Upload
aswin-prayogo
View
64
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mini project
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi merupakan kondisi yang paling sering ditemukan di pelayanan
primer yang dapat memicu terjadinya penyakit kardiovaskuler, infark miokard,
stroke, gagal ginjal, atau kematian apabila tidak dideteksi dini dan tidak diterapi
dengan tepat.1 Hipertensi terjadi bila terjadi peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg.2
Di seluruh dunia, peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan sekitar
7,5 juta kematian (12,8% dari seluruh kematian). Peningkatan tekanan darah
merupakan penyakit yang berbahaya karena merupakan faktor risiko terjadinya
penyakit jantung koroner dan stroke hemoragik. Risiko penyakit kardiovaskuler
meningkat 2 kali lipat untuk setiap kenaikan 20/10 mmHg (dimulai dari 115/75).
Risiko penyakit lain yang mungkin terjadi adalah gagal jantung, penyakit vaskuler
perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina, dan gangguan visual.3
Secara global, peningkatan tekanan darah di usia 25 tahun ke atas sekitar 40%
pada tahun 2008. Populasi yang terus bertambah dan penuaan, membuat kasus
hipertensi semakin banyak. Jumlah penderita hipertensi yang tidak terkontrol
meningkat dari 600 juta kasus pada tahun 1980 menjadi hampir 1 miliar penderita
pada tahun 2008.3 Kebiasaan merokok terutama perokok sangat berat dan indeks
massa tubuh obesitas juga berhubungan dengan kejadian hipertensi.4
Di wilayah Asia Tenggara, sekitar 35% populasi dewasa memiliki hipertensi
yang memberikan kontribusi pada 1,5 juta kematian per tahun. Data nasional dari
berbagai negara di Asia Tenggara menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi. Di
Indonesia, prevalensi hipertensi meningkat dari tahun 1995 sebesar 8% menjadi 32%
pada tahun 2008. Dari WHO STEP di negara India, Indonesia, Maldives, dan Nepal
kurang dari 50% yang mengetahui bahwa mereka memiliki hipertensi dan hanya
kurang dari setengahnya yang mendapatkan terapi. Dari subyak yang mendapatkan
terapi, hanya kurang dari setengahnya yang memiliki tekanan darah di bawah
140/90.5
Prevalensi hipertensi pada penduduk Indonesia diatas 15 tahun ke atas
berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah adalah sebesar 34,9% dari 643.300
individu. Menurut data Riskesdas tahun 2007, hipertensi banyak terjadi pada
kelompok usia 45-54 tahun sejumlah 49.226 jiwa, diikuti oleh kelompok usia 35-44
tahun sejumlah 47.224 jiwa. Namun bila dilihat secara keseluruhan, prevalensi
hipertensi terbesar, yaitu 70,2% terjadi pada kelompok usia 65 tahun ke atas.
Hipertensi di daerah pedesaan cenderung lebih tinggi.4 Studi yang dilakukan Misbach
berupa survei hipertensi di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan
dari total 40,4% kasus hipertensi yang ditemukan, terdapat 33,5% yang tidak
mendapat terapi dan 31,5% yang mendapat terapi. Proporsi penderita penyakit
kardiovaskuler yang dirawat di rumah sakit di Indonesia terus meningkat dari 2,1% di
tahun 1990 menjadi 6,8% di tahun 2001.6
Hipertensi juga masih menjadi masalah di wilayah kerja Puskesmas Air Saga,
Kabupaten Tanjung Pandan. Jumlah penduduk usia 45-59 tahun di wilayah kerja
Puskesmas Air Saga pada tahun 2013 adalah 5.063 jiwa dan usia di atas 60 tahun
sebesar 3.101 jiwa. Dari sistem pencatatan dan pelaporan didapatkan pada tahun 2011
hipertensi menempati peringkat kedua dengan kunjungan total 3.926 kali, pada tahun
2012 juga menempati peringkat kedua dengan kunjungan sebesar 3.296 kali, tahun
2013 menempati peringkat keempat dengan kunjungan sebesar 2.097 kali, dan pada
tahun 2014 kejadian hipertensi rata-rata menempati peringkat kedua setiap bulannya
dengan jumlah sekitar 189-331 kunjungan per bulan.
Pengendalian hipertensi hingga kini belum memuaskan, bahkan di negara maju.
Di banyak negara, pengendalian hipertensi baru mencapai 8% karena berbagai
kendala mulai dari faktor penderita, hingga sarana pelayanan yang tersedia.
Pengendalian hipertensi di Indonesia mencakup pencegahan, penemuan dini,
diagnosis, dan terapi. Pencegahan meliputi perubahan gaya hidup dan pemeriksaan
berkala untuk keperluan identifikasi hipertensi. Penemuan dini bisa dilakukan dengan
skrining pada populasi, serta meningkatkan kesadaran masyarakat terutama mereka
yang berisiko.6 Di Puskesmas Air Saga, upaya ini belum terlaksana sepenuhnya
dikarenakan pengertian masyarakat mengenai lansia masih kurang karena mereka
masih menganggap bahwa peristiwa sakit pada masa lansia merupakan hal yang
alami dan biasa. Lansia banyak yang berobat ke praktek swasta sehingga tidak
terdata. Selain itu, kelompok lansia juga kurang bisa memanfaatkan posyandu lansia
dan kurangnya kesadaran lansia untuk membina sendiri kesehatannya.
Penemuan kasus hipertensi di masyarakat oleh tenaga kesehatan maupun upaya
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai hipertensi perlu ditingkatkan
karena sebagian besar penderita hipertensi tidak menunjukkan keluhan. Untuk itu
diperlukan kombinasi upaya mandiri dan aktif oleh individu dan masyarakat serta
dukungan oleh kader dan petugas program pelayanan kesehatan di puskesmas atau
rumah sakit.
1.2. Rumusan Masalah
- Berapa banyak kunjungan pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Air Saga?
- Bagaimana karakteristik penderita hipertensi di Puskesmas Air Saga?
- Bagaimana pengetahuan penderita hipertensi di Puskesmas Air Saga
terhadap definisi, faktor risiko, gejala, komplikasi, pencegahan, dan
tatalaksana hipertensi?
1.3. Tujuan
- Tujuan umum
Mengetahui karakteristik penderita hipertensi dan manajemen hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Air Saga.
- Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik dan pengetahuan penderita hipertensi di
Puskesmas Air Saga terhadap definisi, faktor risiko, gejala,
komplikasi, pencegahan, dan tatalaksana hipertensi.
b. Mengupayakan pencegahan penyakit dan komplikasi penyakit
hipertensi di Puskesmas Air Saga.
c. Mengupayakan manajemen hipertensi yang lebih tepat guna dan tepat
sasaran.
1.4. Manfaat
a. Bagi masyarakat
Mengupayakan masyarakat yang sehat dan menurunkan prevalensi
penyakit dan atau komplikasi penyakit hipertensi.
b. Bagi Puskesmas
Memungkinkan manajemen hipertensi yang tepat laksana sehingga tepat
sasaran dan tepat guna.
c. Bagi kesehatan Bangsa Indonesia
Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit tidak
menular khususnya hipertensi sehingga meningkatkan angka harapan
hidup dan taraf kesehatan Bangsa Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang
menetap di atas sama dengan batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90
mmHg atau sistolik 140 mmHg.7 Sekitar 90% kasus hipertensi tidak diketahui
penyebabnya dan hipertensi ini disebut hipertensi esensial (etiologi dan
patogenesis tidak diketahui). Awitan hipertensi esensial biasanya terjadi
antara usia 20 dan 50 tahun, dan lebih sering dijumpai pada orang Afro-
Amerika daripada populasi umum.
Hipertensi didiagnosis melalui pengukuran yang dilakukan oleh penguji
atau tenaga kesehatan pada 3 kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit
dan atau dalam waktu 5-15 menit setelah atau saat istirahat.8 Namun menurut
JNC VII, minimal 2 kali pengukuran dibutuhkan untuk menentukan batasan
tekanan darah.
2.1.2. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa semakin meningkatnya populasi
usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga
akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi
sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia
>65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus
meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola
kurva mendatar), dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34%
dari seluruh pasien hipertensi.
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari
negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition
Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000,
insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti
terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15
juta dari data NHANES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri
merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan
tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur
di Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007
menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%.8,9 Data
Riskesdas 2007 juga menyebutkan prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar
30% dengan insiden komplikasi penyakit kardiovaskular lebih banyak pada
perempuan (52%) dibandingkan laki-laki (48%).8 Dari hasil Riskesdas tahun
2013 melalui riset pada penduduk usia ≥18 tahun didapatkan data prevalensi
hipertensi mencapai 25,8% dengan proporsi tertinggi terdapat di Provinsi
Bangka Belitung sebesar 30,9%.10
2.1.3. Klasifikasi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat
2.11
Tabel I Kriteria Hipertensi Menurut JNC VII GuidelinesGambar 2.1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu:
2.1.3.1. Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer (esensial) adalah suatu peningkatan persisten
tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol
homeostatik normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan
mencakup 90% dari kasus hipertensi. Hipertensi esensial merupakan
multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor
yang mendorong timbulnya kenaikan darah
2.1.3.2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi
sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai
riwayat hipertensi dalam keluarga. Individu dengan hipertensi pertama kali
pada usia di atas 50 tahun atau yang sebelumnya diterapi tapi mengalami
refrakter terhadap terapi yang diberikan mungkin mengalami hipertensi
sekunder. Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen,
penyakit ginjal, hipertensi vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan
sindroma cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, kehamilan, serta
penggunaan obat-obatan.12
2.1.4. Etiologi
Etiologi hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume
sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah
satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan
hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat
rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan
kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan
hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya
dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak
meninbulkan hipertensi.13
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi
apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat
gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang
berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan
aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal.
Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik
akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah.
Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik.
Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat
terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau
responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua
hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada
peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa secara lebih
kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk
mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut
peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan
peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung
lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar).
Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat
sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi
untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung
juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya
menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup.
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit ginjal
2. Stenosis arteri renalis
3. Pielonefritis
4. Glomerulonefritis
5. Tumor-tumor ginjal
6. Penyakit ginjal polikista (biasaanya diturunkan)
7. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
8. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
9. Kelainan hormonal
a. Hiperaldosteronisme
b. Sindroma cushing
c. Feokromositoma
10. Obat-obatan
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoietin
e. Kokain
f. Penyalahgunaan alkohol
11. Penyebab Lainnya
a. Koartasio Aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Keracunan Timbal Akut
2.1.5. Faktor Risiko
Hipertensi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya Faktor
yang tidak dapat dimodifikasi (seperti : usia, jenis kelamin); dan Faktor yang
dapat dimodifikasi (seperti : kelebihan berat badan, aktivitas fisik, asupan
garam, faktor emosional, dan faktor keturunan).14
2.1.5.1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
A. Usia
Tekanan darah cenderung rendah pada usia remaja dan mulai
meningkat pada masa dewasa awal. Kemudian meningkat lebih nyata
selama masa pertumbuhan dan pematangan fisik di usia dewasa akhir
sampai usia tua dikarenakan sistem sirkulasi darah akan terganggu, karena
pembuluh darah sering mengalami penyumbatan, dinding pembuluh darah
menjadi keras dan tebal serta berkurangnya elastisitas pembuluh darah
sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi. 14
Penelitian Marice Sihombing (2010) mengungkapkan berdasarkan
menurut kelompok umur diketahui bahwa responden yang obesitas dan
berumur 55 tahun ke atas memiliki risiko paling besar yaitu 8,4 kali
dibandingkan dengan responden yang obesitas dan berumur 18-24 tahun.
Secara umum diketahui bahwa tekanan darah akan meningkat seiring
dengan bertambahnya umur dan semakin meningkat lagi dengan berat
badan lebih (overweight) dan obesitas. Peningkatan tekanan darah akan
menjadi lebih besar lagi bila ada riwayat keluarga yang hipertensi dan
mempunyai stres emosional yang tinggi. Pada orang dengan obesitas,
jumlah darah yang beredar akan meningkat, cardiac output akan naik dan
ini akan meningkatkan tekanan darah.15
B. Jenis Kelamin
Kejadian hipertensi biasanya lebih banyak pada laki-laki daripada
wanita, dikarenakan laki-laki memiliki gaya hidup yang cenderung
meningkatkan tekanan darah. Wanita dewasa mempunyai prevalensi
hipertensi yang lebih tinggi dari pada laki-laki karena perempuan
mengalami kehamilan dan menggunakan alat kontrasepsi hormonal.
Pernyataan ini di dukung oleh penelitian Darmodjo dan tim MONICA
(Monitoring Trendsand Determinants of Cardiovascular Disease), 1999.
Pada masa muda dan paruh baya, hipertensi lebih banyak terjadi pada laki-
laki sedangkan setelah usia 55 tahun (ketika seorang wanita mengalami
menopause) akan lebih banyak pada wanita.8
C. Genetik
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi
di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang
tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak
dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah
satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.14
2.1.5.2. Faktor yang dapat dimodifikasi
A. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Secara fisiologi, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan
dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan
adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Kaitan erat antara
kelebihan berat badan dengan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan
oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Penelitian menunjukan
adanya hubungan antara berat badan dan hipertensi. Bila berat badan
meningkat di atas berat badan ideal maka risiko hipertensi juga
meningkat. Bila berat badan menurun, maka volume darah total juga
berkurang, hormon-hormon yang berkaitan dengan tekanan darah
berubah, dan tekanan darah berkurang.14
Peningkatan IMT erat kaitannya dengan penyakit hipertensi baik
pada laki-laki maupun pada perempuan. Kenaikan berat badan (BB)
sangat berpengaruh pada mekanisme timbulnya kejadian hipertensi pada
orang yang obesitas akan tetapi mekanisme terjadinya hal tersebut belum
dipahami secara jelas namun diduga pada orang yang obesitas terjadi
peningkatan volume plasma dan curah jantung yang akan meningkatkan
tekanan darah.15 Obesitas merupakan faktor risiko utama dari beberapa
penyakit degeneratif dan metabolik, salah satunya adalah penyakit
hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi.15
Tabel 2.1. Klasifikasi IMT menurut WHO untuk Asia Pasifik
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat badan kurang <18,5
Normal 18,5-22,9
Berat badan lebih (overweight) 23-24,9
Obesitas tingkat 1 25,0-29,9
Obesitas tingkat 2 >30,0
Tabel 2.2. Tabel Klasifikasi IMT menurut Depkes RI
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Kurus < 18,5
Normal ≥ 18,5 - < 24,9
Berat badan lebih (overweight) ≥25,0 - < 27,0
Obesitas ≥27,0
B. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-
otot skeletal yang mengakibatkan pengeluaran energi. (WHO, 2010;
Physical Activity. In Guide to Community Preventive Services Web site,
2008). Aktivitas fisik terdiri dari aktivitas selama bekerja, tidur, dan pada
waktu senggang. Setiap orang melakukan aktivitas fisik, atau bervariasi
antara individu satu dengan yang lain bergantung gaya hidup perorangan
dan faktor lainnya seperti jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan lain-lain.
Aktivitas fisik sangat disarankan kepada semua individu untuk menjaga
kesehatan. Aktivitas fisik juga merupakan kunci kepada penentuan
penggunaan tenaga dan dasar kepada tenaga yang seimbang.
Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan
faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan
diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010; Physical
Activity. In Guide to Community Preventive Services Web site, 2008).
Aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dan terencana disebut
latihan jasmani, sedangkan aktivitas fisik yang tidak dilakukan secara
terstruktur dan terencana disebut aktivitas fisik sehari-hari.
Pada fisik yang senantiasa aktif, pembuluh darah akan senantiasa
elastis sehingga mengurangi tekanan di perifer. Aktivitas fisik yang
teratur menyebabkan jantung bekerja lebih efisien, denyut jantung
berkurang, dan akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Penelitian
Marice Sihombing (2010) mengungkapkan kurangnya aktivitas fisik
berisiko hipertensi 1,05 kali dibandingkan dengan cukup aktivitas fisik.
Kurang aktivitas fisik diketahui sebagai faktor risiko berbagai penyakit
tidak menular seperti hipertensi, jantung, stroke, DM dan kanker.
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur seperti olahraga dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah dan
melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa bila jantung mendapat
pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Di samping
itu, olahraga yang teratur akan merangsang pelepasan endorfin (morfin
endogen) yang menimbulkan euphoria dan relaksasi otot sehingga
tekanan darah tidak meningkat.15
C. Stress
Berada dalam keadaan yang penuh stres dapat mempengaruhi tekanan
darah secara sementara. Dakam keadaan stres tubuh melepaskan hormon
stress (adrenalin dan kortisol) ke dalam darah. Hormon ini
mempersiapkan tubuh utuk keadaan “fight or flight” dengan
meningkatkan laju nadi dan mengkonstriksi pembuluh darah. Konstriksi
pembuluh darah dan naiknya laju nadi dapat meningkatkan tekanan darah
untuk sementara. Saat reaksi stress hilang, tekanan darah kembali keadaan
sebelum stress.17
D. Merokok
Merokok merupakan salah satu kebiasaan hidup yang dapat
mempengaruhi tekanan darah. Pada keadaan merokok pembuluh darah di
beberapa bagian tubuh seperti pembuluh darah perifer dan pembuluh
darah di ginjal akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini
dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke
alat-alat tubuh dengan jumlah yang tetap. Untuk itu jantung harus
memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada pembuluh darah
meningkat.18
Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik
10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit. Dengan
menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap
kenaikan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang terkandung
dalam asap rokok. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200
diantaranya beracun, antara lain karbon monoksida (CO) yang dihasilkan
oleh asap rokok. Gas CO dapat menimbulkan desaturasi hemoglobin,
menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh
termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin,
mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis
(pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Nikotin juga
merangsang peningkatan tekanan darah. Nikotin mengaktifkan trombosit
dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (pengumpalan) ke dinding
pembuluh darah. Nikotin, CO, dan bahan lainnya dalam asap rokok
terbukti merusak dinding pembuluh endotel (dinding dalam pembuluh
darah), mempermudah pengumpalan darah sehingga dapat merusak
pembuluh darah perifer.
Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok berdasarkan jumlah
rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus per hari yaitu :
a. Perokok Ringan disebut perokok ringan apabila merokok kurang
dari 10 batang per hari.
b. Perokok Sedang disebut perokok sedang jika menghisap 10-20
batang per hari.
c. Perokok Berat disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20
batang per hari.
E. Asupan natrium
WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur
hingga 6 gram sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium). Garam
membantu menahan air di dalam tubuh. The American Heart Association
step II Diet menganjurkan seseorang rata-rata mengkonsumsi tidak lebih
2.400 mg natrium per hari, terutama orang yang peka terhadap garam.
Asupan garam yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi maupun
terlalu banyak air yang tertahan di dalam tubuh. Jika terlalu banyak
mengandung air, akan meningkatkan volume darah tanpa adanya
penambahan ruang. Peningkatan volume ini mengakibatkan
bertambahnya tekanan di dalam arteri. WHO merekomendasikan pola
konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi.
Kadar natrium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol
(sekitar 2,4 gram natrium atau 6 gram garam) per hari.19
Kenaikan asupan garam sepertinya lebih berperan dalam
meningkatkan tekanan arteri daripada kenaikan asupan air.14 Penyebabnya
adalah air murni secara normal diekskresikan oleh ginjal hampir secepat
asupannya, tetapi garam tidak diekskresikan dengan semudah itu. Akibat
penumpukan garam di dalam tubuh, garam secara tidak langsung
meningkatkan volume cairan ekstrasel karena dua alasan berikut:
1. Bila terdapat kelebihan garam di dalam cairan ekstrasel, osmolalitas
cairan akan meningkat. Dan keadaan ini selanjutnya merangsang
pusat haus di otak yang membuat seseorang minum lebih banyak air
untuk mengembalikan konsentrasi garam ekstrasel kembali normal.
Hal ini akan meningkatkan volume cairan ekstrasel.
2. Kenaikan osmolalitas yang disebabkan oleh kelebihan garam dalam
cairan ekstrasel juga merangsang mekanisme sekresi kelenjar
hipotalamus-hipofisis posterior untuk mensekresikan lebih banyak
hormon antidiuretik (ADH). Hormon antidiuretik kemudian
menyebabkan ginjal meresorpsi air dalam jumlah besar dari cairan
tubulus ginjal sehingga mengurangi volume urin yang diekskresikan
tetapi meningkatkan volume cairan ekstrasel.
Jadi, karena alasan-alasan yang penting ini, jumlah garam yang
menumpuk di dalam tubuh merupakan bentuk utama volume cairan ekstra
sel. Karena peningkatan sedikit saja pada cairan ekstrasel dan volume
darah seringkali dapat sangat meningkatkan tekanan arteri, maka
penumpukan garam ekstra di dalam tubuh walau hanya sedikit dapat
sangat meningkatkan tekanan arteri.
F. Alkohol
Konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan
bahwa 10% kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas
namun ada beberapa mekanisme yang diusulkan.21 Konsumsi alkohol
terus menerus akan meningkatkan kadar alkohol yang berdampak pada
peningkatan tekanan darah sementara. Peningkatan tekanan darah setelah
konsumsi alkohol terjadi dalam 24 jam pertama setelah konsumsi alkohol,
dan kembali normal dalam beberapa jam sampai hari setelah konsumsi
alkohol dihentikan.22
Efek hipertensi alkohol umumnya terjadi akibat putus alkohol jangka
panjang pada peminum alkohol berat. Hal ini disebabkan karena stimulasi
sistem saraf simpatis, endotelin, RAAS, kortisol; penghambatan substansi
relaksasi vaskular yaitu nitric oxide; kekurangan kalsium atau
magnesium; dan peningkatan kalsium dalam sel dan di otot polos
pembuluh darah.22
2.1.6 Patofisiologi
Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena
interaksi antara faktor-faktor risiko. Kaplan menggambarkan beberapa faktor
yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi
rumus dasar : Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.12
Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi esensial,
antara lain:
1) Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh
terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus
hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan
perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel
otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel
otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium
intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan
mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin
dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan
perifer yang irreversible.
2) Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
Gambar 2.2. Mekanisme Hipertensi melalui Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan
ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem
endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi
oleh juxtaglomerulus aparatus ginjal sebagai respon glomerulus
underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem
saraf simpatetik .
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin -converting enzyme (ACE).
ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.
Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon
renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida
yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II
berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai
vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis)
sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan
cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya volume darah
meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
3) Sistem Saraf Otonom
Sirkulasi sistem saraf simpatik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi
arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam
mempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi
antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama
dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.
Gambar 2.3. Patofisiologi Hipertensi
4) Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah
vasoaktif lokal yaitu molekul nitric oxide dan peptida endotelium. Disfungsi
endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis
pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan
produksi dari nitric oxide.
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin
merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin
dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta
mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Atrial natriuretic peptide
merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon
peningkatan volume darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan
air dari ginjal.
5) Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari
dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel
endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis.
Diduga hipertensi dapat menyebabkan protrombotik dan hiperkoagulasi yang
semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa
keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi.
6) Disfungsi diastolik
Hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat
ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan
tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel.
2.1.7. Tanda dan Gejala
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala
sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan
vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang diperdarahi
oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat
bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan
peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh
darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang
bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau
gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma,2000).
Corwin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis
timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat
terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan
darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,
ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,
nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema
dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu
pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba,
tengkuk terasa pegal, dan lain-lain (Wiryowidagdo,2002).
Sekitar 50% penderita hipertensi tidak menyadari bahwa tekanan darah
mereka meninggi. Selain itu adanya gejala pada orang tersebut juga
dikarenakan sikap acuh tah acuh penderita. Gejala baru timbul sesudah terjadi
komplikasi pada sasaran organ seperti ginjal, mata, sakit kepala, gangguan
fungsi ginjal, gangguan penglihatan, gangguan serebral atau gejala akibat
gangguan peredaran pembuluh darah otak berupa kelumpuhan, gangguan
kesadaran bahkan sampai koma. (Ganong, 1995). Sedangkan menurut Sylvia
Anderson (2005) gejala hipertensi sebagai berikut:7
Sakit kepala bagian belakang dan kaku kuduk, sulit tidur dan gelisah atau
cemas dan kepala pusing, dada berdebar-debar.
Lemas, sesak nafas, berkeringat, dan pusing.
Selain itu, stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk
sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasaanya akan
kembali normal. Jika penyebabnya adalah feokromositoma, maka didalam
urine bisa ditemukan adanya bahan-bahan hasil penguraian hormon epinefrin
dan norepinefrin. Biasanya hormon tersebut juga menyebabkan gejala sakit
kepala, kecemasan, palpitasi (jantung berdebar-debar), keringat yang
berlebihan, tremor (gemetar) dan pucat. Pemeriksaan untuk menentukan
penyebab dari hipertensi terutama dilakukan pada penderita usia muda.
Pemeriksaan ini bisa berupa rontgen dan radioisotope ginjal, rontgen dada,
serta pemeriksaan darah dan air kemih untuk hormon tertentu.
2.1.8. Penatalaksanaan
Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan
untuk mencegah terjadinya komplikasi. Langkah awal biasanya adalah
merubah gaya hidup penderita:
a. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan
untuk menurunkan berat badannya sampai batas ideal.
b. Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari
2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai
dengan asupan kalsium, magnesium dan kalium yang cukup) dan
mengurangi alkohol.
c. Olah raga teratur yang tidak terlalu berat. Penderita hipertensi esensial
tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.
d. Berhenti merokok karena merokok dapat merusak jantung dan sirkulasi
darah dan meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
e. Pemberian obat-obatan:
1. Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan
untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang
garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh
tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga
menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik menyebabkan
hilangnya kalium melalui air, sehingga harus diberikan tambahan
kalium atau obat penahan kalium.
2. Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri
dari alfa- blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang
mengambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah
sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap
stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah.
3. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor)
menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan
arteri.
4. Angiotensin II Blocker menyebabkan penurunan tekanan darah
dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.
5. Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah
dengan mekanisme yang benar-benar berbeda.
6. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan
terhadap obat anti hipertensi lainnya.
7. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan
obat yang menurutnkan tekanan darah tinggi dengan segara.
Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat dan
sebagian besar diberikan secara intravena: a) Diaxozide b)
Nitroprusside c) Nitroglycerin d) Labetalol. Diberikan secara oral :
Nifedipine, merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang sangat
cepat, tetapi obat ini bisa menyebabkan hipotensi, sehingga
pemberiannya harus diawasi secara ketat.
