Modul Pelatihan Pemilihan Pilkada

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I DEMOKRASI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG

Deskripsi Singkat Topik :

Pokok Bahasan : Demokrasi Dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung Waktu Tujuan : 2 (dua) kali tatap muka pelatihan (selama 180 menit) : Setelah mempelajari model ini, Praja diharapkan Mampu menjelaskan demokrasi dalam pemilihan Kepala Daerah langsung Metode : Praktek (mempraktekkan, diskusi dan tugas terstruktur)

1

A. Pendahuluan Pilihan demokratisasi menjadi pilihan wajib bagi kegiatan pemerintahan. Demokratisasi pemerintahan lokal, yaitu terbentuknya ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara langsung. Demokratisasi, juga berarti proses perubahan dan struktur tatanan yang desentralistik melalui pembagian kekuasaan dan kewenangan yang jelas antara pusat dan daerah, antara eksekutif dan legislative. Dalam konteks Indonesia, gerakan demokratisasi politik menuntut pembaharuan mulai tampak pada era 1980-an. Ini ditandai dengan tampilnya kekuatan masyarakat sipil dan kaum intelektual melalui gerakan demokrasi sejak akhir era 1990-an. Gelombang demokratisasi dalam nuansa demokrasi, tidak saja mempengaruhi pemerintahan orde baru, tetapi juga masuk sampai ke dalam sendisendi kehidupan masyarakat. Kondisi ini memacu dinamika politik berdemokrasi yang menuntut dilaksanakannya reformasi di segala bidang. Sejak saat itu proses pembaharuan di berbagai bidang kehidupan bangsa bergerak maju dengan beragam tuntutan perubahan. Di bidang politik, masyarakat menuntut adanya pemerintah baru yang lebih demokratis. Oleh sebab itu, agenda prioritas yang ditempuh pemerintahan transisi pasca Orde baru adalah melaksanakan Pemilu

2

sesegera mungkin. Proses reformasi politik mulai berjalan yang ditandai dengan keluarnya beberapa kebijakan politik antara lain, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UndangUndang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, UndangUndang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPRDPR-DPRD ( saat ini telah mengalami perubahan ). Semua ketentuan tersebut diimplementasikan pada Pemilihan Umum 1999 dan Pemilihan Umum 2004 yang dalam rangka kontinuitas telah menghasilkan pemerintahan baru. Pada tataran lokal, reformasi politik pemerintahan juga terus dilakukan dan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah, yang saat ini telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Kondisi baru yang mewarnai nuansa praktek politik ketatanegaraan Indonesia, yaitu dilaksanakannya Pemilihan Presiden Langsung dan pemilihan Kepala Daerah langsung. Pemilihan langsung merupakan respons dari semakin meluasnya harapan seluruh

komponen bangsa untuk mengembalikan kedaulatan rakyat secara demokratis. Hal ini untuk menjamin terciptanya mekanisme Check and balances antara lembaga-lembaga pemerintahan. Kekuasaan atau mandat yang diperoleh Presiden maupun Kepala Daerah dari rakyat yang memilihnya dalam konteks kedaulatan rakyat

3

harus diimplementasikan dengan modus kekuasaan untuk melayani rakyat dan bukan mendominasi rakyat. Ketika rakyat memberikan mandat kekuasaan kepada Kepala daerah, maka hal itu dimaksudkan untuk dikonversikan menjadi kesejahteraan rakyat. Berbagai proses demokratisasi yang mulai tampak dalam kehidupan politik sebagai akibat berbagai perubahan dalam sistem Pemilu maupun Undang-Undang Politik yang mendasari aturan main dalam proses politik masa kini, akan berpengaruh banyak dalam proses pemerintahan di daerah. Tingkat kehidupan bermasyarakat yang makin baik akan meningkatkan apresiasinya terhadap politik sehingga membuatnya lebih kritis dalam menyikapi setiap phenomena kenegaraan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari perubahan itu adalah pemerintahan daerah akan semakin demokratis. Di pihak lain, masyarakat akan mengenal lebih dekat dengan pemimpinnya karena masyarakat dapat menentukan secara langsung siapa yang akan menjadi pemimpin di daerah tersebut. B. Makna Demokrasi. B.1. Materi Dalam Ilmu Politik, demokrasi difahami dari dua aspek, yaitu demokrasi normative ( substantive democracy ) dan demokrasi empirik ( procedural democracy ). Secara normative menurut Gaffar (1998),

4

demokrasi merupakan sesuatu yang secara ideal hendak dilakukan dan dijalankan oleh sebuah negara, seperti pernyataan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (demokrasi klasik) yang biasanya dituangkan dalam konstitusi masing=masing Negara. Perlu difahami, bahwa apa yang normative belum tentu dapat dilihat dalam konteks kehidupan politik praktis sehari-hari suatu Negara. Oleh sebab itu, demokrasi perlu difahami dari aspek empirik, yakni demokrasi yang terwujud dalam kehidupan politik praktis. Menurut Linz Greenstein dan Polsby ( 1975 ), demokrasi secara empiris memperlihatkan adanya ruang gerak yang cukup tinggi bagi masyarakat dalam suatu sistem politik Pemerintah untuk berpartisipasi guna memformulasikan preferensi politik mereka melalui organisasi politik yang ada, dan sejauh mana kompetisi antara pemimpin dilakukan secara teratur ( regular basis ) untuk mengisi jabatan politik. Samuel P. Huntington ( 1997 ) dalam Demokratisasi Ketiga ( Third Wave of Gelombang )

Democratization

mengemukakan bahwa prosedur utama demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat. Huntington

mendefinisikan bahwa sistem politik yang demokratis adalah sejauh mana para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala, bahwa

5

para calon secara bebas bersaing untuk memperoleh dukungan suara pemilih dan hampir semua penduduk dewasa berhak memberikan suara. Demokrasi memiliki keunggulan dalam 10 hal disbanding alternative manapun yang ada ( Robert Dahl, 1999 ) : 1. Menghindari tirani 2. Menjamin hak azasi 3. Menjamin kebebasan umum 4. Menentukan nasib sendiri 5. Otonomi moral 6. Menjamin perkembangan manusia 7. Menjaga kepentingan pribadi yang utama 8. Persamaan politik 9. Mendorong kemakmuran 10.Menjaga perdamaian Gaffar ( 1999 ), menyimpulkan 5 ( lima ) prasyarat untuk mengamati apakah sebuah political order merupakan sistem pemerintahan yang demokratis atau tidak, yaitu : 1. Akuntabilitas, bahwa setiap pemegang jabatan yang dipilih rakyat harus mempertanggungjawabkan ucapan, perilaku dan kebijakan yang ditempuhnya.

6

2. Rotasi kekuasaan, bahwa peluang terjadinya rotasi kekuasaan harus ada dan dilakukan secara teratur dan damai. 3. Rekruitmen politik yang terbuka, untuk memungkinkan

terjadinya rotasi kekuasaan ; artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut. 4. Pemilihan umum, bahwa setiap warga Negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih serta bebas menggunakan haknya sesuai kehendak hati nuraninya dan dilaksanakan secara teratur. 5. Menikmati hak-hak dasar, bahwa setiap warga Negara bebas menikmati hak-hak dasar mereka, termasuk didalamnya hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk berkumpul dan berserikat dan hak untuk menikmati pers yang bebas. Dengan demikian, esensi demokrasi adalah terwujudnya kebebasan politik rakyat dalam mengekspresikan preferensi dan hakhak politiknya, adanya rekruitmen politik terbuka dan pemilihan umum yang langsung, bebas dan fair dalam mengisi jabatan-jabatan poilitik dan pemerintahan. Yang penting dari esensi demokrasi adalah adanya kebebasan yang bertanggungjawab. B.2. Praktek/Latihan

7

1. Jelaskan

pengertian demokrasi dari aspek

normatif

dari aspek empirik 2. Jelaskan keunggulan sistem demokrasi dibandingkan dengan alternatif lainnya 3. Jelaskan beberapa prasyarat yang harus dimiliki suatu pemerintahan yang demokratis 4. Jelaskan esensi daripada demokrasi C. Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah C. 1. Materi Sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dilaksanakan berdasarkan atas asas desentralisasi dengan menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, nyata dan

bertanggungjawab. Prinsip otonomi yang seluas-luasnya adalah kepada daerah diberikan tugas, wewenang, hak dan kewajiban utnuk menangani urusan pemerintah yang tidak ditangani oleh pemerintah sendiri. Artinya, urusan pemerintahan yang bertalian dengan pelaksanaan fungsi Pemerintah, kepercayaan diberikan kepada daerah untuk menangani dan/atau melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkannya,

