MPKT B CitaCitarum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

buat MPKT B

Citation preview

1. Cita cita dan tujuan cita citarum2. VisiPemerintah dan masyarakat bekerja bersamademi terciptanya sungai yang bersih, sehat dan produktif,serta membawa manfaat berkesinambungan bagi seluruh masyarakatdi wilayah Citarum.

Investment Program (ICWRMIP)

Untuk memulihkan dan membangun sungai Citarum secara terpadu, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Asian Development Bank (ADB) serta para pemangku kepentingan (akademisi, LSM, kalangan usaha dan masyarakat) mempersiapkan program pemulihan yang dinamakan Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (ICWRMIP) atau Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu di Wilayah Sungai Citarum. Tujuannya adalah untuk bersama-sama secara partisipatif mengelola dan menangani permasalahan di Wilayah Sungai Citarum, dengan visi:Pemerintah dan masyarakat bekerja bersama demi terciptanya sungai yang bersih, sehat dan produktif,serta membawa manfaat berkesinambungan bagi seluruh masyarakat di wilayah Sungai CitarumProgram Investasi adalah program jangka panjang 15 tahun 2009-2023, dengan Proyek 1 dilaksanakan lebih dari lima tahun mulai dari tahun anggaran 2009.Perkiraan biaya keseluruhan untuk Program Investasi, untuk program ini adalah kurang lebih Rp 9.1 Triliun.Program investasi yang diusulkan memiliki cakupan yang sangat luas, dan diharapkan akan menghasilkan manfaat yang beragam bagi masyarakat di wilayah sungai tersebut, yaitu dengan:(i) diperbaikinya kondisi daerah tangkapan air di hulu wilayah sungai;(ii) upaya perbaikan kuantitas dan kualitas air di alur-alur sungai dan di waduk-waduk sehingga dapat memenuhi syarat;(iii) terjaganya ketersediaan air minum dan diperbaikinya sanitasi menuju pusat-pusat perkotaan (termasukkawasan urban Jakarta yang menerima sekitar 80% air baku dari wilayah Sungai Citarum melalui Saluran Tarum Barat) dan masyarakat di pedesaan;(iv) berkurangnya kerusakan dan kerugianakibat banjir dan kerusakan lain akibat daya rusak air;(v) diperbaikinya hasil-hasil pertanian dengan penyaluran air irigasi yang lebih efektif dan pengelolaan irigasi yang lebih efisien; dan(vi) pemanfaatan dan alokasi sumber daya air yang ketersediaannya terbatas secara lebih ekonomisdan merata.Dampak yang diharapkan dari program investasi (Investment Program) ini adalah, bahwa pada tahun 2023 kesejahteraan, kesehatan dan tingkat kehidupan masyarakat di Wilayah Sungai Citarum dapat diperbaiki secara berarti.===========================================================================Ecological and Eco-hydrological solutions for Sustainable Management of Citarum River Basin Oxbows, Indonesia

Water supply and sanitation in Indonesia is characterized by poor levels of access and service quality. Over 100 millions of Indonesians lack access to safe water, and more than 70 percent of the countrys 220 million population relies on water obtained from potentially contaminated sources. Domestic sewage, industrial effluents, agricultural runoff, and mismanaged solid waste are polluting surface and groundwater, especially in Java.The project takes place in this challenging scenario, and specifically in the upper part of the Citarum River Basin (CRB), West Java. The project focus areas are the two Oxbows of Dara Ulin (50 ha) and Mahmud (16 ha), both located downstream of Bandung city in the Bandung Regency (Map 1). On the oxbows shores and in their adjacent area, lives a population of more than 3,000 inhabitants. The poor sanitation of the settlements, the existing high environmental dependency, the effects of the water flow regulation works, combined with small industrial and agricultural activities have severely disturbed and degraded the natural environment and the water quality in the area. Action should be taken to restore, support and enhance the conditions of the Oxbows to improve the well being of the communities and protect the Citarum environment.UNESCO, in view of this situation, promoted a participatory process, involving several UN agencies, universities, research institutes and other governmental institutions (UN HABITAT, UNICEF, WPL, ITB, APCE, PU, PUSAIR, etc), for the implementation of a project in the framework of the SWITCH-in-Asia programme, an action research and demonstration programme that addresses the challenges faced by cities, towns and villages in providing efficient, safe and sustainable water and sanitation services for people, while preserving water and environmental resources, under increasing pressures of global change.The project aims to: a) promote sustainable and rational water use practices, b) develop and implement eco-technologies, which permit effluent treatment in combination with resource recovery and reuse and c) tackle external factors that directly or indirectly affect the water sources and the natural environment. The project includes the development of demonstration sites, awareness raising, training, advice and research and development support to provide local and national stakeholders with capacities and tools to generate sustainable solutions tailored to their specific needs. In particular the project will focus on the 650 households found in the oxbows to address the unsustainability aspects related to water management, promote sustainable livelihood and develop water management adaptation mechanism to Climate Change. The project will promote sustainable water management practices to restore the environmental balance in Dara Ulin and Mahmud Oxbows combining community empowerment aspects with the use of eco-technologies and eco-hydrology to reduce pollution, enhance the self purification of the Oxbows, and turn them from waste dumps into ecosystem service providers.Under the project framework, the development of an efficient and community interactive water and sanitation management system will be achieved through the implementation of innovative water management solutions and institutional strengthening and participatory processes, aimed to provide a solid basis for operation and maintenance of the projects hardware actions and promote the development of capacities of the local communities and institutions.

Hingga kini telah teridentifikasi sebanyak 80 jenis program dengan perkiraan kebutuhan pembiayaan mencapai Rp. 35 triliun yang berasal dari berbagai sumber pembiayaan, baik itu anggaran pemerintah, kontribusi pihak swasta maupun masyarakat, juga bantuan dari lembaga keuangan internasional yang dilaksanakan secara bertahap dalam waktu 15 tahun ke depan. Citarum Roadmap membutuhkan pendekatan komprehensif, multi-sektor dan terpadu untuk memahami dan memecahkan masalah kompleks seputar air dan lahan di sepanjang aliran Citarum. Integrated Citarum Water Resources Management Program (ICWRMP) atau Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu di Wilayah Sungai CitarumProgram ini merupakan bagian dari Citarum Roadmap (peta rancangan perencanaanCitarum) yang telah disiapkan untuk Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu berdasarkanpada sebuah visi,

Sebagai pelaksanaan tahap 1 dari Citarum Roadmap , maka Proyek tahap 1 (Project-1Investment Program) denganTechnical Assistance(TA) dimulai pada 2009. Institusipelaksana program investasi ini adalah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, DepartemenPekerjaan Umum, yang telah mendirikan Project Coordination and Management Unit(PCMU) di bawah Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC).

Prinsip Utama PelaksanaanPelaksanaan program ini dilakukan melalui koordinasi dan konsultasi antar para pemangku kepentingan, serta mengutamakan partisipasi masyarakat dalam menentukan prioritas, rancangan hingga pelaksanaan. Koordinasi Program dilakukan oleh Bappenas, sedangkan lembaga pelaksana kegiatan tahap I dikordinasikan melalui Ditjen Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum melalui Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC), dengan melibatkan berbagai Departemen dan Kementerian terkait baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten melalui Dinas-Dinas terkait.

http://www.pu.go.id/main/view_pdf/8120 rabu 301013 1357 pmSiaga Darurat Bencana di Jawa Barat Diperpanjang Hingga 16 JuliKamis, 06 Juni 2013 | 19:31 WIB

ANTARA/M.Ali Khumaini/ipTERKAIT Delapan Desa di Mojokerto Tergenang Banjir Rel Kereta Api dan Pintu Tol Porong Terendam Banjir Hujan Deras Semalam, Surabaya Terendam Banjir Perajin Kerupuk Jengkol Terancam Gulung Tikar Jalanan Cikampek Terendam Banjir

Metrotvnews.com, Bandung: Lebih dari 2 ribu kepala keluarga (KK) di Kelurahan Cieunteng, dan Andir, Kecamatan Baleendah, dan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, diminta untuk mengungsi, menyusul ketinggian Sungai Citarum hingga atas batas normal.

Untuk mengantisipasi luberan air Sungai Citarum, warga Baleendah dan Dayeuhkolot terpaksa membuat tanggul pengamanan yang terbut dari karung dan pasir di sekitar bantaran sungai.

Beberapa masyarakat di dua kecamatan itu, bahu membahu membuat pagar pembatas yang terbuat dari karung berisi pasir sungai, dan menempelkan lumpur yang telah mengeras di dekat pintu rumah mereka.

Meski luberan Sunga Citarum akibat hujan deras belum sampai ke permukiman warga, kami tetap melakukan upaya antisipatif, ujar Wawan, warga Baleendah.

Meski demikian, Wawan dan sejumlah warga mengaku belum akan mengungsi. "Memamg sudah ada imbauan untuk mengungsi. Namun, kami masih memilih bertahan di rumah sambil menjaga perabotan rumah," tuturnya.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat Udjwalprana Sigit membenarkan ada imbauan kepada warga untuk mengungsi dalam rangka mengantisipasi luberan Sungai Citarum.

Sigit menjelaskan terpaksa kembali memperpanjang pemberlakuan siaga darurat bencana hingga Selasa (16/7) karena hujan masih terus mengguyur sebagian besar wilayah Jabar.

BPBD Jabar, memberlakukan siaga (darurat) bencana pada 16 Januari 2013, lalu diperpanjang hingga 16 Mei. Karena kondisi cuaca belum menentu, siaga bencana kembali diberlakukan hingga 16 Juli, jelas Sigit. (Eriez)http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/06/06/6/159589/Siaga-Darurat-Bencana-di-Jawa-Barat-Diperpanjang-Hingga-16-Juli rabu 301013 1355pmJakarta,beritarayaonline.com-Hujan yang lebat dan terus menerus terjadi di daerah Bandung dan sekitarnya pada Sabtu dan Minggu (22-23 Desember 2012) mengakibatkan debit air meningkat dan melimpas di beberapa anak Sungai Citarum, mengakibatkan air di Sungai Citarum tidak lagi mampu ditampung dan menggenangi beberapa kawasan pemukiman warga.

Namun, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air (SDA) langsung mengambil langkah-langkah penanggulangan bencana. Demikian penjelasan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, A. Hasanudin, dalam rilis tertulis di Jakarta, Selasa (25/12/2012).Di beberapa kawasan yang terlanda bencana banjir telah dilakukan langkah-langkah penanggulangan dan bantuan evakuasi berupa bantuan perahu. Selain itu juga telah dilakukan upaya memberikan karung untuk menutup tanggul yang jebol, menurunkan backhoe, pengangkatan sampah yang menghambat aliran sungai dan pemberian pompa untuk menyedot air, katanya.