Gambar 2.4. Alur Pengobatan Hipertensi
Tabel 2.3. Terapi Hipertensi Lini Pertama
Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7
Klasifikasi
Tekanan
Darah
TDS
(mmhg)
TDD
(mmhg)
Perbaikan
Pola Hidup
Tanpa Indikasi yang
Memaksa
Dengan Indikasi
yang Memaksa
Normal <120
mmhg
<80
mmhg
Dianjurkan - -
Pre
Hipertensi
120-139
mmhg
80-89
mmhg
Ya Tidak indikasi obat Obat untuk indikasi
yang memaksa
Hipertensi
grade 1
140-159
mmhg
90-99
mmhg
Ya Pilihan utama yaitu
Diuretika Thiazide,
pertimbangkan
ACEI,CCB,ARB
Obat untuk indikasi
yang memaksa
pertimbangkan
Diuretika,
ACEI,ARB,CCB,BB
Hipertensi
grade 2
>160
mmhg
>100
mmhg
Ya Kombinasi 2 obat
diuretik thiazide dan
ACEI/ARB/BB/CCB
Sesuai kebutuhan
Tabel 2.4. Terapi Hipertensi Lini Kedua
Pilihan Obat Anti Hipertensi Untuk Kondisi Tertentu
Indikasi yang memaksa Pilihan terapi awal
Gagal Jantung Diuretika thiazide, BB, ACEI, ARB
Pasca Infark Miokard BB,ACEI
Penyakit Pembuluh Koroner Thiazide, BB, ACEI, CCB
Diabetes Melitus Thiazide, BB, ACEI, ARB,CCB
Penyakit Ginjal Kronis ACEI,ARB
Pencegahan Stroke Berulang Thiazide, ACEI
2.1.9. Pencegahan
Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh
keluarga dengan memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota
keluarga yang menderita hipertensi. Pengaturan pola hidup sehat sangat
penting pada pasien hipertensi guna untuk mengurangai efek buruk dari pada
hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok,
mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet.
Dan yang mencakup psikis antara lain mengurangi stres, olahraga, dan
istirahat. 21
Merokok sangat besar peranannya dalam peningkatkan tekanan
darah, hal ini disebabkan oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang
memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat.
Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah di dalam paru dan diedarkan
ke seluruh aliran darah lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan kerja jantung semakin meningkat untuk
memompa darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah yang sempit.
Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan
(Santoso, 2001).
Mengurangi berat badan juga menurunkan risiko diabetes, penyakit
kardiovaskular, dan kanker. Secara umum, semakin berat tubuh semakin
tinggi tekanan darah, jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat
mengurangi berat badan dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang
terkontrol. (Fatmaningsih, 2007)
Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormon-hormon lain
yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan
natrium dan air. Minum-minuman yang beralkohol yang berlebih juga dapat
menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium. Mengurangi
alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg
(Santoso, 2007)
Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien
hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur
tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan
mengurangi penyakit kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam
diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekana
darah , yakni : diet rendah garam, diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta
tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat badan. (Astawan, 2002)
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites
serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan
darah dan untuk mencegah edema dan penyakit jantung (lemah jantung).
Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi
garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah natrium. Oleh karena itu,
yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam
adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat-zat gizi, baik
kalori, protein, mineral maupun vitamin, serta rendah natrium. (Gunawan,
2001)
Sumber natrium antara lain adalah makanan yang mengandung soda
kue, baking powder, MSG (Monosodium Glutamat), pengawet makanan atau
natrium benzoat (biasanya terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly),
makanan yang dibuat dari mentega serta obat yang mengandung natrium
(obat sakit kepala). Bagi penderita hipertensi, biasakan penggunaan obat
dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu. (Hayens, 2003).
Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stres berat
dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang bersifat sementara yang
sangat tinggi. Jika periode stres sering terjadi maka akan mengalami
kerusakan pada pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti
yang menetap. 20
Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti
jalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam
hipertensi. Olah raga isotonik mampu menurunkan hormon noradrenalin dan
hormon-hormon lain penyebab naiknya tekanan darah. Hindari olah raga
isometrik seperti angkat beban, karena justru dapat menaikkan tekanan darah
(Mayer,1999).
Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel
dalam tubuh. Istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu.
Meluangkan waktu tidak berarti minta istirahat lebih banyak dari pada
bekerja produktif samapai melebihi kepatuhan. Meluangkan waktu istirahat
itu perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan jam sibuk bekerja
sehari-hari. Bersantai juga bukan berarti melakukan rekreasi yang
melelahkan, tetapi yang dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk
mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon
dalam tubuh (Amir, 2002).21
2.1.10 Komplikasi
A. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-
arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga
aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri
otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000). Gejala terkena stroke
adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung, limbung atau
bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah
atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak
dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak
(Santoso, 2006).
B. Infark Miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung
yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertrofi ventrikel dapat
menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi
ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko
pembentukan bekuan. (Corwin, 2000)
C. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal dan glomerolus. Dengan rusaknya
glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan
terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan
rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering
dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000). Penyakit ginjal dan saluran
kemih telah menyumbang 850.000 kematian setiap tahunnya, hal ini berarti
meduduki peringkat ke-12 tertinggi angka kematian atau peringkat terringgi
ke-17 angka kecacatan. (Global Burden of Disease dan WHO, 2002)
D. Gagal Jantung
Pada penyakit ini, terjadi kegagalan jantung dalam memompa darah ke
seluruh tubuh sehingga mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki, dan
jaringan lain yang sering disebut edema. Penumpukan cairan di dalam paru
dapat menyebabkan sesak napas. (Amir, 2002)
E. Ensefalopati
Dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi
pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong
cairan ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-
neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.(Corwin, 2000)
2.2 Penatalaksanaan Hipertensi di Masyarakat
Pada saat ini hipertensi adalah penyakit ketiga terbesar yang menyebabkan
kematian dini. Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup
seseorang. Sering disebut sebagai the silent killer karena penderita tidak
mengetahui kalau dirinya menderita hipertensi. Penderita seringkali datang
berobat timbul kelainan organ akibat hipertensi. Departemen Kesehatan telah
menyusun kebijakan dan strategi nasional pencegahan dan penanggulangan
penyakit hipertensi yang meliputi surveilans, promosi, dan pencegahan dan
penatalaksaan penyakit hipertensi. Kebijakan tersebut tidak mungkin
dilaksanakan hanya bersandarkan pada kemampuan pemerintah, tapi harus
melibatkan seluruh potensi yang ada di masyarakat.
Sistematika penemuan kasus dan tatalaksana penyakit hipertensi meliputi:
1. Penemuan kasus dilakukan melalui pendekatan deteksi dini yaitu
melakukan kegiatan deteksi dini terhadap faktor risiko penyakit hipertensi
yang meningkat pada saat ini dengan cara skrining kasus.
2. Tatalaksana pengendalian penyakit hipertensi dilakukan dengan
pendekatan:
a. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan, dan
melindungi kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial yang
diintervensi dengan kebijakan publik serta dengan meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup sehat
dalam pengendalian hipertensi.
b. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang
dan aktivitas fisik untuk mencegah timbulnya faktor risiko dan
menghindari rekurensi faktor risiko.
c. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang
diperlukan.
d. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang
lebih buruk dengan melakukan kontrol teratur dan fisioterapi
komplikasi hipertensi yang fatal dapat diturunkan dengan
mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis dengan
melibatkan unsur organisasi profesi, pengelola program, dan pelaksana
pelayanan di berbagai tingkatan.
2.2.1. Surveilans
Surveilans hipertensi meliputi faktor risiko, registri penyakit, dan kematian.
Surveilans faktor risiko dan gaya hidup yang diperoleh lewat wawancara
merupakan prioritas karena lebih fleksibel dan lebih sensitif untuk mengukur
hasil intervensi dalam jangka menengah.
Adapun daftar pihak yang dapat diikutsertakan antara lain:
Puskesmas, dokter praktek, poliklinik, bidan, dan perawat dengan
melakukan pencatatan dan pelaporan angka kesakitan dan faktor risiko
Organisasi kemasyarakatan (posbindu)
Dinkes kabupaten/kota/propinsi
Rumah sakit
Dalam melaksanakan kegiatan skrining untuk mendeteksi faktor risiko penyakit
hipertensi dapat dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri,
riwayat penyakit, riwayat anggota keluarga yang menderita DM, PJK, dan
dislipidemia.
2. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi
3. Pengukuran indeks antropometri, yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan,
lingkar pinggang, dan lingkar panggul
4. Pemeriksaan laboratotium darah antara lain Kadar Kolesterol Darah
(kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida), Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) bagi yang belum tahu atau belum pernah terdiagnosis. TTGO yaitu
pemeriksaan kadar gula daran pada 2 jam setelah minum larutan 75gr glukosa
2.2.2. Promosi Kesehatan
Tujuan dari promosi kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak
menular (PTM) agar tidak menderita penyakit hipertensi. Pencegahan dimaksud
dengan menjalankan pola hidup sehat berupa diet seimbang dengan mengurangi
konsumsi lemak jenuh, garam, dan memperbanyak makan sayur dan buah, serta
tidak merokok dan perbanyak aktivitas olahraga.
Promosi bagi pencegahan dan penanggulangan hipertensi efektif bila
dilakukan dalam intensitas yang memadai serta berkesinambungan dan dalam
waktu yang cukup lama, promosi dapat dilakukan dengan menggunakan media
cetak dan elektronik.
