Upload
buiminh
View
230
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN AKHIR
MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRIBERBASIS INTEGRASI PADI-SAPI SPESIFIK
LOKASI DI PROVINSI BENGKULU
WAHYU WIBAWA
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU2015
LAPORAN AKHIR
MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRIBERBASIS INTEGRASI PADI-SAPI SPESIFIK
LOKASI DI PROVINSI BENGKULU
WAHYU WIBAWA
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU2015
LAPORAN AKHIR
MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRIBERBASIS INTEGRASI PADI-SAPI SPESIFIK
LOKASI DI PROVINSI BENGKULU
WAHYU WIBAWA
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU2015
LAPORAN AKHIR
MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRIBERBASIS INTEGRASI PADI-SAPI SPESIFIK
LOKASI DI PROVINSI BENGKULU
Wahyu WibawaAhmad DamiriYong FarmantaHarwi KusnadiWilda Mikasari
Irma Calista SiagianTaupik RahmanUjang HamidiAhyadi Ja`far
Hendri Suyanto
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU
2015
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
Laporan Akhir Tahun Kegiatan Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis
Integrasi Padi – Sapi Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu dapat disusun. Laporan
ini dibuat sebagai salah satu pertanggung jawaban terhadap hasil pelaksanaan
kegiatan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2015.
Kegiatan ini bertujuan untuk: (1). Menyusun database (monograf) wilayah
pengkajian, inventarisasi kebutuhan inovasi (teknologi dan kelembagaan) dan
menyusun desain serta road map model sistem pertanian bioindustri spesifik
lokasi. (2).Membangun/menumbuhkan dan mengimplementasikan desain/model
sistem pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi potong spesifik lokasi.
(3). Meningkatkan kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman)
SDM kelompok tani pelaksana dan petugas serta stakeholders yang dikaitkan
dengan penguasaan teknologi dan implementasi inovasi teknologi untuk
menggerakkan sistem dan mekanisme pertanian bioindustri spesifik lokasi. (4).
Meningkatkan peran kelembagaan dan potensi sosial ekonomi sebagai bagian
dari komponen model pertanian bioindustri. (5). Meningkatkan efisiensi usahatani
dalam sistem pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi potong.
Kami menyadari bahwa dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ini
tentu ada kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran untuk perbaikan
sangat diharapkan. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan membantu
pelaksanaan kegiatan ini kami sampaikan terima kasih.
Bengkulu, Desember 2015Penanggungjawab Kegiatan
Dr. Wahyu Wibawa, MPNIP. 196904271998031001
iii
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RPTP : Model Sistem Pertanian BioindustriBerbasis Integrasi Padi – Sapi SpesifikLokasi di Provinsi Bengkulu.
Judul ROPP : Model Sistem Pertanian BioindustriBerbasis Integrasi Padi – Sapi SpesifikLokasi di Provinsi Bengkulu.
2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu
3. Alamat Unit Kerja : JL. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119
4. Sumber Dana : DIPA BPTP BENGKULU TA. 2015
5. Status Kegiatan (L/B) : (Baru)
6. Penanggung Jawab
a. Nama : Dr. Wahyu Wibawa, MP.
b. Pangkat/Golongan : Penata Tingkat I/IIId
c. Jabatan Fungsional : Peneliti Muda
7. Lokasi : Kabupaten Seluma
8. Agroekosistem : Lahan sawah
9. Tahun Mulai : 2015
10. Tahun Selesai : 2017
11. Output Tahunan (2015) : 1. Informasi database (monograf)wilayah pengkajian, inventarisasikebutuhan inovasi (teknologi dankelembagaan) dan desain sertaroad map model sistem pertanianbioindustri spesifik lokasi.
2. Terwujud/tumbuhnya model sistempertanian bioindustri berbasisintegrasi padi-sapi potong spesifiklokasi.
3. Peningkatan kompetensi(pengetahuan, keterampilan, danpemahaman) SDM kelompok tanipelaksana dan petugas sertastakeholders yang dikaitkan denganpenguasaan teknologi danimplementasi inovasi teknologiuntuk menggerakkan sistem danmekanisme pertanian bioindustrispesifik lokasi.
4. Peningkatan peran kelembagaandan potensi sosial ekonomi sebagai
iv
bagian dari komponen modelpertanian bioindustri.
5. Peningkatan efisiensi usahatanidalam sistem pertanian bioindustriberbasis integrasi padi-sapi potong.
12. Output Akhir (2017) : 1. Rekomendasi Model Sistem PertaniaBioindustri Berbasis Integrasi Padi–Sapi Spesifik Lokasi di ProvinsiBengkulu.
2. Pengembangan dan replikasi modelsistem pertanian bioindustriberbasis Integrasi Padi – SapiSpesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu
13. Biaya : Rp. 455.130.000-, (Empat Ratus LimaPuluh Lima Juta Seratus Tiga Puluh RibuRupiah )
Koordinator Program,
Dr. Wahyu Wibawa, MPNIP.196904271998031001
Penanggung Jawab RPTP,
Dr. Wahyu Wibawa, MPNIP.196904271998031001
Mengetahui,Kepala BBP2TP
Dr. Ir. Abdul Basit,MSNIP. 19610929 198603 1 003
Kepala BPTP Bengkulu,
Dr. Ir. Dedi Sugandi, MPNIP. 195902061986031002
iv
bagian dari komponen modelpertanian bioindustri.
5. Peningkatan efisiensi usahatanidalam sistem pertanian bioindustriberbasis integrasi padi-sapi potong.
12. Output Akhir (2017) : 1. Rekomendasi Model Sistem PertaniaBioindustri Berbasis Integrasi Padi–Sapi Spesifik Lokasi di ProvinsiBengkulu.
2. Pengembangan dan replikasi modelsistem pertanian bioindustriberbasis Integrasi Padi – SapiSpesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu
13. Biaya : Rp. 455.130.000-, (Empat Ratus LimaPuluh Lima Juta Seratus Tiga Puluh RibuRupiah )
Koordinator Program,
Dr. Wahyu Wibawa, MPNIP.196904271998031001
Penanggung Jawab RPTP,
Dr. Wahyu Wibawa, MPNIP.196904271998031001
Mengetahui,Kepala BBP2TP
Dr. Ir. Abdul Basit,MSNIP. 19610929 198603 1 003
Kepala BPTP Bengkulu,
Dr. Ir. Dedi Sugandi, MPNIP. 195902061986031002
iv
bagian dari komponen modelpertanian bioindustri.
5. Peningkatan efisiensi usahatanidalam sistem pertanian bioindustriberbasis integrasi padi-sapi potong.
12. Output Akhir (2017) : 1. Rekomendasi Model Sistem PertaniaBioindustri Berbasis Integrasi Padi–Sapi Spesifik Lokasi di ProvinsiBengkulu.
2. Pengembangan dan replikasi modelsistem pertanian bioindustriberbasis Integrasi Padi – SapiSpesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu
13. Biaya : Rp. 455.130.000-, (Empat Ratus LimaPuluh Lima Juta Seratus Tiga Puluh RibuRupiah )
Koordinator Program,
Dr. Wahyu Wibawa, MPNIP.196904271998031001
Penanggung Jawab RPTP,
Dr. Wahyu Wibawa, MPNIP.196904271998031001
Mengetahui,Kepala BBP2TP
Dr. Ir. Abdul Basit,MSNIP. 19610929 198603 1 003
Kepala BPTP Bengkulu,
Dr. Ir. Dedi Sugandi, MPNIP. 195902061986031002
v
DAFTAR ISI
HalamanKATA PENGANTAR.................................................................................... iiLEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iiiDAFTAR ISI.............................................................................................. vDAFTAR TABEL......................................................................................... viiDAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viiiDAFTAR LAMPIRAN................................................................................... ixRINGKASAN ............................................................................................ xSUMMARY................................................................................................ xiii
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 11.1. Latar Belakang................................................................................... 11.2. Tujuan .............................................................................................. 31.3. Keluaran............................................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 52.1. Kerangka Teoritis ............................................................................... 52.2. Hasil-Hasil Penelitian/ Pengkajian ........................................................ 9
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 153.1. Ruang Lingkup .................................................................................. 153.2. Waktu dan Tempat............................................................................. 153.3. Tahapan Pelaksanaan......................................................................... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 184.1. Koordinasi Internal dan antar Instansi.................................................. 184.2. Participatory Rural Apraisal (PRA) ...................................................... 19
4.2.1 Pelaksanaan PRA ....................................................................... 194.2.2 Penyusunan desain model sistem pertanian bioindustri ................. 274.2.3 Penyusunan road mapsistem pertanian bioindsutri ........................ 30
4.3. Penumbuhan model sistem pertanian bioindustri berbaasisi integrasipadi - sapi ......................................................................................... 32
4.4. Budidaya padi aromatik pada sawah irigasi........................................... 324.5. Perbaikan kandang dan pemeliharaan sapi ........................................... 374.6. Efisiensi usaha tani padi - sapi............................................................. 39
4.6.1 Efisiensi usaha tani padi dan sapi ................................................ 394.6.2 Efisiensi usahatani ternak sapi potong ......................................... 414.6.3 Efisiensi usahatani integraasi padi - sapi ...................................... 42
4.7. Pembuatan tempat prosesing pakan dan kompos.................................. 444.8. Pembuatan Instalasi Biogas ................................................................ 454.9. Pembuatan Instalasi prosesing biourine................................................ 464.10. Inventarisasi RMU, kinerja mesin dan tenaga pengelolanya.................. 474.11. Analisa gabah, beras , tanah dan kompos........................................... 494.12. Desain dan pengadaan kemasan produk-produk bioindustri ................. 534.13. Pembinaan dan penguatan peran lembaga pelaksana dan
pendukung model pertanian bioindustri.............................................. 554.14 Penyebarluasan inovasi teknologi dalam percepatan model sistem
pertanian bioindustri......................................................................... 57
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 63
vi
KINERJA HASIL ........................................................................................ 65DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 67ANALISIS RISIKO ..................................................................................... 69JADWAL KERJA......................................................................................... 71PEMBIAYAAN ........................................................................................... 72TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANA ..................................................... 74LAMPIRAN ............................................................................................... 75
vii
DAFTAR TABELHalaman
1. Luas lahan menurut subsektor usaha tani kelurahan Rimbo Kedui Tahun2014/ 2015......................................................................................... 23
2. Pola usaha tani di kelurahan Rimbo Kedui tahun 2015 ........................... 23
3. Tingkat penerapan teknologi usaha tani Tanaman pangan danperkebunan di Kelurahan Rimbo Kedui tahun 2015................................ 25
4. Data Kelompok Tani Kelurahan Rimbo Kedui Kabupaten Seluma tahun2015 ................................................................................................... 26
5. Lembaga masyarakat dan Kepemudaan di Kelurahan Rimbo Keduitahun 2015 ........................................................................................ 26
6. Road map sistem pertanian Bioindustri Sapi- Padi 2015 - 2017............... 30
7. Deskripsi varietas Padi aromatik Gilirang, Sintanur, dan Inpari 23........... 33
8. Inovasi teknologi budidaya padi aromatik yang diterapkan pada sistemmodel sistem pertanian bioindustri di Kabupaten Seluma tahun 2015 ..... 34
9. Keragaan Pertumbuhan dan hasil varietas padi aromatik di KabupatenSeluma pada tahun 2015.................................................................... 36
10. Kandungan unsur hara tanah setelah panen pada lahan yangdiperlakukan dengan 3 teknologi budidadya padi di KabupatenSeluma pada tahun 2015 .................................................................... 37
11. Analisa usaha tani padi aromatik di Kabupaten Seluma tahun 2015 ......... 39
12. Analisa usaha tani ternak sapi non integrasi di Kabupaten Seluma........... 41
13. Analisa usaha tani ternak sapi terintegrasi di Kabupaten Seluma ............. 43
14. Inventarisasi RMU, Kinerja mesin dan SDM pengelola di KelurahanRimbo Kedui tahun 2015..................................................................... 48
15. Hasil analisas kualitas gabah pada 3 komponen teknologi budidaya......... 50
16. Hasil analisa kualitas bera giling pada 3 komponen teknologi budidaya .... 51
17. Daftar resiko dan dampak pengkajian Model Sistem PertanianBioindustri berbasis Integrasi Padi - Sapi Spesifik Lokasi di ProvinsiBengkulu tahun 2015.......................................................................... 69
18. Daftar penanganan risiko..................................................................... 70
19. Jadwal pelaksanaan kegiatan .............................................................. 71
20. Pembiayaan kegiatan .......................................................................... 72
21. Realisasi penggunaan anggaran ........................................................... 73
22. Organisasi pelaksanaan kegiatan .......................................................... 74
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Konsep Sistem Pertanian Bioindustri Spesifik Lokasi .............................. 7
2. Diagram alir Sistem Pertanian Bioindustri berbasis Integrasi Padi- Sapi .. 8
3. Pohon industri dari komoditas padi. ..................................................... 10
4. Struktur Organisasi Kelurahan Rimbo Kedui ......................................... 21
5. Diagram Venn kelembagaan Kelurahan Rimbo Kedui ............................ 27
6. Desain Model Sistem Pertanian Bioindustri berbasis Integrasi Padi - Sapidi Kabupaten Seluma.......................................................................... 29
7. Sketsa perbaikan kandang sapi............................................................ 38
8. Desain Kemasan produk Model Sistem Pertanian Bioindustri berbasisIntegrasi Padi - Sapi di Kabupaten Seluma............................................ 55
9. Struktur organisasi Gapoktan Rimbo Jaya Kabupaten Seluma................. 56
10. Alur peningkatan kinerja gapoktan dan perluasan jaringan pasar melaluidukungan lembaga setempat .............................................................. 58
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil Analisa Tanah Sawah dan saat panen pada tahun 2015................. 75
2. Hasil Analisa Kompos dari Kelompok Tani Margosuko ........................... 76
3. Caplak roda untuk percepatan adopsi Jarwo 2 : 1 ................................. 78
4. Serangan penyakit blast pada fase vegetatif ......................................... 81
5. Kondisi Kandang setelah renovasi dan proses renovasi .......................... 82
6. Tempat pembuatan kompos dan pakan ternak...................................... 85
7. Inventarisasi RMU, kinerja mesin dan SDM pengelola di KelurahanRimbo Kedui tahun 2015 .................................................................... 86
8. SNI 6128 - 2008 tentang mutu beras ................................................... 89
9. Temu lapang panen padi aromatik 2015 .............................................. 90
10. Sosialisasi dan teknis pertanaman serta teknis budidaya Model SistemPertanian Bioindustri berbasis Integrasi Padi - Sapi ............................... 91
11. Sosialisasi dan pelatihan bioindustri tahun 2015.................................... 93
x
RINGKASAN
1 Judul : Model Sistem Pertanian Bioindustri BerbasisIntegrasi Padi-Sapi Spesifik Lokasi di ProvinsiBengkulu
2 Unit kerja : BPTP Bengkulu
3 Lokasi : Provinsi Bengkulu
4 Status (L/B) : Baru
5 Tujuan : 1. Menyusun database (monograf) wilayahpengkajian, inventarisasi kebutuhan inovasi(teknologi dan kelembagaan) dan desainserta road map model sistem pertanianbioindustri spesifik lokasi.
2. Menumbuhkan model sistem pertanianbioindustri berbasis integrasi padi-sapi potongspesifik lokasi.
3. Meningkatkan kompetensi (pengetahuan,keterampilan, dan pemahaman) SDMkelompok tani pelaksana dan petugas sertastakeholders yang dikaitkan denganpenguasaan teknologi dan implementasiinovasi teknologi untuk menggerakkan sistemdan mekanisme pertanian bioindustri spesifiklokasi.
4. Meningkatkan peran kelembagaan danpotensi sosial ekonomi sebagai bagian darikomponen model pertanian bioindustri.
5. Meningkatkan efisiensi usahatani dalam sistempertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi potong.
6 Keluaran : 1. Informasi database (monograf) wilayahpengkajian, inventarisasi kebutuhan inovasi(teknologi dan kelembagaan) dan desainserta road map model sistem pertanianbioindustri spesifik lokasi.
2. Terwujud/tumbuhnya model sistem pertanianbioindustri berbasis integrasi padi-sapipotong spesifik lokasi.
3. Peningkatan kompetensi (pengetahuan,keterampilan, dan pemahaman) SDMkelompok tani pelaksana dan petugas sertastakeholders yang dikaitkan denganpenguasaan teknologi dan implementasiinovasi teknologi untuk menggerakkansistem dan mekanisme pertanian bioindustrispesifik lokasi.
xi
4. Peningkatan peran kelembagaan dan potensisosial ekonomi sebagai bagian darikomponen model pertanian bioindustri.
5. Peningkatan efisiensi usahatani dalam sistempertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi potong.
7 Hasil yangDiharapkan
: Rekomendasi dan replikasi model pertanianbioindustri spesifik lokasi ke kawasan denganagroekosistem yang hampir sama.
8 Prakiraan Manfaat : 1. Tersedianya informasi dan database wilayahpengkajian, kebutuhan inovasi (teknologi dankelembagaan), serta sistem dan mekanisme(desain) bioindustri spesifik lokasi.
2. Berkembangnya sistem pertanian bioindustripadi- sapi di Kabupaten Seluma
3. Meningkatnya pengetahuan, sikap danketrampilan petani terhadap inovasi teknologisistem pertanian bioindustri.
4. Meningkatnya peran dan perilaku SDM petanidalam sistem pertanian bioindustri.
5. Terbentuknya kelembagaan pertanianbioindustri yang kuat dan tangguh.
6. Berkembangnya model pertanian bioindustrispesifik lokasi.
9 Prakiraan Dampak : 1. Terciptanya pertanian ramah lingkungandengan menghasilkan sesedikit mungkinlimbah tak bermanfaat melalui integrasi padi– sapi spesifik lokasi, sehingga produk-produknya dapat diterima di pasar domestikdan pasar nasionall yang semakin kompetitif.
2. Mampu menggunakan sesedikit mungkininput produksi dari luar sekaligusmengurangi ancaman peningkatanpemanasan global dalam suatu sistemintegrasi tanaman-ternak.
3. Mampu berperan dalam menghasilkanproduk pangan sekaligus sebagai pengolahbiomasa dan limbahnya sendiri menjadi bio-produk baru yang bernilai tinggi (obat-obatan, pangan fungsional, pestisida nabati,media tanam, dan sebagainya).
4. Mampu meningkatkan pendapatan usahatanisekaligus menjaga kelestarian lingkungandan keberlanjutan usahatani berbasis iptekmaju dalam menghasilkan pangan sehat dannon pangan bernilai ekonomi tinggi melaluiintegrasi tanaman-ternak.
xii
10 Metodologi : Pengkajian dilakukan selama 3 tahun, mulai daritahun 2015 sampai dengan tahun 2017. Padatahun ketiga, kelompok binaan sudah mandiridan dapat menjadi visitor plot/percontohan bagikelompok lainnya. Pengkajian dilaksanakan diKelurahan Rimbo Kedui Kecamatan SelumaSelatan Kabupaten Seluma dengan pertimbangansebagai berikut : (1) Merupakan sentrapengembangan padi dan sapi di ProvinsiBengkulu; (2) Mempunyai kesesuaianagroekosistem untuk pengembangan tanamanpadi dan ternak di Provinsi Bengkulu; (3) Adanyadukungan program pengembangan padi danternak sapi dari Dinas Pertanian dan PeternakanProvinsi dan Kabupaten. Pengkajian dilakukanmelalui survey, pengkajian lapangan danlaboratorium, dengan tahapan : (1) Koordinasiantar pemangku kepentingan; (2) Penelusuranliteratur (desk study); (3) Penyusunan instrumentpenggalian data primer (kuesioner); (4) Surveylapang menggunakan metode pengamatanlapangan secara cepat (Rapid RuralAppraisal/RRA); (5) Identifikasi dan analisis datamelalui pendekatan evaluasi teknis dan sosialekonomi; (6) Penyusunan desain dan road mapmodel bioindustri berkelanjutan spesifik lokasi diProvinsi Bengkulu; (7) Implementasimodel/design melalui sosialisasi, pelatihan dandemplot; (8) Pengumpulan data sosial ekonomi,kelembagaan, agronomi, kandungan nutrisi padapakan, kandungan hara pada kompos, efikasibiopestisida dari urine, kandungan hara padatanah, kandungan hara pada jaringan tanaman,peningkatan nilai tambah dalam penerapanpertanian bioindustri, peningkatan pengetahuan,keterampilan, dan tingkat adopsi petanikooperator, petugas dan stakeholders lainnya.(10) Pelaporan.
11 Jangka Waktu : 3 (tiga) tahun (2015 -2017)12 Biaya : Rp. 455.130.000,00 (Empat ratus lima puluh lima
juta seratus tiga puluh ribu rupiah )
xiii
SUMMARY
1 Title : The Model of Bioindustry Farming System Basedon Specific Location of Paddy – CattleIntegration in Bengkulu Province
2 Implementing Unit : Bengkulu Assessment Institution of AgricultureTechnology
3 Location : Bengkulu Province4 Status : New5 Objectives : 1. To arrange the database (monographs) of
assessment area, to inventory the innovationneeds (technological and institutional), tobuild the agricultural system and mechanismof specific location bioindustry (design) andto strengthen the competencies of humanresources’ group.
2. Grow the Bioindustry farming system modelbased on integration of cattle- paddy.
3. Improve competencies (knowledge, skilssand understanding) of human resources offarmers group, officers and stakeholderassociated with the acquisutuion andimplementation of technology todrive systemand mechanism of site-specific bioindustryagriculture system.
4. Enhance the role of institusional and socio-economic potency as part of bioindustryagricultural systems.
5. Improve farming efficiency in Bioindustryfarming system model based on integrationof cattle- paddy.
6 Output : 1. Database information of assessment area,the innovation needs (technological andinstitutional), system and mechanism(design) of specific location bioindustry andstrengthening the competencies of humanresources.
2. Growth of the Bioindustry farming systemmodel based on integration of cattle- paddy
3. Improvement of competencies (knowledge,skilss and understanding) of humanresources of farmers group, officers andstakeholder associated with the acquisutuionand implementation of technology todrivesystem and mechanism of site-specificbioindustry agriculture system.
4. Enhancement of the role of institusional andsocio-economic potency as part ofbioindustry agricultural systems.
5. Improvement of farming efficiency in
xiv
Bioindustry farming system model based onintegration of cattle- paddy.
7 Expected Output : The replication model of bioindustry agriculturespecific location to the region
8 Benefits forecast : 1. Availability of database in the assessmentarea, the needs of innovation (technologicaland institutional), as well as systems andmechanisms (design) site-specificbioindustry.
2. The development of bioindustry padi- cattlefarming system in Seluma
3. Increased knowledge, attitude and skills offarmers to technology innovation bioindustryfarming system.
4. Increasing the role and behavior of farmersin bioindustry farming systems.
5. The establishment of bioindustry agriculturalinstitutions which strong and resilient.
6. The development of site-specific bioindustryfarming system model.
9 Impact forecast : 1. The creation of environmentally friendlyagriculture that produce minimal wastethrough site-spesific integration of paddy-cattle, so that products can be accepted inthe domestic market and the competitiveglobal market.
2. Capable to utilize local inputs while reducingglobal warming in a crop-livestock integrationsystem.
3. Capable to play a role in producing foodproducts as well as the processing ofbiomass and bio-waste into new high-valueproducts (functional foods, feeds, energy,biopesticides, growing media, andso on).
4. Able to increase farm income at the sametime preserving the environment forsustainability of farming system basd onadvanced science and technology to producehealthy food, feed, pesticides and energywhich has high economic value through theintegration of crop-livestock.
