58
MODUL MORFOLOGI SUNGAI PELATIHAN PERENCANAAN TEKNIK SUNGAI 2017 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI Modul 6 Morfologi Sungai Balai Uji Coba Sistem Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi MODUL 06

Modul 6 Morfologi Sungai - Kementerian Pekerjaan Umum · Web viewModul 6 Morfologi Sungai Modul 6 Morfologi Sungai Modul 6 Morfologi Sungai Modul 6 Morfologi Sungai Pusat Pendidikan

  • Upload
    others

  • View
    28

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Modul 6 Morfologi Sungai

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya pengembangan Modul Morfologi Sungai sebagai materi inti/substansi dalam Pelatihan Perencanaan Teknik Sungai. Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di bidang sumber daya air.

Modul morfologi sungai terpadu disusun dalam 3 (tiga) bagian yang terbagi atas Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul yang sistematis diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam memahami dan menerapkan materi morfologi air. Penekanan orientasi pembelajaran pada modul ini lebih menonjolkan partisipasi aktif dari para peserta.

Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim Penyusun dan Narasumber, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kompetensi ASN di bidang SDA.

Bandung, Oktober 2017

Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Sumber Daya Air dan Konstruksi

Ir. K. M. Arsyad, M.Sc.

Modul 6 Morfologi Sungai

Modul 6 Morfologi Sungai

NIP. 19670908 199103 1 006

Balai Uji Coba Sistem Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan KonstruksiII-

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiDAFTAR GAMBARiiiPETUNJUK PENGGUNAAN MODULivPENDAHULUAN1A.Latar Belakang1B.Deskripsi Singkat1C.Tujuan Pembelajaran1D.Materi Pokok dan Sub Materi Pokok2E.Estimasi Waktu2MATERI POKOK 1 PROSES FLUVIAL DAN PEMBENTUKAN SUNGAI31.1Proses Fluvial dan Pembentukan Sungai31.1.1Zona 1 : Zona Pemasok Sedimen31.1.2Zona 2 : Zona Transportasi Sedimen41.1.3Zona 3 : Zona pengendapan41.2Bentuk Sungai41.3Dataran Banjir dan Formasi Delta111.4Lensa Pasir/ Kipas Aluvial121.5Bentuk Alur Sungai121.5.1Alur Bercabang (Braided Stream)121.5.2Sungai Bermeander151.5.3Proses Meandering161.5.4Tanggul dan Rawa Alamiah181.6Latihan181.7Rangkuman19MATERI POKOK 2 STABLE CHANNEL202.1Kestabilan Alur Sungai204.1Latihan264.2Rangkuman26MATERI POKOK 3 PENGARUH KEGIATAN MANUSIA DAN BANGUNAN TERHADAP SUNGAI273.1Pengaruh Kapasitas Palung/ Kanalisasi/ Normalisasi273.2Sudetan293.3Galian Komoditas tambang ( galian C )293.4Jembatan303.5Latihan323.6Rangkuman32PENUTUP41A.Simpulan41B.Tindak Lanjut41EVALUASI FORMATIF42A.Soal42B.Umpan Balik dan Tindak Lanjut43DAFTAR PUSTAKAGLOSARIUMKUNCI JAWABAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 - Zona pemasok sedimen3

Gambar I.2 - Zona transportasi sedimen4

Gambar I.3 - Zona pengendapan4

Gambar I.4 - Bentuk sungai 5

Gambar I.5 - Dataran banjir dan formasi delta11

Gambar I.6 - Kipas alluvial12

Gambar I.7 - Sungai bercabang-cabang (braided river)14

Gambar I.8 - Skema meander15

Gambar I.9 - Skema bentuk meander16

Gambar I.10 - Sungai bentuk meander16

Gambar I.11 - Proses meandering17

Gambar I.12 - Danau oxbow18

Gambar II.1 - Channel evolution model21

Gambar II.2 - Perubahan kemiringan dasar sungai akibat pertambahan sedimen22

Gambar II.3 - Perubahan kemiringan dasar sungai di hilir bendungan22

Gambar II.4 - Lane’s equation23

Gambar III.1 - Sungai terputus dari hasil dataran banjir28

Gambar III.2 - Sungai dengan dataran banjir yang bagus28

Gambar III.3 - Headcutting30

Gambar III.4 - Tabel respon sungai 31

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Deskripsi

Modul morfologi sungai ini terdiri dari 3 (tiga) materi pokok. Materi pokok pertama membahas proses fluvial dan pembentukan sungai. Materi pokok kedua membahas stable channel. Materi pokok ketiga membahas pengaruh kegiatan manusia dan bangunan terhadap sungai.

Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang berurutan. Pemahaman setiap materi pada modul ini diperlukan untuk memahami dan menerapkan morfologi sungai dalam kaitannya dengan perencanaan pemanfaatan sungai dalam skala besar. Setiap materi pokok dilengkapi dengan latihan yang menjadi alat ukur tingkat penguasaan peserta pelatihan setelah mempelajari materi pada materi pokok.

Persyaratan

Dalam mempelajari modul ini, peserta pelatihan diharapkan dapat menyimak dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat memahami dan menerapkan dengan baik materi yang merupakan materi inti/substansi dari Pelatihan Perencanaan Teknik Sungai. Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat membaca terlebih dahulu materi yang berkaitan dengan morfologi sungai dari sumber lainnya.

Metode

Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah dengan kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Pengajar/Widyaiswara/Fasilitator, adanya kesempatan diskusi, tanya jawab dan peragaan.

Alat Bantu/Media

Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat Bantu/Media pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/projector, Laptop, white board dengan spidol dan penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/atau bahan ajar.

Kompetensi Dasar

Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran, peserta diharapkan mampu memahami dan menerapkan morfologi sungai dalam kaitannya dengan perencanaan pemanfaatan sungai dalam skala besar.

