28
I. TUJUAN 1. Menentukan besar lendutan di titik yang telah ditentukan dari sebuah balok statis tak tentu yang dibebani oleh beban terpusat. 2. Membandingkan hasil percobaan dengan hasil teoritis. II. TEORI Besar lendutan dan kemiringan/putaran sudut dari sebuah struktur statis tertentu yang diberi beban dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari ketiga metode di bawah ini: 1. Metode Unit Load Gambar A.1 Unit Load Method untuk Balok Sederhana dimana: M = momen akibat beban W m = momen akibat satu satuan gaya (unit load) yang bekerja pada titik C

Modul a Marsetya Putra Pradipta

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Praktikum

Citation preview

Page 1: Modul a Marsetya Putra Pradipta

I. TUJUAN1. Menentukan besar lendutan di titik yang telah ditentukan dari sebuah balok statis tak

tentu yang dibebani oleh beban terpusat.

2. Membandingkan hasil percobaan dengan hasil teoritis.

II. TEORI

Besar lendutan dan kemiringan/putaran sudut dari sebuah struktur statis tertentu yang

diberi beban dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari ketiga metode di

bawah ini:

1. Metode Unit Load

Gambar A.1 Unit Load Method untuk Balok Sederhana

dimana:

M = momen akibat beban W

m = momen akibat satu satuan gaya (unit load) yang bekerja pada titik C

dimana:

M = momen akibat beban W

m = momen akibat satu satuan momen (unit moment) yang bekerja pada titik C

2. Metode Moment Area (Luas bidang momen)

Page 2: Modul a Marsetya Putra Pradipta

Gambar A.2 Metode Momen Area untuk Balok Sederhana

Note: Dimana bidang M/EI sebagai beban

= perubahan kemiringan/putaran sudut akibat beban antara A dan C

A1A= (A1 adalah daerah yang diarsir yang dapat dilihat pada Gambar A.2)

= Besar lendutan di titik C

3. Metode Conjugated Beam

Metode Moment Area dengan Conjugated Beam berhubungan erat sekali. Teori

Moment Area cenderung kea rah geometrid an kurva elastic. Sementara konsep

Conjugated Beam menggunakan analogi antara putaran sudut dengan gaya lintang

dan lendutan dengan momen.

W

VA VB

φA φB

Diagram Momen Akibat GP V

Gambar A.3 Metode Balok Konjugasi untuk Balok Sederhana

Page 3: Modul a Marsetya Putra Pradipta

dimana:

= momen lentur di titik C akibat beban M/EI = besar lendutan di titik C

(=PL3/48EI)

= RA’= gaya lintang di A = putaran sudut di titik A (=PL2/16EI)

= RB’= gaya lintang di B = putaran sudut di titik B (=PL2/16EI)

4. Metode Integrasi

Salah satu metode penyelesaian dalam mencari nilai lendutan dan putaran sudut

adalah dengan metode integrasi yang dikenal juga dengan teori elastis. Berikut ini

adalah rumus dalam mencari nilai lendutan dan putaran sudut.

III. PERALATAN

Alat-alat:

2 – HST. 1301 Penyangga Ujung

1 – HST. 1302 Penyangga Perletakan Rol

1 – HST. 1303 Pengatur Rol

1 – HST. 1304 Pelat Jepit

3 – HST. 1305 Jepit Penggantung

3 – HST. 1306 Penyambung Gantungan

3 – HST. 1307 Penggantung Besar (tempat beban)

3 – HST. 1309 Penggantung Ujung

1 – HST. 1310 Penyangga Perletakan Ganda

1 – HST. 1311 Pengatur Perletakan

1 – HST. 1312 Penggantung Kecil

2 – HST. 1313 Ujung Sisi Tajam (knife edge)

Page 4: Modul a Marsetya Putra Pradipta

Gambar A.4 Alat Peraga untuk Kondisis Lentur Plastis

Gambar A.4 menunjukan pengaturan yang biasanya digunakan untuk lentur plastis

(plastic bending) pada balok dengan ujung-ujung yang sudah disusun (built-in ends). Untuk

maksud di atas, pada salah satu ujungnya didesain perletakan yang memperbolehkan adanya

pergeseran lateral. Balok ini dapat diuji dengan perletakan rol di tengah bentang seperti yang

telah ditunjukan atau alternativenya digunakan di salah satu ujung balok. Struktur seperti ini

juga dapat digunakan ujung tajam (knife ends) dan rol.

Gambar A.5 Alat Peraga untuk Percobaan Lendutan Struktur Statis Tak Tentu

Gambar A.5 menunjukan alat peraga struktur statis tak tentu dengan balok elastis yang

ujung-ujungnya bisa diatur. Untuk maksud di atas, pada salah satu ujungnya didesain

perletakan yang memperbolehkan adanya pergeseran lateral. Untuk menghasilkan struktur

Page 5: Modul a Marsetya Putra Pradipta

statis tak tentu, perletakan dapat diatur sedemikian rupa untuk menghasilkan struktur statis

tak tentu dengan memberikan perletakan jepit-jepit dan jepit-rol dengan besar dan tipe beban

yang dapat divariasikan.

Gambar A.6 Alat Peraga Struktur Kantilever dengan Beban Terbagi Rata

Gambar A.6 menunjukan kantilever dengan beban terbagi merata. Variasi yang dapat

dilakukan seperti menimbulkan putaran sudut dan lendutan akibat beban terpusat, teori timbal

balik, dan lain-lain.

Gambar A.7 Alat Peraga Struktur dengan Upward Load

Gambar A.7 menunjukan aplikasi dari beban terpusat dan beban ke atas (upward load)

pada struktur statis tak tentu. Banyak variasi yang dapat dilakukan seperti menunjukan

Page 6: Modul a Marsetya Putra Pradipta

putaran sudut dan lendutan pada perletakan, beban menggantung atau beban terbagi merata,

teori timbal balik, dan lain-lain.

Pengaturan-pengaturan seperti di atas dapat divariasikan menyesuaikan dengan

kebutuhan masing-masing. Pengaturan-pengaturan ini dilakukan untuk menunjukkan

penggunaan berbagai jenis alat untuk berbagai aplikasi. Untuk percobaan-percobaan seperti

ini dimana dibutuhkan pengamatan lendutan yang besar, dianjurkan penggunaan dari alat

untuk bentang panjang (long travel gauge) HAC 6 series.

IV. CARA KERJA

PERCOBAAN 1: Mencari lendutan di titik A dan B pada balok dengan perletakan jepit-

jepit yang dibebani dengan beban terpusat pada tengah batang.

Gambar A.8 Kondisi Percobaan 1

1. Mengatur perletakan untuk memenuhi kondisi jepit-jepit dengan mengencangkan

mur pada kedua perletakan sehingga perletakan tersebut dapat menahan momen.

2. Mengukur dimensi pelat (b dan h) dengan menggunakan jangka sorong dan bentang

balok (L) dari as ke as dengan menggunakan meteran.

3. Meletakan dial gauge pada jarak L, L, dan L dari perletakan jepit C (sebelah kiri)

dengan bantuan meteran untuk mengukur untuk membaca besarnya lendutan di titik

A, E, dan B.

4. Meletakan penggantung beban pada titik E (tengah bentang).

5. Menaruh beban 10 N pada penggantung beban, kemudian lakukan pembacaan dial

pada titik A, E, dan B.

Page 7: Modul a Marsetya Putra Pradipta

6. Melakukan hal yang sama untuk variasi beban 20, 30, 40 dan 50 N.

PERCOBAAN 2: Mencari lendutan di titik A dan B pada balok dengan perletakan jepit-

jepit yang dibebani dengan beban terpusat pada tengah batang.

Gambar A.9 Kondisi Percobaan 2

1. Mengatur perletakan untuk memenuhi kondisi jepit-jepit dengan mengencangkan

mur pada kedua perletakan sehingga perletakan tersebut dapat menahan momen.

2. Mengukur dimensi pelat (b dan h) dengan menggunakan jangka sorong dan bentang

balok (L) dari as ke as dengan menggunakan meteran.

3. Meletakan dial gauge sejauh a dari perletakan jepit C, sejauh a dari perletakan D, dan

pada tengah bentang untuk membaca besarnya lendutan di titik A, E, dan B.

4. Meletakkan penggantung beban pada titik E (tengah bentang).

5. Menaruh beban 10 N pada penggantung beban, kemudian lakukan pembacaan dial

pada titik A, E, dan B.

6. Melakukan hal yang sama untuk variasi beban 20, 30, 40 dan 50 N.

PERCOBAAN 3: Mencari lendutan di titik A dan B pada balok dengan perletakan rol-

jepit yang dibebani dengan beban terpusat pada tengah bentang.

Page 8: Modul a Marsetya Putra Pradipta

Gambar A.10 Kondisi Percobaan 3

1. Mengatur perletakn untuk memenuhi kondisi jepit-rol dengan cara mengendorkan

mur pengunci pada perletakan di sebelah kiri agar perletakan tersebut menjadi

perletakan jepit dan mengencangkan mur pada perletakan sebelah kanan agar

perletakan tersebut menjadi perletakan rol.

2. Mengukur dimensi pelat (b dan h) dengan menggunakan jangka sorong dan bentang

balok (L) dari as ke as dengan menggunakan meteran.

3. Meletakan dial gauge sejauh a dari perletakan jepit C, sejauh a dari perletakan D, dan

pada tengah bentang untuk membaca besarnya lendutan di titik A, E, dan B.

4. Meletakkan penggantung beban pada titik E (tengah bentang).

5. Menaruh beban 10 N pada penggantung beban, kemudian lakukan pembacaan dial

pada titik A, E, dan B.

6. Melakukan hal yang sama untuk variasi beban 20, 30, 40 dan 50 N.

V. Pengolahan Dan Pengamatan Data

Data yang diperoleh :

Panjang bentang (L) = 900 mm

Panjang luas penampang (bbatang) = 24.95 mm

Lebar luas penampang (hbatang) = 0.54 mm

a = 300 mm

b = 150 mm

Percobaan I (jepit - jepit) :

1. Hasil percobaan

No. Beban (N) Δ praktikum (mm)

ΔA ΔB

Page 9: Modul a Marsetya Putra Pradipta

1 10 -0.76 0.16

2 20 -0.53 0.41

3 30 0.84 0.66

4 40 1.15 0.80

5 50 1.46 1.22

Percobaan 2

a = 35 cm

b = 10 cm

No. Beban (N) Δ praktikum (mm)

ΔA ΔB

1 10 0,24 0,11

2 20 0,76 0,63

3 30 1,39 1,21

4 40 1,90 1,8

5 50 2,51 2,35

Percobaan 3

No. Beban (N) Δ praktikum (mm)

ΔA ΔB

1 10 0,80 0,70

2 20 1,93 1,49

3 30 3,02 2,42

4 40 4,21 3,31

5 50 5,27 4,22

Pengolahan Data

Percobaan 1

No. P (N) δpraktikum (mm)

ΔA Δb Δ ratarata

1 10 -0,76 0,16 -0,3

Page 10: Modul a Marsetya Putra Pradipta

2 20 -0,53 0,41 -0,06

3 30 0,84 0,66 0,75

4 40 1,15 0,80 0,975

5 50 1,46 1,22 1,34

A dan B merupakan perletakan jepit-jepit, sehingga:

VA L/4=x 3L/4=L-x VB

Page 11: Modul a Marsetya Putra Pradipta

1. Metode Unit Load

2. Dengan Menggunakan Regresi Linear dari Hasil Percobaan

Dari grafik di atas, terlihat bahwa a = 0,043

Dan inersia batang adalah:

X (P) Y (δA)

10 -0,3

20 -0,06

30 0,75

40 0,975

50 1,34

Page 12: Modul a Marsetya Putra Pradipta

Sehingga:

Percobaan 2

No. P (N) δpraktikum (mm)

ΔA Δb Δ ratarata

1 10 0,24 0,11 0,175

2 20 0,76 0,63 0,695

3 30 1,39 1,21 1,3

4 40 1,90 1,8 1,85

5 50 2,51 2,35 2,43

1

MA MB

X= 0,35 m L-X = 0,55 m

Page 13: Modul a Marsetya Putra Pradipta

1. Metode Unit Load

2. Dengan Menggunakan Regresi Linear

X (P) Y (δA)

10 0,175

20 0,695

30 1,3

40 1,85

50 2,43

Page 14: Modul a Marsetya Putra Pradipta

Dari grafik di atas, terlihat bahwa a = 0,0455

Dan inersia batang adalah:

Page 15: Modul a Marsetya Putra Pradipta

PERCOBAAN 3:

P

C D

VA A B VD

0,35m 0,1m 0,1m 0,35m

Dengan menggunakan metode konsistensi deformasi:

P 1

0,45P 0,9

0,45m 0,45m 0,9m

Interval Mx Mx

CE (0≤x≤0,45) 0 X

0,45P

Page 16: Modul a Marsetya Putra Pradipta

ED (0≤x≤0,45) -px 0,45+x

Persamaan Kompatibilitas :

Persamaan kesetimbangan:

Mencari nilai dan teori dengan metode persamaan diferensial:

Interval CE (0≤x≤0,45)

Page 17: Modul a Marsetya Putra Pradipta

Interval ED (0≤x≤0,45)

1.)

2.)

3.)

4.)

Sehingga, persamaan lendutan dan putaran sudut yang didapat adalah:

Interval CE (0≤x≤0,45)

Page 18: Modul a Marsetya Putra Pradipta

Interval ED (0≤x≤0,45)

Menghitung rata-rata E dari percobaan 1 dan percobaan 2:

Menghitung lendutan di A dan B

(Melendut ke bawah)

(Melendut ke bawah)

Membandingkan dengan hasil teori

No. P (N) δpraktikum (mm) δteori (mm) Kesalahan Relatif (%)ΔA Δb ΔA ΔB KR ΔA KR ΔB

1 10 0,80 0,70 1,02 0,84 21,57 16,672 20 1,93 1,49 2,04 1,67 5,39 10,783 30 3,02 2,42 3,07 2,51 0,16 2,344 40 4,21 3,31 4,09 3,34 2,93 3,595 50 5,27 4,22 5,11 4,18 3,13 0,96

V. ANALISA

1. Analisa Percobaan

Praktikum analisa struktur kali ini berjudul lendutan pada balok statis tak tentu

terdiri atas tiga percobaan, yaitu mengecek lendutan pada struktur jepit-jepit dengan letak

titik lendutan seperempat dan tiga perempat panjang dari ujung balok, mengecek

lendutan pada struktur jepit-jepit dengan titik lendutan ditentukan oleh asisten, dan yang

Page 19: Modul a Marsetya Putra Pradipta

terakhir adalah mengecek lendutan pada struktur jepit-rol dimana titik lendutan sama

dengan percobaan yang kedua.

Langkah yang pertama dilakukan dalam percobaan pertama yaitu mengubah balok

menjadi perletakan sesuai dengan yang diinginkan. Untuk mengubah perletakan menjadi

jepit dapat dilakukan dengan cara mengencangkan mur pada perletakan, sedangkan

untuk menjadikan perletakan rol, dapat dilakukan dengan melonggarkan mur pada

perletakan yang sebelumnya telah dikencangkan. Mur pada perletakan yang

dikencangkan tersebut bertujuan agar perletakan dapat menahan beban momen.

Setelah itu meletakan penggantung beban pada tengah bentang balok agar

memudahkan meletakan beban. Kemudian mengatur posisi dial pembaca lendutan di titik

yang telah ditetapkan untuk tiap percobaan. Untuk meletakkan dial menggunakan alat

ukur meteran agar jarak titik dimana lendutan dihitung terhadap perletakan diketahui.

Hal yang sangat penting dalam memasang dial yaitu harus tegak lurus terhadap

batang, karena lendutan teori yang biasa kita hitung dan ketahui juga merupakan jarak

tegak lurus antara batang sebelum diberikan pembebanan dan setelah diberikan

pembebanan. Jika dalam pemasangan dial tidak tegak lurus dengan batang, maka akan

menyebabkan lendutan yang terbaca pada dial miring sehingga tidak sesuai dengan

keadaan yang sebenarnya.

Sebelum melakukan pembebanan, yang harus dilakukan yaitu mengkalibrasi dial

hingga terbaca angka nol. Agar batang yang sebelumnya telah melendut akibat beban-

beban sebelumnya (walaupun lendutannya kecil) tetap diposisikan sebagai kondisi awal,

sehingga lendutan yang terbaca pada dial merupakan lendutan batang akibat pembebanan

yang praktikan berikan dalam praktikum ini. Pembacaan dial dilakukan searah jarum

jam. Apabila dial berputar berlawanan jarum jam, berarti batang tersebut melendut ke

bawah. Dalam pembacaan dial, hal yang perlu diperhatikan yaitu ketika membaca jarum

yang besar maupun yang kecil, jarum yang besar adalah untuk skala kecil, sedangkan

jarum yang kecil adalah untuk skala besar.

apabila penggantung beban dan dial sudah terpasang dengan benar, maka langkah

selanjutnya yaitu melakukan pembebanan dimulai dari beban 10 N pada struktur

tersebut. Dalam meletakan beban harus dilakukan secara perlahan agar jarum pada dial

tidak bergerak cepat sehingga praktikan yang membaca dial mudah dan tidak salah.

Kemudian melakukan pembacaan dial untuk dua titik, yaitu titik A dan titik B. Pada

percobaan 1 titik A berada di seperempat panjang dari perletakan sebelah kiri dan titik B

berada di tiga perempat panjang dari perletakan sebelah kiri. Sedangkan pada percobaan

Page 20: Modul a Marsetya Putra Pradipta

2 dan 3, titik A dan B ditentukan oleh asisten, dimana dalam praktikum ini titik A berada

0,35 m dari perletakan di kiri dan titik B berada 0,35 m dari perletakan di kanan.

Setelah melakukan pembacaan dial pada titik yang ditinjau, kemudian

memnambahkan beban dengan variasi penambahan 10 N hingga bebean total 50 N. Hal

ini dilakukan untuk variasi beban agar nilai modulus elastisitas yang didapatkan lebih

presisi karena variasinya lebih banyak. Untuk setiap penambahan 10 N, dilakukan

pembacaan dial. Setelah selesai melakukan variasi penambahan beban, kenudian

mengukur dimensi balok, yaitu lebar dan tinggi balok. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui inersia balok tersebut. Pengukuran lebar dan tinggi balok dilakukan dengan

menggunakan alat jangka sorong yang memiliki ketelitian 0,01mm.

2. Analisa Hasil

Setelah mengetahui data percobaan 1 dan 2, kemudian data diolah sehingga dapat

diketahui nilai lendutan di titik A dan B, dengan titik A dan B pada percobaan 1 berada

di seperempat dan tiga perempat panjang dari perletakan disebelah kiri. Sementara pada

percobaan 2 dan 3 titik A dan B berada di 0,35m dari perletakan di kiri dan 0,35 m dari

perletakan kanan.

Setelah mengetahui besarnya nilai lendutan di setiap titik, kemudian dapat

menghitung besar modulus elatisitas batang secara praktikum dan membandingkannya

dengan hasil teori. langkah yang pertama kali dilakukan yaitu menghitung nilai lendutan

di titik yang ingin ditinjau secara teori dengan menggunakan metode unit load. Dengan

metode tersebut besar lendutan di titik A dan B (yang besarnya sama) dapat diketahui

berdasarkan persamaan dalam fungsi P Percobaan 1( ),

Percobaan 2 ( ) lalu dengan menggunakan data

percobaan, membandingkan hasilnya menggunakan metode regresi linear grafik

percobaan sehingga diperoleh koefisien grafik yang akan digunakan untuk menghitung

nilai modulus elastisitasnya. Nilai modulus elastisitas yang didapat dari percobaan 1

adalah sebesar dan modulus elastisitas yang didapat dari

percobaan 2 adalah sebesar .

Untuk percobaan 3, langkah yang pertama kali dilakukan yaitu mencari nilai

lendutan di titik A dan B secara teori. Lendutan tersebut dihitung dengan metode

Page 21: Modul a Marsetya Putra Pradipta

persamaan diferensial. Karena struktur pada percobaan ini adalah statis tak tentu, maka

sebelum dilakukan perhitungan lendutan, terlebih dahulu melakukan perhitungan reaksi

perletakan dengan menggunakan metode konsisten deformasi untuk mendapatkan besar

Vc. Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan kesetimbangan, dapat dicari besar

reaksi perletakan VB dan MB. Kemudian dapat diketahui besarnya kesalahan relatif

dengan membandingkan nilai lendutan bedasarkan teori dan lendutan bedasarkan

praktikum.

3. Analisa Kesalahan

Kesalahan relatif yang cukup besar didapatkan dari praktikum ini dapat diakibatkan dari

kesalahan-kesalahan sebagai berikut:

a. Kesalahan pembacaan dial, misalnya dial tersebut telah berputar 2 kali, namun

karena ketidaktelitian praktikan, praktikan membaca dial hanya berputar sekali.

b. Pengencangan mur pada perletakan yang kurang kencang, sehingga perletakan

tersebut tidak sepenuhnya bersifat perletakan jepit.

c. Kesalahan posisi pandangan praktikan yang tidak lurus dengan bacaan pada dial.

d. Kesalahan saat melakukan pengencangan perletakan. Untuk membuat perletakan

menjadi jepit, baut harus dikencangkan untuk mencegah pergeseran.

e. Kesalahan pembacaan nilai deformasi pada dial.

I. KESIMPULAN

1. Untuk menentukan besar lendutan di titik tertentu sebuah struktur yang dibebani

beban terpusat dapat menggunakan metode unit load.

2. Angka kesalahan relatif lendutan terbesar sebesar 21,57%. Ini terjadi pada

percobaan III di titik A saat beban 10 N.

3. Angka kesalahan relatif lendutan terkecil sebesar 0.16%. Ini terjadi pada percobaan

III saat beban 30 N.

4. Nilai Mudulus Elastisitas percobaan I sebesar ,

sedangkan nilai Modulus Elastisitas percobaan II sebesar

Page 22: Modul a Marsetya Putra Pradipta

Lampiran