Upload
mirolasnoveadwas
View
113
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari skeitar 17.508 pulau. Luas daratan Indonesia sekitar 1,8 juta kilometer persegi, sementara luas lautan sekitar 6,1 juta kilometer persegi. Indonesia juga memiliki zona ekonomi ekslusif, sehingga total luas wilayah Indonesia menjadi sekitar 7,9 juta kilometer persegi. Kondisi geografis tersebut membuat Indonesia dikenal sebagai negara maritim terbesar di dunia (United Nations Environment Program, 2003). Oleh karena itu, aspek wilayah perairan harus menjadi pertimbangan dalam sistem penguasaan wilayah nasional.
Citation preview
IDENTIFIKASI SISTEM PENGUASAAN LAUT ADAT
(STUDI KASUS: HARUKU)
TUGAS AKHIRKarya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
OlehMirolas Nove Adwas
NIM: 15107024
Program Studi Teknik Geodesi dan GeomatikaFakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG2012
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas Akhir Sarjana
IDENTIFIKASI SISTEM PENGUASAAN LAUT ADAT
(STUDI KASUS: HARUKU)
Adalah benar dibuat oleh saya sendiri dan belum pernah dibuat dan diserahkan
sebelumnya baik sebagian maupun seluruhnya, baik oleh saya maupun oleh orang
lain, baik di ITB maupun di instansi pendidikan lainnya.
Bandung, Juni 2012
Penulis
Mirolas Nove Adwas
NIM. 15107024
Bandung, Juni 2012
Dosen Pembimbing
Dosen Pembimbing I,
Dr. Andri Hernandi, ST, MT
NIP. 19710318 200912 1 001
Dosen Pembimbing II,
Dr. Ir. S. Hendriatiningsih, MT
NIP. 19510702 197603 2 002
Disahkan Oleh:
Ketua Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Institut Teknologi Bandung
Dr. Ir. Kosasih Prijatna, M.Sc
NIP. 19600702 198810 1 001
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara maritim terluas di dunia dengan keanekaragaman etnis
terbesar di dunia. Oleh karena itu, sistem penguasaan laut adat perlu diidentifikasi
sebagai masukan dalam pengelolaan kadaster kelautan di Indonesia.
Identifikasi dilakukan di wilayah Haruku dengan berdasarkan pada 3 aspek, yaitu:
aspek wilayah, aspek unit sosial pemegang hak, dan aspek legal beserta
pelaksanaannya. Analisis penelitian ini dilakukan dengan membandingkan antara
sistem penguasaan laut adat Haruku dan sistem penguasaan laut nasional.
Kesimpulannya, bahwa pada aspek wilayah Haruku memiliki wilayah dengan
penentuan batas tertentu. Pada aspek unit sosial pemegang hak, hak pengelolaan
hanya warga dimiliki oleh Haruku. Sedangkan untuk aspek legal beserta
pelaksanaannya, Haruku memiliki aturan adat dan badan Kewang yang menjaga
jalannya peraturan adat tersebut.
Kata kunci : sistem penguasaan laut, identifikasi
i
ABSTRACT
Indonesia is the largest maritime country in the world with the greatest ethnic
diversity in the world. Therefore, customary marine tenure systems need to be
identified as an input in managing marine cadastre in Indonesia.
Identification carried out in Haruku region based on 3 aspects, which is: aspect of
region, aspect of social unit holders of rights, and legal aspects and its
implementation. Analysis of the study was conducted to compare the customary
marine tenure systems Haruku and national marine tenure systems.
In conclusion, that the aspect of region in Haruku has a specific area and its
delimitation. In the aspect of social unit holders of rights, management rights are
owned by Haruku residents only. As for the legal aspects and its implementation,
Haruku own custom rules and the agency Kewang which keeping the customary
rules
Key words: marine tenure system, identification
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas limpahan rahmat, karunia,
serta kekuatan yang diberikan untuk menyelesaikan tugas akhir penulis yang
berjudul “Identifikasi Sistem Penguasaan Laut Adat (Customary Marine Tenure
System), Studi Kasus: Haruku,”. Tugas akhir ini merupakan karya tulis sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana di ITB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
kelancaran pengerjaan tugas akhir ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dorongan, arahan, dan semangat yang diberikan sangat berpengaruh bagi penulis
untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Orang tua, adik, para dosen, serta teman-teman
yang selalu ada, terima kasih atas dukungannya.
Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan dan kendala yang dihadapi
dalam penyelesaian tugas akhir ini sehingga apa yang penulis kerjakan sesungguhnya
masih jauh dari sempurna. Besar harapan penulis semoga tugas akhir ini dapat
berguna untuk pengembangan ilmu geodesi dan geomatika di kemudian hari.
Bandung, Juni 2012
Penulis
iii
LEMBAR PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam pengerjaan tugas akhir, penulis banyak mendapat bantuan baik berupa
dukungan moral maupun materi dari berbagai pihak. Penulis hanya bisa memberikan
penghargaan dan menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan tugas akhir ini, yaitu:
1. Allah S.W.T. atas kasih sayang dan ridho-Nya yang telah diberikan kepada
penulis.
2. Papa (Waslibar), Mama (Asmawati), adik (Yuni Insana Adwas dan Mella
Kepriyanti Adwas), dan juga seluruh sanak famili lainnya
3. Ir. Kosasih Prijatna, M.Sc selaku ketua Program Studi S1 Teknik Geodesi
dan Geomatika ITB
4. Dr. Andri Hernandi, ST, MT selaku pembimbing I dan Dr. Ir. S.
Hendriatiningsih, MS selaku pembimbing II dalam pengerjaan tugas akhir ini
5. Dr. Ir. Eka Djunarsjah, MT dan Ir. Didik Wihardi W. Soerowidjojo, MT
selaku dosen penguji
6. Rizqi Abdulharis, ST, M.Sc dan Aditya Nugroho Subyantoro, ST yang ikut
terlibat dalam proses pengambilan data selama di Haruku
7. Bapak Zefnat Ferdinandus selaku Raja Haruku dan Om Eliza Kisya sebagai
Kewang Haruku yang telah memberikan data-data untuk pengerjaan tugas
akhir ini
8. Dr. Deni Suwardhi, ST. MT selaku dosen wali penulis
9. Seluruh dosen dan staff Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika
10. Seluruh guru dan teman-teman selama saya bersekolah di TK Pertiwi
Tanjung Pinang Barat, SD 002 Tanjung Pinang Barat, SD 006 Tanjung Pinang
Timur, SD 003 Pasir Pengaraian, SMP 1 Pasir Pengaraian, SMA Plus Propinsi
Riau, Institut Teknologi Bandung.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
LEMBAR PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
BAB I: PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Batasan Masalah 3
1.5 Metodologi 4
1.6 Sistematika Pembahasan 6
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Sistem Penguasaan Wilayah 7
2.2 Sistem Penguasaan Wilayah Laut 9
2.2.1 Sistem penguasaan wilayah laut internasional 9
2.2.2 Sistem penguasaan wilayah laut nasional 9
2.2.3 Sistem penguasaan wilayah laut Adat 10
v
2.3 Penelitian Kualitatif 11
2.3.1 Data kualitatif 11
2.3.2 Teknik pengumpulan data kualitatif 12
2.3.3 Teknik analisis data kualitatif 14
BAB III: PELAKSANAAN PENELITIAN 17
2.4 Persiapan 17
2.4.1 Studi literatur 17
2.4.2 Tempat dan waktu penelitian 17
2.4.3 Pedoman pengambilan data di lapangan 17
2.5 Pengumpulan data 24
2.5.1 Data sistem penguasaan laut nasional 24
2.5.2 Data sistem penguasaan laut adat 25
2.6 Pengolahan data 37
2.6.1 Pengolahan data sistem penguasaan laut nasional 37
2.6.2 Pengolahan data sistem penguasaan laut adat 40
BAB IV: ANALISIS 44
4.1 Analisis Data 44
4.2 Analisis Perbandingan 44
4.3 Kesimpulan Analisis 47
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 49
5.1 Kesimpulan 49
5.2 Saran 50
vi
DAFTAR PUSTAKA 51
LAMPIRAN A: WAWANCARA 53
LAMPIRAN B: UNDANG-UNDANG 75
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1-1 Peta Indonesia dengan wilayah lautan yang lebih luas dibanding
daratan 1
Gambar 1-2 Diagram alur metodologi penelitian 4
Gambar 3-1 Peta wilayah adminisrasi Kabupaten Maluku Tengah 18
Gambar 3-2 Citra satelit wilayah Haruku, Kecamatan Haruku, di Pulau Haruku 18
Gambar 3-3 Wawancara dengan bapak Eliza Kissya, Kapala Kewang Haruku 27
Gambar 3-4 Wawancara dengan bapak Zefnat Ferdinandus, Raja Haruku 27
Gambar 3-5 Benteng Fort Nieuw Zeelandia 28
Gambar 3-6 Wilayah labuhan sasi lompa 28
Gambar 3-7 Tanjung Hi-I yang sudah nyaris hilang oleh abrasi 2 9
Gambar 3-8 Wilayah sasi lompa dengan latar belakang rumah bapak Eliza
Kissya 29
Gambar 3-9 Struktur masyarakat Haruku 32
Gambar 3-10 Peta Laut Pulau Haruku (Nomor lembar peta laut : 398) 35
Gambar 3-11 Sketsa peta kawasan sasi lompa di Haruku 35
Gambar 3-12 Peta zona 4 mil dan 12 mil wilayah Ambon Lease 39
Gambar 3-13 Pembagian zona labuan sasi laut dan labuan sasi lompa 42
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3-1 Pertanyaan wawancara mendalam seputar aspek wilayah 19
Tabel 3-2 Pertanyaan wawancara mendalam seputar aspek unit sosial
pemegang hak 20
Tabel 3-3 Pertanyaan wawancara seputar aspek legalitas beserta
pelaksanaannya 20
Tabel 3-4 Dokumen undang-undang 22
Tabel 3-5 Dokumen peta 23
Tabel 3-6 Dokumen rencana tata ruang wilayah 24
Tabel 3-7 Pengumpulan data undang-undang 25
Tabel 3-8 Pengumpulan data peta 25
Tabel 3-9 Pengumpulan data dokumen tata ruang wilayah 25
Tabel 3-10 Hasil wawancara mendalam seputar aspek wilayah 30
Tabel 3-11 Hasil wawancara mendalam seputar aspek unit sosial pemegang
hak 30
Tabel 3-12 Hasil wawancara mendalam seputar aspek legalitas beserta
pelaksanaannya 30
Tabel 4-1 Analisis perbandingan untuk aspek wilayah 45
Tabel 4-2 Analisis perbandingan untuk aspek unit sosial pemegang hak 46
Tabel 4-3 Analisis perbandingan untuk aspek legalitas beserta pelaksanaannya 47
ix
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari skeitar
17.508 pulau. Luas daratan Indonesia sekitar 1,8 juta kilometer persegi, sementara
luas lautan sekitar 6,1 juta kilometer persegi. Indonesia juga memiliki zona ekonomi
ekslusif, sehingga total luas wilayah Indonesia menjadi sekitar 7,9 juta kilometer
persegi. Kondisi geografis tersebut membuat Indonesia dikenal sebagai negara
maritim terbesar di dunia (United Nations Environment Program, 2003). Oleh karena
itu, aspek wilayah perairan harus menjadi pertimbangan dalam sistem penguasaan
wilayah nasional.
Gambar 1-1 Peta Indonesia dengan wilayah lautan yang lebih luas dibanding daratan
Indonesia juga merupakan negara dengan keanekaragaman etnis dan budaya
terbanyak di dunia. Jika diklasifikasikan secara etnolinguistik, terdapat 350 etnis di
Indonesia, dimana 180 dari mereka terdapat di Papua. Ada 13 bahasa daerah yang
pengguna untuk tiap bahasa mencapai lebih dari 1 juta orang (Country profile :
Indonesia, December 2004). Oleh sebab itu, aspek etnis dan budaya juga harus
menjadi pertimbangan dalam sistem penguasaan wilayah nasional.
1
Sistem penguasaan wilayah (Tenure System) di Indonesia secara umum sudah
dirangkum di dalam undang-undang pokok agraria yang dikeluarkan pada tahun
1960. Pada pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria tersebut menyebutkan bahwa
hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat,
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara. Hal ini
menjadi bukti bahwa sistem penguasaan adat menjadi salah satu unsur yang diakui
dalam sistem penguasaan wilayah nasional.
Hanya saja tidak mudah untuk mengambil sistem penguasaan wilayah adat sebagai
sumber hukum agraria untuk daerah kepulauan. Hal ini dikarenakan sebagian besar
dari etnis yang ada di Indonesia bermukim di pulau dengan wilayah daratan yang
relatif luas. Sedikitnya etnis yang mendiami wilayah kepulauan mengakibatkan tidak
banyak hukum adat yang mengatur mengenai sistem penguasaan wilayah lautan
(Customary Marine Tenure System) di daerahnya.
Untuk itulah perlu dilakukan identifikasi sistem penguasaan wilayah laut adat yang
berkaitan dengan penguasaan wilayah laut di Indonesia. Dengan identifikasi tersebut,
dapat diketahui pengaturan adat mengenai hukum, kelembagaan, dan teritorial laut
yang dikuasainya. Pada akhirnya hasil identifikasi tersebut akan digunakan sebagai
pembanding antara hukum penguasaan laut adat dan hukum nasional yang berlaku.
Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk mengintegrasikan antara hukum
penguasaan laut adat tersebut dengan hukum nasional yang berlaku, sehingga dapat
dijadikan rujukan dalam pengembangan hukum agraria di Indonesia.
1.6 Rumusan Masalah
Dalam tugas akhir ini permasalahan pertama yang harus dibahas adalah mencari dan
mengkaji informasi tentang hukum-hukum adat di daerah yang sebagian besar
wilayahnya terdiri dari lautan dan pulau-pulau kecil. Dengan informasi hukum adat
di daerah tersebut, dapat diidentifikasi pengaturan sistem penguasaan wilayah laut
adat di daerah tersebut (Customary Marine Tenure System). Dari hasil identifikasi
tersebut dilakukan analisis perbandingan antara sistem penguasaan laut daerah
tersebut dengan sistem penguasaan laut yang berlaku secara nasional.
2
1.7 Tujuan Penelitian
Hasil akhir yang diharapkan dari tugas akhir ini adalah:
1. Mengidentifikasi sistem penguasaan wilayah laut menurut hukum adat
(Customary Marine Tenure System) daerah kepulauan di Indonesia, khususnya di
daerah Haruku, Kecamatan Pulau Haruku, Provinsi Maluku.
2. Membandingkan kesesuaian batas penguasaan laut menurut adat dengan batas
penguasaan laut nasional menurut:
a. UU No. 5 tahun 1960 tentang: Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
b. UU No. 7 tahun 1985 tentang: Pengesahan United Nations Convention On The
Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hukum Laut)
c. UU No. 32 tahun 2004 tentang: Pemerintahan Daerah
d. UU No.27 tahun 2007 tentang: Pengelolaan Wialyah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
1.8 Batasan Masalah
Hal-hal yang menjadi batasan masalah dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah:
1. Daerah yang dijadikan sebagai studi kasus adalah Haruku, Kecamatan Pulau
Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku, Indonesia.
2. Data yang diambil berupa informasi mengenai hukum nasional dan aturan yang
berlaku bagi masyarakat adat setempat, terutama peraturan adat mengenai
penguasaan wilayah laut.
3. Tugas akhir ini membahas identifikasi hukum adat di wilayah Haruku, dan
kesesuaiannya dengan hukum nasional yang diatur oleh undang-undang.
3
Tahap Pengumpulan Data
Tahap Pengolahan Data
STUDI LITERATUR
SISTEM PENGUASAAN LAUT ADAT
SISTEM PENGUASAAN LAUT NASIONAL
REDUKSI DATA
PENYAJIAN DATA
PENGAMATAN BERPERANSERTA
WAWANCARA MENDALAM
STUDI DOKUMENTER
Tahap Analisis
HASIL PENGOLAHAN DATA
STUDI DOKUMENTER
ANALISIS DATAANALISIS
PERBANDINGAN
KESIMPULAN
PEDOMAN PENGUMPULAN DATA
Tahap Persiapan
SARAN
Tahap Kesimpulan dan Saran
1.9 Metodologi
Metodologi yang akan digunakan dalam proses penyusunan tugas akhir ini adalah:
Gambar 1-2 Diagram alur metodologi penelitian
4
Dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Pada tahap ini dilakukan studi literatur dan membuat pedoman pengambilan data
di lapangan.
2. Tahap pengambilan data
Pengambilan data hukum Indonesia dilakukan dengan studi dokumenter.
Sedangkan pengambilan data hukum adat dilakukan dengan cara observasi,
wawancara, dan studi dokumenter di lapangan. Data diambil adalah data yang
berhubungan dengan aspek wilayah, unit sosial pemegang hak, dan aspek legalitas
beserta pelaksanaannya.
3. Tahap pengolahan data
Pengolahan data dilakukan agar dapat mengidentifikasi sistem penguasaan
wilayah laut adat Haruku. Identifikasi dilakukan dengan cara analisis data
kualitatif.
4. Tahap analisis
Pada tahap ini akan dilakukan analisis terhadap kualitas data dan analisis
perbandingan antara sistem penguasaan laut menurut adat dengan sistem
penguasaan laut secara nasional.
5. Tahap Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan diambil dari hasil identifikasi, analisis perbandingan, dan temuan-
temuan selama proses penelitian. Sementara saran ditujukan untuk masyarakat
Haruku dan peneliti yang ingin melanjutkan penelitian serupa di wilayah tersebut.
5
1.6 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penyusunan tugas akhir adalah sebagai berikut:
1. Bab I : PENDAHULUAN
Pada bab ini, dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, serta metodologi penelitian.
2. Bab II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi sumber acuan yang digunakan berupa tulisan-tulisan ilmiah yang
berkaitan dengan tugas akhir yang dikerjakan.
3. Bab III : PELAKSANAAN PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tahapan yang dilakukan dalam pembuatan tugas akhir.
Dimulai dari persiapan, pengambilan data, data yang diperoleh, pengolahan data,
hingga hasil dari pengolahan data
4. Bab IV : ANALISIS
Bab ini akan menjelaskan analisis mengenai kualitas data dan analisis
perbandingan antara sistem penguasaan wilayah laut adat dan sistem penguasaan
wilayah laut nasional.
5. Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari tugas akhir beserta saran bagi pihak-pihak yang
terkait dengan tugas akhir.
6
Bab II
TINJAUAN PUSTAKA
2.7 Sistem Penguasaan Wilayah
Sistem penguasaan wilayah lebih dikenal sebagai tenure system. Tenure system
terdiri dari dua kata yang dapat diartikan secara terpisah, yaitu kata tenure yang
berarti the conditions under which land or buildings are held or occupied, dan kata
system berarti an organized scheme or method (Oxford Dictionary, 10th edition). Dari
definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa tenure system berarti suatu cara atau
metode yang mengatur tentang tanah atau bangunan yang sedang dimiliki atau
dikuasai.
Secara umum, tenure system dibagi kedalam dua jenis, yaitu freehold dan leasehold
(Economic Commission for Africa, 2004), adapun pengertiannya adalah sebagai
berikut:
1. Freehold
Freehold berarti permanent and absolute tenure of land or property with freedom
to dispose of it at will. Jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, freehold
berarti penguasaan terhadap wilayah yang bersifat kekal dan absolut dengan
kebebasan untuk melepaskannya sesuai keinginan.
Konsep freehold berasal dari barat kuno. Karena sudah kuno dan tidak relevan
dengan perkembangan zaman, tidak ditemukan lagi negara yang benar-benar
masih menggunakan konsep ini.
2. Leasehold
Leasehold berarti the holding of property by a lease. Lease sendiri berarti contract
by which one party conveys land, property, services, etc. to another for a specified
time. Jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, leasehold berarti kepemilikan
lahan atau bangunan dengan mengikuti kontrak/syarat yang telah ditentukan
waktunya.
7
Konsep inilah yang menjadi acuan tenure system di setiap negara pada saat ini.
Bentuk kontrak (leasehold) yang digunakan bisa berbeda-beda untuk setiap
negara. Beberapa tipe leasehold adalah:
a. Fee simple
Merupakan sebuah kondisi dimana setiap orang atau kelompok bisa memiliki
atau menguasai suatu wilayah nyaris sepenuhnya selama dia membayar
sejumlah pajak yang telah ditetapkan. Tipe seperti inilah yang paling banyak
diadopsi di negara-negara di dunia.
b. Wadaa al-yad
Merupakan sebuah kondisi dimana setiap orang atau kelompok bisa memiliki
atau menguasai suatu wilayah dengan syarat agar memanfaatkan wilayah
tersebut sebaik-baiknya. Tipe ini terdapat di Mesir, dengan tipe serupa terdapat
Senegal.
c. Life estate
Merupakan sebuah kondisi dimana kepemilikan wilayah hanya berlangsung
selama orang tersebut masih hidup. Hak kepemilikan tidak dapat dipindahakan
ke orang lain, baik itu dengan cara jual beli maupun warisan.
d. Fee tail
Merupakan sebuah kondisi dimana kepemilikan wilayah hanya bisa didapat
melalui garis keturunan. Konsep serupa diterapkan di Roman (keRajaan
Romawi)
e. Rental
Merupakan kondisi dimana kepemilikan wilayah bisa didapat dengan menyewa
dari pihak yang pada awalnya memiliki hak terhadap wilayah tersebut.
Indonesia sendiri menganut paham leasehold, hal ini dapat dilihat dari UU No. 5
Tahun 1960, Bab 2: Hak-hak atas tanah, air dan ruang angkasa serta pendaftaran
tanah. Dari Bab 2 tersebut diketahui bahwa kepemilikan tanah di Indonesia tidak
8
bersifat permanent, dan dapat diambil alih oleh negara seperti tertera dalam pasal 27
UU No. 5 Tahun 1960.
2.8 Sistem Penguasaan Wilayah Laut
Sistem penguasaan wilayah laut, atau lebih dikenal dengan istilah marine tenure
system adalah suatu sistem, dimana beberapa orang atau kelompok sosial
memanfaatkan wilayah laut, mengatur tingkat eksploitasi terhadap wilayah tersebut,
yang berarti juga melindunginya dari eksploitasi yang berlebihan (Wahyono, A., et
al, 2000)
2.8.1 Sistem penguasaan wilayah laut internasional
Marine tenure system yang mengatur hak-hak penguasaan laut internasional, tercatat
sudah ada sejak abad ke 15. Salah satunya adalah piagam Inter Caetera (1493) yang
mengatur tentang pembagian wilayah laut antara Spanyol dan Portugal. Sedangkan
konsep yang paling terkenal pada masa lalu adalah konsep laut bebas. Konsep ini
tertulis dalam buku Mare Liberum (Grotius, 1609). Hingga hari ini konsep
penguasaan wilayah laut terus berkembang sesuai kebutuhan umat manusia.
Pada masa sekarang, marine tenure system yang berlaku secara Internasional sudah
diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Tercatat pada Desember 2005, sudah ada 149 negara yang meratifikasi konvensi
tersebut. Berarti pada waktu itu ada 149 negara yang menjadikan UNCLOS 1982
sebagai rujukan dalam pembuatan marine tenure system di wilayahnya.
2.8.2 Sistem penguasaan wilayah laut nasional
Indonesia termasuk salah satu negara di dunia yang meratifikasi UNCLOS 1982.
Bentuk ratifikasi tersebut tertuang didalam UU No.17 tahun 1985 tentang
pengesahan UNCLOS. Pada undang-undang ini dijelaskan secara umum tentang
marine tenure yang berlaku di Indonesia.
Marine tenure system di Indonesia juga mengakui adanya kekuasaan daerah untuk
wilayah laut. Pada UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah disebutkan
tentang kewenangan daerah/provinsi terhadap laut di wilayahnya. Hanya saja
penetapan kewenangan daerah di wilayah laut selebar 12 mil laut tidak diartikan
9
sebagai pengkaplingan laut, tetapi lebih kepada penetapan batas kewenangan dalam
melaksanakan desentralisasi untuk pengelolaan, antara lain untuk eksplorasi,
eksploitasi, konservasi, pengaturan pemanfaatan, penataan ruang dan penegakan
hukum dalam wilayah laut tersebut (Rais, J., 2003)
2.8.3 Sistem penguasaan wilayah laut adat
Sistem penguasaan laut adat (customary marine tenure system) dapat diartikan
sebagai situasi dimana sekelompok orang yang memiliki hak formal atau informal
untuk area laut dimana mereka memiliki hak sejarah untuk menggunakan dan
mengakses sumber daya laut dalam aturan, pelarangan, pemindahan, dan kepatuhan,
baik itu dalam kondisi tertentu ataupun secara permanen (Ruddle, 1996, dalam
Aswani, S., 2003)
Berdasarkan beberapa sumber literatur yang membahas Customary marine tenure
system, Wahyono, et al (2000), menyimpulkan aspek-aspek pokok sistem
penguasaan laut adat meliputi:
1. Wilayah
Variabel pokok pertama dalam Customary Marine Tenure System ialah harus ada
suatu wilayah. Wilayah dalam suatu pengaturan hak wilayah laut juga tidak hanya
terbatas pada pembatasan luas wilayah, tetapi juga ekslusivitas wilayah.
Ekslusivitas ini dapat berlaku juga untuk sumber daya laut, teknologi yang
digunakan, tingkat eksploitasi maupun batasan-batasan yang bersifat temporal.
2. Unit sosial pemegang hak (right-holding unit)
Sementara mengenai unit pemegang hak (right-holding unit), sifatnya beragam
mulai dari individual, kelompok kekerabatan, komunitas desa sampai ke Negara.
Hal yang menarik mengenai unit pemegang hak ini adalah masalah
transferability, yaitu bagaimana hak eksploitasi dialihkan dari satu pihak ke pihak
lain, dan pemerataan (equity) yaitu pembagian hak ke dalam satu unit pemegang
hak.
10
3. Legalitas (legality) beserta pelaksanaannya (enforcement).
Dalam kaitannya dengan masalah legalitas, hal yang menjadi pokok bahasan
adalah sesuatu yang menjadi sumber peraturan yang melandasi berlakunya
Customary Marine Tenure System, yaitu dalam beberapa kasus berupa aturan
tertulis. Sementara pada kasus-kasus yang lain menunjukkan bahwa pelaksanaan
Customary marine tenure merupakan praktek yang ekstra legal karena didasarkan
atas kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan masyarakat, tidak menurut hukum
formal. Meskipun demikian, jika dilihat pada masyarakat pendukungnya, pada
kenyataannya selalu mempunyai dasar, seperti halnya suatu sistem kepercayaan.
2.9 Penelitian Kualitatif
Menurut Strauss dan Corbin (dalam Santosa, 2006), yang dimaksud dengan
penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan
yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur
statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).
Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang
kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas
sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah
pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan
memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan
sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.
2.9.1 Data kualitatif
Data kualitatif berbentuk deskriptif, berupa kata-kata lisan atau tulisan tentang
tingkah laku manusia yang dapat diamati (Taylor dan Bogdan, 1984, dalam Agusta,
I., 2003). Menurut sumbernya, data kualitatif dapat dibagi menjadi:
1. Data primer
Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli
(tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang)
secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),
kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian (Poerwandari, E.K., 1998)
11
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan. (Poerwandari, E.K., 1998)
2.9.2 Teknik pengumpulan data kualitatif
1. Pengamatan berperanserta
Peneliti kualitatif otomatis akan melakukan pengamatan berperanserta (observasi)
terhadap subyek penelitiannya. Pengamatan berperanserta merujuk pada proses
studi yang mempersyaratkan interkasi sosial antara peneliti dan subyek
penelitiannya dalam lingkungan subyek penelitian itu sendiri, guna memperoleh
data melalui teknis yang sistematis.
Berdasarkan sejumlah aspek, teknik pengamatan terbagi sebagai berikut (Patton,
1990, dalam Agusta, I., 2003)
1. Berdasarkan tingkat peranserta peneliti: peranserta penuh, peranserta terbatas,
dan tanpa berperanserta (peneliti bertindak sebagai penonton)
2. Berdasarkan tingkat keterbukaan peneliti: keterbukaan penuh (semua subyek
mengemal peneliti dan mengetahui kegiatan pengamatannya), keterbukaan
terbatas (hanya sebagian subyek penelitian mengenal peneliti dan mengetahui
kegiatan pengamatannya), tertutup penuh (subyek penelitian tidak mengenal
peneliti dan tidak tahu-menahu tentang kegiatan pengamatannya)
3. Berdasarkan tingkat keterbukaan tujuan penelitian: terbuka penuh (dijelaskan
seluruhnya kepada subyek penelitian), keterbukaan terbatas (dijelaskan
sebagian kepada sebagian subyek penelitian), tertutup penuh (tanpa penjelasan
kepada subyek penelitian), dan pemalsuan (memberikan penjelasan palsu atau
bohong kepada subyek peneliti)
12
4. Berdasarkan tingkat kedalaman dan keluasan atau jangka waktu pengamatan:
jangka pendek (pengamatan tunggal dalam waktu singkat), dan jangka panjang
(pengamatan dalam waktu lama)
5. Berdasarkan himpunan pengamatan: himpunan sempit (terhimpun pada suatu
unsur saja), dan himpunan luas (tinjauan yang mencakup semua unsur)
2. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam ialah temu muka berulang atara peneliti dan subyek
penelitian, dalam rangka memahami pandangan subyek penelitian mengenai
hidupnya, pengalamannya, ataupun situasi sosial sebagaimana diungkapkan dalam
bahasanya sendiri (Taylor dan Bogdan, 1984, dalam Agusta, I., 2003).
Wawancara mendalam bisa juga diartikan sebagai percakapan dua arah dalam
susana kesetaraan, akrab dan informal.
Berdasarkan substansinya, wawancara mendalam dibedakan menjadi tiga jenis:
a. Wawancara untuk menggali riwayat hidup sosiologis, terutama pandangannya
mengenai kehidupannya dalam dalam bahasanya sendiri.
b. Wawancara untuk mempelajari kejadian dan kegiatan, yang tak dapat diamati
secara langsung.
c. Wawancara untuk menghasilkan gambaran luas mengenai sejumlah ajang,
situasi atau orang.
Pewawancara juga harus memiliki pedoman pertanyaan untuk mempermudah
pewawancara dalam menggali topik-topik kunci yang sama dari
responden/informan. Pedoman pertanyaan bukalah daftar pertanyaan terstruktur,
melainkan berupa aspek-aspek yang hendak digali dari responden/informan.
Syarat penyusunan pedoman wawancara mendalam ialah pengetahuan awal
perihal topik wawancara (misalnya dari literatur), dan orang/narasumber yang
hendak diwawancarai.
Dalam penelitian kualitatif, wawancara dilakukan dengan narasumber yang
diambil secara non probability sampling. Sampling atau penentuan sampel
13
dilakukan dengan purposive sampling, sehingga yang menjadi narasumber adalah
orang-orang yang diperkirakan memiliki pengetahuan lebih tentang permasalahan.
3. Triangulasi dan catatan harian
Triangulasi adalah kombinasi beragam sumber data, tenaga peneliti, teori, dan
teknis metodologis dalam suatu penelitian atas gejala sosial. Triangulasi
diperlukan karena setiap teknik memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri.
Dengan demikian triangulasi memungkinkan tangkapan realitas secara lebih valid.
Terdapat empat tipe triangulasi (Denzin, 1978, dalam Agusta, I., 2003)
a. Triangulasi data: penggunaan beragam sumber data dalam suatu penelitian
b. Triangulasi peneliti, penggunaan beberapa peneliti yang berbeda disiplin
ilmunya dalam suatu penelitian
c. Triangulasi teori: penggunaan sejumlah perspektif dalam menafsir satu set data
d. Triangulasi teknik metodologis, penggunaan sejumlah teknik dalam suatu
penelitian
Catatan harian atau catatan lapangan merupakan instrumen utama yang melekat
pada beragam teknik pengumpulan data kualitatif. Terdapat tiga jenis catatan
harian (Agusta, I., 2003):
a. Catatan fakta: data kualitatif hasil pengamatan dan wawancara dalam bentuk
uraian rinci maupun kutipan langsung
b. Catatan teori: hasil peneliti di lapangan untuk menyimpulkan struktur
masyarakat yang ditelitinya, serta merumuskan hubungan atara topik-topik
penting penelititannya secra induktif sesuai fakta-fakta di lapangan
c. Catatan metodologis: pengalaman peneliti ketika berupaya menerapkan metode
kualitatif di lapangan
14
2.9.3 Teknik analisis data kualitatif
Terdapat tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992, dalam Agusta, I., 2003)
a. Reduksi data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian
berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sebagaimana terlihat
dari kerangka konseptual penelitian, permasalahan studi, dan pendekatan
pengumpulan data yang dipilih peneliti.
Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara
sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Reduksi tidak perlu
diartikan sebagia kuantifikasi data. Cara untuk mereduksi data adalah:
a. Seleksi ketat atas data
b. Ringkasan atau uraian singkat
c. Menggolongkannya dalam pola yang lebih luas
Keseluruhan cara tersebut dilakukan melalui proses meringkas data, mengkode,
menelusuri tema, dan membuat gugus-gugus.
b. Penyajian data
Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga
memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Bentuk penyajian data kualitatif adalah:
a. Teks naratif yang berbentuk catatan lapangan
b. Matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Bentuk-bentuk ini menggabungkan
informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih,
sehingga memudahkan untuk melihat apa yang sedang terjadi, apakah
15
kesimpulan sudah tepat atau sebaliknya, sehingga harus melakukan analisis
kembali.
c. Penarikan kesimpulan
Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara terus-menerus selama
berada di lapangan. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif mulai
mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan pola-pola (dalam catatan teori),
penjelasan-penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat,
dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan ini ditangani secara longgar, tetap terbuka
dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah disediakan. Mula-mula belum jelas, namun
kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh.
Kesimpulan-kesimpulan itu juga diverifikasi selama penelitian berlangsung,
dengan cara:
a. Memikirkan kembali selama penulisan
b. Tinjauan ulang catatan lapangan
c. Tinjauan kembali dan tukar pikiran antar teman sejawat untuk
mengembangkan kesepakatan intersubyektif
d. Upaya-upaya yang luas untuk menempakan salinan suatu temuan dalam
seperangkat data yang lain
16
Bab III
PELAKSANAAN PENELITIAN
2.10 Persiapan
2.10.1 Studi literatur
Penelitian dimulai dengan melakukan studi literatur terlebih dahulu. Studi literatur
dilakukan terhadap hal-hal yang terkait dengan:
1. Sistem penguasaan wilayah laut nasional
2. Sistem penguasaan wilayah laut adat di daerah Haruku
3. Pelaksanaan metode penelitian kualitatif
Untuk sistem penguasaan wilayah laut nasional, sebagian besar literatur diambil dari
undang-undang yang mengatur tentang sistem penguasaan wilayah laut nasional.
Sedangkan sistem penguasaan wilayah laut adat di daerah Haruku, studi literatur
dilakukan terhadap tulisan dan dokumen yang terkait dengan sistem penguasaan
wilayah laut adat di daerah Haruku.
2.10.2 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di daerah Haruku, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten
Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Indonesia. Survei dimulai pada hari Senin
tanggal 6 Juni 2011 hingga hari Sabtu tanggal 10 Juni 2011. Peta administrasi
Kabupaten Maluku Tengah dapat dilihat pada gambar 3-1, sedangkan citra satelit
wilayah Haruku dapat dilihat pada gambar 3-2 sebagai berikut:
17
Gambar 3-1 Peta wilayah adminisrasi Kabupaten Maluku Tengah
Gambar 3-2 Citra satelit wilayah Haruku, Kecamatan Pulau Haruku, di Pulau Haruku
18
2.10.3 Pedoman pengambilan data di lapangan
Pengambilan data dilapangan dilakukan dengan cara pengamatan berperanserta,
wawancara mendalam, dan triangulasi data dari dokumen serta catatan harian.
Sedangkan pedoman pengambilan data, dibuat sesuai dengan teknik pengambilan
data yang digunakan. Bentuk pedoman tersebut adalah:
1. Pedoman pengamatan berperan serta
Pengamatan berperanserta dilakukan terhadap kegiatan dan wilayah pelaksanaan
hukum adat untuk penguasaan wilayah laut.
