Upload
syahidahar
View
3
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tutorial
Citation preview
SMF/Lab Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Infeksi Tropik
Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
MORBILI
Disusun Oleh:
Syahidah Amaniyya Ramadhan 0910015043
Pembimbing:
dr. Fatchul Wahab, S.PA
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
SMF/Lab Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
2014
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN 1
BAB 2 STATUS PASIEN.......................................................................................2
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................11
BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................................26
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
BAB 1
PENDAHULUAN
Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3
stadium yaitu (1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah
pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak
bergejala, (2)Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam,
konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada
mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya
ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan (Phillips,
1983)
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih
tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian
luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case
fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur terbanyak
menderita campak adalah 12 tahun.
Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui
droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala.
Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan
hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan
seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak (Rampengan, 1997).
1
BAB 2
STATUS PASIEN
Identitas pasien
- Nama : An. MZ
- Jenis kelamin : Laki- laki
- Umur : 10 bulan
- Alamat : Jl. Teuku Umar
- Anak ke : 2 dari 3 bersaudara
- MRS : 13 November 2014
Identitas Orang Tua/Wali
- Nama Ayah : Tn. MY
- Umur : 28 tahun
- Alamat : Jl. Teuku Umar
- Pekerjaan : karyawan swasta
- Pendidikan Terakhir : SMA
- Ayah perkawinan ke : I
- Nama Ibu : Ny. EM
- Umur : 23 tahun
- Alamat : Jl. Teuku Umar
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Pendidikan Terakhir : SMA
- Ibu perkawinan ke : I
Anamnesa
Anamnesa dilakukan pada tanggal 13 November 2014, di ruang Melati RSUD
AW. Sjahranie Samarinda. Alloanamnesa oleh ibu kandung pasien
Keluhan Utama
Demam
2
Riwayat Penyakit Sekarang
Demam dialami sejak 5 hari SMRS. Demam saat malam hari dan turun
saat siang hari. Demam sempat turun karena obat penurun panas, namun naik
kembali, tidak ada kejang. Demam diikuti batuk pilek sejak 8 hari SMRS. Batuk
berdahak, berwarna bening. Pilek disertai lendir encer, bening, tidak ada darah.
Kemudian muncul bintik- bintik kemerahan di seluruh badan sejak 1 hari SMRS
pada saat panas tinggi, dan awal muncul bintik- bintik dari belakang telinga di
perbatasan rambut dan kulit kemudian menyebar ke wajah, leher, tangan, kaki,
dan seluruh badan. Selain itu pasien mengalami mata merah dan air mata yang
banyak sejak 1 SMRS. Menurut pengakuan ibu pasien, pasien juga mengalami
muntah sebanyak 2x pada saat 2 hari SMRS, muntah berisi susu yang diminum
oleh anak, ± ½ gelas aqua, sariawan sejak 3 hari SMRS, selain itu nafsu makan
anaknya juga berkurang semenjak sakit. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat alergi disangkal. Riwayat asma disangkal.
- Pasien pernah dirawat di RS sebelumnya, dengan keluhan muntah dan BAB cair
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien.
- Riw. HT, DM, Asma, dan penyakit jantung disangkal.
Riwayat Lingkungan & Kebiasaan
Tetangga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Pasien tinggal di
rumah bersama ayah, ibu dan saudara-saudarinya. Lingkungan rumah didaerah
padat di dalam gang dan rumah terbuat dari kayu. Sumber air bersih PDAM
3
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Berat badan lahir : 2300 gr
Panjang badan lahir : 49 cm
Berat badan sekarang : 7,2 kg
Tinggi badan sekarang : 65 cm
Gigi keluar : 8 bulan
Tersenyum : 3 bulan
Miring : 3 bulan
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 9 bulan
Merangkak : 10 bulan
Berdiri : -
Berjalan : -
Berbicara 2 kata : -
Makan dan Minum Anak
ASI : hanya minum ASI selama 1 minggu
karena ASI sedikit dan anak tidak
mau.
