Upload
buithuy
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MODAL SOSIAL KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT
(Studi Kasus di Desa Damarwulan, Kecamatan Keling,
Kabupaten Jepara)
NORA WIKHEN ANJARSARI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Modal Sosial
Kelompok Tani Hutan Rakyat (Studi Kasus di Desa Damarwulan, Kecamatan
Keling, Kabupaten Jepara) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Nora Wikhen Anjarsari
NIM E14100034
ABSTRAK NORA WIKHEN ANJARSARI. E14100034. Modal Sosial Kelompok Tani
Hutan Rakyat (Studi Kasus di Desa Damarwulan, Kecamatan Keling, Kabupaten
Jepara). Dibimbing oleh DUDUNG DARUSMAN dan LETI SUNDAWATI.
Pengelolaan sumberdaya hutan berbasis masyarakat terbukti dapat
menyelamatkan hutan dari ancaman kerusakan di beberapa tempat. Hal ini
menjadi dasar pemikiran perlunya memperhatikan modal sosial masyarakat dalam
pengelolaan hutan rakyat. Tujuan penelitian adalah mengetahui kegiatan
kelompok tani serta organisasi pengelolaannya, mengidentifikasi serta menilai
karakteristik individu, dan modal sosial di kelompok tani. Penelitian dilaksanakan
di Desa Damarwulan, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara pada bulan April
2014. Penelitian dilakukan menggunakan metode survei dengan jumlah responden
sebanyak 30 yang dipilih secara purposive. Data diperoleh melalui observasi,
wawancara, dokumentasi, dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penilaian
karakteristik individu petani berada pada kategori sedang. Secara umum tingkat
modal sosial kelompok tani pada taraf tinggi. Berdasarkan korelasi Spearman,
karakteristik individu yang berhubungan nyata dengan unsur-unsur modal sosial
adalah pendidikan non formal, pendidikan formal, luas lahan, dan lama tinggal.
Karakteristik individu yang berhubungan nyata dengan tingkat modal sosial
adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, dan lama tinggal.
Kata kunci: karakteristik individu, kelompok tani, modal sosial, pengelolaan hutan
rakyat.
ABSTRACT NORA WIKHEN ANJARSARI. E14100034. Social Capital of Farmer Group in
Private Forest (Case Study in Damarwulan Village, Keling District, Jepara
Regency). Supervised by DUDUNG DARUSMAN and LETI SUNDAWATI.
Community-based forest management has been proved to be able to
prevent forest degradation at some locations. So that, to sustain community forest
it is important to consider social capital of community in forest management. The
purpose of this study is to find out the farmer group activity and the management
organization also to identify and assess individual characteristics and social
capital of farmer group. This study was conducted at the Damarwulan Village,
Keling District, Jepara Regency on April 2014 using survey methods from 30
farmers. Data collected using observation, interview, documentation, and technics
analyzed descriptively. Based on the assessment, the individual characteristics of
farmers was in the medium category, while the social capital was at the high level.
Individual characteristics that significantly correlated to the elements of social
capital based on Spearman correlation were non-formal education, formal
education, land area, and period of residential. Individual characteristics that
significantly correlated to the social capital level were formal and non-formal
education, period of residential.
Keywords: community forest management, farmer group, individual
characteristics, social capital
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
MODAL SOSIAL KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT
(Studi Kasus di Desa Damarwulan, Kecamatan Keling,
Kabupaten Jepara)
NORA WIKHEN ANJARSARI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Modal Sosial Kelompok Tani Hutan Rakyat (Studi Kasus di Desa
Damarwulan, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara)
Nama : Nora Wikhen Anjarsari
NIM : E14100034
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Dudung Darusman, MA
Pembimbing I
Dr Ir Leti Sundawati, MSc F Trop
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc Forst Trop
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah modal sosial,
dengan judul Modal Sosial Kelompok Tani Hutan Rakyat (Studi Kasus di Desa
Damarwulan, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Dudung Darusman, MA.
selaku pembimbing pertama dan Dr Ir Leti Sundawati, M.Sc.F.Trop selaku
pembimbing kedua, serta pihak lain yang telah membantu selama pengumpulan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Nora Wikhen Anjarsari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Kerangka Pikir 2
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
METODE 4
Alat dan Bahan 4
Pemilihan Lokasi Contoh dan Jumlah Responden 4
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 4
Pengolahan dan Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Sejarah Pembangunan Hutan Rakyat 7
Kegiatan Kelompok Tani Hutan Rakyat 8
Karakteristik Individu Petani 10
Penilaian Karakteristik Individu Petani 13
Unsur-unsur Pembentuk Modal Sosial KTH Rakyat 14
Tingkat Modal Sosial Kelompok Tani Hutan Rakyat 19
Hubungan antara karakteristik individu dengan unsur 20
modal sosial dan tingkat modal sosial
SIMPULAN DAN SARAN 22
Simpulan 22
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 24
DAFTAR TABEL
1 Data dan pengolahan karakteristik responden 5
2 Data dan pengolahan unsur-unsur modal sosial 6
3 Jenis komoditas dan produksi hasil hutan 8
4 Sebaran responden berdasarkan kelompok umur 10
5 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan formal 10
6 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan 11
non formal
7 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan per tahun 11
8 Sebaran responden berdasarkan tingkat kesehatan 12
9 Sebaran responden berdasarkan luas lahan garapan 12
10 Sebaran responden berdasarkan lama tinggal dalam komunitas 12
11 Penilaian karakteristik individu 13
12 Penilaian karakteristik individu petani berdasarkan kategori 14
13 Tingkat jaringan sosial Kelompok Tani 14
Langgeng Makmur VII
14 Penilaian tingkat jaringan sosial kelompok tani menurut kategori 15
15 Tingkat norma sosial Kelompok Tani 16
Langgeng Makmur VII
16 Penilaian tingkat norma sosial kelompok tani 16
17 Tingkat kepercayaan Kelompok Tani 17
Langgeng Makmur VII
18 Penilaian tingkat kepercayaan kelompok tani 18
19 Tingkat modal sosial kelompok tani 19
20 Sebaran tingkat modal sosial responden 19
21 Hubungan antara komponen karakteristik individu 20
Dengan unsur modal sosial
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian 2
2 Tanaman kopi di bawah tegakan sengon 8
3 Pertemuan rutin Kelompok Tani Langgeng Makmur VII 9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data karakteristik individu dan modal sosial Kelompok Tani 25
2 Tingkat jaringan sosial Kelompok Tani Langgeng Makmur VII 26
3 Tingkat norma sosial Kelompok Tani Langgeng Makmur VII 26
4 Tingkat kepercayaan Kelompok Tani Langgeng Makmur VII 27
5 Korelasi antara komponen karakteristik individu dan unsur- 30
unsur modal sosial
6 Riwayat Hidup Penulis 32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi hutan dan lahan di Indonesia saat ini telah menjadi keprihatinan
banyak pihak, baik di dalam negeri maupun masyarakat internasional. Tercatat
laju kerusakan hutan dan lahan di Indonesia (2005-2010) rata-rata 0.7 juta ha
tahun-1
(FAO 2010) dan juga terdapat lahan kritis baik di dalam maupun di luar
kawasan hutan. Peningkatan laju kerusakan hutan secara umum disebabkan belum
optimalnya implementasi kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan yang
berbasis masyarakat (Suharjito 2000).
Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan telah melakukan reorientasi
kebijakan pembangunan kehutanan dengan melaksanakan program rehabilitasi
hutan dan lahan dalam rangka memulihkan fungsi lahan kritis tersebut, sehingga
dapat menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air. Rehabilitasi lahan kritis
dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1960-an dengan mengembangkan hutan
rakyat sebagai kegiatan penghijauan untuk mengatasi lahan kritis pada lahan milik
masyarakat (Awang et al. 2007). Selain bertujuan untuk memulihkan fungsi lahan
kritis, kebijakan ini dipandang dapat membantu memberdayaan ekonomi
masyarakat sekitar hutan. Menurut UU No.41/1999 pasal 70, penyelenggaraan
kehutanan berbasis masyarakat menjadi landasan pembangunan kehutanan
sehingga pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai
kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna. Salah satu
peran masyarakat dalam kegiatan di bidang kehutanan yang didorong pemerintah
adalah pengelolaan hutan rakyat.
Hutan rakyat memiliki kontribusi secara ekonomi dan ekologi kepada
masyarakat. Kontribusi tersebut dapat dilihat dari potensi hutan rakyat baik
potensi kayu maupun non kayu. Menurut Balai Pemantapan Kawasan Hutan
(BPKH) Wilayah XI (2009) hutan rakyat juga mempunyai peran secara ekologis.
Hutan rakyat merupakan bentuk manifestasi kebutuhan jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang yang terlihat dari sistem wanatani dan peternakan.
Kebutuhan jangka pendek dapat dipenuhi dengan sistem tumpangsari tanaman
semusim di lahan hutan rakyat (agroforestry), sedangkan jangka menengah
dipenuhi dari beternak dan hasil panen tanaman perkebunan seperti kopi maupun
tanaman buah lainnya. Kebutuhan jangka panjang dipenuhi oleh hasil kayu, yang
hanya akan ditebang ketika ada kebutuhan yang mendesak dan tidak dapat
dipenuhi dari pendapatan yang lain.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian (Saputro 2006; Marwoto 2012;
Rinawati 2012) menunjukan bahwa kelompok masyarakat mampu mengelola
hutan secara lestari, namun kenyataan lain juga menunjukkan terjadinya proses
pemudaran kemampuan itu. Pemudaran tersebut terjadi karena para pengelola
hutan, pengambil kebijakan, maupun pihak yang berprofesi di bidang kehutanan
tidak memiliki pengetahuan yang kuat dalam hal modal sosial. Pengetahuan yang
tidak kuat inilah yang menyebabkan modal sosial sering dikesampingkan dan
dianggap tidak penting dalam pengelolaan hutan. Hal inilah yang menyebabkan
berkurangnya modal sosial dalam pengelolaan hutan. Maka dari itu, para
2
pengelola hutan, pengambil kebijakan, dan pihak yang memiliki profesi di bidang
kehutanan harus mempelajari modal sosial dalam kaitannya dengan pengelolaan
hutan. Atas dasar inilah perlu penggalian tentang modal sosial terutama di bidang
pengelolaan hutan rakyat oleh petani hutan rakyat.
