80
Muatan Lokal Bahasa Daerah Carita-carita Dalam Bahasa Melayu Maluku Utara Melayu Maluku Utara-Indonesia-Inggris

Muatan lokal bahasa Daerah = Carita-carita menarik dalam bahasa

Embed Size (px)

Citation preview

Muatan Lokal Bahasa Daerah

Carita-carita Dalam Bahasa Melayu Maluku Utara

Melayu Maluku Utara-Indonesia-Inggris

Muatan Lokal Bahasa Daerah

________________

Carita-carita Menarik Dalam Bahasa Melayu Maluku Utara

Joost J. J. Pikkert, Ph.D.

Eddy Supangkat, B.Sc.

Cheryl M. Pikkert, M.A.

Gabrielle Samson, B.A., DipL. Ed., DipL

Direvisi untuk Bahasa Melayu Maluku Utara oleh

Marson Rompis. Wilson Takuling (Alm), Ronald Whisler, Leonard Takuling, Robinson Manery, Meli Eko

Pusat Penerjemahan Bahasa

Universitas Kristen Indonesia Tomohon

2007

Muatan Lokal Bahasa Daerah

© Hak Cipta LPM dan SIL International, 1998, 2002

Dilarang memperbanyak buku ini untuk tujuan komersial.

Untuk tujuan non-komersial, buku ini dapat

diperbanyak tanpa izin dari pemegang hak cipta.

Untuk kalangan sendiri

Gambar-gambar dalam cerita-cerita satu, dua, empat, lima, enam, tujuh dan delapan

digambarkan oleh Slamet Prayitno.

Gambar-gambar dalam cerita

tiga dimuat Microsoft Clipart Gallery.

The development of these stories was made possible

by a grant from the Canadian Embassy in Indonesia

Cetakan Pertama

2007

SAMBUTAN

KEPALA DINAS PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN PROVINSI

Maluku Utara bukan saja sebagai provinsi kepualuan, tetapi juga merupakan provinsi yang memiliki banyak suku, budaya, dan bahasa. Kemajemukan ini setidaknya tergambar dalam banyaknya bahasa di Maluku Utara. Menurut catatan para ahli, terdapat kurang-lebih 30 bahasa di Maluku Utara. Bahasa-bahasa ini digunakan oleh sukunya masing-masing dalam komunikasi sehari-hari dan menjadi alat pengungkap dan penanda budaya masing-masing. Dalam 30 bahasa itu, ada dua bahasa yang pada masanya memainkan peran sebagai lingua-franca, bahasa perantara, bahasa lintas-suku di Maluku Utara. Dua bahasa itu adalah bahasa Temate dan bahasa Melayu Ternate (atau penulis buku ini menyebutnya bahasa Melayu Maluku Utara). Pada masa Kesultanan Temate, bahasa Temate merupakan lingua-franca bagi daerah kekuasaan Kesultanan Temate. Sebab itu, selain digunakan di Temate, bahasa Temate juga merupakan bahasa kedua bagi masyarakat dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Temate, misalnya di Jailolo, Ibu, Sahu, Loloda, Kao, dan sejumlah wilayah di Halmahera Utara dan Barat.

Pada masa yang sama, atau setidaknya dimulai sejak bahasa Melayu menjadi lingua-franca bagi masyarakat di berbagai titik kegiatan perdagangan di Nusantara pada masa lalu, bahasa Melayu Temate (atu bahasa Melayu Maluku Utara) juga telah memainkan peran sebagai bahasa penguhubung antar suku di Maluku Utara. Jangkauan atau wilayah pemakainnya mencakupi seluruh wilayah Propinsi Maluku Utara.

Sebab itu, pembelajaran berbasis muatan lokal dangan menggunakan Bahasa Melayu Temate bagi Sekolah-sekolah di Maluku Utara dipandang sangat penting, masuk akal, dan strategis. Sangat penting. oleh karena bahasa Melayau Temate semakin memantapkan dirinya sebagai lingua-franca bagi komunikasi lintas-suku di Maluku Utara. Masuk akal karena Bahasa Melayu Temate telah dikenal dan digunakan secara luas dan sudah sejak lama menjadi bahasa kedua. bagi seluruh keluarga di seantero wilayah Maluku Utara. Strategis oleh karena dengan digunakan sebagai media pengungkap dan penerjemah cerita-cerita di Maluku Utara, Bahasa Melayu Temate dapat memainkan peran pemersatu warga Maluku Utarayang tidak saja majemuk tetapi juga majemuk yang berpisahan (segregated pluralism).

Dengan memilih Bahasa Melayu Temate sebagai media pengungkap, tradisi dan kearifan lokal yang dikandung dalam berbagai khasanah budya di Maluku Utara dapat disebarkan dan dikomunikasikan secara lintas-komunitas, melalui pebelajaran di sekolah, terutama di sekolah Dasar. Dengan strategi seperti ini, diharapkan, anak-anak Maluku Utara akan mengenal kekayaan budaya tidak saja pada warga (atau sukunya) sendiri, tetapi juga dapat memahami budaya suku atau komunitas lain di Maluku Utara. Dengan demikian, bahan-bahan pembelajaran muatan lokal yang ditulis dalam Bahasa Melayu Ternate dapat menjadi jebatan budaya (culture bridge) bagi warga Maluku Utara.

Dengan memahami adanya kebiasaan dan tradisi yang terangkum dalam buku ini, penghargaan akan keragaman maluku Utara mulai ditanamkan sejak usia dini bagi warga Maluku Utara melalui pendidikan.

Kepala sekolah, para guru, murid, terutama yang mengelola pembelajaran yang berbasis muatan lokal, dapat memanfaatkan buku yang kaya akan kearifan lokal ini sebagai sarana pembangunan pemahaman dan pengertian bagi sesama warga agar Maluku Utara ke depan masyarakatnya akan lebih cerdas, maju, damai, mandiri, dan sejahtera berlandaskan prinsip-prinsip kerjasama dalam semangat keragaman Indonesia dan Maluku Utara khususnya.

Atas nama pelaku pendidikan, pemerhati pendidikan dan peduli pendidikan di Propinsi Maluku Utara, kami menyambut baik dan memberi perhatian pada penerbitan buku Muatan Lokal Bahasa Daerah yang memuat Cerita-cerita dalam Bahasa Melayu Maluku Utara.

Penjelasan Singkat Tentang

Beberapa Huruf dalam Bahasa Melayu

Maluku Utara

Ada beberapa hal yang perlu dikemukakan mengenai cara membaca dan menulis bahasa

Melayu Maluku Utara. Di bawah ini akan diuraikan secara singkat mengenai cara mem-

baca dan menulis dalam bahasa Melayu Maluku Utara.

Salah satu kekayaan bahasa Melayu Maluku Utara adalah penyingkatan kata yang

antara lain berlaku pada kata ganti orang. Kata ganti orang dapat disingkat apabila

berada pada anak kalimat atau sebagai kata ganti milik yang tidak berada pada awal kali-

mat. Contoh: Dorang lari ka sana, pa dong pe papa pe ruma. Kitorang tara dapa lia

torang pe papa di situ. Penyingkatan kata berlaku juga pada kata-kata lain yang tidak

termasuk pada kata ganti orang, seperti: pigi – pi, itu – tu dan punya – pe. Kata-kata ini

digunakan berdasarkan konteks kalimat.

Kata-kata dalam bahasa Indonesia yang berakhir dengan bunyi –m dan –n, seringkali

dalam bahasa Melayu Maluku Utara kata-kata ini berakhir dengan bunyi –ng. Contoh:

sirang, asang, ikang dan makang. Namun untuk daerah-daerah yang kurang mengguna-

kan bunyi –ng seperti contoh di atas, dapat membacanya sesuai dengan dialek setempat.

Dalam bahasa Melayu Maluku Utara kata baku ditulis secara terpisah dengan kata yang

mengikutinya. Contoh: baku laeng, baku sayang dan baku sipat.

Setiap awalan dalam bahasa Melayu Maluku Utara ditulis serangkai dengan kata

dasarnya. Contoh: bagaram, tafiaro, pambae, mangkage. Ada beberapa awalah diatas

yang mengalami proses pengulangan, dan juga ditulis serangkai dengan kata dasarnya.

Contoh: babacarita, tatafiaro dan mamalakat.

