35
BAB I PENDAHULUAN Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung- gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 sentimeter. 1 Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi (1 atas 20 kehamilan) dari pada wanita di negara-negara Barat (1 atas 2000 kehamilan). 2 Di Asia insiden mola hidatidosa komplit tertinggi adalah di Indonesia yaitu 1 dari 77 kehamilan dan 1 dari 57 persalinan. 3 Faktor resiko mola hidatidosa lebih sering pada wanita usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun. Pada mola hidatidosa juga sering pada etnik mongoloid dan pada mereka yang mengalami kekurangan protein. 4 Mola hidatidosa yang sifatnya jinak, dapat tumbuh tumor trofoblas yang bersifat ganas. Selain itu, terdapat pula tumor trofoblas yang hanya terdiri atas sel-sel trofoblas tanpa stroma yang umumnya tidak hanya

Mola Hilatidosa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

MOLA

Citation preview

Page 1: Mola Hilatidosa

BAB I

PENDAHULUAN

Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar

dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami

perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa

mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi

cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2

sentimeter.1

Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi (1 atas 20

kehamilan) dari pada wanita di negara-negara Barat (1 atas 2000 kehamilan).2 Di

Asia insiden mola hidatidosa komplit tertinggi adalah di Indonesia yaitu 1 dari 77

kehamilan dan 1 dari 57 persalinan.3

Faktor resiko mola hidatidosa lebih sering pada wanita usia dibawah 20 tahun

dan diatas 35 tahun. Pada mola hidatidosa juga sering pada etnik mongoloid dan

pada mereka yang mengalami kekurangan protein.4

Mola hidatidosa yang sifatnya jinak, dapat tumbuh tumor trofoblas yang

bersifat ganas. Selain itu, terdapat pula tumor trofoblas yang hanya terdiri atas sel-

sel trofoblas tanpa stroma yang umumnya tidak hanya berinvasi di otot uterus

tetapi menyebar ke bagian lain.2

Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah kuretase.

Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa berulang dapat

terjadi, tetapi jarang. Penderita pasca mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi

keganasan menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG).4

Page 2: Mola Hilatidosa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus

korialis langka vaskularisasi, dan edematus.2

Yang dimaksud dengan mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang

berkembang tidak wajar, dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh

vili korialis mengalami perubahan hidropik. Secara makroskopik, mola

hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus

pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa

milimeter sampai 1 atau 2 sentimeter.3

Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan

edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai

segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada villus kadang-kadang

berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni

human chorionic gonadotropin (hCG) dalam jumlah yang lebih besar dari

pada kehamilan biasanya.2

2. EPIDEMIOLOGI

Mola hidatidosa terjadi pada sekitar 1 dalam 1000 kehamilan di Amerika

Serikat dan Eropa. Walaupun di negara-negara lain dilaporkan lebih sering,

terutama di beberapa negara Asia. Sebagian besar informasi ini berasal dari

penelitian. Berdasarkan studi-studi pada populasi, insiden di sebagian besar

dunia mungkin serupa dengan insiden di Amerika Serikat.

Frekuensi mola hidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau

akhir usia subur relatif lebih tinggi. Efek paling berat dijumpai pada wanita

berusia lebih dari 45 tahun, dengan frekuensi lesi relatif lebih dari 10 kali lipat

Page 3: Mola Hilatidosa

dibandingkan pada 20 sampai 30 tahun. Banyak kasus molahidatidosa yang

terbukti pada wanita berusia 50 tahun atau lebih.6

Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi (1 atas 20

kehamilan) dari pada wanita di negara-negara Barat (1 atas 2000 kehamilan).2

3. FAKTOR RESIKO

Sampai sekarang belum diketahui etiologi dari penyakit ini, yang baru

diketahui adalah faktor resiko seperti:4

1. Umur: mola hidatidosa lebih banyak ditemukan pada wanita berumur

di bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.

2. Etnik: lebih banyak ditemukan pada mongoloid dari pada kaukasus.

3. Genetik: wanita dengan balanced translocation mempunyai resiko

lebih tinggi.

4. Gizi: mola hidatidosa banyak ditemukan pada mereka yang

kekurangan protein.

