64
ELEKTRONIK MODUL KULIAH OPERASI TEKNIK KIMIA 2 Disusun Oleh Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh Edisi 1 (2005) Edisi 2 (2007) MENU UTAMA MENUJU BAB MATERI Kata Pengantar dari Penulis Garis-Garis Besar Pokok Pengajaran (GBPP) dan Satuan Acara Pengajaran (SAP) 1 Pengantar Operasi Teknik Kimia 2 Operasi Stage 3 Kaidah Fasa 4 Pengeringan Zat Padat 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

ELEKTRONIK MODUL KULIAH

OPERASI TEKNIK KIMIA 2

Disusun Oleh

Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala

Darussalam, Banda Aceh Edisi 1 (2005) Edisi 2 (2007)

MENU UTAMA

MENUJU BAB MATERI

Kata Pengantar dari Penulis

Garis-Garis Besar Pokok Pengajaran (GBPP)

dan Satuan Acara Pengajaran (SAP)

1 Pengantar Operasi Teknik Kimia

2 Operasi Stage

3 Kaidah Fasa

4 Pengeringan Zat Padat

5

6

7

8

9

10

11

12

13

Page 2: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Modul Kuliah

Disusun Oleh Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia

OPERASI TEKNIK KIMIA 2

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA Jalan Tgk. Syech Abdurrauf No. 7, Darussalam, Banda Aceh Edisi 1 (2005) Edisi 2 (2007)

Page 3: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

1

Pengajar mata kuliah Operasi Teknik Kimia 2 telah berhasil menyusun materi pengajaran untuk Program S1 Tekniik Kimia yang disajikan dalam bentuk Modul Kuliah. Modul Kuliah yang disusun ini menampilkan sebagian dari materi Operasi Teknik Kimia dan didesain agar mudah dimengerti oleh pembaca. Penyusunan Modul Kuliah ini diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik, serta dapat melengkapi materi kuliah untuk mahasiswa Program S1 Teknik Kimia Unsyiah. Disadari bahwa penyusunan Modul Kuliah ini masih banyak terdapat kelemahannya sehingga penyempurnaan di masa depan masih sangat diperlukan dan diharapkan sehingga mendapatkan tingkat kesempurnaan yang lebih tinggi. Kepada semua pihak yang telah membantu serta mendukung penyusunan Modul Kuliah ini diucapkan banyak terima kasih.

Darussalam, Desember 2008

Penyusun, Dr. Ir. Suhendrayatna, M. Eng

PENGANTAR dari PENYUSUN

Page 4: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

2

KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI 2 BAB 1 PENGANTAR OPERASI TEKNIK KIMIA 4 1. Unit Operasi Dalam Teknik Kimia 4 2. Beberapa Konsep Dasar 4 2.1 Kesetimbangan 4 2.1 Driving force 5 2.3 Pemisahan 5 2.4 Pola Aliran 5 2.5 Operasi kontinyu dan batch 6 3. Operasi (Operasi Teknik Kimia) 6 3.1 Integrasi unit operasi 7 3.2 Analisa unit operasi 7 3.3 Dua karakteristik Physical models 7 3.4 Operasi stage 7 3.5 Operasi kecepatan/rate operation 7 3.6 Operasi unsteady state 8 3.7 Perkembangan Umum 8 BAB 2 OPERASI STAGE 9 1. Pendahuluan 9 2. Operasi Perpindahan Massa 9 2.1 Proses pemisahan 9 2.2 Konsep stage 10 2.3 Alat untuk operasi stage 14 2.4 Mengkontakkan cairan-gas 15 2.5 Mengkontakkan cairan-cairan 16 2.6 Mengkontakkan cairan-padatan 17 BAB 3 KAIDAH FASA 18 1. Pendahuluan 18 2. Dasar Umum Kesetimbangan Fase 18 3. Kesetimbangan Cair-Cair 25 4. Kesetimbangan Gas-Padat 27 5. Kesetimbangan Cair-Padat 28 BAB 4 PERPINDAHAN MASSA 29 1. Pendahuluan 29 2. Diffusi molekuler dan konveksi 29 3. Koefisien diffusi (diffusivity) 32 3.1 Koefisien Diffuse dalam Fasa Gas 34 3.2 Koefisien Diffuse dalam Fasa Cair 36 BAB 5 PERPINDAHAN PANAS 41 1. Pendahuluan 41 2. Konduksi 41 3. Konveksi 43 4. Radiasi 44

DAFTAR ISI

Page 5: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

3

BAB 6 PENGERINGAN ZAT PADAT 45 1. Pendahuluan 45 2. Klasifikasi 45 3. Pengeringan dan Aplikasinya 46 4. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Laju Pengeringan 47 BAB 7 FLUIDISASI 50 1. Pengertian Fluidisasi 50 2. Hilang Tekanan (Pressure Drop) 52 2.1 Hilang Tekan dalam Unggun Diam 52 2.2 Hilang Tekan pada Unggun Terfluidakan (Fluidized Bed) 54 3. Kecepatan Minimum fluidisasi 54 4. Karakteristik Unggun Terfluidakan 55 4.1 Penyimpangan dari keadaan ideal 55 5. Evaluasi Parameter-Parameter dalam Peristiwa Fluidisasi 56 6. Pendekatan dalam Percobaan 57 7. Perhitungan Laju Fluidisasi Teoritis 57 7.1 Fluidisasi Minimum 58 7.2 Fluidisasi Maksimum 58 7.3 Skema Kecepatan Linier Gas Pengering 59 8. Phenomena Fluidisasi 60

Page 6: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

4

BAB 1

1. UNIT OPERASI DALAM TEKNIK KIMIA

Teknik kimia didefinisikan sebagai “penerapan prinsip ilmu-ilmu fisika bersama dengan prinsip ekonomi dan hubungan antar manusia yang berhubungan langsung dengan proses dan alat proses dimana semua itu di olah untuk mempengaruhi perubahan keadaan, energy, atau komposisi”. Definisi ini sangat tidak jelas serta mempunyai cakupan yang sangat luas. Hal yang harus ditekankan bahwa titik berat yang dapat dipertimbangkan ditempatkan pada proses dan alat proses. Pekerjaan sarjana teknik kimia sebaiknya disebut proses engineering.

Proses yang melibatkan perubahan komposisi kimia atau perubahan fisik pada bahan yang yang disiapkan, diproses, dipisahkan atau dimurnikan. Pekerjaan chemical engineer meliputi pemilihan langkah-langkah yang sesuai dalam susunan formula sebuah proses untuk menyelesaikan operasi pembuatan bahan kimia, pemisahan, atau pemurnian. Karena setiap langkah penyusun proses merupakan subyek variasi, proses engineer harus menentukan kondisi yang tepat untuk setiap langkah operasi sering dengan pengembangan proses dan peralatan harus dirancang, chemical engeneer akan bekerja sama dengan chemical dan civil engeneer.

Semua pekerjaan seseorang engeneer harus quantitatif dan matematika menjadi fundamental tools bagi engeneer. Sayangnya, pemahaman kita akan matematika terbatas pada domain matematika linier, dan perilaku molekul kimia jarang bersentuhan dengan aturan matematika linier.

Perhitungan neraca massa dan energi, yang merupakan dasar untuk setiap proses studi, biasanya dapat dinyatakan dengan ketelitian matematika linier, selama kita mengabaikan proses atom dan nuklir. Dalam studi ekonomi untuk menentukan kondisi proses yang paling menguntungkan dan dalam perhitungan penerimaan penjualan dan distribusi pemasukan terhadap keuntungan dan harga, termasuk penggantian pabrik perhitungan matematika biasa digunakan.

Keberadaan sebuah proses mengacu bahwa semua material yang dihasilkan akan dibayar pelanggan. Sehingga harus difikirkan jiumlah, kualitas dan harga yang dapat diterima pelanggan. Bahan yang dihasilkan oleh industri kimia direncanakan dan dibuat dalam pabrik sebelum real market dikembangkan. Untuk produk baru, beberapa perkiraan pasar harus dibuat, dan pabrik sebaiknya diskala secara proposional.

Aspek human-relation dari praktek engineer biasanya tidak dititik beratkan pada undergraduated training karena banyaknya teknik dan informasi teknik yang harus dipelajari. Semua engineers harus menyadari bahwa industri dimana mereka bekerja memerlukan usaha dari tiap orang. Informasi yang berharga dapat diperoleh dari operator. Orang yang telah lama bekerja dibidang operasi mungkin telah mengamati perilaku, pengaruh dan metode kontrol secara detail yang tidak dapat didekati hanya dengan penghargaan yang layak untuk semua fakta yang ada tanpa mengindahkan sumbernya.

Proses baru atau perbaikan teknik dari proses yang ada tanpa memperhitungkan saran operator biasanya mengalami kegagalan. Start-up pabrik baru atau instalasi yang mengalami perubahan teknik akan jauh lebih lancar dan biaya operasinya jauh lebih murah jika personal operasi mengerti obyeknya. 2. BEBERAPA KONSEP DASAR

Sebelum berusaha menggambarkan operasi yang melengkapi proses kimia, perlu mengenalkan beberapa konsep dasar yang harus dimengerti sebelum penggambaran operasi.

2.1 Kesetimbangan

Untuk semua kombinasi fase sebuah kondisi zero net interchange of properties biasa disebut kesetimbangan. Sedangkan, perbedaan konsentrasi beberapa sifat pada kondisi yang ada dan kondisi setimbang disebut driving force atau beda potensial, dan dia cenderung untuk mengubah sistim menuju kondisi setimbang. Penggambaran kesetimbangan massa lebih rumit dari pada pernyataan

PENGANTAR OPERASI TEKNIK KIMIA

Page 7: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

5

kesetimbangan suhu yang menggambarkan kesetimbangan energi molekul. Massa akan mengalir dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah.

Untuk kesetimbangan antara cairan dan uapnya, kurva tekanan uap bisa digunakan. Kurva ini menyatakan unit tekanan konsentrasi uap yang kesetimbangan dengan cairan murni ketika keduanya pada suhu tertentu. Pada kasus campuran cairan, kesetimbangan harus ada antara fase cairan dan fase uap, untuk campuran biner, hubungannya merupakan sebuah penggambaran konsentrasi yang relatif sederhana atau tekanan parsial masing-masing kontituen pada fase uap yang kesetimbangan pada campuran multi komponen antara fase cair dan uapnya atau antara dua fase cair memenuhi kelarutan partial. Pada setiap kasus, kondisi harus disesuaikan sehingga potensial masing-masing kontituen indentik, pada semua fase setimbang dari sistim tertentu.

2.2 Driving force Ketika dua substance atau fase tidak pada kondisi kesetimbangan dikontakkan, ada cenderung untuk berubah yang akan menghasilkan kondisi setimbang. Perbedaan antara kondisi yang ada dan kondisi setimbang adalah driving force yang menyebabkan perubahan ini. Perbedaan dapat dinyatakan dalam konsentrasi bermacam-macam sifat substance. Sebagai contoh, jika air pada fase cair dengan konsentrasi energi rendah dikontakkan dengan uap yang mempunyai konsentrasi energi tinggi akan dipindahkan dari fase uap ke fase cair sampai konsentrasi energi sama antara kedua fase. Pada kasus ini jika jumlah cairan besar dalam perbandingan dengan uap, kedua fase menjadi satu dengan kondensasi uap karena energinya dipindahkan ke air dingin. Campuran akhir akan menjadi sejumlah air fase cair dengan jumlah yang meningkat pada suhu yang lebih tinggi dari pada kondisi awalnya, dan pengurangan jumlah uap. Kombinasi ini mencapai kesetimbangan sangat cepat pada suhu dimana tekanan uap air sama dengan tekanan fase uap. Ada tipe driving force yang terjadi ketika sebuah larutan aceticacid dan air dikontakkan dengan isopropyl ether. Ketiga komponen akan terpisah dalam dua fase cair, masing-masing berisi sebagian dari ketiga komponen. Konsentrasi masing-masing komponen pada tiap fase harus diketahui untuk menggambarkan kondisi setimbang jika kedua fase yang tidak pada kesetimbangan dikontakkan bersama-sama. Perpindahan analog dengan elektris dan energi thermal akan terjadi. Hasilnya merupakan perpindahan fase isopropyl ether kedalam air acid dan perpindahan air dan asam kedalam fase eyher sampai potensial tiap konstituen sama pada kedua fase. Tidak ada pernyataan yang sederhana untuk potensial kimia, sehingga jumlah perunit volume, atau konsentrasi massa pada sebuah fase biasanya dirancang. Konsentrasi massa tidak terdefinisi secara tegas, tetapi fungsi aktifitas, fugasitas dan energi bebas gibbs yang lebih akurat dan komplek memerlukan pengetahuan tentang kimia fisika yang lebih advanced. Pada contoh sebelumnya konsentrasi massa komponen berbeda pada tiap fase pada kesetimbangan. Pada semua kasus yang dibicarakan di atas, pontensial (konsentrasi) substance yang ada atau campuran bila dibandingkan dengan potensial pada kondisi setimbang menghasilkan sebuah perbedaan potensial atau driving force yang cenderung mengubah kondisi sistem yang menuju kondisi setimbang. Driving force, atau perbedaan potensial energi cenderung menghasilkan perubahan pada kecepatan yang secara langsung proposional dengan perbedaan dari potensial keseimbangan. 2.3 Pemisahan Pemisahan sebuah larutan atau campuran homogen yang baru, memerlukan preferental transfer of constituen untuk fase kedua yang dapat dipisahkan dari campuran residual. Sebagi gambaran adalah dehumidifikasi udara dengan mengembunkan atau membekukan sebagian moisture, atau menggunakan solvent cair yang tidak larut pada bahan tidak terekstrak. Dua fase padat mungkin sangat sulit untuk dipisahkan, sementara itu cairan, gas, atau padatan biasanya mudah dipisahkan. Sedangkan dua cairan yang mempunyai densitas sama dan tidak ada gaya interfasial dapat menghambat semua pemisahan yang dapat dijalankan. 2.4 Pola aliran Pada berbagai operasi untuk memindahkan energi atau material dari satu fase ke fase lain, kedua aliran perlu dikontakkan agar terjadi perubahan menuju kesetimbangan energi atau meterial atau keduanya. Perpindahan dapat dicapai dengan kedua stream mengalir pada arah yang sama (courrent flow) dan jika ini digunakan, batasan jumlah perpindahan yang dapat terjadi ditetapkan oleh kondisi setimbang yang akan dicapai antara dua stream yang dikontakkan. Jika kedua stream

Page 8: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

yang dikontakkan dialirkan pada arah yang berlawanan (counter-courrent flow) perpindahan material atau energi dengan jumlah yang lebih besar mungkin terjadi. Sebagai gambaran, jika sebuah stream merkuri panas dan stream air dingin dibiarkan mencapai kesetimbangan thermal, suhu akhir dapat diperkirakan dengan neraca panas yang mencakup jumlah relatif stream, suhu awal, dan kapasitas panas. Jika stream mengalir simultan dari titik, pemasukan yang sama menuju titik pengeluaran yang sama, akan dicapai dengan suhu kesetimbangan tertentu. Dan modelnya ditunjukkan pada Gambar 1.1a. jika stream dibuat mengalir pada arah berlawanan, dengan membiarkan merkuri mengalir kebawah melalui aliran air yang naik keatas, memungkinkan untuk memasukan aliran merkuri panas untuk meningkatkan suhu aliran air dingin. Seperti ditunjukkan Gambar 1.1b. prinsip counter flow digunakan operasi teknik kimia untuk memperoleh perpindahan yang lebih besar. 2.5 Operasi kontinyu dan batch Dalam operasi proses kimia, akan lebih ekonomis untuk melakukan proses kontinu dan steady, dengan minimum gangguan dan shut down. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan pada operasi skala kecil atau dalam kondisi yang sangat korosif yang mendorong seringnya dilakukan perbaikan. Karena produktifitas yang lebih besar untuk peralatan yang beroperasi secara kontinyu dan beda unit cost yang lebih rendah, biasanya menguntungkan mengoperasikan alat proses secara kontinyu. Hal ini berarti waktu bukan sebuah variabel dalam analisis untuk proses tersebut, kecuali selama start up dan shut down. Kecepatan waktu transfer dan reaksi penting dalam menentukan ukuran dan kapasitas alat, tetapi untuk kerja diharapkan sama sepanjang waktu pada kondisi operasi yang sama. Ketika sejumlah kecil material dilakukan pemprosesan sering kali dilakukan dengan memasukkan seluruh material kedalam alat proses, diproses ditempat dan mengeluarkan produk yang dihasilkan. Proses ini disebut proses batch. Pada operasi batch hampir semua cyele merupakan start up transiennt dan shut down transiennt. Pada operasi kontinyu, waktu selama start up transiennt berlangsung mungkin sangat pendek dibandingkan dengan operasi stedy state. Analisis transiennt suatu operasi batch biasanya lebih kompleks dari pada operasi steady state. Perbedaan analisis operasi transiennt dengan operasi steady state hanya pada penambahaan variabel waktu. Variabel-variabel ini mempersulit analisis tidak merubahnya secara fundamental. 3. UNIT OPERASI (OPERASI TEKNIK KIMIA) Proses kimia terdiri dari bermacam rangkaian langkah. Dalam perancangan sebuah proses, setiap langkah yang digunakan dapat dipelajari sendiri jika langkah-langkah tersebut dikenal. Beberapa langkah adalah reaksi kurva dan yang lain adalah perubahan-perubahan fisik. Konsep unit operasi dalam teknik kimia didasarkan pada filosofi bahwa rangkaian langkah dapat direduksi menjadi operasi atau reaksi sederhana, yang identik dalam fundamental material yang diproses. Prinsip ini yang menjadi dikenal para pendahulu selama perkembangan industri kimia, yang pertama kali dikemukakan oleh A.D.Little pada tahun 1915. Any chemical process, on whatever scale conducted, may be resolved into a coordinated series of what may be termed “unit actions”,as pulverizing, mixing, heating, roasting, absorbing, condensing, lixiviating, precipitating, crystallzing, filtering, dissolving, electrolyzing ada so on. The number of these basic unit operations is not very large and relatively few of tjem are involved in any

ti l Th l it f h i l i i lt f th i t diti t

Page 9: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

7

dikembangkan oleh sarjana teknik mesin. Lewat industri, seseorang menemukan contoh unit operasi dalam pemanfaatannya pada persoalan di bidang teknik lain. Sarjana teknik kimia harus dapat mengoperasikan bermacam-macam unit operasi atas material dengan beragam kondisi fisik dan properti kimia pada kondisi tekanan dan suhu tertentu. 3.1 Integrasi unit operasi Pada pengolahan kompleks, interaksi dari setiap langkah mendorong engineer untuk mempertimbangkan keseluruhan proses, atau sistem sebagi satu kesatuan. Konsep tradisional dari menjelaskan masing-masing unit operasi sebagai suatu paket dan dijelaskan secra terpisah dan jarang dijelaskan secara overlap. Korelasi ini menjadi perlu jika dilihat pada monograph beberapa unit operasi secara lengkap tanpa memperhatikan pengaruh fakta lainnya. Secara spesifik, perpindahan panas yang merupakan sistim alir tidak dapat dinyatakan secara lengkap tanpa pertimbangan mekanika fluida. Perpindahan massa tidak dapat dipisahkan dari perpindahan panas dan menikan fluida. 3.2 Analisa unit operasi Unit operasi dapat dianalisis dan dikelompokkan mengunakan satu dari tiga metode yang mungkin digunakan. Sebuah unit operasi dapat dianalisa menggunakan simple physical model yang menghasilkan kembali aksi dari operasi yang dilakukan dengan mempertimbangkan peralatan yang digunakan untuk operasi, atau dianalisis dengan pernyataan matematika yang menggambarkan aksi dan diuji menggunakan data eksperimen. Physical model merupakan model yang dikembangkan dari studi basic physical mechanism, dan bersifat ideal sehingga perlu beberapa koreksi untuk penerapannya pada operasi nyata. Pengelompokan dapat juga diselesaikan dengan pengelompokan peralatan yang sama atau yang memeiliki kesamaan fungsi. Operasi dapt juga dikelompokkan dalam kesamaan persamaan matematika dasar operasi. Metode ini tidak begitu memuaskan karena adanya sifat nonliniaritas dan juga adanya keadaan batas dari perubahan satu phase ke phase yang lain. Physical model dari operasi fundamental merupakan pendekatan yang paling memuaskan. Persamaan dengan pendekatan ini memberikan dasar yang paling baik untuk memahami operasi. 3.3 Dua karakteristik Physical models

Model yang secara luas dipakai untuk unit operasi adalah alat dengan dua stearm, atau phase, dibawa bersama-sama untuk mencapai kesetimbangan, kemudian dipisahkan. Diasumsikan bahwa stream yang keluar pada kesetimbangan, dan model ini disebut stage kesetimbangan. Pada model lain untuk perpindahan properti antara dua stream, digambarkan pembawa properti, evaluasi angka dan kecepatan migrasi, dan kecepatan transfer antara dua stream pada kontak yang kontinyu. Kecepatan perpindahan ini dikalikan dengan waktu kontak menghasilkan pernyataan jumlah perpindahan. Kebanyakan unit operasi dapat dipelajari dalam kedua basis. Banyak diantaranya dilakukan dalam peralatan kontak yang kontinyu dan kadang dalam peralatan stage.

3.4 Operasi stage. Model stage setimbang biasanya dipakai untuk operasi stage. Dua arus masuk stage dan dua arus meninggalkan stage pad kondisi kesetimbangan. Pada Gambar 1.1 digambarkan dua aliran masuk (merkuri dan air) kontak secara kontinyu. Panas ditransfer secara kontinyu dari arus panas ke arus dingin. Jika aliran panas dan dingin bercampur dengan baik dan diumpankan ke settler, aliran keluar akan mempunyai suhu yang sama dan suhu kesetimbangan dapat dihitung dengan neraca massa dan neraca panas. 3.5 Operasi kecepatan/rate operation Unit operasi yang melibatkan countinuons contact tergantung pada kecepatan transfer, sehingga disebut rate operation. Perpindahan sejumlah besar material mengikuti pernyataan matematika dasar sebagai fungsi gradien konsentrasi : ∂ Γ ∂ 2 Γ

--- = ∂ ----- ∂ θ ∂x2

Page 10: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

8

Dengan Γ = konsentrasi yang dipindahkan x = jarak terukur dalam arah perpindahan θ = waktu ∂ = konstanta propersional sistem Dan persamaan di atas disebut diffusion equation. Pada kasus yang paling sederhana, kecepatan perpindahan harganya konstan dengan waktu dan posisi dalam suatu sistem. Driving force dapat diasumsikan konstan dan terdistribusi pada path dengan panjang dan area yang tetap. Sifat fisis dari path dianggap konstan agar nilai faktor ∂ juga konstan. Kecepatan perpindahana dikenal dengan hukum ohm : Driving force/unit distance Rate of transport = --------------------------------------- Resitance/unit of path Untuk rate operation, analisis kasus didasarkan pada driving force yang menyebabakan perubahan, waktu selama driving force bekerja, dan jumlah material saat bekerja. Persamaan difusi di atas menyatakan konisi transient dari sejumlah sifat yang dipengaruhi driving force. Dibidang teknik kimia, massa, momentum dan energi termal merupakan tiga hal yang sering terlibat dalam fenomena perpindahan. Pada semua kasus, konsentrasi menyatakan jumlah properti per unit volume fase yang diproses. Jumlah yang dipindahkan dapat dinyatakan pada unit pengukuran absolut, seperti British thermal unit (BTU) atau point mols. 3.6 Operasi unsteady state Persamaan difusi hanya dapat di aplikasikan pada perpindahan satu arah dan merupakan fungsi waktu, padahal perpindahan mungkin terjadi lebih dari satu arah. Penyelesaian menyeluruh memerlukan keadaan batas dan interaksi variabel. 3.7 Perkembangan umum

Pemahaman prinsip fisik sebuah operasi dan formulasi prinsip ke dalam pernyataan matematika merupakan syarat pertama untuk pengaplikasikan prinsip-prinsip unit operasi. Permasalahan yang sama dapat didiskusikan dengan design engineer penentuan spesifikasi peralatan, operating engineer dalam pemeriksaan untuk kerja peralatan, atau engineer lain dalam melalukan perbaikan kualitas maupun kuantitas, sehingga penyelesaian matematika atau grafik untuk mengetahui komposisi, jumlah suhu atau jumlah stage dapat dilakukan.

Proses terbaik dapat dirancang dengan basic kimia, kinetika dan termodinamika. Perancangan alat melibatkan engineer dari berbagai disiplin ilmu tidak hanya chemical engineer saja. Obyek dalam engineering adalah akumulasi keuntungan dari operasi. Keuntungan terbesar, setelah semua cost dihitung memerlukan eksploitasi semua faktor teknik yang terlibat,hubungan antar manusia dalam tim produksi, pengetahuan yang akurat tentang jumlah produk yang dapat dijual untuk keuntungan maksimal.

