138
KONFLIK BATIN TOKOH DIREKTUR UMUM DALAM NASKAH DRAMA DALAM BAYANGAN TUHAN ATAWA INTEROGASI KARYA ARIFIN C NOER SERTA IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan oleh: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIf HIDAYATULLAH JAKARTA 2018

Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

KONFLIK BATIN TOKOH DIREKTUR UMUM DALAM NASKAH DRAMA

DALAM BAYANGAN TUHAN ATAWA INTEROGASI KARYA ARIFIN C

NOER SERTA IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN SASTRA DI

SEKOLAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

oleh:

Mohammad Idham Chaled

NIM 1112013000019

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIf HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018

Page 2: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019
Page 3: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019
Page 4: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019
Page 5: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

i

ABSTRAK

Mohammad Idham Chaled, 1112013000019, “Konflik Batin Tokoh

Direktur Umum dalam Naskah Drama Dalam Bayangan Tuhan Karya Arifin C

Noer serta Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Rosida

Erowati, M. Hum.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan konflik batin yang terjadi pada

tokoh Direktur Umum dalam naskah drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin

C Noer serta Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di Sekolah. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan

pendekatan antar disiplin ilmu, yaitu psikologi dan sastra. Penelitian ini

memfokuskan pada kajian psikologi sastra yang tergambar dalam naskah drama

Dalam Bayangan Tuhan Karya Arifin C Noer. Melalui pembelajaran ini siswa

diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang terjadi pada dirinya tanpa

menyalahkan orang sekelilingnya. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan,

hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik batin yang dialami Direktur

Umum dalam bentuk Rasionalisasi, Agresi, Fantasi/Stereotype, dan Proyeksi.

Umumnya konflik batin seseorang diakibatkan karena tidak berjalannya hubungan

vertikal antara manusia dengan tuhannya. Permasalahan lain yang muncul akibat

konflik batin adalah hilangnya rasa hormat terhadap orang tua, sehingga hal ini

perlu menjadi perhatian bagi siswa dalam menyikapi dan mengatasi konflik batin

yang suatu saat akan dirasakan olehnya.

Kata kunci: Konflik Batin, Direktur Umum, Dalam Bayangan Tuhan

Page 6: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

ii

ABSTRACT

Mohammad Idham Chaled, 1112013000019, "Inner Conflicts of Public

Director Figure in Drama Manuscript of In God's Shadow by Arifin C Noer and

Its Implication on Literature Learning in School". Department of Indonesian

Language and Literature Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher's Training,

Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Supervisor: Rosida Erowati,

M. Hum.

This study aims to describe the inner conflicts that occurred on the

character of the Public Director in drama manuscript of In God's Shadowthe work

of Arifin C Noer and its Implications on Literature Learning in School. The

method that used in this study is descriptive qualitative by using approaches

between disciplines, namely psychology and literature. This study focuses on the

study of literary psychology that is depicted in drama manuscript In God's

Shadow the work of Arifin C Noer. Through this learning, students are expected

to overcome the problems that occur on them without blaming people around

them. Based on the analysis that has been done, the results of this study indicate

that the inner conflicts experienced by the Public Director in the form of

Rationalization, Aggression, Fantasy / Stereotype, and Projection. Generally,

one's inner conflict is caused by the inexistence of vertical relationship between

man and his god. Another problem arising from inner conflicts is the loss of

respect for parents, so this needs to be a concern for students in addressing and

resolving the inner conflicts that will one day be felt by them.

Keywords: Inner Conflict, Public Director, In God's Shadow

Page 7: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil „alamin, puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah

swt, Tuhan semesta alam yang telah memberikan petunjuk dan kuasanya sehingga

saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu

tercurah untuk baginda nabi Muhammad saw, keluarga, para sahabat, dan kita

sebagai pengikutnya sampai akhir zaman nanti, aamiin.

Terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul “Konflik Batin Tokoh

Direktur Umum dalam Naskah Drama Dalam Bayangan Tuhan Atawa Interogasi

Karya Arifin C Noer serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”

ini merupakan hasil kerja keras saya yang tidak bisa dilepaskan dari dukungan

banyak pihak, baik dukungan berupa doa, semangat, sumbangan pemikiran dan

ide, tenaga, maupun bahan-bahan yang dibutuhkan bagi penyempurnaan skripsi

ini. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Abidin Ahmad, M. Pd dan Aifitri Susilowati selaku orangtua penulis,

dukungan moral maupun rohani yang mereka berikan dan pengorbanan

mereka dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini tidak akan

pernah terlupakan, skripsi ini penulis dedikasikan khusus untuk mereka

berdua. Doa penulis selalu menyertai kalian.

3. Rosida Erowati, M. Hum selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan masukan yang sangat

berarti bagi penulis, semoga sukses selalu menyertai bu ros.

4. Dr. Makyun Subuki, M. Hum selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia dan dosen penasihat akademik.

5. Dosen-dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah

memberikan ilmunya kepada penulis semasa perkuliahan.

6. Eko Khotib selaku pendiri teater El Na‟ma, yang telah meluangkan

waktunya untuk bersedia diwawancarai guna memberikan informasi

sebagai data penunjang dalam penelitian ini.

Page 8: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

iv

7. Ayu Awalia Rahman dan Rachmawati Fauziyatul Putri selaku adik

tercinta yang menjadi penghilang kepenatan dikala buntu mengerjakan

skripsi, tawa, canda, dan hiburan kalian menjadi semangat tersendiri bagi

penulis.

8. Lulu Innajma, Amd Keb. Ucapan teristimewa saya sampaikan untukmu,

wanita yang selalu menjadi motivasi tersendiri dan sumber semangat bagi

penulis, terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan, semoga

segala harapan dan impian kita lekas dikabulkan oleh Allah swt.

9. Teman-teman seperjuangan sependeritaan yang dikenal dengan liga

mamang yaitu, Nur Hidayat, Fikry Bermaki, Arief Darmawan Hasibuan,

Hardi Kurniawan, Achmed Khomeini, Andriansyah Nur Hidayat, Yasin

Zhebri, Dede Wahyudi, Rifqi Aulia Fahmi, kalian adalah sekumpulan

orang yang saya tidak habis pikir jalan pikirannya, terima kasih atas segala

kesan dan kenangannya.

10. Teman-teman PBSI angkatan 2012, tidak terasa perpisahan sudah di depan

mata, masing-masing pergi mengejar impiannya, semoga kesuksesan

menyertai kita semua.

11. Teman teman seperjuangan satu bimbingan yaitu Dede, Rizki, Indri, Citra,

Ami, dan Jessica, semoga kita tetap semangat dalam menjalani proses

akhir ini.

12. Keluarga besar SASTRANESIA yang menjadi tempat untuk menyalurkan

hobi penulis yaitu futsal, mari lanjutkan prestasi, pelihara tradisi.

13. Komunitas Oretan Liar, yang menjadi wadah kreativitas bagi penulis,

semoga terus berkarya.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap mendapat masukan demi

kesempurnaan penelitian ini. Besar harapan penulis agar penelitian ini

bermanfaat bagi dunia akademisi.

Jakarta, 14 Desember 2017

Penulis

Page 9: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK.......................................................................................................... i

ABSTRACT....................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR...................................................................................... iii

DAFTAR ISI...................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1

A. Latar Belakang................................................................................1

B. Identifikasi Masalah........................................................................5

C. Batasan Masalah.............................................................................6

D. Rumusan Masalah...........................................................................6

E. Tujuan Penelitian.............................................................................6

F. Manfaat Penelitian...........................................................................6

G. Metodologi Penelitian................................................................... 7

BAB II KAJIAN TEORI.................................................................................. 10

A. DRAMA..................................................................................... 10

1. Hakikat Drama................................................................ 10

2. Unsur Pembentuk Drama................................................ 13

B. PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA..................................20

1. Psikologi Sastra.................................................................20

2. Konflik Batin.....................................................................23

C. PEMBELAJARAN SASTRA.....................................................29

D. PENELITIAN RELEVAN..........................................................30

BAB III PROFIL ARIFIN C NOER.................................................................32

A. Biografi Arifin C Noer...................................................................32

B. Karya Arifin C Noer.......................................................................34

C. Pemikiran Arifin C Noer................................................................36

Page 10: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

vi

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN DRAMA DBT............................40

A. Unsur Intrinsik Drama DBT..........................................................40

B. Konflik Batin Tokoh Direktur Umum...........................................96

C. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah....................104

BAB V PENUTUP..............................................................................................108

A. Simpulan......................................................................................108

B. Saran............................................................................................109

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................110

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra merupakan cerminan kehidupan manusia dalam dunia nyata yang

dituangkan dalam bentuk narasi berupa tulisan. Karya sastra memanfaatkan

kejadian-kejadian sedemikian rupa, memanipulasikannya ke dalam dimensi waktu,

sebagai bentuk penceritaan, sehingga menimbulkan kualitas estetis.1

Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam segi

kehidupannya maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide,

teori, atau sistem berpikir, tetapi juga merupakan media, untuk menampung ide,

teori, atau sistem berpikir manusia. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu

melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan

manusia. Di samping itu, sastra harus pula mampu menjadi wadah penyampaian ide-

ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia.2

Karya sastra tentu tidak terlepas dari yang menciptakannya. Para sastrawan

yang menciptakan sebuah karya sastra tentunya memiliki maksud lain terkait karya

sastra yang dia ciptakan. Setiap pembaca ada yang mudah memahami suatu karya

sastra, ada pula yang sulit memahami apa maksud dari karya sastra tersebut. Ada

sastrawan yang mengajak, mendikte, atau bersifat menggurui pembaca. Sikap ini

muncul karena sastrawan menganggap pembacanya tidak mengerti atau bodoh

sehingga perlu bimbingan. Keadaan ini mungkin ada hubungannya atau berasal dari

hubungan tukang cerita (tradisional) dengan masyarakatnya. Tukang cerita dianggap

mengetahui segalanya. Sedangkan masyarakat hanya mendengarkannya. Masyarakat

mungkin meminta keterangan tambahan kepada tukang cerita yang dianggap

mengetahui segalanya. Bahkan banyak anggota masyarakat yang menganggap

1 Nyoman Kutha Ratna, S.U, Sastra dan Cultural Studies. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,

2007), h. 293 2 M.atar Semi, Anatomi Sastra. (Padang : Angkasa Raya, 1988), h. 8

Page 12: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

2

tukang cerita mempunyai kekuatan gaib seperti yang ada pada diri dalang wayang

kulit di pulau Jawa.3

Salah satu karya sastra adalah drama. Sebagai suatu genre sastra, drama

mempunyai kekhususan dibandingkan dengan genre puisi ataupun genre fiksi. Kesan

dan kesadaran terhadap drama lebih difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi

langsung secara konkret. Kekhususan drama disebabkan tujuan drama ditulis

pengarangnya tidak hanya berhenti sampai pada tahap pembeberan peristiwa untuk

dinikmati secara artistik imajinatif oleh para pembacanya, namun mesti diteruskan

untuk kemungkinan dapat dipertontonkan dalam suatu penampilan gerak dan

perilaku konkret yang dapat disaksikan. Kekhususan drama inilah yang

menyebabkan pengertian drama lebih condong kepada sebuah seni pertunjukan

dibanding sebagai sebuah karya sastra.

Menurut Hasanuddin WS, drama mempunyai dua wajah yang berbeda, yaitu

sebagai karya sastra dan sebagai seni pertunjukkan. Banyak yang menafsirkan

bahwa drama adalah seni pertunjukan orang atau seni pertunjukkan yang terinspirasi

dari kehidupan nyata, dalam istilahnya adalah mimetik. Beberapa asumsi mengenai

pengertian drama tersebut tidaklah salah. Istilah drama berasal dari bahasa Yunani

yaitu Draomai yang artinya berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya.4

Jadi secara garis besar, drama adalah perbuatan atau tindakan. Dari pengertian secara

bahasa inilah drama cenderung sebagai seni pertunjukan. Dalam sebuah drama

biasanya mengandung pesan moral yang tersirat. Pesan tersebut disampaikan dalam

bentuk lakon yang terkadang menyentil pihak tertentu. Drama Arifin C. Noer

cenderung berupa sentilan-sentilan kecil terhadap pemerintah yang kebijakannya

menyengsarakan rakyat kecil. Pertunjukan drama yang dipentaskan berasal dari

naskah yang ditulis oleh seorang pengarang.

3 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra. (Jakarta : Grasindo, 2008), h. 100

4 Hasanuddin, WS. DRAMA, Karya dalam Dua Dimensi, kajian Teori, Sejarah, dan

Analisis.(Bandung:Angkasa, 2009), h. 2

Page 13: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

3

Di Indonesia, nama Arifin C Noer dikenal luas sebagai seorang seniman

lengkap dan multi talenta. Selain sebagai penulis naskah drama, ia pun dikenal

sebagai aktor dan sutradara. Sastrawan dengan nama lengkap Arifin Chairin Noer ini

dilahirkan di Cirebon pada tanggal 10 Maret 1941. Dalam kiprahnya di dunia

pementasan Indonesia tak sedikit piala yang berhasil dia raih. Arifin beberapa kali

memenangkan piala Citra, sebuah penghargaan untuk film terbaik dan penulis

skenario terbaik. Dalam dunia drama, banyak naskah yang telah ia hasilkan seperti,

Mega-Mega, Umang-Umang, Sumur Tanpa Dasar, Dalam Bayangan Tuhan,

Tengul, dan lain sebagainya. Salah satu naskah drama yang dihasilkannya adalah

Dalam Bayangan Tuhan atawa Interogasi (selanjutnya disebut DBT). Naskah ini

dibuat oleh Arifin pada tahun 1984. Menurut Eko Khotib, seorang sutradara dan

pendiri teater El Na’ma yang berada di Ciputat, bahwa jika tanpa improvisasi yang

baik, naskah ini cenderung membosankan untuk dibaca dan menjenuhkan ketika

dipentaskan karena dialognya yang terlalu panjang. Selain dialognya yang panjang,

problem absurditas dalam naskah ini begitu kentara.5 Jika dibaca dari awal sampai

akhir, dalam setiap pergantian babaknya mengalami perbedaan peristiwa yang

signifikan. Namun menurut pandangan penulis, yang menarik dalam naskah Dalam

Bayangan Tuhan ini mengandung konflik batin yang begitu dalam dan bisa

dijadikan cermin pada kehidupan zaman sekarang. Hal ini membuktikan bahwa

manusia tidak hanya sakit fisik namun sakit batinnya juga.

Dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis mengambil satu tokoh yang

dijadikan sebagai objek penelitian yaitu tokoh Direktur Umum. Faktor yang

melatarbelakanginya adalah karena tokoh Direktur merupakan tokoh utama yang

mempengaruhi jalannya cerita secara keseluruhan. Naskah ini mengisahkan tentang

satu orang yang memiliki dua kepribadian. Dua kepribadian ini dilukiskan secara

bersamaan. Tokoh yang pertama bernama Sandek, seorang pekerja buruh yang

menuntut keadilan dalam pekerjaannya, seorang tokoh revolusioner pemimpin demo

5 Wawancara bersama Eko Khotib di teater El Na’ma pada hari sabtu, 24 Juni 2017 pkl. 19.00 WIB

Page 14: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

4

kalangan buruh. Tokoh yang kedua adalah bos dari Sandek, yaitu Direktur Umum.

Tokoh ini digambarkan identik dengan kemewahan dengan segala pernak pernik

yang dikenakannya, sikapnya yang elegan dan penampilannya yang borjuis.

Konflik batin pada naskah drama Dalam Bayangan Tuhan terletak pada babak

kedua dan keempat. Konflik batin yang terjadi pada babak kedua adalah ketika

Direktur Umum tidak mengakui ibunya sendiri. Dia berusaha menutupi identitasnya

di hadapan para wartawan dengan beradu argumen dengan ibunya dan berusaha

mengusir ibunya keluar dari ruang peresmian pabriknya. Kemudian pada akhir

babak kedua kembali Direktur Umum mengalami konflik batin. Dia merenungi

dirinya saat ini yang bergelimpah harta namun tetap merasa kesepian.

Berkaca dari kehidupan di zaman sekarang ini, manusia kerap berkonflik tidak

hanya secara fisik, pun secara non fisik. Hubungan antara manusia satu dengan

lainnya tidak jarang menimbulkan konflik, baik konflik terhadap sesama manusia

maupun konflik dengan dirinya sendiri sebagai reaksi terhadap situasi sosial di

lingkungannya. Dengan kata lain, manusia selalu dihadapkan pada persoalan hidup

yang dijalaninya. Persoalan tersebut mau tidak mau harus diatasi agar hidup menjadi

tenang dan tentram. Ditambah lagi jika kita mengaitkan konflik batin dengan

konteks zaman sekarang dimana manusia begitu “menuhankan” telepon genggam

dalam kehidupannya membuat manusia menjadi makhluk asosial. Inilah yang

terkadang menjadi salah satu pemicu munculnya konflik batin di kalangan orang-

orang yang memiliki sifat sosial yang tinggi.

Konflik batin yang dialami Direktur Umum juga bisa berpengaruh dalam

religiositasnya. Kesadaran ruhaniahnya seperti terkunci. Konflik batin yang jamak

dilakukan sekarang ini lebih kepada pelaksanaan kewajiban yang berbenturan

dengan pekerjaan. Sikap gamang sering dialami oleh orang-orang seperti ini dengan

dalih pekerjaan yang tanggung dan rasa malas yang menggelayuti diri membuat

mereka enggan untuk menunaikan kewajiban mereka terhadap tuhannya. Inilah salah

satu bentuk konflik batin secara religiositas. Eksistensi sosok Direktur Umum yang

begitu mendominasi jalannya cerita membuatnya menjadi tokoh sentral dalam

Page 15: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

5

naskah drama ini. Ketertarikan penulis semakin meningkat dengan nama besar

Arifin C Noer dalam dunia sastra. Arifin yang juga merupakan sutradara film

G30S/PKI yang menuai kontroversi ini memiliki daya tarik yang kuat bagi kalangan

praktisi pendidikan untuk membahas karya-karyanya. Hal ini bisa dibuktikan dengan

banyaknya skripsi yang membahas naskah karya Arifin.

pembelajaran sastra di sekolah hanya sampai pada proses mengidentifikasi

saja. Keterbatasan waktu dalam proses belajar mengajar membuat siswa sulit

memahami drama secara keseluruhan, sehingga pemahaman siswa hanya pada

dasarnya saja.

Subyek konflik batin yang menjadi bahasan dalam penelitian ini sejalan

dengan permasalahan yang sering dialami siswa. Ini dapat dijadikan sebagai acuan

bagi siswa dan para pembaca untuk mengatasi konflik yang berkecamuk dalam diri

sendiri serta bagaimana langkah yang harus diambil untuk mengatasi hal tersebut.

Pemba hasan tentang tokoh Direktur Umum yang labil dan munafik sejalan dengan

kondisi remaja saat ini yang cenderung labil dan tidak punya pendirian. Diharapkan

siswa memiliki kesadaran untuk mencari solusi ketika memiliki konflik dengan

temannya. Sikap dewasa tentu saja dibutuhkan dalam kondisi seperti ini di mana

pada kenyataannya fase remaja merupakan fase di mana kondisi kejiwaan seseorang

belum stabil. Dengan demikian, penelitian ini mengambil judul Konflik Batin Tokoh

Direktur Umum dalam Naskah Drama Dalam Bayangan Tuhan Atawa Interogasi

Karya Arifin C. Noer serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi masalah yang ada

yaitu:

1. Kurangnya pemahaman konflik batin tokoh Direktur Umum dalam naskah

drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer

2. Kurangnya pemahaman siswa terhadap unsur Intrinsik karena dalam kegiatan

belajar mengajar hanya sebatas mengidentifikasi

Page 16: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

6

3. Kurangnya pemahaman siswa terhadap drama jika dikaitkan dengan situasi

terkini

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka kajian penelitian ini hanya

mencakup analisis konflik batin yang dialami oleh tokoh Direktur Umum dalam

naskah drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer serta implikasinya

terhadap pembelajaran sastra di sekolah. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan

penelitian lebih terfokus pada konflik batin tokoh Direktur Umum dalam naskah

drama Dalam Bayangan Tuhan Atawa Interogasi.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konflik batin tokoh Direktur Umum dalam naskah drama Dalam

Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer?

2. Bagaimana implikasi konflik batin terhadap pembelajaran sastra di sekolah ?

E. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan konflik batin tokoh Direktur Umum dalam naskah drama

Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer

2. Mendeskripsikan implikasi konflik batin terhadap pembelajaran sastra di

sekolah

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam dunia

sastra serta khazanah keilmuan tentang kajian sastra di Indonesia, khususnya

mengenai subyek yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Selain itu,

pembahasan dalam penelitian ini juga dapat menjadi acuan terhadap

pembelajaran sastra di sekolah.

2. Manfaat Praktis

Jika dilihat dari segi kepraktisan, penelitian ini diharapkan mampu

membantu siswa dalam mengidentifikasi konflik batin yang sering dialami

oleh tokoh utama dalam sebuah cerita. Materi yang terkait dengan konflik

Page 17: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

7

batin seperti cerpen, drama, novel, dan lain sebagainya. Konflik batin masuk

dalam unsur intrinsik yaitu penokohan. Tokoh yang mempunyai peranan

penting dalam membangun imaji dalam sebuah naskah drama. Selain itu

dengan adanya penelitian ini, siswa diharapkan terlatih dan terampil dalam

mengatasi pergejolakan yang ada dalam diri sendiri dan terlatih dalam

menyikapi permasalahan yang terjadi dalam lingkungannya sehingga kita

dapat mengambil tindakan yang paling tepat dan tidak berlawanan dengan hati

kecil kita.

G. Metodologi Penelitian

1. Bentuk penelitian

Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dengan pendekatan ini, hasil

penelitian yang dihasilkan bukan berupa angka-angka atau koefisien tentang

variabel, melainkan berupa deskripsi. Metode analisis ini digunakan untuk

menganalisis isi suatu dokumen. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian

adalah naskah drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer.

2. Sumber Data

Sumber data dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan

sumber data sekunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu sumber utama penelitian yang diproses

langsung dari sumbernya tanpa lewat perantara. Sumber data primer

dalam penelitian ini adalah naskah drama Dalam Bayangan Tuhan karya

Arifin C Noer.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu sumber data yang menunjang dan

diperoleh secara tidak langsung atau lewat perantara, tetapi masih

berdasar pada kategori konsep yang akan dibahas. Sumber data sekunder

ini bersifat menunjang penelitian ini. Sumber data sekunder yang

Page 18: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

8

digunakan dalam penelitian ini adalah artikel-artikel dari internet serta

buku-buku yang berhubungan dengan topik penelitian yang diangkat,

serta wawancara eksklusif dengan pembina teater El Na’ma Eko Khotib.

3. Teknik Pengumpulan Data

Proses pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini yakni

dengan membaca dan menyimak naskah drama Dalam Bayangan Tuhan

karya Arifin C Noer secara cermat, terarah dan teliti. Pada saat melakukan

pembacaan tersebut, penulis mencatat data-data masalah yang terkait dengan

tokoh Direktur Umum, dan mencatat kutipan-kutipan yang menggambarkan

karakter tokoh. Pembacaan dilakukan secara berulang-ulang sehingga data

yang didapat lebih maksimal dan terpercaya.

4. Teknik Analisis Data

Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data antara

lain:

a. Menganalisis naskah drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer

dengan menggunakan analisis struktural. Analisis struktural dilakukan

dengan proses membaca dan memahami kembali data yang sudah

diperoleh. Berikutnya mengelompokkan teks-teks yang terdapat dalam

naskah drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer. yang

mengandung unsur intrinsik drama berupa tema, tokoh dan penokohan,

alur, latar atau setting, gaya bahasa, dan amanat.

b. Analisis kedua untuk menjelaskan konflik batin pada tokoh Direktur

Umum dengan cara metode showing (tidak langsung). Menurut Pickering

dan Hoeper dalam Albertine Minderop menjelaskan bahwa metode

showing (tidak langsung) memperlihatkan pengarang menempatkan diri

di luar kisahan dengan memberikan kesempatan kepada para tokoh untuk

menampilkan perwatakan mereka melalui dialog dan action.6 Hal ini

6 Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005) h. 6

Page 19: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

9

dilakukan dengan membaca serta memahami kembali data yang

diperoleh. Selanjutnya mengelompokkan teks-teks yang mengandung

bahasan tentang tokoh Direktur Umum yang terdapat dalam naskah

drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer.

c. Mengimplikasikan naskah drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C

Noer pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah

dilakukan dengan cara menghubungkan materi sastra di sekolah.

Page 20: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Drama

1. Hakikat Drama

Drama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah komposisi syair

atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui

tingkah laku (acting) atau dialog yang dipentaskan.1 Kesan dan kesadaran kita

tentang drama sangat khusus. Bila kita mendekati sebuah puisi, maka kesan

pokok kita adalah bahwa puisi itu adalah suatu intuisi imajinatif. Prosa kita

pandang sebagai suatu beberan yang terbuka, sedangkan drama adalah perasaan

manusia yang beraksi di depan mata kita. Itu berarti bahwa aksi dari suatu

perasaan mendasari keseluruhan drama.

Drama yang baik selalu dikatakan menjadi bahan hiburan dan pendidikan

(dulce et utile). Konflik akan muncul apabila ada pertentangan manusia dengan

manusia, manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan alam, manusia dengan

ideologi, dan manusia dengan masyarakat. Terpulang kepada si dramawan

memilih konflik manakah yang sesuai dengan bahan yang hendak ditulisnya.

Tetapi apa yang penting disini ialah bahwa setiap drama itu harus mempunyai

konflik. Apabila sebuah drama itu tidak mempunyai konflik, ia sesungguhnya

bukanlah sebuah drama.2

Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan

secara verbal adanya dialogue atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada.

Selain didominasi oleh cakapan yang langsung itu, lazimnya sebuah karya drama

juga memperlihatkan adanya semacam petunjuk pemanggungan yang akan

1 Reyhan Virgiawan, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta : Garda Media, 2012), h 72.

2 Suyadi San, Drama, Konsep Teori dan Kajian. (Medan : Partama Mitra Sari, 2013), h 30.

Page 21: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

11

memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan oleh

tokoh.3

Drama dapat saja menggunakan bahasa yang imajinatif atau analitik, karena

itu ia dapat ditulis dalam bentuk puisi atau dalam bentuk prosa, tetapi tanpa aksi

atau perilaku gerak drama tidak ada. Bahkan dapat dikatakan bahwa drama bisa

terjadi tanpa bahasa, namun tidak mungkin tanpa adanya gerak laku (aksi).

Drama tidaklah menekankan pada pembicaraan tentang sesuatu, tetapi yang

paling penting adalah memperlihatkan atau mempertontonkan sesuatu melalui

tiruan gerak. Seorang aktor dalam drama berbuat seolah-olah menjadi seseorang,

seperti meniru gerak tari perang suku Dayak di Kalimantan.4

Drama atau sandiwara juga adalah seni yang mengungkapkan perasaan orang

dengan menggunakan laku jasmani dan ucapan kata-kata.5 Endah Tri Priyatna

dalam bukunya Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis

mengungkapkan bahwa sebuah drama pada hakikatnya hanya terdiri atas dialog.

Mungkin dalam drama ada petunjuk pementasan, namun petunjuk pementasan

ini sebenarnya hanya dijadikan pedoman oleh sutradara dan para pemain. Oleh

karena itu, dialog para tokoh dalam drama disebut sebagai teks utama (hauptext)

dan petunjuk lakuannya disebut teks sampingan (nebentext).6

Drama dalam sastra mempunyai kekhususan dibanding genre puisi atau fiksi

sebab drama lebih difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi langsung

secara konkret. Kekhususan drama juga disebabkan oleh tujuan drama yang

ditulis oleh pengarangnya yang tidak berhenti sampai pada tahap pembeberan

peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajinatif oleh para pembacanya,

3 Melani Budianta, dkk, Membaca Sastra. (Magelang : Indonesia Tera, 2006), h 95

4 M. Atar Semi, Anatomi Sastra. (Padang : Angkasa Raya, 1988), h 156

5 Rendra, Seni Drama untuk Remaja, (Jakarta: Burung Merak Press, 2009), h 73

6 Endah Tri Priyatna, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010),

h 183

Page 22: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

12

namun mesti diteruskan untuk kemungkinan dapat dipertontonkan dalam suatu

penampilan gerak dan perilaku konkret yang dapat disaksikan.7

Beberapa pandangan yang berupaya menjabarkan hakikat drama sebagai berikut:

Austin Warren berpendapat, bahwa pada intinya drama bersifat sastra, tetapi

juga terdiri dari tontonan (spectacole) yang harus memanfaatkan keahlian aktor,

sutradara, penanggung jawab kostum, dan ahli listrik.8

Ferdinand Brunetiere dan Balthazar Verhagen dalam Hasanuddin

berpendapat, drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia

dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku. Sedangkan

menurut Moulton adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah

menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung.9

Berdasarkan tiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian drama

adalah sebuah karya sastra yang dilukiskan dengan gerak yang memanfaatkan

keahlian aktor dan arahan sutradara dan juga melukiskan sedikit banyaknya

kehidupan manusia mulai dari sifat, sikap dan perilaku yang diekspresikan secara

langsung dalam sebuah pementasan. Akan tetapi, sesuatu yang terjadi di atas

panggung tidak termasuk pada teori drama sebagai genre sastra, melainkan

kepada ilmu drama sebagai suatu seni pertunjukan yang oleh banyak pihak pada

saat ini disebut dengan istilah teater. Harus dipahami pula bahwa di dalam drama

terkandung nilai-nilai kebenaran dan keseriusan, dan bukan sekadar “permainan”

belaka.10

7 Hasanuddin WS, Drama Karya dalam Dua Dimensi (Bandung: Angkasa, 1996), h 1

8 Renne Wellek & Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), h

302 9 Hasanuddin, op.cit, h.2

10 Ibid, h.3

Page 23: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

13

Satu hal yang menjadi ciri drama adalah bahwa semua kemungkinan itu harus

disampaikan dalam bentuk dialog-dialog para tokoh. Akibat dari hal inilah maka

seandainya seorang pembaca yang membaca suatu teks drama tanpa

menyaksikan pementasan drama mau tidak mau harus membayangkan jalur

peristiwa di atas pentas.11

Meskipun berbentuk dialog, dilihat dari kemungkinan

untuk dipentaskan ada naskah yang dapat dan akan menarik perhatian orang jika

yang dipentaskan disebut sebagai drama pentas atau drama saja, dan banyak

pula yang tidak memberikan kemungkinan untuk dipentaskan dan disebut drama

baca.12

2. Unsur Pembentuk Drama

Unsur intrinsik drama yang terkandung dalam drama tidak berbeda jauh

dengan unsur yang biasa ditemukan dalam unsur intrinsik cerpen atau novel.