8

sehingga isi otonomi dapat dikatakan baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Disamping itu, daerah diberikan keleluasaan untuk menangani urusan pemerintahan yang diserahkan tersebut (political decentralization) dalam rangka mewujudkan tujuan dibentuknya suatu daerah dan tujuan pemberian otonomi daerah itu sendiri terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi serta karakteristik masing-masing daerah. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Prinsip otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk

memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan Nasional. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai peranan yang strategis di bidang penyelenggaraan

9

pemerintahan,

pembangunan

dan

pelayanan

masyarakat

dan

bertanggungjawab sepenuhnya tentang jalannya pemerintahan daerah. Sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, masa pendudukan Jepang dan setelah Proklamasi Kemerdekaan serta masa Orde Baru sampai era reformasi sekarang ini, Kepala Daerah dengan beragam penyebutan, seperti Gubernur, Bupati, Walikota, telah menunjukkan eksistensinya, baik sebagai pemimpin organisasi pemerintahan dalam mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat maupun dalam memimpin organisasi administrasi pemerintahan. Kepala

Daerah/Wakil Kepala daerah mempunyai kedudukan yang penting dan menonjol pada struktur Pemerintahan daerah. Ia adalah orang pertama dan paling utama dalam mengkoordinasikan seluruh proses pemerintahan daerah. Dari tinjauan organisasi dan manajemen, Kepala

daerah/Wakil Kepala daerah merupakan figure atau manajer yang menentukan efektifitas pencapaian tujuan organisasi pemerintahan daerah. Dalam pendekatan pelayanan, kepala Daerah/Wakil Kepala daerah juga merupakan komponen strategis dalam mengupayakan terwujudnya pelayanan yang berkualitas, baik pelayanan internal dalam organisasi maupun pelayanan eksternal kepada masyarakat.

10

Di dalam pasal 24 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pemerintahan daerah, antara lain disebutkan : 1. Kepala daerah untuk provinsi disebut Gubernur, untuk

kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota. 2. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. 3. Wakil kepala daerah untuk provinsi disebut wakil gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil walikota. 4. Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Jika dilihat dari hierarki kepemimpinan di Indonesia, Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah berada di posisi kepemimpinan tingkat menengah, di atasnya terdapat kepemimpinan yang dijalankan oleh Presiden beserta para menteri, dan dibawahnya terdapat

kepemimpinan yang dijalankan oleh Camat dan Kepala Desa/Lurah. Para pemimpin pemerintahan tersebut bertanggungjawab sepenuhnya atas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya masing-masing, sekaligus mempertanggungjawabkan tugas yang diembannya kepada pejabat yang berwenang sesuai hierarki kepemimpinan tersebut. C.2. Praktek/Latihan

11

1. Jelaskan pengertian prinsip otonomi yang seluas-luasnya, nyata dan bertanggungjawab 2. Jelaskan yang dimaksud dengan Kepala Daerah/Wakil Kepala daerah bagi Provinsi dan Kabupaten/Kota 3. Jelaskan kedudukan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditinjau dari hierarki

kepemimpinan kepemimpinan di Indonesia

D. Pemilihan Kepala Daerah Langsung D.1. Materi Suatu perubahan besar telah dilaksanakan dalam hal pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah. Tidak seperti dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dimana pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh DPRD, maka dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Perubahan kedua UUD 1945, pasal 18 yang diantaranya menyebutkan Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara

12

demokratis, telah menjadi dasar perubahan sistem pemilihan Kepala Daerah tersebut. Perubahan ini disesuaikan dengan tugas dan wewenang DPRD menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah, yang menyatakan antara lain bahwa DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah. Konsekuensinya, pemilihan secara demokrasi dalam undang-undang ini dilakukan oleh rakyat secara langsung. Selama ini pemilihan Kepala Daerah yang dilakukan secara representatif oleh lembaga legislatif daerah justru menutup keran akses masyarakat terhadap kepala daerah. Sebab bangunan politik yang termanifestasikian masih cenderung absurd antara peran legislatif sebagai representasi warna ideologi politik, dalam hal ini basis massa pemilihnya atau representasi keseluruhan masyarakat dalam wilayah tersebut. Dalam proses pemilihan Kepala Daerah mau tidak mau posisi Kepala Daerah merupakan representasi kumulatif keseluruhan masyarakat di wilayah tersebut, bukan lagi representasi kepentingan warna ideologi politik seperti yang pernah diperankan oleh anggota legislatif. Pilkada langsung sebenarnya adalah suatu proses pemilu karena keduanya senafas dan sejiwa serta tidak bisa dipisahkan.13

Walaupun

Undang-Undang

Nomor

32

Tahun

2004

tentang

Pemerintahan daerah tidak mendefinisikan Pilkada Langsung sebagai pemilu, tetapi Undang-Undang tersebut telah mengadopsi seluruh asas dan tahap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan wakil Presiden. Pilkada Langsung merupakan satu tahap pencapaian

kemajuan perkembangan demokrasi di Tanah Air. Pilkada Langsung menjadi solusi elegan sekaligus terobosan untuk mengatasi kemacetan demokrasi lokal. Dengan demikian, guliran perubahan akan terus berlangsung dari tingkat Nasional ke tingkat Lokal, khususnya dalam memilih pejabat publik yang dipilih langsung oleh rakyat sesuai keinginannya. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 telah

memunculkan arus besar dalam sistem pemerintahan daerah, yaitu arus yang berorientasi pada kepentingan masyarakat (partisipatifpopulis). Sistem pemilihan langsung kepala daerah dan wakil kepala daerah tersebut mulai dilaksanakan pada tahun 2005. Dengan sistem baru tersebut, diharapkan para kepala daerah dan wakil kepala daerah di seluruh Indonesia benar-benar merupakan hasil pilihan rakyat sehingga benar-benar bertanggungjawab kepada rakyat. Kepala pemerintahan daerah yang dipilih langsung oleh rakyat akan memiliki

14

legitimasi kuat dibanding dengan Dewan yang memilih lewat sistem proporsional. Pilkada langsung ini diselenggarakan oleh Komite Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Penyelenggaraan Pilkada ini diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan yang dibentuk dan terdiri dari unsurunsur kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers dan tokoh masyarakat. Pasangan calon Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara yang sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Apabila tidak mencapai suara lebih dari 50 persen, atau pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 25 persen dari jumlah suara yang sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih. Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana disebutkan diatas terdapat lebih dari satu pasangan calon yang nperolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. Apabila ketentuan tersebut tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 25 persen dari jumlah suara yang sah, maka dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, pasal 95, ayat (8) tentang Pemilihan, Pengesahan,

Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala daerah dan wakil Kepala Daerah, menyebutkan bahwa pasangan calon Kepala Daerah dan15

Wakil Kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua, ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Dalam rangka mewujudkan penguatan dan pemberdayaan demokrasi di tingkat lokal, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada Langsung, yaitu : 1. Pilkada Langsung memungkinkan terwujudnya penguatan demokratisasi di tingkat lokal, khususnya pembangunan legitimasi politik. Ini didasarkan pada asumsi bahwa Kepala Daerah terpilih memiliki mandate dan legitimasi yang kuat karena didukung oleh suara pemilih nyata yang merefleksikan konfigurasi kekuatan politik dan kepentingan konstituen pemilih. Legitimasi ini akan merupakan modal politik penting dan sangat diperlukan oleh suatu pemerintahan yang akan berkuasa. 2. Pilkada Langsung diharapkan mampu membangun dan

mewujudkan local accountability. Ketika seorang kandidat terpilih menjadi Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka para wakil rakyat yang mendapat mandat akan meningkatkan kualitas akuntabilitasnya (pertanggungjawabannya kepada

rakyat, khususnya konstituennya). Hal ini sangat mungkin dilakukan karena obligasi moral dari penanaman modal politik menjadi kegiatan yang harus dilaksanakan sebagai wujud

