21
MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA DENGAN TERBENTUKNYA DENTAL FEAR ANAK PRA-SEKOLAH DI KOTA BANDUNG Arlette Suzy Puspa Pertiwi 1 , Lenny Kendhawati 2 , Hendriati Agustiani 2 1 Mahasiswa Program Magister Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran 2 Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran Korespondensi: [email protected] .id ABSTRAK Pengaruh perilaku serta belief orang tua sangat kuat pada anak usia pra-sekolah. Orang tua, terutama ibu yang mengalami dental fear memiliki dampak signifikan terhadap perilaku serta rasa takut anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model dental belief orang tua sebagai sumber terbentuknya dental fear pada anak usia pra-sekolah. Penelitian dilaksanakan di 15 Taman Kanak-kanak Kota Bandung yang dipilih secara multistage cluster random sampling. Partisipan dalam penelitian ini adalah orang tua beserta anak berusia 3-6 tahun. Metode menggunakan sequential mixed method dengan strategi sequential explanatory. Tahap pertama penelitian ini adalah menganalisis data kuantitatif menilai bentuk model hubungan dental belief orang tua dengan terbentuknya dental fear pada anak. Dental belief orang tua diukur dengan menggunakan Dental Belief Scale, dan dental fear anak diukur melalui Children Fear Survey Schedule-Dental Subscale versi Bahasa Indonesia berdasarkan laporan orang tua. Hasil penelitian dianalisis dengan analisis model SEM. Kemudian tahap kedua, menganalisis data kualitatif perilaku orang tua yang berkontribusi dalam terbentuknya dental fear pada anak melalui wawancara focus group pada anak. Hasil penelitian menunjukkan model struktural efek langsung hubungan dental belief orang tua dengan terbentuknya dental fear pada anak di Kota Bandung yang fit secara signifikan (T-value 2,41). Beberapa perilaku orang tua berkontribusi dalam membentuk dental fear anak usia pra-sekolah yang mengikuti jalur pemberian informasi negatif, pengkondisian langsung, dan vicarious learning. Kesimpulan penelitian adalah persepsi dan perilaku orang tua memiliki hubungan dengan terbentuknya dental fear pada anak pra-sekolah. Perilaku lebih berkontribusi terhadap terbentuknya dental fear pada anak pra-sekolah. Kata kunci: anak. dental belief, dental fear, orang tua. ABSTRACT The influence of parental behavior and belief is very strong in the pre-school age children. Parents, especially mothers who suffered dental fear have a significant impact on children's behavior and fear. This study aims to analyze the models of dental belief of parents as a source of the development of dental fear pre-school aged in children. The study was conducted in 15 kindergartens in Bandung, which are selected by a multistage cluster random sampling. Participants in this study were parents and their 3-6 years aged children. The research method for this study was sequential mixed method with sequential explanatory strategy. The first stage of this research was to analyze quantitative data on how was the model form of parental dental belief in relationship with the development of dental fear in pre-school aged children. Dental belief of parents was measured using a Dental Belief Scale, and dental fear of children was measured through the Children Dental Fear Survey Schedule-subscale Indonesian version based on parent report. Results were analyzed with SEM model analysis. Then the second stage of this study was analyze qualitative data on how was the behavior of the parents that contribute to the development of

MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA DENGANTERBENTUKNYA DENTAL FEAR ANAK PRA-SEKOLAH

DI KOTA BANDUNG

Arlette Suzy Puspa Pertiwi1, Lenny Kendhawati2, Hendriati Agustiani2

1Mahasiswa Program Magister Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran2Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran

Korespondensi: [email protected] .id

ABSTRAKPengaruh perilaku serta belief orang tua sangat kuat pada anak usia pra-sekolah. Orang tua,

terutama ibu yang mengalami dental fear memiliki dampak signifikan terhadap perilaku serta rasatakut anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model dental belief orang tua sebagai sumberterbentuknya dental fear pada anak usia pra-sekolah.

Penelitian dilaksanakan di 15 Taman Kanak-kanak Kota Bandung yang dipilih secara multistagecluster random sampling. Partisipan dalam penelitian ini adalah orang tua beserta anak berusia 3-6tahun. Metode menggunakan sequential mixed method dengan strategi sequential explanatory. Tahappertama penelitian ini adalah menganalisis data kuantitatif menilai bentuk model hubungan dentalbelief orang tua dengan terbentuknya dental fear pada anak. Dental belief orang tua diukur denganmenggunakan Dental Belief Scale, dan dental fear anak diukur melalui Children Fear SurveySchedule-Dental Subscale versi Bahasa Indonesia berdasarkan laporan orang tua. Hasil penelitiandianalisis dengan analisis model SEM. Kemudian tahap kedua, menganalisis data kualitatif perilakuorang tua yang berkontribusi dalam terbentuknya dental fear pada anak melalui wawancara focusgroup pada anak.

Hasil penelitian menunjukkan model struktural efek langsung hubungan dental belief orang tuadengan terbentuknya dental fear pada anak di Kota Bandung yang fit secara signifikan (T-value 2,41).Beberapa perilaku orang tua berkontribusi dalam membentuk dental fear anak usia pra-sekolah yangmengikuti jalur pemberian informasi negatif, pengkondisian langsung, dan vicarious learning.

Kesimpulan penelitian adalah persepsi dan perilaku orang tua memiliki hubungan denganterbentuknya dental fear pada anak pra-sekolah. Perilaku lebih berkontribusi terhadap terbentuknyadental fear pada anak pra-sekolah.

Kata kunci: anak. dental belief, dental fear, orang tua.

ABSTRACTThe influence of parental behavior and belief is very strong in the pre-school age children.

Parents, especially mothers who suffered dental fear have a significant impact on children's behaviorand fear. This study aims to analyze the models of dental belief of parents as a source of thedevelopment of dental fear pre-school aged in children.

The study was conducted in 15 kindergartens in Bandung, which are selected by a multistagecluster random sampling. Participants in this study were parents and their 3-6 years aged children.The research method for this study was sequential mixed method with sequential explanatory strategy.The first stage of this research was to analyze quantitative data on how was the model form of parentaldental belief in relationship with the development of dental fear in pre-school aged children. Dentalbelief of parents was measured using a Dental Belief Scale, and dental fear of children was measuredthrough the Children Dental Fear Survey Schedule-subscale Indonesian version based on parentreport. Results were analyzed with SEM model analysis. Then the second stage of this study wasanalyze qualitative data on how was the behavior of the parents that contribute to the development of

Page 2: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

dental fear in pre-school aged children through focus group interviews with children. Qualitative datawere analyzed through inductive open coding.

The results show the direct effect of the structural relationship model of parental dental beliefwith the formation of dental fear in pre-school age children in Bandung that fit significantly (T-valueof 2.41). Both models measure the construct of variables in it also fit, valid, and significant. Somebehaviors of parents contribute in the development of dental fear of pre-school age children thatfollow the path of negative information provision, conditioning direct and vicarious learning.

Conclusion of the study is the perception and behaviors of parents have a relationship with theformation of dental fear in pre-school children. Behaviors further more contribute to the developmentof dental fear in pre-school children..

Keywords: children, belief dental, dental fear, parents

I Pendahuluan

Rasa takut (fear) merupakan topik yang banyak diteliti dan dibahas dalam literatur. Hasil

penelitian terdahulu menunjukkan variasi dalam prevalensi rasa takut yang berkisar antara

7,7 sampai paling tinggi 58,0%. Rasa takut yang paling sering terjadi adalah takut terhadap

binatang (1,6-39,0%) (Bandura, 1977a; Broeren, Lester, Muris, & Field, 2011)-

CITATION_IS_EMPTY takut ketinggian (19,1-30,7%) (Coelho & Wallis, 2010)-

CITATION_IS_EMPTY, terbang (6,9-13,2%) (Oakes & Bor, 2010)-

CITATION_IS_EMPTY. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi lebih tinggi pada wanita

dibandingkan pria (Oosterink, De Jongh, & Hoogstraten, 2009)-CITATION_IS_EMPTY.

