Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Kode/Nama Rumpun Ilmu: 596/Ilmu Hukum
LAPORAN
PENELITIAN FUNDAMENTAL
MODEL PEMBELAJARAN MATAKULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN PANCASILA
DI BEBERAPA PERGURUAN TINGGI (UNIVERSITAS GAJAH MADA, UNIVERSITAS NEGERI MALANG, DAN UNIVERSITAS
PANCASILA)
TIM PENGUSUL
Dr. Adnan Hamid, S.H.,M.H.,M.M. (0314066301) Drs. Wilobroto Boedihargo, Psi. (0327075501)
Yamin, S.S.,S.H.,M.Hum,,M.H (0002127401)
UNIVERSITAS PANCASILA APRIL, 2013
KATA PENGANTAR
Dalam laporan penelitian tahap pertama ini dikemukan sekelumit model
pembelajaran Matakuliah Pengembangan Kepribadian di beberapa perguruan tinggi (di
Universitas Pancasila, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Negeri Malang). Pada
tahap awal penelitian ini baru memasuki pengumpulan data yang berupa hasil
penelusuran Silabus dan Garis Besar Pokok Perkuliahan dan observasi. Namun, karena
keterbatasan waktu dan tenaga, dari ketiga insitusi perguruan tinggi yang memiliki Pusat
Studi Pancasila baru diselenggarakan di Universitas Pancasila dan Universitas Gajah
Mada (yang masih baru tahap observasi).
Matakuliah yang didedah adalah Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan
Filsafat Pancasila (khusus di Universitas Pancasila), sedangkah Matakuliah Bahasa
Indonesia telah dilaksanakan sesuai dengan pengembangan wacana dalam karakteristik
program studi yang bersangkutan. Semoga pada tahap selanjutnya dapat dilakukan
potret pembelajaran Matakuliah Pengembangan Kepribadian di ketiga perguruan tinggi
yang memiliki Pusat Studi Pancasila.
Jakarta, Juli 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan diberlakukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi perlu dicermati kembali pelaksanaan Matakuliah Pengembangan
Kepribadian (dan Matakuliah Berkarya dan Bermasyarakat) yang di masa lalu disebut
Matakuliah Dasar Umum (MKDU). Dalam konteks tertentu perlu dipotret kembali
pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian yang selama ini
berjalan di sejumlah berguruan tinggi.
Pada 2006 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor 43/KEP/DIKTI/2006 tentang Pendidikan Tinggi tentang Rambu-
Rambu Matakuliah Pengembangan Kepribadian. Dalam SK DIKTI tersebut ditetapkan
bahwa yang termasuk dalam Matakuliah Pengembangan Kepribadian adalah Pendidikan
Agama (Bobot 3 SKS), Pendidikan Kewarganegaraan (hasil ‘akusisi’ materi Pendidikan
Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan dengan Bobot 3 SKS), dan Bahasa
Indonesia (Bobot 3 SKS). Dalam SK tersebut juga ditentukan substansi kajian, standar
kompetensi, serta sebaran dan pengkodeannya. Namun, realisasinya diserahkan pada
perguruan tinggi masing-masing.
Dewasa ini muncul kembali komitmen untuk membumikan Pancasila sebagai
salah satu karakter bangsa melalui para pimpinan lembaga-lembaga negara (Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Presiden, Mahkamah Agung, dan lembaga-lembaga negara lainnya). Di media massa
tampaknya yang lebih gencar mewacanakan adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat
dengan Kampanye Empat Pilar (Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika). Namun, istilah Empat Pilar
kini telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Dalam dunia akademiki istilah pilar tidak begitu dikenal, karena maknanya
‘hanya penyangga suatu bangunan’ agar tetap tegak menopang kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam suatu analogi –bersama-sama dengan
pilar lainnya. Alih-alih, wacana akademik yang berkembanga menempatkan Pancasila
dalam berbagai kategori, seperti:
(1) Dasar Filsafat Negara yang diterapkan (philosofischegrondslag) dan Pandangan
Hidup (Weltanschaung atau way of life) yang digunakan oleh Ir. Soekarno dalam
Pidato Lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1945.
(2) Staatsidee (gagasan terbentuknya negara yang dalam bahasa kontemporer
sebenarnya dapat disepadankan dengan ideologi) yang digunakan oleh Prof. Dr.
Mr. R. Soepomo pada 30 Mei 1945.
(3) Pokok Kaidah Negara yang fundamental (Staatsfundamentalnorm) yang
digunakan oleh Pro. Dr. H.C. Drs. Mr. Notonagoro pada saat Penganugrahan
Doktor Honoris Causa Ir. Soekarno. Sejak saat inilah Konsep Pancasila yang
bersusun hierarkhis piramidal yang saling mengkualifikasi dalam tata hukum
Indonesia mulai berkembang seiring dengan maraknya kajian positivisme dalam
hukum, seperti Hans Kelsen dan Hans Nawiasky. Istilah lain yang muncul
adalah Grundnorm dan Leitstar dalam literatur Ilmu Perundang-Undangan
Indonesia.
Yang patut dicermati lebih lanjut adalah pemberlakuan Pasal 35 Undang-
Undang Nomor 12 tentang Pendidikan Tinggi yang dinyatakan sebagai berikut.
Pasal 35
(1) Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.
(2) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang
mencakup pengembangan kecerdasan intelektual,akhlak mulia, dan
keterampilan.
(3) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memuat mata kuliah:
a. agama;
b. Pancasila;
c. kewarganegaraan; dan
d. bahasa Indonesia.
(4) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler.
(5) Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan untuk
program sarjana dan program diploma.
Dengan uraian singkat tersebut akan dipotret pelaksanaan Matakuliah
Pengembangan Kepribadian yang eksistensi harus terdapat dalam Kurikulum Pendidikan
Tinggi dalam penelitian ini. Dengan kata lain, dalam penelitian akan diperoleh
gambaran tentang model pembelajaran Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.
B. Permasalahan
Setelah dikemukakan sekelumit hal-hal yang melatarbelakanginya, dalam
penelitian ini diidentifikasi dua permasalahan, yaitu:
(1) Bagaimana model pembelajaran matakuliah pengembangan kepribadian
Pendidikan Pancasila di beberapa perguruan tinggi, khususnya Universitas Gajah
Mada, Universitas Negeri Malang, dan Universitas Pancasila)?
(2) Bagaimana realisasi substansi kajian, kompetensi, dan sebaran serta
pengkodeaan matakuliah pengembangan kepribadian di beberapa perguruan
tinggi, khususnya Universitas Gajah Mada, Universitas Negeri Malang, dan
Universitas Pancasila)?
C. Tujuan Penelitian
Setelah menunjukkan sekelumit latar belakang dan rumusan permasalahan,
penelitian ini bertujuan:
(1) menunjukkan model pembelajaran matakuliah pengembangan kepribadian
Pendidikan Pancasila di beberapa perguruan tinggi, khususnya Universitas Gajah
Mada, Universitas Negeri Malang, dan Universitas Pancasila).
(2) menunjukkan realisasi substansi kajian, kompetensi, dan sebaran serta
pengkodeaan matakuliah pengembangan kepribadian di beberapa perguruan
tinggi, khususnya Universitas Gajah Mada, Universitas Negeri Malang, dan
Universitas Pancasila.
D. Urgensi dan Kontribusi Penelitian
Penelitan ini cukup penting dan mendesak (atau urgen) dalam rangka
mempersiapkan efektivitas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi dengan segala taraf sinkronisasinya, baik hozintal (peraturan perundang-
undangan yang sederajat) maupun vertical (ketentuan yang lebih tinggi atau di
bawahnya). Dengan melakukan studi ini dapat ditata kembali dengan mencari model
yang implementatif sesuai dengan karakter keilmuannya masing-masing sebagai
komitmen terhadap Pancasila, baik sebagai filsafat, dasar negara, ideologi, politik,
maupun transformasinya dalam disiplin ilmu masing-masing.
Setelah dilakukan studi terhadap model pembelajaran matakuliah
pengembagan kepribadian Pendidikan Pancasila pada ketiga perguruan tinggi tersebut,
dalam penelitian ini akan dirancang suatu model pembelajaran dengan
mempertimbangkan substansi kajian, kompetensi, sebaran, dan pengkodeannya sebagai
bahan masukan bagi perguruan tinggi lain. Studi ini merupakan penjajagan awal untuk
dijadikan kebijakan perguruan tinggi dalam menjalankan ketentuan dalam Pasal 35
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Di samping itu,
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi juga dapat memasukkan pembelajaran
kelompok matakuliah pengembangan kepribadian sebagai instrumen penilaian.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif. Di samping itu, dalam
penelitian ini juga digunakan pendekatan sosiologis. Secara singkat dapat dikemukakan
beberapa tahapan dalam penelitian ini, mulai dari pengumpulan data, pengolahan data,
sampai dengan analisis data:
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
(1) studi pustaka atau dokumen;
(2) wawancara dengan sejumlah narasumber; dan
(3) observasi.
Studi dokumen dilakukan dengan melakukan inventarisasi bahan hukum primer,
yaitu:
(1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
(2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi;
(3) Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 43/KEP/DIKTI/ 2006
tentang Rambut-Rambu Matakuliah Pengembangan Kepribadian;
(4) Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 44/KEP/DIKTI/ 2006
tentang Rambut-Rambu Matakuliah Berkarya dan Bermasyarakat;
Wawancara dilakukan dengan pimpinan (Ketua atau Direktur Pusat Studi
Pancasila di ketiga perguruan tinggi), koordinator, atau pengampu kelompok matakuliah
pengembangan kepribadian di beberapa perguruan tinggi. Pada tahap perguruan tinggi
yang akan diamati adalah sebagai berikut:
(1) Universitas Gajah Mada Yogyakarta;
(2) Universitas Negeri Malang, Malang; dan
(3) Universitas Pancasila, Jakarta.
Pengolahan Data
Data kualitatif yang diperoleh berdasarkan studi pustaka atau dokumen diolah
dengan mengklasifikasikannya sesuai dengan rumusan masalah. Data tersebut
dinarasikan sehingga seluruh entitas di lapangan dapat tergambar dalam suatu
pemaparan.
Analisis Data
Data yang bersifat kualitatif akan dideskripsikan, dianalisis, dan diinterpretasikan
sesuai dengan teori atau wacana dalam dunia hukum dan kebijakan pedagogik yang
ditentukan penyelenggara negara. Teori hukum yang digunakan adalah legal positivism
dan teori-teori penegakan hukum. Di samping teori hukum, dalam penelitian ini juga
digunakan teori-teori interpretasi (hermeneutika hukum) dan analisis wacana kebijakan
pedagogik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Hukum Matakuliah Pengembangan Kepribadian
Pada bagian pendahuhuluan telah dikemukakan bahwa dalam Pasal 35 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 12 tentang Pendidikan Tinggi dinyatakan bahwa
Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat mata
kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia. Namun, istilah
Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) patut dicermati karena istilah yang
lebih tepat kembali di era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Fuad Hassan,
yaitu Matakuliah Wajib Perguruan Tinggi. Dalam penelitian ini difokuskan pada
pembelajaran Matakuliah Pancasila.
Wacana pembelajaran Matakuliah Pancasila mengalami pasang surut dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Hal tersebut dipengaruhi oleh situasi sosial dan politik di
Indonesia yang seringkali berdampak pada komitmen pembelajaran Pancasila. Wujud
kongkret komitmen pembelajaran Pancasila dapat ditemukan dalam kurikulum Sistem
Pendidikan Nasional.
