43
BAB II TINJAUAN TEORI A. PENGERTIAN MOTIVASI BELAJAR Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya, dan membantu mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang sesungguhnya (Pintrich, 2003). Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2000). Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya, motivasi belajar melibatkan

Motivasi Belajar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Psikologi

Citation preview

Page 1: Motivasi Belajar

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN MOTIVASI BELAJAR

Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move).

Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat mereka tetap

melakukannya, dan membantu mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini berarti

bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku

(pilihan), intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang

sesungguhnya (Pintrich, 2003).

Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan

perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi,

terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat

dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan

kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah

pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai

(Sardiman, 2000). Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah

aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya,

motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang berkaitan dalam mencapai

tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).

B. MOTIVASI DIPANDANG DARI BERBAGAI PERSPEKTIF

Terdapat empat perspektif psikologis yang dapat menjelaskan motivasi dengan cara yang

berbeda berdasarkan perspektif yang berbeda pula. keempat perspektif tersebut adalah

behavioral, humanistis, kognitif dan sosial.

Page 2: Motivasi Belajar

1. Perspektif Humanistik

Secara ringkas, konsep Maslow mengenai kebutuhan tersebut disajikan berikut ini

langsung dalam konteks psikologi belajar.

Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang bersifat darurat dan jarang terjadi. Apa yang

menjadi kebutuhan disini adalah hal-hal yang dapat memuaskan secara biologis seperti

makanan, air, oksigen, istirahat, aktivitas dan lain sebagainya. Walaupun dalam kelas masalah

ini biasanya kurang mendapat perhatian karena dianggap kurang penting bila dibandingkan

dengan masalah kemampuan intelektual, namun sebenarnya harus disadari bahwa efektivitas

dan efisiensi intelektual hanya dapat dicapai apabila faktor fisiologis pada diri siswa berada

dalam kondisi normal.

Kebutuhan akan rasa aman

Bila seseorang merasa bahwa kebutuhan fisiologisnya relatif telah terpenuhi, maka

perilakunya akan mulai berorientasi pada motif mencari rasa aman. Pada anak-anak yang

dibesarkan tanpa pemenuhan rasa aman dari orangtua dan keluarganya, hal tersebut tampak

jelas pada perilakunya yang didominasi oleh kehausan akan rasa aman, dalam bentuk takut

berbuat salah dan takut mencoba dikarenakan kesalahan dapat berarti terancamnya rasa aman

dirinya. Rasa aman keluarga datang dari sikap keluarga yang berdisiplin baik dan konsisten.

Dalam kelas, siswa sangat menghargai keteraturan. Dengan keteraturan siswa merasakan

adanya kepastian mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukannya.

Ketidakpastian akan menimbulkan keraguan dan ketakutan berbuat salah yang tidak akan

mendukung proses belajar. Untuk memenuhi kebutuhan akan rasa aman ini, guru harus

bersikap dan bertindak konsisten. Disiplin yang baik dan tidak kaku harus diterapkan karena

tujuan disiplin adalah menolong siswa agar menjadi individu yang independen, mandiri dan

dapat menentukan perannya sendiri. Bila disiplin lemah, kebutuhan akan rasa aman tidak

terpenuhi, maka akan sia-sialah berbicara mengenai motivasi dalam belajar. Suatu disiplin

harus ditegakkan berdasarkan aturan yang masuk akal dan kooperatif, tidak otoriter.

Page 3: Motivasi Belajar

Adapun menurut Maslow, kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan yang mendorong individu

untuk memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari lingkungannya. Para psikolog

maupun guru menyatakan bahwa anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-

batas tertentu. Keadaan-keadaan yang tidak adil, tidak wajar atau tidak konsisten pada diri

orang tua akan secara cepat mendapatkan reaksi dari anak. Selain itu, indikasi lain dari

kebutuhan akan rasa aman pada anak-anak adalah ketergantungan. Menurut Maslow, anak

akan memperoleh rasa aman yang cukup apabila ia berada dalam ikatan keluarganya.

sebaliknya, jika ikatan ini tidak ada atau lemah maka anak akan merasa kurang aman, cemas

dan kurang percaya diri yang akan mendorong anak untuk mencari area-area hidup dimana

dia bisa memperoleh ketentraman dan kepastian atau rasa aman. Kehidupan keluarga yang

harmonis dan normal adalah sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi bagi anak.

Dalam proses belajar mengajar misalnya, diperlukan rasa aman pada diri anak sehingga

merasa betah selama pelajaran berlangsung dan termotivasi untuk mengikuti dengan

sungguh-sungguh.

Kebutuhan akan Kasih Sayang dan Rasa Serta

Kebutuhan akan kasih sayang dan rasa serta ini terwujud dalam dorongan untuk bersahabat,

kebutuhan untuk melekat pada keluarga dan lingkungan. Kebutuhan ini juga mencakup

sejumlah aspek hubungan seksual dan hubungan antarpribadi, seperti kebutuhan untuk

memberi dan menerima cinta (Maslow, 1970 dalam Feist & Feist, 2008). Bila individu

merasakan bahwa kebutuhan rasa amannya telah tercapai, maka segera akan timbul

kebutuhan untuk memberi dan menerima afeksi kasih sayang. Bila kebutuhan akan kasih

sayang tidak terpenuhi, maka individu akan merasa tidak mempunyai rasa serta sebagai

anggota kelompoknya. Dalam situasi demikian, siswa akan menampakkan perilaku yang

tidak disukai oleh orang lain, dan akibatnya orang lain akan mengimbangi dengan sikap yang

serupa terhadap dirinya. Dengan demikian terjadilah keadaan yang merusak keinginan siswa

untuk belajar dan untuk mencapai prestasi tertentu. Siswa yang tidak disukai oleh gurunya

dan siswa yang tidak menyukai gurunya tidak akan memperoleh hasil belajar yang baik.

Page 4: Motivasi Belajar

Kebutuhan untuk Dihargai

Menurut Maslow, kebutuhan akan harga diri, kebutuhan akan evaluasi diri yang mantap,

dapat dipenuhi oleh adanya kepercayaan diri dan kemandirian dalam diri individu serta oleh

pengakuan, perhatian dan penghargaan diri oleh orang lain. Maslow (dalam Feist&Feist,

2008) mengidentifikasi dua tingkat kebutuhan untuk dihargai, yaitu reputasi dan harga diri.

Reputasi adalah persepsi, pengakuan atau ketenaran yang berhasil dicapai seseorang di mata

orang lain, sementara harga diri adalah perasaan seseorang terhadap keberhargaan dan

keyakinan dirinya. Harga diri berbeda dengan reputasi, karena harga diri didasarkan pada

kompetensi nyata dan bukan sekedar opini dari orang lain. Sekali manusia dapat memenuhi

kebutuhan untuk dihargai, mereka sudah siap untuk memasuki gerbang aktualisasi diri.

