72
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi merupakan kondisi yang paling sering ditemukan di pelayanan primer yang dapat memicu terjadinya penyakit kardiovaskuler, infark miokard, stroke, gagal ginjal, atau kematian apabila tidak dideteksi dini dan tidak diterapi dengan tepat. 1 Hipertensi terjadi bila terjadi peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg. 2 Di seluruh dunia, peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan sekitar 7,5 juta kematian (12,8% dari seluruh kematian). Peningkatan tekanan darah merupakan penyakit yang berbahaya karena merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke hemoragik. Risiko penyakit kardiovaskuler meningkat 2 kali lipat untuk setiap kenaikan 20/10 mmHg (dimulai dari 115/75). Risiko penyakit lain yang mungkin terjadi adalah gagal jantung, penyakit vaskuler perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina, dan gangguan visual. 3 Secara global, peningkatan tekanan darah di usia 25 tahun ke atas sekitar 40% pada tahun 2008. Populasi yang terus bertambah dan penuaan, membuat kasus hipertensi semakin banyak. Jumlah penderita hipertensi yang tidak terkontrol meningkat dari 600 juta kasus pada tahun 1980 menjadi hampir 1 miliar penderita pada tahun 2008. 3 Kebiasaan merokok terutama perokok sangat berat dan indeks massa tubuh obesitas juga berhubungan dengan kejadian hipertensi. 4 Di wilayah Asia Tenggara, sekitar 35% populasi dewasa memiliki hipertensi yang memberikan kontribusi pada 1,5

Mini Project

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mini project

Citation preview

Page 1: Mini Project

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipertensi merupakan kondisi yang paling sering ditemukan di pelayanan

primer yang dapat memicu terjadinya penyakit kardiovaskuler, infark miokard,

stroke, gagal ginjal, atau kematian apabila tidak dideteksi dini dan tidak diterapi

dengan tepat.1 Hipertensi terjadi bila terjadi peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140

mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg.2

Di seluruh dunia, peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan sekitar

7,5 juta kematian (12,8% dari seluruh kematian). Peningkatan tekanan darah

merupakan penyakit yang berbahaya karena merupakan faktor risiko terjadinya

penyakit jantung koroner dan stroke hemoragik. Risiko penyakit kardiovaskuler

meningkat 2 kali lipat untuk setiap kenaikan 20/10 mmHg (dimulai dari 115/75).

Risiko penyakit lain yang mungkin terjadi adalah gagal jantung, penyakit vaskuler

perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina, dan gangguan visual.3

Secara global, peningkatan tekanan darah di usia 25 tahun ke atas sekitar 40%

pada tahun 2008. Populasi yang terus bertambah dan penuaan, membuat kasus

hipertensi semakin banyak. Jumlah penderita hipertensi yang tidak terkontrol

meningkat dari 600 juta kasus pada tahun 1980 menjadi hampir 1 miliar penderita

pada tahun 2008.3 Kebiasaan merokok terutama perokok sangat berat dan indeks

massa tubuh obesitas juga berhubungan dengan kejadian hipertensi.4

Di wilayah Asia Tenggara, sekitar 35% populasi dewasa memiliki hipertensi

yang memberikan kontribusi pada 1,5 juta kematian per tahun. Data nasional dari

berbagai negara di Asia Tenggara menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi. Di

Indonesia, prevalensi hipertensi meningkat dari tahun 1995 sebesar 8% menjadi 32%

pada tahun 2008. Dari WHO STEP di negara India, Indonesia, Maldives, dan Nepal

kurang dari 50% yang mengetahui bahwa mereka memiliki hipertensi dan hanya

kurang dari setengahnya yang mendapatkan terapi. Dari subyak yang mendapatkan

terapi, hanya kurang dari setengahnya yang memiliki tekanan darah di bawah

140/90.5

Prevalensi hipertensi pada penduduk Indonesia diatas 15 tahun ke atas

berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah adalah sebesar 34,9% dari 643.300

individu. Menurut data Riskesdas tahun 2007, hipertensi banyak terjadi pada

kelompok usia 45-54 tahun sejumlah 49.226 jiwa, diikuti oleh kelompok usia 35-44

tahun sejumlah 47.224 jiwa. Namun bila dilihat secara keseluruhan, prevalensi

hipertensi terbesar, yaitu 70,2% terjadi pada kelompok usia 65 tahun ke atas.

Hipertensi di daerah pedesaan cenderung lebih tinggi.4 Studi yang dilakukan Misbach

Page 2: Mini Project

berupa survei hipertensi di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan

dari total 40,4% kasus hipertensi yang ditemukan, terdapat 33,5% yang tidak

mendapat terapi dan 31,5% yang mendapat terapi. Proporsi penderita penyakit

kardiovaskuler yang dirawat di rumah sakit di Indonesia terus meningkat dari 2,1% di

tahun 1990 menjadi 6,8% di tahun 2001.6

Hipertensi juga masih menjadi masalah di wilayah kerja Puskesmas Air Saga,

Kabupaten Tanjung Pandan. Jumlah penduduk usia 45-59 tahun di wilayah kerja

Puskesmas Air Saga pada tahun 2013 adalah 5.063 jiwa dan usia di atas 60 tahun

sebesar 3.101 jiwa. Dari sistem pencatatan dan pelaporan didapatkan pada tahun 2011

hipertensi menempati peringkat kedua dengan kunjungan total 3.926 kali, pada tahun

2012 juga menempati peringkat kedua dengan kunjungan sebesar 3.296 kali, tahun

2013 menempati peringkat keempat dengan kunjungan sebesar 2.097 kali, dan pada

tahun 2014 kejadian hipertensi rata-rata menempati peringkat kedua setiap bulannya

dengan jumlah sekitar 189-331 kunjungan per bulan.

Pengendalian hipertensi hingga kini belum memuaskan, bahkan di negara maju.

Di banyak negara, pengendalian hipertensi baru mencapai 8% karena berbagai

kendala mulai dari faktor penderita, hingga sarana pelayanan yang tersedia.

Pengendalian hipertensi di Indonesia mencakup pencegahan, penemuan dini,

diagnosis, dan terapi. Pencegahan meliputi perubahan gaya hidup dan pemeriksaan

berkala untuk keperluan identifikasi hipertensi. Penemuan dini bisa dilakukan dengan

skrining pada populasi, serta meningkatkan kesadaran masyarakat terutama mereka

yang berisiko.6 Di Puskesmas Air Saga, upaya ini belum terlaksana sepenuhnya

dikarenakan pengertian masyarakat mengenai lansia masih kurang karena mereka

masih menganggap bahwa peristiwa sakit pada masa lansia merupakan hal yang

alami dan biasa. Lansia banyak yang berobat ke praktek swasta sehingga tidak

terdata. Selain itu, kelompok lansia juga kurang bisa memanfaatkan posyandu lansia

dan kurangnya kesadaran lansia untuk membina sendiri kesehatannya.

Penemuan kasus hipertensi di masyarakat oleh tenaga kesehatan maupun upaya

meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai hipertensi perlu ditingkatkan

karena sebagian besar penderita hipertensi tidak menunjukkan keluhan. Untuk itu

diperlukan kombinasi upaya mandiri dan aktif oleh individu dan masyarakat serta

dukungan oleh kader dan petugas program pelayanan kesehatan di puskesmas atau

rumah sakit.

1.2. Rumusan Masalah

- Berapa banyak kunjungan pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas

Air Saga?

- Bagaimana karakteristik penderita hipertensi di Puskesmas Air Saga?

Page 3: Mini Project

- Bagaimana pengetahuan penderita hipertensi di Puskesmas Air Saga

terhadap definisi, faktor risiko, gejala, komplikasi, pencegahan, dan

tatalaksana hipertensi?

1.3. Tujuan

- Tujuan umum

Mengetahui karakteristik penderita hipertensi dan manajemen hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Air Saga.

- Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik dan pengetahuan penderita hipertensi di

Puskesmas Air Saga terhadap definisi, faktor risiko, gejala,

komplikasi, pencegahan, dan tatalaksana hipertensi.

b. Mengupayakan pencegahan penyakit dan komplikasi penyakit

hipertensi di Puskesmas Air Saga.

c. Mengupayakan manajemen hipertensi yang lebih tepat guna dan tepat

sasaran.

1.4. Manfaat

a. Bagi masyarakat

Mengupayakan masyarakat yang sehat dan menurunkan prevalensi

penyakit dan atau komplikasi penyakit hipertensi.

b. Bagi Puskesmas

Memungkinkan manajemen hipertensi yang tepat laksana sehingga tepat

sasaran dan tepat guna.

c. Bagi kesehatan Bangsa Indonesia

Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit tidak

menular khususnya hipertensi sehingga meningkatkan angka harapan

hidup dan taraf kesehatan Bangsa Indonesia.

Page 4: Mini Project

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1. Hipertensi

2.1.1. Definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang

menetap di atas sama dengan batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90

mmHg atau sistolik 140 mmHg.7 Sekitar 90% kasus hipertensi tidak diketahui

penyebabnya dan hipertensi ini disebut hipertensi esensial (etiologi dan

patogenesis tidak diketahui). Awitan hipertensi esensial biasanya terjadi

antara usia 20 dan 50 tahun, dan lebih sering dijumpai pada orang Afro-

Amerika daripada populasi umum.

Hipertensi didiagnosis melalui pengukuran yang dilakukan oleh penguji

atau tenaga kesehatan pada 3 kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit

dan atau dalam waktu 5-15 menit setelah atau saat istirahat.8 Namun menurut

JNC VII, minimal 2 kali pengukuran dibutuhkan untuk menentukan batasan

tekanan darah.