4. PATOFISIOLOGI

Pada konsepsi normal, setiap sel tubuh manusia mengandung 23

pasang kromosom, di mana salah satu masing-masing pasang dari ibu dan

yang lainnya dari ayah. Dalam konsepsi normal, sperma tunggal dengan

23 kromosom membuahi sel telur dengan 23 kromosom, sehingga akan

dihasilkan 46 kromosom.2

Gambar Skema Konsepsi Normal

Apabila perubahan mola hidatidosa bersifat fokal dan kurang

berkembang, dan mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya

Page 4: Mola Hilatidosa

paling tidak kantung amnion, keadaan ini diklasifikasikan sebagai mola

hidatidosa parsial. Terjadi pembengkakan hidatidosa yang berlangsung

lambat pada sebagian vili yang biasanya avaskuler, sementara vili-vili

berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi

tidak terkena. Hiperplasia trofoblastik lebih bersifat lokal dari pada

generalisata.6

Kerotipe biasanya triploid 69, XXX, 69, XXY, atau 69, XYY, dengan

suatu komplemen haploid ibu dan biasanya dua komplemen haploid ayah.

Janin pada mola parsial biasanya memiliki tanda-tanda triploid, yang

mencakup malformasi kongenital multipel dan hambatan pertumbuhan

serta tidak viabel. Dalam laporan oleh Lawler dkk, 86% mola parsial

bersifat triploid dan 2% diploid. Jauniaux dalam suatu kajian mengenai

mola parsial, melaporkan bahwa 82% janin dengan kerotipe triploid

memperlihatkan hambatan pertumbuhan simetris. Lembet dkk melaporkan

satu kasus mola hidatidosa parsial dengan kerotipe diploid dan janin

hidup.6

Gestasi kembar dengan mola sempurna serta janin dan plasenta normal

kadang-kadang salah di diagnosis sebagai mola parsial diploid. Sebaiknya

keduanya diupayakan dibedakan, karena kehamilan kembar yang terdiri

dari satu janin normal dan satu mola sempurna memiliki kemungkinan

50% untuk menyebabkan penyakit trofoblastik persisten dibandingkan

dengan angka yang jauh lebih rendah pada mola parsial triploid. Analisis

sitogenetika dan analisis sitometri DNA untuk membantu membedakan

entilas ini.6

Mola hidatidosa mungkin diikuti oleh tumor trofoblastik nonmetastatik

pada 4-8% kasus. Resiko koriokarsinoma yang berasal dari mola parsial

sangat rendah.5 Vajerslev (1991) mengulas hasil kehamilan dengan mola

hidatidosa bersama dengan janin normal. Dari 113 kehamilan, 52 janin

berkembang sampai usia gestasi 28 minggu, dan angka kelangsungan

hidupnya adalah 70%. Karena itu, dalam memberi konseling kepada

Page 5: Mola Hilatidosa

wanita yang hamil mola plus janin, baik hasil pemeriksaan sitogenetik

maupun ultrasonografi resolusi tinggi paling penting dilakukan.6

Dari mola yang sifatnya jinak, dapat tumbuh tumor trofoblas yang

bersifat ganas. Tumor ini ada yang kadang-kadang masih mengandung

villus disamping trofoblas yang berproliferasi, dapat mengadakan invasi

yang umumnya bersifat lokal, dan dinamakan mola destruens. Selain itu,

terdapat pula tumor trofoblas yang hanya terdiri atas sel-sel trofoblas tanpa

stroma, yang umumnya tidak hanya berinvasi di otot uterus tetapi

menyebar ke bagian lain.2

Pada molahidatidosa parsial, dua sperma membuahi sel telur,

menciptakan 69 kromosom dibandingkan 46 kromosom pada konsepsi

normal, hal ini disebut triploid. Dengan materi genetic yang terlalu

banyak, kehamilan akan berkembang secara abnormal, dengan plasenta

tumbuh melampaui bayi. Janin dapat terbentuk pada kehamilan ini, akan

tetapi janin tumbuh secara abnormal dan tidak dapat bertahan hidup. 4

Gambar Skema Kehamilan Molahidatidosa Parsial

Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih.

Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat sampai yang berdiameter

beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung

pada tingkat kecil. Gambaran histologik ditandai oleh:6

Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus

Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak

Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi

Tidak adanya janin dan amnion

Page 6: Mola Hilatidosa

Degenerasi hidropik atau degenerasi mola, yang mungkin sulit

dibedakan dari mola sejati, tidak digolongkan sebagai penyakit

trofoblastik. Pada pemeriksaan sitogenik terhadap kehamilan mola

sempurna menemukan komposisi kromosom yang umumnya (85% atau

lebih) adalah 46,XX, dengan kromosom seluruhnya berasal dari ayah.

Fenomena ini disebut sebagai androgenesis. Biasanya ovum dibuahi oleh

sperma haploid, yang kemudian memperbanyak kromosomnya sendiri

setelah meiosis sehingga kromosomnya bersifat homozigot. Kromosom

ovum tidak ada atau tidak aktif, kadang-kadang pola kromosom suatu

molasempurna mungin 46,XY, yaitu heterozigot karena pembuahan dua

sperma.6

Mola hidatidosa komplit hanya mengandung DNA paternal sehingga

bersifat androgenetik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena

satu sel sperma membawa kromosom 23,X melakukan fertilisasi terhadap

sel telur yang tidak membawa gen maternal (tidak aktif), kemudian

mengalami duplikasi membentuk 46XX homozigot. Namun, fertilisasi

juga dapat terjadi pada dua spermatozoa yang akan membentuk 46XY atau

46XX heterozigot. Secara makroskopis, pada kehamilan trimester dua

mola hidatidosa sempurna berbentuk seperti anggur karena vili korialis

mengalami pembengkakan secara menyeluruh. Pada kehamilan trimester

pertama, vili korialis mengandung cairan dalam jumlah lebih sedikit,

bercabang dan mengandung sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik

dengan banyak pembuluh darah.6

Lawler dkk melaporkan bahwa dari 202 mola hidatidosa, 151 mola

hidatidosa sempurna dan 49 mola hidatidosa parsial.6

Sebagian besar mola komplit (85%) adalah diploid sedangkan sebagian

besar mola parsial (86%) adalah triploid. Variasi-variasi lain juga pernah

dilaporkan, misalnya 45,X. oleh karena itu, mola yang secara morfologis

sempurna dapat terdiri dari berbagai pola kromosom. Resiko tumor

trofoblastik yang berkembang dari mola sempurna adalah sekitar 20%.6

Page 7: Mola Hilatidosa

Gambar Skema Kehamilan Molahidatidosa Komplit

Tabel Gambaran Mola Hidatidosa Komplit Dan Parsial

GAMBARAN MOLA HIDATIDOSA PARSIAL

MOLA HIDATIDOSA KOMPLIT

Kariotip Umumnya 69,XXX atau 69,XXY

46,XX atau 46,XY

PATOLOGIEmbrio-fetus Ada Tidak adaAmnion, RBC fetus

Ada Tidak ada

Edema vili Fokal, variabel Difus (menyeluruh)Trofoblastik hyperplasia

Fokal Difus (menyeluruh)

Inklusi stroma trofoblas

Ada Tidak ada

GAMBARAN KLINISDiagnosis Missed abortion Molar gestasionUkuran uterus Lebih kecil dari usia

kehamilan50% lebi besar dari usia kehamilan

Kista theca-lutein Jarang 25-30%Peningkatan β-HCG

0,5% 20%

Komplikasi Jarang SeringNeoplasia trofoblas gestasional

<5-10% 20%

Sumber: Cunningham FG, Hauth JC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Wenstrom KD.

Obstetri Williams. Vol.2. 21th ed. Jakarta. EGC; 2006

5. DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis sebagian besar kehamilan mola telah banyak berubah

dalam 20 tahun terakhir karena penggunaan ultrasonografi transvagina dan

hCG serum kuantitatif menyebabkan diagnosa ditegakkan lebih dini. Pada

akhir trimester pertama dan selama trimester kedua, sering tampak jelas

Page 8: Mola Hilatidosa

sejumlah perubahan. Gejala-gejala mencolok lebih besar kemungkinannya

terjadi pada mola sempurna.6

Perdarahan uterus hampir bersifat universal, dan dapat bervariasi dari

bercak sampai perdarahan berat. Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum

abortus atau yang lebih sering terjadi secara intermiten selama beberapa

minggu sampai bahkan bulan. Efek dilusi akibat hipervolemia yang cukup

berat dibuktikan terjadi pada sebagian wanita yang molanya lebih besar.