Di masa lalu pembelajaran Pancasila memang tidak dinyatakan secara formal,
namun diintegrasi dalam pendidikan budi pekerti. Pada masa pemeritahan Orde Baru
komitmen pembelajaran Pancasila mendapat bentuk formal, baik di tingkat pendidikan
dasar dan menengah (melalui Mata Perlajaran Pendidikan Moral Pancasila yang
beberapa materinya kadang-kadang terpilin dengan Penddikan Sejarah Perjuangan
Bangsa dan Mata Pelajaran Sejarah; sehingga menimbulkan kesan tumpang tindih)
maupun pendidikan tinggi yang memasukkannya menjadi Mata Kuliah Wajib Umum
[bersama-sama dengan Pendidikan Agama, Kewiraan (sekarang Pendidikan
Kewarganegaraan), Bahasa Indonesia, serta Ilmu Alamiah Dasar (khusus Program Studi
dari Rumpun Sosio-Humaniora) dan Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (khusus Program
Studi dari Rumpun Ilmu Esakta). Di era reformasi arah pembelajaran Pancasila semakin
tidak jelas seiring berakhirnya pemeritahan Orde Baru. Pendidikan Pancasila
diintegrasikan ke dalam Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam tulisan ini dikemukakan dua pokok bahasan, yaitu: politik pembelajaran
pancasila dan implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi. Kedua pokok bahasan ini haya merupakan impresi dan wacana yang mungkin
dapat dicermati oleh pemangku kepentingan.
Politik hukum merupakan penetapan alokasi nilai-nilai melalui ketentuan-
ketentuan normatif yang dinyatakan dan dijalankan penyelenggara negara secara
konsisten sesuai dengan filsafat hidup. Dalam konteks pembelajaran Pancasila perlu
dibentangkan beberapa produk hukum yang menaunginya. Yamin (2011) menunjukkan
beberapa produk hukum yang menjadi rujukan pembelajaran Pancasila di berbagai
satuan tingkat pendidikan.1 Produk hukum tersebut perlu disusun kembali secara
hierarkhis dan kronologis yang berdimensi historis sebagai berikut:
(1) Pembukaan dan Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945;
(2) Ketetapan Majelis Permusawarat Rakyat Sementara Nomor I/MPRS/1960
tentang Manifesto Politik sebagai Garis-Garis Besar (daripada) Haluan Negara –
1 Yamin, “Strategi Pelembagaan Pancasila dalam Konteks Konstitusionalisme,” Makalah Kongres
Pancasila IV yang disampaikan pada 1 Juni IV yang disampaikan pada 1 Juni 2011 di Universitas Gajah
Mada.
ketetapan ini berlaku sekali jadi dan sudah terlaksana pada periode yang
bersangkutan (einmahlig sehingga tidak perlu dicabut);
(3) Kemudian dokumen hukum ini ditindaklanjuti dengan pemberlakukan Ketetapan
MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan
Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961—1969. Namun, karena era
pemerintahan Presiden Seokarno berakhir dengan diberlakukan Ketetapan MPRS
Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan
Negara dari Presiden Soekarno, MPRS pun melakukan peninjauan kembali
dengan melalui Ketetapan MPRS Nomor XXXIV/MPRS/1967 Tentang
Peninjauan Kembali Ketetapan MPRS Nomor I/MPR/1960 tentang Manifesto
Politik sebagai Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara. Yang patut
digarisbawahi bahwa soal dasar hukum pembelajaran Pancasila di masa Orde
Lama dimasukkan dalam Bab II Pasal 2 ayat (2) Bidang
Mental/Agama/Kerohanian/Penelitian Ketetapan MPRS Nomor I/MPR/1960
tentang Manifesto Politik sebagai Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara.
Dalam diktumnya dinyatakan bahwa Pancasila dan Manipol sebagai mata
pelajaran di perguruan rendah sampai dengan perguruan tinggi.
(4) Di masa Orde Baru Pancasila dilakukan melalui Ketetapan MPR yang
berkategori atau berkualifikasi sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) yang diembankan kepada Presiden/Mandataris MPR. Hal ini
berlangsung sejak 1973—1998. Wujud ‘komitmen’ Orde Baru yang akan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
dimanifestasikan dalam Ketetapan MPR RI II/MPR/1978 tentang Pedoman dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancaskarsa). Pembelajaran nilai Pancasila
diembankan kepada Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pendidikan Pedoman
Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (biasanya disingkat BP-7). Namun, pada
perkembangan selanjutnya lembaga yang diserahi menjaga ideologi negara di
setiap jenjang pendidikan dengan melakukan penataran kini ditiadakan, bahkan
di tingkat pendidikan dasar menengah digantikan dengan Masa Orientasi Siswa
(MOS) yang cenderung mengarah pada penanaman nilai-nilai ‘hegemoni dari
senior ke yunior’ dan ‘kekerasan’ dan orientasi studi pengenalan kampus (yang
dulu lazim disingkat OSPEK).
(5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(yang biasanya disingkat dengan Undang-Undang SISDIKNAS. Undang-
Undang SISDIKNAS ini kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
(6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang
memposisikan kembali Mata Kuliah Pancasila dalam kurikulum wajib.
Yang patut dicatat adalah era reformasi telah menanggalkan komitmen
pembelajaran Pancasila dalam kurikulum nasional meskipun Pasal 2 UU SISDIKNAS
menyatakan bahwa Sistem Pendidikan Nasional berasaskan Pancasila. Akibat hukum
dari penghapusan pembelajaran Pancasila dalam kurikulum nasional sungguh luar biasa.
Di tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi Pancasila
diintegrasikan ke dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Dengan kata lain, mata
pelajaran (di tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah) dan mata kuliah
Pendidikan Pancasila dimasukkan ke dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam
konteks pendidikan tinggi sempat dikeluarkan Keputusan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Nomor 43/KEP/DIKTI/2006 tetang Rambu-Rambu Penyelenggaraan
Matakuliah Pengembangan Kepribadian. Namun, dalam tataran implementasi di
kalangan pendidikan tinggi tidak jelas pelaksanaannya, karena Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi menyerahkan kewenangan penyelenggaraan Matakuliah
Pengembangan Kepribadian kepada setiap perguruan tinggi masing-masing. Beberapa
perguruan tinggi melakukan modifikasi, bahkan reduksi.
B. Implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi
Ketentuan normatif Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 12
tentang Pendidikan Tinggi (selanjutnya disingkat UUPT) yang menyatakan bahwa
kurikulum pendidkan tinggi wajib memuat Mata Kuliah Agama, Pancasila, Pendidikan
Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia. Apabila tidak menyelenggarakan ketentuan
Pasal 35 UUPT, perguruan tinggi yang bersangkutan mendapat sanksi administratif.
Sebelum dikemukakan implementasi pembelajaran Pancasila, dasar hukum di
masa lalu yang dijadikan rujukan adalah sebagai berikut:
(a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(b) Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 265/DIKTI/Kep/2000
tentang Penyempurnaan Kurikulum Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Pendidikan Pancasila pada Perguruan Tinggi
(c) Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor Nomor
43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Penyelenggaraan Matakuliah
Pengembangan Kepribadian.
Pada bagian sebelumnya telah dikemukakan bahwa dalam praktiknya diserahkan
pengkodean dan pembobotannya dengan mengacu pada Kurikulum Berbasis
Kompetensi –melalui Surat Edaran. Beberapa penyelenggara pendidikan kadang-
kadang tidak konsisten. Dengan kata lain, Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Nomor Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Penyelenggaraan
Matakuliah Pengembangan Kepribadian diabaikan begitu saja, bahkan direduksi model
pembelajarannya dengan alasan administrasi dengan digabung-gabung atau dijadikan
satu dalam Program Dasar Pendidikan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
perlu menertibkan hal ini agar arah sistem pendidikan nasional tidak melenceng dan
membuat peserta didik gamang. Dalam konteks ini, pembelajarannya sebaiknya
dikembalikan ke kurikulum MKU (Mata Kuliah Umum) atau MKDU (Mata Kuliah
Dasar Umum) karena filsafat pendidikan lebih jelas antara ilmu sosial dan esakta.
Model pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah prosedur internalisasi
yang lebih inovatif agar lebih ditekuni peserta didik. Berikut ini akan dikemukakan
untuk bahan pengayaan materi pembelajaran:
(a) Ceramah ,
(b) Diskusi,
(c) Memanfaatkan sarana audio visual, seperti Pidato Pendiri Negara yang
difragmenkan atau film dokumenter
(d) Penugasan yang bersifat andragogi, pemecahan suatu masalah kebangsaan yang
aktual (problem based leaners), serta praktik kerja lapangan (bakti sosial atau
sejenisnya).
Keberagaman materi pengayaan dan model pembelajaran serta pengawasan dan
evaluasi belum distandarisasi. Beberapa sarjana (seperti Abdulkadir Besar, Kunto
Wibisono Siswomiharjo, Kaelan, dan Yudi Latif) berkontribusi dengan berkomitmen
menyediakan literatur yang memperkaya bacaan peserta didik. Di bidang ilmu hukum
Sudjito senantiasa mencerahkan peserta didik dengan membuka wacana ilmu hukum
yang berparadigma Pancasila. Di Universitas Gajah Mada pun pernah diselenggarakan
Saraserah yang mengangkat tema “Pancasila sebagai Paradigma Ilmu”. Bahan-bahan
dalam sarasehan tersebut dipublikasikan dalam suatu prosiding seminar yang mungkin
dapat dikembangkan prinsip-prinsipnya untuk pengembangan ilmu dan implementasikan
dalam pembelajaran Pancasila sesuai dengan karakteristik rumpun ilmunya.
Yudi Latif (2014) dalam bukunya yang berjudul Mata Air Keteladanan:
Pancasila dalam Perbuatan menarasikan sejumlah implementasi nilai-nilai Pancasila
melalui keteladan para tokoh-tokoh senior. Narasi yang elok membawa pembaca
kepada suasana yang mengharukan yang melebihi bacaan-bacaan penuh nikmat dan
hikmat, seperti buku-buku chiken soup. Dengan kata lain, kekayaan data dikemas dan
dikomunikasikan dengan begitu apik. Buku ini berisi lima bagian memuat kisah
keteladanan dalam pengalaman Pancasila, yaitu:
(1) Mata Air Keteladanan dalam Pengalaman Ketuhanan dengan mengisahkan
contoh-contoh berketuhanan yang welas asih dan toleran, berani
memperjuangkan kebenaran dan keadilan, serta berbuat baik dengan amanah,
jujur, dan bersih.
(2) Mata Air Keteladanan dalam Pengalaman Kemanusiaan dengan mengilustrasikan
perjuangan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa di pentas dunia,
memperjuangkan kemerdekaan dan perdamaian dunia, memuliakan hak (asasi)
manasia, serta menegakkan keadilan sebagai perlindungan hak (asasi) manusia.
(3) Mata Air Keteladanan dalam Pengalaman Persatuan dengan menunjukkan kisah
rasa memiliki dan mencintai tanah air, menjalin persatuan dalam keberagaman,
mengembangkan gotong-royong dan kekeluargaan, serta mengutamakan
kepentingan umum dengan rela berkorban.
(4) Mata Air Keteladanan dalam Pengalaman Kerakyatan dengan menjunjung daulat
rakyat, memuliakan permusyawaratan perwakilan, memimpin dengan hikmat-
kebijaksanaan, serta menunaikan pertanggungjawaban publik.
