6
Bacillus thuringiensis Klasifikasi Bacillus thuringiensis : Kerajaan : Eubacteria Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales Famili : Bacillaceae Genus : Bacillus Spesies : Bacillus thuringiensis Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram-positif, berbentuk batang, yang tersebar secara luas di berbagai negara. Bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman konifer maupun pada tanah. Apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi. Saat sporulasi terjadi, tubuhnya akan terdiri dari protein Cry yang termasuk ke

mikrobio bakteri2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mikro

Citation preview

Page 1: mikrobio bakteri2

Bacillus thuringiensis

Klasifikasi Bacillus thuringiensis :

Kerajaan        : Eubacteria

Filum              : Firmicutes

Kelas              : Bacilli

Ordo               : Bacillales

Famili             : Bacillaceae

Genus            : Bacillus

Spesies          : Bacillus thuringiensis

Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram-positif, berbentuk batang, yang

tersebar secara luas di berbagai negara. Bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan

dapat hidup di daun tanaman konifer maupun pada tanah. Apabila kondisi lingkungan

tidak menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi. Saat sporulasi

terjadi, tubuhnya akan terdiri dari protein Cry yang termasuk ke dalam protein kristal

kelas endotoksin delta. Apabila serangga memakan toksin tersebut maka serangga

tersebut dapat mati. Oleh karena itu, protein atau toksin Cry dapat dimanfaatkan

sebagai pestisida alami.

1. Sejarah

B. thuringiensis ditemukan pertama kali pada tahun 1911 sebagai patogen

Page 2: mikrobio bakteri2

pada ngengat (flour moth) dari Provinsi Thuringia, Jerman. Bakteri ini digunakan

sebagai produk insektisida komersial pertama kali pada tahun 1938 di Perancis dan

kemudian di Amerika Serikat (1950). Pada tahun 1960-an, produk tersebut telah

digantikan dengan galur bakteri yang lebih patogen dan efektif melawan berbagai

jenis insekta.

Keberadaan inklusi paraspora dalam B. thuringiensis telah ditemukan sejak

tahun 1915, namun komposisi protein penyusunnya baru diketahui pada tahun 1915.

Pada tahun 1953, Hannay, mendeteksi struktur kristal pada inklusi paraspora yang

mengandung lebih dari satu macam protein kristal insektisida (insecticidal crystal

protein, ICP) atau disebut juga delta endotoksin. Berdasarkan komposisi ICP

penyusunnya, kristal tersebut dapat membentuk bipimiramida, kuboid, romdoid datar,

atau campuran dari beberapa tipe kristal.

2. Habitat

Berbagai macam spesies B. thuringiensis telah diisolasi dari serangga

golongan koleoptera, diptera, dan lepidoptera, baik yang sudah mati ataupun dalam

kondisi sekarat. Bangkai serangga sering mengandung spora dan ICP B. thuringiensis

dalam jumlah besar. Sebagian subspesies juga didapatkan dari tanah, permukaan

daun, dan habitat lainnya. Pada lingkungan dengan kondisi yang baik dan nutrisi yang

cukup, spora bakteri ini dapat terus hidup dan melanjutkan pertumbuhan vegetatifnya.

[4] B. thuringiensis dapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran,

kapas, tembakau, dan tanaman hutan.

3. Deskripsi

B. thuringiensis dibagi menjadi 67 subspesies (hingga tahun 1998)

berdasarkan serotipe dari flagela (H). Ciri khas dari bakteri ini yang membedakannya

dengan spesies Bacillus lainnya adalah kemampuan membentuk kristal paraspora

yang berdekatan dengan endospora selama fase sporulasi III dan IV. Sebagian besar

ICP disandikan oleh DNA plasmid yang dapat ditransfer melalui konjugasi antargalur

B. thuringiensis , maupun dengan bakteri lain yang berhubungan. Selama

pertumbuhan vegetatif terjadi, berbagai galur B. thuringiensis menghasilkan

bermacam-macam antibiotik, enzim, metabolit, dan toksin, yang dapat merugikan

organisme lain. Selain endotoksin (ICP), sebagian subspesies B. thuringiensis dapat

Page 3: mikrobio bakteri2

membentuk beta-eksotoksi yang toksik terhadap sebagian besar makhluk hidup,

termasuk manusia dan insekta.

