Upload
dicky-d-toragarry
View
15
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
MOLA
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa
mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi
cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2
sentimeter.1
Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi (1 atas 20
kehamilan) dari pada wanita di negara-negara Barat (1 atas 2000 kehamilan).2 Di
Asia insiden mola hidatidosa komplit tertinggi adalah di Indonesia yaitu 1 dari 77
kehamilan dan 1 dari 57 persalinan.3
Faktor resiko mola hidatidosa lebih sering pada wanita usia dibawah 20 tahun
dan diatas 35 tahun. Pada mola hidatidosa juga sering pada etnik mongoloid dan
pada mereka yang mengalami kekurangan protein.4
Mola hidatidosa yang sifatnya jinak, dapat tumbuh tumor trofoblas yang
bersifat ganas. Selain itu, terdapat pula tumor trofoblas yang hanya terdiri atas sel-
sel trofoblas tanpa stroma yang umumnya tidak hanya berinvasi di otot uterus
tetapi menyebar ke bagian lain.2
Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah kuretase.
Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa berulang dapat
terjadi, tetapi jarang. Penderita pasca mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi
keganasan menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG).4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus
korialis langka vaskularisasi, dan edematus.2
Yang dimaksud dengan mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang
berkembang tidak wajar, dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh
vili korialis mengalami perubahan hidropik. Secara makroskopik, mola
hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus
pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1 atau 2 sentimeter.3
Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan
edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai
segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada villus kadang-kadang
berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni
human chorionic gonadotropin (hCG) dalam jumlah yang lebih besar dari
pada kehamilan biasanya.2
2. EPIDEMIOLOGI
Mola hidatidosa terjadi pada sekitar 1 dalam 1000 kehamilan di Amerika
Serikat dan Eropa. Walaupun di negara-negara lain dilaporkan lebih sering,
terutama di beberapa negara Asia. Sebagian besar informasi ini berasal dari
penelitian. Berdasarkan studi-studi pada populasi, insiden di sebagian besar
dunia mungkin serupa dengan insiden di Amerika Serikat.
Frekuensi mola hidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau
akhir usia subur relatif lebih tinggi. Efek paling berat dijumpai pada wanita
berusia lebih dari 45 tahun, dengan frekuensi lesi relatif lebih dari 10 kali lipat
dibandingkan pada 20 sampai 30 tahun. Banyak kasus molahidatidosa yang
terbukti pada wanita berusia 50 tahun atau lebih.6
Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi (1 atas 20
kehamilan) dari pada wanita di negara-negara Barat (1 atas 2000 kehamilan).2
3. FAKTOR RESIKO
Sampai sekarang belum diketahui etiologi dari penyakit ini, yang baru
diketahui adalah faktor resiko seperti:4
1. Umur: mola hidatidosa lebih banyak ditemukan pada wanita berumur
di bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.
2. Etnik: lebih banyak ditemukan pada mongoloid dari pada kaukasus.
3. Genetik: wanita dengan balanced translocation mempunyai resiko
lebih tinggi.
4. Gizi: mola hidatidosa banyak ditemukan pada mereka yang
kekurangan protein.
4. PATOFISIOLOGI
Pada konsepsi normal, setiap sel tubuh manusia mengandung 23
pasang kromosom, di mana salah satu masing-masing pasang dari ibu dan
yang lainnya dari ayah. Dalam konsepsi normal, sperma tunggal dengan
23 kromosom membuahi sel telur dengan 23 kromosom, sehingga akan
dihasilkan 46 kromosom.2
Gambar Skema Konsepsi Normal
Apabila perubahan mola hidatidosa bersifat fokal dan kurang
berkembang, dan mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya
paling tidak kantung amnion, keadaan ini diklasifikasikan sebagai mola
hidatidosa parsial. Terjadi pembengkakan hidatidosa yang berlangsung
lambat pada sebagian vili yang biasanya avaskuler, sementara vili-vili
berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi
tidak terkena. Hiperplasia trofoblastik lebih bersifat lokal dari pada
generalisata.6
Kerotipe biasanya triploid 69, XXX, 69, XXY, atau 69, XYY, dengan
suatu komplemen haploid ibu dan biasanya dua komplemen haploid ayah.