Kadang-kadang terjadi perdarahan berat yang tertutup di dalam uterus.

Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-kadang terdapat tropoiesis

megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena mual dan

muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat

berproliferasi.6

Uterus sering membesar lebih cepat dari pada biasanya. Ini adalah

kelainan yang tersering dijumpai, dan pada sekitar separuh kasus, ukuran

uterus jelas melebihi yang diharapkan berdasarkan usia gestasi. Uterus

mungkin sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita

nulipara, karena konsistensinya yang lunak dibawah dinding abdomen yang

kencang. Kadang-kadang ovarium sangat membesar akibat kista-kista teka

lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang membesar.6

Walaupun uterus cukup membesar hingga mencapai jauh diatas simfisis,

bunyi jantung janin biasanya tidak terdeteksi. Walaupun jarang, mungkin

terdapat plasenta kembar dengan perkembangan kehamilan mola sempurna

pada salah satunya, sementara plasenta lain dan janinnya tampak normal.

Demikian juga, walaupun sangat jarang, plasenta mungkin mengalami

perubahan mola yang luas tetapi tidak lengkap disertai oleh janin hidup.6

Yang sangat penting adalah kemungkinan terjadinya preeklampsia pada

kehamilan muda, yang menetap sampai trimester kedua. Karena hipertensi

akibat akibat kehamilan jarang dijumpai sebelum usia gestasi 24 minggu,

preeklampsia yang terjadi sebelum waktu ini sedikitnya mengisyaratkan mola

hidatidosa atau adanya mola yang luas.6

Page 9: Mola Hilatidosa

Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering

meningkat, tetapi jarang menyebabkan gejala klinis hipertiroidisme.

Peningkatan tiroksin plasma mungkin terutama disebabkan oleh estrogen

seperti pada kehamilan normal, yang kadar tiroksin bebasnya tidak meningkat.

Tiroksin bebas dalam serum meningkat akibat efek gonadotropin korionik

atau varian-variannya yang mirip tirtropin.6

Kadar hCG pada mola jauh lebih tinggi dari pada kehamilan biasa, pada

kehamilan biasa, kadar hCG darah paling tinggi 100.000 IU/L, sedangkan

pada mola hidatidosa bisa mencapai 5.000.000 IU/L. Ultrasonografi (B-scan)

memberi gambaran yang khas mola hidatidosa, yaitu ditemukan gambaran

vesikuler (gambaran badai salju).4

6. PENATALAKSANAAN

Terapi mola hidatidosa terdiri dari evakuasi mola segera dan tindak lanjut

untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan keganasan.

Evaluasi awal sebelum evakuasi atau histerektomi paling tidak mencakup

pemeriksaan sepintas untuk mencari metastasis. Radiografi toraks harus

dilakukan untuk mencari lesi paru.6

Perbaikan keadaan umum, yakni transfusi darah untuk mengatasi syok

hipovolemik atau anemia, pengobatan terhadap penyulit, seperti preeklampsia

atau tirotoksikosis. Setelah penderita stabil, baru dilakukan evakuasi.4

Akibat meningkatnya kesadaran, dan tentunya karena tehnik diagnostik

yang lebih baik, kehamilan mola sekarang lebih sering diakhiri saat masih

kecil dan pada keadaan yang terkendali dan bukan pada saat kacau seperti

umumnya saat mola mengalami abortus spontan. Karenanya tersedia cukup

waktu untuk mengevaluasi pasien yang mungkin mengalami anemia,

hipertensi, atau kekurangan cairan.6

Berhubung dengan kemungkinan, bahwa mola hidatidosa menjadi ganas,

maka terapi yang terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah

mempunyai jumlah anak yang diingini adalah histerektomi. Akan tetapi, pada

wanita yang masih menginginkan anak, maka setelah diagnosis mola

Page 10: Mola Hilatidosa

dipastikan, dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan disertai

dengan pemberian infus oksitosin intravena.2

Evakuasi isap merupakan terapi pilihan untuk mola hidatidosa, berapapun

ukuran uterusnya. Untuk mola besar, dipersiapkan darah yang sesuai dan

apabila diperlukan dipasang sistem intravena untuk menyalurkan infus secara

cepat. Zat-zat dilator serviks digunakan apabila serviks panjang, sangat padat,

dan tertutup. Dilatasi lebih lanjut dapat dengan aman dilakukan dalam anastesi

sampai tercapai diameter yang memadai untuk memasukkan kuret plastik

pengisap.6

Setelah sebagian besar mola dikeluarkan melalui aspirasi dan pasien diberi

oksitosin, serta miometrium telah berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase

yang menyeluruh tapi berhati-hati dengan kuret tajam besar. Evakuasi semua

isi mola besar tidak selalu mudah dilakukan, dan pemeriksaan ultrasonografi

intraoperasi mungkin bermanfaat untuk memastikan bahwa rongga uterus

sudah kosong. Wajib tersedia fasilitas dan petugas untuk laparatomi darurat

seandainya terjadi perdarahan yang tidak terkendali atau trauma serius uterus.6

Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya itu dilakukan kerokan ulangan

dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong, dan

untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan.

Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan

keganasan.2

Tujuan utama tindak lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang

mengisyaratkan keganasan.6

Pengamatan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya

dikosongkan, sangat penting berhubung dengan kemungkinan timbulnya

tumor ganas (dalam ±20%). Anjuran untuk semua penderita pasca mola

dilakukan kemoterapi untuk mencegah timbulnya keganasan, belum dapat

diterima oleh semua pihak.2

Page 11: Mola Hilatidosa

Metode umum tindak lanjut adalah sebagai berikut:6

a. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut sekurang-kurangnya

setahun.

b. Ukur kadar hCG setiap 2 minggu. Walaupun sebagian

menganjurkan pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya

manfaat yang nyata.

c. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar

yang meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi

dan biasanya terapi.

d. Setelah kadar normal, yaitu setelah mencapai batas bawah

pengukuran-pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan,

lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.

e. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diizinkan setelah 1

tahun.

f. Menggunakan KB karena kehamilan dapat terjadi selama periode

pengawasan dan menyebabkan produksi hCG yang dapat

mengganggu deteksi dari progresi menjadi penyakit trofoblas ganas

(PTG). Oleh karena itu dianjurkan menggukanakn KB yang efektif

sampai titer beta hCG kurang dari 5 mIU/mL atau ambang dari

penilaian individual.

Pada kasus-kasus yang tidak menjadi ganas, kadar hCG segera turun

menjadi negatif, dan tetap tinggal negatif. Pada awal masa pasca mola dapat

dilakukan tes hamil biasa, akan tetapi setelah tes hamil biasa menjadi negatif,

perlu dilakukan pemeriksaan radio-imunoassay hCG dalam serum.

Pemeriksaan yang peka ini dapat menemukan hormon dalam kuantitas yag

rendah.2

Kontrasepsi estrogen-progestin sering digunakan untuk mencegah

kehamilan berikutnya dan untuk menekan lutenizing hormon hipofisis yang

bereaksi silang dengan beberapa tes untuk gonadotropin korionik.6

Page 12: Mola Hilatidosa

Pil kontrasepsi oral menurunkan kemungkinan kehamilan dibandingkan

dengan kontrasepsi barrier yang kurang efektif dan tidak meningkatkan resiko

penyakit trofoblas ganas. Medroksiprogesteron asetat injeksi berguna jika

kepatuhan pasien yang rendah. Sebaliknya, alat kontrasepsi dalam rahim

(AKDR) tidak dipakai sampai kadar beta hCG tidak terdeteksi karena resiko

perforasi uterus jika ada suatu molahidatidosa invasive.6

Kemoterapi dilakukan dengan pemberian metotreksat atau daktinomisin,

atau kadang-kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut. Biasanya cukup hanya

memberi satu seri dari obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan terus

dilakukan, sampai kadar hCG menjadi negatif selama 6 bulan.2

7. PROGNOSIS

Mortalitas akibat mola saat ini praktis telah berkurang menjadi nol oleh

diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat pada kehamilan mola tahap

lanjut, wanita yang bersangkutan biasanya anemia dan mengalami perdarahan

akut. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini dapat menyebabkan morbiditas

