77
Modul_Praktikum_Te lekomunikasi_III 2017 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN | Jl. Dr. Setabudhi No. 207, Lab. Telekomunikasi FPTK Lantai 5 UPI, Bandung TIM DOSEN TEKNIK TELEKOMUNIKASI

Modul Praktikum Telekomunikasi III

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Modul Praktikum Telekomunikasi III

Modul_Praktikum_Te

lekomunikasi_III

2017

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN | Jl. Dr. Setabudhi No. 207, Lab. Telekomunikasi FPTK Lantai 5 UPI, Bandung

TIM DOSEN TEKNIK TELEKOMUNIKASI

Page 2: Modul Praktikum Telekomunikasi III

2

DAFTAR ISI

JOBSHEET 1 ............................................................................................................................. 3

SIMULASI MODULASI BPSK DAN QPSK MENGGUNAKAN SYSTEM VUE ................ 3

JOBSHEET 2 ............................................................................................................................. 7

PENGUKURAN KARAKTERISTIK ANTENA...................................................................... 7

JOBSHEET 3 ............................................................................................................................. 9

KARAKTERISTIK VSWR METER ........................................................................................ 9

JOBSHEET 4 ........................................................................................................................... 13

ANTENA DEMONSTRATION .............................................................................................. 13

JOBSHEET 5 ........................................................................................................................... 17

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP DENGAN SOFTWARE CST MICROWAVE

STUDIO ................................................................................................................................... 17

JOBSHEET 6 ........................................................................................................................... 29

FILTER DIGITAL ................................................................................................................... 29

JOBSHEET 7 ........................................................................................................................... 35

TRANSFORMASI FOURIER ................................................................................................ 35

JOBSHEET 8 ........................................................................................................................... 41

RESPON FREKUENSI ........................................................................................................... 41

JOBSHEET 9 ........................................................................................................................... 50

PENYESUAIAN IMPEDANSI SALURAN TRANSMISI .................................................... 50

JOBSHEET 10 ......................................................................................................................... 57

ANTENA KAWAT DIPOLE .................................................................................................. 57

JOBSHEET 11 ......................................................................................................................... 61

FUNGSI TRANSFER .............................................................................................................. 61

Page 3: Modul Praktikum Telekomunikasi III

3

JOBSHEET 1

SIMULASI MODULASI BPSK DAN QPSK MENGGUNAKAN SYSTEM VUE

A. Tujuan

- Mahasiswa memahami prinsip kerja modulasi BPSK dan QPSK

- Mahasiswa mampu membangkitkan modulasi BPSK dan QPSK

B. Teori Dasar

Binary Shift Keying (BPSK)

s0(t) = A sin (2πfct + p) , 0 ≤ t ≤ T

s1(t) = A sin (2πfct) , 0 ≤ t ≤ T

Dengan demikian, untuk mengirimkan bit “0” fasa dari gelombang carrier dimajukan sebesar

π radian.

Pembangkitan BPSK

Mengubah fasa sinyal carrier oleh sinyal informasi digital

Page 4: Modul Praktikum Telekomunikasi III

4

Kinerja BPSK

Deteksi BPSK dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

- Detektor koheren

- Detektor non-koheren

Quadrature Phase Shift Keying (QPSK)

Pembangkitan QPSK :

- Urutan bit …11000111… misalnya, dikelompokkan menjadi urutan pasangan

bit … 11 , 00 , 01 , 11 , ….

- Bit pertama digunakan untuk memodulasi BPSK carier in-phase A cos (2πfct)

- Bit kedua digunakan untuk memodulasi BPSK carrier quadrature A sin (2πfct)

- Kedua tegangan sinyal BPSK in-phase dan quadrature dijumlahkan untuk

membentuk sinyal QPSK

- Perubahan simbol terjadi setiap pemrosesan dua-bit → Simbol Interval = 2 x Bit

Interval

Page 5: Modul Praktikum Telekomunikasi III

5

Pembangkitan QPSK

Konstelasi dan State Transisi pada QPSK

Jumlah state (dinyatakan dalam fasa carrier yang berbeda) M = 4 dengan kemungkinan

transisi sebagai berikut:

C. Alat yang Digunakan

- PC atau laptop yang ada software System Vue

D. Prosedur Percobaan

- Nyalakan PC atau laptop yang ada software System Vue

- Buka aplikasi System vue

- Buat rangkaian simulasi BPSK dan QPSK seperti gambar dibawah :

Page 6: Modul Praktikum Telekomunikasi III

6

Page 7: Modul Praktikum Telekomunikasi III

7

JOBSHEET 2

PENGUKURAN KARAKTERISTIK ANTENA

A. Tujuan

Mengenali karakteristik antena

B. Deskripsi

Performa suatu antena ditentukan oleh karakteristik VSWR, gain, dan pola radiasi.

Karakteristik antena VSWR antena adalah suatu kurva yang menyatakan variasi nilai pada

berbagai frekuensi kerja. Pengukuran pada VSWR antena dilakukan pada titik input antena,

yaitu diantara output saluran transmisi dan input antena yang diukur.

Bila antena yang diukur tidak match (VSWR) tinggi, maka lakukan pengaturan pada

gamma match/balonnya atau pada trimmer kapasitornya hingga VSWR turun pada frekuensi

kerja sistem transmisi yang diinginkan.

C. Alat-alat

Gamma match/ dipole antenna 1 buah

VSWR meter 1 buah

Transmitter 150 MHz 1 buah

Jumper coaxial cable RG-58 A/U 1 buah

Coaxial cable RG-58 A/U 9,9 m 1 buah

Obeng trimmer 1 buah

Spacer & klem antenna 1 buah

D. Rangkaian Percobaan

Antena yang

diukur

E. Langkah Percobaan

1. Buatlah rangkaian percobaan seperti gambar di atas.

2. Lakukan pengaturan-pengaturan sebagai berikut:

- Frekuensi transmitter pada 145.000 MHz

- Daya output transmitter pada 1 W

- Level kontrol VSWR pada posisi minimum.

Tx 150 MHz 1 W VSWR Meter

Page 8: Modul Praktikum Telekomunikasi III

8

3. Nyalakan Tx dan tekan PTT pada posisi transmit

4. Atur level kontrol pada VSWR untuk memperoleh pembacaan nilai VSWR yang akurat

5. Lakukan pengaturan gamma match/trimmer kapasitor yang terdapat pada matching

section antena hingga diperoleh nilai VSWR terkecil.

6. Lakukan percobaan sebanyak 11 kali pada frekuensi yang berbeda.

F. Hasil Pengukuran

No Kegiatan Pengukuran VSWR

1 Pada frekuensi 144.000 MHz

2 Pada frekuensi 144.200 MHz

3 Pada frekuensi 144.400 MHz

4 Pada frekuensi 144.600 MHz

5 Pada frekuensi 144.800 MHz

6 Pada frekuensi 145.000 MHz

7 Pada frekuensi 145.200 MHz

8 Pada frekuensi 145.400 MHz

9 Pada frekuensi 145.600 MHz

10 Pada frekuensi 145.800 MHz

11 Pada frekuensi 146.000 MHz

G. Simpulan

Page 9: Modul Praktikum Telekomunikasi III

9

JOBSHEET 3

KARAKTERISTIK VSWR METER

A. Tujuan : untuk mengenali karakteristik VSWR Meter dan aplikasinya

B. Alat dan Bahan :

a. VSWR Meter 1 buah

b. RF Generator 1 buah

c. Dummy load/ antena 502/10 W 1 buah

d. Jumper coaxial RG-58 A/U 1 buah

e. Jumper coaxial RG-58 A/U 10 m 1 buah

f. Jumper coaxial RG-58 A/U 0,66 m 1 buah

C. Landasan Teori

VSWR adalah singkatan dari Voltage Standing Wave Ratio, atau kalau

diterjemahkan secara bebas adalah perbandingan tegangan gelombang berdiri. Gelombang

elektromagnetik yang dipancarkan oleh sebuah transmitter Rf yang dilalui sebuah

transmisi line(misal: cable coax, feeder, dll) tidak lagi memiliki bentuk sebagai sinyal

sinusoidal yang sempurna, namun mirip dengan sinyal sinusoidal yang disearahkan oleh

sebuah diode rectifier, dimana porsi negatif dari sinusoidal dibalik menjadi positif semua,

makanya kesan pertama yang dilihat oleh para researcher saat itu adalah dapat terpantul

(reflected) bila menemui impedansi yang tidak sama (matched) dengan impedansi saluran

transmisi yang dilaluinya. Sesuai dengan kaidah “setengah daya maksimum”, dimana daya

di beban akan maksimum pada saat impedansinya sesuai dengan impedansi saluran

transmisi. Atau dengan kata lain tidak ada gelombang terpantul yang kembali ke saluran

transmisi, yang mengakibatkan tranceiver jadi saturasi atau efeknya transistor final akan

“jebol”. Pada kondisi impedansi antena dan impedansi saluran transmisi tidak sesuai

(matched), biasanya ditunjukkan dengan VSWR>1, maka beberapa efek berikut akan

dirasakan:

- Daya RF yang sampai di antenna tidak optimum, sehingga pancaran tidak akan

jauh/optimum

- Bercampurnya gelombang maju (forward) dan gelombang pantul(reflected).

Kemungkinan akan mempengaruhi kualitas suara pancaran, mungkin saja terdengar

parau atau tidak bulat

Page 10: Modul Praktikum Telekomunikasi III

10

- Nilai VSWR yang terlalu tinggi (VSWR>2), akan membuat RF Linear Amplifier

mengalami saturasi, yang biasanya terasa “over heating” dan bila dibiarkan terus-

terusan akan membuat rusak komponen di final.

Dalam notasi matematis, VSWR atau SWR tidak memiliki dimensi karena

merupakan perbandingan 2 buah variable yang berdimensi sama (voltage). Dengan rumus

sebagai berikut :

SWR = [1+Rc]/[1-Rc]

Dimana,

- Rc = |[ZL-Zo]/[ZL+Zo]|

- ZL= impedansi input antenna

- Zo = impedansi input saluran transmisi (coax, feeder, dll)

- Bila ZL atau Zo merupakan bilangan imajiner atau khayal, maka Zl atau Zo ini

merupakan magnitudo dari bilangan tersebut.

Contoh 1 :

Zo (transmission line)= 50 ohm, ZL (antenna)= 50 ohm

Maka, Rc = |[50-50]/[50+50]|= 0

Sehingga, SWR= [1+0]/[1-0]=1 (kondisi saat ini disebut kondisi matched)

Contoh 2 :

Zo= 50 ohm, ZL= 100 ohm

Maka, Rc = |[100-50]/[100+50]|= 1/3

Sehingga, SWR= [1+1/3]/[1-1/3]= 2

Contoh 3 :

Zo = 50 ohm, ZL = 25 ohm

Maka, Rc = |[25-50]/[25+50]|= 1/3

Sehingga, SWR= [1+1/3]/[1-1/3]= 2

Sebuah antenna dipole ¼ lambda (masing-masing sayap panjangnya ¼ lambda, total

kedua sayap ½ lambda) memiliki impedansi input yang hampir murni dengan nilai

mendekati 50 ohm, makanya antenna ini akan memberikan pembacaan VSWR atau SWR

mendekati 1 (matched).

Page 11: Modul Praktikum Telekomunikasi III

11

VSWR Meter atau lebih dikenal dengan SWR meter adalah alat ukur yang digunakan

untuk mrngetahui perbangdingan antara tegangan pergi dan tegangan balik dari daya RF

pada suatu system transmisi. Kegunaan lainnya ada juga jenis VSWR meter yang dapat

difungsikan sebagai power meter yang sekaligus dapat mengukur daya pancar Pf dan daya

pantul Pr.

Hubungan antara VSWR meter dengan koefisien pantul Γ dinyatakan dengan

persamaan:

𝑉𝑆𝑊𝑅 = 1+|Γ|

1−|Γ|

Alternatif lain untuk menyatakan besarnya koefisien pantul adalah:

Γ = √𝑃𝑟

𝑃𝑓

Dimana: Pr = daya yang dipantulkan (reverse power)

Pf = daya yang dipancarkan (forward power)

D. Rangkaian

RF Generator VSWR Meter Dummy Load

Jumper Coaxial

Page 12: Modul Praktikum Telekomunikasi III

12

E. Prosedur Percobaan

1. Buatlah rangkaian seperti diatas!

2. Lakukan pengaturan-pengaturan sebagai berikut :

a. Frekuensi RF Generator pada 150 MHz

b. Level output RF Generator pada posisi minimum

c. Level control pada VSWR Meter pada posisi minimum

3. Nyalakan RF Generator, atur level controlnya pada maksimum, catat daya outputnya.

4. Atur level control pada VSWR meter hingga pembacaan sebelah kiri maksimum

5. Baca dan catat pembacaan meter sebelah kanan VSWR

6. Berdasarkan rumus diatas, hitung r dan bandingkan nilai VSWR hasil perhitungan

dengan hasil pengukuran

7. Ganti coaxial cable 0,66 m dengan coaxial cable 10 m dan ulangi langkah 1 sampai

dengan 5

F. Hasil Praktikum

No. Jenis Kabel Pf Pr VSWR

1. Coaxial cable RG-8 U

2. Coaxial cable RG-11 U

3. Coaxial cable RG-58 U

4. Coaxial cable RG-58 A/U

Page 13: Modul Praktikum Telekomunikasi III

13

JOBSHEET 4

ANTENA DEMONSTRATION

A. Tujuan :

a) Mengetahui prinsip kerja antena.

b) Mengetahui blok diagram dan fungsi dari masing-masing perangkat trainer antena.

c) Mendemonstrasikan proses pembentukkan pola radiasi dari berbagai jenis antena

d) Mengetahui dan menghitung nilai-nilai karakteristik dari sebuah antena.

