44
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang.Walaupun jenis aktifitas berubah sepanjang kehidupan manusia, mobilitas adalah pusat berpartisipasi dalam menikmati kehidupan. Mempertahankan mobilitas optimal sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik semua lansia. ( mickey dkk, 2006 ) Mobilitas bukan merupakan sesuatu yang absolute dan status hanya dalam hal menentukan kemampuan orang dalam berjalan. Tetapi mobilitas merupakan sesuatu yang individualis yang bergantung pada interaksi antara factor-faktor lingkungan dan social, afektif dan fungsi fisik. Untuk seseorang, mobilitas optimal mungkin berupa berjalan sekitar 8 kilo meter setiap harinya. Tetapi untuk orang lain termasuk lansia didalamnya, mobilitas dapat melibatkan pergerakan yang terbatas dengan bantuan. ( mickey dkk, 2006 ) Gangguan yang berhubungan dengan perubahan mobilitas sering kali terjadi pada lansia.Studi-studi tentang insidensi diagnosis keperawatan yang digunakan untuk lansia yang berada diinstitusi perawatan mengungkapkan 1

mobilisasi kelompok4 revisian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

faris

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian

bagi seseorang.Walaupun jenis aktifitas berubah sepanjang kehidupan manusia,

mobilitas adalah pusat berpartisipasi dalam menikmati kehidupan.

Mempertahankan mobilitas optimal sangat penting untuk kesehatan mental dan

fisik semua lansia. ( mickey dkk, 2006 )

Mobilitas bukan merupakan sesuatu yang absolute dan status hanya dalam hal

menentukan kemampuan orang dalam berjalan. Tetapi mobilitas merupakan

sesuatu yang individualis yang bergantung pada interaksi antara factor-faktor

lingkungan dan social, afektif dan fungsi fisik. Untuk seseorang, mobilitas

optimal mungkin berupa berjalan sekitar 8 kilo meter setiap harinya. Tetapi untuk

orang lain termasuk lansia didalamnya, mobilitas dapat melibatkan pergerakan

yang terbatas dengan bantuan. ( mickey dkk, 2006 )

Gangguan yang berhubungan dengan perubahan mobilitas sering kali terjadi

pada lansia.Studi-studi tentang insidensi diagnosis keperawatan yang digunakan

untuk lansia yang berada diinstitusi perawatan mengungkapkan bahwa hambatan

mobilitas fisik adalah diagnosis pertama atau kedua yang paling sering muncul.

Untuk mengetahui lebih jelas tentang gangguan yang berhubungan dengan

perubahan mobilitas pada lansia, kami akan membahas pada bab berikutnya.

1

1.2. Tujuan Masalah

Tujuan khusus

Mahasiswa mampu memahami tentang perubahan mobilitas dan

muskuloskeletal pada lansia

Tujuan umum

1. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada mobilitas lansia

2. Untuk mengetahui etiologi perubahan mobilitas pada lansia

3. Untuk mengetahui perubahan system musculoskeletal lansia

4. Untuk mengetahui gangguan-gangguan yang terjadi pada system

musculoskeletal lansia.

2

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PERUBAHAN MOBILISASI LANSIA

1. Pengertian mobilisasi

Mobilisasi dalam konteks keperawatan mengacu pada kemampuan seseorang

untuk berjalan, bangkit, berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset, duduk

dan sebagainya, disamping menggunakan ekstremitas (Darmojo, 1999)

Mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti mengekspresikan emosi, dengan

gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup

sehari-hari, dan kegiatan rekreasi. Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara

optimal maka sistem saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik

(Perry&Potter, 2005).

Mobilisasi merupakan salah satu aspek yang paling penting dilihat dari sudut

pandang fungsi psikologis karena mobilisasi adalah hal yang sangat mendasari

untuk mempertahankan atau memelihara kebebasan karena konsekuensi yang

serius akan terjadi ketika kebebasan itu hilang (Miller, 1995).

2. factor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi lansia

a. Faktor fisik

Adanya penyakit-penyakit seperti rematik (arthritis) pada lutut atau

tulang belakang, patah tulang akibat osteoporosis, stroke, gangguan

pada telapak kaki atau jari-jari kaki juga menyebabkan lansia tidak

ingin atau tidak mampu berjalan dan lain-lain.

b. Faktor psikis

Adanya Parkinson, demensia, depresi, kekhawatiran jatuh pada diri

lansia atau keluarga pengaruhnya juga mempengaruhi mobilisasi pada

lanjut usia (Soejono, 2002).

3

Berbagai penyebab psikis yang mempengaruhi perubahan dalam

kemampuan aktivitas mobilisasi berasal dari kesadaran tentang

merosotnya dan perasaan akan rendah diri kalau dibandingkan dengan

orang yang lebih muda dalam arti kekuatan, kecepatan dan

ketrampilan. Tekanan emosional, yang berasal dari sebab-sebab psikis

dapat mempercepat mobilisasi untuk mencoba melakukan sesuatu

c. Faktor lingkungan

1) Rumah harus memiliki ventilasi, jendela, atap dan pintu yang

memadai untuk sirkulasi udara dan cahaya.