10 Procedure : The assessment is conducted 3 years, from2015 to 2017 in Rimbo Kedui Village SelumaDistrict with the following considerations: 1)Paddy and cattle development centers inBengkulu Province; 2) Apropriate agroecosystemfor the development of paddy and cattle inBengkulu Province; 3) The supporting of paddyand cattle development program from
xv
Agriculture and Livestock Department inprovince and districts levels. In the fourth year,the group was independent and could be visitorplot for the other groups. The assessment isconducted through survey, field and laboratorystudies, with the following phases: 1)Coordination among stakeholders; 2)Arrangement of action preparation; 3) Searchingliterature (desk study); 4) Preparations ofextracting primary data instrument preparation(questionnaire); 5) Field survey using RapidRural Appraisal/RRA; 6) The data identificationand analyzing through technical evaluation andsocial economy approach; 7) Design and roadmap arrangement of sustainable specificlocation bioindustry model in Bengkulu Province;8) The collection of social economy, institutional,agronomic, nutrient content of food, nutrientcontent of compost, urine biopesticide efficacy,soil nutrient content, plant tissues nutrient; 9)Socialization, training, and demonstration plots;10) data analize and intepretation ofdata/Reporting.
11 Duration : 3 years (2015 -2017)12 Budget : IDR. 455.130.000,00
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian di Provinsi
Bengkulu karena menyumbangkan porsi terbesar (38,93%) dalam pembentukan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Badan Pusat Statistik Provinsi
Bengkulu, 2013). Cakupan kegiatan pertanian terdiri atas beberapa jenis
kegiatan yaitu pertanian tanaman bahan makanan, hortikultura, perkebunan,
kehutanan, peternakan dan perikanan.Padi dan sapi merupakan komoditas
utama dari sub sektor tanaman pangan dan sub sektor peternakan di Provinsi
Bengkulu.
Berdasarkan agroekosistem dan kesesuaian lahannya, tanaman padi
mempunyai potensi dan peluang yang besar untuk dikembangkan di Provinsi
Bengkulu. Provinsi Bengkulu memiliki lahan sawah seluas 105.177 ha.
Produktivitas padi di Provinsi Bengkulu masih relatif rendah dibandingkan dengan
produktivitas nasional. Pada tahun 2012, rata-rata produktivitas padi sawah baru
mencapai 4,29 ton GKG/hektar, sedangkan produktivitas secara nasional sudah
mencapai 5,50 ton GKG/hektar (BPS, 2013).
Di Provinsi Bengkulu, pengembangan ternak sapi juga belum optimal,
yang diindikasikan oleh rendahnya populasi sapi yaitu 105.550 ekor (Badan Pusat
Statistik Provinsi Bengkulu, 2013). Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan
peternak, kurangnya pemanfaatan (pengolahan dan penyediaan) pakan berbasis
limbah pertanian, minimnya usaha perbibitan sapi merupakan masalah umum
dalam pengembangan ternak sapi.
Pakan merupakan kebutuhan terbesar dalam pemeliharaan ternak.
Kelemahan sistem produksi peternakan umumnya terletak pada ketidaktepatan
tatalaksana pakan dan kesehatan. Keterbatasan pakan berhubungan erat dengan
rendahnya populasi ternak pada suatu kawasan/wilayah (Kushartono, 2001).
Kemampuan peternak dalam penyediaan pakan menentukan jumlah ternak yang
mampu dipelihara. Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang
dapat digunakan sebagai pakan ternak. Potensi limbah pertanian perlu
dipertimbangkan dalam usaha peternakan.
Sebagian besar komoditas tanaman pangan dan hortikultura, di Provinsi
Bengkulu masih diusahakan secara monokultur dan belum ke pola usahatani
2
tanaman multikultur maupun integrasi tanaman ternak. Kondisi ini banyak
menimbulkan permasalahan dalam sistem pertanian yang diantaranya adalah:
(1). Produktivitas dan kualitas produk yang rendah (2). Banyak limbah yang
belum dimanfaatkan secara optimal (3). Sangat tergantung dengan input
eksternal (4). Bersifat subsisten dan belum mempertimbangkan economic scale.
Berkelanjutan, meminimalkan limbah, ramah lingkungan, memaksimalkan
pendapatan melalui peningkatan nilai tambah serta mempertimbangkan
economic scale merupakan prinsip dasar dalam sistem pertanian bioindustri.
Integrasi tanaman ternak merupakan salah satu upaya dan dukungan dalam
mewujudkan sistem pertanian bioindustri. Manfaat dari implementasi integrasi
tanaman ternak diantaranya adalah: (1). Diversifikasi penggunaan sumberdaya
produksi (2). Mengurangi resiko dalam sistem usahatani (3). Efisiensi dalam
penggunaan tenaga kerja (4). Efisiensi penggunaan komponen produksi (5).
Mengurangi ketergantungan energi kimia dan energi biologi serta masukan
sumberdaya lainnya dari luar (6). Sistem ekologi lebih lestari dan tidak
menimbulkan polusi (ramah lingkungan) (7). Meningkatkan output (8).
Mengembangkan rumah tangga petani lebih stabil melalui peningkatan
pendapatan.
Salah satu contoh sistem pertanian bioindustri di Indonesia adalah di
Kebun Percobaan (KP) Manoko. KP Manoko adalah salah satu KP Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) yang telah
mengimplementasikan model pertanian bioindustri dari hulu hingga hilir pada
pengembangan tanaman atsiri terpadu. Minyak atsiri diekstrak dari daun serai
wangi melalui proses penyulingan. Hasil ekstraksi kemudian diolah menjadi
berbagai macam produk, diantaranya sabun antiseptik, penolak nyamuk, dan
ramuan aditif untuk bahan bakar. Limbah dari proses tersebut dimanfaatkan
sebagai pakan hijauan untuk sapi perah yang menghasilkan susu dan anak sapi
yang bernilai jual tinggi. Kotoran sapinya diproses kembali menjadi biogas untuk
bahan bakar mesin suling (Zubaidi, 2014).
Di Provinsi Bengkulu, sistem pertanian bioindustri belum diterapkan dan
perlu diinisiasi penumbuhannya sesuai dengan kondisi wilayah (spesifik lokasi).
Padi dan sapi merupakan komoditas unggulan dan diusahakan oleh sebagian
besar masyarakat tani di Provinsi Bengkulu. Selama ini, kedua usaha pertanian
tersebut dilaksanakan secara terpisah dan belum diusahakan secara terintegrasi,
3
sehingga masing-masing mempunyai permasalahan yang spesifik. Jika keduanya
diusahakan secara terintegrasi, maka keduanya saling bersinergi dan dapat
saling melengkapi satu dengan lainnya.
Potensi pupuk organik padat yang berasal dari satu ekor sapi dewasa
selama satu tahun mencapai 2 ton/tahun yang dapat digunakan sebagai pupuk
organik pada lahan padi (Gunawan, 2014). Sementara potensi jerami padi
mencapai 50 % dari produksi gabah kering panen (Yunilas, 2009).
Usaha pemeliharaan ternak sapi pada daerah persawahan akan
bermanfaat ganda yaitu; jerami padi sebagai pakan yang tersedia sepanjang
tahun dengan jumlah yang tidak terbatas dengan harga murah dan sebagai
sumber pupuk kandang bisa menjadi hasil sampingan bernilai ekonomi tinggi.
Pupuk kandang tersebut dapat menjadi bahan pupuk organik untuk tanaman
padi dan tanaman lainnya (Zulbardi dkk, 2001).
Kedua komoditas tersebut dapat diintegrasikan dalam upaya membangun
model sistem pertanian bioindustri yang spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu. Pada
integrasi ini, ternak merupakan komponen pendukung dari usahatani padi.
Komoditas padi yang lebih diprioritaskan dan difokuskan dalam peningkatan nilai
tambah, diversifikasi produk dan pemanfaatan limbahnya. Integrasi padi-sapi
potong memiliki prospek yang cerah sebagai embrio berkembangnya agribisnis
yang berdaya saing dan memiliki keunggulan spesifik.
1.2 Tujuan
Tujuan tahun 2015
1. Menyusun data base (monograf) wilayah pengkajian, inventarisasi/identifikasi
kebutuhan inovasi (teknologi dan kelembagaan) dan menyusun design
pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi potong.
2. Membangun/menumbuhkan dan mengimplementasikan desain/model
pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi potong spesifik lokasi.
3. Meningkatkan kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman)
SDM kelompok tani pelaksana dan petugas serta stakeholders yang dikaitkan
dengan penguasaan teknologi dan implementasi inovasi teknologi untuk
menggerakkan sistem dan mekanisme pertanian bioindustri spesifik lokasi.
4. Meningkatkan peran kelembagaan dan potensi sosial ekonomi sebagai bagian
dari komponen model pertanian bioindustri.
4
5. Meningkatkan efisiensi usahatani dalam model sistem pertanian bioindustri
berbasis integrasi padi-sapi potong.
Tujuan jangka panjang
1. Mengembangkan dan mereplikasikan model pertanianbioindustri spesifik
lokasi ke kawasan dengan potensi dan agroekosistem yang serupa.
2. Merekomendasikan alternatif model pertanian bioindustri berbasis integrasi
padi-sapi potong spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu.
1.3 Keluaran
Keluaran tahun 2015
1. Informasi dan data base (monograf) wilayah pengkajian,
inventarisasi/identifikasi kebutuhan inovasi (teknologi dan kelembagaan) dan
menyusun design model sistem pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-
sapi potong.
2. Pembangunan/penumbuhan dan implementasi desain/model pertanian
bioindustri berbasis integrasi padi-sapi potong spesifik lokasi.
3. Peningkatan kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman) SDM
kelompok tani pelaksana dan petugas serta stakeholders yang dikaitkan
dengan penguasaan teknologi dan implementasi inovasi teknologi untuk
menggerakkan sistem dan mekanisme pertanian bioindustri spesifik lokasi.
4. Peningkatan peran kelembagaan dan potensi sosial ekonomi sebagai bagian
dari komponen model pertanian bioindustri.
5. Peningkatan efisiensi usahatani sapi-padi dalam sistem pertanian bioindustri
berbasis integrasi padi-sapi potong.
Keluaran jangka panjang
1. Pengembangan dan replikasi model pertanian bioindustri spesifik lokasi ke
kawasan dengan potensi dan agroekosistem yang serupa.
2. Rekomendasi model pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi potong
spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis
Tantangan dan permasalahan pembangunan pertanian secara nasional
maupun global semakin besar. Degradasi sumberdaya pertanian, variabilitas dan
ketidakpastian iklim, konversi dan alih fungsi lahan, serta pencemaran di sektor
pertanian menjadi ancaman sekaligus tantangan dalam mewujudkan sistem
pertanian bio-industri yang berkelanjutan. Bioindustri adalah sistem pertanian
yang mengelola dan/atau memanfaatkan secara optimal seluruh sumberdaya
hayati termasuk biomasa dan/atau limbah organik pertanian, bagi kesejahteraan
masyarakat dalam suatu ekosistem secara harmonis (Kementerian Pertanian,
2013).
Sistem pertanian bioindustri memandang lahan pertanian tidak semata-
mata merupakan sumberdaya alam, namun juga dipandang sebagai industri
yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan untuk
ketahanan pangan maupun produk lain yang dikelola menjadi bioenergi serta
bebas limbah dengan menerapkan prinsip mengurangi, memanfaatkan kembali,
dan mendaur ulang (reduce, reuse dan recycle) (Hendriadi dan Hendayana,
2014).
Prinsip dari konsep bioindustri adalah proses produksi yang mampu
menghilangkan dampak polusi dan sekaligus menawarkan berbagai produk yang
tidak merusak lingkungan. Jadi konsep ini menyediakan berbagai siklus produk
melalui proses produksi yang tidak menghasilkan polusi dan tidak ada akhir dari
sebuah produk setelah selesai digunakan, dan tidak menjadi sampah. Produk-
produk dalam suatu proses akan menjadi residual yang tetap dapat digunakan
kembali sebagai input bagi proses lainnya yang biasa disebut zero waste.
Konsep ini dapat bersifat spesifik lokasi yang berkaitan dengan
keragaman dari variabel penyusun maupun lingkungan/agroekosistemnya. Hal ini
dapat terjadi karena konsep ini mempunyai karakteristik penting yaitu
independensi terhadap bahan baku alam, dimana proses produksi dapat di
kontrol. Konsep ini akan dapat berjalan jika semua komponen, akademisi, bisnis,
goverment dan komunitas bergerak bersama secara sinergi. Kaitan antar pelaku
bersifat interlocked, yang berarti ada keterkaitan yang erat antara satu dengan
lainnya. Jika salah satu dari 4 komponen (quatro helix) tidak dapat berjalan
6
dengan baik, maka hampir dipastikan konsep tidak dapat berjalan dengan
optimal.
Pertanian ramah lingkungan merupakan konsep model yang bertujuan
agar kegiatan ekonomi tidak merusak lingkungan, dengan tetap memperhatikan
keterkaitan antara ekologi, ekonomi, dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Manfaat utama dari pendekatan ini adalah pada proses dan inovasi produk dan
penciptaan rantai nilai, seperti pangan yang sehat dan aman, sumberdaya
terbarukan, dan energi berbasis bio-massa, yang seluruh proses dan aplikasinya
menggunakan sumberdaya tanaman, mikro organisme, dan hewan/ternak . Salah
satu contoh konsep pengembangan pertanian Bioindustri berbasis sumberdaya
lokal adalah intergrasi antara tanaman dan ternak.
Di dalam sistem usahatani, ternak diintegrasikan dengan tanaman pangan
untuk mencapai kombinasi yang optimal dimana dengan kombinasi tersebut
input produksi menjadi lebih lebih rendah (zero waste/low input) sedangkan
produksi didorong menjadi setinggi- tingginya (Diwayanto, 2004).
Usaha pemeliharaan ternak sapi pada areal persawahan irigasi akan
bermanfaat ganda yaitu ketersediaan jerami padi sebagai pakan yang tersedia
sepanjang tahun dengan jumlah yang tidak terbatas dengan harga murah dan
sebagai sumber pupuk kandang bisa menjadi hasil sampingan bernilai ekonomi
tinggi. Pupuk kandang tersebut dapat menjadi bahan pupuk organik untuk
tanaman padi dan tanaman lainnya (Zulbardi dkk., 2001). Keuntungan
pendekatan integrasi tanaman ternak diantaranya adalah: (1). Diversifikasi
penggunaan sumberdaya produksi (2). Mengurangi resiko dalam sistem
usahatani (3). Efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja (4). Efisiensi
penggunaan komponen produksi (5). Mengurangi ketergantungan energi kimia
dan energi biologi serta masukan sumberdaya lainnya dari luar (6). Sistem
ekologi lebih lestari dan tidak menimbulkan polusi (ramah lingkungan) (7).
Meningkatkan output (8). Mengembangkan rumah tangga petani lebih stabil
melalui peningkatan pendapatan (Devendera, 1993). Analisis biaya dan
pendapatan dari integrasi usaha sapi-padi mampu meningkatkan pendapatan
hingga 100% jika dibandingkan dengan pola tanam padi tanpa ternak, sekitar
40% dari hasil berasal dari pupuk organik yang diperoleh dari sapi. (Ruli Basuni
dkk. 2010).
7
Prinsip dari konsep bioindustri adalah proses produksi yang mampu
menghilangkan dampak polusi dan sekaligus menawarkan berbagai produk yang
tidak merusak lingkungan. Jadi konsep ini menyediakan berbagai siklus produk
melalui proses produksinya yang tidak menghasilkan polusi dan tidak ada akhir
dari sebuah produk setelah selesai digunakan, dan tidak menjadi sampah.
Produk-produk dalam suatu proses akan menjadi residual yang tetap dapat
digunakan kembali sebagai input bagi proses lainnya yang biasa disebut zero
waste. Dengan melakukan integrasi tanaman-ternak diperoleh beberapa
keuntungan diantaranya adalah: (1). Mampu menjamin keberkelanjutan
usahatani (2). Meningkatkan pemanfaatan produk sampingan dan meminimalkan
limbah (ramah lingkungan) (3). Meningkatkan pendapatan melalui peningkatan
nilai tambah (4). Meningkatkan produktivitas tanaman melalui penambahan
bahan organik dari ternak (Gambar 1).
Gambar 1. Konsep Sistem Pertanian Bioindustri Spesifik Lokasi
Integrasi ternak sapi dengan tanaman padi merupakan salah satu
integrasi utama dalam konsep bioindustri spesifik Bengkulu.Ternak sapi
mengeluarkan feses dan urine.Feses ini dapat dimanfaatkan menjadi biogas
sebagai sumber energi dan bisa juga sebagai pupuk organik yang langsung
diberikan kepada tanaman padi. Dari proses biogas, limbah dari kotoran ternak
7
Prinsip dari konsep bioindustri adalah proses produksi yang mampu
menghilangkan dampak polusi dan sekaligus menawarkan berbagai produk yang
tidak merusak lingkungan. Jadi konsep ini menyediakan berbagai siklus produk
melalui proses produksinya yang tidak menghasilkan polusi dan tidak ada akhir
dari sebuah produk setelah selesai digunakan, dan tidak menjadi sampah.
Produk-produk dalam suatu proses akan menjadi residual yang tetap dapat
digunakan kembali sebagai input bagi proses lainnya yang biasa disebut zero
waste. Dengan melakukan integrasi tanaman-ternak diperoleh beberapa
keuntungan diantaranya adalah: (1). Mampu menjamin keberkelanjutan
usahatani (2). Meningkatkan pemanfaatan produk sampingan dan meminimalkan
limbah (ramah lingkungan) (3). Meningkatkan pendapatan melalui peningkatan
nilai tambah (4). Meningkatkan produktivitas tanaman melalui penambahan
bahan organik dari ternak (Gambar 1).
Gambar 1. Konsep Sistem Pertanian Bioindustri Spesifik Lokasi
Integrasi ternak sapi dengan tanaman padi merupakan salah satu
integrasi utama dalam konsep bioindustri spesifik Bengkulu.Ternak sapi
mengeluarkan feses dan urine.Feses ini dapat dimanfaatkan menjadi biogas
sebagai sumber energi dan bisa juga sebagai pupuk organik yang langsung
diberikan kepada tanaman padi. Dari proses biogas, limbah dari kotoran ternak
7
Prinsip dari konsep bioindustri adalah proses produksi yang mampu
menghilangkan dampak polusi dan sekaligus menawarkan berbagai produk yang
tidak merusak lingkungan. Jadi konsep ini menyediakan berbagai siklus produk
melalui proses produksinya yang tidak menghasilkan polusi dan tidak ada akhir
dari sebuah produk setelah selesai digunakan, dan tidak menjadi sampah.
Produk-produk dalam suatu proses akan menjadi residual yang tetap dapat
digunakan kembali sebagai input bagi proses lainnya yang biasa disebut zero
waste. Dengan melakukan integrasi tanaman-ternak diperoleh beberapa
keuntungan diantaranya adalah: (1). Mampu menjamin keberkelanjutan
usahatani (2). Meningkatkan pemanfaatan produk sampingan dan meminimalkan
limbah (ramah lingkungan) (3). Meningkatkan pendapatan melalui peningkatan
nilai tambah (4). Meningkatkan produktivitas tanaman melalui penambahan
bahan organik dari ternak (Gambar 1).
Gambar 1. Konsep Sistem Pertanian Bioindustri Spesifik Lokasi
Integrasi ternak sapi dengan tanaman padi merupakan salah satu
integrasi utama dalam konsep bioindustri spesifik Bengkulu.Ternak sapi
mengeluarkan feses dan urine.Feses ini dapat dimanfaatkan menjadi biogas
sebagai sumber energi dan bisa juga sebagai pupuk organik yang langsung
diberikan kepada tanaman padi. Dari proses biogas, limbah dari kotoran ternak
8
akan diberikan juga ke tanaman padi sebagai pupuk organik. Bagian lain dari
kotoran ternak sapi adalah dalam bentuk cairan yaitu urine.Bagian cairan ini
dapat difermentasi atau diolah menjadi pupuk cair dan pestisida organik yang
dapat diberikan kepada tanaman padi. Di sisi lain, tanaman padi menghasilkan
limbah pertanian berupa jerami, sekam, menir, dan dedak. Jerami dan dedak
padi dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi.
Pembangunan pertanian dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan teknologi alat dan mesin pertanian (Tambunan dan Sembiring,
2007).Unadi dan Suparlan (2011) menyatakan bahwa fungsi dari alat dan mesin
pertanian adalah untuk: (1). Mengisi kekurangan tenaga kerja manusia dan
ternak yang semakin langka; (2). Meningkatkan produktivitas tenaga kerja; (3).
Meningkatkan efisiensi usahatani melalui penghematan tenaga, waktu dan biaya
produksi; (4). Menyelamatkan hasil dan meningkatkan mutu produk pertanian
(Gambar 2).
Gambar 2. Diagram Alir Pertanian Bioindustri Berbasis Integrasi Padi-Sapi.
9
Sistem pertanian-bioindustri adalah untuk menghasilkan pangan sehat,
beragam dan cukup. Sebagai negara dengan sumber keanekaragaman hayati
sangat tinggi dengan masyarakatnya yang juga sangat plural, maka sistem
pertanian pangan harus mampu memanfaatkan pangan yang beragam untuk
kebutuhan masyarakat beragam sesuai dengan potensi dan karakteristik
wilayahnya (Kementerian Pertanian, 2014).
Selain untuk kebutuhan pangan sehat, pertanian-bioindustri ditujukan
untuk menghasilkan produk-produk bernilai tinggi. Pilihan prioritas
pengembangan produk-produk pertanian-bioindustri dilandasi pertimbangan nilai
tambah tertinggi yang dimungkinkan dari proses biorefinery. Orientasi pada
pengembangan produk-produk bernilai tambah tinggi akan menciptakan daya
saing pertanian-bioindustri yang tinggi. Daya saing dicirikan oleh tingkat efisiensi,
mutu, harga dan biaya produksi, serta kemampuan untuk menerobos pasar,
meningkatkan pangsa pasar, dan memberikan pelayanan yang profesional
(Kementerian pertanian, 2014).
2.2 Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian
Produk utama yang diharapkan dari pertanaman padi adalah beras. Hasil
samping dari pertanaman padi adalah jerami, sekam, dedak/bekatul, dan menir.
Beras dapat berfungsi sebagai pangan pokok, pangan fungsional dan panganan
(Hendriadi dan Hendayana, 2014).
Dalam proses penggilingan padi menjadi beras diperoleh hasil samping
berupa sekam (15-20%), dedak (8-12%), dan menir (5%) (Widowati, 2001).
Jerami dan dedak dapat digunakan sebagai pakan alternatif untuk ternak sapi.
Selain untuk pakan, jerami juga dapat digunakan sebagai pupuk organik melalui
pengomposan (Gambar 3).
10
Gambar 3. Pohon Industri dari Komoditas Padi.
Jerami padi sangat potensial sebagai sumber pakan ternak karena
jumlahnya yang banyak dan mudah diperoleh. Dalam setiap hektare pertanaman
padi dihasilkan 5-7 ton jerami kering dan mampu mendukung untuk
pemeliharaan 2 ekor sapi. Bahan jerami kering yang diperlukan untuk 1 ekor sapi
dengan berat badan 300 kg adalah 6 kg/hari atau 2% dari bobot ternak.
Kelemahan dari jerami padi ini adalah kandungan gizi, vitamin, mineral serta
daya cerna relatif rendah (Kushartono, 2001; Sutrisno dkk., 2006). Kandungan
serat kasar dan kadarproteinnya yang rendah belum mampu untukmemenuhi
kebutuhan hidup pokok ternak ruminansia (Trisnadewi dkk., 2011). Preston
(2005) dan Martawidjaja (2003) melaporkan bahwa komposisi kimiawijerami padi
IR 64 adalah bahan kering 91,29%, proteinkasar 4,10%, serat kasar 33,35%,
lemak kasar 3,88%, abu 21,35% dan bahan organik 69,94%.
Agar jerami padi dapat digunakan sebagai pakan ternak dan memberi
hasil yang optimal, maka perludilakukan pra perlakuan sebelum diberikan
padaternak. Pra perlakuan tersebut dimaksudkan untukmenurunkan kadar serat
10
Gambar 3. Pohon Industri dari Komoditas Padi.