Susu formula/sapi : meminum susu formula (Child Mild)
sejak lahir dan tidak mengalami
keluhan seperti batuk ataupun diare.
Buah : 8 bulan
Bubur susu : 6 bulan
Makanan padat+lauk : -
Pemeriksaan Prenatal
Periksa di : Klinik bidan dan RS
Penyakit kehamilan : -
Obat-obat yang sering diminum : Vitamin
4
Riwayat Kelahiran
Lahir di : RS
Ditolong oleh : Bidan
Usia dalam kandungan : 11 bulan
Jenis partus : Spontan
Riwayat kelahiran : Bayi langsung menangis kuat
Pemeliharaan Postnatal
Periksa di : Praktek Bidan
Keadaan anak : Sehat
Keluarga Berencana
Keluarga Berencana : ya
Memakai sistem : suntik
Riwayat Imunisasi
Pasien baru mendapatkan imunisasi lengkap
Imunisasi Usia saat imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG (+) //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio (+) (+) (+) (+) - -
Campak (+) - //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT (+) (+) (+) //////////// - -
Hepatitis B (+) (+) (+) ////////// - -
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 November 2014
Kesan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
- Frekuensi nadi : 120 x/menit, reguler, kuat angkat
5
- Frekuensi napas : 30 x/menit
- Temperatur : 37,0o C
Antropometri
Berat badan : 7200 gr
Panjang Badan : 65 cm
BB ideal : (n+9) / 2 = (10+9)/2 = 19/2 = 9,5 kg
Status gizi : (7,2 / 9,5) x 100% = 75%
Gizi kurang
Kepala
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor
diameter 3mm/3mm, reflex cahaya (+/+), mata cowong
(-/-), konjungtiva merah (+/+), secret pada mata (-),
lakrimasi (+)
Hidung : Sekret hidung (+), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : bibir tampak pecah-pecah, sianosis (-), lidah bersih, faring
hiperemis (-), pembesaran tonsil (-), soft palatum
menutup sempurna
Leher : Kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
Ruam makula-papular eritematous pada wajah,leher, ekstremitas, dan badan (+)
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi subcostal (-)
retraksi suprasternal (-)
Palpasi : Fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : Sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : vesicular (+/+) Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
6
Cor:
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V left midclavicular line
Perkusi : Batas jantung
Kanan : ICS III right parasternal line
Kiri : ICS V left midclavicular line
Auskultasi : S1,S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Agak cembung
Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-),
turgor kulit baik.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-)
7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 13/11/2014
Jam 14.30
Darah Lengkap
Leukosit 7.000
Hb 11,1
Hct 31,7%
Plt 362.000
MCV 61,8
MCH 21,6
MCHC 36,0
Kimia Darah Lengkap
GDS 102
Na 137
K 4,5
Cl 108
8
DIAGNOSIS
Diagnosis Utama : Morbili
Diagnosis Lain : -
Diagnosis Komplikasi : -
PENATALAKSANAAN :
- IVFD RL 10tpm
- Vitamin A 3x100.000 ui
- Ambroxol syr. 3x 1/4 cth
- Paracetamol syr 3 x 3/4 cth
9
Follow Up Ruangan
Tanggal S O A P14/10/14H-1BB= 7,2 kg
- Demam (+), batuk (+) pilek (+), ruam kemerahan (+) sariawan (+)
Komposmentis,N : 120 x/I, RR : 30 x/I, T:37,0 oC, anemis (-/-), ikterik (-/-), rho (-/-), whz (-/-)
Morbili - IVFD D5¼NS 720cc/24 jam
- Vitamin A 3x100.000 ui
- Ambroxol syr. 3x 1/4 cth
- Paracetamol syr 3 x 3/4 cth
- Nystatin 2x1cc
- Ampicilin 3x200mg
15/10/14H-2BB = 9 kg
Demam menurun, batuk (+) pilek, sariawan (+)
Komposmentis,N : 120 x/i, RR :30 x/i, T :36,8 oC,anemis (-/-), ikterik (-/-), rho (-/-), whz (-/-),
Morbili - IVFD D5¼NS 720cc/24 jam
- Vitamin A 3x100.000 ui
- Paracetamol syr 3 x 3/4 cth
- Nystatin 2x1cc
- Ampicilin 3x200mg
- Ambroxol 3mg + salbutamol
0,7mg 3x1 pulv
10
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular disebabkan oleh infeksi
virus yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala- gejala klinis
khas yang terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus : (1)
stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal
dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada
mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3)
stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke
muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul di dahului dengan suhu badan yang
meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.
