Upload
others
View
22
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
200200
JURNAL PERTANAHAN November 2020 200- 220Vol. 10 No. 2
METODE PEMILIHAN LOKASI PENATAAN KEMBALI PERMUKIMAN KUMUH DENGAN
KONSOLIDASI TANAH VERTIKAL DI PERKOTAANLOCATION SELECTION METHODS OF
SLUM RESETTLEMENT WITH VERTICAL LAND CONSOLIDATION IN URBAN
Asmadi AdnanPusat Pengembangan dan Standarisasi Kebijakan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, BogorE-mail: [email protected]
ABSTRAKKajian ini bertujuan untuk mengkaji/menganalisis penyusunan metode dan formulasi pemilihan dan penetapan lokasi
penataan kembali permukiman kumuh dengan konsolidasi tanah vertikal (KTV) di perkotaan berdasarkan berbagai faktor
utama, penunjang dan subfaktornya, baik dari aspek kebijakan pemerintah, masyarakat maupun aspek lingkungan, serta
mengimplementasikannya untuk menghitung nilai skoring potensial dalam rangka menentukan skala prioritas penanganan/
pembangunannya. Pendekatan kajian menggunakan studi kebijakan dan pustaka melalui eksploratif dan empiris dengan
metode dasar kuantitatif dan kualitatif, yang didukung studi lapangan di 5 kota besar sampel. Hasil kajian berhasil menyusun/
membangun suatu metode/formulasi penghitungan nilai skoring pemilihan calon lokasi konsolidasi tanah vertikal sesuai
nilai potensialnya melalui pembobotan, skala dan skoring terhadap faktor/subfaktornya, yang hasilnya dibagi 3 kelompok
kriteria potensi berdasarkan total nilai skor (TNS), yaitu TNS ≥3,00-4,00; TNS 2,00-<3,00; dan TNS <2,00. Hasil penghitungan
menggunakan formulasi tersebut diperoleh calon lokasi RW sampel di setiap kota sampel, namun skornya masih jauh dari
nilai maksimalnya (100%), sehingga masih sangat sulit diimplementasikan, terutama sangat rendahnya dukungan persetujuan
masyarakat sebagai calon peserta dibandingkan ketentuan peraturan yang menginsyaratkan setuju minimal 60% pemilik
tanah yang meliputi 60% dari luas seluruh arealnya.
Kata kunci : Permukiman Kumuh, Penataan/Pembangunan Kembali, Konsolidasi Tanah Vertikal
ABSTRACTThis study aims to examine/analyze the preparation of methods and formulations for the selection and location of slum
restructuring with vertical land consolidation (KTV) in urban areas based on various main, supporting and sub-factors factors,
both from the aspects of government policy, community and environmental aspects, and to implement them. to calculate
the potential scoring value in order to determine the priority scale of handling/development. The study approach uses policy
and literature studies through exploratory and empirical methods with quantitative and qualitative basics, supported by field
studies in 5 sample cities. The results of the study succeeded in compiling/building a method/formulation for calculating the
scoring value of selecting candidates for vertical soil consolidation locations according to its potential value through weighting,
scale and scoring of the factors / subfactors, the results were divided into 3 groups of potential criteria based on the total
score (TNS), namely TNS ≥3.00-4.00; TNS 2.00- <3.00; and TNS <2.00. The results of the calculation using this formulation
were obtained by prospective sample RW locations in each sample city, but the score was still far from the maximum value
(100%), so it is still very difficult to implement, especially the very low support for community approval as a potential participant
compared to the provisions of the regulations which require a minimum agreement of 60 % land owner covering 60% of the
total area of the land
Keywords : Slum Settlement, Arrangement/Rebuilding, Vertical Land Consolidation
Metode Pemilihan Lokasi Penataan Kembali Permukiman Kumuh Dengan Konsolidasi Tanah Vertikal di Perkota
Asmadi Adnan
201201
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang
Kota-kota besar dan metropolitan di Indonesia
saat ini, seperti Kota Surabaya, Semarang, Bandung,
Palembang, Makassar dan kota lainnya menghadapi
berbagai permasalahan yang sangat besar, berat,
sulit, dan kompleks terkait dengan permukiman
kumuh dan pengadaan perumahan bagi warganya,
khususnya yang berstatus kelas menengah ke bawah
atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Persoalan ini muncul sejalan dengan daya tarik
kota-kota tersebut dengan predikat multifungsinya
sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, industri,
jasa, pendidikan, wisata dan sebagainya, sehingga
wilayahnya terus mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat dibandingkan
daerah-daerah sekitarnya, baik disebabkan proses
alamiah maupun kebijakan pemerintah sendiri.
Adanya dinamika pembangunan di kota-kota
di atas, baik secara fisik, sosial, ekonomi, budaya
maupun lingkungan menuntut kebutuhan tambahan
ruang untuk mewadahi segala aktivitas kehidupan
dan penghidupan masyarakatnya. Peningkatan
kebutuhan ruang ini, dalam bidang pertanahan dan
tata ruang telah menimbulkan berbagai permasalahan
yang disebabkan terjadinya ketidakseimbangan
antara ketersediaan tanah dan kebutuhannya untuk
perluasan ruang kota dalam rangka menampung
berbagai kegiatan warga tersebut. Akibatnya
mendorong kenaikan harga tanah yang sulit
dikendalikan, spekulasi tanah, penguasaan tanah
secara liar (tidak sah), penggunaan/pemanfaatan
tanah tanpa memperhatikan rencana tata ruang,
bermunculan perumahan/permukiman kumuh
(slum’s area) dan sebagainya
Permukiman kumuh merupakan permukiman
yang tidak layak huni karena ketidakteraturan
bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi,
dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana
yang tidak memenuhi syarat, sehingga pada
akhirnya akan menumbuh-kembangkan perumahan
kumuh akibat mengalami penurunan kualitas fungsi
sebagai tempat hunian (UU No. 1/2011). Selanjutnya,
ditegaskan rumah merupakan kebutuhan dasar
manusia dan mempunyai peran sangat strategis
dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa
dalam rangka membangun manusia Indonesia
seutuhnya, berjati diri, mandiri dan produktif.
Untuk memenuhi kebutuhan perumahan
bagi penduduk, Pemerintah bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan/pengadaannya
agar masyarakat mempunyai tempat tinggal yang
layak, terjangkau, sehat dan aman, baik dalam
bentuk rumah tunggal, rumah deret maupun rumah
susun atau vertikal. Pembangunan rusun/vertikal
merupakan alternatif terbaik dilaksanakan di
perkotaan yang tanahnya semakin langka dan mahal,
karena dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pemanfaatan ruang/tanah, serta menyediakan ruang
terbuka hijau di perkotaan.
Dalam upaya mengatasi permasalahan
permukiman kumuh, pertanahan dan tata ruang
yang timbul tersebut di atas, diperlukan suatu konsep
pembangunan permukiman yang terpadu dengan
melibatkan partisipasi masyarakatnya. Konsep itu
adalah konsolidasi tanah atau Land Consolidation
(KT/LC). Dalam Permen ATR/KBPN No. 12 Tahun
2019 tentang Konsolidasi Tanah (KT), Pasal 1
angka 1, menegaskan bahwa konsolidasi tanah
adalah kebijakan penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
dan ruang sesuai rencana tata ruang serta usaha
penyediaan tanah untuk kepentingan umum dalam
rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan
pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan
partisipasi aktif masyarakat. Konsep ini secara
prinsip dilandasi “membangun tanpa menggusur”
dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat
dalam bentuk “dari, oleh dan untuk” mereka sendiri.