2. Pedoman wawancara mendalam
Wawancara dilakukan dengan membagi pertanyaan sesuai aspek-aspek sistem
penguasaan wilayah laut adat. Bentuk pedoman wawancaranya adalah sebagai
berikut:
a. Aspek wilayah
Pertanyaan yang diajukan adalah tentang cara mengidentifikasi batas wilayah.
Bentuk pertanyaan tersebut dapat dilihat pada tabel 3-1.
Tabel 3-1 Pertanyaan wawancara mendalam seputar aspek wilayah
NO PERTANYAAN TUJUAN PERTANYAAN EKSPEKTASI PERTANYAAN
1
Bagaimana cara
mengidentifikasi batas
fisik zona laut dan
darat?
Mengetahui batas fisik zona laut
dan darat
Dapat diketahui batas-batas fisik zona laut
dan darat di negeri Haruku untuk
menentukan area
2
Bagaimana cara
mengidentifikasi batas
persil laut dan darat?
Mengetahui batas persil laut dan
darat
Dapat diketahui batas-batas persil laut dan
darat
b. Aspek unit sosial pemegang hak
Pertanyaan yang diajukan adalah tentang pihak-pihak yang terlibat dalam
sistem penguasaan wilayah. Bentuk pertanyaan tersebut dapat dilihat pada tabel
3-2.
19
Tabel 3-2 Pertanyaan wawancara mendalam seputar aspek unit sosial pemegang hak
NO PERTANYAAN TUJUAN PERTANYAAN EKSPEKTASI PERTANYAAN
1
Bagaimana struktur
pemerintahan Negeri
adat yang sekarang?
Mengetahui struktur
pemerintahan Negeri adat yang
sekarang
Didapat struktur pemerintahan Negeri adat
yang sekarang
2
Bagaimana struktur
pemerintahan Formal
Desa yang sekarang?
Mengetahui struktur
pemerintahan formal desa yang
sekarang
Didapat struktur pemerintahan Formal
Desa yang sekarang
3
Bagaimana hubungan
antara struktur
pemerintahan negeri
adat dan formal desa?
Mengetahui hubungan antara
struktur pemerintahan negeri adat
dan formal desa
Dapat diketahui dengan jelas hubungan
antar struktur pemerintahan negeri adat
dan desa formal, apakah ada tumpang
tindih kekuasaan
c. Aspek legalitas beserta pelaksanaannya
Pertanyaan yang diajukan adalah tentang asal/dasar hukum adat penguasaan
wilayah laut, aturan-aturan dalam pelaksanaan adat yang berkaitan dengan
penguasaan wilayah laut, dan pelaksanaan hukum adat penguasaan wilayah
laut. Bentuk pertanyaan tersebut dapat dilihat pada tabel 3-3.
Tabel 3-3 Pertanyaan wawancara seputar aspek legalitas beserta pelaksanaannya
NO PERTANYAAN TUJUAN PERTANYAAN EKSPEKTASI PERTANYAAN
1
Bagaimana hukum adat
yang berlaku pada tiap
zona adat laut dan darat?
Mengetahui hukum adat yang
berlaku pada tiap zona adat laut
dan darat
Diketahui hukum adat yang berlaku di tiap
zona adat baik laut maupun darat
2
Bagaimana penegakan
hukum adat terkait
pengelolaan sumber
daya laut dan darat?
Mengetahui penegakan hukum
adat terkait pengelolaan sumber
daya laut dan darat
Diketahui berbagai proses maupun
tindakan penegakan hukum adat terkait
dengan pengelolaan sumber daya laut dan
darat
3
Bagaimana skema
pendanaan pelaksanaan
sistem pengelolaan
sumber daya laut dan
darat?
Mengetahui skema pendanaan
pelaksanaan sistem pengelolaan
sumber daya laut dan darat
Didapat suatu alur pendanaan untuk
pembiayaan pelaksanaan sistem
pengelolaan sumber daya laut dan darat
4
Bagaimana sejarah
pemberlakuan Hukum
Adat Pengelolaan
Sumber Daya Laut dan
Darat?
Mengetahui sejarah
pemberlakuan Hukum Adat
Pengelolaan Sumber Daya Laut
dan Darat
Dapat diketahui sejarah asal mula
pemberlakuan hukum adat untuk
pengelolaan sumber daya laut dan darat
20
NO PERTANYAAN TUJUAN PERTANYAAN EKSPEKTASI PERTANYAAN
5
Bagaimana
pengorganisasian sistem
pengelolaan sumber
daya laut dan darat
secara adat?
Mengetahui bentuk organisasi
sistem pengelolaan sumber daya
laut dan darat secara adat
Diketahui bentuk pengorganisasian adat
dalam pengelolaan sumber daya laut dan
adat
6
Apa saja permasalahan
dalam pelaksanaan dan
penegakan hukum adat
pengelolaan sumber
daya laut dan darat?
Mengetahui permasalahan dalam
pelaksanaan dan penegakan
hukum adat pengelolaan sumber
daya laut dan darat
Dapat teridentifikasi berbagai
permasalahan dan penanganannya dalam
penegakkan hukum adat pengelolaan
sumber daya laut dan darat
7
Apa saja permasalahan
dalam pelaksanaan dan
penegakan hukum adat
pengelolaan sumber
daya laut dan darat
terkait dengan sistem
formal, desentralisasi,
UU no.27 tahun 2007?
Mengetahui permasalahan dalam
pelaksanaan dan penegakan
hukum adat pengelolaan sumber
daya laut dan darat terkait dengan
sistem formal, desentralisasi, UU
no.27 tahun 2007
Dapat teridentifikasi permasalahan dalam
pelaksanaan dan penegakan hukum adat
pengelolaan sumber daya laut dan darat
terkait dengan sistem formal,
desentralisasi, UU no.27 tahun 2007
mengenai tumpang tindih kepentingan
maupun aturan
8
Apa tujuan pelaksanaan
Hukum Adat
Penguasaan ruang laut
dan darat?
Mengetahui tujuan pelaksanaan
Hukum Adat Penguasaan ruang
laut dan darat
Diketahui tujuan-tujuan dilaksanakannya
Hukum Adat Penguasaan ruang laut dan
darat
9Sebutkan hak atas tanah
adat yang ada?
Mengetahui hak atas tanah adat
yang ada di Haruku
Dapat diketahui bentuk-bentuk hak atas
tanah adat yang berlaku di Haruku
10
Bagaimana proses
delivery hak atas tanah
dan ruang laut adat?
Mengetahui proses delivery hak
atas tanah dan ruang laut adat
Diketahui proses-proses delivery hak atas
tanah dan ruang laut adat yang ada di
Haruku
11
Bagaimana right,
restriction and
responsibility terkait hak
atas tanah dan ruang laut
adat yang ada?
Mengetahui right, restriction and
responsibility terkait hak atas
tanah dan ruang laut adat yang
ada
Dapat diidentifikasi right, restriction and
responsibility terkait hak atas tanah dan
ruang laut adat yang ada di Haruku
12
Bagaimana pendaftaran
hak atas tanah dan ruang
laut secara adat?
Mengetahui proses pendaftaran
hak atas tanah dan ruang laut
secara adat
Dapat diketahui proses pendaftaran hak
atas tanah dan ruang laut secara adat
13
Bagaimana sejarah
pemberlakuan hukum
adat penguasaan ruang
laut dan darat?
Mengetahui sejarah
pemberlakuan hukum adat
penguasaan ruang laut dan darat
Dapat diketahui sejarah asal mula
pemberlakuan hukum adat untuk
penguasaan ruang laut dan darat
14
Bagaimana skema
pendanaan pelaksanaan
sistem penguasaan persil
laut dan darat?
Mengetahui skema pendanaan
pelaksanaan sistem penguasaan
persil laut dan darat
Didapat suatu alur pendanaan untuk
pembiayaan pelaksanaan sistem
penguasaan persil laut dan darat
21
15
Bagaimana
pengorganisasian sistem
penguasaan ruang laut
dan darat secara adat?
Mengetahui organisasi sistem
penguasaan ruang laut dan darat
secara adat
Diketahui bentuk pengorganisasian adat
dalam sistem penguasaan ruang laut
NO PERTANYAAN TUJUAN PERTANYAAN EKSPEKTASI PERTANYAAN
16
Bagaimana pelaksanaan
dan penegakan hukum
adat penguasaan persil
laut dan darat?
Mengetahui pelaksanaan dan
penegakan hukum adat
penguasaan persil laut dan darat
Dapat diketahui kegiatan pelaksanaan dan
penegakkan hukum adat terkait dengan
penguasaan persil laut dan darat
17
Apa saja permasalahan
dalam pelaksanaan dan
penegakan hukum adat
penguasaan persil laut
dan darat?
Mengetahui permasalahan dalam
pelaksanaan dan penegakan
hukum adat penguasaan persil
laut dan darat
Dapat teridentifikasi berbagai
permasalahan dan penanganannya dalam
penegakkan hukum penguasaan persil laut
dan darat
18
Apa saja permasalahan
dalam pelaksanaan dan
penegakan hukum adat
penguasaan persil laut
dan darat terkait sistem
formal, desentralisasi,
UU no. 27 tahun 2007?
Mengetahui permasalahan dalam
pelaksanaan dan penegakan
hukum adat penguasaan persil
laut dan darat terkait sistem
formal, desentralisasi, UU no. 27
tahun 2007
Dapat teridentifikasi permasalahan dalam
pelaksanaan dan penegakan hukum adat
penguasaan persil laut dan darat terkait
dengan sistem formal, desentralisasi, UU
no.27 tahun 2007 mengenai tumpang
tindih kepentingan maupun aturan
Sementara untuk pemilihan narasumber dalam purposive sampling, dipilih Raja
dan Kewang sebagai narasumber. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
merekalah yang diyakini memiliki pengetahuan lebih tentang sistem penguasaan
wilayah laut di daerahnya.
3. Pedoman studi dokumenter untuk triangulasi data
Dokumen yang diambil adalah dokumen yang terkait dengan sistem penguasaan
wilayah laut nasional dan dokumen sistem penguasaan laut adat.
Dokumen yang terkait dengan sistem penguasaan wilayah laut adat bisa
berbentuk catatan, buku, aturan adat tertulis, dan peta. Sedangkan dokumen yang
terkait dengan sistem penguasaan wilayah laut nasional berupa dokumen undang-
undang, dokumen peta, dan dokumen mengenai informasi tata ruang wilayah
Kabupaten Maluku Tengah dapat dilihat pada dapat dilihat pada tabel 3-4, tabel 3-
5, dan tabel 3-6.
Tabel 3-4 Dokumen undang-undang
22
N
OUNDANG-UNDANG TUJUAN EKSPEKTASI
1
Undang Undang No. 5
Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria
Sebagai dasar-dasar hukum
agraria nasional yang mengatur
segala pemanfaatan ruang darat,
laut, dan udara
Mengetahui segala ketentuan mengenai
penguasaan maupun pemanfaatan ruang
darat, laut, dan udara di Indonesia secara
hukum
N
OUNDANG-UNDANG TUJUAN EKSPEKTASI
2
Undang Undang No. 27
Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Pesisir dan
Pulau-Pulau Terpencil
Sebagai dasar peraturan mengenai
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil di Indonesia
Memahami peraturan mengenai Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di
Indonesia khususnya yang menyangkut
perencanaan, pemanfaatan, hak, dan akses
masyarakat
3
Undang Undang No. 32
Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah
Sebagai dasar peraturan mengenai
penetapan aturan-aturan yang
ditetapkan Pemerintahan Daerah,
dalam hal ini ialah penetapan
wilayah laut daerah
Mengetahui penetapan batas-batas wilayah laut
daerah, dalam hal ini di Propinsi Maluku,
sesuai ketentuan
5
Undang Undang No. 17
Tahun 1985 Tentang
rativikasi UNCLOS
Sebagai dasar pengesahan United
Nations Convention on the Law
of the Sea dengan Undang-
Undang Indonesia mengenai
penguasaan wilayah laut nasional
Mengetahui penetapan batas-batas wilayah laut
nasional yang mengacu pada penetapan batas
wilayah laut internasional
Tabel 3-5 Dokumen peta
N
O PETA TUJUAN EKSPEKTASI
1
Peta rencana tata ruang
wilayah Propinsi
Maluku
Sebagai ilustrasi untuk
mengetahui batas-batas
perencanaan tata ruang dan
pemanfaatan ruang di pesisir, laut
dan pulau-pulau kecil yang
terintegrasi dengan rencana tata
ruang
Mengetahui batas-batas wilayah mengenai
perencanaan dan pengintegrasian tata ruang
laut dan darat Propinsi Maluku
2
Peta wilayah
administrasi Kabupaten
Maluku Tengah
Sebagai ilustrasi untuk
mengetahui batas-batas
administrasi wilayah di
Kabupaten Maluku Tengah
Mengetahui batas-batas administrasi wilayah
di Kabupaten Maluku Tengah, khususnya Desa
Haruku
3
Peta batimetrik
Kabupaten Maluku
Tengah
Sebagai ilustrasi untuk
mengetahui kedalaman wilayah
perairan di Kabupaten Maluku
Tengah
Mengetahui kedalaman wilayah perairan
wilayah perairan Kabupaten Maluku Tengah
agar dapat mengetahui batas laut dangkal dan
laut dalam dalam penguasaan wilayah laut adat
di Haruku
4 Peta rencana zonasi
pulau-pulau lease
Kabupaten Maluku
Sebagai ilustrasi untuk
mengetahui zonasi peruntukan
lahan di Kabupaten Maluku
Mengetahui peruntukan wilayah dan potensi-
potensi di Kabupaten Maluku Tengah
23
Tengah Tengah khususnya negeri Haruku
5
Peta perikanan Kota
Ambon pulau ambon
dan pulau-pulau lease
Kabupaten Maluku
Tengah
Sebagai ilustrasi untuk
mengetahui potensi perikanan di
wilayah perairan Kabupaten
Maluku Tengah
Mengetahui potensi perikanan di wilayah
perairan negeri Haruku terkait dengan
customary marine tenure system di wilayah
tersebut
N
ODOKUMEN TUJUAN EKSPEKTASI
6
Peta wilayah
administrasi Desa
Haruku
Sebagai ilustrasi untuk
mengetahui batas-batas
administrasi wilayah Desa
Haruku
Mengetahui batas-batas wilayah administrasi
Desa Haruku terkait dengan pemerintahan desa
secara nasional
7
Struktur pemerintahan
formal Desa Haruku
Sebagai ilustrasi untuk
mengetahui struktural
pemerintahan Desa Haruku
Mengetahui struktural pemerintahan Desa
Haruku secara formal berdasarkan peraturan
daerah
Tabel 3-6 Dokumen rencana tata ruang wilayah
N
ODOKUMEN TUJUAN EKSPEKTASI
1
Dokumen Rencana Tata
Ruang Wilayah Propinsi
Maluku
Sebagai dasar perencanaan tata
ruang dan pemanfaatan ruang di
pesisir, laut dan pulau-pulau kecil
yang terintegrasi dengan rencana
tata ruang daratan di Propinsi
Maluku
Mengetahui perencanaan dan pengintegrasian
tata ruang laut dan darat Propinsi Maluku
2
Dokumen Rencana Tata
Ruang Pesisir, Laut, dan
Pulau Kecil Kabupaten
Maluku Tengah
Sebagai dasar perencanaan tata
ruang dan pemanfaatan ruang di
pesisir, laut dan pulau-pulau kecil
di Kabupaten Maluku Tengah
Mengetahui perencanaan dan pemanfaatan
ruang laut Kabupaten Maluku Tengah
2.11 Pengumpulan data
2.11.1 Data sistem penguasaan laut nasional
Tidak dilakukan pengumpulan data primer sistem penguasaan laut nasional, karena
semua data sistem penguasaan laut nasional sudah berbentuk dokumen. Data
dikumpulkan hanyalah data sekunder berupa hasil studi dokumenter. Studi
dokumenter dilakukan dengan mencari dokumen-dokumen yang terdapat pada
pedoman studi dokumenter untuk sistem penguasaan wilayah laut nasional. Untuk
24
data undang-undang menggunakan softcopy undang-undang yang diperoleh melalui
media internet, sedangkan data dokumen informasi tata ruang daerah dicari di kantor
pemerintahan setempat.
Hasil dari pengumpulan data undang-undang, peta, dan dokumen mengenai
informasi tata ruang wilayah Kabupaten Maluku Tengah dapat dilihat pada tabel 3-7,
tabel 3-8, dan tabel 3-9
Tabel 3-7 Pengumpulan data undang-undang
NO DATA UNDANG-UNDANG HASIL
1 Undang Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Didapat
2 Undang Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Terpencil Didapat
3 Undang Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Didapat
5 Undang Undang No. 17 Tahun 1985 Tentang rativikasi UNCLOS Didapat
Tabel 3-8 Pengumpulan data peta
NO DATA PETA HASIL
1 Peta rencana tata ruang wilayah Propinsi MalukuTidak
didapat
2 Peta wilayah administrasi Kabupaten Maluku Tengah Didapat
3 Peta batimetrik Kabupaten Maluku Tengah Didapat
4 Peta rencana zonasi pulau-pulau lease Kabupaten Maluku Tengah Didapat
5 Peta perikanan Kota Ambon pulau ambon dan pulau-pulau lease Kabupaten Maluku Tengah Didapat
6 Peta wilayah administrasi Desa Haruku Didapat
7 Struktur pemerintahan formal Desa Haruku Didapat
Tabel 3-9 Pengumpulan data dokumen tata ruang wilayah
NO DATA DOKUMEN HASIL
1 Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi MalukuTidak
didapat
2 Dokumen Rencana Tata Ruang Pesisir, Laut, dan Pulau Kecil Kabupaten Maluku Tengah Didapat
2.11.2 Data sistem penguasaan laut adat
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder yang terkait dengan sistem
penguasaan laut adat. Data primer didapatkan melalui proses pengamatan
25
berperanserta dan wawancara mendalam, sedangkan data sekunder didapatkan dari
hasil studi dokumenter. Rincian kegiatan pengumpulan data dilakukan sebagai
berikut:
1. Pengamatan berperanserta
Berdasarkan aspek pengamatan, penelitian dilakukan sebagai berikut:
a. Peneliti tidak berperanserta
Peneliti tidak berperanserta karena peneliti bukan warga setempat yang harus
menjalankan seluruh peraturan adat di wilayah tersebut.
b. Peneliti bekerja dengan keterbukaan penuh
Sebelum penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri
dan menjelaskan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh peneliti
(mewawancara dan mendokumentasi) sehingga subyek penelitian (Raja
Haruku dan Kewang Haruku) mengenal peneliti dan mengetahui kegiatan
pengamatannya
c. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian secara penuh
Sebelum dilakukan penelitian (terutama wawancara), peneliti terlebih dahulu
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada subyek penelitian (Raja
Haruku dan Kewang Haruku). Maksud dan tujuan penelitian dijelaskan secara
penuh tanpa ada yang ditutup-tutupi.
d. Peneliti melakukan pengamatan dalam jangka pendek
Peneliti bertemu subyek selama beberapa jam saja. Pada umumnya pertemuan
dilakukan hanya sebatas untuk mewawancara subyek.
e. Peneliti melakukan pengamatan dengan himpunan sempit
Hal ini dilakukan karena peneliti hanya mengamati sistem penguasaan wilayah
laut adat di Haruku.
