20
MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA (POKJA) PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DALAM UPAYA PENERAPAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (Studi Deskriptif di Sekolah Menengah Pertama Negeri 107 Jakarta) Annisa Sherliany & Wisni Bantarti Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Email: [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan modal sosial yang dimiliki anggota pokja PHBS SMP Negeri 107 Jakarta dalam upaya penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Pendekatan penelitian kualitatif dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian studi deskriptif melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam, observasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial yang dimiliki anggota pokja PHBS SMP Negeri 107 Jakarta dapat mendukung keberhasilan dalam upaya penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Social Capital of Working Group Members of Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) in Clean and Healthy Living Behavior (Descriptive Study in Sekolah Menengah Pertama Negeri 107 Jakarta) Abstract The purpose of this research to describe the social capital that is owned by the working group members of PHBS of SMP Negeri 107 Jakarta in an effort to implement a clean and healthy living behavior. This research uses a qualitative approach and is a descriptive research through data collection techniques in-depth interviews, observation, and literature study. The results of this research shows that social capital is owned by members of the working group of PHBS of SMP Negeri 107 Jakarta can support its success in an effort to implement clean and healthy living behavior. Keyword: clean and healthy living behavior; health behaviors; school-age children; social capital; working groups Pendahuluan Indonesia merupakan negara dengan jumlah populasi penduduk terbesar ke-lima di dunia. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Sensus Penduduk tahun 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa (Badan Pusat Stastistik, 2010). Sebagian besar penduduk Indonesia terdiri dari anak dan remaja yang termasuk dalam kelompok anak usia sekolah. Dari jumlahnya yang besar yaitu sekitar 20 persen dari jumlah penduduk, anak usia sekolah merupakan investasi bangsa yang potensial, tetapi rawan karena berada dalam periode pertumbuhan dan perkembangan (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA (POKJA) PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DALAM

UPAYA PENERAPAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (Studi Deskriptif di Sekolah Menengah Pertama Negeri 107 Jakarta)

Annisa Sherliany & Wisni Bantarti

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan modal sosial yang dimiliki anggota pokja PHBS SMP Negeri 107 Jakarta dalam upaya penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Pendekatan penelitian kualitatif dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian studi deskriptif melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam, observasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial yang dimiliki anggota pokja PHBS SMP Negeri 107 Jakarta dapat mendukung keberhasilan dalam upaya penerapan perilaku hidup bersih dan sehat.

Social Capital of Working Group Members of Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

in Clean and Healthy Living Behavior (Descriptive Study in Sekolah Menengah Pertama Negeri 107 Jakarta)

Abstract

The purpose of this research to describe the social capital that is owned by the working group members of PHBS of SMP Negeri 107 Jakarta in an effort to implement a clean and healthy living behavior. This research uses a qualitative approach and is a descriptive research through data collection techniques in-depth interviews, observation, and literature study. The results of this research shows that social capital is owned by members of the working group of PHBS of SMP Negeri 107 Jakarta can support its success in an effort to implement clean and healthy living behavior. Keyword: clean and healthy living behavior; health behaviors; school-age children; social capital; working groups Pendahuluan Indonesia merupakan negara dengan jumlah populasi penduduk terbesar ke-lima di

dunia. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Sensus

Penduduk tahun 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa (Badan Pusat

Stastistik, 2010). Sebagian besar penduduk Indonesia terdiri dari anak dan remaja yang

termasuk dalam kelompok anak usia sekolah. Dari jumlahnya yang besar yaitu sekitar 20

persen dari jumlah penduduk, anak usia sekolah merupakan investasi bangsa yang potensial,

tetapi rawan karena berada dalam periode pertumbuhan dan perkembangan (Kementerian

Kesehatan RI, 2013).

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 2: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, status gizi anak usia sekolah dan remaja

menurut prevalensi pendek, kurus dan gemuk untuk anak usia 5-12 tahun (jenjang SD)

masing-masing adalah 30,7 persen, 11,2 persen dan 18,8 persen. Sedangkan untuk usia 13-15

tahun (jenjang SMP) prevalensi pendek, kurus dan gemuk adalah 35,1 persen, 11,1 persen dan

10,8 persen (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Hal tersebut juga diperkuat dengan Laporan

Nutrisi Global pada tahun 2014, di mana Indonesia adalah satu dari 17 negara dengan

masalah serius terkait jumlah anak pendek, kurus akibat gizi buruk, sekaligus kelebihan berat

badan (Anna, 2015). Data lain menunjukkan, berdasarkan hasil Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 bahwa penyebab kematian pada anak diantaranya

infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), demam dan juga diare.

Berdasarkan data-data yang didapat dari berbagai sumber di atas, diketahui bahwa

masih banyaknya permasalahan kesehatan yang dihadapi oleh anak-anak menunjukkan bahwa

mereka belum bisa merasakan kesejahteraan secara utuh. Padahal untuk melihat

berkembangnya suatu kesejahteraan masyarakat, bidang kesehatan merupakan salah satu

indikator utamanya (Adi, 2005). Kesehatan anak di Indonesia sudah diatur dalam UU Nomor

35 tahun 2014 tentang perlindungan anak yang menjelaskan bahwa orang tua, keluarga,

masyarakat bahkan pemerintah wajib bertanggung jawab atas kesehatan setiap anak. Dalam

rangka mewujudkan pemenuhan hak asasi setiap anak berdasarkan UU tentang perlindungan

anak, pemerintah terus berupaya dengan membuat kebijakan salah satunya yaitu kebijakan

tentang promosi kesehatan yaitu melalui program perilaku hidup bersih dan sehat sebagai

langkah preventif. Pelaksanaan promosi kesehatan di lingkungan sekolah merupakan cara

yang efektif karena anak usia sekolah merupakan kelompok umur yang peka dan mudah

dalam menerima perubahan. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Smith, 1992 (dalam

Kemm dan Close, 1995), disebutkan bahwa hubungan yang positif antara murid dan guru

(staf); guru (staf) dan orang tua; dan sekolah dan komunitas adalah elemen penting dari

pendidikan kesehatan. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam melaksanakan

pendidikan kesehatan di sekolah perlu adanya hubungan-hubungan sosial yang positif yang

dibangun oleh warga sekolah. Hubungan sosial itu sendiri merupakan salah satu komponen

penting dari modal sosial.

SMP Negeri 107 Jakarta merupakan salah satu sekolah yang secara aktif

melaksanakan PHBS. Pada tahun 2014 dan 2015 SMP Negeri 107 Jakarta berhasil

memenangkan lomba sekolah sehat untuk tingkat provinsi dan tingkat nasional. Berdasarkan

hasil wawancara dengan kepala sekolah SMP Negeri 107 Jakarta didapatkan data bahwa

berlangsungnya PHBS di sekolah tersebut karena warga sekolah yang terdiri dari siswa,

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 3: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

kepala sekolah, para guru dan staf sudah menanamkan dalam diri mereka masing-masing

untuk menerapkan indikator-indikator PHBS di kehidupan sehari-hari sehingga sudah

menjadi suatu budaya di sekolah. Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan,

masih berlangsungnya PHBS di SMP Negeri 107 Jakarta karena adanya fasilitas yang

memadai sehingga dapat mendukung pelaksanaan PHBS di sekolah. Beberapa fasilitas yang

ada di sekolah yang mendukung untuk keberlangsungan pelaksanaan PHBS diantaranya

tersedia wastafel lengkap dengan sabun dan lap tangan dibeberapa titik di sekolah yang

memudahkan warga sekolah untuk selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktifitas.

