Upload
meylhan
View
68
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PENGARUH ASBESTOSIS
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit ginjal akibat kerja sangat penting karena dapat dicegah
sepenuhnya. Pencegahan penyakit ginjal yang disebabkan oleh paparan
berbagai macam logam berat yang terdapat di tempat kerja atau lingkungan,
sebagian besar bergantung pada kemampuan untuk mendeteksi nefrotoksik efek
pada tahap ketika kerusakan ginjal tersebut masih reversibel atau setidaknya
belum merusak fungsi ginjal. Ginjal sering menjadi target berbagai macam
substansi berbahaya. Meskipun memiliki ukuran yang kecil, ginjal menerima
25% dari cardiac output dan berpotensi terpapar zat toksik dalam jumlah besar.
Karena berfungsi sebagai tempat penyerapan osmotik terutama di medulla
maka berbagai agent toksik tersebut lebih banyak ditemukan di ginjal dibanding
organ lain. Agen toksik penyebab penyakit ginjal tersebut dapat lebih mudah
diketahui bila gejala dari kerusakan ginjal tersebut muncul secara akut seperti
pada gagal ginjal akut, tetapi diagnosis pada kasus penyakit kronis lebih sulit
ditentukan karena adanya periode laten yang lama dan berbagai faktor lain yang
berhubungan dengan kerentanan individu sebelum onset penyakit muncul.
Menurut data disebutkan 10% kasus ESRD diakibatkan oleh paparan toksik
di tempat kerja, tapi hasilnya sulit dipastikan karena adanya pengaruh
perubahan lingkungan, berbagai macam bahan kimia berbahaya yang
digunakan, perbedaan metode diagnostik, lamanya terpapar, dan onset penyakit.
1
Dapat dipastikan 2/3 nefron dari kedua ginjal sudah tidak berfungsi jauh
sebelum munculnya gejala. Kontroversi muncul karena faktor pencetus
penyakit ginjal tidak diketahui. Banyak faktor yang berkontribusi sering hadir
secara simultan dan mungkin ada periode laten yang panjang sebelum penyakit
ginjal didiagnosis, mengaburkan kontribusi dari nephrotoxin tertentu. Namun
bukti-bukti terdahulu menyebutkan bahwa sosioekonomi, etnis dan lingkungan
mempunyai peranan penting dalam perkembangan penyakit ginjal akibat
paparan toksik di tempat kerja.
Pelapisan logam kromium di Kabupaten Tegal, pada umumnya dikelola
secara konvensional dengan teknologi sangat sederhana, serta kurang
diperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja para pekerjanya yang bekerja
tanpa menggunakan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan dan baju
kerja. Hal ini membahayakan bagi kesehatan para pekerjanya, karena terpapar
kromium (VI) melalui terutama inhalasi aerosol berakibat efek saluran
pernafasan, karsiogenik, hati dan ginjal. Data kasus penyakit ginjal di RSUD
Tegal 2011 terdapat pasien gagal ginjal 256 orang. Menurut Soudani, Sefi M,
paparan kromium (K2Cr2O7) selama 21 hari memicu kerusakan ginjal pada
tikus dengan peningkatan kreatinin plasma dan asam urat.
Dan Menurut Liu CS, Kou HW dan Lin Ti melakukan penelitian terhadap
178 pekerja electroplating adanya disfungsi ginjal (23%) pada pekerja pelapis-
an kromium. Meningkatnya kromium dalam darah atau urin dapat digunakan
untuk mengkonfirmasi terpaparnya fungsi ginjal harus diuji (urinalisis, urea
2
darah nitrogen, kreatinin, dan β2-mikroglobulin) untuk menentukan telah
terjadinya kerusakan ginjal tubular. Adanya logam berat dapat menimbulkan
kerusakan struktur pada nefron terutama pada selepitel tubulus proksimal. Hal
ini dapat disertai dengan gangguan fungsi ginjal yang umumnya ditandai
dengan penurunan laju filtra-si glomerulus, sehingga zat sisa metabolisme
seperti kreatinin, ureum mau-pun kreatinin yang harusnya dibuang oleh ginjal
kadarnya akan menurun da-lam urin, akibatnya kadar zat tersebut akan
meningkat dalam darah.
Hasil pengujian pendahuluan pada bulan Oktober 2012 terhadap air limbah
pelapisan logam mengandung kadar kromium antara 2,77 mg/l sampai 17,95
mg/l di Kecamatan Talang Kabupaten Tegal, itu menunjukkan kadar logam
Kromium melebihi ambang batas yang ditentukan 0,05 mg/l. Sedangkan
pengujian sedimen ratarata kadar kromium 20,32 mg/kg dan kadar maksimal
kromium 25,46 mg/kg sedimen melebihi ambang batas 4,7 μg/kg .
Hasil pengujian kromium udara di industri pelapisan kromium di bagian
ruang produksi rata-rata 1,5769 μg/ m3 dan kadar maksimal kromium di udara
sebesar 1,8433 μg/m3. Hasil ini di atas nilai ambang batas (NAB) yang
disyaratkan oleh Lembaga Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH
1994c metode 7024) merekomendasikan paparan batas udara untuk kromium
adalah 0,06 μg/ l sample .
Parameter fungsi ginjal salah satunya kadar kreatinin serum, hasil
pengujian pendahuluan terhadap pekerja kadar kreatinin rata-rata 1,44 mg/dl
3
(normal 0,6- 1,1 mg/dl) hasil tersebut melebihi kadar normal sehingga diduga
sudah terindikasi gangguan fungsi ginjal. Sedangkan hasil pengujian ureum
serum terhadap pekerja kadar ureum rata-rata 22,62 mg/dl (normal 10 – 50
mg/dl) hasil tersebut masih normal .