Diketahui bahwa di anak Sungai Citarum Suplai air meningkat dan berdampak juga pada debit air Sungai Citarum. di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah misalnya, yang merupakan DAS Citarum, air menggenangi sebanyak 11 RW akibat suplai air meningkat dari anak Sungai Citarum.

Berikut adalah beberapa anak sungai Citarum yang juga mengalami peningkatan suplai air, dan menyebabkan terjadinya bencana banjir. Kecamatan Bojong Soang yang merupakan DAS Cikapundung debit aliran sungainya meningkat sehingga mengakibatkan tanggul jebol dan berdampak air melimpas dan back water sehingga pemukiman dan sarana umum tergenang.

Hujan deras dan terus menerus di daerah hulu sungai Cidurian juga mengakibatkan over toping/limpasan dan jebolnya tanggul sungai sepanjang 20 meter yang terdiri dari beberapa titik di Kelurahan Manjahlega, Kec.Rancasari.

Jebolnya tanggul juga terjadi di DAS Cikeruh, tanggul sungai sepanjang 20 meter tersebut mengakibatkan 4 rumah jebol di Kec.Cileunyi dan Kec.Cibiru hilir. Selain itu, DAS Cipamokolan yang berlokasi di Kel.Cipamokolan juga terjadi over toping/limpasan yang mengakibatkan terendamnya pemukiman yang terdiri dari 250 rumah dengan ketinggian air 15-40 cm.(www.pu.go.id/lasman simanjuntak)http://www.beritarayaonline.com/2012/12/bbws-citarum-tanggulangi-bencana-banjir.html#.UnCujNVSR8oBerikut 10 Bencana terbesar di Indonesia yang disebabkan oleh manusia. Dimana dampak yang harus kita hadapi berupa kerugian baik materiil, moril maupun korban jiwa.Di era modern saat ini dengan segala kemajuannya memang membawa dampak positif bagi kehidupan manusia, yang kita perlu perhatikan adalah dampak negatifnya yaitu pencemaran lingkungan baik tanah, udara dan air.