Page 11: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

9

BAB 2

1. PENDAHULUAN

Hampir semua proses kimia memerlukan pemisahan fase padat, cairan, gas menjadi komponen-komponennya. Pemisahan semacam itu sering kali dilakukan dengan mempertemukan fase satu dengan fase yang lainnya. Dua fase yang terjadi kemudian dipisahkan dan diproses lebih lanjut. Bahan mentah, arus ‘intermediate’, hasil akhir sering kali dimurnikan dengan menggunakan proses pemisahan. Misalnya, dalam pembuatan ‘es kering’, karbon dioksida diambil dari campuran bersama udara dengan mempertemukan campuran gas itu dengan suatu cairan (seperti larutan diethanolamine) yang melarutkan karbon dioksida tetapi tidak memerlukan udara. Kemudian karbon dioksida murni diperoleh kembali hanya dengan memanaskan larutan amin. Istilah proses pemisahan meliputi unit operasi yang menyebabkan pemisahan komponen-komponen dengan perpindahan massa diantara fase-fase. Pemisahan seluruh fase, seperti dalam penyaringan, dpat juga diikutsertakan. Namun disini hanya akan dibicarakan operasi-operasi yang menyebabkan terjadinya pemindahan komponen diantara fase-fase. Dalam proses pemilihan unit operasi yang harus digunakan tergantung pada sifat-sifat fisis campuran yang akan dipisahkan. Alat yang dipakai untuk operasi perpindahan massa tergantung pada fase-fase yang harus diproses. Kadang kala, fase-fase itu berulang kali dipertemukan dan kemudian dipisahkan ketika lewat melalui alat itu. Stage seimbang adalah model fisis yang digunakan untuk menganalisa operasi perpindahan massa, dalm stage ini secara bergantian fase dipertemukan dan dipisahkan beberapa kali. Maka, istilah operasi stage menyatakan bahwa proses pemisahan yang dapat dilukiskan dengan model stage seimbang. Dalam alat jenis lain, dua fase secara terus menerus dipertemukan sedemikian hingga sejauh mana perpindahan massa terjadi sangat tergantung pada kecepatan perpindahan dan pad waktu kontak. Dalam hal ini, model fisis harus mencakup factor-faktor kecepatan perpindahan massa dan waktu untuk kontak operasi perpindahan massa dianalisa dengan menggunakan model continous contact. Perhitungan dasar diperlukan untuk merancang alat bagi berbagai operasi stage didasarkan pada konsep yang sama. Disini akan ditinjau konsep umum yang dipakai dalam perancangan proses pemisahan stage ganda. Jika macam-macam operasi stage berbeda, masing-masing dibicarakan tersendiri, tetapi bila mungkin operasi ditinjau sebagai satu kesatuan. 2. OPERASI PERPINDAHAN MASSA Bila dua fase yang mempunyai komposisi berbeda dikontakkan, dapat terjadi perpindahan komposisis dari satu fase ke fase yang lainnay, dan juga sebaliknya. Ini merupakan dsra fisis operasi perpindahan massa. Jika dua fase dibiarkan berkontak cukup lama, akan dicapai setimbang, dan tak akan terjadi perpindahan netto komponen-komponen diantara fase-fase itu. Kejadian yang paling banyak dijumpai yaitu perpindahan massa dengan dua fase hanya sebagian saja melarut sempurna (bercampur sempurna), sehingga pad kesetimbangan masih ada dua fase dapat dipisahkan satu dari yang lain. Biasanya dua fase ini mempunyai komposisi yang berbeda dari satu dengan lainnya dan juga berbeda dari komposisi-komposisi dua fase yang semula dikontakkan. Jadi jumlah relative komponen-komponen yang terpindahkan diantara fase-fase itu berbeda, sehingga dicapai pemisahan. Pada kondisi tertentu perulangan kontak dan pemisahan fase dapat memberikan pemisahan komponen yang hampir sempurna. Komposisi-komposisi yang tak sama pada fase kesetimbangan merupakan dasar fisis untuk proses pemisahan dengan menggunkn alat stage ganda seperti terlihat pada Gambar 2.1.

OPERASI STAGE

Page 12: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

10

2.1 Proses pemisahan Bila dihadapkan kepda maslah pemisahan komponen-komponen dari suatu campuran homogen,

kita menggunkan perbedaan sebab zat penyusun campuran untuk mempengaruhi pemisahan. Berbagai sifat kimia dan fisis dari zat penyususn campuran diselidiki untuk mengetahui komponen-komponen itu, sebab semakin besar beda sifat-sifatnya lazimnya makin mudah dan makin ekonomis pemisahannya. Sudah tentu kita harus memikirkan factor-faktor lainnya untuk sampai pada pemilihn proses pemishan, persyaratan tenaga, biaya dan ad tidaknya proses kimia, semuanya memberikan andil dalam menentukan proses pemisahan yang secara ekonomis paling menarik. Unit operasi bersangkut paut dengan proses pemisahan yang tergantung pda perbedaan sifat-sifat fisis, bukan pada sifat kimia. Prosaes-proses semacam itu tergantung baik pada perbedaan komposisi dari fase-fase pad kesetimbangan ataupun pad perbedan kecepatan perpindahan massa dari zat penyusun suatu campuran. Disini akan dibicarakan proses-proses pemisahan yang menggunakan ke dua dasar fisis tersebut, terutama dititik beratkan pada pemisahan yang didasarkan pada perbedaan komposisi dari fase-fase yang setimbang. 2.1.1 Distilasi

Proses pemisahan yang paling banyak digunakan dalam industri kimia adalah distilasi. Unit operasi ini disebut juga sebagi distilasi fraksional. Pemisahan zat didasrkan pada perbedaan volatilitas. Dalam distilasi, fase uap berkontak dengan fase cair, dan massa dipindahkan baik dalam cairan ke uap maupun dari uap ke cairan. Umumnya cairan dan uap mengandung komponen yang sama tetapi berbeda jumlah relatifnya. Cairan pada titik didihnya dan uap setimbang dengannya pada titik embunnya. Massa secara serta merta dipindahkan dari cairan dengan penguapan dan dari uap dengan pengembunan. Pengaruh neto adalah bertambahnya konsentrasi dari komponen yang lebih volatile dalam uap dan bertambahnya komponen kurang volatile dalam cairan.

Peguapan dan pengembunan melibatkan panas laten penguapan dari komponen-komponen, maka dari itu pengaruh panas harus ditinjau dalam perhitungan distilasi. Dalam larutan ideal (seperti campuran benzene dan toluene), volatilitas dapat dihubungkan langsung dengan tekanan uap komponen murni dari masing-masing komponen. Dalam larutan bukan ideal (seperti larutan etanol dan air), tak ada hubungan yang sederhana. Distilasi banyak digunakan untuk memisahkan campuran cairan menjadi komponen-komponen yang sedikit banyak murni. Karena distilasi melibatkan penguapan dan pengembunan campuran, maka diperlukan banyak tenaga.

Keuntungan besar daru distilasi yaitu tidak memerlukan komponen tambahan untuk mempengaruhi pemisahan. Akan terlihat nanti bahwa banyak proses pemisahan komponen lainnya, yang kemudian harus dihilangkan dalam langkah pemisahan berikutnya. Suhu dan volume bahan yang didihkan tergantung pada tekanan. Mungkin digunakan tekanan tinggi untuk memperkecil volume dan atau menaikkan suhu untuk mempermudah pengembunan, mungkin diperlukan tekanan rendah untuk menurunkan titik didih dibawah titik dekomposisi thermal.

Pengunaan distilasi sangat bermacam-macam. Oksigen murni, yang digunakan dalam pembuatan baja, dan juga bidang kedokteran, dibuat dengan mendistilasi udara yang telah dicairkan. Minyak bumi mentah mula-mula dipisahkn menjadi fraksi-fraksi (seperti gas ringan, nafta, bensin, kerosin, minyak bakar, minyak pelumas dan aspal). Dalam kolom distilasi dengan ukuran besar. Fraksi-fraksi ini kemudian diproses lebih lanjut menjadi hasil akhir, dan distilasi digunakan dalam tahapan intermediet pengolahan hasil akhir. Distilasi lebih sering dilakukan dalam multistage equipment; continous-contact equipment juga digunakan.

2.1.2 Absorpsi dan Desorpsi Gas

Absorbsi gas melibatkan perpindahan komponen gas yang dapat larut ke dalam absorben cair yang tidak volatile. Desorpsi adalah kebalikannya, pemindahan sebuah komponen didalam cairan yang dikontakkan dalam gas.

Pada kasus absorbsi gas yang paling sederhana, tidak satu pun dari absorben cair menguap, dan gas terdiri dari satu komponen yang dapat larut. Sebagai contoh ammonia diserap dari campuran udara-ammonia dengan cara mengkontakkan gas dengan air pada temperatur kamar. Ammonia dapat larut dalam air, tetapi udara hampir tidak larut. Air tidak menguap cukup banyak pada suhu kamar. Sebagai hasil, perpindahan massa hanya pada ammonia dari fase gas ke fase cair. Konsentrasi ammonia di fase cair meningkat sampai kadar ammonia terlarut di fase cair setimbang dengan konsentrasi ammonia di fase gas biasanya tidak terdiri dari komponen yang sama. Pengaruh

Page 13: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

11

panas dalam absorpsi timbul karena panas larutan dari gas yang terabsorpsi. Berlainan dengan panas penguapan dan pengembunan yang terlibat dalam distilasi.

Absorpsi melibatkan penmbahan komponen pada system (yaitu,absorpsi cair). Kebanyakan, solute harus diambil dari absorben. Pengambilan ini mungkin memerlukan kolom distilasi, desorber atau proses pemisahan lainnya.

Desorpsi atau stripping adalah kebalikan dari absorpsi. Dalam desorpsi ini gas yang dapat larut dipindahkan dari cairan ke fase gas, sebab konsentrasi dalan cairan lebih besar dari pada yang ada dalam keadaan yang setimbang dengan gas. Misalnya ammonia dapat di “strip” dari larutan dalam air dengan menggelembungan udara segar melewati larutan itu. Udara yang masuk tidak mengandung ammonia sedang dalam cairan ada ammonianya, jadi perpindahan berlangsung dari cairan ke gas.

Absorpsi dan stripping banyak digunakan dalam industri kimia. Asam hidro chloride dibuat dengan absorpsi gas hidro choride dalam air, fermentasi aerobic Lumpur dalam saluran buangan memerlukan absorpsi udara. Karbonasi minuman segar dengan absorpsi karbon dioksida, desporsi terjadi jika botol dibuka dan tekanan berkurang. Baik absorpsi maupun “stripping” dilakukan dalm alat continous-contact. 2.1.3 Ekstraksi Cair-Cair

Kadang campuran cairan dapat dipisahkan dengan mengontakkna dengan cairan pelarut ke dua. Komponen-komponen dari campuran dapat larut bermacam-macam dalam cairn pelarut. Idealnya komponen yang harus diekstraksi dapat larut dalam pelarut dan komponen-komponen lainnya tidak dapat larut. Jadi solute merupakan satu-satunya komponen yang dapat dipindahkan dari campuran semula ke fase pelarut. Campuran pelarut menjadi ekstrak karena telah mengambil solute. Dalam praktek, semua komponen kiranya dapat larut, dan pemisahan hanya mungkin bila kelarutannya cukup berbeda. Banyak dijumpai, komponen yang tidak terekstraksi harus tidak larut supaya menghasilkan dua fase yang dapat dipisahkan.

Ekstraksi cair-cair juga disebut ekstraksi (memakai) pelarut. Dasar-dasarnya sebagai berikut dengan mengambil contoh sistem tiga komponen : satu solute, satu pelarut, dan pelarut kedua. Contoh disini disederhanakan sekali dan akan dijelaskan lanjut nanti. Pemisahan satu komponen dari larutan homogen dilakukan dengan menambahkan zat lain yang tak dapat larut, pelarut, dan dalam pelarut ini zat yang diinginkan dari larutan, solute, akan cenderung larut, dan akan mendifusi kedalam pelarut itu dengan kecepatan tertentu sampai dalam masing-masing fase solute mencapai kesetimbangan. Misalnya, asam asetat dapat dipisahkan dari larutan air dengan mengkontakkan dengan pelarut isopropyl ether. Walaupun air sedikit larut dalam ether tetapi merupakan komponen rafinat tak terekstraksi yang utama.

Ekstraksi memakai pelarut dipakai untuk menghilangkan komponen-komponen yang tidak diinginkan dari minyak pelumas dan fraksi-fraksi minyak mentah lainnya, untuk memisahkan niobium dari tantalum, untuk membuat asam posphat pekat dan untuk keperluan-keperluan yang banyak sekali. Dipakai baik alat stage ganda maupun alat kontak kontinyu. Kebanyakan masih perlu memisahkan ekstrak yang diperoleh menjadi komponen-komponennya. 2.1.4 Ekstraksi Cair-Padat

Komponen-komponen dari suatu fase padat dapat dipisahkan dengan secara selektif melarutkan bagian dari zat padat itu yang dapat larut memakai pelarut yang cocok. Operasi ini juga disebut leaching atau washing. Zat padat itu harus dihancurkan sampai halus sehingga pelarut cair dapat kontak dengan semuanya. Biasanya komponen yang diinginkan dapat larut, dan sissanya dari zat padat tidak dapat larut. Kemudian solute harus diambil kembali dari larutan ekstrak dalam tahap pemisahan selanjutnya.

Contoh sehari-hari dari ekstraksi cair-padat adalah membuat minuman kopi. Disini zat dalam tepung kopi yang dapat larut dipisahkan dari sisanya dengan melarutkanya dalam air panas. Jika dibiarkan cukup lama, larutan kopi akan mencapai kesetimbangan dengan sisa zat padat. Larutan yang terjadi dipisahkan dari sisa tepung kopi.

Ekstraksi cair-padat juga digunakan dalam industri dalam pembuatan kopi”instant” yaitu mengambil kembali kopi yang larut. Pemakaian dalam industri lainnya yaitu ekstraksi minyak dari kacang dengan menggunakan hexan sebagai pelarut dan pengambilan kembali uranium dari bijih mutu rendah dengan ekstraksi memakai asam sulfat atau larutan karbonat natrium. Karena salah satu fase adalah padat yang tak dapt mengalir seperti fluid, maka diperlukan alat khusus untuk ekstraksi cair-padat.

Page 14: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

12

2.1.5 Adsorbsi Adsorpsi adalah proses perpindahan zat dari suatu fluid kepermukaan suatu fase padat. Supaya

pemisahan sempurna, zat yang teradsorpsi harus diambil dari zat padat, fase fluid dapat gas maupun cairan. Jika beberapa zat teradsorpsi, sering kali dapat juga memisahkan menjadi komponen-komponen yang relatif murni.

Banyak adsorben berupa adsorben padat. Istilah adsorben biasanya digunakan bagi zat padat yang menyerap solute dipermukaannya dengan physical force, misalnya adsorpsi uap organik dengan arang. Fraksi-fraksi lebih ringan dari gas akan dipisahkan dengan menggunakan bed adsorben yang bergerak. Kebanyakan proses industri lainnya mengunakan “fixed bed” dan proses “batch” atau siklis bukannya alat stage ganda sebab sulit mengerakkan zat padat.

Ayakan molekul adalaah adsorben khusus yang dapat digunakaan untuk memisahkan campuran karena perbedaan ukuran molekul, polaritas atau kejenuhan ikatan karbon. Misalnya molekul air relatif kecil sangat polar, jadi cenderung lebih teradsorpsi oleh adsorben ayakan molekul. Jadi adsorben-adsorben ini berguna dalam mengeringkan gas dan cairan. Ayakan molekul digunakan untuk memisahkan prafui nermal dari arus hidrokarbon dalam kilang minyak untuk membuat “detergen biodegradable”.

Yang sangat erat kaitannya dengan adsorpsi adalah proses pemisahan yang menahan solute dalam zat padat dengan berbagai cara. Salah satu proses itu adalah ion exchange. Dalam proses ini solute ditahan karena reaksi kimia dengan dammar padat ion exchange. Dalam proses ini, ion-ion dalam larutan dapat diambil dengan proses ini. Banyak digunakan untuk membuat air yang sangat murni. Pemakaian lainnya adalah mengambil kembali antibiotika dari kaldu fermentasi dan pemisahan unsur-unsur tahan yang jarang ada.

Clathration adalah gejala fisis yang telah dipakai untuk memisahkan campuran berdasarkan bangun molekul. Senyawa clathration adalah gejala fisis yang telah dipakai untuk memisahkan campuran berdasarkan bangun molekul. Senyawa clathrate padat menarik dan menahan molekul-molekul yang bangunya tertentu. Misalnya proses industri yang memisahkan paraxylen dari meta-xylene dengan menjebak para xylene dalam senyawa clathrate. Kedua senyawa ini mempunyaim sifat fisis dan kimia yang hampir sama sehingga tidak dapat dipakai proses pemisahan secara konvensional. Senyawa clathrate dapat dianggap sebagai adsorben jenis khusus.

Damar ion-change , ayakan molekul dan senyawa clathrate merupakan senyawa relatif mahal dibandingkan dengan adsorben konvensional seperti arang dan gas silika. Maka adsorben khusus digunakan dalam pemisahan dan tak dapat di lakukan dengan cara-cara konvensional. Proses pemisahan khusus ini dilakukan dengan proses “batch” dalam fixed-bed adsorber, bukannya dalam alat stage dan aliran kontinu.

Operasi perpindahan massa yang melibatkan perpindahan ke fase padat kadang kala disebut sorption prosess , termasuk juga semua jenis gaya-gaya tarik zat padat.

Campuran beberapa solute yang dapat diadsorpsi dapat dipisahkan dengan menggunakan fixed bed dari adsorben,mula-mula sedikit campuran diumpankan ke bed, dalam bed ini diadsopsi sempurna dekat saluran masuk. Kemudian saluran kontinu dari pelarut dilakukan lewat bed. Sebagian campuran solute didesorpsi dan keluar bersama pelarut. Kecepatan dari masing-masing solute yang melewati bed tergantung pada adsorpsi ketimbangan pada zat padat.jika suatu komponen terlalu berat tertarik oleh adsorbent akan pelan-pelan melewati bed, sedangkan komponen yang tk erat melekat bergerak cepat melewati dan meninggalkan bed. Jadi komponen-komponen mengalir meninggalkan bed pada waktu yang berbeda-beda dan dengan demikian dapat terpisah. Proses pemisahan ini disebut Chromatografi. Pemisahan secara chromatografi banyak digunakan untuk analisis kimia dengan sampel kecil. Penggunaan besar-besaran dalam industri terbatas. Pemisahan unsure tanh yang jarang secra ion exchange tersebut diatas merupakan contoh pemisahan secara chromatografi. 2.1.6 Pemisahan dengan membrane

Beberapa proses pemisahan melibatkan perpindahan massa melalui membran plastis tipis walaupun operasi ini penggunakannya relative terbatas, tapi menunjukkan harapan untuk masalah pemisahan yang khusus. Teori tentang pemisahan dengan membrane tidak ditinjau sepenuhnya tapi sebagai gambaran, pemisahan ini dianggap ada hubungannya dengan ukuran molekul. Molekul-molekul yang kecil mudah lewat melalui pori-pori yang kecil dari membrane. Jadi, jika digunakan gaya dorong untuk mendorong molekul-mplekul melewati membrane molekul-molekul secara selektip akan terpisah. Ada juga molekul-molekul yang besar melewati membrane, jadi pemisahan tidak sempurna.

Page 15: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

13

Dialysis adalah proses pemisahan dengan massa dipindahkan melintasi membrane karena gaya dorong gradien konsentrasi. Dalam industri hidroksida natrium dipisahkan dari larutan air memakai selusosehemi dalam pembuatan rayau viskus. Larutan mengalir melewati salah sisi membrane dan air murni mengalir pada sisi lainnya dari membrane. Hidroksida natrium didorong melewati membrane karena perpindahan konsentrasi diantara larutan dan air murni, tetapi semiselulosa dalam suspensi koloid dalam larutan dan terlalu besar untuk lewat melalui pori-pori membrane. Dialysis juga dipakai untuk mengambil kembali asam sulfat dari pemurnian tembaga yaitu dari cairan buangan dan dalam pemurnian darah dalam ginjal tiruan.

Elektrodialysis memakai beda potensial listrik sebagai gaya dorong untuk ion-ion dalam larutan ion positif lewat melalui membran tertentu ketika ditarik keterminal negatif, dan ion-ion negatif bergerak kearah yang berlawanan melalui membrane keterminal positif. Dengan cara ini, baik ion positif maupun negatif dapat diambil. Elektrodialysis dipakai untuk mengambil kembali asam buangan dan menghilangkan garam dalam air sumur yang masin. Dapat juga digunakan dalam pemurnian air laut jika biaya membrane dan tenaga dapat diperkecil.

Dialysis dan elektrodialisis keduanya melibatkan perpindahan massa melintasi suatu membrane dari satu fase ke fase kedua. Kedua fase sama sekali tak saling melarut, jadi membrane juga berpindah mencegah kedua fase bercampur.

Proses pemisahan membrane yang akhir-akhir ini dikembangkan menggunakan beda tekanan untuk memaksa molekul-molekul pelarut melalui melewati membrane, sedangkan molekul molekul solute tertinggal. Proses ini tidak melibatkan perpindahan massa antara fase-fase. Lebih mirip dengan penyaringan yaitu zarah-zarah padat yang tersuspensi dipisahkan dari caiaran dengan memaksa campuran lewat melalui medium saringan porus sehingga cairan lewat melalui saringan dan zat padatnya tertahan. Pemakaian membrane dapat juga berpindah sebagai penyaring larutan homogen yang tak dapat dipisahkan dengan saringan biasa. Berdasarkan hal ini prose itu disebut ultra filtrasi. Tekanan yang harus lebih besar dari tekanan osmose kadng kala proses itu disebut proses reverse osmosis.

Disamping molekul-molekul yang besar, gara ion-ion ionik dengan berat molekul kecil dapat dipisahkan jika dipakai membrane ionik yang cocok. Muatan membrane bertindak mencegah lewatnya ion-ion bermuatan, sehingga hanya pelarut yang dapat lewat. Kebalikan osmose digunakan untuk mengambil air murni dari air laut secara besar-besaran.

Difusi gas adalaah proses pemisahan yang mirip dengan ultra filtrasi, walaupun mekanisme fisis berbeda. Dalam difusi gas dan campuran gas dipaksa melalui sekat logam yang porous. Komponen gas dengan berat molekul kecil mengalir lebih cepat sehingga gas diseberang sekat lebih kaya akan komponen itu. Hanya fraksi gas yang mengalir pada sekat yang lewat misalnya yang tak mengandung lagi komponen yang ringan, diambil untuk proses selanjutnya. Biaya tenaga untuk kompresi gas sangat tinggi, sehingga difusi gas hanya salah satu pilihan dalam industri : pemisahan uranium-235 dari uranium-238. berjuta-juta dolar untuk difusi gas dalam pemisahan ini untuk menghasilkan U-235 yang sudah diperkaya bagi bahan baker reactor nuklir. 2.1.7 Proses pemisahan lainnya

Beberapa operasi penting yang melibatkan pemisahan komponen-komponen dari campuran, tetapi operasinya tidak seperti proses pemisahan biasa, dapat dikelompokkan menjadi :

Penguapan/evaporation, kristalissasi/crystallization dan pengeringan/drying melibatkan perpindahan massa dan panas secara simultan. Dalam penguapan larutan cair dipekatkan dengan penguapan sebatgai pelarutnya. Keperluan panas banyak sebab panas laten dari penguapan pelarut harus disediakan. Penguapan banyak dipakai di industri jika harus memekatkan larutan. Misalnya distilasi air laut adalah proses penguapan untuk memperoleh air yang dapat diminum.

Jika suatu larutan diuapkan sampai jenuh dengan solute, penguapan atau pendinginan selanjutnya menghasilkan endapan kristal padat. Ini merupakan dasar fisis untuk kristalisasi, yaitu unit operasi yang dipakai untuk memisahkan solut dari larutan. Kristalisasi dalam industri digunakan untuk membuat garam-garam anorganik. Kristalisssasi dapat juga digunakan untuk memisahkan campuran garam dengan kristalisasifraksional.