Biomarker Kromium pada urin dilakukan pengujian di Balai Laboratorium
Kesehatan Pterhadap pekerja kadar Kromium urin rata-rata 0,17 mg/l dengan
nilai ambang 0,05 μg/l (ASTDR 2008) hasil tersebut melebihi kadar normal
kromium dalam urin.
Pada umumya toksikologi logam berat dapat memberikan efek pada fungsi
ginjal, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara paparan logam
kromium terhadap gangguan fungsi ginjal yang dilihat dari hubungan kadar
kromium dalam urin dengan gangguan fungsi ginjal, sebagai indikator fungsi
ginjal test kadar ureum dan kreatini serum.
Oleh Karena itu peneliti ingin mengetahui hubungan riwayat pajanan
kromium dengan gangguan fungsi ginjal pada pekerja pelapisan logam di
Kecamatan Soroako. Sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat
dilakukan tindakan preventif seperti pelatihan atau penyuluhan pada pekerja
untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja di pelapisan pekerja di
kabupaten Tegal.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti menetapkan masalah
“Hubungan Riwayat Pajanan Kromium dengan Gangguan Fungsi Ginjal
pada Pekerja Pelapisan Logam di Kota Makassar”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan riwayat
pajanan kromium dengan gangguan fungsi ginjal pada pekerja pelapisan
logam di Makassar.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mendeskripsikan faktor individu pekerja kontrak pekerja pelapisan
logam di Makassar yang terdiri dari usia, jenis kelamin, i, lama kontak
masa kerja, pemakaian alat pelindung diri, dan personal hygiene .
b. Menganalisis pengaruh paparan kromium terhadap kejadian penyakit
asma pada pekerja
c. Menganalisis faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya
penyakit gagal ginjal akibat paparan kormium
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Perusahaan
Manfaat penelitian ini bagi perusaahn yaitu pihak perusahaan dapat
mengetahui bahwa adanya hubungan dengan kromium dengan
5
kejadian gagal ginjal pada pekerja dan pihak perusahaan dapat mencari
colusi dari masalah ini.
1.4.2 Bagi Peneliti
Penelitian ini hendaknya sebagai bahan informasi dan masukan
khususnya bagi mata kuliah Epidemiologi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dalam proses belajar mengajar.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan densitas lebih besar dari
5g/cm3, terletak disudut kanan bawah pada system periodik unsur, mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92, dari
periode 4 sampai 7 (Miettinen, 1977 dalam Ernawati, 2010. Sebagian logam
berat seperti Plumbum (Pb), Kadmium (Cd), dan Merkuri (Hg) merupakan zat
pencemar yang sangat berbahaya. Afinitasnya yang tinggi terhadap S
menyebabkan logam ini menyerang ikatan S dalam enzim, sehingga enzim
yang bersangkutan menjadi tidak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina
(-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, Plumbum, dan Tembaga
terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transformasi melalui
dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa posfat biologis atau
mengkatalis penguraiannya. (Manahan1977, dalam Ernawati 2010).
Logam berat adalah unsur alami dari kerak bumi. Logam yang stabil dan
tidak bisa rusak atau hancur, oleh karena itu mereka cenderung menumpuk
dalam tanah dan sedimen. Banyak istilah logam berat telah diajukan,
berdasarkan kepadatan, nomor atom, berat atom, sifat kimia atau racun. Logam
berat yang dipantau meliputi: Antimony (Sb), Arsenik (As), Cadmium (Cd),
Cobalt (Co), Chromium (Cr), Copper (Cu), Nickel (Ni), Lead (Pb),
7
Mangan(Mn), Molybdenum (Mo), Scandium (Sc), Selenium (Se), Titanium
(Ti), Tungsten (W), Vanadium (V), Zinc (Zn). Besi (Fe), Nikel (Ni), Stronsium
(Sr), Timah (Sn), Tungsten (W), Vanadium (V),
2.2 Karakteristik Logam Berat
Berdasarkan daya hantar panas dan listrik, semua unsur kimia yang
terdapat dalam susunan berkala unsur-unsur dapat dibagi atas dua golongan
yaitu logam dan non logam. Golongan logam mempunyai daya hantar panas
dan listrik yang tinggi,sedangkan golongan non logam mempunyai daya hantar
listrik yang rendah. Berdasarkan densitasnya, golongan logam dibagi atas dua
golongan, yaitu golongan logam ringan dan logam berat.Golongan logam
ringan (light metals) mempunyai densitas <5, sedangkan logam berat (heavy
metals) mempunyai densitas >5 (Hutagalung, 2004 dalam Ernawati 2010).
Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek
khusus pada makhluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat
menjadi racun bagi tubuh makhluk hidup apabila melampaui ambang batas
yang diizinkan. Namun sebagian dari logam berat tersebut memang dibutuhkan
oleh tubuh makhluk hidup dalam jumlah tertentu (sedikit), yang juga apabila
tidak terpenuhi akan berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup dari makhluk
hidup tersebut.
Salah satu polutan yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia adalah
logam berat.WHO (World Health Organisation) dan FAO (Food Agriculture
8
Organisation) merekomendasikan untuk tidak mengkonsumsi makanan laut
(seafood) yang tercemar logam berat.
2.3 Kromium
Kromium (VI) oksida (CrO3) bersifat asam sehingga dapat bereaksi
dengan basa membentuk kromat. Jika larutan ion kromat diasamkan akan
dihasilkan ion dikromat yang berwarna jingga. Dalam larutan asam, ion kromat
atau ion dikromat adalah oksidator kuat.
