92
i MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM TERKAIT KAWASAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM TAMAN LAUT NASIONAL KEPULAUAN TAKA BONERATE KABUPATEN SELAYAR SULAWESI SELATAN LAPORAN PENELITIAN CRITC COREMAP LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI JAKARTA 2019

MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

  • Upload
    others

  • View
    23

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

i

MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG

DAN EKOSISTEM TERKAIT

KAWASAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM

TAMAN LAUT NASIONAL KEPULAUAN TAKA BONERATE

KABUPATEN SELAYAR

SULAWESI SELATAN

LAPORAN PENELITIAN

CRITC – COREMAP

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI

JAKARTA

2019

Page 2: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

ii

MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG

DAN EKOSISTEM TERKAIT

KAWASAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM

TAMAN LAUT NASIONAL KEPULAUAN TAKA BONERATE

KABUPATEN SELAYAR

SULAWESI SELATAN

LAPORAN PENELITIAN

Disusun oleh:

Ir. Suyarso

Prof. Dr. Suharsono

Drs. Indarto Happy Supriyadi M Si.

Ir. HAW Capenberg

Drs. Idrus Najib M Si

Rizky Satria Utama S.Si.

Dra. Sasanti Retno Suharti, M.Sc.

Anna Farischa, M.Si.

M. Hafidz, M.Sc.

Sandi Permadi, S.Si.

Sandi Permadi, S.Si.

Agus Budiyanto

Johan Picasouw

Abdulah Salatolohi

Asep Rasyidin

Nurjamin

CRITC – COREMAP

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI

JAKARTA

2019

Page 3: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Taman Nasional Taka Bonerate (TNTBR) merupakan salah satu kawasan pelestarian

alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi untuk tujuan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Penetapan zonasi dalam

kawasan TNTBR didasarkan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya

Alam dan Ekosistem Nomor: SK.23/KSDAE/SET/KSA.0/1/2019, tertanggal 23 Januari 2019

terdiri atas 7 zona yaitu Zona Inti (10.046 ha), Zona Perlindungan Bahari (25.875 ha), Zona

Pemanfaatan (9.491 ha) dan Zona Khusus (270 ha), Zona Tradisional (481.334 ha), Zona Religi,

Budaya dan Sejarah (3.279ha) dan Zona Rehabilitasi (472 ha).

Kegiatan m o ni to r i n g k e s eh a t an t e r um b u ka ra n g COREMAP-CTI 2019 di

Kepulauan Taka Bonerate merupakan yang pertama dilakukan dan merupakan baseline

study di tahun 2019. Kegiatan monitoring terumbu karang, ikan karang dan megabentos

dilakukan pada 12 stasiun di stasiun- terumbu karang, ikan karang dan megabentos serta 8

stasiun monitoring lamun. Stasiun-stasiun tersebut tersebar di beberapa pulau,

diantaranya adalah Pulau Belang-belang, P. Tarupa Kcl, P. Tarupa Bsr, P. Rajuni, P. Tinabo

Kcl, P. Kayubulan serta di beberapa rataan terumbu karang yang tidak berpulau. Kegiatan ini

dilakukan oleh Puslit Oseanografi LIPI bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kab.

Selayar dan Taman Nasional Taka Bonerate.

Kepulauan Taka Bonerate merupakan gugus karang, beberapa rataan karang muncul

pulau-pulau kecil dengan penduduk yang relative tidak padat. Rataan-rataan karang beberapa

diantaranya cukup luas mencapai panjang hingga 15 km dan lebarnya hingga mencapai 5 km,

berkedalaman 0 hingga 4 m. Substrat dasar rataan karang terbagai dalam 3 kelas, yakni kelas

karang hidup yang bercampur dengan karang mati seluas 30567 ha., kelas lamun seluas 5070 ha.

dan kelas pasir seluas 12181 ha. Cukup menarik di lingkungan terumbu karang Taka Bonerate,

hamparan lamun di beberapa tempat dapat ditemukan hingga tubir di kedalaman 5 m.

Tutupan karang hidup di Taman Nasional Taka Bonerate terkategori sedang dengan nilai

tutupan sebesar 24,62±2,17%, tutupan DCA cukup tinggi dengan nilai tutupan sebesar

38,32±3,33%, biota lain seperti karang lunak (SC), spons (SP), makroalga (FS) dan biota lain

Page 4: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

iv

(OT) masing-masing adalah 6.86%, 3.74%, 0.11% dan 11.46%. Kondisi tersebut menandakan

bahwa karang masih mempunyai ruang untuk tumbuh yang luas sehingga kondisi terumbu karang

dapat meningkat ke kategori baik apabila didukung kondisi perairan yang baik.

Ikan ikan karang yang ditemukan di Kep. Taka Bonerate umumnya berukuran kecil dan

anakan ikan. Jumlah jenis ikan suku Chaetodontidae pada 12 stasiun penelitian sebanyak 22

species dari 5 genus yang umum dapat ditemukan di perairan karang. Variasi jumlah jenis pada

masing-masing stasiun berkisar antara 3 sampai 10 spesies dengan keragaman jenis tergolong

rendah, berkisar antara 14 species sampai 34 spesies. Kehadiran kelompok ikan herbivora

bervariasi antara 11 hingga 22 spesies. Kehadiran kelompok ikan karnivora bervariasi antara 3

hingga 16 spesies. Kepadatan ikan koralivora berkisar antara 13 sampai 52 ekor/350 m2.

Kepadatan ikan karang dari 7 suku terpilih berkisar antara 106 ekor/350 m2 hingga 188 ekor/350

m2 atau setara dengan 3.028 ekor/ha hingga 5.371 ekor/ha. Komposisi jenis ikan koralivora yang

didominasi oleh Chaetodon klenii biasa terjadi pada wilayah terumbu karang yang mengalami

kerusakan, sedangkan dominasi jenis Hemitaurichthys polylepis merupakan petunjuk wilayah

terumbu karang dengan perairan yang jernih. Hilangnya ikan-ikan berukuran besar diduga sebagai

akibat intesitas penangkapan yang tinggi yang akan berdampak pada biomassa ikan.

Di Kep. Taka Bonerate ditemukan 7 jenis megabentos, terbagi dalam dua kelompok.

Kelompok ekinodermata diwakili oleh empat jenis (Acanthaster plancii, Diadema setosum,

Holuthuria spp. dan Linckia laevigata), serta tiga jenis dari kelompok moluska (Drupella cornus,

Tridacna spp. dan Trochus spp), sedangkan kelompok krustase (Panulirus spp.) tidak ditemukan.

Kelompok moluska memiliki jumlah individu yang relatif lebih tinggi, yaitu 56,9% atau sebanyak

248 individu, sedangkan kelompok ekinodermata hanya sebesar 43,1% (188 individu).

Megabentos target yang memiliki nilai ekonomis penting cenderung mengalami penurunan

jumlah indivdiunya. Kepadatan individu megabentos pada setiap stasiun, berkisar antara 0,10 –

1,01 individu/140m2. Semua jenis megabentos yang ditemukan, Tridacna spp. memiliki total

kepadatan individu tertinggi (1.06 individu/140m2), diikuti Linckia laevigata (0,73

individu/140m2) dan Drupella cornus (0,67 individu/140m2). Dibandingkan megabentos

ekonomis penting lainnya, seperti kima (Tridacna spp.), teripang (Holothurian) dan Lola (Trochus

spp.) memiliki nilai kepadatan total individu yang sangat rendah. Rendahnya kepadatan individu

Page 5: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

v

dan sebaran teripang diduga disebabkan oleh aktifitas pengangkapan yang berlebihan oleh

nelayan lokal.

Pemantauan kondisi lamun di lima lokasi pada 8 stasiun di perairan Taman Nasional Taka

Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar berkategori kurang sehat hingga sehat. Pulau Tinabo

merupakan salah satu lokasi dengan kondisi lamun termasuk miskin. Teridentifikasi delapan

spesies antara lain Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Cymodocea

serrulate, Syringodium isoetifolium, Halodule pinifolia, Halophila ovalis, dan Halodule

uninervis. Di luar stasiun pemantauan ditemukan spesies Thalassodendron ciliatum, sehingga

keanekaragaman spesies lamun yaitu sembilan spesies. Spesies yang mendominasi di perairan

Taman Nasional Tabonerate adalah Thasassia hemprichii dan Cymodocea rotundata.

Page 6: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia berupa

wilayah perairan laut Indonesia yang sangat luas dengan segala keanekaragaman hayatinya yang

dapat dimanfaatkan baik untuk baik untuk kemakmuran rakyat maupun untuk obyek penelitian

ilmiah.

Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) adalah program

nasional untuk upaya rehabilitasi, konservasi dan pengelolaan ekosistem terumbu karang secara

berkelanjutan. Program COREMAP yang telah berlangsung sejak 1998 tersebut terbagi dalam 3

fase, yakni: Fase I / Inisiasi: 1998-2004, Fase II / Akselerasi 2005-2011 dan Fase III / Penguatan

Kelembagaan: 2015-2019. Program COREMAP Fase III yang pada akhirnya disebut COREMAP-

CTI bertujuan menciptakan pengelolaan ekosistem terumbu karang dan ekosistem terkait

diantaranya ekosistem lamun dan ekosistem mangrove untuk dapat direhabilitasi, diproteksi dan

dikelola secara berkesinambungan.

Tahun 2019 merupakan studi awal (baseline study) untuk kegiatan monitoring di

Kepulauan Taka Bonerate. Kegiatan tersebut akan dilanjutkan pada tahun-tahun sesudahnya.

Diharapkan dengan tersedianya data multi temporal dapat memberikan gambaran kondisi

ekosistem pesisir secara umum sehingga nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan

yang berarti dalam penyusunan kebijakan pengelolaan wilayah terumbu karang Kepulauan

Taka Bonerate, Kabupaten Sulawesi Selatan.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang

telah terlibat dalam kegiatan monitoring baik itu di lapangan secara langsung ataupun

dari segi administrasi. Disadari laporan ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran sangat

diharapkan untuk menjadikan laporan ini jauh lebih baik dan informatif. Semoga buku ini

bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 1 Desember 2019

Tim Penyusun

Page 7: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

vii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................... iii

KATA PENGANTAR.............................................................................................. vi

DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………… xi

BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 1.2 Tujuan Kegiatan ……………………………………………………… 2

1.3 Sasaran Kegiatan ................................................................................... 3

1.4 Pelaksanaaa Penelitian ……………………………………………….. 3

1.5 Waktu Penelitian Lapangan …………………………………………. 4

1.6 Jadwal Kegiatan ……………………………………………………….. 4

1.7 Lokasi Penelitian ……………………………………………………..... 5

BAB 2. METODE PENELITIAN ……………………………………………….. 7

2.1 Pemetaan Substrat Dasar Perairan Laut Dangkal ............................ 7

2.2 Terumbu Karang ……………............................................................... 9

2.3 Ikan Karang............................................................................................. 11

2.4 Mega Bentos............................................................................................. 13

2.5 Lamun………………………………….................................................. 14

BAB 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................ 17

3.1 Pemetaan Substrat Dasar Perairan Laut Dangkal ............................ 17

3.2 Terumbu Karang ................................................................................... 18

3.3 Ikan Karang............................................................................................ 33

3.4 Mega Bentos............................................................................................. 43

3.5 Lamun………………………………….................................................. 52

BAB 4. KESIMPULAN .......................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 62

LAMPIRAN ………………………………………………………………………. 67

Page 8: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Kode masing-masing biota dan substrat yang dipergunakan dalam analisis CPCe ……………………………………………………….. 10

Tabel 2.2 Pengelompokan komponen benthic berdasarkan persentase tutupan bentik ………………………………………………………………...

10

Tabel 2.3 Perhitungan nilai indeks kesehatan terumbu karang ………………… 11

Tabel 2.4 Kelompok ikan karang yang menjadi target pengamatan…………… 12

Tabel 2.5 Spesies atau kelompok spesies megabenthos target yang menjadi obyek monitoring ................................................................................ 14

Tabel 3.1 Luasan satuan substrat di rataan terumbu karang Taman Nasional Taka Bonerate ……………………………………………………... 17

Tabel 3.2 Nilai indeks kesehatan terumbu karang di Taka Bonerate ………… 32

Tabel 3.3 Jumlah individu kelompok ikan koralivora menurut nama jenis ikan dan lokasi penelitian ………………………………………………… 34

Tabel 3.4 Variasi jumlah jenis kelompok fungsional ikan karang menurut suku dan lokasi penelitian ………………………………………………… 35

Tabel 3.5 Variasi kepadatan kelompok fungsional ikan karang menurut suku dan lokasi penelitian ………………………………………………… 36

Tabel 3.6 Variasi biomassa kelompok fungsional ikan karang menurut suku dan lokasi penelitian …………………………………………………….. 37

Tabel 3.7 Komposisi jenis kelompok ikan koralivora menurut kehadiran individualnya ……………………………………………………… 38

Tabel 3.8 Komposisi jenis kelompok ikan karang dari 7 suku terpilih menurut kehadiran individualnya …………………………………………….. 38

Tabel 3.9. Komposisi jenis kelompok ikan karang dari 7 suku terpilih menurut biomassanya ………………………………………………………… 40

Tabel 3.10 Perbandingan keragaman, kepadatan dan biomassa ikan karang antara Taman Nasional Taka Bonerate (TNTB) dan Taman Nasional Kep. Wakatobi (TNKW) dari data survei RHM 2019 ……………….. 41

Tabel 3.11 Perbandingan komposisi jenis ikan 10 besar antara Taman Nasional Taka Bonerate (TNTB) dan Taman Nasional Kepulauan Wakatobi (TNKW) dari data survei RHM 2019 ……………………………….. 41

Tabel 3.12 Komposisi jenis megabentos pada setiap stasiun di perairan Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Selayar ……………………… 43

Tabel 3.13 Nilai Kepadatan individu megabentos pada setiap stasiun pengamatan di perairan terumbu karang Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar ………………………. 47

Tabel 3.14 Hasil identifikasi keanekaragaman spesies lamun di perairan Taka Bonerate 2019 ………………………………………………….. 59

Tabel 3.15 Kondisi lamun terhadap keanekaragaman spesies di setiap stasiun Taman Nasional Taka Bonerate …………………………………… 60

Page 9: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Stasiun monitoring kesehatan karang di Kep. Taka Bonerate, Sulawesi Selatan ………………………………………………….. 5

Gambar 1.2 Stasiun monitoring kesehatan lamun di Kep. Taka Bonerate, Sulawesi Selatan ………………………………………………….. 6

Gambar 2.1 Tahapan analisis citra sentinel 2, kiri: komposit citra RGB 234, tengah: citra yang telah terkoreksi menggunakan indeks atenuasi kedalaman dan kanan: hasil klasifikasi substrat dasar perairan …… 8

Gambar 2.2 Ilustrasi pengambilan foto dengan metode UPT………………… 9 Gambar 2.3 Garis transek dan pencatatan ikan karang yang berada pada

transek .............................................................................................. 12 Gambar 2.4 Skema transek megabenthos dengan metode Benthos Belt

Transect yang dimodifikasikan dari metode Belt Transect ……….. 14 Gambar 2.5 Pemasangan transek dalam pengambilan data lamun ..................... 15 Gambar 3.1 Peta substrat dasar lingkungan terumbu karang Kep. Taka

Bonerate, Sulawesi Selatan ………………………………….. 18 Gambar 3-2. Persentase tutupan masing-masing kategori benthic tahun 2019

(HC: hard coral, DC: dead coral, DCA: dead coral with algae, SC: soft coral, SP: spons, FS: fleshy seaweed, OT: others, R: rubble, S: sand, Si: silt, RK: Rock)………………………………………… 19

Gambar 3-3. Gambaran umum kondisi pantai stasiun TBRC01 (kiri) dan kondisi lereng terumbu karang (kanan)……………………………………. 20

Gambar 3.4. Gambaran lokasi pengambilan data di stasiun TBRC02 (kiri) dan transek yang berada pada tubir dengan subtrat berupa pecahan karang (kanan)……………………………………………………. 21

Gambar 3.5. Gambaran kondisi stasiun TBRC03, jenis karang yang mendominasi di stasiun TBRC03 adalah Porites spp (kiri) dan Anacropora puertogalerae (kanan)………………………………... 22

Gambar 3.6. Gambaran umum kondisi pantai pada stasiun TBRC04 (kiri) dan kondisi lereng terumbu tempat lokasi transek (kanan) ……………. 23

Gambar 3.7 Gambaran kondisi pantai stasiun TBRC05 (kiri) dan karang lunak yang banyak menumbuhi lereng terumbu (kanan)………………… 23

Gambar 3.8 Gambaran pantai P. Tarupa Kcl pengamatan TBRC06 (kiri) dan kondisi terumbu di lokasi pengambilan (kanan) …………………. 24

Gambar 3.9 Gambaran kondisi daratan pantai berpasir lokasi stasiun TBRC07 (kiri) dan karang jenis Porites cylindrica yang banyak ditemui di lokasi transek (kanan) …………………………………………….. 25

Gambar 3.10 Gambaran umum stasiun TBRC08, transek dilakukan pada lereng terumbu landai (kiri) dan karang Porites cylindrica yang banyak dijumpai di lokasi ………………………………………………… 26

Gambar 3.11 Gambaran kondisi terumbu karang di stasiun pengamatan, kiri: pertumbuhan karang patchy dan kanan: karang mendominasi adalah Porites cylindrica di lokasi transek ……………………… 27

Gambar 3.12 Gambaran kondisi stasiun TBRC10, kondisi terumbu di sekitar transek (kiri) dan Achantaster planci yang ditemukan di sekitar lokasi (kanan) …………………………………………………….. 28

Page 10: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

x

Gambar 3.13 Gambaran kondisi terumbu karang stasiun TBRCC11 (kiri) dan penyu yang masih sering tampak saat pengamatan (kanan) ………. 28

Gambar 3.14 Gambaran kondisi terumbu karang di lokasi transek dan stasiun TBRC12 (kiri) dan salah satu ancaman terhadap tutupan karang hidup (kanan) …………………………………………………….. 29

Gambar 3.15 Trend persentase tutupan masing-masing kategori benthic periode 2015 dan 2019 (HC: hard coral, DC: dead coral, DCA: dead coral with algae, SC: soft coral, SP: spons, FS: fleshy seaweed, OT: others, R: rubble, S: sand, Si: silt, RK: Rock) …………………….. 30

Gambar 3.16 Indeks kesehatan masing masing stasiun di Taman Nasional Taka Bonerate 2019 ………………………………………………….. 32

Gambar 3.17 Variasi jumlah jenis ikan kelompok koralivora dari suku Chaetodontidae …………………………………………………... 34

Gambar 3.18 Variasi jumlah jenis ikan karang menurut lokasi penelitian ………. 35 Gambar 3.19 Kepadatan ikan koralivora menurut letak stasiun penelitian ……… 36 Gambar 3.20 Kepadatan dan sediaan ikan karang dari 7 suku terpilih …………. 36 Gambar 3.21 Biomassa dan sediaan ikan karang menurut stasiun penelitian …… 37 Gambar 3.22 Komposisi suku ikan karang berdasarkan kahadiran individual

(kiri) dan biomassa (kanan) pada semua stasiun …………………. 39 Gambar 3.23 Proporsi jumlah individu pada masing-masing stasiun terhadap

total individu di Taman Nasional Taka Bonerate…………………. 44 Gambar 3.24 Frekuensi kehadiran jenis-jenis megabentos di perairan terumbu

karang Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kep. Selayar .. 45 Gambar 3.25 Foto spesies megabentos pada masing-masing stasiun di Kawasan

Perairan Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat… 52 Gambar 3.26 Lingkungan pantai Tarumpa TBRS 01 (kiri) dan dan padang lamun

di perairan Tarumpa pada stasiun TBRS01 (kanan)………………. 53 Gambar 3.27 Lingkungan pantai Tarumpa TBRS02 (kiri) dan padang lamun di

perairan Tarumpa TBRS02 (kanan) ………………………………. 54 Gambar 3.28 Lingkungan pantai Jinato TBRS03 (kiri) dan pengukuran lamun

di.stasiun TBRS03 (kanan) ……………………………………….. 54 Gambar 3.29 Lingkungan pantai P. Jinato TBRS04 (kiri) dan padang lamun

TBRS04 (kanan) ………………………………………………….. 55 Gambar 3.30 Lingkungan pantai P. Latondu TBRS05 (kanan) dan padang lamun

perairan Latondu di stasiun TBRS05 (kiri) ………………………. 56 Gambar 3.31 Lingkungan pantai P. Latondo pada stasiun TBRS06 (kiri) dan

padang lamun di perairan Pulau Latondo TBRS06 (kanan)……….. 56 Gambar 3.32 Lingkungan pantai P. Rajuni pada stasiun TBRS07 (kiri) dan

padang lamun di stasiun TBRS07 (kanan) ………………………. 57 Gambar 3.33 Lingkungan pantai P. Tinabo pada stasiun TBRS08 (kiri) dan

padang lamun di perairan P. Tinabo TBRS08 (kanan) ……………. 58 Gambar 3.34 Kondisi lamun di delapan stasiun perairan Taman Nasuional Taka

Bonerate 2019……………………………………………….......... 58 Gambar 3.35 Kenaekaragaman spesies lamun di perairan Taman Nasional Taka

Bonerate ………………………………………………………….. 59

Page 11: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Nilai tutupan masing masing kategori bentik……………………... 68

Lampiran 2. Jenis- jenis karang keras yang dapat dijumpai di lokasi transek…… 69

Lampiran 3. Hasil identifikasi jenis dan sensus individual ikan karang………… 77

Lampiran 4. Hasil analisis data penilaian biomassa ikan karang……………….. 79

Page 12: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepulauan Taka Bonerate adalah salah Gugus Kepulauan Karang, terletak antara 6°20’

Lintang Selatan 7°20’ Lintang Selatan dan 120°40’ Bujur Timur 121°50’ Bujur Timur, Secara

administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Selayar, Propinsi Sulawesi Selatan. Namun

demikian kawasan tersebut merupakan kawasan konservasi laut yang dikelola oleh Balai

Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Ekosistem pesisir bersifat dinamis yaitu kondisinya berubah mengikuti perubahan

musim atau kondisi lingkungan dan perubahan pola aktivitas manusia. Adanya perubahan

kondisi lingkungan yang ekstrim dapat mengakibatkan kondisi ekosistem pesisir menurun,

sebagai contoh fenomena naiknya suhu air laut dapat mengakibatkan pemutihan karang

secara massal (bleaching) yang berdampak pada menurunnya fungsi ekologis terumbu

karang dalam menjaga keanekaragaman hayati biota-biota yang berasosiasi. Apabila

kondisi lingkungan perairan baik (air jernih, arus yang selalu mengalir baik, suhu yang ideal

dan bebas dari polusi) maka kondisi ekosistem pesisir akan membaik dengan sendirinya.

Meskipun kondisi pesisir mampu pulih, meningkatnya aktivitas manusia baik di darat

maupun di laut dikhawatirkan akan mengancam pemulihan kondisi ataupun kelestarian

dari ekosistem pesisir. Meingkatnya aktivitas penambangan, penangkapan ikan secara

illegal (bom dan pesitisda) akan berdampak secara langsung kepada ekosistem pesisir.

Lain halnya dengan aktivitas di darat, seperti pembukaan lahan untuk perumahan,

penggundulan hutan, pencemaran sungai, akan mempunyai dampak yang tidak langsung

terhadap ekosistem pesisir. Dalam hal ini, kondisi perairan akan menurun akibat adanya

terrestrial runoff dan pengkayaan nutrient di laut, sehingga akan mempengaruhi

pertumbuhan dari biota-biota benthos, terutama karang.

Taman Nasional Taka Bonerate (TNTBR) merupakan salah satu kawasan pelestarian

alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi untuk tujuan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

Page 13: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

2

Status kawasan Taka Bonerate, awalnya ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan SK

Menteri Kehutanan No. 100/Kpts-II/1989, selanjutnya diubah menjadi Taman Nasional

berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 280/KPTS-II/1992 dan terakhit diperbarui dengan SK

Menteri Kehutanan No. 92/KPTS-II/2001 luas kawasan yang ditetapkan 530.765 ha.

Tahun 1997, Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibentuk untuk melakukan pengelolaan

kawasan Taman Nasional, dengan SK Menteri Kehutanan Nomor: 185/Kpts-II/1997 tanggal 31

Maret 1997. Sejak tanggal 10 Juni 2002 berubah menjadi Balai Taman Nasional Tipe C setingkat

Eselon III, sesuai dengan SK Menhut No. 6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Balai Taman Nasional. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007

tanggal 1 Pebruari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional

berubah menjadi Balai Taman Nasional Tipe B yang terdiri dari Sub Bagian Tata Usaha, Seksi

Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I dan II serta Kelompok Jabatan Fungsional dengan tugas

pokok melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan

pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengelolaan kawasan TNTBR dilaksanakan dengan sistem zonasi. Penetapan zonasi

dalam kawasan TNTBR didasarkan pada Keputusan Direktorat Jenderal PHKA Nomor: SK.

150/IV-SET/2012 tanggal 17 September 2012 tentang Zonasi Taman Nasional Taka Bonerate.

Zonasi dalam kawasan TNTBR terdiri dari 4 zona yaitu Zona Inti (8.341 Ha), Zona Perlindungan

Bahari (21.188 Ha), Zona Pemanfaatan (500.879) dan Zona Khusus (357 Ha).Kemudian pada

tahun 2018 dilakukan review Zonasi dengan surat Keputusan Direktorat Jenderal Konservasi

Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor : SK.23/KSDAE/SET/KSA.0/1/2019, Tanggal 23

Januari 2019 yang terdiri dari 7 zona yaitu Zona Inti (10.046 Ha), Zona Perlindungan Bahari

(25.875 Ha), Zona Pemanfaatan (9.491 Ha) dan Zona Khusus (270 Ha), Zona Tradisional

(481.334 Ha), Zona Religi, Budaya dan Sejarah (3.279Ha) dan Zona Rehabilitasi (472 Ha).