Langkah-langkah promosi kesehatan di masyarakat mencakup:
1. Pengenalan Kondisi Wilayah
2. Identifikasi Masalah Kesehatan
3. Survei Mawas Diri
4. Musyawarah Desa atau Kelurahan
5. Perencanaan Partisipatif
6. Pelaksanaan Kegiatan
7. Pembinaan Kelestarian
Tahapan dalam melakukan promosi penyuluhan adalah sebagai berikut:
1. Menentukan materi/isi
2. Menyediakan bahan promosi
3. Melakukan pelatihan kader kesehatan
4. Menentukan sasaran promosi
5. Menentukan jenis promosi
a. Promosi penanggulangan masalah merokok
b. Promosi peningkatan gizi seimbang
c. Promosi peningkatan aktivitas fisik
2.2.3. Pencegahan dan Penatalaksanaan
Pengendalian faktor risiko PJK dapat saling berpengaruh terhadap
terjadinya hipertensi. Hal ini dapat dilakukan dengan usaha-usaha sebagai
berikut:
a. Mengatasi obesitas/kelebihan berat badan
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi, akan tetapi prevalensi hipertensi pada
obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang
gemuk 5x lebih besar dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal.
b. Mengurangi asupan garam dalam tubuh
Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan.
Batasi garam maksimal 6 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak
c. Ciptakan keadaan rileks
d. Melakukan olahraga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3-4x seminggu diharapkan dapat menambah kebugaran dan
memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya dapat menurunkan tekanan
darah.
e. Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat
memperburuk hipertensi. Zat kimia seperti nikotin dan CO yang dihisap
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses arterosklerosis dan
tekanan darah tinggi. Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk
memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang secara umum
dicoba adalah sebagai berikut:
a) Inisiatif sendiri
b) Menggunakan permen yang mengandung nikotin
c) Kelompok program berhenti merokok
f. Mengurangi konsumsi alkohol
Hindari konsumsi alkohol berlebih. Tidak lebih dari 2 gelas perhari untuk
laki-laki dan tidak lebih dari 1 gelas per hari untuk perempuan.
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka
kesakitan dan kematian akibat hipertensi dengan cara seminimal mungkin
menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi
dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang sehari sekali dan dosis
dititrasi. Prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut:
1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi
2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah
dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi
3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti
hipertensi
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan
seumur hidup.
2.2.4 Rujukan
Rujukan dilakukan saat terapi yang diberikan di pelayanan primer belum
dapat mencapai sasaran pengobatan yang diinginkan atau dijumpai komplikasi
penyakit lainnya akibat penyakit hipertensi. Yang penting adalah
mempersiapkan penderita untuk rujukan tersebut sehingga tidak menimbulkan
persepsi yang salah akibat hasil pengobatan yang sudah dijalani
2.2.5 Pencatatan
Perlu suatu mekanisme pencatatan yang baik, formulir yang cukup serta
cara pengisian yang benar dan teliti. Pencatatan dilaksanakan sesuai dengan
jenis kegiatan yang dilaksanakan, yaitu pencatatan kegiatan pelayanan
pengendalian PTM khususnya tatalaksanan penyakit hipertensi. Formulir
pencatatan terdiri dari:
1. Kartu Rawat Jalan untuk mencatat identitas dan status pasien yang
berkunjung ke puskesmas / sarana kesehatan lainnya untuk memperoleh
layanan rawat jalan
2. Kartu Rawat Inap diperuntukkan bagi pasien rawat inap di Pueskesmas Rawat
Inap
3. Kartu Penderita Hipertensi yang berisikan identitas penderita hipertensi yang
dilayani di Puskesmas dan diberikan kepada penderitanya
4. Formulir Laporan Bulanan penyakit hipertensi
5. Buku Register Tatalaksana dan Rujukan
2.2.6 Pelaporan
Gambar 2.5. Bagan Alur Pelaporan Pengendalian Penyakit Hipertensi
Frekuensi Pelaporan:
a. Laporan dari Puskesmas ke Dinkes Kabupaten/Kota ini menggunakan
formulir standar yang sudah ada. Setiap bulan paling lambat tanggal 10 telah
terkirimkan
b. Laporan di Dinkes kabupaten/kota ke propinsi/pusat dalam diskret hasil entry
data/ rekapitulasi frekuensi laporan triwulan dikirimkan paling lambat tanggal
20 bulan berikutnya ke dinkes propinsi
2.2.7. Evaluasi
Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk
menilai keberhasilan penemuan dan penatalaksaan penderita hipertensi.
Kegiatan ini dilaksanakan secara berkala untuk mendeteksi ketika ada masalah
dalam penemuan dan penatalaksanaan penderita hipertensi agar dapat dilakukan
tindakan perbaikan.
Pada prinsipnya semua kegiatan harus dimonitor dan dievaluasi antara lain
penemuan penyakit hipertensi mulai dari langkah penemuan penderita dan
faktor risikonya, penatalaksanaan penderita yang meliputi hasil pengobatan, dan
efek samping, sehingga kegagalan pengendalian penyakit hipertensi di
pelayanan primer dapat ditekan.
Seluruh kegiatan tersebut harus dimonitor baik dari input maupun output.
Cara pemantauan dapat dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan
langsung, dan wawancara dengan petugas pelaksana dan penderita hipertensi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain penelitian
Penelitian ini merupakan suatu uji potong lintang yang dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui karakteristik dan pengetahuan penderita hipertensi di Puskesmas
Air Saga.
3.2.Populasi dan Sampel Penelitian
3.2. 1. Populasi Target
Populasi target penelitian adalah semua penderita hipertensi di wilayah
kerja puskesmas Air Saga.
3.2.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah penderita hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Air Saga yang berobat ke poli umum atau poli lansia Puskesmas
Air Saga pada periode November - Desember 2014.
3.2.3. Sampel Penelitian
(Z 1-α/2) 2 . p . (1-p)
d2
Z 1- α/2 = 1,96 pada α 0,05
p = proporsi prevalensi kejadian hipertensi di Puskesmas Air Saga
= 0,222
1-p = 0,778
d = presisi ditetapkan 10% (0,1)
1,96 2 . 0,222. 0.778
0,12
= 66,35 ~ 66 orang.
Untuk mengantisipasi adanya kesalahan dalam pengisian kuesioner,
maka ditambahkan sebesar 25% dari jumlah sampel yang sudah dihitung
dengan rumus di atas. Jadi total sampel penelitian yang akan diambil adalah
82,5 orang ~ 83 orang.
n =
n =
3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.3.1.Kriteria inklusi
Penderita hipertensi yang memenuhi kriteria hipertensi menurut JNC VII
yang dibuktikan dengan pengukuran tekanan darah dalam 2 periode.
Bersedia menjawab pertanyaan dalam kuesioner dan ikut serta dalam
penelitian.
3.3.2.Kriteria eksklusi
Tidak bersedia mengikuti penelitian dan menjawab pertanyaan kuesioner.
Kesulitan berkomunikasi dan memahami pertanyaan yang dilontarkan
pewawancara, seperti misalnya gangguan pendengaran.
Langsung dirujuk ke rumah sakit.
Tidak dapat dianamnesis, seperti tidak memahami bahasa pewawancara.
Tidak kooperatif
3.4. Prosedur dan Cara Kerja Penelitian
Pasien yang datang berobat ke poli umum dan poli lansia Puskesmas Air Saga
dan dinyatakan hipertensi melalui pengukuran tekanan darah akan diikutsertakan ke
dalam penelitian. Pasien kemudian akan diminta untuk memberikan informed
consent. Pasien akan diwawancarai oleh dokter-dokter internsip dengan panduan
pertanyaan dalam kuesioner. Kuesioner berisi pertanyaan mengenai mengenai
karakteristik dan pengetahuan penderita akan hipertensi yang meliputi identitas
pasien, riwayat hipertensi pasien, faktor risiko yang dimiliki pasien, dan pengetahuan
pasien mengenai definisi, faktor risiko, gejala, komplikasi, pencegahan, dan
tatalaksana hipertensi. Setelah wawancara, dokter internsip akan melakukan edukasi
personal pada subjek penelitian mengenai jawaban atas pertanyaan di dalam
kuesioner.
3.5. Rencana Pengolahan dan Analisis Data
Seluruh data yang didapatkan dari kuesioner akan diolah dengan menggunakan
program SPSS versi 17.
4. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Poli Umum dan Poli Lansia Puskesmas Air Saga,
Tanjung Pandan.
5. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Waktu pengambilan data dengan kuesioner akan dilaksanakan selama bulan
November 2014 – Desember 2014. Pengolahan, analisis, dan pelaporan data
dilakukan pada bulan Desember 2014 - Januari 2015.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Keadaan Geografi
Wilayah kerja Unit Puskesmas Air Saga terdiri dari 2 Kelurahan dan 4
Desa dengan luas wilayah sebesar 40.634 Ha dan berbatasan wilayah dengan :
1. Sebelah Barat berbatasan dengan Pantai Tanjung Pendam dan Pantai Air
Saga.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Air Seruk Kecamatan Sijuk.
3. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Sijuk dan Desa Batu Itam.
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Parit, Kota .
Terdapat situasi geografis yang berbeda dari masing-masing desa, dimana
Desa Air Saga dan Desa Tanjung Pendam merupakan daerah Pantai dengan
keadaan tanah yang termasuk tandus. Desa Paal Satu, dan Desa Air Merbau,
Air Ketekok, Air Pelempang merupakan daerah rawa dan perkebunan.