Sesuai dengan tingkat valensi yang dimilikinya ion-ion kromium yang
telah membentuk senyawa mempunyai sifat yang berbeda-beda sesuai dengan
tingkat ionisasinya. Senyawa yang terbentuk dari Cr(II) akan bersifat basa,
Cr(III) bersifat amfoter, dan senyawa yang terbentuk dari Cr(VI) bersifat asam.
Senyawa kromium umumnya dapat berbentuk padatan (CrO3, Cr2O3),
larutan, dan gas (uap dikromat). Kromium dalam larutan biasanya berbentuk
trivalen Cr(III) dan ion hexavalent Cr(VI). Dalam larutan yang bersifat basa
dengan pH 8 sampai pH 10 terjadi pengendapan, Cr dalam bentuk Cr(OH)3.
Sebenarnya kromium dalam bentuk trivalen tidak begitu berbahaya
dibandingkan dengan bentuk hexavalent, akan tetapi apabila bertemu dengan
oksidator dan kondisinya memungkinkan untuk Cr(III) tersebut akan berubah
menjadi sama bahaya dengan Cr(VI) (Asmadi, 2009).
2.4 Bahaya Kromium
Khromium picolinate bisa merusak materi genetik pada sel-sel hewan
hamster. Dr. John Vincent dari University of Alabama di Tuscaloosa
9
menemukan, Khromium picolinate akan masuk ke dalam sel-sel secara
langsung dan tinggal di sana, dan menimbulkan gangguan. Khromium
picolinate berinteraksi dengan vitamin C serta antioksidan lain di dalam sel
untuk memproduksi bentuk turunan dari Khromium yang bisa menyebabkan
mutasi DNA, materi genetik.
Kombinasi Khromium dan picolinate (khususnya bentuk turunannya) bisa
memproduksi komponen berbahaya. Selain itu, picolinate akhirnya akan pecah
dan menimbulkan efek yang merugikan.
Khromium Picolinate merupakan Khromium generasi baru yang telah
dipatenkan dan lebih mudah diserap oleh tubuh. Khromium berperan penting
pada metabolisme dan penggunaan karbohidrat, sintesa asam lemak, kolesterol
dan protein. Makanan ala modern yang banyak dikonsumsi masyarakat saat ini
sangat sedikit kandungan Khromiumnya. Kekurangan Kromium dapat
menyebabkan kelelahan, kegelisahan, diabetes, gangguan metabolisme asam
amino dan meningkatkan resiko aterosklerosis. (Majalah Nova. Sept 2008).
Jadi Khromium dapat menyebabkan kerusakan terhadap organ respirasi,dan
dapat juga menyebabkan timbulnya kanker pada manusia (Palar, 2004 dalam
Ernawati 2010
2.5 Keracunan Kromium
Sebagai logam berat, krom termasuk logam yang mempunyai daya racun
tinggi. Daya racun yang dimiliki oleh logam krom ditentukan oleh valensi
ionnya. Ion Cr(VI) merupakan bentuk logam krom yang paling dipelajari sifat
10
racunnya, bila dibandingkan dengan ion-ion Cr(II) dan Cr(III). Sifat racun yang
dibawa oleh logam ini juga dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan
keracunan kronis.
Keracunan yang disebabkan oleh senyawa-senyawa ion krom pada manusia
ditandai dengan kecenderungan terjadinya pembengkakan pada hati. Tingkat
keracunan krom pada manusia diukur melalui kadar atau kandungan krom
dalam urine, kristal asam khromat yang sering digunakan sebagai obat untuk
kulit. Akan tetapi penggunaan senyawa tersebut seringkali mengakibatkan
keracunan yang fatal.
Kegiatan industri disamping bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
ternyata mempunyai dampak samping berupa pencemaran lingkungan perairan
dan udara. Limbah cair yang dibuang keperairan umumnya mengotori badan
limbah (Tandjung, 1994).
Dalam badan perairan, krom dapat masuk melalui dua cara, yaitu secara
alamiah dan non alamiah. Masuknya krom secara alamiah dapat terjadi
disebabkan oleh beberapa faktor fisika, seperti erosi atau pengikisan yang
terjadi pada batuan mineral. Disamping itu debu-debu dan partikel-partikel
krom yang diudara akan dibawa turun oleh air hujan. Masuknya krom yang
terjadi secara non alamiah lebih merupakan dampak atau efektivitas yang
dilakukan manusia Sumber-sumber krom yang berkaitan dengan aktivitas
manusia dapat berupa limbah atau buangan industri sampai buangan rumah
tangga (Heryando, Palar, 2004).
11
2.6 Pengertian Gagal Ginjal
Gagal ginjal adalah keadaan dimana kedua ginjal tidak bisa menjalankan
fungsinya. Gagal ginjal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yang
akhirnya akan mencapai gagal ginjal terminal.
2. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan
metabolic atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa
minggu dengan atau tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya
kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh.
2.7 Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam
mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi
cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti
kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen., terutama di daerah lumbal di sebelah kanan dan kiri tulang belakang,
dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar
rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang dimulai
dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang
lebih banyak di sebelah kanan.13 Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25
12
cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram
dan wanita dewasa 115-155 gram.
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka
terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri dari
bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks.
2.7.1 Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid
renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis
sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis.
Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta dan duktus
koligens terminal
2.7.2 Bagian luar (eksternal) korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat
merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah
tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan
dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara piramid dinamakan
kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal
yang berkelok-kelok dan duktus koligens
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan
fungsional ginjal.14 Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira
2.400.000 nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi
dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal
13
Nefron terdiri dari bagian-bagian berikut :
a. Glomerulus. Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang
terletak di dalam kapsul Bowman dan menerima darah arteriolaferen dan
meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriol eferen. Glomerulus
berdiameter 200μm, mempunyai dua lapisan Bowman dan mempunyai dua
lapisan selular yang memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus dan
filtrate dalam kapsula Bowman
b. Tubulus proksimal konvulta. Tubulus ginjal yang langsung berhubungan
dengan kapsula Bowman dengan panjang 15 mm dan diameter 55μm.
c. Gelung henle (ansa henle). Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke
segmen tipis, selanjutnya ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total
panjang ansa henle 2-14 mm.
d. Tubulus distal konvulta. Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang
berkelok-kelok
e. dan letaknya jauh dari kapsula Bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal
dari masing-masing nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya
20 mm.
f. Duktus koligen medula. Ini saluran yang secara metabolik tidak aktif.
Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urine terjadi di sini. Duktus
ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.
14
2.8 Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal secara keseluruhan di bagi dalam dua golongan yaitu :4
2.8.1 Fungsi Ekskresi
a. Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat
anorganik, dan asam urat.
b. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Menjaga keseimbangan asam dan basa.
2.8.2 Fungsi Endokrin
a. Partisipasi dalam eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang berperan
dalam pembentukan sel darah merah.
b. Menghasilkan renin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan
darah.
c. Merubah vitamin D menjadi metabolit yang aktif yang membantu
penyerapan kalsium.
15
d. Memproduksi hormon prostaglandin, yang mempengaruhi pengaturan
garam dan air serta mempengaruhi tekanan vaskuler.
2.9 Epidemiologi GGA
2.9.1 Distribusi GGA
a. Distribusi Menurut Orang
GGA dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin,
umur ataupun ras. Menurut penelitian Bates dkk (2000), Boston, Amerika
serikat, GGA paling banyak diderita oleh laki-laki (71,7%), sedangkan
perempuan ada sebesar 28,3%. Berdasarkan ras jumlah penderita yang
berkulit putih adalah sebesar 82,5%, dan rata-rata terjadi pada penderita
yang berumur 45 tahun.
Menurut penelitian Orfeas Liangos dkk (2001), dari 558.032 penderita
GGA,51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%..
Berdasarkan ras, jumlah penderita yang berkulit putih ada sebesar 62,3%,
kulit hitam 14,4% dan yang lainnya berjumlah 23,4%. Berdasarkan umur,
penderita GGA paling banyak diderita oleh kelompok umur 60-82 tahun.
Menurut penelitian Ravindra L. Mehta dkk (2002), dari empat rumah
sakit yang ada di California Selatan, penderita GGA yang laki-laki ada
sebesar 71,6% sedangkan perempuan sebesar 28,4%. Berdasarkan ras
jumlah penderita yang berkulit putih adalah sebesar 59,5% dan paling tinggi
terjadi pada mereka yang berusia > 65 tahun (39,0%).
16
Menurut penelitian Sushrut S.Waikar dkk (2006), di Amerika Serikat,
dari 439.192 orang penderita GGA, 80,45% adalah penderita berkulit putih,
dimana 53,70% dari jumlah tersebut adalah laki-laki. Penderita yang
berkulit hitam sebesar 19,5% dimana 50,3% dari jumlah penderita yang
berkulit hitam tersebut adalah laki-laki.
b. Distribusi Menurut Tempat
Menurut penelitian Atef dkk (1990), dari dua propinsi yang ada di Iran
dengan jumlah populasi sebanyak 2,3 juta orang, terdapat kasus GGA yaitu
sebanyak 30 orang dimana 12 diantaranya meninggal, dengan angka
insidensi 13 kasus/1.000.000 penduduk (CFR = 40%).
Menurut penelitian Schiffl dkk (2002), di negara Jerman pada tahun
1998 terdapat 172 orang penderita GGA, dimana 59 orang diantaranya
meninggal (CFR = 34,3%).22 Menurut penelitian Katherine L. O’Brien dkk
(1996) di Haiti terdapat kasus GGA sebanyak 109 orang.
c. Distribusi Menurut Waktu
Menurut penelitian Cengiz Utaz, pada tahun 1991 - 1997 di salah satu
rumah sakit di Kayseri, Turkey, ditemukan penderita GGA yaitu berjumlah
323 orang penderita.
Menurut Jay L. Xue dkk pada tahun 1992-2001 di salah satu rumah sakit
yang ada di Amerika Serikat ditemukan 255.228 orang yang menderita
penyakit GGA. Menurut Sushrut S. Waikar pada tahun 2004, dari 3 rumah
sakit yang ada di Amerika Serikat ditemukan 99.629 orang yang menderita
17
GGA. Menurut penelitian Fernando Liano, di Madrid, Spanyol, pada tahun
1977- 1980 terdapat 202 orang penderita, dan pada tahun 1991 meningkat
menjadi 748 orang penderita
2.9.2 Determinan GGA
GGA adalah suatu penyakit tidak menular yang merupakan suatu sindrom
klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai
beberapa hari) laju filtrasi glomerulus (LFG), disertai sisa metabolisme (ureum
dan kreatinin). GGA merupakan suatu sindrom klinis oleh karena dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan dengan patofisiologi yang berbeda-beda
a. Host
1. Umur dan jenis kelamin
Usia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir
semua usia dapat terkena penyakit ini. Menurut penelitian D.W. Bates
penyakit GGA paling banyak pada penderita yang berumur 45 tahun.18
Menurut penelitian Katherine L.O’Brien, Haiti, ditemukan 109 orang
penderita GGA yang berumur dibawah 18 tahun. Berdasarkan data
penyakit ginjal anak di Indonesia yang dikumpulkan dari 7 pusat
pendidikan Dokter Spesialis Anak yaitu Universitas Sumatera Utara,
Universitas Indonesia , Universitas Padjajaran , Universitas Diponegoro ,
Universitas Hasanuddin, Universitas Gadjah Mada dan Universitas
Udayana ditemukan sebanyak 107 orang anak yang menderita penyakit
GGA.