Dengan terbitnnya penetapan Surat Keputusan baru ini maka surat keputusan SK. 150/IV-

SET/2012 tanggal 17 September 2012 tidak berlaku lagi.

1.2 Tujuan Kegiatan

Tujuan dari kegiatan monitoring adalah untuk mendapatkan data (t0) mengenai

kesehatan ekosistem terumbu karang yang meliputi informasi tutupan karang,

Page 14: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

3

kelimpahan ikan karang dan megabenthos, serta data mengenai ekosistem padang lamun

di Kepulauan Taka Bonerate, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan.

1.3 Sasaran Kegiatan

Sasaran dari kegiatan monitoring ini adalah untuk mengetahui:

1. Menghimpun informasi kondisi terumbu karang, mega bentik, ikan karang pada 12 stasiun

yang telah ditentukan.

2. Menghimpun informasi kondisi lamun pada 8 stasiun yang telah ditentukan.

3. Memetakan substrat dasar perairan pada wilayah terumbu karangTaka Bonerate.

4. Menghimpun informasi potensi teripang di wilayah terumbu karangTaka Bonerate

5. Pelaksanaan analisis data akan dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2019,

kemudian diikuti dengan pembuatan laporan pada Oktober 2019.

1.4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksana penelitian dan penanggung-jawab program kegiatan tahun anggaran 2019 yang

ada di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Pelaksana penelitian dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta:

No Personel Fungsi

1 Ir. Suyarso Koordinator / Sistem Informasi Geografi

2 Prof. Dr. Suharsono Peneliti karang

3 Drs. Indarto Happy Supriyadi M Si Peneliti lamun

4 Ir. HAW Capenberg Peneliti Mega bentos

5 Drs. Idrus Najib M Si Peneliti ikan karang

6 Rizky Satria Utama S.Si. Peneliti karang

7 Dra. Sasanti Retno Suharti, M.Sc Peneliti ikan karang

8 Anna Farischa, M.Si. Peneliti ikan karang

9 M. Hafidz, M.Sc Peneliti SIG

10 Sandi Permadi, S.Si Peneliti teripang

11 Agus Budiyanto Pembantu peneliti karang

12 Johan Picaso Pembantu peneliti ikan

13 Abdulah Salatolohi Pembantu peneliti megabentos

14 Asep Rasyidin Pembantu peneliti lamun

15 Nurjamin Pembantu peneliti teripang

Page 15: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

4

Pelaksana penelitian dari Staf lokal (Dinas Perikanan dan BKSDA Taka Bonerate:

No Personel Instansi

1 Zul Jnuar M Si Dinas Perikanan Kelautan Kab. Selayar

2 Andi Ridho Nur Afdal Dinas Perikanan Kelautan Kab. Selayar

3 Yusuf Ronald BKSDA Taka Bonerate 4 Andi Irham BKSDA Taka Bonerate

1.5 Waktu Penelitian Lapangan

Bulan Tanggal Kegiatan

Mei 2019

20 Mei Perjalanan menuju Selayar dan sore hari tiba di Selayar

21 Mei Persiapan belanja peralatan dan koordinasi dengan dinas

dan instansi terkait.

22 Mei Perjalanan menuju Kep. Taka Bonerate, namun gagal

dikarenakan laut bergelombang kuat.

23 Mei Perjalanan menuju Kep. Taka Bonerate, diperingatkan

oleh syahbandar pelabuhan untuk tidak melakukan

perjalanan ke Taka Bonerate karena cuaca buruk.

24 Mei Menuju ke Taka Bonerate dan siang bekerja di lapangan

25 Mei Bekerja di lapangan

26 Mei Bekerja di lapangan

27 Mei Bekerja di lapangan

28 Mei Bekerja di lapangan

29 Mei Bekerja pagi hari, siang hari menuju Selayar dan

bermalam di Selayar

30 Mei Mengevaluasi perolehan data

31 Mei Membereskan administrasi, data, diskusi

Juni 2019 1 Juni Perjalanan menuju Makassar dan selanjutnya Jakarta

1.6 Jadwal Kegiatan (matrik waktu pelaksanaan)

No. Tahapan

Kegiatan

Bulan Kegiatan (2019)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 Menghimpun

informasi

xxxx

2 Koordinasi xxx

3 Persiapan penelitian xxxx

4 Survey xxxx

5 Analisis Data xxxx xxxx

6 Laporan kegiatan xxxx

7 Laporan Akhir xxxx xxxx xxxx

8 Diseminasi/

Seminar

xxxx

Page 16: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

5

1.7 Lokasi Penelitian

1. Stasiun lokasi monitoring terumbu karang di Kep. Taka Bonerate, Sulawesi Selatan.

Stasiun LON LAT Lokasi

TBRC01 120.95966 -6.76261 Pulau Jinato

TBRC02 120.96484 -6.67087 Taka Latigiang

TBRC03 121.06894 -6.66674 Taka Tumbor

TBRC04 120.93790 -6.52024 Pulau Latondu Kecil

TBRC05 121.08881 -6.40782 Pulau Belang Belang

TBRC06 121.09357 -6.48046 Pulau Tarupa Kecil

TBRC07 121.09847 -6.56287 Pulau Tinabo

TBRC08 121.26752 -6.50950 Taka Gantarang bagian dalam

TBRC09 121.24792 -6.54156 Taka Gantarang bagian luar

TBRC10 121.20668 -6.62603 Taka Sirobe

TBRC11 121.26150 -6.73146 Taka Subu

TBRC12 121.26939 -6.82057 Taka Bungin Lalo

Gambar 1.1 Stasiun monitoring kesehatan karang di Kep. Taka Bonerate, Sulawesi Selatan.

Page 17: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

6

2. Stasiun lokasi monitoring lamun di Kep. Taka Bonerate, Sulawesi Selatan.

PULAU STA LAT LONG STA

P. Tarupa TBRS01 -6.49684 121.13377 TBRS01

TBRS02 -6.49485 121.13655 TBRS02

P. Jinato TBRS03 -6.76289 121.96694 TBRS03

TBRS04 -6.75130 121.96794 TBRS04

P. Latondu TBRS05 -6.50214 120.98394 TBRS05

TBRS06 -6.50440 120.98558 TBRS06

P. Rajuni TBRS07 -6.54596 120.99787 TBRS07

P. Tinabo TBRS08 -6.56688 121.09983 TBRS08

Gambar 1.2 Stasiun monitoring kesehatan lamun di Kep. Taka Bonerate, Sulawesi Selatan.

Page 18: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

7

BAB 2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Pemetaan Substrat Dasar Perairan Laut Dangkal

Pembuatan peta habitat laut dangkal menggunakan metode klasifikasi multispektral.

Perangkat lunak pengolahan citra yang digunakan adalah Envi 5.1 dan software pemetaannya

adalah ArcGIS 10.1. Tahapan pembuatan peta habitat ini meliputi pre processing, pengambilan

data ground truth dan processing data.

Pre processing merupakan kegiatan awal yang dilakukan sebelum pengolahan citra.

Kegiatan ini berupa koreksi citra yang meliputi koreksi radiometrik, koreksi atmosferik dan

koreksi kolom air. Citra yang digunakan adalah citra Sentinel 2 perekaman 30 Agustus 2018.

Koreksi radiometrik yang dilakukan adalah konversi nilai DN (Digital Number) ke TOA (Top of

Atmosphere) Reflectance. Koreksi ke TOA Reflectance dapat langsung dilakukan dengan nilai

DN. Berbeda dengan citra Landsat 7 TM, koreksi TOA Reflectance harus melalui TOA Radiance

terlebih dahulu. Koreksi nilai DN menjadi TOA Reflectance menggunakan algoritma:

ρλ' = Mρ*Qcal + Aρ

ρλ' = TOA reflektansi, tanpa koreksi untuk sudut matahari

Mρ = REFLECTANCE_MULT_BAND_x , di mana x adalah nomor Band

Aρ = REFLECTANCE_ADD_BAND_x , di mana x adalah nomor Band

Qcal = Nilai digital number ( DN )

TOA Reflectance yang diperoleh dari persamaan tersebut belum dikoreksi untuk sudut matahari.

Posisi matahari terhadap bumi berubah-ubah tergantung dengan waktu dan perekaman obyek.

Koreksi radiometrik dengan mengambil aspek posisi sudut matahari menggunakan algoritme :

ρλ= ρλ'/sin(θ)

ρλ' = TOA Reflectance

sin(θ) = Sun elevation, Solar Elevation Angle

Citra hasil koreksi radiometrik memerlukan koreksi lagi untuk menghilangkan efek

atmosfer. Salah satu koreksi atmosfer yang sederhana adalah dark object substraction (DOS).

DOS mengasumsikan bahwa obyek gelap tidak memantulkan energi, nilai yang lebih besar dari

nol dihasilkan dari hamburan atmosfer. Metode paling mudah adalah menghilangkan hamburan

tersebut dengan mengurangi nilai minimum dengan nilai tersebut sehingga didapatkan nol. Efek

glint pada permukaan perairan dikoreksi dengan menggunakan koreksi sun glint.

Page 19: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

8

Koreksi terakhir adalah koreksi kolom air menggunakan metode Lyzenga (Lyzenga,

1978). Metode ini mengasumsikan tentang penggabungan informasi dari beberapa saluran untuk

menghasilkan indeks pemisah kedalaman (atenuasi). Koreksi Lyzenga menggunakan band 2,3,4

dari citra Landsat 8 OLI dengan algoritme:

Indexij = Bi –((ki/kj) x Bj)

Indexij = depth invariant index

Bi = saluran i

Bj = saluran j

ki/kj = rasio koefisien atenuasi

Perhitungan ki/kj dilakukan dengan mengambil sampel obyek yang sama pada kedalaman

yang berbeda-beda dalam hal ini sampel yang diambil adalah sampel pasir. Penajaman citra

menggunakan teknik image fusion dengan metode operasi Gram Smidth dimana citra pankromatik

dan multispektral digabungkan untuk memperoleh citra dengan resolusi spasial yang baru.

Resolusi yang diperoleh setelah proses image fusion ini citra Landsat 8 yang semula 30 m menjadi

15 m. Ground truth di lapangan dilakukan untuk mendapatkan titik-titik sampel dan uji akurasi.

Pengambilan sampel ground truth dilakukan dengan pengamatan langsung obyek di bawah air.

Kelas klasifikasi dibedakan menjadi habitat karang, habitat lamun dan pasir. Pengambilan sampel

dilakukan disekitar garis pantai hingga tubir. Hasil data ground truth selanjutnya dipergunakan

sebagai acuan dalam klasifikasi terbimbing (supervised classification) (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Tahapan analisis citra sentinel 2, kiri: komposit citra RGB 234, tengah: citra yang

telah terkoreksi menggunakan indeks atenuasi kedalaman dan kanan: hasil

klasifikasi substrat dasar perairan.

Page 20: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

9

2.2 Terumbu Karang

Penelitian untuk mendapatkan data dasar terumbu karang di lakukan di 14 stasiun

penelitian di perairan Ternate dan sekitarnya, yang meliputi sekitar perairan Pulau Ternate, Pulau

Hiri Pulau Tidore, Pulau Maitara, Pulau Filonga dan Halmahera bagian barat. Lokasi dan posisi

koordinat masing-masing stasiun diperlihatkan pada Gambar 2.2 dan Tabel 2.1.

Penelitian ldilakukan dengan penyelaman menggunakan peralatan selam scuba. Untuk

mengetahui profil dan deskripsi umum masing-masing stasiun penelitian dilakukan pengamatan

visual bebas mulai dari bagian pinggir pantai hingga ke bagian terumbu tempat dilakukannya

transek. Sedangkan untuk mendapatkan data kesehatan terumbu karang dilakukan dengan metode

UPT (Underwater Photo Transect / Transek Foto Bawah Air) (Giyanto et al., 2010; Giyanto,

2012a; Giyanto, 2012b; Giyanto, 2013; Giyanto et al., 2014) yaitu dengan melakukan pemotretan

bawah air menggunakan kamera digital bawah air sepanjang 50 m garis transek dimulai dari meter

ke-1 dengan jarak antar pemotretan sekitar 1 m. Garis transek ditarik sejajar pulau pada kedalaman

sekitar 5 m dimana karang umum dijumpai. Posisi pulau berada di sebelah kiri garis transek.

Pemotretan dilakukan tegak lurus substrat pada jarak sekitar 60cm dari dasar substrat. Untuk

keseragaman luas bidang pemotretan, digunakan alat bantu frame yang terbuat dari besi dengan

ukuran 58x44 cm. Untuk pemotretan frame ke-1 (pada garis transek meter ke-1) dan juga frame-

frame berikutnya dengan nomer frame ganjil (Frame ke-3, ke-5, dan seterusnya sampai frame ke-

49), pemotretan dilakukan dengan bidang pemotretan agak banyak ke arah bagian yang dekat

dengan daratan. Pemotretan frame ke-2 (pada garis transek meter ke-2) dan frame berikutnya

dengan nomer frame genap, pemotretan dilakukan dengan bidang pemotretan agak banyak ke arah

laut. Ilustrasi teknis pemotretan di lapangan dapat dilihat di Gambar 2.2. Selain itu juga dilakukan

pengamatan visual untuk mendapatkan gambaran umum masing-masing stasiun penelitian.

Gambar 2.2. Ilustrasi pengambilan foto dengan metode UPT.

Page 21: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

10

Analisis data dilakukan dengan menganalisis foto hasil pemotretan menggunakan komputer dan

piranti lunak (software) CPCe (Kohler & Gill 2006). Sebanyak 30 sampel titik acak dipilih untuk setiap

frame foto, dan untuk setiap titiknya diberi kode sesuai dengan kode masing-masing kategori dan biota dan

substrat yang berada pada titik acak tersebut (Tabel 2.1).

Selanjutnya dihitung persentase tutupan masing-masing kategori biota dan substrat untuk setiap frame foto

menggunakan rumus:

Persentase tutupan kategori = jumlah titik kategori tersebut

banyaknya titik acak x 100

Tabel 2.1 Kode masing-masing biota dan substrat yang dipergunakan dalam analisis CPCe.

Pengelompokkan persentase tutupan karang hidup dan kategori benthic lainnya mengikuti

Giyanto et al. (2017). Pengelompokkan ini bertujuan untuk penentuan nilai indeks kesehatan

terumbu karang. Adapun pengelompokkannya sebagai terlihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Pengelompokan komponen bentik berdasarkan persentase tutupan bentik.

N

o

Komponen Bentik Nilai Kategori

1 Tutupan karang hidup (LC) LC < 19% Rendah 19 ≤ LC ≤ 35% Sedang

LC > 35% Tinggi

2 Tingkat Resiliensi FS < 3% U (R ≤ 60 Ո LC > 5

%)

Tinggi FS > 3% U (R ≥ 60 Ո LC < 5

%)

Rendah

Kode Keterangan LC : Live Coral = Karang batu hidup = karang hidup = AC+NA - AC : Acropora = karang batu marga Acropora - NA : Non Acropora = karang batu selain marga Acropora DC : Dead Coral = karang mati DCA : Dead Coral with Algae = karang mati yang telah ditumbuhi

alga SC : Soft Coral = karang lunak SP : Sponge = spon FS : Fleshy Seaweed = alga OT : Other Fauna = fauna lain R : Rubble = pecahan karang S : Sand = pasir SI : Silt = lumpur RK : Rock = batuan

Page 22: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

11

Nilai Indeks Kesehatan Terumbu Karang

Nilai indeks kesehatan terumbu karang merupakan kombinasi antara kondisi terkini dari

tutupan karang hidup, tingkat resiliensi terumbu karang serta biomassa ikan karang. Ketiga

komponen tersebut kemudian dikelompokkan (tinggi, rendah, sedang) berdasarkan data-data

yang pernah dikumpulkan sebelumnya sehingga nilai indeks yang didapat mampu mewakili

kondisi ekosistem terumbu karang dengan baik. Adapun penentuan nilai indeks kesehatan

terumbu karang adalah mengikuti Giyanto et al. (2017) seperti pada Tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Perhitungan nilai indeks kesehatan terumbu karang

Komponen bentik Komponen ikan Total

Nilai

Indeks kese-

hatan terumbu

karang Tutupan karang hidup

Tingkat resiliensi

Nilai Kategori biomassa ikan karang

Nilai

Tinggi Tinggi 6 Tinggi 6 12 10 Tinggi Tinggi 6 Sedang 4 10 8 Tinggi Tinggi 6 Rendah 2 8 6 Sedang Tinggi 5 Tinggi 6 11 9 Sedang Tinggi 5 Sedang 4 9 7 Sedang Tinggi 5 Rendah 2 7 5 Tinggi Rendah 4 Tinggi 6 10 8 Tinggi Rendah 4 Sedang 4 8 6 Tinggi Rendah 4 Rendah 2 6 4 Rendah Tinggi 3 Tinggi 6 9 7 Rendah Tinggi 3 Sedang 4 7 5 Rendah Tinggi 3 Rendah 2 5 3 Sedang Rendah 2 Tinggi 6 8 6 Sedang Rendah 2 Sedang 4 6 4 Sedang Rendah 2 Rendah 2 4 2 Rendah Rendah 1 Tinggi 6 7 5 Rendah Rendah 1 Sedang 4 5 3 Rendah Rendah 1 Rendah 2 3 1

2.3 Ikan Karang

Metode yang digunakan adalah Metode Sensus Visual yang dikembangkan oleh ASEAN

AUSTRALIA PROJECT (Dartnal & Jones 1986 dalam English et. al. 1997). Peralatan yang

digunakan adalah peralatan selam (SCUBA DIVING), alat tulis bawah air dan roll meter. Transek

70 m dibuat sejajar tubir atau garis pantai, dengan pengamatan 2,5 m sebelah kiri dan kanan garis

transek. Luas tiap transek 70 x (2 x 2,5m) = 350 m2 (Gambar 2.3). Penentuan jenis ikan dibantu

Page 23: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

12

buku panduan identifikasi ikan karang Kuiter (1992), Masuda & Allen (1987), Allen (2000), Allen

and Stenne, (1996), Allen et al. (2003), Froee and Pauly, (2000), Randall et al. (1997).

Gambar 2.3 Garis transek dan pencatatan ikan karang yang berada pada transek.

Pengamatan ikan karang yang menjadi target yakni kelompok Coralivorou (famili

Chaetodontidae, Herbivorous (famili Siganidae, Scaridae dan Acanthuridae), ikan target Utama

(famili Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae dan Haemulidae) dan jenis ikan langka, terancam dan

dilindungi (Tabel 2.4.).

Tabel 2.4 Kelompok ikan karang yang menjadi target pengamatan.

Katagori Famili Data yang dicatat

Coralivorous Chaetodontidae 1. Jumlah jenis

2. Kelimpahan individu setiap jenis

Herbivorous Siganidae

Scaridae

Acanthuridae

1. Jumlah jenis

2. Kelimpahan individu setiap jenis

3. Estimasi panjang standar, panjang

total atau panjang menggarpu setiap

individu

Ikan target Serranidae

Lutjanidae

Lethrinidae

Haemulidae

1. Jumlah jenis

2. Kelimpahan individu setiap jenis

3. Estimasi panjang standar, panjang

total atau panjang menggarpu setiap

individu

Spesies ikan langka,

terancam dan

dilindungi

Semua jenis ikan

yang terancam

termasuk semua

jenis pari dan hiu

1. Jumlah jenis

2. Kelimpahan individu setiap jenis

3. Estimasi panjang standar, panjang

total atau panjang menggarpu setiap

individu

Page 24: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

13

Pengolahan dan analisa data yang di dapat dari pengamatan meliputi:

1. Keanekaragaman jenis

Keanekaragaman jenis adalah total dari spesies ikan karang yang diamati selama

monitoring di suatu lokasi ekosistem terumbu karang.

2. Densitas

Densitas (D) adalah jumlah individu seluruh spesies ikan karang per luas area pengamatan.

2

2/

350

:arg,mindividuX

m

familisetiapettikanindikatorikanindividuD

3. Hubungan panjang-berat

Hubungan panjang berat adalah berat individu ikan target (W) sama dengan indeks spesifik

spesies (a) dikalikan dengan estimasi panjang total dipangkat indeks spesifik spesies (b).

bLxaW

4. Biomassa

Biomassa (B) adalah berat individu ikan target (W) per luas area pengamatan.

2350

)(

m

familisetiaptotalWB

2.4 Mega Bentos

Pengamatan megabenthos target dilakukan dengan metode Benthos Belt Transek yang

merupakan pengembangan dari belt transek method untuk monitoring megabenthos (Loya, 1978).

Pengamatan mencakup sebelas stasiun dengan bantuan peralatan selam SCUBA (Brower & Zar,

1997). Transek disinkronisasikan dengan transek untuk pengamatan / monitoring karang dan ikan

karang pada sebuah transek permanen. Metode ini dilakukan dengan cara menarik garis sejajar

garis pantai pada kedalaman 5 – 10 meter dengan panjang transek 70 meter dan lebar pengamatan

satu meter ke arah kiri dan satu meter ke arah kanan garis transek (140 m2) (Gambar 2.4). Semua

jenis megabenthos dalam transek dicatat nama jenis/spesies atau kelompok spesiesnya, terutama

spesies dan kelompok spesies megabenthos yang menjadi target monitoring, serta jumlah

Page 25: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

14

individunya. Megabenthos target merupakan biota yang memiliki nilai ekonomis penting dan

memiliki nilai ekologis penting yang keberadaannya sangat berkaitan erat dengan kondisi

kesehatan karang. Megabenthos target monitoring terdiri dari tujuh kelompok biota seperti yang

disajikan pada Tabel 2.5. Identifikasi terhadap spesies dan kelompok spesies merujuk pada Abbott

& Dance (1990), Matsura et al. (2000), Clark & Rowe (1971), Neira & Cantera (2005) dan Colin

& Arneson (1995).

Gambar 2.4 Skema transek megabenthos dengan metode Benthos Belt Transect yang

dimodifikasikan dari metode Belt Transect.

Tabel 2.5 Spesies atau kelompok spesies megabenthos target yang menjadi objek monitoring.

No. Megabenthos Target Nama Spesies / Kelompok

Spesies

Group

1. Bintang Laut Berduri Acanthaster planci Echinodermata

2. Bulu Babi Echinoidea Echinodermata

3. Teripang Holothuroidea Echinodermata

4. Bintang Laut Biru Linckia laevigata Echinodermata

5. Kerang Kima Tridacna spp., Hippopus spp. Mollusca

6. Siput Drupella Drupella spp. Mollusca

7. Keong Lola Trochus spp., Tectus spp. Mollusca

8. Lobster Paniluridae Crustacea

2.5 Lamun

Pengamatan dilakukan berdasarkan Buku Panduan Monitoring Padang Lamun

(Rahmawati dkk., 2015) pada 20 Mei – 1 Juni 2019 pada 8 stasiun pengamatan. Untuk mengetahui

Page 26: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

15

keberadaan, tutupan, dominansi, distribusi, keragaman dan komposisi jenis lamun, dilakukan

pengamatan langsung dan transek (Rahmawati dkk., 2015).

Untuk mengetahui keragaman dan komposisi jenis dilakukan pengamatan langsung

dengan ”snorkling” pada setiap stasiun penelitian. Untuk mengetahui tutupan dan dominansi jenis

lamun, dilakukan dengan menarik garis transek vertikal dari garis pantai dengan pendekatan

kuadrat (frame) 50 x 50cm. Transek dilakukan sebagai berikut (Gambar 2.5):

1. Titik pertama transek disisi pantai yang ditarik kearah tubir (100m). Untuk kawasan yang

sempit (tidak mencapai 100m) dilakukan sesuai kondis di area pengamatan. Penentuan titik

pertama, 5-10 m dari awal ditemukan lamun.

2. Titik awal transek diberi tanda permanen dengan patok besi dengan pelampung kecil

3. Dicatat posisi transek dengan penerima GPS. Titik awal transek No.1 pada meter ke-0.

4. Kuadrat 50 x 50cm (dibagi 4 kotak) .ditempatkan pada titik 0 m (kanan atau kiri meteran

transek, tetap)

5. Tentukan nilai % pada setiap kotak.

6. Catat komposisi jenis dan persentase masing-masing jenis dan catat substratnya.

7. Pengamatan dilakukan setiap 10 meter dan pasang patok/tanda pada titik terakhir.

Gambar 2.5 Pemasangan transek dalam pengambilan data lamun.

Page 27: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

16

Tahapan di atas diulang (1-7) pada transek 2 dan 3 dengan jarak antar transek 50m. Untuk

padang lamun yang kurang luas, jarak antar transek 25m. Analisis data lapangan menggunakan

perangkat Microsoft Excel. Untuk tutupan dan dominansi jenis lamun dilakukan sebagai berikut:

a. Rata-rata jumlah tutupan lamun seluruh transek

Tutupan lamun (%) = ---------------------------------------------- x 100%

jumlah kuadrat seluruh transek

b. Rata-rata jumlah nilai dominasi lamun seluruh kuadrat

Nilai Dominansi = ------------------------------------------------------ x 100%

Lamun (%) jumlah kuadrat seluruh transek

Untuk penilaian kategori tutupan menurut Rahmawati dkk. (2015) ada empat kategori

yaitu: 1. jarang (0-25%), 2. cukup padat (26-50%), 3. padat (51-75%), dan 4. sangat padat.

Sedangkan untuk kondisi padang lamun berdasarkan tutupan dibagi, yaitu: 1. kaya/sehat (> 60%),

2. kurang kaya/kurang sehat (30-59,9%), dan 3. miskin (< 29,9%) (KMLH, 2004).