serius.6

Evakuasi lebih dini tidak menghilangkan kemungkinan terjadinya tumor

persisten. Hampir 20% dari mola sempurna berkembang menjadi tumor

trofoblastik gestasional.6

Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah

kuretase. Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa berulang

dapat terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian, 15-20% dari penderita pasca

mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan menjadi tumor

trofoblas gestasional (TTG), baik berupa mola invasif, koriokarsinoma,

maupun placental site trophoblastic tumor (PSTT).4

Page 13: Mola Hilatidosa

BAB III

STATUS OBSTETRI

Tanggal Pemeriksaan : 03 Februari 2016

Jam : 12.30 Wita

Ruangan : Kasuari Bawah RSU Anutapura

IDENTITAS

Nama : Ny. M Nama Suami : Tn. T

Umur : 28 Tahun Umur : 30 Tahun

Alamat : Jl. Jamur Alamat : Jl. Jamur

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : S1

ANAMNESIS

Usia Kehamilan : 15 minggu

HPHT : 20 Oktober 2015 Menarche : Usia 12 Tahun

TP : 27 Juli 2016 Perkawinan : Pertama

Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir

Riw. Penyakit Sekarang : Pasien baru masuk dengan keluhan keluar darah

dari jalan lahir sejak 2 hari yang lalu. Awalnya perdarahan banyak, kemudian

keluar darah sedikit-sedikit, kemudian perdarahan kembali banyak, perdarahan

seperti gelembung, Pasien juga mengeluh mengalami nyeri perut bagian bawah

sejak kemarin sore, nyeri perut kadang hilang timbul. Mual (+), muntah (+) 1 kali,

Pasien mengeluh pusing (+), sakit kepala (+), demam (-), batuk (-), sesak napas(-),

buang air besar lancar, buang air kecil lancar.

Page 14: Mola Hilatidosa

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat molahidatidosa (-), riwayat hipertensi(-),

riwayat DM (-), riwayat asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : (-)

Riwayat KB : Tidak pernah

Riwayayat Obstetri : GII PI A0

Riwayat ANC : Pasien tidak pernah melakukan ANC

Riwayat Imunisasi : (-)

PEMERIKSAAN FISIK

KU : Sakit Sedang

Kesadaran : Composmentis

BB : 50 kg

Tek. Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 82 kali permenit

Respirasi : 20 kali permenit

Suhu : 36,7 oC

Kepala – Leher : Konjungtiva anemis (-/-), ikterus (-/-), pembesaran KGB (-)

Thorax

Inspeksi : Tampak simetris bilateral, ictus cordis tak tampak

Palpasi : Simetris bilateral, vocalfremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor (+/+), nyeri ketuk (-)

Auskultasi : Vesikuler

Abdomen

Inspeksi : Kesan datar

Auskultasi : Peristaltik usus + (kesan normal).

Perkusi : Timpani

Palpasi : Nyeri tekan abdomen

Page 15: Mola Hilatidosa

Pemeriksaan Obstetri :

Leopold I : fundus tidak teraba

Leopold II : (-)

Leopold III : (-)

Leopold IV : (-)

DJJ : (-)

HIS : (-)

TBJ : (-)

Pergerakan Janin : (-)

Janin Tunggal : (-)

Genitalia : Vulva/vagina normal, pembukaan 1 cm, portio tebal, konsistensi

portio lunak, teraba jaringan di mulut portio, pelepasan darah (+)

Ekstremitas : Akral hangat +/+, edem ekstremitas (-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah Lengkap 3 Februari 2016 :

LAB HASIL

HB 12,7g/dl

WBC 8,3 x 103/uL

PLT 252 x 103/uL

HCT 39,5 %

RBC 5,04 x 106/uL

Plano test (+) positif

RESUME

Pasien wanita beusia 28 tahun dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir

sejak 2 hari yang lalu. Awalnya perdarahan banyak, kemudian keluar darah

sedikit-sedikit, kemudian perdarahan kembali banyak. perdarahan seperti

Page 16: Mola Hilatidosa

gelembung, Pasien juga mengeluh mengalami nyeri perut bagian bawah sejak

kemarin sore, nyeri perut kadang hilang timbul. Mual (+), muntah (+) 1 kali,

Pasien mengeluh pusing (+), sakit kepala (+).

