108
METODE PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Terhadap Surat An-Nahl Ayat 125-128) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh Annisa Khanza Fauziah NIM 1112011000025 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

METODE PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL …...Alit Rosad Nurdin, Lc. MA. dan Dr. Hj. Ade Irma Solihah, S.Psi. M.Si. selaku pemilik Asrama Putri Pondok Pesantren Luhur Sabilussalam yang

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

METODE PENDIDIKAN

DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

(Kajian Tafsir Terhadap Surat An-Nahl Ayat 125-128) SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Annisa Khanza Fauziah

NIM 1112011000025

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

i

ABSTRAK

Annisa Khanza Fauziah (1112011000025), Metode Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an (Kajian Tafsir Terhadap Surat An-Nahl Ayat 125-128).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penafsiran surat An-Nahl ayat 125-128, analisis metode pendidikan serta penerapan metode pendidikan yang terkandung dalam surat An-Nahl ayat 125-128. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah jenis penelitian kualitatif melalui library research (kajian studi kepustakaan), dengan cara mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian dianalisis dengan metode tahlili, yaitu metode penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Untuk mendukung penelitian ini, penulis menggunakan sumber utama kitab tafsir, diantaranya Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Maragi karya Ahmad Mustafa Al-Maragi dan Tafsir Al-Azhar karya Hamka. Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis memperoleh bahwa dalam surat An-Nahl ayat 125-128 terkandung metode pendidikan, diantaranya: Pertama, metode hikmah. Kedua, metode mau’izhah hasanah. Ketiga, metode jidâl. Ketiga metode pendidikan di atas dapat diterapkan oleh pendidik dalam proses pembelajaran di kelas.

Kata Kunci: Metode Pendidikan

ii

ABSTRACT

Annisa Khanza Fauziah (1112011000025), Educational Methods In Perspective of the Qur'an (Study of Interpretation of An-Nahl verses 125-128).

This research is intended to know the interpretation of An-Nahl verses 125-128, analysis of education method, and application of education method which are contained in An-Nahl verses 125-128. The research method used by the writer is the type of qualitative research through library research (literature study) by collecting data or materials related to the theme of the discussion and its problems, they are taken from the sources of literature, then analyzed by tahlili method, the method of interpretation of the verses of the Qur'an is done by describing the descriptions of the meaning contained in the verses of the Qur'an. To support this research, the writer uses the main sources of Tafsir, including Tafsir Al-Misbah by M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Maragi by Ahmad Mustafa Al-Maragi and Tafsir Al-Azhar by Hamka. Based on the results of this study, the writer obtain that in An-Nahl verses 125-128 contained educational methods, including: First, the hikmah method. Second, the mau'izhah hasanah method. Third, the jidâl method. These three methods of education can be applied by educators in learning process in the classroom.

Keywords: Educational Method

iii

iii

KATA PENGANTAR

بسم اهللا الر� محن الر� حيم

Assalamu’alaikum Warahmatullâhi Wabarakâtuh

Alhamdulillahirabbil’alâmîn. Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah

Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidâyat-Nya serta menganugerahkan

nikmat sehat kepada penulis, sehingga penulisan ini dapat diselesaikan dengan

baik serta tepat pada waktunya.

Ṣalawat serta salâm tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah, Nabi

Muhammad Saw. sebagai suri tauladan terbaik, beserta para sahabat-Nya,

keluarga-Nya dan semua penganut ajaran-Nya hingga akhir zaman.

Penulisan ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Proses penyelesaian penulisan ini tidak hanya kerja keras dan usaha penulis,

namun mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

hingga terselesaikannya penulisan ini, terutama kepada:

1. Kedua orang tua penulis, yaitu Ayahanda H. Budi Hartono, S.E. dan

Ibunda Hj. Irma Mulyani Mardiana, S.Pd. yang telah merawat dengan

kasih sayang, mendidik putrinya dengan tulus dan ikhlas, serta memotivasi

dan mendo’akan kepada penulis dalam setiap langkahnya.

2. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Drs. H. Achmad Gholib, M.Ag. selaku Dosen Penasehat Akademik yang

dengan penuh perhatian telah memberi bimbingan, arahan, dan motivasi

serta ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.

iv

5. Drs. Abdul Haris, M.Ag. selaku dosen pembimbing yang dengan penuh

perhatian telah memberi bimbingan, arahan, dan motivasi serta ilmu

pengetahuan kepada penulis selama bimbingan.

6. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. dan Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA.

selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Sekretaris Jurusan

Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan bimbingan dan ilmu

pengetahuannya.

7. Bapak dan Ibu Dosen yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu

namun tidak sedikit pun mengurangi rasa hormat dan takzim penulis, yang

telah membimbing penulis selama kuliah di Jurusan Pendidikan Agama

Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Seluruh Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

dan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan berbagai banyak referensi

yang menunjang dalam penulisan ini.

9. Prof. Dr. HD. Hidayat, MA. selaku direktur Pondok Pesantren Luhur

Sabilussalam serta jajaran pengurus Pondok Pesantren Luhur Sabilussalam

yang senantiasa membimbing penulis sebagai mahasantriwati.

10. H. Alit Rosad Nurdin, Lc. MA. dan Dr. Hj. Ade Irma Solihah, S.Psi. M.Si.

selaku pemilik Asrama Putri Pondok Pesantren Luhur Sabilussalam yang

selama ini kurang lebih tiga tahun terakhir tak pernah lelah memberikan

bimbingan, nasehat, kritik dan saran serta motivasinya bagi penulis.

11. Kedua adikku tercinta Anggia Nur ‘Ardhia Safitri dan Ainnun Fathonah

Khairiyyah, karena canda dan tawa mereka yang menjadi motivasi dan

inspirasi bagi penulis dalam penyelesaian penulisan ini.

12. Teman-teman Keluarga Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2012

yang telah memberikan motivasi dan bantuannya sampai terselesaikannya

penulisan ini.

13. Teman-teman “ISTIQOMAH 13” dan Keluarga Mahasantri Pesantren

Luhur Sabilussalam (KMPLS) yang telah memberikan semangat kepada

v

penulis selama menjalani masa kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

14. Penyemangat terdekat, Mohammad Kahfi Abdul Aziz yang selalu

memberikan semangat kepada penulis sampai terselesaikannya penulisan

ini.

15. Kepada sahabat yang selalu setia dan sedia memberikan nasehat dan

semangat untuk penulis, yaitu Rizky Wahyuning Esa, Rina Winarni dan

Lola Nurhidayaty yang sama-sama menempuh pendidikan S1 di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

16. Tak lupa segenap pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi

yang tidak dapat disebutkan satu-persatu namanya.

Semoga kebaikan dari semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

penulisan ini mendapat pahala dan rahmat dari Allah SWT. serta penulisan ini

dapat bermanfaat bagi semua. Âmîn Yâ Rabbal’alâmîn.

Jakarta, 20 April 2017

Annisa Khanza Fauziah

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN

Transliterasi merupakan aspek berbahasa yang ditulis dengan huruf

berbahasa Arab yang digunakan dalam penulisan dan penyusunan skripsi.

Transliterasi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

1. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin

Tidak

dilambangkan

ś

h

kh

ż

sy

đ

2. Vokal

Vokal Tunggal

Tanda Huruf Latin

a

i

u

Huruf Arab Huruf Latin

ţ

ť

ġ

h

vii

Vokal Rangkap

Tanda dan Huruf Huruf Latin

ai

au

Contoh:

= ataba

= ‘urifa

= kaifa

= haula

3. Madd

Harakat dan Huruf Huruf Latin

â

î

û

Contoh:

= kâna

= da’â

= qilâ

= yaqûlu

4. Tâ’ Marbûţah

Tâ’ marbuţah hidup transliterasinya adalah /t/. Tâ’ marbuţah mati

transliterasinya adalah /h/.

Jika pada suatu kata yang akhir katanya adalah tâ’ marbuţah diikuti oleh kata

sandang al, serta kata kedua itu terpisah maka tâ’ marbuţah itu

ditransliterasikan dengan /h/.

viii

Contoh:

= hadîqat al-hayawânât atau hadîqatul hayawânât

= al-madrasat al-ibtidâ`iyyâh atau al-madrasatul

ibtidâ`iyyâh

= hamzah

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah/tasydîd ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf

yang diberi tanda syaddah (digandakan).

Contoh:

= ‘allama

= kurrima

= yukarrir

= al-maddu

6. Kata Sandang

a. Kata sandang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan dengan huruf

yang mengikuti dan dihubungkan dengan kata sambung/huruf.

Contoh:

= aş-şalâtu

b. Kata sandang diikuti dengan huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai

dengan bunyinya.

Contoh:

= al-falaqu

ix

7. Penulisan Hamzah

a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan ia

seperti alif.

Contoh:

= akaltu

= ûtiya

b. Bila di tengah dan di akhir, ditransliterasikan dengan apostrof.

Contoh:

= ta’kulûna

= syai’un

8. Huruf Kapital

Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata

sandangnya.

Contoh:

= al-Qur’ân

= al-Madînatul Munawwarah

= al-Mas’udî

x

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

LEMBAR SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ........................................ vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................... 7

C. Pembatasan Masalah ................................................................... 8

D. Perumusan Masalah .................................................................... 8

E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian .......................................... 9

BAB II : KAJIAN TEORETIK

A. Pengertian Metode Pendidikan ................................................... 11

B. Dasar-dasar Metode Pendidikan ................................................. 16

C. Prinsip-prinsip Metode Pendidikan ............................................. 19

D. Jenis-jenis Metode Pendidikan ................................................... 25

E. Hasil Penelitian yang Relevan .................................................... 37

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian ....................................................... 39

B. Metode Penelitian ....................................................................... 39

C. Fokus Penelitian .......................................................................... 39

D. Prosedur Penelitian ...................................................................... 40

xi

BAB IV: TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kajian Tafsir Surat An-Nahl Ayat 125-128 ................................ 44

1. Teks Ayat dan Terjemah Surat An-Nahl Ayat 125-128 ....... 44

2. Kosa Kata (Mufradât) .......................................................... 44

3. Sebab-sebab Turunnya Surat An-Nahl Ayat 125-128

(Asbâbun Nuzūl) ................................................................... 46

4. Hubungan Ayat (Munasabah al-Ayât) ................................. 47

5. Kandungan Surat An-Nahl ................................................... 47

6. Tafsir Surat An-Nahl Ayat 125-128 ..................................... 48

B. Metode Pendidikan yang Terkandung di dalam Al-Qur’an

Surat An-Nahl Ayat 125-128 ...................................................... 61

1. Metode Hikmah .................................................................... 63

2. Metode Mau’izhah Hasanah ................................................. 67

3. Metode Jidâl ......................................................................... 69

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................. 73

B. Implikasi ..................................................................................... 74

C. Saran ........................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 75

LAMPIRAN

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu masalah penting dan aktual

sepanjang zaman. Pendidikan pada dasarnya kebutuhan manusia secara

mutlak dan manusia tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pendidikan guna

dalam membentuk serta mempersiapkan pribadinya. Dalam hal ini,

pendidikan sangatlah berperan untuk membuka wawasan peserta didik,

memberikan ide-ide mendasar dan kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri.

Dalam melaksanakan pendidikan, baik di lingkungan formal dan non-

formal, guru dituntut untuk mendidik dan mengajar. Karena keduanya

mempunyai peranan yang penting dalam proses belajar mengajar untuk

mencapai tujuan ideal pendidikan.1 Secara substansial, tugas ini dimulai

dengan pembentukan karakter, pola pikir, kepribadian, sikap mental, serta

ilmu pengetahuan yang ditransfer melalui proses belajar mengajar.

Menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, adalah:

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar mengajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.2 Diterbitkannya Undang-Undang RI tentang Sistem Pendidikan

Nasional di atas bahwa perlu adanya peningkatan profesionalisme guru

dan tenaga pendidik. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang RI No. 14

Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah RI No. 19

1Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Cet. I, h. 9. 2Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, (Bandung: Fokusmedia, 2013), h. 2.

2

2

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menjadi payung

hukum bahwa guru adalah pendidik profesional.

Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat

menjalankan tugasnya secara profesional yang memiliki kualitas dan

keahlian di bidang teori dan praktik keguruan. Sertifikasi guru dilakukan

selama 1 tahun dalam program yang dikenal dengan PPG (Pendidikan

Profesi Guru) sebagai salah satu langkah peningkatan kualitas proses dan

hasil proses pendidikan.

Pada kenyataannya setelah menyelesaikan sertifikasi, dalam

prakteknya guru tidak menerapkan berbagai metode pembelajaran di

sekolah. Beberapa guru banyak yang menggunakan metode yang paling

mudah, yaitu metode ceramah.

Dikutip dari media online kompas.com bahwa menurut Sekretaris

Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Marsudi Suud

mengatakan, “upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional terancam

gagal. Pasalnya banyak tenaga pendidik yang enggan melakukan inovasi

pada metode pembelajaran dan menguasai teknologi pendidikan”.3 Selain

itu, Anggota Komisi X DPR, Rohmani mengatakan bahwa, “sertifikasi

guru yang berlangsung saat ini belum sesuai dengan harapan UU, belum

menyentuh tujuan dasar diadakannya sertifikasi tersebut”.4

Dari dua pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa sertifikasi yang

menjadi tujuan untuk mencapai kualitas mutu pendidikan nasional tidak

sampai kepada tujuan yang dicapai, salah satunya masih banyak guru yang

kurang pemahaman akan pentingnya inovasi metode pendidikan dalam

proses pembelajaran di sekolah.

Kegiatan dalam proses pembelajaran tersebut merupakan unsur yang

sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini berarti

keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan yang sangat tergantung pada

keberhasilan proses pembelajaran siswa di sekolah dan lingkungan 3Indra Akuntono, Guru Diharapkan Lebih Inovatif dalam Mengajar, 2016, (http://kompas.com). 4Ratih Prahesti Sudarsono, Sertifikasi Guru Belum Memuaskan, 2016, (http://kompas.com).

3

3

sekitarnya. Dalam proses pembelajaran, baik guru maupun siswa bersama-

sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran.

Dari uraian tersebut dapat terlihat bahwa proses pembelajaran bukan

hanya sekedar transfer ilmu dari guru kepada siswa, melainkan suatu

proses kegiatan, yaitu terjadi interaksi antara guru dengan siswa serta

siswa dengan siswa.

Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian

perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang

berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.5

Pembelajaran ibarat jantung dari proses pendidikan. Sebagai salah satu

unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem

pendidikan. Pembelajaran yang baik, cenderung menghasilkan lulusan

dengan hasil belajar yang baik pula, demikian pula sebaliknya.

Selanjutnya menurut Diana Indriana menjelaskan dalam bukunya

bahwa:

Dalam proses pembelajaran, terdapat sistem yang harus kita perhatikan dengan baik. Pembelajaran dikatakan sebagai sistem karena di dalamnya memiliki komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Komponen tersebut terdiri atas tujuan, materi, metode, media, dan evaluasi. Masing-masing komponen tersebut saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan.6 Namun pada kenyataannya, hasil belajar pendidikan di Indonesia

masih dipandang kurang baik. Sebagian besar peserta didik belum mampu

menggapai potensi ideal dan optimal. Oleh karena itu, perlu adanya

perubahan proses pembelajaran yang sudah berlangsung selama ini.

Dalam proses pembelajaran, ada beberapa masalah yang perlu

diperhatikan yang terjadi pada peserta didik, salah satunya adalah

kurangnya pemilihan metode yang tepat dalam proses pembelajaran.

5Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2012), Cet. I, h. 12. 6Diana Indriana, Ragam Alat Bantu Media Pembelajaran, (Jogjakarta: DIVA Press, 2011), Cet. I, h. 20.

4

4

Menurut Wijaya Kusumah, metode adalah cara yang digunakan oleh

guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, sebagai

upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.7 Karena

metode merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan, maka tidak salah

jika suatu metode tidak hanya terdiri dari satu jenis, termasuk dalam hal

pembelajaran.

Metode pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan proses belajar

mengajar antara guru dan siswa, sehingga berkembang menjadi berbagai

metode, dimana metode yang satu dengan lainnya memiliki keunggulan

dan kelemahan masing-masing.

Menurut Nana Sudjana dalam Dasar-dasar Proses Belajar-Mengajar,

terdapat bermacam-macam metode dalam mengajar, yaitu metode

ceramah, tanya jawab, diskusi, resitasi, kerja kelompok, demonstrasi, dan

eksperimen, sosiodrama (role-playing), problem solving, sistem regu

(team teaching), latihan (drill), karya wisata (field-trip), survei

masyarakat, dan metode simulasi.8

Di dalam Al-Qur’an dapat dijumpai berbagai metode pendidikan

seperti metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, penugasan,

teladan, pembiasaan, karya wisata, cerita, hukuman, nasihat, dan

sebagainya.9 Berbagai metode tersebut dapat digunakan sesuai dengan

materi yang diajarkan dan dimaksudkan demikian, agar proses

pembelajaran tersebut tidak membosankan anak didik.

Perlu diakui bahwa tidak ada satu pun metode pembelajaran yang

benar-benar absolut dan yang paling baik digunakan. Semua metode saling

melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu, metode terbaik yang dapat

digunakan adalah kombinasi antara satu metode dengan metode lain.

7Jamal Ma’mur Asmani, 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan), (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), Cet. IX, h. 30. 8Mastur Faizi, Ragam Metode Mengajarkan Eksakta Pada Murid, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), Cet. I, h. 26. 9Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Cet. XVII, h. 88.

5

5

Tentu saja, para guru bebas menggunakan metode pembelajaran yang

sesuai materi yang diajarkan dan kemampuan guru yang bersangkutan.

Namun tidak dapat dipungkiri, metode pembelajaran yang tepat sangat

menentukan terhadap efektivitas belajar-mengajar didalam kelas. Berbagai

metode dapat dipilih oleh guru untuk melangsungkan proses belajar-

mengajar bersama para siswa dengan lebih efisien dan mengena. Metode

pembelajaran yang tidak tepat dapat berakibat pada terhambatnya proses

belajar siswa, bahkan gagalnya para siswa dalam menangkap substansi

ilmu yang diajarkan.

