17
Tinjauan Pustaka Definisi Abortus adalah Istilah untuk semua kehamilan yang berahir sebelum periode viabilitas janin, yaitu lahir sebelum berat janin 500 gr atau bila usia kehamilan kurang dari 20 minggu (Fitriana, 2011) Epidemiologi Etiologi Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah. Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. Hal-hal yang dapat menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai berikut: (Fitriana, 2011) A. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi Kelainan hasil konsepsi yang berat dapat menyebabkan kematian mudigah pada kehamilan muda. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut:

Missed Abortion Tipus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

missed abrtion

Citation preview

Tinjauan PustakaDefinisi

Abortus adalah Istilah untuk semua kehamilan yang berahir sebelum periode viabilitas janin, yaitu lahir sebelum berat janin 500 gr atau bila usia kehamilan kurang dari 20 minggu (Fitriana, 2011)Epidemiologi

Etiologi

Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah. Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. Hal-hal yang dapat menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai berikut: (Fitriana, 2011)A. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi

Kelainan hasil konsepsi yang berat dapat menyebabkan kematian mudigah pada kehamilan muda. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut:

a. Kelainan kromosom.

Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan adalah trisomi,poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks.

b. Lingkungan kurang sempurna.

Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehinggga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.

c. Pengaruh dari luar.

Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen. Zat teratogen yang lain misalnya tembakau, alkohol, kafein, dan lainnya.

d. Kelainan pada plasenta

Endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini biasa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.

e. Penyakit ibu.

Penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus yaitu pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria, dan lainnya. Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin, kemudian terjadi abortus.

f. Kelainan endokrin

Kelainan endokrin misalnya diabetes mellitus, berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada trimester pertama.selain itu juga hipotiroidism dapat meningkatkan resiko terjadinya abortus, dimana autoantibodi tiroid menyebabkan peningkatan insidensi abortus walaupun tidak terjadi hipotiroidism yang nyata.

g. kelainan traktus genitalia

retroversion uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Tetapi, harus diingat bahwa hanya retroversion uteri gravid inkarserata atau mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain abortus dalam trimester ke 2 ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada seviks, dilatasi serviks berlebihan,konisasi, amputasi, atau robekan serviks luas yang tidak dijahit. (Fitriana, 2011)Faktor predisposisi

Sama dengan etiologi abortus secara umum yaitu:

1. Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan

sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah

a. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X

b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna

c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.

2. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun.

3. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis

4. Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester

kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.

Patologi

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua lebih dalam, sehingga hasil konsepsi mudah dilepaskan. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin disusul dengan plasenta. Pedarahan jumlahnya tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. (Fitriana, 2011)Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Adakalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum) atau janin telah mati dalam waktu yang lama (missed abortion). (Fitriana, 2011)Apabil mudigah yang mati tidak dikeluarkan secepatnya, maka akan menjadi mola karneosa. Mola karneosa merupakan suatu ovum yang dikelilingi oleh kapsul bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi, dengan villi koriales yang telah berdegenerasi tersebar diantaranya. Rongga kecil didalam yang terisi cairan tampak menggepeng dan terdistorsi akibat dinding bekuan darah lama yang tebal. Bentuk lainnya adalah mola tuberosa, dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi. Mumifikasi merupakan proses pengeringan janin karena cairan amnion berkurang akibat diserap, kemudian janin menjadi gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut janin dapat menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus). (Fitriana, 2011)Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak cepat dikeluarkan adalah terjadinya maserasi. Tulang-tulang tengkorak kolaps dan abdomen kembung oleh cairan yang mengandung darah. Kulit melunak dan terkelupas in utero atau dengan sentuhan ringan. Organ-organ dalam mengalami degenerasi dan nekrosis.

Klasifikasi

Secara umum abortus dibagi menjadi 2 yaitu: (Fitriana, 2011)A.Abortus spontan Abortus yang terjadi yang tidak dlalui oleh factor mekanis maupun factor medisinalis semata-mata disebabkan oleh factor alamiah.2

B.Abortus provokatus Adalah abortus yang disengaja,baik dengan memakai alat-alat atau menggunakan obat-obatan.2

Klinis abortus spontan dibagi menjadi beberpa bagian yaitu:

1. Abortus imminens Abortus imminens ialah peristiwa perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

2. Abortus insipiens Abortus insipiens ialah peristiwa peradrahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya peforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.

