Upload
anokraffi
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MODUL 1
KEBIRUAN
SKENARIO
Tn. A umur 65 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sulit bernapas dan tampak kebiruan.
Keluhan ini pasien rasakan sejak 2 jam yang lalu, yaitu setelah pasien membetulkan lemari
bukunya yang dirumah. Dirumah pasien selalu aktif bekerja, itu karena pasien sudah 4 tahun
pensiun dari guru SD di Makassar. Keluarga mengatakan pasien sangat aktif dan masih kuat
untuk bekerja. Namun 3 bulan yang lalu pasien tampak terlihat lemah dan cepat letih. Pasien
pernah dirawat dengan asam urat. Saat pemeriksaan ditemukan TD : 180/90 mmHg, RR : 28x/m,
N : 100x/m, ST : 37℃. EKG menunjukan disritmia, Pada pemeriksaan fisik diperoleh bunyi S1,
S2, dan S3 mur-mur pada intercostals 3 - 4 sinistra bagian transfersal jelas, Pemeriksaan AGD
PH : 7,33%, PO2 : 40 mmHg, PCO2 : 45 mmHg, Sat O2 : 78%, HCO3 : 18 mEq/L, kimia darah
menunjukan HB 12gr/dl, Ca : 7,8 mEq/L.
1. KLARIFIKASI KATA KUNCI
o Sulit bernafas
o Kebiruan
o Tn. A (65 Thn) Rentang usia menurut depkes ≥ 60 Thn (lansia)
o Dirasakan sejak 2 jam yang lalu setelah membetulkan lemari
o Bunyi S1, S2, S3, mur – mur pada intercostals 3 – 4 sinistra bagian tranfersal jelas
o PO2 = 40 mmHg Normal < 80 – 100 mmHg
o Masih aktif bekerja dirumah
o PCO2 = 45 mmHg Normal < 35 – 45 mmHg
o O2 = 78 % Normal < 95 – 100 %
o HCO3 = 18 meq Normal < 22 – 26 meq
o PH = 7, 33 Normal < 7, 35 – 7, 45
o Ca = 7,8 meq/l , Normal < 1,3
o Riwayat pekerjaan : Guru SD
o HT Derajat III ( HT Sistolik Terisolasi )
o Riwayat lemah dan cepat lelah
o Pernah Riwayat dengan asam urat
o TTV : TD : 180/90 mmHg
N : 100 x/ menit
RR : 28 x/ menit
ST : 28 x/ menit
o EKG = Distritmia
2. KATA/PROBLEM TREE
3. PERTANYAAN – PERTANYAAN PENTING
1. Adakah hubungan asam urat dan penyakit jantung
2. Ada pengaruh sesak terhadap nilai interprestasi AGD
3. Pengaruh peningkatan Ca pada otot jantung
4. Penyakit – penyakit apa saja yang menyebabkan kebiruan
5. Pengaruh sesak terhadap distritmia
6. Klasifikasi sianosis
7. Patofisiologi kebiruan
8. Penatalaksanaan pasien kebiruan
9. Asuhan keperawatan kebiruan
- Pengkajian
- Diagnose
4. JAWABAN PERTANYAAN PENTING
Patofisiologi kebiruan
VSDPenyakit gangguan pd
darah
Kelainan katup, otot jantung
Kelainan paru
Syok Hipovolemik
Hb menurun
Darah di ventrikel kanan & kiri bercampur
Stroke volume menurun
Pertukaran CO2 dan O2 di alveoli
terganggu
Stroke volume menurun
Cardiac output menurun
Penurunan O2 dlm pemb.darah
Pengangkutan O2 menurun
O2 ke jaringan menurun
O2 dan CO2 bercampur
O2 dan CO2 bercampur dlm
sirkulasi sistemik
Cardiac output menurun ↓ O2
sirkulasi sistemik
Mekanisme autoregulasi tubuh (mekanisme kompensasi)
↑ suplai O2 ke organ vital (otak,jantung,ginjal)
↓ Suplai O2 ke jaringan perifer distal tubuh (kulit,ekstremitas atas/bawah,wajah)
↓O2 di jaringan perifer distal
Sianosis jaringan
1.
2. Pengaruh Sesak terhadap Nilai Interpretasi AGD
Penurunan suplai O2 di jaringan
Metabolisme anaerob
Menghasilkan asam laktat dalam jumlah yang berlebihan
Peningkatan H+
PH darah menurun, Hco3 menurun (Asidosis metabolik)
Mekanisme kompensasi tubuh
Ventilasi alveoli meningkat RR meningkat
PCO2 menurun
H+ kembali normal
PH darah kembali normal
3. PENGARUH ION KALSIUM PADA FUNGSI JANTUNG
Kalsium ditemukan kira-kira dalam proporsi yang sama dalam CIS dan CES. Batas kalsium serum adalah 4,5-5,5 mEq/L, atau 9-11 mg/dL. Kekurangan kalsium, kurang dari 4,5mEq/L, disebut hipokalsemia. Dan kelebihan kalsium, lebih dari 5,5 mEq/L, disebut sebagai hiperkalsemia. Kira-kira separuh dari kalsium dalam cairan tubuh terikat pada protein. Kalsium yang tidak terikat pada protein adalah kalsium ion bebas dan dapat menimbulkan respon fisiologik. Jika kadar protein serum (albumin) menurun, maka terdapat kalsium bebas yang bersirkulasi meskipun kadar kalsium serum menurun.