B. Alat dan Bahan :

a) WATS (Wave Antena and Training System) 2002

b) Spektrum Analyzer

c) Antena Pemancar (Antena Mounter)

d) Personal Computer

e) Antena Penerima

C. Landasan Teori

Pengertian Antena

Antena merupakan sebuah perangkat yang digunakan memancar dan/atau menerima

gelombang elektromagnetik secara efisien. Sebagai contoh penggunaan antena yaitu;

a. Komunikasi Tanpa Kabel (Wireless Communication) berupa sistem komunikasi personal

(PCS), sistem Global Positioning Satellite (GPS), Wireless Local Area Netrworks

(WLAN), Direct Broadcast Satellite (DBS) Television, Mobile Communications,

Telephone Microwave/Satellite Links, Broadcast Television dan Radio, dan lain - lainnya.

b. Penginderaan jauh (Remote Sensing) berupa: Radar [Penginderaan Jauh aktif yang bekerja

meradiasi dan menerima gelombang], Pemakaian untuk militer sebagai pencari target dan

tracking, radar cuaca, pengaturan lalu lintas udara, deteksi kecepatan mobil, pengatur lalu

lintas (magnetometer), ground penetrating radar (GPR), pemakaian untuk pertanian.

Radiometry [Penginderaan jauh pasif yang bekerja dengan cara menerima emisi

gelombang. Penggunaan militer dalam bentuk perlakuan gelombang dan penggabungan

sinyal.

Page 14: Modul Praktikum Telekomunikasi III

14

Jenis – Jenis Antena

• Antena Kabel (Wire Antena); seperti monopole, dipole, loop dan lain – lainnya.

• Antena Celah (Aperture Antena); seperti Sectoral Horn, Piramidal Horn, Slot dan lainnya.

• Antena Pantul (Reflector Antena); Parabolic dish, corner reflector dan lain – lainnya.

• Antena Lensa.

• Antena Mikrostrip.

• Antena Susun (array).

Parameter – Parameter Kinerja Antena

1. Pola radiasi (Radiation Pattern) yaitu Penggambaran sudut radiasi (polar plot). Bentuk yang

lain seperti pola omnidirectional pattern yaitu pola radiasi yang serba sama dalam satu

bidang radiasi saja. Pola Directive yang membentuk pola berkas yang sempit dengan radiasi

yang sangat tinggi.

2. Keterarahan (directivity) yaitu perbandingan antara densitas daya antena pada jarak sebuah

titik tertentu relatif terhadap sebuah radiator isotropis [radiator isotropis merupakan sebuah

antena dimana radiasi antena akan serba sama keseluruh arah (titik sumber radiasi).

3. Gain merupakan keterarahan yang berkurang akibat rugi – rugi yang ditimbulkan. Gain

(directive gain) adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena

mengarahkan radiasi sinyalnya, atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain bukanlah

kuantitas yang dapat diukur dalam satuan perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang

digunakan untuk gain adalah decibel. Macam-macam referensi atau pembanding yang

biasa digunakan yaitu isotopris, dimana efesiensi antena isotropis adalah 100%, dipol λ/2,

horn, dll. Antena bergantung pada direktivitas antena dan efisiensi antena.

4. Polarisasi yang merupakan pelacakan vektor radiasi medan listrik (polarisasi linierm

circular,eliptical). Polarisasi gelombang elektromagnetik tergantung pada medan listriknya.

Medan listrik sejajar dengan antena, sedangkan medan magnet tegak lurus terhadap antena.

Posisi antena penerima harus sejajar dengan medan listrik atau tegak lurus terhadap arah

medan magnet agar dapat menangkap daya semaksimal mungkin dari pemancar. Jika

antena pemancar terletak vertikal, maka polarisasi gelombang elektromagnetik nya kearah

vertikal. Pada antena vertikal, pancaran kesegala penjuru sama kuat, sama jauh dan dayanya

sama besar. Jika antena terletak horisontal atau mendatar, maka polarisasi gelombang

Page 15: Modul Praktikum Telekomunikasi III

15

elektromagnetnya ke arah horisontal, pada antena horisontal pancaran terkuat ada pada

garis yang tegak lurus pada sumbu antena.

Gambar Polarisasi Pada Antena

a) Polarisasi pada antena vertikal

b) Polarisasi pada antena horizontal

5. Impedansi merupakan impedansi masukan antena pada terminalnya. Impedansi antena

didefinisikan sebagai pertandingan antara medan elektrik terhadap medan magnetik pada

suatu titik, dengan kata lain pada sepasang terminal maka impedansi antena bisa

didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan terhadap arus pada terminal tersebut.

Impedansi antena merupakan hal penting dsalam perancangan antena karena sebenarnya

antena itu sendiri befungsi sebagai penyepadan impedansi antena tersebut dengan

impedansi saluran. Penyepadan ini perlu dilakukan supaya terjadi transfer daya maksimum

dari sumber ke antena atau sebaliknya. Impedansi suatu saluran (antena) ditentukan oleh

ukuran, konstruksi fisik dan bahan serta frekuensi kerja antena tersebut.

6. Bandwidth merupakan rentang frekuensi dengan kinerja yang dapat diterima (antena

resonansi, antena pita lebar / broadband antena).

Bandwidth atau lebar pita frekuensi dari suatu antena adalah daerah frekuensi kerja suatu

antena yang dibatasi oleh VSWR tertentu. Biasanya bandwidth dibatasi pada VSWR ≤ 1,5.

Pada antena pita lebar atau broadband, bandwidth merupakan perbandingan antara

frekuensi atas dengan frekuensi bawah, contoh : bandwidth 10:1 mengindikasikan bahwa

frekuensi atas 10 kali lebih tinggi dari frekuensi bawah. Sedangkan pita antena pita sempit

atau narrowband, bandwidth dinyatakan dalam persentase dari perbedaan frekuensi (atas

dikurangi bawah) yang melewati frekuensi tengah bandwidth, contoh : bandwidth 5%

mengindikasikan bahwa perbedaan frekuensi adalah 5% dari frekuensi tengah bandwidth.

7. Beam Scanning (Pelacakan Berkas) merupakan pergerakan pada arah radiasi maksimum

dengan cara mekanik dan listrik.

8. Sistem lain yang terdiri dari ukuran, berat, biaya, pemakaian daya, radar bagian depan dan

lain – lainnya.

Page 16: Modul Praktikum Telekomunikasi III

16

D. Langkah Kerja

- Siapkan alat dan bahan

- nyalakan PC, Spectrum Analyzer, WATS (Wave Antena and Training System) 2002,

serta pengatur otomatis pengarahan pada antena penerima

- Lakukan pemetaan blok diagram antena demonstration dari blok rangkaian

- Port kabel input antena penerima dimasukkan ke input 2.45 GHz pada perangkat WATS

2002.

- Port kabel output pada antena pemancar dimasukkan ke output 2.45 GHz pada

perangkat WATS 2002

- Buka aplikasi WATS 2002 pada PC, kemudian pilih port 1.

- Setelah itu pilih icon “Rad.P”

- Untuk memulai mengukur, klik frekuensi 2.45 GHz.

- Klik Cal, lalu Auto Action, maka antena penerima otomatis melakukan satu kali putaran

360o. hal ini berfungsi untuk proses pembentukan pola radiasi.

E. Hasil Praktikum

No. Jenis Antena Bentuk Pola Radiasi

1 Antena Chip

2 Antena dipole

3 Antena inverted F

4 Antena loop

5 Antena monopole

6 Antena omni

7 Antena rectangular patch array

8 Antena rectangular patch

9 Antena yagi

Page 17: Modul Praktikum Telekomunikasi III

17

JOBSHEET 5

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP DENGAN SOFTWARE CST

MICROWAVE STUDIO

A. Tujuan Percobaan

Mahasiswa dapat merancang antena mikrostrip dengan bantuan perangkat lunak CST

Microwave Studio

B. Alat dan Bahan

1. Satu set PC atau Laptop

2. Perangkat lunak CST Microwave Studio

C. Landasan Teori

1.1. Pengertian Antena Mikrostrip

Antena mikrostrip adalah suatu konduktor metal yang menempel di atas ground plane

yang diantaranya terdapat bahan dielektrik. Antena mikrostrip merupakan antenayang

memiliki massa ringan, mudah untuk difabrikasi, dengan sifatnya yang konforrmal sehingga

dapat ditempatkan hampir di semua jenis permukaan dan ukurannya kecil dibandingkan dengan

antena jenis lain. Karena sifat yang dimilikinya, antena mikrostrip sangat sesuai dengan

kebutuhan saat ini sehingga dapat diintegrasikan dengan peralatan telekomunikasi lain yang

berukuran kecil, akan tetapi antena mikrostrip juga memiliki beberapa kelemahan yaitu

bandwidth yang sempit, gan dan directivity yang kecil, serta efisiensi rendah. Antena

mikrostrip tersusun atas 3 elemen yaitu: elemen peradiasi (radiator), elemen substrat

(substrate), dan elemen pentanahan (ground), seperti ditunjukkan pada gambar di bawah.

Elemen peradiasi (radiator) atau biasa disebut sebagai patch, berfungsi untuk meradiasi

gelombang elektromagnetik dan terbuat dari lapisan logam (metal) yang memiliki ketebalan

tertentu. Jenis logam yang biasanya digunakan adalah tembaga (copper) dengan konduktifitas

5,8 x 107 S/m. Berdasarkan bentuknya, patch memiliki jenis yang bermacam-macam

Page 18: Modul Praktikum Telekomunikasi III

18

diantaranya bujur sangkar (square), persegi panjang (rectangular), garis tipis (dipole),

lingkaran, elips, segitiga, dll. Elemen substrat (substrate) berfungsi sebagai bahan dielektrik

dari antena mikrostrip yang membatasi elemen peradiasi dengan elemen pentanahan. Elemen

ini memiliki jenis yang bervariasi yang dapat digolongkan berdasarkan nilai konstanta

dielektrik dan ketebalannya (h). Kedua nilai tersebut mempengaruhi frekuensi kerja,

bandwidth, dan juga efisiensi dari antena yang akan dibuat. Ketebalan substrat jauh lebih

besar daripada ketebalan konduktor metal peradiasi. Semakin tebal substrat maka bandwidth

akan semakin meningkat, tetapi berpengaruh terhadap timbulnya gelombang permukaan

(surface wave). Gelombang permukaan pada antena mikrostrip merupakan efek yang

merugikan karena akan mengurangi sebagian daya yang seharusnya dapat digunakan untuk

meradiasikan gelombang elektromagnetik ke arah yang diinginkan.

1.2. Parameter Antena Mikrostrip

Unjuk kerja (performance) dari suatu antena mikrostrip dapat diamati dari

parameternya. Beberapa parameter utama dari sebuah antena mikrostrip akan dijelaskan

sebagai berikut.

1.2.1. Bandwidth

Bandwidth (Gambar 2) suatu antena didefinisikan sebagai rentang frekuensi

di mana kinerja antena yang berhubungan dengan beberapa karakteristik (seperti

impedansi masukan, pola, beamwidth, polarisasi, gain, efisiensi, VSWR, return loss,

axial ratio) memenuhi spesifikasi standar.

Gambar 2.1 Rentang frekuensi yang menjadi bandwidth

Bandwidth dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut ini :

𝐵𝑊 = ((𝑓2 − 𝑓1)/ 𝑓𝑐 ) % Dimana :

BW = Bandwidth

Page 19: Modul Praktikum Telekomunikasi III

19

f1 = frekuensi terendah pada -10 dB

f2 = frekuensi tertinggi pada -10 dB

1. VSWR (Voltage Standing Wave Ratio)

VSWR adalah perbandingan antara amplitudo gelombang berdiri (standing

wave) maksimum (|V|max) dengan minimum (|V|min). Pada saluran transmisi ada

dua komponen gelombang tegangan, yaitu tegangan yang dikirimkan (V0+

) dan

tegangan yang direfleksikan (V0-). Perbandingan antara tegangan yang

direfleksikan dengan tegangan yang dikirimkan disebut sebagai koefisien refleksi

tegangan (Γ).