2) Lantai tidak licin dan menggunakan warna yang mencolok

untuk lantai yang bertingkat.

3) Kamar mandi atau toilet dibangun di area yang mudah

dijangkau olah lansia.

4) Tersedianya halaman depan atau halaman belakang yang cukup

luas dan asri.

5) Tempatkan perabotan jauh dari area mobilisasi lansia.

6) Pasang pegangan sepanjang area mobilisasi lansia.

3. Komponen-komponen Mobilisasi

Terdapat beberapa komponen dalam mobilisasi lansia, diantaranya yaitu

(Darmojo, 1999):

a. Kemandirian (Self Efficacy)

Kemandirian seorang lansia akan menimbulkan keberanian lansia

dalam mobilisasi.

b. Latihan pertahanan (Resistance training)

Latihan pertahanan meliputi kecepatan gerak sendi luas lingkup

gerak sendi (Range ofmotion) dan jenis aktivitas fisik bersifat

untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-paru, otot, dan

sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membantu tubuh mereka

bertenaga. Contoh berjalan kaki, lari ringan, berkebun ataupun di

sawah, kekuatan yang dihasilkan karena pemendekan atau

pemanjangan otot.

4

c. Daya tahan (Endurance)

Daya tahan akan meningkatkan kekuatan yang didapatkan dari

latihan pertahanan. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan

dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban

yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk

tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap

penyakit seperti osteoporosis (keropos pada tulang). Contoh

membawa berjalan, naik turun tangga, dan angka berat atau beban.

d. Kelenturan

Kelenturan merupakan komponen yang sangat penting ketika

lansia melakukan kegiatan karena pada lansia banyak terjadi

pembatasan luas lingkup gerak sendi akibat kekakuan otot dan

tendon. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat

membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh

tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi dengan baik. Contoh

mencuci piring, mencuci pakaian mobil dan mengepel lantai.

e. Keseimbangan

Keseimbangan pada lansia harus dipertahankan karena gangguan

keseimbangan pada lansia saat kegiatan dapat menyebabkan lansia

mudah terjatuh.

4. Manfaat Mobilisasi

Manfaat mobilisasi yang tepat dan benar bagi lansia (Darmojo, 1999) :

a. Meningkatkan kemampuan dan kemauan seksual lansia

b. Kulit tidak cepat keriput atau menghambat proses penuaan

c. Meningkatkan keelastisan tulang sehingga tulang tidak mudah

patah

d. Menghambat pengecilan otot dan mempertahankan atau

mengurangi kecepatan penurunan kekuatan otot.

5

5. Macam-macam Mobilisasi

Macam-macam mobilisasi menurut Koezeir, 2004 dan Miller, 1995 yaitu :

a. Mobilisasi penuh

Mobilisasi penuh ini menunjukkan syaraf motorik dan sensorik

mampu mengontrol seluruh area tubuh. Mobilissi penuh

mempunyai banyak keuntungan bagi kesehatan, baik fisiologi

maupun psikologis bagi seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan

kesehatan secara bebas, mempertahankan interaksi sosial dan peran

dalam kehidupan sehari-hari.

b. Mobilisasi sebagian

Seseorang yang mengalami mobilisasi sebagian umumnya

mempunyai gangguan syaraf sensorik maupun motorik pada area

tubuh. Mobilisasi sebagian dapat dibedakan menjadi :

Mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma

reversible pada sistem muskuloskeletal seperti

dislokasi sendi dan tulang

Mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh

rusaknya sistem syaraf yang reversible

6. Penyebab perubahan mobilisasi pada lansia.

Secara umum perubahan mobilisasi bisa disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Gangguan sendi dan tulang:

2. Penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang tentu akan

menghambat pergerakan (mobilisasi)

3. Penyakit saraf:

Adanya stroke, penyakit Parkinson, dan gangguan sarap Penyakit jantung

atau pernafasan.

4. Gangguan penglihatan

5. Masa penyembuhan

Secara khusus terdapad factor internal dan eksternal yang turut menyebabkan

adanya perubahan mobilitas pada lansia.

6

Faktor-faktor internal yang menyebabkan atau turut berperan terhadap

imobilitas.

1. Penurunan fungsi musculoskeletal :

Otot-otot (atrofi, distrofi, atau cedera), tulang (infeksi, fraktur, tumor,

osteoporosis, atau osteomastia), sendi (arthritis dan tumor), atau

kombinasi struktur (kanker dan obat-obatan).

2. Perubahan fungsi neurologist :

Infeksi (mis; ensefalitis), tumor, trauma, obat-obatan, penyakit

vascular (mis; stroke), penyakit degenerative (mis; penyakit

parkinson), penyakit demielinasi (mis; sklerosis multipel), terpajan

produk racun (mis; karbon monoksida), gangguan metabolic (mis;

hipoglikemia), atau gangguan nutrisi.

3. Nyeri :

Penyebab multiple dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma.