Guna memenuhi kebutuhan untuk dihargai dalam diri siswa, guru haruslah dapat menemukan

sesuatu yang mampu dilakukan oleh siswa sehingga dapat membuatnya merasa penting.

Dalam memberikan perasaan penting dan rasa diakui ini guru perlu memperhatikan

perbedaan individual dalam berbagai aspek, seperti perbedaan status ekonomi sosial, status

kemampuan intelektual, dan sebagainya.

Kebutuhan akan Aktualisasi Diri

Aktualisasi diri sebagai tingkat kebutuhan yang tertinggi menurut konsepsi Maslow,

merupakan pencapaian apa yang memang mampu dicapai oleh seseorang. Seseorang yang

belum dapat mencapai prestasi tertinggi sesuai dengan kemampuannya belum akan

merasakan perlu untuk berusaha mencapai prestasi tersebut apabila kebutuhan tingkat di

bawah aktualisasi diri belum terpuaskan. Timbulnya kebutuhan untuk melakukan apa yang

dapat dilakukannya sebagai aktualisasi diri pribadinya secara utuh hanya akan terjadi bila

individu merasakan bahwa kebutuhan fisiologisnya terpenuhi, kebutuhan akan rasa aman dan

kasih sayang tercapai, serta kebutuhan harga dirinya terpuaskan. Apabila tidak, maka individu

akan cenderung untuk mengarahkan perilakunya ke tujuan-tujuan pemuasan kebutuhan

tersebut. Kebutuhan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, realisasi semua potensi dan

keinginan untuk menjadi kreatif dalam makna yang sepenuhnya (Maslow, 1970 dalam

Feist&Feist, 2008).

Page 5: Motivasi Belajar

Rasa butuh untuk aktualisasi diri dapat dijadikan landasan dalam memberikan motivasi bila

sejak awal siswa mulai diajar menentukan pilihan dan mengambil keputusan sendiri. Suatu

tujuan yang dipilih dan ditetapkan sendiri akan mengandung unsur motivasi yang lebih kuat

daripada tujuan yang ditetapkan oleh orang lain. Apabila tujuan terlalu banyak ditentukan

oleh orang lain, maka seringkali tujuan itu tidak sesuai dengan kemampuan siswa. Mungkin

terlalu rendah sehingga terlalu mudah dicapai, mungkin terlalu tinggi sehingga tidak mungkin

dapat dicapai. Yang manapun, akan mengakibatkan tidak terpuaskannya kebutuhan

aktualisasi diri siswa yang bersangkutan dan menjadikannya tidak berusaha dan tidak

berkeinginan untuk mencapai tujuan tersebut.

2. Perspektif Behaviorisme

Perspektif behaviorisme menekankan imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci

dalam menentukan motivasi murid. Insentif adalah peristiwa atau stiimuli positif atau negatif

yang dapat memotivasi perilaku murid. Pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa

insentif dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian

pada perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat (Emmer, dkk

2000 dalam Santrock, 2004). Pemberian insentif ini dapat berupa pemberian penghargaan,

reinforcement, maupun punishment.

Inti dari penerapan pandangan ahli-ahli Behavioristik adalah apa yang disebut dengan

“contingency management” yaitu penguatan tingkah laku melalui akibat dari tingkah laku itu

sendiri. Kalau peserta didik bertingkah laku benar, maka akibat dari tingkah lakunya itu akan

mendapatkan kesenangan, yaitu menerima hadiah atau penghargaan. Sebaliknya jika tingkah

lakunya salah, maka peserta didik mendapat hukuman atau ketidakenakan. Berdasarkan

pendapat yang praktis itu, maka dengan melaksanakan contingency management pendidikan

dapat menangani situasi kelas dan dapat memakainya sebagai alat untuk memotivasi peserta

didik.

Dari uraian di atas maka menurut paham behavioristik, motivasi merupakan faktor

ekstemal yang perlu didesain untuk merubah perilaku individu sesuai dengan perilaku yang

diharapkan dengan jalan melakukan modifikasi perilaku yang diterapkan dengan

mengaplikasi konsekuensi dari perilaku yang ditampilkan individu. Oleh sebab itu, semua

Page 6: Motivasi Belajar

faktor yang berkaitan dengan hal tersebut perlu disediakan agar individu termotivasi untuk

melakukan kegiatan yang ditujukan pada perubahan perilaku yang diharapkan. Di dalam

pendidikan faktor-faktor tersebut, di antaranya, meliputi penciptaan iklim belajar yang

kondusif, penyediaan fasilitas belajar yang sesuai dengan kebutuhan, dan adanya guru yang

dapat dijadikan model dari perilaku yang diharapkan. Kegagalan peserta didik dalam belajar

berarti kegagalan pendidik dalam mengatur program belajar, bukan kegagalan peserta didik

karena ketidak mampuannnya.

Dalam teori behavioristik, belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus

dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat

menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah

input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang

diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan

pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara

stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak

dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang

diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat

diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan

suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull,

Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran

behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.

Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,

perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon

adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa

pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan

belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang

tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran,

tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat

diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).

Page 7: Motivasi Belajar

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun

dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap

perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti

Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran

lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-

faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori

belajar yang dikemukakan Skiner.

Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi

belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan

pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan

respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi

dalam hubungan stimulus dan respon.

Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi

pembelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini

tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan

pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran

berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan

behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka

tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan

unsur-unsur yang diamati tersebut.

Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pembelajar untuk berfikir linier,

konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar

merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau

mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan

berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar

tidak sekedar pembentukan atau shaping.

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak

menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang

Page 8: Motivasi Belajar

mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi

pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal

seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan

fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori

behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.

Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan

pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of

knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk

menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat

dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini

ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan

memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang

dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pembelajar dianggap sebagai objek pasif yang

selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para

pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-

standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu

juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan

dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses

evaluasi.

Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan

teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang

jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat

esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan

disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan

sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan

dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan

pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik

Page 9: Motivasi Belajar

adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus

dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.

3. Perspektif Kognitif

Menurut perspektif kognitif, pemikiran murid akan memandu motivasi mereka.

belakangan ini muncul minat besar pada perspektif kognitif (Pintrich & Schunk, 2002).

