Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PEG TERHADAP MORFOLOGI DAN KEKUATAN MEKANIK MEMBRAN ASIMETRIS PEROVSKIT La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ MOHAMMAD HASNAN HABIB NRP. 1413100081 Pembimbing I Hamzah Fansuri, M.Si., Ph.D Pembimbing II Ir. Endang Purwanti S., M.T DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
ii iiii
ii
SCRIPT EFFECT OF PEG ADDITIVE ON MORPHOLOGY AND MECHANICAL STRENGTH OF La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ
PEROVSKITE ASYMMETRIC MEMBRANE MOHAMMAD HASNAN HABIB NRP. 1413100081 Supervisor Hamzah Fansuri, M.Si., Ph.D Co-Supervisor Ir. Endang Purwanti S., M.T DEPARTMENT OF CHEMISTRY FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
iii
PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PEG TERHADAP
MORFOLOGI DAN KEKUATAN MEKANIK MEMBRAN
ASIMETRIS PEROVSKIT La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ
SKRIPSI
Disusun sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
pada Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
Oleh:
MOHAMMAD HASNAN HABIB
NRP. 1413100081
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2017
iv
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikat rahmat-NYA kepada saya,
sehingga Skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Penambahan
Aditif PEG terhadap Morfologi dan Kekuatan Mekanik Membran
Asimetris Perovskit La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ” dapat saya
selesaikan. Tulisan ini tidak akan terwujud dengan baik tanpa
bantuan, dukungan dan dorongan dari semua pihak, untuk itu
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Hamzah Fansuri, M.Si, Ph.D. dan Ir.Endang Purwanti S.,
M.T selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan selama proses persiapan,
pengerjaan dan penyelesaian tugas akhir ini.
2. Prof. Dr. Didik Prasetyoko, M. Sc., selaku Kepala
Departemen Kimia, FMIPA-ITS atas fasilitas yang telah
diberikan hingga naskah tugas akhir ini dapat
terselesaikan.
3. Dr. Djoko Hartanto, M.Si. selaku kepala Laboratorium
Kimia Material dan Energi atas izin pemakain fasilitas
labortaorium dan masukan yang diberikan selama
pengerjaan penelitian ini.
4. Muhammad Nadjib, M.S. selaku dosen wali yang selalu
memberi pengarahan dan motivasi selama masa
perkuliahan saya.
5. Abah, ibu, kakak dan adik saya yang selalu memberikan
kasih sayang, perhatian dan motivasi.
6. Luhur K.A., Annisa T.A., Astried W.W., Luthfi K.N
yang selalu memberikan semangat serta partner penelitian
terbaik saya, Rifka Etriana, yang selalu membantu,
memberi saran, memberi semangat serta menghibur saya
selama pengerjaan penelitian ini.
7. Teman teman ANORTHITE (Kimia 2013) dan seluruh
fungsionaris “GAMMA” HIMKA-ITS 2015-2016 yang
selalu memberikan semangat.
vi
8. Teman-teman kelompok penelitian Material for Energy
and Environment yang selalu memberikan masukan,
saran dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan naskah ini
masih terdapat kekurangan. Penulis mengharapkan saran yang
bersifat membangun terhadap tulisan ini. Semoga naskah ini
memberikan manfaat dan inspirasi terutama bagi pihak-pihak
yang menekuni bidang terkait dengan yang penulis kerjakan.
Surabaya, 20 Juli 2017
Penulis
vii
PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PEG TERHADAP
MORFOLOGI DAN KEKUATAN MEKANIK MEMBRAN
ASIMETRIS PEROVSKIT La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ
Nama : Mohammad Hasnan Habib
NRP : 1413100081
Departemen : Kimia
Pembimbing I : Hamzah Fansuri, Ph.D
Pembimbing II : Ir. Endang Purwanti S., M.T
Abstrak
Telah dilakukan pembuatan membran asimetris oksida perovskit
LSCF 6428 dengan metode inversi fasa rendam-endap dan
sintering. Oksida perovskit LSCF 6428 yang digunakan disintesis
dengan metode solid state. Pada penelitian ini digunakan poli eter
sulfon (PESf) sebagai polimer perekat, dimetil sulfoksida
(DMSO) sebagai pelarut dan aqua DM sebagai non-pelarut
koagulan. Dilakukan variasi penambahan aditif PEG 6000 dan
8000 dengan masing-masing konsentrasi 0; 0,23%; 0,39% dan
0,55 %. Membran mentah yang dihasilkan diamati morfologinya
menggunakan SEM. Membran dengan penambahan aditif PEG
6000 memiliki morfologi yang paling teratur. Semakin besar
konsentrasi PEG yang ditambahkan membentuk lapisan rapat
yang semakin tipis dan diameter pori berbentuk fingerlike
semakin kecil. Selanjutnya dilakukan dekomposisi polimer dan
sintering membran mentah pada suhu 1250 °C selama 4 jam.
Hasil pengamatan morfologi membran setelah sintering
menunjukkan membran menjadi lebih rapat dan ukuran pori
mengecil, namun tidak terjadi perubahan yang berarti pada
struktur membran asimetris LSCF 6428. Uji kekerasan membran
menunjukkan bahwa membran dengan penambahan aditif 8000
memiliki nilai kekerasan lebih besar dibandingkan membran
dengan penambahan aditif 6000.
Kata Kunci : Membran asimetris, LSCF 6428, inversi fasa, aditif
PEG
viii
EFFECT OF PEG ADDITIVE ON MORPHOLOGY AND
MECHANICAL STRENGTH OF La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ
PEROVSKITE ASYMMETRIC MEMBRANE
Name : Mohammad Hasnan Habib
NRP : 1413100081
Department : Chemistry
Supervisor : Hamzah Fansuri, Ph.D
Co-Supervisor : Ir. Endang Purwanti S.,M.T
Abstract
LSCF 6428 perovskite asymmetric membranes were prepared by
phase inversion and sintering methode. LSCF 6428 perovskite
which used was synthesized by solid state method. This study
used poly ether sulphone (PESf) as binder polymer, dimethyl
sulfoxide (DMSO) as solvent and aqua DM as non- solvent or
coagulant. Poly Ethylen Glycol (PEG) 6000 and 8000 as additives
was added with each concentration of 0; 0,23%; 0,39% dan 0,55
%.The obtained green bodies morphology were observed by
SEM. The green bodies with PEG 6000 additive have better
uniform morphology than others. Increase PEG concentration
reduce dense layer and pore size. Next, the green bodies were
sintered at 1250 °C with dwell time of 4 hours. The observation
of the sintered membranes morphology showed that the
membrane becoming denser and the pore size becoming smaller,
but no significant change in the structure of LSCF 6428
asymmetric membrane. LSCF 6428 perovskite asymmetric
membranes which added PEG 8000 is harder than PEG 6000
added membranes.
Key Words : Asymmetric membrane, LSCF 6428, phase
inversion, PEG
ix
DAFTAR ISI
SKRIPSI ......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR .................................................................. iv
Abstrak ........................................................................................ vii
Abstract ......................................................................................viii
DAFTAR ISI ................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................. xii
DAFTAR TABEL ...................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Permasalahan ................................................................. 5
1.3 Batasan Masalah ............................................................ 5
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 7
2.1 Oksida Perovskit ............................................................ 7
2.2 Oksida Perovskit La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ ........................ 9
2.3 Membran ...................................................................... 11
2.4 Membran Asimetris ..................................................... 14
2.5 Inversi Fasa Rendam endap-Sintering ......................... 15
2.6 Difraksi Sinar-X ........................................................... 21
2.7 Thermo Gravimetric Analysis-Differential Scanning
Calorimetry (TGA-DSC) ............................................. 23
x
2.8 Scanning Electron Microscope (SEM) ........................ 26
2.9 Uji Kekuatan Mekanik (Kekerasan) Membran ............ 27
2.10 Termo Mechanical Analysis (TMA) ............................ 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................... 31
3.1 Alat dan Bahan ............................................................. 31
3. 1. 1 Alat............................................................................... 31
3. 1. 2 Bahan ........................................................................... 31
3.2 Prosedur Penelitian ...................................................... 32
3.2.1 Sintesis Oksida Perovskit La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ (LSCF
6428) ............................................................................ 32
3.2.2 Preparasi Membran Datar Asimetris ............................ 32
3.2.3 Karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope
(SEM)........................................................................... 33
3.2.4 Analisis Thermal Gravimetri Analisys-Differential
Scanning Calorimetri (TGA-DSC) .............................. 33
3.2.5 Analisis Thermo Mechanical Analysis (TMA) ............ 33
3.2.6 Uji Kekuatan Mekanik (kekerasan) Membran Asimteris
Perovskit LSCF 6428 ................................................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................... 35
4. 1 Sintesis Oksida Perovskit LSCF 6428 ......................... 35
4. 2 Preparasi Membran Asimetris Perovskit LSCF 6428 .. 38
4. 3 Morfologi Membran Asimetris Oksida Perovskit LSCF
6428 Pra-Sintering ....................................................... 43
4. 4 Morfologi Membran Asimetris Oksida Perovskit LSCF
6428 (Pasca-Sintering) ................................................ 46
4.5 Uji Kekerasan Membran .............................................. 50
xi
4.6 Koefisien Ekspansi Termal Membran Asimetris Oksida
Perovskit LSCF 6428 ................................................... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................... 57
5.1 Kesimpulan .................................................................. 57
5.2 Saran ............................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA.................................................................. 59
LAMPIRAN ............................................................................... 66
BIODATA PENULIS.................................................................. 84
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Oksida Perovskit (Feng dkk., 2008) ......... 7 Gambar 2.2 Skema pemisahan dua fasa dengan membran
(Mulder, 1996) ..................................................... 12 Gambar 2.3 Foto SEM (a) membran simetris, (b) membran
asimetris (Ulbricht dkk., 2004) ............................ 15 Gambar 2.4 Tahapan proses pencetakan membran dengan
teknik inversi fasa rendam endap(Hubadilla, dkk.,
2016) .................................................................... 16 Gambar 2.5 Proses pertukaran pelarut dan non-pelarut (Lalia
dkk., 2013) ........................................................... 17 Gambar 2.6 Partikel selama proses sintering (Mulder, 1996) . 20 Gambar 2.7 Pengaruh Suhu sintering terhadap kekuatan
mekanik membran perovskit (Tan dkk., 2010) .... 20 Gambar 2.8 Contoh difraktogram perovskit
La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ (Santos dkk., 2011) .......... 23 Gambar 2.9 Contoh Kurva TGA CuSO4,5H2O (Atkins dkk.,
2010) .................................................................... 24 Gambar 2.10 Set Prinsip Instrumen TGA (Atkins dkk., 2010) .. 25 Gambar 2.11 Foto SEM membran serat berongga perovskit
LSCF 6428 (Tan dkk., 2011) ............................... 27 Gambar 2.12 Indentor (A) tampak dari samping, (B) tampak dari
bawah (Callister, 2007) ........................................ 28 Gambar 2.13 Grafik hasil uji kekerasan dengan MicroHardness
kepingan oksida perovskit LSCF 6419 (Akbari,
dkk., 2016) ........................................................... 29 Gambar 2.14 Grafik Ekspansi termal LSCF 4628 (Swierczek,
2008) .................................................................... 30
Gambar 4.1 Skema kalsinasi tahap pertama ............................ 36 Gambar 4.2 (a) Campuran prekursor Perovskit sebelum
dikalsinasi dan (b) Campuran prekursor perovskit
setelah dikalsinasi ................................................. 37 Gambar 4.3 Difraktogram oksida perovskit LSCF 6428 ......... 38 Gambar 4.4 Membran Mentah Oksida Perovskit LSCF 6428 . 40
xiii
Gambar 4.5 Termogram (a) TGA dan (b) DSC membran
mentah oksida perovskit LSCF 6428 ................... 42 Gambar 4.6 Foto SEM morfologi membran mentah asimetris
LSCF 6428 (kiri : permukaan berpori, tengah :
permukaan rapat, kanan : penampang melintang).
A-G (PEG 6000 0,23;0,39;0,55 %, PEG 8000
0,23;0,39;0,55 %, tanpa aditif) ............................. 44 Gambar 4.7 Membran setelah sintering ................................... 46 Gambar 4.8 Foto SEM morfologi membran asimetris LSCF
6428 setelah sintering (kiri : permukaan rapat,
tengah : permukaan berpori, kanan : penampang
melintang). A-G (PEG 6000 0,23;0,39;0,55 %,
PEG 8000 0,23;0,39;0,55 %, tanpa aditif) ........... 48 Gambar 4.9 Hasil TMA membran dengan penambahan PEG
8000 ...................................................................... 54 Gambar 4.10 Hasil TMA membran dengan penambahan PEG
6000 ...................................................................... 55 Gambar 4.11 Hasil TMA membran tanpa penambahan aditif ... 55
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Penyusutan ukuran membran setelah sintering ......... 47 Tabel 4.2 Pengukuran volume pori membran asimetris ............ 49 Tabel 4.3 Nilai Kekerasan Membran ......................................... 51 Tabel 4.4 Nilai koefisien ekspansi termal membran asimetris
perovskit LSCF 6428 dengan penambahan aditif PEG
8000 ........................................................................... 53 Tabel 4.5 Nilai koefisien ekspansi termal membran asimetris
perovskit LSCF 6428 dengan penambahan aditif PEG
6000 ........................................................................... 53 Tabel 4.6 Nilai koefisien ekspansi termal membran asimetris
perovskit LSCF 6428 tanpa penambahan aditif ........ 54
xv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A SKEMA KERJA ................................................ 66
A.1. Skema Kerja Sintesis La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ ............... 66
A.2. Skema Kerja Preparasi Membran Asimetris Perovskit
La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ .................................................. 67
LAMPIRAN B PERHITUNGAN ............................................... 68
B.1. Perhitungan Sintesis LSCF 6428 ................................. 68
B.2. Perhitungan Komposisi Membran Asimetris Perovskit
LSCF 6428 ................................................................... 69
B.3. Perhitungan % Penyusutan Membran .......................... 70
B.4. Perhitungan Volume pori ............................................. 70
B.5. Perhitungan nilai kekerasan Membran. ........................ 71
B.6. Uji ANOVA Nilai Kekerasan Membran Asimetris
Perovskit LSCF 6428 ................................................... 73
LAMPIRAN C HASIL KARAKTERISASI ............................... 74
C.1. Hasil Analisa Difraksi Sinar X .................................... 74
C.2. Hasil TGA-DSC Membran Mentah LSCF 6428 .......... 74
C.3. Hasil TMA Membran Asimetris LSCF 6428 ............... 77
C.4. Hasil Karakterisasi Micro Vickers Hardness ............... 81
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi menjadi kebutuhan pokok masyarakat dunia dewasa
ini. Kebutuhan akan energi bertambah seiring berjalannya waktu.
Hal ini membuat konsumsi bahan bakar minyak bumi yang
merupakan sumber energi utama juga semakin bertambah.
Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan cadangan minyak
bumi yang semakin hari semakin berkurang. Tentunya, keadaan
ini membutuhkan solusi berupa sumber yang dapat menggantikan
minyak bumi.
Gas alam merupakan salah satu alternatif bahan bakar
pengganti minyak dengan komponen utama berupa gas metana
(CH4) dengan kandungan berkisar 80 sampai 90 %. Dengan
jumlahnya yang cukup melimpah, gas alam diprediksi akan
menjadi sumber energi pengganti minyak di masa yang akan
datang. Hal ini bukanlah tanpa masalah. Permasalahan yang
timbul adalah gas alam sering ditemukan di daerah yang terpencil
dan membutuhkan biaya transportasi yang mahal untuk
memindahkannya, oleh karena itu para peneliti gencar melakukan
penelitian untuk memecahkan masalah tersebut. Salah satu solusi
yang paling banyak digunakan adalah mengonversikan gas
metana menjadi syngas (CO + H2) (Jalowiecki dkk., 2008).
