71
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal akibat kerja sangat penting karena dapat dicegah sepenuhnya. Pencegahan penyakit ginjal yang disebabkan oleh paparan berbagai macam logam berat yang terdapat di tempat kerja atau lingkungan, sebagian besar bergantung pada kemampuan untuk mendeteksi nefrotoksik efek pada tahap ketika kerusakan ginjal tersebut masih reversibel atau setidaknya belum merusak fungsi ginjal. Ginjal sering menjadi target berbagai macam substansi berbahaya. Meskipun memiliki ukuran yang kecil, ginjal menerima 25% dari cardiac output dan berpotensi terpapar zat toksik dalam jumlah besar. Karena berfungsi sebagai tempat penyerapan osmotik terutama di medulla maka berbagai agent toksik tersebut lebih banyak ditemukan di ginjal dibanding organ lain. Agen toksik penyebab 1

Mini Skripsi K3

  • Upload
    meylhan

  • View
    68

  • Download
    9

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PENGARUH ASBESTOSIS

Citation preview

Page 1: Mini Skripsi K3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit ginjal akibat kerja sangat penting karena dapat dicegah

sepenuhnya. Pencegahan penyakit ginjal yang disebabkan oleh paparan

berbagai macam logam berat yang terdapat di tempat kerja atau lingkungan,

sebagian besar bergantung pada kemampuan untuk mendeteksi nefrotoksik efek

pada tahap ketika kerusakan ginjal tersebut masih reversibel atau setidaknya

belum merusak fungsi ginjal. Ginjal sering menjadi target berbagai macam

substansi berbahaya. Meskipun memiliki ukuran yang kecil, ginjal menerima

25% dari cardiac output dan berpotensi terpapar zat toksik dalam jumlah besar.

Karena berfungsi sebagai tempat penyerapan osmotik terutama di medulla

maka berbagai agent toksik tersebut lebih banyak ditemukan di ginjal dibanding

organ lain. Agen toksik penyebab penyakit ginjal tersebut dapat lebih mudah

diketahui bila gejala dari kerusakan ginjal tersebut muncul secara akut seperti

pada gagal ginjal akut, tetapi diagnosis pada kasus penyakit kronis lebih sulit

ditentukan karena adanya periode laten yang lama dan berbagai faktor lain yang

berhubungan dengan kerentanan individu sebelum onset penyakit muncul.

Menurut data disebutkan 10% kasus ESRD diakibatkan oleh paparan toksik

di tempat kerja, tapi hasilnya sulit dipastikan karena adanya pengaruh

perubahan lingkungan, berbagai macam bahan kimia berbahaya yang

digunakan, perbedaan metode diagnostik, lamanya terpapar, dan onset penyakit.

1

Page 2: Mini Skripsi K3

Dapat dipastikan 2/3 nefron dari kedua ginjal sudah tidak berfungsi jauh

sebelum munculnya gejala. Kontroversi muncul karena faktor pencetus

penyakit ginjal tidak diketahui. Banyak faktor yang berkontribusi sering hadir

secara simultan dan mungkin ada periode laten yang panjang sebelum penyakit

ginjal didiagnosis, mengaburkan kontribusi dari nephrotoxin tertentu. Namun

bukti-bukti terdahulu menyebutkan bahwa sosioekonomi, etnis dan lingkungan

mempunyai peranan penting dalam perkembangan penyakit ginjal akibat

paparan toksik di tempat kerja.

Pelapisan logam kromium di Kabupaten Tegal, pada umumnya dikelola

secara konvensional dengan teknologi sangat sederhana, serta kurang

diperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja para pekerjanya yang bekerja

tanpa menggunakan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan dan baju

kerja. Hal ini membahayakan bagi kesehatan para pekerjanya, karena terpapar

kromium (VI) melalui terutama inhalasi aerosol berakibat efek saluran

pernafasan, karsiogenik, hati dan ginjal. Data kasus penyakit ginjal di RSUD

Tegal 2011 terdapat pasien gagal ginjal 256 orang. Menurut Soudani, Sefi M,

paparan kromium (K2Cr2O7) selama 21 hari memicu kerusakan ginjal pada

tikus dengan peningkatan kreatinin plasma dan asam urat.

Dan Menurut Liu CS, Kou HW dan Lin Ti melakukan penelitian terhadap

178 pekerja electroplating adanya disfungsi ginjal (23%) pada pekerja pelapis-

an kromium. Meningkatnya kromium dalam darah atau urin dapat digunakan

untuk mengkonfirmasi terpaparnya fungsi ginjal harus diuji (urinalisis, urea

2

Page 3: Mini Skripsi K3

darah nitrogen, kreatinin, dan β2-mikroglobulin) untuk menentukan telah

terjadinya kerusakan ginjal tubular. Adanya logam berat dapat menimbulkan

kerusakan struktur pada nefron terutama pada selepitel tubulus proksimal. Hal

ini dapat disertai dengan gangguan fungsi ginjal yang umumnya ditandai

dengan penurunan laju filtra-si glomerulus, sehingga zat sisa metabolisme

seperti kreatinin, ureum mau-pun kreatinin yang harusnya dibuang oleh ginjal

kadarnya akan menurun da-lam urin, akibatnya kadar zat tersebut akan

meningkat dalam darah.

Hasil pengujian pendahuluan pada bulan Oktober 2012 terhadap air limbah

pelapisan logam mengandung kadar kromium antara 2,77 mg/l sampai 17,95

mg/l di Kecamatan Talang Kabupaten Tegal, itu menunjukkan kadar logam

Kromium melebihi ambang batas yang ditentukan 0,05 mg/l. Sedangkan

pengujian sedimen ratarata kadar kromium 20,32 mg/kg dan kadar maksimal

kromium 25,46 mg/kg sedimen melebihi ambang batas 4,7 μg/kg .

Hasil pengujian kromium udara di industri pelapisan kromium di bagian

ruang produksi rata-rata 1,5769 μg/ m3 dan kadar maksimal kromium di udara

sebesar 1,8433 μg/m3. Hasil ini di atas nilai ambang batas (NAB) yang

disyaratkan oleh Lembaga Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH

1994c metode 7024) merekomendasikan paparan batas udara untuk kromium

adalah 0,06 μg/ l sample .

