa yang digunakan

siswa kelas VIIA dan VIIB untuk berkomunikasi di lingkungan tetangga, yaitu 76,9%

menggunakan bahasa Indonesia, 7,69% bahasa Inggris, 11,53% bahasa Indonesia-

Bali, 3,85% menggunakan bahasa Indonesia-Jepang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

dalam lingkungan tetangga siswa kelas VIIA dan VIIB berkomunikasi 76,90%

menggunakan bahasa Indonesia. Di bawah ini dicantumkan grafik bahasa yang

digunakan siswa kelas VIIA dan VIIB pada lingkungan tetangga. Adapun grafik

tersebut dipaparkan sebagai berikut.

76.90%

7.96% 11.53%3.80%

0.0%

20.0%

40.0%

60.0%

80.0%

100.0%

Indonesia Inggris Indonesia dan Inggris

Indonesia dan Jepang

Bahasa di Lingkungan Tetangga

Indonesia

Inggris

Indonesia dan Inggris

Indonesia dan Jepang

Grafik 4.10 Bahasa Siswa Kelas VIIA dan VIIB di Lingkungan Tetangga

Data di atas didukung oleh hasil wawancara terhadap respons siswa untuk

mengetahui keadaan lingkungan tetangga siswa yang dilakukan terhadap empat orang

siswa kelas VIIA. Wawancara pertama, Adis siswa yang berasal dari Bali

mengatakan bahwa “Dalam berkomunikasi ia menggunakan bahasa Indonesia

karena sebagian besar teman sepermainannya dirumah berkomunikasi menggunakan

Page 117: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

117

bahasa Indonesia”. Tugus berkomentar bahwa “Dia berkomunikasi bersama teman-

temannya di lingkungan tetangga tempat tinggalnya berbahasa Indonesia”. Putra

berkomentar “Untuk berkomunikasi di lingkungan tetangga, Putra berkomunikasi

menggunakan bahasa Bali, tetapi Putra selalu menjawab pertanyaan yang

disampaikan menggunakan bahasa Indonesia karena dia mengerti apa yang

dibicarakan, namun dia tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan dengan

menggunakan bahasa Bali karena sedikitnya kosakata bahasa Bali yang dia miliki”.

Siswa yang berasal dari luar Bali, yaitu Abel berkomentar bahwa ”Dalam

berkomunikasi di lingkungan tetangga dia sama sekali tidak pernah menggunakan

bahasa Bali dan baru belajar bahasa Bali. Selama berada disekolah dan tetangga

saya yang orang Bali ngomongnya pakai bahasa Indonesia”. Jadi, dapat disimpulkan

bahwa dalam berkomunikasi di lingkungan tetangga siswa kelas VIIA dan VIIB

berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Kuatnya pengaruh B1 yang

digunakan untuk berkomunikasi di lingkungan tetangga sangat memengaruhi

keterampilan siswa dalam Pembelajaran BDB. Terlihat dari kemampuan siswa dalam

keterampilan berbicara yang memiliki nilai rata-rata kelas VIIA 63,91% dan kelas

VIIB 62,64% yang dikategorikan sedang.

4.1.2.2 Lingkungan Nonsosial

Lingkungan nonsosial dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu faktor

instrumental dan materi pelajaran. Berikut dijelaskan kedua faktor tersebut.

Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan menjadi

dua macam, yaitu fasilitas belajar hardware, seperti sarana dan prasarana. Fasilitas

Page 118: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

118

software, seperti kurikulum, peraturan sekolah, silabus, dan RPP. Berdasarkan hasil

observasi yang dilakukan pada lingkungan nonsosial siswa kelas VIIA dan VIIB

diketahui bahwa perangkat pembelajaran BDB yang dimiliki di sekolah HighScope

dirancang khusus oleh guru BDB yang dipakai sebagai pedoman dalam proses

pembelajaran dengan konsep pendekatan HighScope dengan metode (plan, do,

review) sehingga siswa aktif dalam proses pembelajaran (Active Learning).

Materi pelajaran meliputi bahan ajar yang digunakan untuk membantu siswa

dalam proses pembelajaran. Materi yang diberikan diambil dari buku paket “Pudak

Sari Bahasa Bali untuk Kelas VII SMP”. Dari buku paket yang digunakan materi

berintegrasi dengan pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Materi yang

sudah diajarkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris diajarkan kembali dalam

pembelajaran BDB. Dengan demikian, guru tidak banyak memberikan penjelasan

mengenai pelajaran yang diberikan karena sudah dijelaskan pada pelajaran bahasa

Inggris dan bahasa Indonesia. Sehingga siswa dapat melihat hubungan antara

pelajaran satu dengan pelajaran lainnya. Siswa yang menggunakan bahasa Inggris dan

bahasa Indonesia sebagai B1, dapat memahami materi yang diberikan pada pelajaran

bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, sehingga pada saat pembelajaran BDB siswa

lebih berkonsentrasi dan tidak kesulitan memahami materi yang diberikan.

Kemampuan berbahasa yang sudah diperoleh di bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

kemudian diaplikasikan dalam pembelajaran BDB. Pada saat guru menjelaskan

dengan menggunakan BDB guru mengaitkan pelajaran BDB dengan pelajaran bahasa

Indonesia dan Inggris yang telah dipelajari.

Page 119: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

119

Guru memberikan materi pembelajaran tidak hanya menggunakan LKS atau

buku paket, Guru mengintegrasikan pelajaran BDB dengan pelajaran bahasa

Indonesia dan Inggris. Siswa belajar melalui lembar pekerjaan, sedangkan guru

membuat materi pelajaran BDB disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Di samping itu,

guru terlebih dahulu mengukur kesiapan siswa dalam belajar. Artinya materi dibuat

setelah guru memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa. Setelah

memperoleh tingkat kemampuan yang dimiliki siswa dalam pelajaran BDB, guru

merancang pembelajaran dan memberikan materi sesuai dengan kesiapan dan

keinginan siswa dalam belajar sehingga pembelajaran BDB mudah untuk dipahami.

Selain itu topik kosakata yang diberikan sesuai dengan pelajaran ilmu sosial dan ilmu

alam. Jadi siswa lebih mudah memahami pelajaran yang diberikan tanpa harus

memahami kembali materi yang diberikan dalam bahasa yang berbeda.

Siswa yang memiliki kemampuan kurang dalam BDB dapat mengikuti

pelajaran dengan baik dan menyenangkan, sedangkan siswa yang memiliki

kemampuan lebih, dapat terus meningkatkan kemampuan BDB dan dapat berbagi

ilmu yang dimiliki kepada siswa yang masih kurang dalam pembelajaran BDB. Jadi,

dapat disimpulkan bahwa faktor nonlingkungan sosial yang memengaruhi

pembelajaran BDB pada siswa kelas VIIA dan VIIB adalah faktor instrumental yang

meliputi perangkat pembelajaran yang dirancang sesuai dengan konsep Highscope

dan materi pelajaran yang digunakan berintegrasi dengan bahasa Indonesia dan

bahasa Inggris, untuk menumbuh kembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran

Page 120: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

120

BDB sehingga membuat pembelajaran BDB dapat dipelajari oleh siswa dwibahasa

dengan baik.

4.2 Kendala dalam Pembelajaran Bahasa Daerah Bali

Konsep pendidikan bilingual atau lebih terkenal dengan istilah “Billingual

Education” atau pendidikan dwibahasa. Di Bali banyak terdapat sekolah berlabel plus

atau Sekolah SBI. Sekolah HighScope merupakan salah satu sekolah nasional plus

yang memakai konsep dwibahasa dalam proses pembelajaran. Sekolah HighScope

menerapkan pendekatan pembelajaran dwibahasa yaitu pendekatan concurrent,

artinya pendekatan yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris secara

bergantian dalam pelajaran. Kemampuan siswa berbahasa Inggris dan bahasa

Indonesia sangat berpengaruh terhadap masuknya pembelajaran BDB di sekolah.

Siswa mengalami kesulitan dalam belajar karena BDB merupakan B2 bagi siswa

kelas VII. Adapun kendala–kendala berbahasa yang timbul dalam pembelajaran BDB

meliputi kendala berbahasa dan nonberbahasa. Kendala-kendala tersebut dijelaskan

sebagai berikut:

4.2.1 Kendala Berbahasa

Kendala berbahasa dapat terjadi pada tataran linguistik (kebahasaan). Guru

yang sudah berpengalaman pasti mengetahui kendala berbahasa yang dihadapi siswa

dalam mempelajari bahasa. Kendala berbahasa merupakan bagian dari proses

pembelajaran bahasa. Kendala berbahasa dari segi ilmu bahasa bisa berupa

Page 121: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

121

kesalahan-kesalahan dalam berbahasa. Kendala berbahasa ini terjadi disebabkan oleh

tekanan B1 terhadap B2 atau akibat penyimpangan kaidah B2. BDB pada masa

sekarang seharusnya menjadi bahasa pertama tetapi berganti menjadi B2. Ketika

berada lingkungan keluarga atau berbicara dengan teman-temannya, siswa tidak lagi

menggunakan BDB sehingga kosakata BDB, pelafalan, susunan kata, pembetukan

kata dan susunan kalimat BDB bisa mengikuti aksen bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris. Hal tersebut dapat menimbulkan kendala-kendala dalam pembelajaran BDB.

Berikut dijelaskan kendala berbahasa dan nonbahasa yang ditemukan dalam

pembelajaran BDB pada siswa kelas VIIA dan VIIB.

4.2.1.1 Kendala Berbahasa Bali pada Tataran Fonologi

Kendala dalam tataran fonologi dalam pembelajaran BDB terjadi karena

adanya perubahan bunyi akibat adanya penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris dalam pembelajaran BDB. Bahasa Indonesia dan BDB dalam penelitian ini

mempunyai jumlah fonem yang berbeda. BDB memiliki enam fonem vokal dan delapan belas

fonem konsonan. Fonem vokal dan konsonan itu adalah sebagai berikut. (1) Fonem vokal: /i/, /e/,

/ə/, /a/, /o/, dan /u/, (2) sedangkan fonem konsonan: /b/, /c/, /d/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/,

/n/, /p/, /r/, /s/, /t/, /w/,/ŋ/, /y/, dan /ń/ (Anom dkk , 1988). Bahasa Indonesia memiliki enam

fonem vokal dan 24 fonem konsonan Fonem vokal /i/,/e/, ə/, /a/, /o/ dan /u/, sedangkan fonem

konsonan: /b/, /c/, /d/, /f/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /q/, /r/, /s/, /š/, /t/, /v/, /w/, /x/,

/ŋ/, /y/, /z/, dan /ń/.