Ketersediaan tempat sampah yang banyak juga salah satu faktor yang mendukung

keberlangsungan PHBS. SMP Negeri 107 Jakarta juga memiliki kegiatan rutin yang

dilaksanakan setiap hari Jum’at yang juga dapat mendukung keberlangsungan PHBS di

sekolah, kegiatan tersebut diantaranya Jum’at Sehat, Jum’at Bersih, dan Jum’at Baca.

Di dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) SMP Negeri 107 Jakarta terdapat

kelompok-kelompok kerja yang memiliki tugas yang berbeda-beda meskipun tujuannya sama

yaitu menciptakan lingkungan sekolah yang bersih dan sehat. Kelompok kerja (pokja)

tersebut diantaranya pokja PHBS, pokja kantin, pokja pertamanan, pokja perikanan, pokja

tanaman obat, pokja mading, pokja pertanian, pokja komposting, pokja kerohanian, dan pokja

jumantik. Masing-masing pokja memiliki peranan yang penting, namun terdapat satu pokja

yang tugasnya sangat berkaitan dengan mendukung terlaksananya perilaku hidup bersih dan

sehat di sekolah yaitu pokja PHBS. Tugas utama yang dimiliki oleh pokja PHBS yaitu

bertanggung jawab atas perilaku siswa sehat dan mensosialisasikan indikator-indikator PHBS

yang harus dilakukan oleh warga sekolah di lingkungan sekolah. Sedangkan untuk tugas

sehari-hari yang dilakukan oleh pokja PHBS yaitu mengisi sabun yang habis, membuat lap

tangan, mengganti lap tangan yang sudah kotor, membersihkan wastafel dan kamar mandi,

dan menjadi contoh bagi siswa lainnya. Berangkat dari data-data yang telah didapat, maka

pertanyaan dari penelitian ini ialah bagaimana modal sosial yang dimiliki oleh anggota

kelompok kerja (pokja) PHBS SMP Negeri 107 Jakarta dalam upaya penerapan perilaku

hidup bersih dan sehat? Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah

menggambarkan modal sosial yang dimiliki oleh anggota kelompok kerja (pokja) PHBS SMP

Negeri 107 Jakarta dalam upaya penerapan perilaku hidup bersih dan sehat.

Tinjauan Teoritis

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan bagian dari program promosi

kesehatan. Smith, 1992 (dalam Kemm dan Close, 1995) mengemukakan pendekatan “whole

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 4: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

school” untuk promosi kesehatan yang memerlukan kelas pendidikan kesehatan diatur dalam

kerangka yang lebih luas, sehingga menciptakan promosi kesehatan di sekolah yaitu dengan

mendukung dan mempromosikan sikap, praktek dan pemahaman kondusif untuk kesehatan

yang baik; mempromosikan kualitas hidup dan kesejahteraan fisik, sosial, dan mental

individu. Kegiatan promosi kesehatan tidak hanya mencakup pendidikan kesehatan tetapi

semua kegiatan lainnya yang berusaha untuk mempromosikan kesehatan yang positif melalui

perubahan lingkungan fisik, sosial atau politik. Pendidikan kesehatan di sekolah tidak dimulai

dan diakhiri di dalam kelas. Pesan yang diterima secara halus bahwa siswa menerima

informasi tentang kesehatan dari kehidupan sehari-hari di sekolah yang sama pentingnya

dengan yang diberikan selama pelajaran. Mempromosikan kesehatan di sekolah harus

berusaha untuk mengembangkan:

1. Hubungan yang positif antara: murid dan guru (staf); guru (staf) dan orang tua; dan

sekolah dan komunitas. Hubungan antara staf dan murid dan orang-orang di antara

staf sendiri adalah elemen penting dari pendidikan kesehatan.

2. Pola perilaku positif melalui role-modelling: kesopanan, kepedulian, rasa hormat;

sistem yang tepat: penghargaan dan hukuman. Pelajaran yang mempromosikan

kesopanan, kepedulian, rasa hormat dan penerimaan tanggung jawab untuk diri dan

orang lain akan lebih efektif jika kualitas ini dinilai konsisten dalam setiap aspek

kehidupan sekolah.

3. Struktur organisasi dan manajemen yang mendorong rasa percaya diri dan

membangun harga diri siswa dan staf. Struktur organisasi dan manajemen sekolah

dapat melakukan banyak hal untuk mendorong pengembangan kepercayaan diri dan

harga diri.

4. Lingkungan fisik yang menyenangkan dan merangsang. Kualitas hubungan antara

sekolah dan masyarakat setempat juga penting. Promosi kesehatan merupakan

tanggung jawab yang sekolah bagi dengan pihak lainnya. Kegiatan pendidikan

kesehatan di sekolah harus mencakup kesempatan untuk melibatkan pemerintah, orang

tua, keluarga dan masyarakat sehingga apa yang dipelajari di sekolah dapat didukung

oleh pengalaman yang sesuai di rumah dan di masyarakat.

Di dalam promosi kesehatan terdapat banyak program-program sebagai langkah

pencegahan terhadap penyakit, salah satu program promosi kesehatan yang sangat

dicanangkan oleh pihak pemerintah yaitu program perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar

kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 5: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan

aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Di

institusi pendidikan (kampus, sekolah, pesantren, seminari, padepokan dan lain-lain), sasaran

primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan Institusi Pendidikan Ber-

PHBS, yang mencakup antara lain mencuci tangan menggunakan sabun, menkonsumsi

makanan dan minuman sehat, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat

sampah, tidak merokok, tidak menkonsumsi Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif

lainnya (NAPZA), tidak meludah sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-

lain (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Perhatian utama dari pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan. Dalam arti luas,

perilaku kesehatan mengacu pada tindakan individu, kelompok, dan organisasi, serta faktor

penentu, berkorelasi, dan konsekuensi, termasuk perubahan sosial, pengembangan kebijakan

dan implementasi, meningkatkan keterampilan coping, dan meningkatkan kualitas hidup

mereka (Parkerson dan lain-lain, 1993 dalam Glanz, Barbara, & Viswanath, 2008). Green dan

Kreuter, 1991 (dalam Adi, 2007, h. 111) mengemukakan bahwa terdapat tiga faktor utama

yang mempengaruhi munculnya suatu perilaku yaitu: (1) faktor predisposisi (predisposing

factors) adalah sesuatu yang muncul sebelum perilaku itu terjadi dan menyediakan landasan

motivasional ataupun rasional terhadap perilaku yang dilakukan oleh seseorang, seperti

pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap dan persepsi dari komunitas sasaran; (2) faktor penguat

perubahan (reinforcing factors) adalah sesuatu yang muncul sebelum perilaku itu terjadi dan

memfasilitasi motivasi tersebut agar dapat terwujud; (3) faktor pemungkin perubahan

(enabling factors) adalah faktor yang mengikuti suatu perilaku dan menyediakan imbalan atau

reward yang berkelanjutan untuk berkembangnya perilaku tersebut dan memberikan

kontribusi terhadap tetap bertahannya perilaku tersebut. Hal-hal yang terdapat dalam faktor

pemungkin perubahan diantaranya yaitu ketersediaan layanan kesehatan yang dibutuhkan,

keterjangkauan komunitas sasaran dengan layanan yang disediakan, atau tersedianya

keterampilan baru yang dapat dimanfaatkan oleh individu, organisasi ataupun komunitas

untuk melakukan perubahan perilaku.