Menurut Sunhaji, kegiatan pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk

mentransformasikan bahan pelajaran kepada subjek belajar.10 Pada

konteks ini, guru berperan sebagai penjabar dan penerjemah bahan

tersebut agar dimiliki siswa. Berbagai upaya dan strategi dilakukan guru

supaya bahan atau pun materi pembelajaran tersebut dapat dengan mudah

dicerna oleh subyek belajar, yakni tercapainya tujuan pembelajaran yang

telah dirumuskan. Tujuan ini merupakan gambaran perilaku yang

diharapkan dimiliki oleh subjek belajar atau hasil belajar yang diharapkan.

Proses pembelajaran merupakan interaksi semua komponen atau unsur

yang terdapat dalam pembelajaran, dimana satu sama lain saling

berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk mencapai tujuan. Dengan kata

lain, bahwa metode digunakan dalam konteks pendekatan secara personal

yang dilakukan antara pendidik dan peserta didik sehingga peserta didik

tertarik dengan materi yang diajarkan oleh pendidik.

Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran, diperlukan pendidik yang

aktif dalam pemilihan metode pembelajaran sehingga peserta didik dapat

menyerap semua materi pelajaran secara sempurna dan dapat dikatakan

pembelajaran yang berhasil. Pemilihan metode pun dipengaruhi oleh

segala aspek, mulai dari materi pelajaran, lingkungan belajar, keadaan

siswa, keadaan guru dan sebagainya. Melalui pemilihan metode ini

10Asmani, op. cit., h. 19.

6

6

diharapkan guru dapat membangkitkan motivasi siswa untuk belajar

sehingga dapat meningkatkan hasil pembelajaran.

Dalam proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan yang sangat

signifikan untuk mencapai tujuan. Penerapan metode yang tepat akan

sangat berpengaruh terhadap pencapaian keberhasilan dalam proses belajar

mengajar. Keberhasilan penggunaan suatu metode merupakan

keberhasilan proses pembelajaran yang pada akhirnya berfungsi sebagai

diterminasi kualitas pendidikan.

Demikian urgennya metode dalam sebuah proses pendidikan dan

pembelajaran, sebuah proses belajar mengajar dapat dikatakan tidak

berhasil apabila dalam proses tersebut tidak menggunakan metode. Dalam

hal ini metode menempati posisi kedua terpenting setelah tujuan dari

sederetan komponen-komponen pembelajaran, diantaranya tujuan, metode,

materi, media, dan evaluasi.11

Setiap orang memiliki kepribadian, performance style, kebiasaan, dan

pengalaman mengajar yang berbeda-beda. Kompetensi mengajar biasanya

dipengaruhi pula oleh latar belakang pendidikan. Guru yang berlatar

belakang pendidikan keguruan, biasanya lebih terampil dalam memilih

metode dan tepat dalam menerapkannya. Sedangkan, guru yang

mempunyai latar belakang pendidikan yang kurang relevan, sekalipun

tepat dalam menentukan metode, namun sering mengalami hambatan

dalam penerapannya.12

Setiap guru yang akan mengajar senantiasa dihadapkan pada

pemilihan metode. Banyak macam metode yang dapat dipilih guru dalam

kegiatan belajar mengajar, namun tidak semua metode dapat dikategorikan

sebagai metode yang baik, dan tidak pula semua metode dapat dikatakan

kurang baik. Kebaikan suatu metode terletak pada ketepatan memilih

sesuai dengan tuntutan pembelajaran.

11Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. I, h. 109. 12Faizi, op. cit., h. 53.

7

7

Perlu dipahami bahwa penggunaan metode dalam pendidikan ini

prinsipnya adalah pelaksanaan hati-hati dalam mendidik peserta didiknya

yang disesuaikan dengan tuntutan dan karakteristik peserta didiknya.

Sebagai pendidik seharusnya mengusahakan agar materi pembelajaran

yang diberikan kepada peserta didiknya mudah diterima serta harus

memikirkan metode-metode yang akan digunakannya. Maka seorang

pendidik dituntut agar dapat mempelajari berbagai macam metode yang

digunakan dalam proses pembelajaran. Tanpa metode, suatu materi

pelajaran tidak akan dapat berproses secara efisien dan efektif dalam

kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan. Metode dalam

pembelajaran yang tidak efektif akan menjadi penghambat kelancaran

proses belajar mengajar sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-

sia. Oleh karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang guru akan

berdaya guna dan berhasil jika mampu dipergunakan dalam mencapai

tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Penulis melihat bahwa dalam kandungan surat An-Nahl ayat 125-128

ini memiliki makna tentang pentingnya metode pembelajaran dalam

pendidikan yang sangat menarik dan perlu dipelajari secara mendalam.

Setelah mengkaji pentingnya pendidikan dengan berbagai macam metode,

maka diharapkan sebagai pendidik dapat melakukan metode pembelajaran

tersebut dengan sebaik-baiknya.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan membahas lebih

lengkap dan terperinci mengenai metode pembelajaran dalam pendidikan.

Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil

judul “METODE PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-

QUR’AN (Kajian Tafsir Terhadap Surat An-Nahl Ayat 125-128)”.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis

mengidentifikasi beberapa masalah yang berkaitan dengan judul yang akan

dibahas dalam tulisan ini, diantaranya sebagai berikut:

8

8

1. Selama ini, belum adanya penggalian tentang metode pembelajaran

dalam Al-Qur’an surat An-Nahl.

2. Masih banyak pendidik muslim yang belum menerapkan metode

pembelajaran dalam proses pendidikan yang bersumber dari Al-

Qur’an.

3. Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah

ditawarkan oleh budaya Barat, sehingga bukan bersumber dari Al-

Qur’an.

4. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman oleh pendidik muslim

mengenai metode dalam proses pembelajaran yang terdapat dalam

Al-Qur’an

5. Kendala penerapan metode dalam proses pembelajaran yang

terdapat dalam Al-Qur’an.

6. Pendidik masih kurang mengaplikasikan berbagai metode

pembelajaran dalam proses belajar mengajar di sekolah.

C. Pembatasan Masalah Agar permasalahan ini tidak melebar secara luas, maka penulis akan

memperjelas dan memberikan pengarahan yang tepat serta menghindari

meluasnya pembahasan dalam penelitian ini.

Dari beberapa masalah yang telah diidentifikasi di atas, penulis akan

membatasi beberapa hal yang berkaitan dengan masalah di atas, yaitu:

1. Tafsir surat An-Nahl ayat 125-128.

2. Metode pendidikan, diantaranya mengenai metode hikmah,

metode mau’izhah hasanah dan metode jidâl.

D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka beberapa

permasalahan yang akan dirumuskan oleh penulis dalam penulisan, yaitu:

1. Bagaimana penafsiran dalam surat An-Nahl ayat 125-128?

9

9

2. Bagaimana analisis metode pendidikan yang terkandung dalam

surat An-Nahl ayat 125-128?

3. Apa saja metode pendidikan yang terkandung dalam surat An-

Nahl ayat 125-128?

4. Bagaimana penerapan metode-metode pendidikan dalam surat An-

Nahl ayat 125-128?

E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui:

a. Tafsir surat An-Nahl ayat 125-128.

b. Analisis metode pendidikan yang terkandung dalam surat An-

Nahl ayat 125-128.

c. Mengetahui metode pendidikan yang terkandung dalam surat

An-Nahl ayat 125-128.

d. Penerapan metode-metode pendidikan dalam surat An-Nahl

ayat 125-128.

2. Manfaat Hasil Penelitian

Adapun manfaat dari hasil penelitian ini diantaranya sebagai

berikut:

a. Menambah khazanah keilmuan dalam bidang pendidikan yang

menjelaskan penafsiran ayat Al-Qur’an mengenai metode

pendidikan dalam proses pembelajaran.

b. Memberi sumbangsih pemikiran berupa karya ilmiah yang

berisi teori, konsep serta praktik terhadap pendidikan mengenai

metode dalam proses pembelajaran dalam Al-Qur’an.

c. Menjadikan acuan dan bahan pertimbangan bagi seorang

pendidik dalam memilih metode pembelajaran, baik dalam

pendidikan formal maupun pendidikan non-formal.

10

10

d. Dapat memberikan manfaat dan pengetahuan secara

menyeluruh terhadap pendidikan mengenai metode dalam

proses pembelajaran dalam Al-Qur’an kepada para pembaca

umumnya dan khususnya kepada penulis.

11

11

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Pengertian Metode Pendidikan

Dalam proses pendidikan baik formal dan non-formal, kehadiran

seorang pendidik merupakan hal yang sangat utama. Adanya metode

pendidikan yang diterapkan oleh pendidik secara tepat, efektif, dan efisien

dapat berpengaruh besar terhadap proses dan tingkat keberhasilan

pendidikan, terutama dalam kegiatan proses belajar mengajar. Oleh karena

itu, keberhasilan dalam menerapkan metode sangatlah diperlukan guna

tercapainya tujuan pendidikan

Istilah metode pendidikan terdiri dari dua kata, yaitu “metode” dan

“pendidikan”. Untuk itu, penulis akan menyampaikan uraian arti dari

masing-masing kata tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata

metode berarti “cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu

kegiatan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja yang

bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai

tujuan yang ditentukan”.1

Ditinjau dari segi etimologis (bahasa), metode berasal dari bahasa

Yunani, yaitu methodos. Kata ini berasal dari dua suku kata, yaitu metha

yang berarti “melewati” atau “melalui”, dan hodos yang berarti “jalan”

atau “cara”.2 Dalam bahasa Inggris dikenal dengan term method dan way

yang mempunyai arti metode dan cara.3 Sedangkan dalam bahasa Arab

disebut thariqah yang berarti langkah strategis yang dipersiapkan untuk

melakukan suatu pekerjaan.4

1Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi

Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), Cet. IV, h. 910. 2Mastur Faizi, Ragam Metode Mengajarkan Eksakta Pada Murid, (Jogjakarta: DIVA Press,

2013), Cet I, h. 12. 3Ibid.

4Ramayulis, Dasar-dasar Kependidikan Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Kalam

Mulia, 2015), Cet. I, h. 264.

12

12

Winkel, menyebut metode dengan istilah prosedur didaktik. Sedangkan

Abdul Ghafur menggunakan istilah strategi dengan intruksional.

Sementara itu, James K. Phopan mengistilahkannya dengan transaksi dan

Mudhofir mengistilahkannya dengan pendekatan.5

Sedangkan menurut terminologi (istilah) para ahli memberikan

definisi tentang metode, diantaranya menurut Ridwan Abdullah Sani,

bahwa “metode adalah cara menyampaikan materi pelajaran dalam upaya

mencapai tujuan pembelajaran”.6 Menurut Senn yang dikutip oleh

Muhammad Alim, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui

sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis.7

Hasan Langgulung juga mengatakan pengertian tentang metode,

sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis adalah cara atau jalan yang

harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.8 Selanjutnya Al-Abrasyi

yang juga menjelaskan, bahwa metode adalah jalan yang kita ikuti untuk

memberikan pengertian kepada peserta didik tentang segala macam

metode dalam berbagai pelajaran.9

Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, Mahmud Yunus juga

menjelaskan mengenai metode yang dikutip oleh Armai Arief, menurutnya

adalah jalan yang hendak ditempuh oleh seseorang supaya sampai kepada

tujuan tertentu, baik dalam lingkungan perusahaan atau perniagaan,

maupun dalam kupasan ilmu pengetahuan dan lainnya.10

Segala cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.

Bagaimana caranya menyampaikan pesan pendidikan, inilah sebetulnya

hakikat metode tersebut. Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka

strategi tersebut haruslah diwujudkan dalam proses pendidikan dalam

5Jamal Ma‟mur Asmani, 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan

Menyenangkan), (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), Cet. IX, h. 19. 6Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), Cet. II, h.

90. 7Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan

Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Rosdakarya, 2011), Cet. II, h. 213. 8Ramayulis, loc. cit.

9Ibid., h. 265.

10Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,

2002), Cet. I, h. 87.

13

13

rangka pengembangan sikap mental dan kepribadian agar peserta didik

menerima materi ajar dengan mudah, efektif, dan dapat dicerna dengan

baik.

Dari beberapa penjelasan di atas, metode adalah suatu alat atau cara

yang digunakan oleh pendidik dalam proses pembelajaran untuk mencapai

tujuan pendidikan. Bahwa metode mengandung arti adanya urutan kerja

yang terencana, sistematis, dan merupakan hasil eksperimen ilmiah guna

mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Setelah memahami kata metode, kata kedua yang perlu diulas adalah

pendidikan itu sendiri. Istilah pendidikan dalam bahasa Indonesia berasal

dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”,

mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah

pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie”,

yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak, istilah ini kemudian

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti

pengembangan atau bimbingan.11

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

kata didik berarti “pelihara dan latih”.12

Dalam hal pendidikan, banyak para ahli mendefinisikan arti

pendidikan tersebut, diantaranya menurut Undang-Undang tentang Sistem

Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah “usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara”.13

Sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Basri, bahwa pendidikan

menurut Muhaimin adalah aktivitas atau upaya yang dasar dan terencana,

dirancang untuk membantu seseorang mengembangkan pandangan hidup,

11

Ramayulis, op. cit., h. 15. 12

Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 326. 13

Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional Tahun 2003, (Bandung: Fokusmedia, 2013), h. 2.

14

14

sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk

praktis) maupun mental dan sosial.14

Menurut Ahmad D. Marimba sebagaimana yang dikutip oleh Tatang

S, mengartikan bahwa pendidikan adalah bimbingan jasmani dan rohani

untuk membentuk kepribadian utama, membimbing keterampilan

jasmaniah, dan rohaniah sebagai perilaku konkret yang memberi manfaat

pada kehidupan siswa di masyarakat.15

Selanjutnya menurut W.J.S.

Poerwadarminta, pendidikan berarti proses perubahan sikap dan tingkah

laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan latihan.16

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut John Dewey sebagaimana

dikutip oleh Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, pendidikan

merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik

menyangkut daya pikir atau daya intelektual maupun daya emosional atau

perasaan yang diarahkan pada tabiat manusia dan sesamanya.17

Menurut Carter V. Good dalam bukunya Hasbullah menjelaskan

pendidikan ialah:

1. seni, praktik, atau profesi sebagai pengajar;

2. ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan

prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan, dan bimbingan

murid; dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan.18

3. education; proses perkembangan pribadi; proses sosial;

profesional courses; seni untuk membuat dan memahami ilmu

pengetahuan yang tersusun yang diwarisi atau dikembangkan

generasi bangsa.19

14

Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 53. 15

Tatang S, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Cet. I, h. 16. 16

Ibid., h. 13. 17

Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis

Agama & Budaya Bangsa, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), Cet. I, h. 80. 18

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Umum dan Agama Islam), (Jakarta: Rajawali Pers,

2013), Cet. XI, h. 3. 19

Salahudin, op. cit., h. 91.

15

15

Al-Syaibani menjelaskan bahwa, pendidikan adalah usaha mengubah

tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai bagian dari

kehidupan masyarakat dan kehidupan alam sekitarnya.20

Lebih lanjut

menurut Al-Abrasyi yang dikutip oleh Abd. Rachman Assegaf, pendidikan

adalah mempersiapkan individu atau pribadi agar bisa: menghadapi

kehidupan ini secara sempurna, hidup bahagia, cinta tanah air, kuat

jasmani, sempurna akhlaknya, teratur dalam berpikir, berperasaan lembut,

mahir di bidang ilmu, saling membantu dengan sesamanya, memperindah

ungkapan pena dan lisannya serta membaguskan amal perbuatannya.21

Dengan beberapa penjelasan para pendapat di atas, penulis dapat

menyimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu sistem atau proses

pendidikan terencana dalam meningkatkan kualitas potensi manusia yang

mencakup aspek-aspek kehidupan manusia itu sendiri.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis bermaksud untuk membahas

tentang metode pendidikan. Bahwa metode pendidikan merupakan suatu

cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan dalam kegiatan

pendidikan.

Menurut Abdul Munir Mulkan sebagaimana yang dikutip oleh Samsul

Nizar berpendapat bahwa metode pendidikan adalah suatu cara yang

dipergunakan untuk menyampaikan atau mentransformasikan isi atau

bahan pendidikan kepada anak didik.22

Pendapat Al-Syaibany sebagaimana yang dikutip oleh Samsul Nizar

menjelaskan bahwa metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang

terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata

pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri perkembangan peserta didiknya, dan

suasana alam sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk

20

Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Cet. II, h. 8. 21

Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh

Klasik Sampai Modern, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Cet. I, h. 198. 22

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta:

Ciputat Pers, 2002), Cet. I, h. 66.

16

16

mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki

pada tingkah laku mereka.23

Lebih lanjut Nur Uhbiyati menjelaskan definisi metode pendidikan

sebagaimana yang telah dikutip oleh Tatang S, bahwa metode pendidikan

adalah strategi yang relevan yang dilakukan oleh pendidikan untuk

menyampaikan materi pendidikan kepada anak didik. Metode berfungsi

mengolah, menyusun, dan menyajikan materi pendidikan agar materi

pendidikan tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak

didik.24

Demikian urgennya metode dalam proses pendidikan dan pengajaran,

dapat dikatakan tidak berhasil apabila dalam proses tersebut tidak

menggunakan metode. Karena metode menempati posisi kedua terpenting

setelah tujuan dari beberapa komponen-komponen pembelajaran,

diantaranya tujuan, metode, materi, media, dan evaluasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa

metode pendidikan merupakan suatu mediator yang digunakan oleh

pendidik sebagai alat untuk menyampaikan dan menciptakan proses

pembelajaran terhadap peserta didik sehingga tercapainya inti dari sebuah

pendidikan.

B. Dasar-dasar Metode Pendidikan

Metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan

pendidikan, sehingga jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah

mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dalam konteks ini,

metode pendidikan tidak terlepas dari dasar agama, dasar biologis, dasar

psikologis, dan dasar sosiologis.