Pengeringan/drying. Memisahkan cairan dari zat padat dengan menguapkan cairan itu. Dehumidifikasi/dehumidification memisahkan komponen uap dari fase gas dengan

mendinginkan gas sampai uap mengembun. Campuran fase ganda dapat dipisahkan menjadi dua atau lebih fraksi dengan berbagai

operasi. Dalam hal ini, campuran fase harus heterogen; yaitu fase-fase harus secara fisis berbeda

Page 16: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

14

satu sama lain, sekatpun sangat halus dan bercampur akarap. Campuran zarah-zarah zat padat dipisahkan menjadi macam kelompok ukuran dengan sceening, elutriation jigging atau classification. Zarah-zarah zat padat dapat dipisahkan dari cairan dengan filtrasi, centrifugasi atau sedimentasi. Fase-fase cairan yang tak dapat saling melarut juga dapat dipisahkan dengan sentrifugasi, seperti dalam pemisahan cream zat padat dapat disahkan dari gas atau cairan dan cairan-cairan daapat dipisahkan daari gas dengan alat pemisah siklon. Operasi pemisahan ini tidak melibatkan perpindahan massa seperti istilah yang didefinisikan diatas, maka dari itu, operasi itu bukan perpindahan massa. Komponen-kompnennya secara fisis sudah berbeda, sehingga diperlukan cara mekanis bukan perpindaahan massa untuk memisahkannya. Operasi pemisahan mekanis yang disebut disini untuk menunjukkan betapa banyak ragamnya prinsip secara fisis untuk pemisahan.

2.2. KONSEP STAGE stage dapat didefinisikan sebagai unit suatu alat, dan dalam unit alat ini ada dua fase yang

tak sama dikontakan, kemudian secara mekanis dipisahkan. Selama kontak berbagai komponen yang mendifusi terdistribusi diantara fase-fase itu. Dua fase yang terjadi dalam keadaan setimbang, karena itu mempunyai komposisi yang berbeda dari fase-fase semula. Dengan pemisahan dan kontak yang berturut-turut dari fase yang tak sama (operasi stage ganda), dapat terjadi perubahan besar dalam komposisi-komposisi fase-fase itu. Dalam stage setimbang dua fase tercampur baik selama waktu secukupnya sehingga dimungkinkan trjadinya kesetimbangan termodinamis diantara fase-fase yang meninggalkan stage. Pada kesetimbangan tak terjadi perubahan dalam komposisi dari fase-fase itu pada kondisi operasi tertentu. Dalam alat industri sebenarnya, tidaklah menguntungkan membiarkan kontaknya fase cukup lama sampai dicapai kesetimbangan. Maka daaari itu stage sebenarnya tidak melaksanakan perubahan komposisi sebesar seperti oleh stage setimbang. Efisiensi stage didefinisikan sebagai perbandingan dari perubahan komposisi dalam stage sebenarnya terhadap perubahan komposisi dalam stage setimbang. Efisiensi stage untuk alat industri berkisar antara beberapa persen sampai 100 persen. Karena stage setimbang memberikan kemungkinan perubahan komposisi terbesar untuk seperangkat kondisi operasi tertentu, maka stage setimbang juga disebut stage ideal atau teoritis. Sekalipun kondisi kesetimbang jarang diperoleh dalam alat sebenarnya, stage setimbang merupakan smodelfisis yang bermanfaat dalam analisis operasi stage. Sebagai mana sering terjadi dalam teknik kimia, model fisis merupakan versi yang diidealkan dari unit yang sebenarnya.

Persyaratan alat yang diperhitungkan untuk operasi-operasi stage ganda dalam industri biasanya terdiri dari penentuan jumlah stage setimbang disertai efisiensi stage untuk memperoleh jumlah stage sebenarnya yang diperlukan. Efisiensi stage merupakan “faktor korekso” untuk menerapkan model fisis dari suatu stage setimbang di dalam penggunaan praktek dari alat industri. Efisiensi stage tergantung pada kecepatan perpindahan massa dan pada waktu dan luas kontak dalam satu stage. Faktor-faktor ini merupakan fungsi komplek dari gelombang stage dan kecepatan air dari fase-fase. 2.3. ALAT UNTUK OPERASI STAGE

Alat untuk operasi stage sangat banyak macamnya dan ukurannya dan konstruksi terincinya, tetapi terdapat banyak kesamaan dasarnya. Umumnya, setiap stage dari alat mencampur dua fase terus menerus sehingga bahan dapat dipindahkan sepat mungkin dari fase satu ke fase lainnya. Kemudian setiap stage harus memisahkan dua fase yang terjadi sesempurna mungkin danmeneruskan ke stage berikutnya. Ada alat industri yang terjadi dari satu stage tetapi lebih banyak terdiri dari unit-unit stage ganda memungkinkan perubahan komposisi lebih besar dari dua fase itu dari pada fase yang diberikan oleh satu stage.

Alat untuk mencampur dan memisahkan dua fase tergantung pada sifat-sifat fase-fase itu sendiri. Andaikan fase L adalah cairan atau zat pada halus atau; fase V adalah gas, uap atau cairan, tergantung pada proses pemisahannya. Gas dan cairan mudah mengalir dari satu stage kestage lainnya, tetapi zai padat sukardipindahkan. Berdasarkan hal ini operasi stage yang melibakan gerakkan zat padat berlawanan arah dengan fase fluid kurang lazimdilakukan, zat padat yang sangat halus dapat dialirkan seperti fluid, jadi campuran ini digunkan untuk mengarah zat padat. Ada kalanya zat harus di pindahkan secara mekanis dari srage ke stage lain.

Page 17: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

15

Dari segi ekonomi, stage harus melaksanakan kontak dan pemisahan sesederhan mungkin. Misalnya, gaya grafitasi digunakan untuk memisahkan fase dan dorongan untuk mengalir, mengalir, menghindari keperluan alat yang mahal seperti pompa atau sentrifuge. Namun ada kalanya pemisahan sulit, mau tidak mau diperlukan alat yang mahal.

2.4. MENGKONTAKKAN CAIRAN-GAS Perbedaan besar dalam dalam densitas gas dan cairan menyebabkan pemisahan fase-fase itu relatife mudah. Dua fase dapat dicampur dengan menggelembungkan gas ke dalam cairan. Gelembung-gelembung gas terpisah dari cairan masuk ke bdalam fae gas bila gelembung-gelembung itu mencapai permukaan cairan. Stage dibangun dalam suatu kolom tegak sehingga cairan dapat mengalir kebawah karena grafitasi, dari stage ke stage lainnya. Gas mengalir ke atas karena beda tekanan yang dijaga tetap dengan suatu kompresor atau blower atau dengan boiler. Stage-stage sebenarnya dalam kolom tegak disebut plat-plat dan talam-talam.

Plate-plate banyak ragamnya; hanya beberapa saja yang akan ditinjau. Plate bubble cap selama bertahun-tahun telah banyak dipakai untuk kolom absorpsi. Buble cap (Gb.2-2) dirancang untuk mendispersi fase gas menjadi gelembung-gelembung halus dalam cairan, juga mencegah cairan jangan mengalir ke bawah melalui lintasan gas pada kecepatan gas yang kecil. Buble cap dibuat dengan ukuran dan bentuk yang bermacam-macam.

Pola aliran dalam kolom buble cap dapat dilihat pada Gb.2-3. dalam kolom ini cairan mengalir melintasi plat dan masuk ke dalam down comer ke plate dibawahnya. Gas mengalir ke atas melalui buble cap ke dalam cairan. Gb.2-3 merupakan bagan sederhana dari kolom buble cap. Plate buble cap sebenarnya dapat dilihat pada Gb.2-4. kolom buble cap dapat dioperasikan untuk batas kecepatan alir fase luas dengan efisiensi stage tinggi. Sedikit cairan dapat menembus (bocor) melalui lintasan gas, dan tinggi cairan pada masing-masing talang talang dapat diatur tetap seperti yang diinginkan. Jadi kontak cairan-gas berlangsung baik pada batas kecepatan alir yang luas, sehingga memungkinkan deperoleh efisiensi yang relative konstan. Karena bubble cap relative mahal, maka terdesak oleh jenis-jenis tray baru.

Perforated plate, pada akhir-akhir ini menjadi terkenal kesederhanaannya dan murah harganya. Jenis plate berulang paling banyak dijumpai adalah sieve tray seperti pada Gb.2-6. sieve tray adalah plate logam yang berlubang banyak. Lubangnya biasanya berdiameter 1/5 sampai ½ inci. Cairan mengalir kebawah dan gelembung gas mengalir ke atas melalui lubang-lubang. Gas pada kecepatan tinggi mencegah cairan mengalir melalui lubang-lubang, tetapi pada kecepatan aliran gas yang kecil dapat terjadi kebocoran atau weeping ini dapat mengurangi efidiensi stage dengan menyolok. Ini merupakan keterbatasan sieve tray yang harus dipikirkan betul-betul dalam perancangan.

Perkembanhgan pervaporated plate pada akhir-akhir ini ialah dengan munculnya valve tray. Lubang-lubang dalam valve tray ditutupi oleh penutup yang dapat terangkat, lihat Gb.2-7. penutup terangkat ketika gas mengalir ke atas melalui lubang, dan akan jatuh menutupi lubang lagi jika kecepatan gas berkurang. Dengan cara ini sangat mengurangi weeping pada kecepatan gas rendah. Disamping itu penutup-penutup mengarahkan aliran gas mendatar ke dalam cairan sehingga memberikan pencampuran yang lebih besar dari pada sieve tray. Lubang –lubang dalam walve tray sering kali lebih besar dibanding denga lubang-lubang dalam sieve tray kira-kira sebesar 1 ½ inci diameternya. Kolom valve tray dengan aliran cross-flow dapat dioperasi pada batas-batas kecepatan air yang lebih luas dari pada bats-batas untuk valve tray. Harganya terletak antara harga-harga sieve tray dan talam bulbe cap. Efisiensi stage tingi dan hampir konstan pada batas-batas kecepatan gas yang luas. Sieve tray dan valve tray telah menggantikan pemakaian bulbe cap pada beberapa industri.

Perancangan alat pengkontak cair gas melibatkat masalah yang komplek dalam mekanika fluida. Disini akan dibicarakan secara garis besarnya dan secara singkat tentang masalah-masalh itu. Tugas utama tray adalah mengkontakkan gas dan cairan. Ruang diatas tray hendak diisi dengan campuran cairan-gas, juga harus ada ruang/tempat untuk berpisahnya dua fase.

Diameter tray ditentukan oleh volume fase gas yang lewat keatas melalui menara. Kecepatan gas yang besar melalui tray harus dihindari sebab menghasilkan pressure drop fase gas yang tinggi memerlukan jarak antar tray yang besar untuk hydraulic head yang diperlukan supaya cairan dapat mengalir kebawah dari tray ke tray. Presure drop fase harus rendah dalam kolom-kolom yang bekerja pada keadaan vakum. Aliran cairan menyilang/across tray harus memberikan kedalaman yang cukup

Page 18: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

16

(tinggi tray) supaya dapat melingkupi volume gas secukupnya pada semua kecepatan gas. Hal inimemerlukan pola aliran yang komplek dengan beberapa saluran keluar pada tray yang besar. Gb. 2-9, memperlihatkan valve tray dengan aliran terbagi/split flow dam Gb. 2-10 memperlihatkan terracing pada tray 40-ft yang diperlukan untuk menjaga supaya kedalaman cairan seragam. Kedalaman airan di atur oleh kecepatan airan dan tinggi ruang keluar/weir. Presure drop fase gas juga tergantung pada tingi cairan diatas ruang gas. Maka dari itu tinggi cairan harus cukup melingkupi volume gas tetapi tidak boleh lebih sebab dapat menyebutkan pressure drop yang tak semestinya.

Entraiment, adalah fae gas ke palte atas. Hal ini tak diinginkan sebab akan menurunkan secara efektif efisiensi stage. Entrainment terjadi pada kecepatan alir gas yang tinggi , sehingga diameterkolom harus diatur supuaya kecepatan gas (untuk pungutan langsung massa tertentu) akan mengurangi entrainmeint. Disamping itu, entrainment menurunkan efisiesi stage, sehingga diperlukan stage tembahn supaya menghasilkan pemisahan terteuntu. Mencegah entrainment dapat memerlukan suatu kolom yang berdiameter besar. Maka dari itu perlu dilakukan perhitungan ekonomi diantaaara jumlah tray dan diameter kolom bila menentukan sejauh mana entrainment akan kikurangi dihilangkan. Walaupun buih diatas plate memberikan luas permukaan cairan-gas yangt besar dan menghasilkan kecepatan perpindahan massa yang tinggi, pembuihan yang berlegihan dapat memenuhi ruang diantara tray dan menghasilkan terlalu banyak entrainment.

Flooding trjadi bila entrainment yang berlebihan atau bila berlebihan cairan yang kembali keatas dalam down comer. Flooding terjadi bila cairan terlalu banyak atau gas terlalu banyak melewati kolom. Mencegah flooding adalah factor utama dalam memilih diameter kolom. Jarak antar kolom harus cukup supaya ada ruang diatas olakan cairan sehingga entrainment dapat diperkecil. Dalam kolom-kolom yang besar jarak antar tray paling sedikit harus 2 ft supaya orang dapat merangkak diantara tray-tray. Makin besar jarak antar tray makin tinggi menaranya dengan sendirinya harganya makin mahal. Sekali lagi, perlu dibuat evaluasi ekonomi antara jarak antara tray dan entrainment. Makin pendek jarak antar tray makin pendek kolom dan makain murah tetapi dapat menimbulkan entrainment yang mendorong untuk menambah jumlah tray, tinggi kolom.

Dalam sieve tray ukuran dan jumlah lubang harus benar-benar dipilih. Makin besar lubangnya akan memberikan pressure drop rendah, tetapi disperse gas jelek. Luas total lubang yang besar memberikan pressure drop rendah tetapi juga kecepatan gas rendah yang dapat menyebabkan weeping/kebocoran yang berlebihan. 2.5. MENGKONTAKKAN CAIRAN-CAIRAN.

Dalam ekstraksi memakai pelarut, dua cairan yang tak saling larut sempurna harus dicampur terus menerus dan kemudian dipisahkan. Dalam kontak cairan- gas perbedaan densitas yang besar diantara dua fase itu memungkinkan menggunakan gaya grafitasi untuk mendorong mengalir dan mendispersikan gas dalam cairan, tetapi dalam ekstraksi, perbedaan densitas kedua fase adalah kecil, sehingga grafitasi jauh lebih kecil pengaruhnya untuk disfersi fase. Bubble cap dan valve tray tidak dipakai untuk ekstraksi cir-cair karena cairan berdasar gravitas tidak membeikan disperse fase secukupnya. Fase yang lebih ringan yang mengalir ke atas melalui tray tidak bisa menjadi gelembung-gelembung yang cukup halus ketika melewati buble cap.

Sieve tray dengan down comer, banyak dipakai untuk mengkontakkan cairan, walaupun konstruksi kolom berbeda dari alat kontak cair-gas. Baik dalam cairan ringan maupun berat mungkin dapat didispersi. Supaya diperoleh disferensi yang baik pada talam ayakan, cairan yang tidak membasahi tray hendaknya yang didispersi. Cairan yang lebih membasahi tray hendaknya merupakan fase yang kontinu. Dengan cara ini, fase terdisperse terpisahkan segera dari tray memberikan gelembung-gelembung kecil. Kolom khusus dengan fase ringan terdisversi dapat dilihat pada Gb. 2-11a. Kolom ini mirip kolom sieve tray cair –gas, denga cairan ringan analog dengan gas. Kolom dengan cairan berat ter disperse (Gb. 2-11b.) pada dasrnya merupakan kolom kebalikan kolom fase ringan terdipersi. Domn comer melewatkan fase ringan keatas, dan fase berat terdispersi dibawah setiap tray. Lubang-lubang dalam tray ayakan berlisar dari 1/8 sampai ¼ inci diameternya jumlah lubang dalam satu tray ditetntukan oleh keceptan alir total daro fase terdispersi. Untuk divperse yang memadai, cairan mempunyai kecepatan yang cukup ketika lewat melalui lubang-lubang. Ketinggian cairan diatas tray ditentukan oleh tekanan yang diperlukan supuya diperoleh kecepatan alir yang diingikan dapat melalui lubang-lubang . Misalnya, Gb. 2-11b, ketinggian fase berat diatas talam cukup dapat mendorong fase melalui lubang-lubang pada kecepatan yang

Page 19: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

17

diperlukan supaya disperse baik. Luas down comer dipilih supaya kecepatan alir fase kontinu cukup rendah untuk mencegah tetes-tetes fase terdispersi terbawa melalui down comer. Gb. 2.1 memperlihatkan dua kolom ekstraksi stage ganda yang besar.

Alat pencampur mekanis digunakan untuk mendispersi fase-fase lebih gigih dari pada yang dimungkinkan dalam kolom dalam ayakan. Setelah pencampuaran, campuran dua fase dilewatkan tanki settling, disini fase-fase itu dibiarkan terpisah secara “grafiti settling”. Unit-unit ini disebut mixer-settler. Bagian dari mixer-settler terlihat pada Gb. 2-12a. Mixeer-settler digunakan secara bederet memberikan pemisahan stage ganda (Gb.2.12b). Derajat pemisahan adalah variabel bebas yang dapat diubah dengan mengubah kecepatan dan bangun impeller. Walaupun dinginkan pencampuran yang baik, namun dapat terbentuk emulsi yang tak dapat dipisahkan dengan grafiti settling jika pencmpurannya terlalu kuat. Ukuran tanki settler ditentukan oleh kecepatan alir dan kecepatan terendapnya fase terdispersi. Jika densitas fase hampir-hampir sama, settling sangat lambat sehingga diperlukan centrifuge. Perlu diketahui bahwa centrifuge memberikan gaya centrifugal jauh lebih besar dari pada gaya grifitasi. Emulsi dapat juga dipisahkan dalam centrifuge.

Beberapa model alairan telah digunakan dalam mixer-settler. Stage dapat disusun tegak untuk aliran garafitasi dari kedua fase. Gb. 2. 12b, dapat digunakan untuk aliran grafitasi dengan unit-unit yang terlalu besar disusun tegak. Susunan mendatar memerlukan pemompaan salah satu atau kedua fase. Mixer-settler dengan pompa (Gb.12) menggunakan impeller baik untuk mencampur maupun untuk mendorong aliran dari stage. Mixer-settler terkenal karena pencampuran yang sempurna memberikan efisiensi cukup tinggi (90-100 %). Akan tetapi, penggunaan pompa yang digerakkan oleh motor dan tanki settling menaikkan harga persstage, bila dibandingkan dengan sieve tray. 2.6. MENGONTAKKAN CAIR-PADAT

Kontaknya zat pada butiran dengan suatu cairan atau gas dalam system stage ganda kontinu menjadi rumit oleh masalah transportasi fase padat dari stage ke stage. Zat padat dapat digerakkan dalam basket-basker seperti terlihat pada Gb. 2.14. Pada aliran yang terjadi adalah dalan stage-stage tetapi berlawanan arah hanya dalam separu system. Zat padat yang dihaluskan mengalir seperti fluida pada kondisi tertentu. Umumnya hal ini melibatkan gas atau cairan yang mengalir melalui zat padat sampai fluida padat itu ter fuidisasi. Dasar dari zat padat terfluidisasi telah dipakai untuk merancang sejulmlah alat pengkontak cairan-padat. Adsorber slaka besar dalam industri menggunakan adsorben gas-fluidized sebanyak lima stage dapat dilihat pada Gb. 2.15. untuk pemisahan padat-cair secara besar-besaran seperti yang terjadi dalam memproses bijih logam, digunakan thickener. Zat padat dilewatkan stage sebagai luluhan/slurry dengan air.

Page 20: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

18

BAB 3

1. PENDAHULUAN

Sebagaimana telah dibicarakan dimuka bahwa pemilihan operasi perpindahan massa yang digunakan untuk memisahkan campuran multi komponen, tergantung faktor-faktor kelayakan operasi, penerapan tepri kimia fisika dan ekonomi. Ukuran yang diinginkan dari unit opersi dan demikian biaya dan dapat tidaknya beroperasi dapat dihitung dari pengertahua/keetrangan tentang batas-batas kesetimbangan fase dan kecepatan perpindahan yang dapat diperoleh. Disini akan ditinjau kerangka teori dasar yang dipakai dalam memperkirakan komposisi dari fase-fase dalam kesetimbangan, membicarakan beberapa kaidah yang empiris yang dipakai untuk menghubungkan data keseimbangan fase, dan menunjukkan beberapa contoh khusus tentang data yang ada. Dari keterangan yang ringkas ini dapat dilakukan perhitungan perancang. Perhitungan-perhitungan ini tidak saja memerlukan komposisi-komposisi seimbang, tetapi juga perubahan nilai-nilai kesetimbangan jika suhu dan tekanan berubah. 2. DASAR UMUM KESETIMBANGAN FASE

Sebelum kaidah fase untuk sistem tertentu dibicarakan akan ditinjau secara singkat dasar umum kesetimbangan fase. Analisis kuantitaif dari kesetimbangan fase didasrkan pada karya J Willard Gibbs yang terdapat dalam semua pustaka termodinamika dasar. J. W. Gibbs mengatakan bahwa kesetimbangan antar fase-fase memerlukan kesetimbvang semua potensial termasuk tidak saja P dan T tetapi juga potensial kimia masing-masing

IIIII

111 µµµ == (3.1)

dengan µ= potensial kimia, indeks bahwa untuk komponen, indeks atas untuk fase. Gibbs mendefinisikan potensial kimia berdasarkan fungsi termodinamika dasar secara kualitatif, potensial kimia menyatakan kecendrungan komponan untuk meniggal fase atau keadaan kimiawi yang bersangkutan. Kadi potensial kimia adalah ukuran ketidak stabilan komponen.

Ahli-ahli setelah Gibbs menunjukkan bahwa fugusitas (didefinisikan dengan rumus µ= RT lu fi + θ, fi mendekati Pi jika Pi mendakati 0 dan θ adalah fungsi suhu saja) dapat dipakai sebagai ganti potensial kimia maka

iiiiii fff 111 == (3.2) fungsional menpunyai beberapa keunggulan dari pada potensial kimia paling tidak dalam konsep, sebeb dapat dikaitkan dengan sifat-sifat fisis yang dapat diukur. Jika jumlah variabel dalam suatu sistem dengan beberapa komponen dalam kondisi seimbang diantara beberapa fase dikaitkan dengan jumlah persaman yang menghubungkannya seperti tersebut diatas, maka

F = C + 2 – P (3.3) Dengan F = jumlah variabel intensif yang dapat diubah-ubah secara bebas. C = jumlah komponen sistim P = jumlah fase dalam sistim Fase didefinisikan sebagai bagian dari suatu sistim yang secara fisi homogen dan dapat dibedakan adri yang lain, dapat berupa padat, cair atau gas. Pada zat padat dan cairan dapat terjadi beberapa fase padat dan fase cair, tetapi pada gas sama sekali dapat saling larut sempurna satu sama lain sehingga hanya ada satu fase gas variabel intersif tak tergantung pada seluruh jumlah fase. Misalnya suhu, tekanan dan konsentrasi dari suatu fase adalah variabel intensif. Sebaliknya volume total dari fase tergantung pada kuantitas, maka dari itu disebut variable ekstensif. Demikian juga komposisi keseluruhan dari suatu sistem dengan beberapa fase tergantung pada besarnya fase jadi merupakan variable ekstensif. Untuk keseimbangan fase, jumlah komponen dari suatu fase dapat didefinisikan sebagai jumlah terkecil zat kimia yang diperluklan ntuk membentuk fase.

KAIDAH FASE

Page 21: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

19

Aturan fase berguna dalam memperkirakan jumlah variable intensif yang dapat diubah-ubah secara bebas dalam setiap sistem. Misalnya air, karena murni, C = 1. dengan satu fase cair, P = 1 dan dengan persamaan (3.3), F = 2. maka dari itu dimungkinkan mengubah-ubah baik suhu maupun tekanan dari fase tunggal cair. Pada campuran setimbang air vdan uap air terlihat bahwa C = 1, P= 2 dan F = 1. jadi hanya satu sifat intensif yang dapat diubah-ubah secara bebas. Jika suhu ditentukan, dengan sendirinya tekanan tertentu.

Jika antara fase diterapkan pada campuran setimbang dari etanol dan air, ternyata C = 2, P = 2 dan F = 2. jadi dua variable dapat diatur. Kedua variable itudapat pasangan dari dua antara tiga variable suhu, tekanan dan konstruksi fase. Misalnya jika komposisi dan tekanan dari suatu fase ditentekan, suhunya akan tertentu. Pemakain aturan fase selanjutnya akan berguna dalam meninjau sistim-sistim tertentu sebagai berikut.