Kebiruan
4. Kalsium membantu aktifitas saraf dan otot normal. Kalsium meningkatkan kontraksi otot jantung (miokardim). Kation ini juga mempertahankan pemebealitas selular normal dan membantu pembekuan darah dengan mengubah protombin menjadi thrombin. Selain itu , kalsium juga diperlukan untuk pembentukan tulang dan gigi. Kelebihan ion kalsium akan menimbulkan akibat yang hampir berlawanan dengan akibat yang ditimbulkan oleh ion kalium, yaitu menyebabkan jantung mengalami kontraksi spastis. Hal ini disebabkan oleh pengaruh langsung dari ion-ion kalsium dalam mengawali proses kontraksi jantung. Sebaliknya, kekurangan ion kalsium akan menyebabkan kelemahan jantung, yang mirip dengan pengaruh ion kalium.
5. Penyakit-penyakit yang terkait dengan skenario
a. Mitral stenosis
Etiologi : Penyebab tersering mitral stenosis adalah RHD meskipun kadang-kadang
riwayat RHD juga sering tidak ditemukan pada klien. Penyebab non reumatik pada
gangguan ini meliputi atrial myxoma, akumulasi kalsium dan thrombus.
Patofisiologi : Rheumatic heart disease (RHD) dapat menyebabkan penebalan katup
karena fibrosis dan kalsifikasi. Daun-daun katup mnenyatu dan menjadi kaku, Chorda
tendinea mengerut dan memendek. Annulus katup menyempit menghambat aliran
darah normal dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Akibat hambatan aliran tersebut
ventrikel menerima volume darah akhir diastolic (EDV) yang tidak adekuat dan
mengakibatkan penurunan curah jantung. Sisa darah atrium kiri bertambah
mengakibatkan tekanan atrium meningkat dan dilatasi ruang atrium kiri. Kompensasi
pada atrium kiri ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kontraksi guna
mengosongkan ruang pada fase diastolic. Kemudian akan terjadi dekompensasi
atrium kiri dan berakibat pada peningkatan bendungan atau tekanan pada vena
pulmonalis sehingga terjadi kongesti paru (edema paru) dan tekanan paru pulmonalis
meningkat. Perkembangan lanjut adalah terjadi hipertrofi ventrikel kanan yang
kemudian berkembang menjadi gagal jantung kanan atau gagal jantung kongestif.
Gejala Klinis
Gambaran klinis bervariasi bergantung pada gangguan hemodinamika yang terjadi.
Biasanya mengalami kelelahan sebagai akibat curah jantung yang rendah, batuk darah
(hemoptisis), kesulitan bernapas (dispnu) saat latihan akibat hipertensi vena
pulmonal, batuk, dan infeksi saluran napas berulang.
Denyut nadi lemah dan sering tidak teratur, karena fibrilasi atrial yang terjadi sebagai
akibat dari dilatasi dan hipertrofi atrium. Akibat perubahan tersebut atrium menjadi
tidak stabil secara elektris, akibatnya bisa terjadi disritmia atrium permanen.
b. Mitral insufisiensi
Etiologi : RHD merupakan factor penyebab pre dominan. Bila MI sebagai hasil RHD
biasanya berkaitan dengan beberapa level MS. Penyebab non RHD adalah
disfungsi/rupture muskulus papilaris sebagai dampak iskemik jantung(cepat
menimbulkan edema paru akut dan syok), endokarditis inefektif, dan anomaly
congenital.
Patofisiologi : proses patologis MI adalah sama seperti MS tetapi perubahan fibrotic
dan kalsifikasi menyebabkan katup mitral gagal menutup dengan sempurna dan
menyebabkan aliran balik darah. Selama fase sistolik suatu tekanan yang besar
dihasilkan dala, ventrikel kiri. Ketidakmampuan menutup dari katup mitral
menimbulkan kebocoran aliran darah kedalam atrium kiri selama fase sistolik.
Selama fase diastolic regurgitan output (aliran kebocoran) ditambah jumlah darah
normal pada atrium kiri dikembalikan dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Keadaan
tersebut akan meningkatkan volume darah yang harus diejeksikan selama fase systole
dan mengakibatkan jantung kiri berkompensasi (hipertrofi dan dilatasi ruang atrium
maupun ventrikel kiri). Bila keadaan berlanjut maka akan terjadi konegsti vena
pulmonalis, edema paru, hipertensi arteri pulmonalis, dan hipertrofi ventrikel kanan.
Gejala klinik : Palpitasi jantung (berdebar), napas memendek saat latihan dan batuk
akibat kongesti paru pasif kronis, adalah gejala yang sering timbul. Denyut nadi
mungkin teratur dengan volume yang cukup, namun kadang tidak teratur akibat ekstra
systole atau fibrilasi atrium yang bias menetap selamanya.
c. Prolaps Mitral
Etiologi : Bervariasi dan biasanya berhubungan dengan endokarditis, miokarditis,
THD, akut dan kronis. Dapat pula ditemukan pada individu yang sehat.
Patofisiologi : Prolaps katup mitral terjadi karena daun-daun katup melebar dan
prolaps ke dalam atrium kiri selama fase sistoli. Prolaps mitral merupakan kelainan
yang tidak berat tetapi dapat berkembanga lebih berat menjadi mitral insufisiensi.
Gejala Klinis
Kebanyakan tidak menimbulkan gejala. Pada pemeriksaan fisik jantung, di temukan
bunyi jantung tambahan (mitral click) merupakan tanda awal jaringan katup
menggelembung ke atrium kiri dan telah terjadi gangguan aliran darah. Mitral klik
dapat berubah menjadi murmur semakin dengan tidak berfungsinya bilah-bilah katup.