Dari fonem-fonem di atas, diketahui terdapat perbedaan jumlah fonem antara

bahasa Indonesia dan BDB, yakni perbedaan jumlah fonem dan konsonan. Dalam

Page 122: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

122

bahasa Indonesia terdapat 24 konsonan dan BDB terdapat delapan belas fonem

konsonan. Fonem-fonem konsonan yang tidak terdapat pada BDB adalah /š/, /q/, /f/,

/v/, /x/, dan /z/. Kendala berbahasa yang terjadi pada pembelajaran BDB yaitu pada

tataran fonologi adalah pada pengucapan fonem. Data pada tabel berikut diambil

dari 26 orang siswa kelas VIIA dan VIIB.

Tabel 4.22 Fonem Bahasa Bali Siswa Kelas VIIA dan VIIB

No Fonem Kata Yang

diucapkan

Yang benar

1 Bunyi /a/ pada posisi

akhir terbuka

dilafalkan [ə]

[bapə]

[kijə]

[marə]

[sepedə]

[sirə]

[matə]

/bapa/

/kija/

/mara/

/sepeda/

/sira/

/mata/

/bapə/

/kijə/

/marə/

/sepedə/

/sirə/

/matə/

2 Bunyi /e/ dilafalkan [ẻ] [lemari

[legu]

[pesan]

[kesed]

/lẻmari/

/lẻgu/

/pẻsan/

/kẻsẻd/

/lemari/

/legu/

/pesan/

/kesed/

3 Bunyi [ẻ] dilafalkan /e/ [madẻ]

[mẻ mẻ]

[b ẻ]

[gedẻ]

/made/

/meme/

/be/

/gede/

/madẻ/

/mẻ mẻ/

/b ẻ/

/gedẻ/

4 Bunyi [i] dilafalkan /ẻ/ [sing ]

[kaping]

[nulungin]

/Seng /

/kapeng/

/nulungen/

/sing /

/kaping/

/nulungin/

5 Bunyi [u] dilafalkan /o/ [tusing] /tosing/ /tusing/

6 Bunyi [p] dilafalkan /f/

atau /v/

[tipi]

[pilem]

[aktip]

/tivi/

/film/

/aktif/

/tipi/

/pilem/

/aktip/

Keterangan: Data-data pada temuan di atas diperoleh dari hasil observasi

(metode simak catat) dan wawancara terhadap pelafalan kosa

kata yang menjadi objek penelitian.

Page 123: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

123

Tabel di atas menjelaskan keadaan fonologi BDB siswa kelas VIIA dan

VIIB yang dipengaruhi oleh bahasa Indonesia. Siswa sering mengalami kesulitan

dalam pengucapan bunyi /a/ BDB pada posisi akhir terbuka dilafalkan sebagai

[ə] contoh pada kata [bapə] siswa mengucapkan kata itu dengan ucapan /bapa/

seharusnya diucapkan /bapə/. Kendala fonologi ini sering dialami siswa karena

pengaruh bahasa Indonesia yang cukup kuat. Hal itu terjadi karena dalam

bahasa Indonesia tidak ada perbedaan bunyi /a/ yang diucapkan. Dengan

demikiandalam menyucapkan bunyi-bunyi BDB siswa sering melupakan

pengucapan bunyi /a/.

Kesulitan untuk membedakan bunyi [e] dengan [ẻ], yaitu keduanya

dibaca [e], dalam pembelajaran BDB siswa cenderung mengalami kesulitan

untuk membedakan vokal [e] dan vokal [ẻ]. Hal ini dipengaruhi oleh bahasa

Indonesia yang tidak ada perbedaan antara pengucapan vokal [e] dan [ẻ]. Contoh

[lemari] dilafalkan /lẻmari/ seharusnya /lemari/, [legu] dilafalkan /lẻgu/

seharusnya /legu/, kata [pesan] dilafalkan /pẻsan/ seharusnya /pesan/. Kendala

ini terlihat melalui ucapan siswa ketika membaca dan menulis bunyi [e] dan [ẻ]

dalam penulisan aksara Bali. Siswa bingung membedakan antara bunyi [e] dan

[ẻ]. Pada saat melafalkan bunyi [e] dan [ẻ], siswa sering bingung membedakan

fonem tersebut dan tidak sengaja menggunakan lafal bahasa Indonesia dalam

mengucapkan bunyi [e] dengan [ẻ].

Bunyi [ẻ] dilafalkan sebagai /e/. Siswa kesulitan membedakan bunyi [ẻ]

dan /e/. Pada kata [bẻ] dilafalkan /be/ seharusnya /bẻ/, [madẻ] dilafalkan /made/

Page 124: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

124

seharusnya /madẻ/, [gedẻ] dilafalkan /gede/ seharusnya /gedẻ/. Siswa mengalami

kesulitan untuk membedakan bunyi [ẻ] dengan /e/, karena dalam bahasa

Indonesia tidak dibedakan bunyi [ẻ] dan /e/ keduanya diucapkan /e/ seharusnya

diucapkan / ẻ/.

Bunyi [i] dilafalkan /ẻ/, yaitu [sing ] dilafalkan /seng/ seharusnya /sing/,

[kaping] dilafalkan /kapeng/ seharusnya /kaping/, [nulungin] dilafalkan /nulungen/

seharusnya /nulungin/. Kesalahan ini terjadi karena pengaruh dari bahasa Inggris

yang dipelajari, sehingga ejaan dalam penulisan BDB menyesuaikan dengan ejaan

bahasa Inggris.

Bunyi [u] dilafalkan /o/ pada kata [tusing] dilafalkan /tosing/ seharusnya

/tusing/. Kesalahan pelafalan ini terjadi akibat pengaruh dari bahasa Indonesia

sehingga bunyi [u] dilafalkan sebagai /o/.

Bunyi [p] dilafalkan /f/ atau /v/ sebagai contoh [tipi] dilafalkan /tivi/

seharusnya /tipi/, [pilem] dilafalkan /film/ seharusnya diucapkan /pilem/. Bunyi [p]

dalam BDB dilafalkan sebagai /f/ atau /v/. Artinya bunyi tersebut dilafalkan sesuai

dengan pelafalan dalam bahasa Indonesia.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam melafalkan

beberapa bunyi BDB siswa kelas VIIA dan VIIB masih dipengaruhi oleh bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris yang dikategorikan sebagai kesalahan interlingual.

Artinya kesalahan yang terjadi akibat pengaruh bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

terhadap pembelajaran BDB. Ucapan atau pelafalan kosakata BDB yang terjadi

diakibatkan karena siswa mentransfer intonasi dialeknya berbicara yang diperoleh

Page 125: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

125

dari kosakata bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sehingga ucapan atau pelafalan

dalam BDB diucapkan sama seperti pengucapan dalam bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris.

4.2.1.2 Kendala Berbahasaan Bali pada Tataran Morfologi

Data kendala berbahasa Bali pada tataran morfologi dalam penelitian ini

diperoleh dari tulisan siswa. Adapun kendala-kendala yang ditemukan dalam

pembelajaran BDB pada siswa kelas VIIA dan VIIB adalah kesalahan pada

penggunaan morfem. Kesalahan ini terjadi karena morfem-morfem dalam BDB

ditanggalkan atau diganti dengan morfem bahasa Indonesia dan bahasa Inggris,

karena kuatnya pengaruh B1 (bahasa yang telah dikuasai siswa). Contoh kesalahan

morfologi yang ditemukan dalam pembelajaran BDB pada siswa kelas VII adalah

sebagai berikut.

Kesalahan penghilangan imbuhan ini tidak hanya terjadi pada saat belajar

bahasa kedua tetapi pada saat belajar bahasa pertamapun siswa melakukan hal yang

sama. Kesalahan penghilangan imbuhan yang dilakukan tidak terlalu mengganggu

jalannya komunikasi. Artinya, pembaca masih dapat memahami maksud kalimat

yang dituliskan sekalipun sudah diketahui terjadi kesalahan dalam strukturnya.

Kendala morfologi dalam penelitian ini meliputi pemaknaan morfem BDB

yang salah. Perbedaan morfologi (imbuhan) BDB dan bahasa Indoensia

menimbulkan perubahan fungsi dan makna kata. Sebagai contoh, awalan bahasa

Indonesia yaitu [me-] [membaca], sedangkan pada BDB awalan [ma-] dibaca [mə],

[məlaib]. Fungsi awalan [me-] [ma-] membentuk kata kerja, tetapi dapat

Page 126: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

126

menghasilkan makna berbeda, jika dalam bahasa Indonesia [me-] [membaca]

‘membaca’, dalam BDB [ma], [məlaib] ‘berlari’. [ma] pada kata [mədagang] ‘berjualan’.

Dalam pemaknaannya awalan [ma] dalam BDB bermakna awalan [ber]

dalam bahasa Indonesia. Perubahan makna yang terjadi dalam BDB di bidang

morfologi mengakibatkan siswa mengalami kesulitan menerjemahkan arti kata

berimbuhan. Hal itu terjadi karena siswa menganggap struktur imbuhan dalam BDB

sama dengan struktur imbuhan dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan data di atas

dapat disimpulkan bahwa dalam tataran morfologi siswa menyamakan imbuhan BDB

dan bahasa Indonesia atau dianggap memiliki kesamaan.

Contoh:

1)“Sedek dina anu wenten anak sugih sane mepesengan Derp

(data 1, Dudik VIIA).

2) ”Nenten bisa mepikayun punapa-punapi”

(data 2, Diva VIIB)

Kalimat (1) dan kalimat (2) memperlihatkan siswa masih menggunakan

awalan [me-] bahasa Indonesia dalam menulis kalimat BDB. Hal ini terlihat karena

adanya penyamarataan imbuhan BDB dengan bahasa Indonesia. Pada kata

/mapesengan/ ditulis /mepesengan/ seharusnya /mapesengan/, kata /mapikayun/

ditulis /mepikayun/ seharusnya /mapikayun/. Hal ini sesuai dengan ejaan BDB yang

telah disempurnakan. Kendala morfologi dalam pembelajaran BDB pada siswa

dwibahasa kelas VIIA dan VIIB terjadi karena kuatnya pengaruh bahasa Indonesia

yang berdampak pada pembelajaran BDB.

Page 127: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

127

4.2.1.3 Kendala Berbahasa Bali pada Tataran Sintaksis

BDB yang seharusnya menjadi bahasa pertama berganti kedudukan menjadi

bahasa kedua, sehingga kosakata yang dimiliki siswa kelas VIIA dan VIIB sangat

sedikit. Hal ini berdampak pada kesalahan berbahasa yang dilakukan siswa dalam

ketrampilan menulis.

Kesalahan sintaksis adalah kategori kesalahan yang mencakup frasa nomina,

verba, konstruksi verba, runtutan kata, dan tipe transformasi. Kesalahan ini mencakup

kalimat, paragraf, dan wacana. Dari hasil pengolahan data terhadap penguasaan

kalimat berbahasa Bali siswa kelas VII, diketahui bahwa siswa kelas VIIA dan VIIB

masih kesulitan dalam menyusun kalimat berbahasa Bali yang gramatikal. Artinya

siswa kelas VIIA dan VIIB belum mampu membedakan struktur kalimat bahasa

Indonesia dan BDB. Hal tersebut terlihat dari susunan kalimat BDB yang kacau.