Transportasi cukup lancar, terdapat sarana kendaraan umum antar desa, dan
kondisi jalan beraspal 80 %.
Secara administratif wilayah kerja Puskesmas Air Saga Terdiri dari 2
kelurahan dan 4 desa yang terdiri dari :
1. Desa Air Saga.
2. Kelurahan Tanjungpendam.
3. Kelurahan Paal Satu.
4. Desa Air Merbau.
5. Desa Air Ketekok
6. Desa Air Pelempang Jaya
Tabel 4.1 Data dasar Puskesmas Air Saga
NO DESALUAS
WILAYAH
(KM2)
JML
DUSUN
JML
RW
JML
RT
JML
KK
JUMLAHTOTAL
L P
1 AIR SAGA 16350 5 13 35 2790 4083 3804 7887
2TANJUNG
PENDAM1117 4 12 26 1807 3107 3040 6147
3PAAL
SATU2235 4 10 23 2934 5015 4934 9949
4AIR
MERBAU5134 4 8 36 1074 1987 1858 3845
5AIR
KETEKOK5130 3 6 23 1553 2782 2622 5404
6
AIR
PELEMPAN
G JAYA
528 2 4 21 1084 2173 1985 4158
JUMLAH 30494 22 40 276 11242 19147 18243 37390
A. Tenaga Kesehatan
Pada tahun 2014 Puskesmas Air Saga memiliki sejumlah tenaga kesehatan
yang terdiri dari :
1. Kepala Puskesmas : 1 orang (SKM)
2. Dokter umum : 3 orang
3. Dokter gigi : 1 orang
4. Perawat kesehatan (S1) : 15 orang
5. Perawat kesehatan (D3) : 4 orang
6. Perawat gigi : 2 orang
7. Bidan puskesmas : 9 orang
8. Bidan desa : 4 orang
9. Nutrisionis : 2 orang
10. Pengelola obat : 4 orang
11. Laboran : 2 orang
12. Pekarya kesehatan : 4 orang
13. Petugas kesling : 2 orang
4.2. Hasil
4.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Pada penelitian ini, kami mendapatkan 83 subjek penelitian yang terdiri dari 37
orang laki-laki (44,6%) dan 46 orang perempuan (55,4%). Kebanyakan subjek berasal
dari kelompok lansia usia ≥ 60 tahun yaitu sebesar 44 subjek (53%), diikuti 37 subjek
usia pertengahan berusia 45-59 tahun (44,6%), dan 2 subjek dewasa berusia < 45
tahun (2,4%). Usia termuda subjek adalah 41 tahun, usia tertua 82 tahun, dengan rata-
rata usia subjek 60,4 tahun.
Gambar 4.1 Kelompok usia subjek penelitian
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), karakteristik penderita hipertensi di
Puskesmas Air Saga kebanyakan mengalami obesitas yaitu sebesar 33 subjek (39,8%)
dengan obesitas I dan 21 subjek (25,3%) dengan obesitas II. 16 subjek (19,3%)
memiliki IMT normal, 7 subjek dengan berat badan berlebih (8,4%), dan 6 subjek
dengan berat badan kurang (7,2%).
Gambar 4.2 Karakteristik penderita Hipertensi berdasarkan IMT
2
4437
Pasien hipertensi di Puskesmas Air Saga rata-rata telah mengalami hipertensi
selama 6,52 tahun, namun ada juga 1 subjek yang baru terdiagnosis hipertensi (1,2%)
atau yang paling lama 1 subjek yang telah menderita hipertensi selama 40 tahun
(1,2%). Lama hipertensi terbanyak adalah sekitar 2 tahun pada 13 subjek (15,7%).
Dari total 83 sampel, terdapat 80 subjek (96,4%) yang memiliki hipertensi tidak
terkontrol yaitu tekanan darah yang masih ≥ 140/90 dan konsumsi obat tidak teratur.
Faktor genetik juga berperan pada terjadinya hipertensi. Sekitar 41 orang (49,4%)
subjek memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi, terutama orangtua kandung
sekitar 21 subjek (25,3%); kakak atau adik kandung 9 subjek (10,8%); orangtua dan
kakak adik kandung 4 subjek (4,8%); anak kandung 3 subjek (3,6%); orangtua dan
kakek nenek 2 subjek (2,4%); kakek nenek 1 subjek (1,2%); orang tua, paman bibi,
sepupu 1 subjek (1,2%).
Sekitar 49,4% penderita hipertensi juga memiliki komorbiditas dengan penyakit
lain, diantaranya yang terbanyak adalah 24 subjek dengan hiperkolesterolemia, 10
subjek dengan hiperurisemia, 6 subjek dengan diabetes mellitus, 3 subjek dengan
stroke, dan terdapat juga penyakit lainnya seperti gagal ginjal, penyakit jantung,
anemia, TB paru, Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Pembesaran Prostat, batu kemih,
lepra, osteoarthritis, atau gastritis.
Merokok dapat menjadi faktor risiko hipertensi. Dari 83 subjek, terdapat 26
subjek dengan riwayat merokok (31,3%). Dari seluruh penderita hipertensi yang
merokok, frekuensi merokok terbanyak adalah 1 bungkus per hari pada 13 subjek
(50%). Frekuensi lainnya adalah ≤ 5 batang per hari pada 3 subjek (3,6%), ≤ 10
batang per hari pada 5 subjek (19,2%), dan 2-3 bungkus per hari pada 5 subjek
(19,2%).
Terdapat 40 subjek penelitian (48,2%) yang tidak pernah berolah raga, sementara
sisanya yaitu 43 subjek berolah raga (51,8%). 18 subjek berolah raga setiap hari
(21,7%), 14 subjek berolah raga 1-2 kali seminggu (16,9%), 6 subjek berolah raga 2-3
kali seminggu (7,2%), dan 5 subjek berolah raga 1-2 kali sebulan (6%).
Riwayat konsumsi alkohol pada penderita hipertensi di Puskesmas Air Saga
hanya terdapat sebanyak 2 orang subjek (2,4%).
Terdapat 58 subjek (69,9%) yang pernah melakukan pemeriksaan kolesterol
dengan kadar kolesterol 32 subjek di atas normal (38,6%) dan sisanya normal
(31,3%). 46 pasien (55,4%) pernah memeriksakan gula darah dengan hasil 40 subjek
(48,2%) memiliki kadar gula darah normal dan 6 subjek (7,2%) dengan hasil gula
darah di atas normal.
4.2.2. Pengetahuan Subjek Penelitian
Penelitian ini juga bertujuan untuk menilai pengetahuan penderita hipertensi.
Terdapat 41 penderita hipertensi (49,4%) yang mendefinisikan hipertensi sebagai
tekanan darah tinggi. Namun terdapat 32 subjek (38,6%) yang tidak mengetahui
definisi hipertensi. Pengetahuan penderita mengenai definisi hipertensi juga masih ada
yang kurang tepat, seperti 6 subjek (7,2%) yang mendefinisikan hipertensi sebagai
kolesterol tinggi, 3 subjek (3,6%) yang mendefinisikan sebagai asam urat tinggi, dan 1
subjek (1,2%) yang mendefinisikan sebagai kadar gula darah yang tinggi.
49,4%
7,2%3,6%
1,2%
38,6%
Pengetahuan Penderita Hipertensi mengenai Definisi Hipertensi
Tekanan darah tiggi Kolesterol tinggi Asam urat tinggiGula darah tinggi Tidak tahu
Gambar 4.3 Grafik persentase pengetahuan penderita hipertensi mengenai definisi hipertensi
Pengetahuan subjek penelitian mengenai batasan tekanan darah yang
didefinisikan sebagai hipertensi adalah ≥ 160/90 pada 30 subjek (36,1%), ≥ 140/90
pada 28 subjek (33,7%), ≥ 160/100 pada 12 subjek (14,5%), ≥ 120/80 pada 6 subjek
(7,2%), ≥ 180/110 pada 4 subjek (4,8%), dan masih ada yang beranggapan bahwa
hipertensi didefinisikan bila tekanan darah sistolik ≥ 200, ≥ 190/90, atau masih ada
yang tidak tahu. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gejala hipertensi yang
terutama disebutkan adalah pusing, leher tegang, nyeri kepala, rasa ingin jatuh, badan
sakit, mata kabur, dan susah tidur. Keluhan yang terbanyak adalah pusing (40 subjek;
48,19%), leher tegang (29 subjek; 34,93%), nyeri kepala (20 subjek; 24,09%), rasa
ingin jatuh (11 subjek; 13,25%), badan sakit (10 subjek; 12,04%), susah tidur (7
subjek; 8,43%), mata kabur (6 subjek; 7,22%). Gejala lain yang diungkapkan oleh 21
subjek (25,3%) adalah sering lelah, keringat, baal, nafsu makan meningkat, panas,
nyeri kaki, mata kabur, emosi meningkat, kembung dan mual, nyeri dada, berdebar-
debar, gelisah, dan kelemahan badan seperti stroke. Ada juga 6 subjek (7,22%) yang
menyatakan hipertensi tidak bergejala, dan 1 (1,20%) subjek yang tidak mengetahui
gejala hipertensi. Kebanyakan keluhan ini diungkapkan berdasarkan pengalaman
pasien sendiri.
