Upload
eskasatri-oka
View
175
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
MIHP
Citation preview
MODUL 1. PENGANTAR MANAJEMEN INDUSTRI HASIL PERIKANAN
Definisi Manajemen Industri Hasil Perikanan
Manajemen Industri Hasil Perikanan (MIHP) dapat didefinisikan dengan menguraikan
terlebih dahulu arti kata manajemen, industri, dan hasil perikanan. Pengertian manajemen
dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu manajemen sebagai suatu proses, manajemen
sebagai suatu kolektivitas, dan manajemen sebagai suatu ilmu dan seni. Manajemen sebagai
suatu proses adalah a) pelaksanaan dari suatu tujuan yang telah ditetapkan kemudian diawasi,
atau b) kegiatan melalui usaha orang lain baik secara individu maupun kelompok untuk
mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, kemudian mengawasi kegiatan tersebut, atau c)
cara pencapaian tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan melalui kegiatan orang
lain. Manajemen sebagai suatu kolektivitas merupakan suatu kumpulan dari orang-orang
yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Manajemen suatu ilmu dan seni
adalah koordinasi semua sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian,
penetapan tenaga kerja, pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu.
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang
setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan
keuntungan. Menurut Undang-Undang No 5 tahun 1984 tentang perindustrian, industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolahan bahan mentah, barang ½ jadi atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.
Undang-Undang Perikanan No. 45 Tahun 2009 mendefinisikan perikanan sebagai
seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan
dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran
yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Selanjutnya dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan, sedangkan yang
termasuk dengan “jenis ikan” adalah:
a. ikan bersirip (pisces);
b. udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya (crustacea);
c. kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya (mollusca);
d. ubur-ubur dan sebangsanya (coelenterata);
e. tripang, bulu babi, dan sebangsanya (echinodermata);
f. kodok dan sebangsanya (amphibia);
g. buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air, dan sebangsanya (reptilia);
h. paus, lumba-lumba, pesut, duyung, dan sebangsanya (mammalia);
i. rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air (algae); dan
j. biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut di atas;
semuanya termasuk bagian-bagiannya dan ikan yang dilindungi.
Berdasarkan pengertian-pengetian tersebut di atas, maka MIHP dapat didefinisikan
sebagai suatu usaha atau kegiatan melalui orang lain yang mengolah “jenis ikan” atau bagian
jenis ikan atau produk olahan antaranya, atau produk olahan akhirnya sebagai bahan baku
utama, subsitusi, maupun suplementasi menjadi produk yang memiliki nilai tambah dengan
tujuan mendapatkan keuntungan. MIHP dapat pula didefinisikan sebagai suatu koordinasi
semua sumberdaya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penetapan tenaga kerja,
pengarahan dan pengawasan untuk mengolah hasil perikanan menjadi produk bernilai guna
lebih tinggi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Agar lebih memahami tentang MIHP, maka selain mengerti tentang arti dari MIHP,
juga penting untuk mengetahui ruang lingkup dari MIHP. Penjelasan tentang ruang lingkup
MIHP dapat dibaca pada sub 1.2.
Ruang Lingkup MIHP
Ruang lingkup pembahasan MIHP tidak terlepas dari kegiatan industri hasil perikanan
yang memiliki tujuan akhir keuntungan ekonomi sehingga diperlukan pengkordinasian segala
sumberdaya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penetapan tenaga kerja,
pengarahan dan pengawasan. Kegiatan industri hasil perikanan seperti halnya dengan jenis
industri lainnya meliputi pengadaan bahan baku, teknologi proses, dan pemasaran produk.
Semua kegiatan ini harus dimenej dengan baik agar diperoleh keuntungan ekonomi yang
maksimal. Upaya untuk mendapatkan keuntungan maksimal ini tidak ada cara lain kecuali
produk bernilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan industri harus berorientasi pasar atau
market oreiented. Oleh karena itu, kegiatan awal dari suatu industri termasuk industri hasil
perikanan adalah melakukan research pasar melalui kegiatan analisis pemasaran. Setelah itu
barulah merancang teknologi proses dan pengadaan bahan bakunya. Secara skematis ruang
lingkup MIHP sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1.
Raw material komoditas hasil perikanan
Teknologi Proses
Produk bernilai tambah
Kimia, Biologis, Fisik atau kombinasi Market
orientet
Diperlukan research pasar melalui suatu analisis pemasaran
Gambar 1.1. Ruang lingkup MIHP
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ruang lingkup MIHP meliputi
pengkoordinasi segala sumberdaya berkenaan dengan kegiatan pengadaan bahan baku,
teknologi proses dan pemasaran produk. Diskusi awal dalam MIHP akan difokuskan kepada
analisis pemasaran.
Klasifikasi Industri dan Pohon Industri Komoditas Perikanan
A. Klasifikasi Industri
Industri dapat diklasifikasikan berdasarkan bahan baku, jumlah tenaga kerja yang
digunakan, lokasi unit usaha, proses produksi, produk yang dihasilkan, dan modal yang
digunakan. Berdasarkan bahan baku, industri dapat digolongkan menjadi industri ekstraktif,
non ekstraktif, dan industri fasilitatif. Industri ekstraktif adalah industri yang bahan bakunya
diperoleh langsung dari alam. Contohnya industri pengalengan ikan, industri pembekuan
udang, industri surimi, industri fillet ikan, dan lain-lain. Industri non ekstraktif adalah
industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil industri lain. Contohnya industri Chitosan,
industri ini mengolah chitin; industri dompet berbahan baku kulit ikan, dan lain-lain. Industri
fasilitatif adalah menjual jasa layanan untuk keperluan orang lain. Contohnya perbankan,
angkutan, dan parawisata.
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi
industri rumah tangga, industri kecil, industri sedang, dan industri besar. Industri rumah
tangga menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri rumah tangga
memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik
atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya.
Misalnya: industri pindang ikan, industri ikan asin, industri ikan bekasem, industri petis ikan,
industri ikan peda, dan lain-lain. Industri kecil adalah industri yang menggunakan tenaga
kerja yang berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal
yang relative kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan
saudara. Misalnya: industri kerupuk ikan, industri pek empek, industri bakso ikan, dan lain-
lain. Industri sedang adalah industri yang menggunakan tenaga kerja berjumlah sekitar 20
sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja
memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan manajerial
tertentu. Misalnya: Industri pengalengan ikan, industri tepung ikan, industri pembekuan
udang, dan lain-lain. Industri besar adalah industri yang menggunakan tenaga kerja lebih dari
100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif
dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan
pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemapuan dan kelayakan (fit and profer test).
Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.
Berdasarkan produksi yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi industri
primer, industri sekunder, dan industri trisier. Industri primer adalah industri yang
menghasilkan barang atau benda yang tidak perlu pengolahan lebih lanjut. Barang atau
benda yang dihasilkan tersebut dapat dinikmati atau digunakan secara langsung. Contohnya,
industri petis ikan, abon ikan, kerupuk ikan, dan lain-lain. Industri sekunder yaitu industri
yang menghasilkan barang atau benda yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum
dinikmati atau digunakan. Contohnnya industri surime ikan, industri filet ikan, industri chitin,
industri gelatin, dan lain-lain. Industri tersier adalah berupa jasa layanan yang dapat
mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat. Misalnya: industri angkutan, industri
perbankan, industri perdagangan, dan industri pariwisata.