Selain rasa takut pada hal-hal tersebut di atas, ada bentuk rasa takut lain yang juga

menjadi perhatian untuk diteliti, yaitu rasa takut terhadap dokter gigi atau dental fear (DF).

Studi epidemiologis menunjukkan bahwa prevalensi DF di Amerika Serikat berkisar 19,8%

hingga 13,1%, namun perbedaan gender tidak dilaporkan (Nicolas et al., 2010)-

CITATION_IS_EMPTY. Sehubungan dengan kosekuensi DF, ditemukan bahwa rasa takut

ini memiliki keunikan dalam hal self-perpetuating cycle. Hal tersebut berarti bahwa rasa takut

pada objek maupun situasi yang berhubungan dengan Kedokteran Gigi sering mengarah pada

meningkatnya ambang tingkat kebutuhan perawatan gigi, terutama pada gigi yang sakit, suatu

kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta menurunnya

kesehatan mental dan kualitas hidup.

Rasa takut adalah respons emosional seseorang yang merupakan suatu mekanisme

protektif untuk melindungi seseorang dari ancaman atau bahaya dari luar. Rasa takut tidak

diwariskan tetapi diperoleh setelah lahir. Rasa takut anak diperoleh secara objektif atau

subjektif. Rasa takut objektif merupakan respons dari stimulus yang dirasakan, dilihat,

Page 3: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

didengar, dicium dan merupakan hal atau keadaan yang tidak enak atau tidak menyenangkan.

Rasa takut objektif ditimbulkan oleh rangsangan langsung yang diterima organ perasa dan

secara umum bukan bersumber dari orang lain. Rasa takut objektif dapat disebabkan karena

perasaan yang tidak menyenangkan terhadap perawatan gigi. Seorang anak yang pernah

dirawat dan mengalami rasa sakit yang hebat di rumah sakit oleh dokter yang berseragam

putih akan menimbulkan rasa takut yang hebat pada dokter gigi atau perawat gigi yang

berseragam sama. Seorang anak yang pernah berobat ke dokter gigi, akibat rasa takut yang

dimilikinya akan merasakan rasa sakit yang berlebihan pada setiap perawatan gigi yang

dijalaninya. Seorang anak yang pernah merasa sakit dan takut untuk pergi ke dokter gigi akan

sangat sulit untuk diajak ke dokter gigi kembali.

Rasa takut subjektif merupakan rasa takut yang didapat dari orang lain dan anak tersebut

tidak mengalaminya sendiri. Anak kecil sangat mudah dipengaruhi, sehingga anak kecil yang

tidak berpengalaman ketika mendengar pengalaman yang tidak menyenangkan atau situasi

yang menimbulkan rasa sakit yang dialami oleh orang tua mereka, dengan segera akan

menimbulkan rasa takut pada dirinya. Hal-hal yang dapat menimbulkan rasa takut akan

disimpan dalam ingatannya, dengan segala imajinasi yang dimilikinya, dan rasa takut

menjadi bertambah hebat.

Anak memiliki rasa takut yang hebat terhadap suatu hal yang asing. Hal tersebut akan

menghasilkan rasa takut yang terus menerus sampai anak tersebut dapat membuktikan bahwa

tidak ada ancaman yang dapat mengganggunya. Rasa takutnya merupakan usaha untuk

mengatur situasi yang dia rasa mungkin menyakitkan baginya. Sampai dia dapat meyakinkan

dirinya, rasa takut akan tetap berlangsung lama.

Orang tua turut berperan dalam terbentuknya rasa takut terhadap dokter gigi (dental fear).

Sikap dan belief orang tua akan berpengaruh terhadap perilaku anak, termasuk perilaku DF.

Pada umumnya orang tua dengan tingkat kecemasan yang tinggi, ketika anaknya sedang

menjalani perawatan gigi akan menunjukkan sikap yang tidak menguntungkan yang dapat

mempengaruhi keberhasilan perawatan. Orang tua yang takut terhadap perawatan gigi akan

mempengaruhi anaknya ketika dilakukan perawatan gigi. Terlepas dari rasa takut yang

dimiliki oleh anaknya, orang tua yang terlalu merasa takut, sering sekali bertanya tentang

perawatan yang akan dilakukan terhadap anaknya. Hal tersebut menjadikan orang tua sebagai

model yang takut terhadap perawatan gigi bagi anaknya. Rasa takut yang berasal dari orang

Page 4: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

tua atau keluarga dapat ditularkan kepada anak dengan cara mengancam anak dengan

menggunakan perawatan gigi untuk menakut-nakuti dan membicarakan perawatan gigi yang

tidak menyenangkan di depan anak.

Pengaruh orang tua sangat penting terhadap pembentukan perilaku anak dalam menjalani

perawatan gigi. Orang tua harus menginformasikan kepada anak tentang apa yang sebaiknya

dia lakukan selama berada di praktek dokter gigi. Anak harus terlebih dahulu diberi

gambaran tentang dokter yang akan merawatnya serta situasi yang dapat timbulnya nanti

sebelum membuat janji bertemu dengan dokter gigi, tidak perlu menceritakan rasa sakit yang

begitu hebat kepada anak, tetapi diperlukan pernyataan yang jujur tanpa emosi yang dilebih-

lebihkan.

Walaupun orang tua mempunyai pengaruh terhadap pembentukan perilaku anak, rasa

takut juga dapat diperoleh dari teman bermainnya atau dari buku yang sering dia baca, film

kartun, radio, televisi dan lain-lain. Rasa takut tergantung pada intensitas stimulus takut yang

sering diterima anak tersebut. Hal yang sama juga terjadi ketika anak mengamati orang tua

mereka. Anak sering mengidentifikasikan diri mereka dengan orang tuanya. Jika orang tua

merasa sedih maka anak akan merasa sedih pula. Jika orang tua merasa takut, anak akan

melakukan hal yang serupa. Rasa takut anak serta tingkah lakunya yang negatif sangat erat

hubungannya dengan rasa takut yang dimiliki oleh orang tuanya.

Dental belief orang tua tentang hal-hal yang berkaitan dengan terbentuknya DF pada

anak meliputi komponen pengetahuan orang tua mengenai faktor risiko terbentuknya DF,

konsekuensi yang dihasilkan bila anak mengidap DF, keuntungan bila DF dapat dicegah,

serta hambatan yang dihadapi bila berupaya mencegah DF. Pengetahuan tersebut selanjutnya

akan tercermin dalam kesiapan orang tua dalam bertindak yang dapat dilihat dari efikasi diri

orang tua, strategi orang tua dalam upaya mencegah DF, serta keyakinan orang tua mengenai

posisi dirinya dalam terbentuknya DF pada anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisis model dental belief orang tua sebagai sumber terbentuknya dental fear pada

anak usia pra-sekolah.

II Kajian Literatur

Kecemasan atau ketakutan terhadap perawatan gigi sering dijadikan alasan utama untuk

tidak melakukan perawatan gigi. Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan gigi dan mulut

Page 5: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

pada anak, rasa takut merupakan hambatan bagi dokter gigi yang dapat menyebabkan

perilaku negatif anak ketika menjalani prosedur perawatan (Widmer et al., 2013)-

CITATION_IS_EMPTY. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cormac dan Jenkins yang

diukur dengan tiga jenis kuesioner yang berbeda pada populasi yang sama menunjukkan

bahwa prevalensi rasa takut terhadap perawatan gigi berkisar 8,2-24% (Bandura, 1977;

Broeren, Lester, Muris, & Field, 2011; Salem, Kousha, Anissian, & Shahabi, 2012).

