31
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504 pulau dengan panjang garis pantai kurang lebih 104.000 km. Panjang garis pantai Indonesia merupakan yang terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Di sepanjang garis pantai tersebut terdapat wilayah pesisir yang memiliki potensi sumber daya alam hayati dan non-hayati yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Potensi laut Indonesia mengandung kurang lebih 7000 spesies ikan dengan potensi lestari sumberdaya ikan laut diperkirakan sebesar 6.4 juta ton per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5.12 juta ton per tahun atau sekitar 80% dari potensi lestari, yang baru dimanfaatkan sebesar 4 juta ton (pada th 2002, atau baru 78.13%). Sedangkan dilihat dari perkiraan nilainya, potensi perikanan tangkap Indonesia memiliki potensi lebih dari USD 15 milliar, Perikanan air tawar lebih dari USD 6 milliar, Perikanan budidaya tambak dan udang windu sebesar USD 10 milliar (Riyadi, 2008). Sektor perikanan selain memiliki potensi sebagai penyumbang pendapatan nasional atau daerah juga berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor perikanan (nelayan dan budidaya) di Indonesia saat ini terus mengalami peningkatan tenaga kerja dengan kenaikan rata-rata 4,75% selama tahun 2007- 2011 dan mampu menyerap tenaga kerja hingga 6.099.112 orang pada tahun 2011 (KKP, 2013). Salah satu wilayah yang memiliki jumlah nelayan terbesar di Indonesia adalah provinsi Jawa Timur yang memiliki 17 Kabupaten berupa wilayah pesisir dan pantai. Kementrian Kelautan dan Perikanan (2011) menyebutkan bahwa sebanyak 291.543 orang di Jawa Timur mengantungkan hidupnya dari hasil melaut dengan bekerja sebagai nelayan. Potensi sektor perikanan yang begitu besar hingga saat ini nyatanya aset alam tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini bisa dilihat dari data KKP (2010) yang menunjukkan bahwa share sektor perikanan hanya 2,2 persen 1

Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504

pulau dengan panjang garis pantai kurang lebih 104.000 km. Panjang garis pantai

Indonesia merupakan yang terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Di

sepanjang garis pantai tersebut terdapat wilayah pesisir yang memiliki potensi

sumber daya alam hayati dan non-hayati yang sangat penting bagi kehidupan

masyarakat.

Potensi laut Indonesia mengandung kurang lebih 7000 spesies ikan dengan

potensi lestari sumberdaya ikan laut diperkirakan sebesar 6.4 juta ton per tahun

dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5.12 juta ton per

tahun atau sekitar 80% dari potensi lestari, yang baru dimanfaatkan sebesar 4 juta

ton (pada th 2002, atau baru 78.13%). Sedangkan dilihat dari perkiraan nilainya,

potensi perikanan tangkap Indonesia memiliki potensi lebih dari USD 15 milliar,

Perikanan air tawar lebih dari USD 6 milliar, Perikanan budidaya tambak dan

udang windu sebesar USD 10 milliar (Riyadi, 2008).

Sektor perikanan selain memiliki potensi sebagai penyumbang pendapatan

nasional atau daerah juga berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor

perikanan (nelayan dan budidaya) di Indonesia saat ini terus mengalami

peningkatan tenaga kerja dengan kenaikan rata-rata 4,75% selama tahun 2007-

2011 dan mampu menyerap tenaga kerja hingga 6.099.112 orang pada tahun 2011

(KKP, 2013). Salah satu wilayah yang memiliki jumlah nelayan terbesar di

Indonesia adalah provinsi Jawa Timur yang memiliki 17 Kabupaten berupa

wilayah pesisir dan pantai. Kementrian Kelautan dan Perikanan (2011)

menyebutkan bahwa sebanyak 291.543 orang di Jawa Timur mengantungkan

hidupnya dari hasil melaut dengan bekerja sebagai nelayan.

Potensi sektor perikanan yang begitu besar hingga saat ini nyatanya aset

alam tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini bisa dilihat dari data

KKP (2010) yang menunjukkan bahwa share sektor perikanan hanya 2,2 persen

1

Page 2: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

2

terhadap PDB, angka yang sangat kecil jika melihat potensi laut yang dimiliki

Indonesia (Nugroho dan Rokhim, 2012). Selain share yang sangat kecil terhadap

PDB, umumnya kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah pesisir juga masih

berada dalam kondisi memprihatinkan. Sebagian besar nelayan di Indonesia 83%

masih hidup miskin dan berusaha dengan cara traditional dengan menggunakan

armada penangkapan sangat sederhana, sehingga hasil tangkapannya hanya cukup

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Masyarakat pesisir merupakan golongan masyarakat yang menempati

rangking tertinggi dalam struktur penduduk miskin di Indonesia. Menurut

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2010 terdapat sekitar

7,87 juta masyarakat pesisir miskin dan 2,2 juta jiwa penduduk pesisir sangat

miskin yang tersebar tersebar di 10.640 desa. Badan Pusat Statitisk pun

menegaskan bahwa jumlah tersebut lebih dari 25% dari total penduduk Indonesia

yang berada dibawah garis kemiskinan.

Salah satu penyebab kemiskinan masyarakat pesisir khususnya nelayan

adalah karena karakteristik masyarakat nelayan yang sangat tergantung pada

musim. Pada saat musim penangkapan nelayan sibuk melaut namun sebaliknya

pada musim paceklik banyak nelayan yang terpaksa menganggur. Ketergantungan

ini disebabkan mereka tidak mampu mengakses teknologi dan belum adanya

diversifikasi pekerjaan di kawasan pesisir (Sumodiningrat, 2012).

Melihat potensi sektor perikanan yang begitu besar namun belum

termanfaatkan dan kondisi masyarakat pesisir, Kementrian Kelautan dan

Perikanan menyusun visi “Indonesia Menjadi Penghasil Produk Kelautan dan

Perikanan Terbesar 2015” dan misi “Mensejahterahkan Masyarakat Kelautan dan

Perikanan”. Visi dan misi tersebut diharapkan menjadi pedoman dalam

mewujudkan pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang memihak

masyarakat. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, KKP telah menyusun

konsep “Revolusi Biru” yang bertujuan untuk membangkitkan multiplier effect

perekonomian melalui pembangunan kelautan dan perikanan dalam suatu

kawasan terpadu. Implementasi revolusi biru dilaksanakan melalui sistem

Page 3: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

3

pemabngunan sektor kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan konsep

Minapolitan.

Kenjeran merupakan salah satu ikon kota Surabaya dan saat ini menjadi

salah satu tempat paling favorit di wilayah Surabaya timur sebagai tempat wisata

alternatif. Kenjeran adalah tempat wisata alternatif ditengah hiruk-pikuk Surabaya,

selain lokasinya yang terletak di tepi kota dengan sebagian besar wilayahnya

berupa pesisir pantai. Di area tersebut terdapat kampung nelayan kenjeran yang

mayoritas masyarakatnya menggantungkan hidupnya kepada hasil laut. Selain

bekerja sebagai nelayan, mereka juga mengolah hasil laut menjadi cemilan

kerupuk seperti kerupuk terung laut, teripang, kulit ikan kakap, kulit ikan pari

hingga lambung ikan.