4. Defisit perceptual :

Kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori

5. Berkurangnya kemampuan kognitif :

6. Jatuh :

Efek fisik : cedera atau faktur

Efek psikologis : sindrom setelah jatuh

7. Perubahan hubungan social

Faktor-faktor actual ; (mis ; kehilangan pasangan, pindah jauh dari

keluarga atau teman-teman)

Faktor-faktor persepsi (mis; perubahan pola pikir seperti depresi)

8. Aspek psikologis:

Ketidakberdayaan dalam belajar, depresi

Faktor-faktor eksternal yang berperan terhadap imobilitas :

1. Program terapeutik

2. Karakteristik penghuni institusi

3. Karakteristik staf

4. Sistem pemberian asuhan keperawatan

5. Hambatan-hambatan

7

6. Kebijakan-kebijakan institusi

7. Manifestasi klinis

Dampak fisik dari perubahan mobilisasi dan ketidakaktifan sangat banyak dan

bermacam-macam.Masalah-masalah yang berhubungan dapat mempengaruhi

semua system tubuh. Perubahan-perubahan yang paling sering terjadi akibat

perubahan mobilitas pada lansia dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Efek Hasil

Penurunan konsumsi O2 maksimum

Penurunan fungsi ventrikel kiri

Penurunan curah jantung

Peningkatan katabolisme protein

Peningkatan pembuangan kalsium

Perlambatan fungsi usus

Penurunan frekuensi miksi

Gangguan metabolism glukosa

Penurunan ukuran thoraks

Penurunan aliran darah pulmonal

Intoleransi ortostatik

peningkatan denyut jantung, sinkop

penurunan toleransi latihan

penurunan massa otot tubuh

atrofi muscular

penurunan kekuatan otot.

Osteoporosis disuse

Konstipas

Penurunan evakuasi kandung kemih

Intoleransi glukosa

Penurunan kapasitas fungsional residual

Atelektasis

Penurunan O2

8

Penurunan cairan tubuh total

Gangguan sensori

Gangguan tidur

Peningkatan pH

Penurunan vol.plasma

Penurunan keseimbangan natrium

Penurunan volume darah total

Perubahan kognisi

Depresi dan ansietas

Perubahan persepsi

Bermimpi pada siang hari

Halusinasi

8. Pemeriksaan Fisik

1. Mengkaji skelet tubuh

Adanya deformitas dan kesejajaran.Pertumbuhan tulang yang abnormal

akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh

yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang

panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya

patah tulang.

2. Mengkaji tulang belakang

Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)

Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)

Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang

berlebihan)

3. Mengkaji system persendian

Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,

dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi

4. Mengkaji system otot

9

Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran

masing-masing otot.Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema

atau atropfi, nyeri otot.

5. Mengkaji cara berjalan

Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu

ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist

yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis. cara berjalan

spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit

lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).

6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer

Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih

dingin dari lainnya dan adanya edema.Sirkulasi perifer dievaluasi dengan

mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.

7. Mengkaji fungsional klien

a. KATZ Indeks

Termasuk katagori yang mana:

1) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan

pakaian, pergi ke toilet, berpindah,dan mandi.

2) Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.

3) Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.

4) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang

lain.

5) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu

6) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan

satu fungsi yang lain.

7) Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.

Keterangan:

Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain.

Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak

melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.

b. Indeks ADL BARTHEL (BAI)

10

NO FUNGSI SKOR KETERANGAN

1 Mengendalikan rangsang

pembuangan tinja

0

1

2

Tak terkendali/tak

teratur (perlu

pencahar).

Kadang-kadang tak

terkendali (1x

seminggu).

Terkendali teratur.

2 Mengendalikan rangsang

berkemih

0

1

2

Tak terkendali atau

pakai kateter

Kadang-kadang tak

terkendali (hanya

1x/24 jam)

Mandiri

3 Membersihkan diri (seka

muka, sisir rambut, sikat

gigi)

0

1

Butuh pertolongan

orang lain

Mandiri

Penggunaan jamban,

masuk dan keluar

(melepaskan, memakai

celana, membersihkan,

menyiram)

0

1

2

Tergantung

pertolongan orang lain

Perlu pertolonganpada

beberapa kegiatan

tetapi dapat

mengerjakan sendiri

beberapa kegiatan

yang lain.

Mandiri

Makan 0

1

2

Tidak mampu

Perlu ditolong

memotong makanan

Mandiri

Berubah sikap dari

berbaring ke duduk

0 Tidak mampu

Perlu banyak bantuan

11

1

2

3

untuk bias duduk

Bantuan minimal 1

orang.

Mandiri

Berpindah/ berjalan 0

1

2

3

Tidak mampu

Bisa (pindah) dengan

kursi roda.

Berjalan dengan

bantuan 1 orang.

Mandiri

Memakai baju 0

1

2

Tergantung orang lain

Sebagian dibantu

(mis: memakai baju)

Mandiri.

Naik turun tangga 0

1

2

Tidak mampu

Butuh pertolongan

Mandiri

Mandi 0

1

Tergantung orang lain

Mandiri

TOTAL SKOR

Skor BAI :

20 : Mandiri

12-19 : Ketergantungan ringan

9-11 : Ketergantungan sedang

5-8 : Ketergantungan berat

0-4 : Ketergantungan total

9. Pemeriksaan Diagnostik

12

1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan

perubahan hubungan tulang.