Dalam bahasa Melayu Maluku Utara ada beberapa kata berimbuhan yang diserap dari

bahasa Indonesia. Kata-kata ini tetap menggunakan imbuhan dari bahasa Indonesia, den-

gan perubahan pada vokalnya. Contoh: kalaparan, kajahatan dan kabaratan. Ada juga

beberapa kata serapan yang baru digunakan dalam bahasa Melayu Maluku Utara, dan

kata-kata ini tidak mengalami perubahan vokal. Contoh: keslamatan, keperluan dan

pedagang.

Ada kata-kata dalam bahasa Indonesia yang diakhiri dengan konsonan h, k, dan t, tetapi

dalam bahasa Melayu Maluku Utara konsonan tersebut tidak ada. Contoh: ruma, kaka

dan tampa.

Bahasa Indonesia mengenal bunyi glotal diantara dua vokal yang sama atau di akhir

kata. Contoh: maaf, tidak dan kakak. Bahasa Melayu Maluku Utara juga mengenal bunyi

glotal, tetapi hanya pada akhir kata dan tidak ditulis. Contoh: gode, bangka dan tampa.

Demikianlah uraian singkat tentang cara membaca dan menulis dalam bahasa Melayu

Maluku Utara. Untuk memperoleh pedoman yang lebih lengkap, dapat dilihat dalam Pe-

doman Membaca dan Menulis Bahasa Melayu Maluku Utara, yang diterbitkan oleh

Pusat Penerjemahan Bahasa UKIT.

iv

DAFTAR ISI

Bab Judul Halaman

I Tina so tau rekeng

Tina bisa berhitung

1

II Kodok mo pigi ka Ternate

Katak hendak ke Ternate

8

III Ade deng dia pe tamang-tamang

Ade dan temannya

17

IV Parampuang patong

Gadis Patung

22

V Bebe batolor mas

Angsa bertelur emas

30

VI Tuturugayang makang puji

Kura-kura yang sombong

37

VII Tikus pe pande

Tikus yang cerdik

VIII Balanga ajaib

Panci ajaib

IX Bahasa Inggris

v

44

50

57

Bab I

Tina so tau rekeng

Tina bisa berhitung

Bab I 1

Suatu hari, Tina berkata

kepada ibunya bahwa ia

mau pergi berjalan-jalan ke

kota Tobelo. Sambil

berjalan-jalan, ia menghitung

benda yang dilihatnya.

Ada ana satu, dia pe nama

Tina. Satu hari, Tina bilang pa dia

pe mama, dia mo pigi baronda di

k o ta Tobe lo . Seman ta ra

bajalang, dia rekeng samua apa

yang di lia di jalang.

2 Bab I

Tina lia ada satu ana

kacili ada kase makang

sapi dua ekor . Kong Tina

kase hormat pa dorang,

“Slamat pagi sapi!”.

Tina lia dia pe tamang

Hasan, ada kase nae

layang-layang. Kong Tina

bilang, “Adu, laying-layang

sana pe bagus.”

Tina melihat

temannya yang bernama

Ade sedang menaikkan

sebuah layang-layang.

"Layang-layang itu indah

sekali!" katanya.

1

2

Bab I 3

Tina lia ada

ana tiga orang

barmaing speda.

Kong Tina rekeng

“Ada tiga speda,”

Tina lia ada lemong ampa

bua di atas pohong. Turus dia

tunju, kong dia bilang bagini,

“lemong ampa bua sana, so

masa.”

Tina melihat seorang

anak kecil sedang

memberi makan dua ekor

sapi. "Selamat pagi, sapi,"

katanya.

3

4

4 Bab I

Tina lia ada tanta lima

orang bacuci baju di

pinggir parigi. Kong Tina

batogor pa dorang,

“Slamat pagi, tanta-tanta.”

Tina lia dia pe

tamang ada barmaing

balon. Kong Tina

rekeng, “Balon itu Ada

anam bua.”

Tina melihat tiga

anak sedang

bersepeda. "Tiga

sepeda," Tina

menghitung.

5

6

Bab I 5

Tina lia ada burung

tuju ekor cari makanang.

Turus dia bilang bagini,

“Burung-burung itu tuju

ekor.”

Tina lia akar kuning

ada lapan bua di kobong, kong

Tina bilang bagini, “Akar kuning

lapan bua sana, pasti sadap

skali.”

Tina melihat empat

buah-buahan di atas

pohon. "Empat buah jeruk

itu sudah matang,"

katanya sambil menunjuk.

7

8

6 Bab I

Tina lia ada sambilang

orang barongge di atas

panggung. Kong Tina

rekeng, “Yang barongge

sana ada sambilang

orang.”

Tina dapa lia ikang di

pasar. Turus Tina mulai

rekeng, “Satu, dua, tiga,

ampa, lima, anam, tuju,

lapan, sembilang, spulu.”

Tina melihat lima orang

ibu sedang mencuci

pakaian di sumur.

"Selamat pagi ibu-ibu,"

katanya.

9

10

Bab I 7

Dapatkah kamu

menghitung semua benda

yang dilihat Tina? Sebuah

layang-layang, dua ekor sapi,

tiga sepeda, empat buah

jeruk, lima orang ibu, enam

balon, tujuh ekor burung,

delapan wortel, sembilan

penari, dan sepuluh

ikan.Jikalau kamu bias seperti

Tina berarti kamupun sudah

tau menghitung.

Skarang, ngoni bisa rekeng

samua yang Tina lia ka tarada?

Falinggir satu, sapi dua ekor,

speda tiga bua, lemong ampa

bua, tanta lima orang, balon

anam bua, burung tuju ekor,

akar kuning lapan bua,

sambilang orang barongge

deng ikang spulu ekor. Kalu

ngoni bisa sama deng Tina,

berarti ngoni so tau rekeng.

8 Bab II

Bab II

Kodok mo pigi ka Tarnate

Katak hendak ke Ternate

Ada dua ekor katak sedang

berjemur. Ketika itu katak

sedang berpikir lalu. Dia

berkata kepada temannya,

"Saya dengar lalat-lalat di kota,

besar sekali. Saya piker-pikir

saya akan pergi ke sana."

"Tetapi bagaimana kamu

bisa pergi ke kota?" tanya

temannya. "Saya akan

melompat di belakang truk,"

jawabnya, dan dia berangkat

mencari truk.

Ada kodok dua ekor

bajumur. Waktu bajumur,

kodok yang satu ada bapikir.

Kong dia bilang pa dia pe

tamang, “Kita dengar kata,

lalar-lalar di kota, basar-basar.

Kita pikir-pikir, kita mo ka

sana.”

Turus dia pe tamang tanya,

“Tapi ngana mo pigi ka kota

deng apa?” Dia manyao, “Kita

mo balumpa di oto trek pe

blakang.” Abis itu deng dia

pigi cari oto trek.

Bab II 9

Bagitu dia sampe di pinggir

jalang, ada trek satu langgar di

tampa itu. Kodok coba

balumpa ka atas di trek, tapi

dia balumpa talalu tinggi kong

dia lewat, Kong oto trek itu

bajalang trus. Kodok itu tara

dapa nae.

10 Bab II

Baru saja dia tiba di pinggir

jalan, satu truk melewati

tempat itu. Katak coba

melompat ke belakang truk,

tetapi dia melompat terlalu

jauh. Truk berjalan terus tanpa

katak.

Dia pe tamang tanya,

“Skarang ngana mo pigi ka

kota deng apa lagi?” Dia

manyao, “Kita mo basambunyi

pa om itu pe dalam tas.” Abis

bilang bagitu, kodok itu maso

basambunyi pa om pe dalam

tas. Dia pe beso pagi, waktu

om itu pigi ka kota, dia lupa

bawa dia pe tas. Kong kodok

itu tara dapa pigi.

Bab II 11

Dia pe tamang tanya ulang,

“Kong, skarang ngana mo pigi

ka kota deng apa?” kodok itu

manyao, “Kita mo maso ka

dalam karong kalapa yang

dorang mo bawa ka kota itu.”

Abis itu dia maso ba sambunyi

dalam karong.

Tapi karna oto trek itu so

fol, jadi tara bisa muat samua.

Kong oto trek yang muat

kalapa itu pigi kodok tara dapa

pigi.

12 Bab II

"Sekarang bagaimana

kamu bisa pergi ke kota?"

tanya temannya. Jawabnya

"Saya akan bersembunyi di

dalam tas paman itu," dan dia

pergi bersembunyi di dalam tas

paman.

Keesokan harinya ketika

paman itu pergi ke kota, dia

lupa membawa tasnya. Paman

itu pergi tanpa katak.

Dia pe tamang tanya

ulang. “Skarang ngana mo pigi

ka kota deng apa lagi?” Kong

dia bilang bagini, “Kita mo nae

pa burung elang pe sayap.”