Pusing
Leher
tegan
g
Nyeri k
epala
Rasa in
gin ja
tuh
Badan
sakit
Susah
tidur
Mata ka
bur
Tidak
bergeja
la
Tidak
tahu
Lain-la
in05
1015202530354045
Pengetahuan mengenai Gejala Hipertensi
Jum
lah
Subj
ek
Gambar 4.4 Pengetahuan Subjek Hipertensi Mengenai Gejala Hipertensi
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komplikasi dari hipertensi yang
disebutkan paling banyak adalah stroke (71 subjek; 85,54%), serangan jantung (46
subjek; 55,42%), gagal jantung (34 subjek; 40,9%), gagal ginjal (28 subjek; 33,73%),
infeksi dan demam (27 subjek; 32,53%), DM (25 subjek; 30,12%), tidak tahu (3
subjek; 3,61%), hiperkolesterolemia (1 subjek; 1,20%).
Sekitar 59% penderita hipertensi menyatakan pemeriksaan tekanan darah
dilakukan pada usia diatas 45 tahun dan 13,3% tidak mengetahui kapan harus mulai
lebih sering memeriksakan tekanan darah.
35 penderita hipertensi (42,2%) menyatakan bahwa obat hipertensi harus
dikonsumsi seumur hidup, 24 subjek (28,9%) menyatakan obat boleh dihentikan
setelah gejala hipertensi hilang, 14 subjek (16,9%) menyatakan obat hipertensi boleh
dihentikan setelah tekanan darah <140/90, 7 subjek (8,4%) menyatakan obat boleh
dihentikan setelah obat habis, 2 subjek (2,4%) tidak tahu kapan obat hipertensi boleh
dihentikan, dan 1 subjek (1,2%) menyatakan obat boleh dihentikan tergantung dokter.
konsumsi s
eumur h
idup
setela
h gejal
a hipert
ensi h
ilang
setela
h teka
nan dara
h <140/90
setela
h obat hab
is
tergan
tung dokte
r
tidak tah
u05
10152025303540
Pengetahuan Pasien Hipertensi tentang Penghentian Obat Hipertensi
Gambar 4.5 Pengetahuan mengenai waktu penghentian obat hipertensi
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 54 subjek (65,1%) menyatakan kontrol
ke dokter dilakukan saat obat habis, 25 subjek (30,1%) menyatakan kontrol dokter
dilakukan saat gejala hipertensi muncul lagi, 3 subjek (3,6%) menyatakan tidak perlu
kontrol lagi, dan 1 subjek (1,2%) tidak tahu kapan harus kontrol lagi.
saat obat habis saat gejala muncul kembali
tidak perlu kontrol tidak tahu0
10
20
30
40
50
60
Waktu Kontrol Hipertensi
Gambar 4.6 Pengetahuan Penderita Hipertensi Mengenai Waktu Kontrol Hipertensi
Hasil mengenai pengetahuan tentang faktor risiko hipertensi dipaparkan dalam
tabel 4.2. di bawah ini. Sekitar 92,8% subjek menyatakan bahwa makanan tinggi
garam berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pengetahuan mengenai jenis kelamin
dan riwayat keluarga dengan hipertensi sebagai faktor risiko hipertensi masih kurang
yaitu kurang dari 60%.
Tabel 4.2 Pengetahuan Penderita Hipertensi mengenai Faktor Risiko Hipertensi
Faktor Risiko Berpengaruh Tidak
Berpengaruh
Makanan tinggi garam 77 (92,8%) 6 (7,2%)
Stress 81 (97,6%) 2 (2,4%)
Berat Badan berlebih (obesitas) 69 (83,1%) 14 (16,9%)
Rokok dan alkohol 76 (91,6) 7 (8,4%)
Riwayat keluarga dengan hipertensi 46 (55,4%) 37 (44,6%)
Usia tua 64 (77,1%) 19 (22,9%)
Kurangnya aktivitas fisik 72 (86,7%) 11 (13,3%)
Jenis Kelamin 34 (41%) 49 (59%)
Makan
an Tin
ggi Gara
mStr
ess
Berat b
adan
berleb
ih
Rokok d
an Alko
hol
Riwaya
t Kelu
arga d
engan
Hiperten
si
Usia Tu
a
Kurangn
ya Akti
vitas
Fisik
Jenis K
elamin
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
120.0%
Pengetahuan Penderita Hipertensi mengenaiFaktor Risiko Hipertensi
Tidak BerpengaruhBerpengaruh
Gambar 4.7 Pengetahuan Penderita Hipertensi Mengenai Faktor Risiko Hipertensi
4.3. Pembahasan
Karakteristik penderita hipertensi di Puskesmas Air Saga menunjukkan rata-rata
usia penderita 60,4 tahun dan 55,4% diantaranya adalah perempuan. Sekitar 96,4%
subjek hipertensi di Puskesmas Air Saga memiliki hipertensi yang tidak terkontrol.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian, mereka memiliki faktor risiko
obesitas dan riwayat keluarga dengan hipertensi. Faktor risiko merokok hanya
ditemukan sekitar 31,3%. Faktor merokok ini tidak terlalu banyak ditemukan karena
kebanyakan subjek adalah wanita. 48,2% subjek memiliki faktor risiko kurang
olahraga. Kurangnya olahraga dapat menjadi faktor risiko hipertensi. Olahraga yang
disarankan adalah 150 menit per minggu atau 5 kali seminggu selama 30 menit atau 3
kali seminggu selama 40 menit. Faktor risiko alkohol hanya sedikit yaitu 2,4%. Faktor
risiko hiperkolesterolemia cukup besar yaitu 38,6%. Faktor hiperglikemia hanya
minimal (7,2%).
Pengetahuan penderita hipertensi mengenai definisi hipertensi cukup baik. Namun
masih ada yang mendefinisikan hipertensi secara kurang tepat yaitu 50,6% yang
mendefinisikan hipertensi bukan sebagai tekanan darah tinggi. Pengetahuan mengenai
batasan tekanan darah yang dianggap sebagai hipertensi masih belum tepat. Sekitar
50% penderita menyatakan bila tekanan darah ≥160/90 atau ≥160/100 baru dikatakan
sebagai hipertensi. Dari hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan penderita hipertensi
mengenai batasan tekanan darah yang dikatakan hipertensi masih belum tepat.
Penderita hipertensi juga masih menganggap bahwa hipertensi selalu memberikan
gejala seperti misalnya pusing, leher tegang, nyeri kepala, dan keluhan-keluhan lainnya.
Padahal hipertensi seringkali tidak memberikan gejala. Pengetahuan mengenai
komplikasi hipertensi juga masih minimal. Data yang kami dapatkan ini muncul setelah
penderita diberikan pilihan mengenai komplikasi penyakit yang mungkin terjadi.
Namun kebanyakan pasien tidak mengetahui komplikasi hipertensi bila harus
menyebutkannya secara langsung. Hipertensi banyak terjadi mulai di usia 35 tahun
sehingga pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan lebih sering pada usia 35
tahun ke atas. Namun sekitar 59% penderita hipertensi menyatakan pemeriksaan
tekanan darah dilakukan pada usia diatas 45 tahun dan 13,3% tidak mengetahui kapan
harus mulai lebih sering memeriksakan tekanan darah.
Pemahaman mengenai konsumsi obat hipertensi seumur hidup diungkapkan oleh
42,2% subjek. Namun sekitar 57,8% masih beranggapan bahwa obat hipertensi boleh
dihentikan setelah gejala hilang, setelah tekanan darah normal, atau masih tidak tahu
kapan boleh dihentikan. Kontrol dilakukan saat obat habis. Penderita hipertensi
mengetahui bahwa makanan tinggi garam, stress, kelebihan berat badan, rokok alkohol,
kurangnya aktivitas fisik, dan usia tua merupakan faktor risiko yang berpengaruh.
Namun hanya sebagian kecil penderita yang menganggap riwayat keluarga dengan
hipertensi dan jenis kelamin sebagai faktor risiko hipertensi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang memiliki prevalensi yang
cukup tinggi di Indonesia, khususnya di provinsi Bangka Belitung. Karena hipertensi sering
kali tidak menimbulkan gejala, maka dibutuhkan surveilans hipertensi dan edukasi mengenai
hipertensi itu sendiri pada masyarakat. Dalam penelitian ini, kami melakukan penelitian
mengenai karakteristik dan pengetahuan penderita hipertensi yang ada di Puskesmas Air
Saga. Dari data yang dikumpulkan, dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita hipertensi di
Puskesmas Air Saga merupakan penderita hipertensi tidak terkontrol yang memiliki faktor
risiko hipertensi yang tidak dapat dimodifikasi yaitu riwayat keluarga dengan hipertensi dan
faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu IMT di atas normal dan kurangnya olahraga.
Selain itu, sebagian penderita hipertensi belum memiliki pengetahuan yang baik akan faktor
risiko hipertensi terutama riwayat keluarga dengan hipertensi dan jenis kelamin, batasan
tekanan darah, komplikasi, penatalaksanaan, dan juga pencegahan hipertensi. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa diperlukan adanya upaya preventif secara primer dan sekunder lebih
lanjut untuk mencegah terjadinya hipertensi dan komplikasinya.