2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu

tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak

atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi

lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.

3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,

noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan

computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau

penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.

4. Pemeriksaan Laboratorium:

5. Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin

dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

10. Penatalaksanaan

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang

kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung

sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi

system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses

episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah

yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan.

a. Hambatan terhadap latihan

Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan

secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social

yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal,

perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet

yang buruk) depresi gangguan tidur, kurangnya transportasi dan

kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya

tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak

mendukung.

b. Pengembangan program latihan

13

Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan,

dan mengalami peningkatan.Program tersebut disusun untuk

memberikn kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu

kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi

santai yang dapat memberikan efek latihan.

c. Keamanan

Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima

oleh lien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan.

Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau

latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih

aktivitas yang tepat.

2. Pencegahan Sekunder

Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat

dkurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan.Keberhasilan

intervensi berasal dri suatu pengertian tentang berbagai factor yang

menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan

penuaan.Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi

dan pencegahan komplikasi.Diagnosis keperawaqtan dihubungkan dengan

poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik.

a. Kontraksi Otot Isometrik

Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa

mengubah panjang otot yang menggerakkan sendi.Kontraksi-

kontraksi ini digunakan untuk mempertahankan kekuatan otot dan

mobilitas dalam keadaan berdiri (misalnya otot-otot kuadrisep,

abdominal dan gluteal) dan untuk memberikan tekanan pada

tulang bagi orang-orang dengan dan tanpa penyakit

kardiovaskuler. Kontraksi isometrik dilakukan dengan cara

bergantian mengencangkan dan merelaksasikan kelompok otot.

b. Kontraksi Otot Isotonik

Kontraksi otot yang berlawanan atau isotnik berguna untk

mempertahankan kekuatan otot-otot dan tulang.Kontraksi ini

14

mengubah panjang otot tanpa mengubah tegangan.Karena otot-

otot memendek dan memanjang, kerja dapat dicapai. Kontraksi

isotonik dapat dicapai pada saat berada di tempat tidur, dengan

tungkai menggantung di sisi tempat tidur, atau pada saat duduk di

kursi dengan cara mendorong atau menarik suatu objek yang tidak

dapat bergerak. Ketika tangan atau kaki dilatih baik otot-otot

fleksor dan ekstensor harus dilibatkan.

c. Latihan Kekuatan

Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang

progresif.Kekuatan otot harus menghasilkan peningkatan setelah

beberapa waktu.Latihan angkat berat dengan meningkatkan

pengulangan dan berat adalah aktivitas pengondisian kekuatan.

Latihan ini meningkatkan kekuatan dan massa otot serta mencegah

kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total dalam

tubuh.

d. Sikap

Variabel utama yang dapat mengganggu keberhasilan intervensi

pada individu yang mengalami imobilisasi adalah sikap perawat

dan klien tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas

sehari-hari.Sikap perawat tidak hanya memengaruhi komitmen

untuk memasukkan latihan sebagai komponen rutin sehari-

hariyang berkelanjutan, tetapi juga integrasi aktif dari latihan

sebagai intervensi bagi lansia di berbagai lingkungan; komunitas,

rumah sakit, dan fasilitas jangka panjang.Demikian pula halnya

sikap klien dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas latihan.

e. Latihan Rentang Gerak

Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan keuntungan-

keuntungan yang berbeda.Latihan aktif membantu

mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan otot serta

meningkatkan penampilan kognitif.Sebaliknya, gerakan pasif,

yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang geraknya

oleh orang lain, hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.

15

f. Mengatur Posisi

Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan

darah balk vena. Jika seseorang diposisikan dengan tungkai

tergantung, pengumpulan dan penurunan tekanan darah balik vena

akan terjadi. Posisi duduk di kursi secara normal dengan tungkai

tergantung secara potensial berbahaya untuk seseorang yang

beresiko mengalami pengembangan trombosis vena.Mengatur

posisi tungkai dengan ketergantungan minimal (misalnya

meninggikan tungkai diatas dudukan kaki) mencegah

pengumpulan darah pada ekstremitas bawah.

3. Pencegahan tersier

Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia

melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli

fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan

keluarga serta teman-teman.

B. Perubahan Struktur dan Fungsi Sistem Muskuloskeletal pada lansia

1. Sistem skeletal

Penurunan progresif dalam tinggi badan adalah hal yang universal terjadi

diantara semua ras dan pada kedua jenis kelamin dan terutama ditujukan pada

penyempitan pada diktus ntervertebrata dan penekanan pada kolumna spinalis.