Dari pengamatan berperanserta, didapatkan hasil sebagai berikut:
26
a. Pada gambar 3-3, dapat dilihat situasi saat wawancara dilakukan di rumah
Kepala Kewang Haruku, Bapak Eliza Kissya. Beliau memberikan banyak
informasi mengenai penyelenggaraan sistem penguasaan laut di Haruku,
terutama mengenai sasi laut dan sasi lompa.
Gambar 3-3 Wawancara dengan bapak Eliza Kissya, kapala Kewang Haruku
b. Pada gambar 3-4, dapat dilihat situasi saat wawancara dilakukan di rumah Raja
Haruku, Bapak Zefnat Ferdinandus. Beliau memberikan informasi sistem
penguasaan laut adat di Haruku, terutama masalah unit sosial pemegang hak.
27
Gambar 3-4 Wawancara dengan bapak Zefnat Ferdinandus, Raja Haruku
c. Pada gambar 3-5, merupakan Benteng Fort Nieuw Zeelandia yang menjadi
batas pertuanan antara labuhan sasi laut dan labuhan sasi lompa.
Gambar 3-5 Benteng Fort Nieuw Zeelandia
d. Pada gambar 3-6, dapat dilihat daerah labuhan sasi lompa. Objek yang
berbentuk seperti pagar tersebut adalah pemecah ombak yang dibangun untuk
menahan laju abrasi.
28
Gambar 3-6 Wilayah labuhan sasi lompa
e. Pada gambar 3-7 tampak bahwa Tanjung Hi-I yang menjadi batas labuhan sasi
lompa sudah nyaris hilang oleh abrasi.
Gambar 3-7 Tanjung Hi-I yang sudah nyaris hilang oleh abrasi
f. Pada gambar 3-8, merupakan situasi daerah labuhan sasi lompa dengan rumah
Kepala Kewang Haruku, Bapak Eliza Kissya terlihat dari kejauhan
29
Gambar 3-8 Wilayah sasi lompa dengan latar belakang rumah bapak Eliza Kissya
2. Wawancara mendalam
Wawancara dilakukan terhadap narasumber Raja Haruku dan Kewang Haruku.
Proses wawancara dimulai dengan terlebih dahulu memperkenalkan diri serta
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Setelah menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian, peneliti mulai menanyakan pertanyaan-pertanyaan sesuai
dengan pedoman wawancara pada Bab 3.1.3 mengenai: Pedoman pengambilan
data di lapangan
Selama wawancara juga dilakukan dokumentasi berupa merekam percakapan,
memotret situasi wawancara, dan membuat catatan transkrip wawancara. Dari
wawancara mendalam didapatkan hasil seperti pada tabel 3-10, tabel 3-11, dan
tabel 3-12:
Tabel 3-10 Hasil wawancara mendalam seputar aspek wilayah
N
OPERTANYAAN ASPEK WILAYAH JAWABAN
1 Bagaimana cara mengidentifikasi batas fisik zona laut dan darat? didapat
2 Bagaimana cara mengidentifikasi batas persil laut dan darat? didapat
30
Tabel 3-11 Hasil wawancara mendalam seputar aspek unit sosial pemegang hak
NO PERTANYAAN ASPEK UNIT SOSIAL PEMEGANG HAK JAWABAN
1 Bagaimana struktur pemerintahan Negeri adat yang sekarang? didapat
2 Bagaimana struktur pemerintahan Formal Desa yang sekarang? didapat
3 Bagaimana hubungan antara struktur pemerintahan negeri adat dan formal desa? didapat
Tabel 3-12 Hasil wawancara mendalam seputar aspek legalitas beserta pelaksanaannya
NO PERTANYAAN ASPEK LEGAL BESERTA PELAKSANAANNYA JAWABAN
1 Bagaimana hukum adat yang berlaku pada tiap zona adat laut dan darat? didapat
2 Bagaimana penegakan hukum adat terkait pengelolaan sumber daya laut dan darat? didapat
3 Bagaimana skema pendanaan pelaksanaan sistem pengelolaan sumber daya laut dan darat?tidak
didapat
4 Bagaimana sejarah pemberlakuan Hukum Adat Pengelolaan Sumber Daya Laut dan Darat?tidak
didapat
5 Bagaimana pengorganisasian sistem pengelolaan sumber daya laut dan darat secara adat? didapat
6Apa saja permasalahan dalam pelaksanaan dan penegakan hukum adat pengelolaan sumber daya
laut dan darat?didapat
7Apa saja permasalahan dalam pelaksanaan dan penegakan hukum adat pengelolaan sumber daya
laut dan darat terkait dengan sistem formal, desentralisasi, UU no.27 tahun 2007?
tidak
didapat
NO PERTANYAAN ASPEK LEGAL BESERTA PELAKSANAANNYA JAWABAN
8 Apa tujuan pelaksanaan Hukum Adat Penguasaan ruang laut dan darat? didapat
9 Sebutkan hak atas tanah adat yang ada? didapat
10 Bagaimana proses delivery hak atas tanah dan ruang laut adat? didapat
11Bagaimana right, restriction and responsibility terkait hak atas tanah dan ruang laut adat yang
ada?didapat
12 Bagaimana pendaftaran hak atas tanah dan ruang laut secara adat? didapat
13 Bagaimana sejarah pemberlakuan hukum adat penguasaan ruang laut dan darat?tidak
didapat
14 Bagaimana skema pendanaan pelaksanaan sistem penguasaan persil laut dan darat?tidak
didapat
15 Bagaimana pengorganisasian sistem penguasaan ruang laut dan darat secara adat? didapat
16 Bagaimana pelaksanaan dan penegakan hukum adat penguasaan persil laut dan darat? didapat
17Apa saja permasalahan dalam pelaksanaan dan penegakan hukum adat penguasaan persil laut dan
darat?didapat
18Apa saja permasalahan dalam pelaksanaan dan penegakan hukum adat penguasaan persil laut dan
darat terkait sistem formal, desentralisasi, UU no. 27 tahun 2007?
tidak
didapat
Wawancara yang dilakukan terhadap Raja Haruku dan Kewang Haruku,
menghasilkan jawaban-jawaban yang menjadi data dalam identifikasi sistem
31
RAJA
MARINYO
SOARAJA
SOARUMALE
SI
SOALESIRO
HIHI
SOAMON
I
SOASUNET
H
WARGA MASYARAKAT ADAT HARUKU
KAPITANG
KEWANG
TUAN TANAH
SANIRI BESAR
SANIRI NEGERI
LATUPATI
Keterangan:=Bagian dari struktur pemerintahan adat Haruku
=Bukan bagian dari struktur pemerintahan adat Haruku, tetapi pelaksanaannya diawasi oleh Raja
penguasaan wilayah laut adat Haruku. Dari pertanyaan aspek wilayah, dapat
diketahui batas-batas wilayah yang berlaku. Dari pertanyaan seputar unit sosial
pemegang hak, dapat diketahui struktur pemerintahan yang berlaku dalam sistem
penguasaan wilayah laut adat. Dari pertanyaan aspek legal beserta
pelaksanaannya, dapat diketahui aturan-aturan yang berlaku di wilayah laut adat
Haruku.
3. Triangulasi data dan catatan harian
Data yang digunakan untuk triangulasi data adalah data dari hasil studi
dokumenter. Pada saat melakukan studi dokumenter, terlebih dahulu narasumber
ditanya tentang keberadaan data yang terkait dengan sistem penguasaan wilayah
laut adat di Haruku. Lalu peneliti meminta izin untuk meminjam data tersebut
agar bisa dibuat salinannya. Namun terkadang subyek penelitian memberikan data
tersebut secara sukarela. Dari hasil studi dokumenter, didapatkan data-data
sebagai berikut:
a. Data struktur masyarakat Haruku
Gambar 3-9 Struktur masyarakat Haruku
Gambar 3.9 adalah struktur masyarakat Haruku, dengan penjelasan sebagai
berikut:
32
o Latu-Pati; adalah Dewan Raja Pulau Haruku, yakni badan kerapatan adat
antar para Raja seluruh Pulau Haruku. Tugas utama lembaga ini adalah
mengadakan pertemuan apabila ada keretakan antar negeri (kampung/desa)
mengenai batas-batas tanah atau hal-hal lain yang dianggap sangat penting.
Tetapi, para Raja ini tidak boleh memaksakan kehendaknya sendiri dan
harus mengambil keputusan atas dasar asas kebersamaan dan dengan cara
damai.
o Raja; adalah pucuk pimpinan pemerintahan negeri (pimpinan masyarakat
adat). Tugas-tugas utamanya adalah:
menjalankan roda pemerintahan negeri;
memimpin pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh adat & tokoh-
tokoh masyarakat;
melaksanakan sidang pemerintahan negeri;
menyusun program pembangunan negeri.
o Saniri Besar; adalah Lembaga Musyawarah Adat Negeri, terdiri dari staf
pemerintahan negeri, para tetua adat dan tokoh-tokoh masyarakat. Tugas
utamanya adalah sewaktu-waktu mengadakan pertemuan atau persidangan
adat lengkap kalau dianggap perlu dengan para anggotanya (tokoh adat dan
tokoh masyarakat).
o Kewang; adalah lembaga adat yang dikuasakan sebagai pengelola
sumberdaya alam dan ekonomi masyarakat, sekaligus sebagai pengawas
pelaksanaan aturan-aturan atau disiplin adat dalam masyarakat. Tugas-tugas
utamanya adalah:
menyelenggarakan sidang adat sekali seminggu (pada hari Jumat
malam);
mengatur kehidupan perekonomian masyarakat;
mengamankan pelaksanaan peraturan sasi;
33
meninjau batas-batas tanah dengan desa atau negeri tetangga;
memberikan sanksi kepada yang melanggar peraturan Sasi Negeri;
menjaga serta melindungi semua sumberdaya alam, baik di laut, kali dan
hutan sebelum waktu buka sasi;
melaporkan hal-hal yang tidak dapat terselesaikan pada sidang adat
(Kewang) kepada Raja dan meminta agar disidangkan dalam Sidang
Saniri Besar.
o Saniri Negeri; adalah Badan Musyawarah Adat tingkat negeri yang terdiri
dari perutusan setiap soa yang duduk dalam pemerintahan negeri. Tugas
utamanya adalah:
membantu menyusun dan melaksanakan program kerja pemerintah
negeri;
hadir dalam sidang-sidang pemerintahan negeri;
membantu Kepala Soa dalam melaksanakan pekerjaan negeri yang
ditugaskan kepada soa.
o Kapitang; adalah Panglima Perang Negeri. Tugas utamanya adalah
mengatur strategi dan memimpin perang pada saat ada perang.
o Tuan Tanah; adalah kuasa pengatur hak-hak tanah petuanan negeri. Tugas
utamanya adalah mengatur dan menyelesaikan masalah-masalah dengan
desadesa tetangga yang menyangkut batas-batas tanah serta sengketa tanah
petunanan yang terjadi dalam masyarakat.
o Kepala Soa; adalah pemimpin tiap soa yang dipilih oleh soa masing-masing
untuk duduk dalam staf pemerintahan negeri. Tugas-tugas utamanya adalah:
membantu menjalankan tugas pemerintahan negeri apabila Raja tidak
berada di tempat;
memimpin pekerjaan negeri yang dilaksanakan oleh soa;
34
sebagai wakil soa yang duduk dalam badan pemerintahan negeri; dan
menangani acara-acara adat perkawinan dan kematian.
o Soa; adalah kumpulan beberapa marga (clan) yang menjalankan tugas:
melaksanakan pekerjaan negeri bila ada titah (perintah) dari Raja melalui
Kepala Soa masingmasing;
membantu Kepala Soa menangani dan mempersiapkan semua keperluan
bagi keluarga keluarga anggota soa dalam upacara-upacara perkawinan
dan kematian.
o Marinyo; adalah pesuruh/pembantu Raja, sebagai penyampai berita dan titah
melalui tabaos (pembacaan maklumat) di seluruh negeri kepada seluruh
warga masyarakat.
b. Peta laut Pulau Haruku dan sketsa wilayah Haruku
Gambar 3-10 Peta Laut Pulau Haruku (Nomor lembar peta laut : 398)
35
Gambar 3.10 adalah peta laut wilayah Haruku, yang didapat dari peta laut
nomor 398.
Gambar 3-11 Sketsa peta kawasan sasi lompa di Haruku
Gambar 3.11 adalah sketsa kawasan sasi lompa di Haruku. Dari sketsa diatas
tampak pembagian wilayah untuk labuhan sasi lompa dan labuhan sasi laut.
Hanya saja pada saat sekarang ini, sketsa kurang bisa dijadikan acuan. Hal ini
disebabkan laju abrasi yang sangat tinggi dan kenaikan muka air laut global
telah mengubah struktur daerah pesisir Haruku.
c. Aturan sasi laut wilayah Haruku
Sasi laut merupakan peraturan yang mengatur pengelolaan wilayah laut adat.
Isi dari sasi laut adalah sebagai berikut:
o Batas-batas sasi laut adalah mulai dari sudut Balai Desa bagian utara, 200
meter ke laut arah barat dan ke selatan sampai ke Tanjung Wairusi.
o Batas sasi untuk ikan lompa (Thryssa baelama) di laut: mulai dari labuhan
Vetor (atau Tanjung Wairusi), 200 meter ke laut arah barat dan ke selatan
sampai ke Tanjung Hi-I.
36
o Terlarang menangkap ikan yang berada dalam daerah sasidengan
menggunakan jenis alat tangkap apapun, terkecuali dengan jala, tetapi harus
dengan cara berjalan kaki dan tidak boleh berperahu. Persyaratan bagi orang
yang mempergunakan jala adalah hanya pada batas kedalaman air setinggi
pinggang orang dewasa.
o Daerah labuhan bebas adalah mulai dari sudut Balai Desa bagian utara
sampai ke Tanjung Waimaru. Pada daerah labuhan bebas ini, orang boleh
menangkap ikan dengan jaring, tetapi tidak boleh bersengketa. Jika ternyata
ada yang bersengketa, maka labuhan bebas akan disasi juga.
o Bila ada ikan lompa (Thryssa baelama) yang masuk ke daerah labuhan
bebas, maka dilarang ditangkap dengan jaring.
o Pada daerah sasi maupun pada daerah labuhan bebas, dilarang menangkap
ikan dengan mempergunakan jaring karoro.
2.12 Pengolahan data
2.12.1 Pengolahan data sistem penguasaan laut nasional
a. Menelusuri tema undang-undang di Indonesia
Undang-undang yang diambil adalah undang-undang yang temanya terkait dengan
sistem penguasaan laut nasional. Dari hasil penelusuran tema dapat diketahui
undang-undang yang membahas sistem penguasaan wilayah laut nasional, yaitu:
a. UU No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria
b. UU No. 27 Tahun 2007 tentang pengolahan pesisir dan pulau-pulau terpencil
c. UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
d. UU No. 17 Tahun 1985 tentang rativikasi UNCLOS
2. Menelusuri tema pasal dalam setiap undang-undang
37
Pada tahap ini, diilakukan penelusuran tema terhadap pasal-pasal yang ada
didalam undang-undang tersebut. Pasal-pasal yang temanya secara membahas
tentang sistem penguasaan wilayah laut nasional adalah:
a. UU No. 5 Tahun 1960 pasal 5 mengakui adanya hukum adat sebagai dasar
hukum agraria. Pada bab 2 pasal 16-51 dijelaskan tentang hak-hak atas tanah,
air, dan ruang angkasa.
b. UU No. 32 Tahun 2004 pasal 18, menjelaskan tentang sistem penguasaan
wilayah laut daerah. Pada bab 11 pasal 200-216, dijelaskan tentang desa.
c. UU No. 27 Tahun 2007, keseluruhan pasalnya menjelaskan pelaksanaan
pengelolaan wilayah pesisir.
d. UU No. 17 Tahun 1985 pasal 1, menjelaskan tentang hasil rativikasi UNCLOS
dalam penentuan sistem penguasaan wilayah laut nasional.
Pasal dan undang-undang yang digunakan, dapat dilihat pada lembar lampiran B
(undang-undang)
3. Penyusunan berdasarkan aspek-aspek
Setelah didapatkan pasal-pasal yang secara spesifik membahas tentang sistem
penguasaan wilayah laut nasional, dilakukan penyusunan kembali berdasarkan
aspek wilayah, unit sosial pemegang hak, dan aspek legal.
4. Hasil pengolahan data
a. Aspek wilayah
o Terdapat pembagian zona sebagai berikut:
laut daerah tingkat kabupaten/kota sejauh 4 mil laut dari garis pantai
laut daerah tingkat propinsi, sejauh 12 mil laut dari garis pantai
laut teritorial, sejauh 12 mil laut dari garis pantai
zona tambahan, maksimum 24 mil laut dari garis pantai
38
zona ekonomi ekslusif, maksimum 200 mil laut dari garis pantai
landas kontinen, maksimum 350 mil laut dari tepi pantai atau 100 mil
dari garis kedalaman 2500 meter
o Terdapat penentuan batas untuk antar negara, dan antar daerah/propinsi.
antar negara dilakukan dengan menarik garis batas dari titik-titik batas
yang tersebar di garis pantai terluar Indonesia.
antar daerah dilakukan dengan cara menarik garis batas dari titik-titik
batas pada pantai masing-masing daerah.
o Pada saat penentuan posisi, dibuat titik dasar sebagai acuan fix. Sehingga
jika nanti garis pantai berubah, batas wilayah laut akan mengacu pada titik
dasar tersebut.
o Sebagai ilustrasi pembagian zona, pada gambar 3-12 digambarkan mengenai
pembagian zona 4 mil dan 12 mil di wilayah Ambon Lease.