Pesisir Pantai Kenjeran yang terletak di utara Surabaya memang sejak

lama dikenal sebagai sentra produksi kerupuk olahan hasil laut namun produksi

kerupuk hasil laut tersebut saat ini masih bersifat individual dengan proses

produksi, distribusi dan pemasaran bersifat tradisional. Produksi dan pemasaran

kerupuk hasil laut di Kenjeran berupa usaha kecil rumahan namun sudah tersebar

di hampir seluruh kecamatan Sukolilo, Kenjeran. Hingga saat ini belum ada

hubungan kerjasama secara langsung antar wilayah klaster (yang terbentuk alami)

maupun komunitas/kumpulan produsen pengolah kerupuk hasil laut di kawasan

Kenjeran tersebut. Padahal kawasan kenjeran potensial untuk dikebangkan

menjadi kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk perikanan

dan kelautan.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan dan isu yang muncul dalam pengelolaan

produk perikanan dan kelautan di kawasan Kenjeran, maka dibutuhkan suatu

model pengelolaan kawasan ekonomi unggulan tersebut dengan memadukan

unsur masyarakat pengguna dan pemerintah. Dari uraian latar belakang tersebut

maka judul penulis makalah ini ialah “Model Holistik Pengembangan Kawasan

Minapolitan Pengolahan Kerupuk Hasil Laut Berbasis Umkm Di Kawasan

Pesisir Timur Surabaya (Kenjeran)”.

Page 4: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

4

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan kebelakang (backward linkage) dan hubungan

kedepan (forward linkage) Industri Kerupuk Hasil Laut di Kenjeran?

2. Bagaimana Analisis SWOT Industri Kerupuk Hasil Laut di Kenjeran?

3. Bagaimana penerapan model holistik pengembangan kawasan minapolitan

pengolahan kerupuk hasil laut yang tepat di Kenjeran?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui hubungan kebelakang (backward linkage) dan

hubungan kedepan (forward linkage) Industri Kerupuk Hasil Laut di

Kenjeran

2. Untuk mengetahui hasil analisis SWOT Industri Kerupuk Hasil Laut di

Kenjeran

3. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model holistik pengembangan

kawasan minapolitan pengolahan kerupuk hasil laut yang tepat di

Kenjeran

1.4 Manfaat Penulisan

Penulis berharap bahwa penulisan ini dapat memberikan manfaat berupa :

1. Hasil penulisan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan

daerah di Kawasan Pesisir Kenjeran Surabaya melalui optimalisasi produk

olahan hasil kelautan yang ada melalui pengembangan kawasan ekonomi

unggulan dengan hasil laut dan perikanan sebagai komoditas utama.

2. Mampu memberi rujukan dalam pengembangan potensi daerah dan bahan

diskusi bagi akademisi dalam melakukan perencanaan dan pengembangan

daerah yang terintegrasi melalui optimalisasi hasil alam berupa produk

unggulan berbasis kearifan lokal di suatu daerah.

3. Memberikan sumbangsih rekomendasi arah kebijakan Pemerintah dalam

mewujudakan konseptual industri pengolahan hasil laut di Indonesia dan

Surabaya khususnya.

Page 5: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Masyarakat Pesisir dan Kemiskinan

Masyarakat Pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang bersama-sama

mendiami wilayah pesisir memiliki dan membentuk kebudayaan yang khas

berkaitan dengan ketergantungan pemanfaatan sumberdaya pesisir (Satria, 2009).

Sebagian masyarakat pesisir pada umumnya memiliki pekerjaan di sektor

pemanfaatan sumber daya kelautan (marine resourch based) seperti nelayan,

pembudidaya ikan, pengelolahan ikan, dan penjual ikan.

Karakteristik utama masyarakat pesisir yakni sangat bergantung pada

musim. Pada musim penangkapan mereka sangat sibuk untuk melaut, pada masa

paceklik kebanyakan mereka terpaksa menganggur karena kegiatan melaut yang

menurun. kondisi inilah yang membuat perekonomian mereka sangat rentan

terutama pada musim paceklik. Pada musim tersebut mereka terpaksa melakukan

pinjaman pada pedagang pengumpul (Tauke) untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari. Hal tersebut menyebabkan banyak dari mereka yang menjual hasil

tangkapannya kepada pedagang pengumpul dengan harga yang sangat rendah.

Selain itu, dengan keterbatasan fasilitas dan alat pengawetan mereka harus segera

menjual hasil tangkapannya walau dengan harga yang sangat rendah.

Karakteristik lain dari masyarakat pesisir yang cukup mencolok yakni aktivitas

wanita dan anak-anak mencari nafkah. Pada umumnya wanita masyarakat pesisir

mengelola ikan dengan skala kecil untuk dijual sendiri maupun menjadi buruh

untuk perusahaan-perusahaan pengelolaan ikan, sedangkan aktivitas anak-anak

mayoritas membantu untuk melaut. Sehingga banyak diantara mereka tidak

bersekolah (Nugroho dan Rokhim,2012).

Karakteristik masyarakat pesisir yang memiliki perekonomian yang rentan

berakibat masyarakat pesisir identik dengan masyarakat yang miskin. Meninjau

kemiskinan di dalam aspek wilayah memberikan kerangkanyang komprehensif

bagi upaya-upaya kemiskinan. Kemiskinan di dalam pembangunan wilayah dapat

5

Page 6: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

6

ditinjau bukan saja sebagai sasaran atau keluaran yang harus dihapus

keberadaannya tetapi juga dapat menjadi bagian proses analisis yang memandu

pembangunan mencapai tujuan-tujuannya (Nugroho dan Rokhim,2012)

Kemiskinan merupakan kondisi absolut datau relatif dimana seseorang

atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah karena sebab-sebab natural,

kultural, atau struktural, menyebabkan ia tidak mempunyai kemampuan untuk

mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai tata nilai atau norma tertentu yang berlaku

dalam masyarakat. Dipandang dari aspek ekonomi, kemiskinan pada dasarnya

memperlihatkan adanya suatu gap antara lemahnya daya beli dan keinginan untuk

memenuhi kebutuhan dasar, hal tersebut implisit dengan keadaan-keadaan

berikut: a) kemiskinan mencerminkan keadaan rendahnya permintaan agregat

sehingga dapat mengurangi intensif untuk mengembangkan sistem produksi, (b)

kemiskinan berhubungan dengan penggunaan (rasio) modal/ tenaga kerja yang

rendah sehingga mengakibatkan produktivitas tenaga kerja rendah pula, dan (c)

kemiskinan berhubungan dengan keadaan lokasi beragam sumberdaya, alam,

maupun manusia. Dipandang pada aspek sosial dan politik, kemiskinan

mengindikasikan masyarakat berkembang aspirasi dan persepsi yang terbatas serta

semu, mengutamakan keputusan dalam jangka pendek dan lemhanya kemandirian

masyarakat (nugrohp dan rokhim, 2012)

2.2 Revolusi Biru dan Minapolitan

Konsep ekonomi biru (Blue Economy) merupakan konsep yang merupakan

konsep yang menggabungkan pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan.

Konsep Ekonomi Biru mencontoh cara kerja alam (ekosistem), bekerja sesuai

dengan apa yang disediakan alam dengan efisien dan tidak mengurangi tapi justru

memperkaya alam (shifting from scarty to abundance), limbah dari yang satu

menjadi sumber energi bagi yang lain, sehingga system kehidupan dalam

ekosistem menjadi seimbang (Dewan Kelautan Indonesia, 2012)

Penerapan konsep Ekonomi Biru (Blue Economy) di Indonesia melalui

Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai kementrian yang bertanggung

jawab dalam pengembangan perikanan dan kelautan Indonesia menggagas

Page 7: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

7

Revolusi Biru sebagai penerapan ekonomi biru di Indonesia. revolusi biru

merupakan perubahan secara mendasar cara berpikir dari daratan ke maritime

dengan konsep pembangunan berkelanjutan untuk peningkatan produksi kelautan.