Bahu menjadi lebih sempit dan pelvis menjadi lebih lebar, ditunjukan oleh

peningkatan diameter anteroposterior dada.(Stanley, 1999)

Ketika manusai mangalami penuaan, jumlah massa otot tubuh mengalami

penurunan. Hilangnya lemak subkutan perifer cenderung untuk mempertajam

kontur tubuh dan menperdalam cekungan disekitar kelopak mata, aksila, bbahu

dan tulang rusuk. Tonjolan tulang (vertebra, Krista iliaka, tulang rusuk, scapula)

menjadi lebih menonjol. (stanley, 1999)

2. Sistem muskular

16

Kekurangan muscular mulai merosot sekitar usia 40 tahun, dengan suatu

kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. Perubahan gaya hidup dan

penurunan pengunaan system neuromuscular adalah penyebab utama untuk

kehilangan kekurangan otot. Kerusakan otot terjadi karena penurunan jumlah

serabut otot dan atrofi secara umum pada organ dan jaringan tubuh. Regenerasi

jaringan otot melambat dengan penambahan usia daan jaringan atrofi diganti

jaringan fibrosa. (stanley, 1999)

3. Sendi

Secara umum terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi

pada sendi – sendi yang menahan berat, dan pembentukan tulang dipermukaan

sendi. Komponen – komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada

jaringan penyambung meningkat secara progresif yang tidak dipakai lagi,

mungkin menyebablkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan

deformitus. (stanley, 1999)

4. Masalah – Masalah Umum yang Sering Terjadi pada Sistem Muskuloskeletal

Masalah – masalah yang umum sering terjadi pada sistem muskuluskletal

sangat banyak tapi kelompok hanya membahasan beberapa masalah yang sering

terjadi diantaranya sebagai berikut :

4.1. Rhematik

Rhematik diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu Rhematoid Artritis (RA),

osteoartritis, ghouty artritis.

a. Rhematoid Artritis (RA)

1) Pengertian

Rheumatoid Artritis (RA) adalah penyakit peradangan inflamasi,

sitemik, dan kronik. Menyebabkan kerusakan dan kelainan bentuk sendi .

serangan penyakit ini umumnya terjadi dalam 3 sampai 4 dasawarsa.

(Stanley, 1999)

Atritis reumatoid adalah inflamasi sistemik kronik yang tidak diketahui

penyebabnya, dikarakteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membran

17

sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan

dan deformitas. (kushariyadi, 2010)

2) Etiologi

Penyebab rheumatoid artritis (RA) tidak diketahui. Ada teori

mengatakan penyebabnya dari teori autoimun menyebabkan inflamasi

paling sering pada sendi tapi kadang – kadang juga pada jaringan

penyambung. Sendi yang terkena paling sering pada interfalang proksimal,

matakarpal palanng, pergelanangan (pada penyakit stadium lanjut) lutut

dan tulang paha. (Stanley, 1999)

3) Patofisiologi

Penyakit inflamasi artikula yang paling sering pada lansia, RA

adalah suatu penyakit kronis sistemik, yang secara khas berkembang

perlahan-lahan dan di tandai oleh adanya radang yang sering kambuh pada

sendi-sendi diatrodial dan struktur yang berhubungan. RA sering di sertai

dengan nodul-nodul delmatoid, arthritis, neuropati, sklerisis, ferikarditis,

limphadeopati, stenomegali. RA di tandai dengan periode-periode remisi

dan bertambah parahnya penyakit. (Stanley, 1999)

4) Manifestasi klinis

Pada lansia, RA dapat di golongkan ke dalam tiga kelompok.

Kelompok 1 adalah RA klasik. Sendi-sendi pada kaki dan tangan sebagian

besar terlibat. Terdapat factor rheumatoid, dan nodula-nodula rheumatoid

sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong kearah

kerusakan sendi yang progresif.

Kelompok 2 termasuk klien yang memenuhi kriteria dari American

rheumatologic association untuk RA karena mereka mempunyai radang

sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering melibatkan pergelangan

tangan dan sendi-sendi jari.

Kelompok 3, sinovitis terutama mempengaruhi bagian proksimal sendi,

bahu, dan panggul. Awitannyamendadak, sering di tandai dengan

kekakuan pada pagi hari. Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal

ini, dengan adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman,

dan sindrom cartal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang

18

dapat sembuh sendiri yang dapat di kendalikan secara baik dengan

menggunakan prepnison dosis rendah atau agen antiinflamasi yang

memiliki prognosis yang baik. (Stanley, 1999)

Jika tidak di istirahatkan, RA akan berkembang menjadi 4 tahap :

o Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membrane synovial

dan kelebihan produksi cairan synovial. Tidak ada perubahan yang

bersifat merusak terlihat pada radiografi bukti osteoporosis

mungkin ada.

o Secara radiologis, kerusakan tulang pipi atau tulang rawan dapat di

lihat. Klien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak

ada deformitas sendi.

o Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga

mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan

penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan

deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerudsakan kartilago

dan tulang.

o d) Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang

dapat mengakibatkan terjadinya immobilisasi sendi secara total.

Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti

nodula-nodula mungkin terjadi.

5) Penatalaksanaan

Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit ketika

diagnosis di buat dan termasuk dalam kelompok mana yang sesuai dengan

kondisi tersebut. Untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan agen

antiinflamasi, obat yang dapat di lihat adalah aspirin. Namun efek

antiinflamasi dari aspirin tidak terlihat pada dosis kurang dari 12 tablet per

hari, yang dapat menyebabkan gejala system gastrointestinal dan system

saraf pusat. Obat antiinflamasi non steroid sangat bermanfaat, tetepi di

anjurkan untuk menggunakan dosis yang di rekomendasikan oleh pabrik

atau pemantauan efek samping secara hati-hati sangat perlu di lakukan.