Janin pada mola parsial biasanya memiliki tanda-tanda triploid, yang
mencakup malformasi kongenital multipel dan hambatan pertumbuhan
serta tidak viabel. Dalam laporan oleh Lawler dkk, 86% mola parsial
bersifat triploid dan 2% diploid. Jauniaux dalam suatu kajian mengenai
mola parsial, melaporkan bahwa 82% janin dengan kerotipe triploid
memperlihatkan hambatan pertumbuhan simetris. Lembet dkk melaporkan
satu kasus mola hidatidosa parsial dengan kerotipe diploid dan janin
hidup.6
Gestasi kembar dengan mola sempurna serta janin dan plasenta normal
kadang-kadang salah di diagnosis sebagai mola parsial diploid. Sebaiknya
keduanya diupayakan dibedakan, karena kehamilan kembar yang terdiri
dari satu janin normal dan satu mola sempurna memiliki kemungkinan
50% untuk menyebabkan penyakit trofoblastik persisten dibandingkan
dengan angka yang jauh lebih rendah pada mola parsial triploid. Analisis
sitogenetika dan analisis sitometri DNA untuk membantu membedakan
entilas ini.6
Mola hidatidosa mungkin diikuti oleh tumor trofoblastik nonmetastatik
pada 4-8% kasus. Resiko koriokarsinoma yang berasal dari mola parsial
sangat rendah.5 Vajerslev (1991) mengulas hasil kehamilan dengan mola
hidatidosa bersama dengan janin normal. Dari 113 kehamilan, 52 janin
berkembang sampai usia gestasi 28 minggu, dan angka kelangsungan
hidupnya adalah 70%. Karena itu, dalam memberi konseling kepada
wanita yang hamil mola plus janin, baik hasil pemeriksaan sitogenetik
maupun ultrasonografi resolusi tinggi paling penting dilakukan.6
Dari mola yang sifatnya jinak, dapat tumbuh tumor trofoblas yang
bersifat ganas. Tumor ini ada yang kadang-kadang masih mengandung
villus disamping trofoblas yang berproliferasi, dapat mengadakan invasi
yang umumnya bersifat lokal, dan dinamakan mola destruens. Selain itu,
terdapat pula tumor trofoblas yang hanya terdiri atas sel-sel trofoblas tanpa
stroma, yang umumnya tidak hanya berinvasi di otot uterus tetapi
menyebar ke bagian lain.2
Pada molahidatidosa parsial, dua sperma membuahi sel telur,
menciptakan 69 kromosom dibandingkan 46 kromosom pada konsepsi
normal, hal ini disebut triploid. Dengan materi genetic yang terlalu
banyak, kehamilan akan berkembang secara abnormal, dengan plasenta
tumbuh melampaui bayi. Janin dapat terbentuk pada kehamilan ini, akan
tetapi janin tumbuh secara abnormal dan tidak dapat bertahan hidup. 4
Gambar Skema Kehamilan Molahidatidosa Parsial
Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih.
Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat sampai yang berdiameter
beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung
pada tingkat kecil. Gambaran histologik ditandai oleh:6
Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus
Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi
Tidak adanya janin dan amnion
Degenerasi hidropik atau degenerasi mola, yang mungkin sulit
dibedakan dari mola sejati, tidak digolongkan sebagai penyakit
trofoblastik. Pada pemeriksaan sitogenik terhadap kehamilan mola
sempurna menemukan komposisi kromosom yang umumnya (85% atau
lebih) adalah 46,XX, dengan kromosom seluruhnya berasal dari ayah.