1. Dasar Agama

Agama merupakan salah satu dasar metode pendidikan dan

pengajaran. Al-Qur‟an dan Hadits tidak bisa dilepaskan dari

23

Ibid. 24

Tatang S, op. cit., h. 56.

17

17

pelaksanaan metode pendidikan. Dalam kedudukannya sebagai dasar

ajaran Islam, maka dengan sendirinya metode pendidikan harus

merujuk pada kedua sumber tersebut. Sehingga segala penggunaan dan

pelaksanaan metode pendidikan tidak menyimpang dari kedua sumber

pendidikan tersebut.25

Dapat dikatakan bahwa metode pendidikan berdasarkan pada

agama Islam yang menjadi sumber ajarannya adalah Al-Qur‟an dan

Hadits. Al-Qur‟an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan

oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung

ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek

kehidupan melalui ijtihad.26

Oleh karena itu, sudah barang tentu dasar

pendidikan sebagai bagian dari aspek kehidupan manusia adalah

bersumber kepada Al-Qur‟an.

Setelah Al-Qur‟an, dasar pendidikan juga menjadikan Sunnah

(yang disebut juga Hadits) sebagai sumber pendidikan. Karena pada

zaman Nabi para sahabat selalu bertanya kepada Nabi tentang segala

hal yang tidak terdapat dalam Al-Qur‟an, dan menjadikannya sebagai

landasan berfikir mereka.

2. Dasar Biologis

Dasar yang mempertimbangkan kebutuhan jasmani dan tingkat

perkembangan usia peserta didik.27

Sehingga semakin lama

perkembangan biologi seseorang, maka dengan sendirinya makin

meningkat pula daya intelektualnya.28

Dapat dikatakan bahwa

perkembangan jasmani dan kondisi jasmani itu sendiri, memegang

peran yang sangat penting dalam proses pendidikan.

Sehingga dalam menggunakan metode pendidikan seorang

pendidik harus memperhatikan kondisi biologis peserta didik, seorang

peserta didik yang cacat akan berpengaruh terhadap prestasi peserta

25

Ramayulis, op. cit., h. 266. 26

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 19. 27

Nizar, op. cit., h. 68. 28

Ramayulis, op. cit., h. 267.

18

18

didik, baik pengaruh posistif dan negatif. Hal ini memberikan hikmah

dari penciptaan Tuhan, maka dengan harapan besar pendidik dapat

memberikan pengertian secukupnya pada peserta didiknya untuk

menerima penciptaan Allah yang sedemikian rupa.

3. Dasar Psikologis

Metode pendidikan baru dapat diterapkan secara efektif, bila

didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik.

Sebab perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik memberikan

pengaruh yang sangat besar terhadap internalisasi nilai dan

internalisasi ilmu.29

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam menggunakan

metode pendidikan seorang pendidik disamping memperhatikan

kondisi jasmani peserta didik juga perlu memperhatikan kondisi jiwa

atau rohaninya, sebab manusia pada hakikatnya terdiri dari dua unsur,

yaitu jasmani dan rohani, yang kedua-duanya merupakan satu kesatuan

yang tak dapat dipisah-pisahkan. Kondisi psikologis yang menjadi

dasar dalam metode pendidikan berupa sejumlah kekuatan psikologis

peserta didik termasuk motivasi, emosi, minat, sikap, keinginan,

kesediaan, bakat-bakat, dan kecakapan akal (intelektualnya). Sehingga

seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan potensi psikologis,

yang ada pada peserta didik.30

4. Dasar Sosiologis

Interaksi yang terjadi antara sesama peserta didik dan interaksi

antara pendidik dan peserta didik, merupakan interaksi timbal balik

yang kedua belah pihak akan saling memberikan dampak positif pada

keduanya. Interaksi pendidikan yang terjadi dalam masyarakat juga

justru memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap

perkembangan peserta didik. Dan diharapkan pula agar pendidik

29

Ibid., h. 267-268. 30

Ibid., h. 268.

19

19

mampu mengembangkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai tersebut

kepada peserta didik dengan memperhatikan perkembangan

kebudayaan dan peradaban yang muncul. Sehingga proses

pembelajaran yang terjadi dapat menginternalisasikan nilai dan nilai

tersebut aplikatif dalam kehidupan peserta didik selanjutnya.31

Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa dasar penggunaan

sebuah metode pendidikan salah satunya adalah dasar sosiologis, baik

dalam interaksi yang terjadi antara peserta didik dengan peserta didik,

pendidik dengan peserta didik, pendidik dengan masyarakat, dan

peserta didik dengan masyarakat bahkan diantara mereka semua

dengan pemerintah. Dengan dasar di atas, seorang pendidik dalam

menginternalisasikan nilai yang sudah ada dalam masyarakat (social

value) diharapkan dapat menggunakan metode pendidikan yang tepat

agar proses pembelajaran tidak menyimpang jauh dari tujuan

pendidikan Islam itu sendiri.

C. Prinsip-prinsip Metode Pendidikan

Mengenai kata “prinsip”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata

tersebut diartikan dengan kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir.32

Dengan demikian kata prinsip menggambarkan sebagai suatu dasar atau

landasan. Dari pengertian tersebut, sebuah prinsip sangat dibutuhkan,

terlebih lagi dalam sebuah metode pendididikan.

Berbagai prinsip-prinsip mendasar dalam penerapan metode

pendidikan adalah sebagai berikut:33

1. Motivasi

Penerapan metode diarahkan untuk dapat memberikan dorongan agar

peserta didik aktif belajar dan mengikuti pelajaran.

31

Ibid., h. 268-269. 32

Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 1102. 33

A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), Cet.

I, h. 138-139.

20

20

2. Perhatian

Penerapan metode diarahkan untuk dapat membangkitkan perhatian

peserta didik agar tertarik terhadap persoalan-persoalan yang

disampaikan atau yang sedang dipelajari, melalui penerapan metode

tersebut.

3. Peragaan

Penerapan metode diarahkan untuk dapat memberi kesempatan

kepada peserta didik supaya memeragakan atau mendemonstrasikan

perolehan.

4. Apersepsi

Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai sarana

penghubung dengan apa yang pernah dikenal oleh peserta didik

sebelumnya, berkaitan dengan persoalan yang sedang dipelajari.

5. Individualitas

Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai sarana

penghubung dengan bakat dan karakter masing-masing individu

peserta didik.

6. Konsentrasi

Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai sarana

yang bisa memusatkan daya konsentrasi peserta didik pada persoalan

yang sedang dipelajari.

7. Korelasi

Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai sarana

yang bisa mengajak peserta didik agar dapat menghubungkan mata

pelajaran satu dengan lainnya.

8. Sosialisasi

Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai sarana

yang bisa mengajak peserta didik menyesuaikan dengan keadaan

lingkungan sosial.

21

21

9. Penilaian

Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai sarana

yang bisa dipakai oleh pendidik dalam memantau, menilai, dan

merekam partisipasi aktif peserta didik dalam memahami,

menghayati, dan berperilaku dalam belajar.

Dasar dan sistem ini merupakan prinsip yang jelas, sederhana, dan

mudah dilaksanakan. Menurut Abdullah Nashih Ulwan, menyebutkan ada

lima kaidah-kaidah dasar metode pendidikan yang dapat dijadikan

pedoman oleh para pendidik, diantaranya:

a. Ikhlas

Pendidik hendaknya mencanangkan niatnya semata-mata untuk

Allah dalam seluruh pekerjaan edukatifnya, baik berupa perintah,

larangan, nasihat, pengawasan, atau hukuman.

Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan adalah sebagian dari asas

iman dan keharusan Islam. Allah tidak akan menerima perbuatan

tanpa dikerjakan secara ikhlas.

Perintah untuk ikhlas, tercantum dalam Al-Qur‟an:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah

dengan memurnikan ketaatan (dengan ikhlas) kepada-Nya dalam

(menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan

shalat dan menunaikan zakat, yang demikian itulah agama yang

lurus.” (QS. Al-Bayyinah [98]: 5)34

Rasulullah Saw. bersabda dalam sebuah hadis:

“Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan

sesungguhnya setiap orang sesuai dengan niatnya.”35

34

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Terj. Tarbiyatul Aulad Fil Islam

oleh Jamaludin Miri, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet. I, h. 184. 35

Ibid.

22

22

Karenanya, pendidik hendaknya memurnikan niatnya dan

bermaksud mendapatkan keridhaan Allah dalam setiap amal perbuatan

yang dikerjakan, agar diterima oleh Allah, dicintai anak-anak dan

muridnya. Disamping itu, apa yang dinasihatkan bisa membekas pada

diri mereka.

b. Takwa

Sifat terpenting lainnya yang harus dimiliki pendidik adalah

takwa, yang didefinisikan oleh para ulama, “mengerjakan apa yang

diperintahkan Allah dan meninggalkan larangan-Nya”.

Oleh karena itu, firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah

sebenar-benar takwa kepada-Nya.” (QS. Ali „Imran [3]: 102)36

Selain itu, juga disebutkan dalam hadits Rasulullah Saw.:

“Takwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, ikutilah

perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya akan

menghapusnya, dan gaulilah orang-orang dengan budi pekerti yang

baik.”37

Sebab, pendidik adalah panutan yang akan diikuti dan ditiru,

disamping penanggung jawab pertama dalam pendidikan anak

berdasarkan iman dan ajaran Islam.

c. Ilmu

Bahwa pendidik harus memiliki ilmu pengetahuan perihal pokok-

pokok pendidikan yang dibawa oleh syariat Islam, menguasai hukum-

hukum halal dan haram, mengetahui prinsip-prinsip etika Islam,

memahami secara global peraturan-peraturan Islam dan kaidah-kaidah

syariat Islam. Syariat Islam sangat besar memberikan perhatiannya

36

Ibid., h. 186. 37

Ibid., h. 187-188.

23

23

terhadap ilmu pengetahuan, sebesar perhatian dalam pembentukan

sikap ilmiah.

Firman Allah:

“Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui

(berilmu pengetahuan) dengan orang-orang yang tidak mengetahui

(tidak berilmu pengetahuan)?” (QS. Az-Zumar [39]: 9)38

Dalam hadits Rasulullah Saw.:

“Mencari ilmu pengetahuan adalah wajib bagi setiap Muslim.”

(HR. Ibnu Majah)

Para pendidik hendaknya membekali dirinya dengan segala ilmu

pengetahuan yang bermanfaat dengan metode-metode pendidikan

yang sesuai.

d. Sabar

Dengan kesabaran pendidik, sang anak akan berhias dengan

akhlak yang terpuji dan terjauh dari perangai tercela. Oleh karena itu,

Islam memberikan perhatian besar kepada sifat sabar ini.

Firman Allah:

“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan

(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat

kebaikan.” (QS. Ali „Imran [3]: 134)39

Dan hadits Rasulullah Saw.:

38

Ibid., h. 190. 39

Ibid., h. 192.

24

24

“Rasulullah Saw. berkata kepada Asyaj Abdul Qais:

„Sesungguhnya pada dirimu ada dua sifat yang disenangi Allah.

Kesabaran dan ketabahan‟.” (HR. Muslim)40

Pendidik hendaknya menghiasi dirinya dengan kesabaran,

kelemah lembutan dan ketabahan, jika dalam upaya mendidik

umatnya menginginkan kebaikan dan perbaikan, petunjuk bagi

generasi Muslim dan perbaikan anak-anaknya.

e. Rasa Bertanggung Jawab

Hal lain yang harus diketahui pendidik dan dihatinya adalah rasa

tanggung jawab yang besar dalam pendidikan anak, baik segi iman,

perangai, pembentukan jasmani dan rohaninya, maupun

mempersiapkan mental dan sosialnya, serta Allah di hari kemudian

akan menuntut pertanggungjawaban itu. Dalam Islam, meletakkan

masalah tanggung jawab pendidikan di atas pundak orang tua dan

pendidik.

Di bawah ini ayat yang berkaitan tentang tanggung jawab

tersebut:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Taḥrīm [66]: 6)41

Juga sabda Rasulullah Saw.:

“Ajarilah anak-anakmu dan keluargamu kebaikan dan didiklah

mereka.” (HR. Abdur Razaq dan Sa‟id bin Manshur)

Bagi setiap pendidik mukmin, berakal sehat, dan bijak, wajib

untuk menunaikan tanggung jawab ini sesempurna mungkin, dengan

kesadaran bahwa Allah akan murka bila menyia-nyiakannya dan azab

jahanam adalah balasannya.

40

Ibid., h. 193. 41

Ibid., h. 196.

25

25

Selain prinsip-prinsip metode pendidikan di atas dalam penerapan

berbagai metode pendidikan harus memperhatikan beberapa asas,

salah satunya menurut Al-Syaibani antara lain adalah:

1. Asas agama, yakni penerapan metode harus mengacu pada sumber

asasi ajaran Islam Al-Qur‟an dan Hadits.

2. Asas biologis, yakni penggunaan metode harus memperhatikan

kondisi kebutuhan jasmani dan tingkat perkembangan peserta

didik.

3. Asas psikologis, yakni penerapan metode harus disesuaikan dengan

kondisi minat dan bakat atau motivasi peserta didik.

4. Asas sosial, yakni penerapan metode harus disesuaikan dengan

tuntutan kebutuhan sosial peserta didik yang selalu berubah dan

berkembang setiap saat.42

Oleh karena itu, seorang guru atau pendidik harus memperhatikan

prinsip-prinsip tersebut dalam melaksanakan pembelajaran. Berbagai asas

dan prinsip yang telah dikemukakan di atas, sebaiknya dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan oleh pendidik dalam menentukan, memilih,

dan menerapkan berbagai jenis metode yang diterapkan dalam proses

belajar mengajar. Jika prinsip-prinsip tersebut diperhatikan, maka peserta

didik akan mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh tanpa

merasakan bosan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara

efektif dan efisien.

D. Jenis-jenis Metode Pendidikan

Peranan metode pendidikan sangatlah penting dalam mengembangkan

dan meningkatkan pengetahuan serta penalaran peserta didik. Tentu dalam

proses belajar mengajar terdapat banyak jenis metode, seperti metode

keteladanan, kisah, nasihat, ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi,

karyawisata, pembiasaan, pemberian janji dan ancaman, perumpamaan,

42

Yasin, op. cit., h. 134.

26

26

simulasi, sosiodrama, eksperimen, dan lain-lain. Namun, penulis hanya

memaparkan beberapa jenis metode pendidikan yang mengacu pada

penelitian penulis, diantaranya sebagai berikut:

1. Metode Ceramah

Metode ceramah digunakan untuk menyampaikan informasi dan

pengetahuan secara lisan kepada siswa di kelas.43

Biasanya berbentuk

penjelasan konsep, prinsip, dan fakta yang pada akhir proses

pembelajaran biasanya ditutup dengan tanya jawab antara siswa dan

guru.44

Ceramah dimulai dengan menjelaskan tujuan yang ingin dicapai,

menyiapkan garis-garis besar yang akan dibicarakan, serta

menghubungkan antara materi yang akan disajikan dengan bahan

yang telah disajikan. Ceramah akan berhasil apabila mendapatkan

perhatian yang sungguh-sungguh dari peserta didik, disajikan secara

sistematik, menggairahkan, memberikan kesempatan kepada peserta

didik untuk merespons serta motivasi belajar yang kuat dari peserta

didik.

Pada akhir ceramah perlu dikemukakan kesimpulan, memberikan

kesempatan kepada siswanya untuk bertanya, memberikan tugas

kepada peserta didik serta adanya penilaian akhir.45

Metode ceramah termasuk yang paling banyak digunakan, karena

biayanya cukup murah dan mudah dilakukan, memungkinkan

banyaknya materi yang dapat disampaikan, adanya kesempatan bagi

guru untuk menekankan bagian yang penting, dan pengaturan kelas

dapat dilakukan dengan cara sederhana.

43

Suyanto dan Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional: Strategi Meningkatkan Kualifikasi dan

Kualitas Guru di Era Global, (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 114. 44

Zurinal Z dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan: Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan

Pendidikan, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. I, h. 124-125. 45

Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009),

Cet. I, h. 181-182.

27

27

Sejak zaman Rasulullah metode ceramah merupakan cara yang

paling awal dilakukan Rasulullah Saw. dalam menyampaikan wahyu

kepada umat.

Dalam sebuah Hadits Nabi Saw. bersabda:

“Sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan

ceritakanlah apa yang kamu dengar dari Bani Isra‟il, dan hal itu

tidak ada salahnya, dan barang siapa berdusta atas namaku maka

bersiap-siaplah untuk menempati berkenaan tempatnya di neraka.”

(HR. Bukhari)

Hal ini berkenaan dengan firman Allah Swt.:

“Sesungguhnya kami turunkan Al-Qur‟an ini dengan berbahasa

Arab, agar kamu mengerti maksudnya. Kami riwayatkan (ceritakan)

kepadamu sebaik-baik cerita dengan perantaraan Al-Qur'an yang

kami wahyukan kepadamu ini, padahal sesungguhnya engkau dahulu

tidak mengetahuinya (orang-orang lalai).” (QS. Yûsuf [12]: 2-3)46

Mengenai ayat di atas, bahwa Allah menurunkan Al-Qur‟an

dengan menggunakan bahasa Arab kepada Nabi Muhammad. Serta

Nabi pun menyampaikannya dengan metode ceramah kepada para

sahabatnya.

2. Metode Dialog (hiwar)

Dalam Al-Qur‟an, hanya terdapat tiga ayat saja yang secara

langsung menggunakan kata muhawarah dan kata jadiannya. Dua

ayat terdapat pada QS. Al-Kahfi, yang berisi dialog antara pemilik

kebun yang kaya raya dengan seorang sahabatnya yang miskin. Ayat

ketiga terdapat dalam QS. Al-Mujadalah ayat 1, yaitu tentang

46

Arief, op. cit., h. 136-137.

28

28

peristiwa seorang wanita yang datang kepada Rasulullah untuk

mengadukan keadaan suaminya. Dalam QS. Al-Kahfi ayat 37,

disebutkan:47

“Kawannya yang mukmin berkata kepadanya ketika dia

bercakap-cakap dengannya, „Apakah kamu kafir kepada Tuhan

yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air

mani, kemudian dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang

sempurna‟.”