Klasifikasi industri berdasarkan lokasi unit usahanya dapat dibedakan menjadi
industri berorientasi pada pasar, industri berorientasi pada tenaga kerja, industri berorientasi
pada bahan baku dan industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose
industri). Industri berorientasi pada pasar yaitu industri yang didirikan mendekati daerah
persebaran konsumen. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industri)
yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang
memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya. Industri berorientasi pada
bahan baku yaitu industri yang didirikan di tempat tersedianya bahan baku. Misalnya:
industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan
dengan pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan dengan lahan tebu. Industri yang tidak
terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industri) yaitu industri yang didirikan tidak
terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku,
tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri
elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.
Industri berdasarkan proses produksi dapat dibedakan menjadi industri hulu dan
industri hilir. Industri hulu yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi
barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan
industri yang lain. Misalnya industri filet ikan, industri surime ikan, industri pembekuan ikan,
dan lain-lain. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi
barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh
konsumen. Misalnya bakso ikan, industri kerajinan berbahan baku kulit ikan, dan lain-lain.
Berdasarkan barang yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi industri berat
dan industri ringan. Industri berat yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat
produksi lainnya. Misalnya: industri alat-alat berat, industri mesin, dan industri percetakan.
Industri ringan adalah industri yang menghasilkan barang siap pakai untuk dikonsumsi.
Misalnya: industri obat-obatan, industri makanan, dan industri minuman.
Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi industri dengan
penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan industri dengan penanaman modal asing
(PMA) serta industri dengan modal patungan (join venture). Industri PMDN yaitu industri
yang memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau pengusaha nasional (dalam negeri).
Industri PMA adalah industri yang modalnya berasal dari penanaman modal asing. Industri
join venture, yaitu industri yang modalnya berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan
PMA.
Berdasarkan kelompok usaha di Indonesia, industri pengolahan ikan dapat
dikelompokkan menjadi :
a. Industri Pengalengan ikan dan biota perairan lainnya seperti sardencis dalam kaleng,
udang dalam kaleng dan sejenisnya.
b. Industri penggaraman/pengeringan ikan dan biota perairan lainnya, seperti ikan tembang
asin, ikan teri asin, udang asin, cumi-cumi asin, dan sejenisnya.
c. Industri pengasapan ikan dan biota perairan lainnya, seperti ikan bandeng asap, ikan
cakalang asap, dan sejenisnya.
d. Industri pembekuan ikan dan biota perairan lainnya seperti ikan bandeng beku, ikan tuna
bekum dan sejenisnya.
e. Industri pemindangan ikan dan biota perairan lainnya, pindang ikan bandeng, pindang
ikan tongkol, dan sejenisnya.
f. Industri pengolahan pengawetan lainnya untuk ikan dan biota lainnya seperti tepung
ikan, tepung udang, rumput laut, terasi, petis, dan sejenisnya.
g. Industri pengolahan produk antara untuk ikan seperti industri surime, gelatin, chitin-
chitosan, pepton, dan tepung ikan.
h. Industri diversifikasi untuk ikan dan biota lainnya seperti bakso ikan, bakso udang,
kerupuk ikan, kerupuk udang, dan empek-empek.
B. Pohon Industri Ikan, Udang dan Rumput Laut
Pohon industri ikan atau udang adalah gambaran jenis-jenis produk yang dapat dibuat
dari komoditas atau bagian komoditas ikan atau udang. Pengetahuan terhadap pengenalan
pohon industri ini untuk memaksimalkan penggunaan komoditas ikan atau udang sebagai
bahan baku industri. Manfaat lain dari pengetahuan terhadap pohon industri adalah
meminimalkan limbah dari penggunaan bahan baku ikan atau udang.
Pohon industri ikan dapat diketahui dengan menggolongkan ikan ke dalam bagian-
bagian penyusunannya. Bagian penyusun ikan adalah daging, tulang, kulit dan sisik, kepala,
dan isi perut atau jeroan. Bagian daging dapat digunakan untuk bahan baku industri fillet,
lumatan daging, surimi, ikan beku, ikan kaleng, ikan asap, tepung ikan, konsetrat protein
ikan, hidrolisat protein ikan, dendeng ikan, abon ikan, terasi, dan petis. Bagian tulang dapat
dijadikan bahan baku untuk menghasilkan produk tepung tulang, gelatin, chondroitin,
calsium, dan hiasan. Bagian kulit dapat digunakan untuk gelatin, kolagen, bahan dompet,
hiasan, dan kerupuk. Bagian isi perut yang terdiri dari hati dan usus dapat diekstrak untuk
diambil enzim, omega 3, squalen, dan peptonnya. Bagian sisik dapat dibuat hiasan. Bagian
kepala dapat dibuat pepton, lemak/minyak ikan, dan hidrolisat protein ikan (HPI). Secara
skamatis pohon industri ikan dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2. Pohon Industri Ikan
Pohon industri udang adalah pemanfaatan bagian-bagian udang sebagai bahan baku
industri. Bagian-bagian udang terdiri dari daging, kepala, ekor, dan cangkang. Bagian
daging dapat diolah menjadi udang beku, daging udang lumat, surimi udang, hidrolisat
protein udang, dan konsentrat protein udang. Bagian kepala dapat diolah menjadi pepton,
Ikan
kepala
daging
tulang
kulit
jeroan
pepton
Minyak
Omega3
Vit.A
HPI
Konsentrat protein
Tepung Ikan
Fillet
Surimie
Produk olahan : ikan kaleng, ikan asap, dendeng ikan, abon ikan, pindang,
Tepung tulang
Chondroitin
Kolagen/gelatin
Kulit tersamak
Kerupuk
Enzim
Silase
Squalense
Calsium
hidrolisat protein udang, pigmen karotenoid, dan chitin. Bagian cangkang dan ekor dapat
diolah menjadi chitin. Skematis pohon industri udang dapat dilihat pada Gambar 1.3.
Gambar 1.3. Pohon Industri Udang
Pohon industri rumput laut adalah berbagai pemanfaatan rumput laut menjadi bahan
baku industri. Rumput laut memiliki berbagai jenis yaitu Ascophyllum laminaria,
Macroystis, Gracilaria, Gelidium, Chondrus, Eucheuma, Gigartina, dan Flucellaran. Jenis-
jenis rumput laut ini mengandung senyawa aktif yang berbeda. Rumput laut jenis
Ascophyllum laminaria dan Macroystis mengandung senyawa aktif algin. Gracilaria dan
Gelidium mengandung senyawa aktif agar-agar. Chondrus, Eucheuma dan Gigartina
mengandung senyawa aktif karagenan sedangkan Flucellaran mengandung senyawa aktif
furcellaran. Pohon industri rumput laut secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1.4.
Udang
Kepala Cangkang+ekorDaging
Hidrolisat protein udang
Pepton KarotenoidChitin
glukosaminChitosan
udang beku
daging udang lumat,
Konsentrat protien udang
Surimi udang
Gambar 1.4. Pohon Industri Rumput Laut
Nilai Tambah
Produk yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri harus memiliki nilai tambah yaitu
nilai output yang diperoleh dari produk tersebut harus lebih tinggi dari nilai inputnya. Nilai
input merupakan segala biaya yang dikeluarkan untuk membuat suatu produk yang meliputi
biaya bahan baku, biaya bahan pembantu, biaya bahan bakar (energi), biaya penyusutan,
biaya pemasaran dan bunga bank dibagi dengan jumlah bahan baku yang digunakan,
sehingga satuannya adalah rupiah per kg. Nilai output adalah adalah pendapatan yang
diterima dari hasil penjualan produk dibagi dengan bahan baku yang digunakan, sehingga
satuannya adalah rupiah per kg. Menurut Nurhayati (2004) “nilai tambah adalah
pertambahan nilai yang terjadi karena suatu komoditi mengalami proses pengolahan,
pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi (penggunaan/pemberian input
fugsional)”.