Kerangka Pikir
Permasalahan lahan kritis telah menjadi keprihatinan banyak pihak.
Berbagai usaha dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah
tersebut, antara lain melalui program penghijauan berupa pembangunan hutan
rakyat baik hutan rakyat murni maupun agroforestri. Partisipasi masyarakat
khususnya dalam penelitian ini adalah Kelompok Tani Hutan (KTH) pada
program pembangunan hutan rakyat perlu diwujudkan dengan cara mengetahui
dan mengidentifikasi unsur-unsur modal sosial yang berada dalam KTH.
Identifikasi dan analisis karakteristik individu petani serta unsur-unsur
modal sosial yang ada di dalam KTH pada hutan rakyat perlu dilakukan untuk
mengetahui tingkat modal sosialnya. Tingkat modal sosial yang ada pada KTH
akan mempengaruhi kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Skema kerangka
pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Laju kerusakan
hutan meningkat
Lahan kritis Program rehabilitasi
lahan kritis
Hutan rakyat
Modal sosial: kepercayaan,
norma-norma sosial, dan jaringan
sosial
Tingkat modal sosial
Pengelolaan hutan rakyat
Kelompok Tani Hutan (KTH)
Karakteristik Individu
Petani
3
Rumusan Masalah
Kegiatan pengelolaan hutan rakyat dibatasi oleh beberapa faktor
diantaranya yaitu kebijakan, kemudahan akses terhadap informasi, ketersediaan
infrastruktur, ketersediaan sumberdaya serta aturan-aturan dan struktur sosial
budaya. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi apakah hutan rakyat layak untuk
dikembangkan, apakah menguntungkan baik secara ekonomi, serta dari segi
biofisik, dan apakah dapat diterima atau sesuai dengan sosial budaya setempat.
Dalam pengelolaan hutan rakyat, modal sosial yang dibangun oleh suatu
kelompok pengelola hutan rakyat dapat memberikan dukungan energi untuk
memperkuat modal sosial dalam mencapai keberhasilan pengelolaannya.
Lemahnya salah satu unsur modal sosial akan mengakibatkan menurunnya fungsi
sistem yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa peran modal sosial sangat
penting dalam pengelolaan hutan rakyat. Berdasarkan uraian diatas, hal yang akan
dianalisis dalam penelitian ini yaitu karakteristik individu dan unsur-unsur modal
sosial dalam Kelompok Tani Hutan Rakyat di Desa Damarwulan, Kecamatan
Keling, Kabupaten Jepara.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kegiatan kelompok tani dalam membangun hutan rakyat, serta
organisasi pengelolaannya.
2. Mengidentifikasi karakteristik petani hutan rakyat.
3. Menganalisis unsur-unsur modal sosial dan tingkat modal sosial petani hutan
rakyat di Desa Damarwulan, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang tingkat
modal sosial petani hutan rakyat, sebagai bahan informasi kepada para pengambil
keputusan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan rakyat.
4
METODE
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
sebagai interview guide disertai alat tulis untuk wawancara di lapangan, kamera
untuk keperluan dokumentasi, Microsoft Excel, SPSS, dan Microsoft Word untuk
pengolahan data.
Pemilihan Lokasi Contoh dan Jumlah Responden
Penelitian dilakukan pada bulan April – Mei 2014 di Hutan Rakyat yang
dikelola oleh Kelompok Tani Langgeng Makmur VII. Pemilihan lokasi penelitian
yaitu di RT 04 RW 03 Dukuh Tanggar, Desa Damarwulan, Kecamatan Keling,
Kabupaten Jepara. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa Desa Damarwulan adalah desa yang berhasil
melakukan pembangunan hutan rakyat serta desa yang mendapatkan prestasi dari
hutan rakyat.
Populasi dalam penelitian ini adalah Kelompok Tani Langgeng Makmur
VII, Desa Damarwulan, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara yang
beranggotakan 67 petani yang terdiri atas 30 petani inti dan 37 petani hamparan.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 30 petani inti yang
merupakan pemilik sekaligus pengelola lahan. Selain itu dilakukan wawancara
dengan beberapa informan kunci yang dianggap lebih mengetahui fokus
penelitian, seperti ketua kelompok tani dan tokoh masyarakat. Penentuan
informan kunci dilakukan dengan cara snowball (bola salju) atau pemilihan
informan secara berantai.
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan melalui wawancara
terstruktur dengan responden yaitu petani hutan rakyat, terdiri atas data identitas
responden, karakteristik responden, serta unsur-unsur modal sosial (jaringan
sosial, norma sosial, dan kepercayaan). Data identitas responden seperti nama,
jenis kelamin, suku, jumlah anggota keluarga, dan pekerjaan. Data karakteristik
individu yang dicari yaitu umur, pendidikan formal, pendidikan non formal,
pendapatan, frekuensi sakit, luas lahan garapan, dan lama tinggal. Data sekunder
merupakan data yang berasal dari proses studi literatur dan sumber lain yang
terkait.
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan menjadi
beberapa tahapan, yaitu:
5
1. Menjelaskan kondisi atau gambaran umum dari sejarah pembangunan
serta kegiatan pengelolaan hutan rakyat oleh kelompok tani, beserta
organisasi pengelolaannya.
2. Menjelaskan karakteristik individu, unsur-unsur modal sosial, serta tingkat
modal sosial petani hutan rakyat dengan menggunakan persamaan selang
nilai (Irianto 2004), yaitu:
Selang nilai = Selisih nilai observasi terbesar dengan nilai observasi terkecil
Jumlah kelas
Adapun jumlah kelas disesuaikan dengan kategori tingkatan yang
diinginkan yaitu 3 kelas (rendah, sedang, tinggi) untuk karakteristik individu,
unsur-unsur modal sosial, dan tingkat modal sosial.
a. Karakteristik individu
Pengelolaan hutan rakyat sangat berhubungan dengan faktor internal
masing-masing individu petani. Perilaku dari seseorang dipengaruhi oleh
karakteristik individu yang dimiliki oleh orang tersebut. Adapun karakteristik
individu dihitung dengan menggunakan selang nilai dan dikategorikan dengan
skala likert seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Data dan pengolahan karakteristik responden No. Karakteristik individu Selang Skor Kategori
1 Umur < 47 tahun
47 – 66 tahun
>66 tahun
3
2
1
Tinggi
Sedang
Rendah
2 Pendidikan formal Tidak sekolah-SD
Tidak tamat-SLTP/SLTA
Tidak tamat-D3/S1
1
2
3
Rendah
Sedang
Tinggi
3 Pendidikan non formal < 6 kali
6 -11 kali
>11 kali
1
2
3
Rendah
Sedang
Tinggi
4 Pendapatan < Rp 35 000 000/th
Rp 35 000 000/th- Rp 69 000 000/th
>Rp 69 000 000/th
1
2
3
Rendah
Sedang
Tinggi
5 Tingkat kesehatan < 3 kali/th
3 – 5 kali/th
>5 kali/th
1
2
3
Rendah
Sedang
Tinggi
6 Luas lahan < 0.82 ha
0.82 – 1.42 ha
>1.42 ha
1
2
3
Rendah
Sedang
Tinggi
7 Lama tinggal < 43 tahun
43 – 64 tahun
>64 tahun
1
2
3
Rendah
Sedang
Tinggi
b.Unsur- unsur modal sosial
Unsur pembentuk modal sosial yang diidentifikasi pada Kelompok Tani
Langgeng Makmur VII meliputi jaringan sosial, norma sosial, dan kepercayaan.
Penilaian terhadap unsur-unsur tersebut menggunakan 3 kontinum modal sosial
Uphoff (2000) yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Unsur- unsur modal sosial yang
6
dihitung dengan menggunakan selang nilai dan dikategorikan dengan skala likert
seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 Data dan pengolahan unsur-unsur modal sosial No Unsur modal sosial Kategori Skor Tingkat
1 Jaringan sosial < 9
9–12
>12
1
2
3
1= rendah
2= sedang
3= tinggi
2 Norma sosial < 7
7-9
>9
1
2
3
1= rendah
2= sedang
3= tinggi
3 Kepercayaan <22
22-30
>30
1
2
3
1= rendah
2= sedang
3= tinggi
Hasil dari perhitungan unsur-unsur modal sosial selanjutnya akan digunakan
sebagai dasar penentuan tingkat modal sosial Kelompok Tani Langgeng Makmur
VII.
3. Uji Korelasi Spearman
Uji korelasi peringkat Spearman digunakan untuk melihat besarnya
hubungan antar peubah. Hubungan yang dicari dengan korelasi peringkat
Spearman adalah hubungan antara variabel karakteristik individu terhadap
variabel unsur-unsur modal sosial dan tingkat modal social petani hutan rakyat.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah Pembangunan Hutan Rakyat di Desa Damarwulan
Kelompok Tani Langgeng Makmur VII dirintis sejak tahun 1984 oleh
masyarakat Dukuh Tanggar, Desa Damarwulan. Tujuan awal dirintisnya
kelompok tani tersebut adalah berawal dari kepentingan bersama untuk mengelola
lahan kering sehingga dapat berfungsi sebagai media produksi bahan-bahan
kebutuhan sehari-hari. Anggota yang tergabung dalam kelompok tani ini awalnya
hanya sekitar 17 orang dengan kepemilikan lahan seluas 10 ha. Kegiatan yang
dilakukan pada saat itu hanya terfokus pada bagaimana caranya agar tanaman
yang ditanam dapat memberikan hasil yang baik dan dapat memenuhi kebutuhan
keluarga. Sebagian besar tanaman yang dikelola adalah tanaman palawija berupa
jagung, singkong, padi, serta beberapa jenis pohon seperti pohon randu, mahoni,
jengkol, petai, dan jati.