Pemeriksaan fisik tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 82 kali permenit,

respirasi 20 kali permenit, Suhu 36,7 oC. pemeriksaaan abdomen tinggi fundus

tidak teraba, pada pemeriksaan dalam vulva/vagina normal, pembukaan 1 cm,

portio tebal, konsistensi portio lunak, teraba jaringan di mulut portio, pelepasan

darah.

DIAGNOSIS

Mola Hidatidosa

PENATALAKSANAAN

IVFD RL 28 Tpm

Inj. Ketorolac 1 amp /8 jam

Inj. Ondancentron 1 amp /8 jam

Rencana USG

Page 17: Mola Hilatidosa

FOLLOW UP

TANGGAL FOLLOW UP

04/02/2016 S : nyeri perut (+), mual (+) muntah (-), perdarahan pervaginam (+)O : TD : 120/90 mmHg

N : 84 kali/menitP : 20 kali/menitS : 37,0ºC

Hasil USG:1. Gambaran vesikel-vesikel (vesikel patter) pada kavum

uteriKesan mola hidatidosa

A : Mola hidatidosaP : IVFD RL:RL 14 tpm Inj. Ketorolac 1 amp /8 jam Rencana kuretase besok (5 Februari 2016) Puasakan pasien

Page 18: Mola Hilatidosa

05/02/2016 S : nyeri perut (+), perdarahan pervaginam (+) sedikitO : TD : 120/90 mmHg

N : 86 kali/menitP : 20 kali/menitS : 36,8ºC

A : mola hidatidosaP : IVFD RL 14 tpm Inj. Ketolac 1 amp /8 jamDilakukan tindakan kuretaseLaporan kuretase1.Posisi litotomi diatas meja ginekologi dengan anestesi

intravena2.Dilakukan tindakan aseptik pada area vulva dan vagina3.Dilakukan pemasangan duk steril4.Dipasang spekulum sims, dijepit porsi arah jam 11, dilakukan

sondase ke dalam cavum uteri (9 cm)5.Dilakukan kuretase dengan tang tumpul dilanjutkan dengan

tang tajam. Didapatkan jaringan mola ±100 cc dan perdarahan ±50cc

6.Kuretase selesai

Instruksi Post Kuretase:Amoxicillin 3x500 mg

Page 19: Mola Hilatidosa

Asam mefenamat 3x500 mgVit. C 3x1 tabMetergin 3x1 tab

06/02/2016 S : nyeri perut (-) perdarahan pervaginam (-)O : TD : 110/70 mmHg

N : 80 kali/menitP : 20 kali/menitS : 36,6ºC

A : mola hidatidosaP :Amoxicillin 3x500 mgAsam mefenamat 3x500 mgVit. C 3x1 tabMetergin 3x1 tabBoleh pulang dan kontrol di poliklinik KIA

Page 20: Mola Hilatidosa

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, diagnosis molahidatidosa ditegakkan berdasarkan anamesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ditemukan pada pasien.

Pada anamnesis, pasien mengeluhkan adanya darah yang banyak keluar dari

jalan lahir. Hal ini merupakan gejala utama dari molahidatidosa, sifat perdarahan

bisa intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak selama beberapa minggu

sampai beberapa bulan (antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-

14 minggu). Selain itu, pasien juga mengalami amenore dan tanda-tanda

kehamilan yang kemudian mendukung untuk ditegakkan diagnosis

molahidatidosa.1

Pada pasien ini ditemukan adanya mual dan muntah. Berdasarkan teori, pada

molahidatidosa komplit, terjadi proliferasi abnormal dari sinsitiotrofoblas yang

memproduksi hCG. Hal ini menyebabkan peningkatan hCG yang ekstrim

(>100.000 mIU/mL) yang dapat dihubungkan dengan molahidatidosa komplit.

Kadar hCG yang tinggi ini menjelaskan banyak tanda dan gejala yang

berhubungan dengan molahidatidosa komplit. Tingginya kadar hCG ini dapat

menyebabkan hyperemesis gravidarum.2

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan adanya ukuran uterus yang tidak teraba.