(5) Mata Air Keteladanan dalam Pengalaman Keadilan dengan memajukan
kesejahteraan umum, menyelenggarakan jaminan-pelayanan sosial,
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta permbangunan berkelanjutan untuk
keadilan dan perdamaian.
Kelima kisah Mata Air Keteladan yang berisi Pancasila dalam perbuatan sebenar
cukup menarik apabila ditransformasi ke dalam bentuk film berdurasi pendek. Namun,
apabila mau diungkap kisah ‘yang mengharu-biru’, narasi-narasi tersebut juga dapat
dikembangkan dan digarap secara apik dalam suatu karya sinematografi yang
dipentaskan, difragmenkan, atau diangkat ke dalam layar lebar sehingga dijadikan model
atau contoh yang kadang-kadang agak sulit dicarikan rujukkannya.
BAB III
MODEL PEMBELAJARAN PANCASILA
DI TIGA PERGURUAN TINGGI
A. Gambaran Umum
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Keputusan Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 43/DIKTI/KEP/2006
dijelaskan bahwa tujuan materi Pancasila dalam rambu-rambu Pendidikan Kepribadian
mengarahkan pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu
perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, kebudayaan dan beraneka ragam
kepentingan; memantapkan kepribadian mahasiswa agar secara konsisten mampu
mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam
menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
dengan penuh tanggung jawab dan bermoral.2
Kaelan (2010) menunjukkan bahwa tujuan pendidikan diartikan sebagai
seperangakat tindakan intelektual penuh tanggung jawab yang berorientasi pada
kompetensi mahasiswa sesuai dengan bidang atau program studi masing-masing,
Kompetensi lulusan Pendidikan Pancasila adaalah seperangkat tindakan intelektual,
penuh tanggung jawab sebagai seorang warga negara dalam memecahkan berbagai
masalah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan
2 Kaelah, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2010), hlm.15.
pemikiran yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sifat intelektual tersebut tercermin
pada kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan bertindak; sedangkan sifat penuh tanggung
jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditilik dari aspek ilmu pengetahuan dan
teknologi, etika, serta kepatutan agama dan kebudayaan.3
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang
berperilaku:
(1) memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab sesua
dengan hati nuraninya;
(2) memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta
cara-cara pemecahannya;
(3) mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni; serta
(4) memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya
bangsa untuk menggalang persatuan bangsa.4
Dengan menyelenggarakan Pendidikan Pancasila, peserta didik diharapkan
mampu memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat dan bangsanya secara berkesinambuangan dan konsisten berdasarkan cita-
cita dan tujuan bangsa Indonesia.
Untuk mencapai tujuan Pendidikan Pancasila di beberapa perguruan tinggi yang
diteliti perlu ditelusuri silabus dan garis-garis besar pokok perkuliahan yang
diselenggarakan di setiap institusi yang bersangkutan, yaitu: di Universitas Pancasila
3 Ibid.
4 Ibid.
Jakata, Universitas Gajah Mada di Yogyakarta, dan Universitas Negeri Malang di
Malang.
B. Model Pembelajaran Pancasila di Universitas Pancasila
Pada prinsipnya sebelum diberlakukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi, Matakuliah Penddikan Pancasila sempat diintegrasikan ke
dalam Matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun demikian, karena
menyandang nama Pancasila di Universitas Pancasila diselenggarakan Matakuliah
Filsafat Pancasila yang dipelajari semua fakultas di lingkungan Universitas Pancasila.
Di masa lalu sebenarnya sudah ada Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Nomor 265/Kep/DIKTI/2000 tentang Penyempurnaan Garis Besar Proses Pembelajaran
(GBPP) Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Pendidikan Pancasila pada
Perguruan Tinggi (terlampir dalam Laporan Penelitian Tahap I ini).
Dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor
265/Kep/DIKTI/2000 tentang Penyempurnaan Garis Besar Proses Pembelajaran (GBPP)
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Pendidikan Pancasila pada Perguruan
Tinggi perlu dikemukakan pasal-pasal krusial yang belum terlaksana, namun dalam
realitasnya terabaikan, yaitu:
Pasal 1
Mata Kuliah Pendidikan Pancasila yang mencakup unsur Filsafat Pancasila merupakan salah satu
komponen yang tak dapat dipisahkan dari kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
(MKPK) dalam susunan Kurikulum Inti Perguruan Tinggi di Indonesia.
Pasal 2
Mata Kuliah Pendidikan Pancasila adalah mata kuliah wajib untuk diambil oleh setiap mahasiswa
pada Perguruan Tinggi untuk Program Diploma/Politeknik dan Program Sarjana.
Pasal 3
Pendidikan Pancasila dirancang dengan maksud untuk memberikan pengertian kepada
mahasiswa tentang Pancasila sebagai Filsafat/Tata Nilai Bangsa, sebagai Dasar Negara
dan Ideologi Nasional dengan segala implikasinya.
Pasal 4
Pendidikan Pancasila yang mencakup unsur Filsafat Pancasila di Perguruan Tinggi
bertujuan untuk:
1) dapat memahami dan mampu melaksanakan jiwa Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945) dalam kehidupannya sebagai warganegara Republik
Indonesia;
2) menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan penerapan
pemikiran yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945;
3) memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma Pancasila,
sehingga mampu menanggapi perubahan yang terjadi dalam rangka keterpaduan
Ipteks dan pembangunan;
4) membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah,
dan mengambil keputusan dengan menerapkan strategi heuristik terhadap nilai-nilai
Pancasila.
Pasal 5
1) Pendidikan Pancasila meliputi pokok-pokok bahasan sebagai berikut:
a) Landasan dan tujuan Pendidikan Pancasila.
b) Menginternalisasi nilai Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia.
c) Sistem Hukum Nasional dan Ketatanegaraan RI berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
d) Dinamika pelaksanaan UUD 1945.
e) Pancasila sebagai sistem Filsafat.
f) Pancasila sebagai sistem Etika.
g) Pancasila sebagai sistem Ideologi.
h) Pancasila sebagai paradigma kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
i) Aktualisasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2) Untuk memahami dan menguasai pokok-pokok bahasan tersebut, dilampirkan Garis
Besar Proses Pembelajaran (GBPP) dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
Keputusan ini.
3) Beban studi Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi ditetapkan sekurang-kurangnya
2 satuan kredit semester (sks).
Pasal 6
Metode pengajaran Pendidikan Pancasila dilakukan secara kritis, analitis melalui dialog-
kreatif dan bersifat partisipatoris untuk meyakini kebenaran dan ketetapan Pancasila
sebagai nilai dasar kebangsaan, ideologi nasional, dan dasar negara.
Pasal 7
Penilaian hasil belajar untuk mengukur tinggi pemahaman penguasaan pengetahuan
tentang Pancasila, dilakukan dengan cara yang memungkinkan terdeteksinya
perkembangan sikap dan tingkah laku mahasiswa.
Pasal 8
Penilaian kurikulum Pendidikan Pancasila dilakukan secara berkala dan peninjauannya
dilakukan minimal 5 tahun sekali.
Ketentuan Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor
265/Kep/DIKTI/2000 tentang Penyempurnaan Garis Besar Proses Pembelajaran (GBPP)
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Pendidikan Pancasila pada Perguruan
Tinggi belum terlaksana secara optimal. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
mengeluarkan Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor
43/Kep/DIKTI/2006 tentang Rambu-Rambu Penyelenggaraan Matakuliah
Pengembangan Kepribadian. Namun, dalam realitas penyelenggaraannya diserahkan
kepada pengelola perguruan tinggi masing-masing. Dengan demikian, implementasinya
berjalan sesuai komitmen institusi penyelenggara perguruan tinggi. Evaluasinya
mengikuti akreditasi penyelenggara program studi.
Adapun substansi kajian Matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan adalah
sebagai berikut:
(1) Filsafat Pancasila,
(2) Identitas Nasional,
(3) Negara dan Konstitusi,
(4) Demokrasi Indonesia,
(5) Rule of Law dan Hak Asasi Manusia,
(6) Hak dan Kewajiban Warganegara serta Negara,
(7) Geopolitik Indonesia, dan
(8) Geostrategi Indonesia.5
Dalam penelitian ini telah dikemukakan bahwa di samping Pendidikan
Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, di Universitas Pancasila juga
diselenggarakan Mata Kuliah Filsafat Pancasila. Adapun Silabus Matakuliah Filsafat
Pancasila yang diselenggarakan fakultas-fakultas di lingkungan Universitas Pancasila
adalah sebagai berikut:
I. Tujuan Instruksional
Terkuasainya secara akademik: (1) pengertian, kedudukan, dan fungsi ideologi dalam
seluruhan kehidupan bermasyarakat dan bernegara serta proyeksinya pada ideologi
Pancasila; (2) proses refleksi filsafati sila-sila dari Pancasila dalam rangka identifikasi serba
konsep dan interrelasi antarkonsep yang terkandung di dalamnya.
II. Pokok Bahasan
1. Pengertian Ideologi
a. Konsep Original Pengertian Ideologi
b. Pengertian Ideologi yang Didiskreditkan Dunia Barat dan Perkembangan Persepsi
mengenai Ideologi
c. Ideologi Politik, Filsafat Politik, dan Teori Politik yang bertujuan terpahaminya
perbedaan antara ketiga konsep tersebut dalam rangka mendapatkan pengertian
ideologi yang jernih
d. Karakteristik Ideologi
e. Fungsi Ideologi
f. Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup
2. Ideologi Pancasila
a. Pengertian dan definisi sendiri (dideduksi dari Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 dan abstraksi dari berbagai dialog antarpara pendiri negara dalam forum
BPUPKI tahun 1945)
b. Hubungan Hirarkis antara Filsafat dan Ideologi, in casu antara Filsafat Pancasila dan
Ideologi Pancasila
3. Dasar-Dasar Filsafat
5 Dalam penelitian ini dilampirkan Silabus dan GBPP Pendidikan Kewarganegaraan.
a. Pengertian Filsafat
b. Filsafat dan Ilmu
c. Filsafat dan Agama
d. Apakah filsafat itu berguna?
e. Tema Filsafat
(1) Persoalan Kosmologik (Fokus I)
(2) Persoalan Ontologik
(3) Filsafat Kejiwaan dan Pikiran (Philosophy of Soul and Mind)
(4) Teori tentang Pengetahuan
(5) Nilai-Nilai Luhur Kehidupan (The Higher Values of Life)
4. Filsafat Pancasila
a. Metoda Fenomenologik (Edmund Husserl)
Kebenaran itu apa? (Diskusi Kelompok-Forum)
b. Refleksi Filsafati: menggunakan metoda fenomenologik dalam rangka
mengidentifikasi konsep-konsep yang terkandung di dalam tiap sila dari Pancasila
dan interrelasi antarkonsep antarsila.
(1) Refleksi Sila I
Teridentifikasi konsep:
(a) Mantikan Eksistensi Alam Semesta (the logic of universal existance) yang
dapat disingkat MEAS
(b) Tiga Tesis-Ontologik yang terkandung di dalam MEAS
i. Tesis I : Teori tentang Eksistensi
ii. Tesis II : Teori tentang ‘Ada”
iii. Tesis III : Teori tentang Kebenaran
(2) Refleksi Sila II
Teridentifikasi konsep:
‘Siapa manusia itu?’:
Manusia adalah manusi individu sekaligus mahluk sosial.