Parameter fungsi ginjal salah satunya kadar kreatinin serum, hasil

pengujian pendahuluan terhadap pekerja kadar kreatinin rata-rata 1,44 mg/dl

3

Page 4: Mini Skripsi K3

(normal 0,6- 1,1 mg/dl) hasil tersebut melebihi kadar normal sehingga diduga

sudah terindikasi gangguan fungsi ginjal. Sedangkan hasil pengujian ureum

serum terhadap pekerja kadar ureum rata-rata 22,62 mg/dl (normal 10 – 50

mg/dl) hasil tersebut masih normal .

Biomarker Kromium pada urin dilakukan pengujian di Balai Laboratorium

Kesehatan Pterhadap pekerja kadar Kromium urin rata-rata 0,17 mg/l dengan

nilai ambang 0,05 μg/l (ASTDR 2008) hasil tersebut melebihi kadar normal

kromium dalam urin.

Pada umumya toksikologi logam berat dapat memberikan efek pada fungsi

ginjal, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara paparan logam

kromium terhadap gangguan fungsi ginjal yang dilihat dari hubungan kadar

kromium dalam urin dengan gangguan fungsi ginjal, sebagai indikator fungsi

ginjal test kadar ureum dan kreatini serum.

Oleh Karena itu peneliti ingin mengetahui hubungan riwayat pajanan

kromium dengan gangguan fungsi ginjal pada pekerja pelapisan logam di

Kecamatan Soroako. Sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat

dilakukan tindakan preventif seperti pelatihan atau penyuluhan pada pekerja

untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja di pelapisan pekerja di

kabupaten Tegal.

4

Page 5: Mini Skripsi K3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti menetapkan masalah

“Hubungan Riwayat Pajanan Kromium dengan Gangguan Fungsi Ginjal

pada Pekerja Pelapisan Logam di Kota Makassar”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan riwayat

pajanan kromium dengan gangguan fungsi ginjal pada pekerja pelapisan

logam di Makassar.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mendeskripsikan faktor individu pekerja kontrak pekerja pelapisan

logam di Makassar yang terdiri dari usia, jenis kelamin, i, lama kontak

masa kerja, pemakaian alat pelindung diri, dan personal hygiene .

b. Menganalisis pengaruh paparan kromium terhadap kejadian penyakit

asma pada pekerja

c. Menganalisis faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya

penyakit gagal ginjal akibat paparan kormium

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Perusahaan

Manfaat penelitian ini bagi perusaahn yaitu pihak perusahaan dapat

mengetahui bahwa adanya hubungan dengan kromium dengan

5

Page 6: Mini Skripsi K3

kejadian gagal ginjal pada pekerja dan pihak perusahaan dapat mencari

colusi dari masalah ini.

1.4.2 Bagi Peneliti

Penelitian ini hendaknya sebagai bahan informasi dan masukan

khususnya bagi mata kuliah Epidemiologi Keselamatan dan Kesehatan

Kerja dalam proses belajar mengajar.

6

Page 7: Mini Skripsi K3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Logam Berat

Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan densitas lebih besar dari

5g/cm3, terletak disudut kanan bawah pada system periodik unsur, mempunyai

afinitas yang tinggi terhadap S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92, dari

periode 4 sampai 7 (Miettinen, 1977 dalam Ernawati, 2010. Sebagian logam

berat seperti Plumbum (Pb), Kadmium (Cd), dan Merkuri (Hg) merupakan zat

pencemar yang sangat berbahaya. Afinitasnya yang tinggi terhadap S

menyebabkan logam ini menyerang ikatan S dalam enzim, sehingga enzim

yang bersangkutan menjadi tidak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina

(-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, Plumbum, dan Tembaga

terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transformasi melalui

dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa posfat biologis atau

mengkatalis penguraiannya. (Manahan1977, dalam Ernawati 2010).

Logam berat adalah unsur alami dari kerak bumi. Logam yang stabil dan

tidak bisa rusak atau hancur, oleh karena itu mereka cenderung menumpuk

dalam tanah dan sedimen. Banyak istilah logam berat telah diajukan,

berdasarkan kepadatan, nomor atom, berat atom, sifat kimia atau racun. Logam

berat yang dipantau meliputi: Antimony (Sb), Arsenik (As), Cadmium (Cd),

Cobalt (Co), Chromium (Cr), Copper (Cu), Nickel (Ni), Lead (Pb),

7

Page 8: Mini Skripsi K3

Mangan(Mn), Molybdenum (Mo), Scandium (Sc), Selenium (Se), Titanium

(Ti), Tungsten (W), Vanadium (V), Zinc (Zn). Besi (Fe), Nikel (Ni), Stronsium

(Sr), Timah (Sn), Tungsten (W), Vanadium (V),

2.2 Karakteristik Logam Berat

Berdasarkan daya hantar panas dan listrik, semua unsur kimia yang

terdapat dalam susunan berkala unsur-unsur dapat dibagi atas dua golongan

yaitu logam dan non logam. Golongan logam mempunyai daya hantar panas

dan listrik yang tinggi,sedangkan golongan non logam mempunyai daya hantar

listrik yang rendah. Berdasarkan densitasnya, golongan logam dibagi atas dua

golongan, yaitu golongan logam ringan dan logam berat.Golongan logam

ringan (light metals) mempunyai densitas <5, sedangkan logam berat (heavy

metals) mempunyai densitas >5 (Hutagalung, 2004 dalam Ernawati 2010).

Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek

khusus pada makhluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat

menjadi racun bagi tubuh makhluk hidup apabila melampaui ambang batas

yang diizinkan. Namun sebagian dari logam berat tersebut memang dibutuhkan

oleh tubuh makhluk hidup dalam jumlah tertentu (sedikit), yang juga apabila

tidak terpenuhi akan berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup dari makhluk

hidup tersebut.