𝛤 =𝑣 −

𝑣 + 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝛤 =

𝑍𝑙 − 𝑍𝑜𝑍𝑖 + 𝑍𝑜

Dimana ZL adalah impedansi beban (load) dan Z0 adalah impedansi saluran

lossless. Koefisien refleksi tegangan (r) memiliki nilai kompleks, yang

merepresentasikan besarnya magnitudo dan fasa dari refleksi. Untuk beberapa

kasus yang sederhana, ketika bagian imajiner dari r adalah nol, maka :

r = - 1 : refleksi negatif maksimum, ketika saluran terhubung singkat,

r = 0 : tidak ada refleksi, ketika saluran dalam keadaan matched sempurna,

r = + 1 : refleksi positif maksimum, ketika saluran dalam rangkaian

terbuka.

Sedangkan rumus untuk mencari nilai VSWR adalah :

𝑉𝑆𝑊𝑅 =1 + |𝛤|

1 − |𝛤|

2. Return Loss

Return Loss adalah perbandingan antara amplitudo dari gelombang yang

direfleksikan terhadap amplitudo gelombang yang dikirimkan [11]. Return Loss

digambarkan sebagai peningkatan amplitudo dari gelombang yang direfleksikan

(V0-) dibanding dengan gelombang yang dikirim (V0

+). Return Loss dapat terjadi

akibat adanya diskontinuitas diantara saluran transmisi dengan impedansi masukan

beban (antena). Pada rangkaian gelombang mikro yang memiliki diskontinuitas

(mismatched), besarnya return loss bervariasi tergantung pada frekuensi.

𝑅𝐿 = −20 log|𝛤|

Page 20: Modul Praktikum Telekomunikasi III

20

3. Polarisasi

Polarisasi antena adalah polarisasi dari gelombang yang ditransmisikan oleh

antena. Jika arah tidak ditentukan maka polarisasi merupakan polarisasi pada arah

gain maksimum. Pada praktiknya, polarisasi dari energi yang teradiasi bervariasi

dengan arah dari tengah antena, sehingga bagian lain dari pola radiasi mempunyai

polarisasi yang berbeda.

Polarisasi dari gelombang yang teradiasi didefinisikan sebagai suatu keadaan

gelombang elektromagnet yang menggambarkan arah dan magnitudo vektor medan

elektrik yang bervariasi menurut waktu. Selain itu, polarisasi juga dapat

didefinisikan sebagai gelombang yang diradiasikan dan diterima oleh antena pada

suatu arah tertentu.

Polarisasi dapat diklasifikasikan sebagai linear (linier), circular (melingkar),

atau elliptical (elips). Polarisasi linier (Gambar 2.2) terjadi jika suatu gelombang

yang berubah menurut waktu pada suatu titik di ruang memiliki vektor medan elektrik

(atau magnet) pada titik tersebut selalu berorientasi pada garis lurus yang sama

pada setiap waktu.

Gambar 2.2. Polarisasi linier

Polarisasi melingkar (Gambar 2.3) terjadi jika suatu gelombang yang berubah menurut

waktu pada suatu titik memiliki vektor medan elektrik (atau magnet) pada titik

tersebut berada pada jalur lingkaran sebagai fungsi waktu. Kondisi yang harus

dipenuhi untuk mencapai jenis polarisasi ini adalah :

a. Medan harus mempunyai 2 komponen yang saling tegak lurus linier

b. Kedua komponen tersebut harus mempunyai magnitudo yang sama

c. Kedua komponen tersebut harus memiliki perbedaan fasa waktu pada kelipatan ganjil

90o.

Page 21: Modul Praktikum Telekomunikasi III

21

Polarisasi melingkar dibagi menjadi dua, yaitu Left Hand Circular Polarization

(LHCP) dan Right Hand Circular Polarization (RHCP). LHCP terjadi ketika

/ 2 , sebaliknya RHCP terjadi ketika / 2.

Gambar 2.3. Polarisasi melingkar

Polarisasi elips (Gambar 2.4) terjadi ketika gelombang yang berubah menurut waktu memiliki

vektor medan (elektrik atau magnet) berada pada jalur kedudukan elips pada ruang. Kondisi

yang harus dipenuhi untuk mendapatkan polarisasi ini adalah :

a. medan harus mempunyai dua komponen linier ortogonal

b. Kedua komponen tersebut harus berada pada magnitudo yang sama atau berbeda

c. Jika kedua komponen tersebut tidak berada pada magnitudo yang sama, perbedaan

fasa waktu antara kedua komponen tersebut harus tidak bernilai 0o atau kelipatan 180o

(karena akan menjadi linier). Jika kedua komponen berada pada magnitudo yang sama

maka perbedaan fasa di antara kedua komponen tersebut harus tidak merupakan

kelipatan ganjil dari 90o

(karena akan menjadi lingkaran).

Gambar 2.4. Polarisasi Elips

4. Keterarahan (Directivity)

Keterarahan dari sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan (rasio)

intensitas radiasi sebuah antena pada arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata

pada semua arah. Intensitas radiasi rata-rata sama dengan jumlah daya yang

diradiasikan oleh antena dibagi dengan 4n. Jika arah tidak ditentukan, arah intensitas

radiasi maksimum merupakan arah yang dimaksud. Keterarahan ini dapat dihitung

dengan menggunakan rumus berikut ini.

Page 22: Modul Praktikum Telekomunikasi III

22

𝐷 =𝑈

𝑈𝑜=4𝜋𝑈

𝑃𝑟𝑎𝑑

Dan jika arah tidak ditentukan, keterahan terjadi pada intensitas radiasi maksimum

yang didapat dengan rumus :

𝐷𝑚𝑎𝑥 =4𝜋𝑈𝑚𝑎𝑥𝑃𝑟𝑎𝑑

D = direktivitas

Do = direktivitas maksimum

U = intensitas radiasi

Umax = intensitas radiasi maksimum

Uo = intensitas radiasi pada sumber isotropic

Prad = daya total radiasi

5. Penguatan (Gain)

Ada dua jenis parameter penguatan (Gain) yaitu absolute gain dan relative

gain. Absolute gain pada sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan antara

intensitas pada arah tertentu dengan intensitas radiasi yang diperoleh jika daya yang

diterima oleh antena teradiasi secara isotropik. Intensitas radiasi yang berhubungan

dengan daya yang diradiasikan secara isotropik sama dengan daya yang diterima

oleh antena (Pin) dibagi dengan 4n. Absolute gain ini dapat dihitung dengan rumus

:

𝐺𝑎𝑖𝑛 = 4𝜋𝑈(𝜃, 𝜑)

𝑃𝑖𝑛

Bagian dari antena mikrostrip ada 3, yaitu substrat, patch, dan ground plane.

Berikut langkah-langkah dalam pembuatan antena mikrostrip :

6. Keterarahan (Directivity)

Keterarahan dari sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan (rasio)

intensitas radiasi sebuah antena pada arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata

pada semua arah. Intensitas radiasi rata-rata sama dengan jumlah daya yang

diradiasikan oleh antena dibagi dengan 4n. Jika arah tidak ditentukan, arah intensitas

radiasi maksimum merupakan arah yang dimaksud. Keterarahan ini dapat dihitung

dengan menggunakan rumus berikut ini.

𝐷 =𝑈

𝑈𝑜=4𝜋𝑈

𝑃𝑟𝑎𝑑

Page 23: Modul Praktikum Telekomunikasi III

23

Dan jika arah tidak ditentukan, keterahan terjadi pada intensitas radiasi maksimum

yang didapat dengan rumus :

𝐷𝑚𝑎𝑥 =4𝜋𝑈𝑚𝑎𝑥𝑃𝑟𝑎𝑑

D = direktivitas

Do = direktivitas maksimum

U = intensitas radiasi

Umax = intensitas radiasi maksimum

Uo = intensitas radiasi pada sumber isotropic

Prad = daya total radiasi

7. Penguatan (Gain)

Ada dua jenis parameter penguatan (Gain) yaitu absolute gain dan relative

gain. Absolute gain pada sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan antara

intensitas pada arah tertentu dengan intensitas radiasi yang diperoleh jika daya yang

diterima oleh antena teradiasi secara isotropik. Intensitas radiasi yang berhubungan

dengan daya yang diradiasikan secara isotropik sama dengan daya yang diterima

oleh antena (Pin) dibagi dengan 4n. Absolute gain ini dapat dihitung dengan rumus

:

𝐺𝑎𝑖𝑛 = 4𝜋𝑈(𝜃, 𝜑)

𝑃𝑖𝑛

D. Prosedur Percobaan

Bagian dari antena mikrostrip ada 3, yaitu substrat, patch, dan ground plane. Berikut

langkah-langkah dalam pembuatan antena mikrostrip :

1. Nyalakan PC atau laptop yang sudah terinstall software CST Studio Suite

2. Pilih CST Microwave Studio, kemudian pilih antena (Planar).

Page 24: Modul Praktikum Telekomunikasi III

24

3. Klik brick, kemudian tekan tombol esc pada keyboard, isi parameter panjang, lebar,

dan tinggi substrat yang ingin dibuat, pilih material sesuai dengan keinginan

4. Setelah substrat sudah dibuat, kemudian

membuat patch dengan menggunakan bahan copper

5. Setelah membuat patch, kita membuat feeder dan slot pada antena kemudian slot

tersebut di substrat terhadap patch antena

Page 25: Modul Praktikum Telekomunikasi III

25

6. Bagian terakhir adalah membuat bidang groundplane

Page 26: Modul Praktikum Telekomunikasi III

26

7. Setelah bentuk antena sudah dibuat, kita harus memasang waveguide port pada antena

8. Masukkan range frekuensi yang diinginkan, kemudian simulasikan hasil rancangan

dengan klik ‘time domain solver”

E. Hasil Praktikum

Page 27: Modul Praktikum Telekomunikasi III

27

Farfield dalam bentuk 3D

Farfield dalam bentuk polar

Page 28: Modul Praktikum Telekomunikasi III

28

Farfield dalam bentuk kartesian

Farfield dalam bentuk 2D

Page 29: Modul Praktikum Telekomunikasi III

29

JOBSHEET 6

FILTER DIGITAL

A. Tujuan Percobaan

1. Menjelaskan filter digital.

2. Menjelaskan perbedaan antara filter IIR dan FIR

3. Mendesain filter IIR dan FIR dengan menggunakan software Matlab.

B. Teori Dasar

Filter IIR

Yang perlu diingat disini bahwa infinite inpulse response (IIR) dalam hal ini bukan

berarti filter yang bekerja dari nilai negatif tak hingga sampai positif tak hingga. Pengertian

sederhana untuk infinite impulse respon filter disini adalah bahwa output filter merupakan

fungsi dari kondisi input sekarang, input sebelumnya dan output di waktu sebelumnya.

Konsep ini kemudian lebih kita kenal sebagai recursive filter, yang mana melibatkan proses

feedback dan feed forward. Dalam bentuk persamaan beda yang menghubungkan input

dengan output dinyatakan seperti persmaaan (1) berikut ini.

dimana:

- bk koefisien feed forward

- al koefisien feed back

- banyaknya (total koefisien) = M+N+1

- N ditetapkan sebagai orde filter IIR

Untuk merealisasikan ke dalam sebuah program simulasi atau perangkat keras

maka bentuk persamaan diatas dapat disederhanakan ke dalam diagram blok Gambar 1.

Untuk implementasi sebuah low pass filter bersifat narrow-band menggunakan sebuah

filter IIR merupakan pilihan yang sangat sulit tetapi masih mungkin dilakukan. Satu

alasannya adalah penentuan orde yang tepat sehingga menghasilkan bentuk yang tajam pada

respon frekuensi relative sulit. Pada domain unit circle bidang-z sering ditandai dengan letak

pole-pole yang ada diluar lingkaran, hal ini secara fisis memberikan arti bahwa filter yang

dihasilkan tidak stabil.

Page 30: Modul Praktikum Telekomunikasi III

30

Sebuah finite impulse respon filter (filter FIR) memiliki hubungan input dan output

dalam domain waktu diskrit sebagai berikut:

M M

y[n ] = ∑bk x[n −k] = ∑h[k ]x[n −k] (2)

k =0 k =0

dimana:

-bk= koefisien feed forward

- banyaknya (total koefisien) L = M + 1

- M ditetapkan sebagai orde filter FIR

Dalam realisasi diagram blok akan dapat digambarkan seperti pada Gambar 4 berikut

ini

Untuk tujuan simulasi perangkat lunak kita bisa memanfaatkan fungsi standar berikut

ini: B = FIR1(N,Wn).

Ini merupakan sebuah langkah untuk merancang filter digital FIR dengan orde sebesar

N, dan frekuensi cut off Wn. Secara default oleh Matlab ditetapkan bahwa perintah tersebut

akan menghasilkan sebuah low pass filter (LPF). Perintah ini akan menghasilkan koefisien-

Page 31: Modul Praktikum Telekomunikasi III

31

koesifien filter sepanjang (N+1) dan akan disimpan pada vektor B. Karena dalamdomain

digital, maka nilai frekuensi cut off harus berada dalam rentang 0<Wn<1.0. Nilai 1.0 akan

memiliki ekuivalensi dengan nilai 0,5 dari sampling rate (fs/2).Yang perlu anda ketahui juga

adalah bahwa B merupakan nilai real dan memiliki fase yang linear. Sedangkan gain

ternormalisasi filter pada Wn sebesar -6 dB.