Komponen utama gas alam, yaitu gas metana (CH4) dapat
dikonversikan menjadi syngas (CO + H2) yang secara langsung
dapat digunakan sebagai bahan bakar atau dapat diubah menjadi
bahan bakar cair atau bahan kimia yang lain dengan metode
sintesis Fischer-Tropsh. Beberapa metode yang dapat digunakan
untuk konversi CH4 ke syngas antara lain Steam Reforming
Methane (SRM), CO2 Reforming Reaction (CRR) dan Partial
oxidation of Methane (POM). Dari ketiga metode tersebut POM
memiliki beberapa keuntungan yakni reaksinya eksotermis dan
membutuhkan reaktor yang relatif kecil, mengonsumsi energi
2
yang kecil serta memiliki efisiensi yang besar (Roseno dkk.,
2016).
Partial Oxidation of Methane (POM) membutuhkan oksigen
dalam jumlah yang terkontrol dalam reaksinya karena jika
terdapat oksigen yang berlebihan,maka gas metana (CH4) akan
teroksidasi sempurna menjadi CO2 dan H2O. Oleh karena itu,
dibutuhkan cara untuk mengontrol jumlah oksigen dalam reaksi
POM. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan membran
oksida perovskit yang memiliki kemampuan sebagai penghantar
ion oksigen. Seperti yang telah dilaporkan Teraoka dkk. (1985),
oksida perovskit dapat memberikan oksigen kisinya secara
reversibel kepada pereaksi lain sampai batas tertentu tanpa
menyebabkan perubahan struktur yang berarti. Kemampuan
oksida perovskit inilah yang menyebabkannya banyak
dimanfaatkan sebagai membran pemisahan gas dan reaksi POM
(Tan dkk., 2010).
Fluks permeasi oksigen dan kekuatan mekanik merupakan
dua parameter penting untuk membran oksida perovskit yang
digunakan dalam reaksi POM. Membran ini menghantarkan ion
oksigen melalui perpindahan ion-ion oksigen penyusun kisi
kristalnya, bukan melalui pori-pori seperti membran pada
umumnya sehingga membran oksida perovskit harus rapat.
Membran yang rapat juga memiliki kekuatan mekanik yang baik.
Kekuatan mekanik membran semakin besar seiring dengan
ketebalan membran, namun membran yang semakin tebal
memiliki fluks permeasi oksigen yang semakin kecil. Sebaliknya,
membran yang tipis memiliki fluks permeasi oksigen yang lebih
tinggi namun rapuh. Untuk mengatasi hal tersebut maka membran
asimetris, yaitu membran yang memiliki paling sedikit dua bagian
di mana salah satunya sangat berpori dan lebih tebal yang
sekaligus berfungsi sebagai penopang bagian lainnya yang lebih
tipis namun rapat, menjadi alternatif solusi yang banyak dipilih
oleh para peneliti. Pori-pori pada bagian pendukung menjadi jalur
difusi oksigen dari udara di salah satu sisi membran ke
permukaan dalam bagian rapat membran. Setelah itu, oksigen
3
tersebut berdifusi ke permukaan pada sisi lain membran melalui
kisi kristal oksida perovskit pada bagian rapat yang tipis (Chien
dkk., 2008).
Pembuatan membran asimetris dapat dilakukan dengan
beberapa metode, salah satunya adalah metode inversi fasa.
Metode ini banyak dipilih untuk pembuatan membran asimetris
karena dianggap fleksibel dan mudah diaplikasikan dalam
pembuatan membran anorganik. Inversi fasa adalah proses
dimana larutan polimer mengalami perubahan dari fasa cair
menuju fasa padatan akibat perubahan pelarut. Pada metode ini
terdapat 3 komponen penyusun penting yakni polimer, pelarut
dan non-pelarut. Ketika proses inversi fasa terjadi, satu fasa
larutan polimer terkonversi menjadi dua yaitu fasa padat
(mengandung banyak polimer) yang membentuk struktur
membran dan fasa cair (mengandung sedikit polimer) yang
membentuk pori (Strathmann dkk., 1975). Hal inilah yang
menyebabkan terbentuknya membran asimetris.
Morfologi membran asimetris perovskit yang dihasilkan
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain faktor non-pelarut atau
koagulan yang digunakan (Tan dkk., 2011), ukuran partikel filler
(oksida perovskit) (Husnah, 2014) dan konsentrasi polimer
(Bakeri dkk., 2010). Selain faktor-faktor utama tersebut,
morfologi membran juga dapat dimodifikasi dengan penambahan
aditif, baik pada pelarut maupun non pelarut.
Aditif merupakan komponen tambahan yang ditambahkan
ke dalam larutan polimer dengan jumlah yang relatif kecil.
Penambahan aditif pada membran dapat memodifikasi sifat
mekanik, fisika dan kimia dari membran asimetris (Kim dkk.,
1998). Yusran (2015) melaporkan penambahan aditif yang
berbeda menghasilkan morfologi membran asimetris yang
berbeda. Meskipun jumlah aditif yang ditambahkan pada
pembuatan membran dengan metode inversi fasa relatif sedikit,
namun cukup berpengaruh pada morfologi membran asimetris
yang dihasilkan.
4
Berbagai senyawa anorganik (seperti LiCl) dan senyawa
organik dengan berat molekul besar (seperti Poli Vinil Pirolidon
(PVP) atau Poli etilen glikol (PEG)) banyak digunakan dalam
pembuatan membran asimetris dengan metode inversi fasa.
Senyawa-senyawa tersebut bertindak sebagai non-pelarut yang
ditambahkan ke dalam larutan polimer, atau sering disebut aditif.
Sebagai aditif senyawa-senyawa ini berfungsi untuk membentuk
pori, meningkatkan viskositas larutan casting atau mempercepat
proses inversi fasa. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi
antara aditif dengan komponen-komponen lain selama proses
inversi fasa terjadi (Lalia dkk., 2013).
Fontananova dkk. (2006) melaporkan bahwa konsentrasi
aditif yang ditambahkan ke dalam larutan casting berpengaruh
terhadap morfologi membran yang dihasilkan. Dalam
penelitiannya dijelaskan saat konsentrasi LiCl dan PVP dalam
larutan casting PVDF-DMA (Poli Vinil Diflorida – Dimetil
Asetamida) bertambah, maka membran yang terbentuk memiliki
ukuran pori yang lebih kecil. Selain konsentrasi, jenis aditif yang
digunakan juga berpengaruh terhadap morfologi membran.
Chakrabarty dkk. (2008) menggunakan PEG dengan berat
molekul yang berbeda, yakni 400, 6000 dan 20000, sebagai aditif
pada larutan casting membran polimer PSf-NMP (Poli Sulfon -
N-Metil-2-Pirolidon) dan PSf-DMA (Poli Sulfon - Dimetil
Asetamida). Dalam penelitian tersebut dilaporkan bahwa semakin
besar berat molekul PEG yang digunakan, maka membran yang
dihasilkan memiliki ukuran jari-jari pori yang semakin kecil.
Berdasarkan beberapa uraian di atas diketahui bahwa
penambahan aditif dapat berpengaruh terhadap morfologi
membran asimetris polimer. Namun, belum banyak ditemukan
tentang pengaruhnya terhadap pembentukan membran oksida
perovskit. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dipelajari
pengaruh penambahan aditif terhadap pembentukan morfologi
membran asimetris oksida perovskit LSCF 6428.
5
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang di akan
diselesaikan pada penelitian ini adalah bagaimanakah metode
inversi fasa yang dapat menghasilkan morfologi membran
asimetris perovskit yang baik dan memiliki kekuatan mekanik
yang memadai dengan cara pengontrolan penambahan aditif Poli
etilen glikol (PEG) pada larutan polimer yang telah dicampur
serbuk La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ.
1.3 Batasan Masalah
Pada penelitian ini digunakan oksida perovskit
La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ yang disintesis dengan metode yang telah
dilaporkan sebelumnya oleh Nurherdiana dkk. (2017). Poli
ethersulfon (PESf) sebagai bahan utama membran yang berfungsi
sebagai polimer perekat, dimetil sulfoksida (DMSO) sebagai
pelarut polimer, dan Aqua DM sebagai non pelarut/koagulan.
Aditif yang digunakan adalah PEG 6000 dan 8000 untuk
mengetahui pengaruh berat molekul aditif terhadap morfologi
membran serta variasi konsentrasi aditif sebesar 0 %; 0,23 %;
0,39 % dan 0,55 % seperti yang telah dilaporkan Utami (2014)
pada jenis membran oksida perovskit yang berbeda.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode inversi
fasa yang dapat menghasilkan membran asimetris dengan
morfologi tertentu dengan kekuatan mekanik yang memadai,
yang dikontrol dengan penambahan aditif Poli etilen glikol (PEG)
pada larutan polimer yang telah dicampur dengan serbuk
La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ..
6
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oksida Perovskit
Material perovskit merupakan komponen terpenting dalam
pembuatan membran transport oksigen. Perovskit memiliki
kemampuan berupa dapat melakukan transport ion oksigen dan
elektron secara bersamaan. Oleh karena itu, perovskit dikenal
dengan istilah mixed ionic and electronics conductors (MIEC)
(Athayde dkk., 2016).
Istilah perovskit pertama kali dikenalkan oleh seorang ahli
geologi asal Rusia bernama Count Lev Aleksevich von Perovski.
Secara umum, oksida perovskit memiliki rumus ABO3 dengan
struktur seperti pada Gambar 2.1. Oksida perovskit yang ideal
digambarkan tipe SrTiO3 dimana Sr sebagai kation sisi A terletak
di tengah kubus dikelilingi oleh 12 atom oksigen yang terletak di
tengah sisi kubus dengan jarak yang sama dan Ti sebagai kation
sisi B terletak di sudut kubus dikelilingi oleh 6atom oksigen
dengan jarak yang sama membentuk oktahedral secara 3 dimensi
(Sunarso dkk., 2008).
Gambar 2. 1 Struktur Oksida Perovskit (Feng dkk., 2008)
Kation sisi A pada oksida perovskit yang digunakan untuk
permeasi oksigen biasanya diisi oleh unsur-unsur tanah jarang,
alkali atau pun alkali tanah, seperti La, Na, Ca, Sr, atau Ba.
8
Sementara sisi B biasanya diisi oleh unsur logam transisi
(Burgraaf dan Cot, 1996). Jika struktur ABO3 tidak menunjukkan
sifat konduksi ionik yang baik, maka dapat dilakukan substitusi
parsial pada sisi A dan/ atau B. Hal itu dapat menciptakan point
defect atau kisi oksigen pada struktur pervoskit yang dapat
memberikan konduktansi ion oksigen. Strategi ini adalah strategi
yang tepat guna meningkatkan performa membran perovskit
(Wang dkk., 2002 dan Haworth dkk., 2011).
Setiap perovskit yang ideal memiliki rumuas komposisi
A2+
B4+
O3 (mungkin juga A1+
B5+
O3 atau A3+
B3+
O3) dengan jari-
jari kation A yang besar dan B yang lebih kecil (Muller dan Roy,
1974). Pada tahun 1926, Goldschmidt memperkenalkan “faktor
toleransi” untuk mempelajari stabilitas perovskit. Besarnya faktor
toleransi dinyatakan dengan t pada persamaan 2.1.
𝑡 = (𝑟𝐴 + 𝑟𝑂)
2(𝑟𝐵 + 𝑟𝑂)
(2.1)
dimana rA, rB dan rO secara berurutan adalah jari-jari ion A, B
dan O. Secara geometri, oksida perovskit yang ideal memiliki
perbandingan panjang ikatan A-O : B-O sama dengan 2 ∶ 1. Jika
panjang ikatan diasumsikan sebagai jumlah jari-jari 2 ion, maka
nilai faktor toleransi dari perovskit kubus harusnya sama dengan
1. Goldschmidt menyatakan bahwa nilai faktor toleransi oksida
perovskit adalah 0,8-1,0.
Selain faktor toleransi Goldschmidt, faktor oktahedron
merupakan parameter yang sama penting untuk diperhatikan guna
mendapatkan struktur perovskit. Secara umum jika 1 kation M
dan 6 anion X membentuk sebuah oktahedron MX6, maka
perbandingan jari-jari ioniknya rM/rX harus tetap dalam batas
rentang 0,414-0,732. Oleh karena itu, faktor oktahedron ini
merupakan faktor yang sama pentingnya dengan faktor toleransi
Goldschmidt (Feng dkk., 2008).
Perovskit dapat disintesis dengan banyak cara. Beberapa
metode yang dapat digunakan untuk sintesis oksida perovskit,
9
diantaranya reaksi keadaan padat, ko-presipitasi, hidrotermal,
spray freeze drying, dan proses sol-gel (Cousin dan Ross, 1990).
Mikrostruktur perovskit yang didapatkan pada setiap metode
menghasilkan efek yang signifikan terhadap sifat konduksi
elektronik dan ioniknya. Oleh karena itu, pemilihan metode
sintesis merupakan hal yang penting bagi performa membran
transport oksigen (Sunarso dkk., 2008).
2.2 Oksida Perovskit La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ
Fluks permeasi oksigen adalah salah satu parameter
terpenting bagi material oksida perovskit sebagai membran
penghantar ionik dan elektronik. Fluks oksigen yang tinggi
bergantung pada jumlah kekosongan oksigen yang dimiliki.
Substitusi parsial sisi A dan/ atau B dari oksida perovskit adalah
strategi yang tepat untuk meningkatkan fluks oksigen. Ketika di
doping dengan kation yang berbeda, rumus perovskit menjadi
AxA’1-xByB’1-yO3-δ. Simbol δ menunjukkan konsentrasi
kekosongan oksigen dalam struktur, sedangkan x dan y memiliki
nilai yang bervariasi dari 0 sampai 1. Telah banyak penelitian
yang dilakukan untuk mendapatkan material oksida perovskit
yang memiliki fluks permeasi oksigen yang baik serta
menjanjiian secara ekonomi dengan strategi ini. Oksida perovskit
tipe BSCF dan LSCF adalah dua tipe yang paling banyak
dilaporkan (Athayde dkk., 2016).
Oksida perovskit tipe Ba1-xSrxCo1-yFeyO3-δ (BSCF) dan
La1-xSrxCo1-yFeyO3-δ (LSCF) adalah dua jenis oksida perovskit
yang banyak diteliti oleh para peneliti. Oksida perovskit BSCF
dipilih karena memiliki sifat penghantar ionik dan elektronik
yang baik (Wang dkk., 2002). Namun, BSCF memiliki stabilitas
yang kurang baik (Santos dkk., 2011). Oksida perovskit tipe
LSCF banyak dipilih karena memiliki stabilitas mekanik maupun
kimia yang baik serta fluks permeasi oksigen yang tidak buruk
(Lane dkk., 1999). Sifat inilah yang menyebabkan oksida
perovskit LSCF banyak digunakan sebagai membran transport
oksigen.
10
Teraoka dkk. (1985) melaporkan bahwa fluks permeasi
oksigen oksida perovskit tipe La1-xSrxCo1-yFeyO3-δ (LSCF) yang
tertinggi didapatkan saat x = 1 dan y = 0,2. Substitusi total kation
logam La 3+
oleh Sr2+
menciptakan sebuah kekosongan oksigen
dalam kisi yang menyebabkan peningkatan laju oksigen melewati
membran, sehingga menghasilkan oksigen permeasi yang lebih
banyak dalam waktu yang sama. Namun, Pei (1995) melaporkan
bahwa oksida perovskit SrCo0,8Fe0,2O3-δ memiliki sifat yang tidak
stabil secara mekanik dan kimia saat digunakan untuk sintesis
syngas dengan reaksi partial oxidation of Methane (POM).
Nilai x dan y pada oksida perovskit tipe La1-xSrxCo1-yFeyO3-δ
(LSCF) sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik maupun kimia
dari oksida perovskit itu sendiri. Substitusi ion alkali tanah pada
sisi A berpengaruh terhadap non-stokiometri oksigen perovskit
(Mizusaki dkk., 1989). Penambahan kandungan Stronsium (Sr)
pada sisi A menunjukkan peningkatan kekosongan oksigen pada
oksida perovskit seperti yang dilaporkan Lankhorst dan Elshof
(1997). Semetara itu, sisi B dapat mengoptimalkan sifat katalitik
oksida perovskit untuk reaksi oksidasi (Shao dkk., 2000).