39
Gambar 3-12 Peta zona 4 mil dan 12 mil wilayah Ambon Lease
b. Aspek unit sosial pemegang hak
o Hak untuk penguasaan wilayah laut ada pada pihak pemerintah, baik itu
pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah.
o Undang-undang di Indonesia belum mengatur mengenai hak perseorangan
dalam penguasaan wilayah laut
o Pengelolaan sumber daya wilayah pantai dan pesisir diatur dalam undang-
undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
o Hak pengelolaan bisa diberikan oleh menteri, gubernur, dan bupati atau
walikota. Hak pengelolaan tersebut bisa diberikan kepada pihak lain diluar
masyarakat setempat.
c. Aspek legalitas beserta pelaksanaannya
40
o Seluruh aspek legal diatur dalam undang-undang.
o Penjagaan wilayah dilakukan oleh aparat pemerintahan. Salah satunya
adalah polisi militer angkatan laut.
o Didalam undang-undang yang berkaitan dengan penguasaan wilayah laut,
tidak ditemukan sanksi bagi setiap tipe pelanggaran. Keputusan mengenai
hukuman ditentukan di pengadilan.
3.3.2 Pengolahan data sistem penguasaan laut adat
1. Penelusuran tema
Penelusuran tema dilakukan terhadap data dari pengamatan berperanserta,
wawancara mendalam, catatan harian, dan data untuk triangulasi data. Proses
penelusuran tema dilakukan secara terpisah untuk setiap metode pengumpulan
data, yaitu:
a. Data dari pengamatan berperan serta
Hanya diambil data foto ataupun dokumentasi lainnya yang terkait sistem
penguasaan wilayah laut adat di wilayah Haruku.
b. Data wawancara mendalam
Hanya diambil jawaban narasumber yang menjawab pertanyaan-pertanyaan
mengenai sistem penguasaan laut adat.
c. Data catatan harian dan data untuk triangulasi data
Untuk catatan harian, hanya diambil point yang membahas tentang sistem
penguasan wilayah laut adat. Sedangkan pada data untuk triangulasi data,
hanya diambil data dokumen tentang sistem penguasaan wilayah laut adat.
2. Penyajian data
Data dari pengamatan berperanserta, wawancara mendalam, catatan penelitian,
dan data untuk triangulasi data disajikan pada subbab 3.2.2 - Data Sistem
Penguasaan Laut Adat. Sedangkan data transkrip wawancara mendalam disajikan
pada lampiran A (wawancara).
41
3. Peringkasan dan penyusunan data
Setelah melakukan penelusuran tema, dilakukan peringkasan, penyusunan dan
penggabungan data dari setiap metode pengambilan data. Penyusunan dan
penggabungan dilakukan berdasarkan aspek wilayah, unit sosial pemegang hak,
dan aspek legal.
a. Aspek wilayah
o Tidak ditemukan acuan fix untuk penentuan batas wilayah laut antar desa
tetangga. Pada wilayah Haruku, pal/pilar batas hanya terdapat pada wilayah
darat sebagai batas darat antar desa. Tidak didapatkan informasi tentang
adanya pal/pilar untuk menentukan batas wilayah laut antar desa. Karena
tidak memiliki acuan fix, wilayah kekuasaan laut bisa berubah. Terutama
jika struktur pantai atau tanjung berubah.
o Wilayah laut adat mengikuti batas “putih dan biru”. Batas tersebut
merupakan batas imajiner yang terbentuk akibat perbedaan tingkat
kecerahan warna laut. Umumnya karena beda kedalaman.
o Menurut peta laut no. 398, diketahui bahwa wilayah laut Haruku merupakan
wilayah terumbu karang dengan kedalaman ≤ 53 m.
o Terdapat juga wilayah labuhan (batas petuanan) sasi yang terbagi menjadi 2
bagian, yaitu :
Labuan sasi laut, dimana areanya dibentuk dari garis imajiner yang
dimulai dari balai desa (3o36’14.26” LS–128o25’1.95” BT) sampai ke
Tanjung Wairusi (3o36’23.35” LS–128o25’1.86” BT) di dekat Benteng
Fort Nieuw Zeelandia (+/- 600m). Dengan jarak dari tepi pantai sekitar
200 meter.
Labuan sasi lompa, dimana areanya dibentuk dari garis imajiner yang
dimulai dari Tanjung Wairusi sampai ke Tanjung Hi-I. (3o36’40.29” LS–
128o25’1.98” BT) (+/- 1500m). Dengan jarak dari tepi pantai sekitar 200
meter.
42
Gambar 3-13 Pembagian zona labuan sasi laut dan labuan sasi lompa
b. Aspek unit sosial pemegang hak
o Wilayah laut adat adalah milik masyarakat adat yang dikoordinir oleh Raja
setempat. Raja sendiri merupakan pemimpin tertinggi dalam struktur
pemerintahan masyarakat adat Haruku.
o Sistem penguasaan laut adat di Maluku belum mengatur mengenai hak
perseorangan dalam penguasaan wilayah laut.
o Dalam hak pengelolaan, diberikan hanya kepada anggota masyarakat selama
tidak melanggar aturan-aturan adat. Aturan yang digunakan untuk wilayah
laut lebih dikenal dengan sebutan sasi laut.
43
Tanjung Hi-I
Balai Desa
Benteng Fort Nieuw Zeelandia
o Masyarakat Haruku menggunakan perbandingan 60:40 dalam pembagian
hasil sasi. 60% untuk masyarakat, dan 40% untuk pemilik jaring.
o Tidak seperti masyarakat adat di beberapa tempat di Maluku, masyarakat
adat Haruku tidak mengenal sistem sewa-pakai untuk memberikan hak
pengelolaan kepada pihak diluar masyarakat adatnya.
c. Aspek legalitas beserta pelaksanaannya
o Menurut sejarah terdapat aturan tertulis tentang penguasaan wilayah laut
yang ditulis berdasarkan hasil rapat Saniri Aloosi Aman Haru (saniri
lengkap Negeri Haruku) pada tanggal 10 Juni 1985. Peraturan itu
dikukuhkan oleh Berty Ririmase (Raja), Eliza Kissya (kepala Kewang
darat), dan Eli Ririmase (kepala Kewang laut). Hanya saja aturan tertulis
tersebut diduga ikut hancur pada saat tragedi Ambon di akhir tahun 90an.
o Masyarakat adat Haruku sekarang menggunakan aturan tidak tertulis yang
sudah dipahami oleh anggota masyarakat.
o Terdapat sistem Kewang yang dipimpin oleh seorang kepala Kewang.
Kepala Kewang yang bertanggung jawab dalam menjaga aturan adat,
terutama yang berkaitan dengan eksploitasi pada wilayah adat. Anggota
dalam sistem Kewang ini bisa mencapai 40 anggota.
o Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan penguasaan
wilayah laut adat, akan dibawa kepada kepala Kewang untuk dirapatkan
dalam rapat Kewang. Hasil rapat tersebut yang menentukan sanksi kepada
pelanggar. Biasanya berupa sanksi denda atau cambuk.
Bab IV
ANALISIS
44
4.4 Analisis Data
Analisis dilakukan berdasarkan kelengkapan data yang di dapat selama penelitian
dilakukan.
a. Data sistem penguasaan laut nasional
a. Data undang-undang didapat secara lengkap dengan menggunakan internet
sebagai sumber data.
b. Data dokumen dari pemerintahan daerah sudah mencukupi, karena mereka
memiliki arsip yang lengkap untuk peraturan daerah, peta, dan dokumen-
dokumen terkait lainnya.
b. Data sistem penguasaan laut adat
a. Data dari proses wawancara mendalam sudah lengkap. Hal ini dikarenakan
dalam proses wawancara mendalam, para narasumber memahami
permasalahan mengenai sistem penguasaan wilayah laut adat di daerahnya.
b. Data dari proses pengamatan berperan serta sudah mencukupi. Proses
pengamatan berperan serta dilakukan selama 5 hari, walaupun target awalnya
selama 6 hari. Hal ini disebabkan oleh kendala cuaca yang kurang bersahabat
di Maluku.
c. Data dokumen dari pemerintahan adat tidak lengkap. Hal ini dikarenakan
banyaknya buku-buku dan dokumen penting yang ikut terbakar pada saat
kerusuhan di Ambon.
4.5 Analisis Perbandingan
Analisis dilakukan dengan membandingkan sistem penguasaan laut adat dan sistem
penguasaan laut nasional. Perbandingan dilakukan berdasarkan aspek-aspek sebagai
berikut:
1. Aspek wilayah
Tabel 4-1 Analisis perbandingan untuk aspek wilayah
45
INDIKATOR SISTEM PENGUASAAN
LAUT ADAT
SISTEM PENGUASAAN
LAUT NASIONAL
KESIMPULAN
Batas wilayah sejajar
pantai
Wilayah laut adat mengikuti
batas “putih dan biru”. Batas
tersebut merupakan batas
imajiner yang terbentuk
akibat perbedaan tingkat
kecerahan di laut. Tingkat
kecerahan ini umumnya
diakibatkan oleh beda
kedalaman.
Jika merujuk kepada peta
laut no. 398, wilayah laut
Haruku merupakan wilayah
terumbu karang dengan
kedalaman ≤ 53 meter.
Terdapat pembagian zona
sebagai berikut:
laut daerah tingkat
kabupaten/ kota sejauh 4
mil laut dari garis pantai
laut daerah tingkat
propinsi, sejauh 12 mil
laut dari garis pantai
laut teritorial, sejauh 12
mil laut dari garis pantai
zona tambahan,
maksimum 24 mil laut
dari garis pantai
zona ekonomi ekslusif,
maksimum 200 mil laut
dari garis pantai
landas kontinen,
maksimum 350 mil laut
dari tepi pantai atau 100
mil dari garis kedalaman
2500 meter
Sistem penguasaan laut
nasional memiliki
pembagian wilayah/zona
yang lebih lengkap dan
menggunakan satuan metrik
yang lebih umum digunakan
Batas antar wilayah
tegak lurus pantai
Terdapat wilayah labuhan
(batas petuanan) sasi yang
terbagi menjadi 2, yaitu :
o Labuan sasi laut, dimana
areanya dibentuk dari
garis imajiner yang
dimulai dari balai desa
sampai ke Tanjung
Wairusi di dekat Benteng
Fort Nieuw Zeelandia
(+/- 600m). Dengan jarak
dari tepi pantai sekitar
200 meter.
o Labuan sasi lompa,
dimana areanya dibentuk
dari garis imajiner yang
dimulai dari Tanjung
Wairusi sampai Tanjung
Hi-I. (+/- 1500m).
Dengan jarak dari tepi
pantai sekitar 200 meter.
Terdapat penentuan batas
untuk antar negara, dan
antar daerah/propinsi.
o Penentuan batas wilayah
laut antar negara
dilakukan dengan
menarik garis batas dari
titik-titik batas yang
tersebar di garis pantai
terluar Indonesia,
hingga bisa membentuk
garis polyline imajiner
kearah laut lepas.
o Penentuan batas wilayah
laut antar daerah
dilakukan dengan cara
yang sama dengan
penentuan batas antar
negara. Titik batas yang
digunakan adalah titik
batas antar daerah.
Dalam penentuan batas antar
wilayah tegak lurus pantai,
Haruku hanya menganggap
batas wilayahnya tegak lurus
terhadap pantai.
Berbeda dengan sistem
nasional, dimana batasnya
bisa berbentuk polyline,
tergantung posisi titik batas
antar wilayah.
INDIKATOR SISTEM PENGUASAAN
LAUT ADAT
SISTEM PENGUASAAN
LAUT NASIONAL
KESIMPULAN
46
Diluar batasan tersebut
merupakan area penguasaan
desa lain.
Masalah jarak batas laut
antar negara, pada
umumnya ditentukan
melalui perjanjian bilateral.
Metode penentuan
batas
Tidak ditemukan acuan fix
untuk penentuan batas
wilayah laut antar desa. Pada
wilayah Haruku, pal/pilar
batas hanya terdapat pada
wilayah darat sebagai batas
darat antar desa.
Pada saat penentuan posisi,
dibuat titik dasar sebagai
acuan fix.
Karena tidak memiliki acuan
fix, wilayah kekuasaan laut
adat antar desa bisa berubah.
Terutama jika terjadi
perubahan terhadap struktur
pantai atau tanjung yang
menjadi batas wilayah.
2. Aspek unit sosial pemegang hak
Tabel 4-2 Analisis perbandingan untuk aspek unit sosial pemegang hak
INDIKATOR SISTEM PENGUASAAN
LAUT ADAT
SISTEM PENGUASAAN
LAUT NASIONAL
KESIMPULAN
Hak penguasaan
wilayah
Wilayah laut adat adalah
milik masyarakat adat yang
dikoordinir oleh Raja
setempat. Raja sendiri
merupakan pemimpin
tertinggi dalam struktur
pemerintahan masyarakat
adat Haruku.
Hak untuk penguasaan
wilayah laut ada pada
pihak pemerintah, baik itu
pemerintahan pusat
maupun pemerintahan
daerah.
Hak penguasaan wilayah dan
juga pemberian hak
pengelolaan diatur oleh
pemerintahan setempat.
Hak perseorangan Sistem penguasaan laut adat
di Maluku tidak mengatur
mengenai hak perseorangan
dalam penguasaan wilayah
laut.
Undang-undang di
Indonesia tidak mengatur
mengenai hak
perseorangan dalam
penguasaan wilayah laut
Hak perseorangan masih
belum menjadi perhatian
dalam sistem penguasaan
wilayah laut
Hak pengelolaan Hak pengelolaan wilayah laut
diatur dalam peraturan adat,
yaitu sasi laut.
Pengelolaan sumber daya
wilayah pantai dan pesisir
diatur dalam undang-
undang nomor 27 tahun
2007 tentang pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil.
Sistem penguasaan laut
nasional memiliki metode
pengelolaan dan pemanfaatan
yang lebih lengkap
Pemberian hak
pengelolaan kepada
masyarakat diluar
daerah
Tidak seperti masyarakat
adat di beberapa tempat di
Maluku, masyarakat adat
Haruku tidak mengenal
sistem sewa-pakai untuk
memberikan hak pengelolaan
kepada pihak diluar
masyarakat adatnya.
Hak pengelolaan bisa
diberikan oleh menteri,
gubernur, dan bupati atau
walikota. Hak pengelolaan
tersebut bisa diberikan
kepada pihak lain diluar
masyarakat setempat.
Sistem penguasaan laut
nasional memberikan hak
kepada masyarakat diluar
wilayah untuk mengelola
sumber daya.
3. Aspek legalitas beserta pelaksanaannya
47
Tabel 4-3 Analisis perbandingan untuk aspek legalitas beserta pelaksanaannya
INDIKATOR SISTEM PENGUASAAN
LAUT ADAT
SISTEM PENGUASAAN
LAUT NASIONAL
KESIMPULAN
Aspek legal yang
digunakan
Aspek legal diatur dalam
aturan mengenai penguasaan
wilayah laut.
Aspek legal diatur dalam
undang-undang.
Menggunakan aturan baku
sebagai dasar dalam aspek
legal
Pengawasan terhadap
jalannya peraturan
Terdapat sistem Kewang
yang dipimpin oleh seorang
kepala Kewang. Kepala
Kewang yang bertanggung
jawab dalam menjaga aturan
adat, terutama yang berkaitan
dengan eksploitasi pada
wilayah adat.
Penjagaan wilayah
dilakukan oleh aparat
pemerintahan. Salah
satunya adalah polisi laut.
Sistem Kewang secara
hierarki lebih sederhana,
sehingga koordinasi dan
pengawasan anggotanya
lebih mudah dibanding
sistem polisi laut
Sanksi terhadap
pelanggaran
Setiap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap
peraturan penguasaan
wilayah laut adat, akan
dibawa kepada kepala
Kewang untuk dirapatkan
dalam rapat Kewang. Hasil
rapat tersebut yang
menentukan sanksi kepada
pelanggar.
Sanksi yang diberikan pada
umumnya berupa hukuman
cambuk atau denda.
Setiap pelanggaran terkait
dengan penguasan wilayah
laut, dibawa ke pengadilan.
Penentuan bentuk sanksi
yang diberikan ditentukan
di pengadilan.
Hanya saja, tidak ada nilai
pasti terhadap sanksi jika
berupa denda atau masa
tahanan. Sangat tergantung
pada putusan pengadilan
Masyarakat adat, sudah
memiliki sanksi yang baku
untuk setiap pelanggaran.
Sehingga tidak ada proses
tawar-menawar hukuman
seperti naik banding seperti
pada proses pengadilan.
4.6 Kesimpulan Analisis
Dari analisis data dapat disimpulkan bahwa data sistem penguasaan laut nasional
lebih lengkap dan mudah diperoleh dibanding dengan sistem penguasaan laut
nasional. Hal ini lebih diakibatkan karena pengarsipan sistem penguasaan laut
nasional lebih baik dibanding data sistem penguasaan laut adat.
Dari analisis perbandingan dapat disimpulkan bahwa sistem penguasaan laut adat
dan sistem penguasaan laut nasional dapat dibagi kedalam tiga aspek. Untuk setiap
aspek, terdapat indikator-indikator yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan
perbandingan. Dari hasil perbandingan dengan menggunakan indikator-indikator
tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat banyak kesamaan antara sistem penguasaan
laut adat dan sistem penguasaan laut nasional, dan tidak terdapat pertentangan antara
48
sistem penguasaan laut adat dan sistem penguasaan laut nasional. Hanya saja untuk
beberapa indikator, sistem penguasaan laut nasional memiliki peraturan yang lebih
luas.