Perhitungan untuk distilasi dan adsorpsi gas memerlukan keterangan tentang kesetimbangan cair-gas. Jadi persamaan 3.2 menjadi

La

Ga ff = (3.2a)

fugasitas fase gas dapat diganti dengan tekanan partial dari gas itu pada tekanan yang bersangkutan jika sifat gasnya ideal pada tekanan yang sangat rendah. Sebaliknya diperhitungkan koreksi yang menghubungkan sifat gas ideal dengan gas sebenarnya, maka:

aa

Ga py

pff .⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛= (3.4a)

dengan ya = fraksi nol dari a dlam uap.

nnoladaptekanasitasaterhandarifugaperbandingpf

=⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

P = tekanan nol. Fugasitas fase cair sama dengan fugasitas fase gas pada tekanan uap dari a murni, karena kesetimbangan terjadi pada tekanan itu. Andaikan fraksi mol menghubungkan fugasitas komponen murni dengan fugasitas dari komponen dalam campuran cairan ideal, dan mendefinisikan koefisien aktivitas γ sebagai perbandingan dari fugasutas a dlam larutan sebenarnya terhadap fugasitas a dalam larutan ideal, maka fugasitas cairan adalah aXPf aa

La γ= (3.4b)

dengan P = tekana uap dari a pada sushu kesetimbangan X = fraksi mol a dalam cairan Dengan menggabungkan persamaan-persamaan 3.2a, 3.4a dan diperoleh kaidah kesetimbangan fase cair-uap yang umum sebagai berikut :

aaaaa

yxppypf

=⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ (3.4)

Termodinamika teknik kimia telah banyak mencurahkanperhatian untuk berusaha menerapkan pengetahuan yang ada melalui kimia fisika untuk memperkirakan koefisien fugasitas (f/p)a dan koefisien aktifitas γabagi sifat-sifat molekul yang asasi. Usaha ini telah berhasil memuaskan untuk komponen-komponen non asosiasi sederhana. Jika non idealitas fase air dapat diabaikan, misalnya dengan senyawa-senyawa non polar termasuk deret homolog (misalnya hdrokarbon ringan), γa = 1. maka koefisien fugasitas harus ditentukan. Karena parameter ini merupakan fungsi dari sifat-sifat fase gas saja, maka dapat ditentukan dari persamaan keadaan fase gas. Telah ada persamaan keadaan yang tepat, sehingga usaha ini teelah dilaksanakan dengan baik. Keuntungan yang diperoleh khususnya adalah bahwa kesetimbsngsn cair-uap dapat diungkapkan secara analisis dan dapat ditulis kedalam program kruput.

Bila terjadi non idealitas fase cair, perlu ditentukan koefisien aktivitasnya dari keterangan medan gaya antar molekul atau menghubungkan data hasil percobaan secara empiris. Kedua pendekatan telah dilakukan. Pendekatan gabungan yang telah berhasil memuaskan pada suhu rendah telah diperlihatkan oleh Zellner. Dasar-dasar teoritis untuk ini dan untuk lainnya telah disajikan oleh Prausnittz.

Jika fase gas bertabiat sebagai sag ideal, (f/P)a = 1, dan jika fase cairan adalah larutan ideal, γa = 1. dalam hal ini dapat diperoleh hukum Raoult : Pya = PaXa (3.5)

Page 22: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

20

Pasanan ini menunjukkan bahwa uap yang timbul dari campuran cairan adalah suatu campuran yang mempunyai komponen sama seperti yang dari cairan. Uap biasanya akan lebih kaya akan komponen yang mempunyai tekanan uap lebih tinggi pada suhu penguapan. Komponen murni tak akan pernah muncul dari campuran cairan, walaupun dalam keadaan terbatas tekanan uap dari salah satu komponen biasa demikian rendahnya sehingga komponen itu praktis itu tidak volatile.

Hukum Raoult hanya tepat memperkirakan kesetimbangan cair-uap untuk larutan ideal yang setimbang dengan campuran gas ideal larutan yang memperlihatkan penyimpangan dari idealitas yang dapat diabaikan meliputi larutan yang komponen-komponennya mempunyai struktur dan sifat fisis yang sama, seperti benzena-toluen, propana-butan, methanol-etanol. Hukum Raoult menunjukkan bahwa komposisi dalam campuran yang setimbang tergantung pada tekanan tolak dari sistim dan pada tekanan uap komponen. Tekanan uap berubah dengan suhu tetapi tidak dengan komposisi atau tekanan ideal..

Dalam perhitungan teknik, sering kali lebih mengungkapkan kesetimbangan fase dengan rumus : Ya = Ka xa (3.6) Ka adalah konstanta yang ditentukan dengan percobaan. Ka sering kali hanya sedikit tergantung pada konsentrasi, sekalipun untuk sistim yang tidak mengikuti hukum Raoult; biasa disebut nilai K.

Dalam kebayakan sistim, tekanan uap dari solute dalam larutanyang sangat encer dapat digunakan rumus hukum Raoult sebagai konstanta yang berlaku bagi batas-batas konsentrasi tertentu. Ini merupakan dasar dari hukum Henry, yang paling sering ditulis : Pa = Hca (3.7) Pa = tekanan partial dari a dalam uap H = Konstanta hukum Henry, diukur dengan percobaan Ca = konsentrasi a dalam cairan

Dalam sistim biner (dua komponen), komponen denngan tekanan uap lebih tinggi pada suhu tertentu disebut sebagai komponen yang lebih volatile, sedangkan yang dengan tekanan uap lebih rendah disebut komponen kurang volatile. Umumnya komposisi dari campuran biner akan dinyatakan sebagai konsentrasi dari komponen yang lebih volalite.

Untuk sistim biner dengan a adalah komponen yang lebih vilalite dan b adalah komponen yang kurang volalite, dengan anggapan hukum Raoult berlaku.

b

a

b

b

a

a

pp

yx

xy

= (3.8)

Karena yb = 1 – ya dan xb = 1 - xa

abb

a

a

a

a

a

pp

yx

xy

α==⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−−

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡11

(3.9)

Persamaan (3.9) mendifinisikan volatilitas relatif (α ab) dari komponen a relatif terhadap b. Untuk sistim yang tidak mengikuti hukum Raoult, volatilitas relatip didefinisikan sebagai α ab = K a /K b .

Volalitas relatif akan konstan bila baik Hukum Henry maupun Raoult berlaku. Jika hukum Henry atau Raoult tak diikuti, volatilitas relatip akan berubah dengan komposisi. Gambar. 3.1 menunjukkan data komposisi cair-uap untuk dua sistim dengan volatilitaas relatif konstan dan juga untuk dua sistim denan volatilitas relative yang berubah-ubah dengan komposisi. Sistim yang diperlihatkan pada Gambar.3.3 adalah pada tekanan tetap, tetapi suhu berubah-ubah denan komposisi. Berubah-ubahnya suhu dapat dilihat pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 Contoh 3.1. Suatu campuran butan dan pentan setimbang pada tekanan 300 kN/m dan uap. (a) dengan menggunakan holum Raoult, dan (b) dengan menggunakan harga dari Ka yang diperoleh dari percobaan dan persamaan 3.6.

Page 23: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

21

Penyelesaian (a) Tekanan uap didapat dari table data fisis (lihat Appendix D-1). Tekanan uap pentan pada 40 o C = 117 kN/m 2 Tekanan uap butan pada 40 o C = 373 kN/m 2 , tekanan total = 300 kN/m 2

Untuk butan : y B = PPB x B =

300373

x B =1,24 x B

Untuk pentan : pppp xxxpppy 24,1

3001147

===

Karena hanya buatan dan pentan yang ada dalam cairan dan uqp, XB + Xp = 1, dan yB + yp = 1. sekarang ada empat persamaan dan empat yang belum diketahui pemecahannya : Yb + yp = 1 = 1,24 xB + 0,39 xp = 1,24 xB + 0,39 xp (1- xB), dst. XB = 0,72 yB = 0,89 Xp = 0,20 yp = 0,11 (b). Harga Kdari percobaan pada 300 kN/m2 dan 400CD untuk butan, Kb = 1,2 dan untuk petan, Kp = 0,38 (lihat Appendix D-2). Maka dari itu, yp = 1,2 xB dan yp = 0,38 xp xB = 0,76 yB = 0,91 xp = 0,24 yp = 0,09 perbedaan kecil antara harga-harga pada jawaban (a) dan (b) terletak pada ketelitian pembacaan chart untuk tekanan uap dan K. Maka dari itu, campuran buatan dan pentan mengikuti hukum Raoult makin besar pada tekanan makin tinggi. Contoh 3.2. Beberapa volatilitas relatif butan terhadap pentan pada sushu 40 0C dan 465 psia ? Penyelesaian. Andaikan hukum Raoult berlaku pada tekanan tinggi Dari persamaan 3.9 dengan

18,31011710373

3

3

==− xx

pBα

Dengan menggunakan harga K dari percobaan pada 465 psia (Appendix D-2), Kb = 0,27, Kp = 0,10

70,210,027,0

==− pBα

dari hasil ini terlihatbahwa pada 465 psia campuran butan pentan penyimpangan dari hukum Raoult kira-kira 18%.

Suatau campuran tidak akan mendidih pada suatu suhu untuk tekanan total konstan, berlawanan dengan tabiat cairan murni. Suhu saat campuran dengsn komposisi tertentu mulai menguap jika suhu bertambah disebut titik didih. Sebaliknya suhu saat campuran uap perrtama kalin mengembun pada pendinginan disebut titik embun. Untuk cairan murni, titik didih dan titik embun adalah sama dan sama dengan titik didih; komponen murni menguap dam mengembun pada satu suhu. Titik embun dan titik didih campuran ideal dapat dihitung dari hukum Raoult. Untuk campuran lainnya, harga K dapat V dihitung. Contoh 3.3 Hitung titik embun gas yang mengandung 20 % mol benzena, 3,0 mol toluene dan 50% mol xylene pada tekanan 100 kN/m2.

Page 24: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

22

Penyelesaian. Pada tekanan sedang untuk senyawa-senyawa yang sama ini hukum Raoult cukup teliri. Tekanan uap dari ketiga komponen tergantung pada suhu, yang harus ditentukan. Diperlukan cara coba-coba (trial and error), karena tekanan uap tak dapat diungkapkan dengan fungsi matematiksederhana dari suhu.

Untuk benzena ;B

BBB

B pxxx

xpy

5

5

102,0;2,0101

===

Untuk toluene : T

TTT

r pxxx

xpy

5

5

103,0;3,0101

===

Unruk xylene : x

xxx

x pxxx

xp

y5

5

105,0;5,0101

===

Pada suhu yang besar, XB + XT + XX = 1,0

1105,0103,0102,0 555

=++xTB p

xpx

px

jika suhu tertentu, tekanan uap dapat dicari dari (Appendix d-1) dan sisi kiri persamaan diatas dapat dihitung. Jika sisi kiri tidak sama dengan 1, harus dicoba suhu lain. Andaikan T = 40 0C, PB = 24,13 x 103 N/m2 ; pT = 7,58 x 103 ; Px = 2,96 x 103 N/m2.

.167,2110026,0

105,010076,0

1030,01024,0

102,05

5

5

5

5

5

>=++x

xx

xx

x

Maka dari itu, pengadaian pertama T = 40 0C terlalu rendah Andaikan T = 130 0C. PB = 365,4 x 103 N/m2 ; PT = 158,6 x 103 N/m2 Px = 72,4 x 103 N/m2.

.193,0107246,0

105,010586,11030,0

1065,0102,0

5

5

5

5

5

5

<=++x

xxx

xx

Maka dari itu suhu harus lebih dari 130 0C Andaikan T = 128 0C. PB = 351,6 x 103 N/m2 ; PT = 151,7 x 103 N/m2 Px = 67,2 x 103 N/m2.

00,110672,0

105,010176,11030,0

10516,3102,0

5

5

5

5

5

5

=++x

xxx

xx

Setelah diperiksa pada 128 C, ternyata dekat dengan titik embun campuran. Pada titik embun, cairan yang pertama kali terbentuk mempunyai komposisi sedemikian hingga tekanan yang diberikan oleh setiap komponen dari cairan sama dengan partial dari komponen dalam uap komposisi dari cairan setimbang byang pertama kali terbentuk ketika pengembunan mulai pada 128 0C adalah

057,010516,3

102,05

5

==x

xxB

198,010517,3

103,05

5

==x

xxT

744,010672,0

105,05

5

==x

xxx

Perhitungan kesetimbangan fase seperti contoh 3.3 dengan mudah dapat dilakukan pada computer digital. Akan tetapi ingkapan kesetimbangan fase harus diberikan dalam bentuk analisis. Jika hukum Raoult digunkan, rumus tekanan uap harus dipertimbangkan. Persamaan Antoine ternyata cocok untuk kebanyakan data tekanan uap. Log Pa = Aa + Ba/(ca + T)

Dengan, Aa, Ba, dan Ca : konstante percobaan (lihat Appendix D-2e untuk harga-harga beberapa cairan yang umum dijumpai). Jika harus dicari titik didih untuk campuran yang mengikuti

Page 25: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

23

hukum Raoult, gabungan persamaan neraca bahan dengan hukum Raoult dan persamaan Antoine memberikan.

( ) ( ) ( ) )/()/()/( 101010 TCcBcAcTCbBbabTCaBaaa xcxbxa ++++++ ++ Konstante tekanan uap diketahui, bersama-sama dengan komposisi cairan semula dan

tekanan total, dan persamaan ini maka dapat diselesaikan suhu titik didih, satu-satunya yang belum diketahui. Cara konvergensi sistematis, seperti cara Newton, akan diperlukan supaya penyelesaian interaktif sempurna.

Titik embun dan titik didih dari campuran biner adalah fungsi komposisinya, seperti terlihat pada Gambar.3.2. untuk sistim benzene-toluene. Kurva dibuat berdasarkan data tekanan uap, dengan menganggap hukum Raoult berlaku untuk sistim ini. Titik embun dan titik didih sama pada xa, ya = 0 dan xa, ya = 1 sebab komposisi ini menggambarkan toluene dan benzene murni. Satu-satunya harga suhu pada komposisi ini adalah titik didih komponen murni.

Jika suatu campuran cairan mengandung 0,4 fraksi mol benzene dipanasi (dilukiskan dengan mengikuti garis tegak pada gambar 3.2) akan mulai menguap pada titik didihnya (titik a), yaitu 203,5 F, dan komposisinya (b) adalah 0,625 fraksi mol benzene. Jika suhu dinaikkan (dari a ke c ), lebih banyak cairan menguap sampai cairan terakhir menguap pada 215 F (d). Selama proses penguapan, komposisi (cairan) berubah-ubah dari 0,4 sampai 0,215 dan uap dari sisi keseluruhan dari campuran uap-air tetap pada 0,4 fraksi mol benzene.

Daerah dibawah kurva titik didih melukiskan fase cair. Cairan pada suhu di bawah titik didihnya dapat disebut sebagai cairan subcooled, sedangkan pada titik didihnya disebut cairan jenuh. Demikian pula uap pada titik embunnya disebut uap jenuh. Diantara kurva-kurva titik didih dan titik embun adalah daerah dua fase tempat bersama-sama adanya cairan jenuh dan uap jenuh. Jumlah relative cairan dan uap dalam daerah dua fase dapat dihitung dengan neraca bahan. Diatas kurva titik embun terletak daerah uap superheat/superheated steam.

Larutan yagn tidak ideal dapat mempunyi kurva komposisi suhu cukup berbeda dari kurva gambar 3.2. misalnya, gambar 3.3 melukiskan dua sisitim tidak ideal, isopropanol propylene chloride dan avetone chloroform. Masing-masing bentuk sisitim adalah azeotropis suatu campuran dengan uap setimbang yang berkomposisi sama dengan koimposisi cairan. Pada komposisi azeotrop, titik embun dan titik didih sama, dan campuran menguap pada satu suhu. Kesimpulan ini dapat ditarik dengan menggunakan kaidah gase. Dalam sistim biner uap-cair akan ada dua variable bebas. Biasaya tekanan tertentu jadi tinggal satu variable. Definisi azeotrop mengakebatkan komposisi-komposisi dari dua fase sama satu sama lain, pembatasan ini meniadakan variable bebas yang tunggal satu tadi. Maka dari itu suhu telah tertentu pada satu-satunya harga. Misalnya dalam isopropanol propylene chloride, komposisi cair dan uap yang setimbang menjadi 0,68 fraksi mol isopropanol. Karena titik didih dan titik embun juga sama pada komposisi ini campuran akan menguap pada satu suhu, seperti halnya cairan murni. Berdasarkan hl ini, azeotrop sering disebut campuran dengan titik didih konstan. Azeotrop ini menjadi pada suhu lebih rendah dari pada baik titik didih esopropanol murni maupun propylene chloride murni. Sistim seperti ini disebut campuran dengan titik didih minimum. Sebaliknya, sisim acetone chloroform mempunyai azeotrop dengan titik didih maksimum pada 0,34 fraksi mol acetone (gambar 3.3b).

Penyajian keterangan x,y, T pada tekanan konstan, seperti pada Gambar.3.2. sering kali merupakan pilihan yang menguntungkan, akan tetapi dalam perhitungn neraca bahan yang bersangkutan dengan fase yang dilakukan pada tekanan tertentu, suhunya mungkin belum ditentukan. Untuk perhitungan ini, grafik x terhadap y seperti pada Gb.3.1 jauh lebih menguntungkan. Jika perlu tempat T terhadap x atau y dapat ditambahkan.

Dalam perhitungan-perhitungan proses distalasi dan perpindahan lainnya, neraca tenaga demikian pula nerac massa akan diperlukan. Jadi diperlukan ukuran tenaga sistim. Ini biasanya adalah entalpi, didefinisikan sebagai tenaga dalam ditambah hasil kali P atau V. Data konsentrasi entalpi untuk etanol air pada Gambar.3.4 dan untuk ammonia air dan nitrogen oksitgen pada appendiz D. Entalpi molar digrafikkan pada sumbu tegak dan fraksi mol komponen yang lebih volatile pada sumbu mendatar. Setiap titik pada diagram menyatakan baik entalpi maupun komposisi dari campuran biner. Grafik yang sama dapat dilukiskan dengan menggunakan fraksi massa. Entalpi campuran biner adalah relative terhadap suatu kondisi referensi sembarang yang dipilih untuk komponen-komponen murni. Misalnya, pada gambar 3.4. entalmp-entalpi cair murni pada 32 F dan air murni pada 32 F dipilih sama dengan nol. Campuran etanol dan air dapat mempunyai entalpi-entalpi yang berbeda dari mol pada 32 F sebab ada perubahan entalpi pada pelarutan dan pengeceran. Perubahan kecil untuk sistim air-etanol. Campuran cairan pada suhuselain 32 F akan

Page 26: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

24

mempunyai entalpi tidak nol sebab perubahan entalpi pada pemanasan, sebagaimana dihitung dari kapasitas panas dan perubahan suhu. Jika campuran diuapkan, entalpinya akan naik sebesar panas laten penguapan. Semua perubahan entalpi ditinjau dalam membuat diagram komposisi entalpi untuk sistim biner dengan menggunakan data percobaan terhadap kapasitas panas, panas pelarutan, dan panas penguapan. Pada Gambar 3.4 kurva diberi tanda H menggambarkan uap pada titik embun (uap jenuh) dan kurva yang diberi tanda h menggamberkan cairan pada titik didih (cairan jenuh). Jarak tegak diantrara kurva-kurva karenanya adalah panas laten penguapan dari campuan. Dianrarea dua kurva adalah daerah dua fase uap-air. Untuk menentukan titik-titik pada kurva uap jenuh dan kurva cairan jenuh, yang setimbang satu sama lain, digunakan kurva kesetimbangan dibawah diagram. Harga komposisi uap (y a )dapat dipilih pada kuva entalpi uap (H). Dari kurva

kesetimbangan, harga (x a )yang setimbang dengan (y a ) yang dipilih dapat dicari. Harga (x a )

kemudian dapat dilukis pada kurva (h), entalpi cairan. Kemudian garis penghubung (tie-line) dapat dilukis yang menghubungkan dua titik yang menggambarkan komposisi-komposisi yang setimbang. Garis-garis yang bertanda suhu dalam daereah dua fase adalah garis penghubung.

Jika suhu setimbang ditentukan, komposisi cvairan dan uap diperoleh dari grafik koimposisi suhu, seperti pada gab.3.3a untuk sistim C 3 H 7 OH-C 3 H 6 CL 2 . Daerah Di Bawah Kurva Cairan Jenuh

Menggambarkan Subcooled. Garis-Garis Isoterm(Suhu Konstan) dilukis didaerah ini. Dalam sistim air etanol, panas pelarutan dan pengecoran kecil, sehingga isoterm-isoterm mendekati garis lurus, menunjukkan entalpi konstan. Di atas kurva uap jenuh adalah daerah uap superheat.

Keadaaan khusus, naiknya tekanan menaikkan suhu, dan pada suhu ini terjadi kesetimbangan cair-uap, dan juga mengurangnya ketajaman pemisahan antara komposisi cairan dan uap hal ini dilukiskan pada gamb.3.5. untuk sistim air etanol. Komposisi uap yang setimbang dengan cairan yang mengandung 0,2 fraksi moil etanol akan mengandung 0,53 fraksi mol etanol jika tekanan sistim satu atmosfer (14,7 psia), tetapi akan menjadi 0,42 fraksi mol etanol pada tekanan sistim 300 psia. Juga komposisi azeotrop bergeser menjadi lebih kaya akan etanol jika tekanan berkurang.

Contoh 3.4. Bagaimana komposisi uap yang setimbang dengan cairan jenuh dengan 0,5 fraksi mol etanol dan 0,5 fraksi mol air. Penyelesaian. Pada gambar.3.6. ditarik kebawah garis tegak dari kurva etanol carian pada xa = 0,5. nilai kesetimbangan dari (Ya) ditentukan oleh perpotongandari garis tegak dengan kurva kesetimbangan dan dapat dibaca dari sumbu tegak sebelah kanan, yaitu ya = 0,66. untuk memindahkan harga ini ke sumbu mendatar, garis mendatar ditarik dari kurva kesetimbangan ke diagonal, kemudian garis tegak ditarik ke kurva entalpi uap jenuh. Harga pada kurva H dapat dihubungkan dengan harga semula pada kurva h dengan tie-line. Suhu campuran setembang dapat dengan referensi pada Gambar 3.3a. kira-kira 176 F. Contoh. 3.5. tentukan komposisi dari fase-fase yang pada kondisi-kondisi sebagai berikut : (a). Etanol air pada 177 F, 1 atm. Konsentrasi “bulk” adalah 50 % etanol (b). Amonia air pada 1 atm, xa = 0,3 (c). Etaol air pada 100 F dan 1 atm (d). Amonia air pada 100 psia, H = 10.000, fraksi mol keseluruhan NH 3 =0,5

(e). Amonia air pada 100 psia, H = 20.000, fraksi mol keseluruhan ammonia = 0,4. Penyelesaian : (a). Komposisi paling mudah dicari dari gambar 3.4. Tie-line pada 177 F memotong garis titik didih

dan garis titik embun pada komposisi setimbang xa = 0,42, ya=0,63. (b). Dari kurva kesetimbangan (Appendix D) pada xa = 0,3, ya = 0,93 (c). Karena komposisi belum diketahui, campuran tak dapat dilukis tepat pada gambar 3.4. Akan

tetapi, pada 100 F semua campuran etanol dan air adalah cairan subcooled , yang dilukiskan oleh

Page 27: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

25

isoterm 100 F. Maka dari itu, hanya fase cair yang akan adan pada 100 F dan 1 atm, dan tak ada uap yang setimbang.

(d). Titik (H = 10.000 Btu/eb mol, z a = 0,5) terlukis pada diagram Appendix D. Karena titik terletak

dalam daerah dua fase akan ada cair dan uap yang setimbang. Perlu dicari tie-line melalui titik itu. Pertama kali dilakukan pendekatan dengan menarik tie line melalui titik itu dengan “ slope “ antara isoterm 250 dan 200 F. Harga-harga x a dan y a yang diperoleh karena perpotongan tie

line denga kurva entalpi diperiksa pada diagram kesetimbangan yang ada dibawahnya. Nilai yang x a = 0,17, y a = 0,74

(e). Titik (H = 20.000 Btu/etanol, z a = 0,4) terlukis pada diagram Appendix D. Karena titik di dalam

daerah uap superhead, maka hanya fase uap yang dengan komposisi ya=0,4 saja yang ada. Absorpsi gas dalam perhitungannya sering memerlukan data pada kesetimbangan antara gas yang terlarut dalam fase cair dan fase gtas. Kesetimbangan sering kali dapat diungkapkan dengan Holum Henry atau hokum Roult untuk Solute. Jika persamaan-persamaan tidak tepat, data dapat disusun dalam table atau digrafikkan pada diagram udsara ke dalam air, kelarutan sedikit udara dapat diabaikan, dan konsentrasi ammonia dalam cairan dapat disusun dalam table sebagai fungsi dari tekanan partial ammonia dalam gas (Appendix D).

