55
Modul 8 Perekonomian Indonesia Asfia murni 1 APBN DAN PERKEMBANGANNYA Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan catatan yang menampilkan gambaran penerimaan dan pengeluaran suatu negara. Secara sederhana APBN dapat didefinisikan sebagai laporan keuangan pemerintah yang mencakup rencana keuangan tahunan pemerintah Negara Republik Indonesia yang disetujui oleh DPR. Didalamnya berisi daftar sistematis dan terinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran Negara selama satu tahun anggaran Menurut konsep Ekonomi Makro. Kebijakan Fiskal melalui APBN merupakan implementasi dari peranan atau campur tangan pemerintah dalam perekonomian suatu negara. Pemerintah dapat berperan dari sisi penerimaan/pendapatan melalui variabel pajak dan dari sisi pengeluaran melalui variabel belanja negara. Keberhasilan pemerintah dalam mengatur dan mengndalikan perekonomian dapat dilihat dari kemampuan merencanakan APBN yang dapat dipertanggung- jawabkan, sehingga tujuan dan sasaran pembangunan dapat terujud sesuai dengan yang direncanakan. 1. Proses penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, Beberapa tahap dalam penyusunan APBN di Indonesia dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Pemerintah mengajukan rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR. 2. Kemudian ditetapkan UU tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan. 3. Pelaksanaan APBN dilakukan setelah ditetapkan dengan UU dan dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.

Modul 8 Perkin 2015 APBN dan Perkembangan-nya.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    1

    APBN DAN PERKEMBANGANNYA

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan catatan yang

    menampilkan gambaran penerimaan dan pengeluaran suatu negara. Secara

    sederhana APBN dapat didefinisikan sebagai laporan keuangan pemerintah yang

    mencakup rencana keuangan tahunan pemerintah Negara Republik Indonesia yang

    disetujui oleh DPR. Didalamnya berisi daftar sistematis dan terinci yang memuat

    rencana penerimaan dan pengeluaran Negara selama satu tahun anggaran

    Menurut konsep Ekonomi Makro. Kebijakan Fiskal melalui APBN merupakan

    implementasi dari peranan atau campur tangan pemerintah dalam perekonomian

    suatu negara. Pemerintah dapat berperan dari sisi penerimaan/pendapatan

    melalui variabel pajak dan dari sisi pengeluaran melalui variabel belanja negara.

    Keberhasilan pemerintah dalam mengatur dan mengndalikan perekonomian dapat

    dilihat dari kemampuan merencanakan APBN yang dapat dipertanggung-

    jawabkan, sehingga tujuan dan sasaran pembangunan dapat terujud sesuai

    dengan yang direncanakan.

    1. Proses penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN,

    Beberapa tahap dalam penyusunan APBN di Indonesia dapat dikemukakan

    sebagai berikut:

    1. Pemerintah mengajukan rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang

    APBN kepada DPR.

    2. Kemudian ditetapkan UU tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan

    sebelum tahun anggaran dilaksanakan.

    3. Pelaksanaan APBN dilakukan setelah ditetapkan dengan UU dan

    dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    2

    4. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dilakukan selambat-lambatnya 6

    bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Pertang-gungjawaban

    Presiden menyampaikan RUU tentang pelaksanaan APBN kepada DPR.

    2. Indikator dalam Penyusunan APBN di Indonesia

    Secara umum dalam penyusunan APBN didasarkan pada beberapa indikator,

    yaitu: a) Produk Domestik Bruto, b) pertumbuhan ekonomi tahunan, c) inflasi, d)

    nilai tukar Rupiah per Dollar Amerika, e) suku bunga SBI 3 bulan, f) harga

    minyak Indonesia dan g) produksi minyak Indonesia. Meskipun demikian asumsi

    dasar ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan APBN Indonesia tahun

    2007-2013 adalah sebagai berikut:

    Tabel 8. 1

    Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2007-2013 (data pokok)

    *) Sebelum tahun 2011 menggunakan suku bunga SBI 3 bulan

    Dari Tabel 8.1 terlihat bahwa:

    Indikator pertama adalah pertumbuhan ekonomi. Secara umum negara akan

    disebut berhasil bila memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi. Demikian pula dengan

    Indonesia upaya untuk mewujudkan kesejahteraan dilakukan dengan memberikan target

    Indikator 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

    LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBN-P APBN

    Pertumbuhan Ekonomi (% yoy) 6,3 6,0 4,6 6,2 6,5 6,5 6,8

    Inflasi (% yoy) 6,6 11,1 2,8 6,96 3,79 6,8 4,9

    Nilai tukar rupiah (Rp/USD) 9.140 9.691 10.408 9.087 8.779 9.000 9.300

    Suku bunga SPN 3 Bulan rata-rata

    (%) *) 8,0 9,3 7,6 6,6 4,8 5,0 5,0

    Harga Minyak Mentah Indonesia

    (USD/barel) 72,3 97,0 61,6 79,4 111,5 105,0 100,0

    Lifting Minyak (ribu barel per hari) 899 931 944 954 900 930 900

    Lifting Gas (ribu barel per hari

    setara minyak) - - - - - - 1.360

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    3

    pada indikator pertumbuhan ekonomi yang tinggi yaitu diatas 5%. Angka yang berbeda

    adalah tahun 2009 yaitu hanya 4,6%.

    Indikator kedua adalah inflasi di Indonesia yang terlihat berkisar di atas 6% pada

    tahun 2007, 2008, 2010 dan 2012. Bila dilihat dari tingkatannya besarnya inflasi yang

    ditargetkan pemerintah tergolong sedang kecuali tahun 2008 sebesar 11,1% Tingginya

    inflasi tersebut menunjukkan bahwa inflasi masih menjadi permasalahan utama bangsa

    Indonesia. Walaupun demikian pemerintah pernah berhasil mentarget tingkat inflasi

    yang rendah yaitu tahun 2009 sebesar 2,8%, 2011 sebesar 3,79% dan 2013 sebesar

    4,9%

    Indikator ketiga adalah nilai tukar rupiah terhadap US$. Setelah krisis moneter

    nilai tukar rupiah terjadi depresiasi yang cukup besar bahkan pernah melebihi Rp

    10.000. Selama periode 2007-2013 besarnya nilai tukar yang ditetapkan sebagai asumsi

    dasar ekonomi makro relatif stabil yaitu berkisar Rp 9.000, kecuali tahun 2008 sebesar

    Rp 9.691 dan 2009 sebesar Rp 10.408. Dengan penetapan angka yang cukup stabil

    diharapkan dapat meningkatkan ekspor dan memperbaiki kondisi Neraca Perdagangan

    Indonesia terutama setelah memasuki era globalisasi.

    Indikator keempat adalah suku bunga SPN 3 Bulan rata-rata, mulai digunakan

    tahun 2011 dengan angka sebesar 4,8%. Sedangka tahun 2012 dan 2013 memiliki angka

    yang sama yaitu 5,0%. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya nilai suku bunga

    tersebut relatif kecil. Sesuai dengan teori ekonomi makro rendahnya suku bunga di

    Indonesia akan mendorong naiknya Investasi di Indonesia. Semakin tinggi investasi yang

    terjadi akan berdampak pada naiknya produksi barang-barang dan jasa yang dihasilkan.

    Selanjutnya kondisi ini akan berpeluang meningkatkan nilai perdagangan Indonesia.

    Indikator kelima adalah harga minyak mentah Indonesia. Dalam perkembangnnya

    harga minyak terlihat tinggi terutama tahun 2011, 2012 dan 2013 masing-masing

    sebesar 111,5 USD/barel; 105,0 USD/barel dan 100,0 USD/barel. Tingginya harga

    minyak tersebut selain mendorong nilai ekspor migas akan naik, diperkirakan juga

    berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia sendiri. Dengan alasan produksi

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    4

    minyak mentah Indonesia disinyalir semakin turun sementara kebutuhan domestik

    cenderung meningkat. Kondisi ini kemungkinan dapat berdampak tingginya nilai impor

    minyak yang melebihi perolehan ekspor minyak di pasar internasional.

    Indikator keenam adalah lifting minyak. Selama periode 2007-2013 lifting minyak

    di Indonesia rata-rata sebesar 900 ribu barel per hari. Dilihat dari angka tersebut

    memberikan arti bahwa potensi minyak Indonesia masih dapat dihandalkan dalam

    perekonomian Indonesia. Berarti pula ini mencerminkan bahwa Indonesia masih layak

    disebut Negara Berkembang karena bergantung pada minyak. Potensi ini akan lebih baik

    bila disertai oleh tehnologi tinggi yang dapat dimilki bangsa Indonesia. Hal ini penting,

    karena sesuai realitas eksplorasi minyak di Indonesia masih bergantung tenaga ahli dari

    negara lain. Bahkan akan lebih baik lagi bila diupayakan untuk melakukan riset untuk

    dapat mencukupi kebutuhan minyak kemungkinan dengan memikirkan alternatif yang

    dapat dilakukan.

    Indikator ketujuh adalah lifting gas yang tercatat sebesar 1.360 ribu barel per

    hari setara minyak. Besarnya lifting gas tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan gas di

    Indonesia dinilai cukup besar. Terutama untuk keperluan memasak sudah dapat

    dipastikan Indonesia sudah beralih menggunakan gas yang sering disebut dengan elpiji.

    Hanya saja gas elpiji yang diperdagangkan di dalam negeri tersebut sesungguhnya

    produk impor karena kelemahan Indonesia dalam infrastruktur.Dengan demikian lifting

    gas ini dapat berdampak positif pada produksi gas yang relatif besar namun disisi lain

    juga berpengaruh pada tingginya biaya produksi di Indonesia.

    3. Pos-pos Anggaran dan Format dalam APBN

    Di dalam APBN terdapat dua sisi yaitu sisi penerimaan dan pengeluaran. APBN

    Indonesia dari sisi penerimaan terdiri dari penerimaan dalam negeri dan penerimaan

    pembangunan. Sedangkan sisi pengeluaran terdiri dari pengeluaran rutin dan

    pengeluaran pembangunan. Terdapat perbedan Pos-pos penerimaan dan pengeluaran

    APBN di Indonesia antara sebelum reformasi dengan susudah reformasi.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    5

    A. Sebelum reformasi pos-pos APBN Indonesia terdiri dari penerimaan dan

    pengeluaran.

    Sisi Penerimaan.

    a) Untuk penerimaan rutin dilihat berdasarkan sektornya dan dapat dibagi

    menjadi dua yaitu migas dan non migas. Penerimaan dalam negeri terlihat

    sangat bergantung kepada migas. Faisal Basri (1995) Untuk non migas

    dapat dipilah menjadi tiga yaitu pajak langsung, pajak tidak langsung. dan

    penerimaan lainnya.

    b) Untuk penerimaan pembangunan terdiri dari bantuan program dan bantuan

    proyek

    Sisi pengeluaran,

    a) Untuk pengeluaran rutin terdiri dari belanja pegawai, belanja barang,

    subsidi daearh otonom, bunga/cicilan utang dan lain-lain.

    b) Untuk pengeluaran pembangunan memilki pos yang sama seperti

    penerimaan pembangunan yaitu program pembangunan dan bantuan

    proyek.

    B. Setelah reformasi, struktur APBN terdiri dari tiga jenis yaitu

    1. Pendapatan negara atau penerimaan dibedakan menjadi dua yaitu

    pendapatan negara dan hibah.

    a) Penerimaan pajak terjadi perubahan dalam komponen pajak yaitu

    adanya pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.

    b) penerimaan bukan pajak terdiri empat komponen yaitu penerimaan

    SDA, bagian laba BUMN, PNBP lainnya dan pendapatan BLU.

    c) Penerimaan dalam wujud hibah.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    6

    2. Belanja Negara atau pengeluaran terbagi menjadi dua yaitu belanja

    pemerintah pusat dan belanja daerah.