Etiologi
Virus campak berada di sektor nasofaring dan di dalam darah, minimal
selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus
masih tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu pada
pengawetan beku, minimal 4 minggu disimpan dalam temperatur 350C, beberapa
hari pada suhu 00C. Virus tidak aktif pada pH rendah.
Bentuk Virus
Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan
tepi yang yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar
yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsit yang
berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam
nukleat (RNA) – yang merupakan struktur heliks nukleoprotein dan mixovirus.
pada selubung luar seringkali terdapat tonjolan pendek. Salah satu protein yang
berada di selubung luar berfungsi sebagai hemoglobin.
11
Ketahanan Virus
Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi.
Apalagi berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada
temperatur kamar ia akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari,
pada suhu 370C waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 560C hanya satu
jam. Sebaliknya virus ini mampu bertahan dalam keadaan dingin. Pada suhu -
700C dengan media protein ia dapat hidup selama 5,5 tahun, sedangkan dalam
lemari pendingin dengan suhu 4-60C, dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi bila
tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan selam 2 minggu, dan dapat
dengan mudah dihancurkan oleh sinar ultraviolet.
Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka virus campak termasuk
mikroorganisme yang bersifat ether labile. Pada suhu kamar, virus ini akan mati
dalam 20% ether setelah 10 menit dan dalam 50% aseton setelah 30 menit. Virus
campak juga sensitif terhadap 0,01% betapropiacetone – pada suhu 370C dalam 2
jam, ia akan kehilangan sifat infektivitasnya namun tetap memiliki anti genitas
penuh. Sedangkan dalam formalin 1/4.000, virus ini menjadi tidak efektif setelah
5 hari, tetapi tetap tidak kehilangan antigenitasnya. Penambahan tripsin akan
mempercepat hilangnya potensi antigenik.
Pertumbuhan Virus
Virus campak dapat tumbuh pada berbagai macam tipe sel, tetapi untuk
isolasi primer digunakan biakan sel ginjal manusia atau kera. Pertumbuhan virus
campak lebih lambat daripada virus lainnya, baru mencapai kadar tertinggi pada
fase larutan setelah 7-10 hari. Virus tidak akan tumbuh dengan baik pada
perbenihan primer yang terdiri dari continuous cell lines, tetapi dapat diisolasi dari
biakan primer sel manusia atau kera terlebih dahulu dan selanjutnya virus ini akan
dengan mudah menyesuaikan diri dengan berbagai macam biakan yang terdiri dari
continuous cell lines yang berasal dari sel ganas maupun sel normal manusia.
Sekali dapat menyesuaikan diri pada perbenihan tersebut, ia dapat tumbuh dengan
cepat dibandingkan dalam perbenihan primer, dan mencapai kadar maksimumnya
dalam 2-4 hari.
12
Virus campak menyebabkan dua perubahan tife sitopatik. Perubahan
sitopatik yang pertama berupa perubahan pada sel yang batas tepinya menghilang
sehingga sitoplasma dari banyak sel akan sering bercampur dan membentuk
anyaman dengan pengumpulan 40 nukleus di tengah. Inclusion bodies tampak
pada kedua sitoplasma dan intinya. Efek sitopatik yang kedua menyebabkan
perubahan bentuk sel perbenihan dari poligonal menjadi bentuk gelondong. Sel ini
menjadi lebih hitam dan lebih membias daripada sel normal dan jika dicat
menunjukkan inclusion bodies yang berada di dalam inti. Efek pada sel gelondong
ini lebih sering terjadi pada sub-kultur yang berurutan, terutama apabila virus
lebih menyesuaikan diri dalam sel amnion manusia.