Dari konsep manusia ini secara deduktif teralir beberapa konsep:
(a) interrelasi antarmanusia dan antara manusia dan lingkungannya: saling-
tergantung.
(b) Interaksi antarmanusia dan lingkungannya: saling-memberi (dalam tataran
tataran budaya, dikenal, dengan paham: kekeluargaan).
(3) Refleksi Sila III
Teridentifikasi konsep:
(a) Interrelasi antara manusia dan fenomen lain berwujud loyalitas manusia
kepada lingkungan.
(b) Loyalitas manusia kepada lingkungan dimulai dari loyalitas kepada Tuhan,
berjenjang ke atas dan berpuncak pada loyalitas kepada Tuhan.
(c) Kebangsaan Indonesia yang tersusun oleh loyalitas manusia secara
berjenjang: dari loyalitas kepada Tuhan, berjenjang loyalitas kepada
keluarga, loyalitas kepada sukubangsa, loyalitas kepada bangsa, loyalitas
kepada umat manusia, dan berpuncak pada loyalitas kepada Tuhan.
(4) Refleksi Sila IV
Teridentifikasi konsep:
(a) Masyarakat: relasi saling-tergantung antara masyarakat dan warganya
melahirkan relasi saling memelihara eksistensi pihak yang lain.
(b) Musyawarah untuk mufakat adalah bentuk saling-memberi informasi antara
warga dan masyarakat, melalui proses integrasi dua tingkat, yang oleh para
pujangga leluhur dirumuskan menjadi: kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyarakat perwakilan.
(c) Bentuk ‘saling-bemberi informasi’ antara negara dan rakyat tersebut,
sekaligus mengungkapkan bahwa ia merupakan faham demokrasi.
(5) Refleksi Sila V
Teridentifikasi konsep:
(a) Kewajiban dan Hak Manusia (KHM)
(i) Secara alami yang original adalah ‘kewajiban’, sedangkan hak
adalah derivat dari kewajiban.
(ii) Hakikat dari hak adalah relasi, bukan barang-jadi.
(iii) Baik kewajiban maupun hak tidak bersifat asasi.
(b) Keadilan yang berciri empat:
(i) Subyeknya jamak, berinteraksi serentak.
(ii) Bahan baku dari keadilan adalah hasil tunaian kewajiban dari para
subyek.
(iii) Sifat keadilan adalah fungsional.
(iv) Melalui relasi satu-banyak, keadilan sosial tiap saat terwujud.
(c) Interrelasi antarkonsep yang terkandung di dalam kelima sila terangkai oleh
tiga tesis ontologik yang terkandung dalam MEAS, membentuk sistem
Filsafat Pancasila.
5. Debat tentang Isu Matinya Ideologi
a. Karl Marx : prediksi tentang akan matinya ideologi.
b. Edward Shilss : zaman politik-ideologi telah lewat.
c. Daniel Bell : ideologi telah mati.
d. Henry Aiken : ideologi tidak mati.
e. Mustafa Rejai : emergence, decline, and resurgence of ideology.
f. Mustafa Rejai : ideologi sebagai strategi.
g. Pendapat sendiri : asal-mula dari ideologi adalah diri manusia; selama manusia
harus hidup bermasyarakat, ideologi tetap dibutuhkan.
h. Pancasila dan dunia yang terjagad (terglobal).
6. Ideologi dan Metoda Berpikir
a. Postulat: ‘tiap ideologi yang original, niscaya memiliki metoda-berpikir khas dia
(tersendiri).
b. Relasi heuristik antara: ontologi epistemologi metodologi.
(a) Ideologi Liberalisme dan Metoda Berpikir Analisis Kausal
(b) Ideologi Komunisme dan Metoda Berpikir Dialektika Materialis
(c) Ideologi Pancasila dan Metoda Berpikir Refletif-Teleologis yang juga disebut
Metoda Berpikir Integral.
7. Metoda Berpikir Integral
a. Berlangsung melalui dua tahap:
(1) tahap persepsi (cerapan), dan
(2) tahap proses
b. Persepsi
(1) Definisi: persepsi adalah gambaran kejiwaan mengenai suatu obyek yang
ditangkap melalui perinderaan.
(2) Persepsi seseorang yang dipengaruhi:
(a) perspektif yang terungkap oleh jarak atau posisi.
(b) referensi yang dimiliki oleh pencerap, sebelum mempersepsi obyek.
(c) skala amatan yang digunakan oleh pencerap
c. Pengertian Proses
(1) Definisi: ide benar adalah ide yang terbentuk oleh segenap informasi yang
dipancarkan oleh segenap relasi antarsegenap komponen yang membentuk
obyek.
(2) Rambu-pikir waktu mempersepsi obyek.
(3) Rambu-pikir untuk mendapatkan kepastian ide-benar.
d. Pengertian Proses
Yang dimaksudkan dengan proses adalah gerak refleksi pikiran secara alami dari
ide-benar ke telos.
e. Pengertian Reflektif
Yang dimaksud dengan reflektif adalah proses deduktif yang berlangsung pada saat
idea-benar kedua; ide-benar kedua melahirkan ide-benar ketiga dan seterusnya,
sampai terwujud telos.
f. Pengertian Telos
Yang dimaksud dengan telos adalah ‘kearahan’ yang hendak dicapai.
8. Postulat Temuan Baru
‘Cita-cita intrinsik yang terkandung di dalam suatu ideologi bisa diwujudkan menjadi
kenyataan, hanya apabila menggunakan metoda-berpikir dari ideologi yang
bersangkutan’
C. Pembelajaran Pancasila di Universitas Gajah Mada
Pembelajaran Pancasila di Universitas Gajah Mada mengacu pada ketentuan
yang sudah ditetapkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Di samping itu, karena di
dalam Statuta Universitas Gajah Mada dinyatakan secara tegas tentang komitmen
kepancasilaan, setiap tahun Pusat Studi Pancasila Universitas Gajah Mada mempelopori
beberapa kegiatan, seperti Sarasehan Nasional Pendidikan, Kursus Pancasila, dan
Kongres Pancasila (yang telah diselenggarakan dengan kerja sama beberapa kampus,
seperti Universitas Airlangga, Universitas Udayana, dan Universitas Pattimura).
Adapun Silabus dan Garis Besar Pokok Perkuliahan sedang dihimpun. Beberapa
literatur yang ditulis oleh akademisi di lingkungan Universitas Gajah Mada adalah
sebagai berikut:
(1) Pendidikan Pancasila yang ditulis oleh Prof. Dr. Kaelan,
(2) Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi yang ditulis oleh Prof.
Dr. Kaelan,
(3) Filsafat Pancasila yang ditulis oleh Prof. Dr. Kaelan,
(4) Filsafat dan Ideologi Pancasila yang ditulis oleh Slamet Sutrisno
(5) Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara yang ditulis oleh
Prof. Dr. Kaelan,
(6) Generasi Muda Bicara Pancasla yang ditulis Daud Aris Tanudrjo, Hendro
Muhaimin, dan Endah Agustini, serta
(7) Pancasila Dasar Negara: Kursus Pancasila Oleh Presiden Soekarano yang
dihimpun dari Kursus Dr. (H.C.) Ir. Soekarno.
(8) sejumlah literatur yang diterbitkan Pusat Studi Pancasila.
Dalam beberapa Kongres Pancasila juga ditampilkan fragmen yang dimainkan
oleh Sesi Seni Budaya Universitas Gajah Mada. Fragmen tersebut diselenggarakan
secara teaterikal. Kini beberapa fragmen tersebut sudah didokumentasikan dalam
bentuk compact disk yang dapat diperoleh di Pusat Studi Pancasila. Dalam konteks ini
perlu juga dikemukakan inovasi model pembelajaran yang memanfaatkan sarana audio
visual.
Matakuliah Pancasila yang diselenggarakan di Universitas Gajah Mada dikelola
oleh Koordinator Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di Fakultas Filsafat.
Di samping mengelola Matakuliah Pancasila, Fakultas Filsafat juga mendapat tugas
untuk mengampu matakuliah lain, seperti Pendidikan Kewarganegaraan, Agama, dan
Filsafat Ilmu. Model pembelajaran Matakuliah Pancasila diselenggarakan melalui tatap
muka, ceramah, diskusi, dan sudah mulai memanfaatkan sarana multimedia.
Dalam Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS) yang
disusun oleh Budisutrisna, dosen pengampu Matakuliah Pancasila, dinyatakan bahwa
tujuan pembelajaran Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) adalah pemahaman
dan pengimplementasian nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, setelah mengikuti
perkuliahan selama satu semester, mahasiswa dapat memahami dan mengimplementasi
nilai-nilai Pancasila. Di samping itu, dalam RPKPS tersebut juga dinyakan bahwa untuk
mencapai tujuan (outcome) pembelajaran matakuliah ini mahasiswa diharapkan
memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang:
a. Pengetahuan Ilmiah Pancasila,
b. Pancasila dalam Konteks Sejarah dan Berbagai Fungsi Pancasila,
c. Asal-Mula Pancasila,
d. Pancasila dalam Konteks Yuridis dan Kaitannya dengan Pembukaan UUD 1945,
e. Filsafat Pancasila dan Hakikat Nilai-Nilai Pancasila,
f. Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila.
D. Pembelajaran Pancasila di Pendidikan di Universitas Negeri Malang
Universitas Negeri Malang (dahulu Institut Kejuruan Ilmu Pendidikan)
mempunyai reputasi untuk menghasilkan tenaga pendidik untuk tingkat pendidikan
dasar dan menengah. Namun, sejak berubah menjadi Universitas Negeri Malang,
orientasi keilmuannya pun jenjangnya meningkat. Di Universitas Negeri Malang juga
memiliki Laboratorium Pancasila. Silabus dan Garis-Garis besar Pokok Perkuliahan
sedang dalam proses penyempurnaan. Secara intuitif, sebagai penyelenggara pendidikan
tinggi juga dilaksanakan ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi.
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Matakuliah Pancasila, Laboratorium
Pancasila Universitas Negeri Malang mempublikasikan beberapa literatur yang dapat
dikembangkan oleh peserta didik, yaitu:
a. Media Pembelajaran Berbasis Pembudayaan Nilai Pancasila yang ditulis oleh
Suparlan Al Hakim;
b. Penilaian Pembelajaran Berbasis Pembudayaan Nilai Pancasila yang ditulis
oleh Nur Wahyu Rochmadi;
c. Meneguhkan Kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ditulis
oleh H. Suparlan;
d. Nasionalisme Indonesia, Kewarganegaraan, dan Pancasila yang ditulis oleh
Hariyono;
e. Wawasan Multikultural dalam Prespektif Pembudayaan Nilai Pancasila yang
ditulis oleh Suparlan Al Hakim dan Ktut Diara Astawa;
f. Sistem Filsafat Pancasila sebagai Ideologi Nasional terjabar dalam UUD
Proklamasi 45 (Amanat Pembudayaan dan Tantangannya) yang ditulis
Mohammad Noor Syam;
g. Pasal 33 UUD 1945 dalam Prespektif Pembudayaan Nilai-Nilai Pancasila yang
ditulis Bambang Banu Siswoyo, Agung Haryono, dan Agung Winarno;
h. Penjabaran Filsafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (Sebagai Landasan
Pembinaan Sistem Hukum Nasional) yang ditulis oleh Mohammad Noor Syam.
i. Filsafat Ilmu yang ditulis oleh Mohammad Noor Syam.