    Pengeluaran/Belanja negara dibagi menjadi dua yaitu

    a) Belanja pemerintah pusat meliputi delapan komponen yaitu belanja

    pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang,

    subsidi, belanja hibah bantuan sosial dan belanja lain-lain.

    b) Transfer ke daerah terdiri dari dana perimbangan dan dana otonomi

    khusus dan penyesuaian. Dana perimbangan meliputi dana bagi hasil,

    dana alokasi umu dan dana alokasi khusus.

    3. Pembiayaan meliputi pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri.

    a) Pembiayaan dalam negeri bersumber dari perbankan dalam negeri dan

    non perbankan dalam negeri.

    b) Pembiayaan luar negeri terdiri dari penarikan pinjaman luar negeri,

    penerusan pinjaman dan pembayaran cicilan pokok utang LN.

    Berdasarkan uraian tentang pos-pos anggaran dalam APBN tersebut dapatlah

    dikemukakan format APBN baik sebelum dan sesudah Reformasi:

    1. Sebelum reformasi format laporan APBN Indonesia adalah berbentuk dua

    sisi (t account) dimana sebelah kiri adalah sisi debet dan sebelah kanan sisi

    kredit. Contoh:

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    7

    Tabel 8.2

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1996/1997

    Penerimaan APBN

    1996/1997

    Pengeluaran APBN

    1996/1997

    A. Penerimaan Dalam Negeri 78.202,8 A. Pengeluaran Rutin 56.113,7

    1. Penerimaan Migas 14.120,1 1. Belanja pegawai 18.280,6

    a. Minyak Bumi

    b. Gas Alam

    10.315,6

    3.804,5

    a. Gaji dan pensiun

    b. Tunjangan beras

    c. Uang makan/laukpauk

    d. Lain-lain belanja pegawai

    DN

    e. Belanja pegawai LN

    14.763,0

    1.193,7

    1.121,5

    710,3

    492,1

    2. Penerimaan di luar Migas 64.082,7 2. Belanja barang 6.589,0

    a. Pajak peningkatan

    b. Pajak pertambahan

    nilai

    23.708,0

    21.788,4

    a. Belanja barang DN

    b. Belanja barang LN

    6.257,5

    331,5

    c. Bea masuk 3.450,5 3. Subsidi daerah otonom 10.012,3

    d. Cukai

    e. Pajak ekspor

    4.033,0

    160,1

    a. Belanja pegawai

    b. Belanja non pegawai

    9.495,9

    516,4

    f. Pajak bumi dan

    bangunan

    2.277,3 4. Bunga dan cicilan utang 20.226,8

    g. Pajak lainnya

    h. Penerimaan bukan

    pajak

    569,8

    7.267,8

    a. Utang dalam negeri

    b. Utang luar negeri

    290,6

    19.936,2

    i. Laba bersih minyak 827,8 5. Pengeluaran rutin lainnya 1.005,5

    a. Subsidi BBM

    b. Lain-lain

    -

    1.005,5

    B. Penerimaan Pembangunan 12.413,6 B. Pengeluaran Pembangunan 32.502,7

    1. Bantuan Program - 1. Pembiayaan rupiah 22.089,1

    2. Bantuan Program 12.413,6 2. Bantuan proyek 12.413,6

    Jumlah 90.616,4 Jumlah 90.616,4

    2. Setelah reformasi format laporan APBN Indonesia adalah satu sisi dimana

    bagian atas pendapatan negara dan hibah kemudian diikuti oleh belanja

    negara dan pembiayaan. Contoh.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    8

    Tabel 8.3

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013

    APBN Milyard rupiah

    A. Pendapatan Negara dan Hibah 1.529.673,1

    I. Penerimaan Dalam Negeri 1.525.189,5

    1. Penerimaan Perpajakan 1.192.994,1

    a. Pajak Dalam Negeri 1.134.289,2

    b. Pajak Perdagangan Internasional 58.704,9

    2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 332.195,4

    II. Hibah 4.483,6

    B. Belanja Negara 1.683.011,1

    I. Belanja Pemerintah Pusat 1.154.380,9

    II. Transfer Ke Daerah 528.630,2

    1. Dana Perimbangan 444.798,8

    2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 83.831,5

    III. Suspen 0,0

    C. Keseimbangan Primer (40.094,2)

    D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) (153.338,0)

    E. Pembiayaan 153.338,0

    I. Pembiayaan Dalam Negeri 172.792,1

    II. Pembiayaan Luar negeri (neto) (19.454,2)

    Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 0,0

    4. Gambaran Kebijakan APBN Indonesia Sebelum dan Sesudah Reformasi

    Sebelum reformasi Kebijakan APBN Indonesia khususnya pada masa Orde

    Lama adalah kebijaksanaan pembelanjaan defisit. Dampak dari pelaksanaan

    kebijakan tersebut telah membawa perekonomian indonesia semakin terpuruk

    yang ditandai dengan inflasi yang tinggi dan diikuti oleh kekacauan sosial politik.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    9

    Dapat dipastikan proses pembangunan mengalami kemacetan terutama yang

    berkaitan dengan barang puiblik. Setelah Orde Baru Indonesia merubah

    kebijakannya menjadi Anggaran Berimbang Dinamis.

    Secara rinci Faisal Basri (1995) mengemukakan ada tiga ciri utama dari

    APBN Indonesia pada masa Orde Baru yaitu: 1. Anggaran Berimbang Dinamis;

    2. Kendali Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah dan 3. Satus Quo dan

    Off Budget. Ketiga ciri tersebut dapat dijelaskan sebgai berikut:

    1. Anggaran Berimbang Dinamis

    Ciri pertama APBN Indonesia ditandai oleh kondisi anggaran berimbang yang

    artinya diseimbangkan. Secara konseptual telah diketahui bahwa kondisi total

    pengeluaran pembangunan di Indonesia senantiasa lebih besar dari penerimaan

    rutin. Berarti terjadi ketimpangan dimana pengeluaran lebih besar dari

    penerimaan dan disebut defisit. Namun sebagai bangsa yang memiliki sifat

    nasionalisme yang tinggi tidak mau dikatakan defisit dan secara halus disebut

    berimbang artinya sengaja diseimbangkan. Adapun solusinya dengan menggunakan

    hutang luar negeri yang diistilahkan dengan Penerimaan Pembangunan. Pernyataan

    tersebut sesuai dengan pendapat Faisal Basri (1995) bahwa pengertian

    berimbang tersebut lebih berkonotasi politik.

    2. Kendali Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah

    Hal ini sesuai dengan sistem perekonomian yang bersifat sentralistis maka segala

    keputusan tergantung pada Pemerintah Pusat. Dampaknya pembangunan

    perekonomian terjadi kesenjangan karena adanya kekuasaan Pemerintah Pusat

    dalam mengendalikan dana pembangunan. Bahkan pemerintah Pusat dapat

    menggunakan penerimaan pajak dalam jumlah yang lebih besar dari Pemerintah

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    10

    Daerah. Dengan lain perkataan Pemerintah Daerah memiliki andil yang rendah

    dalam pengelolaan pajak.

    3. Status Quo dan Off Budget

    Peranan penguasa dalam mengendalikan anggaran tampak mencolok terutama dari

    sisi politik. Umumnya penguasa akan berusaha memperkuat satus quo dalam

    kekuasaannya sehingga pos-pos pengeluaran akan cenderung meningkat dan lebih

    ke arah off budget. Menurut Faisal Basri (1995) praktek-prraktek off budget

    merupakan salah satu cerminan dari tersendat-sendatnya proses demokratisasi.

    Dengan alasan tidak seluruh penerimaan dan pengeluaran APBN dapat

    ditentukan, diawasi dan dikendalikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

    Setelah reformasi APBN Indonesia memiliki perubahan dalam

    kebijakannya. Kebijakan Fiskal dalam APBN tahun 2005 lebih terfokus pada tiga

    arah yaitu pendapatan, belanja dan biaya (Laporan APBN tahun 2005), Ketiga

    arah yang menjadi fokus kebijakan APBN dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Kebijakan Pendapatan Negara dan Hibah

    Dalam masa pemerintahan SBY I terlihat upaya keras untuk meningkatkan

    penerimaan negara dari sisi pajak. Dimana peningkatan pendapatan negara tersebut

    dilakukan dari dua sisi yaitu administratif dan kebijakan.

    Untuk sisi administratif melalui delapan langkah yang dapt dijelaskan sebagai

    berikut: a) E registration. Dengan membenahi registrasi ini pemerintah dapat

    memperluas pemungutan pajak yang dapat meningkatkan penerimaan negara, b) Filling

    melalui filling dapat pula meningkatkan objek pajak; c) Pengembangan Kantor Pajak

    Modern. Penyediaan fasilitas dan pelayanan yang baik dengan pengembangan

    kantor pajak modern dan penggunaan tehnologi yang memudahkan dalam pelayan

    pada wajib pajak; d) Pembangunan pusat data Untuk lebih meningkatkan

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    11

    keakuratan data tentang perpajakan di Indonesia; e) Pembentukan Single

    Identification Number. Guna lebih menertibkan jumlah wajib pajak di Indonesia

    maka pemerintah mewajibkan setiap warga negara Indonesia harus memiliki

    NPWP; f) Penyisiran wilayah. Untuk membedakan daerah tergolong kaya dan

    darah miskin. Tujuannya untuk menjaga agar pungutan pajak memberikan rasa

    keadilan. Untuk kota miskin pemerintah harus membebaskan pungutan pajak

    bahkan justru dengan memberikan subsidi; g) Perbaikan Manajemen

    Pemeriksaan dan Penyidikan Keberhasilan peningkatan penerimaan negara dapat

    diujudkan harus dilakukan perbaikan manajemen pemeriksaan & penyidikan di

    bidang perpajakan. Guna terhindar dari adanya penyimpangan seperti korupsi; h)

    Peningkatan Program Penyuluhan Pajak. memberikan kejelasan tentang hak dan

    kewajiban masyarakat akan kegunaan pajak di Indonesia. Upaya ini selain dapat

    meningkatkan kesadaran bagi siwajib pajak juga dapat meningkatkan pajak yang

    diterima pemerintah.

    Untuk sisi kebijakan dengan melakukan tiga langkah utama yaitu:

    a) Pembebasan PPN aftur penerbangan internasional. Dengan pembebasan PPN

    tersebut tersebut dirasa dapat memberikan kepuasan bagi konsumen terutama dari

    luar negeri;

    b) Pembebasan PPN dan PPNBM untuk kawasan Bintan. Tujuannya untuk

    menekan biaya produksi sehingga meningkatkan daya saing kawasan tersebut

    dalam perekonomian Indonesia;

    c) Penyempurnaan aturan pungutan ekspor, Kebijakan tersebut bertujuan untuk

    dapat meningkatkan PNBP ( Penerimaan Negara Bukan Pajak ). Hal ini sesuai

    realitas bahwa Indonesia adalah negara yang bergantung kepada perdagangan

    internasional.

    .

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    12

    2. Kebijakan Belanja Negara

    Kebijakan Belanja Negara diterapkan prinsip ekonomi yaitu melakukan belanja

    negara secara efektif dan efisien dengan memperhatikan empat faktor yaitu:

    1) Pengendalian. Dalam proses pengendalian belanja negara di indonesia maka

    diperlukan dua syarat yaitu anggaran yang transparan artinya seluruh pos

    pengeluaran harus tereksplisit secara jelas mulai dari besarnya kegunaan dan

    sumbernya. dan akuntabel. artinya harus terbukukan dengan baik dan dapat

    menekan pengeluaran seefektif mungkin.