Sangatlah penting bagi seorang dokter gigi untuk memahami perasaan takut anak pada

setiap tindakan perawatan gigi dan mulut karena dapat membuat pasien khususnya pasien

anak menunda atau bahkan tidak mau melakukan perawatan serta bersikap nonkooperatif

pada saat duduk di kursi gigi. Gambaran perilaku anak dengan DF di klinik akan terlihat

sebagai suatu perilaku yang negatif, seperti berontak, menangis, menjerit, menolak duduk di

kursi gigi, menolak membuka mulut, dan perilaku disruptif lainnya (Coelho & Wallis, 2010;

Vern, 2013). Perilaku disruptif dan pergerakan tiba-tiba dari anak dapat menyebabkan

kecelakaan kerja saat perawatan gigi (O'Callaghan, 2005; Oakes & Bor, 2010). Perawatan

gigi dan mulut pada anak pada umumnya dimulai saat usia sekolah dasar, dimana banyak

diantaranya menghadapi pengalaman pertama yang kurang menyenangkan sehingga dapat

menjadi suatu kecemasan yang berkembang menjadi ketakutan yang kemudian menetap

hingga dewasa (Oosterink, De Jongh, & Hoogstraten, 2009; Salem et al., 2012). Survei yang

dilakukan Locker dan Lindell pada tahun 1999 terhadap 1420 orang, sebanyak 16,4%

memiliki rasa takut pada perawatan gigi dan dari hasil tersebut sebanyak 50,9% muncul pada

masa kanak–kanak (Locker, 2003; Nicolas et al., 2010). Sampai saat ini, diperkirakan jumlah

populasi dunia yang menderita high dental fear sebesar 6-15%. Menurut survei yang

dilakukan Armfield pada tahun 2007 terhadap 6112 orang, 58% responden menyatakan

alasan mereka menunda perawatan gigi dan mulut karena takut terhadap dokter gigi

(Armfield, Stewart, & Spencer, 2007; Widmer, McNeil, McNeil, & Hayes-Cameron, 2013).

Salah satu faktor etiologi terbentuknya DF adalah dari faktor lingkungan, dalam hal ini

orang tua (Salem et al., 2012). Secara garis besar bidang psikologi memahami rasa takut

dipelajari oleh seorang anak (Craske, Hermans, & Vansteenwegen, 2006) Rachman pada

akhir tahun 1990-an mengembangkan suatu model yang menggambarkan bagaimana rasa

takut dipelajari seorang individu. Model yang dikembangkan Rachman terdiri dari tiga jalur

utama dalam mempelajari rasa takut, yaitu pengkondisian, jalur informasi, dan pembelajaran

Page 6: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

modeling (Rachman, 1990) Kebanyakan rasa takut didapat anak secara sosial, tidak selalu

melalui pengalaman langsung rangsang nyeri (Carlson, 2013). Teori kedua adalah teori

inhibisi laten, yang menyatakan bahwa DF terbentuk lebih lambat pada anak-anak dengan

pengalaman netral atau positif sebelum perawatan intrusif (kuratif) dibandingkan dengan

anak-anak tanpa pengalaman tersebut (Berge, Veerkamp, Hoogstraten, & Prins, 2002; Davey,

1989; Lubow, 1973; Milsom, Tickle, Humphris, & Blinkhorn, 2003). Peneliti menggunakan

ketiga jalur model akuisisi rasa takut Rachman dalam mengeksplorasi perilaku orang tua

yang berkontribusi terbentuknya dental fear pada anak dengan tujuan untuk menganalisis

faktor perilaku secara keseluruhan.

Proses pembelajaran DF bisa berasal dari pengalaman anak sendiri yang menimbulkan

reaksi negatif dan dapat juga dipelajari dari lingkungan. Faktor sosioekonomi, budaya,

hubungan keluarga, pengasuhan anak, dan DF yang dialami orang tua dapat memicu

terbentuknya DF (Lara, Crego, & Romero-Maroto, 2012). Kemampuan anak menghadapi

perawatan gigi tidak hanya tergantung pada tingkat perkembangan psikologis dan kognitif,

tetapi juga pada ada dan tidaknya DF pada orang tua (Versloot, Veerkamp, & Hoogstraten,

2008). Lebih lanjut lagi, adanya proses dan mekanisme interpersonal yang berkaitan dengan

transfer emosi, termasuk rasa takut, telah banyak dikaji dalam literatur psikologi (Hatfield,

Cacioppo, & Rapson, 1994; Lara et al., 2012; Vingehoets & Nyklicek, 2008).

Perkembangan emosi, termasuk rasa takut, dimulai dari masa bayi, yaitu secara umum

anak menjadi sangat takut pada stimulus dalam lingkungan langsung, atau stimulus yang

bersifat konkret. Seiring meningkatnya usia, rasa takut bayi berubah dengan memasukkan

kejadian antisipasi dan stimulus yang bersifat imaginasi serta abstrak, dan mencapai

puncaknya pada usia pra-sekolah (Gullone, 2000).

Sikap dan perilaku anak usia pra-sekolah (3-6 tahun) sangat tergantung pada orang tua

(Arnrup, Berggren, Broberg, Lundin, & Hakeberg, 2002a). Orang tua, terutama ibu yang

mengalami DF memiliki dampak signifikan terhadap perilaku serta rasa takut anak

(Klingberg, 2008). Selain itu, faktor yang berkaitan dengan norma, pengetahuan, serta

perilaku orang tua juga memiliki diduga memiliki kemampuan untuk menimbulkan perilaku

negatif anak terhadap kesehatan gigi, salah satunya adalah dengan terbentuknya DF (Arnrup

et al., 2002a).

Page 7: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

Teknik dalam pemeliharaan dan perawatan kesehatan gigi pada anak-anak dan orang

dewasa berbeda. Penanganan pada orang dewasa hanya melibatkan interaksi antara dokter

gigi dan pasien itu sendiri, sedangkan pada anak-anak melibatkan interaksi antara dokter gigi,

anak, dan orang tua. Dalam ilmu kedokteran gigi anak, interaksi antara dokter gigi, anak, dan

orang tua dikenal dengan Pediatric Treatment Triangle (Widmer et al., 2013). Jelas bahwa

peran orang tua menentukan keberhasilan perawatan gigi.

Faktor orang tua lain yang memainkan peran dalam perilaku anak antara lain faktor

sosioekonomi orang tua. Sebelumnya, telah terbukti bahwa status sosioekonomi seseorang

menempati urutan penting baik dalam penelitian mengenai etiologi maupun intervensi suatu

perilaku. Pentingnya status sosioekonomi tersebut tidak terletak pada menemukan apakah

terdapat interkorelasi antara indikator status sosioekonomi, seperti pendapatan keluarga,

pendidikan orang tua, namun pada bagaimana variabel tersebut membantu menjelaskan

mengenai status sosioekonomi yang mengarah pada perbedaan dalam perilaku yang berkaitan

dengan kesehatan. Dalam lingkup CHBM, status sosioekonomi dihipotesiskan tidak memiliki

efek langsung pada perilaku kesehatan atau perilaku yang diharapkan. Efek tidak langsung

didapat dari hubungan dengan sikap dan health belief (Bush & Iannotti, 1990).

Faktor anak juga berperan dalam kaitannya dengan DF. Beberapa penelitian menemukan

temperamen anak sebagai aspek yang berkaitan dengan DF dan perilaku anak di bidang

Kedokteran Gigi. Temperamen dapat terlihat sebagai moderator dari persepsi anak mengenai

kejadian yang menimbulkan stress. Penelitian di Swedia menyimpulkan bahwa sifat malu dan

sifat emosional negatif lainnya menunjukkan nilai yang tinggi di antara anak dengan DF.

Kecerdasan anak juga memiliki pengaruh pada pemahaman anak tentang penyebab dan

konsekuensi, informasi, serta instruksi, sehingga berpengaruh pada kemampuan anak

mengomuniasikan perasaan atau distress serta berperilaku yang tepat pada saat perawatan

gigi (Arnrup, Broberg, Berggren, & Bodin, 2002b).