Modal Sosial

Definisi modal sosial menurut Putnam, 1993 (dalam Lawang, 2004, h.180) menunjuk

pada bagian-bagian dari organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma, dan jaringan, yang

dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang

terkoordinasi. Sedangkan Field (2010) mengatakan bahwa teori modal sosial dapat diringkas

menjadi dua kata saja yaitu: soal hubungan. Dengan membangun hubungan dengan sesama,

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 6: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

dan menjaganya agar terus berlangsung sepanjang waktu, orang mampu bekerja bersama-

sama untuk mencapai berbagai hal yang tidak dapat mereka lakukan sendirian, atau yang

dapat mereka capai tapi dengan susah payah. Para ahli seperti Coleman, Putnam, dan

Fukuyama mengemukakan bahwa kepercayaan, norma, dan jaringan sosial merupakan

komponen inti yang terdapat di dalam modal sosial. Modal sosial bukan hanya dapat

mendukung proses pembangunan yang sedang berjalan, tetapi juga dapat melemahkan proses

pembangunan yang ada (Adi, 2012, h. 260).

Komponen-komponen Modal Sosial

Kepercayaan

Menurut Lawang (2004), kepercayaan berarti proses mempercayai sesuatu yang jelas

sasarannya. Kepercayaan menunjuk pada hubungan antara dua pihak atau lebih yang

mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui

interaksi sosial. Harapan menunjuk pada sesuatu yang masih akan terjadi di masa depan, baik

dalam jangka waktu yang pendek ataupun yang panjang, bahkan ada harapan yang

berhubungan dengan keselamatan sesudah mati. Tindakan sosial merujuk pada apa yang

dilakukan oleh individu dalam mewujudkan kepercayaan dan harapannya tersebut. Sedangkan

interaksi sosial menunjuk pada apa yang dilakukan oleh kedua belah pihak bersama-sama

secara sadar dalam mewujudkan harapan dari masing-masing pihak terhadap satu sama lain.

Jaringan Sosial

Berikut adalah pengertian jaringan menurut Lawang (2004), yaitu ada ikatan antar

simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan media (hubungan sosial). Hubungan

sosial ini diikat dengan kepercayaan, boleh dalam bentuk strategik, boleh pula dalam bentuk

moralistik. Kepercayaan dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak.

Lawang (2004) juga mengemukakan bahwa jaringan memiliki tiga fungsi utama diantaranya

fungsi informatif, fungsi akses, dan fungsi koordinasi. Fungsi informatif disebut sebagai

media informasi atau jaringan informasi yang memungkinkan setiap stakeholders dalam

jaringan tersebut dapat mengetahui informasi yang berhubungan dengan masalah, atau

peluang atau apapun yang berhubungan dengan kegiatan usaha. Fungsi informatif disebut

juga sebagai fungsi peluang (opportunity), karena dengan jaringan itu setiap peluang dapat

diperoleh, tanpa mengeluarkan biaya yang terlalu banyak. Fungsi akses menunjuk pada

kesempatan yang dapat diberikan oleh adanya jaringan dengan orang lain dalam penyediaan

suatu barang atau jasa yang tidak dapat dipenuhi secara internal oleh organisasi (Ostgaard and

Birley 1994, dalam Lawang 2004). Fungsi yang terakhir adalah fungsi koordinasi. Menurut

Fukuyama (1999), fungsi koordinasi lebih banyak mendapat tempat dalam kegiatan-kegiatan

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 7: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

informal, fungsi ini membantu mengatasi masalah kebuntuan yang disebabkan oleh

keterbatasan birokrasi pemerintah (Lawang, 2004). Dalam hal ini, fungsi koordinasi harus

didukung pula oleh fungsi-fungsi lainnya sehingga modal sosial menjadi efektif.

Norma

Norma muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan (Blau 1963, Fukuyama

1999, dalam Lawang, 2004). Coleman, 1988 (dalam Syahra, 2003, h.4) mengatakan bahwa

norma merupakan salah satu unsur utama yang menjadi pilar dalam modal sosial. Ia

berpendapat bahwa norma-norma harus ditaati dengan sanksi yang jelas dan efektif. Tanpa

adanya seperangkat norma yang disepakati dan dipatuhi oleh segenap anggota masyarakat

maka yang muncul adalah keadaan anomie dimana setiap orang cenderung berbuat menurut

kemauan sendiri tanpa merasa ada ikatan dengan orang lain. Selain itu, Lawang (2004) juga

mengatakan bahwa norma bersifat resiprokal, yang artinya isi norma menyangkut hak dan

kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan yang diperoleh dari suatu

kegiatan tertentu. Dalam konteks ini, orang yang melanggar norma resiprokal yang

berdampak pada berkurangnya keuntungan di kedua belah pihak, diberi sanksi negatif yang

sangat keras. Jaringan yang terbina lama dan menjamin keuntungan kedua belah pihak secara

merata, akan memunculkan norma keadilan. Bagi yang melanggar prinsip keadilan akan

dikenakan sanksi yang keras pula.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Jenis penelitian

tersebut dipilih karena bertujuan untuk menggambarkan modal sosial yang dimiliki oleh

anggota kelompok kerja (pokja) PHBS SMP Negeri 107 Jakarta dalam upaya penerapan

perilaku hidup bersih dan sehat. Sehingga pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan kualitatif. Creswell (2009) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai

sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia,

berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk kata-kata, melaporkan pandangan

informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah. Sedangkan untuk jenis

penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

adalah penelitian yang tujuan utamanya untuk memberikan gambaran dengan kata-kata dan

angka serta untuk menyajikan profil (persoalan), klasifikasi jenis, atau garis besar tahapan

guna menjawab pertanyaan seperti siapa, kapan, dimana, dan bagaimana (Neuman, 2013, h.

44). Sehingga penelitian ini berusaha untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 8: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

modal sosial yang dimiliki oleh anggota kelompok kerja (pokja) PHBS SMP Negeri 107

Jakarta dalam upaya penerapan perilaku hidup bersih dan sehat.

Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive

sampling. Purposive sampling adalah penggunaan sampel non-acak yang penelitinya

menggunakan berbagai metode untuk mencari semua kemungkinan kasus yang begitu spesifik

dan populasinya sulit dijangkau. Purposive sampling yaitu jenis sampel yang bermanfaat

untuk situasi khusus (Neuman, 2013, h. 298). Informan dalam penelitian ini adalah siswa dan

siswi SMP Negeri 107 Jakarta yang duduk di kelas VIII yang tergabung dalam kelompok

kerja PHBS dan merupakan anggota aktif, siswa dan siswi SMP Negeri 107 Jakarta yang

berada di luar keanggotaan pokja PHBS, kepala sekolah, guru pembina pokja PHBS, staf

kebersihan sekolah, petugas puskesmas, dan orang tua siswa. Teknik pengumpulan data pada

penelitian ini menggunakan tiga cara diantaranya dengan wawancara mendalam, pengamatan,

dan studi pustaka.