Jerami padi sangat potensial sebagai sumber pakan ternak karena
jumlahnya yang banyak dan mudah diperoleh. Dalam setiap hektare pertanaman
padi dihasilkan 5-7 ton jerami kering dan mampu mendukung untuk
pemeliharaan 2 ekor sapi. Bahan jerami kering yang diperlukan untuk 1 ekor sapi
dengan berat badan 300 kg adalah 6 kg/hari atau 2% dari bobot ternak.
Kelemahan dari jerami padi ini adalah kandungan gizi, vitamin, mineral serta
daya cerna relatif rendah (Kushartono, 2001; Sutrisno dkk., 2006). Kandungan
serat kasar dan kadarproteinnya yang rendah belum mampu untukmemenuhi
kebutuhan hidup pokok ternak ruminansia (Trisnadewi dkk., 2011). Preston
(2005) dan Martawidjaja (2003) melaporkan bahwa komposisi kimiawijerami padi
IR 64 adalah bahan kering 91,29%, proteinkasar 4,10%, serat kasar 33,35%,
lemak kasar 3,88%, abu 21,35% dan bahan organik 69,94%.
Agar jerami padi dapat digunakan sebagai pakan ternak dan memberi
hasil yang optimal, maka perludilakukan pra perlakuan sebelum diberikan
padaternak. Pra perlakuan tersebut dimaksudkan untukmenurunkan kadar serat
10
Gambar 3. Pohon Industri dari Komoditas Padi.
Jerami padi sangat potensial sebagai sumber pakan ternak karena
jumlahnya yang banyak dan mudah diperoleh. Dalam setiap hektare pertanaman
padi dihasilkan 5-7 ton jerami kering dan mampu mendukung untuk
pemeliharaan 2 ekor sapi. Bahan jerami kering yang diperlukan untuk 1 ekor sapi
dengan berat badan 300 kg adalah 6 kg/hari atau 2% dari bobot ternak.
Kelemahan dari jerami padi ini adalah kandungan gizi, vitamin, mineral serta
daya cerna relatif rendah (Kushartono, 2001; Sutrisno dkk., 2006). Kandungan
serat kasar dan kadarproteinnya yang rendah belum mampu untukmemenuhi
kebutuhan hidup pokok ternak ruminansia (Trisnadewi dkk., 2011). Preston
(2005) dan Martawidjaja (2003) melaporkan bahwa komposisi kimiawijerami padi
IR 64 adalah bahan kering 91,29%, proteinkasar 4,10%, serat kasar 33,35%,
lemak kasar 3,88%, abu 21,35% dan bahan organik 69,94%.
Agar jerami padi dapat digunakan sebagai pakan ternak dan memberi
hasil yang optimal, maka perludilakukan pra perlakuan sebelum diberikan
padaternak. Pra perlakuan tersebut dimaksudkan untukmenurunkan kadar serat
11
kasar yang tinggi dan meningkatkan kadar protein jerami padi, dengan
prosesamoniasi dan fermentasi menggunakan bantuan bakteri selulolitik (Wina,
2005). Wiyono (1989) melaporkan bahwa salah satu teknik yang mudah, praktis,
murah adalah dengan cara amoniasi, yaitu teknik penyimpanan jerami padi
dengan penambahan amonia. Amonia berfungsi dan berperan dalam melarutkan
sebagian dari mineral silika, memuaikan serat kasar sehingga memudahkan
penetrasi enzim, dan meningkatkan kandungan protein kasar. Sebagai sumber
amonia adalah urea. Teknologi amoniasi dapat meningkatkan kandungan protein
kasar jerami padi kering maupun segar di atas 10% sehingga memenuhi
persyaratan untuk pakan ternak (Martawidjaja, 2003).Pada penggemukan sapi
PO dengan pakan dasar jerami padi teramoniasi ditambah konsentrat 4
kg/ekor/hari menghasilkan Pertambahan Berat Badan Harian (PBBH) sebesar
0,717 kg/ekor/hari (Daryanti dkk., 2002).
Akhir-akhir ini digalakkan usaha perbaikan lahan dengan pengembalian
jerami (Direktorat Pengelolaan lahan, 2009). Kandungan hara N, P, K, dan S
pada jerami berturut-turut adalah 0,5-0,8%; 0,07-0,12%; 1,2 – 1,7%; dan 0,05-
0,10%) (Dobermann dan Fairhurst, 2000; Prasetiyono dkk., 2007). Pengomposan
jerami mampu meningkatkan kandungan unsur hara P, K, Na, Ca, Mg, Mn, dan
Cu.
Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik akan lebih efektif
apabila secara bersama digabung dengan limbah ternak (kotoran ternak) melalui
proses fermentasi sehingga unsur hara pupuk organik yang dihasilkan dapat
lebih mudah diikat didalam tanah. Limbah ternak (urine dan feses) mengandung
bahan organik yang sangat penting dalam memperbaiki kesuburan tanah.Lahan
sawah memerlukan pupuk organik untuk mempertahankan kesehatan tanah
serta kecukupan unsur hara tanaman. Penggunaan pupuk kimia secara terus-
menerus dalam jangka waktu yang lama dapat merusak kondisi tanah sehingga
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Penurunan kandungan bahan organik
pada sebagian lahan sawah menuntut perlunya penggunaan pupuk organik
untuk meningkatkan produktivitas tanah. Dilain pihak, usaha peternakan
terutama ternak ruminansia memberikan peluang yang besar untuk
menghasilkan kotoran yang dapat diproses menjadi pupuk organik. Di samping
itu, limbah-limbah pertanian juga berpotensi digunakan sebagai bahan baku
pupuk organik (Budi Haryanto, 2002).
12
Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran (feses) sebanyak 8-10 kg setiap
hari. Dari kotoran sapi sebanyak ini dapat dihasilkan 4-5 kg pupuk organik/hari
setelah melalui diolah. Penggunaan pupuk organik pada lahan sawah rata-rata 2
ton/ha/musim, sehingga pupuk organik yang dihasilkan dapat memenuhi
kebutuhan pupuk organik bagi lahan sawah seluas 1,8 – 2,7 ha untuk dua musim
tanam padi (Badan Litbang Pertanian, 2002).
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik dapat meningkatkan
kesuburan tanah yang pada akhirnya memiliki dampak positif pada peningkatan
hasil panen, sehingga mewujudkan usaha agribisnis yang berdaya saing dan
ramah lingkungan. Pembuatan pupuk kompos dari limbah ternak yang dicampur
dengan jerami padi memiliki kandungan hara yaitu: pH (7,15); N-total (0,64 %),
C-organik (9,31 %), P2O5 (0,02 %), K2O (0,59 %), dan C/N (14,55) (Elma Basri).
Standar kualitas kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004 minimum mengandung
Nitrogen (N) 0,40%, Fosfor (P2O5) 0,1% danKalium (K2O) 0,20%. Kandungan N
dalam kompos berasal dari bahan organik kompos yang didegradasi oleh
mikroorganisme, sehingga berlangsungnya proses degradasi (pengomposan)
sangat mempengaruhi kandungan N dalam kompos. Kandungan (P2O5) dalam
komposan diduga berkaitan dengan kandungan N dalam komposan. Kalium (K2O)
tidak terdapat dalam protein, elemen ini bukan elemen langsung dalam
pembentukan bahan organik, kalium hanya berperan dalam membantu
pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium digunakan oleh mikroorganisme
dalam bahan substrat sebagai katalisator, dengan kehadiran bakteri dan
aktivitasnya akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kandungan kalium.
Imbangan feses sapi potong dan sampah organik 25 : 75 menghasilkan kualitas
kompos terbaik (N = 2.18%; P = 1,17% dan K = 0,95% ) (Hidayati dkk., 2010).
Potensi pengembangan biogas di Provinsi Bengkulu masih cukup besar.
Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan + 2m3 biogas/hari. Potensi
ekonomis biogas sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3 biogas dapat
digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah (Ali dkk., 2010).Residu
pembuatan biogas, dalam bentuk kompos merupakan sumber pupuk organik
bagi tanaman, sekaligus sebagai pembenah tanah (soil amendment) (Budi
Haryanto, 2009).
Kompos adalah bahan organik yang telah mengalami proses dekomposisi,
baik secara alam maupun karena perlakuan manusia dengan memberikan
13
aktivator berupa mikro organisme dekomposer. Proses pengomposan dapat
dilakukan secara aerob (proses pengomposan yang memerlukan udara bebas),
maupun secara anaerob (proses pengomposan yang tidak memerlukan udara
bebas). Proses pengomposan secara aerob biasanya berlangsung lebih cepat
dibandingkan dengan secara anaerob. Bahan organik merupakan hasil lapukan
sisa-sisa tanaman/tumbuh-tumbuhan atau hewan yang penting dalam
menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi tanah.
Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Bahan
organik merupakan sumber hara tanaman, merupakan sumber energi dari
sebagian besar organisme tanah, media penyimpanan hara bagi tanaman,
sehingga mempunyai potensi dalam memperbaiki potensi tanah dan hasil
tanaman.
Beberapa peranan bahan organik tanah diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Menjaga kelembaban tanah. Bahan organik tanah terutama yang telah
menjadi humus, dengan C/N 20 dapat menyerap air 2-4 kali lipat dari
bobotnya. Karena kandungan air tersebut, humus dapat menjadi penyangga
bagi ketersediaan air, sehingga kelembaban tanah akan lebih baik.
2. Menawarkan sifat racun dari Al dan Fe. Ion-ion Al dan Fe yang bebas dalam
tanah dapat diikat oleh bahan organik. Proses ini adalah proses kimia,
sehingga kelarutan Al dan Fe dalam tanah yang semula tinggi dan bersifat
racun bagi tanaman dapat dikurangi. Dengan berkurangnya kadar Al dan Fe
pada penggunaan bahan organik, maka pengapuran (Ca) tanah yang
bertujuan untuk mengurangi keracunan Al dan Fe juga dapat dikurangi.
3. Penyangga hara tanaman. Bahan organik yang berbentuk humus dapat
menahan hara tanaman menjadi bentuk tidak larut dan tidak mudah tercuci
air hujan. Makin tinggi kadar bahan organik, makin banyak hara dapat
ditahan, sehingga bahan organik dapat berfungsi sebagai gudang atau media
penyimpanan hara tanaman dan pemupukan anorganik yang dilakukan dapat
lebih efisien.
4. Membantu meningkatkan penyediaan hara tanaman. Bahan organik berfungsi
sebagai gudang penyimpanan hara, juga mudah melepaskan hara tersebut
untuk dipakai oleh tanaman. Fosfat yang semula terikat oleh Al dan Fe dan
14
tidak dapat diserap tanaman akan menjadi tersedia bila unsur-unsur Al dan
Fe tersebut diikat oleh bahan organik.
5. Memperbaiki suhu tanah. Bahan organik dapat menyerap panas tinggi,
sebaliknya juga dapat menjadi isolator panas karena mempunyai daya hantar
panas rendah. Karena itu walaupun permukaan tanah mendapat panas yang
tinggi dari sinar matahari, tetapi tanah bagian bawah tidak terlalu
terpengaruh.
6. Memperbaiki aktivitas mikro organisme. Bahan organik adalah sumber energi
atau menjadi bahan makanan bagi jasad mikro yang hidup dalam tanah.
Bahan organik yang masih segar atau yang belum menjadi humus akan
dirombak, dan kehidupan jasad mikro dalam tanah menjadi stabil setelah
humus terbentuk
7. Memperbaiki struktur tanah. Sifat humus dari bahan organik adalah gembur,
sehingga percampurannya dengan tanah memberikan struktur tanah yang
gembur dan mudah diolah. Struktur tanah yang demikian merupakan
keadaan fisik tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Tanah yang
berstruktur liat, berpasir, atau tanah yang berstruktur gumpal, bila dicampur
dengan bahan organik akan memberikan sifat fisik yang lebih baik.
8. Meningkatkan efisiensi pemupukan. Pemupukan dengan pupuk anorganik
(pupuk pabrik). Dengan pemberian bahan organik, pemberian pupuk
anorganik dapat diberikan lebih sedikit dan hasil optimum yang dicapai dapat
lebih tinggi.
15
III. METODOLOGI
3.1 Ruang Lingkup
Pengkajian dilakukan selama 3 tahun, mulai dari tahun 2015 sampai
dengan tahun 2017. Pengkajian dilakukan melalui survey, pengkajian lapangan,
display, demplot, pelatihan, dan analisis laboratorium. Pengkajian dilaksanakan
di Kabupaten Seluma dengan ruang lingkup sebagai berikut: (1). Koordinasi
internal dan antar instansi (2). PRA, penyusunan desain dan road map model
sistem pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi (3). Inisiasi
penumbuhan/pembangunan model sistem pertanian bioindustri dan lembaga
pelaksananya (4). Budidaya tanaman padi aromatik yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan (5). Pemeliharaan ternak sapi dan pengaturan tata laksana
perkandangan (6). Efisiensi usaha tani padi dan sapi (7). Pembuatan tempat
prosesing pakan dan kompos (8). Pembuatan instalasi biogas (9). Pembuatan
instalasi biourine (10). Inventarisasi RMU, kinerja mesin dan tenaga pengelolanya
(11). Mendisain dan membuat kemasan produk-produk bioindustri (12).
Pembinaan dan penguatan peran lembaga pelaksana dan pendukung model
pertanian bioindustri (13). Percepatan penyebarluasan inovasi teknologi dalam
model sistem pertanian bioindustri.
3.2 Waktu dan Tempat
Pengkajian model sistem pertanian bioindustri spesifik lokasi dilaksanakan
mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2017. Kegiatan dilaksanakan di Desa
Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan Kabupaten Seluma.Kabupaten Seluma
memiliki lahan sawah seluas 20.150 Ha dan merupakan kabupaten yang memiliki
lahan sawah terluas di Provinsi Bengkulu. Di samping itu, Kabupaten Seluma
memiliki potensi untuk pengembangan komoditi peternakan, seperti ternak sapi,
kerbau, kambing, domba, ayam buras, itik, dan ayam broiler. Ternak sapi di
Kabupaten Seluma pada tahun 2012 berjumlah 19.122 ekor dan merupakan
salah satu komoditas peternakan utama. Di sisi kelembagaan, Kabupaten
Seluma memiliki kelompok tani sebanyak 526 kelompok dengan anggota
berjumlah 11.436 orang serta gabungan kelompok tani (Gapoktan) sebanyak 120
Gapoktan dengan anggota berjumlah 3.120 orang lebih. Kelas kelompok tani
yang ada masih didominasi kelas pemula yaitu 488 kelompok.
16
3.3 Metode
1. Menyusun database (monograf) wilayah pengkajian, inventarisasi/identifikasi
kebutuhan inovasi (teknologi dan lembaga) dan menyusun desain pertanian
bioindustri berbasis integrasi padi-sapi potong.
Prosedur :
1. Penelusuran alur sejarah desa
2. Pengambilan potret profil desa
3. Penyusunan kalender musim
4. Pembuatan peta desa
5. Penelusuran desa/transect.
6. Pembuatan diagram venn/kelembagaan
7. Wawancara keluarga tani
8. Kajian kebutuhan dan peluang
2. Membangun/menumbuhkan dan mengimplementasikan desain/model
pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi potong spesifik lokasi.
Prosedur :
1. Penyusunan rencana kegiatan melalui identifikasi permasalahan serta
merumuskan tindakan dan aksi kegiatan yang mempunyai titik ungkit
tinggi.
2. Implementasi model/design melalui sosialisasi, pelatihan, prosesing,
packing, demplot dan pemasaraan produk-produk bioindustri.
3. Budidaya padi aromatik pada sawah irigasi
4. Analisis kandungan produk biopestisida dan pupuk cair urine sapi
5. Analisis residu pestisida dalam beras
6. Analisis kandungan hara dalam kompos
7. Efikasi biopestisida dan pupuk cair terhadap pertumbuhan dan hasil
serta kualitas beras
8. Kandungan nutrisi pakan ternak (jerami/ dedak)
9. Perbaikan kandang sapi
10. Pembuatan tempat prosesing pakan dan kompos
11. Pembuatan instalasi biogas
12. Pembuatan instalasi prosesing biourine
13. Inventarisasi RMU, kinerja mesin dan tenaga pengelolanya
14. Analisa gabah, dan beras
17
15. Desain dan pengadaan kemasan produk-produk bioindustri
Analisis Data :
1. Analisis kandungan hara dalam tanah pH H2O (pH meter), C-organic
(Walkley and Black), N-total (Kjedahl), P (Metode Bray), K (ekstrak
NH4OAc), Na (Ekstrak NH4OAc), Ca-dd (Ekstrak NH4OAc), Mg-dd
(Ekstrak NH4OAc) (Balai Penelititan Tanah, 2005).
2. Analisis Kandungan hara dalam kompos N-total (Kjedahl), P (Metode
Bray), K (ekstrak NH4OAc), pH H2O (pH meter) (Balai Penelititan
Tanah, 2005).
3. Pengukuran komponen pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman dan
jumlah anakan) dan generatif tanaman (hasil produktivitas padi)
4. Pengukuran kualitas beras berdasarkan SNI 6128-2008 (Badan
Standarisasi Nasional, 2008)
3. Meningkatkan kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman)
SDM kelompok tani pelaksana dan petugas serta stakeholders yang dikaitkan
dengan penguasaan teknologi dan implementasi inovasi teknologi untuk
menggerakkan sistem dan mekanisme pertanian bioindustri spesifik lokasi.
Prosedur :
1. Sosialisasi kegiatan sistem pertanian Bioindustri berbasis integrasi padi-
sapi pada stakeholder dan kelompok tani
2. Temu lapang panen padi varietas inpari 23 dan sintanur
3. Pelatihan pembuatan kompos dan pembuatan pestisida biourine
4. Pelatihan pemanfaatan biogas, pengemasan berasa dan managemen
pemasaran
5. Launching produk-produk pertanian bioindustri
4. Meningkatkan peran Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan potensi sosial
ekonomi sebagai bagian dari komponen model pertanian bioindustri.
Prosedur:
1. Melakukan pelatihan administrasi kelompok berupa administrasi
keuangan dan administrasi kegiatan.
2. Mengaktifkan peran lembaga yang ada di desa (PKK, Kios tani, KUBE,
Koperasi, Kelompok Tani dan Sekolah) sebagai agen pemasaran
(marketing agents).
18
3. Menjalin kerjasama dengan SKPD (Dinas Pertanian, Peternakan, dan
Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, BP4K, dan
Perguruan Tinggi) dalam hal kebijakan.
4. Menjalin kerjasama dengan koperasi, mini market/swalayan, pedagang
dalam pemasaran produk beras aromatic.
5. Meningkatkan efisiensi usahatani padi dan sapi dalam pertanian bioindustri
berbasis integrasi sapi/padi.
Prosedur:
1. Meminimalisir penggunaan input usahatani padi dan sapi melalui
implementasi rekomendasi teknologi bioindustri berbasis integrasi padi-
sapi spesifik lokasi.
Analisis data:
1. Mengetahui besarnya pendapatan bersih petani dari usahatani padi dan
sapi digunakan “Analisa biaya dan pendapatan” dengan rumus menurut
(Bishop dan Toussaint, 1979), yaitu :
NR = TR-TC, TR = Tp x P dan TC = FC + VC
dimana
NR = Net Revenue atau pendapatan bersih
TR = Total Revenue atau pendapatan kotor
TC = Total Cost atau total biaya yang dikeluarkan
Tp = Total Produksi
P = Tingkat Harga,
FC = Fixed Cost atau Biaya Tetap
VC = Variable Cost atau Biaya Variabel
2. Untuk mengukur peningkatan efisiensi usahatani padi – sapi digunakan
analisi B/C ratio (benefit cost ratio) dengan membandingkan pendapatan
sistem usahatani integrasi padi – sapi dan non integrasi.
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Koordinasi Internal dan Antar Instansi
Koordinasi internal dilaksanakan secara rutin dalam bentuk pertemuan
tim dalam perencanaan kegiatan Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis
Integrasi Padi – Sapi Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu yang dilaksanakan di
Desa Rimbo Kedui, Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten Seluma. Dalam
pertemuan rutin yang dilaksanakan tiap bulannya dibahas mengenai kemajuan
kegiatan, hambatan dan kendala pada pelaksanaan kegiatan, tingkat serapan
dana, pencapaian dan rencana tindak lanjut pada kegiatan.
Koordinasi antar instansi terkait di tingkat Kabupaten dilaksanakan dalam
bentuk kunjungan dan pemaparan maksud kegiatan kepada Stakeholders, Dinas
Pertanian dan Peternakan Kabupaten Seluma, Bappeda, Dinas Koperasi, BP4K
dan Lurah Rimbo Kedui). Selain dengan Stakeholders kabupaten juga dilakukan
koordinasi dengan stakeholders tingkat provinsi yang berkaitan dengan teknis,
kebijakan, pemasaran maupun perijinan dan sertifikasi. Dinas/instansi Provinsi
yang berkaitan dengan pelaksanaan dan keberlanjutan Model sistem pertanian
bioindustri diantaranya adalah Dinas pertanian, Bakorluh, BPSB, Badan POM,
Dinas Perindustrian, swasta (pengusaha kemasan dan pedagang beras).
Koordinasi dengan stakeholdersterkait ini dimaksudkan untuk
menyamakan persepsi, memperoleh informasi mengenai kondisi agroekosistem
wilayah pengkajian, perluasan jaringan kerjasama (Networking), dukungan
kebijakan, dan juga ketersediaan sarana produksi yang diperlukan untuk
mendukung kegiatan pengkajian.
Koordinasi dengan institusi penyedia inovasi teknologi di lingkup Badan
Litbang pertanian dan di luar lingkup Badan Litbang Pertanian, misalnya
perguruan tinggi juga dilakukan. Koordinasi dengan institusi lingkup Badan
Litbang Pertanian diantaranya adalah dengan Puslitbangtan, BB Padi, BB
Pengkajian, Balitnak, dan BB Pasca Panen. Koordinasi di luar lingkup Badan
Litbang Pertanian diantaranya adalah dengan UNIB, UMB, dan perusahaan
swasta penyedia kemasan untuk packing produk-produk yang dihasilkan dalam
kegiatan Model Sistem Pertanian Bioindustri di Kabupaten Seluma.
20
4.2 Participatory Rural Apraisal (PRA)
4.2.1 Pelaksanaan PRA
Kegiatan PRA Kawasan Bioindustri Padi - Sapi di laksanakan pada tanggal
21-23 Mei 2015 di Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan Kabupaten
Seluma. Kegiatan ini diikuti oleh 60 orang petani, 6 orang peneliti/ penyuluh/staf
BPTP Bengkulu, Lurah Rimbo Kedui, Kepala BP3K Talang Datuk dan Penyuluh
Lapang Desa Rimbo Kedui.
Lingkup kegiatan PRA dibatasi pada penggalian informasi yang
berhubungan dengan kegiatan usaha tani padi dan ternak sapi serta
kelembagaan (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Metode PRA yang dilaksanakan
meliputi pembuatan peta desa, pembuatan transek dan penetapan prioritas
masalah. Informasi diperoleh berdasarkan data sekunder, wawancara dengan
petani, wawancara dengan key person (tokoh masyarakat, Lurah, dan ketua
kelompok tani), pengamatan langsung ke lapangan (observasi), diskusi/curah
pendapat dengan masyarakat desa. Kegiatan PRA diakhiri dengan wawancara
mendalam dengan anggota kelompok tani, sertapemaparan hasil PRA kepada
masyarakat desa, tokoh-tokoh masyarakat, petugas lapang, Lurah.
Kelurahan Rimbo Kedui merupakan bagian dari Kecamatan Seluma
Selatan yang merupakan Ibukota Kabupaten Seluma. Jumlah penduduk
Kelurahan Rimbo Kedui sebanyak 1.920 orang dengan 998 orang laki-laki dan
922 orang perempuan. Jumlah KK mencapai 423 dan 148 diantaranya keluarga
sejahtera. Luas wilayah Kelurahan Rimbo Kedui mencapai 8 km2 dengan
ketinggian 40 m dpl. Struktur Organisasi Kelurahan Rimbo Kedui disajikan pada
Gambar 4.