E. Upaya Mencari Media Pembelajaran
Suparlah Al Hakim (2010) menunjukkan bahwa dunia belajar-mengajar, pada
dasarnya tidak bisa dilepaskan dengan konsep interaksi sosial yang di dalamnya
mengandung unsur ‘kontak’ dan komunikasi. Di samping itu, interaksi merupakan
tindakan yang berlangsung seperti halnya mengalirnya darah dalam pembuluh nadi.
Begitu wajarnya, sehingga untuk melakukannya, orang hampir tidak berpikir atau
menyadarinya. Dengan kata lain, apabila terdapat kesulitan atau kejanggalan dalam
proses itu, baru orang bertanya-tanya dan ingin tahu lebih banyak lagi tentang apa yang
sebenarnya terjadi.
Sementara itu proses pembeljaran dapat dikatakan sebagai proses interaksi
sosial yang bersifat ‘transaksional’. Dengan demikian, ada kewajiban atau komitmen
yang harus dipegan teguh oleh dosen dan mahasiswa dalam proses pembelajaran. Dosen
menyampaikan pesan pembelajaran yang secara profesional harus disampaikan;
sementara siswa menginternalisasi pesan pembelajaran itu yang secara proporsional
harus diterima.
Pengalaman menunjukkan bahwa interaksi belajar-mengajar sering terjadi
penyimpangan-penyimpangan sehingga komunikasi berlangsung tidak efektif dan
efisien dalam pencapaian pesan pembelajaran. Hal demikian itu akan berpengaruh
terhadap pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam konteks
pembelajaran Matakuliah Pancasila beberapa kendala komunikasi tersebut juga
diperparah dengan jumlah mahasiswa per kelas yang kadang-kadang lebih dari 50 orang.
Dalam upaya mengatasi kendala pembelajaran Pancasila dapat dikembangkan
penggunaan media dalam kegiatan belajar-mengajar. Pemikiran itu didasarkan pada
pertimbangan bahwa dengan menggunakan media dapat diharapkan proses pesan
pembelajaran secara awal dari seorang dosen dapat diinternalisasi sepadang dengan
kemampuan mahasiswa. Oleh karena itu, pemikiran munculnya media dalam keperluan
belajar-mengajar dalam matakuliah apa pun (temasuk Pancasila) merupakan salah satu
indikator dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran.
Konsep tentang media sering diartikan sebagai ‘perantara’ atau ‘pengantara’,
yaitu hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian informasi dari komunikator
(penyampai) kepada komikan (penerima) informasi. Gerlach dan Elly (dalam Hakim,
2010:5) membagi pengertian media dalam tiga hal, yaitu:
(1) Media pengajaran meliputi orang, bahan, atau kegiatan yang memungkinkan
mahasiswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap;
(2) Media pengajaran hanya meliputi bahan, peralatan, dan teknik;
(3) Arti media pengajaran dapat lebih dikhususkan lagi, yakni yang mencakup
bahan-bahan dan peralatan yang digunakan dalam suatu proses pembelajaran.
Di samping pengertian yang dikemukakan Gerlach dan Ellya, Al Hakim (2010)
juga menunjukkan pengertian media yang dikemukakan oleh Martin R. Wong dan John
D. Rauleson. Menurut R. Wong dan John D. Rauleson, media adalah perangkat yang
mengkomunikasikan pesan, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap
mahasiswa (the medium is the means or hardware used to present stimulus information
to the leaner; media merupakan makna-makna atau piranti yang digunakan untuk
menghadirkan informasi yang memberikan stimulus kepada pembelajar.
Menurut Asssociation for Education and Communication Technology (AECT),
media diartikan sebagai segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran
informasi. Di samping itu, National Education Association (NEA), media diartikan
sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, yaitu ddengar, dilihat, dibaca, atau
dibicarakan sebagai instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut.
Dalam komunitas dunia pendidikan, secara garis besar, fungsi media
pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai alat bantu pembelajaran
(teaching aids) dan sebagai sarana yang mampu memancarkan pesan sendiri (self
instructional). Berdasarkan dua fungsi itu, fungsi dapat kita rinci, sebagai berikut:
(1) Menanamkan konsep yang benar, kongkret, dan realistis;
(2) Menyederhanakan materi pembelajaran yang kompleks;
(3) Memperjelas penyajian pesan;
(4) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera;
(5) Menghindari verbalisme;
(6) Mengatasi sikap pasif mahasiswa;
(7) Mengatasi keterbatasan pengalaman;
(8) Memberikan pengalaman menyeluruh dari yang kongkret ke yang abstrak.
Media juga memiliki nilai-nilai praktis. Al Hakim (2010) menunjukkan nilai-
nilai praktis sebagai berikut:
(1) dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalama yang dimiliki oleh siswa;
(2) dapat mengatasi ruang kelas;
(3) memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan;
(4) menghasilkan keseragaman pengamatan;
(5) membangkitkan keinginan dan minat baru belajar;
(6) memberikan pengalaman integral dari yang kongkret ke abstrak.
Untuk memilih media yang akan digunakan perlu dipertimbangkan beberapa
kriteria. Adapun kriteria pemilihan media dibedakan dalam beberapa hal, yaitu:
(1) Dapat dilihat dari kriteria umum, pemilihan media harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
(a) Bersifat ekonomis;
(b) Bersifat praktis;
(c) Mudah diperoleh;
(d) Bersifat fleksibel;
(e) Sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
(2) Kriteria khusus, pemilihan media, antara lain adalah:
(a) Ketepatan dengan kompetensi;
(b) Cara pencapaian kompetensi;
(c) Dukungan terhadap isi materi;
(d) Kemudahan memperoleh bahan/media;
(e) Tingkat kesukaran;
(f) Biaya;
(g) Mutu teknis;
(h) Keterampilan pengajar;
(3) Syarat pemilihan media yang dikemukakan oleh Ibrahim (dalam Al Hakim,
2010:7) adalah sebagai berikut:
(a) Visible (mudah dilihat);
(b) Interesting (menarik);
(c) Simple (sederhana);
(d) Acurate (benar/dapat dipertanggungjawabkan);
(e) Legitimate (masuk akal/sah);
(f) Structur (tersusun/tersistem).
(4) Dalam kegiatan belajar-mengajar, pemilihan media hendaknya memperhatikan
beberapa kriteria sebagai berikut:
(a) Tujuan Pembelajaran;
(b) Ketepatangunaan;
(c) Keadaan Mahasiswa;
(d) Ketersediaan;
(e) Mutu Teknis;
(f) Kemampuan Guru;
(g) Pembiayaan.
Dalam pengelolaan dan penggunaan media, dosen harus memperhatikan
beberapa prinsip berikut:
(1) Media tidak diartikan untuk menggantikan tenaga dosen di muka kelas;
(2) Media yang baik hanya untuk satu tujuan dengan memperhatikan kondisi siswa;
(3) Meda merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan proses pembelajaran;
(4) Penggunaan metode harus jelas tidak hanya sebagai pengisi waktu atau hiburan
dalam kelas;
(5) Media harus dapat mengkondisikan siswa untuk belajar secara aktif.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Di bagian penutup tulisan ini dapat dikemukakan beberapa hal yang merupakan
kesimpulan:
(1) Pembelajaran Pancasila masih terkontaminasi oleh kepentingan politik sering
mengalami ‘pasang surut.’ Di masa Orde Lama dan Orde komitmen pendidikan
Pancasila sudah berlangsung secara niscaya dan memadai. Namun, di masa orde
sebelumnya Pancasila dipolitisasi oleh penguasa untuk merepresi rakyatnya,
sehingga pada masa reformasi pembelajaran Pancasila berada di titik nadir.
(2) Model pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah prosedur internalisasi
yang lebih inovatif agar lebih ditekuni peserta didik. Berikut ini akan
dikemukakan untuk bahan pengayaan materi pembelajaran:
(a) Ceramah,
(b) Diskusi,
(c) Memanfaatkan sarana audio visual, seperti Pidato Pendiri Negara yang
difragmenkan atau film documenter,
(d) Penugasan yang bersifat andragogi, pemecahan suatu masalah kebangsaan
yang aktual (problem based leaners), serta praktik kerja lapangan (bakti
sosial atau sejenisnya).
(3) Pembelajaran Pancasila kini sudah ada kembali di Undang-Undang Dasar Nomor
12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Namun, yang patut dicermati adalah
implementasinya.
B. Saran-Saran
Di bagian akhir tulisan ini juga dikemukakan saran-saran yang patut diperhatikan
lebih lanjut:
(1) Dalam rangka menjamin pembelajaran Pancasila diperlukan instrumen hukum
atau peraturan pelaksanaan yang berisi tentang substansi kajian, kompetensi
pengampu, model dan metode pembelajaran, serta pengawasan dan evaluasi.
(2) Untuk merealisasikan pembelajaran Pancasila yang berkualitas Kementerian
Pendidikan Nasional –dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi—
perlu membentuk tim khusus yang mengkaji dan melakukan pembinaan dalam
rangka meningkatkan substansi kajian, kompetensi pengampu, model dan
metode pembelajaran, serta pengawasan dan evaluasi dengan melibatkan para
tokoh senior di dunia pendidikan tinggi yang mengampu bidang ini secara
konsisten.
DAFTAR PUSTAKA
Besar, Abdulkadir. Pancasila: Refleksi Filsafati, Transformasi Ideologi, dan Niscayaan
Metode Berpikir. Jakarta: Pustaka Azhary, 2005.
Darmodihardjo, Darmo. Pancasila Suatu Orientasi Singkat. Jakarta: PN Balai Pustaka,
1979.
Kaelan. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma, 2010.
--------. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma,
2010.
--------. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma, 2010.
-------. Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Yogyakarta:
Paradigma, 2014.
Notonagoro, 1959, Pembukaan UUD 1945 (Pokok Kaidah Fundamental Negara
Indonesia), UGM, Yogyakarta.
----------. 1974, Pancasila Dasar Falsafah Negara, Pantjuran Tudjuh, Jakarta.
----------. 1980, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Pantjuran Tudjuh, Jakarta.
Latif, Yudi. Mata Air Keteladanan: Pancasila dalam Perbuatan. Jakarta: Mizan, 2014.
Sutrisno, Slamet. Filsafat dan Ideologi Pancasila. Yogyakarta: Andi Offset, 2006.
Tanudirjo, Daud Aris, Hendro Muhaimin, dan Agustiani. Generasi Muda Bicara
Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013.
Yamin, “Strategi Pelembagaan Pancasila dalam Konteks Konstitusionalisme,” Makalah
Kongres Pancasila IV yang disampaikan pada 1 Juni IV yang disampaikan pada 1
Juni 2011 di Universitas Gajah Mada.
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
NOMOR: 265/DIKTI/KEP/2000
TENTANG
PENYEMPURNAAN KURIKULUM INTI MATA KULIAH PENGEMBANGAN
KEPRIBADIAN PENDIDIKAN PANCASILA
PADA PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
2000
KATA PENGANTAR
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
dipakai sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi, Pasal 39 ayat (2)
menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib
memuat: (a) Pendidikan Pancasila; (b) Pendidikan Agama, dan (c) Pendidikan
Kewarganegaraan. Di dalam operasionalnya, ketiga mata kuliah wajib dari kurikulum
tersebut dijadikan bagian dari kurikulum yang berlaku secara nasional.