Modul 6 Morfologi Sungai

Modul 6 Morfologi Sungai

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan KonstruksiII-

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 2

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelatihan Perencanaan Teknik Sungai adalah hal yang relevan dan penting untuk dilaksanakan demi keberhasilan dan menjaga agar Perencanaan Pemanfaatan Sungai dilakukan dengan baik dan benar, sehingga sarana dan prasarana dapat berhasil guna dan berdaya guna. Bentang alam sebagai tempat sungai berada merupakan sebuah sistem yang terbuka. Ada beberapa input energi yang sangat variatif yang bekerja di bentang alam ini antara lain : energi potensial (gravitasi) energi panas (sinar matahari) energi kinetic (gerakan mekanis) energi kimia (air atmosfir dan kerak bumi). Energi-energi itu secara terus menerus bekerja terhadap sungai dan bentang alamnya baik sungai sebagai wadah air maupun seluruh komponen lingkungannya dan menimbulkan perubahan terhadap bentuk morfologi sungai.

B. Deskripsi Singkat

Mata pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan mengenai morfologi sungai dan khususnya pemahaman mengenai pengaruh fluvial, pembentukan sungai, stable channel dan pengaruh kegiatan manusia dan bangunan terhadap sungai yang disajikan dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, diskusi serta peragaan.

C. Tujuan Pembelajaran

1. Kompetensi Dasar

Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran, peserta diharapkan mampu memahami dan menerapkan materi morfologi sungai.

2. Indikator Keberhasilan

Setelah mengikuti pembelajaran, peserta diharapkan mampu:

a. Menjelaskan dan menerapkan proses fluvial dan pembentukan sungai,

b. Menjelaskan dan menerapkan stable channel,

c. Menjelaskan dan menerapkan pengaruh kegiatan manusia dan bangunan terhadap sungai.

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

Dalam modul hidrologi sungai ini akan membahas materi:

1. Proses Fluvial dan Bentuk Sungai

a. Proses fisik morfologi sungai,

b. Bentuk sungai,

c. Dataran banjir dan formasi delta,

d. Lensa Pasir/ Kipas Aluvial (Aluvial Fans),

e. Bentuk alur sungai,

a. Alur bercabang,

f. Sungai bermeander,

g. Proses meandering,

h. Tanggul dan rawa alamiah.

2. Stable Channel

a. Kestabilan alur sungai

3. Pengaruh Kegiatan Manusia dan Bangunan Terhadap Sungai

a. Peningkatan kapasitas palung/ kanalisasi/ normalisasi,

b. Sudetan,

c. Galian komoditas tambang ( galian C ),

d. Jembatan.

E. Estimasi Waktu

Alokasi waktu yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk mata pelatihan “Morfologi sungai” ini adalah 5 (lima) jam pelajaran (JP) atau sekitar 225 menit.

MATERI POKOK 1PROSES FLUVIAL DAN PEMBENTUKAN SUNGAI

Indikator keberhasilan : setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan dan menerapkan proses fluvial dan pembentukan sungai secara benar.

1.1 Proses Fluvial dan Pembentukan Sungai

Beberapa faktor alam mempengaruhi proses fisik morfologi sungai. Sejalan dengan aliran air mengalir ke hilir energi bergerak mengikuti transport air dan material di dalam palung sungai dan dataran banjir. Schumm (1977) membagi 3 zona interaksi air dan lahan dalam system fluvial sbb :

1.1.1 Zona 1 : Zona Pemasok Sedimen

Merupakan bagian hulu DAS memiliki lembah berbentuk v yang langsung merupakan tebing sungai. Sungai memiliki kemiringan memanjang yang curam serta butiran sedimen yang besar. Aliran air mengalir deras dengan kecepatan tinggi. Banyak terjadi aktifitas erosi dari tebing dan dasar sungai.

Gambar I.1 – Zona pemasok sedimen

1.1.2 Zona 2 : Zona Transportasi Sedimen

Letaknya di hilir zona 1 sungai mulai membentuk dataran banjir. Di zona ini sedimen dari hulu yang berasal dari hasil erosi tebing dan dasar sungai didistribusi ke hilir. Sedimen bervariasi dari batu kerikil dibagian hulu sampai lumpur dan lempung di bagian hilir semua bergerak ke bawah. Meander mulai bergerak lateral, setelah banjir sedimen halus mengisi dataran banjir.

Gambar I.2 – Zona transportasi sedimen

1.1.3 Zona 3 : Zona pengendapan

Zona ini terletak paling bawah dekat dengan muara. Semua yang berasal dari zona 1 dan 2 terkumpul di sini. Di sungai alami zona ini merupakan daerah kehidupan satwa liar yang amat potensial.

Gambar I.3 – Zona pengendapan

1.2 Bentuk Sungai

Sungai juga dapat diklasifikasi menurut usianya. Ada beberapa metode yang digunakan untuk menentukan umur sungai, salah satu metode yang digunakan adalah mempertimbangkan sungai dari sudut geomorfologi. Sungai diklasifikasi menjadi sungai tua, dewasa dan sungai muda.

Sungai muda adalah bentuk awal alur sungai. Alur terbentuk di permukaan tanah oleh aliran air. Biasanya bentuk alur seperti “huruf V”, alur tidak beraturan dan terdiri dari beberapa bagian, bagian tertentu mudah tererosi dan bagian lain tidak mudah tererosi. Sebagai contoh sungai muda adalah sungai-sungai yang terletak di pegunungan beserta anak-anak sungai yang terbentuk oleh aliran permukaan.

Sungai dewasa adalah perkembangan selanjutnya dari sungai muda, dengan sifat-sifat lembah sungai yang cukup lebar, kemiringan dasar sungai relatif flat/datar, dan formasi tebing terbentuk dari hasil longsoran tebing sebelah hulu. Material dasar sungai terbentuk dari material bergradasi hasil dari endapan angkutan sedimen. Sungai dewasa mempunyai bantaran yang relatif sempit, dan biasanya meander sungai sudah terbentuk. Dataran sungai dewasa biasanya sudah mempunyai lebar yang cukup, sehingga ditempat tersebut lahannya sudah banyak yang dimanfaatkan oleh masyarkat, baik untuk pertanian maupun pemukiman. Untuk mencegah labilnya alur sungai dewasa, maka ditempat-tempat tertentu banyak dilakukan usaha stabilisasi sungai dan perlindungan tebing sungai untuk mencegah perubahan/ perpindahan alur sungai.