21
Gambar 4. Struktur Organisasi Kelurahan Rimbo Kedui
Mayoritas penduduk Kelurahan Rimbo Kedui bermata pencaharian sebagai
petani yaitu sebanyak 1.017 orang dan yang lain sebagai anggota Polri, PNS,
buruh, dan swasta. Tingkat pendidikan di Kelurahan Rimbo Kedui beragam,
mulai dari tingkat SD, SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi. Tingkat pendidikan
terbanyak didominasi oleh tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 773
orang.
Penggunaan lahan di Kelurahan Rimbo Kedui sangat beragam, terbagi
dalam penggunaan lahan pertanian, lahan perkebunan, lahan pekarangan,
pemukiman, perkantoran dan lain-lain. Lahan pertanian dominan digunakan
Kasi PemerintahanRenawi, SH
NIP 196207081991031003
Haryadi
Kasi PembangunanMarzen, SH
NIP 198408012005021004
Kasi Pelayanan UmumNuver Santri, S.Pd
NIP 198311142011002
Atik Kurniawati
LurahDedi Kurdianto, SP, M.Si
NIP 197605302006041014
Sekretaris Lurah
Ketua RW I Ketua RW II Ketua RW III
Ketua RT 1Ketua RT 2Ketua RT 3
Ketua RT 1Ketua RT 2Ketua RT 3
Ketua RT 1Ketua RT 2
22
untuk sawah irigasi dengan tanaman utama adalah padi. Lahan perkebunan
paling banyak diusahakan penduduk adalah sebagai kebun sawit dan pekarangan
dimanfaatkan untuk beternak sapi, kambing, dan ayam. Penggunaan lahan
lainnya adalah untuk kolam/ tebat/ empang.
Penggunaan lahan oleh masyarakat Kelurahan Rimbo Kedui terjadi
perubahan setiap tahunnya. Sering terjadi alih fungsi lahan dari lahan pertanian
ke lahan perkebunan dan bangunan. Kebutuhan penduduk akan tempat tinggal
menjadikan salah satunya lahan pertanian atau perkebunan untuk dijadikan
pemukiman. Keinginan yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan menjadikan
lahan pertanian dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan.
Karakteristik tanah di wilayah Kelurahan Rimbo Kedui yaitu tanah hitam
lempungan dengan kandungan gambut tinggi dan regosol endapan dengan
kedalaman 0,15 m, kemiringan tanah antara 2-80. Kondisi lahan pertanian yang
diusahakan antara lain sawah irigasi, tadah hujan, lahan kering dan rawa dengan
total luas 510 ha. Usaha tani yang menjadi mata pencaharian masyarakat
Kelurahan Rimbo Kedui yang utama antara lain tanaman padi, kelapa sawit dan
peternakan sapi. Rincian lahan berdasarkan ekosistemnya adalah sebagai
berikut: sawah irigasi 158 ha, sawah tadah hujan, lahan kering basah 32 ha,
lahan kering 95 ha, dan rawa lebak 150 ha.Luas lahan menurut subsektor usaha
tani tahun 2014/2015 disajikan pada Tabel 1 dan pola tanam nya pada Tabel 2.
23
Tabel 1. Luas Lahan Menurut Subsektor Usaha Tani Kelurahan Rimbo KeduiTahun 2014/2015
No Subsektor/komoditi Luas lahan(ha)/
populasi(ekor)
Produksirata-rata(ton/ha)/(kg/ekor)
Total produksi(ton/th)
1. Tanaman pangan danhortikultura:a. Padi sawahb. Jagungc. Kacang tanahd. Sayuran/cabe merahe. Ubi kayuf. Ubi jalarg. Jerukh. Semangka
395301058
2015
6,55,5
2187
2520
2.05416520
5.00064.000
140.00025.000
100.000
2. Tanaman perkebunan :a. Kelapa sawitb. Karetc. Kelapa
296,5-3
2,509(bln)-
40.000 butir
741,25 (bln)-
120.000 butir3. Peternakan :
a. Ayam Burasb. Sapic. Kambing/dombad. Enthok/bebek
5.300310531
1200
1100451,5
5.30031.00023.8951.800
4. Perikanan :a. Kolam/tebat 12.000 1kg/ekor 12.000
Sumber data : Ketua Kelompok Tani
Tabel 2. Pola Usahatani di Kelurahan Rimbo Kedui Tahun 2015.
No. Uraian Bulan1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Lahan sawah
Padi sawah Padi sawah Palawija
2. Lahan pekarangan
Buah-buahan Sayuran
3. Peternakan
Ternak besar Unggas
4. Perikanan
Kolam
24
Tanaman padi merupakan tanaman pangan yang utama ditanam oleh
petani. Dalam satu tahun ada tiga musim tanam tanaman padi ditanam pada dua
musim pertama. Pada musim kedua ditanami dengan tanaman palawija terutama
jagung. Produksi tanaman pangan, palawija, dan hortikultura di Kelurahan Rimbo
Kedui masih dapat ditingkatkan. Beberapa upaya dalam rangka meningkatkan
produksi tanaman pangan, palawija, dan hortikultura antara lain :
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi padi dan palawija dengan cara
penerapan teknologi buidaya yaitu penggunaan varietas unggul dan mutu
benih, pengolahan tanah, pengaturan jarak tanam, pemupukan sesuai
anjuran, pengendalian hama penyakit serta panen dan pascapanen menjadi
lebih baik dan meningkat dari sebelumnya. Disamping itu manajemen yang
baik dengan melaksanakan intensifikasi.
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman hortikultura dan buah-
buahan yang meliputi cabe, ubi kayu, ubi jalar, semangka, jeruk melalui
penerapan teknologi dan peningkatan perilaku (pengetahuan, sikap, dan
keterampilan) petani.
Pengelolaan usaha peternakan, khususnya sapi sudah dilakukan secara
intensif yaitu dikandangkan dengan pemberian pakan yang baik oleh peternak.
Potensi pakan di wilayah Kelurahan Rimbo Kedui masih banyak sehingga populasi
ternak sapi masih dapat ditingkatkan. Minimnya pengetahuan petani tentang
pemanfaatan dan pengolahan pakan berbasis jerami serta hijauan pakan ternak
yang memiliki nilai gizi yang baik bagi ternak mereka, menjadi salah satu
pembatas dalam peningkatan kapasitas pemeliharaan ternak. Upaya-upaya yang
dilakukan dalam bidang peternakan, antara lain adalah :
1. Meningkatkan populasi dan produksi ternak sapi, kambing, ayam buras, itik
melalui cara penerapan usahatani yang lebih baik.
2. Meningkatkan penerapan teknologi pemeliharaan sapi, kambing, domba,
ayam buras dan enthok dengan penggunaan bibit unggul, sistem
perkandangan, pemberian pakan.
3. Pengembangan hijauan makanan ternak melalui pembibitan rumput unggul.
Tingkat penerapan teknologi pada tanaman pangan dan perkebunan di
Kelurahan Rimbo Kedui diukur dengan menggunakan lima indikator, meliputi
benih varietas unggul, pengolahan tanah, pemupukan berdasarkan kebutuhan
tanaman dan status hara tanah, pengairan, dan pasca panen. Tingkat
25
penerapan komponen teknologi pada budidaya tanaman pangan di Kelurahan
Rimbo Kedui tergolong dalam kategori tinggi. Dari lima komponen yang menjadi
indikator, terdapat komponen benih, pengolahan tanah dan pasca panen yang
terkategori tinggi. Hal ini menjadikan produktivitas tanaman pangan di
Kelurahan Rimbo Kedui tergolong tinggi. Karena komponen teknologi pasca
panen tidak berkaitan langsung dengan peningkatan produktivitas. Kesadaran
masyarakat pertanian untuk meningkatkan hasil pertanian merupakan modal
yang besar. Penerimaan terhadap teknologi yang baru begitu mudah sehingga
langsung dapat diterapkan. Inovasi teknologi baru di wilayah Kelurahan Rimbo
Kedui selalu diharapkan. Tingkat adopsi teknologi beberapa komoditas tanaman
secara rinci disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.Tingkat Penerapan Teknologi Usahatani Tanaman Pangan danPerkebunan di Kelurahan Rimbo Kedui Tahun 2015.
No. Sub Sektor/Komoditi
Benih(%)
PengolahanTanah (%)
Pemupukan(%)
Pengairan(%)
PascaPanen(%)
1. Tanaman Pangan Padi sawah Jagung Kacang tanah Cabai
90906085
95607060
40251030
50202030
60758080
2. TanamanPerkebunan Kelapa sawit Kelapa
7580
00
5550
--
8590
Kelembagaan petani yang ada di Kelurahan Rimbo Kedui terdiri dari
kelompok tani dan gabungan kelompok tani. Didamping itu ada kelompok
perkebunan, kelompok wanita tani (KWT), kelompok ternak dan kelompok
pengolahan hasil. Untuk mendukung pemberdayaan kelompok tani ada beberapa
lembaga antara lain RMU, kios pupuk, RPH dan pasar. Data kelompok tani
disajikan pada Tabel 4.
26
Tabel 4. Data Kelompok Tani Kelurahan Rimbo Kedui Kabupaten Seluma Tahun2015.
No Nama Poktan Jumlahanggota(orang)
Luaslahan(ha)
Pengurus
Ketua Sekretaris Bendahara
1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.15.16.17.
Harapan MajuMargo Suko IPanca UsahaRimbo DamarSerunting SaktiTunas HarapanTunas Harapan IIRawa Sari (perkebunan)KWT Melati IIKWT Harapan MajuSumber Makmur (ternak)SauyunanAlhasnah (olah hasil)Sauyunan Wanita (telur asin)Mawar (opak)Ketela (keripik)Ina (tempe)
2733462724222525202515141515151010
1921
27,251927
21,2522
22,750,500,70
-
MispanBoirinSarminUsepSyahirilAkraludinSuparmaSugitoMeli ASumi LBoirinUsepYotoSabidahUpikRohayatiNarti
NurhakimPuji LestariDahniarYadiMulyanEri DSubarnaRidwanTiti ElmiDaSuyotokBaharudinAlip S.
RatimSuwitoHeriadiSopian TDeti HSarmanul HRasdiSujadiYunarti-GupuhAde a.Sugianto
Terdapat beberapa lembaga masyarakat dan kepemudaan yang
mendukung kegiatan pembangunan di Kelurahan Rimbo Kedui. Lembaga
masyarakat dan kepemudaan yang berada di Kelurahan Rimbo Kedui disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Lembaga Masyarakat dan Kepemudaan di Kelurahan Rimbo Kedui Tahun2015.
No. Nama Lembaga Jumlah1. Gabungan Kelompok Tani 12. Kelompok Tani, Ternak, Perkebunan dan KWT 123. Kelompok Majlis Taklim 14. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) 55. Karang Taruna 16. KUD -7. Pos KB/ Posyandu 18. PKK 1
Lembaga yang ada di Kelurahan Rimbo Kedui, Kecamatan Seluma
Selatan, Kabupaten Seluma terdiri dari karang taruna, remaja masjid, kelompok
tani, posyandu, pasar, PAUD/SD/SMA, PKK, Majlis Taklim, Koperasi, KUBE.
Karang taruna, majlis ta’lim, masjid saling beririsan satu dan yang lain dan
beririsan dengan masyarakat. Hal ini berarti ketiga organisasi tersebut saling
27
berpengaruh dan sangat berperan dalam masyarakat terutama masjid. PAUD,
SD dan SMA sudah sangat berperan dalam masyarakat, terutama dalam kegiatan
pendidikan di Kelurahan Rimbo Kedui. Posyandu, Puskesmas dan PKK sangat
berperan dalam pembangunan di bidang kesehatan. Mayoritas masyarakat telah
memanfaatkan sarana dan pra sarana posyandu dan Puskesmas dengan
dukungan penuh dari PKK. Kios tani memberikan dukungan yang besar terhadap
pertanian, perkebunan dan peternakan. Kelompok tani menjadi tumpuan
pembangunan pertanian didukung oleh penyuluh dan pihak kelurahan. Pasar
menjadi tumpuan masyarakat Kelurahan Rimbo Kedui dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari sehingga peranannya sangat besar. Lembaga masyarakat
yang ada di Kelurahan Rimbo Kedui digambarkan pada diagram venn (Gambar
5).
Sumber : Data primer yang diperoleh dari wawancara dengan key person
Gambar 5. Diagram Venn Kelembagaan Kelurahan Rimbo Kedui.
4.2.2 Penyusunan Desain Model Sistem Pertanian Bioindustri
Prinsip dari konsep bioindustri adalah proses produksi yang mampu
menghilangkan dampak polusi dan sekaligus menawarkan berbagai produk yang
tidak merusak lingkungan. Jadi konsep ini menyediakan berbagai siklus produk
Masyarakat
Posyandu
SDPAUD
SMAMasjid
BKKBN
Kiostani
Karangtaruna
PKK
MajlisTa’lim
Pasar
Puskesmas
KUBE
KelompoktaniKantor
lurah
Kantorcamat
koperasi
Kantorpos
28
melalui proses produksi yang tidak menghasilkan polusi dan tidak ada akhir dari
sebuah produk setelah selesai digunakan, dan tidak menjadi sampah. Produk-
produk dalam suatu proses akan menjadi residual yang tetap dapat digunakan
kembali sebagai input bagi proses lainnya yang biasa disebut zero waste.
Desain Model Sistem Pertanian Bioindustri disusun berdasarkan desk study
dan diperkuat dan dimantapkan oleh hasil penggalian kajian potensi dan peluang
pengembangan kawasan melalui PRA. Hasil PRA menunjukkan bahwa Kelurahan
Rimbo Kedui mempunyai potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan
kelembagaan pendukung yang cukup sesuai untuk pelaksanaan Model Sistem
Pertanian Bioindustri berbasis sistem integrasi padi-sapi spesifik lokasi. Hasil PRA
menunjukkan bahwa luas lahan sawah di Kelurahan Rimbo Kedui mencapai 395
ha dan populasi sapinya mencapai 310 ekor. Padi dan sapi merupakan komoditas
pertanian yang dominan diusahakan oleh masyarakat Kelurahan Rimbo Kedui.
Kedua komoditas tersebut dapat diintegrasikan dalam upaya membangun
model sistem pertanian bioindustri yang spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu. Pada
integrasi ini, ternak merupakan komponen pendukung dari usahatani padi.
Komoditas padi yang lebih diprioritaskan dan difokuskan dalam peningkatan nilai
tambah, diversifikasi produk dan pemanfaatan limbahnya. Integrasi padi-sapi
potong memiliki prospek yang cerah sebagai embrio berkembangnya agribisnis
yang berdaya saing dan memiliki keunggulan spesifik.
Usaha pemeliharaan ternak sapi pada daerah persawahan akan bermanfaat
ganda yaitu jerami padi sebagai pakan yang tersedia sepanjang tahun dengan
jumlah yang tidak terbatas dengan harga murah dan sebagai sumber pupuk
kandang bisa menjadi hasil sampingan bernilai ekonomi tinggi(Gambar 6). Pupuk
kandang tersebut dapat menjadi bahan pupuk organik untuk tanaman padi dan
tanaman lainnya.
29
Gambar 6. Desain Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Integrasi Padi-Sapi di Kabupaten Seluma.
Gambar 6 menunjukkan bahwa sistem pertanian bioindustri memandang
lahan pertanian tidak semata-mata merupakan sumberdaya alam, namun juga
dipandang sebagai industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk
menghasilkan pangan untuk ketahanan pangan maupun produk lain yang
dikelola menjadi bioenergi serta bebas limbah dengan menerapkan prinsip
mengurangi, memanfaatkan kembali, dan mendaur ulang (reduce, reuse dan
recycle).
Prinsip dari pertanian bioindustri adalah proses produksi yang mampu
menghilangkan dampak polusi dan sekaligus menawarkan berbagai produk yang
tidak merusak lingkungan. Jadi dalam model pertanian ini menyediakan berbagai
siklus produk melalui proses produksi yang tidak menghasilkan polusi dan tidak
ada akhir dari sebuah produk setelah selesai digunakan, dan tidak menjadi
sampah. Produk-produk dalam suatu proses akan menjadi residual yang tetap
dapat digunakan kembali sebagai input bagi proses lainnya yang biasa disebut
zero waste.
Oleh karena itu perlu inovasi teknologi dari yang bersifat aplikatif sampai
dengan yang komplek sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah produk,
diversifikasi produk yang bersifat ramah lingkungan dan berkelanjutan serta
efisien. Pertanian ramah lingkungan merupakan konsep model yang bertujuan
agar kegiatan ekonomi tidak merusak lingkungan, dengan tetap memperhatikan
30
keterkaitan antara ekologi, ekonomi, dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Manfaat utama dari pendekatan ini adalah pada proses dan inovasi produk dan
penciptaan rantai nilai, seperti pangan yang sehat dan aman, sumberdaya
terbarukan, dan energi berbasis bio-massa, yang seluruh proses dan aplikasinya
menggunakan sumberdaya tanaman, mikro organisme, dan hewan/ternak . Salah
satu contoh konsep pengembangan pertanian Bioindustri berbasis sumberdaya
lokal adalah intergrasi antara tanaman dan ternak.
4.2.3 Penyusunan Road Map Sistem Pertanian Bioindustri
Road map disusun sebagai pemandu arah dalam pencapaian tujuan dan
output yang telah ditetapkan. Road map berisi tentang upaya, usaha dan
implementasi kegiatan dalam kurun waktu 3 tahun mulai dari PRA hingga
launching dan rekomendasi model sistem pertanian bioindustri pada tahun ke 3
(Tabel 6). Road map dijabarkan dalam bentuk implementasi kegiatan yang
berupa display, pelatihan, pertemuan, koordinasi, pengadaan barang jasa,
monev, maupun study banding. Road map disusun untuk mempermudah
penilaian pencapaian tujuan melalui evaluasi dini secara internal.
Tabel 6. Road Map Sistem Pertanian Bioindustri Sapi - Padi 2015/2017
Kegiatan Tahun 1 Kegiatan Tahun 2 Kegiatan Tahun 3
PRA untuk identifikasipotensi wilayah danidentifikasi kebutuhaninovasi teknologi.
FGD. Membentuk
kelembagaan produksidan pasar pada tingkatGabungan KelompokTani.
Membangun instalasibiogas, renovasikandang, pembuatantempat produksibiourine, kompos danpakan.
Pembuatan displaybudidaya padi danpenanaman padiorganik untukmenghasilkan beras
Penguatan danpemantapan sistembudidaya danpengujian efikasibiourine dan kompos
Penguatan danpemantapan sertaevaluasi kinerjakelembagaan produksidan pemasaran hasil/produk bioindustri(Gapoktan)
Mendorong danmemperkuat terjadinyasinergi kelembagaan dikawasan bioindusridalam mendukungkeberlanjutan sistempertanian bioindustri.
Meningkatkanpastisipasi aktif dari
Pemantapan inovasikelembagaan danadopsi inovasiteknologi.
Evaluasi menyeluruhkinerja lembagapelaksana usaha ModelSistem PertanianBioindustri (Gapoktan)dan lembagapendukung/eksternal.
Replikasi model kekawasan lainnya.
Rekomendasi modelsistem pertanianbioindustri berbasissapi-padi.
Melakukan Launchingsistem pertanianbioindustri.
31
sehat aromatik dantepung beras dariberas menir.
Pembuatan displaypakan ternak berbasisjerami, biofertilizer,dan biopesticidedengan bahan bakudasar urine, dankompos dari fesesserta limbah biogas.
Membuat kemasanuntuk berbagai produk(beras sehat aromatik,aneka produkmakanan yangberbasis tepung berasdan turunannya,biourine, kompos danbiopestisida)
Pengurusan perijinankelayakan produkuntuk dipasarkan
Pengujian efikasibiopesticide dankompos untukpertanaman padi.
Panen perdana dansosialisasi bioindustrikepada stakeholderpetugas dan petani
Perakitan alat danmesin penepungberas.
Pengadaan bahanpendukung panen danpasca panen berupa(terpal, karung, sablonuntuk kemasan beras5, 10, 20 kg, botoldan derigen darivolume 1L -20L , drumpenampung urine, dll)
Promosi danpemasaran produkbioindustri melaluipameran dan ekspose.
anggota kelompok dankelompok lainnyadalam menghasilkanberas sehat aromatikdan produksi turunanlainnya.
Menjalin kemitraandengan stakeholdersdan swasta dalamupaya meningkatkannilai tambah produk,perluasan jaringanpemasaran danmenjaga kualitas,kuantitas dankontinyuitas produk.
Melakukan berbagaiterobosan danrekayasa sosial dalamrangka penumbuhankawasan bioindustriberbasis padi-sapi.
Percepatan danpemantapanpenyebarluasan inovasiteknologi bioindustri kestakeholders, petugasdan petani.
Melakukan display,pameran dan eksebisidalam rangka promosiproduk bioindustri.
Modifikasi peralatanuntukmeningkatkanefisiensiusaha tani.
Meningkatkan danmemperkuatnetworking denganBalit/ Puslit lingkupbadan Litbang dalamrangka percepatanadopsi inovasiteknologi dankelembagaan.
Penguatan danpeningkatan stimulasimodal dalam upayamempercepat
32
kemandirian lembagaproduksi danpemasaran yang telahdiinisiasi.
4.3 Penumbuhan Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis integrasiPadi-Sapi
Lembaga pertanian yang sudah diakui dan diregistrasi adalah Kelompok
Tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Gapoktan Rimbo Jaya yang
didukung oleh Kelompok Tani dan Kelompok Wanita Tani dijadikan sebagai
lembaga pelaksana Model Sistem Pertanian Bioindustri berbasis sistem integrasi
padi-sapi spesifik lokasi. Tidak mudah menggerakkan suatu lembaga yang
bergerak pada usaha produksi untuk dibawa menjadi lembaga profesional yang
profit oriented berkelanjutan dengan usaha dari hulu sampai hilir bahkan ke
pemasaran.
Dalam model ini Gapoktan yang didorong untuk menjadi badan usaha yang
mengelola sistem pertanian bioindustri (Gambar 2). Dalam hal ini sejak awal,
mulai dari perencanaan Gapoktan dan Poktan sudah dilibatkan. Hal yang tidak
kalah pentingnya adalah mengupayakan atau menciptakan pasar bagi produk-
produk bioindustri melalui jaringan pemasaran yang multi chanel. Hal ini menjadi
sangat penting mengingat bahwa keberlanjutan suatu usaha adalah ketersedian
pasar bagi produk yang dihasilkan.
4.4 Budidaya Padi Aromatik pada Sawah Irigasi
Peningkatan nilai tambah dalam usahatani padi dapat dilakukan melalui
perbaikan mutu beras. Hal ini akan berdampak positif bagi petani. Varietas padi
mempengaruhi kualitas dan pendapatan petani. Konsumen umumnya memilih
kualitas beras yang baik. Salah satu parameter yang menjadi tolak ukur
pemilihan kualitas adalah aroma dan rasa nasi.
Penanaman padi aromatik dapat memberikan nilai tambah bagi petani
karena harganya relatif lebih mahal dibandingkan harga padi nonaromatik. Padi
varietas aromatik antara lain: Gilirang, Sintanur dan Inpari 23. Adapun deskripsi
darivarietas tersebut disajikan pada Tabel 7.
33
Tabel 7. Deskripsi Varietas Padi Aromatik Gilirang, Sintanur dan Inpari 23
Klasifikasi VarietasGilirang Sintanur Inpari 23
Umur 116-125 hari 115-125 hari 113 hariBentuk tanaman Tegak Tegak TegakTinggi 108-115 cm 115-125 112 cmKerontokan Sedang Sedang SedangKerebahan Tahan Agak tahan SedangKadar amilosa 18,9% 18% ±17%Tekstur nasi Pulen Pulen PulenBobot 1000 butir 28 gram 27 gram 26 gramRataan hasil 6 ton/ha 6 ton/ha 6,9 ton/haPotensi hasil 7,5 ton/ha 7 ton/ha 9,2 ton/haDilepas 2002 2001 2012
Varietas padi aromatik yang ditanam pada kawasan model sistem
pertanian bioindustri adalah Inpari 23 dan Sintanur. Varietas Sintanur
mempunyai umur yang lebih panjang dan ukuran gabah yang lebih besar
dibandingkan dengan varietas Inpari 23. Pada kawasan bioindustri telah ditanam
padi dengan luasan 21 ha dalam 2 musim tanam. Musim tanam pertama 6 ha,
sedangkan pada musim ke 2 ditanam dalam luasan 15 ha. Jumlah petani
kooperator yang terlibat dalam kegiatan ini ada 23 orang petani.