Namun karena drama adalah seni pertunjukkan, maka ada elemen-elemen yang

wajib ada, yaitu pemain atau pelaku pertunjukkan, tempat pertunjukkan, dan

penonton. Tiga hal inilah yang menjadi elemen paling wajib untuk menggelar seni

pertunjukkan atau drama. Sedangkan unsur yang membangun seni drama sebagai

pertunjukkan berbeda dengan teks drama.13

Adapun hal yang terdapat dalam

unsur drama dalam pertunjukan adalah plot, tata artistik, dialog dan gerak,

sedangkan unsur teks drama sebagai berikut:

a. Tema

Tema adalah inti permasalahan yang hendak dikemukakan pengarang

dalam karyanya. Oleh sebab itu, tema merupakan hasil konklusi dari berbagai

peristiwa yang terkait dengan penokohan dan latar. Dalam sebuah drama

terdapat banyak peristiwa yang masing-masingnya mengemban permasalahan,

tetapi hanya ada sebuah tema sebagai intisari dari permasalahan-permasalahan

11

Ibid, h.5-6 12

Melani Budianta, dkk, Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi, (Magelang:Indonesia Tera, 2006), h.111-112 13

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h 163

Page 24: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

14

tersebut. Permasalahan ini juga dapat muncul melalui perilaku-perilaku para

tokoh ceritanya yang terkait dengan latar dan ruang.14

Tema menjadi dasar pengembangan keseluruhan cerita, bersifat menjiwai

seluruh bagian cerita. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas,

dan abstrak. Untuk menemukan tema haruslah disimpulkan dari keseluruhan

cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Walau sulit

ditentukan secara pasti, tema bukanlah makna yang terlalu “disembunyikan”,

namun belum tentu juga dikemukakan secara eksplisit. Tema merupakan

makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya akan

“tersembunyi” di balik cerita yang mendukungnya.15

Tema terbagi menjadi dua, tema utama atau pokok atau mayor dan tema

tambahan atau minor. Tema mayor dapat diartikan makna pokok cerita yang

menjadi dasar atau gagasan dasar umum suatu karya. Menentukan tema pokok

sebuah cerita pada hakikatnya merupakan aktivitas mengidentifikasi, memilih,

mempertimbangkan, dan menilai di antara sejumlah makna yang ditafsirkan

ada dikandung oleh karya yang bersangkutan.16

Makna pokok cerita bersifat merangkum berbagai makna khusus, makna-

makna tambahan itu bersifat mendukung dan atau mencerminkan makna

utama keseluruhan cerita. Jadi singkatnya, makna-makna tambahan atau tema-

tema minor itu, bersifat mempertegas eksistensi makna utama.17

b. Tokoh dan Penokohan

Baldic dalam Nurgiyantoro, menjelaskan bahwa tokoh adalah orang yang

menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama, sedangkan penokohan adalah

penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama dengan cara langsung atau

14

Hasanudin, Op.Cit,h.103 15

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013), h.163 16

Ibid.h.133 17

Ibid.h.134

Page 25: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

15

tidak langsung dan mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya

lewat kata dan tindakannya.18

Tokoh-tokoh yang telah “dipilih” oleh pengarangnya biasanya telah

“dipersiapkan” sedemikian rupa. Akan tetapi, bagaimanapun pengarang tetap

akan menjaga agar “keluar jalurnya” sang tokoh tidak terlalu jauh. Maka, hal-

hal yang melekat pada tokoh dapat dijadikan sumber data atau sinyal

informasi guna membuka selubung makna drama secara keseluruhan. Faktor-

faktor yang dimaksud melekat langsung pada tokoh adalah persoalan nama,

peran, keadaan fisik, keadaan psikis, serta karakternya. Aspek-aspek

penokohan ini akan saling berhubungan dan berkaitan dalam upaya

membentuk dan membangun permasalahan dan konflik di dalam drama.19

c. Alur (Plot)

Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama,

yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan

selesaian.20

Jika sebuah peristiwa atau beberapa peristiwa yang dapat

disatukelompokkan itu dihubung-hubungkan, maka akan terlihatlah susunan

peristiwa secara kausalitas (hubungan sebab-akibat). Pada akhirnya pembaca

akan menemukan sebuah peristiwa atau sekelompok peristiwa akan

berhubungan semuanya tanpa ada peristiwa yang terlepas. Hubungan antara

satu peristiwa atau sekelompok peristiwa dengan peristiwa yang lain disebut

sebagai alur atau plot.21

Rincian Tasrif dalam Nurgiyantoro mengenai plot, yaitu membedakan

tahapan plot menjadi lima bagian. Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut:

1) Tahap Situation. Tahap penyituasian, tahap yang tertama berisi pelukisan

dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan

tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain yang 18

Ibid.h.247 19

Hasanuddin, Op.Cit. h77 20

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h.159 21

Hasanuddin, Op.cit.h.89-90

Page 26: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

16

terutama, berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada

tahap berikutnya.

2) Tahap Generating circumstances. Tahap pemunculan konflik, masalah-

masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai

dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik,

dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi

konflik-konflik pada tahap berikutnya.

3) Tahap rising action. Tahap peningkatan konflik, konflik yang telah

dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan

dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang

menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik

yang terjadi, internal dan eksternal, atau keduanya, pertentangan-

pertentangan, benturan-benturan antarkepentingan, masalah dan tokoh

yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari.

4) Tahap climax. Tahap klimaks, konflik dan atau pertentangan yang terjadi,

yang dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai

titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-

tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya

konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih

dari satu klimaks.

5) Tahap denouement. Tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai

klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri.

d. Latar

Nurgiyantoro di dalam bukunya Teori Pengkajian Fiksi mengatakan

bahwa latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk

pada pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial

tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.22

Di sisi lain Albert

22

Burhan, Op.Cit, h.302

Page 27: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

17

Stanton berpendapat bahwa latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah

peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa

yang sedang berlangsung.23

Dari kedua pendapat tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa latar berkaitan dengan ruang lingkup sebuah cerita. Latar

harus menunjang dengan alur dan penokohan dalam membangun

permasalahan dan konflik. Alur masih netral mengungkapkan peristiwa-

peristiwa sebagai bagian dari permasalahan, latar memperjelas keadaan,

suasana, tempat, dan waktu terjadinya peristiwa. Demikian juga dengan

penokohan yang adakalanya masih mengambang, maka latarlah yang

memperjelasnya.24

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting

untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana

tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.25

Latar terbagi

menjadi tiga bagian, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial budaya.

1) Latar tempat

Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan

mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu,

mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat

dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak,

tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang

bersangkutan.

2) Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan “kapan”

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya

fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu

23

Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), h 35 24

Op Cit, h.94-95 25

Ibid, h.303

Page 28: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

18

faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan

peristiwa sejarah.

3) Latar sosial

Latar sosial-budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan

dengan perilaku masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam

karya fiksi. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,

keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-

lain.26

e. Gaya Bahasa

Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra. Sastra lebih dari sekadar

bahasa, deretan kata, namun unsur “kelebihan”nya itu pun hanya dapat

diungkapkan dan ditafsirkan melalui bahasa. Jika sastra dikatakan ingin

menyampaikan sesuatu, mendialogkan sesuatu, sesuatu tersebut hanya dapat

dikomunikasikan lewat sarana bahasa.27

untuk membuat sebuah dialog antara

tokoh yang satu dengan tokoh lain, pengarang memerlukan bahasa. Ragam

bahasa dalam dialog antar tokoh merupakan ragam lisan yang komunikatif.

Untuk mengetahui sikap dan sifat seorang tokoh dalam sebuah drama, kita

mengetahuinya lewat dialog-dialog yang berfungsi sebagai tuturan dari tokoh

satu ke tokoh lainnya. Pembicaraan tentang gaya bahasa menyangkut

kemahiran pengarang dalam menggunakan bahasa sebagai medium drama.

Bagaimana pengarang memilih sarana pengucapannya sehingga permasalahan

yang ingin dikemukakan dapat tertuang melalui bentukan dialog para tokoh

drama.

Menggunakan bahasa tulis sebagai sarana teks drama, pengarang berarti

tidak berhadapan langsung dengan pembaca, sehingga terdapat celah

kelemahan komunikasi dibandingkan bahasa lisan. Akan tetapi karena situasi

bahasa di dalam drama adalah dialog, maka meskipun menggunakan bahasa

26

Ibid 314-322 27

Ibid. h.364

Page 29: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

19

tulis, kesan kelisanan dalam bahasa langsung tetap menonjol dan dominan

dalam drama dibandingkan pada fiksi yang lain. Gaya bahasa cenderung

dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu penegasan, pertentangan,

perbandingan, dan sindiran.

Sebagaimana di dalam karya sastra lainnya, di dalam drama para

pengarang pun memanfaatkan hal ini. Tentu dengan memperhatikan

kekhususan karakteristik drama. Masing-masing jenis itu dapat diperinci lebih

lanjut, misalnya metafora, personifikasi, asosiasi, paralel, dan lain-lain, untuk

jenis bahasa perbandingan, ironi, sarkas, dan sinis, untuk jenis gaya bahasa

sindiran; pleonasme, repetisi, klimaks, retoris, dan lain-lain, untuk gaya

bahasa penegasan, dan paradoks, antithesis, dan lain-lain, untuk jenis gaya

bahasa pertentangan. Penggunaan jenis gaya bahasa ini akan membantu

pembaca mengidentifikasi perwatakan tokoh. Tokoh yang menggunakan gaya

bahasa penegasan dalam ucapan-ucapannya tentu akan berbeda letaknya

dengan tokoh yang menggunakan gaya bahasa sindiran ataupun pertentangan

dan perbandingan.28

f. Amanat

Hasanuddin di dalam bukunya mengungkapkan bahwa amanat merupakan

opini, kecenderungan, dan visi pengarang terhadap tema yang

dikemukakannya. Amanat di dalam drama dapat terjadi lebih dari satu, asal

kesemuanya itu terkait dengan tema. Pencarian amanat pada dasarnya identik

atau sejalan dengan teknik pencarian tema. Amanat juga merupakan

kristalistik dari berbagai peristiwa, perilaku tokoh, latar, dan ruang cerita.29

Di

dalam amanat terlihat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Amanat dapat

diungkapkan secara eksplisit (berterang-terangan) dan dapat juga secara

28

Hasanuddin, Op.Cit. h. 100 29

Ibid. h. 103

Page 30: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

20

implisit (tersirat). Bahkan ada amanat yang tidak nampak sama sekali.

Umumnya cipta sastra modern memiliki amanat secara implisit.30

B. Pendekatan Psikologi Sastra

1. Psikologi Sastra

Pendekatan Psikologis adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi

bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia.31

Aminuddin dalam bukunya yang berjudul Pengantar Apresiasi karya Sastra

mengatakan bahwa psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional, yakni

sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan kejiwaan orang lain.

Perbedaannya adalah bahwa gejala kejiwaan terdapat dalam sastra adalah gejala

kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam psikologi adalah

manusia-manusia riil.32

Albertine Minderop dalam bukunya yang berjudul Psikologi Sastra

mengatakan bahwa karya sastra, baik novel, drama dan puisi di zaman modern

ini sarat dengan unsur-unsur psikologis sebagai manifestasi: kejiwaan pengarang,

para tokoh fiksional dalam kisahan dan pembaca. Dengan demikian, akhir-akhir

ini telaah sastra melalui pendekatan psikologi mendapat tempat di hati para

peneliti, mahasiswa, dan para dosen sastra.33

Istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang

pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang

kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum

psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Dan yang keempat mempelajari

dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).34

Proses kreatif meliputi

seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra

30

Mursal Esten, Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah, (Bandung : Angkasa, 2013), h 20 31

M. Atar Semi, Metode Penelitian Sastra, (Bandung: Angkasa, 1990), h 76 32

Aminuddin, Pengantar Apresiasi Sastra, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1990), h 93 33

Albertine Minderop, Psikologi Sastra ( Jakarta : Pustaka Obor Indonesia, 2016), h 53 34

Renne Wellek & Austin Warren, Teori Kesusastraan. (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1995), h 90

Page 31: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

21

sampai pada perbaikan terakhir yang dilakukan pengarang. Bagi sejumlah

pengarang, justru bagian akhir ini merupakan tahapan yang paling kreatif.35

Belum banyak pembicaraan tentang proses kreatif yang bersifat umum dan

menunjang teori sastra. Memang banyak sejarah kasus tokoh-tokoh tertentu,

tetapi umumnya berasal dari kasus tokoh-tokoh yang relatif mutakhir., yang

sudah berpikir dan menulis tentang karya seni mereka (Goethe, Schiller,

Flaubert, James, Elliot, dan Valery). Selain itu, ada generalisasi jarak jauh yang

dibuat para psikolog tentang keaslian, penemuan, dan imajinasi. Yang dicari di

sini adalah persamaan penciptaan ilmiah, filsafat, dan seni.36

Endraswara di dalam Albertine Minderop mengungkapkan bahwa langkah

pemahaman teori psikologi sastra dapat melalui tiga cara, pertama melalui

pemahaman teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis terhadap suatu

karya sastra. Kedua dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra

sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang

dianggap relevan untuk digunakan. Ketiga secara simultan menemukan teori dan

objek penelitian.37

Selain itu, Endraswara berpendapat bahwa tanpa kehadiran psikologi

sastra dengan berbagai acuan kejiwaan, kemungkinan pemahaman sastra akan

timpang. Kecerdasan sastrawan yang sering melampaui batas kewajaran

mungkin bisa dideteksi lewat psikologi sastra. Itulah sebabnya pemunculan

psikologi sastra perlu mendapat sambutan. Setidaknya sisi lain dari sastra akan

terpahami secara proporsional dengan penelitian psikologi sastra. Apakah sastra

merupakan sebuah lamunan, impian, dorongan seks, dan seterusnya dapat

dipahami lewat ilmu ini.38

Terkait dengan hubungan antara sastra dan psikologi, terdapat beberapa

faktor yang perlu diperhatikan. Pertama, suatu karya sastra harus merefleksikan 35

Ibid h 97 36

Ibid h 100 37

Op. Cit h 59 38

Ibid h 60

Page 32: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

22

kekuatan, kekaryaan dan kepakaran penciptanya sebagaimana dinyatakan oleh

Cristopher Marlowe.

Pendekatan psikologis menekankan analisis terhadap karya sastra dari segi

intrinsik khususnya pada penokohan atau perwatakan. Jiwa pengarang berupaya

menangkap gejala di sekitarnya, lalu diresapi dan diekspresikan lewat gagasan.

Hal ini diungkapkan oleh Lacan dalam Endraswara, bahwa sastra itu ekspresi

jiwa lewat kata. Di balik kata, ada pengalaman psikoanalisis yang dalam.39

Penekanan ini dipentingkan, sebab sebagaimana sudah kita pahami sastra

berhubungan dengan dunia fiksi, drama, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni

(art) sedangkan psikologi menunjuk kepada studi ilmiah tentang perilaku

manusia dan proses mental. Meski berbeda, keduanya memiliki titik temu atau

kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai

sumber kajian. Pendekatan psikologis ini tidak melulu berasal dari dalam diri

sendiri. menurut Lacan di dalam Faruk dalam bukunya Metode Penelitian Sastra

, orang tidak akan memperoleh citra dirinya yang stabil karena orang mengetahui

dirinya melalui respon orang lain dan dalam mencoba memahami respon orang

lain itu, orang akan mungkin melakukan misinterpretasi.40

Menurut Roekhen dalam Endraswara, psikologi sastra merupakan disiplin

ilmu yang ditopang oleh tiga pendekatan studi, pendekatan tersebut yaitu:

a) Pendekatan tekstual, yaitu mengkaji aspek psikologi sang tokoh dalam

sebuah karya sastra

b) Pendekatan representative pragmatic, yaitu mengkaji aspek psikologi

pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh

karya sastra yang dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam

menikmati karya sastra.

39

Suwardi Endraswara, Teori Kritik Sastra (Yogyakarta:CAPS, 2013), h 129 40

Faruk, Metode Penelitian Sastra, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2015), h 190

Page 33: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

23

c) Pendekatan ekspresif, yaitu aspek psikologi sang penulis ketika

melakukan proses kreatif, yang terproyeksi melalui karyanya, bagi penulis

sebagai pribadi maupun wali masyarakat.41

2. Konflik Batin

Suyadi San, pendiri teater Generasi dan juga seorang dosen Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia di FKIP Universitas Islam Sumatera Utara di dalam

bukunya mengatakan bahwa keunikan dan keistimewaan drama terletak pada

konfliknya. Konflik dalam drama sangat penting, sehingga ia dapat dikatakan

sebagai nyawa dan darah kepada seni tersebut.42

Konflik atau pertentangan bisa

dibangun oleh unsur-unsur berbeda. Ada yang dinamakan konflik peristiwa,

konflik watak, konflik pribadi, dan konflik batin. Jika sebuah drama itu mampu

merangkum keseluruhan konflik, sudah tentu ia berhasil mencapai mutu yang

tinggi. 43

Setiap manusia pasti mengalami konflik batin yang terjadi pada dirinya.

Konflik batin adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau

lebih, atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga

mempengaruhi tingkah laku. Irwanto dalam bukunya berpendapat bahwa

pengertian konflik adalah keadaan munculnya dua atau lebih kebutuhan pada

saat yang bersamaan.44

Albertine Minderop dalam bukunya yaitu Psikologi Sastra mengungkapkan

bahwa konflik batin memiliki bentuk sebagai berikut:

1) Represi (Repression)

Freud sebagaimana dikutip oleh Minderop mengungkapkan

bahwa mekanisme pertahanan ego yang paling kuat dan luas adalah

41

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta : CAPS, 2011), h 9 42

Suyadi San, Drama, konsep teori dan kajian, (Medan : Partama Mitra Sari, 2013), h 29 43

Ibid 44

Irwanto, Psikologi Umum, (Jakarta: PT Prenhallindo, 2002), h 207

Page 34: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

24

antara lain represi. Tugas represi ialah mendorong keluar impuls-

impuls id yang tak diterima, dari alam sadar dan kembali ke alam

bawah sadar. Represi merupakan fondasi cara kerja semua mekanisme

pertahanan ego. Tujuan dari semua mekanisme pertahanan ego adalah

untuk menekan atau mendorong impuls-impuls yang mengancam agar

keluar dari alam sadar.

2) Sublimasi

Sublimasi terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat

secara sosial menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi

sesungguhnya suatu bentuk pengalihan. Misalnya, seorang individu

memiliki dorongan seksual yang tinggi, lalu ia mengalihkan perasaan

tidak nyaman ini ke tindakan-tindakan yang dapat diterima secara

sosial dengan menjadi seorang artis pelukis tanpa busana.

3) Proyeksi

Kita semua kerap menghadapi situasi atau hal-hal yang tidak

diinginkan dan tidak dapat kita terima dengan melimpahkannya

dengan alasan lain. Misalnya, kita harus bersikap kritis atau bersikap

kasar terhadap orang lain. Kita menyadari bahwa sikap ini tidak pantas

untuk kita lakukan, namun sikap yang dilakukan tersebut diberi alasan

bahwa orang tersebut memang layak menerimanya. Sikap ini kita

lakukan agar kita tampak lebih baik. Mekanisme yang tidak disadari

yang melindungi kita dari pengakuan terhadap kondisi tersebut

dinamakan proyeksi.

4) Pengalihan (Displacement)

Pengalihan adalah pengalihan perasaan tidak senang terhadap

suatu objek ke objek lainnya yang lebih memungkinkan. Misal,

adanya impuls-impuls agresif yang dapat digantikan, sebagai kambing

hitam, terhadap orang (atau objek lainnya) yang mana objek-objek

Page 35: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

25

tersebut bukan sebagai sumber frustrasi namun lebih aman dijadikan

sebagai sasaran.

5) Rasionalisasi (Rationalization)

Rasionalisasi memiliki dua tujuan: pertama, untuk mengurangi

kekecewaan ketika kita gagal mencapai suatu tujuan; dan kedua,

memberikan kita motif yang dapat diterima atas perilaku.

Rasionalisasi terjadi bila motif nyata dari perilaku individu tidak dapat

diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif

pengganti dengan tujuan pembenaran.

6) Reaksi Formasi (Reaction Formation)

Represi akibat impuls anxitas kerap kali diikuti oleh

kecenderungan yang berlawanan yang bertolak belakang dengan

tendensi yang ditekan: reaksi formasi. Reaksi formasi mampu

mencegah seorang individu berperilaku yang menghasilkan anxitas

dan kerap kali dapat mencegahnya bersikap antisosial.

7) Regresi

Terdapat dua interpretasi mengenai regresi. Pertama, regresi

yang disebut retrogressive behavior yaitu, perilaku seseorang yang

mirip anak kecil, menangis dan sangat manja agar memperoleh rasa

aman dan perhatian orang lain. Kedua, regresi yang disebut

primitivation ketika seorang dewasa bersikap sebagai orang yang tidak

berbudaya dan kehilangan kontrol sehingga tidak sungkan-sungkan

berkelahi.

8) Agresi dan Apatis

Hilgard sebagaimana dijelaskan di dalam Psikologi Sastra

karya Albertine Minderop berpendapat bahwa perasaan marah terkait

erat dengan ketegangan dan kegelisahan yang dapat menjurus pada

perusakan dan penyerangan. Agresi dapat berbentuk langsung dan

pengalihan (direct aggression dan displaced aggression). Agresi

Page 36: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

26

langsung adalah agresi yang diungkapkan secara langsung kepada

seseorang atau objek yang merupakan sumber frustasi. Bagi orang

dewasa, agresi semacam ini biasanya dalam bentuk verbal ketimbang

fisik. Si korban yang tersinggung biasanya akan merespon. Agresi

yang dialihkan adalah bila seseorang mengalami frustasi namun tidak

dapat mengungkapkan secara puas kepada sumber frustrasi tersebut

karena tidak jelas atau tak tersentuh. Si pelaku tidak tahu kemana ia

harus menyerang; sedangkan ia sangat marah dan membutuhkan

sesuatu untuk pelampiasan. Penyerang kadang-kadang tertuju kepada

orang yang tidak bersalah atau mencari „kambing hitam‟. Apatis

adalah bentuk lain dari reaksi terhadap frustasi, yaitu sikap apatis

(apathy) dengan cara menarik diri dan bersikap seakan-akan pasrah.

9) Fantasi dan Stereotype

Hilgard di dalam Albertine Minderop mengatakan bahwa

ketika kita menghadapi masalah yang demikian bertumpuk, kadang

kala kita mencari „solusi‟ dengan masuk ke dunia khayal, solusi yang

berdasarkan fantasi ketimbang realitas. Contoh para serdadu perang

yang kerap menempelkan gambar-gambar pin-up girls di barak

mereka yang melambangkan fantasi kehidupan tetap berlangsung pada

saat kehidupan seksualnya terganggu sebagaimana orang yang sedang

lapar membayangkan makanan lezat dengan mengumpulkan potongan

gambar berbagai hidangan. Stereotype adalah konsekuensi lain dari

frustrasi, yaitu perilaku stereotype-memperlihatkan perilaku

pengulangan terus-menerus. Individu selalu mengulangi perbuatan

yang tidak bermanfaat dan tampak aneh.45

Umumnya, konflik dapat dikenali karena beberapa ciri, yaitu:

45

Albertine Minderop, Psikologi Sastra, (Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2016), h 29

Page 37: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

27

a) Terjadi pada setiap orang dengan reaksi berbeda untuk rangsangan

yang sama. Hal ini bergantung pada faktor-faktor yang sifatnya

pribadi.

b) Konflik terjadi bilamana motif-motif mempunyai nilai yang seimbang

atau kira-kira sama sehingga menimbulkan kebimbangan dan

ketegangan.

c) Konflik dapat berlangsung dalam waktu yang singkat, mungkin

beberapa detik, tetapi bisa juga berlangsung lama, berhari-hari,

berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.46

Freud dalam Kusumawati menyatakan bahwa faktor-faktor yang

memegang peranan penting dalam beberapa gangguan batin antara lain:

a) Teori Agresi

Teori agresi menunjukkan bahwa depresi terjadi karena

perasaan marah yang ditunjukkan kepada diri sendiri. Agresi yang

diarahkan pada diri sendiri sebagai bagian dari nafsu bawaan yang

bersifat merusak. Untuk beberapa alasan tidak secara langsung

diarahkan pada objek yang berhubungan dengan perasaan berdosa

atau bersalah. Prosesnya terjadi akibat kehilangan atau perasaan

ambivalen terhadap objek yang sangat dicintai.

b) Teori Kehilangan

Teori kehilangan merujuk pada perpisahan traumatik individu

dengan benda atau seseorang yang dapat memberikan rasa aman. Hal

penting dalam teori ini adalah kehilangan dan perpisahan sebagai

faktor predisposisi terjadinya depresi dalam kehidupan yang menjadi

faktor pencetus terjadinya stress.

c) Teori Kepribadian

46

Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h 293

Page 38: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

28

Teori kepribadian merupakan konsep diri yang negatif dan

harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian

seseorang terhadap streessor. Pandangan ini memfokuskan pada

variabel utama dari psikososial yang menyebabkan harga diri rendah.

d) Teori Kognitif

Teori kognitif menyatakan bahwa depresi merupakan masalah

kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap

dirinya sendiri, dunia seseorang dan masa depannya. Individu dapat

berpikir tentang dirinya secara negatif dan tidak mencoba memahami

kemampuannya.

e) Teori ketidakberdayaan

Teori ketidakberdayaan menunjukkan bahwa konflik batin

dapat menyebabkan depresi dan keyakinan bahwa seseorang tidak

mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya,

oleh karena itu ia mengulang respon yang adaptif.

f) Teori Perilaku

Teori perilaku menunjukkan bahwa penyebab depresi terletak

pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan

lingkungan. Depresi berkaitan dengan interaksi antara perilaku

individu dengan lingkungan. Teori ini memandang bahwa individu

memiliki kemampuan untuk memeriksa dan mempertimbangkan

perilakunya. Mereka bukan hanya melakukan reaksi dari faktor

internal. Individu tidak dipandang sebagai objek yang tidak berdaya

yang dikendalikan lingkungan, tetapi tidak juga bebas dari pengaruh

lingkungan dan melakukan apa saja yang mereka pilih tetapi antar

Page 39: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

29

individu dengan lingkungan memiliki pengaruh yang bermakna antar

satu dengan yang lainnya.47

Dengan demikian, teori diatas akan penulis gunakan untuk pembahasan unsur

intrinsik pada BAB IV.

C. Pembelajaran Sastra di Sekolah

Pembelajaran sastra di sekolah khususnya dalam materi drama dapat diklasifiksikan

ke dalam dua golongan, yaitu:

1) Pengajaran teks drama yang termasuk sastra

2) Pementasan drama yang termasuk bidang teater.48

Umumnya, hampir setiap sekolah dari jenjang yang berbeda baik itu SD, SMP,

dan SMA kerap mengadakan pementasan drama dalam pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia. Drama yang ditampilkan dapat terjadi karena faktor tugas akhir atau

tampil di acara yang diselenggarakan oleh sekolah masing-masing. Bukan hanya di

jenjang pendidikan dasar, perguruan tinggi pun sering mengadakan pementasan untuk

dinikmati.

Pendidikan sastra adalah pendidikan yang mencoba mengembangkan kompetensi

apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses kreatif sastra.49

Secara tidak langsung dalam

proses drama, tentu siswa diajak untuk membaca naskah, lalu memahami, kemudian

menganalisis, dan siswa juga berkesempatan menikmati karya sastra. Ketepatan

dalam pengajaran sastra tersebut dapat membantu pendidikan secara utuh apabila

cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu membantu keterampilan berbahasa,

meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta rasa, dan menunjang

47

Magdalena Kusmawati, Gambaran Resiliensi dan Dukungan Sosial pada Anak berusia 7-12, (Jakarta: Fakultas Psikologi Atma Jaya, 2003), h 33 48

Herman J Waluyo, Drama : Teori dan Pengajarannya, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, 2011), h.168 49

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h.168

Page 40: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

30

pembentukan watak.50

Hal ini kurang didapatkan oleh siswa dalam lingkup sekolah.

Dalam kurikulum KTSP maupun kurikulum 2013, materi drama hanya sebatas

mengidentifikasi unsur intrinsik dan menulis drama saja. Proses kritik sastra sebagai

bentuk dari budaya kritis siswa tidak difasilitasi oleh kurikulum.

D. Penelitian Relevan

Adapun penelitian relevan ini dibuat untuk menghindari kejahatan dalam

dunia akademik yaitu pencontekan atau penjiplakan karya orang lain. Untuk

menghindari hal tersebut, penulis akan memaparkan perbedaan antara masing-

masing judul dan permasalahan yang dibahas.

Skripsi pertama berjudul “Hubungan Fungsional antara Gaya Bahasa dengan

Penokohan dalam Perkembangan Plot Naskah Drama Dalam Bayangan Tuhan

Atawa Interogasi I Karya Arifin C Noer”. Skripsi ini ditulis oleh Lusia Andriyani

mahasiswa IKIP Malang Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tahun

1995. Skripsi ini membahas tentang gaya bahasa dengan penokohan dalam

perkembangan plot naskah yang ada dalam naskah drama Dalam Bayangan Tuhan

karya Arifin C Noer. Skripsi ini lebih spesifik dan berfokus kepada masalah gaya

bahasa dan penokohan yang ada dalam naskah Dalam Bayangan Tuhan Karya Arifin

C Noer. Oleh karena itu, antara skripsi tersebut dengan skripsi karya penulis terdapat

perbedaan subyek pembahasan.

Skripsi kedua berjudul “Perbedaan Tema Naskah Drama Karya Arifin C Noer

(Sumur Tanpa Dasar, Kapai-Kapai, Dalam Bayangan Tuhan atawa Interogasi).

Skripsi ini ditulis oleh Indra Suherjanto, mahasiswa IKIP Malang jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tahun 1994. Skripsi ini lebih menekankan

kepada tema di antara tiga naskah karya Arifin C Noer yaitu Sumur Tanpa Dasar,

Kapai-Kapai, dan Dalam Bayangan Tuhan atawa Interogasi. Skripsi ini

membandingkan tiga naskah tersebut atau dengan kata lain penelitian tersebut

objeknya lebih banyak. Sedangkan skripsi penulis lebih spesifik membahas masalah

50

B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h.16

Page 41: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

31

konflik batin tokoh Direktur Umum dalam Naskah Drama Dalam Bayangan Tuhan

atawa Interogasi.

Skripsi ketiga berjudul “Perilaku Masyarakat Urban dalam Drama Mega-

Mega Karya Arifin C Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA”.

Skripsi ini adalah hasil karya Yunia Ria Rahayu, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Subyek dan obyek penelitian

skripsi ini berbeda. Obyek penelitian skripsi Yunia dan obyek penelitian skripsi ini

sama-sama karya Arifin C Noer, namun dengan judul karya yang berbeda.

Dari tiga skripsi yang ada menunjukkan bahwa pembahasan DBT belum

banyak dilakukan, sedangan pembahasan untuk karya Arifin C Noer yang lain

cenderung melihat permasalahan sosial, bukan masalah psikologi tokoh. Dengan

demikian, pembahasan tentang DBT ini telah dilakukan oleh dua skripsi yang terbit

23 tahun yang lalu. Namun skripsi tersebut tidak membahas masalah konflik batin

tokoh Direktur Umum. Kebaruan subyek pembahasan skripsi ini terkait dengan

perkembangan situasi aktual di dalam masyarakat modern di Indonesia.