Sungai tua merupakan perkembangan selanjutnya dari sungai dewasa. Sebagai akibat dari proses erosi dan sedimentasi yang terus menerus, lembah sungai terbentuk dengan lebar sungai menjadi lebih lebar dan kemiringan dasar sungai menjadi lebih landai. Meander dan panjang meander yang terbentuk masih lebih sempit dari lembah sungainya. Ciri lain dari sungai tua adalah di kanan-kiri sungai terbentuk tanggul alam dan banyak terbentuk rawa-rawa. Banyak terjadi anak sungai yang terbentuk sejajar dengan induk sungainya pada jarak yang cukup panjang sebelum bermuara kembali ke induk sungainya.

Dataran banjir

Palung Sungai

Tanggul Alam

Rawa yang terbentuk

Gambar I.4 – Bentuk sungai

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 1

1.3 Dataran Banjir dan Formasi Delta

Dengan berjalannya waktu, proses erosi berjalan terus baik melalui proses erosi permukaan maupun erosi yang terjadi di badan sungai, disertai longsoran-longsoran tebing, maka material hasil erosi tersebut akan terangkut ke arah hilir, sehingga terbentuk tebing-tebing sungai yang berfungsi sebagai batas alur sungai dan pembentukan meander sungai. Dengan banyaknya angkutan sedimen yang terbawa arus sungai, maka seterusnya sedimen tersebut akan diendapkan di daerah yang relatif rendah dan selanjutnya akan terbentuk dataran banjir.

Pada tempat-tempat tertentu di hilir dekat muara dimana kemiringan sungai relatif datar dan turbulensi aliran kecil akan terjadi endapan sungai yang selanjutnya akan membentuk “delta” sungai.

Hal lain yang akan terjadi adalah alur sungai akan menjadi lebih panjang dan kemiringan dasar sungai akan mengecil. Dasar sungai sebelah hulu akan bertambah tinggi akibat sedimentasi dan elevasi muka air banjir rata-rata akan lebih tinggi. Apabila ditinjau lebih lanjut maka makin lama akan terlihat bahwa dataran banjir akan bertambah tinggi.

Gambar I.5 – Dataran banjir dan formasi delta

1.4 Lensa Pasir/ Kipas Aluvial

Hal lain yang banyak terjadi di sungai, adalah lensa pasir/kipas aluvial (alluvial fans). Lensa pasir terbentuk pada tempat dimana terjadi peralihan dasar sungai yang curam ke dasar sungai yang datar. Dengan adanya perubahan dasar sungai yang sekonyong-konyong dari curam ke dasar sungai yang datar, akan terjadi proses pengendapan terhadap beban sedimen yang cukup banyak, dan selanjutnya akan terjadi lensa-lensa pasir. Proses terjadinya lensa pasir hampir sama dengan proses terjadinya delta, dan keduanya akan memperkecil kemiringan dasar sungai beserta kecepatannya.

Gambar I.6 – Kipas alluvial

1.5 Bentuk Alur Sungai

Apabila kita akan mempelajari mengenai morfologi sungai, hal yang sangat membantu adalah melakukan studi terhadap profil dan situasi sungai secara keseluruhan. Dari situasi sungai secara keseluruhan akan nampak sejarah terjadinya sungai sebagai satu proses yang berkembang dari waktu ke waktu. Sebagai contoh dengan adanya rekayasa perubahan terhadap sungai akan terlihat pengaruhnya terhadap sistem sungai secara keseluruhan.

1.5.1 Alur Bercabang (Braided Stream)

Alur sungai bercabang adalah alur sungai yang terdiri dari beberapa alur dengan alur satu dan lainnya saling berhubungan. Penyebab utama terjadinya alur bercabang adalah tingginya beban sedimen dasar, sehingga arus sungai tidak mampu untuk mengangkut. Banyaknya sedimen lebih berpengaruh dibandingkan dengan besar butir terhadap pembentukan alur sungai bercabang.

Apabila beban sedimen terlalu banyak, maka proses pengendapan akan terjadi, sehingga dasar sungai akan naik dan berakibat kemiringan dasar sungai juga bertambah dan selanjutnya akan terjadi keseimbangan. Dengan bertambahnya kemiringan dasar, maka kecepatan air akan naik dan selanjutnya akan terbentuk beberapa alur (alur bercabang), sehingga secara keseluruhan sungai akan menjadi lebih lebar. Hal lain yang terjadi pada alur bercabang adalah tebing yang relatif mudah tererosi. Apabila tebing alur sungai mudah tererosi, maka pada saat muka air tinggi lebar sungai akan menjadi lebih lebar dan pada saat air rendah endapan akan menjadi stabil dan terbentuk pulau-pulau.

Pada umumnya alur bercabang (braided channel) mempunyai kemiringan dasar yang cukup besar, beban sedimen dasar lebih besar dibandingkan dengan beban sedimen melayang, dan kandungan lumpur dan lempung relatif kecil.Tidak mudah melakukan kegiatan pekerjaan di daerah sungai yang bercabang, karena kondisi sungainya relatif tidak stabil, alinyemen alur sewaktu-waktu berubah dengan cepat, angkutan sedimen yang cukup besar, dan keadaan sungainya sulit dapat diperkirakan.

Gambar I.7 – Sungai bercabang-cabang (braided river)

1.5.2 Sungai Bermeander

Sungai bermeander dapat didefinisikan sebagai sungai yang mempunyai alur berbelok-belok, sehingga hampir menyerupai huruf “S” berulang. Sungai bermeander terbentuk oleh adanya pergerakan menyamping akibat arus sungai terhadap formasi dan perubahan bentuk lengkungan sungai. Arus yang berbelok-belok juga akan terjadi pada sungai yang relatif lurus. Pada kenyataannya, hampir sebagian besar pada sungai yang lurus akan terjadi arus yang berbelok-belok dan akan terjadi endapan setempat-setempat yang selanjutnya dalam perkembangannya dapat terbentuk meander.

rc

A

Wmm

Keterangan:

· : panjang meander

Wm: lebar meander

rc: jari-jari meander

A: Amplitudo

: sudut arah lengkungan

Gambar I.8 - Skema meander

Meander sungai terdiri dari lubuk (“pool”) dan alur silang (“crossing”). Thalweg atau palung/alur utama, alur dari satu lubuk ke lubuk berikutnya membentuk sungai dengan Tipe “S”. Di tempat lubuk bentuk tampang lintang alurnya berbentuk segitiga. Endapan akan terjadi di lengkungan dalam. Di tempat alur silang sungai, tampang lintangnya berbentuk segiempat dengan kedalamannya lebih dangkal. Pada saat air rendah, kecepatan air tempat ini lebih cepat dibandingkan kecepatan air di lubuk.