Konsep revolusi biru dilandasi asumsi-asumsi dasar pembangunan dengan

merubah kerangka pemikiran kontinen menjadi kepulauan untuk mendorong

pemanfaatan sumberdaya alam yang lebih berimbang. Revolusi biru mempunyai

empat pilat, yaitu (1) perubahan cara berpikir dan orientasi pembangunan dari

daratan ke maritime, (2) pembangunan berkelanjutan, (3) peningkatan produksi

kelautan dan perikanan, dan (4) peningkatan pendapatan rakyat yang adil, merata,

dan pantas.

Implementasi Revolusi biru dilaksanakan melalui sistem pembangunan

sektor kelautan dan perikanan berbasisi wilayah dengan menggunakan konsep

minapolitan. Minapolitan berasal dari kata „mina‟ yang berarti ikan dan „politan‟

berarti kota sehingga dapat diartikan kota perikanan. Pengalaman menunjukkan

bahwa kegiatan ekonomi kelauatan dan perikanan pada umumnya berada di

pedesaan yang lambat berkembang karena terbatasnya sarana, prasarana. Dengan

konsep minapolitan pembangunan dipercepat dengan pendekatan dan system

manajemen kawasan cepat tumbuh layaknya sebuah kota. Penggerak utama

ekonomi di kawasan minapolitan dapat berupa kegiatan produksi dan

perdagangan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengelolaan ikan, atau pun

kombinssi keduanya,

Minapolitan pada dasarnya mempunyai dua unsur utama yaitu (1)

mniapolitan sebagai konsep pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis

wilayah dan (2) minapolitan sebagai kawasan ekonomi unggulan denagn

komoditas unggulan dengan komoditas utama prpduk perikanan dan kelautan.

Konsep minapolitan didsarkan tigas asas (i) demokrtisasi ekonomi kelautan dan

perikanan pro rakyat, (ii) pemberdayaan masyarakat dan keberpihakan dengan

intervensi Negara secara terbatas, (iii) penguatan daerah dengan pronsip: daerah

kuat-bangsa dan Negara kuat. Ketiga prnsip tersebut menjadi landasan perumusan

Page 8: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

8

kebijakan dan kegiatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan benar-benar

untuk mensejaterhkan rakyat (nugroho dan rokhim, 2012)

2.3 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Industri merupakan kegiatan ekonomi yang berupa pengelolaan bahan

baku, bahan mentah, bahan setengah jadi dan bahan jadi menjadi bahan yang

memiliki nilai yang tinggi, atau menciptakan bahan yang ada menjadi barang baru

dengan tujuan mencari keuntungan.industri dapat dibedakan menjadi industri

ekstraktif yang mengelola bahan dari alam. Industri non-ekstratif dan industri jasa.

Industri pengelolaan ikan termasuk industri ektraktif sebab mengelola langsung

bahan dari alam. Berdasarkan skala usahanya, ada industri skala rumah tangga

(mikro), kecil, menengah, dan besar

Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pengertian UMKM dibagi menjadi tiga

macam:

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan

usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang tersebut.

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha

besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang tersebut.

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian

baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar

dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang tersebut.

Page 9: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

9

Tabel 2.1 Kriteria Klasifikasi UMKM Menurut Asset dan Omzet

No URAIAN

KRITERIA

ASSET OMZET

1 USAHA MIKRO Max 50 jt Max 300 jt

2 USAHA KECIL >50 jt – 250 jt >300 jt - 2,5 M

3 USAHA MENENGAH >500jt – 10 M >2,5 M – 50 M

Sumber: Kementrian Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah RI, 2013

2.4 Keterkaitan Antar Industri

Investasi dalam bidang industri sebagai prioritas pembangunan bukan

hanya didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pertumbuhan

industri menyertai pembangunan. Industri merupakan suatu sektor pemimpin

karena industri tersebut akan merangsang dan mendorong investasi-investasi di

sektor yang lain. Pola perkembangan industri akan diikuti oleh barang-barang

yang diproduksi oleh industri yang lain, menunjukkan bahwa keterkaitan (linkage)

didalam industri sendiri maupun dengan sektor lainnya, perlu dikembangkan

(Arsyad, 1999)

Konsep pertumbuhan tidak seimbang dari Albert O. Hirschman dalam

Arsyad (1999), menunjukkan bahwa pertumbuhan cepat dari satu atau beberapa

industri mendorong perluasan industri-industri lainnya yang terkait dengan sektor

industri yang tumbuh lebih dahulu. Keterkaitan-keterkaitan ini bisa keterkaitan ke

belakang (backward linkages) jika kebutuhan industri tersebut disediakan oleh

industri itu sendiri. Keterkaitan tersebut juga bisa keterkaitan ke depan (forward

linkages), yaitu jika adanya industri tekstil domestik tersebut mendorong

tumbuhnya investasi.

2.5 Model Holistik Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Model holistik pemberdayaan masyarakat pesisir adalah sebuah model

untuk memberdayakan masyarakat pesisir yang dilakukan secara menyeluruh dan

terintegrasi, serta sangat memperhatikan aspek spasial, yaitu pembangunan

Page 10: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

10

berwawasan lingkungan, pembangunan berbasis komunitas, pembangunan

berpusat pada rakyat, pembangunan berkelanjutan dan pembangunan berbasis

kelembagaan (Syarief, 2001).

Model pemberdayaan masyarakat pesisir yang holistik tersebut

memerlukan alternatif srategi, yaitu strategi Resource Base Strategy (RBS).

Strategi ini didasarkan pada teori Resources Base yang dikemukakan oleh Perloff

dan Wingo (1994) ini memberikan penekanan pada:

1. Pentingnya peranan kekayaan alam (endowment factor) suatu daerah dalam

pembangunan daerah yang bersangkutan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi efek pengganda (multiplier effect) sektor

ekspor kepada seluruh perekonomian daerah (Arsyad,1999).

Model holistik ini sangat sesuai dengan arah jangka panjang

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang diprogramkan oleh

Kementerian Kelautan dan Perikanan mulai tahun 2004, sebagaimana dijelaskan

dalam KEPMEN No. 18 tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir, yaitu sebagai berikut:

1. Peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan skala

usaha dan diversikasi kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas sumber daya

manusia, partisipasi masyarakat, penguatan dan fasilitasi akses pemodalan

serta penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir.

2. Peningkatan kemampuan masyarakat pesisir untuk mengelola dan

memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal serta

berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan.

3. Pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan

pemerintah.

Untuk mewujudkan tiga tujuan utama tersebut, Kementerian Kelautan dan

Perikanan melibatkan lima pihak yaitu, pemerintah, universitas, LSM, koperasi

perikanan dan lembaga perbankan.

Page 11: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

11

BAB III

METODE PENULISAN

3.1 Pendekatan Penulisan

Pada karya tulis ini pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif

deskriptif. Pendekatan ini dipilih karena penulis ingin memahami secara

komprehensif mengenai keterkaitan antar pelaku dan permalahan yang terjadi

khususnya pada industri pengolahan kerupuk hasil ikan di Kawasan Kenjeran

Surabaya. Analisis yang digunakan adalah dengan melakukan analisis keterkaitan

antar industri (industri pengolahan kerupuk hasil laut) baik keterkaitan kedepan

maupun kebelakang yang kemudian melakukan analisis SWOT guna mengetahui

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman industri tersebut untuk merumuskan

kebijakan pembentukan kawasan minapolitan berbasis wilayah.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan karya ini adalah data sekunder dan

primer. Data sekunder didapatkan dari berbagai sumber yakni Badan Pusat

Statistika Nasional dan Provinsi, Kementrian Kelautan dan Perikanan, e-paper, e-

jurnal dan publikasi ilmiah. Sedangkan data primer didapatkan dari pengamatan

langsung oleh penulis dan wawancara dengan beberapa pelaku usaha dan

masyarakat pesisir di Kawasan Sukolilo, Kenjeran (dekat Pantai Ria). Pengamatan

langsung dan wawancara dilakukan untuk mengetahui secara mendalam proses

produksi, distribusi, promosi serta permasalahan pengembangan industri kerupuk

di wilayah tersebut.