Minat ini berfokus pada ide-ide seperti motivasi internal murid untuk mencapai sesuatu,

atribusi mereka (persepsi tentang sebab-sebab kesuksesan dan kegagalan, terutama

persepsi bahwa usaha adalah faktor penting dalam prestasi), dan keyakinan mereka bahwa

mereka dapat mengontrol lingkungan mereka secara efektif. Perspektif kognitif juga

menekankan arti penting dari penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring kemajan

menuju suatu tujuan (Schunk &Ertmer, 2000; Zimmerman & Schunk, 2001).

Perbedaan perspektif kognitif dari perspektif lainnya adalah perspektif kognitif

berpendapat bahwa tekanan eksternal seharusnya tidak dilebih-lebihkan. Perspektif

kognitif merekomendasikan agar murid diberi lebih banyak kesempatan dan tanggung

jawab untuk mengontrol hasil prestasi mereka sendiri.

Persepsi kognitif tentang motivasi sesuai dengan gagasan R.W. White (1959), yang

mengusulkan konsep motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk

menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memproses

informasi secara efisien. White mengatakan bahwa orang melakukan hal-hal tersebut

bukan karena kebutuhan biologis, tetapi karena orang punya motivasi internal untuk

berinteraksi dengan lingkungan secara efektif.

Menurut Robert White (dalam Tanwey Gerson Ratumanan, 2002 ), setiap manusia

mempunyai keinginan untuk menunjukkan kompetensi dengan menaklukkan

lingkungannya.Worell dan Stilwell (dalam Tanwey Gerson Ratumanan, 2002)

mengatakan bahwa faktor-faktor kognitif di dalam motivasi kompetensi ini mencakup

enam keterampilan kompetensi diri yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan siswa,

yakni :

Page 10: Motivasi Belajar

a. Keterampilan untuk mengevaluasi diri sehubungan dengan pelaksanaan tugas tersebut

b. Nilai tugas bagi siswa

c. Harapan-harapan untuk sukses di dalam tugas tersebut

d. Patokan keberhasilan tugas

e. Lokus kendali (locus of control), yaitu dengan faktor-faktor apa siswa mengkaitkan

keberhasilan maupun kegagalan yang dialami

f. Penguatan diri untuk mencapai tujuan

4. Perspektif Sosial

Motif Sosial

Latar belakang sosial anak akan mempengaruhi kehidupan mereka di sekolah. Setiap

hari murid membangun dan mempertahankan hubungan sosial. Motif sosial adalah

kebutuhan dan keinginan yang dikenal melalui pengalaman dengan dunia sosial. Perhatian

terhadap motif sosial muncul dari catalog kebutuhan (atau motif) yang disusun oleh

Henry Murray (dalam Santrock, 2007) yang mencakup kebutuhan akan afiliasi atau

keterhubungan, yakni motif untuk merasa cukup terhubung dengan orang lain. Kebutuhan

ini membutuhkan pembentukan, pemeliharaan, dan pemulihan hubungan yang akrab,

hangat, dan personal. Kebutuhan sosial murid direfleksikan dalam keinginan mereka

untuk popular di mata teman sebaya dan kebutuhan punya satu kawan akrab atau lebih,

dan keinginan untuk menarik di mata orang yang mereka sukai. Meskipun setiap murid

punya kebutuhan afiliasi, beberapa murid punya kebutuhan yang lebih kuat ketimbang

murid lain (O’Conner & Rosenblood dalam Santrock, 2007). Beberapa murid suka

dikelilingi banyak kawan. Di SMP dan SMA, beberapa murid merasa ada yang hilang

dalam kehidupan mereka jika mereka tidak punya pacar untuk diajak kencan pada malam

minggu. Murid lainnya tidak punya kebutuhan afiliasi sekuat itu. Mereka tidak peduli

apakah mereka punya banyak kawan atau tidak dan tidak cemas jika mereka tidak

mempunyai pacar.

Penerimaan guru dan teman adalah motif sosial penting bagi kebanyakan murid. Pada

masa SD murid lebih termotivasi untuk menyenangkan orang tuanya ketimbang

menyenangkan temannya (Berndt dalam Santrock, 2007). Menjelang akhir masa SD,

Page 11: Motivasi Belajar

penerimaan orang tua dan teman berada dalam posisi seimbang dalam sistem motif anak.

Pada grade delapan atau sembilang (sekolah menengah), penerimaan teman kurang

penting karena murid sudah mulai mandiri dan membuat keputusan sendiri.

Remaja dapat merupakan masa peralihan penting dalam motivasi prestasi dan

motivasi sosial (Henderson & Dweck dalam Santrock, 2007). Tekanan akademik dan

sosial memaksa remaja mengambil peran baru yang melibatkan tanggung jawab yang

lebih besar. Setelah remaja mengalami tekanan yang lebih kuat untuk berprestasi,

kepentingan sosial mereka mungkin akan agak terabaikan karena mereka lebih fokus pada

persoalan akademik atau ambisi di satu bidang dapat melemahkan tujuan di bidang lain,

seperti ketika tujuan mengejar prestasi akademik menyebabkan hilangnya motif sosial.

Pada masa remaja awal ini, murid menghadapi pilihan antara mengejar tujuan sosial atau

mengejar tujuan akademik. Hasil dari keputusan ini akan berefek jangka panjang dalam

tujuan akademik dan karier mereka.

Hubungan Sosial

Hubungan murid dengan orang tua, teman sebaya, kawan, guru, dan mentor, dan

orang lain, dapat mempengaruhi prestasi dan motivasi sosial mereka.

Orang tua. Telah dilakukan riset tentang hubungan antara parenting dengan motivasi

murid. Studi-studi tersebut mengkaji karakteristik demografis, praktik pengasuhan anak,

dan provisi pengalaman spesifik di rumah (Eccles, Wigfield, & Schiefele dalam Santrock,

2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mawarsih (2013) mengenai pengaruh orang

tua pada motivasi dan prestasi belajar siswa menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh

signifikan antara perhatian yang diberikan orang tua terhadap motivasi dan prestasi

belajar anak.

a) Karakteristik Demografis

Orang tua dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mungkin percaya

bahwa keterlibatan mereka dalam pendidikan anak adalah penting. Mereka lebih

mungkin untuk berpartisipasi dalam pendidikan anak dan memberi stimuli intelektual

di rumah (Schneider & Coleman dalam Santrock, 2007). Ketika waktu dan energy

Page 12: Motivasi Belajar

orang tua lebih banyak dihabiskan untuk orang lain atau untuk sesuatu yang lain

ketimbang untuk anaknya, motivasi anak mungkin akan menurun tajam. Prestasi

murid dapat menurun apabila mereka tinggal dalam keluarga single-parent, tinggal

bersama orang tua yang waktunya dihabiskan untuk bekerja, dan tinggal dalam

keluarga besar.

b) Praktik Pengasuhan Anak

Walaupun faktor demografis dapat memengaruhi motivasi murid, faktor yang

lebih penting adalah praktik pengasuhan anak oleg orang tuanya (Eccles, Wigfield, &

Schiefele dalam Santrock, 2007). Berikut ini beberapa praktik parenting positif yang

dapat meningkatkan motivasi dan prestasi :

Mengenal betul anak dan memberi tantangan dan dukungan dalam kadar yang

tepat.