C. Alat dan Bahan

- PC/Laptop

- Software Matlab

D. Langkah Percobaan

1. Buka program MATLAB pada komputer.

2. Pilih File → New → script. Ketikkan perintah pada script lalu save file terlebih dahulu

sebelum dijalankan.

3. Atau bisa juga mengetikkan langsung script pada command window.

4. Jalankan script yang telah diketik hingga muncul gambar sinyal.

E. PERCOBAAN

FILTER DIGITAL I

- Merancang LPF IIR dengan memanfaatkan filter Butterworth jika diketahui :

fc = 2000 Hz

fs = 10000 Hz

script :

clear all;

R=0.2;

N=16;

Wn=0.2;

figure(1);

[B,A]=butter (N,Wn);

[H,W]=freqz(B,A,N);

len_f=length (H);

f=1/len_f:1/len_f:1;

plot(f,20*log10(abs(H)),’linewidth’,2)

Page 32: Modul Praktikum Telekomunikasi III

32

- Merancang LPF FIR jika diketahui :

fc = 2000 Hz

fs = 10000 Hz

orde filter = 32

script :

fs=10000;

[x,fs]=wavread(‘a.wav’);

Wn=.20;

N=32;

LP=fir1(N,Wn)

[H_x,W]=freqz(LP);

len_f=length (H_x);

f=1/len_f:1/len_f:1;

plot(f,20*log10(abs(H_x));

grid

- Desain LPF digital menggunakan chebyshev jika diketahui :

Fc = 1000 Hz

Fs = 8000 Hz

Ripple passband = 0,5 dB

Stopband attenuasi = 60 dB

Band transisi = 100 Hz

Script :

Wp=0.125*2*pi;

Ws=0.1375*2*pi;

Rs=0.5;

As=60;

Fs=1;T=1/fs;

omegaP=(2/T)*tan(wp/2);

omegaS=(2/T)*tan(ws/2);

[c,d]=cheby1(omegaP,omegaS,Rs,As,’stop’);

[b,a]=bilinear(cs,ds,fs);

[db,mag,pha,grd,w]=freqz(b,a);

Plot(w*8000/2/pi,db);

Page 33: Modul Praktikum Telekomunikasi III

33

xlabel(‘frequency(Hz)’);

ylabel(‘decibels’);

tittle(‘magnitude in dB’);

Tugas: desain LPF filter IIR jika diketahui fc = 5 Khz dan fs = 16 Khz pada orde

3,9, dan 15 !

FILTER DIGITAL II

1. Buka program MATLAB pada komputer.

2. Pilih File → New → script. Ketikkan perintah pada script lalu save file terlebih

dahulu sebelum dijalankan.

3. Atau bisa juga mengetikkan langsung script pada command window.

4. Jalankan script yang telah diketik hingga muncul gambar sinyal.

- Merancang HPF IIR dengan memanfaatkan filter Butterworth jika diketahui

:

fc = 2000 Hz

fs = 10000 Hz

script :

clear all;

R=0.2;

N=16;

Wn=0.2;

figure(1);

[B,A]=butter (N,Wn,’high’);

[H,W]=freqz(B,A,N);

len_f=length (H);

f=1/len_f:1/len_f:1;

plot(f,20*log10(abs(H)),’linewidth’,2)

- Merancang BPF FIR jika diketahui :

fL = 2000 Hz

fH = 5000 Hz

fs = 10000 Hz

Page 34: Modul Praktikum Telekomunikasi III

34

orde filter = 32

script :

fs=10000;

Wn1=[.20,.50];

N=32;

BP=fir1(N,Wn1);

[H_x,w]=freqz(BP);

len_f=length(H_x);

f=1/len_f:1/len_f:1;

plot(f,20*log10(abs(H_x)))

grid

- Desain HPF digital menggunakan chebyshev jika diketahui :

fc = 1000 Hz

fs = 8000 Hz

Ripple passband = 0,5 dB

Stopband attenuasi = 60 dB

Band transisi = 100 Hz

Script :

%highpass Chebyshev Digital Filter

ws=(0.125*2*pi);

wp=(0.1375*2*pi);

Rs=0.5;

As=20;

[N,wn]=cheb1ord(wp/pi,ws/pi,Rs,As);

[b,a]=cheby1(N,Rs,wn,'high');

[h,omega]=freqz(b,a);

gain=20*log10(abs(h));

plot(omega/pi,gain);

grid;

Tugas: Lakukan perubahan pada setiap parameter dan buatlah kesimpulan pada setiap

perubahan yang dilakukan !!

Page 35: Modul Praktikum Telekomunikasi III

35

JOBSHEET 7

TRANSFORMASI FOURIER

A. Tujuan Praktikum

Mahasiswa dapat memahami pemanfaatan software MATLAB untuk operasi

Transformasi Fourier.

B. Teori Dasar

Definisi Matematis

Transformasi fourier menyatakan sebuah sinyal (atau fungsi) x (t) pada domain

frekuensi; sinyal dideskripsikan oleh fungsi X(Ω). Transformasi fourier dinotasikan

oleh simbol F., dapat dilihat secara jelas sebagai berikut:

X(Ω)= Fx(t) (1)

Dengan kata lain, transformasi fourier dari sinyal x(t) adalah X(Ω). Alternatif lain dalam

penulisan transformasi:

𝑥(𝑡)𝐹→𝑋(Ω) (2)

Secara matematis, transformasi fourier dapat dituliskan sebagai berikut?

𝑋(Ω) = 𝐹𝑥(𝑡) = ∫ 𝑥(𝑡) ∙ 𝑒−𝑗Ω𝑡∞

−∞𝑑𝑡 (3)

Dari persamaan 3, jelas bahwa 𝑋(Ω) merupakan fungsi kompleks dari Ω. Dalam kasus

transformasi fourier x (t) yang telah dinyatakan dalam domain frekuensi, kemudian

mensubtitusi Ω dengan 2𝜋𝑓, maka persamaan 3 menjadi:

𝑋(Ω) = 𝐹𝑥(𝑡) = ∫ 𝑥(𝑡) ∙ 𝑒−𝑗(2𝜋𝑓)𝑡∞

−∞𝑑𝑡 (4)

Invers transformasi fourier dinotasikan dengan 𝐹−1. , hal tersebut dapat ditulis sebagai

berikut:

𝑥(𝑡) = 𝐹−1𝑋(Ω) (5)

Atau alternatif penulisan lain adalah sebagai berikut:

𝑥(Ω)𝐹−1

→ 𝑋(𝑡) (6)

Persamaan matematis dari invers transformasi fourier adalah sebagai berikut:

𝑥(𝑡) = 𝐹−1𝑋(Ω) = 1

2𝜋∫ 𝑋(Ω) ∙ 𝑒𝑗Ω𝑡∞

−∞𝑑Ω (7)

Substitusi Ω dengan 2πf, maka didapat

𝑥(𝑡) = 𝐹−1𝑋(Ω) = 1

2𝜋∫ 𝑋(Ω) ∙ 𝑒𝑗2𝜋𝑓𝑡∞

−∞𝑑𝑓 (8)

Ω diukur dalam rad/s, sedangkan frekuensi f diukur dalam Hertz. Transformasi fourier

sebuah sinyal dapat disebut dengan spektrum (frekuensi).

Page 36: Modul Praktikum Telekomunikasi III

36

Perintah Fourier Dan Ifourier

Perhitungan integral pada persamaan 3, 4, 7 dan 8 bukanlah hal yang sepele. Namun,

dengan menggunakan MATLAB ada kemunikan untuk menghitung langsung

transformasi fourier X(Ω) dari sinyal x(t) dengan menggunakan perintah fourier. Sejalan

dengan hal tersebut, invers transformasi Fourier dihitung dengan menggunakan perintah

ifourier. Sebelum menjalankan kedua perintah ini, waktu t dan frekuensi Ω harus

dideklarasikan sebagai variabel simbolik. Ingat bahwa variabel simbolik didefinisikan

dengan menggunakan perintah syms.

Contoh:

1. Hitung transformasi fourier untuk fungsi 𝑥(𝑡) = 𝑒−𝑡2

Perintah Hasil Keterangan

Syms t w

x=exp(-t^2);

fourier(x)

ans=pi^(1/2)*exp(-1/4*w^2) Transformasi fourier dari

x(t) adalah 𝑥(Ω) =

√𝜋𝑒−(Ω2

4)

int(x*exp(-j*w*t),t,-inf,inf) ans=exp(-1/4*w^2)*pi^(1/2) Hasilnya diverifikasi

menurut persamaan 3.

2. Hitung invers transformasi fourier untuk fungsi 𝑋(Ω) = 1/(1 + 𝑗Ω).

Perintah Hasil Keterangan

Invers transformasi fourier

dari sebuah fungsi

dinyatakan dengan x

sebagai variabel

independen. Hasilnya

adalah

Namun, lebih tepat untuk menggunakan t sebagai variabel independen. Ini dilakukan

dengan menggunakan syntax ifourier (X, t).

Perintah Hasil Keterangan

Invers transformasi fourier

dari sebuah fungsi

dinyatakan dengan t sebagai

variabel independen.

Hasilnya adalah

Perintah fourier harus dieksekusi sebagai fourier (x, w). Menggunakan sintaks ini optimal

karena memungkinkan perhitungan fungsi konstan.

Page 37: Modul Praktikum Telekomunikasi III

37

Perintah Hasil Keterangan

Sintaks yang sederhana

tidak tepat untuk

menghitung transformasi

Fourier fungsi konstan.

Menggunakan sintaks

lengkap memungkinkan

kita untuk menghitung

Transformasi Fourier (jika

ada) dari fungsi apa pun.

Mengubah variabel di mana

hasilnya diberikan.

Perubahan variabel juga

dimungkinkan pada

perintah ifourier.

3. Hitung transformasi Fourier (atau spektrum) dari sinyal 𝑒−𝑡𝑢(𝑡) dan bandingkan

hasil Anda dengan yang ada pada contoh sebelumnya.

Perintah Hasil Keterangan

Transformasi fourier

X(Ω) dari 𝑥(𝑡) =𝑒−𝑡𝑢(𝑡) adalah

𝑋(Ω) = 1/(1 + 𝑗Ω)

Membandingkan hasil turunan dengan contoh sebelumnya, kita perhatikan bahwa fungsi

𝑥(𝑡) = 𝑒−𝑡𝑢(𝑡) dan 𝑋(Ω) = 1/(1 + 𝑗Ω) adalah pasangan transformasi Fourier.

Dengan kata lain, transformasi Fourier dari 𝑥(𝑡) = 𝑒−𝑡𝑢(𝑡) adalah 𝑋(Ω) = 1/(1 + 𝑗Ω)

sementara Fourier invers transformasi dari 𝑋(Ω) = 1/(1 + 𝑗Ω) adalah 𝑥(𝑡) = 𝑒−𝑡𝑢(𝑡).

Kadang-kadang pasangan transformasi Fourier dilambangkan dengan 𝑥(𝑡) ↔ 𝑋 (Ω).

Jadi dalam kasus kami 𝑒−𝑡𝑢(𝑡) ↔ 1/(1 + 𝑗Ω). Dalam Bagian selanjutnya akan disajikan

pasangan transformasi Fourier yang paling umum.

Pasangan Transformasi Fourier

Pada bagian ini, pasangan transformasi Fourier yang paling umum disajikan. Perhitungan

Fourier dan invers Fourier transformasi membutuhkan perhitungan integral yang

diberikan dalam (4) dan (7), dan kadang-kadang bisa sangat sulit. Ini adalah alasan

mengapa pada beberapa fungsi sinyal yang umum telah dihitung pasangan transformasi

fouriernya. Dalam tabel berikut, pasangan paling umum diberikan. Pasangan

transformasi Fourier yang diilustrasikan dikonfirmasi dengan menggunakan perintah

fourier dan ifourier.

Page 38: Modul Praktikum Telekomunikasi III

38

Domain Waktu Domain

Frekuensi Perintah Hasil

Akhirnya, pasangan transformasi Fourier yang sangat penting disajikan dalam contoh

berikut.

C. Alat dan bahan

1. PC yang sudah ter-install Software MATLAB

D. Prosedur Percobaan

1. Plot transformasi fourier dari sinyal waktu kontinu x(t)=cos(t)

for-loop digunakan untuk mengganti +∞ dengan 1

pada titik Ω = ±1. Proses ini dilakukan untuk

mendapatkan grafik fungsi Dirac yang lebih baik

dari X(Ω) pada Ω = ±1.

Page 39: Modul Praktikum Telekomunikasi III

39

2. Plot transformasi fourier dari sinyal waktu kontinu x(t)=sin(πt)/ (πt)

Transformasi Fourier dari fungsi sinc (.) Adalah

pulsa persegi panjang.

3. Plot invers transformasi fourier dari sinyal 𝑋(Ω) = sinΩ/Ω

Invers transformasi fourier dari fungsi sin Ω/Ω adalah

sebuah pulsa persegi panjang dengan amplitudo

sebesar A=0.5.

4. Anggaplah bahwa sinyal x(t) diberikan oleh 𝑥(𝑡) = 𝑡𝑒−3𝑡. Hitunglah transformasi

fourier dari sinyal tersebut dan plot untuk −20 ≤ Ω ≤ 20 rad/s:

a. Magnitude dari X(Ω)

b. Sudut dari X(Ω)

c. Bagian riil dari X(Ω)

d. Bagian imajiner dari X(Ω)

a.