16

pembangunan legitimasi politik. Mekanisme pemilihan Kepala Daerah yang berlangsung pada masa lalu, cenderung

menciptakan ketergantungan berlebihan dari Kepala Daerah kepada DPRD, sehingga Kepala Daerah tersebut lebih

meletakkan akuntabilitasnya pada anggota parlemen daripada masyarakat yang seharusnya dilayaninya. Dampak negatifnya adalah munculnya fenomena politik uang antara Kepala daerah dan DPRD, karena laporan pertanggungjawaban (LPJ) Kepala daerah menjadi komoditi bargaining dan negosiasi. Pilkada Langsung diharapkan akan mampu mengikis fenomena tersebut. 3. Terciptanya optimalisasi mekanisme check and balances antara lembaga-lembaga pemerintahan yang dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan penguatan demokrasi pada level lokal. 4. Pilkada Langsung diharapkan mampu meningkatkan kualitas kesadaran politik dan kualitas partisipasi masyarakat. Pilkada Langsung akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menggunakan kearifan, kecerdasan dan kepedulian guna menentukan sendiri siapa yang dianggap layak dan pantas menjadi pemimpinnya. Mekanisme ini pula dapat memberikan jalan untuk membuka mata para elit politik, bahwa pemegang kedaulatan politik yang sebenarnya adalah warga masyarakat dan bukan lembaga-lembaga lainnya.

17

D.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan perbedaan pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 b. Jelaskan landasan hukum perubahan pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung oleh rakyat c. Jelaskan organisasi penyelenggara dan pengawas Pilkada Langsung serta unsur-unsur yang terlibat dalam organisasi penyelenggara Pilkada Langsung d. Jelaskan bahwa dengan pelaksanaan Pilkada Langsung dapat mewujudkan penguatan dan pemberdayaan

demokrasi di tingkat lokal

18

BAB II KEDUDUKAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH

Deskripsi Singkat Topik :Pokok Bahasan : KEDUDUKAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH Waktu : 2 (dua) kali tatap muka pelatihan ( selama 180 menit ) Tujuan : Setelah mempelajari modul ini, Praja diharapkan mampu menjelaskan kedudukan Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah

Metode

: Praktek ( mempraktekkan, diskusi dan tugas Terstruktur )

19

A. Pendahuluan

Salah satu perubahan yang sangat penting dari sistem pemnerintahan daerah setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomnor 22 Tahun 1999 adalah dipisahkannya secara tegas antara institusi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan DPRD. Jika dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 diatur bahwa yang disebut Pemerintah daerah adalah Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan DPRD, sehingga DPRD dianggap sebagai lembaga leksekutif, maka dalam dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa di daerah dibentuk DPRD sebagai badan legislatif daerah dan Pemerintah Daerah sebagai badan eksekutif daerah yang terdiri dari Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah beserta perangkat daerah. Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 telah banyak mengubah sistem pemerintah daerah menuju ke arah penyempurnaan yang lebih baik. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Sedangkan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat adalah juga sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Kenyataan di atas menunjukkan bahwa posisi DPRD di bawah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengalami perubahan,

20

yaitu

dari

sebagai

Badan

Legislatif

Daerah

menjadi

unsur

penyelenggara pemerintahan daerah. DPRD Yang semula diposisikan sebagai layaknya DPR untuk mengimbangi kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh Kepala Daerah, menjadi sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Hubungan antara Kepala Daerah dengan DPRD merupakan hubungankerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antar Kepala daerah dan DPRD adalah mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing, sehingga antar kedua lembaga itu dapat

membangun hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung, bukan merupakan lawan atau pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing. B. Kedudukan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah B.1. Materi Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,

pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas21

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud oleh UUD 1945. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan, sedangkan DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.dan eksekutif adalah pemerintah daerah. Undang-Undang tersebut dengan tegas memisahkan antara badan legislatif dan eksekutif daerah. Badan legislative daerah adalah DPRD, sedangkan badan eksekutif adalah pemerintah daerah. DPRD berkedudukan sederajat dengan pemerintah daerah atau badan eksekutif. Dengan demikian jelaslah bahwa DPRD bukan bagian atau unsur dari pemerintah daerah karena DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah. Undang-Undang ini juga menegaskan bahwa kedudukan setiap unsur pemerintah daerah berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki. Karena itu, daerah provinsi bukan atasan dari daerah kabupaten/kota. Kewenangan yang diserahkan kepada daerah sangat besar, mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut, peran kepala daerah menjadi unsur penting yang menggerakkan roda pemerintahan daerah. Oleh sebab itu,22

rekruitmen kepala daerah harus diarahkan pada sistem rekruitmen yang mampu menyeleksi kepala daerah yang benar-benar memiliki kualifikasi yang dapat diandalkan dalam memacu perkembangan dan pembangunan daerahnya. Kedudukan kepala daerah/wakil kepala daerah selain sebagai pimpinan pemerintahan, sekaligus adalah pimpinan daerah dan pengayom masyarakat sehingga harus mampu berpikir, bertindak dan bersikap dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa, Negara dan masyarakat umum daripada kepentingan pribadi, golongan dan aliran. Oleh karena itu, dari kelompok atau etnis dan keyakinan manapun Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah harus

bersikap arif, bijaksana, jujur, adil dan netral. Kepala Daerah sebagai kepala eksekutif dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah pada wilayah provinsi karena kedudukannya sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, juga sebagai kepala wilayah atau wakil pemerintah. Oleh sebab itu, dalam proses rekruitmennya harus dapat memadukan dua

kepentingan yang berbeda, yaitu kepentingan Pemerintah dan Daerah. Walaupun kewenangan demikian, kepada Pemerintah daerah untuk Pusat tetap memberikan calon Kepala

menyeleksi

Daerah/Wakil Kepala Daerah Provinsi yang kemudian dapat disetujui oleh Pemerintah Pusat.

23

a. Tugas dan Wewenang serta Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Daerah . Kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang : 1) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD ; 2) Mengajukan rancangan Peraturan Daerah ; 3) Menetapkan Peraturan daerah yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD ; 4) Menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan daerah tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama ; 5) Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerrah ; 6) Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hokum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangan-undangan; dan 7) Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Wakil Kepala daerah mempunyai tugas : 1) Membantu Kepala daerah dalam menyelenggarakan

pemerintahan daerah ; 2) Membantu kepala daerah dalam rangka mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan24

dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup ; 3) Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi ; 4) Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota ; 5) Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah ; 6) Melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah ; dan 7) Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, wakil kepala Wakil kepala

daerah bertanggungjawab kepada kepala daerah.

daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabataannya.

25

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud diatas, kepala daerah/wakil kepala daerah berkewajiban : 1) Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ; 2) Meningkatkan kesejahteraan rakyat ; 3) Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat ; 4) Melaksanakan kehidupan demokrasi ; 5) Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundangundangan ; 6) Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah ; 7) Memajukan dan mengembangkan daya saing daerah ; 8) Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik ;Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah ; 9) Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertical di daerah dan semua perangkat daerah ; 10)Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan

pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.

26

Selain mempunyai kewajiban sebagaimana tersebut di atas,kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat. Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah tersebut disampaikan kepada Presiden melalui menteri dalam negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri dalam negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Laporan dimaksud digunakan Pemerintah sebagai dasar untuk melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundangundangan. b. Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Didalam pasal 37 Undang-Undang Nomnor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah antara Gubernur Pemerintah yang karena di wilayah sebagai lain disebutkan bahwa juga wakil Dalam

jabatannya berkedudukan provinsi wakil yang

bersangkutan.

kedudukannya

Pemerintah,

Gubernur

bertanggungjawab kepada Presiden.