III Metode

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Bandung tahun 2014-2015, jumlah Taman

Kanak-kanak yang telah terdaftar adalah sebanyak 479 sekolah yang tersebar di lima wilayah

Page 8: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

kota Bandung. Penelitian ini ditujukan pada orang tua beserta anak usia pra sekolah yang

bersekolah di Taman Kanak-kanak wilayah Bandung.

Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua beserta anak usia pra-sekolah (3-6 tahun)

yang bersekolah di Taman Kanak-Kanak wilayah Bandung yang dipilih berdasarkan kriteria

sebagai berikut:

1. Anak laki-laki dan perempuan berusia 3-5tahun + 6 bulan. Usia lebih dari 6 bulan

dipertimbangkan masuk ke usia berikutnya, misalnya usia 5 tahun 7 bulan dimasukkan

ke usia 6 tahun. Usia 2 tahun 5 bulan dimasukkan ke dalam usia 2 tahun (tidak

memenuhi kriteria subjek).

2. Anak tercatat bersekolah di Taman Kanak-Kanak wilayah Bandung yang dipilih secara

cluster random sampling.

3. Orang tua bersedia mengisi informed consent, alat ukur Dental Belief, serta alat ukur

Children Fear Survey Schedule-Dental Subscale, kemudian mengembalikannya.

4. Anak memenuhi wawancara mengenai mengenai hal-hal apa saja yang didapatkan dari

orang tua yang membuat anak takut ke dokter gigi. Anak menjawab sesuai dengan apa

yang mereka pikirkan melalui kata-kata mereka.

Desain penelitian ini menggunakan rancangan mixed method (Morse & Niehaus, 2009)

yang terdiri dari baik komponen penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Komponen inti

dalam penelitian adalah kuantitatif rancangan deskriptif korelasional dengan pendekatan

cross-sectional, disertai komponen kualititatif tambahan melalui wawancara pada anak

(Creswell, 2003; Yoshikawa, Weisner, Kalil, & Way, 2008).

Dalam penelitian ini menggunakan sequential mixed method dengan strategi sequential

explanatory. Tahap pertama penelitian ini adalah mengumpulkan dan menganalisis data

kuantitatif dalam menjawab rumusan masalah pertama, yakni bagaimana bentuk model

hubungan dental belief orang tua dengan terbentuknya dental fear pada anak usia pra-

sekolah. Kemudian tahap kedua, mengumpulkan dan menganalisis data kualitatif, dalam hal

ini menjawab rumusan masalah yang kedua, yaitu bagaimanakah perilaku orang tua yang

berkontribusi dalam terbentuknya dental fear pada anak usia pra-sekolah.

Komponen penelitian kuantitatif bertujuan menganalisis hubungan dental belief orang tua

dengan terbentuknya dental fear pada anak usia pra-sekolah. Sedangkan komponen penelitian

Page 9: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

kualitatif bertujuan mengeksplorasi perilaku orang tua berkaitan dengan hal-hal yang

berhubungan dengan akuisisi rasa takut anak ke dokter gigi yang dikumpulkan berdasarkan

keterangan anak

IV Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan model struktural efek langsung hubungan dental belief

orang tua dengan terbentuknya dental fear pada anak usia pra-sekolah di Kota Bandung yang

fit secara signifikan (T-value 2,41). Kedua model pengukuran konstruk variabel di dalamnya

juga fit, valid, dan signifikan. Beberapa perilaku orang tua berkontribusi dalam membentuk

dental fear anak usia pra-sekolah yang mengikuti jalur pemberian informasi negatif,

pengkondisian langsung, dan vicarious learning (Tabel 1).

Pada pengujian model tersebut, didapatkan path diagram berdasarkan estimasi parameter

model yang dapat menjelaskan hubungan model struktural. Pengujian hipotesis berdasarkan

hubungan kausalitas pada model SEM pada dasarnya adalah menguji signifikansi koefisien

jalur atau koefisien beta (). Pengujian dilakukan dengan uji T-value satu arah pada taraf

signifikansi = 0.05. Sehingga dapat diputuskan H0 ditolak jika diperoleh nilai T-value >

1.96, yang artinya hipotesis penelitian terbukti.

Besarnya hubungan variabel independen dengan variabel dependen adalah 14% (R2 =

0.14), yang berarti korelasi taraf rendah. Angka R2 yang diperoleh dari persamaan regresi

model struktural pada SEM tersebut dikoreksi oleh efek error sebesar 0.86 (86%). Nilai error

dihasilkan dari kekeliruan pengukuran, perbedaan demografis subjek, dan juga dari variabel

lain yang tidak ditelaah dalam penelitian ini.

Ditinjau dari proses pemodelan struktural pada penelitian ini, belum ada penelitian

sebelumnya yang mengujikan hubungan variabel-variabel yang diujikan. Pada uji model

empirik yang idealnya dirujukkan pada suatu model tertentu, yang dalam penelitian ini justru

dihasilkan model empirik yang dapat dijadikan baseline bagi penelitian selanjutnya yang

berkaitan.

Dengan HBM sebagai kerangka kerjanya, penelitian ini memunculkan tiga hal berkaitan

dengan pembentukan dental fear anak. Pertama, terdapat hubungan signifikan secara

keseluruhan antara persepsi kerentanan orang tua tentang faktor risiko terbentuknya dental

fear pada anak mereka. Hal tersebut bisa dijelaskan bahwa, orang tua dengan persepsi faktor

Page 10: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

risiko yang rendah, cenderung tidak menyadari apa-apa saja yang dapat membentuk dental

fear, sehingga tidak/ kurang usaha dalam mencegah dental fear.

Keseluruhan kerangka kerja yang menjelaskan DB ini memiliki hubungan yang

signifikan (T-value 2,41) dengan terbentuknya dental fear pada anak. Dental fear sendiri

dapat dijabarkan melalui empat aspek yang didapat dari hasil empirik. Keempat aspek

tersebut secara signifikan dapat menjelaskan dental fear dengan T-value berkisar antara 4,65

– 7, 68.

Agar intervensi kesehatan dapat secara efektif merubah perilaku, maka diperlukan

penelitian mendalam mengenai sikap, opini, dan pengetahuan masyarakat yang tergambar

dalam belief mengenai perilaku yang diperlukan. Sampai saat ini, telah beberapa dilakukan

penelitian mengenai dental belief dalam kajian perilaku preventif tertentu, misalnya

hubungan dental belief dengan perilaku gosok gigi untuk mencegah penyakit karies gigi

(Anagnostopoulos, Buchanan, Frousiounioti, Niakas, & Potamianos, 2011). Lebih lanjut lagi,

diketahui bahwa aplikasi teori dapat meningkatkan efektivitas intervensi (Brug, Oenema, &

Ferreira, 2005), namun sampai saat ini banyak intervensi kesehatan anak masih kekurangan

teori yang mendasarinya atau model psikologisnya (Brukiene & Aleksejuniene, 2009). Selain

itu, penelitian mengenai dental belief dalam kaitan perilaku preventif seperti mencegah dental

fear belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini menitikberatkan hubungan dental

belief orang tua yang dikaitkan dengan terbentuknya dental fear pada anak usia pra-sekolah.

Model dental belief orang tua dalam penelitian ini mengadopsi dari model perilaku

kesehatan preventif yang dikenal sebagai Health Belief Model (HBM) (Rosenstock, Strecher,

& Becker, 1988), yaitu suatu model prediktif yang didasarkan pada teori ekspektasi nilai

yang digambarkan pada persepsi adanya ancaman dan evaluasi perilaku. Persepsi ancaman

meliputi dua kunci belief, yaitu kerentanan pada (susceptibility) dan konsekuensi (severity)

dari terbentuknya suatu perilaku atau kondisi kesehatan tertentu, dalam penelitian ini adalah

dental fear anak. Evaluasi perilaku mengajukan keuntungan menjalankan perilaku sehat dan

hambatan (barrier) yang menghambat kinerja. Faktor lain, termasuk karakteristik

demografis, bertindak sebagai faktor modifikasi perilaku dengan mempengaruhi motivasi

serta persepsi daripada memiliki pengaruh langsung (Riekert, Ockene, D, L.P.P., 2014).