Memberikan iklim emosional yang positif, yang memotivasi anak untuk

menginternalisasikan nilai dan tujuan orang tua.

Menjadi perilaku yang memberi motivasi; bekerja keras dan gigih menghadapi

masalah.

c) Provisi Pengalaman Spesifik di rumah

Selain praktik pengasuhan umum, orang tua dapat memberikan pengalaman

spesifik di rumah untuk membantu murid menjadi lebih termotivasi. Membacakan

buku untuk anak prasekolah dan memberikan materi bacaan di rumah akan memberi

efek positif pada prestasi dan motivasi membaca anak (Wigfield & Asher dalam

Santrock, 2007).

Teman Sebaya (Peer). Teman sebaya dapat memengaruhi motivasi anak melalui

perbandingan sosial, kompetensi, dan motivasi sosial, belajar bersama, dan pengaruh

kelompok teman sebaya (Eccles, Wigfield, & Schiefele dalam Santrock, 2007). Murid

yang lebih diterima oleh teman sebayanya dan mempunyai keahlian sosial yang baik

sering kali lebih bagus belajarnya di sekolah dan mempunyai motivasi akademik yang

positif (Asher, Coie, dan Wentzel dalam Santrock, 2007). Sebaliknya, murid yang ditolak

Page 13: Motivasi Belajar

oleh temannya, terutama yang sangat agresif, berisiko mengalami problem belajar, seperti

mendapat nilai buruk, dan keluar tau dikeluarkan dari sekolah.

Guru. Banyak anak yang tidak bagus belajarnya di sekolah mempunyai hubungan

yang negatif dengan guru mereka (Stipek dalam Santrock, 2007). Mereka sering kali

mengalami masalah karena, misalnya tidak mengerjakan tugas, tidak memerhatikan, atau

karena bikin onar. Para riset telah menemukan bahwa murid yang merasa punya guru

yang suportif dan perhatian akan lebih termotivasi untuk belajar ketimbang murid yang

merasa mempunyai guru yang tidak suportif dan tidak perhatian (McCombs & dkk dalam

Santrock, 2007). Motivasi murid akan bertambah jika guru memberi tugas yang

menantang dalam lingkungan yang mendukung proses penguasaan materi. Guru mesti

memberi dukungan emosional dan kognitif, memberi materi yang berarti dan menarik

untuk dipelajari dan dikuasai, dan memberi dukungan yang cukup bagi terciptanya

kemandirian dan inisiatif murid (Eccles & dkk dalam Santrock, 2007).

Guru dan Orang Tua. Ketika guru secara sistematis dan kerap memberi informasi

kepada orang tua tentang kemajuan anak mereka dan membantu mereka terlibat dalam

aktivitas pembelajaran anak, maka anak mereka sering kali meningkatkan prestasi

akademiknya (Epstein dalam Santrock, 2007).

Konteks Sosiokultural

Status sosioekonomi, etnis, dan gender dapat memengaruhi motivasi dan prestasi yang

memfokuskan pada diversitas.

Status sosioekonomi dan Etnisitas. Diversitas dalam kelopok minoritas etnis juga

memengaruhi prestasi. Misalnya, banyak murid Asia mempunyai orientasi prestasi

akademik yang kuat, tetapi sebagian tidak. Dalam sebuah studi di mana partisipannya

terutama adalah murid etnis minoritas dari keluarga berpendapatan rendah, kelas yang

mampu memotivasi murid menguasi materi dan memberi dukungan yang cukup ternyata

memengaruhi peningkatan motivasi murid untuk belajar dan membantu menghindarkan

adanya tekanan emosional yang mengganggu proses belajar mereka (Strobel dalam

Santrock, 2007). Tantangan utama bagi banyak murid dari etnis minoritas, khususnya

mereka yang dari keluarga miskin, adalah soal prasangka rasial, konflik antara nilai

Page 14: Motivasi Belajar

kelompok mereka dengan kelompok mayoritas, dan kurangnya orang dewasa yang

berprestasi tinggi dalam kelompok cultural mereka yang dapat bertindak sebagai model

peran positif (Mcloyd & dkk dalam Santrock, 2007).

Gender. Gender dan motivasi difokuskan pada bagaimana pria dan wanita berbeda

dalam keyakinan dan nilai yang mereka anut. Keyakinan yang berkaitan dengan soal

kompetensi yang dianut murid pria dan wanita berbeda-beda menurut konteks prestasinya.

Misalnya, murid laki-laki lebih punya keyakinan kompetensi yang lebih tinggi ketimbang

murid wanita untuk pelajaran matematika dan olahraga, sedangkan murid keyakinan

perempuan lebih tinggi ketimbang murid lelaki untuk pelajaran bahasa inggris, membaca,

dan aktivitas sosial (Eccles & dkk dalam Santrock, 2007). Berkenaan dengan nilai

prestasi, sejak SMA murid wanita tidak terlalu menghargai prestasi matematika

dibandingkan murid lelaki. Murid wanita berbakat sering kali mengalami konflik antara

peran gender dan prestasi. Sebuah studi terhadap gadis berbakat menunjukkan perasaan

mereka yang terjebak di antara prestasi dan penampilan feminitas (Bell dalam Santrock,

2007).

Motivasi Untuk Meraih Sesuatu

Perhatian terhadap motivasi di sekolah telah dipengaruhi oleh perspektif kognitif.

Selanjutnya kita akan membahas sejumlah strategi kognitif efektif untuk meningkatkan

motivasi murid untuk meraih sesuatu atau untuk berprestasi. Penjelasan mengenai Motivasi

ekstrinsik dan intrinsik, akan membawa ka pada pembahasan mengenai pandangan

kognitif penting tentang motivasi.

Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik

Motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan

sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh

insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Perspektif behavioral menekankan penting

arti penting dari motivasi ekstrinsik dalam mencapai prestasi, sedangkan pendekatan

kognitif dan humanistis lebih menekankan pada arti penting dari motivasi intrinsik dalam

prestasi. Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi

sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri).