Fenomena ini disebut sebagai androgenesis. Biasanya ovum dibuahi oleh
sperma haploid, yang kemudian memperbanyak kromosomnya sendiri
setelah meiosis sehingga kromosomnya bersifat homozigot. Kromosom
ovum tidak ada atau tidak aktif, kadang-kadang pola kromosom suatu
molasempurna mungin 46,XY, yaitu heterozigot karena pembuahan dua
sperma.6
Mola hidatidosa komplit hanya mengandung DNA paternal sehingga
bersifat androgenetik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena
satu sel sperma membawa kromosom 23,X melakukan fertilisasi terhadap
sel telur yang tidak membawa gen maternal (tidak aktif), kemudian
mengalami duplikasi membentuk 46XX homozigot. Namun, fertilisasi
juga dapat terjadi pada dua spermatozoa yang akan membentuk 46XY atau
46XX heterozigot. Secara makroskopis, pada kehamilan trimester dua
mola hidatidosa sempurna berbentuk seperti anggur karena vili korialis
mengalami pembengkakan secara menyeluruh. Pada kehamilan trimester
pertama, vili korialis mengandung cairan dalam jumlah lebih sedikit,
bercabang dan mengandung sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik
dengan banyak pembuluh darah.6
Lawler dkk melaporkan bahwa dari 202 mola hidatidosa, 151 mola
hidatidosa sempurna dan 49 mola hidatidosa parsial.6
Sebagian besar mola komplit (85%) adalah diploid sedangkan sebagian
besar mola parsial (86%) adalah triploid. Variasi-variasi lain juga pernah
dilaporkan, misalnya 45,X. oleh karena itu, mola yang secara morfologis
sempurna dapat terdiri dari berbagai pola kromosom. Resiko tumor
trofoblastik yang berkembang dari mola sempurna adalah sekitar 20%.6
Gambar Skema Kehamilan Molahidatidosa Komplit
Tabel Gambaran Mola Hidatidosa Komplit Dan Parsial
GAMBARAN MOLA HIDATIDOSA PARSIAL
MOLA HIDATIDOSA KOMPLIT
Kariotip Umumnya 69,XXX atau 69,XXY
46,XX atau 46,XY
PATOLOGIEmbrio-fetus Ada Tidak adaAmnion, RBC fetus
Ada Tidak ada
Edema vili Fokal, variabel Difus (menyeluruh)Trofoblastik hyperplasia
Fokal Difus (menyeluruh)
Inklusi stroma trofoblas
Ada Tidak ada
GAMBARAN KLINISDiagnosis Missed abortion Molar gestasionUkuran uterus Lebih kecil dari usia
kehamilan50% lebi besar dari usia kehamilan
Kista theca-lutein Jarang 25-30%Peningkatan β-HCG
0,5% 20%
Komplikasi Jarang SeringNeoplasia trofoblas gestasional
<5-10% 20%
Sumber: Cunningham FG, Hauth JC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Wenstrom KD.
Obstetri Williams. Vol.2. 21th ed. Jakarta. EGC; 2006
5. DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis sebagian besar kehamilan mola telah banyak berubah
dalam 20 tahun terakhir karena penggunaan ultrasonografi transvagina dan
hCG serum kuantitatif menyebabkan diagnosa ditegakkan lebih dini. Pada
akhir trimester pertama dan selama trimester kedua, sering tampak jelas
sejumlah perubahan. Gejala-gejala mencolok lebih besar kemungkinannya
terjadi pada mola sempurna.6
Perdarahan uterus hampir bersifat universal, dan dapat bervariasi dari
bercak sampai perdarahan berat. Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum
abortus atau yang lebih sering terjadi secara intermiten selama beberapa
minggu sampai bahkan bulan. Efek dilusi akibat hipervolemia yang cukup
berat dibuktikan terjadi pada sebagian wanita yang molanya lebih besar.
Kadang-kadang terjadi perdarahan berat yang tertutup di dalam uterus.
Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-kadang terdapat tropoiesis
megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena mual dan
muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat
berproliferasi.6
Uterus sering membesar lebih cepat dari pada biasanya. Ini adalah
kelainan yang tersering dijumpai, dan pada sekitar separuh kasus, ukuran
uterus jelas melebihi yang diharapkan berdasarkan usia gestasi. Uterus
mungkin sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita
nulipara, karena konsistensinya yang lunak dibawah dinding abdomen yang
kencang. Kadang-kadang ovarium sangat membesar akibat kista-kista teka
lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang membesar.6
Walaupun uterus cukup membesar hingga mencapai jauh diatas simfisis,
bunyi jantung janin biasanya tidak terdeteksi. Walaupun jarang, mungkin
terdapat plasenta kembar dengan perkembangan kehamilan mola sempurna
pada salah satunya, sementara plasenta lain dan janinnya tampak normal.
Demikian juga, walaupun sangat jarang, plasenta mungkin mengalami
perubahan mola yang luas tetapi tidak lengkap disertai oleh janin hidup.6
Yang sangat penting adalah kemungkinan terjadinya preeklampsia pada
kehamilan muda, yang menetap sampai trimester kedua. Karena hipertensi
akibat akibat kehamilan jarang dijumpai sebelum usia gestasi 24 minggu,
preeklampsia yang terjadi sebelum waktu ini sedikitnya mengisyaratkan mola
hidatidosa atau adanya mola yang luas.6
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat, tetapi jarang menyebabkan gejala klinis hipertiroidisme.
Peningkatan tiroksin plasma mungkin terutama disebabkan oleh estrogen
seperti pada kehamilan normal, yang kadar tiroksin bebasnya tidak meningkat.
Tiroksin bebas dalam serum meningkat akibat efek gonadotropin korionik
atau varian-variannya yang mirip tirtropin.6
Kadar hCG pada mola jauh lebih tinggi dari pada kehamilan biasa, pada
kehamilan biasa, kadar hCG darah paling tinggi 100.000 IU/L, sedangkan
pada mola hidatidosa bisa mencapai 5.000.000 IU/L. Ultrasonografi (B-scan)
memberi gambaran yang khas mola hidatidosa, yaitu ditemukan gambaran
vesikuler (gambaran badai salju).4
6. PENATALAKSANAAN
Terapi mola hidatidosa terdiri dari evakuasi mola segera dan tindak lanjut
untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan keganasan.
Evaluasi awal sebelum evakuasi atau histerektomi paling tidak mencakup
pemeriksaan sepintas untuk mencari metastasis. Radiografi toraks harus
dilakukan untuk mencari lesi paru.6
Perbaikan keadaan umum, yakni transfusi darah untuk mengatasi syok
hipovolemik atau anemia, pengobatan terhadap penyulit, seperti preeklampsia
atau tirotoksikosis. Setelah penderita stabil, baru dilakukan evakuasi.4
Akibat meningkatnya kesadaran, dan tentunya karena tehnik diagnostik
yang lebih baik, kehamilan mola sekarang lebih sering diakhiri saat masih
kecil dan pada keadaan yang terkendali dan bukan pada saat kacau seperti
umumnya saat mola mengalami abortus spontan. Karenanya tersedia cukup
waktu untuk mengevaluasi pasien yang mungkin mengalami anemia,
hipertensi, atau kekurangan cairan.6
Berhubung dengan kemungkinan, bahwa mola hidatidosa menjadi ganas,
maka terapi yang terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah
mempunyai jumlah anak yang diingini adalah histerektomi. Akan tetapi, pada
wanita yang masih menginginkan anak, maka setelah diagnosis mola
dipastikan, dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan disertai
dengan pemberian infus oksitosin intravena.2
Evakuasi isap merupakan terapi pilihan untuk mola hidatidosa, berapapun
ukuran uterusnya. Untuk mola besar, dipersiapkan darah yang sesuai dan
apabila diperlukan dipasang sistem intravena untuk menyalurkan infus secara
cepat. Zat-zat dilator serviks digunakan apabila serviks panjang, sangat padat,
dan tertutup. Dilatasi lebih lanjut dapat dengan aman dilakukan dalam anastesi
sampai tercapai diameter yang memadai untuk memasukkan kuret plastik
pengisap.6
Setelah sebagian besar mola dikeluarkan melalui aspirasi dan pasien diberi
oksitosin, serta miometrium telah berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase
yang menyeluruh tapi berhati-hati dengan kuret tajam besar. Evakuasi semua
isi mola besar tidak selalu mudah dilakukan, dan pemeriksaan ultrasonografi
intraoperasi mungkin bermanfaat untuk memastikan bahwa rongga uterus
sudah kosong. Wajib tersedia fasilitas dan petugas untuk laparatomi darurat
seandainya terjadi perdarahan yang tidak terkendali atau trauma serius uterus.6
Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya itu dilakukan kerokan ulangan
dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong, dan
untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan.
Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan
keganasan.2
Tujuan utama tindak lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang
mengisyaratkan keganasan.6
Pengamatan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya
dikosongkan, sangat penting berhubung dengan kemungkinan timbulnya
tumor ganas (dalam ±20%). Anjuran untuk semua penderita pasca mola
dilakukan kemoterapi untuk mencegah timbulnya keganasan, belum dapat
diterima oleh semua pihak.2
Metode umum tindak lanjut adalah sebagai berikut:6
a. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut sekurang-kurangnya
setahun.
b. Ukur kadar hCG setiap 2 minggu. Walaupun sebagian
menganjurkan pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya
manfaat yang nyata.
c. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar
yang meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi
dan biasanya terapi.
d. Setelah kadar normal, yaitu setelah mencapai batas bawah
pengukuran-pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan,
lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.
e. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diizinkan setelah 1
tahun.
f. Menggunakan KB karena kehamilan dapat terjadi selama periode
pengawasan dan menyebabkan produksi hCG yang dapat
mengganggu deteksi dari progresi menjadi penyakit trofoblas ganas
(PTG). Oleh karena itu dianjurkan menggukanakn KB yang efektif
sampai titer beta hCG kurang dari 5 mIU/mL atau ambang dari
penilaian individual.
Pada kasus-kasus yang tidak menjadi ganas, kadar hCG segera turun
menjadi negatif, dan tetap tinggal negatif. Pada awal masa pasca mola dapat
dilakukan tes hamil biasa, akan tetapi setelah tes hamil biasa menjadi negatif,
perlu dilakukan pemeriksaan radio-imunoassay hCG dalam serum.
Pemeriksaan yang peka ini dapat menemukan hormon dalam kuantitas yag
rendah.2
Kontrasepsi estrogen-progestin sering digunakan untuk mencegah
kehamilan berikutnya dan untuk menekan lutenizing hormon hipofisis yang
bereaksi silang dengan beberapa tes untuk gonadotropin korionik.6
Pil kontrasepsi oral menurunkan kemungkinan kehamilan dibandingkan
dengan kontrasepsi barrier yang kurang efektif dan tidak meningkatkan resiko
penyakit trofoblas ganas. Medroksiprogesteron asetat injeksi berguna jika
kepatuhan pasien yang rendah. Sebaliknya, alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR) tidak dipakai sampai kadar beta hCG tidak terdeteksi karena resiko
perforasi uterus jika ada suatu molahidatidosa invasive.6
Kemoterapi dilakukan dengan pemberian metotreksat atau daktinomisin,
atau kadang-kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut. Biasanya cukup hanya
memberi satu seri dari obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan terus
dilakukan, sampai kadar hCG menjadi negatif selama 6 bulan.2
7. PROGNOSIS
Mortalitas akibat mola saat ini praktis telah berkurang menjadi nol oleh
diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat pada kehamilan mola tahap
lanjut, wanita yang bersangkutan biasanya anemia dan mengalami perdarahan
akut. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini dapat menyebabkan morbiditas
serius.6
Evakuasi lebih dini tidak menghilangkan kemungkinan terjadinya tumor
persisten. Hampir 20% dari mola sempurna berkembang menjadi tumor
trofoblastik gestasional.6
Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah
kuretase. Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa berulang
dapat terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian, 15-20% dari penderita pasca
mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan menjadi tumor
trofoblas gestasional (TTG), baik berupa mola invasif, koriokarsinoma,
maupun placental site trophoblastic tumor (PSTT).4
BAB III
STATUS OBSTETRI
Tanggal Pemeriksaan : 03 Februari 2016
Jam : 12.30 Wita
Ruangan : Kasuari Bawah RSU Anutapura
IDENTITAS
Nama : Ny. M Nama Suami : Tn. T
Umur : 28 Tahun Umur : 30 Tahun
Alamat : Jl. Jamur Alamat : Jl. Jamur
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : S1
ANAMNESIS
Usia Kehamilan : 15 minggu
HPHT : 20 Oktober 2015 Menarche : Usia 12 Tahun
TP : 27 Juli 2016 Perkawinan : Pertama
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir
Riw. Penyakit Sekarang : Pasien baru masuk dengan keluhan keluar darah
dari jalan lahir sejak 2 hari yang lalu. Awalnya perdarahan banyak, kemudian
keluar darah sedikit-sedikit, kemudian perdarahan kembali banyak, perdarahan
seperti gelembung, Pasien juga mengeluh mengalami nyeri perut bagian bawah
sejak kemarin sore, nyeri perut kadang hilang timbul. Mual (+), muntah (+) 1 kali,
Pasien mengeluh pusing (+), sakit kepala (+), demam (-), batuk (-), sesak napas(-),
buang air besar lancar, buang air kecil lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat molahidatidosa (-), riwayat hipertensi(-),
riwayat DM (-), riwayat asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : (-)
Riwayat KB : Tidak pernah
Riwayayat Obstetri : GII PI A0
Riwayat ANC : Pasien tidak pernah melakukan ANC
Riwayat Imunisasi : (-)
PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
BB : 50 kg
Tek. Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82 kali permenit
Respirasi : 20 kali permenit
Suhu : 36,7 oC
Kepala – Leher : Konjungtiva anemis (-/-), ikterus (-/-), pembesaran KGB (-)
Thorax
Inspeksi : Tampak simetris bilateral, ictus cordis tak tampak
Palpasi : Simetris bilateral, vocalfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor (+/+), nyeri ketuk (-)
Auskultasi : Vesikuler
Abdomen
Inspeksi : Kesan datar
Auskultasi : Peristaltik usus + (kesan normal).
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan abdomen
Pemeriksaan Obstetri :
Leopold I : fundus tidak teraba
Leopold II : (-)
Leopold III : (-)
Leopold IV : (-)
DJJ : (-)
HIS : (-)
TBJ : (-)
Pergerakan Janin : (-)
Janin Tunggal : (-)
Genitalia : Vulva/vagina normal, pembukaan 1 cm, portio tebal, konsistensi
portio lunak, teraba jaringan di mulut portio, pelepasan darah (+)
Ekstremitas : Akral hangat +/+, edem ekstremitas (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah Lengkap 3 Februari 2016 :
LAB HASIL
HB 12,7g/dl
WBC 8,3 x 103/uL
PLT 252 x 103/uL
HCT 39,5 %
RBC 5,04 x 106/uL
Plano test (+) positif
RESUME
Pasien wanita beusia 28 tahun dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir
sejak 2 hari yang lalu. Awalnya perdarahan banyak, kemudian keluar darah
sedikit-sedikit, kemudian perdarahan kembali banyak. perdarahan seperti
gelembung, Pasien juga mengeluh mengalami nyeri perut bagian bawah sejak
kemarin sore, nyeri perut kadang hilang timbul. Mual (+), muntah (+) 1 kali,
Pasien mengeluh pusing (+), sakit kepala (+).