Ada atau tidak adanya glutamin dalam media mungkin menentukan efek
sitopatik utama mana yang akan timbul, terutama bila virus di tumbuhkan dalam
sel H.Ep2. tipe efek sitopatik yang bervariasi ini tergantung pada tipe sel penjamu,
media, jalur virus yang dilalui dan genetik strain virus itu sendiri. Struktur serat
dan pipa kecil terlihat dalam inti sel yang terinfeksi virus campak, namun struktur
tersebut bukan merupakan partikel virus melainkan tanda istimewa dari infeksi
virus campak. Struktur serupa juga terlihat pada kasus subacule sclerosing
encephalitis.
Patogenesis
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet
melalui udara, sejak 1-2 hari sbelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah
timbul ruam. Ditempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan
jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk kedalam limfatik lokal, bebas
maupun berhubungan dengan sel mononukluer, kemudian mencapai kelenjar
getah bening regional. Disini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan
dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limfa. Sel
mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti
banyak (sel Warthin ), sedangakan limfosit-T (termasuk T-supresor dan T-helper)
yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah.
13
Gambaran kejadian awal dijaringan limfoid masih belum diketahui secara
lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu
ketika virus masuk kedalam pembuluh darah menyebar kepermukaan epitel
orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit, kandung kemih, dan usus.
Pada hari ke 9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan
konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis
sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah
dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas di awali dengan
keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon
imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sisitem saluran pernafasan
diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat
dan suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut Koplik, yang dapat
dijadikan sebagai tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respon delayed
hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari 14
sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit.
Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T.
Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak
secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh dikulit.
Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan antigen campak
dan di duga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring
dan saluran pernapasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopneumonia, ototis media dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pnemonia
juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang.
14
Demam
Droplet Infection (virus masuk)
↓
Virus memasuki aliran darah
↓
Sampai dan mempengaruhi termostat dalam hipotalamus
↓
Titik setel termostat meningkat
↓
Suhu tubuh meningkat
↓
Hipertermia
BAB cair (Diare)
Diare dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme yaitu:
1. Gangguan osmotik akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap
kemudian menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga
usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
2. Gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus
dan selanjutnya timbul diare karena peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan motilitas usus. Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya
bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,
selanjutnya dapat timbul diare.
15
Batuk berdahak
Batuk berdahak terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
bertujuan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang berminggu-minggu sampai berbulan-bulan peradangan
dimulai. Sifat batuk dimulai dari batuk nonproduktif (kering) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi batuk produktif. Batuk pada morbili terjadi sebagai
manifestasi klinis akibat virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh
darah, pada focus infeksi di saluran nafas yang sebelumnya telah mengalami
nekrosis akibat viremia pertama.
Bercak Koplik (Koplik’s spots)
Bercak koplik diambil dari nama henry koplik, seorang dokter spesialis
anak di Amerika Serikat yang pertama mendeteksi tanda tersebut. Bercak Koplik
seringkali digambarkan seperti garam yang di taburkan di atas permadani merah,
yang sebenarnya gambarannya berupa titik-titik putih kecil dikelilingi oleh dasar
mukosa mulut yang merah. Bercak ini hanya muncul pada masa inkubasi dan
cepat menghilang (3-5 hari) setelah gejala pertama (1-2 hari stelah munculnya
bercak koplik), demam menjadi semakin tinggi, lalu diikuti dengan munculnya
ruam-ruam kemerahan pada kulit.