Kong dia pi cari burung elang.

Kodok itu nae di burung

elang pe sayap, bagitu dorang

di tengah perjalanan, dorang

baku dapa anging ribut. Kong

kodok itu jatuh. Burung elang

itu tarbang turus, kodok itu me

pulang.

Bab II 13

Dia pe tamang tanya,

“Skarang ngana mo pigi di

kota deng apa lagi?” Turus

dia manyao, “Kita mo pigi

sandiri saja.” Kong dia pigi di

kota itu babalumpa.

14 Bab II

"Dengan apa lagi engkau

bisa pergi ke kota sekarang?"

tanya temannya. "Saya akan

masuk di dalam karung kopra

yang akan dibawa ke kota,"

sesuda itu dia masuk, dan

bersembunyi di dalam karung.

Akan tetapi, truk terlalu

penuh jadi semua karung tidak

dia balumpa turus sampe

di kota. Turus dia tanya pa

kodok yang tinggal di kota itu.

”Lalar-lalar yang basar deng

gode-gode itu dong pe tampa

dimana e?”

Bab II 15

bisa diangkut. Truk yang

angkut kopra itu berjalan terus

tanpa katak.

Kodok yang tinggal dikota

itu manyao, “Lalar-lalar yang

basar-basar deng gode-gode

itu, dorang tara tinggal di sini.

Di sini cuma ada lalar-lalar

kacili. Yang basar deng yang

gode-gode itu dorang pe

tampa di utang.” Kodok yang

tinggal di kota pe abis bilang

bagitu turus dia pulang. Kodok

yang dari utang itu me, bale

ulang pa dia pe tampa yang di

utang.

16 Bab II

Pe sampe di utang, kodok

baku dapa ulang deng dia pe

tamang. Samantara dorang

bajumur, kodok dari kota bilang

pa dia pe tamang, ”Kita kira di

tampa laeng bagus, padahal

tara talalu bagus.”

Bab III 17

Bab III

Ade deng dia pe tamang-tamang

Ade dan teman-temannya

Suatu hari, Ade merasa

kesepian dan ingin bercakap-

cakap dengan teman-

temannya, Yunus dan Ani.

Yunus adalah seekor anjing

kecil dan Ani seekor kucing

kecil. Ade pergi mencari

mereka ke mana-mana tetapi

tidak ketemu. Akhirnya, dia

bertanya kepada semua

binatang yang ada di dalam

hutan.

Satu kali, Ade rasa sunyi.

Dia suka skali mo bacarita deng

dia pe tamang, Yunus deng Ani.

Yunus ini anjing kacili, baru Ani

ini tusa kacili satu. Ade pigi

bakucari pa dorang di mana-

mana Tapi tara baku dapa deng

dorang. Akhirnya, dia Tanya-

tanya pa samua binatang yang

ada disitu.

18 Bab III

Ade Tanya pa Hasan, "Hasan

ngana tara lia Yunus deng Ani?"

Hasan manyao, "Ado, kita tara

lia pa dorang! Tapi Tanya pa tikus

yang nama Andi itu, sapa tau dia

dapa lia pa dorang, sebab dia

paling suka batamang deng samua

binatang."

Hasan itu kupu-kupu.

Hasan si Kupu-kupu

Tikus itu Andi

"Kamu melihat Yunus

Ade Tanya pa Andi, "Andi kita mo

tanya sadiki, ngana tara lia Yunus

deng Ani?" Andi manyao, "Kita tara

lia pa dorang. Tapi coba ngana

tanya dulu pa kuda yang pe nama

Dani. Kitorang kalo pigi kamana-

mana, dia iko-iko pa torang.

dan Ani?" tanya Ade kepada Hasan.

"Tidak, tetapi mungkin kamu bisa

bertanya kepada tikus yang bernama

Andi. Dia suka mengunjung

binatang-binatang," jawab Hasan.

Bab III 19

Ade tanya pa Dani, " Dani

ngana tara lia Yunus deng Ani ?"

Dani manyao, "Kita tara lia

pa dorang. Tapi coba ngana

tanya dulu pa burung yang dia

pe nama Nita itu, Barangkali dia

tau pa dorang. Sebab dia biasa

terbang di udara jadi bisa dapa

lia samua binatang yang ada di

utang."

Andi si Tikus

"Kamu melihat Yunus dan

Ani?" tanya Ade kepada Andi.

"Tidak, tetapi kamu bisa

bertanya kepada kuda yang

bernama Dani. Dia selalu

mengikuti kami ke mana-mana,"

jawab Andi.

Dani itu Kuda

Nita itu Burung

Dani si Kuda

Ade tanya pa Nita, "Nita

ngana tara lia Yunus deng

Ani ?"

Nita manyao, "Tarada

tamang. Kita pe sayap ini saki

kong tara batarbang. Coba

ngana kasana tanya pa rusa

yang dia pe nama Tina

itu?.Sapa tau dia dapa lia pa

dorang."

20 Bab III

Rusa itu Tina

"Kamu melihat

Ade tanya pa Tina, "Ngana tara

lia Yunus deng Ani?"

Tina manyao pa dia, "Ya, kita tara

lia pa dorang. Kita cuma urus kita pe

ana-ana kong tara dapa lia binatang

yang laeng. Coba ngana kasana

tanya kodok yang dia pe nama Santi

itu. Dia paling suka babalumpa

dalam utang, kong sapa tau dia dapa

lia pa dorang."

Yunus dan Ani?" tanya Ade kepada

Dani.

"Tidak," jawab Dani, "tetapi

Tanya kepada burung yang bernama

Nita mungkin dia tahu. karna Dia

bisa melihat semua binatang yang

ada di hutan dari udara."

Kodok itu Santi

Nita si Burung

Ade tanya pa Santi, "Ngan tara

lia pa Yunus deng Ani?"

Santi manyao pa dia, "Iyo, kita

ada lia pa dorang. Dorang me ada

cari-cari pa ngana! Jadi ngana

pulang sudah, ngana akan baku

dapa pa deng dorang di rumah."

“Kamu melihat Yunus dan

Ani?" tanya Ade kepada Nita.

"Tidak," jawab Nita. "Sayap saya

sakit dan saya tidak bisa terbang.

Mungkin Ade bisa bertanya

kepada rusa yang bernama Tina.

Bab III 21

Anjing ituYunus,

Ani itu Pus kacili

Mungkin dia melihat

mereka.

Ade so bakudapa Yunus

deng Ani turus dia bilang

bagini, "So dari tadi kita cari-

cari pa ngoni. Ngoni dengar,

kita cari pa ngoni itu kita tanya

pa kodok yang dia pe nama

santi, rusa yang dia pe nama

Tina, burung yang dia pe nama

Nita, kuda yang dia pe nama

Dani, Tikus yang dia pe nama

Andi, Kupu-kupu yang dia pe

nama Hasan."

Kong Yunus deng Ani

bilang pa dia, "Kitorang me

ada cari-cari pa ngana.

Kitorang rasa sanang kalo bisa

22 Bab IV

Bab IV

Parampuang Patong

Gadis patung

Di sebuah desa hiduplah

seorang janda bersama

puterinya yang bernama Nita.

Setiap hari mereka mencari

kayu bakar di hutan, lalu

menjualnya di kota.

Kata….. ada tanta satu so

tarada laki, dia pe ana

parampuang satu, dia pe nama

Nita. Dorang tinggal di

kampung kacili satu. Dorang

pe karja Hari-hari cuma pigi di

utang ambe kayu bakar kong

jual di kota.

Lama-lama Nita so

basar, kong so nona-nona,

Baru dia bagus skali. Tapi

yang salah sadiki dia

sombong.

Bab IV 23

Satu hari Nita babilang pa dia pe mama, dia mo pigi bakaja

di kota. Tapi dia pe mama tara mau. Tapi Nita buju-buju turus

sampe dia pe mama mau.

Waktu terus berlalu. Nita tumbuh menjadi seorang gadis yang

cantik, sayang sekali Nita menjadi sombong.

24 Bab IV

Sampe di kota, Nita

tinggal di keluarga satu. Om

deng tanta itu orang kaya,

dorang pe hati bae skali.

Kong dong biking Nita sama

deng dong pe ana sunggu.

dong paling sayang pa dia,

dong kase pa dia baju yang

bagus-bagus.

Suatu hari Nita minta ijin kepada ibunya untuk bekerja di kota.

Semula ibunya keberatan, tetapi Nita terus memaksa. Akhirnya

Nita diijinkan pergi juga.