Page 28: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

17

BAB 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Pemetaan Substrat Dasar Perairan Laut Dangkal

Substrat dasar perairan laut dangkal di gugus Kepulauan Taka Bonerate secara umum

dapat dikelompokkan ke dalam 3 satuan utama, yakni: satuan karang (baik karang hidup maupun

karang mati), pasir dan lamun.

Habitat karang terdiri dari karang mati dan karang hidup. Habitat ini ditemui pada bagian

rataan karang maupun tubir yang menghadap ke arah laut. Karang mati yang sudah berbentuk

batu banyak dijumpai pada reeflat. Karang mati di bagian reeflat ini mempunyai pantulan yang

lebih terang dibandingkan dengan karang yang masih utuh. Pantulannya hampir menyerupai

pantulan pasir namun teksturnya jauh lebih kasar.

Habitat substrat pasir dan pecahan karang menampakkan rona yang lebih terang pada citra.

Pasir mempunyai sifat memantulkan gelombang yang datang. Pantulan pasir menghasilkan

kenampakan yang lebih cerah karena energi yang datang akan dipantulkan kembali.

Habitat lamun berupa hamparan lamun yang luas dan ditemukan pada pinggir pantai.

Pulau-pulau di Kepulauan Taka Bonerate mempunyai hamparan padang lamun yang cukup luas.

Pantulan lamun hampir sama dengan karang. Kedua obyek ini agak sukar dibedakan secara kasat

mata dengan citra penginderaan jauh. Habitat lamum umumnya dijumpai di daerah pinggir pantai

dengan kenampakan yang lebih gelap. Habitat karang lebih ke arah tubir mendekati laut lepas.

Pada beberapa kasus, klasifikasi multispektral tidak dapat mengidentifikasi antara lamun dan

karang sehingga ditemukan lamun pada perairan tubir. Luas rataan terumbu karang Taman

Nasional Taka Bonerate yang terpetakan menggunakan citra Sentinel 2 diperkirakan 47818,66 ha.

secara rinci terbagi ke dalam 3 satuan sebagai terlihat pada Tabel 3.1 di bawah.

Tabel 3.1 Luasan satuan substrat di rataan terumbu karang Taka Bonerate.

No Satuan Luas (ha.)

1 Karang: karang hidup, karang mati, karang tertutup algae 30567,42

2 Lamun 5070,4

3 Pasir: pasir kasar, pasir halus, pasir algae, pecahan karang 12180,84

Total 47818,66

Page 29: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

18

Gambar 3.1 Peta substrat dasar lingkungan terumbu karang Kep. Taka Bonerate,

Sulawesi Selatan.

3.2 Terumbu Karang

Kondisi fisik pantai dan terumbu karang secara umum

Taman Nasional Taka Bonerate adalah taman nasional perlindungan laut yang terbagi

menjadi pulau-pulau kecil dan sebagian besar gosong (atoll). Kondisi perairan cukup jernih serta

memiliki aliran air yang bagus. Wilayah taman nasional yang memliki populasi manusia yang

tidak terlalu padat. Terumbu karang didominasi oleh terumbu gosong. Karakateristik terumbu

pada kedalaman 0-3 meter (reef flat) yang cukup luas dengan subtrat berupa pasir. Pada

Page 30: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

19

kedalaman diatas 4 meter (lereng terumbu) dengan kemiringan terumbu mencapai 30-45O dan

subtrat didominasi oleh (DCA) dan pecahan karang (R). Pada saat pengamatan kondisi perairan

sedikit berangin namun banyak ditemukan kapal nelayan yang cukup besar melakukan

pengambilan ikan menggunakan jaring, pancing maupun menggunakan panah. Namun pada saat

pengamatan masih banyak terdengar suara bom yang mengindikasikan masih adanya prakterk

pengambilan ikan yang merusak (destructive fishing).

Secara keseluruhan tutupan karang hidup di Taman Nasional Taka Bonerate termasuk

dalam kategori sedang dengan nilai tutupan sebesar 24,62±2,17% (Giyanto et al. 2017). Tutupan

DCA cukup tinggi dengan nilai tutupan sebesar 38,32±3,33%. Tutupan biota lain seperti karang

lunak (SC), spons (SP), makroalga (FS) dan biota lain (OT) dengan nilai tutupan sebagai berikut

6.86%,, 3.74%, 0.11% dan 11.46% (Gambar 3.2). Kondisi ini menandakan bahwa karang masih

mempunyai ruang untuk tumbuh yang luas sehingga kondisi terumbu karang dapat meningkat ke

kategori baik apabila didukung kondisi perairan yang baik. Nilai tutupan biota kompetitor tidak

terlalu tinggi sehingga masih memungkinkan untuk perkembangan larva karang dapat menempel

pada subtrat.

Gambar 3.2 Persentase tutupan masing-masing kategori benthic tahun 2019 (HC: hard coral, DC:

dead coral, DCA: dead coral with algae, SC: soft coral, SP: spons, FS: fleshy

seaweed, OT: others, R: rubble, S: sand, Si: silt, RK: Rock).

Page 31: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

20

Deskripsi masing-masing stasiun monitoring

Stasiun TBRC01

Stasiun TBRC01 berada di Pulau Jinato masuk kedalam wilayah administrasi Desa Jinato.

Kondisi daratan dengan pantai berpasir putih. Vegetasi berupa pohon pesisir dan semak belukar.

Rataan karang panjang dengan panjang mencapai 100-150m. Titik transek berada lereng terumbu

karang dengan sudut kemiringan mencapai 45O. Titik transek dipasang pada kedalaman 6 meter.

Subtrat pada lereng terumbu karang berupa DCA dan karang masih dapat ditemukan hingga

kedalaman 30 meter (Gambar 3.3). Jenis karang keras yang banyak ditemukan adalah dari

kelompok Faviidae dan Pocilloporidae. Pada saat pengamatan dapat ditemukan hewan langka

berupa penyu sisik dan juga msih banyak terdengar bunyi bom pengambilan nelayan.

Gambar 1.3 Gambaran umum kondisi pantai stasiun TBRC01 (kiri) dan kondisi lereng terumbu

karang (kanan).

Tutupan karang hidup di stasiun TBRC01 cukup tinggi mencapai 31,73% dan masuk

dalam kategori sedang (Giyanto et al, 2017). Tutupan karang didominasi oleh tutupan non-

Acropora dengan tutupan sebesar 31,73%. Tutupan kategori bentik lain seperti karang lunak,

spons dan biota lain tercatat sebesar 6,73%, 1% dan 6,53%. Tutupan subtrat didominasi oleh DCA

dengan tutupan sebesar 49,87%. Untuk tutupan lain seperti pecahan karang (R) dan pasir adalah

3,53% dan 0,6%.

Page 32: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

21

Stasiun TBRC02

Stasiun TBRC02 berada di Taka Latigiang. Kondisi permukaan dengan pantai berupa pasir

putih dengan vegetasi semak dan pohon pesisir. Rataan karang dengan panjang mencapai 100m

dengan subtrat berupa pasir putih dan pecahan karang. Titik transek berada di lereng terumbu

dengan kedalaman 6m. Lereng terumbu dengan subtrat berupa pecahan karang. Kondisi perairan

cukup jernih dengan jarak pandang horizontal mencapai 10-15m. Lereng terumbu karang cukup

landai dengan sudut kemiringan mencapai 15-20%. Jenis karang dapat ditemukan di lokasi transek

adalah Porites spp. dan Montipora spp.(Gambar 3.4). Pada lokasi pengamatan masih dapat

ditemukan penyu sisik. Selain itu juga masih dapat terdengar bunyi bom penangkapan ikan.

Gambar 3.2 Gambaran lokasi pengambilan data di stasiun TBRC02 (kiri) dan transek yang berada

pada tubir dengan subtrat berupa pecahan karang (kanan).

Tutupan karang di stasiun TBRC02 tercatat sebesar 15,93% dan masuk dalam kategori

rendah. Tutupan DCA di lokasi ini tercatat 47,53%. Untuk kategori subtrat lainnya tutupan

pecahan karang mencapai 17,53%. Untuk tutupan biota kompetitor seperti spons dan karang lunak

tercatat dibawah 3% namun untuk biota lain tercatat sebesar 7,73%.

Stasiun TBRC03

StasiunTBRC03 berada di atol sebelah selatan dan berada cukup jauh dari pulau

berpenduduk. Rataan karang cukup panjang mencapai 300m. Lereng terumbu karang landai

dengan kedalaman maksimal 10m. Subtrat pada lereng terumbu berupa DCA dan pecahan karang

mati atau (R). Koloni karang banyak yang patah dan terguling. Hal ini diindikasikan merupakan

lokasi bekas pengeboman yang terjadi sudah lama (Gambar 3.5).

Page 33: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

22

Gambar 3.3 Gambaran kondisi stasiun TBRC03, jenis karang yang mendominasi di stasiun

TBRC03 adalah Porites spp (kiri) dan Anacropora puertogalerae (kanan).

Tutupan karang di stasiun TBRC03 tercatat sebesar 26,53% yang didominasi oleh tutupan

karang non Acropora sebesar 24,87% sementara tutupan Acropora 1,67%. Tutupan karanng

masuk dalam kategori sedang (Giyanto et al, 2017). Tutupan DCA tercatat sebesar 57,33% dengan

nilai tutupan subtrat lain sebesar 6,73%. Tutupan biota bentik lain seperti SC, SP dan OT tercatat

sebesar 0,53%, 1,87% dan 2,4%. Tutupan subtrat pecahan karang (R) tercatat 4,47%.

Stasiun TBRC04

Stasiun TBRC04 berada di sekitar Pulau Latondu Kecil. Kondisi pantai berupa pantai

berpasir putih dengan vegetasi berupa tumbuhan pantai dan perdu. Rataan karang panjang dengan

panjang mencapai 150m. Subtrat didominasi oleh pasir dengan karang tumbuh bergerombol.

Lereng terumbu terjal dengan sudut kemiringan mencapai 40O. Lereng terumbu dengan subtrat

berupa DCA. Karang dapat dijumpai hingga kedalaman 30m. Transek dipasang pada lereng

terumbu karang di kedalaman 5m. Karang yang sering dijumpai pada transek adalah Porites lutea

dan kelompok karang dari famili Faviidae serta karang lunak berupa Sarcophyton (Gambar 3.6).

Tutupan karang hidup pada stasiun TBRC04 tercatat sebesar 22,53% dan masuk kategori

sedang. Tutupan biota kompetitor seperti SC, SP dan OT tercatat sebesar 9,07%, 4,6% dan 13,8%.

Hal ini perlu diperhatikan dikarenakan dengan dapat menjadi kompetitor subtrat pertumbuhan dan

penempelan larva karang. Meskipun tutupan DCA masih cukup tinggi 47,73% perlu diperhatikan

karena dalam kondisi tidak menguntungkan untuk karang tumbuh akan ditutupi oleh biota bentik

lainnya.

Page 34: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

23

Gambar 3.4 Gambaran umum kondisi pantai pada stasiun TBRC04 (kiri) dan kondisi lereng

terumbu tempat lokasi transek (kanan).

Stasiun TBRC05

Stasiun TBRC05 berada di sekitar Pulau Belang-Belang. Kondisi daratan berupa pantai

berpasir putih. Rataan terumbu panjang dengan panjang mencapai 100-150m. Subtrat berupa pasir

dengan karang hidup bergerombol. Lereng terumbu karang terjal dengan sudut kemiringan

mencapai 30-40O. Subtrat lereng terumbu karang berupa DCA. Karang masih dapat ditemukan

hingga kedalaman 30m. Transek dipasang pada lereng terumbu dengan kedalaman 5m. Kondisi

perairan cukup jernih dengan jarak pandang horizontal mencapai 20m (Gambar 3.7).

Gambar 3.5 Gambaran umum kondisi pantai pada stasiun TBRC05 (kiri) dan karang lunak yang

banyak menumbuhi lereng terumbu (kanan).

Tutupan terumbu karang di stasiun TBRC05 masuk dalam kategori sedang. Tutupan

karang hidup tercatat sebesar 24,93% yang didominasi oleh tutupan karang non-Acropora.

Tutupan bentik kategori kompetitor memiliki nilai tutupan yang cukup besar yaitu SC (11,07%),

Page 35: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

24

SP (13,07%) dan OT (17,07%). Untuk tutupan subtrat seperti karang mati ditumbuhi alga (DCA),

pecahan karang (R) dan pasir (S) dengan nilai tutupan sebesar 33,13%, 0,2% dan 0,4%.

Stasiun TBRC06

Stasiun TBRCC06 terletak di Pulau Tarupa kecil. Lokasi pengamatan berupa gosong

dengan rataan karang luas dengan panjanga hingga 200m. Rataan karang dengan subtrat pasir.

Lereng terumbu cukup terjal dengan sudut kemiringan mencapai 30O. Karang hidup dapat

ditemukan hingga kedalam 20m. Transek dipasang di lereng terumbu dengan kedalaman 5m. Pada

saat pengamatan kondisi perairan jernih dengan jarak pandan gmencapai 10-15m. Penggunaan

bom untuk kegiatan penangkapan ikan masih dapat dijumpai di stasiun ini, terlihat dari adanya

bunyi bom saat dilakukan pengambilan data. Karang yang sering dijumpai adalah Acropora

bruggeman, Porites lutea dan Porites cylindrical (Gambar 3.8).

Gambar 3.6 Gambaran stasiun di lepas pantai P. Tarupa Kcl pengamatan TBRC06 (kiri) dan

kondisi terumbu di lokasi pengambilan (kanan)..

Tutupan karang di stasiun TBRC06 sebesar 17,13% didominasi oleh kelompok karang

non-Acropora. Tutupan subtrat didominasi oleh tutupan karang mati yang ditumbuhi oleh agar

dengan nilai tutupan mencapai 38,2%. Yang perlu diperhatikan adalah tutupan spons yang tercatat

sebesar 8,6% dan tutupan biota lain (23,8%). Hal ini dapat menjadi pensaing larva karang yang

akan menempel mengingat tutupan DCA yang tidak terlalu besar.

Page 36: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

25

Stasiun TBRC07

Stasiun TBRC07 terletak di Pulau Tinabo. Kondisi daratan berupa pantai berpasir putih

dengan tumbuhan berupa perdu dan tanaman pantai. Rataan panjang dengan panjang mencapai

100-200m. Lereng terumbu dengan subtrat berupa karang mati yang ditumbuhi algae dan pasir.

Lereng terumbu landai dengan sudut kemiringan mencapai 20O. Karang hidup masih dapat

ditemukan hingga kedalaman 12m. jenis karang yang sering dijumpai di lokasi transek adalah

Porites cylindrica, Pocillopora verrucose, Diploastrea heliopore dan Porites lutea (Gambar 3.9).

Transek dipasang pada kedalaman 5m. Kondisi perairan ckup baik dengan jarak pandang

horizontal mencapai 10m.

Gambar 3.7 Gambaran kondisi daratan pantai berpasir lokasi stasiun TBRC07 (kiri) dan karang

jenis Porites cylindrica yang banyak ditemui di lokasi transek (kanan).

Tutupan karang hidup di lokasi ini tercatat sebesar 35,93% (Acropora 3,93% dan non

Acropora 32%) dan merupakan tutupan tertinggi di antara lokasi. Tutupan karang masuk dalam

kategori baik. Tutupan DCA tercatat sebesar 37,53% sementara tutupan subtrat lainnnya seperti

R dan S tercatat sebesar 12,67% dan 7,13%. Tutupan kategori benthic lainnya sperti karang lunak,

spons, makroalgae dan biota lain tercatat sebesar 0,2%, 1,4%, 0,4% dan 4,73%.

Stasiun TBRC08

Stasiun TBRC08 berada di bagian dalam dari Taka Gantarang. Terumbu karang dengan

tipe atoll dengan rataan karang pendek. Lokasi transek berada pada lereng terumbu pada bagian

dalam (masuk ke dalam lagoon). Lereng terumbu landai dengan sudut kemiringan mencapai 20O.

Subtrat lereng berupa karang mati ditumbuhi algae. Transek dipasang pada kedalaman 5 m dengan

Page 37: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

26

kondisi perairan cukup jernih (jarakpandang horizontal 10-15m). Jenis karang keras yang banyak

dijumpai adalah Stylophora sp., Porites cylindrica dan Goniopora sp. dengan tumbuh berupa

patches. Karang dapat tumbuh mencapai 15m. Selain itu ditemukan juga jenis lamun yang tumbuh

di perairan 10m (Thalassodendron) (Gambar 3.10).

Gambar 3.8 Gambaran umum stasiun TBRC08, transek dilakukan pada lereng terumbu landai

(kiri) dan karang Porites cylindrica yang banyak dijumpai di lokasi.

Tutupan karang hidup di stasiun TBRC08 masuk kedalam kategori sedang. Tutupan

karang hidup tercatat sebesar 26,53% dengan tutupan Acropora 1,4% dan non-Acropora 25,13%.

Tutupan bentik kategori lain seperti karang lunak (SC), spons (SP), dan biota lain (OT) tercatat

sebesar 0.93%, 2.67% dan 5.27%. Sementra untuk tutupan tipe subtrat seperti karang mati yang

ditumbuhi algae (DCA), pecahan karang mati (R) dan Pasir (S) tercatat sebesar 20,67%, 13,87%

dan 29,93%. Kondisi ini perlu diperhatikan karena nilai spons yang cukup tinggi dapat

mempengaruhi pertumbuhan larva karang karena adanya kompetisi.

Stasiun TBRCC09

Stasiun TBRC09 berada di daerah terumbu karang dengan tipe atoll. Lokasi pengambilan

data berada di lereng terumbu karang terjal dengan sudut kemiringan mencapai 45O. Lereng

terumbu bersubtrat karang mati yang didominasi oleh pasir. Pertumbuhan karang bersifat

patchy/menggerombol diselingi dengan pasir. Lokasi transek berada di kedalaman 5m dan kondisi

perairan jernih dengan jarak pandang horizontal 10-13m. Di lokasi banyak ditemukan “spoor”

tempat arus masuk kepermukaan dan sering terdengar suara bom. Karang batu yang sering

Page 38: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

27

dijumpai di lokasi adalah Porites cylindrica, Pocillopora verrucosa dan Hydnophora rigida.

Karang masih dapat ditemukan hingga kedalaman 40m.

Gambar 3.9 Gambaran kondisi terumbu karang di stasiun pengamatan, kiri: pertumbuhan karang

patchy dan kanan: karang mendominasi adalah Porites cylindrica di lokasi transek.

Tutupan karang hidup sebesar 14,87%, didominasi oleh karang non-Acropora. Kondisi

terumbu karang terkategori jelek. Karena tutupan kompetitor karang seperti SC, OT, dan SP tinggi

dengan nilai tutupan 22,67%, 28,73% dan 3,87%. Di sisi lain tutupan DCA tercatat kecil sebesar

24,07%. Hal ini akan meningkatkan kompetisi antar bentik kategori untuk memperebutkan ruang

tumbuh. Dengan ini dikhawatirkan akan menyebabkan turunnya tutupan karang hidup.

Stasiun TBRC10

Stasiun TBRC10 berada di terumbu karang tipe atol. Lereng terumbu cukup landau, sudut

kemiringan mencapai 20O. Lereng terumbu karang bersubtrat DCA dan pasir. Transek dipasang

pada lereng pada kedalaman 7m. Perairan cukup jernih dengan jarak pandang mencapai 10-13m.

Jenis karang keras yang sering dijumpai dilokasi transek adalah Porites cylindrica, Porites lobata

dan Porites rus (Gambar 3.12). Karang hidup masih dapat dijumpai hingga kedalaman 30m.

Tutupan karang di stasiun TBRC10 tercatat sebesar 24,8% didominasi oleh non-Acropora

dimana tutupan sebesar 24,73%. Kondisi terumbu karang masuk dalam kategori sedang (Giyanto

et al., 2017). Tutupan DCA pada lokasi ini tercatat cukup besar diatas 40%. Tutupan biota lain

tercatat sebesar 13,6% sementara spons dan krang lunak tercatat sebesar 1,07% dan 5,33%.

Page 39: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

28

Gambar 3.10 Gambaran kondisi stasiun TBRC10, kondisi terumbu di sekitar transek (kiri) dan

Achantaster planci yang ditemukan di sekitar lokasi (kanan).

Stasiun TBRC11

Stasiun TBRC11 berada di terumbu dengan tipe atoll. Atoll memanjang dengan subtrat

berupa DCA dan pasir. Lereng terumbu karang terjal dengan sudut kemiringan mencapai 45O.

Lereng terumbu karang memiliki subtrat berupa DCA dan pasir. Transek dipasang pada

kedalaman 9m. Kondisi perairan saat pengambilan data cukup jernih dengan jarak pandang

horizontal mencapai 15m. Jenis karang yang mendominasi pada lokasi transek adalah Porites

cylindrica. Karang masih dapat ditemukan hingga kedalaman 40m (Gambar 3.13).

Gambar 3.11 Gambaran kondisi terumbu karang stasiun TBRCC11 (kiri) dan penyu yang masih

sering tampak saat pengamatan (kanan).

Tutupan karang hidup mencapai 37,07% yang didominasi oleh tutupan karang non-

Acropora. Tutupan karang meggambaran kondisi terumbu pada kategori tinggi. Sementara itu

tutupan DCA tercatat sebesar 30,47%. Untuk nilai tutupan benthic kategori lain seperti karang

lunak (SC), spons (SP) dan biota lain (OT) tercatat 13,07%, 2,07% dan 10,93%.

Page 40: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

29

Stasiun TBRC12

Stasiun TBRC12 terletak di bagian selatan Taman Nasional Tak Bonerate. Lokasi berada

pada atoll yang luas dengan subtrat berupa pasir dan DCA. Karang tumbuh dalam gerombolan

diselingi pasir dan pecahan karang. Lereng terumbu karang terjal dengan sudut kemiringan 45O.

Lereng terumbu karang bersubtrat pasir dan DCA Transek dipasang pada lereng terumbu pada

kedalaman 9m. Kondisi perairan pada saat pengamatan jernih dengan jarak pandang horizontal

15m. Jenis karang yang sering dijumpai adalah Porites lutea, Pocillopora damicornis dan

kelompok karang Faviidae. Karang hidup masih dapat ditemukan hingga kedalaman 25m

(Gambar 3.14).

Gambar 3.12 Gambaran kondisi terumbu karang di lokasi transek dan stasiun TBRC12 (kiri) dan

salah satu ancaman terhadap tutupan karang hidup (kanan).

Tutupan karang hidup di stasiun TBRC12 tercatat sebesar 17,4% dengan pembagian

Acropora sebesar 1,13% dan non-Acropora 16,27%. Kondisi terumbu karang masuk dalam

kategori jelek. Jika dilihat dari nilai tutupan kompetitor seperti spons (SP) yang cukup tinggi perlu

diperhatikan dikarenakan nilai tutupan subtrat stabil (DCA) yang cukup rendah (27,20%) dapat

menjadi faktor pengahambat pertumbuhan juvenil karang (kompetisi perebutan ruang).

Tutupan kategori bentik

Secara keseluruhan tutupan karang di Taman Nasional Taka Bonerate tercatat sebesar

24,62±2,17% dan masuk kedalam kategori sedang. Jika dibandingkan dengan tutupan karang

hidup di beberapa taman nasional perairan di Indonesia seperti Wakatobi (29,48%) dan TWP

Padaido (35,25%), nilai tutupan karang pada tahun 2019 di TN Taka Bonerate adalah yang paling

rendah. Nilai tutupan yang rendah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik alami maupun

Page 41: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

30

anthrpogenik. Pada tahun 2015 terdapat indikasi adanya kenaikan suhu permukaan air laut yang

dapat menyebabkan kematian masal karang di Samudera Hindia dan Pasifik yang dapat

memberikan efek terhadapt perairan di Indonesia (AIMS, 2016; Ampou et al., 2016). Tutupan

karang terendah tercatat di stasiun TBRC09 dengan nilai sebesar 14,87%, sebaliknya Tutupan

karang hidup tertinggi tercatat di stasiun TBRC11 (37,07%). Dari 12 stasiun pengamatan dapat

dibagikan menjadi 3 stasiun masuk ketegori jelek, 7 stasiun masuk kategori sedang dan 2 stasiun

masuk kedalam baik. NIlai tutupan karang hidup ini Untuk bentik kategori lain seperti karang

lunak (SC), spons (SP) dan biota lain (OT) dengan nilai tutupan sebesar 6,86%, 3.74% dan

11.46%. Sementara itu tutupan subtrat tercatat sebesar 38,32% (DCA), 6,35% (R) dan 8,27% (S).

Tingginya tutupan kategori bentik lain dapat menjadi kompetitor ruang bagi pertumbuhan karang.

Namun disisi lain kondisi perairan dengan aliran yang baik dan kondisi yang masih bersih

sehingga dapat memberikan kondisi ideal untuk pertumbuhan karang. Pada saat pengamatan

masih banyak ditemukan adanya penggunaan bom oleh nelayan, jika tidak diawasi akan berakibat

negatif terhadap karang, efeknya dapat memberikan efek destructive kepada terumbu karang.

Tutupan kategori bentik terumbu karang Kep. Taka Bonerate disajikan pada Lampiran 1.

Gambar 3.13 Trend persentase tutupan masing-masing kategori benthic periode 2015 dan 2019

(HC: hard coral, DC: dead coral, DCA: dead coral with algae, SC: soft coral, SP:

spons, FS: fleshy seaweed, OT: others, R: rubble, S: sand, Si: silt, RK: Rock).