Dalam menafsirkan ayat ini, Ath-Thabari berkata, ayat ini

menjelaskan tentang pemberian nasihat seorang yang mempunyai

sedikit harta dan anak kepada temannya yang mempunyai dua kebun

agar tidak kufur kepada Allah, dengan cara berbicara dan berdialog

langsung kepadanya.

Secara terminologis, hiwar dalam Al-Qur‟an dapat diartikan

sebagai dialog, yakni suatu percakapan silih berganti antara dua pihak

atau lebih yang dilakukan melalui tanya jawab. Di dalamnya terdapat

kesatuan topik pembicaraan dan tujuan yang hendak dicapai dalam

pembicaraan itu. Metode hiwar merupakan cara penyampaian nilai-

nilai pendidikan yang digunakan di dalam Al-Qur‟an.48

Metode ini mempunyai dampak yang dalam bagi pembicara dan

juga bagi pendengar pembicaraan. Itu disebabkan oleh beberapa hal

sebagai berikut:

Pertama, dialog berlangsung secara dinamis karena kedua pihak

terlibat langsung dalam pembicaraan. Kedua pihak saling

memperhatikan. Kedua, pendengar tertarik untuk mengikuti terus

pembicaraan itu karena ia ingin tahu kesimpulannya. Ketiga, metode

ini dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam

jiwa. Keempat, bila hiwar dilakukan dengan baik, memenuhi akhlak

tuntunan Islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlibat, itu

akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa

47

Jejen Musfah, Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama

Islam, Vol. 3, 2009, h. 112-113. 48

Ibid., h. 113.

29

29

pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat

orang lain, dan sebagainya.49

Metode ini melibatkan murid dalam pengajaran. Guru yang

menjalankan metode ini bisa mengaktifkan akal, menguatkan mereka

dalam persiapan menerima pengetahuan baru, dan menumbuhkan

kecintaan pada kebenaran. Metode ini juga meningkatkan hubungan

antara orang tua dan anak, guru dan murid, melatih siswa menguatkan

pikirannya, bahasa percakapan menunjukkan hubungan manusia

dengan yang lainnya, dan menjauhkan para pelajar dari taklid buta

dan pembangkangan.

3. Metode Diskusi

Metode diskusi juga diperhatikan oleh Al-Qur‟an dalam mendidik

dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian

dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah.

Firman Allah:

“Dan janganlah membantah para ahli kitab itu kecuali dengan

cara yang paling baik.” (QS. Al-Ankabut [29]: 46)50

Suatu diskusi dapat dikatakan berjalan dengan baik apabila

dilakukan dengan persiapan beserta bahan-bahannya yang cukup

jelas, dengan pembicaraan yang berlangsung secara rasional, tidak

didasarkan atas luapan emosi, dan lebih mementingkan pada

kesimpulan rasional dari pada kepentingan pribadi peserta didik.

Pendidik memberikan kesempatan pada peserta didiknya untuk

mengadakan pembicaraan ilmiah, baik secara individu maupun

49

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2007), Cet. VII, h. 136-137. 50

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan

Interdisipliner, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), Cet. IV, h. 75.

30

30

berkelompok dan mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan,

atau menyusun alternatif pemecahan suatu masalah.51

Menurut Ramayulis, metode diskusi dalam pendidikan adalah

suatu cara penyajian/penyampaian bahan pelajaran dimana pendidik

memberikan kesempatan kepada para peserta didik/membicarakan

dan menganalisis secara ilmiah guna mengumpulkan pendapat,

membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan

atas sesuatu masalah.52

Melalui metode ini, berbagai keterampilan seperti berkomunikasi,

menafsirkan, keberanian mengemukakan pendapat, sikap kritis,

toleran, kemampuan mengendalikan emosi, dan menyimpulkan dapat

dikembangkan dan dibina.53

4. Metode Keteladanan

Menurut Ahmad Tafsir, bahwa metode pendidikan Islam berpusat

pada keteladanan.54

Sedangkan menurut Abdurrahman An-Nahlawi

bahwa mendidik melalui keteladanan, manusia sangat cenderung

memerlukan sosok teladan dan panutan yang mampu mengarahkan

manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi perumpamaan

dinamis yang menjelaskan cara mengamalkan syariat Allah.55

Metode keteladanan berarti memberikan contoh yang baik

(uswah hasanah) dalam setiap ucapan dan perbuatan kepada anak

didik. Sifat dan sikap yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad

Saw. sepanjang hidupnya merupakan contoh yang baik untuk konteks

ini.56

51

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2014), Cet. IV, h. 188. 52

Ramayulis, op. cit., h. 279. 53

Tatang S, op. cit., h. 120. 54

Tafsir, op. cit., h. 143. 55

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta:

Gema Insani Press, 1995), Cet. I, h. 260. 56

Musfah, op. cit., h. 115.

31

31

Seorang pendidik yang baik adalah pendidik yang dapat

meneruskan misi kerasulan Nabi Muhammad Saw. dengan

mencontoh perilakunya yang penuh kesederhanaan, kreativitas, dan

produktivitas.

Rasulullah Saw. merupakan suri teladan dan figur yang patut

dicontoh (uswah hasanah), karena pribadi beliau merupakan “Qur‟an

berjalan” dan sebagai figur bagi orang yang beriman, sehingga apa

pun perbuatan dan tata cara yang dilakukan dapat dijadikan sebagai

referensi dalam aktivitas-aktivitas manusia.57

Sebagai pendidikan yang bersumber Al-Qur‟an dan Sunnah

Rasulullah, metode keteladanan tentunya didasarkan kepada kedua

sumber tersebut.

Firman Allah Swt.:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan

yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah

dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama

Allah.” (QS. Al-Aḥzāb [33]: 21)58

Dalam diri Nabi Muhammad, seolah-olah Allah ingin

menunjukkan suatu petunjuk tentang metode pendidikan Islam.

Muhammad merupakan teladan terbesar bagi segenap umat manusia.

Muhammad adalah seorang pendidik, pejuang dan seorang yang

memberikan bimbingan dan petunjuk kepada umat manusia dengan

berbagai Sunahnya.

Dalam ayat lain:

57

Mujib, op. cit., h. 196. 58

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat, (Jakarta: Kencana, 2014),

Cet. I, h. 125.

32

32

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada

Ibrahim dan orang-orang bersama dengan dia...” (QS. Al-

Mumtaḥanah [60]: 4)

Metode keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang

efektif untuk mendidik anak karena anak akan meniru apa yang

dilihat dan didengar. Sebesar apapun usaha yang dipersiapkan untuk

mendidik anak agar tumbuh menjadi pribadi yang baik dan berbudi

luhur, selama anak itu tidak melihat sang pendidik sebagai teladan

yang mempunyai nilai-nilai moral yang tinggi, maka usaha itu tidak

akan berpengaruh.

Abdullah Nashih Ulwan berpendapat bahwa “sangat mudah bagi

pendidik untuk mengajari anak dengan berbagai materi pendidikan,

tetapi teramat sulit bagi anak untuk melaksanakannya, ketika ia

melihat orang yang memberikan pengarahan tidak

mengamalkannya”.59

Oleh karena itu, pendidikan dengan keteladanan

sangat diperlukan anak didik, mengingat pendidik adalah figur terbaik

bagi mereka.

5. Metode Kisah

Menurut Jejen Musfah, metode kisah adalah mendidik dengan

cara menyampaikan kisah agar pendengar dan pembaca meniru yang

baik dan meninggalkan yang buruk, serta agar pembaca beriman dan

beramal saleh.60

Pemberitaan Al-Qur‟an tentang hal ihwal umat yang telah lalu,

nubuwat (kenabian) yang terdahulu, dan peristiwa yang telah terjadi.

Al-Qur‟an banyak berisi keterangan tentang kejadian masa lalu,

sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri, dan peninggalan atau

jejak setiap umat. Al-Qur‟an menceritakan semua keadaan itu dengan

cara yang menarik dan mempesona, dengan bahasa yang mudah

dipahami.

59

Ulwan, op. cit., h. 2. 60

Musfah, op. cit., h. 109.

33

33

Kisah dalam Al-Qur‟an merupakan peristiwa yang benar-benar

terjadi pada orang-orang terdahulu, dan merupakan peristiwa sejarah

yang dapat dibuktikan kebenarannya secara filosofis dan ilmiah

melalui saksi-saksi berupa peninggalan orang-orang terdahulu.

Firman Allah:

“Sesungguhnya di dalam kisah-kisah mereka terdapat ibarat bagi

orang yang berakal.” (QS. Yusuf [12]: 111)61

Mengungkapkan peristiwa-peristiwa bersejarah yang

mengandung ibrah (nilai moral, sosial, dan rohani) bagi seluruh umat

manusia di segala tempat dan zaman. Mengisahkan peristiwa sejarah

hidup manusia lampau yang menyangkut ketaatannya atau

kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah dan larangan Tuhan

yang dibawakan Nabi atau Rasul yang hadir di tengah mereka.

Sebagian besar isi Al-Qur‟an, muatannya sejarah. Filosofi

mempelajari sejarah ialah untuk menjadikan kisah sejarah yang ada

itu untuk menjadi i‟tibar atau „ibrah.

Hal tersebut pendidik mampu memetik hikmah dan pelajaran dari

sebuah cerita, untuk disampaikan kepada peserta didik. Pelajaran

tersebut harus relevan dengan kondisi dan zaman. Serta dapat

melibatkan peserta didik untuk menemukan pelajaran-pelajaran yang

terkandung dalam kisah melalui tanya jawab.

6. Metode Nasihat

Salah satu metode pendidikan Islam yang diyakini oleh Abdullah

Nashih Ulwan sebagai metode yang berpengaruh dalam pembentukan

jiwa anak adalah metode dengan nasihat.

Metode nasihat adalah metode lain yang penting dalam

pendidikan, pembentukan keimanan, mempersiapkan moral,

spiritual, dan sosial anak, adalah pendidikan dengan pemberian

nasihat. Sebab nasihat ini dapat membukakan mata anak-anak

61

Arifin, op. cit., h. 71.

34

34

tentang hakikat sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur,

menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya

dengan prinsip-prinsip Islam”.62

Metode yang digunakan oleh pendidik dalam proses pendidikan

dengan cara memberi nasihat-nasihat yang baik dan dapat digugu atau

dipercaya, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman oleh peserta

didik untuk bekal kehidupan sehari-hari.63

Dalam firman Allah Swt.:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam

kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan nasihat-menasihati

supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati menetapi

kesabaran.” (QS. Al-„Aṣhr [103]: 1-3)64

Pada prinsipnya seorang pendidik adalah pemberi nasihat,

bertugas membentuk kepribadian seseorang. Di dalam membentuk

kepribadian itu unsur utamanya adalah pembentukan jiwa. Di sini

yang sangat diperlukan adalah transfer of value. Di dalam

pentransferan nilai-nilai tersebut banyak jalan yang bisa dilaksanakan,

salah satunya lewat nasihat.

7. Metode Tanya Jawab

Merupakan cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan

yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat

pula dari siswa kepada guru. Metode ini dimaksudkan untuk

merangsang untuk berpikir dan membimbing peserta didik dalam

mencapai kebenaran.65

62

Ulwan, op. cit., h. 66. 63

Yasin, op. cit., h. 145. 64

Daulay, op. cit., h. 126-127. 65

Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar: Strategi

Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami,

(Bandung: PT Refika Aditama, 2009), Cet. III, h. 62.

35

35

Dalam praktiknya, metode tanya jawab ini dimulai dengan

mempersiapkan pertanyaan yang diangkat dari bahan pelajaran yang

akan diajarkan, mengajukan pertanyaan, menilai proses tanya jawab

yang berlangsung, dan diakhiri dengan tindak lanjut. Metode tanya

jawab banyak digunakan karena dapat menarik perhatian, merangsang

daya pikir, membangun keberanian, melatih kemampuan berbicara

dan berpikir secara teratur, serta sebagai alat untuk mengetahui

tingkat kemampuan peserta didik secara objektif.66

Metode tanya jawab sering digunakan oleh para Nabi dan Rasul

Allah dalam mengajarkan agama yang dibawanya kepada umatnya.

Oleh karena itu, metode ini termasuk yang paling tua dalam dunia

pengajaran maupun pendidikan di samping metode khutbah. Namun

efektivitasnya lebih besar dari pada metode-metode yang lain. Karena

dengan tanya jawab pengertian dan pengetahuan anak didik dapat

lebih dimantapkan, sehingga segala bentuk kesalahpahaman serta

kelemahan daya tangkap terhadap pelajaran dapat dihindari.

Firman Allah:

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan

jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl [16]: 43)67

Ayat di atas menerangkan bahwa kita hendaknya bertanya

kepada orang-orang yang ahli dan memiliki pengetahuan apabila

memang tidak mengetahui.

8. Metode Pemberian Janji dan Ancaman (targhib dan tarhîb)

Dalam memberikan pelajaran dengan memberi dorongan

(motivasi) untuk memperoleh kegembiraan bila mendapatkan sukses

dalam kebaikan, sedang bila tidak sukses karena tidak mau mengikuti

petunjuk yang benar akan mendapatkan kesusahan.

66

Nata, op. cit., h. 182-183. 67

Arifin, op. cit., h. 75.

36

36

Metode targhib adalah pendidikan dengan menyampaikan berita

gembira/harapan kepada pelajar melalui lisan maupun tulisan, agar

pelajar menjadi manusia yang bertakwa.

Ayat yang berkaitan dengan metode targhib adalah surat Al-

Anfâl ayat 29:

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada

Allah, niscaya dia akan memberikanmu furqan dan menghapus

kesalahan-kesalahanmu serta mengampuni dosamu, dan Allah

mempunyai karunia yang besar.”68

Sedangkan metode tarhîb adalah pendidikan dengan

menyampaikan berita buruk/ancaman kepada pelajar melalui lisan

maupun tulisan, agar pelajar menjadi manusia yang bertakwa.

Ayat yang mengandung indikasi metode tarhîb terdapat dalam

surat At-Taubah ayat 74:

“Mereka orang-orang munafik itu bersumpah dengan nama

Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu).

Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan

telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka

tidak mencapainya; dan mereka tidak mencela Allah dan Rasul-Nya,

kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya

kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik

bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan

mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan

mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula)

penolong di muka bumi.”69

68

Musfah, op. cit., h. 111. 69

Ibid.

37

37

Metode ini sesuai dengan kejiwaan manusia, bahwa manusia

menyukai kesenangan dan kebahagiaan, dan ia membenci

kesengsaraan dan kekurangan. Guru harus bisa meyakinkan siswa

agar mereka selalu cenderung pada iman dan kebaikan serta

menghindari kekufuran.

Terhadap anak didik, targhib dan tarhîb ini akan sangat efektif

bilamana diikuti dengan hadiah (materil maupun moril) atau hukuman

(bilamana sangat diperlukan), asalkan tidak monoton sifatnya, dan

tidak menimbulkan sikap yang steril dalam jiwa anak didik.

E. Hasil Penelitian yang Relevan

Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis

lakukan diantaranya adalah:

1. Fathurrohmah Aviciena, dengan judul penelitian “Tafsir Surat Ibrâhîm

ayat 18, Surat Al-Baqarah ayat 68 dan Surat Yûsûf Ayat 41 (Kajian

Tentang Metode Amśâl dalam Pembelajaran Agama Islam). Penulisan

ini menjelaskan tentang analisis metode pembelajaran amśâl yang

terkandung di dalam surat Ibrâhîm ayat 18, surat Al-Baqarah ayat 68

dan surat Yûsûf ayat 41. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam

kandungan masing-masing surat mengandung pendekatan

pembelajaran jenis amśâl yang berbeda. Dalam surat Ibrâhîm ayat 18,

metode amśâl yang terkandung adalah amśâl muṣarrahah, yaitu jenis

perumpamaan yang terlihat jelas pada teks atau ucapannya. Dalam

surat Al-Baqarah ayat 68, jenis amśâl yang terkandung adalah amśâl

kâminah, yaitu jenis perumpamaan yang tersembunyi yang tidak

nampak pada lafadz atau teksnya, namun memiliki persamaan arti

dengan ungkapan-ungkapan Arab, atau peribahasa yang berlaku. Dan

dalam surat Yûsûf ayat 41, jenis amśâl yang terkandung adalah amśâl

mursalah, yaitu jenis perumpamaan yang tidak tampak dari teksnya

38

38

dan tidak ada persamaan dengan ungkapan-ungkapan atau peribahasa

yang berlaku, namun tetap dihukumi sebagai amśâl/perumpamaan.70

2. Zain Fannani, dengan judul penelitian “Tafsir Surat An-Nahl Ayat 125

(Kajian Tentang Metode Pembelajaran)”. Penulisan ini menjelaskan

tentang metode pembelajaran yang terkandung dalam Al-Qur‟an Surat

An-Nahl ayat 125. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat

tiga metode pendidikan, yakni: hikmah, mau‟idzhah hasanah, dan

jidâl. Bahwa hikmah merupakan ilmu pengetahuan yang dimiliki

seorang guru. Dengan alat ilmu pengetahuan tersebut, ia menjadi

orang yang berhak untuk memberikan pembelajaran keagamaan

kepada anak didik. Sementara itu mau‟idzhah hasanah dan jidâl

adalah metode yang terbaik yang bisa digunakan sesuai situasi dan

kebutuhan dalam mendidik.71

70

Fathurrohmah Aviciena, Tafsir Surat Ibrâhîm ayat 18, Surat Al-Baqarah ayat 68 dan Surat

Yûsûf Ayat 41 (Kajian Tentang Metode Amśâl dalam Pembelajaran Agama Islam), (Jakarta: UIN

Jakarta, 2015). 71

Zain Fannani, Tafsir Surat An-Nahl Ayat 125 (Kajian Tentang Metode Pembelajaran),

(Jakarta: UIN Jakarta, 2014).

39

39

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian Objek yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai metode

pendidikan mengenai metode hikmah, metode mau’izhah hasanah, dan

metode jidâl yang terkandung dalam surat An-Nahl ayat 125-128.

Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu terhitung

dari bulan Januari 2017.

B. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan

untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas

sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual

maupun kelompok.1 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode

deskriptif analisis yang menggunakan teknik analisis kajian melalui studi

kepustakaan atau yang dikenal dengan library research.

Analisis dapat dilakukan terhadap buku-buku teks, baik yang bersifat

teoritis maupun empiris. Dalam hal ini, sumber data penelitian berasal dari

literatur-literatur yang berkaitan dengan tema penelitian ini.

C. Fokus Penelitian Dalam penelitian ini penulis bermaksud mengkaji tentang tafsir serta

metode pendidikan yang terkandung dalam surat An-Nahl ayat 125-128

sesuai dengan data-data atau sumber-sumber yang relevan.

Menurut Sugiyono, “batasan masalah dalam penelitian kualitatif

disebut dengan fokus, yang berisi fokus masalah yang masih bersifat

1Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2013), Cet. XXXI, h. 60.

40

40

umum”.2 Dengan melihat dari pendapat Sugiyono, maka penulis

mencantumkan apa yang ada dalam batasan masalah menjadi fokus

penelitian dalam penulisan ini, yaitu mengenai metode pendidikan yang

terkandung dalam surat An-Nahl ayat 125-128 diantaranya metode

hikmah, metode mau’izhah hasanah dan metode jidâl.

D. Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis

yang menggunakan teknik analisis kajian melalui studi kepustakaan

(library research) dengan penelitian yang didasarkan pada penggunaan

metode tafsir tahlili. Dalam hal ini, penulis memaparkan beberapa

pandangan para ahli tafsir dan para pakar terkait dengan isi kandungan

yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 125-128.

Penelitian ini merupakan penelitian tafsir, dalam meneliti ayat-ayat

Al-Qur’an dengan mengacu pada pendapat Abd al-Hayy al-Farmawi yang

dikutip oleh Muhammad Amin Suma, menyebutkan empat macam metode

(manhaj minhaj) penafsiran Al-Qur’an, yaitu: al-manhaj al-tahlili, al-

manhaj al-ijmali, al-manhaj al-muqaran, dan al-manhaj al-maudhu’i.3

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode tahlili. Yang

dimaksud dengan metode tahlili adalah metode tafsir yang menjelaskan

kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari seluruh aspeknya berdasarkan urutan

ayat dalam Al-Qur’an, mulai dari mengemukakan arti kosa kata,

munasabah (persesuaian) antar ayat, antar surah, asbâb al-nuzûl, dan

lainnya.4

2Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods),

(Bandung: Alfabeta, 2011), h. 287. 3Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), Cet. I, h.

378-379. 4Ansori, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2013), Cet. I, h. 208.

41

41

Mengutip dari H. Ansori, bahwa ada aspek-aspek penting yang harus

diperhatikan mufassir dalam menggunakan metode tahlili, yaitu:

1. Menjelaskan arti kata-kata (mufradât) yang terkandung di dalam

suatu ayat yang ditafsirkan.

2. Menjelaskan asbâb al-nuzûl, baik secara sababi atau ibtida’i.

3. Menyebutkan kaitan antara ayat yang satu dengan ayat yang lain

(munasabah al-ayât) dan hubungan antara surah dengan surah yang

lain, baik sebelum atau sesudahnya (munasabah al-surah).

4. Menjelaskan hal-hal yang bisa disimpulkan dari ayat tersebut, baik

yang berkaitan dengan hukum, tauhid, akhlak, atau yang lainnya.5

Adapun prosedur penelitian yang digunakan oleh penulis dalam

menggunakan metode deskriptif analisis, diantaranya:

a. Pengumpulan Data

Dalam penulisan penelitian ini, penulis mengumpulkan beberapa

literatur-literatur atau buku-buku yang terdiri dari data primer dan data

sekunder, yaitu:

1) Sumber data primer, yaitu literatur-literatur karya peneliti atau

teoritis yang orisinil. Dalam hal ini, sumber data primer yang

digunakan adalah kitab-kitab tafsir baik klasik maupun

kontemporer yang membahas tentang surat An-Nahl ayat 125-

128, diantaranya:

a) Kitab Al-Qur’an dan Tafsirnya.

b) Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab, yaitu tafsir yang

mengemukakan petunjuk ayat-ayat dalam bahasa yang

mudah dimengerti, sehingga memudahkan untuk menganalisa

serta mengambil kesimpulannya. Selain itu pembahasan tafsir

kata demi kata dalam satu surah, mengemukakan uraian

penjelas terhadap sejumlah ayat.

5Ibid.

42

42

c) Tafsir Al-Maragi karya Ahmad Mustafa Al-Maragi, yaitu

menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara urut dan tertib

dengan uraian ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf.

d) Tafsir Al-Azhar karya Prof. Dr. H. Abdulmalik Abdulkarim

Amrullah (Hamka), yaitu tafsir yang menjelaskan ayat-ayat

Al-Qur’an dengan ungkapan-ungkapan yang teliti.

e) Hadis-hadis Nabi.

2) Sumber data sekunder yang menjadi pendukung ialah data-data

yang mendukung pembahasan pada kitab tafsir untuk

memperkuat analisis dalam surat An-Nahl ayat 125-128. Data

sekunder yang penulis gunakan, diantaranya:

a) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

b) Buku-buku yang relevan dengan pendidikan dalam

pembahasan penelitian ini, diantaranya: Pendidikan Anak

dalam Islam terj. Tarbiyatul Aulad Fil Islam karya Dr.

Abdulllah Nashih Ulwan serta Metode Pendidikan dalam

Perspektif Islam dalam Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama

Islam karya Dr. Jejen Musfah, MA.

b. Analisis Data

Untuk teknik analisis data, dalam mengambil kesimpulan

bersumber dari data-data yang telah didapat, baik data primer maupun

data sekunder.

Dalam buku Membumikan Al-Qur’an karya M. Quraish Shihab,

bahwa beliau menjelaskan proses menggunakan metode tahlili adalah

menguraikan segala sesuatu yang dianggap perlu oleh seorang

mufassir. Adapun bentuk langkah-langkah untuk melakukan

penelitian dengan menggunakan metode tahlili sebagai berikut:

1. Bermula dari meguraikan kosa kata-kosa kata yang terdapat pada

ayat tersebut, dalam penelitian ini berarti peneliti memulai dengan

43

43

mengartikan kosa kata-kosa kata yang akan diteliti oleh penulis,

yaitu dalam surat An-Nahl ayat 125-128.

2. Selanjutnya, menjelaskan asbabun nuzul yang terdapat pada ayat

yang akan diteliti jika ada. Dalam penelitian ini, penulis

menguraikan asbabun nuzul yang terdapat dalam surat An-Nahl

ayat 125-128.

3. Kemudian menjelaskan munasabah atau hubungan ayat yang

terkait dengan ayat yang akan diteliti. Dengan demikian, penulis

berarti menguraikan munasabah yang terkait dengan surat An-

Nahl ayat 125-128.

4. Lalu menjelaskan hal-hal lain yang berkaitan dengan ayat yang

akan diteliti. Dalam hal ini, penulis menjelaskan makna yang

terkandung dalam surat An-Nahl ayat 125-128.6

6M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), Cet. VII, h. 68.

44

44

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kajian Tafsir Surat An-Nahl Ayat 125-128

1. Teks Ayat dan Terjemah Surat An-Nahl Ayat 125-128

۵۲۱

۵۲٦

۵۲۱

۵۲۱

“Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran

yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang

sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang

mendapat petunjuk. (125) Dan jika kamu membalas, maka balaslah

dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan

kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih

baik bagi orang yang sabar. (126) Dan sabarlah (Muhammad) dan

kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan

janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan

jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka

rencanakan. (127) Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa

dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (128)”1

2. Kosa Kata (mufradât)

Kata berasal dari kata yang berarti

menyeru, memanggil, mengajak, menjamu. Sedangkan kata

artinya mengajak kepada. Kata artinya yang mendo‟a, yang

menyeru, yang

1Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid 5, (Jakarta: Departemen Agama RI,

2009), h. 417.

45

45

memanggil. Kata artinya seruan, panggilan, ajakan, jamuan.2

Bahwa dapat dipahami adanya ajakan atau seruan yang diperintahkan

kepada Nabi Muhammad Saw. untuk mengajak umat manusia kepada

jalan yang benar, yakni ajaran Islam.

Kata berasal dari kata yang berarti jalan

raya. Kata orang berjalan, musafir. Kata

perjuangan, menuntut ilmu, kebaikan-kebaikan yang diperintahkan

Allah.3 Kata berasal dari kata yang berarti

mengasuh, memimpin. Kata berarti Tuhan, tuan, yang

punya. Kata artinya Tuhan (pemilik) seluruh alam.4

Maksud dari kata adalah kembali kepada jalan Allah Swt.

Kata berasal dari kata .5

Kata al-

hakîm seakar dengan kata . Al-Hakîm dipahami oleh

sementara ulama dalam arti yang memiliki hikmah, sedang hikmah

antara lain berarti mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu,

baik yang berkaitan dengan ide, maupun perbuatan. Hikmah juga

diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan

menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang lebih besar, dan

atau mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar.6

Kata berasal dari kata

yang artinya menasihatinya, mengajarinya. berarti menerima

2Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1990), h. 127.

3Ibid., h. 162.

4Ibid., h. 163.

5M. Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-Qur‟an: Kajian Kosakata dan Tafsirnya, Jilid 1, (Jakarta:

Yayasan Bimantara, 2002), h. 1. 6M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur‟an: Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),

h. 273-274.

46

46

nasihat, pengajaran. berarti khutbah, nasihat, pengajaran.

berarti perkataan nasihat, pengajaran. berarti yang

memberi nasihat. berarti pengajaran, nasihat.7

Selanjutnya berasal dari kata baik, bagus.

membaguskan. berarti yang baik, yang cantik.

berarti perbuatan yang baik, kebaikan.8

Kata berasal dari kata bentuk masdar dari jādala –

yujādilu – jidālan wa mujādalatan ( ).

Kata tersebut sesungguhnya sudah mengalami perubahan, yakni

penambahan satu huruf diantara huruf pertama fā‟ al-fi‟l ( )

dan huruf kedua „ain al-fi‟l ( ). Asal yang sesungguhnya

adalah jadala – yajdulu/yajdilu – jadlan wa judūlan (

) yang berarti „keras‟ ( ) atau „kuat‟ (

) atau dari kata jadala – yajdalu – jadalan ( )

yang berarti „membantah, berselisih‟, atau „bercekcok‟ ( ) dan

„memalingkan atau membelokkan‟ ( ). Ketiga arti tersebut

mempunyai keterkaitan.9

3. Sebab-sebab Turunnya Surat An-Nahl Ayat 125-128 (asbâbun nuzûl)

Pada waktu Rasulullah Saw. berdiri di depan jenazah pamannya

Hamzah yang mati syahid dalam kondisi rusak tubuhnya, beliau

bersabda: “Aku akan membunuh tujuh puluh orang dari kaum

musyrikin sebagaimana mereka telah berlaku semena-mena

terhadapmu, wahai pamanku”. Ketika beliau sedang berdiri di situ,

7Yunus, op. cit., h. 504.

8Ibid., h. 105.

9Shihab, Ensiklopedi Al-Qur‟an..., h. 1.

47

47

malaikat Jibril turun dengan membawa ayat ke 126-128 yang

memerintahkan kepada Rasulullah agar mengurungkan niatnya

tersebut. Sebab kesabaran akan membawa dampak yang lebih positif

dari pada membalas mereka dengan kekerasan.10

4. Hubungan Ayat (munasabah al-ayât)

Dalam ayat-ayat yang lalu, Allah Swt. menerangkan tentang Nabi

Ibrahim a.s. sebagai pemimpin yang memiliki sifat-sifat mulia,

penganut agama tauhid, dan penegak ketauhidan. Allah Swt. juga

menjelaskan perintahnya kepada Nabi Muhammad Saw. agar

mengikuti agama Ibrahim a.s. dengan perantaraan wahyu-Nya. Dalam

ayat-ayat ini, Allah Swt. memberikan tuntunan kepada Nabi untuk

mengajak manusia kepada agama tauhid, agama Nabi Ibrahim, yang

pribadinya diakui oleh penduduk Jazirah Arab, Yahudi dan Nasrani.11

5. Kandungan Surat An-Nahl

Surah ini terdiri dari 128 ayat, termasuk kelompok surah-surah

Makkiyyah, kecuali tiga ayat yang terakhir. Ayat-ayat ini turun pada

waktu Rasulullah Saw. kembali dari peperangan Uhud.12

Nama An-

Nahl terambil dari kata Nahl/lebah yang disebut pada ayat 68 surah ini.

Kata tersebut hanya ditemukan sekali dalam Al-Qur‟an, yakni pada

ayat tersebut. Ada juga ulama yang menamainya surah An-Ni‟am

karena sekian banyak nikmat-nikmat Allah yang diuraikan di sini,

seperti hujan, matahari, aneka buah dan tumbuhan, dan sekian banyak

kenikmatan lainnya.13

Tema-temanya bermacam-macam, namun tidak keluar dari tema

surah-surah yang turun sebelum hijrah Nabi Saw. yakni tentang

10

A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur‟an, (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2002), Cet. I, h. 538.

11

Departemen Agama RI, op. cit., h. 418.

12

Ibid., h. 277.

13

M. Quraish Shihab, Al-Qur‟an dan Maknanya: Dilengkapi Asbabun Nuzul, Makna dan

Tujuan Surah, Pedoman Tajwid, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), Cet. II, h. 16.

48

48

ketuhanan, wahyu, dan kebangkitan, disertai dengan beberapa

persoalan yang berkaitan dengan tema-tema pokok itu, seperti uraian

tentang:

a. Keesaan Allah Swt. yang menghubungkan antara agama Nabi

Ibrahim a.s. dan agama Nabi Muhammad Saw.

b. Kehendak Allah Swt. dan kehendak manusia dalam konteks

iman dan kufur, hidayah, dan kesesatan.

c. Fungsi Rasul dan Sunnatullah dalam menghadapi para

pembangkang.

d. Soal penghalalan dan pengharaman.

e. Soal hijrah dan ujian yang dihadapi kaum Muslimin.

f. Soal interaksi sosial, seperti keadilan, ihsan, infaq, menepati

janji dan lain-lain. Persoalan-persoalan itu dipaparkan sambil

mengaitkannya dengan alam raya serta fenomenanya yang

bermacam-macam.14

6. Tafsir Surat An-Nahl Ayat 125-128

۵۲۱

“Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran

yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang

sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang

mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl [16]: 125)

Ayat di atas, Allah menegaskan bahwa Allah memerintahkan

kepada Nabi Muhammad Saw. untuk mengikuti ajaran Nabi Ibrahim

a.s., lalu Allah menerangkan suatu hal yang harus diikuti Nabi

Muhammad Saw. yaitu untuk menyeru umat manusia kepada Allah

dengan tiga cara berdakwah yang terdapat dalam ayat tersebut,

14M. Quraish Shihab, Al-Lubâb: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-Qur‟an,

(Tangerang: Lentera Hati, 2012), Cet. I, h. 114.

49

49

diantaranya: cara-cara berdakwah dengan beberapa metode, yaitu

metode hikmah, metode mau‟izhah hasanah, dan metode jidâl.

Dalam tafsir Ath-Thabari, menguraikan maksud dari ayat tersebut

adalah, Allah berfirman kepada Nabi Muhammad Saw. “Serulah,

wahai Muhammad, orang yang kepada mereka Tuhanmu mengutusmu,

untuk mengajaknya menaati Allah.”15

Dapat dipahami bahwa adanya

ajakan atau seruan yang diperintahkan kepada Nabi Muhammad Saw.

untuk mengajak umat manusia kepada jalan yang benar, yakni ajaran

Islam.

“Kepada jalan Tuhanmu” adalah kepada syariat

Tuhanmu yang ditetapkan-Nya bagi makhluk-Nya, yaitu Islam.16

Bahwa Allah Swt. memberikan pedoman kepada Rasul-Nya tentang

cara bagaimana mengajak manusia ke jalan Allah. Jalan Allah disini

maksudnya ialah agama Allah yakni syariat Islam yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad Saw.

Selanjutnya, Allah menjelaskan bahwa dalam ayat ini meletakkan

dasar-dasar dakwah untuk menjadi pegangan bagi umatnya

dikemudian hari, yaitu “dengan hikmah” adalah dengan

wahyu Allah yang disampaikan-Nya kepadamu, dan dengan kitab-Nya

yang diturunkan-Nya kepadamu.17

Dalam literatur lain, tafsir Al-Azhar

karya Hamka menjelaskan bahwa hikmah dilakukan dengan secara

bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang dada dan hati yang

bersih menarik perhatian orang kepada agama, atau kepada

kepercayaan terhadap Tuhan.18

Selain itu, ditegaskan dalam ayat Al-

Qur‟an secara keseluruhan, baik yang makki maupun madani. Bahwa

15

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Jami‟ Al Bayan an

Ta‟wil Ayi Al Qur‟an oleh Misbah, dkk., (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Cet. I, h. 389.

16

Ibid.

17

Ibid.

18

Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juzu‟ 13 dan Juzu‟ 14, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), h. 321.

50

50

hikmah dilakukan secara argumentatif dan meyakinkan (nyata).

Difirmankan Allah kepada Rasul-Nya:

“Katakanlah, „Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang

yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang

nyata.” (QS. Yusuf: 108)19

Hal ini menunjukkan kepada kita, bahwa setiap orang yang

mengikuti Nabi Muhammad Saw. menjadi penyeru kepada Allah yang

dalam dakwahnya dilakukan secara argumentatif dan nyata. Dapat

diambil kesimpulan bahwa, hikmah merupakan sikap dalam ketepatan

berkata, bertindak serta memperlakukan sesuatu dengan secara

bijaksana.