Sebelum dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999, Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 056/U/1994 yang mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 menetapkan status Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan/Pendidikan Kewiraan dalam kurikulum
pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi, dan bersifat
nasional. Khususnya dalam hal Pendidikan Pancasila, silabus dan Garis Besar Proses
Pembelajaran (GBPP) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 32/DJ/Kep/1983, yang
disempurnakan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 25/DIKTI/Kep/1985, yang disempurnakan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 356/DIKTI/Kep/1995 dan
disempurnakan kembali dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional Nomor 467/DIKTI/Kep/1999.
Perubahan-perubahan yang dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara yang berlangsung cepat serta kebutuhan untuk mengantisipasi tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat disertai pola berkehidupan
mengglobal, mengharuskan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi untuk selalu
mengevaluasi kesahihan isi silabus dan GBPP Pendidikan Pancasila beserta proses
pembelajarannya. Evaluasi isi silabus dan GBPP serta proses pembelajarannya berikut
dengan penyempurnaan untuk pemutakhiran, dilaksanakan secara bertahap dan
berkelanjutan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Silabus dan Garis Besar Proses Pembelajaran (GBPP) Pendidikan Pancasila ini
merupakan hasil evaluasi dan penyempurnaan terakhir dari silabus dan GBPP 1999.
Evaluasi dan penyempurnaan ini melibatkan sebagian besar dosen-dosen pengajar mata
kuliah Pendidikan Pancasila seluruh Indonesia. Untuk itu Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas peran serta semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan penyempurnaan GBPP ini.
Dengan diterbitkannya silabus dan GBPP Pendidikan Pancasila yang
disempurnakan ini maka telah selesai tersusun peninjauan dan penyempurnaan kembali
GBPP seluruh mata kuliah inti kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
(MKPK) yang hasilnya akan ditetapkan sebagai Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Jakarta, 7 Agustus 2000
a.n. DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
DIREKTUR PEMBINAAN SARANA AKADEMIS
SUPRODJO PUSPOSUTARDJO
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar .............................................................................................. i
Daftar Isi ....................................................................................................... ii
I. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional tentang Penyempurnaan Garis Besar Proses Pembelajaran
MKPK Pendidikan Pancasila No. 265/DIKTI/Kep/2000 ...................... 1
II. Rasional Pendidikan Pancasila ................................................... 7
A. Pendahuluan .................................................................................... 7
B. Dasar Pemikiran Pendidikan Pancasila .......................................... 9
C. Kompetensi Yang Diharapkan ........................................................ 10
III. Deskripsi Sajian (Silabus) ........................................................... 12
IV. Garis Besar Proses Pembelajaran Pendidikan Pancasila ............ 13
V. Daftar Pustaka Pendidikan Pancasila .......................................... 18
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
NO. 265/DIKTI/Kep/2000
PENYEMPURNAAN GARIS BESAR PROSES PEMBELAJARAN (GBPP)
MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN (MKPK)
PENDIDIKAN PANCASILA
PADA PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
Menimbang:a. bahwa dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 39 telah ditetapkan isi
kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan, wajib
memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan
Kewarganegaraan;
b. bahwa dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999
tentang Pendidikan Tinggi. Pasal 13 ayat (2) ditetapkan kurikulum
yang berlaku secara Nasional diatur oleh Menteri Pendidikan
Nasional;
c. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 39 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989 dan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor
60 Tahun 1999 telah dirancang Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan
Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, yang menetapkan
bahwa Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan
Kewarganegaraan termasuk dalam Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MKPK), dan wajib diberikan dalam kurikulum
setiap program studi;
d. bahwa Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila telah dicabut berdasarkan
Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998;
e. bahwa Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok
Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan
Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara;
f. bahwa Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis
Besar Haluan Negara;
g. bahwa sehubungan dengan ketentuan yang tersebut pada butir a, b,
c, d, e, dan f di atas, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
memandang perlu menyempurnakan kurikulum inti Pendidikan
Pancasila yang ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Dikti No.
467/DIKTI/Kep/1999.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia:
a. Nomor 44 Tahun 1974;
b. Nomor 85/M Tahun 1999;
c. Nomor 136 Tahun 1999.
4. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan:
a. Nomor 036/U/1993;
b. Nomor 056/U/1994;
c. Nomor 222/U/1998.
5. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 010/0/2000
6. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi:
a. Nomor 32/DJ/Kep/1983;
b. Nomor 25/DJ/Kep/1985;
c. Nomor 356/DIKTI/Kep/1995;
d. Nomor 467/DIKTI/Kep/1999.
Memperhatikan : Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1541/D/T/1998 dan Nomor
2577/D/T/1998;
M E M U T U S K A N
Menetapkan : PENYEMPURNAAN GARIS BESAR PROSES PEMBELAJARAN
(GBPP) MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN
(MKPK) PENDIDIKAN PANCASILA, PADA PERGURUAN
TINGGI DI INDONESIA.
Pasal 1
Mata Kuliah Pendidikan Pancasila yang mencakup unsur Filsafat Pancasila merupakan
salah satu komponen yang tak dapat dipisahkan dari kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam susunan Kurikulum Inti Perguruan Tinggi
di Indonesia.
Pasal 2
Mata Kuliah Pendidikan Pancasila adalah mata kuliah wajib untuk diambil oleh setiap
mahasiswa pada Perguruan Tinggi untuk Program Diploma/Politeknik dan Program
Sarjana.
Pasal 3
Pendidikan Pancasila dirancang dengan maksud untuk memberikan pengertian kepada
mahasiswa tentang Pancasila sebagai Filsafat/Tata Nilai Bangsa, sebagai Dasar Negara
dan Ideologi Nasional dengan segala implikasinya.
Pasal 4
Pendidikan Pancasila yang mencakup unsur Filsafat Pancasila di Perguruan Tinggi
bertujuan untuk:
5) dapat memahami dan mampu melaksanakan jiwa Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945) dalam kehidupannya sebagai warganegara Republik
Indonesia;
6) menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan penerapan
pemikiran yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945;
7) memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma Pancasila,
sehingga mampu menanggapi perubahan yang terjadi dalam rangka keterpaduan
Ipteks dan pembangunan;
8) membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah,
dan mengambil keputusan dengan menerapkan strategi heuristik terhadap nilai-nilai
Pancasila.
Pasal 5
4) Pendidikan Pancasila meliputi pokok-pokok bahasan sebagai berikut:
a) Landasan dan tujuan Pendidikan Pancasila.
b) Menginternalisasi nilai Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia.
c) Sistem Hukum Nasional dan Ketatanegaraan RI berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
d) Dinamika pelaksanaan UUD 1945.
e) Pancasila sebagai sistem Filsafat.
f) Pancasila sebagai sistem Etika.
g) Pancasila sebagai sistem Ideologi.
h) Pancasila sebagai paradigma kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
i) Aktualisasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
5) Untuk memahami dan menguasai pokok-pokok bahasan tersebut, dilampirkan Garis
Besar Proses Pembelajaran (GBPP) dan merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari Keputusan ini.
6) Beban studi Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi ditetapkan sekurang-
kurangnya 2 satuan kredit semester (sks).
Pasal 6
Metode pengajaran Pendidikan Pancasila dilakukan secara kritis, analitis melalui dialog-
kreatif dan bersifat partisipatoris untuk meyakini kebenaran dan ketetapan Pancasila
sebagai nilai dasar kebangsaan, ideologi nasional dan dasar negara.
Pasal 7
Penilaian hasil belajar untuk mengukur tinggi pemahaman penguasaan pengetahuan
tentang Pancasila, dilakukan dengan cara yang memungkinkan terdeteksinya
perkembangan sikap dan tingkah laku mahasiswa.
Pasal 8
Penilaian kurikulum Pendidikan Pancasila dilakukan secara berkala dan peninjauannya
dilakukan minimal 5 tahun sekali.
Pasal 9
Hal-hal yang belum diatur di dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut dalam
ketentuan tersendiri.
Pasal 10
1) Dengan berlakunya Keputusan ini, semua peraturan yang mengatur tentang
Pendidikan Pancasila pada Perguruan Tinggi dinyatakan tidak berlaku.
2) Keputusan ini mulai berlaku pada saat ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Agustus 2000
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
TTD
SATRYO SOEMANTRI BRODJONEGORO
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada:
1. Semua Menteri Koordinator,
2. Sekretaris Negara,
3. Semua Menteri,
4. Semua Menteri Negara,
5. Komisi VII DPR,
6. Sesjen Depdiknas,
7. Inspektur Jenderal Depdiknas,
8. Semua Dirjen dalam Lingkungan Depdiknas,
9. Ketua Lembaga Administrasi Negara,
10. Kepala Badan Kepegawaian Negara,
11. Semua Rektor/Ketua/Direktur Universitas/Institut/Sekolah Tinggi/Akademi/
Politeknik dalam lingkungan Depkdiknas,
12. Semua Sekretaris Ditjen, Itjen dan Balitbang dalam lingkungan Depdiknas,
13. Semua Koordinator Perguruan Tinggi Swasta.
Disalin sesuai dengan aslinya
Kepala Bagian Tatalaksana, Sekretariat
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional
Drs. Syahrir Herry Djalil
NIP. 130610199
II. RASIONAL PENDIDIKAN PANCASILA
A. Pendahuluan
Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan
pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan
generasi penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan negara, secara berguna
(berkaitan dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan
kemampuan kognitif dan psikomotorik) serta mampu mengantisipasi hari depan
mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya,
bangsa, negara dan hubungan internasionalnya. Pendidikan Tinggi tidak dapat
mengabaikan realita kehidupan yang mengglobal yang digambarkan sebagai
perubahan kehidupan yang penuh dengan paradoksal dan ketakterdugaan.
Kemampuan warganegara, suatu negara untuk hidup berguna dan bermakna serta
mampu mengantisipasi perkembangan, perubahan masa depannya, sangat
memerlukan pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks) yang
berlandaskan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar
negara tersebut akan menjadi panduan dan mewarnai keyakinan serta pegangan
hidup warganegara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang
cinta tanah air, bersendikan kebudayaan bangsa, Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional kepada para mahasiswa calon ilmuwan warganegara Republik
Indonesia yang mengkaji dan akan menguasai Iptek dan Seni, menjadi tujuan utama
Pendidikan Kewarganegaraan. Kualitas warganegara akan ditentukan terutama oleh
keyakinan dan sikap hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara disamping
derajat penguasaan IPTEKS yang dipelajarinya.
Pendidikan Iptek dan Seni di Perguruan Tinggi Indonesia dirancang dalam
kurikulum suatu bidang studi yang memuat dasar-dasar keilmuan dan keterampilan,
mata kuliah keahlian dan perilaku berkarya, sesuai dengan disiplin ilmu yang
diasuh. Isi kurikulum seperti itu perlu dibekali dengan dasar-dasar sikap, perilaku
dan kepribadian peserta didik untuk menyempurnakan pengetahuan, keterampilan
serta efek tuntutan dari iptek dan seni yang didapatnya.
General Education/Humanities sebagai pembekalan dasar-dasar sikap, perilaku, di
berbagai negara diasuhkan berwujud:
a) History, Humanity dan Phylosophy di AS.
b) Japanese History, Ethics, Phylosophy dan Science Religion di Jepang.
c) Phillipino, Family Planning, Taxation and Land Reform, The Phillipine New
Construction, and Study of Human Rights di Phillipina.
Pembekalan kepada peserta didik di Indonesia berkenaan dengan pemupukan nilai-
nilai, sikap, dan kepribadian seperti tersebut di atas, diandalkan pada Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Sosial Dasar,
Ilmu Budaya Dasar dan Ilmu Alamiah Dasar yang disebut Kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam komponen kurikulum perguruan tinggi.