Page 42: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

32

BAB III

BIOGRAFI PENGARANG

A. Biografi Arifin C. Noer

Arifin memiliki nama lengkap Arifin Chairin Noer, lahir di kota Cirebon Jawa

Barat 10 Maret 1941. Ia meninggal di Jakarta, pada 28 Mei 1995 diusia yang ke 54

tahun.1 Ayahnya merupakan seseorang yang berprofesi sebagai tukang sate dangulai,

meskipun terlahir dari keluarga yang sangat sederhana, akan tetapi ia memiliki

semangat yang tinggi untuk menimba ilmu. Pendidikan pertama yang ditempuhnya di

sekolah SD Taman Siswa, Cirebon, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP

Muhammadiyah, Cirebon. Tak lama setelah lulus dari SMP ia melanjutkan ke

sekolah tingkat atas di SMA Negeri Cirebon, meskipun tidak diselesaikan. Lalu

mencoba melanjutkan kembali pendidikannya di Sekolah Jurnalistik, Solo.2 Setelah

lulus, pada tahun1967 masuk ke perguruan tinggi dan mengambil pendidikan di

Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta. Serta International

Writing Program, Universitas Iowa, AS pada tahun 1972.3

Sejak SLP Arifin sudah giat bermain sandiwara. Karyanya yang pertama kali

berjudul Dunia Yang Retak. Ia menulis sekaligus menyutradarai pementasan

tersebut.4 Saat masih sekolah di Solo, ia bergabung dengan Himpunan PeminatSastra

Surakarta(HPSS) sambil mencanangkan hari puisi.5 Pada tahun 1960-an Arifin

menikah dengan Nurul Aini dan tinggal di Yogyakarta. Semenjak pindah ke

Yogyakarta pada tahun 1960-an ini kreativitasnya di bidang penulisan puisi dan

1 Hardo S, “Arifin C.Noer, Sineas Lengkap”, Jakarta: Suara Karya Minggu, no. 1073, Minggu

ketiga Agustus 1992, h.3 2 Jamal D Rahman dkk, 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, (Jakarta: Gramedia, 2014)

3Puji Sentosa.“Biografi Arifin C.Noer”, http://pujies pujies.blogspot.com/2010/01/arifin-

cnoer. html. 4Ibid

5Ibid

Page 43: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

33

drama semakin berkembang.6 Sebelum akhirnya Arifin menekuni dunia teater,

pertama kali ia bergabung dengan sebuah teater bernama Teater Muslim pimpinan

Mohammad Diponegoro, kemudian bergabung dengan Bengkel Teater pimpinan

W.S. Rendra. Pada tahun 1968 dengan modal kreativitasnya yang tinggi dalam dunia

teater kemudian pindah ke Jakarta dan mendirikan sebuah teater yang diberi nama

Teater Kecil. Teater ini pun dijadikan sebagai wadah untuk mengekspresikan

kreativitas seni khususnya teater di Indonesia.7 Melalui Teater Kecil ini Arifin

memiliki harapan agar kesenian di Indonesia dapat dikembangkan agar memiliki

kualitas yang lebih baik.

Semenjak memiliki Teter Kecil ia mulai memikirkan kebutuhan finansial

untuk dapat menunjang proses kreativitas teaternya dalam berkesenian agar

kehidupan berteater dapat berjalan terus. Selanjutnya ia mulai bekerja sebagai

manager pengelola Balai Bimbingan dan Latihan Kerja di Kawasan Industri

Pulogadung, Jakarta Timur. Namun karena merasa kreativitas seninya tidak terasah

saat bekerja sebagai manager, ia pun memilih untuk berhenti dan menjabat menjadi

Ketua Dewan Kesenian Jakarta. Arifin juga pernah diundang ke sebuah akademi

teater di Amerika Serikat untuk menjadi dosen tamu di sana. Selain itu Arifin juga

pernah menjabat sebagai kepala humas majalah Sarinah. Merasa tidak dapat

mengembangkan kreativitasnya di bidang seni, pada akhirnya untuk kesekian kalinya

Arifin keluar dari pekerjaannya untuk menekuni dunia perfilman dan teater.

Arifin mulai terjun ke dunia film pada tahun 1971. Berkat kegigihannya dan

konsistensinya dalam dunia seni, lewat film karyanya berjudul Pemberang, ia dapat

menyabet piala The Golden Harvest pada Festival Film Asia (1972), Film berjudul

Melawan Badai pun tak luput mendapat penghargaan sebagai sekenario terbaik, film

Suci Sang Primadona juga menjadi film terbaik dalam Festival Film Indonesia (1973,

1974, 1990). Pada tahun 1982 film Serangan Fajar menyabet 5 piala Citra, dan film

6Ibid

7Ibid

Page 44: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

34

yang dibintangi oleh Meriam Bellina dengan Rano Karno berjudul Taksi menjadi film

terbaik dalam Festival Film Indonesia pada tahun 1990 dan meraih 7 piala citra,

selain itu Arifin juga mendapat piala Vidia dalam Festival Sinetron Indonesia (1995).

Lebih hebatnya lagi melalui film hasil garapannya yang mendapat penghargaan

terbesar selama pemerintahan Orde Baru adalah film Pengkhianatan G.30.S/PKI yang

dibintangi Umar Kayam, keberhasilan kembali diraihnya dengan gelar sebagai

penulis sekenario terbaik. Film ini selalu diputar setiap tahun melalui TVRI dalam

memperingati "Hari Kesaktian Pancasila" dan baru diberhentikan setelah

pemerintahan Orde Baru tumbang. 8

Selain film-film karyanya, beberapa naskah drama Arifin pun tak luput dari

kemenangan. Karya drama tersebut yaitu: drama Mega-Mega menjadi pemenang

kedua sayembara naskah drama Badan Pembinaan Teater Nasional

Indonesia(BPTNI) tahun 1967. Naskah drama Kapai-kapai memenangkan Hadiah I

sayembara penulisan lakon DKJ. Sebagai sastrawan yang unggul dan kreatif, ia juga

sering mendapat hadiah sastra, antara lain, Pemenang Sayembara Penulisan Naskah

Lakon dari Teater Muslim, Yogyakarta (1963) atas karyanya Matahari di Sebuah

Djalan Ketjil dan Nenek Tertjinta, Anugerah Seni dari Pemerintah Republik

Indonesia (1972) atas jasanya dalam mengembangkan kesenian di Indonesia, Hadiah

Sastra ASEAN dari Putra Mahkota Thailand (1990) atas karyanya Ozon, dan Hadiah

Sastra dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1990). Dramanya Kapai-

Kapai diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Harry Aveling dengan judul

Moths dan diterbitkan di Kuala Lumpur, Malaysia.9

B. Karya Arifin C.Noer

Arifin digolongkan oleh Abdul Hadi WM sebagai sastrawan besar untuk

bidang teater sebagai tokoh angkatan 70-an yang lakon sandiwaranya bernada

8 Ibid

9Ibid

Page 45: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

35

surealis. Sastrawan yang disebut sebagai Sineas Lengkap dalam Suara Karya Minggu

ini telah banyak melahirkan karya. Dikatakan sebagai Sineas Lengkap sebab ia

bukan hanya menyutradarai, tetapi juga menulis cerita dan skenario. Dengan menulis

sendiri cerita dan skenario kemudian menyutradarainya, maka apa yang ingin

disampaikan kepada penonton bisa utuh.10

Kelancaran bertutur dan penyelesaian

konflik yang tidak bertele-tele menjadi ciri khas dan sekaligus kekuatan film-film

Arifin. Namun untuk menikmati hasil film garapan Arifin juga tidak mudah, sebab

diperlukan sebuah kecermatan mengikuti alur cerita dan membedah dialog-

dialognya.11

Seperti film karya Arifin yang berjudul Bibir Mer, film ini dapat

dikatakan sebagai refleksi kegelisahan terhadap kehidupan sosial dan perilaku umum

yang sudah demikian absurd. Menurut Arifin dalam sebuah wawancaranya kepada

Suara Karya Minggu mengatakan “Pokoknya film ini bercerita tentang bibir di

Indonesia”. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, Arifin menjelaskan bahwa inti isi

dari film Bibir Mer tersebut adalah tentang cara bersikap masyarakat Indonesia.

Kritikus sastra dan drama menilai Arifin sebagai salah satu pembaharu dunia

drama di Indonesia. Karya-karya drama dan puisinya mempunyai jalinan dramatik

yang kuat, sedangkan drama-dramanya puitis sekali. Kritikus film Dr. Salim Said

juga menuliskan pendapatnya tentang karya Arifin,“sebuah skenario yang plastis dan

memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada penonton. Tanpa perlu menceritakan

semuanya, penonton bisa tahu jalan cerita dengan sedikit menggunakan pikiran dan

perasaannya”. Sedangkan menurut penilaian Rendra, Arifin merupakan orang yang

serius menggeluti teater, sehingga bisa kita lihat bagaimana karya-karya Arifin

meninggalkan gema yang panjang untuk disimak.

Dilihat secara tematik, nyaris semua karya Arifin C Noer mengurus tema

ketidakadilan sosial, modernitas vs tradisi, yang duniawi versus ukhrawi, yang

pedasaan versus perkotaan. Bahkan, secara bentuk pun Arifin C Noer

10

Ibid 11

Ibid.

Page 46: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

36

memperhadapkan yang tradisi dengan yang modern, yang fakta dengan yang fiksi,

yang mengkota dan yang kampungan. Tema dan permasalahan yang diangkatnya

boleh jadi universal, namun suasana dan citarasanya Indonesia.12

Selain menulis sajak dan naskah lakon, Arifin berhasil menulis banyak

skenario film dan sinetron serta kritik dan esai drama dan seni pentas yang lain.13

Adapun buku kumpulan sajak karyanya adalah: Nurul Aini (1963), Siti Aisah (1964),

Puisi-Puisi yang Kehilangan Puisi (1967), Selamat Pagi, Jajang (1979), dan

Nyanyian Sepi (1995). Buku dramanya adalah Lampu Neon (1960), Matahari di

Sebuah Djalan Ketjil (1963), Nenek Tertjinta (1963), Prita Istri Kita (1967), Mega-

mega (1967), Sepasang Pengantin (1968), Kapai-Kapai (1970), Sumur Tanpa Dasar

(1971), Kasir Kita (1972), Tengul (1973), Orkes Madun I atawa Madekur dan

Tarkeni (1974), Umang-Umang (1976), Sondek, Pemuda Pekerja (1979), Dalam

Bayangan Tuhan atawa Interogasi I (1984), Ari-Ari atawa Interograsi II (1986), dan

Ozon atawa Orkes Madun IV (1989). Selain itu, ia juga menyutradarai banyak film

dan sinetron serta menulis skenarionya, antara lain, Pemberang (1972), Rio Anakku

(1973), Melawan Badai (1974), Petualang-Petualang (1974), Suci Sang Primadona

(1978), Harmoniku (1979), Lingkaran-Lingkaran (1980), Serangan Fajar (1981),

Pengkhianatan G.30 S/PKI (1983), Matahari-Matahari (1985), Sumur Tanpa Dasar

(1989), Taksi (1990), dan Keris (1995).

C. Pemikiran Arifin C.Noer

Arifin C.Noer merupakan salah satu sastrawan yang karyanya banyak

mencerminkan atau berkaca melalui kehidupan yang terjadi di Indonesia, baik dalam

karya filmnya maupun drama ia lebih condong mengangkat permasalahan di

Indonesia, sehingga seluruh karyanya dapat dirasakan sebagai karya keIndonesiaan.

Menurut Arifin, sastra merupakan hasil karya seni yang cenderung angkuh karena

12

Jamal D Rahman dkk, 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia, (Jakarta: Gramedia,2014) 13

Op. Cit

Page 47: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

37

mau mengungkapkan segalanya secara utuh. Namun tanpa membaca sastra manusia

tidak bisa berkaca diri untuk mengungkapkan kenyataan.14

Sebuah karya sastra

bukanlah semata-mata produk khayalan, tetapi juga hasil produk pengalaman dan

berpikir. Semua pengarang harus mampu menangkap segala pengalaman yang ada

pada dirinya, kemudian pengarang pula yang menuangkan kedalam bentuk karya

sastra untuk menghadirkan kenyataan yang ada melalui keindahan penggunaan

bahasa.15

Arifin C Noer dan Teater Kecil adalah sebuah fenomena dalam teater

Indonesia modern. Kalau WS. Rendra dengan bengkel teater menyumbangkan

kegagahan dalam kemiskinan dengan antara lain menggali idiom pengadegan teater

rakyat seperti ketoprak, Teguh Karya dengan Teater Populer menyumbangkan upaya

menggali realisme barat dan pola produksi yang sadar pasar sehingga menjadikan

teater sebagai hidangan terhormat di masyarakat kelas menengah. Arifin

menyumbangkan bau Indonesia dengan segala masalah sosial, psikologis, plus juga

sering mistik Jawa/Sunda dalam kemasan Indonesia. Arifin salah seorang pelopor

teater Indonesia modern yang membawa cap Indonesia. Sama dengan Rendra dan

Teguh Karya, di samping sebagai sutradara, Arifin juga aktor yang hebat. Lebih dari

kedua orang rekannya itu, dia adalah pengarang produktif yang meninggalkan banyak

naskah drama yang sduah membuat sejarah dalam perjalanan teater Indonesia modern

seperti misalnya: Mega-Mega, Kapai-Kapai, dan Sumur tanpa Dasar. Dalam awal-

awal lomba penulisan lakon yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta

(DKJ) pada dekade 70-an, dewan juri sampai tak memberikan hadiah utama, karena

mereka menganggap tak ada peserta yang bisa menghampiri kualitas lakon Arifin

Kapai-Kapai yang dianggap sebagai standar lakon untuk teater Indonesia modern.16

14

Sardjono Maria A, “Tanpa Seni Manusia Tak Dapat Berkaca Diri”, (Jakarta: Media

Indonesia, 1990). h. 1 15

Ibid., 16

Pusat Dokumentasi Sastra H.b. Jassin, Dari Konsep ke Panggung Arifin, (Semarang: Harian Suara Merdeka, 2005)

Page 48: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

38

Berbeda dari Teater Populer yang jelas berkiblat kepada Barat, tetapi tidak

juga sama dengan Bengkel Teater yang menempatkan penonton sebagai raja

sekaligus anak kecil, yang harus dihibur/diberikan pengarahan dengan cerita dan

kritik-kritik tajam yang frontal, Arifin mengajak penonton bermain, berkontemplasi,

untuk bersama-sama kembali kepada kehidupan sehari-hari di sekitar dengan

persoalan sosial dan aspek religiusitas yang tak bisa lepas dari masyarakat yang

mayoritas muslim. Arifin adalah salah seorang dari pentolan yang membawa teater

Indonesia modern untuk berdarah dan berdaging lokal dengan muatan-muatan lokal,

namun tanpa harus terjebak dalam keterbatasan idiom ekspresi. Kalau di dalam

pementasan Bengkel Teater misalnya jelas terlihat pola pengadeganan yang

menyarankan sesuatu yang dilakukan oleh teater rakyat ketoprak dalam bertutur.

Arifin dalam pementasan-pementasan Teater Kecil lebih cenderung kepada seni

bertutur mendongeng yang sampai kini tetap hidup di beberapa kawasan Nusantara

seperti kita lihat pada membasan di Bali, kaaba di Sumatera Barat dan Aceh.17

Utuy Tatang Sontany dengan realisme sosialnya sudah menarik teater pada

kenyataan sosial dalam kehidupan sehari-hari dari era sandiwara-sandiwara yang

sangat berbau Shakespeare. Arifin melanjutkan, tetapi ia tidak lagi hanya mengolah

realisme sosial secara fisik tetapi ke dalam batinnya. Ia menampilkan ekspresi

manusia Indonesia dengan segala lamunan, mimpi, mistik, kekonyolan dan bahkan

juga absurditasnya. Kalau dilihat seluruh perjalanan artistik Arifin, mulai dari

pementasan-pementasannya lewat Teater Muslim Yogya (pimpinan Mohammad

Diponegoro), jelas bahwa Arifin yang mulai dari realisme kemudian menuju ke

surealisme dan selanjutnya memainkan keduanya tanpa kecanggungan. Itu kita lihat

jelas dalam naskah Sumur Tanpa Dasar. Naskah tersebut berawal dari kisah realis

yang lebih menonjolkan pengamatan psikologis, kemudian berubah menjadi sesuatu

17

Ibid

Page 49: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

39

yang surealistik dan impresif. Arifin disebut-sebut sebagai pembawa

realisme/surealisme religius dalam ekspresi-ekspresi personanya.18

Menurut Arifin seni akting sebagai bahan telaah, baik dari segi kesenian

maupun dari segi sosiologi ataupun dari segi lainnya sungguh sangat kaya dan sangat

menantang, terlebih lagi di Indonesia sebab akan membawa seseorang ke dalam hutan

pengetahuan yang wilayahnya banyak bersampiran dengan wilayah ilmu-ilmu sosial

yang selalu bikin penasaran. Sebab seni akting itu lahir tidak sendirian, ia

berdampingan dengan berbagai macam ragam pengetahuan, terutama psikologi.

Dalam setiap pembuatan karyanya Arifin selalu menangkap realitas yang ada

di sekitar. Menurutnya dengan cara tersebut ia dapat mendekatkan masyarakat

Indonesia dengan realitas di sekitarnya. Meskipun begitu, ia juga menemui banyak

kesulitan dalam menemukan karya yang memiliki identitasnya sendiri, tidak kebarat-

baratan maupun tidak terlalu ketimuran akan tetapi tetap mencerminkan

keIndonesiaan itu sendiri. Hal lain yang tidak kalah penting yang diperlukan dalam

menciptakan sebuah karya adalah menanamkan budaya perencanaan. Tidak dapat

dipungkiri pula budaya perencanaan tersebut dapat mencerminkan bagaimana sikap

manusia Indonesia menghadapi masa depan dan mengurus dirinya. Sikap yang apa

boleh buat merupakan sikap yang mencemaskan, karena masa depan kemudian

menjadi hal yang sulit diramalkan. Gencarnya arus informasi yang dihasilkan

teknologi komunikasi, antara lain ikut mempersulit ketepatan prediksi manusia.

Seperti karya-karya teaternya, hampir semua film Arifin kental bernuansakan

keindonesiaan, dalam arti selalu menggali nilai-nilai tradisional milik bangsa untuk

dipentaskan dalam sebuah film dan selalu menggali idiom-idiom yang berbau tradisi.

18

Ibid

Page 50: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

40

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Unsur Intrinsik Naskah Drama Dalam Bayangan Tuhan Atawa Interogasi Karya

Arifin C Noer.

1. Tema

Tema adalah inti permasalahan yang hendak dikemukakan pengarang

dalam karyanya. Oleh sebab itu, tema merupakan hasil konklusi dari berbagai

peristiwa yang terkait dengan penokohan dan latar. Dalam sebuah drama

terdapat banyak peristiwa yang masing-masingnya mengemban permasalahan,

tetapi hanya ada sebuah tema sebagai intisari dari permasalahan-permasalahan

tersebut. Permasalahan ini juga dapat muncul melalui perilaku-perilaku para

tokoh ceritanya yang terkait dengan latar dan ruang.1 Naskah drama Dalam

Bayangan Tuhan Atawa Interogasi Karya Arifin C Noer mempunyai tema

tentang kesenjangan sosial terutama yang terjadi antara tokoh Direktur Umum

dan Sandek.

SANDEK : Tidak sulit membedakan beliau dengan saya bukan? Sebenarnya

tidak begitu perlu memperkenalkan diri karena saya yakin siapapun akan

mengenalnya sebagai seorang direktur dari suatu pabrik assembling mobil

terbesar di negeri ini. Paling sedikit semua orang pasti akan mampu menaksir

harga pakaian dan sepatu serta perlengkapan lainnya seperti arloji cincin dan

sebagainya.2

Terlihat sekali dalam petikan tersebut bagaimana tokoh Sandek

medeskripsikan tokoh Direktur Umum sebagai sosok yang bergelimang harta jika

dilihat dari luarnya.

Sandek masih belum tahu bagaimana mulai makan. Baru pertama kali dalam

hidupnya ia menyaksikan hidangan makan siang semewah itu, baik

makanannya maupun tempatnya. Ia bengong saja beberapa saat. Sementara

1 Hasanudin Ws, Drama Karya dalam Dua Dimensi,(Bandung: Angkasa, 1996),h.103

2 Arifin C Noer, Dalam Bayangan Tuhan, h 6

Page 51: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

41

itu Direktur Umum dengan perasaan bahagia sekali mulai memindahkan

sebagian isi rantang ke piringnya.3

Dari kutipan kedua bisa dibayangkan betapa miskinnya tokoh Sandek

sampai-sampai dia tidak tahu bagaimana caranya memulai makan di ruangan

sebagus itu dan dengan hidangan semewah itu.

Jika dilihat dari judulnya, Dalam Bayangan Tuhan Atawa Interogasi,

mungkin orang akan berpikiran bahwa naskah drama ini sarat dengan

religiusitas. Tidak salah memang, dalam naskah drama ini memang ada unsur

religiusitas yang digambarkan oleh tokohnya, akan tetapi secara keseluruhan

naskah ini lebih menonjolkan kritik sosial dalam masyarakat Indonesia.

Naskah drama Dalam Bayangan Tuhan terbagi ke dalam empat bagian,

bagian pertama bercerita tentang dialog antara Direktur Umum dengan

Sandek. Bagian kedua bercerita tentang kedurhakaan tokoh Direktur Umum

terhadap ibunya. Bagian ketiga menceritakan tentang Sandek dan Oni yang

masuk Rumah Sakit dan menemukan berbagai keganjilan-keganjilan yang

terjadi. Pada bagian keempat bercerita tentang Sandek yang hendak dioperasi

dan kehidupan Sandek bersama Oni di rumah sederhananya. Masing-masing

bagian memiliki subtema yang berbeda-beda. Pada bagian pertama, tema yang

tersaji adalah ketimpangan sosial, dimana pada babak pertama ini Arifin

menyajikan konflik antara Direktur Umum dengan Sandek. Perdebatan yang

terjadi awalnya cukup sengit sebelum akhirnya Sandek berubah menjadi

pengecut.

SANDEK yang ditunjuk kelihatannya semakin ketakutan. Pada saat

itu pintu belakang terbuka dan muncul dua orang pelayan dalam

pakaian seragam putih-putih dari suatu hotel mewah menyajikan

hidangan makan siang. Makan siang untuk dua orang. Semakin kikuk

3 Ibid, h 14

Page 52: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

42

SANDEK memperhatikan bagaimana pelayan-pelayan itu memenuhi

meja dengan makanan.4

Pada babak kedua, Arifin menonjolkan kemegahan sekaligus

kebobrokaan yang dimiliki oleh tokoh Direktur Umum. Awal mulanya tokoh

Sutradara memperkenalkan tokoh Direktur Umum sebagai orang yang

Multinasionalis dan penguasa dunia. Perkenalan sosok Direktur Umum ini

menunjukkan bahwa dia orang yang berpengaruh, seorang pemimpin sebuah

perusahaan yang disegani. Apalagi dia sedang meresmikan sebuah pabrik baru

miliknya.

Begitu layar diangkat orang-orang bertepuk-tangan. SUTRADARA

pergi. Direktur Umum sedang pidato dalam suatu upacara peresmian

pabrik. Kertas warna-warni. Beberapa saat beberapa wartawan sibuk

dengan tustelnya.5

Pada peristiwa selanjutnya, Arifin masih menunjukkan bahwa Direktur

Umum adalah sosok yang sangat ambisius dan seorang yang begitu memuja

manusia dengan kekuatan pikirannya.

Keagungan manusia! Terpujilah manusia! Putra-putra dewa yang

sejati! Tuhan sendiri mengakui kedudukan manusia yang luar biasa

ini. Para malaikat yang adalah helai-helai cahaya itu juga bersujud.

Hari ini adalah hari kemenangan manusia.6

Petikan pidato tokoh Direktur Umum di atas menunjukkan bahwa

tokoh Direktur Umum sangat mendewakan dan mengagungkan manusia

dengan segala kehebatan fikirannya yang mampu menciptakan berbagai

penemuan luar biasa.

Pada cerita selanjutnya, yang terjadi justru sebaliknya. Arifin berusaha

memutarbalikkan fakta yang terjadi. Ia menghadirkan sosok Ibu dari Direktur

4 Ibid, h 24

5 Ibid

6 Ibid, h 25

Page 53: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

43

Umum untuk mematahkan argumen-argumen yang dilontarkan oleh Direktur

Umum dan kebobrokan tokoh Direktur Umum dimulai dari sini, dimana ia

adalah seorang anak yang tidak berbakti kepada orangtuanya dengan tidak

mengakui ibunya sendiri.

WARTAWAN I : Maaf, pak Malin. Siapa wanita tua yang ganjil itu?

DIREKTUR UMUM : anda sendiri mengatakan ganjil. Kalau begitu,

wanita ganjillah.7

Fakta bahwa tokoh Direktur Umum tidak mengakui ibunya sendiri diperkuat

oleh argumen yang dilontarkan oleh tokoh Ibu.

Ia telah melupakan ibunya. Sejak ia merantau ia tidak pernah kembali.

Dengan badan yang tua ini ibunya mencari anak itu. Pernah dua kali

ibunya menemui anak itu ketika sedang sibuk di kantornya di New

York, tapi anak itu tak lagi tahu nama kampong nelayan di tanah

Minang dimana ia dibesarkan dalam kemiskinan. Terakhir ibu itu

diusir oleh sekretaris anak itu di suatu pasar bursa di London.8

Yang terjadi selanjutnya layaknya seperti kisah Malin Kundang,

seorang anak durhaka yang tidak mengakui ibunya ketika ia telah sukses,

namun berbeda dengan Arifin yang dalam naskahnya ini, ia mencoba untuk

membuat sebuah perbedaan. Perbedaan itu terletak pada bagian akhir cerita

dari peristiwa Direktur Umum yang tidak mengakui ibunya. Jika dalam cerita

rakyat Malin Kundang sang anak yang dikutuk karena tidak mengakui ibunya,

maka dalam naskah drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer ini

justru sang ibulah yang dikutuk oleh anaknya.

Patung penemuan ini juga akan menemani patung-patung yang lain

koleksi umum nasional. Maka saya harap sumbangan saya sangat

berharga ini akan dapat diterima dengan bahagia oleh segenap warga

kota Saya sangat mencintai patung ini tapi saya juga ingin supaya

7 Ibid, h 26

8 Ibid, h 27

Page 54: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

44

orang lain sempat menatap dan mencintainya juga. Sebab di balik

patung yang purba ini terekam rahasia dan riwayat manusia.9

Babak ketiga menjadi pentas bagi Sandek dan Oni. Pada babak ini,

tokoh Sandek dan Oni menjadi pesakitan bersama pasien lain yang berada di

rumah sakit. Tema yang hendak disampaikan oleh Arifin pada babak ketiga

ini mengenai bobroknya sistem rumah sakit. Hal ini semacam kritikan

terhadap rumah sakit yang ada di Indonesia. Berbagai permasalahan yang

digambarkan dalam adegan di babak ketiga ini merupakan cerminan

pelayanan rumah sakit yang buruk yang sering terjadi di Indonesia, utamanya

persoalan administrasi. Masalah administrasi menjadi sorotan utama pada

babak ini.

DOKTER KEPALA : Dalam kuliah hari ini ingin sekali saya

bicarkan secara khusus segi-segi administrasi ini. Namun saya tidak

tertarik menguraikan kenapa bidang administrasi rumah sakit sebagai

suatu jurusan belum mendapat perhatian tetapi saya terutama ingin

menyadarkan bahwa tanpa disadari administrasi adalah kunci segala-

galanya. Kegagalan-kegagalan selama ini dalam segala bidang

ternyata disebabkan oleh penguasaan administrasi yang tidak

memadai.10

Masalah administrasi seolah menjadi kunci jika pasien ingin dirawat

secara baik oleh pihak rumah sakit. Bahkan sampai-sampai Arifin membuat

sindiran bagi rumah sakit yang begitu satir. Sindiran itu adalah pada adegan

ketika orang yang sudah mati di rumah sakit itu tidak diurus hanya karena

administrasinya belum selesai.

DOKTER KEPALA : Lho ini kan sudah mati.

DOKTER ASISTEN :Memang sudah, prof.

PERAWAT P :Sudah lama sekali kok.

DOKTER KEPALA :Kalau memang sudah lama kenapa mayat ini

masih diberi jata disini?

PERAWAT P :Itu kan hanya soal administrasi, prof.

9 Ibid, h 33

10 Ibid, h 43

Page 55: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

45

DOKTER ASISTEN :Hanya soal administrasi, prof.

DOKTER KEPALA :Saya kira juga memang hanya soal

administrasi.11

Selain masalah administrasi, Arifin juga menyoroti masalah sikap

perawat terhadap pasien. Dalam dunia rumah sakit memang sudah tak lazim

lagi ditemukan sikap perawat yang terkesan sinis terhadap pasien rumah sakit.

Terkadang ketika pasien mengeluh kesakitan, justru perawat tidak peduli dan

malah membentaknya.

SEORANG PASIEN : Oh! Oh! Uh! Uh!

PERAWAT L : Saya peringatkan sekali lagi diam! Jangan cengeng!

Hargai dirimu sebagai manusia!.

SEORANG PASIEN : Saya tidak tahan. Saya tidak tahan. Rasanya

seperti sedang terbakar uluhati saya.

PERAWAT P : Itu biasa! Artinya kamu mau mati! Jadi jangan

rewel! Jangan cengeng! Tabah!

PERAWAT L : Memalukan! Kamu laki atau perempuan?

SEORANG PASIEN : Laki.

PERAWAT L : Lebih lagi memalukannya! Diam, nggak? Saya

kepret lho!12

Beberapa perlakuan perawat yang tidak mengenakkan terhadap pasien

beberapa kali ditunjukkan oleh Arifin dalam babak ketiga ini. Beberapa

perlakuan Dokter Kepala yang peduli terhadap tokoh Sandek dan Oni

hanyalah kamuflase belaka. Hal ini semakin menambah citra buruk rumah

sakit dalam pandangan masyarakat. Pada babak ini Arifin seolah ingin

menyampaikan kritik sosial dengan sindiran-sindiran halus yang ia tampilkan

pada setiap adegannya.

Pada babak keempat adalah peristiwa di mana Sandek dan Oni sedang

berada di rumah beradegan bersama kedua anaknya. Awal mulanya mereka

berdua sedang bercengkerama memikirkan masalah beban hidup yang mereka

tanggung utamanya oleh Sandek. Kemudian muncullah kedua anak mereka

11

Ibid, h 36 12

Ibid, h 41

Page 56: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

46

menghampiri Sandek dan Oni. Layaknya anak kecil yang masih polos, mereka

begitu riang tanpa mengetahui permasalahan yang membelit kedua

orangtuanya. Oni berpesan pada kedua anaknya bahwa selagi bisa bermain

dan bersenang-senang maka lakukanlah, karena ketika mereka sudah beranjak

besar nanti, kehidupan akan benar-benar berubah seperti apa yang Oni dan

Sandek rasakan. Oni tidak mau kedua anaknya, saat ini ikut merasakan

penderitaan yang dirasakannya bersama Sandek.

ONI : kita di luar musim. Kita tidak punya musim. Apa bedanya ?

kalau ibu memilih suatu kata, hanyalah sekedar memberi tahu bahwa

kita masih hidup. Masih mencoba hidup. Mencoba memahami kata,

suatu kata. Sekarang main lagilah kalian diluar. Jangan terlalu jauh

tapi. Jangan terlalu lama tapi. Bagaimanapun udara diluar lebih bersih

daripada di dalam gubuk apek ini. Hiruplah udara sepuas-puas kalian

mumpung belum diperdagangkan. Bahkan oksigen terasa mulai

berkurang dan mahal.13

Tidak lupa Oni memberi peringatan kepada kedua anaknya agar

memanfaatkan waktu selagi masih bisa bermain, karena tidak lama lagi

mereka akan memasuki dunia yang lain dari sekarang dalam artian mereka

akan mulai memikul pula beban yang dirasakan Sandek dan Oni.

ONI : kalian juga begitu.lebih lagi barangkali. Nah, pergilah kalian.