Teknik yang digunakan untuk meningkatkan kualitas penelitian pada penelitian ini

yaitu teknik kredibilitas dengan triangulasi data. Selain triangulasi, pemeriksaan anggota

(member checking) juga dilakukan apabila dalam wawancara masih ada yang tidak jelas dan

kurang maka perlu dilakukan member checking untuk memperjelas data yang didapat.

Triangulasi data dan member checking pada penelitian ini dilakukan dengan memberikan satu

pertanyaan yang serupa kepada informan yang berbeda, seperti menanyakan tugas anggota

pokja PHBS, hubungan antara anggota pokja PHBS dan juga dengan pihak lainnya, keadaan

di lingkungan sekolah, dan peraturan di sekolah.

Hasil Penelitian

Hasil dari temuan lapangan ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu menggambarkan

modal sosial yang dimiliki oleh anggota pokja PHBS SMP Negeri 107 Jakarta dalam upaya

penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Modal sosial yang dimiliki anggota pokja PHBS

tersebut diantaranya kepercayaan, jaringan sosial, dan norma. Untuk komponen kepercayaan,

anggota pokja PHBS SMP Negeri 107 Jakarta membentuk kepercayaan tersebut dengan

sesama anggota pokja PHBS dan dengan pihak luar yang terdiri dari guru pembina, kepala

sekolah, siswa di luar keanggotaan pokja PHBS, staf kebersihan sekolah, petugas puskesmas,

dan orang tua. Kepercayaan yang terdapat pada sesama anggota pokja PHBS terbentuk dari

adanya kegiatan formal dan informal yang menjadikan mereka berhubungan dan berinteraksi

secara intens. Kemudian untuk kepercayaan yang terbentuk antara anggota pokja PHBS

dengan pihak luar juga dikarenakan masing-masing pihak saling berhubungan dan

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 9: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

berinteraksi. Namun, hubungan dan interaksi antara anggota pokja PHBS dengan pihak

sekolah, petugas puskesmas, dan staf kebersihan jarang terjadi secara langsung.

Komponen modal sosial berikutnya yaitu jaringan sosial. Berdasarkan hasil temuan

lapangan, penelitian ini membagi jaringan menjadi dua, yaitu jaringan yang didapat dari

dalam pokja PHBS itu sendiri dan jaringan yang didapat dari luar pokja PHBS. Jaringan yang

berasal dari dalam pokja PHBS berfungsi untuk meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar

anggota dalam melakukan tugasnya seperti mengkoordinasikan jadwal piket dan dapat

memberikan mereka akses untuk mendapatkan informasi-informasi, terutama mengenai

penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Sedangkan jaringan yang terbentuk dari luar pokja

PHBS diantaranya jaringan antara anggota pokja PHBS dengan guru pembina, siswa di luar

pokja PHBS, pihak sekolah, pihak puskesmas, staf kebersihan sekolah serta orang tua. Hasil

yang didapat dari adanya jaringan atau ikatan antara anggota pokja PHBS dengan pihak-pihak

di luar keanggotaan pokja PHBS yaitu mereka mendapatkan informasi-informasi yang terkait

dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Selain mendapatkan informasi, anggota pokja PHBS

juga dapat memberikan informasi-informasi yang telah mereka dapatkan kepada siswa

lainnya yang bukan anggota pokja PHBS, sehingga anggota pokja PHBS dianggap sebagai

pelaku yang memunculkan faktor predisposisi pada siswa yang bukan anggota pokja PHBS

karena menanamkan pengetahuan, nilai, sikap dan persepsi untuk mendorong mereka

menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Komponen yang terakhir dari modal sosial yaitu norma. Norma yang dimaksud di sini

yaitu norma atau aturan yang mengatur mengenai penerapan perilaku hidup bersih dan sehat.

Norma yang mengatur tentang penerapan perilaku hidup bersih dan sehat yaitu berasal dari

adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan di setiap sekolah terdapat UKS. Dengan

adanya UKS, maka secara otomatis penerapan PHBS juga harus dilakukan. Di SMPN 107

Jakarta sendiri, aturan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat dikemas dalam bentuk poster

yang ditempel di setiap kelas dan spanduk yang berisi tentang 8 indikator PHBS. Selain itu,

norma lainnya yaitu norma yang tertanam secara implisit pada kurikulum atau mata pelajaran

yang diajarkan di sekolah. Berdasarkan hasil temuan lapangan didapatkan bahwa terdapat

sanksi bagi yang melanggar norma-norma tersebut, tetapi sayangnya sanksi tersebut belum

terlalu berat atau tegas. Sehingga masih ada siswa yang tidak peduli terhadap peraturan

tersebut. Meskipun tidak sedikit juga yang sudah melaksanakan dan menerapakan perilaku

hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari.

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 10: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

Pembahasan

Menurut Lawang (2004), kepercayaan merupakan hubungan antara dua pihak atau

lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak

melalui interaksi sosial. Di dalam kepercayaan terdapat tiga hal inti diantaranya hubungan

sosial, harapan, dan interaksi sosial. Kepercayaan yang dimiliki anggota pokja PHBS yaitu

kepercayaan yang terjalin antara sesama anggota pokja PHBS, anggota pokja PHBS dengan

guru pembina, dengan pihak sekolah, dengan siswa di luar keanggotaan pokja PHBS, dengan

pihak puskesmas, dengan orang tua, dan juga antara anggota pokja PHBS dengan staf

kebersihan sekolah. Kepercayaan antar anggota pokja PHBS terbentuk dari adanya kegiatan

formal dan informal. Kegiatan formal yang dilakukan oleh anggota pokja PHBS yaitu berupa

kegiatan rapat, pertemuan rutin dan kegiatan piket. Sedangkan untuk kepercayaan yang

terbentuk dari kegiatan informal yaitu kegiatan jalan-jalan bersama, saling tegur sapa jika

bertemu di sekolah, dan adanya anggota yang menjadi panutan dalam mempengaruhi anggota

lainnya untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Hubungan dan interaksi antara

anggota pokja PHBS terjadi secara intens karena hampir setiap hari mereka bertemu di

sekolah dan melakukan kegiatan secara bersama-sama.

Adanya anggota yang menjadi panutan dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan

sehat bagi anggota lainnya juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Smith (1992)

mengenai pendekatan whole school di mana salah satunya yaitu adanya pola perilaku positif

yang dilakukan melalui role-modelling. Anggota pokja yang menjadi panutan dalam

menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat merupakan role model bagi anggota lainnya,

sehingga diharapkan anggota lain dapat terpengaruh dalam arti yang positif yaitu ikut

terdorong untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Role-modelling juga

menekankan pada praktek langsung yang dilakukan oleh siswa mengenai pendidikan

kesehatan yang didapat dari pelajaran di kelas, dalam hal ini yaitu penerapan perilaku hidup

bersih dan sehat. Selain itu, dengan adanya anggota yang menjadi panutan bagi anggota

lainnya terkait dengan kriteria ketiga dari pendekatan whole school yaitu struktur organisasi

dan manajemen yang mendorong rasa percaya diri dan membangun harga diri siswa dan staf.