Sebelum namanya berubah menjadi kelompok tani, dulunya kelompok ini
sering disebut sebagai kelompok arisan kerja. Kegiatan utama yang dilakukan
adalah arisan, dimana setiap anggota yang mendapatkan arisan akan memperoleh
kesempatan untuk melakukan kerja bersama-sama dengan anggota lainnya di
lahan milik penerima arisan tersebut. Kegiatan yang biasa dilakukan adalah
membersihkan rumput liar yang tumbuh di lahan atau sering disebut juga dengan
istilah besik. Setelah berjalan hampir 2 tahun, pada tanggal 1 April 1986
Kelompok Tani Langgeng Makmur VII resmi berdiri dengan struktur
organisasinya yaitu Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan seksi-seksi (seksi informasi
dan komunikasi, hama dan penyakit, perlengkapan, dan budidaya). Tujuan
pembentukan kelompok tani adalah untuk meningkatkan kapasitas dan
keterampilan petani dalam budidaya tanaman pertanian, kehutanan, dan
perkebunan, meningkatkan hasil produksi tanaman, serta menumbuhkembangkan
jiwa kewirausahaan. Saat ini jumlah anggota mencapai 67 orang dan luas lahan
mencapai 97.742 ha. Petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Langgeng
Makmur VII terdiri atas 30 petani inti dan 37 petani hamparan. Petani inti adalah
petani hutan rakyat yang memiliki lahan di Desa Damarwulan sekaligus
mengelola lahan tersebut. Petani hamparan adalah petani pemilik lahan hutan
rakyat di Desa Damarwulan, tetapi bukan pengelola lahan. Petani hamparan
biasanya menyewa orang lain untuk mengelola lahan mereka.
Petani inti yang tergabung dalam Kelompok Tani Langgeng Makmur VII
secara keseluruhan merupakan kepala keluarga, beragama islam, dan berasal dari
suku yang sama yaitu jawa, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
Sebagaimana budaya masyarakat agraris, usaha pertanian masih menjadi andalan
pendapatan keluarga petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Langgeng
Makmur VII. Hanya sebagian kecil yang bekerja di bidang lain, seperti buruh,
tukang kayu, pedagang, maupun yang bergerak di bidang jasa (pengajar dan
wiraswasta).
Pembangunan Hutan Rakyat oleh Kelompok Tani Langgeng Makmur VII
(KT LM VII) mengarah pada pola Hutan Rakyat Agroforestry dengan orientasi
kepada optimalisasi pemanfaatan lahan baik dari segi ekonomi maupun ekologi.
Selain hasil utama berupa kayu-kayuan, di bawah tegakan ditanam pula komoditas
8
lain seperti pisang, hijauan pakan ternak, dan empon-empon (kunyit, temulawak,
jahe) yang menjadi sumber penghasilan jangka pendek yang sangat
menguntungkan bagi masyarakat. Selain ditanam di lahan hutan, empon-empon
juga sengaja ditanam oleh masyarakat di pekarangan rumah. Selain itu ada pula
tanaman di bawah tegakan lainnya seperti kopi dan lada, yang merupakan
komoditas dominan dan menjadi sumber penghasilan tahunan yang sangat
menguntungkan bagi masyarakat. Tabel 3 menyajikan jenis komoditas dan
produksi hasil hutan yang dikelola oleh kelompok tani di Dukuh Tanggar, Desa
Damarwulan, dan Gambar 2 menunjukkan pola Hutan Rakyat Agroforestry yaitu
antara tegakan sengon dengan tanaman kopi.
Tabel 3 Jenis Komoditas dan Produksi Hasil Hutan No Jenis komoditas Produksi hasil hutan
1 Kayu-kayuan Sengon, mahoni, jati, mindi, waru, petai, jengkol, salam,
lamtoro, durian, jambu monyet, kapuk/randu
2 Tanaman sela dan di
bawah tegakan
Lada, kopi, melinjo, kakao, cengkeh, pisang, nanas, talas
Gambar 2 Tanaman kopi di bawah tegakan sengon
Kegiatan Kelompok Tani Hutan Rakyat
Setiap 35 hari (selapanan) sekali Kelompok Tani Langgeng Makmur VII
selalu melakukan pertemuan rutin antara anggota dengan pengurus yang dapat
dilihat pada Gambar 3. Pertemuan tersebut dilaksanakan pada hari Jumat Pon dan
Jumat Wage bertempat di Kantor Kelompok Tani Langgeng Makmur VII. Dalam
pertemuan tersebut selain dilakukan kegiatan arisan rutin juga terdapat kegiatan
penyuluhan. Penyuluh yang datang tidak hanya dari bidang pertanian tetapi juga
bidang kehutanan dan perkebunan. Melalui pertemuan tersebut, para petani dapat
mendapatkan informasi serta ilmu pengetahuan yang baru dan penting terkait
pertanian, kehutanan, dan perkebunan. Selain itu, antara petani dengan penyuluh
juga dapat bertukar pendapat terkait masalah yang terjadi di lahan serta proses
penyelesaiannya.
9
Gambar 3 Pertemuan rutin Kelompok Tani Langgeng Makmur VII
Selain penyuluhan, kegiatan lain seperti pelatihan juga pernah diadakan di
kelompok tani. Tujuan diadakannya pelatihan adalah untuk menumbuhkan dan
mengembangkan keterampilan dari masing- masing anggota. Pelatihan yang
pernah diterima oleh anggota kelompok tani dan difasilitasi oleh Kepala Desa dan
Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara, diantaranya: Pelatihan Petani
Kader Rehabilitasi Hutan dan Lahan/RHL, Pelatihan Budidaya Ulat Sutra,
Pelatihan Budidaya Nilam, Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu
Tanaman Perkebunan (kopi, cengkeh, lada), Pelatihan Manajemen Usaha Tani,
dan Temu Usaha. Kegiatan pelatihan dalam rangka peningkatan ketrampilan telah
memberikan dampak bagi kelompok tani serta masyarakat sekitar dengan semakin
bertumbuhnya kelompok usaha produktif di bidang kehutanan dan perkebunan
yang diantaranya adalah pembuatan bibit tanaman kehutanan, pembuatan bibit
tanaman kopi, kelapa, lada, dan cengkeh, serta pembuatan benang sutra.
Pembuatan bibit tanaman kehutanan dan perkebunan biasanya dilakukan 2 bulan
sebelum masa tanam. Pembibitan dilakukan secara swadaya oleh kelompok tani.
Kegiatan nyata di bidang kehutanan yang telah dilakukan oleh Kelompok
Tani Langgeng Makmur VII dan pemerintah Desa Damarwulan dalam
menggerakkan minat masyarakat dalam upaya konservasi dan perlindungan
sumberdaya hutan adalah menggalakkan pembuatan tanaman hutan rakyat
swadaya. Di Desa Damarwulan terdapat areal hutan rakyat swadaya seluas 265 ha
dengan beberapa jenis tanaman seperti jati, mahoni, sengon, mindi, akasia,
sonokeling, waru, dan bambu.
Dampak positif yang telah dirasakan dari pembangunan hutan rakyat
swadaya terhadap upaya konservasi sumberdaya hutan, diantaranya adalah
terdapat 25 sumber mata air, 17 diantaranya muncul setelah hutan rakyat dibangun
dan dilestarikan. Mata air yang ada, 11 mata air digunakan untuk mencukupi
kebutuhan air bersih dan 10 mata air lainnya digunakan untuk mengairi sawah di
sekitarnya. Dampak lainnya yaitu berkurangnya potensi sumber bencana alam
seperti banjir dan tanah longsor, serta meningkatkan pendapatan anggota
kelompok tani. Selain menimbulkan dampak ekologi dan ekonomi bagi
lingkungan dan masyarakat, dampak lain yang dirasakan yaitu sering diadakannya
kegiatan studi banding, magang, Kuliah Kerja Nyata (KKN), maupun kegiatan
akademik lainnya seperti penelitian. Disamping itu, keberhasilan pembinaan
kelompok tani oleh aparat pemerintah Desa Damarwulan adalah pencapaian
prestasi Kelompok Tani Langgeng Makmur VII antara lain: juara II Hutan Rakyat
Tingkat Kabupaten Jepara Tahun 1999; juara I Kelompok Tani Penghijauan
10
Tingkat Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005; terbaik I Tingkat Nasional Kelompok
Tani Penghijauan Tahun 2005. Selain itu, ketua kelompok tani Langgeng Makmur
VII memperoleh prestasi sebagai Pemuda Award 2006 Kategori Lingkungan
Hidup Propinsi Jawa Tengah.
Karakteristik Petani Hutan Rakyat
Umur
Umur merupakan salah satu faktor sosial yang berpengaruh terhadap
aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Umur responden
berada pada selang antara 27 sampai 86 tahun yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan kelompok umur No. Kelompok umur
(tahun) Kategori Skor
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1 27 – 46 Rendah 3 12 40.00
2 47 – 66 Sedang 2 13 43.33
3 67 – 86 Tinggi 1 5 16.67
Jumlah 30 100.00
Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden (83.33%)
tergolong pada umur produktif muda yaitu di atas 26 tahun dan di bawah 67
tahun. Oleh karena itu pengelolaan hutan rakyat cenderung sudah tidak bersifat
tradisional lagi, bahkan dalam kegiatan pemeliharaannya telah dilakukan beberapa
kegiatan silvikultur untuk menunjang produktivitasnya seperti pemupukan,
pendangiran, dan pemangkasan. Seorang petani pada umur produktif muda
tergolong potensial dan produktif, karena mampu beraktivitas secara maksimal,
cenderung mudah menerima dan mempraktikkan hal baru dalam bertani. Usia
produktif menunjukkan tersedianya sumber tenaga kerja yang baik, karena umur
produktif akan lebih mudah menerima perubahan, ide-ide, dan inovasi.