Rumput Laut
Dikonsumsi langsung segar
Ektraksi
Biopigmen
Karaginan
BriketAlgin Fulcellaran
Ampas rumput lautSenyawa aktif
BioetanolAgar-agar
Agar-agar
Contoh ilustrasi penghitungan nilai tambah ikan lele diolah menjadi Abon adalah
sebagai berikut :
A. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan abon lele antara lain :
1. Biaya untuk membeli ikan lele sebanyak 20 kg = Rp. 240.000,-
2. Biaya untuk membeli bumbu-bumbu = Rp. 10.000,-
3. Biaya untuk membeli kemasam = Rp. 5.000,-
4. Biaya untuk membeli minyak goreng = Rp. 2.000,-
5. Biaya untuk membeli gas = Rp. 15.000,-
6. Biaya tenaga kerja = Rp. 50.000.-
7. Biaya pemasaran = Rp. 10.000,-
Nilai inputnya adalah (240.000 + 10.000 + 5.000 + 2.000 + 15.000 + 50.000 + 10.000) / 20 =
Rp. 16.600/kg
B. Pendapatan yang diterima dengan asumsi rendemen pengolahan abon lele adalah 20%
dengan harga jual per kg 175.000,-, maka diperoleh = 0,2 x 20kg x Rp 175.000/kg =
Rp. 700.000,-. Nilai outputnnya adalah (700.000/20 kg) = Rp. 35.000/kg.
C. Nilai tambah yang diperoleh yaitu nilai output – input = (35.000 – 16.600) = Rp.
18.400,-/kg.
Berdasarkan ilustrasi di atas, nilai tambah dapat dipengaruhi oleh biaya-biaya input
yang terkait dengan kendala teknis dan non teknis. Kendala teknis adalah ketersediaan bahan
baku, bahan pembantu, dan bahan-bahan lainnya. Kendala non teknis terkait dengan
kebijakan pemerintah, ketersediaan sarana dan prasarana, dan faktor alam. Contoh kendala
kebijakan pemerintah yang menaikkan bahan bakar minyak dapat berdampak terhadap
kenaikan bahan baku, kenaikan biaya pengangkutan, dan kenaikan tenaga kerja.
1.1. Peranan Industri Hasil Perikanan dalam Pembangunan Bangsa
Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang marata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Selanjutnya pada Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa pembangunan
nasional yang dimaksud ada dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa
yang aman, tentram, tertib dan dinamis dalam lingkungan dunia yang merdeka, bersahabat,
tertib dan damai. Upaya untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut maka
rangkaian kegiatan dalam pembangunan harus meliputi seluruh kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara yang berkesinambungan.
Pembangunan nasional adalah cerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta
mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggara negara yang maju dan
demokratis. Oleh karena itu pembangunan nasional diarahkan dalam upaya memenuhi rasa
tentram, aman, adil, dan bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab.
Pembangunan nasional menghendaki keselarasaran hubungan tidak saja antara sesama
manusia tetapi juga keselarasan hubungan antara manusia dengan penciptaNya dan antara
manusia dengan lingkungan alam sekitarnya.
Salah satu modal dasar pembangunan nasional adalah kekayaan alam yang melimpah
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumberdaya alam yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia ini harus dikelola sedemikian rupa untuk kemakmuran rakyat Indonesia
baik sekarang maupun dimasa yang akan datang. Pengelolaan sumberdaya alam harus
memperhatikan banyak hal terutama keberlanjutannya. Hal ini harus menjadi perhatian
berbagai pihak, karena tanpa pelestarian untuk generasi yang akan datang maka tidak ada
artinya pengelolaan berbagai sumberdaya alam tersebut.
Perikanan merupakan salah satu sektor sumberdaya alam potensial untuk dijadikan
modal dalam upaya mencapai tujuan pembangunan nasional. Kepotensialnya ini dapat dilihat
dari luas wilayah, keragaman dan produksi hayati yang dimiliki, serta ketangguhan ekonomi.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesian No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan,
wilayah perikanan Indonesia untuk penangkapan dan atau pembudidayaan ikan meliputi
perairan Indonesia, Zona Ekonomi Eklusif Indonesia, sungai, danau, waduk, rawa, dan
genangan air yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di
wilayah Republik Indonesia. Luas wilayah dan potensi lestari dari sub sektor perikanan ini
dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Luas Perairan dan Potensi Produski Lestari Perikanan Indonesia
Jenis Kegiatan Perikanan Luas Peraian
(juta ha)
Potensi Produksi
(juta ton/th)
A. Perikanan tangkap
1. Laut
2. Perairan Umum
580
54
6,4
0,9
B. Perikanan Budidaya
1. Laut
2. Tambak (payau)
3. Perairan umum dan
tawar
24
1
13,7
47
5
5,7
Total 672,7 65
Sumber : Dahuri, 2010.
Keragaman jenis hayati yang dimiliki di sektor perikanan sangat banyak sekali.
Berbagai jenis ikan demersal yang tergolong ekonomis penting diantaranya kakap putih,
kerapu, manyung, bawal putih, kuwe, kurisi, layur, ikan pari dan ikan cucut serta beberapa
jenis udang seperti udang putih, udang windu, udang api-api, dan udang krosok. Jenis ikan
pelagis kecil yang tergolong ekonomis adalah ikan kembung, layang, selar, lemuru, dan teri.
Jenis ikan pelagis besar yaitu tuna, cakalang, dan tongkol. Selain itu ada beberapa jenis ikan
karang, dan ikan hias laut serta ikan darat seperti ikan nila, patin, lele, mas, dan beberapa
jenis ikan lokal seperti nilem, betutu, sipat, dan tagih. Jenis hayati lain yang saat ini menjadi
penyumbang terhadap total produksi perikanan adalah rumput laut.
Produksi perikanan dari kegiatan penangkapan untuk lima tahun terakhir ini relatif
tetap. Sementara itu, produksi dari kegiatan budidaya terus mengalami peningkatan. Data
produksi dari dua kegiatan perikanan tersebut disajikan dalam Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Produksi Perikanan antara Tahun 2007 sampai dengan 2011
Jenis Kegiatan Produksi (ton)
2007 2008 2009 2010 2011
Perikanan Tangkap 5.044.73
7
5.003.115 5.107.97
1
5.384.740 5.409.100
Perikanan Budidaya 3.193.56
5
3.855.200 4.708.56
3
6.277.924 6.976.750
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012.
Perikanan merupakan salah satu sektor primer yang mampu tumbuh positif di tengah
terpaan krisis. Ketangguhan ekonomi yang diperlihatkan oleh sektor perikanan ini dapat
dilihat pada saat terjadi krisis yang melanda Bangsa Indonesia pada tahun 1998. Menurut
Darmanto (2001), volume ekspor dari sektor perikanan terjadi peningkatan 7,3% dari 513.893
ton pada tahun 1997 menjadi 550.129 ton tahun 1998.
Potensi potensial yang sangat luar biasa dari sektor perikanan haruslah diwujudkan
menjadi energi kenitik/gerak sehingga benar-benar dapat dirasakan manfaatnya dalam upaya
mempercepat tercapai tujuan pembangunan nasional yang dicitakan-citakan. Upaya
perwujudan tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan industri pengolahan hasil perikanan.