Dengan berkembangnya proses penyakit, bunyi murmur menjadi tanda terjadinya
regurgitasi mitral (aliran balik vena). Prolaps katup mitral terjadi lebih sering pada
wanita di banding pria.
d. Stenosis aorta
Etiologi : Kelainan congenital (berupa katup bicuspid/unikuspid) pada klien dengan
usia < 30 tahun dan Rheumatic heart disease dan aterosklerotik dan kalsifikasi
degenerative pada klien berusia > 70 tahun
Patofisiologi : Annulus atau lubang pada katup aorta menyempit, mengakibatkan
hambatan aliran darah yang keluar dari ventrikel kiri ke aorta selama fase sistolik.
Keadaan ini mengakibatkan terakumulasinya darah pada ventrikel kiri dan
meningkatkan upaya ejeksi pada ventrikel kiri atau menghasilkan afterload dalam
ventrikel kiri yang hipertrofi. Akibat lain yang timbul adalah menurunnya curah
jantung. Perkembangan lebih lanjut adalah terjadinya dekompensasi pada atrium kiri
dan berlanjut pada kongesti/edema paru dan berkembang menjadi gagal jantung
kanan.
Gejala Klinis : Pada kasus tingkat sedang sampai berat, pasien mula-mula mengalami
dispnu saat latihan, yang merupakan manifestasi dekompensasi ventrikel kiri terhadap
kongesti paru. Tanda lainnya berupa pusing dan pingsan karena berkurangnya volume
darah yang mengalir ke otak. Angina pektoris merupakan gejala yang sering timbul
karena meningkatnya kebutuhan oksigen akibat meningkatnya beban kerja ventrikel
kiri dan hipertrofi miokardium. Tekanan darah dapat turun tapi dapat juga normal;
terkadang terjadi tekanan nadi yang rendah (kurang dari 30 mmHg) Karen
berkurangnya aliran darah. Pada pemeriksaan fisik terdengar murmur sistolik
kresendo-dekresendo, yang dapat menyebar ke arteri karotis dan apeks ventrikel kiri.
Adanya hipertropi ventrikel kiri dapat terlihat dengan EKG 12 lead dan
ekokardiogram.
e. Insufisiensi aorta
Penyebab : RHD (jarang) dan Non-RHD : endokarditisinefektif, kelainan congenital,
hipertensi, sindrom marfans (penyakit sistem sistemik dari jaringan penghubung
Patofisiologi : Daun katup aorta tidak dapat menutup dengan sempurna selama fase
sistolik dan annulus menglami dilatasi, longgar ata cacat bentuknya. Keadaan ini
mengakibatkan terjadinya aliran regurgitan (aliran balik) dari aorta ke ventrikel kiri
selama fase diastolic. Ventrikel kiri mengalami kompensasi, dilatasi untuk
meningkatkan kekuatan ejeksi yang lebih besar agar darah dapat dikeluarkan dari
ventrikel kiri sehingga menimbulkan hipertrofi ventrikel kiri.
Gejala Klinis : Insufisiensi aorta biasanya berkembang tanpa di sadari dan manifestasi
awalnya adalah pasien merasakan debar jantung yang bertambah kuat. Denyutan
arteri dapat jelas terlihat atau teraba di prekordium. Denyutan arteri leher juga
terlihat. Hal ini di sebabkan oleh meningkatnya tekanan dan volume darah yang di
ejeksikan dari ventrikel kiri yang mengalami hipertrofi. Kemudian di ikuti dispnu saat
latihan dan mudah letih. Sesak napas, terutama malam hari (ortopnu, paroksismal
nocturnal dispnu) dan hal tersebut terjadi di sertai regurgitasi sedang sampai berat.
Tekanan nadi(perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik) biasanya melebar.
Tanda khusus pada penyakit ini adalah denyut nadi yang terasa di jari pada saat
palpasi, terjadi secara cepat dan tajam dan tiba-tiba kolaps. Diagnosa di tegakan
dengan EKG, ekokardiogram, dan kateterisasi jatung.
f. Trikuspidal stenosis
Kelainan congenital dan RHD (bersama-sama katup mitral/aorta)
Patofisiologi : Stenosis katup tricuspid menghambat aliran darah dari atrium kanan ke
ventrikel kanan selama fase diatolik dan mengakibatkan peningkatan tekana dan
beban kerja atrium kanan. Hal ini merangsang atrium kanan untuk berkompensasi
(dilatasi ruang dan hipertrofi) guna mempertahankan aliran darah melalui katup yang
rusak. Akibat lebih lanjut adalah melalui katup yang rusak. Akibat lebih lanjut adalah
kompensasi sehingga meningkatkan tekana dan bendungan vena sistemik. Keadaan
ini akan mengakibatkan gagal jantung kanan
g. Trikuspidal insufisiensi
Etiologi : Gagal jantung kiri dan kronis dan hipertensi pulmonal kronik
h. Stenosis pulmonal dan insufisiensi
Stenosis pulmonal merupakan kasus kelainan congenital dan berdampak pada
peningkatan beban kerja dan hipertrofi ventrikel kanan. Gejala akan muncul bila
terjadi gagal ventrikel kanan dan gagal jantung kanan. Pulmonal stenosis maupun
insufisiensi merupakan kasus yang sangat jarang terjadi.