Samua itu Nita musti

bersyukur pa Tuhan, tapi

kalu mo lia, Nita tamba

sombong. Dia tara suka

batamang deng orang-

susa pe ana-ana.

Bab IV 25

Satu hari, tanta

yang yang Nita

tinggal pa dorang

itu, bilang pa Nita,

“Pulang lia ngana pe

mama dulu, ngana

pe mama akan so

inga skali pa ngana.”

Di kota Nita tinggal bersama keluarga kaya yang murah hati.

Di sana Nita dianggap sebagai anak mereka sendiri. Dia diberi

pakaian yang indah-indah dan selalu dimanja.

Sampe di tenga

jalang, Nita baku dapa

deng dia pe mama, dia

pe mama pake baju so

tatarobe, kong Nita malu

dapa lia dia pe mama,

kong dia capat-capat bale

ulang ke kota.

26 Bab IV

Pe lewat satu bulan,

tanta itu suru Nita lia dia pe

mama lagi. Nita pigi yang ke

dua kali ini dorang kase

bakal pa dia roti yang sadap.

Tanta itu bilang pa Nita, “Roti

ini kase pa ngana pe mama

dia pasti suka.”

Seharusnya Nita bersyukur dengan semuanya itu. Tetapi

nyatanya Nita semakin sombong saja. Dia tidak mau bergaul

dengan anak-anak yang miskin.

Waktu itu musim ujang, kong

jalan bapece. Nita tako dia pe

capato deng baju kanal pece.

Kong dia buang roti itu kabawa

di pece kong dia biking tampa

bainjang.

Bab IV 27

Kong Nita tanya pa

nene itu, “ Nene, bole kita

minta aer sadiki, mo cuci

kita pe baju.”

Turus nene bilang,

“Boleh, kalu bagitu ngana

kamari.”

Di tengah perjalanan Nita bertemu ibunya pakaian yang di

pakai sobek. Nita menjadi malu dan cepat-cepat kembali ke kota.

Nita bajalang diatas roti

yang sadap itu. Pe sampe

di roti yang paling ujung,

dia jatu kong dia pe baju

ponong pece. Untung ada

nene satu sementara bawa

aer.

Suatu hari Nita diminta pulang untuk menjenguk ibunya.

"Pulanglah dulu, Nita. Ibumu pasti sudah sangat

merindukanmu," kata ibu angkatnya.

28 Bab IV

Nene itu mara skali pa

Nita, kong bilang bagini,

“Ngana ini ana durhaka.

Roti pe sadap itu kong

ngana injang-injang! Pada-

hal ngana pe mama so la-

par skali.”

Sebulan kemudian Nita diminta menjenguk ibunya lagi. Kali ini

dia dibekali roti yang lezat.

"Berikanlah ini pada ibumu, dia pasti senang," kata ibu

angkatnya.

Turus Nita badekat

kasana pa nene itu,

kage-kage nene angka

ember kong siram pa

Nita. Deng dia bilang,

“Ini aer untuk ngana

ana durhaka!

Bab IV 29

Saat itu juga Nita pe badan

jadi kaku deng tara bisa bagara.

Kage-kage dia pe badan beruba

jadi patong. Sabang hari patong

itu kase kaluar aer mata karna

dia sedi.

Bab V

Bebe batolor mas

Angsa bertelur emas

30 Bab V

Alkisah hiduplah Pak Yakob

dan istrinya Bernike yang

sangat miskin. Begitu

miskinnya sehingga kadang-

kadang mereka hanya bisa

makan sekali sehari.

Kata …… Ada paitua satu

dia pe nama Yakob. Dia pe

bini nama Bernike. Dorang pe

hidup susa skali. Karna dorang

talalu susa, sampe satu hari,

makang cuma satu kali.

Bab V 31

Satu malam, om Yakob

mimpi. Kata: Ada tete satu

datang pa dia kong bilang,

“Kita mo kase pa ngana

bebe pe ana satu ekor.

Jadi urus bae-bae, sebab

kasana-kasana bebe itu

yang akan biking ngana

pe hidup sanang.

De pe beso, om

Yakob dapa lia bebe pe

ana satu ekor maso di

dorang pe kintal, Turus

dia capat-capat kasana

tangka bebe itu.

Suatu malam Pak Yakob ditemui seorang kakek dalam

mimpinya. "Aku akan memberimu seekor anak angsa," kata sang

Kakek. "Rawatlah dia dengan baik karena lewat angsa ini maka

32 Bab V

Satu hari bebe itu

batolor. Dia pe tolor

bukang sabarang tolor,

tapi tolor mas. Kong

om Yakob deng de pe

bini sanang skali.

Turus om Yakob

bawa maso bebe pe

ana itu dalam ruma.

Kong dia deng de pe

bini piara bebe itu.

hidupmu akan

sejahtera."

Bab V 33

Turus om Yakob pe bini,

pigi di kota jual tolor itu.

Waktu dia pulang, dia bawa

doi deng barang-barang

banya yang dorang mo pake

hari-hari.

Turus om Yakob

usul bagini, “Bagimana

kalo tolor ini torang

jual.” Kong dia pe bini

manyao , “Iyo, baru dia

pe doi biking torang pe

ongkos hari-hari.”

Keesokan harinya Pak Yakob melihat seekor anak angsa

memasuki halaman rumahnya. Cepat-cepat dia berlari, lalu

menangkapnya.

34 Bab V

Dorang pe mau,

tiap hari bebe itu batolor

mas. Tapi bebe ajaib itu

nanti batolor, kalu dong

pe doi so abis.

Pak Yakob segera membawa masuk anak angsa itu ke

rumahnya. Kemudian bersama istrinya dia merawatnya dengan

baik.

Pe lia bagitu om Yakob

jadi golojo, kong dia mo po-

tong bebe ajaib itu, la ambe

dia pe tolor mas yang ada

dalam bebe itu pe puru.

Turus dong potong

bebe ajaib itu. Tapi tolor

satu biji me tarada. Deng

tolor mas yang baru

kaluar tadi me ilang.

Bab V 35

Suatu hari angsa itu bertelur. Telur itu bukan telur biasa,

melainkan telur emas. Maka senanglah Pak Yakob dan istrinya.

Om Yakub bilang bagini, “Kalu

torang ambe tolor itu samua, To-

rang akan capat kaya.” Turus dia

pe bini bilang, “Deng torang tara

perlu tungngu lama-lama.”

36 Bab V

"Sebaiknya kita jual saja

telur ini," usul Pak Yakob.

"Ya. Uangnya untuk

memenuhi kebutuhan hidup

kita," jawab istrinya.

Abis itu dorang manyasal

kong dudu kabawa. Ttapi mo bik-

ing bagimana, bebe itu so mati,

deng so tara mungkin mo batolor

lagi. Dia pe ahir dorang pe hidup

susa sama deng dulu ulang.

Bab VI

Tuturuga yang makangpuji

Kura-Kura yang sombong

Bab VI 37

Ada seekor kura-kura yang

hidup di tepi rawa, namanya

Pion. Pion terkenal sebagai

binatang yang sombong dan

selalu iri terhadap kelebihan

binatang lain.

Ada satu ekor tuturuga

tinggal dipinggir rawa, dia pe

nama Pion. Pion ini paling

makang puji. Dia tara suka

binatang laeng rupa lebe

sadiki.

38 Bab VI

Satu kali, pas tenga hari

burung sueko dua ekor ada

bacari ikan di rawa. Sueko

yang laki-laki dia pe nama

Koko, yang parampuang dia

pe nama Tiko. Pion lia pa

dorang kong dia maraya

kasana badekat pa dorang,

kong Pion kase hormat pa

dorang, “Slamat siang koko

deng Tiko. “ Kong dong dua

balas sama-sama, “Slamat

siang Pion.” Pion bilang pa

dong dua, “Kita suka kalo bisa

tarbang sama deng ngoni.”

Turus Koko manyao pa dia,

“Kita pikir bagus lagi, kalo

torang pe kuli me kuat deng

bagus sama deng ngana.”

Pion bilang pa dorang, “Tapi

yang paling bagus itu ngoni,

bisa tarbang-tarbang.“

Bab VI 39

Suatu siang Pion mendekati

Koko dan Tiko, sepasang

bangau, yang sedang mencari

ikan di rawa.

"Selamat siang, Koko dan

Tiko," Pion menyapa ramah.

"Selamat siang, Pion,"

jawab mereka bersama-sama.

"Aku senang bila bisa

terbang seperti kamu," kata

Pion.

"Kupikir menyenangkan

juga kalau kami juga punya

pelindung badan yang indah

dan kuat sepertimu," jawab

Koko.