Di Indonesia, ada beberapa bentuk/cara
konsolidasi tanah tersebut bila ditinjau dari fungsi dan
dimensinya. Permen ATR/KBPN No. 12/2019, Pasal
5, membedakan berdasarkan fungsi dan peruntukan
202202
JURNAL PERTANAHAN November 2020 200- 220Vol. 10 No. 2
kawasan menjadi 2 macam, yaitu konsolidasi tanah
pertanian dan konsolidasi tanah non-pertanian.
Selanjutnya Pasal 6 membagi berdasarkan dimensi
pemanfaatan tanah, yaitu pelaksanaan konsolidasi
tanah dibedakan menjadi 2 cara antara lain
konsolidasi tanah horizontal dan konsolidasi tanah
vertikal. Ditegaskan dalam Permen ATR/KBPN No.
12/2019, Pasal 1 angka 4, “Konsolidasi tanah vertikal
adalah konsolidasi tanah yang diselenggarakan
untuk pengembangan kawasan dan bangunan yang
berorientasi vertikal”.
Sesungguhnya, konsep konsolidasi tanah
sudah cukup lama dikenal dan dilaksanakan di
Indonesia, yaitu sejak tahun 1980-an hingga saat
ini telah diterapkan di berbagai daerah perkotaan.
Namun, hasilnya belum optimal memberikan
kepuasan kepada masyarakat pemilik tanah dan
stakeholder lainnya sebagai lingkungan permukiman
yang layak, tertata dan nyaman, kecuali sudah
cukup berperan dalam memperbaiki administrasi
pertanahan, meskipun masih menyisakan banyak
persoalan yang harus diselesaikan.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman di
lapangan, salah satu penyebab kekurang berhasilan
penyelenggaraan konsolidasi tanah tersebut selama
ini adalah pemilihan dan penetapan calon lokasi
konsolidasi tanah masih sangat lemah dan perlu
diperbaiki, karena belum dilandasi dengan kajian
mendalam dan komprehensif berdasarkan metode
yang jelas dan terukur dengan mengintegrasikan
berbagai faktor secara objektif, baik dari aspek
kebijakan pemerintah, masyarakat maupun aspek
lingkungan lainnya, sehingga calon lokasi yang
disasar dan/atau ditetapkan belum menunjukkan
lokasi yang paling potensial mendapat prioritas
utama terlebih dahulu untuk dibenahi dan ditata
ulang kembali
Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ATR/
KBPN No. 12/2019 sebagai pengganti Peraturan
KBPN No. 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah,
merupakan langkah yang cukup baik dan maju,
meskipun peraturan ini belum sempurna dan kuat
setingkat UU atau pun minimal PP. Dalam Permen
ATR/KBPN No. 12/2019 pada tahap perencanaan,
secara kualititatif penetapan lokasi sudah lebih jelas
dan terarah dibandingkan Peraturan KBPN No.
4/1991, namun secara kuantitatif proses pemilihan
lokasi tersebut masih belum jelas terutama dalam
menggunakan metode yang lebih terinci dan terukur.
Pasal 13, menggariskan bahwa perencanaan
konsolidasi tanah yang meliputi kegiatan penyiapan
lokasi konsolidasi tanah/vertikal terkait dengan
kesesuaian tata ruang, kebijakan sektor, analisis
pemetaan sosial dan potensinya, kesepakatan
peserta, dan penetapan lokasi
Dalam kerangka penjabaran dan memperkuat
implementasi Pasal 13 Permen ATR/KBPN No.
12/2019, khususnya dalam penerapan konsolidasi
tanah vertikal untuk menata dan membangun
kembali permukiman kumuh di perkotaan harus
lah diawali dengan pemilihan dan penetapan lokasi
yang terukur, terarah, layak dan tepat berdasarkan
berbagai faktor pertimbangan menggunakan metode
dan formulasi tertentu, sehingga hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan, dan sekaligus mengurangi
resiko kegagalan dalam pelaksanaannya.
Dari uraian ringkas di atas, permasalahan
utama kajian ini yang sangat penting dan krusial
dalam tahap awal implementasi konsolidasi tanah,
khususnya konsolidasi tanah vertikal pada masa
mendatang adalah difokuskan bagaimana metode
pemilihan dan penetapan lokasi penataan kembali
permukiman kumuh dengan konsolidasi tanah
vertikal di perkotaan
B. Tujuan Kajian ini bertujuan untuk mengkaji/menganalisis
penyusunan formulasi/metode pemilihan dan
penetapan lokasi penataan kembali permukiman
kumuh dengan konsolidasi tanah vertikal (KTV)
di perkotaan berdasarkan berbagai faktor yang
mempengaruhi, serta mengimplementasikannya
untuk menghitung nilai skoring potensialnya.
Kegiatan kajian diawali dengan menyusun,
Metode Pemilihan Lokasi Penataan Kembali Permukiman Kumuh Dengan Konsolidasi Tanah Vertikal di Perkota
Asmadi Adnan
203203
mengkaji, menganalisis dan menentukan faktor-
faktor yang mempengaruhi nilai skoring, baik faktor
utama, faktor penunjang maupun subfaktornya.
Selanjutnya menyusun dan merumuskan formulasi
penghitungannya, serta tahap terakhir melakukan uji
coba penerapannya untuk menghitung nilai skoring
calon lokasi.
Hasil nilai skoring ini menunjukan nilai-
nilai potensial permukiman kumuh yang dapat
dipergunakan untuk menentukan tingkat-tingkat
prioritas penanganannya. Konsep metode dan
formulasi tersebut diharapkan dapat menjadi
bahan masukan dalam penyusunan/pembuatan
aturan petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan/atau
petunjuk teknis (Juknis) pemilihan/penetapan
lokasi konsolidasi tanah vertikal/konsolidasi tanah
sebagaimana yang diatur dalam Permen ATR/KBPN
No. 12/2019.
II. METODE A. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran pendekatan kajian ini
dapat dilihat pada Gambar 1. Sejauhmana konsep
konsolidasi tanah vertikal layak dilaksanakan agar
memperoleh hasil yang lebih optimal dan sekaligus
mengurangi resiko kegagalannya, maka perlu
diawali dengan melakukan pengkajian dan analisis
pemilihan lokasi berdasarkan berbagai faktor, baik
faktor kebijakan pemerintah, masyarakat, maupun
faktor lingkungan permukiman untuk menetapkan
lokasi terpilih yang potensial mendapatkan prioritas
ditata/dibangun kembali melalui konsolidasi tanah
vertikal dalam rangka peremajaan wilayah perkotaan.
Permen ATR/KBPN No. 12/2019 (Psl 13),
menggariskan bahwa perencanaan konsolidasi
tanah meliputi kegiatan penyiapan lokasi konsolidasi
tanah yang didasarkan pada kajian dan analisis
kewilayahan, sosial, ekonomi, budaya dan
lingkungan. Berdasarkan ketentuan tersebut, dalam
rangka mengimplemen-tasikan konsep konsolidasi
tanah vertikal di perkotaan untuk menata/
membangun kembali permukiman kumuh paling
kurang ada 3 kelompok faktor yang mempengaruhi
dan perlu dipertimbangkan, yaitu faktor pemerintah,
masyarakat, dan faktor lingkungan.