Telah banyak membran oksida perovskit tipe LSCF yang
dilaporkan oleh para peneliti. Teraoka dkk. (1985) melaporkan
bahwa semakin banyak kandungan Sr dan Co menghasilkan fluks
permeasi oksigen yang semakin tinggi. Namun, bertambahnya
kandungan Sr dan Co juga dapat menurunkan sifat mekanik dari
membran perovskit LSCF (Petric dkk., 2000). Sementara itu,
adanya La dibutuhkan guna stabilitas dari material oksida
perovskit LSCF (LU dkk., 2000).
La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ (LSCF 6428) adalah salah satu oksida
perovskit yang banyak digunakan sebagai membran transport
oksigen. Alasan oksida perovskit LSCF 6428 banyak digunakan
adalah oksida perovskit jenis ini memiliki stabilitas kimia dan
mekanik yang tinggi (Jin dkk., 2000). Tan dkk. (2010) melakukan
penelitian tentang pengaruh suhu sintering terhadap membran
serat berongga LSCF 6428. Pada penelitian tersebut dilaporkan
bahwa struktur kristal oksida perovskit LSCF 6428 masih terjaga
11
dengan baik meskipun telah disinter pada suhu 1300°C selama 8
jam, bahkan sampai suhu 1500 °C selama 4 jam pun strukturnya
masih terjaga dengan baik. Pada penelitian lain, Tan dkk. (2011)
melaporkan bahwa membran serat berongga oksida perovskit
LSCF 6428 memiliki kekuatan mekanik sampai 154 MPa yang
diukur dengan instrumen three point bending.
Selain memiliki kestabilan kimia dan mekanik yang baik,
oksida perovskit LSCF 6428 juga memiliki sifat permeabilitas
oksigen yang baik pula. Dengan kombinasi oksida perovskit
LSCF 6428 dan katalis NiO/γ-Al2O3 pada satu membran
mengonversikan CH4 menjadi syngas melalui reaksi partial
oxidation of methane dengan selektivitas CH4 dan CO masing-
masing lebih dari 96 % dan 97 %. Pada reaksi ini oksida perovskit
berperan sebagai penyedia oksigen (Jin dkk., 2000).
2.3 Membran
Secara umum membran dapat didefiniskan sebagai pemisah
yang selektif antara dua fasa. Teknologi ini digunakan pada
banyak proses pemisahan. Sebuah membran dapat berupa lapisan
tebal atau tipis, strukturnya dapat homogen atau heterogen, dan
transportnya dapat pasif atau aktif. Transport pasif dikendalikan
dengan perbedaan tekanan konsentrasi atau suhu. Selain itu,
membran juga bisa terbuat secara alami maupun sintesis, netral
ataupun bermuatan. Teknologi membran memiliki banyak
keuntungan, antara lain :
pemisahan dapat dilakukan secara kontinu,
secara umum hanya membutuhkan energi yang rendah,
proses pemisahan dapat dengan mudah dikombinasikan
dengan proses pemisahan lain,
pemisahan dapat dilakukan di kondisi normal,
sifat membran bervariasi dan dapat diatur,
tidak membutuhkan bahan tambahan (Mulder, 1996).
Membran dapat dikelompokkan dengan berbagai sudut
pandang. Menurut pembuatannya, membran dapat
diklasifikasikan menjadi membran alami dan membran buatan
12
atau sintetis (Mulder, 1996). Membran sintetis itu sendiri dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Menurut material penyusun membran: membran polimer
organik, membran anorganik (oksida, keramik, logam),
membran komposit organik-anorganik.
Menurut morfologi penampang lintangnya: Membran
simetris (relatif tebal sekitar 50-500 μm dan berasal dari 1
material penyusun), membran asimetris ( biasanya tipis,
hanya beberapa μm, memiliki 2 atau lebih lapisan dengan
morfologi yang berbeda, berasal dari material yang sama),
membran komposit matriks campuran 2 atau multi layer.
Metode preparasi: inversi fasa larutan polimer, proses sol-gel
untuk material anorganik atau organik-anorganik, reaksi
penghubung untuk lapisan tipis komposit, ekstruksi fabrikasi
mikro
Bentuk membran: membran datar, membran serat berongga,
membran lembaran berongga, kapsul.
(Ulbrich dkk., 2004)
Membran adalah inti dari setiap proses membran dan dapat
dianggap sebagai pemisah yang selektif antara 2 fase. Skema
pemisahan membran dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.2.
Gambar 2. 2 Skema pemisahan dua fasa dengan membran
(Mulder, 1996)
Fase I biasa disebut sebagai fase feed atau fase hulu dan fase II
adalah sisi permeat atau fase hilir. Pemisahan terjadi karena
membran
Fase I Fase II
13
membran memiliki kemampuan untuk transpor satu komponen
dari campuran feed dari pada komponen lain.
Kemampuan atau efisiensi membran ditentukan oleh dua
parameter, yaitu selektivitas dan aliran zat melewati membran.
Fluks atau laju permeasi didefinisikan sebagai volume aliran
melewati membran persatuan luas dan waktu. Selektivitas
membran untuk sebuah campuran secara umum ditunjukkan oleh
satu atau dua parameter, yakni retensi (R) atau faktor pemisahan
(α). Untuk campuran cairan yang encer yang mengandung pelarut
(kebanyakan air) dan zat terlarut, selektivitas lebih cocok
diekspresikan dengan retensi untuk zat terlarut. Zat terlarut secara
parsial atau seluruhnya tertahan saat pelarut (air) molekul
melewati membran. Besarnya retensi (R) ditunjukkan oleh
persamaan 2.2.
𝑅 = 𝐶𝑓 − 𝐶𝑝
𝐶𝑓= 1 −
𝐶𝑝
𝐶𝑓 (2.2)
dimana Cf adalah konsentrasi zat terlarut sisi hulu atau sisi feed
dan Cp adalah konsentrasi zat terlarut sisi permeat atau sisi hilir.
Nilai R tidak tergantung pada satuan konsentrasi. Nilai R
bervariasi antara 0-100 %.
Selektivitas membran utnuk campuran gas dan cairan
organik biasanya diekspresikan dengan istilah faktor pemisahan
(α). Untuk campuran yang mengandung komponen A dan B,
faktor selektivitasnya ditunjukkan dengan αA/B. Besarnya
αA/Bditunjukkan oleh persamaan 2.3.
𝛼 𝐴𝐵 =
𝑌𝐴/𝑌𝐵
𝑋𝐴/𝑋𝐵 (2.3)
dimana YA dan YB adalah konsentrasi komponen A dan B pada
sisi permeat, sedangkan XA dan XB adalah konsentrasi komponen
pada sisi hulu/feed (Mulder, 1996).
14
2.4 Membran Asimetris
Berdasarkan morfologi penampang melintangnya membran
dibedakan menjadi 2, yakni membran simetris dan membran
asimetris (Gambar 2.3). Membran simetris adalah membran yang
memiliki morfologi seragam di seluruh bagiannya (berpori atau
rapat). Membran jenis ini biasanya tebal. Kemampuan transfer zat
membran ini ditentukan oleh ketebalan membran. Semakin tebal
membran, maka kemampuan transfer zatnya semakin berkurang
(Mulder, 1996).
Membran asimetris secara umum dapat didefinisikan sebagai
membran yang memiliki lapisan intermediet mesopori dan lapisan
atas mikropori (atau rapat). Lapisan bawah memberikan sifat
mekanik membran. Lapisan tengah bertindak sebagai
penjembatan ukuran pori yang berbeda diantara lapisan
pendukung dan lapisan atas. Sedangkan lapisan atas adalah
lapisan dimana proses pemisahan terjadi (Chien dkk., 2008).
Membran asimetris biasanya memiliki lapisan atas atau lapisan
“kulit” dengan ketebalan 0,1-5 μm dan substruktur berpori
dengan ketebalan 100-300 μm. Sifat material dan ukuran pori
pada lapisan “kulit” menentukan karakteristik pemisahan
membran tersebut, sedangkan sub-lapisan berpori hanya sebagai
pendukung lapisan “kulit” yang tipis dan rapuh serta berdampak
kecil terhadap karakteristik pemisahan atau laju transfer massa
membran. Karena memiliki beberapa bentuk morfologi, membran
asimeteris memiliki sifat yang unik, yakni memiliki fluks
permeasi yang tinggi dan stabilitas mekanik yang baik
(Strathmann, 2011). Sifat inilah yang menyebabkan membran
asimetris banyak digunakan dan dikembangkan di bidang
industri.
Membran asimetris dapat dibuat dengan 2 teknik. Teknik
pertama adalah preparasi membran asimetris dengan teknik
berbasis proses inversi fasa. Dengan teknik inversi fasa ini sebuah
membran memiliki struktur kulit dan pendukung yang terbuat dari
material yang sama dan terjadi dalam sebuah proses tunggal.
Teknik lain yang dapat digunakan untuk preparasi membran
15
asimetris adalah teknik semacam komposit, dimana sebuah
lapisan pemisah yang tipis terdeposit pada sebuah struktur berpori
dan terjadi dalam 2 tahap proses. Dalam teknik ini lapisan
pemisah dan lapisan pendukung umumnya terbuat dari material
yang berbeda (Strathmann, 2011).
(a) (b)
Gambar 2. 3 Foto SEM (a) membran simetris, (b) membran
asimetris (Ulbricht dkk., 2004)
2.5 Inversi Fasa Rendam endap-Sintering
Inversi fasa adalah proses dimana suatu polimer
bertransformasi secara terkontrol dari fase cairan menjadi fase
padat. Proses pemadatan sangat sering diinisiasi dengan transisi
dari keadaan satu cairan menjadi keadaan dua cairan (pemisahan
cair-cair) atau sering disebut demixing. Selama pada keadaan
pemisahan, salah satu fasa cair (fase dengan konsentrasi polimer
yang tinggi) akan memadat sehingga membentuk matriks yang
padat. Morfologi membran yang dibuat dapat dikontrol dengan
mengontrol keadaan awal transisi fasa (Mulder, 1996).
Terdapat beberapa teknik dalam preparasi membran
asimetrisdengan cara inversi fasa seperti teknik penguapan
pelarut,pemadatan dengan penguapan terkontrol, pemadatan
termal, penguapan dari fasa uap dan pemadatan dengan
pencelupan atau biasa disebut dengan rendam endap. Teknik
16
inversi fasa rendam endap inilah yang banyak digunakan (Mulder,
1996). Inversi fasa rendam endap adalah proses dimana larutan
polimer atau larutan casting dicelupkan ke dalam bak koagulan
yang berisi non-pelarut (seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2. 4 Tahapan proses pencetakan membran dengan teknik
inversi fasa rendam endap(Hubadilla, dkk., 2016)
Selama pencelupan larutan casting ke dalam bak kuagulan
terjadi pertukaran antara pelarut dan non-pelarut. Proses
pertukaran pelarut dan non-pelarut yang terjadi selama
pencelupan ditunjukkan pada Gambar 2.5. pelarut berdifusi ke
dalam bak koagulan dengan flux J2 dan non-pelarut berdifusi ke
dalam larutan polimer/ casting dengan flux J1. Setelah beberapa
saat terjadi pertukaran pelarut dan non-pelarut larutan menjadi
kurang stabil secara termodinamika dan terjadilah demixing
menjadi 2 fasa. Fasa yang kaya akan polimer akan mengeras
membentuk struktur membran dan fasa yang lain akan
membentuk pori. Akhirnya, terbentuklah membran polimer padat
berbentuk film dengan struktur asimetris. Laju difusi pergantian
pelarut dan non-pelarut mempengaruhi terbentuknya struktur
membran asimetris. Jika J2>>J1 maka biasanya akan membentuk
membran ultrafiltrasi dengan struktur menjari (fingerlike)
berukuran pori 10-300 Å. Jika J2 = J1 maka membran yang
didapatkan adalah membran mikrofiltrasi dengan ukuran pori 0,2-
0,5 μm (Lalia dkk., 2013). Sebaliknya, jika J2<J1, maka akan
17
membentuk membran asimetris dengan sturktur seperti spon
(spongelike) (Tan, dkk., 2011).
Gambar 2. 5 Proses pertukaran pelarut dan non-pelarut (Lalia
dkk., 2013)
Dalam metode inversi fasa terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi morfologi membran yang dihasilkan.
Faktor-faktor tersebut antara lain :
a. Jenis Polimer
Pada teknik inversi fasa tidak semua jenis polimer dapat
digunakan. Jenis polimer dan kopolimer yang digunakan
juga dapat mempengaruhi struktur membran, termasuk
morfologi bagian dalam dan permukaan meskipun teknik
preparasi yang digunakan sama persis (Khayet dkk., 2011).
Seperti yang dilaporkan Feng dkk. (2004) bahwa
penggunaan polimer PVDF dan PVDF-TFE pada 2 membran
berbeda yang dibuat dengan metode preparasi yang sama
menghasilkan morfologi yang berbeda. Membran yang
menggunakan polimer dan kopolimer PVDF-TFE memiliki
ukuran pori yang lebih kecil dibandingkan dengan membran
yang dibuat dengan polimer PVDF. Dengan perbedaan
morfologi yang signifikan antara 2 membran ini, tentunya
menghasilkan fluks dan kekuatan mekanik yang berbeda
pula diantara keduanya.
b. Konsentrasi polimer
Konsentrasi polimer pada larutan awal merupakan salah satu
faktor yang sangat berpengaruh terhadap struktur membran
yang dibuat. Konsentrasi polimer yang semakin bertambah,
18
menyebabkan ukuran pori dan porositas membran yang
semakin menurun (Khayet dkk., 2011). Hal serupa juga
dilaporkan Bakeri dkk. (2010) yang membuat membran
polimer Poli eterimida (PEI) dengan konsentrasi yang
bervariasi antara 10-15 %. Membran dengan konsentrasi PEI
yang lebih besar memiliki ukuran pori dan porositas
permukaan efektif yang lebih kecil. Hal ini membuat fluks
permeasi membran juga menjadi lebih kecil.
c. Aditif Non-Pelarut dan konsentrasinya
Pada metode inversi fasa, aditif non-pelarut pada larutan
awal bertindak sebagai agen pembentuk pori pada membran.
Pori yang terbentuk akan mempengaruhi kemampuan
selektivitas dan permeabilitas dari membran tersebut (Khayet
dkk., 2011). Secara umum, saat konsentrasi aditif non-
pelarut pada larutan awal bertambah maka ruang kosong
pada membran juga meningkat yang berakibat pada
pengurangan sifat mekanik dari membran tersebutsecara
drastis (Tomaszewska, 1996).
d. Jenis aditif non-pelarut.
Pembuatan membran dengan metode inversi fasa
menggunakan teknik, polimer, pelarut dan koagulan yang
sama namun menggunakan aditif non-pelarut yang berbeda
juga akan menghasilkan struktur membran yang berbeda
pula. Hal tersebut telah dilaporkan Yusran (2014) bahwa
dengan prosedur yang sama namun menggunakan aditif yang
berbeda-beda, menghasilkan morfologi membran perovskit
yang berbeda-beda pula. pada penilitannya, Yusran
menggunakan aditif metanol, etanol dan propanol pada
masing-masing membran. Hasilnya menunjukkan bahwa
membran perovskit yang menggunakan metanol memiliki
pori yang lebih banyak dan teratur dari pada membran yang
menggunakan etanol maupun propanol.
e. Pelarut atau campuran pelarut
Pelarut atau campuran pelarut sangat berpengaruh terhadap
morfologi dari membran yang yang dihasilkan. Hal ini
19
disebabkan karena interaksi antara pelarut-koagulan dan
antara pelarut-polimer memainkan operan yang penting
terhadap laju pengendapan polimer.
f. Koagulan
Kecepatan pengerasan dari larutan awal (campuran polimer,
aditif dan pelarut) mempengaruhi morfologi membran dan
struktur akhir dari membran. Laju pengerasan membran
dapat dikontrol oleh koagulan yang digunakan. Dalam
penelitiannya tentang pembuatan membran perovskit serat
berongga dengan metode inversi fasa, Tan dkk (2011)
menggunakan komposisi larutan awal yang sama namun
koagulan yang dipakai berbeda-beda komposisi. Dari
perlakuan tersebut menghasilkan membran yang memiliki
morfologi berbeda-beda. Selain itu, suhu dari koagulan juga
dapat mengontrol laju pengerasan. Jika suhu koagulan
bertambah, maka laju pertukaran pelarut dan non-pelarut
menjadi semakin cepat. Hal itu dapat menyebabkan
terbentuknya sebuah lapisan kulit yang rapat (Khayet dkk.,
2011).