Salah satu polutan yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia adalah

logam berat.WHO (World Health Organisation) dan FAO (Food Agriculture

8

Page 9: Mini Skripsi K3

Organisation) merekomendasikan untuk tidak mengkonsumsi makanan laut

(seafood) yang tercemar logam berat.

2.3 Kromium

Kromium (VI) oksida (CrO3) bersifat asam sehingga dapat bereaksi

dengan basa membentuk kromat. Jika larutan ion kromat diasamkan akan

dihasilkan ion dikromat yang berwarna jingga. Dalam larutan asam, ion kromat

atau ion dikromat adalah oksidator kuat.

Sesuai dengan tingkat valensi yang dimilikinya ion-ion kromium yang

telah membentuk senyawa mempunyai sifat yang berbeda-beda sesuai dengan

tingkat ionisasinya. Senyawa yang terbentuk dari Cr(II) akan bersifat basa,

Cr(III) bersifat amfoter, dan senyawa yang terbentuk dari Cr(VI) bersifat asam.

Senyawa kromium umumnya dapat berbentuk padatan (CrO3, Cr2O3),

larutan, dan gas (uap dikromat). Kromium dalam larutan biasanya berbentuk

trivalen Cr(III) dan ion hexavalent Cr(VI). Dalam larutan yang bersifat basa

dengan pH 8 sampai pH 10 terjadi pengendapan, Cr dalam bentuk Cr(OH)3.

Sebenarnya kromium dalam bentuk trivalen tidak begitu berbahaya

dibandingkan dengan bentuk hexavalent, akan tetapi apabila bertemu dengan

oksidator dan kondisinya memungkinkan untuk Cr(III) tersebut akan berubah

menjadi sama bahaya dengan Cr(VI) (Asmadi, 2009).

2.4 Bahaya Kromium

Khromium picolinate bisa merusak materi genetik pada sel-sel hewan

hamster. Dr. John Vincent dari University of Alabama di Tuscaloosa

9

Page 10: Mini Skripsi K3

menemukan, Khromium picolinate akan masuk ke dalam sel-sel secara

langsung dan tinggal di sana, dan menimbulkan gangguan. Khromium

picolinate berinteraksi dengan vitamin C serta antioksidan lain di dalam sel

untuk memproduksi bentuk turunan dari Khromium yang bisa menyebabkan

mutasi DNA, materi genetik.

Kombinasi Khromium dan picolinate (khususnya bentuk turunannya) bisa

memproduksi komponen berbahaya. Selain itu, picolinate akhirnya akan pecah

dan menimbulkan efek yang merugikan.

Khromium Picolinate merupakan Khromium generasi baru yang telah

dipatenkan dan lebih mudah diserap oleh tubuh. Khromium berperan penting

pada metabolisme dan penggunaan karbohidrat, sintesa asam lemak, kolesterol

dan protein. Makanan ala modern yang banyak dikonsumsi masyarakat saat ini

sangat sedikit kandungan Khromiumnya. Kekurangan Kromium dapat

menyebabkan kelelahan, kegelisahan, diabetes, gangguan metabolisme asam

amino dan meningkatkan resiko aterosklerosis. (Majalah Nova. Sept 2008).

Jadi Khromium dapat menyebabkan kerusakan terhadap organ respirasi,dan

dapat juga menyebabkan timbulnya kanker pada manusia (Palar, 2004 dalam

Ernawati 2010

2.5 Keracunan Kromium

Sebagai logam berat, krom termasuk logam yang mempunyai daya racun

tinggi. Daya racun yang dimiliki oleh logam krom ditentukan oleh valensi

ionnya. Ion Cr(VI) merupakan bentuk logam krom yang paling dipelajari sifat

10

Page 11: Mini Skripsi K3

racunnya, bila dibandingkan dengan ion-ion Cr(II) dan Cr(III). Sifat racun yang

dibawa oleh logam ini juga dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan

keracunan kronis.

Keracunan yang disebabkan oleh senyawa-senyawa ion krom pada manusia

ditandai dengan kecenderungan terjadinya pembengkakan pada hati. Tingkat

keracunan krom pada manusia diukur melalui kadar atau kandungan krom

dalam urine, kristal asam khromat yang sering digunakan sebagai obat untuk

kulit. Akan tetapi penggunaan senyawa tersebut seringkali mengakibatkan

keracunan yang fatal.

Kegiatan industri disamping bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

ternyata mempunyai dampak samping berupa pencemaran lingkungan perairan

dan udara. Limbah cair yang dibuang keperairan umumnya mengotori badan

limbah (Tandjung, 1994).

Dalam badan perairan, krom dapat masuk melalui dua cara, yaitu secara

alamiah dan non alamiah. Masuknya krom secara alamiah dapat terjadi

disebabkan oleh beberapa faktor fisika, seperti erosi atau pengikisan yang

terjadi pada batuan mineral. Disamping itu debu-debu dan partikel-partikel

krom yang diudara akan dibawa turun oleh air hujan. Masuknya krom yang

terjadi secara non alamiah lebih merupakan dampak atau efektivitas yang

dilakukan manusia Sumber-sumber krom yang berkaitan dengan aktivitas

manusia dapat berupa limbah atau buangan industri sampai buangan rumah

tangga (Heryando, Palar, 2004).

11

Page 12: Mini Skripsi K3

2.6 Pengertian Gagal Ginjal

Gagal ginjal adalah keadaan dimana kedua ginjal tidak bisa menjalankan

fungsinya. Gagal ginjal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan

penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yang

akhirnya akan mencapai gagal ginjal terminal.

2. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan

metabolic atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan

fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa

minggu dengan atau tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya

kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh.

2.7 Anatomi Ginjal

Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam

mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi

cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti

kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior

abdomen., terutama di daerah lumbal di sebelah kanan dan kiri tulang belakang,

dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar

rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang dimulai

dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan

sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang

lebih banyak di sebelah kanan.13 Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25

12

Page 13: Mini Skripsi K3

cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram

dan wanita dewasa 115-155 gram.

Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka

terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri dari

bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks.

2.7.1 Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid

renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis

sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis.

Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta dan duktus

koligens terminal

2.7.2 Bagian luar (eksternal) korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat

merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah

tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan

dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara piramid dinamakan

kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal

yang berkelok-kelok dan duktus koligens

Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan

fungsional ginjal.14 Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira

2.400.000 nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi

dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal

13

Page 14: Mini Skripsi K3

Nefron terdiri dari bagian-bagian berikut :

a. Glomerulus. Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang

terletak di dalam kapsul Bowman dan menerima darah arteriolaferen dan

meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriol eferen. Glomerulus

berdiameter 200μm, mempunyai dua lapisan Bowman dan mempunyai dua

lapisan selular yang memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus dan

filtrate dalam kapsula Bowman

b. Tubulus proksimal konvulta. Tubulus ginjal yang langsung berhubungan

dengan kapsula Bowman dengan panjang 15 mm dan diameter 55μm.

c. Gelung henle (ansa henle). Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke

segmen tipis, selanjutnya ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total

panjang ansa henle 2-14 mm.

d. Tubulus distal konvulta. Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang

berkelok-kelok

e. dan letaknya jauh dari kapsula Bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal

dari masing-masing nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya

20 mm.

f. Duktus koligen medula. Ini saluran yang secara metabolik tidak aktif.

Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urine terjadi di sini. Duktus

ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.

14

Page 15: Mini Skripsi K3

2.8 Fungsi Ginjal

Fungsi ginjal secara keseluruhan di bagi dalam dua golongan yaitu :4

2.8.1 Fungsi Ekskresi

a. Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat

anorganik, dan asam urat.

b. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

c. Menjaga keseimbangan asam dan basa.

2.8.2 Fungsi Endokrin

a. Partisipasi dalam eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang berperan

dalam pembentukan sel darah merah.

b. Menghasilkan renin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan

darah.

c. Merubah vitamin D menjadi metabolit yang aktif yang membantu

penyerapan kalsium.

15

Page 16: Mini Skripsi K3

d. Memproduksi hormon prostaglandin, yang mempengaruhi pengaturan

garam dan air serta mempengaruhi tekanan vaskuler.

2.9 Epidemiologi GGA

2.9.1 Distribusi GGA

a. Distribusi Menurut Orang

GGA dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin,

umur ataupun ras. Menurut penelitian Bates dkk (2000), Boston, Amerika

serikat, GGA paling banyak diderita oleh laki-laki (71,7%), sedangkan

perempuan ada sebesar 28,3%. Berdasarkan ras jumlah penderita yang

berkulit putih adalah sebesar 82,5%, dan rata-rata terjadi pada penderita

yang berumur 45 tahun.

Menurut penelitian Orfeas Liangos dkk (2001), dari 558.032 penderita

GGA,51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%..

Berdasarkan ras, jumlah penderita yang berkulit putih ada sebesar 62,3%,

kulit hitam 14,4% dan yang lainnya berjumlah 23,4%. Berdasarkan umur,

penderita GGA paling banyak diderita oleh kelompok umur 60-82 tahun.

Menurut penelitian Ravindra L. Mehta dkk (2002), dari empat rumah

sakit yang ada di California Selatan, penderita GGA yang laki-laki ada

sebesar 71,6% sedangkan perempuan sebesar 28,4%. Berdasarkan ras

jumlah penderita yang berkulit putih adalah sebesar 59,5% dan paling tinggi

terjadi pada mereka yang berusia > 65 tahun (39,0%).

16

Page 17: Mini Skripsi K3

Menurut penelitian Sushrut S.Waikar dkk (2006), di Amerika Serikat,

dari 439.192 orang penderita GGA, 80,45% adalah penderita berkulit putih,

dimana 53,70% dari jumlah tersebut adalah laki-laki. Penderita yang

berkulit hitam sebesar 19,5% dimana 50,3% dari jumlah penderita yang

berkulit hitam tersebut adalah laki-laki.

b. Distribusi Menurut Tempat

Menurut penelitian Atef dkk (1990), dari dua propinsi yang ada di Iran

dengan jumlah populasi sebanyak 2,3 juta orang, terdapat kasus GGA yaitu

sebanyak 30 orang dimana 12 diantaranya meninggal, dengan angka

insidensi 13 kasus/1.000.000 penduduk (CFR = 40%).

Menurut penelitian Schiffl dkk (2002), di negara Jerman pada tahun

1998 terdapat 172 orang penderita GGA, dimana 59 orang diantaranya

meninggal (CFR = 34,3%).22 Menurut penelitian Katherine L. O’Brien dkk

(1996) di Haiti terdapat kasus GGA sebanyak 109 orang.

c. Distribusi Menurut Waktu

Menurut penelitian Cengiz Utaz, pada tahun 1991 - 1997 di salah satu

rumah sakit di Kayseri, Turkey, ditemukan penderita GGA yaitu berjumlah

323 orang penderita.

Menurut Jay L. Xue dkk pada tahun 1992-2001 di salah satu rumah sakit

yang ada di Amerika Serikat ditemukan 255.228 orang yang menderita

penyakit GGA. Menurut Sushrut S. Waikar pada tahun 2004, dari 3 rumah

sakit yang ada di Amerika Serikat ditemukan 99.629 orang yang menderita

17

Page 18: Mini Skripsi K3

GGA. Menurut penelitian Fernando Liano, di Madrid, Spanyol, pada tahun

1977- 1980 terdapat 202 orang penderita, dan pada tahun 1991 meningkat

menjadi 748 orang penderita

2.9.2 Determinan GGA

GGA adalah suatu penyakit tidak menular yang merupakan suatu sindrom

klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai

beberapa hari) laju filtrasi glomerulus (LFG), disertai sisa metabolisme (ureum

dan kreatinin). GGA merupakan suatu sindrom klinis oleh karena dapat

disebabkan oleh berbagai keadaan dengan patofisiologi yang berbeda-beda

a. Host

1. Umur dan jenis kelamin

Usia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir

semua usia dapat terkena penyakit ini. Menurut penelitian D.W. Bates

penyakit GGA paling banyak pada penderita yang berumur 45 tahun.18

Menurut penelitian Katherine L.O’Brien, Haiti, ditemukan 109 orang

penderita GGA yang berumur dibawah 18 tahun. Berdasarkan data

penyakit ginjal anak di Indonesia yang dikumpulkan dari 7 pusat

pendidikan Dokter Spesialis Anak yaitu Universitas Sumatera Utara,

Universitas Indonesia , Universitas Padjajaran , Universitas Diponegoro ,

Universitas Hasanuddin, Universitas Gadjah Mada dan Universitas

Udayana ditemukan sebanyak 107 orang anak yang menderita penyakit

GGA.