Dari beberapa penelitian diperoleh kesimpulan bahwa panjang meander kira-kira antara 10 – 14 kali lebar sungai pada kondisi bankfull, atau dapat dinyatakan dalam debit bankfull L = 46Q0.39

Palung/Thalweg

Palung

Palung

Lubuk (Pool)

Alur silang (crossing)

Gambar I.9 - Skema bentuk meander

Gambar I.10 - Sungai bentuk meander

1.5.3 Proses Meandering

Pada umumnya, sungai alluvial tidak berbentuk sungai yang lurus. Palung sungai akan meliuk-liuk dan membentuk formasi lengkungan. Pada sungai yang lurus, endapan sungai dan palung sungai selalu berubah-rubah posisinya, sehingga arus sungai tidak dapat menyebar rata pada seluruh tampang lintang, tetapi berbelok arah ke tebing yang satu dan tebing lainnya. Pada proses selanjutnya, akan terjadi proses gerusan pada tebing yang disertai dengan longsoran-longsoran dan di tempat arah yang berlawanan yaitu pada kengkungan dalam dari palung akan terjadi pengendapan. Pada umumnya, lengkungan alur terbentuk oleh proses erosi dan pengendapan.

Endapan pinggir

Endapan tengah

Endapan di sudut dalam

Alur silang

C

C

B

B

A

A

Endapan di sudut dalam

Potongan A – A

Endapan di tengah

Potongan B – B

Potongan C – C

Gambar I.11 - Proses meandering

Proses pembentukan alur sungai sebagai akibat proses erosi dan pengendapan tersebut akan berjalan terus, sehingga alur sungai akan terbentuk berupa alur yang menyerupai huruf “S” dan selanjutnya disebut Sungai Bermeander (Meandering River). Apabila proses erosi dan pengendapan terus berjalan dalam waktu yang cukup panjang, proses pembentukan meander berjalan terus dan pada kondisi tertentu lengkungan meander akan terputus dan terbentuk alur meander baru. Bekas meander tersebut lama kelamaan akan terisi oleh endapan sungai dan terbentuk lengkungan-lengkungan danau (“oxbow”), dimana pengendapan akan lebih banyak terjadi pada posisi dekat alur aktif.

Gambar I.12 – Danau oxbow

1.5.4 Tanggul dan Rawa Alamiah

Tanggul alamiah (‘natural levee’) merupakan gambaran dari kondisi sistem sungai tua. Tanggul alamiah terbentuk dekat dengan alur sungai sebagai proses pengendapan material sungai akibat luapan banjir yang membawa sedimen. Material yang kasar akan terendapkan lebih dekat dengan palung sungai yang halus akan terendapkan agak jauh dari palung. Material kasar lama kelamaan membentuk tanggul alam, dan biasanya mempunyai kemiringan yang cukup curam, dan terjadi perbedaan elevasi dengan lokasi yang lebih jauh dari palung sungai dan terbentuklah rawa alami.

1.6 Latihan

1. Sebutkan dan jelaskan secara singkat masing-masing zona interaksi air dan lahan dalam sistem fluvial!

2. Jelaskan proses terjadinya dataran banjir!

3. Sebutkan bentuk-bentuk alur sungai!

1.7 Rangkuman

Beberapa faktor alam mempengaruhi proses fisik morfologi sungai. Schumm (1977) membagi 3 zona interaksi air dan lahan dalam sistem fluvial yaitu zona pemasok sedimen, zona transportasi sedimen, zona pengendapan. Sungai juga dapat diklasifikasi menurut usianya. Ada beberapa metode yang digunakan untuk menentukan umur sungai, salah satu metode yang digunakan adalah mempertimbangkan sungai dari sudut geomorfologi. Sungai diklasifikasi menjadi sungai tua, dewasa dan sungai muda.

Dataran banjir terbentuk karena proses erosi berjalan terus baik melalui proses erosi permukaan maupun erosi yang terjadi di badan sungai, disertai longsoran-longsoran tebing, maka material hasil erosi tersebut akan terangkut ke arah hilir, sehingga terbentuk tebing-tebing sungai yang berfungsi sebagai batas alur sungai dan pembentukan meander sungai. Dengan banyaknya angkutan sedimen yang terbawa arus sungai, maka seterusnya sedimen tersebut akan diendapkan di daerah yang relatif rendah.Pada tempat-tempat tertentu di hilir dekat muara dimana kemiringan sungai relatif datar dan turbulensi aliran kecil akan terjadi endapan sungai yang selanjutnya akan membentuk “delta” sungai. Selain itu dalam sungai terdapat juga lensa pasir yang terbentuk pada tempat di mana terjadi peralihan dasar sungai yang curam ke dasar sungai yang datar.

Apabila kita akan mempelajari mengenai morfologi sungai, hal yang sangat membantu adalah melakukan studi terhadap profil dan situasi sungai secara keseluruhan. terdapat beberapa bentuk alur sungai, yaitu alur bercabang (braided stream), sungai bermeander, proses meandering, tanggul dan rawa alamiah.

MATERI POKOK 2STABLE CHANNEL

Indikator keberhasilan : setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan dan menerapkan stable channel.

2.1 Kestabilan Alur Sungai

Secara kuantitatif, prediksi sungai perubahan sungai dapat dilakukan apabila jumlah data mencukupi dengan ketelitian yang memadai. Biasanya dalam praktek, jumlah data yang diperlukan kurang memadai, sehingga analisa yang dipakai adalah analisa kualitatif.

Sebagai contoh studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti dengan estimasi kualitatif adalah sbb:

1. Lane (1955)

Studi dilakukan dalam rangka mempelajari perubahan sungai dengan perubahan debit air dan debit sedimen.

2. Studi yang serupa juga dilakukan oleh peneliti lain, seperti yang dilakukan oleh Leopold dan Muddock (1953), Schumn (1971) dan Santos-Cayado (1972).