1) Faktor Pemerintah
Faktor pemerintah sebagai regulator, baik Ke-
menterian ATR/BPN, Pemerintah Daerah mau-
pun K/L lainnya merupakan faktor yang sangat
besar peranannya terhadap keberhasilan pe-
nyelenggaraan konsolidasi tanah vertikal, mulai
dari pemilihan/penetapan lokasi hingga pelak-
sanaan pembangunan fisiknya. Ada beberapa
hal yang sangat penting dipertimbangkan dari
aspek pemerintah dalam proses pemilihan dan
penetapan lokasi konsolidasi tanah vertikal,
yaitu:
a) Kesesuaian RTRW/RTDR/rencana tata ru-
ang lainnya
b) Kebijakan Pemko menata/membangun
kembali lingkungan permukiman kumuh
c) Rencana, program dan pendanaan pemban-
gunan infrastruktur di lingkungan permuki-
man kumuh
d) Kesiapan/kemampuan fungsional pe-
nyelenggaraan konsolidasi tanah vertikal
oleh Kanwil BPN/ Kantor Pertanahan (Kan-
tah)
e) Rencana, program dan pendanaan pemban-
gunan fasum dan fasos lainnya di permuki-
man kumuh
f) Sosialisasi rencana penataan lingkungan
permukiman
g) Sosialisasi rencana penataan permukiman
dengan konsep konsolidasi tanah vertikal,
dsb.
2) Faktor Masyarakat
Masyarakat bukan hanya sekedar menjadi ob-
jek dalam kegiatan penataan/pembangunan
lingkungan permukiman melalui konsolidasi
tanah vertikal, melainkan menjadi subjek ka-
204204
JURNAL PERTANAHAN November 2020 200- 220Vol. 10 No. 2
rena keberhasilan kegiatan tersebut sangat ter-
gantung dari persetujuan dan partisipasi pemilik
tanahnya sebagai peserta. Oleh karena itu, fak-
tor masyarakat sangat menentukan kelancaran
dan tingkat keberhasilannya. Beberapa hal
yang sangat penting dipertimbangkan dari as-
pek masyarakat dalam proses pemilihan/pen-
etapan lokasi konsolidasi tanah vertikal sebagai
berikut:
a) Kesediaan/kesetujuan pemilik/penggarap
tanah menjadi calon peserta konsolidasi
tanah vertikal
b) Kesediaan/kesetujuan calon peserta meny-
umbangkan tanah untuk pembangunan (TP)
atau bentuk lainnya dalam pelaksanaan
konsolidasi tanah vertikal
c) Kepadatan penduduk
d) Rasio kepala keluarga dengan bangunan
rumah
e) Dominisili penduduk
f) Jumlah anggota keluarga
g) Mata pencaharian penduduk
h) Pendapatan/penghasilan penduduk, dsb
3) Faktor Lingkungan Permukiman
Faktor lingkungan permukiman sebagai objek
merupakan faktor yang menjadi sasaran utama
dalam kegiatan konsolidasi tanah vertikal, se-
hingga ketepatan pemilihan/penetapan lokasi
berdasarkan faktor-faktor lingkungan akan
meningkatan nilai dan kualitas keberhasilan
pelaksanaan pembangunan fisiknya. Ada be-
berapa hal yang sangat perlu diperhatikan dari
aspek lingkungan permukiman dalam proses
pemilihan/penetapan lokasi konsolidasi tanah
vertikal sebagai berikut:
a) Tingkat kekumuhan lingkungan permukiman
b) Keteraturan penggunaan/pemanfaatan tan-
ah
c) Ketersediaan prasaran jalan lingkungan per-
mukiman
d) Status penguasaan/pemilikan tanah
e) Luas penguasaan/pemilikan tanah
f) Jenis bangunan rumah
g) Perkiraan kenaikan nilai/harga tanah sebe-
lum dan sesudah konsolidasi tanah vertikal
h) Akses lokasi ke pusat pasar rakyat/tradio-
sionil (jarak/kemudahan)
i) Akses lokasi ke terminal/stasiun (jarak/ke-
mudahan)
j) Jenis penggunaan/pemanfaatan tanah
k) Fasilitas umum/sosial, dan sebagainya.
Metode Pemilihan Lokasi Penataan Kembali Permukiman Kumuh Dengan Konsolidasi Tanah Vertikal di Perkota
Asmadi Adnan
205205
Gambar 1: Kerangka Pemikiran Pendekatan Kajian
B. Metode DasarKajian ini merupakan penelitian inferensial
(inference research) dengan menggunakan
pendekatan studi kebijakan dan pustaka melalui
eksploratif dan empiris, yaitu menggali dan
mempelajari berbagai data dan informasi dengan
didukung pengalaman serta opini dari para
narasumber mengenai faktor dan subfaktor yang
berpengaruh menentukan tinggi rendahnya nilai skor
keterpilihan suatu permukiman kumuh menjadi lokasi
yang potensial mendapat prioritas untuk dilakukan
penataan/pembangunan kembali melalui konsolidasi
tanah vertikal.
Metode dasar untuk mempelajari secara
intensif, mendetail dan komprehensif mengenai
pengaruh berbagai faktor dan subfaktor terhadap
objek kajian menggunakan metode kuantitatif
dan kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan
penelitian lapangan (case studies and field research)
dan studi komparatif (study comparative) terhadap
beberapa lokasi sampel di 5 kota besar sebagai
sampel.
206206
JURNAL PERTANAHAN November 2020 200- 220Vol. 10 No. 2
Studi kasus diarahkan untuk memahami/
mendalami fenomena mengenai kecenderungan
pengaruh dari setiap faktor dan subfaktor terhadap
keterpilihan calon lokasi konsolidasi tanah vertikal.
Hasilnya diharapkan mampu menemukan konsep
metode pemilihan dan penetapan lokasi kegiatan
konsolidasi tanah vertikal dalam upaya menata/
membangun kembali permukiman kumuh secara
terpadu dan terintegrasi serta pemanfaatan tanah
yang lebih efisien dan efektif dengan melibatkan
partisipasi pemilik tanah, sehingga dapat diambil
kesimpulan untuk menjawab tujuan kajian ini.
C. Metode Pengumpulan dan Analisis Data KajianMetode pengumpulan data kajian dilaksanakan
di 5 kota besar sampel, yaitu Kota Surabaya,
Semarang, Bandung, Palembang, dan Kota
Makassar yang dipilih dengan metode purposive
sampel (Purposive Sampling Method) berdasarkan
kriteria sebagai kota besar/metropolitan, kepadatan
penduduk sangat tinggi dan sebagian wilayahnya
terdapat permukiman kumuh. Dengan kriteria yang
sama, dipilih 1 kecamatan sampel yang selanjutnya
diambil 2-3 Rukun Warga (RW) sampel dengan
mengutamakan RW kumuh yang masuk dalam
program KOTAKU, sebagai lokasi untuk mengetahui
tingkat potensinya sebagai landasan penentuan
skala prioritas ditata/dibangun kembali dengan
pendekatan konsep konsolidasi tanah vertikal,
di mana letak RW tersebut dapat berada dalam
kelurahan yang sama dan/atau kelurahan berbeda.
Responden masyarakat pemilik tanah sampel
diambil secara acak sederhana (simple random
sampling) sebanyak 30 orang dan tidak dilakukan
stratifikasi (stratified random sampling) di lokasi
masing-masing RW sampel karena dianggap
homogen sebagai RW kumuh tanpa melihat status
dan luas penguasaan/ pemilikan hak atas tanah,
serta adanya keterbatasan tenaga, waktu dan biaya.
Sehingga setiap individu dalam populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
Metode analisis data kajian yang digunakan
adalah analisis deskripsi tabel dan analisis
statistik, yaitu mengkaji faktor dan subfaktor
yang mempengaruhi pemilihan/penetapan lokasi
konsolidasi tanah vertikal berdasarkan nilai-nilai
skoringnya yang dihitung menggunakan formulasi/
metode yang disusun/ dirumuskan dalam kajian ini.