“Dan pelajaran yang baik” adalah dengan

pelajaran yang baik, yang dijadikan Allah sebagai argumen terhadap

mereka di dalam kitab-Nya, dan peringatan bagi mereka di dalam

wahyu-Nya –seperti argumen yang disebutkan Allah kepada mereka

dalam surah ini– serta nikmat-nikmat yang diingatkan Allah kepada

mereka di dalamnya.20

Selain itu, al-mau‟izhatul hasanah diartikan

pengajaran yang baik atau pesan-pesan yang baik, yang disampaikan

sebagai nasihat.21

Adapun mau‟izhah dapat mengenai hati sasaran bila

ucapan itu disertai dengan pengalaman dan keteladanan dari yang

menyampaikannya. Kata mau‟izhah inilah yang bersifat hasanah.

Sebagai pendidikan dan tuntunan sejak kecil, dalam pendekatan al-

mau‟izhatul hasanah bertujuan mencegah sasaran dari yang sesuatu

yang kurang baik, mencakup perintah dan larangan yang disertai

19

Yusuf Qardawi, Berinteraksi dengan Al-Qur‟an, Terj. Kaifa Nata ‟amalu Ma‟a Al-Qur‟ani

al-Azhim oleh Abdul Hayyie Al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), Cet. I, h. 622.

20

Ath-Thabari, loc. cit.

21

Hamka, loc. cit.

51

51

dengan unsur motivasi (targhib) dan ancaman (tarhîb) yang diutarakan

melalui perkataan yang melembutkan hati serta menggugah jiwa.

“Dan bantahlah mereka dengan cara yang

baik”. Pada potongan ayat di atas diterangkan, bahwa Allah Swt.

memerintahkan untuk membantah dengan cara yang baik, dengan

menerangkan kebenaran secara lembut dan tenang.22

Maksud ayat di

atas adalah jauhkan diri dari kata-kata yang bisa menyakitkan mereka.

Sebagaimana hal ini diterangkan pada firman-Nya:

“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan

dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di

antara mereka, dan katakanlah: Kami telah beriman kepada (kitab-

kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu.

Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu, dan kami hanya kepada-Nya

berserah diri.” (QS. Al-„Ankabūt [29]: 46)23

Hal serupa juga, yakni perintah untuk berdebat dengan cara yang

baik. Diperintahkan Allah yang ditujukan kepada Musa dan Harun

ketika diutus kepada Fir‟aun, seperti difirmankan:

“Maka berbicaralah kamu berdua dengannya dengan kata-kata

yang lemah lembut, mudah-mudahan dia ingat atau takut.” (QS. Ṭāhā

[20]: 44)24

Bantahlah dengan bantahan yang lebih baik dari selainnya, yaitu

memaafkan tindakan mereka yang menodai kehormatanmu, dan

22

Syaikh Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa‟ul Bayan, Terj. Adhwa` Al Bayan fi Idhah Al Qu`an bi

Al Qur`an oleh Bari, dkk., (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), Cet. I, h. 621. 23

Ibid., h. 621-622.

24

Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Terj.

Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir oleh Syihabuddin, Jilid 2, (Jakarta: Gema

Insani Press, 1999), Cet. I, h. 1078-1079.

52

52

janganlah menentang Allah dalam menjalankan kewajibanmu untuk

menyampaikan risalah Tuhanmu kepada mereka.25

Bahwa dalam ber-mujadalah adalah berdebat atau bertukar

pendapat dengan menggunakan cara yang baik, diantaranya dengan

perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan berkata kasar,

sehingga tidak melahirkan permusuhan diantara kedua pihak. Hal

tersebut dapat saling menghargai dan menghormati pendapat

keduanya.

“Sesungguhnya

Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat

dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk.” Ayat di atas menerangkan, bahwa Allah Swt.

mengetahui mereka yang sesat dan menyimpang dari jalan-Nya, yakni

mereka yang menyimpang dari jalan yang lurus dan benar ke jalan

yang sesat dan kufur.26

Allah mengancam dan berjanji, “Sesungguhnya Tuhanmu, hai

Rasul, lebih mengetahui tentang orang yang menyimpang dari jalan

lurus diantara orang-orang yang berselisih tentang hari Sabtu dan

lainnya, serta lebih mengetahui tentang siapa diantara mereka yang

menempuh jalan lurus dan benar. Dia akan memberi balasan kepada

mereka semua, ketika mereka kembali kepada-Nya, sesuai dengan hak

mereka masing-masing.”27

Yakni Dia mengetahui siapa yang celaka

diantara mereka dan siapa yang bahagia. Keduanya telah ditetapkan

disisinya dan telah selesai pemutusannya. Serulah mereka kepada

Allah Ta‟ala, janganlah kamu bersedih lantaran mereka, sebab

menunjukkan mereka bukanlah tugasmu. Sesungguhnya kamu

hanyalah pemberi peringatan dan penyampai risalah, dan Kamilah

25Ath-Thabari, loc. cit.

26

Asy-Syanqithi, op. cit., h. 623.

27

Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, Terj. Tafsir Al-Maragi oleh K. Ansori dkk.,

Juz XIII, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1994), Cet. II, h. 290.

53

53

yang menilainya.28

Secara tegas Tuhan mengatakan bahwa urusan

memberi orang petunjuk atau menyesatkan orang adalah hak Allah

sendiri.29

Setelah memahami penafsiran tersebut, dalam menyeru umat

manusia menuju jalan yang benar dengan menggunakan metode

berdakwah dengan cara yang terbaik. Adapun pemberian petunjuk dan

penyesatan, serta pembalasan semuanya diserahkan kepada Allah

semata. Sebab, Allah lebih Maha Mengetahui segalanya.

“Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan)

yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika

kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang

sabar.” (QS. An-Nahl [16]: 126)

Jika ayat yang sebelumnya memberikan pengajaran bagaimana

cara-cara berdakwah dengan beberapa metode, pada ayat selanjutnya

memberi pengajaran bagaimana seharusnya membalas jika kondisi

tersebut telah mencapai tingkat pembalasan.

Ibnu Jarir menerangkan, bahwa ayat ini turun ketika orang Islam

teraniaya. Dalam keadaan demikian mereka boleh langsung melakukan

pembalasan terhadap orang yang telah menganiayanya itu dengan cara

yang sama atas penganiayaan yang telah dilakukan terhadapnya, tetapi

tidak boleh lebih. Menurut keterangan jumhur, termasuk Syafi‟i ayat

ini muhkamat, maka seseorang berhak menuntut balas terhadap orang

yang menganiaya itu secara langsung.30

Di dalam Tafsir Al-Maragi, memberi balasan kepada orang-orang

yang berlaku zhalim hendaknya mengambil salah satu diantara ada dua

alternatif, yaitu:

28Ar-Rifa‟i, op. cit., h. 1079.

29

Hamka, op. cit., h. 322.

30

Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. I, h. 515-516.

54

54

Pertama, hendaknya kalian membalasnya dengan siksaan yang

setimpal yang ditimpakan kepada kalian oleh orang yang berlaku

zhalim terhadap kalian. Kedua, hendaknya kalian bersabar dan

memaafkan dosa yang dilakukan olehnya, kemudian hendaknya

kalian menyerahkan kezaliman yang kalian terima dan segala

urusan kalian kepada Allah, Dia menguasai penyiksaan.

Kesabaran adalah lebih baik bagi orang-orang yang bersabar dari

pada membalas dendam, sebab Allah akan membalas orang yang

zhalim dengan siksaan yang lebih berat dibanding siksaan yang

dibalaskannya.31

Menurut Thâhir Ibn „Âsyûr yang dikutip oleh M. Quraish Shihab,

ayat ini dimulai dengan “dan”, yakni dan apabila kamu membalas,

yakni menjatuhkan hukuman kepada siapa yang menyakiti kamu,

maka balaslah, yakni hukumlah dia, persis sama dengan siksaan yang

ditimpakan kepada kamu atau kesalahan yang mereka lakukan. Jangan

sedikit pun melampaui batas. Akan tetapi, jika kamu bersabar dan

tidak membalas, maka sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi para

penyabar baik di dunia maupun di akhirat kelak.32

Begitu pun dengan M. Quraish Shihab, dalam tafsirnya bahwa

Allah berfirman kepada orang-orang mukmin, “Jika kalian memberi

balasan, wahai orang-orang mukmin, kepada orang yang menzalimi

dan menyakiti kalian, maka balaslah ia sebanding dengan perbuatan

orang yang menzalimi kalian. Namun, jika kalian sabar dengan tidak

membalasnya, mencari pahala dari Allah atas kezaliman yang

mengenai diri kalian, serta menyerahkan urusan tersebut kepada Allah,

sehingga Dia sendiri yang melaksanakan hukuman itu, maka

„sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang

sabar‟. Maksudnya, sabar untuk tidak membalasnya, merupakan sikap

yang lebih baik bagi orang yang bersabar untuk mencari pahala Allah,

karena Allah akan memberinya manisnya kemenangan, sebagai ganti

31Al-Maragi, op. cit., h. 291.

32

M. Quraish Shihab, Tafsîr Al-Misbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), Cet. II, h. 778.

55

55

dari keinginannya untuk membalas orang yang telah berbuat zhalim

kepadanya.” Lafazh menujukkan arti sabar, dan gaya bahasa ini

sangat indah, meskipun sebelumnya Allah tidak menyebut kata sabar,

karena telah ada indikasinya dalam firman-Nya, “akan

tetapi jika kamu bersabar.”33

Dapat disimpulkan, bahwa dalam memberi balasan yang setimpal

hendaknya yang sesuai atau tidak melampaui batas. Apabila

melampaui batas, maka itu suatu kezhaliman serta dalam berlaku

zhalim adalalah hal yang sangat tidak disukai oleh Allah. Akan lebih

baik, apabila kita bersikap sabar untuk tidak membalasnya. Dengan

sabar merupakan sikap yang lebih baik untuk mencari kemenangan

dari Allah.

Kisah Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa

sesungguhnya Nabi Saw. berdiri di hadapan Hamzah ketika terbunuh

sebagai syahid dalam Perang Uhud. Tidak ada pemandangan yang

paling menyakitkan hati Nabi daripada melihat jenazah Hamzah yang

dicincang (mutilasi).

Lalu Nabi bersabda, “Semoga Allah mencurahkan rahmat

kepadamu. Sesungguhnya engkau –sepengetahuanku– adalah orang

yang senang silaturrahim dan banyak berbuat kebaikan. Kalau bukan

karena kesedihan berpisah denganmu, sungguh aku lebih senang

bersamamu sampai di Padang Mahsyar bersama para arwah. Demi

Allah, aku akan membalas dengan balasan yang setimpal tujuh puluh

orang dari mereka sebagai penggantimu”.

Maka Jibril turun dengan membawa ayat-ayat di akhir Surah An-

Nahl, “Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan)

yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika

33Ath-Thabari, op. cit., h. 391-392.

56

56

kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang

sabar.” Pada saat itu Rasulullah berdiri di hadapan jenazah Hamzah.34

Dalam riwayat lain, Abdullah bin Imam Ahmad meriwayatkan

dalam Musnad Ahmad dari Ubay bin Ka‟ab:

“Pada perang Uhud gugurlah 60 orang Anshar dan 6 orang

Muhajirin. Maka para sahabat Rasulullah berkata, „Jika kita memiliki

peluang seperti ini terhadap kaum musyrikin, niscaya kami akan

membalasnya dengan berlaku sadis.‟ Maka dalam peristiwa fathu

Mekah seseorang berkata, „Mulai hari, tidak akan dikenal lagi suku

Quraisy.‟ Maka seorang berseru, „Rasulullah saw. telah menjamin

keselamatan orang yang berkulit putih dan hitam, kecuali si fulan dan

si fulan.‟ Disebutkan nama beberapa orang. Lalu Allah Ta‟ala

menurunkan ayat, „Dan jika kamu memberikan balasan, maka

balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan

kepadamu...‟ Hingga akhir surat. Kemudian Rasulullah Saw.

bersabda, „Kami memilih bersabar dan tidak akan membalas

menyiksa.‟” (HR. Ahmad)35

Pada waktu Perang Uhud sebanyak enam puluh empat orang dari

kalangan sahabat Anshar gugur sebagai syuhada. Sedang dari pihak

sahabat Muhajirin ada enam orang, diantaranya Hamzah paman

Rasulullah Saw. Melihat kenyataan yang demikian, para sahabat

Anshar berkata: “Jika kami memperoleh kemenangan dalam suatu

pertempuran, akan mengadakan pembalasan serupa, atau bahkan

lebih dari itu.” Sewaktu Fathul Makkah (Kemenangan atas kota

Mekkah), maka Allah Swt. menurunkan ayat ke 126-128 yang

34Departemen Agama RI, op. cit., h. 419-420.

35

Ar-Rifa‟i, op. cit., h. 1079-1080.

57

57

melarang mereka untuk mengadakan pembalasan dengan kekejaman

terhadap kaum musyrikin tidak perlu membalas mereka dengan

kekejaman. Sebab kesabaran akan mendatangkan manfaat yang lebih

besar.36

Hal ini senada dengan firman Allah:

“Maka barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka

pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (QS. Asy-Syuura: 40)37

Dalam ayat ini Allah Swt. menegaskan kepada kaum Muslimin,

yang akan mewarisi perjuangan Nabi Muhammad dalam menyebarkan

agama Islam, untuk menjadikan sikap Rasul di atas sebagai pegangan

mereka dalam menghadapi lawan.

“Dan sabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata

dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati

terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada

terhadap tipu daya yang mereka rencanakan.” (QS. An-Nahl [16]:

127)

Kemudian pada ayat selanjutnya, Allah menyuruh rasul-Nya

untuk bersabar, setelah menganjurkannya kepada selain beliau dengan

sindiran, karena beliau adalah orang yang paling patut untuk bersabar

lantaran mempunyai kelebihan ilmu tentang perkara Allah Ta‟ala.38

“Bersabarlah (hai Muhammad) dan

tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah”.

Maksudnya adalah kesabaranmu itu, jika kamu bersabar, tidak lain

36

Mahali, op. cit., h. 538. 37

Ar-Rifa‟i, op. cit., h. 1080.

38

Al-Maragi, op. cit., h. 292.

58

58

adalah karena pertolongan dan taufik Allah kepadamu untuk

bersabar.39

Menguatkan perintah bersabar dan memberitahukan bahwa

kesabaran tidak akan diraih kecuali dengan kehendak Allah,

pertolongan-Nya, daya-Nya, dan kekuatan-Nya.40

Apabila semua upaya mendakwahkan iman dan menyeru manusia

kepada Allah berkaitan dengan pengampunan dan kesabaran tidak

berpengaruh, maka kita tidak boleh merasa tertekan dan kehilangan

kesabaran. Sebaliknya, proses dakwah harus terus berjalan dengan

kesabaran dan ketenangan.

“Dan janganlah kamu bersedih hati terhadap

(kekafiran) mereka.” Maksudnya adalah janganlah kamu bersedih

terhadap orang-orang musyrik yang mendustakanmu dan mengingkari

apa yang kau bawa kepada mereka pada waktu mereka berpaling

darimu dan mengabaikan nasihat yang kau bawa untuk mereka.41

“Dan janganlah kamu bersempit dada

terhadap apa yang mereka tipu-dayakan.” Maksudnya adalah

janganlah dadamu sempit terhadap kebodohan yang mereka ucapkan

dan anggapan mereka bahwa apa yang kau bawa itu adalah sihir, atau

syair, atau perdukunan.42

Maksud firman Allah “Terhadap apa yang mereka

tipu-dayakan” adalah terhadap tipu muslihat mereka dalam rangka

menghalang-halangi orang yang diturunkan Allah kepadamu.43

Menurut asy-Sya‟râwi yang dikutip oleh M. Quraish Shihab

sebagai perintah untuk membulatkan niat melaksanakan kesabaran.

“Jangan duga bahwa engkau yang melahirkan kesabaran. Allah Swt.

39Ath-Thabari, op. cit., h. 400.

40

Ar-Rifa‟i, loc. cit.

41

Ath-Thabari, loc. cit.

42

Ibid.

43

Ibid., h. 400-401.

59

59

hanya menuntut darimu agar engkau mengarah kepada kesabaran,

sekadar mengarah dan membulatkan niat. Jika itu telah engkau

lakukan, Allah Swt. akan melahirkan dalam dirimu bisikan-bisikan

baik yang membantumu bersabar, mempermudah bagimu serta

menjadikan engkau rela menerima apa yang engkau hadapi. Dengan

demikian, kesabaranmu menjadi sabar yang indah tanpa gerutu dan

tanpa pembangkangan.”44

Allah melarang Nabi-Nya Saw. untuk bersempit dada karena

menerima penganiayaan dari orang-orang musyrik disebabkan beliau

menyampaikan wahyu Allah kepada mereka.

Sebagaimana firman-Nya:

“Maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya,

supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang

kafir).” (QS. Al-A‟rāf [7]: 2)45

Dan dalam firman Allah:

“Maka boleh jadi kamu hendak meninggalkan sebagian dari apa

yang diwahyukan kepadamu dan sempit karenanya dadamu, karena

khawatir bahwa mereka akan mengatakan. 'Mengapa tidak diturunkan

kepadanya perbendaharaan (kekayaan) atau datang bersama-sama

dengan dia seorang malaikat?‟ Sesungguhnya kamu hanyalah seorang

pemberi peringatan dan Allah Pemelihara segala sesuatu.” (QS. Hūd

[11]: 12)

Sesungguhnya Allah akan menghentikan penganiayaan mereka

terhadapmu, menolongmu, menguatkan dan memenangkanmu atas

mereka. Maka meskipun mereka berusaha keras untuk menganiaya

kamu, sesungguhnya Allah menjauhkan penganiayaan itu darimu dan

44Shihab, op. cit., h. 780.

45

Al-Maragi, op. cit., h. 292-293.

60

60

menyia-nyiakan usaha mereka, sedang mereka tidak menyadarinya.46

Pada ayat ini Allah memberikan pertolongan kepada Nabi untuk

bersabar atas penganiayaan yang diterimanya.