Contoh:

3) “Gumi adalah wadah tinggal kita”, pacang bucek yening biana

dijaga. Ageden praja , amerta disana, termasuk lingkungan alamnya”

(data 1, Keefe VIIA)

4) “Gumi wantah tongos iraga ngoyong, Gumi wantah tongos iraga

ngoyong, warna gadang nglangunin manah, warna gadang

ngangenin anak sane ningalin.

(data 2, Haico VIIA)

Bila dianalisis, kalimat (1) dan (2) menunjukkan struktur kalimat BDB yang

tidak sesuai dengan ejaan BDB yang telah disempurnakan. Struktur kalimat BDB

yang digunakan pada kalimat (1) dan (2) menggunakan struktur kalimat berbahasa

Page 128: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

128

Indonesia, yaitu “Bumi adalah tempat tinggal kita” ditulis ke dalam BDB menjadi

‘Gumi adalah wadah tinggal kita” seharusnya siswa menulis “ Gumi tongos iraga

nongos”. Dari data kalimat di atas terlihat bahwa dalam proses menulis siswa

berusaha membuat pola kalimat dalam bahasa Indonesia dan kemudian

diterjemahkan ke dalam BDB.

Kalimat berikut memiliki struktur kalimat BDB yang merupakan interferensi

dari bahasa Indonesia.

3) Manusa ane nongosin gumi, jani suba ngentungan lulu di tongose,

unduk gumine, manusa suba gotong royong”ajak onyangan ngelah’

(data 3 Arjuna VIIB)

4)Surya, galang panes, nyinarin gumi, tongosne di gumi, surya pakaryan

Hyang Widhi (data 4 Nara VIIB)

Kalimat (3) dan (4) di atas merupakan interperensi dari bahasa Indonesia

sebab dalam bahasa Indonesia konstruksi kalimatnya S-P-O-K seperti “Manusia

yang tinggal di bumi, sekarang sudah membuang sampah pada tempatnya”. Jadi,

kalimat tersebut jika diterjemahkan dalam BDB menjadi ”Manusa sane nongos di

gumi, mangkin sampun ngutang leluu di tongosne”. Konstruksi bahasa Indonesia

hampir sama dengan BDB. Kebiasaan siswa menggunakan bahasa Indonesia dalam

menulis kalimat berbahasa Bali kadang menimbulkan pengaruh terhadap penggunaan

BDB dalam pembelajaran. Selain itu, penguasaan kosakata BDB yang terbatas

membuat siswa pada saat menulis kalimat berbahasa Bali mengganti kata yang belum

diketahui dengan bahasa Indonesia.

Page 129: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

129

Dalam kalimat berikut terlihat siswa memiliki kosakata BDB yang kurang

sehingga dalam menulis kalimat berbahasa Bali siswa mengganti kosakata yang

belum diketahui dengan bahasa Indonesia.

(5)“ Ia sampun mempersiapkan samian kebutuhannya.

(data 5 Adis, VIIA)

(6)‘Ipun luas tanggal roras Agustus lan ipun sampun menyiapkan

ajengan lan keperluan ipun”. (data 6 Sasha, VIIB)

Kalimat (5) dan (6) merupakan penggalan dari karangan siswa dalam

kemampuan menulis. Struktur kalimat (5) dan (6) memiliki percampuran kosakata

BDB dan bahasa Indonesia terlihat pada kalimat (5) pada kata /mempersiapkan/,

/kebutuhan/, dan /adalah/ seharusnya menggunakan kata /nyiapin/, /kaperluane/,

/wantah/ dalam menulis kalimat berbahasa Bali. Pada kalimat (6) terdapat kata /

menyiapkan/ seharusnya ditulis /nyiapin/ dalam BDB.

Selain kosakata yang masih minimal yang dimiliki siswa dalam BDB

kalimat (5) mengandung ketidakjelasan konstruksi. Ditinjau dari bentuk verbalnya

yakni ‘Sampun mempersiapkan samian kebutuhannya” Jika dilihat dari struktur

kalimatnya siswa ingin membuat kalimat aktif. Untuk membuat stuktur kalimat aktif

BDB seharusnya” Ia sampun nyiapin samian keperluane”. Kalimat (6) ditinjau dari

jenis kalimat tergolong kalimat pasif” “Ipun luas tanggal roras Agustus lan ipun

sampun menyiapkan ajengan lan keperluan ipun”. Terjemahannya,”Dia pergi

tanggal 11 Agustus dan dia sudah mempersiapkan makanan dan keperluannya”.

Kalimat aktif BDB seharusnya, ”Ipun sampun nyiapin ajengan lan keperluane,

Page 130: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

130

sadurung luas tanggal 11 Agustus”, terjemahannya, “Dia Sudah mempersiapkan

keperluannya sebelum tanggal 11 Agustus”.

Berdasarkan data di atas , dapat disimpulkan bahwa pembelajaran BDB pada

tataran sintaksis pada siswa kelas VIIA dan VIIB mengalami kendala. Kendala itu

terjadi karena siswa sulit mengekspresikan kalimat menggunakan BDB dan kosakata

BDB yang dimiliki siswa masih kurang. BDB sebagai pembelajaran bahasa kedua

sehingga mendapat pengaruh yang sangat besar dari bahasa Indonesia dalam

pembelajaran. Konstruksi sintaksis seperti ini perlu mendapatkan perhatian dalam

pembelajaran BDB sehingga kesalahan dalam tataran sintaksis akibat pengaruh dari

bahasa pertama dapat dihindari dalam pembelajaran BDB.

4.2.1.4 Kendala Berbahasa Bali pada Tataran Semantik

Dalam penelitian ini terdapat kendala dalam bidang semantik karena adanya

pemilihan kata yang salah dalam penulisan kalimat berbahasa Bali. Kesalahan di

bidang leksikal mencakup kesalahan pemilihan kata, penambahan kosakata yang

tidak perlu, penghilangan kata, makna kata yang tidak logis, penggunaan kata tanya,

dan kesalahan penggunaan istilah asing,

Contoh:

1)”John macanda computer ring pojok” (data 1 Naufal VIIA)

2) “Meme tiang lakar dadi astronot lan magedi ka bulan ningalin

kelinci bulan’. (data 2, Dudik VIIA)

Kalimat (1) dan (2) merupakan kalimat yang memiliki struktur S-P-O-K yang

merupakan struktur untuk membentuk kalimat berbahasa Indonesia , dalam pilihan

Page 131: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

131

kosakata BDB yang kurang tepat. Pada data (1) pemilihan kata macanda “bermain”,

tidak cocok. Pemilihan kata macanda pada kalimat ‘John macanda computer ring

pojok’ tidak sesuai karena memiliki arti John bercanda dengan computer di pojok”.

Kalimat data (1) seharusnya” John mapalian computer di bucu”. Data (2) ‘Meme

tiang lakar dadi astronot lan magedi ka bulan ningalin kelinci bulan’. Kalimat

tersebut diartikan “Ibu saya akan menjadi astronot dan pergi ke bulan melihat

kelinci bulan”. Kata “meme tiang” dalam kalimat tersebut memiliki makna ambigu,

bisa berarti “Ibu saya atau, saya yang menjadi astronot”, seharusnya ditulis “Meme,

tiang pacang dadi astronot, lan magedi ke bulan ningalin kelinci’. Berdasarkan data

di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa memiliki kendala dalam memilih kata yang

tepat dalam kalimat, Dengan demikian, kalimat BDB yang dihasilkan sering kali

memiliki makna ambigu bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia.

Perbedaan struktur BDB dan bahasa Indonesia beserta kesulitan dalam

pembelajaran BDB bersumber dari kesalahan berbahasa yang sering dilakukan siswa

dalam mempelajari BDB. Berdasarkan kendala berbahasa di atas, dapat disimpulkan

bahwa yang mengakibatkan terjadinya kendala berbahasa dalam pembelajaran BDB

adalah hal-hal berikut.

(1) Adanya interferensi atau transfer yang dilakukan oleh siswa secara otomatis

dari bahasa pertama kepada B2 yang sedang dipelajari (interlanguage error).

Siswa membuat penyamarataan yang berlebihan (overgeneralisation) terhadap

struktur bahasa Indonesia dengan BDB.

Page 132: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

132

(2) Kesalahan intralingual struktur BDB yang mengenal imbuhan untuk bentuk

pasif dan aktif membuat siswa kesulitan dalam menyusun kalimat.

(3) Aplikasi yang tidak sempurna terhadap kaidah-kaidah bahasa (incomplete

application rules). Struktur BDB yang cukup rumit belum dapat dipahami

oleh siswa secara sempurna mengingat BDB merupakan bahasa kedua bagi

siswa yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa asing sebagai bahasa

pertama.

(4) Kurangnya perbendaharaan kata BDB yang dimiliki oleh siswa. Hal ini

disebabkan oleh intensitas pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

yang lebih sering daripada BDB.

Berikut cara menanggulangi permasalahan dalam pembelajaran BDB. Guru

BDB dapat memilih cara mengajar dan bahan pengajaran yang tepat. Siswa

dwibahasa merupakan wadah tempat terjadinya kontak bahasa, semakin besar

jumlah siswa dwibahasa maka semakin intensif kontak bahasa yang terjadi. Kontak

bahasa menimbulkan saling memengaruhi antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

dengan BDB. Dalam pembelajaran BDB akibat dari B1 yang mendominasi dalam

pengajaran BDB. Siswa yang mempelajari BDB sudah mempunyai kebiasaan tertentu

dalam menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kebiasaan tersebut harus

dibatasi agar tidak mengintervensi dalam pembelajaran BDB. Pembentukan kebiasaan

yang sesuai dengan penggunaan BDB dilakukan dengan penyajian bahan pengajaran

BDB yang menarik dan kreatif sehingga dapat menumbuhkan kebiasaan dalam

penggunaan BDB untuk berkomunikasi di lingkungan sekolah.

Page 133: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

133

4.2.2 Kendala Nonkebahasaan

4.2.2.1. Daerah Asal Siswa

Kendala-kendala bahasa yang dialami siswa akibat adanya perbedaan tempat

tinggal sehingga menimbulkan perbedaan dalam berbahasa. Data siswa dwibahasa di

sekolah HighScope dijelaskan melalui tabel berikut.

Tabel 4.23 Daerah Asal Siswa Kelas VII A dan VIIB

NO DAERAH ASAL JUMLAH PERSENTASE

1 Bali 11 siswa 42,3%

2 Jakarta 7 siswa 26%

3 Bandung 1 siswa 3,85%

4 Surabaya 1 siswa 3,85%

5 Jember 1 siswa 3,85%

6 Rote 1 siswa 3,85%

7 Belgia 1 siswa 3,85%

8 Perancis 1 siswa 3,85%

9 Jepang 2 siswa 7,7%

Dalam penelitian ini suku bangsa siswa terbagi menjadi sembilan kategori.