Pencemaran sungai citarum

Akibat polusi air limbah pabrik dan banyaknya sampah rumah tangga yang dibuang ke Sungai Citarum, pencemaran sungai itu saat ini semakin parah, yakni mencapai sekitar 47,1%.Kadar bakteri e-coli di Sungai Citarum mencapai 50.000/100 ml, yang berasal dari limbah industri dan limbah domestik dari masyarakat (Sumber Pusair tahun 2006), demikian Ketua Kelompok Kerja Komunikasi Air (K3A), Dine Andriani kepada pers dalam diskusi tentang masalah pencemaran air di Kota Bandung, Kamis (07/12).Dikatakannya, di Jawa Barat terdapat sebanyak 235.000 pabrik dari berbagai industri. Dari jumlah keseluruhan itu, 750 pabrik di antaranya memproduksi air limbah yang dikembalikan ke perairan bebashttp://www.infoasad.com/2011/03/10-bencana-terbesar-di-indonesia-yang.htmlFakta Kondisi Terkini Sungai Citarum Agustus 12, 2012 at 1:55 am , by Arif AR Kondisi Terkini Sungai CitarumBerikut beberapa fakta tentang kondisi terkini sungai Citarum :Pencemaran Sungai Citarum .Sampai dengan tahun 2007, kualitas air sungai di Jawa Barat masih memperlihatkan kondisi yang memperihatinkan. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 7 sungai utama yaitu Cimanuk, Citarum, Cisadane, Kali Bekasi, Ciliwung, Citanduy dan Cilamaya, kesemuanya menunjukan status mutu D atau kondisi sangat buruk.Pada DAS Citarum tidak satu lokasipun yang kualitas airnya memenuhi kriteria mutu air kelas II. Tingginya kandungan koli tinja, oksigen terlarut, BOD, COD dan zat tersuspensi pada semua lokasi. Khusus untuk parameter oksigen terlarut yang merupakan indikator kesegaran air, pada beberapa lokasi kadarnya sangat rendah bahkan ada yang mencapai nol, yaitu Sapan, Cijeruk, Dayeuh Kolot dan Burujul.Pencemaran air sungai disebabkan oleh banyaknya air limbah yang masuk ke dalam sungai yang berasal dari berbagai sumber pencemaran yaitu dari limbah industri, domestik, rumah sakit, peternakan, pertanian dan sebagainya.(ASER 2008, BPLHD)Dari data kualitas air yang diukur, kondisi Sungai Citarum sudah masuk ke tingkat pencemaran berat. Banyak parameter kunci yang sudah melebihi baku mutu, baik dari limbah organik hingga kandungan logam berat. Sekitar 40 persen limbah Sungai Citarum, merupakan limbah organik dan rumah tangga. Sisanya merupakan limbah kimia atau industri dan limbah peternakan serta pertanian. (Pikiran Rakyat, 30 Desember 2009)Penurunan Air Tanah Daerah Sungai CitarumDemikian pula halnya dengan kondisi air tanah. Pengambilan air tanah yang meningkat dari tahun ke tahun berimplikasi terhadap penurunan muka air tanah. Penurunan muka air tanah secara drastis terutama terjadi di Cekungan Bandung yang mencapai penurunan sekitar 2 - 5 m per tahun. (ASER 2008, BPLHD)Sedangkan penurunan muka tanah di daerah Citarum yang cukup padat dengan permukiman dan industri, mencapai 10 cm tiap tahunnya akibat pengambilan air tanah secara masif.(Pusat Komunikasi Publik Dep PU, 4 Maret 2010)KERUSAKAN KAWASAN PESISIR .Persoalan lingkungan lainnya yang dihadapi di Jawa Barat adalah belum tertanganinya kerusakan kawasan pesisir. Di wilayah pesisir utara Jawa Barat, kerusakan kawasan ditandai oleh kerusakan hutan bakau, abrasi pantai, serta pendangkalan muara sungai yang berdampak pada aktivitas lalulintas perahu. Tingkat abrasi yang terjadi di pantai selatan sekitar 35,35 ha/tahun dan di pantai utara sekitar 370,3 ha/tahun dengan indeks pencemar air laut antara 7,391-9,843 yang menunjukan sudah tercemar berat. (ASER 2008, BPLHD)Kebutuhan dan Kesediaan Air dari Sungai CitarumPermintaan air sekarang untuk kebutuhan domestik, konsumsi industri, dan irigasi pertanian diperkirakan 17,5 milyar m3 pertahun, dan diperkirakan akan terus naik sekitar satu persen per tahun. Permintaan air irigasi sekitar 80% dari total permintaan air, meskipun angka ini diperkirakan berkurang dalam jangka panjang, mengingat kebutuhan domestik, perkotaan dan industri tumbuh lebih cepat. Kebutuhan ini dipenuhi dari sumber-sumber seperti: air permukaan dari sungai di wilayah Provinsi Jawa Barat dan air tanah.Analisis terhadap 40 DAS di Jawa Barat mengindikasikan telah merosotnya fungsi hidrologis dari DAS tersebut, yaitu 14 DAS dari 22 DAS yang mengalir ke utara sudah dalam kategori sangat kritis dan sisanya masuk kategori kritis. Berdasarkan ketersediaan air mantapnya, maka ada lima DAS sudah termasuk tidak tersedia, sementara 14 DAS termasuk memiliki ketersediaan air mantap. Ditinjau dari tingkat erosi lahannya, maka 15 DAS dari 22 DAS tersebut termasuk dalam kategori kritis hingga sangat kritis. Dari tiga Satuan Wilayah Sungai yang mengalir ke pantai utara, yang paling penting sebagai pemasok air adalah Citarum, namun kondisi kemantapan alirannya sudah makin merosot seperti halnya hampir semua DAS lainnya.Muka air tanah (water table) di Cekungan Bandung telah mengalami penurunan setiap tahunnya. Bandung adalah kota yang sangat rawan menghadapi masalah penyediaan air di masa yang akan datang, demikian pula wilayah Cirebon memerlukan pemecahan masalah yang berkaitan dengan kekeringan dan intrusi air laut.Permasalahan utama di jawa barat dalam pengelolaan sumber daya air baik air permukaan maupun air tanah adalah menurunnya kualitas dan ketidakseimbangan ketersediaan air. Ketersediaan air secara garis besar ditentukan oleh interaksi antara iklim, curah hujan dan kontur tanah yang melalui aliran air. Ketersediaan air di Jawa Barat pada musim penghujan mencapai sekitar 81,4 milyar m3/tahun. Sedangkan pada musim kemarau tinggal sekitar 8,1 milyar m3/tahun. Hal ini mengakibatkan potensi banjir pada saat musim penghujan dan kekurangan air pada musim kemarau. (ASER 2008, BPLHD)Saat ini Aetra mengolah 8.500 liter per detik air baku untuk memasok kebutuhan warga Jakarta atau setara dengan 22 juta meter kubik per bulan. Rekannya, PT Palyja mengolah 6 ribu liter per detik air baku. Saat ini pelanggan Aetra tercatat 382 ribu orang . (Tempo, 11 September 2009)Pantauan Balai Pengelolaan daerah Aliran Sungai Citarum (BPDAS) menunjukkan hulu DAS Citarum memiliki periode defisit air selama enam bulan yaitu Mei-Oktober dan periode surplus pada periode November-April.Meskipun memiliki periode kondisi debit air Citarum yang surplus selama lima bulan, nyatanya bila dirata-ratakan dalam satu tahun wilayah ini masih mengalami defisit air hingga 85 mm/tahun. (Greenersmagz, 2 Februari 2010)Banjir dari Sungai CitarumFrekuensi banjir di Jawa Barat nampak semakin meningkat. Wilayah yang paling luas terkena banjir adalah kabupaten/kota di daerah dataran rendah dan pantai, khususnya Indramayu, dan Karawang yang berada di hilir sungai Citarum dan anak-anak sungainya, dan wilayah Cirebon, yang berada di bagian hilir sungai Cimanuk-Cisanggarung.Sementara sepanjang musim penghujan terjadi banjir yang semakin serius dan meluas, tingkat infiltrasi dan retensi menurun karena berkaitan dengan kerusakan hutan dan erosi, dan berakibat semakin luas wilayah dan lamanya kekeringan. Kekeringan dan kekurangan air adalah salah satu permasalahan yang dirasakan di sebagian daerah dataran tinggi, tapi yang paling luas adalah di sepanjang pantai utara. (ASER 2008, BPLHD)Berdasarkan data BPLHD Jabar, penyebab banjir cekungan Bandung adalah karena tekanan penduduk, perubahan fungsi tutupan lahan hulu dan hilir, pengelolaan sampah tidak memadai, erosi di hulu dan sedimentasi hilir, bangunan di sempadan sungai atau badan air, sistem pengendalian air tidak memadai, drainase tidak memadai, pengaruh geofisik sungai, kapasitas sungai atau badan air tidak memadai, penurunan tanah (pengambilan air tanah), dan bangunan benda melintang di atas sungai. Kondisi tersebut, merupakan indikator alih fungsi lahan yang semakin terpuruk dari tahun ke tahun. Tidak bisa tidak, konservasi di kawasan lahan kritis harus dilakukan. (Pikiran Rakyat, 30 Desember 2009) akyaber 2009)Limbah .Polutan terbesar Sungai Citarum adalah limbah domestik rumah tangga. Porsi buangan bahan organik itu bisa mencapai 60 persen. Lainnya 30 persen limbah asal industri, sisanya berasal dari pertanian dan peternakan. Parameter polutan yang meningkat paling tajam di Sungai Citarum itu di antaranya bakteri coli asal tinja manusia. (Tempo, 11 September 2009)Kontribusi terbesar dalam pembangunan jawa barat secara makro didominasi oleh sektor industri pengolahan (60% industri pengolahan berlokasi di Jawa Barat) yang akhirnya berimplikasi pada terganggunya sistem hidrologi. (ASER 2008, BPLHD)Kondisi Waduk Kemarau tak hanya membuat air waduk melorot dan membuat putaran turbin Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatiluhur melemah. Karena debit air berkurang drastis, kualitasnya pun sangat merosot. Tahun 1994 air di waduk itu masih berwarna biru bening. Sekarang, yang ada adalah warna kuning keruh. Ini terutama terlihat di sejumlah lokasi keramba, seperti di blok Tanggul Usman, Pasir Laya, dan Pasir Jangkung.Keruhnya waduk terjadi sejak bermunculannya keramba jaring-jaring terapung milik para petambak. Pada waduk seluas 83 kilometer persegi itu tersebar 3.083 unit keramba milik 209 petambak. Dari ribuan keramba itu setiap tahun dikeruk 16.869 ton ikan. Dan setiap hari, pemilik tambak menebar sekitar 10 ton pakan ikan. Dengan tebaran sebanyak itu, bagaimana mungkin air waduk bisa bening?Tak hanya membuat air jadi keruh, berton-ton pakan ikan juga menyebabkan air waduk berbau amis. Padahal, danau buatan ini adalah sumber pengairan bagi sekitar 240 ribu hektare areal persawahan di wilayah Jakarta, Kabupaten/Kota Bekasi, Karawang, Subang, dan sebagian Indramayu. Sebelum ada keramba, air waduk tak pernah berbau.Sungai Citarum juga menampung sulfur akibat aktivitas Gunung Patuha dan Tangkubanperahu. Sungai ini sekaligus pula menjadi tempat pembuangan limbah dari sekitar 1.500 industri di Cekungan Bandung, seperti Majalaya, Banjaran, Rancaekek, Dayeuhkolot, Ujung Berung, Cimahi, dan Padalarang. Dari sini saja, Citarum harus menampung 280 ton limbah kimia anorganik setiap hari.Dari hasil penelitian yang dilakukan PT Indonesia Power bersama Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran, Bandung, pada tahun 2004 kualitas air Waduk Saguling sudah di atas ambang batas normal. Kandungan merkuri (Hg), misalnya, meroket hingga menembus angka 0,236. Padahal, menurut standar baku mutu, angka aman adalah 0,002.Logam merkuri itu, menurut penelitian PPSDAL Universitas Padjadjaran, berasal dari pakan ikan dan industri plastik. Sedangkan logam berat lainnya berasal dari pabrik tekstil untuk proses pewarnaan kain.Timbunan logam inilah yang akan menjadi bom waktu. Sekarang air Waduk Saguling tidak layak lagi dimanfaatkan untuk konsumsi, pertanian, dan perikanan.Kondisi di Waduk Cirata, sekitar tiga puluh lima kilometer dari Waduk Saguling, pun setali tiga uang. Badan Pengelola Waduk Cirata pernah melakukan penelitian bersama Laboratorium Jatiluhur dan Laboratorium Higiene Industri dan Taksikologi Departemen Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasil penelitian bulan Juni lalu itu cukup mengejutkan. Dari beberapa sampel ikan mas dan nila yang diambil dari jaring apung petambak di waduk seluas 6.200 hektare itu, ditemukan empat kandungan logam berat. Keempatnya adalah timbel (Pb) 0,6 part per million (ppm), zinc/seng (Zn) 22,45 ppm, krom (Cr) 0,1 ppm, dan air raksa atau merkuri (Hg) 179,13 partikel per berat badan (ppb). Pertengahan Juli 2004 lalu Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur mengeluarkan data bahwa kematian ikan di Waduk Cirata, yang mencapai 300 ton, adalah akibat koi herpes virus.Tentu saja, selain virus, pekatnya limbah ikut membuat ikan-ikan itu meregang nyawa. Nah, bila ikan saja tercemar lalu mati, memang sulit membayangkan bahwa air waduk masih aman dikonsumsi. Air Waduk Saguling dan Cirata kini tak lagi layak konsumsi karena baku mutu air normal untuk minum sudah terlewati. Yang masih agak lumayan adalah air Waduk Jatiluhur. Dengan posisi di hilir, Jatiluhur bernasib lebih baik karena air kotor dari hulu secara alamiah ditampung lebih dulu oleh Waduk Saguling dan Cirata. (Tempo, 27 September 2004)Hitung-hitungan yang didapat dari 3 PLTA yang ada di aliran sungai citarum ternyata menghasilkan energi setara bahan bakar minyak sebanyak 16 Juta ton/tahun. Namun ada sekitar 4 juta meter kubik lumpur masuk ke dalam waduk Saguling. Kemudian, rata-rata tahunan sampah yang disaring oleh UBP Saguling mencapai 250.000 m3/ tahun. Sejumlah sampah tersebut disaring agar tidak masuk ke dalam turbin pembangkit listrik. Tentunya proses penyaringannya sendiri memakan biaya yang tidak sedikit.Hasil penelitian lain dari BPLHD Jabar pada tahun yang sama menunjukkan kualitas air Citarum masih dapat digunakan dengan kualitas IV, yaitu hanya untuk penggunaan irigasi. Hal tersebut berarti air sungai Citarum terutama di sekitar waduk Saguling sudah tidak dapat digunakan untuk konsumsi air minum lagi. (Greenersmagz, 2 Februari 2010)Kondisi Hutan Berdasarkan data dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, luas reboisasi rutin lebih kecil daripada luas reboisasi pembangunan. Luas reboisasi rutin 1 028 Ha dan luas reboisasi pembangunan 40 802 Ha. Sementara itu, dari berbagai jenis gangguan keamanan hutan, perusakan tanaman (pohon) merupakan gangguan terbesar, dibanding pencurian pohon, sebesar 150 690 pohon. Dibandingkan lagi 4 887 pohon kebakaran terjadi di 586 Ha hutan. Adapun produksi kayu bulat sebesar 237 212 m dengan produksi terbesar kayu jati sebesar 49,42 persen disusul pinus dan accasia mangium, masing-masing sebesar 26,27 persen dan 8,11 persen. (BPS Jawa Barat, 2008)Sumber: .BPLHD, Buku Status Lingkungan Tahunan/ASER 2008Pikiran Rakyat, 30 Desember 2009PusKom Publik Dep Pekerjaan Umum, 4 Maret 2010Tempointeraktif, 11 September 2009Greenersmagz, 2 Februari 2010Majalah Tempo 27 September 2004BPS JABAR, Jawa Barat dalam Angka 2008For Further Information Please Contacts: .Roadmap Coordination and Management Unit (RCMU)Directorate of Water Resources and Irrigation, BAPPENAS/ National Development Planning AgencyJl. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310 (p) + 62 21 3926186 (f) +62 21 314 9641Program Coordination and Management Unit (PCMU)Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, Directorate General of Water Resources, Ministry of Public WorksJl. Inspeksi Cidurian Soekarno-Hatta STA 5600 Bandung 40292 (p) +62 22 7564073 (f) +62 22 7564073http://citarum.blogdetik.com/fakta-kondisi-terkini-sungai-citarumKondisi Kesehatan Sungai CitarumREP | 03 May 2011 | 18:29 Dibaca: 425 Komentar: 0 0 Kondisi kesehatan suatu daerah atau area biasanya diindikasikan oleh kesehatan penghuni di dalam area atau daerah tersebut. Bagaimanakah dengan kondisi kesehatan para penghuni di sepanjang daerah aliran sungai citarum? Bagaimana dengan kondisi mikroorganisme, tumbuhan air sampai ikan yang ada di dalamnya ataupun tanaman yang ada di sekitarnya? bila mereka dapat mengemukakan pendapat mereka, apakah mereka akan berteriak dan protes akan rusaknya tempat tinggal mereka?Kondisi kesehatan sungai citarum sendiri dapat dinilai dari berbagai faktor fisik, kimia, dan biologi. Beberapa ikan bahkan masih dapat hidup di dalam kondisi yang sudah sangat tercemar. Tetapi bagaimana bila ikan tersebut dimakan oleh manusia? Kita tidak pernah tahu sudah mengakumulasi logam berat apa saja ikan tersebut, yang nantinya akan terbiomagnifikasi ke dalam tubuh kita bila kita memakannya. Bahkan, dari sebuah penelitian yang pernah dilakukan, ditemukan bahwa ikan-ikan yang ada di Sungai Citarum kondisinya kurus dan cenderung tidak seimbang atau dengan kata lain pertambahan beratnya tidak secepat pertambahan panjangnya.Beberapa keterangan di bawah ini mungkin akan memberikan sedikit informasi mengenai bagaimana kondisi Citarum di beberapa segmen yang ditentukan oleh peneliti berdasarkan pengamatan lapangan yang pernah dilakukan:1. Segmen Sungai Citarum di Kampung Pajaten, Desa Tarumajaya, Kec.Kertasari daerah Gunung Wayang.Sebagian besar perairannya tertutup oleh eceng gondok (Eichornia sp.) dan airnya berwarna jernih dengan arus lambat. Lahan di sekitar badan air dimanfaatkan untuk kebun sayuran dan lahan di bagian lainnya merupakan semak yang rapat.2. Segmen Sungai Citarum di Desa Cihawuk-PacetLahan di sekitar sungai merupakan lahan sawah. Bagian penyusun badan sungai terdiri atas batuan besar dan kecil.3. Segmen Sungai Citarum di Kampung Anja , Desa Wangi Sagara, Kecamatan Majalaya.