Bab V
49
KESIMPULAN DAN SARAN
5.3 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh tugas akhir ini bahwa Customary Marine Tenure System
di daerah Haruku dapat diidentifikasi. Identifikasi dilakukan berdasarkan tiga
parameter Customary Marine Tenure System, yaitu:
1. Aspek wilayah
Mempunyai wilayah laut dengan batas tegak lurus pantai ditentukan melalui
kesepakatan antar desa dan batas sejajar pantai ditentukan dengan menggunakan
perbedaan warna putih biru pada wilayah laut (beda warna merupakan indikator
beda kedalaman) yang jaraknya sekitar 200 meter dari pantai. Untuk aspek
wilayah, masyarakat Haruku tidak membuat acuan fix dalam penentuan titik batas.
2. Aspek unit sosial pemegang hak
Hak pengelolaan diberikan hanya kepada masyarakat adat dengan dikoordinir
oleh pemerintahan adat setempat.
3. Aspek legalitas dan pelaksanaannya
Aspek legal berupa aturan tertulis yang diketahui dan diterima oleh setiap anggota
masyarakat sebagai peraturan dalam penguasaan wilayah laut adat Haruku. Untuk
pelaksanaan aspek legal yang digunakan, sistem penguasaan laut adat di Haruku
memiliki keunggulan dibanding sistem penguasaan laut nasional. Keunggulan
tersebut dapat dilihat dalam hal:
a. Masyarakat Haruku melaksanakan peraturan adat dengan baik. Hal ini bisa
diakibatkan oleh kedekatan antara lembaga pemerintahan adat dan masyarakat
adat, sehingga pemerintahan adat lebih mudah dalam mengkomunikasikan dan
mengawasi jalannya peraturan adat.
b. Setiap anggota badan di lembaga pemerintahan adat dan anggota di lembaga
Kewang bekerja tanpa menerima gaji tetap atau upah bulanan. Mereka bekerja
50
lebih dikarenakan oleh unsur suka rela dalam menjaga adat-istiadat yang telah
ada sejak zaman leluhur mereka, dan juga kesadaran mereka untuk menjaga
kelestarian lingkungan dan sumber daya alam.
5.4 Saran
1. Untuk penelitian yang serupa di wilayah Haruku, hendaknya lebih menekankan
pengumpulan data primer. Sebab data primer (hasil pengamatan dan wawancara
mendalam) merupakan data terbaru yang paling sesuai dengan kondisi saat
dilakukan penelitian. Sementara data sekunder sendiri (hasil studi dokumenter)
merupakan data dokumen yang ditulis sebelum penelitian dilakukan.
Faktor lain yang mengakibatkan pentingnya penekanan pada pengumpulan data
primer adalah sulitnya mengumpulkan data sekunder yang lengkap. Hal ini
diakibatkan karena data sekunder biasanya berbentuk dokumen-dokumen yang
bisa saja hilang atau rusak. Sementara data primer sendiri dapat diambil dengan
menggunakan kondisi terbaru dilapangan.
2. Dokumentasi data sebaiknya dilakukan kedalam bentuk digital, agar
mempermudah penyimpanan data, penyalinan data ataupun backup disaat terjadi
kerusakan pada data yang tertulis.
3. Perlu dilakukan pemetaan partisipatif untuk daerah-daerah yang kualitas petanya
masih belum memenuhi standard.
DAFTAR PUSTAKA
51
Agusta, I. (2003), Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data Kualitatif, Makalah
disampaikan dalam pelatihan metode kualitatif di pusat penelitian sosial
ekonomi. Litbang pertanian, Bogor
Aswani, S. (2005), Customary Sea Tenure In Oceania As A Case Of Rights-Based
Fishery Management: Does It Work?, Department of Anthropology and
Interdepartmental Graduate Program in Marine Science, University of
California, Santa Barbara, CA 93106.
Concise Oxford Dictionary, 10th edition, Oxford University Press 1999, 2000
Djunarsjah, E. (2004), Aspek Teknis dan Hukum Laut, Institut Teknologi Bandung
ECA/SDD/05/09 - Land Tenure Systems and their Impacts on Food Security and
Sustainable Development in Africa, Economic Commissions for Africa.
Grotius, H. (1608), The Freedom of the Seas (Latin and English version, Magoffin
trans), ISBN 1-55273-048-4
Novaczek, I., Harkes, I.H.T., Sopacua, J., Tatuhey, M.D.D. (2009), An Institutional
Analysis of Sasi Laut in Maluku, Indonesia, ICLARM-The World Fish Center.
Onsrud, H. J. (1989), The Land Tenure System of the United States, Forum:
Zeitschrift des Bundes der Offentlich Bestellten Vermessungsingenieure
Poerwandari, E. K. (1998), Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi,
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Rais, J. (2003), Pedoman Penentuan Batas Wilayah Laut Kewenangan Daerah
Menurut UU No. 22/1999, dalam Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003,
Seri Reformasi Hukum, M. Knight, S. Tighe (editor), University of Rhode
Island, Coastal Resources Center, Narragansett, Rhode Island.
Santosa, P. B. (2006), Paradigma Penelitian Kualitatif
Siregar, C.N. (2011), Slide Kuliah: Metode Penelitian, Institut Teknologi Bandung.
Sudo, K-I. (1984), Social organization and types of sea tenure in Micronesia. In:
Ruddle, K. and T. Akimichi (Eds) MARITIME INSTITUTIONS IN THE
52
WESTERN PACIFIC. Send Ethnobiological Studies No. 17:203-230. National
Museum of Ethnology: Osaka.
Wahyono, A. (2000), Hak Ulayat Laut Di Kawasan Timur Indonesia, Yogyakarta:
Media Pressindo, ISBN 979-9222-30-3
UU No. 27 Tahun 2007 tentang : Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau
Kecil.
UU No. 32 Tahun 2004 tentang : Pemerintahan Daerah.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang : Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
UU No. 7 Tahun 1985 tentang : Pengesahan United Nations Convention On The Law
Of The Sea.
http://www.bentengIndonesia.org/benteng.php?id=94 (Mei 2012)
http://en.wikipedia.org/wiki/Land_tenure (Mei 2011)
http://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kualitatif (Oktober 2011)
http://id.wikipedia.org/wiki/Polisi_Militer_Angkatan_Laut (Oktober 2011)
http://mpi2009.wordpress.com/2009/10/10/metodologi-penelitian-sebuah-pengantar-
bag-1/ (Oktober 2011)
http://mpi2009.wordpress.com/2009/10/10/metodologi-penelitian-sebuah-pengantar-
bag-2-selesai/ (Oktober 2011)
http://www.Indonesia.go.id/in/potensi-daerah/sosial-budaya.html (Mei 2011)
http://www.Indonesia.go.id/in/sekilas-Indonesia/geografi-Indonesia.html(Mei 2011)
http://www.Kewang-Haruku.org (Juni 2011)
Peta laut Indonesia, nomor 398 : Pulau-Pulau Maluku, Pulau Seram Bagian Barat.
LAMPIRAN A
53
WAWANCARA
1. Narasi wawancara dengan Om Eliza Kisya, Kewang Haruku
o Maksud tujuan saya datang kesini,bisa dibaca om..
Saya ambil kacamata dulu ya..
o Pemanfaatannya di daerah ya om?
Perjuangannya itu lewat jalan mana aja bisa, Om Eli berjuang selama 32 tahun
lewat jalan simpang terus, tapi toh ketemu juga kan balik ke pemerintahan adat,
harusnya mereka malu sama om, karena buku om ada situ, bang mungkin
pernah baca bukunya Om Eli kan? Tugas Raja apa, tugas kepala soa apa, tugas
tuan tanah apa, tugas kapitang apa, tugas marino apa? Itu kan semua udah ada
disitu, saniri besar itu berbeda dengan saniri negri, kalo pemerintah punya
jenjang-jenjang peradilan, maka masyarakat adat juga punya jenjang-jenjang
peradilan juga, kalo segala sesuatu diusahakan oleh Raja atau Kewang tidak
selesai dinaikan ke saniri besar, saniri besar itu Raja, tuan tanah, kapitang, dan
kepala Kewang dan tokoh adat yang ada. Kalo tidak selesai juga naik ke
latupati, kumpulan tiap Raja yang ada di tiap pulau. Mereka punya adat kita
juga punya kok. Mengapa harus malu justru hukum positif ini diangkat dari
hukum adat. Mereka mau belajar hak asasi, demokrasi, gender, demokrasi,
pembangunan berkelanjutan, belajarlah dari adat. Ya kenapa harus ngomong-
ngomong doank di Jakarta kalo mau pemerataan hidup di Indonesia, sini lihat
sasi lompa sasi ikan di Haruku. Orang bagi ikan bertumpuk-tumpuk di jalanan
sama rata tiada lain, hanya yang mendapat prioritas perempuan janda dan anak
yatim. Sebarnya kalo ngomong soal ini gampang-gampang susah. Setiap syair
Maluku itu ada artinya bang. Bang pernah dengar lagu Maluku yang ikan
makan ikan, orang menjadi Raja itu lain makan lain, walaupun si ose ini tidak
punya keturunan, mau jadi bupati lain makan lain, mau jadi gubernur lain
makan lain. Ada lagunya.
o Bukan jeruk makan jeruk?
54
Ooh sama sama, (Om Eli main ukulele, nyanyi ‘ikan makan ikan’)
(Lanjut nyanyi lagu ‘sasi lompa’)
Tadi itu lagu-lagu kampong mengangkat sejarah-sejarah masa lalu… (cerita
tentang lagu-lagu)
Kalo buku sasi pernah baca?
o Pernah
Yang bisa disampaikan itu, sederhana, tapi di Maluku ini larisnya ampun.
(belajar main ukulele)
Ini LSM saya, Nusa Marina
Disini kalo buka sasi lompa, acaranya ramenya minta ampun, semalam suntuk
o Itu biasanya bulan apa ya om?
Bulan November-desember, baru baru sudah januari baru ikan keliatan, tapi
muara sudah tertutup, ikan tidak bisa lagi masuk, biasanya hujan-hujan begini
dia kelihatan di belakang benteng.
(nyanyi lagi..)
Cerita tentang abrasi di depan rumah Om Eli.
Kampong kelolo gudang pembom, mereka suka bom ikan disini
o Kan dilarang?
Iya, nah kita ngomong disini kita ga bisa jelasinnya
o Polisinya gimana?
Mereka buat surat ke saya katanya kalo ketangkap hukumannya segini, namun
apa buktinya, tidak ada apa-apa, mereka pikir mungkin saya yang harus
menangkap pelaku pemboman? Memangnya menangkap pembom resiko
gampang? Susah di desa sana biasanya pembomannya paling hebat. Dorang
55
tidak takut sama polisi. Makanya sekarang saya bantu kampung dua ini saja,
makanya untuk rumput laut ini kan harusnya hanya untuk Kewang Haruku
saja, tapi waktu hasil pertemuan disini revitalisasi kalpataru saya ngusulin ke
kementrian agar dibagi ke desa samed, Haruku, romoni, teilolo supaya
mempersempit ruang gerak mereka kan?
Waktu diusulkan mendapat Coastal Award 2010 kan Om Eli tidak mau dari
pemerintah yang usul, usulnya dari Unpatti, satya lencana itu kan, Om Eli
masalah besar itu, Om Eli bilang lebih baik ga usah dapat sama sekali daripada
Om Eli harus kecewa dengan usulan mereka.
Kongres kemarin itu di Pontianak, jadi kongres yang di Maluku Utara ini yang
ramai, sail Morotai juga, jadi dia baku ikut itu, jadi ada festival masyarakat
adat seluruh Indonesia itu, wah itu rame itu. Nanti pun kita pertemuan
kelompok-kelompok itu juga di pulau-pulau kecil, yah seperti berwisata saja,
mereka sudah persiapkan pulau-pulau untuk pertemuan terpisah masing-
masing kelompok.
Sekarang masyarakat adat terjepit oleh perusahaan-perusahaan besar
o Betul om
Sasi hanya 200 m arah ke laut lalu memanjangnya begini, nah itu dia berbeda
antara hak petuanan dan ulayat sasi pasti berbeda kalo petuanan itu kan sampai
berbatasan dengan desa tetangga, sedangkan kalo wilayah sasi kan daerah yang
dilindungi, ada juga daerah bebas sasi kan? 200 m untuk daerah sasi,
menggunakan alat tangkap tradisional, daerah bebas tangkap untuk masyarakat.
o Kalau meti sampai kedalaman berapa ya?
Meti ya sampai ini sampai ombaknya kering semua itu yang disebut meti, nah
kalo Meti kei lebih jauh lagi, itu kalo kita pergi dan keburu surut kita bisa mati
di tengah laut, itu bisa jauhnya minta ampun lewat perahu sana lebih jauh lagi,
jadi kalo orang sini bilang kalo keringnya sangat besar disebut meti kei.
56
o Itu waktu surut ya?
Iya waktu surut jauh sekali, jadi di dalam itu ada kolam-kolam jadi kalo udah
disana sudah tidak bisa balik lagi, batasny besar sekali, jauh sekali. Jadi orang
sering salah paham mengenai daerah sasi dan petuanan. Daerah sasi adalah
daerah yang dilindingi, sedangkan daerah petuanan adalah daerah hak hak
petuanannya, hak dimana petuanan desa ini di laut.
o Sejauh apa? Sejauh mata memandang?
Jadi kalo disini perbatasan sama Tengah-Tengah ya pas perbatasannya, terus
Tengah-Tengah dengan Tulehu juga ada batasnya.
o Itu batas daerah petuanan.
Jadi diantara dua pulau selat bagi dua. Misal 4 mil ya 2 mil punya sana, 2 mil
punya sini. Kalo yang pemerintah buat ini sejauh 2 mil berdasarkan UU lalu
dimana hak masyarakat adat? Berarti semuanya punya pemerintah, nah ini kita
salah paham terus nih masyarakat adat.
o Kalo itu kan seperempat 12 mil
Ada yang punya kabupaten, propinsi, seng ada lagi punya masyarakat adat,
habis sudah sini ke tengah-tengah kan jarak berapa itu? Dekat kan? Nah kalo
untuk pulau-pulau kecil seperti ini berpengaruh, kalau pulau-pulau besar ya
tidak apa-apa, seperti kita disini berarti sudah tidak ada lagi wilayah, makanya
bila ada kapal-kapal mencari ikan disini kan berbahaya, daerah mencari ikan
tradisional.
(Cerita tentang burung maleo)
Kan daerah sini aja dibagi 2, daerah sasi dan daerah bebas sasi, hanya daerah
sasi dinyatakan tertutup selama beberapa waktu tidak boleh ada kegiatan disitu
o Perbedaan itu apa karena ada batas desa?
Bukan, batas kita ada disitu dari sana ke sana, kita dengan sameth ini dia punya
kampung di belakang itu negeri lamanya dibalik lepas tanjung disana. Mereka
57
dulu disana gak berkembang lalu dipindhkan ke kampung ini, jadi mereka
hanya sebatas kampung itu tidak punya belakang kampung, dan mereka padat.
Jadi dilepas orang dikampung itu Haruku, kuburan Haruku, jadi mereka hanya
sebesar kampungnya, beribadah di gereja Haruku punya tanah, pendidikan
Haruku punya tanah, lapangan bola Haruku punya tanah, semuanya Haruku
punya tanah. Puskesmasnya juga Haruku punya tanah, mereka tidak punya
tanah, hanya sebesar kampungnya saja, tapi kalo kita Kewang Haruku yang
jaga yang nikmati ya dua kampung itu, jadi itulah nikmatnya nilai nilai
sosialnya dan budayanya.
o Itu yang di depan mau dibuat gereja ya?
Itu dulu gereja yang lama hancur waktu kerusuhan, dulu kampung ini habis,
hanya 1/3 saja sisanya rata dengan tanah, pada waktu kerusuhan itu, rumah ini,
rumah adat, rumah baileo, rumah-rumah adat tidak kena dibakar, sasaran
mereka gereja dan rumah rakyat.
o Itu kejadiannya berapa lama?
4 tahun kalo ga salah, 1999 sampai 2004 baru selesai. Tapi pelakunya siapa?
Ga ada yang tau kan? Di Jakarta pada teriak hapus dwifungsi ABRI.
Kerusuhan Maluku kan televisinya saja di Ambon, remote nya dipegang dari
Jakarta. Bayangkan Haruku sudah terbakar tiba-tiba ada pengumuman bantuan
akan dating, tapi helicopter lewat hanya mondar-mandir tidak ada bantuan tiba-
tiba ada pasukan dari kampung tetangga. Bayangkan itu sebuah cerita yang
hebat. Karena saya tim relawan kemanusiaan jadi saya tahu banyak. (cerita
tentang kerusuhan)
Yang garis-garis keras suka berbuat macam-macam kan? Itulah harus dijaga
o Tapi kan pemerintah membuat forum FIB, eh FKUB Forum Kerukunan
Umat Beragama
Kalo saya lebih minta adat dai, saya rencana cetak kaos ini, dari “Maluku
katong sama-sama, dirantau orang jangan baku marah, beda suku beda agama,
katong semua orang saudara”
58
Jadi setiap ada kejadian apa disana Om Eli harus antisipasi sedini mungkin,
daripada menolong waktu keadaan sudah parah lebih baik antisipasi.
o Dari umur berapa itu pak 32 th?
Saya jadi kepala Kewang itu umur 30 th, mustinya saya diminta umur 19 tahun
tapi waktu itu saya tunda-tunda terus karena saya belum menikah, kalo
kedapatan berdua sama cewek kan pamali, kalo jadi ketua Kewang kan harus
jaga wibawa. dari kecil dipersiapkan. (cerita masa kecil)
Tidak terlalu ke tengah laut kan, ada batu itu batu lompa, itu cerita rakyatnya
ada pun.
o Kadang-kadangkan kami di institusi ITB itu kan teknologi, kepekaan sosial
kan kurang, kenapa saya mengajak mahasiswa.. (ngobrol mengenai
kepekaan sosial)
Jadi ini yang saya bilang ke abang dorang ini masalah lingkungan ini ya saya
belajar dai pengalaman saja, 32 tahun ini saya ikut seminar sana-sini dengar
ceramah sana sini, baca buku sana-sini sampai kasus minamata saya ikuti
berbahaya juga ini ternyata. 20 tahun? Kalau semuanya sudah jadi korban mau
jadi apa? Kalo ngomong kepemda mereka tidak tahu kasus minamata, jadi
dibuat seenaknya saja, susah pecinta lingkungan seperti kita ini korban
perasaan terus.