18

Page 19: Mini Skripsi K3

Kejadian pada laki-laki dan perempuan hampir sama. Menurut

penelitian Orfeas Liangos dkk (2001), dari 558.032 penderita GGA,

51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%.

2. Pekerjaan

Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan

kimia akan dapat mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia

yang berbahaya jika terpapar dan masuk kedalam tubuh dapat

menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya pada pekerja di pabrik atau

industri

3. Perilaku minum

Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam tubuh. Lebih

kurang 68% berat tubuh terdiri dari air. Minum air putih dalam jumlah

cukup setiap hari adalah cara perawatan tubuh terbaik. Air ini sebagai

simpanan cairan dalam tubuh. Sebab bila tubuh tidak menerima air

dalam jumlah yang cukup tubuh akan mengalami dehidrasi. Di mulai

dengan simpanan air tubuh yang mengalami penurunan yang

mengakibatkan gangguan kesehatan

Organ-organ tubuh yang vital juga sangat peka terhadap

kekurangan air, salah satunya adalah ginjal. Ginjal tidak dapat berfungsi

dengan baik bila tidak cukup air. Pada proses penyaringan zat-zat racun,

ginjal melakukannya lebih dari 15 kali setiap jam, hal ini membutuhkan

jumlah air yang banyak sebelum diedarkan ke dalam darah. Bila tidak

19

Page 20: Mini Skripsi K3

cukup cairan atau kurang minum, ginjal tidak dapat bekerja dengan

sempurna maka bahan-bahan yang beredar dalam tubuh tidak dapat

dikeluarkan dengan baik sehingga dapat menimbulkan keracunan darah

dan menyebabkan penyakit ginjal

4. Riwayat penyakit sebelumnya.

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit GGA, yaitu:

a) Penyebab penyakit GGA Prarenal, yaitu :

1) Hipovolemia, disebabkan oleh:

a. Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar.

b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal

(diuretik, penyakit ginjal lainnya), pernafasan, pembedahan.

c. Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema,

asites.

2) Vasodilatasi sistemik:

a. Sepsis.

b. Sirosis hati.

c. Anestesia/ blokade ganglion.

d. Reaksi anafilaksis.

e. Vasodilatasi oleh obat.

3) Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :

a. Renjatan kardiogenik, infark jantung.

b. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).

20

Page 21: Mini Skripsi K3

c. Tamponade jantung.

d. Disritmia.

e. Emboli paru

b) Penyebab penyakit GGA renal, yaitu :

1) Kelainan glomerulus

a. Glomerulonefritis akut

Glomerulonefritis akut adalah salah satu jenis GGA renal

yang biasanya disebabkan oleh kelainan reaksi imun yang

merusak glomeruli. Sekitar 95% dari pasien, GGA dapat terjadi

satu sampai tiga minggu setelah mengalami infeksi dibagian lain

dalam tubuh, biasanya disebabkan oleh jenis tertentu dari

streptokokus beta grup A. Infeksi dapat berupa radang

tenggorokan streptokokal, tonsillitis streptokokal, atau bahkan

infeksi kulit streptokokal

b. Penyakit kompleks autoimun

c. Hipertensi maligna

2) Kelainan tubulus

a. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat iskemia

Tipe iskemia merupakan kelanjutan dari GGA prarenal yang

tidak teratasi. Iskemia ginjal berat dapat diakibatkan oleh syok

sirkulasi atau gangguan lain apapun yang sangat menurunkan

suplai darah ke ginjal. Jika iskemia berlangsung cukup berat

21

Page 22: Mini Skripsi K3

sampai menyebabkan penurunan yang serius terhadap

pengangkutan zat makanan dan oksigen ke sel-sel epitel tubulus

ginjal dan jika gangguan ini terus berlanjut, kerusakan atau

penghancuran sel-sel epitel dapat terjadi. Jika hal ini terjadi, sel-

sel tubulus hancur terlepas dan menempel pada banyak nefron,

sehingga tidak terdapat pengeluaran urin dari nefron yang

tersumbat, nefron yang terpengaruh sering gagal mengekskresi

urin bahkan ketika aliran darah ginjal kembali pulih normal,

selama tubulus masih baik

2.10 Klasifikasi GGA

Klasifikasi GGA dapat dibagi dalam tiga katagori utama, yaitu :

2.10.1 GGA Prarenal

GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal

hypoperfusion) yang mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan

kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini

umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila perfusi ginjal

segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal walaupun berkurang

masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup kepada

sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan

mengakibatkan NTA. GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa

adanya kelainan histologik atau morfologi pada nefron.

22

Page 23: Mini Skripsi K3

2.10.2 GGA Renal

GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara

tibatiba menurunkan pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat

dibagi menjadi:

a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil

ginjal lainnya

b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal,

c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal.

Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal,

yang mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat

nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis Tubular

Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal

2.10.3 GGA Postrenal

GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup,

namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah

obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi

glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang

permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi

23

Page 24: Mini Skripsi K3

2.11 Perjalanan Klinis GGA

Perjalanan klinis GGA di bagi menjadi 3 stadium, yaitu : 7,13

2.11.1 Stadium Oliguria

Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah

terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam.

Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin sampai kurang dari

400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari 100cc/24 jam,

keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai

memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan

metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual,

muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin

menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam

plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum

urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na)

24

Page 25: Mini Skripsi K3

2.11.2 Stadium Diuresis

Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih

dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini

berlangsung 2 sampai 3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada stadium ini

diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea, dan juga disebabkan

karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam masa

penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama

stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena

bersihan urea tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan

berlanjutnya diuresis, azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien

mengalami kemajuan klinis yang benar.