Untuk menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku yang bersendikan nilai-nilai
Pancasila kepada setiap warga negara Republik Indonesia yang menguasai Iptek dan
Seni tersebut merupakan misi atau tanggung jawab Pendidikan Pancasila. Kualitas
warga negara tergantung terutama kepada keyakinan dan pegangan hidup mereka
dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di samping pada tingkat serta mutu
penguasaannya tentang Iptek dan Seni. Pancasila sebagai dasar negara dan
pegangan hidup warga bangsa akan benar-benar menjadi sikap dan perilaku warga
negara bila mereka dapat merasakan bahwa Pancasila adalah sesuatu yang paling
sesuai dengan kehidupan kesehariannya.
Dasar Pemikiran Pendidikan Pancasila
Rakyat Indonesia melalui majelis perwakilannya, menyatakan bahwa: Pendidikan
Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan
kebudayaan bangsa Indonesia diarahkan untuk “meningkatkan kecerdasan serta
harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat indonesia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas mandiri,
sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat
memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa.”
Selanjutnya dinyatakan bahwa: “Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan
kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju,
tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional,
bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan
nasional harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air,
meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran
pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi ke
masa depan.”
Kehidupan kampus pendidikan tinggi dikembangkan sebagai lingkungan ilmiah
yang dinamis, berwawasan budaya bangsa, bermoral keagamaan, dan
berkepribadian Indonesia.
UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa
kurikulum dan isi pendidikan yang memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan terus ditingkatkan dan dikembangkan di
semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Itu berarti Pendidikan Pancasila di
Perguruan Tinggi, harus terus menerus ditingkatkan ketepatan materi
instruksionalnya, dikembangkan kecocokan metodologi pengajarannya dan dibenahi
efektivitas manajemen pembelajarannya termasuk kualitas dan prospek karier
pengampunya.
Kompetensi yang Diharapkan
Dalam Penjelasan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dikatakan bahwa “Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang
diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang
memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat
yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang
adil dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat
yang beraneka ragam agama, kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan perilaku
yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat,
ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang
mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”
Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab,
yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi lulusan
Pendidikan Pancasila adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab
seorang warganegara dalam memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang berlandaskan falsafah
bangsa. Sikap cerdas yang dimaksudkan tampak pada kemahiran, ketepatan dan
keberhasilan bertindak, sedangkan sifat penuh tanggung jawab diperlihatkan sebagai
kebenaran tindakan ditilik dari iptek, etika ataupun kepatutan ajaran agama dan
budaya.
Pendidikan Pancasila yang berhasil, akan membuahkan sikap mental bersifat cerdas,
penuh tanggung jawab dari peserta didik dengan perilaku yang:
a. Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Berperikemanusiaan yang adil dan beradab.
c. Mendukung persatuan bangsa.
d. Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan perorangan.
e. Mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial.
Melalui Pendidikan Pancasila, warganegara Republik Indonesia diharapkan mampu:
“Memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan
tujuan nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945. Pada saatnya
dapat menghayati filsafat dan ideologi Pancasila, sehingga menjiwai tingkah
lakunya selaku warga negara Republik Indonesia dalam melaksanakan profesinya.”
Diharapkan melalui Pendidikan Pancasila peserta didik akan menjadi manusia
Indonesia terlebih dahulu, sebelum menguasai, memiliki iptek dan seni yang
dipelajarinya. Didambakan bahwa warga negara Indonesia unggul dalam
penguasaan iptek dan seni, namun tidak kehilangan jatidirinya dan apalagi tercabut
dari akar budaya bangsa dan keimanannya.
III. DESKRIPSI SAJIAN (SILABUS)
MKPK : Pendidikan Pancasila sekurang-kurangnya (2 sks)
Pemahaman Pancasila sebagai Nilai Dasar dan Dasar Negara, Sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia dengan sajian historis, yuridis, dan
filosofis serta memahami Pancasila sebagai paradigma dan aktualisasi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
GARIS BESAR PROSES PEMBELAJARAN MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA BOBOT SKS: 2 SKS
TUJUAN PENGALAMAN BELAJAR POKOK BAHASAN JAM PERTEMUAN
KREDIT T P L JML
1. Memahami landasan dan tujuan
Pendidikan Pancasila 2. Memahami dan
menginternalisasi nilai Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia.
1.1. Mempelajari landasan dan
tujuan Pendidikan Pancasila. 2.1. Mempelajari pertumbuhan
faham kebangsaan Indonesia.
1.1.1. Landasan Pendidikan Pancasila
1.1.1.1. Landasan Historis 1.1.1.2. Landasan Kultural 1.1.1.3. Landasan Yuridis 1.1.1.4. Landasan Filosofis
1.1.2. Tujuan Pendidikan Pancasila 1.1.2.1. Tujuan Nasional 1.1.2.2. Tujuan Pendidikan Nasional 1.1.2.3. Tujuan Pendidikan Pancasila
Masa Kejayaan Nasional Masa Kerajaan Sriwijaya Masa Kerajaan Majapahit
Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Sistem Penjajahan Perjuangan Sebelum Abad XX
Kebangkitan Nasional 1908 Sumpah Pemuda 1928 Perjuangan Bangsa Indonesia pada masa
Penjajahan Jepang
4
8
- -
- -
4
8
Sekurang-kurangnya 9 sks
Tujuan Mata Kuliah: Pemahaman Pancasila sebagai Nilai Dasar dan Dasar Negara, Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia dengan Kajian Historis, Yuridis
dan Filosofis serta memahami Pancasila sebagai Paradigma dan
Aktualisasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
TUJUAN PENGALAMAN BELAJAR POKOK BAHASAN JAM PERTEMUAN
KREDIT T P L JML
3. Memahami sistem
ketatanegaraan RI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
3.1. Mempelajari pengertian,
kedudukan, sifat dan fungsi UUD 1945
3.2. Menganalisis kedudukan
Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah
2.1.3. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945 2.1.3.1. Proses Perumusan Pancasila
dan UUD 1945 2.1.3.2. Proklamasi Kemerdekaan dan
Maknanya 2.1.3.3. Proses Pengesahan Pancasila,
Dasar Negara dan UUD 1945
2.1.4. Perjuangan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan Indonesia 2.1.4.1. Masa Revolusi Fisik 2.1.4.2. Masa Demokrasi Liberal 2.1.4.3. Masa Orde Lama 2.1.4.4. Masa Orde Baru 2.1.4.5. Masa Era Global
3.1.1. Pengertian, Kedudukan, Sifat dan Fungsi UUD 1945 3.1.1.1. Pengertian Hukum Dasar 3.1.1.2. Pengertian UUD 1945 3.1.1.3. Kedudukan UD 1945 3.1.1.4. Sifat UUD 1945 3.1.1.5. Fungsi UUD 1945
3.2.1. Pembukaan UUD 1945
3.2.1.1. Makna dan Pembukaan UUD 1945
6
-
-
6
fundamental negara RI 3.2.1.2. Makna Aliena-aliena Dalam Pembukaan UUD 1945
TUJUAN PENGALAMAN BELAJAR POKOK BAHASAN JAM PERTEMUAN
KREDIT T P L JML
4. Memahami dinamika
pelaksanaan UUD 1945
3.3. Mempelajari Sistem
Pemerintahan Negara RI 4.1. Mempelajari Pelaksanaan UUD
1945
3.3.1.1. Pokok-pokok Pikiran
Pembukaan UUD 1945 3.3.1.2. Hubungan Pokok-pokok Pikiran
dalam Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945
3.3.1. Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945
3.3.1.1. Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara RI
3.3.1.2. Kelembagaan Negara 3.3.1.3. Hubungan Negara dan Warga
Negara dan HAM Menurut UUD 1945
3.3.1.4. Lambang-lambang Persatuan Indonesia
3.3.1.5. Perubahan UUD 1945 3.3.1.6. Kedudukan Aturan Peralihan
dan Aturan Tambahan
4.1.1. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 4.1.1.1. Masa Awal Kemerdekaan 4.1.1.2. Masa Orde Lama 4.1.1.3. Masa Orde Baru 4.1.1.4. Masa Era Global
2
-
-
2
5. Memahami Pancasila sebagai
sistem filsafat
5.1. Mempelajari Pancasila
Sebagai Sistem Filsafat
5.1.1. Cara Berfikir Filsafati 5.1.2. Pengertian Pancasila Secara Filsafati
(Meliputi Aspek Ontologis, Epistenologis dan Axiologis).
3
-
-
3
TUJUAN PENGALAMAN BELAJAR POKOK BAHASAN JAM PERTEMUAN
KREDIT T P L JML
6. Memahami Pancasila Sebagai
Sistem Etika 7. Memahami Pancasila sebagai
Ideologi
6.1 Mempelajari Pancasila sebagai
sistem etika 7.1. Mempelajari Pancasila
Sebagai Ideologi
5.1.3. Nilai-nilai Pancasila menjadi dasar dan
arah, keseimbangan antara hak dan kewajiban azasi manusia
6.1.1. Pengertian nilai, moral dan norma 6.1.2. Nilai dasar, nilai instrumental dan nilai
praksis 6.1.3. Pancasila sebagai nilai dasar
fundamental bagi bangsa dan negara RI 6.1.4. Makna nilai-nilai setiap sila Pancasila
Pengertian ideologi Makna ideologi bagi negara Perbandingan ideologi Pancasila dengan
ideologi lain Liberalisme Sosialisme
3
2
- -
- -
3
2
Pancasila sebagai ideologi terbuka
TUJUAN PENGALAMAN BELAJAR POKOK BAHASAN JAM PERTEMUAN
KREDIT T P L JML
8. Memahami Pancasila sebagai
paradigma kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara
9. Memahami aktualisasi Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
8.1. Mempelajari Pancasila sebagai
paradigma dalam Pembangunan Nasional
9.1. Mempelajari aktualisasi
Pancasila dalam kehidupan kampus
8.1.1. Pengertian paradigma 8.1.2. Pancasila sebagai paradigma
pengembangan ipteks Tridarma Perguruan Tinggi Budaya Akademik Kampus sebagai moral force
pengembangan hukum dan HAM
4
4
- -
- -
4
4
36 - - 36 2,25 sks
Keterangan:
T = Teori/Tatap Muka P = Praktik/Laboratorium L = Lapangan/Pengalaman GARIS BESAR PROSES PEMBELAJARAN MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA BOBOT SKS: 2 SKS
TUJUAN PENGALAMAN BELAJAR POKOK BAHASAN JAM PERTEMUAN
KREDIT T P L JML
10. Memahami landasan dan tujuan
Pendidikan Pancasila 11. Memahami dan
menginternalisasi nilai Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia.
1.1. Mempelajari landasan dan
tujuan Pendidikan Pancasila. 2.1. Mempelajari pertumbuhan
faham kebangsaan Indonesia.