Hasil studi yang dilakukan menghasilkan rumusan, sbb:

a. Kedalaman aliran berbanding langsung dengan debit air dan berbanding terbalik dengan debit sedimen.

b. Lebar alur berbanding langsung dengan debit air dan debit sedimen.

c. Bentuk alur, dinyatakan dalam nilai banding lebar dan kedalaman dipengaruhi langsung oleh debit sedimen.

d. Panjang meander, adalah berbanding langsung dengan debit air dan debit sedimen.

e. Kemiringan dasar alur sungai berbanding terbalik dengan debit air, tetapi berbanding langsung oleh debit sedimen dan besaran butir.

f. Sinuositas alur sungai adalah berbanding langsung dengan kemiringan dasarnya dan berbanding terbalik dengan debit sedimen.

Perlu diketahui bahwa hasil rumusan tersebut hanya berlaku pada sungai-sungai alamiah, dan tidak berlaku pada alur-alur buatan dengan material tebing yang tidak berasal dari hasil sedimentasi.

Gambar II.1 - Channel evolution model

Sebagai contoh, sebuah anak sungai dengan beban sedimen yang cukup besar, maka akan mempengaruhi sungai utamanya, yaitu beban sedimen akan bertambah (Qs+).

Untuk memudahkan gambaran, anggap pertambahan debit tidak begitu besar, sehingga debit Q dianggap konstan, maka hal yang terjadi adalah kemiringan dasar sungainya akan bertambah (I+).

Base awal

Kondisi keseimbangan akhir

Kondisi keseimbangan awal

A

C’

C

Gambar II.2 - Perubahan kemiringan dasar sungai akibat pertambahan sedimen

Garis CA (kemiringan dasar awal) akan berubah menjadi C’A. Hulu muara sungai akan terpengaruh, dan menyesuaikan dengan proses agradasi yang terjadi di hilir muaranya.

Kejadian sebaliknya terjadi apabila di sungai dibangun bendungan. Adanya bendungan akan mempengaruhi pola debit air dan debit sedimen. Debit air keluar dari bendungan bisa lebih kecil atau sama dengan debit sungai semula, tetapi debit sedimen yang keluar dari bendungan dapat dikatakan mendekati nol.

C

C’

Base awal

Kondisi keseimbangan akhir

Kondisi keseimbangan awal

Degradasi di hilir bendungan

Gambar II.3 - Perubahan kemiringan dasar sungai di hilir bendungan

Alur sungai alluvial memiliki 9 derajat kebebasan :

1) average bankfull width (W),

2) depth (d),

3) maximum depth (dm),

4) height and wave length of bedforms,

5) slope (S),

6) velocity (V),

7) sinuosity (p),

8) meander length (Z).

Ke 9 variabel ini mengalami perubahan menerus dengan gerusan dan pengendapan.

Jika ruas sungai mencapai regime, variabel ini jadi dependent variabel.

a) Ruas sungai dalam kondisi regime artinya untuk waktu yang relatif lama dimensi alur tidak berubah. Pada ruas sungai tersebut tidak ada gerusan dan/atau pengendapan, sediment load yang datang sama dengan yang pergi

b) Variabel yang kemudian menentukan kondisi regime sungai adalah: discharge (Q), sedimen load (Qs), ukuran bed and bank material (D), valley slope (S) dan bank vegetation. Ke 5 variabel ini adalah independent variabel.

Dalam setiap kejadian, hubungan antara pengaruh angkutan sedimen dasar dapat digambarkan, sbb:

Q.I ~ Qs.D50

…………………………… (3.1.3)

Gambar II.4 - Lane’s equation

Setiap perubahan aliran dan dimensi karena rekayasa akan merubah keseimbangan (regime), karena akan memicu terjadinya gerusan dan pengendapan menuju ke regime yang baru.

Gerusan terjadi jika gaya gesek (tractive force) yang terjadi > shear stress ijin

Gerusan akan terus terjadi sampai sediment transport capacity tercapai. Ketika debit mengecil sediment mulai dilepas dan mengendap di suatu tempat di hilir.

Sungai alluvial tidak pernah mempunyai bentuk geometri yang permanen, karena tampang melintang dan slopenya selalu berubah

· The engineer who alters natural equilibrium relations by diversion or damming or channel improvement measures will often find that he has the bull by the tail and is unable to let go, as he continues to correct or suppress undesirable phases of the chain reaction of the stream to the initial ‘stress’.

· He will necessarily place increasing emphasis on study of the genetic aspect of the equilibrium in order that he may work with rivers, rather than merely on them. ( Concept of the graded river – J. Hoover Mackin, 1937).

· Too often the net result of river improvement is a greater departure from equilibrium than in the original situation. Good engineering must always try to improve the tendency of the stream toward equilibrium. Predicting the response of the river is a complex task in view of the large number of parameters involved that are interrelated ( River Dynamics – H.N.C Breusers, 1988).

4.1 Latihan

1. Jelaskan prediksi perubahan sungai secara kuantitatif!

2. Sebutkan tiga hasil studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti dengan estimasi kualitatif!

3. Sebutkan derajat kebebasan Alur sungai alluvial!

4.2 Rangkuman

Secara kuantitatif, prediksi sungai perubahan sungai dapat dilakukan apabila jumlah data mencukupi dengan ketelitian yang memadai. Biasanya dalam praktek, jumlah data yang diperlukan kurang memadai, sehingga analisa yang dipakai adalah analisa kualitatif. Terdapat contoh studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti dengan estimasi kualitatif yaitu oleh Lane (1955), Leopold dan Muddock (1953), Schumn (1971) dan Santos-Cayado (1972) Studi dilakukan dalam rangka mempelajari perubahan sungai dengan perubahan debit air dan debit sedimen.

Hasil studi yang dilakukan menghasilkan rumusan kedalaman aliran berbanding langsung dengan debit air dan berbanding terbalik dengan debit sedimen, lebar alur berbanding langsung dengan debit air dan debit sedimen, bentuk alur dinyatakan dalam nilai banding lebar dan kedalaman dipengaruhi langsung oleh debit sedimen, panjang meander adalah berbanding langsung dengan debit air dan debit sedimen, kemiringan dasar alur sungai berbanding terbalik dengan debit air tetapi berbanding langsung oleh debit sedimen dan besaran butir, sinuositas alur sungai adalah berbanding langsung dengan kemiringan dasarnya dan berbanding terbalik dengan debit sedimen. Perlu diketahui bahwa hasil rumusan tersebut hanya berlaku pada sungai-sungai alamiah, dan tidak berlaku pada alur-alur buatan dengan material tebing yang tidak berasal dari hasil sedimentasi.