2.11.3 Stadium Penyembuhan

Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama

masa itu, produksi urin perlahan–lahan kembali normal dan fungsi ginjal

membaik secara bertahap, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit

demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap menderita penurunan

glomerular filtration rate (GFR) yang permanen

2.12 Gejala-Gejala GGA

Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu :,

a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare,

pucat (anemia), dan hipertensi.

b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).

25

Page 26: Mini Skripsi K3

c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang

menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).

d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.

e. Tremor tangan.

f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.

g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat

dijumpai adanya pneumonia uremik

h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).

i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,

berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)

j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap

darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal,

serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan

glomerulus.

k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih

menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif,

edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-

kejang dan kesadaran menurun sampai koma.

26

Page 27: Mini Skripsi K3

2.13 Pencegahan

2.13.1 Pencegahan Primer

Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk

menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat

dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA, antara lain:

a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan

dan olahraga teratur.

b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang

harus dilakukan setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami

gangguan ginjal dapat dikurangi.

c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita

gastroenteritis akut.

d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan,

dan pada trauma-trauma kecelakaan atau luka bakar.

e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes

melitus yang akan dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiograf

f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun

septik.

g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik.

Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang

diketahui nefrotoksik.

h. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.

27

Page 28: Mini Skripsi K3

i. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi

harus segera diperbaiki.

2.13.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi

secara dini suatu penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien

yang berisiko GGA. Mengatasi penyakit yang menjadi penyebab timbulnya

penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang menderita penyakit yang dapat

menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis akut maka harus mendapat

perhatian khusus dan harus segera diatasi.

GGA prarenal jika tidak diatasi sampai sembuh akan memacu timbulnya

GGA renal untuk itu jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita GGA

prarenal, maka sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh,

untuk mencegah kejadian yang lebih parah atau mencegah kecenderungan

untuk terkena GGA renal

2.13.3 Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah

terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus

GGA sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terjadinya kematian maka fungsi

ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan untuk

membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan

metabolisme yang bertahan dalam jumlah berlebihan yang sangat parah timbul

anuria lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8.

28

Page 29: Mini Skripsi K3

Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang memberikan

risiko infeksi harus dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan adanya

infeksi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu diperhatikan karena

infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling sering pada gagal

ginjal oligurik.

Penyakit GGA jika segera diatasi kemungkinan sembuhnya besar, tetapi

penderita yang sudah sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya

dan memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan, olahraga teratur,

dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap

tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal dapat segera diketahui

dan diobati.

2.14 Pengobatan

Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut :

2.14.1 Pengobatan Penyakit Dasar

Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus

dikoreksi dengan maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan

penyembuhan faal ginjal. Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus

segera diatasi. Sebagai parameter dapat digunakan pengukuran tekanan vena

sentralis jika fasilitas ada, dengan demikian over hidrasi bisa dicegah.

Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang

spesifik sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misalnya antibiotika

diduga menjadi penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera

29

Page 30: Mini Skripsi K3

dihentikan. Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus segera diberikan

antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialisis harus dilakukan dialisis

secepatnya

2.14.2 Pengelolaan Terhadap GGA

a. Pengaturan Diet

Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea

darah akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian

protein dari luar harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi

katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram karbohidrat

per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen

sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme

jaringan berkurang dan pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai.

Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein per hari yang mempunyai nilai

biologis yang tinggi (mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu

dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-

2500 kalori per hari, disertai dengan multivitamin.

Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk

dan kopi). Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.

b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit

1. Air (H2O). Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis,

komplikasi-komplikasi (diare, muntah). Produksi air endogen berasal

dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang banyak kira-kira

30

Page 31: Mini Skripsi K3

300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500 ml

ditambah pengeluaran selama 24 jam

2. Natrium (Na). Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi

sampai 500 mg per 24 jam. Natrium yang banyak hilang akibat diare,

atau muntah-muntah harus segera diganti

3. Dialisis. Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara

konservatif, juga memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun

hemodialisis. Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu.

Pemilihan tindakan dialysis peritoneal atau hemodialisis didasarkan

atas pertimbangan-pertimbangan indivual penderita

4. Operasi. Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan

untuk dapat menhilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat

dilakukan operasi diperlukan persiapan tindakan ialysis terlebih

dahulu.

2.15 Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Gagal Ginjal

Menurut Djuanda (2009) faktor-faktor yang dapat mengakibatkan gagal

ginjal adalah lama kontak, port d’entry dan dosis. Faktor indivdu juga ikut

berpengaruh pada gagal ginjal misalnya jenis kelamin, usia, dan hygiene

peroangan.

31

Page 32: Mini Skripsi K3

2.15.1 Faktor Langsung

a. Logam Berat

Logam yang dapat menyebabkan keracunan adalah jenis logam berat

saja. Logam ini termasuk logam yang essensial seperti Cu, Zn, Se dan

yang nonesensial seperti Pb, Hg, Cd, dan As.Terjadinya keracunan logam

paling sering disebabkan pengaruh pencemaran lingkungan oleh logam

berat, seperti penggunaan logam sebagai pembasmi hama (pestisida),

pemupukan maupun karena pembuangan limbah pabrik yang

menggunakan logam. Logam esensial seperti Cu dan Zn dalam dosis

tertentu dibutuhkan sebagai unsur nutrisi pada hewan, tetapi logam

nonesensial seperti Hg, Pb, Cd, dan As sama sekali belum diketahui

kegunaannya walaupun dalam jumlah relative sedikit dapat menyebabkan

keracunan pada hewan. (Darmono,1995)

b. Lama Kontak

lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan

bahan kimia atau logam berat dalam hitungan jam/hari. Lama kontak

antar pekerja berbeda-beda, sesuai dengan jenis pekerjaannya. Lama

kontak memperngaruhi kejadian gagal ginjal akibat kerja. Lama kontak

dengan logam berat akan meningkatkan terjadinya gagal ginjal akibat

kerja. Semakin lama kontak dengan logam berat, maka kandungan loham

berat dalam urine semakin banyak.