Misalnya, komunikasi yang terbuka dapat membuat seorang individu merasa diinginkan dan

dihargai, citra diri, dan termasuk keputusan yang berkaitan dengan pola hidup sehat. Adanya

anggota yang menjadi panutan dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat membuat

anggota tersebut menonjol diantara anggota-anggota lainnya. Hal tersebut mungkin saja

menjadi perhatian dari guru pembina dan guru pembina menganggap anggota tersebut dapat

menjadi kader. Dengan anggota tersebut merasa dihargai oleh guru pembina berdasarkan

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 11: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

sikap yang ia lakukan dengan memberikan contoh yang baik, maka ia semakin percaya diri

dan memutuskan untuk terus melakukan perilaku-perilaku kesehatan tersebut.

Kepercayaan yang dimiliki oleh anggota pokja PHBS juga membentuk thick social

capital. Putnam (2002) mengemukakan bahwa thick social capital merupakan modal sosial

yang membentuk ikatan yang kuat (strong ties) antar individu. Ikatan yang kuat (strong ties)

diartikan dengan adanya intensitas dalam melakukan kontak dan adanya kedekatan. Dikatakan

bahwa anggota pokja PHBS membentuk thick social capital karena mereka bertemu secara

intens, mereka melakukan tugas piket bersama-sama hampir setiap hari dan bepergian

bersama pada waktu luang atau di hari libur. Selanjutnya, hubungan kepercayaan antara

anggota pokja PHBS dengan pihak sekolah, pihak puskesmas maupun staf kebersihan sekolah

terbentuk tetapi interaksinya jarang terjadi secara langsung, sehingga hal ini membentuk thin

social capital diantara pihak-pihak tersebut. Thin social capital merupakan modal sosial yang

membentuk ikatan yang lemah (weak ties) antar individu. Sedangkan kepercayaan yang

terbentuk antara anggota pokja PHBS dengan guru pembina yaitu berdasarkan adanya

hubungan, harapan, dan interaksi yang terjadi. Berdasarkan hasil temuan lapangan, diketahui

bahwa kepercayaan muncul karena adanya hubungan yang dekat antara guru pembina dengan

anggota pokja PHBS, interaksi yang terjadi juga baik dilihat dari cukup banyak anggota

pokja PHBS yang berkonsultasi mengenai masalah PHBS dengan guru pembina. Selain itu,

terbentuknya kepercayaan antara anggota pokja PHBS dengan guru pembina juga terjadi

karena guru pembina secara intens memberikan arahan terkait penerapan perilaku hidup

bersih dan sehat dan mengingatkan anggota pokja PHBS untuk menjalankan piket dan

melakukan hal-hal sesuai dengan indikator perilaku hidup bersih dan sehat.

Hubungan kepercayaan yang terjalin antara anggota pokja PHBS dengan guru

pembina juga sesuai dengan tiga dari empat kriteria dari pendekatan whole school yang

dikemukakan oleh Smith (1992). Kriteria yang pertama yaitu untuk mempromosikan

kesehatan di sekolah perlu adanya hubungan yang positif antara siswa dan guru. Hubungan

antara staf (termasuk guru) dan siswa adalah elemen penting dari pendidikan kesehatan, sikap

dan pola perilaku yang dimiliki dapat menyampaikan pesan yang kuat. Dengan kepercayaan

yang dimiliki oleh anggota pokja PHBS terhadap guru pembina maka dapat membentuk suatu

hubungan yang positif. Kriteria kedua dari pendekatan whole school yaitu mengenai role-

modelling, di mana kepercayaan yang sudah dimiliki anggota pokja PHBS terhadap guru

pembinanya menjadi keuntungan bagi guru pembina untuk mengarahkan anggota pokja

PHBS untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Kriteria selanjutnya yaitu mengenai

struktur organisasi dan manajemen yang mendorong rasa percaya diri dan membangun harga

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 12: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

diri staf dan siswa melalui komunikasi terbuka. Hubungan kepercayaan yang terjadi antara

anggota pokja PHBS dengan guru pembina sudah memperlihatkan bahwa hubungan tersebut

merupakan komunikasi yang terbuka. Dikatakan demikian karena dilihat berdasarkan

kedekatan dan interaksi yang terjadi, misalnya dengan anggota pokja PHBS yang

berkonsultasi kepada guru pembina, baik hal yang berhubungan dengan PHBS maupun topik

di luar itu.

Kepercayaan yang terjalin antara anggota pokja PHBS dengan pihak luar lainnya yaitu

kepercayaan antara anggota pokja PHBS dengan siswa di luar keanggotaan pokja PHBS.

Hubungan kedekatan terbentuk karena mereka secara intens bertemu di sekolah dan terjadi

interaksi diantara kedua pihak yaitu dengan saling mengingatkan dan saling tolong menolong.

Anggota pokja PHBS memiliki harapan dapat mempengaruhi siswa di luar keanggotaan

dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Sebaliknya, siswa di luar keanggotaan

berharap dengan adanya hubungan tersebut mereka dapat terpengaruh untuk menerapkan

perilaku hidup bersih dan sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh anggota pokja PHBS.

Dengan demikian, tujuan dari masing-masing pihak dapat tercapai. Dengan terbentuknya

kepercayaan antara anggota pokja PHBS dengan siswa di luar keanggotaan memunculkan

suatu perilaku yang dilakukan oleh siswa tersebut yaitu perilaku hidup bersih dan sehat.

Berdasarkan hasil penelitian, siswa-siswa di luar keanggotaan pokja PHBS termotivasi untuk

melaksanakan perilaku-perilaku hidup bersih dan sehat karena memiliki sekelompok siswa

yang menjadi panutan mereka di sekolah dalam penerapan perilaku hidup bersih dan sehat.

Sekelompok siswa tersebut ialah anggota pokja PHBS. Anggota pokja PHBS merupakan

faktor penguat perubahan karena mereka dapat memotivasi siswa lainnya untuk menerapkan

perilaku hidup bersih dan sehat. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Green dan Kreuter (1991) yaitu faktor penguat perubahan adalah sesuatu yang muncul

sebelum perilaku itu terjadi dan memfasilitasi motivasi tersebut agar dapat terwujud. Faktor

ini mengarah pada perilaku nyata yang dapat dilihat dan dirasakan oleh orang lain.

Selanjutnya, kepercayaan juga terbentuk antara anggota pokja PHBS dengan orang

tua. Hubungan yang dekat antara anggota pokja PHBS dengan orang tua karena intensitas

bertemu di rumah setiap hari dan untuk interaksi terjadi saat orang tua terutama ibu sering

memberikan perhatian kepada anaknya dengan menanyakan aktifitas anak di sekolah atau

selalu melibatkan anak dalam tugas membersihkan dan merapikan rumah. Kepercayaan yang

terbentuk antara anggota pokja PHBS dengan orang tua membentuk modal sosial informal.

Modal sosial informal diartikan sebagai hubungan yang terbentuk antara individu dengan

keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja. Modal sosial informal tidak berdiri secara resmi,

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 13: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

tetapi hubungan dan jaringan tetap terjadi secara timbal balik, dan menghasilkan keuntungan

baik untuk pribadi dan publik (Putnam, 2002). Hubungan yang terbentuk antara anggota pokja

PHBS dengan orang tua terjadi secara alami, tidak berdiri secara resmi, dan hubungan

tersebut terjadi secara timbal balik.

Komponen modal sosial berikutnya yang akan diuraikan pada bab ini yaitu jaringan.