"Tetapi tentu lebih hebat

yang bisa terbang seperti

kamu," kata Pion.

Turus Koko bilang pa dia,

“Tuhan pe berkat yang kase pa

torang itu tara sama. Ada

yang bisa tarbang, ada yang

barnang, deng ada yang

maraya kasana kamari.” Pion

manyao pa dia, “Tapi yang

dapa lebe bagus itu, yang

terbang-terbang.” Koko

manyao, “Bukang bagitu

tamang, Kitorang samua, satu-

satu ada torang pe lebe sandiri

-sandiri. Deng itu torang musti

bersukur.” Pion bilang pa Koko

deng Tiko, “Bole ka tarada?

Ngoni kase ajar pa kita

tarbang!” Koko rupa herang

kong tanya pa Pion “ Ha,

ngana mo balajar tarbang?”

dia manyao, “Iyo, kalo ngoni

mau?” Koko deng Tiko rupa

herang kong baku haga.

40 Bab VI

Abis itu Tiko bilang pa Pion,

“Ngana akan tara bisa tarbang,

sebab ngana tarada sayap.”

Turus Pion bilang pa Tiko,

“Kalo bagitu, bole ka tarada

kita pinjam ngana pe sayap?”

Pe dengar bagitu dong dua

tatawa. Kong dong bilang pa

dia, “Itu tara bisa tamang,”

Pion dengar Tiko bilang bagitu,

dia rasa kecewa. Turus Koko

bilang pa Pion, “Bagini saja,

kalo butul-butul ngana mo

ingin rasa tarbang, nanti torang

baku tulung kase terbang pa

ngana. Pion dengar bagitu,

turus dia tanya, “ A, butul

Koko? Kong dia pe cara

bagimana?”

Bab VI 41

"Karunia Tuhan memang

berbeda-beda. Ada yang bisa

terbang, ada yang bisa

berenang, ada yang bisa

merayap, dan sebagainya."

"Tetapi yang paling

istimewa adalah yang bisa

terbang," sahut Pion.

"Ah, tidak juga. Kita punya

kelebihan sendiri-sendiri yang harus

disyukuri."

"Koko dan Tiko, maukah

kalian mengajariku terbang?"

"Kamu mau belajar

terbang?" Koko bertanya

heran.

"Ya. Kalian tidak keberatan,

bukan?"

Koko dan Tiko saling

berpandangan dengan penuh

heran.

Turus Koko bilang pa Pion,

“Nanti kita deng kita pe bini

ambe kayu sapanggal, kong

kitong dua pegang di ujung-

ujung. Abis itu ngana gigi kuat-

kuat kayu itu pe tenga-tenga.

Jadi kalo torang tarbang,

ngana me dapa bawa

tarbang.” Pion dengar bagitu,

dia sanang skali kong dia

bataria, “iyo..iyo..iyo. kita mau

Koko.” Abis itu dong dua cari

kayu sapanggal, kong Koko

pegang di ujung sabla kanan,

Tiko pegang di ujung sabla kiri,

kong Pion gigi di tenga. Waktu

dorang so mo tarbang, Tiko

bilang pa Pion, “Inga, kalo

torang so tarbang, ngana tara

bole buka mulu!” Turus Pion

manyao, “Iyo.”

42 Bab VI

"Kamu tidak mungkin bisa

terbang, karena kamu tidak

punya sayap, Pion," kata Tiko

menjelaskan.

"Kalau begitu boleh aku

meminjam sayapmu?" tanya

Pion.

"Ha...ha...ha! Itu juga tidak

mungkin, Pion."

Pion tampak kecewa

mendengar jawaban itu.

"Kalau kamu memang

benar-benar ingin merasakan

nikmatnya terbang, kami bisa

menolongmu," kata Koko.

"Benarkah itu, Koko?

Bagaimana caranya?"

Waktu dorang so mo

tarbang, Koko rekeng, “Satu,

dua, tiga!” Turus dong tarbang.

Pertama dong masi terbang

dekat-dekat. Lama-lama so

tinggi sampe tailing-ilang.

Dorang pe tamang-tamang

yang di tana herang, dapa lia

Tiko deng Koko pe cara kase

tarbang pa Pion. Pion sanang

skali koko deng tiko kase

terbang pa dia. Cuma itu, dia

pe sala sadiki, Pion ini makang

puji. Kong bagitu dia tau

binatang yang di bawa bauni

pa dia, dia tara badiang, kong

dia bataria kabawa, “E,

tamang-tamang, lia kia so bisa

tarbang.”

Bab VI 43

Pion so lupa, kalo sampe

dia bataria, dia talapas dari

kayu yang dia gigi itu, tara

lama deng dia jatu malayang

dari atas sampe kabawa di

tana. Koko deng Tiko dusu ka

bawa mo lia pa Pion, tapi

untung Pion tara mati. Dong

dua si more kong tarbang

ulang ka atas. Pion bersukur

karena dia pe kuli tabal. Mulai

dari situ, Pion so tara mau

makangpuji lagi.

Bab VII Tikus pe pande

Tikus yang cerdik

44 Bab VII

Ada tikus besar dengan

seekor anaknya yang masih

kecil, bernama si Ani. Induk

tikus itu selalu menasehati si

Ani agar berhati-hati terhadap

si Meong, kucing muda yang

tinggal di dekat rumah mereka.

Sebenarnya si Meong ingin

sekali memakan si Ani tetapi

tidak berani menghadapi induk

Ani yang besar. Itulah

sebabnya selalu menunggu

kesempatan yang baik dari

tempat tinggalnya.

Kata…... Ada tikus satu

ekor deng dia pe ana satu, dia

pe ana pe nama Ani. Dorang

pe ruma baku dekat deng tusa

kacili satu ekor dia pe nama

Meong. Tiap hari tikus mai itu,

jaga nasehat dia pe ana, la

hati-hati pa Meong. Meong ini

suka skali mo makang pa Ani,

tapi dia tako Ani pe mama,

sebab Ani pe mama lebe basar

dari dia. Jadi dia cuma tunggu

slak dari dia pe ruma.

Bab VII 45

Satu hari Ani baramaeng

sandiri, dia pigi baramaeng jao

sadiki dari dia pe ruma. Waktu

dia mo pulang, dia so lupa

jalang pulang, kong dia ilang

jalang. Dia tara tau kalu Meong

ada lur-lur mo makang pa dia.

Untung Ani dapa lia pa dia,

kong dia capat-capat cari akal

la Meong tara makang pa dia.

46 Bab VII

Pada suatu hari si Ani

bermain agak jauh dari

rumahnya. Ketika mau kembali,

ternyata dia tersesat dan tidak

menemukan jalan pulang.

Si Meong melihatnya

segera mengendap-endap siap

menerkam si Ani. Untung si Ani

melihatnya sehingga dia cepat-

cepat mencari akal untuk

menyelamatkan diri.

Ani biking diri sama deng

tara tako. Dia bilang pa Meong

bagini, “Tamang ngana mo pi

mana? Ngana bajalang kamari

mo makang pa kita to?” Turus

Meong manyao pa dia, “Iyo,

kita ini so lapar skali. Jadi

skarang kita mo makang

ngana pe isi yang sadap itu.”

Ani tako kong foya pa Meong,

dia biking diri hati susa, kong

dia bilang bagini, ”Kita datang

kamari ini, mo kase kita pe diri

pa ngana, sebab kita pe mama

bawa tara bae pa kita. Jadi kita

pikir lebe bae kita mati.”

Bab VII 47

Turus Meong bilang pa

dia, “Kalu bagitu, kita makang

pa ngana suda.” Kong Ani

bilang pa dia, “Tunggu dulu

Meong, sebelum kita mati, kita

mo minta satu barang.” Turus

Meong tanya pa dia, “Apa

yang ngana mo minta?” Turus

Ani bilang pa dia, “Bole ka

tarada, kita manyanyi kita pe

lagu yang kita suka?” Meong

mau. Deng Ani manyanyi.

la..la...la…... Meong tunggu

kong bapalaka di tana. Dia kira

Ani butul-butul manyanyi,

padahal Ani bafoya. Dia

bukang manyanyi, tapi bataria

pangge dia pe mama.

48 Bab VII

"Halo, Meong yang baik.

Kamu suka dagingku, bukan?"

tanya si Ani kepada si Meong,

seakan-akan tanpa rasa takut.

"Ya, karena dagingmu sangat

lezat," jawab si Meong.

"Hari ini aku memang

sengaja datang untuk

menyerahkan diri kepadamu.