III. HASIL DAN PEMBAHASANSesuai tujuan kajian ini adalah menyusun/
membangun suatu formulasi/metode pemilihan dan
penetapan lokasi penataan kembali permukiman
kumuh dengan konsolidasi tanah vertikal di perkotaan
berdasarkan berbagai faktor yang mempengaruhi,
serta mengimplementasikannya untuk menghitung
nilai skoring potensialnya dalam menentukan skala
prioritas. Untuk itu, diperlukan tahapan yang diawali
menyusun dan menentukan faktor utama, faktor
penunjang dan subfaktor yang mempengaruhinya,
dan selanjutnya pembobotan, penskalaan,
penskoringan, parameter ukur, dan merumuskan
formulasi penghitungan nilai skoring, serta menguji
cobakannya. Hasil kajian dan pembahasannya
sebagai berikut.
A. Penyusunan Faktor dan Subfaktor Metode/Formulasi Pemilihan/Penetapan Lokasi Berdasarkan 3 kelompok faktor pendekatan
di atas, untuk operasional pelaksanaan kajian ini
dalam memilih/menetapkan calon lokasi konsolidasi
tanah vertikal dibatasi menjadi 2 kelompok faktor
sesuai kebutuhannya, yaitu faktor utama dan faktor
penunjang, yang selanjutnya diurai menjadi beberapa
subfaktor untuk menghitung nilai skoringnya.
1) Faktor Utama (Fu)
Faktor Utama merupakan komponen yang
mencerminkan faktor paling penting/menentukan
terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan
konsolidasi tanah vertikal, baik dari aspek
pemerintah, masyarakat maupun lingkungan. Dalam
kajian ini hanya mengambil beberapa subfaktor yang
diharapkan mampu menggambarkan faktor utama
Metode Pemilihan Lokasi Penataan Kembali Permukiman Kumuh Dengan Konsolidasi Tanah Vertikal di Perkota
Asmadi Adnan
207207
sebagai berikut.
a) Kebijakan RTRW/RTDR/rencana tata ruang
lainnya
RTRW merupakan hasil perencanaan tata
ruang pada wilayah yang merupakan ke-
satuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif, diantara-
nya berfungsi sebagai pedoman untuk pe-
manfaatan ruang dan pengendalian peman-
faatan ruang; mewujudkan keterpaduan,
keterkaitan dan keseimbangan antar sektor
dan antar wilayah; penetapan lokasi dan
fungsi ruang untuk investasi; dan penyusu-
nan RDTR dan RTRKS. Keberadaan kebi-
jakan RTRW sangat penting/menentukan
dalam kegiatan konsolidasi tanah vertikal
dan semakin mendukung jika sudah terurai
ke dalam RTDR.
b) Keikutsertaan/sumbangan pemilik tanah
dalam pelaksanaan konsolidasi tanah ver-
tikal
Pelaksanaan konsolidasi tanah vertikal ber-
prinsip “dari, oleh dan untuk” masyarakat
dengan melibatkan partisipasi aktif pemilik
tanah, baik dalam perencanaan, pelaksan-
aan, pembangunan maupun pengendaliann-
ya, di mana konsolidasi tanah vertikal dapat
dilaksanakan apabila ≥ 60% pemilik tanah
dan meliputi ≥ 60% luas seluruh tanah men-
yatakan persetujuannya, serta bersedia me-
nyerahkan sebagian tanahnya dalam bentuk
tanah untuk pembangunan (TP)/bentuk lain-
nya. Semakin tinggi kesediaan/kesetujuan
pemilik tanah, semakin menjadi pendorong
pelaksanakan konsolidasi tanah vertikal.
c) Status dan luas penguasaan/pemilikan tan-
ah
Status penguasaan/pemilikan tanah san-
gat penting menjadi pertimbangkan dalam
kegiatan konsolidasi tanah vertikal karena
terkait dengan tingkat kesulitan dan besarn-
ya biaya yang dihadapi. Pada lokasi yang
banyak tanahnya dikuasai/dimiliki dengan
status hak milik relatif jauh lebih sulit/mahal
dibandingkan daerah yang banyak berstatus
tanah negara (bebas), sehingga pelaksan-
aan konsolidasi tanah vertikal seyogyanya
diprioritaskan di daerah yang relatif lebih
banyak tanah negaranya.
Luas penguasaan/pemilikan tanah sangat
penting menjadi pertimbangkan. Daerah
yang semakin sempit luas penguasaan/pe-
milikan tanahnya, biasanya penggunaan/
pemanfaatan tanah semakin intensif dan
umumnya tidak lagi memperhatikan aturan-
aturan yang berlaku, sehingga akan menim-
bulkan lingkungan permukiman kumuh dan
perlu segera dibenahi/ditata kembali men-
jadi hunian yang lebih layak dan nyaman.
d) Kebijakan penataan/pembangunan kembali
permukiman kumuh oleh Pemerintah Kota
Konsolidasi tanah vertikal merupakan kebi-
jakan penataan kembali penguasaan, pemi-
likan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
dan ruang sesuai rencana tata ruang serta
usaha penyediaan tanah untuk kepentingan
umum dalam rangka meningkatkan kualitas
lingkungan dan pemeliharaan sumber daya
alam dengan melibatkan partisipasi aktif
masyarakat, yang diselenggarakan untuk
pengembangan kawasan dan bangunan
yang berorientasi vertikal. Artinya, keber-
hasilan konsolidasi tanah vertikal sangat
tergantung/dipengaruhi tinggi-rendahnya
dukungan kebijakan Pemko untuk menata/
membangun kembali lingkungan permuki-
man kumuh, infrastruktur jalan dan fasum/
fasos lainnya
e) Kekumuhan lingkungan hunian/permukiman
Penyelenggaraan konsolidasi tanah vertikal
dapat menjadi wajib, diantaranya dalam hal
208208
JURNAL PERTANAHAN November 2020 200- 220Vol. 10 No. 2
penataan kawasan kumuh. Kawasan kumuh
ini merupakan kawasan yang ditetapkan
oleh Pemerintah/ Pemda untuk dilakukan
penataan kembali dalam upaya meningkat-
kan kualitas permukiman baik secara hori-
zontal maupun vertikal di perkotaan. Tingkat
kekumuhan lingkungan hunian/ permukiman
menjadi pertimbangan sangat penting dalam
pemilihan lokasi untuk mendapat prioritas
dibenahi terlebih dahulu.
f) Kemampuan fungsional Kanwil BPN/Kantah
sebagai penyelenggara konsolidasi tanah
vertikal
Penyelenggaraan konsolidasi tanah ver-
tikal meliputi 4 tahapan, yaitu perencanaan,
pelaksanaan, pembangunan hasil, dan pen-
gawasan. Secara fungsional tahapan peren-
canaan dan pelaksanaan konsolidasi tanah
vertikal dilaksanakan oleh Kanwil BPN/
Kantah atau pemangku kepentingan lainnya
dengan tetap di bawah kendali Kanwil BPN/
Kantah. Keberhasilan penyelenggara kon-
solidasi tanah vertikal sangat dipengaruhi
oleh ketersediaan dan kemampuan SDM
Kanwil BPN/Kantah, baik kuantitas maupun
kualitasnya, serta kelengkapan ketersedi-
aan infrastruktur peta penguasaan/pemi-
likan tanah, dan sebagainya.