6. Hubungan disritmia dengan gejala sesak nafas
Pada saat terjadi penurun oksigen dijaringan dan pembuluh darah maka akan
mengaktifkan mekanisme autoregulasi tubuh (mekanisme tubuh) yaitu dengan
peningkatan suplai oksigen ke organ vital (otak,jantung, ginjal) sehingga penurunan
suplai oksigen ke jaringan perifer (kulit, ekstremitas atas/bawah, wajah) sehingga
menyebabkan kerja dari paru-paru dan jantung meningkat sehingga respon tubuh menjadi
nafas cepat dan dalam dan terjadi peningkatan denyut nadi (takikardia) yang bisa
memberikan gambaran pada EKG yang disritmia contohnya sinus takikardia.
7. Klasifikasi sianosis
Tipe sianosis
Terdapat dua tipe sianosis, yaitu sianosis sentral dan sianosis perifer.
a. Sianosis sentral
Pada sianosis jenis ini, terdapat penurunan jumlah saturasi oksigen atau derivat
hemoglobin yang abnormal. Biasanya sianosis sentral terdapat pada membran
mukosa dan kulit.Adanya penurunan saturasi oksigen merupakan tanda dari
penurunan tekanan oksigen dalam darah. Penurunan tersebut dapat diakibatkan oleh
penurunan laju oksigen tanpa adanya kompensasi yang cukup dari paru-paru untuk
menambah jumlah oksigen tersebut. Beberapa penyebab dari sianosis sentral ini
yaitu:
Penurunan saturasi oksigen arteri
Penurunan tekanan atmosfer, biasanya pada ketinggian 4000 m
Penyakit jantung kongenital, seperti TGA dan Tetralogi Fallot. Penyakit
kongenital ini biasanya berhubungan dengan kebocoran jantung dan
menyebabkan darah vena masuk ke sirkulasi arteri. Pada pasien dengan
kebocoran jantung kanan ke kiri, derajat sianosis bergantung pada ukuran
kebocoran tersebut. Olahraga dapat meningkatkan derajat sianosis karena
peningkatan kebutuhan oksigen oleh jaringan dan penurunan saturasi oksigen
pada pembuluh darah.
Fistula arteriovenosus pulmonal yang bersifat kongenital atau didapat, soliter
atau multipel. Beratnya sianosis akibat fistula ini bergantung pada ukuran dan
jumlahnya. Pasien sirosis dapat menunjukkan tanda sianosis akibat dari fistula
ini atau anastomosis vena pulmonal dan vena porta.
Polisitemia akibat tingginya kadar hemoglobin tereduksi.
Tanda dari sianosis sentral terlihat pada kulit dan membran mukosa yang
menjadi kebiruan. Sianosis sentral terdapat pada penyakit jantung kongenital
dengan tanda dan gejala lain yang menyertai, seperti dispnea, murmur jantung,
sinkop, gagal jantung kongestif, dan lain-lain.
Sianosis sentral dapat terjadi pada individu yang memiliki kadar
hemoglobin normal tetapi memiliki saturasi oksigen yang tinggi. Misalnya,
pasien yang memiliki kadar hemoglobin 15 g/dL dapat dikatakan sianosis sentral
jika saturasi oksigennya menurun hingga 80%. Sedangkan, pasien yang kadar
hemoglobinnya 9 g/dL dapat mengalami sianosis sentral jika saturasi oksigen
menurun hingga 63%.
8. Patofisiologi kebiruan
VSDPenyakit gangguan pd
darah
Kelainan katup, otot jantung
Kelainan paru
Syok Hipovolemik
Hb menurun
Darah di ventrikel kanan & kiri bercampur
Stroke volume menurun
Pertukaran CO2 dan O2 di alveoli
terganggu
Stroke volume menurun
Cardiac output menurun
Penurunan O2 dlm pemb.darah
Pengangkutan O2 menurun
O2 ke jaringan menurun
O2 dan CO2 bercampur
O2 dan CO2 bercampur dlm
sirkulasi sistemik
Cardiac output menurun ↓ O2
sirkulasi sistemik
Mekanisme autoregulasi tubuh (mekanisme kompensasi)
↑ suplai O2 ke organ vital (otak,jantung,ginjal)
↓ Suplai O2 ke jaringan perifer distal tubuh (kulit,ekstremitas atas/bawah,wajah)
↓O2 di jaringan perifer distal
Sianosis jaringan
Kebiruan
9. Penatalaksanaan pasien kebiruan
Sianosis atau kebiruan warna kulit dan selaput lendir merupakan gejala tidak
memadaioksigenasi darah.Ini adalah gejala dari kondisi bukannya penyakit itu sendiri.
Perawatan Sianosis dengan demikian berfokus pada penyakit daripada gejala itusendiri.
Adapunpenatalaksanaansecaraumumnyaadalah:
1. Pemanasan padadaerah yang terkena dampak.
Sianosis perifer yang disebabkan oleh paparan dingin atau Raynaud's fenomena dapat
diperlakukan symptomatically menggunakan pemanasan yang lembut padajari-jari
tangandan jari-jari kakidenganpijatanlembutatauditutupidenganselimut.
2. Oksigenasi sebagai pengobatan untuk Sianosis.
Awal stabilisasi memerlukan oksigenasi, kadang-kadang pernapasan melaluimesin
ventilator mungkin diperlukan.Jika ada kendala atau kesulitan, endotracheal tube
dimasukkan dan oksigen dikelola melalui itu.