27

Dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah, Gubernur memiliki tugas dan wewenang : 1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota ; 2) Koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota ; 3) Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau Gubernur

selaku Wakil Pemerintah di daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam rangka pembinaan oleh Pemerintah, Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk pembinaan dan pengawasan provinsi serta oleh gubernur untuk pembinaan dan pengawasan kabupaten/kota. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan yang dilakukan oleh Gubernur terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan

28

utamanya terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota. B.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan kedudukan Kepala Daerah dan DPRD menurut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 b. Jelaskan tugas Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah c. Jelaskan tugas Gubernur sebagai wakil Pemerintah

29

BAB III PERAN KPUD, PARTAI POLITIK DAN DPRD DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH

Deskripsi Singkat Topik :

Pokok Bahasan : PERAN KPUD, PARTAI POLITIK DAN DPRD DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH

Waktu

: 2 (dua) kali tatap muka pelatihan (selama 180 menit)

Tujuan

: Setelah mempelajari modul ini, Praja diharapkan mampu menjelaskan Peran KPUD, Partai Politik Dan DPRD dalam Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

Metode

: Praktek ( mempraktekkan. diskusi dan terstruktur

tugas

30

A. Pendahuluan Sebagai daerah otonom, daerah provinsi dan

kabupaten/kota memiliki pemerintahan daerah yang melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan daerah, yakni Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah baik di daerah provinsi maupun kabupaten/kota, yang merupakan eksekutif di daerah. Sedangkan DPRD baik di daerah provinsi maupun daerah kabupaten/kota merupakan lembaga legislative daerah. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah

diterapkan prinsip demokrasi. Sesuai dengan pasal 18 ayat (4) UUD 1945, kepala daerah dipilih secara demokratis. Di dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diatur mengenai pemilihan kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Berdasarkan perkembangan hukum dan politik, untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih efektif dan akuntabel yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan secara lebih terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu,

penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

31

tentang Pemerintahan Daerah telah dilakukan perubahan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu memberikan kesempatan bagi calon perseorangan untuk ikut serta dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah ( KPUD ) yang bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam melaksanakan tugasnya, KPUD menyampaikan laporan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada DPRD. B. Peran Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) B.1. Materi Pasal 22E, ayat (5) UUD 1945 menyatakan : Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap dan mandiri . Ini berarti bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjalankan tugasnya secara berkesinambungan dan bebas dari pengaruh pihak manapun disertai dengan transparansi dan pertanggungjawaban yang jelas sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

32

KPU merupakan lembaga yang bersifat nasional, permanen dan independen, yang secara hierarkhis diorganisasikan pada tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota serta telah diberikan otonomi keuangan dan manajerial. KPU Nasional (Pusat) memiliki 7 (tujuh) anggota yang disetujui oleh DPR dari maksimal 21 calon anggota ( 3 kali jumlah anggota KPU ) yang diajukan Presiden. KPU Provinsi memiliki 5 (lima) anggota yang ditetapkan dengan Keputusan KPU berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan terhadap 10 orang calon yang diajukan oleh Tim Seleksi yang dibentuk KPU. KPU Kabupaten/Kota juga memiliki 5 (lima) anggota yang ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan terhadap 10 orang calon yang diajukan oleh Tim Seleksi yang dibentuk oleh KPU Provinsi. Adanya lembaga penyelenggara pemilihan umum yang professional membutuhkan Sekretariat Jenderal KPU di tingkat Pusat dan sekretariat KPU Provinsi dan secretariat KPU Kabupaten/Kota di daerah sebagai lembaga pendukung yang professional dengan tugas utama membantu hal teknis administratif, termasuk pengelolaan anggaran. Tugas dan wewenang KPUD dalam penyelenggaraan

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pasal 66, sebagai berikut :33

a. Merencanakan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah b. Menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan perundangan. Mengkoordinasikan

penyelenggarakan dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah. c. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. d. Menetapkan tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye semua tahapan pelaksanaan pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah. e. Meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan calon. f. Meneliti persyaratan calon Kepala daerah dan wakil Kepala daerah yang diusulkan. g. Menetapkan persyaratan. h. Menerima pendaftaran dan mengumumkan tim kampanye. i. Mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye. pasangan calon yang telah memenuhi

34

j. Menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah. k. Melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan Wakil Kepala daerah. l. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. m. Menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan hasil audit.

Sedangkan

KPUD

Kabupaten/Kota

sebagai

bagian

pelaksanaan tahapan penyelenggara pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, pasal 6, mempunyai tugas dan wewenang, yaitu : a. Merencanakan pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Kabupaten/Kota. b. Melaksanakan pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur dan Wakil Gubernur di Kabupaten/Kota. c. Menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK dalam wilayah kerjanya, membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara. d. Membentuk PPK, PPS dan KPPS dalam wilayah kerjanya.

35

e. Mengkoordinasikan kegiatan panitia pelaksana pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dalam wilayah kerjanya. f. Menerima pendaftaran dan mengumumkan Tim

Kampanye Pasangan Calon di Kabupaten/Kota. g. Melaksanakan tugas lain yang diberikan KPUD Provinsi. Secara teknis, berdasarkan ketentuan dalam pasal 1, Nomor 21 Undang-Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, dan pasal 1 Nomor 6 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah institusi yang diberi kewenangan khusus untuk menyelenggarakan pemilihan Kepala daerah. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan pasal 4 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, KPUD Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah bertanggungjawab kepada DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Lebih lanjut di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 67 diatur tentang kewajiban Komisi Pemilihan Umum Daerah , yaitu : a. Memperlakukan pasangan calon secara adil dan setara ; b. Menetapkan standarisasi seta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan kepala

36

daerah dan wakil kepala daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan ; c. Menyampaikan laporan kepada DPRD untuk setiap tahap pelaksanaan permilihan dan menyampaikan informasi kegiatannya kepada masyarakat ; d. Memelihara arsip, dokumen pemilihan dan mengelola barang inventaris milik KPUD berdasarkan peraturan perundang-undangan. e. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kepada DPRD f. Melaksanakan semua tahapan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara tepat waktu. Dalam penyusunan aturan Pemilihan Kepala daerah, Komisi Pemilihan Umum Daerah memegang peranan yang penting, khususnya berkenaan dengan penyusunan aturan, antara lain berisikan program/kegiatan, jadwal waktu dan pelaksanaan di setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Sebagai penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah, maka pada tahap tersebut, KPUD membentuk divisi-divisi kerja yang bertugas

mempersiapkan dan menyusun berbagai aturan teknis pelaksanaan Pilkada berdasarkan pasal-pasal yang tercantum dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004, yaitu : a. Divisi Kampanye dan Sosialisasi Pemilihan Kepala Daerah.

37

b. Divisi Pendaftaran Pemilih dan Pencalonan. c. Divisi Logistik, Informasi Teknologi dan Keuangan. d. Divisi Hukum dan Hubungan Antar Lembaga. B.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Daerah b. Jelaskan kewajiban Komisi Pemilihan Umum Daerah

C. Peran Partai Politik dalam Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah C.1. Materi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagai hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, demokratis dan berdasarkan hukum. Dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntut peningkatan peran, fungsi dan tanggungjawab Partai Politik dalam kehidupan demokrasi secara konstitusional sebagai sarana partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa

38

Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengembangkan kehidupan demokrasi

berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik telah mengakomodasi beberapa paradigma baru seiring dengan menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, melalui sejumlah pembaruan yang mengarah pada penguatan sistem dan kelembagaan Partai Politik, yang menyangkut demokratisasi internal Partai Politik, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Partai Politik, peningkatan kesetaraan gender dan kepemimpinan Partai Politik dalam sistem berbangsa dan bernegara. Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam

mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggungjawab. Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Melalui partai politik, rakyat dapat mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat tentang arah kehidupan berbangsa dan bernegara. Keragaman pendapat di dalam masyarakat akan39

melahirkan keinginan untuk membentuk berbagai partai politik sesuai dengan ragam pendapat yang hidup. Dengan demikian, pada hakekatnya Negara tidak membatasi jumlah partai politik yang dibentuk oleh rakyat. Dalam keragaman partai politik tersebut, setiap partai politik mempunyai kedudukan, fungsi dan kewajiban yang sama dan sederajat. Kedaulatan partai politik berada di tangan anggotanya. Oleh sebab itu, partai politik bersifat mandiri dalam mengatur rumah tangga organisasinya. Sebagai salah satu lembaga demokrasi, partai politik berfungsi mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat, menyalurkan kepentingan masyarakat dalam pembuatan kebijakan Negara, meminta dan mempersiapkan anggota masyarakat dalam pembuatan kebijakan Negara, serta membina dan

mempersiapkan anggota masyarakat untuk mengisi jabatan-jabatan politik sesuai dengan mekanisme demokrasi. Partai politik juga merupakan salah satu wahana guna menyatakan dukungan dan tuntutan dalam proses politik. Semua fungsi ini diwujudkan melalui Pemilihan Umum yang diselenggarakan secara demokratis, jujur dan adil. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dalam perjalanannya dipandang belum optimal mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut peran Partai Politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan

40

mewujudkan Partai Politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern sehingga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik diperbarui dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politiik. Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 diamanatkan perlunya pendidikan poilitik dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif warga Negara, serta meningkatkan kemandirian dan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, pendidikan politik harus ditingkatkan agar terbangun karakter bangsa yang merupakan watak atau kepribadian bangsa Indonesia yang terbentuk atas dasar kesepahaman bersama terhadap nilai-nilai kebangsaan yang lahir dan tumbuh dalam kehidupan bangsa, antara lain kesadaran berbangsa, keluhuran budi pekerti, dan keikhlasan untuk berkorban bagi kepentingan bangsa. Dalam undang-undang tersebut juga dinyatakan secara tegas larangan untuk menganut, mengembangkan, dan menyebarluaskan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme Ketetapan MPRS Nomor

sebagaimana

diamanatkan

oleh

XXV/MPRS/Tahun 1966. Ketetapan MPRS tersebut diberlakukan dan menghormati hukum, demokrasi dan hak asasi manusia. a. Fungsi Partai Politik

41

Menurut Miriam Budiardjo (2008), fungsi Partai Politik di Negara demokrasi, yaitu sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai sarana rekruitmen sebagai sarana pengatur konflik ( conflict management ). Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, pasal 11, dijelaskan bahwa Partai Politik berfungsi sebagai sarana, sebagai berikut : 1) Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, politik dan

berbangsa dan bernegara ; 2) Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan

masyarakat ; 3) Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan

kebijakan Negara ; 4) Partrisipasi politik warga Negara Indonesia, dan 5) Rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

42

b. Peran Partai Politik dalam Pilkada Di dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang

Partai Politik, Bab VI, Pasal 12, huruf d dan I, antara lain disebutkan tentang hak Partai Politik, yaitu : 1) Ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2) Mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan Sedangkan kewajiban Partai Politik sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008, Pasal 13, antara lain sebagai berikut : 1) Menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi dan hak asasi manusia. 2) Melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya. 3) Menyukseskan penyelenggaraan Pemilihan Umum

43

Selanjutnya di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 07 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disebutkan bahwa Partai Politik adalah peserta Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 56, ayat 2 berbunyi : Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik . Pasal tersebut menunjukkan begitu dominannya wewenang Partai Politik dalam mengajukan dan

mengusulkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah serta menutup sama sekali peluang pasangan calon independen. Selanjutnya ketentuan Pasal 59, ayat 3 Undang-Undang Nomnor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diatur bahwa pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diusulkan oleh Partai Politik, dan wajib membuka kesempatan seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat. Selanjutnya, partai politik dan gabungan partai politik memproses bakal calon melalui mekanisme yang demokratis dan transparan, yakni

memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat. Secara umum,

44

terkesan bahwa partai politik seperti mendapat kesempatan istimewa dalam Pilkada, yang cenderung memfungsikan dirinya sebagai political vehicle bagi para pasangan calon. Ramainya perbincangan tentang calon perseorangan dimulai ketika Mahkamah Konstitusi membuat kejutan dengan memberikan kepastian hukum melalui putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007 mengenai uji materi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-Undang dasar 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi atas hasil uji materi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah diajukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat daerah Kabupaten Lombok Tengah. Konsekuensinya lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dilakukan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, antara lain pada ketentuan Pasal 56 ayat 2, sehingga berbunyi sebagai berikut : (1) Kepala Daerah dan wakil Kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. (2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang45

memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam undang-undang ini. Selanjutnya didalam pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, menyebutkan peserta pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah : (1) Pasangan calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan partai politik. (2) Pasangan calon perseorangan yang didukung oloeh sejumlah orang Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat

mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dalam rangka penguatan peran partai politik dalam kaitannya dengan Pilkada secara langsung, Dedi Putra (2010) mengatakan : Partai Politik harus dapat melakukan beberapa hal, yaitu : Pertama, Perubahan paradigma, khususnya menyangkut peran partai politik dalam pilkada. Partai Politik harus melihat Pilkada bukan semata-mata masalah proyeksi kekuasaan, tetapi harus mampu melihat dalam frame yang lebioh luas bahwa Pilkada langsung adalah

46

bagian dari proses konsolidasi demokrasi di Indonesia. Kompetisi yang fair dan hadirnya calon-calon yang berkualitas pemerintahan daerah yang baik dan pada akan melahirkan akhirnya akan

memupuk kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi dan peran partai politik di dalamnya. Kedua, Partai Politik harus bersungguh-sungguh berusaha

menawarkan pasangan calon terbaik, yaitu calon yang memiliki kapabilitas sekaligus integritas kepemimpinan. Pertimbangan

poncalonan bukan semata-mata popularitas atau modal yang dimilikinya, meskipun k3duanya memang penting dan tidak dapat diabaikan untuk mobilisasi peroleehan suara. Namun, dengan orientasi politik jangka panjang, partai politik seharusnya

mempertimbangkan dengan serius kesesuaian visi, misi, dan program calon dengan platform partai karena kinerja calon sebenarnya merupakan representative partai politik dalam mengejewantahkan blueprint mereka tentangg pemerintahan. Ketiga, Peran Partai Politik dalam mobilisasi dukungan harus mendewasakan pemilih melalui pilihan isu dan cara yang bijak, terutama terkait dengan kemungkinan konflik di tengah

masyarakat.Masing-masing daerah mempunyai karakteristik tersendiri dan partai harus cerdas memilah mana yang layak dan tidak untuk ditawarkan kepada pemilih. Adalah tugas partai politik sebagai mesin

47

pemenangan dalam Pilkada untuk memenangkan calonnya. Akan tetapi, hal ini tidak berarti semua cara menjadi boleh untuk digunakan, meskipun memang aturan dan perangkat yang ada belum memadai. C.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan fungsi Partai Politik. b. Jelaskan peran Partai Politik pada masa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebelum dan sesudah dilakukan perubahan kedua melalui Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008. D. Peran DPRD dalam pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. D.1. Materi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah telah memunculkan arus besar dalam sistem pemerintahan daerah, yaitu arus yang berorientasi pada kepentingan masyarakat (partisipatif-populis). Yang paling menarik dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah ketentuan mengenai pemilihan kepala daerah secara/wakil kepala daerah secara langsung. Ketentuan ini merupakan hal baru dan pertama kali dalam sejarah sistem pemerintahan daerah di Indonesia. Undang-undang ini mengubah secara total sistem pemilihan kepala daerah yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang menyebutkan48

bahwa pemilihan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan dalam rapat paripurna DPRD yang dihadiri sekurangkurangnya dua pertiga jumlah anggota DPRD. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dipilih melalui pemilihan umum ( pemilu ) yang dilaksanakan secara demokratis. Lebih lanjut di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ketentuan Pasal 56 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 56 berbunyi sebagai berikut : (1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. (2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam undang-undang ini. Menurut Morissan ( 2006 ), ada tiga argumentasi yang melatarbelakangi perubahan fundamental pemilihan kepala daerah tersebut, yaitu :

49

a. Pimpinan Negara tertinggi (presiden) telah dipilih secara langsung dalam pemilu yang dilakukan pertama kali melalui Pemilu tahun 2004, sementara pimpinan wilayah terendah (kepala desa) juga dilaksanakan secara langsung, lantas mengapa pemilihan kepala daerah tidak juga dilakukan secara langsung. Dengan demikiantidak ada alas an untuk tidak melaksanakan pemilu langsung bagi gubernur, bupati dan walikota. b. Pemilu kepala daerah akan lebih mewujudkan kedaulatan yang berada ditangan rakyat, sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Dengan adanya kedaulatan ditangan rakyat di pemerintahan daerah maka ongkos politik (money politics) tidak lagi banyak terjadi yang pada gilirannya nanti akan mempercepat kesejahteraan rakyat. c. Secara yuridis, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang menentukan bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD sudah tidak sesuai lagi karena undang-undang ini merupakan produk hukum sebelum amandemen UUD 1945. Sementara itu, sudah ada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, yang tidak menyebutkan adanya tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah. Hal ini ditafsirkan bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 menginginkan