Page 15: Motivasi Belajar

Bukti terbaru mendukung pembentukan iklim kelas dimana murid bisa termotivasi secara

intrinsik untuk belajar (Wigfield & Eccles, 2002; Hennesey & Amabile, 1998). Murid

termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi tantangan yang

sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai

informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol. Pujian juga bisa memperkuat motivasi

intrinsik murid. Untuk menjawab mengapa hal ini bisa terjadi, dapat dijelaskan dengan

pembahasan mengenai dua jenis motivasi intrinsik:

1. Determinasi diri dan pilihan personal

Salah satu pandangan tentang motivasi intrinsik menekankan pada determinasi diri

(DeCharms, 1984 dalam Santrock, 2004). Dalam pandangan ini, murid ingin percaya

bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan senditi, bukan karena kesuksesan atau

imbalan eksternal. Para periset menemukan bahwa motivasi internal dan minat intrinsik

dalam tugs sekolah naik apabila murid punya pilihan dan peuang untuk mengambil

tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.

2. Pengalaman optimal

Mihaly Csikszentmihalyi (1990) juga mengambangkan ide relevan untuk memahami

motivasi intrinsik. Dia mempelajari pengalaman optimal dari orang-orang selama lebih dari

dua dekade. Orang melaporkan bahwa pengalaman optimal ini berupa perasaan senang dan

bahagia yang besar. Csikszentmihalyi menggunakan istilah flow untuk mendeskripsikan

penngalaman optimal dalam hidup. Dia menemukan bahwa pengalaman optimal itu

kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu menguasai dan berkonsentrasi penuh saat

melakukan suatu aktivitas. Dia mengatakan bahwa pengalaman optimal ini terjadi ketika

individu terlibat dalam tantangan yang mereka aggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak

terlalu mudah.

Anggapan murid terhadap level keahlian mereka sendiri

Anggapan murid

terhadap level

tantangan

Rendah Tinggi

Rendah Apati Kejemuan

Tinggi Kecemasan Flow

Page 16: Motivasi Belajar

C. Imbalan Ekstrinsik dan Motivasi Intrinsik

Imbalan eksternal dapat berguna untuk mengubah perilaku. Akan tetapi, dalam beberapa

situasi imbalan atau hadiah dapat melemahkan pembelajaran. Hadiah di kelas dapat berguna, dua

kegunaannya adalah sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas dimana tujuannya adalah

mengontrol perilaku murid, dan mengandung informasi tentang penguasaan keahlian sehingga

murid akan merasa kompeten dan bersemangat. Imbalan yang digunakan sebagai insentif

menimbulkan persepsi bahwa perilaku murid disebabkan oleh imbalan eksternal, bukan oleh

motivasi dalam diri murid untuk menjadi pandai.

Terdapat sebuah contoh yang dapat digunakan untuk memahami penjelasan tersebut.

“Seorang guru menggunakan sistem hadiah dimana semakin banyak tugas yang diselesaikan

murid, semakin banyak poin yang mereka raih. Murid akan termotivasi untuk mengerjakan tugas

guna memperoleh poin tersebut karena mereka diberi tahu bahwa poin itu dapat ditukar dengan

hadiah. Namun poin itu juga memberikan informasi tentang kemampuan mereka. Yakni, semakin

besar poin mereka, semakin banyak tugas yang telah mereka selesaikan. Saat mereka

mengumpulkan poin, murid akan merasa kompeten. Sebaliknya, jika poin itu diberikan hanya

untuk imbalan, maka tugas akan dianggap sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang berupa

hadiah itu”. Dalam kasus ini, karena poin itu tidak menyampaikan informasi apapun tentang

kemampuan murid, maka murid kemungkinan akan menganggap imbalan atau hadiah sebagai

pengontrol perilaku mereka.

Jadi, hadiah yang mengandung informasi tentang kemampuan murid dapat meningkatkan

motivasi intrinsik dengan meningkatkan perasaan bahwa diri mereka kompeten. Namun, umpan

balik negatif, seperti kritik, yang mengandung informasi bahwa murid tidak pandai, dapat

melemahkan motivasi intrinsik terutama apabila murid meragukan kemampuan mereka untuk

menjadi kompenten (Stipek, 2002).

Ringkasnya, adalah penting untuk mengkaji adakah kandungan informasi kompetensi di

dalam hadiah. Ketika hadiah dikaitkan dengan kompetensi, maka hadiah bisa menaikkan motivasi

dan minat. Jika tidak, hadiah tidak akan menaikkan motivasi atau mungkin justru melemahkan

motivasi ketika hadiah tidak diberikan lagi (Schunk, 2000).

Page 17: Motivasi Belajar

D. Pergeseran Developmental dalam Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik

Banyak psikolog dan pendidik percaya bahwa penting bagi murid untuk mengembangkan

internalisasi dan motivasi intrinsik yang lebih besar saat mereka tumbuh. Akan tetapi, periset

menemukan bahwa saat murid pindah dari SD ke sekolah menengah, motivasi intrinsik mereka

menurun (Harter, 1996). Salah satu penjelasannya adalah karena praktik kenaikan kelas

memperkuat orientasi motivasi eksternal. Artinya, saat murid bertambah usia, mereka

terkungkung dalam penekanan pada tujuan naik kelas dan karenanya motivasi internalnya turun.

Beberapa perubahan spesifik dalam konteks sekolah yang dapat membantu menjelaskan

penurunan motivasi intrinsik adalah, murid sekolah menengah lebih formal, lebih evaluatif dan

lebih kompetitif ketimbang anak SD. Murid membandingkan diri mereka dengan murid lain

karena mereka dinilai berdasarkan kinerja relatif mereka dalam mengerjakan tugas-tugas dan

ujian standar.

Riset menunjukkan bahwa, seperti transisi ke SMP, transisi ke masa SMA juga

menimbulkan problem yang serupa (Eccles, Wigflied, & Schiefele, 1998; Wehlage, 1989). Di

SMA sense of community-nya biasanya melemah, dimana murid dan guru tidak banyak

kesempatan untuk saling mengenal satu sama lain secara lebih dekat. Akibatnya,

ketidakpercayaan antara guru dan murid mudah timbul dan hanya ada sedikit komunikasi

mengenai tujuan murid. Konteks semacam ini dapat melemahkan motivasi murid yang tidak

bagus secara akademik. Oleh karena itu, murid SMP dan SMA akan lebih banyak mendapat

manfaat apabila guru membuat setting sekolah mereka lebih personal, kurang formal dan lebih

menantang secara intrinsik.