3. TindakanpembedahanPadaSianosis
Perawatan Sianosis karena cacat jantung bawaan mungkin sering melibatkan
operasi.Kebutuhanoperasi segera setelah lahir. Jika gejala kurang parah, operasi dapat
dilakukan pada usia tiga sampai enam bulan.Cacat, kelainanataukerusakan katup
jantung diperbaiki denganpembedahan.
4. Cairan intravena
Anak-anak yang mengalami kesulitan dalam makan karena Sianosis dan gagal jantung
karena penyakit jantung cyanotic yang mendasar harus dikelola denganintravena cairan.
5. Obat-obatan sebagai pengobatan untuk Sianosis
Diuretic diresepkan untuk mengurangi kelebihan akumulasi cairan.Gagal jantung pasien
dan orang-orang dengan penyakit jantung cyanotic juga memerlukan obat-obatan yang
membantu pompa jantung lebih sulit. Obat mungkin juga diresepkan untuk mengobati
heartbeats normal atau irama.Antibiotik yang diresepkan untuk mencegah infeksi
jugadiperlukan.
6. Penelitianuntuk anak-anak dengan Sianosis
Anak-anak dengan penyakit jantung kongenital memerlukan pengobatanteratur untuk
mencegah infeksi. Beberapa pasien mungkin perlu alat pacu jantung permanen.
7. PemberianGlukosa
Sianosis karena penyebab lain seperti gula darah rendah dapat dikelola
denganpemberianglukosa dan glukosa infus.
10. Asuhan keperawatan kebiruan
Pengkajian
PENGKAJIAN KLIEN DENGAN GANGUAN FUNGSI KARDIOVASKULAR
1. Pengumpulan Data
Data subjektif
Data yang didapatkan dari klien sebagai pendapat terhadap suatu situasi dan
kejadian. Dalam kasus didapatkan data subjektif meliputi :
Data objektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh melalui senses:2S (sight,
smell) dan HT (hearing dan touch atau taste) selama pemeriksaan fisik. Dalam kasus
di dapatkan data objektif:
2. Keluhan Utama
Didapatkan dengan menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien
sampai perlu pertolongan. Pada klien ganguan sistem kardiovaskular biasa didapatkan:
sesak napas, batuk, nyeri dada, pingsan, berdebar-debar, cepat lelah, edema ektremitas,
dan sebagainya. Pada kasus yang menjadi keluhan utama adalah sulit bernafas dan
tampak kebiruan.
3. Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan perjalanan penyakit sejak timbul keluhan hingga klien meminta
pertolongan. Misalnya,sejak kapan keluhan dirasakan,berapa lama dan berapa kali
keluhan terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, di mana pertama kali keluhan
timbul, apa yang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat
atau meringankan keluhan, adakah usaha untuk mengatasi keluhan ini sebelum minta
pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha tersebut. Pada kasus riwayat penyakit
sekarang adalah keluhan ini dirasakan sejak 2 jam yang lalu, yaitu setelah pasien
membetulkan lemari bukunya di rumah. Di rumah pasien selalu aktif bekerja, itu
karena pasien sudah 4 tahun pensiun dari guru SD di makassar. Keluarga
mengatakan pasien sangat aktif dan masih kuat untuk bekerja. Namun 3 bulan yang
lalu pasien nampak lemah dan cepat letih.
Riwayat penyakit dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang perna dialami sebelumnya.
Misalnya apakah klien perna dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apa perna
mengalami sakit berat, dan sebagainya. Di kasus riwayat penyakit dahulu yaitu
pasien perna dirawat dengan asam urat.
Pengobatan yang lalu dan riwayat alergi
Menanyakan beberapa obat yang diminum oleh klien di masa lalu misalnya
kortikosteroid dan obat-obat antihipertensi. Tanyakan apakah klien memiliki
riwayat alergi obat atau reaksi apa yang timbul setelah meminum obat, karena
sering kali klien tidak dapat membedakan antara reaksi alergi dengan efek
samping obat.
Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang perna dialami oleh keluarga, serta
bila adaanggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga
ditanyakan. Pada riwayat keluarga ditanyakan riwayat pekerjaan dan
kebiasaan,kebiasaan sosial, kebiasaan merokok. Di samping pertanyaan
tersebut identitas klien juga merupakan data yang perlu diketahui, yaitu: nama,
umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama yang dianut oleh klien.
Status perkawianan dan kondisi kehidupan
Menanyakan mengenai status perkawinan, kondisi kesehatan pasangan dan
anak-anaknya. Pertanyaan mengenai rencana kehidupan klien yang akan
datang, terutama yang berhubungan dengan penyakit kronis atau penyakit berat
di mana klien harus mengetahui bantuan sosial apa yang tersediah.
Pengkajian psikososiospiritual
Pada pengkajian psikologis ini memungkinkan perawat untuk memperoleh data yang
jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian pemeriksaan
mental meliputi penampilan, perilaku, afek, suasana hati, lafal, isi dan kecepatan
berpikir.
kemampuan koping normal
Pengkajian mekanisme koping penting untuk menilai respon emosi klien
terhadap penyakitnya, perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari.
Kemampuan klien mendiskusikan masalah kesehatan saat ini
Perubahan perilaku akibat stres
Sumber koping
Pengkajian sosioekonomispritual
Jika klien harus dirawat inap, maka perlu dikaji apakah keadaan ini memberi dampak
pada status ekonomi klien atau perawat dapat menggali lebih dalam melalui
pertanyaan-pertanyaan:
Kesehatan spritual,meliputi konsep klien mengenai Yang maha Kuasa, apakah
klien mempunyai sumber pengharapan, kenyamanan, atau kekuatan dan lain-
lain.