2) Faktor Penunjang (Fp)
Faktor Penunjang merupakan komponen yang
mencerminkan dukungan terhadap tingkat kelancaran
dan keberhasilan pelaksanaan konsolidasi tanah
vertikal, baik dari aspek pemerintah, masyarakat
maupun lingkungan untuk menata/membangun
kembali permukiman kumuh menjadi lebih layak,
bersih, rapi, aman dan sehat. Dalam kajian ini, hanya
mengambil beberapa subfaktor yang diharapkan
mampu menggambarkan faktor penunjang sebagai
berikut.
a) Kepadatan penduduk
Semakin padat penduduk suatu daerah,
biasanya disertai pula dengan semakin
sempit-sempit luas pengguasaan tanahnya.
Daerah yang tingkat kepadatan pendudukn-
ya tinggi merupakan prioritas untuk segera
ditata/dibangun kembali agar permasalahan
yang ditimbulkan tidak semakin berat/rusak
sejalan dengan perjalanan waktu dan pem-
bangunan yang dilaksanakan.
b) Keteraturan penggunaan/pemanfaatan tan-
ah
Lingkungan permukiman yang penggunaan/
pemanfaatan tanahnya kurang teratur/ter-
tata dan banyak tanah kosong merupakan
sasaran utama untuk dikonsolidasi. Um-
umnya, daerah-daerah seperti ini kondis-
inya kumuh, tidak sehat dan rawan terhadap
berbagai penyakit. Oleh karena itu, areal
yang banyak ketidakteraturan dan tanah
kosongnya perlu diprioritaskan untuk ditata
dan dibangun kembali supaya menjadi tera-
tur.
c) Ketersediaan jenis/ukuran infrastruktur jalan
di permukiman kumuh
Infrastruktur jalan di perkotaan merupakan
urat nadi mobilitas warganya dalam melaku-
kan berbagai aktivitas kehidupannya sehari-
hari serta untuk menghindari bencana alam.
Keberadaan jaringan jalan sangat penting
untuk menunjang peningkatan kegiatan
masyarakat, serta kenyamanan dan kes-
elamatannya. Daerah permukiman kumuh
yang miskin dan sempit-sempit infrastruk-
tur jalannya perlu mendapat prioritas untuk
segera ditata/dibangun ulang.
d) Jenis dan rasio kepala keluarga dengan
bangunan rumah
Bangunan rumah yang ada di permukiman
kumuh mendapat perhatian penting. Hal ini
sangat berkaitan dengan biaya yang harus
disediakan atau kerugian yang harus ditang-
gung dalam pelaksanaan konsolidasi tanah
Metode Pemilihan Lokasi Penataan Kembali Permukiman Kumuh Dengan Konsolidasi Tanah Vertikal di Perkota
Asmadi Adnan
209209
vertikal. Umumnya daerah yang sudah ban-
yak bangunan rumah permanennya meru-
pakan salah satu indikasi bahwa daerah
tersebut relatif sudah lebih teratur, sehingga
belum masuk prioritas untuk ditata/dibangun
kembali. Kegiatan konsolidasi tanah vertikal
lebih diarahkan untuk menata permukiman
kumuh yang bangunan permanennya paling
sedikit, karena selain biayanya relatif lebih
murah, biasanya lingkungan hunian yang
ada lebih buruk.
Arahan kebijakan rencana pembangunan
perumahan/permukiman adalah tercapa-
inya kondisi setiap kepala keluarga rumah
tangga mempunyai satu unit rumah tempat
tinggal. Sejalan dengan itu perlu diprioritas-
kan penataan/pembangunan perumahan di
daerah yang mempunyai rasio kepala ke-
luarga terhadap bangunan rumahnya yang
lebih tinggi.
e) Akses/jarak calon lokasi konsolidasi tanah
vertikal ke pasar rakyat/tradiosionil dan ter-
minal/ stasiun
Konsolidasi tanah vertikal dengan prinsip
“membangun tanpa menggusur” yang men-
gandalkan partisipasi pemilik tanah untuk
membantu masyarakat berpenghasilan ren-
dah (MBR) memiliki rumah. Mereka keban-
yakan bekerja di sektor informal di pasar-
pasar rakyat/tradisional atau lapangan
pekerjaan lainnya yang lebih banyak me-
manfaatkan transportasi umum, sehingga
jarak lokasi konsolidasi tanah vertikal den-
gan pasar rakyat/tradisional/terminal/sta-
siun menjadi pertimbangan penting dalam
penyelenggaraan konsolidasi tanah vertikal
f) Kenaikan nilai/harga tanah sebelum dan
sesudah konsolidasi tanah vertikal
Salah satu manfaat diselenggarakannya
konsolidasi tanah vertikal adalah adanya po-
tensi keuntungan yang bakal diterima oleh
pemilik tanah dari hasil kenaikan nilai/harga
tanah setelah konsolidasi tanah vertikal. Hal
ini lah salah satu daya tarik bagi peserta un-
tuk ikut kegiatan konsolidasi tanah vertikal,
sehingga semakin tinggi potensi kenaikan
tersebut menjadi proritas untuk dilaksana-
kan.
g) Sosialisasi rencana penataan kembali per-
mukiman kumuh dan penerapan KTV
Penyelenggaraan konsep konsolidasi tanah
vertikal untuk menata/membangun kembali
lingkungan permukiman kumuh di Indonesia
masih relatif sangat baru dan belum dikenal
masyarakat, sehingga kegiatan konsolidasi
tanah vertikal sangat dipengaruhi oleh frek-
uensi penyelenggaraan kegiatan sosialisasi/
penyuluhan konsolidasi tanah vertikal ke-
pada masyarakat, baik melalui tatap muka
langsung, media elektronik maupun media
lainnya.
B. Penyusunan Instrumen Penghitungan Nilai Skoring Dalam Metode/Formulasi Pemilihan/ Penetapan Lokasi Berdasarkan uraian di atas, selanjutnya
supaya dapat dilakukan analisis secara statistik
perlu dilakukan pembuatan dan penetapan bobot,
skala, skor dan parameter ukur dari setiap faktor dan
subfaktor yang akan menjadi instrumen penghitungan
nilai sebagai dasar pemilihan/penentuan nilai
skoring calon lokasi konsolidasi tanah vertikal. Hasil
penyusunan instrumen pengukuran/penghitungan
nilai skor dari faktor utama, faktor penunjang dan
subfaktornya lihat Tabel 1 dan Tabel 2.
1) Pembobotan faktor utama, penunjang dan
subfaktor pemilihan lokasi konsolidasi tanah
vertikal
a) Pembobotan faktor utama dan faktor penun-
jang (100%)
Pembobotan merupakan gambaran men-
genai perkiraan berat, nilai atau pentingnya
210210
JURNAL PERTANAHAN November 2020 200- 220Vol. 10 No. 2
pengaruh sebuah faktor/subfaktor terhadap
suatu kumpulan hasil, di mana nilainya mulai
dari ≥ 0 (0%) hingga ≤ 1 (100%). Bobot faktor
tersebut lebih lanjut dipecah-pecah menjadi
beberapa bobot subfaktor sesuai kebutuhan
instrumen penilaian yang lebih kecil. Dalam
kajian ini bobot yang dipergunakan adalah:
(1) Faktor Utama (Fu), sesuai fungsi dan
pengaruhnya diberi bobot 60%
(2) Faktor Penunjang (Fp), sesuai fungsi
dan pengaruhnya diberi bobot 40%
b) Pembobotan faktor utama (Bu = 60%), den-
gan beberapa subfaktor:
(1) Kebijakan RTRW/RTDR/rencana tata ru-
ang lainnya (Bu1)
(2) Keikutsertaan/sumbangan pemilik tanah
dalam pelaksanaan konsolidasi tanah
vertikal (Bu2)
(3) Penguasaan/pemilikan tanah, yaitu sta-
tus dan luas tanahnya (Bu3)
(4) Kebijakan penataan kembali permuki-
man kumuh oleh Pemko (Bu4)
(5) Kekumuhan lingkungan hunian/permuki-
man (Bu5)
(6) Kemampuan fungsional Kanwil BPN/
Kantah sebagai penyelenggara KTV
(Bu6)
c) Pembobotan faktor penunjang (Bp = 40%),
dengan beberapa subfaktor:
(1) Kepadatan penduduk (Bp1)
(2) Penggunaan/pemanfaatan tanah, yaitu
luas tanah dan keteraturan bangunan/
rumah (Bp2)
(3) Ketersediaan jenis dan ukuran infrastruk-
tur jalan di permukiman kumuh (Bp3)
(4) Jenis dan rasio kepala keluarga dengan
bangunan rumah (Bp4)
(5) Akses/jarak lokasi konsolidasi tanah ver-
tikal ke pasar rakyat/tradiosionil/terminal/
stasiun (Bp5)
(6) Nilai/harga tanah sebelum dan sesudah
konsolidasi tanah vertikal (Bp6)
(7) Sosialisasi rencana penataan permuki-
man kumuh dan penerapan KTV (Bp7)
2) Penskalaan, penskoran dan parameter ukur
a) Penskalaan, dalam kajian ini merupakan la-
jur untuk menentukan tingkatan/banyaknya
sesuatu. Mengingat kondisi lapangan cukup
beragam dan heterogen, maka skala dibuat
4 tingkatan mulai dari angka 1 hingga 4.