3.3 Teknik Pengolahan Data

Alat analisis yang digunakan dalam penulisan karya ini adalah analisis

SWOT. Analisis SWOT adalah suatu instrument strategi perencanaan dengan

menggunakan kerangka kerja kekuatan (Strenght) dan kelemahan (Weakness)

internal, serta kesempatan (Opportunitiy) dan ancaman (Threat) eksternal (Start

dan Ingie dalam New Weave (2002:170) dan Schuler (1986) Empowerment and

the Law).

11

Page 12: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

12

Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan strength dan

opportunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan weaknesses dan

threats. Hasil dari analisis SWOT digunakan untuk merancang empat strategi,

yaitu: (1) Strategi S-O, strategi yang menggunakan strength untuk memanfaatkan

opportunity, (2) Strategi W-O, strategi yang menanggulangi weakness dengan

memanfaatkan opportunity, (3) Strategi S-T, strategi yang menggunakan strength

untuk mengatasi threat, dan (4) Strategi W-T, strategi yang memperkecil

weakness dan menghindari threat (Rangkuti, 2001 dalam Mangiwa).

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan secara ringkas

dijelaskan dalam diagram dibawah ini:

Gambar 3.1 Alur Berpikir

Sumber: Penulis, 2013

Model Holistik Kawasan Minapolitan Kenjeran

Surabaya Industri Pengolahan Hasil Laut

Rekomendasi Kebijakan

Analisis Data

Sekunder

- Pengamatan

langsung

- Wawancara

Proses Produksi,

Distribusi dan

Promosi

Analisis Data

Primer

Profil Industri

Kerupuk Pengolahan

Hasil laut

Analisis Keterkaitan

Antar Industri

Analisis SWOT

Page 13: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

13

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Industri Pengolahan Kerupuk Hasil Laut di Pesisir

Kenjeran

Surabaya merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang

memiliki luas sekitar 326,37 km2. Sebagian besar wilayah Surabaya merupakan

dataran rendah dengan ketinggian 3–6 meter di atas permukaan air laut, kecuali di

sebelah Selatan dengan ketinggian 25–50 meter di atas permukaan air laut.

Penduduk Kota Surabaya sampai dengan bulan Juni 2005 mencapai 2.701.312

jiwa, yang terdiri dari penduduk laki–laki sejumlah 1.358.610 jiwa dan penduduk

perempuan sejumlah 1.342.702 jiwa, dengan tingkat kepadatan 8.277 jiwa / km2.

Secara ekonomi, sampai saat ini pertumbuhan ekonomi Surabaya selalu di

atas Provinsi Jawa Timur dan bahkan di atas pertumbuhan ekonomi Nasional.

Sektor riil berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi dari Surabaya pada tahun

2009 untuk menghadapi krisis ekonomi global. Hal ini dapat dilihat dari

pencapaian tahun 2008, ketika ekonomi kota tumbuh di atas 6%, belum lagi

posisinya sebagai etalase komersial di Indonesia Timur. Pada tahun 2009, kota ini

dianugerahi sebagai kota dengan biaya efektivitas terbaik di antara 133 kota masa

depan Asia oleh Majalah Financial Times.

Salah kelurahan di Surabaya adalah Sukolilo yang memiliki letak

berdekatan dengan Pantai Kenjeran, satu-satunya lokasi wisata bahari di

Surabaya.. Salah satu kelurahan Kecamatan Bulak ini memiliki wilayah seluas 0,9

km2 dengan jumlah penduduk 4.916 jiwa. Berdasarkan data BPS 2010, Kelurahan

Kenjeran termasuk salah satu kelurahan dengan tingkat ekonomi sangat rendah di

Surabaya (detikNews, 2010). Hal dimungkinkan karena angkatan kerja Kelurahan

Sukolilo sebagian besar hanyalah tamatan SD/sederajat. Penduduk Kelurahan

Sukolilo yang berpendidikan tamat SLTA hanya tercatat sejumlah 599 Jiwa lebih

sedikit dibandingkan jumlah penduduk lulusan SLTP yakni 691 jiwa, sedangkan

jumlah penduduk tamatan S1 tercatat hanya 31 jiwa. Kualitas SDM yang kurang

baik ini menjadi salah satu faktor utama penyebab kondisi ekonomi

13

Page 14: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

14

masyarakatnya rata-rata menengah ke bawah. (Laporan Bagian Pemerintahan

Sekretariat Daerah Kota Surabaya 2013. 2013)

Secara umum karakteristik sosial ekonomi penduduk pesisir Kenjeran

Surabaya terangkum dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Penduduk Pesisir Kenjeran

Surabaya

Sumber: Khomenie dan Umilia, 2013

Kelurahan Sukolilo menjadi pusat sentra produksi kerupuk olahan hasil laut

di Surabaya. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk Kelurahan Sukolilo

selain memiliki mata pencaharian utama sebagai nelayan, mereka juga

mengembangkan usaha pengolahan kerupuk hasil laut, seperti kerupuk terung laut,

teripang, kulit ikan kakap, udang, kulit ikan pari, dan lambung ikan dimana nilai

jualnya lebih tinggi dibandingkan hasil laut yang langsung dijual secara mentah.

Produk ini juga telah merambah pasar ekspor, yaitu ke Dubai dan Korea.

(www.surabayapost.co.id, 2013).

Industri kerupuk hasil laut di Kenjeran kebanyakan berbasis rumah tangga

baik skala kecil maupun besar. Industri skala kecil terdiri dari keluarga nelayan

yang mengolah hasil tangkapan lautnya menjadi kerupuk di rumah mereka

masing-masing. Hasil olahan tersebut sebagian mereka jual secara eceran di kios

13

Page 15: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

15

milik mereka dan sebagian lagi dijual ke industri rumah tangga skala besar.

Industri rumah tangga skala besar terdiri dari rumah tangga nelayan yang

memproduksi kerupuk dalam skala besar dengan mempekerjakan beberapa

karyawan. Berdasarkan hasil survey langsung, penulis mendapatkan beberapa

contoh industri rumah tangga skala besar sebagai berikut:

1) Usaha kerupuk kulit ikan kakap, kulit ikan pari, melinjo-udang dan

kentang-udang

Produksi

Usaha yang dimotori oleh Ibu Risma ini berdiri sejak tahun 1989. Bahan

baku ikan diperoleh dari nelayan Pantai Kenjeran dan Madura, sedangkan kentang

dan melinjo diperoleh dari Malang. Bahan baku ikan bersifat musiman, sehingga

jika sedang tidak musim ikan kelompok ini memproduksi kerupuk melinjo-udang

dan kentang-udang. Proses pengolahan masih dilakukan dengan cara

konvensional (tanpa mesin) dan pengeringannya menggunakan panas sinar

matahari. Hampir semua tenaga kerjanya terdiri dari perempuan (istri nelayan)

yang kebanyakan berasal dari Bangkalan, Madura. Mereka bekerja setiap hari dari

jam 06.00 am-17.00 pm WIB.

Sumber Dana

Sumber dana berasal dari dana pribadi Ibu Risma dan kemitraan dengan

Bank Mandiri.