Sering ada PETI, penambang emas tanpa izin, itu air raksanya kan dibuang ke
laut
Iya air raksa kan dibuang kelaut, itu berapa tahun tidak dibuka sasi kan karena
pengaruh itu juga, mereka sebenernya sudah explorasi waktu itu, tapi mereka
bilang hanya penelitian, tapi buat apa mereka bawa tanah sebanyak itu pake
speedboat ditampung ke gudang. Tidak masuk akal kan tanah beron ton itu
dibawa, padahal itu sudah eksplorasi, tapi mereka bilang itu penelitian untuk
mengambil tanahnya saja untuk sampel. Itu kan tidak mungkin, jadi saya terus
berteriak, meski pribadi saya terancam. Makanya itu saya akhirnya berpikir
mati hari ini dan besok sama kok, namanya mati ya mati.
59
Saya juga pernah diundang wawancara JakTV dengan pengamat tata kota dan
satu pengacara di ibu kota bagaimana tanah menurut pandangan masyarakat
adat, bagaimana tanah menurut pandangan masyarakat kota, bagaimana tanah
menurut pandangan orang-orang pengambil kebijakan.
Dulu muara itu disana, yang sungai, tapi karena air pasang, dia hantam air
masuk ke sungai, pasirnya masuk ke sungai, rendah kebawah akhirnya
muaranya pindah, aslinya muaranya diujung sana jauh sekali.
Karena itu mereka ditempatkan, sekarang misalnya dengan KTP. KTP itu kan
dibuat untuk menunjukan jati dirinya kan, nah sekarang ada yang tidak
memiliki KTP, siapa yang dipersalahkan? Apakah dia memang pengacau
dalam negara? Atau dia bukan warga negara? Ya Cuma ada KTP, kan sama
saja dengan SIM saja kan? Kenapa sih? Itu harus dihapus, kalo menurut
masyarakat adat itu harus dihapus, karena ada agama adat kok. Dimana-mana
tuhan itu ada kok. Dia menyembah apapun dia tahu Tuhan ada disitu. Buktinya
dia masih hidup kok.
o Kalo saya menganut agama adat
(Cerita tentang agama dan keyakinan menurut keyakinan Kristen)
Tarik ulur kearifan tradisional dari situ sasi dimulai. Apa itu sasi? Sasi itu
larangan.
o Untuk menjaga dari kerakusan?
Nah, benar, karena mengambil yang berlebihan itu berdampak pada alam itu
sendiri, dan pada dirimu sendiri, maka kamu akan susah sendiri. Semua kamu
boleh kamu makan kecuali satu itu.
60
2. Narasi wawancara dengan Bapak Zefnat Ferdinandus, Raja Haruku
o Kedatangan kami kesini mengenai bapak sebagai Raja negri ini, kebetulan
kami kesini saya sebagai peneliti di ITB kebetulan dalam rangka penelitian
kami terkait dengan wilayah sasi, tadi memang sudah panjang lebar dengan
Om Eli seperti apa, kalau seandainya berkehendak, saya ingin mengetahui
struktur organisasi keRajaan disini seperti apa
Jadi struktur pemerintahan disini kan dia berbasis dari apa yang sudah diatur
dari dulu, jadi Raja, sekertaris, lalu kepala SOA, disini ada 5 SOA masing
masing SOA ada kepalanya, lalu Kaur Pemerintahan, Kaur Pembangunan, dan
Kaur Umum serta Saniri Negeri, itu dia punya staf pemerintah negeri. Itu aja
o Trus kalo dengan ini pak, tapi ini tidak mengganggu?
Oh tidak tidak
o Terkait dengan ini pak dengan kegiatan sasi itu peranan Raja sendiri itu
seperti apa?
Artinya peranan sasi sejak dari dulu seperti yang dikemukakan Om Eli sebagai
kepala Kewang dari dulu memang sudah jelas sebagai pemerintah negeri dan
tetap mendukung apa yang dilakukan Kewang, tetap mengawasi dan memback
up peraturan-peraturan sasi yang dibentuk Kewang. Misalnya ada pelanggaran
itu Kewang yang urus, apabila sudah tidak bisa, dioper ke saniri besar berarti
staf untuk mengurusi segala pelanggaran masyarakat tentang sasi-sasi yang
dibuat Kewang. Jadi itu peranan Raja itu tetap memback up segala peraturan
Kewang, segala yang diatur Kewang staff ini memback up, apabila ada
pelanggaran itu diurus oleh Kewang. Kalo itu dia lebih besar dilempar ke
badan pemerintahan, saniri besar.
o Apakah misalnya Raja itu memiliki kewenangan mendekati kewenangan
mutlak, kalo dari struktur tadi Kewang itu kan dibawah Raja pak
Iya, Kewang itu lembaga sendiri, kepala Kewang ada dan ada 40 anggota.
Dikepalai kepala Kewang ada kepala Kewang laut dan kepala Kewang darat.
Jadi mereka punya organisasi sendiri yang disebut sebagai lembaga adat yang
61
mengawasi segala sesuatu yang dinyatakan sasi. Sasi itu sebuah peraturan yang
tidak bisa dilanggar, misalnya sasi ikan, jika belum waktunya orang tidak boleh
tangkap, tidak boleh ganggu. Sasi buah-buahan seperti yang muda-muda itu
tidak bisa diambil. Yang banyak itu di laut dan di hutan, selain ikan lompa ada
juga yang lain, tapi yang lebih dominan adalah ikan lompa karena dia masuk di
kali dan malamnya keluar lagi, itu disasi sampai pada waktu panen baru
masyarakat boleh mengambilnya, tapi semetara dijaga itu diganggu pun tidak
boleh , apalagi kalo sampai ketangkap, itu urusannya Kewang. Kalo anak-anak
kecil itu biasanya dicambuk, sanksi, kalo dewasa itu tergantung dibayar denda
berapa rupiah.
o Tapi tadi ada yg fisik juga ya?
Iya fisik, itu biasanya anak sekolah pelanggaran-pelanggaran kalo ikan masuk
ke kali, mereka berenang di kali mengganggu bisanya dipanggil dan dicambuk
Kewang. Ada peraturan dari yang kecil sampai yang besar, ada cambuk dari
yang kecil sampai yang besar, jadi tinggal pilih aja mau yang mana.jadi
semata-mata bahwa apa yang dilakukan Kewang itu bukan pada sekarang, tapi
sejak peraturan datuk-datuk atau struktur Kewang sudah ada di negeri ini, itu
kalo di negeri-negeri lain diikuti apa yang dilaksanakan di Haruku, jadi ketika
peraturan peraturan sasi itu diberlakukan dulu ketika Pak Emil Salim menteri
lingkungan hidup datang kesini, beliau kaget dengan peraturan tersebut karena
dari ikan lompa dari zaman purbakala sudah ada. Ada sejenis ikan lompa juga
dilaut, itu juga disasi, pada saat dipanen, baru masyarakat boleh mengambilnya
ramai-ramai, tapi sementara itu orang boleh making boleh untuk makan boleh
tapi tidak boleh menjala.
o Kalo terkait dengan masalah batas petuanan apakah yang berwenang
menentukan batas petuanan itu Raja sendiri atau yang lain?
Batas petuanan negeri ini sudah dari kemari katong selesai pemetaan karena
pal pal yang sudah dipatok dari dulu sbagian ada sebagian sudah rusak karena
batas pemetaan ini dia sudah dari dulu. Kalo daerah di selatan berbatasan
dengan negeri Oma itu berbatasan dari pal nomer 1 sampai 36 itu ada, katong
baru sementara pemetaan sedang dibuat di AMAN, Aliansi Masyarakat Adat
62
Nusantara, dorang yang turun kesini sama-sama bekerja sama dengan
pemerintahan negeri untuk pemetaan ulang batas wilayah karena sebenarnya
sudah ada pemetaan api karena kerusuhan kemarin negeri ini terbakar jadi
terbakar semua lalu dorang bikin pemetaan baru. Tapi batas-batas itu sdah ada
dari dulu
o Bentuk pal nya seperti apa?
Dari semen atau dulu mungkin kapur, tinggi ukuran setengah meter dari batas
batu nomor 1 ke nomor 36 itu ada berapa kilo jauhnya. Batas nomor 36 itu
antar Haruku berbatasan dengan Oma dan Sameth.
o Itu di darat?
Iya
o Untuk batas petuanan di laut pak?
Untuk wilayah laut ini, Cuma hanya sebatas, tapi untuk wilayah pencarian
tatap ada negeri-negeri tetangga sebelah sana berdekatan dengan Tulehu,
Tengah-tengah, sebelah selatan dengan Oma, sebelah Utara dengan Rohomoni
o Pengaturannya bagaimana pak?
Pengaturannya tetap dengan dimana batas negeri itu berada, sedangkan kalo di
laut lepas itu bebas, sebab katong mengatur sasi sebatas tohor, putih dan biru,
itu saja. Karena batasan laut lepas dan biru
o Kalo meti?
Kalo air meti tetap dia batas wilayah, jadi dimana itu meti dimana itu
perbatasna negeri itu, tetap punya negeri itu. Kalo yang disebut meti itu dimana
air surut dia kering, dimana orang bisa mencari kerang, tapi disaat air pasang
berarti dia sudah kembali ke darat. Sedangkan kalo tohor batas laut putih dan
biru katong hanya punya kuasa sampai disitu tidak boleh lebih, sebab kalo
lebih katong mungkin sasi lautan biru karena itu laut lepas
63
o Kalo laut lepas itu boleh siapa saja ya?
Iya orang boleh mencari bebas tapi karena kalo ikan lompa dan ikan yang
disasi biar dia di air biru itu tidak boleh diangkat, bila menjaring kedapatan
ikan lompa jaringnya harus diangkat ulang. Tidak boleh sama sekali.
o Mengenai kejadian penanganan masalah.. saya sebenernya ingin mengetahui
fungsi kedudukan bapak sebagai Raja
Pertama negri ini negeri adat, berarti ketika seorang Raja dilantik berarti
sebelum dia dilantik secara pemerintahan dia harus dilantik secara adat dulu,
akibat itu dia disebut..
o Ini akibat yang dari perda masalah negeri
Memang sebelumnya itu udah ada ketika peraturan no 5 tahun 79 setelah perda
Maluku tengah negeri negeri kembali kepada struktur adat berarti pada posisi
yang tetap ada, jadi ketika seorang Raja dilantik, dia adlah seorang kepala adat
negeri itu, selain kepala adt dia harus mengetahui struktur adat negeri, karena
sudah dilantik sebagai pemerintah yang bekerja sama dengan seluruh instansi
berate dia harus bertanggung jawab mengenai segala urusan pemerintahan,
urusan dalam negeri, itu tanggung jawab Raja, juga kita bagi dengan bidang-
bidang kaur tadi, ada kau pemerintahan, kaur pembangunan, kaur umum.
o Satu Maluku sama ya pak?
Sama satu Maluku sama, tapi ada yang tidak misalnya ada desa desa yang baru
misalnya transmigrasi itu negeri baru tidak dibilang negeri adat memang di
Maluku Tengah banyak yang transmigrasi dari jawa dll di Seram bag barat dan
timur. Masing-masing negeri ada ketentuan yg tidak sama, tapi dari struktur
sama.
o Kalo kedudukan Raja dalam pemerintahan, apakah statusnya Pegawai
Negeri?
Iya statusnya pegawai negeri , karena kita dilantik secara pemerintahan secara
kenegaraan sebagai pegawai negeri tetapi pegawai negeri yang berfungsi pada
64
negeri masing-masing jadi kalau ada rapat-rapat teknis kita harus memakai
seragam seperti pegawai negeri lainnya.
o Kalau dulu kan ada konsep Musbangdes Musyawarah pembangunan desa,
struktur desa pak, kalo rapat koordinasi di tingkat kecamatan?
Itu misalnya kalo sekarang Musrembang tiap tahun mengalir, ada musrembang
tingkat kecamatan dan kabupaten dan setiap tahun ada, dan ini kan dia untuk
penentuan juga PMPM Mandiri kemarin katong baru selesai 2010 yang 2011
mau keluar nih, kalo ga salah untuk pulau Haruku ada 11 negeri ada 3 M
untuk kawasan Pulau Haruku, itu dilihat berdasrkan hasil perangkingan,
misalnya dia punya APBD besar dia yang rangking 1.
o Di pulau Haruku kan tadi ada 11 negeri, bapak berarti hanya untuk 1
negeri?
Masing-masing negeri punya 1 Raja, kita punya persekutuan Lattupati,
persekutuan Raja Raja pulau Haruku, katong lagi berembuk ini belum ada
bulan apa ini mau angkat semua baru, baru dilantik 2010 kemarin, beta baru
dilantik September 2010 kemarin, tanggal 27.
o Kalo boleh tau pemilihan Raja seperti apa?
Ketika dia kembali ke negeri adat, berarti dia harus kembali ke matarumah
perintah, disini marga matarumah perintahnya Ferdinandus mata rumahnya
Sahumahu. Dikembalikan ke matarumah, kalo matarumah menentukan 2,
silahkan masyarakat yang pilih, jika matarumah cuma menetukan satu, berarti
dia calon tungga berkasnya disampaikan ke camat, disampaikan ke bupati,
langsung dilanjtkan ke proses pelantikan, jadi disini marga Ferdinandus saja
yang matarumah perintah.
o Kalo saniri negri sendiri seperti apa?
Saniri itu diambil dari soa< dari masing-masing soa diambil 2 utusan dalam
berembuk soa, soa yang mau tunjuk siapa-siapa.
65
o Tadikan misalkan matarumah
Itu tidak kembali ke matarumah, saniri itu kan dari masyarakat siapa saja yang
penting dia cerdas punya kemampuan, nanti dari masing-masing soa
mengusulkan 2 orang untuk menjadi saniri negeri. Setelah Saniri negeri
diproses baru nanti saniri negeri yang bertanggung jawab untuk memproses
Raja, jadi saniri negeri setelah dilantik dia kumpul tetua adat untuk berembuk
lagi untuk dikemablikan lagi ke matarumah, itu tanggung jawab saniri tapi
saniri tidak bisa mencampuri urusan matarumah. Dia hanya dengar, fasilitas,
apa yang ditentukan matarumah, dia dengar siapa, baru calonnya dikembalikan
ke saniri negeri,baru saniri negeri proses.
Jika calonnya tiga, saniri hanya sebagai fasilitas, mengantar, penentuan
calonnya tetap di masyarakat. Dia mengantar berkas 3 calon tsb ke kecamatan,
lau kecamatan yang mengantar ke bupati.
o Tapi bukan dianalogikan dengan KPU kan ya?
Oh tidak,ini bukan pilkada, saniri negeri itu penya peranan penting dalam Raja
negeri. Karena ini dia adat yang menentukan tetap matarumah, tidak ada yang
bisa mencampuri. Jadi calon siapapun pasti diterima asal dia mampu, asal
serendah-rendahnya ijazah SMP
o Yang menetukan ijazah SMP itu siapa?
Itu peraturan perda
Jika seburuk-buruknya 3 calon SD semua, tapi dari matarumah ferdinandus, itu
bagaimana?
Yang penting dia punya kemampuan dalam perjuangannya dalam
pemerintahan negeri, dia punya daya pikir, kesehatan, itu terjamin dia
lolos,tetapi jangan sampai seng bisa apa-apa yg dipersalahkan matarumah.
Camat, Bupati, Presiden pun tidak bisa mencampuri urusan matarumah,
Bisa diusung calon tunggal, kemarin saya sendiri, jadi langsung diusul,
ditentukan tanggal pelantikannya, dibuat panitia pelantikan, tanggal ditetapkan,
66
panitia bekerja, yasudah dilantik, yang penting segala sesuatu yang
menyangkut tentang surat keterangan itu disiapkan oleh calon berarti langsung
dibawa sama berkasnya itu, langsung diproses ke kabupaten , seng terlalu lama
kalo jalan, langsung pelantikan.
o Jadi ada perubahan di struktur pemerintahan di desa saja ya pak, tapi kalo
struktur kecamatan kan sama kan ya?
Struktur kecamatan saya kira masih sama
o Struktur yang di desa perubahan jadi negeri
Tapi kecamatan tetap sama karena kecamatan melaksanakan sistem nasional
o Berarti desa sudah tidak ada ya?
Desa seng ada lagi, dikembali ke negeri. Desa tetap desa karena dia bukan lagi
kepala desa, tapi Raja. Jadi karena dari dulu kan negeri, tapi peraturan
pemerintah no 5 tahun 79 itu dari negeri dia kembali ke desa, jadi dia punya
segala macam itu ada, jadi ada perubahan struktur, sehingga ada di Maluku ini
dia hampir hilang, jadi DPR memikirkan lagi untuk mengembalikan Maluku
kembali ke tatanan ada yang sebenarnya desa ke negeri, maka keluarlah perda
yang baru, adat dalam posisi yang sebenarnya.
o Tapi pernah ini pak, mungkin punya informasi tentang Raja sebelum
peraturan pemerintah no 5 tahun 79 kira-kira struktur negeri itu sama gak
pak?
Untuk struktur pemerintahan dimasa lalu tetap sama, yang berubah setelah PP
5 th 9 itu dia punya struktur berbeda. Tapi kalo sekarang dengan yang dulu
sebelum PP sama karena dia kembali ke pemerintahan yang masa lalu itu, jadi
tetap sama.
o Terus mengenai pertanggung jawaban pak, artinya apakah Raja itu
bertanggung jawab atau melaporkan kepada pihak kecamatan atau
misalkan hirarki jalur koordinasi secara vertikal seperti apa?