Jaringan dalam modal sosial memiliki arti yaitu adanya ikatan antar orang atau kelompok

yang dihubungkan dengan hubungan sosial. Hubungan sosial tersebut diikat dengan

kepercayaan. Dengan adanya hubungan sosial, maka akan tercipta suatu kerja sama. Menurut

Lawang (2004), jaringan memiliki tiga fungsi utama diantaranya fungsi informatif, fungsi

akses, dan fungsi koordinasi. Jaringan yang dimiliki anggota pokja PHBS yaitu jaringan yang

terbentuk antara sesama anggota pokja PHBS, jaringan antara anggota pokja PHBS dengan

guru pembina, dengan pihak sekolah, dengan siswa di luar keanggotaan pokja PHBS, dengan

pihak puskesmas, dengan orang tua, dan juga antara anggota pokja PHBS dengan staf

kebersihan sekolah. Jaringan yang terbentuk diantara anggota pokja PHBS berguna untuk

meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar anggota. Berdasarkan hasil temuan lapangan,

diketahui bahwa antar anggota pokja PHBS saling memberikan informasi-informasi,

mengingatkan untuk selalu melaksanakan tugas piket dan mengingatkan untuk selalu

menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan

oleh Lawang mengenai fungsi-fungsi dari adanya jaringan sosial, yaitu fungsi informatif,

fungsi akses, dan fungsi koordinasi.

Anggota pokja PHBS mendapatkan fungsi informatif dari adanya jaringan antar

anggota di mana mereka saling mengingatkan dan bertukar informasi terkait perilaku hidup

bersih dan sehat. Kemudian untuk fungsi koordinasi didapatkan dari kegiatan jalan-jalan

bersama yang dilakukan oleh anggota pokja PHBS. Menurut Lawang (2004), fungsi

koordinasi terjadi dari adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara informal. Hal ini

sesuai dengan hasil temuan lapangan yang menunjukkan bahwa antar anggota pokja PHBS

sering mengadakan kegiatan bersama, walaupun hanya sekedar bermain atau jalan-jalan

bersama saja. Jaringan yang terbentuk antar anggota pokja PHBS membentuk bonding social

capital, yaitu modal sosial yang menyatukan orang-orang yang memiliki kesamaan antara satu

sama lain.

Jaringan berikutnya yaitu jaringan yang terbentuk antara anggota pokja PHBS dengan

pihak-pihak luar seperti guru pembina, siswa di luar keanggotaan pokja PHBS, pihak sekolah,

pihak puskesmas, staf kebersihan sekolah serta orang tua. Berdasarkan teori yang

diungkapkan oleh Lawang (2004), fungsi yang paling sesuai dengan jaringan yang terbentuk

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 14: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

di luar pokja PHBS yaitu fungsi akses. Fungsi akses menunjuk pada kesempatan yang dapat

diberikan oleh adanya jaringan dengan orang lain dalam penyediaan suatu barang atau jasa

yang tidak dapat dipenuhi secara internal oleh organisasi (Ostgaard and Birley 1994, dalam

Lawang 2004). Jaringan memberikan fungsi akses terhadap pokja PHBS dalam penyediaan

sumber daya yang tidak bisa disediakan oleh anggota-anggota itu sendiri, seperti misalnya

dalam menyediakan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pelaksanaan perilaku

hidup bersih dan sehat. Dengan adanya fungsi akses dari jaringan yang terbentuk antara

anggota pokja PHBS dengan pihak sekolah maka terwujudnya penyediaan barang dan jasa

seperti misalnya tersedianya wastafel, tempat sampah, toilet yang memadai, dan kantin sehat

dalam mendukung penerapan perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah.

Fungsi jaringan lainnya yang sesuai dengan hasil temuan lapangan yaitu fungsi

informatif dan fungsi koordinasi (Lawang, 2004). Fungsi informatif di sini yaitu adanya

kegiatan penyuluhan yang diberikan dari kakak kelas, guru pembina, dan pihak puskesmas.

Di mana anggota pokja PHBS banyak mendapatkan informasi-informasi mengenai perilaku

hidup bersih dan sehat. Selanjutnya, fungsi informatif juga berlaku bagi anggota pokja PHBS

dengan siswa di luar keanggotaan. Namun, fungsi informatif di sini bukan anggota pokja

PHBS yang mendapat informasi dari siswa di luar keanggotaan. Sebaliknya, anggota pokja

PHBS yang memberikan informasi-informasi terkait perilaku hidup bersih dan sehat kepada

siswa di luar keanggotaan pokja PHBS. Sehingga hal tersebut berguna bagi siswa-siswa di

luar keanggotaan dalam mendorong mereka menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Dengan terbentuknya jaringan antara anggota pokja PHBS dengan siswa di luar keanggotaan

menyebabkan adanya pertukaran informasi yang terjadi diantara mereka yang saling

menguntungkan, yaitu siswa di luar keanggotaan pokja PHBS mendapatkan informasi

mengenai cara-cara atau indikator-indikator penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal

ini sesuai dengan teori yang telah dikemukakan Green dan Kreuter (1991), yaitu bahwa

informasi yang diberikan oleh anggota pokja PHBS kepada siswa di luar keanggotaan

merupakan faktor predisposisi. Dikatakan demikian karena anggota pokja PHBS

menanamkan pengetahuan, nilai, sikap dan persepsi untuk mendorong siswa di luar

keanggotaan pokja PHBS menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Selain faktor predisposisi, faktor lainnya yang berkaitan dengan adanya jaringan

antara anggota pokja PHBS dengan siswa di luar keanggotaan yaitu faktor pemungkin

perubahan (enabling factors). Menurut Green dan Kreuter (1991), faktor ini merupakan

kondisi yang ada di lingkungan komunitas sasaran yang memfasilitasi meningkatnya atau

dapat menghambat kinerja individual ataupun organisasi. Faktor pemungkin perubahan

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 15: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

diantaranya yaitu ketersediaan layanan kesehatan yang dibutuhkan, keterjangkauan komunitas

sasaran dengan layanan yang disediakan, atau tersedianya keterampilan baru yang dapat

dimanfaatkan oleh individu, organisasi ataupun komunitas untuk melakukan perubahan

perilaku. Jaringan yang terbentuk antara anggota pokja PHBS dengan siswa di luar

keanggotaan pokja PHBS juga membentuk outward-looking social capital. Menurut Putnam

(2002), outward-looking social capital merupakan modal sosial yang lebih mengutamakan

kepentingan umum daripada keuntungan untuk pribadinya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan

hasil dari temuan lapangan yaitu dengan terbentuknya jaringan antara anggota pokja PHBS

dengan siswa di luar keanggotaan pokja PHBS. Anggota pokja PHBS juga selalu

mengingatkan siswa-siswa lainnya untuk menerapkan perilaku-perilaku hidup bersih dan

sehat.

Jaringan berikutnya yaitu jaringan yang terbentuk antara anggota pokja PHBS dengan

staf kebersihan sekolah yang berkaitan dengan fungsi akses dan fungsi koordinasi. Fungsi

akses yaitu fungsi yang menunjuk pada kesempatan yang dapat diberikan oleh adanya

jaringan dengan orang lain dalam penyediaan suatu barang atau jasa yang tidak dapat

dipenuhi secara internal oleh organisasi. Fungsi akses di sini bukan fokus pada penyediaan

barang, tetapi pada jasa. Staf kebersihan sekolah dalam hal ini tidak menyediakan fasilitas-

fasilitas yang dapat mendukung penerapan perilaku hidup bersih dan sehat, namun lebih

menyediakan jasa yaitu membantu pokja PHBS dalam tugas-tugas yang mendukung

penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Sedangkan fungsi koordinasi yaitu kerjasama yang

terjalin antara anggota pokja PHBS dengan staf kebersihan sekolah untuk saling membantu

dalam hal pelaksanaan tugas-tugas yang dapat mendukung terlaksananya penerapan perilaku

hidup bersih dan sehat di sekolah.