Tingkat Pendidikan Formal
Tingkat pendidikan merupakan salah satu ukuran kemampuan seseorang
dalam mengidentifikasi, merumuskan, dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan formal dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan formal
No. Tingkat pendidikan Kategori Skor Jumlah
(orang) Persentase
1 Tidak sekolah-SD Rendah 1 15 50.00
2 Tidak tamat-SLTP/SLTA Sedang 2 13 43.33
3 Tidak tamat-D3/SI Tinggi 3 2 6.67
Jumlah 30 100.00
Tabel di atas menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia di
Kelompok Tani Langgeng Makmur VII jika dilihat dari indikator tingkat
pendidikan formal mayoritas dalam kategori rendah. Sebagian dari responden
masih berfikir bahwa pendidikan identik dengan biaya yang tinggi dan belum
11
tentu mejamin kehidupan yang lebih baik. Biaya yang tinggi dan kemampuan
ekonomi yang rendah merupakan penyebab menurunnya minat responden untuk
bersekolah.
Tingkat Pendidikan Non-Formal
Pendidikan non-formal responden diperoleh dari berbagai pelatihan, kursus,
serta bimbingan teknis yang pernah diikuti. Tingkat pendidikan non-formal
responden di lokasi penelitian tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan non-formal
No. Pendidikan non
formal (kali) Kategori Skor Jumlah
Persentase
(%)
1 < 6 Rendah 1 25 83.33
2 6 – 11 Sedang 2 2 6.67
3 < 11 Tinggi 3 3 10.00
Jumlah 30 100.00
Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden (83.33%)
tidak pernah atau hanya maksimal 5 kali mengikuti pendidikan non-formal. Hanya
10% yang telah mengikuti pendidikan non-formal dalam kategori tinggi atau
sering. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh petani melalui kegiatan
pelatihan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan hutan rakyat, dapat
berkontribusi terhadap perubahan pola pengelolaan hutan rakyat atau bidang lain
yang diterapkan petani.
Tingkat Pendapatan
Rata-rata pendapatan responden sebesar Rp 17 338 633 per tahun dengan
selang antara Rp 1 182 000 sampai Rp 102 025 000 per tahun. Distribusi
responden berdasarkan tingkat pendapatan per tahun dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan per tahun No. Pendapatan
(Rp/tahun)
Kategori Skor Jumlah
(orang)
Persentase
1 < 35 000 000 Rendah 1 28 93.33
2 35 000 000-69 000 000 Sedang 2 0 0.00
3 > 69 000 000 Tinggi 3 2 6.67
Jumlah 30 100.00
Tingkat pendapatan per tahun sebagian besar responden (93.33%)
termasuk dalam kategori rendah. Berdasarkan UMR (Upah Minimum regional) di
Kabupaten Jepara sebesar 12 juta, maka pendapatan responden yang ada di lokasi
penelitian masih tergolong rendah. Sebagian besar responden masih tergolong
petani subsisten, sehingga kemampuan untuk berinvestasi masih rendah. Hal yang
diperoleh cenderung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk dalam
pengelolaan hutan rakyat, pada umumnya masih dalam skala pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan
sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil. Hal ini disebabkan oleh
pengusahaan hutan rakyat masih merupakan jenis usaha sampingan.
12
Tingkat Kesehatan
Sebagian besar responden (70%) di lokasi penelitian berada dalam kondisi
prima atau berada pada kategori tingkat kesehatan yang tinggi, hal ini dapat dilihat
dari produktivitas petani dalam pengelolaan hutan rakyat. Sebaran responden
berdasarkan tingkat kesehatan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat kesehatan
No. Frekuensisakit
(kali/tahun) Kategori Skor
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1 <3 Tinggi 3 21 70
2 3 – 5 Sedang 2 6 20
3 >5 Rendah 1 3 10
Jumlah 30 100
Kesehatan merupakan faktor yang mendukung petani dalam beraktivitas
dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Jika petani memiliki tingkat kesehatan
yang baik maka kinerjanya juga baik dan begitu sebaliknya.
Luas Lahan
Rata-rata responden menggarap lahan seluas 0.95 ha dengan selang antara
0.21 sampai 2.03 ha. Sebagian besar responden (46.67%) termasuk petani yang
memiliki lahan garapan dengan kategori rendah. Sebaran responden berdasarkan
luas lahan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan luas lahan garapan
No. Luas lahan
(ha) Kategori Skor
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1 < 0.82 Rendah 1 14 46.67
2 0.82 – 1.42 Sedang 2 11 36.67
3 > 1.42 Tinggi 3 5 16.67
Jumlah 30 100.00
Sebagian besar lahan yang dimiliki petani adalah lahan milik yang
diwariskan dari generasi sebelumnya (warisan), dimana lahan merupakan sarana
produksi bagi usaha tani.
Lama Tinggal
Rata-rata lama tinggal responden di dalam komunitas adalah 48 tahun
dengan selang antara 21 sampai 86 tahun. Sebagian besar responden (50%) berada
dalam kategori sedang yang berarti telah lama tinggal dalam komunitasnya antara
43 sampai 64 tahun. Sebaran responden berdasarkan lama tinggal dalam
komunitas adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan lama tinggal dalam komunitas
No. Lama tinggal
(tahun) Kategori Skor
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1 < 43 Rendah 1 11 36.67
2 43 – 64 Sedang 2 15 50.00
3 >64 Tinggi 3 4 13.33
Jumlah 30 100.00
13
Mayoritas responden yang berada di lokasi penelitian merupakan penduduk
asli yang telah menempati lokasi tersebut sejak lahir. Hal ini merupakan dukungan
positif dalam pembangunan hutan rakyat, karena masyarakat tidak hanya berupa
sekumpulan manusia yang secara fisik telah bersama dalam kurun waktu tertentu,
melainkan terdapat semangat atau ruh yang memperkuat kehidupan kolektif
(Pranadji 2006).
Penilaian Karakteristik Petani Hutan Rakyat
Penilaian karakteristik petani dilakukan untuk memperoleh gambaran
umum dari kondisi individu sebagai anggota suatu komunitas atau kelompok.
Karakteristik individu pada Kelompok Tani Langgeng Makmur VII berdasarkan
penilaian (Tabel 11) menunjukkan rata-rata kelompok berada pada kategori usia
produktif muda, pendidikan formal dan non-fornal pada kategori rendah,
pendapatan pada kategori rendah, tingkat kesehatan pada kategori tinggi, luas
lahan pada kategori rendah, dan lama tinggal pada kategori sedang. Kategori
tersebut menunjukkan kekuatan dan kelemahan dari individu-individu pada
kelompok tani.
Tabel 11 Penilaian karakteristik individu No. Karakteristik indiviu Skor Rata-rata Keterangan skor
1 Umur 67 2 1: usia produktif tua
2: usia produktif sedang
3: usia produktif muda
2 Pendidikan formal 47 2 1: pendidikan rendah
2: pendidikan sedang
3: pendidikan tinggi
3 Pendidikan non-formal 38 1 1: pendidikan rendah
2: pendidikan sedang
3: pendidikan tinggi
4 Pendapatan 34 1 1: pendapatan rendah
2: pendapatan sedang
3: pendapatan tinggi
5 Tingkat kesehatan 77 3 1: kesehatan buruk
2:kesehatan sedang
3: kesehatan baik
6 Luas lahan 51 1.70 ≈ 2 1: lahan sempit
2: lahan sedang
3: lahan luas
7 Lama tinggal 52 2 1: lama tinggal rendah
2: lama tinggal sedang
3: lama tinggal tinggi
Jumlah 336 13
Berdasarkan persamaan selang nilai, dari 30 orang responden dengan X
maksimun sebesar 21 (hasil penjumlahan nilai maksimum), X minimum sebesar
tujuh (hasil penjumlahan nilai minimun) dan jumlah kelas (N) berdasarkan tiga
tingkat kategori (rendah, sedang, tinggi), maka diperoleh selang sebesar 4.
Sehingga skala penilaian yang diperoleh untuk karakteristik individu pada
Kelompok Tani Langgeng Makmur VII adalah sebagai berikut:
14
a. Karakteristik individu rendah apabila jumlah skor < 12
b. Karakteristik individu sedang apabila jumlah skor 12 – 16
c. Karakteristik individu tinggi apabila jumlah skor > 16
Karakteristik individu di Kelompok Tani Langgeng Makmur VII
berdasarkan penilaian memiliki skor rata-rata sebesar 13, sehingga termasuk
dalam kategori sedang. Sebaran tingkat karakteristik individu petani tersaji pada
Tabel 12.
Tabel 12 Penilaian karakteristik individu petani berdasarkan kategori
No. Kategori karakteristik
individu
Selang
nilai
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1 Rendah < 12 9 30.00
2 Sedang 12 – 16 20 66.67
3 Tinggi > 16 1 3.33
Jumlah 30 100.00
Karakteristik individu yang tinggi umumnya berada pada selang usia
produktif muda, berpendidikan tinggi (formal dan non-formal), berpendapatan
tinggi, memiliki kesehatan yang prima serta luas lahan yang memadai.