Page 40: Modul Praktikum Telekomunikasi III

40

b.

c.

d.

Tugas

Anggaplah bahwa sinyal x(t) diberikan oleh 𝑥(𝑡) = 𝑡𝑒−(1

2)𝑡

. Hitunglah transformasi fourier

dari sinyal tersebut serta buktikan bahwa 𝑋(Ω) =4

(1+2𝑗𝑤)2 merupakan invers dari

transformasi fourier tersebut dan plot untuk −15 ≤ Ω ≤ 15 rad/s:

a. Magnitude dari X(Ω)

b. Sudut dari X(Ω)

c. Bagian riil dari X(Ω)

d. Bagian imajiner dari X(Ω)

Page 41: Modul Praktikum Telekomunikasi III

41

JOBSHEET 8

RESPON FREKUENSI

A. Tujuan Percobaan

1. Mahasiswa dapat melakukan simulasi menggunakan software Matlab.

2. Mahasiswa dapat memahami perintah-perintah yang terdapat pada software Matlab.

3. Mahasiswa dapat menganalisa hasil simulasi dari software Matlab.

B. Teori Dasar

Matlab merupakan paket komersial Matrix Laboratory’ yang beroperasi sebagai suatu

environment vorpemrograman yang interaktif. Dibanding perangkat lunak lainnya, perangkat

ini memiliki kelebihan dalam penggamaran dengan mudah untuk bentuk dua dimensi dan tiga

dimensi.

Matlab memiliki dua metode berbeda untuk melakukan ekseskusi command (perintah):

interactive mode dan batch mode. Di dalam interactive mode, command diketikkan (atau cut-

and-paste) ke dalam ‘command window’. Di dalam batch mode, sederetan commands

disimpan dalam bentuk text file (menggunakan Matlab’s built-in editor, atau text editor lainnya

seperti Notepad) dengan suatu eksetensi ‘.m’. Batch command dalam suatu file selanjutnya,

dieksekusi dengan mengetikan nama file pada prompt Matlab command. Pada Matlab's built-

in editor versi yang baru anda bisa langsung melakukan ekseskusi program yang anda buat.

Keuntungan mengunakan suatu file ‘.m’ adalah memberi keleluasaan bagi anda untuk

melakukan sedikit perubahan pada kode Anda.

øø

C. Alat dan Bahan

Tabel 1. Alat dan Bahan Simulasi Matlab

No. Alat dan Bahan Jumlah

1. Komputer 1 buah

2. Software MATLAB 1 buah

D. Langkah Percobaan

1. Respon Frekuensi Sistem Waktu Diskrit

Page 42: Modul Praktikum Telekomunikasi III

42

Sistem waktu diskrit digambarkan oleh respon impulse h[n]. Kemudian respon

frekuensi 𝐻(𝜔)didefinisikan sebagai Transformasi Fourier Waktu Diskrit (DTFT) dari

sistem respon impulse ℎ[𝑛]. Persamaan matematikanya adalah :

𝑯(𝝎) = 𝑫𝑻𝑭𝑻𝒉[𝒏] = ∑ 𝒉[𝒏]𝒆−𝒋𝝎𝒏∞

𝒏=−∞

Hitung dan plot di frekuensi interval 0 ≤ 𝜔 ≤ 2𝜋 dan −5𝜋 ≤ 𝜔 ≤ 5𝜋 rad/s. Respon

frekuensi 𝐻(𝜔)dari sistem waktu diskrit digambarkan dengan respon impulse ℎ[𝑛] =

[3, 5, 2, 1], 0 ≤ 𝑛 ≤ 3.

Solusi :

Command Result

n = 0:3;

h = [3 5 2 1];

syms w

H = sum(h.*exp(-j*w*n))

H = 3+5*exp(-i*w)+2*exp(-2*i*w) +exp(-

3*i*w)

ezplot(abs(H),[0 2*pi])

title(' |H(\omega)|,

0<\omega<2\pi')

ezplot(abs(H),[-5*pi 5*pi])

title('|H(\omega)

|,-5\pi<\omega<5\pi')

Page 43: Modul Praktikum Telekomunikasi III

43

w1 = 0:.1:2*pi;

HH = subs(H,w,w1);

plot(w1,angle(HH));

title('\angle H(\omega),

0<\omega<2\pi')

w1 = -5*pi:.1:5*pi;

HH = subs(H,w,w1);

plot(w1,angle(HH));

xlim([-5*pi 5*pi])

title('\angle H(\omega),

-5\pi<\omega<5\pi')

2. Perintah freqz

Respon frekuensi dari sistem waktu diskrit biasanya merupakan sebuah fungsi dengan

bentuk persamaan :

𝑯(𝝎) =𝑩(𝝎)

𝑨(𝝎)= 𝒃𝟎 + 𝒃𝟏𝒆

−𝒋𝝎 +⋯𝒃𝒏𝒆−𝒋𝒏𝝎

𝒂𝟎 + 𝒂𝟏𝒆−𝒋𝝎 +⋯𝒂𝒎𝒆−𝒋𝒎𝝎

Untuk menghitung nilai respon frekuensi 𝑯(𝝎) melalui interval frequensi 𝝎 bisa

menggunakan perintah freqz. Dengan sintaks yang digunakan sama dengan perintah

freqs. Secara umum sintaks yang digunakan adalah H = freqz(num, den, w) dimana w

adalah vektor frekuensi, num dan den merupakan koefisien dari persamaan diatas, dan

H adalah vektor respon frekeunsi. Sintaks [H,w] = freqz(num, den, N). Untuk

menghitung respon frekuensi keseluruhan unit lingkaran (𝟎 ≤ 𝝎 ≤ 𝟐𝝅), dengan sintaks

[H,w] = freqz (num, den, N, ‘whole’). Terakhir hanya menuliskan freqz(num, den, N)

atau freqz(num, den, w) magnitude (dB) kembali. Dan sudut Phasa (derajat) dari respon

frekuensi normal oleh 𝝅 frekeunsi 𝝎.

Plot Respon frekuensi waktu diskrit dari :

𝑯(𝝎) = 𝟑 + 𝟓𝒆−𝒋𝝎 + 𝟕𝒆−𝟐𝒋𝝎

𝟐 − 𝟒𝒆−𝒋𝝎

Solusi :

Page 44: Modul Praktikum Telekomunikasi III

44

Command Result/Comment

W = 0:.1:2*pi;

Num = [3 5 -7];

Den = [2 -4];

H = freqz(num,den,w);

plot(w,abs(H))

legend('|H(\omega)|')

xlim([0 2*pi])

Respon frekuensi dihitung untuk 0 ≤ 𝜔 ≤ 2𝜋

plot(w,angle(H))

xlim([0 2*pi])

legend('\angle H(\omega)')

Respon Phasa untuk 0 ≤ 𝜔 ≤ 2𝜋 rad/s

freqz(num,den,w);

Magnitude dan respon phasa dari 𝐻(𝜔) telah di

normalisasi oleh 𝜋 frekuensi di interval 𝑤

freqz(num,den,); Magnitude dan respon phasa dari 𝐻(𝜔) di normalisasi

oleh 𝜋 di interval 0 ≤ 𝜔 ≤ 𝜋 dalam unit lingkaran.

Page 45: Modul Praktikum Telekomunikasi III

45

2.1 Perintah invfreqz

Perintah invfreqz adalah operasi kebalikan dari perintah freqz. Sintaksnya adalah [num,

den] = invfreqz (H,w,N,M) dimana H adalah vektor respon frekuensi, dimana w adalah

vektor dari frekuensi yang sama, N dan M merupakan tetapan dari 𝒆−𝒋𝝎 sebagai

pembilang dan penyebut respon frekuensi waktu diskrit 𝑯(𝝎).

Dari contoh sebelumnya, dimisalkan ada vektor H dan w. Diambil dari lambang

matematika respon frekuensi waktu diskrit 𝑯(𝝎) dan ditaksir sebagai respon frekuensi

yang ekuivalen 𝑯𝟐(𝝎) dengan 4 terminologi dari 𝒆−𝒋𝝎 dalam pembilang dan penyebut.

Di contoh ini, tidak akan didefinisikan lagi untuk vektor H dan w.

Command Result/Comment

[num1,den1] =

invfreqz(H,w,2,1)

num1 = 1.5000 2.5000 -3.5000

den1 = 1.0000 -2.0000

freqz(num1,den1,w)

Page 46: Modul Praktikum Telekomunikasi III

46

[num2,den2] =

invfreqz(H,w,4,4)

num2 = 1.5000 0.9638 -7.1480 1.7715 2.5381

den2 = 1.0000 -3.0241 1.3231 1.4503 0.0000

freqz(num2,den2,w)

3. Respon Sistem Input Sinusoidal Waktu Diskrit

Ada kasus dimana sinyal sinusoida waktu diskrit di aplikasikan ke dalam sistem waktu

diskrit diperlakukan sama dengan cara memperkenalkan di kasus waktu kontinu.

Dengan demikian, urutan sinusoidal 𝑥[𝑛] = 𝐴 cos(𝜔0𝑛 + 𝜃) adalah sinyal input yang

diaplikasikan ke sistem waktu diskrit dengan respon frekuensi 𝐻(𝜔).

𝑦[𝑛] = 𝐴|(𝜔0)| cos(𝜔0𝑛 + 𝜃 + ∠𝐻(𝜔0))

Hitung respon sistem waktu diskrit dengan respon frekuensi 𝐻(𝜔0) = (3 +

𝑒−𝑗𝜔)/(2 + 4𝑒−𝑗𝜔) untuk sinyal input 𝑥[𝑛] = 2 𝑐𝑜𝑠(4𝑛 + 𝜋/3). Plot untuk −10 ≤

𝑛 ≤ 10).

Page 47: Modul Praktikum Telekomunikasi III

47

Solusi :

Command Result/Comment

w0 = 4;

Hw0 = (3+exp(-

j*w0))/(2+4*exp(-

j*w0));

mag = abs(Hw0)

phas = angle(Hw0)

mag = 0.7981

phas = -1.4591

syms n

y =

2*mag*cos(w0*n+pi/

3+ phas)

y = 1.5963*cos(4*n+1/3*pi- 1.4591)

n = -10:10;

x =

2*cos(w0*n+pi=3);

y = subs(y,n)

plot(n,y,':o',n,x,':+')

legend('y[n]','x[n]')

4. Moving Average Filter

Moving Average Filter merupakan filter FIR yang simpel yang digambarkan dari

hubungan input/output :

𝑦[𝑛] =1

𝑁(𝑥[𝑛] + 𝑥[𝑛 − 1] + ⋯+ 𝑥[𝑛 − 𝑁 + 1]) =

1

𝑁∑ 𝑥[𝑛 − 𝑘]

𝑁−1

𝑘=0

The time-shifting property of DTFT states that if k is an integer number then,

𝐷𝑇𝐹𝑇𝑥[𝑛 − 𝑘] = 𝑋(𝜔)𝑒−𝑗𝑘𝜔

Respon frekuensi dari Moving Average Filter diberikan persamaan :

𝐻(𝜔) =𝑌(𝜔)

𝑋(𝜔)=1

𝑁∑ 𝑒−𝑗𝑘𝜔𝑁−1

𝑘=0

Atau

Page 48: Modul Praktikum Telekomunikasi III

48

𝐻(𝜔) =sin (𝑁𝜔/2)

𝑁 sin(𝜔/2)𝑒−𝑗(𝑁−1)𝜔/2

Hitung dan plot respoon frekuensi 𝐻(𝜔) dari , N = 3 point Moving Average Filter.

Dari kedua persamaan diatas, hubungan input/output Moving Average Filter adalah

𝑦[𝑛] =1

3(𝑥[𝑛] + 𝑥[𝑛 − 1] + [𝑛 − 2])dan diberikan filter respon frekuensi

𝐻(𝜔) =sin (

3𝜔2 )

3 sin (𝜔2)𝑒−𝑗𝜔

Gunakan 𝐻(𝜔) dan DTFT.

Solusi :

Command Result

syms X w

X1 = X*exp(-j*w);

X2 = X*exp(-j*2*w);

Y=(1/3)* (X+X1+X2);

H = Y/X;

H = simplify(H)

H =1/3+1/3*exp(-i*w)+1/3*exp(-2*i*w)

ezplot(abs(H), [0 2*pi]);

legend(' |H(\omega)|')

Page 49: Modul Praktikum Telekomunikasi III

49

w1 = 0:.1:2*pi;

HH = subs(H,w,w1);

plot(w1,angle(HH));

xlim([0 2*pi]);

legend('\angleH(\omega)')

W = 0:.1:2*pi;

Htheor =

sin(3*w=2).*exp(-

j*w).=(3*sin(w=2));

plot(w,abs(Htheor));

xlim([0 2*pi]);

ylim([-.2 1.2])

legend('|H(\omega)|-

theory');

plot(w,angle(Htheor));

xlim([0 2*pi]);

ylim([-2.3 2.3]);

legend('\angle

H(\omega)-theory')

E. Tugas

1. Sistem waktu diskrit dengan respon frekuensi : 𝐻(𝜔) =3𝑗𝜔+2

𝜔+1

Hitung dan plot respon sistem y[n] untuk sinyal input𝑥[𝑛] = 3𝑠𝑖𝑛(2𝑛 + 1) dengan

interval 0 ≤ 𝑛 ≤ 50 !