2.1.2. Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa semakin meningkatnya populasi

usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga

akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi

sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia

>65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus

meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola

kurva mendatar), dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34%

dari seluruh pasien hipertensi.

Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari

negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition

Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000,

insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti

terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15

juta dari data NHANES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri

merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.

Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan

tuberkulosis, yakni  mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur

di Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang

menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007

Page 5: Mini Project

menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%.8,9 Data

Riskesdas 2007 juga menyebutkan prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar

30% dengan insiden komplikasi penyakit kardiovaskular lebih banyak pada

perempuan (52%) dibandingkan laki-laki (48%).8 Dari hasil Riskesdas tahun

2013 melalui riset pada penduduk usia ≥18 tahun didapatkan data prevalensi

hipertensi mencapai 25,8% dengan proporsi tertinggi terdapat di Provinsi

Bangka Belitung sebesar 30,9%.10

2.1.3. Klasifikasi

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committe on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

(JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi

kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat

2.11

Tabel I Kriteria Hipertensi Menurut JNC VII GuidelinesGambar 2.1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu:

2.1.3.1. Hipertensi Primer (Esensial)

Hipertensi primer (esensial) adalah suatu peningkatan persisten

tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol

homeostatik normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan

mencakup 90% dari kasus hipertensi. Hipertensi esensial merupakan

multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor

yang mendorong timbulnya kenaikan darah

2.1.3.2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi

sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai

riwayat hipertensi dalam keluarga. Individu dengan hipertensi pertama kali

pada usia di atas 50 tahun atau yang sebelumnya diterapi tapi mengalami

Page 6: Mini Project

refrakter terhadap terapi yang diberikan mungkin mengalami hipertensi

sekunder. Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen,

penyakit ginjal, hipertensi vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan

sindroma cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, kehamilan, serta

penggunaan obat-obatan.12

2.1.4. Etiologi

Etiologi hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume

sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah

satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan

hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat

rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan

kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan

hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya

dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak

meninbulkan hipertensi.13

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi

apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat

gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang

berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan

aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal.

Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik

akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah.

Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik.

Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat

terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau

responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua

hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada

peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa secara lebih

kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk

mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut

peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan

peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung

lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar).

Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat

sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi

untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung

Page 7: Mini Project

juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya

menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup.

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:

1. Penyakit ginjal

2. Stenosis arteri renalis

3. Pielonefritis

4. Glomerulonefritis

5. Tumor-tumor ginjal

6. Penyakit ginjal polikista (biasaanya diturunkan)

7. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)

8. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal

9. Kelainan hormonal

a. Hiperaldosteronisme

b. Sindroma cushing

c. Feokromositoma

10. Obat-obatan

a. Pil KB

b. Kortikosteroid

c. Siklosporin

d. Eritropoietin

e. Kokain

f. Penyalahgunaan alkohol

11. Penyebab Lainnya

a. Koartasio Aorta

b. Preeklamsi pada kehamilan

c. Keracunan Timbal Akut

2.1.5. Faktor Risiko

Hipertensi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya Faktor

yang tidak dapat dimodifikasi (seperti : usia, jenis kelamin); dan Faktor yang

dapat dimodifikasi (seperti : kelebihan berat badan, aktivitas fisik, asupan

garam, faktor emosional, dan faktor keturunan).14

2.1.5.1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

A. Usia

Tekanan darah cenderung rendah pada usia remaja dan mulai

meningkat pada masa dewasa awal. Kemudian meningkat lebih nyata

Page 8: Mini Project

selama masa pertumbuhan dan pematangan fisik di usia dewasa akhir

sampai usia tua dikarenakan sistem sirkulasi darah akan terganggu, karena

pembuluh darah sering mengalami penyumbatan, dinding pembuluh darah

menjadi keras dan tebal serta berkurangnya elastisitas pembuluh darah

sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi. 14

Penelitian Marice Sihombing (2010) mengungkapkan berdasarkan

menurut kelompok umur diketahui bahwa responden yang obesitas dan

berumur 55 tahun ke atas memiliki risiko paling besar yaitu 8,4 kali

dibandingkan dengan responden yang obesitas dan berumur 18-24 tahun.

Secara umum diketahui bahwa tekanan darah akan meningkat seiring

dengan bertambahnya umur dan semakin meningkat lagi dengan berat

badan lebih (overweight) dan obesitas. Peningkatan tekanan darah akan

menjadi lebih besar lagi bila ada riwayat keluarga yang hipertensi dan

mempunyai stres emosional yang tinggi. Pada orang dengan obesitas,

jumlah darah yang beredar akan meningkat, cardiac output akan naik dan

ini akan meningkatkan tekanan darah.15

B. Jenis Kelamin

Kejadian hipertensi biasanya lebih banyak pada laki-laki daripada

wanita, dikarenakan laki-laki memiliki gaya hidup yang cenderung

meningkatkan tekanan darah. Wanita dewasa mempunyai prevalensi

hipertensi yang lebih tinggi dari pada laki-laki karena perempuan

mengalami kehamilan dan menggunakan alat kontrasepsi hormonal.

Pernyataan ini di dukung oleh penelitian Darmodjo dan tim MONICA

(Monitoring Trendsand Determinants of Cardiovascular Disease), 1999.

Pada masa muda dan paruh baya, hipertensi lebih banyak terjadi pada laki-

laki sedangkan setelah usia 55 tahun (ketika seorang wanita mengalami

menopause) akan lebih banyak pada wanita.8

C. Genetik

Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi

di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang

tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak

dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah

satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik

mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.14

2.1.5.2. Faktor yang dapat dimodifikasi

A. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Page 9: Mini Project

Secara fisiologi, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan

dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan

adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Kaitan erat antara

kelebihan berat badan dengan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan

oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan

tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Penelitian menunjukan

adanya hubungan antara berat badan dan hipertensi. Bila berat badan

meningkat di atas berat badan ideal maka risiko hipertensi juga

meningkat. Bila berat badan menurun, maka volume darah total juga

berkurang, hormon-hormon yang berkaitan dengan tekanan darah

berubah, dan tekanan darah berkurang.14

Peningkatan IMT erat kaitannya dengan penyakit hipertensi baik

pada laki-laki maupun pada perempuan. Kenaikan berat badan (BB)

sangat berpengaruh pada mekanisme timbulnya kejadian hipertensi pada

orang yang obesitas akan tetapi mekanisme terjadinya hal tersebut belum

dipahami secara jelas namun diduga pada orang yang obesitas terjadi

peningkatan volume plasma dan curah jantung yang akan meningkatkan

tekanan darah.15 Obesitas merupakan faktor risiko utama dari beberapa

penyakit degeneratif dan metabolik, salah satunya adalah penyakit

hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi.15

Tabel 2.1. Klasifikasi IMT menurut WHO untuk Asia Pasifik

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat badan kurang <18,5

Normal 18,5-22,9

Berat badan lebih (overweight) 23-24,9

Obesitas tingkat 1 25,0-29,9

Obesitas tingkat 2 >30,0

Tabel 2.2. Tabel Klasifikasi IMT menurut Depkes RI

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Kurus < 18,5

Normal ≥ 18,5 - < 24,9

Berat badan lebih (overweight) ≥25,0 - < 27,0

Obesitas ≥27,0

B. Aktivitas Fisik

Page 10: Mini Project

Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-

otot skeletal yang mengakibatkan pengeluaran energi. (WHO, 2010;

Physical Activity. In Guide to Community Preventive Services Web site,

2008). Aktivitas fisik terdiri dari aktivitas selama bekerja, tidur, dan pada

waktu senggang. Setiap orang melakukan aktivitas fisik, atau bervariasi

antara individu satu dengan yang lain bergantung gaya hidup perorangan

dan faktor lainnya seperti jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan lain-lain.

Aktivitas fisik sangat disarankan kepada semua individu untuk menjaga

kesehatan. Aktivitas fisik juga merupakan kunci kepada penentuan

penggunaan tenaga dan dasar kepada tenaga yang seimbang.

Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan

faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan

diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010; Physical

Activity. In Guide to Community Preventive Services Web site, 2008).

Aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dan terencana disebut

latihan jasmani, sedangkan aktivitas fisik yang tidak dilakukan secara

terstruktur dan terencana disebut aktivitas fisik sehari-hari.

Pada fisik yang senantiasa aktif, pembuluh darah akan senantiasa

elastis sehingga mengurangi tekanan di perifer. Aktivitas fisik yang

teratur menyebabkan jantung bekerja lebih efisien, denyut jantung

berkurang, dan akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Penelitian

Marice Sihombing (2010) mengungkapkan kurangnya aktivitas fisik

berisiko hipertensi 1,05 kali dibandingkan dengan cukup aktivitas fisik.

Kurang aktivitas fisik diketahui sebagai faktor risiko berbagai penyakit

tidak menular seperti hipertensi, jantung, stroke, DM dan kanker.

Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur seperti olahraga dapat

menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah dan

melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa bila jantung mendapat

pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Di samping

itu, olahraga yang teratur akan merangsang pelepasan endorfin (morfin

endogen) yang menimbulkan euphoria dan relaksasi otot sehingga

tekanan darah tidak meningkat.15

C. Stress

Berada dalam keadaan yang penuh stres dapat mempengaruhi tekanan

darah secara sementara. Dakam keadaan stres tubuh melepaskan hormon

stress (adrenalin dan kortisol) ke dalam darah. Hormon ini

mempersiapkan tubuh utuk keadaan “fight or flight” dengan

Page 11: Mini Project

meningkatkan laju nadi dan mengkonstriksi pembuluh darah. Konstriksi

pembuluh darah dan naiknya laju nadi dapat meningkatkan tekanan darah

untuk sementara. Saat reaksi stress hilang, tekanan darah kembali keadaan

sebelum stress.17

D. Merokok

Merokok merupakan salah satu kebiasaan hidup yang dapat

mempengaruhi tekanan darah. Pada keadaan merokok pembuluh darah di

beberapa bagian tubuh seperti pembuluh darah perifer dan pembuluh

darah di ginjal akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini

dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke

alat-alat tubuh dengan jumlah yang tetap. Untuk itu jantung harus

memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada pembuluh darah

meningkat.18

Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik

10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit. Dengan

menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap

kenaikan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang terkandung

dalam asap rokok. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200

diantaranya beracun, antara lain karbon monoksida (CO) yang dihasilkan

oleh asap rokok. Gas CO dapat menimbulkan desaturasi hemoglobin,

menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh

termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin,

mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis

(pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Nikotin juga

merangsang peningkatan tekanan darah. Nikotin mengaktifkan trombosit

dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (pengumpalan) ke dinding

pembuluh darah. Nikotin, CO, dan bahan lainnya dalam asap rokok

terbukti merusak dinding pembuluh endotel (dinding dalam pembuluh

darah), mempermudah pengumpalan darah sehingga dapat merusak

pembuluh darah perifer.

Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok berdasarkan jumlah

rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus per hari yaitu :

a. Perokok Ringan disebut perokok ringan apabila merokok kurang

dari 10 batang per hari.

b. Perokok Sedang disebut perokok sedang jika menghisap 10-20

batang per hari.

c. Perokok Berat disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20

batang per hari.

Page 12: Mini Project

E. Asupan natrium

WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur

hingga 6 gram sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium). Garam

membantu menahan air di dalam tubuh. The American Heart Association

step II Diet menganjurkan seseorang rata-rata mengkonsumsi tidak lebih

2.400 mg natrium per hari, terutama orang yang peka terhadap garam.

Asupan garam yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi maupun

terlalu banyak air yang tertahan di dalam tubuh. Jika terlalu banyak

mengandung air, akan meningkatkan volume darah tanpa adanya

penambahan ruang. Peningkatan volume ini mengakibatkan

bertambahnya tekanan di dalam arteri. WHO merekomendasikan pola

konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi.

Kadar natrium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol

(sekitar 2,4 gram natrium atau 6 gram garam) per hari.19

Kenaikan asupan garam sepertinya lebih berperan dalam

meningkatkan tekanan arteri daripada kenaikan asupan air.14 Penyebabnya

adalah air murni secara normal diekskresikan oleh ginjal hampir secepat

asupannya, tetapi garam tidak diekskresikan dengan semudah itu. Akibat

penumpukan garam di dalam tubuh, garam secara tidak langsung

meningkatkan volume cairan ekstrasel karena dua alasan berikut:

1. Bila terdapat kelebihan garam di dalam cairan ekstrasel, osmolalitas

cairan akan meningkat. Dan keadaan ini selanjutnya merangsang

pusat haus di otak yang membuat seseorang minum lebih banyak air

untuk mengembalikan konsentrasi garam ekstrasel kembali normal.

Hal ini akan meningkatkan volume cairan ekstrasel.

2. Kenaikan osmolalitas yang disebabkan oleh kelebihan garam dalam

cairan ekstrasel juga merangsang mekanisme sekresi kelenjar

hipotalamus-hipofisis posterior untuk mensekresikan lebih banyak

hormon antidiuretik (ADH). Hormon antidiuretik kemudian

menyebabkan ginjal meresorpsi air dalam jumlah besar dari cairan

tubulus ginjal sehingga mengurangi volume urin yang diekskresikan

tetapi meningkatkan volume cairan ekstrasel.

Jadi, karena alasan-alasan yang penting ini, jumlah garam yang

menumpuk di dalam tubuh merupakan bentuk utama volume cairan ekstra

sel. Karena peningkatan sedikit saja pada cairan ekstrasel dan volume

darah seringkali dapat sangat meningkatkan tekanan arteri, maka

Page 13: Mini Project

penumpukan garam ekstra di dalam tubuh walau hanya sedikit dapat

sangat meningkatkan tekanan arteri.

F. Alkohol

Konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan

bahwa 10% kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol.

Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas

namun ada beberapa mekanisme yang diusulkan.21 Konsumsi alkohol

terus menerus akan meningkatkan kadar alkohol yang berdampak pada

peningkatan tekanan darah sementara. Peningkatan tekanan darah setelah

konsumsi alkohol terjadi dalam 24 jam pertama setelah konsumsi alkohol,

dan kembali normal dalam beberapa jam sampai hari setelah konsumsi

alkohol dihentikan.22

Efek hipertensi alkohol umumnya terjadi akibat putus alkohol jangka

panjang pada peminum alkohol berat. Hal ini disebabkan karena stimulasi

sistem saraf simpatis, endotelin, RAAS, kortisol; penghambatan substansi

relaksasi vaskular yaitu nitric oxide; kekurangan kalsium atau

magnesium; dan peningkatan kalsium dalam sel dan di otot polos

pembuluh darah.22

2.1.6 Patofisiologi

Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena

interaksi antara faktor-faktor risiko. Kaplan menggambarkan beberapa faktor

yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi

rumus dasar : Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.12

Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi esensial,

antara lain:

1) Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh

terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus

hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan

perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel

otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel

otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium

intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan

mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin

Page 14: Mini Project

dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan

perifer yang irreversible.

2) Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

Gambar 2.2. Mekanisme Hipertensi melalui Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan

ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem

endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi

oleh juxtaglomerulus aparatus ginjal sebagai respon glomerulus

underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem

saraf simpatetik .

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya

angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin -converting enzyme (ACE).

ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.

Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon

renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida

yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah

menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II

berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai

vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal

untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya

ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis)

sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk

mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan

Page 15: Mini Project

cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya volume darah

meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron

merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk

mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi

ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.

Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan

meningkatkan volume dan tekanan darah.

3) Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi

arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam

mempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi

antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama

dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

Gambar 2.3. Patofisiologi Hipertensi

4) Disfungsi Endotelium

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam

pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah

vasoaktif lokal yaitu molekul nitric oxide dan peptida endotelium. Disfungsi

endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis

Page 16: Mini Project

pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan

produksi dari nitric oxide.

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam

mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin

merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin

dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta

mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Atrial natriuretic peptide

merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon

peningkatan volume darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan

air dari ginjal.

5) Hiperkoagulasi

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari

dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel

endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis.

Diduga hipertensi dapat menyebabkan protrombotik dan hiperkoagulasi yang

semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa

keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi.

6) Disfungsi diastolik

Hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat

ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan

kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan

tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel.

2.1.7. Tanda dan Gejala

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala

sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan

vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang diperdarahi

oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat

bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan

peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh

darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang

bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau

gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma,2000).

Corwin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis

timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat

terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan

Page 17: Mini Project

darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,

ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,

nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema

dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu

pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba,

tengkuk terasa pegal, dan lain-lain (Wiryowidagdo,2002).

Sekitar 50% penderita hipertensi tidak menyadari bahwa tekanan darah

mereka meninggi. Selain itu adanya gejala pada orang tersebut juga

dikarenakan sikap acuh tah acuh penderita. Gejala baru timbul sesudah terjadi

komplikasi pada sasaran organ seperti ginjal, mata, sakit kepala, gangguan

fungsi ginjal, gangguan penglihatan, gangguan serebral atau gejala akibat

gangguan peredaran pembuluh darah otak berupa kelumpuhan, gangguan

kesadaran bahkan sampai koma. (Ganong, 1995). Sedangkan menurut Sylvia

Anderson (2005) gejala hipertensi sebagai berikut:7

Sakit kepala bagian belakang dan kaku kuduk, sulit tidur dan gelisah atau

cemas dan kepala pusing, dada berdebar-debar.

Lemas, sesak nafas, berkeringat, dan pusing.

Selain itu, stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk

sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasaanya akan

kembali normal. Jika penyebabnya adalah feokromositoma, maka didalam

urine bisa ditemukan adanya bahan-bahan hasil penguraian hormon epinefrin

dan norepinefrin. Biasanya hormon tersebut juga menyebabkan gejala sakit

kepala, kecemasan, palpitasi (jantung berdebar-debar), keringat yang

berlebihan, tremor (gemetar) dan pucat. Pemeriksaan untuk menentukan

penyebab dari hipertensi terutama dilakukan pada penderita usia muda.

Pemeriksaan ini bisa berupa rontgen dan radioisotope ginjal, rontgen dada,

serta pemeriksaan darah dan air kemih untuk hormon tertentu.

2.1.8. Penatalaksanaan

Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan

untuk mencegah terjadinya komplikasi. Langkah awal biasanya adalah

merubah gaya hidup penderita:

a. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan

untuk menurunkan berat badannya sampai batas ideal.

b. Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar

kolesterol darah tinggi. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari

2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai

Page 18: Mini Project

dengan asupan kalsium, magnesium dan kalium yang cukup) dan

mengurangi alkohol.

c. Olah raga teratur yang tidak terlalu berat. Penderita hipertensi esensial

tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.

d. Berhenti merokok karena merokok dapat merusak jantung dan sirkulasi

darah dan meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.

e. Pemberian obat-obatan:

1. Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan

untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang

garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh

tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga

menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik menyebabkan

hilangnya kalium melalui air, sehingga harus diberikan tambahan

kalium atau obat penahan kalium.

2. Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri

dari alfa- blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang

mengambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah

sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap

stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah.

3. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor)

menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan

arteri.

4. Angiotensin II Blocker menyebabkan penurunan tekanan darah

dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.

5. Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah

dengan mekanisme yang benar-benar berbeda.

6. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.

Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan

terhadap obat anti hipertensi lainnya.

7. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan

obat yang menurutnkan tekanan darah tinggi dengan segara.

Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat dan

sebagian besar diberikan secara intravena: a) Diaxozide b)

Nitroprusside c) Nitroglycerin d) Labetalol. Diberikan secara oral :

Nifedipine, merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang sangat

cepat, tetapi obat ini bisa menyebabkan hipotensi, sehingga

pemberiannya harus diawasi secara ketat.

Page 19: Mini Project

Gambar 2.4. Alur Pengobatan Hipertensi

Tabel 2.3. Terapi Hipertensi Lini Pertama

Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7

Klasifikasi

Tekanan

Darah

TDS

(mmhg)

TDD

(mmhg)

Perbaikan

Pola Hidup

Tanpa Indikasi yang

Memaksa

Dengan Indikasi

yang Memaksa

Normal <120

mmhg

<80

mmhg

Dianjurkan - -

Pre

Hipertensi

120-139

mmhg

80-89

mmhg

Ya Tidak indikasi obat Obat untuk indikasi

yang memaksa

Hipertensi

grade 1

140-159

mmhg

90-99

mmhg

Ya Pilihan utama yaitu

Diuretika Thiazide,

pertimbangkan

ACEI,CCB,ARB

Obat untuk indikasi

yang memaksa

pertimbangkan

Diuretika,

ACEI,ARB,CCB,BB

Hipertensi

grade 2

>160

mmhg

>100

mmhg

Ya Kombinasi 2 obat

diuretik thiazide dan

ACEI/ARB/BB/CCB

Sesuai kebutuhan

Page 20: Mini Project

Tabel 2.4. Terapi Hipertensi Lini Kedua

Pilihan Obat Anti Hipertensi Untuk Kondisi Tertentu

Indikasi yang memaksa Pilihan terapi awal

Gagal Jantung Diuretika thiazide, BB, ACEI, ARB

Pasca Infark Miokard BB,ACEI

Penyakit Pembuluh Koroner Thiazide, BB, ACEI, CCB

Diabetes Melitus Thiazide, BB, ACEI, ARB,CCB

Penyakit Ginjal Kronis ACEI,ARB

Pencegahan Stroke Berulang Thiazide, ACEI

2.1.9. Pencegahan

Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh

keluarga dengan memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota

keluarga yang menderita hipertensi. Pengaturan pola hidup sehat sangat

penting pada pasien hipertensi guna untuk mengurangai efek buruk dari pada

hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok,

mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet.

Dan yang mencakup psikis antara lain mengurangi stres, olahraga, dan

istirahat. 21

Merokok sangat besar peranannya dalam peningkatkan tekanan

darah, hal ini disebabkan oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang

memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat.

Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah di dalam paru dan diedarkan

ke seluruh aliran darah lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh

darah. Hal ini menyebabkan kerja jantung semakin meningkat untuk

memompa darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah yang sempit.

Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan

(Santoso, 2001).

Mengurangi berat badan juga menurunkan risiko diabetes, penyakit

kardiovaskular, dan kanker. Secara umum, semakin berat tubuh semakin

tinggi tekanan darah, jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat

mengurangi berat badan dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang

terkontrol. (Fatmaningsih, 2007)

Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormon-hormon lain

yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan

natrium dan air. Minum-minuman yang beralkohol yang berlebih juga dapat

menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium. Mengurangi

Page 21: Mini Project

alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg

(Santoso, 2007)

Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien

hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur

tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan

mengurangi penyakit kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam

diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekana

darah , yakni : diet rendah garam, diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta

tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat badan. (Astawan, 2002)

Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites

serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan

darah dan untuk mencegah edema dan penyakit jantung (lemah jantung).

Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi

garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah natrium. Oleh karena itu,

yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam

adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat-zat gizi, baik

kalori, protein, mineral maupun vitamin, serta rendah natrium. (Gunawan,

2001)

Sumber natrium antara lain adalah makanan yang mengandung soda

kue, baking powder, MSG (Monosodium Glutamat), pengawet makanan atau

natrium benzoat (biasanya terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly),

makanan yang dibuat dari mentega serta obat yang mengandung natrium

(obat sakit kepala). Bagi penderita hipertensi, biasakan penggunaan obat

dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu. (Hayens, 2003).

Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stres berat

dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang bersifat sementara yang

sangat tinggi. Jika periode stres sering terjadi maka akan mengalami

kerusakan pada pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti

yang menetap. 20

Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti

jalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam

hipertensi. Olah raga isotonik mampu menurunkan hormon noradrenalin dan

hormon-hormon lain penyebab naiknya tekanan darah. Hindari olah raga

isometrik seperti angkat beban, karena justru dapat menaikkan tekanan darah

(Mayer,1999).

Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel

dalam tubuh. Istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu.

Meluangkan waktu tidak berarti minta istirahat lebih banyak dari pada

Page 22: Mini Project

bekerja produktif samapai melebihi kepatuhan. Meluangkan waktu istirahat

itu perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan jam sibuk bekerja

sehari-hari. Bersantai juga bukan berarti melakukan rekreasi yang

melelahkan, tetapi yang dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk

mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon

dalam tubuh (Amir, 2002).21

2.1.10 Komplikasi

A. Stroke

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau

akibat embolus yang terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan

tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-

arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga

aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri

otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan

kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000). Gejala terkena stroke

adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung, limbung atau

bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah

atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak

dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak

(Santoso, 2006).

B. Infark Miokard

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis

tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk

trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.

Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen

miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung

yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertrofi ventrikel dapat

menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi

ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko

pembentukan bekuan. (Corwin, 2000)

C. Gagal Ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan

tinggi pada kapiler-kapiler ginjal dan glomerolus. Dengan rusaknya

glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan

terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan

Page 23: Mini Project

rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga

tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering

dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000). Penyakit ginjal dan saluran

kemih telah menyumbang 850.000 kematian setiap tahunnya, hal ini berarti

meduduki peringkat ke-12 tertinggi angka kematian atau peringkat terringgi

ke-17 angka kecacatan. (Global Burden of Disease dan WHO, 2002)

D. Gagal Jantung

Pada penyakit ini, terjadi kegagalan jantung dalam memompa darah ke

seluruh tubuh sehingga mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki, dan

jaringan lain yang sering disebut edema. Penumpukan cairan di dalam paru

dapat menyebabkan sesak napas. (Amir, 2002)

E. Ensefalopati

Dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi

pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong

cairan ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-

neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.(Corwin, 2000)

2.2 Penatalaksanaan Hipertensi di Masyarakat

Pada saat ini hipertensi adalah penyakit ketiga terbesar yang menyebabkan

kematian dini. Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup

seseorang. Sering disebut sebagai the silent killer karena penderita tidak

mengetahui kalau dirinya menderita hipertensi. Penderita seringkali datang

berobat timbul kelainan organ akibat hipertensi. Departemen Kesehatan telah

menyusun kebijakan dan strategi nasional pencegahan dan penanggulangan

penyakit hipertensi yang meliputi surveilans, promosi, dan pencegahan dan

penatalaksaan penyakit hipertensi. Kebijakan tersebut tidak mungkin

dilaksanakan hanya bersandarkan pada kemampuan pemerintah, tapi harus

melibatkan seluruh potensi yang ada di masyarakat.

Sistematika penemuan kasus dan tatalaksana penyakit hipertensi meliputi:

1. Penemuan kasus dilakukan melalui pendekatan deteksi dini yaitu

melakukan kegiatan deteksi dini terhadap faktor risiko penyakit hipertensi

yang meningkat pada saat ini dengan cara skrining kasus.

2. Tatalaksana pengendalian penyakit hipertensi dilakukan dengan

pendekatan:

a. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan, dan

melindungi kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial yang

diintervensi dengan kebijakan publik serta dengan meningkatkan

Page 24: Mini Project

pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup sehat

dalam pengendalian hipertensi.

b. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang

dan aktivitas fisik untuk mencegah timbulnya faktor risiko dan

menghindari rekurensi faktor risiko.

c. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang

diperlukan.

d. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang

lebih buruk dengan melakukan kontrol teratur dan fisioterapi

komplikasi hipertensi yang fatal dapat diturunkan dengan

mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis dengan

melibatkan unsur organisasi profesi, pengelola program, dan pelaksana

pelayanan di berbagai tingkatan.

2.2.1. Surveilans

Surveilans hipertensi meliputi faktor risiko, registri penyakit, dan kematian.

Surveilans faktor risiko dan gaya hidup yang diperoleh lewat wawancara

merupakan prioritas karena lebih fleksibel dan lebih sensitif untuk mengukur

hasil intervensi dalam jangka menengah.

Adapun daftar pihak yang dapat diikutsertakan antara lain:

Puskesmas, dokter praktek, poliklinik, bidan, dan perawat dengan

melakukan pencatatan dan pelaporan angka kesakitan dan faktor risiko

Organisasi kemasyarakatan (posbindu)

Dinkes kabupaten/kota/propinsi

Rumah sakit

Dalam melaksanakan kegiatan skrining untuk mendeteksi faktor risiko penyakit

hipertensi dapat dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri,

riwayat penyakit, riwayat anggota keluarga yang menderita DM, PJK, dan

dislipidemia.

2. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi

3. Pengukuran indeks antropometri, yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan,

lingkar pinggang, dan lingkar panggul

4. Pemeriksaan laboratotium darah antara lain Kadar Kolesterol Darah

(kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida), Tes Toleransi Glukosa Oral

(TTGO) bagi yang belum tahu atau belum pernah terdiagnosis. TTGO yaitu

pemeriksaan kadar gula daran pada 2 jam setelah minum larutan 75gr glukosa

Page 25: Mini Project

2.2.2. Promosi Kesehatan

Tujuan dari promosi kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat akan pentingnya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak

menular (PTM) agar tidak menderita penyakit hipertensi. Pencegahan dimaksud

dengan menjalankan pola hidup sehat berupa diet seimbang dengan mengurangi

konsumsi lemak jenuh, garam, dan memperbanyak makan sayur dan buah, serta

tidak merokok dan perbanyak aktivitas olahraga.

Promosi bagi pencegahan dan penanggulangan hipertensi efektif bila

dilakukan dalam intensitas yang memadai serta berkesinambungan dan dalam

waktu yang cukup lama, promosi dapat dilakukan dengan menggunakan media

cetak dan elektronik.

Langkah-langkah promosi kesehatan di masyarakat mencakup:

1. Pengenalan Kondisi Wilayah

2. Identifikasi Masalah Kesehatan

3. Survei Mawas Diri

4. Musyawarah Desa atau Kelurahan

5. Perencanaan Partisipatif

6. Pelaksanaan Kegiatan

7. Pembinaan Kelestarian

Tahapan dalam melakukan promosi penyuluhan adalah sebagai berikut:

1. Menentukan materi/isi

2. Menyediakan bahan promosi

3. Melakukan pelatihan kader kesehatan

4. Menentukan sasaran promosi

5. Menentukan jenis promosi

a. Promosi penanggulangan masalah merokok

b. Promosi peningkatan gizi seimbang

c. Promosi peningkatan aktivitas fisik

2.2.3. Pencegahan dan Penatalaksanaan

Pengendalian faktor risiko PJK dapat saling berpengaruh terhadap

terjadinya hipertensi. Hal ini dapat dilakukan dengan usaha-usaha sebagai

berikut:

a. Mengatasi obesitas/kelebihan berat badan

Obesitas bukanlah penyebab hipertensi, akan tetapi prevalensi hipertensi pada

obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang

gemuk 5x lebih besar dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal.

Page 26: Mini Project

b. Mengurangi asupan garam dalam tubuh

Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan

penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan.

Batasi garam maksimal 6 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak

c. Ciptakan keadaan rileks

d. Melakukan olahraga teratur

Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit

sebanyak 3-4x seminggu diharapkan dapat menambah kebugaran dan

memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya dapat menurunkan tekanan

darah.

e. Berhenti merokok

Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat

memperburuk hipertensi. Zat kimia seperti nikotin dan CO yang dihisap

melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan

endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses arterosklerosis dan

tekanan darah tinggi. Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk

memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang secara umum

dicoba adalah sebagai berikut:

a) Inisiatif sendiri

b) Menggunakan permen yang mengandung nikotin

c) Kelompok program berhenti merokok

f. Mengurangi konsumsi alkohol

Hindari konsumsi alkohol berlebih. Tidak lebih dari 2 gelas perhari untuk

laki-laki dan tidak lebih dari 1 gelas per hari untuk perempuan.

Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka

kesakitan dan kematian akibat hipertensi dengan cara seminimal mungkin

menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi

dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang sehari sekali dan dosis

dititrasi. Prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut:

1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi

2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah

dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi

3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti

hipertensi

4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan

seumur hidup.

Page 27: Mini Project

2.2.4 Rujukan

Rujukan dilakukan saat terapi yang diberikan di pelayanan primer belum

dapat mencapai sasaran pengobatan yang diinginkan atau dijumpai komplikasi

penyakit lainnya akibat penyakit hipertensi. Yang penting adalah

mempersiapkan penderita untuk rujukan tersebut sehingga tidak menimbulkan

persepsi yang salah akibat hasil pengobatan yang sudah dijalani

2.2.5 Pencatatan

Perlu suatu mekanisme pencatatan yang baik, formulir yang cukup serta

cara pengisian yang benar dan teliti. Pencatatan dilaksanakan sesuai dengan

jenis kegiatan yang dilaksanakan, yaitu pencatatan kegiatan pelayanan

pengendalian PTM khususnya tatalaksanan penyakit hipertensi. Formulir

pencatatan terdiri dari:

1. Kartu Rawat Jalan untuk mencatat identitas dan status pasien yang

berkunjung ke puskesmas / sarana kesehatan lainnya untuk memperoleh

layanan rawat jalan

2. Kartu Rawat Inap diperuntukkan bagi pasien rawat inap di Pueskesmas Rawat

Inap

3. Kartu Penderita Hipertensi yang berisikan identitas penderita hipertensi yang

dilayani di Puskesmas dan diberikan kepada penderitanya

4. Formulir Laporan Bulanan penyakit hipertensi

5. Buku Register Tatalaksana dan Rujukan

2.2.6 Pelaporan

Gambar 2.5. Bagan Alur Pelaporan Pengendalian Penyakit Hipertensi

Page 28: Mini Project

Frekuensi Pelaporan:

a. Laporan dari Puskesmas ke Dinkes Kabupaten/Kota ini menggunakan

formulir standar yang sudah ada. Setiap bulan paling lambat tanggal 10 telah

terkirimkan

b. Laporan di Dinkes kabupaten/kota ke propinsi/pusat dalam diskret hasil entry

data/ rekapitulasi frekuensi laporan triwulan dikirimkan paling lambat tanggal

20 bulan berikutnya ke dinkes propinsi

2.2.7. Evaluasi

Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk

menilai keberhasilan penemuan dan penatalaksaan penderita hipertensi.

Kegiatan ini dilaksanakan secara berkala untuk mendeteksi ketika ada masalah

dalam penemuan dan penatalaksanaan penderita hipertensi agar dapat dilakukan

tindakan perbaikan.

Pada prinsipnya semua kegiatan harus dimonitor dan dievaluasi antara lain

penemuan penyakit hipertensi mulai dari langkah penemuan penderita dan

faktor risikonya, penatalaksanaan penderita yang meliputi hasil pengobatan, dan

efek samping, sehingga kegagalan pengendalian penyakit hipertensi di

pelayanan primer dapat ditekan.

Seluruh kegiatan tersebut harus dimonitor baik dari input maupun output.

Cara pemantauan dapat dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan

langsung, dan wawancara dengan petugas pelaksana dan penderita hipertensi.

Page 29: Mini Project

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan suatu uji potong lintang yang dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui karakteristik dan pengetahuan penderita hipertensi di Puskesmas

Air Saga.

3.2.Populasi dan Sampel Penelitian

3.2. 1. Populasi Target

Populasi target penelitian adalah semua penderita hipertensi di wilayah

kerja puskesmas Air Saga.

3.2.2. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau adalah penderita hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Air Saga yang berobat ke poli umum atau poli lansia Puskesmas

Air Saga pada periode November - Desember 2014.

3.2.3. Sampel Penelitian

(Z 1-α/2) 2 . p . (1-p)

d2

Z 1- α/2 = 1,96 pada α 0,05

p = proporsi prevalensi kejadian hipertensi di Puskesmas Air Saga

= 0,222

1-p = 0,778

d = presisi ditetapkan 10% (0,1)

1,96 2 . 0,222. 0.778

0,12

= 66,35 ~ 66 orang.

Untuk mengantisipasi adanya kesalahan dalam pengisian kuesioner,

maka ditambahkan sebesar 25% dari jumlah sampel yang sudah dihitung

dengan rumus di atas. Jadi total sampel penelitian yang akan diambil adalah

82,5 orang ~ 83 orang.

n =

n =

Page 30: Mini Project

3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.3.1.Kriteria inklusi

Penderita hipertensi yang memenuhi kriteria hipertensi menurut JNC VII

yang dibuktikan dengan pengukuran tekanan darah dalam 2 periode.

Bersedia menjawab pertanyaan dalam kuesioner dan ikut serta dalam

penelitian.

3.3.2.Kriteria eksklusi

Tidak bersedia mengikuti penelitian dan menjawab pertanyaan kuesioner.

Kesulitan berkomunikasi dan memahami pertanyaan yang dilontarkan

pewawancara, seperti misalnya gangguan pendengaran.

Langsung dirujuk ke rumah sakit.

Tidak dapat dianamnesis, seperti tidak memahami bahasa pewawancara.

Tidak kooperatif

3.4. Prosedur dan Cara Kerja Penelitian

Pasien yang datang berobat ke poli umum dan poli lansia Puskesmas Air Saga

dan dinyatakan hipertensi melalui pengukuran tekanan darah akan diikutsertakan ke

dalam penelitian. Pasien kemudian akan diminta untuk memberikan informed

consent. Pasien akan diwawancarai oleh dokter-dokter internsip dengan panduan

pertanyaan dalam kuesioner. Kuesioner berisi pertanyaan mengenai mengenai

karakteristik dan pengetahuan penderita akan hipertensi yang meliputi identitas

pasien, riwayat hipertensi pasien, faktor risiko yang dimiliki pasien, dan pengetahuan

pasien mengenai definisi, faktor risiko, gejala, komplikasi, pencegahan, dan

tatalaksana hipertensi. Setelah wawancara, dokter internsip akan melakukan edukasi

personal pada subjek penelitian mengenai jawaban atas pertanyaan di dalam

kuesioner.

3.5. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Seluruh data yang didapatkan dari kuesioner akan diolah dengan menggunakan

program SPSS versi 17.

4. Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Poli Umum dan Poli Lansia Puskesmas Air Saga,

Tanjung Pandan.

5. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Page 31: Mini Project

Waktu pengambilan data dengan kuesioner akan dilaksanakan selama bulan

November 2014 – Desember 2014. Pengolahan, analisis, dan pelaporan data

dilakukan pada bulan Desember 2014 - Januari 2015.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Keadaan Geografi

Wilayah kerja Unit Puskesmas Air Saga terdiri dari 2 Kelurahan dan 4

Desa dengan luas wilayah sebesar 40.634 Ha dan berbatasan wilayah dengan :

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Pantai Tanjung Pendam dan Pantai Air

Saga.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Air Seruk Kecamatan Sijuk.

3. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Sijuk dan Desa Batu Itam.

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Parit, Kota .

Terdapat situasi geografis yang berbeda dari masing-masing desa, dimana

Desa Air Saga dan Desa Tanjung Pendam merupakan daerah Pantai dengan

keadaan tanah yang termasuk tandus. Desa Paal Satu, dan Desa Air Merbau,

Air Ketekok, Air Pelempang merupakan daerah rawa dan perkebunan.

Transportasi cukup lancar, terdapat sarana kendaraan umum antar desa, dan

kondisi jalan beraspal 80 %.

Secara administratif wilayah kerja Puskesmas Air Saga Terdiri dari 2

kelurahan dan 4 desa yang terdiri dari :

1. Desa Air Saga.

2. Kelurahan Tanjungpendam.

3. Kelurahan Paal Satu.

4. Desa Air Merbau.

5. Desa Air Ketekok

6. Desa Air Pelempang Jaya

Page 32: Mini Project

Tabel 4.1 Data dasar Puskesmas Air Saga

NO DESALUAS

WILAYAH

(KM2)

JML

DUSUN

JML

RW

JML

RT

JML

KK

JUMLAHTOTAL

L P

1 AIR SAGA 16350 5 13 35 2790 4083 3804 7887

2TANJUNG

PENDAM1117 4 12 26 1807 3107 3040 6147

3PAAL

SATU2235 4 10 23 2934 5015 4934 9949

4AIR

MERBAU5134 4 8 36 1074 1987 1858 3845

5AIR

KETEKOK5130 3 6 23 1553 2782 2622 5404

6

AIR

PELEMPAN

G JAYA

528 2 4 21 1084 2173 1985 4158

JUMLAH 30494 22 40 276 11242 19147 18243 37390

A. Tenaga Kesehatan

Pada tahun 2014 Puskesmas Air Saga memiliki sejumlah tenaga kesehatan

yang terdiri dari :

1. Kepala Puskesmas : 1 orang (SKM)

2. Dokter umum : 3 orang

3. Dokter gigi : 1 orang

4. Perawat kesehatan (S1) : 15 orang

5. Perawat kesehatan (D3) : 4 orang

6. Perawat gigi : 2 orang

7. Bidan puskesmas : 9 orang

8. Bidan desa : 4 orang

9. Nutrisionis : 2 orang

10. Pengelola obat : 4 orang

11. Laboran : 2 orang

12. Pekarya kesehatan : 4 orang

13. Petugas kesling : 2 orang

Page 33: Mini Project

4.2. Hasil

4.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Pada penelitian ini, kami mendapatkan 83 subjek penelitian yang terdiri dari 37

orang laki-laki (44,6%) dan 46 orang perempuan (55,4%). Kebanyakan subjek berasal

dari kelompok lansia usia ≥ 60 tahun yaitu sebesar 44 subjek (53%), diikuti 37 subjek

usia pertengahan berusia 45-59 tahun (44,6%), dan 2 subjek dewasa berusia < 45

tahun (2,4%). Usia termuda subjek adalah 41 tahun, usia tertua 82 tahun, dengan rata-

rata usia subjek 60,4 tahun.

Gambar 4.1 Kelompok usia subjek penelitian

Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), karakteristik penderita hipertensi di

Puskesmas Air Saga kebanyakan mengalami obesitas yaitu sebesar 33 subjek (39,8%)

dengan obesitas I dan 21 subjek (25,3%) dengan obesitas II. 16 subjek (19,3%)

memiliki IMT normal, 7 subjek dengan berat badan berlebih (8,4%), dan 6 subjek

dengan berat badan kurang (7,2%).

Gambar 4.2 Karakteristik penderita Hipertensi berdasarkan IMT

2

4437

Page 34: Mini Project

Pasien hipertensi di Puskesmas Air Saga rata-rata telah mengalami hipertensi

selama 6,52 tahun, namun ada juga 1 subjek yang baru terdiagnosis hipertensi (1,2%)

atau yang paling lama 1 subjek yang telah menderita hipertensi selama 40 tahun

(1,2%). Lama hipertensi terbanyak adalah sekitar 2 tahun pada 13 subjek (15,7%).

Dari total 83 sampel, terdapat 80 subjek (96,4%) yang memiliki hipertensi tidak

terkontrol yaitu tekanan darah yang masih ≥ 140/90 dan konsumsi obat tidak teratur.

Faktor genetik juga berperan pada terjadinya hipertensi. Sekitar 41 orang (49,4%)

subjek memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi, terutama orangtua kandung

sekitar 21 subjek (25,3%); kakak atau adik kandung 9 subjek (10,8%); orangtua dan

kakak adik kandung 4 subjek (4,8%); anak kandung 3 subjek (3,6%); orangtua dan

kakek nenek 2 subjek (2,4%); kakek nenek 1 subjek (1,2%); orang tua, paman bibi,

sepupu 1 subjek (1,2%).

Sekitar 49,4% penderita hipertensi juga memiliki komorbiditas dengan penyakit

lain, diantaranya yang terbanyak adalah 24 subjek dengan hiperkolesterolemia, 10

subjek dengan hiperurisemia, 6 subjek dengan diabetes mellitus, 3 subjek dengan

stroke, dan terdapat juga penyakit lainnya seperti gagal ginjal, penyakit jantung,

anemia, TB paru, Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Pembesaran Prostat, batu kemih,

lepra, osteoarthritis, atau gastritis.

Merokok dapat menjadi faktor risiko hipertensi. Dari 83 subjek, terdapat 26

subjek dengan riwayat merokok (31,3%). Dari seluruh penderita hipertensi yang

merokok, frekuensi merokok terbanyak adalah 1 bungkus per hari pada 13 subjek

(50%). Frekuensi lainnya adalah ≤ 5 batang per hari pada 3 subjek (3,6%), ≤ 10

batang per hari pada 5 subjek (19,2%), dan 2-3 bungkus per hari pada 5 subjek

(19,2%).

Terdapat 40 subjek penelitian (48,2%) yang tidak pernah berolah raga, sementara

sisanya yaitu 43 subjek berolah raga (51,8%). 18 subjek berolah raga setiap hari

(21,7%), 14 subjek berolah raga 1-2 kali seminggu (16,9%), 6 subjek berolah raga 2-3

kali seminggu (7,2%), dan 5 subjek berolah raga 1-2 kali sebulan (6%).

Riwayat konsumsi alkohol pada penderita hipertensi di Puskesmas Air Saga

hanya terdapat sebanyak 2 orang subjek (2,4%).

Terdapat 58 subjek (69,9%) yang pernah melakukan pemeriksaan kolesterol

dengan kadar kolesterol 32 subjek di atas normal (38,6%) dan sisanya normal

(31,3%). 46 pasien (55,4%) pernah memeriksakan gula darah dengan hasil 40 subjek

Page 35: Mini Project

(48,2%) memiliki kadar gula darah normal dan 6 subjek (7,2%) dengan hasil gula

darah di atas normal.

4.2.2. Pengetahuan Subjek Penelitian

Penelitian ini juga bertujuan untuk menilai pengetahuan penderita hipertensi.

Terdapat 41 penderita hipertensi (49,4%) yang mendefinisikan hipertensi sebagai

tekanan darah tinggi. Namun terdapat 32 subjek (38,6%) yang tidak mengetahui

definisi hipertensi. Pengetahuan penderita mengenai definisi hipertensi juga masih ada

yang kurang tepat, seperti 6 subjek (7,2%) yang mendefinisikan hipertensi sebagai

kolesterol tinggi, 3 subjek (3,6%) yang mendefinisikan sebagai asam urat tinggi, dan 1

subjek (1,2%) yang mendefinisikan sebagai kadar gula darah yang tinggi.

49,4%

7,2%3,6%

1,2%

38,6%

Pengetahuan Penderita Hipertensi mengenai Definisi Hipertensi

Tekanan darah tiggi Kolesterol tinggi Asam urat tinggiGula darah tinggi Tidak tahu

Gambar 4.3 Grafik persentase pengetahuan penderita hipertensi mengenai definisi hipertensi

Pengetahuan subjek penelitian mengenai batasan tekanan darah yang

didefinisikan sebagai hipertensi adalah ≥ 160/90 pada 30 subjek (36,1%), ≥ 140/90

pada 28 subjek (33,7%), ≥ 160/100 pada 12 subjek (14,5%), ≥ 120/80 pada 6 subjek

(7,2%), ≥ 180/110 pada 4 subjek (4,8%), dan masih ada yang beranggapan bahwa

hipertensi didefinisikan bila tekanan darah sistolik ≥ 200, ≥ 190/90, atau masih ada

yang tidak tahu. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gejala hipertensi yang

terutama disebutkan adalah pusing, leher tegang, nyeri kepala, rasa ingin jatuh, badan

sakit, mata kabur, dan susah tidur. Keluhan yang terbanyak adalah pusing (40 subjek;

48,19%), leher tegang (29 subjek; 34,93%), nyeri kepala (20 subjek; 24,09%), rasa

ingin jatuh (11 subjek; 13,25%), badan sakit (10 subjek; 12,04%), susah tidur (7

Page 36: Mini Project

subjek; 8,43%), mata kabur (6 subjek; 7,22%). Gejala lain yang diungkapkan oleh 21

subjek (25,3%) adalah sering lelah, keringat, baal, nafsu makan meningkat, panas,

nyeri kaki, mata kabur, emosi meningkat, kembung dan mual, nyeri dada, berdebar-

debar, gelisah, dan kelemahan badan seperti stroke. Ada juga 6 subjek (7,22%) yang

menyatakan hipertensi tidak bergejala, dan 1 (1,20%) subjek yang tidak mengetahui

gejala hipertensi. Kebanyakan keluhan ini diungkapkan berdasarkan pengalaman

pasien sendiri.