Jaringan yang terakhir yaitu jaringan antara anggota pokja PHBS dengan orang tua.

Jaringan yang terbentuk antara anggota pokja PHBS dengan orang tua berkaitan dengan

fungsi informatif. Jaringan antara orang tua yang berkaitan dengan fungsi informatif yaitu

terjadi pertukaran informasi antara kedua pihak dan adanya peluang yang mendukung

terlaksananya penerapan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari.

Lawang (2004) mengungkapkan bahwa fungsi informatif disebut juga sebagai fungsi peluang

(opportunity), karena dengan jaringan itu setiap peluang dapat diperoleh, tanpa mengeluarkan

biaya yang terlalu banyak. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa fungsi peluang yang

terjadi pada jaringan antara anggota pokja PHBS dengan orang tua yaitu adanya peluang yang

diberikan oleh orang tua dalam hal penerapan perilaku hidup bersih dan sehat yang dilakukan

di lingkungan rumah. Hal-hal yang dilakukan diantaranya mengikutsertakan anak mereka

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 16: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

(anggota pokja PHBS) dalam kegiatan seperti membersihkan atau merapikan rumah. Dengan

demikian, orang tua secara tidak langsung memberikan peluang kepada anak mereka (anggota

pokja PHBS) dalam menerapkan perilaku-perilaku hidup bersih dan sehat. Dengan anak ikut

terjun langsung dalam kegiatan membersihkan rumah, hal tersebut berarti ada informasi yang

diterima oleh anak, yaitu anak (anggota pokja PHBS) menjadi tahu kegiatan apa saja yang

harus dilakukan di rumah dalam mendukung tercapainya perilaku hidup bersih dan sehat. Hal

ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Smith (1992) mengenai pendekatan

whole school terkait dengan kriteria yang keempat yaitu mengenai lingkungan fisik yang

menyenangkan dan merangsang. Penjelasan dari kriteria tersebut yaitu bahwa kegiatan

pendidikan kesehatan di sekolah harus mencakup kesempatan untuk melibatkan pemerintah,

orang tua, keluarga dan masyarakat sehingga apa yang dipelajari di sekolah dapat didukung

oleh pengalaman yang sesuai di rumah dan di masyarakat. Keterkaitan kriteria tersebut

dengan temuan lapangan yaitu bahwa jika berada di lingkungan rumah para anggota pokja

PHBS juga terbiasa melakukan indikator-indikator PHBS karena adanya dukungan dari

keluarga untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan rumah.

Komponen modal sosial terakhir yang dibahas pada bab ini yaitu norma. Norma

mengenai penerapan perilaku hidup bersih dan sehat merupakan norma yang berlaku tidak

hanya untuk anggota pokja PHBS saja, namun berlaku untuk seluruh warga sekolah. Norma-

norma yang mengatur mengenai penerapan perilaku hidup bersih dan sehat terdapat pada

peraturan pemerintah mengenai kewajiban terdapatnya UKS dalam setiap sekolah. Dengan

adanya peraturan tersebut, maka di setiap sekolah secara impulsif juga mewajibkan mengenai

pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, norma lainnya yaitu adanya peraturan

yang mengatur tentang penerapan perilaku hidup bersih dan sehat dalam bentuk poster dan

spanduk yang terdapat di setiap kelas dan di beberapa titik di lingkungan sekolah yang berisi

mengenai poin-poin indikator perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan sekolah.

Peraturan lainnya yang mengatur mengenai perilaku hidup bersih dan sehat yaitu secara

implisit terdapat di dalam kurikulum atau mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.

Peraturan-peraturan tersebut yang menjadi dasar dalam penerapan perilaku hidup bersih dan

sehat di sekolah.

Di dalam teori, Lawang (2004) mengatakan bahwa norma bersifat resiprokal yang

artinya isi norma menyangkut hak dan kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin

keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan tertentu. Bagi yang melanggar aturan tersebut,

akan mengakibatkan berkurangnya keuntungan dan ada sanksi yang diberikan. Hak yang

dimaksud di sini yaitu setiap warga sekolah termasuk anggota pokja PHBS berhak untuk

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 17: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

memperoleh kesehatan, sedangkan kewajibannya yaitu menerapkan perilaku-perilaku hidup

bersih dan sehat sesuai dengan indikatornya. Apabila terdapat warga sekolah yang tidak

melakukan indikator-indikator PHBS tersebut, maka akan diberi sanksi berupa teguran secara

lisan atau sanksi terberatnya bagi pelanggar adalah diminta untuk membawa sabun cuci

tangan (Bab 4, h. 66). Norma yang mengatur tentang penerapan perilaku hidup bersih dan

sehat merupakan salah satu bahasan yang dapat dikaitkan pula dengan kriteria kedua dari

pendekatan whole school yaitu bahwa pola perilaku positif dengan role-modelling dapat

dibentuk dengan sistem yang tepat dengan menerapkan penghargaan dan hukuman. Pesan

kesehatan akan sangat berdampak jika didukung oleh sistem yang sesuai: penghargaan dan

hukuman. Mengaitkan kriteria tersebut dengan norma yang ditemukan berdasarkan hasil

temuan lapangan yaitu bahwa penerapan perilaku hidup bersih dan sehat di SMP Negeri 107

Jakarta dapat berlangsung karena adanya peraturan mengenai penerapan perilaku hidup bersih

dan sehat yang disertakan dengan sanksi yang berlaku. Tetapi sayangnya sanksi tersebut

dirasa kurang memberikan efek jera sehingga rawan terhadap pelanggaran yang akan

dilakukan oleh siswa-siswa lainnya maupun warga sekolah.

Kesimpulan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial yang dimiliki oleh anggota

pokja PHBS berguna untuk mencapai tujuan bersama yang dikehendaki yaitu penerapan

perilaku hidup bersih dan sehat. Modal sosial memiliki tiga komponen yaitu kepercayaan,

jaringan, dan norma. Kepercayaan antar anggota pokja PHBS terbentuk dari hubungan dan

interaksi yang terjadi secara intens melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama yaitu

seperti kegiatan piket, rapat dan pertemuan rutin. Selain itu, kepercayaan tersebut juga

terbentuk dari adanya kegiatan informal yang dilakukan di luar tugas mereka sebagai anggota

pokja PHBS, yaitu mereka sering bermain dan bepergian bersama. Hal tersebut dapat semakin

memperkuat hubungan antara anggota pokja PHBS. Selain dengan sesama anggota pokja

PHBS, kepercayaan juga terjalin antara anggota pokja PHBS dengan guru pembina, siswa di

luar keanggotaan pokja PHBS, orang tua, pihak sekolah, pihak puskesmas, dan staf

kebersihan sekolah. Kepercayaan antara anggota pokja PHBS dengan guru pembina, siswa di

luar keanggotaan, dan orang tua terbentuk juga dengan adanya hubungan dan interaksi yang

terjadi secara intens dan langsung. Sedangkan antara anggota pokja PHBS dengan pihak

sekolah, pihak puskesmas, dan staf kebersihan sekolah juga memiliki kepercayaan, tetapi

hubungan dan interaksinya tidak terjadi secara langsung dan intens.