b) Penskoran, dalam kajian ini merupakan
jumlah angka yang diberikan kepada setiap
skala agar dapat dinilai untuk dipergunakan
dalam analisis kuantitatif. Skor yang diper-
gunakan adalah dari skala terendah dengan
nilai 1 hingga 4 sebagai yang tertinggi.
c) Parameter ukur, dalam kajian ini merupakan
uraian/bagian dari penilaian subfaktor yang
dipergunakan. Nilai parameter dapat be-
rasal dari 1 parameter ukur atau lebih. Jika
parameter ukurnya terdiri atas 2/lebih, maka
nilai parameter ukurnya merupakan hasil
nilai skor rata-ratanya
Metode Pemilihan Lokasi Penataan Kembali Permukiman Kumuh Dengan Konsolidasi Tanah Vertikal di Perkota
Asmadi Adnan
211211
Tabel 1 : Hasil Penyusunan Instrumen Penghitungan Nilai Skor dari Faktor Utama dan Subfaktor Pemilihan Lokasi Konsolidasi Tanah Vertikal
212212
JURNAL PERTANAHAN November 2020 200- 220Vol. 10 No. 2
Tabel 2 : Hasil Penyusunan Instrumen Penghitungan Nilai Skor dari Faktor Penunjang dan Subfaktor Pemilihan Lokasi Konsolidasi Tanah Vertikal
Metode Pemilihan Lokasi Penataan Kembali Permukiman Kumuh Dengan Konsolidasi Tanah Vertikal di Perkota
Asmadi Adnan
213213
C. Perumusan Metode/Formulasi Penghitungan Nilai Skoring Pemilihan/Penetapan Lokasi Perumusan formulasi untuk menghitung total
nilai skor lokasi berdasarkan hasil pembobotan,
skala, skor dan parameter ukur merupakan langkah
yang sangat penting. Total nilai skor merupakan
himpunan nilai dari kombinasi masing-masing nilai
faktor utama, faktor penunjang dan subfaktornya
yang dipergunakan untuk menghitung nilai skoring
dari setiap calon lokasi sebagai dasar penetapannya
menjadi lokasi terpilih yang paling layak dan
potensial mendapat prioritas penerapan konsolidasi
tanah vertikal untuk ditindaklanjuti ditata/dibangun
kembali permukiman kumuhnya. Berikut ini rumusan
formulasi yang sudah disusun untuk digunakan
menghitung Total Nilai Skor (TNS).
1) Rumusan formulasi penghitungan total nilai
skor calon lokasi konsolidasi tanah vertikal
2) Penyusunan kriteria potensi calon lokasi
konsolidasi tanah vertikal
Dari hasil perhitungan menggunakan formulasi
di atas, diperoleh angka total nilai skor (TNS)
setiap calon lokasi konsolidasi tanah vertikal.
Nilai skor ini secara umum menggambarkan
kondisi dan nilai potensial dari masing-masing
calon lokasi untuk menentukan tingkat prioritas
penanganannya.
a) Total Nilai Skor: ≥ 3,00, merupakan nilai
tertinggi yang menggambarkan bahwa ke-
siapan colan lokasi ≥ 75%. Artinya, bahwa
calon lokasi merupakan paling potensial
mendapat prioritas utama untuk segera di-
tata/dibangun kembali melalui konsolidasi
tanah vertikal karena sangat didukung oleh
faktor pemerintah, masyarakat dan fak-
tor lingkungan permukiman dengan sedikit
upaya-upaya perbaikan/peningkatan dalam
tahap persiapan dan perencanaan pelak-
sanaannya.
b) Total Nilai Skor: 2,00 - < 3,00, merupakan
nilai yang menggambarkan bahwa kesia-
pan colan lokasi baru sekitar 50 % - < 75%.
Hal ini bermakna, bahwa calon lokasi cukup
potensial mendapat prioritas untuk ditata/
dibangun kembali melalui konsolidasi tanah
vertikal, namun dalam persiapan/perenca-
naannya masih diperlukan usaha-usaha
yang cukup besar untuk meningkatkan ke-
siapan/ dukungan dari pihak pemerintah,
masyarakat maupun lingkungan permuki-
mannya.
c) Total Nilai Skor < 2,00, merupakan nilai
terendah yang menggambarkan bahwa ke-
siapan colan lokasi < 50%. Artinya, calon
lokasi sangat rendah potensinya untuk di-
tata/dibangun kembali melalui konsolidasi
tanah vertikal, mengingat masih rendahnya
kesiapan pihak pemerintah, masyarakat dan
lingkungannya. Namun kegiatan konsolidasi
tanah vertikal masih dapat dilaksanakan
dengan melakukan berbagai upaya yang
lebih intensif dan besar pada tahapan per-
siapan/perencanaannya.
Berdasarkan hasil angka total nilai skor di atas,
jika nilai skor ≥ 3,00 atau wilayahnya termasuk
kategori wajib dikonsolidasi menurut Pasal 4,
Permen ATR/BPN No. 12/2019, maka lokasinya
sangat berpontensi untuk dilakukan penataan
kembali permukiman kumuh dengan konsolida-
si tanah vertikal. Sedangkan calon lokasi den-
gan nilai skor < 3,00, pelaksanaan konsolidasi
tanah vertikal dapat dilaksanakan, namun akan
menghadapi banyak kendala/hambatan yang
masih perlu dipersiapkan dan dibenahi terle-
bih dahulu sebelum dimulai kegiatan penataan/
pembangunan permukiman tersebut.
214214
JURNAL PERTANAHAN November 2020 200- 220Vol. 10 No. 2
D. Uji Coba Implementasi Metode/Formulasi Perhitungan Nilai Skoring Calon Lokasi Sesuai metode pemilihan lokasi yang
digunakan, lokasi sampel kajian dilaksanakan di 5
kecamatan yang meliputi 5 kelurahan dan 14 Rukun
Warga (RW), lihat Tabel 3.