Bermainlah selagi kalian masih bisa bermain. Tidak lama lagi kalian

akan memasuki dunia yang lain sama sekali. Segeralah. Bermainlah.14

Selain bertemakan tentang kondisi Sandek dan Oni, di babak keempat

ini Direktur Umum muncul kembali. Dia menemui Sandek ketika sedang

berada di ruang operasi. Sandek yang terbaring lemah di meja operasi

dihampiri oleh Direktur Umum. Direktur Umum merasa iba dengan kondisi

Sandek saat ini. Ia merasa kasihan dengan keadaan Sandek yang terbaring

lemah di meja operasi.

13

Ibid, h 60 14

Ibid

Page 57: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

47

DIREKTUR UMUM : Saya tidak sedang memerlukan analisa saat ini.

Saya memerlukan orang ini bicara. Adalah tidak adil membiarkan

wajah orang ini terus-menerus memandang dengan penuh dakwaan

sementara mulutnya samasekali rapat seolah seluruh giginya menyatu.

Sorot matanya. Air-mukanya. Oh, rahasia apa yang dia simpan?15

Pada babak keempat ini ditutup dengan adegan di mana Sandek

dipaksa untuk menyebutkan identitas yang sebenarnya. Arifin hendak

menunjukkan bahwa di dunia ini semua berbicara tentang angka, semuanya

harus melibatkan angka, bahkan sampai manusia pun menggunakan angka

sebagai nomor pengenal.

2. Tokoh dan Penokohan

Dalam unsur intrinsik, tokoh dan penokohan merupakan dua hal

penting yang tidak dapat dipisahkan dalam sebuah cerita. Tokoh merupakan

pemeran dalam jalannya suatu cerita atau lakon. Tokoh memegang peranan

penting yang tidak bisa dianggap remeh. Tokoh dan penokohan merupakan

unsur penting dalam cerita fiksi. Hadirnya sebuah peristiwa dan konflik dalam

cerita fiksi dijalani oleh tokoh-tokoh dengan segala perwatakannya. Arifin

dalam Dalam Bayangan Tuhan melukiskan tokohnya secara jelas. Hal ini

terlihat melalui tindakan para tokoh serta pendeskripsian yang disampaikan

oleh pengarang melalui narasi dan dialog. Sebagai manusia yang memiliki

masalah serta problema kehidupan, tokoh yang dihadirkan pun berperan

dalam menghadirkan konflik serta alur bagi kehidupannya.

Gambaran tokoh tercermin lewat dialog dalam naskah lakon Dalam

Bayangan Tuhan karya Arifin C. Noer, tergambar tokoh beserta wataknya.

Tokoh biasanya ditandai dengan nama sedangkan penokohan atau karakter

biasanya ditandai dengan sikap dan watak. Dalam naskah drama Dalam

Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer, terdapat banyak tokoh yang terlibat

dalam jalannya cerita di antaranya, Sandek, Direktur Umum, Oni, Ibu Tua,

15

Ibid, 64

Page 58: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

48

Sutradara, Dokter Kepala, Polisi, Satpam, Luki, Para Wartawan, Perawat,

Pasien-Pasien, yang mati, asisten dokter, anak Sandek, Sekretaris, dan

tetangga-tetangga. Dalam naskah drama Dalam Bayangan Tuhan Atawa

Interogasi, tokoh yang menjadi peran utama adalah Sandek dan Direktur

Umum. Kedua tokoh ini pada babak pertama mengalami konfrontasi yang

menegangkan. Masing-masing memiliki keribadian dan watak yang

berbanding terbalik.

Berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh dalam cerita secara

keseluruhan, tokoh dibedakan ke dalam tokoh utama; tokoh utama yang

utama dan tokoh utama tambahan serta tokoh tambahan; tokoh tambahan

utama dan tokoh tambahan yang tambahan. Di bawah ini akan saya jelaskan

karakteristik dari masing-masing tokoh yang ada dalam naskah drama Dalam

Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer.

a. Sandek

Sandek adalah tokoh utama dalam lakon drama Dalam Bayangan

Tuhan Atawa Interogasi Karya Arifin C Noer. Dilihat dari awal

kemunculannya, Sandek termasuk tokoh utama yang utama. Hal ini karena

Sandek memiliki peranan vital untuk mengetahui tema apa yang terkandung

dalam naskah drama Dalam Bayangan Tuhan ini. Sandek adalah seorang

buruh yang menuntut keadilan di perusahaan yang dipimpin oleh seorang

tokoh yang bernama Direktur Umum. Di awal babak, Sandek menjelaskan

terlebih dahulu siapa dirinya dengan memperkenalkan dirinya kepada

penonton bagaimana dia menjalani lakon ini sebagai tokoh yang memerankan

Sandek. Tokoh Sandek merupakan representasi dari seorang pemimpin buruh

yang mencoba untuk menyuarakan keluh kesah yang dialami oleh rekan-rekan

buruhnya.

Yang paling menyedihkan dalam lakon sandiwara ini adalah

kenyataan bahwa SANDEK, tokoh utama sandiwara ini bukanlah

tokoh yang riil. Sebagai tokoh “fiktif” tentu saja ia memiliki beberapa

Page 59: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

49

kelemahan dasar, seperti misalnya segi-segi historisnya. Bahkan

kelahiran SANDEK boleh dikatakan sebagai dipaksakan, seperti

sebuah revolusi. Karena itu pada posisinya yang menurut beberapa

kalangan sebagai tidak alami SANDEK telah melakukan

penyimpangan hukum kejadian, dalam hal ini adalah menyimpangkan

arah sejarah bangsa ini, dan kedua sekaligus ini berarti memberikan

satu cirri tambahan baru pada pola kepribadian bangsa ini.16

Seolah ingin menegaskan posisinya yang tidak menguntungkan dalam

menjalani peran ini, Sandek kembali menekankan kepada penonton tentang

perannya itu dalam menghadapi perdebatan dengan tokoh Direktur Umum.

Para penonton yang terhormat, sebentar lagi Sandek yang saya

mainkan dalam keadaan tanpa pegangan dan posisi yang labil, malah

bisa dikatakan tidak konstan, sebagai layaknya sesuatu yang berada

pada tingkat prosessing – sebentar lagi akan dihadapkan kepada

Direktur Umum dari manajemen pabrik tempat Sandek bekerja

sebagai buruh.17

Ketika debat sudah dimulai dan suasana mulai memanas, Sandek

berupaya untuk memancing emosi Direktur Umum dengan mengungkit segala

harta kekayaannya. Segala apa yang dimiliki oleh Direktur Umum disebutkan

oleh Sandek. Sandek mencoba untuk menempatkan Direktur Umum sebagai

orang yang kejam karena telah merampas jatah makan bayi-bayi dalam satu

generasi.

Paling sedikit semua orang pasti akan mampu menaksir harga pakaian

dan sepatu serta perlengkapan lainnya seperti arloji cincin dan

sebagainya. Satu langkah tokoh ini lebih berharga dari beasiswa untuk

dua pemuda di negeri ini. Seorang tukang sol sepatu yang langkahnya

lebih banyak tidak akan mampu menghitung biaya yang dihabiskan

tokoh ini sehari semalam minus makan malamnya disebuah restaurant

termewah dari sebuah hotel termewah di negeri ini. Begitu mahal

biaya hidup tokoh ini sehingga secara kasar bisa didakwa bahwa ia

telah merampas jatah makan bayi-bayi yang kelaparan di lorong-

lorong kota diseluruh bumi ini pada satu generasi. Maaf kalau

sentimen sosial ini tidak bisa saya tahankan sebelum waktunya.18

16

Ibid, h 6 17

Ibid 18

Ibid, h 7

Page 60: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

50

Pada awal perdebatan, Sandek pandai dalam memainkan emosi

Direktur Umum. Ketika Direktur Umum merasa keberatan dengan apa yang

dilontarkan oleh Sandek, maka Sandek berusaha menuruti perkataan Direktur

Umum, akan tetapi justru Sandek kemudian memancing Direktur Umum

kembali dengan mengungkit masalah biaya dari furnitur yang ada dalam

ruangan Direktur Umum

Baik, akan saya katakan saja secara singkat kalau begitu. Para hadirin,

ruang dimana akan dihadapkan Sandek adalah ruang kerja Direktur

Umum. Harga bangunan tuang itu lebih mahal daripada sepuluh rumah

murah di Depok. Luasnya….19

Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya Sandek pandai memainkan

emosi. Dia mampu membuat Direktur Umum memotong kalimatnya sebelum

Sandek menyelesaikan perkataannya.

Pada bagian selanjutnya, Sandek mengalami perubahan sifat yang

berbanding terbalik dari sebelumnya. Jika sebelumnya Sandek terkesan

menantang Direktur Umum, maka yang terjadi selanjutnya adalah Sandek

begitu ketakutan ketika Direktur Umum mulai mengeluarkan argumennya.

Tak dapat dipungkiri memang dalam lakon sandiwara ini, kekuatan utama

Direktur Umum adalah kata-kata dan logika seperti dalam petikan naskah

berikut ini.

Lakon ini hanya akan memberikan kesempatan kepada kita untuk

berbicara dan bukan untuk yang lainnya. Kita akan adu kata-kata adu

logika. Adalah tidak adil kalau kamu mempengaruhi sentimen

penonton terlebih dahulu sebelum mereka mengetahui duduk

persoalannya.20

Dengan kelihaian yang dimiliki oleh Direktur Umum dalam menyusun

kalimat dan kata-kata serta pandai menggunakan logika, Sandek pun

19

Ibid, h 8 20

Ibid

Page 61: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

51

mengakui keunggulan yang dimiliki oleh lawan bicaranya tersebut. Sandek

yang sejatinya mewakili barisan para buruh untuk melancarkan aksi demo

terhadap bosnya yaitu Direktur Umum kini tertunduk patuh atas apa saja yang

diucapkan oleh tokoh Direktur Umum.

Pada halaman delapan, tokoh Sandek secara sempurna berubah

menjadi penakut, sebagaimana seorang buruh ketika berbicara dengan

atasannya, apalagi yang ia ajak bicara adalah seorang pemilik pabrik, orang

nomor satu di perusahannya. Tampaklah Sandek kikuk bahkan terbata-bata

dalam menjawab setiap pertanyaan yang terlontar dari Direktur Umum.

SANDEK :Iy . . . ya. Maaf. Saya tidak mengerti apa yang bapak

maksudkan.21

Bahkan Sandek terkesan lugu ketika menjawab pertanyaan dari Direktur

Umum. Pertanyaan-pertanyaan dasar yang ditanyakan oleh Direktur Umum

terkadang dia tidak bisa menjawabnya.

DIREKTUR UMUM : Saudara jujur sekali. Itulah yang membuat

saya menaruh hormat dan mendorong saya mengadakan pertemuan ini.

SANDEK : Saya juga masih tidak faham apa yang bapak katakan.

Maafkan saya.

DIREKTUR UMUM : Kalau kata-kata belum cukup mampu berkata

bagaimana kalau kita makan dulu?

SANDEK : Sekali lagi saya harus minta maaf karena saya juga

masih belum mengerti.22

Pada bagian ini Sandek cukup sempurna dalam menampilkan sikap polosnya.

Terlihat dari jawaban-jawaban yang dilontarkannya ketika dia diajak makan

oleh Direktur Umum di ruang kerja Direktur Umum.

SANDEK : Saya tidak pernah tahu mengenai waktu. Saya tidak

pernah memperdulikannya atau boleh jadi waktu tidak pernah

memperdulikan saya. Yang pasti saya lapar.23

21

Ibid h 8 22

Ibid h 13 23

Ibid

Page 62: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

52

Pada babak ketiga ketika berada di rumah sakit bersama istrinya yaitu

Oni, Sandek berubah menjadi orang yang pandai beretorika. Di hadapan

orang-orang yang ada di rumah sakit, Sandek berbicara mengenai posisinya,

apa yang menjadi kegundahan di dalam hatinya.

SANDEK : Ada semacam kebodohan dalam tindakan Sandek, tetapi

tentu saja Sandek tidak pernah menyadarinya. Apa-apa yang

dilakukannya didorong oleh nalurinya yang sehat dan sama sekali ia

tidak sedang berfilsafat. Segi ini yang barangkali sulit difahami orang.

Setidak-tidaknya bayangannya sendiri yang direktur itu tidak dapat

menangkap latar belakang ini. Ketika tiba-tiba Sandek menjadi bisu,

sebenarnya ia sedang menyempurnakan sikap-skapnya sebagai Sandek

dengan hati nuraninya. Sejak itu begitu banyak kata menyerbu

tenggorokannya, dari perut, jantung dan otak berjuta kata berebut

keluar pada saat yag bersamaan. Semuanya tersekap terkunci, saling

menyekap saling mengunci, sehingga semuanya menjelma menjadi

sunyi.

Pengakuan Sandek ini tentu saja sedikit membuka bagaimana Arifin

mencoba untuk memosisikan Sandek sebagai orang yang ingin menyuarakan

kebenaran baginya dan teman-teman buruhnya. Sandek oleh Arifin dibuat

sebagai lawan tanding yang tidak sepadan bagi Direktur Umum, layaknya

david versus goliath. Rakyat biasa melawan Direktur pabrik. Persoalannya

disini adalah Sandek tidak bermodalkan apa-apa dalam menyauarakan

aspirasinya di hadapan Direktur Umum. Sedangkan Direktur Umum yang

berpengalaman dalam beradu argumen tentulah bukan perkara sulit dalam

menghadapi gelombang protes yang hendak dilancarkan oleh Sandek.

SANDEK : Apa komentar Sandek tentang harapan? Ia diam saja. Ia

tidak pernah membaca buku-buku sejarah. Tapi ia diam-diam

menyimpan rahasia sejarah. Selain itu ia juga menyimpan dengan baik

potret orang tua dan kakek buyutnya dalam kenangannya. Dalam

warna hitam-putih ia masih dapat membayangkan orang-orang

Page 63: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

53

sederhana yang selalu sengsara itu, jelas tercacar pada airmuka mereka

yang selalu merahasiakan sesuatu, airmuka yang rata!24

Kutipan dialog Sandek diatas mempertegas bahwa Sandek tidak

mempunyai harapan untuk melawan birokrasi yang diciptakan oleh sebagian

oknum. Dialog itu terjadi ketika Sandek sedang berada di rumah sakit, namun

petugas rumah sakit seperti mempersulit pasien yang hendak dirawat seperti

masalah administrasi yang seolah menjadi permasalahan utama.

Pada babak keempat di mana pada awal pembuka pentas, Sandek

sedang berada bersama Oni di dalam rumahnya. Adegannya adalah Oni

sedang mengeroki Sandek yang sedang jatuh sakit. Sambil mengeroki

suaminya, Oni mengajak Sandek untuk berbincang. Sandek nampak frustasi

dengan keadaan yang dia alami saat itu. Dari ucapannya yang menjawab

pertanyaan dari Oni bahwa dia telah kehilangan bahasa, kata-kata, dan bahkan

suaranya seperti pada kutipan berikut ini.

SANDEK : Bukan Sandek tidak mau berbagi cerita atau berbagi

pengalaman, tapi sandek tidak mampu. Ia telah kehilangan bahasa,

kata-kata dan bahkan kehilangan suaranya.25

Ada yang menarik pada babak keempat ini. Arifin C Noer seperti

hendak melakukan kritik terhadap beberapa orang, namun dengan melalui

perantara tokoh Sandek. Kritik pertama ia sampaikan untuk aktor dan

sastrawan. Berikut ini petikannya

SANDEK : Sastrawan yang mana? Aktor yang mana? Sandek

menganggap mereka, juga pengarang sandiwara ini, terlalu kebarat-

baratan dan sulit menangkap nuansa persoalan yang sedang

digelutinya. Selain itu pada zaman ini sangat sulit menemukan

seniman yang tidak genit. Mereka narsis semuanya26

.

24

Ibid h 45 25

Ibid h 61 26

Ibid

Page 64: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

54

Kritikan kedua ia tujukan kepada ahli sosial. Menurut tetangganya

yang bertanya pada Sandek, bahwa ahli sosial dapat meminjamkan alat-alat

dan bahasanya. jadi tetangganya tersebut menganjurkan kepada Sandek untuk

meminjam alat-alat dan bahasanya kepada kaum elit tersebut.

TETANGGA II: Kalau begitu apakah Sandek tidak dapat berhubungan

dengan ahli-ahli ilmu sosial? Bukan tidak mungkin kelompok elit ini

bersedia meminjamkan alat-alat dan bahasanya.

SANDEK : Sebagaimana halnya para seniman, juga para ilmuwan

tidak jelas orientasinya dan terperangkap ke dalam strata sosialnya

sendiri. mereka juga tidak lebih dari kaum orientalis yang sering

tersesat di hutan-hutan katulistiwa. Sandek sangsi apakah mereka

mampu memahami pengalaman-pengalamannya dan mengutarakannya

menjadi pengertian-pengertian.27

Kritikan ketiga ia tujukan kepada pers. Pada bagian ini seolah Sandek

sedang mengkritik Dewan Kesenian Jakarta. Pada saat itu memang DKJ

kesulitan dalam membayar honor para pemainnya.

SANDEK : Pers yang mana?pers milik siapa?selain itu saat ini pers

sedang sibuk sekali oleh persoalannya sendiri. paling sedikit pers kini

sedang kepusingan akibat masalah pelik manajemennya karena

personilnya kelewat banyak.

Seniman, Ilmuwan, pers semakin sibuk dari hari ke hari oleh persoalan

mereka sendiri. yang satu sibuk dengan persoalan estetika, yang lain

sibuk dengan persoalan metode dan fungsi.28

Kritikan keempat ia tujukan kepada para politikus.

SANDEK : Siapa itu? Apa itu?Tanya Sandek. Sandek tidak mengenal

mereka. Karena itu Sandek sangsi apakah mereka juga mengenal

Sandek.29

Kritikan terakhir ia alamatkan untuk kaum agamis. Menurutnya, saat ini kaum

agamis kesibukannya berlipat ganda karena petualangan ilmu dan teknologi.

27

Ibid h 62 28

Ibid 29

Ibid

Page 65: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

55

SANDEK : Sandek tidak mau mengganggu mereka. Petualangan ilmu

dan teknologi telah menyebabkan kesibukan mereka jadi berlipat

ganda. Salah satu persoalan dasar mereka adalah juga bahasa. (Mereka

saat ini sedang mencoba memahami kembali secara lebih baik kalimat

demi kalimat, kata demi kata, huruf demi huruf yang terkandung dalam

setiap firman Tuhan).30

Setelah Sandek menyampaikan semua kritikannya, ia menunjukkan

sisi religiusnya. Sisi religius itu ia tunjukkan ketika salah satu tetangganya

berkata bahwa tidak ada harapan lagi bagi Sandek untuk berbicara.

TETANGGA I: Kalau begitu berarti tak ada harapan sama sekali

Sandek akan bicara.

SANDEK : Ada. Sandek akan mencoba meminjam bahasa dan suara

Tuhan.31

Kalimat ini menunjukkan bahwa Sandek adalah sosok yang religius. Ia

mengakui bahwa harapan terakhirnya ialah tuhan, karena ia tahu bahwa suara

tuhan adalah suara kebenaran yang tidak mungkin salah. Akhirnya Sandek

menyerahkan semuanya kepada tuhan dan berpasrah diri terhadap tuhan.

Dari pembahasan tokoh Sandek, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

tokoh Sandek adalah tokoh dinamis karena Sandek mengalami perubahan

karakter di dalam naskah ini. Selain itu dilihat dari kemunculannya, Sandek

termasuk tokoh utama yang utama karena perannya yang vital di dalam

jalannya cerita.

b. Direktur Umum

Direktur Umum adalah seteru abadi dalam naskah Dalam Bayangan

Tuhan karya Arifin C Noer . Tokoh Direktur Umum dilukiskan sebagai sosok

yang bergelimang harta, necis, idealis, dan penuh dengan kemewahan. Sosok

direktur ini merupakan kebalikan dari Sandek. Arifin seperti membenturkan

kedua tokoh ini untuk menciptakan konflik-konflik horizontal yang

menyebabkan terjadinya permasalahan yang menarik dalam naskah ini.

30

Ibid h 63 31

Ibid

Page 66: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

56

Direktur Umum memiliki sifat yang keras dalam menjalani kehidupan. Dia

terkenal memiliki kemauan yang kuat, ambisius dan tegas. Sosok Direktur

Umum yang idealis tercermin dari jawabannya menanggapi komentar Sandek.

Biaya saya mahal karena saya telah menyerahkan telah membaktikan

yang paling mahal milik saya, yaitu akal budi dan daya cipta dan juga

keringat! Saya tidak semata-mata mempertaruhkan daging saya tapi

seluruh kekayaan saya. Siapa yang mempertaruhkan sedikit modal ia

hanya akan mendapatkan sedikit keuntungan.32

Direktur Umum merasa tersulut karena hal tersebut sangat sensitif

baginya, Seolah-olah Sandek begitu antipati terhadap kesuksesan yang

dimiliki Direktur Umum. Namun yang perlu digarisbawahi adalah, Direktur

Umum sebenarnya tidak merasa benar-benar tersulut oleh kata-kata Sandek.

Ia hanya berusaha untuk menutupi segala kemewahannya yang hendak

dipertontonkan oleh Sandek. Direktur Umum tahu bahwa masyarakat awam

sangat antipati terhadap kemewahan yang dimiliki oleh pejabat. Maka dari itu,

Direktur Umum tidak mau jika Sandek menunjukkan slide yang Direktur

Umum tahu bahwa itu akan menyudutkannya.

DIREKTUR UMUM: Lakon ini hanya akan memberikan kesempatan

kepada kita untuk berbicara dan bukan untuk yang lainnya. Kita akan

adu kata-kata adu logika. Adalah tidak adil kalau kamu mempengaruhi

sentimen penonton terlebih dahulu sebelum mereka mengetahui duduk

persoalannya.33

Direktur Umum berusaha agar ia dan Sandek hanya akan beradu

Argumen, adu kata-kata dan adu logika, sebab jika Sandek memunculkan

slide yang telah ia siapkan, bisa jadi penonton secara psikologis akan berada

di belakang Sandek yang mewakili orang miskin. Sandek berusaha

menampilkan seolah-olah ini adalah pertarungan antara si miskin vs si kaya,

sedangkan Direktur Umum tentu tidak mau hal itu terjadi. Sebab jika itu

32

Ibid h 7 33

Ibid h 8

Page 67: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

57

terjadi, maka Sandek mendapat dukungan moril dari masyarakat awam yang

merasa senasib dengan Sandek mewakili kaum si miskin.

SANDEK: Baik, akan saya katakan saja secara singkat kalau begitu. Para

hadirin, ruang dimana akan dihadapkan Sandek adalah ruang

kerja Direktur Umum. Harga bangunan tuang itu lebih mahal

daripada sepuluh rumah murah di Depok. Luasnya….34

Ketika Sandek lagi-lagi berusaha menyerang Direktur Umum dengan

membahas ruang kerja Direktur Umum yang mewah, Direktur Umum pun

langsung mengelaknya.

DIREKTUR UMUM: Kamu betul-betul sentiment sekali. Ingat. Kita

belum memulai adegan itu.35

Dengan kemahirannya memainkan kata-kata serta kecerdasaannya

dalam mengelak segala tuduhan Sandek, Direktur Umum pun berhasil

membalikkan keadaan. Ketika Sandek tidak mengungkit kemewahannya lagi,

disitulah Direktur Umum merasa memiliki celah untuk melakukan serangan

balik. Sentimentil yang ditunjukkan oleh Sandek lebih mengarah agar

Direktur Umum sebagai pimpinan menanggapi dengan Sandek dengan sinis.

Karena jika hal ini terjadi, Sandek berharap bosnya tersebut membludak

amarahnya hingga melakukan kesalahan yang bisa ia manfaatkan.

DIREKTUR UMUM :Persoalan keadilan bukan semata-mata

persoalan rakyat jelata, anak muda..., tetapi persoalan umum, dan

sekali lagi saya ingatkan, bahwa adegan sandiwara ini belum dimulai,

karenanya tahan diri dulu, tinggalkan dulu pakaian rombeng

kerakyatanmu.36

Strategi Direktur Umum untuk melawan Sandek pun dimulai. Hal ini bisa

dilihat dari petikan berikut ini.

DIREKTUR UMUM :Persoalan pokok dalam adegan pertama

sandiwara ini adalah Direktur Umum harus memberikan saran-saran

34

Ibid 35

Ibid 36

Ibid h 9

Page 68: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

58

atau persuasi kepada Sandek yang sedang memimpin aksi pemogokan

buruh pabrik.37

Dalam petikan dialog di atas, secara tersirat Direktur Umum mulai

melakukan psywar terhadap Sandek. Direktur Umum mencoba untuk

menyerang psikologi Sandek seolah-olah Sandek salah dan harus diberikan

saran-saran atau persuasi. Ini menunjukkan secara tidak langsung bahwa

Sandek melakukan kesalahan karena memimpin aksi pemogokan buruh.

DIREKTUR UMUM :Mula-mula sekali Direktur Umum akan

menyampaikan saran-saran pribadinya secara simpatik yang

dibungkus tawaran-tawaran berupa goodwill, kedudukan dan uang.

Kalau ternyata nanti gagal kemudian ia akan mengajukan kepada

Sandek sederetan peraturan-peraturan pabrik, Undang-Undang dan

lain-lain. Nah, saya kira siapapun pasti akan menilai bahwa langkah-

langkah ini adalah sangat bijaksana sekali.38

Pada dialog di atas, mulai terlihat ambisi Direktur Umum untuk

menjegal Sandek dengan sederet strategi yang disiapkah oleh Direktur Umum.

Strategi tersebut digunakan agar Sandek tidak bisa melawannya. Tawaran-

tawaran yang bersifat niat baik, kedudukan dan uang. Secara pemikiran

umum, hal ini sulit ditolak untuk kalangan buruh seperti Sandek. Kecerdasan

Direktur Umum seperti tiada habisnya. Sandek seperti tidak diberi ruang sama

sekali. Jika Sandek masih bersikukuh tidak mau menerima tawaran itu, maka

peraturan-peraturan pabrik dan Undang-Undang yang akan berbicara. Artinya

Sandek seperti memakan buah simalakama, dia tidak bisa menghindar dari

pilihan.

DIREKTUR UMUM :Masyarakat itu suatu kawanan kerbau yang

kadangkala tidak tahu apa-apa dan mereka masih mengidap romantika

sejarah bahwa kebenaran selalu berpakaian compang-camping atau

sederhana seperti nabi-nabi dahulu kala. Camkan baik-baik kata-kata

37

Ibid 38

Ibid h 10

Page 69: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

59

saya: illusi kuno itu! Zaman sudah berubah dengan seluruh perangkat

alat-alat dan kaidah-kaidahnya.39

Kutipan teks di atas menunjukkan dua sifat sekaligus yang ada pada

diri Direktur Umum yaitu arogan dan aktual. Sikapnya yang arogan

ditunjukkan ketika Direktur Umum menyebut masyarakat sebagai suatu

kawanan kerbau karena pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah

bahwa orang yang benar selalu datang dari orang yang teraniaya. Hal ini

digambarkan oleh Direktur Umum dengan berpakaian compang-camping.

Yang kedua adalah aktual. Aktual dalam hal ini adalah Direktur Umum

menyadari bahwasanya zaman semakin maju pasti mengalami perubahan.

Perubahan seperti itulah yang harus disadari oleh setiap orang, sehingga

orang-orang tidak tergerus oleh perubahan zaman. Hal ini menuntut manusia

untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan baik agar dapat bersaing

dengan orang lain.

DIREKTUR UMUM: Sudah tentu saya tidak hendak menganjurkan

supaya manusia dilepaskan dari kehidupan emosionalnya, tapi saya

berani mengatakan bahwa zaman yang penuh dengan emosi-emosian

sudah berlalu. Zaman yang kini sedang kita hidupi adalah zaman

fikiran. Dalam suasana zaman inilah saya harap pertukaran fikiran

antara saya dengan Sandek atau dengan siapa saja bisa berjalan. Saya

tidak punya senjata kecuali fikiran dan kata-kata.40

Pada kutipan ini seolah Arifin menegaskan bahwa tokoh Direktur

Umum yang dia munculkan adalah tokoh yang idealis. Kekuatan Direktur

umum pada setiap bagiannya adalah bermain dengan kata-kata dalam artian

selalu pandai dalam berbicara baik ketika debat dengan Sandek maupun

ketika berdialog dengan tokoh lain. Hal ini bisa dilihat dari bagian terakhir

dalam kutipan di atas bahwa Direktur Umum tidak punya senjata lain kecuali

fikiran dan kata-kata. Selain itu ada makna yang terkandung dalam salah satu

39

Ibid h 11 40

Ibid h 12

Page 70: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

60

kalimat yang dilontarkan oleh Direktur Umum. “zaman yang kini sedang kita

hidupi adalah zaman fikiran”. Perlu diketahui bahwa naskah Dalam

Bayangan Tuhan ini ditulis oleh Arifin C Noer pada tahun 1984. Pada saat itu,

presiden Soeharto sedang gencar-gencarnya melakukan pembersihan terhadap

para pelaku kejahatan. Operasi ini disebut petrus (penembakan misterius).

Petrus adalah suatu operasi rahasia dari pemerintahan Soeharto pada tahun

1980-an untuk menanggulangi tingkat kejahatan yang begitu tinggi saat itu.

Operasi ini secara umum adalah operasi penangkapan dan pembunuhan

terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan dan ketentraman

masyarakat khususnya di Jakarta dan Jawa Tengah. Pelakunya tak jelas dan

tak pernah tertangkap, karena itu muncul istilah “petrus”, penembak misterius.

Pada tahun 1984 operasi petrus masih terjadi dan banyak orang yang menjadi

korban. Hal ini seolah menegaskan bahwa pada waktu itu presiden Soeharto

hendak menegaskan pada khalayak bahwasanya zaman atau masa yang

sedang ia pimpin harus berganti menjadi zaman fikiran, zaman bagi orang-

orang yang berfikir dengan bebas, tanpa ada ancaman sedikitpun. Mungkin

inilah yang hendak disampaikan oleh Arifin dalam naskahnya.

DIREKTUR UMUM : Aah, bubur apa lagi ini? Istri saya memang

luar biasa. Cintanya kepada saya ia isyaratkan ke mana-mana, sampai-

sampai bubur ini pun seperti bunga saja laiknya. Setiap kali saya

merasa sedang menghirup bau harum cinta kasihnya.41

Arifin memang dikenal sebagai sosok yang romantis. Sosok yang tau

bagaimana mengungkapkan rasa cintanya kepada orang yang dia cintai.

Tulisannya yang pertama berupa sajak, yang menggambarkan curahan

perasaan cintanya kepada seorang gadis Nurul Aini (1963), yang kemudian

ternyata menjadi istrinya. Ketika menikah dengan istri pertamanya yaitu

Nurul Aini pada tahun 1967, Arifin menghadiahkan sebuah sajak yang

berjudul Prita Istri Kita yang dijadikan sebagai mas kawin. Demikian pula

41

Ibid h 15

Page 71: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

61

kepada istri keduanya yaitu Jajang Pamoentjak, Arifin membuat buku

kumpulan puisi berjudul Selamat Pagi, Jajang (1979).