Sebelum dilakukan pengolahan lahan dilakukan pengambilan sampel
tanah awal untuk mengetahui status hara tanah. Status hara awal diperlukan
untuk menyusun dosis pupuk yang akan diaplikasikan pada pertanaman padi.
Semakin subur kondisi tanaman semakin rendah dosis pupuk yang diberikan,
begitu juga sebaliknya. Hal ini diperlukan dalam upaya untuk mendapatkan
produktivitas padi yang diharapkan (>7 ton GKG/ha). Hasil analisis tanah
menunjukkan bahwa tekstur tanah sawah irigasi di Kelurahan Rimbo Kedui
termasuk dalam tekstur tanah debu berlempung dengan komposisi masing -
masing pasir 2,67%, lempung 45,77% dan debu 51,56% dengan pH 5,75 (agak
masam). Adapun tingkat kesuburan lahannya dapat dikategorikan cukup subur
dengan indikator kandungan unsur N 0,29%, P 6,28 ppm, K 0,26 me/100 g, Na
0,47 me/100 g, Ca 2,18 me/100 g, dan Mg 3,65 me/100 g(Lampiran 2).
Pupuk kandang dan biopestisida yang digunakan berbasis limbah ternak
sapi. Limbah sapi berbentuk padatan digunakan sebagai pupuk kandang
sementara urine sapi dimanfaatkan sebagai biopestisida. Pupuk kandang yang
34
digunakan terlebih dahulu dilakukan analisis laboratorium untuk mengetahui
kandungan unsur haranya.Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa pupuk
kandang yang tersedia di petani mempunyai kandungan sebagai berikut: N-total
8,03%, P2O5 4,02%, K2O 0,17%, pH 7,5(Lampiran4).
Ada 3 inovasi teknologi budidaya yang diterapkan dalam model sistem
pertanian bioindustri di Kelurahan Rimbo Kedui Kabupaten Seluma. Ke 3 inovasi
teknologi budidaya tersebut adalah teknologi budidaya padi organik, teknologi
budidaya padi ramah lingkungan, dan teknologi budidaya padi dengan
pendekatan PTT (Tabel 8). Jenis dan dosis pemupukan pada inovasi teknologi
budidaya padi aromatik ditentukan berdasarkan analisis laboratorium terhadap
tanah awal dan kompos/pupuk kandang yang digunakan dalam pengkajian.
Tabel 8. Inovasi Teknologi Budidaya Padi Aromatik yang Diterapkan pada ModelSistem Pertanian Bioindustri di Kabupaten Seluma Tahun 2015.
Inovasi TeknologiBudidaya Padi
Jenis dan Dosis Pupuk Pestisida
Organik Pupuk Kandang: 7.200 kg/ha Biopestisida
Ramah Lingkungan Pupuk Kandang: 3.600 kg/haPhonska: 150 kg/haUrea: 100 kg/ha
Biopestisida(Biourine)
Pendekatan PTT Phonska: 300 kg/haUrea: 200 kg/ha
PestisidaSintetik
Penanaman padi aromatik dilakukan dengan menggunakan sistem tanam
jajar legowo 2:1. Untuk mempercepat adopsi jajar legowo 2:1 didistribusikan
caplak roda jajar legowo 2:1 kepada kelompok tani di Gapoktan Rimbo Jaya
(Lampiran 5). Penggunaan sistem tanam jajar legowo telah dikenal dan diadopsi
oleh petani di Kelurahanm Rimbo Kedui. Sistem tanam jajar legowo 2:1 diyakini
lebih unggul dalam hal meningkatkan produktivitas melalui peningkatan populasi
tanaman yang sangat nyata. Inovasi teknologi ini diyakini dapat meningkatkan
produktivitas dan pendapatan petani.
Penanaman padi aromatik mempunyai tantangan dan resiko yang lebih
tinggi dibandingkan dengan varietas non aromatik. Varietas aromatik yang
tersedia di BB padi hanya ada 3 varietas yaitu Gilirang, Sintanur dan Inpari 23.
Berbeda dengan varietas non aromatik yang mempunyai ratusan pilihan varietas
yang spesifik lokasi. Varietas aromatik lebih disukai oleh Organisme Pengganggu
35
Tanaman (OPT) karena mempunyai daya tarik tersendiri, di mana aromanya
sudah dapat tercium mulai dari fase vegetatif.
Salah satu tantangan dalam budidaya padi aromatik, khususnya dengan
teknologi budidaya organik dan semi organik/ramah lingkungan adalah adanya
serangan blast yang sudah dimulai sejak fase vegetatif. Penyakit ini mudah sekali
menyerang dengan adanya stimulasi cuaca. Penyakit ini menyerang jika
mendapatkan lingkungan yang sesuai yaitu lingkungan dengan kelembaban
tinggi dan suhu yang tinggi. Pertanaman padi aromatik varietas Inpari 23 dengan
teknologi organik dan semi organik/ramah lingkungan terkena serangan blast
cukup berat, sedangkan dengan teknologi organik Varietas Sintanur dan Inpari
23 tidak terserang blast. Kondisi ini membuka peluang untuk melaksanakan
kajian yang lebih mendalam mengenai metode pengendalian blast yang efektif,
efisien baik melalui penggunaan pestisida maupun culture teknis misalnya
dengan varietas maupun jenis dan dosis pupuk yang digunakan.Serangan
penyakit blast sangat berbahaya pada fase vegetatif maupun generatif. Penyakit
ini dapat menyebabkan gagal panen (Lampiran6). Melalui pengamatan dan
pemilihan racun/pestisidayang tepat penyakit ini mampu dikendalikan dengan
baik. Pencegahan dan persedian fungisida sangat penting untuk mencegah
maupun mengendalikan penyakit ini.
Memberikan keyakinan pada petani untuk menggunakan teknologi
budidaya secara organik dan semi organik juga cukup sulit. Para petani belum
yakin dan belum terbiasa bahwa pupuk kandang dan biopestisida dalam jumlah
yang cukup juga dapat memberikan produktivitas yang sebanding dengan
kualitas yang lebih baik. Secara umum petani belum bersedia menerapkan
karena resikonya yang cukup tinggi dari menurunnya produktivitas hingga
kemungkinan gagal panen. Ketersediaan pasar beras organik dan kesediaan
masyarakat untuk membeli (Willingness to Pay: WTP) juga menjadi
pertimbangan petani dalam mengadopsi teknologi budidaya organik dan
semiorganik. Dalam kegiatan ini juga akan dilakukan penciptaan pasar dan
promosi keunggulan produk organik kepada masyarakat menengah ke atas. Saat
ini para petani masih memilih untuk mengadopsi teknologi budidaya semiorganik
dan pendekatan PTT.
Pada kajian ini diperoleh hasil bahwa penggunaan kompos atau bahan
organik dan biopestisida mampu memberikan hasil yang cukup tinggi dan hampir
36
sebanding dengan penggunaan pupuk anorganik dan pestisida sintetik.
Produktivitas padi varietas Inpari 23 dengan budidaya organik, semiorganik dan
pendekatan PTT berturut-turut adalah 7,56; 7,66; 8,62 t GKP/ha (Tabel 9).
Tabel 9. Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Varietas Padi Aromatik di KabupatenSeluma pada Tahun 2015.
Budidaya Padi Tinggi Tan. (cm) Jumlah Anakan Hasil(GKPt/ha)
K.A.Gabah(%)
HI (%)
28 HST 45 HST 28 HST 45 HST
Organik
Semiorganik
PTT
75,29
74,64
68,68
103,20
112,00
106,34
13,29
12,27
12,11
8,87
10,89
10,48
7,56
7,66
8,62
19,36
19,15
20,89
41,70
34,14
30,77
Tabel 9 menunjukkan bahwa teknologi budidaya padi aromatik dengan
pendekatan PTT memberikan hasil yang paling tinggi dan diikuti oleh teknologi
budidaya semiorganik dan organik. Hal ini didukung oleh data komponen
pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Pada tanaman padi dengan teknologi
organik pada awalnya mempunyai jumlah anakan yang tinggi, yaitu 13,29
anakan per rumpun tetapi jumlahnya menurun dengan drastis pada umur 45 HST
menjadi 8,87 anakan/rumpun. Kondisi ini berkaitan dengan kemampuan dari
tanah dalam menyediakan nutrisi untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
Teknologi budidaya padi organik dan semiorganik mempunyai
produktivitas yang hampir sama yaitu 7,56 dan 7,66 GKP t/ha, sedangkan
teknologi budidaya dengan pendekatan PTT mempunyai pertumbuhan dan
perkembangan tanaman serta hasil yang jauh lebih baik yaitu 8,62 GKP t/ha. Hal
ini berkaitan dengan tingkat ketersediaan unsur hara makro, khususnya N yang
relatif rendah (Tabel 10)dan tingginya tingkat serangan hama dan penyakit
tanaman.
37
Tabel 10. Kandungan Unsur Hara Tanah setelah Panen pada Lahan yangDiperlakukan dengan 3 Teknologi Budidaya Padi di KabupatenSeluma pada Tahun 2015.
TeknologiBudidaya pH
Kandungan Unsur Hara Makro% Me/100 gN P K Na Ca Mg
OrganikSemi organikPendekatan PTT
5,605,105,80
0,130,260,24
26,6129,2721,78
1,131,361,35
0,160,160,51
2,142,061,67
5,953,994,95
Tabel 10 menunjukkan bahwa pH dan kandungan unsur hara setelah
panen pada lahan yang diperlakukan dengan 3 teknologi budidaya padi hampir
sama, kecuali unsur hara N dan K. Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa
kandungan unsur hara N berkisar antara 0,13 - 0,26%, dengan kriteria rendah
sampai dengan sedang dengan nilai pH berkisar antara 5,10 - 5,80 (agak
masam). Rendahnya kandungan unsur nitrogen dan kalium dalam tanah
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman khususnya
jumlah anakan aktif dan produktif serta menurunnya kemampuan tanaman
dalam pengisian gabah yang berakibat pada rendahnya produktifitas. Jumlah
anakan produktif dan jumlah gabah isi per malai merupakan komponen hasil
utama yang menentukan produktivitas tanaman padi.
4.5 Perbaikan Kandang dan Pemeliharaan Sapi
Secara umum kondisi perkandangan sapi di Kelompok Margo Suko masih
belum memenuhi persyaratan teknis. Kondisi kandang sapi potong masih
menggunakan lantai tanah, belum memiliki saluran limbah/drainase yang baik dan
belum ada tempat penampungan kotoran. Beberapa persyaratan yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan kandang untuk sapi potong antara lain dari segi
teknis, ekonomis, kesehatan kandang (ventilasi kandang, pembuangan
kotoran),efisien pengelolaan dan kesehatan lingkungan sekitarnya. Pada
prinsipnya kandang dibuat sedemikian rupa sehingga urine sapi dan kotoran sapi
dapat dikumpulkan dengan mudah dan diproses lebih lanjut. Oleh karena itu
perlu dilakukan perbaikan kandang agar dapat memenuhi persyaratan teknis
kandang sapi potong.
38
Gambar 7. Sketsa Perbaikan kandang Sapi.
Pada saat awal kegiatan sistem pertanian bioindustri, kelompok Tani
Margo Suko telah memiliki kandang koloni dan ruang pengelola. Limbah dari
ternak yang berupa kotoran padat (feses) dan limbah cairnya belum ada yang
dimanfaatkan semuanya masih terbuang. Hal ini karena tatalaksana kandang
serta pengetahuan dan kesadaran peternak untuk memanfaatkan pupuk organik
masih kurang. Pupuk organik belum dimanfaatkan untuk usaha tani padi maupun
komoditas yang lainnya.
Tata laksana perkandangan yang tersedia belum memungkinkan untuk
pemanfaatan feses maupun urin secara optimal(Lampiran7). Untuk
meningkatkan kesehatan ternak dan optimalisasi limbah ternak maka dilakukan
perbaikan atau renovasi kandang yang sudah ada. Renovasi kandang meliputi
pelebaran atap, pembuatan saluran dan penampungan urine, tempat pakan,
perbaikan dan penyempurnaan lantai kandang, serta pembuatan tempat
penampungan sementara feses dan sisa-sisa pakan sebelum dikomposkan.
Renovasi kandang ini dimaksudkan sekaligus sebagai display tata laksana
perkandangan dan pemanfaatan limbah peternakan. Dengan renovasi ini selain
untuk peningkatan kapasitas pemeliharaan sapi, peningkatan kesehatan ternak
juga untuk optimalisasi pemanfaatan urine dan feses menjadi biourine dan
biogas.
39
4.6 Efisiensi Usaha Tani Padi dan Sapi
Kajian efisiensi dilakukan untuk melihat kinerja ekonomi dari masing-
masing inovasi teknologi budidaya padi aromatik. Kegiatan ini bermanfaat untuk
menentukan tingkat pendapatan petani pada berbagai inovasi teknologi budidaya
padi secara integrasi maupun non integrasi.
4.6.1 Efisiensi usahatani padi aromatik
Kajian efisiensi bermanfaat dalam menentukan harga dasar gabah
maupun beras yang layak untuk teknologi budidaya padi secara organik maupun
semiorganik. Data yang dikumpulkan untuk analisis biaya usahatani padi
diantaranya adalah (1). Biaya yang meliputi: biaya tenaga kerja, benih, pupuk,
pestisida, bawon/panen, pengolahan lahan (sewa traktor), dan penyusutan alat;
(2). Hasil (3). Harga produk (4). Penerimaan (5). Pendapatan(Tabel11).
Tabel 11. Analisa Usahatani padi aromatik di Kabupaten Seluma Tahun 2015.
No. Uraian TeknologiOrganik (Rp) Semi Organik (Rp) PTT (Rp)
1.
2.3.4.5.6.
Biaya total (Rp/ha/MT)- Tenaga kerja- Biaya panen/Bawon- Benih- Pupuk- Pestisida- Sewa traktor- Biaya penyusutan alatHasil (kg/ha/MT)Harga jual (Rp/kg)Penerimaan (Rp/ha/MT)Pendapatan (Rp/ha/MT)B/C ratio
12.153.8002.180.0003.004.000
175.0004.680.000
640.0001.278.800
196.0007.5104.000
30.040.00017.886.200
1,47
10.478.8002.180.0003.064.000
175.0002.945.000
640.0001.278.800
196.0007.6604.000
30.640.00019.585.200
1,87
8.994.2002.180.0003.446.400
175.0001.210.000
508.0001.278.800
196.0008.6164.000
34.464.00025.469.800
2,83
Tabel 11 menunjukkan bahwa varietas Inpari 23 memberikan
produktivitas yang berbeda jika dibudidayakan dengan teknologi yang berbeda.
Pertumbuhan merupakan fungsi antara faktor genetik dan faktor lingkungan.
Teknologi budidaya mempengaruhi lingkungan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, sehingga dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan hasil
tanaman.
Produktivitas yang dihasilkan oleh teknologi budidaya organik, semi
organik dan pendekatan PTT berturut-turut adalah 7,51 t GKP/ha, 7,66 t GKP/ha
40
dan 8,62 t GKP/ha. Teknologi budidaya dengan pendekatan PTT paling efisien
karena dengan biaya yang paling rendah (Rp. 8.994.200) mampu memberikan
hasil (8,62 t GKP/ha) dan pendapatan yang paling tinggi (Rp. 25.469.800).
Teknologi budidaya organik memerlukan biaya yang paling besar, yaitu mencapai
Rp. 12.153.800 dibandingkan dengan teknologi budidaya semi organik dan
pendekatan PTT yang memerlukan biaya masing-masing Rp 10.478.800 dan Rp.
8.994.200. Pendapatan dari teknologi budidaya organik, semiorganik, dan
pendekatan PTT berturut-turut adalah Rp. 17.886.200, Rp. 19.585.200, dan Rp.
25.469.800 dengan B/C rasio 1,47; 1,87; dan 2,83.
Tingginya biaya produksi dari teknologi budidaya organik dan semiorganik
disebabkan oleh penggunaan pupuk kandang atau kompos dalam jumlah yang
banyak yaitu 7,2 t/ha untuk budidaya organik dan 3,6 t/ha untuk semi organik.
Dari aspek ekonomi teknologi budidaya dengan pendekatan PTT paling
menguntungkan dan paling efisien, namun dari aspek lingkungan dan kesehatan
dalam jangka panjang teknologi budidaya semi organik dan organik yang paling
menguntungkan. Jika hanya dilihat dari sisi ekonomi maka pilihannya adalah
penerapan teknologi dengan pendekatan PTT. Namun jika pendekatan dan
penilaian yang digunakan memasukkan aspek lingkungan dan kesehatan serta
keberlanjutan pertanian tentu keputusan ataupun alternatif pilihan akan berbeda.
Tingginya biaya pupuk kandang pada teknologi budidaya organik dan
semi organik dapat diatasi dengan adanya integrasi antara tanaman dengan
ternak (padi-sapi). Rendahnya produktivitas dari teknologi padi organik dan semi
organik dapat disiasati dengan peningkatan harga karena mempunyai nilai dan
mutu yang tinggi dengan pangsa pasar tertentu, sehingga pendapatannya setara
atau bahkan lebih tinggi dari produk yang dihasilkan dengan teknologi budidaya
dengan pendekatan PTT.
Untuk mendapatkan pendapatan yang setara dengan pendapatan
teknologi budidaya dengan pendekatan PTT maka harga gabah untuk teknologi
budidaya semi organik dan organik harganya harus ditingkatkan berturut-turut
menjadi Rp. 4.800 dan Rp. 5.000. Untuk itu perlu dilakukan survey tentang
kemauan/kesediaan masyarakat untuk membeli (WTP), seberapa besar minat
masyarakat Bengkulu terhadap produk beras sehat, siapa dan di mana sekmen
pasar dari beras organik. Survey ini berkaitan erat dengan upaya untuk
penciptaan pasar bagi produk-produk pangan organik.
41
4.6.2 Efisiensi usahatani ternak sapi potong
Di Provinsi Bengkulu, termasuk juga di Kabupaten Seluma pengembangan
ternak sapi belum optimal. Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan
peternak, kurangnya pemanfaatan (pengolahan dan penyediaan) pakan berbasis
limbah pertanian, minimnya usaha perbibitan sapi merupakan masalah umum
dalam pengembangan ternak sapi.
Umumnya peternak sapi di Bengkulu memelihara sapi untuk 2 tujuan
yaitu untuk penggemukan dan perbibitan. Terdapat perbedaan mendasar antara
penggemukan dan pembibitan, terutama pada tujuan dan tata laksana
pemeliharaan khususnya yang berkaitan dengan pemberian ransum/pakan.
Untuk menilai efisiensi usahatani ternak sapi diperlukan data biaya produksi,
harga produk, pendapatan per siklus usaha untuk penggemukan maupun
perbibitan.Biayayang perlu dikeluarkan pada usahatani sapi adalah biaya pakan
(HMT, dedak), obat-obatan, tenaga kerja dan penyusutan (Tabel 12).
Tabel 12. Analisa Usahatani Ternak Sapi Non Integrasi di Kabupaten SelumaTahun 2015.
No. Uraian Nilai Uraian NilaiPenggemukan(per 3 bulan)
Pembibitan(per 12 bulan)
1.
2.3.4.
Biaya produksi (Rp)- HMT- Dedak- Tenaga kerja- Penyusutan- Obat
Produksi (Rp)Pendapatan (Rp/3 bln)Pendapatan (Rp/bln)*catatan: (i) peningkatanbobot badan sapi per 3bulan: 45 kg; (ii) Hargabobot hidup sapi baliRp.60.000/kg)
955.000360.000270.000180.000100.000100.000
2.700.0001.545.000
515.000
1. Biaya Produksi- Susut induk- IB- HMT- Dedak- Tenaga kerja- Penyusutan- Obat
2. Produksi3. Pendapatan (Rp/th)4. Pendapatan (Rp/bln)
*catatan: (i) pelihara9 bulan (bunting) + 3bulan (sapih); (ii)Harga pedetRp.6.000.000/ekor)
3.179.000500.000150.000
1.098.000549.000732.000250.000100.000
6.000.0002.821.000
235.000
Hasil menunjukkan bahwa hijaun, dedak dan tenaga kerja merupakan
biaya produksi yang paling dominan. Dengan pemeliharaan secara konvensional
ternyata belum mampu memberikan pendapatan yang memadai untuk usaha
perbibitan maupun penggemukan. Pendapatan per bulan untuk usaha perbibitan
42
maupun penggemukan berturut-turut sebesar Rp. 235.000 dan Rp. 515.000
/bulan. Kondisi ini terjadi karena limbah ternak yang berupa feses maupun urin
belum dimanfaatkan.Dengan mengetahui tingkat pendapatan per bulan per ekor,
maka peternak dapat memperhitungkan berapa skala usaha ternak sapi untuk
penggemukan dan perbibitan. Jika ingin pendapatannya Rp. 2.000.000/bulan
maka pemeliharaan sapi untuk penggemukan adalah 4 ekor, sedangkan untuk
perbibitan adalah 8 ekor. Selama ini para peternak merasa untung dengan
pemeliharaan sapi karena mereka belum memperhitungkan biaya tenaga kerja,
penyusutan maupun biaya untuk pakan. Tenaga kerja dan pakan tidak
diperhitungkan karena tenaga kerjanya adalah dari dalam keluarga sendiri,
sedangkan pakan dicari atau diperoleh dari kebunnya sendiri.
4.6.3 Efisiensi usahatani integrasi padi-sapi
Usaha pemeliharaan ternak sapi pada areal persawahan irigasi akan
bermanfaat ganda yaitu ketersediaan jerami padi sebagai pakan yang tersedia
sepanjang tahun dengan jumlah yang tidak terbatas dengan harga murah dan
sebagai sumber pupuk kandang bisa menjadi hasil sampingan bernilai ekonomi
tinggi. Pupuk kandang tersebut dapat menjadi bahan pupuk organik untuk
tanaman padi.Rata-rata peternak adalah juga merupakan petani sehingga pupuk
yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk memupuk dan memperbaiki lahan
pertanian sendiri.
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik dapat meningkatkan
kesuburan tanah yang pada akhirnya memiliki dampak positif pada peningkatan
hasil panen, sehingga dapat mewujudkan usaha agribisnis yang berdaya saing
dan ramah lingkungan.Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran (feses) sebanyak
8-10 kg setiap hari. Dari kotoran sapi sebanyak ini dapat dihasilkan 4-6 kg pupuk
organik/hari.Untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi dengan teknologi
budidaya organik, diperlukan penggunaan pupuk organik sekitar 3,6 t/ha/musim
yang dapat dipenuhi oleh 4 ekor sapi jika Indeks Pertanaman (IP) 200 (Tabel
13).
Selain feses, limbah ternak yang dapat di gunakan untuk pupuk maupun
biopestisida adalah urine. Seekor sapi mengeluarkan urine rata-rata 5 liter/hari.
Urine ini juga bernilai ekonomi jika diproses menjadi pupuk cair atau biopestisida.
43
Urine dapat berperan ganda yaitu sebagai penyubur tanaman padi sekaligus
sebagai pengendali organisme pengganggu tanaman (OPT).
Tabel 13. Analisa Usahatani Ternak Sapi Terintegrasi di Kabupaten SelumaTahun 2015.
No. Uraian Nilai Uraian NilaiPenggemukan(per 3 bulan)
Pembibitan(per 12 bulan)
1.
2.3.4.
5.
6.