Ruam pada kulit
Pada pasien yang menderita morbili, setelah 2-4 hari, virus campak
menginfeksi jaringan getah bening lokal, kemungkinan dibawa oleh makrofag
paru. Setelah amplifikasi virus campak di kelenjar getah bening regional, terutama
viremia terkait sel menyebar virus ke berbagai organ. Pada kulit terjadi ploriferasi
sel-sel endotel kalpiler di dalam korium, kemudian terjadi eksudasi serum dan
kadang-kadang eritrosit dalam epidermis yang kemudian menimbulkan rash/ ruam
kulit. Ruam-ruam ini berupa ruam makulo-papular dengan dasar eritematous.
16
Konjungtivitis
Konjungtiva berhubungan dengan dunia luar kemungkinan konjungtiva
terinfeksi dengan mikro organisme sangat besar. Pertahanan konjungtiva terutama
oleh karena adanya tear film, pada permukaan konjungtiva yang berfungsi
melarutkan kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalirkan melalui
saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior. Tear film mengandung beta lysine,
lysozyne, Ig A, Ig G yang berfungsi menghambat pertumbuhan kuman. Apabila
ada kuman pathogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi
infeksi konjungtiva yang disebut konjungtivitis. Pada pasien morbili, focus infeksi
juga bisa terdapat pada saluran lakrimalis, viremia pada tempat tersebut dapat
mengakibatkan peradangan yang memunculkan konjungtivitis.
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Diagnosis campak dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang
sangat berkaitan yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi
dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas, yaitu
diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan
dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami
hiperpigmentasi dan mengelupas.
Pada stadium prodormal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang
merupakan tanda patognomonis campak (bercak Koplik). Meskipun demikian
menuntukan diagnosis perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak semua kasus
manifestasi sama dan jelas. Sebagai contoh, pasien yang mengidap gizi kurang
ruamnya dapat sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan sudah meninggal
sebelum ruam timbul. Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang
berkelanjutan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara
klinis, sedangkan pemeriksaan sekedar membantu; seperti pada pemeriksaan
sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi, pada
pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak yang bermanifestasi tidak
khas disebut campak atifikal; diagnosis banding lainnya adalah rubela, demam
skarlatina, ruam akibat obat-obatan, eksantema subitum, dan infeksi Stafilokokus.
17
Penyulit
a. Laringitis akut
Laringitis timbul akibat adanya edema hebat pada mukosa saluran
nafas, yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya.
Ditandai dengan distress pernapasan, sesak, sianosis dan stridor.
Ketika demam keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang.
b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri.
Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya
ronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus
gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat
berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun
pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus
berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang
telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus.
Gambaran infiltrat pada foto thorak dan adanya leukositosis dapat
mempertegas diagnosis. Dinegara sedang berkembang dimana
malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri bisa
terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.
c. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak
demam pada saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan
sebagai kejang demam.
d. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya
pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1
dalam 1000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%.
Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun
melalui invasi langsung virus campak kedalam otak. Gejala ensefalitis
dapat berupa kejang, letragi, koma, dan iritabel. Keluhan nyeri kepala,
frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat
ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis
18
ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein
ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.
e. SSPE ( Subacute Sclerosing Panencephalitis )
Subacute sclerosing panencephalitis merupakan kelainan degeneratif
susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak
yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang
sebelumnya pernah menderita camapak adalah 0.6-2,2 per 100.000
infeksi campak. Resiko terjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih
muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului
dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti
oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik.
Laboratorium meunjukkan peningkatan globulin dalam cairan
serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum ( CF dan HAI )
meningkat ( 1:1280 ).Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka
waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
f. Otitis media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak.
Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodormal dan stadium
erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak
karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula
terjadi mastoiditis.
g. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan
mencret pada fase prodormal, keadaan invasi virus kedalam sel
mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan
kehilangan protein ( protein losing enteropathy ).
h. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai
dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi,
dan fotopobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri.
Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada lessi konjungtiva
pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan
19
terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan.