DIREKTUR UMUM :Kami bukan saja sama. Tapi yang paling

penting kami sama-sama mempunyai keluarga

yang kami cintai. Juga kami mempunyai cita-

cita yang sama, yaitu membahagiakan keluarga

kami.42

Dialog di atas adalah ketika Direktur Umum dan Sandek sedang

mengalami serangan jantung di ruang kerja Direktur Umum. Satu sifat yang

digambarkan oleh Direktur Umum dalam dialog di atas adalah sosok yang

begitu mencintai keluarganya. Hal ini merupakan representasi dari Arifin

yang sejatinya memang sangat menyayangi keluarganya. Bagi Arifin,

keluarga adalah sumber kekuatannya. Tak dapat dipungkiri memang keluarga

menjadi penyemangat utama Arifin di kala ia terus dihujat oleh berbagai

kalangan akibat film kontroversial buatan dirinya yang bertemakan tentang

penghianatan G 30s/PKI.

DIREKTUR UMUM :Keagungan manusia! Terpujilah manusia!

Putra-putra dewa yang sejati! Tuhan sendiri

mengakui kedudukan manusia yang luar biasa

ini. Para malaikat yang adalah helai-helai

cahaya itu juga bersujud. Hari ini adalah hari

kemenangan manusia.43

Dalam kutipan dialog di atas, ada sisi religiusitas yang tersirat. Orang

awam mungkin melihat dialog di atas sebagai sebuah sikap yang berlebihan

karena terlalu mengagung agungkan manusia. Namun ada sisi religiusitas

yang dapat diungkap. Allah SWT memang menciptakan manusia sebagai

makhluk yang paling sempurna dibanding makhluk ciptaannya yang lain.

Bahkan kedudukan manusia pun berada di atas malaikat yang notabene adalah

makhluk ciptaan Allah yang paling suci. Hal ini bisa dilihat dari kutipan surat

Al Baqarah ayat 30 yang artinya:

42

Ibid h 20 43

Ibid h 25

Page 72: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

62

Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat:

“Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka

bumi.” Mereka berkata: “Mengapa engkau hendak menjadikan

(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya

dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan

memuji engkau dan mensucikan engkau?” Tuhan berfirman:

“Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” [Q.S.

Al Baqarah:30]

Penulis menelusuri apa maksud dari dialog ini, akhirnya penulis

menemukan satu fakta bahwa Promotheus adalah sebuah film tentang asal

muasal penciptaan manusia. Film yang dirilis pada tahun 2012 ini bercerita

tentang sekelompok peneliti yang hendak mencari tau bagaimana awalnya

manusia bisa tercipta.

DIREKTUR UMUM :Dengan ini juga, semua saya undang untuk

hadir nanti malam menyaksikan pementasan

drama dalam rangka pesta pembukaan pabrik

ini, sebuah lakon import yang istimewa, yaitu

Promotheus!44

Ada benang merah yang dapat ditarik antara film Promotheus dengan

naskah Dalam Bayangan Tuhan ini. Secara garis besar, ini merupakan bentuk

penguatan karakter Direktur Umum yang begitu mendewakan manusia.

Langkah Direktur Umum mengajak para hadirin untuk menonton

pertunjukkan Promotheus seolah ingin memberitahu pada khalayak asal

muasal manusia yang hebat itu seperti yang digambarkan dalam film itu.

DIREKTUR UMUM : Saya menetas dari tabung. Ibu saya adalah

laboratorium. Saya adalah hasil pengumpulan

fikiran-fikiran murni. Saya adalah manusia

pertama !45

Dalam petikan dialog di atas menunjukkan betapa angkuhnya Direktur

Umum yang tidak mau mengakui ibunya sendiri. Seolah menafikkan peran

ibunya, ia lebih merasa bahwa hidupnya benar-benar terasa karena dia adalah

44

Ibid 45

Ibid h 30

Page 73: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

63

hasil dari pikiran-pikiran murni. Manusia yang begitu menuhankan

pemikirannya yang dianggapnya brilian dan memiliki andil besar atas

kehidupan manusia.

Direktur Umum : Tidak lama lagi perdagangan antar galaksi

memulai sejarahnya sementara kita tak lagi memerlukan gerak karena

semua jarak akan lenyap.46

Melihat dialog Direktur Umum ini, Arifin C Noer seolah mengetahui

apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang, dan memang masa itu

sudah terjadi pada saat ini. Kita sudah melihat bagaimana jarak seperti sudah

lenyap. Kita bisa melihat dan mengetahui peristiwa di berbagai belahan dunia

tanpa harus menuju tempat tersebut dengan kecanggihan teknologi.

Direktur Umum : Terus terang saya sama sekali tidak sedang

memikirkan nasib dan perkara Sandek. Ia hanyalah salah satu angka

di antara angka-angka dalam pembukuan perusahaan. Menurut

laporan, sandek sekarang kembali menjadi pengangguran. Tempatnya

sudah direbut oleh seorang pekerja yang lain setelah lolos dari

persaingan hebat calon-calon pekerja yang fantastik jumlahnya. Dia

terlalu polos. Dan ia bodoh sekali karena tidak menyadari kedudukan

yang lemah. Di tengah arus tenaga kerja yang membanjir suaranya tak

akan didengar siapa-siapa.47

Dialog Direktur Umum ini menunjukkan bahwa sebenarnya dia

memiliki sisi perhatian dan peduli kepada Sandek. Direktur seperti ingin

memberitahu Sandek, berbicara dengan Sandek bahwa di zaman sekarang ini

jangan menjadi orang yang terlalu polos dan bodoh, karna hukum alam mulai

bermain. Direktur Umum pun seperti ingin memberitahu bahwa kehidupan

memanglah keras. Hal itu terbukti dari posisi Sandek yang sudah tergantikan

oleh pekerja yang lain.

c. Sutradara

46

Ibid h 32 47

Ibid h 34

Page 74: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

64

Sosok sutradara yang dimainkan oleh Arifin C Noer adalah sosok yang

lebih sering menjadi prolog dalam setiap babaknya. Sutradara pada babak

pertama berperan dalam menjelaskan situasi yang akan dimainkan oleh para

pemain, memberi himbauan-himbauan kepada para penonton selayaknya

sutradara dalam mengatur segala tetek bengek pementasan. Namun bedanya,

peran sutradara kali ini benar-benar ditampilkan di dalam naskah, bukan di

balik layar seperti pada umumnya. Sebuah keunikan tersendiri yang dimiliki

oleh Arifin C Noer. Tentu saja Arifin tidak sembarang dalam menghadirkan

sosok Sutradara ini. Dalam kenyataannya di lapangan memang sutradara ini

berperan layaknya Sutradara sungguhan yang sering berada di balik layar.

Arifin seperti hendak memberi tahu kepada para penonton bahwa seperti

inilah peranan dan tugas Sutradara di belakang layar yang jarang diketahui

oleh banyak orang. Penonton jadi mengetahui seluk beluk yang dilakukan

oleh Sutradara dalam sebuah pementasan.

SUTRADARA:Sebagai sutradara saya bertanggung jawab akan

kelancaran dan keberesan pementasan ini, setidak-tidaknya secara

fisik. Jadi saudara-saudara sebelum sandiwara ini saya mulai saya

minta dengan sangat tapi hormat agar fihak keamanan gedung teater

ini mengamankan terlebih dahulu tempat ini dan sekitarnya. Saya

termasuk di antara orang-orang yang percaya bahwa kebenaran pada

dasarnya tidak selaras dengan kekerasan. Barangkali ini bentuk lain

dari kepengecutan tapi saya tetap beranggapan bahwa kekerasan atau

cara-cara kekerasan adalah sisa dari sifat kebinatangan manusia dari

masa silam kita yang disebut oleh ahli-ahli sejarah sebagai masa

prasejarah.48

Pada petikan dialog di atas, sebagaimana peran sutradara dalam

sebuah pementasan, yakni bertanggung jawab secara penuh atas pementasan

yang akan berlangsung, terutama dalam segi keamanan. Tetapi ada yang patut

diperhatikan pada kutipan dialog tersebut yaitu ketika sutradara mengatakan

bahwa kebenaran pada dasarnya tidak selaras dengan kekerasan. Arifin

48

Ibid h 2

Page 75: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

65

hendak menyampaikan bahwa untuk memperjuangkan kebenaran, tidaklah

dibenarkan menggunakan kekerasan. Jika kita analogikan dengan situasi

sekarang, hal ini bisa kita lihat pada sepak terjang dari salah satu ormas di

Indonesia yaitu Front Pembela Islam (FPI). FPI dalam setiap aksinya identik

dengan kekerasan, karena mereka berpegang pada nahi munkar, memberantas

kemungkaran. FPI keluar dari “zona aman” dalam menjalankan syariat

agamanya. Secara syariat Islam bernahi munkar memang diperbolehkan. Dan

di sinilah perbedaannya dengan Arifin. Arifin adalah sosok yang tidak

menyukai kekerasan dalam bentuk apapun walaupun itu untuk kebaikan.

Selagi masih bisa menggunakan cara yang lebih halus, maka itulah jalan yang

ia pilih. Ketidaksukaan Arifin pada cara-cara kekerasan diperkuat pada akhir

petikan dialog tersebut yang berbunyi “barangkali ini bentuk dari

kepengecutan tapi saya tetap beranggapan bahwa kekerasan atau cara-cara

kekerasan adalah sisa dari sifat kebinatangan manusia dari masa silam kita

yang disebut oleh ahli-ahli sejarah adalah masa prasejarah”.

SUTRADARA: Sengaja saya menyebutnya dengan istilah kerjasama

yang hangat, karena bentuk dan sifat kerjasama itu banyak ragamnya.

Ada kerjasama yang terpaksa, kerjasama yang diliputi ketakutan,

kerjasama yang berpola pemerasan dan lain-lainnya. Adapun

kehangatan berarti saling percaya dan saling percaya adalah benih dari

keamanan yang sejati.49

Kutipan di atas masih tidak terlepas dari kutipan sebelumnya yang

menjelaskan tentang sosok Arifin yang tidak menyukai kekerasan. Pada

kutipan ini juga, Arifin seperti ingin menjelaskan tentang berbagai macam

perasaan dalam terjalinnya suatu kerjasama. Namun jika diperhatikan lebih

detail lagi, yang Arifin sebutkan hanyalah bentuk kerjasama yang berkonotasi

negatif. Kerja sama terpaksa, kerja sama yang diliputi ketakutan, dan kerja

sama berpola pemerasan, ketiganya bersifat negatif. Pada bagian akhir

49

Ibid h 3

Page 76: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

66

kutipan, Arifin seperti hendak menegaskan kembali bahwa dalam segala hal

tidak perlu melibatkan kekerasan sedikit pun.

SUTRADARA: Sambil lalu, kalau kebetulan ada di antara saudara-

saudara petugas kepolisian yang berpakaian preman atau petugas intel

atau lebih-lebih agen KGB atau CIA saya persilakan dengan sangat

tapi hormat supaya mencatatkan namanya di kantor manajer teater

ini.50

KGB adalah singkatan dari Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti,

sebuah badan intelijen Uni Soviet. Pada tahun 1980, seorang perwira TNI

angkatan laut berpangkat Letnan Kolonel ditangkap oleh Badan Koordinasi

Intelijen Negara (Bakin) karena spionase. Dia ditangkap setelah jaringan

telepon di kediamannya disadap. Dalam percakapan melalui telepon, perwira

bernama letkol Susdaryanto diketahui bakal memberikan sebuah dokumen

rahasia mengenai pemetaan laut Indonesia kepada seorang agen intelijen Uni

Soviet bernama Alexander Pavlovich Fineko yang menyamar sebagai

perwakilan perusahaan penerbangan Aeroflot Indonesia.51

Menurut pandangan

penulis, Arifin sering mengaitkan naskahnya pada setiap kejadian yang terjadi

pada saat itu.

SUTRADARA: Pengarang lakon ini sendiri, sebenarnya, tidak hendak

mempertemukan ibu itu dengan Malin Kundang. Kuno katanya.

Biarlah, saya disebut kuno. Saya akan mencoba, menemui ibu tua itu

dan mengantarkan ke tempat anaknya, yang kini menjadi penguasa

dunia. Multinasionalis, nama samarannya. Nama kecilnya,

Descartes!52

Kisah Malin Kundang, seorang anak yang durhaka terhadap ibunya

berusaha diadaptasi oleh Arifin ke dalam naskah drama DBT ini. Kisahnya

pun hampir serupa, hanya berbeda akhir ceritanya saja. Pada petikan dialog di

atas, tokoh Sutradara mengatakan bahwa dia hendak mempertemukan si ibu

50

Ibid h 4 51

https://www.google.co.id/amp/s/amp.tirto.id/mencari-para-penghianat-di-indonesia-bzny 52

Ibid

Page 77: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

67

dengan Malin Kundang atau Direktur Umum, yang sekarang menjadi

penguasa dunia. Yang menarik adalah bagaimana disitu tokoh sutradara

menyebutkan nama Descartes. Descartes adalah seorang filsuf dan

matematikawan Perancis. Ia sering disebut sebagai bapak filsafat modern.53

Lantas apa kaitannya dengan tokoh Direktur Umum yang disebutkan oleh

tokoh Sutradara sebagai nama kecilnya? Penulis menemukan fakta bahwa ada

satu sisi kemiripan antara sosok bapak filsafat modern, Descartes dan tokoh

Direktur Umum yang terdapat pada naskah drama Dalam Bayangan Tuhan.

Descartes semasa mudanya dikenal sebagai sosok yang sedikit memiliki

teman. Dia lebih suka menyendiri dan mengasingkan dirinya di suatu tempat.

Sebenarnya kehidupannya tergolong mapan karena ayahnya seorang borjuis.

Tetapi Descartes tidak nyaman dengan kemewahan tersebut dan memilih

menjual warisan dari ayahnya itu. Apa yang dialami oleh Descartes hampir

mirip dengan yang dialami oleh Direktur Umum. Digambarkan sebagai sosok

yang bergelimang harta, namun tidak nyaman dengan kekayaannya itu. Di

tengah hartanya yang melimpah ruah, Direktur Umum merasa sedikit

memiliki teman sehingga ia merasa kesepian.

SUTRADARA: maaf. Saya mengganggu lagi. Pengarang sandiwara

ini suka belingsatan dan sama sekali tidak punya kemampuan

komposisi. Tidak sistimatik. Cilakaknya pada zaman porakporanda ini

setiap orang dengan gampang bisa melakukan rasionalisasi atas segala

hal, sehingga antara dosa dan kebajikan jadi kabur.54

Pada kutipan dialog di atas, sutradara menyinggung perihal masalah

kaburnya antara dosa dan kebajikan. Persoalan antara hitam dan putih, antara

baik dan buruk memang terkadang bisa dibolak-balikkan dengan mudahnya.

Di zaman sekarang ini di era yang super canggih, hal itu begitu terasa,

bagaimana orang yang salah dianggap benar dan orang yang benar dianggap

53

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Rene_Descartes 54

Ibid h 51

Page 78: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

68

salah. Dengan kekuatan sebuah media, opini masyarakat bisa dibentuk dengan

mudahnya karena obyektivitas dalam menyikapi suatu hal mulai hilang.

SUTRADARA: langsung saja turun dan langsung saja keluar. Dari

pada musti dilukiskan bagaimana mayat itu mati-matian

mempertahankan ranjangnya berebut dengan pasien yang akan datang

nanti lebih baik cara ini. Oya langsug juga ganti kostum dan juga ganti

rias bila perlu untuk peran yang lain. Maklum dia memainkan lebih

dari satu peran. Terpaksa, karena group sandiwara ini tidak mampu

membayar layak pemian-pemainnya. Anda-anda sendiri tahu bahwa

kedudukan kesenian macam beginian payah sekarang. (DKJ tidak

pernah menaikkan honornya. Tidak kretif!)55

Hal yang menarik dari kutipan di atas adalah bagaimana arifin

menyelipkan sebuah kritikan. Sebuah kritikan pedas dilontarkan oleh Arifin

yang ditujukan untuk Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Dalam kutipan di atas,

Arifin menyampaikannya melalui tokoh Sutradara, bahwa Dewan Kesenian

Jakarta tidak pernah menaikkan honor para pemain teater.

SUTRADARA: Lihat, betapa komunikasi tidak berjalan. Ternyata

setiap hal menuntut pendekatan sendiri-sendiri. Tidak bisa memerintah

polisi dengan bahasa seni, tapi juga sebaliknya tidak bisa

memperlakukan setiap orang dengan gaya polisionil belaka. Coba.

Pasukan, bersi-ap!56

Jika kita cermati kutipan di atas, sesungguhnya kutipan tersebut berisi

kritikan halus. Sebuah tindakan harus sesuai dengan latar belakang orang

tersebut. Polisi yang identik dengan ketegasannya tidak cocok jika

diperlakukan dengan halus dan lembut, karena sudah terbiasa dengan

kekerasan dan ketegasan. Sebaliknya, masyarakat sipil yang kepribadiannya

beragam, tidak bisa disamaratakan perlakuannya, apalagi dengan gaya

polisionil seperti yang diutarakan pada kutipan di atas. Hal ini dikarenakan

setiap orang memiliki tingkat sensivitas yang berbeda. Ada orang yang

55

Ibid h 51 56

Ibid h 57

Page 79: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

69

menyukai ketegasan karena dapat menumbuhkan sikap disiplin. Ada pula

orang yang tidak menyukai ketegasan, jika dipaksakan maka konsekuensinya

bisa membuat orang tersebut sakit hati.

d. Oni

Tokoh Oni pada lakon DBT adalah sebagai istri Sandek. Oni

digambarkan sebagai seorang istri yang sangat menyayangi suaminya

tersebut. Tokoh Oni termasuk salah satu tokoh yang paling sering muncul

dalam lakon sandiwara ini. Tercatat ia muncul di awal di akhir babak kedua,

sepanjang babak ketiga, dan hampir seluruh babak keempat. Tokoh Oni

merupakan representasi dari seorang istri idaman. Hal ini terlihat pada babak

ketiga bagaimana Oni begitu perhatian pada Sandek yang sedang sakit hingga

Oni rela membopongnya sampai kamar. Peranannya di dalam lakon ini sangat

penting karena Oni menjadi tokoh sentral terutama pada babak ketiga dimana

Oni terus-menerus mendampingi Sandek. Oni termasuk tokoh bulat karena

tidak mengalami perubahan sifat sedikitpun.

ONI:Bukan tanpa rasa putus asa kami berusaha berjalan, merayap

dalam kesakitan menuju kesini. Tapi memang kami belum mau mati.

Sepucat apa pun yang bernama harapan, atau betapapun utopisnya

harapan, namun kami tidak dapat lepas daripadaNya. Ini adalah suatu

pengakuan yang paling jujur, diakui atau tidak oleh mulut kita sendiri.

Dan Alhamdulillah bahwa sekarang kami berkesempatan dirawat

disini.57

Dialog di atas terjadi ketika Oni dan Sandek berusaha sekuat tenaga

masuk dengan cara menyelinap untuk menghindari administrasi Rumah Sakit.

Dari kutipan dialog di atas, menunjukkan bahwa Oni adalah sosok wanita

yang pantang menyerah dan tidak mudah putus asa, setia mendampingi

suaminya, serta pribadi yang mudah bersyukur kepada Allah swt. Seluruh

sifat tersebut dilukiskan oleh Arifin dalam satu kutipan dialog diatas.

57

Ibid h 45

Page 80: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

70

Walaupun dalam kesakitannya, Oni berusaha untuk terus berjalan dan

menggandeng Sandek yang lumpuh untuk mencapai kamar di rumah sakit

tersebut. Pribadi yang tak kenal putus asa juga ditunjukkan oleh Oni lewat

kata-katanya bahwa sekecil apapun harapan, ia tidak akan pernah bisa lepas

dari takdir yang dikehendaki oleh Allah swt.

ONI : Apa yang kamu dapat ? apa yang kamu capai ? saya tidak

pernah melihat apa-apa. Tidak barang tidak kesenangan. Kita memang

orang-orang pinggiran. Tidak ada tempat untuk kita. Tidak juga dalam

sejarah. Kita Cuma angka-angka.58

Petikan dialog di atas terjadi pada babak keempat ketika Oni sedang

mengeroki Sandek di rumahnya. Pernyataan ini merujuk pada kejadian

bagaimana suaminya, Sandek selama ini diperlakukan tidak adil, bagaimana

seorang buruh seperti tidak memiliki harga diri layaknya seorang babu,

bagaimana Oni menumpahkan segala keluh kesah dan kekecewaannya pada

kehidupan ini ketika tengah mengeroki Sandek. Oni menganggap bahwa ia

dan Sandek hanyalah sekumpulan angka-angka yang artinya tidak berharga

sedikitpun bagi orang-orang besar yang hanya memikirkan kehidupannya

yang mewah.

ONI:bukan saya tidak menghargai semangat impian kamu. Tapi

kalimat-kalimatmu terlalu puitis sehingga hanya cocok untuk dibaca

atau dinyanyikan. Boleh jadi kamu akan tertolong tapi kawan-

kawanmu tidak. Apa lagi yang lainnya, yang milyunan jumlahnya.

Abad-abad ini hanya mampu berurusan dengan beberapa orang tapi

tidak dengan semua orang. Kita betul-betul orang pinggiran.59

Petikan dialog di atas masih terjadi pada babak keempat dan Oni

masih mengeroki Sandek di rumahnya. Dari petikan dialog di atas, Oni

berupaya menyadarkan Sandek yang menurutnya terlalu tinggi dalam

berkhayal. Oni menyindir Sandek secara halus bahwa orasinya, keluhannya

58

Ibid h 58 59

Ibid

Page 81: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

71

selama ini terlalu puitis sehingga hanya cocok untuk dibaca dan diperhatikan,

tidak untuk didengarkan. Pada kutipan ini, Oni sepenuhnya mengingatkan

Sandek dan berupaya menyadarkannya bahwa kemajuan zaman tidak bisa

dibendung. Orang yang bisa menyesuaikan dengan zaman, maka ia akan terus

berkembang, sebaliknya jika ia tidak bisa menyesuaikan diri dengan zaman,

maka ia akan semakin tertinggal, itulah makna yang ingin disampaikan oleh

tokoh Oni pada kalimat “abad-abad ini hanya mampu berurusan dengan

beberapa orang tapi tidak dengan semua orang”.

ONI : tak habis-habis kalian menangis, anak-anakku. Tak lagi bersuara

tangis kalian. Tak lagi berurai air mata tangis kalian. Satu tahap lagi

pastilah rumusan yang akan kalian sampaikan dan tidak lagi tangisan.

Tapi itupun apagunanya. Kita ini hanya figuran-figuran dalam

berbagai lakon. Darah dan airmata. Itulah bagian kita.60

Petikan dialog di atas ketika kedua anak Oni sedang menangis

merengek kepada kedua orangtuanya. Dalam naskah DBT, kedua anak Oni

hanyalah sebagai tokoh tambahan yang tambahan. Kedua anak Oni hanya

muncul pada babak keempat dan hanya beberapa saat saja untuk memperkuat

penggambaran penderitaan Sandek dan Oni yang miskin. Kehadiran mereka

berdua semata untuk menunjukkan dan menjelaskan ketidakberdayaan Sandek

dan Oni, dimana ketika mereka muncul, Oni menangis sebagai tanda

kesedihan karena tidak mampu membahagiakan anaknya karena kondisinya

dan Sandek yang serba kekurangan.

ONI : kita di luar musim. Kita tidak punya musim. Apa bedanya ?

kalau ibu memilih suatu kata, hanyalah sekedar memberi tahu bahwa

kita masih hidup. Masih mencoba hidup. Mencoba memahami kata,

suatu kata. Sekarang main lagilah kalian diluar. Jangan terlalu jauh

tapi. Jangan terlalu lama tapi. Bagaimanapun udara diluar lebih bersih

daripada di dalam gubuk apek ini. Hiruplah udara sepuas-puas kalian

60

Ibid 59

Page 82: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

72

mumpung belum diperdagangkan. Bahkan oksigen terasa mulai

berkurang dan mahal.61

Petikan dialog di atas diambil ketika Oni sedang menjelaskan kepada

anaknya tentang keadaan yang mereka alami. Penderitaan demi penderitaan

terus mereka hadapi. Bagaimana mereka tinggal di gubuk yang pengap dan

sempit, dan menganjurkan anaknya agar bermain di luar saja karena udara di

luar lebih segar dihirup ketimbang udara di dalam rumahnya. Dalam petikan

dialog di atas, kembali terjadi penguatan karakter yang ditampilkan oleh Oni.

Hal ini ditunjukkan ketika Oni menyuruh kedua anaknya untuk bermain

keluar agar mereka berdua tidak mengetahui permasalahan pelik yang sedang

dihadapi oleh Oni dan Sandek.

ONI : ibu tersenyum. Ibu berseri-seri. Ibu-ibu diseluruh dunia selalu

mencoba tersenyum selalu berseri-seri agar anak-anaknya selalu sehat

selalu bahagia. Karena inilah hanya yang masih tersisa dalam

perjalanan yang tidak sampai-sampai.62

Petikan dialog di atas diambil ketika Oni berusaha untuk

menenangkan kedua anaknya yang tengah bersedih. Oni tidak mau anaknya

merasakan beban mereka. Tokoh Oni sangat merepresentasikan keibuan. Hal

yang biasa dilakukan oleh para ibu ketika sedang sedih dan anaknya

mengetahui hal tersebut, maka sang ibu berusaha menyembunyikan

kesedihannya tersebut di depan anaknya. Ia tidak ingin anaknya mengetahui

kesedihan yang dirasakan agar tidak menjadi beban di pikiran anaknya. Hal

itulah yang digambarkan oleh Arifin tentang kehebatan sosok ibu melalui

tokoh Oni.

e. Dokter Kepala

Tokoh Dokter Kepala hanya muncul pada babak ketiga dan keempat.

Dokter Kepala mengepalai rumah sakit tempat Sandek dan Oni dirawat.

61

Ibid h 60 62

Ibid

Page 83: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

73

DOKTER KEPALA : Dengan menyesal harus saya jelaskan bahwa

saya hanya mengurus orang-orang yang hidup. Begitu anda mati sudah

bukan urusan saya lagi. Apalagi harga tanah kuburan terus melonjak

dari waktu ke waktu. Belum lagi biaya tetek bengek lainnya. Jangan

pula tanya soal kain kafan dan kembang setaman. Nah saya harap anda

cukup faham.63

Petikan dialog di atas adalah saat Dokter Kepala menjawab pertanyaan

dari si mayat yang meminta untuk dikuburkan jasadnya. Namun Dokter

Kepala enggan mengurus si mayat karena itu sudah bukan urusannya lagi.

Sontak saja hal ini membuat si mayat geram dan timbullah tragedi mayat

menyerang Dokter Kepala. Selain itu pada dialog di atas, harga tanah

pekuburan juga sedikit disinggung oleh Dokter Kepala. Harga tanah

pekuburan dari waktu ke waktu memang terus mengalami kenaikan. Hal ini

terkadang membuat pusing warga yang keluarganya meninggal, namun dari

golongan ekonomi menengah ke bawah.

DOKTER KEPALA : Yak! Kita tidak bisa bersaing dengan rumah

sakit-rumah sakit Taiwan, Singapura, Jepang atau Amerika kecuali

dengan cara meningkatkan promosi kita sedemikian rupa sehingga

terapi macam apapun akan meyakinkan masyarakat. Dengan cara ini

pulalah kita ikut membantu peningkatan tabungan devisa kita.64

Pada petikan dialog diatas, Dokter Kepala menyampaikan pesannya

tersebut di hadapan para perawat dan mahasiswa yang sedang praktik. Pada

tahun 1984 dimana naskah ini dibuat, rumah sakit di Indonesia memang kalah

secara kelengkapan alat dan kualitas rumah sakit dibanding Taiwan,

Singapura, Jepang, atau Amerika Serikat. Justru banyak orang Indonesia yang

memilih berobat ke luar negeri karena lebih percaya pada kualitas rumah sakit

di luar negeri. Hal ini terus berlanjut hingga sekarang. Banyak orang

Indonesia yang memilih dirujuk ke rumah sakit di Singapura yang letaknya

63

Ibid h 37 64

Ibid h 38

Page 84: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

74

memang tidak jauh dari Indonesia. pejabat-pejabat dan terutama para artis

yang ingin berobat atau memoles diri memilih menjalaninya di rumah sakit

luar negeri.

ONI : Kami sungguh miskin, dokter. Kami tidak pura-pura.

DOKTER KEPALA : Kamu jangan campuradukkan masalah

ekonomi dengan masalah kedokteran ya?! Dan sekali lagi saya

tegaskan bahwa adalah tidak bisa dibenarkan dari segi apapun

membiarkan seorang pasien yang begini menderita berjalan sendiri.

Apa tidak tahu di depan ada kursi roda atau ranjang beroda?65

Masalah yang sering dihadapi oleh pasien dan keluarga pasien adalah

soal biaya. Banyak keluarga pasien yang memilih membawa pulang pasien

dan memilih rawat di rumah dengan alasan tidak memiliki biaya. Pihak rumah

sakit begitu tegas soal biaya, karena memang sebelum adanya kartu jaminan

kesehatan, biaya rawat inap tergolong mahal di rumah sakit manapun.

Permasalahan ini memang tergolong pelik karena rata-rata pihak keluarga

pasien menuntut rasa kemanusiaan dan demi sembuhnya sang pasien. Namun

di sisi lain, profesionalisme seorang dokter pun sedang diuji. Dokter pun

membutuhkan uang untuk biaya kehidupannya. Dalam petikan dialog diatas,

sepertinya Arifin hendak menyampaikan keluhan dokter. Banyak keluarga

pasien yang sering mencampuradukkan masalah ekonomi dengan masalah

kedokteran. Di zaman sekarang ini, dengan adanya kartu BPJS, maka biaya

rawat inap pasien bisa ter cover.

DOKTER KEPALA : Kalau begitu koreksi kalimat tadi. Mahasiswa-

mahasiswa supaya memperhatikan juga segi bahasa secara memadai.

Salah satu melapetaka yang dialami kita semuanya adalah masalah

bahasa.66

Dari petikan dialog di atas, kita dapat menarik satu kesimpulan bahwa

bahasa sangat penting untuk kita kuasai. Penulis menangkap bahwa ketika

Dokter Kepala berkata demikian, maka akan ada orang yang berupaya untuk

65

Ibid h 39 66

Ibid h 42

Page 85: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

75

memelintir apa yang disampaikan olehnya. Masalah bahasa tidak bisa

dianggap sepele karena bisa menimbulkan kesalahpamahaman dengan orang

lain. Oleh karena itu, dibutuhkan komunikasi dan bahasa yang baik agar

ketika kita berdiskusi dengan siapapun itu, tidak terjadi kesalahpahaman yang

berujung menimbulkan konflik di antara keduanya.

DOKTER KEPALA : Saat masih dalam kandungan sampai saat

kelahirannya pasien ini masih menyimpan potensi yang tak terbatas,

bersifat terbuka. maka adalah tidak tepat kalau dikatakan bahwa

kemiskinannya dimulai ketika menjadi bayi. Pengertian bayi sudah

menyangkut dimensi sosiologis. Artinya – misalnya – menyangkut

pula masalah jenis dan kualitas makanan atau masalah gizi.

Selanjutnya berkait juga dengan lingkungan yang mempengaruhi

pertumbuhan IQ-nya dan seterusnya.67

Dari petikan dialog di atas, Dokter Kepala menyanggah perkataan Oni

yang mengatakan bahwa kemiskinan yang diderita Sandek adalah sejak lahir.

Pernyataan Oni tersebut cenderung sentimentil. Kesenjangan yang terjadi

memang terkadang membuat seseorang memiliki sentimen berlebih. Dalam

jawabannya, Dokter Kepala menjabarkan bahwa pada hakikatnya, pengertian

bayi sudah menyangkut dimensi sosiologis. Peranan lingkungan sekitar

berperan besar dalam membentuk kepribadian dan pola pikir seseorang.