Biaya produksi (Rp)- HMT- Dedak- Tenaga kerja- Penyusutan- Obat
Produksi (Rp)Pendapatan (Rp/3 bln)Pendapatan (Rp/bln)
Pend. tambahan darilimbah (Rp/bulan)Pend. total (Rp/bln)
955.000360.000270.000180.000100.000100.000
2.700.0001.545.000
515.000
870.0001.385.000
1. Biaya Produksi- Susut induk- IB- HMT- Dedak- Tenaga kerja- Penyusutan- Obat
2. Produksi3. Pendapatan (Rp/th)4. Pendapatan (Rp/bln)5. Pendapatan tambahan
dari limbah (Rp/bulan)6. Pend. total (Rp/bulan)
3.179.000500.000150.000
1.098.000549.000732.000250.000100.000
6.000.0002.821.000
235.000
870.0001.105.000
Tabel 13 menunjukkan bahwa dengan melakukan integrasi berarti feses
dan urine dimanfaatkan untuk pertanaman padi secara keseluruhan. Harga
komposnya berkisar antara Rp. 650 - Rp 850 sedangkan pupuk organik cairnya
Rp. 5.000/l. Pemanfaatan limbah ternak ini mampu memberikan peningkatan
yang pendapatan yang signifikan untuk usaha tani padi secara organik dan
usahatani ternak. Dari aspek tanaman padi kebutuhan pupuk yang besar 3,6 -
7,2 t/ha dengan alokasi biaya yang tinggi dapat dipenuhi dari ternak yang
dipelihara. Pendapatan usaha tani ternak yang semula berkisar Rp. 235.000 - Rp
515.000/bulan meningkat secara signifikan menjadi Rp. 1.105.000 - Rp.
1.385.000. Dengan melaksanakan integrasi ternyata mampu meningkatkan
pendapatan peternak dengan cukup signifikan yaitu Rp. 870.000/bulan, serta
meningkatkan efisiensi penggunaan biaya budidaya padi organik sebesar Rp.
5.320.000/musim tanam atau menekan biaya sekitar 43,77%, untuk yang semi
organik Rp. 3.585.000/musim tanam atau menekan biaya 34,21%.
Secara teori integrasi padi - sapi menguntungkan dari aspek ekonomi
maupun lingkungan. Dari aspek ekonomi dapat meningkatkan keuntungan
44
karena sebagian atau seluruh kebutuhan pupuk untuk tanaman padi dapat
dipenuhi oleh limbah ternak. Dari aspek lingkungan dan kualitas produk juga
meningkat karena penggunaan pupuk kandang atau bahan organik berarti sudah
melakukan konservasi lahan, memelihara kesuburan biologi, kimia bahkan fisik
tanah. Dari aspek produk dapat dihasilkan produk yang berkualitas yang baik
untuk kesehatan konsumen karena mempunyai residu toksik yang rendah.
4.7 Pembuatan Tempat Prosesing Pakan dan Kompos
Pada saat awal kegiatan sistem pertanian bioindustri belum ada tempat
untuk prosesing pakan dan kompos. Di wilayah Kelurahan Rimbo Kedui
khususnya dan di Kabupaten Seluma umumnya belum banyak peternak atau
petani yang memanfaatkan jerami untuk pakan ternak maupun kompos untuk
pertanaman padinya. Berdasarkan hasil PRA menunjukkan bahwa populasi di
Kelurahan Rimbo kedui cukup banyak (310 ekor) dengan potensi sawah yang
luas cukup cocok untuk dilakukan integrasi antara padi-sapi.
Di Keluran Rimbo Kedui, lebih dari 395 ha lahan ditanami padi. Biomass
panenan padi berupa gabah dan jerami. Sebanyak 58,30 - 69,23% biomassa
berupa jerami. Jerami padi sangat potensial sebagai sumber pakan ternak karena
jumlahnya yang banyak dan mudah diperoleh. Dalam setiap hektare pertanaman
padi dihasilkan 5-7 ton jerami kering dan mampu mendukung untuk
pemeliharaan 2 ekor sapi. Bahan jerami kering yang diperlukan untuk 1 ekor sapi
dengan berat badan 300 kg adalah 6 kg/hari atau 2% dari bobot ternak.
Kelemahan dari jerami padi ini adalah kandungan gizi, vitamin, mineral serta
daya cerna relatif rendah. Kandungan serat kasar dan kadar proteinnya yang
rendah belum mampu untukmemenuhi kebutuhan hidup pokok ternak
ruminansia. Oleh karena itu perlu dibuat tempat untuk prosesing prosesing
jerami.
Tempat prosesing pakan berbasis jerami dan pengolahan kompos dibuat
dengan ukuran 6 x 6 m. Satu bangunan yang disekat menjadi 2 yaitu satu untuk
prosesing pakan berbasis jerami dan sebagian lainnya untuk pengolahan kompos
yang berasal dari kotoran sapi (Lampiran8). Bangunan dibuat semi permanen
dengan dinding beton dan beratap seng. Kapasitas tempat prosesing pupuk dan
dan pakan berkisar antara 4-5 ton jerami dan 7 -10 ton kompos. Tempat ini
45
dibuat selain untuk visitor juga sebagai tempat untuk implementasi Model sistem
pertanian bioindustri berbasis padi-sapi.
Percontohan, display dan tempat visitor prosesing kompos dan pakan
ternak berbasis jerami sangat diperlukan. Hal ini dilakukan dalam rangka
pengenalan dan percepatan penyebaran informasi dalam upaya percepatan
adopsi pemanfaatan pakan dari jerami serta penggunaan kompos untuk
budidaya padi yang ramah lingkungan.
4.8 Pembuatan Instalasi Biogas
Potensi pengembangan biogas di Provinsi Bengkulu masih cukup besar.
Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat menghasilkan 2m3 biogas/hari. Potensi
ekonomis biogas cukup besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3 biogas dapat
digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah.Residu pembuatan biogas,
dalam bentuk kompos merupakan sumber pupuk organik bagi tanaman,
sekaligus sebagai pembenah tanah (soil amendment).
Pengolahan kotoran ternak menggunakan reaktor biogas akan
menghasilkan gas metan yang dapat dimanfaatkan untuk menyalakan kompor
gas ataupun lampu penerangan.Biogas atau sering disebut gas bio merupakan
gas yang timbul jika bahan-bahan organik seperti kotoran hewan, kotoran
manusia atau sampah direndam di dalam air dan disimpan di dalam tempat
tertutup atau anaerob (tanpa oksigen dari udara).
Biogas ini sebenarnya dapat pula terjadi pada kondisi alami. Namun untuk
mempercepat dan menampung gas ini, diperlukan alat yang memenuhi syarat
terjadinya gas tersebut.Kotoran ternak sapi merupakan bahan baku sumber
biogas yang tersedia dalam jumlah banyak perlu dioptimalkan pemanfaatannya.
Instalasi biogas dibuat dalam rangka display dan percontohan bahwa dari
kotoran ternak dapat menjadi energi bio yang dapat digunakan untuk berbagai
keperluan seperti untuk energi panas melalui perakitan ke kompor ataupun ke
lampu sebagai sumber cahaya untuk penerangan. Ini memberikan gambaran
bahwa dalam bioindustri semua digerakkan melalui inovasi penerapan inovasi
teknologi untuk mendapatkan produk yang berkualitas, mempunyai nilai tambah,
ramah lingkungan dan berkelanjutan. Instalasi biogas di Kelompok Tani Margo
Suko Kabupaten Seluma dimanfaatkan untuk kompor dan lampu.
46
4.9 Pembuatan Instalasi Prosesing Bio-urine
Instalasi prosesing urine diperlukan karena urine masih dianggap limbah
yang tidak bermanfaat dan tidakmempunyai nilai ekonomi. Instalasi ini
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada petani bahwa semua yang
semula dianggap limbah dan tidak bermanfaat dapat diproses menjadi produk
yang bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomi. Urine yang sudah diproses
menjadi pupuk organik cair maupun biopestisida dapat dijual dengan kisaran Rp.
5.000 - Rp. 20.000/l.
Sebagian besar petani belum mengetahui manfaat dari limbah ternaknya
yang berupa feses maupun urine. Feses dan urine belum dimanfaatkan oleh
petani. Perkandangan dan tatalaksana pemeliharaan ternak sapi belum dirancang
untuk pemanfaatan feses dan urine. Feses dan urine masih dipandang sebagai
limbah dan kotoran yang tidak bermanfaat serta tidak bernilai ekonomi. Melalui
inovasi teknologi, semula yang dianggap limbah ternyata bernilai ekonomi yang
cukup tinggi karena dapat diolah menjadi pupuk padat, pupuk cair, pestisida
hayati, ZPT, dan bahkan sumber energi. Melalui inovasi teknologi, yang tadinya
dianggap sebagai limbah ternyata mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi
dan setelah analisis nilainya bisa melebihi nilai ekonomi dari ternaknya.
Selain feses, limbah ternak yang dapat di gunakan untuk pupuk maupun
biopestisida adalah urine. Seekor sapi mengeluarkan urine rata-rata 5 liter/hari.
Urine ini juga bernilai ekonomi jika diproses menjadi pupuk cair atau biopestisida.
Urine dapat berperan ganda yaitu sebagai penyubur tanaman padi, pengendali
organisme pengganggu tanaman (OPT), dan bahkan sebagai zat pengatur
tumbuh.
Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan
organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang
mengandung unsur haranya lebih cari satu unsur.Pupuk organik cair adalah zat
penyubur tanaman yang berasal dari bahan-bahan organik dan berwujud cair
yang merupakan salah satu hasil proses fermentasi.
Urine sapi mengandung unsur hara antara lain natrium 1%, fosfor 0,5%
dan kalium 0,5%. Kandungan unsur hara ini lebih tinggi dibandingkan
korotannya. Disamping itu mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat
digunakan sebagai pengatur tumbuh.
47
4.10 Inventarisasi RMU, Kinerja Mesin dan Tenaga Pengelolanya
Beras sehat aromatik merupakan salah satu produk utama dalam model
sistem pertanian bioindustri di Kabupaten Seluma. Untuk menghasilkan beras
dengan kualitas yang baik tentunya dimulai dari aspek budidaya, panen dan
pasca panen. Dari aspek panen dan pasca panen dimulai dari ketepatan waktu
panen, perontokan serta pengeringan.
Kurangnya tenaga kerja pada saat musim panen menjadi permasalah
tersendiri terhadap kualitas gabah dan beras yang dihasilkan. Kondisi ini
mengakibatkan petani kesulitan untuk panen sesuai dengan kriteria fisiologis
kemasakan gabah. Sebagian petani panen terlalu awal dan sebagian lainnya
terlalu masak. Hal ini berakibat terhadap menurunnya kualitas gabah yang juga
akan berpengaruh terhadap kualitas beras yang dihasilkan. Ketidaktepatan waktu
panen juga berakibat terhadap tingginya susut panen.
Pengeringan gabah segera setelah panen juga sering menjadi
permasalahan karena cuaca dan keterbatasan lantai jemur ataupun sarana lain
untuk penjemuran (terpal). Sebagai antisipasi, maka ada pengadaan terpal untuk
petani kooperator untuk mempermudah pelaksanaan panen dan pengeringan
segera setelah panen.
Budidaya yang baik, pra panen dan pasca panen (penjemuran ) yang baik
belum menjamin kualitas beras menjadi baik. Dengan kata lain gabah dengan
kualitas yang baik belum tentu menjadi beras dengan kualitas yang baik jika
tidak digiling dengan baik. Kinerja teknis RMU dan SDM pengelolanya berperan
penting terhadap kualitas beras yang dihasilkan. RMU yang baik tidak serta
merta mampu menghasilkan kualitas beras yang baik tanpa didukung oleh SDM
pengelola yang baik, begitu juga sebaliknya.
Inventarisasi ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari kapasitas
kerja mesin, kinerja mesin, jam operasi, cara pelayanan, biaya pelayanan, status
kepemilikan, perannya dalam pembelian gabah, pemasaran produk serta
kemampuan dan keterampilan SDM pengelolanya. Untuk mendapatkan
gambaran kinerja RMU dan SDM pengelolanya telah dilakukan inventarisasi
terhadap RMU yang ada di kawasan Kelurahan Rimbo Kedui (Tabel 14 dan
Lampiran9).
48
Tabel 14 Inventarisasi RMU, Kinerja Mesin, dan SDM Pengelola di KelurahanRimbo Kedui Tahun 2015.
NO ASPEK KRITERIA NILAI/VOLUME %
1 Kepemilikan (5 unit) Milik Sendiri Milik Kelompok
4 Unit1 unit
8020
2. Tahunpengadaan/pembelian
2000 2005 2011 2012 2015
1 Unit1 Unit1 Unit1 Unit1 Unit
2020202020
3. Kapasitas mesin 6 ton 5 ton 7 ton 2 ton
1 Unit1 Unit1 Unit2 Unit
20202040
4. Kualitas penggilingan (%beras utuh)
Mispan Mirzan Akral Edi Wagiman
11,1166,55 - 66,7065,00 - 84,41
79,2876,50
5. Waktu operasional 4 jam 6 jam 8 jam
1 Unit3 Unit1 Unit
206020
6. Jasa penggilingan (biaya) Rasio 11 : 1 Rasio 13 : 1
4 Unit1 Unit
8020
7. Jasa pengeringan Rp. 3.000/krg 5 Unit 100
8. Upah Jasa Tenaga 15% 30%
1 Unit4 Unit
2080
9. Jaringan pasar Pesanan/antar Pedagang beras
2 Unit
3 Unit
40
60
10. Bentuk kemasan beras Karung merk Karung
1 Unit4 Unit
2080
11. Cara mendapatkan gabah Aktif Pasif
4 Unit1 Unit
8020
12. Hasil samping Dedak (15%) Menir (0.1%-
0,5%)
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar RMU dimiliki oleh pribadi
(80%), sedangkan lainnya (20%) milik kelompok yang diperoleh dari bantuan
pemerintah. Berdasarkan kapasitas dan waktu operasional diketahui bahwa 5
RMU yang ada di Kelurahan Rimbo Kedui dapat memproses 22 ton gabah/hari.
49
Jika dalam satu tahun panenan padi mencapai 395 ha dengan produktivitas 5 t
GKG/ha berarti ada 1.975 t GKG yang diproses di wilayah Kelurahan Rimbo
Kedui. Ini berarti jika semuanya beroperasi optimum, maka dalam 1 tahun mesin
RMU hanya beroperasi selama 90 hari atau 24,6%. Informasi ini memberikan
petunjuk bahwa keberadaan RMU di Kelurahan Rimbo Kedui sudah cukup jenuh.
Untuk itu perluupaya aktif mencari pelanggan dari luar desa atau wilayah, agar
kinerja dan kapasitas kerja mesin dapat lebih dioptimalkan. Informasi ini juga
memberikan gambaran bahwa kepemilikan RMU akan lebih menguntungkan jika
tidak hanya mengandalkan dari jasa penggilingan tetapi juga pembelian dan
penjualan beras.
Dari aspek kualitas hasil penggilingan yang diindikasikan oleh persentase
beras utuh diketahui bahwa kemampuan RMU di Kelurahan Rimbo Kedui sangat
beragam mulai dari 11,11 - 84,41%. Keragaman ini bisa disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya adalah varietas padi, bentuk/ukuran gabah, mesin,
dan kemampuan serta keterampilan operator. Untuk itu perlu pelatihan atau
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi operator agar menguasai dan
memahami karakter/spesifikasi mesin serta karakeristik dari varietas dan bentuk
gabah.
Berdasarkan observasi, hasil samping berupa dedak dan menir juga sudah
dapat diprediksi. Dari observasi RMU di Kelurahan Rimbo Kedui dipernoleh
informasi bahwa dalam penggilingan dihasilkan 15% dedak dan 0,1% menir. Jika
gabah yang diproses mencapai 1.975 t/tahun maka diperkirakan dedak dan
menir yang diperoleh mencapai 296,25 t/tahun dan 2,0 t/tahun. Saat ini sudah
dimanfaatkan untuk ternak, khususnya sapi, sedangkan menir belum
dioptimalkan pemanfaatannya. Kebutuhan konsentrat/dedak untuk 310 ekor sapi
di wilayah Kelurahan Rimbo Kedui sudah hampir dapat dipenuhi.
Hal ini membuka peluang pemanfaatan beras patah/menir untuk
pembuatan tepung beserta turunannya yang berupa produk-produk makanan
olahan. Melalui pemberdayaan Kelompok Wanita Tani (KWT) dan kelompok
pengolahan hasil pertanian.
4.11 Analisa gabah, beras, tanah dan kompos
Analisa diperlukan untuk tujuan penilaian, penentuan mutu/kualitas,
penentuan dosis, dan pemenuhan persyaratan mutu. Beberapa objek yang
50
dianalisis dalam kegiatan sistem pertanian bioindustri adalah: gabah, beras,
tanah, dan kompos.
Analisis gabah dan beras
Beras aromatik/beras organik merupakan beras wangi yang mutunya
belum diatur dalam SNI. Untuk saat ini pemerintah menerbitkan standar mutu
beras giling agar beras yang diperdagangkan memenuhi standar. SNI beras giling
berisi syarat beras giling dengan lima tingkatan mutu yaitu mutu I, II, III, IV, V
(BadanStandarisasiNasional 2008, SNI 6128-2008)(Lampiran10).Mutu fisik beras
sangat berpengaruh pada preferensi konsumen dan harga jual seperti persentase
beras kepala adalah salah satu parameter yang paling penting dalam dunia
perindustrian beras.
Beras giling merupaan butir utuh atau patah yang diperoleh dari proses
penggilingan gabah hasil pertanaman padi yang seluruh lapisan sekamnya
terkelupas atau sebagian lembaga dan katul telah dipisahkan serta memenuhi
persyaratan kuantitatif dan kualitatif seperti tercantum dalam persyaratan
kualitas beras giling pengadaan dalam negeri.
Analisis terhadap gabah dan beras ditujukan untuk mengetahui kualitas
fisik dan kimia dari gabah/beras dari berbagai varietas yang ditanam dengan
teknologi budidaya yang berbeda. Teknologi budidaya dan varietas mungkin
berpengaruh terhadap mutu beras giling. Mutu beras giling dinilai berdasarkan
standar SNI 6128-2008. Adapun komponen mutu yang dinilai adalah: derajat
sosoh, kadar air, butir kepala, butir patah, butir menir, butir merah, butir
kuning/rusak, butir mengapur, benda asing dan butir gabah. Hasil analisis fisik
dan kimia beras serta gabah ditampilkan pada Tabel 15 dan Tabel 16.
Tabel 15. Hasil Analisa Kualitas Gabah pada 3 Teknologi Budidaya Padi diKabupaten Seluma.
Komponen Mutu
TEKNOLOGI BUDIDAYA
ORGANIK (%) SEMI ORG.(%) PTT (%)
INP. 23 SINTA INP. 23 INP. 23 IR 64
Kadar air gabahButir baikButir hampa/kotoranButir kuning/rusakButir mengapur/hijauButir merah
7,6298,831,173,146,55
-
7,6798,561,441,755,36
-
8,6198,401,603,246,20
-
8,9098,551,453,69
11,26-
8,5998,631,372,96
11,10-
51
Tabel 15 menunjukkan bahwa kualitas gabah yang dihasilkan dari
beberapa varietas yang ditanam di Kabupaten Seluma ternyata masuk dalam
kategori baik dilihat dari berbagai komponen mutunya. Butir baik berkisar antara
98,40 - 98,83%, butir mengapur berkisar antara 5,36 - 11,26%. Dari tabel ini
diketahui bahwa pada teknologi budidaya dengan pendekatan PTT mempunyai
kecenderungan menghasilkan butir mengapur yang lebih tinggi dibandingkan
dengan teknologi lainnya.
Tabel 16. Analisa Kualitas Beras Giling, pada 3 Teknologi Budidaya di KabupatenSeluma.
Komponen MutuTEKNOLOGI BUDIDAYA
ORGANIK (%) SEMI ORG.(%) PTTINP. 23 SINTA INP. 23 INP. 23 IR 64
Beras kepalaBeras patahBeras menirButir kuning/rusakButir mengapurButir gerahButir gabahBenda asingKadar air berasDerajat sosohRendemen gilingAmilosa
48,4451,300,260,22
----
8,33100,0066,3920,67
15,4483,730,820,18
----
8,40100,0068,2322,64
81,6318,310,060,55
----
9,91100,0068,2121,47
52,6447,150,210,58
----
8,98100,0067,0720,76
70,7229,160,120,35
----
9,56100,0069,1824,03
Tabel 16 menunjukkan bahwa rendemen beras giling semua sampel -
sampel beras yang dianalisa berkisar antara 66.39 - 69.18% namun Standar
Nasional beras giling untuk pengadaan beras dalam negeritidak menyaratkan
kriteria ini. Adapun kadar amilosa untuk berbagai varietas pada berbagai
teknologi tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok yaitu pada kisaran 20,67
- 24,03%. Nilai amilosa tertinggi diperoleh pada varietas IR 64, yaitu 24,03%
sementara untuk Inpari 23 dan Sintanur berkisar antara 20,67 - 22,64%. Pada
deskripsi varietas Inpari 23 dan Sintanur mempunyai kadar amilosa masing-
masing 17% dan 18% dengan rasa nasi pulen.
Beras kepala adalah komponen mutu fisik beras yang secara langsung
berpengaruh terhadap tingkat penerimaan oleh konsumen. Beras kepala
merupakan penjumlahan butuh utuh dan buti besar. Konsumen tidak menyukai
beras giling dengan kadar beras kepala rendah. Standar mutu beras kepala
52
berdasarkan SNI no.01-6128-2008 untuk kelas mutu I, II, III, IV, V
mensyaratkan kadar beras kepala minimal sebesar 95%, 89%, 78%, 73% dan
60% secara berurutan. Kadar beras kepala semua sampel beras yang dianalisis
berkisar antara 15.44% (Sintanurorganik) sampai dengan8 1.63% (Inpari 23
Semi organik). Butir kepala terendah ada pada varietas Sintanur dan varietas
Inpari 23 yang ditanam dengan penanaman organik sehingga hasil beras kepala
dari kedua varietas yang ditanam dengan cara organik kini belum memenuhi
syarat dalam katagori mutu pada SNI no.01-6128-2008, untuk varietas Inpari 22
yang ditanamdengancara semi organik mengahasilkan beras kepala sebesar
81.63% termasuk pada standarmutu III dan varietas IR 64 yang ditanam secara
an organic menghasilkan beras kepala sebesar 70.72% termasuk pada standar
mutu IV.
Nilai beras patah berbanding terbalik dengan nilai beras kepala. Menurut
standar SNI No. 01-6128-2008 kadar beras patah yang dipersyaratkan untuk
beras kelas mutu I, II, III< IV, V masing-masing sebesar maksimum 5%, 10%,
15%, 20% 25% dan 25% secara berurutan. Persentase beras patah varietas
Inpari 23 semi organik dan IR 64 anorganic adalah 18.31% dan 29.16% yang
secara berurutan termasuk pada klas mutu III dan klas mutu V.Untuk sampel
beras yang lainnyatidak memenuhi standar mutu SNI No. 01-6128-2008.
Nilai komponen yang lain dari persyaratan standar mutu beras giling SNI
No. 01-6128-2008 untuk semua sampel beras seperti beras menir dan butir
kuning/rusak memenuhi persyaratan mutu kelas II dan nilai komponen butir
mengapur, butir merah, butir gabah, benda asing, kadar air dan derajat sosoh
seluruh nilai dari semua sampel memenuhi kriteria standar mutu SNI No. 01-
6128-2008 termasuk mutu klas I.
Dari hasil analisis seluruh sampel beras hanya perlu adanya perbaikan
pada dua komponen yaitu beras kepala dan beras patah untuk memenuhi
standar kriteria SNI No. 01-6128-2008 pada varietas yang ditanam dengan
budidaya organik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya kandungan
unsur N dan K pada tanah yang berpengaruh terhadap kualitas beras. Hasil uji
tanah pada saat panen diketahui bahwa kandungan N dan K pada teknologi
budidaya organik ternyata nilainya lebih rendah dibandingkan dengan teknologi
semi organik maupun pendekatan PTT.