Ibuku begitu kejam terhadapku

sehingga kupikir lebih baik mati

saja aku," kata si Ani

berbohong dan pura-pura

bersedih.

Ani so rasa tako skali,

waktu dia lia Meong so tara

sabar lagi. Sadang dia pe

mama bolong datang.

Kong dia bilang pa Meong,

“Sabar tamang. Masi ada kita

pe lagu satu lagi yang kita mo

manyanyi.”

Meong dengar apa yang

Ani bilang. Turus Ani bataria

ulang. Kali ini dia bataria lebe

kuat, sampe dia pe mama

yang jao me dapa dengar dia

pe suara.

Bab VII 49

Waktu Ani pe mama den-

gar Ani pe suara, turus dia lari

cari pa Ani. Dia tau Ani dalam

bahaya. Pe sampe kong dia lia

Meong mo makang pa Ani,

Ani pe mama mara skali.

Deng, dia bakuat kong tubruk

pa Meong, sampe Meong

talempar kong taguling-guling.

Meong tako skali kong lari

sampe tara tau diri. Ani sanang

skali bisa bakumpul deng dia

pe mama lagi.

Bab VIII

Balanga Ajaib

Belanga ajaib

50 Bab VIII

Di sebuah desa di gunung

hiduplah seorang nenek dan

cucunya yang bernama Abdul.

Setiap hari nenek itu bekerja di

kebun, sedangkan Abdul pergi

ke sekolah. Sehabis sekolah

Abdul biasanya membantu

neneknya memasak nasi untuk

makan siang. Mereka

memasak nasi dalam sebuah

belanga hitam yang sudah tua.

Belanga hitam tua itu bukan

belanga biasa tapi belanga

ajaib. Ketika mengisi air ke

dalam belanga itu, si nenek

berkata, "Ayo masaklah

belanga, masaklah nasi!"

Seketika itu juga belanga itu

bergolak dan

mendidih serta

penuh dengan nasi

panas yang

mengepul-ngepul.

"Berhenti belanga,

jangan masak lagi!"

Ada satu kampong di

gunung. Disitu, ada nene satu

deng dia pe cucu satu. Nene

pe cucu, dia pe nama Abdul.

Sabang hari nene itu karja di

kobong, sadang Abdul pigi di

skola. Pulang skola, Abdul

baku tolong dia pe nene

mamasa nasi la dong makang

tenga hari. Dorang dua

mamasa nasi di balanga itam

satu yang so tua.

Balanga itu, bukang

balanga sabarang. Balanga itu

balanga ajaib. Waktu isi aer

didalam balanga itu, nene

cuma bilang bagini, ”Balanga,

momasa nasi suda” Deng aer

dalam balanga itu

mandidi, kong

ponong deng nasi

yang babauap.

Bagitu nasi so

masa, turus nene

bilang, “Balanga

berenti suda,

jangan mandidi

Bab VIII 51

kata nenek lagi ketika nasi

sudah masak.

Abdul dan neneknya hidup

dengan bahagia di desa itu.

Walaupun mereka tidak kaya,

setiap hari mereka bisa makan

nasi lezat dari belanga ajaib itu.

Pada suatu hari, nenek

harus pergi ke desa lain.

"Abdul," kata nenek, "selama

aku pergi, engkau tidak boleh

memakai belanga ajaib itu.

Kamu nanti tinggal dengan

bibimu." Lalu nenek pun pergi.

lagi.”

Abdul deng dia pe nene

dorang hidup sanang skali di

kampong itu. Biar dorang tara

kaya, sabang hari dorang bisa

makang nasi yang sadap dari

balanga ajaib itu. Satu hari,

nene pigi di kampong laeng

kong dia bilang pa Abdul

bagini, “Abdul, kalo nene

tarada, ngana tara bole pake

balanga ajaib itu. Jadi ngana

tinggal deng ngana pe tanta

dulu.” Abis itu turus nene pigi.

52 Bab VIII

Sabang hari Abdul deng

dia pe tamang jaga singga di

ruma, mo lia dia pe nene so

pulang ka bolong. Satu hari,

Abdul bilang pa dia pe tamang,

“Ngana mo lia kita pe nene pe

balanga ajaib ka tarada? Kalu

ngana baca-baca dia pe lima

kata itu, turus balanga itu bisa

mamasa nasi yang sadap

skali.”

Turus Abdul pe tamang bi-

lang, “Coba kase tunju pa kita!”

Turus Abdul ambe balanga

itu, dia isi aer kong bilang pa

balanga itu, “Balanga, momasa

nasi suda.” Deng dia pe aer

mandidi kong ponong deng

nasi panas yang babauap.

Bab VIII 53

Setiap hari Abdul dan

temannya mampir di rumah

neneknya untuk melihat apakah

nenek sudah kembali atau

belum. Suatu hari, Abdul berkata

kepada temannya, "Kamu mau

lihat belanga ajaib nenekku atau

tidak? Jika kamu mengucapkan

lima kata mantera, belanga itu

langsung memasak nasi yang

lezat sekali."

"Coba tunjukkan belanga itu

kepada saya," usul temannya.

Abdul lalu mengambil

belanga itu, menuangkan air ke

dalamnya dan berkata, "Ayo,

masaklah belanga,

masaklah nasi."

Seketika itu, belanga

mulai bergolak dan

Ana-ana itu bajongko di

penggir balanga kong lia-lia

balanga yang so ponong deng

nasi. Turus Abdul pe tamang

bilang pa dia, “suru balanga

berenti mandidi, la torang dua

makang suda.” Tapi bagitu Ab-

dul mo bilang balanga itu pe

baca-baca, la balanga itu ber-

enti mamasa, dia so lupa.

Kong dia cuma bilang, “Berenti

mamasa suda!” Tapi balanga

ajaib itu dia kase kaluar nasi

turus, sampe tabuang ka

bawa di lante kong ponong.

Ana-ana itu dorang cari akal

kong isi nasi-nasi itu

di bokor-bokor.

54 Bab VIII

mendidih serta penuh dengan

nasi panas yang mengepul-

ngepul.

Anak-anak itu berjongkok di

samping belanga dan

melihatnya penuh dengan nasi.

"Sekarang suruhlah

belanga berhenti supaya kita

bisa makan nasi," kata

temannya. Tetapi ketika

hendak mengucapkan kata-

kata mantera, Abdul tidak bisa

mengingatnya lagi. "Berhenti

masak!" katanya, tetapi

belanga ajaib itu terus saja

mendidi.

Dengan segera tumpahlah

nasi dari belanga dan menutupi

lantai. Anak-anak itu

berusaha mengisi nasi

ke dalam mangkuk-

mangkuk.

Tapi balanga itu mamasa

nasi turus.

Waktu nasi yangtabuang

kong su mo kaluar kasana di

pintu, Abdul bataria bilang

bagini, “Berenti, berenti sudah!

nasi itu boleh sudah!”

Orang-orang di sabla ruma

dapa lia nasi yang tabuang ka-

sana di jalang kong so maso

dalam kampong, dorang bawa

balanga deng bokor kong ka-

sana falo nasi itu.

Pertama dorang sanang

bisa dapa nasi banya mo

makang. Tapi dorang mulai ha-

water dapa lia nasi itu tara ber-

enti tabuang sampe ponong di

jalang kong so mo

maso di ruma-ruma.

Bab VIII 55

Tetapi belanga itu tetap saja

memasak nasi lagi.

"Berhenti, berhenti! Nasinya

cukup!" Abdul berteriak-teriak

kepada belanga ketika nasi

tumpah keluar pintu.

Tetangga-tetangga segera

datang berlari dengan membawa

mangkuk dan belanga. Mereka

berusaha mengambil nasi karena

sudah tumpah ke jalan dan masuk

ke dalam desa.

Pada mulanya setiap orang

sangat senang karena mendapat

banyak nasi untuk dimakan, tetapi

segera semuanya mulai merasa

cemas ketika nasi terus-menerus

mengalir. Nasi mulai

membanjiri jalan dan

masuk ke rumah-rumah.

Kepala desa berkata,

"Abdul, kamu harus

Turus kapala kampung bilang

pa Abdul, “Abdul, ngana musti

kase berenti balanga itu, la dia

jang mamasa lagi. Torang pe

kampung ini akan mo ancor.”

Turus Abdul batiki mo inga-

inga balanga itu pe baca-baca,

tapi dia tara bisa dapa inga.