Suku bangsa tersebut, yaitu Bali, Jakarta, Bandung, Surabaya, Jember, Rote, Belgia,

Perancis, dan Jepang. Siswa kelas VIIA dan VIIB yang berasal dari Bali sebanyak

sebelas siswa (42,3%), Jakarta tujuh siswa ( 26%), Bandung satu siswa (3,85%),

Surabaya satu siswa (3,85%), Jember satu siswa (3,85%), Rote satu siswa (3,85%),

Belgia satu siswa (3,85%), Perancis satu siswa (3,85%), Jepang dua siswa (7,7%).

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa siswa dwibahasa kelas

VIIA dan VIIB yang mengalami kendala paling besar dalam pembelajaran BDB

Page 134: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

134

berdasarkan daerah asalnya adalah siswa yang berasal dari Jepang, siswa yang

berasal dari Jepang kesulitan pada saat menerjemahkan kosakata BDB, karena BDB

merupakan pembelajaran bahasa kedua. Selain itu, banyak kosakata yang baru

dipelajari susah untuk diingat karena tidak digunakan untuk berkomunikasi. Akan

tetapi pada saat menulis aksara Bali mereka mampu menulis aksara Bali dengan baik.

Di bawah ini dicantumkan grafik asal siswa di kelas VIIA dan VIIB. Adapun

grafik tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

42.30%

26.90%

3.85% 3.85% 3.85% 3.85% 3.85% 7.70% 3.85%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Bali

Jakarta

Bandung

Surabaya

Jember

Rote

Belgia

Perancis

Jepang

Daerah Asal Siswa kelas VIIA dan VIIB

Grafik. 4.11 Daerah Asal Siswa

4.2.2.2 Bahasa Pertama

Kendala berbahasa dalam pembelajaran BDB pada siswa kelas VIIA dan VIIB

disebabkan oleh adanya pengaruh bahasa pertama siswa. Berikut tabel data

bahasa pertama siswa kelas VIIA dan VIIB.

Page 135: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

135

Tabel 4.24 Data Bahasa Pertama Siswa Kelas VIIA dan VIIB

Data di atas menggambarkan siswa kelas VIIA dan VIIB yang berjumlah 26

orang. Siswa yang menggunakan BDB sebagai bahasa pertama sebanyak 11,53%,

bahasa Jawa sebanyak 7,7%, bahasa Indonesia sebanyak 69,2%, bahasa Inggris

sebanyak 7,7%, dan bahasa Jepang sebanyak 7,7%. Jadi dapat disimpulkan bahwa

siswa kelas VIIA dan VIIB merupakan siswa multilingual yang menggunakan bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris sebagai bahasa pertama. Pengaruh bahasa pertama

cukup besar dalam pembelajaran BDB. Hal itu menyebabkan sering terjadi kesalahan

berbahasa dalam pembelajaran BDB. Pengaruh bahasa pertama mengakibatkan

terjadinya kesalahan intralingual, yaitu kesalahan yang terjadi akibat kesalahan

interferensi. Artinya, kesalahan yang bersumber dari pengaruh B1 terhadap B2.

Kesalahan intralingual merupakan kesalahan bahasa yang bersumber dari

penguasaan BDB yang belum memadai. Dari hasil analisis data di atas, dapat

disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa pertama sangat

berpengaruh terhadap pembelajaran BDB di sekolah. Adapun grafik tersebut

dipaparkan sebagai berikut.

No Bahasa Pertama Kelas VII

Jumlah Persentase

1 Bahasa Bali 3 orang 11,53 %

2 Bahasa Jawa 1 Orang 3,8%

3 Bahasa Indonesia 18 orang 69,2%

4 Bahasa Inggris 2 orang 7,7%

5 Bahasa Jepang 2 orang 7,7%

Page 136: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

136

11.53%

3.80%

69.20%

7.70% 7.70%

0.%

10.%

20.%

30.%

40.%

50.%

60.%

70.%

80.%

90.%

100.%

Bahasa Bali

Bahasa Jawa

Bahasa Indonesia

bahasa Inggris

Bahasa jepang

Bahasa Bali

Bahasa Jawa

Bahasa Indonesia

bahasa Inggris

Bahasa jepang

Bahasa Pertama Siswa Kelas VIIA dan VIIB

Grafik 4.12 Bahasa Pertama Siswa Kelas VIIA dan VIIB

Dalam pembelajaran BDB ditemukan kendala-kendala bahasa yang dialami

oleh siswa kelas VIIA dan VIIB. Kendala bahasa ini disebabkan oleh adanya tekanan

dari bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris terhadap BDB.

Kendala utama yang dihadapi, yaitu penyimpangan kaidah BDB. Hal ini terjadi

karena siswa ditemukan sering menggunakan struktur bahasa Indonesia dan Inggris

dalam kemampuan berbahasa Bali.

4.2.2.3 Jenis Kelamin

Siswa dwibahasa kelas VIIA dan VIIB dibedakan berdasarkan jenis kelamin

.Siswa yang berjenis kelamin perempuan sebanyak sebelas siswa (42,30%), dan laki-

laki sebanyak lima belas siswa (57,7%). Berdasarkan perbedaan jenis kelamin ada

Page 137: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

137

beberapa kendala yang dialami siswa dalam pembelajaran BDB karena pengaruh

jenis kelamin.

Tabel 4.25 Jenis Kelamin Siswa VIIA dan VIIB

No Nama Siswa Kelas

VIIA

Jenis Kelamin Nama Siswa Kelas VIIB Jenis

Kelamin

1 Putu Adistya

Priyanka Surya

Perempuan

Rin Hasegawa

Laki-laki

2 Putu Erin Indira

Kayana

Perempuan Putu Keysa Kerta Mahesa

Laki-laki

3 Keefe Jo Basyara Laki-laki Marlon Sathya Verchere Laki-laki

4 Ben Dafyan

Marthein Warouw

Laki-laki Amelie Christasya

Perempuan

5 Jamie William

Diyono

Laki-laki I Gusti Agung Istri

Raniastu Ista Sidanta

Perempuan

6 Haico Desitha Van

Der Veken

Perempuan Hayato Hachiseko

Laki-laki

7 I Ketut Putra

Purnawibawa

Laki-laki Putu Devika Putri Asha

Sana

Perempuan

8 Amelie Christabella

Perempuan Luh Gede Diva Lilyasih

Ananda Muntra

Perempuan

9 Anak Agung Ngurah

Bagus Krishna

Laki-laki Yohan Candra

Laki-laki

10 Putu Budi Sukarya

Putra Purnawan Oka

Laki-laki Ida Bagus Ram Kalpika

Putra Mayun

Laki-laki

11 Naufal Alif Imani

Laki-laki Mochamad Naufal

Raihansyah Zulkarnain

Laki-laki

12 Ester Caroline Yusuf Perempuan Auriga Namira Firmansyah Perempuan

Jumlah siswa

perempuan

11 42,30% Gracela Michele John

Mesach

Perempuan

Jumlah siswa laki-

laki

15 57,7% Ariantika Parawangsa

Permana P. G.

Laki-laki

Data di atas menjelaskan jenis kelamin siswa, meskipun jenis kelamin tidak

memperlihatkan kendala dalam ketrampilan berbahasa Bali akan tetapi jika dianalis

secara lebih mendalam, jenis kelamin memberikan pengaruh terhadap pembelajaran

BDB pada siswa dwibahasa. Siswa yang berjenis kelamin perempuan sebanyak

Page 138: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

138

42,30% cenderung lebih mudah belajar BDB. Di samping itu siswa perempuan di

kelas dwibahasa lebih tekun belajar dan berkonsentrasi dalam belajar sehingga dalam

pembelajaran BDB siswa perempuan lebih mudah menerima pelajaran yang

diberikan. Siswa laki-laki sebanyak 57,7% membuat suasana kelas menjadi ramai.

Siswa laki-laki kurang berkonsentrasi dalam belajar dan suka mencari perhatian

sehingga sulit menerima pelajaran yang diberikan di kelas. Oleh karena itu timbul

kesulitan dalam pembelajaran BDB.

Berdasarkan data di atas dan observasi yang dilakukan dalam proses

pembelajaran BDB, dapat disimpulkan bahwa siswa perempuan di kelas dwibahasa

lebih tekun belajar BDB dibandingkan dengan siswa laki-laki. Siswa perempuan

merasa lebih tertantang dalam memecahkan masalah, dapat mengikuti metode

pembelajaran plan, do review dengan baik dan perhatiannya tidak mudah teralihkan,

sedangkan siswa laki-laki mudah tergoda melakukan hal lain, gemar meluangkan

waktu untuk bermain ketika belajar dan sering mengabaikan tugas yang diberikan

oleh guru. Adapun grafik tersebut dipaparkan sebagai berikut

Page 139: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

139

42.30%

57.70%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Perempuan Laki-laki

Jenis Kelamin Siswa VIIA dan VIIB

Perempuan

Laki-laki

Grafik 4.13 Jenis Kelamin Siswa VIIA dan VIIB

4.2.2.4 Usia Siswa

Masa remaja dikatakan sebagai masa di mana siswa mengalami perubahan,

baik dilihat dari segi fisik, psikis, suara, maupun bahasa. Kedwibahasaan pada masa

remaja (adolescent bilingualism) adalah suatu istilah yang mengacu kepada orang-

orang yang menjadi dwibahasawan setelah masa pubertas. Siswa kelas dwibahasa

VIIA dan VIIB berdasarkan tingkatan usia mengalami kendala kebahasaan. Berikut

tabel usia siswa dwibahasa kelas VIIA dan VIIB.