Identifikasi ras, budaya, dan suku bangsa, misalnya adakah kebudayaan klien
mempengaruhi dalam pencarian pelayanan kesehatan.
Pekerjaan meliputi apakah pekerjaan klien pada kasus klien adalah seorang
pensiunan guru SD.
Hubungan keluarga misalnya bagaimana hubungan klien dengan pasangan,
orang tua, saudara, dan kawan-kawan.
Pengertian klien mengenai masalah kesehatan
Hal ini memperlihatkan tingkat penerimaan dan kemampuan klien untuk
melaksanakan keperawatan mandiri klien.
Persepsi klien tentang masalah kesehatan yang dialami
Siapakah pemberi perawatan kesehatan utama klien
Kepatuhan klien terhadap terapi
Pertimbangan gerontology
Pengkajian psikologi pada lansia meliputi pembedaan antara karakteristik
normal yang menyimpang dari proses menua serta kondisi patologis.
Aktivitas apa yang membuat klien puas
Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi persepsi klien mengenai
peristiwa saat ini.
Tanyakan aspirasi atau harapan klien yang tak terpenuhi.
Kumpulkan data melalui pertemuan yang singkat dan terus-menerus.
Pusatkan wawancara pada kekuatan dan keterampilan klien.
4. Pemeriksaan Fisik Kesehatan
Keadaan umum
Menilai keadaan umum, kesadaran, dan pengukuran GCS. Pada kasus keadaan
umum lemah, kesadaran komposmentis.
Sianosis
Adalah perubahan warna kulit menjadi biru yang disebabkan oleh adanya
deoksihemoglobin dalam pembuluh darah superfisial. Molekul hb berubah
warna dari biru menjadi merah bila berikatan dengan oksigen di paru. Jika lebih
dari 50 g/l deoksihemoglobin dalam darah, maka kulit akan berwarna kebiruan
(Ganong,1999). Pada kasus di temukan adanya kebiruan.
Kelelahan
Dapat terlihat jelas akibat curah jantung yang rendah, sehingga menyebabkan
suplay oksigen ke jaringan tidak adekuat. Pada kasus ditemukan data riwayat
bahwa 3 bulan yang lalu pasien terlihat lemah dan cepat letih, padahal
sebelumnya menurut keluarga klien, klien sangat aktif dan masih kuat untuk
bekerja.
Hidrasi
Untuk mengetahui keadaan hidrasi klien misalnya data yang menunjang adanya
dehidrasi atau overhidrasi. Pada data di kasus tak di temukan adanya data
dehidrasi dan overhidrasi.
Posisi klien
Mengidentifikasi posisi yang nyaman untuk pasien.
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pemeriksaan nadi
Nilai keadaan irama,frekuensi, jenis dan ciri denyutan,konfigurasi nadi, kualitas
pembuluh darah. Pada kasus hasil pemerikasaan nadi adalah 100x/mnt.
Pemeriksaan tekanan darah
Pengkajian tekanan darah banyak berpengaruh pada penegakan diagnosis. Hasil
pemeriksaan tekanan darah pada kasus adalah 180/90 mmHg, interpretasi klien
mengalami hipertensi stadium III.
Pemeriksaan suhu tubuh
Temperatur harus selalu diukur sebagai bagian pemeriksaan klinis awal pada
klien. Hasil pemerikasaan pada kasus adalah 37 derajat celcius. Interpretasi suhu
tubuh klien masih normal.
Pengkajian tangan
Pada klien jantung, hal penting lain yang harus diperhatikan adalah pemeriksaan
ektremitas atas,meliputi hal-hal sebagai berikut: sianosis
perifer,pucat,CRT,temperatur dan kelembapan,edema, penurunan turgor kulit
pada keadaan dehidrasi dan penuaan.
Clubbing finger
Adalah suatu pertambahan jaringan lunak pada bagian distal jari-jaritangan
atau kaki
Perdarahan splinter
Perdarahan splinter harus dicari pada bantalan kuku. Biasanya
mengitrepretasikan adanya endokarditis infektif.
Nodus osler
Adalah adanya nodul yang berelevasi, berwarna merah, dan nyeri pada
pulpa jari-jari tangan atau kaki. Ini biasa manifestasi klinis pada kasus
endokarditis infektif tapi jarang terjadi.
Lesi janeway
Adalah lesi makulopapular eritematosa yang tidak nyeri, namun
mengandung bakteri.
B1 (Breating)
Pemeriksaan fisik pada sistem prnapasan sangat mendukung untuk menggali
permasalahan pada klien dengan gangguan sistem kardivaskular, yang meliputi
tindaka-tindakan sebagai berikut:
Inpeksi
Bentuk dada, gerakan pernapasan, kesimetrisan dada. Pada pemeriksaan ini di
dapatkan data respirasi klien yaitu: 28x/mnt data ini mengitrepretasikan bahwa
klien mengalami sesak napas.
Palpasi
Adanya nyeri tekan,bengkak,gerakan dinding toraks,getaran suara (fremitus
vokal).
Aukultasi
Menilai suara napas: trahkeabronkhial,bronkovesikular,vesikular,resonan
vokal,konotasi seperti hujan rintik-rintik.
Perkusi
Dapat digunakan untuk menentukan keadaan dan batas paru.
B2 (Blood)
Atau pemeriksaan sistem kardiovaskular.
Inpeksi
Adanya denyut pada apeks, parut, kelainan tulang, pelebaran vena dada, bentuk
prekordium.