Bagitu Abdul mo bala balanga itu

deng tamako, dia dapa lia dia pe

nene ada di gunung bajalang

kamari. Turus dia bataria, “Nene.

ado bahaya. Kita minta balanga

itu mamasa nasi, tapi kita so lupa

dia pe baca-baca mo kase ber-

enti.”

56 Bab VIII

menghentikan belanga agar ia

tidak memasak nasi lagi. Desa

kita bisa hancur."

Semampunya Abdul

mencoba, tetapi tetap saja ia

tidak bisa mengingat kata-

kata manteranya. Tepat

ketika Abdul hendak

menghancurkan saja

belanga itu dengan kapak,

dia melihat neneknya muncul

dari gunung. "Nenek," dia

berteriak, "gawat sekali.

Saya minta belanga ajaib

memasak nasi tapi saya lupa

cara menghentikannya.

Bagaimana kata-kata

manteranya?"

Turus nene pigi di dapur,

kong badiri dimuka balanga

ajaib yang masi mandidi itu,

kong nene bilang bagini,

”Balanga barenti suda jang

momasa lagi.” Deng balanga

itu me berenti momasa. Orang-

orang yang ada disitu tagal

sanang, dorang babataria.

Abis itu, nene bilang pa Abdul,

”Tagal ngana tara mau dengar

nene pe pasang, amper sadiki

torang pe kampong tinggalam

deng nasi. Jadi skarang ngana

deng ngana pe tamang musti

dapa hukum. Ngoni dua musti

makang nasi ini sampe abis.”

Dari situ Abdul so tara mau mo

pake balanga ajaib itu lagi.

Dia so janji pa dia pe nene, dia

akan dengar nene pe nasehat.

Tina can count (Tina bisa berhitung) p. 1 One day Tina told her mother she was going for a walk. As

she started walking she began to count the things she saw. p. 2 Tina saw her friend Ade flying a kite. "What a beautiful kite,"

she said. Tina saw a little boy feeding two cows. "Good morning

cows," she said. p. 3 Tina saw three children riding their bicycles. "Three

bicycles," she counted. Tina saw four lemons hanging from the tree. "Four ripe

lemons," she said while pointing. p. 4 Tina saw five ladies washing their clothes at the well. "Good

morning ladies," she said. Tina saw her friend playing with six balloons. "Six balloons,"

she said. p. 5 Tina saw seven birds looking for some food. "Seven birds,"

she counted. Tina saw eight carrots in the garden. "Eight delicious

carrots," she said. P. 6 Tina saw nine dancers dancing at the festival. "Nine

dancers," Tina counted. Tina saw ten fish at the market. She counted,

"1,2,3,4,5,6,7,8,9,10." p. 7 Can you count all the things that Tina saw? One kite, two

cows, three bicycles, four lemons, five women, six balloons, seven birds, eight carrots, nine dancers, and ten fish.

Bahasa Inggris 57

Froggie goes to Ternate (Katak hendak ke Ternate)

p.8 Froggie and his friend were sunning themselves when

Froggie had a thought. He said to his friend, "I hear the flies are big in town. I think I will go there."

p.9 "But how will you go to town?" asked his friend. "I will hop on

a truck," he replied, and off he went to find one. Soon a truck came down the road. Froggie tried to jump on

but he jumped too far. Away went the truck without Froggie. p.10 "Now how will you go to town?" asked his friend. "I will hide in

the man’s bag," he replied, and off he went to do so. The next morning when the man went to town, he forgot his

bag. Away went the man without Froggie. p.11 "Now how will you go to town?" asked his friend. "I will ride in

the coconut bags that are going to town," he replied, and off he went to hide in them.

But the truck was so full that all the bags would not fit. Away

went the bags of coconut without Froggie. p.12 "Now how will you go to town?" asked his friend. "I will ride

on the wings of a hawk" he replied, and off he went to find one.

Froggie rode on the hawk's wings till the wind blew him off.

Away flew the hawk without Froggie. p.13 "Now how will you go to town?" asked his friend. "I will go to

town by myself," he replied, and so off to town he hopped. Froggie hopped, and he hopped, p.14 and he hopped again. Finally he got to town. "Where are the big fat town flies?"

Froggie asked the town frog.

58 Bahasa Inggris

p.15 "Big fat flies? Why the big fat flies are not in the town," replied the town frog. "We only have small flies in town. The big fat ones are in the forest."

Then the town frog hopped to his house. And the frog from

the forest hopped away by himself. p16 When Froggie went home to the forest he saw his friend.

While they were sunning themselves Froggie said to his friend, "Things aren't always better in another place."

Bahasa Inggris 59

60 Bahasa Inggris

Ade and her friends (Ade dan temannya)

p. 17 Ade the Rabbit One day Ade felt lonely and wanted to talk to his friends,

Yunus and Ani. Yunus was a little dog and Ani was a small cat. Ade could not find them anywhere, so he asked all the animals in the forest if they knew where his friends were.

p. 18 Hasan the Butterfly "Have you seen Yunus and Ani?" Ade asked Hasan. "No, I

have not, but why don’t you ask Andi the mouse? He visits with a lot of the animals," said Hasan.

Andi the Mouse "Have you seen Yunus and Ani?" Ade asked Andi. "No, but

you could ask Dani the horse. He is always following us around," answered Andi.

p. 19 Dani the Horse "Have you seen Yunus and Ani?" Ade asked Dani. "No,"

answered Dani, "but why don’t you ask Nita the bird. She can see all the animals from the sky."

Nita the Bird "Have you seen Yunus and Ani?" Ade asked Nita. "No,"

answered Nita. "My wing is hurt and I can not fly. Maybe you can ask Tina the deer."

p. 20 Tina the Deer "Have you seen Yunus and Ani?" Ade asked Tina. "I have

been very busy watching my children and have not seen anyone," answered Tina. "Ask Santi the frog. He likes to hop all over the forest. Maybe he has seen them."

Bahasa Inggris 61

p. 20 Santi the Frog "Have you seen my friends, Yunus and Ani?" Ade asked

Santi. "Yes, I have," answered Santi. "They are looking for you and if you go back home you will find them there."

p. 21 Yunus the Puppy and Ani the Kitten When she found them she said to them, "I have been looking

for you everywhere! I asked Santi the frog, Tina the deer, Nita the bird, Dani the horse, Andi the mouse, and Hasan the butterfly. We were looking f or you too!" said Yunus and Ani together. "We are glad to be together now."

62 Bahasa Inggris

The girl that became a statue (Gadis patung)

p. 22 In a village there lived a widow with her daughter, Nita.

Everyday they would look for firewood in the forest, and then sell it in the city.

p. 23 Time slowly passed by. Nita grew up to be a beautiful girl.

It was sad that she also became proud. One day Nita asked permission from her mother to work in

the city. At first her mother objected, but Nita continued to insist. In the end Nita was given permission to go.

p. 24 In the city Nita lived with a generous, rich family. Nita was

considered like their own child. She was given beautiful clothes and constantly spoiled.

Nita ought to have been thankful to God for everything. In

reality however, Nita became increasingly proud. She did not want to associate with poor children.

p. 25 One day Nita was told to go home to see how her mother

was doing. "Please go home Nita. Your mother certainly misses you very much," said her adopted mother.

In the middle of her trip home Nita met her mother dressed

in rags. Nita was embarrassed and quickly returned to the city.

p. 26 The next month Nita was again asked to go and check on

her mother. This time she was given some delicious bread to take to her mother. "Give this to your mother, I'm sure she will enjoy it," said her adopted mother.

This time it was the rainy season and the road was very

muddy. Nita did not want her dress and shoes to get muddy. She therefore threw the bread on the ground and stepped on it so her shoes would not get dirty.

Bahasa Inggris 63

p. 27 Nita walked on the delicious bread. When she stepped on the last slice of bread she fell and her clothes became muddy. Luckily for her there was an old woman carrying some water.

"May I have some water to clean my dress, old woman?"

asked Nita. "Certainly. Why don't you come a little closer?" replied the

lady. p. 28 Nita stepped a little closer. Suddenly the woman splashed

the water all over her. "This water is for a rebellious child," she said.

"You rebellious child. You stepped on this delicious bread,

while your mother really needed it," said the old woman angrily to Nita.

p. 29 Immediately Nita's body became stiff and could not move.

Slowly her body changed and became a statue. And everyday the statue cries tears of sorrow.

64 Bahasa Inggris

The goose who laid golden eggs (Angsa bertelur emas)

p. 30 Once upon a time there was a man named Mr. Yakob and

his wife. They were very poor. They were so poor that sometimes they only ate once a day.

p. 31 One day Mr. Yakob met a an old man in his dream. "I will

give you a gosling," said the man. "Take good care of him and your life will prosper."