Promosi dan Distribusi

Promosi produk hanya dilakukan Ibu Risma dengan mengikuti kegiatan

display UKM yang dilaksanakan oleh Bank Mandiri di beberapa kota besar di

Indonesia. Selain menjadi agen distribusi Ibu Risma juga menjual produknya

secara eceran di kios miliknya yang berada di Jalan Sukolilo 3. Labeling produk

tidak dilakukan sendiri atas nama Ibu Risma, melainkan oleh salah satu pihak

swasta yang memiliki hubungan kemitraan dengan Ibu Risma. Pihak swasta

tersebut melakukan labeling pada produk Ibu Risma kemudian

mendistribusikannya ke pasar domestik bahkan ke luar negeri (Dubai, Korea).

Page 16: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

16

2) Usaha kerupuk terung laut dan teripang

Produksi

Usaha yang dimotori oleh Ibu Lilik ini sudah beroperasi sejak 30 tahun

yang lalu. Bahan baku diperoleh dari nelayan Pantai Kenjeran, Madura dan

Semarang. Kerupuk terung laut dan teripang merupakan kerupuk khas Kenjeran

yang paling mahal karena proses bahan bakunya yang susah dicari dan proses

produksinya rumit dan lama. Selain itu bahan yang masih mentah akan menyusut

selama proses pengolahan. Satu kwintal bahan mentah hanya akan menjadi enam

kilogram kerupuk mentah. Proses produksi dibantu dengan mesin pembersih

terung dan teripang yang merupakan bantuan dari salah satu universitas. Dalam

menjalankan usaha, sehari-hari Ibu Lilik mempekerjakan enam orang karyawan

yang terdiri dari dua orang laki-laki dan empat orang perempuan, tapi jika bahan

baku sedang musim maka karyawan yang dipekerjakan mencapai empat belas

orang. Kebanyakan mereka berasal dari Sampang, Madura. Karena karyawannya

berasal dari luar Surabaya, Ibu Lilik biasanya menyediakan kos-kosan sebagai

tempa tinggal sementara bagi karyawan dan pembayarannya dipotong dari upah

mereka.

Sumber Dana

Sejak awal memulai usaha Ibu Lilik menggunakan dana pribadi, baru

kemudian mulai tahun 2010 Beliau menjalin hubungan kemitraan dengan Bank

Jatim. Dengan adanya tambahan dana melalui hubungan kemitraan tersebut, Ibu

Lilik bisa menimbun bahan baku sebagai stok bahan baku proses produksi.

Promosi dan Distribusi

Berbeda dengan Ibu Risma yang juga menjual langsung produknya

secara eceran di kios pribadi, Ibu Lilik hanya menjadi agen distrbusi produksi

yang tempatnya pun menjadi satu dengan tempat proses pengolahan. Beliau juga

tidak melakukan labeling sendiri melainkan menjalin hubungan kemitraan dengan

salah satu pihak swasta. Pihak swasta tersebut mendistribusikan produk Ibu Lilik

dengan labeling sendiri ke supermarket di beberapa kota besar di Indonesia,

bahkan baru-baru ini juga mengorder satu ton produk untuk diekspor.

Page 17: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

17

Berikut ini merupakan alur produksi, distribusi maupun promosi industri

pengolahan kerupuk hasil laut kenjeran, mulai dari hasil laut mentah hingga

menjadi produk kerupuk olahan yang siap dinikmati.

Gambar 4.1 Rantai Produksi, Distribusi dan Promosi Industri Kerupuk

Hasil Laut di Kenjeran

Sumber: Penulis berdasarkan data primer (survei)

Nelayan

Diolah sendiri menjadi kerupuk hasil

laut

Dijual kepada produsen kerupuk hasil laut

Dijual eceran di kios pribadi

Dijual kepada produsen kerupuk

hasil laut

Proses produksi

Distribusi dan promosi

Kemitraan dengan

pihak swasta

Kios pribadi

Labelling

Pedagang

kecil/eceran

Pasar domestik

(supermarket) dan ekspor

Pedagang

kecil/eceran

Nelayan

Diolah sendiri menjadi kerupuk hasil

laut

Dijual kepada produsen kerupuk hasil laut

Dijual eceran di kios pribadi

Dijual kepada produsen kerupuk

hasil laut

Proses produksi

Distribusi dan promosi

Kemitraan dengan

pihak swasta

Kios pribadi

Labelling

Pedagang

kecil/eceran

Pasar domestik

(supermarket) dan ekspor

Pedagang

kecil/eceran

Page 18: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

18

4.2 Pembahasan

4.2.1 Keterkaitan Industri Pengolahan Kerupuk Hasil Laut di Pesisir

Kenjeran dengan Industri Lainnya (Interindustry Linkage Effect)

Industri pengolahan kerupuk hasil laut di Pesisir Kenjeran memiliki

keterkaitan ke belakang (backward linkage) ke belakang dengan sektor perikanan

tangkap. Hal ini karena industri pengolahan kerupuk hasil laut membutuhkan

bahan baku hasil laut dalam memproduksi kerupuk.

Gambar 4.2 Backward Linkage dan Forward Linkage Industri Pengolahan

Kerupuk Hasil Laut

Sumber: Penulis berdasarkan data primer, 2013

Seperti yang telah dijelaskan dalam rantai produksi di atas, bahwa sumber

bahan bahan baku industri pengolahan kerupuk hasil laut di Pesisir Kenjeran tidak

hanya berasal dari hasil tangkap nelayan laut Kenjeran, tapi juga dari nelayan di

beberapa pesisir lain seperti Madura dan Probolinggo. Sebagian produsen juga

mengolah kerupuk blinjo udang dan kentang udang, dimana bahan baku yang

dgunakan berasal dari kota/kabupaten lain yakni dari petani di Malang. Dengan

demikian, perkembangan Industri pengolahan kerupuk hasil laut di Pesisir

Kenjeran akan meningkatkan permintaan perikanan tangkap dan produk pertanian

(kentang dan blinjo). Selain itu, industri ini juga memiliki keterkaikan kedepan

(forward linkage) karena dengan berkembangnya industri pengolahan kerupuk

hasil laut akan mendorong tumbuhnya investasi dalam industri pengolahan

Industri Pengolahan

Kerupuk Hasil Laut

Nelayan Pesisir

Kenjeran

Nelayan daerah

pesisir lainnya

Petani Blinjo

Petani Kentang

investasi dalam

industri pengolahan

perikanan dan

kelautan

mendorong

perkembangan wisata

bahari Pantai

Kenjeran.

Page 19: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

19

perikanan dan kelautan serta akan mendorong perkembangan wisata bahari Pantai

Kenjeran.

4.2.2 Analisis SWOT Industri Pengolahan Kerupuk Hasil Laut Kenjeran

Untuk dapat merumuskan kebijakan strategis pengembangan industri

pengolahan kerupuk hasil laut di Kawasan Kenjeran Surabaya, di bawah ini

disajikan faktor-faktor internal-eksternal yang akan menentukan dan

mempengaruhi kebijakan strategis pemerintah kota Surabaya dalam

pengembangan industri tersebut.

Faktor internal meliputi faktor kekuatan, yang dimiliki Kelurahan

Sukolilo, Kenjeran dalam pengembangan industri pengolahan kerupuk hasil laut

dan faktor kelemahan yang seharusnya ada dan diperlukan untuk pengembangan

industri tetapi pada saat ini belum dimiliki. Sedangkan Faktor eksternal meliputi

peluang artinya apabila industri pengolahan kerupuk hasil laut dikembangkan

menjadi kawasan minapolitan, maka Kawasan Kenjeran akan memanfaatkan

setiap peluang yang ada, sedangkan ancaman/tantangan adalah segala sesuatu

yang akan dihadapi oleh Kawasan Kenjeran sebagai akibat dari pengembangan

industri pengolahan hasil laut. Ancaman/tantangan tersebut bisa terjadi sebelum,

sedang, maupun setelah dilaksanakan pengembangan industri.

Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan)

Kekuatan:

Dilihat dari segi kekuatan, olahan hasil laut berupa kerupuk sangat

diminati konsumen tidak hanya domestik melainkan mancanegara, hal ini terbukti

dari beberapa produk yang telah merambah pasar ekspor meskipun sebagai

perantaranya adalah pihak ketiga. Sumberdaya yang digunakan sebagian besar

berasal dari laut Kenjeran, Madura dan sekitarnya yang merupakan potensi lokal

yang tidak dimiliki kawasan lainnya. Tenaga kerja yang digunakan pun

merupakan masyarakat sekitar baik nelayan maupun istri nelayan.

Page 20: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

20

Bahan baku yang digunakan industri ini berasal dari nelayan setempat dan

produksi pengolahan hasil laut menjadi cemilan kerupuk memanfaatkan bantuan

dari istri nelayan setempat pula untuk membantu meningkatkan penghasilan

keluarga. Dengan adanya industri pengolahan tersebut mampu menyerap tenaga

kerja yang lebih besar dan adanya diversifikasi pekerjaan bagi nelayan karena

ketika musim paceklik mereka tetap bisa bekerja menjadi buruh produksi

pengolahan hasil laut tersebut.

Kelemahan:

Proses produksi usaha kerupuk ini kebanyakan masih dilakukan secara

individual dan konvensional. Pemilik usaha pengolahan kerupuk ini mengerjakan

produksinya sendiri di rumah masing-masing, namun ada sebagian yang sudah

mempekerjakan karyawan untuk membantu proses produksi. Peralatan produksi

yang digunakan masih sangat sederhana dan tradisional. Penjemuran dilakukan

dengan menggunakan bantuan sinar matahari dengan tempat penjemuran yang

berasal dari bambu yang dirangkai dengan jaring. Dalam proses produksi terung

misalnya masih menggunakan injakan kaki untuk mengeluarkan lendir dan waktu

produksi yang dibutuhkan pun cukup lama yakni 7 hari dengan tanpa bantuan

mesin penghilang lendir. Pengemasannya pun masih sangat sederhana dan belum

memiliki merek.

Proses pemasaran dan distribusi produk dilakukan melalui kios-kios

sepanjang jalan di Kelurahan Kenjeran dan komplek wisata Pantai kenjeran. Hingga

saat ini belum ada pengenalan secara meluas untuk memperkenalkan pusat oleh-oleh

kerupuk hasil laut khas Surabaya.

Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman)

Peluang:

Terbukanya peluang pasar domestik maupun ekspor untuk produk hasil

olahan. Dengan adanya sedikit inovasi dan kreativitas jenis kerupuk masa kini

yang semakin variatif, fungsi kerupuk meluas sebagai camilan yang disukai tua-

Page 21: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

21

muda. Apalagi kerupuk yang dihasilkan di Kenjeran memiliki kekhasan tersendiri

yang tidak banyak tersedia di wilayah lainnya.

Pengembangan kawasan komoditas unggulan berbasis produk kelautan

dan perikanan didukung pula dengan penyediaan infrastruktur berupa

pembangunan jalan kembar untuk mempermudah akses transportasi menuju

kawasan tersebur yang secara langsung menyambung dengan jalan dari arah

Suramadu. Pembangunan jalan kembar tersebut diharapkan mampu meningkatkan

konsentrasi perdagangan hasil olahan tersebut.

Untuk membantu mengembangkan usaha perikanan, pemerintah kota

Surabaya telah membangun Sentra Ikan Bulak (SIB) yang disedikan khusus

sebagai pusat berbelanja oleh-oleh aneka produk olahan laut. Bangunan yang

terletak di Jl. Bulak Cumpat No. 1 Surabaya ini menyediakan 212 kios yang

menjual aneka produk olahan laut termasuk kerupuk. Posisinya berhadapan

langsung dengan laut sehingga pengunjung bisa lebih nyaman berbelanja sambil

menikmati pemandangan laut yang menawan. Sayangnya, kebanyakan para

pedagang kerupuk lebih suka menjajakan jualannya sendiri langsung kepada

wisatawan di Pantai Kenjeran. Hal ini mungkin karena pengunjung Pantai

Kenjeran lebih ramai daripada pengunjung SIB.

Dari pihak luar juga telah ada bantuan modal melalui program

pengembangan UMKM dengan menggulirkan pinjaman dengan bunga rendah dan

memberikan fasilitas pemberdayaan dan pelatihan bagi pengusaha. Beberapa

perusahaan yang telah memberikan program tersebut yakni Bank Mandiri dan

Bank Jatim.

Ancaman :

Promosi produk yang dilakukan oleh pemerintah kota setempat masih

dalam skala kecil, sebatas display UKM dan promosi skala kecil lainnya sehingga

produk khas Kenjeran ini belum dikenal luas oleh masyarakat sentra produksi dan

distribusi terletak di daerah yang masih kumuh sehingga kurang menarik minat

calon konsumen untuk mengunjungi daerah tersebut. Dari segi persaingan,usaha

Page 22: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

22

sejenis juga dikembangkan di salah satu kota lain, yaitu di Semarang walaupun

distribusinya masih sebatas di kota tersebut tapi tetap ada peluang persaingan

antara kedua kegiatan usaha ini. Jika para pengusaha di Kenjeran kalah cepat

mengembangkan usahanya, maka tidak menutup kemungkinan potensipasar akan

dikuasai oleh pengusaha di Semarang.

Tabel 4.2 Analisis SWOT Industri Pengolahan Kerupuk Hasil Laut Pesisir

Kenjeran Surabaya

STRENGTHS (KEKUATAN) WEAKNESS (KELEMAHAN)

- Produk bersifat khas

- Bahan baku dan tenaga kerja

merupakan potensi lokal

- Sudah merambah pasar domestik

dan internasional

- Adanya value added lebih tinggi

dari penjualan ikan mentah

- Proses produksi kebanyakan masih

dilakukan secara individual dan

konvensional

- Alat produksi masih tradisional

- Proses pemasaran dan distribusi

produk dilakukan melalui kios-

kios kecil dan komplek wisata

Pantai kenjeran.

OPPORTUNITIES (PELUANG) THREATHS (ANCAMAN)

- Terbukanya peluang pasar

domestik maupun ekspor untuk

produk hasil olahan

- Dukungan infrastruktur berupa

jalan kembar dan SIB

- Kurangnya promosi secara meluas

oleh pemerintah setempat

- Lingkungan sekitar sentra

produksi yang kumuh

- Adanya peluang persaingan

dengan industri sejenis

Sumber: Penulis (diolah dari data primer dan sekunder), 2013

4.2.3 Model Holistik Pengembangan Kawasan Minapolitan Pengolahan

Kerupuk Hasil Laut Berbasis UMKM di Pesisir Timur Surabaya (Kenjeran)

Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi

masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan

Page 23: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

23

melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian permanen

dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Berdasarkan analisis SWOT dan

pedoman umum pelakasanaan program PEMP Kementerian Kelautan dan

Perikanan, maka salah satu model yang tepat, guna pengembangan sosial ekonomi

masyarakat pesisir adalah dengan menggunakan paradigma pembangunan holistik,

yaitu pembangunan yang dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi. Model ini

melibatkan berbagai macam pihak yakni nelayan, produsen kerupuk hasil laut,

pemerintah, NGO dan Universitas. Secara terperinci alur implementasi model

holistik pengembangan kawasan minapolitan pengolahan kerupuk hasil laut di

Pesisir Kenjeran digambarkan dalam bagan berikut:

Page 24: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

24

Universitas

NGO

Goverment

Komunitas

Produsen

Pengolahan

Kerupuk Hasil

Laut

Lembaga Keuangan:

- Credit Union

- Perbankan

Nelayan

Produsen

Pengolahan

Kerupuk Hasil

Laut

Komunitas pengolah

kerupuk hasil

laut

Membuat peraturan/

perundingan yang kondusif

Peningkatan kualitas SDM

Perbaikan organisasi bisnis,

manajemen & Pemasaran

Peningkatan teknologi

produksi

Peningkatan infrastruktur

Pengadaan modal

Penelitian & penyediaan

informasi pasar

Potensi pasar

(domestik, internasional)

Meningkatkan skala

ekonomis (produksi dan

produktifitas)

Potensi

SDA laut

Tradisi/ nilai-

nilai kearifan

lokal

Mediasi/ negoisasi

kontrak pemasaran

Meningkatan

penghasilan dan

taraf hidup

ekonomi

masyarakat

pesisir

Komunitas pengolah

kerupuk hasil

laut

Kelestarian

lingkungan

Alokasi SDA

laut

Gambar 4.3 Model Holistik Pengembangan Kawasan Minapolitan Pengolahan Kerupuk Hasil Laut di Pesisir

Kenjeran

Sumber: Penulis berdasarkan model holistik Kameo dkk, 2001

Page 25: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

25

Nelayan merupakan pemasok bahan baku utama untuk produksi kerupuk

olahan hasil laut yang dikelola oleh para produsen kerupuk hasil laut. Dalam

model ini nelayan dan para produsen kerupuk hasil laut menjadi objek

pemberdayaan; sedangkan Pemerintah, Non Government Organization (NGO),

Universitas, lembaga keuangan (baik credit union maupun perbankan)

bekerjasama untuk membantu pengembangan minapolitan kawasan industri

pengolahan kerupuk hasil laut tersebut. Untuk mempermudah komunikasi,

koordinasi maupun kemitraan antara pelaku usaha (nelayan dan produsen kerupuk

hasil laut) dengan pihak-pihak tersebut, maka dibentuk komunitas pelaku usaha

kerupuk hasil laut yang berbasis pada komunitas yang sudah ada (kelompok

nelayan dan kelompok produsen kerupuk).

Kerjasama antara keempat pihak (pemerintah, Non Government

Organization (NGO), Universitas, lembaga keuangan) dengan komunitas pelaku

usaha diharapkan dapat mewujudkan perbaikan-perbaikan yang meliputi:

1. Peningkatan kualitas SDM. Hal ini sangat penting mengingat tingkat

pendidikan masyarakat pesisir Kenjeran masih rendah yakni mayoritas

merupakan tamatan SD dan SMP. Dengan perbaikan kualitas SDM diharapkan

para pelaku usaha dapat meningkatkan skala produksi dan kualitas produk

dengan optimal.

2. Perbaikan organisasi bisnis, menejemen dan pemasaran. Selama ini

industri pengolahan kerupuk hasil laut yang ada berbasis rumah tangga dan

masih terpisah-pisah. Demikian juga dengan nelayan sebagai pihak pemasok

bahan baku, masih melakukan semuanya secara individual. Hal ini menjadi

salah satu faktor utama organisasi bisnis, menejemen dan pemasaran industri

pengolahan kerupuk hasil laut belum teroganisir secara sistematis, sehingga

hasilnya pun masih belum maksimal. Oleh karena itu, dengan dibentuknya

komunitas yang berbasis pada rumah tangga pelaku usaha, kemudian secara

bersama-sama dengan keempat pihak di atas dapat memperbaiki dan

memaksimalkan organisasi bisnis, menejemen dan pemasaran.

Page 26: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

26

3. Peningkatan teknologi. Sejak bertahun-tahun yang lalu para pelaku usaha

mencari bahan baku dan mengolahnya dengan cara yang diturunkan secara

turun temurun dari nenek moyang mereka. Semuanya masih serba

konvensional, sehingga produktivitas masih rendah dan kualitas produk masih

belum sesuai dengan standar nasional. Oleh karena itu dibutuhkan peningkatan

teknologi untuk mewujudkan pengolahan yang efesien.

4. Peningkatan infrastruktur. Sentra industri pengolahan kerupuk hasil laut

terletak di daerah yang relatif kumuh, walaupun berdekatan dengan wisata

Pantai Kenjeran namun infrastruktur wisata tersebut juga masih belum

memadai. Fasilitas umum seperti jalan menuju tempat wisata masih dalam

proses perbaikan dan trasportasi publik sangat sulit diakses. Hal ini menjadi

salah satu faktor yang membuat masyarakat kurang tertarik untuk berkunjung

ke tempat tersebut, sehingga pembeli domestik kerupuk hasil laut juga relatif

masih sedikit.. Dengan peningkatan infrastruktur diharapkan dapat menjadi

daya tarik wisatawan baik domestik maupun internasional untuk berkunjung ke

wisata tersebut, yang kemudian juga diharapkan dapat meningkatkan

permintaan akan produk kerupuk hasil laut.

5. Pengadaan modal. Selama ini mayoritas para pelaku usaha menggunakan

dana pribadi yang jumlahnya terbatas untuk melakukan usaha kerupuk hasil

laut, dan sebagian kecil yang lain melakukan hubungan kemitraan dengan

bank. Namun, secara umum dana yang tersedia masih sangat terbatas dan

belum mencukupi kebutuhan produksi, sehingga jumlah produksi pun masih

dalam skala kecil. Sekalipun ada bantuan modal, pengelolaannya masih secara

individual dan biasanya hanya digunakan untuk menambah modal pembelian

bahan baku. Dengan adanya kerjasama antara komunitas dan keempat pihak

terkait, maka bantuan modal dapat dikelola untuk pengembangan usaha secara

menyeluruh.

Selain lima perbaikan di atas, universitas juga membantu dalam Research

& Development khususnya terkait penyediaan informasi pasar baik domestik

maupun internasional. Dengan mengetahui potensi pasar, maka pelaku usaha

dapat melihat peluang untuk meningkatkan skala ekonomisnya. Selain itu,

Page 27: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

27

infromasi pasar dapat menghindarkan adanya asimetris informasi antara

pelaku usaha dan pihak kemitraan dalam melakukan negoisasi/kontrak

pemasaran, sehingga kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.

Pengembangan suatu sektor ekonomi juga harus memperhatikan

kelestarian lingkungan untuk menjaga keberlanjutannya. Hal ini bisa dilakukan

oleh Pemerintah sebagai pihak yang berwenang melalui peraturan atau

perundingan yang kondusif terkait alokasi SDA perikanan dan kelautan. Peraturan

tersebut hasus didampingi dengan tradisi dan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat

pesisir, sehingga pemerintah dan masyarakat pesisir dengan saling menopang bisa

mengoptimalkan potensi SDA yang ada tanpa merusak kelestariannya.

Melalui model holistik yang melibatkan berbagai pihak ini, antara

komunitas sebagai perwakilan dari pelaku usaha kerupuk hasil laut di Pesisir

Kenjeran dengan Pemerintah, Non Government Organization (NGO), Universitas,

dan lembaga keuangan diharapkan dapat mengembangkan kawasan minapolitan

industri pengolahan kerupuk hasil laut di Kenjeran seoptimal mungkin. Dengan

berkembangnya industri pengolahan kerupuk hasil laut di Kenjeran, maka akan

mendorong berkembangnya sektor-sektor lain yang terkait sebagaimana

dijelaskan dalam sub bab 4.2.1. Goal dari model ini adalah meningkatnya

penghasilan dan taraf hidup masyarakat pesisir.