Segmen sungai 4Segmen sungai ini airnya berwarna coklat, di pinggir sungai terdapat pipa-pipa besar yang berasal dari pabrik di sekitar sungai untuk menyalurkan limbahnya. Di sekitar sungai terdapat penggalian pasir.4. Segmen Sungai Citarum di Kampung Cikondang, Desa Majalaya.Segmen ini terletak di dekat jembatan jalan raya yang cukup ramai. Kedalamannya mencapai 58 cm. Airnya berwarna hijau dan berbau menyengat, arusnya tidak terlalu deras bahkan hampir tenang. Di sekitarnya terdapat pohon pisang (Musa paradisiaca), kelapa (Cocos nucifera), nangka (Arthocarpus integra), Labu (Curcubita sp.), tales (Colocasio esculenta) dan bambu (Bambusa sp.). Di segmen ini ditemukan beberapa ikan yang mati terapung.5. Segmen Sungai Citarum di Kampung Sapan, Desa TegaluarSegmen ini terletak diapit oleh jalan menuju perumahan penduduk dengan kedalaman sungai 54 cm, di segmen ini tanahnya tandus, kering dan tampak pecah-pecah serta terdapat banyak sampah. Flora yang dapat ditemukan di daerah ini adalah jagung (Zea mays), pisang (Musa paradisiaca), kelapa (Cocos nucifera), singkong (Manihot sp.), pepaya (Carica papaya) dan rumput (Cyiprinus sp.).6. Segmen Sungai Citarum di Kampung Cigabus, Desa Bojongsari.

Segmen sungai 6Di segmen Sungai Citarum ini airnya berwarna coklat, keruh, kotor dan berbau.Di segmen sungai ini terdapat banyak limbah, terlihat dari adanya genangan air yang mengandung minyak dan berwarna kemerahan. Tanah di sekitarnya kering, tandus dan tampak pecah-pecah. Di sekitarnya ditemukan flora seperti jagung (Zea mays), pisang (Musa paradisiaca), dan singkong (Manihot sp.).7. Segmen Sungai Citarum di Desa Andir.Lokasi ini airnya berwarna hijau kehitaman dengan kedalaman 20 cm, dan banyak limbah ditemukan, diduga di sekitar daerah segmen ini terdapat pabrik yang membuang limbahnya ke sungai. Flora yang dapat ditemukan yaitu pisang (Musa paradisiaca), singkong (Manihot sp.), dan petai cina (Leucaena leucocephala).8. Segmen Sungai Citarum di Kampung Punclut, Desa Rancamanyar.Segmen sungai Citarum ini airnya berwarna hitam dan berbau, dengan kedalaman sungai 60 cm. tanah disekitarnya kering, tandus dan tampak pecah-pecah. Di daerah ini tanamannya didominasi oleh pohon pisang (Musa paradisiaca), tetapi banyak yang bercocok tanam terong (Solanum melongena), jagung (Zea mays), buncis. Di segmen ini juga banyak ditemukan sampah dan limbah pabrik.

Segmen sungai 89. Segmen Sungai Citarum di Kampung Babakan, Desa Pamentasan.Di daerah ini airnya berwarna hitam dan berbau. Tanah di sekitarnya tandus dan kering. Flora yang dapat ditemukan adalah pisang (Musa paradisiaca), singkong (Manihot sp.), dan bambu (Bambusa sp.). Di segmen ini juga ditemukan banyak sampah baik yang terapung di sungai ataupun di sekitar sungai.10. Segmen Sungai Citarum di Desa Selacau.

Segmen 10Di segmen ini, airnya berwarna hitamdan berbau. Di sekitarnya ditemukan banyak sampah dan limbah pabrik. Tanahnya kering dan tandus. Di sekitar lokasi banyak yang bercocok tanam padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays) dan palawija lainnya. Beberapa tanaman lain yang dapat ditemukan adalah pisang (Musa paradisiaca), pepaya (Carica papaya) dan bambu (Bambusa sp.), sedangkan faunanya antara lain adalah kupu-kupu, capung dan burung kecil.11. Segmen Sungai Citarum di Kampung Cipanji, Desa CihampelasDi lokasi ini yang merupakan daerah hilir, airnya berwarna hijau kehitaman. Daerah ini terletak di dekat Waduk Saguling, disekitarnya terdapat banyak tanaman eceng gondok (Eichornia sp.). Banyak orang yang menjaring ikan di sini. Tanah di sekitarnya merupakan tanah pasir. Flora yang dapat ditemukan diantaranya adalah pisang (Musa paradisiaca), dan beringin (Ficus benjamina). Fauna seperti capung dan lalat ditemukan juga di lokasi sampling ini.Integrasi, Kolaborasi, dan Partisipasi Masyarakat LokalBerdasarkan kondisi kesehatan di sepanjang sungai Citarum tersebut, terpampang bahwa kondisi setiap segmen berbeda-beda, dengan masalah dan kondisinya sendiri-sendiri. Bagaimanapun juga, baik daerah aliran sungai Citarum dan ekosistemnya memerlukan faktor integrasi, pemeliharaan proses ekologi, dan komponen manusianya memegang peranan penting dalam hal ini.Selama ini, pertanggung jawaban untuk monitoring dan regulasi mulai dari daerah hulu hingga ke hilir tidak terkoordinasi dengan baik. Tidak ada pengelolaan terintegrasi antara orang-orang di daerah hulu dan hilir. Revitalisasi sebuah ekosistem harus dimulai dengan pengelolaan ekosistem sebagai dasarnya. Sebuah rantai tersambung ketika ekosistem dan habitat sungai Citarum terpelihara, para penghuni sungai seperti mikroorganisme dan ikan akan menjadi lebih sehat, dan hal ini dapat dimanfaatkan oleh orang sekitar dimana dan akan memberikan keuntungan ekonomi. Selain itu, ikan yang sehat, bersih dari logam berat dan zat-zat polutan akan memberikan efek positif bagi kesehatan orang-orang yang menkonsumsi ikan tersebut.Dari semua rantai mimpi terciptanya Sungai Citarum yang sehat dan bersih, dibutuhkan peran masyarakat lokal yang sangat besar. Insentif dapat diberikan dari pemerintah kepada masyarakat setempat dalam rangka memelihara kondisi kesehatan segmen sungai di sekitarnya. Selain itu, kolaborasi dan negosiasi dengan industri sekitar pun sangat diperlukan demi menciptakan Sungai Citarum yang bersih dan sehat. Adanya take and give adalah salah satu bentuk yang dapat diaplikasikan dalam implementasinya.Sebagai tambahan literasi, sebuah hipotesis yang dinamakan postulat Gaia, menyatakan bahwa planet bumi ini berfungsi sebagai organisme tunggal, yang memelihara kondisi yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Jadi pada dasarnya, bila semua makhluk baik besar dan kecil merupakan bagian dari Gaia, dan sama-sama mempunyai arti penting untuk kelangsungan hidup Gaia, berarti bila kita memusnahkan makhluk lain yang ada di dalamnya, sama halnya dengan memusnahkan makhluk sendiri. Sama halnya antara manusia dengan alam, keduanya adalah dua komponen yang tidak dapat dipisahkan, saling mengisi dan membagi. Bila salah satu berusaha merusak, maka yang lain akan terintervensi, dan mengakibatkan sistem tersebut menjadi anfal. Sungai Citarum yang rusak dan tidak kita pelihara pada akhirnya akan merugikan kita sendiri.Creation is here to awaken and replenish our faith. All of natural resources are the living entities that possess consciousness. The long lasting effect will occur when the equilibrium of delicate ecosystem is disturbed. We ought to commune with nature and cooperate with their planPara penghuni sungai berhak mendapatkan kehidupan yang layak, sama halnya dengan orang-orang di sekitarnya dan manusia yang bergantung pada sehatnya kondisi sungai citarum ini. Tidak ada dominasi antara pandangan antroposentris dan ekosentris dalam pengelolaan sungai ini. Pandangan biosentris lebih utama, karena hal ini tidak hanya mementingkan kepentingan manusia atau ekologinya, tetapi mempertimbangkan keseimbangan diantaranya, dimana pada akhirnya akan terjadi suatu keberlanjutan, dimana kepentingan manusia akan terpenuhi, dan lingkungan akan selalu terjaga.Ayo, kita berkolaborasi menyehatkan kondisi Citarum!http://green.kompasiana.com/polusi/2011/05/03/kondisi-kesehatan-sungai-citarum-360943.htmlKondisi Citarum di Hulu dan HilirMinggu, 02 Juni 2013, 10:45 WIB

Komentar : 0

Republika/Agung Supriyanto

Sungai Citarum A+ | Reset| A-

Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika OnlineREPUBLIKA.CO.ID, Situ Cisanti menjadi titik sentral kehidupan jutaan warga Jawa Barat (Jabar). Situ ini letaknya sekitar 60 km di selatan Kota Bandung, tepatnya di kampung Pejaten, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Situ Cisanti menjadi hulu Sungai Citarum yang mengalir hingga mencapai hilirnya di Pantai Muara Bendera, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi.

Situ yang semula rawa-rawa ini didirikan pada 2001 dan memiliki luas tujuh hektare. Saya menuju mata air Pangsiraman yang menjadi sumber penghasil debit air terbesar di Situ Cisanti. Airnya sangat jernih dan dingin. Di kawasan ini, terdapat tujuh mata air, yaitu Cisanti, Cihaniwung, Cikahuripan, Cikawedukan, Cikoleberes, Cisadane, dan Pangsiraman.

Penjaga situ, Kang Yana (40 tahun), langsung membuka gembok gerbang menyambut kedatangan kami. Dari sinilah, Sungai Citarum mengalir, kata pegawai perum Jasa Tirta II Bandung tersebut belum lama ini. Kedatangan saya bersama tim Fortuga ITB ingin mengetahui kadar kualitas sungai terpanjang di Jabar. Ekspedisi menyusuri Citarum sepanjang 300 km ini dilakukan selama tujuh hari. Kami menelusuri alur sungai dan titik rawan pencemaran limbah.

Sungai Citarum memiliki peran penting sebagai jalur perdagangan dan peradaban manusia sejak awal Hindu-Buddha hingga Kerajaan Tarumanegara pada abad ke-4. Sekarang, setidaknya dari 45 juta penduduk Jabar sesuai sensus 2012, sebanyak 15 juta warga menggantungkan hidupnya dari sungai ini. Namun, kisah keagungan Citarum tinggal kenangan.

Akibat perilaku masyarakat yang tidak memuliakan sungai dengan gemar membuang sampah sembarangan, menjadi tempat pembuangan limbah pabrik, dan penggundulan hutan membuat kualitas air Citarum menurun drastis hingga tidak layak pakai. Bahkan, media populer Amerika Serikat, Huffington Post, pada 2010 menempatkan Citarum termasuk dalam daftar sungai terkotor dan tercemar di dunia!Menyusuri Citarum

Seusai menuruni perbukitan sejauh 10 km dari Situ Cisanti, terlihat air sungai sudah mulai keruh. Penggundulan hutan membuat sedimentasi tanah di pinggir sungai tererosi aliran air. Meski begitu, karena kualitas airnya masih bagus, PDAM Kabupaten Bandung mengambil air sebanyak 150 meter kubik per detik di Desa Sukarame, Kecamatan Pacet. Di Sukarame, sungai hanya terlihat keruh, dan hanya terkotori sampah rumah tangga yang jumlahnya relatif sedikit, kata petugas PDAM.