B. thuringiensis dapat memproduksi dua jenis toksin, yaitu toksin kristal

(Crystal, Cry) dan toksin sitolitik (cytolytic, Cyt). Toksin Cyt dapat memperkuat

toksin Cry sehingga banyak digunakan untuk meningkatkan efektivitas dalam

mengontrol insekta. Lebih dari 50 gen penyandi toksin Cry telah disekuens dan

digunakan sebagai dasar untuk pengelompokkan gen berdasarkan kesamaan sekuens

penyusunnya. Tabel di bawah ini merupakan klasifikasi toksin Bt pada tahun 1995.

4. Keuntungan dan Kerugian

Keuntungan :

a. Produk untuk membunuh larva nyamuk

Larvasida, produk untuk membunuh larva nyamuk yang terbuat dari kompleks

protein B. thuringiensis israelensis.

b. Mengatasi Hama

Menurut laporan WHO pada tahun 1999, sebanyak 13.000 ton produk B.

thuringiensis diproduksi setiap tahunnya melalui teknologi fermentasi aerobik.

Sebagian besar produk tersebut yang mengandung ICP dan spora hidup, sedangkan

sebagian lainnya mengandung spora yang telah diinaktivasi. Produk B. thuringiensis

konvensional hanya dibuat untuk mengatasi hama lepidoptera yang menyerang

tanaman pertanian dan perhutanan. Namun, sekarang ini, banyak galur B.

thuringiensis yang diproduksi untuk mengatasi golongan koeloptera dan diptera

(perantara penyakit yang diakibatkan parasit dan virus). B. thuringiensis komersil juga

telah diformulasikan sebagai insektisida untuk dedaunan, tanah, lingkungan perairan,

dan fasilitas penyimpanan makanan. Contoh penggunaan B. thuringiensis pada

lingkungan perairan adalah mengontrol nyamuk, lalat, dan larva serangga pengganggu

lain pada waduk penampung air minum. Setelah diaplikasikan ke suatu ekosistem

tertentu, sel vegetatif dan spora akan bertahan pada lingkungan sebagai komponen

alami mikroflora dalam hitungan minggu, bulan, atau tahunan dan perlahan-lahan

akan berkurang jumlahnya. Namun, ICP secara biologis akan inaktif dalam hitungan

jam atau hari.

c. Bacillus thuringiensis varietas tenebrionis menyerang kumbang kentang colorado

Page 4: mikrobio bakteri2

dan larva kumbang daun.

d. Bacillus thuringiensis varietas kurstaki menyerang berbagai jenis ulat tanaman

pertanian.

e. Bacillus thuringiensis varietas israelensis menyerang nyamuk dan lalat hitam.

f. Bacillus thuringiensis varietas aizawai menyerang larva ngengat dan berbagai ulat,

terutama ulat ngengat diamondback.

Kerugian :

a. Menyebabkan terpapar aerosol

Aplikasi produk B. thuringiensis dapat menyebabkan pekerja lapangan

terpapar secara aerosol ataupun melalui kontak dermal, serta mengkontaminasi

makanan dan minuman pada lahan pertanian. Namun, menurut hingga tahun 1999,

belum ada laporan yang menunjukkan efek parah dari kontaminasi B. thuringiensis

pada manusia, kecuali terjadinya iritasi mata dan kulit. Namun, sel vegetatif B.

thuringiensis berpotensi memproduksi racun yang mirip dengan yang dihasilkan oleh

Bacillus cereus dan belum diketahui apakah dapat menyebabkan penyakit manusia

atau tidak.

b. Resistensi terhadap sebagian insekta

Penggunaan produk B. thuringiensis juga diketahui menimbulkan resitensi

pada sebagian insekta, seperti Plodia interpunctella, Cadra cautella, Leptinotarsa

decemlineata, Chrysomela scripta, Spodoptera littoralis, Spodoptera exigua, sehingga

penggunaan produk tersebut untuk tujuan pengendalian hama harus lebih

diperhatikan.

c. Dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan pada konsumen akibat

adanya bahan kimia yang terdapat dalam tanaman transgenik.

d. Menimbulkan gangguan pada keseimbangan ekosistem lingkungan yang terdapat

tanaman transgenik.