Industri pengolahan hasil perikanan merupakan kegiatan yang mentransformasikan
bahan-bahan hasil perikanan sebagai input menjadi produk yang memiliki nilai tambah atau
nilai ekonomi lebih tinggi sebagai outputnya. Proses transformasi tersebut dapat dilakukan
baik secara fisik, kimia, biologis, maupun kombinasi diantara ketiganya. Dengan demikian,
dalam melakukan proses transformasi, rekayasa penerapan teknologi maupun bioteknologi
menjadi power atau kekuatan dalam memaksimalkan nilai tambah yang akan diperoleh.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka industri pengolahan hasil perikanan
akan menjadi efek penggada ekonomi bangsa Indonesia dalam pembangunan nasional.
Secara terperinci peran sentral dari industri pengolahan hasil perikanan dalam pembangunan
nasional adalah sebagai berikut :
- Penyedia lapangan kerja,
- Sumber peningkatan devisa negara melalui peningkatan nilai tambah,
- Peningkatan kesehatan dan kecerdasan bangsa Indonesia melalui peningkatan
konsumsi ikani,
- Penjaga lingkungan melalui konsep industri bersih
- Penyambung/pemerataan,
- Penyelamat harta kekayaan bangsa
A. Penyedia Lapangan Kerja
Penyedia lapangan kerja dapat dilakukan dengan memanfaatkan peluang peningkatan
industri pengalengan di Indonesia yang masih terbuka besar. Peluang yang besar tersebut
karena didukung oleh penyediaan bahan baku dan permintaan pasar yang terus meningkat.
Bahan baku produk pengalengan ikan masih didominasi oleh ikan tuna, cakalang, dan
tongkol. Produksi ikan dari ketiga jenis ini untuk lima tahun terakhir terus mengalami
peningkatan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.3.
Permintaan pasar dunia terhadap produk industri pengalengan ikan terus mengalami
peningkatan. Tujuan ekspor produk ikan kaleng Indonesia selama ini adalah ke berbagai
negara di kawasan Asia, Asia Pasifik, Eropa, Amerika, dan Afrika . Tujuan ekspor terbesar
produk ikan dalam kaleng adalah Jepang. Ekspor ikan dalam kaleng terus mengalami
peningkatan baik dalam volume dan nilai ekspor serta negara tujuan (Direktorat Jendral
Industri Agro dan Kimia, 2009).
Tabel 1.3. Produksi Ikan Tuna Tahun 2007 – 2011
Jenis Ikan Tahun (Jumlah produksi dalam ton)
2007 2008 2009 2010 2011
Tuna (Tuna) 191.558 194.173 203.26
9
213.796 230.580
Cakalang (Skipjack tuna) 301.531 296.769 338.03
4
329.949 345.130
Tongkol (Eastern Little
Tuna)
399.513 421.905 404.28
3
367.320 379.810
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012.
Penyedia lapangan kerja juga terjadi pada industri pengolahan ikan tradisional.
Umumnya industri pengolahan ikan tradisional ini termasuk dalam industri kecil dan home
industri, dimana golongan industri ini hanya dapat menampung 1 sampai 5 orang per unit
usaha. Meskipun daya tampung lapangan kerja per unit pengolahan kecil namun jumlah unit
usahanya relatif banyak di Indonesia. Hal ini terlihat dari pemanfaatan produksi perikanan di
Indonesia yang sebagian besar di olah dengan cara tradisional. Menurut Heruwati (2002) dan
diperkuat oleh pernyataan Dahuri (2010), menyatakan bahwa selama ini produksi ikan yang
diolah baru sekitar 40 persen, dan dari jumlah tersebut hampir 90 persennya merupakan
pengolahan tradisional.
Peluang untuk lebih meningkatkan ketersedian lapangan kerja dari subsektor
perikanan melalui industri pengolahan masih terbuka luas. Hal ini dapat dilihat dari besarnya
hasil produksi perikanan yang masih belum diolah. Data yang dilansir baik oleh Herawati
(2002) maupun Dahuri (2010) menyebutkan bahwa 60 persen produksi perikanan di pasarkan
dalam bentuk segar atau tidak ada diolah. Sementara itu permintaan akan produk olahan
ikan disenarai akan terus meningkat dimasa-masa yang akan datang.
Menurut Data Statistik Perikanan Tahun 2012, orang yang bekerja di kegiatan
pengolahan dan pemasaran ikan tiap tahunnya terus meningkat sebagaimana disajikan dalam
Tabel 1.4. Berdasarkan Tabel 1.4, angka kenaikan rata-rata orang bekerja di kegiatan
pengolahan dan pemasaran hasil perikanan berkisar 14,37 persen tiap tahunnya. Lonjakan
kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu dari 4.196.058 orang pada tahun 2008
menjadi 6.038.879 orang pada tahun 2009, sekitar 50 persen.
Tabel 1.4. Jumlah Tenaga Kerja Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan 2007- 2011
Tahun Jumlah Tenaga Kerja (orang)
2007 3.791.168
2008 4.196.058
2009 6.038.879
2010 6.094.409
2011 6.214.727
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012
Industri pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang baru memanfaatkan 40
persen dari hasil produksi perikanan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 6.214.727
orang pada tahun 2011 (Tabel 4). Seandainya, tingkat pemanfaatan produksi perikanan untuk
pengolahan ditingkatkan menjadi 80 persen maka tenaga kerja yang diserap akan meningkat
menjadi dua kali lipatnya dari yang ada saat ini yaitu lebih kurang sebesar 12 juta-an orang.
Angka tersebut sangat signifikan untuk menurunkan angka penggangguran di Indonesia.
Menurut Dahuri (2010), pada tahun 2009 penganguran terbuka di Indonesia sebesar 9,26 juta
orang, setengah menganggur sebanyak 31,36 juta orang dan penduduk miskin sebesar 34,96
juta orang.
Berdasarkan besarnya tenaga kerja yang dapat diserap dibidang pengolahan hasil
perikanan, maka pemerintah sebagai pemegang regulator yang diberikan oleh rakyat
Indonesia harus mampu menggerakkan perdagangan, investasi dan produksi produk olahan
hasil perikanan. Menurut Djumali dan Sailah (2005) perdagangan, investasi dan produksi
memiliki kaitan yang erat dan saling menunjang. Peningkatan arus perdagangan akan
mendorong peningkatan dan mobilitas investasi. Peningkatan investasi tidak hanya akan
mendorong penggunaan teknologi, tetapi juga mendorong inovasi dan invensi proses dan atau
produk baru. Peningkatan investasi dan produksi akan berdampak pada peningkatan
kesempatan kerja yang pada gilirannya akan mendorong meningkatnya pendapatan
masyarakat. Dengan demikian, secara keseluruhan diharapkan terjadi peningkatan
kesejahteraan masyarakat bangsa Indonesia dan inilah sebagai tujuan dari pembangunan
nasional yang dicita-citakan itu.
B. Sumber Peningkatan Devisa melalui Peningkatan Nilai Tambah
Menurut Porter (2007) dalam Dahuri (2011), untuk menjadi bangsa yang maju,
makmur dan berdaulat di Era Globalisasi ini maka bangsa tersebut harus mampu
menghasilkan produk yang kompetitif atau berdaya saing. Produk yang berdaya saing
dicirikan sebagai produk yang memiliki kualitas tinggi, harganya relatif murah dan pasokan
volumenya dapat memenuhi kebutuhan konsumen baik domestik maupun ekspor. Dengan
demikian, kunci untuk memenangkan persaingan suatu bangsa adalah sejauhmana produk
bernilai tambah tinggi dapat tercipta.