Dapat pula timbul ulkus kornea.
i. Sistem kardiovaskuler
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan gelombang T,
kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interval A-V. Perubahan
tersebut bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai
arti klinis.
j. Adenitis servikal
k. Purpura trombositopenik dan non-trombositopenik
l. Pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus, dan kelainan
konginental pada bayi.
m. Aktivasi tuberkulosis
n. Pneumonia mediastianal
o. Emfisema subkutan
p. Apendisitis
q. Gangguan gizi sampai kwasiorkhor
r. Infeksi piogenik pada kulit
s. Kankrum oris ( noma )
20
Diagnosa Banding
Morbili Rubella
Manifestasi
Klinis
a. Stadium kataral (prodormal)
ditandai oleh demam
ringan hingga sedang,
batuk kering ringan,
coryza, fotofobia dan
konjungtivitis
Menjelang akhir stadium
kataral dan 24 jam
sebelum timbul enantema,
timbul bercak koplik
b. Stadium erupsi
Coryza dan batuk-batuk
bertambah.
Timbul enantema
Terjadinya eritema yang
berbentuk makula papula
disertai dengan menaiknya
suhu tubuh. Eritema timbul
dibelakang telinga
dibagian atas lateral
tengkuk, sepanjang rambut
dan bagian belakang
bawah
Terdapat pembesaran
kelenjar getah bening
disudut mandibula dan
didaerah leher belakang
c. Stadium konvalesensi
Suhu menurun sampai
Gejala klinis:
• Nyeri pada mata
pada gerakan mata lateral
dan ke atas (keluhan sangat
mengganggu)
• Konjungtivitis
• Sakit tenggorokan
• Sakit kepala
• Demam yang tidak terlalu
tinggi
• Menggigil
• Anoreksia
• Mual
• Pembengkakan kelenjar
getah bening
auricularis posterior
dan terutama kelenjar getah
bening suboccipital
• Tanda Forchheimer (suatu
enanthem diamati
pada 20% pasien
dengan rubella selama
periode prodromal,
terdapat pada beberapa
pasien selama
fase awal exanthem; terdiri
dari petechiae pinpoint atau
yang lebih besar
yang biasanya terjadi
21
menjadi normal kecuali
bila ada komplikasi
Erupsi berkurang
meninggalkan bekas yang
berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang
bisa hilang sendiri
pada palatum mole)
• Gejala utama
infeksi virus rubella adalah
munculnya ruam(exanthem)
pada wajah yang
menyebar ke batang tubuh
dan anggota badan dan
biasanya memudar
setelah tiga hari (itu
sebabnya sering disebut
sebagai campak tiga hari)
Data
Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap
menunjukkan
leukopenia dengan limfosit
osis relatif
dan trombositopenia
Adanya rubella-specific
immunoglobulin M (IgM)
antibody atau rubella-
specific IgG antibody yang
meningkat 4 kali
Pengobatan
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan
cukup cairan, sedangkan pengobatan bersifat simptomatik dengan pemberian
antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan
pada campak dengan penyulit, pasien perlu di rawat inap. Dirumah sakit pasien
campak dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan
keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai.
Vitamin A 100.000 IU peroral diberiakan satu kali apabila terdapat malnutrisi
dilanjutkan 150.000 IU tiap hari.
Untuk konjungtivitis ringan dengan cairan mata yang jernih, tidak
diperlukan pengobatan. Jika mata bernanah, bersihkan mata dengan kain katun
yang telah direbus dalam air mendidih, atau lap bersih yang direndam dalam air
bersih. Oleskan salep mata kloramfenikol/tetrasiklin, 3 kali sehari selama 7 hari.
22
Jangan menggunakan salep steroid. Jaga kebersihan mulut, beri obat kumur
antiseptik bila pasien dapat berkumur.
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
penyulit yang timbul, yaitu:
Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena
dikombinasikan dengan klorampenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam
4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat
peroral. Antibiotik diberikan sampai 3 hari demam reda. Apabila dicurigai
infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali
( 3-minggu kemudian ) oleh karena uji tuberkulin biasanya negatif (anergi)
pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed
hipersensitivity disebabkan oleh sel limposit-T yang terganggu fungsinya.
Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan
intravena dapat dipertimbangkan apabila enteritis+dehidrasi.
Otitis media
Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu
diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol ( TMP 4mg/kgBB/hari
dibagi 2 dosis )
Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk
mengurangi edem otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu
dikoreksi elektrolit dan gangguan gas darah.
Vitamin A 100.000 IU
Suplemen vitamin A telah dikaitkan dengan penurunan sekitar 50%
pada morbiditas dan mortalitas dan muncul untuk membantu mencegah
kerusakan mata dan kebutaan.
Karena kekurangan vitamin A berhubungan dengan penyakit yang
parah dari penyakit campak, WHO merekomendasikan semua anak yang
23
didiagnosis dengan campak harus menerima suplemen vitamin A terlepas
dari negara mereka tinggal, berdasarkan usia mereka.
Paracetamol
Terapi simptomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan
keadaan umum penderita, yakni antipiretik (penurun panas) untuk kenyamanan
penderita terutama anak.
Obat ini mempunyai nama generik acetaminophen. Parasetamol adalah
drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik. Paracetamol
utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena
infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga dapat digunakan
untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman
dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja
atau tidak sengaja sering terjadi.
Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan
perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab
inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi.
Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi bentuk teroksidasi
enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk membentuk
senyawa penyebab inflamasi (4,5). Sebagaimana diketahui bahwa enzim
siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi
prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi
berbagai senyawa pro-inflamasi.
Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol
menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin, namun hal tersebut
terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi.
Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti
inflamasi.
Hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada
tempat inflamasi, namun malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan
temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif.
Dosis: 10-15 mg/KgBB/kali
24
GG (Gliseril guaiakolat)
GG memiliki aktivitas sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume
dan mengurangi kekentalan sputum yang terdapat di trakhea dan bronki. Dapat
meningkatkan reflek batuk dan memudahkan untuk membuang sputum.
Mekanisme kerjanya berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya
secara reflek merangsang sekresi kelenjar saluran nafas lewat N. Vagus, sehingga
menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak.
Dosis : 4mg/kgBB/kali
Efedrin
Merupakan obat dekongestan ini merupakan golongan simpatomimetik
yang beraksi pada reseptor adrenergic pada mukosa hidung untuk menyebabkan
vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak, dan memperbaiki
pernafasan. Efek sentral lebih kuat dengan efek bronchodilatasi lebih ringan dan
bertahan lebih lama (4 jam).
Dosis : 0,8-1,6 mg/kgBB/hari
25
BAB 4
PEMBAHASAN
MORBILI
NO. FAKTA TEORI
1.Pasien berumur 10 bulan dan tinggal
di daerah padat penduduk
Di daerah perkotaan padat, insiden
paling tinggi pada usia 1-5 tahun. Di
daerah pedesaan insiden paling tinggi
pada usia 5-10 tahun.
2.
Pasien mengeluh demam dan batuk
pilek serta konjungtivitis yaitu mata
kemerahan dan banyak air mata
sehari serta napsu makan berkurang.
Tanda pertama penyakit adalah
demam dan malaise kemudian diikuti
batuk, pilek, dan konjungtivitis. Selain
itu, terdapat pula keluhan yang sering
seperti sakit kepala, nyeri abdomen,
muntah, diare.
3
Bercak-bercak merah dari belakang
telinga dan leher timbul pada hari ke-
4 setelah demam.
Ruam timbul 4 hari setelah tanda
pertama penyakit dan diawali oleh
bintik koplik 2 hari sebelumnya.
4.Tidak ditemukan limfadenopati
maupun splenomegali
Limfonodi pada sudut rahang dan
daerah servikal posterior biasanya
membesar serta terdapat splenomegali
ringan.