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

Tutu

pan

(%

)

RK

SI

S

R

OT

FS

SP

SC

DCA

DC

Page 42: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

31

Kekayaan jenis-jenis karang keras

Dari hasil pengamatan 12 stasiun monitoring, dapat ditemukan jumlah karang keras

sebesar 397 jenis dari 70 marga dan 18 famili (

Kode Keterangan

HC : Hard Coral = Karang batu hidup - AC : Acropora = karang batu marga Acropora - NAC : Non Acropora = karang batu selain marga Acropora DC : Dead Coral = karang mati DCA : Dead Coral with Algae = karang mati yang telah ditumbuhi alga SC : Soft Coral = karang lunak SP : Sponge = spon FS : Fleshy Seaweed = alga OT : Other Fauna = fauna lain R : Rubble = pecahan karang S : Sand = pasir SI : Silt = lumpur RK : Rock = batuan

Page 43: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

32

Lampiran 2). Jika dibandingkan dengan keanekaragaman jenis karang di Taman Nasional

Wakatobi 2019 mencapai 297 jenis karang, keanekaragaman jenis karang keras yang ditemukan

di Taman Nasional Taka Bonerate tinggi dan mewakili 66,99% jenis karang yang ada di Indonesia

(569 jenis) (Suharsono, 2017). Kondisi perairan yang berada diantara 3 lokasi perairan besar (Selat

Makassar, Laut Banda dan Laut Jawa) memberikan efek positif dimana adanya supply larva dari

kedua lokasi tersebut. Selain itu juga kondisi perairan yang jernih dan aliran air yang baik

memberikan kondisi yang baik untuk pertumbuhan karang (Veron 2011). Selain itu, perairan

Taman nasional Taka Bonerate masuk ke dalam wilayah Segitiga Karang Dunia yang merupakan

pusat keanekaragaman karang tertinggi. Dalam hal ini, daerah segitiga karang dunia merupakan

daerah overlapping antara pusat keanekaragaman hayati dari Samudra Pasifik dan Hindia. Stasiun

TBRC02 memiliki keanekaragaman paling tinggi dengan jumlah sebanyak 187 jenis karang

sementara stasiun TBRC03 lokasi dengan jumlah karang paling rendah (93 jenis).

Kelompok karang Acroporidae merupakan kelompok karang dengan jenis yang paling

banyak ditemukan dengan jumlah jenis mencapai 122 jenis karang keras. kondisi perairan terbuka

dan berarus memberikan sirkulasi perairan yang baik, sehingga karang dari genus Acropora dapat

tumbuh dengan baik (Kandorp, 1999). Pada beberapa lokasi tutupan karang Acropora memiliki

tutupan yang cukup tinggi. Acropora termasuk jenis yang mampu tumbuh dengan cepat dan

mampu mendominasi terumbu sehingga karang jenis lain akan kesulitan untuk muncul. Kelompok

karang yang memiliki jenis karang yang memiliki keanekaragaman tertinggi kedua dengan jumlah

jenis sebanyak 86 jenis. Jenis karang ini yang mempunyai tingkat toleransi yang tinggi terhadap

sedimentasi dan mampu beraklimatisasi dengan baik di kondisi heterotroph (Sanders and Szabo,

2005).

Indeks kesehatan Terumbu Karang

Indeks kesehatan terumbu karang di Taman Nasional Taka Bonerate 2019 secara umum

tercatat sebesar 5 dengan nilai tutupan karang hidup dalam kategori medium. Sementara untuk

biomassa ikan masuk kedalam kategori rendah. Di sisi lain nilai resiliensi terumbu karang tinggi

dengan nilai tutupan makroalga dan patahan karang tercatat 0,11% dan 6.35%. Nilai indeks

kesehatan terumbu karanga dapat dilihar pada Tabel 3.2 dan Gambar 3.16.

Page 44: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

33

Tabel 3.2 Nilai indeks kesehatan terumbu karang di Taka Bonerate

Tahun

LC (%) Kategori

Kondisi

Terkini

R (%) FS

(%)

Kategori

Pemulihan

Total Biomassa

Ikan Target

(kg/ha)

Kategori

Biomassa

Nilai Indeks

Kesehatan

Terumbu

Karang

2019 24,62 Tinggi 6,35 0,11 Tinggi 4888,88 Rendah 5

Gambar 3.14 Indeks kesehatan di Taman Nasional Taka Bonerate 2019.

Indeks kesehatan karang menggabungkan unsur tutupan karang hidup, tingkat resiliensi

dan biomasa ikan. Dengan mengetahui indeks kesehatan terumbu karang dapat menggambarkan

kondisi terumbu karang lebih representatif. Menilai kesehatan terumbu karang dapat dilihat dari

kemampuannya untuk kembali pulih (recovery) setelah terjadi degradasi dan fungsi ekologisnya

dalam menyediakan habitat ikan-ikan karang. Oleh karena itu, definisi terumbu karang sehat

mempunyai tutupan karang dan tingkat resiliensi tinggi serta biomassa ikan karang yang tinggi.

Page 45: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

34

Indeks kesehatan terumbu karang pada masing masing stasiun berada di range 3-7. Indeks

kesehatan terumbu karang terendah tercatat di stasiun TBRC02, TBRC06, TBRC09 dan TBRC12.

Sementara indeks paling tinggi tercatat di stasiun TBRC01. Namun secara umum nilai indeks

paling banyak berada di nilai indeks 5 dan 6. Nilai indeks ini menggambarkan kondisi terumbu

karang. Jika dilihat dari indikator yang berperan penting dalam kondisi terumbu karang di Taka

Bonerate adalah nilai tutupan karang dan biomasa ikan. Nilai tutupan karang disebagian besar

lokasi berada dalam kategori sedang dan jelek. Di sisi lain biomassa ikan target terutama ikan

herbivor tercatat rendah. Rendahnya biomasa ikan herbivor dapat memberikan efek negatif,

dimana tidak adanya pengontrol makroalga menyebabkan pertumbuhan yang cepat dan akan

meningkatkan kompetisi ruang antar bentik kategori (Smith et al., 2010; Wilson et al., 2008).

3.3 Ikan Karang

Keragaman Jenis

Jumlah keseluruhan jenis ikan dari suku Chaetodontidae yang teridentifikasi pada 12

stasiun penelitian sebanyak 22 species dari 5 genus yang umum dapat ditemukan di perairan

karang. Kehadiran jenis pada setiap stasiun jauh lebih rendah dari species yang tersedia tersebut.

Variasi jumlah jenis pada masing-masing stasiun berkisar antara 3 sampai 10 species. Stasiun

yang dianggap buruk dari kehadiran ikan koralivora dapat dipertimbangkan terjadi pada semua

stasiun, yang terburuk adalah TBR08 (Gambar 3.17). Species ikan koralivora disajikan pada Tabel

3.2). Keragaman jenis ikan karang dari 7 suku terpilih juga bervariasi antar stasiun dari total jenis

yang tersedia pada seluruh stasiun sebanyak 69 species. Keragaman jenis pada masing-masing

stasiun tergolong rendah. Variasi kehadiran jenis antara 14 species sampai 34 species (Gambar

3.18). Kehadiran kelompok ikan herbivora bervariasi antara 11 species sampai 22 species.

Kehadiran kelompok ikan karnivora bervariasi antara 3 species sampai 16 species. Kelompok ikan

herbivora lebih banyak dari karnivora (Tabel 3.3). Hasil indentifikasi ikan karang dari 7 suku

terpilih untuk seluruhnya (Tabel 3.4) dan secara detail disajikan pada Lampiran 3.

Page 46: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

35

Gambar 3.17 Variasi jumlah jenis ikan kelompok koralivora dari suku Chaetodontidae

Tabel 3.3 Jumlah individu kelompok ikan koralivora menurut nama jenis ikan dan lokasi

penelitian.

No CHAETODONTIDAE

TB

R 0

1

TB

R 0

2

TB

R 0

3

TB

R 0

4

TB

R 0

5

TB

R 0

6

TB

R 0

7

TB

R 0

8

TB

R 0

9

TB

R 1

0

TB

R 1

1

TB

R 1

2

1 Chaetodon auriga 1

2 Chaetodon baronessa 2 2 4 2

3 Chaetodon citrinellus 2

4 Chaetodon kleinii 7 3 14 13 12 6 9 23 6 14 2

5 Chaetodon lunula 1

6 Chaetodon lunulatus 2 6 2 2 4 5 3 2 4

7 Chaetodon melannotus 3 2 3 7 8 2

8 Chaetodon ornatissimus 2

9 Chaetodon punctatofasciatus 4 1 2 3 2 4 2 2

10 Chaetodon rafflesii 2 2 2 3

11 Chaetodon speculum 1 2

12 Chaetodon trifascialis 2 4

13 Chaetodon ulietensis 2 2 2

14 Chaetodon unimaculatus 2

15 Chaetodon vagabundus 1 2 2

16 Chaetodon xanthurus 1 1

17 Coradion chryzostomus 3

18 Forcipiger flavissimus 2 4 2 3 4 4

19 Forcipiger longilostris 4 2

20 Hemitaurichthys polylepis 21 14 14 17 6

21 Heniochus chrysostomus 2 4 12 3 3 2 2 2

22 Heniochus varius 2 2 2 2 1 2

Jumlah Individu (ekor/350 m2) 46 33 25 52 27 16 23 13 50 37 35 17

Page 47: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

36

Gambar 3.18 Variasi jumlah jenis ikan karang menurut lokasi penelitian

Tabel 3.4 Variasi jumlah jenis kelompok fungsional ikan karang menurut suku dan lokasi

penelitian

Kepadatan

Kepadatan pertransek kelompok ikan koralivora, herbivora dan karnivora tergolong

rendah. Variasi kepadatan ikan koralivora berkisar antara 13 sampai 52 ekor/350 m2. Kepadatan

ikan koralivora yang relatif tinggi diantaranya terdapat pada stasiun TBR 04 dan TBR 09 (Gambar

3.19). Variasi kepadatan ikan karang dari 7 suku terpilih berkisar antara 106 ekor/350 m2 sampai

188 ekor/350 m2 atau setara dengan 3.028 ekor/ha sampai 5.371 ekor/ha (Gambar 3.20).

Kepadatan ikan karang dari 7 suku terpilih yang relatif tinggi diantara ke 12 stasiun terdapat pada

Kelompok Ikan

TB

R 0

1

TB

R 0

2

TB

R 0

3

TB

R 0

4

TB

R 0

5

TB

R 0

6

TB

R 0

7

TB

R 0

8

TB

R 0

9

TB

R 1

0

TB

R 1

1

TB

R 1

2

Karnivora

SERRANIDAE 7 1 3 7 2 2 7 1 3 5 5 4

LUTJANIDAE 5 2 1 5 3 3 5 0 1 6 5 7

LETHRINIDAE 2 0 2 2 1 3 2 2 1 1 1 1

HAEMULIDAE 2 0 1 1 0 1 1 1 0 1 2 0

Jumlah Jenis /transek 350M2 16 3 7 15 6 9 15 4 5 13 13 12

Herbivora

ACANTHURIDAE 8 5 6 7 9 5 9 6 7 10 8 5

SCARIDAE 6 4 6 7 11 6 6 10 6 7 8 8

SIGANIDAE 3 2 5 1 2 1 4 6 3 2 1 1

Jumlah Jenis /transek 350 M2 17 11 17 15 22 12 19 22 16 19 17 14

Page 48: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

37

stasiun TBR 01, TBR 05 dan TBR 10, dimana kelompok ikan herbivora lebih padat dibanding

kelompok ikan karnivora pada semua stasiun (Tabel 3.5).

Gambar 3.19 Kepadatan ikan koralivora menurut letak stasiun penelitian.

Gambar 3.20 Kepadatan dan sediaan ikan karang dari 7 suku terpilih.

Tabel 3.5 Variasi kepadatan kelompok fungsional ikan karang menurut suku dan lokasi penelitian

KELOMPOK IKAN

TB

R 0

1

TB

R 0

2

TB

R 0

3

TB

R 0

4

TB

R 0

5

TB

R 0

6

TB

R 0

7

TB

R 0

8

TB

R 0

9

TB

R 1

0

TB

R 1

1

TB

R 1

2

Koralivora

SERRANIDAE 18 2 7 24 6 7 8 1 11 14 21 7

LUTJANIDAE 35 7 2 25 4 8 12 0 1 30 34 57

LETHRINIDAE 5 0 3 5 5 34 10 12 14 9 15 2

HAEMULIDAE 5 0 1 1 0 2 1 1 0 1 2 0

Jumlah Individu (ekor/350 m2) 63 9 13 55 15 51 31 14 26 54 72 66

Herbivora

ACANTHURIDAE 57 44 77 37 101 32 58 37 88 72 55 47

SCARIDAE 50 58 52 30 55 22 26 49 33 51 22 22

SIGANIDAE 8 12 12 4 5 1 13 17 7 11 2 2

Jumlah Individu (ekor/350 m2) 115 114 141 71 161 55 97 103 128 134 79 71

Page 49: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

38

Biomassa

Hasil analisa data untuk nilai biomassa disajikan pada Lampiran 4. Ukuran ikan dan koloni

ikan karang sangat berpengaruh pada biomassanya. Pada umumnya ukuran ikan karang dari 7

suku terpilih yang dijumpai masih kecil di hampir semua stasiun. Contoh area yang memiliki

banyak anakan ikan terdapat pada stasiun TBR 02, TBR 06, TBR 09, dan TBR 11, dimana

biomassa di stasiun tersebut sangat rendah. Adapun ikan berkoloni sebagai penyumbang biomassa

ikan tertinggi dijumpai pada stasiun TBR 01, TBR 04, TBR 10 dan TBR 12, yang mana jenis ikan

tersebut diantaranya adalah Lutjanus gibbus, Acanthurus spp., Chlorurus spp, Scarus spp, dan

Monotaxis grandoculis. Variasi biomassa tertinggi adalah 1.044 kg/ha yang dijumpai pada stasiun

TBR 01 dan terendah adalah 92 kg/ha yang dijumpai pada stasiun TBR 06 (Gambar 3.21).

Gambar 3.21 Biomassa dan sediaan ikan karang menurut lokasi stasiun penelitian

Biomassa herbivora dan karnivora tergolong rendah, Rata-rata per stasiun kelompok

herbivora (9,8 kg/350 m2) sedikit lebih tinggi kelompok karnivora (7,3 kg/350 m2) (Tabel 3.6).

Tabel 3.6 Variasi biomassa kelompok fungsional ikan karang menurut suku dan lokasi penelitian

TBR

01

TBR

02

TBR

03

TBR

04

TBR

05

TBR

06

TBR

07

TBR

08

TBR

09

TBR

10

TBR

11

TBR

12

KarnivoraSERRANIDAE 4.714 119 1.758 4.673 782 662 1.355 115 1.046 1.615 1.747 2.065 LUTJANIDAE 10.842 392 586 6.242 1.498 331 4.581 - 18 8.446 2.208 8.572 LETHRINIDAE 2.644 - 1.204 1.606 494 541 3.914 2.032 583 2.202 1.471 842 HAEMULIDAE 1.759 - 711 711 - 184 711 711 - 110 592 -

Total Biomassa (gram/350m2)19.960 511 4.260 13.231 2.774 1.719 10.561 2.859 1.647 12.372 6.019 11.479

HerbivoraACANTHURIDAE 7.349 927 6.043 4.515 5.883 451 5.291 3.660 1.353 2.927 3.547 1.383 SCARIDAE 7.546 2.491 8.181 4.677 11.404 1.020 4.888 8.853 1.100 3.594 2.137 4.442 SIGANIDAE 1.698 321 1.933 786 943 36 1.564 4.912 274 1.435 188 188

Total Biomassa (gram/350m2)16.592 3.739 16.157 9.979 18.230 1.507 11.743 17.424 2.727 7.956 5.872 6.014

Kelompok Ikan

Page 50: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

39

Komposisi

Kehadiran kelompok ikan koralivora didominasi jenis Chaetodon klenii dan

Hemitaurichthys polylepis. Komposisi jenis ikan koralivora menurut jumlah individual yang

terdata berturut-turut dari mulai persentasi yang tertinggi sampai terendah dapat dilihat pada Tabel

3.7. Sepuluh besar jenis koralivora yang mendominasi komunitasnya adalah Chaetodon kleinii,

Hemitaurichthys polylepis, Chaetodon lunulatus, Heniochus chrysostomus, Chaetodon

melannotus, Chaetodon punctatofasciatus, Forcipiger flavissimus, Heniochus varius, Chaetodon

baronessa, dan Chaetodon rafflesii.

Tabel 3.7 Komposisi jenis kelompok ikan koralivora menurut kehadiran individualnya

No JENIS % No JENIS % 1 Chaetodon kleinii 29,1 12 Chaetodon ulietensis 1,6

2 Hemitaurichthys polylepis 19,3 13 Forcipiger longilostris 1,6

3 Chaetodon lunulatus 8,0 14 Chaetodon vagabundus 1,3

4 Heniochus chrysostomus 8,0 15 Chaetodon speculum 0,8

5 Chaetodon melannotus 6,7 16 Coradion chryzostomus 0,8

6 Chaetodon punctatofasciatus 5,3 17 Chaetodon citrinellus 0,5

7 Forcipiger flavissimus 5,1 18 Chaetodon ornatissimus 0,5

8 Heniochus varius 2,9 19 Chaetodon unimaculatus 0,5

9 Chaetodon baronessa 2,7 20 Chaetodon xanthurus 0,5

10 Chaetodon rafflesii 2,4 21 Chaetodon auriga 0,3

11 Chaetodon trifascialis 1,6 22 Chaetodon lunula 0,3

Komposisi jenis kelompok herbivora dan karnivora dari 7 suku terpilih disajikan pada

Tabel 3.8. Sepuluh besar jenis ikan karang yang mendominasi dalam komunitasnya adalah

berturut-turut Ctenochaetus striatus, Chlorurus sordidus, Lutjanus gibbus, Zebrasoma scopas,

Acanthurus pyroferus, Monotaxis grandoculis, Scarus flavipectoralis, dan Acanthurus thompsoni.

Tabel 3.8 Komposisi jenis kelompok ikan karang dari 7 suku terpilih menurut kehadiran

individualnya.

No JENIS SUKU Ekor % No JENIS SUKU Ekor %

1 Ctenochaetus striatus Acanthuridae 210 13.06 36 Cetoscarus ocellatus Scaridae 9 0.56

2 Chlorurus sordidus Scaridae 189 11.75 37 Siganus corallinus Siganidae 9 0.56

3 Lutjanus gibbus Lutjanidae 101 6.28 38 Lethrinus erythropterus Lethrinidae 8 0.50

4 Zebrasoma scopas Acanthuridae 89 5.53 39 Naso lituratus Acanthuridae 8 0.50

5 Acanthurus pyroferus Acanthuridae 81 5.04 40 Aprion verescens Lutjanidae 7 0.44

6 Monotaxis grandoculis Lethrinidae 73 4.54 41 Hipposcarus longiceps Scaridae 7 0.44

7 Scarus flavipectoralis Scaridae 70 4.35 42 Siganus punctatissimus Siganidae 7 0.44

8 Acanthurus thompsoni Acanthuridae 68 4.23 43 Lutjanus fulvus Lutjanidae 6 0.37

9 Chlorurus bleekeri Scaridae 64 3.98 44 Scarus schlegeli Scaridae 6 0.37

10 Ctenochaetus binotatus Acanthuridae 61 3.79 45 Cephalopholis cyanostigma Serranidae 5 0.31

11 Cephalopholis urodeta Serranidae 60 3.73 46 Siganus laqueus Siganidae 5 0.31

12 Scarus niger Scaridae 59 3.67 47 Aethaloperca rogaa Serranidae 4 0.25

13 Acanthurus nigrofuscus Acanthuridae 56 3.48 48 Acanthurus auranticavus Acanthuridae 4 0.25

14 Lutjanus decussatus Lutjanidae 47 2.92 49 Acanthurus mata Acanthuridae 4 0.25

Page 51: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

40

15 Siganus vulpinus Siganidae 36 2.24 50 Anyperodon leucogrammicus Serranidae 3 0.19

16 Gnathodentex aureolineatus Lethrinidae 30 1.87 51 Lethrinus ornatus Lethrinidae 3 0.19

17 Acanthurus olivaceus Acanthuridae 30 1.87 52 Plectorhinchus vittata Haemulidae 3 0.19

18 Naso thynoides Acanthuridae 26 1.62 53 Scarus psittacus Scaridae 3 0.19

19 Siganus canaliculatus Siganidae 23 1.43 54 Scarus quoyi Scaridae 3 0.19

20 Scarus dimidiatus Scaridae 22 1.37 55 Diploprion bifasciatum Serranidae 2 0.12

21 Lutjanus bohar Lutjanidae 20 1.24 56 Epinephelus ongus Serranidae 2 0.12

22 Naso vlamingii Acanthuridae 20 1.24 57 Variola louti Serranidae 2 0.12

23 Macolor macularis Lutjanidae 18 1.12 58 Lutjanus carponatus Lutjanidae 2 0.12

24 Scarus tricolor Scaridae 18 1.12 59 Lutjanus kasmira Lutjanidae 2 0.12

25 Zebrasoma veliferum Acanthuridae 17 1.06 60 Naso braenchycentron Acanthuridae 2 0.12

26 Acanthurus nigricans Acanthuridae 16 1.00 61 Scarus chameleon Scaridae 2 0.12

27 Epinephelus fasciatus Serranidae 14 0.87 62 Scarus globiceps Scaridae 2 0.12

28 Naso hexacanthus Acanthuridae 13 0.81 63 Scarus porsterni Scaridae 2 0.12

29 Cephalopholis argus Serranidae 12 0.75 64 Scarus spinus Scaridae 2 0.12

30 Aphareus furca Lutjanidae 12 0.75 65 Siganus doliatus Siganidae 2 0.12

31 Siganus puellus Siganidae 12 0.75 66 Cephalopholis sexmaculata Serranidae 1 0.06

32 Epinephelus merra Serranidae 11 0.68 67 Cephalopholis spiloparae Serranidae 1 0.06

33 Scarus ghobban Scaridae 11 0.68 68 Plectorhinchus lessonii Haemulidae 1 0.06

34 Plectorhinchus chaetodontoides Haemulidae 10 0.62 69 Scarus prasiognathos Scaridae 1 0.06

35 Gracila albomarginatus Serranidae 9 0.56

Komposisi suku berdasarkan kehadiran individual didominasi oleh kelompok ikan Butana

dari suku Acanthuridae dan ikan kakatua dari suku Scaridae (Gambar 3.22). Komposisi suku

berdasarkan biomassanya didominasi oleh kelompok ikan kakatua dari suku Scaridae, kelompok

kakap dari suku Lutjanidae dan kelompok ikan butana dari suku Acanthuridae (Gambar 3.22).

Komposisi jenis menurut biomasa kelompok herbivora dan karnivora dari 7 suku terpilih

disajikan pada Tabel 3.9. Sepuluh besar ikan karang berdasarkan biomassanya dari yang tertinggi

sampai terendah adalah berturut-turut Lutjanus gibbus, Monotaxis grandoculis, Chlorurus

sordidus, Naso vlamingii, Chlorurus bleekeri, Macolor macularis, Scarus flavipectoralis dan

Cephalopholis urodeta.

Gambar 3.22 Komposisi suku ikan karang berdasarkan kahadiran individual (kiri) dan biomassa

(kanan) pada semua stasiun.

Page 52: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

41

Tabel 3.9 Komposisi jenis kelompok ikan karang dari 7 suku terpilih menurut biomassanya.