Page 50: Modul Praktikum Telekomunikasi III

50

JOBSHEET 9

PENYESUAIAN IMPEDANSI SALURAN TRANSMISI

A. Tujuan Praktikum

1. Mengetahui dan memahami matching impedance beserta karakteristik saluran

matching.

2. Memahami tentang Smith Chart dan penggunaannya dalam menyepadankan

saluran.

3. Dapat mengetahui bermacam-macam stub dan teknik menyepadankan

(matching).

B. Teori Dasar

SALURAN TRANSMISI

Pada saluran transmisi terjadi pantulan gelombang datar yang menyebabkan

terjadinya interferensi antara gelombang datang dan gelombang pantul yang

menyebabkan terjadinya gelombang berdiri. Pantulan ini terjadi karena impedansi

saluran tidak match dengan impedansi beban.

Saluran transmisi didefinisikan sebagai alat untuk menyalurkan energi

elektromagnet dari suatu titik ke titik lain. Saluran transmisi dapat berupa kabel koaxial,

kabel sejajar, bumbung gelombang, optik dan sebagainya.

MATCHING IMPEDANCE

Penyesuai impedansi (matching impedance) adalah hal yang penting dalam

rentang frekuensi gelombang mikro. Suatu saluran transmisi yang diberi beban yang

sama dengan impedansi karakteristik akan mempunyai standing wave ratio (SWR)

sama dengan 1, dan mentransmisikan sejumlah daya tanpa adanya pantulan. Juga

efisiensi transmisi menjadi optimum jika tidak ada daya yang dipantulkan.

Matching dalam saluran transmisi mempunyai pengertian memberikan beban

yang sama dengan impedansi karakteristik saluran, hal ini disebut load matching.

Umumnya digunakan di bagian beban,matching ini meminimalkan pantulan tapi tidak

memaksimalkan daya yang dikirim, kecuali jika Z0 real. Gambar berikut menunjukan

sistem saluran transmisi yang ”matched”

Page 51: Modul Praktikum Telekomunikasi III

51

Rangkaian penyesuai impedansi umumnya menggunakan komponen reaktif

(kapasitor dan induktor) untuk menghindari rugi-rugi.

Matching impedance diperlukan karena:

1. Memaksimalkan daya kirim dari sumber ke beban.

2. Meminimalisasi rugi – rugi di saluran transmisi.

3. Memaksimalkan S/No (Signal per Noise) pada input penerima.

4. Meminimalisasi distorsi sinyal di saluran transmisi.

5. Mengatur tegangan dan arus.

Macam – macam matching impedance :

1. Dengan menggunakan trafo λ/4.

2. Menggunakan stub.

3. Menggunakan rongga koaksial.

4. Dengan antena mikrostrip

Faktor – faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih jenis matching :

1. Kemudahan realisasi

2. Faktor mekanis

3. Pertimbangan bandwidth

4. Pada matching impedance diperlukan: 𝑍0 = 𝑍𝐿 agar tidak terjadi pantulan ke sumber

(transmitter)

Page 52: Modul Praktikum Telekomunikasi III

52

Matching Impedance dengan Stub

Penyesuaian impedansi bisa dilakukan dengan menyisipkan suatu admitansi

imajiner parallel dalam saluran transmisi. Admitansi ini bisa diperoleh dari potongan

suatu saluran transmisi. Teknik penyesuai impedansi seperti ini disebut dengan Stub

Matching. Ujung dari stub bisa terbuka atau tertutup, tergantung dari admitansi imajiner

yang diinginkan. Dua atau tiga stub juga bisa disisipkan pada lokasi tertentu untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik.

Stub adalah potongan saltran yang digunakan untuk memberikan kompensasi

reaktansi pada saluran transmisi utama. Stub ini dipasang berjarak d tertentu dari titik

beban saluran utama, untuk keperluan matching. Stub bisa berupa saluran transmisi

terbuka maupun tertutup. Namun demikian, umumnya dipakai stub tertutup untuk

menghindari kebocoran radiasi medan.

1. Dengan stub tunggal

a. Stub tunggal paralel (Single Stub Parallel).

Page 53: Modul Praktikum Telekomunikasi III

53

Penyepadan dengan menggunakan stub paralel dilakukan dengan

menghubungkan secara paralel saluran stub yang mempunyai impedansi input (Zs)

dengan saluran utama. Saluran stub mempunyai beban (Zc) berupa kapasitif, induktif,

open circuit atau short circuit.

𝒀𝑨 = 𝒀𝑩 + 𝒀𝑺

Misal 𝒀𝑩 = 𝑮𝑩 + 𝒋𝑩𝑩 maka agar saluran sepadan (𝒀𝑨 =𝟏

𝒁𝟎= 𝑮𝑩) maka, 𝒀𝑺 =

−𝒋𝑩𝑩

b. Stub tunggal seri (Single Stub Serial).

Jika suatu impedansi di plot dalam Smith Chart, kemudian digerakkan

dalam lingkaran koefisien pantul konstan ( radius konstan) ke arah sumber, maka

pada suatu lokasi akan memotong lingkaran r = 1. Transformasi ini menyatakan

pergerakan disepanjang saluran transmisi dari beban menuju sumber. Satu

putaran penuh dalam Smith Chart menyatakan pergerakan sejauh ½ λ. Pada

perpotongan tersebut, impedansi ternormalisasi r + jx berubah menjadi 1 + jx’.

Setidaknya, dalam putaran tersebut, bagian real dari impedansi sama dengan

impedansi karakteristik Z0 (perhatikan perbedaan jx dengan jx’). Jika di titik ini

saluran dipotong dan disisipkan suatu reaktansi murni –jx’, maka impedansi total

dilihat pada perpotongan ini (dari arah sumber) adalah penjumlahan 1 + jx’ – jx’

= 1. Dengan demikian saluran transmisi menjadi matched (sesuai).

C. Alat dan bahan yang digunakan

1. Smithchart

2. Jangka

3. Penggaris

4. Pensil

Page 54: Modul Praktikum Telekomunikasi III

54

D. Prosedur percobaan

Percobaan 1

Saluran transmisi memiliki karakteristik impedansi 200 Ω, impedansi pada Load bernilai

480 + j240 Ω dan bekerja pada frekuensi 10 Mhz, posisi dan panjang stub short circuit yang

dibutuhkan untuk menyepadankan impedansi pada saluran transmisi tersebut.

Langkah-langkah percobaan 1.

1. Gambarkan lingkaran unit pada r=1.

2. Hitung ZL yang dinormalisasi 𝑍𝐿𝑡𝑒𝑟𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 =𝑍𝐿

𝑍0

3. Plot ZL (ZL ternormalisasi) = 2.4+j1.2 Ω

4. Ubah ZL ke YL, karena menggunakan hubungan stub pararel (WTG(Wavelength

Towards Generator) = 0.47λ)

5. Putar YL pada lingkaran SWR tetap ke arah sumber sehingga memotong lingkaran r

= 1, didapat Yb = 1+j1.2 (WTG = 0.169λ) dan Yb’= 1- j1.2 Ω

6. Bila pemasangan stub dilakukan yang terdekat dengan beban maka diambil Yb,

didapat d = (0.169+0.03)λ = 0.172λ

7. Agar sepadan Ya = 1 (YA = 1/50 mho) maka Yb = -j1.2 Ω

8. Plot Ys pada Smith Chart (WTG = 0.36λ) dan plot beban stub (Ysc) (WTG = 0.25λ)

9. Didapat panjang stub Ls = (0.36-0.25)λ = 0.11λ

10. Lakukan cara yang sama bila diambil Yb’=1

Tugas percobaan 1

Saluran transmisi memiliki karakteristik impedansi 300 Ω, impedansi pada Load bernilai

450 + j600 Ω dan bekerja pada frekuensi 10 Mhz, posisi dan panjang stub short circuit yang

dibutuhkan untuk menyepadankan impedansi pada saluran transmisi tersebut.

Percobaan 2

Suatu antena dipole bekerja pada frekuensi 120 MHz mempunyai impedansi 44,8 –

j 107 Ω. Buatkan rangkaian penyesuai impedansi dengan stub seri pada saluran

transmisi yang memiliki impedansi karakteristik 75 Ω.

Langkah-langkah percobaan 2

1. Gambarkan lingkaran unit pada r=1.

Page 55: Modul Praktikum Telekomunikasi III

55

2. Normalisasi impedansi beban pada Z0= 75 Ω dan ZL=44,8 – j 107 Ω ZL

ternormalisasi = 0,597 – j 1,43 Ω

3. Plot ZL ternormalisasi dan kemudian disebut titik A.

4. Putar beban searah generator sampai memotong lingkaran r = 1 (titik B).

5. Tarik garis dari pusat Smith Chart (0,0) ke masing-masing titik A & B.

6. Hitung jarak stub ke beban yang dibutuhkan (dalam panjang gelombang) dari B ke

A. Jarak stub dari beban antena adalah 0,346 λ. cari nilai reaktansi (ternormalisasi)

pada titik B, jB = j 1,86.

Panjang stub yang diperlukan harus mampu menghilangkan reaktansi ini. Sisi

luar Smith Chart adalah lingkaran dengan r = 0 (rektansi murni). Bagian kiri

adalah short dan bagian kanan open circuit.

Page 56: Modul Praktikum Telekomunikasi III

56

7. Tentukan titik –j1,86 yang diperlukan. Cari panjang stub yang dibutuhkan. Untuk short

circuit stub diperlukan panjang 0,328 λ. Untuk open circuit stub diperlukan panjang

0.078 λ.

8. Hitung jarak dan panjang stub untuk open circuit : Jika kecepatan gelombang dalam

saluran koaksial adalah 2/3 kecepatan cahaya (3x108 m/s) atau (20 cm/ns) maka

panjang gelombang λ adalah 1,67 m.

Tugas Percobaan 2

Suatu antena dipole bekerja pada frekuensi 100 MHz mempunyai impedansi 50 + 60j Ω.

Buatkan rangkaian penyesuai impedansi dengan stub seri pada saluran transmisi yang

memiliki impedansi karakteristik 100 Ω.

Page 57: Modul Praktikum Telekomunikasi III

57

JOBSHEET 10

ANTENA KAWAT DIPOLE

A. Tujuan Percobaan

1. Mahasiswa dapat memahami konsep antena kawat dipole.

2. Mahasiswa dapat melakukan simulasi antena kawat dipole pada CST Studio Suite 2015

Student Edition.

3. Mahasiswa dapat menganalisa hasil simulasi antena kawat dipole pada CST Studio

Suite 2015 Student Edition.

B. Alat dan Bahan

1. Program CST Studio Suite 2015 Student Edition

2. Modul praktikum Telekomunikasi

C. Pendahuluan

Antena dipole yang sering digunakan adalah antena dipole tunggal atau antena dipole

setengah gelombang. Panjang antena dipole tunggal adalah ½ λ pada frekuensi operasi yang

mempunyai titik feeder di tengah, impedansi input yang sesuai (73Ω), dan mempunyai pola

radiasi berbentuk angka delapan terhadap arah depan kawat, dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Arus, Tegangan, dan Pola Radiasi pada Antena Dipole Tunggal

Gambar 1 memperlihatkan pendekatan tentang distribusi tegangan dan arus antena yang

dimisalkan bahwa antena adalah suatu potongan saluran transmisi dalam hubungan terbuka

sepanjang ¼ λ yang terkembang.

Page 58: Modul Praktikum Telekomunikasi III

58

Medan listrik antena dipole tunggal bisa diketahui dari persamaan berikut:

𝐸𝜃 =𝑗60[𝐼0]

𝑟|cos[(𝛽𝐿 cos 𝜃 /2)] − cos(𝛽𝐿/2)

sin 𝜃|

Nilai 𝐼0 dan 𝛽 dihitung dengan persamaan berikut:

[𝐼0] = 𝐼0𝑒𝑗(𝜔𝑡−𝛽𝑟)

𝛽 =2𝜋

𝐿

Antena dipole tunggal mempunyai nilai L= ½ λ, sehingga nilai X adalah 1. Sehingga

berikut merupakan persamaan untuk pola radiasi angka delapan ke arah depan.

𝐸 =cos[𝜋. 𝑋/2. cos 𝜃]

sin 𝜃

Kuat medan listrik pada antena dipole pendek dapat ditampilkan dari persamaan :

𝐸(𝑟, 𝜃, 𝜙) =60π. I. L. sin θ

𝜆. 𝑟

I adalah arus dipole dalam ampere yang dianggap mempunyai nilai yang sama dengan

arus rms I pada titik dari arus maksimum. Nilai r (jarak pada meter) dan 𝜃 tetap, sehingga E

tidak dipengaruhi oleh 𝜙.