Dalam pembuatan membran keramik dengan metode inversi
fasa, langkah selanjutnya yang dilakukan setelah membran
mentah terbentuk adalah proses sintering. Sintering merupakan
salah satu teknologi manusia tertua yang sudah mulai digunakan
sejak pada zaman prasejarah untuk membakar tembikar dan
pembuatan peralatan dari bijih besi atau logam. Namun, secara
fundamental dan sains sintering baru dipelajari pada sekitar tahun
1940-an (Kang, 2005).
Sintering adalah teknik yang digunakan untuk membuat
material dengan densitas terkontrol dan komponen dari serbuk
logam dan/ atau keramik dengan memanfaatkan energi termal
(Kang, 2005). Jarak antar partikel yang saling kontak menjadi
lebih kecil, bahkan hilang selama proses sintering seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.6 (Mulder, 1996). Sintering
merupakan salah satu tahapan penting dalam pembuatan
membran keramik. Tan dkk. (2010) menjelaskan bahwa
20
perlakuan suhu sintering yang berbeda dapat menghasilkan
membran dengan morfologi yang berbeda pula. Semakin tinggi
suhu sintering maka menghasilkan membran dengan ukuran butir
yang lebih kecil. Hal tersebut menyebabkan fluks permeasi
membran tersebut juga semakin kecil. Selain itu, hal tersebut juga
membuat kekuatan mekanik membran juga semakin meningkat
seperti ditunjukkan Gambar 2.7.
Gambar 2.6 Partikel selama proses sintering (Mulder, 1996)
Gambar 2.7 Pengaruh Suhu sintering terhadap kekuatan mekanik
membran perovskit (Tan dkk., 2010)
Membran perovskit yang dibuat dengan metode inversi fasa
membutuhkan sintering pada suhu lebih dari 1000 °C. Hal ini
dikarenakan selama proses sintering terjadi beberapa reaksi.
Reaksi-reaksi tersebut antara lain adalah reaksi dekomposisi
pelarut yang masih tertinggal di dalam membran, reaksi
dekomposisi polimer dan reaksi pemadatan membran. Hal
tersebut dapat diketahui dengan analisis termal gravimetri.
(Machfudzoh, 2014).
21
2.6 Difraksi Sinar-X
Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki
energi foton antara 0,1-100 keV. Sinar ini digunakan dalam
berbagai bidang di kehidupan sehari-hari, seperti bidang
kesehatan, keamanan, sains, dll. Dalam bidang kesehatan sinar ini
digunakan untuk mendiagnosis penyakit di dalam tubuh manusia
atau yang lebih dikenal dengan rontgen. Dalam bidang keamanan
sinar X digunakan untuk memeriksa apakah isi barang bawaan
terdapat benda berbahaya atau tidak. Dalam bidang sains, sinar X
digunakan untuk menganalisis komposisi unsur-unsur kimia suatu
bahan/ zat dan juga mineralogi/ struktur kristal dari suatu bahan
dengan metode difraksi (Prasetyoko dkk., 2016).
Teknik difraksi (biasanya menggunakan sinar X) adalah
salah satu metode penting dalam kimia anorganik yang digunakan
untuk menentukan struktur. Difraksi sinar X telah digunakan
untuk menentukan 25000 substansi berbeda, termasuk 10000
senyawa anorgnik murni dan banyak senyawa organologam.
Metode ini digunakan untuk menentukan posisi atom dan ion
yang menyusun suatu senyawa padatan, sehingga dengan metode
ini dapat memberikan gambaran atau deskripsi ciri-ciri suatu
struktur, seperti panjang ikatan, sudut ikatan serta posisi relatif
ion dan molekul dalam sebuah unit sel. Informasi strukturan
tersebut dapat diintrepretasikan untuk memprediksi struktur dan
menjelaskansifat-sifat suatu gejala (Atkins dkk., 2010).
Pada aplikasi difraksi sinar X, hanya sinar X dengan panjang
gelombang sampai 0,1 Å (1-120 keV) yang digunakan karena
sinar X berenergi tinggi ini mampu menembus hingga ke bagian
dalam material sehingga dapat memberikan informasi tentang
struktur susunan atom-atom material tersebut secara utuh, bukan
hanya permukaan saja. Sinar X dihasilkan ketika berkas elektron
yang dipercepat dengan medan bervoltase tinggi diarahkan untuk
menumbuk suatu target padatan (umumnya Cu dan Mo) sehingga
elektron-elektron tersebut mengalami perlambatan sekaligus
melepas sinar X dengan spektrum kontinyu yang disebut radiasi
Bremsstrahlung. Selain itu, elektron-elektron berenergi tinggi
22
tersebut juga dapat melontarkan elektron-elektron pada kulit
terdalam pada atom-atom padatan target melalui proses ionisasi.
Hal ini membuat elektron-elektron bebas di kulit yang lebih luar
dapat mengisi kekosongan elektron di kulit terdalam. Untuk
mengisi kekosongan elektron terdalam, elektron kulit yang lebih
luar melepaskan sinar X yang bersifat diskrit dan khas untuk
padatan target yang digunakan. Proses menghasilkan sinar X
terjadi di tabung sinar X.
Berkas sinar X monokromatik (sinar X dengan panjang
gelombang tertentu) yang menumbuk suatu material akan
dipantulkan oleh atom-atom penyusun material tersebutsesuai
hukum pemantulan sinar tampak pada cermin. Jika atom-atom
material tersebut tersusun rapi dan berulang, maka akan
menghasilkan suatu pola pantulan yang berulang serta mengikuti
kaidah difraksi sinar tampak oleh celah sempit. Pola difraksi
adalah pola gelap-terang sinar yang dipantulkan karena interaksi
berkas sinar yang saling menguatkan-melemahkan. Pola terang
terjadi ketika dua atau lebih sinar saling menguatkan karena
memiliki panjang dan fasa gelombang yang sama. Sementara itu,
pola gelap terjadi saat dua atau lebih sinar saling melemahkan
karena memiliki fasa yang berbeda, meskipun panjang
gelombangnya sama. Untuk memenuhi kondisi tersebut, maka
maka berkas sinar pantulan akan saling menguatkan apabila
memenuhi hukum Bragg, sesuai dengan persamaan 2.4.
n λ = 2 d sin θ (2.4)
dimana n adalah orde sinar (bilangan bulat), λ adalah panjang
gelombang berkas sinar, d adalah jarak antar bidang pemantul dan
θ adalah sudut pantulan (Prasetyoko dkk., 2016).
Difraksi sinar X hanya dapat diaplikasikan untuk padatan
kristalin. Hal ini disebabkan karena atom-atom penyusun padatan
kristalin tersusun rapi sedemikian rupa sehingga bentuknya
menyerupain bidang-bidang dengan jarak antar bidang tertentu
dan tiap atom dapat dapat memantulkan berkas sinar X. Struktur
23
tersebut tidak dimiliki padatan amorf, sehingga teknik ini tidak
bisa diterapkan pada padatan amorf. Pola difraksi sinar X dari
suatu material kristalin adalah khas dan sesuai dengan struktur
kristalnya, seperti contoh pada Gambar 2.8 yang menunjukkan
pola difraksi dari struktur kristal oksida perovskit
La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ yang memiliki bentuk kristal rombohedral.
Instrumen yang digunakan untuk teknik difraksi sinar X disebut
dengan difraktometer. Difraktometer tersusun atas generator sinar
X, goniometer dan detektor yang dilengkapi dengan pembangkit
tegangan tinggi (Prasetyoko dkk., 2016).
Gambar 2.8 Contoh difraktogram perovskit La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ
(Santos dkk., 2011)
2.7 Thermo Gravimetric Analysis-Differential Scanning
Calorimetry (TGA-DSC)
Analisis termal adalah analisis perubahan sifat sampel yang
dipanaskan. Biasanya analisis ini dilakukan pada sampel padatan.
Saat dipanaskan sampel mengalami beberapa perubahan,
diantaranya pelelehan, transisi fasa, penguapan dan dekomposisi
(Atkins dkk., 2010)
Salah satu analisis termal yang sering digunakan adalah
Thermo Gravimetric Analysis (TGA). TGA adalah pengukuran
24
massa sampel sebagai fungsi suhu atau waktu. Sampel dipanaskan
dengan laju pemanasan yang konstan. Sampel yang bermassa Mi
memiliki massa yang konstan, sampai akhirnya mulai
terdekomposisi pada suhu Ti. Dengan suhu yang terus bertambah
dengan laju tertentu, proses perubahan massa terjadi pada suatu
range suhu Ti-Tf. Massa sampel akan kembali konstan pada suhu
diatas Tf yang disebut dengan massa residu, Mf. Massa awal
(Mi), Massa residu (Mf) dan perubahan massa (∆M) sampel
selama pemanasan dapat digunakan untuk kalkulasi kuantitatif
perubahan komposisi, mengetahui reaksi yang terjadi, dll (West,
2014). Contoh hasil analisis termal TGA ditunjukkan oleh
Gambar 2.9. Gambar 2.9 menunjukkan analisis TGA
CuSO4.5H2O dari suhu ruang sampai 300 °C. Pada rentang suhu
tersebut CuSO4.5H2O mengalami 3 tahap kehilangan massa.
Tahapan-tahapan kehilangan massa tersebut menunjukkan reaksi
dehidrasi CuSO4.5H2O menjadi CuSO4.3H2O, lalu CuSO4.H2O
dan CuSO4.
Gambar 2. 9 Contoh Kurva TGA CuSO4.5H2O (Atkins dkk.,
2010)
25
TGA terdiri dari beberapa komponen penyusun yang satu
sama lain saling berkaitan. Pengukuran massa sampel dilakukan
menggunakan neraca termal (thermobalance). Furnace elektrik
dengan suhu terprogram untuk memanaskan sampel dengan suhu
tertentu dan kontroler yang memungkinkan sampel dipanaskan
dan ditimbang secara bersamaan. Set TGA ditunjukkan seperti
Gambar 2.10 (Atkins dkk., 2010).
Gambar 2. 10 Set Prinsip Instrumen TGA (Atkins dkk., 2010)
Analisis termal lain yang sering digunakan adalah DSC
(Differential Scanning Calorimetry). Pada DSC terdapat 2
material yang diukur, yakni material sampel dan material
pemanding. Sampel dibandingkan dengan material pembanding
yang inert selama proses pemanasan terprogram. Suhu sampel
dan material pembanding dijaga tetap sama dengan
menambahkan panas ke sampel atau ke material pembanding jika
sampel mengalami perubahan eksotermis. Perubahan entalpi yang
26
terjadi diukur secara langsung (West, 2014). Peristiwa termal
yang terjadi ditandai dengan adanya selisih atau deviasi dari
baseline DSC yang menunjukkan peristiwa tersebut eksotermis
atau endotermis sesuai dengan energi yang diberikan ke sampel
dan pembanding. Reaksi endotermis ditunjukkan dengan selisih
positif (diatas) baseline sesuai dengan peningkatan energi atau
panas yang diberikan ke sampel. Sebaliknya, reaksi eksotermis
ditunjukkan dengan selisih negatif (dibawah) baseline (Atkins
dkk., 2010).
2.8 Scanning Electron Microscope (SEM)
Mikroskop elektron adalah alat serba guna yang digunakan
untuk mengetahui morfologi, struktur dan informasi komposisi
lewat perbesaran sebuah jarak atau area.Ada beberapa jenis
mikroskop elektron, salah satu yang sering digunakan adalah
SEM (scanning electron microscope). SEM dapat memenuhi
kekurangan yang ada pada mikroskop optik biasa. SEM dapat
digunakan untuk mempelajari segi tekstur, topografi dan
permukaan sebuah serbuk atau bagian padatan. SEM dapat
menghasilkan gambar dengan kualitas 3 dimensi karena depth of
field yang dimiliki instrumen ini. Selain itu, SEM juga dapat
digunakan untuk melihat perbesaran yang tidak bisa dicapai
menggunakan mikroskop optik. Mikroskop optik biasa mampu
memperbesar benda dengan ukuran ~1 μm, namun dengan
menggunakn SEM dapat memperbesar benda dengan ukuran dari
~10-2
μm sampai dengan ~102 μm (West, 2014)
Penggambaran mikroskop elektron sama halnya dengan
mikroskop optik konvensional biasa, tapi dalam kerjanya
menggunakan elektron dan menggambarkan foton. Dalam SEM,
objek atau sampel dipindai oleh sinar dan kemudian sebaran sinar
hasil pemindaian digambarkan oleh detektor. Hasil penggambaran
oleh SEM tergantung pada seberapa tajam sinar yang difokuskan
ke sampel, bagaimana ia memindai sampel dan seberapa banyak
sinar yang mengenai sampel sebelum tersebar (Atkins dkk.,
2010). Contoh hasil SEM ditunjukkan oleh Gambar 2.11.
27
Gambar 2.11 Foto SEM membran serat berongga perovskit LSCF
6428 (Tan dkk., 2011)
Sampel yang akan dilihat menggunakan SEM haruslah
konduktif. Hal ini disebabkan prinsip instrumen SEM adalah
menggunakan elektron. Jika sampel bersifat non konduktif, maka
elektron akan terkumpul pada sampel dan berinteraksi dengan
sinar elektron itu sendiri sehingga akan menghasilkan gambar
yang tidak jelas atau blur. Untuk menghindari hal tersebut, maka
sampel yang bersifat kurang atau non konduktif harus dilapisi
dengan lapisan logam yang tipis (biasanya menggunakan emas
atau alumunium ) terlebih dahulu (Atkins dkk., 2010).
2.9 Uji Kekuatan Mekanik (Kekerasan) Membran
Kekuatan mekanik adalah salah satu parameter penting untuk
sebuah membran. Sifat mekanik yang penting untuk
dipertimbangkan adalah kekerasan. Kekerasan adalah ukuran
resistensi suatu bahan untuk berubah bentuk atau deformasi di
suatu lokasi atau titik. Uji kekerasan lebih sering dilaporkan dari
pada uji mekanik yang lain. Hal ini disebabkan karena beberapa
alasan sebagai berikut :
Mudah dan tidak mahal, biasanya tidak ada sampel yang
butuh disiapkan secara khusus serta alat ujinya yang relatif
tidak mahal.
28
Bukan uji yang destruktif, sampel yang diuji tidak butuh
dipatahkan, dihancurkan atau diubah bentuk secara total.
Sampel hanya mengalami sedikit lekukan.
Sifat mekanik lainnya dapat diestimasikan dari data
kekerasan, seperti kekuatan regangan, dll.
Salah satu metode uji kekerasan yang banyak digunakan
adalah Vickers Hardness. Terkadang metode ini juga disebut
dengan uji intan piramid. Setiap uji dengan metode ini
menggunakan indentor (biasanya terbuat dari intan) yang sangat
kecil berbentuk piramid yang ditekankan ke permukaan sampel,
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.12. Beban yang digunakan
sangatlah kecil, dalam rentang antara 1-1000 g. Lekukan yang
dihasilkan dari penekanan sampel dengan intan diamati dengan
mikroskop dan diukur. Hasil pengukuran ini kemudian
dikonversikan ke sebuah satuan kekerasan. Oleh karena itu,
metode uji ini juga disebut juga sebagai uji lekukan mikro yang
berbasis ukuran lekukan atau indentasi. Metode Vickers ini cocok
untuk pengukuran kekerasan pada sampel yang kecil dan titiknya
spesifik.Permukaan sampel mungkin butuh dipersiapkan (diasah
dan ampelas) secara hati-hati untuk mendapatkan penggambaran
yang baik dan pengukuran yang akurat (Callister, 2007).
Gambar 2.12 Indentor (A) tampak dari samping, (B) tampak dari
bawah (Callister, 2007)
Nilai satuan kekerasan yang dihasilkan dari metode Vickers
Hardness adalah Hv. Besarnya Hv didapatkan dari besarnya
beban uji (P) yang dibagi dengan luas permukaan bekas luka
tekan indentor, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan 2.5.