Sampai saat ini terdapat kekurangan dalam meneliti HBM dalam bidang Kedokteran

Gigi, walau beberapa penelitian menghasilkan data yang mendukung (Chen & Land, 1986;

Page 11: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

Tan, Ng, & Esa, 2001). Walaupun terdapat model pengambilan keputusan yang lebih

tervalidasi, seperti Theory of Planned Behaviour (Ajzen, 1991); Protection Motivation

Theory (Rogers, 2014), yang telah diaplikasikan secara baik pada perilaku kesehatan

termasuk perilaku yang berkaitan dengan fear, namun HBM dipilih untuk penelitian ini

karena menampilkan suatu masalah yang menjadi perdebatan umum mengenai persepsi risiko

seorang anak menjadi takut pada dokter gigi, yang dalam HBM dapat terfasilitasi melalui

dimensi perceived susceptibility dan severity.

Selain adopsi dari HBM, penelitian ini juga mengadopsi Social Cognitive Theory untuk

mengeksplorasi kognitif orang tua dalam proses akuisisi pengetahuan atau pembelajaran yang

langsung berkorelasi dengan obeservasi model. Teori tersebut mendasari dimensi self-

efficacy dan locus of control. Data kualitatif dieksplorasi berdasarkan Rachman’s Theory of

Fear Acquisition yang menampilkan tiga jalur akuisisi rasa takut anak; informasi negatif,

pengkondisian langsung, dan vicarious learning.

Pengambilan data secara kualitatif dimaksudkan untuk mendukung elemen penelitian

kuantitatif dengan mengeksplorasi keterangan anak mengenai perilaku orang tua yang

berpotensi membentuk dental fear pada anak. Konsep dari HBM dan social cognitive theory

yang diadopsi dalam penelitian ini berujung pada kesiapan bertindak seseorang yang

diekspresikan dalam perilaku pencegahan dental fear pada anak.

Responden anak dalam penelitian ini berada dalam usia pra-sekolah. Menurut Piaget,

perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preoperasional, yaitu tahapan

dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Periode ini juga ditandai

dengan berkembangnya representasional atau symbolic function yaitu kemampuan

menggunakan sesuatu untuk mempresentasikan sesuatu yang lain menggunakan simbol-

simbol seperti bahasa, gambar, isyarat, benda, untuk melambangkan sesuatu atau peristiwa.

Melalui kemampuan tersebut, anak mampu berimajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal.

Ia dapat menggunakan kata-kata, benda untuk mengungkapkan lainnya atau suatu peristiwa

(Santrock, 2013a).

Perkembangan emosional anak usia pra-sekolah sudah mulai menyadari akunya, bahwa

akunya (dirinya) berbeda dengan aku (orang lain atau benda). Kesadaran tersebut diperoleh

dari pengalaman bahwa tidak semua keinginannya dapat dipenuhi orang lain. Bersamaan

dengan itu berkembang pula perasaan harga diri. Jika lingkungannya tidak mengakui harga

Page 12: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

dirinya seperti memperlakukan anak dengan keras, atau kurang menyayanginya maka dalam

diri anak akan berkembang sikap-sikap keras kepala, menentang, atau menyerah dengan

terpaksa Beberapa emosi umum yang berkembang pada masa anak yaitu, takut (perasaan

terancam), cemas (takut karena khayalan), marah (perasaan kecewa), cemburu (merasa

tersisihkan), kegembiraan (kebutuhan terpenuhi), kasih sayang (menyenangi lingkungan),

phobi (takut yang abnormal), ingin tahu (ingin mengenal) (Santrock, 2013a). Berdasarkan ciri

responden pada masa perkembangan ini, maka dipilih wawancara focus group sebagai media

menggali keterangan anak.

Tabel 1 Daftar Tema yang TeridentifikasiInformasi Negatif

Tema 1 Anak menjadi takut karena informasi negatif berisi informasi yang kurangtepat

Tema 2 Anak menjadi takut karena informasi negatif berisi informasi ancamanhukuman

Pengkondisian LangsungTema 1 Anak menjadi takut karena merasa diperlakukan tidak nyaman oleh orang tua

saat berobat gigiTema 2 Anak menjadi takut karena mendengar informasi yang menyudutkan dokter

gigi saat berobat gigiTema 3 Anak menjadi takut karena merasa orang tua membohonginya saat mengajak

ke dokter gigiVicarious Learning

Tema 1 Anak menjadi takut karena melihat perilaku orang tua saat dirawat gigiTema 2 Anak menjadi takut karena melihat perilaku orang tua saat dirawat gigiTema 3 Anak menjadi takut berdasarkan cerita orang tua mengenai apa yang orang

tua rasakan saat dirawat gigi.Pengenalan

Tema 1 Pengenalan yang “menimbulkan takut pada anak” berarti orang tuamenceritakan dokter gigi dikaitkan dengan perawatan gigi invasif sepertipencabutan atau pengeboran gigi.

Tema 2 Pengenalan yang “menimbulkan takut pada anak” berarti orang tua samasekali tidak pernah mempersiapkan anak tentang dokter gigi, sehingga sosokdokter gigi merupakan sosok asing bagi anak

Kesimpulan Rasa Takut AnakTema 1 Anak takut pada lingkungan (alat dan ruangan) dokter gigiTema 2 Anak takut karena sosok dokter gigiTema 3 Anak takut tanpa alasan yang jelasTema 4 Anak takut rasa nyeri yang akan dirasakanTema 5 Anak takut pada hal yang berhubungan dengan perawatan di dokter gigi

Menurut Rachman, akuisisi rasa takut pada anak terjadi melalui tiga jalur, yaitu

informasi negatif, pengkondisian langsung, dan vicarious learning (Rachman, 1990). Orang

tua dapat mentransmisikan rasa takut pada anak melalui perilakunya, baik yang orang tua

Page 13: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

sadari maupun tidak. Wawancara focus group dimaksudkan untuk mengeksplorasi perilaku

orang tua berdasarkan keterangan anak.

Tema pertama yang didapat dari wawancara focus group adalah informasi negatif, yaitu

tentang suatu keadaan yang dapat menjelaskan pembentukan dan memperparah situasi yang

menyebabkan takut ataupun terhadap objek/subjek yang sebelumnya belum pernah dikenal

anak. Informasi negatif dapat meningkatkan belief mengenai adanya bahaya yang diberikan

oleh stimulus tertentu. Jika interaksi selanjutnya dengan stimulus terjadi, maka hal ini dapat

menimbulkan reaksi takut. Informasi yang dapat memicu takut dapat menyebabkan perilaku

menghindar stimulus atau situasi tertentu, selanjutnya mengurangi kesempatan memperbaiki

ekpekstasi salah yang telah terbentuk (Du, Jaaniste, Champion, & Yap, 2008).

Dalam penelitian ini, informasi negatif berupa keterangan orang tua tentang dokter gigi

yang dikaitkan dengan perawatan invasif seperti pencabutan dan pengeboran. Walaupun anak

belum pernah mengalami secara langsung baik melalui pengalaman pribadi maupun melalui

observasi pengalaman orang lain, kata “pencabutan” atau “pengeboran” sudah dapat

dipahami oleh anak sebagai suatu tindakan yang dapat menimbulkan nyeri. Ekspektasi

negatif berkenaan dengan tindakan perawatan invasif ini dapat mengarah pada penghindaran

jangka pendek dari pengalaman ke dokter gigi ataupun dapat memberikan kemungkinan

keadaan yang persisten, anak menjadi takut bila diajak ke dokter gigi.