Page 18: Motivasi Belajar

BAB III

CONTOH KASUS

1. Perspektif Humanistik

Berikut contoh-contoh hirarki Maslow dalam kehidupan sehari-hari :

Kebutuhan fisiologis

Contoh dari kebutuhan ini dapat dilihat bahwa disetiap sekolah bahkan perguruan tinggi,

menyediakan waktu istirahat untuk siswa maupun mahasiswanya. Biasanya jam istirahat ini

dilakukan pada jam makan siang agar siswa-siswa diberi waktu istirahat agar mereka tidak

lupa makan siang sebelum melanjutkan pelajaran selanjutnya.

Kebutuhan akan rasa aman

Contohnya seperti peraturan-peraturan yang dibuat pada pihak sekolah, seperti jam masuk

dan pulang sekolah, tatakrama, ketertiban, dll. Setiap sekolah ataupun perguruan tinggi

memiliki peraturan-peraturan intrinsik yang berlaku untuk sekolah dan perguruan tinggi

tersebut. Seperti masuk pukul 7, tidak boleh berlarian di koridor sekolah, harus mengenakan

topi selama upacara, dsb.

Kebutuhan akan Kasih Sayang

Contoh dalam hal ini adalah metode belajar kelompok yang digunakan di sekolah maupun

perguruan tinggi.

Kebutuhan akan Harga Diri

Contohnya dalam hal ini, guru yang memberikan pengakuan ataupun penghargaan terhadap

prestasi muridnya. Pengakuan ataupun penghargaan ini dapat berupa pujian ataupun hadiah.

Seperti saat siswanya memenangkan olimpiade di salah satu bidang, maka gurunya akan

memberikan selamat, pujian dan pengakuan akan kemampuannya.

Page 19: Motivasi Belajar

Kebutuhan Aktualisasi Diri

Contohnya ketika individu menyadari bahwa tujuan hidupnya adalah untuk menjadi seorang

professor di bidang psikologi, maka ketika dia akhirnya menjadi seorang profesor di bidang

psikologi maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut telah mencapai aktualisasi dirinya.

Kemudian jika mengambil contoh kasus dalam film The Freedom Writerini, kita dapat

melihat banyaknya perang dan pembunuhan yang terjadi di Long Beach karena perebutan

kekuasaan. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan rasa aman orang-orang yang tinggal di area

Long Beach sebagian besar tidak terpenuhi. Terlihat juga bahwa sebagian besar siswa di kelas

Ms. G tidak memiliki hubungan yang baik dengan keluarga mereka atau mereka memiliki

keluarga yang bermasalah sehingga mereka tidak begitu terbuka atau merasa aman dengan

orang lain. Seperti Eva yang ayahnya dipenjara, Andre Bryant yang tidak memiliki hubungan

yang baik dengan ibunya semenjak ibu dan ayahnya bercerai. Brandy yang dipukuli dan

melihat ibunya dipukuli, Marcus yang memiliki hubungan yang tidak baik dengan ibunya,

dan banyak lagi siswa-siswanya yang mengalami ketakutan karena perang yang terjadi di

lingkungan mereka.

2. Perspektif Behaviorisme

Contoh contiguity adalah ketika guru memberikan contoh-contoh setelah penjelasan

materi. Di prodi psikologi sendiri, ketika belajar mengenai teori psikologi, biasanya dosen

akan menyertakan contoh-contoh kasus terkait teori tersebut.

Contoh reinforcement, seperti ketika individu meraih prestasi dikelas, individu tersebut

diberikan buku atau alat-alat tulis lainnya untuk memotivasi individu tersebut agar lebih rajin

belajar.

Contoh punishment, seperti ketika individu datang terlambat ke sekolah maka individu

tersebut diberikan hukuman berupa tidak dapat mengikuti pelajaran sekolah pada saat

itu.contoh lain juga, ketika tidak mengerjakan tugas, maka gurunya akan memberikan

hukuman.

Contoh kasus modelling, yaitu dengan memberikan contoh yang baik kepada siswa agar

contoh tersebut juga diikuti oleh siswa. Seperti memberi contoh bagaimana cara menulis,

Page 20: Motivasi Belajar

membaca, dsb. Dengan adanya contoh yang jelas, menurut teori ini individu akan semakin

termotivasi

Jika dilihat dalam film The Freedom Writer ini adalah ketika guru mereka yaitu Erin

Gruwell, memberikan penghargaan atau pengakuan pada para murid seperti meminta mereka

menulis surat kepada Miep Gies, orang yang menculik Anna Frank karena murid-muridnya

sudah memiliki keinginan untuk membaca buku mengenai Anna Frank. Hal ini menjadi

reinforcement positif pada siswa-siswanya untuk lebih banyak belajar. Ms. G juga mengajak

murid-muridnya untuk berwisata (touring) sebagai bentuk penghargaan kepada siswa-

siswanya karena sudah mau belajar dan juga agar siswa-siswanya mempunyai pandangan

yang lebih luas sehingga setelah perlakuan Ms. G tersebut membuat para murid-muridnya

jauh lebih bisa memperlihatkan perilaku yang diinginkan.

3. Perspektif Kognitif

Contoh motivasi perspektif kognitif dalam kehidupan sehari-hari, terlihat pada bagaimana

siswa mengevaluasi dirinya setelah tugas mereka diberi nilai atau bagaimana siswa tersebut

mengerjakan tugas mereka. Biasanya mahasiswa psikologi setelah mengerjakan tugas, akan

diberi umpan balik oleh dosen atas hasil pekerjaan mereka. Beberapa siswa akan menerima

umpan balik tersebut dan menjadikannya pelajaran untuk mengerjakan tugas lebih baik lagi,

namun beberapa siswa tetap tidak menunjukkan perubahan di tugas selanjutnya bahkan

setelah diberi umpan balik.

Contoh dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik ini adalah misalnya siswa A dan siswa B

adalah dua orang siswa sekolah menengah atas. Kedua siswa ini akan mengikuti ujian bahasa

inggris esok hari. Siswa A yang memang tertarik dengan mata pelajaran bahasa inggris,

belajar setiap hari, bahkan jauh hari sebelum ujian bahasa inggris diadakan, sedangkan siswa

B belajar sehari sebelum ujian bahasa inggris diadakan agar bisa lulus pada ujian di mata

pelajaran tersebut dan menerima hadiah dari orang tuanya. Dari kedua siswa ini salah satunya

adalah siswa dengan motivasi intrinsik dan salah satunya adalah siswa dengan motivasi

ekstrinsik.

Page 21: Motivasi Belajar

Sedangkan pada contoh kasus yang terdapat dalam film The Freedom Writers terlihat

ketika mereka termotivasi untuk suatu tujuan, mereka memiliki tujuan untuk berubah, dan

juga mereka tidak ingin bernasib seperti Holocaust.