Tetapi kortikosteroid yang di infeksi melalui sendi mungkin di gunakan

untuk infeksi di dalam satu atau dua sendi. Infeksi secara cepat di

19

hubungkan dengan nekrosis dan penurunan kekuatan tulang. Biasanya

injeksi yang di berikan ke dalam sendi apapuntidak boleh di ulangi lebih

dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan umumnya untuk satu sampai

enam bulan. (Stanley, 1999)

Penatalaksanaan keperawatan menekankan pemahaman klien

tentang sifat alami RA kronis dan kelompok serta tahapan-tahapan yang

berbeda untuk memantau perkembangan penyakit. Klien harus ingat

bahwa walaupun pengobatan mungkin mengurangi radang dan nyeri sendi,

mereka harus pula mempertahankan pergerakan dan kekuatan untuk

mensegah deformitas sendi, suatu program aktivitas dan istirahat yang

seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan tekanan pada sendi.

(Stanley, 1999)

b. Osteoartritis

1) Pengertian

Osteoartritis atau sering disebut juga penyakit sendi degeratif

adalah sebuah penyakit sendi non inflamasi yang dikarakteristikkan

sebagai kemunduran tulang rawan artikular yang progresif dengan

pembentukan tulang baru diruas sendi. Ini adalah tipe artritis yang paling

umum terjadi pada lansia. (Meiner, 2006)

2) Etiologi

Penyebab pasti dari osteoatritis sulit diketahui nsecara

pasti.degerasi dari sendi tidak disebabkan oleh proses dari penuaan itu

sendiri. Umur, trauma, gaya hidup, obesitas dan genetik merupakan faktor

– faktor predisposisi dalam perkembangan dari osteoartritis.

Di osteoartritis, tulang rawan menipis dan hilang. Saat tulang

rawan sendi hilang, dua permukaan tulang ketemu satu sama lain,

akibatnya sendi akan terasa nyeri. Interfalang distal, interfalang proksimal,

lutut, tulang paha, tulang punggung adalah yang paling umum

dipengaruhim oleh osteoartritis.

3) Klasifikasi

Osteoarthritis terjadi dalam 2 pola :

20

OA Primer: Terjadi dinovial terutama pada laki-laki usia

pertengahan dan pada wanita usia lebih tua.

OA Sekunder : Terjadi pada setiap usia dan abnormal sejak

lahir.

4) Patofisiologi

Osteoartritis (juga disebut penyakit degenerative sendi, hipertrofi

arthritis, arthritis senescent, dan osteoartrosis) adalah gangguan yang

berkembang secara lambat, tidak simetris, dan non inflamasi yang terjadi

pada sendi – sendi yang dapat digerakkan, khusus pada sendi – sendi yang

menahan berat tubuh. Osteoarthritis ditandai oleh degenerasi kartilago

sendi dan oleh membentukan tulang baru pada bagian pinggir sendi.

Kerusakan pada sendi – sendi akibat penuaan diperkirakan memainkan

suatu peran penting dalam perkembangan osteoarthritis. Perubahan

degenerative menyababkan kartilago yang secara normal halus, putih,

tembus cahaya manjadi buram dan kuning, dengan permukaan yang kasar

dan area malacea (pelunakan). Ketika lapisan kartilago menjadi lebih tipis,

permukaan tulang tumbuh semakin dekat satu sama lain. Inflamasi

sekunder dari membrane sinovial mungkin mengikuti. Pada saat

permukaan sendi menipiskan kartilago, tulang sukondrial meningkat

kepadatanya dan menjadi sklerosis. (Stanley, 1999)

5) Manifestasi klinis

Nyeri, kekakuan, hilangnya gerakan, penurunan fungsi, dan

deformitas sendi secara khas dihubungkan dengan tanda – tanda inflamasi

seperti nyeri tekan, pembengkakan, dan kehangatan. Klien mungkin positif

mempunyai riwayat trauma, pengunaan sendi berlebihan, atau penyakit

sendi sebelumnya.

Pada awalnya, nyeri terjadi bersama gerakan kemudian nyeri juga

dapat terjadi pada saat istirahat. Pemeriksaan menunjukan adanya daerah

nyeri tekan krepitus, berkurangnya rentang gerak, seringnya pembesaran

tulang, dan taanda-tanda inflamasi pada saat –saat tertentu. Peningkatan

rasa nyeri di iringi oleh kehilangan fungsi progresif keseluruhan

koordinasi dan postur tubuh mungkin terpengaruh sebagai hasil dari nyeri

21

dan hilangnya mobilitas nodus heberden, walaupun tidak terbatas pada

lansia semua manifestasi osteoarthritis yang sering terjadi.pertumbuhan

berlebihan dari tulang yang reaktif terletak pada bagian distal sendi-sendi

interfalang. Nodus heberden merupakan pembengkakan yang dapat di

palpasi yang sering di hubungkan dengan fleksi dan defiasi lateral dari

bagian distal tulang jari. Nodus ini mungkin menjadi nyeri tekan, merah

dan bengkak, sering di mulai dari satu jari dan menyebar ke jari yang lain.