Berkaitan dengan subsektor perikanan, Industri pengolahan hasil perikanan
merupakan instrumen pemberi nilai tambah bagi komoditas perikanan. Oleh karenanya,
peran perusahaan-perusahan pengolahan sangat penting bagi meningkatnya nilai komoditas
perikanan. Penerapan inovasi dan IPTEK oleh perusahan-perusahan pengolahan ikan dalam
penciptaan produk wajib dilakukan dalam upaya meningkatkan nilai tambah terhadap produk
yang dihasilkannya secara berkelanjutan.
Berdasarkan penelitian Nurhayati (2004), semakin besar nilai tambah, maka akan
semakin besar pula keuntungan yang diperoleh pengusaha produk olahan perikanan tersebut.
Efek domino yang terjadi dari skala mikro ini akan berdampak terhadap skala makro
perekonomian bangsa. Keuntungan yang diperoleh akan memacu pengusaha untuk
memperbesar investasinya. Selanjutnya akan memperbesar skala produksinya atau
menambah unit usaha lainnya untuk diversifikasi sehingga terjadi perekrutan tenaga kerja
baru. Akhirnya memperbesar devisa negara melalui peningkatan penerimaan pajak
penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN).
Dengan proses pengolahan, suatu komoditas akan dapat ditingkatkan nilainya,
bahkan sampai berlipat ganda. Oleh karena itu dikatakan bahwa industri pengolahan dapat
dijadikan sebagai multi efek atau efek pengganda ekonomi suatu bangsa. Menurut Austin
(1992), fungsi strategis pengolahan adalah sebagai pencipta nilai tambah dan daya saing
produk.
Pembatasan ekspor bahan baku perlu dilakukan, paling tidak dalam bentuk produk
setengah jadi. Sebagai contoh cakalang yang diekspor ke Jepang untuk diolah menjadi
produk katsuobushi dapat digantikan dengan produk setengah jadi berupa ikan masak rebus
atau dalam bentuk ikan kering asap atau ikan kayu (arabushi). Beberapa penelitian berkaitan
dengan pembuatan katsuobushi telah dilakukan oleh peneliti-peneliti Indonesia dalam upaya
meningkatkan nilai tambah ikan tuna.
Peningkatan ekspor produk yang bernilai tambah tinggi ini akan berdampak
terhadap peningkatan nilai devisa negara. Eksportir akan menerima devisa sebagai
pembayaran. Semakin besar volume dan nilai ekspor suatu negara, semakin banyak devisa
yang diperoleh. Jika ekspor negara dari tahun ke tahun meningkat maka akan menambah
cadangan devisa.
Peningkatan nilai ekspor Indonesia dari produk bernilai tambah untuk sektor
perikanan masih terbuka luas, mengingat saat ini komoditi ekspor Indonesia dari sektor
perikanan masih didominasi oleh udang beku, udang segar, tuna beku dan tuna segar.
Produk-produk bernilai tambah yang berpeluang untuk ditingkatkan baik volume dan nilai
ekspornya adalah produk ekstraksi rumput laut, kitin-kitosan, minyak ikan, ikan kaleng,
pepton, gelatin, kerupuk udang dan paprika isi pasta ikan tuna.
Peluang ekspor untuk produk perikanan Indonesia adalah Amerika Serikat. Pasar
Amerika Serikat memberikan peluang pasar karena beberapa faktor antara lain tidak
kompleksnya peraturan dan perizinan impor di Amerika Serikat serta kurang ketatnya
pemeriksaan dalam importasi makanan dan produk perikanan di Amerika Serikat
dibandingkan dengan negara tujuan ekspor lainnya seperti Uni Eropa (yang mempunyai
Rapid Alert for Food & Feed – RASFF dan EU Food, Legislation yang sangat popular
dengan peraturannya yaitu “from farm to fork”) Faktor lainnya adalah besarnya sumber daya
alam produk perikanan dan beragamnya jenis produk perikanan Indonesia dibandingkan
negara eksportir lainnya, menjadikan keunggulan comperative tersendiri bagi produk
Indonesia untuk tetap dapat menempati pasar di Amerika Serikat sebagai tujuan utama ekspor
perikanan, selain Jepang dan negara-negara di Uni Eropa.
C. Peningkatan Kesehatan dan Kecerdasan Bangsa melalui Peningkatan Konsumsi Ikan
Sasaran pembangunan nasional salah suatunya adalah meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia. Tingkat kualitas sumberdaya manusia dijadikan sebagai tolak ukur
kekuatan dan kemajuan suatu negara. Untuk mengukur sejaumana kualitas sumberdaya
manusia dapat dilihat dari angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut UNDP
(2009) dalam Dahuri (2010), IPM Indonesia pada Tahun 2009 berada diurutan 182,
sedangkan Singapura ada diurutan 23, Brunai ke 30, Malaysia ke 66 dan Thailand ke 82.
IPM ini mencakup kesehatan, kecerdasan/pendidikan, dan ekonomi.
Tingkat kesehatan dan kecerdasan/pendidikan manusia sangat terkait erat dengan
asupan kualitas dan kuantitas gizi makanan yang dikonsumsinya. Semakin baik kualitas dan
kuantitas asupan gizi yang dikonsumsi oleh manusia tersebut maka kesehatan dan
kecerdasannya akan semakin baik pula. Kaitan dengan hal ini, ikan dan jenis hasil perikanan
lainnya merupakan bahan makanan untuk manusia yang menyediakan zat gizi yang
berkualitas
Sebagai bahan pangan, hasil perikanan merupakan sumber protein yang tinggi
kualitasnya. Protein ikan menyediakan semua jenis asam amino esensial terutama lisin,
metionin dan histidin yang tersedia dengan cukup. Ketiga asam amino tersebut merupakan
asam amino pembatas yang kebanyakan pada bahan nabati jumlahnya sedikit seperti
misalnya pada jagung bahkan pada beberapa bahan tidak memiliki (Junianto, 2003).
Menurut Heruwati (2002), sektor perikanan merupakan andalan utama sumber pangan
dan gizi masyarakat Indonesia. Ikan, selain merupakan sumber protein, juga diakui sebagai
functional food yang mempunyai arti penting bagi kesehatan karena mengandung minyak
yang terdiri dari asam lemak tidak jenuh berantai panjang (terutama yang tergolong asam
lemak omega-3), vitamin serta makro dan mikro mineral.
Minyak ikan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh jamak atau
polyunsaturated fatty acids (PUFA). Asam lemak tak jenuh jamak yang banyak terdapat
pada ikan adalah asam lemak omega-3, terutama eikosapentanoat/EPA (C20:5, n-3) dan asam
dokosaheksanoat/DHA (C22:6, n-3) (Irianto dan Soesilo (2007).
Selanjutnya Moneysmith (2003) dalam Irianto dan Soesilo (2007), menyatakan bahwa
EPA dan DHA menyediakan perlindungan terhadap berbagai keadaan, yaitu meliputi
peredaran darah, emosional, kekebalan, dan sistem syaraf. Peradangan seperti rematik,
radang sendi, asma, sklerosis ganda, kanker payudara, skizofenia, depresi, dan sejumlah
penyakit ringan memberikan respon terhadap penggunaan minyak ikan. Omega-3 juga dapat
mencegah pengerasan arteri, menurunkan kadar trigliserida, dan juga mengurangi kekentalan
yang menyebabkan penggumpalan platelet dalam darah.