4. Perspektif Sosial

BAB IV

ANALISIS

1. Perspektif Humanistik

Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang mencakup hal-hal yang dapat memuaskan

individu secara biologis yang seperti makanan, air, oksigen, istirahat, aktivitas, dan

sebagainya. Sebagai contoh, seseorang tidak akan dapat berpikir dengan baik bila sedang

berada dalam keadaan lapar (butuh makan) atau berada dalam keadan letih (butuh istirahat).

Dalam keadaan-keadaan kebutuhan fisiologis seperti itu sedang dirasakan, maka perilaku

seseorang akan banyak didominasi oleh hasrat untuk memuaskan kebutuhan

tersebut.berdasarkan dari contoh di atas terlihat betapa pentingnya kebutuhan fisiologis untuk

dipenuhi saat belajar. Akan sulit untuk mencapai efektivitas dan efisiensi apabila faktor

psikologis pada siswa tidak berada dalam kondisi normal. Kebutuhan fisiologis ini

merupakan kebutuhan paling dasar dari hierarki kebutuhan Maslow, kalau kebutuhan ini tidak

terpenuhi, maka akan sulit untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di atasnya. Salah satu

penelitian yang dilakukan oleh Yanuari (2012), menunjukkan bahwa keadaan fisiologis siswa

memberikan pengaruh terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa.

Kebutuhan rasa aman

Page 22: Motivasi Belajar

Berdasarkan contoh di atas, dapat dilihat bahwa dengan keteraturan siswa akan merasakan

adanya kepastian mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan sehingga akan

mendukung proses belajarnya. Untuk memenuhi kebutuhan ini juga, guru harus bersikap dan

bertindak konsisten.

Kebutuhan akan Kasih Sayang

Dari contoh kasus di atas, hal tersebut dilakukan untuk melatih kemampuan berkolaborasi

siswa agar mereka mempunyai rasa serta sebagai bagian dari suatu kelompok, dengan begitu

siswa akan menunjukkan perilaku yang disukai oleh kelompoknya dan semakin

meningkatkan motivasi belajarnya untuk mencapai prestasi yang diinginkannya. Salah satu

jurnal penelitian (Huda, 2013) yang dilakukan terkait pengaruh teman sebaya dan motivasi

belajar memperoleh hasil bahwa kedua hal tersebut memberikan pengaruh signifikan terhadap

hasil belajar siswa.

Kebutuhan akan Harga Diri

Berdasarkan conttoh kasus di atas bahwa guru yang memberikan pengakuan ataupun

penghargaan pada muridnya akan membentuk rasa harga diri dalam diri siswanya yang

membuat mereka merasa penting.

Kebutuhan Aktualisasi Diri

Individu tersebut dikatakan mencapai aktualisasi dirinya karena individu tersebut yang

menentukan sendiri tujuan hidupnya. Jika semua kebutuhan sebelum kebutuhan ini terpenuhi,

seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan rasa kasih sayang, dan

kebutuhan akan rasa harga diri, maka individu tersebut dapat mencapai aktualisasi dirinya

apabila ia mencapai prestasi tertinggi sesuai kemampuan yang dimilikinya, namun jika tidak

maka individu tersebut mungkin akan berpikir bahwa hal tersebut sebagai sesuatu yang

terllau tinggi sehingga sulit untuk dicapainya.

Kemudian di atas terdapat pula contoh kasus yang dipaparkan dalam film The Freedom

Writers bahwa hal tersebut sejalan dengan yang dinyatakan oleh Maslow bahwa anak akan

memperoleh rasa aman yang cukup apabila ia berada dalam ikatan keluarganya. sebaliknya,

jika ikatan ini tidak ada atau lemah maka anak akan merasa kurang aman, cemas dan kurang

Page 23: Motivasi Belajar

percaya diri yang akan mendorong anak untuk mencari area-area hidup dimana dia bisa

memperoleh ketentraman dan kepastian atau rasa aman. Salah satu hal ini dapat dilihat ketika

Ms. G untuk pertama kalinya mengajar dikelas, terlihat bahwa para murid tidak begitu

memberikan respon positif terhadapnya, salah satu alasannya dikarenakan Ms. G memiliki

kulit berwarna putih sedangkan sebagian besar dari mereka tidak menyukai orang-orang yang

berkulit putih.

Akan tetapi, setelah Ms.G dengan cepat belajar mengenai kondisi para muridnya, beliau

mulai memakai metode-metode baru yang diawali dengan bermain game pertanyaan-

pertanyaan yang membuat para muridnya maju ke garis merah jika mereka berpendapat

demikian dan meminta muridnya untuk menuliskan apapun dalam buku yang telah ia siapkan

ketika ia mendapatkan karikatur rasis penuh kebencian bahwa gambar tersebut adalah seni,

salah satu bakat yang dimiliki oleh murid tersebut. Hal ini juga sejalan dalam teori yang

menyatakan bahwa dalam proses belajar mengajar diperlukan rasa aman pada diri anak

sehingga merasa betah selama pelajaran berlangsung dan termotivasi untuk mengikuti dengan

sungguh-sungguh. Hal ini ditunjukkan ms. G dengan memberikan muridnya sebuah buku

baru, kemudian membawa mereka makan sekaligus sberbincang-bincang dengan korban

Holocaust seperti Elisabeth Mann, Gloria Ungar, Eddie Ilam, dan juga Renee Firestone,

sehingga dengan usaha-usaha yang diberikan oleh Ms. G untuk meningkatkan rasa

kekeluargaan diantara mereka tersebut membuat para muridnya semakin hari semakin bisa

Page 24: Motivasi Belajar

menunjukkan rasa keamanan, memiliki penerimaan diri yang positif, dan bahkan dapat

mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki.

2. Perspektif Behaviorisme

Berdasarkan contoh contiguity yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa

dengan memberikan contoh-contoh setelah penjelasan materi, individu akan lebih mudah

untuk memahami materi yang disampaikan tersebut, sehingga dengan hal tersebut membuat

individu semakin termotivasi untuk belajar.

Kemudian dari contoh reinforment di atas, dapat dilihat bahwa penguat untuk menjadikan

siswa tersebut agar lebih rajin belajar adalah diberikannya sebuah buku atau alat-alat tulis

lainnya. Hal ini sejalan dengan teori yang telah dipaparkan diatas bahwa reinforcement dapat

dilakukan melalui pujian, hadiah dan hal-hal penguat lainnya atau menunda sesuatu yang

Page 25: Motivasi Belajar

diinginkan individu sebelum ia menunjukkan perilaku yang diharapkan (negative

reinforcement). Dimana hadiah dan hal-hal penguat lainnya yaitu berupa buku atau alat-alat

lainnya agar siswa tersebut lebih rajin belajar, dan juga berdasarkan jurnal yang kami

dapatkan dari penelitian Nughraheni tahun 2011 menyatakan bahwa pemberian reinforcement

memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa, salah satunya dengan memberikan

reinforcement lewat angka. Dengan memperoleh angka yang memuaskan maka siswa akan

semakin termotivasi untuk belajar.