“Sungguh, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-

orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl [16]: 128)

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang memelihara

dirinya dari hal-hal yang Dia haramkan. Maka jauhilah ia karena takut

kepada siksa-Nya. Dan Allah beserta orang-orang yang memelihara

segala kewajiban-Nya dengan baik, memenuhi hak-hak-Nya, dan

senantiasa mentaati perintah-Nya serta meninggalkan larangan-Nya.47

Allah menegaskan bahwa Dia selalu ada bersama-sama orang

yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan sebagai

penolong mereka dan selalu memenuhi permintaan mereka dan

memperkuat serta memenangkan mereka terhadap orang kafir.

Senada dengan ayat ini ialah firman Allah Ta‟ala kepada Musa

dan Harun:

Dia (Allah) berfirman, “Janganlah kalian berdua khawatir,

sesungguhnya Aku berserta kalian berdua, Aku mendengar dan

melihat.” (QS. Ṭāhā [20]: 46)48

Allah Ta‟ala berfirman, “Sesungguhnya Allah, wahai

Muhammad, bersama orang-orang yang takut kepada-Nya dalam

perkara-perkara yang diharamkan-Nya, maka mereka menjauhinya

serta takut akan siksaan-Nya, sehingga mereka menahan diri untuk

melakukannya. Allah juga bersama orang-orang yang berbuat baik,

yaitu orang-orang yang ihsan (memperbaiki) dalam memelihara

46Ibid., h. 293.

47

Ibid. 48

Ibid., h. 293-294.

61

61

kewajiban-kewajiban-Nya, menjalankan hak-hak-Nya, dan menjaga

ketaatan kepada-Nya dalam perintah serta larangan-Nya.49

Nabi Saw. telah menafsirkan al-Ihsan dengan sabdanya:

“Hendaknya kamu menyembah Allah seakan melihat-Nya dan

kalaupun kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia

melihatmu.”50

Juga mempunyai pengertian yang sama dengan firman Allah

kepada malaikat:

(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat,

“Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian)

orang-orang yang telah beriman.” (QS. Al-Anfāl [8]: 12)51

Surah ini ditutup oleh ayat 128 bahwa upaya mereka tidak akan

berhasil dan mereka pun tidak akan mencelakakanmu karena engkau

adalah seorang yang bertakwa, sedang Allah berserta orang-orang

yang bertakwa, yakni yang menjaga diri dari murka-Nya dengan cara

menjauhkan diri dari larangan-Nya, Allah juga bersama para muhsinin,

yakni yang memperlakukan dengan baik siapa yang berlaku buruk

terhadapnya.52

Dapat disimpulkan bahwa, sesungguhnya Allah Ta‟ala

merupakan pelindung bagi orang-orang bertakwa dan berbuat baik.

Makna kebersamaan Allah disini ialah dengan memberikan

pertolongan, kemenangan, dan petunjuk bagi hamba-hamba-Nya yang

beriman.

49Ath-Thabari, op. cit., h. 402-403.

50

Al-Maragi, op. cit., h. 294.

51

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: PT Dana

Bhakti Wakaf, 1990), h. 506. 52

Shihab, Al-Lubâb..., h. 206.

62

62

B. Metode Pendidikan yang Terkandung di dalam Al-Qur’an

Surat An-Nahl Ayat 125-128

Setelah beberapa penafsiran di atas mengenai surat An-Nahl ayat 125-

128, ayat ini berkenaan dengan dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah

kepada umatnya. Media yang digunakan Rasulullah untuk menyeru umat

manusia pada saat itu adalah melalui dakwah. Sedangkan pengertian

dakwah adalah suatu kegiatan yang berupa menyeru umat manusia untuk

mengerjakan kebaikan dan mengikuti ke jalan Allah yang benar, sehingga

mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Pada saat itulah, media

yang digunakan hanyalah dakwah beliau.

Sebelumnya telah penulis paparkan tafsir di atas, bahwa paman

Rasulullah, Hamzah meninggal dunia dalam Perang Uhud sehingga

akhirnya menyakitkan hati Rasulullah karena atas perlakukan orang-orang

musyrikin terhadap pamannya. Dalam situasi seperti itu, Allah

menurunkan ayat yang bertujuan untuk meredakan hati Rasulullah agar

tidak merasa dendam kembali.

Sebagai pemimpin umat manusia dan penyebar agama Allah, tidak

sepantasnya Rasul memiliki sikap dan perasaan dendam kepada siapapun.

Maka ayat ini mengajarkan kepada Rasulullah untuk menyeru umat

manusia kepada jalan atau agama Allah dengan cara yang baik dan benar,

agar tidak adanya paksaan atau kekerasan.

Pada zaman Rasulullah menggunakan dakwah dapat dikatakan proses

pendidikan yang berlangsung sebagai pembelajaran, karena terdapat

aktivitas belajar dan mengajar. Rasulullah berperan sebagai pendidik, dan

orang-orang di sekitar beliau (seperti para sahabat) sebagai peserta didik.

Sehingga dapat dipahami bahwa pada zaman Rasulullah sudah terjadi

sebuah aktivitas pembelajaran.

Dari berbagai aspek yang terkandung di dalam surat An-Nahl ayat

125-128 dapat dipahami hal-hal yang berkenaan dengan metode dakwah

juga berkaitan unsur-unsur pendidikan. Penulis menyimpulkan ada

beberapa metode pendidikan yang menarik untuk diterapkan dalam proses

63

63

kegiatan pembelajaran. Metode pendidikan merupakan suatu mediator

yang digunakan pendidik sebagai alat untuk menyampaikan dan

menciptakan proses pembelajaran peserta didik.

Dalam peranan metode yang digunakan oleh pendidik menjadi suatu

alat untuk mencapai keberhasilan sebuah proses pembelajaran, sehingga

mengantarkan peserta didik mencapai tujuan pendididkan. Kemampuan

seorang guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang

digunakan secara tepat adalah sangat penting dalam rangka pencapaian

hasil belajar peserta didik yang optimal dan maksimal.

Metode pendidikan yang berpengaruh terhadap peserta didik adalah

bagaimana seorang pendidik yang sadar akan selalu berusaha mencari

metode yang lebih efektif dan efisien, serta mencari bagaimana pedoman-

pedoman metode pendidikan yang dapat berpengaruh dalam upaya

mempersiapkan peserta didik dari berbagai segi, diantaranya: segi moral,

mental, spiritual, dan sosial. Sehingga dari berbagai segi tersebut peserta

didik mampu meraih puncak kesempurnaan, kedewasaan, dan kematangan

dalam berpikir.

Tanpa metode pendidikan, sebuah proses pendidikan tidak akan

berjalan dengan sempurna. Penulis menyimpulkan ada beberapa metode

pendidikan yang terkandung di dalam surat An-Nahl ayat 125-128 adalah

metode hikmah, metode mau‟izhah hasanah, dan metode jidâl.

1. Metode Hikmah

Terkait metode ini, penulis menemukan sebuah metode

pendidikan dalam surat An-Nahl yaitu metode hikmah. Sebagaimana

dalam potongan ayat yang berbunyi: “dengan hikmah”.

Kata al-hikmah mengandung makna yang berbeda-beda, yaitu al-

„adl (keadilan), al-hilm (kesabaran dan ketabahan), an-nubuwwah

(kenabian), yang dapat mencegah seseorang dari kebodohan, yang

mencegah seseorang dari kerusakan dan kehancuran, setiap perkataan

64

64

yang cocok dengan al-haq (kebenaran).53

Serta sifat al-hikmah

terdapat perpaduan unsur-unsur al-khibrah (pengetahuan), al-miran

(latihan), dan at-tajribah (pengalaman).54

Allah Ta‟ala menyuruh Rasulullah Saw. agar mengajak makhluk

kepada Allah dengan hikmah, yakni dengan berbagai larangan dan

perintah yang terdapat di dalam Al-Kitab dan As-Sunnah, agar mereka

waspada terhadap siksa Allah.55

Kata hikmah juga bisa berarti

menggunakan ayat-ayat Al-Qur‟an dalam berdakwah, dan juga

mengemukakan berbagai dalil atau argumentasi untuk menjelaskan

dan menguatkan kebenaran. Bahwa hikmah dalam dunia dakwah

mempunyai posisi yang sangat penting sehingga bagaimana ajaran

Islam mampu diterima serta dirasakan sebagai sesuatu yang

menyentuh dan menyejukkan kalbunya.

Menurut M. Quraish Shihab menjelaskan arti kata mengenai ayat

125 yaitu kata , hikmah yakni berdialog dengan kata-kata bijak

sesuai dengan tingkat kepandaian mereka.56

Lebih lanjut beliau juga

menjelaskan, bahwa hikmah diartikan sebagai sesuatu yang bila

digunakan atau diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan

kemudahan yang besar atau lebih besar serta menghalangi terjadinya

mudharat atau kesulitan yang besar atau lebih besar.57

Sehingga

hikmah tidak perlu disifati dengan sesuatu karena dari maknanya telah

diketahui bahwa sesuatu yang mengena kebenaran berdasar ilmu dan

akal.

Adapun menurut Toha Yahya Umar, menyatakan bahwa hikmah

berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berpikir, berusaha

53

Muhammad Husain Fadhlullah, Metodologi Dakwah dalam Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera,

1997), Cet. I, h. 40. 54

Ibid., h. 42.

55

Ar-Rifa‟i, op. cit., h. 1078.

56

Shihab, Tafsîr Al-Misbâh..., h. 774.

57

Ibid., h. 775.

65

65

menyusun dan mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman

dengan tidak bertentangan dengan larangan Tuhan.58

Menurut az-Zamakhsyari, memberikan makna bi al-hikmah

adalah perkataan yang pasti benar, yakni dalil yang menjelaskan

kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kesamaran.59

Sedangkan

menurut Salman Harun bi „i-hikmah „dengan hikmah‟ adalah materi

pendidikan/dakwah.60

Selain beberapa pendapat di atas, hikmah mengandung beberapa

arti:

a. Pengetahuan tentang rahasia dari faedah segala sesuatu.

Dengan pengetahuan itu sesuatu dapat diyakini keadaannya.

b. Perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen)

untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batil atau

syubhat (meragukan).

c. Arti yang lain ialah kenabian mengetahui hukum-hukum Al-

Qur‟an, paham Al-Qur‟an, paham agama, takut kepada Allah,

benar perkataan dan perbuatan.61

Dari beberapa penjelasan di atas, bahwa hikmah merupakan hal

yang paling utama dari segala sesuatu kebenaran, baik dalam akal,

perbuatan dan ilmu pengetahuan. Sehingga hikmah ditempatkan pada

urutan pertama karena mencakup kecerdasan emosional, intelektual

dan spiritual.62

Selain itu, peranan akal dalam metode hikmah

merupakan pengetahuan dimana untuk mencari kebenaran, ketepatan

serta pengalaman. Hal ini dapat dicapai dengan bagaimana memahami

Al-Qur‟an secara mendalam, sehingga dapat mendalami syariat-

syariat Islam.

58Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), Cet. I, h. 245.

59Asep Muhidin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur‟an: Studi Kritis atas Visi, Misi, dan

Wawasan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), Cet. I, h. 163. 60

Salman Harun, Tafsir Tarbawi: Nilai-Nilai Pendidikan dalam Al-Qur‟an, (Jakarta: UIN

Jakarta Press, 2013), Cet. I, h. 88.

61

Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., h. 501.

62

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. II, h. 129.

66

66

Sebelumnya penulis pemaparkan bahwa kata hikmah dalam ayat

ini diartikan pula dengan kebijaksanaan, maka dalam hal ini

Rasulullah Saw. selalu bersikap bijaksana dalam mengambil setiap

keputusan. Sebagaimana Rasulullah bersikap bijaksana dengan

mengurungkan niat untuk membalas dendam atas perlakuan orang-

orang musyrikin terhadap pamannya. Jelaslah bahwa hikmah disini

tertuju kepada suatu tingkah laku atau perbuatan baik seseorang yang

dapat ditiru sehingga menjadi suatu keteladanan, terutama seorang

pendidik kepada peserta didiknya.

Jika melihat pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah dijumpai pula

istilah-istilah yang merujuk kepada pengertian guru atau orang yang

berilmu. Di antaranya ada yang disebut dengan istilah ūlulbāb.63

Dengan demikian kata ūlulbāb mengacu kepada seseorang yang

mampu menangkap pesan-pesan ilahiyah, hikmah, petunjuk, dan

rahmat dari segala ciptaan Tuhan.

Selaras dengan penjelasan di atas, dalam konteks pendidikan,

seorang ūlulbāb atau pendidik merupakan tokoh keteladanan dan

kebijaksanaan yang dapat ditiru oleh peserta didik dengan segala

perbuatan dan tingkah lakunya. Pendidik yang menerapkan metode

hikmah dalam proses pembelajaran mencerminkan sikap lemah

lembut, sikap menjiwai, santun dan berbudi luhur sehingga dapat

menguasai hati peserta didik.

Selain itu, pendidik dalam menyampaikan materi pendidikan

melalui perkataan lemah lembut namun tegas dan benar. Dengan ilmu

pengetahuan yang dimiliki disampaikan dalam bentuk argumentasi

yang dapat diterima oleh akal peserta didik, disertakan dengan

penyampaian dialog dengan kata-kata bijak sesuai tingkat kepandaian

dan bahasa yang dikuasai pendidik agar mudah diterima oleh peserta

didik dalam proses pembelajaran di sekolah.

63

Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid: Studi Pemikiran

Tasawuf Al-Ghazali, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), Cet. I, h. 45.

67

67

Karakteristik metode hikmah ini lebih menunjukkan pada

penyeruan atau ajakan dengan cara bijak dan argumentatif dengan

selalu memperhatikan suasana, situasi dan kondisi sesuai dengan

keadaan pemikiran, intelektualitas, psikologis dan sosial para peserta

didik. Hal ini berarti menggunakan metode yang relevan dan realistis

sebagaimana tantangan dan kebutuhan para peserta didik.

Dapat disimpulkan, bahwa peranan pendidik yang profesional

adalah bagaimana dalam proses pembelajaran dengan menerapkan

metode hikmah, yaitu penyampaian materi pendidikan yang

disampaikan dengan perkataan lemah lembut serta melalui dialog

dengan kata-kata bijak sehingga dapat diterima oleh peserta didik.

2. Metode Mau‟izhah Hasanah

Selanjutnya penulis menemukan sebuah metode pendidikan

lainnya yaitu metode mau‟izhah hasanah. Sebagaimana dalam

potongan ayat yang berbunyi: “dan pelajaran yang

baik” maksudnya pengajaran yang baik atau pesan-pesan yang baik,

yang disampaikan sebagai nasihat.

Berdasarkan pendapat M. Quraish Shihab yang mengartikan kata

mau‟izhah sebagai uraian yang menyentuh hati yang mengantar

kepada kebaikan64

atau dapat diartikan sebagai nasihat. Sedangkan

menurut pendapat Hamka juga mengatakan al-mau‟izhatul hasanah

diartikan pengajaran yang baik, atau pesan-pesan yang baik, yang

disampaikan sebagai nasihat, sebagai pendidikan dan tuntunan sejak

kecil.65

Lebih jelasnya, bahwa menurut Abuddin Nata, “Al-Qur‟an

karim juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk

mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendaki. Inilah yang

kemudian dikenal sebagai nasihat”.66

64Shihab, op. cit., h. 775.

65

Hamka, op. cit., h. 321.

66

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h. 150.

68

68

Dapat ditemukan pada potongan ayat di atas, bahwa mau‟izhah

hendaknya disampaikan dengan hasanah atau baik. Sehingga

mau‟izhah dapat mengena hati sasaran bila ucapan yang disampaikan

itu disertai dengan pengalaman dan keteladanan dari yang

menyampaikannya. Di sisi lain, mau‟izhah biasanya bertujuan

mencegah sasaran dari sesuatu yang kurang baik melalui tarhib dan

targhîb, peringatan, teladan, pengarahan dan pencegahan dengan cara

yang halus, sehingga mau‟izhah adalah sangat perlu untuk

mengingatkan kebaikannya itu.

Metode mau‟izhah hasanah dapat diartikan sebagai ucapan yang

berisi nasihat-nasihat yang baik dan bermanfaat bagi orang yang

mendengarkannya. Sehingga mau‟izhah hasanah ini mencakup

ketelitian dan kelemah lembutan dalam berbicara, bagaimana

memilihi kata yang tepat agar tidak menyinggung perasaan.

Selain itu, mau‟izhah hasanah dilihat dari konteks pendidikan

dapat dijadikan sebuah metode dalam proses pembelajaran. Materi

pendidikan yang disampaikan oleh pendidik dengan metode

mau‟izhah atau nasihat ini mampu meresap ke dalam hati peserta

didik dengan lemah lembut, halus serta perkataan yang baik. Sehingga

dapat memberikan ketentraman dan kenyamanan kepada peserta didik.

Sebagai sebuah metode, metode nasihat inilah yang paling sering

digunakan oleh para orangtua dan pendidik terhadap anak serta

peserta didik dalam proses pendidikannya.

Dengan memperhatikan beberapa saran, sebuah nasihat dapat

terlaksana dengan baik, diantaranya:

a. Gunakan kata dan bahasa yang baik dan sopan serta mudah

dipahami.

b. Jangan sampai menyinggung perasaan orang yang dinasihati

atau orang disekitarnya.

c. Sesuaikan perkataan kita dengan umur sifat dan tingkat

kemampuan/kedudukan anak atau orang yang kita nasihati.

69

69

d. Perhatikan saat yang tepat kita memberi nasihat. Usahakan

jangan menasihati ketika kita atau yang dinasihati sedang

marah.

e. Perhatikan keadaan sekitar ketika memberi nasihat. Usahakan

jangan dihadapan orang lain atau –apalagi– dihadapan orang

banyak (kecuali ketika memberi ceramah/tausiyah).

f. Beri penjelasan, sebab atau kegunaan mengapa kita perlu

memberi nasihat.

g. Agar lebih menyentuh perasaan dan hati nuraninya, sertakan

ayat-ayat Al-Qur‟an, hadis Rasulullah atau kisah para

Nabi/Rasul, para sahabatnya atau orang-orang shalih.67

Dengan demikian, dalam penerapan metode mau‟izhah hasanah

ini lebih tertuju kepada nasihat atau peringatan yang baik dan dapat

menyentuh hati sanubari seseorang. Hal ini peran pendidik yang

penuh tanggung jawab memberikan pelajaran dan nasihat dengan

kelembutan hati serta menyentuh jiwa peserta didik. Sehingga

pelajaran dan nasihat yang diberikan oleh pendidik akan membawa

peserta didik menuju pribadi yang lebih baik lagi.