3. KESETIMBANGAN CAIR-CAIR

Dalam ekstraksi cair, salah satu komponen dalam larutan di pindahkan ke fase cair lainnya yang relative tidak larut dalam larutan pertama. Keadaan paling sederhana, solute terbagi diantara dua fase cair yang tidak larut. Data ketidaksetimbangan untuk ini dapat dicatat sebagai perbandingan berat solute tehadap pelarut dalam masing-masing fase pada kesetimbangan. Misalnuya terbaginya nitrat uranil diantara larutan asam nitrat dan pelarut organic, seperti terlihat pada Gambar 3.7.

Dalam prakteknya banyak dijumpai dua pelarut sebagian larut satu sama lain; disamping itu, konsentrasi solute dapat mempengaruhi salaing melarutnya pelarut-pelarut itu. Jika demikian, data kesetimbangan harus digrafikkan pada diagram tiga komponen. Penerapan kaidah fase pada dua fase, tiga komponen menunjukkan bahwa dapat ada tiga variable bebas. Dalam hal ini ada empat variable komponen ke tiga tidak bebas sama sekali sebab ditetapkan bahwa ke dua fase setimbang. Maka dari itu jika suhu, tekanan dan salah satu konsintrasi tertentu, kedua konsentrasi lainnya terntentu.

Data untuk sistem ter-ner sering kali dilaporkan pada diagram segitiga sama sisi; akan tetapi, untuk perhitungan teknik segitiga siku-siku lebih baik untuk melaporkan data, karena kertas grafik koordinat tegak dapat digunakan dalam membuat diagram. Jika perhitungan hanya menyangkut konsentrasi solute yang relative rendah, hanya sebagian diagram itu kiranya yang akan dilukis dengan memperluas skala mendatar supaya diperoleh ketelitian grafik yang lebih besar.

Sistim terner isopropil eter-asam asetat-air (gambar 3.8)merupakan contoh sistim dengan satu pasang cairan sebagian saling melarut sempurna dan dua pasang lainnya saling larut semua. Gambar3.8, masing-masing titik sudut segitiga menggambarkan komponen murni; sudut siku-siku air murni; puncak isopropil eter murni, titik sudut kanan asam asetat murni. Umumnya sudut sikuy-siku menggambrkan fase murni yang mengandung komponen utama dari rafinat yang tidak terkstraksi (b). (komponen rafnat tak terekstraksi); titik sudut puncak, pelarut murni yang dipakai dalam ekstraksi (c); dan titik sudut kanan slute murni (a) yang harus diekstraksi dari rafinat degnan pelarut. Garis segetiga menggambarkan campuran solute dan komponen rafinat tak rafinat tak terekstraksi, tanpa adanya pelarut. Sisi tegak menggambarkan campuran biner dari komponen tak terekstraksi dan pelarut. Karena x a +x b +x c =1, hanya perlu melukiskan 2 komponen

saja. Komponen yang ketiga selalu dapat dihitung. Pada diagram segitiga siku-siku, campuran paling mudah dilukiskan denga fraksi massa solute (Xa atau ya) dan fraksi massa pelarut (xc atau yc). Fraksi massa komponen rafinat tak terekstrasi (yb atau xb) tak perlu dilukis. Sisi miring segi tiga menggambarkan campuran dengan xb = 0 atau yb = 0. sumbu koordinat untuk komponen b sebenarnya adalah titik sudut siku-siku. Karena sumbu koordinat ketiga tidak perlu maka tidak dilukis.

Setiap titik dalam segitiga menggambarkan campuran tiga komponen. Komponen keseluruhan tertentu ada sebagai satu fase cair, sedangkan lainnya dapat terbagi menjadi dua fase cair. Kurva nopqr (gambar 3.8) memisahkan daerah dua fase (sebelah kiri) dari dearah satu fase

Page 28: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

26

(sebelah kanan) dan disebut kantong fase. Komposisi-komposisi dari fase setimbang harus terletak pada kantong fase. Campuran dibagian dari komponen tak terekstrasi disebut fase ratinat. Campuran pada bagian atas kantong (seperti 0 ) kaya akan pelarut dan disebut ekstrak. Komposisi-komposisi fase yang setimbang dapat dihubungkan dengan tie line, seperti 0-p. Atau komposisi setimbang dapat ditentukan dengan menggunakan kurva setimbang dibawah diagram. Pada titik plait (p) tie line menjadi satu titik dan disini ekstrak dan rafinat sama. Perlu dicatat bahwa kurva setimbang berakhir pada titik plait pada xa = ya.

Sistim dietilen glikol-stiren-etil benzena merupakan contoh sistim dengan dua dari tiga pasang cairan sebagaian pelarut (gambar 3.9). Dalam sistim ini fase ekstrak dan fase rafinat dilukiskan oleh kurva sendiri-sendiri, tak ada titik plait (jalin). Garis untuk fase ekstrak pada diagram terlalu pendek untuk perhitungan stage. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan menggambarkan lagi diatas dasar bebas pelarut. (gambar 3.10) pada sumbu mendatar terlukis :

rasitakterekstnenrafinatmassakompo

emassasolutyx aa ,,

pada sumbu tegak terlukis :

rekstarsifinattaktekomponenraemassasolut

utmassapelaryx cc +,,

Penyebut dari masing-masing besaran ini adalah campuran yang dipisahkan, salah satu komponen dekenal sebagai solute dan lainnya sebagai komponen yan tak akan terekstrasi secara menyolok. Dasar penentuan ukuran komposisi ini adalah bebas pelarut. Bahan bukan pelarut dapat dicirikan menurut konsentrasi salah komponen logikanya solute-sebagaimana dilakukan untuk xa dan ya. Sembarang jumlah pelarut dapat ditambahkan persatuan bahan bukan oelarut. Denan definisi ini, xa + xb = 1 dan xc mempunyai harga sembarang. Dmikian juga ya + yb = 1, dan yc dapat beberapa pun. Misalnya untuk pelarut murni tak terhingga. Contoh 3.6 : Hitung data untuk Gambar 3.10 dari ketentuan pada Gambar 3.9. Penyelesaian : pada kurva ekstrak dari gambar 3.9 pada yc, ya = 0,10, yc = 0,83. Maka dari itu, yb = 0,07. Dasar perhitungan 1 1b ekstrak ini.

59,007,010,0

10,0=

+==

asiekterekstrekomponentmassasolutemassasoluty a

y c =ierekstraksafinattaktekomponenrmassasolut

emassasolut =

07,010,083,0+

= 4,88

Titik ( y a =0,59, y c =4,88 ) dapat dilukis sebagai titik pada kurva ekstrak dari gambar 3.10. titik- titik

lainnya dapat dicari secara sama, maka kurva ekstrak dapat dilukis. Pada kurva rafinat dari gambar 3.9 pada x a =0,8; x c =0,22 dan x b =0,178.

x a = 178,08,0

8,0+

= 0,817 ;

maka dari itu

x c = 178,08,0

022,0+

= 0,0225

Titik-titik ini dapat dilukis pada kurva rafinat dari gambar 3.10. Titik-titik lainnya pada kurva rafinat dilukis dengan cara yang sama. Karena konsentrasi pelarut dari rafinat kecil, kurva hampir berimpit dengan x c = 0 untuk sistem ini.

Dua bagian dari Gambar 3.9 memerlukan dua bagian dalam Gambar 3.10 untuk penyajian atas dasar bebas pelarut. Konsentrasi dari solute dalam bahan pelarut adalah sumbu mendatar dari

Page 29: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

27

masing-masing bagian dari diagram. Sumbu tegak dari salah satu bagian adalah konsentrasi slute dalam ekstrak, dan sumbu lainnya adalah banyaknya pelarut per satuan bahan bukan pelarut.

Analogi dari pelarut dalam ekstraksi cair-cair, absorbent padat dalam pemisahan adsorpsi dan entalpi dalam distilasi akan dibicarakan nanti dan diperlihatkan perbedaan kesamaannya.

Sistim propane-asam oleat-minyak biji kapas (gambar 3.11) memperlihatkan sifat kelarutan dari suatu sistim dapat berubah-ubah dengan suhu. Dalam hal ini, naiknya suhu mengurangi saling melarutnya, berlawanan dengan lazimnya bahwa naiknya suhu menyebabkan bertambahnya kelarutan. Sistim yang membentuk dua fase pada suhu rendah dapat saling melarut sempurna pada suhu tinggi. Gambar 3.11. juga memperlihatkan penggunaan sebagian segitiga dan perubahan skala, yang sering diperlukan untuk ketelitian perhitungan dengan grafik. Tak ada satu data pun untuk sistim yang diluar x a = 0,5, jadi diagram diluar titik ini dihilangkan dan diagram sisanya diperbesar

skalanya.

4. KESETIMBANGAN GAS PADAT. Adsorpsi, kesetimbangan padat gas yang paling umum, ternyata terjadi baik dengan

mekanisme fisis maupun kimiawi. Adsorpsi fisis terjadi bila gaya antar molekul, gaya tarik-menarik diantara molekul-molekul fluid sendiri. Molekul-lolekul fluid melekat pada permukaan adsorbent padat, dan kesetimbangan terjadi di antara fluid teadsorpsi dan yang tinggal dalam fase fluid.

Isoterm-isoterm adsorpsi fisis dari percobaan untuk sejumlah uap hidrokarbon murni pada silica gel diperlihatkan pada Gambar 3.12. adsorpsi dari campuran gas menghasilkan komposisi dalam adsorbat yang berbeda dari yang ada dalam gas. Maka dari itu dimungkinkan campuran gas dengan adsorpsi selektif. Komposisi-komposisi setimbang dari fase gas dan adsorbat untuk campuran propan propilen diperlihatkan pada Gambar 3.13. diagram kembangan ini sangat mirip dengan diagram kesetimbangan untuk distilasi (Gambar 3.10). dapat ditarik analogi diantara adsorbent dalam adsorpsi, entalpi dalam distilasi dan pelarut dalam ekstraksi. Patut diingat bahw fase gas (v) terjadi pada y c =0, dan fase padat (L) mempunyai harga-harga x c lebih besar dari pada nol, belawanan

dengan diagram analog untuk ekstraksi cairan, seperti gambar 3.9 Data untuk adsorpsi fisis sering kali dapat diungkapkan dengn persamaan emperis.

Persamaan-persamaan umum untuk isotherm adsorpsi adalah :

Freundlich : x = k 1 p n/1

Langmuir : x = pk

kzp

31 =

= k 2 p untuk harga p kecil

dengan x = tadsorbentsatuanbera

batberatadsor

p = tekanan partial dari gas yang teradopsi dalam fase gas n, k 1 , k 2 , k 3 , = konstante emperis.

Adsorpsi kimiawi, atau chemisorption, melibatkan interaksi kimiawi diantara fluid teradsorpsi

dan zat padat adsorben. Dalam banyak hal adsorpsi bersifat tak dapat balik, dan sulit memisahkan adsorbal dari adsorbent. Berdasarkan hal ini hanya adsorpsi fisis memberikan kemungkinan untuk operasi stage kontinu.

Adsorpsi dipakai untuk memproses cairan maupun gas. Adsorbent yang umum dipakai meliputi silica gel, arang, alumina, zeolit sintetis dan macam-macam lempung.

Bentuk kesetimbangan padat gas yang benar-benar sederhana terjadi pada sublimasi zat padat menjadi fase gas, atau langsung kristalisasi zat padat dari gas. Disini konsep tekanan uap digunakan tepat seperti yang dipakai dalam perssaan-persamaan 3.4 – 3.7. akan tetapi hanya satu komponen mengkristalkan atau mensublimasi, maka x = 1,0 untuk terkondensasi.

Penukaran ion merupakan operasi cair padat lainnya, tetapi operasi yang mirip adsorpsi kimiawi. Damar padat penukar ion dibuat mencakup ion yang akan digesr tempatnya oleh ion adalah

Page 30: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

28

“zeolite water softener” (pelunak air dengan zeolit ), disini ion-ion natrium dalam dammar ditukar oleh ion-ion kalsium dalam air. Operasi penukaran ion di industri adalah kontak batch atau kontinu bukannya stage, jadi akan dibicarakan di tempat lain.

5. KESETIMBANGAN CAIR PADAT

Dalam ekstraksi cair padat, pelarut cair digunakan untuk larutan zat padat yang tak dapat larut dari zat padat yang dapat larut. Larutan yang terjadi ada yang melekat pada sias yang tak larut. Stage setimbang dapat didefinisikan sebagai stage dengan cairan yagn melekat pada zat padat yang meninggalkannya mempunyai komposisi seperti fase ekstrak cair yang meninggalkannya. Kemudian perlu menentukan secara percobaan massa cairan yang melekat per satuan massa zat padat yang tak larut. Data semacam itu dapat dilukiskan pada diagram terner, seperti pada gambar 3.14. kurva yang terjadi disebut underflow loci dan tidak menggambarkan kondisi setimbang. Sebenarnya didalamnya tergambar pula kurva untuk perbanding yang konstan dari pelarut terhadap inert dan larutan terhadap inert dan kurva hasil percobaan untuk hati ikan dengan eter sebagai pelarut. “underflow” melukiskan zat padat inert murni, dan hipotenusa dari diagram terner menggambarkan larutan jernih. Setiap garis yang menghubungkan komposisi larutan jernih pada hepotenusa dengan sudut siku memotong underflow loci pada komposisi underflow. Maka dari itu, bagian dari garis berasal dari hepotenusa ke underflow loci adalah equilibrium tieline. Underflow locus menentukan kuantitas relative dari larutan yang melekat pada zat padat inert. Data dari gambar 3.14 melukiskan underflow loci. Bila data tersedia data hasil percobaan, hendaknya itu yang dipakai. Bila data terbatas, kurva seperti (1) dan (2) dapat digunakan sebagai pendekatan.

Kurva (1) = Rasio konstan dari 1=massainert

rututyangmelamassapelar

Kurva (2) = Rasio konstan dari 1=massainert

tyangmelarumassalarut

Kurva (3) = kurva dari hasil percobaan hati dan eter

Page 31: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

29

BAB 4

1. PENDAHULUAN

Perpindahan massa (mass-transfer) mempunyai peranan yang penting dalam bidang Teknik Kimia. Karakteristik utama dari seorang sarjana Teknik Kimia (Chemical Engineer) adalah kesanggupannya untuk merencanakan dan mengoperasikan suatu industri kimia di mana terjadi operasi-operasi yang bersifat chemis (misal reaksi-reaksi yang terjadi dalam reactor kimia) dan operasi-operasi yang bersifat fisis (misal pemisahan komponen-komponen yang terdapat dalam produk hasil reaksi). Kesanggupan ini sebagian besar terletak pada penguasaan terhadap ilmu perpindahan massa. Pemakaian prinsip-prinsip perpindahan momentum dan perpindahan panas adalah umum dijumpai pada berbagai bidang teknik. Tetapi pemakaian prinsip-prinsip perpindahan massa hanyalah terbatas pada bidang Teknik Kimia.

Perpindahan massa adalah kecendrungan suatu komponen di dalam suatu campuran untuk bergerak dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Sebagai contoh : bila tabung reaksi yang berisi air diletakkan di dalam ruang di mana udaranya kering, maka uap air akan berpindah melalui kolom udara di dalam tabung reaksi. Di sini nampak bahwa terjadi perpindahan massa air dari daerah dengan konsentrasi tinggi (pada daerah persis di atas permukaan air) ke tempat di mana konsentrasinya rendah (pada mulut tabung reaksi). Bila campuran gas di dalam tabung adalah diam (stagnan), maka perpindahan ini terjadi oleh mekanisme “diffuse molekuler”, tetapi apabila terdapat pencampuran baik oleh pencampuran mekanis atau karena perbedaan density, maka perpindahan massa terjadi oleh mekanisme “diffuse turbulen” dan konveksi. Dalam mempelajari prinsip-prinsip perpindahan massa di sini, dipandang terutama campuran-campuran biner. 2. DIFFUSI MOLEKULER DAN KONVEKSI

Diffusi molekuler adalah berhubungan dengan gerakan molekul-molekul melalui suatu medium karena energi thermisnya, Diffusi molekuler bisa terjadi dalam fase gas, cair, dan padat. Diffusi molekuler dalam fase liquid dan padat belum dapat diterangkan dengan memuaskan secara teoritis. Namun difusi molekuler dalam fase gas dapat diterangkan dengan menggunakan teori kinetic gas. Menurut teori ini, suatu molekul dianggap bergerak menurut garis lurus dengan kecepatan konstan sampai molekul ini bertumbukan dengan molekul lain. Sesudah itu, besar dan arah kecepatan berubah, sehingga molekul-molekul secara keseluruhan bergerak menurut lintasan yang patah-patah dan tak teratur. Kecepatan rata-rata molekul-molekul tersebut bergantung pada suhu. Semakin tinggi suhu, maka kecepatan rata-ratanya makin besar. Kecepatan diffuse dapat dinyatakan sebagai jarak netto yang ditempuh molekul dalam satu arah persatuan waktu. Jarak netto ini adalah hanya sebagian kecil saja dari panjang lintasan total yang ditempuh molekul. Dapat diharapkan dari teori ini bahwa kecepatan diffuse naik dengan penurunan tekanan (karena mengurangi jumlah tumbukan) dan naik dengan kenaikan suhu (karena hal ini akan menaikan kecepatan rata-rata molekul). Diffusi molekuler dapat terjadi karena gradien konsentrasi (ordinary diffuse), karena gradien suhu (thermal diffuse), gradien tekanan (pressure difuse) atau karena akibat adanya gaya luar missal gaya listrik yang bekerja pada sistim (forced diffusion). Diffusi molekuler oleh thermal diffusion, pressure diffusion dan forced diffusion pemakaiannya terbatas dalam praktek. Yang banyak pemakaiannya dalam praktek adalah ordinary diffusion. Oleh karena itu, ordinary diffusion inilah yang dibicarakan disini. Di atas disebutkan bahwa pada “ordinary diffusion” diffuse molekuler terjadi gradien konsentrasi. Oleh karena itu kecepatan diffuse (rate diffuse) suatu komponen pada suatu titik di dalam suatu campuran bergantung pada gradien konsentrasi komponen tersebut pada titik itu. Untuk menentukan hubungan ini secara kuantitatif, maka diperlukan pernyataan atau definisi dari pada rate

PERPINDAHAN MASSA

Page 32: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

30

perpindahan massa.Rate perpindahan massa bisa dinyatakan dalam molar flux, atau moles/(waktu)(luas). Luas yang dimaksud di sini adalah luas yang diukur dalam arah tegak lurus arah perpindahan massa. Dikenal dua macam flux untuk menyatakan gerakan dari pada suatu komponen di dalam campuran, yaitu IA. Yakni flux dari komponen A relative terhadap suatu titik tetap, dan IoA yaitu flux dari komponen A relative terhadap kecepatan rata-rata molar dari seluruh komponen dalam campuran. Definisi flux yang pertama adalah penting untuk mendisain alat. Sedang definisi flux yang kedua adalah lebih menunjukan sifat (karakteristik) dari masing-masing komponen yang berdiffusi. Flux yang kedua ini adalah merupakan penjumlahan dari pada flux akibat diffuse molekuler (yaitu IoA,t). Jadi :

IoA = IoA,m + IoA,t Dengan menggunakan pernyataan untuk rate perpindahan massa di atas, maka hubungan antara flux diffuse molecular dan gradien konsentrasi dapat dinyatakan (untuk campuran biner) sebagai berikut:

IoA,m - -DAB dCA/dZ (4.1) di mana : IoA,m = flux diffuse molekuler komponen A dalam medium B DAB = koefisien diffuse komponen A dalam medium B dCA/dZ = gradien konsentrasi komponen A dalam arah Z Persamaan ini disebut hukum Fick pertama yang ditulis dalam arah Z. Tanda negative menunjukan bahwa diffuse terjadi dalam arah penurunan konsentrasi. Persamaan ini adalah analog dengan hukum Fourier pada heat transfer (perpindahan panas) dan hukum Newton pada momentum transfer (perpindahan momentum). Harga DAB pada umumnya bergantung pada macam komponen A dan B, suhu, tekanan, konsentrasi. Hubungan antara flux diffuse turbulen dan gradien konsentrasi akan dibicarakan pada pasal lebih lanjut. Di atas telah disebutkan bahwa terdapat dua macam flux yaitu IA dan IoA. Pertanyaan yang timbul adalah apakah hubungan antara IA dan IoA ? Untuk sementara dianggap bahwa tak ada turbulensi dalam campuran, sehingga IoA = IoA,m. Dilihat bahwa suatu system biner yang terdiri dari komponen A dan B. IA adalah flux komponen A relative terhadap titik tetap. IoA adalah flux komponen A relative terhadap kecepatan molar rata-rata. Maka flux molar total relative terhadap titik tetap adalah IA + IB, dan kecepatan molar rata-rata adalah:

UM = IA + IB/C = UA CA + Uo Co/C (4.2) di mana : UA = kecepatan linier komponen A UB = kecepatan linier komponen B CA = konsentrasi molar komponen A CB = konsentrasi molar komponen B C = konsentrasi molar total atau densiti molar campuran (C = CA + CB) UM = kecepatan molar rata-rata dari campuran. Jelaslah bahwa IA haruslah lebih besar dari pada IoA sejumlah A yang berada di dalam campuran yang bergerak dengan kecepatan molar rata-rata UM, atau :

IA = UM CA + IoA (4.3) Karena dianggap tak ada turbulensi, maka IoA = IoA,m atau IoA dapat diperoleh dari persamaan (4.1), sehingga bila disubstitusikan pers. (4.1) dan pers. (4.2) ke dalam pers. (4.3) akan diperoleh: IA = (IA + IB) CA/C – DAB dCA/dZ (4.4) Suhu pertama pada sisi kanan pers. (4.4) yaitu (IA + IB) disebut flux konveksi atau convective flux yaitu flux perpindahan massa karena konveksi, atau disebabkan oleh gerakan dari pada campuran,

Page 33: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

31

dan diberi symbol IoA. Persamaan (4.4) bila dinyatakan dalam rate perpindahan massa komponen A, yaitu NA, akan berubah menjadi : NA/S = (NA + NB)/S CA/C – DAB dCA/dZ atau : NA/S = (NA + NB)/S XA– C DAB dXA/dZ (4.5) di mana : S = luas permukaan untuk perpindahan massa (arah perpindahan massa) XA = mole fraksi komponen A Untuk komponen B, persamaan yang serupa dengan pers. (4.5) adalah : NB/S = (NA + NB)/S XB – C DBA dXB/dZ (4.6) Bila pers. (4.5) ditambahkan pers. (4.6) akan menghasilkan :

-C DAB dXA/dZ = C DAB dXB/dZ (4.7) atau IoA = -IoB, karena XA + XB = 1 (dXA/dZ = dXB/dZ), maka pers. (4.7) adalah ekivalen dengan DAB = DBA. Pers.(4.5) atau pers. (4.6) adalah persamaan umum untuk rate perpindahan massa di mana tak ada turbulensi, Bila dianggap tak ada reaksi kimia, maka dapat ditinjau dua keadaan yaitu : 2.1 Diffusi A melalui B yang stagnan melalui permukaan konstan (S adalah konstan) Dalam hal ini NB = 0 (keadaan ini terjadi misalnya pada operasi absorpsi). Bila hanya NB = 0 dimasukan ke dalam pers. (4.5) dan dilakukan integrasi antara bidang batas 1 dan bidang batas 2, akan diperoleh :

IA = NA/S = C DAB/Z(1-XA)L (XA1 – ZA2) (4.8) di mana :

C DAB/(1 - XA)L = (1 – XA1) – (1 –XA2)/ln 1 – XA1/1 –XA2 = XA2 – XA1/ ln 1-XA1/1- XA2 dan Z = Z2 – Z1 = jarak antara bidang batas 1 dan bidang batas 2 Untuk difusi di dalam fase gas, dari pers. (8) dapat diturunkan persamaan berikut : IA = NA/S = DAB PT/RT Z PBM (PA1 –PA2) (4.9) di mana : PBM = A1 –PB2/ln PB1/PB2

PT = tekanan total dari campuran PA1 = tekanan parsial A pada bidang batas 1 PA2 = tekanan parsial A pada bidang batas 2 PB1 = tekanan parsial B pada bidang batas 1 PB2 = tekanan parsial B pada bidang batas 2 T = suhu absolute R = konstanta gas

Page 34: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

32

2.2 Diffusi ekimolal tak searah melalui permukaan konstan Dalam hal ini, NA = -NB (keadaan ini terjadi misalnya pada operasi distilasi). Bila hubungan, NA = -NB dimasukan ke dalam pers. (4.5), dan dilakukan integrasi antara bidang batas 1 dan bidang batas 2, maka akan diperoleh : IA = NA/S = C DAB/Z (XA1 – XA2) (4.10) Untuk diffuse dalam fase gas, dari pers. (4.10) dapat diturunkan persamaan berikut : IA = NA/S = DAB/R T Z (PA1 – PA2) (4.11) Untuk keadaan lain, persamaan untuk rate perpindahan massa dapat diturunkan dari pers. (4.5) atau (4.6). 3. KOEFISIEN DIFFUSI (DIFFUSIVITY)

Koefisien diffuse DAB adalah karakteristik sistim yang secara umum bergantung pada macam komponen A dan B, suhu, tekanan, dan konsentrasi. Satuan koefisien diffuse adalah (panjang)2/waktu. Dalam sistim cgs, satuan koefisien diffuse adalah cm2/detik. Di sini akan dibicarakan koefisien diffuse dalam gas dan dalam fasa liquid. Contoh soal 4.1 : Suatu lapisan tipis (setebal 0,4 cm) dari pada larutan etanol (A) di dalam air (B) berkontak pada salah satu permukaannya dengan cairan organic ke dalam di mana air tak bisa larut, sedang etanol bisa. Konsentrasi etanol pada interface (bidang batas 2) adalah 6,3 % berat etanol dan konsentrasi pada permukaan lainnya (bidang batas 1) adalah 16,8 % berat etanol. Kerapatan larutan pada bidang batas 2 adalah 0,9881 gr/cm3 dan pada bidang batas 1 adalah 0,9728 gram/cm3. Suhu sistim adalah 20 oC . Pada keadaan ini koefisien diffuse DAB = 0,74 x 10-5 cm3/det. Hitunglah flux perpindahan massa IA

Penyelesaian : % berat etanol pada bidang batas 1 adalah 16,8 %, maka mol fraksinya adalah :

XA1 =16,8/46,05/16,8/46,05 + 83,2/18,2 = 0,732 XB1 = 1 – XA1 = 0,9268 Dengan cara sama untuk bidang batas 2 : XA2 = 0,0277 dan XB2 = 0,9723 Berat molekul rata-rata pada bidang batas 1 adalah : M1 = (0,0732) (46,05) + (0,9268) (18,02) = 20,07 gr/gmole

M2 = 18,75 gr/gmole Molar density rata-rata bisa dihitung dari : Crata-rata = [X1/M1 + X2/M2 ]/2 = 0,9723/20,07 + 0,9881/18,75 = 0,0506 Karena air tak larut ke dalam cairan organic, maka B tak berdiffusi sehingga perpindahan massa adalah diffuse A melalui B yang stagnan.