No. JENIS SUKU Gram % No. JENIS SUKU Gram %

1 Lutjanus gibbus Lutjanidae 18348 8.94 36 Gracila albomarginatus Serranidae 1431 0.70

2 Monotaxis grandoculis Lethrinidae 13163 6.41 37 Aethaloperca rogaa Serranidae 1266 0.62

3 Chlorurus sordidus Scaridae 11701 5.70 38 Zebrasoma veliferum Acanthuridae 1214 0.59

4 Naso vlamingii Acanthuridae 11668 5.68 39 Cephalopholis cyanostigma Serranidae 1203 0.59

5 Chlorurus bleekeri Scaridae 11387 5.55 40 Scarus globiceps Scaridae 1195 0.58

6 Macolor macularis Lutjanidae 9485 4.62 41 Acanthurus auranticavus Acanthuridae 1098 0.53

7 Scarus flavipectoralis Scaridae 8619 4.20 42 Siganus laqueus Siganidae 1085 0.53

8 Cephalopholis urodeta Serranidae 8129 3.96 43 Siganus puellus Siganidae 1057 0.51

9 Scarus niger Scaridae 6060 2.95 44 Siganus punctatissimus Siganidae 1002 0.49

10 Ctenochaetus striatus Acanthuridae 5837 2.84 45 Acanthurus thompsoni Acanthuridae 823 0.40

11 Scarus ghobban Scaridae 5782 2.82 46 Scarus quoyi Scaridae 823 0.40

12 Naso thynoides Acanthuridae 5682 2.77 47 Lethrinus ornatus Lethrinidae 764 0.37

13 Aprion verescens Lutjanidae 5271 2.57 48 Naso braenchycentron Acanthuridae 764 0.37

14 Scarus tricolor Scaridae 5241 2.55 49 Epinephelus merra Serranidae 751 0.37

15 Plectorhinchus chaetodontoides Haemulidae 4706 2.29 50 Acanthurus olivaceus Acanthuridae 718 0.35

16 Lutjanus decussatus Lutjanidae 4579 2.23 51 Cetoscarus ocellatus Scaridae 652 0.32

17 Siganus canaliculatus Siganidae 3709 1.81 52 Anyperodon leucogrammicus Serranidae 616 0.30

18 Hipposcarus longiceps Scaridae 3671 1.79 53 Cephalopholis sexmaculata Serranidae 588 0.29

19 Siganus corallinus Siganidae 3666 1.79 54 Lutjanus carponatus Lutjanidae 586 0.29

20 Acanthurus nigrofuscus Acanthuridae 3432 1.67 55 Acanthurus nigricans Acanthuridae 556 0.27

21 Siganus vulpinus Siganidae 3366 1.64 56 Plectorhinchus vittata Haemulidae 542 0.26

22 Lethrinus erythropterus Lethrinidae 3290 1.60 57 Variola louti Serranidae 538 0.26

23 Lutjanus bohar Lutjanidae 3094 1.51 58 Scarus dimidiatus Scaridae 447 0.22

24 Scarus schlegeli Scaridae 2727 1.33 59 Siganus doliatus Siganidae 393 0.19

25 Epinephelus fasciatus Serranidae 2228 1.09 60 Gnathodentex aureolineatus Lethrinidae 316 0.15

26 Naso lituratus Acanthuridae 2152 1.05 61 Plectorhinchus lessonii Haemulidae 240 0.12

27 Aphareus furca Lutjanidae 2145 1.04 62 Diploprion bifasciatum Serranidae 231 0.11

28 Acanthurus mata Acanthuridae 1974 0.96 63 Lutjanus fulvus Lutjanidae 194 0.09

29 Zebrasoma scopas Acanthuridae 1946 0.95 64 Cephalopholis spiloparae Serranidae 173 0.08

30 Ctenochaetus binotatus Acanthuridae 1928 0.94 65 Scarus porsterni Scaridae 165 0.08

31 Acanthurus pyroferus Acanthuridae 1912 0.93 66 Scarus spinus Scaridae 142 0.07

32 Epinephelus ongus Serranidae 1847 0.90 67 Scarus prasiognathos Scaridae 64 0.03

33 Cephalopholis argus Serranidae 1651 0.80 68 Scarus psittacus Scaridae 26 0.01

34 Scarus chameleon Scaridae 1631 0.79 69 Lutjanus kasmira Lutjanidae 14 0.01

35 Naso hexacanthus Acanthuridae 1625 0.79

Implikasi Hasil

Baik dari aspek parameter keragaman, kepadatan, dan biomassa dari kelompok ikan

koralivora, herbivora dan karnivora tidak menunjukkan kondisi yang dapat dipertimbangkan

sebagai petunjuk bahwa perairan karang Taka Nasional Taka Bonerate (TNTB) memiliki

kesehatan terumbu karang yang terbaik. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian di Taman

Nasional Kepulauan Wakatobi (TNKW), semua parameter di atas untuk TNTB masih relatif lebih

rendah dibandingkan dengan yang dijumpai di TNKW. Total jenis yang teridentifikasi di stasiun

Page 53: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

42

penelitian TNTB 69 species, sedangkan di TNKW 95 species. Perbandingan parameter tersebut

secara detail disajikan pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10 Perbandingan keragaman, kepadatan dan biomassa ikan karang antara Taman

Nasional Taka Bonerate (TNTB) dan Taman Nasional Kepulauan Wakatobi

(TNKW) dari data survei RHM 2019

PARAMETER PEMBANDING VARIASI TERENDAH SAMPAI TERTINGGI

TNTB TNKW

Koralivora

Jumlah Jenis (Species) 3 - 10 13 - 22

Kepadatan (Ekor/350 m2) 16 - 52 49 - 294

Herbivora

Jumlah Jenis (Species) 11 - 22 18 - 29

Kepadatan (Ekor/350m2) 55 - 134 107 - 507

Biomassa (Gram /350 m2)

1.507 -

18.230 20.786 - 51.251

Karnivora

Jumlah Jenis (Species) 3 - 16 14 - 30

Kepadatan (Ekor/350m2) 9 - 72 36 - 379

Biomassa (Gram/350 m2) 511 - 19.960 3.942 - 49.895

Semua parameter tersebut menjadi petunjuk adanya gangguan pada wilayah terumbu

karang di TNTB. Komposisi jenis ikan koralivora dengan dominasi jenis Chaetodon klenii biasa

terjadi pada wilayah terumbu karang yang mengalami kerusakan, sedangkan dominasi jenis

Hemitaurichthys polylepis merupakan petunjuk wilayah terumbu karang banyak yang berbentuk

drof off dengan perairan yang jernih. Perbandingan komposisi jenis antara koralivora di TNTB

dan TNKW hampir serupa (Tabel 3.11).

Tabel 3.11 Perbandingan komposisi jenis ikan 10 besar Taman Nasional Taka Bonerate (TNTB)

dan Taman Nasional Kepulauan Wakatobi (TNKW) dari data survei RHM 2019

PARAMETER KOMPOSISI (%) TERTINGGI SAMPAI TERENDAH

PEMBANDING TNTB TNKW Komposisi Jenis Chaetodon kleinii Hemitaurichthys polylepis

Koralivora Hemitaurichthys polylepis Chaetodon kleinii

Chaetodon lunulatus Forcipiger flavissimus

Heniochus chrysostomus Chaetodon lunulatus

Chaetodon melannotus Chaetodon melannotus

Chaetodon punctatofasciatus Chaetodon punctatofasciatus

Forcipiger flavissimus Heniochus chrysostomus

Heniochus varius Heniochus varius

Chaetodon baronessa Chaetodon rafflesii

Chaetodon rafflesii Chaetodon ornatissimus

Page 54: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

43

Komposisi Jenis Ctenochaetus striatus Naso hexacanthus

7 Suku Terpilih Chlorurus sordidus Gnathodentex aureolineatus

Lutjanus gibbus Lutjanus gibbus

Zebrasoma scopas Ctenochaetus striatus

Acanthurus pyroferus Chlorurus sordidus

Monotaxis grandoculis Naso vlamingii

Scarus flavipectoralis Scarus niger

Acanthurus thompsoni Acanthurus pyroferus

Chlorurus bleekeri Ctenochaetus binotatus

Ctenochaetus binotatus Zebrasoma scopas

Komposisi Suku ACANTHURIDAE ACANTHURIDAE

SCARIDAE SCARIDAE

LUTJANIDAE LUTJANIDAE

SERRANIDAE LETHRINIDAE

LETHRINIDAE SERRANIDAE

SIGANIDAE SIGANIDAE

HAEMULIDAE HAEMULIDAE

Komposisi jenis dan suku menurut kehadiran individu maupun biomassanya menunjukkan

pola yang sama sebagaimana komposisi yang terjadi di wilayah perairan karang lainnya, dimana

kelompok ikan herbivora seperti butana dan kakatua serta jenis-jenisnya selalu mendominasi

dalam komunitas ikan karang. Perbandingan dominasi suku antara TNTB dan TNKW juga serupa

(Tabel 3.10).

Penurunan kualitas habitat ikan pada terumbu karang dapat terjadi oleh perubahan-

perubahan substrat karang, sebagai akibat dari motode blast fishing yang meluas di TNTB (Aspan,

2015). Perubahan yang terjadi memberikan dampak pada struktur kompunitas ikan, seperti

keragaman, komposisi, kelimpahan atau kepadatan serta biomassa jenis ikan (Feary et al., 2007).

Keanekaragaman dan kelimpahan ikan karang menurun ketika terjadi kerusakan yang meluas

pada karang batu dan dalam waktu yang berkepanjangan (Jones et al. 2004; Wilson et al. 2006),

dan hilangnya ikan-ikan berukuran besar sebagai akibat intesitas penangkapan yang tinggi

mempengaruhi biomassa ikan, seperti diketahui di wilayah TNTB lebih banyak dijumpai ikan-

ikan berukuran kecil dan anakan ikan.

Dominasi kelompok ikan herbivora merupakan petunjuk adanya pergantian rezim dalam

sistem terumbu karang (Gunawan et al., 2006). Perubahan ini merupakan akibat dari perubahan

luasan tutupan karang batu (Purbani et al., 2014) dan terjadinya kelimpahan alga yang berlebih

ketika area terumbu karang mengalami tekanan atau gangguan yang kontinyu akibat aktivitas

penangkapan yang merusak (Feary et al., 2007). Seperti diketahui kelompok herbivora memiliki

Page 55: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

44

peran penting dalam mengontrol pertumbuhan alga dan memberikan kesempatan untuk tumbuh-

kembangnya planula karang yang baru (Green & Bellwood, 2009; Obura & Grimsdith, 2009).

3.4 Mega Bentos

Komposisi Megabentos

Hasil transek pada setiap stasiun diperoleh sebanyak 7 jenis megabentos, yang termasuk

dalam dua kelompok. Kelompok ekinodermata diwakili oleh empat jenis (Acanthaster plancii,

Diadema setosum, Holuthuria spp. dan Linckia laevigata), serta tiga jenis dari kelompok moluska

(Drupella cornus, Tridacna spp. dan Trochus spp). Sedangkan kelompok krustase (Panulirus

spp.) tidak ditemukan (Tabel 3.12). Jenis megabentos yang ada, kelompok moluska memiliki

jumlah individu yang relatif lebih tinggi, yaitu 56,9% atau sebanyak 248 individu, sedangkan

kelompok ekinodermata hanya sebesar 43,1% (188 individu). Keragaman jenis megabentos pada

setiap stasiun cukup fluktuatif, dimana keragaman jenis tertinggi terdapat di stasiun TBRC01,

TBRC05, TBRC09 dan TBRC10, masing-masing 6 jenis, dan yang terendah terdapat di stasiun

TBRC07 (3 jenis). Berdasarkan jumlah individu megabentos yang ditemukan selama pengamatan,

stasiun TBRC03 memiliki kelimpahan individu tertinggi (141 individu) atau sebesar 32,34% dari

total jumlah individu yang ditemukan pada semua stasiun, sedangkan yang terendah terdapat di

stasiun TBRC08 (14 individu) atau sebesar 3,21%. Proporsi jumlah individu pada masing-masing

stasiun terhadap total jumlah individu seluruh stasiun dapat dilihat pada Gambar 3.23.

Tabel 3.12 Komposisi jenis megabentos pada setiap stasiun di perairan Taman Nasional Taka

Bonerate, Kabupaten Selayar.

No. Megabentos Stasiun TBRC Total

Ind. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

I Ekinodermata

1 Acanthaster plancii 0 2 0 0 2 0 0 0 1 3 0 1 9

2 Diadema spp. 3 0 38 3 3 1 0 2 2 5 3 0 60

3 Linckia laevigata 4 7 16 3 15 11 2 2 4 18 17 3 102

4 Holothurian 5 0 1 3 4 3 0 0 1 0 0 0 17

II Moluska

5 Drupella cornus 9 11 23 3 5 6 7 3 10 12 2 3 94

6 Tridacna spp. 10 5 63 4 3 4 7 6 4 15 3 25 149

7 Trochus spp. 2 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 5

Jumlah Individu 33 26 141 16 32 25 16 14 22 54 25 32 436

Jumlah Jenis 6 5 5 5 6 5 3 5 6 6 4 4 5

Page 56: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

45

Secara umum, komposisi megabentos yang dicatat dalam pengamatan ini relatif beragam

dan berimbang dengan yang dilaporkan oleh Anonimous (2017) dalam penelitian di perairan

Wakatobi; Anonimous (2017) di perairan Kabupaten Buton (delapan jenis) dan Pramudji (2017)

dalam penelitian di perairan Kendari, masing-masing mendapakan delapan jenis, sedangkan hasil

pengamatan Anonimous (2016) di perairan Pulau Salawati dan Pulau Batanta mendapatkan 6

jenis. Perbedaan keragaman jenis megabentos yang ditemukan pada masing-masing lokasi

pengamatan, dapat saja dipengaruhi oleh heterogenitas tipe substrat, kondisi biologis dan ekologis

terumbu karang pada setiap perairan tersebut. diduga dapat menjadi faktor pembeda terhadap

keanekaragaman jenis megabentos.

Gambar 3.23 Proporsi jumlah individu pada masing-masing stasiun terhadap total individu, di

perairan Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar.

Umumnya megabentos target bernilai ekonomis penting cenderung mengalami penurunan

jumlah indivdiunya. Kondisi ini disebabkan tingginya aktivitas penangkapan (over fishing) oleh

nelayan atau penduduk yang mendiami pesisir pantai.

Fluktuasi jumlah individu pada setiap stasiun dipengaruhi oleh kehadiran Linckia

laevigata, Drupella cornus dan Tridacna spp. Ketiga jenis ini memiliki sebaran yang luas,

masing-masing hadir pada semua stasiun (12 stasiun) dengan nilai persentase kehadiran 100%,

diikuti Diadema spp. dengan nila persentase sebesar 75,0% atau hadir pada sembilan stasiun.

Acanthaster plancii, yang merupakan biota pemakan koloni karang, ditemukan pada lima stasiun

(sebesar 41,7%). Sedangkan Trochus spp. (lola) dan Holothurian (teripang) yang merupakan

jenis-jenis ekonomis penting dengan harga jual yang cukup tinggi, memiliki sebaran yang sangat

Page 57: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

46

terbatas. Kedua jenis ini hanya ditemukan pada empat dan enam stasiun dengan nilai persesentse

kehadiran yang sangat rendah (33,3% dan 50%) (Gambar 3.24).

Rendahnya kelimpahan individu beberapa jenis megabentos ekonomis penting, seperti lola

(Trochus spp.) dan Holothurian (teripang) pada setiap stasiun, bukan disebabkan oleh kondisi

terumbu karang yang tidak mendukung, namun diduga ada aktivitas penangkapan yang intens dari

masyarakat setempat, atau dari luar Pulau/kawasan yang telah berlangsung sejak lama

(komunikasi pribadi). Tingginya aktivitas penangkapan mempengaruhi siklus hidup jenis-jenis

tersebut, sehingga proses rekruitmen maupun resilensinya menurun, berujung pada kepunahan.

Gambar 3.24 Frekuensi kehadiran jenis-jenis megabentos di perairan terumbu karang Taman

Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar.

Kepadatan Fauna Megabentos

Kepadatan individu megabentos pada setiap stasiun, berkisar antara 0,10 – 1,01

individu/140m2. Kepadatan individu tertinggi terdapat di stasiun TBRC03 (1,01 individu/140m2).

Kepadatan individu pada stasiun tersebut dipengaruhi oleh kontribusi Tridacna spp. (0,45

individu/140m2) dan Diadema spp. (0,27 individu/140m2). Sedangkan kepadatan terendah

terdapat di stasiun TBRC08 (0,10 individu/140m2), dan Tridacna spp. juga memiliki kontribusi

yang cukup tinggi terhadap nilai kepadatan individu di stasiun terebut. Kontribusi Linckia

laevigata terhadap tingginya nilai kepadatan individu megabentos terdapat pada stasiun TBRC03

dan TBRC05 (0,11 individu/140m2), TBRC10 (0,13 individu/140m2) dan TBRC11 (0,12

individu/140m2). Kontribusi Drupella cornus terdapat pada stasiun TBRC01 (0,06

Page 58: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

47

individu/140m2), TBRC02 (0,08 individu/140m2) dan TBRC09 (0,07 individu/140m2) (Tabel

3.13). Kekayaan jenis, pola distribusi dan agregasi bagi banyak organism laut ditentukan oleh

faktor-faktor fisik dan biologis, seperti karakter sedimen, pergerakan air, musim, kompetisi,

predasi, reproduksi, rekruitmen dan fator lingkungan (Long et al., 1995; Thrush et al., 2003; Kater

et al., 2006 dan Shoua et al., 2009).

Dari semua jenis megabentos yang ditemukan, Tridacna spp. memiliki total kepadatan

individu tertinggi (1.06 individu/140m2), diikuti Linckia laevigata (0,73 individu/140m2) dan

Drupella cornus (0,67 individu/140m2). Tingginya nilai kepadatan individu serta distribusi yang

luas, dapat disebabkan oleh kondisi mikro habitat yang sesuai dan ketersediaan makanan. Genus

Tridacna membutuhkan substrat keras dan perairan yang jernih untuk dapat hidup dengan baik,

sehingga kelimpahannya dipengaruhi oleh tipe substrat dan kondisi perairan. Keberadaan kima di

alam sangat dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi dari komunitas lokal ataupun yang datang dari

luar. Semakin tinggi aktivitas manusia pada rataan terumbu akan mempengaruhi kelimpahan dan

jumlah jenis kima. Van Wynsberge et al. (2016) menyatakan bahwa ada hubungan antara

penurunan populasi kima (Tridacnidae) dengan kehadiran manusia pada rataan terumbu kerang.

Selama beberapa dekade terakhir, eksploitasi kima secara berlebihan untuk memanfaatkan

daging dan cangkangnya telah terjadi diberbagai perairan di Indonesia. Aktivitasi seperti ini

membuat kelimpahan kima di alam semakin berkurang dan mengkuatir. Pada beberapa perairan

pantai, jenis-jenis kima tertentu berukuran besar (Tridacna gigas), semakin sulit ditemukan

bahkan terancam punah. Keberadaan kima (T. Gigas), dapat menurukan keanekaragama ikan dan

biota lain pada ekosistem terumbu karang (Cabaitan et al., 2008). Jaringan siphonal, feses dan

gamet dari kima menjadi sumber makanan bagi predator dan detritivora (Neo et al., 2015).

Cangkang kima juga dapat menjadi habitat bagi ikan untuk bertelur, merawat, dan berlindung

(Neo et al., 2015). Kalsium karbonat yang diproduksi oleh zooxanthellae yang hidup di dalam

mantel (bersimbiosis dengan kima) berkontribusi terhadap struktur dan topografi terumbu karang

(Aline 2008; Neo et al., 2015). Mengingat betapa pentingnya keberadaan kima dengan

zooxantelahnya terhadap kondisi karang, maka secara tidak langsung berkurangnya atau

menghilangnya kima, dapat mempengaruhi produktivitas terumbu karang. Artinya keberadaan

kondisi kima dapat dipakai untuk menilai kondisi terumbu karang. Semakin banyak jenis dan

Page 59: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

48

kelimpahan kima maka produktivitas terumbu karang dikatakan baik/akan meningkat, begitu juga

sebaliknya akan menurun, bila kelimpah kima menurun. Secara ekologis, kima berkontribusi

secara signifikan terhadap produktivitas terumbu karang (Soo and Todd 2014; Neo et al., 2015).

Kepadatan individu kima yang didapat dalam pengamatan ini jika dibandingkan dengan

luas rataan terumbu Taka Bonerate, menunjukkan bahwa kepadatan populasi kima berada pada

tingkat yang sangat rendah dan mengkuatirkan. Untuk mencegah terjadinya kepunahan kima yang

akan berpengaruh pada penurunan perduktivitas terumbu karang, perlu adanya aturan yang dapat

mengatur pemanfaatan kima secara berkelanjutan.

Tabel 3.13 Nilai Kepadatan individu megabentos pada setiap stasiun pengamatan di perairan

terumbu karang Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar.

No. Megabentos Stasiun TBRC

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Acanthaster plancii 0.00 0.01 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.01 0.02 0.00 0.01

2 Diadema spp. 0.02 0.00 0.27 0.02 0.02 0.01 0.00 0.01 0.01 0.04 0.02 0.00

3 Linckia laevigata 0.03 0.05 0.11 0.02 0.11 0.08 0.01 0.01 0.03 0.13 0.12 0.02

4 Holothurian 0.04 0.00 0.01 0.02 0.03 0.02 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00

5 Drupella cornus 0.06 0.08 0.16 0.02 0.04 0.04 0.05 0.02 0.07 0.09 0.01 0.02

6 Tridacna spp. 0.07 0.04 0.45 0.03 0.02 0.03 0.05 0.04 0.03 0.11 0.02 0.18

7 Trochus spp. 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.01 0.00 0.00

Jumlah Individu 0.24 0.19 1.01 0.11 0.23 0.18 0.11 0.10 0.16 0.39 0.18 0.23

Kehadiran Linckia laevigata dengan sebaran yang luas dan ditemukan hadir pada semua stasiun,

dengan nilai kepadatan individu yang fluktuatif (Tabel 3.13), mencerminkan substrat dan kondisi perairan

saat pengamatan berada dalam kondisi ideal bagi kehadiran jenis tersebut. Tingginya kepadatan individu

serta sebaran yang luas diduga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan pada ekosistem terumbu. Makanan

merupakan salah satu fakor penting yang berperan dalam distribusi bintang laut (Pratchett, 2007).

Linckia merupakan salah satu kelompok hewan dalam pilum Ekinodermata yang memiliki

diversitas tertinggi dan dapat ditemukan pada berbagai mikrohabitat perairan (Iken et al., 2010),

memanfaatkan terumbu karang sebagai tempat untuk mendapatkan makanan. Sama dengan

kebanyakan taksa bentik lainnya, Linckia laevigata dewasa hidupnya menetap (sedentary) pada

ekosistem terumbu karang. Berdasarkan jenis makannya, Linckia laevigata termasuk pemakan

jamur (saprofit), pemakan mikroalga (Aziz, 1996), pemakan detritus (detrivor) atau materi busuk

Page 60: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

49

dari biota sessil bentos atau sisa-sisa organisme lain (Sloan, 1980), yang terdapat pada celah-celah

karang. Sehingga dapat berperan dalam menjernihkan laut sehingga dapat memberikan

keuntungan bagi karang, untuk tumbuh dan berkembang. Namun disisi lain, kehadiran Linckia

laevigata juga dapat mengganggu/ memperlambat rekruitmen koloni karang (Laxton, 1974),

terutama karang yang polipnya pernah dimakan oleh Acanthaster planci. Linckia laevigata juga

cenderung tersebar cukup merata pada rataan terumbu karang yang koloni karangnya pernah

dimakan/diserang oleh Acanthaster planci, dibandingkan yang tidak diserang oleh Acantasther.

Linckia laevigata memiliki masa larva yang cukup panjang, sekitar 22 hari (Crandall et

al., 2014) sehingga memudahkannya untuk tersebar luas terbawah arus dalam perairan. Pada

rataan terumbu karang di perairan timur Indonesia, Linckia laevigata mudah ditemukan,

sedangkan di perairan Pulau Bangka Belitung, jenis ini tidak ditemukan. Fenomena yang unik

pada kedua perairan tersebut, perlu diamati lebih lanjut dan diketahui penyebabnya. Dari semua

stasiun pengamatan dan monitoring, anakan Linckia lavigaa tidak pernah ditemukan. Hal yang

saman juga terjadi pada hampir semua perairan Indo-Pasifik barat. Laporan tentang anakan

Linckia laevigata remaja dikemukakan oleh Clark (1921), dari Selat Torres, Australia utara.

Kepadatan individu Drupella cornus antar stasiun pengamatan relatif rendah, dengan nilai kepadatan

tertinggi berada di stasiun TBRC03 (0,16 individ/m2), TBRC04 (0,14 individu/m2) dan terendah di TBRC1

(0,01 individu/m2) (Tabel 3.13). Nilai kepadatan D. cornus yang ditemukan dalam pengamatan ini lebih

rendah, dibandingkan dengan hasil pengamatan Ayling & Ayling (1987) di rataan terumbu karang Ningalon,

Australia Barat dengan kepadatan individu sebesar 15,7 individu/m2, mampu merusak terumbu karang

hingga 85% dalam waktu 10 tahun. Black & Johnson (1994) di daerah yang sama, melaporkan bahwa akibat

aktivitas makan Drupella menyebabkan pemutihan karang mencapai 22% dari luasan tutupan karang.

Kondisi ini menunjukan bahwa dengan nilai kepadatan D. cornus yang rendah (< 1 individu/m2), aktivitas

makan jenis ini tidak berpengaruh terdapat kerusakaran pada koloni karang yang berada pada setiap stasiun

pengamatan di perairan Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selaya.

Kehadiran D. cornus pada suatu perairan dipengaruhi oleh ketersediaan jenis-jenis karang sebagai

target makanannya. Jenis karang yang menjadi target makanan siput Drupella adalah dari genus Acropora,

montipora, pocillopara dan seriotopora. Kondisi ini memperkuat pernyataan Jimenez et al. (2012) bahwa ada

tidaknya Drupella pada terumbu karang, dipengaruhi oleh ketersediaan makanan. Penempelan Drupella pada

Page 61: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

50

karang dipengaruhi oleh adaptasi dalam pemilihan makanan, seperti pada karang bercabang dari genus

Acropora, Montipora, Pocillopra dan Seriotopora (Turner, 1994; Hoeksema et al., 2013). Namun Drupella

juga dapat beradaptasi mendapatkan makanan lainnya bila target makanan utamanya tidak ada. Cumming

and Mc Corry (1998), dalam penelitian di perairan Hong Kong melaporkan, Drupella cornus ditemukan

memangsa karang Platygyra karena pada daerah tersebut tidak ada jenis karang dari genus Acropora dan

Pocillopora, sedangkan di Teluk Eilat, genus Drupella ditemukan menempel pada Turbinaria, Pavona,

Milepora dan Porites setelah karang bercabang mati (Shafir, 2008).

Drupella tidak memangsa semua jenis karang, tetapi memilih mangsanya karena berbagai

alasan yang kompleks seperti bentuk pertumbuhan dari koloni karang, kemudahan untuk

mendapatkan jaringan karang hidup, produksi lendir dari karang, nilai nutrisi serta kemampuan

mempertahankan diri dengan sel penyengat “nematosit” (Gabbi, 1999). Barco at al. (2010)

menyatakan meskipun tidak ada hubungan yang signifikan, namun kehadiran Drupella memiliki

asosiasi yang kuat dengan terumbu karang sebagai hewan parasit. Beberapa penelitian

mengatakan bahwa kehadiran Drupella pada suatu koloni karang erat kaitannya dengan kondisi

kesehatan terumbu karang, dan umumnya cenderung menempel pada koloni karang yang tidak

sehat. Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa kehadiran genus Drupella dalam jumlah

individu yang cukup banyak pada koloni karang mengindikasikan karang berada dalam kondisi tidak sehat.