Tabel 3 : Lokasi Sampel Kajian
No. Kota Kecamatan Kelurahan Rukun Warga (RW)
1 Surabaya Semampir Wonokusumo RW 08, RW 16
2 Semarang Semarang Utara Kuningan RW 01, RW
02, RW 10
3 Bandung Astana Anyar
Pelindung Hewan
RW 01, RW 05, RW 08
4 Palembang Kertapati Ogan Baru RW 04, RW 05, RW 08
5 Makassar Mariso Bontoranu RW 02, RW 03, RW 04
1) Hasil Uji Coba Perhitungan Nilai Skor Pemilihan
Lokasi Konsolidasi Tanah Vertikal di Kota
Surabaya
Dalam rangka uji coba implementasi formulasi
penghitungan nilai skor calon lokasi konsolidasi
tanah vertikal, tulisan ini hanya menampilkan/
menyinggung hasil uji coba perhitungan nilai skor
pemilihan lokasi konsolidasi tanah vertikal di Kota
Surabaya, yaitu RW-08 dan RW-16, Kelurahan
Wonokusumo, Kecamatan Semampir, lihat Tabel 4.
a) Hasil perhitungan total nilai skor lokasi
sampel menunjukkan bahwa total nilai skor
RW-16 lebih besar dibandingkan total nilai
skor RW-08. Hasil ini menandakan bah-
wa RW-16 lebih potensial ditata/dibangun
kembali melalui konsolidasi tanah vertikal,
namun angka 2,52 ini relatif masih sangat
rendah dan sulit direalisasikan pelaksan-
aannya mengingat baru mencapai nilai pon-
tensialnya ± 62,88% dari nilai maksimalnya
(100%).
b) Nilai skor faktor utama RW-16 sebesar 1,61
(± 67,08%), dimana nilai skor ini masih
jauh dari angka maksimalnya 2,40 (100%).
Dari faktor utama yang paling rendah nilai
skornya adalah subfaktor keikutsertaan/
kesediaan pemilik/penggarap tanah dalam
pelaksanaan kegiatan konsolidasi tanah
vertikal, serta subfaktor tingkat kemamp-
uan fungsional Kanwil BPN/Kantah sebagai
penyelenggara konsolidasi tanah vertikal,
di mana kedua subfaktor ini nilainya pal-
ing rendah baru mencapai sebesar 2,00 (±
50,00%).
c) Nilai skor faktor penunjang RW-16 baru men-
capai ± 0,91 (± 56,56%) dan masih jauh dari
nilai maksimalnya 1,60 (100%). Dari faktor
penunjang yang paling rendah nilai skornya
adalah subfaktor kegiatan sosialisasi men-
genai rencana penataan/pembangunan per-
mukiman kumuh dan penerapan konsolidasi
tanah vertikal, serta subfaktor penggunaan/
pemanfaatan tanahnya, di mana kedua sub-
faktor ini nilai skornya paling rendah ± 1,50
(± 37,50%).
Metode Pemilihan Lokasi Penataan Kembali Permukiman Kumuh Dengan Konsolidasi Tanah Vertikal di Perkota
Asmadi Adnan
215215
Tabel 4 : Hasil Perhitungan Nilai Skor Pemilihan Lokasi Konsolidasi Tanah Vertikal di Kota Surabaya, Kec. Semampir, Kel. Wonokusumo
Sumber: Hasil Pengolahan Data Lapangan, 2019
216216
JURNAL PERTANAHAN November 2020 200- 220Vol. 10 No. 2
2) Ringkasan Hasil Uji Coba Perhitungan TNS
Pemilihan Lokasi KTV di 5 Kota Sampel
Dengan cara yang sama seperti penghitungan
nilai skor pemilihan calon lokasi konsolidasi
tanah vertikal di RW-08 dan RW-16, Kelurahan
Wonokusumo, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya
yang sudah diuraikan di atas, secara ringkasan hasil
uji coba perhitungan total nilai skor di 5 kota sampel
disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 2. Hasil total nilai
skor tersebut menunjukkan bahwa pada prinsipnya
di setiap kota sampel telah dapat ditentukan calon
lokasi sesuai nilai potensialnya menjadi lokasi
penerapan konsolidasi tanah vertikal.
Rata-rata total nilai skor dari 5 kota sampel
adalah ± 2,44 (± 61,08 %), di mana RW sampel
Potensial-I yang terpilih sesuai urutan total nilai skor
tertingginya adalah RW-01 Kota Semarang sebesar
2,77 (± 69,13 %), lalu diikuti RW-06 Kota Bandung
± 2,61 (± 65,13 %), RW-16 Kota Surabaya ± 2.52 (±
62.88 %), RW-02 Kota Makassar ± 2,41 (± 60,13 %),
dan RW-06 kota Palembang sebesar 2,38 (± 59,50
%).
Hasil perhitungan total nilai skor di atas,
jika dikaitkan dengan kriteria potensi calon lokasi
konsolidasi tanah vertikal, bahwa hasil perhitungan
total nilai skor dari masing-masing RW sampel itu
nilainya baru mencapai antara 2,00 - < 3,00 dan
belum mencapai angka layak/maksimal total nilai
skor ≥ 3,00, sehingga masih sangat sulit dilaksanakan
konsolidasi tanah vertikal tersebut. Artinya, dengan
angka total nilai skor ini menggambarkan bahwa
kesiapan RW sampel tersebut baru sekitar 50% - <
75%.
Meskipun lingkungan permukiman RW
sampel sebagai calon lokasi cukup potensial
mendapat prioritas untuk ditata/dibangun kembali
melalui konsolidasi tanah vertikal, namun untuk
penerapannya masih diperlukan usaha-usaha yang
besar dan intensif meningkatkan kesiapan/dukungan
pemerintah, masyarakat maupun lingkungan
permukimannya dalam merealisasikan pelaksanaan
konsolidasi tanah vertikal. Dari kelompok faktor
utama dan faktor penunjang terdapat beberapa
subfaktor yang paling rendah nilai skornya, yaitu:
a) Faktor utama, yang rendah nilainya adalah
tingkat kemauan keikutsertaan pemilik tan-
ah menjadi calon peserta, menyumbangkan
tanahnya untuk pembangunan (TP)/bentuk
lainnya dalam pelaksanaan konsolidasi tan-
ah vertikal, masih rendahnya kemampuan/
ketersediaan kuantitas/ kualitas SDM jajaran
Kanwil BPN/Kantah sebagai penyelenggara
fungsional konsolidasi tanah vertikal dan
sangat kurangnya dukungan ketersediaan
peta sebaran penguasaan/pemilikan tanah
di permukiman kumuh.
b) Faktor penunjang, yang paling rendah nilain-
ya terkait dengan kegiatan sosialisasi/peny-
uluhan kepada masyarakat pemilik tanah
mengenai rencana penataan/pembangunan
kembali permukiman kumuh melalui per-
emajaan kota dan penerapan konsolidasi
tanah vertikal, masih sangat rendah peng-
etahuan/pemahaman masyarakat tentang
rencana pembangunan pemerintah terse-
but, bahkan banyak yang masih mengkuatir-
kan dan mencurigainya
3) Implikasi Pemanfaatan Metode/Formulasi
Penghitungan Nilai Skoring Pemilihan Lokasi
Dari hasil uji coba penghitungan total nilai skor
dengan menggunakan metode/formulasi yang sudah
disusun/dibangun sebagaimana diuraikan di atasnya
mempunyai berbagai implikasi pemanfaatannya
dalam penyelenggaraan kegiatan konsolidasi tanah
vertikal, dan umumnya konsolidasi tanah.