Pusing

Leher

tegan

g

Nyeri k

epala

Rasa in

gin ja

tuh

Badan

sakit

Susah

tidur

Mata ka

bur

Tidak

bergeja

la

Tidak

tahu

Lain-la

in05

1015202530354045

Pengetahuan mengenai Gejala Hipertensi

Jum

lah

Subj

ek

Gambar 4.4 Pengetahuan Subjek Hipertensi Mengenai Gejala Hipertensi

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komplikasi dari hipertensi yang

disebutkan paling banyak adalah stroke (71 subjek; 85,54%), serangan jantung (46

subjek; 55,42%), gagal jantung (34 subjek; 40,9%), gagal ginjal (28 subjek; 33,73%),

infeksi dan demam (27 subjek; 32,53%), DM (25 subjek; 30,12%), tidak tahu (3

subjek; 3,61%), hiperkolesterolemia (1 subjek; 1,20%).

Sekitar 59% penderita hipertensi menyatakan pemeriksaan tekanan darah

dilakukan pada usia diatas 45 tahun dan 13,3% tidak mengetahui kapan harus mulai

lebih sering memeriksakan tekanan darah.

35 penderita hipertensi (42,2%) menyatakan bahwa obat hipertensi harus

dikonsumsi seumur hidup, 24 subjek (28,9%) menyatakan obat boleh dihentikan

setelah gejala hipertensi hilang, 14 subjek (16,9%) menyatakan obat hipertensi boleh

dihentikan setelah tekanan darah <140/90, 7 subjek (8,4%) menyatakan obat boleh

dihentikan setelah obat habis, 2 subjek (2,4%) tidak tahu kapan obat hipertensi boleh

dihentikan, dan 1 subjek (1,2%) menyatakan obat boleh dihentikan tergantung dokter.

Page 37: Mini Project

konsumsi s

eumur h

idup

setela

h gejal

a hipert

ensi h

ilang

setela

h teka

nan dara

h <140/90

setela

h obat hab

is

tergan

tung dokte

r

tidak tah

u05

10152025303540

Pengetahuan Pasien Hipertensi tentang Penghentian Obat Hipertensi

Gambar 4.5 Pengetahuan mengenai waktu penghentian obat hipertensi

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 54 subjek (65,1%) menyatakan kontrol

ke dokter dilakukan saat obat habis, 25 subjek (30,1%) menyatakan kontrol dokter

dilakukan saat gejala hipertensi muncul lagi, 3 subjek (3,6%) menyatakan tidak perlu

kontrol lagi, dan 1 subjek (1,2%) tidak tahu kapan harus kontrol lagi.

saat obat habis saat gejala muncul kembali

tidak perlu kontrol tidak tahu0

10

20

30

40

50

60

Waktu Kontrol Hipertensi

Gambar 4.6 Pengetahuan Penderita Hipertensi Mengenai Waktu Kontrol Hipertensi

Page 38: Mini Project

Hasil mengenai pengetahuan tentang faktor risiko hipertensi dipaparkan dalam

tabel 4.2. di bawah ini. Sekitar 92,8% subjek menyatakan bahwa makanan tinggi

garam berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pengetahuan mengenai jenis kelamin

dan riwayat keluarga dengan hipertensi sebagai faktor risiko hipertensi masih kurang

yaitu kurang dari 60%.

Tabel 4.2 Pengetahuan Penderita Hipertensi mengenai Faktor Risiko Hipertensi

Faktor Risiko Berpengaruh Tidak

Berpengaruh

Makanan tinggi garam 77 (92,8%) 6 (7,2%)

Stress 81 (97,6%) 2 (2,4%)

Berat Badan berlebih (obesitas) 69 (83,1%) 14 (16,9%)

Rokok dan alkohol 76 (91,6) 7 (8,4%)

Riwayat keluarga dengan hipertensi 46 (55,4%) 37 (44,6%)

Usia tua 64 (77,1%) 19 (22,9%)

Kurangnya aktivitas fisik 72 (86,7%) 11 (13,3%)

Jenis Kelamin 34 (41%) 49 (59%)

Makan

an Tin

ggi Gara

mStr

ess

Berat b

adan

berleb

ih

Rokok d

an Alko

hol

Riwaya

t Kelu

arga d

engan

Hiperten

si

Usia Tu

a

Kurangn

ya Akti

vitas

Fisik

Jenis K

elamin

0.0%

20.0%

40.0%

60.0%

80.0%

100.0%

120.0%

Pengetahuan Penderita Hipertensi mengenaiFaktor Risiko Hipertensi

Tidak BerpengaruhBerpengaruh

Gambar 4.7 Pengetahuan Penderita Hipertensi Mengenai Faktor Risiko Hipertensi

Page 39: Mini Project

4.3. Pembahasan

Karakteristik penderita hipertensi di Puskesmas Air Saga menunjukkan rata-rata

usia penderita 60,4 tahun dan 55,4% diantaranya adalah perempuan. Sekitar 96,4%

subjek hipertensi di Puskesmas Air Saga memiliki hipertensi yang tidak terkontrol.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian, mereka memiliki faktor risiko

obesitas dan riwayat keluarga dengan hipertensi. Faktor risiko merokok hanya

ditemukan sekitar 31,3%. Faktor merokok ini tidak terlalu banyak ditemukan karena

kebanyakan subjek adalah wanita. 48,2% subjek memiliki faktor risiko kurang

olahraga. Kurangnya olahraga dapat menjadi faktor risiko hipertensi. Olahraga yang

disarankan adalah 150 menit per minggu atau 5 kali seminggu selama 30 menit atau 3

kali seminggu selama 40 menit. Faktor risiko alkohol hanya sedikit yaitu 2,4%. Faktor

risiko hiperkolesterolemia cukup besar yaitu 38,6%. Faktor hiperglikemia hanya

minimal (7,2%).

Pengetahuan penderita hipertensi mengenai definisi hipertensi cukup baik. Namun

masih ada yang mendefinisikan hipertensi secara kurang tepat yaitu 50,6% yang

mendefinisikan hipertensi bukan sebagai tekanan darah tinggi. Pengetahuan mengenai

batasan tekanan darah yang dianggap sebagai hipertensi masih belum tepat. Sekitar

50% penderita menyatakan bila tekanan darah ≥160/90 atau ≥160/100 baru dikatakan

sebagai hipertensi. Dari hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan penderita hipertensi

mengenai batasan tekanan darah yang dikatakan hipertensi masih belum tepat.

Penderita hipertensi juga masih menganggap bahwa hipertensi selalu memberikan

gejala seperti misalnya pusing, leher tegang, nyeri kepala, dan keluhan-keluhan lainnya.

Padahal hipertensi seringkali tidak memberikan gejala. Pengetahuan mengenai

komplikasi hipertensi juga masih minimal. Data yang kami dapatkan ini muncul setelah

penderita diberikan pilihan mengenai komplikasi penyakit yang mungkin terjadi.

Namun kebanyakan pasien tidak mengetahui komplikasi hipertensi bila harus

menyebutkannya secara langsung. Hipertensi banyak terjadi mulai di usia 35 tahun

sehingga pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan lebih sering pada usia 35

tahun ke atas. Namun sekitar 59% penderita hipertensi menyatakan pemeriksaan

tekanan darah dilakukan pada usia diatas 45 tahun dan 13,3% tidak mengetahui kapan

harus mulai lebih sering memeriksakan tekanan darah.

Pemahaman mengenai konsumsi obat hipertensi seumur hidup diungkapkan oleh

42,2% subjek. Namun sekitar 57,8% masih beranggapan bahwa obat hipertensi boleh

dihentikan setelah gejala hilang, setelah tekanan darah normal, atau masih tidak tahu

Page 40: Mini Project

kapan boleh dihentikan. Kontrol dilakukan saat obat habis. Penderita hipertensi

mengetahui bahwa makanan tinggi garam, stress, kelebihan berat badan, rokok alkohol,

kurangnya aktivitas fisik, dan usia tua merupakan faktor risiko yang berpengaruh.

Namun hanya sebagian kecil penderita yang menganggap riwayat keluarga dengan

hipertensi dan jenis kelamin sebagai faktor risiko hipertensi.

Page 41: Mini Project

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang memiliki prevalensi yang

cukup tinggi di Indonesia, khususnya di provinsi Bangka Belitung. Karena hipertensi sering

kali tidak menimbulkan gejala, maka dibutuhkan surveilans hipertensi dan edukasi mengenai

hipertensi itu sendiri pada masyarakat. Dalam penelitian ini, kami melakukan penelitian

mengenai karakteristik dan pengetahuan penderita hipertensi yang ada di Puskesmas Air

Saga. Dari data yang dikumpulkan, dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita hipertensi di

Puskesmas Air Saga merupakan penderita hipertensi tidak terkontrol yang memiliki faktor

risiko hipertensi yang tidak dapat dimodifikasi yaitu riwayat keluarga dengan hipertensi dan

faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu IMT di atas normal dan kurangnya olahraga.