5.2. Saran
Data mengenai karakteristik dan pengetahuan penderita hipertensi masih didapatkan
secara terbatas. Masih ada keterbatasan dalam proses pengumpulan data seperti misalnya
pengetahuan pasien yang tidak secara murni diketahui karena beberapa jawaban diberikan
setelah dipandu melalui pilihan dalam kuesioner. Pengetahuan subjek hipertensi juga masih
kurang. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan promosi kesehatan dan upaya preventif primer
atau sekunder guna tatalaksana hipertensi yang lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran..
DAFTAR PUSTAKA
1. James PA, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood
Pressure in Adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint
National Committee (JNC 8). JAMA. 2014;311(5):507-520.
2. U.S Department of Health and Human Services. Reference card from The Seventh Report
of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation. And Treatment of
High Blood Pressure. USA: U.S Department of Health and Human Services; 2004.
3. World Health Organization. Raised Blood Pressure. [Diunduh
dari :http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/]
4. Sarwanto, Wilujeng LK, Rukmini. Prevalensi Penyakit Hipertensi Penduduk di Indonesia
dan Faktor yang Berisiko. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2009; vol 12; 154-162.
5. Krishnan A, Garg R, Kahandaliyanage A. Hypertension in the South-East Asia Region:
an Overview. Regional Health Forum. 2013; 17 (1); 7-14.
6. Indonesian Society of Hypertension. Konas InaSH 1. [Diunduh dari :
http://www.inash.or.id/news_detail.html?id=34; 2007.]
7. Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-
proses penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC; 2006.
8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.
9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010.
10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Jakarta; Kementerian Kesehatan RI; 2013.
11. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation. And Treatment of High Blood
Pressure. USA: U.S. Department of Health and Human Services; 2004.
12. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007.
13. Sagala. Hipertensi; 2010. [Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/ 4/Chapter%20II.pdf]
14. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.
15. Sihombing M. Hubungan Perilaku Merokok, Konsumsi Makanan/Minuman, dan
Aktivitas Fisik dengan Penyakit Hipertensi pada Responden Obes Usia Dewasa di
Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 2010; 60(9); 406-12.
16. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jakarta. Survei Kesehatan Nasional
(SURKESNAS) 2004: SKRT 2004-volume 2: Status Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Jakarta: Badan Litbangkes; 2005.
17. American Heart Association. Stress and Hypertension. USA: American Heart
Asociation; 2014.
18. Alwi H. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka; 2003.
19. Almatsier S. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum; 2006.
20. Sugiharto A. Faktor-faktor risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi Kasus di
Kabupaten Karanganyar). Tesis Program Studi Magister Epidemiologi Program Studi
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang : Tesis; 2007.
21. Amir IR. Hubungan Gaya Hidup dengan Indeks Massa Tubuh orang Dewasa di
Kotamadya Bandung Tahun 1996. Tesis Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat
Uniersitas Indonesia. Depok : Tesis; 1997.
22. Medscape Medical Student. Alcohol Consumption and Hypertension. Medscape.
[Diunduh dari : www.medscape.com/viewarticle/403751_4].
LAMPIRAN
KUESIONER KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DI PUSKESMAS AIR SAGA
Selamat pagi/siang Bapak/Ibu. Kami dokter-dokter internsip yang bertugas di Puskesmas Air Saga periode Oktober – Januari 2014 membuat dan menyebarluaskan kuesioner berisi pertanyaan mengenai karakteristik dan pengetahuan penderita hipertensi di Puskesmas Air Saga. Dari hasil kuesioner ini, kami berharap dapat melakukan evaluasi mengenai karakteristik penderita hipertensi serta pengetahuan penderita guna penanganan hipertensi yang tepat guna dan tepat laksana. Dengan mengisi kuesioner berarti Bapak/Ibu telah ikut serta dalam penelitian berbasis kuesioner mengenai hipertensi. Kami mengucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu dalam mengisi kuesioner ini.
Dengan ini saya yang bertandatangan di bawah ini:Nama : ..........................................Usia : .................... tahun
menyatakan setuju untuk mengisi kuesioner dan ikut serta dalam penelitian.
(....................................) Peserta
Nama :No. Rekam Medis : Jenis Kelamin : L / P *Usia : tahun
Pekerjaan : 1. Tidak bekerja2. Pegawai Negeri3. Karyawan swasta 4. Ibu rumah tangga5. Buruh tani / kebun / pabrik6. Wiraswasta7. Lain-lain, yaitu ..........................
Berat Badan : kgTinggi Badan : cm
Riwayat Hipertensi : - Sudah berapa lama?- Nama dan dosis obat yang dikonsumsi:
Tekanan Darah (mmHg)
awal: mmHg
tertinggi: mmHg
Saat ini: mmHg
Nama dan Dosis Obat
- Terkontrol / tidak terkontrol*
*lingkari salah satuTerkontrol bila TD <140/90 DAN obat diminum teratur
1. Apakah Anda memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi?0. Tidak1. Ya
2. Jika jawaban no. 1 YA , sebutkan: Ayah / ibu / kakek nenek / paman bibi / lain-lain.....................
3. Apakah saat ini Anda juga menderita penyakit tersebut di bawah ini?(lingkari pilihan Anda)0. Tidak Ada1. Diabetes Melitus (kencing manis)2. Gagal Ginjal3. Penyakit Jantung, yaitu ...................................
4. Kolesterol tinggi5. Lain-lain......................................................
4. Apakah Anda Merokok?0. Tidak1. Ya
5. Jika no. 4 YA, Berapa banyak Anda merokok dalam sehari?1. < 5 batang2. < 10 batang3. 1 bungkus4. 2-3 bungkus5. Lain-lain ...............................................
6. Bagaimana frekuensi Anda berolah raga?1. Tidak Pernah2. 1-2x seminggu3. 2-3 x seminggu4. Setiap hari5. 1-2 x sebulan6. Lain-lain...............................
7. Apakah Anda mengkonsumsi alkohol? 0. Tidak1. Ya
8. Apakah Anda pernah melakukan pemeriksaan kolesterol? 0. Tidak1. Ya
9. Bila no. 8 YA, bagaimana hasilnya? 1. Normal2. Di atas normal
10. Apakah Anda pernah melakukan pemeriksaan gula darah? 0. Tidak1. Ya
11. Bila no. 10 YA, bagaimana hasilnya? 1. Normal2. Di atas normal
12. Menurut Anda apakah hipertensi itu? (pilih salah satu)1. Kadar gula darah tinggi
2. Asam urat tinggi3. Tekanan darah tinggi4. Kadar kolesterol tinggi
13. Apakah hipertensi memiliki gejala? Bila ada, gejalanya apa? (harus diisi)................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
14. Berapakah tekanan darah yang disebut hipertensi?1. ≥ 120 / 80 mmHg2. ≥ 140 / 90 mmHg3. ≥ 160 / 90 mmHg4. ≥ 160 / 100 mmHg
15. Pada usia berapa, kita harus lebih sering melakukan pemeriksaan tekanan darah? 1. ≥ 35 tahun2. ≥ 45 tahun3. ≥ 55 tahun4. ≥ 65 tahun
16. Apakah menghindari makanan tinggi garam dapat menurunkan tekanan darah?0. Tidak1. Ya
17. Apa saja makanan yang tinggi garam?1. Garam dapur, kecap, makanan kaleng, daging olahan, acar, mayonaise,
sambel, makanan ringan2. Sayur hijau, daun bawang, kangkung, bayam3. Daging sapi, telur, udang, cumi-cumi
18. Bagaimanakah cara mengontrol tekanan darah? (pilih yang menurut Anda BENAR, BOLEH lebih dari satu)1. Mengurangi makanan tinggi garam2. Minum obat teratur3. Olahraga teratur4. Menjaga Berat Badan 5. Mengurangi stress6. Menghindari rokok dan alkohol
19. Menurut Anda, penyakit apa saja yang dapat timbul akibat hipertensi? (pilih yang menurut Anda BENAR, BOLEH lebih dari satu)1. Serangan jantung2. Gagal jantung3. Gagal ginjal4. Stroke5. Kencing Manis6. Infeksi dan demam7. Lain-lain : .....................................................
20. Menurut Anda, kapan obat hipertensi boleh dihentikan?1. setelah gejala hipertensi hilang2. setelah tekanan darah < 140 / 903. setelah obat habis4. Obat dikonsumsi seumur hidup untuk mengontrol tekanan darah tetap normal.5. Lain-lain ...............................
21. Menurut Anda, kapan seorang penderita hipertensi melakukan kontrol ke dokter?1. Sebelum obat habis2. Saat gejala muncul kembali3. Tidak perlu kontrol lagi4. Lain-lain ...............................
22. Menurut Anda faktor-faktor apa saja yang dapat memicu terjadinya hipertensi? (tandai √ pada jawaban anda : YA atau TIDAK)
Faktor Risiko Ya Tidak
1. Makanan tinggi garam
2. Stress
3. Berat Badan berlebih (obesitas)
4. Rokok dan alkohol
5. Riwayat keluarga dengan hipertensi
6. Usia tua
7. Kurangnya aktivitas fisik
8. Jenis Kelamin