3. Metode Jidâl

Sebagaimana seperti metode hikmah dan metode mau‟izhah

hasanah, dalam ayat ini mengandung metode yang lainnya yaitu

metode jidâl.

Potongan ayat yang menggambarkan tentang metode jidâl adalah

yang artinya “dan bantahlah mereka dengan

cara yang baik”. Kata jâdilhum terambil dari kata

jidâl yang bermakna diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan

atau dalih mitra diskusi dan menjadikannya tidak dapat bertahan, baik

yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang maupun hanya oleh

mitra bicara.68

Dapat diartikan bahwa mujadâlah merupakan suatu

upaya tukar pendapat dengan berdiskusi yang dilakukan oleh dua

67Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. II, h.

20. 68

Shihab, op. cit., h. 775-776.

70

70

pihak, tanpa menimbulkan adanya suasana yang melahirkan

permusuhan diantara keduanya. Yang dimaksud bertukar pikiran

adalah mendorong agar berpikir secara benar melalui cara yang

terbaik.

Perintah ber-jidâl disifati dengan kata ( ) ahsan atau yang

terbaik, bukan sekadar yang baik. Dalam jidâl diklasifikasikan

menjadi tiga macam, yaitu: yang buruk adalah yang disampaikan

dengan kasar, yang mengundang kemarahan lawan, serta yang

menggunakan dalih-dalih yang tidak benar, yang baik adalah yang

disampaikan dengan sopan serta menggunakan dalil-dalil atau dalih

walau hanya yang diakui oleh lawan, tetapi yang terbaik adalah yang

disampaikan dengan baik dan dengan argumen yang benar lagi

membungkam lawan.69

Namun yang dianjurkan Al-Qur‟an untuk

berdiskusi adalah secara ahsan atau yang terbaik.

Metode diskusi dapat dilakukan dengan cara yang terbaik dengan

memperhatikan beberapa hal berikut:

a. Tidak merendahkan pihak lawan, sehingga ia merasa yakin

bahwa tujuan diskusi itu bukanlah mencari kemenangan,

melainkan menundukkannya agar ia sampai kepada

kebenaran.

b. Tujuan diskusi hanyalah semata-mata menunjukkan

kebenaran sesuai dengan ajaran Allah, bukan yang lain.

c. Tetap menghormati pihak lawan, sebab jiwa manusia tetap

memiliki harga diri. Ia tidak boleh merasa kalah dalam

diskusi, karenanya harus diupayakan agar ia tetap merasa

dihargai dan dihormati.70

Yang dimaksud dengan cara yang terbaik disini adalah berdiskusi

tanpa menekan dan menghina penentang, sehingga mereka memahami

bahwa berdiskusi bukan ditujukan untuk mengalahkan mereka, tetapi

untuk memberi peringatan serta menemukan kebenaran.

69

Ibid., h. 776. 70

Rubiyanah dan Ade Masturi, Pengantar Ilmu Dakwah, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 92.

71

71

Selain digunakan dalam proses dakwah, metode ini digunakan

dalam konteks pendidikan sebagai salah satu metode alternatif dalam

proses pembelajaran di kelas. Metode diskusi bertujuan untuk

menumbuhkan proses berpikir dan dapat memecahkan suatu

permasalahan berdasarkan pendapat peserta didik dengan memberikan

argumentasi maupun bukti yang kuat.

Melalui metode ini peserta didik terlibat langsung dalam ruang

lingkup diskusi. Selain itu, peserta didik mampu menggunakan

metode diskusi dengan mengetahui bagaimana berdebat dengan cara

yang terbaik, bersikap sopan santun terhadap lawan berdebat, saling

menghargai pendapat lain serta tidak menimbulkan sikap arogan. Cara

ini dapat mengembangkan kreatifitas, kemampuan berkomunikasi

serta perubahan tingkah laku peserta didik dalam proses pembelajaran.

Mengutip dari Armai Arief, bahwa metode diskusi tepat

digunakan:

a. Untuk menumbuhkan sikap transparan dan toleran bagi peserta

didik, karena ia terbiasa mendengarkan pendapat orang lain

sekalipun pendapat tersebut berbeda dengan pendapatnya.

b. Untuk mencari berbagai masukan dalam memutuskan

sebuah/beberapa permasalahan secara bersama.

c. Untuk membiasakan peserta didik berfikir secara logis dan

sistematis.71

Oleh karena itu, metode diskusi mendapat peranan penting dalam

proses pembelajaran sebagai jalan untuk memecahkan suatu

permasalahan yang memerlukan jawaban serta kebenaran. Dengan

metode diskusi, peserta didik dapat berfikir secara sistematis dan

kritis, latihan dalam mengemukakan pendapat, mengenalkan kepada

peserta didik mengenai ilmu pengetahuan, fakta-fakta tertentu yang

sudah diajarkan serta merangsang perhatian peserta didik dengan

berbagai cara. Dalam metode diskusi ini peranan guru sangat penting

dalam rangka menghidupkan kegairahan murid berdiskusi.

71

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,

2002), Cet. I, h. 146-147.

72

72

Berdasarkan pemaparan beberapa metode di atas, penulis dapat

mengambil kesimpulan bahwa dalam surat An-Nahl ayat 125-128

mengandung unsur-unsur dakwah yang digunakan oleh Rasulullah Saw.

Namun tidak dapat dipungkiri, ayat tersebut pun berkaitan dengan metode

pendidikan yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran sehingga

dapat mencapai tujuan pendidikan.

Pendidik pun perlu mengukur sejauh mana metode yang lebih cocok

untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Sehingga pemilihan dan

penggunaan metode sesuai dengan fungsinya, mengetahui waktu

penggunaannya, efektif dalam mempergunakan masing-masing metode

serta mengetahui relevansinya dengan materi pendidikan yang

disampaikan pendidik kepada peserta didik.

Namun demikian, dari metode hikmah, mau‟izhah hasanah, dan jidâl

tersebut memiliki nilai-nilai positif dan negatif. Ketepatan dalam memilih

penggunaan metode pendidikan adalah salah satu keterampilan seorang

pendidik yang profesional. Oleh karena itu, pendidik hendaknya mampu

menggunakan dan memilih masing-masing metode sesuai dengan situasi

dan kondisi yang tepat.

73

73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Al-Qur’an merupakan sebuah pedoman dan landasan hidup bagi umat

manusia, serta terdapat berbagai hal penting didalamnya, salah satunya

adalah pendidikan. Perlu diketahui bahwa didalam Al-Qur’an terdapat

pula ayat-ayat yang menjelaskan tentang pendidikan, diantaranya surat

An-Nahl ayat 125-128 mengenai metode pendidikan.

Setelah penulis mengkaji dan menganalisis tentang metode pendidikan

yang terdapat di dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125-128, penulis

mengambil kesimpulan bahwa ayat tersebut mengandung metode

pendidikan yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran,

diantaranya:

Pertama, pendidik dapat menerapkan metode hikmah yaitu

penyampaian materi pendidikan yang disampaikan dengan lemah lembut

serta melalui dialog dengan kata-kata bijak sehingga dapat diterima oleh

peserta didik.

Kedua, pendidik dapat menggunakan metode mau’izhah hasanah

yang dapat dilakukan dengan cara memberikan nasihat atau peringatan

yang baik dan dapat menyentuh hati peserta didik. Selain itu, peserta didik

pun mampu mengambil pelajaran dan nasihat yang diberikan oleh

pendidik. Dengan metode ini, peserta didik mencegah dari hal-hal yang

kurang baik dan menuju pribadi yang lebih baik lagi.

Ketiga, pendidik dapat memilih metode jidâl sebagai metode

pendidikan. Dengan metode diskusi, peserta didik dapat berfikir secara

sistematis dan kritis, sebagai latihan dalam mengemukakan pendapat, serta

mengetahui cara berdebat atau berdiskusi yang baik untuk memecahkan

suatu permasalahan dalam kegiatan pembelajaran.

74

74

B. Implikasi Seorang pendidik memiliki tanggung jawab, pengetahuan, kecakapan

dan keterampilan dalam memilih metode pendidikan yang akan digunakan

dalam mengajar di kelas. Sehingga guru dapat menciptakan proses

pembelajaran yang menyenangkan dan mengajak peserta didik untuk

berpikir. Dalam penerapannya, metode pendidikan seperti metode hikmah,

mau’izhah hasanah, dan jidâl dapat diterapkan dalam materi pembelajaran

apapun.

C. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang didapatkan oleh

penulis pada penelitian ini, maka penulis mengemukakan beberapa hal

mengenai masukan dan saran. Diantaranya sebagai berikut:

1. Agar para pendidik menerapkan metode pendidikan yang terdapat

dalam ayat Al-Qur’an, khususnya metode yang mengandung ke-

Islaman sehingga dapat memperhatikan terhadap penguasaan berbagai

macam-macam metode pendidikan dan relevan sesuai kondisi zaman

modern sekarang ini, diantaranya seperti metode hikmah, metode

mau’izhah hasanah, dan metode jidâl.

2. Dalam proses pembelajaran di kelas, hendaknya pendidik mampu

menyampaikan materi pendidikan yang disampaikan dengan

perkataan lemah lembut serta melalui dialog dengan kata-kata bijak,

memberikan nasihat dengan perkataan yang baik sehingga menyentuh

hati sanubari, serta peserta didik terdorong aktif untuk melakukan

segala kegiatan pembelajaran dengan baik dalam berdiskusi.

3. Adanya metode pendidikan yang sesuai dengan anjuran Al-Qur’an

merupakan syarat pendidik yang menjiwai nilai-nilai kemanusiaan dan

pendidikan.

75

75

DAFTAR PUSTAKA

Akuntono, Indra. “Guru Diharapkan Lebih Inovatif dalam Mengajar”, http://kompas.com, 21 Maret 2012.

Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung: PT Rosdakarya, Cet. II, 2011.

An-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press, Cet. I, 1995.

Ansori., dan Khusnan, M. Ulinnuha. Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. I, 2013.

Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers, Cet. I, 2002.

Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. IV, 2009.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir oleh Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press, Jilid 2, Cet. I, 1999.

Asmani, Jamal Ma’mur. 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Jogjakarta: DIVA Press, Cet. IX, 2013.

Assegaf, Abd. Rachman. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern. Jakarta: Rajawali Pers, Cet. I, 2013.

Asy-Syanqithi. Tafsir Adhwa’ul Bayan, Terj. Adhwa` Al Bayan fi Idhah Al Qu`an bi Al Qur`an oleh Bari, dkk. Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. I, 2007.

Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari, Terj. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an oleh Misbah, dkk. Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. I, 2009.

Aviciena, Fathurrohmah. “Tafsir Surat Ibrâhîm ayat 18, Surat Al-Baqarah ayat 68 dan Surat Yûsûf Ayat 41 (Kajian Tentang Metode Amśâl dalam Pembelajaran Agama Islam)”, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2015. tidak dipublikasikan.

Basri, Hasan. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat. Jakarta: Kencana, Cet. I, 2014.

76

76

Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1990.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Departemen Agama RI, Jilid 5, 2009.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Cet. IV, 2012.

Fadhlullah, Muhammad Husain. Metodologi Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Lentera, Cet. I, 1997.

Faizi, Mastur. Ragam Metode Mengajarkan Eksakta Pada Murid. Jogjakarta: DIVA Press, Cet. I, 2013.

Fannani, Zain. “Tafsir Surat An-Nahl Ayat 125 (Kajian Tentang Metode Pembelajaran)”, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2014. tidak dipublikasikan.

Fathurrohman, Pupuh., dan Sutikno,M. Sobry. Strategi Belajar Mengajar: Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: PT Refika Aditama, Cet. III, 2009.

Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara, Cet. I, 2013.

Hamka. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004.

Harun, Salman. Tafsir Tarbawi: Nilai-nilai Pendidikan dalam Al-Qur’an. Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I, 2013.

Hasan, Abdul Halim. Tafsir Al-Ahkam. Jakarta: Kencana, Cet. I, 2006.

Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Umum dan Agama Islam). Jakarta: Rajawali Pers, Cet. XI, 2013.

Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers, Cet. I, 2013.

Indriana, Diana. Ragam Alat Bantu Media Pembelajaran. Jogjakarta: DIVA Press, Cet. I, 2011.

Jalaluddin., dan Idi, Abdullah. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, Cet. II, 2012.

Jihad, Asep., dan Haris, Abdul. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo, Cet. I, 2012.

Mahali, A. Mudjab. Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. I, 2002.

77

77

Maragi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maragi, Terj. Tafsir Al-Maragi oleh K. Ansori, dkk. Semarang: PT. Karya Toha Putra, Cet. II, 1994.

Muchtar, Heri Jauhari. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. II, 2008.

Muhidin, Asep. Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an: Studi Kritis atas Visi, Misi, dan Wawasan. Bandung: CV Pustaka Setia, Cet. I, 2002.

Mujib, Abdul., dan Mudzakkir, Jusuf. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. IV, 2014.

Munir, M. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana, Cet. II, 2006.

Musfah, Jejen. Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam: Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama Islam. 3, 2009.

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.

-----. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, Cet. XVII, 2010.

-----. Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid: Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. I, 2001.

-----. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana, Cet. I, 2009.

Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputat Pers, Cet. I, 2002.

Qardawi, Yusuf. Berinteraksi dengan Al-Qur’an, Terj. Kaifa Nata ’amalu Ma’a Al-Qur’ani al-Azhim oleh Abdul Hayyie Al-Kattani. Jakarta: Gema Insani Press, Cet. I, 1999.

Ramayulis. Dasar-dasar Kependidikan Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Kalam Mulia, Cet. I, 2015.

Rubiyanah., dan Masturi, Ade. Pengantar Ilmu Dakwah. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

S, Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, Cet. I, 2012.

Salahudin, Anas., dan Alkrienciehie, Irwanto. Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama & Budaya Bangsa. Bandung: Pustaka Setia, Cet. I, 2013.

Sani, Ridwan Abdullah. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. II, 2014.

Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Rajawali Pers, Cet. I, 2011.

78

78

Shihab, M. Quraish. Al-Lubâb: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah Al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati, Cet. I, 2012.

-----. Al-Qur’an dan Maknanya: Dilengkapi Asbabun Nuzul, Makna dan Tujuan Surah, Pedoman Tajwid. Tangerang: Lentera Hati, Cet. II, 2013.

-----. Ensiklopedi Al-Qur’an: Kajian Kosakata dan Tafsirnya. Jakarta: Yayasan Bimantara, Jilid 1, 2002a.

-----. Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera Hati, 2007.

-----. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, Cet. VII, 1994.

-----. Tafsîr Al-Mishbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, Cet. II, 2002b.

Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang RI Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2013. Bandung: Fokusmedia, 2013.

Sudarsono, Ratih Prahesti. “Sertifikasi Guru Belum Memuaskan”, http://kompas.com, 16 November 2011.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta, 2011.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. XXXI, 2013.

Suma, Muhammad Amin. Ulumul Qur’an. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet. I, 2013.

Suyanto., dan Jihad, Asep. Menjadi Guru Profesional: Strategi Meningkatkan Kualifikasi dan Kualitas Guru di Era Global. Jakarta: Erlangga, 2013.

Syamsuri, Hasani Ahmad. Studi Ulumul Qur’an. Jakarta: Zikra Multi Service (Zikra-Press), Cet. I, 2009.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. VII, 2007.

Ulwan, Abdullah Nashih. Pendidikan Anak dalam Islam, Terj. Tarbiyatul Aulad Fil Islam oleh Jamaludin Miri. Jakarta: Pustaka Amani, Cet. I, 1995.

Yasin, A. Fatah. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang Press, Cet. I, 2008.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1990.

Z, Zurinal., dan Sayuti, Wahdi. Ilmu Pendidikan: Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan. Ciputat: UIN Jakarta Press, Cet. I, 2006.

BIOGRAFI PENULIS

Annisa Khanza Fauziah, lahir di Bandung pada tanggal 11

November 1994. Icha adalah nama panggilan kecilnya. Putri

pertama dari tiga bersaudara. Ia lahir dari pasangan H. Budi

Hartono, S.E dan Ibunya Hj. Irma Mulyani Mardiana, S.Pd.

Saat ini ia tinggal bersama keluarganya di Perumahan Bumi

Cibinong Endah Blok B10 No.12 RT008/RW011, Kelurahan

Sukahati, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Mengenai pendidikannya, ia

menamatkan Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an (TKA) Plus Kesuma Cemerlang

pada tahun 2000. Kemudian melanjutkan Sekolah Dasarnya di Sekolah Dasar

Negeri (SDN) Ciriung 03 pada tahun 2006. Setelah lulus, ia melanjutkan Sekolah

Menengah Pertama di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Cibinong pada

tahun 2009. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas di Madrasah Aliyah

Negeri (MAN) Cibinong pada tahun 2012. Setelah lulus, ia melanjutkan

pendidikannya di Perguruan Tinggi Negeri yaitu Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta dengan program studi Pendidikan Agama Islam,

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) pada tahun 2017. Selama masa

kuliahnya ia telah menyelesaikan sebagai mahasantri putri di Pondok Pesantren

Luhur Sabilussalam pada tahun 2013-2016.

Diantara pengalaman organisasinya, ia menjadi pengurus Majelis Perwakilan

Kelas (MPK) MAN Cibinong pada tahun 2010-2011, anggota Pramuka Tingkat

Bantara MAN Cibinong pada tahun 2010-2011, anggota Himpunan Mahasiswa

Bogor (HIMABO) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013 sampai

sekarang, dan pengurus Kementrian Pemberdayaan Putri Keluarga Mahasantri

Pesantren Luhur Sabilussalam (KMPLS) pada tahun 2015-2016.