Agar manfaat ikan dan hasil perikanan lainnya yang sangat luar biasa bagi kesehatan
dan kecerdasan manusia dapat dirasakan, maka ikan dan hasil perikanan tersebut perlu diolah
sehingga secara organoleptik dapat disukai untuk dimakan oleh manusia. Menurut Austin
(1992), fungsi teknikal dari pengolahan atau processing diantaranya adalah membuat bahan
baku hewani (hasil perikanan) menjadi palatable, yaitu menjadi produk yang lebih dapat
dicernak, tidak beracun, dan disukai dari segi rasa, penampakan, bau, dan teksturnya. Oleh
karena itu upaya peningkatan konsumsi dari bahan pangan ikani untuk meningkatkan
kesehatan dan kecerdasan manusia menjadi tugas utama industri pengolahan ikan.
Tabel 1.5. Tingkat Konsumsi Ikan Masyarakat Indonesia 2007 – 2010
RincianTahun
2007 2008 2009 2010
Per Kapita (Kg/Kapita/Th) 26,00 28,00 29,08 30,48
Sumber : Kelautan dan Perikanan dalam angka, 2011.
Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia untuk beberapa tahun terakhir semakin
meningkat sebagaimana terlihat pada Tabel 1.5. Peningkatan konsumsi ikani ini tidak
terlepas dari peran pengolahan ikan di Indonesia yang semakin meningkat pula. Hal ini
terlihat dari bertambahnya unit-unit pengolahan ikan yang ada di Indonesia. Unit pengolahan
ikan pada tahun 2010 adalah 60.068 unit dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 63.828 unit
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012).
Inovasi dan kreativitas di bidang teknologi pengolahan perlu terus ditingkat dalam
usaha untuk lebih meningkatkan konsumsi ikan. Selain itu pula juga harus dilakukan cara-
cara pengolahan yang higienis sesuai GMP (Good ManufacturingPractices), SSOP (Standard
Sanitation Operating Procedure) serta menerapkan HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point).
D. Penjaga Lingkungan melalui Konsep Industri Bersih
Salah satu asas dari pembangunan nasional adalah asas manfaat. Maksud dari asas
manfaat pembangunan nasional bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan
rakyat dan pengembangan pribadi warga negara serta mengutama kelestarian nilai-nilai luhur
budaya dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam rangka pembangunan yang
berkesinambungan dan berkelanjutan. Berdasarkan asas manfaat tersebut, kelestarian fungsi
lingkungan hidup menjadi fokus utama dalam kegiatan pembangunan nasional.
Menurut Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional, sektor perikanan dijadikan sebagai salah satu motor penggerak
pembangunan nasional. Hal ini karena besarnya potensi sumberdaya perikanan dan kelautan
yang dimiliki bangsa Indonesia. Kaitan dengan hal tersebut di atas, maka industri
pengolahan ikan melalui konsep industri bersih maupun zero waste memiliki peranan yang
sangat besar tidak hanya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber peningkatan devisa dan
peningkatan kecerdasan serta kesehatan masyarakat tetapi juga sebagai penjaga kelestarian
fungsi lingkungan hidup.
Industri pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu agroindustri yang
memanfaatkan hasil perikanan sebagai bahan baku untuk menghasilkan suatu produk yang
bernilai tambah lebih tinggi. Industri pengolaan hasil perikanan seperti juga industri-industri
yang lain selain menghasilkan produk yang diinginkan, juga menghasilkan limbah baik
limbah padat maupun limbah cair (Ibrahim, 2004). Upaya untuk memaksimalkan
keuntungan yang diperoleh dan meminimalkan dampak terhadap lingkungan maka konsep
kegiatan industri pengolahan diarahkan ke produksi bersih.
Menurut Purwanto (2005), produksi bersih merupakan tindakan efisiensi pemakaian
bahan baku, air dan energi, dan pencegahan pencemaran, dengan sasaran peningkatan
produktivitas dan minimisasi timbulnya limbah. Selanjutnya, menurut Kementerian
Lingkungan Hidup (2003), produksi bersih didefinisikan sebagai strategi pengelolaan
lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus-menerus pada setiap
kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga dapat
meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan
lingkungan.
Strategi produksi bersih menurut Sulaiman (2009) adalah “dapat menunjukkan hasil
yang lebih efektif dalam mengatasi dampak lingkungan dan juga memberikan beberapa
keuntungan, antara lain a). penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien;
b). mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar; c). mencegah berpindahnya
pencemaran dari satu media ke media yang lain; d). mengurangi terjadinya risiko terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan; e). mengurangi biaya penataan hukum; f). terhindar dari
biaya pembersihan lingkungan (clean up); g). produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar
internasional; h). pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela”. Selanjutnya
River et.al (1998) dalam Ibrahim (2004) menyatakan bahwa keuntungan ekonomi dari
implementasi teknologi bersih pada industri perikanan dapat ditinjau dari 2 sisi yaitu:
recovery material, terutama material organik dan penggunaan air dan peningkatan
keuntungan bagi lingkungan. Recovery material organik dari aliran efluen yang memiliki
beban organik yang tinggi dengan metoda fisika-kimia dapat dipisahkan dan diolah menjadi
tepung ikan. Reduksi konsumsi air dan penggunaan ulang (reutilisasi) efluen yang beraliran
besar dengan kandungan organik rendah akan mereduksi volume efluen dan akan mereduksi
biaya pengelolaan limbah.
Pendekatan industri bersih untuk industri pengolahan hasil perikanan dapat dilakukan
melalui strategi zero waste (tidak ada limbah) dari penggunaan bahan baku. Sebagaimana
diketahui, pada umumnya bahan baku industri pengolahan hasil perikanan adalah ikan atau
udang. Pemanfaatan dari komoditi ikan dan udang masih didominasi oleh bagian daging.
Sebenarnya, nilai tambah yang diperoleh dari pemanfaatan bagian daging ini relative lebih
kecil jika dibandingkan dengan bagian yang lainnya seperti cangkang pada udang untuk kitin,
dan tulang pada ikan untuk kondraitin dan gelatin. Perolehan nilai tambah yang tinggi ini
dikarenakan produk-produk yang dihasilkan yaitu kitin,kitosan, gelatin, dan kondraitin
merupakan bahan-bahan farmasi yang sangat berguna bagi kesehatan dan kecantikan
manusia.
E. Penyelamat dan Pemerata Kekayaan Bangsa
Indonesia merupakan suatu negara yang kaya akan sumberdaya alam yaitu salah satu
satunya berupa badan perairan laut dan perairan umum dengan luas total 672,7 juta Ha.
Kekayaan alam ini harus dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia yang tersebar pada
beribu-ribu pulau dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia secara adil dan merata.
Produk utama yang dihasilkan dari badan perairan tersebut berupa ikan dan jenis hayati
lainnya.
Ikan dan jenis hayati lainnya, sebagaimana diketahui merupakan material yang mudah
rusak, baik secara fisik, kimia maupun biologis. Jika ikan dan jenis hayati lain ini rusak dan
bahkan busuk maka tidak akan dapat dimanfaatkan oleh manusia baik sebagai bahan pangan
dan yang lainnya. Bahkan sebaliknya, akan membawa petaka yaitu sebagai bahan pencemar
lingkungan.
Kerusakan fisik yang terjadi pada ikan dan komoditi hasil perikanan akibat benturan
selama pemanenan atau penangkapan, pengangkutan, dan penyimpanan serta penanganan
fisik lainnya. Kerusakan kimia adalah terjadi oksidasi lemak yang dikaitkan dengan
perubahan awal pada jaringan otot saat setelah ikan mati. Kerusakan biologis disebabkan
oleh mikroba. Aktivitas mikroba merupakan penyebab utama kerusakan sebagian besar
komoditi ikan dan hasil perikanan lainnya. Pada saat pemanenan atau penangkapan, otot ikan
masih steril, tetapi kemudian setelah ikan mati segera terkontaminasi oleh bakteri yang
terdapat pada permukaan tubuh ikan, usus, dan insang.