DOKTER KEPALA : Dalam kuliah hari ini ingin sekali saya

bicarkan secara khusus segi-segi administrasi ini. Namun saya tidak

tertarik menguraikan kenapa bidang administrasi rumah sakit sebagai

suatu jurusan belum mendapat perhatian tetapi saya terutama ingin

menyadarkan bahwa tanpa disadari administrasi adalah kunci segala-

galanya. Kegagalan-kegagalan selama ini dalam segala bidang

ternyata disebabkan oleh penguasaan administrasi yang tidak

memadai.68

Pada petikan dialog di atas, Dokter Kepala sedikit memberikan

penjelasan tentang realita yang terjadi di rumah sakit, bahwasanya persoalan

67

Ibid 68

Ibid h 43

Page 86: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

76

yang biasa menjerat pasien adalah masalah administrasi. Administrasi seakan

menjadi momok bagi orang-orang miskin. Ia menyoroti bagaimana jurusan

administrasi belum mendapat perhatian yang penuh. Di akhir kalimat, Dokter

Kepala menekankan bahwa administrasi adalaha kunci segala-galanya.

Artinya, persoalan apapun mau tidak mau pasti ada yang namanya

administrasi. Jika masalah administrasi tidak bisa kita penuhi, maka yjangan

harap persoalan kita dapat diatasi.

f. Ibu Tua

Ibu Tua dalam naskah drama DBT karya Arifin C Noer dikisahkan

sebagai ibu dari Malin atau Direktur Umum. Ia telah kehilangan anaknya

bertahun-tahun hingga akhirnya ia mencari ke seluruh dunia dan berhasil

menemukan anaknya itu di sebuah gedung ketika anaknya tersebut sedang

meresmikan sebuah pabrik baru miliknya. Betapa terkejutnya ia melihat

anaknya telah menjadi seorang yang berhasil. Namun seperti kisah Malin

Kundang, anaknya tersebut yang tak lain adalah Direktur Umum tidak mau

mengakui bahwa itu adalah ibunya. Hal itu membuat tokoh Ibu Tua murka

dan mengeluarkan sumpah serapah serta kutukan kepada anaknya. Namun apa

yang terjadi selanjutnya bisa disebut sebagai penyimpangan sejarah, karena

Direktur Umum tidak mempan terhadap kutukan yang diberikan oleh ibunya.

Justru sebaliknya, Direktur Umum mengutuk balik ibunya dan ibunya pun

menjadi batu atau patung. Tokoh Ibu Tua hanya muncul pada babak kedua,

namun peranannya sangatlah vital karena ia terlibat konfrontasi langsung

dengan Direktur Umum. Arifin menghadirkan tokoh Ibu Tua untuk menjadi

“lawan main” Direktur Umum setelah pada babak pertama Direktur Umum

berhadapan dengan Sandek.

IBU TUA: Tadi kamu baru saja berkoar, bahwa manusia itu luar biasa,

di atas segala-galanya. Penguasa dunia, begitu kan maksud kamu? Eh

tiba-tiba, kamu bicara soal persaingan bebas. Kamu turunkan lagi

manusia pada derajat hewan, artinya tidak istimewa lagi!

Page 87: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

77

Pada petikan dialog di atas, Ibu Tua sedang mengingatkan Direktur

Umum karena Ibu Tua merasa bahasa yang dilontarkan oleh Direktur Umum

terlalu tinggi. Perlu diingat bahwa dalam naskah ini, tokoh Direktur Umum

juga dipanggil dengan sebutan malin oleh tokoh Ibu Tua. Ibu Tua merasa

tidak suka orang yang ia anggap sebagai anaknya itu berlebihan ketika sudah

menjadi orang sukses. Sebuah pesan moral bagi siapa saja bahwa ketika

sukses, kita tidak boleh bersikap tinggi hati, karena itu semua bisa membuat

seseorang jatuh kembali. Tetaplah bersikap rendah hati karena itu akan

membuat seseorang lebih sadar akan kekurangan-kekurangan yang masih

dimilikinya.

IBU TUA : Ia telah melupakan ibunya. Sejak ia merantau ia tidak

pernah kembali. Dengan badan yang tua ini ibunya mencari anak itu.

Pernah dua kali ibunya menemui anak itu ketika sedang sibuk di

kantornya di New York, tapi anak itu tak lagi tahu nama kampong

nelayan di tanah Minang dimana ia dibesarkan dalam kemiskinan.

Terakhir ibu itu diusir oleh sekretaris anak itu di suatu pasar bursa di

London.

Pada kutipan di atas, terlihat Arifin seperti ingin membuat Malin

Kundang versi Modern. Tak berbeda jauh dengan kisah aslinya, sosok Ibu

Tua yang digambarkan dalam naskah ini pun adalah sosok yang ditinggal oleh

anaknya untuk pergi merantau berniat mengubah kehidupannya. Ia sangat

merindukan anaknya setelah sekian lama ditinggal pergi. Bahkan Ibu Tua rela

mencari anaknya tersebut ke New York dan London. Sama seperti kisah

Malin Kundang yang setiap harinya menanyai malin kundang ke para

tetangga dan mencarinya keliling desa. Kemiripan lainnya adalah bagaimana

pada kutipan diatas disebutkan latar tempat yaitu minang, sama seperti kisah

Malin Kundang yang berlatar Minang. Kisah Malin Kundang yang diadaptasi

oleh Arifin ke dalam naskah DBT ini memang sedikit mengalami perbedaan,

terutama pada bagian akhir cerita.

Page 88: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

78

IBU TUA : Seketarismu sudah menjadi batu, Malin. Ia juga telah

bersikap kurang ajar kepada perempuan tua dan kemiskinan ini.

Semua petugas keamanan dan sebagian besar orang yang pakaiannya

kelewat mahal sudah membatu semuanya. Kamu sendirian, Malin.

Kamu tidak bisa ingkar lagi. Pers akan jadi saksi.

Peristiwa pada kutipan dialog di atas terjadi ketika untuk kesekian

kalinya, Direktur Umum enggan mengakui Ibu Tua sebagai ibunya sendiri. ia

berusaha menghindar dan menjauhi Ibu Tua karena merasa risih. Namun para

wartawan yang terus mengikuti mereka dan berusaha mewawancarai serta

merekam semua kejadian tersebut membuat Direktur Umum geram dan

memanggil petugas keamanan untuk mengusir Ibu Tua tersebut. Ibu Tua coba

memanfaatkan kehadiran pers agar segala kebohongan yang dilakukan oleh

Direktur Umum terbongkar dan ia tidak menjadi orang yang sombong. Pada

fase ini, kemarahan Ibu Tua semakin membara dan mulai menuju puncak

kemarahannya.

IBU TUA: Persis seperti dalam dongeng itu, Malin. Pada akhirnya

mulutmu itu akan menjadi lobang kuburanmu sendiri.

Pada kutipan dialog di atas, Ibu Tua memperingatkan Direktur Umum

yang sudah tenggelam akan kesombongannya. Ibarat pepatah, mulutmu

harimaumu, itulah yang hendak disampaikan Ibu Tua kepada Direktur Umum

atau malin, mulutmu akan menjadi lobang kuburanmu sendiri, artinya ia akan

terkubur bersama segala kata-katanya yang terlalu tinggi. Peringatan ini

sebenarnya lebih bersifat universal, artinya untuk siapa saja yang hidupnya

penuh dengan rasa sombong, maka cepat atau lambat ia akan merasakan

akibatnya.

IBU TUA : Kutuk mulai menyiapkan tuahnya, anakku. Jangan biarkan

dirimu menyesal di belakang. Batu-batu menangis sudah, terlalu

banyak di pantai-pantai dan ombak yang pulang-pergi tidak merubah

apa-apa.

Page 89: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

79

Kutipan di atas adalah fase dimana Ibu Tua mulai mengutuk Direktur

Umum menjadi batu. Segala bentuk kata makian dan kutukan ia sebutkan

untuk mengutuk anaknya tersebut karena tidak mengakui ibunya sendiri.

Kesan seram yang dihadirkan oleh Arifin terasa kental dan badai yang besar

membuat para wartawan terombang-ambing dan badai mulai menyerang

Direktur Umum. Dengan diselipi majas, kutukan Ibu Tua lebih terasa

maknanya karena relevan dengan kondisi yang ditampilkan dalam naskah.

IBU TUA : Anak durhaka! Kau ingkari ibumu sendiri! Kau ingkari

tanah airmu sendiri! O keserakahan! Kau adalah kegelapan! Kau

adalah ruh setan ! kau adalah magi hitam! Terkutuk! Kau akan

menjadi batu selama-lamanya! Kau akan berpisah dengan

kesenanganmu kebanggaan duniamu!

Petikan dialog di atas adalah puncak dari kemarahan ibu tua. Ia mulai

mengeluarkan sumpah serapahnya untuk mengutuk Direktur Umum. Kali ini Ibu

Tua benar-benar marah dengan sejadi-jadinya. Ia tidak lagi memikirkan bahwa

Direktur Umum adalah anaknya. Yang ia rasakan saat ini adalah sakit hati yang

tiada tara karena tidak diakui oleh anaknya ketika sang anak sudah menjadi orang

yang sukses. Segala bentuk kata kutukan ia keluarkan untuk mengutuk anaknya

tersebut. Seperti kisah malin kundang, Ibu Tua berusaha mengutuk Direktur

Umum menjadi batu seperti yang tertera pada petikan dialog diatas.

3. Latar

Latar merupakan salah satu komponen penting dalam unsur intrinsik.

Latar memiliki kaitan yang erat dengan penokohan dan alur karena ketiga

komponen tersebut memiliki hubungan dalam membangun permasalahan dan

konflik. Tanpa adanya latar, tidak ada pijakan bagi tokoh dan alur dalam

membangun jalannya cerita. Latar memberikan pijakan secara konkrit dan

jelas, hal ini penting karena untuk menghadirkan kesan realistis bagi pembaca.

Latar termasuk bagian penting di dalam sebuah karya drama, karena dari situ

pembaca akan mengetahui kejadian apa dan kapan peristiwa itu terjadi. Jika di

Page 90: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

80

dalam pementasan, latar berperan untuk memudahkan pemain sekaligus

sutradara untuk merealisasikan kegiatannya di panggung. Membaca sebuah

karya drama, tentu saja kita dihadapkan pada tempat atau lokasi-lokasi

kejadian serta waktu kejadian peristiwa, misalnya nama kota, nama jalan,

pagi, siang, sore, malam, yang menandai jalannya alur cerita.

a. Latar Tempat

Secara garis besar latar tempat yang digunakan dalam naskah

drama DBT adalah kota Cirebon. Hal ini tidak terlepas dari Arifin C

Noer, sang pembuat naskah yang berasal dari Cirebon.

Sambil lalu, kalau kebetulan ada di antara saudara-saudara

petugas kepolisian yang berpakaian preman atau petugas intel

atau lebih-lebuh agen KGB atau CIA saya persilakan dengan

sangat tapi hormat supaya mencatatkan namanya di kantor

manajer teater ini.69

Pada petikan dialog di atas, latar tempat yang tergambar adalah

di ruang teeter. Dialog diatas disampaikan oleh tokoh Sutradara

sebelum pementasan dimulai. Ia berdiri di atas panggung untuk

mempersiapkan pementasan dan menjaga ketertiban penonton.

Kalimat “supaya mencatatkan namanya di kantor manajer teater ini”

menunjukkan bahwa adegan tersebut berada di sebuah gedung teater

yang memiliki gedung pertunjukkan dan kantor manajemen.

Baik, akan saya katakan saja secara singkat kalau begitu. Para

hadirin, ruang dimana akan dihadapkan Sandek adalah ruang

kerja Direktur Umum. Harga bangunan ruang itu lebih mahal

daripada sepuluh rumah murah di Depok. Luasnya….70

Pada kutipan dialog di atas, percakapan antara Sandek dengan

Direktur Umum sebenarnya terjadi di ruang kerja Direktur Umum. Hal

ini disebutkan sendiri oleh Sandek, namun pada bagian akhir kalimat,

69

Ibid h 4 70

Ibid h 8

Page 91: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

81

disebutkan pula nama kota yaitu kota Depok. Kota Depok disebutkan

oleh Sandek sebagai pembanding dengan ruang kerja Direktur Umum

yang begitu mewah. Mewah disini sebenarnya tidak disebutkan secara

langsung oleh Sandek, namun pembandingan yang dilakukan dengan

sepuluh rumah tentu bukanlah harga yang sedikit untuk ukurang ruang

kerja.

DIREKTUR UMUM: Saya jadi penasaran. Coba jawab lagi.

Saudara asal mana?

SANDEK : Watubela

DIREKTUR UMUM: Watubela? Cirebon?

SANDEK : Cirebon.71

Dialog di atas terjadi pada babak pertama. Pada kutipan dialog

diatas, ketika Direktur Umum bertanya kepada Sandek darimana ia

berasal, Sandek menjawab sebuah nama daerah yaitu Watubela.

Watubela adalah nama sebuah desa yang terletak di kabupaten

Cirebon. Desa tersebut menjadi tempat dimana Arifin C Noer

dilahirkan. Watubela artinya batu yang terbelah. Entah darimana asal

penamaan tersebut, desa yang menghubungkan antara pasar Sumber

dan pasar Plered ini di sepanjang jalannya diapit oleh hijaunya sawah.

Kebetulan penulis pun berasal dari Cirebon dan menghabiskan masa

kecilnya di kota udang tersebut. Jarak antara kampung penulis dan

kampung Arifin C Noer hanya sekitar dua kilometer, membutuhkan

waktu sekitar sepuluh menit saja jika mengendarai sepeda motor. Desa

kecil tersebut telah melahirkan seorang sastrawan terkenal yang

hingga kini karyanya banyak diteliti dan diperbincangkan oleh

kalangan akademisi. Tampaknya Arifin ingin mengangkat tempat

kelahirannya agar dikenal oleh masyarakat dengan memasukkanya ke

71

Ibid h 15

Page 92: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

82

dalam naskah DBT ini. Ini membuktikan Arifin bukanlah orang yang

lupa akan kampung halamannya.

DIREKTUR UMUM : Saya jadi ingat masa kanak-kanak

saya

SANDEK : Tiba-tiba saya ingat ketika saya

mandi-mandi di kali Perbutulan.72

Kutipan dialog di atas adalah percakapan antara Direktur

Umum dan Sandek ketika mereka berdua mengingat-ingat masa kecil

di kampung halamannya. Sandek menyebutkan sebuah nama yaitu kali

Perbutulan. Kali adalah bahasa sunda, yang artinya adalah sungai. Kali

Perbutulan adalah sebuah nama sungai yang terletak di desa

Perbutulan, kabupaten Cirebon. Kali ini oleh warga sekitar sering

dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci pakaian. Walaupun tidak

disebutkan secara langsung bahwa Arifin sendiri semasa kecilnya

pernah mandi di sungai tersebut, namun sepertinya Arifin hendak

berbagi pengalaman masa kecilnya. Hal ini tidak terlepas bahwa

Arifin putra daerah di Watubela. Tentunya ia hafal betul bagaimana

asiknya mandi di sungai setiap sore selepas bemain bola dengan

teman-teman. Penulispun sempat merasakan indahnya masa-masa

seperti itu. Hal ini seperti sebuah tradisi bagi anak-anak di kabupaten

Cirebon, dimana setiap hari libur, anak-anak bermain bola, bertanding

melawan kampung sebelah. Selepas bertanding, mereka menuju

sungai untuk mandi membersihkan sisa-sisa lumpur yang menempel

pada tubuh. Letak sungai yang bersebelahan dengan area persawahan

membuat masa kecil kami begitu indah dan menyenangkan.

Sebagaimana astronot, yang pertama menginjakkan kakinya di

bulan, kita kita akan mengibarkan bendera pada hari ini.

72

Ibid h 18

Page 93: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

83

Bendera kemenangan manusia. Manusia. Manusia. Maka

dengan segala puji-puji kepada manusia, saya resmikan pabrik

makanan pertama dalam bentuk tablet ini.

Kutipan dialog di atas terjadi pada awal babak kedua, dimana

ketika Direktur Umum sedang meresmikan pabrik makanan miliknya.

Latar tempat yang tergambar dalam dialog tersebut yaitu di pabrik

baru milik Direktur Umum. Pabrik baru ini juga menjadi tempat

tatkala Direktur Umum bertemu dengan tokoh Ibu Tua dan

bersitegang dengannya.

Ia telah melupakan ibunya. Sejak ia merantau ia tidak pernah

kembali. Dengan badan yang tua ini ibunya mencari anak itu.

Pernah dua kali ibunya menemui anak itu ketika sedang sibuk

di kantornya di New York, tapi anak itu tak lagi tahu nama

kampong nelayan di tanah Minang dimana ia dibesarkan dalam

kemiskinan. Terakhir ibu itu diusir oleh sekretaris anak itu di

suatu pasar bursa di London.

Pada kutipan dialog di atas, disebutkan beberapa tempat

diantaranya New York, Minang, dan London. Ketiganya adalah nama

kota. New York adalah sebuah kota besar yang terletak di negara

Amerika Serikat. London adalah nama ibu kota dari negara Inggris,

sedangkan minang adalah nama salah satu suku di Indonesia yang

mayoritas penduduknya terletak di kota Padang. Namun ketiga tempat

tersebut bukanlah latar tempat di mana adegan berlangsung. Ketiga

tempat tersebut hanyalah sebatas deskripsi dari tokoh Ibu Tua ketika ia

mencari anaknya.

Kami tidak sempat melihat benda-benda itu, dokter. Kami

sibuk berurusan dengan petugas di loket. Atas nama

perikemanusiaan kami tadi juga berdebat mengenai ongkos

pendaftaran. Petugas-petugas bersikeras menghalangi kami

membawa pasien yang malang ini kesini. Mereka hanya mau

Page 94: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

84

mengizinkan kami masuk kalau kami mampu membayar uang

muka sejumlah ongkos sepuluh hari pertama.73

Pada kutipan dialog di atas, peristiwanya terjadi pada babak

ketiga. Latar tempat yang disebutkan adalah loket rumah sakit.

Peristiwa yang terjadi adalah ketika Oni membawa Sandek untuk

masuk ke dalam, namun ditahan oleh petugas keamanan karena harus

membayar DP terlebih dahulu. Namun karena Oni dan Sandek tidak

memiliki biaya, maka mereka berdua masuk secara diam-diam tanpa

diketahui oleh para petugas.

DOKTER KEPALA : Sorri. Saya kira saya sedang berada di

kantor. Tapi betul saya sedang di rumah sakit?

ASISTEN DOKTER : Betul, prof. Dan di sekeliling anda

adalah pasien-pasien, perawat-perawat, beberapa mahasiswa

tingkat akhir serta seorang pasien baru dengan istrinya.74

Latar tempat yang tergambar pada petikan dialog di atas adalah

Rumah Sakit. Hal tersebut bisa dibuktikan melalui ucapan tokoh

Asisten Dokter ketika menjawab pertanyaan dari tokoh Dokter Kepala.

Latar rumah sakit digambarkan oleh Asisten Dokter karena Dokter

bertanya sedang dimana dirinya. Penggambaran latar ini didukung

oleh penyebutan pasien-pasien dan perawat-perawat yang memang

identik dengan rumah sakit.

ONI : musim hujan, sayang. Gubuk kita bocor. Stoples kita

bolong.75

73

Ibid h 39 74

Ibid h 41 75

Ibid h. 60

Page 95: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

85

Pada kutipan dialog di atas, latar tempat yang tergambar adalah

di rumah Sandek dan Oni. Rumah Sandek dan Oni sangat

memprihatinkan kondisinya karena hanya sebuah gubuk yang

berlantaikan tanah. Bahkan digambarkan di dalam naskah, para

tetangganya bisa sampai melongok ke dalam rumah ketika Oni sedang

mengeroki Sandek.

Muncul dalam pakaian putih-putih DOKTER KEPALA,

DOKTER ASISTEN dan PERAWAT PERAWAT. Sebuah

meja didorong ke tengah pentas. Setelah itu mereka

mengangkat tubuh SANDEK dan meletakannya di meja.

Semua pekerja rumah sakit itu mengenakan topeng putih

sebagaimana lazimnya kalau mau melakukan pembedahan.76

Latar tempat yang tergambar dalam petikan dialog di atas adalah

ruang operasi. Hal ini dapat dibuktikan pada kalimat terakhir pada petikan

dialog tersebut, karena pembedahan dalam dunia medis dilakukan di ruang

operasi. Peristiwa ini terjadi ketika Sandek hendak dioperasi oleh Dokter

Kepala, Dokter Asisten, dan Perawat. Penggambaran ruang operasi di

dalam naskah DBT ini cukup sederhana. Hanya dengan sebuah meja yang

didorong ke tengah pentas, lalu kemunculan Dokter Kepala, Dokter

Asisten dan Perawat, ditambah dengan kalimat penutup dengan kata kunci

“pembedahan”, maka pembaca manapun pasti akan langsung menebak

bahwa latar yang sedang digambarkan di dalam naskah adalah ruang

operasi.

Dengan demikian, latar tempat pada naskah ini didominasi oleh

latar Rumah Sakit, karena latar Rumah Sakit digunakan pada babak ketiga

dan babak keempat dari total empat babak pada naskah ini.

b. Latar Waktu

76

Ibid h 64

Page 96: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

86

Latar waktu pada naskah drama Dalam Bayangan Tuhan tidak

terlalu spesifik dalam menyebutkan waktu terjadinya peristiwa. Hanya

beberapa bagian saja yang disebutkan waktunya dalam suatu adegan.

DIREKTUR UMUM: Saat ini sudah lewat tengah hari.

Saudara lapar?

SANDEK : Kalimat yang terakhir saya faham. Ya,

saya lapar. Sejak tadi. Sangat lapar.77

Pada kutipan dialog di atas, yang menunjukkan latar waktu

adegan tersebut adalah ucapan dari tokoh Direktur Umum. Adegan

tersebut bercerita tentang Direktur Umum yang mengajak Sandek

untuk makan siang. Hal yang lumrah bagi orang-orang ketika sudah

lewat tengah hari, maka sudah waktunya istirahat dan menyantap

makan siang. Sebuah ciri khas masyarakat Indonesia dimunculkan

oleh Arifin dimana tokoh Direktur Umum ketika hendak makan,

menawarkan juga tamunya yaitu Sandek untuk ikut makan bersama di

ruangannya. Hal yang biasa dijumpai di sekeliling kita menunjukkan

bahwa masyarakat Indonesia dikenal memiliki sikap yang ramah dan

menghormati lawan bicaranya.

DIREKTUR UMUM: Saya paling suka bermain di tengah

sawah setelah usai panen. Batang-batang jerami yang kering

dari hari ke hari dan batu-batu besar di kali sementara

keciprat air bening sejuk di kaki… ah jadi romantic

akhirnya saya. Saya pernah bersembunyi di kuburan

semalam suntuk dan semua kawan-kawan saya menyangka

saya digondol wewe. Saya juga pernah menaiki pohon yang

dianggap tabu dan besoknya saya pura-pura sakit supaya

saya bisa bolos sekolah.78

77

Ibid h 13 78

Ibid h 18

Page 97: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

87

Pada kutipan dialog di atas, latar waktu yang tersirat yaitu

semalam suntuk. Tidak terlalu spesifik memang, karena latar waktu

yang digunakan oleh Arifin pada dialog diatas hanyalah khayalan

Direktur Umum semata ketika mengenang masa kecilnya di kampung.

Ditambah lagi dengan mitos hantu kelong wewe yang terkenal suka

menculik anak-anak yang masih berkeliaran di luar rumah ketika

waktu maghrib tiba. Arifin mencoba untuk memasukkan sisi mistis

yang ada di daerahnya ke dalam naskah ini. Bukan hal yang aneh

memang jika teman-teman Direktur Umum mengira Direktur Umum

digondol wewe. Karena jika ada anak yang tidak kembali ke rumah

hingga malam hari, maka masyarakat sering mengkambinghitamkan

hantu ini. Kebetulan penulis pun berasal dari kota Cirebon dan

kampung tempat tinggal Arifin yaitu Watubela tidak jauh dari

kampung penulis yaitu Sindang Jawa yang kurang lebih hanya

berjarak 2 KM saja. Mitos yang berkembang pada saat itu memang

sangat ramai diperbincangkan, bahkan kolong wewe sempat menjadi

bahan perbincangan yang hangat di lingkungan masyarakat beberapa

saat lamanya.

DIREKTUR UMUM : Dengan ini juga, semua saya undang

untuk hadir nanti malam menyaksikan pementasan drama

dalam rangka pesta pembukaan pabrik ini, sebuah lakon import

yang istimewa, yaitu Promotheus!79

Latar waktu yang digambarkan pada kutipan dialog di atas

adalah malam hari. Namun malam hari yang tersurat pada kutipan

diatas hanyalah ucapan dari Direktur Umum ketika mengundang para

hadirin yang hadir dalam peresmian pabrik barunya. Maka ungkapan

“nanti malam” secara tidak langsung menghadirkan waktu lain ketika

peristiwa ini terjadi. Kemungkinannya bisa pagi, siang atau sore hari,

79

Ibid h 25

Page 98: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

88

karena latar waktu dimana Direktur Umum meresmikan pabriknya

tidak disebutkan.

Dengan demikian, latar waktu pada naskah drama DBT ini

tidak spesifik karena latar waktu yang muncul tidak berpengaruh besar

terhadap jalannya cerita di dalam naskah ini.

4. Alur

Drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer menggunakan

alur maju dan mundur. Alur maju lebih mendominasi dalam jalannya cerita,

sedangkan alur mundur terkadang digunakan ketika tokoh teringat akan

peristiwa masa lampau. Cerita dalam naskah DBT terdiri dari empat babak.

Ada beberapa tahapan yang terjadi dalam naskah DBT sesuai dengan teori

yang diuraikan pada BAB II.

Yang paling menyedihkan dalam lakon sandiwara ini adalah

kenyataan bahwa SANDEK, tokoh utama sandiwara ini bukanlah

tokoh yang riil. Sebagai tokoh “fiktif” tentu saja ia memiliki beberapa

kelemahan dasar, seperti misalnya segi-segi historisnya. Bahkan

kelahiran SANDEK boleh dikatakan sebagai dipaksakan, seperti

sebuah revolusi. Karena itu pada posisinya yang menurut beberapa

kalangan sebagai tidak alami SANDEK telah melakukan

penyimpangan hukum kejadian, dalam hal ini adalah menyimpangkan

arah sejarah bangsa ini, dan kedua sekaligus ini berarti memberikan

satu ciri tambahan baru pada pola kepribadian bangsa ini.

Para penonton yang terhormat, sebentar lagi Sandek-yang saya

mainkan dalam keadaan tanpa pegangan dan posisi yang labil, malah

bisa dikatakan tidak konstan, sebagai layaknya sesuatu yang berada

pada tingkat prosessing – sebentar lagi akan dihadapkan kepada

direktur umum dari manajemen pabrik tempat Sandek bekerja sebagai

buruh.80

Petikan dialog di atas dilontarkan oleh tokoh Sandek. Dialog diatas

menggambarkan tahap pertama dalam identifikasi alur, yaitu Tahap Situation.

Tahap ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.

80

Ibid h 6

Page 99: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

89

Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita dan pemberian informasi awal.

Terlihat pada dialog diatas, Sandek sedikit memberi tahu kepada penonton

bagaimana peran yang akan ia jalani nanti ketika menghadapi bos pabriknya

yaitu Direktur Umum. Tahap ini berfungsi untuk memberikan informasi

kepada penonton, agar penonton tidak buta dan sedikit mendapatgambaran

mengenai jalannya cerita.

DIREKTUR UMUM : Sekali lagi saya tegaskan. Saya tidak mengenal

perempuan tua yang compang-camping itu. Bagaimana mungkin saya

tidak mengenal ibu saya?

DIREKTUR UMUM : Jadi jelas dia bukan ibu saya.81

Petikan dialog di atas adalah Tahap Generating circumstances. Tahap

ini adalah tahap dimana terjadinya pemunculan konflik, masalah-masalah dan

peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik. Jadi, tahap ini

merupakan tahap awal munculnya konflik. Jika kita melihat ucapan Direktur

Umum diatas, tahap pemunculan konflik mulai terjadi. Hal ini dikarenakan

Direktur Umum tidak mau mengakui ibunya sendiri. Ini menjadi jalan

pembuka bagi konflik yang akan berlangsung selanjutnya. Kemarahan yang

dialami oleh ibu Malin disebabkan oleh persoalan ini.

IBU TUA: Persis seperti dalam dongeng itu, Malin. Pada akhirnya

mulutmu itu akan menjadi lobang kuburanmu sendiri.

DIREKTUR UMUM : Ibu saya adalah fikiran saya!

IBU TUA: Kutuk mulai menyiapkan tuahnya, anakku. Jangan biarkan

dirimu menyesal di belakang. Batu-batu menangis sudah, terlalu

banyak di pantai-pantai dan ombak yang pulang-pergi tidak merubah

apa-apa.82

Petikan percakapan diatas antara Direktur Umum dengan Ibu Tua

adalah Tahap rising action. Tahap peningkatan konflik, konflik yang telah

81

Ibid h 29 82

Ibid

Page 100: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

90

dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan

kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita

semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi, internal

dan eksternal, atau keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan

antarkepentingan, masalah dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin

tidak dapat dihindari. Pada dialog diatas, Direktur Umum masih bersikeras

tidak mau mengakui ibunya tersebut. Hal ini membuat kemarahan ibunya

memuncak. Dengan menyelipkan sedikit pepatah, mulutmu akan menjadi

lobang kuburanmu sendiri, hal ini memiliki arti bahwasanya apa yang

diucapkan oleh Direktur Umum akan memiliki dampak yang akan

dirasakannya sendiri. Pada tahap ini, Ibu tua semakin geram sehingga ia mulai

menyiapkan kutukan yang akan ia alamatkan untuk anaknya tersebut karena

tidak mengakui ibunya.

DIREKTUR UMUM : Saya menetas dari tabung. Ibu saya adalah

laboratorium. Saya adalah hasil pengumpulan fikiran-fikiran murni.

Saya adalah manusia pertama !

IBU TUA: Terkutuk!

IBU TUA: O kilat dan halilintar!!

IBU TUA: O hujan lebat!

IBU TUA: Anak durhaka! Kau ingkari ibumu sendiri! Kau ingkari

tanah airmu sendiri! O keserakahan! Kau adalah kegelapan! Kau

adalah ruh setan ! kau adalah magi hitam! Terkutuk! Kau akan

menjadi batu selama-lamanya! Kau akan berpisah dengan

kesenanganmu kebanggaan duniamu!

O topan dan badai!!

IBU TUA : Kamu akan menjadi batu karena hatimu batu, karena

kau tak lebih berharga daripada batu!

Terjadilah!83

83

Ibid h 30

Page 101: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

91

Petikan dialog di atas adalah terjadinya Tahap climax. Tahap klimaks,

konflik atau pertentangan yang terjadi, yang dilakukan atau ditimpakan

kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah

cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan

penderita terjadinya konflik utama. Jika kita melihat dialog diatas, sang Ibu

sedang mempergunakan kuasanya untuk menurunkan kutukan kepada

anaknya yang tifak mau mengakuinya. Tahapan ini terjadi setelah diawali oleh

pernyataan Direktur Umum yang tidak mengakui ibunya, kemudian terjadi

dialog-dialig yang memancing kemarahan Ibu Tua, sehingga akhirnya

klimaksnya yaitu Ibu Tua mengutuk anaknya tersebut karena kemarahannya

sudah tak tertahankan lagi.