Pemeriksaan fisik tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 82 kali permenit,
respirasi 20 kali permenit, Suhu 36,7 oC. pemeriksaaan abdomen tinggi fundus
tidak teraba, pada pemeriksaan dalam vulva/vagina normal, pembukaan 1 cm,
portio tebal, konsistensi portio lunak, teraba jaringan di mulut portio, pelepasan
darah.
DIAGNOSIS
Mola Hidatidosa
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 28 Tpm
Inj. Ketorolac 1 amp /8 jam
Inj. Ondancentron 1 amp /8 jam
Rencana USG
FOLLOW UP
TANGGAL FOLLOW UP
04/02/2016 S : nyeri perut (+), mual (+) muntah (-), perdarahan pervaginam (+)O : TD : 120/90 mmHg
N : 84 kali/menitP : 20 kali/menitS : 37,0ºC
Hasil USG:1. Gambaran vesikel-vesikel (vesikel patter) pada kavum
uteriKesan mola hidatidosa
A : Mola hidatidosaP : IVFD RL:RL 14 tpm Inj. Ketorolac 1 amp /8 jam Rencana kuretase besok (5 Februari 2016) Puasakan pasien
05/02/2016 S : nyeri perut (+), perdarahan pervaginam (+) sedikitO : TD : 120/90 mmHg
N : 86 kali/menitP : 20 kali/menitS : 36,8ºC
A : mola hidatidosaP : IVFD RL 14 tpm Inj. Ketolac 1 amp /8 jamDilakukan tindakan kuretaseLaporan kuretase1.Posisi litotomi diatas meja ginekologi dengan anestesi
intravena2.Dilakukan tindakan aseptik pada area vulva dan vagina3.Dilakukan pemasangan duk steril4.Dipasang spekulum sims, dijepit porsi arah jam 11, dilakukan
sondase ke dalam cavum uteri (9 cm)5.Dilakukan kuretase dengan tang tumpul dilanjutkan dengan
tang tajam. Didapatkan jaringan mola ±100 cc dan perdarahan ±50cc
6.Kuretase selesai
Instruksi Post Kuretase:Amoxicillin 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mgVit. C 3x1 tabMetergin 3x1 tab
06/02/2016 S : nyeri perut (-) perdarahan pervaginam (-)O : TD : 110/70 mmHg
N : 80 kali/menitP : 20 kali/menitS : 36,6ºC
A : mola hidatidosaP :Amoxicillin 3x500 mgAsam mefenamat 3x500 mgVit. C 3x1 tabMetergin 3x1 tabBoleh pulang dan kontrol di poliklinik KIA
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, diagnosis molahidatidosa ditegakkan berdasarkan anamesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ditemukan pada pasien.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan adanya darah yang banyak keluar dari
jalan lahir. Hal ini merupakan gejala utama dari molahidatidosa, sifat perdarahan
bisa intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak selama beberapa minggu
sampai beberapa bulan (antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-
14 minggu). Selain itu, pasien juga mengalami amenore dan tanda-tanda
kehamilan yang kemudian mendukung untuk ditegakkan diagnosis
molahidatidosa.1
Pada pasien ini ditemukan adanya mual dan muntah. Berdasarkan teori, pada
molahidatidosa komplit, terjadi proliferasi abnormal dari sinsitiotrofoblas yang
memproduksi hCG. Hal ini menyebabkan peningkatan hCG yang ekstrim
(>100.000 mIU/mL) yang dapat dihubungkan dengan molahidatidosa komplit.
Kadar hCG yang tinggi ini menjelaskan banyak tanda dan gejala yang
berhubungan dengan molahidatidosa komplit. Tingginya kadar hCG ini dapat
menyebabkan hyperemesis gravidarum.2
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan adanya ukuran uterus yang tidak teraba.