32

Page 33: Mini Skripsi K3

2.15.2 Faktor Tidak Langsung

a. Masa Kerja

masa kerja penting diketauhui untuk melihat lamanya seseorang

terpajan logam berat. Masa kerja merupakan jangka waktu pekerja mulai

terpajan logam berat sampai waktu penelitian. Menurut Hnadoko (1992)

kama bekerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu

bekerja di suatu tempat.

Masa kerja memperngarhi kejadian gagal ginjal akibat kerja.

Semakin lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan

berkontak dengan logam berat.

b. Usia

Usia merupakan salah satu unsur yang tidka dapat dipisahkan dengan

individu. Selain itu juga usia merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi terjadinya gagal ginjal akibat kerja.

Pada dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi lebih rentan

terhadap bahan iritan. Sering seakali pada usia lanjut terjadi kegagalan

dalam pengobatan gagal ginjal, dan mengakibatkan gagal gijal akut.

c. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan yang nampak antar laki-laki dan

permepuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Laki-laki memiliki

risiko yang lebih tinggi untuk menderita penyakit gagal ginjal akibat

33

Page 34: Mini Skripsi K3

kerja, hal ini dikarenakan leki-laki lebih banyak terpapar bahan kimia

berupa logam berat di tempat kerja dibandingkan dengna perempuan

d. Personal Hygiene

Kebersihan perorangan merupakan konsep dasar dari pembersihan,

kerapihan dan perawatan badan kita. Kebersihan perorangan pekerja

dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan

bahan kimia dan kontaminasi.

e. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri adalah peralatan keselamatan yang diguanakan

oleh pekerja apabia berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya.

Semua tempat yang dipergunakan untuk menyimpan, memproses dan

membuang bahan kima merupakan tempat kerja yang berbahaya.

Perusahaan wajib menyediakan Alat Pelindung yang sesuai dengan

kebutuhan pekerja. Contoh alat pelindung diri yang digunakan untuk

mencegah terjadinya gagal ginjal adalah:

1) Alat pelindung pernafasan

2) Alat pelindung tangan

3) Pakaian pelindung.

34

Page 35: Mini Skripsi K3

Tabel 1. Karateristik Subyek pekerja di Pelapisan Kromium di Kecamatan Talang

Kabupaten Tegal 2013

Karakteristik Rata-rataStandar Deviasi

jumlah %

Umur pekerjaBerat badan

Jam kerja perkerjaLama bekerja

Kontak langsung kromiumYa

TidakTerpapar bahan kimia lain

YaTidak

Pengguana APDYa

TidakKebiasaan merokok

YaTidak

Lama merokok

31,754,37,79,6

7,7

7,6110,571,198,50

7,95

1825

835

1825

3211

46,753,3

16,783,3

46,753,3

76,723,3

Total 200 99.9

35

Page 36: Mini Skripsi K3

2.16 Kerangka Teori

Bagan 1.

Kerangka Teori

36

Faktor langsung:

1. Logam berat2. Lama kontak

Faktor tidak langsung:

1. Masa kerja2. Usia 3. Jenis kelamin4. Personal hygiene5. Penggunaan APD

Kejadian gagal ginjal akibat kerja

Page 37: Mini Skripsi K3

BAB III

KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep terdiri d ari variabel indpenden (terikat) dan variabel

depende (bebas). Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah ama

kontak dan yang menjadi variabel bebas adalah kejadian gagal ginjal akibat

kerja dengan melibatkan faktor-faktor condounding yaitu berupa masa kerja,

usia, jenis kelamin, personal hygiene, dan penggunaan APD

Variaben Independen Variabel Dependen

Faktor confounding

37

Faktor LangsungLama Kontak

Kejadian gagal ginjal akibat kerja

Faktor tidak langsung:

Masa kerja

Usia

jenis kelamin

personal hygiene

penggunaan APD

Page 38: Mini Skripsi K3

Hipotesis adalah dugaan sementara hasil penelitian. Berdasarkan masalah

yag diajukan dan teori-teori yang diuraikan, dapat dirumuskan hipotesis bahwa :

a. Ada pengaruh antara paparan logam berat yaitu kromium terhadap kejadian

penyakit gagal ginjal terhadap para pekerja kontrak.

b. Ada pengaruh antara faktor risiko yang terdiri dari : masa kerja, usia, jenis

kelaamin, personal hygiene, pemakaian alat pelindung diri, dan lama kontak.

38

Page 39: Mini Skripsi K3

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik kuantitatif

dengan menggunakan pendekatan cross-sectional, yaitu suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika antara faktor-faktor resiko dengan efek, secara

pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point

time approach).

4.2 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 pada pekerja industri

pelapisan kromium yang berada di Kota Makassar

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek

yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini populasi penelitian

adalah seluruh pekerja kontrak di bagian processing pekerja industri pelapisan

kromium yang berada di Kabupaten Tegal yang berjumlah 200 orang dengan

kriteria sebagai berikut :

1. Merupakan pekerja kontrak dari pekerja industri pelapisan kromium

2. Terpapar oleh kromium 8 jam per hari dan minimal telah bekerja selama

dari 5 tahun. Pada pekerja kontrak tidak pernah dilakukan pemeriksaan

kesehatan pada saat awal bekerja.

39

Page 40: Mini Skripsi K3

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan

objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,

2005). Dalam peneitian ini sampel yang diambil adalah pekerja kontak bagian

processing pekerja industri pelapisan kromium

EFEK (+) EFEK (-)

FAKTOR RISIKO(+)

True positif False negatif

FAKTOR RISIKO(-)

False positif True negatif

GANGGUAN FAAL PARU (+)

GANGGUAN FAAL PARU (-)

MASA KERJA> 5 tahun 43 20

MASA KERJA< 5 tahun 57 80

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan data diatas

sebanyak 200 responden yang terpilih dengan status gangguan faal paru (+)

yaitu sebanyak 43 orang yang dengan masa kerja > 5 tahun.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang digunakan sebagai

sarana yang dapat diwujudkan dalam bentuk benda (Ridwan,2005). Instrumen

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk

data primer dan kuesioner untuk observasi.