HV = 1,854 P/d2 (2.5)
29
Akbari, dkk (2016) melakukan uji kekerasan terhadap oksida
perovskit LSCF 6419. Serbuk oksida perovskit LSCF 6419 dibuat
bentuk kepingan dengan metode penekanan uniaksial dan
sintering. Kepingan yang telah disinter dilakukan uji kekerasan
dengan Vickers microhardness dengan variasi beban antara 5-10
N dengan waktu penahanan 15 detik dan didapatkan hasil seperti
pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Grafik hasil uji kekerasan dengan MicroHardness
kepingan oksida perovskit LSCF 6419 (Akbari, dkk., 2016)
2.10 Termo Mechanical Analysis (TMA)
Analisis termal merupakan pengukuran sifat fisika dan kimia
suatu sampel sebagai fungsi suhu. Selain TGA dan DSC, yang
telah diterangkan pada sub bab sebelumnya, thermo mechanical
analysis (TMA) melengkapi teknik analisis termal lainnya. Pada
TMA perubahan dimensional dan viskoelastis suatu sampel
direkam berdasarkan suhu. Hal ini tidak mungkin didapatkan dari
analisis gravimetri (TGA) dan entalpi (DTA dan DSC).
(Humphries dkk., 1971)
30
Analisis termal dengan teknik TMA dapat digunakan untuk
mengukur koefisien ekspansi termal suatu sampel. Tenik TMA ini
dapat dilakukan menggunakan instrumen dilatometer.
Dilatometer dapat merekam suhu dan perubahan dimensi linear
suatu sampel. Hal inilah yang digunakan unutk mengukur
koefisien ekpansi termal sampel tersebut (West, 2014).
Swierczek (2008) melakukan uji TMA terhadap perovskit
LSCF 4628. Pada penelitiannya, Swierczek membuat serbuk
perovskit LSCF 4628 menjadi pelet. Kemudian dilakukan uji
TMA dengan dilatometer terhadap pelet tersebut. Pengujian
dilakukan pada rentang suhu 50-900 °C dengan laju kenaikan
suhu 5 °C/ menit. Hasil pengujian TMA ditunjukkan pada
Gambar 2.14. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa LSCF
4628 dalam bentuk pelet memiliki koefisien ekspansi termal 15,9
x 10-6
/ °K pada rentang suhu 100-500 °C dan 32,8 x 10-6
/ °K pada
rentang suhu 600-800°C.
Gambar 2. 14 Grafik Ekspansi termal LSCF 4628 (Swierczek,
2008)
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yakni sintesis
oksida perovskit dengan metode reaksi solid state serta preparasi
membran datar asimetris dengan metode inversi fasa dan
sintering.
3.1 Alat dan Bahan
3. 1. 1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
peralatan sintesis dan preparasi membran datar asimetris
perovskit serta peralatan karakterisasi. Peralatan yang digunakan
untuk sintesis dan preparasi membran datar asimetris perovskite
adalah sebagai berikut : kaca arlogi, spatula, mortar, neraca
analitik, erlenmeyer, magnetic stirrer, krusibel, oven, furnace,
ayakan 400 mesh, plat kaca dan bak.
Alat yang digunakan untuk karakterisasi meliputi X-Ray
Difraction (XRD) untuk mengetahui bentuk kristalinilitas serbuk
perovskit, Instrumen Thermal Gravimetry Analisys-Differential
Scanning Calorimetry (TGA-DSC) untuk menentukan suhu
sintering membran mentah, Scanning Electron Microscope
(SEM) untuk mengetahui morfologi dari membran datar
asimetris, Dillatometer untuk Thermo Mechanical Analisys
(TMA), Micro Vickers Hardness untuk mengetahui kekuatan
mekanik membran.
3. 1. 2 Bahan
Bahan yang diguanakan dalam penelitian ini adalah La2O3,
SrCO3, Co2O3, Fe2O3 sebagai bahan baku atau prekursor untuk
sintesis oksida perovskit, DMSO (Dimetil Sulfoksida) sebagai
pelarut polimer, PESf (Poliethersulfon) sebagai binder polimer,
PEG (Poli etilen Glikol) 6000 dan 8000 sebagai aditif, serta Aqua
DM sebagai non pelarut atau koagulan.
32
3.2 Prosedur Penelitian
3.2.1 Sintesis Oksida Perovskit La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ (LSCF
6428)
Sintesis oksida perovskit dilakukan dengan metode solid
state reaction. Sebelum dimulai proses sintesis, prekursor yang
digunakan berupa oksida-oksida dan karbonat-karbonat
dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam, lalu
disimpan di dalam desikator selama 24 jam. Ditimbang oksida-
oksida dan karbonat-karbonat prekursor dengan perbandingan
mol La2O3 : SrCO3 : Co2O3 : Fe2O3 sama dengan 3 : 4 : 0,67 : 4.
Selanjutnya, prekursor dicampur dan dihaluskan dengan
menggunakan alu dan mortar selama 2 jam. Kemudian, dilakukan
proses kalsinasi pada suhu 400 °C selama 1 jam dengan laju
pemanasan 3 °C/menit dan dilanjutkan pada suhu 890 °C selama
2 jam dengan laju pemanasan yang sama. Tahapan kalsinasi
dilakukan sebanyak 2 kali dengan dilakukan penggerusan selama
15 menit setiap selesai proses kalsinasi. Serbuk yang dihasilkan
selanjutnya dilakukan proses sintering pada 1000 °C selama 2 jam
dengan laju pemanasan 3 °C/menit. Oksida perovskit yang telah
disinter dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar-X (XRD).
3.2.2 Preparasi Membran Datar Asimetris
Preparasi membran datar asimetris menggunakan metode
inversi fasa dan sintering. Membran datar asimetris dibuat dengan
komposisi oksida perovskit, DMSO, PESf dengan perbandingan
massa 55,2 : 42,6 : 5,2. Pada penelitian ini dilakukan variasi
penambahan adiktif PEG 6000 dan PEG 8000 dengan konsentrasi
masing-masing 0 %; 0,23 %; 0,39 % dan 0,55 % larutan polimer.
Variasi penambahan aditif ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh aditif terhadap pembentukan morfologi membran
perovskit.
Pembuatan membran diawali dengan mencampurkan DMSO,
PESf dan aditif PEG menggunakan magnetic stirrer sampai larut
sempurna. Setelah itu, larutan polimer ditambah serbuk oksida
perovskit yang telah lolos ayakan 400 mesh, lalu diaduk selama
33
48 jam. Selanjutnya, larutan campuran bahan-bahan tersebut
dicetak dalam cetakan, kemudian dimasukkan ke dalam larutan
koagulan (Aqua DM) selama 24 jam. Lalu, diangkat dan
dikeringkan pada suhu ruang. Selanjutnya, dilakukan
dekomposisi dan sintering terhadap membran mentah. Proses
dekomposisi dilakukan bertahap sesuai metode yang dihasilkan
dari analisis TGA-DSC. Untuk proses sintering dilakukan pada
suhu 1250°C selama 4 jam.
3.2.3 Karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope
(SEM)
Membran mentah yang telah padat dan kering dipotong
kecil-kecil untuk dikarakterisasi morfologinya dengan Scanning
Electron Microscope (SEM). Permukaan atas, permukaan bawah
dan penampang melintang adalah bagian-bagian yang diamati.
Pengamatan morfologi membran dilakukan dua kali, yakni
sebelum sintering (membran mentah) dan membran setelah
sintering.
3.2.4 Analisis Thermal Gravimetri Analisys-Differential
Scanning Calorimetri (TGA-DSC)
Membran mentah dikarakterisasi dengan TGA-DSC untuk
menentukan suhu sintering yang cocok agar didapatkan membran
yang rapat. Analisis dilakukan pada rentang suhu kamar sampai
dengan 1000°C dengan laju kenaikan 10°C /menit.
3.2.5 Analisis Thermo Mechanical Analysis (TMA)
Membran yang telah melalui proses sintering dianalisis
TMA. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui koefisien
ekspansi termal membran asimetris perovskit LSCF 6428 yang
dihasilkan. Analisis TMA dilakukan pada rentang suhu 25-
1000°C dengan laju kenaikan suhu 10°C/menit dan diberi beban
0,02 N.
34
3.2.6 Uji Kekuatan Mekanik (kekerasan) Membran
Asimteris Perovskit LSCF 6428
Membran asimteris LSCF 6428 yang telah disinter diuji
kekuatan mekaniknya. Kekuatan mekanik yang diuji pada
penelitian ini adalah kekerasan. Uji kekerasan menggunakan
metode Micro Vickers Hardness. Indentor yang digunakan berupa
intan berbentuk piramid. Gaya yang diberikan saat indentasi
adalah 0,5 Kgf dan ditahan selama 10 detik pada 5 titik.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Sintesis Oksida Perovskit LSCF 6428
Sintesis oksida perovskit LSCF 6428 dilakukan dengan
metode solid state. Metode ini dipilih karena relatif mudah
dilakukan dan menghasilkan yield yang mendekati jumlah yang
diinginkan. Reaksi yang terjadi pada metode ini adalah padat-
padat antar serbuk prekursor yang digunakan. Prekursor yang
digunakan untuk sintesis perovskit LSCF 6428 adalah serbuk
La2O3 dan SrCO3yang berwarna putih, Co3O4 yang berwarna
hitam, dan Fe2O3 yang berwarna merah.
Sebelum digunakan, semua oksida dan karbonat logam
prekursor dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam.
Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kadar uap air dalam
prekursor-prekursor tersebut, sehingga massa prekursor tidak
terpengaruh uap air saat penimbangan. Setelah itu, serbuk-serbuk
prekursor tersebut dimasukkan ke dalam desikator selama 24 jam
agar mendingin sampai suhu kamar dan tidak kembali menyerap
uap air.
Prekursor-prekursor yang telah melalu proses pemanasan dan
pengeringan ditimbang sesuai dengan stokhiometri yang telah
dijelaskan pada sub Bab 3.1. Prekursor yang telah ditimbang
dicampur lalu digerus menggunakan alu dan mortar selama 2 jam.
Penggerusan dilakukan untuk mencampur serbuk-serbuk
prekursor sekaligus memperkecil ukuran partikelnya agar reaksi
dapat berlangsung lebih cepat.
Setelah digerus selama 2 jam, dillakukan proses kalsinasi
tahap pertama dengan skema yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Kalsinasi tahap pertama dilakukan pada suhu 400°C selama 1
jam dan dilanjutkan dengan kalsinasi pada suhu 890°C selama 2
jam dengan laju kenaikan suhunya sebesar 3°C/menit. Proses ini
dilakukan untuk menghilangkan zat-zat dalam prekursor yang
tidak dibutuhkan dalam struktur perovskit, seperti karbonat yang
terdekomposisi pada suhu 400-800 °C (Akbari dkk., 2015). Selain
36
itu, proses kalsinasi ini juga bertujuan membentuk struktur
perovskit LSCF 6428 yang diinginkan. Penentuan suhu kalsinasi
ini berdasarkan hasil analisis TGA-DTA yang dilaporkan oleh
Maulidah (2011) yang menyatakan bahwa pembentukan oksida
perovskit berbasis kobalt dengan metode solid state mulai terjadi
pada suhu 880°C. Laju kenaikan suhu sebesar 3°C/menit
dilakukan untuk menghindari terjadinya letupan pada serbuk
prekursor yang disebabkan karena pembentukan gas yang terlalu
cepat, sehingga komposisi prekursor bisa dipertahankan. Setelah
proses kalsinasi pada suhu 890°C selesai, campuran didinginkan
lalu digerus menggunakan alu dan mortar selama 15 menit. Hal
ini dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel dan
meningkatkan kontak antar partikel, khususnya partikel-partikel
prekursor yang belum bereaksi. Selanjutnya dilakukan proses
kalsinasi kembali dengan suhu dan laju kenaikan suhu yang sama.
Gambar 4. 1 Skema kalsinasi tahap pertama
Hasil proses kalsinasi tahap pertama kembali dihaluskan
denggan mortar dan alu selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan
kalsinasi tahap kedua dengan suhu 1000 °C selama 2 jam. Proses
kalsinasi kedua ini juga dilakukan 2 kali dengan penggerusan
37
selama 15 menit diantara keduanya. Tujuan kalsinasi tahap kedua
ini adalah untuk mengoptimalkan laju reaksi pembentukan
perovskit dan meningkatkan krisnalitas perovskit yang dihasilkan.
Campuran serbuk prekursor yang semula berwarna merah bata,
berubah warna menjadi hitam setelah dilakukan kalsinasi
(Gambar 4.2). Perubahan warna yang terjadi mengindikasikan
terjadinya reaksi antar prekursor saat proses kalsinasi. Reaksi
yang terjadi tersebut diduga adalah reaksi pembentukan oksida
perovskit dari prekursor-prekursor yang digunakan. Untuk
menentukan fasa kristal yang terbentuk, maka dilakukan
karakterisasi menggunakan difraksi sinar-X (XRD), yang hasilnya
ditampilkan pada Gambar 4.3.
(a) (b)
Gambar 4. 2 (a) Campuran prekursor Perovskit sebelum
dikalsinasi dan (b) Campuran prekursor perovskit
setelah dikalsinasi
Gambar 4.3 merupakan difraktogram sinar-X dari perovskit
LSCF 6428 hasil sintesis. Difaktogram tersebut menunjukkan
puncak-puncak 2θ pada 32,3°; 39,9°; 47,0°; 57,5°; 68,0° dan
77,0°. Hal ini sesuai dengan standar difraktogram dari JCPDS no.
01-082-1961. Hasil tersebut juga sama dengan hasil sintesis
perovskit LSCF 6428 yang dilaporkan oleh Santos dkk (2011).
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sintesis yang
dilakukan telah berhasil membentuk serbuk perovskit LSCF
6428.
38
Gambar 4. 3 Difraktogram oksida perovskit LSCF 6428
4. 2 Preparasi Membran Asimetris Perovskit LSCF 6428
Membran perovskit asimetris dibuat dengan metode inversi
fasa. Teknik ini dipilih karena telah terbukti dapat menghasilkan
membran asimetris seperti yang dilaporkan oleh Tan dkk. (2011).
Membran asimetris yang dimaksud disini adalah membran yang
memiliki lapisan rapat yang tipis dan lapisan berpori yang
berbentuk menjari atau fingerlike. Selain itu, metode ini juga
dianggap fleksibel serta mudah diaplikasikan pada material
anorganik (Strathman, 1975).
Dalam pembuatan membran asimetris perovskit LSCF 6428,
digunakan serbuk perovskit yang lolos ayakan 400 mesh. Hal ini
dilakukan agar ukuran serbuk perovskit yang digunakan seragam
dan cukup kecil agar didapatkan membran mentah (membran
sebelum disinter) dengan kerapatan yang tinggi. Ukuran partikel
serbuk perovskit mempengaruhi kerapatan membran asimetris
yang dihasilkan. Jika ukuran partikel serbuk perovskit semakin
kecil maka tingkat kerapatan membran semakin meningkat
39
(Husnah, 2014). Pada penelitian ini dilakukan penambahan aditif
berupa PEG 8000 dan PEG 6000 yang masing-masing divariasi
konsentrasinya. Variasi konsentrasi yang digunakan adalah 0%;
0,23%; 0,39% dan 0,55%. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh penambahan aditif terhadap morfologi membran yang
dihasilkan.
Preparasi membran asimetris oksida perovskit LSCF 6428
diawali dengan melarutkan Polietersulfon (PESf) dan aditif Poli
etilen glikol (PEG) ke dalam Dimetil sulfoksida (DMSO).
Pelarutan dilakukan dengan mengaduk bahan-bahan tersebut
menggunakan magnetic stirrer dalam erlenmeyer berpenutup. Hal
ini dilakukan untuk menghindari masuknya uap air dari udara
yang lembab, yang dapat bereaksi dengan campuran reaktan
sehingga bisa mengganggu proses pelarutan polimer. Setelah
semua rektan menjadi larutan yang homogen, ditambahkan
serbuk oksida perovskit LSCF 6428 yang lolos ayakan 400 mesh,
lalu dilanjutkan pengadukan selama 48 jam. Perlakuan ini
berfungsi agar serbuk oksida perovskit LSCF 6428 tercampur
merata dan membentuk larutan polimer oksida perovskit yang
homogen.