Respon informasi negatif kedua yang berpotensi menimbulkan rasa takut pada anak

berupa ungkapan orang tua yang memiliki kecenderungan sebagai verbal threat, yaitu orang

tua menjadikan alasan akan membawa anak ke dokter gigi bila anak melalukan kegiatan

harian yang tidak sesuai dengan keinginan orang tua, misalnya anak tidak menggosok gigi

atau anak terlalu banyak makan yang manis.

Bagaimana informasi negatif yang berkonotasi ancaman dapat mempengaruhi

pembentukan rasa takut pada anak dapat dijelaskan melalui mekanisme pembelajaran

asosiatif, yaitu mekanisme utama bagaimana bekerjanya informasi yang menimbulkan takut.

Pembelajaran asosiatif tidak dikonsepkan sebagai pembelajaran respon-stimulus yang

menyerupai refleks, tetapi harus dipandang sebagai proses saat seorang individu membentuk

asosiasi dalam memori (yaitu dengan belajar) bahwa stimulus tertentu dapat memprediksikan

terjadinya suatu hasil yang aversif, yaitu keadaan takut (Muris & Field, 2010).

Page 14: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

Mekanisme yang mendasari efek informasi ancaman menyerupai proses yang terjadi

dalam pengkondisian langsung. Informasi ancaman berinteraksi dengan pengalaman

pembelajaran langsung untuk menimbulkan reaksi takut. Anak tidak mengalami kejadian

sehari-hari sebagai tabula rasa; melainkan anak membawa informasi mengenai stimulus atau

situasi tertentu, yang dapat menentukan tingkat rasa takut mereka (Muris & Field, 2010).

Dalam penelitian ini informasi verbal threat tidak diketahui apakah benar dialami oleh

anak sehingga menjadi suatu pengkondisian langsung yang merupakan inti dari akuisisi rasa

takut anak, namun informasi verbal dapat merupakan jalur yang memengaruhi proses

pengkondisian ini. Anak menjadi takut pada dokter gigi walaupun belum mengenal sosok

dokter gigi secara langsung.

Tema kedua yang didapat dari hasil wawancara focus group adalah pengkondisian

langsung. Berdasarkan model pengkondisian awal dari akuisisi takut, paparan tunggal

terhadap hal yang berhubungan dengan suatu kejadian yang sangat kuat dapat menyebabkan

seseorang menjadi takut pada hal tersebut (Rachman, 1990). Pengkondisian langsung dalam

penelitian ini adalah suatu kejadian yang dialami oleh seorang anak secara langsung saat anak

berada di ruang praktek dokter gigi atau saat anak dirawat gigi.

Respon anak yang menunjukkan perilaku orang tua yang tidak berterus terang saat anak

dibawa ke dokter gigi. Orang tua mengatakan tempat lain yang disukai anak, namun

kenyataannya dibawa ke tempat praktek dokter gigi. Anak akan merasa dibohongi oleh orang

tua sehingga seringkali menampilkan perilaku yang negatif. Saat anak menampilkan perilaku

negatif, orang tua sering juga berusaha menenangkan anak dengan perkataan yang justru

menyudutkan dokter gigi, misalnya meminta anak diam atau nanti dokter gigi akan marah.

Bila anak tetap berperilaku negatif, misalnya menolak perawatan, beberapa orang tua dapat

memaksa anak. Suatu keadaan yang menimbulkan ketidaknyamanan pada anak.

Perilaku orang tua yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan saat anak berada di ruang

praktek dokter gigi (misalnya memaksa anak) merupakan suatu stimulus terkondisi yang

digabungkan dengan stimulus aversif yang tidak terkondisi (yaitu perawatan gigi)

membentuk suatu hubungan antara stimulus terkondisi dengan stimulus tidak terkondisi. Oleh

karena itu, anak menampilkan rasa takut terkondisi pada dokter gigi karena anak belajar

untuk memiliki ekspektasi terjadi perawatan gigi yang tidak disukai setelah adanya

pemaksaan orang tua ataupun ucapan orang tua yang menyudutkan dokter gigi.

Page 15: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

Jalur lain pembentukan rasa takut pada anak adalah melalui vicarious learning yang

merupakan tema ketiga. Rasa takut dipelajari melalui observasi respons takut individu lain

tanpa mengalami pengkondisian langsung (Rachman, 1990). Hasil diskusi menunjukkan

bahwa perilaku orang tua saat dirawat gigi dapat memiliki potensi menimbulkan dental fear

pada anak. Anak mempelajari rasa takut melalui apa yang didengar ataupun yang dilihat oleh

anak.

Temuan dalam literatur mengatakan bahwa bayi secara aktif mencari informasi

emosional dari ibu atau pengasuhnya dan menggunakan untuk menampilkan situasi tertentu.

Hal tersebut dikenal sebagai social referencing (Rachman, 1990). Social referencing

dipertimbangkan sebagai dasar dari vicarious learning rasa takut, oleh karena itu berpotensi

menimbulkan perkembangan fobia spesifik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak merasa takut saat mengamati orang tuanya

menampilkan emosi takut saat dirawat gigi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Askew dan Field (2007) yang dikutip oleh Du (2008), menyatakan bahwa terdapat bukti

eksperimental yang prospektif mendukung peran vicarious learning dalam pembentukan rasa

takut anak. Dalam penelitiannya ditunjukkan gambar binatang pada anak usia 7-9 tahun

dengan wajah ketakutan, bahagia, ataupun ekspresi netral. Persepsi ancaman yang dilaporkan

anak jatuh pada gambar binatang dengan wajah ketakutan (Du et al., 2008).

Selain itu, respon orang tua saat dilakukan perawatan gigi yang didengar anak dapat

berpotensi menimbulkan rasa takut. Respon berupa ungkapan rasa sakit orang tua saat

dilakukan perawatan gigi ataupun ungkapan verbal yang disebutkan oleh orang tua bahwa

perawatan gigi tersebut menyakitkan mereka. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Goodman dan McGrath pada tahun 2003, modeling yang dilakukan oleh ibu menampilkan

perilaku nyeri dalam respons stimulus terhadap tekan dingin diketahui mempengaruhi

perilaku nyeri anak (Du et al., 2008).

Pengukuran dental fear menggunakan metode parental reported secara tunggal memiliki

kekurangan dalam keakuratan penilaian. Namun aplikasi alat ukur DFS pada anak pra-

sekolah belum bisa digunakan karena anak pra sekolah masih berada dalam tahap

perkembangan yang menggunakan symbol dalam mewakili persepsi mereka. Oleh karena itu,

survey tambahan secara kualitatif digunakan untuk mendukung hasil jawaban orang tua

melalui DFS.

Page 16: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

Hasil menunjukkan bahwa mayoritas anak merasa takut pada dokter gigi karena

perawatan yang dilakukan. Bila dikaitkan dengan tema informasi negatif yang diberikan

orang tua, hasil survey pada anak ini menampilkan suatu kesesuaian. Kemudian anak merasa

takut merasa nyeri bila dirawat dokter gigi. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan jalur akuisisi

vicarious learning yang didapat anak berdasarkan observasi perilaku orang tua saat mereka

dalam perawatan gigi.

Survey pada anak pra-sekolah memiliki kekurangan karena anak pada tahap

perkembangan ini memiliki kecenderungan berfantasi dan memiliki egoisme ingin berbeda

dari yang lain (Santrock, 2013a). Ketidakakuratan data, seperti penelitian kualitatif lainnya

dapat dikurangi dengan melakukan triangulasi data. Selain itu teknik wawancara yang

dilakukan dengan mengulang-ulang pertanyaan dinilai dapat meminimalisir biasnya hasil

penelitian.