5.Tidak ditemukan tanda-tanda
mengalami komplikasi
Komplikasi utama adalah otitis media,
pneumonia, dan ensefalitis
6. Pengobatan
- IVFD D5¼NS 720cc/24 jam
- Vitamin A 3x100.000 ui
- Ambroxol syr. 3x 1/4 cth
- Paracetamol syr 3 x 3/4 cth
- Nystatin 2x1cc
- Ampicilin 3x200mg
- Ambroxol 3mg + salbutamol
- Pasien campak tanpa penyulit
dapat berobat jalan. Anak harus
diberikan cukup cairan, sedangkan
pengobatan bersifat simptomatik
dengan pemberian antipiretik,
antitusif, ekspektoran, dan
antikonvulsan bila diperlukan.
- campak dengan penyulit, pasien
26
0,7mg 3x1 pulv
perlu di rawat inap. Dirumah sakit
pasien campak dirawat di bangsal
isolasi sistem pernafasan,
diperlukan perbaikan keadaan
umum dengan memperbaiki
kebutuhan cairan dan diet yang
memadai. Vitamin A 100.000 IU
peroral diberiakan satu kali apabila
terdapat malnutrisi dilanjutkan
150.000 IU tiap hari.
- Untuk konjungtivitis ringan
dengan cairan mata yang jernih,
tidak diperlukan pengobatan. Jika
mata bernanah, bersihkan mata
dengan kain katun yang telah
direbus dalam air mendidih, atau
lap bersih yang direndam dalam air
bersih. Oleskan salep mata
kloramfenikol/tetrasiklin, 3 kali
sehari selama 7 hari. Jangan
menggunakan salep steroid.
- Jaga kebersihan mulut, beri obat
kumur antiseptik bila pasien dapat
berkumur.
- Apabila terdapat penyulit, maka
dilakukan pengobatan untuk
mengatasi penyulit yang
timbul
27
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Keluhan yang dialami pasien adalah demam sejak 5 hari SMRS. Demam
saat malam hari dan turun saat siang hari. Demam sempat turun karena obat
penurun panas, namun naik kembali, tidak ada kejang. Demam diikuti batuk pilek
sejak 8 hari SMRS. Batuk berdahak, berwarna bening. Pilek disertai lendir encer,
bening, tidak ada darah. Kemudian muncul bintik- bintik kemerahan di seluruh
badan sejak 1 hari SMRS pada saat panas tinggi, dan awal muncul bintik- bintik
dari belakang telinga di perbatasan rambut dan kulit kemudian menyebar ke
wajah, leher, tangan, kaki, dan seluruh badan. Selain itu pasien mengalami mata
merah dan air mata yang banyak sejak 1 SMRS. Menurut pengakuan ibu pasien,
pasien juga mengalami muntah sebanyak 2x pada saat 2 hari SMRS, muntah
berisi susu yang diminum oleh anak, ± ½ gelas aqua, sariawan sejak 3 hari SMRS,
selain itu nafsu makan anaknya juga berkurang semenjak sakit. BAB dan BAK
dalam batas normal. Adapun hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan adalah
kesadaran komposmentis pada pasien, suhu meningkat, dan ruam makulopapular
di seluruh badan, serta mata kemerahan dengan banyak air mata. Berdasarkan
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain nya maka
diagnosis kerja pada pasien ini adalah Morbili tanpa komplikasi, dimana gejala
klinis yang muncul salah satunya adalah patognomonik dari morbili yaitu adanya
koplik spot dan konjungtivitis. Secara prognosis penyakit ini baik karena tingkat
penyembuhannya mencapai 100%. Jika ditelaah berdasarkan anamnesis hingga
pemeriksaan penunjang, maka didapatkan kesimpulan bahwa telah sesuai dari
diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien ini dengan literature yang kami
dapatkan.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumarno, S, Sudarmo, P, Hadinegoro, S, Satari H. Campak. Dalam : Buku
Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Cetakan Kedua. 2010. Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) : Jakarta Hal : 109-116
2. Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. 2009.
Departemen Kesehatan RI: Jakarta Hal : 81
3. Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson
Textbook of Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743
4. T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 90
29