Page 35: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

33

Dalam hal ini IA dapat dihitung dari pers. (4.3) : IA = DAB Rrata-rata/X (1-XA)2 (XA1–XA2) = DAB Crata-rata/Z XBM (XA1-XA2) XBM = XB2 – XB1/ln XB2/XB1 = 0,9723 – 0,9268/ ln 0,9723/0,9268 = 0,949 maka : IA = (0,74 x 10-5) (0,0506)/(0,4) (0,949) (0,0732 – 0,0277) = 4,48 x 10-8 gmole etanol/det. cm2

Tabel 1 Koefisien diffusi gas-gas pada 1 atm

Sistim Suhu (oC)

Koefisien diffuse (cm2/det)

Udara – NH3 0 0,198 Udara – H2O 0

42 0,220 0,288

Udara – CO2 3 44

0,142 0,177

Udara – Etanol 42 25

0,145 0,135

Udara – Asam Asetat 0 0,106 Udara – n –Hexane 21 0,080 Udara – Toluene 25,9

59 0,086 0,104

Udara – Hydrogen 0 0,611 Udara – n – Butanol

0 25,9 59

0,703 0,087 0,104

Udara – n – Pentane 21 0,071 H2 – Air 22,4

175 796

0,83 1,76 8,10

He – Ar 25 225

0,729 1,728

CH4 – Ar 25 0,202 CH4 – He 25 0,675 N2 – NH3 25 0,230 N2 – He 25 0,687 CH4 – H2 0 0,625 N2 – NH3 85 1,093 H2 – NH3 25 0,783 H2 – NH3 85 1,093 H2 – H2 25

85 0,784 1,052

H2O – N2 34,4 55,4

0,256 0,303

H2O – CO2 34,3 55,4

0,202 0,211

SO2 – CO2 343 oK 0,108

Page 36: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

34

3.1 Koefisien Diffuse dalam Fasa Gas

Koefisien diffuse berbagai zat dalam fasa gas dapat dilihat pada Tabel 1 Bila data koefisien diffuse tidak ada, maka koefisien difusi dalam gas bisa diperoleh dari persamaan berikut yang diturunkan berdasarkan pada teori kinetic gas : DAB = (0,00107 – 0,000246 1/MA + 1/MB) T2/3 1/MA + 1/MB (4.12) PT ( AB)2 f (kT/ AB) di mana : DAB = koefisien diffuse, cm2/detik T = suhu absolute, oK PT = tekanan total, atm A = pemisahan molekuler karena tumbukan, oA = ( A + B) /2 AB = energi interaksi molecular, erg L = A B k = konstanta Boltzman f(kT/ AB = fungsi tumbukan yang dapat diperoleh dari Gambar Harga /k dan untuk berbagai gas dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 Harga-harga /k dan untuk berbagai gas

Gas /k, oK , Ao

Udara 97,0 3,617 H2 33,3 2,968 H2 91,46 3,631 CO2 190 3,996 N2O 220 3,879 NO 119 3,470 CH4 136,5 3,882 O2 113,2 3,433 CO 110,3 3,590 Ar 124,0 3,418 Ne 35,7 2,80 He 6,03 2,70

Bila tak ada data eksperimen, /k dan dapat dihitung dari : = 1,18 V1/3 /k = 1,21 Tb di mana : V = volume molal zat dalam keadaan liquid pada titik didih normal, cm3/gmol Tb = titik didih normal, oK Dalam pemakaian Tabel 3, kontribusi untuk masing-masing atom dalam molekul dijumlahkan. Misal, untuk Toluene, C7H8, V = 7 (14,8) + 8 (3,7) – 15 = 118,2 cm3/gmole.

Page 37: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

35

Tabel 3 Atomic Volume dan Molecular Volume

Atomic Volume Molecular Volume

Karbon 14,8 H2 14,3 Hidrogen 3,7 O2 25,6 Chloride 24,6 N2 31,2 Bromine 27,0 Udara 29,9 Iodine 37,0 CO 30,7 Sulfur 25,6 CO2 34,0 Nitrogen 15,6 SO2 44,8 Nitrogen dalam amina primer 10,5 NO 23,6 Nitrogen dalam amina skunder 12,0 N2O 36,4 Oxygen 7,4 NH3 25,8 Oxygen dalam methyl ester 9,1 H2O 18,9 Oxygen dalam ester-2 yang lebih tinggi 11,0 H2S 32,9 Oxygen dalam asam 12,0 CoS 51,5 Oxygen dalam methyl ether 9,9 CL2 48,4 Oxygen dalam ether-2 yang lebih tinggi 11,0 Br2 53,2 Lingkar Benzene = kurangi dengan 15,0 I2 71,5 Lingkar Napthalene = kurangi dengan 30,0

Contoh 4.2 :Hitung koefisien difusi uap ethanol (A), C2H5OH, melalui udara (B) pada 1 atm dan 0 oC. Penyelesaian : T = 273 oK PT = 1 atm MA = 46,07 MB = 29 Dari Tabel 2 : Untuk Udara : B/k = 97 ; B = 3,617 Untuk Ethanol :

VA = 2(14,8) + 6(3,7) + 7,4 = 59,2 (Dari Tabel 3) A = 1,18 (59,2) = 4,6

TBA = 351,4 oK A/k = 1,21 (351,4) = 425 oK

AB = A + B = 4,6 + 3,617/2 = 4,11

AB/k = A/k B/k = (425) (97) = 203

KT/ AB = 273/203 = 1,345

Dari Gambar 2 diperoleh f (kT/ AB) = 0,62 1/MA + 1/MB = 1/46,07 + 1/29 = 0,237 Maka : DAB = (0,00107 – 0,000246 (0,237) (273)3/2 / (1) (4,11)2 (0,62) = 0,103 cm2/det

Page 38: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

36

di mana :

DAB = koeffisien diffuse, cm2/det T = suhu absolute, oK PT = tekanan, atm TC = suhu kritis, oK VC = volume molar kritis, cm3/gmole M = berat molekul

3.2 Koeffisien Diffusi dalam Fasa Cair

Koeffisien diffuse dalam fasa liquid bergantung kepada suhu, konsentrasi, dan macam

komponen.

Page 39: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

37

BAB 5

1. PENDAHULUAN

Perpindahan energi dalam bentuk panas berlangsung dalam hampir setiap proses kimia maupun proses-proses lainnya. Perpindahan panas terjadi karena adanya gaya dorong akibat perbedaan temperatur sehingga panas mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur rendah. Ilmu yang mempelajari tentang perpindahan kalor ini tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi panas itu dapat berpindah tetapi juga meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Perbedaan antara ilmu thermodinamika dengan ilmu perpindahan panas adalah kenyataan bahwa yang dianalisis dalam perpindahan panas adalah laju perpindahan. Karena beda temperatur terdapat diseluruh alam semesta, maka hal ikhwal perpindahan panas bersifat seuniversal tarikan gravitasi. Bedanya adalah aliran panas tidak dikendalikan oleh suatu hubungan yang unik, sebagaimana halnya gravitasi tetapi oleh kombinasi berbagai hukum fisika yang tidak saling bergantungan.

Panas (heat) adalah proses perpindahan energi dari suatu benda atau sistem ke benda atau sistem lain sebagai akibat selisih temperatur (Isaac, 1997). Disini dikatakan bahwa panas itu merupakan proses perpindahan energi. Perpindahan energi ini (dalam bentuk panas) dapat terjadi secara kimia dan jenis-jenis proses lain dan juga dapat dikombinasikan dengan operasi-operasi lain. Seperti pengeringan makanan, distilasi alkohol, pembakaran bahan bakar, dan evaporasi. Perpindahan energi dalam bentuk panas ini terjadi karena adanya perbedaan temperatur gaya gerak dan aliran panas dari temperatur tinggi ke temperatur rendah.

Perpindahan panas itu sendiri mungkin terjadi dengan salah satu atau lebih dari tiga mekanisme dasar perpindahan panas, yaitu : konduksi (hantaran), konveksi (aliran), dan radiasi (pancaran).

2. KONDUKSI

Konduksi dapat dipahami dengan mudah bila kita perhatikan aliran kalor didalam zat padat isotropik homogen, karena disini tidak terdapat konveksi dan efek radiasinya pun dapat diabaikan kecuali jika zat padat itu translusen atau menerawang (translucent) terhadap gelombang elektromagnetik sehingga konduksi adalah perpindahan sejumlah energi melalui suatu zat tanpa berpindahnya zat itu sendiri (Ahmadi, 1996).

Menurut hukum Fourier, hubungan dasar yang menguasai aliran kalor melalui konduksi adalah berupa kesebandingan yang ada antara laju aliran kalor melintas permukaan isotermal dan gradien suhu yang terdapat pada permukaan itu. Hubungan umum ini, yang berlaku pada setiap lokasi di dalam suatu benda, pada setiap waktu, disebut hukum Fourier. Hukum itu dapat dituliskan sebagai berikut :

nTk

dAdq

∂∂

−= ……. (5.1)

dalam hal ini : A = luas permukaan isotermal n = jarak, diukur normal (tegak lurus) terhadap permukaan itu q = laju aliran kalor melintas permukaan itu pada arah normal terhadap

permukaan

T = suhu K = konstanta proporsionalitas (tetapan kesebandingan)

Walaupun persamaan tersebut berlaku khusus untuk permukaan isotermal, persamaan ini

dapat pula kita gunakan untuk aliran kalor melintas sembarang permukaan yang tidak selamanya harus isotermal, asal saja luas A ialah luas permukaan dan panjang lintasan diukur tegak lurus terhadap luas itu. Untuk lebih jelas dapat diilustrasikan pada Gambar 1.

PERPINDAHAN PANAS

Page 40: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

38

Gambar 1. Distribusi suhu, pemanasan dinding tungku, keadaan tak steady : I, pada saat dinding pertama sekali tekanan suhu tinggi, II, dalam pemanasan waktu t; III, pada keadaan steady

Konduksi pada kondisi distribusi suhu keadaan konstan disebut konduksi keadaan stedy (stedy-state conduction). Pada keadaan stedy, T hanya merupakan fungsi posisi semata-mata, dan laju aliran kalor pada setiap titik pada dinding itu konstan. Untuk aliran steady satu dimensi, persamaan (1) dapat dituliskan menjadi:

dndTk

Aq

−= ……. (5.2)

Konstanta proporsionalitas k diatas ialah suatu sifat fisika bahan, yang disebut konduktifitas termal atau kehantaran termal (thermal conductivity). Sifat ini, sebagaimana juga viskositas Newton µ, merupakan salah satu sifat-sifat transfor bahan. Hukum Fourier menyatakan bahwa k tidak bergantung pada gradien suhu tetapi tidak selalu demikian halnya terhadap suhu itu sendiri. Ketergantungan k ini telah dibuktikan dengan eksperimen dalam jangkau landaian suhu yang cukup luas, kecuali untuk zat padat berpori, dimana radiasi antar partikel, yang tidak mematuhi hukum suhu yang linier, merupakan bagian penting dari aliran kalor total. Di lain pihak, k merupakan fungsi suhu, walaupun bukan fungsi kuat. Untuk jangkauan suhu yang tidak besar, k dapat dianggap konstan. Tetapi untuk jangkauan suhu yang lebih lebar, konduktivitas termal dapat didekati dengan persamaan dalam bentuk:

K = a + bT ……. (5.3)

Dimana a dan b adalah konstanta empirik. Konduktivitas termal zat cukup berbeda. Nilainya adalah tertinggi pada logam, dan paling rendah untuk bahan berbentuk serbuk yang telah dihampakan dari udara (McCabe,1999).

Gambar 2. Profil temperatur untuk perpindahan panas dengan konveksi dari suatu fluida ke fluida yang lain

Udara

80°F

Gas Panas

III

II

Suhu 120°F

I

c

B

Fluida A panas Fluida A dingin

Dinding metal

q

T6

T5

T4 T3

T2

T1

Page 41: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

39

Untuk tangki yang berbentuk silinder berlubang, dimana pada tangki tersebut ada jari-jari dalam r1 yang mempunyai temperatur T1 dan jari-jari luar yang mempunyai temperatur T2 dan mempunyai tinggi, sehingga persamaan Fourier dapat ditulis ulang sebagai berikut :

( ) ( )4........)ln(

22

2

2112

2

1

2

1

TTrr

Lkq

dTkrdr

Lq

rLAdrdTk

Aq

r

r

T

T

−=

−=

=−=

∫ ∫π

π

π

3. KONVEKSI

Menurut Alan Isaacs (1997), konveksi adalah proses perpindahan panas dari suatu bagain fluida ke bagian lain fluida akibat gerakan fluida itu sendiri untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gabar 2. Disini terlihat bahwa panas berpindah dari suatu fluida (fluida panas A) melewati dinding tangki dan baru menuju ke fluida kedua (fluida dingin A). Sehingga untuk koefisien perpindahan panas konveksi melalui fluida adalah :

Q = h A (T – Tw) ……. (5.5)

Dalam hal ini h adalah koefisien konveksi dalam W/m2.°K, A adalah luas permukaan dalam m2, T dalam bulk temperatur atau temperatur rata-rata fluida dalam °K, Tw adalah temperatur dinding dalam kontak dengan fluida dalam °K, dan q adalah laju perpindahan panas dalam W. Perpindahan panas dengan cara konveksi ini dapat terjadi dalam 2 bentuk yang meliputi konveksi alamiah dan konveksi paksa. a. Konveksi alami (Natural convection)

Konveksi alami ini terjadi ketika permukaan padatan bersentuhan dengan gas atau cairan dimana terjadi perubahan temperatur pada perukaannya. Perubahan density dalam fluida timbul dari proses pemanasan dan adanya gaya apung (buoyancy force) untuk menggerakkan fluida. Sebagai contoh, penggunaan radiator untuk memanaskan ruangan. Dimana udara dingin yang masuk ke radiator dan kemudian dipanaskan dan panas ini meningkat dengan adanya gaya apung.

Untuk permukaan vertikal isotermal atau plat dengan ketinggian L kurang dari 1 m, koefisien perpindahan panas secara konveksi dapat dilihat dengan menggunakan persamaan umumnya, yaitu :

( )mGr

mP

Nu NNak

CTLak

hLN Pr2

23

=⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ ∆==

µµβρ

……. (5.6)

Dalam hal ini a dan m adalah konstanta dari tabel 1, NGr adalah bilangan tak berdimensi Grashof, ρ density dalam Kg/m3, µ viskositas dalam Kg/ms, ∆T perubahan temperatur positif antara dinding dan fluida (bulk fluida) dalam °K, k konduktivitas termal dalam W/m°K, CP kapasitas panas dalam J/Kg°K, β koefisien ekspansi volumetrik fluida dalam 1/°K dan g adalah 9,80665 m/s2. Semua sifat-sifat fisika tersebut dihitung pada temperatur film Tf = (Tw-Tb)/2.

b. Konveksi paksa (Forced convection) Konveksi paksa adalah proses konveksi yang dipaksakan dengan peralatan-peralatan mekanik

seperti: kipas, pengaduk, pompa dan lain-lain. Kalau dengan pengadukan, dimana dengan adanya pengadukan maka perpindahan panas tersebar marata ke fluida. Untuk ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 3.

Hubungan untuk koefisien perpindahan panas dalam fluida Newton yang dicampur (agitated) dalam vessel adalah sebagai berikut:

Page 42: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

40

m

w

Pb

at

kCND

ak

hD⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛=

µµµ

µρ 3

1

…. (4.7)

Dalam hal ini h adalah koefisien perpindahan panas dari cairan agitasi ke dinding bagian dalam, W/m2°K, Dt adalah diameter dalam tangki dalam m, k konduktivitas termal dalam W/m°K, Da diameter pengaduk dalam m, N adalah kecepatan rotasional dalam putaran per sec, ρ adalah densitas fluida dalam Kg/m3, dan µ adalah viskositas fluida dalam Pa.s. Semua sifat-sifat fisika cairan dihitung pada temperatur cairan (bulk fluida) kecuali µw, yang dihitung dengan temperatur dinding Tw sedangkan a, b, dan m adalah konstanta.

Gambar 3. Perpindahan panas dalam vessel (a) vessel dengan jaket pemanas (b) Vessel dengan coil pemanas

4. RADIASI

Radiasi adalah proses perpindahan panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh benda padat, cair atau gas akibat temperaturnya. Radiasi ini sangat dipengaruhi oleh emisivitas total permukaannya, dimana semakin besar emisivitasnya maka besar pula koefisien perpindahan panasnya. Hubungan emisivitas dengan koefisien perpindahan panas dapat dilihat pada persamaan berikut

( ) ( )21

42

41

21

42

41 100100

676,5TT

TT

TTTThr −

⎟⎠⎞⎜

⎝⎛−⎟

⎠⎞⎜

⎝⎛

=−−

= εεσ

…… (4.8)

Dalam hal ini, ε adalah emisivitas yang dapat dilihat pada tabel 3, T1 adalah temperatur permukaan (fluida atau dinding), T2 adalah temperatur udara (lingkungan), hr adalah koefisien perpindahan panas radiasi dalam W/m2°K (Geankoplis, 1993).

Fluida panas

agitator

Fluida panas

Jaket pemanas (b) (a)

Page 43: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

41

BAB 6

1. PENDAHULUAN

Pada dasarnya pengeringan zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lainnya dari bahan padatan, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat tersebut. Pengeringan biasanya merupakan langkah akhir dari sederetan operasi, dan hasil pengeringan bisanya langsung siap untuk di kemas. Contoh zat padat basah seperti kayu, kapas, kertas yang dapat dikeringkan dengan cara menghembuskan udara (gas) panas yang tak jenuh pada bahan yang akan dikeringkan. Air atau cairan lain menguap pada suhu yang lebih rendah dari titik didihnya karena adanya perbedaan kandungan uap air pada bidang antar-muka bahan padat-gas dengan kandungan uap air pada fasa gas.

Dalam peristiwa tersebut terjadi perpindahan massa dari satu fasa ke fasa lainnya, air dari fasa cair ke fasa gas dan sebaliknya, yang secara bersamaan terjadi pula perpindahan panas laten. Pemisahan air atau zat cair lain dari zat padat dapat dilakukan dengan memeras zat cair itu secara mekanik hingga keluar atau dengan pemisahan sentrifugal atau dengan penguapan secara termal. Pemisahan zat cair secara mekanik biasanya lebih murah biayanya, dan biasanya kandungan zat cair diturunkan lebih dahulu sebanyak-banyaknya sebelum diumpankan ke pengering panas. Gas atau udara panas yang dialirkan melewati suatu bahan yang akan dikeringkan disebut sebagai media pengering. Gas panas ini menyediakan panas yang diperlukan untuk penguapan air dan sekaligus membawa air keluar.

Perbedaannya dengan operasi penguapan (evaporasi) adalah jumlah zat yang diuapkan dan cara pengeluaran uapnya itu hingga jenis peralatannyapun berbeda. Pada evaporasi jumlah air yang diuapkan jauh lebih besar dan tidak ada medium untuk membawa uap airnya. Kandungan zat cair di dalam bahan–bahan yang dikeringkan berbeda-beda dari satu bahan ke bahan lain terkadang ada bahan yang tidak mengandung zat cair sama sekali yang biasanya disebut kering tulang (bone dry). Namun pada umumnya, zat padat masih mengandung sedikit zat cair. Di dalam Teknik Kimia operasi pengeringan tidak terbatas hanya pada sistem uap air dan udara saja, tetapi juga dilakukan untuk sistem uap zat lain dan gas tertentu. Akan tetapi di dalam praktek banyak dijumpai sistem uap air-udara. Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak tumbuh lagi di dalamnya. Zat padat yang akan dikeringkan biasanya terdapat dalam berbagai bentuk serpih (flake), bijian (granula), kristal (crystal), serbuk (powder), lempeng (slab), atau lembaran senambung (Continuous sheet), dengan sifat – sifatnya yang mungkin sangat berbeda satu sama lainnya. Zat cair yang akan diuapkan itu mungkin terdapat pada permukaan zat padat, sebagaimana dalam hal kristal, bisa pula seluruhnya terdapat di dalam zat padat , misalnya pada pemisahan zat pelarut dari lembaran polimer, atau sebagian di luar dan sebagian di dalam.

Keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volum bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang penyimpanan dan pengepakan, berat bahan juga berkurang sehingga memudahkan pengangkutan, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah.

2. KLASIFIKASI

Tidak ada cara yang sederhana untuk mengklasifikasikan peralatan pengering. Namun alat pengering dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu:

(1) Berdasarkan Proses :

Proses tumpak (batch): material dimasukkan ke dalam pengering dan dikeringkan sampai waktu tertentu yang diinginkan.

PENGERINGAN ZAT PADAT

Page 44: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

42

Proses sinambung (continuous): material dimasukkan kedalam pengering dan bahan kering diambil secara sinambung.

(2) Berdasarkan Sistem Kontak: Pengering adiabatic (adiabatic dryer) atau direct dryer: bahan bersentuhan langsung dengan media pengering dan uap air yang terbentuk dipindahkan oleh udara.

Pengering nonadiabatik (nonadiabatik dryer) atau indirect dryer, dimana perpindahan kalor berlangsungdari suatu medium diluar pengering.

Pengering adiabatic dan nonadiabatik (direct-indirect dryer): kombinasi antara pengering adiabatic dan nonadiabatik.

(3) Berdasarkan Keadaan Fisik Bahan yang dikeringkan:

Pengering hampa (vacuum drying): pengeringan pada tekanan rendah dan proses penguapan berlangsung cepat.

Pengering beku (freezing drying): air disublimasikan dari bahan yang dibekukan. 3. PENGERINGAN DAN APLIKASINYA Kebanyakan pengering industri menangani zat padat butiran pada sebagian atau keseluruhan siklus pengeringannya, walaupun beberapa ada juga yang mengeringkan benda-benda besar, seperti barang-barang keramik atau lembaran polimer. Dalam pengeringan adiabatik zat padat itu bersentuhan dengan gas menurut salah satu dari cara berikut, yaitu : (1) Gas ditiupkan melintas permukaan hamparan atau lembaran zat padat atau melintas satu atau

kedua sisi lembaran atau film sinambung. Proses ini disebut pengeringan dengan sirkulasi silang (cross-circulation drying)

(2) Gas ditiupkan melalui hamparan zat padat butiran kasar yang ditempatkan diatas ayak pendukung, cara ini disebut pengeringan sirkulasi tembus (through circulation drying)

(3) Zat padat disiramkan kebawah melalui suatu arus gas yang bergerak perlahan-lahan keatas, kadang-kadang dalam hal ini terdapart pembawa ikutan yang tidak dikehendaki dari pada partikel halus oleh gas.