Palpasi
Palpasi denyut apeks,gerakan trakhea, arteri carotis, JVP.
Aukultasi
Bunyi jantung, pada pemeriksaan di temukan adanya bunyi S1, S2, dan S3 mur-
mur pada intercosta 3-4 sinistra bagian transfersal.
Perkusi
Menentukan adanya kardiomegali, efusi perikardium, dan aneurisma aorta.
B3 (Brain)
Adalah pemeriksaan kepala dan neurosensori
Pemeriksaan kepala
Meliputi raut muka,bibir, mata,
Neurosensori
Keluhan pusing, ketidak nyamanan dan nyeri.
B4 (Bladder)
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih, keluaran urine merupakan
indikator fungsi jantung yang penting. Penurunan keluaran urine merupakan temuan
yang harus diselidiki apakah karena penurunan perfusi ginjal atau karena ketidak
mampuan klien untuk buang air kecil.
B5 (Bowel)
Nutrisi
Perlu dikaji pola makan klien, apakah porsi makan dihabiskan, adanya keluhan
mual, muntah sebelum atau pada waktu MRS.
Refluks hepatojugular
Pada pembengkakan hepar bisa terjadi akibat penurunan aliran balik vena yang
disebabkan oelh gagal ventrikel kanan. Keadaan ini dapat menyebabkan refluks
hepatojuguler.
B6 (Bone)
Kebanyakan klien yang menderita penyakit jantung mengalami juga penyakit
vaskular, atau edema perifer akibat gagal ventrikel kanan. Pengkajian B6 yang
mungkin bisa didapat adalah:
Keluhan lemah,cepat lelah, pusing,serta rasa berdenyut dan berdebar.
Keluhan susah tidur
Pemeriksaan diagnostik
Laboratorium
Pada kasus didapatkan hasil AGD di dapatkan: PH= 7,33, PO2= 40 mmHg,
PCO2= 45 mmHg, Sat O2= 78%, HCO3= 18 mEq/L, Kimia darah menunjukkan
Hb = 12gr/dl, Ca= 7,8 mEq/L.
EKG
Pada kasus didapatkan hasil yang menunjukkna keadaan disritmia.
- Diagnose dan intervensi
Pola nafas tidak efektif b/d tekanan dalam vena pulmonalis meningkat
- Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam pola napas kembali efektif.
- Kriteria hasil : klien tidak sesak napas, frekuensi pernapasan dalam batas normal 16-
24x/menit, respon batuk berkurang, output urine 30ml/jam.
- Intervensi
- 1. Auskultasi bunyi napas (cracles)
- 2. Kaji adanya edema
- 3. Ukur intake dan output cairan
- 4. Timbang berat badan
- 5. Pertahankan total pemasukan cairan 2000ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskular
- 6. Kolaborasi :
- Berikan diet tanpa garam
- Berikan diuretik, seperti : furosemid, sprinolakton, hidronolakton
- Pantau data elektrolit kalium
-
- Rasional
- 1. Indikasi edema paru, akibat sekunder dekompensasi jantung
- 2. Waspadai adanya gagal kongesti/kelebihan volume cairan
- 3. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air,
dan penurunan output urin
- 4. Perubahan berat badab tiba-tiba menunjukkan gangguan keseimbangan cairan
- 5. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan pembatasan
dengan adanya dekompensasi jantung
- 6. Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang
berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan kebutuhan
miokardium
- 7. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan
di jaringan sehingga menrunkan resiko terjadinya edema paru
- 8. Hipokalemia dapat membatasi efektifitas terapi
1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler – alveolar
Batasan karasteristik :
o Sulit bernafas,
o PO2 = 40 mmHg
o PCO2 = 45 mmHg
o Sat O2 = 78 %
o HCO3 = 18 meq
o PH = 7, 33
o Ca = 7,8 meq/l
o TTV : TD : 180/90 mmHg
N : 100 x/ menit
RR : 28 x/ menit
ST : 28 x/ menit
Tampak kebiruan
Tujuan : pertukaran gas tidak akan terganggu yang dibuktikan oleh indicator :
- PAO2
- PCO2
- PH arteri
- Sat O2 dalam batas normal
Intervensi
- 1. Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.
- 2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
- 3. Dorong perubahan posisi sering.
- 4. Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal.
- 5. Pantau GDA (kolaborasi tim medis), nadi oksimetri.
- 6. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
- 7. Delegatif pemberian diuretik.
- Rasional
- 1. Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan
untuk intervensi lanjut.
- 2. Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
- 3. Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
- 4. Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru
maksimal.
- 5. Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
- 6. Meningkatkan konsentrasi oksigen pada bagian paru yaitu pada bagian alveolar,
yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.
- 7. Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.
Penurunan curah jantung b/d gangguan frekuensi irama jantung
Data ds
Sulit bernafas
o Tn. A (65 Thn)
o Riwayat lemah dan cepat lelah
do
o Kebiruan
o Bunyi S1, S2, S3, mur – mur pada intercostals 3 – 4 sinistra bagian tranfersal jelas
o TTV : TD : 180/90 mmHg
N : 100 x/ menit
RR : 28 x/ menit
ST : 37oC
o EKG = Distritmia
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan, penurunan curah jantung dapat diminimalkan.
Intervensi
1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.
2. Catat bunyi jantung.
3. Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.
4. Pantau intake dan output setiap 24 jam.
5. Batasi aktifitas secara adekuat.
6. Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.
Rasional
1. Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.