Peningkatan karakteristik individu sebagai modal manusia sangat penting dalam
menghadapi perkembangan teknologi dan informasi saat ini, karena modal usaha
tidak lagi hanya berwujud fisik (tanah, mesin-mesin, bangunan) melainkan akan
didominasi oleh modal manusia seperti keterampilan, pendidikan, dan keeratan
hubungan antar sesama (Fukuyama 2007). Penilaian karakteristik individu petani
ini menjadi hal yang sangat dibutuhkan karena tingkat karakteristik individu akan
mempengaruhi tingkat modal manusia.
Unsur-unsur Pembentuk Modal Sosial
Kelompok Tani Hutan Rakyat
Jaringan Sosial
Jaringan sosial merupakan suatu jaringan dengan ikatan penghubung
berupa hubungan sosial (Hasbullah 2006). Tingkat jaringan sosial Kelompok Tani
Langgeng Makmur VII seperti pada Tabel 13.
Tabel 13 Tingkat Jaringan Sosial Kelompok Tani Langgeng Makmur VII No. Sub unsur jaringan sosial Jumlah
skor
Rata-rata tingkat Kategori
1 Partisipasi dalam kelompok 82 3 Tinggi
2 Kerelaan membangun jaringan 90 3 Tinggi
3 Kerjasama dalam satu desa 48 1 Rendah
4 Kerjasama di luar desa 44 1 Rendah
5 Kebersamaan 58 2 Sedang
Jumlah skor adalah 322 dan rata-rata skor adalah 10
Tingkat jaringan sosial individu dalam kelompok tani secara lengkap
tercantum pada Lampiran 2. Berdasarkan persamaan selang nilai untuk tingkat
jaringan sosial pada anggota Kelompok Tani Langgeng Makmur VII, dengan
15
Xmaksimum sebesar 15, Xminimun sebesar 5 dan jumlah kelas (N) adalah 3,
maka diperoleh selang sebesar 3. Sehingga tingkat jaringan sosial dapat dibagi
menjadi:
a. Tingkat jaringan sosial rendah jika skor < 9
b. Tingkat jaringan sosial sedang jika skor 9 – 12
c. Tingkat jaringan sosial tinggi jika skor > 12
Tabel 14 Penilaian tingkat jaringan sosial kelompok tani berdasarkan kategori
No. Kategori tingkat jaringan sosial Selang nilai Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1 Rendah < 9 4 13
2 Sedang 9 – 12 21 70
3 Tinggi > 12 5 17
Jumlah 30 100
Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa tingkat jaringan sosial anggota
kelompok tani pada taraf sedang atau baik dengan skor sebesar 10. Hal ini
disumbang oleh tingkat partisipasi, kerelaan, kerjasama kelompok dan
kebersamaan dalam menanggulangi masalah.
Tingginya tingkat partisipasi responden dalam mengikuti pertemuan rutin
(selapanan) setiap Jumat Wage dan Jumat Pon didasari atas kerelaan responden
dalam membangun jaringan. Secara sukarela petani hutan rakyat bergabung dalam
setiap kegiatan yang dilaksanakan kelompok tani, karena manfaatnya selama ini
telah dirasakan oleh anggota maupun kelompok. Ilmu pengetahuan dan informasi
yang diperoleh selama ini telah membantu mereka dalam pengelolaan hutan.
Kerjasama kelompok tani dengan kelompok organisasi lain di dalam satu desa
maupun diluar desa berada pada kategori rendah atau jarang. Selama ini kegiatan
yang berkaitan dengan kelompok lebih sering diwakilkan oleh pengurus. Jika ada
informasi baru yang diperoleh, maka pengurus akan memberitahu anggota
kelompok dalam pertemuan rutin. Kebersamaan anggota dicerminkan dari
keinginan untuk menghadapi masalah bersama. Tingkat kebersamaan yang berada
pada kategori sedang dibuktikan dengan adanya pemecahan masalah bersama,
seperti masalah gagal panen. Upaya penyelesaian yaitu dengan mendatangkan
penyuluh dan dilakukan proses penyelesaian masalah secara musyawarah.
Tabel 14 terlihat bahwa sebagian besar responden yaitu sebesar 70%
berada pada tingkat jaringan sosial yang sedang atau baik. Jaringan sosial yang
dibentuk tidak hanya berasal dari kelompok tani, melainkan hubungan sosial
lainnya seperti perkumpulan maupun organisasi. Mayoritas responden sering
mengikuti perkumpulan seperti pengajian dan kelompok arisan. Manfaat dari
perkumpulan yang dirasakan oleh responden maupun masyarakat lainnya adalah
sebagai sarana untuk menjalin kerukunan, tali silaturahmi, ilmu pengetahuan,
berbagi pengalaman dan informasi. Menurut Hasbullah (2006) bahwa salah satu
kunci keberhasilan membangun modal sosial terletak pada kemampuan
sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau perkumpulan yang melibatkan diri
dalam suatu jaringan hubungan sosial.
Norma Sosial Norma sosial adalah aturan yang mengatur masyarakat baik formal
maupun non-formal. Norma yang bersifat formal bersumber dari lembaga
16
masyarakat yang resmi dan umumnya tertulis, sedangkan norma informal
biasanya tidak tertulis, umumnya berisi aturan-aturan dalam masyarakat seperti
pantangan, aturan keluarga, dan adat-istiadat setempat. Tingkat norma sosial
anggota kelompok tani secara lengkap tercantum pada Lampiran 3. Tingkat norma
sosial petani hutan rakyat dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Tingkat norma sosial Kelompok Tani Langgeng Makmur VII No. Sub unsur norma sosial Jumlah skor Rata-rata tingkat Kategori
1 Ketaatan pada aturan tidak tertulis 80 3 Tinggi
2 Ketaatan pada aturan tertulis 83 3 Tinggi
3 Kerukunan dalam kehidupan sehari-
hari (gotong royong, kerja bakti)
84 3 Tinggi
Jumlah skor sebesar 247 dan rata-rata skor adalah 8
Selang nilai tingkat norma sosial dengan X max= 9, X min= 3, dan jumlah
kelas sebanyak tiga adalah sebesar dua, sehingga tingkat norma sosial dapat
dibagi menjadi:
a. Tingkat norma sosial rendah jika skor < 7
b. Tingkat norma sosial sedang jika skor 7 – 9
c. Tingkat norma sosial tinggi jika > 9
Tabel 16 Penilaian tingkat norma sosial Kelompok Tani Langgeng Makmur VII
No. Kategori tingkat norma sosial Selang nilai Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1 Rendah < 7 3 10
2 Sedang 7 – 9 27 90
3 Tinggi >9 0 0
Jumlah 30 100
Berdasarkan Tabel 15, tingkat norma sosial anggota kelompok tani berada
pada tingkat sedang dengan skor sebesar 8. Semua anggota kelompok tani
menyadari bahwa aturan-aturan yang ada disekeliling mereka dibuat untuk
kepentingan bersama, baik itu aturan tertulis dan tidak tertulis. Mayoritas anggota
kelompok tani memiliki ketaatan yang tinggi terdapat aturan tidak tertulis maupun
aturan yang dikeluarkan pemerintah Desa Damarwulan/ aturan tertulis. Mereka
percaya bahwa aturan yang dibuat oleh pemerintah desa dapat memberikan
manfaat bagi lingkungan dan kepentingan bersama. Bahkan ada beberapa aturan
yang telah dibuat oleh Desa Damarwulan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya
alam dan hutan secara lestari, seperti Peraturan Tebang Satu pohon Tanam
Sepuluh pohon dan Peraturan Tanam Pohon Sebanyak Jumlah Anak.
Selain aturan tertulis, terdapat pula aturan tidak tertulis yang merupakan
kesepakatan/norma untuk melestarikan hutan, yaitu larangan menebang pohon
disekitar sumber mata air dan larangan untuk menebang pohon di sekitar makam
maupun punden. Mereka percaya bahwa dengan tetap menjaga keberadaan pohon-
pohon disekitar sumber mata air, maka kebutuhan akan air bersih akan tetap
tercukupi. Selain untuk kebutuhan rumah tangga, air yang bersumber dari mata air
juga dimanfaatkan oleh anggota kelompok tani dan masyarakat untuk kebutuhan
pengairan lahan sawah.
Tabel 16 menunjukkan tingkat norma sosial anggota kelompok tani dalam
kategori sedang atau baik (90%). Mayoritas responden memiliki ketaatan yang
17
tinggi pula dalam hal mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh lingkungan
tempat tinggal mereka, seperti kegiatan kerja bakti lingkungan. Sebagian besar
responden percaya bahwa dengan ikut serta dalam kegiatan tersebut dapat
membuat mereka untuk semakin akrab dengan masyarakat lain di lingkungan
tempat tinggal mereka. Selain tetap dapat menjaga kerukunan di lingkungan
tempat tinggal, kegiatan tersebut juga sudah dianggap menjadi tradisi untuk tetap
dilaksanakan. Norma sosial dapat menjadi modal utama dalam pembangunan
hutan rakyat karena jika dalam suatu komunitas, norma tumbuh dan dipertahankan
secara kuat akan memperkuat masyarakat dalam ikatan modal sosial yang kuat
(Hasbullah 2006).
Kepercayaan
Kepercayaan adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang
memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan
memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial (Fukuyama 2007). Tingkat
kepercayaan anggota kelompok tani secara lengkap tercantum pada Lampiran 4.
Penilaian terhadap tingkat kepercayaan anggota Kelompok Tani Langgeng
Makmur VII seperti pada Tabel 17.