Alur sungai alluvial memiliki 9 derajat kebebasan yaitu average bankfull width (W), depth (d), maximum depth (dm), height and wave length of bedforms, slope (S), velocity (V), sinuosity (p), meander length (Z). Sungai alluvial tidak pernah mempunyai bentuk geometri yang permanen, karena tampang melintang dan slopenya selalu berubah.

MATERI POKOK 3PENGARUH KEGIATAN MANUSIA DAN BANGUNAN TERHADAP SUNGAI

Indikator keberhasilan : setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan dan menerapkan pengaruh kegiatan manusia dan bangunan terhadap sungai .

3.1 Pengaruh Kapasitas Palung/ Kanalisasi/ Normalisasi

Peningkatan kapasitas palung sungai paling lazim dilakukan untuk pengendalian banjir yaitu dengan memperbesar kapasitas pengaliran. Cara ini termasuk jenis cara “hard engineering’ yang jika dilakukan secara sembarangan dapat mengakibatkan efek yang merugikan antara lain mengalirnya banjir secara cepat ke hilir, dan terjadinya pengendapan pada saat debit kecil. Untuk itu peningkatan kapasitas palung sungai sebaiknya dilakukan cukup untuk mengembalikan kepada posisi yang pernah ada (re-section), membuka penyempitan dan tidak merubah dimensi palung sungai secara drastis.

Peningkatan kapasitas palung akan merubah salah satu atau beberapa variable dimensi palung sungai (kemiringan,lebar palung, kedalaman, diameter butiran sedimen). Perubahan ini membawa pengaruh besar pada keseimbangan fisik sungai dengan adanya perubahan satu atau lebih variable hidrolik menuju ke keseimbangan baru. Tergantung variabel yang diubah dan perubahan yang terjadi umumnya pekerjaan normalisasi memunculkan warisan kepada generasi berikutnya suatu pekerjaan baru berupa pekerjaan perkuatan dan/atau perlindungan tebing atau pekerjaan operasi pemeliharaan yang menerus. Selain itu kanalisasi juga cenderung memutus hubungan antara dataran banjir dengan sungai, sehingga kemampuan menampung banjir menjadi berkurang justru dibuat segera mengalir ke hilir sehingga puncak banjir di hilir semakin tinggi.

Kanalisasi juga berpengaruh besar terhadap hilangnya tetumbuhan di sempadan (riparian) mengakibatkan temperature air sungai lebih panas, oksigen terlarut berkurang dan berkurangnya keanekaragaman hayati.

Gambar III.1 – Sungai terputus dari hasil dataran banjir

Gambar III.2 – Sungai dengan dataran banjir yang bagus

3.2 Sudetan

Dengan adanya sudetan maka terjadi perubahan kemiringan dasar sungai di lokasi sudetan. Hal ini akan memicu terjadinya degradasi dasar sungai di hulu sudetan karena meningkatnya kecepatan di hulu sudetan. Hal sebaliknya akan terjadi di hilir sudetan yaitu terjadi agradasi. Sudetan sering dipakai sebagai cara konvensional dalam pengendalian banjir yaitu dapat menurunkan elevasi muka air di hulu sudetan, tapi sebaliknya membuat tingginya elevasi muka air di hilir sudetan. Pengaruh sudetan untuk mengendalikan banjir sebenarnya mirip dengan normalisasi yaitu mempercepat puncak banjir bergerak ke hilir dengan kata lain sebenarnya hanya memindahkan masalah banjir dari hulu ke hilir.

3.3 Galian Komoditas tambang ( galian C )

Galian C banyak dilakukan di sungai-sungai yang mengandung bahan-bahan pasir batu dan kerikil. Pengambilan bahan ini di banyak tempat karena tidak dilakukan secara terrencana telah banyak menimbulkan pengaruh yang merugikan berupa longsornya bangunan-bangunan di hulu dan di hilir lokasi pengambilan.

Secara garis besar dapat disampaikan bahwa menyertai kegiatan pengambilan bahan komoditas tambang di suatu tempat akan terjadi 2 akibat simultan yaitu tergerusnya dasar sungai ke arah hulu disebut ‘head cutting’ dan tergerusnya dasar sungai ke arah hilir disebut degradasi. Keduanya dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar meliputi antara lain turunnya muka air tanah (sumur-sumur kering) matinya tetumbuhan di tepi sungai, runtuhnya tanggul, runtuhnya pondasi bangunan jembatan, perkuatan tebing dan bangunan umum lainnya. Dalam pemberian izin dan rekomtek semua kerugian yang secara potensi dapat muncul menyertai kegiatan pengambilan komoditas tambang di sungai harus diperhitungkan secara analisis ekonomi (B/C ratio).

Gambar III.3 – Headcutting

3.4 Jembatan

Pengaruh konstruksi jembatan terhadap sungai dapat terjadi secara sangat kompleks, sehingga perlu dicermati benar dalam upaya memahami pengaruhnya secara jangka panjang dalam rangka kegiatan rekomtek. Secara skematis pengaruh timbal balik ke arah hulu dan hilir digambarkan sebagai berikut :

Gambar III.4 – Tabel respon sungai

3.5 Latihan

1. Apa yang terjadi jika “hard engineering’ dilakukan secara sembarangan?

2. Apa pengaruh dari adanya sudetan untuk mengendalikan banjir?

3. Apa dampak yang ditimbulkan dari dilakukannya head cutting dan degradasi secara terus menerus?

3.6 Rangkuman

Terdapat beberapa kegiatan manusia dan bangunan yang berpengaruh terhadap sungai, kegiatan–kegiatan tersebut yaitu pengaruh kapasitas palung, sudetan, galian komoditas tambang (galian C), dan jembatan. Peningkatan kapasitas palung sungai paling lazim dilakukan untuk pengendalian banjir yaitu dengan memperbesar kapasitas pengaliran. Cara ini termasuk jenis cara “hard engineering’ yang jika dilakukan secara sembarangan dapat mengakibatkan efek yang merugikan antara lain mengalirnya banjir secara cepat ke hilir, dan terjadinya pengendapan pada saat debit kecil. Peningkatan kapasitas palung akan merubah salah satu atau beberapa variable dimensi palung sungai (kemiringan,lebar palung, kedalaman, diameter butiran sedimen).