18
Kejadian pada laki-laki dan perempuan hampir sama. Menurut
penelitian Orfeas Liangos dkk (2001), dari 558.032 penderita GGA,
51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%.
2. Pekerjaan
Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan
kimia akan dapat mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia
yang berbahaya jika terpapar dan masuk kedalam tubuh dapat
menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya pada pekerja di pabrik atau
industri
3. Perilaku minum
Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam tubuh. Lebih
kurang 68% berat tubuh terdiri dari air. Minum air putih dalam jumlah
cukup setiap hari adalah cara perawatan tubuh terbaik. Air ini sebagai
simpanan cairan dalam tubuh. Sebab bila tubuh tidak menerima air
dalam jumlah yang cukup tubuh akan mengalami dehidrasi. Di mulai
dengan simpanan air tubuh yang mengalami penurunan yang
mengakibatkan gangguan kesehatan
Organ-organ tubuh yang vital juga sangat peka terhadap
kekurangan air, salah satunya adalah ginjal. Ginjal tidak dapat berfungsi
dengan baik bila tidak cukup air. Pada proses penyaringan zat-zat racun,
ginjal melakukannya lebih dari 15 kali setiap jam, hal ini membutuhkan
jumlah air yang banyak sebelum diedarkan ke dalam darah. Bila tidak
19
cukup cairan atau kurang minum, ginjal tidak dapat bekerja dengan
sempurna maka bahan-bahan yang beredar dalam tubuh tidak dapat
dikeluarkan dengan baik sehingga dapat menimbulkan keracunan darah
dan menyebabkan penyakit ginjal
4. Riwayat penyakit sebelumnya.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit GGA, yaitu:
a) Penyebab penyakit GGA Prarenal, yaitu :
1) Hipovolemia, disebabkan oleh:
a. Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar.
b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal
(diuretik, penyakit ginjal lainnya), pernafasan, pembedahan.
c. Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema,
asites.
2) Vasodilatasi sistemik:
a. Sepsis.
b. Sirosis hati.
c. Anestesia/ blokade ganglion.
d. Reaksi anafilaksis.
e. Vasodilatasi oleh obat.
3) Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :
a. Renjatan kardiogenik, infark jantung.
b. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).
20
c. Tamponade jantung.
d. Disritmia.
e. Emboli paru
b) Penyebab penyakit GGA renal, yaitu :
1) Kelainan glomerulus
a. Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah salah satu jenis GGA renal
yang biasanya disebabkan oleh kelainan reaksi imun yang
merusak glomeruli. Sekitar 95% dari pasien, GGA dapat terjadi
satu sampai tiga minggu setelah mengalami infeksi dibagian lain
dalam tubuh, biasanya disebabkan oleh jenis tertentu dari
streptokokus beta grup A. Infeksi dapat berupa radang
tenggorokan streptokokal, tonsillitis streptokokal, atau bahkan
infeksi kulit streptokokal
b. Penyakit kompleks autoimun
c. Hipertensi maligna
2) Kelainan tubulus
a. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat iskemia
Tipe iskemia merupakan kelanjutan dari GGA prarenal yang
tidak teratasi. Iskemia ginjal berat dapat diakibatkan oleh syok
sirkulasi atau gangguan lain apapun yang sangat menurunkan
suplai darah ke ginjal. Jika iskemia berlangsung cukup berat
21
sampai menyebabkan penurunan yang serius terhadap
pengangkutan zat makanan dan oksigen ke sel-sel epitel tubulus
ginjal dan jika gangguan ini terus berlanjut, kerusakan atau
penghancuran sel-sel epitel dapat terjadi. Jika hal ini terjadi, sel-
sel tubulus hancur terlepas dan menempel pada banyak nefron,
sehingga tidak terdapat pengeluaran urin dari nefron yang
tersumbat, nefron yang terpengaruh sering gagal mengekskresi
urin bahkan ketika aliran darah ginjal kembali pulih normal,
selama tubulus masih baik
2.10 Klasifikasi GGA
Klasifikasi GGA dapat dibagi dalam tiga katagori utama, yaitu :
2.10.1 GGA Prarenal
GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal
hypoperfusion) yang mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan
kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini
umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila perfusi ginjal
segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal walaupun berkurang
masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup kepada
sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan
mengakibatkan NTA. GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa
adanya kelainan histologik atau morfologi pada nefron.
22
2.10.2 GGA Renal
GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara
tibatiba menurunkan pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat
dibagi menjadi:
a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil
ginjal lainnya
b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal,
c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal.
Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal,
yang mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat
nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis Tubular
Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal
2.10.3 GGA Postrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup,
namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah
obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi
glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang
permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi
23
2.11 Perjalanan Klinis GGA
Perjalanan klinis GGA di bagi menjadi 3 stadium, yaitu : 7,13
2.11.1 Stadium Oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah
terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam.
Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin sampai kurang dari
400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari 100cc/24 jam,
keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai
memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan
metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual,
muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin
menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam
plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum
urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na)
24
2.11.2 Stadium Diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih
dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini
berlangsung 2 sampai 3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada stadium ini
diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea, dan juga disebabkan
karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam masa
penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama
stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena
bersihan urea tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan
berlanjutnya diuresis, azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien
mengalami kemajuan klinis yang benar.
2.11.3 Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama
masa itu, produksi urin perlahan–lahan kembali normal dan fungsi ginjal
membaik secara bertahap, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit
demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap menderita penurunan
glomerular filtration rate (GFR) yang permanen
2.12 Gejala-Gejala GGA
Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu :,
a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare,
pucat (anemia), dan hipertensi.
b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
25
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
e. Tremor tangan.
f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat
dijumpai adanya pneumonia uremik
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,
berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap
darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal,
serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan
glomerulus.
k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih
menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif,
edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-
kejang dan kesadaran menurun sampai koma.
26
2.13 Pencegahan
2.13.1 Pencegahan Primer
Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk
menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA, antara lain:
a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan
dan olahraga teratur.
b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang
harus dilakukan setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami
gangguan ginjal dapat dikurangi.
c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita
gastroenteritis akut.
d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan,
dan pada trauma-trauma kecelakaan atau luka bakar.
e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes
melitus yang akan dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiograf
f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun
septik.
g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik.
Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang
diketahui nefrotoksik.
h. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.
27
i. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi
harus segera diperbaiki.
2.13.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi
secara dini suatu penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien
yang berisiko GGA. Mengatasi penyakit yang menjadi penyebab timbulnya
penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang menderita penyakit yang dapat
menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis akut maka harus mendapat
perhatian khusus dan harus segera diatasi.
GGA prarenal jika tidak diatasi sampai sembuh akan memacu timbulnya
GGA renal untuk itu jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita GGA
prarenal, maka sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh,
untuk mencegah kejadian yang lebih parah atau mencegah kecenderungan
untuk terkena GGA renal
2.13.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus
GGA sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terjadinya kematian maka fungsi
ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan untuk
membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan
metabolisme yang bertahan dalam jumlah berlebihan yang sangat parah timbul
anuria lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8.
28
Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang memberikan
risiko infeksi harus dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan adanya
infeksi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu diperhatikan karena
infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling sering pada gagal
ginjal oligurik.
Penyakit GGA jika segera diatasi kemungkinan sembuhnya besar, tetapi
penderita yang sudah sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya
dan memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan, olahraga teratur,
dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap
tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal dapat segera diketahui
dan diobati.
2.14 Pengobatan
Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut :
2.14.1 Pengobatan Penyakit Dasar
Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus
dikoreksi dengan maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan
penyembuhan faal ginjal. Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus
segera diatasi. Sebagai parameter dapat digunakan pengukuran tekanan vena
sentralis jika fasilitas ada, dengan demikian over hidrasi bisa dicegah.
Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang
spesifik sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misalnya antibiotika
diduga menjadi penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera
29
dihentikan. Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus segera diberikan
antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialisis harus dilakukan dialisis
secepatnya
2.14.2 Pengelolaan Terhadap GGA
a. Pengaturan Diet
Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea
darah akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian
protein dari luar harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi
katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram karbohidrat
per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen
sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme
jaringan berkurang dan pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai.
Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein per hari yang mempunyai nilai
biologis yang tinggi (mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu
dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-
2500 kalori per hari, disertai dengan multivitamin.
Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk
dan kopi). Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.
b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
1. Air (H2O). Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis,
komplikasi-komplikasi (diare, muntah). Produksi air endogen berasal
dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang banyak kira-kira
30
300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500 ml
ditambah pengeluaran selama 24 jam
2. Natrium (Na). Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi
sampai 500 mg per 24 jam. Natrium yang banyak hilang akibat diare,
atau muntah-muntah harus segera diganti
3. Dialisis. Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara
konservatif, juga memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun
hemodialisis. Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu.
Pemilihan tindakan dialysis peritoneal atau hemodialisis didasarkan
atas pertimbangan-pertimbangan indivual penderita
4. Operasi. Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan
untuk dapat menhilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat
dilakukan operasi diperlukan persiapan tindakan ialysis terlebih
dahulu.
2.15 Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Gagal Ginjal
Menurut Djuanda (2009) faktor-faktor yang dapat mengakibatkan gagal
ginjal adalah lama kontak, port d’entry dan dosis. Faktor indivdu juga ikut
berpengaruh pada gagal ginjal misalnya jenis kelamin, usia, dan hygiene
peroangan.
31
2.15.1 Faktor Langsung
a. Logam Berat
Logam yang dapat menyebabkan keracunan adalah jenis logam berat
saja. Logam ini termasuk logam yang essensial seperti Cu, Zn, Se dan
yang nonesensial seperti Pb, Hg, Cd, dan As.Terjadinya keracunan logam
paling sering disebabkan pengaruh pencemaran lingkungan oleh logam
berat, seperti penggunaan logam sebagai pembasmi hama (pestisida),
pemupukan maupun karena pembuangan limbah pabrik yang
menggunakan logam. Logam esensial seperti Cu dan Zn dalam dosis
tertentu dibutuhkan sebagai unsur nutrisi pada hewan, tetapi logam
nonesensial seperti Hg, Pb, Cd, dan As sama sekali belum diketahui
kegunaannya walaupun dalam jumlah relative sedikit dapat menyebabkan
keracunan pada hewan. (Darmono,1995)
b. Lama Kontak
lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan
bahan kimia atau logam berat dalam hitungan jam/hari. Lama kontak
antar pekerja berbeda-beda, sesuai dengan jenis pekerjaannya. Lama
kontak memperngaruhi kejadian gagal ginjal akibat kerja. Lama kontak
dengan logam berat akan meningkatkan terjadinya gagal ginjal akibat
kerja. Semakin lama kontak dengan logam berat, maka kandungan loham
berat dalam urine semakin banyak.
32
2.15.2 Faktor Tidak Langsung
a. Masa Kerja
masa kerja penting diketauhui untuk melihat lamanya seseorang
terpajan logam berat. Masa kerja merupakan jangka waktu pekerja mulai
terpajan logam berat sampai waktu penelitian. Menurut Hnadoko (1992)
kama bekerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu
bekerja di suatu tempat.
Masa kerja memperngarhi kejadian gagal ginjal akibat kerja.
Semakin lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan
berkontak dengan logam berat.
b. Usia
Usia merupakan salah satu unsur yang tidka dapat dipisahkan dengan
individu. Selain itu juga usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya gagal ginjal akibat kerja.
Pada dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi lebih rentan
terhadap bahan iritan. Sering seakali pada usia lanjut terjadi kegagalan
dalam pengobatan gagal ginjal, dan mengakibatkan gagal gijal akut.
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan yang nampak antar laki-laki dan
permepuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Laki-laki memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk menderita penyakit gagal ginjal akibat
33
kerja, hal ini dikarenakan leki-laki lebih banyak terpapar bahan kimia
berupa logam berat di tempat kerja dibandingkan dengna perempuan
d. Personal Hygiene
Kebersihan perorangan merupakan konsep dasar dari pembersihan,
kerapihan dan perawatan badan kita. Kebersihan perorangan pekerja
dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan
bahan kimia dan kontaminasi.
e. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri adalah peralatan keselamatan yang diguanakan
oleh pekerja apabia berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya.
Semua tempat yang dipergunakan untuk menyimpan, memproses dan
membuang bahan kima merupakan tempat kerja yang berbahaya.
Perusahaan wajib menyediakan Alat Pelindung yang sesuai dengan
kebutuhan pekerja. Contoh alat pelindung diri yang digunakan untuk
mencegah terjadinya gagal ginjal adalah:
1) Alat pelindung pernafasan
2) Alat pelindung tangan
3) Pakaian pelindung.
34
Tabel 1. Karateristik Subyek pekerja di Pelapisan Kromium di Kecamatan Talang
Kabupaten Tegal 2013
Karakteristik Rata-rataStandar Deviasi
jumlah %
Umur pekerjaBerat badan
Jam kerja perkerjaLama bekerja
Kontak langsung kromiumYa
TidakTerpapar bahan kimia lain
YaTidak
Pengguana APDYa
TidakKebiasaan merokok
YaTidak
Lama merokok
31,754,37,79,6
7,7
7,6110,571,198,50
7,95
1825
835
1825
3211
46,753,3
16,783,3
46,753,3
76,723,3
Total 200 99.9
35
2.16 Kerangka Teori
Bagan 1.
Kerangka Teori
36
Faktor langsung:
1. Logam berat2. Lama kontak
Faktor tidak langsung:
1. Masa kerja2. Usia 3. Jenis kelamin4. Personal hygiene5. Penggunaan APD
Kejadian gagal ginjal akibat kerja
BAB III
KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep terdiri d ari variabel indpenden (terikat) dan variabel
depende (bebas). Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah ama
kontak dan yang menjadi variabel bebas adalah kejadian gagal ginjal akibat
kerja dengan melibatkan faktor-faktor condounding yaitu berupa masa kerja,
usia, jenis kelamin, personal hygiene, dan penggunaan APD
Variaben Independen Variabel Dependen
Faktor confounding
37
Faktor LangsungLama Kontak
Kejadian gagal ginjal akibat kerja
Faktor tidak langsung:
Masa kerja
Usia
jenis kelamin
personal hygiene
penggunaan APD
Hipotesis adalah dugaan sementara hasil penelitian. Berdasarkan masalah
yag diajukan dan teori-teori yang diuraikan, dapat dirumuskan hipotesis bahwa :
a. Ada pengaruh antara paparan logam berat yaitu kromium terhadap kejadian
penyakit gagal ginjal terhadap para pekerja kontrak.
b. Ada pengaruh antara faktor risiko yang terdiri dari : masa kerja, usia, jenis
kelaamin, personal hygiene, pemakaian alat pelindung diri, dan lama kontak.
38
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik kuantitatif
dengan menggunakan pendekatan cross-sectional, yaitu suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika antara faktor-faktor resiko dengan efek, secara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point
time approach).
4.2 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 pada pekerja industri
pelapisan kromium yang berada di Kota Makassar
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek
yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini populasi penelitian
adalah seluruh pekerja kontrak di bagian processing pekerja industri pelapisan
kromium yang berada di Kabupaten Tegal yang berjumlah 200 orang dengan
kriteria sebagai berikut :
1. Merupakan pekerja kontrak dari pekerja industri pelapisan kromium
2. Terpapar oleh kromium 8 jam per hari dan minimal telah bekerja selama
dari 5 tahun. Pada pekerja kontrak tidak pernah dilakukan pemeriksaan
kesehatan pada saat awal bekerja.
39
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan
objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,
2005). Dalam peneitian ini sampel yang diambil adalah pekerja kontak bagian
processing pekerja industri pelapisan kromium
EFEK (+) EFEK (-)
FAKTOR RISIKO(+)
True positif False negatif
FAKTOR RISIKO(-)
False positif True negatif
GANGGUAN FAAL PARU (+)
GANGGUAN FAAL PARU (-)
MASA KERJA> 5 tahun 43 20
MASA KERJA< 5 tahun 57 80
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan data diatas
sebanyak 200 responden yang terpilih dengan status gangguan faal paru (+)
yaitu sebanyak 43 orang yang dengan masa kerja > 5 tahun.
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang digunakan sebagai
sarana yang dapat diwujudkan dalam bentuk benda (Ridwan,2005). Instrumen
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk
data primer dan kuesioner untuk observasi.
40
4.5 Jenis Data
Data yang diguakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pekerja
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal
akibat kerja, meliputi kejadian gagal ginjal, lama kontak, masa kerja, usia,
jenis kelamin, personal hygiene dan pengguaan APD
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelususn dokumen, catatan
dan laporan dari perusahaan, meliputi profil perusahaan,proses produksi
dan list bahan kima yang digunakan
4.6 Pengolahan Data
4.6.1 Pemeriksaan Data (Editing)
Setelah data dari 43 orang responden didapat, peneliti memeriksa
kembali semua daftar checklist dan kuesioner yang di isi oleh responden. Dari
43 kuesioner yang disebarkan semua jawaban kuesioner sudah di isi dengan
lengkap oleh 43 responden.
4.6.2 Mengkode Data (Coding)
Peneliti memberikan pengkodean data pada setiap informasi yang telah
dikumpulkan pada setiap pernyataan. Kode yang diberikan adalah kode
menurut nomor urut responden dari 1 – 43. Pemberian kode berguna agar
peneliti mudah melakukan pengecekan atas data yang diperoleh nantinya.
Penggunaan kode 0 dan 1 juga digunakan pada setiap variabel untuk
mempermudah memasukan data pada master tabel.
41
4.7.3 Penyusunan Data (Tabulating)
Peneliti menyusun data kuesioner dan di urut menurut nilai, dan kemudian
mengelompokan data yang telah diberi nilai serta memasukan data ke tabel
distribusi frekuensi.
4.7.4 Memasukan Data (Entry)
Peneliti memasukan data dari hasil penelitian ke dalam master tabel.
Langkah selanjutnya yaitu memproses data distribusi frekuensi umur, jenis
kelamin, lamanya kontak, personal hygiene, masa kerja dan penguunaan APD
serta melihat hubungan ke lima variabel tersebut dengan tingkat kejadian gagal
ginjal agar data yang sudah di entri dapat di analisis.
4.7.5 Pembersihan Data (Cleaning)
Data yang sudah diperoleh diperiksa kembali oleh peneliti dan
membersihkan data dari kesalahan – kesalahan yang meliputi distribusi
frekuensi dari variabel serta menilai kelogisannya (Notoadmodjo, 2005).
4.8 Analisa Data
4.8.1 Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari
hasil penelitian (Notoadmodjo,2005). Analisa univariat dengan menggunakan
analisa distribusi frekuensi dan statistik deskriptif untuk melihat presentase
distribusi variabel independent dan dependent berupa faktor umur, jenis
kelamin, lama kontak, masa kerja, personal hygiene dan pengguanaan APD.
42
Variabel dependent berupa tingkat kejadian gagal ginjal. Analisa ini digunakan
dengan rumus :
P= fn
x100 %
Keterangan : P = Persentase
f = Jumlah pernyataan
n = Jumlah sampel (Budiarto, 2002)
4.8 2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan (Notoadmodjo, 2005). Mencari ada atau tidaknya
hubungan variabel independent dan variabel dependent yaitu dengan
mengetahui hubungan umur dengan tingkat kejadian gagal ginjal, hubungan
jenis kelamin dengan tingkat kejadian gagal ginjal, hubungan lama kontak
dengan tingkat kejadian gagal ginjal, hubungan personal hygiene dengan
tingkat kejadian gagal ginjal, hubungan masa kerja dengan tingkat kejadian
gagal ginjal, dan hubungan penggunaan APD dengan tingkat kejadian gagal
ginjal.
Analisa bivariat dilakukan dengan uji chi square dengan cara manual pada
derajat kepercayaan 95 % (α = 0,05) dengan tabel kontigensi 2 x 2 pada derajat
kebebasan, Dk = (B-1) (K-1) = 1
Chi square dapat dilihat dengan rumus :
43
X2 = ∑ (O – E )❑2
E
Keterangan :
X2 = Statistik chi square
∑ = Jumlah
O = Observasi ( nilai yang diperoleh)
E = Ekspentasi ( nilai yang diharapkan)
Untuk mengetahui apakah ada hubungan variabel independent dengan
variabel dependent, dapat disimpulkan:
4.8.2.1 Jika X2 hitung ≥ X² tabel berarti Ho ditolak, Ha diterima atau ada hubungan
bermakna antara umur, jenis kelamin, lama kontak, masa kerja, personal
hygiene, pengguanaa APD dengan tingkat kejadian gagal ginjal
4.8.2.2 Jika X2 hitung < X² tabel berarti Ho diterima, Ha ditolak atau tidak ada
hubungan bermakna antara umur, jenis kelamin, lama kontak, masa kerja,
personal hygiene, pengguanaa APD dengan tingkat kejadian gagal ginjal
44
DAFTAR PUSTAKA
Ashar, Tufik, dkk. Kromium, Timbal, dan Merkuri dalam Air Sumur Masyarakat di
Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Artikel Penelitian. Departemen
Kesehatan Lingkungan FKM, Univeristas Sumutera Utara
Astuti, Wdi. Dampak Kandungan Logam Berat dalam Sampah Elektronik (E Waste)
terhadap Kesehatan dan Lingkungan. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas
Teknik, Univeristas Pandanaran.
Pratiwi, Riska Maulani. Penyakit Ginjal Akibat Paparan Logam Berat Di Tempat
Kerja. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Sudarsana,Eka, dkk.2013. Hubungan Riwayat Pajanan Kromium dengan Gangguan
Fungsi Ginjal pada Pekerja Pelapisan Logam di Kabupaten Tegal. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 12 No. 1 / April 2013. Tegal.
45