Diadema umumnya dapat ditemukan di seluruh perairan pantai, mulai dari daerah pasang

surut sampai perairan dalam. Memiliki peran yang cukup besar dalam ekosistem terumbu karang

(Thamrin, et al., 2011). Selain sebagai indikator kesehatan karang, genus Diadema juga

merupakan biota ekonomis penting. Gonadnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan

pengganti ikan. Dibeberapa tempat seperti di Kepulaun Wakatobi, maupun Bau Bau, Buton, jenis

ini dapat dengan mudah ditemukan di pasar lokal, dan memiliki nilai jual yang tinggi (Suyanti, et

al., 2008). Nilai kepadatan Diadema spp. yang relatif tinggi hanya ditemukan pada stasiun TBRC03 (0,27

individu/m2), sedangkan kepadatan yang rendah terdapat di stasiun TBRC06, TBRC08 dan TBRC09

masing-masing 0,01 individu/m2 (Tabel 3.13). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya

kepadatan individu diadema dipengaruhi oleh ketesedian dan preferensi makanan (Aziz, 1994) serta

kurangnya kemampuan bersaing dalam menempati habitat (Kekenusa, 1993). Kepadatan Diadema spp.

yang tinggi diduga karena faktor substrat dan ketersediaan makanan. Jenis ini sangat menyukai tipe substrat

Page 62: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

51

yang didominasi oleh pasir serta perairan yang jernih dan tenang (De Beer, 1990), dengan makanan

utama berupa alga bentik (Collin & Arnesson, 1995) yang hidup menempel pada karang mati.

Aktivitas genus Diadema, seperti Diadema antillarum telah dilaporkan mempengaruhi keragaman,

kelimpahan, dan produktivitas komunitas alga (Ruiz-Ramos et al., 2011). Kehadiran jenis ini dapat

mempengaruhi rekrutmen karang dengan mengonsumsi ganggang dan membersih substrat, untuk

pertumbuhan larva karang. Penelitian terumbu karang di Discovery Bay Jamaika, menunjukkan bukti

pentingnya kehadiran bulu babi sebagai pengontrol dalam ekosistem terumbu karang. Pada 1950-an, tutupan

makroalga di Teluk Discovery, ditemukan dalam persentase yang sangat rendah, sedangkan karang

scleractinian memiliki persentase tutupan sebesar 90% (Edmunds and Carpenter, 2001). Namun, kematian

massal bulu babi pada tahun 1984 menyebabkan meningkatnya tutupan alga dari 4% menjadi 92%, sehingga

mengurangi tutupan karang dari rata-rata 52% menjadi 3%, antara 1977 dan 1993 (Knowlton 2001). Hal ini

mencerminkan pentingnya keberadaan genus Diadema pada ekosistem terumbu karang.

Bulu babi (Genus Diadema) diketahui memainkan peran penting dalam mengontrol komunitas alga

dan mempengaruhi rekrutmen karang. Pada kepadatan yang tinggi, genus Diadema akan memakan

semua organisme, jadi tidak hanya alga, sehingga menghambat rekruitmen karang (Sammarco,

1980) serta memangsa jaringan karang hidup pada koloni dewasa (Ruiz-Ramos et al., 2011). Sedangkan

bila berada pada kondisi kepadatan yang sangat rendah, alga akan mengambil alih daerah ini dan

menghambat pertumbuhan karang, dan pada kepadatan individu yang sedang, grazing D. setosum,

dapat mengontrol pertumbuhan alge serta dapat membersihkan substrat, sehingga planula karang

dapat menempel dan berkembang. Dengan demikian secara tidak langsung membantu memelihara

kelangsungan hidup karang.

Bila melihat nilai kepadatan individu yang sangat rendah pada setiap stasiun pengamatan

(˂ 1 individu/140m2), dapat dikatakan bahwa kehadiran genus Diadema pada perairan Taman

Nasional Taka Bonerate tidak berperan besar terhadap tinggi rendahnya tutupan alga. Genus

Diadema secara efektif dapat mengurangi kelimpahan alga bila berada pada kepadatan sekitar 400

bulu babi/100m2 (Edmunds dan Carpenter, 2001). Selain genus Diadema, ikan-ikan kelompok

herbivora juga dapat mengontrol pertumbuhan alga pada ekosistem terumbu karang. Empat kelompok ikan

yang dianggap penting secara ekologis adalah dari famili Acanthuridae, Scaridae, Siganidae dan

Pomacentridae. Perrig (2008) in Goh (2015) menyataka bahwa, Kehadiran ikan-ikan herbivor seperti

Page 63: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

52

famili Siganidae, merupakan salah satu kelompok lokal yang memainkan peran penting dalam

mengendalikan pertumbuhan makroalga. Kondisi ini mencerminkan bahwa jenis megabentos target

(Diadema) yang hidup berasiosasi dengan terumbu karang memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap

pertumbuhan dan rekruitmen koloni karang.

Dibandingkan megabentos ekonomis penting lainnya, seperti kima (Tridacna spp.),

teripang (Holothurian), dan Lola (Trochus spp.), memiliki nilai kepadatan total individu yang

sangat rendah (Tabel 3.13) dengan sebaran yang relatif terbatas. Rendahnya kepadatan individu

dan sebaran teripang disebabkan oleh aktiitas pengangkapan yang berlebihan (over exploitation).

Aktivitas penangkapan oleh nelayan lokal di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate sangat

tinggi pada semua jenis biota. seringkali kegiatan ini dilakukan dengan cara-cara tidak benar dan

tidak rama lingkungan seperti penggunakan potas (potassium sianida) dan sulit untuk di atasi.

Namun usaha yang tidak kenal lela dari para staff dan petugas BKSDA setempat, dapat merubah

perilaku penggunakan bahan racun dalam melakukan penangkapan ikan. Sedangkan sebaran yang

sempit dan kepadatan individu rendah dari jenis-jenis Trochus spp. (Tabel 3.12), disebabkan oleh

tipe substrat yang tidak ideal.

Kehadiran Lola (Trochus spp.) hanya ditemukan pada stasiun TBRC01, TBRC02,

TBRC08 dan TBRC10, erat hubungannya dengan tipe substrat yang tidak ideal bagi jenis tersebut.

Dimana semua stasiun pengamatan hanya didominasi oleh pertumbuhan karang bercabang

(Acropora). Lola ditemukan hidup dengan baik pada rataan terumbu dengan substrat keras, yang

tersusun dari karang batu ditumbuhi makroalga yang merupakan makanan utamanya.

Karena mengandung lapisan mutiara yang cukup tebal pada cangkang, membuat Trochus

spp. (lola) memiliki nilai jual yang cukup tinggi di dalam maupun luar negeri, dan menjadi biota

target bagi nelayan. Kondisi ini membuat kelangsungan hidup lola terancam punah akibat tangkap

lebih (over fishing). Hal ini menyebabkan semakin sulit ditemukannya jenis–jenis tersebut dalam

kepadatan individu yang melimpah serta memiliki sebaran yang sangat terbatas hampir di seluruh

kawasan perairan pantai di Indonesia. Beberapa foto megabentos yang ditemukan pada setiap

stasiun pengamatan, ditampilkan pada Gambar 3.25.

Page 64: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

53

Gambar 3.25 Foto spesies megabentos pada masing-masing stasiun di Kawasan Perairan Taman

Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

Kehadiran dan persebaran fauna megabentos yang ditemukan pada setiap stasiun

pengamatan di perairan Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar,

sangat dipengaruhi oleh tipe substrat dan aktivitas nelayan lokal. Kondisi lingkungan perairan

yang masih baik, cukup mendukung fauna megabentos untuk hidup berasosiasi dengan terumbu

karang. Namun, tingginya penangkapan nelayan lokal maupun yang datang dari luar, dapat saja

mengganggu kehidupan fauna megabentos pada ekosistem karang. Bussarawit (1995)

menyatakan bahwa rendahnya keragaman moluska di lokasi taman nasional di Kepulauan Surin

dan Le-Pae, laut Andaman antara lain disebabkan oleh aktivitas manusia termasuk turis. Untuk

menghindari hai tersebut perlu dilakukan kajian yang komperhensip, sehingga pemanfaatan

perairan kawasan ini dapat dikelolah secara lestari (sustainable).

3.5 Lamun

Pemantauan kesehatan padang lamun di perairan Taman Nasional Taka Bonerate

Kabupaten Kepulauan Selayar dilakukan di 5 lokasi pada 8 stasiun antara lain Pulau Tarupa, Pulau

Jinato, Pulau Latondu, Pulau Rajuni dan Pulau Tinabo. Setiap lokasi atau pulau dilakukan dua

Page 65: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

54

stasiun pemantauan lamun dan setiap stasiun dilakukan tiga transek pengambilan data. Data yang

dikumpulkan antara lain persentase tutupan lamun, spesies yang dominan, keanekaragaman

spesies, persentase tutupan makro algae, epifit, tipe substrat dasar, kecerahan perairan dan rona

lingkungan pantai. Adapun hasil pemantauan kondisi lamun di setiap lokasi/stasiun dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Pulau Tarupa (Stasiun TBR01)

Perairan pulau Tarumpa dicirikan dengan tipe pantainya berpasir, vegetasi pantai berupa

semak dan pohon kelapa, kedalaman perairan saat dilakukan pengambilan data antara 49-105 cm

dan subtrat dasar yaitu berpasir. Stasiun pengamatan sesuai arah mata angin berada di sisi selatan.

Hasil identifikasi pesies lamun ditemukan empat spesies antara lain Thalassia hemprichii (Th),

Cymodocea rotundata (Cr), Halodule pinifolia (Hp) dan Halophila ovalis (Ho). Spesies yang

dominan yaitu Thalassia hemprichii (36%) dan Cymodocea rotundata (21%). Kondisi lamun pada

stasiun TBRS01 termasuk ‘kurang sehat’ (51%). Persentase tutupan makro algae dan epifit yaitu

<2% yang berarti perairan masih jernih alami (Gambar 3.26).

Gambar 3.26 Lingkungan pantai Tarumpa TBRS 01 (kiri) dan dan padang lamun di perairan

Tarumpa pada stasiun TBRS01 (kanan).

Stasiun TBRS02

Rona lingkungan pantai stasiun TBRS 02 sisi timur dicirikan dengan tipe pantai ‘berpasir’,

pemukiman nelayan cukup padat dan tambatan perahu nelayan, kedalaman perairan saat

dilakukan pengamatan antara 48-86 cm dan subtrat dasar berpasir. Spesies lamun teridentifikasi

Page 66: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

55

hanya dua spesies yaitu Thalassia hemprichii (35%) dan Cymodocea rotundata (34%). Meskipun

hanya dua spesies yang ditemukan, namun kondisi lamun termasuk ‘sehat’ (63%) serta tutupan

makro algae dan efipit <5% sehingga perairannya masih jermih alami (Gambar 3.27).

Gambar 3.27 Lingkungan pantai Tarumpa TBRS02 (kiri) dan padang lamun di perairan Tarumpa

TBRS02 (kanan).

Pulau Jinato (Stasiun TBRS03)

Stasiun pemantauan TBRS 03 sesuai arah mata angin berada di sisi selatan dan perairan

pantai sisi barat. Kondisi lingkungan pantai di stasiun (TBRS03) dicirikan pantai “berpasir”

kedalaman perairan saat pengambilan data antara 102-146 cm dan subtart dasar berpasir.

Keanekaragaman spesies lamun ditemukan lima spesies antara lain Thalassia hemprichii,

Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium dan Enhalus acoroides.

Spesies dominan yaitu Thalassia hemprichii (37%) dan Cymodocea rotundata (23%). Kondisi

lamun termasuk “sehat” (64%), persentase makro algae 4,43% dan epifit 7,56% (Gambar 3.28).

Gambar 3.28. Lingkungan pantai Jinato TBRS03 (kiri) dan pengukuran lamun di.stasiun TBRS03

(kanan).

Page 67: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

56

Stasiun TBRS04

Stasiun pemantauan kondisi lamun pada TBRS04 sesuai arah mata angin berrada di sisi utara

dengan lingkungan pantai dicirikan pantai ‘’berpasir’ dengan kedalaman perairan saat

pengambilan data antara 81-142 cm dan subtrat dasar perairan yaitu berpasir. Spesies lamun

ditemukan ada empat spesies antara lain Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata,

Syringodium isoertifolium dan Enhalus acoroides. Spesies dominan hanya Thalassia hemprichii

(48%). Persentase tutupan makro algae 2,8% dan epifit 11%. Kondisi lamun termasuk ‘kurang

sehat’ (57%) (Gambar 3.29).

Gambar 3.29 Lingkungn pantai Jinato TBRS04 (kiri) dan padang lamun Jinato TBRS04 (kanan).

Pulau Latondu (Stasiun TBRS05)

Pemantauan lamun pada stasiun TBRS 05 sesuai arah mata angin berada di sisi tenggara

tepatnya pada sisi pantai barat pulau Latondo. Lingkungn pantai stasiun TBRS05 yaitu pantai

berpasir. Kedalaman perairan saat dilakukan pengambilan data antara 69-95 cm dan subtrat dasar

yaitu berpasir. Hasil identifikasi hanya dua spesies Thalassia hemprichii (77%) dan Cymodocea

rotundata (3%), sehingga spesies yang mendominasi hanya Thalassia hemprichii. Kondisi lamun

termasuk ‘sehat’(75%). Persentase tutupan makro algae 1,2% dan efipit 9,8% (Gambar 3.30).

Page 68: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

57

Gambar 3.30 Lingkungan pantai Latondo TBRS05 (kanan) dan padang lamun perairan Latondo

di stasiun TBRS05 (kiri).

Pulau Latondu (Stasiun TBRS06)

Stasiun TBRS06 sesuai arah mata angin masih berada di sisi tenggara namun pada sisi

timur pulau Latondo. Pemantauan kondisi lamun pada stasiun TBRS06 termasuk ‘kurang sehat”

(51%). Keanekaragaman spesies yang ditemukan lima spesies antara lain Thalassia hemprichii,

Cymodoces rotundata, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis dan Halodule uninervis.

Spesies yang dominan Thalassia hemprichii (40%). Persentase tutupan makro algae 6,6% dan

Epifit 7,9%. Kedalam perairan saat pengambilan data antara 57-98 cm dan subtrat dasar berpasir

(Gambar 3.31).

Gambar 3.31 Lingkungan pantai Latondo pada stasiun TBRS06 (kiri) dan padang lamun di

perairan Pulau Latondo TBRS06 (kanan).

Page 69: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

58

Pulau Rajuni Kecil (Stasiun TBRS07)

Stasiun pemantauan di Lokasi Pulau Rajuni kecil hanya satu stasiun yaitu TBRS 07.

Kondisi lingkungan pantai dicirikan dengan tipe pantainya berpasir, kedalaman perairan saat

dilakukan pengambilan data antara 111-143 cm dan subtrat dasar yaitu berpasir. Rona lingkungan

pantai sebagai tambatan kapal “rumpon” dan terhitung berjumlah sekitar 30 buah kapal rumpon.

Pulau Rajuni Kecil dengan jumlah penduduk yang relatif padat, jika dibandingkan dengan pulau-

pukau lainnya yang dihuni. Spesies lamun ditemukan lima spesies antara lain Thalassia

hemprichii (Th), Cymodocea rotundata (Cr), Cymodocea serrulate (Cs), Syriongodium

isoetifolium (Si), Eanhalus acoroides (Ea). Spesies yang dominan yaitu Thalassia hemprichii

(23%) dan Cymodocea rotundata (13%). Kondisi lamun pada stasiun TBRS 07 termasuk ‘kurang

sehat’ (51%). Persentase tutupan makro algae (3%) dan epifit (7%) (Gambar 3.32).

Gambar 3.32 Lingkungan pantai Pulau Rajuni pada stasiun TBRS07 (kiri) dan padang lamun di

perairan TBRS07 (kanan).

Pulau Tinabo (Stasiun TBRS08)

Pulau Tinabo dicirikan dengan tipe pantainya yaitu berpasir. Kedalaman perairan saat

dilakukan pengambilan data antara 87-107 cm dengan subtrat dasar berpasir. Stasiun TBRS08

sesuai arah mata angin berada di sisi utara tepatnya sisi timur pulau Tinabo. Spesies lamun yang

ditemukan lima spesies antara lain Thalassia hemprichii (Th), Cymodocea rotundata (Cr),

Cymodocea serrulata (Cs), Syringodium isoetifolium (Si) dan Halophila ovalis (Ho) (Gambar

3.33). Spesies yang dominan yaitu Thalassia hemprichii (17%) dan Cymodocea rotundata (6%).

Kondisi lamun pada stasiun TBRS08 termasuk ‘miskin’ (25%). Tidak di temukan adanya makro

algae dan epifit atau perairan masih jernih alami.

Page 70: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

59

Gambar 3.33 Lingkungan pantai Pulau Tinabo pada stasiun TBRS08 (kiri) dan padang lamun di

perairan Pulau Tinabo TBRS08 (kanan).

Kondisi Lamun di perairan Taman Nasional Taka Bonerate

Pemantauan kondisi lamun di seluruh lima lokasi perairan Taman Nasional Taka Bonerate,

Kabupaten Kepulauan Selayar termasuk ‘kurang sehat’sampai “sehat”. Lima lokasi yang kondisi

lamun termasuk ‘sehat’ ditemukan di pulau Tarumpa (TBRS02), Jinato (TBRS03), Latondo

(TBRS05), sedangkan kondisi ‘kurang sehat’di pulau Tarupa (TBRS01), Jinato (TBRS04),

Latondo (TBRS06), dan pulau Rajuni kecil (TBRS07). Pulau Tinabo (TBRS08) merupakan salah

satu lokasi dengan kondisi lamun termasuk “miskin” (Gambar 3.34).

Gambar 3.34 Kondisi lamun di delapan stasiun perairan Taman Nasuional Taka Bonerate 2019.

Page 71: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

60

Keanekaragaman Spesies Lamun

Keanekaragmana spesies selama dilakukan pemantauan di perairan Taman Nasional Taka

Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan teridentifikasi delapan spesies antara

lain Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulate,

Syringodium isoetifolium, Halodule pinifolia, Halophila ovalis, dan Halodule uninervis. Di luar

stasiun pemantauan ditemukan spesies Thalassodendron ciliatum, sehingga keanekaragaman

spesies lamun yaitu Sembilan spesies. Spesies yang mendominasi di perairan Taman Nasional

Tabonerate yaitu Thasassia hemprichii dan Cymodocea rotundata Tabel 3.14 dan Gambar 3.35.

Tabel 3.14 Hasil identifikasi keanekaragaman spesies lamun di perairan Taka Bonerate 2019

Stasiun TBRS01 TBRS02 TBRS03 TBRS04 TBRS05 TBRS06 TBRS07 TBRS08

Th 36,1 35 36,7 48,1 77,46 40 23,4 17,60

Cr 20,6 33,71 23,1 2,5 2,5 5,42 13,2 6,44

Cs 0 0 0,76 0 0 0 2,1 0,08

Si 0 0 3,37 0,11 0 0,72 7,5 0,23

Ho 0,23 0 0 0 0 0,68 0 0,27

Hu 0 0 0 0 0 2,73 0 0,00

Hp 0,04 0 0 0 0 0 0 0,00

Ea 0 0 5,15 13,75 0 0 0,61 0,00

Jml Spesies 4 2 5 4 2 5 5 5

Gambar 3.35 Kenaekaragaman spesies di perairan Taman Nasional Taka Bonerate

Keanekaragamana jumlah spesies yang ditemukan di setiap lokasi/pulau pada dua sisi

Page 72: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

61

berbeda memperlihatkan kondisi lamun dan jumlah keanekaragaman spesies yang berbeda-beda

(Tabel 3.15). Hal ini menjadi menarik untuk dilakukan kajian lanjutan terkait dengan kondisi dan

jumlah keanekaragaman lamun yang berbeda-beda, apakah ada faktor lain seperti pola arus,

keberadaan padang lamun pada sisi pantai pulau yang berbeda, kualitas lingkungan dan lebar

rataan terumbu pantainya serta kandungan subtrat dasar perairannya.

Tabel 3.15 Kondisi lamun terhadap keanekaragaman spesies di setiap stasiun Taman Nasional

Taka Bonerate.

Stasiun TBRS01 TBRS02 TBRS03 TBRS04 TBRS05 TBRS06 TBRS07 TBRS08

Tutupan (%) 51,32 62,07 64,02 57,2 74,62 50,9 51,1 25,00

Kondisi KS SH SH KS SH KS KS MK

Jml Spesies 4 2 5 4 2 5 5 5

Catatan: Kurang Sehat (KS), Sehat (SH), Miskin (MK)

Page 73: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

62

BAB 4. KESIMPULAN

Rataan terumbu karang Taman Nasional Taka Bonerate mempunyai luas 47818,7 hektar

dengan kedalaman kurang dari 1 m hingga 4 m. Substrat dasar dikelompokkan dalam 3 satuan,

yakni satuan karang yang terdiri atas karang hidup dan karang mati, satuan lamun dan satuan pasir

yang terdiri atas pasir kasar hingga halus, pasir bercampur algae dan pecahan karang.

Kesehatan terumbu karang di Taman Nasional Taka Bonerate berkategori sedang, hal ini

didasari oleh nilai tutupan karang hidup sedang dengan biomasa ikan yang rendah. Diindikasikan

adanya menggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan sehingga pelunya peningkatan

pengawasan.

Kondisi struktur komunitas ikan karang di perairan karang Taman Nasional Taka Bonerate

menunjukkan status yang rendah menurut indikasi keragaman, kepadatan dan biomassa.

Komposisi jenis dan suku menunjukkan urutan dominasi dari kelompok herbivora pada komunitas

ikan karang. Keragaman jenis dan kepadatan ikan indikator Chaetodontidae menunjukkan tingkat

yang rendah. Kondisi seperti ini menunjukkan lingkungan habitat ikan yang kurang baik.

Ditemukan sebanyak 7 jenis fauna megabentos selama pengamatan dan terdiri dari 2

kelompok, yaitu ekinodermata (4 jenis) dan moluska (3 jenis). Tridacna spp. Drupella cornus dari

kelompok moluska dan Linckia laevigata (kelompok ekinodermata) memiliki jumlah individu

tertinggi dengan sebaran yang cukup luas dan ditemukan disemua stasiun pengamatan. Rendahnya

kepadatan individu teripang pada setiap stasiun disebabkan oleh tangkap lebih, sedangkan

rendahnya nilai frekuensi kehadiran dari Trochus spp. dengan kepadatan individu yang rendah,

dipengaruhi oleh tipe substrat yang tidak sesuai.

Secara umum kondisi lamun di perairan Taman Nasional Taka Bonerate termasuk kurang

sehat sampai sehat hanya lokasi pulau Tinabo termasuk miskin. Keanekragaman spesies

ditemukan Sembilan spesies atara lain Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea

rotundata, Cymodocea serrulate, Syringodium isoetifolium, Halodule pinifolia, Halophila ovalis,

Halodule uninervis dan spesies Thalassodendron ciliatum diluar pantuan. Spesies yang dominan

yaitu Thaassia hemprichii dan Cymodocera rotundata.

Page 74: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

63

DAFTAR PUSTAKA

AIMS. (2016). The facts on Great Barrier Reef coral mortality. Great Barrier Reef Marine Park

Authority. 2 pp.

Albert, S., Udy, J., & Tibbetts, I. R. (2007). Responses of Algal Communities to Gradients in

Herbivora Biomass and Water Quality in Marovo Lagoon, Solomon Islands. Coral Reefs

27 : 73 - 82. DOI: 10.1007.s00338-007-0292-0.

Aline T. 2008. Dissolution of dead corals by euendolithic microorganisms across the northern

Great Barrier Reef (Australia). Microb Ecol 55: 569-580.

Allen, G. R. & M.V. Erdmann. (2012). Reef Fishes of the East Indies. Univ of Hawaii Press. 1292

pp.

Ampou E. E., O. Johan, C. E. Menkes, F. Nino, F. Birol, S. Ouillon, S. Andrefouet. (2016). Coral

mortality induced by the 2015-2016 El-Nino in Indonesia: the effect of rapid sea level

fall. Biogesoscience Discussion, 9 Sept 2016.

Anonimous. 2017. Monitoring kesehatan terumbu karang dan ekosistem terkait di perairan

Wakatobi. Coremap–CTI. Pusat Penelitian Oseanografi. Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia.101hlm.

Anonimous. 2017. Monitoring kesehatan terumbu karang dan ekosistem terkait di perairan

Kapulauan Buton. Coremap–CTI. Pusat Penelitian Oseanografi. Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia.95hlm.

Anonimous 2016. Monitoring kesehatan terumbu karang dan ekosistem terkait di perairan Pulau

Batanta dan Pulau Salawati, Papua Barat. Coremap–CTI. Pusat Penelitian Oseanografi.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.124hlm.

Arthur. M.R.H. 1972. Geographycal ecology pattern in the distribution species. Harper & Row.

Publish. New York. 260pp.

Aspan, Z. (2015). Perlindungan hukum terhadap terumbu karang di Taman Nasional. Jurnal

Hukum Lingkungan, Vol 2: 73 – 94.

Ayling, A.M. & Ayling, A.L. 1987, Ningaloo Marine Park: preliminary fish density assessment

and habitat survey, with information on coral damage due to Drupella grazing, Report

to the Department of Conservation and Land Management, Western Australia.

Aziz A. 1994. Tingkah laku bulu babi di padang lamun. Oseana. 14(4): 35–43.

Aziz, A. 1996. Habitat dan Zonasi Fauna Echinodermata di Ekosistem Terumbu Karang. Oseana,

24(2): 33–43.

Barco A, Claremont M, Reid D.G. Houart R. Bouchet P. Williams S.T., Cruaud C. Couloux A. and Oliverio

M. 2010. A molecular phylogenetic framework for the Muricidae, a diverse family of carnivorous

gastropods. Mol Phylogenet Evol. 56:1025–1039.

Page 75: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

64

Bell, J.D. & Galzin, R. (1984). Influence of live coral cover on coral reef fish communities. Mar

Ecol. Prog. Ser. 15: 265-274.

Berkepile, D.E., &. Hay, M.E. (2008). Herbivore species richness and feeding complementarity

affect community structure and function on a coral reef. Proceedings of the National

Academy of Sciences. The United States of America, 105, 16201–16206.