3. Abortus inkompletus Abortus inkomplitus ialah pengeluaran sebagan hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Perdarahan pada abortus inkomplitus dapat banyak sekali , sehingga menyebabkan syokj dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa konsepsi dikeluarkan.

4. Abortus kompletus Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.

5. Missed abortion Missed abortion ialah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormon progesteron. Pemakaian hormon progesteron pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.

6. Abortus habitualis Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Etiologinya pada dasarnya sama dengan etiologi abortus spontan. Selain itu telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Sistem TLX ini merupakan cara untuk melindungi kehamilan.

7. Abortus infeksiosus, abortus septic Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedang abortus septik ialah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke daam peredaran darah atau peritoneum.6Tanda dan Gejala

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan di dalam kandungan.

Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada patudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus imminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya

pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil dan bentuknya tidak beraturan yang disertai gambaran feus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjendalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali

merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila

kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya

semakin mengecil dengan tanda tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai

menghilang (payudara mengecil kembali). Kadangkala missed abortion juga diawali

dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti.

Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit (Mochtar, 1998).

Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negative setelah 2-3 minggu dari terhentinya

pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil,

kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang

tidak ada tanda tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu

harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan pembekuan darah oleh karena

hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan

kuretase.

(Astriani, Imnagy, Trismayanti, Handriani, & Octahaviani, 2012)Diagnosis

Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami terlambat haid. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis (Galli Mainini) atau imunologik (Pregnosticon, Gravindex).

Sebagai kemungkinan diagnosis yang lain harus dipikirkan kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa, atau kehamilan dengan kelainan pada serviks.

Kehamilan ektopik terganggu dengan hematokel retrouterina kadang sulit dibedakan dengan abortus dimana uterus posisi retroversi. Pada keduanya ditemukan amenorea disertai perdarahan pervaginam, rasa nyeri di perut bagian bawah, dan tumor dibelakang uterus. Tetapi keluhan nyeri biasanya lebih hebat pada kehamilan ektopik. Apabila gejala-gejala menunjukan kehamilan ektopik terganggu, dapat dilakukan kuldosintesis untuk memastikan diagnosanya. Pada molahidatidosa uterus biasanya lebih besar daripada lamanya amenorea dan muntah lebih sering. Apabila ada kecurigaan terhadap molahidatidosa, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Karsinoma serviks uteri, polypus serviks dan sebagainya dapat menyertai kehamilan. Perdarahan dari kelainan ini dapat menyerupai abortus. Pemeriksaan dengan spekulum, pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat menentukan diagnosis dengan pasti.

Dahulu diagnosis biasanya tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan, melainkan memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda-tanda tidak tumbuhnya atau bahkan mengecilnya uterus yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi bahkan mengecil, tes kehamilan menjadi negatif, serta denyut jantung janin menghilang. Dengan ultrasonografi (USG) dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed

abortion kadang-kadang disertai gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemerikaan kearah ini perlu dilakukanDiagnosis Banding

Penatalaksanaan

1. Penilaian awal

Untuk penanganan yang memadai, segera lakukan penilaian dari :

Keadaan umum pasien

Tanda-tanda syok seperti pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik < 90 mmHg, nadi > 112 x/menit

Bila syok disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, adanya cairan bebas dalam cavum pelvis, pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik yang terganggu.

Tanda-tanda infeksi atau sepsis seperti demam tinggi, sekret berbau pervaginam, nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang portio, dehidrasi, gelisah atau pingsan.

Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi)

2. Penanganan spesifik

Missed abortion seharusnya ditangani di rumah sakit atas pertimbangan :

Plasenta dapat melekat sangat erat di dinding rahim, sehingga prosedur evakuasi (kuretase) akan lebih sulit dan resiko perforasi lebih tinggi.

Pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria selama 12 jam.

Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenemia yang berlanjut dengan gangguan pembekuan darah.

Pengelolaan missed abortion harus diutarakan pada pasien dan keluarganya secara baik karena resiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita perlu diperhatikan, karena umumnya penderita merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu, tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 % tetesan 20 tetes permenit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hati dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin ataupun jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.

Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak 6 jam. Dengan obat ini kan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks sehingga tindakan evakuasi ataupun kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding kavum uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfuse darah segar atau fibrinogen. Pascatindakan jika perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika.Prognosis

Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.

Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu diberikan transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.

Infeksi

Syok

Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank arena infeksi berat (syok endoseptik).