Page 28: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

28

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah disamapaikan, penulis dapat menyimpulkan

beberapa hal berikut:

1. Industri Pengolahan Kerupuk Hasil Laut di Pesisir Kenjeran memiliki

keterkaitan (linkage effect) dengan beberapa sektor ekonomi lain. Industri ini

memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) dengan sektor perikanan

tangkap di Pesisir Kenjeran dan beberapa wilayah pesisir lain yang menjadi

pemasok bahan baku, seperi Madura dan Probolinggo serta petani kentang dan

melinjo di Malang. Selain itu, industri ini juga memiliki keterkaikan kedepan

(forward linkage), karena dengan berkembangnya industri pengolahan

kerupuk hasil laut akan mendorong tumbuhnya investasi dalam industri

pengolahan perikanan, dan kelautan serta akan mendorong perkembangan

wisata bahari Pantai Kenjeran.

2. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa industri pengolahan kerupuk hasil

laut di Pesisir Kenjeran memiliki keunggulan dan kelemahan internal serta

peluang dan ancama eksternal. Keunggulan internal meliputi: (1) Produk

bersifat khas, (2) Bahan baku dan tenaga kerja merupakan potensi lokal, (3)

Sudah merambah pasar domestik dan internasional, dan (4) Adanya value

added lebih tinggi dari penjualan ikan mentah. Kelemahan internalnya, yaitu:

(1) Proses produksi kebanyakan masih dilakukan secara individual dan

konvensional, (2) Alat produksi masih tradisional, dan (3) Proses pemasaran

dan distribusi produk dilakukan melalui kios-kios kecil dan komplek wisata

Pantai kenjeran. Adapun peluang eksternalnya meliputi: (1) Terbukanya

peluang pasar domestik maupun ekspor untuk produk hasil olahan, dan (2)

Dukungan infrastruktur berupa jalan kembar dan SIB. Sedangkan ancaman

eksternalnya yaitu: (1) Kurangnya promosi secara meluas oleh pemerintah

28

Page 29: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

29

setempat, (2) Lingkungan sekitar sentra produksi yang kumuh, dan (3)

Adanya peluang persaingan dengan industri sejenis.

3. Model Holistik Pengembangan Kawasan Minapolitan Pengolahan Kerupuk

Hasil Laut merupakan model pembangunan yang dilakukan secara

menyeluruh dan terintegrasi. Model ini melibatkan berbagai macam pihak

yakni nelayan, produsen kerupuk hasil laut, pemerintah, NGO dan Universitas.

Dengan melibatkan berbagai pihak tersebut, diharapkan kawasan minapolitan

industri pengolahan kerupuk hasil laut di Kenjeran dapat dikembangkan

semaksimal mungkin. Seiring berkembangnya industri pengolahan kerupuk

hasil laut di Kenjeran, maka akan mendorong berkembangnya sektor-sektor

ekonomi lain baik yang memiliki backward linkage maupun forward linkage

dengan industri tersebut. Goal dari model ini adalah meningkatnya

penghasilan dan taraf hidup masyarakat pesisir, sehingga kesejahteraan

masyarakat pesisir dapat tercapai.

5.2 Saran

1. Pembangunan dan perbaikan infrastruktur di Pesisir Kenjeran patut

dipertimbangkan menjadi salah satu prioritas pembangunan Pemerintah

Kota Surabaya mengingat potensi perikanan dan kelautan yang dimilikinya.

2. Kebijakan peningkatan kualitas SDM di Pesisir Kenjeran melalui

pendidikan formal maupun pelatihan sangat perlu dilakukan oleh

Pemerintah Kota Surabaya, melihat kondisi angkatan kerja yang rata-rata

pendidikannya adalah tamatan SD/sederajat.

3. Koordinasi dan kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat setempat

di Pesisir Kenjeran perlu terus dilakukan dengan pendekatan kekeluargaan

agar kebijakan yang akan diambil merupakan hasil rembuk bersama

sehingga pelaksanaannya pun mendapat dukungan dari banyak pihak.

Page 30: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

30

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Daerah.

Edisi Pertama dan Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Badan Pusat Statitik (BPS) Nasional, 2010.

Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Surabaya 2013. 2013. Laporan

Akhir Kajian Akdemik Persiapan Pelaksanaan Penggabungan Kelurahan di

Kota Surabaya. (Online). (http://jdih.surabaya.go.id, diakses September

2013)

BPS. Analisis SWOT. (Online). (http://daps.bps.go.id, diakses September 2013)

Geti Area. 2013. Wisata Kerupuk Kenjeran. (Online)

(http://get2iarea.blogspot.com, diakses September 2013)

Hamid, Edy Suandi dan Y. Sri Susilo. 2011. Strategi Pengembangan UKM di

Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 12 No 1.

Jaya. 2012. Meraup Untung dari Gurihnya Bisnis Kerupuk Hasil Laut. (Online).

(http://sumberseni.blogspot.com, diakses September 2013).

Junaidi. 2013. Kerupuk Terung Sukolilo Sudah Merambah Dubai dan Korea.

(Online) . (http://www.surabayapost.co.id, diakses September 2013)

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), 2010.

Lauren, Tia Dewi. 2011. Kampung Kerupuk Kenjeran (Surabaya). (Online)

(http://laurentiadewi.com, diakses September 2013)

Mangiwa, Simbong. Analisis Strategis Bisnis Jasa Warung Internet : Studi Kasus

pada Warnet “Global Internet” Kota Depok. (Online).

(http://www.gunadarma.ac.id, diakses September 2013)

Nugroho dan Rokhim. 2012. Perencanaan dan Pembangunan Daerah.

Page 31: Model Holistik Pengembangan UMKM Kenjeran Surabaya

31

Satria, Arif. 2009. Pesisir dan Laut untuk Rakyat. Bogor: IPB Press.

Schuler. 1986. Empowerment and the Law. (Online). (www.smeru.or.id, diakses

September 2013)

Suara Surabaya Media. 2013. Tempat Puas Belanja Ikan. (Online).

(http://surabayacityguide.co.id, diakses September 2013).

Lenakoly, Steven. 2010. Kecamatan Semampir Wilayah Termiskin se Surabaya.

(Online). (http://news.detik.com, diakses Oktober 2013)

Syarief, Efrizal. 2001. Pembangunan Kelautan dalam Konteks Pemberdayaan

Masyarakat Pesisir. Majalah PP. Edisi 25. (Online). (www.bappenas.go.id,

diakses Oktober 2013).

Karneo, Daniel D. 2001. Rekonstruksi Model Pembangunan Wilayah

Berdasarkan Pendekatan Empirik. (Online). (krepository.library.uksw.edu,

diakses Oktober 2013)

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2004. Pedoman Umum Pelaksanaan

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. (Online).

(djpsdkp.kkp.go.id, diakses Oktober 2013).

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Kebijakan Ekonomi Kelautan

dengan Model Ekonomi Biru. (online). (www.dekin.kkp.co.id, diakses

Oktober 2013)

Wawancara

1. Ibu Lilik, Pengusaha Kerupuk Teripang dan Terung. (Jl. Sukolio Gang 8)

2. Ibu Risma, Pengusaha Kerupuk Kerupuk Kulit Ikan Kakap, Kulit Ikan Pari,

Melinjo-Udang dan Kentang-Udang. (Jl. Sukolilo Gang 2)

3. Karyawan Ibu Lilik dan Ibu Risma.