Campuran larutan polimer dan serbuk oksida perovskit
LSCF 6428 yang telah homogen dituang ke permukaan cetakan
berupa pelat gelas yang pinggirannya ditempeli selotif dengan
ketebalan ± 2 mm. Campuran di permukaan cetakan tersebut
selanjutnya diratakan dengan batang pengaduk berbahan gelas
sehingga menjadi datar dan rata. Setelah rata, dilakukan proses
perendaman di dalam aqua DM selama 24 jam. Pada proses
perendaman ini terjadi perubahan fasa larutan campuran polimer
dan serbuk oksida perovskit dari cair ke padat. Hal ini terjadi
karena adanya pertukaran antara pelarut polimer (DMSO) dan
non-pelarut (Aqua DM). Pelarut (DMSO) berdifusi keluar dari
larutan polimer dan Aqua DM sebagai non-pelarut sekaligus
koagulan masuk ke dalam larutan polimer. Proses inilah yang
menyebabkan koagulasi dan pembentukan pori pada membran.
Saat pelarut keluar, konsentrasi polimer meningkat dan proses
40
selanjutnya menyebabkan pemadatan membran polimer oksida
perovskit LSCF 6428. Perendaman dilakukan selama 24 jam agar
proses difusi pertukaran pelarut dan non-pelarut serta proses
pemadatan membran berlangsung secara sempurna. Setelah 24
jam, membran dikeluarkan dari aqua DM dan dikeringkan pada
suhu ruang. Membran mentah yang terbentuk ditunjukkan pada
Gambar 4.4.
Gambar 4. 4 Membran Mentah Oksida Perovskit LSCF 6428
Membran mentah yang telah terbentuk dikarakterisasi
dengan TGA-DSC. Analisa ini dilakukan dari suhu kamar sampai
1000 °C dengan laju kenaikan suhu 10°C/menit. Analisa ini
dilakukan untuk mengatahui reaksi yang terjadi pada membran
mentah saat nanti dilakukan proses sintering. Selain itu, analisa
ini juga dapat digunakan untuk menentukan skema sintering
membran mentah. Hasil TGA-DSC ditunjukkan oleh Gambar 4.5
di bawah.
Berdasarkan termogram yang dihasilkan dan ditunjukkan
pada Gambar 4.5 terlihat adanya lembah endotermis pada rentang
suhu 250-450 °C. Pada rentang suhu ini diperkirakan terjadi
dekomposisi pelarut yang tersisa dan aditif PEG (Sari dkk.,
2017). Hal ini diperkuat dengan tidak ditemukannya lembah
tersebut untuk termogram membran tanpa aditif. Pada suhu
sekitar 500-550°C juga terdapat lembah endotermis. Lembah ini
41
diperkirakan merupakan reaksi dekomposisi PESf (Abate dkk.,
2006). Selanjutnya, pada suhu sekitar 800-880 °C terdapat lembah
eksotermis yang diperkirakan merupakan reaksi reoksidasi
sebagian oksida perovskit LSCF (Maulidah, 2011) yang tereduksi
ketika terjadi dekomposisi PEG maupun PESf menjadi CO2 dan
H2O. Berdasarkan hasil analisa TGA-DSC maka sintering
membran mentah oksida perovskit perlu dilakukan secara
bertahap agar reaksi-reaksi yang terjadi selama proses seperti
dekomposisi PEG dan PESf dapat berlangsung tanpa merusak
bentuk membran.
Berdasarkan termogram TGA-DSC membran mentah yang
ditunjukkan pada Gambar 4.5 maka dapat ditentukan skema
proses sintering membran asimetris oksida perovskit LSCF 6428
mentah. Proses sintering dilakukan dalam 2 tahap, yakni tahap
dekomposisi polimer dan tahap densifikasi. Proses dekomposisi
polimer dilakukan pemanasan menggunakan furnace dari suhu
ruang sampai suhu 550 °C dan ditahan selama 1 jam, lalu
dilanjutkan sampai suhu 700 °C dan ditahan lagi selama 1 jam.
Laju kenaikan suhu pada tahap ini diatur 3 °C/menit. Tahap
selanjutnya adalah tahap densifikasi. Proses ini bertujuan untuk
membuat membran menjadi rapat. Tahap densifikasi dilakukan
dengan sintering menggunakan furnace dengan laju kenaikan
suhu 7 °C/menit dari suhu ruang sampai suhu 1250 °C dan
ditahan selama 4 jam
42
(a)
(b)
Gambar 4. 5 Termogram (a) TGA dan (b) DSC membran mentah
oksida perovskit LSCF 6428
43
4. 3 Morfologi Membran Asimetris Oksida Perovskit LSCF
6428 Pra-Sintering
Penambahan aditif ke dalam larutan polimer/ casting dalam
preparasi membran asimetris memiliki 2 pengaruh yang yang
saling berkompetitif. Aditif dapat meningkatkan ketidakstabilan
termodinamika larutan polimer saat bereaksi dengan Aqua DM.
Hal ini membuat proses demixing berlangsung cepat, sehingga
membentuk pori yang lebih besar (efek termodinamika). Namun,
aditif berinteraksi kuat dengan pelarut dan polimer yang
menyebabkan viskositas larutan polimer meningkat secara
signifikan. Viskositas larutan polimer yang semakin besar dapat
memperlambat pemadatan saat proses inversi fasa (efek kinetika)
dan menghambat efek termodinamika (Lalia, dkk., 2013). Oleh
karena itu morfologi membran asimetris oksida perovskit LSCF
6428 diamati dengan SEM. Pengamatan ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penambahan aditif PEG terhadap
pembentukan morfologi membran asimetris oksida perovskit
LSCF 6428. Hasil pengamatan membran mentah ditunjukkan
pada Gambar 4.6.
*dilanjutkan ke halaman 44
B
A
44
*lanjutan dari halaman 43
Keterangan : Lapisan rapat
Gambar 4. 6 Foto SEM morfologi membran mentah asimetris
LSCF 6428 (kiri : permukaan berpori, tengah :
permukaan rapat, kanan : penampang melintang).
A-G (PEG 6000 0,23;0,39;0,55 %, PEG 8000
0,23;0,39;0,55 %, tanpa aditif)
C
D
E E
G
F
45
Gambar 4.6 pada bagian permukaan membran terlihat masih
adanya polimer yang merekatkan antar serbuk perovskit yang
ditunjukkan dengan lapisan transparan tipis diantara serbuk
perovskit yang tidak menyatu. Pada Gambar 4.6 juga tampak
semua variasi membentuk membran asimetris, yakni memiliki
lapisan rapat dan lapisan berpori berbentuk menjari (fingerlike).
Hal ini sesuai dengan apa yang dilaporkan oleh Yuan, dkk.
(2011). Secara umum, pembentukan pori disebabkan oleh
terjadinya kontak antara larutan polimer/casting yang memiliki
viskositas lebih besar dengan non-pelarut atau koagulan (Othman,
dkk., 2013). Saat campuran larutan polimer/casting dan koagulan
(aqua DM) bersentuhan, terjadi difusi perpindahan pelarut
polimer dalam larutan casting menuju bak koagulasi dan non-
pelarut atau koagulan yang masuk ke campuran larutan casting.
Laju pergantian non-pelarut atau koagulan yang masuk lebih
cepat dari pada laju difusi pelarut yang keluar dari campuran
polimer menyebabkan pori berbentuk menyerupai menjari atau
fingerlike (Tan, dkk., 2011).
Berdasarkan Gambar 4.6 bagian penampang melintang
membran, diketahui bahwa penambahan aditif berpengaruh
terhadap pembentukan morfologi membran asimetris oksida
perovskit LSCF 6428. Membran dengan penambahan aditif PEG
memiliki morfologi pori yang lebih teratur dan seragam
dibandingkan dengan membran tanpa penambahan aditif PEG.
Morfologi membran dengan penambahan PEG 6000 berbeda
dengan membran yang ditambahkan PEG 8000. Hal ini
disebabkan karena setiap komponen aditif memiliki pengaruh
terhadap termodinamika maupun kinetika sistemnya masing-
masing (Mulder, 1996). PEG 6000 lebih mudah larut di dalam
larutan polimer, sehingga dapat membentuk morfologi membran
lebih teratur dibandingkan dengan PEG 8000.
Konsentrasi penambahan aditif PEG ke dalam larutan
casting juga berpengaruh terhadap morfologi membran. Semakin
besar konsentrasi PEG yang ditambahkan (pada jenis aditif PEG
yang sama ) ke dalam larutan casting membentuk membran
46
asimetris dengan lapisan rapat yang semakin tipis dan ukuran
diameter pori yang semakin kecil dan banyak. Hal ini disebabkan
karena konsentrasi aditif PEG yang semakin besar menyebabkan
pelarut yang digunakan untuk melarutkan PEG juga semakin
banyak sehingga konsentrasi polimer dan viskositas larutan
meningkat. Larutan polimer menjadi tidak stabil secara
termodinamika yang menyebabkan terjadinya demixing secara
cepat saat pencelupan ke dalam bak koagulan ( Ma, dkk., 2011).
Namun, disisi lain viskositas yang besar membuat laju pemadatan
larutan polimer menurun sehingga terdapat cukup waktu untuk
terjadinya penataan ulang larutan casting membentuk pori-pori
sebelum membran memadat (Lalia, dkk., 2013)..
4. 4 Morfologi Membran Asimetris Oksida Perovskit LSCF
6428 (Pasca-Sintering)
Membran mentah yang telah terbentuk selanjutnya dilakukan
proses sintering. Proses sintering dilakukan dalam 2 yakni tahap
dekomposisi polimer dan tahap pemadatan sesuai dengan yang
telah dijelaskan pada sub bab 4.1. Membran yang telah melalui
proses sintering ditunjukkan oleh Gambar 4.7. Membran
mengalami penyusutan ukuran selama proses sintering. Besarnya
penyusutan ukuran membran antara sebelum dan sesudah
sintering ditunjukkan pada Tabel 4.1. Hal ini terjadi karena
hilangnya polimer perekat selama proses sintering. Selain itu
jarak antar serbuk perovskit menjadi lebih kecil bahkan hilang
sehingga membran setelah sintering tampak lebih rapat dan keras
(Mulder, 1996). Penyusutan yang dialami membran menyebabkan
permukaan membran menjadi sedikit melengkung. Membran
tanpa penambahan aditif mengalami penyusutan paling besar dan
membuat permukaannya menjadi peling melengkung.
Gambar 4. 7 Membran setelah sintering
47
Tabel 4. 1 Penyusutan ukuran membran setelah sintering
Variasi Membran
ketebalan
sebelum
sintering
ketebalan
setelah
sintering
% penyusutan
Tanpa aditif 0,170 0,075 55,882
PEG 6000 0,23 % 0,160 0,100 37,500
PEG 6000 0,39 % 0,140 0,080 42,857
PEG 6000 0,55 % 0,170 0,090 47,059
PEG 8000 0,23 % 0,130 0,080 38,462
PEG 8000 0,39 % 0,160 0,110 31,250
PEG 8000 0,55 % 0,140 0,100 28,571
Membran yang telah melalui proses sintering juga diamati
morfologinya menggunakan SEM. Hasil pengamatan
menggunakan SEM ditunjukkan oleh Gambar 4.8. Berdasarkan
foto SEM pada Gambar 4.8 terlihat bahwa morfologi membran
tidak jauh berubah dibandingkan dengan sebelum sintering,
namun ukuran porinya menjadi lebih kecil dan permukaannya
menjadi lebih rapat.
*dilanjutkan ke halaman 48
A
B
48
*lanjutan dari halaman 47
Keterangan : Lapisan rapat
Gambar 4. 8 Foto SEM morfologi membran asimetris LSCF 6428
setelah sintering (kiri : permukaan rapat, tengah :
permukaan berpori, kanan : penampang melintang).
A-G (PEG 6000 0,23;0,39;0,55 %, PEG 8000
0,23;0,39;0,55 %, tanpa aditif)
C
D
E
F
G
49
Membran setelah proses sintering masih mempertahankan
struktur asimetris. Terlihat bahwa membran tanpa aditif dan
membran dengan penambahan aditif 6000 masih memiliki
kecenderungan struktur morfologi yang sama seperti sebelum
sintering. Namun, untuk membran dengan penambahan PEG
8000 pada konsentrasi kecil mengalami penyusutan pori bahkan
hilang sehingga terlihat hampir seperti membran rapat. Membran
yang ditambahkan PEG 8000 dengan konsentrasi 0,55 % masih
menunjukkan struktur asimetris.
Selanjutnya dilakukan pengukuran volume pori membran
asimetris. Tabel 4.2 menunjukkan volume pori membran
asimteris tiap variasi aditif PEG yang ditambahkan. Volume pori
ditentukan dari perubahan massa membran sebelum dan sesudah
membran dimasukkan dalam air mendidih pada rentang waktu
yang sama. Jumlah air yang terserap ke dalam membran dianggap
sebagai volume pori membran asimetris. Membran yang tanpa
penambahan aditif PEG memiliki volume pori yang lebih kecil
dibandingkan dengan membran yang ditambahkan dengan PEG.
Untuk membran dengan penambahan PEG 6000 memiliki volume
pori yang lebih besar dibandingkan dengan membran dengan
penambahan PEG 8000. Hal itu sesuai dengan foto SEM pada
Gambar 4.8 yang menunjukkan bahwa membran dengan
penambahan aditif PEG 6000 memiliki morfologi pori yang lebih
teratur. Membran dengan konsentrasi PEG 6000 0,39 % memiliki
volume pori yang terbesar. Hal ini juga sesuai dengan foto SEM
pada Gambar 4.8.
Tabel 4. 2 Pengukuran volume pori membran asimetris Variasi Volume pori (mL/g)
Tanpa Aditif 0,07
PEG 6000 0,23% 0,10
PEG 6000 0,39% 0,12
PEG 6000 0,55% 0,09
PEG 8000 0,23% 0,07
PEG 8000 0,39% 0,06
PEG 8000 0,55% 0,07
50
4.5 Uji Kekerasan Membran
Membran yang telah melalui proses sintering diuji
kekerasannya menggunakan micro vickres hardness. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui kekuatan mekanik membran
asimetris oksida perovskit LSCF 6428. Uji kekerasan yang
dilakukan menggunakan parameter yang di telah dijelaskan di sub
Bab 3.2.5. Hasil uji ditunjukkan Tabel 4.3.
Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa membran tanpa
penambahan aditif PEG memiliki nilai kekerasan bervariasi
antara 278,9-488,9 Hv. Membran yang ditambahkan PEG 6000
dengan konsentrasi 0,23 %, 0,39 % dan 0,55 % memiliki nilai
kekerasan yang bervariasi masing-masing 412,1-673,3 Hv, 121,3-
310,0 Hv dan 348,9-562,6 Hv. Sedangkan membran dengan
penambahan PEG 8000 memiliki rata-rata nilai kekerasan yang
lebih tinggi yakni 292,7-622,2 Hv untuk konsentrasi 0,23 %,
412,5-591,9 Hv untuk konsentrasi 0,39 % dan 297,6-598 Hv
untuk konsentrasi 0,55 %. Berdasarkan uji ANOVA terhadap
hasil uji nilai kekerasan membran asimetris perovskit LSCF 6428
(terlampir pada Lampiran B.6) diketahui bahwa variasi
penambahan aditif PEG menghasilkan perbedaan nilai kekerasan
membran yang signifikan.
Berdasarkan hasil uji kekerasan diketahui bahwa kekerasan
membran berbanding terbalik dengan volume pori membran.
Membran dengan volume pori yang besar memiliki nilai
kekerasan yang kecil. Diketahui bahwa membran dengan
penambahan aditif PEG 6000 0,39 % memiliki volume yang
paling besar, namun memiliki nilai kekerasan yang paling kecil.
Hal ini disebabkan karena membran dengan volume pori yang
besar memiliki kekosongan yang besar di dalamnya sehingga
mengurangi kekuatan mekanik (kekerasan) membran asimetris.