(4) Gas dialirkan melalui zat padat dengan kecepatan yang cukup untuk memfluidisasikan hamparan.

(5) Zat padat seluruhnya di bawa ikut dengan arus gas kecepatan tinggi dan diangkut secara pnematik dari piranti pencampuran ke pemisah mekanik.

Dalam pengeringan non adiabatik, satu-satunya gas yang harus dikeluarkan adalah uap air atau

uap zat pelarut, walaupun kadang-kadang jumlahnya kecil “gas penyapu” (sweep gas) (biasanya udara atau nitrogen) dilewatkan juga melalui unit itu. Pengeringan non adiabatik dibedakan, terutama menurut caranya zat padat itu berkontak dengan permukaan panas atau sumber kalor lainnya. (1) Zat padat dihamparkan di atas suatu permukaan horizontal, yang stasioner atau bergerak lambat

dan “dimasak” hinggga kering. (2) Zat padat itu bergerak diatas permukaan panas yang biasanya berbentuk silinder dengan

bantuan pengaduk atau konveyor skrup atau konveyor dayung. (3) Zat padat penggelincir dengan gaya gravitasi di atas permukaan panas yang miring atau di bawa

naik bersama dengan permukaann yaitu selama sewaktu – waktu tertentu dan kemudian diluncurkan lagi ke suatu lokasi baru.

Gejala perubahan suhu dalam pengeringan tergantung pada sifat bahan umpan kandungan zat

cairnya, suhu, medium pemanas, waktu pengeringan, serta suhu akhir yang diperbolehkan dalam pengeringan zat padat itu. Namun pola perubahan itu ada kesamaannya antara satu pengeringan dengan pengeringan yang lain.

Jika ms adalah massa zat padat kering tulang (bone dry) yang akan dikeringkan per satuan waktu dan Xa, Xb masing-masing zat cair awal dan akhir dinyatakan dalam zat cair per massa zat padat kering tulang, maka kuantitas kalor yang berpindah per satuan massa zat padat ql/ms adalah:

ql/ms = Cp (Tsb-Tsa) + Xa Cpl (Tv-Tsa) + (Xa-Xb) λ + Xb Cpl (Tsb – Tv) + (Xa – Xb) Cpv (Tvb

– Tv) ……………………….(Pers. McCabe, 25-1) dalam hal ini :

Page 45: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

43

Tsa = suhu umpan Tsb = suhu akhir zat padat Tv = suhu penguapan

λ = kalor penguapan Cp = kalor spesifik zat padat, cair dan uap

Pada pengeringan adiabatik, Tv adalah suhu cembul basah gas, sedang Tvb adalah suhu

keluaran gas Thb. Kalor yang berpindah ke zat padat, zat cair dan uap sebagaimana didapat dalam persamaan (25-1) berasal dari pendingin gas pada pengering adiabatik kontinyu neraca panas menghasilkan :

Q1 = mg (1 + Ha) Csa (Tha – Thb) ……………(Pers. McCabe, 25-2)

dalam hal ini:

mg = laju massa kering Ha = kelembaban gas masuk Csa = kalor lembab gas pada kelembaban waktu masuk

Gambar 1 Diagram proses pengeringan di industri

4. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP LAJU PENGERINGAN Mengingat banyaknya ragam bahan yang dikeringkan di dalam peralatan komersial dan mengingat banyaknya macam peralatan yang digunakan orang, maka tidak ada satu teoripun mengenai pengeringan yang dapat meliputi semua jenis bahan dan peralatan yang ada. Variasi bentuk dan ukuran bahan, keseimbangan kebasahannya (moisture), mekanisme aliran bahan pembasah itu di dalam zat padat, serta metode pemberian kalor yang diperlukan untuk penguapan, semuanya itu menyebabkan kita tidak bisa melakukan satu pembasahan tunggal. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan bahan adalah: sifat fisika dan kimia bahan (bentuk, ukuran, komposisi dan kadar air), pengaturan geometris bahan pada permukaan alat atau media perantara perpindahan panas (seperti tray pada pengering), sifat fisik lingkungan pengering (temperatur udara, kelembaban, kecepatan udara), karakteristik alat pengering efisiensi perpindahan panas. Suatu bahan dapat dikeringkan di dalam udara, dalam uap lewat panas, dalam ruang hampa, dalam gas inert dan dengan aplikasi panas langsung. Pada umumnya udara digunakan sebagai medium pengering, sebab jumlahnya cukup banyak, mudah digunakan dan pemanasan yang berlebihan terhadap bahan pangan dapat dikendalikan. Udara digunakan untuk menghantarkan panas kedalam bahan yang dikeringkan dan membawa uap air yang dibebaskan dari bahan pangan.

Pemberian panas (energi) kepada pengering bertujuan untuk: memanaskan umpan (zat padat dan zat cair) sampai suhu penguapan, menguapkan zat cair, memanaskan zat padat sampai suhu akhirnya, memanaskan uap sampai suhu akhirnya.

Page 46: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

44

Ditinjau kepada internal gradien temperatur, transmisi panas di dalam bahan lebih condong terjadi secara konveksi, sedangkan jika ditinjau kepada perpindahan massa (moisture) tidak begitu dipengaruhi oleh faktor ini. Mekanisme perpindahan panas dengan metoda yang lain, seperti secara radiasi, atau yang disebabkan oleh pemuaian panas dalam (seperti reaksi kimia), jarang diaplikasikan pada proses pengeringan bahan terutama bahan pangan. Gejala perubahan suhu di dalam suatu pengeringan bergantung pada sifat bahan umpan dan kandungan zat cairnya, suhu, medium pemanas, waktu pengeringan serta suhu akhir yang diperbolehkan dalam pengeringan zat padat itu. Secara umum air di dalam suatu bahan terdapat dalam beberapa bentuk antara lain: 1. Air bebas (free water), terdapat dipermukaan bahan dan mudah diuapkan 2. Air terikat (bound water).

Air terikat bisa terdapat dalam beberapa kondisi. Air cair di dalam kapiler-kapiler halus memberikan tekanan uap uang rendah abnormal karena kelengkungan permukaannya dalam hal ini sangat cekung; kebasahan di dalam sel atu dinding serat mungkin mengalami penurunan tekanan uap karena adanya zat padat yang telarut di dalamnya; air di dalam bahan organik alam berada dalam gabungan fisika dan kimia, sifat dan kekuatannya berbeda-beda sesuai dengan sifat dan kandungan kebasahan di dalam zat padat itu. Air tak terikat di lain pihak memberikan tekanan uap penuh dan terutama terdapat di dalam rongga-rongga zat padat. Perbedaan air tak terikat dan air terikat bergantung pada bahan itu sendiri sedangkan perbedaan antara kebasahan bebas dan kebasahan seimbang bergantung pada kondisi pengeringan.

Gambar 2 Diagram proses pengeringan di industri (sistem penyemprotan)

Kelembaban atau humidity adalah massa uap yang di bawa oleh suatu satuan massa gas

bebas uap. Menurut definisinya kelembaban tergantung pada tekanan parsial uap di dalam campuran bila tekanan total dibuat tetap. Jadi kelembaban adalah ;

MA PA H = ⎯⎯⎯⎯⎯ ……………………………………..(Pers. Geankoplis, 9.3-1) MB (1-PA) Gas jenuh adalah gas dimana uap berada dalam kesetimbangan dengan zat cair. Tekanan

parsial uap jenuh sama dengan tekanan uap cair. 18,02 pAS HS = ⎯⎯⎯⎯⎯⎯ ……………………………………(Pers. Geankoplis, 9.3-2) 28,97 P – pAS Kelembaban relatif didefinisikan sebagai rasio antara tekanan parsial uap dan tekanan uap cair

pada suhu gas. Besaran ini biasanya dinyatakan dalam persen sehingga kelembaban 100 % adalah gas jenuh sedangkan kelembaban 0 % berarti gas bebas uap.

Page 47: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

45

pA HR = 100 ⎯⎯ ……………………………………….. (Geankoplis, 9.3-4) pAS Kalor lembab atau humidity heat adalah energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 kg

udara kering beserta seluruh uap yang dikandungnya sebesar 1 oK atau 1 oC. Volume lembab (humidity volume) ialah volume total suatu satuan massa gas bebas uap beserta seluruh uap yang dikandung pada tekanan 1 atm dan suhu gas sesuai dengan hukum gas ideal. Volume lembab VH untuk campuran udara-uap air adalah :

VH m3/kg udara kering = (2,83 x 10-3 + 4,56 x 10-3H)TK Titik embun adalah suatu pendingin campuran uap-gas pada kelembaban tetap menjadi jenuh.

Titik embun fasa gas jenuh sama dengan suhu gas itu. Alat pengering dapat berupa: Tray dryer, Vacum – shelf indirect drayers, Continous Dryer, Rotary Dryer, Drum Dryer, Spray Dayer, Alat pengeringan Gandum waktu panen, dan lainnya.

Bila perpindahan kalor dan perpindahan massa terdapat sekaligus mekanisme pengeringan tergantung pada sifat zat padat serta metoda yang digunakan untuk mengontakan zat padat dengan gas itu. Ada 3 macam zat padat yang dikenal yaitu: kristal, zat berpori, dan padat tidak berpori. Partikel kristal tidak mengandung zat cair, sehingga pengeringahn hanya berlangsung pada permukaan zat padat saja, hamparan partikel kristal dapat dianggap sebagai zat yang sangat berpori zat padat yang benar-benar berpori seperti plat katalis, mengandung zat cair pada saluran pedalamannya, misalnya zat padat yang tidak berpori antara lain, gel-gel koloid seperti sabun, perekat, lempung plastik.

Page 48: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

46

BAB 7

1. PENGERTIAN FLUIDISASI

Fluidisasi adalah metoda pengontakan butiran-butiran padatan dengan fluida baik cair maupun gas. Metoda ini diharapkan butiran padatan memiliki sifat seperti fluida dengan viskositas tinggi. Sebagai ilustrasi, tinjau suatu kolom berisi sejumlah partikel padat berbentuk bola. Melalui unggun padatan ini kemudian dialirkan gas dari bawah ke atas. Pada laju alir yang cukup rendah, butiran padat akan tetap diam, karena gas hanya mengalir dari bawah ke atas. Pada laju alir yang cukup rendah, butiran padat akan tetap diam, karena gas hanya mengalir melalui ruang antar partikel tanpa menyebabkan perubahan susunan partikel tersebut. Keadaan yang demikian disebut unggun diam atau fixed bed. Keadaan fluidisasi unggun diam tersebut ditunjukkan pada Gambar 1a.

Gambar 1 Skema unggun diam dan unggun terfluidakan

Kalau laju alir kemudian dinaikkan, akan sampai pada suatu keadaan di mana unggun padatan akan tersuspensi di dalam aliran gas yang melaluinya. Pada keadaan ini masing-masing butiran akan terpisahkan satu sama lain sehingga dapat bergerak dengan lebih mudah. Pada kondisi butiran yang dapat bergerak ini, sifat unggun akan menyerupai suatu cairan dengan viskositas tinggi, misalnya adanya kecenderungan untuk mengalir, mempunyai sifat hidrostatik dan sebagainya. Sifat unggun terfluidisasi ini dapat dilihat pada Gambar 1b. Dalam dunia industri, fluidisasi diaplikasikan dalam banyak hal seperti transportasi serbuk padatan (conveyor untuk solid), pencampuran padatan halus, perpindahan panas (seperti pendinginan untuk bijih alumina panas), pelapisan plastik pada permukaan logam, proses drying dan sizing pada pembakaran, proses pertumbuhan partikel dan kondensai bahan yang dapat mengalami sublimasi, adsorpsi (untuk pengeringan udara dengan adsorben), dan masih banyak aplikasi lain. Fenomena-fenomena yang dapat terjadi pada prose fluidisasi antara lain:

(1) Fenomena fixed bed yang terjadi ketika laju alir fluida kurang dari laju minimum yang dibutuhkan untuk proses awal fluidisasi. Pada kondisi ini partikel padatan tetap diam. Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 1a.

(2) Fenomena minimum or incipient fluidization yang terjadi ketika laju alir fluida mencapai laju alir minimum yang dibutuhkan untuk proses fluidisasi. Pada kondisi ini partikel-partikel padat mulai terekspansi. Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 1b.

Unggun diam (A)

Unggun terfluidakan

(B)

FLUIDISASI

Page 49: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

47

(3) Fenomena smooth or homogenously fluidization terjadi ketika kecepatan dan distribusi aliran fluida merata, densitas dan distribusi partikel dalam unggun sama atau homogen sehingga ekspansi pada setiap partikel padatan seragam. Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 2 Sifat Cairan dalam Unggun terfluidisasi

Gambar 3 Fenomena smooth or homogenously fluidization

(4) Fenomena bubbling fluidization yang terjadi ketika gelembung – gelembung pada unggun terbentuk akibat densitas dan distribusi partikel tidak homogen. Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Fenomena bubbling fluidization

Page 50: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

48

(5) Fenomena slugging fluidization yang terjadi ketika gelembung-gelembung besar yang mencapai lebar dari diameter kolom terbentuk pada partikel-partikel padat. Pada kondisi ini terjadi penorakan sehingga partikel-partikel padat seperti terangkat. Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Fenomena slugging fluidization

(6) Fenomena chanelling fluidization yang terjadi ketika dalam ungggun partikel padatan terbentuk saluran-saluran seperti tabung vertikal. Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Fenomena chanelling fluidization

(7) Fenomena disperse fluidization yang terjadi saat kecepatan alir fluida melampaui kecepatan maksimum aliran fluida. Pada fenomena ini sebagian partikel akan terbawa aliran fluida dan ekspansi mencapai nilai maksimum. Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 7.

Fenomena-fenomena fluidisasi tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor:

(1) laju alir fluida dan jenis fluida, (2) ukuran partikel dan bentuk partikel, (3) jenis dan densitas partikel serta faktor interlok antar partikel, (4) porositas unggun, (5) distribusi aliran, (6) distribusi bentuk ukuran fluida, (7) diameter kolom, dan (8) tinggi unggun.

Faktor-faktor di atas merupakan variabel-variabel dalam proses fluidisasi yang akan menentukan karakteristik proses fluidisasi tersebut. Karakteristik unggun terfluidakan digambarkan pada kurva karakteristik fluidisasi yang merupakan plot antara log U dan log ∆P. Persamaan yang digunakan adalah Persamaan Ergun dan Persamaan Wen Yu. Proses fluidisasi biasanya dilakukan dengan cara mengalirkan fluida gas atau cair ke dalam kolom yang berisi unggun butiran-butiran padat. Pada laju alir yang kecil aliran hanya menerobos unggun melalui celah-celah/ ruang kosong antar partikel, sedangkan partikel-partikel padat tetap dalam keadaan diam. Kondisi ini dikenal sebagai fenomena unggun diam. Saat kecepatan aliran fluida

Page 51: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

49

diperbesar sehingga mencapai kecepatan minimum, yaitu kecepatan saat gaya seret fluida terhadap partikel-partikel padatan lebih atau sama dengan gaya berat partikel-partikel padatan tersebut, partikel yang semula diam akan mulai terekspansi, Keadaan ini disebut incipient fluidization atau fluidisasi minimum. Jika kecepatan diperbesar, akan terjadi beberapa fenomena yang dapat diamati secara visual dan pada kondisi inilah partikel-partikel padat memiliki sifat seperti fluida dengan viskositas tinggi. Karena sifat-sifat partikel padat yang menyerupai sifat fluida cair dengan viskositas tinggi, metoda pengontakan fluidisasi memiliki beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungan proses fluidisasi, antara lain:

(1) sifat unggun yang menyerupai fluida memungkinkan adanya aliran zat padat secara kontinu dan memudahkan pengontrolan,

(2) kecepatan pencampuran yang tinggi membuat reaktor selalu berada dalam kondisi isotermal sehingga memudahkan pengendaliannya,

(3) sirkulasi butiran-butiran padat antara dua unggun fluidisasi memungkinkan pemindahan jumlah panas yang besar dalam reaktor,

(4) perpindahan panas dan kecepatan perpindahan mass antara partikel cukup tinggi, dan (5) perpindahan panas antara unggun terfluidakan dengan media pemindah panas yang baik

memungkinkan pemakaian alat penukar panas yang memiliki luas permukaan kecil. Sebaliknya, kerugian proses fluidisasi antara lain:

(1) selama operasi partikel-partikel padat mengalami pengikisan sehingga karakteristik fluidisasi dapat berubah dari waktu ke waktu,

(2) butiran halus akan terbawa aliran sehingga mengakibatkan hilangnya sejumlah tertentu padatan,

(3) adanya erosi terhadap bejana dan sistem pendingin, dan (4) terjadinya gelombang dan penorakan di dalam unggun sering kali tidak dapat dihindari

sehingga kontak antara fluida dan partikel tidak seragam. Jika hal ini terjadi pada reaktor, konversi reaksi akan kecil.

2. Hilang Tekanan (Pressure Drop) Aspek utama yang akan ditinjau dalam proses fluidisasi ini adalah mengetahui besarnya hilang tekan (pressure drop) di dalam unggun padatan yang terfluidakan. Hal tersebut mempunyai arti yang cukup penting karena selain erat sekali hubungannya dengan besarnya energi yang diperlukan, juga bisa memberikan indikasi tentang kelakuan unggun selama operasi berlangsung. Penentuan besarnya hilang tekan di dalam unggun terfluidakan terutama dihitung berdasarkan rumus-rumus yang diturunkan untuk unggun diam, terutama oleh Balke, Kozeny, Carman, ataupun peneliti-peneliti lainnya. 2.1 Hilang Tekan dalam Unggun Diam Korelasi-korelasi matematik yang menggambarkan hubuangan antara hilang tekan dengan laju alir fluida di dalam suatu sistem unggun diam diperoleh pertama kali pada tahun 1922 oleh Blake melalui metoda-metoda yang bersifat semi empiris, yaitu dengan menggunakan bilangan-bilangan tidak berdimensi. Untuk aliran laminer dengan kehilangan energi terutama disebabkan oleh gaya viscous, Blake memberikan hubungan seperti berikut:

................................... (1) dimana: ∆P/L = hilang tekan per satuan panjang/ tinggi unggun gc = faktor gravitasi µ = viskositas fluida ε = porositas unggun yang didefinisikan sebagai perbandingan volume ruang kosong di dalam unggun dengan volume unggun u = kecepatan alir superfisial fluida S = luas permukaan spesifik partikel

Page 52: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

50

Luas permukaan spesifik partikel (luas permukaan per satuan volume unggun) dihitung berdasarkan korelasi berikut:

................................. (2) sehingga persamaan tersebut menjadi:

............... (3) Atau

................... (4) dimana k adalah konstanta fludisasi dan k’=36 k (Tabel 1). Persamaan ini kemudian diturunkan lagi oleh Kozeny (1927) dengan mengasumsikan bahwa unggun zat padat tersebut adalah ekivalen dengan satu kumpulan saluran-saluran lurus yang paralel yang mempunyai luas permukaan dalam total dan volume dalam total masing-masing sama dengan luas permukaan luar partikel dan volume ruang kosongnya. Harga konstanta k’ diperoleh beberapa peneliti berbeda-beda seperti ditunjukkan pada Tabel 1 berikut: Tabel 1 Konstanta Empirik Fluidisasi

No. k’ Sumber 1 150 Kozeny (1927) 2 180 Carman (1937) 3 200 US Bureau of Mines (1951)

Untuk aliran turbulen, persamaan tersebut tidak dapat digunakan lagi sehingga Ergun menurunkan rumus yang lain (1952) dimana kehilangan tekanan digambarkan sebagai gabungan dari viscous losses dan kinetic energy loss.

........ (5) losses energy kinetic losses viscous

dimana k1 = 150 dan k2 = 1,75 Pada keadaan ekstrem, yaitu bila: a. aliran laminer (Re<20), kinetic energy losses dapat diabaikan, sehingga

......................... (6)

Page 53: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

51

b. aliran turbulen (Re>1000), viscous losses dapat diabaikan, sehingga:

................. (7) 2.2 Hilang Tekan pada Unggun Terfluidakan (Fluidized Bed) Pada unggun terfluidakan, persamaan yang menggambarkan hubungan p/l dan u yang biasanya digunakan adalah persamaan Ergun, yaitu:

.......... (8) dimana εf adalah porositas unggun pada keadaan terfluidakan. Pada keadaan ini, dimana partikel-partikel zat padat seolah-olah terapung di dalam fluida sehingga terjadi kesetimbangan antara berat partikel dengan gaya seret dan gaya apung dari fluida di sekelilingnya:

[gaya seret oleh fluida yang naik] = [berat partikel]-[gaya apung] Atau

[hilang tekan pada unggun] x [luas penampang] = [volume unggun] x [fraksi zat padat] x [densitas

zat padat – densitas fluida]

.............................. (9)

................................ (10)

3. Kecepatan Minimum fluidisasi Yang dimaksud dengan kecepatan minimum fluidisasi (dengan notasi Umf) adalah kecepatan superfisial fluida minimum dimana fluidisasi mulai terjadi. harganya diperoleh dengan mengombinasikan persaman Ergun dengan persamaan neraca massa pada unggun terfluidakan, menjadi:

……… (11) Untuk keadaan ekstrem, yaitu: 1. aliran laminer (Re<20), kecepatan fluidisasi minimumnya adalah:

……………………….. (12)

Page 54: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

52

2. aliran turbulen (Re>1000), kecepatan fluidisasi minimumnya adalah Beberapa persamaan lain untuk menghitung harga Umf dapat dilihat di dalam pustaka. 4 Karakteristik Unggun Terfluidakan Karakteristik unggun terfluidakan biasanya dinyatakan dalam bentuk grafik antara penurunan tekanan (∆P) dan kecepatan superfisial (u). Untuk keadaan yang ideal, kurva hubungan ini berbentuk seperti Gambar 8.