1.1.3. Landasan Pendidikan Pancasila
1.1.3.1. Landasan Historis 1.1.3.2. Landasan Kultural 1.1.3.3. Landasan Yuridis 1.1.3.4. Landasan Filosofis
1.1.4. Tujuan Pendidikan Pancasila 1.1.4.1. Tujuan Nasional 1.1.4.2. Tujuan Pendidikan Nasional 1.1.4.3. Tujuan Pendidikan Pancasila
Masa Kejayaan Nasional Masa Kerajaan Sriwijaya Masa Kerajaan Majapahit
Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Sistem Penjajahan Perjuangan Sebelum Abad XX
Kebangkitan Nasional 1908 Sumpah Pemuda 1928 Perjuangan Bangsa Indonesia pada masa
Penjajahan Jepang
4
8
- -
- -
4
8
Sekurang-kurangnya 9 sks
Tujuan Mata Kuliah: Pemahaman Pancasila sebagai Nilai Dasar dan Dasar Negara, Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia dengan Kajian Historis, Yuridis
dan Filosofis serta memahami Pancasila sebagai Paradigma dan
Aktualisasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
TUJUAN PENGALAMAN BELAJAR POKOK BAHASAN JAM PERTEMUAN
KREDIT T P L JML
12. Memahami sistem
ketatanegaraan RI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
3.1. Mempelajari pengertian,
kedudukan, sifat dan fungsi UUD 1945
2.1.5. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945 2.1.5.1. Proses Perumusan Pancasila
dan UUD 1945 2.1.5.2. Proklamasi Kemerdekaan dan
Maknanya 2.1.5.3. Proses Pengesahan Pancasila,
Dasar Negara dan UUD 1945
2.1.6. Perjuangan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan Indonesia 2.1.6.1. Masa Revolusi Fisik 2.1.6.2. Masa Demokrasi Liberal 2.1.6.3. Masa Orde Lama 2.1.6.4. Masa Orde Baru 2.1.6.5. Masa Era Global
3.1.2. Pengertian, Kedudukan, Sifat dan Fungsi UUD 1945 3.1.2.1. Pengertian Hukum Dasar 3.1.2.2. Pengertian UUD 1945 3.1.2.3. Kedudukan UD 1945 3.1.2.4. Sifat UUD 1945 3.1.2.5. Fungsi UUD 1945
6
-
-
6
3.2. Menganalisis kedudukan Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah fundamental negara RI
3.3.2. Pembukaan UUD 1945 3.3.2.1. Makna dan Pembukaan UUD
1945 3.3.2.2. Makna Aliena-aliena Dalam
Pembukaan UUD 1945
TUJUAN PENGALAMAN BELAJAR POKOK BAHASAN JAM PERTEMUAN
KREDIT T P L JML
13. Memahami dinamika
pelaksanaan UUD 1945
3.4. Mempelajari Sistem
Pemerintahan Negara RI 4.2. Mempelajari Pelaksanaan UUD
1945
3.4.1.1. Pokok-pokok Pikiran
Pembukaan UUD 1945 3.4.1.2. Hubungan Pokok-pokok Pikiran
dalam Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945
3.3.2. Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945
3.3.2.1. Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara RI
3.3.2.2. Kelembagaan Negara 3.3.2.3. Hubungan Negara dan Warga
Negara dan HAM Menurut UUD 1945
3.3.2.4. Lambang-lambang Persatuan Indonesia
3.3.2.5. Perubahan UUD 1945 3.3.2.6. Kedudukan Aturan Peralihan
dan Aturan Tambahan
4.1.2. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 4.1.2.1. Masa Awal Kemerdekaan 4.1.2.2. Masa Orde Lama
2
-
-
2
14. Memahami Pancasila sebagai
sistem filsafat
5.1. Mempelajari Pancasila
Sebagai Sistem Filsafat
4.1.2.3. Masa Orde Baru 4.1.2.4. Masa Era Global
5.1.4. Cara Berfikir Filsafati 5.1.5. Pengertian Pancasila Secara Filsafati
(Meliputi Aspek Ontologis, Epistenologis dan Axiologis).
3
-
-
3
TUJUAN PENGALAMAN BELAJAR POKOK BAHASAN JAM PERTEMUAN
KREDIT T P L JML
15. Memahami Pancasila Sebagai
Sistem Etika 16. Memahami Pancasila sebagai
Ideologi
6.2 Mempelajari Pancasila sebagai
sistem etika 7.1. Mempelajari Pancasila
Sebagai Ideologi
5.1.6. Nilai-nilai Pancasila menjadi dasar dan
arah, keseimbangan antara hak dan kewajiban azasi manusia
6.1.5. Pengertian nilai, moral dan norma 6.1.6. Nilai dasar, nilai instrumental dan nilai
praksis 6.1.7. Pancasila sebagai nilai dasar
fundamental bagi bangsa dan negara RI 6.1.8. Makna nilai-nilai setiap sila Pancasila
Pengertian ideologi Makna ideologi bagi negara Perbandingan ideologi Pancasila dengan
3
2
- -
- -
3
2
ideologi lain Liberalisme Sosialisme
Pancasila sebagai ideologi terbuka
TUJUAN PENGALAMAN BELAJAR POKOK BAHASAN JAM PERTEMUAN
KREDIT T P L JML
17. Memahami Pancasila sebagai
paradigma kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara
18. Memahami aktualisasi Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
8.2. Mempelajari Pancasila sebagai
paradigma dalam Pembangunan Nasional
9.1. Mempelajari aktualisasi
Pancasila dalam kehidupan kampus
8.2.1. Pengertian paradigma 8.2.2. Pancasila sebagai paradigma
pengembangan ipteks Tridarma Perguruan Tinggi Budaya Akademik Kampus sebagai moral force
pengembangan hukum dan HAM
4
4
- -
- -
4
4
36 - - 36 2,25 sks
Keterangan: T = Teori/Tatap Muka P = Praktik/Laboratorium L = Lapangan/Pengalaman
IV. DAFTAR PUSTAKA PENDIDIKAN PANCASILA
A. BUKU PEGANGAN
1. Notonagoro, 1959, Pembukaan UUD 1945 (Pokok Kaidah Fundamental Negara
Indonesia), UGM, Yogyakarta.
2. _________, 1974, Pancasila Dasar Falsafah Negara, Pantjuran Tudjuh,
Jakarta.
3. _________, 1980, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Pantjuran
Tudjuh, Jakarta.
B. BUKU YANG DIANJURKAN
1. Dardji Darmodihardjo, 1979, Pancasila Suatu Orientasi Singkat, PN Balai
Pustaka, Jakarta.
2. Pusat Studi Pancasila UGM, 1999, Reformasi dalam Perspektif Filsafat Hukum,
Politik, Keamanan, Globalisasi dan Pembangunan Ekonomi, Jurnalistik
Filsafat Pancasila No. 3, Yogyakarta.
3. Sartono Kartodirdjo, 1992, Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif
Sejarah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
4. Soediman Kartohadiprodjo, 1970, Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila,
Penerbit Alumni, Bandung.
5. Soeroso Prawirohardjo, dkk (ed.), 1987, Pancasila Sebagai Orientasi Ilmu, PT
BP Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta.
GARIS BESAR PROGRAM PERKULIAHAN
Matakuliah : Pendidikan Kewarganegaraan SKS : 2 SKS Tujuan Instruksional Umum (TIU) : Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila mampu memantapkan
kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan, cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu dan teknologi dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
Deskripsi Matakuliah : Berdasarkan Keputusan DIRJEN DIKTI No.43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi meliputi pengertian dan tujuan pendidikan kewarganegaraan, landasan ilmiah dan landasan hukum, Filsafat Pancasila, identitas nasional, demokrasi Indonesia, negara dan konstitusi, rule of law dan hak asasi manusia, geopolitik Indonesia, serta geostrategic Indonesia.
No. POKOK BAHASAN SUBPOKOK BAHASAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS STRATEGI PEMBELAJARAN REFERENSI
METODE MEDIA WAKTU
1. Pengantar Penjelasan GBPP/Silabus terpahaminya pengertian dan tujuan serta landasan ilmiah dan hukum pendidikan kewarganegaraan
ceramah, diskusi
LCD 2 X 50 menit 1
2. Filsafat Pancasila Pengertian filsafat, Pancasila sebagai sistem, dan Kesatuan antar-konsep antarsila
terpahaminya pengertian filsafat, Pancasila sebagai system, dan kesatuan antarkonsep antarsila
ceramah, diskusi
LCD, Multimedia, Film Dokumenter
2 X 50 menit 1,2
3. Identitas Nasional Pengertian Identitas Nasional, Faktor Pendukung, dan Pancasila sebagai Identitas Nasional
terpahaminya konsep identitas nasional, faktor pendukung, dan Pancasial sebagai identitas nasional
ceramah, diskusi
LCD, Multimedia, Film
2 X 50 menit 1
4. Negara Pengertian Negara, Syarat Berdirinya Negara, dan Jenis-Jenis Negara
terpahaminya konsep negara, syarat-syarat berdirinya negara, dan jenis-jens negara
ceramah, diskusi
LCD 2 X 50 menit 1,2,3
5. Konstitusi Pengertian Konstitusi dan Konstitusi di Indonesia
terpahaminya pengertian konstitusi dan konstitusi Indonesia
ceramah, diskusi
LCD 2 X 50 menit 1,2,3
6. Rule of Law Konsep Negara Hukum terpahaminya pengertian konsep ceramah, LCD 2 X 50 menit 1,2,3
dan Nilai dasar dalam Hukum: Keadilan, Kepastian, dan Kemanfaatan
negara hukum dan nilai dasar dalam hukum (keadilan, kepastian, dan kemanfaatan)
diskusi
7. REKAPITULASI
8. REKAPITULASI UJIAN TENGAH SEMESTER
9. Hak Asasi Manusia Pengertian HAM, Konsep Manusia Menurut John Locke, Paham Komunis, dan Paham Indonesia
terpahami HAM, konsep komunis, dan paham Indonesia
ceramah, diskusi
LCD 2 X 50 menit 1
10. Geopolitik Pengertian Wawasan Nusantara, Faktor-Faktor Wawasan Nusantara, Unsur-Unsur Dasar, dan Implementasi Wawasan Nusantara
terpahaminya konsep, faktor-faktor, unsur-unsur, wawasan nusantara
ceramah, diskusi
LCD 2 X 50 menit 1
11. Geostrategi Geostrategi Indonesia terpahaminya geostrategi Indonesia 2 X 50 menit
12. Ketahanan Nasional
Ketahanan Nasional terpahaminya ketahanan nasional dan kondisi.
ceramah, diskusi
LCD 2 X 50 menit 1
13. Pancasila di Peta Ideologi Nasional
Pancasila di tengah konfigurasi ideologi nasio-nal
terpahaminya Pancasila di tengah konfigurasi ideologi nasional
ceramah, diskusi
LCD 2 X 50 menit 1
14. HTAG Hambatan, Tantangan, Ancaman, dan Gangguan
terpahaminya hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan
ceramah, diskusi
LCD 2 X 50 menit 1
15. REKAPITULASI SEMESTER
16. UJIAN AKHIR SEMESTER
Evaluasi Untuk lulus Matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan, peserta didik harus memenuhi komponen sebagai berikut:
(1) Kehadiran 10 %, (2) Tugas Terstruktur 20 %, (3) Ujian Tengah Semester 30%, dan (4) UJian Akhir Semester
Buku Wajib Besar, Abdulkadir. Perubahan Undang-Undang Dasar UUD 1945 Tanpa Paradigama: Amandemen Bukan, Konstitusi Baru Setengah Hati. Jakarta: Pusat
Studi Pancasila, 2002.
-----------. Pancasila: Refleksi Filsafati, Transformasi Ideologik, Niscayaan Metoda Berpikir. Jakarta: Pustaka Azhary, 2005. Kaelan dan Achmad Zubaidi. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi Berdasarkan SK DIRJEN DIKTI Nomor 43/DIKTI/KEP/2006. Yogyakarta:
Paradigma, 2010.