Tabel 4.26 Data Usia Siswa Kelas VIIA

No Nama Tanggal lahir Usia

1 Putu Adistya Priyanka Surya 31 Juli 2002 12 Tahun

2 Putu Erin Indira Kayana 20 Januari 2001 13 Tahun

3 Keefe Jo Basyara 24 Maret 2001 13 Tahun

4 Ben Dafyan Marthein Warouw 26 Desember 2001 13 Tahun

Page 140: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

140

5 Jamie William Diyono 18 Oktober 2002 12 Tahun

6 Haico Desitha Van Der Veken 18 Februari 2002 12 Tahun

7 I Ketut Putra Purnawibawa 21 Juni 2001 13 Tahun

8 Amelie Christabella 24 November 2000 14 Tahun

9 Anak Agung Ngurah Bagus

Krishna

27 Juli 2001 13 Tahun

10 Putu Budi Sukarya Putra

Purnawan Oka

9 April 2001 13 Tahun

11 Naufal Alif Imani 26 Mei 2001 13 Tahun

12 Ester Caroline Yusuf 1 Desember 2000 14 Tahun

Tabel 4.27 Data Usia Siswa Kelas VIIB

No Nama Tanggal lahir Usia

1 Rin Hasegawa 21 November 2001 13 Tahun

2 Putu Keysa Kerta Mahesa 17 September 2001 13 Tahun

3 Marlon Sathya Verchere 24 Januari 2001 13 Tahun

4 Amelie Christasya 1 Maret 2002 12 Tahun

5 I Gusti Agung Istri Raniastu Ista

Sidanta

7 Mei 2002 12 Tahun

6 Hayato Hachiseko 22 Maret 2002 12 Tahun

7 Putu Devika Putri Asha Sana 16 Mei 2002 12 Tahun

8 Luh Gede Diva Lilyasih Ananda 11 Oktober 2001 13 Tahun

9 Yohan Candra 7 Juli 2001 13 Tahun

10 Ida Bagus Ram Kalpika Putra

Mayun

12 Februari 2001 13 Tahun

11 Mochamad Naufal Raihansyah

Zulkarnain

10 Oktober 2001 13 Tahun

12 Auriga Namira Firmansyah 23 Juli 2001 13 Tahun

13 Gracela Michele John Mesach 18 Juli 2001 13 Tahun

14 Ariantika Parawangsa Permana

P. G.

3 Maret 2001 13 Tahun

Page 141: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

141

Tabel 4.28 Persentase Data Usia Siswa Kelas VIIA dan VIIB

No Usia Jumlah Persentase

1 12 Tahun 7 siswa 26,92%

2 13 Tahun 17 siswa 65,38%

3 14 Tahun 2 siswa 7,69%

Tabel di atas, menjelaskan usia siswa kelas VIIA dan VIIB. Dari 26 orang

siswa, siswa yang berusia dua belas tahun sebanyak tujuh orang (26,92%), siswa

yang berusia tiga belas tahun sebanyak tujuh belas orang (65,38%), dan siswa yang

berusia empat belas tahun sebanyak dua orang (7,69%). Berdasarkan data tersebut

terlihat bahwa siswa kelas VIIA dan VIIB berada pada masa remaja, yaitu masa siswa

mengalami perubahan, baik dilihat dari segi fisik, psikis, suara, maupun bahasa.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masa ini ada

beberapa perbedaan yang muncul dalam pembelajaran BDB. Pada masa ini siswa

telah menguasai bahasa pertama (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) dengan

maksimal. Pada waktu belajar dan berusaha untuk memperoleh bahasa kedua siswa

mengalami kesulitan. Kesulitan ini terjadi bagi siswa yang belum terbiasa sama

sekali dengan bahasa yang sedang dipelajari, oleh karena itu akan muncul lafal

dengan aksen yang dipengaruhi oleh bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Adapun

grafik tersebut dipaparkan sebagai berikut.

Page 142: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

142

26.92%

65.38%

7.69%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Usia 12 Tahun Usia 13 Tahun Usia 14 Tahun

Usia Siswa Kelas VIIA dan VIIB

Usia 12 Tahun

Usia 13 Tahun

Usia 14 Tahun

Grafik 4.14 Usia Siswa VIIA dan VIIB

4.3 Metode Pembelajaran Bahasa Daerah Bali

Pembelajaran BDB di sekolah HighScope berpedoman pada strategi

pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa untuk mengakses berbagai informasi

dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas.

Dengan demikian, siswa memperoleh banyak pengalaman yang dapat meningkatkan

pemahaman dan kompetensinya dalam pembelajaran BDB. Selain itu pembelajaran

aktif memungkinkan siswa kelas VII dapat mengembangkan kemampuanya berpikir

tingkat tinggi.

Metode pembelajaran bahasa dalam penelitian ini didukung oleh pendekatan

HighScope yaitu suatu pendekatan yang dikembangkan oleh David Weikert.

Pendekatan ini pada mulanya digunakan pada anak jenjang PAUD. Karena

pembelajaran di sekolah HighScope yang berkesinambungan, pendekatan ini juga

Page 143: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

143

digunakan untuk mengajar siswa hingga jenjang SLTP. Pendekatan ini menyebutkan

bahwa siswa memiliki hubungan sosial dan emosional yang kuat. Pendekatan ini

melibatkan siswa sebagai pembelajar aktif yang memberikan kesempatan pada siswa

lain untuk memilih sendiri aktivitas dalam pembelajaran. Pendekatan HighScope

bersumber pada siswa (student centered approach). Pendekatan HighScope memiliki

komponen penting yaitu sebagai berikut.

(1) Siswa sebagai pembelajar aktif yang menggunakan sebagian besar

waktunya di dalam learning center yang beragam.

(2) Merencanakan, melakukan, mengulang ( plan-do-rewiew)

guru membantu siswa untuk memilih apa yang akan lakukan setiap hari,

melaksanakan rencana, dan mengulang kembali apa yang telah dipelajari.

(3) Pengalaman sebagai kunci (key experience)

(4) Penggunaan catatan atau anecdotal note untuk mencatat proses siswa

dalam belajar.

Pendekatan HighScope memiliki lima unsur yang mendukung pembelajaran

aktif anak, yaitu benda-benda yang dieksplor siswa, manipulasi benda-benda oleh

siswa, pilihan bagi siswa tentang apa yang akan dilakukan siswa, bahasa siswa, dan

dukungan dari orang dewasa (guru dan orang tua).

Pembelajaran BDB pada siswa kelas VIIA dan VIIB menggunakan model

pembelajaran HighScope. Pendekatan ini merupakan penerapan model pembelajaran

HighScope memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut serta dalam

perencanaan pembelajaran dan siswa bebas memilih kegiatan pembelajaran sesuai

Page 144: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

144

dengan minatnya. Kemudian siswa melaksanakan hasil perencanaanya dengan

melakukan aktivitas pembelajaran sesuai dengan tahapan kegiatan yang ditentukan.

Setelah melakukan aktivitas pembelajaran siswa mempresentasikan pekerjaannya di

depan kelas untuk menceritakan pengalamannya pada saat belajar BDB. Kegiatan ini

memiliki pengaruh yang sangat besar untuk menumbuhkan kemampuan siswa

berbicara BDB. Kegiatan ini melibatkan siswa untuk berpikir, berbuat, dan dapat

mengambil keputusan tentang apa yang telah dipelajari. Di samping itu, untuk

memupuk kemampuan siswa dalam pembelajaran BDB dan berkomunikasi dengan

menggunakan kosakata BDB yang telah dikuasai. Selama proses pembelajaran siswa

dapat berbagi mengenai apa yang mereka kerjakan. Adapun tahapan atau prosedur

pelaksanaannya dalam pembelajaran BDB yang menggunakan metode (plan, do,

review) dibedakan menjadi tiga sebagai berikut.

a) Plan (tahap merencanakan)

Pada tahap pembelajaran ini siswa kelas VIIA dan VIIB diberi

kesempatan untuk membuat rencana dari kegiatan yang akan mereka

lakukan. Dalam perencanaan ini siswa terdorong untuk lebih percaya diri

dalam pembelajaran BDB serta berkonsentrasi dalam proses

pembelajaran. Adapun langkah-langkah perencanaan yang dilakukan

siswa dalam pembelajaran BDB yaitu siswa menetapkan permasalah

yang akan dipecahkan atau tujuan yang ingin dicapai dalam

pembelajaran, membayangkan serta mengantisipasi kegiatan yang

dilakukan dalam pembelajaran BDB. Peran guru dalam proses

Page 145: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

145

perencanaan memberikan topik yang disediakan, memberikan

dorongan motivasi siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

b) Do ( mengerjakan)

Pada tahap ini merupakan tahap bekerja. Siswa memecahkan permasalah

yang ditemukan dalam proses pembelajaran BDB. Siswa harus memiliki

inisiatif untuk melaksanakan, memodifikasi, dan dapat merubah rencana

mereka dalam membuat projek. Guru memberikan siswa motivasi

menyediakan ruang kerja, memberikan bimbingan, mendorong pemecahan

masalah, mencatat hasil pengamatan terhadap pembelajaran yang sedang

dilaksanakan dan siswa melaksanakan tahap bekerja hingga selesai.

c) Review (mengulas dan melaporkan kembali)

Pada tahap ini adalah tahap siswa untuk merefleksi dan mengemukakan

apa yang telah mereka lakukan dalam pembelajaran. Pada tahapan ini

siswa mengembangkan kemampuannya berbicara BDB, siswa memilih

pengalaman yang diungkapkan, membangun pengalaman siswa tentang

apa yang telah dilakukan, mengungkapkan hasil yang beragam terhadap

pembelajaran BDB yang telah dilakukan. Guru memeriksa kembali hasil

pekerjaan siswa, mengulas kembali hasil pekerjaan yang diperoleh,

mempersiapkan bahan dan pengalaman untuk menarik ketertarikan

siswa, bercakap-cakap dengan siswa tentang tahap yang telah dilakukan,

dan memberikan penilaian sejauh mana keberhasilan siswa dalam

pembelajaran BDB.

Page 146: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

146

Penerapan model pembelajaran HighScope yang merupakan penerapan

serangkaian siklus dalam belajar bahasa yang mendorong siswa untuk lebih

termotivasi dalam pembelajaran BDB. Siswa tidak lagi memiliki respons negatif

terhadap pembelajaran BDB. Selain itu, siswa lebih nyaman belajar bahasa yang

dulu dianggap sebagai bahasa asing.

Aktivitas pembelajaran secara nyata dilakukan melalui permainan tradisional

yang membuat aktivitas belajar yang menyenangkan. Di samping itu, dapat membuat

siswa melihat secara nyata, bahwa siswa sedang belajar dalam lingkungan nyata yang

menyenangkan. Penerapan metode plan, do, review pada siswa dwibahasa dengan

menyediakan pusat-pusat kegiatan belajar minimal tiga aktivitas belajar di dalam

kelas. Aktivitas pembelajaran BDB yang dilakukan, sudah didiskusikan terlebih

dahulu dengan siswa. Hal ini meningkatkan keinginan siswa dalam pembelajaran

BDB. Sehingga terjadi keseimbangan antara guru dan siswa dalam pembelajaran.

Dalam pembelajaran bahasa terdapat beberapa dimensi yang perlu mendapat

perhatian, yaitu linguistik content, learning processes, objective, subjective, dan

situation. Linguistik content berkaitan dengan hakikat bahasa dan unsur-unsur bahasa

yang berkenaan dengan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Learning

process berkaitan dengan proses belajar siswa dalam mempelajari bahasa. Objective

berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai. Subjective berkaitan dengan siswa

dengan segala kebutuhan dan minatnya. Situation menyangkut masalah kondisi atau

situasi dalam pembelajaran, yaitu siswa membutuhkan suasana yang

memungkinkan dan nyaman untuk belajar. Dekorasi kelas dwibahasa terdiri dari

Page 147: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

147

beberapa pusat, dan pada setiap pusat berisi barang-barang sesuai dengan kebutuhan

siswa dalam proses pembelajaran BDB.

Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa suasana lingkungan kelas di

sekolah HighScope memiliki fasilitas yang sangat memadai. Pengaturan tempat

duduk dimulai dari proses pembelajaran. Siswa bersama guru duduk di pusat

pertemuan kemudian siswa dan guru berinteraksi dalam proses pembelajaran,

melakukan diskusi terhadap pelajaran yang sedang dibahas. Setelah pusat pertemuan

siswa dibagi ke dalam kelompok kecil. Pengaturan tempat duduk berdasarkan

kelompok. Guru mengelompokkan siswa berdasarkan multiple intelegences

(kecerdasan majemuk siswa) yang terdiri atas kecerdasan logika, kecerdasan visual,

kinestetik, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal. Siswa

dikelompokkan berdasarkan MI yang berbeda, hal ini dilakukan untuk memudahkan

interaksi siswa dalam berdiskusi dalam proses pembelajaran BDB.

Berikut tahap pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran

HighScope (plan, do, review) yang dilakukan oleh guru BDB. Tahap pertama

pemanasan dan apersepsi dilaksanakan oleh guru untuk mengetahui kesiapan siswa.

Apersepsi dilakukan dengan menyajikan materi BDB yang menarik untuk

mendorong siswa dapat mengetahui hal-hal baru mengenai BDB. Berikut observasi

kelas yang dilakukan pada siswa kelas VIIA dan VIIB berdasarkan RPP.

(1) Guru BDB memulai pelajaran BDB dengan memberikan salam“

Rahajeng semeng”. Guru menanyakan pengetahuan mengenai hal-hal

yang dipelajari siswa dan menanyakan pemahaman siswa terhadap

Page 148: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

148

materi yang telah diberikan pada pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris. Setelah mengetahui tingkatan siswa, guru mengajarkan BDB

sesuai dengan MI siswa.

(2) Guru memotivasi siswa dalam belajar, memberikan materi yang menarik

dan berguna bagi kehidupan sehari-hari.

(3) Guru mengajak siswa agar tertarik dengan kosakata baru yang terdapat

dalam pembelajaran BDB.

4) Guru mengajak siswa untuk bermain kuis mengenai pelajaran yang

diberikan.

Tahap pengenalan merupakan kegiatan pembelajaran untuk mengenalkan

materi yang akan diajarkan dan mengaitkannnya dengan pengetahuan yang telah

dimiliki siswa. Tahapan pengenalan ini dilakukan guru BDB untuk memberikan

umpan kepada siswa selama proses pembelajaran. Pengenalan dilakukan dengan

langkah-langkah berikut.

(1) Guru untuk memperkenalkan materi BDB, standar dan kompetensi

dasar yang akan dipelajari siswa.

(2) Guru mengaitkan materi yang diberikan dengan sesuatu yang nyata

yang pernah dialami siswa dan mengaitkan dengan apa yang telah

dipelajari dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

(3) Guru menggunakan metode yang tepat dan bervariasi untuk

meningkatkan penerimaan siswa terhadap materi pembelajaaran yang

diberikan.

Page 149: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

149

Konsolidasi pembelajaran bahasa dilakukan dengan melaksanakan kegiatan

untuk membuat siswa lebih aktif dalam pembentukan kompetensi dan mengaitkan

kompetensi dengan kehidupan siswa. Konsolidasi dapat dilakukan sebagai berikut;

a) Guru melibatkan siswa secara aktif dalam memahami materi bahasa Bali

yang diberikan.

b) Guru menberikan permasalahan dalam pembelajaran, siswa mencoba

untuk memecahkan masalah yang sedang dibahas dalam diskusi.

c) Guru mengaitkan materi pelajaran dengan kompetensi baru melalui

berbagai aspek kegiatan dan kehidupan masyarakat.

d) Guru membentuk sikap dan perilaku siswa dalam pembelajaran BDB

dengan cara memberikan motivasi siswa untuk menerapkan konsep,

pengertian, dan kompetensi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam tahapan ini materi pelajaran yang diajarkan berkaitan dengan apa

yang dibahas dalam pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Tahap evaluasi merupakan proses yang digunakan untuk mengukur

kemampuan siswa. Evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi proses

selama siswa mengikuti pembelajaran BDB, yaitu meliputi keterampilan membaca,

menulis, menyimak, dan berbicara. Proses evaluasi dilakukan dari proses siswa

membuat rencana hingga siswa me-review kembali materi yang diberikan.

Penilaian kemampuan berbahasa Bali siswa kelas VIIA dan VIIB di sekolah

HighScope menggunakan penilaian sebagai berikut yaitu:

Page 150: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

150

a) Penilaian hasil kerja (Penilaian Produk)

Penilaian ini merupakan penilaian kepada siswa untuk mengontrol proses

dan pemanfaatan atau penggunaan bahan untuk menghasilkan sesuatu dalam

kerja praktik yang dilakukaan siswa. Dalam pembelajaran BDB bentuk penilaian

produk yang dihasilkan siswa, di antaranya berupa menulis puisi, cerpen, drama,

atau alat peraga membaca bagi pemula.

b) Penilaian Portofolio

Portofolio merupakan kumpulan hasil kerja siswa dalam satu periode.

Kumpulan karya itu menggambarkan taraf kemampuan dan kompetensi yang

telah dicapai siswa. Kumpulan karya siswa itu merupakan refleksi perkembangan

berbagai kompetensi dalam pembelajaran BDB. Berdasarkan fortofolio guru

melihat kelebihan dan kekurangan siswa melalui proses yang sudah berlangsung

dalam pembelajaran.

Berikut hasil observasi pembelajaran BDB dengan menggunakan metode

plan, do, review di kelas VIIA dan VIIB. Hasil observasi terhadap langkah-langkah

pembelajaran pada siswa dwibahasa kelas VIIA. Pada pukul 09.00 guru memasuki

kelas VIIA. Suasana kelas masih ramai karena siswa kelas delapan baru saja selesai

menggunakan kelas bahasa. Siswa kelas VIIA berdatangan masuk ke kelas bahasa.

Beberapa saat kemudian semua siswa sudah berada di kelas dan duduk di pusat

pertemuan. Setelah siswa siap belajar, pemimpin kelas menyampaikan salam

“Rahajeng Semeng Ms Astini”, Siswa menyapa guru dengan ramah dan sopan. Guru

memeriksa kesiapan siswa untuk belajar. Guru melakukan apersepsi terkait dengan

Page 151: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

151

materi yang dijelaskan. Siswa diberikan kuis untuk mengingatkan kembali materi

minggu lalu. Siswa mengingat kembali pelajaran minggu lalu yaitu tentang menulis

puisi Bali Modern “Mangkin indayang lanturang malih puisi sane sampun

kakaryanin”. “Sira sane kayun nyatuayang ide napi sane kaange rikala nyurat puisi,

Tasya, “tiang pake ide untuk gumi Ms”. Setelah melakukan diskusi terhadap proses

menulis yang dilakukan siswa guru bertanya mengenai perkembangan proses

menulis puisi Bali modern yang dikerjakan oleh siswa. Siswa melanjutkan plan, do,

review dalam proses menulis puisi Bali modern. Siswa menulis draft puisi, hingga

tahap publikasi. Guru menilai proses siswa mengerjakan tahapan menulis hingga

menilai puisi yang telah dipublikasikan. Penilaian diberikan kepada siswa sesuai

dengan rubrik penilaian BDB. Rubrik BDB di tempel pada dinding kelas, agar siswa

mengetahui kriteria penilaian. Hal ini tujuannya untuk memotivasi siswa dalam

belajar, serta dapat menumbuhkan tanggung jawab siswa untuk menyelesaikan

pekerjaan sesuai dengan kriteria yang diberikan.

Hasil observasi siswa kelas VIIB sebagai berikut. Pada pukul 09.00 guru

memasuki kelas VIIB. Suasana kelas sudah mulai tertib. Siswa kelas VIIB sudah

duduk di pusat pertemuan, setelah mereka siap belajar pemimpin kelas

menyampaikan salam ‘Rahajeng Semeng Ms Astini” Siswa menyapa guru dengan

ramah dan sopan. Guru memeriksa kesiapan siswa untuk belajar. Guru melakukan

apersepsi terkait dengan materi yang akan dijelaskan. Guru mengingatkan kembali

materi minggu lalu. Siswa mengingat kembali pelajaran minggu lalu yaitu tentang

menulis puisi Bali modern “Mangkin indayang lanturang malih nyurat puisi sane

Page 152: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

152

sampun kakaryani”. Pada akhir pembelajaran atau di bagian penutup, guru bersama

siswa menyimpulkan pelajaran. Guru memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah

dan menjelaskan materi dipelajari minggu depan yakni melanjutkan proses menulis

puisi Bali modern. Selanjutnya guru bersama peneliti membagikan angket/kuesioner

mengenai respons siswa terhadap pembelajaran dengan metode plan, do, review

dalam pembelajaran menulis puisi Bali modern. Guru memberikan petunjuk tentang

tata cara pengisian angket. Guru membacakan pernyataan-pernyataan yang ada

dalam lembar angket agar perhatian siswa terpusat dan tidak asal-asalan dalam

mengisi angket. Siswa mengisi angket secara bersama-sama. Setelah semua

pernyataan dibacakan, guru memberitahu ketua kelas untuk mengumpulkannya.

Kemudian guru bersama siswa menutup pelajaran dengan mengucapkan salam

penutup “Parama santih, om santih, santih, santih, Om”. Selanjutnya guru

meninggalkan kelas.

Data hasil observasi di atas berisi hasil observasi peneliti terhadap

pembelajaran plan, do, review yang dilakukan di kelas VIIA dan VIIB dengan

menggunakan metode pembelajaran HighScope yang melaksanakan pembelajaran

BDB dengan menggunakan pendekatan plan, do, review. Metode pendekatan ini

mampu meningkatkan daya kreatif siswa dalam belajar bahasa dan membuat

pelajaran yang dilaksanakan dikelas lebih tertata dengan baik. Sehingga terlihat

proses siswa dalam belajar. Guru bukan merupakan pusat pembelajaran melainkan

siswa yang menjadi pusat pembelajaran. Sehingga peran guru sebagai motivator agar

siswa dapat menjadi pusat dalam pembelajaran BDB. Pembelajaran dikatakan efektif

Page 153: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

153

jika mampu memberikan pengalaman baru bagi siswa dan mengantarkan mereka

untuk mendapatkan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran BDB. Proses

pembelajaran dikatakan efektif apabila guru melibatkan siswa secara langsung dalam

proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Seluruh siswa dilibatkan secara

penuh sehingga dapat menimbulkan suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Berikut tabel hasil observasi peneliti pada siswa kelas VIIA dan VIIB.

Tabel 4.29 Format Observasi untuk Kegiatan Guru

No Aspek yang Dinilai

Respons Guru

Ket Ada

Tidak

Ada

1. Guru menyampaikan salam kepada siswa dengan

menggunakan bahasa Bali

2. Guru memeriksa kesiapan siswa.

3. Guru menyampaikan SK,KD, indikator dan tujuan

pembelajaran.

4. Guru mengecek pengetahuan siswa tentang materi

yang akan dijelaskan.