Upaya untuk menyelamatkan produksi perikanan ini dari kerusakan tersebut adalah
harus dilakukan tindakan pengolahan sesegera mungkin setelah pemanenan atau
penangkapan. Pengolahan hasil perikanan merupakan upaya untuk mengubah material dari
hasil perikanan menjadi produk yang lebih awet. Beberapa teknologi yang diterapkan dalam
industri pengolahan adalah penggaraman, pengasapan, fermentasi, pemindangan, pembekuan,
pengalengan, dan surimi.
Industri pengolahan hasil perikanan selain berperan dalam menyelamatkan hasil
produksi perikanan juga berperan dalam pemerataan atau pendistribusian dari hasil produksi
perikanan. Hasil produksi perikanan selain bersifat mudah rusak juga bersifat bulky, banyak
membutuhkan ruang dalam penyimpanan dan pengangkutan. Sifat bulky tersebut sangat
menyulitkan dan kurang efisien dalam proses penyimpanan dan pengangkutan. Akibatnya,
mempersempit pendistribusian daripada komoditi perikanan tersebut.
Produk yang tercipta dari suatu proses pengolahan bersifat lebih awet dan tidak bulky
sehingga memudahkan dalam proses pengangkutan. Kemudahan dalam pengangkutan serta
awet atau tidak mudah busuk atau rusak dari suatu produk maka akan menyebabkan produk
tersebut terdistribusi secara luas, contoh ikan kaleng. Ikan kaleng ini dapat ditemukan
sampai ke pelosok-pelosak daerah di Indonesia baik di daerah-daerah pegunungan dan di
lembah-lembah.
Peluang dan Tantangan Industri Pengolahan Hasil Perikanan di Indonesia
Peran industri pengolahan hasil perikanan sebagaimana telah diuraikan ternyata
sangat besar dan stategis dalam pembangunan nasional untuk mencapai tujuannya, yaitu
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang marata material dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karenanya industrialisasi
pengolahan hasil perikanan harus menjadi objek kegiatan utama di sektor perikanan dalam
penanganan dan pengembangannya. Penanganan industri pengolahan hasil perikanan
hendaknya dilakukan dengan baik dan benar, begitu pula dengan arah pengembangannya.
Hal ini karena industri pengolahan hasil perikanan di Indonesia memiliki banyak peluang
disamping tantangan yang ada. Peluang industri pengolahan hasil perikanan adalah sebagai
berikut :
A. Pasar Domestik maupun Ekspor Produk Olahan Hasil Perikanan yang Masih Terbuka
Luas
Pasar domestik dan ekspor bagi produk olahan ikan untuk saat ini dan masa-masa
yang akan datang masih terbuka luas dan terus meningkat. Keterbukaan pasar untuk produk
olahan ikan ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan
kesadaran manusia akan bahan pangan yang bernutrisi dan tidak membahayakan kesehatan.
Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 241 juta jiwa pada tahun 2011
(www.bkkbn.go.id) merupakan pasar yang amat besar bagi penyerapan produksi industri
pengolahan hasil perikanan untuk pasar domestik (Direktorat Pemasaran Dalam Negeri,
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan- KKP, 2011). Produk olahan
ikan merupakan produk pangan yang menyediakan kebutuhan nutrisi manusia yang penting
untuk pertumbuhannya. Nutrisi penting tersebut adalah protein, lemak, mineral, dan vitamin.
Menurut Rai (1996) dalam Iriana (2012), “protein ikan menyediakan asam amino esensial
lengkap yang sangat penting untuk pertumbuhan manusia. Asam lemak pada ikan berupa
asam lemak omega3 yang sangat penting untuk proses pertumbuhan dan perkembangan sel-
sel syaraf termasuk sel otak dan retina. Mineral yang banyak dikandung oleh ikan adalah
iodium, kalsium dan besi, sedangkan vitamin yang banyak dikandung adalah vitamin A dan
D”. Menurut Direktorat Pemasaran Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan- KKP (2011), mengingat besarnya peranan gizi bagi kesehatan,
ikan merupakan pilihan tepat untuk diet di masa yang akan datang
Kesadaran dalam mengkonsumsi ikan dapat dilihat dari adanya peningkatan konsumsi
ikan di Indonesia yang tiap tahunnya terus meningkat. Menurut Statistik Kelautan dan
Perikanan (2012), konsumsi ikan pada tahun 2010 sebesar 30,48 Kg/kap/Th dan pada tahun
2011 meningkat menjadi 31,64 Kg/kap/Th. Konsumsi ikan oleh penduduk seluruh dunia
juga diperkirakan akan terus meningkat.
B. Dukungan Pemerintah terhadap Industri Pengolahan Hasil Perikanan
Pemerintah memberikan dukungan yang sangat berarti dalam mendorong
pertumbuhan industri pengolahan hasil perikanan di Indonesia melalui berbagai kebijakan,
perundangan-undangan dan peraturan pemerintah yang telah dibuat. Gemar makan ikan
merupakan salah satu kebijakan dalam meningkatkan industri pengolahan ikan. Ikan akan
lebih dapat digemari untuk dikonsumsi jika melalui suatu proses pengolahan. Selanjutnya
dalam peraturan pemerintah No. 28 tahun 2008 tentang kebijakan industri nasional yang
menetapkan industri pengolahan sebagai industri prioritas (Hadiati, 2011). Menurut
Retnowati (2011) salah satu kebijakan pemerintah dalam penguatan industri pengolahan hasil
perikanan adalah mengendalikan ekspor ikan dalam keadaan utuh.
C. Kecenderung Peningkatan Permintaan Olahan Siap Saji
Permintaan akan produk olahan pangan termasuk olahan hasil perikanan siap saji saat
ini dan masa depan akan terus meningkat. Hal ini sejalan dengan pola perubahan kehidupan
sosial masyarakat, dimana banyak wanita yang berperan ganda baik sebagai ibu rumah
tangga maupun pencari nafkah yang bekerja diluar rumah sehingga mereka memerlukan
produk olahan pangan siap saji. Selain itu, kecenderungan bertambahnya jumlah keluarga
kecil dalam rumah tangga juga mendorong permintaan olahan pangan siap saji, karena
umumnya mereka lebih suka untuk membeli produk “pangan jadi” daripada memasak.
D. Potensi Ketersediaan Bahan Baku
Ketersediaan bahan baku ikan merupakan faktor penting dalam suatu industri
pengolahan ikan. Menurut Dahuri (2010) Ketersediaan bahan baku ikan di Indonesia
terutama dari jenis ikan laut sangat besar karena Indonesia memiliki potensi produksi lestari
(MSY) sebesar 6,4 juta ton/tahun (8% dari MSY laut dunia). Selain itu produksi lestari
budidaya ikan juga sangat besar yaitu 57,7 juta ton/tahun. Menurut Kementerian Kelautan
dan Perikanan dalam Data Pokok Kelautan dan Perikanan (2011), luas perairan laut sekitar
3.444.752,90 km2 yang terdiri dari luas laut teritorial 284.210,90 km2, luas zone ekonomi
eksklusif 2.981.211,00 km2 dan luas laut 12 mil 279.322,00 km2. Menurut Kementerian
Kelautan dan Perikanan dalam Data Statistik Kelautan dan Perikanan (2011) potensi luas
perairan laut untuk tempat budidaya adalah 12.545.072 Ha.