Hal tersebut, berdasarkan teori perkembangan molahidatidosa lebih pesat,
sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan. Ada pula
kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringannya
belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu
aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole. 3
Pada pemeriksaan penunjang, yang mendukung diagnosis molahidatidosa
pada hasil pemeriksaan USG ditemukan gambaran, berupa vesikel-vesikel (vesikel
patter) pada kavum uteri kesan molahidatidosa.2,3
Pengelolaan molahidatidosa terdiri atas beberapa tahap berikut ini :1,2,4
1. Perbaikan keadaan umum
2. Pengeluaran jaringan mola
3. Pemeriksaan tindak lanjut
Evakuasi isap merupakan terapi pilihan untuk mola hidatidosa, berapapun
ukuran uterusnya. Pada pasien ini, dilakukan tindakan kuretase atau tindakan
pengeluaran jaringan mola. Hasil kuretase yang didapatkan yaitu jaringan mola
berupa gelembung–gelembung putih, tembus pandang, berukuran 0,5 - 1 cm
dalam jumlah yang banyak. Berdasarkan teori, setelah keadaan umum diperbaiki
dilakukan tindakan vakum kuretase. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula
uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan kuretase dengan menggunakan
sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan 1 kali saja, asal
bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi. Interval kuretase minimal 1
minggu. Pada pasien ini tidak dilakukan vakum kuretase dikarenakan tidak
adanya alat yang tersedia di RS tersebut.
Berdasarkan teori, tindakan histerektomi sebaiknya dilakukan pada mola
risiko tinggi, yaitu usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih atau uterus yang
sangat besar, yaitu setinggi pusat atau lebih. Pada pasien ini tidak ada hal yang
mendukung untuk tindakan tersebut, sehingga tidak dipertimbangkan untuk
dilakukan tindakan histerektomi.3
Setelah pengeluaran jaringan mola, maka perlu dilakukan pemeriksaan tindak
lanjut (follow up). Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan
keganasan setelah molahidatidosa. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8
minggu setelah evakuasi. Lama pengawasan berkisar 1 tahun. Untuk tidak
mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil
dulu dengan menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom, diafragma atau
pantang berkala. Tetapi pada pasien ini, tidak dilakukan pemeriksaan β-hCG
kuantitatif.1
Kurva Regresi Normal Beta hCG Paska Molahidatidosa
Pasien ini di bolehkan pulang dan kontrol di poliklinik. Menurut teori, pasien
seharuskan di berikan konseling mengenai anjuran umum tindak lanjut kepada
pasien yaitu :
a. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut sekurang-kurangnya setahun.
b. Ukur kadar hCG setiap 2 minggu. Walaupun sebagian menganjurkan
pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya manfaat yang nyata.
c. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar yang
meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi dan biasanya
terapi.
d. Setelah kadar normal, yaitu setelah mencapai batas bawah pengukuran-
pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan, lalu setiap 2 bulan
untuk total 1 tahun.
e. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diizinkan setelah 1 tahun.
f. Menggunakan KB karena kehamilan dapat terjadi selama periode
pengawasan dan menyebabkan produksi hCG yang dapat mengganggu
deteksi dari progresi menjadi penyakit trofoblas ganas (PTG). Oleh karena
itu dianjurkan menggukanakn KB yang efektif sampai titer beta hCG
kurang dari 5 mIU/mL atau ambang dari penilaian individual.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S, Winkjosastro H. Mola Hidatidosa. In: Rauf S, Soraya D,
Sunarno I, editor. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2014. p.211-214
2. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan 2nd ed. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. p.262-264
3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Mola Hidatidosa. In: Hadijanto B, editor.
Ilmu Kebidanan 3rd ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2009. p.488-490
4. Martaadisoebrata D, Wijaya N, Wirakusumah F, dkk. Obstetri Patologi. 2nd ed.
Jakarta: EGC: 2005. p.29-32
5. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Pembuahan, Nidasi, dan Plasentasi. In:
Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan 3rd ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2009. p.139-146
6. Cunningham FG, Hauth JC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Wenstrom KD.
Obstetri Williams. Vol.2. 21th ed. Jakarta. EGC; 2006. p.