5. Guru menjelaskan materi dengan menggunakan

bahasa Bali

6.

Jika ada siswa menyampaikan pemahamannya ke

dalam bahasa lain selain bahasa Bali, guru akan

mendorong anak untuk mampu berkomunikasi

menggunakan bahasa Bali.

7.

Guru memberikan materi bahasa Bali yang

integrasi dengan pelajaran bahasa Indonesia dan

bahasa inggris yang sudah dipelajari di kelas.

8

Guru banyak menggunakan waktu di dalam kelas

untuk memacu siswa dapat berkomunikasi

menggunakan bahasa Bali.

9 Guru meminta siswa untuk menulis puisi Bali

modern.

10.

Guru mencoba menerjemahkan bahasa Bali untuk

siswa yang kurang mengerti.

Page 154: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

154

11. Meminta beberapa siswa untuk menyampaikan

hasil tulisannya di depan kelas.

12. Guru melakukan revisi terhadap hasil tulisan

siswa.

13. Guru memberikan umpan balik kepada siswa

tentang materi yang dipelajari

14.

Guru bersama-sama siswa menyimpulkan dan

merefleksi hasil tulisan yang sudah disampaikan

oleh beberapa siswa.

15. Memberikan kesempatan siswa untuk

menanyakan hal-hal yang belum dipahami.

Berdasarkan tabel hasil observasi di atas, peneliti memberikan penilaian

observasi kepada guru yang mengajar BDB, dari hasil observasi ini terlihat Guru

memberikan respons terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung. Di samping itu

dalam penerapan metode pembelajaran dengan konsep HighScope terlihat guru

melaksanakan semua yang ada dalam lembar observasi, yaitu 93,3%, hanya 6,6%

pengamatan peneliti dalam pernyataan lima “Guru menjelaskan materi dengan

menggunakan BDB”. Pada saat observasi di kelas terlihat guru menggunakan BDB

dan bahasa Indonesia saat menjelaskan pelajaran.

Tabel 4.30 Format Observasi untuk Kegiatan Siswa

No. Aspek yang dinilai

Respons Siswa

Ket Ada

Tidak

Ada

1. Siswa menyimak apersepsi yang

disampaikan oleh guru.

2. Siswa antusias mengikuti pelajaran bahasa

Bali

3.

Siswa menyimak SK, KD, indikator, dan

tujuan pembelajaran yang disampaikan

oleh guru.

Page 155: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

155

4.

Siswa mendengarkan pokok-pokok

kegiatan pembelajaran yang disampaikan

oleh guru.

5. Siswa mengajukan pertanyaan kepada

guru.

6. Siswa aktif mengikuti pelajaran di kelas.

7. Siswa menulis puisi melalui tahapan

menulis

8.

Siswa menggunakan bahasa tulis dalam

pembelajaran menulis puisi Bali modern

berbahasa Bali.

9.

Siswa aktif dalam pembelajaran

(mendengarkan penjelasan guru) dan

mengerjakan tugas guru sesuai dengan

petunjuk.

10. Ikut serta dalam merefleksi kegiatan

pembelajaran.

11. Menyimpulkan pembelajaran yang telah

dilaksanakan.

12. Siswa aktif berkomunikasi menggunakan

bahasa Bali

13. Siswa berkomunikasi menggunakan

bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Berikut data respons siswa kelas VIIA dan VIIB terhadap metode

pembelajaran BDB yang digunakan dalam proses pembelajaran. Terlihat sebanyak

76,92% siswa memberikan respon dalam pembelajaran dan sebanyak 23,07% tidak

memberikan respons terhadap aspek yang dinilai dalam observasi pembelajaran BDB.

Berikut dijelaskan data respons siswa kelas VII terhadap metode pembelajaran bahasa

daerah Bali.

Page 156: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

156

Tabel 4.31 Data Respons Siswa Kelas VII terhadap Metode Pembelajaran

Bahasa Daerah Bali yang digunakan

No Nama Skor kriteria

1 Gracela Michele John Mesach 43 positif

2 Putu Keysa Kerta Mahesa Pindah -

3 Ester Caroline Yusuf 42 positif

4 Anak Agung Ngurah Bagus Krishna

40 Cukup

Positif

5 Amelie Christabella

39 Cukup

positif

6 Yohan Candra 43 Positif

7 Ida Bagus Ram Kalpika Putra Mayun

45 Sangat

positif

8 Mochamad Naufal Raihansyah

Zulkarnain

42 Positif

9 Auriga Namira Firmansyah

39 Cukup

positif

10 Gracela Michele John Mesach 43 Positif

11 I Ketut Putra Punarwibawa

30 Cukup

positif

12 Ariantika Parawangsa Permana P. G.

46 Sangat

positif

13 I Gusti Agung Istri Raniastu Ista S. 43 positif

14 Hayato Hachiseko Tidak masuk

15 Putu Devika Putri Asha Sana

40 Cukup

positif

16 Luh Gede Diva Lilyasih Ananda

Muntra

33 Cukup

positif

17 Putu Adistya Priyanka Surya Pindah

18 Amelie Christasya

41 Cukup

positif

19 Naufal Alif Imani 36 positif

20 Haico Desitha Van Der Veken 37 positif

Page 157: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

157

Respons cukup positif

%35%10020

7X

Respons positif

%40%10020

8X

Sangat positif

%10%10020

2X

Tabel 4.32 Hasil Konversi Pemerolehan Skor Respons Siswa

Skor Kriteria

X ≥ 45 Sangat positif

35 < X ≤ 45 Positif

25 < X ≤ 35 Cukup positif

15 < X ≤ 25 Kurang positif

X ≤ 15 Sangat kurang positif

Berdasarkan data di atas dapat diketahui pendapat siswa terhadap metode

pembelajaran BDB yang diterapkan di sekolah HighScope, yaitu sebagai berikut.

Siswa memberikan respons cukup positif sebanyak 35%, respons positif 40%, dan

respons sangat positif sebanyak 10%. Jadi, dapat disimpulkan dalam pembelajaran

BDB dengan menggunakan metode HighScope siswa memberikan respons positif

terhadap pembelajaran yang dilakukan. Pembelajaran BDB yang efektif dilakukan

agar siswa menjadi pusat kegiatan pembelajaran. Sehubungan dengan itu, siswa

harus mendapatkan dorongan untuk menerima informasi yang diberikan oleh guru

yang dapat dilakukan melalui cara bertukar pikiran, berdiskusi, dan debat mengenai

materi yang diberikan. Pembelajaran efektif perlu ditunjang oleh suasana lingkungan

belajar yang memadai, artinya guru mampu mengelola tempat belajar, mengelola

Page 158: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

158

siswa, materi pembelajaran sehingga menghasilkan sesuatu yang menyenangkan

dalam proses pembelajaran. Di samping itu, penguasaan materi, mencari sumber-

sumber belajar juga merupakan kewajiban guru untuk membuat siswa menjadi

kreatif. Hal itu dimaksudkan agar siswa tidak mempunyai perasaan terpaksa atau

tertekan dalam pembelajaran sehingga pembelajaran BDB menjadi menyenangkan

dan selalu ditunggu-tunggu siswa setiap minggu. Guru juga memposisikan diri

sebagai teman belajar bagi siswa. Semakin pesatnya ilmu pengetahuan, sehingga

kemungkinan siswa lebih cepat mendapatkan informasi. Dengan demikian tidak ada

beban bagi guru dan siswa dalam proses pembelajaran BDB.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran

Highscope merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan BDB pada siswa

dwibahasa dengan perencanaan hingga tahap publikasi untuk membentuk karakter

siswa dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran BDB yang berinteraksi dengan

pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris membuat kemampuan BDB dapat

dipelajari dengan mudah dari konsep bahasa pertama. Dengan demikian masuknya

BDB sebagai bahasa kedua bagi siswa dwibahasa kelas VII dapat dipelajari dengan

baik dengan mengambil konsep dari bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, sehingga

siswa lebih mudah mempelajarinya. Selain itu, metode pembelajaran HighScope

yang diterapkan dalam penelitian ini dapat membantu guru untuk mencari metode

alternatif dalam mengajarkan BDB pada siswa dwibahasa

Page 159: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

159

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang telah dibahas dan dipaparkan

sebelumnya maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.

1. Faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB yaitu faktor internal dan

eksternal (a) Faktor Internal meliputi (1) motivasi siswa dalam belajar

BDB yaitu siswa termotivasi karena BDB merupakan pelajaran wajib

yang harus dipelajari untuk mendapatkan nilai yang baik dalam belajar;

(2) minat siswa dalam belajar BDB, yaitu siswa merasa tertantang dalam

belajar, karena materi pelajaran yang diberikan sesuai dengan kebutuhan

siswa; (3) kemampuan BDB siswa meliputi kemampuan menulis kelas

VIIA dikategorikan baik dengan nilai rata-rata 73,91%, kelas VIIB

dikategorikan cukup dengan niai rata-rata 69,5 %, membaca kelas VIIA

dikatagorikan sedang dengan nilai rata-rata 60,41%, kelas VIIB sedang

dengan nilai rata-rata 60%, menyimak kelas VIIA kategori hampir sedang

dengan nilai rata-rata 54,6% dan VIIB dikategorikan cukup dengan nilai

rata-rata 68,92%, dan berbicara kelas VIIA dikategorikan sedang dengan

nilai rata-rata 63,92 %, kelas VIIB dikategorikan sedang dengan nilai rata-

rata 63,64% dalam pembelajaran BDB. (b) Faktor Eksternal meliputi

Page 160: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

160

lingkungan sosial, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan

tetangga. Dalam lingkungan sosial siswa kelas VIIA dan VIIB

berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Siswa

hanya berkomunikasi menggunakan BDB pada saat pelajaran BDB.

Lingkungan nonsosial meliputi faktor instrumental dan materi pelajaran.

Materi BDB yang digunakan berinteraksi dengan pelajaran bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris. Sehingga siswa lebih mudah untuk

memahami keterampilan BDB berdasarkan bahasa yang telah dipahami

siswa. Materi pembelajaran BDB yang diberikan, disesuaikan dengan

tingkat kemampuan siswa dan multiple intelegences sehingga siswa lebih

mudah mengikuti pembelajaran BDB.

2. Kendala-kendala dalam pembelajaran BDB meliputi (1) Kendala

Kebahasaan yaitu kendala pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis,

dan semantik. Kendala berbahasa pada pembelajaran BDB itu terjadi

disebabkan oleh kuatnya pengaruh bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

sehingga siswa membuat penyamarataan pada tataran fonologi, morfologi,

sintaksis dan semantik bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan BDB.

Di samping itu, kurangnya pembendaharaan kosakata BDB yang

disebabkan oleh kecenderungan pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris dalam berkomunikasi lebih besar dibandingkan penggunaan BDB.