Dari teori yang dipaparkan di atas menyatakan bahwa punishment merupakan bentuk

hukuman diberikan kepada individu apabila ia tidak melakukan tindakan seperti yang

diharapkan, hal ini dapat dilihat dari contoh kasus di atas bahwa perlakuan yang tidak

diharapkan oleh individu tersebut ialah karena datang terlambat kesekolah, juga tidak

mengerjakan tugas sehingga punishment yang diberikan oleh individu tersebut ialah tidak

dapat mengikuti pelajaran sekolah pada saat itu juga. Berdasarkan hasil jurnal penelitian dari

Aromdani tahun 2014 juga menyatakan bahwa terdapat perbedaan pada prestasi belajar antara

siswa yang diberikan reward dan punishment dengan yang tidak. Siswa yang diberi

punishment dan reward memperoleh prestasi belajar yang lebih baik daripada yang tidak.

Kemudian contoh kasus dari film The Freedom Writer di atas, dapat diketahui bahwa

seperti yang dinyatakan oleh Emmer dan dkk (2000) bahwa pemberian insentif adalah

peristiwa atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid. Pendukung

penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah minat atau kesenangan

pada pelajaran dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka

dari perilaku yang tidak tepat. Salah satu bentuk insentif positif yang dapat terlihat dalam film

The Freedom Writer ini adalah ketika guru mereka yaitu Erin Gruwell, memberikan

penghargaan atau pengakuan pada para murid seperti meminta mereka menulis surat kepada

Miep Gies, orang yang menculik Anna Frank karena murid-muridnya sudah memiliki

keinginan untuk membaca buku mengenai Anna Frank. Hal ini menjadi reinforcement positif

untuk siswa-siswanya sehingga mereka menjadi lebih senang belajar. Ms. G juga mengajak

murid-muridnya untuk berwisata (touring) sebagai bentuk penghargaan kepada siswa-

siswanya karena sudah mau belajar dan juga agar siswa-siswanya mempunyai pandangan

Page 26: Motivasi Belajar

yang lebih luas sehingga setelah perlakuan Ms. G tersebut membuat para murid-muridnya

jauh lebih bisa memperlihatkan perilaku yang diinginkan.

3. Perspektif Kognitif

Pada contoh di atas dapat terlihat bahwa menurut perspektif kognitif, siswa yang

menerima umpan balik dan menjadikan umpan balik tersebut sebagai pelajaran untuk

mengerjakan tugas lebih baik lagi kedepannya adalah mahasiswa dengan motivasi

kompetensi. Mereka termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif,

menguasai dunia mereka, dan memproses informasi secara efisien. Mereka memiliki enam

kompetensi diri menurut Worell dan Stiwell, yaitu memilii keterampilan untuk mengevaluasi

diri, memiliki harapan untuk sukses di tugas selanjutnya, locus of control internal, penguatan

diri untuk mencapai tujuan, dsb.

Sedangkan pada contoh motivasi instrinsik dan juga ekstrinsik terlihat bahwa siswa A

memiliki motivasi instrinsik, karena siswa A belajar bahasa inggris karena memang dia ingin

mendapatkan pengetahuan, nilai ataupun keterampilan agar dapat mengubah tingkah lakunya,

Page 27: Motivasi Belajar

bukan untuk tujuan yang lain. Sedangkan siswa B memiliki motivasi ekstrinsik, karena siswa

B belajar ketika mengetahui bahwa besok akan diadakan ujian dengan harapan lulus di mata

pelajaran tersebut, dan siswa B dapat memperoleh hadiah yang telah dijanjikan oleh orang

tuanya apabila ia lulus mata pelajaran tersebut. Namun bagaimanapun kedua motivasi ini

memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Dalam beberapa penelitian yang dilakukan

oleh para ahli, diperoleh hasil bahwa motivasi memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar

siswa, terutama motivasi intrinsik (Rafiqah, 2013).

Adapun pada contoh kasus dalam film The Freedom Writers di atas, terlihat bahwa

murid-murid memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik karena tidak ada imbalan maupun

hukuman yang diberikan ms. G. Dalam film ini terlihat para siswa di kelas ms. G memiliki

motivasi intrinsik karena mereka termotivasi untuk suatu tujuan. Mereka memiliki tujuan

untuk berubah. Mereka tidak ingin diri mereka bernasib sama seperti Holocaust.

4. Perspektif Sosial

Dalam film Freedom Writers, kita dapat melihat bagaimana mrs. Gruwell dan murid-

murid yang belajar di kelasnya saling memberikan penerimaan. Mrs. Gruwell sebagai guru

menerima murid-muridnya dengan berbagai latar belakang yang berbeda. Hal ini yang

kemudian memotivasi murid-muridnya untuk mengikuti pelajaran mrs. Gruwell. Selain itu,

murid-murid di kelas mrs. Gruwell juga saling menerima satu sama lain, sehingga hal tersebut

juga memotivasi murid-murid di kelas tersebut karena mendapat penerimaan baik dari guru

maupun dari teman-temannya.

Page 28: Motivasi Belajar

BAB V

KESIMPULAN

Jadi berdasarkan analisis kami menggunakan teori-teori dari beberapa perspektif

psikologis, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar berperan pada individu baik secara

intrinsik maupun ekstrinsik. Motivasi belajar ini dapat memberikan pengaruh terhadap

prestasi belajar siswa.

Dari perspektif humanistik, dapat dilihat bahwa motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh

lima hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow. Sedangkan Dari perspektif

behavioristik, terlihat bahwa perspektif behavioral menekankan pemberian insentif sebagai

kunci dalam menentukan motivasi murid. Adapun dari perspekti kognitif, dapat dilihat

bahwa motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh bagaimana mereka memandang tugas mereka

tersebut dan keinginan intrinsik dari diri mereka untuk mengevaluasi diri mereka. Terakhir,

dari perspektif sosial, lebih menekankan pada kebutuhan akan afiliasi atau keterhubungan,

yakni motif untuk merasa cukup terhubung dengan orang lain.

Terdapat dua bentuk motivasi untuk meraih sesuatu. Motivasi tersebut adalah motivasi

ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk

mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan), sedangkan Motivasi intrinsik

adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri).