Upload
listyaningsih-dwi-wuryani
View
185
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Ny. Y
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : Vila mas indah no. RT03 RW15, Bekasi Utara
Agama : Islam
Status : menikah
Pendidikan : Ibu rumah tangga
SMRS : 30 Desember 2012
II. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 30 Desember 2012 pukul 15:00
diruang Dahlia lantai 1 kamar III
Keluhan Utama :
Keluar darah dari kemaluan sejak 1 jam SMRS
Keluhan tambahan :
-
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Bekasi pada hari minggu tanggal 30
Desember 2012. Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 1
jam SMRS, darah berwarna merah segar disertai gumpalan-gumpalan darah. Darah
yang keluar terus menerus, jumlah banyak. Menurut pengakuan pasien sudah sejak 1
tahun terakhir sering mengalami perdarahan dari kemaluan diluar menstruasi.
Perdarahan yang dialami 1 tahun ini hanya sedikit-sedikit, bahkan kadang hanya
berupa bercak darah. Perdarahannya hilang timbul, sehingga pasien tidak pernah
memeriksakan diri ke dokter. Baru kali ini perdarahan yang dialami yang paling
banyak. Pasien menyangkal adanya keluhan nyeri perut dan tidak ada benjolan pada
daerah perut. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Siklus haid yang dialami pasien
selama ini teratur + 28 hari. Setiap haid lamanya 10 hari dan dalam 1 hari pasien
hanya 3x mengganti pembalut. Namun pasien memang sering mengeluh nyeri perut
saat haid.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat darah tinggi, penyakit gula, penyakit jantung, asma, dan alergi
disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak terdapat riwayat penyakit darah tinggi, penyakit gula, penyakit
jantung, asma, dan alergi didalam keluarga.
Riwayat menstruasi
Merache : 15 tahun
Siklus haid : teratur
Lama haid : 10 hari
Banyak : 3x ganti pembalut/ hari
Dysmenorrhea : (+)
Riwayat Operasi : -
III. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 30 desember 2012
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 82x/menit
Suhu : 36,70C
Pernapasan : 18x/menit
Mata : conjungtiva anemis -/-, sclera ikterk -/-, edema palpebral
-/-
THT : secret telinga -/-, secret hidung -/-, tonsil hiperemis (-), T1-
T1
Leher : KGB tidak teraba membesar, tiroid tidak teraba membesar
Thoraks :
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi dinding dada
(-), ictus cordis terlihat pada linea midclavicularis sinistra
ICS V
Palpasi : vocal vremitus kanan = kiri, ictus cordis teraba pada linea
midclavicularis sinistra ICS V
Perkusi : sonor
Auskultasi : C : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
P : suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : lihat status ginekologis
Ekstermitas : akral hangat, edema ekstermitas -/-, CRT < 2”
B. STATUS GINEKOLOGIS
Payudara : simetris, retraksi putting susu -/-, massa -/-, kelainan kulit -/-
Abdomen :
o Inspeksi : perut tampak datar, sikatriks (-)
o Palpasi : super, teraba massa keras
o Perkusi : timpani
o Auskultasi : bising usus (+), 3x/menit
Anogenital
Inspeksi : Vulva : Oedema (-), varises (-), hematom (-), hiperemis (-)
Uretra : Muara (+)
IV. Pemeriksaan penunjang
A. Laboratorium (27 desember 2012)
HEMATOLOGI Hasil Unit Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Leukosit 11.700 /uL 5 – 10
Hitung jenis :
Basofil 0 < 1
Eosinofil 1 1 – 3
Batang 2 2 – 6
Segment 69 52 – 70
Limfosit 25 20 – 40
Monosit 3 2 - 8
Eritrosit 4,21 Juta/uL 4 – 5
Hemoglobin 10,7 gr/uL 12 – 14
Hematokrit 32,9 % 37 – 47
Index Eritrosit :
MCV 78,1 fL 82 – 92
MCH 25,4 pg 27 – 32
MCHC 32,5 % 32 – 37
Trombosit 325 ribu/uL 150 - 400
LED 50 mm 0 – 15
HEMOSTASIS
PT 13,4 detik 12 – 18
PT control 14,9 detik 12,4 – 17,9
APTT 34,3 detik 20 – 40
PTT Control 32,5 detik 27,5 – 39,5
IMUNOSEROLOGI
HBsAg (Elisa) Non reaktif TV
0.00
Non reaktif TV
<0.13
Anti-HBs (Elisa) 6 mIU/mL >10
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
AST (SGOT) 26 U/L < 37
ALT (SGTP) 29 U/L < 41
Fungsi Ginjal
Ureum 24 mg/dl 20 - 40
Kreatinin 0,76 mg/dl 0,5 – 1,5
Diabetes
GDS 59 mg/dl 60 – 110
URINE
Urin Lengkap
Kimia Urine
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
pH 5,5 5,0 – 8,0
Berat jenis 1.020 1.005 – 1.030
Albumin Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen 0,2 UE 0,1 - 1
Bilirubin Negatif Negatif
Darah samar Negatif Negatif
Leukosit esterase Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Mikroskop Urin
Eritrosit 0 – 2 /lpb < 2
Leukosit 0 – 5 /lpb < 5
Silinder Negatif Negatif
Epitel Gepeng +2 Gepeng (+)
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Positif 1 (+) Negatif
Lain – lain Negatif Negatif
B. USG
Tampak massa hipoekoik
V. Diagnosis
Pre operatif : Mioma uteri
Post operatif : Mioma uteri multiple
VI. Penatalaksanaan
Pro laparotomi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomyoma
merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpanginya.1
Kejadian mioma uteri terbesar ditemukan pada usia produktif, dimana prevalensi
mioma uteri meningkat lebih dari 70 % dengan pemeriksaan patologi anatomi uterus,
membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik. Walaupun
jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi malignansi (<1%). Gejala mioma uteri
secara medis dan sosial cukup meningkatkan morbiditas, disini termasuk menoragia,
ketidaknyamanan daerah pelvis, dan disfungsi reproduksi.1,2 Kejadiannya lebih tinggi
pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian mioma uteri
antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen.
Mioma uteri dilaporkan belum pernah terjadi sebelum menarke dan menopause. Di
Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39%-11,87% dari semua penderita
ginekologi yang dirawat. Di USA warna kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita
mioma uteri.3,4
Menoragia yang disebabkan mioma uteri menimbulkan masalah medis dan social
pada wanita. Mioma uteri terdapat pada wanita di usia reproduktif, pengobatan yang
dapat dilakukan adalah histerektomi, dimana mioma uteri merupakan indikasi yang
paling sering untuk dilakukan histerektomi di USA (1/3 dari seluruh angka
histerektomi).5
Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang
paling efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma
uteri itu sendiri. Baru-baru ini penelitian sitogenetik, molekuler dan epidemiologi
mendapatkan peranan besar komponen genetik dalam patogenesis dan patobiologi mioma
uteri. Tinjauan pustaka ini bertujuan membahas peranan biomolekuler terhadap terjadinya
mioma uteri, serta hubungannya dalam penatalaksanaan mioma uteri yang lebih baik.
II. Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang terdiri dari
sel – sel jaringan otot polos, jaringan fibroid, dan kolagen dan dikelilingi oleh kapsul
yang tipis. Beberapa istilah untuk mioma uteri yaitu fibromioma, leiomiofibroma,
miofibroma, fibroleiomioma, fibroid, dan fibroma.
III. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya mioma uteri (Parker,
2007) :
1. Umur
Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an. tetapi,
masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah disebabkan
peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap perubahan
hormon pada waktu usia seperti itu. Faktor lain yang bisa mengganggu insidensi kasus
mioma uteri adalah karena dokter merekomendasi dan pasien menerima rekomendasi
tersebut untuk menjalani histerektomi hanya setelah mereka sudah melahirkan anak
(Parker, 2007).
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma. Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche
dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih bertumbuh (Prawirohardjo, 2007).
2. Usia menarche
Statistik menunjukan bahwa usia menarche dipengaruhi oleh faktor keturunan,
keadaan gizi, kesehatan umum yang membaik dan berkurangnya penyakit menahun
(Winkjosastro,2007). Beberapa penelitian mengemukakan bahwa peningkatan
pertumbuhan mioma uteri merupakan respon dari stimulus estrogen (Victory, 2006).
Marshall dan Faerstein mengemukakan insidensi mioma uteri meningkat signifikan pada
wanita yang mengalami menarche sebelum umur 11 tahun. Paparan estrogen yang
semakin lama akan resiko relatif mioma uteri, dan menarche lambat (>16 tahun)
menurunkan resiko relatif mioma uteri (Parker, 2007).
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita
tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma dalam 2 garis keturunan
pertama mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (α myoma-related
growth factor) dibandingkan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga
penderita mioma uteri (Parker,2007).
4. Paritas
Mioma lebih sering terjadi pada wanita nullipara atau wanita yang hanya
mempunyai 1 anak (Llewellyn,2001). Parker mengemukakan bahwa semakin
meningkatnya jumlah kehamilan maka akan menurunkan insidensi mioma uteri. Resiko
terjadinya mioma uteri akan menurun dari 20 – 50% dengan melahirkan minimal 1 orang
anak. Dalam sebuah penelitian dikemukakan bahwa risiko menurun hingga 70% pada
wanita yang melahirkan 2 anak atau kebih.
5. Ras
Suatu penelitian menemukan bahwa wanita Afrika-Amerika mempunyai resiko 2,9
kali lebih besar dibandingkan wanita kaukasia, dan risiko ini tidak berhubungan dengan
factor risiko lain (Parker, 2007)
6. Kehamilan
Meningkatnya vaskularisasi uterus ditambah dengan meningkatnya kadar estrogen
sirkulasi sering menyebabkan pembesaran dan pelunakan mioma. Jika pertumbuhan
mioma terlalu cepat, akan melebihi suplai darahnya, sehingga terjadi perubahan
degeneratif tumor ini. Hasil yang paling serius adalah nekrobiosis (degenerasi merah).
Pasien dapat mengeluh nyeri dan demam derajat rendah, biasanya pada kehamilan sepuluh
minggu kedua. Palpasi menunjukan bahwa mioma sangat lunak (Llewellyn, 2001).
Berdasarkan hasil penelitian Lev-Toaff et-al (1987) didapatkan akibat mioma uteri pada
kehamilan adalah pertumbuhan mioma tidak dapat diprediksi.Implantasi plasenta yang
terjadi pada mioma akan meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus, persalinan
prematur dan perdarahan postpartum . Mioma yang multipel akan disertai dengan
peningkatan insiden malposisi janin dan persalinan prematur, degenerasi mioma biasanya
disertai dengan pola sonografik yang khas, frekuensi dilakukan tindakan seksio sesaria
semakin menigkat (Cunnigham, 2005)
IV. Etiologi
Etiologi belum jelas tetapi asalnya diangka dari sel-sel otot yang belum matang.
Diduga bahwa estrogen memiliki peranan penting, tetapi dengan teori ini sulit dijelaskan
apa sebabnyapada seorang wanita estrogen dapat menyebabkan mioma, sedang pada
wanita lain tidak padahal kita ketahui bahwa estrogen dihasilkan oleh semua wanita. Juga
pada beberapa wanita yang terjadi ovulasi, dapat menghasilkan progesterone yang
sifatnya anti estrogenic. Percobaan pada binatang dengan penyuntikan estrogen dapat
menimbulkan tumor myomatus tetapi sifatnya agak berbeda dengan myoma biasa.
V. Patogenesis
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan
Lipschutz yang memberikan estrogen ke kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor
fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain diabdomen. Efek
fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesterone dan estrogen.
Puukka dkk menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati dari
pada myometrium normal. Menurut Meyer asal Mioma adalah sel imatur, bukan dari
selaput otot yang matur.
VI. Patologi Anatomi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya
adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya,
maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
1. Mioma submukosa
2. Mioma intramural
3. Mioma subserosa
4. Mioma intraligamenter
Gambar 1. Gambar Jenis-jenis mioma uterus
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa
(48%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).
1. Mioma submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan
perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan
perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan
kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan
pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.3
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan
nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi,
ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis
karena proses di atas.
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi
tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan
mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang
terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
3. Mioma subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu
uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium
uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa
mioma terdiri dari bekas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan
(whorie like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terdesak karena pertumbuhan.4
Gambar 1. Representasi gambar uterus normal dan struktur vaskulernya
A. Pelebaran pembuluh darah pada endometrium dan miometrium pada uterus normal
B. Pelebaran pembuluh darah obstruksi fisik pada pembuluh darah uterus miomatosus
(Dikutip dari Gross Karen L,BA 20)
VII. Manifestasi klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang dikeluhkan sangat
tergantung pada tempat sarang mioma ini berada, besarnya tumor, perubahan, dan
komplikasi yang terjadi. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Perdarah abnormal
Gangguan perdarahan yang umumnya terjadi adalah hipermenore, menoragia, dan
dapat juga terjadi metroragia. Beberapa factor yang menjadi penyebab perdarahan ini
antara lain adalah :
1) Pengaruh ovarium sehingga terjadi hyperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium.
2) Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya
3) Atrofi endometrium diatas mioma submukosum
4) Myometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut myometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik.
b. Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi
darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada
pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pola pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenorea.
c. Gejala dan tanda-tanda penekanan
Gangguan ini tergantung besar dan tempat mioma uteri. Penekanan kandung kemih
akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter
dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan
obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe dipanggul dapat
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
VIII. Diagnosis
A. Anamnesis
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah
pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja mioma
uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun. Hipermenore,
menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri. Dari penelitian
multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44 % gejala perdarahan, yang
paling sering adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma
mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari
lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter dan usus dapat
terganggu, dimana peneliti menemukan keluhan disuri (14%), keluhan obstipasi (13%).
Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas
terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopi. Abortus spontan dapat terjadi bila
mioma menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang
abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus di dalam panggul.14
B. Pemeriksaan fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin
uterus.Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh
satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa
seperti ini adalah bagian dari uterus.
C. Temuan laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma
menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya
hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioam
terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian
menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.
D. Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan
adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang
kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi
transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang
mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi
ditandai oleh fokusfokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai
adanya daerah yang hipoekoik.14
Hiteroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi
jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan
dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang
dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi
alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
IX. Penatalaksanaan
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21363/4/Chapter%20II.pdf
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma
uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila
mioma itu masih kecil dan tidak menimbulakan gangguan. Walaupun demikian mioma
uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan. Penanganan mioma uteri menurut
usia,paritas,lokasi dan ukuran tumor terbagi kepada:
1. Terapi medikamentosa (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis
memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian
GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi
estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan
pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan
tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan
preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran
mioma uteri (Hadibroto, 2005).
2. Terapi pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of
obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine
(ASRM) adalah
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah :
1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus.
Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya
dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada
mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi ini
dikerjakan kerana keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi
kehamilan adalah 30-50% (Prawirohardjo, 2007).
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun
dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk
mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan
pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin
timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada
miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan
mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi
lebih lama, sekitar 4-6 minggu.
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum
yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan paska
operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan
pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma
yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi.
Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan
tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7
hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap
organ sekitar seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi
dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang
masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.
2. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih
(Prawirohardjo, 2007). Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh
kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia,
keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14
minggu (Hadibroto, 2005). Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal
(laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomi
perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH)
dan subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih
besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan
rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana
kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi
yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan
perdaraahn paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani
STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan operasi tidak
melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya
merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat
minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka
histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien
dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih
minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tapi yang dijelaskan
hanya 2 yaitu :
Histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically assisted vaginal
histerectomy / LAVH)
Classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy / CISH tanpa
colpotomy
Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari dinding pelvic
dengan memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan
pembuluh darah uterine dilakukan dari vagina. CISH merupakan modifikasi dari STAH, di
mana lapisan dalam dari serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan
prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan
aliran darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH adalah
mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal,
waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa penyembuhan
yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang terbaik adalah melakukan histerektomi. Dari
berbagai pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan karena masa
penyembuhan yang singkat dan angka morbiditas yang rendah dibanding prosedur
histerektomi abdominal (Hadibroto, 2005).
X. Komplikasi
a. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0.32 – 0,6 % dari
seluruh mioma serta merupakan 50 – 75% dari semua sarcoma uterus. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila
terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
b. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindroma abdomen akut.
Jika torsi terjadi perlahan – lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya
dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma di rongga
peritoneum.
XIII. Tinjauan Pustaka
1. ButtramVC, Reiter ARAC. Uterine leiomyomata: Etiologi, symptomatology, and management
Fertil Steril 1981;36 :433-445
2. Coronado GD, Marshall LM, Schwartz SM. Complications in pregnancy, labor, and delivery
with
uterine leiomyomas: a population based study. Obstet Gynecol. 2000;95;764-769
3. Thomas EJ. The aetiology and pathogenesis of fibroid. In: Shaw RW.eds. Advances in
reproductive endocrinology uterine fibroids. England-New Jersey. The Phartenon Publishing
Group. 1992; 1-8
4. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH. Dalam:
Endokrinologi
ginekologi edisi kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2003; 151-156
5. Lepine L, Hillis S, Marchbanks P, et al. Hysterectomy surveilances United States 1980-1993.
MMWR Mortal Morbid Wkly Rep. CDC Surveill Summ. 1997; 46: 1-15
6. Joedosaputro MS. Tumor jinak alat genital. Dalam Sarwonoprawiraharjo, edisi kedua ilmu
kandungan Yayasan Bina Pustaka. Jakarta: 1994; 338-345
7. Friedman AJ, Rein MS, Murugan R, Pandian, Barbieri RL. Fasting serum growth hormone
and
Insulin like growth factor-I and II concentration in women with leiomyomata uteri treated with
leuprolide acetate or plaacebo. Fertility and sterility, 1990; 53:250-253
8. nillbert M, Heim S uterine leiomyoma cytogenetics. Genes Chromosomes Cancer, 1990;2:3-
13
9. Rein MS, Friedman AJ Barbieri RL, et al. Cytogenetics Abnormalities in Uterine
Leiomyomata.
Obstet Gynecol, 1992; 80: 209-217
10. Meloni AM, Surti U, Contento AM, et al. Uterine leiomyoma: cytogenetic abnormalities in
uterine
myomas are associated with myoma size. MolHum Reprod, 1998; 4:83-86
11. Pandis N, Heim S, Bardi G, et al. Chromosome analysis of 96 uterine leiomyomas. Cancer
Genet
Cytogene, 1991; 55: 11-18
12. Rein MS, Friedman AJ, Barbieri RL, et al. Cytogenetic and histologic profile. Obstet
Gynecol,
1991; 55: 11-18
13. Brosens I, Deprest J, Dal Cin P, et al. Clinical significance of cytogenetic abnormalities in
uterine
myomas. Fertil Steril, 1998; 69: 232-235
14. Crow J. Uterine Fibroid: Histological features. In : Shaw RW, eds. Advances in reproductive
endocrinology uterine fibroid. England- New Jersey: The Parthenon Publishing Group, 1992: 21-
33
15. Schweppe KW. GnRH analogues in treatment uterine fibroid: results of clinical studies. In:
Shaw
RW, eds. Advances in reproductive endocrinology uterine fibroids. England-New Jersey: The
Parthenon Publishing Group, 1992:103-105
16. Sivecney G. Mc, Shaw RW. Attempts at medical treatment of uterine fibroid. In: Shaw RW,
eds.
Advances in reproductive endocrinology uterine fibroids. England-New Jersey: The Parthenon
Publishing Group, 1992: 95-101
17. Friedman AJ, Harrison D, Atlas CNM, Barbieri RL, Benacerraf B, Gleason R, Schiff I. A
randomized, placebo controlled, double blind study evaluating the efficacy of leuprolide acetate
depot in the treatment of uterine leiomyomata. Fertility and Sterility, 1989; 51:251-256
18. Lumsden MA. The role of Oestrogen and growth factors in the control of the growth of
uterine
leiomyomata. In: Shaw RW, eds. Advances in reproductive endocrinology uterine fibroids.
England-New Jersey: The Parthenon Publishing Group, 1992: 9-20
19. Rein MS, Friedman, Stuart JM, David T, Laughlon M. Fibroid and myometrial steroid
receptors in
Women treated with gonadotropin-releasing hormone agonist leuprolide acetate. Fertility and
Sterility, 1990; 53: 1018-1021
20. Gross K, Morton C, Genetic and development of fibroid. Clin Obstet and Gynecology 2001;
44:
335-3
BAB III
ANALISA KASUS
Pada kasus di atas yaitu pasien wanita usia 45 tahun. Menurut epidemiologi mioma uteri
ditemukan kejadiannya lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %.
Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma
uteri dengan estrogen. Mioma uteri dilaporkan belum pernah terjadi sebelum menarche dan
menopause.
Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah Keluar darah dari kemaluan sejak 1 jam
SMRS. Darah berwarna merah segar disertai gumpalan-gumpalan darah. Darah yang keluar terus
menerus, jumlah banyak. Menurut pengakuan pasien sudah sejak 1 tahun terakhir sering
mengalami perdarahan dari kemaluan diluar menstruasi. Perdarahan yang dialami 1 tahun ini
hanya sedikit-sedikit, bahkan kadang hanya berupa bercak darah. Perdarahannya hilang timbul,
sehingga pasien tidak pernah memeriksakan diri ke dokter. Baru kali ini perdarahan yang dialami
yang paling banyak. Pasien menyangkal adanya keluhan nyeri perut dan tidak ada benjolan pada
daerah perut. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Siklus haid yang dialami pasien selama ini
teratur + 28 hari. Setiap haid lamanya 10 hari dan dalam 1 hari pasien hanya 3x mengganti
pembalut. Namun pasien memang sering mengeluh nyeri perut saat haid.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Awal pembentukkan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium,
mencakup rentetan perubahan kromosom secara parsial maupun keseluruhan. Aberasi kromosom
23-50% dari mioma uteri yang diperiksa yang terbanyak ditemukan pada kromosom 7(del(7)
(q21)/q21q32).
2. Keberhasilan pengobatan medikamentosa mioma uteri tergantung telah terjadi perubahan
kromosom atau tidak.
3. Ditemukan 4 faktor yang berperanan dalam mengatur fungsi vaskuler dan berperanan dalam
proses angiogenesis dalam endometrium dan myometrium di uterus, yaitu:
BFGF,VEGF,HBEGF, dan PDGF.
4. Sebelum terapi gen digunakan secara luas, kita harus melewati terap yang ditujukan sebagai
anti growth factor spesifik yang terdapat dalam proses angiogenesis dalam endometrium dan
miometrium. Di atas telah diidentifikasi molekul yang menghambat angiogenesis, di dalam
uterus dan menghambat proses ini.
5. Terapi gen sitotoksik merupakan cara yang efektif dalam mengurangi ukuran mioma uteri,
walaupun pemeriksaan lebih jauh dibutuhkan, terapi gen dapat digunakan sebagai pendekatan
alternatif atau dapat menjadi program pencegahan dalam pengobatan mioma uteri.
DAFTAR PUSTAKA