Dengan adanya sudetan maka terjadi perubahan kemiringan dasar sungai di lokasi sudetan. Sudetan sering dipakai sebagai cara konvensional dalam pengendalian banjir yaitu dapat menurunkan elevasi muka air di hulu sudetan, tapi sebaliknya membuat tingginya elevasi muka air di hilir sudetan. Galian C banyak dilakukan di sungai-sungai yang mengandung bahan-bahan pasir batu dan kerikil. Pengambilan bahan ini di banyak tempat karena tidak dilakukan secara terrencana telah banyak menimbulkan pengaruh yang merugikan berupa longsornya bangunan-bangunan di hulu dan di hilir lokasi pengambilan.Pengaruh konstruksi jembatan terhadap sungai dapat terjadi secara sangat kompleks, sehingga perlu dicermati benar dalam upaya memahami pengaruhnya secara jangka panjang dalam rangka kegiatan rekomtek.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi11

PENUTUP

A. Simpulan

Di dalam modul ini peserta dapat mempelajari, mendalami dan memahami mengapa morfologi sungai sangat diperlukan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air dalam wilayah sungai. Peserta juga dapat memahami dan menerapkan materi mengenai proses fluvial dan pembentukan sungai, stable channel, pengaruh kegiatan manusia dan bangunan terhadap sungai.

Beberapa faktor alam mempengaruhi proses fisik morfologi sungai. Sejalan dengan aliran air mengalir ke hilir energi bergerak mengikuti transport air dan material di dalam palung sungai dan dataran banjir. Apabila kita akan mempelajari mengenai morfologi sungai, hal yang sangat membantu adalah melakukan studi terhadap profil dan situasi sungai secara keseluruhan. Terdapat beberapa bentuk alur sungai, yaitu alur bercabang (braided stream), sungai bermeander, proses meandering, tanggul dan rawa alamiah. Secara kuantitatif, prediksi sungai perubahan sungai dapat dilakukan apabila jumlah data mencukupi dengan ketelitian yang memadai. Biasanya dalam praktek, jumlah data yang diperlukan kurang memadai, sehingga analisa yang dipakai adalah analisa kualitatif.Terdapat beberapa kegiatan manusia dan bangunan yang berpengaruh terhadap sungai, kegiatan–kegiatan tersebut yaitu pengaruh kapasitas palung, sudetan, galian komoditas tambang (galian C), dan jembatan.

Selain itu juga modul ini dapat memberikan gambaran yang jelas dalam mengimplementasikan kegiatan di atas dalam modul ini juga disertakan ilustrasi yang berupa gambar/ foto pelaksanaan pekerjaan di lapangan.

B. Tindak Lanjut

Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini, peserta diharapkan mengikuti kelas lanjutan untuk dapat memahami dan menerapkan detail perencanaan teknik sungai dan ketentuan pendukung terkait lainnya, sehingga memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai perencanaan teknik sungai.

EVALUASI FORMATIF

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan diakhir pembahasan modul morfologi sungai pada Pelatihan Perencanaan Teknik Sungai. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta pelatihan terhadap materi yang disampaikan dalam modul.

A. Soal

Anda diminta untuk memilih salah satu jawaban yang benar dari petanyaan-pertanyaan di bawah ini!

1. Schumm (1977) membagi 3 zona interaksi air dan lahan dalam sistem fluvial di antaranya…..

a. Zona pemasok, zona transportasi, zona endapan

b. Zona pemasok, zona penerima, zona endapan

c. Zona pengangkut sedimen, zona penerima, zona pengendapan

d. Zona pemasok sedimen, zona transportasi sedimen, zona pengendapan

e. Semua benar

2. Berikut ini merupakan klasifikasi sungai berdasarkan umur sungai adalah …..

a. Geomorfologi

b. Sungai muda

c. Sungai anak-anak

d. Sungai bermeander

e. Sungai bercabang

3. Berikut ini merupakan hasil studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti dengan estimasi kualitatif, kecuali …..

a. Kedalaman aliran berbanding langsung dengan debit air dan berbanding terbalik dengan debit sedimen.

b. Lebar alur berbanding langsung dengan debit air dan debit sedimen.

c. Bentuk alur, dinyatakan dalam nilai banding lebar dan kedalaman dipengaruhi langsung oleh debit sedimen.

d. Kemiringan dasar alur sungai berbanding terbalik dengan debit air, tetapi berbanding langsung oleh debit sedimen dan besaran butir.

e. Panjang meander, adalah tidak berbanding langsung dengan debit air dan debit sedimen.

4. Adanya bendungan dalam sungai akan mempengaruhi ….

a. Pola debit air dan debit sedimen

b. Pola debit sungai dan debit bendungan

c. Pola debit alir sungai dan debit sedimen

d. Debit sungai dan debit alir sungai

e. Debit air dan debit sungai

5. Berikut ini merupakan kerugian dari head cutting dan degradasi, kecuali .....

a. Turunnya muka air tanah (sumur-sumur kering)

b. Matinya tetumbuhan di tepi sungai

c. Membentuk tanggul

d. Runtuhnya pondasi bangunan jembatan

e. Perkuatan tebing dan bangunan umum lainnya

B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta pelatihan terhadap materi yang dipaparkan dalam materi pokok, gunakan rumus berikut :

× 100 %

Arti tingkat penguasaan:

90 - 100 %: baik sekali

80 - 89 %: baik

70 - 79 %: cukup

< 70 %: kurang

Diharapkan dengan materi yang diberikan dalam modul ini, peserta dapat memahami dan menerapkan morfologi sungai. Proses berbagi dan diskusi dalam kelas dapat menjadi pengayaan akan materi morfologi sungai. Untuk memperdalam pemahaman terkait materi morfologi sungai, diperlukan pengamatan pada beberapa modul-modul mata pelatihan terkait atau pada modul-modul yang pernah Anda dapatkan serta melihat variasi-variasi modul-modul yang ada pada media internet. Sehingga terbentuklah pemahaman yang utuh akan perencanaan teknik sungai.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi41

DAFTAR PUSTAKA

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi

GLOSARIUM

Air

:

Semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, seperti air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.