Hal tersebut, berdasarkan teori perkembangan molahidatidosa lebih pesat,

sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan. Ada pula

kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringannya

belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu

aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole. 3

Pada pemeriksaan penunjang, yang mendukung diagnosis molahidatidosa

pada hasil pemeriksaan USG ditemukan gambaran, berupa vesikel-vesikel (vesikel

patter) pada kavum uteri kesan molahidatidosa.2,3

Pengelolaan molahidatidosa terdiri atas beberapa tahap berikut ini :1,2,4

1. Perbaikan keadaan umum

Page 21: Mola Hilatidosa

2. Pengeluaran jaringan mola

3. Pemeriksaan tindak lanjut

Evakuasi isap merupakan terapi pilihan untuk mola hidatidosa, berapapun

ukuran uterusnya. Pada pasien ini, dilakukan tindakan kuretase atau tindakan

pengeluaran jaringan mola. Hasil kuretase yang didapatkan yaitu jaringan mola

berupa gelembung–gelembung putih, tembus pandang, berukuran 0,5 - 1 cm

dalam jumlah yang banyak. Berdasarkan teori, setelah keadaan umum diperbaiki

dilakukan tindakan vakum kuretase. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula

uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan kuretase dengan menggunakan

sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan 1 kali saja, asal

bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi. Interval kuretase minimal 1

minggu. Pada pasien ini tidak dilakukan vakum kuretase dikarenakan tidak

adanya alat yang tersedia di RS tersebut.

Berdasarkan teori, tindakan histerektomi sebaiknya dilakukan pada mola

risiko tinggi, yaitu usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih atau uterus yang

sangat besar, yaitu setinggi pusat atau lebih. Pada pasien ini tidak ada hal yang

mendukung untuk tindakan tersebut, sehingga tidak dipertimbangkan untuk

dilakukan tindakan histerektomi.3

Setelah pengeluaran jaringan mola, maka perlu dilakukan pemeriksaan tindak

lanjut (follow up). Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan

keganasan setelah molahidatidosa. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8

minggu setelah evakuasi. Lama pengawasan berkisar 1 tahun. Untuk tidak

mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil

dulu dengan menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom, diafragma atau

pantang berkala. Tetapi pada pasien ini, tidak dilakukan pemeriksaan β-hCG

kuantitatif.1

Page 22: Mola Hilatidosa

Kurva Regresi Normal Beta hCG Paska Molahidatidosa

Pasien ini di bolehkan pulang dan kontrol di poliklinik. Menurut teori, pasien

seharuskan di berikan konseling mengenai anjuran umum tindak lanjut kepada

pasien yaitu :

a. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut sekurang-kurangnya setahun.

b. Ukur kadar hCG setiap 2 minggu. Walaupun sebagian menganjurkan

pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya manfaat yang nyata.

c. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar yang

meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi dan biasanya

terapi.

d. Setelah kadar normal, yaitu setelah mencapai batas bawah pengukuran-

pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan, lalu setiap 2 bulan

untuk total 1 tahun.

e. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diizinkan setelah 1 tahun.

f. Menggunakan KB karena kehamilan dapat terjadi selama periode

pengawasan dan menyebabkan produksi hCG yang dapat mengganggu

deteksi dari progresi menjadi penyakit trofoblas ganas (PTG). Oleh karena

itu dianjurkan menggukanakn KB yang efektif sampai titer beta hCG

kurang dari 5 mIU/mL atau ambang dari penilaian individual.

Page 23: Mola Hilatidosa

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Winkjosastro H. Mola Hidatidosa. In: Rauf S, Soraya D,

Sunarno I, editor. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. 2014. p.211-214

2. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan 2nd ed. Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. p.262-264

3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Mola Hidatidosa. In: Hadijanto B, editor.

Ilmu Kebidanan 3rd ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. 2009. p.488-490

4. Martaadisoebrata D, Wijaya N, Wirakusumah F, dkk. Obstetri Patologi. 2nd ed.

Jakarta: EGC: 2005. p.29-32

5. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Pembuahan, Nidasi, dan Plasentasi. In:

Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan 3rd ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. 2009. p.139-146

6. Cunningham FG, Hauth JC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Wenstrom KD.

Obstetri Williams. Vol.2. 21th ed. Jakarta. EGC; 2006. p.

Page 24: Mola Hilatidosa