    2) Penajaman Alokasi. Untuk dapat memenuhi target efisiensi dan efektifitas

    yang tinggi dalam belanja negara maka prioritas penggunaan anggaran adalah

    untuk: a) Beban pembayaran bunga utang pemerintah, b) Subsidi tepat

    sasaran, c) Bantuan sosial, d) Koordinasi dan sinkronisasi, e) Kebijakan

    Desentralisasi Fiskal, f) Konsolidasi Belanja Negara

    3) UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Kebijakan merubah

    format pembukuan APBN dari dual budgeting (dua sisi) menjadi unifed

    budgeting (satu sisi). Perubahan format tersebut dimaksudkan untk lebih

    memudahkan dalam mengkontrol posisi APBN Indonesia karena terlihat lebih

    sederhana dari atas ke bawah dan lebih lengkap.

    4) Pengurangan Subsidi BBM dan realokasi Subsidi

    a) Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM. pemerintah dapat melakukan

    kompensasi subsidi BBM ke arah yang lebih tepat.

    b) Subsidi Langsung Tunai, Subsisdi ini bertujuan untuk lebih meningkatkan

    kecerdasan melalui program wajib belajar dan meningkatkan

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    13

    kesejahteraan masyarakat desa antara lain dengan perbaikan

    infrastruktur pedesaan.

    Sumber Bacaan

    1. Asfia Murni., Ekonomika Makro ., Rafika Aditama, Bandung edisi tiga 2013 M.

    2. Faisal Basri 1995 Perekonomian Indonesia menjelang abad ke 21, Erlangga,

    Jakarta

    3. Suparmoko, 2003, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik, Edisi ke-5 cet-3,

    BPFE, Yogyakarta.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    14

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    15

    c) Pembiayaan Defisit

    Sesuai realitas kondisi APBN Indonesia sejak dulu sudah defisit maka upaya

    pembiayaan defisit tersebut dilakukan dengan dua cara yaitu:

    1. Keputusan Menteri Keuangan No. 447/KMK.06/2005 : Strategi

    Pengelolaan Utang Negara 2005-2009

    Dalam keputusan tersebut memiliki dua sasaran yaitu:

    a. Pengelolaan Utang

    Seperti telah disebutkan di atas pengelolaan utang harus

    menerapkan prinsip efektif dan efisien yaitu sedapat mungkin

    digunakan untuk sektor produktif. Bila pengelolaan utang ini

    berhasil maka dalam jangka panjang penerimaan dari sektor

    produktif akan mampu melampaui beban utang yang harus

    dibayarkan.

    b. Optimalisasi Biaya Anggaran

    Sesuai dengan teori mikro upaya mencapai hasil optimal dapat

    dilakukan dua pilihan yaitu meningkatkan penerimaan total atau

    menekan biaya produksi. Oleh karenanya dalam mengoptimalkan

    biaya anggaran harus dilakukan dengan biaya yang serendah-

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    16

    rendahnya. Disamping itu juga harus diikuti dengan risiko yang

    rendah.

    2. Pengelolaan Utang Negara Jangka Menengah

    Untuk dapat mengelola Utang Negara Jangka Menengah dengan baik maka

    dilakukan dua cara. Dimana untuk Pinjaman Luar Negeri stoknya harus dikrangi

    sehingga ketergantungan terhadap sumber dana luar negeri dapat diturunkan.

    Sedangkan untuk Pinjaman Dalam Negeri lebih diprioritaskan untuk meningkatkan

    peranan sektor swasta dalam perekonomian Indonesia

    Beberapa yang menjadi pokok bahasan pada bab ini yaitu meliputi: a)

    hubungan antara tujuan pembangunan, pedoman pembangunan dan sistem

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    17

    pelaksanaan pembangunan di Indonesia; b) Proses penyusunan, pelaksanaan dan

    pertanggungjawaban APBN, c) Indikator dalam penyusunan APBN di Indonesia,

    d) pos-pos yang terdapat dalam APBN, e) kebijakan APBN dan hasil hasil APBN

    di Indonesia masa Orba dan setelah reformasi.

    a. Hubungan antara Tujuan Pembangunan, Pedoman Pembangunan dan

    Sistem Pelaksanaan Pembangunan di Indonesia.

    Seperti kita ketahui bersama bahwa tujuan pembangunan di Indonesia

    adalah mewujudkan masyarakat yang adli dan makmur berdasarkan Pancasila dan

    UUD 1945. Dari kalimat tersebut terlihat bahwa kunci utama pembangunan

    adalah tercapainya kondisi idial yaitu keseimbangan yang berwujud masyarkat

    yang adil dan makmur.

    Arti kata adil di sini sangatlah berbeda dengan arti adil menurut sistem

    kapitalis dan komunis. Dimana adil menurut kapitalis adalah bila seseorang

    menerima pembagian pendapatan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Misalkan

    seorang pemuda dengan ilmu pengetahuan dan skill yang tinggi berhak menerima

    pembagian pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang sudah

    tua namun potensinya sangat rendah. Sedangkan adil menurut sistem komunis

    lebih terfokus pada kebutuhan atau jumlah anggota keluarga. Jadi biarpun dalam

    profesi mungkin sangat rendah sebagai buruh misalnya namun kalau memiliki

    jumlah anggota keluarga yang besar berhak mendapatkan pembagian pendapatan

    yang lebih tinggi. Sebaliknya seorang yang memiliki profesi tinggi tapi jumlah

    anggota keluarga lebih sedikit maka akan menerima pembagian pendapatan yang

    lebih rendah.

    Berbeda dengan Sistem Ekonomi Pancasila atau sistem Ekonomi Kerakyatan

    yang lebih mengutamakan kesejahteraan rakyat maka hakikat adil disini adalah

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    18

    adanya keseimbangan dalam distribusi pendapatan baik oleh golongan kaya

    maupun miskin. Pemerintah berperan sebagai pengendali agar pemerataan di

    bidang pendapatan benar-benar terwujud. Dimana pajak dan subsidi merupakan

    senjata utama dalam meningkatkan keadilan. Sebagai contoh dalam mengkonsumsi

    migas kita sering melihat jenis premium ada yang disubsidi dan tidak. Kondisi ini

    untuk menyadarkan masyarakat yang tergolong makmur agar mengkonsumsi

    premium yang tidak disubsidi. Sebaliknya masyarakat yang tergolong miskin

    diberi keringanan dengan mengkonsumsi premium yang disubsidi.

    Sedangkan arti makmur dalam tujuan pembangunan di Indonesia adalah

    tersedianya alat pemuas kebutuhan manusia secara melimpah. Hal ini sesuai

    dengan ungkapan dari Sumitro Djojohadikusumo bahwa suatu negara disebut

    makmur bila tersedia jumlah barang dan jasa yang melimpah sehingga

    memudahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

    (Sugiartiningsih,Skripsi,1992,19). Dengan demikian makmur adalah keadaan yang

    dapat memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan masyarakat baik terhadap

    barang maupun jasa.

    Selanjutnya tujuan pembangunan tersebut berpedoman pada GBHN (Garis

    Garis Besar Haluan Negara) yang aplikasinya dapat dilihat dari dasar-dasar bagi

    pembangunan berkelanjutan melalui Pelita. Sedangkan Trilogi Pembangunan

    ditetapkan sebagai strategi untuk tinggal landas menuju masyarakat Indonesia

    yang adil dan sejahtera oleh Presiden Soeharto pada 1 April 1969. Dimana dalam

    Trilogi Pembangunan tersebut mencakup tiga unsur yaitu Pertumbuhan Ekonomi

    yang Tinggi; Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya; dan stabilitas nasional

    yang dinamis. (Kabar Bappenas,Vol. 9- No.1/April-Mei 2011). Ketiga trilogi

    tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    19

    1) Pertumbuhan Ekonomi yang tinggi

    Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan dari pendaptan nasional yang

    dihasilkan oleh suatu negara. Dalam ilmu Ekonomi Makro pendapatana nasional

    adalah nilai dari seluruh barang-barang dan jasa yang dihasilkan dalam kurun

    waktu tertentu (biasanya 1 tahun). Berarti pertumbuhan ekonomi tinggi adalah

    proses atau usaha keras dari bangsa Indonesia untuk dapat meningkatkan

    produksi barang-barang dan jasa sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan

    ekonominya.

    Kemampuan mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi tersebut hanya dapat

    terwujud bila tersedia modal yang besar. Sedangkan prtambahan modal hanya

    terjadi jika tersedia sumber dana yang mencukupi. Selanjutnya pertumbuhan

    ekonomi yang diraih harus lebih tinggi kenaikannya dibandingkan dengan laju

    penduduk. Apabila kenaikan pendapatan nasional yang terjadi lebih tinggi dari

    laju penduduk maka tingkat kesejahteraan masyarakat atau pendapatan per

    kapita dikatakan meningkat. Sebaliknya bila laju pertumbuhan ekonomi lebih

    rendah dari laju pertumbuhan penduduknya maka tingkat kesejahteraan

    masyarakat menurun atau terjadi stagnasi.

    2) Pemerataan Pembangunan dan Hasil-hasilnya

    Berbicara tentang pemerataan maka dalam GBHN kita mengenal adanya

    Delapan Jalur Pemerataan yaitu Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat

    khususnya sandang,pangan dan perumahan;Pemerataan kesempatan memperoleh

    pendidikan dan pelayanan kesehatan; pemerataan pembagian pendapatan;

    Pemerataan kesempatan kerja; Pemerataan kesempatan berusaha; Pemerataan

    kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda

    dan kaum perempuan; Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    20

    tanah air dan Pemerataan memperoleh keadilan (Kabar Bappenas Vol. 9- No.

    1/April-Mei 2011,18).

    Dalam membahas pemeratan pembangunan dan hasil-hasilnya di sini akan

    dibatasi pada dua jenis pemerataan yang saling berkaitan yaitu :

    a. Pemerataan Pembangunan dalam arti kata wilayah

    Sesuai tujuan pembangunan di Indonesia adalah mewujudkan masyarakat

    yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan ekonomi haruslah merata

    di seluruh Indonesia. Pengertian merata di sini dapat mencakup antar wilayah

    seperti pembangunan di Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa serta pembangunan di

    kota dan di desa. Dimana untuk mewujudkannya proyek-proyek pemerintah harus

    dilakukan secara merata baik antar pulau maupun kota dan desa. Dengan harapan

    tidak terjadi perbedaan yang mecolok pada masing-masing daerah bahkan terjadi

    kerjasama antar daerah di seluruh wilayah Indonesia.

    b. Pemerataan Pendapatan

    Pola pembagian pendapatan yang merata adalah harapan dari pelaksanaan

    pembangunan di Indonesia. Dengan demikian upaya pemerataan dalam menikmati

    hasil pembangunan harus dapat mencakup sebagian terbesar rakyat Indonesia.

    Salah satu upaya yang mungkin dapat dilakukan pemerintah adalah meningkatkan

    kesempatan kerja yang lebih luas. Dengan alasan jumlah penduduk dan angkatan

    kerja bertambah terus, jika kesempatan kerja yang tercipta kurang memadai

    pengangguran akan semakin meningkat. Dimana ketimpangan pembagian

    pendapatan mempunyai hubungan positif dengan meningkatnya pengangguran.

    3) Stabilitas Nasional yang Dinamis

    Makna dari Stabilitas Nasional adalah kesadaran bahwa pembangunan

    merupakan proses perubahan yang berlaku terus menerus, sehingga berpeluang

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    21

    menimbulkan terjadinya instabilitas. Prinsip dari stabilitas dinamis adalah proses

    perubahan dalam pembangunan harus tetap terkendali dan teratur. Keberaturan

    proses perubahan dalam pembangunan merupakan harapan seluruh bangsa

    Indonesia. Bahkan stabilitas adalah syarat mutlak bagi terlaksananya proses

    pembangunan agar dapat mengatasi berbagi hambatan yang terjadi.

    Pengertian stabilitas secara keseluruhan mencakup lima unsur yaitu politik,

    ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Dari kelima unsur tersebut

    akan dibahas dua saja yaitu stabilitas ekonomi dan stabilitas politik. Stabilitas

    ekonomi yang lazim menjadi tolok ukur bagi negara adalah besarnya inflasi yang

    terkendali. Seperti diketahui inflasi merupakan hal yang wajar terjadi akibat

    proses peningkatan investasi yang berlangsung secara terus menerus. Secara

    makro perekonomian negara akan selalu terjadi gap antara pertambahan

    pendapatan dalam masyarakat dalam bentuk uang dengan tingkat output yang

    dapat dihasilkan. Dengan demikan inflasi harus dapat ditekan sampai pada

    tingkat tertentu.

    Sedangkan stabilitas politik dapat diartikan menjaga agar dalam kehidupan

    politik tidak terjadi goncangan politik yang besar. Dalam aplikasinya stabilitas

    politik ini sangat diperlukan bangsa Indonesia untuk dapat mensukseskan

    pembangunan ekonomi. Sebagai realisasi dari pernyataan tersebut pada Pelita I

    unsur stabilitas menjadi prioritas pembangunan. Mengingat dari Orde Lama ke

    Orde Baru kita dihadapkan dengan instabilitas politik yang cukup besar. Setelah

    stabiliats politik membaik maka unsur-unsur Trilogi Pembangunan yang lain

    mengikuti yaitu pertumbuhan ekonomi pada Pelita II dan pemerataan pada Pelita

    III.

    Berdasarkan tujuan pembangunan akhir dan unsur Trilogi Pembangunan di

    atas maka terlihat ada dua hubungan yaitu unsur pertama, pertumbuhan ekonomi

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    22

    yang tinggi dalam rangka mewujudkan makmur. Unsur kedua, pemerataan

    merupakan perwujudan dari adil. Sedangkan stabilitas adalah merupakan syarat

    utama bagi dapat dilaksanakannya proses pembangunan.

    Selanjutnya untuk dapat mewujudkan tujuan akhir pembangunan dilakukan

    dengan sistem pentahapan, yaitu:

    1. Rencana/Strategi Jangka Panjang ( 25 tahun)

    2. Rencana/Strategi Jangka Menengah yang sering disebut Repelita ( 5

    tahun )

    3. Rencana/Strategi Pembangunan Jangka Pendek ( 1 tahun )

    Walaupun pelaksanaan pembangunan dibagi-bagi menurut sistem

    pentahapan, akan tetapi satu sama lain saling terkait dan merupakan satu

    kesatuan yang utuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Widjojo Nitisastro

    (Kabar Bappenas vol. 9.No. 1/.April-Mei 2011,18) bahwa pelaksanaan

    pembangunan nasional dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dalam

    setiap Pelita. Selama enam Repelita proses perencanaan selalu didasarkan kepada

    GBHN. Dimana pada Pelita I (1 April 1969-31 Maret 1974) bertujuan

    meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi

    pembangunan dalam tahap berikutnya. Sasaran Pelita I adalah pangan, sandang,

    perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja dan

    kesejahtearaan rohani. Pelita II dimulai 1 April 1974- 31 Maret 1979. Sasaran

    utamanya adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana,

    mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pembangunan

    selanjutnya (Pelita III) yang dilaksanakan dari 1 April 1979 hingga 31 Maret

    1984 lebih menekankan pada pemerataan yang secara lengkap termuat dalam

    Delapan Jalur Pemerataan. Pelita IV yang dilaksanakan dari 1April 1984 hingga

    31 Maret 1989 sasaran utamanya adalah sektor pertanian menuju swasembada

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    23

    pangan dan peningkatan industri agar dapat menghasilkan mesin industri sendiri.

    Pelita V dari 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994 titik berat pembangunan adalah

    pertanian dan industri. Akhirnya pada Pelita VI dari 1 April 1994 hingga 31

    Maret 1999 titik berat pembangunan adalah pada pembangunan sektor ekonomi

    yang berkaitan denga industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan

    kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.

    Dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa selama proses pembangunan

    telah terjadi hubungan antara satu Repelita dengan Repelita lainnya. Oleh

    karenanya kita perlu mengetahui hakekat dari Repelita ( Ketetapan MPR no.

    IV/MPR/1978 ) adalah :

    Suatu rencana indikator yang memberikan petunjuk indikasi kearah mana

    seyogyanya sumber-sumber ( resources ) yang terbatas harus dipusatkan, ia juga

    memberikan petunjuk tentang faktor-faktor apa yang membatasi ruang gerak

    dan laju kecepatan proses pembangunan, ia juga memberikan petunjuk tentang

    gaya dan sistem ekonomi yang di anut dalam proses pembangunan ini.

    Mengingat Repelita masih rencana yang bersifat indikatif atau rencana

    yang bersifat umum untuk masa lima tahun mendatang, maka repelita merupakan

    sebuah rencana yang belum bersifat operasional. Untuk memberikan bentuk

    operasionalnya Repelita tersebut dituangkan kedalam rencana pembangunan

    jangka pendek yang realisasinya tampak jelas pada kebijaksanaan Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di setiap tahunnya. Hal ini sesuai

    dengan pernyataan Faisal Basri (1995,103) bahwa dalam upaya mencapai

    masyarakat adil dan makmur, maka disusunlah strategi pembangunan jangka

    panjang 25 tahunan dan selanjutnya dijabarkan dalam Repelita dan rencana

    tahunan yang tercantum di dalam RAPBN.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    24

    Sedangkan penterjemahan rencana pembangunan jangka panjang kedalam

    rencana pembangunan tahunan ( jangka pendek ) yang lebih realistis tercermin

    dalam bentuk proyek-proyek sektoral yang terkandung dalam APBN tahunan,

    sehingga Repelita dapat dijelmakan dalam wujud program nyata dan dapat

    dilaksanakan. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa pencapaian tujuan

    akhir pembangunan yaitu masyarakat adil dan makmur dilaksanakan melalui

    rangkaian Repelita-Repelita yang sambung menyambung seperti yang tercermin

    dalam kebijaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah.

    b. Proses Penyusunan, Plaksanaan dan Pertanggung-jawaban APBN.

    Beberapa tahap dalam penyusunan APBN di Indonesia dapat dikemukakan

    sebagai berikut:

    5. Pemerintah mengajukan rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang

    APBN kepada DPR.

    6. Kemudian ditetapkan UU tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan

    sebelum tahun anggaran dilaksanakan.

    7. Pelaksanaan APBN dilakukan setelah ditetapkan dengan UU dan

    dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.

    8. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dilakukan selambat-lambatnya 6

    bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Pertang-gungjawaban

    Presiden menyampaikan RUU tentang pelaksanaan APBN kepada DPR.

    c. Indikator dalam Penyusunan APBN di Indonesia

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    25

    Secara umum dalam penyusunan APBN didasarkan pada beberapa indikator,

    yaitu: 1) Produk Domestik Bruto, 2) pertumbuhan ekonomi tahunan, 3) inflasi, 4)

    nilai tukar Rupiah per Dollar Amerika, 5) suku bunga SBI 3 bulan, 6) harga

    minyak Indonesia dan 7) produksi minyak Indonesia. Meskipun demikian asumsi

    dasar ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan APBN Indonesia tahun

    2007-2013 adalah sebagai berikut:

    Tabel 7. 1

    Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2007-2013 (data pokok)

    *) Sebelum tahun 2011 menggunakan suku bunga SBI 3 bulan

    Dari Tabel 7.1 terlihat bahwa:

    Indikator pertama adalah pertumbuhan ekonomi. Secara umum negara akan

    disebut berhasil bila memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi. Demikian pula dengan

    Indonesia upaya untuk mewujudkan kesejahteraan dilakukan dengan memberikan target

    pada indikator pertumbuhan ekonomi yang tinggi yaitu diatas 5%. Angka yang berbeda

    adalah tahun 2009 yaitu hanya 4,6%.

    Indikator kedua adalah inflasi di Indonesia yang terlihat berkisar di atas 6% pada

    tahun 2007, 2008, 2010 dan 2012. Bila dilihat dari tingkatannya besarnya inflasi yang

    ditargetkan pemerintah tergolong sedang kecuali tahun 2008 sebesar 11,1% Tingginya

    inflasi tersebut menunjukkan bahwa inflasi masih menjadi permasalahan utama bangsa

    Indikator 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

    LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBN-P APBN

    Pertumbuhan Ekonomi (% yoy) 6,3 6,0 4,6 6,2 6,5 6,5 6,8

    Inflasi (% yoy) 6,6 11,1 2,8 6,96 3,79 6,8 4,9

    Nilai tukar rupiah (Rp/USD) 9.140 9.691 10.408 9.087 8.779 9.000 9.300

    Suku bunga SPN 3 Bulan rata-rata

    (%) *) 8,0 9,3 7,6 6,6 4,8 5,0 5,0

    Harga Minyak Mentah Indonesia

    (USD/barel) 72,3 97,0 61,6 79,4 111,5 105,0 100,0

    Lifting Minyak (ribu barel per hari) 899 931 944 954 900 930 900

    Lifting Gas (ribu barel per hari

    setara minyak) - - - - - - 1.360

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    26

    Indonesia. Walaupun demikian pemerintah pernah berhasil mentarget tingkat inflasi

    yang rendah yaitu tahun 2009 sebesar 2,8%, 2011 sebesar 3,79% dan 2013 sebesar

    4,9%

    Indikator ketiga adalah nilai tukar rupiah terhadap US$. Setelah krisis moneter

    nilai tukar rupiah terjadi depresiasi yang cukup besar bahkan pernah melebihi Rp

    10.000. Selama periode 2007-2013 besarnya nilai tukar yang ditetapkan sebagai asumsi

    dasar ekonomi makro relatif stabil yaitu berkisar Rp 9.000, kecuali tahun 2008 sebesar

    Rp 9.691 dan 2009 sebesar Rp 10.408. Dengan penetapan angka yang cukup stabil

    diharapkan dapat meningkatkan ekspor dan memperbaiki kondisi Neraca Perdagangan

    Indonesia terutama setelah memasuki era globalisasi.

    Indikator keempat adalah suku bunga SPN 3 Bulan rata-rata, mulai digunakan

    tahun 2011 dengan angka sebesar 4,8%. Sedangka tahun 2012 dan 2013 memiliki angka

    yang sama yaitu 5,0%. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya nilai suku bunga

    tersebut relatif kecil. Sesuai dengan teori ekonomi makro rendahnya suku bunga di

    Indonesia akan mendorong naiknya Investasi di Indonesia. Semakin tinggi investasi yang

    terjadi akan berdampak pada naiknya produksi barang-barang dan jasa yang dihasilkan.

    Selanjutnya kondisi ini akan berpeluang meningkatkan nilai perdagangan Indonesia.

    Indikator kelima adalah harga minyak mentah Indonesia. Dalam perkembangnnya

    harga minyak terlihat tinggi terutama tahun 2011, 2012 dan 2013 masing-masing

    sebesar 111,5 USD/barel; 105,0 USD/barel dan 100,0 USD/barel. Tingginya harga

    minyak tersebut selain mendorong nilai ekspor migas akan naik, diperkirakan juga

    berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia sendiri. Dengan alasan produksi

    minyak mentah Indonesia disinyalir semakin turun sementara kebutuhan domestik

    cenderung meningkat. Kondisi ini kemungkinan dapat berdampak tingginya nilai impor

    minyak yang melebihi perolehan ekspor minyak di pasar internasional.

    Indikator keenam adalah lifting minyak. Selama periode 2007-2013 lifting minyak

    di Indonesia rata-rata sebesar 900 ribu barel per hari. Dilihat dari angka tersebut

    memberikan arti bahwa potensi minyak Indonesia masih dapat dihandalkan dalam

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    27

    perekonomian Indonesia. Berarti pula ini mencerminkan bahwa Indonesia masih layak

    disebut Negara Berkembang karena bergantung pada minyak. Potensi ini akan lebih baik

    bila disertai oleh tehnologi tinggi yang dapat dimilki bangsa Indonesia. Hal ini penting,

    karena sesuai realitas eksplorasi minyak di Indonesia masih bergantung tenaga ahli dari

    negara lain. Bahkan akan lebih baik lagi bila diupayakan untuk melakukan riset untuk

    dapat mencukupi kebutuhan minyak kemungkinan dengan memikirkan alternatif yang

    dapat dilakukan.

    Indikator ketujuh adalah lifting gas yang tercatat sebesar 1.360 ribu barel per

    hari setara minyak. Besarnya lifting gas tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan gas di

    Indonesia dinilai cukup besar. Terutama untuk keperluan memasak sudah dapat

    dipastikan Indonesia sudah beralih menggunakan gas yang sering disebut dengan elpiji.

    Hanya saja gas elpiji yang diperdagangkan di dalam negeri tersebut sesungguhnya

    produk impor karena kelemahan Indonesia dalam infrastruktur.Dengan demikian lifting

    gas ini dapat berdampak positif pada produksi gas yang relatif besar namun disisi lain

    juga berpengaruh pada tingginya biaya produksi di Indonesia.

    d. Pos-pos yang terdapat dalam APBN dan Format APBN

    Berbicara tentang pos-pos APBN tidak dapat dilepaskan dari definisi

    anggaran. Sebagaimana dikemukakan oleh Suparmoko(2003,47) anggaran adalah

    suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan

    pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu; yang biasanya

    adalah satu tahun.

    Dari definisi tersebut jelaslah bahwa APBN didalamnya ada sisi penerimaan dan

    pengeluaran. Sebelum reformasi sisi penerimaan APBN terdiri dari penerimaan dalam

    negeri dan penerimaan pembangunan. Sedangkan sisi pengeluaran terdiri dari

    pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    28

    A. Pos Pos APBN sebelum dan sesudah reformasi

    5. Sebelum reformasi pos-pos APBN Indonesia sejak Pelita I III terdiri dari

    penerimaan dan pengeluaran.

    Sisi Penerimaan. Untuk penerimaan rutin dilihat berdasarkan sektornya dan

    dapat dibagi menjadi dua yaitu migas dan non migas. Penerimaan dalam

    negeri terlihat sangat bergantung kepada migas. Faisal Basri (1995,114)

    Untuk non migas dapat dipilah menjadi tiga yaitu pajak langsung, pajak tidak

    langsung. dan penerimaan lainnya. Sedangkan penerimaan pembangunan

    terdiri dari bantuan program dan bantuan proyek

    Sisi pengeluaran, untuk pengeluaran rutin terdiri dari belanja pegawai,

    belanja barang, subsidi daearh otonom, bunga/cicilan utang dan lain-lain.

    Untuk pengeluaran pembangunan memilki pos yang sama seperti penerimaan

    pembangunan yaitu program pembangunan dan bantuan proyek.

    6. Setelah reformasi, struktur APBN terdiri dari tiga jenis yaitu pendapatan

    negara, belanja negara dan hibah. Sisi pendapatan dibedakan menjadi dua

    yaitu pendapatan negara dan hibah. Belanja Negara terbagi menjadi dua yaitu

    belanja pemerintah pusat dan belanja daerah. Pembiayaan meliputi

    pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri.

    Sisi penerimaan dalam negeri secara garis besar terbagi dua yaitu

    penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan pajak terjadi

    perubahan dalam komponen pajak yaitu adanya pajak dalam negeri dan pajak

    perdagangan internasional. Kemudian untuk penerimaan bukan pajak terdiri

    empat komponen yaitu penerimaan SDA, bagian laba BUMN, PNBP lainnya dan

    pendapatan BLU. Disamping penerimaan dalam negeri terdapat pula

    penerimaan dalam wujud hibah.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    29

    Sisi pengeluaran merupakan belanja negara dan dibagi menjadi tiga yaitu belanja

    pemerintah pusat, transfer ke daerah dan suspen. Belanja pemerintah pusat

    meliputi delapan komponen yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja modal,

    pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah bantuan sosial dan belanja lain-

    lain. Transfer ke daerah terdiri dari dana perimbangan dan dana otonomi khusus

    dan penyesuaian. Dana perimbangan meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umu dan

    dana alokasi khusus.

    Pembiayaan terbagi menjadi dua yaitu pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan

    luar negeri. Pembiayaan dalam negeri bersumber dari perbankan dalam negeri

    dan non perbankan dalam negeri. Sedangkan pembiayaan luar negeri terdiri dari

    penarikan pinjaman luar negeri, penerusan pinjaman dan pembayaran cicilan

    pokok utang LN.

    B. Format APBN sebelum dan sesudah Reformasi

    Dengan mengetahui perbedaan pos-pos APBN sebelum dan sesudah reformasi

    maka kita perlu juga mengetahui perbedaan format APBN tersebut. Pada masa

    Orde Baru format laporan APBN Indonesia adalah berbentuk dua sisi (t account)

    dimana sebelah kiri adalah sisi debet dan sebelah kanan sisi kredit. Sedangkan

    setelah reformasi format laporan APBN Indonesia adalah satu sisi dimana bagian

    atas pendapatan negara dan hibah kemudian diikuti oleh belanja negara dan

    pembiayaan.

    Untuk dapat memperjelas gambaran pos-pos dan format APBN di Indonesia,

    berikut ini akan diberikan contoh format APBN saat Orde Baru dan setelah

    reformasi.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    30

    Contoh Format APBN sebelum reformai (APBN 1996/1997) seperti terlihat

    pada Tabel 7.2 berikut: (Soeparmoko; )

    Tabel 7.2

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1996/1997

    Penerimaan APBN

    1996/1997

    Pengeluaran APBN

    1996/1997

    A. Penerimaan Dalam Negeri 78.202,8 A. Pengeluaran Rutin 56.113,7

    1. Penerimaan Migas 14.120,1 1. Belanja pegawai 18.280,6

    a. Minyak Bumi

    b. Gas Alam

    10.315,6

    3.804,5

    a. Gaji dan pensiun

    b. Tunjangan beras

    c. Uang makan/laukpauk

    d. Lain-lain belanja pegawai

    DN

    e. Belanja pegawai LN

    14.763,0

    1.193,7

    1.121,5

    710,3

    492,1

    2. Penerimaan di luar Migas 64.082,7 2. Belanja barang 6.589,0

    a. Pajak peningkatan

    b. Pajak pertambahan

    nilai

    23.708,0

    21.788,4

    a. Belanja barang DN

    b. Belanja barang LN

    6.257,5

    331,5

    c. Bea masuk 3.450,5 3. Subsidi daerah otonom 10.012,3

    d. Cukai

    e. Pajak ekspor

    4.033,0

    160,1

    a. Belanja pegawai

    b. Belanja non pegawai

    9.495,9

    516,4

    f. Pajak bumi dan

    bangunan

    2.277,3 4. Bunga dan cicilan utang 20.226,8

    g. Pajak lainnya

    h. Penerimaan bukan

    pajak

    569,8

    7.267,8

    a. Utang dalam negeri

    b. Utang luar negeri

    290,6

    19.936,2

    i. Laba bersih minyak 827,8 5. Pengeluaran rutin lainnya 1.005,5

    a. Subsidi BBM

    b. Lain-lain

    -

    1.005,5

    B. Penerimaan Pembangunan 12.413,6 B. Pengeluaran Pembangunan 32.502,7

    1. Bantuan Program - 1. Pembiayaan rupiah 22.089,1

    2. Bantuan Program 12.413,6 2. Bantuan proyek 12.413,6

    Jumlah 90.616,4 Jumlah 90.616,4

    Penjelasan Tabel 7.2

    a) APBN adalah untuk tahun 1996/1997. Hal ini menunjukkan bahwa

    penyusunan APBN dimulai dari 1 April 1996 dan berakhir 31 Maret 1997.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    31

    b) Sebelah kanan merupakan Pos penerimaan terutama Penerimaan Dalam

    Negeri dibedakan menurut sektornya yaitu penerimaan migas dan

    penerimaan di luar migas. Sesuai dengan uraian dalam pembahasan PJPT I

    setelah Pelita IV peranan sektor non migas lebih tinggi terhadap

    Penerimaan Dalam Negeri. Hal ini terbukti dari penerimaan migas pada

    tahun 1996/1997 sebesar Rp 14.120,1 miliar jauh lebih rendah

    dibandingkan dengan penerimaan di luar migas yang mampu mencapai

    sebesar Rp 64.082,7 miliar. Hasil lain yang cukup menggembirakan adalah

    berhasilnya meningkatkan penerimaan pajak penghasilan menjadi sebesar

    Rp 23.708,0 miliar. Angka ini terbukti melampaui penerimaan pajak

    pertambahan nilai yang tercatat sebesar Rp 21.788,4 miliar. Kondisi ini

    menunjukkan keberhasilan bangsa Indonesia untuk lebih mengoptimalkan

    penerimaan pajak terutama pajak langsung.

    c) Disisi kanan atau kredit dari Tabel 7.2 adalah Pengeluaran Rutin dimana

    pada tahun 1996/1997 mencapai sebesar Rp 56.113,7 miliar. Bila

    dibandingkan dengan Penerimaan Dalam Negeri di atas ternyata lebih

    rendah sehingga terjadi adanya selisih positif yang disebut dengan

    Tabungan Pemerintah. Dari data di atas diperoleh hasil Tabungan

    pemerintah sebesar Rp 12.099,1 miliar. Sementara jumlah Pengeluaran

    Pembangunan yang harus dilakukan sebesar Rp 32.502,7 miliar. Ternyata

    jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Tabungan

    Pmereintah, berarti tidak mampu mencukupi anggaran pembangunan di

    Indonesia. Kondisi ini sekaligus menggambarkan bahwa secara ekonomi

    terjadi defisit anggaran dan untuk menutupinya dilengkapi dengan

    penerimaan pembangunan atau hutang luar negeri.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    32

    Dari penjelasan di atas mungkin timbul pertanyaan mengapakah

    Pengeluaran Pembangunan di Indonesia senantiasa lebih tinggi dibandingkan

    dengan Tabungan Pemerintah? Pertanyaan tersebut dengan mudah dapat dijawab

    bahwa sektor pemerintah berperan penting dalam pelaksanaan pembangunan di

    Indonesia. Dimana selain aktif di bidang ekonomi pemerintah juga berperan

    penting di bidang non ekonomi seperti sosial politik. Hal ini seperti konsep yang

    dikemukakan oleh Faisal Basri (1995,113) bahwa peran pemrintah diperlukan

    dengan alasan lemahnya peranan sektor swasta dan juga pemerintah harus turun

    tangan membangun fasilitas-fasilitas infrastruktur fisik dan sosial serta sektor

    riil. Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa tingginya Pengeluaran Pemerintah

    digunakan untuk membiayai sektor publik.

    Contoh format APBN setelah reformasi (APBN tahun 2013) seperti terlihat pada

    tabel 7.3 sebagai berikut:

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    33

    Tabel 7.3

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013

    APBN Milyard rupiah

    A. Pendapatan Negara dan Hibah 1.529.673,1

    I. Penerimaan Dalam Negeri 1.525.189,5

    1. Penerimaan Perpajakan 1.192.994,1

    a. Pajak Dalam Negeri 1.134.289,2

    b. Pajak Perdagangan Internasional 58.704,9

    2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 332.195,4

    II. Hibah 4.483,6

    B. Belanja Negara 1.683.011,1

    I. Belanja Pemerintah Pusat 1.154.380,9

    II. Transfer Ke Daerah 528.630,2

    1. Dana Perimbangan 444.798,8

    2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 83.831,5

    III. Suspen 0,0

    C. Keseimbangan Primer (40.094,2)

    D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) (153.338,0)

    E. Pembiayaan 153.338,0

    I. Pembiayaan Dalam Negeri 172.792,1

    II. Pembiayaan Luar negeri (neto) (19.454,2)

    Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 0,0

    Penjelasan Tabel 7.3

    a) APBN yang disusun untuk tahun 2013 dimulai dari 1 Januari dan berakhir

    31 Desember 2013.

    b) Penerimaan Dalam Negeri Indonesia dibedakan penerimaan perpajakan dan

    penerimaan negara bukan pajak. Hal ini sama seperti sebelum reformasi,

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    34

    namun demikian dalam penerimaan perpajakan terdapat pula pos Pajak

    Perdagangan Internasional. Sedangkan penerimaan Negara Bukan Pajak

    didalam sub Penerimaan SDA terbagi menjadi sektor migas dan non migas.

    Dari hasil data terjadi kondisi yang berkebalikan dimana penerimaan

    sektor migas mencapai sebesar Rp 174.868,5 miliar. Angka ini jauh lebih

    tinggi dibandingkan dengan penerimaan SDA dari sektor non migas yang

    hanya mencapai sebesar Rp 22.336,5 miliar. Namun demikan, dilihat dari

    sisi pajak tetap didominasi pajak penghasilan yang mampu mencapai Rp

    584.890,4 miliar. Berarti ada suatu perubahan dalam APBN tahun 2013.

    Secara ringkas Pendapatan Negara dan Hibah pada tahun 2013 secara total

    mencapai sebesar Rp 1.529.678,1 miliar lebih rendah dari belanja negara

    yang mencapai sebesar Rp 1.683.011,1. Hal ini sama seperti gambaran APBN

    sebelum reformasi yaitu terjadi defisit. Dimana upaya untuk menutupinya

    dengan menggunakan pembiayaan sebesar Rp 153.338,0 miliar, sebagian

    besar dari pembiayaan dalam negeri. Ini mungkin suatu progresivitas yang

    terjadi pada pemerintahan SBY II.

    a. Kebijakan-kebijakan dan hasil-hasil APBN

    A. Kebijakan Kebijakan APBN

    Secara teoritis kita mengenal budget merupakan sarana dalam kebijakan fiskal

    suatu negara. Hal ini sesuai realitas bahwa kondisi keseimbangan dalam

    perekonomian tidak mudah tercapai. Sebaliknya justru

    ketidakseimbanganlah yang selalu terjadi. Untuk memudahkan penjelasan

    tersebut dapat dilihat dari gambar 7.2 berikut:(Skripsi halaman 35)

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    35

    C, I, G

    YX1 Y2 YX2 Y

    Deflationary Gap

    Inflationary Gap

    D

    A

    C B

    O

    C + I + G

    C + I

    Penjelasan Grafik 7.1

    1. Posisi keseimbangan perekonomian terjadi di titik A dengan Pendapatan

    Nasional keseimbangan sebesar Y2. Hanya saja kondisi tersebut adalah

    suatu harapan. Oleh karena terjadi kegagalan mekanisme pasar maka

    kemungkinan perekonomian suatu negara dapat terjadi inflasi atau deflasi,

    sehingga diperlukan campur tangan pemerintah. Dengan kekuasannya

    pemerintah dapat mempergunakan Kebijakan Fiskal untuk mengatasi

    tekanan inflasi maupun deflasi tersebut.

    2. Misalkan bila suatu negara berada di titik C maka dianggap terjadi tekanan

    deflasi dimana permintaan agregat yang terjadi lebih kecil daripada

    penawaran agregat sehingga akan timbul celah deflasi (deflationary gap).

    Celah deflasi jika dibiarkan terus akan berdampak perekonomian akan

    semakin jauh dari tingkat kesempatan kerja penuh atau mengalami

    pengangguran. Bahkan dengan terjadinya penurunan harga, sektor swasta

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    36

    tidak berminat meningkatkan investasi sehingga permintaan agregat lebih

    rendah dari penawaran agregat dan harga cenderung turun. Untuk dapat

    mengatasinya pemerintah harus melakukan campur tangan dalam upaya

    mencapai kesempatan kerja penuh dengan melakukan pengeluran negara

    sebesar celah deflasi tersebut.

    3. Bila posisi negara ada di titik D maka dianggap terjadi tekanan inflasi,

    karena permintaan agregat lebih besar dari penawaran agregat, sehingga

    akan timbul celah inflasi (inflationary gap). Celah inflasi jika dibiarkan

    berdampak terhadap ketidak stabilan harga, harga-harga akan terus naik.

    Untuk dapat mengatasinya pemerintah harus menaikankan penerimaanya

    sebesar celah inflasi tersebut.

    Berdasarkan uraian dari Gambar 7.1 maka setiap negara akan melakukan

    kebijakan anggaran yang tepat. Bila keadaan negara sedang mengalami deflasi

    maka dipergunakan anggaran yang defisit. Demikian pula sebaliknya bila keadaan

    negara terjadi inflasi maka dipergunakan anggaran yang surplus. Bila ternyata

    keadaan negara normal dipergunakan anggaran yang seimbang (Suparmoko,

    2003,53). Sebagai realisasi dari pernyataan tersebut akan diberikan contoh

    perhitungan APBN sebagai berikut:

    Misalkan perekonomian Indonesia pada tahun 2012 memiliki data sebagai

    berikut: Pola konsumsi masyarakat C = 200 + 0,5 Yd; Perkembangan investasi I =

    100 + 0.1 Y; Pengeluaran Pemerintah G = 150 dan Penerimaan pemerintah berupa

    pajak T = 0,2 Y. Dari data di atas bagaimana posisi APBN Indonesia dan upaya

    apa yang harus dilakukan pemerintah?

    Untuk langkah pertama kita harus mengetahui besarnya Pendapatan

    Nasional Keseimbangan dalam perekonomian tiga sektor tersebut yaitu

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    37

    Y = CYd + I + G C Yd = Y - T

    Y = 200 + 0,5 (YT) + 100 + 0,1 Y + 150

    Y = 200 + 0,5 (Y 0,2Y) + 100 + 0,1 Y + 150

    Y = 200 + 0,5 (0,8Y) + 100 + 0,1 Y + 150

    Y = 450 + 0,4Y + 0,1 Y

    Y = 450 + 0,5Y 0,5 Y = 450 y = 900

    Pendapatan nasional keseimbangan adalah Y = 900

    Dengan Pendapatan Nasional keseimbangan sebesar 900 maka nilai pajak

    yang diterima pemerintah sebesar T = 0,2 Y = 180. Berarti terjadi anggaran

    surplus karena penerimaan lebih besar dari pengeluaran pemerintah sebesar 150.

    Dengan surplus sebesar 30 maka pemerintah harus menaikkan pengeluaran

    pemerintah sebesar 50 supaya terjadi anggaran seimbang. Hasil akhir

    pengeluaran pemerintah akan meningkat menjadi 200. Besarnya pajak sekarang

    180 + 20 = 200. Sedangkan Pendapatan Nasional keseimbangan yang baru adalah

    1000.

    Pengalaman Kebijakan APBN Indonesia Sebelum dan Sesudah Reformasi

    Sebelum reformasi Kebijakan APBN Indonesia khususnya pada masa Orde

    Lama adalah kebijaksanaan pembelanjaan defisit. Dampak dari pelaksanaan

    kebijakan tersebut telah membawa perekonomian indonesia semakin terpuruk

    yang ditandai dengan inflasi yang tinggi dan diikuti oleh kekacauan sosial politik.

    Dapat dipastikan proses pembangunan mengalami kemacetan terutama yang

    berkaitan dengan barang puiblik. Setelah Orde Baru Indonesia merubah

    kebijakannya menjadi Anggaran Berimbang Dinamis.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    38

    Secara rinci Faisal Basri (1995,112) mengemukakan ada tiga ciri utama dari

    APBN Indonesia pada masa Orde Baru yaitu: 1. Anggaran Berimbang Dinamis;

    2. Kendali Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah dan 3. Satus Quo dan

    Off Budget. Ketiga ciri tersebut dapat dijelaskan sebgai berikut:

    4. Anggaran Berimbang Dinamis

    Ciri pertama APBN Indonesia ditandai oleh kondisi anggaran berimbang yang

    artinya diseimbangkan. Secara konseptual telah diketahui bahwa kondisi total

    pengeluaran pembangunan di Indonesia senantiasa lebih besar dari penerimaan

    rutin. Berarti terjadi ketimpangan dimana pengeluaran lebih besar dari

    penerimaan dan disebut defisit. Namun sebagai bangsa yang memiliki sifat

    nasionalisme yang tinggi tidak mau dikatakan defisit dan secara halus disebut

    berimbang artinya sengaja diseimbangkan. Adapun solusinya dengan menggunakan

    hutang luar negeri yang diistilahkan dengan Penerimaan Pembangunan. Pernyataan

    tersebut sesuai dengan pendapat Faisal Basri (1995,112)bahwa pengertian

    berimbang tersebut lebih berkonotasi politik.

    5. Kendali Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah

    Hal ini sesuai dengan sistem perekonomian yang bersifat sentralistis maka segala

    keputusan tergantung pada Pemerintah Pusat. Dampaknya pembangunan

    perekonomian terjadi kesenjangan karena adanya kekuasaan Pemerintah Pusat

    dalam mengendalikan dana pembangunan. Bahkan pemerintah Pusat dapat

    menggunakan penerimaan pajak dalam jumlah yang lebih besar dari Pemerintah

    Daerah. Dengan lain perkataan Pemerintah Daerah memiliki andil yang rendah

    dalam pengelolaan pajak.

    6. Status Quo dan Off Budget

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    39

    Peranan penguasa dalam mengendalikan anggaran tampak mencolok terutama dari

    sisi politik. Umumnya penguasa akan berusaha memperkuat satus quo dalam

    kekuasaannya sehingga pos-pos pengeluaran akan cenderung meningkat dan lebih

    ke arah off budget. Menurut Faisal Basri (1995,113) praktek-prraktek off

    budget merupakan salah satu cerminan dari tersendat-sendatnya proses

    demokratisasi. Dengan alasan tidak seluruh penerimaan dan pengeluaran APBN

    dapat ditentukan, diawasi dan dikendalikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

    Setelah reformasi APBN Indonesia memiliki perubahan dalam

    kebijakannya. Kemungkinan dengan mengingat perjalanan bangsa yang dimulai

    dari Orde Lama sumber pembiayaan pembangunan ditempuh dengan mencetak

    uang. Seperti diketahui cara tersebut dalam jangka pendek akan berhasil namum

    jangka panjang dapat terjadi inlasi. Kemudian memasuki orde Baru pemerintah

    beralih dengan menggunakan Hutang Luar Negeri. Dimana solusi ini terbukti

    banyak dilakukan oleh negara-negara lain dalam proses pembangunan. Namun

    dampak negatifnya Hutang Luar Negeri Indonesia semakin meningkat dan

    bertentangan dengan prinsip berimbang dinamis. Berdasarkan pengalaman

    tersebut maka Kebijakan Fiskal dalam APBN tahun 2005 lebih terfokus pada

    tiga arah yaitu pendapatan, belanja dan biaya (Laporan APBN tahun 2005),

    Ketiga arah yang menjadi fokus kebijakan APBN dapat dijelaskan sebagai

    berikut:

    d) Pendapatan Negara dan Hibah

    Dalam masa pemerintahan SBY I terlihat upaya keras untuk meningkatkan

    penerimaan negara dari sisi pajak. Dimana peningkatan pendapatan negara tersebut

    dilakukan dari dua sisi yaitu administratif dan kebijakan.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    40

    Untuk sisi administratif melalui delapan langkah yang dapt dijelaskan sebagai

    berikut:

    a. E registration. Hal ini dimaksudkan bahwa untuk dapat menigkatkan jumlah

    penerimaan pajak pemerintah harus mendata kembali obyek dan subjek pajak di

    Indonesia. Dengan registrasi ini pemerintah dapat memperluas pemungutan pajak

    yang dapat meningkatkan penerimaan negara.

    b. Efilling Sebagai kelanjutan dari proses registrasi pemerintah melalui filling dapat

    pula meningkatkan objek pajak. Sebagai contoh menambah jenis barang yang dapat

    dikenakan pajak. Usaha tersebut dinilai lebih berhasil dalam peningkatan

    penerimaan pajak di Indonesia sekaligus dapat mendorong pada tindakan efisiensi

    bagi pelaku ekonomi di Indonesia.

    c. Pengembangan Kantor Pajak Modern. Penyediaan fasilitas baikyang baik

    adalah syarat dari keberhasilan peningkatan pendapatan negara terutama

    dari pajak. Untuk dapat mencapainya pemerintah berupaya dengan

    pengembangan kantor pajak modern. Pengembangan tersebut mencakup

    kemajuan tehnologi yang memudahkan dalam pelayan pada wajib pajak

    sehingga secara administrasi bisa menjangkau seluruh masyarakat secara

    tertib dan benar.

    d. Pembangunan pusat data Untuk lebih meningkatkan keakuratan data

    tentang perpajakan di Indonesia maka pembangunan pusat data sangat

    diperlukan. Setidaknya ini dapat dijadikan kontrol bagi pemerintah untuk

    mengetahui antara target dan realitas yang terjadi. Bahkan dengan adanya

    pusat data akan memberikan sifat transparansi yang ke depan dapat

    meningkatkan jumlah pajak di indonesia.

    e. Pembentukan Single Identification Number. Guna lebih menertibkan

    jumlah wajib pajak di Indonesia maka pemerintah mewajibkan setiap warga

    negara Indonesia harus memiliki NPWP . Kepemilikan tersebut sangat

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    41

    memudahkan bagi pemerintah dalam pemungutan pajak dan kemungkinan

    dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.

    f. Penyisiran wilayah Untuk menjaga agar pungutan pajak memberikan rasa

    keadilan maka pemerintah harus melakukan penyisiran wilayah. Sejak

    Otonomi daerah terjadi di Indonesia tampak sekali kota-kota di Indonesia

    ada yang tergolong miskin dan kaya. Untuk itu bagi kota-kota kaya

    pemerintah dapat mengenakan pungutan pajak yang tinggi sesuai dengan

    potensi yang dimiliki seperti industri, wisata atau perdagangan. Sementara

    untukkota miskin pemerintah harus membebaskan pungutan pajak bahkan

    justru dengan memberikan subsidi.

    g. Perbaikan Manajemen Pemeriksaan dan Penyidikan Keberhasilan

    peningkatan penerimaan negara dari pajak akan terwujud bila aparat

    perpajakan memiliki etos kerja yang baik. Untuk dapat mewujudkannya

    harus dilakukan perbaikan manajemen pemeriksaan & penyidikan di bidang

    perpajakan. Dengan harapan dana masyarakat dapat teralokasi secara jelas

    dan terhindar dari adanya penyimpangan seperti korupsi.

    h. Peningkatan Program Penyuluhan Pajak. Sebagai proses penyempurnaan

    dalam upaya peningkatan pendapatan negara dari pajak maka kontribusi

    masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung program pemerintah. Agar

    sasaran tersebut tercapai maka harus dilakukan program penyuluhan pajak.

    Upaya ini selain dapat meningkatkan kesadaran bagi siwajib pajak juga

    dapat memberikan kejelasan tentang hak dan kewajiban masyarakat akan

    kegunaan pajak di Indonesia.

    Untuk sisi kebijakan dengan melakukan tiga langkah utama yaitu:

    a. Pembebasan PPN aftur penerbangan internasional

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    42

    Kebijakan tersebut bertujuan jangka panjang yaitu meningkatkan day a saing

    di pasar internasional. Mengingat Indonesia negara yang berperan sebagai

    price taker dalam skala internasional maka peningkatkan kualitas

    transportasi udara harus diperhatikan. Dengan pembebasan PPN tersebut

    tersebut dirasa dapat memberikan kepuasan bagi konsumen terutama dari

    luar negeri.

    b. Pembebasan PPN dan PPNBM untuk kawasan Bintan

    Kebijakan ini bertujuan memberikan keadilan pada kawasan khusus Indonesia

    yang dinilai masih rendah. Dengan pembebasan PPN dan PPNBM kemungkinan

    akan mendorong rendahnya biaya produksi sehingga meningkatkan daya saing

    kawasan tersebut dalam perekonomian Indonesia.

    c. Penyempurnaan aturan pungutan ekspor

    Kebijakan tersebut bertujuan untuk dapat meningkatkan PNBP ( Penerimaan

    Negara Bukan Pajak ). Hal ini sesuai realitas bahwa Indonesia adalah negara

    yang bergantung kepada perdagangan internasional. Potensi ini dapat

    dimanfaatkan oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara antara

    lain dari PNBP tersebut.

    e) Belanja Negara

    Sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pemerintah harus

    melakukan pengeluaran sesuai dengan kebutuhan rakyat terutama terhadap

    barang publik. Untuk dapat memenuhinya maka harus diterapkan prinsip ekonomi

    yaitu melakukan belanja negara secara efektif dan efisien dengan

    memperhatikan empat faktor yaitu:

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    43

    1. Pengendalian. Dalam proses pengendalian belanja negara di indonesia maka

    diperlukan dua syarat yaitu anggaran yang transparan dan akuntabel. Untuk

    anggaran yang transparan berarti

    seluruh pos pengeluaran harus tereksplisit secara jelas mulai dari besarnya

    kegunaan dan sumbernya. Sedangkan secara akuntabel artinya harus

    terbukukan dengan baik dan dapat menekan pengeluaran seefektif mungkin.

    2. Penajaman Alokasi. Untuk dapat memenuhi target efisiensi dan efektifitas

    yang tinggi dalam belanja negara maka prioritas penggunaan anggaran adalah

    untuk:

    a) Beban pembayaran bunga utang pemerintah

    Prioritas tersebut dengan mengingat Indonesia tergolong Negara

    Penghutang sejak Orde Baru. Tingginya hutang luar negeri akan

    berdampak beban pembayaran cicilan utang plus bunga semakin

    meningkat terlebih dengan semakin turunnya nilai rupiah terhadap mata

    uang asing. Oleh karenanya pengalokasian anggaran pada pembayaran

    bunga utang pemerintah harus diutamakan supaya beban hutang luar

    negeri akan semakin turun.

    b) Subsidi tepat sasaran

    Campur tangan pemerintah melalui subsidi sangat diperlukan terutama

    untuk masyarakat menengah ke bawah. Baik subsidi di bidang pendidikan,

    migas atau kesehatan harus terus ditingkatkan agar kelompok

    masyarakat tersebut benar-benar menikmati. Bahkan harus dijaga agar

    tidak terjadi ketimpangan hasli subsidi yang kemungkinan justru

    dinikmati oleh para pejabat atau perusahaan besar.

    c) Bantuan sosial

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    44

    Alokasi ini meliputi kelompok masyarakat miskin dan bencana nasional.

    Seperti diketahui kemiskinan merupakan permasalahan utama bangsa

    Indonesia dari dulu hingga sekarang. Untuk dapat menguranginya maka

    bantuan sosial dari pemerintah sangat diperlukan sehingga dapat

    meningkatkan kesejahteraan rakyat. Demikan pula dengan bencana

    nasional yang sering terjadi di Indonesia mendorong pemerintah untuk

    lebih meningkatkan bantuan sosial.

    d) Koordinasi dan sinkronisasi Kebijakan Desentralisasi Fiskal

    Pelaksanaan Kebijakan Fiskal akan berhasil bila dapat dilakukan

    koordinasi dan sinkronisasi antara pusat dengan daerah. Cara ini

    dipercaya akan dapat menghilangkan gap pembangunan di Indonesia dan

    akan mendorong terjadinya pemerataan.

    e) Konsolidasi Belanja Negara

    Dengan mengingat awal pemerintahan SBY I telah terjadi bencana

    tsunami dan kenaikan harga minyak di pasar internasional maka belanja

    negara harus disesuaikan. Dimana pengeluaran untuk kedua kasus

    tersebut harus dilakukan secara tepat sehingga campur tangan

    pemerintah dapat mencapai sasaran.

    3. UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

    Untuk lebih memantabkan belanja negara supaya efisien dan efektif maka

    dalam pemerintahan SBY I telah dilakukan dengan merubah format

    pembukuan APBN dari dual budgeting (dua sisi) menjadi unifed budgeting

    (satu sisi). Perubahan format tersebut dimaksudkan untk lebih memudahkan

    dalam mengkontrol posisi APBN Indonesia karena terlihat lebih sederhana

    dari atas ke bawah dan lebih lengkap.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    45

    4. Pengurangan Subsidi BBM dan realokasi Subsidi

    f) Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM

    Tujuan pemerintah dalam pengurangan subsidi BBM adalah meningkatkan

    daya saing terutama bagi perusahaan besar yang sejak Orde Baru

    senantiasa berlindung di balik dinding proteksi. Dengan demikan iklim

    persaingan akan semakin kondusif dan pemerintah dapat melakukan

    kompensasi subsidi BBM ke arah yang lebih tepat.

    g) Subsidi Langsung Tunai

    Subsisdi ini bertujuan untuk lebih meningkatkan kecerdasan bangsa

    Indonesia. Dimana pemerintah menerapkan program wajib belajar

    sembilan tahun dan memperbaiki infrastruktur pendidikan di Indonesia.

    Disamping itu pemerintah juga berusaha meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat desa antara lain dengan perbaikan infrastruktur pedesaan.

    h) . Pembiayaan Defisit

    Sesuai realitas kondisi APBN Indonesia sejak dulu sudah defisit maka

    upaya pembiayaan defisit tersebut dilakukan dengan dua cara yaitu:

    3. Keputusan Menteri Keuangan No. 447/KMK.06/2005 : Strategi

    Pengelolaan Utang Negara 2005-2009

    Dalam keputusan tersebut memiliki dua sasaran yaitu:

    c. Pengelolaan Utang

    Seperti telah disebutkan di atas pengelolaan utang harus

    menerapkan prinsip efektif dan efisien yaitu sedapat mungkin

    digunakan untuk sektor produktif. Bila pengelolaan utang ini

    berhasil maka dalam jangka panjang penerimaan dari sektor

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    46

    produktif akan mampu melampaui beban utang yang harus

    dibayarkan.

    d. Optimalisasi Biaya Anggaran

    Sesuai dengan teori mikro upaya mencapai hasil optimal dapat

    dilakukan dua pilihan yaitu meningkatkan penerimaan total atau

    menekan biaya produksi. Oleh karenanya dalam mengoptimalkan

    biaya anggaran harus dilakukan dengan biaya yang serendah-

    rendahnya. Disamping itu juga harus diikuti dengan risiko yang

    rendah.

    4. Pengelolaan Utang Negara Jangka Menengah

    Untuk dapat mengelola Utang Negara Jangka Menengah dengan baik

    maka dilakukan dua cara. Dimana untuk Pinjaman Luar Negeri stoknya

    harus dikrangi sehingga ketergantungan terhadap sumber dana luar

    negeri dapat diturunkan. Sedangkan untuk Pinjaman Dalam Negeri lebih

    diprioritaskan untuk meningkatkan peranan sektor swasta dalam

    perekonomian Indonesia.

    B. Hasil Hasil APBN

    Hasil-hasil APBN dapat kita amati dalam dua periode yaitu pada masa

    Orde Baru dan Masa Revormasi, kedua hasil hasil APBN tersebut dapat

    dikemukakan sebagai berikut:

    1. Hasil Hasil APBN Pada Masa Orde Baru

    Secara umum hasil APBN masa Orde Baru lebih baik dibandingkan Orde Lama.

    Hal ini sesuai dengan pendapat Faisal Basri (1995,113) bahwa tingginya peranan

    pemerintah dalam perekonomian Indonesia telah berdampak positif pada

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    47

    terhadap hasil pembangunan di indonesia. Pertama, dibangunnya fasilitas-

    fasilitas yang berwujud infrastruktur fisik dan sosial. Kedua, pemerintah turun

    tangan disektor produksi (riil). Dampaknya terjadi peningkatan dana anggaran

    pengeluaran pembangunan pemerintah yang berlipat ganda sejak Pelita I samapai

    dengan Pelita III.

    Menurut Faisal Basri (1995,113) peningkatan tersebut dimulai dari

    peningkatan pengeluaran pembangunan pada akhir Pelita I yang menyebabkan

    pinjaman luar negeri melampaui tabungan pemerintah. Kedua, turunnya harga

    minyak mencapai tingkatan terendah yaitu sebesar US$ 9,8 per barel pada bulan

    Agustus 1986. Kondisi ini berdamapak turunya kontribusi tabungan pemerintah

    terhadap dana pembangunan mencapai 31% pada tahun anggaran 1986/1987.

    Penurunan tersebut terus berlanjut hingga tahun 1988/1989 yang mencapai

    18,5%.

    Secara lebih jauh hasil APBN pada masa Orde Baru dapat dilihat dari sisi

    penerimaan dan pengeluarannya. Dimana untuk sisi penerimaan terlihat dari tiga

    indikator sebagai berikut:

    a) Peningkatan penerimaan migas

    Sejak Pelita I sampai dengan Pelita III penerimaan migas jauh lebih besar

    dubandingkan dengan non migas. Kondisi ini dipicu oleh faktor eksternal

    yaitu adanya krisis minyak di pasar internasional dan rendahnya tehnologi

    negara maju yang bergantung kepada migas. Dampaknya penerimaan migas

    terjadi peningkatan dan belum ada upaya untuk meningkatkan potensi pajak.

    b) Peningkatan penerimaan pajak non migas

    Walaupun sampai dengan tahun anggaran 1973/1974 prosentase penerimaan

    pajak non migas terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) telah terjadi

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    48

    peningkatan, naumun setelah tahun tersebut nisbah tersebut mengalami

    penurunan. Selanjutnya dengan adanya fenomena harga minyak terus

    menurun maka pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan pajak non

    migas dengan melakukan reformasi perpajakan. Menurut Faisal Basri

    (1995,114) upaya tersebut belum berhasil karena pemerintah belum banyak

    memanfaatkan penerimaan pajak dari sektor pertanian dan perdagangan

    luar negeri.

    c) Peningkatan penerimaan pajak langsung melampaui pajak tidak langsung.

    Pentingnya penerimaan pajak langsung di Indonesia telah dibuktikan dari

    perbaikan struktur penerimaan pemerintah. Sebagai realisasi dari

    pernyataan tersbut dapat dilihat dari Tabel 7.4 berikut:

    Tabel 7.4

    Komposisi Penerimaan Pemerintah di Luar Sektor Migas

    (Dalam Satuan Miliar Rupiah)

    Periode/waktu Pajak

    langsung

    1

    Pjak tak

    langsung

    2

    Penerimaan

    lainya

    3

    Penerimaan

    Total

    4

    (1:2)

    (1:4)

    Pelita III 7.435 9.161 1.794 11.390 0,81 0.40

    Pelita IV 14.612 25.127 7.882 47.621 0,58 0.31

    1992/1993 11.921 16.930 3.711 32.562 0,70 0.37

    1993/1994* 16.169 17.680 3.793 37.641 0,91 0.43

    1994/1995** 20.472 19603 6.812 46.886 1.04 0.44

    Catatan * APBN

    ** RAPBN

    Penjelasan Tabel 7.4

    1. Terlihat dari Pelita III usaha pemerintah meningkatkan penerimaan pajak

    langsung telah berhasil. Selain dari jumlahnya yang terus meningkat mulai

    tahun 1993/1994 penerimaan pajak langsung sudah melampaui pajak tidak

    langsung. Bahkan sejak tahun 1994/1995 diperkirakan penerimaan pajak

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    49

    langsung akan jauh lebih besar dari pajak tidak langsung. Menurut Faisal

    Basri (1995,115) keberhasilan ini menunjukkan rasa keadilan dalam

    pembayaran pajak di Indonesia.

    2. Dari sisi pengeluaran cenderung terjadi adanya peningkatan. Dimana untuk

    pengeluaran rutin, peningkatatan tersebut disebabkan dua faktor yaitu

    untuk memenuhi belanja pegawai dan pembayaran cicilan hutang plus

    bunga. Seperti telah disebutkan di muka Indonesia telah menjadi negara

    penghutang sejak Orde Baru. Bahkan dengan jumlah hutang luar negeri

    yang terus meningkat aka beban pembayaran hutang plus bunga juga

    semakin meningkat. Kondisi ini menjadi salah satu tugas berat pemerintah

    yang harus dikeluarkan melalui pos pengeluaran rutin. Disamping itu harus

    diakui pemerintah memiliki kewajiban lain yaitu pengeluaran untuk belanja

    pegawai yang jumlahnya terus meningkat.

    Dampak dari kedua hal tersebut sangatlah jelas beban pemerintah akan

    terasa lebih berat. Pertama, hampir separuh dari anggaran rutin dipergunakan

    untuk pembayaran ciiclan hutang plus bunga. Kedua, kenaikan belanja pegawai

    ternyata jauh lebih rendah dari kenaikan harga. Sebagai contoh gaji Pegawai

    Negeri Sipil (PNS) naik 20% maka harga di pasar sudah naik 30%. Kondisi ini

    dilihat dari sisi ekonomi makro menunjukkan bahwa pendaptan riil masyarakat

    terjadi penurunan. Berarti kesejahteraan masyarakat juga ikut menurun.

    Demikian pula dengan pengeluaran pembangunan walaupun fluktuatif namun

    terlihat cenderung meningkat. Menurut Faisal Basri(1995,115) pola yang

    fluktuatif disebabkan oleh doktrin anggaran berimbang sehingga pengeluaran

    pembangunan realitasnya melebihi rencananya. Hal ini sepertiterjadi pada tahun

    anggaran 1988/1989, 1990/1991 dan 1991/1992. Gambaran buruk lainnya adalah

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    50

    belum kuatnya tabungan pemerintah dalam menutup pengeluaran pembangunan di

    Indonesia selama Orde Baru. Sebagai relitas hingga tahun 1992/1993 tabungan

    pemerintah diluar migas masih negatif yaitu sebesar Rp 636 miliar. Sebagai

    realisassi dari pernyataan tersebut dapat dilihat dari Tabel 7.5 berikut:

    Tabel 7.5

    Tabungan Pemerintah Tanpa Migas dan Peranan Pinjaman Luar Negeri

    Tahun/Periode Pinjaman luar negeri/

    Dana Pembangunan

    (persen)

    Tabungan Pemerintah

    tanpa Migas

    (Rp milyar)

    Pelita I 56 -349

    Pelita II 36 -2.266

    Pelita III 30 -13.858

    Pelita IV 57 -25.540

    Pelita V

    1989/1990 68 -6.843

    1990/1991 51 -8.163

    1991/1992 48 -3.682

    1992/1993 42 -636

    1993/1994* 38 546

    1994/1995** 36 4.535

    Catatan * APBN

    ** RAPBN

    Penjelasan Tabel 7.5

    1. Terlihat sejak Pelita I sampai dengan V penggunaan hutang luar negeri yang

    semula 56% turun menjadi 36% dan 30% pada Pelita II dan III dan meningkat

    kembali menjadi 57% pada IV. Demikian pula saat memamsuki Pelita V

    penggunaan hutang luar negeri mencapai 68% dan terjadi penurunan hingga

    mencapai angaka terendah 36% pada tahun anggaran 1994/1995.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    51

    2. Sebaliknya tabungan pemerintah tanpa migas memberikan angka negatif yang

    sangat besar dari Pelita I sampai dengan Pelita V. Sedikit keberhasilan hanyalah

    terjadi pada dua tahun anggaran terakhir yaitu APBN 1993/1994 dan RAPBN

    1994/1995 nila tabungan pemerintah tanpa migas memiliki angka positif sebesar

    Rp 546 miliar dan Rp 4.535 miliar.

    Berdasarkan semua penjelasan di atas harus diakui Kebijakan Fiskal tetap

    berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Hasil evaluasi menunjukkan ada

    sisi positif dan negatif pelaksanaan Kebijakan Fiskal selama Orde Baru. Untuk

    sisi positif adalah adanya upaya peningkatan penerimaan pemerintah baik melaui

    migas dan pajak. Sedangkan sisi negatifnya masih terbatas pada pos-pos besar

    dan relatif sensitif (Faisal Basri,1995,116). Sebagai contoh adalah penerimaan

    migas yang sangat bergantung pada harga minyak; penerimaan pajak; utang luar

    negeri; pembayaran cicilan plus bunga pinjaman dan belnja pegawai.

    Tantangan ke depan adalah perlunya menjadikan Kebijakan Fiskal sebagi

    perangkat yang menopang mekanisme insentif dan disinsentif dalam

    perekonomian(Faisal Basri, 1995,117). Hal ini dapat ditempuh dengan tiga langkah

    yaitu:

    1. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Tehnologi

    Kebijakan Fiskal berperan penting dalam meningkatkan kualitas SDM dan

    tehnologi yang dapat diwujudkan melalui pengeluaran pemerintah. Sebagai

    contoh pada pos belanja pemerintah pusat menurut fungsi khususnya untuk

    pendidikan perhatian pemerintah sangatlah tinggi dalam meningkatkan

    kualitas Sumber Daya Manusia. Hal ini dimulai dari respon pemerintah

    terhadap pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidian menengah,

    pendidikan non formal dan informal, pendidikankedinasan, pendidikan tinggi,

    pelayanan bantuan terhadap pendidikan, pendidikan keagamaan, litbang

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    52

    pendidikan, pembinaan kepemudaan dan olah raga, pengembangan budaya

    serta pendidikan dan kebudayaan lainnya (Data Pokok APBN 2007-

    2013).Diharapkan dengan kontribusi pemerintah yang tinggi maka Indonesia

    akan memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan dapat

    menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.

    2. Penelitian dan Pengembangan

    Kemajuan tehnologi terutama untuk perusahaan-perusahaan yang

    melakukan alih tehnologi harus tergambarkan dalam nuansa kebijakan

    fiskal. Adapun caranya pemerintah menawarkan insentif perpajakan bagi

    perusahaan-perusahaan yang melakukan alih tehnologi dan memacu

    kegiatan penelitian dan pengembangan (R & D)(Faisal

    Basri,1995,117).Bahkan dalam perkembangan menuju globalisasi kegiatan

    penelitian dan pengembangan juga diprioritaskan pada perguruan tinggi

    yang dapat meningkatkan kualitas tehnologi di Indonesia. Dengan demikian

    peran dosen dan mahasiswa sangatlah penting sebagai pihak terkait yang

    dapat memajukan perkembangan tehnologi di Indonesia.

    3. Keringanan pajak bagi dunia usaha

    Upaya pemerintah dalam memacu kegiatan usaha nasional dilakukan dengan

    menurunkan tarif pajak ekspor dan bea masuk. Langkah tersebut terbukti

    menurunkan penerimaan dari kedua pos tersebut. Namun demikian, dapat

    meningkatkan penerimaan dari jenis-jenis pajak yang lebih besar (Faisal

    Basri,1995,117). Diharapkan upaya peningkatan pajak telah berhasil

    seperti yang kita lihat sekarang ini.

  • Modul 8

    Perekonomian Indonesia

    Asfia murni

    53