Black R. and Johnson M.S. 1994. Growth Rates in Outbreak Population of The Corallivorous

Gastropoda Drupella Cornus (Roding 1798) at Ningaloo Reef, western Australia. Coral

reef 13:145–150.

Bosiger, Y.J. & McCormick, M.I. (2014) Temporal Links in Daily Activity Patterns between

Coral Reef Predators and Their Prey. PLoS ONE 9 (10): e111723.

doi:10.1371/journal.pone.0111723

Brander, L. M., Van Beukering, P., & Cesar, H. S. (2007). The recreational value of coral reefs:

a meta-analysis. Ecological economics, 63(1), 209-218.

Cabaitan P.C., E.D. Gomez and P.M. Alino. 2008. Effects of coral transplantation and giant clam

restocking on the structure of fish communities on degraded patch reefs. J. Exp

Mar.Biol. Ecol. 357, 85-98.

Carpenter, K.E., Miclat, R.I., Albaladejo, V.D. & Corpuz, V.T. (1981). The influence of substrate

structure on the local abundance and diversity of Philippine reef fishes. Proc. Fourth Int.

Coral Reef Symp., Manila 2: 497-502.

Chabanet, P, Ralambondrainy, H., Amanieu, M., Faure, G. & Galzin, R. (1997). Relationship

between coral reef substrata and fish. Coral Reefs 16: 93-102.

Collin P.L. and C. Arnesson 1995. Tropical Pasific Invertebrates. Coral Reef Prees, California:

209 pp.

Crandall, E.D., E.A. Trem, L. Liggins, L. Gleeson, N, Yasuda, P.H. Barber, G. Worheide and C.

Riginos. 2014. Return of the ghosts of dispersal past: historical spread and contemporary

gene flow in the blue sea star. Bulletin of Marine Science, 90(1):399 – 425. doi:

10.5343/bms.2013.1052.

Cumming R. L. and D. McCorry. 1998. Corallivorous gastropods in Hong Kong. Coral Reef

17:78.

De Beer M. 1990. Distribution patterns of regular sea urchins (Echinodermata: Echinnoides) cross

the Spermonde shelf, SW Sulawesi (Indonesia). In De Ridder, Dubois, Lahaye & Jangoux

(Eds.). Proceedings of the second European conference on echinoderms

Brussels,Belgium, 18 – 21 September 1989 (p.165–169). Leiden: National Museum of

National History.

Edmunds P.J. and R. Carpenter. 2001. Recovery of Diadema antillarumreduces macroalgae cover

and increases abundance of juvenile corals on Caribbean reef. P. Natl. Acad. Sci. USA

98(9):50675073.

Page 76: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

65

English, S., C. Wilkinson & V. Baker.1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources.

Australian Institute of Marine Science. Townsville. Australia.

Feary, D.A., Almany, G.R., Jones, G.P. & McCormick, M.I. 2007a. Coral degradation and the

structure of tropical reef Fish communities. Mar. Ecol. Prog. Ser. 333:243–248

Froese, R. & D. Pauly. Editors. 2014. FishBase. World Wide Web electronic publication.

www.fishbase.org. version (04/2014).

Gabbi G. 1999. Shells: Guide to the jewels of the sea. Turin: Periplus. 168 pp.

Giyanto. Mumby, P., Dhewani, N., Abrar, M., dan Iswari, M. Y. (2017). Indeks kesehatan

terumbu karang. COREMAP-CTI, Jakarta. 99 pp.

Giyanto. 2012a. Kajian tentang panjang transek dan jarak antar pemotretan pada penggunaan

metode transek foto bawah air. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 38 (1): 1-18.

Giyanto. 2012b. Penilaian kondisi terumbu karang dengan metode transek foto bawah air.

Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 38 (3):377-389.

Goh, B.P.L and Lim, D.Y.F. 2015. Distribution and Abundance of Sea Urchins in Singapore Reefs

and Their Potential Ecological Impacts on Macroalgae and Coral Communities. Ocean

Sci. J. (2015) 50(2):211-219 http://dx.doi.org/10.1007/s12601-015-0018-0.

Gomez, E.D., & Yap, H.T. (1988). Monitoring Reef Condition (p. 171). In Kenchington, R.A. &

B.E.T. Hudson (Eds). Coral Reef Management Handbook. Unesco Publisher, Jakarta.

Graham, N. A., Wilson, S. K., Jennings, S., Polunin, N. V., Bijoux, J. P., & Robinson, J. (2006).

Dynamic fragility of oceanic coral reef ecosystems. Proceedings of the National

Academy of Sciences, 103(22), 8425-8429.

Grimsditch, G.D. & Salm, R. V. (2006). Coral Reef Resilience and Resistance to Bleaching.

IUCN, Gland, Switzerland. 52 hal.

Gunawan, C.A., G. Allen, G. Bavestrello, C. Cerrano, A. Destari, B. Foster, A. Hagan, I. Hazam,

Z. Jaafar, Y. Manuputty, N. Perera, S. Pinca, I. Silaban & Y. Yahya. 2006. Status

Terumbu Karang di Indonesia Pasca Tsunami Desember 2004. Dalam: Status Terumbu

Karang di Negara-Negara yang Terkena Tsunami 2005. C. Wilkinson, D. Souter & J.

Goldberg (Eds). Australian Institute of Marine Science, Townville, Queesland, Australia. 165 pp.

Hartoko, A. , Kumalasari, I. & Anggoro, S. (2014). Toward a New Paradigm of Ecosystem and

Endemic Organism based on Spatial Zonation for Taka Bonerate Marine Protected Area.

International Journal of Marine and Aquatic Resource Conservation and Co-existence

Research Article, 1 (1): 39-49.

Hoeksema B. W., C. Scott and J.D. True. 2013. Dietary shift in corallivorous drupella snails

following a major bleaching event at Koh Tao Gulf of Thailand. Coral Reef : 1–6.

Page 77: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

66

Hughes, T. P., Rodrigues, M. J., Bellwood, D. R., Ceccarelli, D., Guldberg O. H., McCook, L.,

Moltschniwskyj, N., & Pratchett, M. S. (2007). Phase Shifts, Herbivory, and the

Resilience of Coral Reefs to Climate Change, Curent Biology, 17, 360 - 365.

Iken K., B. Konar, L. Benedetti-Cecchi, J.J. Cruz-Motta, A. Knowlton, G. Pohle, A. Mead, P.

Miloslavich, M. Wong and T. Trott. 2010. Large-scale spatial distribution patterns of

echinoderms in nearshore rocky habitats. PloS ONE. 5(11):e13845.

Jimenez, H., P. Dumas, D. Ponton, J. Ferraris. 2012. Predicting Invertebrate Assemblage

Composition from Harvesting Pressure and Environmental Characteristics on Tropical

Reef Flats. Coral Reefs 31:89–100.

Jones GP, McCormick, M.I., Srinivasan, M. & Eagle, J.V. 2004. Coral decline threatens fish

biodiversity in marine reserves. Proc Natl. Acad Sci USA 101:8251–8253.

Kater B.J., A.J.M. Geurts, J.J. van Kessel and M.D. Baars. 2006. Distribution of cockles

Cerastoderma edule in the Eastern Scheldt: habitat mapping with abiotic variables.

Marine Ecological Progress Series 318:221–227.

Kekenusa J. S. (1993). Pola penyebaran, keanekaragaman dan asosiasi antara species teripang di

pesisir pantai barat Pulau Nain, Sulawesi Utara. Jurnal Fakultas Perikanan UNSRAT,

11(4), 11–17.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2004. Kriteria Baku Kerusakan dan

Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan

Kelembagaan Lingkungan Hidup.

Kohler, K.E; M. Gill. 2006. Coral Point Count with Excel extensions (CPCe): a visual basic

program for the determination of coral and substrate coverage using random point count

methodology. Comput Geosci 32(9):1259-1269.

Knowlton N. 2001. Sea urchin recovery from mass mortality: new hope for Caribbean coral reefs?

P. Natl. Acad. Sci. 98(9):48224824.

Kuiter, R.H. & Tonozuka, T. (2001). Pictorial Guide to : Indonesian Reef Fishes. Zoonetics Publc.

Seaford VIC 3198. Australia.

Laxton, J.H. 1974. A preliminary study of the biology and ecology ot the blue startfish Linckia

laevigata (L). On the Australian Great Barrier Reef an an interpretation of its role in the

coral reef ecosystem. Biological Journal of the Linnean Society, 6:47–64. doi:

10.111/j.1095–8312.1974.tb00713.x.

Long B.G., I.R. Pioner, and T.D. Wassenberg. 1995. Distribution, biomass and community

structure of megabenthos of the Gulf of Carpentari, Australia. Mar Ecol. Prog. Ser. Vol.

129: 127–139.

Moberg, F., & Folke, C. (1999). Ecological goods and services of coral reef ecosystems.

Ecological economics, 29(2), 215-233.

Page 78: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

67

Neo M.L., W. Eckman, K. Vicentuan, S.L.M. Teo and P.A. Todd. 2015. The ecological

significance of giant clams in coral reef ecosystems. Biol Conserv 181: 111-23.

Nybakken J. W. 1992. Biologi laut, suatu pendekatan ekologi. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta. 496 hlm.

Obura, D., & Grimsditch, G. (2009). Resilience Assessment of Coral Reefs Rapid assessment

protocol for coral reefs, focusing on coral bleaching and thermal stress (p. 71).

IUCNResilience Science Group Working Paper Series – No 5, Gland, Switzerland.

Pratchett, M.S., Wilson, S.K., & Baird, A.H. (2006). Declines in the abundance of

Chaetodon butterfly fishes following extensive coral depletion. Journal of Fish Biology,

69(5), 1269-1280.

Pratchett, M.S. 2007. Feeding preferences of Acanthaster planci (Echinodermata: Asteroidea)

under controlled conditions of food availability. Pac. Sci. 61: 113–120.

Pramudji. 2017. Monitoring kesehatan terumbu karang dan ekosistem terkai di Teluk Kendari

95hlm.

Purbani, D., T.L. Kepel, & A. Takwir. 2014. Kondisi Terumbu Karang di Pulau Weh Pasca

Tsunami. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol. 21 (3) : 331-340.

Rahmawati, S., A.Irawan, I.H. Supriyadi, M.H.Azkab 2017. Panduan Pemantauan Padang Lamun.

Pusat Penelitian Oseanografi-COFREMAP CTI-LIPI, 35 hal.

Roberts, C., Ormond, R., Marine, T. & Kingdom, U. (1987). Habitat complexity and coral reef

fish diversity and abundance on Red Sea fringing reefs. Mar. Ecol. Prog. Ser. Vol. 41 :

1 - 8.

Robertson, W. D., Schleyer, M. H., Fielding, P. J., Tomalin, B. J., Beckley, L. E., Fennessy, S. T.,

van der Elst, R. P., Bandeira, S., Macia, A. & Gove, D. ( 1996) . Inshore marine resources

and associated opportunities for development of the coast of Southern Mozambique:

Ponta do Ouro to Cabo de Santa Maria. S. Afr. Ass. Mar. Biol. Res. Unpub. Rep. 130.

Durban. 51 p.

Ruiz-Ramos D.V., E.A. Hernández-Delgado and N.V. Schizas. 2011. Population status of the long

spined urchin Diadema antillarum in Puerto Rico 20 years after a mass mortality event.

Bull. Mar. Sci. 87(1):113–127.

Sammarco P.W. 1980. Diadema and its relationship to coral spat mortality: grazing, competition,

and biological disturbance. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 45:245–272.

Sano, M., Shimizu, M. & Nose, Y. (1984). Changes in the structure of coral reef fish communihes

by destruction of hermatypic corals: observational and experimental views. Pacif. Sci.

38: 51-79.

Sharif S. and B. Rinkevich. 2008. A Drupella cornus outbreaks in the northen Gulf of Eilat and

changes in coral prey. Coral Reef 27: 379.

Page 79: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

68

Shoua L., Y. Huanga, J. Zenga, A. Gaoa, Y. Liaoa and Q. Chena. 2009. Seasonal changes of

macrobenthos distribution and diversity in Zhoushan sea area. Aquatic Ecosystem Health

12:110–115.

Sloan N.A. 1980. Aspects of feeding biology of asteroidea. Oceanogr. Mar. Biol. Ann. Rev.18 :

57–124.

Smith, J. E., Hunter, C. L., dan Smith C. M. (2010). The effects of top–down versus bottom–up

control on benthic coral reef community structure. Oecologia, 163(2), 497-507.

Soo P, and P.A. Todd. 2014. The behaviour of giant clams (Bivalvia: Cardiidae: Tridacninae).

Mar. Biol. 161: 2699-2717.

Steneck, B. (2012). How to kill a coral reef: Lessons fromthe Caribbean. http:// www.

reefresilience. org/ Toolkit Coral/C3a1_Herbivory.html.

Suharsono. 2017. Jenis-jenis karang di Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, 536 pp.

Suyanti, Henky, dan Falmi. 2008. Studi Biologi Bulu Babi (Echinoidea) Diperairan Teluk dalam

Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan

Riau.

Thamrin, S. Siregar, dan Yudha. 2011. Analisis Kepadatan Bulu Babi Diadema Setosum Pada

Kondisi Terumbu Karang Berbeda di Desa Mapur Kepulauan Riau. Jurnal Lingkungan.

2011:5 (1).

Thrush S.F., J.E. Hewitt, A. Norkko, P.E. Nicholls, G.A. Funnell and J.I. Ellis. 2003. Habitat

change in estuaries: predicting broadscale responses of intertidal macrofauna to sediment

mud content. Marine Ecological Progress Series 263:101–112.

Turner S.J. 1994. The biology and population outbreaks of the coalliovorous gastropods drupella

on Indo-Pacific Reefs. Oceanogr. Mar. Biol. Ann. Rev. 32: 461 – 530.

Wilson, S. K., Fisher, R., Pratchett, M. S., Graham, N. A. J., Dulvy, N. K., Turner, R. A., ... &

Rushton, S. P. (2008). Exploitation and habitat degradation as agents of change within

coral reef fish communities. Global Change Biology, 14(12), 2796-2809.

Wilson J.R. & Green, A.L. (2009). Metode Pemantauan Biologi Untuk Menilai Kesehatan

Terumbu Karang dan Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut di Indonesia

(Terjemahan). Versi 1.0. Laporan TNC Indonesia MarineProgram No 1/09. 46 hal.

Wilson SK, Graham NAJ, Pratchett M, Jones GP, Polunin N.V.C. 2006. Multiple disturbances

and the global degradation of coral reefs: are reef fishes at risk or resilient? Global

Change Biol 12:2220–2234.

Van Wynsberge S, S. Andrefouet, N. Gaertner-Mazouni, C.C.C. Wabnitz, A, Gilbert, G.

Remoissenet, C. Payri and C. Fauvelot. 2016. Drivers of density for the exploited giant

clam Tridacna maxima: A meta analysis. Fish 17, 567-584.

Page 80: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

69

LAMPIRAN

Lampiran 1. Nilai tutupan masing masing kategori bentik.

Stasiun Tahun HC AC NAC DC DCA SC SP FS OT R S SI RK

TBRC01 2019 31.73 0.00 31.73 0.00 49.87 6.73 1.00 0.00 6.53 3.53 0.60 0.00 0.00

TBRC02 2019 15.93 0.33 15.60 0.07 47.53 2.33 1.67 0.00 7.73 17.53 7.20 0.00 0.00

TBRC03 2019 26.53 1.67 24.87 0.13 57.33 0.53 1.87 0.00 2.40 4.47 6.73 0.00 0.00

TBRC04 2019 22.53 0.07 22.47 0.00 47.73 9.07 4.60 0.07 13.80 0.60 1.60 0.00 0.00

TBRC05 2019 24.93 0.00 24.93 0.00 33.13 11.07 13.07 0.13 17.07 0.20 0.40 0.00 0.00

TBRC06 2019 17.13 0.00 17.13 0.00 38.20 6.67 8.60 0.27 23.80 2.87 2.47 0.00 0.00

TBRC07 2019 35.93 3.93 32.00 0.00 37.53 0.20 1.40 0.40 4.73 12.67 7.13 0.00 0.00

TBRC08 2019 26.53 1.40 25.13 0.13 20.67 0.93 2.67 0.00 5.27 13.87 29.93 0.00 0.00

TBRC09 2019 14.87 0.33 14.53 0.00 24.07 22.67 3.87 0.27 28.73 2.27 3.27 0.00 0.00

TBRC10 2019 24.80 0.07 24.73 0.20 46.13 5.33 1.07 0.07 13.60 1.53 7.27 0.00 0.00

TBRC11 2019 37.07 0.00 37.07 0.00 30.47 13.07 2.07 0.07 10.93 5.73 0.60 0.00 0.00

TBRC12 2019 17.40 1.13 16.27 0.27 27.20 3.67 3.00 0.07 2.93 10.93 32.07 2.47 0.00

Kode Keterangan

HC : Hard Coral = Karang batu hidup - AC : Acropora = karang batu marga Acropora - NAC : Non Acropora = karang batu selain marga Acropora DC : Dead Coral = karang mati DCA : Dead Coral with Algae = karang mati yang telah ditumbuhi alga SC : Soft Coral = karang lunak SP : Sponge = spon FS : Fleshy Seaweed = alga OT : Other Fauna = fauna lain R : Rubble = pecahan karang S : Sand = pasir SI : Silt = lumpur RK : Rock = batuan

Page 81: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

70

Lampiran 2. Jenis- jenis karang keras yang dapat dijumpai di lokasi transek.

No. Suku TBRC

01

TBRC

02

TBRC

03

TBRC

04

TBRC

05

TBRC

06

TBRC

07

TBRC

08

TBRC

09

TBRC

10

TBRC

11

TBRC

12 Jenis

I ASTROCOENIIDAE i Stylocoeniella 1 Stylocoeniella armata - - - + - - - + - - - - 2 Stylocoeniella cocosensis - - - + - - - - - - - - 3 Stylocoeniella guentheri - - - - - - - + - - - - ii Palauastrea 4 Palauastrea ramosa - + - - - - - + - - - +

II POCILLOPORIDAE iii Pocillopora 5 Pocillopora ankeli + + - + - + - - - - - - 6 Pocillopora damicornis + + + + + + + + + + + + 7 Pocillopora danae + + - + + - + + + + + + 8 Pocillopora eydouxy - - - - - - - - + - - - 9 Pocillopora meandrina - + - - - + - - + + + - 10 Pocillopora verrucosa + + + - + + + + + + + + 11 Pocillopra elegans - - - - - - - - - - + - iv Seriatopora 12 Seriatopora aculeata + - - - - + + - - - - - 13 Seriatopora caliendrum - - + - - + + + - - - - 14 Seriatopora dendritica - - - - - - - + - - - - 15 Seriatopora guttatus - - - - - - - + - - - - 16 Seriatopora hystrix + + - - - + + + + - - - 17 Seriatopora stellata - - - - - - - - + - - - v Stylophora 18 Stylophora pistillata + + - + - + + + + - + + 19 Stylophora subseriata - + + - - + + + + - - +

III ACROPORIDAE vi Montipora 20 Montipora caliculata + + + + + + + + + + + + 21 Montipora cebuensis + - - - - - - - - - - - 22 Montipora cocosensis - - - - - - - - - - + - 23 Montipora confusa - + - - - - - - - - - - 24 Montipora corbettensis - - - - - - + - - - - - 25 Montipora danae - - - - + + + - + + - + 26 Montipora digitata - + - - - - - - - - - - 27 Montipora efflorescens - + + + + - - + - - - - 28 Montipora effusa - + - - - - - - - - - - 29 Montipora floweri - - - - + + - - - - - - 30 Montipora foliosa + - - - - - + - - - - - 31 Montipora foveolata - - - + + + - + + - + + 32 Montipora friabilis - - - + - - + - - - - - 33 Montipora grisea - - - - + - - + - - + - 34 Montipora hirsuta - + - - - + - - - - - - 35 Montipora hispida - - - - - - - + + + - - 36 Montipora informis - - + + + - - + - - + + 37 Montipora millepora - - - + - - - + - - - - 38 Montipora monasteriata - - - - - - + - - - - + 39 Montipora nodosa + - - + + - - + - - + + 40 Montipora orentalis - - - - - - + - - - - - 41 Montipora palawanensis - - - - + + - - - - - - 42 Montipora porites - - - - - + - - - + - - 43 Montipora spumosa - - - - - - - + - + - - 44 Montipora stellata + + + - - + + - - - - - 45 Montipora tuberculosa + + + + + + + + + + + + 46 Montipora turgenscens - - - - - - - - - - - + 47 Montipora undata - - - - - - - - + + + + 48 Montipora venosa - + - - - - - - + + - - 49 Montipora verrucosa - - - - + + - + - - - - 50 Montipora verruculosus - + + - - + - - - - - - 51 Montipora vietnamensis - - + - - - - - - - - - vii Anacropora 52 Anacropora forbesi - - - - - - - + - - - -

Page 82: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

71

53 Anacropora spinosa - - + - - - - - - - - - viii Acropora 54 Acropora aculeus - - - - - - + + - - - + 55 Acropora anthocercis - - - + + + - - - - - - 56 Acropora aspera - + - - - - + + + - - - 57 Acropora austera - + - - - - + + - - - + 58 Acropora batunai - - - - - - - - - - - + 59 Acropora bifurcata - - - - - - - - - - - + 60 Acropora carduus - - - + - - - + - - - + 61 Acropora caroliniana + + - - - - + + - - + + 62 Acropora cerealis - + + + - - - + + - - + 63 Acropora cophodactyla - - - - - - + - - - - - 64 Acropora cytherea - + + - - - + + - - - + 65 Acropora dendrum - - - - - - + - - - - - 66 Acropora desalwii - - - - - - - + - - - - 67 Acropora digitifera - - - - - - - + - - - - 68 Acropora divaricata - + - - - - + + + - - - 69 Acropora donei - - - - - - - + - - - - 70 Acropora exquisita - - - - - - - + - - - - 71 Acropora florida - + + + - - + + + - - + 72 Acropora formosa + - + - - - + - + - - + 73 Acropora gemmifera - + - + + + + - + - - + 74 Acropora globiceps - - - - - - - - - - + - 75 Acropora gomezi - + - - - - - + - - - - 76 Acropora grandis - - - - - - - + - - - - 77 Acropora granulosa - + - - - - + + - - + - 78 Acropora hoeksemai - - - - - - - - - + - - 79 Acropora horrida - - - - - - - - - - - + 80 Acropora humilis + + + + + + + + + - + + 81 Acropora hyacinthus - - - - - - - - + - + + 82 Acropora insignis - - + - - - + + - - - - 83 Acropora jacquelineae + - - - - - - - - - - + 84 Acropora kimbeensis - - - - - - - - - - - + 85 Acropora latistella - - + - - - + - - - - - 86 Acropora lokani - - - - - - - + - - - - 87 Acropora loripes - + - + + + + + + + - + 88 Acropora macrostoma - - - - - - - + + - - - 89 Acropora microclados - + - - - - + - + - - + 90 Acropora microphthalma - - - - - - + + - + - + 91 Acropora millepora + + - - - - + + - - - + 92 Acropora monticulosa - - - - - - - - - - - + 93 Acropora nasuta - + - + - + + + + - - - 94 Acropora nobilis - - + - - - + + + - - + 95 Acropora parilis - - - - - - + - - - - - 96 Acropora plana - - - - - - - + - - - - 97 Acropora plumosa - - - - - - + - - - - - 98 Acropora polystoma - - - - - - - + - - - - 99 Acropora proximalis - - - - - - - - - - - + 100 Acropora pulchra - - + - - - + + + - - + 101 Acropora rosaria - - - - - - - - - - - + 102 Acropora samoensis + - + - + - + + + - - + 103 Acropora secale - + - - - + + + - - + - 104 Acropora selago - + + - - - + + - - - + 105 Acropora speciosa - - - - - - - + - - - + 106 Acropora striata - + + - - - - - - + - - 107 Acropora subglabra - - - - - - + + - - - + 108 Acropora subulata - - - - - - - - - - + - 109 Acropora tenuis - + - - + - - + + - - - 110 Acropora valenciennesi - - - - - - - - + - - - 111 Acropora valida - + - - - - - - + - - + 112 Acropora willisae - - - + - - - - - - - - 113 Acropora yongei - - - - - - - + - - - - ix Isopora

114 Isopora brueggemanni - + + - - + + + - - - + 115 Isopora crateriformis - - - - + - - - - - - - 116 Isopora palifera + + + + - + + + + + + - x Astreopora

117 Astreopora gracilis + + + + - - - + + - - - 118 Astreopora listeri - - - + - + - + - - - - 119 Astreopora myriophthalma - + + - - + + + + - + + 120 Astreopora ocellata + + - - + - + + + + + +

Page 83: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

72

121 Astreopora randalli + - - - + - - - - - - - 122 Astreopora suggesta - - + + - - + + + - - +

IV PORITIDAE xi Porites

123 Porites annae + + - - + + + + - + - + 124 Porites anttenuata + + - - - + + - - - - - 125 Porites australiensis - - - + - - - + - - - - 126 Porites cocosensis - + - - + - - + - - - - 127 Porites cylindrica + + + - + + + + + + + + 128 Porites densa - - - + + - + - + + - - 129 Porites eridani - + - - - - - - - - - - 130 Porites horizontalata + + - + + + - - - + + + 131 Porites latistella + - - - - - - - - - - - 132 Porites lichen - + + + - + - - - + + - 133 Porites lobata + + + + + + + + + + + + 134 Porites lutea + + + + + + + + + + + + 135 Porites mayeri + - - - + + + + + + - - 136 Porites monticulosa + + - + - - + - - + + - 137 Porites murrayensis + + - + - + - - + - + + 138 Porites napopora + + - - + - + + - - - - 139 Porites negrosensis + + + + - + + + - + + - 140 Porites nigrescens + + + + + + + + + + + - 141 Porites ornata - - - - - + + - - + - - 142 Porites rugosa + + + - + - + + + + + - 143 Porites rus + + - + + - + - - + + + 144 Porites sillimaniana - - - - - - - - - - + - 145 Porites solida + + + + + + + + + + + + 146 Porites stephensoni + + - + + + + + + + - + 147 Porites tuberculosa + + - + + + + + + + + + 148 Porites vaughani + + + + + + - + + + + + xii Goniopora 149 Goniopora albiconus + - - - - - - - - - - - 150 Goniopora columna + + - + + + - + + - + + 151 Goniopora djiboutiensis + - - - - + - + - - - + 152 Goniopora eclipsensis - - - + - + - - - - + - 153 Goniopora fruticosa - - - + - - - - - - - - 154 Goniopora lobata + + - + - + - + - + + + 155 Goniopora minor - - - - - + - + - - + + 156 Goniopora palmensis - - - - - - - + + - - + 157 Goniopora somaliensis - - - - - - - + - - - - 158 Goniopora stokesi + - - + - + - + + + - - 159 Goniopora stutchburyi - - - - + + - - - - - - xiii Alveopora 160 Alveopora allingi - - - - - - - + - - - + 161 Alveopora fenestrata + - - - - - - - - - - - 162 Alveopora spongiosa - - - - - - - + - - - +