(Tan dkk., 2011).
51
Tabel 4. 3 Nilai Kekerasan Membran
Variasi Kekerasan tiap
titik (Hv)
rata-rata
Kekerasan (Hv)
Tanpa
Aditif
386,20
412,36 488,90
456,40
451,40
278,90
PEG 6000
0,23%
420,50
506,60 673,30
517,30
509,80
412,10
PEG 6000
0,39%
310,00
200,08 169,60
166,20
121,30
233,30
PEG 6000
0,55%
373,40
409,90 377,10
348,90
387,50
562,60
PEG 8000
0,23%
406,30
460,52 463,80
292,70
622,20
517,60
PEG 8000
0,39%
513,40
507,62 412,50
591,90
489,10
531,20
PEG 8000
0,55%
297,60
494,66 478,20
507,00
598,00
592,50
52
4.6 Koefisien Ekspansi Termal Membran Asimetris Oksida
Perovskit LSCF 6428
Membran asimetris oksida perovskit LSCF 6428 yang telah
melalui proses sintering diuji TMA (Thermo Mechanical
Analysis) untuk mengetahui koefisien ekspansi termal membran.
Pengujian TMA menggunakan dillatometer dengan metode yang
telah dijelaskan pada sub bab 3.2.6. Hasil TMA ditunjukkan pada
Gambar 4.9 dan 4.10.
Besarnya nilai koefisien ekspansi termal membran
dipengaruhi oleh faktor kimia dan faktor fisik. Faktor kimia tidak
berpengaruh terhadap nilai koefisien ekspansi termal membran
pada kasus ini karena semua membran dibuat dari material yang
sama (oksida perovskit LSCF 6428), sehingga nilai koefisien
ekspansi termal hanya dipengaruhi dari morfologi membran.
Berdasarkan Gambar 4.9, Gambar 4.10 dan 4.11 diketahui bahwa
membran dengan penambahan aditif PEG 8000 dan membran
tanpa penambahan aditif memiliki koefisien ekpansi termal yang
lebih linear dari pada membran dengan penambahan PEG 6000.
Nilai koefisien ekspansi termal ditunjukkan pada Tabel 4.4 - 4.6.
Besarnya nilai koefisien ekspansi termal membran dengan
penambahan PEG 8000 berbanding terbalik dengan konsentrasi
PEG yang ditambahkan. Hal ini disebabkan oleh morfologi
membran asimetris (Machfudzoh, 2014). Berdasarkan foto SEM
pada Gambar 4.8 membran yang ditambahkan PEG dengan
konsentrasi yang lebih besar memiliki morfologi bentuk pori yang
lebih kecil.
53
Tabel 4. 4 Nilai koefisien ekspansi termal membran asimetris
perovskit LSCF 6428 dengan penambahan aditif
PEG 8000
PEG 8000 0,23 % PEG 8000 0,39% PEG 8000 0,55%
Rentang
suhu
(°C)
Koefisien
ekspansi
termal
(10-6
/°C)
Rentang
suhu
(°C)
Koefisien
ekspansi
termal
(10-6
/°C)
Rentang
suhu
(°C)
Koefisien
ekspansi
termal
(10-6
/°C)
50-155 12,67 50-227 8,39 50-210 8,01
155-390 20,43 227-444 13,26 210-326 12,71
390-497 16,19 444-767 13,45 326-709 5,35
497-852 18,25 767-819 17,87 709-814 10,80
852-990 25,44 819-990 17,86 814-990 4,29
Tabel 4. 5 Nilai koefisien ekspansi termal membran asimetris
perovskit LSCF 6428 dengan penambahan aditif
PEG 6000
PEG 6000 0,23 % PEG 6000 0,39% PEG 6000 0,55%
Rentang
suhu
(°C)
Koefisien
ekspansi
termal
(10-6
/°C)
Rentang
suhu
(°C)
Koefisien
ekspansi
termal
(10-6
/°C)
Rentang
suhu
(°C)
Koefisien
ekspansi
termal
(10-6
/°C)
85-225 -0,64 85-188 -0,60 85-213 -0,60
225-402 1,11 188-346 7,53 213-399 2,97
402-711 11,17 346-471 2,84 399-609 -5,16
711-770 1,97 471-749 -566,56 609-828 4,79
770-875 -3,95 749-861 7,91 828-990 11,80
879-990 -19,26 861-990 17,72
54
Tabel 4. 6 Nilai koefisien ekspansi termal membran asimetris
perovskit LSCF 6428 tanpa penambahan aditif
Rentang
suhu (°C)
Koefisien
ekspansi termal
(10-6
/°C)
50-193 15,02
193-397 12,14
397-786 13,82
786-907 11,53
907-990 -9,56
Gambar 4. 9 Hasil TMA membran dengan penambahan PEG
8000
55
Gambar 4. 10 Hasil TMA membran dengan penambahan PEG
6000
Gambar 4. 11 Hasil TMA membran tanpa penambahan aditif
56
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan
bahwa penambahan aditif PEG berpengaruh terhadap
pembentukan morfologi membran asimetris oksida perovskit
LSCF 6428. Membran dengan penambahan aditif PEG 6000
memiliki morfologi pori yang lebih seragam dan teratur
dibandingkan membran dengan penambahan aditif 8000 serta
tanpa aditif. Pada jenis aditif yang sama, membran dengan
penambahan konsentrasi aditif PEG yang lebih tinggi memiliki
lapisan rapat yang semakin tipis dan lapisan berpori dengan
morfologi yang lebih seragam. Membran dengan penambahan
aditif PEG 8000 memiliki nilai kekuatan mekanik (kekerasan)
yang lebih besar dibandingkan membran dengan penambahan
aditif PEG 6000 pada konsentrasi yang sama karena memiliki
volume pori yang lebih kecil.
5.2 Saran
Pada penelitiannya selanjutnya diharapkan dapat
menentukan pengaruh penambahan aditif PEG dengan berat
molekul yang lain, diutamakan lebih rendah dari PEG 6000, dan
rentang konsentrasi yang semakin banyak terhadap pembentukan
morfologi dan kekuatan mekanik membran asimetris oksida
perovskit. Selain itu, juga dapat dilakukan uji fluks permeasi
oksigen terhadap membran oksida perovskit yang dihasilkan.
58
“ Halaman ini sengaja dikosongkan”
59
DAFTAR PUSTAKA
Abate, L.; Blanco, I.; Cicala, G.; Spina, R.L; Restuccia, C.L.
(2006) Thermal and Rheological Behavior of Some Random
Aromatic Polyether sulfone / Poly etherether sulfone
Copolymers, Polymer Degradation and Stability, Vol 91,
Hal 924-930.
Akbari-Fakhrabadi, A.; Satishkumar, P.; Ramam, K.; Palma, R.;
Mangalaraja, R.V. (2015) Low Frequency Ultrasound
Assisted Synthesis of La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ (LSCF)
Perovskite Nanostructure, Powder Technology, vol 276, Hal
200-203.
Akbari-Fakhrabadi, A.; Meruane, V.; Jamshidijam, M.; Gracia-
Pinilla, M.A.; Garcia, R.; Orella, M. (2016) Structural and
Mechanical Propreties of La0,6Sr0,4M0,1Fe0,9O3-δ (M: Co, Ni
and Cu) Perovskites, Ceramics International.
Athayde, D.D.; Souza, D.F.; Silva, A.M.A.; Vasconcelos, D.;
Nunes, E.H.M.; da Costa, Joao C.D.; Vasconcelos, W.L.
(2016) Review of Perovskite Ceramic Synthesis and
Membrane Preparation Methods, Ceramics International,
Vol 42, Hal 6555-6571.
Atkins, P.W; Overtoon,T.L.; Rourke,J.P.; Weller, M.T.;
Armstrong, F.A. (2010) Inorganic Chemistry Fifth Edition,
W.H. Freeman and Company, New York
Bakeri, Gh.; Ismail, A.F.; Niassar, M.S.; Matsuura,T. (2010)
Effect of Polimer Concentration on the Structure and
Performance of Polyetherimide Hollow Fiber Membranes,
Journal of Membrane Science, Vol 363, Hal 103-111.
Burgraaf, A. and Cot, L. (1996) Fundamentals of Inorganic
Membrane Science and Technology, Elsevier, Amsterdam.
60
Callister, William D. Jr. (2007) Materials Science and
Engineering : Introduction 7th Edition,John Wiley &
Sons.Inc, USA
Chakrabarty, B.; Goshal, A.K.; Purkait, M.K. (2008) Effect of
Molecular Weight of PEG on Membrane Morphology and
Transport Properties, Journal of Membrane Science, Vol
309, Hal 209-221.
Chien, C.W.; Chen, O.Y.; Liu, Y.; Li, K. (2008) Ceramic
Asymmetric Hollow Fibre Membranes-One Setp Fabrication
Process, Journal of Membrane Science, Vol 320, Hal 191-
197.
Cousin, P and Ross, R.A. (1990) Preparation of Mixed Oxides; A
Riview, Materials Science and Engineering, Vol A130, Hal
119-125.
Feng, C.; Shi, B.; Li, G.; Wu, Y. (2004) Preliminary research on
microporous membrane from F2.4 for membrane distillation,
Sep. Pur. Tech.Vol 39,Hal 221-228.
Feng, L.M.; Jiang, L.Q.; Zhu, M.; Liu, H.B.; Zhou, X.; li, C.H.
(2008) Formability of ABO3 Cubic Perovskite, Journal of
Physicsand Chemistry of Solids, Vol 69, Hal 967-974.
Fontananova, E.; Jansen, J.C.; Cristiano, A.; Curcio, E.; Drioli, E.
(2006) Effect of Additives in the Casting Solution on the
formation of PVDF membranes, Desalination, Vol 192, Hal
190-197.
Hawort, P; Smart, S.; Glasscock, J.; Diniz, J.C.C. (2011) Yitrium
Doped BSCF Membranes for Oxygen Separation, Sep. Purif.
Technol., Vol 81, Hal 88-93.
Hudabillah, S.K.; Harun, Z.; Othman, M.H.D.; Ismail, A.F.;
Salleh, W.N.W.; Basri, H.; Yunos, M.Z.; Gani, P. (2016)
Preparation and Characterization of Low Cost Porous
Ceramic Membrane Support from Kaolin Using Phase
Inversion/Sintering Technique for Gas Separation : Effect of
61
Kaolin Content and Non-Solvent Coagulant Bath, chemical
Engineering Research and Design, vol 112, Hal 24-35.
Humphries, W.T.; Wildnauer, R.H. (1971) Thermomechanical
Analysis of Stratum Corneum, The Journal of Investigative
Dermatology, vol 57, Hal 32-37.
Husnah, Khomsatu Dian (2014) Preparasi Membran Datar
Asimetris Oksida Perovskit CaTiO3, Skripsi, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember
Jalowiecki-Duhamel, L.; Zarrou, H.; D’Huysser, A. (2008)
Hydrogen Production at Low Temperature from Methane on
Cerium and Nickel Based Mised Oxides, International of
Hydrogen Energy, vol 33, Hal 5527-5534.
Jin, W.; Li, S.; Huang, P.; Xu, N.; Shi, J.; Lin, Y.S. (2000)
Tubular Lanthanum Cobaltite Perovskite-Type Membrane
Reactors for Partial Oxidation of Methane to Syngas,
Journal of Membrane Science, Vol 166, Hal 13-22.
Mizusaki, J.; Mima, Y.; Yamuchi, S.; Fueki, K.; Tagawa, H.
(1989) Journal Solid State Chemistry, Vol 80, Hal 102-111.
Kang, Uk-Joong (2005) Sintering : Densification, Grain Growth
& Microstructure, Butterworth-Heinemann, Korea.
Khayet, M.; Matsuura, T (2011) Formation of Flat Sheet Phase
Inversion MD Membrane, Membran Distillation, Hal 41-58
Kim, J.; Lee, K. (1998) Effect of PEG Additive on Membrane
Formation by Phase Inversion, Journal of Membrane
Science, Vol 138, Hal 153-163.
Lalia, B.S.; Kochkodan, V.; Hashaikeh, R.; Hilal, N. (2013) A
Review on Membrane Fabrication : Structure, Properties,
and Performance Relationship, Desalination, Vol 326, Hal
77-95.
62
Lane, J.A.; Benson, S.J.; Waller, D.; Kilner, J.A. (1999) Oxygen
Transport in La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ, Solid State Ionics, Vol
121, Hal 201-208.
Lankhorst, M.H.R. and Elshof, J.E. (1997) Thermodynamic
Quantities and Defect Structure of La0,6Sr0,4Co1-yFeyO3-δ
(y=0-0,6) from High-Temperature Coulometric Titration
Experiment, Journal of Solid State Chemistry, Vol 130, Hal
302-310
LU Y.; Dioxon, A.G.; Moser, W.R.; Ma, Y.H. (2000) Oxygen-
permeable Dense Membrane Reactor for the Oxidative
Coupling of Methane, Journal of Membrane Science, Vol
170, Hal 27-34
Ma, Y.; Shi, F.; Ma, J.; Wu, M.; Zhang, J.; Gao, C. (2011) Effect
of PEG additive on the Morphology and Performance of
Polysulfone Ultrafiltration Membranes, Desalination, vol
272, Hal 51-58
Machfudzoh, Maya (2014) Pengaruh Suhu Sintering terhadap
Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris
CaTiO3, Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Maulidah, Ninik (2011) Sintesis dan Karakterisasi Oksida
Perovskit La1-xSrxCo1-yFeyO3-δ (0,0≤x,y≥0,5) dengan
Metode Solid State, Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember
Mulder, M. (1996) Basic principles of Membrane Technology,
2nd ed., Kluwer Academic Publisher, Dordrecht
Muller, O. and Roy, R. (1974) The Major Ternary Structural
Families, Springer-Verlag, Berlin.
Nurherdiana, S.D.; Sholichah, N.; Iqbal, R.M.; Sahasrikirana,
M.S.; Utomo, W.P.; Akhlus, S.; Nurlina; Fansuri, H. (2017)
Preparation of La0.7Sr0.3Co0.2Fe0.8O3−δ (LSCF 7328) by
Combination of Mechanochemical and Solid State Reaction,
63
Symposium on Materials Science and Engineering, hal 399-
403.
Othman, N.H.; Wu, Z.; Li, K. (2013) Bi1,5Y0,3Sm0,2O3-δ- based
Ceramic Hollow Fibre Membranes for Oxygen Separation
and Chemical Reactions, Journal of Membrane Science, vol
432, Hal 58-65.
Pei, S.; Kleefisch, M.S.; Kobylinski, T.P.; Faber, J.; Udovich, C.
A.; Zhang-mccoy, V.; Dabrowski, B.; Balachandra, U.;
Mieville, R. L.; Poeppel, R. B. (1995) Failure Mechanisms
of Ceramic Membrane Reactors in Partial Oxidation of
Methane to Synthesis Gas, Catalyst Letter, Vol 30, Hal 201-
212.
Petric, A.; Huang, P.; Tietz, F. (2000) Evaluation of La-Sr-Co-Fe-
O Perovskite for Solid Oxide Fuel Cells and Gas Separation
Membranes, Solid State Ionics, vol 135, Hal 719-725.
Prasetyoko, D.; Fansuri, H.; Ni’mah, Y.L.; Fadlan, A. (2016)
Karakterisasi Struktur Padatan, Deepublish, Yogyakarta.
Roseno, K.T.C.; Brackmann, R.; da Silva, M.A.; Schmal, M.
(2016) Investigation of LaCoO3, LaFeO3 and LaCo0,5Fe0,5O3
Perovskite as Catalyst Precursors for Syngas Production by
Partial Oxidation of Methane, International Journal of
Hydrogen Energy, Vol 41, Hal 18178-18192.
Santos, L. C. L.; Moraes, C.; Hudhes, R. (2011) Characterization
of Hollow Fibre Membranes for Oxygen Permeation and
Partial Oxidation Reactions, Brazilian Journal of Petroleum
and Gas, Vol 5, Hal 45-54
Sari, A.; Bicer, A.; Alkan, C. (2017) Thermal Energy Storage
Characteristics of Poly(Styrene-co-maleicanhydride)-grafit-
PEG as Polymeric Solid-solid Phase Change Materials, Solar
Energy Materials & Solar Cells, vol 161, Hal 219-225.