Perjalanan selanjutnya berhenti di Jembatan Majalaya. Rumah penduduk di kawasan ini sering menjadi langganan banjir kalau Citarum meluap. Hujan sebentar saja jalanan sudah tergenang. Kedalaman air sangat dangkal, rata-rata satu meter. Terlihat pula bekas banjir setinggi dua meter yang mengotori dinding rumah yang berdiri tepat di bibir sungai.

Kekeruhan sungai diperparah dengan aktivitas penambangan pasir. Ada 15 orang yang setiap harinya mengeruk pasir di sini. Sampah juga mulai terlihat mengotori sungai. Salah satu penambang pasir, Pak Wahyu (38), mengaku berhenti mencari pasir ketika terjadi banjir bandang. Faktor hujan dan limpahan air dari gunung yang menyebabkan kawasan Kecamatan Majalaya tergenang.

Meski terlihat sampah berserakan, ia menyebut, sepanjang aliran sungai belum terkena pencemaran serius. Selain warga masih ada yang memanfaatkannya untuk mandi, masih terlihat pula beberapa orang memancing. Di sini, ikan masih banyak, kata pria yang setiap harinya delapan jam berendam di sungai ini.

Dengan menaiki perahu karet dari Jembatan Majalaya, perjalanan berlanjut menuju garis finis di Jembatan Kopo. Selepas melewati titik keberangkatan, mulai terlihat berderetan pabrik di kanan kiri sungai yang membuang limbah dengan seenaknya.

Ada pabrik yang melakukan kamuflase dalam membuang limbah industrinya. Selain menaruh pipa pembuangan berdiameter 30 cm di bagian atas yang mengalirkan air sisa dengan warna jernih, satu lagi menanam pipa di dalam sungai. Kalau tidak jeli, kita tentu bakal melewatkan pemandangan yang bisa menipu mata itu. Namun, bau menyengat yang bersumber dari aliran hitam menjadi pertanda adanya limbah pabrik yang dibuang ke sungai.

Limbah cair berwarna hitam pekat bercampur dengan segala macam sampah dan barang bekas rumah tangga mengotori sungai yang warnanya mulai kecokelatan. Di beberapa belokan sungai, sampah menggunung karena tidak terbawa arus. Pabrik menanam pipa pembuangan sebenarnya di dalam tanah sehingga limbah langsung terbuang ke sungai, kata Ketua Tim Ekspedisi Fortuga ITB, Iwan Bungsu.

Setelah ditelusuri, pembuangan limbah model seperti itu tidak hanya dilakukan satu atau dua pabrik. Bahkan, pabrik tekstil dan plastik yang yang berlokasi jauh dari Sungai Citarum juga memiliki saluran pembuangan ke situ. Pemilik pabrik sepertinya sudah merancang saluran pipa untuk ditanam di bawah tanah hingga mengalir menuju sungai.

Pabrik yang membuang limbah di sini, jaraknya ada yang lima kilometer dan berada di Bandung Barat, kata Pak Tata, warga kampung Bojong, Desa Dayeuhkolot, yang ditemui di pinggir sungai.

Pak Tata mengatakan, kualitas air sudah tercemar berat. Banyaknya limbah membuat sangat sedikit ikan yang ditemui di sepanjang kawasan ini. Pengamatan saya, tidak terlihat ikan yang muncul ke permukaan sepanjang perjalanan menyusuri sungai menuju Jembatan Kopo.

Kondisi lebih parah ditemukan di Curug Jompong. Tempat ini merupakan titik temu di antara Sungai Citarum yang di arah baratnya merupakan Waduk Saguling. Area tidak sedap yang terpancar dari bau limbah pabrik dan sampah yang terbawa aliran sungai menyambut kedatangan kami. Belum lagi warna air yang terlihat gelap, meski mengalir deras membuktikan pencemaran Citarum sudah sangat akut.

Sekarang, warga tidak lagi mandi di kawasan sini karena airnya bikin gatal, kata Sutisna (47), warga setempat di tepi sungai. Bahkan, kalau musim kemarau tiba saat debit air mengecil, air cenderung berwarna hitam dan mengeluarkan bau busuk yang dapat dicium hingga radius puluhan meter.

Ia menceritakan, Curug Jompong mengalami masalah luar biasa akibat pencemaran limbah. Warga Jelegong yang banyak bekerja sebagai pembuat batu bata saja sudah mulai enggan menggunakan air sungai. Pasalnya, kalau memaksakan diri, risikonya tangan terkena penyakit kulit. Alhasil, ia bersama pekerja lebih memilih menggunakan air sumur untuk membuat olahan bahan batu bata.

Kondisi itu jelas sangat kontras dengan yang terjadi sekitar 25 tahun lalu. Ia masih ingat, sebelum era 1990, setiap harinya banyak warga memanfaatkan aliran air untuk mandi di tepi sungai. Bahkan, karena airnya masih jernih, tidak sedikit warga yang memanfaatkannya untuk keperluan minum sehari-hari. Tahun 1985, airnya masih bening. Setelah banyak limbah dan sampah, tidak ada yang ke sini, kata Sutisna mengenang.

Tercemar parah

Tingkat pencemaran Sungai Citarum yang sangat parah bukan omong kosong. Saya singgah ke Jembatan Cipatik di Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Melihat Citarum tanpa perlu terjun ke sungai sudah membuat saya bergidik. Ini lantaran tumpukan sampah seolah menutup hampir seluruh sungai di sepanjang mata memandang.

Kondisinya mirip toserba karena berbagai macam barang, mulai botol hingga kasur terlihat mengambang. Saking banyaknya sampah yang berbaur dengan eceng gondok, rumput liar pun tumbuh subur memenuhi permukaan sungai.

Saat itu, debit air lumayan banyak sehingga sampah masih berpencar. Menurut peneliti perairan ITB Abrar Prasodjo, kalau musim kemarau tiba, para pemulung tidak lagi menggunakan sampannya karena terhalang tumpukan sampah setinggi tiga meter. Mereka bisa berdiri dan berjalan di atas sampah tanpa takut jatuh karena volumenya sangat banyak.

Kalau musim kering, perahu bahkan tidak bisa dipakai karena sampah sangat tebal dan hampir mengendap, katanya.

Kemudian, saya bergeser menuju Waduk Saguling. Menyusuri Saguling, mudah sekali menemukan eceng gondok. Mengacu kualitas air, kata Abrar, banyaknya tanaman gulma menjadi tanda kualitas air itu tercemar. Apalagi, waduk ini difungsikan pula sebagai penyaring segala kotoran yang terangkut Citarum. Alhasil, tidak mengherankan kualitas air Saguling cukup buruk.

General Manager PT Indonesia Power Saguling, Del Eviondra, mengakui terjadi pencemaran berat di Saguling. Selain limbah yang terbawa aliran Citarum, penyebab pencemaran adalah pakan yang tidak termakan ikan hingga mengendap di dasar waduk. "Pakan yang ditebar itu setiap harinya yang tidak termakan ikan mencapai hitungan ton, yang tentu saja menjadi limbah karena konsekuensinya mencemari air."Semakin parahnya kualitas air yang mengandung gas amoniak dan aroma sulfur yang kental pada musim kemarau, tidak hanya membuat ikan yang dibudidayakan mengandung logam berat. Hal ini juga mengakibatkan peralatan besi, seperti dinding dan pipa mudah berkarat, katanya. Dampaknya, banyaknya kandungan pencemaran, air waduk hanya layak digunakan untuk kepentingan industri, dan tidak layak dikonsumsi.

Kondisi Waduk Cirata tidak beda jauh dengan Waduk Saguling yang dipenuhi eceng gondok. Kondisinya berbeda dengan pencemaran di Waduk Jatiluhur yang belum separah kedua waduk tersebut. Meski jumlah jaring apung jauh lebih banyak, sebaran eceng gondok sangat sedikit. Kualitas air di Jatiluhur jelas lebih baik karena limbah dari Citarum sudah disaring dua waduk sebelumnya, kata Abrar.

Hingga penyusuran sungai dari Kabupaten Purwakarta, Karawang, hingga Bekasi, tepatnya di bibir Pantai Utara Jawa, semakin ke utara kualitas air malah tidak layak. Setelah mengambil sampel di 10 titik, Abrar melanjutkan, bakal menelitinya di laboratorium. Hal itu untuk membuktikan tingkat pencemaran Citarum yang sudah sangat akut akibat ulah manusia yang tidak peduli pada lingkungan. Nanti hasil penelitian ini kami rekomendasikan kepada pihak terkait, katanya.http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/07/08/mnqx3g-kondisi-citarum-di-hulu-dan-hilirkabar soreangsenin, 17 juni 2013 00:40 WIBSungai Citarum Semakin TercemarMAJALAYA (GM) - Untuk menanggulangi kerusakan lingkungan yang disebabkan pencemaran limbah cair industri tekstil dan sampah rumah tangga, dibutuhkan perubahan perilaku dan karya nyata. Selain itu, dibutuhkan pula komitmen pemerintah dalam menegur dan menindak tegas para pelaku pembuang limbah cair ke Sungai Citarum.

Demikian dikatakan Ketua Elemen Lingkungan Jawa Barat, Deni Riswandani ketika meninjau langsung pencemaran lingkungan di lokasi pembuangan limbah cair di Sungai Citarum, Desa/Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Minggu (16/6). "Pencemaran lingkungan di Sungai Citarum yang kami rasakan dan lihat semakin parah saja," katanya.

Untuk menghentikan pencemaran dan perbaikan lingkungan, kata Deni, pemerintah, kalangan swasta maupun masyarakat sudah banyak melakukan upaya. Namun, katanya, hingga saat ini kondisi Sungai Citarum masih belum terhindar dari pembuangan limbah cair. "Pelaku pembuangan limbah cair pun sepertinya belum menyadari kerusakan Citarum," tuturnya.

Selain industri, Deni melihat, limbah rumah tangga juga berkontribusi besar terhadap pencemaran di Sungai Citarum. "Tapi, beban terberat pencemaran adalah limbah industri. Ada sekitar 542 industri di sekitar Citarum dan 73 persen adalah industri tekstil dengan limbah cair bahan berbahaya beracun (B3) berkadar tinggi," katanya.