Gambar 8 Kurva karakteristik fluidisasi ideal

Garis A-B dalam grafik menunjukkan hilang tekan pada daerah unggun diam (porositas unggun = 0). Garis B-C menunjukkan keadaan dimana unggun telah terfluidakan. Garis D-E menunjukkan hilang tekan dalam daerajh unggun diam pada waktu menurunkan kecepatan alir fluida. Harga penurunan tekanannya, untuk kecepatan aliran fluida tertentu, sedikit lebih rendah dari pada harga penurunan tekanan pada saat awal operasi. 4.1 Penyimpangan dari keadaan ideal 1. Interlock Karakteristik fluidisasi seperti digambarkan pada kurva fluidisasi ideal hanya terjadi pada kondisi yang betul-betul ideal dimana butiran zat padat dengan mudah saling melepaskan pada saat terjadi kesetimbangan antara gaya seret dengan berat partikel. Pada kenyataannya, keadaan di atas tidak selamanya bisa terjadi karena adanya kecenderungan partikel-partikel untuk saling mengunci satu dengan lainnya (interlock), sehingga akan terjadi kenaikan hilang tekan (∆P) sesaat sebelum fluidisasi terjadi. Fenomena interlock ini dapat dilihat pada Gambar 9, terjadi pada awal fluidisasi saat terjadi perubahan kondisi dari unggun tetap menjadi unggun terfluidakan. 2. Fluidisasi heterogen (aggregative fluidization) Jenis penyimpangan yang lain adalah kalau pada saat fluidisasi partikel-partikel padat tidak terpisah-pisah secara sempurna tetapi berkelompok membentuk suatu agregat. Keadaan yang seperti ini disebut sebagai fluidisasi heterogen atau aggregative fluidization. Tiga jenis fluidisasi heterogen yang biasa terjadi adalah karena timbulnya: a. penggelembungan (bubbling), ditunjukkan pada Gambar 10a, b. penorakan (slugging), ditunjukkan pada Gambar 10b, c. saluran-saluran fluida yang terpisahkan (chanelling), ditunjukkan pada Gambar 10c,

Page 55: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

53

Gambar 9 Kurva karakteristik fluidisasi tidak ideal karena terjadi interlock

(A) (B) (C)

Gambar 10 Tiga jenis agregative fluidization Bentuk kurva karakteristik untuk unggun terfluidakan yang mengalami penyimpangan dari keadaan ideal yang disebabakan oleh tiga jenis fenomena di atas dapat dilihat dalam pustaka (1) dan (3). 5. Evaluasi Parameter-Parameter dalam Peristiwa Fluidisasi 5.1 Densitas Partikel Penentuan densitas partikel untuk zat padat yang tidak menyerap air atau zat cair lain bisa dilakukan dengan memakai piknometer. Sedangkan untuk partikel berpori, cara di atas akan menimbulkan kesalahan yang cukup besar karena air atau cairan akan memasuki pori-pori di dalam partikel, sehingga yang diukur bukan lagi densitas partikel (berikut pori-porinya) seperti yang diperlukan di dalam persamaan-persamaan yang ditulis di muka, tetapi densitas bahan padatnya (tidak termasuk pori-pori di dalamnya). Untuk partikel-partikel yang demikian, ada cara lain yang biasa digunakan, yaitu dengan memakai metoda yang diturunkan Ergun. Prosedur percobaannya bisa dilihat di dalam pustaka 3 dalam Daftar Pustaka, di halaman 57 dan 58. 5.2 Bentuk Partikel Di dalam persamaan-persamaan yang telah diturunkan sebelumnya partikelpartikel padatnya dianggap sebagai butiran-butiran yang berbentuk bola dengan diameter rata-rata dp. Untuk partikel-partikel yang mempunyai bentuk lain, harus diadakan suatu koreksi yang menyatakan bentuk sebenarnya partikel yang ditinjau. Faktor koreksi ini disebut sebagai faktor bentuk atau derajat kebolaan suatu partikel yang didefinisikan sebagai:

Page 56: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

54

.......... (14) Derajat kebolaan (θs) bisa dipakai langsung dalam persamaan-persamaan terdahulu dengan mengganti dp menjadi θs.dp, sehingga persamaan Ergun dapat ditulis menjadi:

.... (15) dimana θs = 1 untuk partikel berbentuk bola θs < 1 untuk partikel berbentuk bola 5.3 Diameter Partikel Diameter partikel biasanya diukur berdasarkan analisa ayakan. Prosedur penentuan dan perhitungan bisa dilihat dalam pustaka ke-1 (dalam Daftar Pustaka) halaman 67 sampai 69 atau pustaka ke-3 (dalam Daftar Pustaka) halaman 61. Prosedur perhitungannya dapat dilihat pada Bagian V.4 Rancangan Percobaan, Contoh Data dan Langkah Perhitungan. 5.4 Porositas Unggun Porositas unggun menyatakan fraksi kosong di dalam unggun yang secara matematik bisa ditulis sebagai berikut:

...................................................... (16) dimana ε = porositas unggun Vu = volume unggun Vp = volume partikel Harga porositas unggun ini sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri butiran padat yang membentuk unggun tersebut, atau dengan perkataan lain, porositas unggun merupakan fungsi dari faktor bentuk atau derajat kebolaan partikel-partikelnya. Salah satu hasil eksperimen yang menggambarkan pengaruh derajat kebolaan terhadap porositas unggun diberikan oleh Brown dan diperlihatkan pada Gambar 11. 6. Pendekatan dalam Percobaan Pengukuran densitas partikel dilakukan menggunakan piknometer dengan valome tertentu dengan tipol sebagai fluidanya. Tipol digunakan karena memiliki tegangan permukaan dan viskositas tinggi sehingga cenderung tidak memasuki pori-pori partikel. Dengan demikian asumsi partikel padatan berbentuk bola dapat digunakan. Kecepatan minimum fluidisasi dapat ditentukan secara grafis dan teoritis. Teknik grafis dapat dilakukan apabila tersedia kurva karakteristik fluidisasi. (antara log u terhadap log ∆P). Dengan menarik garis vertikal pada titik mulai konstannya log ∆P atau titik yang menunjukkan adanya fenomena interlock dapat diperpikrakan Umf. Karena fluktuasi nilai dibanding kurva fluidisasi ideal, perkiraan ini kurang akurat. Supaya Umf perkiraan mendekati nilai sebenarnya, penarikan garis pada titik konstan ∆P dilakukan saat kurva fluidisasi mengalurkan data kecepatan tinggi ke rendah. Diharapkan saat kecepatan menurun fenomena interlock dapat dikurangi. Interlock menyebabkan partikel menyatu (biasanya karena basah atau karena kelembaban udara) sehingga kecepatan udara

Page 57: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

55

yang dibutuhkan untuk memfluidisasikan partikel tersebut juga bertambah besar. Akibatnya umf yang teramati cenderung lebih tinggi daripada nilai sebenarnya.

Gambar 11 Hubungan antara derajat kebolaan partikel dengan porositas unggun

7. Perhitungan Laju Fluidisasi Teoritis

Perhitungan laju fluidisasi terbagi atas perhitungan laju fluidisasi minimum ('mfv

) untuk mengangkat

partikel-partikel pasir dan perhitungan fluidisasi maksimum ('v ) yang merupakan kecepatan

maksimum fluidisasi bahan. 7.1 Fluidisasi Minimum Laju fluida gas untuk menghasilkan fluidisasi minimum dihitung dengan menggunakan persamaan yang dirumuskan oleh Wen dan Yu (10). Pendekatan Wen-Yu digunakan mengingat nilai fraksi kosong (ε) dan faktor sperik (Φ) bahan tidak diketahui. Dalam persamaan ini, nilai fraksi kosong (ε) dan faktor sperik (Φ) bahan didekati dengan menggunakan persamaan:

1413 ≅mfsεφ

dan

111

32 ≅−

mfs

mf

εφ

ε

… (16) maka kecepatan minimum gas untuk mencapai fluidisasi adalah:

( ) ( )7.330408,07,33

2/1

2

32 −

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡ −+=

µ

ρρρµρ gdud gsgpgmfp

… (17)

( ) ( ) ( ) ( )( )

7.33109,1

8,9137,11004,2137,1102,70408,07,33109,1

137,1102,72/1

25

3342

5

4

−⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

−⋅⋅+=

⋅−

−mfu

7,33

1061,363,94910732,369,1135086,43

2/1

10

10

−⎥⎦

⎤⎢⎣

⋅⋅

+=−

mfU

smU mf 28583,0=

Jadi besar laju gas untuk mencapai fluidisasi minimum adalah 0,286 m/s. Jika partikel pasir didekati sebagai pasir bulat, dengan faktor sperik (Φ) sebesar 0,86 dan fraksi kosong (ε) sebesar 0,42 [Kunii, 1977], maka untuk partikel dengan ukuran 20-30 mesh dengan laju linier gas pada kolom pengering sebesar 3 m/s, dengan menggunakan persamaan Ergun diperoleh nilai Reynolds partikel sebesar:

Page 58: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

56

g

ggpp

udµερ

×−

××=

)1(Re

5

4

10845,1)42,01(13,13102,7Re

⋅×−××⋅

=p

86,421Re =p (regim transisi)

Jadi regim aliran partikel termasuk dalam regim transisi. Jika dilakukan perbandingan antara laju gas aktual dengan laju gas minimum, diperoleh:

×=== 5,10

28583,03

mf

f

uu

k

Jadi laju gas operasi aktual 10,5 kali laju gas minimum fluidisasi. 7.2 Fluidisasi Maksimum Fluidisasi maksimum merupakan batas antara peristiwa terfluidisasinya partikel padatan dengan peristiwa terbawanya partikel padatan tersebut (conveying). Untuk bilangan Reynolds fluida gas (NRe,f) > 1000, digunakan persamaan empirik (9):

19'

≅mf

f

uu

… (18) Maka laju gas pada fluidisasi maksimum sebesar:

( )mff uu ×≅ 9'

( )

smu f 574,2286,09' =×≅

Jadi besar laju fluida gas pada fluidisasi maksimum adalah 2,574 m/s. Jika dibandingkan dengan laju gas operasi aktual diperoleh:

sm

sm

u

uk

f

f

574,2

3' ==

×= 165,1k Jadi operasi pengeringan dilakukan pada laju 1,165 kali laju gas pada fluidisasi maksimum. 7.3 Skema Kecepatan Linier Gas Pengering Dari perhitungan di atas dapat dibuat suatu skema laju gas pengering sebagai berikut:

0 1 2 30,286 2,574

fluidisasi minimumfluidisasi

maksimum operasi

laju linier gas pengering [m/s]

Gambar 12 Skema laju gas pengering

Page 59: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

57

8. Phenomena Fluidisasi Ketika suatu cairan dipompa naik melalui suatu tempat unggun partikel padat dengan laju

alir sangat rendah, cairan menyaring melalui ruang berpori tanpa mengganggu unggun tersebut. Hal ini dikenal dengan proses unggun tetap (fixed bed process). Jika laju alir yang naik sangat besar bed bergerak secara pneumatik dan mungkin tersapu bersih dari vessel. Pada suatu laju alir intermediate (antara), bed akan membesar dan hal ini dikenal dengan kondisi ekspansi (expanded state). Pada expanded bed, partikel memiliki kontak langsung satu sama lainnya dan partikel akan didukung oleh gaya berat (drag force) fluida. Expanded bed mempunyai suatu kondisi yang disebut dengan fluidized bed. Gambar di bawah menunjukkan Kecepatan fluida melalui bed berlawanan arah terhadap arah gaya gravitasi pada berbagai kondisi seperti, fixed bed, expanded bed, dan swept out bed. Adanya kecepatan minimum fluidisasi, Vom, pada saat di mana bed baru saja terfluidisasi.

Gambar 12 Kecepatan minimum fluidisasi pada berbagai kondisi

Page 60: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

58

BIOGRAFI PENULIS

dengan tesis berjudul Biaccumulation of Arsenic dan di tempat yang sama menyelesaikan Doktor tahun 2001 dengan tesis berjudul Biotransformation of Arsenic. Sejak tahun 1993 menjadi ketua Laboratorium Operasi Teknik Kimia Unsyiah serta terlibat dalam kegiatan pengembangan Program Studi Teknik Kimia dan Universitas Syiah Kuala antara lain: Program TPSDP, SP4, MONEV-Internal Unsyiah, Akreditasi, Master Plan Unsyiah, Badan Penjaminan Mutu, dan Lembaga P3AI Unsyiah sebagai Tim PEKERTI/AA. Saat ini (2008), penulis menjabat Ketua Badan Penjaminan Mutu (BJM) Universitas Syiah Kuala. Penulis juga aktif sebagai editor pada beberapa Jurnal ilmiah antara lain Proceedings of Indonesian Scientific Meeting on Science and Technology, Proceedings of Seminar Computational Mechanics and Numerical Analysis (CMNA), Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Jurnal Reaksi, Jurnal Rona Lingkungan, dan Proceedings of National Conference on Chemical Engineering Science and Application (ChESA). Penulis juga aktif sebagai staf ahli Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDALDA) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Beberapa buku ajar yang telah ditulis adalah:

(1) Manajemen Operational Laboratorium, Universitas Syiah Kuala, 2004. (2) Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Universitas Syiah Kuala, 2005. (3) Instrumen Analisis, Universitas Syiah Kuala, 2005. (4) Teknologi Pengolahan Limbah Padat Bahan Beracun dan Berbahaya

(B3), Universitas Syiah Kuala, ISBN : 978-979-8278-22-8, 2006. (5) Perencanaan Alat Industri Kimia, Universitas Syiah Kuala, ISBN : 978-

979-8278-23-5, 2006.

Suhendrayatna, lahir di Banda Aceh, 1 Januari 1967,adalah dosen dan peneliti pada Jurusan Teknik KimiaFakultas Teknik Universitas Syiah Kuala sejak tahun 1993.Mendapat gelar Insinyur tahun 1991 Jurusan Teknik KimiaFakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Darussalam BandaAceh dengan skripsi berjudul Prarencana Pabrik CarbonTertra Chlorida (CCl4). Menyelesaikan Master padaApplied Chemistry and Chemical Engineering DepartmentKagoshima University, Jepang pada bulan Maret tahun 1998

Page 61: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

59

SEKILAS TENTANG PENULIS

Page 62: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

60

I. Data Pribadi 1. Nama : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng. 2. Tempat, Tanggal Lahir : Banda Aceh, 1 Januari 1967 3. Pekerjaan : Dosen Fakultas Teknik Universitas Syiah Kual

4. Jenis Kelamin : Laki-laki

5. Alamat : Jln. Batara Utama No. 37 Komplek Perum Lembah Hijau, Desa Cot Mesjid, Kec. Leungbata, Banda Aceh. Telp. 0651-22548 HP: 08126911823

II. Riwayat Pendidikan

No Jenjang Pendidikan Tempat Tahun Ijazah/Titel Bidang Keahlian 1. SD Negeri 22 Banda Aceh 1979 Ya - 2. SMP Negeri 1 Banda Aceh 1982 Ya - 3. SMA Negeri 2 Banda Aceh 1985 Ya - 4. UNSYIAH Banda Aceh 1991 Ya/IR. Teknik Kimia 5. Kagoshima Univ. Jepang 1998 Ya/M. Eng Kimia Terapan 6.

Kagoshima Univ.

Jepang

2001

Ya/Dr. Eng

Kimia Terapan (Logam berat dan limbah B3)

III. Pengalaman penelitian dan pekerjaan 1. Studi tentang penyaringan air dengan menggunakan fixed bed filtration. (Banda Aceh, 1992). 2. Anggota tim peneliti Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) PLTD Tapaktuan (Banda Aceh, 1992 –

1993) 3. Anggota tim peneliti Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) PLTD Aceh Tenggara (Banda Aceh,

1992 – 1993) 4. Anggota tim peneliti Studi Kualitas Udara di Kota Kagoshima Jepang (Kagoshima, 1997-2001) 5. Ketua Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala (1993-1996) 6. Sekretaris Proyek HEDS/DGHE-JICA Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (1993-1996) 7. Aktif dalam pengelolaan Laboratorium Bioenvironmental Engineering pada Kagoshima University,

Japan (1996-2001) 8. Mengikuti seminar internasional mengenai pengelolaan dan pengolahan limbah beracun (Tokyo,

Japan, 1997) 9. Mengikuti seminar internasional mengenai pengelolaan dan pengolahan limbah beracun

(Hiroshima, 2000) 10. Aktif sebagai Teaching Assistance pada Kagoshima University, Japan (1996-2001). 11. Ketua Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala (2001- sekarang) 12. Staf Ahli Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDALDA-NAD) Tahun 2002 – sekarang. 13. Ketua Tim Peneliti Toxicity Chracteristic Leaching Procedure (TCLP) dan Lethal Dose 50 Percent

(LD-50) limbah sludge Pertamina DOH Rantau (2002). 14. Ketua Tim Peneliti Sampling and Analyzing The Unused Drilling Waste at Drilling Warehouse

Landing ExxonMobil Oil Indonesia Inc., Lhoksukon, Aceh Utara (2002) 15. Anggota Tim Ahli Studi Kelayakan industri Air Mineral Sabang (2003) 16. Sekretaris Tim MONEV Project DUE-like Unsyiah (2003) 17. Ketua Tim Peneliti Bahan Beracun dan Berbahaya pada Copper Slag PT. SAI – Lhoknga Aceh

Besar (2003) 18. Anggota Tim Ahli Studi Kelayakan Penggunaan Kembali Air Blowdown Boiler dan Air Limbah

Domestik PT. Arun, Lhokseumawe, Aceh Utara (2003) 19. Ketua tim pemindahan dan re-install peralatan TOC Analyzer pada PT. AAF Lhokseumawe (2003) 20. Anggota tim re-install peralatan Laboratorium Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

(BAPEDALDA) Nanggroe Aceh Darusslam (2003) 21. Anggota tim penyusunan Study Kelayakan Kawasan Industri Blang Ulam, Kapet-Bandar

Darussalam (2003) 22. Ketua Tim MONEV Internal Unsyiah (2004 – sekarang)

Page 63: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

61

IV. Pelatihan-Pelatihan 1. Pelatihan Environmental Safety and Laboratory Management, Kagoshima, Japan (1999) 2. Pelatihan Hazardous waste Management, Hiroshima, Japan (2000) 3. Pelatihan Heavy Metals waste Management, Miyazaki, Japan (2001) 4. Pelatihan Air Pollution Control, Kagoshima (2001) 5. Pelatihan Keselamatan Kerja dan Manajemen Laboratorium, Medan, Indonesia (2002) 6. Pelatihan Dasar-dasar AMDAL (A), Banda Aceh, Indonesia (2002) V. Publikasi Ilmiah 1. Suhendrayatna, A. Ohki, T. Kuroiwa and S. Maeda, Arsenic compounds in the freshwater green

microalgae, Chlorella vulgaris after exposure to arsenite, Applied Organometallic Chemistry, 13, 127-133 (1999).

2. Suhendrayatna, A. Ohki and S. Maeda, Arsenic accumulation, transformation, and tolerance on the freshwater, Daphnia magna, Toxicological and Environmental Chemistry, 72, 1-11 (1999).

3. Suhendrayatna, A. Ohki and S. Maeda, Studies on the accumulation and transformation of arsenic in freshwater organisms: I. Accumulation, transformation and toxicity of arsenic compounds on the Japanese Medaka, Oryzias latipes, Chemosphere, 46, 319-324 (2002).

4. Suhendrayatna, A. Ohki and S. Maeda, Studies on the accumulation and transformation of arsenic in freshwater organisms: II. Accumulation and transformation of arsenic compounds by Tilapia mossambica, Chemosphere, 46, 325-331 (2002).

5. Suhendrayatna, A. Ohki and S. Maeda, Biotransformation of Arsenite in the freshwater food chain models, Applied Organometallic Chemistry, 15, 277-284 (2001).

6. Suhendrayatna, A. Ohki, T. Nakajima, and S. Maeda, Metabolism and organs distribution of arsenic in the the freshwater fish Tilapia mossambica, Applied Organometallic Chemistry, 15, 566-571 (2001).

7. Suhendrayatna, A. Ohki and S. Maeda, Studies on the accumulation and transformation of arsenic in freshwater organisms: III. Accumulation and transformation of arsenic compounds by freshwater shrimp, Neocaridina denticulata, Chemosphere (2003) under review.

8. Suhendrayatna, M. Zaki, Faisal, Pengolahan limbah industri dengan menggunakan upflow anaerobic reactor kombinasi sludge bed dan filter bed, Proceedings HEDS SST 96 Seminar on Science and Technology 96, 135-138 (1996).

9. Suhendrayatna, The future aspect of bioaccumulation of arsenic by freshwater green microalgae, Chlorella Sp., Proceedings of Symposium Tekno 98, Indonesian Studens Forum For Science and Technology in Japan, Nagaoka-Japan, ISSN 0853-7747, pp. 242-245 (1998).

10. Suhendrayatna, A. Ohki and S. Maeda, Bioaccumulation and toxicity of arsenic compounds on D. magna, Proc. the 7th Scientific Meeting (Osaka) ISSN 0918-7685, pp. 206-209 (1999).

11. Suhendrayatna, A. Ohki and S. Maeda, Accumulation of arsenic compounds by freshwater shrimp, Proc. the 8th Scientific Meeting (Hiroshima), ISSN 0918-7685, pp. 261-264.

12. Suhendrayatna, A. Ohki and S. Maeda, Bioaccumulation of arsenic in D. magna fed a diet of arsenous freshwater algae, Proc. the 9th Scientific Meeting (Hamamatsu) ISSN 0918-7685, pp. 193-196 (2000).

13. A.T. Sugiarto, A. Haryono, D. Sudiana dan Suhendrayatna, Peranan Pemerintah, Pengusaha dan Masyarakat dalam Mengatasi Permasalahan Lingkungan Hidup. Proceeding of Agri-Biosche 2000, March 5, Chiba University, Japan (2000).

14. Suhendrayatna, Bioremoval of Heavy Metals by Microorganisms, Proceedings of Indonesian Scientific Meeting on Science and Technology 1998, ISSN 1343-2451, Indonesian Student Association in Japan Korda Kyushu, 25-35 (1999)

15. Suhendrayatna, Muhammad Zaki and A. Ohki, Bioakumulasi senyawa arsen oleh Yeast, Saccharomyces serevisiae, Rekayasa Kimia dan Lingkungan, 1, 7-12 (2002).

16. Suhendrayatna, Akumulasi Senyawa Arsen oleh C. vulgaris, Proc. Seminar Computational Mechanics and Numerical Analysis, April 2002, pp. 87-92, Banda Aceh (2002)

23. Suhendrayatna, Moesa S., Faisal, Supriyanto, Sulaiman S., Boiran, Uji Toxicity Characteristic Leaching Prosedure dan Lethal Dose 50 Percent dari Sludge di LL-KK/PLM Pertamina DOH Rantau, PPLH-Unsyiah (2002).

24. Suhendrayatna, Faisal, dan Huzaimi, A., Pengujian Bahan Beracun dan Berbahaya pada Copper Slag PT. SAI-Lhoknga Aceh Besar, Fakultas Teknik Unsyiah (2002).

25. Suhendrayatna, Toksisitas dan Metabolisme Logam Arsen Pentavalen pada Udang Galah,

Page 64: Modul OTK2 Hendra Des 2008.pdf

Bahan Kuliah Operasi Teknik Kimia 2 Disusun oleh : Dr. Ir. Suhendrayatna, M.Eng

62

Macrobrachium rosenbergii, Jurnal Rona Lingkungan Hidup, ISSN: 1412-7709, Vol. 1, No. 2, 29-36 (2002).

26. Suhendrayatna, Aisyah, C., Iswandi, dan Fadli, Immobilisasi Senyawa Khromium Hexavalent pada Semen, Proceeding of National Conference on Chemical Engineering Sciences and Applications 2003, 272-278 (2003).

27. Suhendrayatna dan Zaki M., Prospek Aplikasi Proses Bioakumulasi Senyawa Arsen Oleh Mikroalgae, C. vulgaris, Proceeding of National Conference on Chemical Engineering Sciences and Applications 2003, 62-65 (2003).

28. Suhendrayatna, Viena, V., dan Sarah, S., Isolasi Bakteri Yang Memiliki Daya Tahan Terhadap Logam Berat Timbal dan Merkuri dari Tanah Terkontaminasi, Proceeding of National Conference on Chemical Engineering Sciences and Applications 2003, 148-154 (2003).

29. Suhendrayatna, Iswandi, dan Fadli, Penambatan Logam Khromium pada Briket Semen Dalam Upaya Penanganan Limbah Khromium di Lingkungan, Jurnal Rona Lingkungan Hidup, ISSN: 1412-7709, Vol. 2, No. 1, 26-31 (2003).

30. Suhendrayatna, Huzaimi, A., Sarah, S., dan Viena, V., Karakteristik Bakteri Hasil Isolasi dari Tanah Tanah Terkontaminasi Logam Berat: Studi Pendahuluan Bioremediasi Tanah Terkontaminasi, Jurnal Rona Lingkungan Hidup, ISSN: 1412-7709, Vol. 2, No. 2, 26-35(2003).

31. Suhendrayatna, Zaki, M., Hakim, A.R., Al-Harist, Bioakumulasi dan Toksisitas Logam Timbal Terhadap Ikan Plati (Oryzias latipes), Jurnal Reaksi, ISSN: 1693-248X, Vol. 1 No.2, 7-15 (2003).

32. Suhendrayatna, Afnizar Huzaimi, Raihanah, dan Nurmala Dewi, Pengaruh Toksid Tanah Terkontaminasi Logam Berat dan Hidrokarbon Terhadap Kehidupan Cacing Tanah Merah (Allobophora caliginosa), Jurnal Rona Lingkungan Hidup, ISSN: 1412-7709, Vol. 3, No. 1, 1-9(2004).

33. Suhendrayatna, Saifullah Ramli, Marlina, dan Lismawarni, Toleransi dan Pengambilan Logam Khromium Oleh Ikan Plati (Oryzias latipes), 2004, Jurnal Rona Lingkungan Hidup, ISSN: 1412-7709, Vol. 3, No. 2, 26-35(2004).

34. Suhendrayatna, Mukhtaruddin, Fatmawati, Rismayati, dan Kamalia Fauzi, Bioakumulasi Logam Khromium Oleh Yeast, Saccharomyces cerevisiae, 2004, Jurnal Teknologi Terpakai, Volume 2, Nomor 1, 17-22, 2004

35. Suhendrayatna dan Elvitriana, Pendugaan Nilai LC50 Logam Timbal Terhadap Ikan Plati (Oryzias latipes) Dengan Metode Probit Busvine – Nash, Proc. Seminar Computational Mechanics and Numerical Analysis, Juli 2002, pp. 39-45, Banda Aceh (2004)

IV. Pengalaman Keprofesian 1. Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Cabang Banda Aceh, Anggota (1990 – sekarang) 2. Japan Arsenic Scientist Society, Anggota (1998 – sekarang) 3. Editor pada Proceedings of Indonesian Scientific Meeting on Science and Technology 1998 –

1999. 4. Editor pada Proceedings of Seminar Computational Mechanics and Numerical Analysis (CMNA) 5. Editor pada Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan (2002 – sekarang) 6. Editor pada Jurnal Reaksi (2003 – sekarang) 7. Editor pada Jurnal Rona Lingkungan (2002 – sekarang) 8. Editor pada Proceedings of National Conference on Chemical Engineering Science and Application

(2003 – sekarang) Darussalam, 22 Juli 2004 Dr. Ir. Suhendrayatna, M. Eng