(2) Kendala Nonkebahasaan meliputi (a) daerah asal siswa kelas VII

yang majemuk, terdiri dari sembilan wilayah yang berbeda. Hal ini

Page 161: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

161

mengakibatkan kendala dalam berkomunikasi menggunakan BDB. Siswa

yang multilingual dengan penguasaan bahasa yang beragam lebih nyaman

menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk berkomunikasi

sehingga BDB hanya digunakan untuk berkomunikasi pada saat pelajaran

BDB. (b) kendala berdasarkan jenis kelamin, kecenderungan siswa

perempuan lebih rajin belajar dibandingkan dengan laki-laki, sehingga

kendala dalam pembelajaran BDB banyak ditemukan pada siswa laki-laki.

Artinya siswa laki-laki kurang konsentrasi dan termotivasi untuk belajar

BDB sehingga hasil pembelajaran yang diperoleh kurang maksimal. (c)

kendala berdasarkan faktor usia, siswa kelas VIIA dan VIIB berada pada

masa remaja. Pada masa ini ada beberapa perbedaan yang muncul dalam

pembelajaran BDB, yaitu siswa telah menguasai bahasa Indonesia dan

bahasa Inggris dengan maksimal. Kesulitan ini terjadi karena siswa belum

terbiasa menggunakan BDB untuk berkomunikasi. Sehingga siswa yang

sedang beranjak remaja dengan penguasaan bahasa pertama yang

maksimal, untuk mempelajari BDB dalam berkomunikasi muncul lafal

dan aksen yang sangat dipengaruhi oleh bahasa yang sudah dikuasai.

3. Metode pembelajaran BDB yang diterapkan pada siswa dwibahasa kelas

VII adalah pendekatan HighScope, dengan metode pembelajaran yang

menerapkan konsep plan, do, review. Kelebihan metode plan, do, review

karena merupakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan

memprioritaskan siswa terlibat secara aktif dan kreatif. Metode ini

Page 162: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

162

merupakan rangkaian siklus pembelajaran BDB yang dapat menciptakan

pembelajaran BDB yang berpusat pada siswa, guru dalam memberikan

penilaian tidak hanya berpedoman pada hasil tes siswa tetapi lebih melihat

proses siswa dalam pembelajaran. Kelemahannya adalah guru harus aktif

dan kreatif menyediakan pembelajaran BDB yang sesuai dengan minat

dan kebutuhan siswa dalam pembelajaran. Kegiatan pembelajaran

dirancang sesuai dengan minat dan MI siswa sehingga penentuan kegiatan

dalam pembelajaran dilakukan oleh guru dan siswa secara seimbang,

artinya guru maupun siswa memiliki kedudukan yang seimbang dalam

pembelajaran BDB.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan di atas, dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut.

Calon guru profesional harus mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi proses

belajar siswa terutama dalam pembelajaran BDB. Hal ini dimaksudkan agar dapat

memahami permasalahan yang dihadapi oleh siswa dan dapat memberikan solusi

pemecahannya. Guru hendaknya dapat memilih metode atau pendekatan yang efektif

dalam pembelajaran yang kreatif dan komunikatif sehingga siswa menyenangi

pelajaran yang diberikan.

Disarankan juga agar guru bahasa daerah Bali memperkenalkan banyak

kosakata baru sehingga jumlah perbendaharaan kata semakin bertambah. Selain itu,

perlu adanya penambahan alokasi waktu untuk materi menulis, sehingga siswa

Page 163: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

163

terbiasa menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan. Guru perlu memberikan perbaikan

secara terus-menerus terhadap bahasa siswa baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Siswa kelas VII SLTP HighScope diharapkan dapat meningkatkan minat serta

ketertarikan terhadap pembelajaran BDB. Di samping itu, siswa hendaknya lebih

aktif berpartisipati dalam interaksi di kelas untuk mengasah keterampilan berbahasa

Bali sehingga dapat ikut melestarikan budaya melalui media bahasa.

Penelitian ini merupakan penelitian pembelajaran BDB pada siswa dwibahasa

yang lebih memfokuskan pada faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran BDB,

kendala yang dihadapi dalam pembelajaran BDB dan metode yang digunakan dalam

pembelajaran BDB. Peneliti lain diharapkan dapat mengembangkan permasalahan

sehingga tidak terfokus pada hal-hal itu saja. Selain itu, dapat mencari permasalahan

baru yang lebih menarik, yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa daerah Bali.

Page 164: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

164

DAFTAR PUSTAKA

Anom, I Gusti Ketut. 1988. Tata Bahasa Bali. Denpasar: Upada Sastra.

Anonby, Stan J. 1999. “Reversing Language Shift: Can Kwak’wala Be Revived”

dalam Reyhner, Jon dkk. (Ed.). Revitalizing Indigenous Languages. Flagstaff,

AZ: Northern Arizona University.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi

Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta.

Asrori, Mohammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Bloomfield, L. 1933. Language. New York: Holt, Rinehart, and Wiston.

Brown, H. Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching. San

Francisco State University: Logman.

Budiarsa, Made. 2006. “Sosiologi Pembelajaran Bahasa dan Prinsip-Prinsipnya untuk

Meningkatkan Profesionalisme: Tinjauan Psikolinguistik”. Orasi Ilmiah

Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Budiningsih, C.A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Cet. Ke-1. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Cahyani, Isah dan Hodijah 2005. Kemampuan Berbahasa Indonesia di SD. Bandung:

UPI Press.

Chear, Abdul. dkk. 1995. Sosiolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Chear, Abdul. dkk. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:

Rineka Cipta.

Chomsky, Noam. 1964. Syntactic Structure. Netherlands: Mouton & Co. The

Hauga.

Cummins, Jim. 2003. Bilingual Children's Mother Tongue: Why Is It Important for

Education? Available from:http://www.iteachilearn.com/cummins/motehr.htm

Page 165: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

165

Christian. D. and Genesee. F. 2001. Bilingual Education. Virginia: Teacher of

English to Speakers of Other Language Inc (TESOL).

Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.

Jakarta: Yayasan Obor.

De Porter, B. 2002. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang

Ruang Kelas. Penerjemah, Ary Nilandari. Edisi 1. Cetakan ke-10. Bandung:

Kaifa.

Dhanawaty, Ni Made. 2006.”Perlunya Proses Pembelajaran Bahasa Bali yang Lebih

Rekreatif bagi Sekolah Dasar yang Multikultural dan Multilingual. Fakultas

Sastra Universitas Udayana.

Dulay, Heidi, Marina Burt and Stephen Krshen. 1982. Language Two, Terjemahan.

Oxford: Oxford University Press.

Ellis, Rod. 1986. Understanding Second Language Acquisition Oxford: Oxford

University Press.

Hamalik, Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara .

Harmer, Jeremy. 1983. The Practice of English Language Teaching. Londan and

New York: Logman.

Hermawan, Asep Heri dan N. Resmini. 2005. Pembelajaran Terpadu. Jakarta.

Universitas Terbuka.

HighScope. 2013. Plan-do-review in Action. Jakarta: HighScope Press.

Http://www.highscope.org/file/PDFs/PlanDoReviewDVD_guide.Pdf.Diunduh

tanggal 23 September 2014.

Janawati, Desak Putu Anom. 2013. Pengaruh Implementasi Pembelajran Kartu Kata

dalam Permainan Domino terhadap Peningkatan Kemampuan Membaca

Menulis Permulaan Siswa. Singaraja: Undiksa.

Krashen, S.D. 1980. “The Monitor Model for Adult Second performance “ Dalam

Reading on English as a Second Language. Ed. By Kenneth Croft.

Cambridge: Winthrop Publisher. Inc.

Krashen, S.D. 1986. Principles and Practice in Second Language Acquisition.

Oxford: Pergamon Press.

Page 166: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

166

Krashen, S.D. 2002. Second Language Acquisition and Second Language Learning.

California: Pergamon Press.

Lado, Robert. 1964. Language Teaching a Scientific Approach. New York: McGraw-

Hill, Inc.

Lee, William W. & Owens, Diana L. 2004. Multimedia-Based Instructional Design.

San Fransisco: Pfeiffer.

Maryadi, Bellanita. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran HighScope (Plan, do,

Review) Terhadap Motivasi Belajar Anak. Jakarta : Universitas Pendidikan

Indonesia.

Mila, Ni Made. 2010.”Peningkatan Ketrampilan Menulis Kalimat Passive Present

Progresssive Tense pada Siswa SMPN 1 Tegalalang dengan Pendekatan

Chain Card Game. Pasca sarjana Universitas Udayana.

Morrison, G. 2008. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD). Jakarta.:

Indeks.

Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.

Yogyakarta: BPFE.

Nurjana, I Gede. 2005. “Sikap dan Motivasi dalam Pembelajaran Bahasa Bali: Studi

Kasus pada Siswa Kelas VI, di Tiga Sekolah Dasar di Singaraja”. IKIP

Negeri Singaraja.

Nurkancana, I Wayan dan Sunartana. 1983. Evaluasi Pendidikan Cetakan Ke III.

Surabaya: Usaha Nasional.

Nurkancana, I Wayan dan Sunartana. 1983. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya : Usaha

Nasional.

Pateda, Mansoer. 1991. Linguistik Terapan. Yogyakarta: Kanisius

Purwanto, Ngalim. 1996. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Seifert, Kelvin. 1983. Educational Psychology. Boston: University of Manitoba.

Shihabuddib, H. 2009. Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta :

Universitas Terbuka.

Page 167: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

167

Soriente, Antonia. 2007. “Cross-Linguistic and Cognitive Structures in the

Acquisition of WH-Questions in an Indonesian –Italian Bilingual Child”. In.

Kecskes, Istvan and Albertazzi, Liliana. Editor. Cognitive Aspects of

Bilingualism. Dordrecht: Springer. P. 325-362.

Suandi, I Nengah. 2008. Pengantar Metodologi Penelitian Bahasa. Singaraja:

Undiksha.

Sudiarta, P. 2005. Pengembangan Pendidikan Bilingual unuk Mencapai Kompetensi

Lulusan Bertaraf Internasional. Singaraja: Pusat Pengembangan dan

Peningkatan Aktivitas Pembelajaran (P3AI) IKIP Negeri Singaraja.

Sudijono, A. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Sutama, I Made dan I Nengah Suandi. 2001. ”Loyalitas-Bahasa Penutur Bahasa Bali

terhadap Bahasanya”. Laporan Penelitian tidak Diterbitkan.

Tantra, Dewa Komang. 2006. ”Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali dalam Pendidikan.

dalam Konggres Bahasa Bali VI”. Denpasar: Fakultas Sastra.

Tarigan, Hendy Guntur dkk. 1988. Pengajaran Kedwibahasaan. Bandung: Angkasa

Tarigan, Hendy Guntur dkk. 1989. Membaca sebagai Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa.

Uno, Hamzah B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Analisis dibidang

Pendidikan. Jakarta: Bumi Angkasa

Page 168: metode pembelajaran bahasa daerah bali pada siswa dwibahasa

168