Medan listrik pada antena dipole tunggal dan dipole pendek digunakan untuk

menentukan pola radiasi antena tersebut beserta parameter yang lain.

D. Langkah Percobaan

Antena kawat dipole yang dirancang bekerja pada frekuensi 1 GHz, yang memiliki

panjang total 150 mm. Antena dimodelkan dengan sebuah silinder metal dengan panjang 150

mm dan diameter 5 mm. Silinder kedua dibuat dari vacuum yang dimasukan (operasi Boolean)

pada silinder pertama, untuk membuat sebuah ruang sebesar 20 mm. Parameter pada model

ditunjukan pada tabel 1.

Tabel 1. Parameter Percobaan

Parameter Nilai Keterangan

L 150 mm Panjang dipole awal (lambda/2)

Ruang kosong antara

silinder 1 dan 2 (gap)

20 mm Pencatu gap antena

D 5 mm Diameter konduktor

Z0 73 ohm Terminal impedansi

Page 59: Modul Praktikum Telekomunikasi III

59

Berikut merupakan hasil template yang dibuat untuk antena kawat dipole.

Gambar 2. Hasil Template Yang Dibuat

Silinder PEC dibuat dengan panjang antena keseluruhan L (gambar ) dan diameter D,

sepanjang sumbu-Z.

Gambar 3. Hasil Silinder PEC Yang Digunakan Sebagai Bagian Metal dari Antena

Kawat Dipole

Silinder vacuum digunakan sebagai gap yang dibuat dengan panjang gap dan diameter

D, dan dimasukan di tengah-tengah silinder PEC sebelumnya.

Page 60: Modul Praktikum Telekomunikasi III

60

Gambar 4. Silinder Vacuum (Objek Imitasi) Yang Dimasukan Pada Silinder PEC

Sebagai Gap Antena

Tampilan terminal diskrit dibuat dengan mengambil dua tepi dalam batang metal dan

impedansinya disesuaikan dengan Z0 (73 ohm). Model akhir ditampilkan sebagai berikut.

Gambar 5. Tampilan Model Akhir Antena Kawat Dipole

Untuk menaikan (mengurangi) pengurangan frekuensi resonan (penaikan) panjang

dipole. Buat sweep-parameter sederhana untuk mengonfirmasi perilaku dan merubah panjang

dipole untuk mencocokan hasil. Nilai parameter akhir akan mendekati 135.6 mm.

E. Referensi

Fadlilah, Umi. (). Simulasi pola radiasi antena dipole tunggal. [online]. diakses dari

https://core.ac.uk/download/files/379/11724681.pdf (16-05-2016)

Page 61: Modul Praktikum Telekomunikasi III

61

JOBSHEET 11

FUNGSI TRANSFER

A. Tujuan Percobaan

1. Mahasiswa dapat melakukan simulasi menggunakan software Matlab.

2. Mahasiswa dapat memahami perintah-perintah yang terdapat pada software Matlab.

3. Mahasiswa dapat menganalisa hasil simulasi dari software Matlab.

B. Teori Dasar

Matlab merupakan paket komersial Matrix Laboratory’ yang beroperasi sebagai suatu

environment vorpemrograman yang interaktif. Dibanding perangkat lunak lainnya, perangkat

ini memiliki kelebihan dalam penggamaran dengan mudah untuk bentuk dua dimensi dan tiga

dimensi.

Matlab memiliki dua metode berbeda untuk melakukan ekseskusi command (perintah):

interactive mode dan batch mode. Di dalam interactive mode, command diketikkan (atau cut-

and-paste) ke dalam ‘command window’. Di dalam batch mode, sederetan commands

disimpan dalam bentuk text file (menggunakan Matlab’s built-in editor, atau text editor lainnya

seperti Notepad) dengan suatu eksetensi ‘.m’. Batch command dalam suatu file selanjutnya,

dieksekusi dengan mengetikan nama file pada prompt Matlab command. Pada Matlab's built-

in editor versi yang baru anda bisa langsung melakukan ekseskusi program yang anda buat.

Keuntungan mengunakan suatu file ‘.m’ adalah memberi keleluasaan bagi anda untuk

melakukan sedikit perubahan pada kode Anda.

øø

C. Alat dan Bahan

Tabel 1. Alat dan Bahan Simulasi Matlab

No. Alat dan Bahan Jumlah

1. Komputer 1 buah

2. Software MATLAB 1 buah

D. Langkah Percobaan

1. Sistem Waktu Diskrit

Page 62: Modul Praktikum Telekomunikasi III

62

Fungsi transfer H(z) sistem waktu diskrit didefinisikan sama dengan fungsi transfer dari sistem

waktu kontinu. Jadi fungsi transfer dari sebuah sistem waktu diskrit LTI juga didefinisikan

sebagai rasio transformasi z Y(z) dari sinyal keluaran sistem X(z).

Secara matematis dituliskan sebagai berikut :

𝐻(𝑧) =𝑌(𝑧)

𝑋(𝑧) 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐻(𝑧) = 𝑍ℎ[𝑛]

Hitung fungsi transfer sistem waktu diskrit dari respon impuls 𝐻[𝑛] = 2𝑛𝑢[𝑛].

Maka kita masukkan Command ke matlab:

Command Result Keterangan

sysm n z

h = 2^n ;

H = ztrans(h,z)

H = simplify(H)

H = z/(z-2)

Fungsi Transfer 𝐻(𝑧)

dihitung dari persamaan

𝐻(𝑧) = 𝑍ℎ[𝑛]

Hitung fungsi transfer system dengan persamaan yang berbeda dari 𝑦[𝑛] − 𝑦[𝑛 − 1] =

𝑥[𝑛] + 𝑥[𝑛 − 1] dengan asumsi bahwa kondisi awal adalah nol.

Command Result Keterangan

sysm n z X Y

Y1 = (z^-1)*Y ;

X1 = (z^-1)*X ;

G = Y-Y1-X-X1;

Y = solve(G,Y)

H = Y/X

H = (z+1)/(z-1)

Fungsi Transfer 𝐻(𝑧)

dihitung dari persamaan

𝐻(𝑧) =𝑌(𝑧)

𝑋(𝑧)

Page 63: Modul Praktikum Telekomunikasi III

63

2. Perintah untuk tf Sistem Waktu Diskrit

Penggunaan dan sintaks perintah tf di sistem waktu diskrit serupa dengan kasus di waktu

diskrit kontinu. Sintaks dari perintah tf untuk sistem waktu diskrit ialah H = tf (num, den, Ts),

dimana num dan den adalah koefisien pembilang dan penyebut fungsi transfer dan Ts adalah

waktu sampling.

Transfer fungsi dari : 2∗𝑧+1

𝑧2+3∗𝑧+2 dengan waktu sampling 0.4

Command Result Keterangan

num = [2 1];

den = [1 3 2];

Ts = 0.4;

H = tf(num,den,Ts)

fungsi transfer 2∗𝑧+1

𝑧^2+3∗𝑧+2

waktu sampling 0.4

3. Stabilitas Sistem Waktu Diskrit

a. Hitung dan sketsalah Pole dan Zero dari fungsi transfer berikut : 𝐻(𝑧) =2𝑧+1

𝑧2+3𝑧+2

Command Result Keterangan

n = [2 1];

d = [1 3 2];

Zer = roots(n);

pol = roots(d);

plot(real(pol),imag(pol),

‘*’,

(real(zer),imag(zer),

‘o’,

xlim([-3 1]);

legend(‘poles’, ‘zeros’);

Perhitungan dan grafik

dari zero dan pole H(z).

Page 64: Modul Praktikum Telekomunikasi III

64

b. Tentukan jika sistem waktu diskrit dengan fungsi transfer 𝐻(𝑧) =3𝑧2−1.4𝑧+0.15

𝑧3−0.7𝑧2+0.15𝑧−0.025

stabil!

Command Result Keterangan

n = [4 -1.4 .15 ];

d = [1 -.7 .15 -.025];

zplane (n,d);

pol = roots(d);

plot(real(pol),imag(pol),

‘*’,

(real(zer),imag(zer),

‘o’,

xlim([-3 1]);

legend(‘poles’, ‘zeros’);

Graph of poles and

zeros of H(z)

together with the

unit circle.

H¼tf(n,d,0.1); pzmap(H

Equivalent graph

obtained with use

of the command

pzmap.

4. Respon Sistem Waktu Diskrit

4.1 Step Respon s[n]

𝑢[𝑛] = 1, 𝑛 ≥ 00, 𝑛 < 0

Respon dari sistem u[n] dapat dihitung dengan perintah dstep, sementara grafik dari

step respon diimplementasikan dengan perintah stairs. Syntax dari dstep adalah y

≡dstep(num,den), dimana num dan den adalah koefisien pembilang dan penyebut dari

sistem fungsi transfer masing – masing.

Page 65: Modul Praktikum Telekomunikasi III

65

Hitung step respon dari sistem waktu diskrit dengan fungsi transfer berikut : 𝐻(𝑧) =

0.1𝑧−0.1

𝑧2−1.5𝑧+0.7

Command Result Keterangan

num = [.1 .1];

den = [1 -1.5 0.7];

dstep(num,den)

Jika tidak ada

argumen yang

keluar. Perintah

dstep di plot

langsung oleh step

respon s[n] dari

sistem waktu

diskrit. Sinyal

keluaran diplot

sampai ke titik di

mana itu mencapai

keadaan stabil.

Sistem yang stabil

digambarkan

dengan garis

putus-putus.

s = dstep(num,den)

stairs(0:length(s)=1,s);

legend('Step response')

Sinyal step respon

s[n] dihitung

dengan perintah

dstep dan di plot

dengan perintah

stairs.

n = 0:80;

s = dstep(num,den,n);

stairs(n,s)

legend('Step response')

Graph of step

response for 0 ≤ n

≤ 80

Page 66: Modul Praktikum Telekomunikasi III

66

Alternatif lain untuk menghitung dan menggambar step response dari sistem dengan

menggunakan perintah stepz dengan syntax y = stepz(num,den), dimana num dan den

adalah koefisien pembilang dan penyebut dari sistem fungsi transfer masing – masing.

Command Result

stepz(num,den)

4.2 Respon Impuls h[n]

𝛿[𝑛] = 1, 𝑛 = 00, 𝑛 ≠ 0

Respon h[n] dari sistem ke 𝛿[𝑛] dapat dihitung dengan perintah dimpulse,

sementara grafik dari respon impulse bisa juga diimplementasikan oleh perintah

stairs. Syntax dari dimpuls adalah y = dimpuls(num,den). dimana num dan den

adalah koefisien pembilang dan penyebut dari sistem fungsi transfer masing –

masing.

Hitung dan plot respon impulse dari sistem waktu diskrit dengan fungsi transfer

berikut :

𝐻(𝑧) = 0.1𝑧 − 0.1

𝑧2 − 1.5𝑧 + 0.7

Command Result Keterangan

num = [.1 .1];

den = [1 -1.5 0.7];

dimpulse(num,den)

Respon

impulse

sistem

diskrit diplot

sampai ke

titik

mencapai

Page 67: Modul Praktikum Telekomunikasi III

67

keadaan

stabil.

Sistem yang

stabil

digambarkan

dengan garis

putus-putus.

h =

dimpulse(num,den);

stairs(0:length(h) -1,h)

legend('Impulse

response')

Respon

impulse h[n]

dihitung

dengan

perintah

dimpulse

dan di plot

dengan

perintah

stairs.

n = 0:50;

y=

dimpulse(num,den,n);

stairs(n,y)

legend('h[n]')

Respon

impulse h[n]

didefinisikan

dan di plot

untuk 0 ≤ n

≤ 50

Terakhir ada satu jalan yaitu menggunakan perintah impz untuk menghitung dan

menggambar respon impulse dari sebuah sistem

Commands Results

Page 68: Modul Praktikum Telekomunikasi III

68

num = [.1 .1];

den = [1 -1.5 0.7];

impz(num,den)

4.3 Command dlsim

Jika fungsi transfer sistem waktu diskrit sudah diketahui, respon sistem untuk sinyal input

yang acak bisa dihitung dengan perintah dlsim. Syntax nya adalah y = dlsim(num,den,x),

dimana num dan den adalah koefisien pembilang dan penyebut dari sistem fungsi transfer

masing-masing.

a. Hitung dan plot dengan menggunakan perintah dlsim respon impulse h[n] dari sistem

waktu diskrit dengan fungsi transfer berikut :

𝐻(𝑧) = 0.1𝑧 − 0.1

𝑧2 − 1.5𝑧 + 0.7

Dalam contoh ini dalam menemukan h[n], kita atur x[n] = 𝛿[𝑛]= sinyal input. Sistem

respon untuk 𝛿[𝑛] adalah respon impulse h[n].