Metode pemilihan/penetapan lokasi konsolidasi
tanah vertikal di perkotaan yang telah dirumuskan/
disusun berdasarkan 2 faktor umum, yaitu (a) faktor
utama dan (b) faktor penunjang, yang kemudian
diurai/dijabarkan menjadi beberapa subfaktor, baik
aspek kebijakan pemerintah, masyarakat maupun
aspek lingkungan permukiman, dapat menjadi bahan
Metode Pemilihan Lokasi Penataan Kembali Permukiman Kumuh Dengan Konsolidasi Tanah Vertikal di Perkota
Asmadi Adnan
217217
masukan/pertimbangan untuk menyempurnakan dan
penjabaran lebih lanjut secara terukur dan terarah
tahap kegiatan perencanaan konsolidasi tanah
vertikal/konsolidasi tanah sebagaimana diatur dalam
Pasal 13, Permen ATR/KBPN No. 12/2019.
Berdasarkan hasil penghitungan total nilai
skornya, dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan acuan oleh jajaran Kementerian ATR/BPN
dan stakeholder terkait lainnya dalam memulai
penyelenggaraan kegiatan konsolidasi tanah
vertikal, yaitu terlebih dahulu melakukan perbaikan/
pembenahan pada tahap persiapan/perencanaan,
terutama terhadap faktor utama dan penunjang
yang bernilai skoring rendah. Dengan demikian,
diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan,
mengurangi permasalahan, dan menghindari resiko
kegagalan penyelenggaraan konsolidasi tanah
vertikal/konsolidasi tanah oleh jajaran Kementerian
ATR/BPN dan stakeholder terkait lainnya pada masa
mendatang.
Tabel 5 : Hasil Perhitungan Nilai Skor Pemilihan Lokasi Total Nilai Skor di Seluruh RW Sampel
Sumber: Hasil pengolahan data, 2019
218218
JURNAL PERTANAHAN November 2020 200- 220Vol. 10 No. 2
Gambar 2: Hasil Perhitungan Nilai Skor Pemilihan Lokasi KTV
IV. KESIMPULAN 1) Kajian ini telah berhasil merumuskan/
membangun suatu metode/formulasi
penghitungan nilai skoring calon lokasi
penataan kembali permukiman kumuh dengan
konsolidasi tanah vertikal di perkotaan untuk
mengetahui tingkat potensialnya dalam rangka
pemilihan dan penentuan skala prioritas
pelaksanaan penanganan/pembangunannya.
2) Terdapat 3 kelompok kriteria klasifikasi potensial
calon lokasi berdasarkan total nilai skor (TNS),
yaitu (a) TNS ≥ 3,00 (≥ 75 %) klas tertinggi, (b)
TNS 2,00 - < 3,00 (50 % - < 75 %) klas sedang/
menengah, dan (c) TNS < 2,00 (< 50 %) klas
terendah
3) Hasil uji coba penghitungan nilai skoring
menggunakan metode/formulasi yang telah
disusun, diperoleh calon lokasi RW sampel
sesuai tingkatan potensialnya menjadi skala
prioritas penanganan di setiap kota sampel
mulai dari RW sampel yang bernilai skor
tertinggi adalah RW-01 Kota Semarang, RW-05
Kota Bandung, RW-16 Kota Surabaya, RW-02
Kota Makassar, dan RW-05 Kota Palembang.
4) Nilai total skoring dari seluruh RW sampel
masih jauh lebih rendah dibandingkan
nilai maksimalnya angka 4 (100%), karena
nilainya baru mencapai klasifikasi sedang/
menengah yang menunjukkan tingkat kesiapan
calon lokasi sekitar 50% - < 75%. Untuk
mengimplementasikan konsep konsolidasi
tanah vertikal menata/membangun kembali
Metode Pemilihan Lokasi Penataan Kembali Permukiman Kumuh Dengan Konsolidasi Tanah Vertikal di Perkota
Asmadi Adnan
219219
permukiman kumuh di calon lokasi terpilih
tersebut masih sangat sulit diterapkan,
terutama dukungan persetujuan masyarakat
terhadap kegiatan konsolidasi tanah vertikal
sangat rendah dibandingkan ketentuan UURS
dan Permen ATR/KBPN No. 12/2019 yang
menginsyaratkan minimal 60% pemilik tanah
yang meliputi 60% dari luas seluruh areal tanah
menyatakan persetujuannya
5) Metode penghitungan nilai skoring pemilihan/
penetapan lokasi penataan kembali permukiman
kumuh dengan konsolidasi tanah vertikal
di perkotaan yang sudah disusun/dibangun
berdasarkan faktor utama dan faktor penunjang,
baik aspek kebijakan pemerintah, masyarakat
maupun aspek lingkungan permukiman,
dapat menjadi bahan masukan/pertimbangan
untuk menyempurnakan dan penjabaran
lebih lanjut secara terukur dan terarah pada
tahap perencanaan konsolidasi tanah vertikal/
konsolidasi tanah yang diatur dalam Pasal 13,
Permen ATR/KBPN No. 12/2019.
6) Berdasarkan hasil penghitungan total nilai
skornya, dapat dijadikan salah satu bahan
acuan oleh jajaran Kementerian ATR/BPN dan
stakeholder terkait lainnya dalam memulai
penyelenggaraan kegiatan konsolidasi tanah
vertikal, yaitu terlebih dahulu melakukan
perbaikan/pembenahan pada tahap persiapan/
perencanaan, terutama terhadap faktor utama
dan penunjang yang bernilai skoring rendah,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan
keberhasilan, mengurangi permasalahan, dan
menghindari resiko kegagalan penyelenggaraan
konsolidasi tanah vertikal/konsolidasi tanah.
DAFTAR PUSTAKAUndang-Undang No. 5/1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria
Undang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan
Ruang
Undang-Undang No. 1/2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman
Undang-Undang No. 20/2011 tentang Rumah Susun
Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintahan
Daerah
Peraturan Pemerintah No. 4/1988 tentang Rumah
Susun
Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah
Peraturan Presiden No. 17/2015 tentang Kementerian
Agraria dan Tata Ruang
Peraturan Presiden No. 20/2015 tentang Badan
Pertanahan Nasional
Peraturan Menteri ATR/KBPN No. 12/2019 tentang Konsolidasi Tanah
Peraturan Kepala BPN No. 4/1991 tentang Konsolidasi Tanah
Badan Pertanahan Nasional, 1994, Proceeding
of 7Th International Seminar on Land
Readjustment and Urban Development, 8-10 November, Denpasar, Bali, Indonesia
Adnan, Asmadi, 2003, Kajian Penataan Lingkungan
Pemukiman, Suatu Konsep Pemikiran
Pemilihan Lokasi dan Pelaksanaan
Konsolidasi Tanah Perkotaan di DKI
Jakarta, Puslitbang BPN, Jakarta
Budihardjo, Eko, 1997, Tata Ruang Perkotaan, Alumni Bandung
Chotib, 2000, Tinjauan Demografis Pola Urbanisasi
di Indonesia, Makalah Seminar Sehari, 5 Oktober 2000 di Medan
City Planning Bureau, The City of Nagoya, 1983, Introduction to Land Readjustment
(Kukaku-Seiri) Prctic, Nagoya, Japan
Daldjoeni, N, 1999, Geografi Kota dan Desa, Edisi Revisi, Alumni Bandung.
220220
JURNAL PERTANAHAN November 2020 200- 220Vol. 10 No. 2
Department of Town and Country Planning, 1992, Proceeding of 6Th International Seminar
on Land Readjustment and Urban
Development, 25-27 November, Bangkok, Thailand
Syihab, Abdulah, 1993, Analisis Pembangunan
Wilayah Jabotabek, Program Pasca
Sarjana IPB, Bogor.
Yanase, Norihiko, 1992, A Theory of Replotting
Design in Land Readjustment, Canner Process Sdn Bhd, Selangor, Malaysia