Pada umumnya tidak ada kehilangan fungsi, tetepi klien sering merasa

tertekan sebagai akibat dari perubahan bentuk yang terjadi. (Stanley, 1999)

6) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gangguan kronis ini di mulai dengan menemukan

aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin ikut berperan terhadap

tekanan pada sendi yang sakit, memberikan alat bantu pada klien, untuk

mengurangi beban berat pada sendi yang sakit, mengajarkan klien untuk

menggunakan alat bantu ini, dan merencanakan penatalaksanaan nyeri

yang sesuai. Jika fisioterapi dan alat bantu tidak mendorong kearah

perbaikan yang berarti dan nyeri yang telah melumpuhkan, operasi

penggantian sendi mungkin di indikasikan.(Stanley, 1999)

c. Gout artritis

1) Pengertian

Gout adalah penyakit serangan akut dari nyeri artritis yang terjadi

sebagai hasil dari peningkatan asam urik serum. Selama serangan gout

akut, inflamasi tualng sendi disebabkan adanya kristal – kristal urate

sodium pada tulang sendi. gout diklasifikasikan menjadi 2 yaitu gout

primer dan gout acquired. Gout primer adalah penyakit bawaan sejak lahir

dari metabolisme purine sedankan out acquired adalah disebabkan oleh

medikasi yang mempengaruhi sekresi dari asam uric. Yang termasuk

dalam medikasi ini adalah golongan deuretik thiazide seperti

hidroklorothiazide. Gout biasanya terjadi pada usia pertengahan atau juga

dapat mempengaruhi pada lansia. Prevalensi gout lebih sering terjadi pada

laki – laki dari pada wanita.( Meiner, 2006)

2) Manifestasi

22

Manifestasi klinik gout terdiri dari artritis gout akut, intelklitikal

gout dan gout menahun. Ketiga stadium ini merupakan stadium yang

klasik dan didapat diposisi yang kristal urat.

o Stadium artritis gout akut

Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul

sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada

gejala – gejala apa – apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit

yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat

monoartrikuler dengan keluhan utama berupa nyeri,

bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik

berupa demam, dan menggil dan merasa lelah.

o Stadium interkritikal

Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana

terjadi periode interkritik asimtomatik. Walaupun secara

klinik tidak didapatkan tanda – tanda radang akut namun

pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat.

o Stadium artritis gout menahun

Stadium ini umumnya pada pasien mengobati sendiri

sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara teratur

pada dokter. Artritis gout menahun biasanya disertai tofi

yang banyak dan terdapat poliartrikuler. Tofi ini sering

pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang – kadang

dapat timbul infeksi sekunder.

3) Penatalaksanaan

Secara umum penanganan artritis gout adalah memberika edukasi,

pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan di lakukan

secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain,

misalnya opada ginjal. Pengobatan artritis gout akut bertujuan

menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat,

antara lain kolkisin, obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS),

Kortikosteroid, atau hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti

arupurinol atau obat urikosurik tidak boleh di berikan pada stadium akut.

23

Namun pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam urat,

sebaiknya tetap di berikan. Pemberian OAINS dapat pula di berikan. Dosis

tergantung dari jenis OAINS yang di pakai. Di samping efek anti inflamasi

obat ini juga mempunyai efek analgetik. Jenis OAINS yang banyak di

pakai pada artriris gout akut adalah indometasin. Dosis obat ini adalah

150/200 mg/hari selama 2-3 hari dan di lanjutkan 75-100 mg/hari sampai

minggu berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan berkurang.

Kortikosteroid dan ACTH di berikan apabila kolkisin dan OAINS tidak

efektif atau merupakan kontraindikasi. Pemakaian kortikosteroid pada

gout dapat di berikan oral atau parenteral. Indikasi pemberian adalah pada

artritis gout akut yang mengenai banyak sendi (poliartikular). Pada

stadium interkritik dan menahun tujuan pengobatan adalah untuk

menurunkan kadar asam urat, sampai kadar normal guna mencegah

kekambuhan. Penurunan kadar asam urat di lakukan dengan pemberian

diet rendah purin dan pemakaian obat alupurinol bersama obat orikusurik

yang lain. ( Aru W.Sudoyo.2006).