50

pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat. Dengan demikian, pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah tidak hanya dilakukan melalui sistem satu pintu, yaitu menempatkan partai politik menjadi satu-satunya saluran perekrutan kepemimpinan pemerintahan daerah, tetapi pasangan calon

perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan calon walikota/wakil walikota apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud di dalam pasal 59, ayat (2a dan 2b ) UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008. Selanjutnya di dalam Ketentuan Peralihan Pasal 233, Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2004 sampai dengan bulan Juli 2005 diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung pada bulan Juni 2005. Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Juli 2009 diselenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung pada bulan Desember 2008. DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang dibentuk di daerah provinsi, daerah kabupaten/kota dan

berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Peran DPRD dalam pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah

51

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008, pasal 42, ayat d, e, j, sebagai berikut : a. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/Kota. b. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi

kekosongan jabatan wakil kepala daerah. c. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota dalam

penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Berbeda halnya dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 mengatur dengan jelas mengenai pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya. Dalam hal pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud di atas, peran DPRD cukup menentukan. Di dalam Pasal 26, menyebutkan sebagai berikut : Ayat (4) :

52

Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. Ayat (5) : Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari calon perseorangan dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. Ayat (6) : Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara

53

terus menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. Ayat (7) : Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari calon perseorangan karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan

kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. Tugas dan wewenang DPRD, antara lain membentuk Panitia Pengawas Pemilihan Kepala daerah sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dihapus dan tidak ditemukan lagi di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Namun, di dalam

54

Pasal 236A menyebutkan bahwa : Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah akan berlangsung sebelum terbentuknya panitia pengawas pemilihan oleh Badan Pengawas Pemilu, DPRD berwenang membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Ketentuan yang mengatur tentang panitia pengawas

pemilihan, antara lain diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, angka (15), (16), (17) dan (18), yaitu : a. Badan pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu, adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Panwaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, adalah Panitia yang dibentuk oleh Pemilu Bawaslu di untuk mengawasi dan

penyelenggaraan kabupaten/kota.

wilayah

provinsi

c. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disebut Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang dibentuk Panwaslu Kabupaten/Kota untuk mengawasi

55

penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain. d. Pengawas Pemilu lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan Pemilu di untuk desa mengawasi atau nama

penyelenggaraan lain/kelurahan.

D.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan sistem pemilihan kepala daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. b. Jelaskan mekanisme pemilihan wakil kepala daerah dan peran DPRD dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan yang berasal dari

perseorangan. c. Jelaskan pengawas pemilihan umum menurut UndanUndang Nomor 22 Tahun 2007

56

BAB IV PESERTA PEMILIHAN DAN PERSYARATAN CALON KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH

Deskripsi Singkat Topik :

Pokok Bahasan : PESERTA PEMILIHAN DAN PERSYARAATAN CALON KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH

Waktu

: 2 ( dua ) kali tatap muka pelatihan ( selama 180 menit

T ujuan

: Setelah mempelajari modul ini, Praja diharapkan mampu menjelaskan tentang Peserta Pemilihan dan Persyaratan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Metode

: Praktek ( mempraktekkan dan diskusi )

57

A. Pendahuluan

Lahirnya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah telah terjadi perubahan yang mendasar terutama setelah putusan Mahkamah Konstitusi tentang calon perseorangan. Dalam arti, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 memberikan kesempatan bagi calon perseorangan untuk ikut serta dalam pemilihan kepala daerah dan wakil ikepala daerah. Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik dan pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memperoleh 15% kursi di DPRD atau akumulasi suaranya mencapai 15% dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Sedangkan pasangan calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon Gubernur/Wakil Gubernur dan calon Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota apabila memenuhi syarat dukungan sebagaimana dimaksud di dalam pasal 59, ayat (2a), (2b) dan (2c).

58

B. Peserta Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah B.1. Materi Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, rekruitmen calon kepala daerah di Indonesia menunjukkan fenomena bahwa calon hanya membutuhkan kenderaan partai politik, bukannya kepentingan partai politik untuk mencari kaderkader yang memenuhi kriteria akseptabilitas dan kredibilitas. Walaupun agak sulit dibuktikan, namun beredar isu politik uang (money politics) yang menguat terkait dengan pencarian kenderaan oleh para kandidat. Sistem pencalonan Pilkada langsung yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 6 Tahun 2005 merupakan sistem yang tidak memiliki batas-batas yang tegas sebagai sistem terbatas atau terbuka. Alasannya adalah mekanisme

pendaftaran calon menempatkan partai politik pada posisi dan fungsi yang sangat strategis atau menentukan. Ketentuan mengenai kedudukan strategis partai politik tersebut dirumuskan pada Pasal 59, ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang berbunyi : Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh Partai Politik.

59

Dalam rangka mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mewujudkan

kepemimpinan daerah yang demokratis yang memperhatikan prinsip persamaan dan keadilan dan kepastian hukum, maka Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dilakukan

perubahan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan Mahkamah tersebut terjadi calon setelah adanya Putusan Putusan

Konstitusi

tentang

perseorangan.

Mahkamah Konstitusi dilatarbelakangi atas hasil uji materi UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lombok Tengah, Lalu Ranggalawe. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pasal-pasal yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam undang-undang tersebut, antara lain, Pasal 56, ayat 2, yang berbunyi : Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik ; Pasal 59 ayat 1, sepanjang mengenai frase yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik ; Pasal 59 ayat 2. Sepanjang mengenai frase sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ; Pasal 59 ayat 3, sepanjang mengenai frase partai politik atau gabungan partai politik

60

wajib , frase yang seluas-luasnya , dan frase dan selanjutnya memproses bakal calon tersebut . Pasal-pasal tersebut hanya memberikan hak kepada partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan/mengajukan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah serta sama sekali menutup kemungkinan peluang pasangan calon independen. Akhirnya, peluang pasangan calon perseorangan menjadi lebih terbuka sebagaimana diatur dalam Pasal 59, ayat (1) UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008, yang berbunyi : Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah : a. Pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. b. Pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Bila dicermati Undang-Undang Dasar 1945, pada prinsipnya telah memberikan kesempatan yang lebih terbuka kepada setiap warga negara untuk menjadi calon kepala daerah. Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 18, ayat (4) yang berbunyi : Bupati, Gubernur dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis .

61

Dari ketentuan Pasal 18, ayat (4) tersebut tidak ada aturan yang mengharuskan calon kepala daerah berasal dari partai politik. Inilah yang menjadi jalan pembuka bagi munculnya calon

perseorangan dalam Pemilihan kepala daerah. Sedangkan untuk pasalpasal yang lain, Mahkamah Konstitusi menyatakan tetap berlaku, termasuk pasal-pasal yang membuat ketentuan pencalonan kepala daerah melalui partai politik. Keputusan Mahkamah Konstitusi

tersebut tidak merekomendasikan tentang pengaturan lebih lanjut mengenai calon perseorangan dan tidak memberikan batasan masa transisi tentang pelaksanaan putusan. Mahkamah Konstitusi

berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum dapat membuat aturan untuk mengisi kekosongan hukum tentang persyaratan calon perseorangan. B.2.Praktek/Latihan a. Jelaskan ketentuan yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah peserta

dan wakil kepala daerah

menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 12 b. Jelaskan landasan Tahun 2008.

hukum yang memberi kesempatan

calon pasangan perseorangan dalam pemilihan kepala daerah62

C. Persyaratan Calon Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah C.1. Materi Kedudukan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerahselain

sebagai pimpinan pemerintahan, sekaligus adalah pimpinan daerah dan pengayom masyarakat sehingga harus mampu berpikir, bertindak dan bersikap dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa, Negara dan masyarakat umum daripada kepentingan pribadi, golongan dan aliran. Disamping itu, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah harus bersikap arif, bijaksana, jujur, adil dan netral. Kepala daerah sebagai kepala eksekutif dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Di dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, mengatur tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, yaitu : a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, UndangUndang Dasar Negara Republik Indinesia Tahun 1945, citacita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah. c. Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat.