40

Page 41: Mini Skripsi K3

4.5 Jenis Data

Data yang diguakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pekerja

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal

akibat kerja, meliputi kejadian gagal ginjal, lama kontak, masa kerja, usia,

jenis kelamin, personal hygiene dan pengguaan APD

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelususn dokumen, catatan

dan laporan dari perusahaan, meliputi profil perusahaan,proses produksi

dan list bahan kima yang digunakan

4.6 Pengolahan Data

4.6.1 Pemeriksaan Data (Editing)

Setelah data dari 43 orang responden didapat, peneliti memeriksa

kembali semua daftar checklist dan kuesioner yang di isi oleh responden. Dari

43 kuesioner yang disebarkan semua jawaban kuesioner sudah di isi dengan

lengkap oleh 43 responden.

4.6.2 Mengkode Data (Coding)

Peneliti memberikan pengkodean data pada setiap informasi yang telah

dikumpulkan pada setiap pernyataan. Kode yang diberikan adalah kode

menurut nomor urut responden dari 1 – 43. Pemberian kode berguna agar

peneliti mudah melakukan pengecekan atas data yang diperoleh nantinya.

Penggunaan kode 0 dan 1 juga digunakan pada setiap variabel untuk

mempermudah memasukan data pada master tabel.

41

Page 42: Mini Skripsi K3

4.7.3 Penyusunan Data (Tabulating)

Peneliti menyusun data kuesioner dan di urut menurut nilai, dan kemudian

mengelompokan data yang telah diberi nilai serta memasukan data ke tabel

distribusi frekuensi.

4.7.4 Memasukan Data (Entry)

Peneliti memasukan data dari hasil penelitian ke dalam master tabel.

Langkah selanjutnya yaitu memproses data distribusi frekuensi umur, jenis

kelamin, lamanya kontak, personal hygiene, masa kerja dan penguunaan APD

serta melihat hubungan ke lima variabel tersebut dengan tingkat kejadian gagal

ginjal agar data yang sudah di entri dapat di analisis.

4.7.5 Pembersihan Data (Cleaning)

Data yang sudah diperoleh diperiksa kembali oleh peneliti dan

membersihkan data dari kesalahan – kesalahan yang meliputi distribusi

frekuensi dari variabel serta menilai kelogisannya (Notoadmodjo, 2005).

4.8 Analisa Data

4.8.1 Analisa Univariat

Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari

hasil penelitian (Notoadmodjo,2005). Analisa univariat dengan menggunakan

analisa distribusi frekuensi dan statistik deskriptif untuk melihat presentase

distribusi variabel independent dan dependent berupa faktor umur, jenis

kelamin, lama kontak, masa kerja, personal hygiene dan pengguanaan APD.

42

Page 43: Mini Skripsi K3

Variabel dependent berupa tingkat kejadian gagal ginjal. Analisa ini digunakan

dengan rumus :

P= fn

x100 %

Keterangan : P = Persentase

f = Jumlah pernyataan

n = Jumlah sampel (Budiarto, 2002)

4.8 2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan (Notoadmodjo, 2005). Mencari ada atau tidaknya

hubungan variabel independent dan variabel dependent yaitu dengan

mengetahui hubungan umur dengan tingkat kejadian gagal ginjal, hubungan

jenis kelamin dengan tingkat kejadian gagal ginjal, hubungan lama kontak

dengan tingkat kejadian gagal ginjal, hubungan personal hygiene dengan

tingkat kejadian gagal ginjal, hubungan masa kerja dengan tingkat kejadian

gagal ginjal, dan hubungan penggunaan APD dengan tingkat kejadian gagal

ginjal.

Analisa bivariat dilakukan dengan uji chi square dengan cara manual pada

derajat kepercayaan 95 % (α = 0,05) dengan tabel kontigensi 2 x 2 pada derajat

kebebasan, Dk = (B-1) (K-1) = 1

Chi square dapat dilihat dengan rumus :

43

Page 44: Mini Skripsi K3

X2 = ∑ (O – E )❑2

E

Keterangan :

X2 = Statistik chi square

∑ = Jumlah

O = Observasi ( nilai yang diperoleh)

E = Ekspentasi ( nilai yang diharapkan)

Untuk mengetahui apakah ada hubungan variabel independent dengan

variabel dependent, dapat disimpulkan:

4.8.2.1 Jika X2 hitung ≥ X² tabel berarti Ho ditolak, Ha diterima atau ada hubungan

bermakna antara umur, jenis kelamin, lama kontak, masa kerja, personal

hygiene, pengguanaa APD dengan tingkat kejadian gagal ginjal

4.8.2.2 Jika X2 hitung < X² tabel berarti Ho diterima, Ha ditolak atau tidak ada

hubungan bermakna antara umur, jenis kelamin, lama kontak, masa kerja,

personal hygiene, pengguanaa APD dengan tingkat kejadian gagal ginjal

44

Page 45: Mini Skripsi K3

DAFTAR PUSTAKA

Ashar, Tufik, dkk. Kromium, Timbal, dan Merkuri dalam Air Sumur Masyarakat di

Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Artikel Penelitian. Departemen

Kesehatan Lingkungan FKM, Univeristas Sumutera Utara

Astuti, Wdi. Dampak Kandungan Logam Berat dalam Sampah Elektronik (E Waste)

terhadap Kesehatan dan Lingkungan. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas

Teknik, Univeristas Pandanaran.

Pratiwi, Riska Maulani. Penyakit Ginjal Akibat Paparan Logam Berat Di Tempat

Kerja. Jurnal Kesehatan Lingkungan

Sudarsana,Eka, dkk.2013. Hubungan Riwayat Pajanan Kromium dengan Gangguan

Fungsi Ginjal pada Pekerja Pelapisan Logam di Kabupaten Tegal. Jurnal

Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 12 No. 1 / April 2013. Tegal.

45