Tabel 17 Tingkat Kepercayaan Kelompok Tani Langgeng Makmur VII
No. Sub unsur kepercayaan
kepada:
Jumlah
skor
Rata-rata tingkat Kategori
1 Orang sekitar 88 3 Tinggi
2 Orang dengan suku sama 90 3 Tinggi
3 Orang dengan suku berbeda 90 3 Tinggi
4 Aparat pemerintah desa 84 3 Tinggi
5 Tokoh masyarakat 82 3 Tinggi
6 Tokoh agama 90 3 Tinggi
7 Dishutbun 82 3 Tinggi
8 Orang lain dalam menjaga hutan 88 3 Tinggi
9 Penyuluh (pertanian, kehutanan,
perkebunan)
80 3 Tinggi
10 Aturan tertulis 88 3 Tinggi
11 Aturan tidak tertulis 87 3 Tinggi
12 Manfaat hutan rakyat 90 3 Tinggi
13 Pihak lain (kerjasama
membangun HR)
71 2 Sedang
Jumlah skor adalah 1110 dengan rata-rata skor adalah 37
Selang nilai kepercayaan responden di tempat penelitian dengan Xmax=
39, Xmin=13, dan jumlah kelas (N)=3 adalah 8, sehingga tingkat kepercayaan
anggota kelompok tani dapat dibagi menjadi:
a. Tingkat kepercayaan rendah jika skor < 21
b. Tingkat kepercayaan sedang jika skor 22 – 30
c. Tingkat kepercayaan tinggi jka skor > 30
18
Tabel 18 Penilaian tingkat kepercayaan Kelompok Tani Langgeng Makmur VII
No. Kategori tingkat kepercayan Selang nilai Jumlah
(%)
Persentase
(%)
1 Rendah < 21 0 0.00
2 Sedang 22 – 30 1 3.33
3 Tinggi >30 29 96.7
Jumlah 30 100.00
Pada Tabel 17 menunjukkan bahwa rata-rata responden memiliki tingkat
kepercayaan dalam kategori tinggi yaitu dengan skor 37. Hampir seluruh
responden menilai orang-orang disekitarnya dapat dipercaya, ini berarti bahwa
responden memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap komunitas. Hal ini
dikarenakan petani yang tinggal di lokasi penelitian merupakan penduduk asli.
Anggota komunitas adalah orang-orang yang telah dikenal lama baik, karena
mayoritas didasari oleh hubungan kekerabatan atau karena kesamaan asal usul.
Kenyataan tersebut ditunjukkan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi untuk
orang-orang di dalam komunitas yang memiliki latar belakang atau suku yang
sama, bahkan responden akan mempercayai pendatang yang memiliki latar
belakang atau suku yang berbeda, dengan catatan mereka harus menghormati
adat-istiadat yang berlaku di masyarakat dan menjaga kesopanan dalam bergaul.
Kepercayaan responden terhadap aparat pemerintah tergolong tinggi. Hal
ini dikarenakan selama ini pemerintahan yang dijalankan di Desa Damarwulan
sudah sesuai dengan kegiatan dan program pemerintah. Selain percaya kepada
aparat pemerintah, responden juga mempercayai tokoh masyarakat dan tokoh
agama yang ada di komunitas. Tokoh masyarakat di lokasi penelitian yang
dipercayai adalah Kepala Dusun (Kadus) dan sesepuh dukuh yang merupakan
perintis pembangunan hutan rakyat di Dukuh Tanggar, Desa Damarwulan. Kadus
memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari di komunitas
masyarakat. Selain itu Kadus juga merupakan penyambung lidah bagi
pelaksanaan program-program pemerintah di masyarakat.
Tingkat kepercayaan responden terhadap pihak luar cenderung tinggi/baik
terutama untuk instansi pemerintah yang sering melakukan kegiatan di lingkungan
komunitas, seperti para penyuluh maupun dari Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Jepara. Hal ini dikarenakan kegiatan dan program yang
dilaksanakan sebagian besar berhasil diaplikasikan dan memberikan manfaat bagi
lingkungan kelompok tani. Semua responden percaya bahwa hutan rakyat dapat
memberikan manfaat bagi mereka, karena selama ini mereka telah merasakan
dampak positif dari pembangunan hutan rakyat. Sebagian besar responden
percaya jika ada pihak atau mitra yang ingin bekerjasama dalam hal membangun
hutan rakyat, selama kerjasama tersebut menguntungkan bagi responden dan
masyarakat di dalam komunitas. Tabel 18 menunjukkan bahwa tingkat saling
kepercayaan petani responden pada umumnya berada pada kategori tinggi.
Tingginya kepercayaan membuat orang-orang bisa bekerjasama dengan lebih
efektif. Kemakmuran akan dicapai pada masyarakat yang tinggi tingkat
kepercayaannya dibandingkan dengan masyarakat yang rendah tingkat
kepercayaannya (Fukuyama 2007).
19
Tingkat Modal Sosial Kelompok Tani Langgeng Makmur VII dalam
Pengelolaan Hutan Rakyat
Berdasarkan unsur-unsur pembentuk modal sosial maka diperoleh tingkat
modal sosial kelompok tani yang dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Tingkat modal sosial Kelompok Tani Langgeng Makmur VII No. Unsur modal
sosial
Skor Rata-rata Nilai Maksimun-Minimum Kategori
1 Jaringan sosial 322 11 15 – 5 Sedang
2 Norma sosial 264 8 9 – 3 Sedang
3 Kepercayaan 1149 37 39 – 13 Tinggi
Jumlah 1735 56 63 – 21
Keterangan: jumlah responden 30 orang dengan nilai 1 (rendah), 2 (sedang), 3 (tinggi),
Xmaksimum=63, Xminimum=21 dan jumlah kelas (N) adalah 3.
Selang nilai kepercayaan responden di tempat penelitian dengan Xmax=
63, Xmin=21, dan jumlah kelas (N) =3 adalah 14. Berdasarkan Tabel 19, anggota
Kelompok Tani Langgeng Makmur VII memiliki tingkat modal sosial yang tinggi
atau sangat kuat yaitu dengan skor 56. Berdasarkan Tabel 20, modal sosial
responden termasuk dalam kategori tinggi (93,33%).
Tabel 20 Sebaran tingkat modal sosial responden No. Kategori tingkat modal sosial Selang nilai Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1 Rendah < 36 0 0.00
2 Sedang 36 – 50 2 6.67
3 Tinggi >50 28 93.33
Jumlah 30 100.00
Kepercayaan yang terjalin dalam hubungan bermasyarakat telah
membantu masyarakat khususnya petani hutan rakyat dalam menjalin
keharmonisan hubungan dan integrasi sosial diantara mereka. Dalam konteks
pengelolaan hutan rakyat dan kelestariannya, kepercayaan dalam kelompok tani
maupun masyarakat telah mengurangi terjadinya kompetisi dalam memanfaatkan
sumberdaya hutan. Pemanfaatan dan pengelolaan hutan rakyat masih berada
dalam koridor aturan-aturan pengelolaan hutan yang mereka percayai. Hal ini
dapat dibuktikan dengan kondisi hutan yang dikelola dalam keadaan yang lestari
dan hampir tidak ditemukannya lahan kosong.
Norma sosial dengan berbagai aturan yang ada didalamnya secara nyata
telah mengikat kelompok petani hutan rakyat untuk tetap menjaga dan
memelihara kelestarian hutannya. Aturan-aturan tentang pengelolaan hutan rakyat
seperti pelarangan penebangan disekitar mata air, makam, dan punden, tebang
satu pohon tanam sepuluh pohon, tanam pohon sebanyak jumlah anak, secara
langsung telah memberikan kontribusi dalam pelestarian hutan. Hasil penelitian
yang telah menunjukkan bahwa tingkat ketaatan petani hutan rakyat terhadap
aturan-aturan tersebut cukup tinggi dan hal ini berimplikasi positif terhadap
kondisi hutan. Jaringan yang terbentuk baik antar petani hutan rakyat maupun
yang dilakukan dengan pihak luar juga memberikan kontribusi positif dalam
menjaga kelestarian hutan.
20
Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Unsur-unsur Modal Sosial
Kelompok Tani Hutan Rakyat
Semakin tinggi modal manusia maka semakin besar peluang untuk
membentuk modal sosial (Lawang 2005). Untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan karakteristik individu dengan unsur-unsur pembentuk modal sosial
maupun hubungan karakteristik individu dengan tingkat modal sosial, digunakan
korelasi Peringkat Spearman. Nilai korelasi secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Tabel 21 Hubungan antara karakteristik individu dengan unsur-unsur pembentuk
modal sosial dan tingkat modal sosial No. Karakteristik
individu
Unsur-unsur pembentuk modal sosial Tingkat
Modal
Sosial Jaringan sosial Norma sosial Kepercayaan
1 Umur 0.147 -0.202 0.081 0.059
2 Pend.formal 0.356* -0.079 0.181 0.295**
3 Pend.non-
formal
0.477*** -0.168 0.083 0.262*
4 Pendapatan -0.040 0.089 0.050 0.071
5 Tk. Kesehatan 0.038 -0.232 -0.129 0.065
6 Luas lahan 0.406** -0.01 -0.105 0.059
7 Lama tinggal 0.136 0.380** -0.094 0.304*
Keterangan: * korelasi nyata pada taraf 0.1
** korelasi nyata pada taraf 0.05
*** korelasi nyata pada taraf 0.01
Tabel 21 memperlihatkan bahwa pendidikan non-formal berkorelasi
positif dengan jaringan sosial. Melalui kursus, pelatihan, maupun pertemuan rutin
yang diadakan kelompok tani bersama dengan aparat desa, menyebabkan
seseorang dapat mengenal orang lain, organisasi, maupun perkumpulan lain diluar
kelompok tani. Pendidikan non-formal dan pendidikan formal membuat seseorang
lebih aktif dalam bertindak, karena mampu berbagi informasi, pengetahuan, dan
pengalaman.