63

d. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun bagi calon gubernur/wakil gubernur dan berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota. e. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter. f. Tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. g. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. h. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya. i. Menyerahkan diumumkan. j. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara daftar kekayaan pribadi dan bersedia

perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan Negara. k. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

64

l. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum memiliki NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak. m. Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau isteri. n. Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua ) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama. o. Tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah ; dan p. Mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya. Selanjutnya di dalam Undang-Undang Nomor Nomor 12 Tahun 2008, Pasal 59 mengatur tentang persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusul dari partai politik atau gabungan partai politik dan pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Partai politik atau gabungan partai politik dapat

mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan

65

suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Sedangkan pasangan calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon gubernur/wakil gubernur apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan : a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen) b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 sampai dengan 6.000.000 jiwa harus didukung sekurangkurangnya 5% (lima persen), c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 sampai dengan 12.000.000 jiwa harus didukung sekurangkurangnya 4% (empat persen), dan d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen). Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud di atas, tersebar lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan. Bagi pasangan calon perseorangan yang mendaftarkan diri sebagai pasangan calon bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan :66

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5%

(enam koma lima persen). b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 sampai dengan 500.000 jiwa harus didukung sekurangkurangnya 5% (lima persen). c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 sampai dengan 1.000.000 jiwa harus didukung sekurangkurangnya 4% (empat persen) ; dan d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen). Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud di atas, tersebar pada lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan kabupaten/kota yang bersangkutan. Dukungan di

sebagaimnana

dimaksud diatas dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat keterangan tanda penduduk sesuai dengan peraturan perundang-undangan. D. Form Isian 1. Surat Pernyataan Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Model BB KWK).

67

2. Surat Pernyataan Setia kepada Pancasila Sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia Serta Pemerintah (Model BB 1 KWK). 3. Surat Pernyataan Belum Pernah Menjabat Sebagai Kepala Daerah Atau Wakil Kepala daerah Selama Dua Kali Masa Jabatan Yang Sama (Model BB 2 KWK). 4. Daftar Riwayat Hidup Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah (Model BB 3 KWK). 5. Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan Kemampuan Secara Rohani dan Jasmani (Model BB 4 KWK). 6. Surat Keterangan Tidak Memiliki Tanggungan Utang (Model BB 5 KWK). 7. Surat Keterangan Tidak Dinyatakan Pailit (Model BB 6 KWK). 8. Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya, Tidak Pernah Dihukum Penjara Karena Tindak Pidana Makar Dan Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Penjara (Model BB 7 KWK). 9. Surat Pernyataan Kesanggupan Mengundurkan Diri Dari Jabatan Apabila Terpilih Menjadi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah (Model B 6 KWK).

68

BAB V PERAN STAKEHOLDER DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH

Deskripsi Singkat Topik :

Pokok Bahasan

: PERAN STAKEHOLDER DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPLA DAERAH

Waktu

: 2 ( dua ) kali tatap muka pelatihan ( selama 180 menit

Tujuan

: Setelah mempelajari modul ini, Praja diharapkan Mampu menjelaskan Peran Stakeholders dalam Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

Metode

: Praktek ( mempraktekkan, diskusi dan tugas Terstruktur )

69

A, Pendahuluan Di negara yang telah mapan, proses demokratisasi seringkali digambarkan berlangsung secara gradual dan akomodatif. Namun pengalaman empiris di Negara yang sedang mencari bentuk demokrasi menunjukkan bahwa proses demokratisasi umumnya berlangsung dalam suasana mobilisasi dan ketidaksabaran yang kadangkala diwarnai dengan kekerasan, Hal ini tidak jauh berbeda dengan proses demokratisasi yang berlangsung di Indonesia. Mengutip pendapat Samuel Huntington ( 1991 ) bahwa demokrasi itu tidak pernah berkembang atau tumbuh linier (terletak pada satu garis lurus) dan bersifat pasti. Namun, demokrasi merupakan serangkaian gelombang yang maju, mundur, lalu bergulung-gulung kemudian memuncak lagi. Pendapat tersebut sepertinya sesuai dengan sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Bila dipotret secara nasional, dalam realitasnya

penyelenggaraan Pilkada langsung menghadirkan nuansa dan warna tersendiri di setiap daerah. Ada beberapa kabupaten/kota yang pelaksanaan Pilkadanya mengalami gejolak konflik politik yang serius dan cenderung destruktif sampai terjadinya kerusuhan, baik antar massa pendukung calon, para kandidat dengan KPUD, maupun pendukung calon dengan KPUD. Fakta ini mencederai demokrasi yang sedang dibangun. Mahkamah Agung, KPU Pusat dan lain-lain mengimplikasikan tentang ketidaksiapan70

dan

ketidakmatangan

masyaraakat kita dalam berdemokrasi, disamping ketidaksiapan para stakeholders yang terlibat dalam proses Pilkada. Kondisi ini mengundang keprihatinan, bahwa pada saat starting point

membangun demokrasi, kultur dan perilaku kita belum mendukung keinginan tersebut. Kekhawatiran banyak pihak atas terjadinya dampak negative dan hambatan dalam pelaksanaan Pilkada, maka peran stakeholders sangat dibutuhkan untuk mengurangi kekhawatiran di atas. Para stakeholders yang diharapkan dapat membantu kelancaran

penyelenggaraan Pilkada, antara lain Desk Pilkada, Pegawai negeri Sipil, Masyarakat, Media Massa dan Quick Qount. B. Peran Desk Pilkada B.1. Materi Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 120.05 110 Tahun 2005, dibentuk Desk Pilkada Pusat. Sedangkan untuk Desk Pilkada di Tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota dibentuk Desk Pilkada berdasarkan keputusan kepala daerah. Pembentukan Desk Pilkada pada awalnya banyak menuai kritik dari berbagai organisasi dan lembaga sosial masyarakat maupun perorangan. Mereka berpendapat bahwa pembentukan Desk Pilkada tidak mempunyai dasar hukum. Mantan Sekretaris Kementerian Dalam Negeri, Siti Nurbaya (Suara Pembaharuan, 08 Maret 2005),71

ketika ditanya wartawan sebelum menghadiri Rapat Tertutup dengan Panitia Anggaran DPR untuk membahas anggaran Pilkada di gedung DPR mengatakan : Desk Pilkada yang sudah dibentuk Depdagri tidak bermaksud untuk mengendalikan penyelenggaraan Pilkada.

Pembentukan Desk Pilkada itu bertujuan untuk merekam dan mengikuti perkembangan serta sekaligus memfasilitasi hal-hal yang memang bersifat penegasan. Desk Pilkada juga bermaksud untuk mengatasi masalah-masalah yang mungkin akan terjadi selama penyelenggaraan Pilkada. Meskipun tidak disebut dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tetapi ada peran atribusi pemerintah dalam menjalankan kewenangannya. Dalam konteks tersebut, kewenangan tidak selalu dalam pengertian delegatif. Kewenangan juga tidak selalu berarti diperintahkan. Sebaliknya, secara hukum, kewenangan itu selalu atributif. Walaupun menyelenggarakan di daerah sudah Kepala dibentuk Daerah, KPUD KPUD yang masih

Pemilihan

membutuhkan petunjuk dan penegasan-penegasan dari pemerintah. Pada prinsipnya ada 3 (tiga) elemen penting dalam Pilkada, yaitu : pertama, proses secara teknis penyelenggaraan Pilkada ; kedua, prinsip-prinsip demokratisasi ; ketiga, persoalan-persoalan keamanan

72

dan ketertiban masyarakat. Ketiga-tiganya harus berjalan seiring dan selaras.