Dikatakan Deni, hal itu yang menyebabkan kualitas air memburuk dan menghancurkan ekosistem di dalamnya. Menurutnya, ada tiga prioritas utama dalam memperbaiki kondisi Sungai Citarum.

"Pertama, manajemen pengelolaan Citarum harus berada satu komando di bawah kepemimpinan langsung presiden, yang kebijakannya dijalankan langsung oleh kementerian dan kepala daerah. Kedua, teknik pengelolaan Citarum harus lebih fokus ke sumber masalah dan ketiga pengawasan dan penegakan hukum yang tegas dan berefek jera," bebernya.

Menanam pohon

Masih berkaitan dengan Sungai Citarum, Camat Majalaya, Drs. Meman Nurjaman mengatakan, penanggulangan bencana banjir di kawasan Majalaya tidak cukup hanya dengan normalisasi Sungai Citarum. Namun, katanya, harus disertai upaya penghijauan.

Hal itu diungkapkan Meman usai penanaman pohon di Desa Biru, Kecamatan Majalaya, Sabtu (15/6). Acara dihadiri Kepala Desa Biru Asep Zaki Kamil, Ketua Karang Taruna Kabupaten Bandung Yosep Nugraha, dan Ketua Karang Taruna Kecamatan Majalaya Dede Waryat.http://www.klik-galamedia.com/sungai-citarum-semakin-tercemarMenolak Hutang untuk Sungai CitarumAda Apa dengan Sungai Citarum ?Sungai Citarum, salah satu sungai terpanjang di Provinsi Jawa Barat membentang sepanjang kurang lebih 270 km dari Gunung Wayang Kabupaten Bandung dan berhilir di pantai utara Jawa tepatnya di daerah Ujung Karawang. Secara historis, Sungai Citarum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda, bahkan sejarah peradaban manusia di Jawa Barat (lihat http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/citarum_dalam_perspektif_sejarah.PDF) .Selain memiliki fungsi sejarah, sungai Citarum juga mempunyai fungsi ekonomi dan sosial. Setidaknya 25 juta penduduk menggantungkan hidupnya dari sungai Citarum. Terdapat tiga waduk yang berada di Sungai Citarum, yaitu waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur, yang selain berfungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) juga sebagaimana layaknya sebuah waduk , ketiga waduk tersebut juga berfungsi untuk mengairi lahan pertanian, pemenuhan kebutuhan air bersih dan juga mencegah banjir. Kapasitas listrik yang dihasilkan dari ketiga waduk tersebut kurang lebih sebesar 1.400 MW dan menjadi sumber air irigasi bagi 240.000 hektar sawah. Selain itu, 80% kebutuhan air bersih di Jakarta juga bergantung dari sungai ini sebagai sumber air baku. Sungai Citarum juga menjadi pemasok air bagi industri-industri yang berada di sepanjang daerah aliran sungai (DAS). Begitu pentingnya keberadaan sungai Citarum sehingga sungai menjadi salah satu sungai strategis nasional selain sungai Siak (Provinsi Riau) dan sungai Brantas (Provinsi Jawa Timur).Ironisnya, kondisi sungai Citarum saat ini sangat memprihatinkan. Sungai Citarum dinobatkan sebagai sungai tercemar di dunia (http://www.huffingtonpost.com/2010/08/31/photos-most-polluted-plac_n_693008.html?alacarte=1#s130666&title=undefined). Jika curah hujan tinggi, daerah di sekitar hulu sungai pasti mengalami kebanjiran. Kejadian yang dialami sungai Citarum saat ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan jika mengacu pada bagaimana cara negara ini mengelola lingkungan. Indikator-indikator seperti laju deforestasi dan semakin bertambahnya jumlah DAS yang rusak, setidaknya menunjukkan bahwa negara ini memang tidak becus dalam mengelola lingkungan khususnya sungai.Sungai Citarum dan Tawaran Hutang Asian Development Bank (ADB)Berbagai upaya coba dilakukan untuk mengembalikan sungai Citarum seperti sedia kala, namun tetap saja persoalan sungai Citarum tidak kunjung selesai. Sampai akhirnya pada akhir tahun 2008 pemerintah Indonesia menandatangani hutang kepada Asian Development Bank (ADB) senilai 500 juta USD yang akan digunakan untuk memperbaiki sungai Citarum. Program hutang ini diberi nama Integrated Citarum Water Resources Managament Investment Program (ICWRMIP). Hutang ICWRMIP berdurasi selama 15 tahun dan dibagi ke dalam empat tranche, dimana untuk tranche pertama telah diberikan sebesar 50 juta USD untuk memperbaiki -merehabilitasi- Tarum Kanal Barat (TKB). Skema hutang ICWRMIP menggunakan skema pembiayaan baru, yang oleh ADB disebut sebagai Multi-Tranche Financing Facility (MFF) yaitu mekanisme pembiayaan seperti kartu kredit, dengan 500 juta USD sebagai batas pinjaman. Sebelum memberikan hutang kepada pemerintah Indonesia sebelumnya ADB juga telah memberikan empat kali bantuan teknis (Technical Assistance) untuk persiapan ICWRMIP yang nilai sebesar 2,18 juta USD.Menolak ICWRMIPInisiatif pemerintah Indonesia dengan meminta hutang kepada ADB untuk menyelesaikan persoalan sungai Citarum, mendapat respon penolakan dari beberapa kelompok masyarakat sipil yang berada di Bandung dan Jakarta. Kelompok masyarakat sipil yang bergabung di dalam Aliansi Rakyat untuk Citarum (ARuM), telah melakukan penolakan terhadap ICWRMIP bahkan sejak sebelum hutang tersebut ditandatangai oleh Dewan Direktur ADB pada tanggal 4 Desember 2008 dan meminta kepada Dewan Gubernur ADB untuk membatalkan ICWRMIP. Terdapat dua hal terkait yang menjadi dasar penolakan ARuM terhadap ICWRMIP, yaitu desain program dan substansi pendekatan program melalui konsep Integrated Water Resources Management (IWRM).Sejak awal ARuM telah memprediksi akan terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan program ICWRMIP terhadap kebijakan yang dibuat oleh ADB sendiri terutama kebijakan Involuntary Resttlement Policy. Sebagai contoh, dalam dokumen Rencana Pemukiman Kembali ICWRMIP mengidentifikasikan 872 rumah tangga akan tergusur, sedangkan jika mengacu kepada Involuntary Resettlement Policy milik ADB, dasar penghitungan masyarakat yang tergusur adalah individu bukan rumah tangga. Dengan demikian dokumen Rencana Pemukiman Kembali ICWRMIP telah bertentangan dengan kebijakan ADB itu sendiri. Belum lagi persoalan lokasi baru untuk masyarakat yang akan tergusur yang harus disediakan, yang di dalam dokumen Rencana Pemukiman Kembali juga tidak dijelaskan dengan baik. Sebagai catatan, ketika pemerintah Indonesia sepakat untuk menandatangani hutang kepada ADB, maka pemerintah Indonesia terikat dengan kebijakan-kebijakan yang dimiliki oleh ADB. Belajar dari kondisi tersebut di atas, bisa dipastikan bahwa sejak awal ADB telah menyadari bahwa terdapat gap kebijakan antara pemerintah Indonesia dan ADB, karena dokumen Rencana Pemukiman Kembali merupakan dasar bagi kesepakatan hutang ICWRMIP. Meskipun demikian, ADB sendiri tidak memperdulikan adanya gap tersebut dan tetap saja menyetujui hutang untuk ICWRMIP. (lihat: http://pantaulki.wordpress.com/siaran-pers-desak-adb-untuk-mundur-dari-proyek-citarum/)Terkait dengan IWRM sebagai dasar pendekatan ICWRMIP, ADB seperti ingin menjadikan sungai Citarum sebagai kelinci percobaan atas IWRM, karena sampai saat ini belum ada contoh yang baik (keberhasilan) dalam pelaksanaan IWRM terutama di negara-negara berkembang. Dalam konteks Indonesia, terdapat banyak Kementerian yang memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan sumberdaya air (lebih dari 10 kementerian). Khusus untuk pengelolaan sungai saja terdapat Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) yang berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) yang berada di bawah Kementerian Kehutanan. Secara umum, seluruh Kementerian yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya air termasuk pengelolaan sungai tidak pernah berkoordinasi, sehingga tidak mengherankan jika semakin banyak DAS yang rusak di Indonesia. Sangat mustahil, jika pendekatan IWRM untuk sungai Citarum tetap dilaksanakan melalui ICWRMIP dengan membiarkan pengambil kebijakan tidak pernah melakukan koordinasi dan tidak memiliki cara pandang sama tentang bagaimana seharusnya DAS dikelola.Hal lain adalah, pendekatan IWRM mensyaratkan partisipasi publik yang sebenarnya. Dalam ICWRMIP, partisipasi publik akan diakomodir dengan pembentukan Dewan Air yang anggotanya terdiri dari pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Belajar dari kasus pembentukan Dewan Sumber Daya Air Nasional, pembentukan Dewan-Dewan Air lainnya baik di tingkat Provinsi, Kabupaten atau apapun bisa dipastikan akan sangat jauh dari kepentingan masyarakat kebanyakan. Dewan Sumber Daya Air Nasional dibentuk berdasarkan penawaran dan penunjukan dari Menteri Pekerjaan Umum, tanpa adanya proses pemilihan yang demokratis. Keterwakilan masyarakat dalam Dewan Sumber Daya Air akan menjadi tanda tanya besar. Dewan Sumber Daya Air juga mengasumsikan bahwa semua anggota yang terlibat telah berada dalam posisi yang sama baik dari sisi pengetahuan maupun informasi. Asumsi tersebut bisa dipastikan akan menjadi hilang dengan mekanisme pembentukan Dewan Sumber Daya Air Nasional yang hanya berdasarkan penawaran dan penunjukan, yang terjadi adalah ketimpangan informasi baik di dalam keanggotaan Dewan Sumber Daya Air tersebut dan ketimpangan informasi antara masyarakat dengan wakil-wakil mereka yang duduk sebagai anggota Dewan Sumber Daya Air.Berdasar berbagai pertimbangan tersebut di atas, ARuM berpendapat bahwa hutang ICWRMIP tidak memiliki desain yang baik dan benar. ICWRMIP hanya akan menjadi hutang yang sia-sia, yang hanya akan menambah beban bagi seluruh rakyat Indonesia dan sungai Citarum akan tetap menjadi tempat sampah terbesar di dunia*.