4.2. Osteoporosis

1) Pengertian

Osteoporosis pada umumnya adalah tentang penyakit rapuh

tulang dan dibedakan oleh pengurangan massa dan kekuatan

tulang. Tulang terus-menerus memperbaiki diri dan proses

melindungi tulang tetap konstan. Sel tulang yang tua diabsorbsi

oleh osteoklas dan sel tulang yang baru dibentuk osteoblast. Proses

lengkap remodeling membutuhkan waktu 4-8 bulan. Massa tulang

dibentuk saat usia masih muda dengan berat jenis mineral tulang

(BMD = bone mineral density) meningkat sampai kira – kira usia

30 tahun, massa tulang dicapai. ( Stanley, 1999)

2) Patofisiologi

Osteoporosis adalah suatu kondisi penurunan massa tulang

secara keseluruhan, merupakan suatu keadaan tidak mampu

berjalan / bergerak, sering merupakan penyakit tulang yang

24

menyakitkan yang terjadi dalam proporsi endemic. Walaupun

osteoporosis serimg terjadi pada wanita, pria juga berisiko untuk

mengalami osteoporosis. Hilangnya substansi tulang menybabkan

tulang manjadi lemah secara mekanis dan cenderung untuk

mengalami fraktur akibat trauma minimal. Ketika kemampuan

Manahan berat badan normal menurun atau tidaka da sebagai

konsekuensi dari penurunan atau gangguan mobilitas, akan terjadi

osteoporosis karena tulang ynag jarang digunakan. Aktivitas

asteoklastik reabsorbsi tulang dan pelepasan kalsium dan fosfor

kemudian dipercepat. (Stanley, 1999)

3) Manifestasi klinis

Fraktur – fraktur primer yang paling sering ditemukan pada klien

dengan osteoporosis adalah fraktur vertebra, fraktur tulang

panggul, dan fraktur lengan bawah. Fraktur ini tarjadi salah

satunya akibat dari stress cedera yang berulang – ulang atau akibat

trauma akut, yang mungkin memperberat mikro fraktur ini.

Sebagai konsekuensinya, tidak diketahui dengan pasti factor apa

yang memulai terjadinya fraktur panggul. Fraktur osteoporosis

cenderung barkelompok, dan kejadian satu jenis fraktir pada

umumnya menunjukan bahwa seorang pasien berisiko tinggi

mengalami fraktur pada lokasi yang lain.

Fraktur vertebra dan lengan bagian bawah cenderung

terjadi lebih awal dalam hidup dibandingkan fraktur panggul.

Fraktur membatasi mobilitas dan menempatkan pasien pada risiko

tinggi untuk mengalami kemunduran status fungsional dan

perkembangan komplikasi selanjutnya akibat keterbatasan

mobilitas. (Stanley, 1999)

4) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan keperawatan untuk osteoporosis termasuk

pencegahan melalui pendidikan kesehatan dengan menekankan

pada pengurangan fraktur risiko, asupan kalsium dan nutrisi yang

adekuat, aktivitas fisik dan terapi sulih hormone.

25

Lansia yang tinggal diinstitusi, yang mengalami gangguan

mobilitas, terutama sangat rentan osteoporosis meningkat dengan

cepat dari hari ketiga sampai minggu ketiga dari immobilisasi dan

mencapai puncaknya selama minggu keliama atau keenam.

Namun, dengan ambulasi, mineral tulang disimpan kembali dengan

kecepatan hanya !% setiap bulanya, tekankan pentingnya

pencegahan kehilangan awal. (Aru W. Sudoyo, 2006)

26

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang dalam bergerak secara bebas dan

mandiri.Perubahan mobilisasi pada lansia meliputi gangguan imobilisasi,

intoleransi aktifitas dan sindrom disuse.

Hal-hal tersebut dapat terjadi dikarnakan berbagai factor baik internal

maupun eksternal.

Untuk penanganannyapun terdapat 3 fase yaitu dari upaya pencegahan

primer, pencegahan sekunder hingga pencegahan tersier.Tergantung skor

keparahan imobilisasi atau perubahan mobilitas lansia.

Perubahan fungsi musculoskeletal pada lansia meliputi berubahnya system

skeletal, muscular, dan sendi.

Beberapa ganguan musculoskeletal yang sering terjadi pada lansia adalah

rematik dan osteoporosis. Dimana rematik diklasifikasikan men jadi 3 yaitu

Rhematoid Artritis, Osteoartritis, dan Gout arthritis.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi

musculoskeletal disesuaikan dengan gangguan dan perubahan yang dialami lansia

tersebut.

B. Saran

Saran kami bagi para lansia yang sudah mengalami perubahan mobilitas

akan lebih baik jika terus melatih dan membiasakan mobilisasinya. Hal

tersebut membantu mencegah terjadinya intoleransi aktifitas yang lebih

parah.

Saran kami bagi masyarakat agar lebih memperhatikan kesehatan tulang

dan otot dan tubuh secara keseluruhan selagi dalam usia muda. Hal itu

27

mampu memperlambat proses penuaan yang tentunya dapat

memperlambat proses perubahan mobilitas ketika berusia lanjut kelak.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. http://bernando18.blogspot.com/2011/10/gangguan-mobilitas-pada-

lansia.html

2. Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses

dan praktik.Edisi 4.Jakarta : EGC.

3. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan

intervensi NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.

4. http://www.minangforum.com/Thread-Perubahan-anatomik-organ-tubuh-

pada-penuaan

5. mickey & patricia. 2006. Buku ajar keperawatan gerontik. Edisi 2 . Jakarta :

EGC.

6. http://texbuk.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-dan-

perubahan_5791.html

29