Shao Z.P.; Xiong, G.X.; Cong,Y.; Yang, W.S. (2000) Synthesis
and Oxygen Permeation Study of Novel Perovskite-type
64
BaBixCo0,2Fe0,8-xO3-δ Ceramic Membranes, Journal of
Membrane Science, vol 164, Hal167–176.
Strathmann, Heinrich (2011) Introduction to Membrane Science
and Technology, Wiley-VCH Verlag & Co, Weinheim.
Strathmann,H.; Kock, K.; Amar, P. (1975) The Formation
Mechanism of Asymetric Membranes, Desalination, Vol 16,
Hal 179-203.
Sunarso, J; Baumann, S.; Serra, J.M.; Meulenberg, W.A.; Liu, S.;
Lin, Y.S.; da Costa, J.C.D. (2008) Mixed Ionic-Electronic
Conducting (MIEC) Ceraic-Based Membranes for Oxygen
Separation, Journal of Membrane Science. Vol 320, Hal 13-
41.
Swierczek, Konrad (2008) Thermoanalysis, nonstoichiometry and
thermal expansion of La0.4Sr0.6Co0.2Fe0.8O3−δ,
La0.2Sr0.8Co0.2Fe0.8O3−δ, La0.9Sr0.1Co1/3Fe1/3Ni1/3O3−δ and
La0.6Sr0.4Co0.2Fe0.6Ni0.2O3−δ perovskites, Solid State Ionic, vol
179, Hal 126-130.
Tan, X.; Wang, Z.; Li, K. (2010) Effects of Sintering on the
Properties of La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δPerovskite Hollow Fiber
Membranes, Ind. Eng. Chem. Res, Vol 49, Hal 2895-2901.
Tan, X.; Liu, N.; Meng, B.; Liu, S. (2011) Morphology Control of
the Perovskite Hollow Fiber Membranes for Oxigen
Separation Using Different Bore Fluids, Journal of
Membrane Science, Vol 378, Hal 308-318.
Teraoka, Y.; Zhang, H.; Furukawa, S.; Yamazoe, N. (1985)
Oxygen Permeation Through Perovskite-Type Oxides,
Chemistry Letters, Vol 14, Hal 1743-1746
Tomaszewska, M. (1996) Preparation and properties of flat-sheet
membranes from polyvinylidene fluoride for membrane
distillation, Desalination, Vol 104, Hal 1-11
65
Ulbricht, Mathias (2014) Membrane Separation Using
Molecularly Imprinted Polymers, Journal of
Chromatography B. Vol 804, Hal 113-125.
Utami, Zulita Dian (2014) Preparasi Membran Perovskit CaTiO3
dengan Aditif Polietilen Glikol, Skripsi, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Wang, H.; Cong, Y.; Yang, W.(2002) Oxygen Permeation Study
in a Tubular Ba0,5Sr0,5Co0,8Fe0,2O3-δ Oxygen Permeable
Membrane, Journal of Membrane Science, Vol 210, Hal
259-271.
West, Anthony R.(2014) Solid State Chemistry and Its
Application Second Edition, John Wiley & Sons Ltd, UK.
Yuan, R.; He, W.; Zhang, Y.; Gao, J.; Chen, C. (2016)
Preparation and Characterization of Support Planar
Zr0,84Y0,16O1,92-La0,8Sr0,2Cr0,5Fe0,5O3-δ Composite Membrane,
Journal of Membrane Science, Vol 499, Hal 335-342.
Yusran, Muhammad (2014) Pengaruh penambahan Aditif pada
Membran Datar Asimetris Oksida Perovskit LaCo0,8Ni0,2O3
dan LaCo0,8Cu0,2O3, Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
66
LAMPIRAN A
SKEMA KERJA
A.1. Skema Kerja Sintesis La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ
Dilakukan
2x
Dilakukan
2x
Campuran serbuk halus
~ Dikalsinasi suhu 400 °C (1
jam), 890 °C (2 jam) dengan
laju 3 °C/menit
~ Digerus (15 menit)
Serbuk halus
~ Dikalsinasi suhu 1000 °C (2
jam)
~ Digerus (15 menit)
Serbuk halus
Dikarakterisasi menggunakan XRD
Serbuk LSCF 6428
La2O3 SrCO3 Co2O3 Fe2O3
Ditimbang sesuai dengan
stokhiometri, lalu dicampur
Campuran Prekursor
Digerus selama 2 jam
67
A.2. Skema Kerja Preparasi Membran Asimetris Perovskit
La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ
PESf DMSO PEG*
Diaduk menggunakan
magnetic stirrer
Larutan polimer homogen
Diaduk selama 48 jam
dengan magnetic stirrer
Perovskit LSCF 6428
lolos ayakan 400 mesh
Campuran polimer + Perovskit
Dicetak dan dimasukkan ke dalam bak
koagulan selama 24 jam
Membran mentah
~ Diangkat dari bak koagulan dan
dikeringkan pada suhu ruang
~ Dikarakterisasi TGA-DSC, SEM
Membran mentah
Dilakukan dekomposisi polimer dan
sintering pada suhu 1250 °C selama 4 jam
Membran rapat asimetris
Dikarakterisasi SEM, TMA dan Micro
Vickers Hardness
Data *PEG 6000 dan 8000
dengan konsentrasi 0;
0,55; 0,39 dan 0,23 %
68
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
B.1. Perhitungan Sintesis LSCF 6428
Reaksi yang terjadi :
0,3 La2O3 (s) + 0,4 SrCO3 (s) + 0,067 Co3O4 (s) + 0,4 Fe2O3 (s) → La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ (s) + COx (g)
Data berat molekul
Mr La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ = 222,8576 g/mol
Mr La2O3 = 325,82 g/mol
Mr SrCO3 = 147, 62 g/mol
Mr Co3O4 = 240,79 g/mol
Mr Fe2O3 = 159,674 g/mol
Massa produk yang diinginkan adalah 75 gram.
Perhitungan mol LSCF 6428
Mol produk yang diinginkan = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛
𝑀𝑟
= 75 𝑔
222,8576 𝑔/𝑚𝑜𝑙
= 0,336 mol
Perhitungan massa prekursor yang dibutuhkan
La2O3
Mol La2O3 = 0,3 x 0,336 mol
= 0,1008 mol
Massa La2O3 = mol x Mr La2O3
= 0,1008 mol x 325,82 g/mol
= 32, 8426 g
SrCO3
Mol SrCO3 = 0,4 x 0,336 mol
= 0,1344 mol
Massa SrCO3 = mol x Mr SrCO3
69
= 0,1344 mol x 147,62 g/mol
= 19,840 g
Co3O4
Mol Co3O4 = 0,067 x 0,336 mol
= 0,0225 mol
Massa Co3O4 = mol x Mr CoCO3
= 0,0225 mol x 240,79 g/mol
= 5,418 g
Fe2O3
Mol Fe2O3 = 0,4 x 0,336 mol
= 0,1334 mol
Massa Fe2O3 = mol x Mr Fe2O3
= 0,1334 mol x 159,674 g/mol
= 21,3005 g
B.2. Perhitungan Komposisi Membran Asimetris Perovskit
LSCF 6428
PESf : DMSO : LSCF 6428 = 5,23% : 42,66% : 52,11% (b/b)
Jumlah larutan suspensi polimer = 12,80 gram
ρ Dimethyl Sulfoxide = 1,092 g/mL
Massa Polietersulfon = 5,23% × 12,80 gram
= 0,67 gram
Volume DMSO = (m / ρ)
= ( 42,66 % × 12,80 gram )
1,092 g/mL
= 5,00 mL
Massa Perovskit LSCF 6428 = 52,11 % × 12,80 gram
= 6,67 gram
Massa 0,23 % PEG = 0,23 % × 12,80 gram
=0,03 gram
70
Massa 0,39 % PEG = 0,39% × 12,80 gram
= 0,05 gram
Massa 0,55 % PEG = 0,55 % × 12,80 gram
= 0,07 gram
B.3. Perhitungan % Penyusutan Membran
% Penyusutan = 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 −𝑘𝑒𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑖𝑟
𝑘𝑒𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 × 100 %
=0,17−0,075
0,17 × 100 %
= 55,88 %
Tabel 1 Hasil % Penyusutan Membran
Variasi Membran
ketebalan
sebelum
sintering
(cm)
ketebalan
setelah
sintering
(cm)
%
penyusutan
Tanpa aditif 0,17 0,075 55,88
PEG 6000 0,23% 0,16 0,1 37,50
PEG 6000 0,39% 0,14 0,08 42,86
PEG 6000 0,55% 0,17 0,09 47,06
PEG 8000 0,23% 0,13 0,08 38,46
PEG 8000 0,39% 0,16 0,11 31,25
PEG 8000 0,55% 0,14 0,1 28,57
B.4. Perhitungan Volume pori
Volume pori = massa setelah – massa sebelum ÷ρair
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚
= ( 0,1345 – 0,1256) g ÷1 g/mL
0,1256
= 0,0709 mL/g
71
Tabel 2 Pengukuran volume pori membran
Variasi Massa
awal (g)
Massa
akhir (g)
Volume
pori
(mL/g)
Tanpa Aditif 0,1256 0,1345 0,0709
PEG 6000 0,23% 0,1530 0,1680 0,0980
PEG 6000 0,39% 0,0569 0,0635 0,1160
PEG 6000 0,55% 0,0997 0,1091 0,0943
PEG 8000 0,23% 0,1272 0,1363 0,0715
PEG 8000 0,39% 0,1143 0,1218 0,0656
PEG 8000 0,55% 0,1153 0,1236 0,0720
B.5. Perhitungan nilai kekerasan Membran.
L = 1
2× (𝐷1 + 𝐷2)
= 1
2× 49,13 + 44,79) μm
= 46,96 μm
Hv = 1,854 ×𝑃
𝐿2
= 1,854 ×0,5 𝐾𝑔𝑓
(0,04696 𝑚𝑚 )2
= 420,5 Kgf/mm2
Tabel 3 Hasil Uji Kekerasan Membran
Variasi Beban
(Kgf)
D1
(μm)
D2
(μm)
Hv tiap
titik
(Kgf/mm2)
Hv
rata-rata
(Kgf/mm2)
Tanpa
Aditif 0,2
32,24 29,74 386,2
412,36
20,88 34,2 488,9
27,88 29,13 456,4
26,14 31,19 451,4
37,84 35,09 278,9
72
PEG 6000
0,23% 0,5
49,13 44,79 420,5
506,6
36,45 37,77 673,3
41,09 43,58 517,3
51,96 33,34 509,8
49,98 44,9 412,1
PEG 6000
0,39% 0,2
41,6 27,57 310
200,08
39,77 53,77 169,6
46,97 47,49 166,2
51,61 58,97 121,3
38,26 41,48 233,3
PEG 6000
0,55% 0,5
49,55 50,11 373,4
409,9
48,9 50,27 377,1
54,22 48,88 348,9
44,3 53,52 387,5
35,71 45,48 562,6
PEG 8000
0,23% 0,5
41,14 54,41 406,3
460,52
37,38 52,04 463,8
51,23 61,33 292,7
39,57 37,63 622,2
46,12 38,52 517,6
PEG 8000
0,39% 0,5
43,61 41,38 513,4
507,62
39,74 55,07 412,5
33,58 45,59 591,9
44,42 42,66 489,1
38,75 44,8 531,2
PEG 8000
0,55% 0,5
58,25 53,39 297,6
494,66 40,83 47,23 478,2
40,88 44,64 507
34,83 43,93 598
73
37,17 41,95 592,5
B.6. Uji ANOVA Nilai Kekerasan Membran Asimetris
Perovskit LSCF 6428
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Tanpa Aditif 5 2061,8 412,36 6954,483
PEG 6000 0,23% 5 2533 506,6 11064,27
PEG 6000 0,39% 5 1000,4 200,08 5367,287
PEG 6000 0,55% 5 2049,5 409,9 7487,035
PEG 8000 0,23% 5 2302,6 460,52 15128,17
PEG 8000 0,39% 5 2538,1 507,62 4270,837
PEG 8000 0,55% 5 2473,3 494,66 14876,92
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 352677,8 6 58779,64 6,31563 0,00027 2,44526
Within
Groups 260596 28 9307
Total 613273,8 34
Pada tabel hasil uji ANOVA menunjukkan F hitung (6,31563) > F
kritis (2.44526) sehingga Ho ditolak, artinya penambahan aditif
PEG pada membran asimetris perovskit LSCF 6428
menghasilkan nilai kekerasan membran yang berbeda signifikan.
74
LAMPIRAN C
HASIL KARAKTERISASI
C.1. Hasil Analisa Difraksi Sinar X
Gambar 1 Difraktogram LSCF 6428
C.2. Hasil TGA-DSC Membran Mentah LSCF 6428
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
500
1000
1500 LSCF 6428
75
Gambar 2 Termogram TGA-DSC membran tanpa aditif
76
Gambar 3 Termogram TGA-DSC membran dengan PEG 6000
77
Gambar 4 Termogram TGA-DSC Membran dengan PEG 8000
C.3. Hasil TMA Membran Asimetris LSCF 6428
Gambar 5 Hasil TMA Membran Tanpa Aditif
78
Gambar 6 Hasil TMA Membran dengan Penambahan PEG
0,23%
Gambar 7 Hasil TMA membran dengan penambahan PEG 6000
0,39%
79
Gambar 8 Hasil TMA membran dengan penambahan PEG 6000
0,55%
Gambar 9 Hasil TMA membran dengan penambahan PEG 8000
0,23%
80
Gambar 10 Hasil TMA membran dengan penambahan PEG 8000
0,39%
Gambar 11 Hasil TMA membran dengan penambahan PEG 8000
0,55%
81
C.4. Hasil Karakterisasi Micro Vickers Hardness
Gambar 12 Hasil Uji Micro Vickers Hardness membran dengan
penambahan PEG 8000 0,23 %
Gambar 13 Hasil Uji Micro Vickers Hardness membran dengan
penambahan PEG 6000 0,55 %
Gambar 14 Hasil Uji Micro Vickers Hardness membran dengan
penambahan PEG 8000 0,55 %
82
Gambar 15 Hasil Uji Micro Vickers Hardness membran dengan
penambahan PEG 6000 0,23 %
Gambar 16 Hasil Uji Micro Vickers Hardness membran dengan
penambahan PEG 6000 0,39 %
Gambar 17 Hasil Uji Micro Vickers Hardness membran dengan
penambahan PEG 8000 0,39 %
83
Gambar 18 Hasil Uji Micro Vickers Hardness membran tanpa
penambahan PEG
84
“Halaman ini senagaja dikosongkan”
85
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Tulungagung
pada tanggal 07 April 1995 dan
merupakan anak kedua dari
pasangan Ghufron dan
Miftkhunikmah. Penulis memiliki
nama lengkap Mohammad Hasnan
Habib dan biasa dipanggil Hasnan
atau Habib oleh teman-temannya.
Penulis pernah menempuh
pendidikan formal di MI Islamiyah
Kalidawir, MTsN Tunggangri dan
MAN 2 Tulungagung. Penulis
dinyatakan diterima sebagai mahasiswa di departemen Kimia ITS
lewat jalur SBMPTN pada tahun 2013 dengan NRP 1413100081.
Selama kuliah penulis tidak hanya sibuk dengan hal-hal akademik
saja, tapi juga aktif sebagai fungsionaris dan kepanitian ormawa
di ITS. Tercatat penulis pernah aktif menjadi staf departemen
Syiar di Chemistry Islamic Studies (CIS) ITS 2014-2015, staf
kemeterian Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM)
BEM ITS 2014-2015 dan ketua Himpunan Mahasiswa Kimia
(HIMKA) ITS 2015-2016. Penulis juga pernah menjadi peserta
aktif LKMM dari jenjang Pra TD sampai TL dan juga terdaftar
aktif sebagai pemandu LKMM ITS. Penulis merupakan salah satu
anggota kelompok penelitian Material for Energy and
Environment di bawah bimbingan Hamzah Fansuri, Ph.D dan
Ir.Endang Purwanti S., M.T. Penulis dapat dihubungi melalu
email [email protected]