Command Results Keterangan

num = [.1 .1];

den = [1 -1.5 0.7];

n = 0:50;

x = [1 zeros(1,50)];

y = dlsim(num,den,x)

stairs(n,y)

legend('y[n] = h[n]')

Respon y[n]

dari sistem 𝛿[𝑛]

adalah respon

impulse h[n] dari

sistem

b. Hitung respon dari sistem waktu diskrit dengan fungsi transfer berikut : 𝐻(𝑧) =

0.1𝑧−0.1

𝑧2−1.5𝑧+0.7 untuk sinysl input 𝑥[𝑛] = (−1)𝑛, 0 ≤ 𝑛 ≤ 50

Command Results

Page 69: Modul Praktikum Telekomunikasi III

69

num = [0 .1 0 .1];

den = [1 -1.5 0.7];

n = 0:50;

x = (-1) .^n;

y = dlsim(num,den,x);

stairs(n,y);

legend('y[n] = h[n]')

Bisa juga mengguakan perintah filter.

Command Results

y2 = filter(num,den,x);

stairs(n,y2);

legend ('Output signal y[n]')

5. Fungsi Transfer dan Respon Frekuensi

Dalam pembahasan ini, kita akan mengenalkan hubungan antara fungsi transfer H(s) atau

H(z) da respon frekuensi H(jΩ) atau H(ω) dari sistem waktu kontinu atau sistem waktu

diskrit. Pertama kita membahas kasus waktu kontinu. Jika sistem adalah stabil, sistem

respon frekuensi H(jΩ) dihitung dengan mengganti s dengan jΩ di H(s). Untuk menghitung

H(jΩ) dalam range frekuensi Ω1 ≤ Ω ≤ Ω2 rad/s dari fungsi transfer H(s) bisa dihitung

dengan menggunakan perintah freqresp. Syntaksnya adalah Hw = freqresp (Hs,w), dimana

H(s) menunjukkan fungsi transfer dari sistem, w adalah vektor yang berisi frekuensi, dan

Hw adalah sistem respon frekuensi yang di evaluasi saat frekuensi telah ditetapka di vektor

w.

Hitung dan plot sistem respon frekuensi dengan fungsi transfer H(s) = 1/(s+3).

Command Result Keterangan

Hs = tf(1,[1 3]) Fungsi Transfer: 1

𝑠+3

Definisi dari

H(s)

Page 70: Modul Praktikum Telekomunikasi III

70

W=-10:.1:10;

Hw=freqresp(Hs,w);

plot(w,abs(Hw(:,:)));

legend('|H(\Omega) |');

plot(w,angle(Hw(:,:)))

legend('\angle

H(\Omega)');

W = -2:2

Hw = freqresp(Hs,w)

Hw(:,:,1) = 0.2308 +0.1538i

Hw(:,:,2) = 0.3000+0.1000i

Hw(:,:,3) = 0.3333

Hw(:,:,4) = 0.3000-0.1000i

Hw(:,:,5) = 0.2308-0.1538i

Sekarang kita membahas bagaimana cara menghitung respon frekuensi H(ω) dari sistem

waktu diskrit lewat fungsi transfer H(z) dari sistem waktu diskrit. Anggap bahwa sinyal

waktu diskrit digambarkan oleh x[n] bahwa zero untuk n<0. Persamaan matematis dari

fungsi transfer H(z) dapat dituliskan : 𝐻(𝑧) = 𝑌(𝑧)

𝑋(𝑧)=

∑ 𝑏𝑘𝑧−𝑘𝐾

𝑘=0

∑ 𝑎𝑚𝑧−𝑚𝑀𝑚=0

kemudian substitusikan

z dengan 𝑒𝑗𝑤 di H(z).

𝐻(𝜔) = 𝑌(𝜔)

𝑋(𝜔)=

∑ 𝑏𝑘𝑒−𝑗𝜔𝑘𝐾

𝑘=0

∑ 𝑎𝑚𝑒−𝑗𝜔𝑚 𝑀𝑚=0

Hitung dengan bantuan dari transformasi-z respon frekuensi H(𝜔) dari sistem waktu diskrit

dengan impuls respon h[n] = [3, 5, 2, 1], 0 ≤ 𝑛 ≤ 3.

Command Result

n = 0:3;

h = [3 5 2 1];

syms z w

Page 71: Modul Praktikum Telekomunikasi III

71

Htf = sum(h.*z.^-n);

H = subs(Htf,z,exp(j*w));

H = simplify(H)

H = 3+5*exp(-i*w)+2*exp(-2*i*w)+exp(-

3*i*w)

Hw = sum(h.*exp(-j*w*n)) H = 3+5*exp(-i*w)+2*exp(-2*i*w)+exp(-

3*i*w)

Hitung respon frekuensi H(𝜔) dari sistem waktu diskrit dengan respon impuls ℎ[𝑛] =

(2

3)𝑛𝑢[𝑛].

Command Result

syms n z w

h = (2/3)^n*heaviside(n);

Hz = ztrans(h,z);

H = subs(Hz,z,exp(j*w));

H = simplify(H)

H = 3*exp(-i*w)/(3*exp(i*w)-2)

h = (2/3)^n;

Hw = symsum(h*exp(-j*w*n), n,0,inf)

Hw= 3exp(i*w)/(-2+3*exp(*i*w)

6. State Space

Di bagian ini akan dibahas cara baru untuk menggambarkan sistem LTI. Di cara baru ini

dikenal dengan sebutan state space modelling. Dan digambarkan dalam dua persamaan.

ẋ(𝑡) = 𝐴𝑥(𝑡) + 𝐵𝑣(𝑡)

dimana 𝑥(𝑡) dan ẋ(𝑡) kolom vektor dari n elemen dan A adalah matriks ukuran n x n atau

biasa disebut matriks transisi. Dan B disebut matriks kontrol atau matriks input.

𝑦(𝑡) = 𝐶𝑥(𝑡) + 𝐷𝑣(𝑡)

Dimana ukuran output matriks C adalah 1 x n, C adalah kolom vektor dan D disebut matriks

feed-forward. Model state space dalam MATLAB didefinisikan dengan perintah ss,

syntaksnya adalah sys = ss(A,B,C,D), dimana A,B,C,D dan E adalah model state space

matriks. Untuk ekstrak matriks A,B,C,D dan D dari definisi model state space sebelumnya

kita bisa gunakan perintah ssdata. Sintaksnya adalah [A,B,C,D] = ssdata(sys).

Buatlah model state space yang digambarkan oleh persamaan berikut :

Page 72: Modul Praktikum Telekomunikasi III

72

ẋ(𝑡) = [ 0.1 1−1.5 −2

] 𝑥(𝑡) + [10] 𝑣(𝑡)

dan 𝑦(𝑡) = [1 2]𝑥(𝑡) + 0.1𝑣(𝑡) . gunakan perintah MATLAB ssdata .

Solusi :

Command Result

A = [0.1 1; -1.5 -2];

B = [1; 0];

C = [1 2];

D = 0.1;

Sys = ss(A,B,C,D)

a = x1 x2

x1 0.1 1

x2 -1.5 -2

b = u1

x1 1

x2 0

c = x1 x2

y1 1 2

d = u1

y1 0.1

continuous-time model

[A,B,C,D] = ssdata(sys A = 0.1000 1.0000

-1.5000 -2.0000

B = 1

0

C = 1 2

D = 0.1000

Selain itu dalam menghitung sistem respon sinyal input bisa menggunakan perintah lsim.

Selain itu, step respon dan sistem respon impuls bisa dihitung dengan perintah initial.

Syntaksnya adalah y = initial (sys,x0,t).

Page 73: Modul Praktikum Telekomunikasi III

73

Hitung dan plot sistem respon dari contoh sebelumnya ke sinyal input 𝑣(𝑡) = 20𝑡𝑒−𝑡, 0 ≤

𝑡 ≤ 10 selain itu hitung dan plot step respon dan sistem respon impulsnya. Terakhir, hitung

dan plot initial step respon sistem ketika initial step respon sistem adalah :

𝑥0 = [10]

Solusi :

Command Result

t = 0:.1:10;

v = 20*t.*exp(-t);

y = lsim(sys,v,t);

plot(t,y);

title('Output signal y(t)');

lsim(A,B,C,D,v,t)

x0 = [10;20];

lsim(sys,v,t,x0)

h = impulse(sys,t);

plot(t,h)

title('Impulse response h(t)');

Page 74: Modul Praktikum Telekomunikasi III

74

[h,t,x] = impulse(sys);

plot(t,x(:,1),t,x(:,2), ':')

legend('x_1(t)','x_2(t)');

title('State evolution')

s = step(sys,t);

plot(t,s)

title('Step response');

y = initial(sys,x0,t)

plot(t,y)

title('Initial state response');

6.1 State Space Untuk Waktu Diskrit

Persamaan state evolution dari model state space waktu diskrit adalah :

𝑥[𝑛 + 1] = 𝐴𝑥[𝑛] + 𝐵𝑣[𝑛]

Dimana 𝑥(𝑛) = vektor state element n

𝑥(𝑛) =

[ 𝑥1[𝑛]

𝑥1[𝑛]⋮

𝑥𝑛−1[𝑛]𝑥1[𝑛] ]

Dimana :

v[n] : sinyal input waktu diskrit

A : matriks transisi

Page 75: Modul Praktikum Telekomunikasi III

75

B : matriks kontrol

Dengan persamaan observasi :

𝑦[𝑛] = 𝐶𝑥[𝑛] + 𝐷𝑣[𝑛]

Untuk menentukan model state sapce waktu diskrit, sintaks yang sesuai dari ss adalah sys

= ss(A,B,C,D,Ts), A,B,C,D adalah model matriks state space dan Ts merupakan waktu

sampling. Jika kita atur Ts = -1, maka waktu sampling yang tersisa tidak ditentukan. Dalam

kasus waktu kontinu, sistem waktu diskrit fungsi transfer H(z) dihitung dari model state

space dengan perintah ss2tf dengan menentukan waktu sampling yang tepat. Sedangkan

sistem respon impuls dapat dihitung dengan perintah dimpulse, step respon dengan

perintah dstep, dan sementara sistem respon terhadap sinyal input waktu diskrit yang acak

bisa dihitung dengan perintah dlsim.

Buatlah model space state waktu diskrit yang digambarkan dengan persamaan :

𝑥[𝑛 + 1] = [ 0.9 0.7−1.5 −0.2

] 𝑥(𝑛) + [10] 𝑣(𝑛)

Dan 𝑦[𝑛] = [1 2]𝑥[𝑛] + 0.1𝑣[𝑛] gunakan perintah ssdata. Dan hitunglah fungsi transfer

H(z), respon impulse h[n], serta step respon s[n] dari sistem waktu diskrit. Terakhir,

hitunglah respon sistem y[n] untuk sinyal input 𝑣[𝑛] = 0.9𝑛, 0 ≤ 𝑛 ≤ 100.

Solusi :

Command Result

A = [ .9 .7; -1.5 -.2];

B = [1; 0];

C = [1 2];

D = 0.1;

Ts = 0.1;

Sys = ss(A,B,C,D,Ts)

a = x1 x2

x1 0.9 0.7

x2 -1.5 -0.2

b = u1

x1 1

x2 0

c = x1 x2

y1 1 2

d = u1

y1 0.1

Page 76: Modul Praktikum Telekomunikasi III

76

Sampling time: 0.1 discrete-time model

[A,B,C,D] = ssdata(sys) A = 0.9000 0.7000

-1.5000 -0.2000

B = 1 0

C = 12

D = 0.1000

[num,den] = ss2tf(A,B,C,D,1)

H = tf(num,den,Ts)

Transfer function:

0.1𝑧2 + 0.93𝑧 − 2.713

𝑧2 − 0.7𝑧 + 0.87

Sampling time: 0.1

n = 0:80;

h = dimpulse(A,B,C,D,1,n);

stairs(n,h)

legend('Impulse response h[n]')

s = dstep(A,B,C,D,1,n)

stairs(n,s)

title('Step response')

n = 0:100

v = 0.9.^n

y = dlsim(A,B,C,D,v)

stairs(n,y)

title('System response y[n]')

Page 77: Modul Praktikum Telekomunikasi III

77

x0 = [3 4]';

y = dlsim(A,B,C,D,v,x0)

stairs(n,y)

title('System response y[n]')

E. Tugas

1. Sistem waktu diskrit dengan fungsi transfer : 𝐻1 =𝑧2

𝑧2+0.2𝑧+0.01

a. Tentukan fungsi transfer 𝐻2(𝑧). Plot untuk 0 ≤ 𝑛 ≤ 8, denganwaktu

sampling : 0.1

b. Tentukan respon impuls dengan fungsi transfer 𝐻1(𝑧)

c. Tentukan respon impuls dengan fungsi transfer 𝐻2(𝑧)

2. Hitunglah sistem yang digambarkan dari persamaan yang berbeda dari :

𝑦[𝑛] = 1.6𝑦[𝑛 − 1] − 0.8𝑦[𝑛 − 2] + 0.01𝑥[𝑛] + 0.03𝑥[𝑛 − 1] +

0.015𝑥[𝑛 − 2] dengan kondisi zero initial.

Hitung dan plot respon 𝑦[𝑛] dari sistem sinyal input 𝑥[𝑛] ketika :

a. 𝑥[ 𝑛] adalah unit impuls sequence 𝛿[𝑛]

b. 𝑥[ 𝑛] adalah unit step sequence 𝑢[𝑛]

c. 𝑥[ 𝑛] adalah unit ramp sequence 𝑟[𝑛] (dengan dua cara).