*Untuk memperluas dukungan terhadap penolakan ICWRMIP, ARuM telah membuat petisi penolakan yang ditujukan kepada ADB. Dukungan terhadap petisi bisa dilakukan oleh siapapun baik oleh individu maupun organisasi di tingkat lokal, nasional dan internasional http://www.kruha.org/page/id/dinamic_detil/6/20/Advokasi/_Ada_Apa_dengan_Sungai_Citarum__.htmlKondisi DAS Citarum Sudah Sangat Buruk Selasa, 17/01/2012 - 06:37 BANDUNG, (PRLM).- Kepala Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana di Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar, Ir. Dewi Nurhayati, M.Si., mengatakan Sungai Citarum yang membentaNg sepanjang 297 kilometer dari Kabupaten Bandung hingga Karawang kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Perlu penanganan serius dari pihak pemerintah maupun masyarakat untuk menanganinya.Kondisi DAS Citarum saat ini sudah sangat buruk. Padahal, sungai yang memiliki panjang sekitar 297 kilometer ini melayani tak kurang dari 25 juta penduduk. Air Citarum juga digunakan untuk menggerakan turbin penghasil listrik Jawa Bali di tiga bendungan pembangkit listri tenaga air serta mengairi lahan pertanian hingga 420 hektare, dan juga Citarum pun menjadi salah satu sumber air baku bagi masyarakat di Jabar dan sebagian Jakarta. Tapi kondisinya dari waktu ke waktu sangat memprihatinkan, ujar Dewi dalam sambutannya pada Konser Lagu Lingkungan Pesan Citarum bersama Beni Buldansyah dan El Sundanetto Accoustic Band, Senin (16/1) malam bertempat di Gedung Kesenian Sunan Ambu, Kampus Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, jalan Buah Batu Bandung.Dalam acara yang digagas Forum Komunikasi Media Tradisional (FK Metra), Diskominfo Jabar dan BPLHD Jabar, dengan dihadiri Kadiskominfo Jabar, DR. H. Dudi Sudradjat Abdulrachim, MT, Ir. Suharso HKm,(Kabid Penataan Hukum, Kemitraan dan Pengembangan Kapasitas Lingkungan BPLHD Jabar) serta sejumlah pengurus Gapokta dan penggerak lingkungan hidup, ditegaskan Dewi, bahwa secara kualitas air yang mengalir di Citarum sudah sangat buruk. Penyebab buruknya kualitas air karena limbah rumah tangga, industri, dan limbah peternakan.Hal yang juga tidak kalah memperparah kerusakan Sungai Citarum, menurut Dewi adalah beralihfungsinya daerah aliran sungai (DAS) sejak dari hulu sungai hingga ke muara. Dikawasan hulu, Gunung Wayang Kertasari, Kab. Bandung kondisi hutannya sudah gundul dan dikawasan perbukitan sudah berubah menjadi perkebunan sayur mayor. Sementara di DAS hulu sungai sudah menjadi peternakan sapid an perkebunan, terus ke hilir menjadi kawasan pertanian dan perumahan, bahkan diperkotaan seperti Majalaya hingga Nanjung Cimahi sudah menjadi kawasan industry, ujar Dewi.Menurut Dewi, untuk mengatasi kerusakan lebih parah terhadap kondisi Sungai Citarum, sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah serta masyarakat komunitas peduli lingkungan. Demikian pula halnya dengan konservasi untuk mengembalikan kondisi sungai Citarum seperti dulu sudah sering dilakukan.Namun semua ini hanya berdampak sedikit bila tidak dilakukan secara konsisten dan terus menerus, serta dilakukan bersama-sama dengan masyarakat kawasan aliran sungai (Citarum). Kegiatan (Konser Lagu Lingkungan Pesan Citarum) merupakan satu kegiatan positif bagai penyadaran masyarakat dan diharapkan terus berlanjut, ujar Dewi. (A-87/A-147)***http://www.pikiran-rakyat.com/node/173339 Rabu, 31 Maret 2010CITARUM : Dulu dan Kini Nandang Rusnandar, 27 Juni 2008. (Belantara) Citarum Purba dan Asal-usulnya.Citarum adalah nama sebuah sungai besar dan panjang di daerah Jawa Barat, panjangnya ( 225 kilometer). Ia berhulu di Cisanti, lereng Gunung Wayang salah satu anak Gunung Malabar daerah Bandung Selatan. Alurnya mengikuti cekungan Bandung ke arah utara, merayap memasuki beberapa kabupaten yang ada di Jawa Barat seperti Kabupaten Cianjur, Purwakarta dan Karawang, kemudian ia bermuara di Laut Jawa, tepatnya di daerah Ujung Karawang.Seacara etimologis, Citarum berasal dari dua kata, yaitu ci dan tarum Marsedenia tinctoria. Dalam bahasa Sunda Ci merupakan singkatan dari cai berarti air. Tarum yang disebut juga nila adalah jenis tanaman areuy. Tanaman itu biasa dijadikan bahan celup (pewarna yang berwarna ungu/violet), untuk warna dasar kain. Ada pendapat bahwa nama Citarum berkaitan dengan nama kerajaan tertua di Jawa Barat, yaitu Tarumanagara.Menurut naskah Wangsakerta, pusat kerajaan itu terletak di daerah tepi sungai yang kemudian disebut Citarum. Kerajaan Tarumanagara terletak di sebuah dusun yang dibangun oleh Maharesi Jayasinghawarman.(tahun 348 M.). Beberapa tahun kemudian, dusun itu berkembang menjadi kerajaan yang diberi nama Tarumanagara, dengan ibukota kerajaan diberi nama Jayasinghapura. Berdasarkan data geologi, sebelum daerah Jawa Barat dihuni oleh manusia prasejarah, sungai yang kemudian disebut Citarum sudah ada. Pada zaman purba Zaman Holosen ( 6000 tahun sM.) aliran Citarum di daerah Cimeta (Padalarang) tersumbat oleh lahar dari letusan Gunung Sunda. Lama-kelamaan air sungai itu merendam daerah sangat luas, yaitu dari daerah Padalarang sampai dengan Cicalengka ( 30 km) dan dari Lembang (lereng Gunung Tangkubanparahu) sampai dengan Soreang ( 50 km). Luas areal yang terendam lebih-kurang 150 kilometer persegi, yang kemudian menjadi "Danau Bandung Purba".Fungsi Citarum Dulu, Citarum memiliki berbagai fungsi penting bagi kehidupan manusia, pada zaman prasejarah, daerah tepian Citarum dihuni oleh manusia, terutama setelah mereka memiliki budaya tinggal menetap. Hal itu dibuktikan oleh peninggalan budaya pada situs-situs prasejarah yang ditemukan di tepian daerah aliran Citarum. - Di Cibuaya daerah Karawang, ditemukan situs berisi artefak-artefak prasejarah (Zaman Neolitikum), berupa tembikar dan manik-manik, bahkan kerangka manusia, diduga kuat berasal dari ras Mongoloid. - Manusia prasejarah umumnya memilih gua (Sunda: guha) untuk tempat menetap yang dekat dengan sumber air. Di Gua Pawon ditemukan beberapa artefak, pecahan gerabah, tulang binatang, cangkang siput, pecahan buah kenari dan lain-lain. Bukti itu menunjukkan bahwa Gua Pawon pernah menjadi hunian manusia prasejarah, karena memang gua itu berada di daerah aliran Citarum. Hal itu berarti pada zaman prasejarah, Citarum memiliki arti penting bagi kehidupan manusia, termasuk kegiatan menangkap ikan.- Memasuksi zaman sejarah, Citarum makin penting artinya bagi berbagai kehidupan. Masyarakat Tarumanagara memiliki mata pencaharian terutama melalui kegiatan pertanian, menangkap ikan, serta perdagangan hasil pertanian dan berburu. Dalam kegiatan pertanian, Citarum menjadi pemasok air. Boleh jadi kegiatan penangkapan ikan pun terutama dilakukan di Citarum.Untuk keperluan air di pusat kerajaan, Purnawarman raja Tarumanagara ketiga (395-434 M.), memerintahkan rakyatnya untuk membuat saluran air, yaitu kali Gomati dan Candrabhaga. Tentu saluran itu dihubungkan dengan Citarum, sehingga saluran air itu menjadi anak sungai Citarum. Purnawarman juga memerintahkan rakyatnya untuk memperbaiki, memperkuat dan memperdalam alur Citarum. Setelah pekerjaan itu selesai, dilaksanakan selamatan dan pemberian hadiah kepada para brahmana dan rakyat berupa 800 ekor sapi, 20 ekor kerbau, pakaian, makanan, dan lain-lain. Para brahmana kemudian memberkati Maharaja Purnawarman. Hal itu menunjukkan bahwa Citarum sangat penting artinya bagi kehidupan kerajaan dan masyarakat Tarumanagara. Pada sisi lain, perintah Purnawarman tersebut menunjukkan bahwa raja itu sangat memperhatikan Citarum sebagai "urat nadi" kerajaan. Oleh karena itu, setelah meninggal ia dipusarakan di tepi Citarum, sehingga ia mendapat julukan Sang Lumahing Tarumanadi (Yang dipusarakan di Citarum).Fungsi lain dari Ciatrum tempo dulu, yaitu :Batas wilayah dua Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Daerah sebelah barat Citarum tetap menjadi wilayah Kerajaan Sunda, sedangkan daerah sebelah timur sungai itu menjadi wilayah Kerajaan Galuh. Hal itu paling tidak berlangsung sampai dengan abad ke-15. Sarana Transportasi masyarakat Kerajaan Sunda dan Galuh, yang menghubungkan daerah pesisir dengan daerah pedalaman. Batas wilayah Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten (abad ke-15 hingga abad ke-19). Daerah sebelah barat Citarum merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Banten. Daerah sebelah timur sungai itu menjadi wilayah Kesultanan Cirebon. Setelah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur berdiri, masing-masing pada sekitar pertengahan dan perempat ketiga abad ke-17, Citarum penting artinya bagi kehidupan masyarakat kedua kabupaten tersebut. Pemerintah Kabupaten Bandung bahkan memilih Krapyak (Citeureup) di tepian Citarum (dekat muara Sungai Citarik) sebagai ibukota kabupaten.Pada zaman pendudukan Kolonial Belanda, Citarum menjadi alat transportasi untuk memasuki daerah Kota Bandung karena sarana jalan darat transportasi melalui darat masih sulit dilakukan, karena belum adanya jalan yang memadai dan sebagai besar lahan darat masih berupa hutan belantara ("terra incognita"). Namun selama beberapa puluh tahun kondisinya masih berupa jalan tanah. Keadaan itu paling tidak berlangsung sampai dengan tahun 1870-an. Dan Jalan Raya Pos (Grote Postweg) dari Anyer sampai Panarukan yang dibangun pada awal abad ke-19 untuk jalan kereta pos. Krapyak dipilih sebagai pusat pemerintahan kabupaten dengan dua alasan. Waktu itu sebagian besar