Selain data kuantitatif dan kualitatif di atas, karakteristik responden dapat memiliki

kaitan secara tidak langsung dengan hal yang diteliti. Faktor demografi (usia, ras, etnik), latar

belakang pendidikan, serta keadaan sosial ekonomi orang tua dalam HBM termasuk dalam

variabel demografi yang mempunyai andil sebagai faktor modifikasi yang menjembatani

persepsi seseorang dengan kecenderungan untuk bertindak (Rosenstock et al., 1988). Hasil

penelitian mengenai gambaran karakteristik responden orang tua berdasarkan usia

menunjukkan bahwa responden penelitian terbagi dalam dua kelompok usia dewasa, yaitu

dewasa awal dan dewasa madya dan rentang usia 23-48 tahun dan proporsi terbesar pada

kelompok dewasa awal.

Masa dewasa awal merupakan usia pemantapan kedudukan dalam pola hidup, seperti

dalam hal memainkan peran sebagai orang tua. Perkembangan emosi, sosial dan moral pada

masa dewasa awal sangat berkaitan dengan perubahan dari masa sebelumnya, yaitu masa

remaja. Sering timbul masa krisis sosial yang disebabkan adanya tekanan pekerjaan dan

keluarga. Keseluruhan perkembangan dewasa awal ini dapat berkaitan dengan bagaimana ia

mengasuh anak-anaknya (Santrock, 2013b).

Dental belief orang tua dalam kaitannya dengan pembentukan dental fear anak diukur

menggunakan Dental Belief Scale (DBS) yang diadopsi dari Health Belief Model (HBM) dan

Social Cognitive Theory. DBS dinilai melalui tujuh buah dimensi, dengan skor total per-

dimensi menunjukkan bahwa makin tinggi skor, makin positif belief seseorang di dimensi

Page 17: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons responden menunjukkan skor di

tingkat sedang untuk enam dimensi kecuali locus of control yang menunjukkan mayoritas

skor di tingkat tinggi.

Beliefs didefinisikan sebagai pengetahuan yang didasarkan dan dibangun oleh

pengalaman. Proses kognitif yang melibatkan asimilasi dan akomodasi. Beliefs dipengaruhi

oleh berbagai faktor dengan derajat intensitas dan kualitas yang bervariasi. Beliefs

diekspresikan dalam perilaku yang dapat memiliki satu atau lebih tujuan (McGillicuddy-De

Lisi & Sigel, 2006).

Dimensi-dimensi dalam DBS mewakili beberapa elemen beliefs di atas, antara lain

pengalaman yang membentuk beliefs tertuang dalam dimensi perceived susceptibility dan

perceived barrier. Latar belakang pendidikan responden yang mayoritas setingkat sarjana

cukup membuat responden dapat menuangkan pengalaman perawatan gigi yang lalu dalam

menjawab item dalam dimensi dimensi perceived susceptibility dan perceived barrier.

Pengalaman yang negatif membuat dimensi perceived susceptibility dan perceived barrier

memiliki skor yang rendah dan sebaliknya.

Beliefs juga diekspresikan dalam bentuk perilaku, namun dalam perjalanannya

dipengaruhi oleh berbagai pengaruh dalam tingkat dan intensitas yang tidak sama pada setiap

orang. Faktor modifikasi seperti usia, pendidikan, dan status sosio ekonomi yang

mempengaruhi suatu beliefs (DB) yang telah terbentuk menjadi suatu tindakan dalam hal ini

perilaku-perilaku yang justru dapat membentuk dental fear pada anak.

Dental fear anak diukur berdasarkan laporan orang tua (self report) mengenai apa yang

dipersepsikan oleh orang tua tentang rasa takut anak. Dental Fear Scale (DFS) diadaptasi

dari Children Fear Survey Schedule-Dental Subscale (CFSS-DS) yang telah melalui

transadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Secara konstruk DFS tidak tersusun dalam

beberapa aspek, namun hasil empirik menunjukkan bahwa DFS terbagi ke dalam 4 faktor

melalui analisis faktor. Keempat faktor tersebut selanjutnya disebut sebagai aspek, yaitu

antara lain aspek perawatan invasive; aspek personil kesehatan; aspek lingkungan Rumah

Sakit/Klinik; dan aspek orang asing.

Penelitian ini menunjukkan skor total DFS anak berkisar antara 15 sampai 63, dan bila

dikategorikan, maka rentang non-dental fear sampai dental fear berat. Persepsi orang tua

Page 18: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

mengenai dental fear anak mayoritas berada pada kategori dental fear ringan (n = 286;

63,5%).

Pengukuran DF melalui laporan orang tua sering kali menurunkan kategori fear anak

sesungguhnya ke tingkat yang lebih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh jawaban orang tua

yang sering kurang menyelami perasaan takut anak (Krikken, van Wijk, Cate, & Veerkamp,

2012). Upaya untuk mengatasi masalah tersebut sebaiknya dilakukan pengukuran lain yang

mendukung, misalnya secara fisiologis mengukur nadi anak, namun harus dalam setting yang

mendukung, yaitu lingkungan klinik/rumah sakit (Nakai et al., 2005). Penelitian ini

menggunakan setting sekolah sehingga pengukuran pendukung tidak bisa dilakukan, namun

untuk mengatasinya digunakan elemen penelitian kualitatif yang akan dibahas kemudian.

V Simpulan

Kesimpulan penelitian adalah persepsi dan perilaku orang tua memiliki hubungan dengan

terbentuknya dental fear pada anak pra-sekolah. Perilaku lebih berkontribusi terhadap

terbentuknya dental fear pada anak pra-sekolah. Persepsi orang tua yang diukur melalui

dental belief orang tua memiliki hubungan dengan terbentuknya dental fear pada anak pra-

sekolah dalam bentuk model yang fit. Perilaku orang tua memiliki kontribusi dalam

membentuk dental fear pada anak usia pra-sekolah melalui jalur pemberian informasi negatif,

pengkondisian langsung, serta vicarious learning. Informasi negatif berupa ungkapan orang

tua tentang dokter gigi yang dikaitkan dengan perawatan invasif serta melain informasi yang

berkonotasi ancaman. Pengkondisian langsung melalui perilaku orang tua yang menimbulkan

ketidaknyamanan pada anak saat anak dilakukan perawatan gigi. Terakhir, vicarious learning

melalui perilaku orang tua saat mereka dilakukan perawatan gigi yang diamati oleh anak

melalui penglihatan maupun pendengaran.

VI Referensi

Anagnostopoulos, F., Buchanan, H., Frousiounioti, S., Niakas, D., & Potamianos, G. (2011).Self-efficacy and oral hygiene beliefs about toothbrushing in dental patients: a model-guided study. Behavioral Medicine (Washington, D.C.), 37(4), 132–139.

Armfield, J. M., Stewart, J. F., & Spencer, A. J. (2007). The vicious cycle of dental fear:exploring the interplay between oral health, service utilization and dental fear. BMC OralHealth, 7(1), 1. doi:10.1186/1472-6831-7-1

Page 19: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and HumanDecision Processes, 50(2), 179–211.

Arnrup, K., Berggren, U., Broberg, A. G., Lundin, S.-A., & Hakeberg, M. (2002a). Attitudesto dental care among parents of uncooperative vs. cooperative child dental patients.European Journal of Oral Sciences, 110(2), 75–82.

Arnrup, K., Broberg, A. G., Berggren, U., & Bodin, L. (2002b). Lack of cooperation inpediatric dentistry--the role of child personality characteristics. Pediatric Dentistry,24(2), 119–128.

Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. Oxford, England: Prentice-Hall.Berge, ten, M., Veerkamp, J. S. J., Hoogstraten, J., & Prins, P. J. M. (2002). On the structure

of childhood dental fear, using the Dental Subscale of the Children's Fear SurveySchedule. European Journal of Paediatric Dentistry : Official Journal of EuropeanAcademy of Paediatric Dentistry, 3(2), 73–78.

Broeren, S., Lester, K. J., Muris, P., & Field, A. P. (2011). They are afraid of the animal, sotherefore I am too: Influence of peer modeling on fear beliefs and approach–avoidancebehaviors towards animals in typically developing children. Behaviour Research andTherapy, 49(1), 50–57.