V SIDERASTREIDAE

xiv Pseudosiderastrea 163 Pseudosiderastrea tayami - - - - - - + + + + - - xv Psammocora 164 Psammocora contingua - - - - + - - + - + - - 165 Psammocora digitata - + - - - - - - - - - - 166 Psammocora explanulata - - - - - - - - - + - - 167 Psammocora haimeana - + - + - + - - + - + + 168 Psammocora nierstraszi + - - - - - - + - + - + 169 Psammocora obtusangula - - - - - - - - + - - -

170 Psammocora profundacella

+ + - + - - - - + + - +

171 Psammocora superficialis + + - - - - - + - + - - xvi Coscinaraea 172 Coscinaraea columna - + - + + - - - - - - - 173 Coscinaraea crassa - + - - - - + - - - - - 174 Coscinaraea exesa + + - + - - - - - - - - 175 Coscinaraea monile - + + - + - + - + - - - 176 Coscinaraea wellsi - - - - - - + - - - - - xvii Siderastrea 177 Siderastrea savignyana + - - + - - + - - - - +

VI AGARICIIDAE

Page 84: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

73

xviii Pavona 178 Pavona bipartita - - - - - - - - - - + - 179 Pavona cactus - - - - - - + + - - - + 180 Pavona clavus + - - - - - + - - - - - 181 Pavona danai + - - - - - + - - - - - 182 Pavona decussata + - + - - - + + - - - + 183 Pavona duerdeni - - - - - - - - + - + - 184 Pavona explanulata - + - - + - - - + + - + 185 Pavona minuta - - - - - - - - - + - - 186 Pavona varians + + + + + + + + + + + - 187 Pavona venosa + + + + + + + + + + + + xix Leptoseris 188 Leptoseris explanata - - - + + - - + - - - + 189 Leptoseris foliosa + + - + - - - + - - - + 190 Leptoseris hawaiiensis - - - + - - - - - - - - 191 Leptoseris incrustans + - - - - - - - - - - + 192 Leptoseris mycetoseroides - - - + + + - - - - + - 193 Leptoseris papyracea - + - - - - - - - - - - 194 Leptoseris scabra - - - + + + + - - - - + 195 Leptoseris scabra - + - - - - - - - - - - 196 Leptoseris tubulifera - - - - + - - - - - - - 197 Leptoseris yabei + - - - - - - - - - - - xx Gardineroseris 198 Gardineroseris planulata + + - - - + + + + + - + xxi Coeloseris 199 Coeloseris mayeri + + + - + - + - - - - + xxii Pachyseris 200 Pachyseris foliosa - - - + - - + - - - + + 201 Pachyseris involuta - - - - - - - + - - - - 202 Pachyseris rugosa + + - - - + + + - - + + 203 Pachyseris speciosa + + - + + + + + + + + +

VII FUNGIIDAE xxiii Cycloseris 204 Cycloseris tenuis - - - - - - - - + - - - xxiv Heliofungia 205 Heliofungia actiniformis - + - - - - - + - - - + xxv Fungia 206 Fungia concinna + - - - + + + + + + + - 207 Fungia corona - + - - - - - - - - - + 208 Fungia danai + + + + + + + + + + + + 209 Fungia fralinae + + + + - - - + + - - - 210 Fungia fungites + + + - + + - - + + + + 211 Fungia granulosa + + - - - + - + + + - + 212 Fungia horrida - + - - - + - - + + + - 213 Fungia klunzingeri + + + + + + + + + + + + 214 Fungia moluccensis - - - - - - - + - - - - 215 Fungia paumotensis + + - + + + - + + - + + 216 Fungia repanda + - - + - - - - - - + + 217 Fungia scabra - - - - + + - + + + + + 218 Fungia scruposa - - - - - - - - - - + + 219 Fungia scutaria - - - - + - - - + + + - xxvi Herpolitha 220 Herpolitha limax + - - - + - - + + - - +

xxvii Polyphyllia 221 Polyphyllia talpina - - - - - - - + + + + +

xxviii Halomitra 222 Halomitra pileus + + + - - - + + + - - + xxix Sandalolitha 223 Sandalolitha dentata - - - - + - - - + - + + 224 Sandalolitha robusta + + + - + + - - + + - + xxx Lithophyllon 225 Lithophyllon mokai - - - + - - - + - - - - 226 Lithophyllon undulatum + - - + - - - - + - - - xxxi Podabacia 227 Podabacia crustacea + + - + - - - + - - - + 228 Podabacia motuporensis - - - - - - + + - - - -

xxxii Ctenactis 229 Ctenactis albitentaculata - - - - - - - - + - - - 230 Ctenactis crassa + - + - - - - - + - - - 231 Ctenactis echinata + + + - - - + - + + + +

Page 85: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

74

xxxiii Cantharellus 232 Cantharellus jebbi - - - - - - - - + - - +

VIII OCULINIDAE xxxiv Galaxea 233 Galaxea acrhelia - + - - - - + - - - - + 234 Galaxea astreata + + + + - + + + + + + + 235 Galaxea cryptoramosa - + - - - - - + - - - - 236 Galaxea fascicularis + + + + + + - + + + + + 237 Galaxea horrescens - + - - - - - - - - - + 238 Galaxea paucisepta + + + + + + + + + + - + xxxv Simplastrea 239 Simplastrea vesicularis - - - - - - - - - - + -

IX PECTINIIDAE

xxxvi Echinophyllia 240 Echinophyllia aspera + + - - + - - - - - + + 241 Echinophyllia costata - + - - - - + - - + - - 242 Echinophyllia echinata - - - + - - - - - - - -

243 Echinophyllia echinoporoides

+ - - - - - + - - - - -

244 Echinophyllia patula - - - - - - - - - - - + xxxvii Oxypora

245 Oxypora crassispinosa - + - + - + - + - - - - 246 Oxypora glabra + - - - + - + + - - + + 247 Oxypora lacera - + - + + - + + - - + -

xxxviii Mycedium 248 Mycedium elephantotus - + - + + + + - + + - + 249 Mycedium mancoi - - - - - + + - - + + - 250 Mycedium robokaki + + - + + + + - - + - -

xxxix Pectinia 251 Pectinia alcicornis - - + - - - - + - - - + 252 Pectinia ayleni + - - - - + - - + - - - 253 Pectinia elongata - - - - - - - + - - - - 254 Pectinia lactuca + + - + + - - + - - + + 255 Pectinia maxima - - - - - - - - - - - + 256 Pectinia paeonia + - - - - - - + - - - + 257 Pectinia teres + - - - - - - - + - - -

X MUSSIDAE

xxxx Scolymia 258 Scolymia vitiensis + - - - - - - - - - - -

xxxxi Achantastrea 259 Acanthastrea echinata - - - + - + - - - + + + 260 Acanthastrea faviaformis + + - + + + - - - + - + 261 Acanthastrea hemprichii - - - + + - - + - - + - 262 Acanthastrea regularis + + - + + - - - + + - - 263 Acanthastrea rotundoflora - - - + - - - - - + - - 264 Acanthastrea subechinata + - - + - - - - + - - +

xxxxii Lobophylllia 265 Lobophyllia corymbosa - + + + + + + - - - + + 266 Lobophyllia flabelliformis - + - - - - - - + - + + 267 Lobophyllia hataii + + - - + + - + - + - + 268 Lobophyllia hemprichii + + + + + + + + - + + + 269 Lobophyllia pachysepta - - - + - - - - + - - - 270 Lobophyllia robusta + + - + + + + + - - + -

xxxxiii Symphyllia 271 Symphyllia agaricia - + - + + - + - + + + - 272 Symphyllia hassi - - - + - - + - - - - - 273 Symphyllia radians - + - - + + + - + + + - 274 Symphyllia recta - + - + + + + - - - + - 275 Symphyllia valenciennesii - + - + + - - + - - - -

XI MERULINIDAE

xxxxiv Hydnophora 276 Hydnophora exesa - + - + + + - - + + - - 277 Hydnophora grandis + + - + + + + - + + - + 278 Hydnophora microconos + + - + + + - + + + + - 279 Hydnophora pilosa - + - + - - - - - - - - 280 Hydnophora rigida + + - + - + + - + - - +

xxxxv Merulina

Page 86: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

75

281 Merulina ampliata + + + + + + + + + + + + 282 Merulina scabricula + + + + + + + + + + + +

xxxxvi Paraclavarina 283 Paraclavarina triangularis - - - - - - + + - - - -

xxxxvii Scapophyllia 284 Scapophyllia cylindrica - - - - + - - - - - - -

XII FAVIIDAE

xxxxviii Caulastrea 285 Caulastrea echinulata - - - - - - - - - - - + 286 Caulastrea furcata - - - - - - - - + - - - 287 Caulastrea tumida + - - - - - - - + - - -

xxxxix Favia 288 Favia danae + - + - - + - + - - - + 289 Favia favus + + - - - + + + + - - + 290 Favia helianthoides - - + - + - + + + + - - 291 Favia laxa - - - - + - - - - - - - 292 Favia lizardensis + + - + + + - - + + + + 293 Favia maritima - - - + - - - + + - - - 294 Favia marshae - - - - - - - + - + - - 295 Favia matthaii + + + + + + + + + + + - 296 Favia maxima - + - - - - - - + - - - 297 Favia pallida + + + + + + + + + + + + 298 Favia rosaria - - - + - - - - - - - - 299 Favia rotundata - + + + + + - - + + - - 300 Favia serailia - - - + - - - - - - - - 301 Favia speciosa + + + + + + + + + + + + 302 Favia stelligera + + - + + + - + - + + - 303 Favia truncatus - - - + - - - + - - - - 304 Favia veroni - + - + + + - - + + - + 305 Favia vietnamensis - - - - - - - - + - - -

xxxxx Barabattoia 306 Barabattoia amicorum + + - - - - - + - + - - 307 Barabattoia laddi - - + - - - - - - - - -

xxxxxi Favites 308 Favites abdita + + + + + + + + + + + + 309 Favites acuticollis - + - - - - - - - - + - 310 Favites bestae + - - + + - - - - + - - 311 Favites chinensis - + + + + - - - + + + - 312 Favites complanata + + + + + + - + + + + + 313 Favites flexuosa + - + + - - + - + + + - 314 Favites halicora + + + + + + - - + + + + 315 Favites micropentagona - + - - + - - - - - - + 316 Favites paraflexuosa - - + + + - - - + + - - 317 Favites pentagona + + - + + + + - + + + - 318 Favites russelli + + + + + + - + + + - + 319 Favites stylifera - + - - - - - - - - - - 320 Favites vasta - - - - - - - - - - - +

xxxxxii Goniastrea 321 Goniastrea aspera - - + + + - - + + + + - 322 Goniastrea australensis + + - + + + - + - - - + 323 Goniastrea edwardsi + + + + + + + + + + + + 324 Goniastrea favulus + + - + + + + + + + + + 325 Goniastrea minuta + + - + + + + + + + + + 326 Goniastrea palauensis + - - - - - - - - - - - 327 Goniastrea pectinata + + + + + + + + + + + + 328 Goniastrea ramosa - - - + - - - - - - - - 329 Goniastrea retiformis + + + + + + - - + + + +

xxxxxiii Platygyra 330 Platygyra acuta + + - + + + - + + - + + 331 Platygyra carnosus - - - - - - + - - - - - 332 Platygyra contorta + + - + + + + - - - + - 333 Platygyra daedalea + - - + + - - - + + + - 334 Platygyra lamellina + + + + + - + + + - - - 335 Platygyra pini + + + + + + + + + + + + 336 Platygyra ryukyuensis + + - + + - - - + - + - 337 Platygyra sinensis + - + + + + - - - - + - 338 Platygyra verweyi + + - + + + + - + - + - 339 Platygyra yaeyamaensis + + - + + + - - - + - -

xxxxxiv Leptoria 340 Leptoria irregularis - - - + - - - - - - + -

Page 87: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

76

341 Leptoria phrygia - - - - - + - - - - + - xxxxxv Oulophyllia

342 Oulophyllia bennettae - - - - + + - - - - - - 343 Oulophyllia crispa - + - + + - - - - + - - 344 Oulophyllia levis - + - + - + - - + + - +

xxxxxvi Montastrea 345 Montastrea annuligera + + - - + + - - + + - + 346 Montastrea colemani - - - + + + - - - + + + 347 Montastrea curta + + + + + + + + + + + + 348 Montastrea magnistellata - + + - + + - - - - - + 349 Montastrea salebrosa - - - - - + - - - - + - 350 Montastrea valenciennesi + + + + + + - - + + + +

xxxxxvii Plesiastrea 351 Plesiastrea versipora - - - + - + - + - - + +

xxxxxviii Diploastrea 352 Diploastrea heliopora + - + + + + + + - + + +

xxxxxix Leptastrea 353 Leptastrea aequalis - - - - - - - - - + - - 354 Leptastrea bewickensis + - - + - - + + + - - + 355 Leptastrea bottae - - - - - - - - - + + - 356 Leptastrea pruinosa - - - - + - - - - - - + 357 Leptastrea purpurea + + + + + + + + + + + + 358 Leptastrea transversa - + - + + + + + + - - +

xxxxxx Cyphastrea 359 Cyphastrea agassizi + + - + + - - + - - - + 360 Cyphastrea chalcidicum - - + + + - + - - - - + 361 Cyphastrea decadia - - - - - - - + - - - - 362 Cyphastrea japonica + + - + + - - + + + + +

363 Cyphastrea microphthalma

+ + - + + - + + + - + +

364 Cyphastrea ocellina - + - + - + - - + + + + 365 Cyphastrea serailia + + - + + + + + + + + +

xxxxxxi Echinopora 366 Echinopora gemmacea - + + - - + - - - + + - 367 Echinopora hirsutissima - - - - + - - - - - - - 368 Echinopora horrida - + - - - + - - + + + - 369 Echinopora lamellosa - + + + + + + - + + + + 370 Echinopora mammiformis - + - - - - + + - + - + 371 Echinopora pacificus + + + + + + + + + - - +

XIII TRACHYPHYLLIIDAE

xxxxxxii Trachyphyllia 372 Trachyphyllia geoffroyi - - - - - - - + - - - -

XIV CARYOPHYLLIIDAE

xxxxxxiii Euphyllia 373 Euphyllia ancora + + - - - + - + - - - - 374 Euphyllia cristata - - - - - - - + - - - - 375 Euphyllia divisa - - - - - + - - - - - + 376 Euphyllia glabrescens - + - - + - - + - - - + 377 Euphyllia paraancora - - - - - + - - - - - - 378 Euphyllia paradivisa - - - - - - - - + - - -

xxxxxxiv Plerogyra 379 Plerogyra simplex + + - + - - - - - - - - 380 Plerogyra sinuosa + + - + + + - + + + - +

xxxxxxv Physogyra 381 Physogyra lichtensteini + + - + - + + - + + + +

XV DENDROPHYLLIIDAE

xxxxxxvi Turbinaria 382 Turbinaria irregularis - - - - - - - + + + - - 383 Turbinaria mesenterina - + - + - + - + - + + + 384 Turbinaria peltata - - - - + + - - + - - + 385 Turbinaria radicalis - - - - - - - - + + - - 386 Turbinaria reniformis - + - + - - - + + + - + 387 Turbinaria stellulata + + + + + - - + + + - +

xxxxxxvii Tubastrea 388 Tubastrea faulkneri + - - + + + - - + - - - 389 Tubastrea micrantha - - - - - + - - + - - -

XVI TUBIPORIDAE

Page 88: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

77

xxxxxxviii Tubipora 390 Tubipora musica - - - + + + - - + + - -

XVII HELIOPORIDAE xxxxxxix Heliopora

391 Heliopora coerulea - - - + + - - + + - - +

XVIII MILLEPORIDAE xxxxxxx Millepora

392 Millepora dichotoma + - + - - - - - + - - - 393 Millepora platyphylla - + + + - + + + + + + - 394 Millepora tenella - - + - - + + + - - - +

Jumlah Jenis 153 187 93 165 148 149 143 187 165 135 130 178

Page 89: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

78

Lampiran 3. Hasil identifikasi jenis dan sensus individual ikan karang

No. SUKU & JENIS

TB

R 0

1

TB

R 0

2

TB

R 0

3

TB

R 0

4

TB

R 0

5

TB

R 0

6

TB

R 0

7

TB

R 0

8

TB

R 0

9

TB

R 1

0

TB

R 1

1

TB

R 1

2

1 SERRANIDAE

1 Aethaloperca rogaa 1 1 2

2 Anyperodon leucogrammicus 1 1 1

3 Cephalopholis argus 2 1 2 5 2

4 Cephalopholis cyanostigma 3 1 1

5 Cephalopholis sexmaculata 1

6 Cephalopholis spiloparae 1

7 Cephalopholis urodeta 7 2 13 4 6 2 9 3 12 2

8 Diploprion bifasciatum 1 1

9 Epinephelus fasciatus 3 5 1 1 4

10 Epinephelus merra 5 2 1 1 1 1

11 Epinephelus ongus 1 1

12 Gracila albomarginatus 1 1 1 1 5

13 Variola louti 2

2 LUTJANIDAE

14 Aphareus furca 2 2 2 1 3 1 1

15 Aprion verescens 1 4 2

16 Lutjanus bohar 4 2 4 2 4 2 2

17 Lutjanus carponatus 2

18 Lutjanus decussatus 2 4 4 1 2 2 7 24 1

19 Lutjanus fulvus 6

20 Lutjanus gibbus 25 14 4 11 47

21 Lutjanus kasmira 2

22 Macolor macularis 2 3 3 2 3 1 1 1 2

3 LETHRINIDAE

23 Gnathodentex aureolineatus 30

24 Lethrinus erythropterus 2 1 1 2 2

25 Lethrinus ornatus 3

26 Monotaxis grandoculis 3 2 2 5 3 8 10 14 9 15 2

4 HAEMULIDAE

27 Plectorhinchus chaetodontoides 4 1 1 1 1 1 1

28 Plectorhinchus lessonii 1

29 Plectorhinchus vittata 2 1

5 ACANTHURIDAE

30 Acanthurus auranticavus 1 2 1

31 Acanthurus mata 4

32 Acanthurus nigricans 4 5 2 3 2

33 Acanthurus nigrofuscus 8 28 6 3 7 4

34 Acanthurus olivaceus 19 7 2 2

35 Acanthurus pyroferus 11 9 8 5 4 10 5 4 9 2 14

36 Acanthurus thompsoni 9 13 17 23 6

37 Ctenochaetus binotatus 8 23 9 21

38 Ctenochaetus striatus 10 15 25 11 13 16 24 23 31 10 13 19

39 Naso braenchycentron 2

40 Naso hexacanthus 1 12

41 Naso lituratus 2 1 1 1 1 1 1

42 Naso thynoides 9 8 4 5

43 Naso vlamingii 8 4 4 4

44 Zebrasoma scopas 6 16 9 5 4 4 2 13 4 18 8

45 Zebrasoma veliferum 2 2 5 2 6

6 SCARIDAE

Page 90: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

79

46 Cetoscarus ocellatus 3 3 3

47 Chlorurus bleekeri 7 20 6 4 7 4 6 3 5 2

48 Chlorurus sordidus 16 34 18 13 25 9 12 20 32 5 5

49 Hipposcarus longiceps 2 4 1

40 Scarus chameleon 2

51 Scarus dimidiatus 2 4 2 5 1 2 2 2 2

52 Scarus ghobban 4 3 2 2

53 Scarus globiceps 1 1

54 Scarus niger 11 1 9 8 1 3 10 3 6 5 2

55 Scarus porsterni 1 1

56 Scarus prasiognathos 1

57 Scarus psittacus 3

58 Scarus quoyi 1 2

59 Scarus flavipectoralis 11 18 2 2 1 13 11 1 3 3 5

60 Scarus schlegeli 2 3 1

61 Scarus spinus 1 1

62 Scarus tricolor 3 2 3 1 1 1 3 2 2

7 SIGANIDAE

63 Siganus canaliculatus 6 4 6 7

64 Siganus corallinus 2 2 2 3

65 Siganus doliatus 2

66 Siganus laqueus 2 1 2

67 Siganus puellus 4 4 2 2

68 Siganus punctatissimus 2 3 2

69 Siganus vulpinus 4 6 3 4 1 1 4 2 3 4 2 2

Page 91: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

80

Lampiran 4. Hasil analisis data penilaian biomassa ikan karang

No. SUKU & JENIS

TB

R 0

1

TB

R 0

2

TB

R 0

3

TB

R 0

4

TB

R 0

5

TB

R 0

6

TB

R 0

7

TB

R 0

8

TB

R 0

9

TB

R 1

0

TB

R 1

1

TB

R 1

2

1 SERRANIDAE

1 Aethaloperca rogaa 364 174 728

2 Anyperodon leucogrammicus 360 208 48

3 Cephalopholis argus 566 195 225 548 117

4 Cephalopholis cyanostigma 572 316 316

5 Cephalopholis sexmaculata 588

6 Cephalopholis spiloparae 173

7 Cephalopholis urodeta 1341 119,01 2688 557 650 314 926 276 773 484

8 Diploprion bifasciatum 115 115

9 Epinephelus fasciatus 637 775 195 38 584

10 Epinephelus merra 471 80 12 32 32 124

11 Epinephelus ongus 923 923

12 Gracila albomarginatus 316 174 174 82 686

13 Variola louti 538

2 LUTJANIDAE

14 Aphareus furca 358 358 460 128 485 128 230

15 Aprion verescens 833 3330 1108

16 Lutjanus bohar 1482 216 67 458 364 49 458

17 Lutjanus carponatus 586

18 Lutjanus decussatus 306 188,04 822 205 78 411 914 1554 101

19 Lutjanus fulvus 194

20 Lutjanus gibbus 6115 2873 749 2061 6550

21 Lutjanus kasmira 14

22 Macolor macularis 2582 204 1974 186 2836 18 1291 284 111

3 LETHRINIDAE

23 Gnathodentex aureolineatus 316

24 Lethrinus erythropterus 1017 363 65 1017 828

25 Lethrinus ornatus 764

26 Monotaxis grandoculis 1627 842 842 494 160 2897 1204 583 2202 1471 842

4 HAEMULIDAE

27 Plectorhinchus chaetodontoides 1519 711 711 711 711 110 234

28 Plectorhinchus lessonii 240

29 Plectorhinchus vittata 184 358

5 ACANTHURIDAE

30 Acanthurus auranticavus 431 235 431

31 Acanthurus mata 1974

32 Acanthurus nigricans 252 18 82 122 82

33 Acanthurus nigrofuscus 1895 977 113 37 204 205

34 Acanthurus olivaceus 162 286 31 239

35 Acanthurus pyroferus 484 155 263 106 36 290 134 36 192 22 195

36 Acanthurus thompsoni 287 277 86 138 35

37 Ctenochaetus binotatus 298 452 657 522

38 Ctenochaetus striatus 306 163 1225 358 413 212 1189 388 289 284 389 620

39 Naso braenchycentron 764

40 Naso hexacanthus 382 1243

41 Naso lituratus 254 365 365 72 365 365 365

42 Naso thynoides 3441 317 855 1069

43 Naso vlamingii 5104 2552 1460 2552

44 Zebrasoma scopas 187 249 234 172 62 250 31 296 62 280 124

45 Zebrasoma veliferum 107 409 269 189 240

6 SCARIDAE

46 Cetoscarus ocellatus 217 160 274

47 Chlorurus bleekeri 2563 1020 1313 1406 539 1406 1238 135 860 906

48 Chlorurus sordidus 1062 1136 2327 2296 1620 357 577 537 1230 190 370

49 Hipposcarus longiceps 1049 2098 524

Page 92: MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG DAN EKOSISTEM …

81

40 Scarus chameleon 1631

51 Scarus dimidiatus 73 61 55 35 18 130 36 14 25

52 Scarus ghobban 1759 2997 147 879

53 Scarus globiceps 742 453

54 Scarus niger 902 117 507 1206 9 486 684 94 688 436 930

55 Scarus porsterni 120 45

56 Scarus prasiognathos 64

57 Scarus psittacus 26

58 Scarus quoyi 453 370

59 Scarus flavipectoralis 1743 1714 703 501 45 623 2076 45 359 359 449

60 Scarus schlegeli 1007 1066 653

61 Scarus spinus 50 91

62 Scarus tricolor 1202 946 1302 43 256 473 130 375 512

7 SIGANIDAE

63 Siganus canaliculatus 163 849 1640 1058

64 Siganus corallinus 630 630 630 1777

65 Siganus doliatus 393

66 Siganus laqueus 486 113 486

67 Siganus puellus 445 306 223 83

68 Siganus punctatissimus 549 369 85

69 Siganus vulpinus 582 159 197 786 94 36 259 393 107 377 188 188