2. Mengetahui adanya perubahan irama jantung.
3. Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung.
Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.
4. Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi cairan dan natrium.
5. Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan
komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
6. Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan TD dan meningkatkan kerja
jantung.
2. Gangguan perfusi jaringan b/d masalah pertukaran
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral teraba
hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak ada
oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan.
Intervensi
1. Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung, letargi, pinsan).
2. Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer.
3. Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema.
4. Dorong latihan kaki aktif/pasif.
5. Pantau pernafasan.
6. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi abdomen,
konstipasi.
7. Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.
Rasional
1. Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung, dipengaruhi oleh
elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
2. Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh
penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
3. Indikator adanya trombosis vena dalam.
4. Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboplebitis.
5. Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan. Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut
menunjukkan komplikasi tromboemboli paru.
6. Penurunan aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI, contoh kehilangan
peristaltik.
7. Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi,
yang berdampak negatif pada perfusi dan organ.
3. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat beraktifitas sesuai batas
toleransi yang dapat diukur.
Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi jantung/irama dan
TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.
Intervensi
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek
nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan,
berkeringat, pusing atau pinsan.
2. Tingkatkan istirahat dan batasi aktifitas.
3. Pertahankan klien tirah baring selama sakit akut
4. Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien
5. Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis
6. Evaluasi tanda vital ketika kemajuan aktivitas terjadi
7. Berikan waktu istirahat diantara waktu aktifitas
8. Pertahankan pertambahan oksigen sesuai instruksi
9. Berikan diet sesuai pesanan (pembatasan cairan dan natrium)
10. Batasi pengunjung atau kunjungan oleh pasien
11. Kaji kesiapan untuk meningaktkan aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD
stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
12. Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri.
13. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (makan, mandi, berpakaian, eleminasi).
14. Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat defekasi.
15. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak
pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
Rasional
1. Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan indikator derajat
pengaruh kelebihan kerja jantung. Selain itu juga respon klien terhadap aktivitas dapat
mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.
2. Menghindari terjadinya takikardi dan pemendekan fase distole. Selain itu juga menurunkan kerja
miokardium/konsumsi oksigen.
3. Untuk mengurangi beban jantung
4. Untuk meningkatkan aliran balik vena
5. Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu aliran balik vena
6. Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktifitas
7. Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung
8. Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan
9. Untuk mencegah retensi cairan dan edema akibat penurunan kontraktilitas jantung
10. Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien, naum periode kunjungan yang tenang
bersifat terapeutik.
11. Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.
12. Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktifitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang
ada. Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
13. Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
14. Aktifitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk (manuver valsava) dapat
mengakibatkan bradikardia, menurunkan curah jantung, takikardia dengan peningaktan TD.
Selain itu juga mengejan mengakibatkan kontraksi otot dan vasokontriksi yang dapat
meningkatkan preload, tahanan vaskular sistemis, dan beban jantung.
15. Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningaktkan regangan dan mencegah
aktifitas berlebihan.
5. TUJUAN PEMBEJAJARAN SELANJUTNYA
6. INFORMASI TAMBAHAN
1. Tindakan apa yang dilakukan bila tubuh tidak bias berkompensasi pada saat penurunan
PH
2. Sebutkan penyakit-penyakit pada system kardiorespirasi pada lansia ?
3. Sebutkan pemeriksaan penunjang pada lansia yang berhubungan dengan system
kardiorespirasi ?
4. Jelaskan fisiologis menua pada system kardiorespirasi ?
INFORMASI TAMBAHAN
Perubahan Fisiologi Pada Lansia
1. Sistem Kardiovaskuler
Pada usia lanjut, jantung sudah menunjukkan penurunan kekuatan kontraksi,
kecepatan kontraksi dan isi sekuncup. Terjadi pula penurunan yang signifikan dari cadangan
jantung dan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan curah jantung, misalnya pada
keadaan latihan. Bila gejala angina timbul pada usia lanjut, hal ini sudah terjadi pada tingkat
latihan yang rendah dan seringkali menandakan penyakit koroner yang cukup berat.
Golongan lanjut usia seringkali kurang merasakan nyeri dibanding usia muda dan gejala
pertama infark miokard akut seringkali adalah gagal jantung, embolus, hipotensi atau
konfusio.
Gejala infark miokard pada usia lanjut:
a. Nyeri dada
b. Sinkop
c. Konfusio
d. Dipsnea
e. Memburuknya dekompensasi jantung
f. Derajat kesehatan memburuk
Faktor Resiko Penyakit Jantung Iskemik pada Usia Lanjut:
a. Hipertensi
b. Obesitas
c. Hiperlipidemia
d. Diabetes
e. Merokok
2. Sistem Respirasi
Sistem respirasi sudah mencapai kematangan pertumbuhan pada usia 20-25 tahun,
setelah itu mulai menurun fungsinya. Elastisitas paru menurun, kekuatan dinding dada
meningkat, kekuatan otot dada menurun. Semua ini berakibat menurunnya rasio ventilasi-
perfusi dibagian paru yang tak bebas dan pelebaran gradien alveolar arteri untuk oksigen.
Disamping itu, terjadi penurunan gerak silia di dinding sistem respirasi, penurunan refleks
batuk, dan refleks fisiologis lain, yang menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya
infeksi akut pada saluran nafas bawah. Berbagai perubahan morfologik dan fungsional
mempermudah terjadinya berbagai keadaan patologi, diantaranya penyakit paru obstruktif
(PPOK), penyakit infeksi paru akut atau kronik, dan keganasan paru bronkus.