Desk Pilkada mempunyai tugas : 1. Memantau kelancaran pelaksanaan kegiatran pada setiap tahap Pilkada. 2. Memantau situasi/dinamika politik dan keamanan serta merumuskan langkah yang diperlukan. 3. Memberi dukungan fasilitas kepada penyelenggara Pilkada sesuai kebutuhan. 4. Menyusun langkah-langkah antisipatif dan kebijakan yang responsif terhadap situasi politik dan ketentraman,

ketertiban dan keamanan yang berkembang di daerah, menjelang, selama dan pasca-Pilkada. 5. Melaksanakan sosialisasi tentang peraturan perundangundangan Pilkada serta upaya penyadaran kepada warga masyarakat untuk berperan serta secara aktif dan

proporsional dan hak-hak politik warga, dan 6. Melaksanakan advokasi mengenai penyelesaian sengketa, pelanggaran, dan permasalahan hukum yang mungkin muncul dalam penyelenggaran Pilkada. Dalam praktek penyelenggaraan Pilkada, masalah yang dihadap Desk Pilkada adalah terbatasnya sarana dan prasarana

73

pendukung, khususnya peralatan penunjang, seperti jaringan telepon, faks, e-mail, dan terbatasnya sumber daya manusia yang mengelola kegiatan Desk Pilkada. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah daerah, khususnya dalam rangka efektifitas dan efesiensi fungsi dan peran Desk Pilkada sebagai supporting unit yang sifatnya melengkapi dan bukan sebagai aktor utama pelaksana Pilkada. B.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan tugas Desk Pilkada b. Jelaskan latar belakang pembentukan Desk Pilkada c. Jelaskan masalah-masalah yang sering dihadapi Desk Pilkada dalam penyelenggaraan Pilkada

C, Peran Pegawai Negeri Sipil C.1. Materi Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) sebagai bagian dari suatu masyarakat politik, memiliki hak yang sama dalam proses Pilkada, yaitu hak dipilih dan memilih. Akan tetapi disisi lain, pegawai negeri sipil sebagai public servant dihadapkan dengan tugas pelayanan kepada semua lapisan masyarakat. Oleh sebab itu, hak-hak politik pegawai negeri sipil perlu diatur dalam peraturan perundang-

74

undangan

dengan

tujuan

untuk

menjamin

tidak

terjadinya

penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan yang bersifat partisan, dan atau tidak menggunakan fasilitas publik untuk kepentingan partisan. Dalam netralitasnya ini, pegawai negeri sipil senantiasa harus memposisikan diri secara tepat dan profesional dalam proses Pilkada langsung. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor : SE/08.A/M.PAN/5/2005. Tanggal 2 Mei 2005 tentang Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Kepala Daerah, antara lain menetapkan bahwa bagi pegawai negeri sipil yang menjadi calon kepala daerah : 1. Wajib membuat surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri pada Jabatan Struktural atau Fungsional yang disampaikan kepada Atasan Langsung untuk dapat diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Dilarang menggunakan anggaran pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. 3. Dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan

jabatannya. 4. Dilarang melibatkan pegawai negeri sipil lainnya untuk memberikan dukungan dalam kampanye. Bagi pegawai negeri sipil yang bukan calon Kepala daerah/Wakil Kepala Daerah :

75

1. Dilarang

terlibat

dalam

kegiatan

kampanye

untuk

mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. 2. Dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan

jabatannya dalam kegiatan kampanye. 3. Dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. 4. Pegawai Negeri Sipil dapat menjadi anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Pengawas Pemilihan, dengan izin dari Pejabat Pembina Kepegawaian atau Atasan Langsung. Bagi pegawai negeri yang tidak menaati kewajiban dan larangan sebagaimana tertera pada angka 1 dan 2 di atas, dikategorikan melanggar Pasal 2 huruf b, I dan z Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan dijatuhi hukuman disiplin : 1. Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun : a. Bagi pegawai negeri sipil yang melibatkan pegawai negeri sipil lainnya untuk memberikan dukungan dalam

kampanye.

76

b. Bagi pegawai negeri sipil yang duduk sebagai Panitia Pengawas Pemilihan tanpa izin dari Pejabat Pembina Kepegawaian atau Atasan Langsung. 2. Pemberhentian Dengan Hormat Atas Permintaan Sendiri sebagai pegawai negeri sipil dengan hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku : a. Bagi pegawai negeri sipil yang terlibat dalam kegiatan kampan ye untuk mendukung Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah. b. Bagi pegawai negeri sipil yang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya. c. Bagi pegawai negeri sipil yang menjadi anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara kegiatan kampanye (KPPS), tanpa izin dari Pejabat Pembina Kepegawaian atau Atasan Langsung. 3. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil : a. Bagi pegawai negeri sipil yang menggunakan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah dalam proses Pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah.

77

b. Bagi pegawai negeri sipil yang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya dalam proses Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. c. Bagi pegawai negeri sipil yang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. C.2. Praktek/Latihan a. Jelaskan hak politik Pegawai Negeri Sipil dalam proses Pilkada b. Bagaimana seyogianya posisi Pegawai Negeri Sipil dalam mempertahankan netralitasnya secara profesional dan tepat dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Jelaskan pendapat Praja. c. Jelaskan sanksi yang dapat dikenakan bagi Pegawai Negeri Sipil yang tidak menaati kewajiban dan larangan dalam proses penyelenggaraan Pilkada berdasarkan Peraturan Pemerintah Nompr 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. D. Peran Masyarakat D.1.Materi

78

Robert A. Dahl ( 1999 ) berpendapat, bahwa pemerintahan yang demokratis akan menunjukkan kadar partisipasi rakyat yang tinggi, baik dalam memilih pejabat publik, mengawasi perilakunya maupun menentukan arah kebijakan umum kepemerintahannya. Kadar demokrasi suatu Negara dapat ditentukan oleh dua hal : 1. Seberapa besar peran masyarakat dalam menentukan arah kebijakan umum kepemerintahan. Peran ini dapat

diaktualisasikan melalui mekanisme partisipasi politik yang salah satunya melalui pemilihan pejabat publik (kepala daerah) secara langsung, sehingga masyarakat dapat memilih secara langsung calon-calon yang dinilai oleh mereka sebagai individu yang mau dan mampu menangkap, mengapresiasi, dan mengimplementasikan aspirasi warganya ketika calon tersebut terpilih sebagai pejabat publik. 2. Seberapa besar peran warga masyarakat dalam menentukan siapa di antara mereka yang dijadikan pejabat publik. Jika mereka mengidentifikasikan diri sebagai orang yang prodemokrasi, anti-korupsi, mencita-citakan pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab, serta menginginkan masa depan kehidupan yang lebih baik, seharusnya pilihan mereka pada kandidat Kepala Daerah pun adalah pilihan yang mencerminkan sikap, keinginan, dan cita-cita mereka.

79

Dalam konteks tersebut di atas, Samuel Huntington dan Joan M. Nelson (1991) menyebutkan, bahwa partisipasi otonomis (autonomous participation) sebagai sesuatu yang dibutuhkan dalam proses demokrasi. Inilah kemandirian politik, sesuatu yang dapat tumbuh karena adanya pendidikan politik dari stakeholders Pilkada, partai politik, KPUD, Desk Pilkada ataupun pemerintah. Sesungguhnya pendidikan akan melahirkan pemahaman yang berujung pada pencerahan. Demikian halnya dengan pendidikan politik. Seorang individu yang mengalami pencerahan akan memiliki kemandirian untuk mengambil keputusan. Dari sana akan melahirkan sikap : menggunakan hak pilih atau menanggalkannya (golongan putih). Sikap apatis masyarakat dalam menggunakan hak politik, antara lain disebabkan oleh kurangnya sosialisasi; pasangan calon tidak memikat publik; masyarakat malas dan jenuh (skeptis) dengan hajatan demokrasi tersebut karena mereka tidak memiliki rekam jejak para calon dan program-programnya; dan tidak memilih dianggap sebagai bentuk protes atas proses politik yang sedang berjalan yang menurut mereka tidak mengakomodasikan kandidat yang mereka idolakan. Kedekatan emosional antara pemilih dengan para kandidat merupakan salah satu daya tarik partisipasi politik masyarakat dalam Pilkada. Ditengah sistem dan kultur politik yang bersifat paternalistik,

80

maka partisipasi masyarakat menjadi sangat penting. Semakin besar dan baik kualitas partisipasi masyarakat, maka kelangsungan demokrasi akan semakin baik pula. Demikian juga sebaliknya. Kadar kualitas partisipasi politik masyarakat dapat dilihat dari sejauh mana tingkat otonomi dalam menentukan sikapnya ; apakah karena pengaruh mobilisasi partai politik semata, faktor primordialisme atau karena rasionalitas, dan hati nurani. Kalau keberpihakan politik lahir dari pertimbangan-

pertimbangan yang rasional, maka ini merupakan pertanda positif bagi perkembangan dan format demokrasi ke depan. Tetapi jika pilihan politik hanya karena pengaruh mobilisasi saja, maka perkembangan demokrasi masa depan patut dipertanyakan lagi. Hukum demokrasi selalu menempatkan partisipasi masyarakat dalam posisi terdepan. Antara masyarakat dan demokrasi terdapat makna yang komplementer dan simultan. Agar demokrasi berjalan dengan baik, m