penduduk Bandung tinggal di daerah Bandung selatan. Sesuai dengan budaya lama, boleh jadi waktu itu di daerah aliran Citarum berderet pemukiman penduduk, karena sungai itu merupakan bagian penting dari kehidupan penduduk, baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk kepentingan pertanian. Citarum penting artinya sebagai prasarana transportasi, baik bagi para pejabat kabupaten maupun bagi penduduk. Tempat-tempat tertentu di sepanjang sungai itu, seperti di Dayeuhkolot, Margahayu, Bayabang, Cihea, dan lain-lain, dijadikan tempat pemberhentian paruh dan/atau penyeberangan. Di tempat-tempat penyeberangan disediakan parahu bandungan (dua perahu dipasang sejajar dan digandengkan) atau rakit untuk menyeberangkan orang dan barang.Oleh karena itu pada beberapa abad yang lalu, Citarum sangat diperhatian dan kondisinya dipelihara, baik oleh pemerintah kabupaten maupun oleh warga masyarakat yang daerahnya dilalui oleh sungai itu. Pada abad ke-17, Kompeni selaku aparat VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), gabungan perusahaan dagang Belanda di Hindia Timur, memfungsikan Citarum untuk kegiatan ekonomi dan pertahanan. Waktu itu, di muara Citarum, yaitu di Tanjungpura, Kompeni membangun pelabuhan dan benteng cukup besar.Pemeliharaan Citarum pada abad ke-17 sampai dengan abad ke-19, dilakukan oleh Bupati yang dalam waktu tertentu selalu mengadakan rekreasi dengan acara menangkap ikan di suatu leuwi tertentu dan berburu rusa di hutan tertentu. Perburuan dilakukan oleh sejumlah pamatang (ahli berburu). Mereka menggiring rusa ke dekat panggung. Bila bupati berkenan, ia membidik rusak dengan panah atau tombak. Hak istimewa bupati berburu di hutan, menyebabkan rakyat tidak berani merambah hutan. Bahkan rakyat menyebut hutan tempat bupati berburu sebagai "leuweung larangan" ("hutan tutupan"). Dalam memelihara alur sungai dari kelestarian serta menjaga air sungai dari pencemaran, dilakukan karena adanya kewajiban rakyat dalam pancen diensten (kewajiban bekerja untuk kepentingan penguasa pribumi, khususnya bupati) adalah memelihara sungai, baik diperintah atau pun tidak oleh bupati.Waktu itu sebagian lahan hutan hanya dibuka untuk pemukiman sejumlah kecil penduduk dan lahan pertanian (huma). Tidak terjadi perusakkan hutan, apalagi penggundulan hutan. Oleh karena itu, sebagian besar hutan menjadi lestari. Kelestarian hutan menyebabkan alur Citarum tidak terganggu oleh longsoran hutan. Kedua hak istimewa bupati tersebut, sepintas terkesan menunjukkan sikap feodal bupati. Namun sesungguhnya kedua hak istimewa itu merupakan "bungkus" kearifan bupati untuk memelihara dan melestarikan sungai dan hutan dan menghibur rakyat yang sedang berada di alam penjajahan.Pada abad ke-19 pihak kolonial pun menjadikan Citarum sebagai prasarana transportasi, dalam pengangkutan hasil perkebunan Hasil perkebunan yang khusus diangkut melalui Citarum adalah biji kopi. Buah kopi dari daerah Priangan hasil dari Preangerstelsel (sistem penanaman wajib di Priangan) diangkut melalui Citarum ke pelabuhan di pantai utara Jawa Barat. Waktu kembali, perahu-perahu itu mengangkut garam. Dalam kegiatan itu, Cikao (daerah Purwakarta) menjadi pelabuhan sungai. Sementara itu, orang-orang kolonial pengusaha perkebunan turut pula menjaga kelestarian hutan, sebab bila hutan rusak, perkebunan mereka akan terganggu.Kearifan-kearifan tersebut membawa dampak positif bagi Citarum. Walaupun setiap musim hujan, Citarum selalu menimbulkan banjir, tetapi banjir Citarum tempo dulu tidak terberitakan mengakibatkan penderitaan berat bagi warga masyarakat setempat, apalagi menelan korban jiwa manusia. Hal itu disebabkan pemerintah dan warga masyarakat memperhatikan dan memelihara alur sungai serta hutan di daerah aliran Citarum. Dampak negatif dari banjir Citarum tempo dulu yang terberitakan dalam berbagai sumber, adalah berjangkitnya wabah penyakit, seperti penyakit kulit (gatal-gatal), diare, dan malaria.Banjir dari Citarum yang terjadi setiap musim hujan, merupakan salah satu faktor yang mendorong Bupati Bandung R.A. Wiranatakusumah II (1794 1829) memindahkan ibukota kabupaten dari Krapyak ke daerah Kabupaten Bandung bagian tengah (pusat kota Bandung sekarang). Peristiwa itu terjadi pada awal abad ke-19. Ibukota baru itu diberi nama Bandung yang diremiskan tanggal 25 September 1810. Sejak tahun 1998 tanggal itu ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Bandung.Fungsi Citarum sebagai prasarana transportasi menjadi berkurang, setelah di daerah Jawa Barat berlangsung transportasi kereta api. Pembangunan sarana transportasi itu dilakukan secara bertahap antara tahun 1878 sampai dengan tahun 1911, dari daerah Batavia sampai dengan Cilacap. Sekalipun sudah ada transportasi kereta api, Citarum tetap berfungsi sebagai prasarana transportasi, paling tidak sebagai tempat penyeberangan. Hal itu berlangsung sampai sekarang.Kini, dalam perjalanan sejarahnya, Citarum bukan hanya berfungsi sebagai pemasok air unuk pertanian, tetapi air sungai itu berfungsi pula sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA), setelah terlebih dahulu dibangun bendungan (waduk) di beberapa tempat. PLTA dimaksud adalah PLTA Plengan, PLTA Lamajang, PLTA Cikalong di daerah Kabupaten Bandung, dibangun antara tahun 1917-1925, PLTA Jatiluhur (1965), PLTA Saguling (1985-1986), dan PLTA Cirata (1988). Tiga PLTA yang disebut terakhir bukan hanya pemasok tenaga listrik bagi daerah Jawa Barat, tetapi untuk seluruh Pulau Jawa dan Bali .Namun sangat disayangkan, keberadaan beberapa PLTA itu terkesan tidak sejalan dengan pemeliharaan kondisi air Citarum di luar bendungan-bendungan tersebut. Sekarang air sungai itu tidak lagi dapat dimanfaatkan secara langsung untuk kehidupan manusia, seperti tempo dulu, karena air sungai sudah sangat tercemar oleh sampah dari rumah tangga dan limbah pabrik. Hal itu terjadi akibat dari kearifan-kearifan tempo dulu mengenai pemeliharaan Citarum, lupa dan hilang, sehingga kini kearifan itu perlu untuk direnungkan kembali dalam membuat kebijakan untuk menangani masalah Citarum zaman sekarang.Perubahan kondisi Citarum menyebabkan terjadinya perubahan sosial, khususnya pola kehidupan sosial dan ekonomi warga masyarakat di daerah aliran Citarum. Oleh karena itu, sudah selayaknya apabila masalah Citarum diteliti secara komprehensif dari berbagai disiplin keilmuan.Beberapa kearifan tradisional masyarakat sekitar bantaran Citarum dalam bentuk UGA yang mengkaitkan Citarum dalam prediksi dan antisipatif dalam menghadapi perubahan fenomena alam :1 Engk lamun nu bisa ngabendung Citarum, Bandung jadi kota kembang heurin ku tangtung. 2 Mangk mun Citarum dicukangan ku layon, mangk alam baris ancur3 Mangk mun Cisangkuy numpakan Citarum, Bandung baris heurin ku tangtung4 Mimiti ti Cikonng, kaduana Pangadegan, katiluna Cibuni Sorang, kaopatna Citarum, kalimana Cilaki.. jaga mah cai sagelas dijual sa100 juta.5 Jaga Bandung bakal heurin ku tangtung, cirina Citarum ruksak6. Jaga Citarum tina hrang jadi kiruh, tah citarum kiruh aya soang di girang, nu geulis geruh bakal kasorang alamna, tah kieu alamna : nu bener di salahkeun nu salah dibenerkeun 7. Jaga Curug Jompong moal bisa nyurug, bakal aya tambakan ged atawa darmaga ti tungtung wates Cililin nepikeun ka wates CianjurKetujuh UGA di atas lahir jauh sebelum pembangunan yang sekarang terjadi, namun teropongan Karuhun Sunda sudah mampu melihat apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang (kini dan nanti). Untuk itu generasi kini harus mampu memaknai UGA itu demi keselamatan dan kesejahteraan hidup dengan menjaga alam sekeliling kita. Perkiraan Karuhun sudah cukup jelas tersurat dalam UGA tersebut, kini mari maknai dan jadikan UGA tersebut pedoman dalam menata kehidupan yang lebih baik. nanti pabila ada orang yang mampu membendung Citarum, Bandung akan menjadi Kota Kembang heurin ku tangtung sesak penduduknyaMelihat fenomena yang terjadi, kini citarum sudah dibendung Saguling dan Cirata untuk dijadikan pembangkit tenaga listrik. Jelas Bandung menjadi Kota Kembang dan heurin ku tangtung sesak penduduknya. Antisipasinya harus menjadikan Bandung sebagai kota yang teratur, tata ruang yang sesuai dengan peruntukkan, jangan semrawut seperti sekarang ini. Uga ini sudah terjadi, namun antisipatif ke arah pengembangan Bandung menjadi kota yang tidak heurin ku tangtung tidak diperhatikan bahkan diabaikan.Sumber : Asmar, Teguh et al. 1975. Sejarah Jawa Barat Dari Masa Prasejarah Hingga Masa Penyebaran Agama Islam. Bandung : Proyek Penunjang Peningkatan Kebudayaan. Propinsi Jawa Barat.Ayatrohaedi. 2005. Sundakala; Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-Naskah "Panitia Wangsakerta" Cirebon . Jakarta : Pustaka Jaya.Brahmanto, Budi. 2006. "Dari Cisanti ke Curug Jompong". Pikiran Rakyat, 24 Maret.Danasasmita, Saleh et al. 1984. Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat. Jilid II. Bandung : Proyek Penerbitan Buku Sejarah Jawa Barat. Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.Ensiklopedi Indonesia. tth. Edisi Khusus. Jilid 2, Jakarta : Ichtiar Baru.Hardjasaputra, A. Sobana. 2002. Perubahan Sosial di Bandung 1810-1906. Disertasi. Depok: Pascasarjana Fakultas Sastra Universitas Indonesia.--------. 2004. "Bupati di Priangan; Kedudukan dan Peranannya pada Abad ke-17 Abad ke-19. Sundalana 3: 9-65. Bandung : Pusat Studi Sunda