Selain itu, sebagian penderita hipertensi belum memiliki pengetahuan yang baik akan faktor

risiko hipertensi terutama riwayat keluarga dengan hipertensi dan jenis kelamin, batasan

tekanan darah, komplikasi, penatalaksanaan, dan juga pencegahan hipertensi. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa diperlukan adanya upaya preventif secara primer dan sekunder lebih

lanjut untuk mencegah terjadinya hipertensi dan komplikasinya.

5.2. Saran

Data mengenai karakteristik dan pengetahuan penderita hipertensi masih didapatkan

secara terbatas. Masih ada keterbatasan dalam proses pengumpulan data seperti misalnya

pengetahuan pasien yang tidak secara murni diketahui karena beberapa jawaban diberikan

setelah dipandu melalui pilihan dalam kuesioner. Pengetahuan subjek hipertensi juga masih

kurang. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan promosi kesehatan dan upaya preventif primer

atau sekunder guna tatalaksana hipertensi yang lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran..

Page 42: Mini Project

DAFTAR PUSTAKA

1. James PA, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood

Pressure in Adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint

National Committee (JNC 8). JAMA. 2014;311(5):507-520.

2. U.S Department of Health and Human Services. Reference card from The Seventh Report

of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation. And Treatment of

High Blood Pressure. USA: U.S Department of Health and Human Services; 2004.

3. World Health Organization. Raised Blood Pressure. [Diunduh

dari :http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/]

4. Sarwanto, Wilujeng LK, Rukmini. Prevalensi Penyakit Hipertensi Penduduk di Indonesia

dan Faktor yang Berisiko. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2009; vol 12; 154-162.

5. Krishnan A, Garg R, Kahandaliyanage A. Hypertension in the South-East Asia Region:

an Overview. Regional Health Forum. 2013; 17 (1); 7-14.

6. Indonesian Society of Hypertension. Konas InaSH 1. [Diunduh dari :

http://www.inash.or.id/news_detail.html?id=34; 2007.]

7. Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-

proses penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC; 2006.

8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.

9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010.

10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2013. Jakarta; Kementerian Kesehatan RI; 2013.

11. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of the Joint

National Committee on Prevention, Detection, Evaluation. And Treatment of High Blood

Pressure. USA: U.S. Department of Health and Human Services; 2004.

12. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007.

13. Sagala. Hipertensi; 2010. [Diunduh dari :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/ 4/Chapter%20II.pdf]

14. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.

Page 43: Mini Project

15. Sihombing M. Hubungan Perilaku Merokok, Konsumsi Makanan/Minuman, dan

Aktivitas Fisik dengan Penyakit Hipertensi pada Responden Obes Usia Dewasa di

Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 2010; 60(9); 406-12.

16. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jakarta. Survei Kesehatan Nasional

(SURKESNAS) 2004: SKRT 2004-volume 2: Status Kesehatan Masyarakat Indonesia.

Jakarta: Badan Litbangkes; 2005.

17. American Heart Association. Stress and Hypertension. USA: American Heart

Asociation; 2014.

18. Alwi H. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka; 2003.

19. Almatsier S. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum; 2006.

20. Sugiharto A. Faktor-faktor risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi Kasus di

Kabupaten Karanganyar). Tesis Program Studi Magister Epidemiologi Program Studi

Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang : Tesis; 2007.

21. Amir IR. Hubungan Gaya Hidup dengan Indeks Massa Tubuh orang Dewasa di

Kotamadya Bandung Tahun 1996. Tesis Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat

Uniersitas Indonesia. Depok : Tesis; 1997.

22. Medscape Medical Student. Alcohol Consumption and Hypertension. Medscape.

[Diunduh dari : www.medscape.com/viewarticle/403751_4].

Page 44: Mini Project

LAMPIRAN

KUESIONER KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DI PUSKESMAS AIR SAGA

Selamat pagi/siang Bapak/Ibu. Kami dokter-dokter internsip yang bertugas di Puskesmas Air Saga periode Oktober – Januari 2014 membuat dan menyebarluaskan kuesioner berisi pertanyaan mengenai karakteristik dan pengetahuan penderita hipertensi di Puskesmas Air Saga. Dari hasil kuesioner ini, kami berharap dapat melakukan evaluasi mengenai karakteristik penderita hipertensi serta pengetahuan penderita guna penanganan hipertensi yang tepat guna dan tepat laksana. Dengan mengisi kuesioner berarti Bapak/Ibu telah ikut serta dalam penelitian berbasis kuesioner mengenai hipertensi. Kami mengucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu dalam mengisi kuesioner ini.

Dengan ini saya yang bertandatangan di bawah ini:Nama : ..........................................Usia : .................... tahun

menyatakan setuju untuk mengisi kuesioner dan ikut serta dalam penelitian.

(....................................) Peserta

Page 45: Mini Project

Nama :No. Rekam Medis : Jenis Kelamin : L / P *Usia : tahun

Pekerjaan : 1. Tidak bekerja2. Pegawai Negeri3. Karyawan swasta 4. Ibu rumah tangga5. Buruh tani / kebun / pabrik6. Wiraswasta7. Lain-lain, yaitu ..........................

Berat Badan : kgTinggi Badan : cm

Riwayat Hipertensi : - Sudah berapa lama?- Nama dan dosis obat yang dikonsumsi:

Tekanan Darah (mmHg)

awal: mmHg

tertinggi: mmHg

Saat ini: mmHg

Nama dan Dosis Obat

- Terkontrol / tidak terkontrol*

*lingkari salah satuTerkontrol bila TD <140/90 DAN obat diminum teratur

1. Apakah Anda memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi?0. Tidak1. Ya

2. Jika jawaban no. 1 YA , sebutkan: Ayah / ibu / kakek nenek / paman bibi / lain-lain.....................

3. Apakah saat ini Anda juga menderita penyakit tersebut di bawah ini?(lingkari pilihan Anda)0. Tidak Ada1. Diabetes Melitus (kencing manis)2. Gagal Ginjal3. Penyakit Jantung, yaitu ...................................

Page 46: Mini Project

4. Kolesterol tinggi5. Lain-lain......................................................

4. Apakah Anda Merokok?0. Tidak1. Ya

5. Jika no. 4 YA, Berapa banyak Anda merokok dalam sehari?1. < 5 batang2. < 10 batang3. 1 bungkus4. 2-3 bungkus5. Lain-lain ...............................................

6. Bagaimana frekuensi Anda berolah raga?1. Tidak Pernah2. 1-2x seminggu3. 2-3 x seminggu4. Setiap hari5. 1-2 x sebulan6. Lain-lain...............................

7. Apakah Anda mengkonsumsi alkohol? 0. Tidak1. Ya

8. Apakah Anda pernah melakukan pemeriksaan kolesterol? 0. Tidak1. Ya

9. Bila no. 8 YA, bagaimana hasilnya? 1. Normal2. Di atas normal

10. Apakah Anda pernah melakukan pemeriksaan gula darah? 0. Tidak1. Ya

11. Bila no. 10 YA, bagaimana hasilnya? 1. Normal2. Di atas normal

12. Menurut Anda apakah hipertensi itu? (pilih salah satu)1. Kadar gula darah tinggi

Page 47: Mini Project

2. Asam urat tinggi3. Tekanan darah tinggi4. Kadar kolesterol tinggi

13. Apakah hipertensi memiliki gejala? Bila ada, gejalanya apa? (harus diisi)................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

14. Berapakah tekanan darah yang disebut hipertensi?1. ≥ 120 / 80 mmHg2. ≥ 140 / 90 mmHg3. ≥ 160 / 90 mmHg4. ≥ 160 / 100 mmHg

15. Pada usia berapa, kita harus lebih sering melakukan pemeriksaan tekanan darah? 1. ≥ 35 tahun2. ≥ 45 tahun3. ≥ 55 tahun4. ≥ 65 tahun

16. Apakah menghindari makanan tinggi garam dapat menurunkan tekanan darah?0. Tidak1. Ya

17. Apa saja makanan yang tinggi garam?1. Garam dapur, kecap, makanan kaleng, daging olahan, acar, mayonaise,

sambel, makanan ringan2. Sayur hijau, daun bawang, kangkung, bayam3. Daging sapi, telur, udang, cumi-cumi

18. Bagaimanakah cara mengontrol tekanan darah? (pilih yang menurut Anda BENAR, BOLEH lebih dari satu)1. Mengurangi makanan tinggi garam2. Minum obat teratur3. Olahraga teratur4. Menjaga Berat Badan 5. Mengurangi stress6. Menghindari rokok dan alkohol

Page 48: Mini Project

19. Menurut Anda, penyakit apa saja yang dapat timbul akibat hipertensi? (pilih yang menurut Anda BENAR, BOLEH lebih dari satu)1. Serangan jantung2. Gagal jantung3. Gagal ginjal4. Stroke5. Kencing Manis6. Infeksi dan demam7. Lain-lain : .....................................................

20. Menurut Anda, kapan obat hipertensi boleh dihentikan?1. setelah gejala hipertensi hilang2. setelah tekanan darah < 140 / 903. setelah obat habis4. Obat dikonsumsi seumur hidup untuk mengontrol tekanan darah tetap normal.5. Lain-lain ...............................

21. Menurut Anda, kapan seorang penderita hipertensi melakukan kontrol ke dokter?1. Sebelum obat habis2. Saat gejala muncul kembali3. Tidak perlu kontrol lagi4. Lain-lain ...............................

22. Menurut Anda faktor-faktor apa saja yang dapat memicu terjadinya hipertensi? (tandai √ pada jawaban anda : YA atau TIDAK)

Faktor Risiko Ya Tidak

1. Makanan tinggi garam

2. Stress

3. Berat Badan berlebih (obesitas)

4. Rokok dan alkohol

5. Riwayat keluarga dengan hipertensi

6. Usia tua

7. Kurangnya aktivitas fisik

8. Jenis Kelamin