The next day Mr. Yakob saw a gosling enter the yard of his

house. Quickly he chased after it and caught it. p. 32 Mr. Yakob quickly carried the gosling into his house. Then,

with his wife, he took good care of it. One day the goose laid an egg. That egg wasn’t an

ordinary egg, but it was a golden egg. Mr. Yakob and his wife were very happy.

p. 33 "O.K., we will sell this egg and buy things we need,"

suggested Mr. Yakob. "Yes. The money will meet our daily needs," replied his wife.

Mrs. Yakob quickly left for the city. When she came home,

she was carrying lots of money, and many things that they needed for their everyday life.

p. 34 Every day they hoped to get another golden egg. But the

miracle goose only laid golden eggs when their money was all gone.

Seeing this situation, Mr. Yakob became greedy. He

wanted to cut open the miracle goose so that he could take out all the golden eggs that were inside.

p. 35 "If we can get them all right now, we will be rich,"

announced Mr. Yakob. "And we will not have to wait so long anymore," replied his wife.

Bahasa Inggris 65

p. 35 The miracle goose was quickly cut open. But they did not find any golden eggs inside it. In fact the last golden egg that was laid miraculously disappeared.

p. 36 They were sad after realizing everything. But the golden

goose remained dead and could never lay eggs again. In the end,

Mr. Yakob and his wife returned to their poverty as they were before.

66 Bahasa Inggris

The proud turtle (Kura-kura yang sombong)

p. 37 There once was a turtle named Pion who lived at the edge of a swamp. Pion was famous as an arrogant animal who was always jealous of other animals and their abilities.

p. 38 One afternoon Pion came upon Koko and Tiko, a pair of

egrets looking for fish in the swamp. "Good afternoon, Koko and Tiko," greeted Pion in a friendly

manner. "Good afternoon, Pion," they answered together. "Isn’t it nice to be able to fly like you do?" "I think it would be nice if I had a beautiful shell like you,"

said Koko. "But it is certainly exciting to be able to fly like you," said Pion.

p.39 "The gifts of God are indeed different. Some animals can

fly, some can swim, some can crawl, and so forth." "But the best are those who can fly," replied Pion. "Oh no. We all have our own gifts for which we have to be

thankful," said Tiko. "Koko and Tiko, can you teach me how to fly?" "You want to learn how to fly?" Koko asked surprised. "Yes. You don’t have any objections, do you?" Koko and Tiko considered this together, and they were

totally amazed. p. 40 "You can’t possibly fly because you don’t have wings, Pion,"

explained Tiko. "If that’s the case, may I borrow your wings?" asked Pion. "Ha...ha...ha! That’s also impossible, Pion." Pion was visibly disappointed hearing this answer. "If you truly wish to feel the enjoyment of flying, we can help

you," said Koko. "Really, Koko? How?"

Bahasa Inggris 67

p. 41 "My wife and I will hold a piece of wood at each end. You will be in the middle firmly biting the wood. When we fly, you will hang on and fly with us as we carry you along."

"Yes...yes...yes! I want that, Koko," cried Pion happily. So they went to look for a piece of wood. Koko was on the

right end, Tiko on the left, and Pion in the middle. "Careful, as long as we are flying you may not open your

mouth," Tiko said to remind Pion. "That’s fine," said Pion. p. 42 "One, two, three," Koko gave a command and they began to

fly. At first, they started low, but it wasn’t long before they were very high. The animals below watched this absurd flight with amazement.

Pion really enjoyed being able to fly together with Koko and

Tiko. However, Pion was still basically proud, so when he knew that many other animals were looking at him from the ground, he could not keep quiet.

"Friends, friends, look at me. I can fly!" he cried. p. 43 Pion forgot that when he began to talk that he was no longer

holding onto the piece of wood. For several minutes he sailed through the air and then he fell to the ground.

Koko and Tiko were very glad when they realized that Pion

was actually still alive. They quickly flew back to the heavens. Since that time, Pion has felt blessed he has a very hard shell. He also promised himself never to be proud again.

68 Bahasa Inggris

Ani the cunning mouse (Si Ani tikus cerdik)

p. 44 There once was a mother rat who had a small child named

Ani. Ani’s mother always warned Ani to watch out for Meong, the cat that lived near their home.

In fact, Meong really wished he could eat Ani but he was

not brave enough to face Ani’s mother. So he waited for a good opportunity to catch him away from where he lived.

p. 45 One day Ani played a long distance from his home. When

he started to go home he lost his way and couldn’t find the right path.

Meong the cat quickly saw that Ani was lost and quietly

moved up to leap on him. Fortunately Ani saw Meong, giving himself time to think of a way to save himself.

p. 46 "Hello, Meong. You like to eat rats, don’t you?" asked Ani

to Meong as if he wasn’t afraid. "Yes, and you will taste very delicious!" replied Meong. "Today I purposely came here to hand myself over to you.

My mother has been very cruel to me so that I thought I would be better off dead," lied Ani while pretending to be sad.

p. 47 "In that case, I will pounce on you." "Patience, Meong, I want to ask one thing of you before I

die." "What is your request?" asked Meong. "I want to sing several songs that I like. Is that O.K.?" Meong agreed and Ani quickly began singing, "La...la...la...

." Meong waited for him while lying on the ground. He thought Ani was really singing, but actually he was screaming for his mother.

p. 48 Ani began to worry when he saw that Meong was losing his patience and his mother still had not arrived. "Patience, friend. There is still one more song I will sing," said Ani, when Meong was ready to pounce on him.

p. 48 Meong agreed and Ani screamed again. This time he

screamed louder so that his mother could hear him from where she was.

p. 49 The big mother rat quickly ran to find Ani. She knew that her

child was in great danger. Ani’s mother was furious at Meong who was about to pounce

on Ani. With great strength she lunged at Meong making him fall down.

Meong was extremely frightened and quickly ran to save

himself. Ani however was very happy to see his mother again.

Bahasa Inggris 69

The Magic Pot (Belanga ajaib)

p. 50 In a village lived a grandmother with her grandson named

Abdul. Every day the grandmother worked in the garden and Abdul went to school. Abdul often helped his grandmother cook rice in an old black pot.

This pot was not an ordinary pot, but a magic pot. While

putting water in the pot, the grandmother always cried out, "Hey, cook pot, cook some rice!" After that the pot would quickly shake and the water would boil and the pot would fill with rice. When she wanted the pot to stop cooking she said, "Stop pot! Cook no more!"

p. 51 Abdul and his grandmother were happy in the village.

Although they were not rich, each day they could eat delicious rice from the magic pot.

One day the grandmother had to go to another village. "Abdul," said the grandmother before she left, "as long as I am

gone you may not use the magic pot. You will be staying with your aunt."

Then she left. p. 52 Everyday Abdul and his friend would stop by his

grandmother’s house. "My grandmother has a magic pot. With five magic words the pot will immediately cook delicious rice," said Abdul to his friend.

"Could you show me?" asked his friend. Abdul quickly

grabbed the pan, filled it with water and said, "Hey, cook pot, cook some rice!" Immediately the pot began to shake, and the water began to boil, and soon it was filled with simmering rice.

p. 53 "Now command the pot to stop so that we can eat," asked

Abdul’s friend. But Abdul had forgotten the magic words. "Stop cooking!" said Abdul, but the magic pot continued cooking.

Quickly rice spilled out of the pot and covered the ground.

They were busy putting the rice in bowls, but the pot just kept on cooking.

70 Bahasa Inggris

p. 54 "Stop! Stop! Enough rice," yelled Abdul to the magic pot. But the pot just kept cooking until the rice spilled out the door.

Quickly the neighbors came. They brought their bowls and

pots. They were busy catching all the rice as it spilled into the village.

At first all the people were happy with all the rice. But then

they got worried when the the rice kept coming and threatened to cover the village. "You have to stop the pot Abdul," said the leader of the village.

p. 55 But try as he might, Abdul was unsuccessful. Luckily his

grandmother quickly arrived. "Grandmother, I asked the pot to cook some rice but I forgot how to make it stop. What are the magic words grandmother?"

p. 56 Grandmother immediately went into the kitchen and stood in

front of the boiling magic pot. "Stop pot! Cook no more!" said grandmother and immediately the pot stopped. All the people cheered.

"Because you didn’t listen to your grandmother, the village

was almost destroyed. Now you and your friend are to be punished. Eat all the rice until it is gone."

Since that time Abdul has never again used the magic pot.

He promised to always obey the advise of his grandmother.

Bahasa Inggris 71