Ibu Tua: ini betul-betul suatu penyimpangan kisah yang tidak

tanggung- tanggung. Malin tidak jadi batu!

Direktur Umum: Dongeng dan hikayat lama dengan ini kita tutup.

Tenung, tuah, teluh dan kesaktian serapah kita ganti dengan keajaiban

leser.84

Petikan dialog diatas menerangkan terjadinya Tahap denouement.

Tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar,

cerita diakhiri. Jalan keluar dan akhir dari cerita tersebut adalah bahwa

Direktur Umum tidak mempan dikutuk oleh ibunya. Setelah pada tahap

sebelumnya Ibu Tua mengutuk dengan memanggil kilat, halilintar, badai dan

lain sebagainya, pada tahap ini menjelaskan dari tahapan sebelumnya.

Dengan demikian, alur yang terjadi pada naskah DBT ini adalah alur

kronologis, karena rangkaian jalannya peristiwa pada naskah ini terjadi secara

berurutan.

5. Gaya Bahasa

84

Ibid h 32

Page 102: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

92

Pembicaraan tentang gaya bahasa menyangkut kemahiran pengarang

mempergunakan bahasa sebagai medium drama. Gaya bahasa cenderung

dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu, penegasan, pertentangan,

perbandingan, dan sindiran.

SUTRADARA: Sengaja saya menyebutnya dengan istilah kerjasama

yang hangat, karena bentuk dan sifat kerjasama itu banyak ragamnya.

Ada kerjasama yang terpaksa, kerjasama yang diliputi ketakutan,

kerjasama yang berpola pemerasan dan lain-lainnya. Adapun

kehangatan berarti saling percaya dan saling percaya adalah benih dari

keamanan yang sejati.85

Pada kutipan dialog diatas, terdapat dua petikan dialog yang

mengandung unsur majas yaitu kerjasama yang hangat dan benih keamanan.

Keduanya adalah majas personifikasi yang masuk ke dalam golongan majas

perbandingan. Majas personifikasi adalah gaya bahasa yang melukiskan benda

mati yang diungkapkan seperti manusia. Jika kita melihat kalimat kerjasama

yang hangat dan benih keamanan, kata hangat dan benih adalah

penggambaran dari sifat manusia. Hangat biasa digunakan untuk melukiskan

keadaan diantara panas dan dingin, sedangkan benih merepresentasikan biji

tanaman yang ingin ditanam.

SESEORANG : Tapi saya betul kan? Tanpa pandang bulu saya

geledah semua.86

Pada kutipan dialog diatas, majas yang terlihat adalah majas

personifikasi yang tergambar dalam kalimat tanpa pandang bulu. Pandang

atau memandang adalah salah satu sifat manusia. Kata pandang bersinonim

dengan kata melihat. Kata pandang bulu jika disatukan akan menghasilkan

makna lain yaitu pilih-pilih. Maka maksud dari dialog diatas adalah

menggeledah siapa saja tanpa pilih-pilih.

85

Ibid h. 3 86

Ibid h. 4

Page 103: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

93

IBU TUA: Kutuk mulai menyiapkan tuahnya, anakku. Jangan biarkan

dirimu menyesal di belakang. Batu-batu menangis sudah, terlalu

banyak di pantai-pantai dan ombak yang pulang-pergi tidak merubah

apa-apa.87

Majas yang tergambar dari petikan dialog diatas adalah personifikasi.

Ada dua majas personifikasi yang terdapat pada dialog diatas yaitu, batu-batu

menangis dan ombak yang pulang pergi. Kata menangis dan pulang-pergi

adalah ungkapan untuk manusia. Kata menangis biasa digunakan untuk

keadaan seseorang ketika meneteskan air matanya, sedangkan kata pulang-

pergi biasa digunakan ketika seseorang melakukan memulai dan mengakhiri

sebuah aktivitas. Tetapi dalam petikan dialog diatas, kedua kata tersebut

digunakan untuk menggambarkan penantian yang sia-sia. Penantian yang

dilakukan oleh tokoh Ibu Tua dalam menantikan anaknya yaitu Direktur

Umum. Kata menangis disandingkan dengan kata benda yaitu batu sehingga

gabungan kedua ata tersebut menghasilkan gaya bahasa. Begitupun dengan

kata pulang-pergi yang disandingkan dengan kata benda yaitu ombak.

Penggabungan dua kata tersebut menghasilkan gaya bahasa personifikasi.

Dengan demikian, majas yang mendominasi pada naskah drama DBT

ini adalah majas personifikasi. Majas personifikasi yang digunakan pada

naskah ini untuk memperkuat dialog antar tokoh sehingga memudahkan

pembaca untuk lebih memahami jalannya cerita.

6. Amanat

Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin

disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya atau pendengar.88

Pada

umumnya karya sastra, khususnya naskah drama selalu berisi pesan atau

amanat yang disampaikan melalui dialog tiap tokoh, sehingga pesan yang

disampaikan dapat diterima dengan baik oleh pembaca. Melalui medium

87

Ibid h. 29 88

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta:PT. Grasindo,2008), h 162

Page 104: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

94

karya sastra, setiap pengarang memiliki tujuannya sendiri tentang apa yang

ingin disampaikan kepada pembacanya. Begitu pula Arifin C Noer dengan

naskah DBT, melalui naskah ini, Arifin menyampaikan pesan melalui tokoh

Direktur Umum di antaranya

DIREKTUR UMUM : Hubungi keamanan dan segera amankan ibu

tua ini.

IBU TUA: Begitu cara kamu memperlakukan ibumu, Malin. Apakah

kekayaanmu sudah melebihi kekayaan Allah? Apakah suksesmu yang

mematikan kesadaranmu sebagai anak?89

Pada petikan dialog diatas, ada dua amanat yang bisa kita ambil. Yang

pertama yaitu ketika Direktur Umum memanggil petugas keamanan untuk

mengamankan ibunya sendiri. dalam konteks apapun, berlau demikian kepada

ibu sendiri sangat tidak dibenarkan. Seorang anak harus berbakti kepada

orangtuanya terutama ibu. Namun apa yang dilakukan oleh malin tidak

menunjukkan sikap seorang anak yang berbakti kepada ibunya.

Amanat yang kedua yaitu terdapat pada dialog yang dilontarkan oleh

tokoh Ibu Tua. Terlihat pada dialognya ketika Ibu Tua berkata “apakah

kekayaanmu sudah melebihi kekayaan Allah?apakah kesuksesanmu yang

mematikan kesadaranmu sebagai seorang anak?” tentu kalimat ini berisi

makna yang sangat dalam. Kalimat ini mengandung pesan moral untuk siapa

saja, bahwa ketika seseorang sudah mencapai kesuksesannya, tidak boleh

melupakan jasa orang-orang yang berjasa bagi perjalanan kesuksesannya.

Terkadang banyak orang yang ktika sudah sukses, maka ia lupa diri dan tidak

bersyukur. Pesan moral lain yang disampaikan oleh Ibu Tua bahwa sekaya

apapun kita, tidak akan sanggup melebihi yang maha kaya, Allah swt. Harta

memang sering melenakan seseorang hingga ia lupa pada segala hal yang

harus disyukurinya.

89

Ibid h. 28

Page 105: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

95

Direktur Umum: Apa sebetulnya yang saya fikirkan? Saya kesepian.

Merasa kesepian. Di tengah kesibukan saya dan jumlah penduduk

dunia yang membludak saya merasa tidak punya teman. Terus terang

saya sedang menyesali sesuatu yang tidak jelas dalam hidup saya.

Boleh dikatakan sering sekali saya merasa seperti ini. Terutama

semenjak saya tidak lagi bisa berdoa. Hidup saya seperti rumah

jompo, kosong.90

Pada kutipan dialog di atas, suasana yang tergambar adalah kesunyian.

Kesunyian hati yang dirasakan oleh Direktur Umum dijelaskan langsung oleh

tokoh melalui dialog. Inti dari kekosongan hati yang melanda Direktur Umum

disebutkan secara langsung, yaitu ketika Direktur tidak bisa lagi berdoa. Ada

sisi religiusitas yang tergambar dari kalimat ini. Berdoa adalah salah satu

ritual dalam agama manapun yang digunakan oleh pemeluk agama manapun

untuk memohon sesuatu kepada tuhannya. Berdoa adalah salah satu ciri

seseorang menjalankan perintah agama. Allah swt berfirman di dalam Al

Qur‟an surat Al Baqarah ayat 186 yang artinya:

“dan apabila hambaku bertanya kepadamu(hai Muhammad) tentang

aku maka katakanlah kepada mereka bahwa aku adalah dekat

kepadanya dan aku memperkenankan doa orang yang berdoa

kepadaku (Al Baqarah : 186)”

Dalam ayat ini, selain Allah memerintahkan supaya sekalian orang

berdoa kepadanya, juga ia menerangkan bahwa Allah itu dekat kepada

mereka, dengan arti selalu mendengar doa mereka dan selalu akan

memperkenankan sekalian doa itu. Hal ini sekaligus memperjelas penyebab

Direktur mengalami kekosongan hati, yaitu karna Direktur tidak memiliki

kedekatan dengan Allah swt.

Naskah drama DBT ini secara keseluruhan mengungkap keadaan

sosial yang terjadi pada masa itu. Arifin selaku pembuat naskah memang

selalu menyelipkan feomena yang terjadi pada masanya, lalu dibuat jalan

ceritanya. Hal ini bisa dilihat secara keseluruhan di dalam tema, penokohan,

90

Ibid h. 34

Page 106: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

96

latar, dan alur yang sudah dibahas pada analisis intrinsik di atas. Analisis

intrinsik yang sudah dilakukan bertujuan agar naskah ini dapat diketahui dari

berbagai sisi kehidupan.

B. Konflik Batin Tokoh Direktur Umum

Setiap manusia pasti pernah mengalami konflik. Konflik bermacam-macam

bentuk dan jenisnya, ada yang dinamakan konflik peristiwa, konflik watak, konflik

pribadi, dan konflik batin. Konflik batin artinya konflik pribadi yang disebabkan

oleh adanya dua atau lebih keinginan atau gagasan yang saling bertentangan dan

menguasai diri individu, sehingga mempengaruhi sikap, perilaku tindakan dan

keputusannya. Konflik batin ini pada umumnya melanda setiap orang dalam

hidupnya. Dalam kenyataannya tidak semua orang mampu mengatasi sendiri

konflik batin yang terjadi pada dirinya, sehingga memerlukan bantuan orang lain.

Seperti yang telah disinggung pada bab dua, Suyadi San mengatakan bahwa konflik

ibarat nyawa dan darah dalam sebuah drama. Tanpa adanya konflik, drama tidak

akan menarik ketika dibaca atau membosankan ketika dipentaskan.

Setelah melakukan pengkajian unsur intrinsik yang terkandung dalam naskah

drama DBT, selanjutnya akan dilakukan analisis konflik batin yang dialami oleh

Direktur Umum.Konflik batin yang merasuk pada diri Direktur Umum merupakan

konflik yang berpusat pada diri sendiri. Kegamangan yang dialami tokoh ini

bersumber dari masalah religiusitas akibat keksosongan hati yang menimpa tokoh

tersebut. Hal ini berujung pada ketidaknyamanan tokoh Direktur dalam menjalani

kehidupannya. Kegamangan yang dialami oleh Direktur Umum merupakan salah

satu sifat yang seringkali dialami oleh setiap manusia lintas zaman. Seolah menjadi

persoalan turun temurun, manusia tidak bisa dilepaskan dari konflik semacam ini.

Konflik yang terjadi pada diri Direktur masuk dalam konsep religiusitas. Konsep

religiusitas disini mengacu pada permasalahan horizontal antara manusia dengan

tuhannya. Direktur Umum termasuk orang yang tidak taat dalam melaksanakan

perintah ajaran agamanya. Hal ini dapat tercermin pada akhir babak kedua ketika

Direktur Umum berjalan menuju suatu sudut tepi. Ia merenungi mengapa hidupnya

Page 107: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

97

ini yang seharusnya menurut orang-orang dikatakan bahagia, justru ia tidak

merasakan kebahagiaan. Hal yang justru diidam-idamkan oleh banyak orang dan

sudah berhasil dicapai olehnya, namun tidak memuaskan hatinya. Perasaan ini terus

menghantui dirinya, apalagi Direktur di dalam naskah DBT disandingkan dengan

tokoh Sandek yang tak lain adalah karyawannya sendiri dan cerminan dirinya.

Permasalahan batin inilah yang kemudian menghiasi perjalanan kisah Direktur

Umum dalam naskah DBT.

Apa yang dialami oleh tokoh Direktur Umum adalah pemikiran tentang

sebuah kebenaran. Ia menyadari bahwa dirinya selama ini telah salah tidak

menjalankan syariat agamanya. Berpikir tentang kebenaran adalah menjadikan

keputusan yang telah dikeluarkan akal sesuai secara sempurna dengan fakta yang

telah ditransfer ke dalam otak melalui perantara penginderaan. Kesesuaian inilah

yang akan menjadikan makna yang ditunjukkan oleh pemikiran sebagai suatu

kebenaran. Pemikiran tersebut adalah suatu kebenaran jika ia sesuai secara alamiah

dengan fitrah manusia. Hal ini secara tidak langsung dirasakan oleh tokoh Direktur

bagaimana kesepian yang merasuk dalam dirinya merupakan stimulus dari

penginderaannya.

Arti berpikir tentang kebenaran adalah mengkaji kesesuaian pemikiran dengan

fakta yang ditunjukkan pemikiran. Jika sesuai berarti merupakan kebenaran dan jika

tidak sesuai berarti bukan kebenaran. Maka tidaklah benar mengambil sembarang

pemikiran sebagai suatu kebenaran. Pemikiran itu hendaknya diambil hanya sebagai

pemikiran saja. Baru setelah itu dikaji kesesuaiannya dengan fakta yang ditunjukkan

oleh pemikiran tersebut. jika sesuai maka ia adalah kebenaran, dan jika tidak sesuai

maka ia bukanlah kebenaran. Berpikir tentang kebenaran dapat merupakan proses

berpikir kreatif (menggagas pemikiran baru), misalnya melangsungkan aktivitas

berfikir untuk menghasilkan sebuah pemikiran baru, kemudian mengkaji

kesesuaiannya dengan fakta hingga pemikiran itu sesuai dengan fakta yang

Page 108: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

98

ditunjukannya.91

Karena itu,harus ada sikap waspada terhadap distorsi-distorsi

tersebut. kebenaran harus dipegang teguh dan digenggam sekuat-kuatnya. Harus ada

pula kedalaman berpikir dan keikhlasan ketika berpikir untuk mencapai kebenaran.

Arifin C Noer di dalam karyanya ini memberi kesan ia melakukan berbagai

pencarian terus menerus terhadap nilai-nilai kehidupan. Usaha itu tidak hanya

berdimensi vertikal hubungan antara manusia dan Tuhan, tetapi juga horizontal,

hubungan antarsesama manusia. Unsur religiusitas terasa dominan pada naskah

DBT ini. Untuk memberikan signifikasi hubungannya dengan Tuhan, Arifin

menunjukannya melalui dialog antartokoh yang ditampilkannya.

Di dalam naskah DBT, tokoh Direktur Umum dilukiskan sebagai sosok yang

bergelimang harta, necis, idealis, dan penuh dengan kemewahan. Direktur Umum

memiliki sifat yang keras dalam menjalani kehidupan. Dia terkenal memiliki

kemauan yang kuat, ambisius dan tegas. Secara langsung, dengan kondisi yang

serba wah seperti itu seharusnya seorang manusia merasakan kesenangan di dalam

hidupnya. Namun Arifin C Noer, hendak menunjukkan bahwa tidak semua

kebahagiaan dapat dibeli dengan uang dan kekuasaan. Maka Arifin menghadirkan

sosok Direktur Umum untuk menyampaikan maksud tersebut, karena setiap penulis

pasti ingin pembaca menangkap pesan tersirat yang diselipkan di dalam naskahnya.

Direktur Umum : Apa sebetulnya yang saya fikirkan? Saya

kesepian. Merasa kesepian. Di tengah kesibukan saya dan jumlah

penduduk dunia yang membludak saya merasa tidak punya teman.

Terus terang saya sedang menyesali sesuatu yang tidak jelas dalam

hidup saya. Boleh dikatakan sering sekali saya merasa seperti ini.

Terutama semenjak saya tidak lagi bisa berdoa. Hidup saya seperti

rumah jompo, kosong.92

Pada dialog di atas, Direktur Umum mengalami konflik batin yang

berkecamuk dalam dirinya. Walaupun dia bergelimang harta dan jumlah penduduk

dunia yang begitu membludak, ia tetap merasa kesepian, seperti tidak memiliki

91

Taqiyuddin an Nabhani, Hakekat Berpikir, (Bogor : Pustaka Thariqul Izzah,2006), h 99-100 92

Op.Cit h 34

Page 109: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

99

teman. Ada sesuatu yang membuat hidupnya begitu hampa. Disini, Arifin C Noer

seperti menyelipkan sebuah pesan moral bagi para pembacanya. Hal tersebut bisa

dilihat dari bagian akhir dialog tersebut. Semenjak Direktur Umum tidak bisa

berdoa, hidupnya seperti rumah jompo, kosong. Hal ini senada seperti yang

dilontarkan oleh Eko Khotib, pendiri teater El Na‟ma. Ketika penulis

mewawancarai om eko, beliau mengatakan bahwa jika pembaca menyadari, dalam

setiap karyanya Arifin selalu menunjukkan sisi religiusitasnya, walau sekecil

apapun itu. Ini menjadi satu ciri khas yang ditonjolkan oleh Arifin pada setiap

karyanya. Karena di dalam agama islam, berdoa adalah salah satu ritual atau cara

yang dilakukan oleh manusia untuk memohon pertolongan atau meminta sesuatu

pada tuhannya.

Namun pada naskah DBT ini, sisi religiusitas yang diangkat oleh Arifin

dijadikan sebagai salah satu sumber masalah pada tokoh utama. Masalah ini yang

kemudian menjadi warna tersendiri bagi naskah DBT karena perihal konflik batin

masih relevan hingga sekarang. Arifin menyadari bahwa potensi masalah yang dia

angkat di dalam naskah DBT ini akan bertahan lama, dan hal tersebut terbukti pada

masa kini seperti yang telah diuraikan oleh penulis pada latar belakang penelitian

ini. Konflik batin memang lazim dialami oleh manusia yang „jauh‟ dengan

tuhannya. Kekosongan hati yang dirasakan membuat orang berfikir kehidupan ini

tidak ada maknanya.

Bagi sebagian orang yang nalarnya tidak sampai, orang tersebut tidak akan

mampu mengatasi masalah ini sehingga akan timbul depresi hebat bahkan sampai

yang terparah mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri. Tentu hal ini tidak dapat

dibenarkan dari segi apapun. Arifin dengan tokoh Direktur Umumnya tidak

mengakhiri cerita dengan kisah konyol seperti itu. Arifin justru meramu masalah

konflik batin ini dan membenturkannya dengan kasih sayang yang ditunjukkan oleh

tokoh Ibu Tua. Kontradiksi yaang terjadi inilah yang menimbulkan keresahan baru

dalam diri Direktur hingga ia akhirnya tega mengutuk balik ibunya sendiri.

Page 110: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

100

Mengatasi konflik sebenarnya tidak terlalu sulit jika sudah mengetahui teknik

atau caranya. Cara yang sederhana dalam mengatasi konflik yaitu lakukan

introspeksi diri kemudian gunakan kekuatan daya pikir. Proses ini sudah dilakukan

oleh Direktur Umum yaitu ketika ia merasakan kehampaan di dalam hidupnya, apa

yang ia lakukan selama ini seperti tidak ada artinya, kemewahannya tidak bisa

membeli kebahagiaannya, proses berpikir ini sudah dilakukan oleh Direktur. Akan

tetapi semua itu menjadi sia-sia saja karena tokoh Direktur tetap menunjukkan

keangkuhannya.

Kehampaan hidup yang dirasakan oleh tokoh Direktur mendorong dirinya

untuk menemui Sandek yang sedang terbaring lemah di meja operasi. Direktur

berusaha membujuk dokter untuk menyembuhkan Sandek yang sedang mengidap

penyakit misterius. Hal ini dilakukan lantaran Direktur memerlukan teman.

DIREKTUR UMUM: Saya tidak sedang memerlukan analisa saat ini. Saya

memerlukan orang ini bicara. Adalah tidak adil membiarkan wajah orang ini

terus-menerus memandang dengan penuh dakwaan sementara mulutnya

samasekali rapat seolah seluruh giginya menyatu. Sorot matanya. Air-

mukanya. Oh, rahasia apa yang dia simpan? Tidak, dokter. Dia harus bicara.

Kerahkan seluruh ilmu dan bikin saudara saya bicara. Terus terang saya

memerlukan teman. 93

Pada petikan dialog di atas, yang terjadi pada Direktur Umum adalah

Rasionalisasi. Rasionalisasi yang dilakukan oleh Direktur disebabkan

kekecewaannya karena tidak memiliki teman sebab Sandek sedang terbaring sakit.

Direktur menghampiri Sandek di ruang operasi. Ia memaksa dokter untuk

menyembuhkan Sandek agar ia memiliki teman. Hal itu dikatakan langsung oleh

Direktur Umum kepada dokter Kepala. Lagi-lagi dalam dialog diatas, Direktur

dilanda kesunyian yang membuatnya membutuhkan teman dalam kehidupannya.

Sandek di dalam naskah DBT ini sebenarnya menjadi seteru Direktur, namun karena

memiliki beberapa kesamaan diantara mereka berdua membuat Direktur seperti

memiliki ikatan batin dengan Sandek. Arifin pada naskah ini memang sejatinya

93

Ibid h 64

Page 111: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

101

seperti membelah satu orang menjadi dua tokoh dengan dua karakter yang bertolak

belakang. Dari sini sebenarnya bisa dilihat kejelian Arifin dalam menciptakan tokoh

untuk membuat konflik baru dalam sebuah naskah drama. Dalam dua tokoh ini,

Arifin membuat dua wajah yang berbeda untuk kemudian dibenturkan dalam satu

adegan. Inilah salah satu yang membuat naskah DBT menarik dari segi penyajian

konflik.

DIREKTUR UMUM : Kami bukan saja sama. Tapi yang paling penting kami

sama-sama mempunyai keluarga yang kami cintai. Juga kami mempunyai

cita-cita yang sama, yaitu membahagiakan keluarga kami.94

Petikan dialog di atas terjadi pada akhir babak pertama sesaat setelah Sandek

terkena serangan jantung. Jika dilihat secara seksama dari mulai kalimat pertama,

kedua dan ketiga, semuanya memperkuat argumen yang dilontarkan oleh tokoh

Direktur bahwa Direktur dengan Sandek bagaikan pinang dibelah dua. Petikan dialog

ini memperkuat sekaligus menegaskan bahwasanya tokoh Direktur Umum dan

Sandek adalah satu orang yang memiliki dua wajah. Petikan dialog diatas sekaligus

curahan hati Direktur Umum tentang hasratnya yang selama ini tertutupi oleh

hartanya sendiri. hal ini terkait dengan adegan di babak kedua dimana ketika tokoh

Direktur Umum dihadapkan dengan tokoh Ibu Tua yang mengaku sebagai ibunya.

Namun Direktur enggan mengakui ibunya tersebut lantaran perubahan „kondisi‟ yang

dialaminya sekarang. Hal inilah yang menjadi konflik batin pada diri Direktur Umum

yang pada awalnya mengakui ingin membahagiakan keluarganya, namun berbalik

menjadi lupa karena telah mendapatkan kekayaan.

Terus terang saya sama sekali tidak sedang memikirkan nasib dan perkara

Sandek. Ia hanyalah salah satu angka di antara angka-angka dalam

pembukuan perusahaan. Menurut laporan, sandek sekarang kembali menjadi

pengangguran. Tempatnya sudah direbut oleh seorang pekerja yang lain

setelah lolos dari persaingan hebat calon-calon pekerja yang fantastik

jumlahnya. Dia terlalu polos. Dan ia bodoh sekali karena tidak menyadari

94

Ibid h 20

Page 112: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

102

kedudukan yang lemah. Di tengah arus tenaga kerja yang membanjir

suaranya tak akan didengar siapa-siapa.95

Petikan dialog di atas terjadi pada akhir babak kedua ketika Direktur selesai

memberikan patung ibunya yang dia kutuk ke museum nasional. Suasana yang

tergambar pada dialog tersebut adalah kesunyian. Kesunyian yang membuat Direktur

Umum merenungi tentang nasib Sandek saat ini yang posisinya sebagai buruh

tergeser oleh calon pekerja lainnya. Walau pada awal kalimat Direktur mengatakan

bahwa ia tidak peduli dengan nasib Sandek, namun pada kalimat selanjutnya justru

menggambarkan hal yang berkebalikannya. Direktur nampak tau betul apa yang

menimpa Sandek saat ini. Ia merenungi nasib Sandek yaang saat ini tidak jelas entah

bagaimana setelah posisinya tergeser. Suara Sandek dahulu ketika berani menentang

Direktur Umum kini tidak terdengar lagi. Menurut analisa Direktur Umum selaku

bosnya, hal ini dikarenakan arus tenaga kerja yang membanjir sehingga protes-protes

yang dilayangkan oleh Sandek tidak akan akan digubris. Konflik yang terjadi pada

Direktur ini bersumber dari dalam dirinya sendiri. Ia secara tidak sadar memikirkan

nasib Sandek yang sekarang tidak jelas. Konflik ini mengakibatkan Direktur merasa

kesepian dan awal dari kegundahan hati yang dirasakannya akibat tidak memiliki

teman. Walaupun ditengah keramaian ia masih merasa kesepian.

Saya pekerja yang keras tapi terus terang saya tidak bisa ingat lagi buat apa

semua ini. Samar-samar saya masih bisa membayangkan tampang saya ketika

saya masih bocah yang berjalan menuju ke sekolah. Tapi sulit saya ingat-ingat

wajah saya ketika bayi.96

Petikan dialog di atas menjadi representasi yang nyata dari kegundahan batin

yang dirasakan oleh Direktur Umum. Pada kalimat pertama kita bisa merasakan

kegamangan yang dirasakan oleh tokoh Direktur. Pada kalimat tersebut, Direktur

mengakui bahwa dirinya memang pekerja keras, namun dia tidak tau kerja kerasnya

selama ini untuk apa dan apa yang sedang dia kejar. Direktur Umum merasa apa yang

95

Ibid h 33 96

Ibid h 34

Page 113: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

103

dia lakukan selama ini tidak ada tujuan akhirnya, walaupun ia bergelimang harta,

namun ia tidak menemukan kebahagiaan di dalamnya. Kerja kerasnya selama ini

hanyalah menghasilkan harta dan jabatan, namun tidak menghasilkan kebahagiaan.

Konflik batin yang dirasakannya ini membuatnya gundah dan merasakan kesepian.

Pada kalimat kedua, dia mulai berhalusinasi membayangkan masa kecilnya dulu.

Peristiwa ini di dalam teori pada bab dua disebut Fantasi/Stereotype. Peristiwa i ni

terjadi karena ketika kita menghadapi masalah yang demikian bertumpuk, kadang

kala kita mencari „solusi‟ dengan masuk ke dunia khayal, solusi yang berdasarkan

fantasi ketimbang realitas. Dalam kaitannya dengan teori, Direktur Umum masuk ke

dalam dunia khayalnya. Ia membayangkan ketika ia masih sekolah. Ini bisa menjadi

pertanda bahwa dia rindu dengan masa-masa kecilnya. Sebagaimana kita ketahui,

masa kecil adalah masa-masa yang paling menyenangkan, karena kita tidak

memikirkan hal lain selain bermain.

DIREKTUR UMUM : Sekali lagi saya tegaskan. Saya tidak mengenal

perempuan tua yang compang-camping itu. Bagaimana mungkin saya tidak

mengenal ibu saya?

DIREKTUR UMUM : Jadi jelas dia bukan ibu saya97

Pada petikan dialog diatas, peristiwa yang dialami oleh Direktur Umum

adalah Agresi. Agresi adalah perasaan marah terkait erat dengan ketegangan dan

kegelisahan yang dapat menjurus pada perusakan dan penyerangan. Agresi dapat

berbentuk langsung dan pengalihan (direct aggression dan displaced aggression).

Agresi langsung adalah agresi yang diungkapkan secara langsung kepada seseorang

atau objek yang merupakan sumber frustasi. Bagi orang dewasa, agresi semacam ini

biasanya dalam bentuk verbal ketimbang fisik. Si korban yang tersinggung biasanya

akan merespon. Dialog diatas adalah akibat dari tokoh ibu yang terus terusan

mengakui Direktur sebagai anaknya. Hal ini menimbulkan rasa ketidaknyamanan

pada diri Direktur Umum sehingga ia melakukan agresi kepada Ibu Tua.

97

Ibid h 29

Page 114: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

104

Selain itu, Direktur Umum juga mengalami proyeksi di dalam naskah drama

DBT. Proyeksi adalah situasi atau hal-hal yang tidak diinginkan dan tidak dapat kita

terima dengan melimpahkannya dengan alasan lain. Proyeksi yang dialami oleh

Direktur Umum terjadi pada babak pertama ketika Direktur Umum berhadapan

dengan Sandek. Sikap kritis yang ditunjukkan Sandek ditanggapi dengan tenang oleh

Direktur Umum. Padahal bisa saja seorang bos perusahaan mengusir bawahannya

tersebut karena bersikap tidak sopan padanya. Namun Direktur tidak bertindak

demikian. ia merasa bahwa Sandek tidak perlu diperlakukan demikian.

Tokoh antagonis yang diemban oleh Direktur Umum di dalam naskah DBT

ini membuat konflik batin yang terjadi semakin terasa konfliknya. Arifin

menempatkan Sandek sebagai tokoh protagonis dan Direktur Umum sebagai tokoh

antagonis. hal seperti ini jarang ditemukan dimana tokoh antagonis dijadikan sebagai

tokoh utama. Ini menunjukan bahwa naskah DBT mengusung antihero. Lazimnya di

dalam sebuah cerita yang berperan sebagai tokoh utama adalah tokoh protagonis. Dan

tokoh antagonis adalah tokoh yang biasanya selalu termarjinalkan. Amanat di dalam

sebuah ceritapun tentu berpihak kepada tokoh protagonis dalam hal ini Sandek. Tentu

hal ini berbeda jika Direktur Umum adalah seorang tokoh yang protagonis, maka

akan cukup sulit bagi pengarang untuk membuat konflik batin bagi Direktur Umum

karena lebih mudah membuat konflik batin dengan tokoh antagonis dibanding

protagonis. Jika seorang pengarang ingin membuat konflik batin dengan medium

tokoh protagonis, konflik batin yang kemungkinan terjadi pada tokoh mungkin

hanyalah memilih diantara dua pilihan yang yang baik. Lain halnya jika konflik batin

terjadi pada tokoh antagonis, maka konflik yang terjadi lebih bervariasi. Selain bisa

dibenturkan dengan kebenaran, bisa pula dibenturkan dengan perasaan seperti halnya

yang dirasakan oleh Direktur Umum.

Page 115: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

105

C. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah

Naskah drama DBT karya Arifin C Noer berisi tentang potret kesenjangan

yang terjadi antara seorang buruh dengan bosnya. Persoalan ini membuat tokoh

Direktur Umum, bos dari Sandek, mengalami konflik dengan dirinya sendiri. salah

satu permasalahan menarik yang diangkat pada naskah ini adalah mengenai konflik

batin sang tokoh. Konflik batin yang menyerang tokoh Direktur Umum sejatinya

terkait dengan religiusitas yang ingin ditampilkan oleh Arifin melalui tokoh

Direktur Umum.

Analisis konflik batin pada tokoh Direktur Umum dalam naskah drama DBT

karya Arifin C Noer dapat diimplikasikan ke dalam pembelajaran sastra di sekolah

melalui materi unsur intrinsik drama. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di

tingkat sekolah menengah pertama (SMP) atau sederajat dalam Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) tidak menitikberatkan pada aspek pengetahuan semata,

melainkan juga memerhatikan dan menekankan pada aspek penerapan nilai-nilai

yang terdapat pada pengetahuan.

Agus R. Sarjono dalam bukunya Sastra dalam Empat Orba mengungkapkan

bahwa sebenarnya pengajaran sastra di sekolah memiliki peluang besar untuk

meningkatkan kemampuan apresiasi dan minat siswa terhadap sastra. Dari

penelitian-penelitian terhadap minat sastra di sekolah menengah sebagaimana

dilakukan oleh peneliti-peneliti diatas, dapat disimpulkan beberapa kesimpulan

pokok sebagai berikut:

1) Pada dasarnya pengajaran sastra berpengaruh pada minat siswa

terhadap sastra, namun ternyata tidak terdapat hubungan antara teori

yang diajarkan dengan kemampuan apresiasi siswa.

2) Guru tidak memiliki waktu serta tidak tahu bagaimana caranya

mengikuti perkembangan sastra di luar buku teks.

Page 116: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

106

3) Siswa tidak mampu mengaitkan nilai sastrawi dengan nilai-nilai

etis/moral budaya dalam kehidupan.98

Pembelajaran sastra dengan mengapresiasikan karya sastra dapat

mengembangkan kompetensi siswa untuk memahami setiap unsur dalam karya

sastra. Dengan menghargai keindahan yang tercermin dalam setiap unsur drama,

baik unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik, siswa akan mengetahui apa pesan

yang ingin disampaikan oleh pengarang. Siswa juga tidak hanya diajak untuk

membaca dan menganalisis karya sastra saja, akan tetapi siswa diajak untuk

menanamkan sikap positif terhadap karya sastra sehingga dapat mengembangkan

kemampuan berpikir, sikap dan keterampilan siswa.

Melalui pembelajaran sastra, siswa akan belajar percaya diri untuk tampil di

muka umum dan akan mengasah kemampuan dari berbagai aspek, baik dari segi

kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Guru juga dapat memosisikan dirinya

sebagai guru Bahasa Indonesia yang dapat mentransfer ilmu melalui pengalaman

dan pendekatan yang menyenangkan terhadap siswa. Guru pun dapat membantu

siswa menggali potensi yang dimilikinya, sehingga siswa dapat lebih bijaksana

menghargai dirinya sendiri dan lingkungan. Selain itu, siswa juga dapat

menanamkan nilai-nilai positif dalam hubungan bermasyarakat dan menjadi insan

yang saling menghargai serta memiliki semangat untuk memperjuangkan hidup

sejahtera.

Di dalam pembelajaran sastra di sekolah standar kompetensi yang digunakan

adalah menganalisis unsur intrinsik naskah drama. Jika dikaitkan dengan

kompetensi dasar yaitu menerangkan sifat-sifat tokoh dari kutipan naskah drama,

drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer dapat dijadikan bahan untuk

mengetahui permasalahan konflik batin pada manusia. Terlebih tujuan pembelajaran

pada materi tersebut adalah agar siswa mampu menjelaskan unsur-unsur intrinsik

dari naskah drama yang dibaca dan mampu menjelaskan sifat dan karakter tokoh.

98

Agus R. Sarjono, Sastra dalam Empat Orba, (Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya, 2001), h 208

Page 117: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

107

Jika mengacu pada tujuan pembelajaran, maka guru diharapkan mampu

memberikan pengarahan kepada siswa bagaimana caranya menanggulangi masalah

yang dihadapi oleh siswa. Setiap manusia pasti memiliki masalah, dan bagaimana

manusia tersebut mampu menelusuri akar dari penyebab permasalahan tersebut agar

kita tahu bagaimana cara atau tindakan apa yang harus diambil untuk menyelesaikan

permasalahan tersebut.

Ketika di dalam kelas, guru harus menggunakan metode pembelajaran yang

variatif agar siswa tidak merasa bosan dalam tiap pertemuan. Variasi metode bisa

berupa bermain peran di dalam kelas, dimana setiap siswa dituntut untuk memilih

karakter yang disukai dan kemudian memerankannya. Ketika sudah selesai, maka

seluruh siswa kembali diperintahkan untuk memilih karakter yang tidak disukai

kemudian memerankannya. Metode seperti ini melatih siswa agar mampu

merasakan menjadi orang lain. Dengan adanya variasi metode, siswa diharapkan

lebih nyaman dan antusias dalam menerima pelajaran sehingga pesan yang

disampaikan oleh guru dalam proses pembelajaran dapat ditangkap dengan baik

oleh siswa. Inilah yang menjadi indikasi tercapainya pembelajaran yang diharapkan

oleh guru maupun siswa.

Selain unsur intrinsik, naskah drama Dalam Bayangan Tuhan pun bisa

dijadikan sebagai sumber bagi guru kelas IX semester ganjil dalam materi unsur

intrinsik bagian penokohan/perwatakan dimana terdapat persoalan konflik batin.

Guru juga dapat mengajarkan bagaimana seseorang seharusnya menyelesaikan

permasalahan yang dihadapinya tanpa menyalahkan orang-orang di sekelilingnya.

Hal ini penting karena biasanya orang yang mengalami konflik batin dan orang

tersebut tidak dapat mengatasinya, maka orang-orang yang ada di sekitarnya

terkena dampaknya, entah itu berupa kemarahan atau bahkan tindakan yang tidak

mengenakkan. Hal inilah yang perlu ditanampak oleh guru kepada siswanya, yakni

menyelesaikan permasalahannya sendiri.

Page 118: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

108

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan analisis terhadap naskah drama Dalam Bayangan

Tuhan karya Arifin C Noer mengenai konflik batin serta implikasinya

terhadap pembelajaran sastra di sekolah, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Konflik batin yang terjadi pada tokoh Direktur Umum dalam naskah

drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer merupakan akibat

dari kurangnya kedekatan tokoh terhadap tuhannya. Hal tersebut dapat

diidentifikasi dari dialog tokoh Direktur Umum yang menyatakan

bahwa dirinya merasa kesepian terutama semenjak ia tidak lagi bisa

berdoa. Pernyataan ini menjadi benang merah bagi konflik batin yang

dialami oleh tokoh Direktur Umum. Aspek religiusitas dalam diri

Direktur Umum tergali, bahwa ia sedang merasakan teguran dari Allah

swt atas kelalaiannya sebagai manusia. Konflik ini menyebabkan

kekacauan pada diri Direktur Umum hingga pada puncaknya, ia tidak

mau mengakui ibunya sendiri karena dibutakan oleh kesuksesan yang

diraihnya. Pada akhirnya, Direktur Umum mengharapkan kehadiran

Sandek yang saat itu terbaring di meja operasi, dimana sepanjang

jalannya cerita menjadi lawan debatnya. Hal ini dikarenakan Direktur

Umum merasa kesepian dan membutuhkan teman seperti Sandek.

2. Implikasi pembelajaran sastra di sekolah melalui drama Dalam

Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer berkaitan dengan kompetensi

dasar untuk mendeskripsikan perwatakan dalam unsur intrinsik drama.

Melalui naskah DBT, siswa dapat mengidentifikasi dan mengetahui

bagaimana konflik batin yang dialami oleh tokoh dalam sebuah naskah

drama. Melalui naskah DBT pula, siswa diharapkan mampu

menyelesaikan permasalahannya ketika berkonflik dengan diri sendiri

karena hal ini sering dialami oleh siswa. Selain itu, dalam dimensi

Page 119: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

109

religiusitas, siswa diharapkan agar dekat dengan tuhannya dengan

menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya,

sebab hal ini merupakan hubungan horizontal yang harus dibangun oleh

seorang manusia terhadap tuhannya, sebagai salah satu bentuk

kepatuhan manusia agar mendapat ketenangan dalam menjalani

kehidupannya.

B. SARAN

1. Naskah drama Dalam Bayangan Tuhan dapat digunakan sebagai bahan

untuk pembelajaran sastra di sekolah oleh guru, baik dalam materi

unsur intrinsik drama, maupun pementasan drama.

2. Melalui pembelajaran sastra, siswa dapat menanamkan sikap positif

terhadap karya sastra dan mengambil intisari yang terkandung di

dalamnya sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir, sikap,

dan keterampilan siswa dalam kehidupannya.

3. Melalui pembelajaran konflik batin yang telah dipelajari di dalam

naskah drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer, diharapkan

peserta didik dapat belajar untuk menyelesaikan konflik yang terjadi

pada dirinya sendiri tanpa harus menyalahkan orang lain akibat

ketidakmampuan mengatasi permasalahannya sendiri.

Page 120: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

110

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra. (Bandung: Sinar Baru Algesindo,

1990)

B. Rahmanto. Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988)

Budianta, Melani, dkk. Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk

Perguruan Tinggi, (Magelang:Indonesia Tera, 2006)

Endraswara, Suwardi. Teori Kritik Sastra (Yogyakarta:CAPS, 2013)

Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta : CAPS, 2011)

Esten, Mursal. Kesusastraan Pengantar Teori, (Bandung : Angkasa, 2013)

Hasanuddin WS. Drama Karya dalam Dua Dimensi (Bandung: Angkasa, 1996)

Irwanto. Psikologi Umum, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997)

Khotib Eko, Wawancara, teater El Na’ma pada hari sabtu, 24 Juni 2017 pkl. 19.00

WIB

Kusmawati, Magdalena. Gambaran Resiliensi dan Dukungan Sosial pada Anak

berusia 7-12, (Jakarta: Fakultas Psikologi Atma Jaya, 2003)

Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2005)

Minderop, Albertine. Psikologi Sastra ( Jakarta : Pustaka Obor Indonesia, 2016)

Nabhani, Taqiyuddin An. Hakekat Berpikir, (Bogor : Pustaka Thariqul

Izzah,2006)

Noer, Arifin C. Dalam Bayangan Tuhan, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta,

1984)

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2013)

Priyatna, Endah Tri. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2010)

Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin. Dari Konsep ke Panggung Arifin,

(Semarang: Harian Suara Merdeka, 2005)

Page 121: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

111

Ratna, Nyoman Kutha, S.U. Sastra dan Cultural Studies. (Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2007)

Rendra. Seni Drama untuk Remaja, (Jakarta: Burung Merak Press)

San, Suyadi. Drama, Konsep Teori dan Kajian. (Medan : Partama Mitra Sari,

2013)

Sardjono, Agus R. Sastra dalam Empat Orba. (Yogyakarta: Yayasan Bentang

Budaya, 2001)

Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. (Padang : Angkasa Raya, 1988)

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. (Jakarta : Grasindo, 2008)

Sobur, Alex. Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Utama, 2009)

Sentosa, Puji. “Biografi Arifin C.Noer”, http://pujies

pujies.blogspot.com/2010/01/arifin-cnoer. html.

Stanton, Robert. Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)

Waluyo, Herman J, Drama Teori dan Pengajarannya, (Yogyakarta: Hanindita

Graha Widia, 2011)

Wellek, Renne dan Austin Warren, Teori Kesusastraan. (Jakarta : PT Gramedia

Pustaka Utama, 1995)

Page 122: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019
Page 123: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019
Page 124: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019
Page 125: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

SINOPSIS

Naskah drama Dalam Bayangan Tuhan Karya Arifin C Noer adalah

sebuah naskah drama yang bercerita tentang pertikaian sepasang tokoh utama

yang memiliki kepribadian serupa. Tokoh tersebut adalah Sandek dan Direktur

Umum. Pada awal cerita, Sandek dan Direktur Umum saling berhadapan untuk

beradu argumentasi. Dengan latar tempat ruang kerja Direktur Umum dan suasana

mewah yang digambarkan oleh Arifin melalui tokoh Sandek, mereka saling

melontarkan argumen nyinyir untuk menjatuhkan lawannya. Sampai pada

akhirnya ketika Direktur Umum bertanya tentang nama istri Sandek, mereka

berdua terkejut karena memiliki nama istri yang sama yaitu Oni. Selanjutnya

mereka terus saling menyebutkan nama keluarganya dan anehnya selalu sama.

Direktur umum pun terkena serangan jantung akan tetapi itu mampu diatasinya

karena ia selalu membawa obat serangan jantung. Setelah itu gantian Sandek yang

terkena serangan jantung. Serangan jantung yang menyerang Sandek membuatnya

pingsan di tempat. Hal tersebut karena Sandek tidak diberi obat serangan jantung

oleh Direktur Umum.

Pada pergantian babak yang kedua, adegan dimulai ketika Direktur Umum

berorasi di hadapan para hadirin dan wartawan untuk meresmikan sebuah pabrik

baru miliknya. Pada acara yang dihelat di pabrik barunya itu, muncul sesosok

wanita tua yang mengaku sebagai ibu Direktur Umum. Ibu tersebut pada awalnya

tidak nampa oleh para hadirin sampai pada akhirnya ia berdoa kepada tuhan agar

orang-orang dapat melihatnya dan tuhanpun langsung mengabulkan doa ibu

tersebut. Sang ibu kemudian berusaha untuk menghampiri Direktur Umum yang

ia panggil dengan sebutan malin. Tetapi petugas keamanan mencoba menghalangi

ibu tersebut. Namun dengan kekuatan supranaturalnya ibu tersebut menyihir

petugas keamanan yang mencoba menghalanginya untuk bertemu dengan

anaknya. Ibu tersebut mendekati Direktur umum yang sedang diwawancarai oleh

para wartawan. Direktur Umum yang sedang diwawancarai sontak kaget karena

ada wanita tua yang tiba-tiba datang dan memanggil dirinya malin. Sang ibu

mulai bercerita bagaimana ia mencari-cari anaknya ke pelosok dunia sampai ke

Page 126: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

tempat ini dan akhirnya bertemu dengan anaknya yang selama bertahun-tahun

tidak pulang ke rumah. Akan tetapi Direktur Umum enggan mengakui bahwa itu

ibunya. Dengan keangkuhannya ia berusaha untuk mengusir ibunya sendiri. sang

ibu yang sakit hati mulai mengeluarkan kata-kata kutukan kepada anaknya seperti

halnya pada cerita rakyat malin kundang. Perlahan langit mulai mendung dan

kutukan tersebut mulai bekerja menyerang Direktur Umum. Direktur Umum

mulai gelagapan karena berusahan menangkal kutukan yang mulai turun

menyerangnya. Akan tetapi anomali terjadi. Penyimpangan sejarah terjadi pada

naskah drama ini. Tidak seperti kisah malin kundang yang dikutuk oleh ibunya

menjadi batu, Direktur Umum yang dikutuk oleh ibunya tidak berubah menjadi

batu. Justru ibu malin lah yang menjadi patung karena dikutuk oleh anaknya

sendiri yaitu Direktur Umum atau malin.

Di babak ketiga, semua adegan berlatar di rumah sakit dengan Sandek dan

Oni sebagai pemeran utamanya. Adegan dimulai ketika dokter bersama

rombongannya melakukan visit ke dalam kamar untuk mengecek pasien satu

persatu. Pada awal babak ketiga ini sempat terjadi insiden antaran seorang mayat

dengan dokter kepala. Sang mayat menyerang dokter kepala karena merasa

ditelantarkan. Hidup ditelantarkan, matipun ditelantarkan. Namun insiden ini bisa

diatasi oleh para perawat yang berhasil menghentikan serangan sang mayat

kepada dokter kepala. Selanjutnya dokter kepala terus memeriksa pasien satu

persatu. Namun permasalahan pasien rata-rata pada masalah administrasi. Mereka

tidak mampu membayar biaya perawatan sehingga terpaksa tinggal di rumah sakit

selama bertahun-tahun lamanya. Adegan pada babak ketiga ditutup dengan

ditangkapnya sandek oleh polisi karena masuk ke dalam rumah sakit secara diam-

diam. Para perawat berusaha untuk tetap mempertahankan Sandek dan Oni,

namun para polisi bersikukuh untuk tetap membawa Sandek keluar dari rumah

sakit.

Di babak keempat, adegan diawali dengan munculnya tokoh Sutradara

untuk menjelaskan mengenai persiapan babak keempat. Adegan dimulai dengan

berlatar rumah Sandek dan Oni sedang mengeroki Sandek. Mereka berdua

Page 127: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

berdiskusi mengenai kehidupan mereka yang terus-terusan terpinggirkan. Lalu

muncullah kedua anak Sandek yang datang dalam keadaan menangis. Melihat

kedatangan kedua anaknya, Oni segera menghapus linangan air mata yang sedari

tadi mengalir di pipinya. Kesedihan yang melanda rumah tangga Oni membuat

para tetangga berdatangan ke rumahnya. Mereka mencoba memberikan saran

kepada Sandek. Adegan selanjutnya adalah Sandek berada di ruang operasi karena

penyakit yang dideritanya. Ketika Dokter Kepala melakukan operasi terhadap

Sandek, tiba-tiba Direktur Umum datang dengan rasa kasihan kepada Sandek. Ia

menyesali apa yang menimpa Sandek karena saat ini Direktur sangat

membutuhkan temannya yaitu Sandek. Namun sayangnya, Sandek sedang

terbaring lemah di meja operasi. Adegan pada babak keempat ini ditutup dengan

Sandek yang sulit berbicara karena wabah yang terjadi di rumah sakit tersebut.

Page 128: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Sekolah : SMP AL HIDAYAH

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester : IX/I

Alokasi Waktu : 2x45 Menit

Standar Kompetensi : menganalisis unsur intrinsik naskah drama

Kompetensi Dasar : menerangkan sifat-sifat tokoh dari kutipan naskah drama

I. Tujuan Pembelajaran

- Siswa mampu menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari naskah drama yang dibaca

- Siswa mampu menjelaskan sifat dan karakter tokoh

II. Indikator

- Mampu mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik

- Mampu mengidentifikasi sifat dan karakter tokoh

III. Materi Pembelajaran

- Naskah Drama Dalam Bayangan Tuhan

- Unsur-unsur Intrinsik novel

IV. Metode Pembelajaran

- Presentasi

- Diskusi Kelompok

- Tanya Jawab

V. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

A. Kegiatan Awal Pembelajaran

- Guru memberikan salam kepada siswa kemudian berdoa bersama untuk memulai

kegiatan pembelajaran.

- Guru melakukan presensi kepada siswa.

- Guru menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai melalui kegiatan

pembelajaran.

- Guru melakukan apresiasi dengan cara memberi pertanyaan kepada peserta didik

tentang materi yang akan dibahas.

Page 129: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

B. Kegiatan Inti

1. Eksplorasi

- Guru meminta peserta didik mencari naskah drama di perpustakaan.

- Guru meminta peserta didik dengan demokratis menentukan bersama salah

satu naskah drama yang ingin dicari unsur intrinsik.

- Guru meminta kepada peserta didik untuk membaca dan memahami naskah

drama yang dipilih.

2. Elaborasi

- Guru meminta kepada peserta didik untuk membentuk kelompok diskusi yang

terdiri atas 3-4 orang peserta didik.

- Guru menjelaskan unsur-unsur intrinsik dan yang terdapat dalam naskah

drama.

- Peserta didik berdiskusi untuk mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik.

- Peserta didik berdiskusi untuk menganalisis unsur-unsur intrinsik (tema

,penokohan ,alur, sudut pandang, latar, dan amanat).

- Peserta didik berdiskusi untuk membandingkan unsur intrinsik.

- Salah satu peserta didik mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

- Peserta didik yang lain menanggapi presentasi hasil diskusi kelompok yang

lain.

3. Konfirmasi

- Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menanyakan

tentang hal-hal yang belum diketahui.

- Guru menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui.

C. Kegiatan Akhir

- Guru dan peserta didik bersama-sama untuk membuat kesimpulan terhadap

materi pembelajaran yang telah dilakukan.

- Guru memberikan tugas di rumah kepada peserta didik agar mencari naskah

drama lain untuk menganalisis unsur intrinsik.

- Guru menutup kegiatan dan menutup salam.

VI. Sumber Pembelajaran

- Kutipan naskah drama Dalam Bayangan Tuhan karya Arifin C Noer

- Biografi Arifin C Noer

- Buku bahasa indonesia untuk SMP/MTs kelas IX

VII. Penilaian hasil belajar

Page 130: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

1. Teknik

- Tes (PG,isian,dan uraian)

- Penugasan menjelaskan unsur intrinsik.

2. Instrumen soal

a. Apa pengertian dari unsur intrinsik?

b. Sebutkan dan jelaskan unsur-unsur intrinsik?

c. Sebutkan dan jelaskan unsur ekstrinsik dalam naskah drama Dalam Bayangan

Tuhan ?

Page 131: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

UNSUR INTRINSIK DRAMA MATERI BAHASA INDONESIA

Unsur intrinsik ialah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur

intrinsik sebuah drama adalah unsur-unsur yang turut serta membangun sebuah cerita. Di

bawah ini akan dipaparkan unsur intrinsik yang terdapat pada drama.

UNSUR INTRINSIK DRAMA

1. Tema

Tema adalah pikiran pokok yang mendasari lakon drama. Pikiran pokok ini

dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi cerita yang lebih menarik. Tema

dikembangkan melalui alur dramatik melalui dialog tokoh-tokohnya. Tema adalah ide

yang mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam

memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema merupakan ide pusat atau pikiran

pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra, gagasan sentral yang

menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber konflik-konflik.

2. Amanat

Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca naskah

atau penonton drama. Pesan ini tidak disampaikan secara langsung, tapi lewat naskah

drama yang ditulisnya atau lakon drama itu sendiri. Penonton atau pembaca harus

menyimpulkan sendiri pesan moral apa yang diperoleh dari membaca naskah atau

menonton drama tersebut.

3. Perwatakan/Karakter Tokoh

Perwatakan atau karakter tokoh adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh

dalam lakon drama. Karakter ini diciptakan oleh penulis lakon untuk diwujudkan oleh

para pemain drama. Tokoh-tokoh drama disertai penjelasan mengenai nama, umur, jenis

kelamin, ciri-ciri fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya. 3 macam perwatakan yakni:

a. Antagonis, tokoh utama berprilaku jahat

b. Protagonis, tokoh utama berprilaku baik

c. Tritagonis, tokoh yang berperanan sebagai tokoh pembantu

4. Dialog

Ciri khas suatu drama adalah naskah tersebut berbentuk percakapan atau dialog.

Penulis naskah drama harus memerhatikan pembicaraan yang akan diucapkan. Ragam

bahasa dalam dialog antartokoh merupakan ragam lisan yang komunikatif. Dialog

Page 132: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

melancarkan cerita atau lakon. Dialog mencerminkan pikiran tokoh cerita. Dialog

mengungkapkan watak para tokoh cerita. Dialog merupakan hubungan tokoh yang satu

dengan tokoh yang lain. Dialog berfungsi menghubungkan tokoh yang satu dengan tokoh

yang lain. Dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian

tokoh cerita.

Ada dua macam teknik dialog, yaitu monolog dan konversi (percakapan). Ada juga

teknik dialog dalam bentuk prolog dan epilog. Prolog berarti pembukaan atau peristiwa

pendahuluan yang diucapkan pemeran utama dalam sandiwara. Epilog berarti bagian

penutup pada karya drama untuk menyampaikan atau menafsirkan maksud karya drama

tersebut.

5. Alur/Plot

Alur/plot cerita atau jalan cerita. Dalam drama juga mengenal tahapan plot yang

dimulai dari tahapan permulaan, tahapan pertikaian, tahapan perumitan, tahapan

puncak, tahapan peleraian, dan tahapan akhir.

Alur dalam drama dibagi menjadi babak-babak dan adegan-adegan. Babak adalah

bagian dari plot atau alur dalam sebuah drama yang ditandai oleh perubahan setting atau

latar. Sedangkan adegan merupakan babak yang ditandai oleh perubahan jumlah tokoh

ataupun perubahan yang dibicarakan. Alur cerita ini dapat dibagi menjadi beberapa,

pengenalan, pertikaian/konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan, penyelesaian.

1. Pengenalan/Eksposisi. Pengenalan adalah bagian yang mengantarkan atau

memaparkan tokoh, menjelaskan latar cerita, dan gambaran peristiwa yang akan

terjadi. Pada tahap ini penonton diperkenalkan dengan tokoh-tokoh drama beserta

wataknya, dan fakta-fakta tertentu, baik secara eksplisit maupun implisit.

2. Konflik. Konflik adalah persoalan-persoalan pokok yang mulai melibatkan para

pemain drama. Dalam tahap ini mulai ada kejadian (insiden) atau peristiwa yang

merupakan dasar dari drama tersebut.

3. Komplikasi. Komplikasi merupakan tahap dimana insiden yang terjadi mulai

berkembang dan menimbulkan konflik-konflik yang semakin banyak dan ruwet.

Banyak persoalan yang kait-mengait, tetapi semuanya masih menimbulkan tanda

tanya.

4. Klimaks. Klimaks adalah tahapan puncak dari berbagai konflik yang terjadi dalam

drama tersebut. Bila dilihat dari sudut pembaca naskah atau penonton drama maka

Page 133: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

klimaks adalah puncak ketegangan. Bila dilihat dari sudut konflik maka klimaks

adalah titik pertikaian paling ujung antar pemain drama.

5. Resolusi/Peleraian. Dalam tahap ini dilakukan penyelesaian konflik. Jalan keluar

penyelesaian konflik-konflik yang terjadi sudah mulai tampak jelas.

6. Penyelesaian. Penyelesaian merupakan tahap terakhir dari sebuah drama. Dalam tahap

terakhir ini semua konflik berakhir dan cerita selesai.

6. Latar/Setting

Latar adalah tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah drama. Latar

tidak hanya merujuk kepada tempat, tetapi juga ruang, waktu, alat-alat, benda-benda,

pakaian, sistem pekerjaan, dan sistem kehidupan yang berhubungan dengan tempat

terjadinya peristiwa yang menjadi latar ceritanya.

7. Bahasa

Setiap penulis drama mempunyai gaya sendiri dalam mengolah kosa kata sebagai

sarana untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Selain berkaitan dengan

pemilihan kosa kata, bahasa juga berkaitan dengan pemilihan gaya bahasa (style). Bahasa

yang dipilih pengarang untuk kemudian dipakai dalam naskah drama tulisannya pada

umumnya adalah bahasa yang mudah dimengerti (bersifat komunikatif), yakni ragam

bahasa yang dipakai dalam kehidupan keseharian. Bahasa yang berkaitan dengan situasi

lingkungan, sosial budaya, dan pendidikan. Bahasa yang dipakai dipilih sedemikian rupa

dengan tujuan untuk menghidupkan cerita drama, dan menghidupkan dialog-dialog yang

terjadi di antara para tokoh ceritanya. Demi pertimbangan komunikatif ini seorang

pengarang drama tidak jarang sengaja mengabaikan aturan aturan yang ada dalam tata

bahasa baku.

MENGEKSPRESIKAN PERILAKU TOKOH DRAMA

Macam - Macam Penokohan / Perwatakan Tokoh Drama

Sebuah pementasan drama tidak bisa dikatakan berhasil jika para pemainnya tidak

bisa memerankan tokoh yang dimainkannya sesuai dengan watak yang telah ditentukan. Jadi

para pemain drama harus bisa mengekspresikan Perilaku Tokoh dalam Drama. Agar

pengetahuan dan pemahaman kalian tentang tokoh dan perwatakannya dalam sebuah drama

maka pada kesempatan ini saya akan memberikan Macam - Macam Penokohan / Perwatakan

Page 134: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

Tokoh Drama. Dengan mempelajari berbagai macam bentuk watak tokoh-tokoh dalam

drama, maka kalian diharapkan mampu secara maksimal dalam memerankan tokoh ketika

bermain drama nanti.

Sebuah naskah drama terasa belum menarik bila belum dipentaskan. Melalui

pementasan drama, kamu dapat lebih menghayati dan menemukan isi ceritanya. Untuk dapat

mementaskan drama dengan baik, kamu harus benar-benar mengenal watak/karakter tokoh-

tokohnya. Penokohan adalah cara pemain drama mengembangkan dan menggambarkan

karakter tokoh dalam cerita. Penokohan ada tiga macam, yaitu tokoh protagonis, antagonis,

dan tritagonis.

a. Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang memiliki karakter baik, ramah, sopan disukai, dan

diidolakan penonton.

b. Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang memiliki perwatakan tidak baik, dibenci oleh

penonton, dan pemicu adanya konflik/permasalahan.

c. Tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu yang bersifat netral, baik bagi tokoh

antagonis maupun protagonis.

Sementara itu, teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi tokoh ada dua macam, yaitu

teknik analitik dan dramatik.

a. Teknik analitik, yaitu karakter tokoh diceritakan secara langsung oleh sutradara.

Tokoh digambarkan secara utuh dari segi fisik/jasmani, sikap, watak, dan karakternya.

Semua diuraikan secara lengkap oleh sutradara.

b. Teknik dramatik, yaitu karakter tokoh diungkapkan melalui penggambaran fisik,

lingkungan, dialek/bahasa, pola pikir, dan sikap terhadap tokoh lain.

Page 135: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019
Page 136: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019
Page 137: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019
Page 138: Mohammad Idham Chaled NIM 1112013000019

BIOGRAFI PENULIS

Mohammad Idham Chaled, lahir di Jakarta, 27 Maret 1994. Anak pertama dari tiga

bersaudara ini menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 01 Pondok Cabe pada tahun

2006, MTSN 19 Jakarta pada tahun 2009, dan MAN 11 Jakarta pada tahun 2012. Di tahun

yang sama, ia melanjutkan studinya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Seja kecil, idham gemar bermain bola dan futsal. Ia pernah berlatih di SSB Jayakarta

Ragunan pada tahun 2011. Sampai sekarang, idham masih melanjutkan hobinya tersebut

dengan membentuk tim futsal SASTRANESIA yang beranggotakan mahasiswa Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI). Kegemarannya ini telah menghasilkan berbagai macam

piala di ranah kampus, mulai dari MP EXPO, Tarbiyah EXPO, SOSIAL CUP, GANN CUP,

PBSI CUP, TROFEO PBSI, dan lain-lain. Selain hobinya di bidang olahraga, ia juga gemar

membaca novel terutama karya penulis idolanya, Habiburrahman El Shirazy. Beberapa novel

karya kang abik yang telah ia habiskan adalah Ayat-Ayat Cinta 1 dan 2, Api Tauhid dan lain-

lain.

Anak dari pasangan Drs. Abidin Ahmad, M. Pd dan Aifitri Susilowati ini juga aktif di

komunitas sastra yaitu Oretan Liar. Di komunitas ini, ia banyak belajar tentang sastra,

terutama sastra Indonesia. kecintaannya dalam dunia sastra membawanya pernah

mementaskan naskah drama Dalam Bayangan Tuhan Karya Arifin C Noer di Hall Student

Center, dan naskah Savage Oddisey bersama Lingkar Sastra Tarbiyah di Grand Indonesia.

Selain itu, idham pernah menjadi pengurus HMJ PBSI periode 2013-2014 dan menjadi ketua

departemen bidang Keagamaan pada periode 2014-2015. Dalam lingkungan rumah,

mahasiswa yang bertempat tinggal di pasar jumat, lebak bulus ini pernah menjabat sebagai

sekretaris Musholla Ar Rahman dan menjadi anggota remaja Lima Mandiri.