E. Ketersedian Tenaga Kerja
Peluang yang lain dalam industrialisasi pengolahan hasil perikanan di Indonesia
adalah ketersedian tenaga kerja yang cukup banyak. Hasil Sensus Penduduk 2011 jumlah
penduduk Indonesia dapat dipastikan telah menjadi sekitar 241 juta jiwa. Jumlah penduduk
yang besar ini telah membawa Indonesia menduduki posisi ke-4 sebagai negara dengan
penduduk terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat (www.bkkbn.go.id).
Usia produktif menurut beberapa sumber literature diperkirakan sebesar 55 persen dari
jumlah penduduk saat ini yang merupakan usia yang diperbolehkan bekerja.
Tantangan untuk industri pengolahan ikan di Indonesia menurut Direktorat Jenderal
Industri Agro dan Kimia (2009) antara lain : (1) Persaingan yang sangat ketat dalam
mendapatkan bahan baku ikan segar. (2) Negara pesaing telah menerapkan integrated
technology yang memungkinkan pengolahan di laut yang belum diterapkan oleh industri
pengolahan ikan dalam negeri (3) Persyaratan ekspor semakin ketat diantaranya : masalah
logam berat, histamin, isu lingkungan, penggunaan anti biotik (4) Masih adanya Illegal
Fishing dan transhipment ikan dilaut (5) Kenaikan harga BBM (6) Masih adanya persepsi
negatif pada perdagangan internasional seperti adanya zat pengawet ( Mercury Issue) dan
ikan yang tidak segar dari Indonesia.
Upaya untuk mensukseskan peran industri pengolahan hasil perikanan dalam
pembangunan nasional demi mencapai tujuannya dengan memperhatikan peluang dan
tantangan yang ada, maka beberapa hal perlu dilakukan antara lain : Pertama peningkatan
jumlah kapal armada penangkapan yang berskala besar (200 GT ke atas). Saat ini Indonesia
masih memiliki sebagian besar kapal armada penangkapan yang kecil yaitu kurang dari 5 GT
(103.120 kapal) sedangkan armada kapal dengan ukuran 200 GT ke atas masih sangat kecil
(370 kapal) (Data Statistik Kelautan dan Perikanan, 2011). Akibatnya potensi yang dimiliki
belum dapat termanfaatkan secara optimal dan kemungkinan terjadi overfishing di sekitar
pantai. Akibat lain penanganan ikan kurang optimal sehingga banyak ikan hasil tangkapan
tidak layak sebagai bahan baku industri modern seperti pengalengan atau pembekuan.
Kedua adalah perlunya peningkatan pemberlakuan atau penerapan Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) bagi unit pengolahan ikan (UPI) atau industri pengolahan
ikan. Menurut Surya (2011), jumlah UPI yang ada di Indonesia sebesar 18.274 unit dan yang
telah menerapkan HACCP hanya sebanyak 385 unit. Pemberlakuan HACCP dalam UPI
bertujuan untuk menjamin mutu dan keamanan konsumen. Jika produk yang dihasilkan oleh
UPI bermutu dan aman akan meningkatkan kepercayaan konsumen sehingga akan terjadi
peningkatan jumlah produk terjual melalui peningkatan pembelian dan penambahan
konsumen baru. Menurut ILSI (1997) dalam Iriana (2012), “penerapan HACCP tidak saja di
UPI tetapi perlu juga dilakukan di pelabuhan perikanan”.
Ketiga adalah perlunya peningkatan pendidikan dan pelatihan tentang teknik
penanganan dan pengolahan ikan yang baik. Hal ini dapat dilakukan dengan kerjasama
antara lembaga pemerintah, perguruan tinggi, dan perusahaan. Pendidikan dan pelatihan
dapat berdampak terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja tidak
hanya kuantitasnya yang harus diperhatikan tetapi juga kualitasnya. Tenaga kerja yang
berkualitas dapat mendorong terciptanya produk yang memiliki daya saing tinggi.
Keempat adalah peningkatan sarana dan prasarana di tempat-tempat pendaratan ikan
yang berkaitan dengan rantai dingin. Ikan dan hasil perikanan lainnya sebagaimana diketahui
cepat mengalami kerusakan bakteriologis. Oleh karena itu penurunan suhu tubuh ikan
sesegera mungkin dapat mempertahankan kesegaran semaksimal mungkin sampai ikan
tersebut diolah. Kesegaran ikan sebagai bahan baku pengolahan sangat berpengaruh sekali
terhadap mutu atau kualitas produk yang akan dihasilkan. Mutu produk pengolahan ikan
merupakan salah satu parameter yang berpengaruh terhadap besarnya nilai tambah yang akan
diperoleh.
Daftar Acuan
Austin, J.E. 1992. Agroindustrial Project Analysis. The Johns Hopkins University Press, U.S.A.
Dahuri, R. 2010. Peningkatan Nilai Tambah Produk Olahan dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Makalah Seminar Nasional Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Darmanto, Y.S. 2001. Upaya Peningkatan Komoditas Ekspor Industri Hasil Perikanan Dengan Rekayasa Teknologi. Orasi Ilmiah-Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegorao, Semarang.
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia. 2009. Roadmap Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Laut. Departemen Perindustrian, Jakarta.
Direktorat Pemasaran Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan- KKP. 2011. Angka Konsumsi Ikan, Majalah Warta Pasar Ikan Edisi Mei 2011, Volume 93.
Djumali, M dan Sailah, I. 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya , Jakarta.
Hadiati, S. 2011. Implementasi Kebijakan Pemerintah di Sektor Industri Agro. Makalah Workshop Pemetaan Kemampuan Penguasaan Teknologi Industri, Bekasi.
Hayami, Y., Toshihiko, K., Yoshinori, M and Masdjidin, S. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java. A Perspective From A sunda Vilage. CGPRT Center, Bogor.
Heruwati, E.S. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional : Prospek dan Peluang Pengembangan. Jurnal Litbang Pertaian, 21(3).
Ibrahim, B. 2004. Pendekatan Penerapan Produksi Bersih pada Industri Pengolahan Hasil Perikanan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan, Vol. VII. No. 1.
Iriana, D. 2012. Pengantar Agroindustri Perikanan. Penerbit Widya Padjadjaran, Bandung
Irianto, H.E., dan Soesilo, I. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. Makalah Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia. Bogor.
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2012.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Data Pokok Kelautan dan Perikanan.
Nurhayati, P. 2004. Nilai Tambah Produk Olahan Perikanan Pada Industri Perikanan Tradisional di DKI Jakarta. Buletin Ekonomi Perikanan Vol. V. No. 2.
Purwanto, 2005. Penerapan Produksi Bersih di Kawasan Industri. Seminar Penerapan Program Produksi Bersih dalam Mendorong Terciptanya Kawasan Eco-industrial di Indonesia, Jakarta.
Retnowati, N. 2011. Implementasi Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Peningkatan Hasil Laut. Makalah Workshop Pemetaan Kemampuan Penguasaan Teknologi Industri, Bekasi.
Sulaeman, D. 2009. Pengelolaan Limbah Agroindustri. Makalah Seminar Pedoman Desain Teknik IPAL Agroindustri, Bogor.
Surya, A. 2011. Meraih Kejayaan Industri Pengalengan Ikan Indonesia. Makalah Workshop Pemetaan Kemampuan Penguasaan Teknologi Industri, Bekasi.
www.bkkbn.go.id . Sensus Jumlah Penduduk Indonesia. Diakses tanggal 1 Juni 2012.