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 18: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

Modal sosial yang dimiliki anggota pokja PHBS juga tidak terlepas dari adanya

komponen jaringan sosial. Komponen jaringan sosial sangat penting keberadaannya karena

memungkinkan adanya koordinasi dan komunikasi yang dapat menumbuhkan rasa saling

percaya di antara sesama anggota. Jaringan memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi

informatif, fungsi koordinasi, dan fungsi akses. Jaringan yang dimiliki anggota pokja PHBS

berasal dari jaringan atau ikatan-ikatan yang terbentuk dengan sesama anggota pokja PHBS,

guru pembina, kepala sekolah, siswa di luar keanggotaan pokja PHBS, pihak puskesmas, staf

kebersihan sekolah, dan orang tua. Jaringan yang terbentuk antara anggota pokja PHBS

dengan pihak-pihak tersebut mampu memberikan anggota pokja PHBS informasi-informasi

yang berguna dalam hal yang berkaitan dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat.

Jaringan yang terbentuk antara anggota pokja PHBS memiliki fungsi informatif dan fungsi

koordinasi yang berguna bagi anggota dalam menjalankan tugas-tugas mereka sebagai

anggota pokja PHBS dan untuk penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Sedangkan

jaringan yang terbentuk antara anggota pokja PHBS dengan guru pembina, kepala sekolah,

siswa di luar keanggotaan pokja PHBS, pihak puskesmas, staf kebersihan sekolah, dan orang

tua memiliki fungsi informatif dan fungsi akses. Dengan adanya jaringan tersebut, anggota

pokja PHBS mendapatkan informasi yang semakin banyak dan luas dalam mendukung

terlaksananya penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Kemudian fungsi akses dapat

memberikan sumber daya yang tidak bisa disediakan oleh anggota itu sendiri. Contohnya

untuk ketersediaan sarana dan prasarana dalam mendukung penerapan perilaku hidup bersih

dan sehat terdapat dukungan dari pihak sekolah dengan menyediakan wastafel, toilet, dan

tempat sampah yang memadai, bahkan kantin sehat yang terdapat di lingkungan sekolah.

Komponen dari modal sosial yang terakhir yaitu norma. Norma-norma yang mengatur

tentang pelaksanaan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat juga sangat mendukung

anggota pokja PHBS dalam penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Namun, norma

tersebut tidak hanya berlaku bagi anggota pokja PHBS saja, melainkan berlaku bagi seluruh

warga sekolah dalam hal penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Di SMP Negeri 107

Jakarta, norma tentang penerapan perilaku hidup bersih dan sehat terdapat pada peraturan

dalam bentuk poster dan spanduk yang berisi tentang indikator-indikator perilaku hidup

bersih dan sehat yang harus dilakukan di lingkungan sekolah. Selain itu, peraturan tersebut

juga secara implisit terdapat pada kurikulum atau mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.

Tetapi hal yang disayangkan yaitu dari norma-norma tersebut belum ada sanksi yang tegas

ketika ada warga sekolah yang melanggar atau tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan

sehat. Sehingga hal tersebut rawan terhadap mengendurnya perilaku-perilaku warga sekolah

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 19: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan

bahwa ketiga komponen modal sosial yang dimiliki anggota pokja PHBS yang terdiri dari

kepercayaan, jaringan, dan norma dapat mendukung terlaksananya penerapan perilaku hidup

bersih dan sehat.

Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut adalah hal-hal yang

dapat menjadi saran bagi pihak-pihak terkait di bawah ini:

1. Saran untuk anggota pokja PHBS: mencari sumber informasi lainnya di internet

mengenai tujuan dan manfaat dari PHBS dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti

dan menarik. Selain itu, diharapkan pokja PHBS membuat suatu kegiatan atau

program yang menarik yang berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat.

2. Saran untuk pihak sekolah: menguatkan hubungan, interaksi, dan jaringan dengan

anggota pokja PHBS dengan memberikan perhatian khusus kepada anggota pokja

PHBS, menjalin kerjasama dengan membuat kegiatan bertema kebersihan dan

kesehatan, lalu bersama dengan anggota pokja PHBS membuat rapat rutin dalam

rangka mengevaluasi penerapan PHBS di sekolah. Selain itu, diharapkan untuk ke

depannya pihak sekolah dapat membuat sanksi yang tegas terkait peraturan penerapan

perilaku hidup bersih dan sehat. Saran berikutnya yaitu SMP Negeri 107 Jakarta dapat

menerapkan pendekatan whole school.

3. Saran untuk unit kesehatan setempat yaitu pihak puskesmas kelurahan dan puskesmas

kecamatan. Saran untuk puskesmas kecamatan yaitu diharapkan adanya kebijakan

dalam membuat tim khusus yang menangani PHBS di sekolah dengan memberikan

penyuluhan sehingga dapat meningkatkan kualitas perilaku siswa yang sehat.

Sedangkan untuk puskesmas kelurahan yaitu bekerjasama dengan pihak sekolah

dalam pemberian penyuluhan dan pendidikan kesehatan ke peserta didik terutama

anggota pokja PHBS sebagai front liner di sekolah yang bertanggungjawab atas

perilaku sehat siswa.

4. Saran untuk warga SMP Negeri 107 Jakarta: diharapkan seluruh warga sekolah dapat

bekerja sama dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekolah yaitu

dengan menerapkan indikator-indikator perilaku hidup bersih dan sehat yang sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017

Page 20: MODAL SOSIAL YANG DIMILIKI ANGGOTA KELOMPOK KERJA …

Daftar Referensi

Buku

Adi, Isbandi Rukminto. (2005). Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Depok:

FISIP UI Press.

Adi, Isbandi Rukminto. (2007). Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas, dari

Pemikiran Menuju Penerapan. Jakarta; FISIP UI Press.

Creswell, John W. (2009). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods

approaches. California: SAGE Publications Inc.

Kemm, John & Close, Ann. (1995). Health Promotion Theory and Practice. New York:

Palgrave.

Lawang, Robert M.Z. (2004). Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologi: Suatu Pengantar.

Depok: FISIP UI Press.

Neuman, W. Lawrence. (2013). Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitaif (Edina T. Sofia, Penerjemah.). Jakarta: PT Indeks.

Website

Badan Pusat Statistik. (2010). Sensus Penduduk 2010. Diakses secara online pada 7 Desember

2016. https://sp2010.bps.go.id/

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). UKS Merupakan Salah Satu Upaya

Meningkatkan Kualitas SDM yang Sehat, Cerdas, dan Berakhlak.Diakses secara

online pada 30 Maret 2015. http://www.depkes.go.id/article/print/2416/uks-

merupakan-salah-satu-upaya-meningkatkan-kualitas-sdm-yang-sehat-cerdas-dan-

berakhlak-.html

Artikel dari website

Anna, Lusia K. (2015). Gizi Buruk Ancam Pembangunan. Diakses pada 30 Maret

2015.http://health.kompas.com/read/2015/02/10/140000523/Gizi.Buruk.Ancam.Pemb

angunan

Dokumen

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013.

Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012.

Modal Sosial ..., Annisa Sherliany, FISIP UI, 2017