Luas lahan berkorelasi positif terhadap jaringan sosial, artinya bahwa
semakin luas lahan milik responden maka tingkat jaringan sosialnya juga semakin
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa modal fisik berupa lahan, berperan dalam
modal sosial terutama dalam tingkat jaringan sosial, sehingga seseorang mau
berpartisipasi pada organisasi yang dianggap berperan penting dalam kehidupan
keluarganya. Responden mau berhubungan atau berinteraksi sosial dalam rangka
mengelola sumberdaya yang dimilikinya (Uphoff 2000).
Lama tinggal juga berkorelasi positif terhadap norma sosial. Semakin
lama seseorang tinggal dalam komunitasnya, maka semakin tinggi juga
pengetahuan dan ketaatan terhadap norma sosial yang ada dalam komunitas. Hal
ini dibuktikan dengan keikutsertaan atau partisipasi responden dalam setiap
kegiatan kerja bakti maupun acara sedekah bumi yang sudah dianggap sebagai
tradisi masyarakat. Semakin lama responden tinggal di dalam komunitasnya maka
semakin taat terhadap tradisi, pantangan/larangan yang ada di lingkungan desa.
Pendidikan formal, pendidikan non-formal, dan lama tinggal berkorelasi
positif dengan tingkat modal sosial, artinya semakin tinggi pendidikan formal,
21
semakin tinggi pendidikan non-formal, dan semakin lama seseorang tinggal dalam
komunitasnya, maka tingkat modal sosialnya semakin tinggi. Semakin tinggi
pendidikan formal maka kepercayaan mereka juga tinggi, mereka mampu
membuat jaringan yang luas dengan tujuan untuk menambah atau membagi
pengetahuan dan informasi dengan petani lainnya. Tingginya pendidikan formal
akan membuat mereka semakin sadar untuk mematuhi norma sosial yang ada di
komunitas.
Semakin tinggi pendidikan non-formal maka semakin tinggi pula tingkat
kepercayaan yang diberikan untuk mempersepsikan seseorang, lembaga, dan
suatu keadaan. Melalui kursus, pelatihan, dan pertemuan rutin yang dilaksanakan
oleh kelompok tani, maka seseorang dapat mengenal orang lain lebih banyak
daripada mereka yang tidak pernah berhubungan dengan pihak luar. Pendidikan
non-formal membuat petani hutan rakyat lebih aktif dalam bertindak, berbagi
informasi, pengetahuan, dan pengalaman.
Lama tinggal berkorelasi positif dengan tingkat modal sosial. Semakin
lama seseorang tinggal dalam suatu komunitas, maka kepercayaan terhadap orang
lain juga semakin tinggi. Mayoritas orang-orang yang tinggal di lokasi penelitian
adalah mereka yang sudah saling mengenal dan masih mempunyai hubungan
kekerabatan. Hubungan sosial sudah dibangun dengan baik. Partisipasi yang
tinggi dalam pertemuan kelompok tani, pengajian, arisan, dan
organisasi/perkumpulan lainnya berdampak positif terhadap hubungan
silaturahmi, kerukunan, peningkatan pengetahuan dan informasi. Semakin lama
seseorang tinggal dalam komunitas, pemahaman dan ketaatan terhadap norma
juga semakin tinggi. Norma sosial dapat menjadi modal utama dalam
pembangunan hutan rakyat karena jika dalam suatu komunitas, norma tumbuh dan
dipertahankan secara kuat akan memperkuat masyarakat dalam ikatan modal
sosial yang kuat (Hasbullah 2006).
22
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakteristik individu anggota Kelompok Tani Langgeng Makmur VII
(umur, pendidikan formal dan non-formal, pendapatan, tingkat kesehatan, luas
lahan, lama tinggal) berada pada kategori sedang. Unsur modal sosial yang
diidentifikasi dari kelompok tani adalah jaringan sosial dengan kategori sedang,
norma sosial yang berada pada kategori sedang, dan kepercayaan dengan kategori
tinggi. Adapun tingkat modal sosial kelompok tani pada kategori tinggi atau
sangat kuat. Karakteristik individu yang berhubungan nyata dengan unsur modal
sosial adalah pendidikan non-formal, pendidikan formal, luas lahan, dan lama
tinggal. Karakteristik individu yang berhubungan nyata dengan tingkat modal
sosial adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, dan lama tinggal.
Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam rangka penguatan modal sosial
Kelompok Tani Langgeng Makmur VII adalah: (1) Perlu ditingkatkannya
karakteristik petani hutan rakyat dalam hal pendidikan non-formal seperti
pelatihan dan kursus, guna meningkatkan hubungan sosial dengan pihak luar, (2)
Jaringan sosial, pemahaman dan ketaatan terhadap norma sosial yang sudah baik
perlu ditingkatkan keberadaannya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Awang SA, Wiyono EB, Sadiyo S. 2007. Unit Manajemen Hutan Rakyat: Proses
Konstruksi Pengetahuan Lokal. Cetakan Pertama. Yogyakarta:
Banyumili Art Network.
[BPKH] Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa Madura (ID). 2009.
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arah Kebijakan Hutan Rakyat
di Pulau Jawa. Yogyakarta: Laporan BPKH Wilayah XI Jawa Madura
Tahun 2009.
[FAO] Food and Agriculture Organization (IT). 2010. Forest Resources
Assesment 2010. Rome: FAO.
Fukuyama F. 2007. Trust: Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran.
Ruslani, penerjemah. Cetakan kedua. Jakarta: Penerbit Qalam.
Terjemahan dari: Trust: The Social Virtues and the Creation of
Prosperity.
Hasbullah J. 2006. Social Capital (Menuju Keunggulan Budaya Manusia
Indonesia). Cetakan Pertama. Jakarta. MR-United Press.
Irianto A. 2004. Statistik: Konsep Dasar, Aplikasi, dan Pengembangannya.
Jakarta: Kencana
Lawang, R, M.Z. 2005. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik Suatu
Pengantar. Jakarta: FISIP UI PRESS. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Indonesia.
Marwoto. 2012. Peran modal sosial masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat
dan perdagangan kayu bulat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Pranadji T. 2006. Penguatan modal sosial untuk pemberdayaan masyarakat
pedesaan dalam pengelolaan agroekosistem lahan kering. Jurnal Agro
Ekonomi 24:178 – 206.
Rinawati R. 2012. Modal sosial masyarakat dalam pembangunan hutan rakyat di
sub DAS Cisedane hulu (studi kasus di areal model DAS mikro sub DAS
Cisedane hulu) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Saputro GE. 2006. Modal sosial dalam pengelolaan sumberdaya hutan pada
masyarakat Kasepuhan, Banten Kidul [skripsi]. Bogor:Program Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Suharjito D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa. Di dalam: Suharjito D, editor. Hutan
Rakyat di Jawa. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Suharjito D, Saputro GE. 2008. Modal sosial dalam pengelolaan semberdaya
hutan pada masyarakat Kasepuhan, Banten Kidul. Jurnal Penelitian
Sosial dan Ekonomi Kehutanan 5:317-335.
Uphoff N. 2000. Understanding Social Capital: Learning from the analysis and
experience of participation. P. Dasgupta, I Seregeldin, Editors. Social
Capital Multifaced Perspective. Washington DC: The World Bank.
25
Lampiran 1 Data karakteristik individu dan modal sosial Kelompok Tani
Langgeng Makmur VII No.
Resp.
Gender Agama Suku Total nilai
karakteristik
individu
Kategori tingkat
karakteristik
individu
Total
nilai
modal
sosial
Kategori
tingkat
modal
sosial
1 L Islam Jawa 18 2 62 3
2 L Islam Jawa 12 1 58 2
3 L Islam Jawa 12 1 56 1
4 L Islam Jawa 10 1 53 1
5 L Islam Jawa 13 2 60 2
6 L Islam Jawa 10 1 55 1
7 L Islam Jawa 15 2 54 1
8 L Islam Jawa 11 1 58 2
9 L Islam Jawa 12 1 58 2
10 L Islam Jawa 15 2 58 2
11 L Islam Jawa 11 1 56 1
12 L Islam Jawa 12 1 58 2
13 L Islam Jawa 13 2 62 3
14 L Islam Jawa 12 1 57 2
15 L Islam Jawa 13 2 57 2
16 L Islam Jawa 13 2 59 2
17 L Islam Jawa 12 1 58 2
18 L Islam Jawa 13 2 59 2
19 L Islam Jawa 14 2 61 3
20 L Islam Jawa 12 1 60 2
21 L Islam Jawa 12 1 58 2
22 L Islam Jawa 11 1 56 1
23 L Islam Jawa 13 2 62 3
24 L Islam Jawa 13 2 55 1
25 L Islam Jawa 11 1 55 1
26 L Islam Jawa 12 1 60 2
27 L Islam Jawa 11 1 58 2
28 L Islam Jawa 12 1 56 1
29 L Islam Jawa 9 1 59 2
30 L Islam Jawa 9 1 57 2
26
Lampiran 2 Tingkat jaringan sosial Kelompok Tani Langgeng Makmur VII
No. Sub unsur jaringan
sosial Tingkat
Jumlah
(orang)
Persentase
(%) Skor
Rata-
rata
1 Partisipasi dalam
kelompok
1
2
3
1
6
23
3.33
20.00
76.67
30 100.00 82 3
2 Kerelaan dalam
membangun jaringan
1
2
3
0
0
30
0
0
100
30 100 90 3
3 Kerjasama kelompok
dengan kelompok lain
dalam satu desa
1
2
3
16
10
4
53.33
33.33
13.33
30 100.00 48 1
4 Kerjasama kelompok
dengan kelompok lain di
luar desa
1
2
3
20
6
4
66.67
20.00
13.33
30 100.00 44 1
5 Kebersamaan (kerjasama
dalam kelompok dan
masyarakat)
1
2
3
9
14
7
30.00
46.67
23.33
30 100.00 58 2
Jumlah skor adalah 322 dan rata-rata skor adalah 10
Keterangan: jumlah responden 30 orang dengan nilai 1 (rendah), 2 (sedang), 3 (tinggi) dengan X
maksimun: 15, X minimum: 5 dan jumlah kelas:3
Lampiran 3 Tingkat norma sosial anggota Kelompok Tani Langgeng Makmur VII No. Sub unsur norma
sosial
Tingkat Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Skor Rata-rata
1 Ketaatan terhadap
aturan tidak tertulis
(pantangan, adat
istiadat)
1
2
3
0
10
20
0
33.33
66.67
Jumlah 30 100 80 3
2 Ketaatan terhadap
aturan pemerintah
1
2
3
2
3
25
6.67
10.00
83.33
Jumlah 30 100 83 3
3 Kerukunan dalam
kehidupan sehari-hari
(gotong royong, kerja
bakti)
1
2
3
0
6
24
0
20
80
Jumlah 30 100 84 3
Jumlah skor sebesar 247 dan rata-rata skor adalah 8.23 ≈8
Keterangan: jumlah responden adalah 30 orang dengan nilai 1 (rendah), 2 (sedang), 3 (tinggi).