53
Hasil yang hampir sama diperoleh pada kualitas beras yang diperoleh dari
hasil identifikasi kinerja RMU di Kelurahan Rimbo Kedui Kabupaten Seluma. Hasil
observasi dan identifikasi menunjukkan bahwa persentase beras utuh atau beras
kepala dari teknologi budidaya organik lebih rendah dibandingkan dengan
teknologi lainnya. Beras kepala pada varietas Sintanur dengan teknologi
budidaya organik hanya mencapai 11,11%, selebihnya adalah beras pecah dan
menir.
Analisis tanah dan kompos
Analisis tanah dilakukan pada saat awal dan pada saat panen. Analisis
pada saat awal berguna untuk mengetahui tingkat sifat fisik dan kimia tanah.
Sifat fisik adalah komposisi tanah berdasarkan kandungan pasir, lempung, dan
debu, sehingga dapat dikategorikan termasuk dalam tekstur tanah tertentu. Sifat
kimia bermanfaat dalam menentukan dosis pupuk yang diberikan berkaitan
dengan produktivitas tanaman yang diharapkan. Analisis tanah pada saat panen
bermanfaat sebagai dasar evaluasi terhadap kecukupan maupun kekurangan
hara tertentu yang diindikasikan oleh produktivitas dan kualitas beras yang
dihasilkan.
Analisa terhadap kompos bermanfaat untuk mengetahui dan mengevaluai
kualitas kompos yang dihasilkan. Hal ini juga bermanfaat dalam menentukan
jumlah kompos yang harus diberikan, juga berkaitan dengan dosis pupuk organik
yang harus ditambahkan jika menggunakan pemupukan campuran antara
organik dan anorganik. Analisis tanah dan kompos telah diuraikan pada bagian
budidaya padi aromatik.
4.12 Disain dan Pengadaan Kemasan Produk-Produk Bioindustri
Terdapat keterkaitan yang erat antara produk, harga, kualitas,
kontinyuitas, ketersediaan, preferensi konsumen, kemasan dan pasar. Disain dan
kemasan yang baik serta menarik diharapkan mampu mendongkrak preferensi
konsumen sekaligus harga. Disain yang informatif, komunikatif, dan edukatif
menjadi salah satu daya tarik bagi konsumen. Produk yang sama akan
mempunyai nilai dan gengsi yang berbeda jika kemasan serta disainnya berbeda.
Disain dan kemasan sering menjadi identitas, kebanggaan dan menunjukkan
54
status bagi konsumen. Untuk itu disain dan kemasan produk-produk bioindustri
juga dirancang secara cermat, penuh makna, spesifik serta berkarakter.
Pada kegiatan model sistem pertanian bioindustri ini diharapkan semua
lini dari hulu dan hilir digarap. Tujuan akhir kegiatan ini adalah terwujudnya
Model sistem pertanian bioindustri pada kawasan agribisnis spesifik lokasi yang
inovatif, mandiri, profit oriented, ramah lingkungan dan berkelanjutan.Strategi
untuk mewujudkan tujuan adalah dengan melakukan penguatan lembaga
pelaksana, menghasilkan produk berkualitas, mempromosikan produk,
menembus pasar dan jika memungkinkan menciptakan pasar bagi produk yang
dihasilkan oleh model pertanian bioindustri. Disain dan kemasan yang baik
menjadi tumpuan untuk promosi dan percepatan penerimaan di pasar.
Keberlanjutan suatu kegiatan sangat berkaitan dengan pemasaran produk yang
dihasilkan. Banyak lembaga yang mampu memproduksi barang tetapi tidak
mampu memasarkan. Ini masalah klasik yang harus dicarikan solusi. Kemasan
dan disain dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi masalah
pemasaran.
Produk-produk bioindustri yang sudah dibuatkan disain dan kemasan
diantaranya adalah produk beras, biopestisida, pupuk organik cair, kompos, dan
tepungberas/menir (Gambar 8).
55
Gambar 8. Disain dan Kemasan Produk-Produk Pertanian Bioindustri diKabupaten Seluma.
4.13 Pembinaan dan Penguatan Peran Lembaga Pelaksana danPendukung Model Pertanian Bioindustri
Pada awal pelaksanaan kegiatan Model sistem pertanian bioindustri
berbasis padi-sapi direncanakan 2 poktan yaitu Margosuko dan Harapan Maju
56
menjadi lembaga pelaksana kegiatan. Dalam perjalanan selanjutnya setelah
melalui beberapa pertemuan dan advokasi disepakati bahwa pelaksana kegiatan
adalah Gapoktan Rimbo Jaya dengan alasan cakupan area dan pembinaan yang
luas serta legalitasnya lebih kuat. Kelompok Tani Harapan Maju dan Margo Suko
berada di bawah naungan dari Gapoktan Rimbo Jaya. Pada tahap awal banyak
pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di 2 Kelompok Tani dan selanjutnya
sudah menyebar ke kelompok tani lainnya. Struktur organisasi dari Gapoktan
Rimbo Jaya disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Struktur Organisasi Gapoktan Rimbo Jaya Kabupaten Seluma.
Dari aspek struktur organisasinya Gapoktan Rimbo Jaya sudah cukup
lengkap, karena sudah ada Ketua, Sekretaris, Bendahara dan seksi-seksi.
Aktivitas dan kinerja Gapoktan masih relatif lemah dan perlu pembinaan
terutama dalam hal menejerial, ketertiban administrasi, perluasan jaringan
kerjasama dan pemasaran, serta peningkatan kinerja kelompok.
Aktivitas Gapoktan perlu dibangkitkan kembali dengan mengaktifkan
pertemuan rutin pengurus dan anggota. Ada kecenderungan yang aktif baru
ketua Gapoktan sehingga perlu distimulasi agar semua pengurus khususnya
seksi-seksi dapat aktif kembali dalam melaksanakan tugasnya. Advokasi
organisasi, menejerial dan kelembagaan pernah dilakukan terhadap pengurus
Gapoktan Rimbo Kedui. Pendampingan perlu dilakukan secara terus menerus
agar aktivitas Gapoktan meningkat dan menjadi lembaga yang sehat, sehingga
dapat memperkuat dan mengembangkan kegiatan model pertanian bioindustri
dengan baik.
KETUA
SEKRETARIS BENDAHARA
SEKSIUSAHATANI
SEKSI SARANADAN PRASARANA
SEKSIPEMASARAN
SEKSI USAHAPENGOLAHAN &
PRODUKSI
57
Sebagai lembaga pelaksana kegiatan model pertanian bioindustri,
Gapoktan harus dapat mengembangkan usahanya tidak hanya sampai pada
tahap produksi tetapi harus mampu mengembangkan usahanya ke bidang
pengolahan hasil dan pemasaran. Penguatan jaringan kerjasama dan pemasaran
produk harus menjadi prioritas dalam upaya peningkatan pendapatan semua
anggota Gapoktan. Untuk itu sudah disarankan agar Gapoktan dapat menjalin
kerjasama yang lebih aktif dan luas ke stakeholders di Kabupaten maupun
Provinsi, Perguruan Tinggi, KTNA serta lembaga yang ada di Kelurahan Rimbo
Kedui untuk memperkuat produksi dan pemasaran produk bioindustri. Banyak
pihak/lembaga yang dapat dijadikan mitra terutama dalam perluasan pemasaran
(Gambar 10).
4.14 Penyebarluasan Inovasi Teknologi dalam PercepatanImplementasi Model Sistem Pertanian Bioindustri
Tujuan akhir kegiatan ini adalah untuk mewujudkan model sistem
pertanian bioindustri pada kawasan agribisnis spesifik lokasi yang inovatif,
mandiri, profit oriented, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Untuk mencapai
tujuan sesuai dengan road map dan tahapannya maka perlu dilakukan
penyebarluasan informasi inovasi teknologi dalam bentuk media cetak maupun
pertemuan, pembuatan display/visitor plot dan temu lapang.Sasaran
penyebarluasan informasi diantaranya ditujukan untuk stakeholders atau
pemangku kepentingan, pengambil kebijakan, petugas lapangan, pelajar,
mahasiswa, dan petani.
Penyebarluasan informasi dalam bentuk media cetak dilakukan dengan
menyusun dan menyebarkan leaflet yang berkaitan dengan kegiatan bioindustri
berbasis integrasi padi-sapi. Ada 12 judul leaflet yang dicetak untuk
mempercepat penyampaian informasi dan implementasi bioindustri. Judul-judul
leaflet tersebut adalah:
1. Sistem pertanian bioindustri berbasis integrasi sapi-padi di Provinsi Bengkulu.
2. Fermentasi jerami padi untuk pakan ternak.
3. Biogas dari kotoran ternak
4. Budidaya padi aromatik
5. Budidaya padi organik
6. Jamu untuk sapi
58
7. Pembuatan kompos dari kotoran sapi
8. Pembuatan pupuk organik cair
9. Urea Molasses Block (UMB).
10. Tepung beras
11. Keripik Pare
12. Keripik pegagan
Gambar 10. Alur Peningkatan Kinerja Gapoktan dan Perluasan Jaringan PasarMelalui Dukungan Lembaga Setempat.
Penyebarluasan informasi dalam bentuk display diwujudkan dengan
pembuatan instalasi, perkandangan sapi, sampel produk, ataupun penanaman
padi pada lahan petani. Instalasi yang dibuat diantaranya adalah instalasi
59
prosesing urine, biogas, pakan ternak, dan kompos. Perkandangan yang telah
direnovasi juga dapat menjadi objek kunjungan, dimana kandang sudah
memenuhi persyaratan untuk ternak juga dilengkapi dengan drainase serta bak
penampungan urine dan dihubungkan dengan instalasi biogas. Untuk studi
teknologi budidaya padi aromatik dan maupun organik dapat dilihat display pada
pertanaman padi dengan total luasan 21 ha pada 2 musim tanam.
Penyebarluasan dalam bentuk pertemuan, sosialisasi dan pelatihan, serta
temu lapang juga dilaksanakan dalam upaya percepatan implementasi bioindustri
secara luas.
Temu lapang panen padi aromatik
Kegiatan temu lapang panen padi varietas Inpari 23 dan Sintanur
dilaksanakan pada 13 Agustus 2015 yang dihadiri oleh 300 orang peserta. Hadir
dalam kegiatan ini Koordinator UPSUS Provinsi Bengkulu (Kapusdikdarkasi : Ir.
Heri Suliyanto, M.BA ); Kepala Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu; Sekretaris
Bakorluh Provinsi Bengkulu; Dandim 0425 Kabupaten Seluma; Kapolsek Seluma
Selatan; Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan Kabupaten
Seluma; BP4K Kabupaten Seluma; Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Seluma;
PMT se-provinsi Bengkulu; Camat Seluma Selatan; Lurah Kelurahan Rimbo Kedui;
Korluh/PBT/PPK Kecamatan Seluma Selatan, Seluma Utara dan Talo Kecil;
penyuluh pendamping; Kelompok Tani Margo Suko, Harapan Maju, Tunas
Harapan, Sakaian Indah, Serindang dan petani disekitar lokasi pengkajian
(Lampiran 11). Secara resmi acara dibuka oleh Bupati Seluma Bapak H. Bundra
Jaya. Dalam arahannya beliau mengucapkan terima kasih kepada Badan Litbang
dan Jajarannya telah membawa inovasi teknologi di Kabupaten Seluma. Ucapan
terima kasih kepada koordinator UPSUS, dari 1.000 ha, tercapai lebih 800 ha
(hampir terpenuhi target).
Kegiatan dilanjutkan dengan panen menggunakan alat/mesin pertanian
Combine Harvester untuk memperkenalkan mekanisasi pertanian di Kelurahan
Rimbo Kedui. Mesin panen Combine Harvester memiliki kapasitas panen 8
jam/ha padi sawah. Diharapkan alat ini dapat menjawab ketergantungan tenaga
kerja pada saat panen raya.
Selanjutnya dilaksanakan panen bersama secara simbolis yang dilakukan
oleh tamu undangan. Para undangan kemudian diarahkan untuk mengunjungi
60
instalasi kegiatan Model Sistem Pertanian Bioindustri berbasis Integrasi Padi –
Sapi Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu. Dalam kesempatan ini para undangan
dapat menyaksikan secara langsung produk-produk pertanian bioindustri yang
diantaranya adalah: kompos, pakan sapi dari fermentasi jerami padi, pupuk
organik cair, pestisida organik, dan produk olahan berbasis tepung beras.
Bupati Seluma memberikan testimoni bahwa kegiatan pengkajian
bioindustri ini sangat bermanfaat bagi petani. Melalui kegiatan ini petani dapat
memanfaatkan limbah seperti kotoran sapi, urine sapi, jerami padi dapat
dimanfaatkan untuk kompos, pakan sapi, pestisida organik, terlebih lagi produk
tersebut dapat dijual sehingga mendatangkan manfaat untuk petani.
Sosialisasi, penjelasan teknis tanam ke 2 dan pengenalan produk bioindustri
Kegiatan ini dilaksanakan untuk memberikan pemahaman tentang konsep
dan implementasi sistem pertanian bioindustri kepada petugas lapangan dan
petani di wilayah Kelurahan Rimbo Kedui dan sekitarnya. Acara ini dihadiri oleh
77 orang yang terdiri atas petugas dan petani di Kabupaten Seluma (Lampiran
12). Selain meningkatkan pemahaman juga menjalin kerjasama dengan
stakeholders untuk senantiasa memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan. Hadir pada acara ini adalah Kepala BP4K, Kepala Dinas
Pertanian Peternakan dan Perkebunan, Lurah, dan Korluh.
Harapan lain dari penyelenggaraan sosialisasi ini adalah agar display yang
ada, dimanfaatkan oleh semua pihak dalam rangka percepatan implementasi
sistem pertanian bioindustri. Dinas pertanian sangat menyambut baik kegiatan
bioindustri dan akan mengganggarkan melalui APBD untuk mereplikasi modes
sistem pertanian yang dilaksanakan di Kelurahan Rimbo Kedui. Kepala BP4K
menyampaikan hal yang senada dan berharap agar sosialisasi ini dapat
mengakomodir keikutsertaan penyuluh yang lain agar lebih memahami konsep
pertanian bioindustri yang sedang digalakkan pada masa sekarang.
Pemanfaatan Biogas, pengemasan beras dan menegemen pemasaran
Peserta yang hadir sebanyak 40 orang yang terdiri dari peternak, BPTP
Bengkulu serta hadir penyuluh lapangan. Acara dimulai dengan pembukaan dan
langsung pada materi pelatihan.Pelatihan di fokuskan pada petani peternak sapi
agar dapat memanfaatkan kotoran sapi yang mengandung gas metana yang
dapat menggantikan/mengurangi penggunaan dari gas LPG. Dengan
61
memanfaatkan biogas sebagai bahan bakar seperti halnya penggunaan gas LPG.
Biogas dapat membuat lingkungan menjadi bersih dan indah, karena
memanfaatkan limbah dan kotoran untuk dijadikan bahan pembuat biogas.
Biogas juga dapat menghemat biaya operasional rumah tangga, dengan
menggantikan bahan bakar minyak dan gas yang relatif lebih mahal
dibandingkan harga biogas.Biogas dapat menghasilkan energi listrik untuk
mengantikan penggunaan solar. Penggunaan biogas dapat mengurangi asap dan
karbon dioksida di udara karena kurangnya pemakaian bahan bakar minyak dan
kayu.
Dalam pelatihan pengemasan beras, peserta dapat mengetahui cara
membedakan kemasan berdasarkan jenis dan bahannya, dan kemasan yang
sesuai dengan produknya.Standar kemasan yang sesuai dengan produk dan bisa
mengangkat/menambah nilai jual produk mereka yang khas yaitu beras aromatik
dan beras organik
Dalam pelatihan ini juga disampaikan cara mengemas yang higienis agar
mempunyai daya simpan produk yang lama. Penggunaan labelling dan
penggunaan barcode, P-IRT dan LOGO diperlukan agar konsumen cepat
mengenali produk yang telah dikemas dengan kualitas prima dan tetap terjaga
secara terus menerus.
Kemasan untuk beras aromatik dan beras organik telah di rancang label
dan logo untuk kemasan yang mencirikan tempat atau lokasi kawasan bio
industri, sehingga akan mengangkat nama Desa Rimbo Kedui dan Kabupaten
Seluma sebagai produsen beras aromatik dan beras organik di Propinsi Bengkulu.
Pelatihan pembuatan kompos dan pembuatan pestisida biourine
Peserta yang hadir sebanyak 40 orang yang terdiri dari peternak, BPTP
Bengkulu serta hadir penyuluh lapangan. Acara dimulai dengan pembukaan dan
langsung pada materi pelatihan. Jalannya pelatihan dibagi menjadi dua sesi. Sesi
pertama berupa teori yang meliputi penjelasan teknis pembuatan POC dan
biopestisida; serta teknis pembuatan kompos dari kotoran sapi yang
dilaksanakan di ruang pertemuan. Sesi kedua berupa praktek langsung
pembuatan POC dan biopestisida serta pembuatan kompos yang dilakukan di
tempat yang sudah disediakan.
62
Sesi pertama yaitu berupa teori disampaikan tentang peternakan yang
ramah lingkungan dengan memanfaatkan semaksimal mungkin limbah yang
dihasilkan sehingga tidak mencemari lingkungan bahkan bermanfaat dan dapat
mendatangkan pendapatan tambahan. Teknologi yang digunakan mudah dan
sederhana sehingga dapat dilakukan semua orang. Pembuatan POC dan kompos
dapat dikelola dengan manajemen sederhana dan dapat diatur waktunya.
Misalnya setiap minggu sekali pembuatan POC dan kompos, maka peternak
dapat penghasilan tambahan setiap minggu. Bahkan dari pupuk urin dan kompos
bisa menjadi penghasilan utama peternak.
Sesi kedua berupa praktek langsung. Pertama pembuatan POC danbio-
pestisida alami(Lampiran 9). Bahan-bahan yang digunakan berupa urine sapi
sebagai bahan utama yang ditampung ke dalam tong. Bahan pendukung berupa
mikrobia starter dan molases. Untuk menjadikan sebagai pestisida alami, maka
ditambah beberapa bahan yaitu empon-empon antara lain jahe, kunyit,
temulawak dan daun sirih. Bahan-bahan tambahan dilumatkan dengan cara
ditumbuk, setelah halus dimasukkan ke dalam tong berisi urine, bahan lain
berupa mikrobia starter dan molases dimasukkan juga. Setelah semua masuk ke
dalam tong dilanjutkan dengan pengadukan sekitar 3 menit dan ditutup. Setiap
hari dilakukan pengadukan selama 3 menit selama 7 hari. Pada hari ke21 pupuk
urine siap digunakan. Kedua adalah praktek pembuatan pupuk kompos. Yang
dipersiapkan adalah kotoran sapi yang sudah diangin-anginkan. Mikrobia starter
dan molases serta air secukupnya. Mikrobia starter dan molases dicampur ke
dalam air dan didiamkan selama 30 menit. Selanjutkan diencerkan lagi dan
disiramkan ke kotoran sapi secara merata. Kotoran sapi dibalik-balik supaya
merata dan kelembaban 60%. Selanjutnya ditutup dengan terpal. Proses
pengomposan yang sempurna selama 21 hari dan setiap minggu dibalik-balik
supaya pengomposan merata.
63
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kelurahan Rimbo Kedui Kabupaten Seluma sesuai untuk pelaksanaan kegiatan
bioindustriberbasis integrasi padi-sapi yang diindikasikan oleh luas
persawahan 395 ha, jumlah ternak sapi 310 ekor, ketersediaan alsintan (RMU,
5 unit), infrastuktur, SDM petani, tingkat adopsi > 70%, serta kelembagaan
tani dan kelembagaan pendukungnya.
2. Sudah terbentuk satu kawasan bioindustri berbasis integrasi padi - sapi yang
bergerak pada bidang produksi, pengolahan dan pemasaran hasil yang
dikelola oleh Gapoktan Rimbo Jaya dengan dukungan 7 kelompok tani.
3. Kompetensi sumber daya manusia di Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
Rimbo Jayakelompok tani serta petugas telah meningkat dan mampu untuk
menerapkan inovasi teknologi pertanian (budidaya padi aromatik, instalasi
biogas, biourine, kompos, pakan, perkandangan dan pemeliharaan ternak).
4. Peran Gapoktan telah meningkat dengan diversifikasi produk (beras sehat
aromatik, biopestisida, biofertilizer dan kompos padat) dan perluasan jaringan
pemasaran produk bioindustrin
5. Integrasi padi-sapi mampu meningkatkan efisiensi penggunaan biaya budidaya
padi organik sebesar Rp. 5.320.000/musim tanam atau menekan biaya sekitar
43,77% dari sebelum integrasi Rp. 12.153.800 menjadi Rp. 6.833.800, untuk
yang semi organik Rp. 3.585.000/musim tanam atau menekan biaya 34,21%
dari sebelum integrasi Rp. 10.478.800 menjadi Rp. 6.893.800 serta
meningkatkan pendapatan peternak dengan cukup signifikan yaitu Rp.
870.000/bulan.
5.2 Saran
Diperlukan evaluasi teknologi budidaya padi organik dikaitkan dengan
populasi ternak, luas areal, serapan pasar, produktivitas dan kualitas beras
yang dihasilkan.
Diperlukan studi preferensi konsumen terhadap produk organik, kemasan dan
mutu produk dari pertanian Bioindustri yang berbassis padi - sapi.
Perlu pendampingan yang kuat terhadap Gapoktan untuk mampu menjadi
pengelola/ managing model pertanian bioindustri baik melalui berbagai
64
pelatihan dan study banding untuk meningkatkan kinerja Gapoktan dan
perluasan jaringan kerjasama khususnya pemasaran.
Peran quatrohelix perlu lebih diintensifkan untuk mewujudkan model sistem
pertanian bioindustri pada kawasan agribisnis spesifik lokasi yang inovatif,
mandiri, profit oriented, ramah lingkungan dan berkelanjutan
65
KINERJA HASIL
Kegiatan Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Integrasi Padi – Sapi
Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu yang dilaksanakan di Desa Rimbo Kedui
Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten Seluma direspon dengan baik oleh petani
kooperator. Kegiatan yang telah dilaksanakan meliputi :
1. Participatory Rural Apraisal (PRA).
2. Penumbuhan model sistem pertanian bioindustri berbaasisi integrasi padi -
sapi.
3. Budidaya padi aromatik pada sawah irigasi seluas 25 hektar.
4. Perbaikan kandang dan pemeliharaan sapi.
5. Peningkatan efisiensi usaha tani padi - sapi.
6. Pembuatan tempat prosesing pakan dan kompos.
7. Pembuatan Instalasi Biogas.
8. Pembuatan Instalasi prosesing biourine.
9. Inventarisasi RMU, kinerja mesin dan tenaga pengelolanya.
10. Analisa gabah, beras , tanah dan kompos.
11. Desain dan pengadaan kemasan produk-produk bioindustri.
12. Pembinaan dan penguatan peran lembaga pelaksana dan pendukung model
pertanian bioindustri.
13. Penyebarluasan inovasi teknologi dalam percepatan model sistem pertanian
bioindustri melalui display, temu lapang, sosialisasi, launching produk,
pelatihan, penyusunan dan distribusi bahan informasi berupa leaflet 12 judul
sebanyak 1536 eksemlpar.
Hasil kegiatan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kelurahan Rimbo Kedui Kabupaten Seluma sesuai untuk pelaksanaan kegiatan
bioindustri berbasis integrasi padi - sapi yang diindikasikan oleh luas
persawahan 395 ha, jumlah ternak sapi 310 ekor, ketersediaan alsintan (RMU,
5 unit), infrastuktur, SDM petani, tingkat adopsi > 70%, serta kelembagaan
tani dan kelembagaan pendukungnya.
2. Sudah terbentuk satu kawasan bioindustri berbasis integrasi padi - sapi yang
bergerak pada bidang produksi, pengolahan dan pemasaran hasil yang
dikelola oleh Gapoktan Rimbo Jaya dengan dukungan 7 kelompok tani.
66
3. Pertanian bioindustri padat dengan implemantasi inovasi teknologi dan
peningkatan SDM petani serta petugas dilakukan melalui berbagai kegiatan
advokasi, display (budidaya padi aromatik 21 ha, instalasi biogas, biourine,
kompos, pakan, perkandangan, pemeliharaan ternak), pelatihan, sosialisasi,
temu lapang, pendistribusian bahan informasi.
4. Peran kelembagaan setempat ditingkatkan melalui keterlibatannya dalam
kegiatan pertanian bioindustri dari aspek produksi, pengolahan hasil dan
pemasaran untuk mewujudkan kawasan agribisnis yang mandiri, profit
oriented, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
5. Integrasi mampu meningkatkan pendapatan peternak dengan cukup signifikan
yaitu Rp. 870.000/bulan, serta meningkatkan efisiensi penggunaan biaya
budidaya padi organik sebesar Rp. 5.320.000/musim tanam atau menekan
biaya sekitar 43,77%, untuk yang semi organik Rp. 3.585.000/musim tanam
atau menekan biaya 34,21%.
67
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M.H., Yusuf, M., Syamsu, A.J. Prospek Pengembangan PeternakanBerkelanjutan Melalui Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Model Zero Wastedi Sulawesi Selatan.
Badan Litbang Pertanian. 2002. Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. 2013. Provinsi Bengkulu dalam Angka.Bengkulu. BPS Provinsi Bengkulu.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, airdan Pupuk. Bogor. Balai Penelitian Tanah.
Basri, E., Pujiharti, Y., dan Silalahi, M. Peranan Ternak Sapi dalam SistemUsahatani Tanaman Padi Sawah di Tulang Bawang. Balai PengkajianTeknologi Pertanian Lampung.
Daryanti, S., Arifin, M., dan Sunarso. 2002. Respon Produksi Sapi PeranakanOngole Terhadap Aras Pemberian Konsentrat dan Pakan Basal Jerami PadiFermentasi. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi dalamMendukung Agribisnis. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian YogyakartaKerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Hal. 263 –268.
Direktorat Pengelolaan Lahan, 2009. Pedoman Teknis Perbaikan Ke-suburanLahan Sawah Berbasis Jerami. Dir. Pengelolaan Lahan, Dirjen PLA, Deptan.
Fairhurst, T. dan C. Witt. 2005. Rice. A Practical Guide to NutrientManagement.Potash & Phos-phate Institute (PPI), Potash & PhosphateInstitute of Canada (PPIC), and International Rice Research Institute(IRRI).
Gunawan dan Talib C. 2014. Potensi Pengembangan Bioindustri dalam SIstemIntegrasi Sapi Sawit. Wartazoa Vol. 24 No. 2, 2014: 67 – 74.
Haryanto, Budi. 2002. Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Haryanto, Budi. 2009. Inovasi Teknologi Pakan Ternak dalam Sistem IntegrasiTanaman-Ternak Bebas Limbah Mendukung Upaya Peningkatan ProduksiDaging. Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (3), 2009: 163 – 176.
Hidayati, Y.A. 2010. Pengaruh Campuran Feses Sapi Potong dan Feses KudaPada Proses Pengomposan Terhadap Kualitas Kompos. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei 2010, Vol. XIII, No.6.
Kushartono, Bambang. 2001. Teknik Penyimpanan dan Peningkatan KualitasJerami Padi dengan Cara Amoniasi. Buletin Ternak Pertanian Vol. 6 Nomor2, 2001 81.
Prasetiyono, B.W H.E. Suryahadi, T Toharmat, R Syarief. 2007.StrategiSuplementasi Protein Ransum Sapi Potong Berbasis Jerami dan Dedak Padi,Journal of Animal Science and Technology, Strategi Suplementasi ProteinRansum Sapi Potong Berbasis Jerami dan Dedak Padi, Vol.30, No.3, 2007,ISSN: 0126-0472
Preston L. 2005. Feed Composition Tables. http://Beef-Mag.com/Mag/Beef Feed.Composi tion Tables.
68
Martawidjaja.M.2003. Pemanfaatan Jerami Padi Sebagai Pengganti Rumputuntuk Ternak Ruminansia Kecil.Wartazoa Vol.13 no.3.hal.119-127.
SIPP. 2013. Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013 – 2045 : MembangunPertanian-Bioindustri Berkelanjutan. Sidang Kabinet Terbatas. Jakarta.
Sutrisno, C.I. 2006. Peningkatan Kualitas Jerami Sebagai Pakan (cited 2006 Des10). http://www.dikti.org/p3m/abstrakHB/abstrakHBO5.pdf. Diakses 4Januari 2010.
Trisnadewi. 2011. Peningkatan Kualitas Jerami Padi Melalui Penerapan TeknologiAmoniasi Urea Sebagai Pakan Sapi Berkualitas di Desa Bebalang KabupatenBangli. Udayana Mengabdi 10 (2): 72 – 74.
Widowati, Sri. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi dalam MenunjangSistem Agroindustri di Pedesaan. Buletin AgroBio 4(1): 33 – 38.
Wina. E. 2005. Teknologi pemanfaatan mikroorganis-me dalam pakan untukmeningkatkan produktivitas ternak ruminansia di Indonesia : SebuahReview. Wartazoa. Vol 15 (4): 173-183
Wiyono A. 1989. Potensi Jerami Padi Sebagai pakan Ternak. Poultry IndonesiaX. 118: 42 – 46.
Yunilas. 2009. Bioteknologi jerami padi melalui fermentasi sebagai bahan pakanternak ruminansia. Universitas Sumatera Utara.
Zulbardi, Kusnadi, U, dan Thalib, A. 2001. Pemanfaatan Jerami Padi Bagi UsahaPemeliharaan Sapi Peranakan Onggole di Daerah Irigasi Tanaman Padi.Seminar Nasional Teknologi Petrenakan dan Veteriner.
69
ANALISIS RISIKO
Analisis risiko diperlukan untuk mengetahui berbagai risiko yang
mungkin dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pengkajian. Dengan mengenal
risiko, penyebab, dan dampaknya maka akan dapat disusun strategi ataupun
cara penanganan risiko baik secara antisipatif maupun responsif (Tabel 17 dan
Tabel 18).
Tabel 17. Daftar Risiko dan Dampak Pengkajian Model Sistem PertanianBioindustri Berbasis Integrasi Padi-Sapi Spesifik Lokasi di ProvinsiBengkulu Tahun 2015.
No. Resiko Penyebab Dampak
1. Karakteristik lokasidan kebutuhan inovasitidak sesuai denganrencana pengkajian
Jumlah dan keragaanternak sapi dan padikurang tersedia
Data yang diperolehtidak sesuai denganyang diperlukan
2. Penguatankelembagaan tidakdapat dilaksanakan
- Kurangnya jumlahSDM kelompok yangkompeten.
- Kurangnyapengetahuankelompok mengenaikelembagaan.
Model kelembagaanpengkajian tidakdapat terbentuk
3. Model sistempertanian bioindustrispesifik lokasi yangdibentuk tidakdiadopsi olehkelompok
- Tingkat pengetahundan persepsi kelompokmasih sangat rendah.
- Tidak tersediaagroekosistem yangserupa.
Model sistempertanian bioindustrispesifik lokasi yangdibentuk tidakberkembang dalamkawasan
70
Tabel 18. Daftar Penanganan Resiko Pengkajian Model Sistem PertanianBioindustri Berbasis Integrasi Padi-Sapi Spesifik Lokasi di ProvinsiBengkulu Tahun 2015.
No. Risiko Penyebab Penanganan
1. Karakteristik lokasidan kebutuhan inovasitidak sesuai denganrencana pengkajian
Jumlah dan keragaanternak sapi dan padikurang tersedia
Dilakukan surveilokasi pengkajiandenganmenggunakanmetode RRA (RapidRural Appraisal)
2. Penguatankelembagaan tidakdapat dilaksanakan
- Kurangnya jumlahSDM kelompok yangkompeten.
- Kurangnyapengetahuankelompok mengenaikelembagaan
Peningkatan perandan perilakukelompok dalamkelembagaan melaluipelatihan
3. Model sistempertanian bioindustrispesifik lokasi yangdibentuk tidakdiadopsi olehkelompok
- Tingkat pengetahundan persepsikelompok masihsangat rendah.
- Tidak tersediaagroekosistem yangserupa
Diseminasi modelsistem pertanianbioindustri spesifiklokasi yang dibentukdengan metode danmedia penyuluhanyang efektif denganmelibatkan petanisecara aktif mulai daritahap perencanaan.
71
JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN
Tabel 19. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Pengkajian Model Sistem PertanianBioindustri Berbasis Integrasi Padi-Sapi Spesifik Lokasi di ProvinsiBengkulu Tahun 2015.
KegiatanWaktu Pelaksanaan Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Perbaikan Proposal
2. Koordinasi dan Identifikasi
- Koordinasi ke BBP2TP, BBPadi, Balitnak, Balingtan,Komisi Pupuk danpestisida, BB Mektan
- Koordinasi ke Dinasterkait (Bappeda, DinasPertanian, Dinas Koperasi,Dinas Perdagangan danperindustrian, POM, BP4K,Dinas Lingkungan Hidup,pedagang beras, KTNA)
3. Pelaksanaan lapangan
4. Pengolahan/Analisis data
5. Pembuatan laporan akhir
6. Seminar hasil
72
PEMBIAYAAN
Tabel 20. Pembiayaan Kegiatan Pengkajian Model Sistem Pertanian BioindustriBerbasis Integrasi Padi-Sapi Spesifik Lokasi di Provinsi BengkuluTahun 2015.
No. JenisPengeluaran VolumeHargaSatuan
(Rp.000)
Biaya(Rp.000)
1 Belanja Bahan 265.130 Benih, saprodi, dan bahan pendukung
kegiatan1 tahun 238.000 238.000
ATK, komputer suply dan pelaporan 1 tahun 6.630 6.630 Pencetakan bahan informasi 1 tahun 6.500 6.500 Konsumsi dalam rangka pertemuan, temu
lapang, apresiaisi280 OH 50 14.000
2 Honor yang terkait dengan Output Kegiatan 27.500 UHL Petani 500 OH 35 17.500 Honor Petugas Lapang 100 OH 100 10.000
3 Belanja Barang Non Operasional Lainnya 7.000 Analisa laboratorium 1 keg 7.000 7.000
4 Belanja Jasa Profesi 10.000 Narasumber, pengarah, evaluator 20 OJ 500 10.000
5 Belanja Perjalanan Biasa 130.000 Perjalanan dalam rangka pelaksanaan
kegiatan (berkisar antara Rp. 365.000 s/d Rp.5.000.000)
26 OP 5.000 130.000
6 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota 5.500 Perjalanan dalam rangka pelaksanaan
kegiatan50 OH 110 5.500
7 Belanja Perjalanan Dinas Paket meeting LuarKota
10.000
Uang harian dan transport perjalanan ke luarpropinsi/pusat dalam rangka pelaksanaan
2 OH 2.900 5.800
Penginapan perjalanan ke luar Provinsi/pusatdalam rangka pelaksanaan kegiatan
6 OP 700 4.200
Jumlah 455.130
73
a. Realisasi
Tabel 21. Realisasi Keuangan Kegiatan Pengkajian Model Sistem PertanianBioindustri Berbasis Integrasi Padi-Sapi Spesifik Lokasi di ProvinsiBengkulu Tahun 2015.
No. JenisPengeluaran VolumeTotal
Anggaran(Rp.000)
RealisaiAnggaran(Rp.000)
1 Belanja Bahan 265.130 258.025 Benih, saprodi, dan bahan pendukung
kegiatan1 tahun 238.000 237.924
ATK, komputer suply dan pelaporan 1 tahun 6.630 4.651 Pencetakan bahan informasi 1 tahun 6.500 1.100 Konsumsi dalam rangka pertemuan, temu
lapang, apresiaisi280 OH 18.000 14.350
2 Honor yang terkait dengan Output Kegiatan 27.500 27.500 UHL Petani 500 OH 17.500 17.500 Honor Petugas Lapang 100 OH 10.000 10.000
3 Belanja Barang Non Operasional Lainnya 7.000 5.043 Analisa laboratorium 1 keg 7.000 5.043
4 Belanja Jasa Profesi 6.000 3.000 Narasumber, pengarah, evaluator 20 OJ 6.000 3.000
5 Belanja Perjalanan Biasa 130.000 120.627 Perjalanan dalam rangka pelaksanaan
kegiatan (berkisar antara Rp. 365.000 s/d Rp.5.000.000)
26 OP 130.000 120.627
6 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota 5.500 1.210 Perjalanan dalam rangka pelaksanaan
kegiatan50 OH 5.500 1.210
7 Belanja Perjalanan Dinas Paket meeting LuarKota
10.000 8.346
Uang harian dan transport perjalanan ke luarpropinsi/pusat dalam rangka pelaksanaan
2 OH 5.800 5.678
Penginapan perjalanan ke luar Provinsi/pusatdalam rangka pelaksanaan kegiatan
6 OP 4.200 2.668
Jumlah455.130 403.650
74
TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
Tenaga yang terlibat dalam kegiatan Model Sistem Pertanian Bioindustri
Berbasis Integrasi Padi – Sapi Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu terdiri atas
peneliti, penyuluh dan teknisi dengan latar belakang pendidikan yang beragam
antara lain bidang agronomi, peternakan, pasca panen dan administrasi(Tabel 7).
Tabel 22. Tenaga Pelaksana Kegiatan Pengkajian Model Sistem PertanianBioindustri Berbasis Integrasi Padi-Sapi Spesifik Lokasi di ProvinsiBengkulu Tahun 2015.
Nama lengkap Instansi/Unit kerja
JabatanFungsional Uraian Tugas Alokasi Waktu
(jam/minggu)
Dr. Wahyu Wibawa, MP BPTPBengkulu
Peneliti Muda Mengkoordinir Pelaksanakegiatan model sistempertanian bioindustri integrasipadi-sapi spesifik lokasi
5
Ir. Ahmad Damiri, M.Si BPTPBengkulu
PenyuluhPertanianMadya
Mengkoordinir pelaksanaankegiatan model sistempertanian bioindustri integrasipadi-sapi spesifik lokasi
5
Yong Farmanta, SP, M.Si BPTPBengkulu
Peneliti Pertama Mengkoordinir pelaksanaankegiatan model sistempertanian bioindustri integrasipadi-sapi spesifik lokasi
5
Harwi Kusnadi, S.Pt BPTPBengkulu
Peneliti Pertama Membantu pelaksanaankegiatan model sistempertanian bioindustri integrasipadi-sapi spesifik lokasi
5
Irma Calista Siagian,A.Md, ST
BPTPBengkulu
Peneliti Pertama Membantu pelaksanaankegiatan model sistempertanian bioindustri integrasipadi-sapi spesifik lokasi
5
Taupik Rahman, S.SI BPTPBengkulu
PNK Membantu pelaksanaankegiatan model sistempertanian bioindustri integrasipadi-sapi spesifik lokasi
5
Ujang Hamidi BPTPBengkulu
Teknisi Membantu pelaksanaankegiatan model sistempertanian bioindustri integrasipadi-sapi spesifik lokasi
5
Ahyadi Ja`far BPTPBengkulu
Teknisi Membantu pelaksanaankegiatan model sistempertanian bioindustri integrasipadi-sapi spesifik lokasi
5
Hendri Suyanto BPTPBengkulu
Teknisi Membantu pelaksanaankegiatan model sistempertanian bioindustri integrasipadi-sapi
5
75
Lampiran 1. Hasil Analisa Tanah sawah awal dan saat panen pada pengkajian tahun 2015
76
77
Lampiran 2. Hasil Analisa Kompos
78
Lampiran 3. Caplak Roda untuk percepatan adopsi Jarwo 2 : 1
79
80
81
Lampiran 4. Serangan penyakit blast pada fase vegetatif
82
Lampiran 5. Kondisi kandang sebelum renovasi dan proses renovasi
83
84
85
Lampiran 6. Tempat pembuatan kompos dan pakan ternak
86
Lampiran 7. Hasil Identifikasi RMU di Desa Rimbo Kedui dan Sekitarnya di Kabupaten Seluma.
No. KegiatanNama Pemilik RMU
Akral Edi Mirzan Wagiman Mispan1. Kepemilikan RMU Kelompok
Gapoktan RimboJaya
Pribadi Pribadi Pribadi Pribadi
2. Spesifikasi Alat RMU Tahun Pengadaan/ operasional Hanya untuk menggiling
Kegunaan alat
Bahan bakar yang digunakan
Merk Yong Dong-ICHO tahun 2012dari DinasPertanianUntuk menggilingdan mensosohSolar 8 liter/ 6jam
Merk SATAKETahun 2011
Untuk menggilingdan mensosohSolar 15 Liter/8 jam
Merk AgrindoJanuari 2015
Untuk menggilingdan mensosohSolar 15 Liter/8jam
Merk Yong Dong-ICHO tahun 2005
Untuk menggilingdan mensosoh
Solar 15 liter/6jam
Merk MITSUBISHITahun 2000
Untuk menggilingdan mensosoh
Solar 16 liter/4jam
3. Kapasitas RMU Gabah yang dibutuhkan untuk
sekali operasional Waktu yang dibutuhkan untuk satu
kali operasional dalam 1 hari
6 ton
6 jam/ hari
5 ton
8 jam/ hari
7 ton
6 jam/ hari
2 ton
6 jam/ hari
2 ton
4 jam/ hari
4. Produk Sampingan (by product)Yang dihasilkan dimanfaatkan untuk apasaja : Dedak
Beras patah/ menir
15% dari jumlahgabah; harga jualRp.1.000-1.500/kgDimanfaatkanuntuk pakanayam
<1%
15% dari jumlahgabah; harga jual Rp.1.000 -1.500/kgDimanfaatkan untukpakan ayam2 kg dari 5 ton
Untuk pupuk, dibakar
15% dari jumlahgabah; harga jualRp. 1.000 -1.500/kgDimanfaatkanuntuk pakan ayam5 kg dari 1 tonGKGUntuk pupuk,
15% dari jumlahgabah; harga jualRp. 1.000 -1.500/kgDimanfaatkanuntuk pakanayam3 kg dari 2 tonGKG
15% dari jumlahgabah; harga jualRp. 1.000 -1.500/kgDimanfaatkanuntuk pakan ayam<1%
Untuk pupuk,
87
SekamUntuk pupuk,dibakar
dibakar Untuk pupuk,dibakar
dibakar
5. Operasional RMU 2 – 4 ton gabah/bulanMusim panen 10ton/minggu
2 – 3 karung/ hari2 kali dalam 1minggu
Tidak tentu, adapermintaandilayani
Saat musimpanen saja
Bila ada penggunajasa
6. Tenaga kerja operasional RMU mulai daripenggilingan hingga pengemasanproduk beras , upah pekerja operasionalmesin/ hari
2-4orang, upah15% darikeuntungan
Untuk jasa 13:1(12 pemilik beras,1 bagian jasaRMU)
3 orang, 1/3 RMU;1/3 Karyawan; 1/3operasional.Untuk jasa 11:1 (10pemilik beras, 1bagian jasa RMU)
4 orang bagi 3,1/3 RMU; 1/3Karyawan; 1/3operasional.Untuk jasa 11:1(10 pemilik beras,1 bagian jasaRMU)
3 orang, 1/3RMU; 1/3Karyawan; 1/3operasional.Untuk jasa 11:1(10 pemilik beras,1 bagian jasaRMU)
2 orang bagi 3,1/3 RMU; 1/3Karyawan; 1/3operasional.Untuk jasa 11:1(10 pemilik beras,1 bagian jasaRMU)
7 Cara mendapatkan bahan baku dengancara pasif/ aktif : Aktif : mengambil/ membeli bahan
baku dari lahan petani/ dari rumahpetani
Pasif : menunggu pengguna
Aktif, diambildilahan dan dirumah dalambentuk GKP
Aktif, diambil dilahandan di rumah dalambentuk GKP
Aktif, diambildilahan dan dirumah dalambentuk GKP
Aktif, diambildilahan dan dirumah dalambentuk GKP
pasif
8 Membeli bahan baku gabah dalambentuk GKP/ GKG
Upah menjemur gabah
Harga bahan baku padi sudahditetapkan atau mengikuti hargasekarang
GKP harga Rp.3700 – 4500/kgRp. 3.000/karungsiap gilingMengikuti hargapasar
GKP harga Rp. 3700– 4500/kgRp. 3.000/karungsiap gilingMengikuti hargapasar
GKP harga Rp.3700 – 4500/kgRp. 3.000/karungsiap gilingMengikuti hargapasar
GKP harga Rp.3700 – 4500/kgRp. 3.000/karungsiap gilingMengikuti hargapasar
GKP harga Rp.3700 – 4500/kgRp. 3.000/karungsiap gilingMengikuti hargapasar
9 Jalur pemasaran beras Pasar tradisional Permintaan ke Permintaan ke Jual di RMU Jual di RMU Jual di RMU
88
Pedagang pengumpul Dijual/ didrop langsung ke toko atau
pasar
kantor – kantor(o,5ton/minggu\diantar)
Ke bengkulu,kepahiang,seluma sesuaipermintaansetiap antar 1ton beras
Bengkulu,Kepahiang,Seluma, Curup.
DiambilPedagangpengumpul
DiambilPedagangpengumpul
Jual ke tokomilik sendiri
10 Penjualan dalam bentuk : Curah/ karung/ packing/ kemasan Kemasan yang dipasarkan berapa
kg…. Kemasan dari plastik/….. Kemasan sudah bermerk/ belum….. Harga beras perkemasan yang
dipasarkan
Packing PlastikBer-Merk“GapoktanRimbo Jaya”
Kemasan 16 Kg(1 Kaleng)
Harga Rp.140.000 BerasInpari 23
Harga Rp.130.000 BerasCigeulis.
Modal KemasanRp.2.700,-/lbr
Packing Plastiktidak bermerk
Kemasan plastikkarung isi 64 kguntuk luarkabupaten.
Beras dijualberdasarkan mutupenampakan :keutuhan biji; bijimengkilapsedangkan varietastercampur(cigeulis, IR 64,CIherang,Mekongga).
HargaRp.130.000/kaleng
Packing Plastiktidak bermerk
Beras dijualberdasarkanmutupenampakan :keutuhan biji;biji mengkilapsedangkanvarietastercampur(cigeulis, IR 64,CIherang,Mekongga).
HargaRp.125.000/kaleng
Packing Plastiktidak bermerk
Beras dijualberdasarkanmutupenampakan :keutuhan biji;biji mengkilapsedangkanvarietastercampur(cigeulis, IR64, CIherang,Mekongga).
HargaRp.127.500/kaleng
Packing Plastiktidak bermerk
Beras dijualberdasarkanmutupenampakan :keutuhan biji;biji mengkilapsedangkanvarietastercampur(cigeulis, IR 64,CIherang,Mekongga).
HargaRp.127.500/kaleng
89
Lampiran 8. SNI 6128-2008 tentang mutu beras
No. Komponen Mutu Satuan Mutu Mutu Mutu Mutu MutuI II III IV V
1 Derajat sosoh (min) (%) 100 100 95 95 852 Kadar air (maks) (%) 14 14 14 14 153 Butir Kepala (min) (%) 95 89 78 73 604 Butir Patah (maks) (%) 5 10 20 25 355 Butir Menir (maks) (%) 0 1 2 2 56 Butir merah (maks) (%) 0 1 2 3 37 Butir kuning/ rusak
(maks)(%) 0 1 2 3 5
8 Butirmengapur(maks)
(%) 0 1 2 3 5
9 Benda Asing (maks) (%) 0 0,02 0,02 0,05 0,210 Butir gabah (maks) (butir/100gr) 0 1 1 2 3
90
Lampiran 9. Temu lapang panen padi aromatik 2015
91
Lampiran 10. Sosialisasi dan teknis pertanaman serta teknis budidaya SistemPertanian Bioindustri
92
93
Lampiran 11. Sosialisasai dan Pelatihan Bioindustri tahun 2015
94