Brug, J., Oenema, A., & Ferreira, I. (2005). Theory, evidence and Intervention Mapping toimprove behavior nutrition and physical activity interventions. International Journal ofBehavioral Nutrition and Physical Activity, 2(2), 206–208.

Brukiene, V., & Aleksejuniene, J. (2009). An overview of oral health promotion inadolescents. International Journal of Paediatric Dentistry / the British PaedodonticSociety [and] the International Association of Dentistry for Children, 19(3), 163–171.

Bush, P. J., & Iannotti, R. J. (1990). A Children's Health Belief Model. Medical Care, 28(1),69–86.

Carlson, N. R. (2013). Physiology of behavior (2nd ed.). Boston: Pearson.Chen, M.-S., & Land, K. C. (1986). Testing the Health Belief Model: LISREL Analysis of

Alternative Models of Causal Relationships Between Health Beliefs and PreventiveDental Behavior. Social Psychology Quarterly, 49(1), 45.

Coelho, C. M., & Wallis, G. (2010). Deconstructing acrophobia: physiological andpsychological precursors to developing a fear of heights. Depression and Anxiety, 27(9),864–870.

Craske, M. G., Hermans, D., & Vansteenwegen, D. (2006). Fear and Learning (pp. 1–313).Washington: American Psychological Association.

Creswell, J. W. (2003). Research Design (2nd ed., pp. 1–262). Sage Publication Inc.Davey, G. C. (1989). Dental phobias and anxieties: evidence for conditioning processes in the

acquisition and modulation of a learned fear. Behaviour Research and Therapy, 27(1),51–58.

Du, S., Jaaniste, T., Champion, G. D., & Yap, C. S. (2008). Theories of fear acquisition:Thedevelopment of needle phobia in children. Pediatric Pain Letter, 10(2), 13–17.

Gullone, E. (2000). The development of normal fear: a century of research. ClinicalPsychology Review, 20(4), 429–451.

Hatfield, E., Cacioppo, J. T., & Rapson, R. L. (1994). Emotional Contagion.Klingberg, G. (2008). Dental anxiety and behaviour management problems in paediatric

dentistry — a review of background factors and diagnostics. European Archives ofPaediatric Dentistry, 9(1), 11–15.

Page 20: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

Krikken, J. B., van Wijk, A. J., Cate, Ten, J. M., & Veerkamp, J. S. (2012). Measuring dentalfear using the CFSS-DS. Do children and parents agree? International Journal ofPaediatric Dentistry, 23(2), 94–100.

Lara, A., Crego, A., & Romero-Maroto, M. (2012). Emotional contagion of dental fear tochildren: the fathers' mediating role in parental transfer of fear. International Journal ofPaediatric Dentistry / the British Paedodontic Society [and] the InternationalAssociation of Dentistry for Children, 22(5), 324–330.

Locker, D. (2003). Psychosocial consequences of dental fear and anxiety. CommunityDentistry and Oral Epidemiology, 31(2), 144–151.

Lubow, R. E. (1973). Latent inhibition. Psychological Bulletin, 79(6), 398–407.McGillicuddy-De Lisi, A. V., & Sigel, I. E. (2006). Parenting beliefs are cognitions: The

dynamic belief system model. In M. H. Bornstein, Handbook of Parenting (Vol. 3, p.636). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Milsom, K. M., Tickle, M., Humphris, G. M., & Blinkhorn, A. S. (2003). The relationshipbetween anxiety and dental treatment experience in 5-year-old children. British DentalJournal, 194(9), 503–6– discussion 495.

Morse, J. M., & Niehaus, L. (2009). Mixed method design: principles and procedures. LeftCoast Press.

Muris, P., & Field, A. P. (2010). The Role of Verbal Threat Information in the Developmentof Childhood Fear. “Beware the Jabberwock!.” Clinical Child and Family PsychologyReview, 13(2), 129–150.

Nakai, Y., Hirakawa, T., Milgrom, P., Coolidge, T., Heima, M., Mori, Y., et al. (2005). TheChildren's Fear Survey Schedule-Dental Subscale in Japan. Community Dentistry andOral Epidemiology, 33(3), 196–204.

Nicolas, E., Bessadet, M., Collado, V., Carrasco, P., Rogerleroi, V., & Hennequin, M. (2010).Factors affecting dental fear in French children aged 5-12 years. International Journal ofPaediatric Dentistry / the British Paedodontic Society [and] the InternationalAssociation of Dentistry for Children, 20(5), 366–373.

O'Callaghan, P. M. (2005, April 5). The efficacy of noncontigent escape for decreasingdisruptive behavior during dental treatment. Louisiana State University.

Oakes, M., & Bor, R. (2010). The psychology of fear of flying (part I): A critical evaluationof current perspectives on the nature, prevalence and etiology of fear of flying. TravelMedicine and Infectious Disease, 8(6), 327–338.

Oosterink, F. M. D., De Jongh, A., & Hoogstraten, J. (2009). Prevalence of dental fear andphobia relative to other fear and phobia subtypes. European Journal of Oral Sciences,117(2), 135–143.

Rachman, S. J. (1990). Fear and Courage. W. H. Freeman and Company.Riekert, K. A., Ockene, J. K., D, L.P.P. (2014). The Handbook of Health Behavior Change,

4th Edition (4 ed.). New York: Springer Publishing Company.Rogers, R. (2014). Cognitive and physiological processes in fear based attitude change: a

revised theory of protection motivation. In C. J & P. R, Social psychophysiology: asourcebook (pp. 153–176). New York: The Guildford Press.

Rosenstock, I. M., Strecher, V. J., & Becker, M. H. (1988). Social Learning Theory and theHealth Belief Model. Health Education & Behavior, 15(2), 175–183.

Salem, K., Kousha, M., Anissian, A., & Shahabi, A. (2012). Dental Fear and ConcomitantFactors in 3-6 Year-old Children. Journal of Dental Research, Dental Clinics, Dental

Page 21: MODEL HUBUNGAN DENTAL BELIEF ORANG TUA …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Model-Hubungan... · kondisi yang dapat berdampak pada buruknya kesehatan gigi dan mulut serta

Prospects, 6(2), 70–74.Santrock, J. (2013a). Child Development: An Introduction 14e (14 ed.). New York: McGraw-

Hill Education.Santrock, J. W. (2013b). Life-span Development (14 ed.). New York: McGraw-Hill.Tan, B. S., Ng, K. H., & Esa, R. (2001). Health beliefs in oral cancer: Malaysian estate Indian

scenario. Patient Education and Counseling, 42(3), 205–211.Vern, N. X. (2013, May 4). Behavior Response of Children During Their First Dental Visit in

RSKGM. (A. Pertiwi & Y. Herdiyati). Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran,Bandung.

Versloot, J., Veerkamp, J. S. J., & Hoogstraten, J. (2008). Dental anxiety and psychologicalfunctioning in children: its relationship with behaviour during treatment. EuropeanArchives of Paediatric Dentistry, 9(1), 36–40. doi:10.1007/BF03262654

Vingehoets, A. J., & Nyklicek, I. (2008). Emotion Regulation (pp. 1–254). New York:Springer.

Widmer, R. P., McNeil, D. W., McNeil, C. B., & Hayes-Cameron, L. (2013). Childdevelopment, relationships and behaviour management. In A. C. Cameron & R. P.Widmer, Handbook of Pediatric Dentistry (Fourth Edition) (Fourth Edition. pp. 9–24).Mosby. doi:http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-7234-3695-9.00002-X

Yoshikawa, H., Weisner, T. S., Kalil, A., & Way, N. (2008). Mixing qualitative andquantitative research in developmental science: Uses and methodological choices.Developmental Psychology, 44(2), 344–354. doi:10.1037/0012-1649.44.2.344