Xmaksimum adalah 9 dan Xminimum adalah 3 dan jumlah kelas (N) adalah 3.
27
Lampiran 4 Tingkat kepercayaan anggota Kelompok Tani Langgeng Makmur VII
No. Sub unsur kepercayan Tingkat Jumlah
(orang)
Persentase
(%) Skor
Rata-
rata
1 Kepercayaan terhadap orang di
sekitar
1
2
3
0
2
28
0
6.67
93.33
Jumlah 30 100.00 88 3
2 Kepercayaan terhadap orang
dengan suku sama (di dalam
komunitas)
1
2
3
0
0
30
0
0
100
Jumlah 30 100 90 3
3 Kepercayaan terhadap orang
dengan suku/budaya yang
berbeda (di dalam dan luar
komunitas)
1
2
3
0
0
30
0
0
100
Jumlah 30 100 90 3
4 Kepercayaan terhadap aparat
pemerintah
1
2
3
0
6
24
0
20
80
Jumlah 30 100 84 3
5 Kepercayaan terhadap tokoh
masyarakat
1
2
3
2
4
24
6.67
13.33
80.00
Jumlah 30 100.00 82 3
6 Kepercayaan terhadap tokoh
agama
1
2
3
0
0
30
0
0
100
Jumlah 30 100 90 3
7 Kepercayaan terhadap instansi
pemerintah (Dinas Kehutanan
dan Perkebunan)
1
2
3
0
8
22
0
26.67
73.33
Jumlah 30 100.00 82 3
8 Kepercayaan terhadap orang di
lingkungan sekitar dalam hal
menjaga hutan
1
2
3
0
2
28
0
6.67
93.33
Jumlah 30 100.00 88 3
9 Kepercayaan terhadap penyuluh
(pertanian, kehutanan dan
perkebunan)
1
2
3
2
6
22
6.67
20.00
73.33
Jumlah 30 100.00 80 3
10 Kepercayaan terhadap aturan
tertulis
1
2
3
0
2
28
0
6.67
93.33
Jumlah 30 100.00 88 3
11 Kepercayaan terhadap aturan
tidak tertulis
1
2
3
0
3
28
0
10
90
Jumlah 30 100 87 3
12 Kepercayaan terhadap manfaat
hutan rakyat
1
2
3
0
0
30
0
0
100
Jumlah 30 100 90 3
13 Kepercayaan terhadap pihak lain
yang ingin bekerjasama dalam
membangun hutan rakyat
1
2
3
7
4
19
23.33
13.33
63.33
Jumlah 30 100.00 71 2
Jumlah skor adalah 1110 dengan rata-rata skor adalah 37
Keterangan: jumlah responden adalah 30 orang dengan nilai 1 (rendah), 2 (sedang), 3 (tinggi)
dengan Xmaksimun: 39 dan Xminimum: 13 dan jumlah kelas (N) adalah 3.
28
Lampiran 5
a. Korelasi antara komponen karakteristik individu dengan unsur-unsur modal
sosial
umur p.form
al
p.non
formal
pendapa
tan
kshatan Luas Lamal jar.sos Norma Trust
Umur Correlation
Coefficient
1.000 .115 -.005 .092 -.151 .120 -.660***
.147 -.202 .081
Sig. (2-
tailed)
. .546 .980 .629 .427 .528 .000 .439 .285 .669
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
p.formal Correlation
Coefficient
.115 1.000 .468**
-.017 -.108 .205 -.289 .356*
-.079 .181
Sig. (2-
tailed)
.546 . .009 .928 .569 .278 .122 .054 .677 .340
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Non Correlation
Coefficient
-.005 .468**
1.000 -.119 .103 .359 .177 .477***
-.168 .083
Sig. (2-
tailed)
.980 .009 . .531 .587 .051 .348 .008 .374 .664
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Pndapatan Correlation
Coefficient
.092 -.017 -.119 1.000 -.065 -.269 -.085 -.040 .089 .050
Sig. (2-
tailed)
.629 .928 .531 . .733 .151 .657 .834 .640 .795
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Kshatan Correlation
Coefficient
-.151 -.108 .103 -.065 1.000 .057 .201 .038 -.232 -.129
Sig. (2-
tailed)
.427 .569 .587 .733 . .763 .287 .841 .218 .497
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Luas Correlation
Coefficient
.120 .205 .359 -.269 .057 1.000 .056 .406**
-.014 -.105
Sig. (2-
tailed)
.528 .278 .051 .151 .763 . .768 .026 .942 .581
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Lama Correlation
Coefficient
-.660**
-.289 .177 -.085 .201 .056 1.000 .136 .380**
-.094
Sig. (2-
tailed)
.000 .122 .348 .657 .287 .768 . .475 .038 .621
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
29
jar.sos Correlation
Coefficient
.147 .356 .477**
-.040 .038 .406* .136 1.000 .257 .028
Sig. (2-
tailed)
.439 .054 .008 .834 .841 .026 .475 . .171 .885
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Norma Correlation
Coefficient
-.202 -.079 -.168 .089 -.232 -.014 .380* .257 1.000 -.062
Sig. (2-
tailed)
.285 .677 .374 .640 .218 .942 .038 .171 . .745
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Trust Correlation
Coefficient
.081 .181 .083 .050 -.129 -.105 -.094 .028 -.062 1.000
Sig. (2-
tailed)
.669 .340 .664 .795 .497 .581 .621 .885 .745 .
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
***. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.1 level (2-tailed).
a. Korelasi antara komponen karakteristik individu dengan unsur-unsur modal
sosial (lanjutan)
30
Lampiran 5 b. Korelasi antara komponen karakteristik individu dengan tingkat modal sosial
umur p.formal p.non
formal
pendapatan kshatan Luas Lama Tingkat
modal sosial
Umur Correlation
Coefficient
1.000 .115 -.005 .092 -.151 .120 -.660***
.059
Sig. (2-
tailed)
. .546 .980 .629 .427 .528 .000 .379
N 30 30 30 30 30 30 30 30
p.formal Correlation
Coefficient
.115 1.000 .468**
-.017 -.108 .205 -.289*
.295*
Sig. (2-
tailed)
.546 . .009 .928 .569 .278 .122 .027
N 30 30 30 30 30 30 30 30
Non Correlation
Coefficient
-.005 .468**
1.000 -.119 .103 .359*
.177 .262*
Sig. (2-
tailed)
.980 .009 . .531 .587 .051 .348 .081
N 30 30 30 30 30 30 30 30
Pndapatan Correlation
Coefficient
.092 -.017 -.119 1.000 -.065 -.269 -.085 .071
Sig. (2-
tailed)
.629 .928 .531 . .733 .151 .657 .354
N 30 30 30 30 30 30 30 30
Kshatan Correlation
Coefficient
-.151 -.108 .103 -.065 1.000 .057 .201 .065
Sig. (2-
tailed)
.427 .569 .587 .733 . .763 .287 .366
N 30 30 30 30 30 30 30 30
Luas Correlation
Coefficient
.120 .205 .359 -.269 .057 1.000 .056 .059
Sig. (2-
tailed)
.528 .278 .051 .151 .763 . .768 .379
N 30 30 30 30 30 30 30 30
Lama Correlation
Coefficient
-.660**
-.289 .177 -.085 .201 .056 1.000 .304*
Sig. (2-
tailed)
.000 .122 .348 .657 .287 .768 . .051
N 30 30 30 30 30 30 30 30
31
Tingkat
modal
social
Correlation
Coefficient
.059 -.355*
-.262 .071 .065 .059 .304 1.000
Sig. (2-
tailed)
.379 .027 .081 .354 .366 .379 .051 .
N 30 30 30 30 30 30 30 30
***. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.1 level (2-tailed).
b. Korelasi antara komponen karakteristik individu dengan tingkat modal sosial
(lanjutan)
32
Lampiran 6 Riwayat hidup penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jepara pada tanggal 1 Februari 1992 dari ayah
Kemadi dan ibu Sri Pengarih. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bangsri dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima pada
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti
perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Ekologi
Hutan tahun 2013, Ketua Pelaksana 4R (Reuse, Reduce, Recycle, Respect) IFSA
LC IPB tahun 2013, Volunteer di GAForN (German Alumni Forestry Network)
International Symposium tahun 2011, pengurus IFSA LC IPB pada tahun 2011-
2013. Selain itu penulis juga pernah melakukan kegiatan Praktik Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang-Papandayan, Praktik Pengelolaan Hutan
(PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, dan Praktik Kerja Lapang (PKL) di
KPH Bojonegoro. Penulis juga menerima beasiswa Bidik Misi untuk menunjang
kegiatan perkuliahan selama berkuliah di IPB.