67
Ya tentu saja kita harus bertanggung jawab kita buat Laporan Pertanggung
Jawaban, tapi tidak bertanggung jawab ke kecamatan, tapi bertanggung jawab
ke kabupaten, ke bupati, tapi harus diketahui oleh camat. Laporan pertanggung
jawaban ditanda tangani camat baru dilanjutkan ke Bupati, sebab kalo dulu kan
subsidi desa itu ada, sekarang tidak lagi, sudah dialihkan ke DNK, Dana
Alokasi Desa, sekarang kecil, untung ada PMPM Mandiri karena dia
strukturnya pembangunan, jadi dia besar untuk membuat apa di negeri boleh
asal benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Tapi dana AND ADD ini dia
kecil Cuma 25jt per tahun. Kalo dulu itu sebelum beta dilantik ada 100 jt tapi
kenapa tahun 2010 2011 itu kecil, seng tahu anggaran di daerah minim lagi
keluarnya gitu, yang tahun 2008 2009 keluarnya sampai 100 jt dana ADD jadi
kitorang bisa manfaatkan untuk pengembangan dan ekonomi masyarakat. Tapi
dengan dana sekecil ini ya kita mau bikin apa ke masyarakat, tapi ya kita kasi
pengertian. Tapi untung kitorang ini banyak lobby bantuan-bantuan itu, ada
bantuan pertanian ada bantuan perikanan jadi ada beberapa kelompok-
kelompok itu katong sudah usahakan untuk pengembangan ekonominya sudah
mulai bagus itu pengembangan pertanian, perikanan.
o Trus mengenai status kepemilikan, misalnya ini rumah yang bapak tinggali,
status kepemilikannya gimana pak?
Status kepemilikannnya masih masing-masing orang karena tanah ini tetap dia
punya, karena ini ada dikatakannya ada tanah pembelian, tapi sejak dari dulu
itu masing-masing orang yang mendiami tempat tinggalnya itu rumah milik
dia, misalnya di hutan misalnya, di hutan di petuanan batas wilayah ini, tanah
kosong itu kurang tanah negeri itu kurang, tapi lebih banyak itu milik
masyarakat yang disebut tanah dati tanah pusaka,itu dia sudah ada.jadi masing-
masing orang itu di hutan itu ada tanah-tanah mereka.
o Sudah ada kapling-kaplingnya?
Bukan udah kapling, tapi masing-masing orang sudah tau batas-batasnya,ada
juga Pronas, apa dibuat serifikat, jadi baru-baru itu di Haruku berapa dibuat
sertifikat, siapa yang sertifikat dia yang untungnya.
68
o Daerah sini udah ada yang disertifikat?
Banyak yang sudah disertifikat, tapi tetap yang terbanyak di wilayah Haruku
ini yang disebut dati pusaka, pernah dengar? Kalo disebut dati itu bisa diteliti,
tapi kalo disebut pusaka berarti keluarga perempuan yang pela kawin semua
bisa berusaha disitu, tapi kalo yang namanya dati perempuan tidak punya hak
di dati, barangkali pun seng ada saudara laki-laki itu baru haknya dia.tapi
kebanyakan disini orang punya dusun-dusun itu cengkeh yang banyak,
pokoknya disini orang-orang punya dusun apa dusun apa masing masing tahu
batas batasnya, dati pusaka, namanya apa apa gitu masing-masing namanya.
o Misalnya beranak pinak pak, artinya dia butuh tempat, artinya kalo dia
sudah besar, menikah, dia butuh tempat tinggal rumah, dia punya hak
nggak terhadap dari tanah dati segala macem?
Dia punya hak tetap ada, misalnya disebuah rumah ada adik kakak berapa, kalo
dia sudah kawin berarti dia harus berusaha sendiri untuk kemampuannya dia
ada untuk berusaha untuk buat rumah sendiri dia berusaha, namun kalo sudah
gak punya kemampuan lagi untuk tampung keluarga, berarti dia harus keluar,
entah dia beli tanah kek nah itu dia berusaha. Tapi misalnya kalo mau
tinggalkan misalnya kita berempat, adik kakak berempat, terus tidur sama-
sama dalam rumah, berarti dia mau tidur dimana, makan dimana, tinggal
dimana? Berarti dia harus keluar sebab kebanyakan di Haruku ini ada sekolah
dia berusaha untuk mencari hidupnya di rantau anak-anak sekarang, sebab
dorang tidak berpikir lagi ke masa lalu, mau tingga di negeri, kadang-kadang
orang bilang kalo tinggal di kampung itu mau jadi apa? Untuk yang ada di
rumah itu yah orang bilang yang seng bisa kerja, bertani sajalah yang ada di
Haruku, memang pegawai negeri itu ada, guru, tapi ya kebanyakan yang di
Haruku ini petani dan nelayan, peternakan sangat kurang karena orang lebih
hobi bertani dan nelayan daripada beternak
69
o Kalo mengenai tadi tanah, seandainya kalo tanah ini dijual ke oran lain bisa
pak?
Bisa dijual tanah ini asal ada persetujuan keluarga, itu bisa
o Tapi kewenangan Raja itu sendiri bagaimana pak karena tekait dengan ada
wilayah kewenangan terhadap tanah ini bagaimana pak?
Raja hanya sebatas mengetahui surat persetujuan penjualan, karena tanah ini
milik keluarga bukan milik Raja. Sebatas mengetahui tanah ini sudah dijual,
kalo tanah dijual tanpa ditanda tangani oleh Raja, tanah itu tidak sah. Sampai
diamanapun ada masalah kalo ada masalah walaupun sudah beli kalo tidak ada
tanda tangan Raja tetap tidak sah.
o Kalo dari aturan adat sendiri apakah tanah disini bisa dijual ke orang lain
selain masyarakat disini? Misalkan saya dari Bandung atau Jakarta, beli
tanah disini boleh nggak?
Bisa asal yang punya tanah bersedia menjualnya
o Kami menemukan beberapa daerah yang melarang..
Oh disini tidak, disini bebas kalo orang yang punya tanah luas siapa aja bebas
kalo mau liat itu, kalo punya tanah luas mau dijual silahkan, disini seng ada
larang-larangan, yang penting yang punya tanah bersedia menjual.
o Tapi selama ini tingkat keragaman masyarakat disini bagaimana pak?
Mungkin pendatang, dari Sulawesi..
Disini pendatang seng ada, dsini yang ada yang dari dulu sudah lama menetap.
Disini yang banyak dari tenggara, Maluku tenggara, tapi dari Sulawesi seng
ada. Dulu ada dib au-bau buton jadi kampung buton jadi dulu sekilo dari
kampung ini tapi pas kerusuhan pindah jadi seng ada lagi. Emang dorang
tinggal satu kampung mereka berkebun di tanah Haruku. Tapi karena peristiwa
99 dorang menyingkir semua karena dorang tinggal di tatanan tanah milik
orang, mereka tidak punya tanah.
70
o Itu waktu kerusuhan 99 itu ada kemungkinan masyarakat tinggal di bukan
pada miliknya pak?
Gak, seng ada itu, masyarakat sini tinggal di milik sendiri seperti yang tadi beta
bilang bahwa yang orang buton satu kampung ini kampungnya kecil saja ada
sekitar 20 KK tidak kembali lagi karena dorang tinggal di tanah milik orang.
Dorang Cuma minta izin untuk tinggal, dibuat surat izin tinggalnya untuk
tinggal sementara, emang dorang sudah dari puluhan tahun tapi tetap di tanah
milik orang, jadi dorang tinggal disana berkebun sampai disini-sini dorang
minta izin berkebun ke orang yang punya tanah. Untuk pendatang dari
Sulawesi itu seng ada, yang ada pendatang dari Maluku tenggara yang sudah
dari dulu sudah jadi penduduk disini. Jadi dorang yang kebanyakan disini
untuk bikin ruamh dorang beli tanah. Sedangkan kalo di hutan doarang
berusaha di dusun milik negeri yang kosong, jadi su jadi milik dorang.
o Jadi kalo, tidak ada kekhawatiran pak nanti terkait pada setiap orang bebas
memasuki negeri terhadap mempertahankan eksistensi adat itu sendiri pak?
Saya kira seng ada, seng ada gangguan sampai kesitu, sebab seluruh tanah adat
di negeri ini sangat kental sehingga pengaruh-pengaruh dari luar itu desa
enggak akan masuk kesini dan tidak akan diterima di negeri itu sendiri. Jadi
misal dorang orang-orang tenggara sini ada sekitar satu bulan sekali dorang itu
beribadah, persekutuan Maluku tenggara yang di Haruku, cuma sebatas itu
saja,karena mereka sudah lama disini adat asal mereka sudah hilang. Jadi
dorang sudah menyatu dengan negeri Haruku sehingga untuk melakukan suatu
adat itu seng ada, jadi apa yang dilakukan oleh negeri ini, apa yang akan
dilaksanakan, tetap dorang harus ikuti karena dorang sudah dianggap anak
negeri sendiri orang Haruku.
o Mengenai batas laut, tadi sebatas putih dan biru aja kan? Apakah ada
petuanan dengan alat tangkap tradisional di laut?
Di laut ini karena disini kan dia selat saja, kalo disana kan lautan luas. Selat
saja. Jadi masyarakat baik yang di pulau ini maupun yang di pulau Ambon sana
memang dong pencarian di sekitar sini, memang dong berusaha mencarinya
71
pake alat-alat tradisional masih mincing biasa tapi kapal-kapal yang beroperasi
seng ada disini.
o Untuk yang menghadap ke laut lepas itu gimana?
Kesana yang ke laut lepas juga motor ikan dia tidak boleh mancing disekitar
ada bagan-bagan yang ditaruh ada rumpon-rumpon yang ditaruh di laut sana
tidak boleh dekat situ harus jauh dari rumpon-rumpon.itu bukan milik orang
Haruku karena itu sudah milik orang Oma. Jadi orang Haruku pencarian sering
ke daerah sana, jadi tidak ada larangan mencari kesana, bebas untuk seluruh
masyarakat yang bisa mincing, seng ada batasan-batasan. Mungkin di tempat
laun ada batasan-batasan, tapi disini seng ada, bahkan sampai di pulau Ambon
sana seng ada. Sebab kadangkadang kita ada yang menjaring sampai ke
seberang pulau Ambon itu Pulau Seram itu seng ada yang larang, bebas dia
mau menjaring bebas asal yang mincing di tohor karena tohor itu menjaringnya
di laut lepas, itu boleh.
o Kalo jumlah penduduk disini itu berapa?
Aduh beta. mungkin kalo ditanya ke sekertasris ada datanya, mungkin ada
sekitar 1000 lebih, itu untuk negeri Haruku, Haruku kan berbatasan dengan
sameth, baku sambung saja. Nanti kesana lagi itu negeri Haruku lagi
o Jadi di pulau Haruku ada 11 negeri ya, tadi 1000 penduduk hanya untuk 1
negeri
Ini yang termasuk besar, ada lagi yang tidak sampai 1000 misal sameth yang
hanya 500-600
o Kami sih butuh data kependudukan
Nanti kita bisa ke sekertaris untuk data kependudukan.
(cerita tentang mati lampu)
Orang harus tahu, bahwa ini sudah bersertifikat, karena kalo sudah bersertifikat
itu dia lebih kuat dia kalo digugat dimanapun itu sudah tidak bisa lagi, tetapi
sering kalo orang punya dusun dati itu tergugat itu susah, disini jarang
72
pertengkaran soal dusun karena masing-masing orang sudah punya, itu paling
masalah kenapa su masuk sedikit, kenapa ada batasan, makanya kalo sudah
diserifikat ada gambarnya sebab kalo di surat dati itu tidak ada gambarnya.
o Dati itu ada suratnya pak?
Dati itu harus ada surat dati, harus ada suratnya, persoalan tentang dusun
tentang negeri katong harus liat surat dati ini apa betul ini kalo dati panjang
sekian lebar sekian
o Tapi di dati itu apa ada gambar semacam peta yang terlihat gitu?
Orang punya dusun dati itu dia punya gambar itu ada sebab dia harus
menentukan panjang lebarnya dusun, dusun dati itu andaikata dengan rumah,
orang Maluku itu bilang yang punya dati keturunan Sapsapa, jadi kalo hidup
adik kakak itu dalam keluarga ada makan dari dusun itu karena dia turun dati
dari keluarga itu. Sebab dia dusun dati ini untuk bertengkar seng ada, karena
sudah punya masing-masing tanaman, paling banyak itu cengkeh, kelapa, pala,
kenari, durian, itu di dati. Cengkeh hasil utama di Maluku.
o Kalo hasil komoditas utama di Haruku itu apa ya?
Pertanian, cengkeh.
o Pak kalau batas laut itu ada tanda-tanda gak menentukan batas lautnya?
Tidak ada tanda-tandanya
Jadi penentuan petuanan wilayah laut itu hanya batas air dangkal-air dalam,
atau merupakan tengah-tengah dari antar pulau.
Batas tengah-tengah antar pulau itu seng ada, orang bebas untuk mencari,
orang bebas menangkap, orang dari sana bebas mencari sampai disini,orang
disini bebas mencari sampai disana, kalau ikan disini mati ramai-ramai orang
disini mencari kesana, ikan cakalang dan sebagainya, jadi itu dia tidak terbatas.
73
Jadi di selat ini yang dilarang yang pake motor ikan, kalo orang sini dilempari
pake batu. Memang perturan perikanan ada untuk batas wilayah itu berapa mil
dari laut untuk kapal-kapal pemancing ikan ini ada, tapi sering kalau sering
dorang tangkap bersama dengan nelayan-nelayan tradisional, itu kan tidak
boleh tangkap bersama-sama nelayan tradisional. Disini memang ikan dasar
tiap saat tapi yang sering disini kan ada cakalang, tuna, kalo tuna itu disebelah
lautan lepas. Sehingga di perbatasan luas itu ga ada batasnya, orang siapa yang
mau menentukan batas wilayah mungkin kalo peraturan misalnya kalau dia
sudah masuk daerah mungkin peraturan batas wilayah daerahnya ada, tapi kalo
udah masuk daerah negeri sendiri orang bebas mencari, karena ini kan perairan
Maluku, kita bebas mencari.
o Tapi kalau di darat ada pak?
Di darat ada, batasnya antara Haruku dan romone itu ada batas alam, orang
bilang dia kali mati, kalinya hanya hidup saat musim hujan. Jadi dia hanya
berbatasan dengan batas alam.
o Itu hampir keseluruhan di batas alam?
Dia berbeda, karena dia naik turun, karenanya da batas-batasnya itu berupa Pal
dari nomor 1-36 bentuknya beton, dari jaman dulu
o Kalo dekat sini ada contohnya pak?
Ada sekitar 3 kilo harus jalan kaki, itu dihutan, batasnya dari sana sampai ke
batas sana jauh, turun gunung, orang zaman dahulu sangat kuat bikin pal batas
wilayah
o Kalo petanya batas tiap negeri ada ga?
Beta kurang tau, beta tau batas wilayah negeri saja. Karena kalo di Haruku ini
kalo menurut AMAN, pemetaan yang baru dibuat ini ada 2 negeri saja, hruku
dan negeri di selatan sana, Wasu. 2 negeri yang membuat penataan wilayah,
kalo Haruku sejak tahun 87 katong su buat terus pas kerusuhan dia terbakar,
yang terbakar yayasan walopu terbakar, itu dia punya data disana su terbakar
lagi, makanya kebetulan AMAN mau membuat penataan orang, katong amat
74
bersyukur kalo sudah selesai nanti dikembalikan kesini nanti ditandatangan
nanti saya minta tanda tangan untuk disahkan ke kabupaten.
o Boleh minta identitas pak?
Nama Zefnat Ferdinandus, latar belakang ijazah SMP, sampai STM kelas 3 tp
gak lulus. Usia 56. Lahir tahun 1954.
(menjelaskan hubungan pela)
Hubungan pela di Maluku ini apabila kakaknya muslim, pela kampung adiknya
Kristen itu berbeda kampung, itu banyak di Maluku ini, sehingga dorang
karena kebiasaan itu. Karena yang bikin rusak Maluku ini orang-orang dari luar
karena sebenarnya hubungan pela ini kan sangat kuat. Haruku-Nolloth ini pela
kawin karena pada zaman dulu tahun 500an Raja Nolloth itu belum kawin dia
masih muda dia terpikat dengan bapaRaja Haruku punya anak perempuan,
terus karena jatuh hati waktu itu ada rapat lattupati di lease di Ambon, Cuma
dorang mampir di Haruku tidak punya hubungan apa-apa. Cuma mampir di
Haruku waktu itu Raja Nolloth masih muda dia jatuh hati dengan bapaRaja
Haruku punya anak perempuan. Kembali dari Ambon saling itu hubungannya
jalan suatu ketika untuk dilakukan pernikahan, setelah persetujuan antara 2
keluarga dari Nolloth maupun Haruku, setelah ada persetujuan rombongan dari
Nolloth datang menjemput mempelai perempuan, di tengah jalan, calon
mempelai perempuan meninggal, utusan yang disebut pesuruh negeri itu, kalo
di Maluku disebut Marinyo, pesuruh negeri, disuruh memberitahu rombongan
dari Nolloth bahwa anaknya telah meninggal, tapi bapa Raja Nolloth bersikeras
datang saja ke Haruku. Jadi BapaRaja tetap berniat, walaupuns udah menjadi
mayat, tetap dilangsungkan pernikahan, tukar cincin segala macam, lau sampai
meninggal bapa Raja seng kawin. Sampai akhir hayat Raja seng kawin, dari
sini keterikatan 2 negeri ini Haruku dan Nolloth, yang disebut pela, jadi
Haruku-nolloth ini dimanamana persekutuannya kuat. Di Jakarta ada
persekutuan pemuda Nolloth-Maluku-Sameth.
75
LAMPIRAN B
UNDANG-UNDANG
e. UU No. 5 Tahun 1960 pasal 5 mengakui adanya hukum adat sebagai dasar hukum
agraria.
Pasal 5:
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat,
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan
peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur
yang bersandar pada hukum agama
f. UU No. 32 Tahun 2004 pasal 18, menjelaskan tentang sistem penguasaan wilayah
laut daerah.
Pasal 18:
(1) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola
sumber daya di wilayah laut
(2) Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah
dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
76
(3) Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;
b. pengaturan administratif;
c. pengaturan tata ruang;
d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau
yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;
e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
(4) Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis
pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi
dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.
(5) Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh
empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya. Di wilayah laut
dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2
(dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga)
dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku
terhadap penangkapan ikan oleh neIayan kecil.
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangperundangan.
g. UU No. 27 Tahun 2007, keseluruhan pasalnya menjelaskan pelaksanaan
pengelolaan wilayah pesisir.
h. UU No. 17 Tahun 1985 pasal 1, menjelaskan tentang hasil rativikasi UNCLOS
dalam penentuan sistem penguasaan wilayah laut nasional.
Pasal 1:
77
Mengesahkan United Nations Convention the Law of the Sea (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), yang salinan naskah aslinya
dalam bahasa inggeris dilampirkan pada Undang-undang ini.
78