Aliran Sungai

:

Daerah sekitar sungai, yang melebar sampai ke punggung bukit (gunung) yang merupakan daerah sumber air, tempat semua curahan air hujan yang jatuh di atasnya mengalir ke dalam sungai.

Alur sungai

:

Dasar sungai yang lekuknya dalam dan memanjang.

DAS

:

Daerah Aliran Sungai.

Daerah Aliran Sungai

:

Suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.

Endapan

:

Sesuatu yang bercampur dengan barang cair yang telah turun ke bawah dan bertimbun di dasar.

Erosi

:

Hal menjadi aus (berlubang) karena geseran air (tentang batu).

Kanalisasi

:

Perihal pembuatan kanal (terusan).

Palung

:

Tanah yang berlekuk dalam dan berisi air; paluh.

Rawa

:

Tanah yang rendah (umumnya di daerah pantai) dan digenangi air, biasanya banyak terdapat tumbuhan air.

Sedimentasi

:

Pengendapan atau hal mengendapkan benda padat karena pengaruh gaya berat.

Sumber Daya Air

Air, sumber air, dan daya air yang dikandung di dalamnya.

Sungai

:

Aliran air yang besar (biasanya buatan alam).

KUNCI JAWABAN

Berikut ini merupakan kumpulan jawaban atau kata kunci dari setiap butir pertanyaan yang terdapat di dalam modul. Kunci jawaban ini diberikan dengan maksud agar peserta pelatihan dapat mengukur kemampuan diri sendiri.

Adapun kunci jawaban dari soal latihan pada setiap materi pokok, sebagai berikut:

Latihan Materi Pokok 1

1. Schumm (1977) membagi 3 zona interaksi air dan lahan dalam sistem fluvial, yaitu:

a. Zona pemasok sedimen merupakan bagian hulu das memiliki lembah berbentuk v yang langsung merupakan tebing sungai.

b. Zona transportasi sedimen letaknya di hilir zona 1 sungai mulai membentuk dataran banjir. Di zona ini sedimen dari hulu yang berasal dari hasil erosi tebing dan dasar sungai didistribusi ke hilir.

c. Zona pengendapan zona ini terletak paling bawah dekat dengan muara. Semua yang berasal dari zona 1 dan 2 terkumpul di sini. Di sungai alami zona ini merupakan daerah kehidupan satwa liar yang amat potensial.

1. Dataran banjir terbentuk karena proses erosi berjalan terus baik melalui proses erosi permukaan maupun erosi yang terjadi di badan sungai, disertai longsoran-longsoran tebing, maka material hasil erosi tersebut akan terangkut ke arah hilir, sehingga terbentuk tebing-tebing sungai yang berfungsi sebagai batas alur sungai dan pembentukan meander sungai. Dengan banyaknya angkutan sedimen yang terbawa arus sungai, maka seterusnya sedimen tersebut akan diendapkan di daerah yang relatif rendah.

1. Bentuk-bentuk alur sungai terdiri dari alur bercabang, sungai bermeander, proses meandering, tanggul dan rawa alamiah.

Latihan Materi Pokok 2

0. Secara kuantitatif prediksi perubahan sungai dapat dilakukan apabila jumlah data mencukupi dengan ketelitian yang memadai. Biasanya dalam praktek, jumlah data yang diperlukan kurang memadai, sehingga analisa yang dipakai adalah analisa kualitatif.

0. Hasil studi yang dilakukan menghasilkan rumusan, sbb:

a. Kedalaman aliran berbanding langsung dengan debit air dan berbanding terbalik dengan debit sedimen.

b. Lebar alur berbanding langsung dengan debit air dan debit sedimen.

c. Bentuk alur, dinyatakan dalam nilai banding lebar dan kedalaman dipengaruhi langsung oleh debit sedimen.

d. Panjang meander, adalah berbanding langsung dengan debit air dan debit sedimen.

e. Kemiringan dasar alur sungai berbanding terbalik dengan debit air, tetapi berbanding langsung oleh debit sedimen dan besaran butir.

f. Sinuositas alur sungai adalah berbanding langsung dengan kemiringan dasarnya dan berbanding terbalik dengan debit sedimen.

0. Jenis formasi penyimpanan air tanah/akuifer terdiri dari : Akuifer bebas tak tertekan (Unconfine aquifer); Akuifer tertekan (Confine aquifer); Akuifer semi tertekan (Semi Confine aquifer) dan Auifer semi bebas (Semi unconfined Aquifer).

0. Alur sungai alluvial memiliki 9 derajat kebebasan:

a. average bankfull width (W),

b. depth (d),

c. maximum depth (dm),

d. height and wave length of bedforms,

e. slope (S),

f. velocity (V),

g. sinuosity (p),

h. meander length (Z).

Latihan Materi Pokok 3

1. Hard engineering jika dilakukan secara sembarangan dapat mengakibatkan efek yang merugikan antara lain mengalirnya banjir secara cepat ke hilir, dan terjadinya pengendapan pada saat debit kecil.

1. Pengaruh sudetan untuk mengendalikan banjir sebenarnya mirip dengan normalisasi yaitu mempercepat puncak banjir bergerak ke hilir dengan kata lain sebenarnya hanya memindahkan masalah banjir dari hulu ke hilir.

1. Head cutting dan degradasi dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar meliputi antara lain turunnya muka air tanah (sumur-sumur kering) matinya tetumbuhan di tepi sungai, runtuhnya tanggul, runtuhnya pondasi bangunan jembatan, perkuatan tebing dan bangunan umum lainnya.

Adapun kunci jawaban dari soal evaluasi formatif, sebagai berikut :

1. d (zona pemasok sedimen, zona transportasi sedimen, zona pengendapan)

1. b (sungai muda)

1. e (panjang meander, adalah tidak berbanding langsung dengan debit air dan debit sedimen)

1. a (pola debit air dan debit sedimen)

1. c (membentuk tanggul)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi