Modul Hukum Agraria 1 Perkembangan Sejarah Hukum Agraria

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/12/2019 Modul Hukum Agraria 1 Perkembangan Sejarah Hukum Agraria

    1/9

    1Hukum Agraria - Heru Kuswanto,SH,M.Hum Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

    BAB I

    PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA

    Perkembangan sejarah hukum agraria di Indonesia, dapat dilihat dalam 4

    (empat) tahapan, yaitu tahap Indonesia sebelum merdeka (masa kolonial), tahap

    Pemerintahan Era Soekarno, Era Soeharto dan tahapan pada masa reformasi.

    Adapun penjelasan tahap-tahap tersebut diatas adalah sebagai berikut :

    A. Masa Kolonial

    Pada masa ini hukum agraria belum menunjukkan adanya unifikasi

    artinya pemberlakuan hukum agraria pada masyarakat saat itu tidak tunggal

    tapi dibedakan asal golongan dari masyarakat tersebut. Secara umum, pada

    masyarakat saat itu dikenal adanya dua macam hukum agraria, yaitu hukum

    agraria bersumberkan hukum adat yang diperuntukkan bagi mereka yang

    berasal dari golongan bumi putra dan hukum agraria barat (bersumberkan

    pada hukum barat, misalnya BW) yang diberlakukan bagi mereka yang

    berasal dari golongan eropa dan timur asing.

    Mengingat tanah di Indonesia terkenal subur dan kaya akan mineral

    dan sumber alam lainnya menimbulkan keinginan bagi Pemerintah Belanda

    untuk melakukan exploitasi guna kepentingan perekonomiannya yang lebih

    lanjut ditujukan untuk meningkatkan devisa dan kekayaan Belanda. Dengan

    demikian selama masa pemerintahan kolonial (Hindia Belanda), hukum

    agraria akan mencerminkan keinginan dan kepentingan Belanda dan

    merugikan kepentingan bumi putra. Ada beberapa polecy hukum agraria

    pada zaman Hindia Belanda adalah :

  • 8/12/2019 Modul Hukum Agraria 1 Perkembangan Sejarah Hukum Agraria

    2/9

    2Hukum Agraria - Heru Kuswanto,SH,M.Hum Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

    1. Peraturan Cultuur Stelsel pada tahun 1930. melalui peraturan ini,

    diberlakukan sistem tanam paksa bagi rakyat, terutama pada tanaman

    yang dibutuhkan masyarakat Internasional pada saat itu (misalnya

    rempah-rempah, cengkeh dan sebagainya) disertai kewajiban bagi

    mereka untuk menjualnya kepada pemerintah Kolonial.

    2. Agrarische Wet (Staatblad 1870 nomor 118) yang terkait dengan

    Agrarische Wet (Staatblad 1870 nomor 55). Pasal 1 dari Agrarische

    Besluit menentukan bahwa terhadap tanah-tanah yang tidak dapat

    dibuktikan kepemilikannya akan menjadi milik negara. Ketentuan ini

    telah dikenal dengan Domain Verklaring (pernyataan domein). Ada

    beberapa hal penting terkait dengan adanya Domein Verklaring ini :

    a. Hubungan antara negara dengan tanah dipersamakan dengan

    hubungan antara tanah dengan perseorangan yang bersifat

    Privaattrevhtelijk.

    b. Domein Verklaring tidak lebih ditujukan terhadap tanah yang tunduk

    pada hukum adat, mengingat dalam sistem hukum adat tidak dikenal

    dengan sistem pembuktian kepemilikan secara tertulis seperti yang

    dikenal dalam hukum berat.

    Akibatnya dengan adanya Domein Verklaring, tanah-tanah adat

    dianggap menjadi milik negara, yang kemudian lebih lanut

    memberikan kewenangan Pemerintah Kolonial untuk memberikan

    hak erfphacht kepada Investor, terutama yang berasal dari luar

    negeri. Kebijakan secara sepihak ini menimbulkan kondisi yang

  • 8/12/2019 Modul Hukum Agraria 1 Perkembangan Sejarah Hukum Agraria

    3/9

    3Hukum Agraria - Heru Kuswanto,SH,M.Hum Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

    kontroversial, pada pihak Pemerintah Kolonial dengan mendasar

    pada peraturan domein, menganggap secara hukum mempunyai

    kewenangan untuk memberikan hak erfpacht kepada investor,

    karenanya pula pihak investorpun merasa sah atas penguasaan tanah

    tersebut. Namun dilain pihak, masyarakat bumi putra meyakini

    bahwa tanah tersebut tetap menjadi miliknya, mengingat ia tidak

    pernah merasa melepaskan haknya. Kontroversi ini terus berlanjut,

    karena itu dalam dunia perkebunan tidak pernah terjadi harmonisasi

    kehidupan antara investor atau penguasa dengan penduduk asli yang

    ada di area perkebunan dan sekitarnya.

    B. Masa Pemerintahan Soekarno

    Pada masa pemerintahan Soekarno, kebijakan makro ekonomianya

    lebih dititik beratkan pada sektor pertanian dengan lebih mengoptimalkan

    sumber daya yang ada. Karena itu ketentuan hukum agraria yang

    memberikan basis atau dasar yang kuat dalam sektor pertanian. Dari sinilah

    kemudian lahir undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar

    pokok-pokok agraria yang kemudian dikenal dengan sebutan Undang-

    undang Pokok Agraria (UUPA). Sebagai ketentuan pokok, kiranya materi

    yang ada dalam UUPA masih perlu dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan

    perundangan lainnya sebagai peraturan pelaksananya. Materi peraturan

    pelaksananya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan induknya, yang

    berkedudukan sebagai Umbrela rule. Ketentuan ini (UUPA) dibangun

    diatas sendi-sendi yang melihat hubungan antara negara dan bumi (tanah

    termasuk didalamnya) bukan merupakan hubungan kepemilikan tetapi

  • 8/12/2019 Modul Hukum Agraria 1 Perkembangan Sejarah Hukum Agraria

    4/9

    4Hukum Agraria - Heru Kuswanto,SH,M.Hum Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

    meru[pakan hubungan penguasaan (pasa 33 ayat 3 UUD 1945 jo. Pada 2

    ayat 1 UUPA). Selain itu, dengan lahirnya UUPA meniadakan sifat

    dualisme hukum agraria menjadi sifat yang unifikatif. Artinya setiap orang

    utamanya warga negara Indonesia tanpa melihat lagi golongannya,

    sepanjang terkait dengan pertanahan, akan tunduk pada hukum yang sama,

    yaitu UUPA dan peraturan pelaksananya. Sifat yang unifikatif ini diperkuat

    lagi dengan memberikan peran yang besar pada hukum adat dalam

    pembentukan UUPA. Hukum adat berfungsi :

    1. Sebagai sumber dan dasar dalam pembentukan hukum agraria nasional

    secara tertulis. Ini memberikan arti bahwa setiap peraturan hukum

    (agraria) tertulis harus didasarkan dan tidak boleh bertentangan dengan

    hukum adat (pasal 5 UUPA).

    2. Sebagai pelengkap hukum agraria tertulis. Ini terjadi, jika dalam hukum

    agraria tertulis belum ada peraturannya. Untuk itu semacam ini, hukum

    adat akan dipergunakan sebagai acuan dalam peraturannya (pasal 56 dan

    58 UUPA).

    Dengan berlakunya UUPA, maka ketentuan agraria yang berasal dari

    kolonial, misalnya ketentuan Agrarische Wet, agrarische besluit dan buku II

    BW, khususnya yang mengatur masalah pertanahan menjadi tidak berlaku

    lagi. Lebih jauh lagi, pembentukan UUPA diarahkan pada tujuan :

    1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang

    akan merupakan untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan

  • 8/12/2019 Modul Hukum Agraria 1 Perkembangan Sejarah Hukum Agraria

    5/9

    5Hukum Agraria - Heru Kuswanto,SH,M.Hum Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

    keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka

    masyarakat yang adil dan makmur.

    2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadukan kesatuan dan kesederhanaan

    dalam hukum pertanahan.

    3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai

    hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

    Terkait dengan tujuan tersebut diatas, khususnya huruf a, telah dibuat

    dan diberlakukan ketentuan tentang Landreform. Materi Landreform ini

    menyangkut antara lain penetapan batas maximum dan minimum pemilikan

    tanah pertanian, larangan pemilikian tanah absente, kewajiban untuk

    mengerjakan tanah pertanian secara aktif bagi pemiliknya, gadai tanah

    pertanian, hak usaha bagi hasil dan sebagainya. Materi tersebut dapat

    dijumpai dalam UU No. 56/Prp/1960 beserta 1977 tentang pemilikan tanah

    gadai (absente) bagi pada Pensiun Pegawai Negeri, Peraturan Pemerintah

    Nomor 41 tahun 1964 jo. PP nomor 224 tahun 1961 tentang pelaksanaan

    pembagian tanah dan pemberian ganti kerugian dan sebagainya.

    Istilah hukum agraria berasal dari bahasa latin yaitu agrarius yang

    berarti (lapangan tanah atau tanah). Pengertian agraria secara luas yaitu air,

    tanah, isi tubuh bumi, sedangkan pengertian secara sempit yaitu tanah saja.

    Perbedaan yang prinsip mengenai penguasaan tanah pada zaman

    Pemerintah Hindia Belanda dengan Pemerintah Republik Indonesia adalah

    sebagai berikut :

  • 8/12/2019 Modul Hukum Agraria 1 Perkembangan Sejarah Hukum Agraria

    6/9

    6Hukum Agraria - Heru Kuswanto,SH,M.Hum Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

    1. Pemerintah Hindia Belanda. Tanah adalah milik eigenar negara sehingga

    logis bahwa pemerintah berhak menjual karena merupakan isi dari suatu

    negara.

    2. Pemerintah RI adalah pemerintah disini hanya menguasai dalam

    penggunaan tanah sebagai koordinator saja dasar hukum yaitu pasal 33

    UUD 1945 jadi bukan sebagai eigener (pemilik).

    C. Masa Pemerintahan Soeharto

    Kebijakan ekonomis makro pada pemerintahan Soeharto, lebih menitik

    beratkan pada sektor insudtri yang bersifat padat modal. Melalui Undang-undang

    penanaman modal asing dan domestik, diharapkan akan banyak investasi yang

    masuk dan dapat lebih membangkitkan perekonomian. Hanya saja kebijakan

    semacam ini akan melahirkan ketentuan hukum agraria yang memberikan

    keuntungan bagi pemilik modal dalam melaksanakan usahanya. Kondisi yang

    demikian ini kemudian melahirkan berbagai macam peraturan dibidang agraria

    yang jauh menyimpang dan bertentangan dengan prinsip-prinsip atau nilai-nilai

    yang terkandung dalam UUPA. Bidang pertambangan dan kehutanan yang pada

    dasarnya merupakan bagian dari lingkup agraria dan oleh karena itu seharusnya

    ketentuan yang mengatur bidang tersebut harus mengacu pada jiwa dan nilai-nilai

    yang ada dalam UUPA, diabaikan begitu saja. Penetapan pengaturan

    pertambangan dan kehutanan dalam Undang-undang pokok dan bukan dalam

    undang-undang, didasari pada keinginan untuk melepaskan kedua bidang tersebut

    dalam ruang lingkup UUPA. Bisa difahami. Jika kemudian materi dari kedua

    undang-undang pokok tersebut menyimpang dengan apa yang ada dalam UUPA.

    Sebagai catatan, dengan adanya undang-undang pokok kehutanan dimungkinkan

  • 8/12/2019 Modul Hukum Agraria 1 Perkembangan Sejarah Hukum Agraria

    7/9

    7Hukum Agraria - Heru Kuswanto,SH,M.Hum Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

    lahirnya Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang secara ekologis, sosiologis dan

    kultural merugikan kepentingan masyarajat setempat, khususnya masyarakat

    hukum adat sebagai pemegang hak ulayat. Undang-undang pokok pertambangan

    lebih memusatkan diri pada eksploitasi barang tambang skala besar melalui

    pemberian kontrak karya dan kuasa pertambangan, dibandingkan melakukan

    pemberdayaan pada pertambangan rakyat. Pemerintah saat itu telah melakukan

    persialisasi terhadap bidang-bidang yang semula menjadi bagian UUPA,

    diberikan tempat tersendiri dan dijauhkan dari UUPA. Demikian juga terhadap

    peraturan lain yang mengatur tentang pengadaan tanah yang diperlukan oleh

    pemilik modal. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri dalam negeri nomor

    2 tahun 1976. Peraturan ini memberikan pengaturan yang lebih menguntungkan

    pemilik modal dibandingkan pemilih tanah, khususnya dalam hal penentuan

    bentuk dan besar ganti kerugian. Berbagai persoalan yang disebabkan adanya

    pembebasan tanah menjadi kerap terkait dengan persoalan HAM, misal kasus

    Borobudur, gubug derita, kedung omboh, waduk gajah mungkur, kasus Nipah

    dan sebagainya. Lebih lanjut kemudian, permendagri diatas kemudian diubah

    dalam Keputusan Presiden nomor 55 tahun 1993.

    D. Era Reformasi

    Jatuhnya pemerintah Soeharto oleh gerakan reformasi, telah menjadi

    tonggak untuk melakukan tinjauan kritis (review) terhadap peraturan (agraria)

    yang dianggap sudah menyimpang karena dipergunakan sebagau instrumen

    kekuasaan. Tuntutan untuk melakukan reforma agrariadi Indonesia bermuara pada

    lahirnya Ketetapan MPR RI Nomor IX tahun 2001 tentang Pembaharuan agraria

  • 8/12/2019 Modul Hukum Agraria 1 Perkembangan Sejarah Hukum Agraria

    8/9

    8Hukum Agraria - Heru Kuswanto,SH,M.Hum Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

    dan pengelolaan Sumber Daya Alam. Dalam ketetapan MPR tersebut dapat

    dijumpai arah kebijakan sebagai berikut :

    1. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai pengaturan perundangan yang

    berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor

    demi terwujudnya peraturan perundangan yang didasarkan pada prinsip

    pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.

    2. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

    pemanfaatan tanah (landerform) yang berkeadilan dengan memperhatikan

    kepemilikan tanah untuk rakyat.

    3. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi

    penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara

    komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landerform.

    4. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria

    yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa

    mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan

    didasarkan atas prinsip Pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya

    alam.

    5. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban

    pelaksanaan pembaharuan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik sumber

    daya alam yang terjadi.

    6. Mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam melaksanakan

    program pembaharuan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumber daya

    alam yang terjadi.

  • 8/12/2019 Modul Hukum Agraria 1 Perkembangan Sejarah Hukum Agraria

    9/9

    9Hukum Agraria - Heru Kuswanto,SH,M.Hum Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

    Ketetapan MPR RI tersebut diatas memberikan arti penting bagi peraturan

    keagrarian di Indonesia pada masa mendatang, mengingat ketentuan tersebut

    kedudukan sebagai :

    1. Arah kebijakan strategis dalam memberikan pengaturan dibidang agraria

    sehingga akan terjadi perubahan terhadap visi dan misi yang terkandung

    dalam ketentuan agraria yang ada selama ini. Dengan perkataan lain, melalui

    ketetapan MPR ini telah lahir politik hukum agraria yang lebih manusiawi.

    2. Dasar validitas atau kebasahan bagi peraturan hukum agraria di Indonesia

    artinya ketentuan hukum agraria yang ada harus bersumber dan sesuai dengan

    substansi yang terkandung dalam Tap MPR tersebut.

    Tentu dengan lahirnya ketetapan MPR RI tersebut, bukan berarti kegiatan

    reforma agraria telah mencapai tujuan akhirnya. Lahirnya ketetapan tersebut

    memberikan dasar bagi semua pihak untuk terus melakukan usahanya dalam

    mewujudkan lahirnya peraturan-peraturan baru untuk menggantikan peraturan

    yanga da sebelumnya. Ini merupakan pekerjaan besar yang memerlukan tanggung

    jawab bersama.